OPTIMALISASI USAHA PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI KOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA
DARMIYATI MUKSIN
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK DARMIYATI MUKSIN. Optimalisasi Pengembangan Usaha Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Dibimbing ole h BAMBANG MURDIYANTO dan DOMU SIMBOLON Usaha perikanan cakalang merupakan suatu kegiatan ekonomi untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya ikan yang ada di perairan sesuai daya dukungnya dengan mengharapkan keuntungan yang layak bagi para pelakunya baik itu nelayan, pemilik kapal, perusahaan, peminjam modal ataupun pemerintah dengan kepentingan dan pengorbanannya masing- masing. Namun pemanfaatan tersebut diharapkan tetap memperhatikan kelestarian dari sumber daya yang ada sehingga dapat tercipta kesinambungan usaha dari sekarang hingga mendatang. Usaha perikanan cakalang juga merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan melibatkan banyak faktor dengan tujuan yang ingin dicapai sehingga memerlukan kerangka pendekatan sistem dalam menghasilkan solusi yang terpadu untuk mencapai kondisi usaha yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pengembangan usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan dengan alat tangkap pole and line melalui suatu pendekatan sistem agar sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal, lestari dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Data hasil dan upaya tangkap, faktor-faktor teknis produksi, keuntungan, harga ikan dan biaya-biaya dalam usaha digunakan dalam analisis potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (fOpt), model fungsi produksi, pendapatan nelayan dan kelayakan usaha. Pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan terindikasi telah mencapai kondisi over fishing dengan potensi lestari sebesar 9750,5 ton per tahun dan upaya tangkap optimum sebesar 11.229 hari per tahun telah menghasilkan tingkat pemanfaatan melebihi batas MSY pada tahun 2004 sebesar 128.59% dan f optimum pada tahun 2000 sampai 2004 masing- masing sebesar 126.81% sampa i 161.00%. Faktor-faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan adalah jumlah umpan hidup dan musim penangkapan. Indeks musim penangkapan menunjukan bahwa musim puncak penangkapan ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan terjadi pada bulan Februari sampai Juni dan September sampai Oktober dengan peningkatan produksi sebesar 3% da n 30 % di atas produksi rata– rata bulanan sebesar 3.061 kilo gram. Pendapatan nelayan dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Tidore Kepulauan masih dikatakan belum layak baik penjualan dengan harga ikan yang diberikan perusahaan maupun pasar lokal (pedagang pengumpul) sehingga perlu merevisi kembali harga ikan yang di berikan kepada nelayan. Usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan masih layak untuk di kembangkan dilihat dari hasil kriteria analisis kelayakan usaha yaitu dengan harga ikan yang di tetapkan perusahaan dan pedagang pengumpul masing- masing nilai BC ratio sebesar 2.03 dan 2.85, BEP(kg) sebesar 494 dan 295, BEP (Rp) sebesar 3.281.581 dan 1.344.191 dan PBP sebesar 8 tahun dan 5.5 tahun. Pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan diarahkan pada peningkatan faktor–faktor baik secara biologi, teknis, sosial dan
ii
ekonomi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas usa ha agar dapat berkelanjutan. Peningkatan yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya yang ada, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan serta para pelaku yang terlibat dalam sistem usaha tersebut. KATA KUNCI : Perikanan cakalang, pole and line, pendekatan sistem, pengembangan usaha.
iii
© HAK CIPTA MILIK INSTITUT PERTANIAN BOGOR, TAHUN 2006 Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya
iv
OPTIMALISASI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI KOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA
DARMIYATI MUKSIN
Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
v
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL
TESIS
:
OPTIMALISASI PENGEMBANAGAN USAHA PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI KOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA
NAMA
:
DARMIYATI MUKSIN
NIM
:
C551030191
PROGRAM STUDI
:
TEKNOLOGI KELAUTAN (TKL)
DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING
Prof. Dr. Ir.Bambang Murdiyanto, M.Sc KETUA
Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si ANGGOTA
DIKETAHUI
KETUA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN
Prof. Dr.Ir. John Haluan, M.Sc
DEKAN SEKOLAH PASCA SARJANA
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga dari awal penelitian sampai pada penyusunan dan penyelesaian tesis ini penulis berhasil menyelesaikan dengan kondisi kesehatan yang sehat walafiat. Tesis yang berjudul Optimalisasi Pengembangan Usaha Perikanan Cakala ng (Katsuwonus pelamis) di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara ini disusun sebagai tugas akhir penulis menempuh pendidikan pada sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Peneletian ini dilatar belakangi oleh keinginan peneliti untuk memberikan input bagi perkembangan usaha pemanfaatan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan agar dapat di kelolah dan dimanfaatkan secara rasional dan bertanggung jawab sehingga kelestarian sumber daya dapat terjamin dan usaha yang dijalankan dapat berkelanjutan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberikan petunjuk dan arahan dari penyusunan proposal hingga tesis ini selesai 2.
Dr. Ir.Sugeng H Wisudo, M.Sc selaku penguji luar komisi yang bersedia menguji dan memberikan petunjuk dan arahan untuk perbaikan tesis ini
3. Prof .Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai Ketua Program Studi TKL dan Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc sebagai mantan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) atas bimbingan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis menempuh pendidikan di Program Studi TKL 4. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Sebagai mantan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menempuh pendidikan program Magister (S2)
vii
5. Drs. Rivai Umar, selaku Rektor Universitas Khairun Ternate dan Dr. Ir. Muhajir Marsaoli, M.Si selaku mantan Dekan Fakultas Perikanan yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis 6. Almarhum ayahanda dan almarhumah Ibunda tersayang H. Abdullah Muksin dan H. Rahma Sahan yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta serta doa namun penulis tidak sempat memberikan yang terbaik disaat mereka masih hidup. 7. Suami tercinta dan tersayang Ir. Ansar Husen, M.Si dan anak-anakku tersayang M. Ikhsan, M. Akhdat, M. Chaidir, M. Zulkifli dan M. Zulfikar dan saudara-saudaraku terkasih yang telah memberikan motivasi, perhatian, doa, kasih sayang dan cinta
serta bantuan materiil selama
penulis menempuh hingga menyelesaikan studi ini. 8. Para nelayan Tomolou dan KUD Pelita Hidayah Kota Tidore Kepulauan dengan kebaikan hati mereka memberikan data dan menerima penulis mengikuti operasi penangkapan dengan armada tangkap pole and line milik mereka. 9. Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan yang bersedia memberikan data dan menjadi fasilitator atas pertemuan penulis dengan para pelaku sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan terutama kepada bapak Syaiful Angkotasan sebagai kepala Sub dinas bidang perikanan. 10. Rekan–rekan TKL ’03 ( Hasnia, Eva, Bahdad, pak Adam, pak Cule, pak Bahim, Kina, Mba Ngesti, Zen, Bu Rinda, Apri, pak Bangkit, pak Ruspandi pak Arif , wiwit, Mahdi, Amir, Ali (’02) dan lain-lain) yang telah bersama-sama dalam suka dan duka menempuh pendidikan pada program Studi TKL dan membantu penulis dalam perkuliahan maupun penyelesaian tesis. 11. Pihak sekretariatan dan Staf Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan-FPIK atas bantuan selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi TKL.
viii
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan penulis berharap saran dan masukan guna penyempurnaan hasil yang telah penulis peroleh dalam tesisi ini. Terima Kasih. Bogor, Mei 2006 Darmiyati Muksin
ix
RIWAYAT HIDUP Darmiyati Muksin. Lahir di Ternate 16 Februari 1971, merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara pasangan ayahanda Almarhum H. Abdullah Muksin dan ibunda Almarhumah Hi. Rahma Sahan. Menamatkan Sekolah Dasar Islamiyah I Ternate pada tahun 1983. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Ternate di selesaikan pada tahun 1986 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ternate pada tahun 1989. Pada tahun yang sama menempuh pendidikan Sarjana (S1) di Ujung Pandang pada Universitas Muslim Indonesia Makassar Fakultas Perikanan jurusan Pemanfaatan Sumber daya Perikanan (PSP) dan menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1996. Penulis bekerja sebagai dosen Universitas Khairun Ternate pada awal tahun 2000 dengan SK yayasa n Khairun dan diangkat sebagai pegawai negeri pada tahun 2002 sesuai dengan perubahan status Universitas Khairun dari swasta ke Negeri. Pada tahun yang sama penulis menjabat sebagai ketua program studi pemanfaatan sumber daya perikanan (PSP) pada Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate dan melanjutkan pendidikan program Magister (S2) program studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui beasiswa dari Pendidikan tinggi (DIKTI) atas rekomendasi dari Rektor Universitas Khairun Ternate.
x
DAFTAR ISI Halama n DAFTAR TABEL
..............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
1
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
2
Latar Belakang ………………………..……………………... Perumusa n Masalah…………………….……………………... Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………..………………... Hipotesis …………………………………………..………..... Kerangka Pemikiran…………………………………………...
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Geografis dan Demografi Kota Tidore Kepulauan... 2.2 Keadaan Umum Sumber Daya Perikanan……………………. 2.2.1 Armada penangkapan ikan ............................................ 2.2.2 Alat penangkapan ikan ................................................... 2.2.3 Produksi hasil tangkapan ................................................ 2.2.4 Unit penangkapan ........................................................... 2.3 Kegiatan Operasi Penangkapan Ikan......................................... 2.4 Perikanan Cakalang ................................................................. 2.5 Penyebaran Cakalang .............................................................. 2.6 Musim dan Daerah Penangkapan di Indonesia ….................... 2.7 Unit Penangkapan Huhate (Pole and Line )............................... 2.8 Umpan Hidup dalam Perikanan Cakalang …………............ 2.9 Pendekatan Sistem ................................................................... 2.10 Struktur dan Analisis Sistem ………………………................ 2.11 Analisis Kebijakan dalam Sistem............................................... 2.12 Konsep dan Prinsip Penge mbangan Usaha Perikanan............... 2.13 Model dan Simulasi …………………………………..............
3
1 4 5 5 6
9 9 10 10 11 12 15 16 17 18 19 20 21 23 23 24 26
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………… 3.2 Pengumpulan Data ….………………………………............... 3.3 Analisis Data …………………………………………………. 3.3.1 Pendekatan sistem ............................................................ 3.3.2 Potensi sumber daya ikan …………………..................... 3.3.3 Indeks musim penangkapan……….................................. 3.3.4 Model pendugaan fungsi produksi …….......................... 3.3.5 Pendapatan ABK………………..………......................... 3.3.6 Harga ikan.............………………………....................... 3.3.7 Kelayakan usaha…………………………........................
28 28 30 31 31 32 35 38 40 40
xi
3.3.8 Pengembangan ……………………………................... 4
42
HASIL 4.1 Pendekatan Sistem ................................................................ 4.1.1 Analisis kebutuhan pelaku sistem .................................... 4.1.2 Identifikasi sistem ............................................................ 4.1.3 Formulasi masalah ........................................................... 4.2 Sub Sistem Sumber Daya Ikan………………………………… 4.2.1 Status potensi sumber daya ikan cakalang......................... 4.2.2 Pola musim penangkapan ................................................. 4.3 Sub Sistem produksi Ikan............................................................ 4.4 Sub Sistem Pemasaran ............................................................... 4.4.1 Harga ikan........................ ................................................ 4.4.2 Pendapatan nelayan........................................................... 4.4.3 Kelayakan usaha ...............................................................
49 49 50 53 55 55 59 60 62 63 64 65
5 PEMBAHASAN 5.1 Sistem Usaha Perikanan Cakala ng Kota Tidore Kepulauan..... 5.2 Status Potensi Sumber Daya dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Cakalang di Perairan Kota Tidore Kepulauan ………...... 5.3 Faktor-Faktor Teknis Produksi yang Berpengaruh Terhadap Hasil Tangkapan Sumber Daya Ikan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan......................................................................... 5.3.1 Umpan hidup ………………………..………………….... 5.3.2 Musim penangkapan ....……………..………………..…... 5.3.3 Jumlah anak buah kapal ................…………….…............. 5.3.4 Jumlah hari operasi ………………....….…........................ 5.3.5 Jumlah bahan bakar minyak..................................…..…... 5.3.6 Umur kapal ………..……..….......................................... 5.3.7 Daerah penangkapan (Fishing ground )………………...... 5.4 Pendapatan dan Kelayakan Usaha.................................………. 5.5 Kendala Optimalisasi dan Pengembangan Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan ........………… 5.6 Arah dan Peluang Pengembangan Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan ………………………….
67 70
72 72 73 75 75 76 76 77 77 79 81
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan …………………………………………………… 6.2 Saran …………………………………………………………..
85 86
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..
87 92
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kota Tidore Kepulauan selama periode tahun 2000 – 2004........................................
10
Perkembangan jumlah jenis alat tangkap ikan di Kota Tidore Kepulauan selama periode tahun 2000 – 2004 .....…………………….....................
11
Perkembangan jumlah produksi ikan di Kota Tidore Kepulauan selama periode tahun 2000 – 2004 .............……………...................................
12
4
Spesifikasi kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan ......……..…
13
5
Puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan.....…
18
6
Perkembangan produksi, upaya tangkap dan CPUE ikan cakalang periode tahun 2000-2004 ………………………………………..............
56
Harga ikan berdasarkan ukuran yang ditetapkan perusahaan dan pasaran lokal .............................................................................................
63
2
3
7
8
Hasil perhitungan nilai BC -ratio, break e vent point, dan pay back period dengan harga ikan perusahaan dan pasar lokal .............................. 66
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pikir optimalisasi pengembangan sistem usaha perikanan cakalang.............................................................................
8
2
Diagram alir model analisis sumber daya .........................................
43
3
Diagram alir model analisis indeks musim penangkapan.......……...
44
4
Diagram alir model analisis fungsi produksi ....................................
45
5
Diagram alir model analisis pendapatan nelayan perikanan cakalang ............................................................................................
46
6
Diagram alir model analisis finansial ……………………................
47
7
Diagram alir model sistem pengembangan perikanan cakalang .......
48
8
Diagram lingkar sebab akibat sistem usaha perikanan cakalang ......
51
9
Diagram input output sistem usaha perikanan cakalang ...…............
52
10 Faktor kendala dan penunjang dalam sistem perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan .....................................................................
55
11 Hubungan antara nilai upaya penangkapan dan CPUE .....................
56
12 Perkembangan tingkat pemanfaatan,pengupayaan dan produksi sumber daya ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan tahun 2000-2004...........................................................................................
57
13 Hubungan produksi sumber daya ikan cakalang dan upaya penangkapan dengan model Schaefer ...............................................
58
14 Pola musim penangkapan ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan .........................................................................................
59
15 Saluran pemasaran hasil tangkapan nelayan pe rikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan......................................................................
63
16 Optimasi hubungan produksi (kg) dengan umpan hidup (ember)...
73
17 Optimasi hubungan produksi (kg) dengan indeks musim Penangkapan (IMP) ...........................................................................
75
xiv
18 Skematik formulasi hasil model pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan ................................................
84
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
1
Peta lokasi penelitian ...........................................................................
92
2
Hasil analisis perhitungan CPUE, MSY,FMSY sumber daya ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan periode tahun 2000 – 2004 ........
93
Data hasil simulasi upaya dan hasil tangkapan berdasarkan model schaefer................................................................................................
94
Tingkat pemanfaatan dan pengupayaan sumber daya ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan periode tahun 2000-2004..........................
95
Hasil analisis musim penangkapan berdasarkan metode rata-rata bergerak (moving average)..................................................................
96
Hasil keluaran analisis model fungsi produksi dengan menggunakan aplikasi program SPSS ........................................................................
100
Perhitungan penentuan harga ikan perusahaan berdasarkan pemotongan harga kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan......
104
Rincian biaya tetap (fixed cost ) pada sistem usaha perikanan Cakalang di Kota Tidore kepulaua .....................................................
105
Rincian biaya tidak tetap (variable cost) pada perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan........................................................................
106
10 Hasil perhitungan analisis pendapatan berdasarkan harga ikan yang ditetapkan perusahaan dan pedagang pengumpul................................
107
11 Hasil perhitungan analisis kelaya kan usaha dengan kriteria Net BCratio, BEP dan PBP dengan harga ikan yang di tetapkan perusahaan dan harga pedagang pengumpul...........................................................
109
12 Simulasi rata -rata pendapatan ABK berdasarkan ha rga ikan...............
111
13 Simulasi sistem bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK dengan harga ikan perusahaan dan pedagang pengumpul ...............................
112
14 Perhitungan penambahan unit rumpon dalam pengembangan usaha perikanan di Kota Tidore Kepulauan...................................................
113
3
4 5
6
7 8
9
15 Data fungsi produksi penelitian pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dengan pole and line................... 16 Dokumentasi penelitian pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dengan alat tangkap pole and line.............
114 xvii 115
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan dan kelautan yang merupakan bagian integral
dari
pembangunan
daerah,
pada
hakekatnya
ditujukan
untuk
meningkatkan kesejahteraan nelayan, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta meningkatkan kontribusi usaha sektor perikanan terhadap pembangunan perekonomian daerah. Untuk mencapai tujuan di atas upaya yang ditempuh adalah menerapkan manajemen pengelolaan perikanan secara terpadu dan terarah agar pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Hal ini karena sumber daya ikan dapat mengalami degradasi bahkan pemusnahan apabila dieksploitasi secara tidak terkendali meskipun sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat diperbahurui (renewable resources). Di samping itu penerapan manajemen perikanan yang baik juga merupakan wujud dari implementasi komitmen pemerintah Indonesia terhadap issu mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab sebagaimana tertuang dalam FAO-Code of the conduct for Responsible Fisheries, yang dewasa ini diper gunakan sebagaipedoman global (Mangga Barani, 2003). Maluku Utara sebagai salah satu Provinsi pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang terletak pada 30 LU hingga 30 LS dan 124 0 BT hingga 129 0 BT dengan wilayah yang dilintasi garis khatulistiwa merupakan gugusan pulau-pulau dengan keaneka ragaman hayati (biodiversity) yang tinggi, memiliki luas wilayah 140.255,36 km2, terdiri dari luas lautan 106.977,32 km2 (76,27%) dan luas daratan 33.278 km2 (23,73%). Berdasarkan hasil penelitian Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Komisi Nasional Stock Assessment, wilayah perairan Maluku Utara berada dalam wilayah pengelolaan Laut Seram dan Laut Maluku. Wilayah perairan tersebut jumlah potensi sumber daya ikan (standing stock ) yang diperkirakan mencapai 1.035.230,00 ton dengan jumlah potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) yang dapat dimanfaatkan sebesar 828.180,00 ton
2
per tahun yang terdiri dari ikan pelagis besar 424.260,00 ton per tahun, pelagis kecil sebesar 169.834,33 ton per tahun dan ikan demersal sebesar 101.872,08 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan hingga tahun 2004 baru mencapai 19.34 % untuk ikan pelagis dan 13.65% untuk ikan demersal. Hal ini menunjukan bahwa sumber daya perikanan di Maluku Utara tingkat pemanfaatannya masih rendah (under exploitation) (Dinas Perikanan dan Kelautan
Maluku Utara, 2005).
Melihat letak geografis yang sangat strategis sebagai daerah potensial perikanan dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah menunjukan bahwa prospek pembangunan perikanan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis dan sangat cerah bagi Maluku Utara. Cakalang (Katsuwonus pelamis), merupakan sumber daya ikan yang dewasa ini produksinya cenderung semakin merosot di beberapa perairan dunia. Pada kenyataannya hingga saat ini sumber daya tersebut masih dimanfaatkan oleh usaha perikanan yang berskala kecil dan bersifat tradisional. Sumber daya perikanan cakalang adalah salah satu sumber daya perikanan unggulan yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan daerah Maluku Utara. Kegiatan usaha pemanfaataan sumber daya perikanan cakalang di Maluku Utara umumnya dilakukan dengan menggunakan huhate (pole and line ). Di kawasan ini telah beroperasi beberapa perusahaan perikanan yang semakin bertambah dan meluas hingga ke Kota Tidore Kepulauan yang merupakan salah satu kota hasil pemekaran Provinsi Maluku Utara. Usaha pemanfaaatan sumber daya cakalang khususnya di Kota Tidore Kepulauan telah lama dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan modal pribadi yang sangat terbatas ataupun bermitra dengan beberapa perusahaan yang telah dimulai sejak tahun 1991 sampai sekarang melalui penerapan usaha pola perikanan inti rakyat ( PIR ). Usaha pemanfaatan sumber daya cakalang di Kota Tidore Kepulauan hingga saat ini dihadapkan pada kenyataan bahwa sebagian besar dimanfaatkan oleh usaha perikanan berskala kecil atau perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap pole and line. Keadaan usaha perikanan rakyat yang masih sederhana tersebut memiliki jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas di perairan pantai dan produktivitas nelayan yang relatif rendah. Menurut Barus et al (1991), produktivitas nelayan yang rendah pada umumnya
3
diakibatkan oleh rendahnya ketrampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat penangkapan dan kondisi kapal penangkap yang masih sederhana sehingga efektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya belum optimal. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh nelayan yang
pada
akhirnya
berpengaruh pada tingkat
kesejahteraannya. Selain kondisi usaha perikanan cakalang yang masih sederhana tersebut, terjadinya perbedaan
kebutuhan dan tujua n yang bertentangan dari masing–
masing pelaku usaha, seringkali menimbulkan ketegangan dan ketidakselarasan dalam sistem usaha tersebut. Ketersediaan sumber daya cakalang yang belum diketahui, keinginan nelayan dalam kenaikan harga ikan agar memperoleh keuntungan dan peningkata n pendapatan serta keterbatasan sarana, prasarana dan fasilitas–fasilitas penunjang dalam usaha perikanan cakalang seperti cold storage, rumpon, bagan dan dermaga atau pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan lain-lain menyebabkan permasalahan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan semakin kompleks. Kompleksnya permasalahan yang ada memerlukan pengkajian secara menyeluruh dan terintegrasi (Integrated Comprehensive Approach), de ngan alternatif kebijakan yang mempertimbangkan aspek-aspek seperti biologi, teknologi, sosial dan ekonomi. Aspek biologi berkaitan dengan ketersediaan sumber daya (ikan cakalang dan umpan) yang berhubungan dengan daerah penangkapan dan musim. Aspek teknologi berkaitan dengan penggunaan armada penangkapan yang sederhana dengan fasilitas penunjang usaha yang terbatas, faktor teknis produksi seperti umur kapal, jumlah kapal dan alat penangkapan, jumlah dan keahlian tenaga kerja (ABK), jumlah hari operasi, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas penanganan ikan di darat dan lain-lain. Aspek sosial berkaitan dengan tenaga kerja dan kesejahteraannya serta dampak usaha terhadap nelayan yang mengusahakan sumber daya ikan tersebut. Aspek ekonomi menyangkut dengan nilai jual hasil produksi dan pemasaran serta efisiensi biaya operasional yang nantinya berdampak pada kelayakan dan pendapatan usaha masing–masing nelayan.
4
Aspek–aspek tersebut di atas saling terkait dan saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lain yang dipandang sebagai suatu sistem. Oleh karena itu dalam pemecahan masalahnya memerlukan suatu kerangka pemikiran melalui metode pendekatan sistem. Berdasarkan uraian di atas maka agar sumber daya cakalang di Kota Tidore Kepulauan dapat dima nfaatkan secara optimal dan rasional serta usaha yang dijalankan dapat dikembangkan maka penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai “Optimalisasi pengembangan Usaha Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Kota Tidore Kepulauan Melalui Suatu Pend ekatan Sistem”.
1.2 Perumusan Masalah Sesuai dengan Undang–Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang kewenangan Pemerintah Daerah Kota Kabupaten dalam mengelolah sumber daya perikanan yang ada di wilayah perairannya sejauh 4 mil maka Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan berupaya untuk mengembangkan sektor perikanan untuk menunjang pembangunan daerah. Bentuk strategi dan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan diarahkan pada peningkatan produksi guna memenuhi konsumsi ikan dalam negeri, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perikanan, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani nelayan, serta melestarikan sumber daya perikanan dan lingkungan hidup (Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan 2005). Keberhasilan pelaksanaa n pengembangan sektor perikanan tersebut di atas harusnya ditunjang oleh ketersediaan sumber daya perikanan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang ada. Cakalang yang merupakan salah satu sumber daya perikanan yang memberikan kontribusi terbesar dalam sektor perikanan di Kota Tidore Kepulauan yang ditunjukkan dengan jumlah produksi tertinggi (Tabel 3 ), namun ditemukan masih banyak masalah dalam pemanfaatannya. Masalah yang dihadapi dalam usaha perikanan cakalang yang ada adalah ketersediaan potensi cakalang yang belum diketahui dengan jelas, prasarana pelabuhan perikanan yang tidak tersedia, terbatasnya sarana produksi yang dibutuhkan oleh nelayan dalam kegiatan operasi
5
penangkapan, sistem pemasaran yang kurang jelas dan harga ikan yang relatif berubah bergantung kebutuhan pasar lokal yang berdampak pada pendapatan nelayan menjadikan usaha pemanfaatan yang ada belum optimal . Di samping itu hingga saat ini belum ada pengkajian mengenai sumber daya tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dihadapi dalam sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan adalah bagaimana mengoptimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang yang ada dan mengembangkan usaha tersebut berdasarka n suatu pendekatan sistem dengan mengkaji faktor- faktor melalui pendekatan faktor biologi, teknis, sosial dan ekonomi.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pengembangan sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan dengan alat tangkap pole and line melalui suatu pendekatan sistem agar sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal, lestari dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan acuan dalam memanfaatkan dan mengembangkan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan.
1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : (1) Optimalisasi pengembangan pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang dapat dicapai melalui pendekatan sistem. (2) Alternatif model pengembangan sistem usaha akan dapat dipakai untuk meningkatkan kinerja usaha perikanan cakalang secara optimal.
