PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) TERHADAP HASIL PRODUKSI GAS METAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN MENGGUNAKAN HYBRID ANAEROBIC REACTOR
SKRIPSI
NUR AINI ISWATI HASANAH
PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA MEI 2013
PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) TERHADAP HASIL PRODUKSI GAS METAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN MENGGUNAKAN HYBRID ANAEROBIC REACTOR
SKRIPSI
NUR AINI ISWATI HASANAH
PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA MEI 2013
i
PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) TERHADAP HASIL PRODUKSI GAS METAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN MENGGUNAKAN HYBRID ANAEROBIC REACTOR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Bidang Ilmu dan Teknologi Lingkungan pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Oleh : NUR AINI ISWATI HASANAH NIM 080911008
Disetujui oleh, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA NIP. 19620803 198710 1 001
Nur Indradewi O., S.T., M.T. NIP. 19831001 200812 2 004
ii
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul
Penyusun Nomor Induk Program Studi Pembimbing I Pembimbing II Tanggal Ujian
: Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) Terhadap Hasil Produksi Gas Metan Pada Pengolahan Air Limbah Kantin Menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor : Nur Aini Iswati Hasanah : 080911008 : Ilmu dan Teknologi Lingkungan : Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA : Nur Indradewi O., S.T., M.T. : 17 Mei 2013
Disetujui oleh, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA NIP. 19620803 198710 1 001
Nur Indradewi O., S.T., M.T. NIP. 19831001 200812 2 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga,
Ketua Program Studi S-1 ITL,
Dr. Alfiah Hayati NIP. 19640418 198810 2 001
Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA NIP. 19620803 198710 1 001
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tapi pengutipan harus seizin penyusun dan atau harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah dan kelaziman mensitir atau menyalin pendapat penulis lainnya. Dokumen skipsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) Terhadap Hasil Produksi Gas Metan Pada Pengolahan Air Limbah Kantin Menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor”. Skripsi ini terdiri atas beberapa bab, yaitu bab pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar pustaka, dan lampiran. Setiap isi dari bab tersebut terangkai secara komperehensif untuk membahas pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) terhadap hasil produksi gas metan pada pengolahan air limbah kantin menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.) Bidang Ilmu dan Teknologi Lingkungan. Skripsi ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Program Studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Semoga skripsi ini sesuai dengan tujuan dan manfaatnya. Surabaya, Mei 2013 Penyusun,
Nur Aini Iswati Hasanah
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga penulis yang selalu membimbing, menasehati, dan memberikan dukungan dan doanya sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah skripsi ini. 2. Dr. Alfiah Hayati selaku Ketua Departemen Biologi, FST UA yang telah memberikan fasilitas dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA. selaku ketua program studi dan dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah skripsi ini. 4. Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak memfasilitasi penelitian, memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah skripsi ini. 5. Nita Citrasari, S.Si., M.T. selaku PJMK skripsi yang telah mengarahkan dan memotivasi untuk tetap disiplin selama skripsi. 6. Seluruh karyawan dan laboran FST UA yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 7. Rekan-rekan seperjuangan ITL 2009 yang selalu memberi semangat dan bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah skripsi. 8. Seluruh pihak-pihak pendukung kelancaran dari penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
vi
Hasanah, N.A.I., 2013. Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) Terhadap Hasil Produksi Gas Metan Pada Pengolahan Air Limbah Kantin Menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor. Skripsi ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA. dan Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. Program Studi S-1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.
ABSTRAK Air limbah kantin merupakan salah satu jenis air limbah domestik yang memiliki bahan organik tinggi dan berpotensi untuk diolah menjadi biogas, khususnya gas metan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor serta pengaruh penurunan COD yang terjadi terhadap hasil produksi gas metan tersebut. Hybrid Anaerobic Reactor tersebut terdiri atas empat kolom yang berisi media kerikil. Pada penelitian ini, Hybrid Anaerobic Reactor dioperasikan selama 14 hari dengan variasi HRT sebesar 1 dan 1,5 jam. Pemantauan hasil produksi gas metan dilakukan dengan menambahkan NaOH 5% pada kolom manometer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ratarata gas metan yang dapat diproduksi dalam pengolahan air limbah kantin FST UA pada Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam adalah 0,0039 ml/hari dimana hasil tersebut dipengaruhi oleh persen penurunan COD sebesar 98,73%. Sedangkan hasil produksi gas metan pada HRT 1,5 jam yang adalah 0,003 ml/hari dan hasil tersebut hanya dipengaruhi oleh persen penurunan COD sebesar 22,06%. Kata kunci : Air Limbah Domestik, COD, Gas Metan, HRT, Hybrid Anaerobic Reactor
vii
Hasanah, N.A.I., 2013. The influence of Hydraulic Retention Time (HRT) to Methane Gas Production In Canteen Wastewater Treatment Using Anaerobic Hybrid Reactor. This script was guidance by Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA. and Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. Environmental Science and Technology, Departement Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University.
ABSTRACT Canteen wastewater is one of domestic wastewater types that has high organic matter and potentially to be processed into biogas, especially methane. The aim of research was to known the average of methane production in FST UA canteen wastewater treatment based on variations of HRT in Hybrid Anaerobic Reactor and the influence of COD reduction to methane gas production. This Hybrid Anaerobic Reactor consisted of four columns that contained the gravel media. In this study, Hybrid Anaerobic Reactor to be operated for 14 days with HRT variation of 1 and 1.5 hours. Methane production was monitored by adding NaOH 5% in manometer coloumn. The result of this research showed that the average of methane production that can be produced in the wastewater treatment canteen FST UA on Hybrid Anaerobic Reactor with HRT 1 hour was 0.0039 ml/day and this result was influenced by 98.73% of COD reduction. While the production of methane gas at 1.5 hour HRT was 0.003 ml/day and the results was only influenced by 22.06% of COD reduction. Key words :
COD, Domestic Wastewater, HRT, Hybrid Anaerobic Reactor, Methane
viii
DAFTAR ISI JUDUL .............................................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ......................................... iv KATA PENGANTAR ...................................................................................... v UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................ vii ABSTRACT ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................................... 4 1.4 Manfaat ................................................................................................. 5 1.5 Asumsi Penelitian ................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Domestik ............................................................................ 7 2.2 Air Limbah Kantin ................................................................................ 9 2.3 Pengolahan Air Limbah Domestik ........................................................ 9 2.4 Pengolahan Air Limbah Domestik secara Biologi ................................ 11 2.5 Hybrid Anaerobic Reactor .................................................................... 13 2.6 Hydraulic Retention Time (HRT) ......................................................... 15 2.7 Produksi Gas Metan .............................................................................. 16 BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian .......................................... 25 3.1.1 Tempat penelitian ......................................................................... 25 3.1.2 Waktu penelitian .......................................................................... 25 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 25 3.2.1 Alat ............................................................................................... 25 3.2.2 Bahan ........................................................................................... 28 3.3 Cara Kerja ............................................................................................. 29 3.3.1 Penentuan ide studi ...................................................................... 29 3.3.2 Studi literatur ................................................................................ 29 3.3.3 Penentuan variabel penelitian ...................................................... 30 3.3.4 Persiapan alat dan bahan .............................................................. 31 3.3.5 Pelaksanaan penelitian ................................................................. 34 3.3.6 Analisis data dan pembahasan ..................................................... 38 3.3.7 Kesimpulan dan saran .................................................................. 38 3.4 Cara Analisis Data ................................................................................. 39 3.4.1 Analisis data nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat .................................................................................. 39
ix
x
3.4.2 Analisis data hasil produksi gas metan .......................................... 39 3.4.3 Analisis data pengaruh penurunan COD terhadap hasil produksi gas metan ...................................................................................... 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kisaran Nilai Parameter Temperatur, pH, Alkalinitas, Nitrat, dan Phospat ................................................................................................... 43 4.2 Hasil Produksi Gas Metan ..................................................................... 52 4.3 Pengaruh Penurunan COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan ......... 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 65 5.2 Saran ...................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67 LAMPIRAN ...................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR Nomor 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10
Judul
Halaman
Hybrid Anaerobic Reactor .................................................................... 13 Tahapan Fermentasi Anaerobik ............................................................ 17 Keterkaitan Antara Alkalinitas dengan Volatile Fatty Acids ................ 22 Manometer U ........................................................................................ 27 Kerangka Penelitian .............................................................................. 30 Hybrid Anaerobic Reactor .................................................................... 31 Susunan Hybrid Anaerobic Reactor ..................................................... 32 Kerikil 2-2,5 cm ................................................................................ 34 Temperatur Air Limbah ........................................................................ 44 pH Air Limbah ...................................................................................... 46 Alkalinitas Air Limbah ......................................................................... 47 Nitrat Air Limbah .................................................................................. 49 Phospat Air Limbah .............................................................................. 50 Hasil Produksi Gas Metan ..................................................................... 54 COD Air Limbah .................................................................................. 58 COD Air Limbah .................................................................................. 59 Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor I ......................................................................... 60 Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor II ........................................................................ 61
xi
DAFTAR TABEL Nomor 2.1 2.2 2.3 2.4 4.1 4.2 4.3
Judul
Halaman
Karakteristik Air Limbah Domestik....................................................... 8 Nilai Baku Mutu Air Limbah Domestik ................................................ 9 Perbandingan antara Kinerja Pertumbuhan Tersuspensi, Hybrid, dan Terlekat .................................................................................................. 14 Komposisi Komponen Biogas ............................................................... 16 Karakteristik Air Limbah Kantin FST UA ............................................ 42 Kondisi Operasi Hybrid Anaerobic Reactor ......................................... 51 Perbandingan Penelitian ....................................................................... 64
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Judul Ringkasan Skripsi Proses Pembenihan dan Aklimatisasi Proses Pengoperasian Reaktor Nilai Uji Berbagai Parameter pada Air Limbah Hasil Produksi Gas Metan Nilai Uji Parameter COD pada Air Limbah
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pencemaran badan air di wilayah Indonesia merupakan permasalahan
lingkungan yang sering terjadi. Menurut Kurt dkk. (2008), air limbah domestik menjadi salah satu pencemar yang paling banyak masuk ke air dan menyebabkan pencemaran di badan air. Menurut Anonim (2003), air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (kantin), perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air limbah ini mengandung bahan organik yang tinggi dan dapat menyebabkan akumulasi nutrien di badan air sehingga membuat kualitasnya menurun. Air limbah kantin merupakan salah satu jenis air limbah domestik dan tergolong dalam greywater karena berasal dari dapur, hand basins, dan laundry (Barnett dan Ormiston, 2007). Kantin FST UA menghasilkan air limbah yang mengandung bahan organik tinggi ini. Menurut Oktavitri dkk. (2010), kandungan BOD pada air limbah kantin FST UA antara
169 hingga 3.185 mg/l dan
kandungan TSSnya antara 123 hingga 493 mg/l. Air limbah kantin ini telah melebihi baku mutu air limbah domestik sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke badan air penerima. Teknologi pengolahan air limbah domestik, khususnya air limbah kantin harus memiliki metode dan operasi yang relatif sederhana, biaya energi listrik yang rendah, lahan fasilitas pengolahan yang tidak luas, serta produksi lumpur
1
2
yang rendah agar dapat diterapkan dalam skala rumah tangga. Salah satu teknologi tersebut adalah Hybrid Anaerobic Reactor. Hybrid Anaerobic Reactor merupakan kombinasi dari reaktor pertumbuhan terlekat dengan pertumbuhan tersuspensi (Kimata dkk., 1993 dan Guiot dkk., 1985 dalam Grandhi dkk., 2011). Kondisi anaerobik pada reaktor Hybrid Anaerobic Reactor dapat menunjang keberadaan mikroorganisme anaerobik sehingga reaktor tidak hanya mampu mendegradasi bahan organik melainkan juga menghasilkan biogas, khususnya gas metan (Ogejo dkk., 2009). Penelitian Syafila dkk. (2003) menunjukkan kemampuan Hybrid Anaerobic Reactor dalam mengolah air limbah dengan kandungan Chemical Oxygen Demand hingga 40.000 mg/l. Kinerja Hybrid Anaerobic Reactor dalam mengolah air limbah untuk menghasilkan gas metan turut dipengaruhi oleh Hydraulic Retention Time (HRT). HRT merupakan dasar bagi desain berbagai pengolahan limbah (Kadlec, 1994 dalam Hunt, 1998). Menurut Ogejo dkk. (2009), HRT adalah waktu saat liquid berada di dalam reaktor anaerobik. HRT perlu diperhatikan dalam operasional bioreaktor, khususnya dalam produksi
gas metan
karena HRT dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan dari mikroorganisme anaerobik. Menurut Chen dkk. (2001) dan Han dan Shin (2004) dalam Liu (2008), pemilihan HRT dapat mempengaruhi kemampuan hidrolisis bahan organik. Kemampuan ini sangat terkait dengan kapasitas penguraian senyawa kompleks organik menjadi senyawa organik sederhana yang merupakan pengendali utama keberhasilan proses pengolahan air limbah secara keseluruhan (Ahmad dkk., 2011). Selain itu, HRT juga
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
bakteri
fermentatif,
seperti
3
Aminobacteria, yang terkait dengan hasil produksi biogas (Chen dkk., 2001 dan Han dan Shin, 2004 dalam Liu, 2008). Variasi HRT yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 dan 1,5 jam. Hal ini dikarenakan pertumbuhan mikroba anaerobik tengah terjadi pada waktu tersebut dan kondisi anaerobik dalam reaktor memungkinkan untuk penerapan HRT yang singkat dengan HRT berkisar 1 jam (Nurhayati, 2000). Penerapan HRT yang singkat pada reaktor dapat memberikan dampak positif berupa semakin banyaknya jumlah air limbah yang dapat diolah menjadi gas metan di reaktor. Hal ini dikarenakan lama durasi HRT berbanding terbalik dengan nilai debit air limbah yang diolah (Tchobanoglous dkk., 1991). Belum terdapat penelitian yang mengkaji pengaruh variasi HRT pada kisaran HRT minimal di kondisi anaerobik terhadap hasil produksi gas metan pada pengolahan air limbah, merupakan dasar dilakukannya penelitian yang menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor ini. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pada parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat karena parameter tersebut mampu digunakan untuk menggambarkan kondisi operasi di dalam reaktor yang terkait dengan daya dukungnya terhadap kehidupan mikroba. Kondisi operasi yang konstan dan baik pada parameter-parameter tersebut mampu mendukung aktivitas mikroba anaerobik, sehingga dapat menghasilkan produksi gas metan yang tinggi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan pengukuran COD saat sebelum dan sesudah melalui reaktor untuk mengetahui pengaruh penurunan konsentrasi COD air limbah pada HRT yang berbeda terhadap hasil produksi gas metan. Hal ini perlu dilakukan karena nilai penurunan konsentrasi COD mampu menunjukkan jumlah
4
bahan organik yang dikonversi menjadi gas metan (Wilkie, 2003 dalam Wagiman, 2007).
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
a. Berapa kisaran nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor? b. Berapa rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor? c. Berapa besar pengaruh penurunan konsentrasi COD dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor terhadap hasil produksi gas metan?
1.3
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui kisaran nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor. b. Mengetahui rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor.
5
c. Mengetahui besar pengaruh penurunan konsentrasi COD dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor terhadap hasil produksi gas metan.
