1 KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA, KELURAHAN HARANGGAOL, KABUPATEN SIMALUNGUN
Oleh : Uswatul Hasan Abstrak Kelimpahan Plankton Di Perairan Danau Toba Kelurahan Haranggaoal, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun telah teliti pada bulan Februari sampai dengan April 2016, Sampel Plankton diambil dari 3 stasiun pengamatan dan setiap stasiun dilakukan 3 pengulangan (perbulan). Metoda yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara mengambil sampel pada setiap stasiun dengan menggunakan plankton net dan lamnott. Sampel air diambil pada masing-masing stasiun dengan menggunakan ember sebanyak 25 L. Sampel air yang diperoleh disaring plankton net yang dilengkapi dengan botol penampung (bucket) dilakukan 5 kali ulangan pada setiap stasiun. Dari hasil analisis data di peroleh kelimpahan plankton pada stasiun 1 Muara sungai di dominasi plankton Diatoma 1346,94 ind/L, Fragillaria 61,22 ind/L, Gonatozygon 1102,04 ind/L, Guinardia 122,45 ind/L, Skeletonema 367,35 Stasiun 2 Daerah Keramba Diatoma 489,80 ind/L, Fragillaria 61,22 ind/L, Gonatozygon 4810,80 ind/L, Skeletonema 2510,20 Stasiun 3 Daerah Tanpa aktivitas manusia Dactyliosolem 367,35 Diatoma 857,14 ind/L, Gonatozygon 306,12 ind/L, Nitzschia 673,47 ind/L, Skeletonema 428,57 ind/L. Sedangkan faktor lingkungan antara lain : DO, BOD5, pH air, Intensitas cahaya, Suhu, Penetrasi Cahaya, Titik Kordinat Kata Kunci : Danau Toba, Faktor Lingkungan, Kelimpahan, Plankton 1. Pendahuluan Di perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok organisme yang toleran terhadap bahan pencemar. Organisme yang dapat dijadikan indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit-banyaknya bahan pencemar
2 dan dapat meningkatkan populasi organisme tersebut. Organisme yang tidak toleran akan mengalami penurunan, bahkan akan mengalami kemusnahan ataupun hilang dari perairan tersebut. Jenis organisme yang tidak toleran ini dapat dijadikan indikator terhadap kualitas air yang bersih dan normal. Apabila ditemukan organisme yang dapat hidup pada lingkungan perairan yang banyak mengandung bahan-bahan organik, maka organisme ini dijadikan sebagai indikator bahan-bahan organik (Fachrul, 2007) Ekosistem kawasan Danau Toba meliputi seluruh wilayah daerah tangkapan air Danau Toba dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan. Ekosistem kawasan danau Toba sejak terbentuknya melalui letusan gunung berapi yang sangat dahsayat paa 75.000 tahun yang lalu, telah banyak mempunyai perubahan sampai dengan kondisi ekosistem sekarang ini. Daerah tangkapan air danau Toba (pulau Samosir maupun daratan Sumatera yang mengelilingi danau), telah banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut mencakup luas hutan dan keragaman vegetasi penutupan lahan yang terjadi baik oleh bencana alam maupun akibat kegiatan pertanian (bercocok tanam dan peternakan)oleh penduduk, perluasan pemukiman penduduk yang populasinya bertambah dari tahun ke tahun (Nasution et al., 2010). Ekosistem perairan, baik perairan sungai, danau, maupun perairan pesisir dan laut merupakan himpunan integral dari komponen abiotik (fisik-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional. Perubahan pada salah satu komponen tersebut tentunya akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem kehidupan yang ada di dalamnya (Fachrul, 2007). 2.
Metoda Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2016, dilaksanakan di Danau Toba, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Metoda yang digunakan adalah
3 metoda “Purposive sampling” dengan 3 stasiun sampel secara geografis antara lain : Stasiun 1 : Muara sungai, Stasiun 2 : Daerah Keramba dan Stasiun 3 : Daerah Tanpa aktivitas manusia. Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net dan lamnott. Sampel air diambil pada masing-masing stasiun dengan menggunakan ember sebanyak 25 L. Sampel air yang diperoleh disaring plankton net yang dilengkapi dengan botol penampung (bucket) dilakukan 5 kali ulangan pada setiap stasiun. Sampel air yang tersisa di dalam bucket dipindahkan dalam botol film yang ditetesi dengan larutan lugol 10% sebanyak 3 tetes. Pengambilan sampel plankton ini dilakukan pada malam dan siang hari. Selanjutnya sampel air kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dengan buku Edmondson (1963) dan dihitung indeks keanekaragaman dan indeks keseragamannya. a. Kelimpahan populasi (K) Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo & Kurniatuty (1995), yaitu : N =
T P V l L p v W
Keterangan: N = jumlah plankton per liter (l) T = luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L = luas satu lapang pandang (mm2) P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) v = volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml) W = volume air media yang disaring dengan plankton net (l)
4 Karena sebagian besar dari unsur – unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi : N=
PV ind./l 0,0196W
b. Kelimpahan Relatif (KR) KR =
jumlah K dalam setiap spesies x 100 % total K
c. Frekuensi Kehadiran (FK) FR =
Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis
dimana nilai FK : 0 – 25% 25 – 50% 50 – 75% > 75%
= = = =
sangat jarang jarang sering sangat sering
d. Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H‟) pi ln pi H‟ =
dimana : H‟ = indeks diversitas Shannon – Wiener Pi = proporsi spesies ke –i ln = logaritma Nature ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis pi =
dengan keseluruhan jenis) 0 < H´ < 2,302 = keanekaragaman tinggi 2,302 < H´ < 6,907 = keanekaragaman sedang H´ > 6,907 = keanekaragaman rendah
5 e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E) E =
H' H max
dimana : H‟ H max
= Indeks diversitas Shannon – Wienner = keanekaragaman spesies maximum = ln S (dimana S banyaknya genus)
f. Indeks Similaritas (IS) IS =
2c X 100% ab
dimana: IS = Indeks Similaritas a = Jumlah spesies pada lokasi a b = Jumlah spesies pada lokasi b c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b Tabel 1. Faktor Fisik-Kimia Perairan No 1 2 3 4 5 6 7
Parameter FisikKimia DO BOD5 pH air Intensitas cahaya Suhu Penetrasi cahaya Titik Koordinat
Satuan
Alat
mg/L mg/L Candela °C meter
Botol winkler Botol winkler pH meter Lux meter Termometer Keping secchi Global Positioning System
-
Tempat Pengukuran In situ Laboratorium In situ In situ In situ In situ In situ
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Faktor Biotik Lingkungan 3.1.1 Plankton Tabel 2. Klasifikasi Plankton Malam No. Kelas Family Genus Bacillariophyceae 1. 1. Thalassiosinaceae 1. Skeletonema 2.
Chlorophyceae
2. Mesotaniaceae
2. Gonatozygon
6 Dari tabel 2, diketahui bahwa pada lokasi pengamatan plankton malam ditemukan plankton sebanyak 2 kelas, ,2 famili, dan 2 genus. Genus yang paling dominan adalah genus Skeletonema. Hal ini mungkin karena kondisi lingkungan yang sesuai dengan kelangsungan hidupnya, terutama pada suhu perairan sekitar 260 C.Menurut Yanthi et al.,(2008), suhu optimum untuk kehidupan fitoplankton adalah 25-30°C. Akan tetapi pada suhu 32,10 masih merupakan kisaran yang memungkinkan untuk tetap hidup. 3.1.2 Nilai K (Kelimpahan), KR (Kelimpahan Relatif), dan FK (Frekuensi Kehadiran) Plankton Malam. Tabel 3. Nilai K, KR, dan FK Plankton Tiap Lokasi No Taksa K(ind/L) KR (%) FK (%) Gonatozygon 1 122,44 2,08 33,33 Skeletonema 2 5755,10 97,92 100 Total 5877,54 100,00 Dari tabel 3 diketahui bahwa genus yang paling banyak ditemukan ditemukan di lokasi pengamatan yaitu Skeletonema dengan kelimpahan sebesar 5755.10 ind/L, kelimpahan relatif 97,92% dan frekuensi kehadiran 100%. Hal ini mungkin karena suhu perairan Danau Toba yaitu 300 C sesuai dengan pertumbuhan Skeletonema. Menurut Kurniastuti dan Isnansetyo (1995), Skeletonema merupakan diatome yang bersifat eurythermal, yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 30-300 C. untuk pertumbuhan optimal, alga ini membutuhkan kisaran suhu antara 250-270 C. Pada kisaran suhu 150-340 C, alga ini masih dapat hidup dengan baik. 3.1.3. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) Tabel 4. Nilai H’ dan E Plankton Malam H’ 0,1 E 0,14
7 Tetapi berdasarkan rumus H‟ menyatakan bahwa jika 0
No.
Taksa
Stasiun 2 FK K KR FK (%) (ind/L) (%) (%) 5 6 7 8 100 489,80 12,50 100 50 61,22 1,56 50 100 489,80 12,50 100
Stasiun 3 K KR FK (ind/L) (%) (%) 9 10 11 367,35 13,95 100 857,14 32,56 100 306,12 11,63 100
8 1 5 6 7 8
2 Guinardia Nitzschia Rhizosolenia Skeletonema
3 4 5 6 7 8 9 10 11 122,45 4,08 50 - 673,47 25,58 100 - 367,35 9,38 100 367,35 12,25 100 2510,20 64,06 100 428,57 16,28 100
Dari tabel 5. diketahui bahwa genus yang paling banyak ditemukan ditemukan di ketiga lokasi pengamatan yaitu Skeletonema, Gonatozygon, dan Diatoma. Hal ini mungkin karena suhu yang sebesar 260C sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Kurniastuti dan Isnansetyo (1995), Skeletonema merupakan diatome yang bersifat eurythermal, yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 30-300 C. untuk pertumbuhan optimal, alga ini membutuhkan kisaran suhu antara 250-270 C. Banyaknya Skeletonema yang ada di perairan ini mungkin karena pH di daerah ini yang masih normal yaitu berkisar 7,3-8 sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Hariyati dan Septa (2009), derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air.Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan keseimbangan antar asam dan basa dalam perairan tersebut.Nilai keasaman (pH) masih tergolong normal yaitu sekitar 7-8. 3.1.5. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) Tabel 6. Nilai H’ dan E Plankton Permukaan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 H’ 1,19 1,11 1,55 E 0,74 0,69 0,96 Dari data di atas dapat diketahui bahwa nilai H‟ tertinggi terdapat pada lokasi 3 yaitu dengan nilai 1,55. Untuk nilai E tertinggi terdapat pada lokasi 3 yaitu dengan nilai 0,96. Dimana di daerah ini Indeks Keanekaragaman yang tinggi sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu dan penyebaran individu masing-masing spesies. Tetapi berdasarkan
9 rumus H‟ menyatakan bahwa jika 0< H‟<2,302 maka keanekaragaman rendah. 3.1.6. Nilai Indeks Similaritas (IS) Tabel 7. Nilai IS Plankton Permukaan IS Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 1 80 % 60 % Stasiun 2 60 % Stasiun3 Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai Indeks Similaritas pada perbandingan 2 lokasi yaitu pada pengamatan di lokasi 1 dan 2 didapat nilai 80 % dan lokasi 1 dan3 serta 2 dan 3 adalah 60%. Hasil ini dikarenakan jumlah persebaran individu suatu jenis spesies dan nilai kelimpahannya. Menurut Barus (2004), keanekaragaman spesies merupakan karakteristik yang unik dari tingkat komunitas dalam organisasi biologi yang diekspresikan melaului struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata.Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies dan jumlah individu. 4. Parameter Abiotik Tabel 8. Faktor Fisik-Kimia Perairan Malam No. Parameter Satuan Titik Lokasi 0 1 Suhu C 26 2 pH 7,3 3 DO mg/L 5,6
10 Tabel 9. Faktor Fisik-Kimia Perairan Tiap Stasiun No.
Parameter
Satuan
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
0C
26
26
26
-
7,1
1
Suhu
2
pH
3 4.
Intensitas Cahaya Candella m Penetrasi Cahaya
5
DO
6
Titik Koordinat
mg/L -
6,9
7,2
48600
77600
64700
2
4,3
2,3
5
6,3
6,6
N02052‟34,7” N02051‟46,8” N02051‟09,7” E098040‟44,7” E098040‟11,1” E098041‟37,0”
Menurut Barus (2004), nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefenisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH=log 1/ H+ , dimana H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisma air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Menurut Taqwa (2010), pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Menurut Hariyanto et al., (2008), kedalaman yang rendah dan aliranyang konstan akan menyebabkan tidak terjadinya gradien suhu vertikal. Pada sungai yang besar suhu air sekitar rata-rata suhu tahunan. Suhu air kurang bervariasi akan tetapi sangat berpengaruh terhadap organisme air, karena pada umumnya organisme air memiliki toleransi yang sempit (stenothermal). Juga perubahan suhu akan mengubah pola
11 sirkulasi, stratifikasi gas terlarut sehingga akan mempengaruhi kehidupan organisme air. Menurut Taqwa (2010), suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat. Menurut Taqwa (2010), Interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan fauna. Menurut Barus (2004), faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagai cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih terlihat berwarna biru dari permukaan.Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini lebih baik ditransmisi dari dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air.Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen berada dalam keadaan relatif konstan. Menurut Taqwa (2010),kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin
12 kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. 5. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah kami lakukan adalah sebagai berikut : a. Dapat diketahui keanekaragaman plankton yang diperoleh pada perairan Danau Toba meliputi: Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Crysophyeae, Chyanophyceae, Xantophyceae, Branchiopodae, Maxiliopoda Crustaceae. Keanekaragaman benthos yang diperoleh pada perairan Danau Toba meliputi Annelida, Crustaceae, Dragonflies, Gastropoda, Insecta, dan Turbellaria. b. Dapat diketahui pengaruh faktor fisik dan kimia terhadap kehidupan biota air di Danau Toba, yaitu suhu, jika semakin tinggi melebihi toleransi organisme maka akan menghambat kehidupan organisme tersebut. pH, organisme air memiliki toleransi tersendiri untuk ketahanannya terhadap pH air, tetapi semakin netral akan semakin baik untuk kehidupan organisme. Penetrasi cahaya, dibutuhkan untuk fotosintesis sehingga semakin baik penetrasi cahaya maka akan semakin baik untuk organisme fotosintetik. DO, BOD, kedua hal ini saling berkaitan karena semakin tinggi DO maka perairan tersebut bagus, tetapi jika BOD nya tinggi maka perairan tersebut tercemar. Tingginya nilai BOD dapat menyebabkan berkurangnya nila DO dari suatu perairan. Daftar Pustaka Barus, T.A.2004. Pengantar Limnologi. Medan: USU Press. Edmonson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. New York. Jhon Willey & Sons, inc. Heriyati dan Septa. 2009. Pola Sebaran Horizontal Dan Kerapatan Plankton Di Perairan Bawean. Yogyakarta: Jurnal Penelitian. Diakses tanggal 01 April 2016.