6
1.5 Kerangka Pemikiran Pengembangan merupakan usaha perubahan dari suatu kondisi yang kurang kepada suatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998), memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk dalam mengelola h lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan demikian pengembangan adalah suatu proses yang menuju kepada suatu kemajuan. Pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari, 1989). Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau pendapatan nelayan antara lain adalah meningkatkan produksi hasil tangkapan dengan cara meningkatkan produktivitas dan efis iensi usaha penangkapan cakalang sesuai dengan kondisi wilayah setempat serta tidak merusak kelestarian sumber daya perikanan yang ada. Usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara merupakan suatu kegiatan ekonomi untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya ikan yang ada di perairan sesuai daya dukungnya dengan mengharapkan keuntungan yang layak bagi para pelakunya baik itu nelayan, pemilik kapal, perusahaan, peminjam modal ataupun pemerintah dengan kepentingan dan pengorbanannya masing- masing. Namun pemanfaatan tersebut diharapkan tetap memperhatikan kelestarian dari sumber daya yang ada sehingga dapat tercipta kesinambungan usaha dari sekarang hingga mendatang. Usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan merupakan kegiatan usaha yang kompleks mulai dari sarana dan prasarana penangkapan, sumber daya ikan, kegiatan penangkapan, penanganan hasil tangkap, pemasaran, keadaan sosial budaya masyarakat, keberadaan dan penguasaan teknologi dan lain-lain. Kondisi usaha perikanan cakalang yang ada saat ini menyebabkan belum optimal dan berkembang usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai kemajuan dalam kegiatan usaha penangkapan ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan memerlukan pengkajian secara menyeluruh dan terintegrasi (Integrated Comprehensive
7
Approach), dengan mempertimbangkan aspek-aspek biologi, teknologi, sosial dan ekonomi. Faktor biologi yang dikaji adalah ketersediaan sumber daya cakalang yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan melalui pendekatan maksimum sustainable yield (MSY), faktor teknologi yang dikaji adalah melalui pendekatan faktor– faktor teknis produksi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan, faktor sosial dan ekonomi yang dikaji adalah melalui pendekatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan serta kelayakan usaha dengan tingkat pendapatan yang diterima berdasarkan biaya –biaya yang dikeluarkan dan harga ikan perusahaan serta pedagang pengumpul sehingga menghasilkan suatu solusi yang terpadu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan cakalang secara optimal dan berkelanjutan. Aspek–aspek tersebut di atas saling terkait dan saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lain yang menyebabkan kompleksnya permasalahan yang ada se hingga perlu dikaji secara terpadu. Oleh karena itu dalam pemecahan masalahnya memerlukan suatu kerangka pemikiran melalui metode pendekatan sistem. Secara rinci kerangka pikir optimalisasi dan pengembangan sistem usaha perikanan cakalang dap at digambarkan dalam diagram seperti pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Kerangka pikir optimalisasi pengembangan usaha perikanan cakalang
9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Geografis dan Demografi Kota Tidore Kepulauan Kota Tidore Kepulauan yang memiliki luas wilayah sebesar 14.220.020 km2 terdiri dari luas lautan sebesar 9.816.164 km2 (69.031%) dan luas daratan 4.403.856 km2 (30,969 %) mencakup 5 buah pulau besar dan kecil diantaranya Pulau Tidore, Pulau Halmahera bagian tengah, Pulau Mare, Pulau Maitara dan Pulau Filonga dengan pembagian batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kota Ternate.
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur.
Sebelah selatan
: berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Selata n.
Sebelah barat
: berbatasan dengan Laut Maluku.
Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2003, Kota Tidore Kepulauan merupakan daerah otonom dengan perubahan status dari Kabupaten Halmahera Tengah menjadi Kota Tidore Kepulauan secara administratif terbagi atas 5 (lima) kecamatan yaitu : Kecamatan Tidore, Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Utara dengan 41 kelurahan serta 21 desa. Penduduk Kota Tidore Kepulauan berdasarkan hasil sensus tahun 2002 berjumlah 74.485 jiwa yang tersebar di lima kecamatan. Dari 5 kecamatan tersebut yang terbanyak penduduknya adalah Kecamatan Tidore dengan jumlah penduduk 22.958 jiwa kemudian disusul Kecamatan Tidore Utara sebanyak 13.965 jiwa, Kecamatan Oba Utara sebanyak 13.571 jiwa, Kecamatan Tidore Selatan sebanyak 12.551 jiwa dan Kecamatan Oba sebanyak 11.808 jiwa (Renstra Pembangunan Daerah Kota Tidore Kepulauan 2004). 2.2 Keadaan Umum Sumber D aya Perikanan Kota Tidore Kepulauan dengan luas wilayah lautan yang lebih besar yaitu 69.031 %
yang jika dibandingkan dengan luas daratan yang hanya 30,969 %
mengandung beranekaragam sumber daya hayati laut. Ketersediaan sumber daya laut yang ada memungkinkan terjadinya aktifitas di bidang perikanan dan hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jumlah alat tangkap, jumlah armada dan
10
peningkatan produksi hasil tangkapan dari tahun ketahun. Namun dengan melihat jumlah armada dan alat tangkap yang ada menunjukan bahwa usaha penangkapan yang ada di Kota Tidore Kepulauan masih dapat digolongkan bersifat tradisional dan dalam skala usaha yang kecil. 2.2.1 Armada penangkapan ikan Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan Kota Tidore Kepulauan dalam periode tahun 2000 – 2004 berfluktuasi. Terjadi kecenderungan penurunan jumlah armada untuk perahu tanpa motor dan kapal motor pada kelima kecamatan di Kota Tidore Kepulauan. Pada tahun 2001 terjadi penurunan perahu tanpa motor dari 1167 unit hingga 1000 unit pada tahun 2004. Demikian halnya dengan armada kapal motor yang menurun sejak tahun 2000 dengan jumlah 113 unit hingga tahun 2004 menjadi 89 unit. Sedangkan motor tempel terjadi kenaikan dari 106 unit pada tahun 2000 menjadi 150 unit pada tahun 2004 (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kota Tidore Kepulauan selama periode tahun 2000 – 2004. Tahun Perahu Tanpa Motor Tempel Kapal Motor Jumlah Motor 2000 1167 106 113 1386 2001 1157 104 87 1348 2002 1133 121 89 1343 2003 1108 151 89 1348 2004 1000 150 89 1239 Sumber : Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan (2005)
2.2.2 Alat penangkapan ikan Jumlah alat penangkapan ikan yang dioperasikan di Perairan Kota Tidore Kepulauan dalam periode 2000 – 2004 mengalami fluktuasi dan lebih d idominasi oleh alat tangkap yang bersifat tradisional. Alat tangkap dengan unit penangkapan terbesar adalah Pancing tonda pada tahun 2000 sebanyak 313 unit namun menurun pada tahun 2002 menjadi 280 unit. Kemudian menyusul alat tangkap jaring insang hanyut yang pada tahun 2000 sebanyak 259 unit dan mengalami kenaikan hingga tahun 2004 menjadi 275 unit. Selanjutnya alat tangkap rawai tetap yang terjadi penurunan dari 222 unit pada tahun 2000 menjadi 190 unit pada tahun 2004.
11
Dari semua alat yang beroperasi di perairan Kota Tidore Kepulauan yang terkecil jumlahnya adalah sero, muroami dan bagan perahu. Perkembangan alat tangkap keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan jumlah jenis alat tangkap ikan di Kota Tidore Kepulauan selama tahun 2000 - 2004 Tahun Jenis Alat Tangkap 2000 2001 2002 2003 2004 Pukat Pantai Pukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Insang Tetap Bagan Perahu Bagan Tancap Rawai tetap Huhate Pancing Tonda Sero Bubu Muroami
55 49 259 207 14 222 113 313 3 8 3
55 50 261 212 6 17 190 87 328 3 6 3
55 52 264 212 6 9 190 89 328 3 6 3
53 52 232 212 6 6 190 89 344 1 2
51 45 275 217 6 4 190 89 280 4 -
Jumlah 1246 1218 1215 1187 1194 Sumber : Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 2.2.3 Produksi hasil tangkapan Jumlah produksi hasil tangkapan ikan yang ada di Kota Tidore Kepulauan dalam periode tahun 2000 – 2004 terdiri dari 11 jenis ikan dengan volume yang bervariasi namun terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi tertinggi terdapat pada ikan Cakalang dengan jumlah produksi yang meningkat setiap tahun sejak tahun 2000 sebanyak 7000,5 ton meningkat menjadi 15.000,8 ton pada tahun 2004. Kemudian menyusul ikan Layang pada tahun 2000 sebanyak 3550,6 ton meningkat menjadi 1000,5 ton pada tahun 2004 dan ikan Tuna pada tahun 2000 sebanyak 4540,3 ton meningkat menjadi 8000,11 ton pada tahun 2004. Jumlah produksi terkecil terdapat pada sumber daya ikan Lemuru dan Tembang. Produksi ikan lemuru pada tahun 2000 sebanyak 400,3 ton namun meningkat menjadi1500,1 ton pada tahun 2004. Ikan Tembang pada tahun 2000
12
produksinya 450,5 ton dan meningkat menjadi 3250,6 ton pada tahun 2004. Perkembangan jumlah produksi ikan tahun 2000–2004 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan jumlah produksi ikan di kota Tidore Kepulauan selama periode tahun 2000 - 2004 Jenis Ikan Tahun
Cakalang Tuna Tongkol Julung Kembung Layang Lemuru Ekor Kuning Selar Tembang Teri
2000 7000,5 3540,3 1000,2 1247,5 2400,3 3550,6 400,3 550,4 1200,3 450,5 1035,6
2001 8000,5 4000,3 1800,2 1254,9 3000,4 4000,3 700,4 1000,6 1600 800,5 1200,5
Jumlah
21802,3 27358,6
2002 9800,6 5800,4 2800,7 1280,5 4000,4 5500,6 980,5 1400,4 2000,3 1000,1 1518,2
2003 11000,8 6500,6 3500,45 1300,3 4500,4 7000,6 1100,4 1900,3 2800,4 2050,6 1800,4
2004 15000,8 8000,11 7000,9 1425,4 6000,7 1000,5 1500,1 2200,6 3500,7 3250,6 2300,6
36082,7
4286,9
60180,81
Sumber : Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005
2.2.4 Unit penangkapan (1 ) Kapal ikan Spesifikasi umum kapal pole and line yang beroperasi di Kota Tidore Kepulauan dirincikan pada Tabel 4. Konstruksi dan tata letak kapal pole and line adalah terdiri atas bagian haluan yang
terdapat tempat duduk untuk para
pemanc ing yang disebut flyng deck dan plat form. Flyng deck adalah dek yang menjorok keluar dari bagian haluan kapal dan plat form adalah berupa sayap yang menonjol dari dek kesisi-sisi kapal. Pada bagian ini juga terdapat pila -pila yaitu penyangga yang berfungsi sebagai pijakan atau tumpuan para pemancing. Water sprayer atau penyemprot air terdapat pada bagian depan dan samping pada pila-pila kapal be rperan sangat penting saat pemancingan yaitu untuk mengaburkan penglihatan ikan terhadap mata pancing ataupun pemancing. Pada bagian haluan juga terdapat tempat penyimpanan alat tangkap dan jaring yang akan digunakan untuk penangkapan umpan.
13
Pada bagian tengah kapal terdapat dua buah bak umpan sebagai tempat penampungan umpan hidup, empat buah palkah sebagai tempat penampungan dan penyimpanan hasil tangkapan dan sebuah palkah gudang yang tidak difungsikan sehingga digunakan sebagai palkah penampung hasil tangkapan. Pada bagian anjungan terdapat ruang ABK dan ruang kemudi yang di dalamnya terdapat beberapa alat navigasi dan komunikasi yang sederhana seperti kompas, peta, teropong dan sebuah radio komunikasi. Pada bagian bawah terdapat ruang mesin dan bagian buritan terdapat ruang dapur dan sedikit ruang yang selalu digunakan ABK kapal untuk belajar memancing bagi pemancing pemula. Gambar kapal pole and line yang beroperasi pada usaha perikanan cakalang Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 4. Spesifikasi kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan Spesifikasi
Keterangan
Type kapal Bahan Utama Panjang Lebar Dalam Isi kotor Isi bersih Mesin penggerak Kecepatan maksimum Daya jelajah Isi tangki Pemakaian bahan bakar Kapasitas palkah Sumber : PT Ocean Mitra Mas
F.R.P. 15 GT Fibre Glass Reinforced Plastic 12,7 meter 2,7 meter 1,2 meter 6,69 GRT 4,02 GRT Yanmar 6 CHE, 105 PK 14 knot 60 jam 1.100 liter 16,2 liter/jam 4 – 5 ton
(2) Alat tangkap Konstruksi alat tangkap pole and line terdiri atas joran (pole), tali (line) dan mata pancing (hook). Joran yang digunakan nelayan terbuat dari bambu de ngan tingkat kelenturan yang cukup tinggi . Panjang joran dan tali yang digunakan nelayan bervariasi antara 2 – 4 m dan 1,5 – 3 m sesuai dengan keinginan pemancing untuk mempermudah pemancingan dan disesuaikan dengan besarnya kapal. Pada umumnya panjang pole and line yang berkisar 3,5 – 5 m digunakan
14
oleh pemancing bagian haluan dan panjang pole and line yan.g berkisar 6 – 7 m digunakan oleh pemancing bagian samping atau buritan. Umumnya tali pancing yang digunakan nelayan perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan terdiri atas tiga bagian yaitu tali kepala (head line), tali utama (main line), dan tali pengikat (string line). Panjang tali kepala berkisar 0,3 – 0,5 meter dari bahan kuralon yang ujung satunya diikatkan pada joran dan ujung satunya lagi diikatkan pada tali utama. Tali utama yang panjangnya bervariasi antara 1 – 3 m terbuat dari bahan polyethylen (PE), salah satu ujungnya diikatkan pada ujung tali kepala secara tetap dan salah satu ujungnya diikatkan pada tali pengikat dengan simpul yang dapat dilepas. Hal tersebut dimaksud untuk dapat dilepaskan setelah selesai melakukan pemancingan dan akan dipasang lagi apabila akan memulai pemancingan. Panjang tali pengikat berkisar 0,3–0,4 m terbuat dari bahan nilon monofilament diikatkan pada ujung simpul tali utama dan mata pancing yang diberi lobang. Mata pancing yang digunakan tidak berkait balik dan terbuat dari baja dengan maksud agar ikan yang tertangkap akan lebih mudah terlepas dari mata pancing jika disentak dan mata pancing tidak mudah berkarat. Pada mata pancing dipasangkan bulu ayam atau tali rafia yang berwarna –warni dengan maksud agar mengelabui penglihatan ikan terhadap mata pancing sehingga ikan akan menganggap sebagai umpan. Gambar alat tangkap pole and line yang digunakan nelayan pada umumnya di perairan Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada Lampiran 16. (3) Nelayan Anak buah kapal (ABK) kapal pole and line merupakan tenaga kerja yang harus trampil, ulet dan mempunyai fisik yang kuat. Jumlah ABK kapal berkisar antara 9–13 orang dengan masing–masing tugas dan tanggung jawabnya sebagai berikut : 1. Nahkoda (skipper) : bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran, ABK dan keberhasilan usaha penangkapan 2.Wakil Nahkoda ( Mualim ) : membantu nahkoda dalam pelayaran
15
3. KKM ( Chief enginer ) : bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan di dalam kamar mesin dan mengawasi masinis dan olimen dalam pekerjaannya. 4. Masinis (Ass. Enginer) : membantu KKM 5. Olimen (O iler) : membantu KKM dan masinis dalam mengawasi mesin agar kapal dapat berjalan dengan baik dan lancar 6. Juru mudi : membantu nahkoda dan mualim dalam mengawasi kemudi selama pelayaran 7. Boy-boy : menjaga dan merawat umpan agar tetap dalam kondisi
baik serta
menaburkan umpan pada saat kegiatan penangkapan 8. Jur u masak (cook ) : bertanggung jawab terhadap makan dan minum para ABK kapal selama pelayaran 9. Pemancing : memancing ikan, menangani hasil tangkapan selama di atas kapal dan mempersiapakan sarana produksi pada saat
akan melakukan operasi
penangkapan. 2.3 Kegiatan Operasi Penangkapan Pole and Line Faktor yang sangat berperan penting dalam kegiatan operasi penangkapan cakalang dengan pole and line adalah ketersediaan umpan hidup. Awal kegiatan operasi penangkapan dimulai dari persiapan ABK untuk menyediakan perlengakapan kapal, alat dan sarana produksi lainnya serta perbekalan (konsumsi) pada pukul 18.00 - 19.00 WIT. Setelah itu kapal menuju lokasi penangkapan atau pengambilan umpan pada pukul 20.00 WIT. Umpan yang tersedia harus memadai dan mencukupi untuk penangkapan satu hari (one day fishing). Setelah umpan tersedia kapal menuju daerah penangkapan (rumpon) pada pukul 04.00 – 05.00 WIT. Kapal tiba di lokasi rumpon pada pukul 06.00 WIT saat menjelang fajar. Pada saat itu nafsu makan ikan cakalang sangat baik sehingga operasi penangkapan selalu diusahakan pada waktu yang sama. Ketika di lokasi rumpon semua ABK telah siap pada tempatnya dan mengamati schooling ikan. Para pemancing dengan pole and line telah duduk di haluan kapal ( flyng deck dan plat form). Boy-boy telah siap untuk menebarkan umpan. Nakhodapun mendekati gerombolan ikan dengan menjalankan kapal secara perlahan dengan memperhatikan arah renang ikan dan arah angin. Kapal
16
mendekati schooling ikan dari arah lambung dimana terdapat boy-boy. Umpan ditebarkan dan ikan cakalang mulai mengejar dan mendekati umpan yang berenang berbalik menuju kapal. Kapal diusahakan memotong arah renang ikan hingga berada di bagian depan ikan agar ikan dapat melihat umpan yang ditebarkan dan mendekati kapal. Bersamaan dengan itu water sprayer dijalankan untuk mengaburkan pandangan ikan terhadap mata pancing maupun pemancing. Proses
penangkapan
dimulai
setelah
ikan
cakalang
telah
banyak
bergerombol mendekati kapal. Para pemancing dengan cekatan dan cepat melakukan pemancingan dengan sistem banting. Sistem ini biasanya dipakai jika pemancingnya telah berpengalaman. Ikan hasil tangkapan disentak hingga terpelanting jatuh pada bagian dek kapal. Diusahakan agar ikan tidak kembali jatuh ke dalam air karena dengan jatuhnya ik an yang telah ditangkap akan menyebabkan gerombolan ikan lainnya akan segera menjauh dan meninggalkan kapal ataupun berenang ke arah yang lebih dalam. Selain itu ada beberapa pemancing yang melakukan pemancingan pada bagian buritan kapal dengan sistem dijepit. Biasanya sistem ini diberlakukan bagi pemancing pemula. Setelah 30 menit sampai 1 jam pemancingan dilakukan, schooling cakalang semakin sedikit bahkan menjauh meninggalkan kapal. Nakhoda kembali menjalankan kapalnya menuju rumpon berikutnya untuk melakukan penangkapan selanjutnya. Para ABK kapal lainnya mulai menyortir dan membersihkan ikan hasil tangkapan dan menyusunnya ke dalam palkah. Perjalanan menuju rumpon berikutnya membutuhkan waktu satu sampai dua jam. Umumnya penangkapan dilakukan hingga sore hari pada pukul 16.00 WIT sampai pukul 17.00 WIT. Kapal kembali ke fishing base dan tiba pada pukul 19.00 WIT. Hasil tangkapan dibongkar dan ABK kembali mempersiapakn diri untuk melakukan operasi penangkapan selanjutnya. Gambar kegiatan Operasi penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 16 . 2.4 Perikanan Cakalang Kegiatan penangkapan ikan tuna (cakalang, madidihang dan tuna lainnya) telah berkembang di perairan Indonesia, khususnya Perairan Timur Indonesia sejak awal tahun 1970-an (Wild and Hampton 1994). Penangkapan dilakukan
17
dengan menggunakan huhate (pole and line ), pancing tonda (trolling), pancing (hand line), pukat cincin (purse seine) dan lain- lain. Untuk penangkapan ikan cakalang di perairan utara Irian Jaya, penangkapan dengan huhate dioperasikan oleh perusahaan perikanan sedangkan lainnya dioperasikan oleh perikanan rakyat (Kusumastanto 1984). Berdasarkan skala usaha, perikanan cakalang dapat dikelompokan menjadi perikanan rakyat dan perikanan industri. Perikanan rakyat umumnya mempunyai skala usaha kecil, sarana dan prasarana penangkapan yang terbatas. Hal ini terutama disebabkan karena modal usaha yang dimiliki terbatas. Kegiatan penangkapan ikan dalam perikanan rakyat umumnya dilakukan secara tradisional. Dengan kondisi tersebut di atas, maka produksi yang diperoleh relatif renda h, daya penangkapan dan pemasaran sangat terbatas (Monintja et al. 2001). Perikanan industri pada umumnya memiliki modal usaha yang lebih besar, sarana dan prasarana lebih lengkap. Akibatnya produksi per upaya penangkapan lebih besar dibandingkan dengan perikanan rakyat. Dengan kondisi sarana yang lebih lengkap, mutu hasil tangkapan akan lebih baik dan dapat memenuhi persyaratan yang diminta oleh pasar termasuk pasar eksport. Dengan demikian perikanan industri ini diharapkan dapat mengemban misi negara yang secara aktif ikut membangun
perekonomian
nasional,
meningkatkan
kemakmuran
dan
kesejahteraan rakyat (PT Usaha Mina 2000, diacu dalam Simbolon 2003 ) 2.5 Penyebaran Cakalang Penyebaran ikan cakalang dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut ke dalaman perairan (Nakamura 1969). Selanjutnya Uktolseja (1987 ), menerangkan bahwa sediaan cakalang di wilayah perairan Kawasan Indonesia Timur (KTI) tersedia sepanjang tahun terutama di Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi. Populasi cakalang yang dijumpai di perairan Indonesia bagian Timur sebagian besar berasal dari Samudera Pasifik yang memasuki perairan ini mengikuti arus. Perairan Indonesia secara geografis, terletak antara Samudera Pasifik dan
18
Samudra Hindia, oleh karena itu sebagian besar jenis ikan di kedua samudera itu juga terdapat di Indonesia. Stok yang terdapat di perairan KTI diduga berasal dari Samudera Pasifik bagian barat yang beruaya dari sebelah timur Philiphina dan sebelah utara Papua Nugini. Ikan tersebut selanjutnya beruaya ke perairan KTI dari Samudera Pasifik bagian barat yaitu ke Perairan Zamboanga dan sebelah utara Papua Nugini (Suhendrata 1987, diacu dalam Simbolon 2003). 2.6 Musim dan Daerah Penangkapan Cakalang di Indonesia Musim penangkapan cakalang di perairan Indonesia bervariasi dan belum tentu sama d iantara satu perairan dengan perairan yang lain. Nikujuluw (1986), menyatakan bahwa penangkapan cakalang dan tuna di perairan Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Selanjutnya Monintja et al. (2001), membagi puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan Wilayah Perairan
Puncak Musim
Sulawesi Utara – Tengah Halmahera Maluku Irian Jaya Pelabuhan Ratu Padang Aceh
Maret s/d Mei; Agustus s/d Nopember; April s/d Juni September s/d Oktober; Pebruari s/d April September s/d Desember Pebruari s/d Juni; Agustus s/d Desember Agustus s/d September Maret s/d Mei Belum diperoleh informasi
Sumber : Monintja et al. 2001
Paulus (1987), menyatakan bahwa dalam memilih dan menentukan daerah penangkapan, harus memenuhi syarat- syarat antara lain : (1) Kondisi daerah tersebut harus sedemikian rupa sehingga ikan dengan mudah datang dan berkumpul dalam gerombolan, (2) daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, (3) daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan. Potensi cakalang di Indonesia sebagaian besar terdapat di daerah perairan kawasan timur Indonesia. Daerah penangkapan yang potensial bagi ikan tersebut di KTI terdapat di perairan Sulawesi Utara,
19
Halmahera, Maluku dan Irian Jaya dengan basis penangkapan masing- masing di Bitung, Ternate, Ambon dan Sorong. Wilayah yang memiliki potensi cakalang di kawasan barat Indonesia terdapat di perairan selatan Jawa Barat (Pelabuhan Ratu), Sumatera Barat dan Aceh (Monintja et al. 2001)
2.7 Unit Penangkapan Pole and line (Huhate) Teknologi penangkapan dengan pole and line (huhate) di perairan Indonesia telah dilakukan sejak dahulu oleh nelayan secara tradisional. Usaha penangkapan ini secara komersial mulai dilaksanakan pada tahun 1960-an melalui pembentukan perusahaan–perusahaan perikanan dalam bentuk BUMN. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan perkembangan perikanan industri. Namun demik ian, nelayan yang termasuk dalam kategori perikanan rakyat masih banyak ditemukan di berbagai wilayah perairan Indonesia dewasa ini ( PT Usaha Mina 2000). Pole and line merupakan alat tangkap yang terdiri atas joran, tali pancing dan mata pancing. Joran te rbuat dari bambu yang mempunyai kelenturan tinggi. Pada mata pancing diikatkan tali rapiah yang berwarna -warni sedemikian rupa sehingga menyerupai umpan. Umpan hidup merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat penting dalam pengoperasian pole and line. Umpan hidup ini dimaksudkan untuk memikat dan menarik perhatian ikan agar muncul di permukaan laut serta untuk menahan schooling ikan agar tetap berada di dekat lambung kapal (Kaneda 1995). Satu unit penangkapan ikan dengan alat tangkap pole and line terdiri atas kapal penangkap, alat tangkap dan ABK. Kebanyakan kapal penangkap ikan dengan Pole and line berukuran kecil (< 30 GT) yang terdiri atas kapal berukuran 5–15 GT
yang menggunakan joran (pole) yang panjangnya sekitar 5-6 m
sebanyak 10 buah dan kapal berukuran 20-30 GT
yang menggunakan joran
dengan panjang 3-4 m sebanyak 20-30 buah. Kapal penangkap dilengkapi dengan palkah penyimpan ikan dan bak umpan, tempat pemancingan dan alat penyemprot ( Monintja 1995).
