0009: Mujizat Kawaroe dkk.
EN-7
OPTIMALISASI SELEKSI SPESIES MIKROALGA POTENSIAL PENGHASIL MINYAK MIKROALGA UNTUK MENUNJANG KELAYAKAN EKONOMI PRODUKSI BIODIESEL Mujizat Kawaroe1,∗ Ayi Rachmat2 , dan Abdul Haris3 1
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM IPB Kampus Baranangsiang, Jl. Raya Padjajaran, Bogor 16144 Telepon (0251) 8330970 2 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB Kampus Darmaga, Jl. Lingkar Akademik No 1, Darmaga 16680 Telepon (0251) 8623644 3 Koord. Program Riset Teknologi Proses PPPTMGB Lemigas Jl. Ciledug Raya, Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta, 12230 Telepon (021) 7228614, 7384422 Ext.1222,1223 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Mikroalga merupakan salah satu alternatif sumber energi baru yang sangat potensial. Sebagai produsen primer, mikroalga hidup dalam air yang aksesnya terhadap H2 O (air), CO2, dan nutrien lebih efektif sehingga mampu menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat penghasil biofuel. Mikroalga juga dapat dengan cepat tumbuh dan dapat dipanen dalam waktu 7-10 hari. Selain menghasilkan minyak lemak dari kandungan lipidnya, mikroalga juga mengandung pati yang dapat difermentasikan menjadi etanol. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap dengan tujuan mengkaji pemanfaatan spesies mikroalga potensial sebagai penghasil minyak lemak dan etanol. Penelitian tahun ketiga (2012) adalah melakukan rancang bangun sistem pemanenan mikroalga dengan teknik filter dan flokulasi, bioflokulasi mikroalga serta ekstraksi minyak mikroalga menggunakan mesin tekan (press) dan bahan kimia. Penelitian ini menghasilkan desain dan prototipe alat panen mikroalga yang disebut decanter sentrifuse dan mesin tekan (press) untuk proses ekstraksi minyak mentah mikroalga. Ujicoba proses pemanenan mikroalga dengan beberapa metode pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa metode mekanik dengan decanter sentrifuse memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain seperti flokulasi, filtrasi dan bioflokulasi. Pemanenan dengan decanter menghasilkan biomassa sebanyak 0,69 gr kering/liter. Hasil ekstraksi mikroalga dengan alat press memberikan persentase yang lebih tinggi yakni sebesar 17,23 Kata Kunci: mikroalga, biofuel, mesin press, sentrifuse
I.
PENDAHULUAN
Kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi belakangan ini telah memberikan dampak yang sangat luas di berbagai sektor kehidupan. Sektor yang paling cepat terkena dampaknya adalah sektor transportasi. Fluktuasi suplai dan harga minyak bumi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah cadangan minyak yang ada di bumi semakin menipis. Karena minyak bumi adalah bahan bakar yang tidak bisa diperbarui maka kita harus mulai memikirkan bahan penggantinya. Sebenarnya di Indonesia terdapat berbagai sumber energi terbarukan yang melimpah, seperti biodiesel dari tanaman jarak pagar, kelapa sawit maupun kedelai. Atau methanol dan ethanol dari biomassa,
tebu, jagung, dll yang bisa dipergunakan sebagai pengganti bensin. Selain itu pembakaran bahan bakar fosil ini telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Kualitas udara yang semakin menurun akibat asap pembakaran minyak bumi, adalah salah satu efek yang dapat kita lihat dengan jelas. Kemudian efek gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh gas CO2 hasil pembakaran minyak bumi. Seperti kita ketahui pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna akan menghasilkan gas CO2 , yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer. Mikroalga adalah organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umum dikenal dengan sebutan fitoplankton (Schulz, 2006). Habitat hidup-
Prosiding InSINas 2012
0009: Mujizat Kawaroe dkk.
