OPTIMALISASI BUKAAN DEPAN GUNA PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUKO SEBAGAI FUNGSI KANTOR (kasus studi: Ruko Bali View Point No. 46D, Tangerang Selatan)
Adhityo Nur Huda dan Abraham Seno B Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Indonesia is a tropical country which is located along the equator. This condition makes Indonesia gets sufficient sun light, even more. Natursl lighting can be utilized to light up working station so that it creates visual comfort for user who makes there.Nevertheless, a building has limitation in providing side opening to enable light enters the room This research discusses light shelf on the side opening for natural light on an office house building. This research uses Relux Profesional 2014 simulation of which it is conducted based on observation. An experiment is applied to the object of study using Relux Profesional 2014 simulation by optimizing light shelf on the side opening. Research is conducted at Ruko Bali View Point as an office at second floor, related it with the effecting factors. Keyword
: Natural light, light shelf
ABSTRAK Indonesia adalah Negara dengan iklim tropis yang mana dengan posisinya berada di garis khatulistiwa maka Negara Indonesia mendapat sinar matahari yang berkecukupan, bahkan lebih. Pencahayaan alami dapat dimanfaatkan untuk menerangi ruang kerja dalam kantor sehingga dapat tercipta kenyamanan visual dan pengguna ruangan dapat menjalankan aktifitasnya dengan nyaman. Permasalahan yang timbul adalah gedung kantor yang memiliki keterbatasaan dalam bukaan depan yaitu tempat salah satu pencahayaan alami masuk. Penelitian ini membahas bidang pemantul (light shelf) pada bukaan depan guna pencahayaan alami pada ruko sebagai fungsi kantor. Penelitian ini menggunakan simulasi Relux Profesional 2014 yang mana simulasi yang dilakukan berdasarkan data hasil observasi. Pada objek studi akan dilakukan eksperimen dengan simulasi pada Relux Profesional 2014 yaitu optimasi dengan menggunakan bidang pemantul (light shelf) pada bukaan depan. Penelitian dilakukan pada Ruko Bali View Point sebagai fungsi kantor pada lantai dua terkait faktor – faktor yang mempengaruhinya. Kata Kunci
: Pencahayaan alami, light shelf
1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis lembab, dengan memiliki spesifikasi intensitas radiasi matahari yang kuat, temperatur udara yang relative tinggi, kelembaban udara yang tinggi, serta keadaan langit yang selalu berawan dimana faktor-faktor ini selalu terjadi hampir sepanjang tahun (Lippsmeir, 1988). Faktor-faktor ini tentu sangat berpengaruh pada kondisi lingkungan dan pencahayaan alami yang sangat berkaitan dengan tingkat kenyamanan manusia (Rudi, 2014). Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat beraktifitas dengan baik. Khususnya dalam sebuah ruko sebagai fungsi kantor. Hunian yang berada di wilayah beriklim tropis lembab mendapatkan intensitas penerangan cahaya matahari yang melimpah. Dengan lama penyinaran matahari relatif stabil sepanjang tahun yaitu antara pukul 06.00-18.00 atau antara 10-12 jam (Koenigsberger, 1974:76). Menurut Evans (1981) dalam bukunya “daylight in architecture” bahwa orientasi bukaan bangunan yang baik adalah ke Selatan dan Utara, dari pernyataan tersebut maka orientasi orientasi bangunan ke Timur dan Barat kurang baik. Permasalahan timbul pada ruko sebagai fungsi kantor yang memiliki keterbatasan dalam dimensi, bahan, dan orientasi bukaan depan, yang terdapat pada bangunan ruko sehingga mempengaruhi kinerja pencahayaan alami pada ruko sebagai fungsi kantor. Dan intensitas pencahayaan alami yang kurang akan mengganggu kinerja pada aktifitas di ruang kerja. Oleh karena itu, permasalahan – permasalahan diatas menjadi latar belakang penelitian ini dilaksanakan. Penelitian dilakukan pada Ruko Bali View Point sebagai fungsi kantor pada lantai dua terkait factor – factor yang mempengaruhinya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pencahayaan adalah proses, cara, perbuatan memberi cahaya. Sedangkan cahaya itu sendiri diambil dari Wikipedia Bahasa Indonesia adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380-750 mm dimana menurut Oktavia ( 2010:9) dalam Neneng (2014) cahaya merupakan prasyarat untuk pengllihatan manusia terutama dalam mengenali lingkungan dan menjalankannya. Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda penerangan alam seperti matahari, bulan, bintang, api dan mineral yang berflourecent sebagai penerang ruang (Dora & Poppy, tth.). Karena bersumber dari alam, pencahayaan jenis ini sangat bergantung pada iklim, musim dan cuaca, yang sifatnya tidak menentu. Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari atau biasa disebut daylight memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh pencahayaan buatan, yaitu : Meningkatkan semangat kerja, menurut Bean (2004:193) dalam Neneng (2014) cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan dapat memberikan kesan hangat, meningkatkan keceriaan, dan semangat dalam ruang. Sebagai penanda waktu, menurut Pilatowicz (1995:56-57) dalam Neneng (2014) berada dalam suatu ruang yang tertutup dan tidak mendapat cahaya matahari dapat mengacaukan orientasi waktu, disorientasi, dan terkucil dari perubahan kondisi sekitar. Kondisi ini berpengaruh tidak baik pada psokologis dan mengganggu jam biologis manusia. Dengan demikian seluruh ruangan dalam rumah tinggal harus mendapat cahaya daylight. Ada lima dasar sifat cahaya yaitu : 1. Refleksi , adalah proses pemantulan cahaya yang membentur bidang suatu obyek. Pantulan cahaya tergantung pada sifat bidang yang memantulkan cahaya tersebut (kasarlicin), sudut datng cahaya,posisi pengamatan terhadap bidang pantul.
2. Refraksi, adalah proses pembelokan arah cahaya akibat perubahan kecepatan cahaya ketika sinar meninggalkan suatu medium tertentu. 3. Interferensi, adalah kemampuan untuk saling mendukung dan/ atau melemahkan cahaya lain. 4. Transmisi, terjadi apabila gelombang cahaya diteruskan oleh suatu benda tanpa pembelokan atau tanpa perubahan frekuensi. Tingkat transmisi atau transmittance (τ) adalah perbandingan total cahaya yang diteruskan oleh suatu material dengan total cahaya yang datang. 5. Absorbsi, adalah proses perubahan gelombang cahaya yang mengenai suatu permukaan menjadi bentuk energy yang lain, biasanya energy panas.
Menurut Lipsmeier (1997) dalam Sri (2009) matahari merupakan satu-satunya sumber cahaya alami yang menghasilkan cahaya alami (daylight) dengan disertai energi cahaya dan energi panas. Energi cahaya yang dihasilkan oleh sinar matahari akan berpengaruh pada kenyamanan visual didalam bangunan, sedangkan energi panas akan berpengaruh pada kenyamanan termal. Sinar matahari yang dipakai sebagai salah satu sumber cahaya didalam ruang, juga sangat dipengaruhi oleh bidang edar/posisi dari sinar matahari itu sendiri. Dengan rnengetahui secara pasti tentang gerakan atau bidang dari matahari, maka kita mendapatkan gambaran secara utuh mengenai kedudukan matahari apabila ia berada tepat diatas Khatulistiwa pada bulan Maret dan September, di Utara Khatulistiwa pada bulan Juni ataupun di Selatan Khatulistiwa pada bulan Desember.
Orientasi bukaan pada bangunan ke arah Utara-Selatan lebih baik dari pada ke arah Timur-Barat (Evans, 1981) dalam (Rudi, 2013). Hal ini berdasarkan analisa yaitu : a. Arah bukaan Timur-Barat, -
Daerah terkena radiasi luas
-
Beban pendinginan besar
-
Cahaya langsung menimbulkan sengat dan silau
b. Arah bukaan Utara-Selatan, -
Daerah terkena radiasi relatif kecil
-
Beban pendinginan kecil
-
Cahaya alami tidak langsung
Berdasarkan ketentuan SNI 03-2396-2001, pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila : a.
pada siang hari
b.
antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
c.
Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga cahaya langit yang direfleksikan oleh permukaan di luar dan di dalam ruangan. Perbandingan antara tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan terbuka disebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh karena fl merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur. a.
Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang cukup memuaskan maka faktor langit (fl) titik ukur tersebut harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya.
b.
Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :
c.
i.
Titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antara kedua dinding samping yang berada pada jarak 1/3d dari bidang lubang cahaya efektif,
ii.
Titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,5 meter dari dinding samping yang juga berada pada jarak 1/3d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya ekeftif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada “bidang “ batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu.
Jarak “d” pada dinding tidak sejajar
Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jarak di tengah antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya. Seperti pada gambar berikut
d.
Ketentuan jarak “1/3d” minimum
Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang dari pada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3d diganti dengan jarak minimum 2 meter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencahayaan adalah proses, cara, perbuatan memberi cahaya. Cahaya adalah prasyarat untuk penglihatan manusia terutama dalam mengenali lingkungan dan menjalankan aktifitasnya (Oktavia, 2010:9).
Pencahayaan memiliki 3 fungsi utama (Code for Lighting 1) yaitu menjamin keselamatan penggunan interior, memfasilitasi performa visual, dan memperbaiki atmosfer lingkungan visual. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991:1-9) dalam Purnama (2012) untuk merencanakan pencahayaan yang baik ada 5 kriteria yang harus diperhatikan, yaitu : -
Kuantitas cahaya (lighting level) atau tingkat kuat penerangan Distribusi kepadatan cahaya (luminance distribution) Pembatasan agar cahaya tidak menyilaukan (limitation of glare) Arah pencahayaan dan pembentukan bayangan (light directionality and shadows) Warna cahaya dan refleksi warna (light colour and colour rendering) Kondisi dan iklim ruang
Standar intensitas pencahayaan pada ruang kerja adalah 350 lux (SNI, 2000: 6). Arah pencahayaan ideal untuk ruang kerja adalah dari samping tangan yang aktif digunakan. Namun, apabila pekerja kidal, maka arah penyinaran sebaiknya dari sebelah kanan dan apabila pekerja tidak kidal maka arah pencahayaan dari samping kiri agar tidak menciptakan bayangan pada bidang kerja (Dharmasetiawan & Puspakesuma, 1991: 62-63) dalam (Purnama 2012). Pencahayaan kantor yang baik harus dapat memudahkan aktivitas kerja serta memenuhi kebutuhan kenyamanan psikologis dan interaksi antar pribadi di kantor. Kebutuhan-kebutuhan ini akan dapat terpenuhi bila desain pencahayaan memperhatikan 3 aspek berikut (Bean, 2004: 166) dalam Purnama (2012) : -
Visual comfort Visual satisfaction Visual performance
Berdasarkan terjemahan dari wikipedia, Light Shelf adalah elemen arsitektur yang memungkinkan cahaya bisa masuk lebih jauh menembus ke dalam ruangan. Berupa elemen horizontal dengan tingkat reflektansi yang tinggi ditempatkan pada bidang jendela diatas pandangan mata mampu memantulkan cahaya ke langit-langit dan masuk lebih jauh ke dalam ruangan.
Ashiqur Rahman (2009) dalam Neneng (2014) konferensi IBPSA ke sebelas melakukan penelitian untuk mengetahui ketinggian light shelf yang efektif untuk ditempatkan pada jendela dengan melakukan percobaan menempatkan light shelf pada beberapa ketinggian
jendela ruangan kantor yaitu 1.5m, 1.75m, 2m, 2.25m, 2.5m, dan 2.75m. Seperti yang digambarkan pada gambar 2.7 Hasil penelitian menunjukan light shelf yang ditempatkan pada ketinggian 2m untuk ketinggian plafon 3m adalah yang paling efektif.