13 Hariyanto, S., Irawan, B. & Soedarti, T. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Yogyakarta: UGM Press. Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Isnansetyo, A Dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.116 hal. Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas. Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Tesis S-2 UNDIP. Semarang.
14 PENGARUH ALIRAN POSITIVISME DALAM KEBIJAKAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh : Muhammad Citra Ramadhan Abstrak Penulisan bertujuan untuk mengetahui pengaruh aliran positivisme pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Metode penulisan menggunakan metode tinjauan kepustakaan. Berkaitan dengan pandangan aliran hukum positivisme yang mengedepankan pada prinsip hukum itu ada apabila di wujudkan dalam undang-undang, Hukum itu di buat oleh penguasa, selain itu hukum bersifat memaksa. Dalam aliran hukum positivisme adanya pemisahan antara hukum dengan moral. Selain itu peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada di puncak priamida, dan semakin ke bawah semakin beragam dalam artian hukum itu berjenjang. Berkaitan dengan ini jika dikaitkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia jelaslah bahwa aliran ini diterapkan. Kata kunci : aliran positivisme dan perundang-undangan
pembentukan
peraturan
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap penyimpangan terhadapnya. Bentuk-bentuk aturan normatif seperti itu tumbuh sendiri dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara ataupun sengaja dibuat menurut prosedur-prosedur yang ditentukan dalam sistem organisasi kekuasaan dalam masyarakat yagn bersangkutan. Makin maju dan kompleks kehidupan suatu
15 masyarakat, makin berkembang pula tuntutan keteraturan dalam pola-pola perilaku dalam kehidupan masyarakat. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, UUD 1945 menegaskan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. Prinsip ini semula dimuat dalam penjelasan, yang berbunyi “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat)” disamping itu, ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat dalam penjelasan “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).” Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan (tidak absolut dengan kekuasaan tidak terbatas). Dengan ketentuan ini, maka dasar sebagai negara berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif bukan sekedar asas belaka. Berdasarkan tata kehidupan hukum di Indonesia, teori hukum yang berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi hukum di Indonesia adalah teori hukum positivisme. Positivisme hukum dikenal sebagai suatu teori hukum yang menganggap bahwa pemisahan antara hukum dan moral, merupakan hal yang teramat penting. Dalam teori ini hukum dibuat oleh penguasa seperti peraturan perundangundangan (Achmad Ali, 2005 : 55). Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan pembentukan peraturan perundangundangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan
16 standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. 1.2. Tujuan Penulisan Penulisan bertujuan untuk mengetahui pengaruh aliran positivisme pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. 1.3. Metode Penulisan Metode penulisan menggunakan metode tinjauan kepustakaan. Pembahasan pada tulisan ini didasarkan pada pendapat-pendapat para ahli. 2. Kajian Teoritis dan Pembahasan 2.1. Pandangan Aliran Positivisme Terhadap Hukum Sebelum lahirnya aliran ini telah berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum dikenal sebagai Legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad pertengahan dan telah banyak berpengaruh di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Aliran ini mengidentikan hukum dengan undang-undang. Tidak ada hukum di luar undang-undang. Satusatunya sumber hukum adalah undang-undang. Di Jerman pandangan ini banyak dianut dan dipertahankan oleh msialnya Paul Laband, Jellinek, Rudolf van Jhering, Hans Nawiasky, Hans Kelsen dan lain-lain. Di negeri Positivisme Hukum seperti dari Jhon Austin dengan Analyticaln Jurisprudencenya/Positivismenya. Agak berlainan oleh karena hukum yang berlaku di negara inggris adalah common law tidak tertulis. Di indonesia sendiri pengaruh pemikiran legisme itu sangat jelas dapat dibaca pada Pasal 15 Algemene Bepalingen van Wetgving yang antara lain berbunyi : Terkecuali penyimpangan-penyimpangan yang ditentukan bagi orang-orang Indonesia dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Indonesia, maka kebiasaan bukanlah hukum kecuali jika undang-undang menentukannya (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007 : 56).
17 Kalimat-kalimat tersebut bila dikaji jelas mencerminkan pemikiran hukum yang menjadi dasarnya, yaitu dinamakan hukum haruslah bentuknya tertulis. Hukum merupakan perintah dari penguasa, dalam artian bahwa perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Selanjutnya, Austin berkata bahwa hukum adalah perintah yang yang dibebankan untuk mengatur makhluk perpikir, perintah yang dilakukan oleh makhluk berpikir yang memgang dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetapp dan bersifat tertutup (closed logical system), hukum scara tegas dipisahkan dari keadilan dan tidak didasrkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk. (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007 : 58). Austin membagi hukum itu atas : 1. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk menusia; 2. Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia; Pada akhirnya hendaknya diperhatikan pokok-pokok ajaran Analytical Juriprudence sebagai berikut : 1. Ajarannya tidak berkaitan dengan soal atau penilaian baik dan buruk, sebab penilaian tersebut berada di luar bidang hukum; 2. Walau diakui adanya hukum moral yang berpengaruh terhadap masyarakat namun secara yuridis tidak penting bagi hukum. Anustin memisahkan secara tegas antara moral di satu pihak dan hukum di lain pihak; 3. Pandangan bertolak belakang dengan, baik penganut hukum alam maupun mazhab sejarah; 4. Hakikat dari hukum adalah perintah. Semua hukum positif adalah perintah dari yang berdaulat/penguasa; 5. Kedaulatan adalah hal di luarh hukum, yaitu berada pada dunia politik atau sosiologi karenanya tidak perlu dipersoalkan sebab dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dalam kenyataan;
18 6. Ajaran Austin kurang/tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007 : 60). Selain John Austin, penganut aliran positivisme lainnya adalah Hans Kelsen, Hans Kelsen terkenal dengan konsep hukum murninya (reine rechtslehre, the pure theory of law), yang ingin membersihkan ilmu hukum dari anasir-anasir yang sifatnya nonhukum, seperti kultur, moral, politik, sosiologis, dan sebagainya. Menurut Hans Kelsen tentang positivisme dinyatakan bahwa “Law is a coercive order of human behavior, it is the primary norm which stipulates the sanction.” (Hukum adalah sesuatu perintah memaksa terhadap perilaku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi) (Achmad Ali, 2009 : 56). Karakteristik postivistis dari Hans Kelsen, sangat kental dalam tiga ajarannya yang utama, yang sangat menekankan pengakuannya hanya pada eksistensi hukum positif. Ada tiga ajaran utama dari Hans Kelsen, yaitu : a. Ajaran Hukum Murni (Reine Rechtslehre) Hans Kelsen ingin membersihkan ilmu hukum dari anasiranasir yang sifatnya nonhukum, Kelsen menolak masalah keadilan dijadikan bagian pembahasan dalam ilmu hukum. Bagi Kelsen, keadilan masalah ideologi yang ideal-rasional. Kelsen hanya ingin menerima hukum apa adanya. b. Ajaran Tentang Grundnorm Bertolak dari pemikiran yang hanya mengakui undangundang sebagai hukum, maka Kelsen mengajarkan adanya grundnorm yang merupakan induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum, dalam suatu tatanan sistem hukum tertentu. Grundnorm memiliki fungsi sebagai dasar mengapa hukum itu ditaati dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan hukum. c. Ajaran Tentang Stufenbautheorie Peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada di puncak piramid, dan semakin ke bawah
19 semakin beragam dan menyebar. Norma dasar teratas adalah bersifat abstrak dan semakin ke bawah semakin konkret. Dalam proses itu, apa yang semula berupa sesuatu yang “seharusnya”, berubah menjadi sesuatu yang “dapat” dilakukan. Menurut Curzon, persamaan antara ajaran hukum murni Kelsen dengan ajaran perintah dari Austin adalah karena : 1. Kedua-duanya ingin memisahkan hukum dari moral, dan unsur-unsur nonhukum lain. 2. Kedua-duanya juga menggunakan analisis formal; keduaduanya hanya mengakui hukum positif sebgai satu-satunya hukum. 3. Kedua-duanya melihat esensi hukum “in terms of an ultimate concept.” 4. Kedua-duanya menitiberatkan perhatiannya pada struktur dan fungsi negara (Achmad Ali, 2009 : 63). Berdasarkan hal tersebut, bagi penganut positivisme, analisis mereka melibatkan pengkosenterasian pada kajian tentang undang-undang sebagai keberadaannya, yakni undangundang yang diberlakukan bagi warga negate. Jadi bagi kaum postivis, hukum di pahami sebagai berikut : 1. Hukum adalah seperangkat perintah. 2. Yang dibuat oleh penguasa tertinggi (negara). 3. Ditujukan kepada warga masyarakat. 4. Hukum berlaku local (dalam yurisdiksi negara pembuatnya). 5. Hukum harus dipisahkan dari moralitas. 6. Selalu tersedia sanksi eksternal bagi pelanggar hukum (Achmad Ali, 2009 : 64). Di dalam khazanah ilmu hukum ada dua istilah yang diterjemahkan secara sama ke dalam bahasa Indonesia menjadi negara hukum, yakni Rechtsstaat dan the Rule of Law. Meskipun terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia sama-sama negara hukum, sebenarnya ada perbedaan antara Rechtsstaat dan the Rule of Law. Sebagaimana diidentifikasi oleh Roscoe Pound, Rechtsstaat memiliki karakter administrative sedangkan the Rule of Law berkarakter yudisial.