EN-8 nya adalah wilayah perairan di seluruh dunia. Organisme ini merupakan produsen primer perairan yang mampu berfotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi (NREL,1998). Meskipun mikroalga adalah tumbuhan yang memiliki tingkatan paling primitif, namun mekanisme fotosintesisnya sama dengan tumbuhan tingkat tinggi, bahkan kemampuannya untuk mengkonversi energi matahari lebih efisien karena struktur selulernya yang lebih sederhana. Hal tersebut yang membuat mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak daripada biodiesel yang berasal dari tumbuhan lain dalam satuan luas lahan yang sama. Mikroalga mengandung protein, lemak, asam lemak tak jenuh, pigmen, dan vitamin. Kandungan lemak (lipid) dan asam lemak (fatty acid) yang ada di dalam mikroalga merupakan sumber energi. Kandungan ini dihasilkan dari proses fotosintesis yang merupakan hidrokarbon (Prince and Haroon, 2005), dan diduga dapat menghasilkan energi yang belum digali dan dimanfaatkan. Mikroalga memiliki potensi sebagai bahan baku penghasil bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel dan bioetanol, merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini masih tergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Pengembangan biofuel (biodiesel dan bioetanol) sebagai pengganti BBM memilki beberapa keuntungan yaitu menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan karena kandungan oksigennya dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Biofuel juga mampu meningkatkan bilangan oktan dan mengurangi penggunaan aditif bertimbel yang berbahaya terhadap lingkungan. Kegiatan penelitian ini termasuk dalam mengembangkan hasil riset dalam bidang bahan bakar alternatif terutama bahan bakar nabati (BBN) serta mendukung program pemerintah dalam meningkatkan produksi bahan bakar nabati. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan efisiensi produksi biofuel berbahan baku mikroalga sehingga dapat dicapai kelayakan ekonomis pada produksi skala kecil. Tujuan khusus dari tahun ketiga adalah mengembangkan teknik pemanenan dan ekstraksi mikroalga untuk memproduksi minyak mikroalga yang layak secara ekonomi. Sasaran dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya hasil akhir yakni: 1. Biodiesel yang berasal dari mikroalga. 2. Produksi mikroalga yang maksimal. 3. Nilai produksi yang dilakukan oleh mitra industri bisa memiliki kelayakan ekonomi yang feasible. 4. Terbentuknya integrasi antara ilmu pengetahuan dan teknologi untuk produksi bio bahan bakar dari mikroalga.
5. Terbentuknya kerjasama antara industri penghasil biofuel, perguruan tinggi, dan peneliti kelautan.
II.
METODOLOGI
A. Peralatan dan Bahan A-1. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini diantaranya adalah kompresor, tabung erlenmeyer, vacuum pump, kertas saring, neraca digital Ohauss, kolam terbuka, sistem aerasi, blower, plat stainless steel 316 ketebalan 3 mm, mesin bubut, mesin gerinda kecil, tabung pipih, besi poros pejal, flange, Pipa feeder, alumunium, stainless steel 304, belt, Converter Kit, kertas kartan. A-2. Bahan Bahan yang digunakan untuk proses dan analisis yang menunjang penelitian ini diantaranya adalah bibit mikroalga jenis Scenedesmus vacuolatus, media kultur Guillard dan Conway, media air, tawas ( K2 SO4 .Al2 (SO4 )3 .24H2 O ). B. Tahapan Penelitian B-1. Pembuatan Alat Decanter Sentrifuse Decanter sentrifuse merupakan peralatan yang dijalankan dengan putaran rpm yang sangat tinggi sementara ada tiga benda yang berputar atau statis dengan pusat poros yang sama. Ketiga komponen itu adalah feeder, conveyor dan bowl-beatch. Presisi yang sangat tinggi diperlukan untuk menghindari ketiganya bersinggungan, terutama antara conveyor dan bowl-beatch. Jarak antara keduanya hanya 2 mm sehingga bila alat ini tidak benar-benar centre maka bila dijalankan pada rpm tinggi dapat mengakibatkan gesekan yang akan berakibat fatal. Agar hal di atas dapat dipenuhi maka dibuatlah platform dan stabilizer. Platform dibuat dari plat stainless steel 316, plat ini berfungsi untuk membuat bahwa peralatan akan tetap dalam keadaan benar-benar horizontal walaupun dijalankan pada putaran tinggi. Stabiliser dibuat dari bahan nylon-teflon yang berdiri vertical mengelilingi bowl dan beatch. Stabilizer yang berjumlah tiga bertugas untuk memaksa bowl dan beatch dapat berputar tetap pada tempatnya. dengan adanya stabilizer ini maka bowl dan beatch mempunyai 2 buah bantalan (bearing) dibagian dalamnya dan tiga buah bantalan (stabilizer). B-2. Kultivasi mikroalga skala laboratorium Kultivasi mikroalga skala laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Mikroalga Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB pada semua hasil isolasi dan koleksi spesies mikroalga yang telah didapat. Pada kultivasi skala laboratorium, 1/3 bagian inokulan dimasukkan dalam air laut steril yang telah diberi pupuk sesuai dengan jenis mikroalga yang akan Prosiding InSINas 2012
0009: Mujizat Kawaroe dkk.