3 METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (sugiyono, 2013). Dalam hal ini bukaan depan dan pengendali cahaya yaitu bidang pantul (light shelf). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara : Test, yaitu menggunakan alat ukur berupa Lux Meter untuk mengukur intensitas cahaya alami dalam kantor, dan Nontest, yaitu dengan melakukan observasi kondisi lapangan ruko, serta simulasi komputer dengan menggunakan program Relux Profesional 2014. Mengadopsi metode yang digunakan oleh Rudi (2013) dan Neneng (2014). Penggunaan program Relux ini sangat sesuai dalam pengumpulan data penelitian melalui simulasi serta kemudahan dalam pengoperasian dan perolehan softwarenya. Langkah – langkah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Kajian Pustaka Mempelajari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan studi kasus yang akan diteliti seperti : Persyaratan pencahayaan alami untuk kantor, sudut cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan, pengertian kantor, dan teknologi bidang pemantul (light shelf) untuk mengoptimalkan pencahayaan alami. 2. Pengumpulan Data Dilakukan untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam proses studi kasus peneltian ruang kantor, seperti : a. Mengukur luasan kantor (ruang kerja). b. Mengukur tinggi dan warna plafond c. Mengukur bukaan depan. d. Mencatat kondisi disekitar bukaan. e. Mencatat jenis material yang digunakan pada lantai . f. Mencatat jenis material yang digunakan pada dinding. 3. Pengukuran Menggunakan Lux Meter Tahap selanjutnya setelah melakukan observasi lapangan adalah pengukuran intensitas pencahayaan. Untuk mengetahui intensitas pencahayaan dalam ruangan digunakan Lux meter tipe LX-1010B. Dengan meletakan sensor Lux meter pada titik – titik atau 3 titik tertentu pada bidang kerja (TUS1, TUU, TUS2). Sensor Lux Meter diletakan kemudian ditekan tombol (on). Sampai pergerakan angka pada layar berhenti dan menunjukan angka tertentu tekan tombol (hold) dan angka tersebut dicatat, hal sama untuk titik-titk seterusnya.
Setelah selesai tekan tombol (off) dan tutup kembali sensor Lux Meter. Pengukuran dilakukan dengan memperhatikan pergerakan lintasan matahari pada : a. Pukul 08:00, atau pagi hari saat matahari mulai terbit, b. Pukul 12:00, atau siang hari saat pencahayaan matahari maksimal c. Pukul 16:00, atau sore hari saat matahari mulai terbenam. 4.
Simulasi Komputer Relux Profesional 2014
Data yang sudah terkumpul dari proses observasi dan pengukuran intensitas cahaya dengan Lux meter kemudian ditentukan intensitas pencahayaan paling minimal untuk dibuatkan dalam simulasi komputer Relux Profesional 2014 untuk direkayasa sehingga menghasilkan model pencahayaan yang memadai. Tahapan simulasi komputer Relux Profesional 2014 adalah : a. Menginstall program di laptop, b. Membuka program yang sudah berhasil di install, c. Memilih kriteria simulasi yang akan digunakan, d. Memasukan data isian yaitu : - Ukuran ruang, panjang dan lebar ruang dalam satuan meter, - Ketinggian plafon, dalam satuan meter, - Ketinggian letak sensor Relux, dalam penelitian ini ditentukan 0,75 m didasarkan pada ketinggian meja kerja. e. Memasukan Nort Angel yaitu sudut yang terbentuk antara utara pada relux dengan arah utara sesungguhnya. f. Memasukan Object Room Element, yaitu - Pintu, - Jendela - Furniture g. Hasil
4 HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Observasi Lapangan
Table 1 Data Hasil Observasi Lapangan
No.