20 Rechtsstaat bersumber dari tradisi hukum negara-negara Eropa Kontinental yang bersandar padacivil law dan legisme yang menganggap hukum adalah tertulis. Kebenaran hukum dan keadilan di dalamRechtsstaat tertelatk pada ketentuan bahkan pembuktian tertulis. Hakim yang bagis menurut paham civil law (legisme) di dalam Rechtsstaat adalah yang dapat menerapkan atau membuat putusan sesuai dengan bunyi undang-undang. Pilihan pada hukum tertulis dan paham legisme di Rechtsstaat didasari oleh penekanan pada „kepastian hukum. The Rule of Law berkembang dalam tradisi hukum negaranegara Anglo Saxon yang mengembangkan common law (hukum tak tertulis). Kebenaran hukum dan keadilan di dalam the Rule of Law bukan semata-mata hukum tertulis, bahkan di sini hakim dituntut untuk membuat hukum-hukum sendiri melalui yurisprudensi tanpa harus terikat secara ketat kepada hukumhukum tertulis. Putusan hakimlah yang lebih dianggap hukum yang sesungguhnya daripada hukum-hukum tertulis. Hakim diberi kebebasan untuk menggali nilai-nilai keadilan dan membuat putusan-putusan sesuai dengan rasa keadilan yang digalinya dari masyarakat. Hakim yang baik di sini adalah hakim yang dapat membuat keputusan berdasarkan nilai keadilan yang digalinya dari tengah-tengah masyarakat. Keleluasaan diberikan kepada hakim untuk tidak terlalu terikat pada hukum-hukum tertulis, karena penegakan hukum di sini ditekankan pada pemenuhan „rasa keadilan‟, bukan pada hukum-hukum formal (Moh. Mahmud M.D, 2010 : 24 – 25). Dalam negara hukum, hukum lah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip The Rule of Law, and not of Man‟, yang sejalan dengan pengertian „nomocratie‟ yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, „nomos‟. Dalam paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsipprinsip demokrasi. Karena prinsip supermasi hukum dan
21 kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat (Ni‟Matul Huda, 2007 : 62). 2.2. Kebijakan Pembentukan Peraturan a. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Dunia hukum, dikenal adanya tiga bentuk penuangan keputusan noram hukum, yaitu (i) keputusan yang bersifat mengatur (regeling) menghasilkan produk peraturan (regels), (ii) keputusan hukum yang bersifat menentukan atau menetapkan sesuatu secara administratif menghasilkan keputusanya administrasi negara (beschikkings), dan (iii) keputusan yang bersifat menghakimi sebagai hasil dari proses peradilan (adjudication) menghasilkan putusan (vonnis). Di samping itu, ada pula yang dinamakan sebagaibeleidsregel atau aturan kebijakan (policy rules) yang sering disebut juga sebagai quasi peraturan, seperti petunjuk pelaksanaan, surat edaran, intruksi, dan lain sebagainya yang tidak dapat dikatagorikan peraturan, tetapi isinya bersifat mengatur juga (Jimly Asshiddiqie, 2008 : 209). Setelah terjadinya perubahan UUD 1945, maka kebijakan pokok mengenai pembentukan dan pembaharuan peraturan perundang-undangan juga harus mengalami perubahan mendasar. Untuk itu, menyusul ditetapkanya Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, pada tahun 2004 dibentuklah suatu undang-undang baru yang mengatur mengenai seluk beluk pembentukan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Undang-Undang baru yang dimaksudkan itu adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanan. Penyusunan undang-undang baru ini dinilai sangat penting karena pertimbangan-pertimbangan bahwa (a) pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud bila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan; (b) untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan
22 peraturan perundang-undangan, maka Negara Repulik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundangundangan; (c) selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka pembentukan undang-undang perlu untuk membentuk UndangUndang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru dan tersendiri dengan mengingat ketentuan-ketentuan Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 22 A UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam sistem peraturan perundan-undangan Republik Indonesia, Pancasila diakui sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini ditentukan dengan tegas dalam Pasal 2 Undang-Undang ini. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 3 ayat (1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (Pasal 3 ayat (2). Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuaknya (ayat 3). Selain yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) ini, peraturan yang diatur dalam Undang-Undang ini selanjutnya adalah undangundang dan peraturan perundang-undangan lain yang berada di bawahnya (Pasal (4). b. Asas-Asas Peraturan Perundang-undangan Menurut ketentuan Pasal 5, maka pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus di dasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas-asas yang baik tersebut dapat dibedakan dalam dua katagori. Pertama adalah tujuan asas yang ditentukan pada Pasal 5, dan yang kedua adalah 10 asas yang ditentukan pada Pasal 6 ayat (1). Asas-asas dalam katagori kedua ini dapat kita namakan sebagai asas materil karena menyangkut materi muatan yang harus terkandung dalam
23 peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Sedangkan asas-asas pada katagori pertama lebih menyangkut asas-asas formil yang berkenaan dengan format, sifat, wadah, kelembangaan yang berperan, teknis perumusan, dan sebagainya (Jimly Asshiddiqie, 2008 : 269). Ketujuh asas formil yang ditentuakn dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 meliputi asas-asas : 1. kejelasan tujuan; 2. kelembagaan atau oragan pembentuk yang tepat; 3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; 4. dapat dilaksanakan; 5. kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. kejelasan rumusan; dan 7. keterbukaan. Sedangkan kesepuluh asas yang bersifat materiil seperti ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1), yaitu asas yang harus terkandung dalam materi muatan setiap peraturan perundangundangan adalah : 1. pengayoman; 2. kemanusiaan; 3. kebangsaan; 4. kekeluargaan; 5. kenusantaraan; 6. bhinneka tunggal ika; 7. keadilan; 8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; 9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau 10.keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain asas-asas materiil tersebut, peraturan perundangundangan tertentu dapat pula berisi asas-asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Misalnya, peraturan perundang-undangan di bidang industri dan perdagangan tentu harus mencerminkan pula asas yang berlaku di dunia industri dan perdagangan yang antara lain misalnya mengidealkan nilai-nilai “efisiensi”. Demikian pula
24 peraturan perundang-undangan di bidang-bidang yang lain, tentu harus mencerminkan pula asas-asas yang berlaku dan diidealkan dalam bidang-bidang yang bersangkutan. c. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Materi muatan peraturan perundan-undangan diatur dalam Bab III tentang Materi Muatan, yaitu mulai dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 14. Di dalamnya, ditentukan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 atau yang diperintahkan oleh Undnag-Undang untuk diatur dengan undang-undang. Hal-hal yang berkenaan dengan ketentuan lebih lanjut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 meliputi ketentuan mengenai : - Hak-hak asasi manusia; - Hak dan kewajiban warga negara; - Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; - Wilayah negara dan pembagian daerah; - Kewarganegaraan dan kependudukan; - Keuangan Negara. Materi lainya dapat menjadi muatan undang-undang adalah hal-hal lainnya yang memang diperintahkan oleh UndangUndang untuk diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, ada materi yang tidak diperintahkan, tetapi karena penting untuk diatur lebih lanjut. Menurut ketentuan Pasal 14, materi muatan mengenai pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Artinya, undang-undang juga dapat memuat ketentuan pidana sebagaimana mestinya (Jimly Asshiddiqie, 2008 : 270). Setelah 7 (tujuh) tahun berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 maka pada tahun 2011, undang-undang ini diperbaharui dengan dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Adapun perbedaan antara keuda Undang-Undang tersebut tidak jauh berbeda, hanya saja dalam hierarkis peraturan perundang-undangan ada perubahan yang diantaranya, adanya Tap MPR yang berada di bawah Undang-Undang Dasar, selain
25 itu posisi Peraturan Daerah Propisni dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sudah tidak sejajar lagi, yang mana posisi Peraturan Daerah/Kota berada di bawah Peraturan Daerah Porpinsi. Dan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adanya Peraturan Desa namun pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Desa ditiadakan lagi. 4. Kesimpulan Berkaitan dengan pandangan aliran hukum positivisme yang mengedepankan pada prinsip hukum itu ada apabila di wujudkan dalam undang-undang, Hukum itu di buat oleh penguasa, selain itu hukum bersifat memaksa. Dalam aliran hukum positivisme adanya pemisahan antara hukum dengan moral. Selain itu peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada di puncak priamida, dan semakin ke bawah semakin beragam dalam artian hukum itu berjenjang. Berkaitan dengan ini jika dikaitkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia jelaslah bahwa aliran ini diterapkan. Hal ini dapat kita lihat pada UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Daftar Pustaka Achmad Ali, 2009. Menguak Teori Hukum, Kencana, Jakarta. Jimly Asshiddiqie, 2008. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung. Moh. Mahfud MD, 2010. Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Ni‟Matul Huda, 2007. Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
26 ANALISA KADAR C-ORGANIK DAN PERBANDINGAN C/N TANAH DI LAHAN TAMBAK KELURAHAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN Oleh : Budiman Siregar Abstrak Kadar C-Organik merupakan faktor penting penentu kualitas tanah mineral. Semakin tinggi kadar C-Organik total maka kualitas tanah mineral semakin baik. Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Pakan alami di dasar tambak (klekap) sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di dasar tambak karena bahan organik merupakan sumber nitrogen. Makin tinggi kadar bahan organik, makin tinggi pula jumlah nitrogen yang dikandungnya sehingga pertumbuhan klekap akan semakin baik. Kadar bahan organik dihitung dari kandungan C–Organik dengan rumus : Bahan organik (%) = 1,74% x C-Organik (%) sehingga kandungan bahan organik tanah dasar tambak dapat dilihat dari kadar C–Organiknya. Kadar C–Organik yang berlebihan akan membahayakan kehidupan dan populasi organisme budidaya tambak. Hal ini disebabkan oleh proses penguraian klekap yang mati membutuhkan oksigen dan menghasilkan gas beracun, seperti CO2, H2S dan NH3. Selain itu kadar C–Organik yang terlalu tinggi juga dapat menimbulkan efek peneduhan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tanah pada 5 stasiun. Berdasarkan hasil uji laboratorium diperoleh C-Organik pada stasiun I sebesar 1,20 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah rendah, pada stasiun II ,IV dan V sebesar 1,67 %, 0,89 % dan 1,13 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang, sedangkan pada stasiun III sebesar 2,20 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah tinggi. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 1,71 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang. Kata Kunci : Kadar C-Organik, C/N tanah, tambak
27 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian Kota medan mempunyai luas sekitar 265,10 km2 dan merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Utara, adalah salah satu Propinsi di Indonesia yang memiliki wilayah pesisir dan lautan. Wilayah Kota Medan terbagi menjadi 21 kecamatan dan 151 Kelurahan. Medan Belawan adalah salah satu kecamatan yang merupakan wilayah pesisir. Penggunaan lahan untuk tambak di Kecamatan Medan Belawan terkonsentrasi di Kelurahan Sicanang (Ayuli, 2011). Budidaya tambak bisa menghasilkan pendapatan bagi petani tambak didaerah tersebut, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kadar C-Organik merupakan faktor penting penentu kualitas tanah mineral. Semakin tinggi kadar C-Organik total maka kualitas tanah mineral semakin baik. Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Bahan organik itu sendiri merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi tanah. Produksi pakan alami tambak dan ketersediaan oksigen di air tambak dipengaruhi oleh kesuburan tanah tambak, yaitu kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya dengan penyediaan air dan udara tanah, maka kesuburan kimia tanah menyangkut masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan pakan alami dan ketersediaan oksigen di air tambak, dimana oksigen adalah produk sampingan dari pakan alami, yaitu fitoplankton. Pakan alami di dasar tambak (klekap) sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di dasar tambak karena bahan organik merupakan sumber nitrogen. Makin tinggi kadar bahan organik, makin tinggi pula jumlah nitrogen yang dikandungnya sehingga pertumbuhan klekap akan semakin baik. Kadar bahan organik dihitung dari kandungan C–Organik dengan rumus :
28 Bahan organik (%) = 1,74% x C-Organik (%) sehingga kandungan bahan organik tanah dasar tambak dapat dilihat dari kadar C– Organiknya. Kadar C–Organik yang berlebihan akan membahayakan kehidupan dan populasi organisme budidaya tambak. Hal ini disebabkan oleh proses penguraian klekap yang mati membutuhkan oksigen dan menghasilkan gas beracun, seperti CO2, H2S dan NH3. Selain itu kadar C–Organik yang terlalu tinggi juga dapat menimbulkan efek peneduhan. Menurut Hardjowigeno (2007) perbandingan C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah, kebanyakan energi yang diperlukan untuk mempertahankan populasi tanah berfungsi dan mendukung kelangsungan proses di dalam tanah yang begitu banyak berasal dari konversi karbon organik menjadi karbondioksida, akan tetapi apabila perbandingan C/N terlalu lebar berarti ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut perbandingannya dengan ketersediaan N bagi pembentukan protein mikroba, kegiatan jasad renik akan terhambat, sehingga data – data tentang kadar C-Organik dan perbandingan C/N tanah sangatlah penting untuk diketahui. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang karbon organik dan C/N Organik tanah di lokasi penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi petani tambak mengenai kadar karbon organik dan C/N tanah yang dibutuhkan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi petani tambak mengenai kadar karbon organik dan C/N tanah yang dibutuhkan.