20
2.7 Umpan Hidup Dalam Perikanan Cakalang Umpan hidup dalam perikanan cakalang sangat memegang peranan penting untuk menjamin keberhasilan operasi penangkapan. Widodo (1973), diacu dalam Simbolon (2003), menyatakan bahwa umpan hidup berfungsi untuk menarik perhatian ikan, sehingga memudahkan proses penangkapan. Pengaruh umpan terhadap hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh besar kecilnya schooling ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan kondisi ikan itu sendiri (lapar atau kenyang). Ikan cakalang yang lapar cenderung lebih rakus dan nafsu makannya lebih tinggi untuk menangkap umpan hidup yang digunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa umpan yang dipakai dalam perikanan pole and line adalah umpan alami (natural bait) yang masih hidup ( live bait). Umpan yang digunakan untuk jenis pancing lainnya seperti long line, troll line dan lain-lain adalah umpan buatan (artificial bait) atau umpan alami yang sudah mati. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ikan teri (Stolephorus sp) merupakan jenis yang paling baik untuk dijadikan umpan hidup pada perikanan Pole and line. Hal ini disebabkan karena jenis ikan ini memiliki ukuran 5–10,4 cm dan memiliki ciri-ciri sebagai umpan hidup yang sangat disukai oleh ikan cakalang (Monintja et al. 1968). Jenis ikan umpan yang sangat disenangi oleh cakalang karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (1) berwarna terang dan mengkilat atau keputihputihan sehingga mudah menarik perhatian ikan cakalang, (2) tahan hidup lama di dalam bak penyimpanan pada saat pelayaran dari daerah penangkapan ikan umpan menuju daerah penangkapan cakalang, (3) umpan yang disebarkan di antara schooling cakalang memiliki sifat yang cenderung bergerak mendekati kapal untuk berlindung, (4) sisik umpan tidak mudah terkelupas, sehingga tingkat kecerahan warna dapat dipertahankan dan (5) panjang (size) umpan hid up sesuai dengan ukuran yang disenangi oleh cakalang yang menjadi target penangkapan. Menurut Gafa dan Merta (1987), masalah utama yang sering dialami dalam perikanan cakalang dengan menggunakan pole and line adalah ketersediaan umpan hidup pada waktu-waktu tertentu dan tingginya tingkat kematian umpan dalam bak penyimpanan di atas kapal. Dilain pihak, kegiatan operasi penangkapan cakalang tidak akan berhasil apabila umpan hidup tidak tersedia dalam jumlah yang memadai. Dengan demikian, umpan hidup merupakan faktor
21
pembatas (limiting factor) paling penting dalam perikanan cakalang dengan menggunakan pole and line . 2.9 Pendekatan Sistem Sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerjasama untuk mencapai yang berguna (Gaspersz 1992). Pendapat yang senada dikemukakan oleh Davis (1984), yang mengatakan bawa sebuah sistem bukanlah seperangkat unsur yang tersusun secara tidak teratur, tetapi terdiri atas unsur yang dapat dik enal saling melengkapi karena mempunyai satu maksud, tujuan atau sasaran. Manetsh dan Park (1974), mendefinisikan sistem sebagai satu set elemen atau komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya dan terorganisir untuk menghasilkan satu tujuan. Sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan (Eriyatno 1999). Dari defenisi yang dikemukakan, ada 5 karakteristik dari sistem, yaitu : (1) terdiri atas elemenelemen yang yang membentuk satu kesatuan sistem, (2) adanya tujuan dan saling ketergantungan, (3) interaksi antar elemen, (4) mengandung mekanisme (transformasi), dan (5) ada lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem. Dari pemahaman di atas, dalam sistem kita akan berhadapan dengan kompleksitas. Dalam menghadapi suatu permasalahan yang kompleks, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan intuisi semata, atau berdasarkan pengalaman saja untuk mengambil suatu keputusan. Seorang pengambil keputusan harus memikirkan secara kompleks semua hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu pola pikir melalui pendekatan sistem dapat dilakukan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks. Pola pikir pendekatan sistem didasarkan pada pemikiran bahwa kita tidak mungkin dapat memahami atau mengelola suatu situasi aktual yang begitu kompleks dengan komponen yang beragam berdasarkan telaah atau pengendalian dari bagian-bagiannya saja (Nurani 2000).
22
Selanjutnya
Winardi (1989), mengemukakan bahwa cara pendekatan
sistem perlu kita pergunakan untuk menemukan sifat-sifat penting dari siste m yang kemudian memberikan keterangan–keterangan mengenai peruba hanperubahan yang perlu diperbaiki dalam sistem tersebut. Permasalahan perikanan yang kompleks perlu dipandang sebagai suatu sistem, sehingga untuk memepelajari dan mengatasinya perlu pend ekatan sistem dengan teknik simulasi dan penggunaan komputer ( Haluan et al. 1989). Menurut Wilson (1990), diacu dalam Nurani (1996), mengemukakan ada 6 tahap kegiatan dalam proses analisa sistem, yaitu : (1) Definisi masalah : definisi kebutuhan, penentuan input, output, dan hubungan antar elemen sistem serta definisi batasan sistem; (2) Penentuan tujuan sistem; (3) Sintesa sistem : penentuan alternatif dan fungsi sistem, perencanaan sub sistem dan
penggunaan kreativitas;
(4) Analisa sistem : penentuan cara dan metode analisis sistem yang digunakan; (5) Seleksi sistem optimum : pendefenisian kriteria keputusan, evaluasi akibat dan merangking sistem; (6) Penerapan sistem Selanjutnya dalam mengatasi permasalahan yang kompleks ini melalui pola pikir sistem dapat lebih disederhanakan melalui suatu model. Model adalah sebuah interpretasi eksplisit dari pemahaman atau gagasan seseorang terhadap sebuah situasi. Transformasi sistem aktual ke dalam model dapat berupa simbol, suatu bentuk, atau konsep-konsep. Jadi model disini dibuat dengan maksud untuk dapat menyederhanakan kompleksitas dari suatu sistem nyata. Adapun keuntungan penggunaan model adalah : (1) Dapat melakukan analisis dan percobaan dengan situasi kompleks, yang mungkin sulit dilakukan pada sistem nyata; (2) Penghematan dalam deskripsi dan penyelidikan sesuatu keadaan nyata; (3) Menghemat waktu dan biaya dalam melakukan analisis masalah; (4) Dapat memfokuskan pada karakteristik penting masalah.
23
2.10 Struktur dan Analisis Sistem Struktur dari sebuah sistem meliputi masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan dan batasan sistem. Masukan merupakan elemen yang akan mempengaruhi kinerja sebuah sistem. Proses merupakan seluruh elemen untuk mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Keluaran menunjukan produk akhir atau konsekuensi dari suatu sistem. Umpan balik merupakan aliran informasi dari komponen keluaran ke pembuat keputusan tentang performansi dari sistem. Lingkungan terdiri atas beberapa elemen yang berada di luar sistem dalam arti bukan masukan, proses dan keluaran. Batasan sistem merupakan sebuah pemisah antara subsistem dengan subsistem lainnya atau sistem dengan lingkungannya. Eriyatno (1998), mengemukakan bahwa analisis sistem adalah gugus kriteria perilaku sistem yang kemudian dievaluasikan. Evaluasi keputusan merupakan salah satu bagian penting dari analisis dan perancangan sistem. Evaluasi diperlukan sebagai dasar untuk memilih alternatif yang paling baik yang mampu meningkatkan aktifitas rancangan dan mengoptimumkan operasi sistem. Analisis sistem didasarkan pada penentuan informasi yang terperinci yang dihasilkan selama tahap demi tahap. Bila mungkin hal ini dikembangkan menjadi suatu pernyataan tentang bagaimana sistem harus bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan dimana jumlah output yang spesifik dapat ditentukan, serta kriteria jalannya sistem yang spesifik agar mencapai suatu optimasi (Eriyatno 1999). Adapun tahapan dalam analisis sistem adalah : (1) analisis kebutuhan, (2) Formulasi masalah, (3) indentifikasi sistem, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) Determinasi dari realitas fisik, sosial, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi keuangan (finansial). 2.11 Analisis Kebijakan dalam Sistem Pengembangan kebijakan adalah suatu proses berpikir menciptakan gagasan baru tentang tindakan yang diperlukan dalam mempengaruhi sistem mencapai tujuan dan analisis. Kebijakan adalah menemukan langkah strategis untuk mempengaruhi sistem dengan dua pilihan yaitu sistemnya tetap atau
24
berubah dimana jik a sistemnya tetap maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan pilihan langkah yang mempengaruhi fungsi dari unsur sistem atau disebut sebagai kebijakan fungsional dan apabila sistemnya diubah maka analisis terhadap langkah- langkah yang diambil menghasilkan pilihan langkah yang menciptakan sistem baru yang berbeda dengan sistem semula atau disebut dengan kebijakan struktural ( Aminullah 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa pengembangan kebijakan dilakukan untuk membawa sistem menuju keadaan yang diinginkan dimana perubahan keadaan tersebut dapat dipakai sebagai pemecahan masalah menuju perbaikan (Aminullah 2004). 2.12 Konsep dan Prinsip Pengembangan Usaha Perikanan Pengembangan merupakan usaha perubahan dari suatu kondisi yang kurang kepada suatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998), memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk dalam mengelola lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan demikian pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari 1989). Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1988), dapat dilakukan melalui pengkajian pada aspek “ bio -technico-socio-economi-approach” oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang
dikembangkan, yaitu ; (1) jika ditinjau dari segi biologi
tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumber daya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) secara sosial dapat diterima masyarakat nelayan dan (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Satu aspek yang tidak dapat diabaikan adalah kebijakan dan peraturan pemerintah. Potensi sumber daya perikanan merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dapat memberikan sumber devisa bagi negara dan sektor non-migas melalui peningkatan ekspor. Disamping itu, perikanan sebagai
25
sumber daya, juga rentan terhadap pemanfaatan oleh manusia secara berlebihan. Dengan demikian pengelolaan sumber daya perikanan menjadi sangat kompleks dengan berbagai permasalahan yang memerlukan penyelesaian sangat hati-hati dan berdimensi jangka panjang dan strategis. Profil perikanan dapat dibagi menjadi empat (4) kategori, yaitu : (1) Profil Perikanan Produktif ; perikanan yang mampu mendayagunakan sumber daya secara optimal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, (2) Profil Perikanan Stabil ; perikanan yang mampu mengatasi segala hambatan dan tantangan, antara lain musim paceklik ikan yang panjang, musim hujan yang menimbulkan banjir di areal budid aya tambak, eksplosi hama dan penyakit yang muncul sewaktu-waktu karena pencemaran/penurunan kualitas air. Itu semua dapat mengakibatkan jatuhnya harga komoditi perikanan, yang merugikan nelayan petani ikan dan masyarakat perikanan lainnya, (3) Profil Perikanan Berlanjut ; perikanan yang mampu menyesuaikan pola dan struktur produksinya terhadap perubahan permintaan masyarakat, perubahan lingkungan hidup maupun perubahan teknologi dan (4) Profil Perikanan Te rpadu ; perikanan yang mampu berperan positif dalam pembangunan nasional dan pembangunan wilayah; peningkatan pendapatan masyarakat nelayan/petani/pengusaha ikan dan perluasan lapangan kerja (Purwanto 2000) Lebih lanjut Purwanto (2000), mengatakan bahwa perikanan yang tepat dalam mengantisipasi kondisi tersebut adalah (1) suatu profil perikanan yang dapat mendorong pelestarian usaha perikanan dengan menciptakan teknologi tepat guna sesuai daya dukung lingkungan; (2) profil perikanan yang memiliki daya saing komoditi tinggi melalui penekanan daya produksi serta menjaga produk. Pengembangan
perikanan
dapat
dilakuk:an
melalui
pelaksanaan
tujuan
dasar/bidang hasil pokok pembangunan perikanan, yaitu : (1) Mendorong pengembangan perikanan yang berorientasi pasar (demand driven),(2) Mendorong pemanfaatan sumber daya pantai secara optimal (efficiency), (3)
Mendorong
(sustainability),
(4)
pembangunan
Mendorong
berbudaya industrial (quality).
perikanan
berkembangnya
berkelanjutan
manajemen
perikanan
26
2.13 Model dan Simulasi Model adalah gambaran atau diskripsi formal, dalam bentuk kata-kata, diagram dan atau persamaan matematis suatu sistem sehingga memberikan gambaran mengenai keadaan yang sebenarnya (Tarumingkeng 1994). Model biasanya digunakan sebagai pengganti sistem yang nyata, terutama sebagai alat bantu untuk mempelajari fenomena yang kompleks sehingga model merupakan alat yang sangat berguna dalam mengevaluasi keadaan ataupun mendasari pengambilan keputusan (Lucey 1995). Model berisi hubungan sebab akibat, hubungan antara sub sistem dan jika akurat dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengevaluasi dampak bioekonomi alternatif strategi manajemen dan untuk me mbuat percobaan simulasi (Seijo et al. 1998, diacu dalam Wiyono 2001). Selanjutnya menurut
Kosasi (2002),
istilah model sering diartikan sebagai suatu tiruan dari kondisi yang sebenarnya atau dengan kata lain model didefenisikan sebagai representasi atau formulasi dalam bahasa tertentu dalam suatu sistem nyata atau merupakan penyederhanaan (abstraksi) dari sistem yang nyata dari sebuah kejadian atau objek tertentu. Turban dan Aronson (1998), mengemukakan bahwa yang mendorong orang untuk membuat model adalah kenyataan bahwa hanya sebagian saja dari komponen-komponen pada suatu sistem nyata yang benar-benar dapat menentukan perilaku sistem untuk suatu persoalan yang sedang diamati. Hal ini mengisyaratkan, penggunaan model merupakan suatu bentuk penyederhanaan masalah dengan tetap mempertahankan validitasnya. Secara umum model digunakan untuk memberikan sebuah gambaran, penjelasan dan perkiraan dari realitas yang diselidiki. Pendekatan penggunaan model biasanya dikenal dengan istilah simulasi. Metode simulasi merupakan alat atau teknik yang cukup fleksibel untuk memecahkan masalah yang memiliki dimensi banyak dan beragam. Jadi pendekatan simulasi merupakan suatu model tiruan dari sistem nyata. Titik tolak permodelannya adalah menyederhanakan suatu sistem nyata yang hanya memperhatikan berbagai bagian atau sifat utama yang memiliki hubungan sebab akibat dari sistem sebenarnya. Basis pengetahuan penggunaan teknik simulasi mendasarkan pada data historis dan data yang diproyeksikan (Kosasi, 2002).
27
Simulasi menurut Eriyatno (1999), adalah merupakan aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan – kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model selaras dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya. Selanjutnya dikatakan bahwa, hasil akhir dari simulasi umumnya adalah berupa informasi dalam bentuk angka tentang kinerja sistem, sehingga belum memberikan kepada hubungan sebab akibat. Simulasi lebih menunjukan suatu estimasi statistik dan lebih cenderung hanya merupakan suatu perbandingan dari berbagai alternatif untuk mencapai titik optimum dibanding hasil yang eksak.
28
3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara sebagai lokasi kegiatan usaha perikanan cakalang. Peta Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama dilakukan survei awal
untuk
mengetahui
kondisi
lapangan
dan mengidentifikasi
permasalahan yang ada pada bulan September 2004. Tahapan kedua melakukan penyususnan proposal rencana penelitian dengan permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya dimulai dari bulan November 2004 sampai dengan bulan Januari 2005. Tahapan ketiga melakukan pengumpulan data dan pengamatan secara langsung dengan mengikuti operasi penangkapan cakalang dengan unit penangkapan pole and line dan melakukan pengolahan data serta penyusunan tesis pada bulan Januari 2005 hingga selesai. 3.2 Pengumpulan Data Data yang dik umpulkan bersumber dari nelayan, pemilik kapal, perusahaan, koperasi dan instansi-instansi yang terkait dengan sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei. Metode ini sangat tepat digunakan karena kajian ini membutuhkan tinjauan langsung mengenai keadaan aktual dari berbagai pelaku (stakeholder) yang terlibat dalam sistem usaha perikanan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui cara observasi langsung dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan, diskusi, pengisian kuesioner dan wawancara dengan para pelaku sistem untuk mengidentifikasi kebutuhan yang diinginkan kelompok-kelompok pelaku sistem dan faktor-faktor yang berperan dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan . Berdasarkan jumlah kapal dalam usaha perikanan cakalang yang ada sebanyak 89 unit dengan ukuran yang hampir seragam yaitu 10-15 GT maka ditentukan sampel kapal sebanyak 12 unit. Responden yang mewakili pemilik
29
kapal dan ABK, perusahaan dan pelaku sistem lainnya ditetapkan secara purposive sampling yaitu sebanyak 20 orang. Data primer yang dikumpulkan berkaitan dengan : (1) Status Potensi Lestari sumber daya ikan cakalang meliputi hasil tangkapan dan upaya tangkap. Pengumpulan data hasil tangkapan diperoleh melalui data time series selama lima tahun pada Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan. Namun dengan melihat kondisi yang ada dimana kemungkinan hasil tangkapan nelayan Kota Tidore Kepulauan berasal dari perairan Bacan maka pengambilan data yang ada berdasarkan presentase jumlah dan ukuran kapal yang mendaratkan hasil tangkapan pada TPI Bacan yaitu sebesar 65% dari hasil tangkapan yang dilaporkan ke Dinas perikanan Kota Tidore Kepulauan. Data upaya penangkapan didapatkan berdasarkan jumlah keseluruhan unit penangkapan yang beroperasi di perairan Kota Tidore Kepulauan dikalikan dengan jumlah hari operasi kapal dalam setahun. Hasil olahan data ini dimasukan ke dalam perhitungan Catch per Unit Effort (CPUE), Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Upaya Tangkap Optimum (F Optimum ). (2) Indeks musim penangkapan meliputi hasil tangkapan dan upaya tangkap. Pengumpulan data diperoleh melalui data hasil tangkapan bulanan selama 10 tahun. (3) Model fungsi produksi meliputi hasil tangkapan, anak buah kapal (ABK), hari operasi, umpan, bahan bakar minyak (BBM), umur kapal, daerah penangkapan dan musim penangkapan. Data tersebut dikumpulkan melalui observasi langsung pada saat mengikuti operasi penangkapan selama 2 bulan. (4) Pendapatan nelayan meliputi hasil tangkapan, nilai jual ikan (harga ikan), biaya eksploitasi dan biaya retribusi. Data tersebut diperoleh dari nelayan, perusahaan dan hasil observasi langsung dengan mengikuti operasi penangkapan selama dua bulan. (5) Kelayakan usaha yang meliputi biaya investasi, biaya operasional (bahan bakar, umpan, es, air dan konsumsi ABK), biaya perawatan ( kapal, alat, mesin dan perlengkapan lainnya), biaya penyusutan ( kapal, alat, mesin dan
30
perlengkapan lainnya), biaya administrasi lainnya, sis tem bagi hasil (pendapatan), jumlah produksi dan nilai produksi (harga). Data tersebut diperoleh dari nelayan, perusahaan, KUD dan observasi langsung dengan mengikuti operasi penangkapan selama dua bulan. (6) Fasilitas penunjang lainnya meliputi cold storage, dermaga atau PPI, bagan dan rumpon. Pengumpulan data fasilitas penunjang mela lui informasi dari Dinas perikanan setempat dan observasi langsung ke lapangan. (7) Data penunjang lainnya yang meliputi kegiatan operasi penangkapan, teknik operasi penangkapan, pengolahan dan pemasaran dan lain-lain. Data informasi tersebut diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan dan mengikuti operasi penangkapan. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka dan studi literatur pada instansi terkait mulai dari tingkat Kota Tidore Kepula uan hingga Provinsi Maluku Utara. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi umum lokasi penelitian, produksi tahunan, perkembangan unit penangkapan dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan penelitian. 3.3 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu; (1) Analisis kebutuhan pelaku sistem, identifikasi sistem dan formulasi masalah yang terdapat dalam sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan melalui metode pendekatan sistem ; (2) Analisis sub sistem dalam sistem usaha perikanan cakalang dengan memperhatikan faktor kendala dan penunjang dan (3) Analisis
pengembangan
meliputi
kajian
deskriptrif
tentang
alternatif
pengembangan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan melalui hasil analisis sebelumnya. Analisis sub sistem perikanan cakalang dibagi menjadi tiga, yaitu ; 1) S ub sistem sumber daya ikan (aspek biologi) yang meliputi potensi sumber daya ikan cakalang melalui pendekatan surplus produksi dan pola musim penangkapan ; 2) S ub sistem produksi (aspek teknologi) yang meliputi analisis faktor-faktor teknis produksi yang be rpengaruh terhadap hasil tangkapan melalui pendekatan linear berganda; 3) Analisis sub siste m pemasaran (aspek sosial ekonomi) yang meliputi pendapatan dan kelaya kan usaha melalui pendekatan
31
finansial dan mekanisme harga ikan yang kemudian dibandingkan dengan upah minimum regional (UMR). 3.3.1 Pendekatan sistem Pendekatan sistem (System approach) adalah salah satu pendekatan yang dipakai dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkarakteristik kompleks, dinamis dan probabilistik. Sifat kompleksnya ditandai dengan interaksi antar elemen yang cukup rumit. Dikatakan dinamis jika ada faktornya yang berubah menurut waktu disertai dengan adanya pendugaan ke masa depan, sed angkan karakteristik probabilistik ditunjukkan oleh perlunya fungsi peluang dalam informasi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999). Pendekatan sistem merupakan metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan mengidentifikasi semua kebutuhan pelaku sistem dan dilanjutkan dengan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari masalah yang hendak dipecahkan untuk mencukupi kebutuhankebutuhan tersebut yang dituangkan dalam diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. 1) Analisis kebutuhan Ana lisis
kebutuhan
diidentifikasi
berdasarkan
hasil
observasi
dan
wawancara dari masing-masing pelaku sistem. Pelaku sistem adalah orang-orang atau suatu instansi yang terkait langsung dengan sistem usaha perikanan cakalang. Agar kepentingan pelaku sistem dapat teridentifikasi dengan baik maka dilakukan analisis kebutuhan. Analisis ini merupakan tahap awal pengkajian dari sistem perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. 2) Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan gambaran pelaku sistem serta masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dituangkan dalam diagram lingkar sebab akibat dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat mendeskripsikan hubungan dan keterkaitan faktorfaktor yang mempengaruhi di dalam sistem. Faktor-faktor yang memberikan
32
dampak positif disimbolkan dengan tanda (+), sedangkan yang berdampak negatif diberikan tanda (-). Sedangkan diagram input output mendeskripsikan masukan dan keluaran serta kontrol dari pengembangan sistem perikanan di Kota Tidore Kepulauan. 3.3.2 Potensi sumber daya ikan Analisis potensi sumber daya ikan d ilakukan untuk mengetahui kondisi riil sumber daya ikan cakalang dan hubungannya dengan tingkat pemanfaatan dan pengupayaan. Sumber daya ikan cakalang yang tertangkap di perairan Kota Tidore Kepulauan hanya menggunakan alat tangkap Pole and line. Fluktuasi produksi dapat terjadi oleh karena ketersediaan potensi sumber daya pada suatu perairan. Unt uk mengetahui potensi yang ada, metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode Surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk menghitung potensi lestari dan upaya optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan (f) dengan hasil tangkapan per satuan upaya. Data yang digunakan berupa data hasil tangkap (catch) dan upaya penangkapan (effort) dengan pengolahan data dapat melalui model Schaeffer dan Fox (Gambar 2). Hubungan antara hasil tangkap dengan upaya penangkapan di r u m u s k a n sebagai berikut : Y = C = a f- b f 2
………………………………………………............(1)
Dengan demikian hubungan CPUE dengan upaya penangkapan adalah CPUE = a - bf Perhitungan
…………………………………………………......(2) upaya
penangkapan
optimum,
dilakukan
dengan
menurunkan persamaan (1) terhadap upaya penangkapan yang nilainya sama dengan nol, sehingga dC = a − 2bf df
o = a − 2 bf a = 2bf
f optimum =
a 2b
………………………………….…(3)
33
Perhitungan nilai MSY pada model Schaeffer ditempuh dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (1), sehingga didapat kondisi MSY sebagai berikut : MSY =
a2 4b
………………………………………..……(4)
Perhitungan nilai MSY pada model Fox diperoleh kondisi MSY sebagai berikut :
a MSY = − e1 b
………………………………………………(5)
Sedangkan upaya penangkapan optimumnya diperoleh dari rumus : f optimum = −
1 b
…………………………………………(6)
Penggunaan kedua model di atas adalah untuk mengetahui model mana yang lebih cocok digunakan pada kondisi penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan.
