open recruitment Terbuka untuk mahasiswa Fakultas Film dan Televisi, Fakultas Seni Rupa, dan Fakultas Seni Pertunjukan. Isi formulir di majalah dan kumpulkan ke kotak AKSI terdekat sebelum 10 April 2015.
Reporter Poet Writer Graphic Designer Illustrator Comic Artist
Grammar Nazi Fortune Teller Food Enthusiast Philosopher Comedian Photographer
ask &
SeE
EDISI 3 NO 1 2015
MAJALAH TRIWULAN
Exposure:
Susunan Senat Mahasiswa Baru
Film Technique:
EXPLOSION
Photography Tips:
PHONE-TOGRAPHY
TABLE OF CONTENTS
EDISI 3 NO. 1 2O15
3 Introduction 4 Contributors 5 Vox Pop & Talkies 6 Exposure 10 Reportage 22 Point of View 28 Cinemascope 30 Viewfinder 32 Film Technique 34 Photography Tips
36 Close Up 37 The Survival Guide 38 Film Apparatus 40 Campus Life 44 Foodie Corner 46 Galerie de Photos 50 Plot Point 52 Flash Forward 54 Application Form 55 AKTRIS
Majalah AKSI diterbitkan oleh Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta. Majalah ini bertujuan untuk membangun semangat menulis dan membaca, serta menjadi sarana komunikasi antara Fakultas Film dan Televisi dengan Fakultas Seni Rupa dan Fakultas Seni Pertunjukan.
4 | Majalah AKSI
Penasihat Umum R.B. Armantono, M.Sn. Penasihat Teknis Arda Muhlisiun, M.Sn. Sam Sarumpaet, M.Sn. Bambang Supriadi, S.Sn. SELAMAT PAGI TEMAN AKSI! Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat pagi sahabat dan selamat berjumpa kembali dengan AKSI. Salam sejahtera bagi semua pembaca setia majalah AKSI terutama civitas academica Institut Kesenian Jakarta. Transisi adalah peralihan, situasi yang sedang dihadapi kampus FFTV-IKJ. Kali ini para Senat Mahasiswa lama Rini cs beralih ke yang baru, Firmansyah cs. Juga tim redaksi majalah AKSI beralih dari Bawuk cs ke Caecilia cs. Menyerahkan tongkat estafet kepada orang yang tepat tidaklah semudah membalikkan tangan—diperlukan energi lebih untuk melaksanakannya, sebab memilih seseorang dengan tekad serta daya dibutuhkan kemauan yang besar bagai memilih jarum di tumpukan jerami. Kemudian bulan Maret 2015 ini ditandai sebagai Hari Film Nasional yang ke-65 dan kehadiran majalah AKSI turut menyemarakkannya. Selain itu, FFTV sebagai institusi yang mencetak para praktisi sekaligus akademisi bekerjasama dengan IKAFI mengadakan acara launching dengan kegiatan bertajuk “Beyond the Screen”. Ask & See, menjadi tagline baru pada penerbitan kali ini. Tanya dan Lihat sebagai pengejawantahan dari membaca dan menulis. Dengan membaca anda akan mengenal dunia dan dengan menulis maka dunia akan mengenalmu, camkan ini! Anda tidak akan pernah bisa membaca dalam mimpi, karena membaca dan bermimpi adalah fungsi dari dua sisi yang berbeda dari pikiran. Jadi tetaplah bermimpi demi meraih cita-cita dan selamat ber-AKSI!
Wassalam, German G. Mintapradja, M.Sn. Pemimpin Umum
Pemimpin Umum German G. Mintapradja, M.Sn. Pemimpin Redaksi Caecilia Sherina Wakil Pemimpin Redaksi Ella Putri Maning Sekretaris dan Bendahara Redaksi Bella Fitrianah Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Nabilah Putri Dewani Tim Penulisan Mubyar Parangina Samuel Rustandi Cemara Weda Chrisalit Larry Luthfianza Revin Palung Tim Reportase Yudhistya Putri Bharati Zafira Sekarnegara Tim Fotografi Alfathir Yulianda Fina Ayu Kumala Devi Tim Artistik Adhi Abel Garyanes Yulius Novian Virgiawan Redaktur Bahasa dan Fotografi Bawuk Respati Fira Budiman Asaf Kharisma Putra Utama
5 | Majalah AKSI
CONTRIBUTORS
Abe Kusuma
Batara Aji Pekerti
Angkatan 2011 Penyutradaraan Fakultas Film dan Televisi
Angkatan 2012 Penulisan Skenario Fakultas Film dan Televisi
Dicky Purnama Sidik
Firizqi Nasution
Julius Pandu
M. Myrdal Muda
Angkatan 2012 Penyutradaraan Fakultas Film dan Televisi
Angkatan 2014 Fakultas Film dan Televisi
Angkatan 2012 Penyutradaraan Fakultas Film dan Televisi
Angkatan 1983 Penyuntingan Gambar Fakultas Film dan Televisi
6 | Majalah AKSI
Candra Aditya Rahman Angkatan 2009 Penataan Suara Fakultas Film dan Televisi
Chairunnisa Angkatan 2012 Seni Murni Fakultas Seni Rupa
VOXPOP Setiap kapan sih AKSI itu terbit? Mulai sekarang, AKSI adalah majalah triwulan, artinya terbit tiap 3 bulan sekali. Karena AKSI adalah majalah mahasiswa, jadwal terbitnya juga mengikuti jadwal kuliah. Tiap semester dijadwalkan untuk 2 edisi terbit.
Apa yang bisa kita dapatkan ketika kita bergabung di AKSI? Banyak banget keuntungan yang bisa kamu dapatkan kalau bergabung di AKSI! Pertama, kamu akan mendapatkan pelatihan khusus dari para profesional di bidang yang kamu pilih. Baik sebagai reporter, penulis, desainer, maupun fotografer! Kamu juga akan mendapat kesempatan meliput acara ke segala tempat, yang tidak menutup kemungkinan bisa memperluas pengetahuan kamu, pergaulan kamu, dan kadang juga menjadi ajang jalan-jalan gratis. Ketiga, AKSI adalah cara yang asyik dan berwawasan untuk aktif di kampus—tidak hanya ketemu teman-teman baru (baik dari angkatan yang sama maupun berbeda), kamu juga berkesempatan belajar mengasah kemampuan menulis (ini akan sangat berguna dalam perkuliahanmu loh!). Tidak hanya itu, majalah AKSI juga dibaca oleh para tamu-tamu terhormat IKJ yang berasal dari manca negara. Artinya karya kamu dalam bentuk apapun itu akan dilihat oleh banyak orang! Terakhir, bergabung dengan AKSI itu seperti bergabung dengan keluarga besar yang super-duper seru. Masa sih belum mau gabung juga? ;-)
TALKIES “Salam buat Fira Budiman, semoga kapan-kapan kita bisa ngobrol!” Pancake
“Salam buat Dian Yulinda, tolong mukanya dikontrol yah! Haha...” Mr. Bolot
“Salam buat Abdel Darroza yang biasa tipsen terus.” Alumnus Kwitang
“Salam buat Rian Ferdiansyah, kalo mau ngambil kelas Penyut, rajin masuk ya!” Aep
“Salam buat maba-maba 2014, selamat datang dan selamat berkarya!” Kakak-Kakakan
“Salam buat adek-adek unyu angkatan baru!” The Dark Knight
7 | Majalah AKSI
exposure
Struktur Organisasi
SEMA FFTV-IKJ Oleh Batara Aji Pekerti
S
enat Mahasiswa (SEMA) yang “baru” saat ini memiliki AD/ART baru, logo baru, serta divisi-divisi baru. Yah pokoknya semuanya baru. Oleh karena semuanya baru (bahkan pengurusnya pun tidak memiliki hubungan dengan periode sebelumnya), mohon dukungan dari para mahasiswa
5. Menjalin hubungan baik antar civitas academica IKJ dengan asas kebersamaan dan kekeluargaan. 6. Berperan serta dalam perkembangan insdustri kreatif dan kehidupan bermasyarakat.
agar SEMA dan mahasiswa dapat bekerja sama dengan baik dalam membawa FFTV-IKJ ke arah yang lebih positif. Peribahasa mengatakan bahwa, “Tak kenal maka tak sayang.” Supaya kita saling kenal satu sama lain, maka melalui tulisan ini, kami akan menjelaskan pada para pembaca tersayang mengenai apa itu SEMA sejelas-jelasnya!
adalah aspirasi mahasiswa, apresiasi karya, keaktifan mahasiswa, hubungan baik antar civitas academica IKJ serta peran aktif mahasiswa kepada masyarakat.
Visi SEMA FFTV sebagai sarana aspirasi dan kreativitas mahasiswa yang aktif, kritis, serta harmonis dalam pengabdian terhadap kesenian dan kebudayaan Indonesia.
Misi (pasal 6) 1. Menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa agar terciptanya lingkungan kampus yang kondusif. 2. Memfasilitasi kegiatan kemahasiswaan, produktivitas mahasiswa, dan apresiasi karya dalam rangka meningkatkan kreativitas. 3. Merangsang partisipasi mahasiswa dalam keorganisasian. 4. Meningkatkan rasa kepedulian mahasiswa terhadap sesama dan lingkungan sekitar.
8 | Majalah AKSI
Dilihat dari misinya, tujuan akhir SEMA
Pembagian Divisi 1. Divisi Aspirasi: menampung aspirasi mahasiswa (kalau ketemu orang-orangnya, todong saja; kasih aspirasi kalian ke mereka!) 2. Divisi Sosial-Politik dan Keorganisasian: bertugas mengamati kebijakan pemerintah di luar sana dan kualitas “keaktifan” mahasiswa FFTV-IKJ. 3. Divisi Rumah Tangga: mengurus permasalahan internal SEMA sendiri: acara-acara dan kebutuhan ruang kerja. 4. Divisi Apresiasi: membangun suasana kondusif, memfasilitasi serta mendorong karya anak FFTV agar semakin berkualitas. 5. Divisi Kewirausahaan: mengurus keuangan internal SEMA dan meningkatkan jiwa kewirausahaan mahasiswa FFTV. 6. Divisi Kekeluargaan: menjaga hubungan baik antar civitas academica, membuat kita semua semakin akrab sebagai satu keluarga besar.
Senator Firmansyah
Wakil 1 Batara
Aspirasi Daniel Fauzan
Sekretaris Nurul
Sekretaris 2
Humas Cemara
Humas 2
Bendahara Dede
Bendahara 2
Wakil 2 Myrdal
Apresiasi Sofyan Ihsan Rendro
Sosial-Politik & Keorganisasian Apung Nanta
Kewirausahaan Intan Riama
Rumah Tangga Hugo Dian
Kekeluargaan Jeremy Genza Raihan Tian
Makna Lambang 1. Bentuk fast forward yang menyerupai lensa di bagian kiri lambang berarti harapan untuk melangkah maju mengikuti perkembangan zaman dengan pandangan sebagai mahasiswa seni. 2. Bentuk magazine yang memuat “SEMA” di bagian atas lambang menunjukkan identitas sebagai lembaga perwakilan mahasiswa yang berfungsi sebagai penampung aspirasi mahasiswa. 3. Bentuk televisi yang menampilkan lambang pohon hayat berarti Senat Mahasiswa berkewajiban menyalurkan aspirasi mahasiswa FFTV-IKJ dalam asas kekeluargaan. 4. Warna hijau menunjukkan warna bumi yang memuat makna kelimpahan, kesuburan, pertumbuhan, muda, keseimbangan, dan persahabatan seiring dengan warna panji FFTV. 5. Warna putih merupakan hasil dari penggabungan spektrum cahaya yang berarti kesatuan dalam keberagaman.
9 | Majalah AKSI
exposure
Struktur Redaksi Baru Majalah
Oleh Yudhistya Putri Bharati
AKSI
T
idak hanya Senat Mahasiswa yang memberikan tongkat estafet kepada mahasiswa generasi selanjutnya, redaksi majalah AKSI pun harus melakukan transisi. Posisi pemimpin redaksi yang sebelumnya dipegang oleh Bawuk Respati angkatan 2011 telah diturunkan kepada mahasiswa angkatan 2012 bernama Caecilia Sherina. Dengan semangat baru, redaksi AKSI pun melakukan berbagai perubahan dalam sistem penerbitan sekaligus konten majalahnya. Selama ini AKSI hanya terbit satu kali dalam satu tahun dan dalam jumlah halaman 80 hingga ratusan per jilidnya. Namun dengan sistem yang baru, majalah AKSI berencana untuk terbit 2 kali dalam satu semester dengan jumlah halaman sekitar 60 per jilid. Tentunya majalah AKSI akan tetap gratis dan dapat ditemukan di perpustakaan setiap fakultas di Institut Kesenian Jakarta. Selain itu, salah satu hal yang menarik dari susunan redaksi yang baru ini adalah keikutsertaan mahasiswa Fakultas Seni Rupa. Dulu anggota redaksi majalah AKSI hanya berasal dari Fakultas Film dan Televisi, namun sejak saat ini, peraturan itu dirubah dan redaksi AKSI berencana untuk terus memperluas jaringannya hingga ke Fakultas Seni Pertunjukan. (YPB)
Logo AKSI dari tahun ke tahun
10 | Majalah AKSI
Bagi para mahasiswa baru yang berminat menjadi anggota redaksi, penerimaan anggota akan selalu diadakan di bulan April dan formulir untuk tahun 2015 dapat dilihat di halaman akhir majalah AKSI.
Penasihat Umum
Penasihat Teknis
Wakil Pemimpin Redaksi
Sekretaris & Bendahara
Kepala Divisi HUMAS
Koordinator Penulisan
Koordinator Reportase
Bahasa Indonesia
Koord. Rubrik AKTRIS
Koord. Rubrik TALKIES
Bahasa Inggris
Pemimpin Umum
Pemimpin Redaksi
Koordinator Fotografi
Koordinator Artistik
Redaktur
Fotografer Mandiri
Desainer Grafis
Fotografer Reportase
Desainer Layout
Indonesia
Ilustrator
Inggris
Bahasa
Fotografi
Bagan Struktur Organisasi
11 | Majalah AKSI
reportage
Oleh Mubyar Parangina
B
ertemu dengan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seni dan membuat sebuah karya film pendek bersama dalam kurun waktu kurang dari sepekan, merupakan hal yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Pengalaman berharga saya dapatkan saat mengikuti kegiatan workshop film yang merupakan bagian dari rangkaian program acara Festival Kesenian Indonesia (FKI) ke-8 yang diselenggarakan di ISI Yogyakarta, pada 22-27 September 2014 lalu. FKI sendiri merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTSI) untuk mengakomodir perguruan-perguruan tinggi seni dalam meningkatkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, baik sebagai insan seni secara pribadi maupun dalam lingkup
12 | Majalah AKSI
Workshop Film Festival Kesenian Indonesia 8: SEBUAH CATATAN HARIAN masyarakat, melalui aktualisasi ruang seni yang menjadi agenda rutin secara berkala. Kegiatan workshop film yang saya ikuti ini berlangsung di Ruang Audio Visual Fakultas Seni Media Rekam dan Studio Editing Jurusan Televisi Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta. Pematerinya adalah praktisi dari FourColours Films, sementara pesertanya berasal dari tujuh perguruan tinggi seni di Indonesia, yaitu ISI Padang Panjang, IKJ, STSI Bandung, ISI Surakarta, STKW Surabaya, ISI Denpasar, dan ISI Yogyakarta sendiri. Setiap perguruan tinggi mengirimkan 2-3 orang mahasiswa yang rata-rata merupakan mahasiswa semester 5. IKJ sendiri mengirimkan dua orang perwakilan dari FFTV untuk mengikuti kegiatan ini, yaitu saya dan seorang rekan lainnya.
Perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta ditempuh selama kurang lebih 8 jam dengan menggunakan kereta Gajah Wong. Setiba di penginapan, belum banyak delegasi perguruan tinggi seni lain yang datang. Awalnya, percakapan antar delegasi masih sebatas perkenalan saja. Hal ini berlanjut hingga saat pertama kalinya saya dan delegasi lainnya berada dalam bis menuju lokasi kegiatan. Di hari pertama, Edi Cahyono dan Seno Aji Julius menyampaikan materi mengenai penyutradaraan dan naratif. Kegiatan ini dimulai pada sekitar pukul 08.30 WIB hingga 17.00 WIB. Materi ini membahas tentang bagaimana untuk memulai pembuatan sebuah film, mulai dari pencarian gagasan hingga pembuatan naskah. Dari materi yang disampaikan, peserta mendapatkan banyak pengetahuan baru tentang betapa pentingnya menentukan
gagasan-gagasan yang akan dijadikan sebuah film dan memperhatikan kekuatan karakter, serta set yang juga dapat mempengaruhi kekuatan film. Peserta yang berjumlah 16 orang dibagi menjadi dua kelompok. Dalam masingmasing kelompok terdapat minimal seorang perwakilan mahasiswa dari satu perguruan. Itu artinya, saya dan rekan saya dari IKJ tidak berada dalam satu kelompok yang sama, sehingga saat itu saya benar-benar bekerja bersama orang-orang yang baru saya kenal. Saat kelompok telah terbentuk, masing-masing kelompok segera berkumpul untuk mendiskusikan ide apa yang akan diangkat. Lalu, kelompok melakukan pembagian posisi kerja. Setelah itu, pembuatan naskah pun dimulai. Selama proses pembuatan naskah, semua peserta dari masingmasing kelompok memberi masukan kepada penulis tentang apa yang harus dipertahankan dan apa yang sebaiknya dihilangkan dari naskah. Panitia pun berperan dalam membantu peserta untuk mempersiapkan peralatan dan perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam proses pembuatan film, serta pemeran seperti apa yang dibutuhkan. Pada hari kedua, acara juga dimulai sekitar pukul 07.30 WIB hingga 17.00 WIB. Di kegiatan hari kedua ini, peserta mendapatkan materi workshop mengenai beberapa topik, yaitu: mengenai manajemen produksi yang disampaikan oleh Yosi Arifianto, mengenai sinematografi yang disampaikan oleh Kelik, mengenai tata suara yang disampaikan oleh Fahmi Arsyad, dan mengenai editing yang disampaikan oleh Greg Arya. Materimateri yang diberikan disampaikan dengan menarik, misalnya saja dengan disisipkannya film-film dan video yang dijadikan contoh dari teori yang sedang dibahas. Setelah pembahasan materi, kelompok kembali meneruskan proses pra-produksi, yaitu pembuatan breakdown script . Proses ini dilakukan di penginapan, yaitu Hotel Putra Jaya yang terletak di Jalan Prawirotaman. Di hari ketiga, masing-masing kelompok pun melakukan proses shooting . Dalam agenda hari itu, kami seharusnya sudah
sampai di kampus ISI pukul 05.00 WIB. Akan tetapi karena satu dan lain hal, misalnya telat bangun karena malam harinya berdiskusi hingga sangat larut, peserta baru tiba di kampus ISI sekitar pukul 06.30 WIB. Peserta kelompok mulai bersiap dengan melakukan pengecekan alat, lalu setelah itu kami
pernah melaksanakan produksi bersama sebelumnya, produksi yang hanya dilakukan sehari ini dapat diselesaikan dengan baik.
langsung menuju lokasi pengambilan gambar. Proses shooting sendiri berlangsung hingga pukul 17.00 WIB.
merupakan hari untuk pengambilan gambar, waktu untuk melakukan editing menjadi lebih luang, dan terus berlanjut hingga hari ke-5.
Di proses produksi ini, pemeran, lokasi, properti, dan logistik disediakan oleh panitia. Hal ini membuat proses menjadi lancar karena peserta kelompok dapat berfokus pada cerita. Para peserta terlihat santai dan sangat nyaman menjalani proses produksi. Meskipun para peserta belum
Di hari keempat, peserta mulai memasuki tahap editing . Karena di jadwal semula hari ke-4 masih
Kegiatan yang dilakukan di hari kelima, selain meneruskan proses editing , peserta juga kembali mendapatkan materi mengenai proses kreatif yang disampaikan oleh Ifa Ifansyah. Mas Ifa juga memberi kami masukan mengenai draft pertama film dari masing-masing kelompok yang diputar. Masukan tersebut terasa sangat berguna, terlebih untuk menyelesaikan proses editing . Film pendek yang kelompok saya buat berjudul Magol . Film ini menceritakan
13 | Majalah AKSI
tentang seorang pemuda yang berusaha keras untuk mendapatkan koinnya yang terjatuh dan terus menggelinding. Kata “magol” sendiri berasal dari kata “logam” yang dibaca secara terbalik. Ide pemberian judul ini berasal dari penulis skenarionya sendiri yang merupakan mahasiswa dari ISI Denpasar. Sementara itu, penataan kamera, suara, dan editing ditangani oleh 2 orang mahasiswa dari STSI Bandung. Penataan artistik ditangani oleh 2 orang mahasiswa yang berasal dari ISI Surakarta dan STKW Surabaya, sementara produksi ditangani oleh seorang mahasiswa dari ISI Yogyakarta. Lalu, penyutradaraan pemain menjadi tanggung jawab saya sendiri, dibantu oleh seorang mahasiswa dari ISI Padang Panjang. Saat proses pra-produksi, saya hanya melakukan 1 kali reading dengan pemain. Dalam penyutradaraan pemain untuk film ini, saya tidak menemukan hambatan yang berarti, karena pemeran utama dari film ini kebetulan adalah seorang mahasiswa jurusan teater, yang tidak lain adalah penata artistik dalam film ini (karena tidak adanya fakultas seni audio-visual, maka STKW Surabaya mengirimkan mahasiswa dari jurusan teater–pada akhirnya hal ini sangat menguntungkan kelompok saya). Saya hanya tinggal menjelaskan bagaimana karakter tokoh, kemudian ia menawarkan beberapa hal yang dapat menunjang penokohan, misalnya cara berjalan dan cara ekspresi lainnya. Saya hanya perlu menentukan mana
yang dirasa paling sesuai dengan tokoh dalam cerita. Untuk pemain lainnya, seorang mahasiswa ISI Yogyakarta, pada malam sebelum shooting , saya memintanya untuk membaca naskah secara keseluruhan kemudian membaca berulang kali bagian kalimat yang harus ia ucapkan dengan ekspresi sepolos mungkin. Untungnya, ia dapat melakukan apa yang diharapkan dengan baik. Kesulitan sesungguhnya terletak pada pengaturan uang koin. Untuk membuat koin tersebut menggelinding dengan baik dan terlihat bagus di dalam frame ternyata tidak mudah. Karena berhubungan dengan waktu, dan mengingat masih banyak scene yang harus diselesaikan, pada akhirnya saya—dibantu dengan asisten sutradara—merombak hampir keseluruhan shot list yang telah dibuat dan memilih shot mana yang lebih efisien dan efektif. Padahal, pada malam sebelum shooting , penata artistik dalam tim saya telah mengakali bagaimana caranya supaya koin tersebut dapat menggelinding dengan aman dan lancar. Untuk hal ini, kami menyediakan tiga koin Rp500,00. Dua koin kami buat menyerupai sepasang roda, dengan besi kecil sepanjang 0,5 cm di antara keduanya. Sementara, koin yang satu kami rekatkan pada ujung kawat sepanjang 30 cm, sehingga nampak seperti alat pemukul instrumen musik. Namun ternyata, hal itu tidak terlalu efektif saat pengambilan gambar dilakukan. Meskipun proses produksi
"Bagi saya,
workshop film ini juga merupakan sarana untuk belajar bahasa daerah lain dengan cara yang menyenangkan.” 14 | Majalah AKSI
"Meskipun
proses
produksi
berlangsung seperti banyak kendala, namun sama
berlangsung seperti banyak kendala, namun sesungguhnya semua itu sama sekali tidak terasa berat. Itu karena kami melakukannya dengan perasaan yang senang, juga rasa antusias yang tinggi untuk menyelesaikan film ini. Saya sendiri baru dapat bermain atau sekedar mengunjungi pameran seni lainnya (yang juga merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang ada di FKI ke-8 ini) sehari setelah proses shooting berlangsung, itu pun dengan sedikitsedikit mencuri waktu pada jam-jam istirahat, mengingat jadwal kegiatan workshop film yang begitu padat. Jika berbicara tentang workshop film, jangan berpikir bahwa yang kami lakukan sepanjang hari hanyalah memikirkan tentang film. Bagi saya, workshop film ini juga merupakan sarana untuk belajar bahasa daerah lain dengan cara yang menyenangkan. Proses belajar bahasa ini dimulai secara tidak sengaja. Biasanya hal ini terjadi pada saat kami sedang berkumpul bersama, ketika tiba-tiba
sesungguhnya sekali
ada peserta yang saling berinteraksi dengan bahasa daerahnya sendiri. Saat melihat mereka tertawa, muncullah rasa penasaran tentang apa yang mereka bicarakan, lalu pertukaran bahasa pun terjadi. Saya sendiri berhasil menguasai beberapa kata dalam bahasa Minang karena hampir selalu bersama dengan mahasiswa yang berasal dari Padang Panjang. Akhirnya menjadi sebuah kebanggaan pribadi ketika saya berhasil mengucapkan suatu kalimat dalam bahasa Minang (yang katanya betul dari sisi pengucapannya), tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada mereka bagaimana suatu kalimat diucapkan dalam bahasa daerah tersebut, dengan hanya bermodal mengingat kata-kata yang pernah diajarkan sebelumnya. Di situ pula letak kebanggaan bersama, yaitu saat mendengar rekan dari daerah lain berhasil dengan baik mengucapkan suatu kalimat dari bahasa daerah yang sudah diajarkan.
tidak
semua
terasa
itu
berat."
baru bertemu beberapa hari, namun rasanya kami sudah kenal sejak lama. Suasana di dalam bus yang pada hari pertama kegiatan terasa begitu sepi, sudah tidak terasa lagi. Keramaian yang diselingi gelak tawa menjadi lebih sering terdengar. Sayangnya semua riang tawa itu harus diakhiri, tak lama setelah film hasil workshop yang kami buat diputar untuk umum, karena itu artinya rangkaian acara workshop film telah berakhir. Namun, meskipun kami berpisah, pada saat itu kami berjanji untuk tetap saling berhubungan sampai kapan pun. Semoga suatu saat kelak, kami dapat saling membantu dalam hal pekerjaan. Kegiatan semacam ini nyatanya sangat berguna, karena di samping mendapatkan pengetahuan tambahan mengenai film, pergaulan saya pun menjadi lebih luas, dan tak lupa, pengetahuan akan kebudayaan dari daerah lain pun menjadi bertambah. (MP)
Hampir sepekan berlalu, kedekatan antar peserta semakin terasa. Meskipun
15 | Majalah AKSI
reportage
Kami Ini Binat a ng-Binat a ng Jal a ng Oleh Cemara Chrisalit
B
andung, 23 November 2014. Jalanan terlihat ramai dengan kendaraan yang mayoritas memiliki satu tujuan: Pasar Seni ITB. Namun, kali itu ada hal lain yang tidak hanya menambah ruwetnya lalu lintas, tetapi juga menarik perhatian masyarakat sekitar. Mereka adalah sekumpulan binatang liar yang juga memiliki tujuan yang sama. Mereka menari, bergembira, mengeluarkan suara-suara khas binatang, dan tak henti-hentinya menyanyikan lagu “Bonbinben” milik Naif dengan penuh semangat di sepanjang perjalanan. “Kamilah bonbinben, kami yang paling keren!” begitulah seruan mereka. Bonbinben sendiri adalah akronim dari Kebon Binatang Band. Mungkin lagu tersebut dirasa cocok untuk mewakili kampus IKJ yang dulunya merupakan area kebon binatang. Berdasarkan sejarah itu pula, mahasiswa berinisiatif mengangkat judul Bonbin 73: Jujur Asik
16 | Majalah AKSI
Parah (plesetan dari Jurassic Park ) untuk parade kunjungan ke Pasar Seni ITB tahun ini. Ya, parade IKJ memang sudah menjadi tradisi setiap kali Pasar Seni diadakan.
Pasar Seni ITB merupakan event besar yang diadakan tiap empat tahun sekali, maka tidak heran jika animo masyarakat terhadap event tersebut sangat luar biasa.
Bahkan hujan deras yang sempat mengguyur Bandung selama kurang lebih 30 menit tidak menyurutkan keramaian di tempat itu. Tiap acara diadakan, IKJ turut diundang sebagai peserta acara. Meski tahun ini hanya Fakultas Seni Rupa yang diundang, 2 fakultas lainnya—Seni Pertunjukan serta Film dan Televisi— ikut bergabung untuk membuat parade besar-besaran pada Hari H. Mahasiswa pun dikerahkan untuk melakukan tugas mereka masing-masing. Angkatan 2013 dan 2014 menjadi peserta parade, sementara senior-senior mereka menjadi semacam mentor yang nantinya juga bergabung dalam parade. Hanya dalam waktu satu minggu, mereka melatih gerakan, nyanyian, juga membuat kostum dan properti dari bahan-bahan seadanya. Memang bukan mahasiswa seni namanya kalau tidak bisa kreatif. Tumpukan kardus dan pakaian bekas dapat disulap menjadi kostum manusia hutan, monyet, badak,
jerapah, buaya, sapi, panda, bahkan merak yang memiliki warna-warni meriah. Kami semua berkumpul di kampus pukul tiga pagi untuk sarapan bersama dan mempersiapkan kostum masing-masing. Rencana awalnya adalah berangkat pukul lima, namun rombongan bus datang terlambat sehingga terpaksa molor beberapa jam. Namun, hal itu tidak serta-merta menurunkan semangat peserta dalam mengikuti acara. Bus yang penuh sesak pun justru memeriahkan suasana selama perjalanan. Selang beberapa jam kemudian, kami tiba di Bandung dengan kondisi langit yang mendung. Sangat bertolak belakang dengan langit Jakarta yang panas terik yang kami tinggalkan tadi pagi. Beberapa anak mulai cemas. Benar saja, sesampainya kami di lokasi acara, hujan turun dengan sangat deras. Semangat peserta mulai menurun ketika melihat hujan dari balik jendela bus. Kami tidak ingin kerja keras kami menjadi sia-sia, seperti kardus yang basah terkena air hujan! Seperti menjawab doa kami, hujan mulai reda bertepatan dengan tibanya bus rombongan kami di area parkir yang telah disediakan khusus untuk pengunjung Pasar Seni. Pelan-pelan langit berubah warna menjadi biru cerah. Seluruh peserta pun mulai sibuk mengenakan atribut mereka dan mendandani diri masing-masing. Dalam sekejap, mahasiswa IKJ berubah menjadi sekumpulan binatang liar yang dipimpin oleh dua manusia hutan. Mereka semua berbaris dan berparade di sepanjang jalan menuju lokasi Pasar Seni, yang berjarak cukup jauh dari area parkir. Sedikit lagi kami sampai di lokasi, namun tiba-tiba gerimis mulai turun lagi! Para peserta pun bergegas mempercepat langkah mereka—bahkan sampai berlarian—supaya cepat sampai di tujuan, sekaligus untuk mencegah adanya kerusakan berat pada kostum mereka yang berbahan dasar kardus. Untunglah hujan kali itu cepat reda kembali.