EN-9
dikultivasi kemudian wadah kultur diletakkan dalam rak kultur dibawah cahaya lampu serta diaerasi. Media yang digunakan adalah media Guillard dan Conway. Setiap hari, pertumbuhan mikroalga selalu dihitung untuk memantau laju perkembangan selnya. Lalu setelah 7 hari kultivasi, mikroalga bisa dipanen untuk bisa menghasilkan biomassa baik yang basah maupun kering.
gunakan rumus berikut (Salim et al. 2011):
B-3.
Keterangan: OD750 (t0 )= turbiniti sampel pada waktu ke-0 OD750 (t)= turbiniti sampel pada waktu ke-t
Kultivasi mikroalga skala luar ruangan (outdoor)
Kultivasi yang dilakukan dengan sistem kolam terbuka dengan memasukkan bibit Scenedesmus sp. sebanyak 1/3 bagian. Kultivasi berlangsung selama 7 hari dan dilakukan pengukuran kepadatan setiap hari. Media yang digunakan adalah media Guillard dan Conway. Setiap hari, pertumbuhan mikroalga selalu dihitung untuk memantau laju perkembangan selnya. Lalu setelah 7 hari kultivasi, mikroalga bisa dipanen untuk bisa menghasilkan biomassa baik yang basah ataupun kering. B-4.
Pemanenan mikroalga
Pemanenan dilakukan dengan cara flokulasi menggunakan tawas ( K2 SO4 .Al2 (SO4 )3 .24H2 O ) dengan konsentrasi 120 ppm. Setelah terjadi pengendapan dilakukan proses filtrasi atau penyaringan menggunakan kain satin/kertas saring selama beberapa jam. Setelah semuanya tertampung dalam kain satin/kertas saring, hasil panen dapat dikeringkan menggunakan sinar matahari atau oven jika cuaca tidak cukup panas untuk menghilangkan sebagian kandungan air yang tersisa. Hasilnya yang berupa natan, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut meliputi penimbangan biomassa mikroalga dengan menggunakan neraca Ohauss. B-5.
Pemanenan mikroalga dengan metode bioflokulasi
Biomassa mikroalga dipanen menggunakan teknik flokulasi dengan bioflukulan. Pemanenan biomassa mikroalga dilakukan setelah 7-10 hari pengamatan. Perlakuan yang akan dilakukan pada ini adalah: P1 : mikroalga flokulan P2 : mikroalga non-flokulan P3 : mikroalga non flokulan yang ditambahkan mikroalga flokulan pada konsentrasi rendah P4 : mikroalga non flokulan yang ditambahkan mikroalga flokulan pada konsentrasi tinggi Pengamatan yang dilakukan pada kajian pengembangan teknik flokulasi adalah kinetika sedimentasi dan analisis morfologi. Pengamatan kinetika sedimentasi terdiri dari pengukuran optical density pada panjang gelombang 750 nm sehingga diperoleh nilai presentase recovery dan persentase efisiensi recovery, yang dilakukan selama selang waktu tertentu hingga diperoleh kurva yang stasioner. Persentase recovery dan persentase efisesnsi recovery diperoleh dengan meng-
Recovery() =
OD750 () − OD750 (t) × 100 OD750 ()
Rec. Efficiency (%) = 1 −
ODa750 (t) ODa750 (t0 ) ODb750 (t) ODb750 (t0 )
× 100
(1)
(2)
Analisis morfologi dilakukan pada akhit eksperimental sedimen. Sampel diamati berasal dari kuvet yang kemudian diapati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40×10. Selanjutnya dilakukan pemotretan mikroskopik bentuk floks sel mikroalga yang terbentuk. Biomassa yang dihasilkan dari hasil bioflokulasi dikeringkan menggunakan sinar matahari atau oven jika cuaca tidak cukup panas. Hasilnya yang berupa serbuk, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut meliputi penimbangan biomassa mikroalga. B-6. B-7.