3.3.3 Indeks musim penangkapan Analisis indeks musim penangkapan dilakukan untuk mengetahui trend hasil tangkapan dalam kurun waktu tertentu. Pendugaan musim penangkapan dilakukan dengan menganalisis data hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan cakalang selama 11 tahun (1994-2004) (Gambar 3). Data hasil tangkapan bulanan dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total ikan yang didaratkan dengan banyaknya upaya yang dilakukan pada bulan tersebut (CPUE). Banyaknya upaya penangkapan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah kapal yang melakukan penangkapan pada bulan yang bersangkutan. Secara matematis perhitungan CPUE sebagai berikut : CPUE =
Ci fi
...................................................(7)
Ket : CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/hari) Ci
: Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg)
Fi
: total upaya penangkapan bulan ke- i (hari)
34
Selanjutnya pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (Moving average). Langkah perhitungannya menurut Dajan (1984) dalam Halim (2005) adalah sebagai berikut : (1) Menyusun deret CPUE bulan Januari tahun 2000 sampai Desember 2004
ni = CPUEi
......................................................(8)
Ket : i = 1,2,3.......60 ni = urutan ke-i (2) Menyusun deret jumlah bergerak CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan np =
p +6
∑ CPUEj
.......................................................(9)
j = p −6
Ket : p = 6,7,8 ...... np = Urutan ke-p j = Urutan ke-j pada deret ni (3) Menyusun deret rata-rata bergerak CPUE per 12 bulan untuk setiap bulan
nq =
1 np ……………………………………...(10) 12
Ket : q = 6,7,8 …. nq = Urutan ke-q np = S CPUE bergerak 12 bulan untuk bulan ke-j (4) Menyusun deret jumlah bergerak 2 bulan untuk setiap bulan r
nr = ∑ nq ………………………………………(11) r −1
Ket : r = 7,8,9….. nr = Urutan ke-r nq = Rata-rata bergerak per 12 bulan untuk setiap bulan (5) Menyusun rata-rata bergerak 12 bulan dipusatkan
ns = Ket : s = 7,8,9…
1 nr ……………………………………(12) 2
35
ns = Urutan ke-s nr = Deret jumlah bergerak 2 bulan (6) Menghitung prosentase rata-rata bergerak untuk setiap bulan prosentaserata − ratabulan− j =
CPUEj 100 % Rataanbergerak12bulanyangdipusatkan
……………………………………….(13) (7) Menyusun nilai prosentase rata-rata bergerak setiap bulan pada suatu matrik dimulai pada bulan Juli sampai Juni, kemudian menghitung rata-rata variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan (IMP) Variasi musim ke-j
=
1 n −1 ∑ Xij n − 1 i =1
…………………………..(14)
Ket : n = Banyaknya tahun data 12 n −1 Jumlah variasi musim = 1 ∑∑ Xij n − 1 j −i i =1
Indeks Musim Penangkapan bulan – j =
……….……………………(15) Variasimusimbulanke − j 100 % Rata − rata var iasimusimb ulanan
…………………………………(16) Selanjutnya untuk menentukan pola musim penangkapan ikan d igunakan kriteria jika nilai IMP lebih dari 100% berarti terjadinya musim penangk apan dan jika nilai IMP kurang dari 100% berarti bukan musim penangkapan.
3.3.4 Model pendugaan fungsi produksi Analisis model produksi tangkapan ikan cakalang dilakukan dengan menentukan fungsi regresi linear berganda melalui pendekatan statistik program Statistical Product and Service Solution (SPSS). Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor teknis produksi (Xi) sebagai faktor indipenden dan hasil tangkapan (Y) sebagai faktor dipenden disebut fungsi produksi (Gambar 4).
36
Kuantitas hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis seperti alat tangkap, kapal, nelayan dan lain- lain. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka faktor- faktor teknis produksi yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan dengan menggunakan pole and line adalah sebagai berikut : 1. Jumlah anak buah kapal Anak buah kapal (ABK) adalah tenaga kerja yang berperan langsung dalam setiap kegiatan operasi penangkapan. ABK merupakan salah satu faktor utama dalam memperoleh hasil tangkapan. Perbedaan jumlah ABK dalam setiap unit kapal akan dapat mempengaruhi hasil tangkapan sehingga jumlah ABK yang bervariasi pada setiap unit kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi. 2. Jumlah hari operasi Hari operasi penangkap an adalah lama waktu yang digunakan suatu unit penangkapan dalam kegiatan operasi penangkapan. Hari operasi yang berbeda pada suatu unit penangkapan pole and line dapat memberikan hasil tangkapan yang bervariasi. Oleh karena itu jumlah hari operasi penangkapan yang bervariasi pada unit kapal pole and line yang ada di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi. 3. Jumlah bahan bakar minyak Bahan bakar adalah salah satu faktor utama dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Bahan bakar digunakan untuk kepentingan motorisasi. Pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan bahan bakar dibutuhkan dalam kegiatan pencarian daerah penangkapan di luar lokasi penempatan rumpon. Oleh karena itu ba han bakar dimasukkan dalam fakto r teknis produksi. 4. Jumlah umpan hidup Umpan hidup adalah ikan-ikan kecil yang digunakan dalam proses pemancingan. Pada perikanan cakalang, umpan hidup merupakan faktor yang sangat penting karena ketersediaannya dapat menghambat atau memperlancar aktivitas operasi penangkapan. Oleh karena itu Umpan hidup dimasukan kedalam faktor teknis produksi.
37
5. Umur kapal Umur kapal adalah waktu kapal yang digunakan selama melakukan operasi penangkapan. Umur kapal dihitung dari pertama kali kapal melakukan penangkapan ikan hingga saat sekarang. Semakin lama kapal yang digunakan dalam kegiatan penangkapan akan menurunkan kemampuan teknisnya dalam olah gerak. Ikan cakalang yang bersifat higly migratory membutuhkan kapal dengan kemampuauan teknis yang mampu menjangkau daerah penangkapan yang jauh dan berpindah–pindah. Sehingga umur kapal yang berbeda-beda pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dimasukan salah satu faktor teknis produksi. 6. Daerah penangkapan Daerah penangkapan adalah lokasi terjadinya proses pemancingan. Terkait dengan karakteristik ikan cakalang yang bermigrasi jauh dan musiman maka daerah penangkapan tanpa menggunakan rumpon akan memungkinkan berbeda lokasi penangkapan tiap musim. Keterbatasan rumpon yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan menyebabkan nelayan sering melakukan pencarian daerah penangkapan sehingga jarak daerah penangkapan akan berbeda pada setiap unit penangkapan pole and line. Oleh karena itu daerah penangkapan dijadikan salah satu faktor teknis produksi. 7. Musim penangkapan Musim penangkapan adalah kurun waktu tertentu ada tidaknya hasil tangkapan pada proses penangkapan. Musim penangkapan berhubungan erat dengan aktifitas penangkapan sehingga musim dapat berpengaruh terhadap jumlah tangkapan. Oleh karena itu musim merupakan salah satu faktor teknis yang dimasukkan dalam faktor teknis produksi. Untuk memastikan faktor- faktor teknis diatas yang mempengaruhi produktivitas, maka dilakukan analisis fungsi produksi yang dinyatakan dalam model matematika sebagai berikut : n
Y = a + ∑ biXi
...............................................................(17)
i =1
Keterangan : Y Xi
= Hasil tangkapan = Faktor- faktor teknis produksi yang terdiri atas :
38
X1 = Jumlah anak buah kapal (orang/kapal/bulan) X2 = Jumlah hari operasi (hari/kapal/bulan) X3 = Jumlah bahan bakar minyak ( liter/kapal/bulan) X4 = Jumlah umpan hidup (ember/kapal/bulan) X5 = Umur kapal (bulan) X6 = Daerah penangkapan X7 = Musim penangkapan a dan b = Konstanta n
= banyaknya variabel faktor teknis produksi
Proses analisis regresi berganda dan korelasi program SPSS akan menghasilkan 6 tabel out put yaitu: (1) Tabel descriptive statistic : menjelaskan ringkasan statistik masingmasing variabel (2) Tabel korelasi : menjelaskan tentang hubungan antar variabel dipenden dengan variabel indipenden dengan urutan terbesar hingga terkecil (3) Tabel variabel entered/removed : terdapat beberapa tahapan model dalam tabel ini yang menjelaskan variabel yang tidak layak masuk dalam regresi dan dikeluarkan satu per satu hingga model terakhir yang digunakan dalam persamaan model produksi. (4) Tabel model summary : menjelaskan tentang Adjusted R square (R yang disesuaikan) yakni presentase tingkat pengaruh faktor indipenden terhadap faktor dipenden (5) Tabel Anova : menjelaskan tingkat signifikansi dengan probabilitas < 0.05 atau < 0,01 dalam pemakaian model (6) Tabel coefficient : menjelaskan tentang hubungan antara variabel bebas (multikolinearitas),
menguji
signifikansi
konstanta
dan
variabel
indipenden berdasarkan probabilitas dan menggambarkan persamaan model regresi yang akan akan digunakan..
3.3.5 Pendapatan ABK Analisis pendapatan ABK digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan pendapatan yang didapat oleh nelayan (Gambar 5). Nela yan sebagai tenaga
39
pekerja yang be rperan langsung dalam proses produksi sangat layak memperoleh imbalan yang sesuai dengan usaha dan pengorbanan yang dilakukan. Pendapatan nelayan dalam usaha penangkapan ini merupakan pembagian pendapatan bersih dari setia p trip penangkapan, yaitu pendapatan bersih dikurangi restribusi dan biaya operasional dibagi dua ((50% pemilik, 50 % untuk ABK). Kemudian pendapatan ABK dibagi lagi secara proporsional kepada nakhoda, juru mesin, boy-boy, nelayan dan juru masak dengan tingkat pembagian yang telah ditetapkan. Analisis pendapatan kotor dihitung berdasarkan persamaan berikut : PK (Rp) = HT x P ……………………………………….. …….(18) Keterangan : PK
= Pendapatan kotor (Rp)
HT
= Hasil tangkapan (Kg)
P
= Harga Ikan (RP/kg) PB () = PK – BE………………………………………………(19)
Keterangan : PB
= Pendapatan bersih ()
PK
= Pendapatan kotor (Rp)
BE
= Biaya eksploitasi (Rp) Dalam pembagian sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan ABK
adalah 50% : 50% dari pendapatan bersih sehingga pendapatan ABK dapat dirumuskan sebagai berikut : PABK
= 50 % x (PB – BR) ………. …………………………………..(20)
Keterangan : PABK
= Pendapatan ABK (Rp)
PB
= Pendapatan bersih ( Rp)
BR
= Biaya retribusi (Rp) Kemudian pendapatan nelayan dibandingkan dengan Upah Minimum
Regional (UMR) dengan ketentuan bahwa jika pendapatan nelayan lebih kecil dari UMR maka pendapatan nelayan tersebut tidak layak dan sebaliknya jika pendapatan nelayan lebih besar dari UMR maka pendapatan tersebut dianggap layak.
40
3.3.6
Harga ikan Analisis harga ikan dilakukan secara deskriptif dan melakukan simulasi
untuk mengetahui keuntungan yang didapatkan nelayan dengan membandingkan harga ikan di pasar lokal
dengan harga yang ditetapkan perusahaan. Hasil
analisis ini diharapkan dapat memberikan solu si bagi ketentuan harga yang diberikan perusahaan kepada pemilik kapal dan nelayan.
3.3.7 Kelayakan usaha Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan (profitability) atau kerugian yang diperoleh dari sistem perikanan cakalang yang ada. Dua pendekatan analisis yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah, 1999). Analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham yang ditanam untuk kepentingan perusahaan atau perorangan yang berkepentingan dengan usaha tersebut. Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperole h dari semua sumber daya yang digunakan dalam usaha untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis kelayakan terdapat banyak metode analisis dan ratio keuangan, di mana setiap metode mempunyai tujuan tersendiri. Dalam penelitian ini digunakan hanya analisis finansial yang meliputi Net benefit cost ratio (Net B/C Ratio), Break event point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal ( Pay back period). Diagram alir analisis ini dapat dilihat pada Gambar 6. (1) Net benefit cost ratio Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha yang dianalisis dengan Net B/C ratio membutuhkan data penjualan yang merupakan keuntungan bersih dan biaya yang dikeluarkan. Jika B/C ratio > 1 maka usaha yang dijalankan layak untuk dikembangkan atau mengalami keuntungan. Jika B/C ratio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C ratio = 1 maka usaha berada pada titik impas (break event point). Net B/C ratio dapat dianalisis dengan menggunakan rumus : Net B/C ratio =
Penjualan Biaya
…………………………………...(21)
41
(2) Break event point Analisis break event point atau titik pulang pokok (impas) adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan dan volume penjualan yang dikenal juga dengan analisis CPV (cost -profit-volume). Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai dimana pada tingkat tersebut usaha tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Analisis ini dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) untuk nilai produksi dan (2) nilai jual ikan (harga dalam rupiah). Rumus yang digunakan adalah : (1) Analisis BEP untuk produksi (banyaknya hasil tangkapan) : BEP (kg) =
FCxC S − VC
…………………………………………..(22)
(2) Analisis BEP untuk harga jual : BEP (Rp) =
FC VC 1− S
……………………………………………(23)
Keterangan : FC = Biaya tetap C
= Hasil tangkapan
VC = Biaya variabel S
= hasil penjualan Dalam penentuan kelayakan usaha yang dilakukan dengan BEP (TR =
TC) maka keuntungan usaha dapat dicapai jika produksi dan nilai jual ikan berada di atas nilai BEP dan akan mengalami kerugian jika berada di bawah nilai BEP ( Ibrahim, 2003).
(3) Pay back period (PBP) Analisis Pay back period (PBP) dalam kelayakan usaha merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dijalankan untuk dapat mengembalikan investasi dalam bentuk cash flow didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan. Untuk mengetahui nilai Pay back period digunakan formulasi sebagai berikut :
42
PBP =
NI
……………………………………………….(24)
MR + MP Keterangan : PBP
= Pay back period
NI
= Nilai Investasi
MR
= Rata-rata keuntungan per tahun
MP
= Rata-rata penyusutan per tahun
3.3.7 Pengembangan Analisis ini dilakukan untuk memberikan alternatif kebijakan yang perlu diambil dalam pengembangan usaha perikanan cakalang yang didasarkan pada hasil–hasil analisis sebelumnya. Hasil ini dideskripsikan dalam bentuk skematik rumusan model pengembangan berkelanjutan (Sustainable development model). Diagram alir konsep model sistem pengembangan perikanan cakalang dapat dilihat pada Gambar 7.
43
Gambar 2. Diagram alir model analisis sumber daya ikan
44
Gambar 3. Diagram alir model analisis indeks musim penangkapan
45
Gambar 4. Diagram alir analisis model fungsi peroduksi
46
Gambar 5. Diagram alir model analisis pendapatan nelayan perikanan cakalang
47
Gambar 6. Diagram alir analisis model analisis finansial
48
Gambar 7. Diagram alir model sistem pengembangan perikanan cakalang
49
4 HASIL
4.1 Pendekatan Sistem 4.1.1 Analisis kebutuhan pelaku sistem Dari hasil identifikas i,diketahui pelaku sistem yang terlibat dalam usaha perikanan cakalang di kota Tidore Kepulauan adalah nelayan (ABK), pemilik kapal, perusahaan, koperasi, pemerintah daerah dan perbankan. Kebutuhan masing- masing pelaku sistem dalam usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dapat diuraikan sebagai berikut : Nelayan (ABK) (1) Peningkatan pendapatan (2) Peningkatan harga ikan (3) Ketersediaan sumber daya cakalang dan kecukupan umpan (4) Kelancaran dalam operasi penangkapan (5) Jaminan keselamatan dan kesejahteraan (6) Ketersediaan sarana, prasarana produksi serta fasilitas penunjang seperti cold storage, rumpon dan dermaga Pemilik kapal (1) Peningkatan pendapatan (2) Peningkatan harga ikan (3) Keuntungan usaha (4) Ketersediaan sumber daya cakalang dan kecukup an umpan (5) Kelancaran dan kemudahan dalam operasi penangkapan (6) Kemudahan mendapatkan sarana dalam perbaikan dan perawatan kapal (7) Kemudahan dalam proses pemasaran hasil tangkapan (8) Ketersediaan sarana dan prasarana produksi serta fasilitas penunjang seperti BBM, es, cold storage dan dermaga Perusahaan (1) Keuntungan usaha (2) Peningkatan Produksi (3) Kualitas ikan yang baik
50
(4) Harga ikan tetap (5) Pengembalian modal investasi atau pinjaman secepatnya Koperasi (1) Terlaksananya program kerjasama koperasi dengan nelayan dan pemilik kapal (2) Peningkatan pendapatan nelayan sebagai anggota koperasi (3) Peningkatan kesadaran anggota dalam kepentingan organisasi sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak Pemerintah daera h (1) Peningkatan pendapatan daerah (2) Kelestarian sumber daya ikan (3) Peningkatan lapangan kerja (4) Ketersediaan fasilitas dermaga (5) Terlaksananya kebijakan-kebijakan daerah Perbankan (1) Peningkatan jumlah nasabah (2) Pengembalian pinjaman atau kredit tepat waktu
4.1.2. Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan langkah untuk mengetahui denga n jelas faktor-faktor yang saling berkaitan serta mempengaruhi komponen-komponen yang menyusun sistem tersebut dalam hal ini sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan. Identifikasi sistem juga menentukan batasan sistem yang akan dikaji sehingga sistem yang mempunyai ruang lingkup yang luas dapat disederhanakan sehingga kajian akan menghasilkan output sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Identifikasi sistem dituangkan dalam diagram lingkar hubungan sebab akibat dan diagram input output. (1) Diagram lingkar hubungan sebab akibat Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) menggambarkan keterkaitan antara komponen–komponen sistem dan aktivitasnya yang saling mempengaruhi sistem usaha perikanan cakalang d i Kota Tidore Kepulauan. Keterkaitan dalam komponen-komponen yang saling mempengaruhi
akan menimbulkan dampak
51
yang baik (+) maupun dampak yang buruk (-) yang disajikan dalam penyusunan dia gram lingkar sebab akibat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram lingkar sebab akibat dalam sistem perikanan cakalang
(2) Diagram Input -output Diagram input-output adalah gambaran skematik yang didasarkan pada masukan dan keluaran dari faktor- faktor yang mempengaruhi sistem usaha perikanan cakalang. Faktor-faktor tersebut dimasukan dalam suatu input terkontrol dan tidak terkontrol dan akan mengeluarkan output yang dikehendaki
52
maupun tidak dikehendaki yang mana hasil output dari sistem tersebut akan dikendalikan oleh suatu manejemen pengendalian yang akan mengontrol sistem perikanan cakalang tersebut. Selain faktor internal yang mempengaruhi sistem perikanan cakalang yang ada, proses di dalam sistem tersebut tidak terlepas dari berbagai pengaruh faktor eksternal di luar sistem tersebut yang dikenal dengan faktor lingkungan yang meliputi kebijakan pemerintah baik yang secara langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan usaha perikanan cakalang yang ada. Diagram input-output dalam sistem usaha perikanan cakalang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram input output sistem usaha perikanan cakalang
53
(3) Batasan sistem Usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan sebagai suatu sistem mempunyai cakupan yang sangat luas. Untuk mempermudah pemahaman terhadap sistem tersebut, perlu dilakukan penyederhanaan melalui pembatasan sistem sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan ini sistem usaha perikanan cakalang ini dibatasi berdasarkan tiga kategori yaitu ; 1) Sumber daya : sumber daya yang menjadi target penangkapan dalam usaha ini adalah ikan cakalang dan umpan sebagai kebutuhan pokok dalam perikanan Pole and line. 2) Teknologi : teknologi yang dimaksudkan adalah teknologi penangkapan yang meliputi unit penangkapan Pole and line dan sarana bantu lainnya seperti rumpon dan bagan 3) Georafis : wilayah yang menjadi daerah usaha penangkapan yaitu Kota Tidore Kepulauan
4.1.3 Formulasi masalah Sistem usaha perik anan cakalang di Kota Tidore Kepulauan mempunyai pelaku sistem dan beberapa komponen pelaku yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar komponen dapat menyebabkan interaksi dalam memenuhi kebutuhan pelaku sistem sehingga dapat bersifat mendukung ataupun saling melemahkan. Keberhasilan usaha ditentukan oleh keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masing- masing pelaku sistem yang terlibat. Berdasarkan kebutuhan dari pelaku sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan yang teridentifikasi maka permasalahan yang terjadi dalam usaha perikanan cakalang ini adalah perbedaan dan pertentangan kepentingan antara komponen pelaku sistem dan faktor kendala dalam mengusahakan sumber daya tersebut. Formulasi masalah dalam sistem usaha perikanan cakalang tersebut adalah: (1) Ketersediaan dan kelestarian sumber daya cakalang dan umpan serta musim yang belum diketahui sedangkan aktifitas penangkapan terus berlangsung.
54
(2) Produksi cakalang bersifat musiman sehingga permintaan pada tingkat perusahaan dan pasar belum te rpenuhi secara optimal. (3) Tingkat harga ikan dan kebutuhan pasar (marketing) sulit diprediksi karena harga tergantung kepada perusahaan dan kebutuhan suplay yang yang ada di pasar lokal (pembeli). (4) Tidak tersediana ya dan kurangnya sarana dan prasarana produksi serta fasilitas penunjang seperti BBM, es, cold storage, rumpon dan dermaga atau PPI dan lain- lain dalam usaha pemanfataan sumber daya cakalang. Gambaran permasalahan sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan disajikan dalam faktor kendala dan pendukung pada Gambar 10. Pada Gambar 10 menunjukkan kondisi usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan yang dibagi atas tiga sub sistem yaitu sub sistem sumber daya ikan, sub sistem produksi da n sub sistem pemasaran (pasca produksi). Faktor kendala dalam sistem usaha ini adalah potensi sumber daya cakalang dan musim penangkapan cakalang yang belum diketahui, Sarana dan prasarana produksi yang tidak tersedia dan terbatas seperti BBM, es, cold storage, rumpon, pelabuhan perikanan dan lain- lain, industri pengolahan dan pemasaran yang tidak tersedia dan jelas, harga ikan yang relatif rendah serta keberadaan kantor cabang perusahaan yang berada di luar Kota Tidore Kepulauan
menyebabkan
pengambilan sarana produksi berupa BBM,es, air tawar dan lain-lain membutuhkan waktu dan biaya yang tidak efisien. Faktor kendala yang ada menyebabkan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan belum optimal dan berkembang. Faktor penunjang dalam sistem usaha ini adalah kondisi perairan yang mendukung keberadaan sumber daya ikan cakalang, sarana produksi berupa BBM, es, air tawar, kapal dan lain- lain disediakan oleh perusahaan pada pola PIR dan kebutuhan pasar baik lokal maupun antar daerah dalam mengkonsumsi ikan cakalang sangat tinggi.
55
Gambar10. Faktor kendala serta penunjang dalam sistem perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan
4.2 Sub Sistem Sumber D aya Ikan 4.2.1 Status potensi sumber daya ikan Cakalang Nilai koefisien determinas i (R²) pada model Schaeffer diperoleh sebesar 0.43431 dan model Fox sebesar 0.38952 sehingga model surplus produksi untuk menentukan status potensi sumber daya ikan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan digunakan model Schaeffer (Lampiran 2). Produk si sumber daya ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan periode tahun 2000 – 2004 mengalami peningkatan dari 4550.3 ton pada tahun
56
2000 menjadi 9750.5 ton pada tahun 2004. Upaya penangkapan mengalami fluktuasi pada tahun 2000–2004. Terlihat kecenderungan menurun pada tahun 2000-2001 dan cenderung naik pada tahun 2002-2004. Fluktuasi yang terjadi disebabkan karena jumlah armada tangkap yang bervariasi. Nilai CPUE cenderung naik dari tahun 2000-2004 dengan rata -rata adalah sebesar 0.5 ton per hari dengan nilai tertinggi pada tahun 2004 sebesar 0.685 ton per hari dan terendah pada tahun 2000 sebesar 0.252 ton per hari (Tabel 6) Tabel 6. Perkembangan produksi, upaya tangkap dan CPUE ikan cakalang periode tahun 2000 - 2004 Produksi (ton) 4550.3 5200.3 6370.4 7150.5 9750.5 6604.4
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata
Jumlah Armada tangkap (unit) 113 87 89 89 89 93.4
CPUE (Ton/hari ) 0.251677 0.373587 0.447359 0.502143 0.684728 0.5
Effort (hari) 18080.00 13920.00 14240.00 14240.00 14240.00 14944.0
Sumber : Diolah dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan Hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE menunjukan bahwa peningkatan upaya tangkap akan menyebabkan kenaikan nilai CPUE dengan persamaan regresi yang menunjukan bahwa jika dilakukan upaya penangkapan sebesar 1 hari maka akan mengurangi CPUE sebesar 0.000060 ton per hari (Gambar 11). Peningkatan CPUE dalam kurun waktu 5 tahun karena terjadinya peningkatan produksi dan penurunan jumlah unit armada tangkap pole and line.
0.75
2004
0.65
2003
CPUE
0.55
CPUE = 1.350466 – 0.000060F
0.45 0.35 0.25
2002 2001
0.15 0.05 13000
2000 14000
15000
16000
17000
18000
19000
20000
Upaya Penangkapan (hari)
Gambar 11. Hubungan antara nilai upaya penangkapan dan CPUE per tahun.