1.4
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan salah satu alternatif pengolahan air limbah kantin yang sederhana, dapat mendegradasi bahan organik, dan menghasilkan gas metan. b. Memberikan data informasi tentang kemampuan Hybrid Anaerobic Reactor dalam memproduksi gas metan dari air limbah kantin dan mendegradasi bahan organik pada berbagai variasi HRT. c. Sebagai referensi penelitian selanjutnya untuk mendapatkan data yang lebih lengkap tentang kemampuan Hybrid Anaerobic Reactor dalam memproduksi gas metan dan mendegradasi bahan organik dari air limbah kantin.
1.5
Asumsi Penelitian Asumsi dari penelitian ini adalah semakin lama HRT Hybrid Anaerobic
Reactor, maka akan semakin besar volume gas metan yang dihasilkan.
6
(Halaman ini Sengaja Dikosongkan)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Limbah Domestik Tchobanoglous dkk. (1991) mengatakan bahwa air limbah adalah air
buangan yang merupakan akibat dari pemakaian air untuk berbagai aktivitas manusia. Air limbah ini dapat berasal dari tempat tinggal, institusi, perusahaan komersial, dan industri. Salah satu jenis air limbah yang murni berasal dari keperluan manusia sehari-hari, tanpa aktivitas industri adalah air limbah domestik (Anonim, 2011). Menurut Davis (2010), air limbah domestik adalah air limbah dari tempat tinggal, komersial (misalnya bank, restoran/ kantin), dan fasilitas institusional (misalnya sekolah dan rumah sakit). Air limbah domestik ini dibagi menjadi dua, yaitu black dan grey water (Anonim, 2008). Menurut Barnett dan Ormiston (2007), black water merupakan limbah yang berasal dari penggunaan toilet, termasuk limbah yang dihasilkan tubuh manusia dan air penggelontor toilet. Sedangkan grey water merupakan air limbah yang berasal dari shower, mesin cuci, dan dapur. Kondisi air limbah domestik dari hasil aktivitas manusia adalah sangat keruh (Davis, 2010). Hal ini dikarenakan air limbah domestik mengandung bahan organik dan nutrien dalam jumlah besar. Kondisi (karakteristik) lain dari air limbah domestik) dapat dilihat di Tabel 2.1.
7
8
Tabel 2.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Kontaminan Total Solid (TS) Total Dissolved Solid (TDS) Fixed Volatile Total Suspended Solid (TSS) Fixed Volatile Biological Oxygen Demand, 5 hari, 200 C (BOD5, 200C) Total Organic Carbon (TOC) Chemical Oxygen Demand (COD) Nitrogen (total sebagai N) Organik Amonia bebas Nitrit Nitrat Phosporus (total sebagai P) Organik Inorganik Chloridas Sulfat Volatile Organic Compounds (VOCs) Total coliform Fecal coliform Cryptosporidum oacyst Giordia lamblia cyst Sumber: Tchobanoglous dkk. (1991)
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Konsentrasi 390-1230 270-860 160-520 110-340 120-400 25-85 95-315
mg/l
110-350
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l CFU/100 ml CFU/100 ml CFU/100 ml CFU/100 ml
80-260 250-800 20-70 8-25 12-45 0 0 4-12 1-4 3-10 30-90 20-50 <100->400 106-1010 103-108 101-102 101-103
Pelepasan air limbah domestik secara langsung ke badan air penerima dapat menyebabkan timbulnya permasalahan pada kesehatan pada manusia (Boonsong dan Chansiri, 2008). Selain itu, pelepasan air limbah tersebut juga dapat menimbulkan permasalahan berupa gangguan pada kehidupan biota air dan mengurangi estetika (Mara, 1976 dalam Patriany, 2006). Menurut Anonim (2011), permasalahan tersebut dapat dicegah dengan mengolah air limbah domestik sebelum dibuang di badan air.
9
2.2
Air Limbah Kantin Menurut Barnett dan Ormiston (2007), air limbah kantin merupakan salah
satu jenis air limbah domestik, sehingga air limbah ini juga memiliki kandungan bahan organik dan nutrien dalam jumlah besar. Hal ini terlihat pada kandungan BOD dan TSS air limbah kantin FST UA yang kandungan BODnya antara 169 hingga 3.185 mg/l dan TSSnya antara 123 hingga 493 mg/l (Oktavitri dkk., 2010). Menurut Anonim (2003), air limbah kantin, sebagai bagian dari air limbah domestik juga wajib untuk diolah sebelum dibuang ke badan air. Pengolahan air limbah ini dilakukan sampai memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Tabel 2.2 memperlihatkan nilai baku mutu air limbah domestik yang perlu dipenuhi oleh pengolahan air limbah kantin.
Tabel 2.2 Nilai Baku Mutu Air Limbah Domestik Parameter ph BOD TSS Minyak dan Lemak Sumber: Anonim (2003)
2.3
Satuan mg/l mg/l mg/l
Kadar Maksimum 6-9 100 100 10
Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Oleh
karena itu, air limbah ini dapat menyebabkan pencemaran di badan air apabila dibuang langsung ke badan air (Patriany, 2006). Menurut Anonim (2011),
10
pencemaran tersebut dapat dihindari dengan melakukan pengolahan pada air limbah domestik. Metode pengolahan air limbah domestik yang telah dikembangkan cukup beragam. Metode tersebut secara umum dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu (Pohan, 2008): a. Pengolahan Secara Fisika Pengolahan secara fisika merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran, khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam pengolahan air limbah, proses yang dapat digunakan antara lain adalah filtrasi dan sedimentasi. Filtrasi menggunakan media penyaringan untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan tersuspensi dari air limbah. Padatan tersuspensi yang lolos saringan selanjutnya disisihkan dalam unit sedimentasi dengan memanfaatkan gaya gravitasi. b. Pengolahan Secara Kimia Pengolahan secara kimia merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa polutan dalam air limbah. Metode ini dilakukan dengan cara penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya. Beberapa proses yang dapat digunakan dalam pengolahan air limbah meliputi koagulasiflokulasi dan netralisasi. c. Pengolahan Secara Biologi Pengolahan secara biologi merupakan metode yang dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air.
11
Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme. Dari ketiga metode pengolahan tersebut, pengolahan secara biologi lebih dipilih untuk digunakan. Syamsudin dkk. (2008) menyatakan pengolahan biologi saat ini menjadi pilihan karena efektif untuk pengolahan air limbah organik terlarut. Selain itu, pengolahan secara biologis juga merupakan metode pengolahan yang relatif ekonomis (Marganingrum dan Nining, 2001).
2.4
Pengolahan Air Limbah Domestik secara Biologi Pengolahan air limbah domestik secara biologis adalah pengolahan air
limbah
yang
berasal
dari
aktifitas
domestik
dengan
memanfaatkan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan adalah bakteri, algae, atau protozoa. Dalam melakukan pengolahan air limbah secara biologi diperlukan adanya unit pengolahan atau reaktor (Pohan, 2008). Menurut Ramadhani (2011), unit pengolahan/reaktor biologi merupakan sebuah sistem yang dapat menyediakan suatu lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya suatu reaksi biokimia. Berdasarkan reaksi kimianya, unit pengolahan/ reaktor biologi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (Sani, 2006): a. Reaktor aerob Reaktor ini mengolah air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme aerob yang memerlukan oksigen bebas. Oleh karena itu dalam pengolahan limbah secara aerob harus dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu.
12
b. Reaktor anaerob Reaktor ini mengolah air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme anaerob yang tidak memerlukan oksigen bebas. Menurut Syafila dkk. (2003), reaktor anaerob memiliki beberapa kelebihan, yakni tidak membutuhkan energi untuk aerasi, menghasilkan gas metan yang menjadi sumber energi, dan kelebihan biomassa yang terbentuk dan harus dibuang hanya 10% dibandingkan dengan lumpur yang dihasilkan dalam proses aerob, yang berarti bahwa biaya pengolahan lumpur akan lebih rendah. Sedangkan berdasarkan pertumbuhan mikroorganismenya, unit pengolahan biologi/ reaktor secara umum terdiri atas: a. Reaktor pertumbuhan tersuspensi Reaktor yang mempertahankan mikroorganisme yang melakukan proses pengolahan dalam keadaan tersuspensi/menyebar di dalam air limbah (Hindarko, 2003 dalam Ulfah, 2009). b. Reaktor pertumbuhan terlekat Reaktor yang mempertahankan mikroorganisme yang melakukan proses pengolahan dalam keadaan menempel pada suatu permukaan batuan, keramik, plastik atau media lainnya (Hindarko, 2003 dalam Ulfah, 2009). c. Reaktor hybrid Reaktor ini merupakan modifikasi dalam proses pengolahan biologi yang dilakukan dengan menggabungkan pertumbuhan biomassa terlekat dan tersuspensi di dalam satu reaktor. Desain reaktor ini memiliki kelebihan dalam mempertahankan konsentrasi biomassa dengan jumlah yang tinggi di dalam
13
reaktor sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengolahan air buangan dengan konsentrasi organik tinggi (Syafila dkk., 2003).
2.5
Hybrid Anaerobic Reactor Hybrid Anaerobic Reactor adalah salah satu reaktor anaerobik tingkat
tinggi. Reaktor ini awalnya diusulkan oleh Maxham dan Wakamiya pada tahun 1981 (Pandian dkk., 2011). Hybrid Anaerobic Reactor merupakan kombinasi reaktor pertumbuhan terlekat di bagian bawah dengan pertumbuhan tersuspensi di bagian atasnya (Syafila dkk., 2003). Hybrid Anaerobic Reactor terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hybrid Anaerobic Reactor (Sathyamoorthy dan Saseetharan, 2012)
Menurut Sathyamoorthy dan Saseetharan (2012), Hybrid Anaerobic Reactor dikembangkan untuk memberi solusi atas kelemahan-kelemahan dari reaktor pertumbuhan tersuspensi dan terlekat. Kondisi hybrid dinilai dapat menunjang pertumbuhan yang lebih baik daripada yang lain (Syafila dkk., 2003).
14
Perbandingan antara kinerja pertumbuhan tersuspensi, hybrid dan terlekat terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Perbandingan antara Kinerja Pertumbuhan Tersuspensi, Hybrid, dan Terlekat Faktor Biomassa yang dicapai Sludge Retention Time (SRT) yang dapat dicapai Kesesuaian untuk air buangan dengan partikulat Kesesuaian untuk air buangan konsentrat Kesesuaian untuk air buangan encer Efisiensi penyisihan Retensi terhadap kondisi toksik dan dinamika operasi Mempertahankan integritas hidrolis
Tersuspensi
Hybrid
Terlekat
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Ya
Penyisihan sebagian
Penyisihan kecil
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Terbatas
Tinggi
Tinggi
Terbatas pada SRT pendek
SRT panjang, stabilitas meningkat
SRT panjang, stabilitas meningkat
Relatif sederhana dengan pengadukan mekanis
Baik dengan resirkulasi efluen dan pengadukan biogas
Akumulasi biogas berpengaruh terhadap hidrolis reaktor
Tinggi bila ada Tinggi jika media resirkulasi terfluidisasi Sumber: Malina dan Pohland (1992) dalam Syafila dkk. (2003) Kebutuhan energi
Paling rendah
Pada Hybrid Anaerobic Reactor terjadi proses anaerobik. Proses anaerobik adalah proses penguraian untuk mengubah senyawa organik komplek menjadi senyawa sederhana dalam serangkaian interaksi metabolik dari sekelompok mikroba yang bekerja pada kondisi tanpa oksigen (Juanga, 2005 dalam Desiana
15
dan Setiadi, 2006). Hasil dari proses penguraian ini dapat berupa biogas, khususnya gas metan (Mursec dkk., 2009), yang menjadi tujuan dari proses pengolahan air limbah di penelitian ini.
2.6
Hydraulic Retention Time (HRT) Durasi waktu material organik berada dalam reaktor disebut dengan
retention time. Dalam sebuah reaktor anaerobik terdapat 2 significant retention times. Salah satu retention time tersebut adalah HRT (Ogejo dkk., 2009). Menurut Liu (2008), HRT adalah keseluruhan waktu dimana air limbah berada di reaktor anaerobik. HRT diindikasikan sebagai lama kontak air limbah dengan mikroorganisme (Patriany, 2006). Persamaan dari HRT mengikuti persamaan 1 (Tchobanoglous dkk., 1991).
HRT = V/Q
(1)
Dimana: HRT = Hydraulic Retention Time (jam) V
= volume reaktor (L)
Q
= laju aliran influen (L/jam)
HRT hasil perhitungan tersebut berpengaruh pada proses pembentukan gas metan (Nurhayati, 2000). Menurut Nurhayati (2000), HRT yang lebih panjang dalam proses dapat meningkatkan volume total gas yang diproduksi. Namun HRT tersebut membutuhkan volume reaktor yang lebih besar dan menjadi tidak ekonomis
16
(Boopathy, 1997). Saat ini, perkembangan teknologi anaerobik yang ada telah memungkinkan reaktor untuk meminimalkan HRT ini menjadi sangat singkat. HRT yang digunakan tidak akan merubah secara signifikan kualitas maupun komposisi gas yang dihasilkan selama pengolahan anaerobik (Malina, 1992 dalam Nurhayati, 2000).
2.7
Produksi Gas Metan Gas metan murni adalah gas yang tidak berbau, terdiri atas satu atom
karbon dan empat atom hidrogen. Nilai kalor gas metan murni adalah 1.000 BTU per feet3 (Ogejo dkk., 2009). Nilai kalor tersebut membuat gas metan dapat dipertimbangkan sebagai biofuel yang ramah lingkungan dan ekonomis (Li, 2012). Gas metan merupakan salah satu komponen biogas. Menurut Mursec dkk. (2009), gas metan menjadi gas yang paling dominan daripada komponen biogas lainnya. Tabel 2.4 menunjukkan komposisi dari komponen-komonen biogas.
Tabel 2.4 Komposisi Komponen Biogas Jenis Bahan Mudah terbakar
Tidak Mudah terbakar Sumber: Mursec dkk. (2009)
Bahan Metan (CH4) Hidrogen (H2) Hidrogen sulfida (H2S) Karbon dioksida (CO2) Uap air (H2O) Oksigen (O2) Amoniak (NH3)
Konsentrasi (%) 50-70 <1 2 25-50 2-7 0-0,5 0-2
17
Menurut Li (2012), gas metan adalah hasil dari proses fermentasi anaerobik dari bahan organik. Fermentasi anaerobik tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Tahapan-tahapan tersebut dapat terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Tahapan Fermentasi Anaerobik (Wilde dan Vanhille, 1985 dalam Rahman, 2007)
Tiap langkah dari fermentasi anaerobik didukung oleh mikroba yang berbeda (Deublein dan Steinhauser, 2008). Penjelasan mengenai langkah fermentasi anaerobik tersebut adalah sebagai berikut: a. Hidrolisis Menurut Li (2012), tahap pertama ini dimulai dengan hidrolisis senyawa organik kompleks seperti lemak, selulosa, dan protein oleh exoenzymes dari mikroba anaerob obligat maupun fakultatif dalam kondisi tanpa oksigen. Senyawa kompleks tersebut akan dihidrolisis menjadi asam lemak, monosakarida, dan asam amino (Wagiman, 2007). Tahap ini
18
berlangsung paling lambat dan dapat mempengaruhi laju keseluruhan (Adrianto dkk., 2001 dalam Luthfianto dkk., 2012). Menurut Desiana dan Setiadi (2006), jenis mikroba yang berperan dalam tahap ini terdiri atas mikroba proteolitik, lipolitik, dan selulolitik. Mikroba proteolitik merupakan mikroba yang menghasilkan enzim protease untuk memecah protein dan peptida menjadi amonia dan asam amino. Mikroba lipolitik adalah mikroba yang menghasilkan enzim lipase untuk memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol. Sedangkan mikroba selulolitik adalah mikroba yang menghasilkan enzim hidrolase untuk mengubah polisakarida menjadi gula. b. Asidogenesis Pada tahap asidogenesis, senyawa hasil hidrolisis menjadi senyawa bermassa molekul sedang (Wagiman, 2007). Proses pengubahan tersebut dilakukan oleh mikroba anaerob obligat maupun fakultatif lainnya (Deublein dan Steinhauser, 2008). Menurut Nurhayati (2000), kelompok mikroba yang bekerja pada ini sangat esensial bagi proses degradasi secara anaerobik karena mereka mampu mengkatabolisme propionat dan asam organik lain yang lebih besar daripada asetat, alkohol dan beberapa komponen aromatik lainnya. Hasil degradasi anaerobik pada tahap ini akan diubah menjadi asetat dan CO2 (Nurhayati, 2000). Sedangkan menurut Li (2012), produk larut secara biologis yang merupakan hasil degradasi akan diubah menjadi asam volatil rantai pendek, keton, dan alkohol. Asam yang terbentuk tersebut adalah penting untuk pembentukan gas metan oleh mikroba (Luthfianto dkk., 2012).