Uraian
Sketsa
Keterangan
1
Orientasi Bangunan
Orientasi bangunan mengarah ke timur laut
2
Luas Lantai
24.60m2
3
Tinggi Plafond (Floor to Ceiling)
2.80m
4
Luas Bukaan
5
Finishing Lantai
6
Finishing Dinding & Layout Furniture
6.77m2
Keramik Uk. 30x30, Putih
W1 = Biru Telur Asin W2 = Biru Telur Asin W3 = Abu Muda W4 = Biru Telur Asin
7
4.2
Finishing Plafond
Gypsum board, putih
Hasil Pengukuran Menggunakan Lux Meter
Pengukuran dilakukan terhadap Ruko Bali View Point No. 46D yang memilik arah bukaan ke timur laut, dimana arah bukaannya tidak terhalang apapun. Pengukuran dilaksanakan pada 7 hari dalam kondisi langit bervariasi. Pengukuran dilaksanakan sesuai peraturan SNI 03-2396-2001 dalam tiga waktu di hari yang sama. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah Lux meter tipe LX-1010B.
Lokasi Pengukuran
Titik Pengukuran
Grafik Hasil pengukuran
Berdasarkan analisis dari hasil pengukuran dengan menggunakan Lux meter tipe LX1010B pada table 5.1 pada ruko sebagai fungsi kantor yang orientasi bukaan depannya mengarah ke timur laut dan dilakukan dalam tujuh hari, intensitas pencahayaan alami paling rendah setelah dirata – ratakan adalah 104 Lux yang mana mengalami penurunan intensitas dari waktu pagi ke siang hari dan sore hari. Sedangkan nilai intensitas pencahayaan alami paling tinggi setelah dirata – ratakan adalah 148 Lux. Nilai – nilai tersebut belum memenuhi minimal standar pencahayaan yang ditetapkan SNI untuk pencahayaan kantor, yaitu 350 Lux. Dari kesimpulan diatas, akan disimulasikan dengan program Relux Profesional 2014 karena kantor masih memiliki intensitas cahaya yang rendah dan masih belum memenuhi SNI sehingga perlu dilakukan optimasi. Optimasi dilakukan dengan menerapkan teknologi bidang pemantul (light shelf). 4.1 Hasil Simulasi Data Lapangan Dengan Relux Profesional 2014
Denah Simulasi Berdasarkan Data Lapangan
Denah Nilai Distribusi Cahaya Simulasi Berdasarkan Data Lapangan
View 3D Simulasi Berdasarkan Data Lapangan
4.3 Hasil Simulasi Light Shelf Alt. 1 Dengan Relux Profesional 2014
Denah Simulasi Light Shelf Alt. 1
Denah Nilai Distribusi Cahaya Simulasi Ligt Shelf Alt. 1
View 3D Simulasi Ligt Shelf Alt. 1
4.4 Hasil Simulasi Light Shelf Alt. 2 Dengan Relux Profesional 2014
Denah Simulasi Light Shelf Alt. 2
Denah Nilai Distribusi Cahaya Simulasi Ligt Shelf Alt. 2
View 3D Simulasi Ligt Shelf Alt. 2
Tabel Simulasi Relux pada Bulan Desember
No.
Jenis Light Shelf
Hasil Simulasi Relux Pro. 2014 (Lux) 08:00
12:00
16:00
Ratarata (Lux)
SNI (Lux)
Uo
1
Tanpa Light Shelf (Simulasi sesuai data lapangan)
143
247
119
170
350
0,08
2
Light Shelf Alternatif 1
164
284
136
195
350
0,14
3
Light Shelf Alternatif 2
145
252
121
173
350
0,13
Tabel Simulasi Relux pada Bulan Maret
No.
Jenis Light Shelf
Hasil Simulasi Relux Pro. 2014 (Lux) 08:00
12:00
16:00
Ratarata (Lux)
SNI (Lux)
Uo
1
Tanpa Light Shelf (Simulasi sesuai data lapangan)
128
258
136
174
350
0,08
2
Light Shelf Alternatif 1
146
296
156
199
350
0,14
3
Light Shelf Alternatif 2
130
263
139
177
350
0,13
Ratarata (Lux)
SNI (Lux)
Uo
Tabel Simulasi Relux pada Bulan Juli
No.