57
Pendugaan potensi lestari ikan cakalang berdasarkan pada nilai perhitungan CPUE dari nilai hasil tangkapan (catch) tahunan dengan nilai upaya tangkap (effort) tahunan selama 5 tahun diperoleh nilai MSY sebesar 7582.69 ton per tahun dan f Optimum sebesar 11.229 hari per tahun. Hasil perhitungan pendugaan potensi lestari ikan cakalang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan nilai hasil tangkapan tahunan dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) di perairan Kota Tidore Kepulauan maka diketahui nilai tingkat pemanfaatan sumber daya ikan cakalang selama periode 2000 – 20004. Tingkat pemanfaatan tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 128.59% dan terendah pada tahun 2000 sebesar 60.01% dan tingkat pemanfataan rata -rata 87.10% per tahun (Gambar 12 dan Lampiran 4). Hal ini menunjukan telah terjadi kelebihan tangkap (over fishing) yaitu hasil tangkapan yang diperoleh telah melebihi ketersediaan sumber daya cakalang yang ada pada perairan Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2004. 180
2000
160
2001
140
2002
2003
2004
120
160 140 120
2004
100 80
2002
60
60
2001 2000
40
100 80
2003
40
20
20
0 4000
5000
6000
7000
8000
9000
Tingkat pengupayaan(%)
Tingkat Pemanfaatan(%)
180
0 10000
Produksi (ton) Tingkat Pemanfaatan (%)
Tingkat Pengupayaan (%)
Gambar12.Perkembangan tingkat pemanfaatan, pengupayaan dan produksi sumber daya ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan tahun 2000 2004 Upaya optimum yang diperoleh sebesar 11.229 hari per tahun dengan ratarata jumlah armada pole and line sebanyak 93 unit diperoleh rata-rata tingkat pengupayaan selama periode tahun 2000-20004 sebesar 133.07% dengan tingkat pengupayaan tertinggi pada tahun 2000 sebesar 161% dan terend ah pada tahun
58
2001 sebesar 123.96%. Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi kelebihan tingkat pengupayaan yaitu jumlah upaya penangkapan yang telah melampaui tingkat upaya optimum pada periode tahun 2000 - 2004 ( Gambar 12 dan Lampiran 4 ) Model produksi yang menggambarkan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya tangkap dapat dilihat pada Gambar 13 dan hasil simulasi model persamaan produksi setelah dihitung secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3
10000
C = 1.350466f-0.00060f²
9000
MSY
Produksi(ton)
8000 7000
2003
6000 5000
• •
2004
•
2002
4000
•
3000
2001
• 2000
2000 1000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Upaya tangkap (hari)
Gambar 13. Hubungan produksi sumber daya ikan cakalang dan upaya penangkapan dengan model Schaefer Gambar 13 menunjukan bahwa setiap dilakukan upaya penangkapan sebesar 1 hari penangkapan maka diperoleh hasil tangkapan ikan cakalang sebesar 0.000060 ton. Pada kondisi upaya tangkap telah melebihi nilai batas upaya tangkap optimum (f opt) sebesar 11.229 hari per tahun dan hasil tangkapan maksimum (MSY) sebesar 7582.69 ton per tahun maka akan terlihat hasil tangkapan semakin menurun bahkan dapat menyebabkan kepunahan pada sumber daya cak alang yang dieksploitasi. Upaya penangkapan optimum (f
opt )
dengan melakukan simulasi diperoleh
sebesar 10.518 hari per tahun dengan jumlah hasil produksi maksimum lestari (MSY) 7582.69 ton per tahun. Jika terjadi penambahan upaya tangkap secara terus me nerus hingga mencapai 22.508 hari per tahun maka sumber daya cakalang yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan akan mengalami penurunan hingga mencapai titik nol. Perolehan hasil simulasi menunjukan hal yang sama yaitu
59
telah terjadi over eksploited pada tahun 2004 dan kelebihan upaya tangkap sejak tahun 2000 hingga 2004 (Lampiran 3). 4.2.2. Pola musim penangkapan Penangkapan ikan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dilakukan hampir sepanjang tahun namun hasil tangkapan selalu berfluktuasi tergantung musim penangkapan. Terkait dengan hal tersebut untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan diperlukan analisis tentang sifat musiman ikan cakalang. Pola musim penangkapan cakalang dianalisis dengan metode ratarata bergerak (moving av erage) dengan kriteria penentuan musim didasarkan pada besaran indeks musim penangkapan (IMP). Berdasarkan analisis moving average, terlihat bahwa musim penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan cenderung berfluktuasi setiap bulannya dengan kisaran IMP antara 41.868% – 130.801% (Gambar 14). Musim penangkapan terjadi pada bulan Februari sampai Juni dengan nilai IMP masingmasing sebesar 130.801%, 125.336%, 116.005%, 112.980%, 126.751% dan bulan September sampai Oktober dengan nilai IMP 103.481% dan 114.635%. Puncak musim terjadi pada bulan Februari dan Juni. Perhitungan IMP dapat dilihat pada
Indeks Musim Penangkapan (%)
Lampiran 5.
140 120 100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Bulan
Gambar 14. Pola musim penangkapan ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan
60
4.3 Sub Sistem Produksi Ikan Sub sistem produksi yang dikaji dalam sistem usaha perikanan ini adalah faktor teknis produksi yang be rpengaruh terhadap hasil tangkapan cakalang. Berdasarkan hasil identifikasi awal terhadap semua faktor produksi yang terkait dengan kegiatan penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan ditetapkan faktor produksi yang dimasukan dalam model produksi yang merupakan faktor indipenden (X) adalah jumlah anak buah kapal (ABK) (X1 ), hari operas (X2 ), bahan bakar minyak (BBM) (X3), umpan hidup (X 4), umur kapal (X5 ), daerah penangkapan (X6) dan musim penangkapan (X7 ). Jumlah hasil tangkapan yang merupakan faktor dipenden (Y) yang dimasukan ke dalam model produksi dalam satuan kilogram (kg) Berdasarkan hasil analisis regresi dan koreasi pada Lampiran 6 diperoleh hubungan persamaan faktor-faktor teknis produksi dengan hasil tangkapan pole and line sebagai berikut : Y = 45.121 + 13.297 – 16.600 + 0.095 + 33.111 + 0.854 – 2.573 + 248.060 Hasil analisis regresi dan korelasi pada Lampiran 6 menunjukan secara deskriptif rata-rata hasil tangkapan dengan menggunakan data sebanyak 60 buah adalah 333 kg dengan standart deviasi 162.815 kg. Selanjutnya rata -rata jumlah ABK sebanyak 11 orang dengan standart deviasi sebesar 1 orang, rata -rata hari operasi (HOP)
16 hari dengan stand art deviasi sebesar 1,076 hari, rata -rata
jumlah BBM 143 liter dengan standart deviasi sebesar 49.972 liter, rata -rata jumlah umpan sebanyak 11 ember dengan standart deviasi 1.909 ember, rata -rata umur kapal 12 tahun dengan standart deviasi 1.902 tahun, rata-rata daerah penangkapan sejauh 10 mil dengan standart deviasi sebesar 1.268 mil dan ratarata musim penangkapan 0.15 dengan standar deviasi 0.36. Berdasarkan hasil analisis korelasi matriks Pearson menunjukan bahwa besar hubungan antar variabel dipende n (hasil tangkapan) dengan variabel indipenden (faktor- faktor produksi) pada tingkat korelasi di atas 0,5 secara berurutan dari yang terbesar adalah musim penangkapan (X7 ) sebesar 0,857, umpan hidup (X4) sebesar 0,804, daerah penangkapan (X6) sebesar 0,363, ABK (X1 ) sebesar 0.355, bahan bakar minyak (X 3) sebesar 0,166, hari operasi (X2) sebesar -0,178 dan umur kapal (X5) sebesar -0.024.
61
Tingkat Signifikansi koefisien korelasi satu sisi dari output yang diukur dari probabilitas (P< 0,01) dan (P < 0,05) menghasilkan angka yang bervariasi. Terlihat bahwa variabel bebas yang berkorelasi secara signifikan adalah Umpan (X4 ) dengan probabilitas 0,00 yang lebih kecil dari 0,01, musim penangkapan (X7) dengan probabilitas 0,00 yang lebih kecil dari 0,01, daerah penangkapan (X6) dengan probabilitas 0,02
yang lebih kecil dari 0,05 dan ABK (X1) dengan
probabilitas 0,02 yang lebih kecil dari 0,05. Variabel bebas yang berpengaruh negatif dan sangat lemah tarhadap hasil tangkapan adalah umur kapal (X5) sebesar -0.024, hari operasi (X2) sebesar 0,178, bahan bakar minyak (X3 ) sebesar 0,166, anak buah kapal sebesar 0,355 dan daerah penangkapan sebesar 0,363. Angka negatif pada variabel ABK dan hari operasi menunjukan adanya arah hubungan yang berlawanan dimana hal tersebut menunjukan bahwa semakin bertambah hari operasi dan umur kapal, akan membuat hasil tangkapan semakin berkurang dan sebaliknya angka positif pada variabel lainnya menunjukan bahwa semakin bertambah jumlah variabel tersebut maka hasil tangkapan semakin bertambah. Analisis variabel yang tidak layak masuk dalam model regresi yang akan dikeluarkan satu persatu dapat dilihat pada tabel variabel entered /removed (Lampiran 6). Pada lampiran tersebut terdapat enam model analisis yang dimulai dengan memasukan semua variabel ke dalam model hingga model keenam variabel yang layak untuk dikeluarkan adalah umur kapal, daerah penangkapan, BBM, ABK dan HOP. Variabel bebas yang layak masuk dalam model regresi dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.805 (81%) adalah musim dan umpan sehingga model produksi sumber daya ikan cakalang dengan menggunakan pole and line adalah sebagai berikut: Y = 92.678 + 33.717(X4) + 260.386(X 7) Model persamaan produksi diatas menunjukan bahwa faktor teknis produksi yang be rpengaruh sangat nyata terhadap hasil tangkapan adalah umpan hidup (X4) dan musim penangkapan (X7). Persamaan di atas dapat menjelaskan bahwa jika tidak ada umpan hidup dan musim penangkapan yang diperhitungkan dalam model maka hasil tangkapan yang diperoleh dalam sehari operasi penangkapan akan sebesar 92.678 kg dimana jika terjadi penambahan 1 ember umpan hidup
62
dalam sehari operasi penangkapan maka akan menambahkan 33.717 kg hasil tangkapan dan jika terjadi penambahan penangkapan dalam 1 musim maka akan meningkatkan 260.386 kg hasil tangkapan dalam sehari. Koefisien determainasi (R2) pada tabel hasil analisis yang digunakan untuk menjelaskan kontribusi variabel bebas terhadap hasil tangkapan adalah Adjusted R2 (R2 yang disesuaikan). Semakin tinggi nilai R2 yang disesuaikan maka semakin baik model regresi yang digunakan sehingga berdasarkan koefisien determinasi (R2 ) maka model ke 6 yang digunakan dalam model regresi ini dengan nilai sebesar 0.805. Hal ini menunjukan bahwa 81 % faktor–faktor teknis (X) di dalam model dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap hasil tangkapan sedangkan sisanya sebesar 19 % merupakan kontribusi dari faktor-faktor teknis lain yang belum diperhitungkan dalam model. Hasil uji Anova atau F test ditunjukan dengan F hitung pada model ke-6 122.447 dengan tingkat signifikansi 0,000 dimana probabilitasnya jauh lebih kecil dari 0,05 ataupun 0,01. Model regresi ini bisa dipakai untuk memprediksi hasil tangkapan. Dengan kata lain umpan dan musim penangkapan secara bersamasama berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Hasil analisis nilai VIF (variance inflation factor) menunjukan tidak ada variabel bebas yang multikoliniearitas karena ketentuan bahwa nilai VIF lebih besar dari 5 menunjukan multikolinearitas. Hasil Uji t menunjukan signifikansi konstanta dan variabel dipenden (hasil tangkapan) berdasarkan probabilitas > 0,05 H0 diterima dan < 0,05 H0 ditolak maka terlihat dalam variabel umpan dan musim dalam kolom signifikansi adalah 0.000 atau probabilitasnya jauh dari 0,05 sehingga H0 d itolak atau koefisien regresi signifikan. Dengan kata lain bahwa umpan dan musim benar-benar berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Secara lengkap hasil analisis model produksi dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.4 Sub Sistem Pemasaran Langkah awal yang dilakukan dalam Sub sistem pemasaran sistem usaha perikanan cakalang ini adalah survei pasar untuk mengetahui saluran pemasaran yang ada dengan harga ikan lokal dan perusahaan serta kebutuhan konsumen.
63
Langkah
selanjutnya
adalah
menganalisis
pendapatan
nelayan
dengan
perbandingan harga tersebut dan dilanjutkan dengan analisis kelayakan usaha. Pemasaran hasil tangkapan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yaitu ; dijual langsung ke perusahaan induk yang bermitra dengan harga jual yang telah ditentukan bersama dan cara kedua yaitu; disalurkan ke pedagang pengumpul lokal di Tidore Kepulauan maupun Ternate untuk selanjutnya dijual ke konsumen. Secara umum saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 15. Saluran Pemasaran 1
Nelayan
Perusahaan inti (Mitra)
Konsumen Dalam Negeri (domestik)
Eksport
Saluran Pemasaran 2 Nelayan
Pedagang pengumpul Lokal
Konsumen Akhir
Gambar 15. Saluran pemasaran hasil tangkapan nelayan Kota Tidore Kepulauan 4.4.1 Harga ikan Berdasarkan harga ikan yang ditetapkan perusahaan maupun harga lokal yang dijual nelayan kepada pedagang pengumpul ikan maka terdapat perbedaan harga yang cukup menyolok. Perbedaan harga tesebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Harga ikan berdasarkan ukuran yang ditetapkan perusahaan dan pasaran lokal Ukuran Ikan Harga Ikan/kg Harga ikan/kg (Setelah pemotongan (sebelum pemotongan harga kapal) harga kapal) Perusahaan Size A: 2,6 – 7 kg Rp 3600 Rp 3700 Ocean Size B: 2 – 2,5 kg Rp 2600 Rp 2750 Mitra Mas Size C: < 1,9 kg Rp 1800 Rp 2050 Pedagang Size A: 2,6 – 7 kg Rp 5.000 Pengumpul Size B: 2 – 2,5 kg Rp 5.000 (dibo-dibo) Size C: < 1,9 kg Rp 2500 Sumber : Perusahaan Ocean Mitra Mas dan Pedagang Pengumpul
64
Harga ikan yang ditetapkan perusahaan Ocean Mitra Mas kepada nelayan Kota Tidore Kepulauan dengan kisaran harga dari Rp 1800–Rp 3600 per kilogram merupakan ketetapan harga yang berlaku hingga saat ini. Harga ikan ini ditetapkan berdasarkan pemotongan harga kapal yang diinvetasikan dan biaya sarana produksi lainnya seperti BBM, es dan lain- lain yang diberikan perusahaan kepada nelayan. Harga ikan sebenarnya berkisar antara Rp 2050-Rp 3700 per kilogram. Hasil perhitungan pemotongan harga yang diberikan perusahaan terhadap investasi kapal dan lain- lain dapat dilihat pada Lampiran 7. Sedangkan harga ikan yang berasal dari pedagang pengumpul berkisar antara Rp 2500–Rp 5000 rupiah bergantung kepada musim ikan dimana jika pada bulan-bulan tertentu terdapat ikan yang cukup banyak yang dikenal dengan musim ikan maka harga ikan dapat turun mencapai Rp 2500 per ekor per kilogram. Namun jika musim ikan kurang atau dikenal dengan paceklik maka harga ikan dapat mencapai Rp 5.000 per ekor per kilogram.
4.4.2 Pendapan nelayan (ABK) Setelah diberikan pembagian hasil (50% : 50%) antara pemilik kapal dengan ABK secara keseluruhan maka berdasarkan hasil perhitungan analisis pendapatan ABK dalam usaha penangkapan cakalang yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan dengan harga ikan yang ditetapkan perusahaan yang berkisar antara Rp 2050 sampai Rp 3700 per kilogram diperoleh rata–rata pendapatan bersih yang diterima satu unit kapal pole and line sebesar 7.433.438 per bulan. Penerimaan pemilik kapal dan ABK secara keseluruhan masing- masing sebesar Rp 3.715.261 per bulan. Setelah dilakukan pembagian maka rata-rata pendapatan ABK sebesar Rp 337.751 per orang per bulan. Berdasarkan harga ikan yang diperoleh dari pedagang pengumpul yang berkisar antara Rp 2500 sampai Rp 5.000 per ekor per kilogram diperoleh ratarata pendapatan bersih yang diterima satu unit kapal pole and line sebesar Rp 13.081.987 per bulan. Penerimaan pemilik kapal dan ABK secara keseluruhan masing- masing sebesar Rp 7.165.989 per bulan. Setelah dilakukan pembagian maka rata-rata pendapatan ABK sebesar Rp 533.007 per orang per bulan.
65
Hasil perhitungan di atas setelah dibandingkan dengan upah minimum yang ditetapkan pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara sebesar Rp 720.000 per bulan maka pendapatan nelayan masih d i bawah upah minimum provinsi. sehingga dapat dikatakan pendapatan ini masih tidak layak. Hasil analisis pendapatan dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.4.3 Kelayakan usaha Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui secara finansial apakah usaha penangkapan cakalang yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan layak untuk dilanjutkan atau dikembangkan. Analisis ini berdasarkan pada perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net BC Ratio), Break even Point (BEP) dan analisis Pay back period untuk mengetahui berapa lama pengembalian modal usaha atau investasi yang diberikan perusahaan. Rata-rata produksi hasil tangkapan yang dianalisis adalah sebesar 4140 kilogram per bulan dengan biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp 861.356 per bula n, biaya tidak tetap (variable cost) sebesar Rp 5.969.055 per bulan dan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 6.830.411 per bulan Penerimaan nelayan tiap kapal berbeda tergantung kepada biaya -biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dan harga penjualan ikan. Rata-rata penerimaan satu unit kapal dengan harga ikan perusahaan dan pedagang pengumpul bervariasi dan berbeda sangat jauh yaitu Rp 13.483.188 dan Rp 19.001.042 per bulan. Hal ini ditunjukan dengan has il analisis selanjutnya yaitu diperoleh nilai rata-rata Net BC-Ratio untuk harga ikan yang diberikan perusahaan sebesar 2.03 yang berarti usaha ini layak untuk dikembangkan. Untuk harga ikan yang diberikan oleh nelayan pengumpul nilai Net BC ratio sebesar 2,85.
Hal ini memperlihatkan bahwa perbandingan harga
antara perusahaan dan nelayan cukup berbeda tingkat penerimaan maupun kelayakan yang diperoleh pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan. Hasil analisis BEP untuk harga ikan yang dibe rikan perusahaan ternyata berbeda setiap kapal yang beroperasi tergantung hasil tangkapan dan biaya –biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan. Diperoleh rata-rata BEP pada nilai
66
produksi sebesar 494 kilogram per bulan dan rata-rata BEP pada nilai jual ikan Rp8.281.581 per bulan dan harga ikan nelayan pengump ul rata-rata produksi sebesar 295 kilogram dan rata-rata hasil penjualan sebesar Rp 1.344.191. Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa usaha yang dijalankan nelayan Kota Tidore Kepulauan masih layak dilanjutkan ataupun dikembangkan karena nilai produksi dan nilai jual ikan yang diperoleh nelayan pada kenyataannya masih di atas nilai break even point (BEP). Jangka waktu pengembalian modal untuk setiap kapal pole and line berbeda tergantung pada hasil tangkapan, biaya -biaya yang dikeluarkan dan harga penjualan ikan. Dengan harga ikan yang ditetapkan perusahaan, diperoleh PBP sebesar 8 tahun sedangkan dengan harga ikan yang dijual ke pedagang pengumpul, pengembalian modal untuk setiap kapal selama 5,5 tahun usaha dijalankan. Hasil perhitungan analisis BC Ratio, Break event point (BEP) dan Pay back period (PBP) dapat dilihat pada Tabel 8 dan selengkapnya pada Lampiran 11. Tabel 8. Hasil perhitungan nilai BC ratio, BEP dan PBP dengan harga ikan perusahaan dan pasar lokal Nilai Indikator Net BC Ratio Break event point (Kg) Break event point (Rp) Pay back period
Harga Ikan Perusahaan
Harga Ikan Pasar Lokal
2.03 295 3.281.581 8
2.85 494 1.344.191 5.5
67
5 PEMBAHASAN
5.1 Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan Sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan baik secara langsung maupun tidak langsung melibatkan berbagai pihak yang diketahui sebagai para pelaku sistem. Agar pelaku dan kebutuhannya dapat diidentifikasi dengan baik maka memerlukan analisis kebutuhan. Analisis ini merupakan permulaan pengkajian dari suatu pendekatan sistem yaitu untuk mencari secara selektif apa saja yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak dalam sistem. Pada analisis kebutuhan, kepentingan utama yang selaras antar pelaku sistem adalah peningkatan pendapatan, ketersediaan sumber daya cakalang yang diharapkan dapat dieksploitasi terus menerus dan ketersediaan akan prasarana dan sarana produksi serta fasilitas penunjang seperti BBM, es, air, cold storage, rumpon, dermaga dan lain-lain. Kebutuhan pelaku sistem ini merupakan masalah yang memerlukan pemecahannya agar tujuan dan keberlangsungan sistem dapat dicapai. Pada diagram sebab akibat, dijelaskan bahwa dalam usaha perikanan cakalang sangat membutuhkan ketersediaan stok cakalang dan umpan. Untuk mendapatkan hasil tangkapan dari sumber daya yang dimanfaatkan membutuhkan unit penangkapan, sarana dan prasarana penangkapan. Perolehan hasil tangkapan yang baik dan berkualitas bergantung kepada penanganannya dan akan berdampak baik pada harga ikan dan para pelaku sistem. Selain itu kua litas ikan yang baik sangat dibutuhkan oleh pasar. Dalam Perikanan cakalang, hasil tangkapan dapat diperoleh bergantung juga kepada ketersediaan umpan. Umpan yang didapatkan membutuhkan unit penangkapan bagan yang mana bila rutinitas penangkapan terus menerus dapat berdampak negatif terhadap kelestaraian umpan sehingga membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah dalam hal ini sebagai penentu kebijakan untuk membuat aturan–aturan dalam pengelolaan sumber daya. Demikian halnya dengan pemanfaatan sumber daya cakalang bila upaya penangkapan yang berlebihan dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kelestariannya. Hal inipun membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah membuat kebijakan dalam bentuk aturan-aturan.
68
Selanjutnya harga ikan yang tinggi karena kualitasnya dan kebutuhan pasar yang tinggi akan berdampak kepada tingkat pendapatan nelayan dan kelayakan usaha. Layaknya usaha yang dijalankan dan pendapatan nelayan yang memadai akan dapat memberikan pengaruh positif terhadap semua pelaku sistem. Selain itu pengembalian modal dan kredit kepada pihak perusahaan, perbankan dan KUD dapat berjalan lancar. Perjanjian sumbangan pihak ketiga antara perusahaan dan pemda dapat dipenuhi dan pada akhirnya kebutuhan semua pelaku sistem dapat dipenuhi dan sistem usaha dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pada diagram input output terlihat bahwa input terkontrol dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan setelah diidentifikasi terdiri dari teknologi penangkapan berupa unit penangkapan dan alat bantu penangkapan, faktor-faktor teknis produksi, investasi usaha, manejemen kelembagaan dan harga ikan. Sedangkan input yang tak dapat dikontrol adalah sumber daya ikan, harga BBM, musim penangkapan, kondisi oceanografis perairan dan daerah penangk apan. Tujuan yang ingin dicapai merupakan output yang dikehendaki. Output yang tidak dikehendaki merupakan kehendak yang tidak diinginkan terjadi dalam sistem usaha yang dijalankan sehingga bila hal itu terjadi dapat dikendalikan oleh manejemen pengendalia n sehingga output yang tidak dikehendaki dapat diminimalkan . Output yang dikehendaki dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari keuntungan usaha, harga ikan meningkat, peningkatan pendapatan nelayan dan pemerinta h daerah, usaha penangkapan dapat berlanjut dengan kelestarian sumber daya yang terjamin dan berkelanjutan. Sedangkan output yang tidak dikehendaki adalah usaha yang dijalankan rugi, pendapatan nelayan menurun karena harga ikan yang tetap dan sumber daya ikan terganggu kelestariannya. Faktor eksternal yang juga be rperan penting dalam sistem usaha
yaitu
faktor lingkungan dalam hal ini adalah keterlibatan sumber daya manusia dalam membuat peraturan dan undang–undang untuk keberlanjutan sistem usaha yang ada.
69
Informasi tentang sumber daya ikan yang meliputi potensi dan musim sangat penting peranannya dalam menilai fisibilitas awal pengembangan perikanan cakalang sehingga hal itu merupakan kendala utama dalam sub sistem sumber daya yang teridentifikasi dalam usaha perikanan di Kota Tidore Kepulauan. Sarana dan prasarana produksi berperan strategis dalam pengembangan usaha. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai merupakan jaminan berkembangnya usaha sehingga keterbatasan dan ketidak tersedianya sarana dan prasarana dalam usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan merupakan kendala utama dalam sub sistem produksi. Selanjutnya pengolahan dan pemasaran yang merupakan mata rantai terakhir dari suatu sistem usaha sangat dibutuhkan dalam suatu pengembangan usaha sehingga industri pengolahan yang tidak tersedia dan pemasaran yang tidak jelas merupakan faktor kendala dalam sub sistem pemasaran yang dapat menghambat usaha pengembangan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Untuk melihat kondisi riil pasar dan pendapatan nelayan di Kota Tidore Kepulauan maka harga ikan perlu diketahui sehingga kondisi harga ikan yang relatif rendah adalah faktor kendala dalam sistem usaha tersebut. Berdasarkan laporan Monintja et al ( 2001) bahwa sebagian besar potensi cakalang di Indonesia berada di Kawasan Timur Indonesia dan Halmahera merupakan salah satu wilayah yang sangat potensial bagi ikan tersebut sehingga kondisi perairan Tidore Kepulauan yang merupakan bagian dari perairan Halmahera adalah fa ktor pendukung dalam sistem usaha perikanan yang ada. Industri penangkapan dengan menggunakan pola PIR yang melibatkan nelayan, perusahaan dan KUD merupakan faktor pendukung karena perusahaan sangat berperan penting untuk menyediakan sarana produksi seperti kapal, alat, BBM, air tawar dan es, membina dan membimbing nelayan sebagai anggota plasmanya sehingga hal tersebut dapat membantu nelayan. Demikian pula dengan kebutuhan pasar lokal maupun antar daerah dalam mengkonsumsi ikan cakalang sangat tinggi sehin gga proses pemasaran lokal berjalan lancar. Hal ini merupakan faktor pendukung dalam sistem usaha perikanan di Kota Tidore Kepulauan.
70
5.2 Status Potensi Sumber Daya dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Cakalang di Perairan Kota Tidore Kepulauan Kota Tidore Kepulauan dilihat secara geografis yang terletak pada 127 020' BT – 127 080' BT dan 0050 ' LU – 0 005' LS memiliki perairan laut yang tidak terlalu luas dengan daerah penangkapan yang terbatas. Keterbatasan daerah penangkapan ini membuat seringkali nelayan Kota Tidore Kepulauan melakukan penangkapan hingga ke perairan Bacan. Untuk memanfaatkan sumber daya perikanan yang ada secara optimal memerlukan pengelolaan yang hati-hati dan rasional dengan informasi status sumber daya yang ada pada perairan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu ketersediaan dan kelestarian sumber daya yang ada sehingga usaha perikanan dapat dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan. Sesuai dengan pernyataan Nikijuluw (2001), bahwa pemanfaatan sumber daya ikan perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi kelebihan penangkapan (over fishing) Sumber daya cakalang di Kota Tidore Kepulauan merupakan sumber daya perikanan yang dominan dengan produksi tertinggi dibandingkan sumber daya ikan lainnya (Tabel 3). Teknologi penangkapan yang digunakan dala m usaha penangkapan sumber daya ini adalah pole and line dengan ukuran 10–15 GT . Potensi lestari ikan cakalang atau Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 7582.69 ton per tahun dengan upaya penangkapan optimum (f Opt) sebesar 11.229 hari per tahun. Berdasarkan data produksi pada tahun 2000 sampai 2004, tingkat pemanfaatan cakalang di perairanan Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2004 telah melebihi MSY yaitu sebesar 9750.5 ton (128.59%). Demikian pula tingkat pengupayaan yang telah melampaui upaya penangkapan optimu m sejak tahun 2000 hingga 2004. Kondisi tersebut termasuk dalam kategori tingkat pemanfaatan over fishing. Azis (1989) mengelompokan tingkat pemanfaatan menjadi tiga kategori, yaitu Pertama; tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama dengan 65% dikategorikan dalam pemanfaatan under eksploited, Kedua ; Tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65% dan lebih kecil dari 100% dikategorikan dalam pemanfaatan optimal dan Ketiga; tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100% dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing.