Pembuatan Alat Mesin Press Ekstraksi mikroalga menggunakan pelarut organik Ekstraksi yang akan menghasilkan minyak dari mikroalga dilakukan dengan menggunakan larutan kimia heksan dan kloroform (Bligh and Dyer, 1959). Larutan tersebut dapat digunakan langsung untuk mengekstraksi minyak atau dikombinasikan dengan alat pengepres. Cara kerjanya adalah: setelah minyak berhasil dikeluarkan dari alga dengan menggunakan alat pengepres, sisa hasil press dimasukkan ke dalam tabung soklet dan dilarutkan dengan pelarut organik sampai warna asli mikroalga memudar. Setelah itu heksan diuapkan sampai yang tersisa hanya crude oil mikroalga. Ekstraksi ini dilakukan untuk memperoleh minyak mikroalga dan dianalisa untuk mengetahui kandungan senyawa lipid dalam mikroalga yang telah dikultur.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Desain alat panen dan alat press mikroalga Desain rancang bangun sistem pemanenan ini baru dikembangkan oleh tim peneliti SBRC LPPM IPB di tahun 2012. Alat pemanenan mikroalga yang disebut sentrifuse ini dikembangkan untuk bisa mempersingkat waktu dalam proses pemanenan dengan skala yang lebih besar seperti pada hasil kultivasi skala semi outdoor (luar ruangan). Tujuan akhir dari pembuatan alat ini adalah efisiensi waktu, energi dan tenaga pengguna dalam proses pemanenan mikroalga. Desain rancang bangun sistem ekstraksi secara fisik ini baru dikembangkan oleh tim peneliti SBRC LPPM Prosiding InSINas 2012
0009: Mujizat Kawaroe dkk.
EN-10
G AMBAR 1: Grafik perbandingan biomassa hasil pemanenan dengan metode flokulasi dan filtrasi
G AMBAR 2: Persentasi recovery bioflokulasi antara Botryococcus sudeticus dan Scenedesmus sp.
Hal ini dikarenakan adanya mikroalga yang mungkin terbuang saat dilakukan proses penyaringan. Selain itu juga, jenis kertas saring ataupun kain yang digunakan tidak cukup mampu menahan diameter sel mikroalga yang jauh lebih kecil. Metode flokulasi sendiri dapat dikatakan lebih baik karena hanya dengan memisahkan media dengan mikroalga yang akan dikeringkan ataupun dibiarkan mengental. Metode ini pun jadi jauh lebih efektif dibandingkan dengan filtrasi dimana flokulasi hanya membutuhkan bahan kimia dibandingkan dengan filtrasi yang memerlukan peralatan tambahan seperti vacuum pump dan kertas saring/kain satin. C.
Bioflokulasi mikroalga Percobaan ini merupakan salah satu metode pemanenan dengan sistem biologis. Metode yang dikenal dengan bioflokulasi ini menggunakan mikroalga dengan jenis yang berbeda untuk melakukan flokulasi. Jenis mikroalga yang digunakan antara lain adalah Botryococcus sudeticus, Tetraselmis suecica dan Scenedesmus sp. Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa hasil recovery yang paling baik adalah flokulasi yang dilakukan oleh Scenedesmus sp terhadap Botryococcus sudeticus. Persentase recovery yang dilakukan selama 150 menit sebesar 66,51% dan absorbansinya 0,073 (G AMBAR 2). Angka persentasi ini adalah yang paling tinggi diantara 4 percobaan yang telah dilakukan.