Sesampainya kami di area Pasar Seni, parade kebon binatang masih menjadi pusat perhatian pengunjung. Berbekal kamera digital canggih atau ponsel pintar, mereka mendokumentasikan serangkaian kegilaan yang kami ciptakan. Para peserta parade terlihat semakin bersemangat menari dan menyanyikan refrain “Bonbinben” yang menjadi mars mereka pada hari itu. Kedua manusia hutan dan kawanan binatangnya mulai kelelahan. Para panitia mengantarkan kami ke suatu area di kampus untuk beristirahat sejenak, sekaligus mendiskusikan kegilaan macam apa lagi yang akan kami buat selanjutnya. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mengitari area Pasar Seni sekali lagi, kemudian parade diakhiri dengan berkumpul di depan sebuah panggung kecil. Tidak jauh dari panggung itu, terdapat sebuah set peralatan musik dan sound system seadanya yang sepertinya sengaja disiapkan untuk kami. Energi para peserta seolah tidak ada habishabisnya. Mereka semua terus menyanyi dan menari, meskipun di panggung milik ITB juga ada pertunjukan yang tengah berlangsung. Perhatian pengunjung pun menjadi terpecah. Ketika panggung utama menampilkan musisi ber- genre blues , kami sengaja memutarkan musik disko Pantura keras-keras kemudian berdansa sesuka hati. Suasana menjadi semakin tidak terkendali. Tujuan kami mengadakan parade memang satu: menciptakan keriuhan. Bukan IKJ namanya kalau tidak bikin riuh! Baik di kampus sendiri, maupun di kampus orang lain—terutama di kampus orang lain, kami harus tetap menciptakan keriuhan. Kami harus menjadi pusat perhatian! Kedengarannya memang sangat arogan, tetapi itulah kepribadian IKJ sejak dulu. Tidak ada waktu untuk menjadi rendah diri dan mempersilakan orang lain berada di bawah lampu sorot.
beberapa orang yang tinggal untuk mengadakan acara sendiri, entah apapun itu. Rupanya mereka masih belum puas dengan keriaan di panggung kecil yang tiba-tiba dihentikan, seolah tanpa alasan yang jelas. Ini adalah kali pertama saya mengunjungi Pasar Seni ITB. Acaranya cukup menarik, namun sayangnya terlalu ramai sehingga saya kesulitan untuk mengunjungi booth jajanan atau sekadar menikmati berbagai pameran instalasi yang telah disiapkan. Yang bisa saya lihat sejauh mata memandang hanyalah lautan manusia yang sibuk berlalu-lalang. Mungkin karena acara ini hanya diadakan 4 tahun sekali, sehingga orang-orang selalu antusias dan berekspektasi tinggi tiap acara ini berlangsung. Saya tidak tahu dengan Pasar Seni di tahun-tahun sebelumnya, namun saya merasa Pasar Seni kali ini tampat tidak jauh berbeda dari outdoor events lainnya. Tidak ada poin yang menjadikannya istimewa. Tetapi, semoga saja itu cuma perasaan saya. Pada akhirnya, meskipun saya tidak bisa menikmati suasana Pasar Seni itu sendiri, yang jelas saya sangat menikmati jalannya parade kebon binatang yang kami buat atas dasar semangat para mahasiswa. Kami tidak peduli jika orang-orang menganggap kami aneh—atau bahkan sinting, karena memang itulah cara kami berekspresi. Mengutip puisi terkenal karya Chairil Anwar, kami ini adalah binatangbinatang jalang! (CC)
Kami terus bersenang-senang di panggung kecil itu hingga menjelang sore. Karena suatu alasan, pihak kami memutuskan untuk menghentikan kesenangan itu dan kembali ke area kampus untuk makan bersama dan pulang. Namun masih ada juga
17 | Majalah AKSI
reportage
M h a a l r a e m g u A Malam Anugerah n e rah Mala
FFestival Fiill m Fees t iivv a l Film
IIndonesia n d a i o s e n ia In Oleh Zafira Sekarnegara
P
uncak penghargaan bergengsi untuk para insan perfilman tanah air telah usai digelar. Dari 387 judul film, terdapat 19 film yang berhasil masuk sebagai nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2014. Selain itu, untuk pertama kalinya penjurian film bioskop dilakukan dengan 100 juri yang melibatkan akuntan publik; sementara sebelumnya penilaian film bioskop di FFI hanya dilakukan oleh sekitar 5-9 juri.
Puncak acara FFI 2014 diselenggarakan di Palembang Sports and Convention Center (PSCC), Sumatera Selatan pada hari Sabtu, 6 Desember 2014. Sebelum acara dimulai sekitar pukul 19.00 WIB, hamparan karpet merah membentang menyambut kedatangan para tamu dan artis FFI 2014. Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo juga hadir, lengkap dengan serombongan Paspampres yang setia mengawal.
Daftar Penerima Penghargaan FFI 2014 Penata Busana Terbaik: Retno Ratih Damayanti ( Soekarno ) Pengarah Artistik Terbaik: Allan Sebastian dalam film ( Soekarno ) Penata Visual Efek Terbaik: Eltra Studio dan Adam Howarth ( Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ) Penata Suara Terbaik: Fajar Yuskemal dan Arya Prayogi ( Killers ) Penata Musik Terbaik: Fajar Yuskemal dan Arya Prayogi ( Killers ) Penyunting Gambar Terbaik: Cessa David Lukmansyah dan Wawan I Wibowo ( Soekarno ) Pengarah Sinematografi Terbaik: Nur Hidayat dalam film ( Sebelum Pagi Terulang Kembali )
18 | Majalah AKSI
Acara FFI 2014 dibuka dengan pertunjukan Tarian Gending Sriwijaya yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan nominasi Film Animasi, Film Dokumenter, Film Pendek, dan Film Bioskop. Selain pembacaan nominasi, puncak acara FFI 2014 diisi dengan pertunjukan musik, pertunjukan tari, serta pembacaan skrip In Memoriam oleh Alm. Alex Komang dan Marini Soerjosoemarno. (ZS)
DO YOU KNOW? Ulang tahun founding father FFTV-IKJ, Alm. Soetomo Gandasoebrata dan Alm. Soemardjono mengapit hari film nasional, yakni tanggal 29 Maret dan 31 Maret.
Film Terbaik : Cahaya Dari Timur - Beta Maluku
Film Pendek Terbaik : Onomastika - Loeloe Hendra - Lanjong Production
Film Animasi Terbaik : Asia Raya – Anka Atmawijaya Adinegara
Film Dokumenter Terbaik : Dolanan Kehidupan – Afina Fahtu M. & Yofa Arfi
Sutradara Terbaik : Adriyanto Dewo ( Tabula Rasa )
Pemeran Utama Pria Terbaik : Chicco Jericho ( Cahaya dari Timur )
Pemeran Utama Wanita Terbaik : Dewi Irawan ( Tabula Rasa )
Pemeran Pendukung Wanita Terbaik : Tika Bravani ( Soekarno )
Pemeran Pendukung Pria Terbaik : Yayu Unru ( Tabula Rasa )
Penulis Skenario Asli Terbaik : Tumpal Tampubolon ( Tabula Rasa )
Penulis Skenario Adaptasi Terbaik : Riri Riza ( Sokola Rimba )
Lifetime Achievement diberikan kepada : Slamet Rahardjo Djarot 19 | Majalah AKSI
reportage
SIMPANSE \\ Malam Nostalgia Praktika Terpadu
Oleh Abe Kusuma
B
erkumpul bersama saudarasaudara satu fakultas dan satu kampus, duduk bersama sambil menikmati karya, serta saling bertukar pikiran dan berbagi pengetahuan merupakan suatu tradisi di IKJ yang tidak akan pernah hilang. Tradisi itu secara turun-temurun akan selalu ada di setiap angkatan termasuk acara nonton bareng. Acara nonton bareng di sini adalah menonton film pendek karya anak-anak kampus sendiri. Setelah kerja keras yang panjang dalam membuat sebuah film, film itu harus dinikmati bersama-sama. Lewat SIMPANSE, tradisi nonton bareng ini diteruskan. SIMPANSE adalah acara pemutaran film Praktika Terpadu angkatan 2011. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Praktika Terpadu adalah mata kuliah yang paling menantang di antara mata kuliah lainnya sebelum Tugas Akhir. Kenapa? Karena dalam produksi film ini kita tidak bisa memilih sendiri tim inti yang nanti akan menjadi satu keluarga dengan kita. Kita bisa bertemu dengan orang yang menyenangkan, dan kita bisa pula bertemu dengan orang paling menyebalkan. Jangankan menjadi satu keluarga, untuk berteman saja mungkin sulit! Tidak sedikit mahasiswa yang setelah mengikuti Praktika Terpadu jadi bermusuhan dan anti syuting bareng lagi. Apapun bisa terjadi dalam Praktika Terpadu—semangat, harapan, tangis dan tawa bahagia, semuanya komplet.
20 | Majalah AKSI
Lewat acara pemutaran film SIMPANSE, kita kembali mengingat semua kenangan itu. Semua kenangan bersama keluarga kecil kita dalam produksi film yang telah melahirkan sebuah karya bersama. Sebuah karya hasil kerja keras kita semua. Kerja keras dalam menyatukan impian-impian yang awalnya tidak sejalan menjadi sebuah langkah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Tanggal 12-14 November 2014 menjadi tiga hari singkat untuk kembali mengingat semua kenangan akan Praktika Terpadu. Terdapat 24 film Praktika Terpadu yang diputar, yakni Kausalitas, Petruk & Gareng, Mey 1998, Kasur Sumur Dapur, Savage, Tanah Air Tertulis, Thrash, Becak, Meja Hijau, Jati Ara, Rumah Senja, Instan, Dosa Kecil, Anonymous, Tanpa Bahasa, Upacara, Aku dan Agustus, Kebaya, Genosida, Dewasa, Titik Balik, Sehabis Senja, The End, dan Ruang Kelas. Pemutaran di tanggal 12 dan 13 November berjalan dengan lancar. Sejak pukul 16.00 WIB, sang maskot simpanse keluar dan berkeliling kampus untuk mengajak para mahasiswa duduk bersama dan menikmati karya-karya yang ada. MC, Aryo dan Dicky, memulai acara Pukul 17.00 WIB dan acara pemutaran film dibuka dengan pidato singkat dari German G.M. selaku Wakil Dekan III. Dilanjutkan dengan Aling Firmansyah selaku Ketua Senat FFTVIKJ, dan juga Ketua Acara SIMPANSE, Kevin Arifin.
Acara berlangsung meriah dengan hiburan pantomim dari Fakultas Seni Pertunjukan. Di sela-sela acara juga diadakan sharing bersama beberapa teman-teman yang telah mengikuti Praktika Terpadu untuk berbagi cerita dan pengalaman yang pernah mereka alami. Tanggal 14 November 2014, penghargaan khusus diberikan yang berkesan di Praktika Terpadu. Setelah “Tim Cepu” melakukan rapat rahasia di bawah tangga dekat toilet dan di pojokan kampus gelap, dengan suara yang saling berbisik dan kepala yang menengok ke kanan dan ke kiri, akhirnya keputusan telah keluar. Malam yang begitu meriah itu dibuka oleh kedua MC: Lei dan Endang. Acara juga diisi dengan pertunjukan pantomim dari Fakultas Seni Pertunjukan, sebelum akhirnya pembacaan nominasi penghargaan dimulai.
Penghargaan “Produksi Terngawang” diberikan pada Rio Nandono dalam
dan selalu bersama dalam suka dan duka. Lalu, penghargaan “Praktika
film Tanpa Bahasa . Sama seperti panggilannya, “Pongo,” dia naik ke atas panggung dengan wajah melongo tidak menyangka. Lalu Penghargaan “Penulis Tersesat” diberikan kepada Aldo Diorama dalam film Ruang Kelas — si brewok ini memang tersesat dalam mayornya, namun dia tetap bisa menulis film yang sederhana tapi tetap menarik bagi para penontonnya. Penghargaan “ Sound Terberisik” diberikan kepada Yusuf Akbar, karena ketenarannya sebagai yang paling berisik di antara anak sound dalam film Tanpa Bahasa . Penghargaan “Artistik Terbaper” diberikan kepada Farah Nadya Balfas dalam film Instan , karena dia selalu membawa semuanya dalam perasaan dan juga karena dia terlalu mencintai bidang keartistikannya. Penghargaan “Editing Terpalbis (paling bisa)” diberikan kepada Vici Simanjuntak, karena kemahirannya dalam mencuricuri momen bersama beberapa wanita dan tertangkap kamera—filmnya adalah Jati Ara . Penghargaan “Sutradara Tergalak” diberikan kepada Redha Octavia, karena kejutekkannya dalam syuting Praktika Terpadu Jati Ara . Penghargaan khusus “Sinematografi Termesra” diberikan kepada Kojel dan Ajiz yang tidak pernah mau berpisah
Terajin” diberikan kepada Irsyadul Anam alias Edo, karena kerja kerasnya untuk menembus Praktika Terpadu selama 5 kali. Setelah penghargaan diberikan pada Edo, panitia memutarkan film Praktika Terpadunya secara khusus atas permintaannya sendiri; filmnya berjudul Titik Temu . Acara kemudian ditutup dengan band Sisitipsi dan band DIS, lalu dilanjutkan dengan acara musik lainnya. Malam itu terasa seperti pesta reuni angkatan 2011.
"Pemutaran film SIMPANSE bukan ajang untuk saling unjuk gigi tentang film mana yang lebih bagus dan jelek, karena bagi kami dalam Praktika Terpadu tidak ada film yang terbaik. Yang ada hanya keluarga terbaik yang tidak pernah kami inginkan namun kami dapatkan." 21 | Majalah AKSI
reportage
Sundance Institute ke IKJ Oleh Caecilia Sherina
B
eberapa waktu lalu, tepatnya hari Selasa, 9 September 2014, Institut Kesenian Jakarta boleh berbangga hati karena telah terpilih sebagai salah satu tempat pelaksanaan program acara Film Forward. Acara ini merupakan hasil gagasan dari Sundance Institute yang setiap tahunnya diadakan di 4 kota di Amerika Serikat dan di 2 negara yang berbeda dengan 10 film pilihan terbaik. Tahun ini, bertempat di Gedung Art Cinema, Fakultas Film dan Televisi, acara Film Forward mengajak para mahasiswa IKJ untuk menyaksikan dan mendiskusikan dua buah film dokumenter independen yang berjudul Circles dan Twenty Feet From Stardom . Acara Film Forward tidak dipungut biaya sama sekali, sehingga auditorium pun dengan cepat dipenuhi oleh mahasiswa FFTV-IKJ. Tak lama menunggu, datanglah rombongan dari Kedutaan Amerika Serikat, yakni Meredith Lavitt, Sundance Institute Manager for Independent Film Arena and Youth Media ; Bethany Clarke, Film Forward Manager ; Matthew Tanaka, Feature Film Manager ; Srdan Golubović, sutradara film Circles ; dan Douglas Blush, editor film Twenty Feet From Stardom .
22 | Majalah AKSI
Foto: Supriyanta Budisukardjo, S.Sn. Humas FFTV-IKJ
Kelima tamu internasional ini disambut dengan hangat oleh R.B. Armantono, M.Sn. selaku Dekan FFTV, disertai para Wakil Dekan FFTV: Arda Muhlisiun, M.Sn., German G. Mintapradja, M.Sn., dan Bambang Supriadi, S.Sn. Setelah berbincang singkat, acara pagi itu segera dibuka oleh MC Cemara Chrisalit dengan perkenalan terlebih dahulu, baru setelah itu pemutaran video pembukaan Film Forward dan film Twenty Feet From Stardom . Selama pemutaran film berlangsung, kelima tamu ini dibawa berkeliling gedung FFTV yang baru oleh Dekan, Wadek, dan seorang perwakilan dari mahasiswa FFTV. Kemudian mereka berkumpul di ruang rapat untuk membicarakan lebih dalam akan maksud serta tujuan acara Film Forward. Sesuai dengan slogan mereka: “advancing cultural dialogue” , Film Forward bertujuan untuk mempermudah
pembahasan topik-topik kemanusiaan melalui eksibisi film, diskusi, serta workshop dengan para filmmaker mancanegara. Sundance Institute percaya bahwa film dan diskusi dengan filmmaker dapat menciptakan pemahaman budaya yang lebih baik serta mendorong komunitas global ke arah yang lebih positif. Diskusi singkat itu akhirnya diakhiri oleh moderator dan dilanjutkan dengan pemutaran film Tugas Akhir mahasiswa FFTV yang berjudul Lemantun , karya Wregas Bhanuteja. Kali ini giliran para tamu yang harus menonton dan mengkomentari. Srdan dan Doug mengaku takjub dengan film tersebut dan berharap Wregas dan kawan-kawan dapat terus berkarya dan bergabung dengan Sundance Institute apabila tertarik dengan dunia perfilman independen. (CS)
IN MEMORIAM
DHANU FARRIZA
VERRYS YAMARNO
AGNIZEUS SEVERUS SAMUEL BISMA
Angkatan 2009
Angkatan 2013
Angkatan 2011
May God grant them eternal rest.