19
c. Asetogenesis Pada tahap asetogenesis, mikroba yang terlibat adalah mikroba homoasetogenik. Mikroba ini digolongkan dalam kelompok kemolitotropik yang menggunakan H2 dan CO2 (Nurhayati, 2000). Menurut Diekert dan Wohlfarth (1994), H2 dan CO2 ini digunakan sebagai sumber energi dan karbon bagi sel. Mikroba homoasetogenik memanfaatkan produk dari fase asidogenik sebagai substrat (Deublein dan Steinhauser, 2008). Produk tersebut kemudian diubah menjadi asam asetat. Proses tersebut dilakukan dengan memanfaatkan H2 dan CO2 dalam metabolisme energi mereka (Diekert dan Wohlfarth, 1994). Tahap asetogenik yang berlangsung ini mampu membatasi laju degradasi pada tahap akhir (Deublein dan Steinhauser, 2008). d. Metanogenesis Metanogenesis sebagai tahap akhir, merupakan konversi senyawa bermassa molekul sedang menjadi gas metan dan karbondioksida oleh mikroba metanogenik. Pembentukan gas metan dapat melalui konversi hidrogen dan karbondioksida, dan konversi asetat menjadi metan dan karbondioksida. Gas metan yang terbentuk merupakan hasil akhir proses anaerobik sehingga dapat digunakan sebagai parameter atau indikator keberhasilan proses anaerobik (Wagiman, 2007). Mikroba yang berperan pada tahap metanogenik adalah bakteri methanogenik. Bakteri ini merupakan bakteri anaerobik obligat yang hanya dapat menggunakan jenis substrat tertentu. Substrat atau sumber karbon yang
20
digunakan bakteri ini dapat berupa asetat, H2, CO2, dan asam format (Nurhayati, 2000). Bakteri methanogenik dapat ditemukan dalam berbagai substrat, salah satunya adalah kotoran sapi. Jenis bakteri methanogenik yang sering ditemukan dalam kotoran sapi adalah Methanobacterium hungatei dan Methanobacterium formicicum (Ranade dkk., 1980 dalam Meher dan Ranade, 1993). Menurut Yadvika dkk. (2004), kotoran sapi tersebut merupakan substrat yang tepat untuk dimanfaatkan dalam pengolahan air limbah secara anaerobik sebagai bibit guna mempercepat proses fermentasi anaerob yang ada di dalam reaktor dan meningkatan hasil produksi biogasnya. Proses produksi gas metan sangat terkait dengan kondisi mikroba yang turut berperan dalam langkah-langkah produksi. Kondisi operasi yang konstan sangat penting bagi mikroba. Kondisi operasi ini terkait dengan jumlah hasil produksi gas metan (Deublein dan Steinhauser, 2008). Beberapa kondisi operasi yang turut mempengaruhi hasil produksi gas metan: a. Temperatur Temperatur mempengaruhi produksi gas metan. Temperatur saat tahap pembentukan biogas berlangsung sangat penting untuk diperhatikan dan diharapkan tetap konstan. Hal ini dikarenakan mikroba penghasil gas metan sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur yang lebih rendah dapat memperlambat proses produksi gas metan. Sedangkan temperatur yang lebih tinggi dari yang diperlukan dapat membunuh mikroba penghasil gas metan (Sisibi dan Green, 2005).
21
Menurut Nurhayati (2000), gas metan telah dapat diproduksi pada temperatur 100 C atau pada temperatur yang lebih rendah. Untuk memperoleh gas metan yang baik, maka temperatur tersebut harus diusahakan naik hingga berada di atas 200 C. Setiap kenaikan 100 C, maka tingkat produksi gas metan rata-rata akan berlipat ganda. b. pH Menurut Tchobanoglous dkk. (1991), pH merupakan parameter yang mampu mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen di air limbah. pH didefinisikan sebagai nilai negatif dari logaritma nilai konsentrasi ion hidrogen. pH tersebut menjadi parameter operasi yang paling penting dan mendasar pada reaktor anaerobik (Ogejo dkk., 2009). Hal ini dikarenakan pH dapat mempengaruhi pembentukan volatile fatty acids yang mempengaruhi pembentukan gas metan (Nurhayati, 2000). Menurut Ogejo dkk. (2009), mikroba asidogenik dan asetogenik lebih memilih pH di atas 5, sedangkan mikroba metanogenik lebih memilih pH di atas 6,2. Namun, secara umum mikroba anaerob akan tampil baik dalam kisaran pH sebesar 6,8 hingga 7,2. Sedangkan menurut Nurhayati (2000), kebutuhan pH untuk kinerja sistem anaerobik yang baik dan stabil adalah pada rentang 6,5-7,5. c. Alkalinitas Alkalinitas merupakan parameter yang menunjukkan keberadaan ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida (Qasim, 1985). Menurut Ogejo dkk. (2009), alkalinitas berfungsi sebagai penyangga yang mencegah adanya
22
perubahan pH secara cepat. Kemampuan mempertahankan pH dalam reaktor adalah penting untuk menciptakan kondisi operasi yang baik. Hal ini terkait dengan rentang pH yang dibutuhkan mikroba untuk beraktivitas secara optimal. Menurut Nurhayati (2000), alkalinitas memiliki keterkaitan dengan volatile fatty acids. Hubungan keterkaitan tersebut terlihat pada Gambar 2.3. Dalam hal ini, alkalinitas mampu mengatasi akumulasi sisa dari volatile fatty acids.
Gambar 2.3 Keterkaitan Antara Alkalinitas dengan Volatile Fatty Acids (Pohland, 1992 dalam Nurhayati, 2000) d. Nitrat Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang ditemukan di lingkungan. Nitrat menjadi nutrien esensial bagi metabolisme material biologis (Tjandraatmadja dkk., 2010). Menurut Sasongko (2006), nitrat adalah bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya berasal dari buangan pertanian, pupuk, kotoran hewan dan manusia dan sebagainya.
23
Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang paling banyak ditemukan di air limbah (Tchobanoglous dkk., 1991). Menurut Patriany (2006), nitrat tersebut dihasilkan dari proses nitrifikasi, yaitu proses oksidasi dari amonia menjadi nitrat dengan bantuan mikroba. Nitrifikasi mempunyai dua tahapan, yaitu: 1. Proses oksidasi dari amonia (NH4+) menjadi nitrit (NO2-) Proses ini dilakukan oleh mikroba tertentu, yakni bakteri Nitrosomonas. Persamaan reaksi pada proses ini mengikuti persamaan 2. 2 NH4+ + 3 O2 → 2 NO2- + H2O + 4 H-
(2)
2. Proses oksidasi dari nitrit (NO2-) menjadi nitrat (NO3-) Proses ini dilakukan oleh mikroba tertentu, yakni bakteri Nitrobacter. Persamaan reaksi pada proses ini mengikuti persamaan 3. 2 NO2- + O2 → 2 NO3-
(3)
e. Phospat Phospat merupakan bentuk phosphorus yang ditemukan di lingkungan. Phospat juga menjadi nutrien esensial bagi metabolisme material biologis (Tjandraatmadja dkk., 2010). Menurut Sasongko (2006), phospat merupakan senyawa yang sering ditemukan dalam air limbah domestik. Dalam air limbah, phospat ditemukan dalam beberapa senyawa yang terlarut, tersuspensi, maupun terikat dalam sel mikroorganisme. Senyawasenyawa tersebut meliputi (Patriany, 2006): 1. Ortophospat Senyawa ini merupakan senyawa monomer, seperti H3PO4, H2PO4, HPO42-, dan PO43-
24
2. Poliphospat Senyawa ini merupakan senyawa polimer, seperti (PO3)63-, P3O105-, dan P2O743. Phospat organis Senyawa ini merupakan phosporus yang terikat oleh senyawa-senyawa organik, sehingga tidak berada dalam larutan lepas f. Chemical Oxygen Demand (COD) COD adalah parameter yang mengindikasikan jumlah bahan organik di air limbah. Parameter ini menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dengan bahan pengoksidasi kuat di dalam keadaan asam (Qasim, 1985). Menurut Nurhayati (2000), potensi produksi gas metan di air limbah tergantung pada konsentrasi bahan organik (COD). Menurut Ghani dan Idris (2009), besaran konsentrasi COD berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi tertinggi dari biogas dan kandungan gas metan. Kinerja reaktor dalam memproduksi gas metan juga terkait dengan besar efisiensi removal COD (Gotmare dkk., 2011). Semakin besar efisiensi removal, berarti semakin banyak penurunan konsentrasi dari COD. Menurut Zakarya dkk. (2008), apabila konsentrasi COD mengalami penurunan, produksi gas metan akan meningkat secara bertahap.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah: a. Kantin FST UA, sebagai tempat pengambilan air limbah. b. Peternakan sapi perah Jalan Bulak Banteng Surabaya, sebagai tempat pengambilan kotoran sapi (benih). c. Laboratorium basah FST UA sebagai tempat operasional Hybrid Anaerobic Reactor dan pengecekan hasil produksi gas metan. d. Laboratorium lingkungan Departemen Biologi FST UA, sebagai tempat analisis uji temperatur, pH, alkalinitas, dan COD. e. Laboratorium teknik lingkungan ITS, sebagai tempat analisis uji nitrat dan phospat. 3.1.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Desember 2012-April 2013.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: a. Alat untuk pengambilan air limbah kantin adalah jerigen 25 liter. b. Alat untuk proses pembenihan adalah baskom plastik.
25
26
c. Alat untuk Hybrid Anaerobic Reactor Hybrid Anaerobic Reactor terdiri atas 4 buah kolom yang terbuat dari pipa PVC dengan ketebalan 5 mm. Pada bagian depan tiap kolom dibuat lubang yang kemudian ditutup dengan akrilik. Penggunaan bahan akrilik bertujuan agar proses aliran yang terjadi di dalam reaktor dapat terlihat dan proses terjadinya pertumbuhan lapisan biofilm pada media juga dapat terlihat. Hybrid Anaerobic Reactor yang digunakan berjumlah 2 unit. Reaktor ini merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses penelitian ini. Perencanaan desain setiap Hybrid Anaerobic Reactor adalah: 1. Dimensi reaktor Reaktor terdiri atas 4 kolom yang terhubung oleh pipa PVC berdiameter 2,54 cm (1 inchi) dimana tiap kolom reaktor memiliki ketinggian 100 cm dan diameter 10,16 cm (4 inchi) (Banu dkk., 2007). 2. Tinggi media yang digunakan adalah 50 cm atau 2/3 bagian dari ketinggian reaktor terpakai (Syafila dkk., 2003). 3. Tinggi air limbah di atas media adalah 25 cm atau 1/3 bagian dari ketinggian reaktor terpakai (Syafila dkk., 2003). 4. Tinggi bebas (free board) adalah 25 cm. 5. Satu buah bak Poly Etilene (PE) berkapasitas 200 liter yang digunakan sebagai bak influen untuk tempat menampung air limbah kantin yang telah diambil. 6. Pompa dan kran putar, digunakan agar pengaliran air limbah dari bak influen ke tiap-tiap reaktor agar air limbah dapat berjalan dengan konstan.
27
7. Satu buah bak plastik berkapasitas 25 liter yang digunakan sebagai bak efluen untuk tempat menampung air limbah kantin yang telah diolah. 8. Empat buah manometer berbentuk U berdiameter 0,1 cm yang dilengkapi dengan penggaris 30 cm dan dihubungkan dengan bagian atas kolom reaktor untuk mengukur jumlah produksi gas metan.
Gambar 3.1 Manometer U (Dokumentasi pribadi, 2012)
d. Alat untuk pengambilan sampel air limbah kantin adalah botol Winkler 250 ml (schott duran). e. Alat untuk analisis uji temperatur adalah termometer dan stopwatch. f. Alat untuk analisis uji pH adalah kertas pH dan stopwatch. g. Alat untuk analisis uji alkalinitas antara lain: 1. pipet tetes, 2. pipet ukur 10 ml (precicolor),
28
3. erlenmeyer 250 ml (pyrex), 4. buret 50 ml (assistant), 5. statif. h. Alat untuk analisis uji COD antara lain: 1. kompor listrik, 2. kondensor, 3. ember plastik, 4. selang plastik, 5. pipet tetes, 6. pipet ukur 10 ml (precicolor), 7. erlenmeyer 250 ml (pyrex), 8. buret 50 ml (assistant), 9. statif. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: a. Bahan untuk bahan baku gas metan adalah air limbah kantin FST UA. b. Bahan untuk proses pembenihan adalah kotoran sapi perah peternakan Jalan Bulak Banteng Surabaya dan air. c. Bahan untuk media Hybrid Anaerobic Reactor adalah kerikil berdiameter 2-2,5 cm. d. Bahan untuk analisis produksi gas metan adalah larutan NaOH 5%. e. Bahan untuk analisis uji temperatur adalah akuades. f. Bahan untuk analisis uji pH adalah kertas pH.
29
g. Bahan untuk analisis uji alkalinitas antara lain: 1. indikator fenolftalein, 2. larutan H2SO4 0,02 N, 3. indikator metil orange. h. Bahan untuk analisis uji COD antara lain: 1. larutan standar K2Cr2O7 0,250 N, 2. bubuk HgSO4, 3. larutan perak asam sulfat, 4. larutan standart FAS 0,10 N, 5. indikator feroin.
3.3
Cara Kerja Tahapan mengenai cara kerja penelitian dilaksanakan secara berurutan
sesuai dengan kerangka penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.2. 3.3.1 Penentuan ide studi Ide skripsi adalah penggunaan Hybrid Anaerobic Reactor pada dua variasi HRT yang berbeda dalam mengolah air limbah kantin untuk memproduksi gas metan. 3.3.2 Studi literatur Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian, yaitu penyusunan laporan dan pengambilan kesimpulan. Analisis dan pembahasan yang dilakukan mengacu pada teori yang didapatkan dari literatur. Literatur yang dipelajari meliputi buku, jurnal ilmiah, dan laporan penelitian sebelumnya yang
30
dianggap relevan. Dengan studi literatur ini diharapkan penelitian akan sesuai arah dan menjadi penelitian yang representatif.