Jenis Light Shelf
Hasil Simulasi Relux Pro. 2014 (Lux) 08:00
12:00
16:00
1
Tanpa Light Shelf (Simulasi sesuai data lapangan)
111
227
110
149
350
0,08
2
Light Shelf Alternatif 1
128
261
125
171
350
0,14
3
Light Shelf Alternatif 2
113
232
112
173
350
0,13
Intensitas Cahaya (Lux)
Grafik Distribusi Cahaya Hasil Simulasi Relux Pro 2014 195 173 140
170 Desember
199 177 174 Maret Bulan
Simulasi Data Lapangan
Light Shelf Alt. 1
Light Shelf Alt. 2
Grafik Intensitas cahaya Simulasi Relux
Grafik Nilai Distribusi Cahaya Simulasi Relux
171 173 149 Juli
Berdasarkan pengolahan data dan analisa hasil simulasi Relux Profesional 2014, untuk jenis light shelf dengan tiga alternatif, seperti pada table dan grafik diatas. Dapat dilihat perbedaan masing – masing light shelf yang digunakan. Dari keseluruhan simulasi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Penggunaan bidang pemantul (light shelf) alternatif 1 pada tiga waktu, terjadi peningkatan intensitas pencahayaan alami dalam ruangan yaitu 15% dari simulasi sesuai data lapangan dan mengalami peningkatan distribusi pencahayaan alami dalam ruangan dari simulasi sesuai data lapangan yaitu 0.08 menjadi 0.14.
2.
Penggunaan bidang pemantul (light shelf) alternatif 2 pada tiga waktu, terjadi peningkatan intensitas pencahayaan alami dalam ruangan yaitu 2% dari simulasi sesuai data lapangan dan mengalami peningkatan distribusi pencahayaan alami dalam ruangan dari simulasi sesuai data lapangan yaitu 0.08 menjadi 0.13.
Dari hasil percobaan simulasi hasil intensitas pencahayaan alami dengan hasil dari pengkuran dilapangan, intensitas yang didapat tidak sama dikarenakan faktor – faktor yang mempengaruhi penelitian yang telah dijelaskan pada bab metode penelitian. Dan dari semua percobaan simulasi , terlihat bahwa penggunaan bidang pemantul (light shelf) dapat menambah intensitas pencahayaan alami dalam ruangan dan meningkatkan distrubusi pencahayaan alami dalam ruangan. Bidang pemantul (light shelf) alternatif 1 adalah yang paling efektif mengoptimalkan intensitas pencahayaan alami dalam ruangan, yaitu bidang pemantul (light shelf) yang ditempatkan pada ketinggian efektif. Sehingga jarak dari lantai hingga bidang pemantul (light shelf) mempengaruhi intensitas dan distribusi pencahayaan alami dalam ruangan.