23 | Majalah AKSI
point of view
M
eet Freddie Wong, a Chinese American filmmaker, internet celebrity and YouTube phenomenon known for his VFX adeptness and tutorials, viral action videos, and comical acting. Some people might argue that he is one of the many reasons that YouTube has grown into what it has become today. With over 200 videos, 7 million subscribers and a billion views, there is no doubt Freddie has inspired many soon-to-be YouTubers from all around the world including those in Indonesia. Freddie started it all when he enrolled at University of Southern California School of Cinematic Arts. It was there that he would later meet his companion and partner in action: Brandon Laatsch, who had been his partner on every single short viral video up till November 2013, when they decided to work on separate projects. Freddie started uploading his amateur action videos on YouTube during his college days. At first, his video was shot in his dorm and didn’t attract much attention. It wasn’t until later when he started to master the art of VFX that his videos started hitting millions of views regularly. From someone who was uploading low quality 240p videos, he became one of the
biggest channels in YouTube and the online destination of teenage boys all around the world. Currently, Freddie no longer shoots on 240p resolution. Instead, he shoots all his videos in 4K using his favored RED cameras. Furthermore, he also owns a production house, an online film school, a partnership with LionsGate (one of YouTube’s biggest partners) and an online merchandise store. His most successful online series, Video Games High School (already ended), racks up to at least 100 million views and has one of the highest budgets for a web series to date. It is hard to believe, even for those who have followed Freddie from the very beginning, that his future would end up like this. Back then, YouTube wasn’t seen as a job and very few people actually dared to step in and become a full time YouTuber. It wasn’t until the successful stories of Freddie and other talented people that people finally saw the potential of YouTube not only as a video sharing community, but as a platform to make videos, to get famous and make money. Since then, many people with a variety of content to offer, have begun to make a living out of YouTube. We also see big companies such as Fox, VEVO, Net TV and many others joining the market.
FREDDIE WONG: FROM 240P TO 4K By Julius Pandu 24 | Majalah AKSI
The impact of Freddie’s success story didn’t stop just there. Lately the community of YouTubers in Indonesia has grown into a considerable size. Of course it would be an exaggeration to say that it all happened because of him; there are other talented personalities that make big influences in this industry as well. However, Indonesian channels that make short action videos just like him, have started to sprout. Who knows, perhaps the next biggest online VFX artist might just come from Indonesia.
From someone who was uploading low quality 240p videos, he became one of the biggest channels in YouTube and the online destination of teenage boys all around the world.
Sumber: lunchablesupld.com
25 | Majalah AKSI
point of view
Sutradara & Seni Peran
Oleh Dicky Purnama Sidik
H
aruskah seorang sutradara dituntut agar mengetahui apa itu seni peran? Jawabannya, harus. Lalu bagaimana jika ada seorang sutradara yang mengetahui tentang seni peran dan juga pernah merasakan seni peran, baik di film maupun di panggung? Saat melakukan proses kreatifnya, tipe sutradara semacam ini akan lebih bisa merasakan kerja para pemain dalam menghayati perannya. Dia dapat membantu menafsirkan kedalaman sebuah karakter yang digambarkan dalam skenario. Setidaknya, kekayaan pengalaman dalam seni peran akan membantu seorang sutradara ketika menghadapi para pemain dalam menafsirkan peran-peran yang dilakoni. Bagaimanapun juga, sutradara tidak bisa menerima mentah-mentah tokohtokoh yang akan dihadirkannya dalam film. Untuk itu, semakin kaya akan pengalaman terhadap disiplin ilmu seni peran, maka semakin lengkaplah proses kreatif seorang sutradara dalam menangani para pemainnya. Kita bisa melihat sejumlah sutradarasutradara terkemuka di Indonesia, seperti Wahyu Sihombing, Teguh Karya, Arifin C. Noer, Chaerul Umam, Slamet Rahardjo, dan Dedi Mizwar. Mereka adalah para sutradara yang berlatar belakang, tidak hanya memahami ilmu seni peran, tetapi juga terbilang piawai di dalamnya. Kita juga bisa melihat bagaimana mereka menangani para pemain ketika memproduksi sebuah film ataupun program televisi, seperti FTV (film televisi) maupun sinetron.
26 | Majalah AKSI
Di tangan mereka, hasil pencapaian seni peran selalu mendapat apresiasi penonton. Para sutradara di atas sadar bahwa kontribusi para pemain adalah sangat penting bagi sebuah film. Semakin tergarap seni peran, semakin baiklah sebuah film. Sebab penonton sebuah pertunjukan film, FTV atau sinetron terhanyut bukan hanya semata-mata karena struktur editing , tetapi juga oleh penampilan para pemainnya.
“Pemain adalah roh daripada film,” demikian ungkapan Do Kyung Kim, sutradara asal Korea, saat berkunjung ke Indonesia. Sebuah ungkapan yang menyadarkan sutradara agar tidak hanya terjebak pada persoalan teknis penyutradaraan dalam melakukan kerja kreatifnya. Hal ini pun berlaku pada sutradara film aksi/laga yang umumnya kurang memperhatikan penampilan akting yang prima pada seorang pemain dibandingkan dengan film drama. Padahal, cerita yang ditengahkan di dalam film aksi juga tidak terlepas dari persoalan psikologis manusia. Selama sebuah cerita masih berhubungan dan melibatkan situasi psikologis tokohnya, maka mutlak bahwa aspek-aspek yang berkaitan dengan watak perlu juga ikut tergarap. Seorang sutradara dituntut untuk memahami bahwa para pemain adalah
objek yang dapat memberikan arti kepada penontonnya, karena cerita yang sedang dibangun pastilah melibatkan kehidupan yang berhubungan dengan manusia. Dalam mise-en-scène , selain setting, pencahayaan, tata rias dan kostum, keberadaan karakter tokoh menjadi bagian penting untuk menciptakan korelasi dengan objekobjek lainnya, baik dengan sesama karakter tokoh maupun dengan lingkungan di sekitarnya yang kemudian akan diterjemahkan ke dalam bentuk visual/gambar. Jika kekuatan sebuah film terletak pada unsur pemain dan juga cerita, maka film tersebut akan memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini bisa dibuktikan pada film-film yang para pemainnya berhasil mendapatkan pengakuan sebagai aktor dan aktris terbaik di hampir setiap festival film. Kurang Pendalaman Sering kita melihat di beberapa adegan dalam film dan televisi, ekspresi wajah seorang pemain tidak sejalan dengan dialog yang mereka ucapkan. Hal tersebut boleh jadi para pemain tidak mendalami tahapan penguasaan tubuh dan rasa—sepertinya mereka baru menyentuh permukaan saja dalam menghidupkan karakter. Padahal seorang pemain dituntut untuk merepresentasikan lakonnya secara total. Manipulasi editing ataupun pencahayaan tata lampu tak bisa sepenuhnya menyulap karakter seseorang. Kesinambungan emosi, rasa, dan kecerdasan harus terus berjalan serta terjaga walaupun terjadi interupsi
pergantian shot demi shot hingga scene demi scene pada saat syuting. Di banyak sinetron saat ini, kita menyaksikan para pemain terjebak pada pola permainan yang stereotip. Dalam adegan yang berbeda, para pemain akan mengulang ekpresi yang sama dan datar, yaitu mata melotot, mulut menganga jika mendengar atau menghadapi keterkejutan akan sesuatu. Padahal yang ia hadapi atau dengar adalah informasi yang berbeda. Dan ini terlihat, terus mengulang hingga berpuluh-puluh episode. Para pemain meniru-niru akting dari karakter film-film luar dengan polesan sedikit di sana-sini sehingga terjebak pada peran yang artifisial. Di film pun kita masih melihat para pemain yang hanya mengandalkan gerakan-gerakan fisik semata, serta kurang ditunjang inner action sehingga karakter yang tampil hanya terlihat permukaannya saja.
“Tidak ada pendalaman yang sampai pada menghidupkan suatu tokoh,” demikian komentar Asrul Sani terhadap persoalan mutu seni peran film Indonesia di era 70-an, yang hingga saat ini masih relevan dirasakan. Menurut Asrul, persoalan klise yang
selalu berulang bagi seorang pemain disebabkan oleh para pemain tidak banyak membaca sehingga bahan perbandingan sama sekali tidak ada. Seperti membaca novel misalnya, di sana mereka banyak menemukan berbagai watak yang berlainan secara plastis dan tidak hanya hitam putih tanpa nuansa. Celakanya, hingga sekarang dunia seni peran masih juga menghadapi kenyataan yang ada, yaitu dengan diterapkannya sistem bintang. Sementara para aktor dan aktris profesional menempati peran pembantu atau sekedar nempel menjadi pelengkap. Dalam sistem ini, biasanya produser melihat artis atau selebritas yang sedang populer untuk diangkat menjadi bintang utama sebagai barang dagangannya. Dan demi memperlancar kerja kreatif sutradara, sebuah produksi akan menempatkan seorang acting coach (pelatih akting) untuk mengarahkan akting “pemain amatiran” tersebut. Sebelum syuting (pra-produksi) berlangsung, seorang “pemain amatiran” tersebut terlebih dahulu dilatih untuk mempelajari bagaimana cara-cara menghidupkan sebuah karakter. Pengkondisian tersebut dipersiapkan demi mewujudkan karakter yang diinginkan dalam naskah skenario. Karena bagaimanapun, seperti yang diucapkan oleh seorang dramawan realis asal Rusia, sekaligus penulis buku
“Persiapan Seorang Aktor”, Constantin Stanislavski, tentang perlunya seorang pemain memiliki kekuatan untuk meyakinkan ( to justify ) dan membuat penonton percaya ( make believe ), dasar-dasar tersebut harus ditanamkan para pemain demi menghidupkan perannya. Pernyataan Stanislavski di atas jelas tidak hanya terbatas untuk akting panggung tetapi juga terbuka bagi film, FTV serta sinetron. Dan pernyataan tersebut sudah dibuktikan oleh aktoraktor watak luar di negeri, seperti Dustin Hoffman, Jack Nicholson, Benicio del Toro, dan Johny Deep. Di Indonesia, pencapaian tersebut juga telah dibuktikan pada aktor dan aktris, seperti Didi Petet, Mathias Muchus, Dedi Mizwar, Slamet Rahardjo, Alex Komang, dan Christine Hakim. Pada akhirnya, sutradara sebagai pengarah utama kreativitas di dalam produksi sebuah film dan televisi dituntut juga soal wawasan ilmu seni peran. Walaupun hanya sebatas mengetahui, ilmu seni peran mutlak menjadi bagian penting di dalam pengadeganan. Jika tidak, akan siasialah hasil karya yang digarapnya. Terlebih jika produksi yang digarapnya telah ditunjang oleh skenario yang bagus, memadai, serta terbuka dalam hal kualitas seni peran para pemainnya, sehingga karya filmnya tak hanya sekedar rentetan gambar-gambar indah.
Constantin Stanislavski
27 | Majalah AKSI
point of view
Oleh German G. Mintapradja, M.Sn.
PILIH GADGET ATAU PACAR ? 9 DARI 10 MAHASISWA LEBIH MEMILIH GADGET DIBANDING PACAR
Gadget dianggap “membunuh” sisisisi hubungan manusia. Gadget yang
sejak
awal
diniatkan sebagai dapat jauh,
diciptakannya alat
mendekatkan justru
menjauhkan
28 | Majalah AKSI
yang
terjadi
yang
yang yang ialah dekat.
B
egitulah hasil dari jajak pendapat spontan yang penulis lakukan. Berbagai alasan menarik terungkap dari para responden. Beberapa yang lebih memilih gadget mengungkapkan bahwa alat ajaib yang serbaguna tersebut selain memang sangat dibutuhkan untuk kegiatan seharihari seperti untuk menyimpan kontak teman-teman, gadget juga dipercaya dapat meningkatkan value atau menjadi nilai tambah bagi seseorang. Selain dianggap memberikan nilai tambah, bagi beberapa responden, memiliki gadget berarti memiliki sarana untuk mengekspresikan eksistensi diri. Apalah artinya punya pacar atau hobi atau menjadi bagian dari acara yang hip jika hanya kita sendiri yang tahu dan orang lain tidak. Dengan gadget , kita dapat mem- posting ekspresi dan pemikiran kita ke media
Foto: Andrew Rich/Getty
jejaring sosial, dan semua orang akan mengetahuinya. Memiliki pacar yang dulu katanya dianggap suatu kebutuhan bagi generasi muda sebagai simbol perubahan diri dan sebagai pelengkap kekosongan satu sama lain, sudah dianggap dapat tergantikan atau minimal dapat terobati dengan kehadiran gadget . Gadget bagi generasi muda saat ini sudah seperti layaknya kebutuhan sandang pangan. Banyak orang yang merasa hidupnya kurang lengkap jika tidak membawa gadget . Satu hari terasa hilang jika lupa membawa gadget , dalam artian mereka jadi tidak bisa “memamerkan” kejadian-kejadian “penting” pada hari tersebut seperti misalnya saja mem- posting tentang kemacetan di jalan atau suasana kelas yang membosankan. Lain lagi pandangan responden yang berpendapat bahwa punya pacar
lebih penting ketimbang punya gadget . Memiliki pacar merupakan simbol dari dimilikinya suatu hubungan komunikasi yang real sebagai human-being , berbeda dengan hubungan komunikasi melalui gadget yang mereka anggap kurang “manusiawi”.
Gadget dianggap “membunuh” sisi-sisi hubungan manusia. Gadget yang sejak awal diciptakannya diniatkan sebagai alat yang dapat mendekatkan yang jauh, justru yang terjadi ialah menjauhkan yang dekat. Percakapan akrab di sela makan siang dengan sahabat misalnya, semenjak trend gadget , lebih didominasi dengan acara memainkan gadget . Sejak berkunjung ke tempat makan di restoran atau café , langsung berkutat dengan gadget untuk check-in di Path. Saat makanan datang, gadget pun harus ada di tangan untuk memfotonya lalu posting lagi di Path atau
Instagram. Hal-hal kecil seperti ini sedikit banyak turut menurunkan kualitas direct-human-interaction , namun bukan juga hal tersebut sepenuhnya salah. Tetapi itu merupakan fenomena baru pemilik gadget yang terjadi saat ini. Perkembangan teknologi yang memudahkan penggunanya, juga sekaligus dapat mengurangi sisi manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial. Sisi di mana manusia membutuhkan satu sama lainnya, termasuk dalam hal interaksi. Sekarang ini, mulai dari urusan belanja, perkembangan berita, finansial sampai hiburan dapat dilakukan melalui gadget . Sedikit banyak, kita mulai kehilangan bentuk dari hubungan sosial sebenarnya dan memasuki era hubungan via gadget . Jadi, pilih gadget atau pacar?
29 | Majalah AKSI
cinemascope
“Love is the one thing we’re capable of perceiving that transcends time and space.” Dark Knight Rises (2012), maka tidak sulit untuk menebak alur cerita juga ending dalam film ini, bahkan pada beberapa menit awal ketika Murph kecil berkata ada “ghost” di kamarnya.