29
2. Metodologi Penelitian 2.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan a. Stasiun I Koordinat stasiun I berada pada titik 3044‟96”LU dan 0 98 38‟68”BT dengan elevasi 10 m (Dekat saluran air)
Gambar 2. Lokasi Stasiun I b. Stasiun II Koordinat stasiun II berada pada titik 3045‟05”LU dan 0 98 38‟68”BT dengan elevasi 7 m (Pangkal paluh dekat sungai)
Gambar 3. Lokasi Stasiun II
30
c. Stasiun III Koordinat stasiun III berada pada titik 3045‟06”LU dan 0 98 38‟57”BT dengan elevasi 16 m (Dekat tambak)
Gambar 4. Lokasi Stasiun III d. Stasiun IV Koordinat stasiun IV berada pada titik 3045‟00”LU dan 0 98 38‟60”BT dengan elevasi 9 m (Vegetasi mangrove)
Gambar 5. Lokasi Stasiun IV
31 e. Stasiun V Koordinat stasiun V berada pada titik 3044‟97”LU dan 0 98 38‟57”BT dengan elevasi 4 m (Dekat ke Paluh/Sumber Air) 2.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Meteran untuk mengukur kedalaman tanah dalam pengambilan sampel 2. GPS untuk mengambil titik kordinat 3. Lam untuk menggali tanah 4. Timbangan untuk menimbang sampel tanah 5. Kantong plastik untuk membawa tanah ke laboratorium 6. Spidol Permanen untuk penandaan pada kantong plastik 7. Label kertas untuk menandai sampel setiap satsiun 8. Kamera digital untuk mengambil dokumentasi 9. Ember kecil untuk membawa tanah dan ember besar untuk mengumpulkan dan mengaduk tanah. Sedang bahan yang digunakan Sampel tanah dari 5 lokasi tambak sebanyak masing-masing 1 kg/sampel tanah. 2.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey dengan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara proposive sampling. Kegiatannya dimulai dari pengambilan sampel dari 5 titik lokasi dimana prosedurnya sebagai berikut : 1. Menentukan 5 titik lokasi pengambilan sampel tanah. Berdasarkan karakteristik lingkungan di sekitar tambak 2. Mengambil titik koordinat lokasi pengambilan sampel. 3. Lalu dilakukan penandaan titik-titik pengambilan sampel tanah pada setiap lokasi atau stasiun pengambilan sampel 4. Sampel tanah diambil dengan cara menggali kedalam tanah dengan luas 1m x1m dengan kedalaman 1 meter. 5. Sampel tanah diambil secara komposit, yaitu mengambil sampel tanah dari 4 titik pada dinding tanah, lalu
32 dikumpulkan kedalam sebuah ember besar, kemudian tanah diaduk rata dan diambil sebanyak 1000 gram. 6. Pengambilan sampel diulangi pada setiap stasiun lain dengan cara yang sama. 7. Kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium 8. Setelah hasil uji laboratorium diperoleh, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan hasil uji Laboratorium dengan standar kriteria kimia tanah un tuk tambak 2.4 Prosedur Penelitian Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan 5 titik lokasi pengambilan sampel tanah., berdasarkan karakteristik lingkungan di sekitar tambak 2. Mengambil titik koordinat lokasi pengambilan sampel. 3. Lalu dilakukan penandaan titik-titik pengambilan sampel tanah pada setiap lokasi atau stasiun pengambilan sampel 4. Sampel tanah diambil dengan cara menggali kedalam tanah dengan luas 1m x1m dengan kedalaman 1 meter. 5. Sampel tanah diambil secara komposit, yaitu mengambil sampel tanah dari 4 titik pada dinding tanah, lalu dikumpulkan kedalam sebuah ember besar, kemudian tanah diaduk rata dan diambil sebanyak 1000 gram. 6. Pengambilan sampel diulangi pada setiap stasiun lain dengan cara yang sama. 7. Kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit). Dan dilakukan penandaan pada kantong plastik tanah dengan spidol. 8. Setelah hasil uji laboratorium diperoleh, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan hasil uji Laboratorium dengan standar kriteria kimia tanah un tuk tambak
33 2.5 Pengamatan Data kimia tanah yang diperoleh pada 5 stasiun penelitian di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Parameter Kimia Tanah yang Diamati pada 5 stasiun No Karakteristik Tanah Keterangan` 1 N-total (%) Analisis laboratorium 2 Karbon Organik (%) Analisis laboratorium 3 C/N Analisis laboratorium 4 Bahan Organik (B.O) (%) B.O = C-Organik X 1,74 2.6 Pengolahan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tanah pada 5 stasiun dilakukan laboratorium PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), dari hasil pemeriksaan tersebut, maka hasilnya dibandingkan dengan standar kebutuhan kimia tanah bagi usaha budidaya tambak yang tertera pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Kriteria Kebutuhan Kimia Tanah Untuk Usaha Budidaya Tambak Karakteristik Kimia Kesuburan Kesuburan No
Kesuburan
Tanah Tanah Tanah Tinggi Sedang Rendah 1 Nitrogen (%) > 0,51 0,21-0,50 < 0,20 2 C-Organik (%) > 1,2 0,8-1,2 < 0,8 3 C/N > 15 11-15 < 11 4 Bahan Organik (%) > 2,08 1,39-2,08 < 1,39 Sumber : Adhikari S. (2003) dan Hardjowigeno (2003) Sehingga diperoleh gambaran tentang karakteristik kimia dasar tambak dilokasi penelitian. Apabila karakteristik yang diperoleh standarnya rendah, maka dibuat saran-saran (solusi) perbaikan lokasi tambak sehingga produksi budidaya dapat meningkat. Tanah
34 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Carbon Organik (C-Organik) Hasil nilai C-Organik yang diperoleh dari uji sampel tanah pada setiap stasiun pengamatan yang dilakukan dilaboratorium PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Nilai C-Organik Sampel Tanah Nilai Bahan Kesuburan Parameter Stasiun C-Organik Organik Tanah I 0,69 % 1,20 % Rendah II 0,96 % 1,67 % Sedang C-Organik III 1,27 % 2,20 % Tinggi IV 0,89 % 1,54 % Sedang V 1,13 % 1,96 % Sedang Rataan 0,97 % 1,71 % Sedang Berdasarkan hasil uji laboratorium diperoleh C-Organik pada stasiun I sebesar 1,20 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah rendah, pada stasiun II ,IV dan V sebesar 1,67 %, 0,89 % dan 1,13 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang, sedangkan pada stasiun III sebesar 2,20 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah tinggi. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 1,71 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Bot dan Benites (2005) yang mengatakan bahwa kadar C-organik di dalam tanah mencerminkan kandungan bahan organik tanah yang merupakan tolok ukur pengelolaan tanah. Menurut Six et al., (1998) dan Blair et al (1998) kadar C-Organik merupakan faktor penting penentu kualitas tanah mineral, semakin tinggi kadar C-Organik total maka kualitas tanah semakin baik. 3.2 Nitrogen Total (N Total) Dari hasil pengujian sampel tanah di laboratorium diperoleh nilai Nitrogen yang dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini :
35 Tabel 4. Nilai N Sampel Tanah Kesuburan Parameter Stasiun Nilai N Tanah I 0,05 % Rendah II 0,07 % Rendah N-Total III 0,07 % Rendah IV 0,07 % Rendah V 0,07 % Rendah Ratan 0,06 % Rendah Nilai N (Nitrogen) di stasiun I, II, III, IV dan V berkisar antara 0,05 % - 0,07 % menunjukkan tingkat kesuburan tanah rendah. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 0,06 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah rendah. Menurut Novizan (2011) Sekitar 40-50 % kandungan protoplasma yang merupakan sunstansi hidup dari sel tumbuhan dari senyawa nitrogen, untuk meningkatkan presentasi nitrogen di dalam tanah dasar tambak dapat dilakukan dengan cara menambahkan pupuk organik atau pupuk nitrogen. Menurut Afrianto dan Liviwati (1991) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kandungan nitrogen pada lahan yang akan digunakan untuk tambak, karena kandungan nitrogen merupakan petunjuk tingkat kesuburan tanah. Makin besar kandungan Nitrogen dalam tanah makin tinggi pula pertumbuhan klekap pada tanah dasar tambak. Menurut Astuti (2008) untuk meningkatkan kesuburan tanah jika N-Total rendah maka dilakukn pemupukan dengan pupuk NPK dengan dosis 50 kg/ha. 3.3 Perbandingan C/N Dari hasil pengujian sampel tanah di laboratorium diperoleh nilai Pebandingan C/N yang dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
36 Tabel 5. Nilai Pernadningan C/N Sampel Tanah Kesuburan Parameter Stasiun Nilai C/N Tanah I 14 Sedang II 14 Sedang Perbandingan III 18 Tinggi C/N IV 13 Sedang V 16 Tinggi Rataan 15 Sedang Berdasarkan hasil uji laboratorium diperoleh C/N pada stasiun I, II, IV dan V berkisar antara 13-16 tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang, sedangkan pada stasiun III sebesar 18 tergolong pada tingkat kesuburan tanah tinggi. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 15 tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang. Menurut Buckman and Brady (1982) perbandingan karbon dengan nitrogen didalam tanah umumnya berkisar 8:1 sampai 15:1 dengan rata-rata antara 10-12 banding 1 C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah akan tetapi apabila nisbah C/N terlalu lebar, berarti ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut bandingannya dengan ketersediaanya N bagi pembentukan mikroba. Kegiatan jasad renik akan terhambat (riambada et al., 2005). 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil uji laboratorium, maka diperoleh nilai COrganik dengan kesuburan tanah tinggi sebesar 1,27 % terdapat pada stasiun III, nilai C-Organik dengan kesuburan tanah sedang berkisar antara 0,96% - 1,13 % terdapat pada stasiun II, IV dan V, sedangkan nilai C-Organik dengan kesuburan tanah rendah sebesar 0,69% terdapat pada stasiun I.
37 Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 1,71 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang 2. Nilai N yang diperoleh dengan kesuburan tanah rendah berkisar antara 0,05% - 0,07% terdapat pada stasiun I sampai V. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 0,06 % tergolong pada tingkat kesuburan tanah rendah. 3. Nilai perbandingan C/N yang diperoleh dengan kesuburan tanah tinggi berkisar 16 – 18 terdapat pada stasiun V dan III, sedangkan nilai C/N dengan kesuburan tanah sedang berkisar 13-14 terdapat pada stasiun I,II dan IV. Rataan dari lima stasiun penelitian adalah 15 tergolong pada tingkat kesuburan tanah sedang. 4.2 Saran 1. Dalam pembukaan areal tambak baru sebaiknya dilakukan pengujian tanah dasar tambak sehingga dapat diperoleh tingkat kesuburan tanah 2. Untuk meningkatkan kesuburan dasar tanah tambak dapat dilakukan penambahan pupuk organik agar kesuburan tanah meningkat. Daftar Pustaka Afrianto, E dan E Liviawati. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius.Yogyakarta. Astuti, 2008. Persiapan Lahan Tambak Untuk Budidaya Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Blair, G. J., Chapman, L., Withbread, A.M., Coelho, B.B., Larsen P., Tissen H. 1998. Soil carbon change resulting from sugarcane trash management at two location in Queensland, Australia and in North-East Brazil. Soil Res. Aust. J. 38: 87-88. Bot, A., Benites, J. 2005. The importance of soil organic matter. Key to drought-resistant soil and sustained food and production. FAO Soils Buletin 80. Food and Agricukture Organization of the United Nations. Rome: 71p
38 Buckman, H.O dan Brady, N.C. 1982. Ilmu Tanah. C.V Bhratara Karya Aksara. Jakarta Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lengkong, J.E., dan Kawulusan R.I. 2008. Pengelolaan Bahan Organik Untuk Memelihara Kesuburan Tanah. Soil Environment, Vol. 6, No. 2, Hal : 91-97. Novizan. 2004. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta. Rajitha, K,. Mukherjee, C.K. and Chandran, R.V. 2007. Applications of remote sensing and GIS gor sustainable management of shrimp culture in india. Aquaculture Engineering, 36: 1-17. Rossiter, D.G. 1996. A theoretical framework for land evaluation. Geoderma, 72: 165-202. Six, J., Elliott, R.T., Paustoin, K., Doran, J.W. 1998. Agregation and soil organic matter accummulation in native grassland soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 65: 1367-1377. Soewandita, H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 10. No. 2 : 128-133 Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah..Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
39 PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH DI INDONESIA Oleh : Ahmad Taufiq Harahap Abstrak Seiring dengan perkembangan Bank Syariah di Indonesia, masyarakat muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosialekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dan berarti, terutama mengenai kerangka teori yang mendasari dituntur mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Filosofi lain dari akuntansi adalah accounting follows the business. Dalam konteks ini, perkembangan akuntansi merupakan respon dan evaluasi terhadap perkembangan bisnis. Dalam konteks ini, akuntansi berkembang sesuai dengan dan dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan (bisnis). Akuntansi berkembang meliputi akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen tetapi juga akuntansi sosial,akuntansi sumber daya manusia, dan akuntansi keperilakuan. Akuntansi sosial merupakan accounting treatment atas akuntabilitas perusahaan dalam tanggung jawab sosial mereka, akuntansi sumber daya manusia merupakan accounting treatment atas sumber daya manusia tidak hanya sebagai cost tetapi asset. Kata kunci : Akuntansi, Syariah 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir seluruh “peta” akuntansi Indonesia merupakan pengaruh dari Barat.Akuntansi konvensional (Barat) di Indonesia bahkan telah diadaptasi tanpa perubahan berarti.Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan, standar, dan praktik akuntansi di
40 lingkungan bisnis.Kurikulum, materi dan teori yang diajarkan di Indonesia adalah akuntansi pro Barat.Semua standar akuntansi berinduk pada landasan teoritis dan teknologi akuntansi IASC (International Accounting Standards Committee). Dunia bisnis juga tidak kalah, semua aktivitas dan sistem akuntansi juga diarahkan untuk memakai acuan akuntansi Barat. Hasilnya akuntansi sekarang sulit sekali menyelesaikan masalah lokalitas. Akuntansi hanya mengakomodasi kepentingan ”market” (pasar modal) dan tidak dapat menyelesaikan masalah akuntansi untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mendominasi perekonomian Indonesia lebih dari 90%. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan lokalitas masyarakat Indonesia. Padahal bila dilihat lebih jauh, akuntansi secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar.Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan.Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai, tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya.Ketika akuntansi tidak bebas nilai tetapi dengan syarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat maka karakteristik akuntansi pasti kapitalistik, sekuler, egois. Ketika akuntansi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC‟s (Multi National Company‟s) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme ekonomi pula. Berdasarkan latar belakang dan fenome diatas maka penulis untuk mengadakan penelitian tentang Perkembangan Akuntansi Syariah Di Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah :
41 a. Bagaimana perkembangan akuntansi syariah di Indonesia ? b. Bagaimana prinsip umum akuntansi syariah di Indonesia? c. Bagaimana Hubungan Akuntansi Modern dan Akuntansi Islam 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui perkembangan akuntansi syariah di Indonesia b. Untuk mengetahui prinsip umum akuntansi syariah di Indonesia c. Untuk mengetahui hubungan akuntansi modern dan akuntansi islam 1.4. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kwalitatif. Pendekatan kwalitatif menjadikan teori sebagai pedoman penting bagi peneliti dalam merencanakan peneliti. Teori dalam hal ini member pedoman tentang kerangka berpikir yang harus dimiliki peneliti, data apa saja yang harus dikumpulkan oleh penliti hingga cara menafsirkan data yang dikumpulkan dari lapangan. 2. Uraian Teoritis 2.1. Pengertian Akuntansi Syariah Akuntansi: Proses Identifikasi transaksi, pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran, sehingga dihasilkan informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Syariah: Aturan yang telah ditetapkan Allah SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitasnya di dunia. Akuntansi Syariah: Akuntansi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
42 2.2. Arti Penting Akuntansi Syariah Akuntansi Syariah dibutuhkan karena: a. Kewajiban atas pelaksanaan Syariah b. Kebutuhan akibat pesatnya perkembangan transaksi keuangan syariah c. Kebutuhan akuntabilitas/ pertanggungjawaban, entitas/ kelembagaan yang menerapkan prinsip Syariah 2.3. Konsep Dasar Akuntansi Syariah a. Entitas Bisnis Entitas atau kesatuan bisnis adalah perusahaan atau lembaga yang dianggap sebagai entitas ekonomi dan hukum yang terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara pribadi. b. Kesinambungan Suatu aktivitas dianggap akan berjalan terus c. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter Uang atau alat tukar yang digunakan harus bersifat stabil atau tetap. Satu-satunya uang yang memungkinkan hal ini adalah uang yang memiliki bahan dasar emas sehingga nilainya relatif setara dengan benda. d. Periode Akuntansi Salah satu tujuan dari akuntansi syariah adalah perhitungan zakat. Zakat diwajibkan ketika harta telah mencapai nishob dan haul. Nishob adalah jumlahnya sementara haul adalah periodenya yang merupakan setahun. Periode akuntansi syariah mengikuti haul zakat yaitu setahun. Perhitungan dilakukan setiap akhir tahun. 2.4. Prinsip Akuntansi Syariah a. Prinsip Pengungkapan Penuh Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut jelas dan tidak menyesatkan. Tidak ada manipulasi. Tidak ada yang ditutup-tutupi “Hai orang-orang yang beriman,
43 apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan jangan-lah dia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
44
b.
c.
d.
e.