Ide studi penggunaan Hybrid Anaerobic Reactor pada dua variasi HRT yang berbeda dalam mengolah air limbah kantin untuk memproduksi gas metan
Studi literatur Penentuan variabel penelitian variabel bebas: HRT, variabel terikat: hasil produksi gas metan
Persiapan alat dan bahan Pelaksanaan penelitian pembenihan dan aklimatisasi, proses pengoperasian reaktor, pengukuran produksi gas metan, penganalisisan sampel air limbah
Analisis data dan pembahasan Kesimpulan dan saran Gambar 3.2 Kerangka Penelitian (Hasil analisis, 2012)
3.3.3 Penentuan variabel penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah HRT: 1 jam dan 1,5 jam. b. Variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah volume gas metan yang terproduksi (ml).
31
3.3.4 Persiapan alat dan bahan a. Persiapan alat Kegiatan persiapan alat meliputi persiapan reaktor, alat untuk pengambilan air limbah kantin, proses pembenihan, pengambilan sampel air limbah kantin, dan untuk analisis uji temperatur, pH, alkalinitas, dan COD. 1. Persiapan reaktor Reaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah dua buah Hybrid Anaerobic Reactor dimana tiap reaktor merupakan rangkaian dari 4 buah kolom yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 10,16 cm (4 inchi) dan memiliki ketinggian sebesar 100 cm (Banu dkk., 2007). Hybrid Anaerobic Reactor dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Lampiran 3.
Gambar 3.3 Hybrid Anaerobic Reactor
32
Keterangan: A: tinggi kerikil 2-2,5 cm/50 cm B: tinggi air di atas media kerikil/25 cm C: tinggi bebas (free board)/25 cm
Sebelum masuk ke reaktor, air limbah di tampung terlebih dahulu di bak influen. Kemudian air limbah yang terdapat di bak influen dipompa menuju tiap-tiap reaktor, selanjutnya akan mengalir ke bak efluen. Pada penelitian ini akan digunakan reaktor sebanyak 2 buah. Gambar susunan reaktor ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Susunan Hybrid Anaerobic Reactor Keterangan: Reaktor 1: Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam Reaktor 2: Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1,5 jam
33
2. Persiapan alat untuk pengambilan air limbah kantin, proses pembenihan, pengambilan sampel air limbah kantin, dan untuk analisis uji temperatur, pH, alkalinitas, dan COD. b. Persiapan bahan Kegiatan persiapan bahan meliputi persiapan air limbah yang akan digunakan, bahan untuk proses pembenihan, media Hybrid Anaerobic Reactor, bahan untuk analisis produksi gas metan, uji temperatur, pH, alkalinitas, dan COD. 1. Air limbah Limbah yang digunakan adalah air limbah kantin yang berasal dari kantin FST UA. Penggunaan air limbah ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kemampuan Hybrid Anaerobic Reactor dengan penggunaan variasi HRT dalam memproduksi gas metan dari air limbah kantin. 2. Bahan untuk proses pembenihan Bahan yang digunakan sebagai benih pada proses pembenihan adalah kotoran sapi perah dari peternakan Jalan Bulak Banteng Surabaya. Kotoran sapi tersebut kemudian dicampur dengan air dengan perbandingan air dan kotoran sapi sebesar 1:1. 3. Media Hybrid Anaerobic Reactor Media yang digunakan adalah kerikil. Gambar kerikil 2-2,5 cm yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.5.
34
Gambar 3.5 Kerikil 2-2,5 cm (Dokumentasi pribadi, 2012)
Pemilihan media ini dikarenakan media kerikil merupakan salah satu media yang mudah dicari. Pada saat jumlah kebutuhan seluruh media yang akan digunakan telah siap, maka dilakukan pencucian media yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari media. Setelah dicuci media di dikeringkan dengan bantuan sinar matahari untuk mengurangi kadar air. 4. Persiapan bahan untuk analisis produksi gas metan, uji temperatur, pH, alkalinitas, dan COD. 3.3.5 Pelaksanaan penelitian a. Pembenihan dan aklimatisasi Pembenihan dilakukan pada media kerikil yang digunakan untuk memperoleh biomassa dalam jumlah yang mencukupi untuk digunakan dalam penelitian. Pembenihan dilakukan melalui proses perendaman media dalam kotoran sapi yang telah dicampur dengan air. Perendaman kerikil berlangsung selama dua hari dalam keadaan anaerobik. Setelah melalui proses pembenihan, maka dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengadaptasian mikroorganisme terhadap air limbah yang
35
akan diolah. Pada proses ini media dimasukkan ke dalam reaktor untuk kemudian dialiri air limbah kantin secara perlahan dan dengan sistem aliran yang semi-continue. b. Proses pengoperasian reaktor Pengoperasian kedua reaktor sepenuhnya dalam kondisi anaerob. Kedua reaktor dioperasikan secara semi-continue selama 14 hari. Dalam penelitian ini dilakukan variasi terhadap HRT dimana HRT pada reaktor 1 sebesar 1 jam, sedangkan pada reaktor 2 sebesar 1,5 jam. c. Pengukuran produksi gas metan Gas metan yang telah diproduksi diukur setiap hari, mulai hari ke-0 hingga hari ke-14. Gas metan yang terproduksi diukur dengan cara memantau penurunan NaOH 5% yang ada di manometer. Setiap penurunan 1 mm pada setiap manometer mengindikasikan adanya produksi gas metan sebesar 0,00314 ml. d. Penganalisisan sampel air limbah Pengambilan sampel air limbah dilakukan pada bak influen sebagai sampel inlet dan pada bak efluen reaktor sebagai sampel outlet. Pengambilan tersebut dilakukan pada hari ke-0, 7, dan 14 sebanyak dua sampel pada tiap titik inlet maupun outlet. Sampel air limbah yang telah diambil, kemudian dianalisis temperatur,
pH, alkalinitas, nitrat, phospat, dan CODnya.
Penganalisisan parameter temperatur, pH, alkalinitas, dan COD menggunakan metode-metode berikut:
36
1. Metode analisis uji temperatur (Clesceri dkk., 1998) Analisis temperatur dilakukan secara langsung pada sampel air limbah yang ada di botol sampel dengan menggunakan alat termometer. Termometer dicelupkan pada air limbah selama 1 menit. Hasil pengukuran yang ditunjukkan termometer dicatat sebagai temperatur air limbah. 2. Metode analisis uji pH Analisis pH dilakukan secara langsung pada sampel air limbah yang ada di botol sampel dengan menggunakan kertas pH. Kertas pH dicelupkan pada air limbah selama 1 menit. Perubahan warna pada kertas pH kemudian dibandingkan dengan diagram warna yang ada pada kemasan kertas pH untuk mengetahui nilai pH sampel. 3. Metode analisis uji alkalinitas (Alaerts dan Santika, 1987) Sampel air limbah diambil sebanyak 50 ml dan dituangkan ke dalam erlenmeyer. Larutan indikator fenolftalein ditambahkan ke dalam sampel sebanyak 3 tetes, kemudian dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan warna. Apabila terjadi perubahan warna dilakukan titrasi dengan H2SO4 0,02 N hingga kembali menjadi tidak berwarna (dilakukan pencatatan pada volume penambahan H2SO4). Setelah itu, larutan indikator metil oranye ditambahkan sebanyak 3 tetes sehingga warna larutan menjadi oranye. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda (dilakukan pencatatan pada volume penambahan
37
H2SO4). Nilai alkalinitas didapat dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan 4. Alkalinitas (mg CaCO3/L) = (A x B/C) x 1000 X 50,4
(4)
Dimana: A
: ml asam H2SO4
B
: normalitas asam H2SO4 (0,02 N)
C
: ml sampel
50,4 : berat ekuivalen CaCO3 4. Metode analisis uji COD (Alaerts dan Santika, 1987) Bubuk HgSO4 sebanyak 0,4 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan sampel sebanyak 20 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut. Pada erlenmeyer tersebut kemudian juga ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7. Larutan asam perak sulfat sebanyak 5 ml ditambahkan di erlenmeyer tersebut, kemudian dikocok perlahan. Erlenmeyer kemudian diletakkan di bawah kondensor yang telah dialiri air pendingin. Larutan asam perak sulfat sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan kembali pada erlenmeyer melalui bagian atas kondensor. Kondensor yang telah dipasang erlenmeyer kemudian diletakkan di atas kompor listrik untuk dipanaskan selama 2 jam. Setelah 2 jam, kompor dimatikan dan erlenmeyer dibiarkan dingin terlebih dahulu. Agar lebih cepat mencapai suhu ruang, maka dapat dilakukan perendaman erlenmeyer dengan air. Indikator feroin ditambahkan pada erlenmeyer sebanyak 3-2 tetes. Pentitrasian menggunakan larutan standar FAS 0,01 N kemudian
38
dilakukan, sampai warna hijau-biru menjadi coklat-merah. Dalam hal ini, dilakukan pencatatan pada jumlah larutan FAS yang digunakan. Serangkaian cara di atas kemudian dilakukan kembali dimana dilakukan pergantian sampel dengan akuades (blangko). Nilai COD didapat dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan 5. COD (mg O2/L) =
(5)
Dimana: a : ml larutan FAS yang digunakan untuk titrasi blangko b : ml larutan FAS yang digunakan untuk titrasi sampel N : normalitas larutan FAS 3.3.6 Analisis data dan pembahasan Analisis data dan pembahasan dilakukan terhadap data yang diperoleh. Data yang berupa hasil pengukuran nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan pospat disajikan dalam bentuk grafik dan tabel dan kemudian dianalisis secara deskriptif. Untuk data hasil produksi gas metan disajikan dalam bentuk grafik kumulatif dan kemudian juga dianalisis secara deskriptif. Sedangkan untuk data pengaruh penurunan COD terhadap hasil produksi gas metan dilakukan analisis statistik berupa analisis regresi. Pembahasan data-data tersebut mengacu pada literatur dan penelitian terkait sebelumnya. 3.3.7 Kesimpulan dan saran Penarikan kesimpulan didasarkan pada hasil akhir yang diperoleh dari penganalisisan
beberapa
parameter,
pengukuran
produksi
gas
metan,
39
penganalisisan pengaruh penurunan COD terhadap produksi gas metan, dan pembahasan.
3.4 Cara Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan cara-cara berikut: 3.4.1 Analisis data nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat Data uji parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Setelah itu dilakukan pembahasan secara deskriptif tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan hasil tersebut. Faktor dan dasar pertimbangan mengacu pada literatur dan penelitian terkait sebelumnya. 3.4.2 Analisis data hasil produksi gas metan Data hasil produksi gas metan disajikan dalam bentuk grafik kumulatif. Setelah itu dilakukan pembahasan secara deskriptif tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan hasil tersebut. Faktor dan dasar pertimbangan juga mengacu pada literatur dan penelitian terkait sebelumnya. 3.4.3 Analisis data pengaruh penurunan COD terhadap hasil produksi gas metan Analisis data dilakukan dengan cara analisis efisiensi terhadap data uji COD. Analisis efisiensi ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi penurunan konsentrasi
COD pada air limbah kantin. Besarnya efisiensi penurunan
40
konsentrasi COD pada setiap reaktor dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 6 (Irmanto dan Suyata, 2009). (6) Dimana: Co = Konsentrasi parameter awal C1= Konsentrasi parameter pada efluen reaktor Efisiensi penurunan tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik sehingga dapat diketahui besarnya penurunannya. Hasil ini kemudikan dianalisis regresi untuk mengetahui besar pengaruh penurunan COD tersebut terhadap hasil produksi gas metan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, air limbah kantin FST UA diolah menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor dengan menggunakan variasi HRT. Pengolahan menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT yang tepat mampu mengubah senyawa organik komplek menjadi senyawa sederhana pada kondisi tanpa oksigen secara optimal. Hasil akhir dari proses pengubahan senyawa tersebut dapat berupa biogas, khususnya gas metan (Mursec dkk., 2009), yang menjadi tujuan dari proses pengolahan air limbah di penelitian ini. Untuk mengetahui pengaruh HRT terhadap hasil produksi gas metan setiap Hybrid Anaerobic Reactor, dilakukan pengoperasian reaktor dengan 2 HRT yang berbeda. Gambar proses pembenihan dan aklimatisasi sebagai salah satu tahap persiapan pengoperasian reaktor dapat dilihat di Lampiran 2, sedangkan pengoperasiannya dapat dilihat di Lampiran 3. HRT yang dioperasikan adalah 1 jam pada reaktor I dan 1,5 jam pada reaktor II. Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis data. Analisis yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan karakteristik bahan baku, kondisi operasi dan performansi Hybrid Anaerobic Reactor yang terlihat dari nilai berbagai parameter, serta produksi gas metan. Keseluruhan hasil analisis dijelaskan pada bab hasil dan pembahasan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kisaran nilai parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat dalam pengolahan air limbah
41
42
kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA berdasarkan variasi HRT pada Hybrid Anaerobic Reactor dan besar pengaruh penurunan konsentrasi COD terhadap hasil produksi gas metan tersebut. Sebelum air limbah diolah secara anaerob pada reaktor, dilakukan karakterisasi untuk mengetahui karakter air limbah dan potensinya dalam memproduksi gas metan. Karakteristik air limbah kantin FST UA, yang secara fisik terlihat berwarna kuning, keruh, dan berbusa, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Air Limbah Kantin FST UA Parameter Satuan Konsentrasi COD mg/l 4720-13124 0 temperatur C 26-27 pH 4-5 alkalinitas mg/l 111-140 nitrat mg/l 0,51-1,7 phospat mg/l 12,225-19,64 Sumber: Hasil Pengukuran (2012)
Karakter air limbah kantin FST UA tersebut, khususnya nilai COD yang relatif tinggi yakni 4720-13124 mg/l. Nilai COD yang relatif tinggi tersebut menunjukkan adanya potensi untuk diolah menjadi gas metan (Desiana dan Setiadi, 2006). Untuk mengolah air limbah kantin FST UA menjadi gas metan, perlu dioperasikan Hybrid Anaerobic Reactor selama 14 hari dengan menggunakan media kerikil. Media kerikil merupakan salah satu tempat pelekatan mikroba yang
43
berperan dalam proses pembentukan biogas, khususnya gas metan di reaktor. Media kerikil pada penelitian ini direndam terlebih dahulu dengan kotoran sapi yang telah dicampur air dengan perbandingan 1:1 selama 2 hari. Hal ini dilakukan agar mikroba potensial penghasil gas metan (bakteri metanogenik) yang banyak ditemukan dalam kotoran sapi, seperti Methanobacterium hungatei dan Methanobacterium formicicum, dapat melekat pada media kerikil dan dimanfaatkan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob yang ada di dalam reaktor dan meningkatan hasil produksi biogasnya (Ranade dkk., 1980 dalam Meher dan Ranade, 1993 dan Yadvika dkk., 2004).