I
nterstellar (2014) bercerita tentang perjalanan sekelompok astronot dalam menjelajahi galaksi untuk menemukan sebuah rumah baru bagi manusia, karena bumi sudah sekarat. Film ini disutradarai oleh Christopher Nolan dan ditulis oleh Christopher Nolan bersama dengan adiknya Jonathan Nolan. Hampir tiga jam penonton akan dibawa masuk menyaksikan perjalanan lintas ruang dan waktu dalam sebuah misi yang penuh dengan harapan dan keputus-asaan bernama misi Lazarus. Skenario dalam film ini tidak dapat diragukan lagi. Setiap kata dan dialog begitu bermakna dan tidak ada yang tidak ada artinya. Seperti film Nolan lainnya, banyak parallel editing yang menghubungkan kejadian antara dua waktu yang berbeda, bahkan dalam dunia yang berbeda. Contohnya, 30 | Majalah AKSI
momen di mana Coop (Matthew McConaughey)—sang pemeran utama—bertarung dengan Dr. Mann (Matt Damon) diselingi dengan kejadian yang sedang terjadi di bumi di mana Tom (Casey Affleck) sedang berseteru dengan Murph (Jessica Chastain). Sinematografi dalam film ini tidak terlalu berbicara dan sebagian besar hanya menghidupkan skenario. Film ini mengambil dasar teori relativitas dan dilatasi waktu sebagai acuan dalam membuat cerita dengan sentuhan imajinasi sang sutradara beserta ciri khasnya dalam menyutradarai film. Christopher Nolan dengan ciri khasnya, yaitu plot yang tidak mudah ditebak beserta ending yang memiliki twist tertentu, selalu berhasil memukau penonton. Namun apabila anda sudah menonton semua karya Nolan mulai dari Following (1998) hingga The
Ending dalam film ini, yang menurut saya sedikit terpaksa, berputar pada pemahaman bahwa Coop adalah penyebab dirinya sendiri pergi ke NASA lalu ke luar galaksi. Lewat sebuah tempat yang disebut dimensi kelima, Coop mampu pergi mengunjungi waktu yang terlewati. Waktu menjadi sesuatu yang tidak abstrak lagi dan dapat dilihat juga disentuh. Itulah dimensi kelima versi Nolan. Imajinasi tersebut memang sepertinya tidak dimiliki oleh semua orang, namun ending serupa juga terdapat dalam film Twelve Monkeys (Terry Gilliam, 1995) dan Predestination (Michael & Peter Spierig, 2014). Adegan yang unik adalah ketika konsep dilatasi waktu terjadi: satu jam di luar angkasa, bisa menjadi 20 tahun di bumi karena gravitasi yang kuat. Coop yang di luar angkasa menjadi awet muda, sehingga penduduk di bumi semakin lama semakin tua dan Coop bisa seumuran bahkan lebih muda dari anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa waktu merupakan sesuatu yang relatif dan tidak konsisten. Pada akhirnya, Coop bertemu dengan anaknya Murph yang sudah tua ketika ia kembali ke bumi, sedangkan Coop masih berumur tiga puluhan. Yang aneh adalah respons Murph,
Interstellar Cinta, Ruang, dan Waktu
Oleh Revin Palung
Duration Genre Director Writer Producer
Cast
: 169 minutes : adventure, sci-fi : Christoper Nolan : Jonathan Nolan, Christoper Nolan : Jordan Goldberg, Jake Myers, Christoper Nolan, Lynda Obst, Emma Thomas, Kip Thorne, Thomas Tull : Matthew McConaughey, Anne Hathaway, Jessica Chastain : Hans Zimmer : Hoyte Van Hoytema : Lee Smith
Music D.P. Editor Production designer : Nathan Crowley
anaknya, tampak biasa saja, padahal sudah 80 tahun tidak bertemu. Ia malah menyuruh Coop pergi mencari Dr. Brand (Anne Hathaway) yang ada di planet lain. Coop juga terkesan lupa akan putranya yang satu lagi. Namun apa yang sebenarnya ingin disampaikan dalam film ini? Film ini menceritakan banyak hal tentang cinta dan keterpurukan. Keluarga Coop setelah ditinggal mati oleh istri dan ibu bagi anak-anaknya. Coop, sang ayah harus pergi meninggalkan kedua anaknya untuk mencari rumah baru, sehingga mereka harus kehilangan ayahnya; sementara Brand harus pergi jauh meninggalkan ayahnya dan terdorong untuk bertemu dengan kekasihnya yang terpisah jutaan mil jauhnya dengan kemungkinan sudah mati. Putra Coop, Tom,
harus kehilangan anak sendirinya. Lewat semua hal itu, ternyata cinta tetap bertahan walau jarak dan waktu memisahkan. Cinta tersebut membuat Coop akhirnya menemukan rumus yang disampaikannya kepada Murph dan menyelamatkan bumi. Ada pun sebuah puisi yang terus menerus diulang dalam film ini:
“Do not go gentle into that good night; old rage should burn and rave at close of day. Rage, rage against the dying of the light.” Banyak yang bertanya kepada saya apa arti dari puisi ini. Pada
awal film, Profesor Brand (Michael Caine) berkata kepada Coop bahwa ia takut dengan waktu. “Good night” mengacu kepada akhir dari waktu; bisa umur, bisa juga kiamat. “Close of day” juga berarti demikian— waktu yang hampir habis. “Dying of the light” —cahaya yang hampir redup, seperti waktu yang hampir usai dan harapan yang hampir habis. Puisi ini berarti bahwa jangan pernah menyia-nyiakan waktu, dan semangat manusia harus terbakar selagi usia masih ada. Sama seperti bumi yang sudah hampir hancur dalam film ini, Misi Lazarus dijalani dengan penuh perjuangan walau tidak banyak harapan yang tersisa, dan jangan pernah lembut dengan waktu. Pada dasarnya, film ini berusaha menggambarkan kehidupan masa kini dan bagaimana seharusnya manusia menghadapi masalah. 31 | Majalah AKSI
cinemascope
KETIKA MUSIKAL
SEORANG NONTON
PENGGILA RENA ASIH
Oleh Bawuk Respati
S
aya ini gila film musikal. Entah sejak kapan sebenarnya penyakit ini saya idap, namun baru beberapa tahun terakhir saja saya sadar akan hal ini. Mungkin karena dalam beberapa tahun terakhir, saya mendekatkan diri dengan berbagai macam film. Kebetulan, film musikal mencuat sebagai salah satu favorit saya. Di Indonesia sayangnya jarang muncul film musikal yang bisa benar-benar saya nikmati. Saya kira baru Petualangan Sherina yang selama ini memberikan kepuasan penuh kepada saya sebagai penggila film musikal. Memang, film musikal itu sulit—atau mungkin yang lebih tepat, rumit—untuk dibuat. Ia pun cenderung memakan dana yang lebih besar, maka mungkin industri film Indonesia tidak mau mempertaruhkan modalnya di sana. Saya sangat menyayangkan kekurangan ini. Film musikal sebagai sebuah genre sebenarnya bisa menjadi lahan yang sangat kreatif bagi para pembuat film. Ia adalah genre yang mempertemukan berbagai unsur filmis dengan unsur seni pertunjukan seperti teater, musik, dan tari. Menurut saya, ini perkawinan yang sempurna, karena di dalam film, kita sedang berusaha mempertunjukkan sesuatu. Hal apa yang lebih cocok untuk dipertunjukkan daripada seni pertunjukan itu sendiri? It is the perfect medium for exciting collaboration. Maka, selalu menyenangkan ketika saya berkesempatan menemukan sebuah film musikal baru yang memuaskan kegilaan saya itu. Misalnya, September lalu, ketika menghadiri beberapa pemutaran film di rangkaian acara Festival
32 | Majalah AKSI
Kesenian Indonesia ke-8, tepatnya di Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta, saya disuguhi sebuah film pendek yang cukup memukau berjudul Rena Asih , karya Lingga Galih Permadi. Film pendek tersebut merupakan karya akhir Lingga sebagai mahasiswa di ISI Yogyakarta. Sebelum menonton Rena Asih , seorang rekan dari FFTV yang kebetulan juga hadir dalam rangkaian program FKI sebagai delegasi IKJ berbisik kepada saya dan beberapa teman lain, “Kalian sudah pernah nonton ini? Gue penasaran sama pendapat kalian.” Saya pun langsung penasaran.
Rena Asih berkisah tentang Damar, seorang anak laki-laki penggemar Arema yang pintar, supel, dan hampir selalu mempunyai pandangan positif terhadap dunianya. Namun sayangnya, ibu Damar, Asih, sedang terjelit kesulitan keuangan, baik untuk membayar uang sekolah Damar, membayar tagihan listrik yang menunggak, maupun membantu Damar membeli kaos tim bola favoritnya. Keseluruhan cerita pada dasarnya merupakan perjalanan Damar untuk memahami situasinya yang berkekurangan, tanpa kehilangan hormat dan kasih sayang terhadap sang ibu dan semangat untuk memaksimalkan hidupnya sendiri. Film ini dikemas dengan apik dengan sejumlah adegan musikal. Di adegan musikal pertama, Damar dengan jenaka menyemangati temannya dengan berkata kira-kira demikian, “Jangan cemberutlah! Kayak orang susah aja!” (Ini kira-kira terjemahan bahasa Indonesianya. Rena Asih memakai dialog berbahasa Jawa—sesuatu
yang tentunya harus kita apresiasi— namun membuat saya lebih sulit untuk mengingat detail dialog.) Namun, adegan yang menurut saya menjadi highlight utama dalam film ini adalah ketika Damar merasa sedikit kesal dengan sang ibu yang telah menyembunyikan kesulitan keuangan yang dihadapinya. Damar memilih untuk keluar dari rumah, semacam untuk merefleksikan perasaannya. Ia pun mulai bernyanyi, namun ini bukan nyanyian biasa, melainkan mirip seperti rap sederhana—tentunya, dalam bahasa Jawa. Sementara itu, Asih yang masih di rumah pun mengekspresikan perasaannya dengan bernyanyi, namun dengan gaya yang lebih tradisional. Kedua adegan ini diparalelkan, serta kedua gaya musik yang berbeda itu diharmonisasikan. Sungguh ide yang menarik. Meskipun belum sempurna, hal ini sulit untuk dilupakan dan seharusnya bisa mendorong kolaborasi-kolaborasi lain yang mirip seperti ini di masa depan. Meskipun secara teknis masih dapat ditemukan kelemahan dalam beberapa bagian, film ini cukup menghangatkan jiwa dengan cara penyampaian musikalnya. Saya sungguh senang akhirnya ada juga pembuat film “gila” yang sudi dan mau dan berhasil menghasilkan sebuah film musikal yang menarik. Tidak hanya itu, Rena Asih pun menurut saya sukses dalam mengangkat sebuah nilai moral sederhana dengan efektif dan tidak menggurui—suatu keberhasilan yang saya pikir jarang ditemukan dalam filmfilm pendek mahasiswa film seperti kita. (BR)
viewfinder
MEMBACA MEMAHAMI FILM
M
emahami Film adalah sebuah buku tentang teori film. Mulai dari unsur-unsur pembentukan film hingga bagaimana mengkaji sebuah film telah dituturkan oleh Himawan Pratista dalam bukunya ini. Buku ini terbilang banyak diilhami oleh buku Film Art: An Introduction karya David Bordwell dan Kristin Thompson.
Himawan memecah pembahasannya menjadi 9 bab yang terdiri dari: Unsurunsur Pembentuk Film, Jenis Film, Klasifikasi Film, Struktur Film, Struktur Naratif, Mise-en-Scène , Sinematografi, Editing , dan Suara. Secara keseluruhan, buku ini sangat direkomendasikan bagi kalian yang suka dengan film dan ingin mengerti bagaimana proses pembentukan sebuah film.
Oleh Larry Luthfianza M.F.Y.
Private Ryan, Pulp Fiction , dan masih banyak lagi. Buku ini juga sangat mudah dipahami karena cara Himawan menyampaikan pemikirannya dibalut dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan jelas. Meskipun begitu, dalam buku ini juga terdapat hal-hal yang belum lengkap dan tidak terlalu rinci. Namun setidaknya buku ini dapat membantu para pecinta film sebagai buku panduan mengenai bagaimana membaca sebuah film. Kesimpulannya, hanya dengan 206 halaman, para pecinta film dapat mengerti sebuah proses pembentukan film dan bisa mengerti bagaimana menganalisisnya dari berbagai aspek, mulai dari aspek development hingga pasca-produksi. (LLMFY)
Himawan juga memberikan rekomendasi film-film yang bagus dalam bukunya, seperti Raiders of the Lost Ark, The Matrix, The Wizard of Oz, Saving
33 | Majalah AKSI
Explosion Effect Hi, Guys! Kamu akan belajar explosion effect (efek ledakan) di semester 6 bersama Bapak Teuku Rusian. Namun, kita akan memberikan pendahuluan singkat bagi kamu yang belum semester 6, atau mungkin nggak masuk kelas efek ledakan.
Arah Tanah
TIPS: Galilahi tanah untuk meletakkan ‘ramuan’ yang sudah kamu buat. Hal ini mempengaruhi ke arah mana ledakan kamu akan terjadi. Kanan, tengah, atau kiri.
Arah ledakan bisa kamu buat dengan menggali tanah dengan trik tertentu. Seperti gambar di atas, kamu bisa memilih arah ledakan ke kiri, ke kanan, di tengah, atau bahkan ledakan besar dan bulat.
Cek blocking dan ngobrol sama sutradara masalah arah ledakan. Mungkin saja, sang sutradara menginginkan ledakan yang berbentuk bulat. Nah! Kamu harus gali lubang seperti mangkuk (1, 2, dan 3) dengan bensin yang lebih banyak.
Warna Ketika mendengar kata ‘explosion’ atau ‘ledakan’, biasanya muncul di pikiran kita gambaran api, yang merah dan hitam. Padahal sebenarnya, ledakan itu bisa berwarna-warni (Kalau sutradaranya mau, coba cek dulu!). Untuk ledakan berwarna putih misalnya, kamu bisa tambahkan bedak ke dalam lubang galian. Maka, BAAAMMMM!!! Ledakannya akan memiliki warna putih. Untuk penggunaan warna-warna ini, kamu harus kreatif! Namun pastikan untuk tidak menggunakan bahan-bahan yang membahayakan pemain dan kru. Misalnya, kamu ingin saat ledakan terdapat bebatuan yang beterbangan. Ya… jangan pakai batu beneran! Buat saja dengan bahan yang lebih ringan, seperti polyfoam dan bahan lainnya.
Kunci Kroma Sebuah teknik modern dalam pengambilan gambar dengan
34 | Majalah AKSI
Explosion Effect
menggabungkan dua layar menjadi satu. Teknik ini bisa kamu gunakan dalam pengambilan adegan ledakan. Kali ini, kita akan bahas 2 cara bagaimana kamu bisa mengambil gambar dengan teknik ini beserta keuntungannya: 1. Camera Lock Kamu akan pecah satu shot menjadi dua shot di satu tempat, dengan posisi dan setting kamera yang sama sekali tidak berubah antara shot 1 dan shot 2, yang nantinya akan digabungkan dalam satu layar. 2. Green Screen atau Blue Screen Kamu akan pecah satu shot menjadi dua shot di tempat yang berbeda. Shot pergerakan pemain akan diambil dengan green screen atau blue screen , dan tidak pada lokasi di mana gambar ledakan diambil.
film technique
Safety 1. Jarak Poin satu ini harus benar-benar kamu perhatikan kalau kamu tidak mau masuk penjara karena pemain celaka akibat efek ledakan yang kamu buat. Jarak minimal pemain dari jangkauan terjauh ledakan adalah 5 meter. (Namun, lebih baik jika kamu kasih jarak yang lebih dari minimal!) Kamu harus benar-benar menjelaskan blocking pemain kepada kru yang akan meledakkan. Sebab, sedikit salah pengertian dari pemain atau kru akan mengakibatkan fatality . Seperti gambar di atas, jika pemain belum sampai ke titik blocking merah dan kru sudah meledakkannya, maka… bisa gila! 1. Pemain kamu terluka. 2. Kamu retake ! 2. Kaca Akrilik Barang satu ini sangat dibutuhkan oleh director of photography (DP) saat mengambil gambar ledakan. Fungsinya untuk menjaga tubuh dan kamera dari biasan ledakan. Letakkan kaca akrilik di depan kamera, minimal 1m x 1m untuk melindungi
tubuhmu juga. Saat terjadi ledakan yang sangat memungkinkan benda-benda kecil atau besar untuk berterbangan, kamu sudah siap dengan ‘perisai’ akrilik.