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (AlBaqarah: 282-283) Prinsip Konsistensi Prosedur yang digunakan sebagaimana yang disepakati diawal harus dianut dan dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu. Prinsip Dasar Akrual Kas diakui pada saat terjadinya. Sebagai gambaran adalah seorang ibu yang ingin membeli barang tertentu tetapi lupa membawa uang. Sang penjual mempersilahkan untuk membawa terlebih dahulu barang tersebut. Sang ibu mengatakan akan langsung kembali tetapi lupa sehingga baru mengembalikan keesokan harinya. Apabila seperti itu, uang ibu tetap masuk ke dalam hitungan kas pada hari dimana barang dibawa. Prinsip Nilai Tukar yang Sedang Berlaku Harta, hutang, modal, laba, dan elemen-elemen lain dari laporan keuangan menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Sebagai gambaran sebuah laporan berisi sebuah transaksi beberapa bulan yang lalu. Katakanlah salah satu item yang dibeli adalah bensin yang pada waktu itu berharga 6500 perliternya. Ketika dimasukkan ke dalam laporan sekarang harga bensin sudah 8000 perliter. Maka yang dimasukkan ke dalam laporan tetap harga bensin ketika dibeli lima bulan lalu yaitu 6500 perliter. Tidak berubah. Prinsip Penandingan Beban harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan.
45
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Perkembangan Akuntansi Syariah Suatu pengkajian selintas terhadap sejarah Islam menyatatakan bahwa akuntansi dalam Islam bukanlah merupakan seni dan ilmu yang baru, sebenarnya bisa dilihat dari peradaban Islam yang pertama yang sudah memiliki “Baitul Mal” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai “Bendahara Negara” serta menjamin kesejahteraan sosial. Masyarakat Muslim sejak itu telah memiliki akuntansi yang disebut “Kitabat Al-Amwal”. Dipihak lain istilah akuntansi disebutkan dalam beberapa karya tulis umat Islam.(Amir, Baso. 2009) Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang diantaranya adalah : 1. Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan besar (maksimalisasi laba = jiwa kapitalis). Dengan adanya laba maka perlu pencatatan, pengelompokkan, dan pengikhtisaran dengan cara sistematis dan dalam ukuran moneter atas transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dan menjelaskan hasilnya. 2. Pengakuan usaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan persoalan maksimalisasi laba. Dalam hal ini, pemimpin perusahaan harus membuat keputusan yang menjaga keseimbangan antara keinginan perusahaan, pegawai, langganan, supplier, dan masyarakat umum. 3. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk menapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”. Dengan pernyataan lain, laba bukanlah tujuan akhir dri suatu aktivitas bisnis. Akan tetapi bisnis dilakukan untuk memperluas kesejahteraan sosial. Dengan demikian, akuntansi akan memberikan informasi yang secara potensial berguna untuk membuat keputusan ekinomi da jika itu diberikan akan memberikan perluasan kesejahteraan sosial. Pertumbuhan ekonomi tidak selamanya memberikan jalan lurus, sehingga timbul adanya aggapan bahwa akuntansi sebagai
46 ilmu pengetahuan dan praktikyang bebas dari nilai (Value-free). Engan keadaan seperti ini semakin kuat masyarakat terbawah oleh arus era informasi dan globalisasi.yang memiliki ciri utama adanya kencenderungan untk melakukan harmonisasi sesuatu (Muhammad : 2008). Kemudian sejak tahun 1980-an,mulai ada perhatian kuat dari para peneliti akuntansi dalam upaya memahami akuntansi dalam penertianyang lebih luas. Misalnya dalam kontek social dan organisasi..akuntansi secara tradisional telah di pahami sebagai prosedur rasional dalam menyediakan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan pengendalian. Dalam pengertian tersebut menunjukan bahwa akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit, tangible dan bebas dari nilai massyarakat dimana dipraktekan. Tricker secara tegas menyatakan, bahwa “(bentuk) akuntansi sebetulnya tergantung pada teknologi dan moral masyarakat. Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia pada dasarnya telah dimulai melalui kajian-kajian akademis dan riset, baik yang terkait dengan teknis pencatatan transaksi, konsepsi, epistimologi dan metodologi. Pengembangan (standar) akuntansi syariah di Indonesia, seperti yang disampaikan Amin Musa, salah seorang anggota Komite Akuntansi Syariah IAI mengatakan bahwa bangkitnya akuntansi syariah di latarbelakangi banyaknya transaksi dengan dasar syariah, baik yang dilakukan lembaga bisnis syariah maupun non syariah. Dengan animo itu perlu adanya pengaturan atau standar untuk pencatatan, pengukuran maupun penyajian sehinga para praktisi dan pengguna keuangan mempunyai standar yang sama dalam akuntansinya. Sampai dengan saat ini produk standar akuntansi syariah telah terbit secara berturut-turut antara lain PSAK 59 tentang Akuntansi PSAK 101 sampai dengan PSAK 109. Dalam transaksi perbankan syariah misalnya, pembiayaan tanpa bunga (riba) seperti transaksi pembiayaan mudharabah dan musyarakah dengan bagi hasil serta transaksi murabahah dengan marjin. Pencatatan pendapatan bagi hasil dan marjin diposisikan
47 menggantikan pendapatan bunga. Munculnya akun syirkah dana temporer bagi penyertaan dana dengan akad musyarakah dan mudharabah pada suatu entitas. Adanya laporan keuangan tambahan dalam bentuk laporan sumber dan penggunaan dana zakat infak dan sedekah Perlakuan transaksi berbasis kas atau akrual juga menjadi perhatian akuntansi syariah. PSAK 101 paragraf 25 menyebutkan bahwa laporan keuangan entitas syariah di susun atas dasar (basis) akrual kecuali laporan arus kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas (dasar kas). Demikian pula Menurut PSAK 59 paragraf 25 bahwa bagi hasil dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi pendapatan (revenue sharing) atau bagi laba (profit sharing). Penggunaan basis akrual dan/atau basis kas pernah menjadi perdebatan ketika penyusunan standar akuntansi syariah tersebut antara praktisi dalam hal ini Zainulbahar Noor (mantan direktur utama BMI) dengan Ellya anggota IAI2. Zainulbahar Noor berargumen bahwa dasar akrual melanggar syariah Islam karena mengakui pendapatan yang terjadi di masa mendatang yang sifatnya belum pasti (ada unsur gharar-pen). Tetapi Elya berdalih bahwa dasar akrual mengakui terjadinya peristiwa atau transaksi non kas misalnya penjualan dengan kredit (piutang). Meskipun piutang belum tentu tertagih tetapi membukukan kontrak (piutang penjualan) yang berdasarkan kesepakatan tidak bertentangan dengan kaidah Islam. Tetapi studi kasus yang diteliti (Alim, M. Nizarul, 2009) terhadap pembiayaan musyarakah suatu bank syariah terhadap proyek (project financing) distribusi elpiji 3 kg menunjukkan bahwa penggunaan basis akrual merugikan nasabah. Pengakuan pendapatan atas omzet elpiji 3 kg yang telah terdistribusi yang belum tertagih (piutang) menjadikan bagi hasil tidak adil karena kas belum diterima tetapi pendapatan telah diakui sehingga bank
48 mendapatkan bagi hasil (kas) yang lebih besar dari pendapatan diakui tetapi belum diterima kas. Dalam hal ini, meskipun sistem bagi hasil diterapkan tetapi apabila konsep laba yang diperoleh tidak mengikuti konsep syariah, maka penerapan transaksi syariah menjadi kurang efektif. Kasus tersebut menunjukkan bahwa akuntansi syariah memiliki peran penting terhadap konsistensi keuangan syariah dalam implementasinya. Akuntansi tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya bisnis tetapi juga membentuk lingkungan dan budaya bisnis. Berdasarkan hal ini maka rekonsepsi merupakan hal penting dalam akuntansi syariah. (Alim, M. Nizarul, 2011) b. Prinsip Umum Akuntansi Syari‟ah Dalam system akuntansi terdapat nilai pertanggungjawaban, keadilan, dan kebenaran. Ketiganya menjadi prinsip dasar yang universal. Sedikit uraian ketiga prinsip tersebut terdapat dalam Al-qur‟an surat Albaqarah:282: - Prinsip Pertanggungjawaban Prinsip Pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi yang berkaitan dengan konsep amanah. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang diamanatkan dan diperbuat kepada pihak terkait. (Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009) - Prinsip keadilan Prinsip keadilan tidak hanya merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan social dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitra manusia. Berarti manusia memiliki kapasitas dan energy untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupan. c. Prinsip kebenaran Prinsip kebenaran tidak bisa di pisahkan dari prinsip keadilan karena aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila
49 dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Pelaksanaan akuntansi pada Negara islam terjadi terutama adanya dorongan kewajiban zakat. Al Mazenderany (1363 M) mengenai praktik akuntansi pemerintah selama dinasti khan II pada buku Risalah falakiyah kitabus sikayat. System akuntansi Negara islam tersebut pertama kali dilakukan oleh al khawarizmy pada tahun 976 M. Ada tujuh hal khusus dalam system akuntansi yang dijalankan oleh Negara islam sebagaimana dijelaskan oleh Alkhawariszmy dan Al-mazendaran (Az-Zaid, Zaid Abdul Karim. 1999) yaitu : 1. System akuntansi untuk kebutuhan hidup 2. System akuntansi untuk kontruksi merupakan system akuntansi untuk proyek pembangunan 3. System akuntansi untuk pertanian merupakan system yang berbasis non- moneter 4. System akuntansi gudang merupakan system untuk mencatat pembelian barang Negara yang mencatat sehingga hal ini menunjukan system pengendalian intern (intern control) 5. Sisitem akuntansi mmata uang, system ini telah dilakukan oleh Negara islam sebelum abad ke 14 M. System ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah emas dan perak yang diterima pengelola menjadi koin sekaligus mendistribusikannya. 6. System akuntansi petrnakan merupakan system untuk mencatat seluruh binatang 7. System akuntansi perbendaraan merupakan system untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran harian Negara baik dalam nilai uang atau barang. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengendalian internal (internal control) penerapan prosedur audit (audit procedure) serta akuntansi berbasis pertanggung jawaban
50 (responsibility accounting). Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Transaksi harus dicatat setelah terjadi 2. Transaksi harus dikelompokan 4. Penerimaan akan dicatat di sisi sebelah kanan dan pengeluaran dicatat di sebalah kiri 5. Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai di sebelah sisi kiri halaman 6. Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secra hati-hati 7. Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup 8. Koreksi atas transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secara hati-hati 9. Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda tentang tersebut 10. Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (al jaridah) akan dipindahkan pada buku khusus berdasarkan pengelompokan transaksi 11. Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang melakukan pencatatan harian 12. Saldo diperoleh dari selisih 13. Laporan harus disusun setiap bulan dan tahun 14. Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh al kateb 15. Laporan tahunan yang disusun al kateb akan diperiksa dan di bandingkan dengan tahun sebelumnya d. Hubungan Akuntansi Modern dan Akuntansi Islam Perkembangan ilmu pengetahuan termasuk system pencatatan pada zaman dinasti abbaslah (750-1258 M) sudah sedemikian maju, sementara pada kurun waktu yang hampir bersamaan. Eropa masih berada dalam periode “the dark age” dari sini, kita dapat melihat hubungan antara luca paciolli dan akuntansi islam. Pada tahun 1429 M angka dilarang digunakan
51 oleh pemerintah italia. Luca paciolli selalu tertarik untuk belajar tentang hal tersebut serta belajar dari alberti seorang ahli matematika yang belajar dari pemikir arab dan selalu menjadikan karya pisah sebagai rujukan. Alasan teknis yang mendukung hal tersebut adalah : luca paciolli mengatakan bahwa setiap transaksi harus dicatat dua kali disisi sebalah kredit dan disisi sebelah debit. (Saputro, Andik S. Dwi. 2009) Dengan kata lain bahwa pencatatan harus diawali dengan menulis sebelah kredit dan di sebelah debit. Penelitian tentang sejarah dan perkembangan akuntansi memang perlu di kaji lebih dalam lagi mengingat masih dipertanyakan bukti-bukti otentik/langsung tentang hal tersebut bagaimana diungkapkan oleh napier. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia pada dasarnya telah dimulai melalui kajian-kajian akademis dan riset, baik yang terkait dengan teknis pencatatan transaksi, konsepsi, epistimologi dan metodologi. Pengembangan (standar) akuntansi syariah di Indonesia, seperti yang disampaikan Amin Musa, salah seorang anggota Komite Akuntansi Syariah IAI mengatakan bahwa bangkitnya akuntansi syariah di latarbelakangi banyaknya transaksi dengan dasar syariah, baik yang dilakukan lembaga bisnis syariah maupun non syariah 4.2. Saran Akuntansi syariah sebaiknya diterapkan pada Bankbankm syariah, akarena selama ini bank syariah masih menggunakan akuntansi secara umum yang sama seperti dilakukan bank konvensional. Daftar Pustaka Amir, Baso. 2009. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah. Online: himasi.blogspot.com Az-Zaid, Zaid Abdul Karim. 1996. Dakwah Bil Hikmah. Surabaya : al Kautsar.
52 Muhammad. 2008. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat. Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Saputro, Andik S. Dwi. 2009. Koreksi Konsep Nilai Tambah Syari‟ah: Menimbang Pemikiran Konsep Dasar Teoritis Laporan Keuangan Akuntansi Syari‟ah1. Jakarta: Universitas Brawijaya.