IPB di tahun 2012. Mesin tekan mikroalga yang disebut mesin press ini dikembangkan untuk bisa mempersingkat waktu dalam proses ekstraksi atau pascapanen mikroalga dengan skala yang lebih besar seperti pada hasil panen skala semi outdoor (luar ruangan) yang bisa dilakukan dengan alat sentrifuse mikroalga. Tujuan akhir dari pembuatan alat ini adalah efisiensi waktu, energi dan tenaga pengguna dalam proses ekstraksi minyak mentah dari biomassa mikroalga.
D. Ekstraksi mikroalga menggunakan bahan kimia Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak senyawa lipid dari mikroalga di antaranya adalah pelarut heksan dan kloroform (G AMBAR 2). Dari hasil ekstraksi tersebut, diketahui bahwa kloroform merupakan pelarut yang mengekstrak senyawa lipid pada mikroalga paling banyak dibandingkan pelarut heksan. Hasil ekstraksi mikroalga menggunakan pelarut kloroform adalah sebanyak 12,36% sedangkan dengan heksan adalah sebanyak 10,17%. Hal ini dikarenakan pelarut kloroform menarik bukan hanya senyawa lipid netral tapi juga lipid polar seperti pigmen warna pada mikroalga.
B.
E.
Biomassa mikroalga hasil filtrasi dan flokulasi G AMBAR 1 menunjukkan perbandingan hasil pemanenan dengan menggunakan metode filtrasi dan flokulasi. Untuk hasil pemanenan yang telah dilakukan, didapatkan biomassa mikroalga dari hasil kultivasi sebesar 0,23 gram/liter untuk metode filtrasi dan 0,56 gram/liter untuk metode flokulasi. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa mikroalga yang dipanen dengan menggunakan metode flokulasi lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan metode filtrasi. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa metode pemanenan flokulasi bisa mendapatkan biomassa yang lebih banyak dibandingkan dengan metode filtrasi.
Perbandingan proses pemanenan antara alat sentrifuse dan filtrasi/ flokulasi/bioflokulasi Hasil perbandingan pemanenan antara beberapa metode disajikan pada TABEL 1. Dari hasil yang didapat pada proses pemanenan yang dilakukan secara kimiawi (TABEL 1), hasil panen mikroalga dengan metode flokulasi pada skala laboratorium didapat sebanyak 1,40 gr kering/liter. Sedangkan untuk hasil panen mikroalga dengan metode filtrasi pada skala laboratorium didapat sebanyak 0,39 gr kering/liter. Untuk hasil panen secara biologis, dilakukan dengan metode bioflokulasi dan didapatkan hasil biomassa mikroalga sebanyak 1,40 gr kering/liter. DiProsiding InSINas 2012
0009: Mujizat Kawaroe dkk.
EN-11
antara ketiga metode yang dilakukan, metode bioflokulasi menghasilkan biomassa yang sama dengan metode flokulasi. Hal ini menyatakan bahwa kedua metode tersebut memiliki efisiensi yang hampir sama dimana metode flokulasi menggunakan bahan kimia untuk mengendapkan biomassa mikroalga sedangkan metode bioflokulasi menggunakan spesies tertentu yang bisa mengendapkan spesies mikroalga yang diinginkan. Untuk kultivasi mikroalga skala luar ruangan, juga dilakukan dengan 3 metode yakni dengan metode flokulasi, filtrasi dan fisik menggunakan alat panen sentrifuse mikroalga (TABEL 2). Dari hasil panen mikroalga dengan metode flokulasi didapatkan biomassa sebanyak 0,56 gr kering/liter. Sedangkan dari hasil panen mikroalga dengan metode filtrasi didapatkan biomassa sebanyak 0,15 gr kering/liter. Untuk hasil panen mikroalga secara fisik dengan menggunakan alat panen sentrifuse didapatkan biomassa sebanyak 0,60 gr kering/liter dengan kecepatan alat 6000 rpm dan 0,69 gr kering/liter dengan kecepatan alat 7000 rpm. Dari hasil ketiganya diketahui bahwa dengan menggunakan metode fisik untuk pemanenan mikroalga, hasil biomassa yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode secara kimiawi pada kultivasi mikroalga skala luar ruangan. Hal ini menunjukkan bahwa alat panen sentrifuse mikroalga terbukti berhasil untuk melakukan efisiensi proses pemanenan mikroalga skala luar ruangan dan massal. F.