4.1
Kisaran Nilai Parameter Temperatur, pH, Alkalinitas, Nitrat, dan Phospat Pengoperasian Hybrid Anaerobic Reactor untuk menghasilkan gas metan
dari pengolahan air limbah kantin FST UA dilakukan selama 14 hari. Hasil produksi gas metan, yang merupakan tujuan dari penelitian, dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh kinerja reaktor, baik pada HRT 1 jam, maupun pada HRT 1,5 jam. Optimalitas kinerja Hybrid Anaerobic Reactor sangat berkaitan dengan kondisi operasinya dimana kondisi operasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa parameter. Parameter-parameter tersebut meliputi: a. Temperatur Temperatur air limbah pada penelitian ini diukur setiap minggunya untuk mengindikasikan kondisi operasi reaktor. Temperatur tersebut digunakan
44
sebagai indikasi karena temperatur mampu mempengaruhi jumlah gas metan yang dapat diproduksi reaktor secara nyata (Kaosol dan Sohgrathok, 2012). Temperatur air limbah, baik yang belum diolah maupun sudah terolah, pada penelitian terlihat pada Lampiran 4a dan secara ringkas tersaji pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Temperatur Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa pada efluen reaktor I di hari ke-0, temperaturnya tidak berbeda dengan temperatur di influen, yakni 270 C. Di hari ke-7, nilai temperatur efluen pada reaktor I menjadi lebih tinggi daripada temperatur influennya, yakni sebesar 270 C. Pada hari ke-14, nilai temperatur efluen pada reaktor I tetap lebih tinggi daripada temperatur influennya, yakni sebesar 27,250 C. Sedangkan pada efluen reaktor II di hari ke-0, temperaturnya juga terlihat tidak berbeda dengan temperatur di influen, yakni 270 C. Di hari
45
ke-7 dan ke-14, nilai temperatur efluen pada reaktor II tersebut lebih tinggi daripada temperatur influennya, yakni sebesar 270 C. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa keseluruhan temperatur berada pada kisaran temperatur yang mendukung aktivitas optimum mikroba, yakni antara 250 C hingga 300 C (Tchobanoglous dkk., 1991). Hal ini mengindikasikan kondisi operasi reaktor mendukung proses mikroba dalam memproduksi gas metan secara optimum. Selain itu, temperatur yang selalu lebih dari 200 C memungkinkan dihasilkannya gas metan dengan kualitas yang baik (Nurhayati, 2000). Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, temperatur air limbah yang telah diolah pada tiap reaktor secara umum tidak berbeda jauh dengan temperatur masukannya. Hal ini dikarenakan kedua reaktor dioperasikan pada temperatur ambien atau suhu kamar. Menurut Ratnaningsih dkk. (2009), pengkondisian dengan suhu kamar ini mampu meminimalkan penggunaan energi pada reaktor selama proses anaerobik berlangsung. b. pH Pada penelitian pengolahan air limbah kantin secara anaerob ini, pH air limbah dipantau setiap minggunya. Hal ini penting dilakukan untuk memantau kondisi operasi reaktor (Ogejo dkk., 2009). Hasil pengukuran pH air limbah terlihat pada terlihat pada Lampiran 4b dan secara ringkas tersaji pada Gambar 4.2. Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pH air limbah kantin FST UA (influen) di hari ke-0 dan 7 adalah 4, sedangkan di hari ke-14 adalah 5. Sedangkan pH
46
efluen pada kedua reaktor selalu sama dimana di hari ke-0 hingga ke-14, pHnya sebesar 5. Nilai pH pada efluen kedua reaktor yang lebih tinggi dari nilai pH influennya hanya terjadi pada hari ke-0 dan ke-7, namun selisihnya kecil (tidak jauh berbeda).
Gambar 4.2 pH Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
pH air limbah yang telah diolah pada tiap reaktor secara umum tidak berbeda jauh dengan pH masukannya. Selain itu, pH air limbah masih tergolong asam dan kurang dari 5,5. Menurut Anonim (1994) dalam Wagiman (2007), aktivitas mikrobia dalam mendegradasi bahan organik dan mengubah menjadi gas metan menjadi kurang optimum, apabila pH air limbah kurang dari 5,5. c. Alkalinitas Alkalinitas merupakan parameter yang dapat digunakan sebagai pengukur kemampuan penetralisiran produksi asam organik yang berlebih di
47
dalam reaktor, sehingga pH tetap konstan (Ghaly dkk., 2000). Untuk mengetahui kemampuan tersebut, maka alkalinitas diukur setiap minggunya pada penelitian ini. Nilai alkalinitas air limbah, baik yang belum diolah maupun sudah terolah, pada penelitian terlihat terlihat pada terlihat pada Lampiran 4c dan secara ringkas tersaji pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Alkalinitas Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa di hari ke-0, reaktor I mampu meningkatkan alkalinitas dari 111 mg/l menjadi 170 mg/l. Di hari ke-7, reaktor I tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan alkalinitas dimana terjadi penurunan alkalinitas dari penurunan nitrat dari 140 mg/l menjadi 90 mg/l. Di hari ke-14, kemampuan peningkatan alkalinitas kembali terjadi pada reaktor I dimana konsentrasinya meningkat dari 114 mg/l menjadi 163 mg/l. Sedangkan pada reaktor II, di hari ke-0 terjadi peningkatan alkalinitas air limbah kantin FST UA dari 111 mg/l menjadi 158 mg/l. Di hari ke-7, alkalinitas pada reaktor
48
II kembali ditingkatkan dari 140 mg/l menjadi 183 mg/l dan di hari ke-14 kemampuan penurunan peningkatan alkalinitas tersebut kembali terjadi dimana dari 114 mg/l menjadi 139 mg/l. Secara umum, data tersebut menunjukkan alkalinitas pada air limbah cenderung rendah. Menurut Murray (1970) dan Fox dkk. (1992) dalam Ghaly dkk. (2000), alkalinitas tersebut masih di bawah konsentrasi yang dianjurkan untuk kondisi operasi reaktor (2500–5000 mg/l). Hal ini berarti tidak ada jaminan bahwa alkalinitas air limbah mampu berperan dalam mempertahankan pH air limbah di dalam reaktor (Banu dkk., 2007). d. Nitrat Pada penelitian ini, nitrat digunakan sebagai salah satu parameter yang mengindikasikan kondisi operasi reaktor karena keberadaan nitrat adalah penting. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai nutrien esensial yang dapat digunakan oleh mikroba selama beraktivitas di reaktor (Tjandraatmadja dkk., 2010). Konsentrasi nitrat air limbah pada penelitian ini terlihat pada terlihat pada terlihat pada Lampiran 4d dan secara ringkas tersaji pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa di hari ke-0, reaktor I tidak mampu menurunkan nitrat air limbah kantin FST UA dari 0,51 mg/l menjadi 0,525 mg/l. Di hari ke-7, kemampuan penurunan nitrat dari 1,7 mg/l menjadi 0,64 mg/l terjadi pada reaktor I. Di hari ke-14, kemampuan penurunan nitrat kembali tidak terjadi pada reaktor I dimana konsentrasinya sama dengan influen, yakni 0,525 mg/l. Sedangkan pada reaktor II, di hari ke-0 terjadi penurunan nitrat air limbah kantin FST UA dari 0,51 mg/l menjadi 0,415 mg/l.
49
Di hari ke-7, nitrat pada reaktor II kembali diturunkan dari 1,7 mg/l menjadi 0,62 mg/l dan di hari ke-14 kemampuan penurunan nitrat tersebut kembali terjadi dimana dari 0,525 mg/l menjadi 0,415 mg/l.
Gambar 4.4 Nitrat Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Secara umum, konsentrasi nitrat yang ada di air limbah pada kedua reaktor selalu menurun. Pada kondisi anaerob, penurunan ini dapat terjadi karena adanya pengkonsumsian nitrat oleh mikroba. Mikroba perlu mengkonsumsi nitrat karena membutuhkan energi untuk hidup maupun berperan dalam proses anaerobik. Dalam hal ini, nitrat akan digunakan sebagai penerima elektron terakhir dalam proses mendapatkan energi (Richardson, 2000 dalam Widiyanto dkk., 2008). e. Phospat Phospat digunakan sebagai salah satu parameter yang mengindikasikan kondisi operasi reaktor karena keberadaan phospat juga penting. Sama seperti
50
nitrat, hal ini juga terkait dengan fungsinya sebagai nutrien esensial yang dapat digunakan oleh mikroba selama beraktivitas di reaktor (Tjandraatmadja dkk., 2010). Konsentrasi phospat air limbah pada penelitian ini terlihat pada terlihat pada Lampiran 4e dan secara ringkas ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Phospat Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa di hari ke-0, reaktor I mampu menurunkan phospat air limbah kantin FST UA dari 19,64 mg/l menjadi 12,98 mg/l. Di hari ke-7, phospat pada reaktor I kembali diturunkan dari 12,225 mg/l menjadi 10,775 mg/l dan di hari ke-14 kemampuan penurunan phospat tersebut kembali terjadi dimana dari 19,64 mg/l menjadi 12,98 mg/l. Sedangkan pada reaktor II, di hari ke-0 terjadi penurunan phospat air limbah kantin FST UA dari 19,64 mg/l menjadi 13,15 mg/l. Di hari ke-7, pada reaktor II tersebut tidak mampu menurunkan phospat dimana nilai phospat meningkat dari 12,225 mg/l menjadi 12,705 mg/l. Pada hari ke-14, penurunan kandungan phospat pada
51
reaktor II tersebut kembali terjadi dimana phospat diturunkan dari 19,64 mg/l menjadi 13,15 mg/l. Secara umum, konsentrasi phospat yang ada di air limbah pada kedua reaktor seringkali menurun. Pada kondisi anaerob, penurunan ini dapat terjadi karena adanya penggunaan phospat oleh mikroba. Dalam hal ini, phospat dihidrolisis untuk menghasilkan energi, sehingga konsentrasinya berkurang/ menurun (Khusnuryani, 2008). Ringkasan dari keseluruhan kondisi operasi reaktor yang terkait dengan optimalitas kinerja reaktor berdasarkan berbagai parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kondisi Operasi Hybrid Anaerobic Reactor Reaktor I
Reaktor II
Syarat Kinerja Optimum
C
27-27,25
27
25-30
-
5
5
> 5,5
alkalinitas
mg/l
90-170
139-183
25005000
nitrat
mg/l
0,525-0,64
0,415-0,62
<50
12,705-13,15
-
Parameter Satuan temperatur
pH
0
Konsentrasi Efluen
phospat mg/l 10,775-12,98 Sumber: Hasil Pengukuran (2012)
Sumber Tchobanoglous dkk. (1991) Anonim (1994) dalam Wagiman (2007) Murray (1970) dan Fox dkk. (1992) dalam Ghaly dkk. (2000) Deublein dan Steinhauser (2008) -
52
Berdasarkan kondisi operasi yang terlihat pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa kondisi operasi yang menunjang optimalitas kinerja kedua reaktor hampir sama dimana keduanya sama-sama tidak memenuhi kisaran pH dan alkalinitas untuk kinerja yang optimum, namun memenuhi kriteria lainnya. Hal ini berarti kinerja reaktor I dengan HRT 1 jam tidak jauh berbeda dari reaktor II dengan HRT 1,5 jam.
4.2
Hasil Produksi Gas Metan Kinerja Hybrid Anaerobic Reactor sebagai suatu reaktor anaerob dianggap
berhasil apabila mampu memproduksi biogas. Meilany dan Setiadi (2008) menyatakan bahwa komponen penting dari biogas tersebut adalah gas metan. Pada penelitian ini, bahan organik dari air limbah kantin diolah menjadi gas metan melalui fermentasi secara anaerobik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua reaktor terbukti mampu menghasilkan gas metan. Seluruh hasil produksi gas metan kedua reaktor pada pengoperasian HRT yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 5. Produksi kumulatif gas metan tersebut secara ringkas terlihat di Gambar 4.6. Data pada Lampiran 5 dan Gambar 4.6 tersebut menunjukkan secara spesifik nilai produksi gas metan, bukan biogas secara umum. Hal ini dikarenakan pada penelitian digunakan NaOH 5% pada kolom manometer yang berfungsi untuk mengabsorbsi CO2 (komponen biogas dengan konsentrasi terbanyak kedua setelah gas metan), sementara komponen biogas lain diabaikan karena konsentrasinya yang sangat kecil seperti yang terlihat pada Tabel 2.4.
53
Pada penelitian ini, proses produksi gas metan dari air limbah kantin di kedua reaktor melalui beberapa tahap fermentasi. Li (2012) menyatakan bahwa pada tahap awal fermentasi, bahan organik di air limbah kantin dihidrolisis menjadi produk larut biologis oleh mikroba anaerobik obligat maupun fakultatif. Produk tersebut kemudian diubah menjadi asam volatil rantai pendek, keton, maupun alkohol oleh mikroba asidogenesis. Setelah itu, berbagai produk asam yang ada dimanfaatkan oleh mikroba homoasetogenik sebagai substrat untuk diubah menjadi asam asetat. Asam volatil yang terdiri atas asam asetat dan berbagai asam volatil rantai pendek yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya merupakan bahan baku pembentuk gas metan di tahap metanogenesis (Meilany dan Setiadi, 2008). Proses produksi gas metan secara anaerobik pada penelitian ini dilakukan selama 14 hari, namun produksi gas metan tampak sudah mulai terjadi pada hari ke-3. Hal ini berarti dibutuhkan 3 hari untuk dapat mengubah bahan organik dari air limbah kantin menjadi gas metan. Selain itu menurut Desiana dan Setiadi (2006), hal ini juga mengindikasikan terdapat hubungan antara hasil produksi gas metan dengan proses pertumbuhan mikroba metanogen yang sedang terjadi dimana mikroba metanogen membutuhkan waktu 3 hari untuk tumbuh optimal. Waktu tumbuh mikroba metanogen ini jauh lebih lama dibanding mikroba pemroduksi asam volatil yang hanya membutuhkan 30 menit untuk waktu tumbuhnya.