53 PERAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI GURU DAN SISWA DALAM MENCEGAH KENAKALAN REMAJA DI SISWA SMA NEGERI 1 LABUHAN DELI Oleh : Muya Syaroh Iwanda Lubis & Dina Octavia Abstrak Proses komunikasi terutama komunikasi antara guru dan siswa akan mencapai tingkat efektivitas yang maksimal bila didukung dengan hubungan komunikasi antarpribadi yang baik. Disamping itu juga keefektifan dari komunikasi itu sendiri juga perlu didukung dengan melakukan komunikasi yang baik. Dalam hal ini efektif yang dimaksud ialah mengenai sasaran atau mencapai tujuan sesuai dengan maksud si pembicara. Jadi apabila tujuan untuk mengubah sikap, pendapat dan tingkah laku dapat tercapai maka komunikasi antarpribadi itu dapat dikatakan efektif. Selain komunikasi efektif juga adanya pemahaman yang lebih tentang komunikasi itu sendiri seperti pemahaman guru tentang komunikasi verbal dan nonverbal. Adapun metode yang dilakukan untuk pencapaian tujuan tersebut adalah dengan memberikan wadah serta kegiatan khusus bagi siswa yang bermasalah, agar siswa tidak mengisi kekosongan waktunya untuk melakukan hal-hal yang negatif. Adanya pendekatan hubungan, khususnya bagi siswa yang bermasalah. Sebagai antisipasif hal-hal yang negatif sebelum terjadi masalah yang berdampak besar terhadap era globalisasi. Memperluas jaringan komunikasi dengan orangtua murid, supaya pihak sekolah terutama guru bisa mendapatkan informasi yang akurat Demi mendukungnya motivasi dan mencegah diri setiap siswa dari kenakalan remaja. Penelitian ini lebih menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Kata kunci : Komunikasi Antarpribadi, Kenakalan Remaja
54 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi itu sendiri ada dimana-mana seperti: dirumah, sekolah, kantor, rumah sakit, dan disemua tempat yang melakukan sosialisasi. Artinya hampir seluruh kegiatan manusia selalu tersentuh komunikasi. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat frudamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Salah satu tujuan komunikasi adalah menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Sesuatu itu dapat bermacammacam, mungkin bisa berupa kegiatan. Melalui komunikasi orang dapat merencanakan masa depannya, membentuk kelompok dengan orang lain, berinteraksi dengan orang lain, mengenal orang lain, dan lain-lain. Dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan informasi, opini, dan pendapatnya. Komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya. Pentingnya komunikasi antar pribadi dalam kehidupan manusia tidak dapat dipungkiri, begitu juga halnya dalam suatu lembaga organisasi. Yang mana organisasi merupakan suatu wadah, sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama, dimana dalam aktifitasnya membutuhkan pembagian kerja untuk mencapai tujuan organisasi, tentunya dibutuhkan komunikasi yang baik bagi anggotanya. Salah satu orgnanisasi yang dimaksud ialah menggunakan sarana atau tempat yang ada dan dikenal oleh masyarakat luas yaitu sekolah. Sekolah merupakan lembaga organisasi yang bertujuan meningkatkan pengetahuan mengenai etika, moral, serta kedisiplinan. Peningkatan di sini tidak terlepas dari prestasi belajar seseorang dalam hal ini adalah siswa tidak hanya itu saja, prestasi belajar siswa harus disertai dengan etika dan moral yang baik, yang akhirnya dapat menumbuhkan sikap kedisiplinan. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah tersebut,
55 maka peranan kredibilitas yang dimiliki oleh seorang guru dalam mendidik siswa dalam proses belajar mengajar sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas siswa dalam prestasi belajar dan prestasi etika, moral, sikap, dan tingkah laku. Sekolah memerlukan guru yang memiliki kompetisi mengajar dan mendidik yang inovatif, yang kreatif, yang cukup waktu untuk menekuni tugas professionalnya, yang dapat menjaga wibawanya dimata para siswanya .Jadi guru merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, artinya segala kebijakan rencana inovasi gagasan pendidikan yang ditetapkan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan nasional, yang pada akhirnya mutu pelaksanaan terletak ditangan guru. Adapun dalam belajar mengajar proses penyampaian pesan sumbernya bisa dari murid, guru, dan lain sebagainya. Media pendidikan adalah salurannya, dan penerimanya adalah murid. Pelajar atau siswa adalah seseorang yang sedang menginjak usia remaja, yang merupakan masa transisi dari kanakkanak ke dewasa. Siswa menengah umum ini rata-rata berusia 15 sampai 18 tahun. Pada usia inilah akan timbil berbagai macam gejolak jiwa, keragu-raguan yang dapat menimbulkan kesulitankesulitan dalam dirinya, mudah mempengaruhi dan dipengaruhi, tidak percaya diri, rasa labil atau biasa disebut galau, dan yang paling beresiko terjadi adalah adanya pengaruh dari dunia luar akibat globalisasi. Kesulitan-kesulitan serta hambatan-hambatan yang datang tentu akan menyebabkan rasa ketidakpuasan siswa yang dapat mengganggu konsentrasi belajar. Sekilas mengenai era globalisasi, perkembangan era globalisasi sekarang ini amatlah pesat sehingga membuat kita sering takjub dengan segala penemuan-penemuan baru disegala bidang. Penemuan-penemuan baru yang lebih banyak didominasi oleh negara-negara asing tersebut dapat kita simak dan saksikan melalui layar televisi, koran, internet dan sebagainya yang sering membuat kita geleng-geleng kepala sebagai orang Indonesia yang hanya bisa menikmati dan memakai penemuan orang-orang asing
56 tersebut. Mulai dari budaya berpakaian, pergaulan hingga komunikasi yang dipergunakanpun sudah semakin luas. Permasalahan ini membuat tugas sebagai pengajar menjadi lebih berat, karena guru harus menghadapi berbagai perbedaan sifat, sikap, dan perilaku secara individual. Faktor-faktor tersebut di ataslah membuat kita harus lebih selektif dan teliti dalam menyikapi setiap perkembanganperkembangan yang terjadi dan masuk ke dalam individu terutama seorang pelajar atau siswa. Seorang guru harus bias memahami perkembangan dan apa yang terjadi dalam diri setiap siswanya. Bukan hanya dalam hal psikologi siswanya saja, tetapi juga dalam hal komunikasi. Karena jika dalam melakukan komunikasi dengan siswa dilakukan dengan tepat, jelas dan mudah dipahami oleh siswanya, hal ini akan membuat siswanya akan dengan mudah merespon apa yang disampiakan oleh gurunya. Seorang guru juga harus pandai memilih komunikasi dalam melakukan pendekatan dengan mahasiswa (dalam hal pembelajaran maupun bimbing konseling). Dalam hal ini, tentunya komunikasi antarpribadi paling baik digunakan dalam melakukan komunikasi ini. Dengan komunikasi antarpribadi secara persuasif dan efektif antara guru kepada siswanya diharapkan akan membantu memotivasi, menggerakkan, serta mendorong siswa untuk lebih giat belajar, dapat membantu merubah perilaku, sikap dan pola fikir yang baik seorang siswa. Disamping itu juga dapat membuat siswa lebih komunikatif dan mau bekerja sama untuk lebih giat sehingga rencana dan tujuan dari sekolah akan tercapai yaitu menciptakan siswa yang bermutu. Adannya syarat utama terjadinya komunikasi adalah adanya interaksi antara kounikator dengan komunikan. Karena komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pemindahan informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu tujuan yang digunakan oleh komunikator. Untuk itu penulis menuangkan dalam bentuk pengabdian masyarakat
57 dengan tujuan agar apa yang disampaiakn, disosialisasikan oleh penulis dapat memberikan manfaat bagi para pendidik (guru). Berdasarkan latar belakang yang telah di tentukan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Peran Komunikasi Antarpribadi Guru dan Siswa dalam Mencegah Kenakalan Remaja di Siswa SMA Negeri 1 Labuhan Deli”. 1.2 Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui peran komunikasi antarpribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan remaja terutama dalam era globalisasi b. Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja c. Untuk mengetahui hubunganan antara kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial Guru 1.3 Metode Penelitian Penelitian ini lebih menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Dalam memilih sample penelitian kualitatif menggunakan teknik non probabilitis, yaitu suatu teknik pengambilan sample yang tidak didasarkan pada rumusan statistik tetapi lebih pada pertimbangan subyektif peneliti dengan didasarkan pada jangkauan dan kedalaman masalah yang diteliti dalam penelitian ini. 2. Uraian Teoritis 2.1 Pengertian Komunikasi Hovland (Effendy,2005:10), mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambing dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan).
58 Komunikasi menurut effendy (2005: 50), merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik langsung maupun tidak langsung melalui media. Istilah Komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu Communication, menurut Wilbur Schramm berasal dari kata communis yang dalam bahasa Indonesia artinya sama. Jadi, jika kita berkomunikasi berarti kita mengadakan kesamaan. Dalam hal ini kesamaan pengertian satu makna yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 2004:11). Pengertian ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Beger dan Chaffe tersebut memberikan 3 (tiga) pokok pikiran. Pertama, objek pengamatan yang menjadi focus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistemsistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia. Kedua, ilmu komunikasi bersifat “ilmiah-empiris” (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk-bentuk teori) harus berlaku umum. Ketiga, ilmu komunikasi menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang. (Senjaya, 2007: 10). 2.2 Komunikasi Antarpribadi Menurut (De Vito, 1976) Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. (Liliweri,1991:12). Effendy (1986:58) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan, komunikan ketika itu juga pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah
59 komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Menurut Arni Muhammad (2002:154) komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai: “proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui baliknya”. Komunikasi antarpribadi bertujuan untuk membentuk hubungan dengan orang lain. Komunikasi antarpribadi merupakan format komunikasi yang paling sering dilakukan oleh semua orang dalam hidupnya. Menurut Rogers dalam Depari (1988:13) komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Tan (1981:60) mengemukakan bahwa interpersonal communication adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih orang. 2.3 Konsep Kenakalan Remaja Siswa atau pelajar merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Untuk mencapai harapan itu anak-anak memerlukan sarana pendidikan dan pelatihan, karena dengan pendidikan dan pelatihan sangat berguna bagi masa depannya karena pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyiapkan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efesien. Namun kenyatannya banyak data dan informasi tentang tingkat kenakalan siswa yang mengarah pada tindak kekerasan dan melanggar hukum. Masalah pendidikan keluarga, pendidikan di sekolah, dan pendidikan dalam masyarakat merupakan refleksi masalahmasalah sosial dalam masyarakat. Kenakalan siswa merupakan kumpulan dari berbagai perilaku siswa yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindak kriminal. Masyarakat merupakan ekstren yang juga berpengaruh terhadap siswa.
60 Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat yang mencakup kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat disekitarnya. Pendidikan yang baik bukanlah pendidikan yang ketat, seperti kebiasaan anak tidur atau latihan sopan santun, yang harus dibiasakan dari sejak kecil. Tapi lebih dari pada itu sikap orang tua dan cara orang tua menghadapi hidup pada umumnya dan cara memperlakukan anak. Kenakalan siswa dapat ditimbulkan oleh beberapa hal yang mempengaruhinya seperti diantaranya : a. Krisis Identitas Perubahan biologis dan sosiologis diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integritas. Pertama, terbentuknya perasaan dan konsistensi kehidupannya. Kedua, tercapainya indentitas peran, kenakalan siswa terjadi karena siswa gagal mencapai integritasi kedua. b. Kontrol diri yang lemah Siswi yang tidak bias mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku “nakal”. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. c. Keluarga Perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negative pada siswa. Pendidikan yang salah dikeluargapun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab kenakalan siswa. d. Teman yang kurang baik Pengaruh teman sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk, yang apabila dibungkus daun, maka daun itupun akan berbau busuk. Perumpamaan ini merupakan sedemikian besarnya perngaruh pergaulan dalam membentuk
61 watak dan kepribadian seseorang. Jangan biarkan anak bergaul dengan teman-teman yang tidak benar. e. Penggunaan waktu luang Kegiatan siswa sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan usaha dirumah, selain itu mereka bebas tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, maka akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila bentuk kegiatan positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan negatif maka lingkungan akan terganggu. Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undangundang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian. 2.5 Komunikasi Guru dan Siswa Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru.