Maket/ Mockup Saat membuat sebuah efek ledakan, kamu pasti memikirkan objek apa yang akan meledak dan di mana ia meledak. Efek ledakan bom di tanah lapang yang luas? Aman. Nah, kalau di skenario tertulis, “Terjadi ledakan besar di tengah kota yang menghancurkan Istana Negara dan Monas!” Hahaha… ngajak ribut!!! Kamu punya sedikitnya 3 pilihan untuk merealisasikan skenario tersebut: 1. Ledakin beneran Istana Negara dan Monas. Konsekuensi: Seumur hidupmu kamu kerja buat bayar utang. 2. Bikin set Istana Negara dan Monas di studio. Konsekuensi: Sepertinya kamu butuh donatur miliuner... 3. BIKIN MAKET!!! Konsekuensi: Kalau nggak terlihat real , ya jadinya konyol… Maket adalah sebuah bentuk tiga dimensi yang meniru benda atau objek. Cara yang satu ini lagi hits di kalangan
filmmaker internasional namun masih belum terlalu sering digunakan di Indonesia. Hal yang paling penting diperhatikan dalam membuat maket adalah SKALA. Jika kamu sembarangan membuat maket tanpa skala, maka film kamu akan gagal total dalam memberikan ilusi kenyataan. Namun, jika maket kamu berhasil, maka kamu akan mendapatkan keuntungan besar sekali, terutama dari segi budget yang bisa hemat 100 kali lipat. Jangan lupa, semakin besar perbandingan skala yang kamu buat, maka semakin kecil maket yang dibentuk. Hal itu akan membuat kamu semakin sulit untuk menjadikannya terlihat nyata. Kalau menggunakan teknik maket artinya mau tidak mau kamu harus menggunakan green screen terhadap tokoh.
Multi Kamera Jika satu ledakan menghabiskan dana Rp100.000.000,00 dan ada 5 shot yang harus diambil di adegan tersebut, kamu wajib menggunakan teknik multi kamera dengan mengatur type of shot setiap kamera. Biasanya, satu kamera sebagai master shot dan yang lain mengambil cover shot yang diinginkan. Jangan sampai kamu harus menata ulang semua set dan melakukan efek ledakan lagi karena mengambil shot satu per satu. Bisa sih… Bisa gila! Kemudian jangan lupa, karakter gambar harus sama antara kamera satu dengan yang lainnya. Jangan sampai kamera 1 suhu warna tungsten , sedangkan kamera 2 suhu warna daylight . Kecuali, itu adalah konsep. Aptuyu … (EPM)
35 | Majalah AKSI
PHO E NE TO GRA PHY
ra digital membuat generasi manusia sekarang menjadi generasi yang senang dengan hal-hal yang instan, simple , dan mudah. Begitu juga dengan fotografi. Kamera analog seluloid sudah digeser dengan hadirnya kamera digital. Ada begitu banyak macam kamera digital saat ini, mulai dari kamera pocket digital , kamera prosumer, kamera DSLR, dan juga teknologi terbaru yang ditawarkan, yaitu kamera mirrorless . Bisa dikatakan, kamera DSLR merupakan satu dari yang terpopuler sebagai alat fotografi. Akan tetapi, saat ini sudah banyak yang beralih menggunakan kamera mirrorless sebagai “senjata fotografi”. Keberadaan kamera mirroless dengan fisik lebih compact dan ringan, serta dengan kemampuan yang sama (bahkan ada yang lebih) dari kamera DSLR, membuat kamera mirroless menjadi primadona baru di kalangan pecinta fotografi. Dari begitu banyak jenis kamera digital saat ini, ada satu alat yang mulai muncul sebagai senjata fotografi bagi sebagian orang, yaitu smartphone . Sekarang ini, begitu banyak smartphone yang menawarkan kualitas kamera yang bisa menyaingi kamera digital lainnya. Sebut saja, mulai dari tawaran kamera dengan kualitas gambar 13 megapiksel sampai 42 megapiksel. Angka yang fantastis, mengingat sebuah smartphone yang fungsi utamanya adalah sebagai alat komunikasi, bukan alat fotografi. Belum lagi, ada tawarantawaran lensa built-in berkualitas pada
Oleh Asaf Kharisma
golden hour
36 | Majalah AKSI
beberapa smartphone —menjadikan smartphone era ini bukan alat komunikasi biasa. Sebut saja, Carl Zeiss, salah satu produsen lensa fotografi dan film dengan kualitas yang tak perlu diragukan lagi, pun sudah mulai melakukan bundling lensa mereka dengan salah satu produsen smartphone . Begitu juga dengan inovasi salah satu produsen smartphone terkemuka, yaitu dengan merilis smartphone dengan lensa zoom . Hal ini menjadikan alat komunikasi itu mulai beralih fungsi menjadi alat fotografi. Tersedianya kualitas gambar yang cukup memuaskan dari smartphone membuat pelaku fotografi pun mulai beralih dalam mengabadikan momen atau pun menciptakan karya fotografi dengan menggunakan smartphone mereka. Karena smartphone bisa selalu di tangan, compact , ringan, dan juga memiliki kualitas gambar yang baik, smartphone menjadi pilihan “tercepat” untuk menghasilkan karya fotografi.
photography tips
flare
landscape photography
macro photography
concert gear
Buat kalian para pecinta fotografi yang ingin memanfaatkan smartphone sebagai alat untuk menghasilkan karya-karya fotografi yang keren, perhatikan beberapa hal berikut ini: Keep your eyes open! Carilah momen unik dan objek menarik. Bagi yang senang traveling , perhatikan kondisi landscape dan juga hal-hal yang berkaitan dengan human interest . Composition is key! Perhatikan ruang, titik, garis, dan bentuk untuk menciptakan komposisi yang menarik bagi foto kalian.
Unique angle is the way to go! Manfaatkan keunggulan smartphone yang compact dan ringan untuk mendapatkan posisi angle yang unik untuk mendapatkan foto yang baik. Learn your spec! Perhatikan ukuran pixel kamera, kemampuan untuk memotret dalam kondisi low light , fitur built-in dalam kamera, minimum focus distance , dan kapasitas lainnya yang dimiliki oleh kamera smartphone kalian. Keep steady! Berusahalah sebisa mungkin menjaga posisi kamera dalam kondisi yang stabil ketika memotret untuk meminimalisir hasil foto yang blurry dan shaky . Don’t zoom! Hindari melakukan zoom ketika membuat foto dengan smartphone . Penggunaan zoom akan membuat pixel gambar menjadi pecah, karena pada umumnya kamera ponsel menggunakan sistem digital zoom .
Get up close and personal! Untuk mendapatkan close shot , dekati objek/subjek foto kalian daripada melakukan zoom dari kamera kalian untuk kualitas gambar yang lebih baik. See the light! Cahaya adalah aspek penting dalam fotografi. Arah cahaya yang tepat membuat gambar menjadi lebih cantik. No filter! Hindari menggunakan filter kamera ketika memotret. Potretlah secara alami. Jika perlu, edit menggunakan aplikasi image editor setelah melihat hasil aslinya untuk memaksimalkan foto kalian. App is your friend! Begitu banyak aplikasi kamera ditawarkan di pasar aplikasi smartphone . Kenali aplikasinya dan pilih yang terbaik menurut kalian. (AKPU)
37 | Majalah AKSI
close up
Danial Rifki: Sukses Syuting Film di Berbagai Negara
T
ahun 2014 lalu, baru saja hadir sebuah film spiritual yang bercerita tentang perjalanan inspirasional sang tokoh utama yang melintasi sembilan negara melalui darat untuk menuju mekkah. Film itu berjudul Haji Backpacker dan disutradarai oleh Danial Rifki. Danial Rifki adalah seorang alumnus Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta angkatan 2002. Ia memulai kariernya di industri setelah lulus dari IKJ. “Awalnya saya memulai film di luar negeri itu karena Tugas Karya Akhir saya yang berjudul AnakAnak Lumpur . Film itu menang di Kyoto International Student Film and Video Festival di Jepang, kemudian saya ke Jepang berkesempatan untuk diskusi film itu di Osaka. Sepulang dari Jepang, tentu saya tidak mau sia-sia karena pada saat itu saya hanya bawa kamera tapi nggak sempat bikin film. Akhirnya, saya bertekad untuk bikin film di Jepang suatu saat nanti,” ujar sutradara muda ini ketika ditemui di lokasi syutingnya. Pada tahun 2012, Rifki merilis film pertamanya, yaitu La Tahzan , yang mana 80% produksi film dilakukan di Jepang. Film tersebut terinspirasi dari sebuah buku yang berjudul “La Tahzan for Student” , yang ia dapatkan dari seorang teman di Jepang pada saat menghadiri sebuah acara pemutaran film Anak-Anak Lumpur di Osaka. Mengulang kesuksesan film perdananya, ia mengeluarkan film lagi yang berlatar belakang luar negeri. Tidak tanggungtanggung, produksi filmnya dilakukan di sembilan negara. Haji Backpacker dengan 9 negara dan 1 tujuan ini juga terinsipirasi dari sebuah buku
38 | Majalah AKSI
“Mahasiswa Kere Naik Haji”, namun tentu mengalami perubahan cerita, yang mana konsep filmnya muncul dari Danial Rifki sendiri. Danial Rifki mengaku bahwa sejujurnya ia suka syuting di luar negeri. “Syuting di luar negeri kan mahal, jadi krunya nggak bisa banyak-banyak, sehingga kita bisa dekat dengan masing-masing kru di film itu. Bisa dibilang rasa kekeluargaan kita lebih erat sih, karena saya pasti mengenal secara personal kru saya,” ungkapnya. Di industri, Danial Rifki tidak hanya berperan sebagai sutradara film. Ia pernah mencicipi
Oleh Bella Fitrianah rasanya menjadi asisten sutradara. “Pertama kali saya jadi astrada satu, di film Opera Jawa dengan sutradara Garin Nugroho. Pada saat itu saya lagi magang,” ujarnya. Tidak hanya astrada, Danial Rifki juga menulis skenario beberapa film, salah satunya Tanah Surga... Katanya (2012). Film tersebut memenangkan kategori “Penulis Cerita Asli Terbaik” di Festival Film Indonesia dan kategori “Penulis Skenario Terpuji” di Festival Film Bandung. Ia juga menulis skenario film Air Mata Terakhir Bunda (2013) dan My Idiot Brother (2014) yang telah beredar di bioskop beberapa tahun terakhir ini. (BF)
the survival guide
Oleh Samuel Rustandi
H
ari itu seorang pemuda sedang membaca secarik kertas yang ia ambil dari tasnya, sembari berjalan
menuju entah ke mana. Ia sedikit kebingungan dan bertanya pada staf yang bekerja di gedung itu dengan lontaran kata mengenai ke mana ia harus berjalan menghampiri ruangan yang tertera pada kertas yang ia pegang pada pukul 13.00 WIB. Pukul 13.05, si pemuda akhirnya menemukan tujuannya, sebuah ruang kelas yang hanya berisi beberapa orang yang terkaget mengarahkan pandangan mereka pada pintu kelas. Setelah sekedip saja memandang, mereka mulai kembali sibuk sendiri. Mereka pikir yang membuka pintu adalah dosen, tapi ternyata seorang pemuda dengan tatapan kosong. Kita mungkin tidak asing dengan kata ‘kuliah’, namun ketika kita mulai mencicipi apa sebenarnya kuliah itu tidak jarang kita merasa asing. Dunia yang begitu bebas dan tidak teratur ini memang sesaat membuat kita kembali mengaktifkan kemampuan beradaptasi kita. Terlebih lagi kita berada di sebuah lingkungan kesenian yang amat dinamis. Namun di sinilah awal dari kita untuk dapat berkarya. Pada dasarnya untuk dapat sukses dalam kuliah, tentu kita harus memiliki passion . Passion yang artinya bagi saya adalah untuk apakah kita hidup, apa yang kita ingin kerjakan untuk hidup dan hidup untuk mengerjakan hal itu. Ini adalah pertanyaan dasar yang semua orang harus jawab dalam hidupnya masing-masing. Ini tentu bukan pertanyaan yang mudah, butuh
HIDUP DI KULIAH SENI
berbulan-bulan bahkan bertahuntahun untuk kita dapat jawab. Namun percayalah bahwa jawabannya ada dalam diri kita masing-masing. Ketika
hanya mempelajari ilmu film, namun kita juga harus belajar disiplin seni yang lain (drama, lukis, musik, sastra, arsitektur, tari). Karena seni itu amat
kita mulai dapat sedikit demi sedikit mengetahui isi dari jawaban tersebut, mulailah melangkah dan jangan pernah takut gagal. Bertanyalah pada teman, kakak, atau guru jika ada suatu hal yang tidak kamu mengerti, cobalah untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan berusahalah untuk mendapatkan jawabannya sendiri. Hal ini akan melatih diri kita untuk menyelesaikan persoalan.
luas dan sangat berhubungan dengan bidang-bidang pengetahuan yang lain. Sebuah keuntungan tersendiri ketika kamu pernah belajar mengenai suatu subjek yang tidak dimiliki teman-teman seangkatanmu, misalnya kamu pernah belajar mengenai sosiologi, kamu dapat mengetahui bagaimana kecenderungan seseorang jika diperhadapkan dengan lingkungan dengan etnis yang berbeda, dan menuangkannya dalam film. Kamu dapat menerapkan ilmu apapun pada sebuah karya seni, dan jangan pernah berhenti untuk belajar apapun. Pada intinya dalam proses pembelajaran seni ini, hasil bukanlah harga mati, namun proses dalam membuahkan hasil yang harus kita benar-benar hayati, sehingga kita tahu bagaimana untuk memperbaiki diri kita. (SR)
Pada teknisnya di dalam lingkungan kampus, setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Jangan pernah terpaku pada nilai, nilai hanya sebuah angka atau huruf. Sebuah angka atau huruf hanya berguna ketika kamu ingin mendaftar beasiswa atau hanya sekedar membanggakannya di depan orang tua atau teman-teman. Ingatlah bahwa niat dan usaha adalah hal yang terpenting dalam suatu proses belajar
Tidak jarang kita lihat mahasiswa dengan nilai
sempurna
direkrut
oleh
universitas
untuk mengajar, namun ada juga mahasiswa yang tidak lulus kuliah memiliki kesempatan untuk dapat berprestasi di luar kampus. Karena itu nilai tidak akan membuat diri kita hancur atau sukses. Perlu disadari bahwa kuliah seni, artinya mempelajari setiap kesenian, bukan
39 | Majalah AKSI
film apparatus
S O U N D D E V I C E S Sound Devices adalah sebuah merk hardware audio yang berbasis di Amerika Serikat dan sekarang ini lazim menjadi alat standar dalam sebuah produksi film maupun audiovisual lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan banyaknya para pelaku industri film yang menggunakan Sound Devices, baik recorder maupun mixernya sebagai hardware audio yang digunakan di lapangan atau di produksi film. Sound Devices memiliki beberapa keunggulan, khususnya bagi sound recordist, yakni konstruksi yang kuat dan kokoh, sehingga dapat dibawa dalam kondisi dan situasi apapun. Selain itu, Sound Devices sendiri, baik recorder maupun mixernya memiliki pengoperasian yang sangat user-friendly.