Gambar 4.6 Hasil Produksi Gas Metan (Hasil Pengukuran, 2012) 54
55
Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa pada reaktor I, produksi gas metan pertama yang terjadi pada hari ke-3 merupakan hasil hasil produksi tertinggi. Produksi gas metan menjadi lebih kecil pada hari ke-4 hingga ke-5. Pada hari ke6, peningkatan jumlah produksi gas metan kembali terjadi, namun jumlah produksi kembali menurun pada hari ke-7, bahkan gas metan tidak diproduksi pada hari ke-8 hingga 10. Menurut Zakarya dkk. (2008), berhentinya produksi gas metan tersebut dapat terjadi akibat adanya akumulasi asam volatil dari hari-hari sebelumnya. Zakarya dkk. (2008) menyatakan bahwa akumulasi asam volatil dapat terjadi karena kondisi operasi reaktor I tidak mendukung pertumbuhan mikroba metanogen secara optimal (pH < 5,5), sehingga hanya sebagian asam volatil yang dapat diubah menjadi gas metan. Sisa dari asam volatil tersebut kemudian terakumulasi dan berpotensi mengganggu proses metanogenesis yang ada di dalam reaktor. Ketika konsentrasi asam volatil menurun dan aktivitas metanogenesis dapat terjadi dengan lebih baik, maka produksi gas metan dapat kembali terjadi, seperti yang terlihat pada hari ke-11 dan 12, walaupun kembali berhenti pada hari ke-13 dan 14. Pada reaktor II, produksi gas metan terus berlangsung dari hari ke-3 dengan produksi tertinggi terjadi pada hari ke-8. Setelah mengalami produksi gas tertinggi, hasil produksi gas metan pada reaktor II menjadi lebih kecil pada hari ke-9. Oleh karena kondisi operasi reaktor II juga tidak mendukung pertumbuhan mikroba metanogen secara optimal (pH < 5,5), maka gas metan yang terbentuk pada saat produksi tertinggi juga hanya berasal dari pengkonversian sebagian
56
asam volatil yang ada di reaktor. Sisa dari asam volatil yang tidak terkonversi tersebut pun kemudian juga menghambat aktivitas metanogenesis dalam reaktor sehingga jumlah produksi gas metan menurun pada hari berikutnya (Zakarya, 2008). Penurunan produksi gas metan setelah mengalami kondisi produksi optimal/tinggi tidak hanya terjadi di penelitian ini, tetapi juga pada penelitian Agdag dan Sponza (2006) dalam Zakarya dkk. (2008). Produksi gas metan pada reaktor II kemudian berhenti sejak hari ke-10 hingga hari ke-14. Pada penelitian ini, total produksi gas metan selama 14 hari pada reaktor I dengan HRT 1 jam adalah 0,05803 ml dengan rata-rata produksi gas metan sebesar 0,0039 ml/hari. Hasil produksi gas metan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi reaktor II dengan HRT 1,5 jam yang hanya 0,04563 ml dengan rata-rata produksi gas metan sebesar 0,003 ml/hari. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi gas metan yang lebih tinggi terdapat pada reaktor dengan HRT yang lebih rendah. Hal ini dapat terkait dengan tahap awal fermentasi anaerobik dalam proses pembentukan gas metan. Semakin lama HRT, maka semakin lama waktu yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk menghidrolisis senyawa organik yang ada di air limbah (Ambar dkk., 2004 dalam Ahmad dkk., 2011). Semakin banyak bahan hasil hidrolisis, maka akan semakin banyak pula asam volatil yang akan dihasilkan pada tahap selanjutnya oleh reaktor dengan HRT yang lebih lama. Asam volatil merupakan bahan yang akan diubah oleh mikroba metanogen menjadi gas metan, sehingga apabila asam volatil terbentuk dalam jumlah besar pada reaktor dengan HRT yang lebih besar, maka gas metan yang terbentuk pun akan banyak pula. Menurut
57
Anonim (1996) dalam Wagiman (2007), kondisi ini terjadi apabila kondisi reaktor mampu menunjang kehidupan mikroba metanogen secara optimal (pH minimal 5,5), namun pada penelitian ini dapat terlihat bahwa pH sistem kurang dari 5,5. Kedua reaktor sama-sama tidak memenuhi syarat pH untuk kondisi optimum mikroba metanogen. Namun semakin lama HRT reaktor, maka semakin lama pula kondisi yang tidak optimum tercipta bagi mikroba metanogen dan berdampak pada proses metanogenesis yang lebih tidak sempurna. Menurut Syafila, dkk. (2003), ketika mikroba metanogen tidak dapat melangsungkan proses metanogenesis dengan sempurna, maka kemampuan mikroba dalam mengkonversi asam volatil sangat rendah (hanya sebagian kecil yang terkonversi). Akibatnya pada reaktor dengan HRT lebih besar, lebih sedikit asam volatil yang dapat terkonversi dan hasil produksi gas metannya pun menjadi lebih kecil.
4.3
Pengaruh Penurunan COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan COD merupakan parameter yang mampu menggambarkan banyaknya
kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi di air limbah yang diolah reaktor (Ulfah, 2006). Nilai COD di air limbah bersifat fluktuatif. Fluktuasi nilai COD air limbah pada penelitian terlihat dapat dilihat pada Lampiran 6 yang secara ringkas ada di Gambar 4.7. COD air limbah kantin FST UA pada hari ke-0, seperti yang tertera pada Gambar 4.7, adalah 5840 mg/l. Reaktor I mampu menurunkan kandungannya menjadi 2320 mg/l, sedangkan reaktor II mampu menurunkan kandungannya menjadi 3000 mg/l. Pada hari ke-7, kandungan COD air limbah kantin FST UA
58
tersebut lebih rendah, yakni 4720 mg/l. Kandungan tersebut kembali mampu diturunkan menjadi 3760 mg/l pada reaktor I dan 4440 mg/l pada reaktor II. Sedangkan pada hari ke-14, kandungan COD air limbah kantin FST UA lebih tinggi dari biasanya, yakni 13124 mg/l. Reaktor I mampu menurunkan kandungan tersebut menjadi 6120 mg/l, sedangkan reaktor II mampu menurunkannya menjadi 6396 mg/l.
Gambar 4.7 COD Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai COD dari air limbah setelah diolah pada tiap reaktor. Menurut Soeprijanto dkk. (2010), penurunan tersebut menunjukkan adanya proses penguraian bahan organik oleh aktivitas mikroba di reaktor dimana bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah kantin FST UA berupa senyawa kompleks telah diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Gambar 4.8 memperlihatkan persen penurunan COD pada kedua reaktor.
59
Gambar 4.8 Persen Penurunan COD Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012)
Kedua reaktor memang terbukti mampu menurunkan COD, walaupun persen penurunannya tidak besar. Pada penelitian ini, rata-rata efisiensi penyisihan COD hanya mencapai 44,66% pada reaktor I (HRT 1 jam) dan 33,90% pada reaktor II (1,5 jam). Dari data pada Gambar 4.8 terlihat bahwa persen penurunan COD pada hari ke-0 di reaktor I sebesar 57,97%, sedangkan di reaktor II sebesar 48,08%. Pada hari ke-7 persen penurunan COD di kedua reaktor menurun drastis dimana penurunan COD sebesar 19,62% terjadi di reaktor I dan penurunan sebesar 6,05% di reaktor 2. Peningkatan penurunan kembali terjadi pada hari ke-14. Penurunan COD di hari ke-14 di reaktor I adalah 53,34% dan di reaktor II adalah 47,07%. Persen penurunan COD pada reaktor II, yang memiliki HRT lebih lama, selalu lebih kecil daripada reaktor I. Hal ini dikarenakan asam volatil yang terkonversi menjadi gas metan pada reaktor II lebih sedikit daripada reaktor I. Menurut Leggett dkk. (2005) dalam Wagiman (2007), asam volatil yang tidak
60
dikonversi menjadi gas metan dapat menjadi bagian atau komponen efluen yang dapat terlihat dari nilai efluen CODnya. Semakin besar asam volatil yang tidak terkonversi menjadi gas metan, maka akan semakin tinggi nilai COD efluen dan semakin rendah persen penurunan CODnya. Nilai penurunan konsentrasi COD berpengaruh pada hasil produksi gas metan di reaktor dimana semakin besar penurunan konsentrasi COD, maka hasil produksi gas metannya juga semakin besar. Hal ini dikarenakan nilai penurunan konsentrasi COD menunjukkan jumlah bahan organik di air limbah kantin yang mampu diuraikan oleh mikroba menjadi senyawa sederhana yang kemudian digunakan sebagai bahan baku produksi gas metan (Soeprijanto dkk., 2010). Besar pengaruh nilai penurunan konsentrasi COD pada kedua reaktor terhadap hasil produksi gas metan pada penelitian ini adalah tidak sama. Besar pengaruh tersebut dapat dilihat dari hasil analisis regresi di Gambar 4.9 untuk reaktor I dan Gambar 4.10 untuk reaktor II.
y = 0,0704 – 0,117x R2 = 0,9873
Gambar 4.9 Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor I (Hasil Analisis, 2012)
61
y = 0,0239 – 0,0258x R2 = 0,2206
Gambar 4.10 Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor II (Hasil Analisis, 2012)
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa besar koefisien determinasi dari persen penurunan COD dan akumulasi produksi gas metan di reaktor I adalah 0,9873. Sedangkan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa besar koefisien determinasi dari persen penurunan COD dan akumulasi produksi gas metan di reaktor II adalah 0,2206. Hal ini berarti persen penurunan COD memberikan pengaruh sebesar 98,73 % terhadap hasil produksi gas metan di reaktor I, dan berpengaruh sebesar 22,06 % pada hasil produksi gas metan di reaktor II. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa penurunan COD memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hasil produksi gas metan di reaktor I dengan HRT 1 jam, sedangkan pada reaktor II dengan HRT1,5 jam pengaruhnya kecil. Penyebab kecilnya pengaruh penurunan penurunan COD terhadap hasil produksi gas metan di reaktor dengan HRT yang lebih lama adalah semakin lama air limbah diolah di sistem reaktor, maka akan semakin banyak variabel (tidak hanya COD) yang dapat mempengaruhinya dan tujuan dari pengolahannya (hasil
62
produksi gas metan). Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif sehingga dapat meningkatkan produksi gas metan, namun juga dapat berupa pengaruh negatif sehingga menghambat (inhibisi) terhadap produksi gas metan. Kedua persamaan pada Gambar 4.9 dan 4.10 menunjukkan adanya nilai negatif di variabel x. Hal ini menandakan besar persen penurunan COD (pada sumbu x) berbanding terbalik dengan akumulasi produksi gas metan. Tidak optimalnya kondisi reaktor menyebabkan tidak terdukungnya pertumbuhan mikroba metanogen secara optimal, sehingga hanya sebagian asam volatil yang dapat diubah menjadi gas metan (Zakarya dkk., 2008). Semakin besar produksi gas metan mengindikasikan semakin banyak pula asam volatil yang tersisa dan tidak diubah menjadi gas metan. Sisa dari asam volatil ini kemudian keluar di efluen dan meningkatkan nilai COD efluen, sehingga menyebabkan persen penurunan COD yang lebih kecil. Kemampuan Hybrid Anaerobic Reactor dalam memproduksi gas metan dan menurunkan COD dari air limbah pada penelitian ini juga dapat dicapai oleh Syafila dkk. (2003). Pada penelitiannya, Syafila dkk. (2003) menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 13 jam untuk mengolah air limbah yang mengandung molase. Pada saat COD influennya sebesar 10000 mg/l, reaktor tersebut mampu menghasilkan gas metan sebesar 479 ml/hari dan menurunkan COD air limbah hingga 55,55%. Peneliti lain, Arumugam dan Ponnusami (2012), mampu menghasilkan gas metan yang lebih banyak dari hasil mengolah air limbah distillery dengan COD influen yang lebih besar, yakni 34000 mg/l. Pada penelitiannya Arumugam dan
63
Ponnusami (2012) menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam. Hasil dari penelitian tersebut adalah Hybrid Anaerobic Reactor mampu memproduksi gas metan hingga sekitar 11500 ml/hari dan menurunkan COD air limbah hingga lebih dari 90%. Nurhayati (2000) juga mampu menghasilkan gas metan pula dari hasil mengolah air limbah sintetik dengan kadar organik rendah. Hasil dari penelitian tersebut adalah Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 4 jam mampu memproduksi gas metan hingga sekitar 2740000 ml/hari dan menurunkan COD air limbah hingga lebih dari 86,06%. Sedangkan penelitian ini, yang menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor untuk mengolah air limbah kantin FST UA dengan COD influen sebesar 472013124 mg/l, hanya mampu memberikan hasil terbaiknya dalam memproduksi gas metan sebesar 0,0039 ml/hari dari hasil mengolah air limbah kantin FST UA menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam. COD yang berhasil diturunkan di HRT tersebut pun rata-ratanya hanya 44,66%. Penelitian lain yang menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor di atas, yang secara ringkas terlihat pada Tabel 4.3, selalu mengkondisikan pH sistem agar mendukung kehidupan mikroba metanogen, berbeda dengan penelitian ini. Oleh karena itu, hasil produksi gas metan pada penelitian ini jauh lebih kecil. Hasil produksi gas metan pada penelitian ini dapat lebih besar apabila pH sistem mendukung terjadinya proses metanogenesis secara sempurna.
Sumber: Hasil Analisis (2012)
Tabel 4.3 Perbandingan Penelitian Menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor
64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan yang didasarkan pada rumusan masalah adalah sebagai berikut: a. Kisaran nilai parameter temperatur dalam pengolahan air limbah kantin FST UA pada Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam dan 1,5 jam adalah 270 C. Kisaran nilai parameter pHnya pada kedua HRT sebesar 5. Untuk kisaran nilai alkalinitasnya pada HRT 1 jam sebesar 90-170 mg/l dan pada HRT 1,5 jam sebesar 139-183 mg/l. Untuk parameter nitrat, kisarannya sebesar 0,5250,64 mg/l pada HRT 1 jam dan 0,415-0,62 mg/l pada HRT 1,5 jam. Sedangkan untuk parameter phospat, kisarannya sebesar 10,775-12,98 mg/l pada HRT 1 jam dan 12,705-13,15 mg/l pada HRT 1,5 jam. b. Rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA pada Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam adalah 0,0039 ml/hari, sedangkan pada hasil produksi gas metan pada HRT 1,5 jam yang adalah 0,003 ml/hari. c. Reaktor I mampu menurunkan COD dengan rata-rata persen penurunan sebesar 44,66% yang memberikan pengaruh terhadap hasil produksi gas metan sebesar 98,73%, sedangkan reaktor II mampu menurunkan COD dengan rata-rata persen penurunan sebesar 33,09% yang memberikan pengaruh terhadap hasil produksi gas metan sebesar 22,06%.
65
66
5.2
Saran Saran yang diberikan terkait dengan penelitian ini adalah:
a. Untuk memperoleh hasil produksi gas metan yang optimal pada Hybrid Anaerobic Reactor, maka perlu dilakukan penambahan bahan yang dapat meningkatkan pH, seperti kapur untuk mengkondisikan pH sistem agar tidak kurang dari 5,5. b. Perlu melakukan penelitian selanjutnya dengan mengukur parameter asam volatil. c. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui aplikasi Hybrid Anaerobic Reactor di lapangan sehingga mudah dioperasikan untuk skala komunal kecil.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A., Yelmida, dan Arjunita, 2011. Penyisihan Karbohidrat dari Limbah Cair PKS dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Prosiding Nasional Teknik Kimia Kejuangan, 212-216. Alaerts, G. A. dan Santika, S. S., 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya, Indonesia. 67-157. Anonim, 2003. Baku Mutu Air Limbah Domestik. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003, Menteri Negara Lingkungan Hidup. Anonim, 2008. Guidelines for Environmental Management, Code of Practice – Onsite Wastewater Management. Publication 891.2, EPA Victoria, Australia. 6. Anonim, 2011. Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2011, Menteri Pekerjaan Umum. Arumugam, A. dan Ponnusami, V., 2012. A Hybrid Biological Reactor for Biogas Production from Distillery Wastewater. Asian Journal of Scientific Research 5, 278-284. Banu, J. R., Kaliappan, S., dan Yeom, I. T., 2007. Treatment of domestic wastewater using upflow anaerobic sludge blanket reactor. Int. J. Environ. Sci. Tech. 4 (3), 363-370. Barnett, H. dan Ormiston, A. W., 2007. Manual for On-Site Wastewater Design and Management: Technical Report to Support Policy Development. Horizons Regional Council, Palmerston North. 43-62. Boonsong, K. dan Chansiri, M., 2008. Domestic Wastewater Treatment using Vetiver Grass Cultivated with Floating Platform Technique. AU J.T. 12(2), 1. Boopathy, R., 1997. Biological Treatment of Swine Waste Using Anaerobic Baffled Reactors. Elsevier, Bioresource Technology 64, 1. Clesceri, L. S., Greenberg, A. E., dan Eaton, A. D., 1998. Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater. APHA, AWWA dan WPCF, Washington DC. 2550-4500. Davis, M. L., 2010. Water and Wastewater Engineering: Design Principles and Practice. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States. 18.2–18.7.