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis data hasil pengukuran lapangan dan simulasi intensitas cahaya pada tiga bulan yang mewakili posisi matahari dalam setahun yaitu dengan menggunakan bidang pemantul (light shelf) bukaan depan pada area lantai dua Ruko Bali View Point No. 46D, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dengan orientasi bangunan mengarah ke Timur Laut, kurang optimal dalam memasukan cahaya matahari yang dibutuhkan untuk memenuhi kenyamanan visual untuk kantor (ruang kerja). 2. Dengan menambahkan light shelf pada bukaan depan, terbukti efektif menambah intensitas cahaya yang masuk dalam ruangan dan meningkatkan nilai distribusi cahaya yang masuk dalam ruangan. Namun dengan demikian dapat dinyatakan dengan menambahkan bidang pemantul (light shelf) yang disimulasikan pada bukaan depan dengan jenis bidang pemantul (light shelf) yang digunakan dalam penelitian, belum bisa memenuhi standar kenyamanan, hanya dapat menambah intensitas cahaya dan meningkatkan nilai distribusi cahaya dalam ruangan. 5.2 Saran Penelitian optimalisasi bukaan depan guna pencahayaan alami pada ruko sebagai fungsi kantor ini terbatas pada penambahan bidang pemantul (light shelf) saja pada bukaan depan untuk mengoptimalkan intensitas cahaya pada ruangan. Dan dalam proses pengumpulan data dan pengolahan data yang menggunakan alat Lux Meter dan simulasi komputer memiliki keterbatasan dan dalam pemasukan datanya mengalami penyeseuaian – penyesuaian untuk mempermudah proses simulasi. Saran untuk peneliti selanjutnya : 1. Penelitian dikembangkan dengan pendekatan variable penelitian yang lebih detail untuk mengoptimalkan intensitas cahaya dalam ruang, diantaranya mengkaji pengaruh bukaan depan dan pengaruh penambahan light shelf dengan kemiringan tertentu
2. Peneliti selanjutnya dapat meneliti optimasi pencahayaan alami pada kantor dengan mengkaji hal yang mempengaruhi intensitas cahaya dalam ruang diantaranya elemen – elemen ruang, furniture dalam ruang. 3. Objek yang diteleti tidak terbatas pada satu orientasi bangunan, namun dikembangkan menjadi beberapa orientasi. Saran untuk ilmu perancangan
:
1. Arsitek yang merancang hendak mengoptimalkan pencahayaan alami
memperhatikan
orientasi
bangunan
untuk
2. Mempertimbangkan luas bukaan, penggunaan bidang pemantul (light shelf) , dan elemen – elemen ruang Saran untuk pemilik ruko sebagai fungsi kantor
:
Pada bukaan depan ruko lantai dua ditambahakan bidang pemantul (light shelf) untuk mengoptimalkan pencahayaan alami.
6 REFERENSI Aryuni, Neneng Dewi. 2014. “Kinerja Pencahayaan Alami Pada Satuan Rumah Susun”. Skripsi Seminar Arsitektur. Universitas Mercu Buana Bean, Robert. 2004. Lighting Interior And Exterior. Massachusets: Architectural Press Darmastiawan, Christian, dan Lestari Puspakesuma. 1991. Teknik Pencahayaan dan Tata Letak Lampu, Jilid: Pengetahuan Dasar. Jakarta: Grasindo Dora, Purnama E. dan Poppy F. N. t.th. “Pemanfaatan Pencahaaan Alami Pada Rumah Tinggal Type Townhouse di Surabaya”. Jurnal Penelitian. Universitas Kristen Petra Hardiansyah, Rudi. 2013. “Pengaruh Jenis dan Orientasi Jendela Terhadap Intensitas Cahaya Studi Kasus Kamar Tidur Pada Rumah Tinggal”. Skripsi Seminar Arsitektur. Universitas Mercu Buana. Istiawan, Saptono dan Puspa, Ira, 2006, Ruang Artistik Dengan Pencahayaan, Jakarta :Penebar Swadaya. Koenigsberger, O.H. et al. 1973. Manual Of Tropical Housing and Building. Bombay :Orient Longman, India. Lippsmeier 1988, George. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga. Oktavia, Tantri. 2010. Fisika Bangunan. Malang: Bayumedia Publishing. Pilatowicz, Grazyna. 1995. Eco Interiors. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Rungta Shaily dan Vipul Singh. 2011. “Horizontal Shading Devices and Light Shelves“. Assignment No.3-Design Guide. DSC 558 Daylighting. Standar Nasional Indonesia, 2001. Fungsi Ruang dan Tingkat Pencahayaan. 03-23962001. SNI. Standar Nasional Indonesia, 2001. Letak dan Bentuk Lubang Cahaya. 03-2396-2001. SNI. Standar Nasional Indonesia, 2001. Ketentuan Dasar Pencahayaan . 03-2396-2001. SNI. Standar Nasional Indonesia, 2000. Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan. 036197-2000. SNI. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.