62 Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staff lain. Dalam Sardiman A.M (1986 ;143-144),mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Prey Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihatnasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai – nilai orang yang menguasai bahan yang diajarkan. 2. Havighurst menjelaskan bahwa peranan guru disekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate), terhadap atasan, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua. 3. James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain : menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa. 4. Federasi dan organisasi Guru professional guru sedunia, mengungkapkan bahwa peranan guru disekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi juga sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap. 3. Pembahasan Komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh guru dan siswa merupakan suatu pembicaraan secara pribadi yang dilakukan oleh guru terhadap salah satu siswa yang memerlukan perhatian penuh dan nasehat-nasehat, untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut. Misalnya masalah pribadi, masalah dengan temannya, maupun masalah pelajaran. Hal tersebut dilakukan guru, guru wali kelas dan guru BK, sebagai arahan dan langkah-langkah dalam mengatasi masalahmasalah yang mereka hadapi, agar siswa mampu dalam menyelesaikan masalah dan berkomunikasi seperti biasa dengan
63 teman-teman yang lain dan juga mampu menerima materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru lainnya. Komunikasi tatap muka antara guru dan siswa dapat dikatakan berjalan dengan efektif jika dilihat dari proses penyampaian bimbingan yang terjadi ketika seorang guru menyampaikan materi bimbingannya. Guru yang terbuka dengan muridnya terutama dalam konseling akan membuat murid merasa nyaman dan percaya sehingga murid dapat lebih terbuka dengan masalahnya. Penjelasan guru dan siswa dari pertanyaan yang diberikan oleh peneliti,pada penelitian ini dapat dikatakan jika peran komunikasi antarpribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan remaja di SMA Negeri 1 Labuhan Deli berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari peran guru dalam memberikan informasi seputar kenakalan remaja yang terjadi di kalangan pelajar. Selain itu, peran aktif dalam hal komunikasi gurupun terjalin dengan baik selain membahas masalah kenakalan remaja, tetapi ketika membahas masalah pribadi siswa, atau masalah siswa dalam menghadapi pelajarannya. Bahkan pernah ketika peneliti melakukan penelitian secara langsung, peneliti mendapatkan seorang siwa dengan gurunya (guru bahasa inggris) melakukan komunikasi dengan menggunakan bahsa inggris. Dalam hal ini jelas terlihat, jika untuk melakukan pendekatan dan pemahaman lebih jauh lagi yang akan diterima siswa dalam pelajaran, maka sang guru menggunakan praktek langsung pada mata pelajarannya. Sama halnya dengan ketika guru memberikan pemahaman tentang kenakalan remaja, guru tersebut memberikan gambaran dan contoh tentang kenakalan remaja. Tentu saja hal tersebut membuat siswa menjadi lebih paham dan mengetahui secara jelas bagaimana dan seperti apa kenakalan remaja itu. Efektifitas komunikasi antarpribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan remaja di SMA Negeri 1 Labuhan Deli berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan dalam hal memberikan nasihat ketika siswa bermasalah, ketika siswa sedang mengalami kesulitan belajar, ketika ada juga siswa yang masuk
64 kedalam kenakalan remaja, bukan hanya wali kelas dan BK (Bimbingan Konserling) saja yang ikut menegur atau memberikan bimbingan tetapi guru mata pelajaran, dan wali kelas juga ikut terlibat. Komunikasi antarpribadi (komunikasi tatap muka) yang dilakukan oleh guru terhadap siswa di SMA Negeri 1 Labuhan Deli rutin dilakukan baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas ketika bertemu sapa. Guru di SMA Negeri 1 Labuhan Deli merasa jika komunikasi antarpribadi harus rutin dilakukan mengingat perlunya perhatian kepada siswa diusia mereka yang bisa dikatakan masih labil. Gurupun juga harus dapat memulai pembicaraan terlebih dahulu kepada siswa jika siswa sedang menghadapi masalah,tujuannya adalah ketika ada siswa yang malu bertanya seputar apa-apa saja seperti kenakalan remaja secara detail, siswa juga berani untuk memulai menceritakannya. Siswa tersebut dapat bertanya secara face to face (tatap muka), tanpa harus malu bertanya di depan siswa lainnya. Sebab guru mereka terbuka dan menerima jika siswanya bertanya perihal kenakalan remaja secara langsung. Dengan adanya dan diterapkannya komunikasi tatap muka (komunikasi antarpribadi) tersebut tanpa di sadari akan menjalin hubungan baik antara guru dan siswa tanpa menghapus sisi menghargai dan rasa segan terhadap gurunya. Siswa jadi berani untuk berbicara ketika mereka ada kesulitan baik perihal pelajaran maupun pribadi mereka, dan guru menjadi bisa menerima apapun keluhan siswa baik dalam pelajaran dan kesulitan apapun yang mereka rasakan. 4. Kesimpulan dan Saran Penelitian yang dilakukan ini menggambarkan lebih dalam tentang peran komunikasi antarpribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri 1 Labuhan Deli Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut : a. Kesimpulan 1. Peran guru dalam memberikan Informasi baik dalam pelajaran atau informasi diluar dari pelajaran (khususnya
65 tentang kenakalan remaja) membuat siswa mengetahui banyak hal, bukan hanya seputar pelajaran tetapi juga pengetahuan-pengetahuan yang membuat siswa dapat berfikir mana yang baik dan tidak untuk dilakukan. 2. Informasi yang diberikan guru seputar kenakalan remaja tentunya tidak akan berdampak buruk terhadap siswa, ketika guru tersebut memberikan contoh dan gambarangambaran dari tindakan atau melakukan kenakalan remaja. Sebab hal tersebut membuat siswa jadi mengetahui contoh-contoh dan gambaran-gambaran dari kenakalan remaja tersebut. 3. Dengan adanya dan diterapkannya komunikasi tatap muka (komunikasi antarpribadi) tersebut tanpa di sadari akan menjalin hubungan baik antara guru dan siswa tanpa menghapus sisi menghargai dan rasa segan terhadap gurunya. Siswa jadi berani untuk berbicara ketika mereka ada kesulitan baik perihal pelajaran maupun pribadi mereka,dan tentang kenakalan remaja ketika ada contoh yang tidak baik seputar kenakalan remaja yang terjadi atau pernah dilihat bahkan dihadapi oleh siswa tersebut, sehingga guru dapat menjelaskan dan guru menjadi bisa menerima apapun keluhan siswa baik dalam pelajaran dan kesulitan apapun yang mereka rasakan. 4. peran komunikasi antarpribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan remaja di SMA Negeri 1 Labuhan Deli berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari peran guru dalam memberikan informasi seputar kenakalan remaja yang terjadi di kalangan pelajar. Selain itu, peran aktif dalam hal komunikasi gurupun terjalin dengan baik selain membahas masalah kenakalan remaja, tetapi ketika membahas masalah pribadi siswa, atau masalah siswa dalam menghadapi pelajarannya. b. Saran 1. Sebegai tenaga pengajar professional, seorang guru haruslah mampu dalam memahami hal-hal yang bersifat
66 filosofis dan koseptual. Seorang guru juga harus mampu dalam melaksanakan dan mengetahui hal-hal yang bersifat teknis pada saat proses pembelajaran berlangsung, aktifnya dalam melakukan komunikasi. Yang dimaksud hal teknis disini adalah berhubungan dengan kelas terutama dalam kegiatan belajar dan pengelolaan kelas dan berusaha menciptakan interaksi kelas dalam proses belajar mengajar. 2. Pemahaman tentang kenakalan remaja yang siswa pelajari jika boleh jangan hanya ada dikelas X saja dipelajari, guru juga perlu mengulang kembali pelajaran tersebut dikelas XI atau XII mengingat penting sekali siswa mengetahui lebih banyak tentang kenakalan remaja, karena kenakalan remaja dapat merusak masa depan generasi muda jika seorang guru tidak menanamkan nilai-nilai dan normanorma agama dan perilaku kepada mereka. 3. Dalam melakukan komunikasi tatap muka (komunikasi antarpribadi) ada baiknya seorang guru lebih aktif dan lebih sering melakukannya dengan siswa mereka. Tujuannya, agar siswa tidak memiliki rasa sungkan ketika bertanya dan bercerita kepada guru, baik dalam hal pelajaran maupun ketika siswa tersebut membutuhkan teman untuk cerita atau berbagi ketika mereka ada masalah. dengan adanya peran guru dalam memberikan solusi dan diajak berkomunikasi ketika ada siswa yang bermasalah, hal ini tidak akan mengganggu siswa dalam pelajaran. 4. Peran komunikasi guru dan siswa dalam melakukan komunikasi antarpribadi mengenai kenakalan remaja sudah baik dan benar, akan tetapi perlu adanya praktek atau penyelidikan secara langsung terhadap siswa dan jika bisa hal ini rutin dilakukan selama 1 minggu sekali. Tujuannya adalah agar siswa yang merokok, kebutkebutan di jalan akan ketahuan jika benar mereka
67 melakukan kenakalan remaja. Sehingga siswa akan merasa takut jika sekolah lebih aktif untuk halseperti itu. Daftar Pustaka Bandung Mulyana, Deddy.2002. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cangara, Havied, 2002. Pengantar Ilmu Komunikas. Gramedia Widisarana, Jakarta Fathurrohman, P dan Sutikno M,S. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Refika Aditama. Bandung Liliweri Alo, 1991, Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bhakti, Onong U. Effendy, 2003, Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi, Bandung, Citra Aditya Bakti. Sardiman A.M. 1986. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Grafindo. Singarimbun Masri,1995,Metode Penelitian Survey.LP3ES, Jakarta -----------------------, 2004, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung. Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung. Alfabeta. Suranto Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Edisi Pertama: Graha Ilmu, Yogyakarta. Widjaja. W. A., 1986, Komunikasi: dan Hubungan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta. West Richard & Turner. Lynn H,2011.Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Salemba Humanika, Jakarta. (http://ananur.woordpress.com/2010/07/08/analisis-data-kualitatif) www.eurekapendidikan.com/2014/10/membangun-komunikasi-antaraguru-dan.html,
68 PERANAN KRIPTOGRAFI SEBAGAI KEAMANAN SISTEM INFORMASI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH Oleh : Buyung Solihin Hasugian Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kriptografi sebagai keamanan sistem informasi pada usaha kecil dan menengah. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Kriptografi merupakan salah satu dari media komunikasi dan informasi kuno yang masih dimanfaatkan hingga saat ini. Kriptografi di Indonesia disebut persandian yaitu secara singkat dapat berarti seni melindungi data dan informasi dari pihak-pihak yang tidak dikehendaki baik saat ditransmisikan maupun saat disimpan. Sedangkan ilmu persandiannya disebut kriptologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana tehnik melindungi data dan informasi tersebut beserta seluruh ikutannya. Kata kunci : kriptografi, keamanan sistem informasi dan UKM 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kriptografi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata yaitu kripto dan graphia. Kripto artinya menyembunyikan, sedangkan graphia artinya tulisan. Kriptografi adalah ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang berhubungan dengan aspek keamanan informasi, seperti kerahasiaan data, keabsahan data, integritas data, serta autentikasi data. Tetapi tidak semua aspek keamanan informasi dapat diselesaikan dengan kriptografi. Kriptografi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau seni untuk menjaga keamanan pesan. Ketika suatu pesan dikirim dari suatu tempat ke tempat lain, isi pesan tersebut mungkin dapat disadap oleh pihak lain yang tidak berhak untuk mengetahui isi
69 pesan tersebut. Untuk menjaga pesan, maka pesan tersebut dapat diubah menjadi suatu kode yang tidak dapat dimengerti oleh pihak lain. Enkripsi adalah sebuah proses penyandian yang melakukan perubahan sebuah kode atau pesan dari yang bias dimengerti, disebut plainteks, menjadi sebuah kode yang tidak bisa dimengerti, disebut dengan cipherteks. Sedangkan proses kebalikannya untuk mengubah cipherteks menjadi plainteks disebut dekripsi. Proses enkripsi dan dekripsi memerlukan suatu mekanisme dan kunci tertentu, dan kesatuan sistem ini sering disebut dengan cipher. Berdasarkan sifat kuncinya, kriptografi dibagi menjadi dua, yaitu kriptografi simetris dan kriptografi asimetris. Pada kriptografi simetris, proses enkripsi dan dekripsi dilakukan menggunakan kunci rahasia yang sama. Sedangkan pada kriptografi asimetris, proses enkripsi dan dekripsinya menggunakan kunci yang berbeda, yaitu kunci publik untuk enkripsi, dan kunci rahasia yang digunakan untuk dekripsi. Berdasarkan waktu kemunculannya, kriptografi dibedakan menjadi dua, yaitu kriptografi klasik dan kriptografi modern. Pada kriptografi klasik, proses enkripsi menggunakan perhitungan yang sederhana dan dapat dilakukan secara manual. Sedangkan pada kriptografi modern, proses enkripsi menggunakan perhitungan yang rumit dan melibatkan bilangan yang besar, sehingga diperlukan bantuan komputer (Riyanto dan Lestari, 2010). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kriptografi sebagai keamanan sistem informasi pada usaha kecil dan menengah. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