71
Kondisi over fishing yang terjadi di perairan Kota Tidore Kepulauan diduga karena kelebihan jumlah armada tangkap dan upaya tangkap yang melebihi upaya tangkap optimum (f opt). Selain itu diduga karena kondisi lingkungan perairan Kota Tidore Kepulauan tidak dapat dijadikan sebagai daerah penangkapan, penyebaran dan habitat ikan cakalang. Hal ini karena sebagian perairan Kota Tidore Kepulauan yaitu pada bagian barat dan selatan merupakan jalur pelayaran kapal-kapal niaga sehingga timbul kendala dalam pengoperasian rumpon dan alat tangkap. Keterbatasan daerah penangkapan dengan jumlah armada yang banyak dioperasikan pada daerah yang sama kemungkinan besar menyebabkan terjadinya over eksploited. Di samping itu perairan yang dijadikan sebagai jalur pelayaran dapat mengalami kerusakan karena pencemaran dan dapat terjadi degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi ikan cakalang. Menurut Paulus (1987), bahwa dalam memilih dan menentukan daerah penangkapan, harus memenuhi syarat-syarat antara lain : (1) Kondisi daerah tersebut harus sedemikian rupa sehingga ikan dengan mudah datang dan berkumpul dalam gerombolan, (2) daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, (3) daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan. Selanjutnya menurut Dahuri (2002) kondisi over fishing tidak hanya disebabkan oleh tingkat penangkapan yang melampaui potensi lestari sumber daya perikanan tetapi juga disebabkan karena pencemaran sehingga kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan maupun asuhan bagi sumber daya ikan. Untuk menghindari terjadi over fishing yang berkelanjutan di perairan Kota Tidore Kepulauan hingga dapat menyebabkan terjadi penurunan produksi terus menerus maka tidak ada lagi peluang untuk meningkatkan atau menambah unit penangkapan maupun upaya penangkapan pada tahun mendatang. Hal ini berarti secara tidak langsung memberikan kesempatan sumber daya tersebut tumbuh dan berkembang kembali. Alternatif yang dapat ditempuh dalam melihat kondisi yang terjadi adalah merekomendasikan pengurangan jumlah unit penangkapan maupun upaya penangkapan yang ada. Namun hal tersebut sangat sulit dilakukan karena akan
72
menimbulkan konflik baru dimana akan berdampak pada lapangan kerja dan tingkat kesejahteraan nelayan. Dengan demikian alternatif pengembangannya adalah dengan memperluas daerah penangkapan hingga keluar dari perairan Kota Tidore. Keterlibatan pemerintah sangat dibutuhkan dalam membuat peraturan untuk konservasi daerah penangkapan, pengawasan dan pengontrolan terhadap daerah penangkapan dan musim penangkapan pada daerah penangkapan di perairan Kota Tidore Kepulauan khusus untuk armada tangkap pole and line .
5.3 Faktor-Faktor Produksi yang Berpengaruh Terhadap Hasil Tangkapan Cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan Pada umumnya produktivitas dari suatu unit penangkapan merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi. Faktor–faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan terdiri dari umpan hidup dan musim penangkapan. Sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan adalah Jumlah ABK, Jumlah Hari Operasi, Jumlah BBM, Umur Kapal dan daerah penangkapan.
5.3.1 Umpan hidup Berdasarkan hasil analisis model fungsi produksi ternyata umpan hidup sangat be rpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan berkorelasi positif. Semakin banyak jumlah umpan ya ng digunakan maka hasil tangkapan semakin besar. Hal ini disebabkan karena umpan merupakan faktor yang sangat penting dalam perikanan cakalang. Ketersediaan umpan dapat menghambat atau memperlancar operasi penangkapan yang ada karena aktivitas operasi penangkapan tidak dapat dilakukan apabila ketersediaan umpan hidup tidak cukup. Umpan hidup ini digunakan untuk menarik ikan cakalang agar berkumpul didekat kapal sehingga mempermudah proses pemancingan. Berdasarkan hasil analisis hubungan umpan dengan produksi maka jumlah umpan hidup dalam memperoleh produksi optimal untuk pengembangan perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan sebesar 16 ember per hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 16.
73
Produksi (kg per hari)
1000 800 600 400 200 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Umpan hidup (ember per hari) Gambar 16. Optimasi hubungan produksi (kg) dengan umpan hidup (ember) Gambar 16 menunjukan estimasi nilai optimum jumlah umpan hidup dalam memperoleh produksi optimal pada perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan sebesar 16 ember per hari. Hasil observasi langsung di lapangan dewasa ini umpan hidup merupakan kendala utama dalam perikanan cakalang karena ketersediaannya yang terbatas menyebabkan harga umpan semakin hari semakin meningkat serta daerah penangkapan umpan yang semakin jauh. Seringkali operasi penangkapan tidak dapat dilanjutkan karena nelayan tidak memperoleh umpan dengan jumlah yang memadai akibatnya terjadi pemborosan biaya operasional. Menghadapi kondisi tersebut maka untuk mencukupi kebutuhan umpan memerlukan pengembangan daerah penangkapan umpan diluar Kota Tidore Kepulauan.
5.3.2 Musim penangkapan Berdasarkan analisis model fungsi produksi ternyata musim sangat berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan berkorelasi positif. Semakin ditingkatkan aktifitas penangkapan pada musim penangkapan akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini karena musim sangat bergantung pada cuaca dan kondisi perairan. Berpengaruhnya musim terhadap hasil tangkapan diduga karena terjadinya peralihan musim dari tidak musim ikan ke musim ikan pada saat penelitian. Musim sangat erat hubungannya dengan kondisi cuaca sehingga
74
terlihat jelas pada kondisi cuaca buruk dan bergelombang pada bulan Januari menghasilkan hasil tangkapan yang sedikit karena operasi penangkapan tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Sedangkan pada akhir penelitian pada bulan Maret terlihat hasil tangkapan mulai meningkat. Hal ini ditunjukan oleh musim penangkapan ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan yang terjadi pada bulan Februari sampai Juni dan bulan September sampai Oktober dengan indeks musim penangkapan yang diperoleh berkisar antara 103.481% sampai 130.801. Puncak musim terjadi pada bulan Februari dan Juni dengan IMP sebesar 130.801% dan 126.751%. Hal ini menunjukan bahwa pada bulan Februari dan Juni terjadi peningkatan produksi sebesar 26 % sampai 30 % di atas produksi rata–rata bulanan ( 3.061 kg). Puncak musim ini ternyata ada sedikit perbedaan dengan pembagian puncak musim menurut
Monintja et al. (2001), bahwa
puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan Halmahera terjadi pada bulan September s/d Oktober dan Pebruari s/d April. Hal ini terjadi karena wilayah perairan yang menjadi daerah penangkapan nelayan di Kota Tidore Kepulauan yaitu sebagian pada perairan Halmahera dan lainnya pada perairan di luar perairan tersebut . Melihat kondisi musim penangkapan yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan maka kegiatan operasi penangkapan perlu lebih diintensifkan pada bulan–bulan dimana terjadi musim ikan yaitu pada bulan Februari sampai Juni dan September sampai Oktober. Selanjutnya ketika tidak musim ikan, sebaiknya dilakukan kegiatan perbaikan atau perawatan kapal terutama docking pada bulan Nofember sampai Januari dan Juli sampai Agustus. Untuk lebih jelasnya optimasi faktor teknis musim dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 menunjukan estimasi indeks musim penangkapan dalam memperoleh hasil tangkapan optimal sebesar 1 dimana angka 1 menunjukan terjadinya musim penangkapan yaitu pada bulan Februari sampai Juni dan bulan September sampai Oktober dengan produksi dapat mencapai 820 kilo gram per hari . Angka nol menunjukan tidak musim penangkapan yaitu pada bulan Januari, Juni, Juli, Nofember dan Desember dengan produksi yang dapat dicapai sebesar 150 kilogram per hari.
Produksi (kg per hari)
75
1000 800 600 400 200 0
0
1
1
2
Indeks Musim Penangkapan Gambar 17. Optimasi hubungan produksi (kg) dengan indeks musim penangkapan (IMP) 5.3.3 Jumlah anak buah kapal Anak Buah Kapal adalah orang-orang yang be rperan langsung dalam setiap kegiatan operasi penangkapan. Dalam operasi penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan jumlah ABK kapal berkisa r antara 9 – 13 orang. Berdasarkan analisis model fungsi produksi ternyata jumlah ABK tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan berkorelasi negatif. Semakin bertambah jumlah ABK akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini diduga berhubungan dengan musim penangkapan dimana pada saat penelitian yang didominasi oleh tidak musim ikan namun fluktuasi jumlah ABK tidak berbeda jauh bahkan cenderung meningkat. Selain itu kemungkinan jumlah pemancing pada saat operasi penangkapan mempunyai keahlian relatif sama. 5.3.4 Jumlah hari operasi penangkapan (HOP) Hari operasi penangkapan merupakan lama waktu yang digunakan unit penangkapan dalam kegiatan operasi penangkapan yang dihitung sejak kapal menuju fishing ground hingga selesai beroperasi dan kembali mendaratkan hasil tangkapannya di dermaga. Jumlah hari operasi dalam operasi penangkapan berkisar 15-20 hari per bulan. Berdasarkan hasil analisis model fungsi produksi ternyata jumlah hari operasi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan berkorelasi negatif.
76
Sebuah armada penangkapan dengan jumlah hari operasi yang tinggi seharusnya memberikan hasil tangkapan yang banyak karena aktivitas penangkapan akan memiliki kesempatan mengoperasikan alat tangkapnya lebih banyak. Namun hubungan antara HOP dan hasil tangkapan yang berkorelasi negatif dalam analisis ini diduga berhubungan dengan ketersediaan sumber daya yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan yang semakin berkurang sesuai dengan analisis status potensi sumber daya cakalang yang telah mengalami over fishing. Selain itu diduga saat penelitian musim yang didominasi oleh tidak musim ikan karena kondisi cuaca perairan penyebab tidak berpengaruhnya HOP terhadap hasil tangkapan.
5.3.5
Jumlah bahan bakar minyak Bahan bakar minyak adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
melakukan kegiatan operasi penangkapan. Bahan bakar tersebut digunakan untuk menggerakan mesin kapal dan mesin bantu penangkapan ikan. Model fungsi produksi menghasilkan bahwa BBM tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan berkorelasi positif. Hal ini diduga karena jangkauan lokasi daerah umpan dan daerah penangkapan ikan cakalang relatif sama dan sempit serta penggunaan rumpon sebagai daerah penangkapan sehingga tidak membutuhkan jumlah BBM yang banyak untuk mengejar gerombolan ikan.
5.3.6 Umur kapal Umur kapal termasuk salah satu faktor teknis yang cukup penting dalam suatu usaha perikanan. Umur kapal mulai dihitung dari pertama kali kapal beroperasi hingga saat sekarang. Umumnya kapal-kapal pole and line yang beroperasi di perairan Kota Tidore Kepulauan mempunyai umur yang bervariasi sekitar 9 sampai 16 tahun. Analisis model fungsi produksi menghasilkan bahwa umur kapal tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini diduga karena umur kapal masih dalam kisaran umur ekonomis apalagi kapal yang digunakan bahannya terbuat dari fiber. Di samping itu perawatan kapal selama ini cukup memadai
77
sehingga kemampuannya masih relatif prima untuk menjelajahi daerah penangkapan ikan yang tidak terlalu jauh, walaupun umur kapal berbeda. 5.3.7 Daerah penangkapan (Fishing ground) Daerah pe nangkapan (Fishing ground) adalah lokasi tempat dimana terjadi operasi pemancingan dilakukan. Dalam Operasi penangkapan ikan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan umumnya dilakukan disekitar rumpon namun kadangkala dilakukan penangkapan diluar dari lokasi penempatan rumpon. Berdasarkan analisis model fungsi produksi ternyata daerah penangkapan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini diduga karena operasi penangkapan ikan dilakukan pada wilayah perairan yang tidak terlalu luas sehingga daerah penangkapan ikan antar kapal hampir berdekatan dan umumnya sama-sama beroperasi di sekitar rumpon.
5.4 Pendapatan dan Kelayakan Usaha Pendapatan nelayan selain tergantung pada biaya-biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan juga tergantung pada banyaknya hasil tangkapan dan harga ikan. Harga ini ditentukan oleh perusahaan sebagai mitra kerja ataupun nelayan pengumpul sebagai pedagang ikan yang memasarkan secara lokal kepada konsumen lokal. Demikian halnya dengan kelayakan usaha, selain tergantung pada besarnya biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan juga tergantung kepada harga ikan yang berdampak pada tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Dalam perhitungan ekonomi penentuan harga ikan umumnya tergantung pada keseimbangan pasar berdasarkan jumlah penawaran dan permintaan. Apabila produksi melimpah sedangkan permintaan menurun maka harga ikan akan menurun dan sebaliknya apabila produksi berkurang dan permintaan meningkat maka harga ikan akan meningkat. Nelayan dan pemilik kapal dalam usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan tidak terlalu berperan dalam penentuan harga ikan karena harga telah ditentukan oleh perusahaan mitra berdasarkan ukur an (size) ikan dengan ketentuan yang disepakati bersama. Ketentuan harga ikan ini berbeda antara
78
perusahaan yang bergerak pada usaha penangkapan cakalang. Dari hasil survei dan wawancara dengan pedagang pengumpul, harga ikan di pasar-pasar lokal dengan ukuran yang disamakan dengan ukuran perusahaan, ternyata terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga ini menyebabkan pemilik kapal lebih memilih menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul dibandingkan menyerahkan kepada perusahaan. Sedangkan pedagang pengumpul akan menjual hasil tangkapan tersebut ke konsumen dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang dibeli. Tingginya harga cakalang yang dibeli oleh pedagang pengumpul disebabkan karena permintaan pasar lokal yang cukup besar terhadap ikan cakala ng. Tingkat konsumsi dan selera terhadap ikan cakalang sangat tinggi dibandingkan ikan lain baik dalam skala rumah tangga maupun pengusaha restoran. Dengan kondisi tersebut pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul lebih tinggi dibandingkan kepada perusahaan sehingga sering timbul konflik antara nelayan plasma dengan perusahaan inti karena nelayan tidak menepati perjanjian yang telah disepakati bersama. Akibatnya sistem dalam usaha perikanan cakalang dengan pola PIR tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pendapatan nelayan dengan harga ikan yang diberikan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 533.007 per bulan. Sedangkan pendapatan nelayan dengan harga ikan yang diberikan perusahaan sebesar Rp 337.751 per bulan. Di samping harga ikan, faktor lain yang menyebabkan perbedaan pendapatan yang diterima nelayan adalah biaya operasional yang dikeluarkan selama proses produksi dan kualitas ikannya. Hal ini disebabkan karena ketersediaan sarana produksi seperti BBM, es, air tawar, bahan kons umsi dan lain- lain, diperoleh dengan harga yang relatif tinggi karena sulit didapatkan di Kota Tidore dibandingkan di luar Kota Tidore. Selain itu penempatan kantor cabang perusahaan induk keberadaannya di Kota Ternate sehingga nelayan harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendapatkannya di luar Kota Tidore Kepulauan setiap kali beroperasi. Di samping itu sarana dan prasarana produksi lainnya seperti cold storage untuk menjaga kualitas ikan tidak dipunyai oleh nelayan ataupun perusahaan inti. Bahkan pelabuhan perikanan atau minimal PPI tidak tersedia padahal merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam suatu usaha perikanan.
79
Hasil analisis kelayakan usaha diperoleh nilai Net BC ratio untuk pedagang pengumpul sebesar 2.85 dan perusahaan sebesar 2.03 sehingga usaha yang dijalankan masih layak usaha dikembangkan. Nilai BEP untuk nilai produksi dengan harga ikan pedagang pengumpul dan perusahaan masing-masing sebesar 295 kg dan 494 kg. Selanjutnya berdasarkan nilai jual hasil tangkapan masingmasing sebesar Rp 3.281.581 per bulan dan Rp 1.344.191 per bulan. Pada kenyataannya volume produksi rata-rata unit pole and line sebesar 4140 kg per tahun dengan rata-rata nilai jual hasil tangkapan berdasarkan harga ikan yang ditetapkan perusahaan dan pedagang pengumpul masing- masing sebesar Rp 13.081.987 per bulan dan Rp 19.001.042 per bulan. Hal ini menunjukan bahwa usaha yang dijalankan masih memperoleh keuntungan dan layak untuk dikembangkan. Jika dihubungkan dengan periode pengembalian modal maka dengan harga ikan yang ditetapkan perusahaan, pengembalian investasi kapal dilakukan setelah usaha yang dijalankan 8 tahun. Sedangkan dengan harga ikan yang diberikan pedagang pengumpul maka pengembalian investasi kapal setelah usaha yang dijalankan 5 tahun 5 bulan. Menghadapi kondisi seperti di atas seharusnya perusahaan dapat mengambil suatu kebijakan dengan kembali merevisi harga ikan yang telah ditentukan sebelumnya sehingga sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan dapat diperta hankan bahkan berkembang dan saling menguntungkan diantara para pelaku sistem.
5.5 Kendala Optimalisasi dan Pengembangan Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan Optimalisasi dan pengembangan perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan setela h dianalisis sebelumnya mengalami beberapa kendala. Hasil pengkajian menunjukan bahwa kendala dalam pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan adalah : (1) tingkat pemanfaatan sumber daya cakalang yang telah mengalami over fishing, (2) keterbatasan daerah penangkapan cakalang dan umpan, (3) tidak tersedianya sarana dan prasarana produksi serta fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan seperti cold storage, PPI atau dermaga dan lain- lain serta perkantoran cabang perusahaan inti yang
80
bekerjasama dengan nelayan keberadaannya di luar Kota Tidore Kepulauan dan (4) harga ikan dan pendapatan nelayan yang relatif rendah. Potensi dan pemanfaatan sumber daya yang telah mengalami over fishing tidak memungkinkan untuk meningkatkan produk si hasil tangkapan bahkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi terus menerus. Daerah penangkapan yang hanya pada bagian selatan dan timur perairan Kota Tidore Kepulauan dengan batas wilayah kewenangan Kabupaten Kota yang hanya (< 4 mil) dengan jumlah armada yang ada menyebabkan keterbatasan daerah penangkapan yang tidak memungkinkan meningkatkan produksi hasil tangkapan. Perolehan umpan yang semakin sulit karena ketersediaan umpan yang terbatas menyebabkan operasi penangkapan tidak maksimal dan dapat mengakibatkan hasil tangkapan yang rendah. Fasilitas pendukung operasi penangkapan yang keberadaanya di luar Kota Tidore Kepulauan merupakan kendala dalam pengembangan sistem usaha perikanan cakalang yang ada. Menurut Lubis (2002) dan Murdiyanto (2004) bahwa prasarana pelabuhan perikanan sebagai prasarana ekonomi dan sosial merupakan penunjang yang mutlak diperlukan dalam pengembangan industri perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan di luar Kota Tidore Kepulauan menyebabka n fasilitas atau sarana yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi perikanan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Demikian halnya dengan penempatan kantor cabang perusahaan diluar Kota Tidore menyebabkan kurangnya pengontrolan dan pengawasan perusahaan terhadap kegiatan operasi penangkapan nelayan dan besarnya biaya operasional yang dikeluarkan nelayan karena harus melewati Kota Ternate sebelum melakukan operasi penangkapan. Selain itu kontrol dan pengawasan pemerintah setempat masih belum memadai dalam sistem usaha perikanan yang ada. Harga ikan yang relatif rendah diberikan perusahan kepada nelayan mengakibatkan pendapatan nelayan relatif rendah sehingga nelayan cenderung menjual hasil tangkapannya di luar perusahaan sebagai mitra kerjanya. Kecendrungan menjual hasil tangkapan di luar perusahaan ini menyebabkan lamanya pengembalian modal investasi kapal nelayan kepada perusahaan yang
81
bertanggung jawab dalam pengembalian modal ke perbankan dalam hal ini adalah BRI. 5.6 Arah dan Peluang Pengembangan Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan Pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan diarahkan pada peningkatan faktor–faktor baik secara biologi, teknis, sosial dan ekonomi dalam sub sistem sumber daya ikan, sub sistem produksi dan sub sistem pemasaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha. Hal tersebut dimaksud agar sistem usaha perikanan yang ada dapat menguntungkan bagi para pelaku usaha dan berkelanjutan. Peningkatan yang diharapkan yaitu dapat meningkatkan produksi dengan tetap me njaga kelestarian sumber daya yang ada, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan serta para pelaku yang terlibat dalam sistem usaha tersebut. Berdasarkan kendala pengembangan sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan, faktor–faktror pendukung yang dijadikan sebagai peluang pengembangan sistem usaha yang ada dengan keterlibatan pelaku sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan adalah ketersediaan sumber daya, faktor teknis produksi yang berpengaruh nyata dan pendapatan nelayan yang rendah. Ketersediaan potensi sumber daya cakalang yang pemanfataanya telah melampaui titik Maksimum Sustainable Yield (MSY) pada tahun 2004 sebesar 128.59 % dan upaya penangkapannya yang telah melampaui upaya penangkapan optimum (fopt) sejak tahun 2000 sebesar 161.00% hingga 2004 sebesar 126.81%. Dengan ini seharusnya direkomendasikan untuk pengembangan sistem usaha melalui pengurangan jumlah armada tangkap sebesar 29% dan upaya tangkap sebesar 27%. Namun kondisi sosial budaya nelayan di Kota Tidore Kepulauan dengan keterbatasan modal serta tingkat ketrampilan dan pendidikan yang relatif rendah maka sangat sulit dilakukan pengalihan usaha dengan teknologi penangkapan yang lain. Hal demikian akan menimbulkan konflik baru dimana akan berdampak pada tingkat sosial ekonomi nelayan.
82
Alternatif yang digunakan dalam mengatasi hal tersebut di atas adalah memperluas daerah penangkapan hingga keluar dari perairan Kota Tidore Kepulauan (> 4 mil) yaitu pada perairan Halmahera lainnya seperti Halmahera Selatan (Bacan)
yang merupakan daerah potensial ikan cakalang.
Daerah
potensial ini sesuai dengan yang dilaporkan Monintja et al (2001) bahwa wilayah yang memiliki potensi cakalang di Kawasan Indonesia Timur terdapat pada Peraiaran Sulawesi Utara, Halmahera, Maluku dan Irian Jaya. Alternatif pengembangan tersebut diatas akan masuk dalam wilayah kewenangan perairan kabupaten Halmahera Selatan sehingga membutuhkan kerjasama secara terpadu dengan wilayah perairan tersebut. Selanjutnya peningkatan perluasan lokasi daerah penangkapan cakalang akan membutuhkan kemampuan teknologi kapal untuk menjelajahi perairan yang cukup jauh dan harus dilengkapi dengan alat komunikasi dan navigasi yang sesuai dengan daerah operasi penangkapan. Hal ini berarti pengetahuan da n ketrampilan ABK juga harus ditingkatkan melalui penyuluhan dan pelatihan. Perluasan daerah penangkapan diiringi dengan penambahan jumlah rumpon yang direkomendasikan minimal 12 unit yang ditempatkan berjauhan dari penempatan sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi frekwensi melaut kapal dalam satu hari sebesar 50% dari jumlah armada yang ada yaitu 89 unit dengan penggunaan 1 unit rumpon dapat beroperasi 3 unit pole and line per hari (Lampiran 14). Keterlibatan pemerintah dalam penataan rumpon di perairan sangat penting dalam membuat peraturan untuk konservasi daerah penangkapan, pengawasan dan pengontrolan terhadap daerah penangkapan dan musim penangkapan di perairan Kota Tidore Kepulauan khusus untuk armada tangkap pole and line. Faktor-faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi seperti umpan dan musim penangkapan. Pengembangan dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah umpan hidup sebanyak 16 ember per hari dan peningkatkan aktivitas penangkapan pada musim ikan yaitu pada bulan Februari sampai Juni dan bulan September sampai Oktober (Lihat Gambar 16 dan 17) Untuk memenuhi penambahan jumlah umpan karena umpan semakin sulit diperoleh pada perairan Tidore Kepulauan maka penambahan tersebut diiringi
83
dengan perluasan daerah penangkapan umpan pada daerah potensial umpan yaitu perairan Halmahera Selatan (Bacan) dan Ternate. Daerah potensial umpan ini sesuai dengan laporan Hutomo et al (1987) yang diacu dalam Dahoklory (2000) bahwa beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia diketahui sebagai daerah yang baik untuk penyediaan umpan antara lain : Kepulauan Pelang, Kendari dan sekitarnya, Muna -Buton, Kepulauan Banda, Sekitar pulau Ambon, Pulau Seram, Pulau Bacan, Ternate, Pulau Buru, Tobelo dan sekitarnya Morotai dan lain- lain. Beberapa di antara daerah tersebut masih ada yang belum dieksploitasi. Selain faktor teknis produksi yang dikembangkan, pengembangan sistem usaha perikanan cakalang harus didukung pula dengan adanya fasilitas seperti pelabuhan perikanan atau minimal pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang memadai mengingat fasilitas ini tidak ada di Kota Tidore Kepulauan. Lubis (2002) dan Murdiyanto (2004) mengemukakan bahwa pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut sehingga usaha peningkatan produksi dapat dicapai. Di samping itu pengembangan gedung perkantoran cabang dibangun pada lokasi Kota Tidore. Pendapatan nelayan yang rendah berdasarkan perbandingan nilai UMR dan kelayakan usaha yang layak untuk dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan dengan meningkatkan harga ikan berdasarkan hasil simulasi harga ikan senilai 5280 rupiah per kilogram tanpa membedakan ukuran size dan perbaikan sistem bagi hasil di atas 45%:55% antara pemilik kapal (45%) dengan ABK (55%) (Lampiran 12 dan 13) Model pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada Gambar 18.