67
68
Desiana dan Setiadi, T., 2006. Uji Potensi Metana Biokimia Terhadap Biolumpur Dengan Pengolahan Awal Ozonasi dan Sonikasi. Jurnal teknik Kimia Indonesia 5, 386-389. Deublein, D. dan Steinhauser, A., 2008. Biogas from Waste and Renewable Resources. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. 93-120. Diekert, G. dan Wohlfarth, G., 1994. Metabolism of Homoacetogens. Antonie van Leeuwenhoek 66, 209. Ghaly, A. E., Ramkumar, D. R., Sadaka, S. S., dan Rochon, J. D., 2000. Effect of Reseeding and pH Control on The Performance of a Two-Stage Mesophilic Anaerobic Digester Operating on Acid Cheese Whey. Canadian Agricultural Engineering 42, 178. Ghani, W. A. W. A. K. dan Idris, A., 2009. Preliminary Study on Biogas Production of Biogas From Municipal Solid Waste (MSW) Leachate. Journal of Engineering Science and Technology 4, 379. Gotmare, M., Dhoble, R. M., dan Pittule, A. P., 2011. Biomethanation of Dairy Waste Water Through UASB at Mesophilic Temperature Range. International Journal of Advanced Engineering Sciences and Technologies 8, 6. Grandhi, S. C., Pandey, L. M. S., Gupta, S. K., dan Singh, G., 2011. Comparative Evaluation of High Rate Anaerobic Processes for Treatment of Distillery Spent Wash. Journal of Industrial Research and Technology 1 (1), 17-23. Hunt, B., 1998. Determining The Actual Hydraulic Retention Time of a Constructed Wetland Cell for Comparison with The Theoretical Hydraulic Retention Time. Thesis, B.S.B.E., The University of Georgia. 1. Irmanto dan Suyata, 2009. Penurunan Kadar Amonia, Nitrit, dan Nitrat Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Arang Aktif Dari Ampas Kopi. Molekul 4 (2), 108. Kaosol, T. dan Sohgrathok, N., 2012. Influence of Hydraulic Retention Time on Biogas Production from Frozen Seafood Wastewater Using Decanter Cake as Anaerobic Co-digestion Material. WASET, Tokyo International Conference Proceedings, 2. Khusnuryani, A., 2008. Mikrobia Sebagai Agen Penurun Fosfat Pada Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi, 149.
69
Kurt, U., Gonullu, M. T., Ilhan, F., dan Varinca, K., 2008. Treatment of Domestic Wastewater by Electrocoagulation in a Cell with Fe–Fe Electrodes. Environmental Engineering Science 25 (2), 153-160. Li, C., 2012. Using Anaerobic Co-Digestion With Addition of Municipal Organic Wastes and Pre-Treatment to Enhance Biogas Production from Wastewater Treatment Plant Sludge. Thesis, Department of Civil Engineering, Queen’s University Kingston, Ontario, Canada. 21. Liu, D., 2008. Bio-hydrogen Production by Dark Fermentationfrom Organic Wastes and Residues. Ph.D. Thesis, Department of Environmental Engineering, Technical University of Denmark. 2. Luthfianto, D., Mahajoeno, E., dan Sunarto, 2012. Pengaruh Macam Limbah Organik dan Pengenceran Terhadap Produksi Biogas dari Bahan Biomassa Limbah Peternakan Ayam. Bioteknologi 9 (1), 19. Marganingrum, R. dan Nining K., 2001. Studi Degradasi Lignin Ekstraktif Menggunakan Bakteri Serratia marcescens dengan Metode Reaktor Batch. Prosiding Seminar Nasional Kimia, 150. Meher, K.K. dan Ranade, D.R., 1993. Isolation of Propionate Degrading Bacterium in Co-culture With a Methanogen from a Cattle Dung Biogas Plant. Journal Biosci 18, 271-277. Meilany, D. dan Setiadi, T., 2008. Pengaruh pH Pada Produksi Asam Organik Volatil dari Stillage Bioetanol Ubi Kayu Secara Anaerobik. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 141-149. Mursec, B.,Vindis, P., Janzekovic, M., Brus, M., dan Cus, F., 2009. Analysis of Different Substrates for Processing into Biogas. Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering 37, 653. Nurhayati, D. N., 2000. Studi Kinerja Reaktor Hybrid Anaerobik ke Atas Dalam Menurunkan Kandungan Organik Cair Berkadar Organik Rendah. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2-27. Ogejo, J.A., Whn, Z., Ignosh, J., Bendfeldt, E., dan Collins, E. R., 2009. Biomethane Technology. Virginia Cooperative Extention Publication, Communications and Marketing, College of Agriculture and Life Sciences, Virginia Polytechnic Institute and State University. 1-5. Oktavitri, N.I., Soegianto, A., Burhan, A. L., Putranto, T. W. C., Citrasari, N., dan Kuncoro, E. P., 2010. Kajian Karakteristik Air Limbah Kantin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Laporan Penelitian, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.
70
Pandian, M., Ngo, H., dan Pazhaniappan, S., 2011. Substrate Removal Kinetics of an Anaerobic Hybrid Reactor Treating Pharmaceutical Wastewater. Journal of Water Sustainability 1, 302. Patriany, R., 2006. Pengaruh Hidraulic Retention Time (HRT) dan Konsentrasi Biomassa (MLSS) terhadap Kinerja Activated Sludge dengan Membran Eksternal (Studi Kasus: Grey Water). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 7-9. Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 15-18. Qasim, S. R., 1985. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Holt, Rinehart, and Winston, New York. 38. Rahman, A. N., 2007. Pembuatan Biogas dari Sampah Buah-buahan Melalui Fermentasi Aerobik dan Anaerobik. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11. Ramadhani, T.S., 2011. Rancang Bangun Sistem Monitoring Kadar pH pada Bioreaktor Anaerob Kontinyu Untuk Pengolahan Limbah Cair Tahu Berbasis Mikrokontroller. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Instrumentasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 1. Ratnaningsih, Widyatmoko, H., dan Yananto, T., 2009. Potensi Pembentukan Biogas Pada Proses Biodegradasi Campuran Sampah Organik Segar dan Kotoran Sapi Dalam Batch Reaktor Anaerob. Jurnal Teknologi Lingkungan 5, 23. Sani, E. Y., 2006. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob Bersekat dan Aerob. Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. 15-20. Sasongko, L. A., 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di Sekitar Sungai Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Serta Upaya Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang). Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Sathyamoorthy, G. L. dan Saseetharan, M. K., 2012. Dairy Wastewater Treatment by Anaerobic Hybrid Reactor – a study on the Reactor Performance and Optimum Percentage of Inert Media Fill inside Reactor. Research Journal of Chemistry and Environment 16, 52.
71
Sisibi, N. dan Green, J. M., 2005. A Floating Dome Biogas Digester: Perceptions of Energising a Rural School in Maphephetheni, KwaZulu-Natal. Journal of Energy in Southern Africa 16, 46. Soeprijanto, Ismail, T., Lastuti, M. D., dan Niken, B., 2010. Pengolahan Vinasse Dari Air Limbah Industri Alkohol Menjadi Biogas Menggunakan Bioreaktor UASB. Jurnal Purifikasi 11, 14. Syafila, M., Djajadiningrat, A. H., dan Handajani, M., 2003. Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob dengan Media Batu untuk Pengolahan Air Buangan yang Mengandung Molase. PROC. ITB Sains & Tek. 35 A, 19-31. Syamsudin, Purwati, S., dan Taufick, A. 2008. Efektivitas Aplikasi Enzim dalam Sistem Lumpur Aktif pada Pengolahan Air Limbah Pulp dan Kertas. Berita Selulosa 43, 83-92. Tchobanoglous, G., Burton, F.L., dan Stensel, H.D., 1991. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States. 1-222. Tjandraatmadja, G., Pollard, C., Sheedy, C., dan Gozukara, Y., 2010. Sources of contaminants in domestic wastewater: nutrients and additional elements from household products. CSIRO Land and Water, Australia. 2-13. Ulfah, W. N., 2006. Pengolahan Air Limbah Kantin Secara Biologi: Suatu Kajian Terhadap Efektivitas Penggunaan Bacillus sp. dan Kangkung Air (Ipomoea aquatica). Skripsi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 9-31. Wagiman, 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Bioteknologi 4 (2), 41-44. Widiyanto, T., Rusmana, I., dan Hermawan, T., 2008. Kemampuan Bakteri Denitrifikasi Asal Tambak Udang Dalam Menurunkan Senyawa Nitrat dan Nitrit. LIMNOTEK 15, 26. Yadvika, Santosh, Sreekrishnan, T.R., Kohli, S., dan Rana, V., 2004. Enhancement of biogas production from solid substrates using different techniques - a review. Bioresource Technology 95, 1-10. Zakarya, I. A., Tajaradin, H. A., Abustan, I., dan Ismail, N., 2008. Relationship between Methane Production and Chemical Oxygen Demand (COD) in Anaerobic Digestion of Food Waste. ICCBT 3, 35.
Lampiran 1 Ringkasan Skripsi PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) TERHADAP HASIL PRODUKSI GAS METAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN MENGGUNAKAN HYBRID ANAEROBIC REACTOR Nur Aini Iswati Hasanah, Agoes Soegianto, dan Nur Indradewi Oktavitri Program Studi S-1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRACT Canteen wastewater is one of domestic wastewater types that has high organic matter and potentially to be processed into biogas, especially methane. The aim of research was to known the average of methane production in FST UA canteen wastewater treatment based on variations of HRT in Hybrid Anaerobic Reactor and the influence of COD reduction to methane gas production. This Hybrid Anaerobic Reactor consisted of four columns that contained the gravel media. In this study, Hybrid Anaerobic Reactor to be operated for 14 days with HRT variation of 1 and 1.5 hours. Methane production was monitored by adding NaOH 5% in manometer coloumn. The result of this research showed that the average of methane production that can be produced in the wastewater treatment canteen FST UA on Hybrid Anaerobic Reactor with HRT 1 hour was 0.0039 ml/day and this result was influenced by 98.73% of COD reduction. While the production of methane gas at 1.5 hour HRT was 0.003 ml/day and the results was only influenced by 22.06% of COD reduction. Key words : COD, Domestic Wastewater, HRT, Hybrid Anaerobic Reactor, Methane Pendahuluan Air limbah kantin merupakan salah satu jenis air limbah domestik dan tergolong dalam greywater karena berasal dari dapur, hand basins, dan laundry (Barnett dan Ormiston, 2007). Kantin FST UA menghasilkan air limbah yang mengandung bahan organik tinggi ini. Menurut Oktavitri dkk. (2010), kandungan BOD pada air limbah kantin FST UA antara 169 hingga 3.185 mg/l dan kandungan TSSnya antara 123 hingga 493 mg/l. Air limbah kantin ini telah melebihi baku mutu air limbah domestik sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke badan air penerima.
72
73
Hybrid Anaerobic Reactor merupakan kombinasi dari reaktor pertumbuhan terlekat dengan pertumbuhan tersuspensi (Kimata dkk., 1993 dan Guiot dkk., 1985 dalam Grandhi dkk., 2011). Kondisi anaerobik pada reaktor Hybrid Anaerobic Reactor dapat menunjang keberadaan mikroorganisme anaerobik sehingga reaktor tidak hanya mampu mendegradasi bahan organik melainkan juga menghasilkan biogas, khususnya gas metan (Ogejo dkk., 2009). Kinerja Hybrid Anaerobic Reactor dalam mengolah air limbah untuk menghasilkan gas metan turut dipengaruhi oleh Hydraulic Retention Time (HRT). Menurut Ogejo dkk. (2009), HRT adalah waktu saat liquid berada di dalam reaktor anaerobik. HRT perlu diperhatikan dalam operasional bioreaktor, khususnya dalam produksi gas metan karena HRT dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dari mikroorganisme anaerobik. Kondisi anaerobik dalam reaktor memungkinkan untuk penerapan HRT yang singkat dengan HRT berkisar 1 jam (Nurhayati, 2000). Penerapan HRT yang singkat pada reaktor tersebut dapat memberikan dampak positif berupa semakin banyaknya jumlah air limbah yang dapat diolah menjadi gas metan di reaktor. Hal ini dikarenakan lama durasi HRT berbanding terbalik dengan nilai debit air limbah yang diolah (Tchobanoglous dkk., 1991). Belum terdapat penelitian yang mengkaji pengaruh variasi HRT pada kisaran HRT minimal di kondisi anaerobik terhadap hasil produksi gas metan pada pengolahan air limbah,
merupakan dasar dilakukannya penelitian yang
menggunakan Hybrid Anaerobic Reactor
dengan menggunakan variasi HRT
sebesar 1 dan 1,5 jam ini. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan proses, yaitu tahapan persiapan dan proses running reaktor. Tahapan persiapan meliputi persiapan awal serta proses pembenihan dan aklimatisasi. Persiapan awal yang dilakukan adalah mempersiapkan reaktor. Reaktor yang dipersiapkan untuk digunakan pada penelitian ini adalah dua buah Hybrid Anaerobic Reactor dimana tiap reaktor merupakan rangkaian dari 4 buah kolom
74
yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 10,16 cm (4 inchi) dan memiliki ketinggian sebesar 100 cm (Banu dkk., 2007). Hybrid Anaerobic Reactor dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Hybrid Anaerobic Reactor Keterangan: A: tinggi kerikil 2-2,5 cm/50 cm B: tinggi air di atas media kerikil/25 cm C: tinggi bebas (free board)/25 cm Proses pembenihan pada penelitian ini dilakukan pada media kerikil yang digunakan untuk memperoleh biomassa dalam jumlah yang mencukupi untuk digunakan dalam penelitian. Pembenihan dilakukan melalui proses perendaman media dalam kotoran sapi yang telah dicampur dengan air. Perendaman kerikil berlangsung selama dua hari dalam keadaan anaerobik. Setelah melalui proses pembenihan, maka dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengadaptasian mikroorganisme terhadap air limbah yang akan diolah. Pada proses ini media dimasukkan ke dalam reaktor untuk kemudian dialiri air limbah kantin secara perlahan dan dengan sistem aliran yang semi-continue. Pada penelitian ini, pengoperasian kedua reaktor sepenuhnya dalam kondisi anaerob. Kedua reaktor dioperasikan secara semi-continue selama 14 hari dengan
75
melakukan variasi terhadap HRT dimana HRT pada reaktor 1 sebesar 1 jam, sedangkan pada reaktor 2 sebesar 1,5 jam. Pada saat pengoperasian reaktor dilakukan pengukuran produksi gas metan dan pengambilan sampel air limbah. Pengukuran produksi gas metan dilakukan setiap hari, mulai hari ke-0 hingga hari ke-14. Gas metan yang terproduksi diukur dengan cara memantau penurunan NaOH 5% yang ada di manometer. Setiap penurunan 1 mm pada setiap manometer mengindikasikan adanya produksi gas metan sebesar 0,00314 ml. Sedangkan pengambilan sampel air limbah dilakukan di bak influen sebagai sampel inlet dan di bak efluen reaktor sebagai sampel outlet pada hari ke-0, 7, dan 14 sebanyak dua sampel pada tiap titik inlet maupun outlet. Sampel air limbah yang telah diambil, kemudian dianalisis temperatur,
pH, alkalinitas, nitrat,
phospat, dan CODnya.