40 | Majalah AKSI
P
emula hingga pengguna tingkat lanjutan yang belum pernah mengoperasikan Sound Devices sebelumnya akan mudah terbiasa. Kemudian, Sound Devices memiliki banyak fitur, contohnya pada recorder , terdapat fitur input timecode dan input world clock , di mana kedua fitur tersebut bekerja untuk mencocokkan audio sesuai real time video secara akurat (dengan catatan kondisi produksi film menggunakan digital slate ). Kemunculan digital Sound Devices diawali dengan analog sound device yang menggunakan pita film untuk menyimpan file suara. Nagra adalah salah satu contoh alat perekam suara yang lazim digunakan pada eranya. Nagra adalah sebuah merk alat perekam suara yang berbasis di Swiss. Cara kerja Nagra berbeda dengan Sound Devices yang hanya membutuhkan CF card . Pada saat kita menggunakan Nagra, langkah awalnya adalah memasang pita suara sebagai penyimpan suara pada bagian atas Nagra dan pemasangan pita suara harus sesuai petunjuk serta alurnya.
Hardware audio di era digital kini, khususnya Sound Devices cukup jernih dalam merekam suara dibandingkan alat perekam suara berbasis pita. Akan tetapi, alat digital pun tidak menjamin kualitas suara yang akan dikejar dikarenakan selera manusia yang berbeda-beda. Ada kalanya kita tidak terlalu ingin jernih, ingin sedikit kesan ‘kotor’ maupun ‘bertenaga’. Semua tergantung keunikan suara yang kita inginkan. Menurut saya pribadi, Alat perekam suara berbasis digital khususnya Sound Devices menghasilkan suara yang terlalu ‘jernih’ dan ‘bersih’, tidak memiliki karakter warna khusus dalam memproduksi suara
adalah sebuah ujung jack kabel yang menyerupai bentuk buah pisang dan dicolokkan ke output Nagra dan ujung satunya tetap jack XLR male dicolokkan pada input Sound Devices, selanjutnya, condenser mic atau clip-on wireless receiver dicolokkan terlebih dahulu ke input Nagra, lalu dari output Nagra disalurkan ke input Sound Devices untuk perekamannya. Jadi pada dasarnya, Nagra di sini kita gunakan sebagai pre-amp atau penguat bagi microphone untuk memberi warna suara khas Nagra seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Dalam penggabungan ini, suara yang dihasilkan lebih jernih bersih namun juga tebal, hangat, dan bertenaga.
seperti Nagra yang cenderung ‘bertenaga’. Sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan pemilihan microphone , atau pre-amp mic mungkin digunakan demi memperkuat sinyal microphone itu sendiri sebelum diproses dalam Sound Devices. Selain itu, suara juga bisa diedit pada saat proses mixing , dengan menggunakan efek ‘ equalizer ’ atau filter tertentu. Sedangkan karakter alat perekam suara seperti Nagra memiliki ciri khas yang menurut saya pribadi selama saya pernah menggunakannya walaupun dua kali adalah ‘hangat’, ‘tebal’, dan ‘ punch ’, tiga faktor tersebut yang membuat Nagra masih digunakan dalam produksi film, untuk contohnya pada behind the scenes pengambilan foley suara berbagai macam senapan pada film Transformers , di situ terlihat foley artist di lapangan menggunakan alat perekam Nagra, di samping ia menggunakan Sound Devices juga sebagai primary device- nya.
Mengkombinasikan
Sound
Devices
dan
Nagra bukan tidak mungkin, sebab mayoritas
hardware
audio
digabung
dalam
pada
hardware
pada
umumnya
mampu
penggunaannya
selama
audio
tersebut
memiliki
input dan output untuk pengkoneksiannya. Berdasarkan pengalaman, saya melakukan uji coba menggabungkan Sound Devices dan Nagra untuk digunakan secara stimultan, mungkin hal ini bisa termasuk perihal trik, jadi Sound Devices dan Nagra kita sambungkan keduanya dengan kabel yang biasa orang audio istilahkan sebagai kabel banana . Bentuk dari kabel banana ini
Oleh Candra Aditya Rahman 41 | Majalah AKSI
campus life
Oleh Firizqi Nasution
SINEMA SABTU
LA TAHZAN 42 | Majalah AKSI
Sumber: officialfilmindonesia.com
S
inema Sabtu kembali digelar di penghujung bulan, menjelang mulainya puasa, yaitu pada tanggal 27 September 2014. Kali ini dengan film bertema Islam, Sinema Sabtu menghadirkan film berjudul La Tahzan (2012). La Tahzan bercerita tentang seorang gadis Indonesia bernama Viona (Atiqah Hasiholan) yang mengikuti program belajar dan bekerja di Jepang. Viona bertemu Yamada (Joe Taslim), seorang fotografer tenaga lepas yang ternyata mengerti Bahasa Indonesia. Hal ini membuat Viona, yang merasa asing di Jepang, seakan mendapat sahabat baru. Mereka pun menjadi akrab, hingga Yamada yang tanpa basa-basi berterus terang ingin melamar Viona. Ia bahkan siap untuk pindah agama. Pada persiapan Yamada untuk menjadi mualaf , Viona terusik oleh masa-masa di Indonesia ketika seorang ibu menitipkan alamat untuk mencari anaknya di Jepang, Hasan (Ario Bayu), teman dekat Viona. Hasan yang selama ini menghindar dari Viona dan keluarganya pergi meninggalkan pertanyaan bagi Viona. Acara pemutaran La Tahzan ini tentunya juga diikuti dengan diskusi dengan pembuat filmnya. Tamu spesial yang menjadi tamu diskusi adalah Danial Rifki sang sutradara dan Jujur Prananto sebagai penulis skenario. Karena
Sinema Sabtu kali ini menjadi sebuah penutupan sebelum mulainya bulan puasa, antusiasme penonton pun lebih besar daripada pemutaran sebelumnya. Seperti jadwal Sinema Sabtu sebelumnya, gate dibuka pada jam 3 sore dan film dimulai pada jam 4 sore. Penonton yang hadir tentu seperti biasa diberi makanan ringan dan minuman. Sebelum acara pemutaran dimulai, Daniel Rifki memutarkan sebuah trailer dari film terbarunya yang berjudul Haji Backpacker , yang diputar di seluruh bioskop Indonesia pada bulan Oktober awal. Tentu selain pemutaran trailer tersebut, ia juga menceritakan sedikit tentang film bersangkutan.
Saat film dimulai, perlahan penonton pun semakin bertambah menduduki kursikursi yang kosong. Semakin lama, kursi pun penuh diduduki oleh para hadirin.
Antusiasme penonton kali ini sangat besar, lebih dari biasanya, sampaisampai meskipun tidak mendapati kursi, tetap masih banyak yang bersemangat untuk menonton hingga harus duduk di lantai studio. Pemutaran film pun berjalan dengan lancar. Sesi diskusi dengan Daniel Rifki dan Jujur Prananto dimulai dengan perkenalan diri masingmasing, dilanjutkan dengan cerita berbagai pengalaman unik mereka saat proses shooting film La Tahzan . Karena mereka juga merupakan alumni FFTV-IKJ, mereka tidak segan-segan menceritakan cerita-cerita unik dan internal yang mungkin tidak seharusnya diceritakan demi keamanan promosi film mereka. Kedua filmmaker ini sangat mempercayai para penonton yang mayoritas merupakan mahasiswa FFTV-IKJ, sehingga mereka memberi tahu pengalaman mereka saat syuting film ini, tidak peduli itu baik atau buruk sebagai pembelajaran bersama. Respon positif juga banyak muncul dari para penonton, terlihat dari banyaknya penonton yang antusias bertanya saat sesi tanya-jawab dimulai. Tidak seperti pemutaran Sinema Sabtu sebelumnya, para peserta kali ini benar-benar aktif bertanya langsung.
43 | Majalah AKSI
campus life
A
da yang berbeda di awal semester gasal, tahun akademik 2014/2015: mahasiswa semester 5 berbondong-bondong mendatangi para pembimbing peminatan untuk mendapatkan “mayor” yang mereka minati. Beberapa di antaranya telah cukup yakin untuk memilih peminatan tertentu, beberapa masih bimbang, sedangkan sisanya yakin tetapi terkendala masalah nilai yang tidak mencukupi. Yang pasti, mahasiswa-mahasiswi ini mengalami perubahan ketentuan. Sebelumnya, mahasiswa FFTV diharuskan lulus mata kuliah Praktika Terpadu terlebih dahulu sebelum mengambil peminatan. Namun, mulai semester ini mahasiswa harus mengambil peminatan bersamaan dengan mata kuliah Praktika Terpadu. Jika dilihat sekilas, tujuan kebijakan ini jelas agar mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah praktika adalah yang telah jelas peminatannya sehingga tidak ada yang “murtad” di kemudian hari. Alasan ini cukup baik, mengingat
banyaknya mahasiswa yang tidak konsisten mengenai bidang yang diambilnya ketika menempuh mata kuliah praktika dengan peminatan yang kemudian diambil. Selain itu, terdapat beberapa yang mengalah untuk mengambil bidang lain yang sebenarnya tidak sesuai dengan minatnya dengan alasan coba-coba atau agar penanggung jawab departemen dalam kelompok dapat lebih proporsional. Dengan adanya ketentuan baru ini, mahasiswa harus mengikuti praktika sesuai dengan peminatan yang diambilnya. Tujuan yang baik memang tidak selalu melalui jalan mulus. Langsung muncul masalah yang mencemaskan baik mahasiswa maupun dosen. Hampir semua orang terkejut saat mengetahui bahwa semester ini terdapat 23 orang yang mendapat peminatan penyutradaraan. Artinya, akan ada 23 kelompok yang menempuh Praktika Terpadu pada semester 5 karena jumlah kelompok ditentukan oleh jumlah mahasiswa peminatan penyutradaraan
Oleh M. Myrdal Muda
pergantian ketentuan pengambilan mayor & praktika terpadu 44 | Majalah AKSI
yang mengambil mata kuliah tersebut. Belum lagi mahasiswa penyutradaraan yang mengulang praktika dan mahasiswa peminatan fotografi serta animasi yang melaksanakan Praktika Mandiri. Hasilnya, terdapat 24 kelompok Praktika Terpadu, 7 mahasiswa Praktika Mandiri Fotografi, dan 1 mahasiswa Praktika Mandiri Animasi. Masalah utama dari keadaan ini tentu saja pada ketersedian alat dan pengaturan jadwal produksi yang terkesan kacau. Waktu sekitar satu setengah bulan untuk development dan pra-produksi dipandang terlalu singkat hingga pada akhirnya mahasiswa hanya fokus mengejar deadline . Materimateri pra-produksi, yang seharusnya dapat menjadi patokan melaksanakan produksi, akhirnya hanya menjadi formalitas di atas kertas. Yang paling mengecewakan adalah saat mahasiswa Praktika Mandiri Fotografi harus mengalah dalam penggunaan kamera milik kampus karena harus menunggu alat tersebut tidak dipakai oleh kelompok Praktika Terpadu. Ironisnya,
dua dari tiga kamera yang digunakan beruntun pada Praktika Terpadu yang jadwalnya telah ditentukan sejak awal adalah kamera DSLR Canon EOS 5D yang jelas merupakan kamera fotografi. Masalah kedua adalah pada semester genap nanti. Karena seperti yang telah disebutkan bahwa kelompok praktika ditentukan oleh jumlah mahasiswa yang mengambil peminatan penyutradaraan, dapat diprediksi bahwa pada semester berikutnya hanya akan terdapat dua kelompok Praktika Terpadu saja. Itupun adalah mereka yang mengulang atau gagal pada mata kuliah praktika semester ini. Sedangkan, mahasiswa peminatan lain masih banyak yang belum mengambil mata kuliah praktika karena terkendala syarat minimum SKS yang telah lulus. Sebenarnya, begitu banyak masalah yang muncul bukan serta merta disebabkan oleh ketentuan yang baru ini. Namun karena ketidaksiapan serta kurangnya koordinasi penyelenggara pendidikan. Sistem yang baru ini
memiliki tujuan yang baik. Hanya saja, sebagai institusi akademik, kita tidak bisa memberlakukan kebijakan tanpa lebih dulu mempelajari konsekuensinya lebih lanjut. Pada akhirnya, pihak yang paling dirugikan jika ada masalah adalah mahasiswa. Di balik semua itu, harapan mahasiswa dengan ketentuan ini adalah akan adanya integrasi antara mata kuliah praktika dan mata kuliah peminatan yang diambil sehingga konten kedua mata kuliah ini dapat saling mendukung. Jika tidak, tidak ada gunanya merancang sistem yang baru ini karena setiap mata kuliah akan berjalan masing-masing. Ujungnya, mahasiswa yang akan bingung dalam menerapkan ilmu yang telah diajarkan.
Masalah utama dari keadaan ini tentu saja pada ketersedian alat dan pengaturan jadwal produksi yang terkesan kacau. Waktu sekitar 1 setengah bulan untuk development dan pra-produksi dipandang terlalu singkat hingga pada akhirnya mahasiswa hanya fokus mengejar deadline.
45 | Majalah AKSI
foodie corner
saat robot kereta api menjadi pelayan restoran Oleh Firizqi Nasution
S
ushi adalah sebuah makanan khas Jepang yang sudah menjadi kuliner favorit masyarakat Jakarta pada umumnya. Dengan peminat makanan ini yang semakin banyak dan bertambah, maka semakin banyak juga muncul berbagai restoran Jepang yang menawarkan sushi dengan konsep yang unik-unik dan berbeda. Sekarang, baru saja hadir sebuah restoran Jepang yang bernama Genki Sushi di Plaza Senayan, Jakarta, yang menghadirkan sebuah konsep yang sangat unik dan belum pernah ada di Indonesia. Mungkin dari luar, restoran ini kelihatan seperti restoran Jepang biasanya dengan konsep yang biasa.Tetapi semua akan
46 | Majalah AKSI
terasa berbeda saat anda mulai masuk ke dalam restoran ini. Genki Sushi menghadirkan konsep di yang mana semua makanan tidak diantar oleh pelayan saat kita sudah memesan. Anda pasti akan langsung bertanya bagaimana makanan tersebut akan hadir di meja kalau pelayan restorannya tidak yang mengantar. Ini karena semua makanan yang kita pesan akan diantar oleh para kereta api dan mobil mainan yang akan melaju di rel mini sebelah setiap meja di restoran ini.
ke meja berdasarkan jumlah orang. Dan saat anda mulai duduk di meja tersebut, pelayan tidak akan memberi anda sebuah buku menu, melainkan adalah sebuah iPad. iPad tersebut menjadi menu makanan anda, yang dimana setiap makanan dan minuman yang disajikan ada ditampilkan di menu digital iPad tersebut. Nah, disini anda tinggal memilih makanan dan & minuman, dan anda hanya akan tinggal menyentuh order pesanan anda di iPad tersebut bila sudah menentukan pilihan.
Bagaimana mereka bekerja? Caranya
Setelah ini anda hanya tinggal duduk manis di meja sambil menunggu kereta
sangat simpel dan unik. Saat kita memasuki restoran, kita akan diantar
api dan mobil mainan yang nantinya akan mengantar di rel mini sebelah meja
anda. Di saat kereta api tersebut datang dengan makanan anda, anda hanya tinggal mengambil makanan tersebut dan setelah itu dengan menekan tombol hijau sebelah meja anda, maka kereta api atau mobil mainan tersebut pun akan kembali ke dapur masak untuk mengantar makanan lainnya untuk para pelanggan di meja lain.
anda juga bisa masuk dan memesan makanan tanpa harus mengeluarkan suara anda atau pun berbicara kepada pelayan restoran tersebut.