84
Gambar 18. Skematik hasil formulasi model pengembangan usaha perikanan cakalang Kota Tidore Kepulauan
85
6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Model pengembangan sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dengan mengkaji sub sistem sumber daya ikan, sub sistem produksi dan sub sistem pemasaran berdasarkan aspek biologi, teknologi sosial dan ekonomi menunjukan bahwa potensi sumber daya ikan cakalang telah mengalami over fishing pada tahun 2004 dengan tingkat pemanfaatan sebesar 128.59% dan kele bihan upaya penangkapan sejak tahun 2000 hingga 2004 sebesar 126.81 % sampai 161.00%. Faktor teknis produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan adalah umpan dan musim serta pendapatan nelayan yang rendah dan usaha yang masih layak untuk di kembangkan. 2
Model pengembangan sistem perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan pada sub sistem sumber daya ikan, dengan kondisi over fishing pada tahun 2004 dengan MSY sebesar 7582.69 ton dan f Optimum sebesar 11.229 hari, pada kondisi optimal dan berkelanjutan diarahkan pada perluasan daerah penangkapan lebih jauh dari kewenangan wilayah Kota Tidore Kepulaun yaitu >4 mil pada daerah Halmahera Selatan (Bacan) yang merupakan daerah potensial untuk ikan cakalang, peningkatan kemampuan teknologi armada penangk apan ( Kapasitas umpan, palkah, alat navigasi dan alat komunikasi), peningkatan
pengetahuan
dan
ketrampilan
nelayan
(pelatihan
dan
penyuluhan), peningkatan jumlah rumpon minimal 12 unit. 3
Model pengembangan sistem perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dalam sub sistem produksi pada kondisi optimal dan berkelanjutan diarahkan pada perluasan daerah penangkapan umpan > 4 mil yaitu daerah Ternate dan Bacan yang merupakan daerah potensial umpan, peningkatan jumlah umpan hidup >16 ember/hari, peningkatan aktivitas penangkapan pada musim ikan pada bulan Februari sampai Junidan bulan September sampai Oktober.
4
Model pengembangan sistem perikanan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan dalam sub sistem pemasaran pada kondisi optimal dan berkelanjutan diarahkan pada kenaikan harga ikan sebesar 5280 rupiah per kilogram untuk mencapai nilai UMR , peningkatan fasilitas penunjang usaha
86
perikanan cakalang seperti cold storage, pengadaan pelabuhan perikanan atau minimal tempat pendaratan ikan (TPI) dan penempatan unit perkantoran perusahaan cabang berlokasi di Kota Tidore Kepulauan. 5
Kebijakan pemerintah daerah setempat dalam menghadapi kondisi tingkat pemanfaatan dan pengupayaan sumber daya cakalang yang telah mengalami over eksploited dengan cara melakukan konservasi, pengawasan dan pengontrolan daerah penangkapan dan musim penangkapan.
6.2 Saran 1. Untuk memenuhi kebutuhan umpan dalam pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan maka perlu pengkajian lebih lanjut tentang ketersediaan umpan mengingat umpan sangat penting dalam perikanan pole and line
dan belum ada penelitian tentang hal
tersebut. 2. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan musim penangkapan. 3. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang daerah penangkapan ikan potensial dan perana n pemerintah setempat dalam pemanfaatan sumber daya ikan di luar zona 4 mil yang merupakan kewenangan Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Selatan (Bacan)
87
DAFTAR PUSTAKA Aminullah E. 2004. Berpikir Sistemik untuk Pembuatan Kebijakan Publik, Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : PPM. Hal. 37-50 Azis KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Bogor. PAU Ilmu Hayati IPB. 89 hal. [BAPPEDA] Badan Pemerintahan dan Perencanaan Daerah. 2003. Final Report Data Based Kelautan dan Pesisir. Propinsi Maluku Utara. 295 hal. Bahari R. 1989. Peran Koperasi dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat, Jakarta. 18-19 Desember 1989. Pusat penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal. 165-180 Barus HR., Badrudin, Naamin N. 1991. 1Prosiding Forum II Perikanan, Sukabumi 18-21 Juni 1991. Jakarta. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertania n. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 91-105 hal. Clark C. W. 1985. Bioeconomic Modellin g and Fisheries Management. A Wiley and Sons Interscience Publication. Toronto Canada. 291 hal. Dahoklory N. 2000. Pengaruh Padat Pengurungan dan Lama Pengurungan Terhadap Ketahanan Hidup Umpan Untuk Perikanan Pole And Line di Teluk Kupang Nusa tenggara Timur. Tesis (tidak di publikasikan) Institut Pertanian Bogor. 65 hal. Dahuri R. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis -Kelautan. Orasi Ilmia h Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 233 hal. Dajan A. 1983. Pengantar Metode Statistik. Jilid I. LP3ES. Jakarta. Hal 313-332. Davis G. B. 1984. Kerangka dasar Sistem Informasi Manejemen. PT. Pustaka Bianaman Pressindo. Jakarta. 170 hal. [DPK] Dinas Perikanan dan Kelautan. 2003. Profil Peluang Investasi dan Usaha Perikanan dan Kelautan . Maluku Utara. DPK. 56 hal. _____ Dinas Perikanan dan Kelautan. 2004. Laporan tahunan (LAPTA) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Maluku Utara. DPK. 48 hal.
88
[DPK] Dinas Pertanian dan Kelautan. 2004. Rencana Strategi Pembangunan Daerah Kota Tidore Kepulauan tahun 2004-2008. Kota Tidore Kepulauan. DPK. 63 ha l. _____Dinas Pertanian dan Kelautan. 2005. Laporan Tahunan (LAPTA) Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan. Kota Tidore Kepulauan. DPK. 32 hal. Eriyatno. 1983. Penerapan Analisis Sistem Pada Pengendalian Industri Basis Pertanian. Pertemuan Ilmiah Penerapan Analisis Sistem di Bidang Pertanian Ciawi, Bogor. Fateta IPB. Bogor. Eriyatno. 1989. Analisis Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. 113 hal. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manejemen. Jilid satu IPB Press. Bogor. 147 hal. Gafa B dan G.S. Merta. 1987. Telaah Ketersediaan Ikan Umpan Hidup Dalam Rangka Pengembangan Perikanan Pole and line di Perairan Sorong. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 39 tahun 1987. Hal. 47-53. Gaspersz V. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito. Bandung. 170 hal. Gordon H. S. 1954. The Economic of a Common Property Recource : the Fishery. J. Polit Econ. 324 p. Gulland J.A. 1985. Fish Stock Assesment : A Manual of Basic Methods. John Wiley & Sons. Chichester-New York- Brisbane-Toronto Singapore. 223 p. Haluan J dan T.W. Nurani. 1988. Penerangan Metode Skoring dalam Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai dengan dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Bulletin Jurusan PSP. Volume II. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. Hal 3-16. Haluan J., D.R Monintja., M.S. Baskoro, dan T.W. Nurani. 1989. Studi tentang Motorisasi Pada Usaha Penangkapan Ikan Tradisional (Lanjutan II). Naskah Seminar Hasil – hasil Penelitian IPB (13-15 April 1989). Bogor. Hutomo M., Burhanuddin, A. Djamali dan S Martosewojo. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Seri Sumberdaya Alam 137. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumbedaya Ikan. Puslitbang Oseanologi- LIPI. Jakarta. 80 halaman. Ibrahim Y. 2003.Studi Kelayakan Bisnis (edisi revisi),. Penerbit Reneka Cipta. Jakarta. Hal.141-161.
89
Kadariah, Lien Karlina, Clive Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek (edisi revisi). Fakultas ekonomi. Universita s Indonesia. Jakarta. 181 hal. Kaneda Y. 1995. Fisheries and Fishing Methods of japan. Shjezando-Shoten Publishing Co., Ltd., Tokyo. 214 p. Kosasi S. 2002. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) Konsep dan Kerangka Permodelan Sistem Penunja ng Keputusan Berbasis Teknologi Informasi. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 220 hal. [KUD] Koperasi Unit Desa Pelita Hidayah. 2004. Laporan Tahunan Produksi Hasil Tangkapan Cakalang. Kota Tidore Kepulauan. KUD. 69 hal. Kusumastanto T. 1984. Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Utara Irian Jaya. Thesis (tidak dipublikasikan). Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 273 hal. Lubis E. 2002. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pemanfaatan Sumber daya Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumber daya Perikanan . Institut Pertanian Bogor. 66 hal. Lucey T. 1995. Manegement Information System. Ed. DP. Publication Ltd. London. 306 p. Mane tsch and Park. 1974. System Analisis and Simulation with Apllication to Economic and Social System Science. Michigan State University. USA. 4550p. Mangga Barani H. 2003. Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap dan Pengelolaan Sumber Daya Udang serta Alat Tangkap Trawl. Disampaikan pada Diskusi Nasional Pengelolaan Trawl di Bogor. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. 12 hal. Manurung V.T., T. Pranadji., A. Mintoro., M.N. Kirom., Isetiaji., A. Murtiningsih dan Sugiarto., 1998. Laporan Hasil Penelitian Pengembangan Ekonomi Desa Pantai. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litban Pertanian. Deptan. Jakarta. 165 hal. Monintja D. R. 1968. Umpan salah satu faktor Utama dalam Perikanan Pole and line . Fakultas perikanan IPB. Bogor .(tidak dipublikasikan) Monintja D.R. 1994 . Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan. Makalah Disampaikan Pada Seminar Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. 12 hal.
90
Monintja D. R., D. Simbolon dan B. Purwanto. 2001. Industri Review Penangkapan Ikan Cakalang. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Lembaga Manejemen Agribisnis Agroindustri IPB, Bogor. 225 hal. Murdiyanto B., I. Rosana dan B. Pentury. 1995. Perbedaan Jenis Umpan Hidup Terhadap Hasil Tangkapan Pole and line (Ikan Cakalang) di Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Bulletin ITK, Maritek. Vol.5 No. 1. hal 1-20. Murdiyanto B 2004. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 142 hal. Nakamura H. 1969. Tuna Distribution and Migration. Fishing News (Books) Ltd London. 76 p. Nikijuluw V. P.H. 1986. Peranan “Stock Assesment” dalam Penelolaan Perik anan Buletin Warta Mina No 10. Tahun V. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 25 hal. Nikijuluw V.P.H. 2001. Rezim Pengelolaan Sumber daya Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 254 hal. Nurani T.W. 2000. Bahan Kuliah Simulasi Operasi Penangkapan Ikan. Program Studi Teknologi Kelautan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal. Nurani T.W. 1996. Usaha Perikanan Long Line Tuna Beku Sashimi dan Kemungkinan Pengembangannya. Tesis. Tidak dipublik asikan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.171 hal. Paulus K. 1987. Penangkapan Cakalang dengan Purse Seine. Diklat AUP. Jakarta : 35 hal. PT. Usaha Mina (Persero). 2000. Bersama Nelayan Tradisional Membangun Perikanan. 16 hal. Purwanto J. 2000. Perencanaan Strategi Pengembangan Kelautan dan Perikanan Pasca Terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan. Marien Tecno Fisheries. 42 hal. Schaefer M. B. 1957. Some Consideration of Population Dynamic and Economic in Relation to the Manegement of the Commercial Marine Fisheries. Journal of Marine Research Board of Canada. 275 p. Simbolon D. 2003. Pengembangan Perikanan Pole and line yang Berkelanjutan di Perairan Sorong Suatu Pendekatan Sistem. Disertasi (tidak dipublikasikan) Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 153 hal.
91
Seijo J.C., Defeo and S. salas. 1998. Fisheries Bioeconomics. Theory, Modelling and Management. FAO. Rome. 108 p. Subani W. 1973. Penelitian ikan Umpan Cakalang di Laut Banda dan Maluku. Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal 34. Suhendrata T. 1987. Pendugaan Pergerakan Ikan Cakalang yang di Beri Tanda di Perairan Indonesia Bagian Timur. Sub. BPPL. Semarang. Tampubolon S. M. 1980. Persiapan dan Pengoperasian Pole and line . Ikatan Alumni Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 34 hal. Tarumingkeng R. C. 1994. Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 284 hal. Turban Efraim dan Jaye Aronson. 1998. Decision Support System and Intelligent System, Fifth Edition, Penerbit Prentice-Hall Inc. 46-60p. Uktolseja J.C.B. 1987. Estimation of Some Population Parameters of Skipjack, Katsuwonus pelamis, in the Waters Adjacent to Sorong, Irian Jaya, Particularly from the Lenght Frequency Data. Thesis Fisheries Aqua and Pathology Univ. of Rhode Island. Kingston, USA. 58 p (unpublished). Uktolseja J.C.B., Rubiana, P., Kusno, S., Agus, B.S., 1998. Sumber daya Ikan Pelagis dalam Potensi dan Penyebaran Sumber daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stock Sumber daya Ikan Laut. Hal. 40-88. Widodo M. 1973. Survei Penangkapan Cakalang dengan Pole and Line oleh Beberapa Perusahaan Joint Venture di Indonesia Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut BPPL, Vol.2. Jakarta. Hal. 13-24. Wild A and J. Hampton. 1994. Review of the Biology and Fisheries for Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) in the Pacific Ocean in Interactions of Pacific Tuna Fisheries. Vol 2 : Papers on Biology and Fisheries. Edited by Shomura. R.S. Majkowski and S. Langi. FAO. Rome. P: 1-51. Wilson B. 1990. System; Concepts, Methodologies and Aplication. John Wilery and Sons. New York. 388 p. Winardi. 1989. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Penerbit CV Mandar Maju, Bandung. 228 hal. Wisudo S.H., Tri Wiji N., Zulkarnain. 1994. Teknologi Penangkapan Ikan Pilihan Ynag Layak dikembangkan di Labuan Jawa Barat. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 136 hal.
92
Wiyono E. S. 2001. Optimalisasi Manejemen Perikanan Skala Kecil di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Thesis (tidak diPublikasikan). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 102 hal.
92
Lampiran 1. Peta lokasi penelitian
Keterangan : Tanda panah adalah lokasi penelitian
93
Lampiran 2 Hasil analisis Perhitungan MSY dan FMSY Sumberdaya Ikan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan Periode Tahun 2000 – 2004 Dengan Menggunakan Microsoft Exel
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 STDEV. INTERCEPT(a) SLOPE(b) R2 R a2 MSY FMSY Cpue C Cpue opt
Catch (ton) 4550.3 5200.3 6370.4 7150.5 9750.5
Jumlah Armada tangkap (unit) 113 87 89 89 89 93.4
Effort (hari) 18080.00 13920.00 14240.00 14240.00 14240.00 1758.544853
CPUE 0.251677 0.373587 0.447359 0.502143 0.684728 0.160449 1.350466 -0.000060 0.434309 0.659021 1.823758 7582.694126 11229.745950
1.350466 - 0.000060f 1.350466 - 0.000060f² 0.675233
Sumber : Diolah dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan
94
Lampiran 3. Data Hasil Simulasi Upaya Tangkap dan Hasil Tangkapan Berdasarkan Model Schaefer
f
F
c
c
0.00
0.00
13000.00
7416.06
500.00
660.23
13500.00
7296.29
1000.00
1290.47
14000.00
7146.52
1500.00
1890.70
14500.00
6966.76
2000.00
2460.93
15000.00
6756.99
2500.00
3001.17
15500.00
6517.22
3000.00
3511.40
16000.00
6247.46
3500.00
3991.63
16500.00
5947.69
4000.00
4441.86
17000.00
5617.92
4500.00
4862.10
17500.00
5258.16
5000.00
5252.33
18000.00
4868.39
5500.00
5612.56
18500.00
4448.62
6000.00
5942.80
19000.00
3998.85
6500.00
6243.03
19500.00
3519.09
7000.00
6513.26
20000.00
3009.32
7500.00
6753.50
20500.00
2469.55
8000.00
6963.73
21000.00
1899.79
8500.00
7143.96
21500.00
1300.02
9000.00
7294.19
22000.00
670.25
9500.00
7414.43
22500.00
10.48
10000.00
7504.66
22508.00
-0.32
10500.00
7564.89
23000.00
-679.28
10518.00
7582.89
23500.00
-1399.05
11000.00
7595.13
24000.00
-2148.82
11229.00
7598.96
11500.00
7595.36
12000.00
7565.59
12500.00
7505.83
95
Lampiran 4. Tingkat pemanfaatan dan pengupayaaan sumber daya cakalang di Kota Tidore Kepulauan periode tahun 2000-2004 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata
Hasil tangkapan (ton) 4550.3 5200.3 6370.4 7150.5 9750.5
Tingkat Pemanfaatan (%) 60.01 68.58 84.01 94.30 128.59
6604.416
87.10
Upaya tangkap (hari) 18080.00 13920.00 14240.00 14240.00 14240.00
Tingkat Pengupayaan (%) 161.00 123.96 126.81 126.81 126.81
14944.00
133.07
Sumber : Diolah dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan
96
Lampiran 5. Hasil Analisis Indeks Musim Penangkapan Cakalang Berdasarkan Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) Tahun Bulan Produksi Effort CPUE P Q R S Rasio (Kg) (unit) (Kg/unit) 1994 1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1994 2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1994 3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1994 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1994 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1994 6 47,430 400 0,119 0,488 0,041 1994 7 73,930 400 0,185 0,723 0,060 0,771 0,385 0,480 1994 8 5,440 380 0,014 1,158 0,097 0,899 0,449 0,032 1994 9 9,520 400 0,024 1,370 0,114 1,019 0,510 0,047 1994 10 2,580 300 0,009 1,663 0,139 1,113 0,557 0,015 1994 11 27,030 360 0,075 1,895 0,158 1,192 0,596 0,126 1994 12 22,650 360 0,063 1,952 0,163 1,241 0,620 0,101 1995 1 108,110 460 0,235 2,025 0,169 1,271 0,635 0,370 1995 2 200,080 460 0,435 2,166 0,181 1,297 0,649 0,671 1995 3 97,610 460 0,212 2,288 0,191 1,283 0,642 0,331 1995 4 134,780 460 0,293 2,311 0,193 1,257 0,629 0,466 1995 5 106,530 460 0,232 2,254 0,188 1,214 0,607 0,382 1995 6 72,780 414 0,176 2,252 0,188 1,161 0,581 0,303 1995 7 136,220 529 0,258 2,270 0,189 1,132 0,566 0,455 1995 8 64,500 414 0,156 1,858 0,155 1,093 0,546 0,285 1995 9 60,250 414 0,146 1,858 0,155 1,051 0,525 0,277 1995 10 13,040 414 0,031 1,768 0,147 1,048 0,524 0,060 1995 11 7,100 400 0,018 1,678 0,140 1,059 0,529 0,034 1995 12 24,350 400 0,061 1,900 0,158 1,089 0,544 0,112 1996 1 151,830 600 0,253 1,781 0,148 1,129 0,565 0,448 1996 2 12,500 540 0,023 1,765 0,147 1,137 0,569 0,041 1996 3 114,590 540 0,212 1,831 0,153 1,156 0,578 0,367 1996 4 109,620 540 0,203 1,982 0,165 1,171 0,585 0,347 1996 5 61,440 432 0,142 2,124 0,177 1,179 0,590 0,241 1996 6 214,760 540 0,398 2,167 0,181 1,176 0,588 0,676 1996 7 69,260 500 0,139 1,996 0,166 1,146 0,573 0,242 1996 8 69,880 500 0,140 2,001 0,167 1,117 0,558 0,250 1996 9 105,520 500 0,211 1,950 0,163 1,094 0,547 0,386 1996 10 91,600 500 0,183 1,930 0,161 1,054 0,527 0,348 1996 11 79,790 500 0,160 1,950 0,163 1,019 0,510 0,313 1996 12 51,840 500 0,104 1,758 0,146 0,980 0,490 0,212 1997 1 42,790 525 0,082 1,819 0,152 0,933 0,466 0,175 1997 2 14,810 525 0,028 1,715 0,143 0,902 0,451 0,063 1997 3 101,870 630 0,162 1,525 0,127 0,912 0,456 0,355 1997 4 115,140 630 0,183 1,536 0,128 0,943 0,472 0,387 1997 5 85,350 525 0,163 1,456 0,121 0,999 0,500 0,325 1997 6 129,200 630 0,205 1,383 0,115 1,060 0,530 0,387 1997 7 126,140 630 0,200 1,384 0,115 1,129 0,565 0,355 1997 8 16,940 480 0,035 1,947 0,162 1,199 0,599 0,059
97 Lanjutan Lampiran 5 1997 1997 1997 1997 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
10,220 93,130 38,300 14,810 39,630 399,000 203,780 198,550 151,910 157,210 72,480 6,480 47,680 225,710 209,010 20,470 0,000 97,000 112,480 90,750 128,760 36,260 204,870 189,950 123,060 101,720 6,040 117,040 19,460 61,600 183,660 238,360 65,800 12,750 3,400 308,720 404,290 251,840 49,120 36,530 78,340 40,850 121,710 62,030 10,860 84,120 94,250 142,640
480 480 480 480 480 675 675 675 675 675 570 480 525 720 720 522 0,000 450 450 450 450 630 630 630 630 630 576 630 666 666 666 666 608 608 608 675 675 675 300 300 300 300 720 666 518 518 518 800
0,021 0,194 0,080 0,031 0,083 0,591 0,302 0,294 0,225 0,233 0,127 0,014 0,091 0,313 0,290 0,039 0,000 0,216 0,250 0,202 0,286 0,058 0,325 0,302 0,195 0,161 0,010 0,186 0,029 0,092 0,276 0,358 0,108 0,021 0,006 0,457 0,599 0,373 0,164 0,122 0,261 0,136 0,169 0,093 0,021 0,162 0,182 0,178
2,087 2,199 2,261 2,289 2,216 2,194 2,264 2,383 2,594 2,602 2,520 2,144 2,092 2,000 2,061 1,885 2,083 2,371 2,476 2,324 2,044 2,191 2,220 2,097 2,123 2,279 2,101 2,064 1,745 1,901 2,304 2,516 2,669 2,605 2,837 2,881 2,774 2,509 2,422 2,563 2,740 2,461 2,157 2,034 1,969 1,847 1,613 1,550
0,174 0,183 0,188 0,191 0,185 0,183 0,189 0,199 0,216 0,217 0,210 0,179 0,174 0,167 0,172 0,157 0,174 0,198 0,206 0,194 0,170 0,183 0,185 0,175 0,177 0,190 0,175 0,172 0,145 0,158 0,192 0,210 0,222 0,217 0,236 0,240 0,231 0,209 0,202 0,214 0,228 0,205 0,180 0,170 0,164 0,154 0,134 0,129
1,266 1,293 1,317 1,350 1,379 1,398 1,392 1,383 1,361 1,334 1,275 1,232 1,220 1,247 1,267 1,270 1,281 1,309 1,310 1,289 1,273 1,254 1,256 1,219 1,192 1,210 1,242 1,275 1,317 1,381 1,476 1,549 1,566 1,558 1,549 1,560 1,529 1,469 1,407 1,362 1,314 1,235 1,136 1,060 1,011 0,974 0,938 0,902
0,633 0,646 0,659 0,675 0,689 0,699 0,696 0,692 0,681 0,667 0,638 0,616 0,610 0,624 0,633 0,635 0,641 0,655 0,655 0,645 0,637 0,627 0,628 0,609 0,596 0,605 0,621 0,637 0,658 0,691 0,738 0,774 0,783 0,779 0,775 0,780 0,765 0,734 0,704 0,681 0,657 0,618 0,568 0,530 0,506 0,487 0,469 0,451
0,034 0,300 0,121 0,046 0,120 0,846 0,434 0,425 0,331 0,349 0,199 0,022 0,149 0,503 0,458 0,062 0,000 0,329 0,382 0,313 0,450 0,092 0,518 0,495 0,328 0,267 0,017 0,291 0,044 0,134 0,374 0,462 0,138 0,027 0,007 0,586 0,783 0,508 0,233 0,179 0,397 0,221 0,298 0,176 0,041 0,333 0,388 0,395
98 Lanjutan Lampiran 5 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
236,480 199,890 41,450 0,000 9,290 25,740 125,590 76,240 19,850 62,960 27,250 194,980 176,990 59,380 15,270 14,670 4,190 29,240 11,280 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 78,110 84,400 43,730 34,700 54,850 27,630 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
800 800 420 0,000 350 350 720 720 532 532 504 800 800 444 350 350 350 630 600 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 630 630 684 560 560 450 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,296 0,250 0,099 0,000 0,027 0,074 0,174 0,106 0,037 0,118 0,054 0,244 0,221 0,134 0,044 0,042 0,012 0,046 0,019 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,124 0,134 0,064 0,062 0,098 0,061 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
1,555 1,568 1,585 1,540 1,413 1,478 1,404 1,288 1,232 1,274 1,260 1,233 1,077 0,971 0,934 0,815 0,761 0,518 0,296 0,163 0,119 0,077 0,189 0,277 0,322 0,384 0,482 0,543 0,543 0,543 0,543 0,543 0,543 0,543
0,130 0,131 0,132 0,128 0,118 0,123 0,117 0,107 0,103 0,106 0,105 0,103 0,090 0,081 0,078 0,068 0,063 0,043 0,025 0,014 0,010 0,006 0,016 0,023 0,027 0,032 0,040 0,045 0,045 0,045 0,045 0,045 0,045 0,045
0,891 0,879 0,856 0,828 0,802 0,779 0,764 0,731 0,695 0,665 0,630 0,588 0,526 0,448 0,372 0,301 0,229 0,177 0,137 0,120 0,128 0,154 0,189 0,228 0,258 0,280 0,298 0,312 0,317 0,272 0,226 0,181 0,136 0,091
0,445 0,439 0,428 0,414 0,401 0,390 0,382 0,365 0,347 0,333 0,315 0,294 0,263 0,224 0,186 0,150 0,115 0,088 0,068 0,060 0,064 0,077 0,095 0,114 0,129 0,140 0,149 0,156 0,158 0,136 0,113 0,091 0,068 0,045
0,664 0,569 0,231 0,000 0,066 0,189 0,457 0,290 0,107 0,356 0,172 0,830 0,842 0,597 0,235 0,279 0,104 0,524 0,275 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,783 0,987 0,565 0,684 1,443 1,356
99
Lanjutan Lampiran 5 Bulan 1994 1995 Januari 0,370 Februari 0,671 Maret 0,331 April 0,466 Mei 0,382 Juni 0,303 Juli 0,480 0,455 Agustus 0,032 0,285 September 0,047 0,277 Oktober 0,015 0,060 November 0,126 0,034
1996 0,448 0,041 0,367 0,347 0,241 0,676 0,242 0,250 0,386 0,348 0,313
1997 0,175 0,063 0,355 0,387 0,325 0,387 0,355 0,059 0,034 0,300 0,121
1998 0,120 0,846 0,434 0,425 0,331 0,349 0,199 0,022 0,149 0,503 0,458
Tahun 1999 0,000 0,329 0,382 0,313 0,450 0,092 0,518 0,495 0,328 0,267 0,017
2000 0,044 0,134 0,374 0,462 0,138 0,027 0,007 0,586 0,783 0,508 0,233
2001 0,397 0,221 0,298 0,176 0,041 0,333 0,388 0,395 0,664 0,569 0,231
2002 0,066 0,189 0,457 0,290 0,107 0,356 0,172 0,830 0,842 0,597 0,235
2003 0,104 0,524 0,275 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2004 0,783 0,987 0,565 0,684 1,443 1,356
jmlh
VM
2,508 4,003 3,836 3,550 3,458 3,879 2,815 2,954 3,509 3,167 1,767
0,279 0,445 0,426 0,394 0,384 0,431 0,313 0,328 0,390 0,352 0,196
IMP (%) 81,932 130,801 125,336 116,005 112,980 126,751 91,965 96,510 114,635 103,481 57,736
Desember 0,101 0,112 0,212 0,046 0,062 0,291 0,179 0,000 0,279 0,000 1,281 0,142 41,868 Jumlah 0,801 3,744 3,871 2,606 3,897 3,480 3,476 3,712 4,418 0,904 5,817 36,727 4,081 1200,000 Rataan 0,340 100,000 P : Jumlah bergerak 12 bulan Q : Rata-rata bergerak 12 bulan R : Jumlah deret bergerak 2 bulan S : Rata-rata bergerak 12 bulan VM : Variasi musim IMP : Indeks musim Penangkapan
100
Lampiran 6. Hasil Keluaran Analisis Model Fungsi Produksi Dengan Menggunakan Aplikasi Program SPSS Regression Descriptive Statistics Std. Mean Deviation N Hasil 333.00 162.815 60 Abk 10.65 .917 60 Hop 16.17 1.076 60 Bbm 143.33 49.972 60 umpan 11.47 1.909 60 umur 11.67 1.902 60 daerah 10.05 1.268 60 musim .1500 .36008 60 Correlations hasil Pearson Correlation
Sig. (1tailed)
N
hasil
abk
1.000
.355
hop -.178
Bbm umpan umur daerah musim .166
1.000 .112 .004 .112 1.000 -.042 .004 -.042 1.000 .308 -.063 .193 .457 .607 -.006 .248 -.130 -.008 .316 -.109 .104
.804
-.024
.363
.857
.308 .457 -.063 .607 .193 -.006 1.000 -.111 -.111 1.000 .403 -.035 .710 .074
.248 -.130 -.008 .403 -.035 1.000 .355
.316 -.109 .104 .710 .074 .355 1.000
abk hop bbm umpan umur daerah musim hasil
.355 -.178 .166 .804 -.024 .363 .857 .