Hasil dan Pembahasan Kisaran Nilai Parameter Temperatur, pH, Alkalinitas, Nitrat, dan Phospat Optimalitas kinerja Hybrid Anaerobic Reactor sangat berkaitan dengan kondisi operasinya dimana kondisi operasi tersebut dipengaruhi oleh kisaran nilai dari beberapa parameter. Keseluruhan kondisi operasi reaktor yang terkait dengan optimalitas kinerja reaktor berdasarkan kisaran nilai berbagai parameter, yang meliputi parameter temperatur, pH, alkalinitas, nitrat, dan phospat, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kondisi Operasi Hybrid Anaerobic Reactor
Sumber: Hasil Pengukuran (2012)
76
Berdasarkan kisaran nilai berbagai parameter yang terlihat pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa kondisi operasi yang menunjang optimalitas kinerja kedua reaktor hampir sama dimana keduanya sama-sama tidak memenuhi kisaran pH dan alkalinitas untuk kinerja yang optimum, namun memenuhi kriteria lainnya. Hal ini berarti kinerja reaktor I dengan HRT 1 jam tidak jauh berbeda dari reaktor II dengan HRT 1,5 jam. Hasil Produksi Gas Metan Kinerja Hybrid Anaerobic Reactor sebagai suatu reaktor anaerob dianggap berhasil apabila mampu memproduksi biogas, khususnya gas metan (Meilany dan Setiadi, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua reaktor terbukti mampu menghasilkan gas metan. Seluruh hasil produksi gas metan kedua reaktor pada pengoperasian HRT yang berbeda secara kumulatif dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Hasil Produksi Gas Metan (Hasil Pengukuran, 2012) Proses produksi gas metan secara anaerobik pada penelitian ini dilakukan selama 14 hari, namun produksi gas metan tampak sudah mulai terjadi pada hari ke-3. Hal ini berarti dibutuhkan 3 hari untuk dapat mengubah bahan organik dari air limbah kantin menjadi gas metan. Selain itu menurut Desiana dan Setiadi (2006),
77
hal ini juga mengindikasikan terdapat hubungan antara hasil produksi gas metan dengan proses pertumbuhan mikroba metanogen yang sedang terjadi dimana mikroba metanogen membutuhkan waktu 3 hari untuk tumbuh optimal. Hasil produksi gas metan seringkali menjadi lebih sedikit setelah mengalami mengalami kondisi produksi optimal/tinggi. Hal ini terjadi karena kondisi operasi kedua reaktor tidak mendukung pertumbuhan mikroba metanogen secara optimal (pH < 5,5), maka gas metan yang terbentuk pada saat produksi tertinggi hanya berasal dari pengkonversian sebagian asam volatil yang ada di reaktor. Sisa dari asam volatil yang tidak terkonversi tersebut pun kemudian juga menghambat aktivitas metanogenesis dalam reaktor sehingga jumlah produksi gas metan menurun pada hari berikutnya (Zakarya dkk., 2008). Penurunan produksi gas metan setelah mengalami kondisi produksi optimal/tinggi tidak hanya terjadi di penelitian ini, tetapi juga pada penelitian Agdag dan Sponza (2006) dalam Zakarya dkk. (2008). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi gas metan yang lebih tinggi terdapat pada reaktor dengan HRT yang lebih rendah. Hal ini dapat terkait dengan tahap awal fermentasi anaerobik dalam proses pembentukan gas metan. Semakin lama HRT, maka semakin lama waktu yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk menghidrolisis senyawa organik yang ada di air limbah (Ambar dkk., 2004 dalam Ahmad dkk., 2011). Semakin banyak bahan hasil hidrolisis, maka akan semakin banyak pula asam volatil yang akan dihasilkan pada tahap selanjutnya oleh reaktor dengan HRT yang lebih lama. Asam volatil merupakan bahan yang akan diubah oleh mikroba metanogen menjadi gas metan, sehingga apabila asam volatil terbentuk dalam jumlah besar pada reaktor dengan HRT yang lebih besar, maka gas metan yang terbentuk pun akan banyak pula. Menurut Anonim (1996) dalam Wagiman (2007), kondisi ini terjadi apabila kondisi reaktor mampu menunjang kehidupan mikroba metanogen secara optimal (pH minimal 5,5), namun pada penelitian ini dapat terlihat bahwa pH sistem kurang dari 5,5.
78
Kedua reaktor sama-sama tidak memenuhi syarat pH untuk kondisi optimum mikroba metanogen. Namun semakin lama HRT reaktor, maka semakin lama pula kondisi yang tidak optimum tercipta bagi mikroba metanogen dan berdampak pada proses metanogenesis yang lebih tidak sempurna. Menurut Syafila, dkk. (2003), ketika mikroba metanogen tidak
dapat
metanogenesis
kemampuan
dengan
sempurna,
maka
melangsungkan proses mikroba
dalam
mengkonversi asam volatil sangat rendah (hanya sebagian kecil yang terkonversi). Akibatnya pada reaktor dengan HRT lebih besar, lebih sedikit asam volatil yang dapat terkonversi dan hasil produksi gas metannya pun menjadi lebih kecil. Pengaruh Penurunan COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan Penurunan nilai COD dari air limbah terjadi setelah diolah pada tiap reaktor. Menurut Soeprijanto dkk. (2010), penurunan tersebut menunjukkan adanya proses penguraian bahan organik oleh aktivitas mikroba di reaktor dimana bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah kantin FST UA berupa senyawa kompleks telah diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Gambar 3 memperlihatkan persen penurunan COD pada kedua reaktor.
Gambar 3 Persen Penurunan COD Air Limbah (Hasil Pengukuran, 2012) Nilai penurunan konsentrasi COD tersebut berpengaruh pada hasil produksi gas metan di reaktor dimana semakin besar penurunan konsentrasi COD maka hasil produksi gas metannya juga semakin besar. Hal ini dikarenakan nilai penurunan konsentrasi COD menunjukkan jumlah bahan organik di air limbah kantin yang mampu diuraikan oleh mikroba menjadi senyawa sederhana yang kemudian digunakan sebagai bahan baku produksi gas metan (Soeprijanto dkk., 2010).
79
Besar pengaruh nilai penurunan konsentrasi COD pada kedua reaktor terhadap hasil produksi gas metan pada penelitian ini adalah tidak sama. Besar pengaruh tersebut dapat dilihat dari hasil analisis regresi di Gambar 4 untuk reaktor I dan Gambar 5 untuk reaktor II.
Gambar 4 Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor I (Hasil Analisis, 2012)
Gambar 5
Pengaruh Nilai Penurunan Konsentrasi COD Terhadap Hasil Produksi Gas Metan di Reaktor II (Hasil Analisis, 2012)
Besar koefisien determinasi dari persen penurunan COD dan akumulasi produksi gas metan di reaktor I adalah 0,9873, sedangkan di reaktor II adalah 0,2206. Hal ini berarti persen penurunan COD memberikan pengaruh sebesar 98,73% terhadap hasil produksi gas metan di reaktor I, dan berpengaruh sebesar 22,06% pada hasil produksi gas metan di reaktor II. Hasil analisis regresi tersebut menunjukkan bahwa penurunan COD memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hasil produksi gas metan di reaktor I dengan HRT 1 jam, sedangkan pada reaktor II dengan HRT1,5 jam pengaruhnya kecil. Penyebab kecilnya pengaruh penurunan penurunan COD terhadap hasil produksi gas metan di reaktor dengan HRT yang lebih lama tersebut adalah semakin lama air limbah diolah di sistem reaktor, maka
80
akan semakin banyak variabel (tidak hanya COD) yang dapat mempengaruhinya dan tujuan dari pengolahannya (hasil produksi gas metan).
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Kisaran nilai parameter temperatur dalam pengolahan air limbah kantin FST UA pada Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam dan 1,5 jam adalah 270 C. Kisaran nilai parameter pHnya pada kedua HRT sebesar 5. Untuk kisaran nilai alkalinitasnya pada HRT 1 jam sebesar 90-170 mg/l dan pada HRT 1,5 jam sebesar 139-183 mg/l. Untuk parameter nitrat, kisarannya sebesar 0,5250,64 mg/l pada HRT 1 jam dan 0,415-0,62 mg/l pada HRT 1,5 jam. Sedangkan untuk parameter phospat, kisarannya sebesar 10,775-12,98 mg/l pada HRT 1 jam dan 12,705-13,15 mg/l pada HRT 1,5 jam. b. Rata-rata hasil produksi gas metan dalam pengolahan air limbah kantin FST UA pada Hybrid Anaerobic Reactor dengan HRT 1 jam adalah 0,0039 ml/hari, sedangkan pada hasil produksi gas metan pada HRT 1,5 jam yang adalah 0,003 ml/hari. c. Reaktor I mampu menurunkan COD dengan rata-rata persen penurunan sebesar 44,66% yang memberikan pengaruh terhadap hasil produksi gas metan sebesar 98,73%, sedangkan reaktor II mampu menurunkan COD dengan rata-rata persen penurunan sebesar 33,09% yang memberikan pengaruh terhadap hasil produksi gas metan sebesar 22,06%.
Daftar Pustaka Ahmad, A., Yelmida, dan Arjunita, 2011. Penyisihan Karbohidrat dari Limbah Cair PKS dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Prosiding Nasional Teknik Kimia Kejuangan, 212-216. Banu, J. R., Kaliappan, S., dan Yeom, I. T., 2007. Treatment of domestic wastewater using upflow anaerobic sludge blanket reactor. Int. J. Environ. Sci. Tech. 4 (3), 363-370.
81
Barnett, H. dan Ormiston, A. W., 2007. Manual for On-Site Wastewater Design and Management: Technical Report to Support Policy Development. Horizons Regional Council, Palmerston North. 43-62. Desiana dan Setiadi, T., 2006. Uji Potensi Metana Biokimia Terhadap Biolumpur Dengan Pengolahan Awal Ozonasi dan Sonikasi. Jurnal teknik Kimia Indonesia 5, 386-389. Ghaly, A. E., Ramkumar, D. R., Sadaka, S. S., dan Rochon, J. D., 2000. Effect of Reseeding and pH Control on The Performance of a Two-Stage Mesophilic Anaerobic Digester Operating on Acid Cheese Whey. Canadian Agricultural Engineering 42, 178. Grandhi, S. C., Pandey, L. M. S., Gupta, S. K., dan Singh, G., 2011. Comparative Evaluation of High Rate Anaerobic Processes for Treatment of Distillery Spent Wash. Journal of Industrial Research and Technology 1 (1), 17-23. Meilany, D. dan Setiadi, T., 2008. Pengaruh pH Pada Produksi Asam Organik Volatil dari Stillage Bioetanol Ubi Kayu Secara Anaerobik. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 141-149. Nurhayati, D. N., 2000. Studi Kinerja Reaktor Hybrid Anaerobik ke Atas Dalam Menurunkan Kandungan Organik Cair Berkadar Organik Rendah. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2-27. Ogejo, J.A., Whn, Z., Ignosh, J., Bendfeldt, E., dan Collins, E. R., 2009. Biomethane Technology. Virginia Cooperative Extention Publication, Communications and Marketing, College of Agriculture and Life Sciences, Virginia Polytechnic Institute and State University. 1-5. Oktavitri, N.I., Soegianto, A., Burhan, A. L., Putranto, T. W. C., Citrasari, N., dan Kuncoro, E. P., 2010. Kajian Karakteristik Air Limbah Kantin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Laporan Penelitian, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Soeprijanto, Ismail, T., Lastuti, M. D., dan Niken, B., 2010. Pengolahan Vinasse Dari Air Limbah Industri Alkohol Menjadi Biogas Menggunakan Bioreaktor UASB. Jurnal Purifikasi 11, 14. Syafila, M., Djajadiningrat, A. H., dan Handajani, M., 2003. Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob dengan Media Batu untuk Pengolahan Air Buangan yang Mengandung Molase. PROC. ITB Sains & Tek. 35 A, 19-31. Tchobanoglous, G., Burton, F.L., dan Stensel, H.D., 1991. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States. 1-222. Wagiman, 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Bioteknologi 4 (2), 41-44. Zakarya, I. A., Tajaradin, H. A., Abustan, I., dan Ismail, N., 2008. Relationship between Methane Production and Chemical Oxygen Demand (COD) in Anaerobic Digestion of Food Waste. ICCBT 3, 35.
82
Lampiran 2. Proses Pembenihan dan Aklimatisasi a) Kotoran Sapi yang Telah Dicampur Air
Sumber : Dokumentasi pribadi (2012) b) Perendaman Kerikil
Sumber : Dokumentasi pribadi (2012) c) Kerikil Dimasukkan ke Reaktor sebagai Persiapan Proses Aklimatisasi
Sumber : Dokumentasi pribadi (2012)
Lampiran 3. Proses Pengoperasian Reaktor
Sumber : Dokumentasi pribadi (2012) Lampiran 4. Nilai Uji Berbagai Parameter pada Air Limbah a) Temperatur Temperatur (0C) Hari keInfluen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 0 27 27 27 27 27 27 27 27 27 7 26 26 26 27 27 27 27 27 27 14 26 26 26 27,5 27 27,25 27 27 27
Sumber : Hasil Pengukuran (2012) b) pH Hari ke0 7 14
pH Influen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Sumber : Hasil Pengukuran (2012)
83
c) Alkalinitas Hari ke0 7 14
Alkalinitas (mg/l) Influen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 102 120 111 172 168 170 166 150 158 136 144 140 92 88 90 184 182 183 112 116 114 206 120 163 142 136 139
Sumber : Hasil Pengukuran (2012) d) Nitrat Nitrat (mg/l) Hari keInfluen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 0 0,52 0,5 0,51 0,43 0,62 0,525 0,42 0,41 0,415 7 0,8 2,6 1,7 0,77 0,51 0,64 0,47 0,77 0,62 14 0,55 0,5 0,525 0,43 0,62 0,525 0,42 0,41 0,415
Sumber : Hasil Pengukuran (2012) e) Phospat Hari ke0 7 14
Phospat (mg/l) Influen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 19,58 19,7 19,64 12,98 12,98 12,98 13,67 12,63 13,15 10,2 14,25 12,225 11,7 9,85 10,775 13,13 12,28 12,705 19,58 19,7 19,64 12,98 12,98 12,98 13,67 12,63 13,15
Sumber : Hasil Pengukuran (2012) Lampiran 5. Hasil Produksi Gas Metan Total Produksi Gas Metan Harian (ml) Hari keReaktor I Reaktor II 0 0 0 1 0 0 2 0 0 3 0,0157 0,01256 4 0,00785 0,00319 5 0,01099 0,00319 6 0,00942 0,00157 7 0,00314 0,00157 8 0 0,02198 9 0 0,00157 10 0 0 11 0,00471 0 12 0,00622 0 13 0 0 14 0 0 jumlah 0,05803 0,04563 rata-rata 0,0039 0,0030
Sumber : Hasil Pengukuran (2012) 84
Lampiran 6. Nilai Uji Parameter COD pada Air Limbah Hari ke0 7 14
COD (mg/l) Influen Efluen Reaktor I Efluen Reaktor II sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata sampel a sampel b Rata-rata 6480 5200 5840 1360 3280 2320 3040 2960 3000 4320 5120 4720 3840 3680 3760 4000 4880 4440 13192 13056 13124 5440 6800 6120 4896 8976 6936
Sumber : Hasil Pengukuran (2012)
85