Bila anda sudah selesai menyantap makanan pesanan, maka anda tidak perlu repot-repot mengeluarkan suara anda atau melambaikan tangan kepada pelayan restoran untuk meminta bill . Anda hanya tinggal kembali memegang iPad yang menjadi menu tersebut, dan menekan tombol “Check Out Bill” di layar menu. Anda juga tentu bisa melihat struk dalam bentuk digital yang berisi jumlah harga makanan dan minuman yang anda pesan di iPad tersebut. Setelah anda sudah memilih “Check Out” , maka anda tinggal datang ke meja kasir dengan membawa iPad
Saat saya mencoba makan di restoran ini, bisa dibilang makanan yang saya pesan datang diantar para kereta api ini dengan waktu menunggu yang cukup cepat. Berbagai macam makanan Jepang disajikan, dimulai dari sushi, bento, udon, dan bahkan ramen. Kisaran harga sekitar Rp12.000,00– Rp100.000,00 tergantung apa yang anda pesan. Makanan yang disajikan bisa dibilang cukup enak.Harga mungkin yang menjadi sedikit
itu, dan membayar. Semua serba simpel dan instan, bahkan sebenarnya
masalah, karena sedikit mahal
dibandingkan dengan restoran-restoran sushi lainnya.Tetapi dengan konsep berbeda dan pengalaman unik ini, harga pun termaafkan. Genki Sushi mungkin tidak menjadi tempat makan yang selalu akrab dengan dompet, apalagi untuk para mahasiswa, tapi dengan konsep seunik ini menjadikannya sebuah pengalaman yang harus dicoba. Remember: once in a lifetime!
47 | Majalah AKSI
Hengky Harianto
GALERIE DE PHOTOS
Fathir Salim
48 | Majalah AKSI
Fathir Salim
Meidy Hillary
Annisa Dai
49 | Majalah AKSI
galerie de photos
Nanta Maulana
50 | Majalah AKSI
Nanta Maulana
Moch. Suhar Bimar
Tian Refina Hidayat
51 | Majalah AKSI
plot point
Keledai dan Pohon Oleh Bagus Dewadharu
D
i sebuah peternakan, ada seekor keledai yang bosan menyantap jerami, “Aku benci memakan jeramijerami ini. Mereka melukai gusiku setiap waktunya. Aku tidak akan memakan mereka lagi jika mereka selalu melukaiku.” Keledai itu lalu pergi dari peternakannya untuk mencari santapan yang baru.
Sepertinya lezat. Apakah kalian bersedia menjadi makananku?” Sang keledai menatap buah-buahan itu dengan tatapan dungunya. “Ah! Mimpi apa aku jika bisa memakan buahbuahan yang menawan ini. Jelas-jelas aku tidak pantas untuk memakan mereka.” Lalu pergilah sang keledai dari perkebunan itu melanjutkan perjalanannya.
Sang keledai kemudian melihat sebuah pohon yang berdiri sendirian tak jauh dari padang rumput tersebut. Sang keledai sudah kelelahan karena berjalan cukup jauh, maka ia menghampiri pohon tersebut untuk berteduh. Sang keledai berbaring di bawah pohon itu sambil memikirkan apa santapan yang tepat untuknya. Tak sengaja, ia melihat sebuah daun yang berada di puncak pohon tersebut.
Bermenit-menit sudah sang keledai melanjutkan perjalanannya dari kebun buah-buahan yang ia datangi. Sang keledai pun sampai di sebuah padang rumput. “Hai, rumput! Aku penasaran kenapa kalian selalu menunduk? Apa kalian bersedih karena hidup kalian akan berakhir menjadi makanan para herbivora?” Rumput-rumput itu hanya bergoyanggoyang tertiup angin, seakan tak memperdulikan sang keledai. “Aku kelaparan, rumput. Boleh kan aku memakanmu?”
Sang keledai sudah berjalan cukup jauh meninggalkan peternakannya. Matahari pun sudah hampir berada di puncak singgasananya. Beberapa saat kemudian, ia melihat sebuah kebun yang ada banyak buah-buahannya. “Wah, buah-buahan ini berkilau sekali!
52 | Majalah AKSI
Rumput-rumput itu hanya kembali bergoyang ditiup angin. “Hmm… aku lupa. Kalian kan sudah diinjak-injak oleh siapapun yang memiliki kaki. Kurasa jerami di peternakanku lebih baik rasanya dibandingkan dengan kalian.”
“Wah! Daun itu hijau sekali. Lebih hijau dari daun-daun yang berada di sekitarnya. Sepertinya lezat. Pohon yang baik hati, pasti kamu tidak keberatan kan jika aku memakan daunmu yang cantik itu?” Hanya saja, daun itu berada di ranting yang paling tinggi dan sang keledai bingung bagaimana caranya untuk meraih daun tersebut. “Hmm… mungkin aku harus berlagak seperti kucing, ya! Kucing kan lihai memanjat pohon.” Namun berkalikali kucing gadung tersebut mencoba memanjat pohon itu, ia selalu gagal. “Seingatku tupai pandai melompatlompat di pohon. Mungkin aku harus mencoba melompat-lompat juga,” pikir sang keledai sambil mencoba melompat supaya bisa meraih daun yang ia inginkan. Ia setidaknya ingin meraih daun yang paling dekat dengan dirinya, tetapi kakinya yang pendek hanya membuat dirinya terlihat bodoh. Saat sang keledai masih mencoba meraih daun di pohon tersebut, hujan tiba-tiba datang. “Ah, hujan! Mungkin jika aku berusaha lebih keras, pohon ini akan berpikir aku pantang menyerah dan merasa iba kepadaku.” Akan tetapi, tetesan hujan yang melekat di batang pohon itu hanya membuat sang keledai semakin kesulitan memanjat karena licin. Sang keledai pun kembali berbaring di bawah pohon tersebut
“Nah! Lihatlah keledai! Kau hanya butuh sedikit dorongan untuk memotivasi dirimu. Kurasa kau sudah cukup tinggi untuk meraih daun idamanmu itu. Selebihnya berusaha sendiri ya. Aku akan pergi,” ujar singa, lalu ia pergi menjelajahi sore.
sambil menatapi dedaunan yang bergoyang seakan menertawainya. Tak lama setelah itu, hujan reda. Kemudian datanglah seekor singa yang menghampiri sang keledai. “Hai, keledai! Lama tak jumpa. Apa yang sedang kau lakukan? Kau terlihat berantakan.” Sang keledai pun menceritakan tentang dirinya yang bosan memakan jerami dan keinginannya untuk meraih daun cantik yang berada di puncak pohon. “Oh, jadi begitu. Kau sungguh ingin mendapatkan daun itu, keledai? Kau tahu, aku baru bangun tidur dan lapar. Aku kasihan melihatmu tersiksa dengan upaya bodohmu ini. Mungkin aku harus memakanmu sekarang.” Singa itu menggeram dan bersiap menerkam sang keledai. Keledai yang panik itu langsung memanjat pohon tersebut. Dahan demi dahan ia panjat hingga ia bergantung pada dahan yang rantingnya sudah patah.
“Terima kasih singa yang baik hati!” seru sang keledai. Ia sudah semakin dekat dengan
memanjat. Tak habis akal, angin bertiup lebih kencang hingga menerbangkan ranting-ranting kecil yang menggores kulit sang keledai hingga berdarah. Daun-daun yang hijau pucat tak ingin ketinggalan. Mereka juga bergoyang ke sana kemari hingga menyambar wajah sang keledai hingga matanya perih. Akan tetapi sang keledai sudah hampir sampai, ia tak mau menyerah. Darahnya menetes pelan, air matanya berjatuhan disibak daun-daun yang
daunnya. Ia pun beristirahat sejenak dengan bergantung pada dahan patah itu sambil menatap daun idamannya. “Sedikit lagi aku akan mendapatkanmu!” Daun itu bergoyang seakan menggoda sang keledai untuk segara menghampirinya.
iri. Kaki lemasnya meraih dahandahan yang lebih tinggi. Giginya sakit menggigit dahan jikalau kaki kecilnya tak sampai meraih dahan yang lebih tinggi. Sesekali, terlintas pikiran untuk menyerah dan jatuh ke rumput-rumput yang murahan. Namun hasrat yang menggebu-gebu untuk meraih daun itu membuat sang keledai terus memanjat.
Matahari semakin memudar, memanggil malam untuk segera menggantikannya. Tak lama, gelap sudah tiba. Bintang dan bulan tak kunjung menunjukkan dirinya. Awan yang kelabu menyembunyikan mereka. Ya, angin bertiup sangat kencang malam itu. Sang keledai menjadi bingung apakah ia harus tetap berusaha meraih daun idamannya. Sekali lagi sang keledai menatap daun itu. “Ya Tuhan, kamu daun yang sangat cantik. Hijaumu sangat berbeda dari daun-daun yang mengelilingimu. Demi Tuhan aku sangat ingin meraihmu.” Tak tahan dengan kecantikan daun tersebut, sang keledai kembali memanjat pohon itu. Malam semakin dingin dan angin bertiup dengan kencang. Sangat sulit untuk sang keledai memanjat sebuah pohon, tetapi tekadnya sudah bulat. Ia akan tetap meraih daun itu, sedikit demi sedikit, dahan demi dahan. Angin yang tajam menusuk-nusuk tulang sang keledai hingga pilu, namun ia tak menghiraukannya dan terus
Sedikit lagi hampir sampai. Sambil menahan rasa sakit, sang keledai terus memanjat. Akhirnya keledai gigih itu sampai di dahan pohon tertinggi, singgasana daun cantik tersebut. Tetapi sang keledai hanya terdiam—diam yang sangat lama. Matanya kosong namun digenangi air mata dan keringat. Dadanya sangat sakit, tetapi tidak ada darah atau luka bekas goresan. Daun yang luar biasa cantik itu ternyata sudah pergi. Angin menerbangkannya entah ke mana. Kenapa? Tiada yang tahu. Mungkin sang keledai terlalu lama memanjat pohon itu. Atau mungkin juga daun itu pergi karena tahu sang keledai ingin menghampirinya. Entahlah. Yang pasti, daun itu sudah sangat jauh dari sang keledai. Keledai yang malang itu hanya bisa diam mematung di dahan pohon itu, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. “Hahaha… sial! Apa yang keledai bisa lakukan di atas pohon? Dasar bodoh. Seharusnya aku tahu diri. Daun itu terlalu tinggi di atasku. Bodoh benar aku ini.”
53 | Majalah AKSI
flash forward
1
2
3
7
8
9
I1I Aries
I3I Gemini
I5I Leo
Perkuliahan: Lagi banyak project nih kayaknya. Jangan lupa traktiran kalo fee dari produser baru cair. Coba selesein satu-satu dulu kerjaannya, jangan sampai menumpuk nanti malah keteteran. Romansa: Lo mesti banyak berubah nih demi doi. Keuangan: Getol nyari duit buat beli alat baru.
Perkuliahan: Akhirnya lo dapet recognition dari dosen, temen atau colleague yang selama ini lo deketin. Networking buat dapet koneksi baru lagi berbuah hasilnya. Waktu yang pas buat belajar hal-hal baru. Romansa: Bikin keputusan emang susah, tapi mungkin beberapa hal emang mesti lo tinggalin. Keuangan : Urusan duit lagi bikin pusing. Hati-hati kalo minjemin duit ama orang lain.
Perkuliahan: Mesti cari cara biar syuting lebih efisien nih, bos. Mulai ngerasa lo salah ambil mayor? Jangan terlalu dianggap serius apa kata orang. Romansa: No time for love! Keuangan: Mesti pinter-pinter atur pengeluaran.
I2I Taurus Perkuliahan: Jangan terlalu keras kepala, apalagi pas lagi kerja bareng temen-temen. Coba denger kata hati: mana yang harus di- keep mana yang mesti lo tinggalin. Semester ini ada dosen yang lagi baik-baikin lo nih. Romansa: Dandan buat balikan ama mantan. Keuangan: Periksa itu tabungan tinggal berapa, siapa tau ada duit ilang.
54 | Majalah AKSI
I4I Cancer Perkuliahan: Banyak kesempatan baru yang bagus kalau aja lo bisa lebih percaya diri dengan kemampuan lo. Self-respect penting banget nih, jangan mau di- bully ama temen sekelas. Romansa: Udah, lupain aja deh. Cari yang baru. Keuangan: Nambah satu nol-nya tuh.
I6I Virgo Perkuliahan: Orang sekitar lagi demanding banget, padahal lo belum tentu siap ngelakuinnya. Ada masalah dalam hal kreativitas. Romansa: Ada perkembangan baru dari doi. Keuangan: Mengidap sindrom “kantong Kering”.
4
5
6
10
11
12
I7I Libra
I9I Sagittarius
I11I Aquarius
Perkuliahan: Revisi, revisi, revisi. Nyebelin, tapi lo enjoy prosesnya. Ada temen lama ngajakin ngerjain project bareng nih. Cari tau apa yang lo mau biar bisa jelas ke mana melangkah. Romansa: Mesti lebih fleksibel, jangan terlalu maksa. Keuangan: Ada pengeluaran mendadak yang bikin kaget.
Perkuliahan: Setelah lama ‘hibernasi’, mulai dateng inspirasi-inspirasi baru dari lingkungan sekitar. Semangat kreatif lagi tinggi-tingginya, tapi sebel ama rutinitas baru. Romansa: Coba mulai buka diri sama doi. Keuangan: Banyak tantangan baru.
Perkuliahan: Nggak kayak biasanya, lo lagi males keluar dari ‘comfort zone’, pengennya yang familiar aja. Mesti lebih peduli ama temen-temen yang udah bantuin lo. Romansa: Lagi pengen pamer isi kepala lo. Keuangan: Banyak tagihan menanti...
I10I Capricorn
I12I Pisces
Perkuliahan Sibuk! Ada aja yang mesti lo urusin. Perhatian terbagi-bagi di banyak project . Mondar-mandir terus antara kampus ama tugas lain. Romansa: Percayalah pada doi. Keuangan: Jangan teken kontrak kalo lo nggak yakin!
Perkuliahan: Lebih ambisius dari sebelumnya. Ada orang baru yang pengen ngajarin lo sesuatu. Coba lebih update ama teknologi baru dong. Romansa: Jadi temen aja deh... Keuangan: Coba tunggu bulan depan ya!
I8I Scorpio Perkuliahan: Lagi fokus upgrade skill dan bikin sesuatu yang baru. Sisain waktu banyak untuk mikir hal mana yang mesti dirubah. Masalah jadwal akhirnya terselesaikan. Romansa: Ketemu seseorang pas jalan ke kampus. Cieee... Keuangan: Mulai tagih deh tuh utangutang.
55 | Majalah AKSI
FORMULIR PENDAFTARAN AKSI Posisi
: ..............................................................................
Nama Lengkap : .............................................................................. NIM
: ..............................................................................
Fakultas
: ..............................................................................
No. HP
: +628
ID LINE
: ..............................................................................
-
-
Email : .............................................................................. Keahlian
: ..............................................................................
Alasan tertarik bergabung dengan AKSI :
Sobek lembaran ini dan kumpulkan ke kotak AKSI terdekat sebelum 10 April 2015
56 | Majalah AKSI
Peserta yang lolos akan dihubungi melalui LINE dan email untuk wawancara pada tanggal 13 April 2015.
Pertanyaan lebih lanjut, email langsung ke
[email protected] dengan subjek: MAKSIMAL
AKTRIS
Punya barang baru/bekas yang ingin dijual/disewakan? Kirimkan foto dan keterangan ke
[email protected] dengan subjek: AKTRIS
AKSI TRANSAKSI MAHASISWA
WONDLAND SCREEN
SAFETY HARNESS
Jual bekas, oke punya!
Jual bekas, masih oke!
ZAKUTO SCREEN 2.5”
ASCENDER Jual bekas, mulus.
Disewakan murah
PERLENGKAPAN TENDA Jual bekas, lengkap & murah.
PEMBERSIH Jual baru!
HEADLAMP & LED LIGHT LAMP Jual baru!
GERMAN G. MINTAPRADJA +62817 9989 369
PAP'S BILL +62812 8781 0300 57 | Majalah AKSI