.003
.086
.102
.000
.428
.002
.000
abk hop bbm umpan umur daerah musim hasil abk hop bbm umpan umur daerah musim
.003 .086 .102 .000 .428 .002 .000 60 60 60 60 60 60 60 60
. .198 .489 .008 .000 .028 .007 60 60 60 60 60 60 60 60
.198 . .375 .316 .000 .160 .203 60 60 60 60 60 60 60 60
.489 .375 . .070 .482 .476 .215 60 60 60 60 60 60 60 60
.008 .316 .070 . .200 .001 .000 60 60 60 60 60 60 60 60
.000 .000 .482 .200 . .395 .286 60 60 60 60 60 60 60 60
.028 .160 .476 .001 .395 . .003 60 60 60 60 60 60 60 60
.007 .203 .215 .000 .286 .003 . 60 60 60 60 60 60 60 60
101
Lanjutan lampiran 6 Variables Entered/Removed(b) Mode l 1
Variables Removed
Variables Entered
Method
musim, umur, bbm, daerah, abk, hop, umpan(a)
.
Enter
.
umur
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
.
daerah
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
.
bbm
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
.
abk
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
.
hop
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).
2
3
4 5 6 a All requested variables entered. b Dependent Variable: hasil
Model Summary Std. Error Mode Adjusted of the l R Square Estimate R R Square 1 .909(a) .826 .802 72.418 2 .909(b) .826 .806 71.739 3 .908(c) .825 .809 71.137 4 .908(d) .824 .812 70.679 5 .905(e) .819 .810 71.004 6 .901(f) .811 .805 71.977 a Predictors: (Constant), musim, umur, bbm, daerah, abk, hop, umpan b Predictors: (Constant), musim, bbm, daerah, abk, hop, umpan c Predictors: (Constant), musim, bbm, abk, hop, umpan d Predictors: (Constant), musim, abk, hop, umpan e Predictors: (Constant), musim, hop, umpan f Predictors: (Constant), musim, umpan
102
lanjutan lampiran 6
ANOVA(g) Sum of Mean df F Squares Square Regression 1291305.528 7 184472.218 35.176 Residual 272704.472 52 5244.317 Total 1564010.000 59 2 Regression 1291245.188 6 215207.531 41.816 Residual 272764.812 53 5146.506 Total 1564010.000 59 3 Regression 1290746.953 5 258149.391 51.013 Residual 273263.047 54 5060.427 Total 1564010.000 59 4 Regression 1289255.076 4 322313.769 64.520 Residual 274754.924 55 4995.544 Total 1564010.000 59 5 Regression 1281681.900 3 427227.300 84.741 Residual 282328.100 56 5041.573 Total 1564010.000 59 6 Regression 1268713.140 2 634356.570 122.447 Residual 295296.860 57 5180.647 Total 1564010.000 59 a Predictors: (Constant), musim, umur, bbm, daerah, abk, hop, umpan b Predictors: (Constant), musim, bbm, daerah, abk, hop, umpan c Predictors: (Constant), musim, bbm, abk, hop, umpan d Predictors: (Constant), musim, abk, hop, umpan e Predictors: (Constant), musim, hop, umpan f Predictors: (Constant), musim, umpan g Dependent Variable: hasil Model 1
Sig. .000(a)
.000(b)
.000(c)
.000(d)
.000(e)
.000(f)
103
Lanjutan lampiran 6 Coefficients(a)
Model
1
2
3
4
5
6
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta (Constant) 45.121 210.502 abk 13.297 13.255 .075 hop -16.600 12.034 -.110 bbm .095 .195 .029 umpan 33.111 8.151 .388 umur .854 7.961 .010 daerah -2.573 8.344 -.020 musim 248.060 40.030 .549 (Constant) 36.812 193.899 abk 14.061 11.074 .079 hop -15.744 8.918 -.104 bbm .098 .192 .030 umpan 32.740 7.313 .384 daerah -2.572 8.266 -.020 musim 249.423 37.605 .552 (Constant) 15.710 180.126 abk 13.563 10.865 .076 hop -15.379 8.766 -.102 bbm .103 .189 .032 umpan 32.218 7.058 .378 musim 248.620 37.201 .550 (Constant) 27.993 177.551 abk 13.276 10.783 .075 hop -15.509 8.707 -.103 umpan 32.893 6.903 .386 musim 247.746 36.928 .548 (Constant) 129.633 157.916 hop -13.862 8.643 -.092 umpan 33.944 6.881 .398 musim 255.001 36.622 .564 (Constant) 92.678 76.698 umpan 33.717 6.974 .395 musim 260.386 36.967 .576 a Dependent Variable: hasil
t
.214 1.003 -1.379 .489 4.062 .107 -.308 6.197 .190 1.270 -1.765 .508 4.477 -.311 6.633 .087 1.248 -1.754 .543 4.565 6.683 .158 1.231 -1.781 4.765 6.709 .821 -1.604 4.933 6.963 -1.208 4.834 7.044
Sig.
.831 .320 .174 .627 .000 .915 .759 .000 .850 .210 .083 .613 .000 .757 .000 .931 .217 .085 .589 .000 .000 .875 .223 .080 .000 .000 .415 .114 .000 .000 .232 .000 .000
Collinearity Statistics Toleranc e VIF .601 .530 .938 .367 .388 .794 .428
1.663 1.887 1.066 2.723 2.578 1.259 2.337
.845 .947 .949 .448 .794 .476
1.183 1.056 1.053 2.233 1.259 2.102
.863 .964 .957 .473 .478
1.158 1.038 1.045 2.116 2.092
.865 .964 .488 .479
1.156 1.037 2.050 2.088
.988 .495 .491
1.013 2.019 2.035
.496 .496
2.018 2.018
104
Lampiran 7. Perhitungan penentuan harga ikan perusahaan berdasarkan pemotongan harga kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan Investasi Kapal : Rp 60.000.000 Operasi penangkapan cakalang dalam 1 tahun : 8 bulan Operasi penangkapan cakalang dalam 1 bulan : 20 hari Pengembalian investasi kapal dalam 1 tahun Pengembalian investasi kapal dalam 1 bulan
: Rp 60.000.000/8 = Rp7.500.000 : Rp 7.500.000/20 = Rp375.000
Pemotongan harga ikan pada ukuran (size A) : Rp 375.000/3600 = Rp 104.00 Pemotongan harga ikan pada ukuran (size B) : Rp 375.000/2600 = Rp 144.00 Pemotongan harga ikan pada ukuran (size C) : Rp 375.000/1800 = Rp 208.00 Harga ikan sebenarnya : Ukuran (size A) : Rp 3600+104.00 = Rp 3700 Harga ikan sebenarnya : Ukuran (size B) : Rp 2600+144.00 = Rp 2750 Harga ikan sebenarnya : Ukuran (size C) : Rp 1800+208.00 = Rp 2050
104
105
Lampiran 8. Rincian Biaya Tetap (Fixed Cost) Pada Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan Nama Kapal
Perawatan (Rp/bln) KM.NB 105 250000 KM.Patriot 108 300000 KM.NB 79 250000 KM.NB 134 250000 KM.NB 133 350000 KM.NB 89 400000 KM.NB 132 350000 KM.NB 97 500000 KM.NB 98 350000 KM. NB 116 400000 KM.NB 109 200000 KM.NB 130 350000 Jumlah 3950000 Rata-rata 329167 Sumber : Data Yang Di Olah
Penyusutan ( Rp/bln) 555556 486111 476190 583333 416667 476190 500000 486111 500000 486111 416667 583333 5966270 497189
Pajak dan Retribusi (Rp/bln) 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 420000 35000
Total FC (Rp/bln) 840556 821111 761190 868333 801667 911190 885000 1021111 885000 921111 651667 968333 10336270 861356
105
106
Lampiran 9. Rincian Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Pada Perikanan Cakalang Kota Tidore Kepulauan BBM Nama Kapal (Bln) (Rp/bln) KM.NB 105 2500000 KM.Patriot 108 1976000 KM.NB 79 2000000 KM.NB 134 2500000 KM.NB 133 1760000 KM.NB 89 1600000 KM.NB 132 1450000 KM.NB 97 2560000 KM.NB 98 1226000 KM. NB 116 2065000 KM.NB 109 2500000 KM.NB 130 2000000 Jumlah 24137000 Rata-rata 2011417 Sumber : Data Yang Di olah
Konsumsi umpan (Rp/bln) 1500000 1250000 1200000 174375 960000 1200000 96000 1500000 96000 1200000 1500000 1200000 11876375 989698
Konsumsi es balok (Rp/bln) 225000 90000 200000 225000 250000 200000 125000 225000 125000 225000 250000 281.250 2140281 178357
Konsumsi air tawar (Rp/bln) 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 3000000 250000
Konsumsi ABK (Rp/bln) 2500000 2000000 3000000 2250000 2500000 3000000 2250000 2500000 2250000 3000000 2500000 2500000 30250000 2520833
Total VC (Rp/bln) 7200000 5566000 6650000 5399375 5720000 6250000 4171000 7035000 3947000 6740000 7000000 5950281 71628656 5969055
106
107
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Analisis Pendapatan Berdasarkan Harga Ikan yang Ditetapkan Perusahaan Nama Kapal
Hasil Tangkapan (Kg/bulan) KM.NB 105 3165 KM.Patriot 108 2825 KM.NB 79 3225 KM.NB 134 2675 KM.NB 133 2980 KM.NB 89 3020 KM.NB 132 5760 KM.NB 97 6230 KM.NB 98 4220 KM. NB 116 5245 KM.NB 109 4105 KM.NB 130 6235 Jumlah 49685 Rata-rata 4140
Harga ikan Penerimaan (Rp/kg) (Rp) 2050 s/d 3700 10963250 2050 s/d 3700 9226250 2050 s/d 3700 10501250 2050 s/d 3700 8448750 2050 s/d 3700 8789000 2050 s/d 3700 12430000 2050 s/d 3700 18338000 2050 s/d 3700 21241500 2050 s/d 3700 13616000 2050 s/d 3700 16017250 2050 s/d 3700 12815250 2050 s/d 3700 19411750 2050 s/d 3700 161798250 2050 s/d 3700 13483188
B. Eksploitasi (Rp/bln) 7200000 5566000 6650000 5399375 5720000 6250000 4171000 7035000 3947000 6740000 7000000 5950281 71628656 5969055
Retribusi (Bulan) 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 2917
P. bersih (Rp) 3763250 3660250 3851250 3049375 3069000 6180000 14167000 14206500 9669000 9277250 5815250 12493135 89201260 7433438
P. pemilik kapal (Rp) 1881625 1830125 1925625 1524688 1534500 3090000 7083500 7103250 4834500 4638625 2907625 6246568 44600630 3715261
P.ABK UMR/UMP (Rp) (Rp/bln) 171057 720,000 166375 720,000 175057 720,000 138608 720,000 139500 720,000 280909 720,000 643955 720,000 645750 720,000 439500 720,000 421693 720,000 264330 720,000 567870 720,000 4054603 337751
Sumber : Data Yang Di olah
107
108
Lanjutan Lampiran 10. Hasil Perhitungan Analisis Pendapatan Berdasarkan Harga Ikan Yang di Berikan Pedagang Pengumpul (pasar Lokal) Nama Kapal
Hasil Tangkapan (Kg/bulan) KM.NB 105 3165 KM.Patriot 108 2825 KM.NB 79 3225 KM.NB 134 2675 KM.NB 133 2980 KM.NB 89 3020 KM.NB 132 5760 KM.NB 97 6230 KM.NB 98 4220 KM. NB 116 5245 KM.NB 109 4105 KM.NB 130 6235 Jumlah 49685 Rata-rata 4140 Sumber : Data Yang Di olah
Harga ikan Penerimaan (Rp/kg) (Rp) 2500 s/d 5000 14212500 2500 s/d 5000 12062500 2500 s/d 5000 15562500 2500 s/d 5000 11687500 2500 s/d 5000 12450000 2500 s/d 5000 15050000 2500 s/d 5000 21900000 2500 s/d 5000 30575000 2500 s/d 5000 20550000 2500 s/d 5000 25612500 2500 s/d 5000 20262500 2500 s/d 5000 28087500 2500 s/d 5000 228012500 2500 s/d 5000 19001042
B. Eksploitasi (Rp/bln) 7200000 5566000 6650000 5399375 5720000 6250000 4171000 7035000 3947000 6740000 7000000 5950281 71628656 5969055
Retribusi (Bulan) 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 35000 2917
P. bersih P. Pemilik kapal (Rp) (Rp) 7012500 3506250 6496500 3248250 8912500 4456250 6288125 3144063 6730000 3365000 8800000 4400000 17729000 8864500 23540000 11770000 16603000 8301500 18872500 9436250 13262500 6631250 22137219 11068610 156383844 78191922 13031987 7165989
P./ABK UMR/UMP (Rp) (Rp/bln) 318750 720,000 295295 720,000 405114 720,000 285824 720,000 305909 720,000 400000 720,000 805864 720,000 1070000 720,000 754682 720,000 857841 720,000 602841 720,000 1006237 720,000 7108357 533007
108
109
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Analisis Kelayakan Usaha Dengan Kriteria Net BC Ratio, BEP dan Pay Back Period Dengan Harga Ikan Yang Diberikan Pedagang Pengumpul (Pasar Lokal) Nama Kapal Total FC Total VC Total Cost Hasil Tangkapan Harga ikan Penerimaan NetBC- ratio BEP (Kg) BEP (Rp) (Rp/bln) (Rp/bln) (Rp/bln) (Kg/bulan) (Rp/kg) (Rp) KM.NB 105 840556 7200000 8040556 3165 2500 s/d 5000 14212500 1,77 379 1703586 KM.Patriot 108 821111 5566000 6387111 2825 2500 s/d 5000 12062500 1,89 357 1524614 KM.NB 79 761190 6650000 7411190 3225 2500 s/d 5000 15562500 2,10 275 1329147 KM.NB 134 868333 5399375 6267708 2675 2500 s/d 5000 11687500 1,86 369 1613938 KM.NB 133 801667 5470000 6271667 2980 2500 s/d 5000 12450000 1,99 342 1429907 KM.NB 89 911190 6250000 7161190 3020 2500 s/d 5000 15050000 2,10 313 1558343 KM.NB 132 885000 4171000 5056000 5760 2500 s/d 5000 21900000 4,33 288 1093209 KM.NB 97 1021111 7035000 8056111 6230 2500 s/d 5000 30575000 3,80 270 1326273 KM.NB 98 885000 3947000 4832000 4220 2500 s/d 5000 20550000 4,25 225 1095389 KM. NB 116 921111 6740000 7661111 5245 2500 s/d 5000 25612500 3,34 256 1250071 KM.NB 109 651667 6750000 7401667 4105 2500 s/d 5000 20262500 2,74 198 977199 KM.NB 130 968333 5950281 6918615 6235 2500 s/d 5000 28087500 4,06 273 1228612 Jumlah 10336270 71628656 81964926 49685 2500 s/d 5000 248425000 34,23 3546 16130288 Rata-rata 861356 5969055 6830411 4140 2500 s/d 5000 20702083 2,85 295 1344191
PBP 8,05 8,59 6,39 8,73 8,40 6,47 3,29 2,50 3,51 3,10 4,39 2,64 66,05 5,50
109
110
Lanjutan Lampiran 11. Hasil Perhitungan Analisis Kelayakan Usaha Dengan Kriteria Net BC Ratio, BEP dan Pay Back Period Dengan Harga Ikan Yang Ditetapkan Perusahaan
Nama Kapal
Total FC
KM.NB 105 KM.Patriot 108 KM.NB 79 KM.NB 134 KM.NB 133 KM.NB 89 KM.NB 132 KM.NB 97 KM.NB 98 KM. NB 116 KM.NB 109 KM.NB 130 Jumlah Rata-rata
(Rp/bln) 840556 821111 761190 86833 801667 911190 885000 1021111 885000 921111 651667 968333 10336270 862356
Total VC (Rp/bln) 7200000 5566000 6650000 6180875 5720000 6250000 4171000 7034889 3947000 6740000 7000000 5950282 71628656 5968055
Total Cost Hasil Tangkapan (Rp/bln) (Kg/bulan) 8040556 3165 6387111 2825 7411190 3225 6267708 2675 6521667 2980 7161190 3020 5056000 5760 8056000 6230 4832000 4220 7661111 5245 7651667 4105 6918615 6235 81964926 49685 6830411 4140
Harga ikan (Rp/kg) 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700 2050 s/d 3700
Penerimaan (Rp) 10963250 9226250 10501250 8448750 8789000 12430000 18338000 21241500 13616000 16017250 12815250 19411750 161798250 13483188
Net BC Ratio BEP (Kg) BEP (Rp) 1,36 1,44 1,42 1,35 1,35 1,74 3,63 2,64 2,82 2,09 1,67 2,81 24,31 2,03
707 634 637 102 778 445 360 448 386 521 460 449 5927 494
3676663 3492165 2340534 3133507 2726236 5234128 5441185 3344991 2622837 2458712 1773057 3134952 39378966 3281581
PBP 14 14 14 17 17 9 4 4 6 6 10 5 1 8
Sumber : Data Yang Di olah
110
111
Lampiran 12. Simulasi Rata-rata Pendapatan ABK dengan harga ikan/kg yang berbeda Hasil Tangkapan (Kg/bulan) 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140 4140
Harga ikan (Rp/kg) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5280 5500 6000
Penerimaan (Rp) 0 2070000 4140000 6210000 8280000 10350000 12420000 14490000 16560000 18630000 20700000 21859200 22770000 24840000
B. Eksploitasi (Rp/bln) 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055 5969055
Retribusi P. bersih (Bulan) (Rp) 35000 -5969055 35000 -3899055 35000 -1829055 35000 240945 35000 2310945 35000 4380945 35000 6450945 35000 8520945 35000 10590945 35000 12660945 35000 14730945 35000 15890145 35000 16800945 35000 18870945
P. Crew (Rp) -3002028 -1967028 -932028 102973 1137973 2172973 3207973 4242973 5277973 6312973 7347973 7927573 8382973 9417973
P./ABK (Rp) -272912 -178821 -84730 9361 103452 197543 291634 385725 479816 573907 667998 720688 762088 856179
UMR/UMP (Rp/bln) 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000 720000
111
112
Lampiran 13. Simulasi sistem bagi hasil diantara pemilik kapal dan ABK dengan harga ikan perusahaan Penerimaan lama Alternatif pembaharuan sistem bagi hasil (50%:50%) (60%;40%) (70%:30%) (55%:45%) (45%;55%) (40%:60%) Pemilik kapal 3314125 3976951 4639776 3645537,977 2982712,891 2651300,35 ABK 3314125 2651300 1988475 2982713 3645537,977 3976950,52 ABK rata-rata 301284 241027 180770 271156 331413 361541
Simulasi sistem bagi hasil diantara pemilik kapal dan ABK dengan harga ikan pedagang pengumpul Penerimaan lama Alternatif pembaharuan sistem bagi hasil (50%:50%) (60%;40%) (70%:30%) (55%:45%) (45%;55%) (40%:60%) Pemilik kapal 7509408 9011290 10513171 8260349 6758647 6007526 ABK 7509408 6007526 4505645 6758467 8260349 9011290 ABK rata-rata 682673 546139 409604 614406 750941 819208
112
113
Lampiran 14. Perhitungan Penambahan unit rumpon dalam pengembangan usaha cakalang di Kota Tidore Kepulauan
perikanan
Dasar Asumsi : Jumlah armada pole and line : 89 unit Rumpon yang tersedia : 3 unit Jika frekwensi melaut kapal dalam 1 hari operasi penangkapan sebanyak 50% maka: Jumlah kapal pole and line yang beroperasi dalam 1 hari : 50%*89 unit = 45 unit kapal/hari Jika 1 unit rumpon dapat beroperasi 3 unit kapal pole and line pada daerah penangkapan yang sama maka: Penambahan rumpon sebanyak : 45/3 = 15 – 3 = 12 unit rumpon
113
113
Lampiran 15. Data Fungsi Produksi Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan Cakalang Di Kota Tidore Kepulauan Dengan Alat Tangkapa Pole And Line 5 3 3 4 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 4 2 3 2 4 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 1 2 1 2 1 3 4 4 5 6 8 8 7 7 8
0 8 2 2 0 9 5 0 2 5 5 0 6 7 0 2 0 0 5 3 5 2 7 3 0 0 7 0 7 0 5 0 2 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 3 8 5 2 7 2 9 7 0 6 0 0 1 0 2 5 2
0 0 5 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5 0 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 3 3 3 1 1 3 3 2 2 0 1 1 3 0 0 2 2 1 1 9 0 0 1 1 2 2 2 0 9 9 9 0 0 0 2 2 0 0 2 2 0 0 2 2 2 2 2 0 0 0 3 3 3 3 3 3 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
200 100 100 200 100 200 100 100 200 100 100 200 100 200 100 200 100 200 100 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 100 200 100 200 100 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
12 10 8 12 9 11 10 10 10 9 10 12 10 10 12 10 10 13 13 13 12 14 12 10 10 12 12 9 12 10 12 12 11 11 12 12 12 10 10 10 12 10 10 10 12 12 10 9 10 9 12 13 13 13 13 13 13 13 13 13
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 11 11 11 11 11 7 7 9 9 9 9 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 9 9 9 9 9 9 12 12 12 12 12 11 11 11 11 11
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Observasi langsung selama 2 bulan
113
115
Lampiran 16.
Fhoto Dokumentasi hasil penelitian optimalisasi pengembangan usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan
FHOTO 1. Pulau Tidore
FHOTO 2. Kapal Pole and line pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan
116 Lanjutan Lampiran 16.
FHOTO 3 . Cara menangkap ikan cakalang dengan menggunakan pole and line
FHOTO 4. Palkah umpan
117 Lanjutan Lampiran 16.
FHOTO 5 . Rumpon
FHOTO 6. Operasi penangkapan cakalang
118
Lanjutan Lampiran 16.
FHOTO 7. Hasil tangkapan ikan cakalang dengan pole and line
FHOTO 8. Hasil tangkapan di dalam palkah
119 Lanjutan Lampiran 16.
FHOTO 9. Penanganan di atas kapal
FHOTO 10. Penanganan hasil tangkapan di atas kapal