Perbandingan proses ekstraksi antara alat press dan bahan kimia Hasil perbandingan proses ekstraksi antara beberapa metode disajikan pada TABEL 2. Proses ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia menghasilkan persentase kadar lemak sebanyak 10,17% dengan pelarut heksan dan 12,36% dengan pelarut kloroform. Dari hasil yang didapat diketahui (TABEL 2) TABEL 1: Perbandingan hasil pemanenan mikroalga dengan 4 metode
Metode pemanenan Flokulasi Filtrasi Bioflokulasi Alat sentrifuse
TABEL 2: metode
Skala laboratorium 1,40 gr kering/l 0,39 gr kering/l 1,40 gr kering/l -
Skala luar ruangan 0,56 gr kering/l 0,15 gr kering/l 0,69 gr kering/l
Perbandingan proses ekstraksi mikroalga dengan 3
Metode ekstraksi Heksan Kloroform Alat Press
Persentase kadar lemak 10,17% 12,36% 17,23%
bahwa dengan menggunakan pelarut organik kloroform, hasil yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pelarut organik heksan. Untuk metode ekstraksi secara fisik dengan menggunakan alat press, hasil yang didapatkan sebanyak 17,23%. Hasil ini merupakan angka tertinggi untuk proses ekstraksi minyak mentah mikroalga. Oleh karena itu, metode yang paling baik untuk proses ekstraksi mikroalga secara maksimal bisa dilakukan dengan metode fisik yakni dengan menggunakan alat press mikroalga.
IV.
KESIMPULAN
Dari hasil ujicoba beberapa metode pemanenan mikroalga, didapatkan bahwa dengan menggunakan metode mekanik atau alat panen sentrifuse, biomassa yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan hanya menggunakan metode kimia yakni flokulasi ataupun filtrasi. Hasil yang didapat dengan menggunakan alat panen sentrifuse adalah sebanyak 0,69 gr kering/liter pada kecepatan alat 7000 rpm. Untuk hasil ujicoba beberapa metode ekstraksi minyak mentah mikroalga, didapatkan bahwa metode mekanik yakni alat press memberikan angka persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut kimia seperti heksan dan kloroform. Hasil yang didapatkan dari alat press ini adalah sebanyak 17,23%.
DAFTAR PUSTAKA [1] Boyd, C.E, (1990), Water quality in ponds for aquaculture, Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Birmingham Publishing Co. Birmingham. [2] Lavens, P. dan P. Sorgeloos (eds), (1996), Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture, FAO Fisheries Technical Paper. No. 361. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. [3] NREL,(1998), A Look Back at the U.S Department of Energy’s Aquatic Spesies Program: Biodiesel from Algae, US National Energy Department, USA. [4] Prince, R.C and Haroon, S.K, (2005), The Photobiological Production of Hydrogen: Potential efficiency and Effectiveness as a Renewable Fuel, Critical Review in Microbiology, 31:19-31,Taylor & Francis. [5] Sina Salim, Rouke Bosma, Marian H. Vermu¨e and Ren´e H. Wijffels, (2011), Harvesting of microalgae by bioflocculation. J. Appl. Phycol. 23: 849-855. [6] Schulz, T, (2006), The economic of microalgae production and processing into biofuel, Farming System Department of Agriculture and Food, Government of Western Australia.
Prosiding InSINas 2012