70 2. Uraian Teoritis 2.1. Terminologi Hingga zaman modern seperti saat ini, kriptografi sematamata dianggap sebagai enkripsi, yaitu proses mengubah informasi yang tidak biasa dan tidak dapat dibaca menjadi suatu informasi yang jelas dan dapat dibaca. Sedangkan dekripsi adalah proses sebaliknya. Chipertext tersebut adalah suatu pasangan algoritma yang melakukan enkripsi dan membalikan dekripsi. Informasi detail dari chipertext dikontrol oleh algoritma tersebut, sengan kata lain dengan suatu kunci. Hal tersebut merupakan parameter rahasia untuk membaca pesan rahasia tersebut, dan biasanya hanya pengirim dan yang dikirim yang mengetahui kunci tersebut. Kunci tersebut amatlah penting karena tanpa kunci itu, pesan tersebut akan mudah terbongkar dan menjadi tidak berarti lagi. Berdasarkan sejarahnya, chipertext kadang kala digunakan langsung untuk mengenkripsi atau deskripsi tanpa prosedur tambahan seperti pengesahan dan pengecekan kepribadian. Dalam bahasa sehari-hari, kode biasanya digunakan untuk mengartikan suatu metode enkripsi atau penyembunyian suatu makna. Tetapi, dalam kriptografi, kode memiliki arti spesifik lebih; berarti suatu pergantian dari suatu unit dari suatu informasi dengan kata kode (sebagai contoh, apple pie diganti dengan attack at dawn). Kode tidak digunakan lagi dalam kriptografi yang sesungguhnya kecuali tidak sengaja seperti proses desain suatu unit (contoh „Bronco Flight‟ atau Operation Overlord)- sejak chipertext yang dipilih lebih praktis dan lebih aman dari biasanya, serta lebih mudah disesuaikan dengan computer. Beberapa penggunaan kriptografi dan kriptologi dapat saling bertukar tempat dalam bahasa Inggris, ketika penggunaan kriptografi yang lain mengarah ke penggunaan dan praktek dari teknik kriptografik, dan kriptologi lebih mengarah ke subjek sebagai studi lapangan. Kriptografi di Indonesia disebut persandian yaitu secara singkat dapat berarti seni melindungi data dan informasi dari pihak-pihak yang tidak dikehendaki baik saat ditransmisikan maupun saat disimpan. Sedangkan ilmu
71 persandiannya disebut kriptologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana tehnik melindungi data dan informasi tersebut beserta seluruh ikutannya. 2.2. Sejarah Kriptografi Kriptografi memiliki sejarah yang panjang dan mengagumkan. Penulisan rahasia ini dapat dilacak kembali ke 3000 tahun SM saat digunakan oleh bangsa Mesir. Mereka menggunakan hieroglyphcs untuk menyembunyikan tulisan dari mereka yang tidak diharapkan. Hieroglyphcs diturunkan dari bahasa Yunani hieroglyphica yang berarti ukiran rahasia. Hieroglyphs berevolusi menjadi hieratic, yaitu stylized script yang lebih mudah untuk digunakan. Sekitar 400 SM, kriptografi militer digunakan oleh bangsa Spartan dalam bentuk sepotong papyrus atau perkamen dibungkus dengan batang kayu. Sistem ini disebut Scytale (Ariyus, 2008). Sekitar 50 SM, Julius Caesar, kaisar Roma, menggunakan cipher substitusi untuk mengirim pesan ke Marcus Tullius Cicero. Pada cipher ini, huruf-huruf apfabet disubstitusi dengan hurufhuruf yang lain pada alfabet yang sama. Karena hanya satu alfabet yang digunakan, cipher ini merupakan substitusi monoalfabetik. Cipher semacam ini mencakup penggeseran alfabet dengan 3 huruf dan mensubstitusikan huruf tersebut. Substitusi ini kadang dikenal dengan C3 (untuk Caesar menggeser 3 tempat). Secar umum sistem cipher Caesar dapat ditulis sebagai berikut : Zi = Cn(Pi) Dimana : Zi = Karakter-karekter ciphertext Cn = Transformasi substitusi alfabetik N = Jumlah huruf yang digeser Pi = Karakterkarakter plaintext. Disk mempunyai peranan penting dalam kriptografi sekitar 500 th yang lalu. Di Italia sekitar tahun 1460, Leon Battista Alberti mengembangkan disk cipher untuk enkripsi. Sistemnya
72 terdiri dari dua disk konsentris. Setiap disk memiliki alfabet di sekelilingnya, dan dengan memutar satu disk berhubungan dengan yang lainnya, huruf pada satu alfabet dapat ditransformasi ke huruf pada alphabet yang lain. Bangsa Arab menemukan cryptanalysis karena kemahirannya dalam bidang matematika, statistik, dan lingiustik. Karena setiap orang muslim harus menambah pengetahuannya, mereka mempelajari peradaban terdahulu dan mendekodekan tulisantulisannya ke huruf-huruf Arab. Pada tahun 815, Caliph alMamun mendirikan House of Wisdom di Baghdad yang merupakan titik pusat dari usaha-usaha translasi. Pada abad ke-9, filsuf Arab al-Kindi menulis risalat (ditemukan kembali th 1987) yang diberi judul “A Manuscript on Deciphering Cryptographic Messages”. Pada 1790, Thomas Jefferson mengembangkan alat enkripsi dengan menggunakan tumpukan yang terdiri dari 26 disk yang dapat diputar secara individual. Pesan dirakit dengan memutar setiap disk ke huruf yang tepat dibawah batang berjajar yang menjalankan panjang tumpukan disk. Kemudian, batang berjajar diputar dengan sudut tertentu, A, dan huruf-huruf dibawah batang adalah pesan yang terenkripsi Penerima akan menjajarkan karakter-karakter cipher dibawah batang berjajar, memutar batang kembali dengan sudut A dan membaca pesan plaintext. Sistem disk digunakan secara luas selama perang sipil US. Federal Signal Officer mendapatkan hak paten pada sistem disk mirip dengan yang ditemukan oleh Leon Battista Alberti di Italia, dan dia menggunakannya untuk mengkode dan mendekodekan sinyal-sinyal bendera diantara unit-unit. Sistem Unix menggunakan cipher substitusi yang disebut ROT 13 yang menggeser alfabet sebanyak 13 tempat. Penggeseran 13 tempat yang lain membawa alfabet kembali ke posisi semula, dengan demikian mendekodekan pesan. Mesin kriptografi mekanik yang disebut Hagelin Machine dibuat pada tahun 1920
73 oleh Boris Hagelin di Scockholm, Swedia. Di US, mesin Hagelin dikenal sebagai M-209. Pada tahun 20-an, Herbert O. Yardley bertugas pada organisasi rahasia US MI-8 yang dikenal sebagai “Black Chamber”. MI-8 menjebol kode-kode sejumlah negara. Selama konferensi Angkatan Laut Washington tahun 1921-1922, US membatasi negosiasi dengan Jepang karena MI-8 telah memberikan rencana negosiasi Jepang yang telap disadap kepada sekretaris negara US. Departemen negara menutup MI-8 pada tahun 1929 sehingga Yardley merasa kecewa. Sebagai wujud kekecewaanya, Yardley menerbitkan buku The American Black Chamber, yang menggambarkan kepada dunia rahasia dari MI-8. Sebagai konsekuensinya, pihak Jepang menginstal kode-kode baru. Karena kepeloporannya dalam bidang ini, Yardley dikenal sebagai “Bapak Kriptografi Amerika” (Kurniawan, 2014). 2.3. Kriptografi Modern Bidang kripografi modern dapat dibagi menjadi beberapa area studi. Di jurnal ini akan dibahas beberapa yang pokok saja (Fahmi and Faidah, 2010). a. Kriptografi Kunci-Simetris Kriptografi kunci-simetrik mengarah kepada metode enkripsi yang mana baik pengirim maupun yang dikirim saling memiliki kunci yang sama(walaupun kebanyakan kunci yang ada sedikit berbeda namun masih berhubungan dalam hal kemudahan perhitungan). Berikut ini merupakan jenis enkripsi yang diketahui sampai tahun 1976. Secret-key cryptography kadang disebut sebagai symmetric cryptography merupakan bentuk kryptografi yang lebih tradisional, dimana sebuah kunci tunggal dapat digunakan untuk mengenkrip dan mendekrip pesan. Secret-key cryptography tidak hanya berkaitan dengan enkirpsi tetapi juga berkaitan dengan otentikasi. Salah satu teknik semacam ini disebut message authentication codes.
74 Data Encryption Standart (DES) dan Advanced Encryption Standart (AES) adaalh salah satu desain sandi balok yang sudah didesain standar kriptografi oleh pemerintah AS. Meskipun terdapat bantahan dari standar resminya, DES masih cukup terkenal dan digunakan sebagai aplikasi yang sudah luas penggunaannya, dari enkripsi ATM sampai privasi email dan akses keamanan. Banyak sandi balok lain yang telah didesaindan diluncurkan ke publik dengan mempertimbangkan kualitas dalam berbagai variasi. Tetapi banyak pula yang sudah terbongkar. Sandi gelombang berlawanan dengan sandi balok, membuat material gelombang panjang yang berubahubah yang dikombinasikan dengan kode tulisan bitdemi bit atau karakter demi karakter. Masalah utama yang dihadapi secret-key cryptosystems adalah membuat pengirim dan penerima menyetujui kunci rahasia tanpa ada orang lain yang mengetahuinya. Ini membutuhkan metode dimana dua pihak dapat berkomunikasi tanpa takut akan disadap. Kelebihan secret-key cryptography dari public-key cryptography adalah lebih cepat.. Teknik yang paling umum dalam secret-key cryptography adalah block ciphers, stream ciphers, dan message authentication codes (Fahmi and Faidah, 2010). b. Kriptografi Kunci-Publik/Asimetris Seperti yang telah disebutkan dalam artikel sebelumnya, algoritma sandi dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : sistem sandi simetris, system sandi asimetris dan sistem sandi hashing. Masingmasing sistem sandi ini memiliki cara yang berbeda dalam metode penyandiannya. Sistem sandi asimetris atau dikenal juga sebagai sistem sandi kunci publik adalah sistem sandi yang metode menyandi dan membuka sandinya menggunakan kunci yang berbeda. Tidak seperti sistem sandi simetris, sistem sandi ini relatif masih baru.
75 Algoritma sandi jenis ini yang telah terkenal diantaranya RSA (Rivest-Shamir-Adleman), ElGamal, dan Diffie-Hellman. Sistem ini memiliki sepasang kunci yang disebut kunci publik yaitu kunci yang didistribusikan secara umum dan kunci privat yaitu kunci yang dirahasiakan yang hanya dimiliki oleh pihak yang berhak. Umumnya kunci publik digunakan untuk menyandi dan kunci privat digunakan untuk membuka sandi. Sistem sandi asimetrik bekerja lebih lambat dari sistem sandi simetris, sehingga sistem sandi ini lebih sering digunakan untuk menyandi data dengan ukuran bit yang kecil. Sistem sandi ini sering pula digunakan untuk mendistribusikan kunci sistem sandi simetris. Penggunaan lain sistem sandi asimetris adalah dalam tandatangan digital. Tandatangan digital seperti halnya tandatangan biasa digunakan untuk membuktikan keaslian dari suatu dokumen yang dikirimkan. Kunci privat digunakan untuk menandatangani, sedangkan kunci publik digunakan untuk membuktikan keaslian tandatangan itu (Fahmi and Faidah, 2010). Untuk lebih memudahkan pengertian tandatangan digital dapat diilustrasikan sebagai berikut : Untuk menandai pesannya, si Pengirim menyandi pesan tersebut dengan kunci privat-nya. Setiap orang yang memiliki pasangan kunci publik-nya dapat membuka pesan tersandi itu dan mengetahui dengan pasti si Pengirim adalah orang yang tepat. Cara ini tidak melindungi kerahasiaan datanya, mengingat setiap orang dapat saja memiliki pasangan kunci publik dari si Pengirim. Tujuan dari tandatangan digital hanyalah membuktikan bahwa pesan tersebut memang dari si Pengirim. Karena kunci publik didistribusikan secara umum, kita mempunyai permasalahan yang berbeda dengan sistem sandi simetris. Permasalahan utamanya adalah apakah kunci publiknya berada ditangan yang tepat? Untuk mengatasi masalah tersebut maka Infrastruktur Kunci Publik (PKI) mencoba memberikan pemecahannya. Namun karena masih dalam tahap pengembangan, PKI tidak memberikan jaminan. Masih membutuhkan waktu lama untuk dapat menerima solusi PKI ini.
76 System kriptografi kunci-simetri secara tipikal menggunakan enkripsi dan dekripsi yang sama meskipun pesan ini memiliki kunci berbeda satu sama lain. Secara signifikan, ketidakuntungan dari siem ini adalah manajemen kunci yang diperlukan untuk keamanan. Setiap pasang komunikasi yang berjarak jauh harus memiliki kunci yang berbeda. Setiap kunci yang bertambah akan menambahkan jarak dari anggota jaringan yang mana akan membutuhkan menajemen kunci yang lebih teliti lagi agar terjamin keamanannya. Hal yang membuat sulit adalah kesulitan dalam menempatkan kunci rahasia diantara kelompok yang berkomunikasi. Algoritma kuncipublik ini biasanya berdasarkan kompleksitas komputasional dari masalah yang “sulit”, biasanya dari teori angka. Sebagai contoh, kekerasan dari RSA biasanya berhubungan dengan masalah faktorisasi integer, ketika DiffieHellman dan DSA berkaitan dengan masalah logaritma doskrit. Lebih jauh lagi, kriptografi kurva cekung telah berkembang dari msalah keamanan yang ada. Karena kesulitan dari masalah tersebut, algoritma kunci-publik termasuk operasi modular seperti perkalian dan eksponensial, yang mana hal tersebut secara komputasi lebih mahal daripada teknik lain yang digunakan oleh chipertext, terutama yang menggunakan kunci spesifik. Hasilnya, system criptografi kunci-publik merupakan kriptosistem hibrid secara umum, yang mana algoritma kunci-simetrik kualitas tinggi digunakan sebagai pesan tersebut. Persamaannya, skema tanda tangan hibrid lebih sering digunakan, yang mana fungsi kriptografi diperhitungkan dan hasilnya akan berlaku secara digital. c. Data Encryption Standart (DES) DES, akronim dari Data Encryption Standard, adalah nama dari Federal Information Processing Standard (FIPS) 46-3, yang menggambarkan data encryption algorithm (DEA). DEA juga didefinisikan dalam ANSI standard X3.92. DEA merupakan perbaikan dari algoritma Lucifer yang dikembangkan oleh IBM pada awal tahun 70an. Meskipun algoritmanya pada intinya
77 dirancang oleh IBM, NSA dan NBS (sekarang NIST (National Institute of Standards and Technology)) memainkan peranan penting pada tahap akhir pengembangan. DEA, sering disebut DES, telah dipelajari secara ekstensif sejak publikasinya dan merupakan algoritma simetris yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. DEA memiliki ukuran blok 64-bit dan menggunakan kunci 56-bit kunci selama eksekusi (8 bit paritas dihilangkan dari kunci 64 bit). DEA adalah symmetric cryptosystem, khususnya cipher Feistel 16-rounddan pada mulanya dirancang untuk implementasi hardware. Saat digunakan untuk komunikasi, baik pengirim maupun penerima harus mengetahui kunci rahasia yang sama, yang dapat digunakan untuk mengenkrip dan mendekrip pesan, atau untuk menggenerate dan memverifikasi message authentication code (MAC). DEA juga dapat digunakan untuk enkripsi single user, seperti untuk menyimpan file pada harddisk dalam bentuk terenkripsi. Dalam lingkungan multiuser, distribusi kunci rahasia akan sulit. Public-key cryptography menyediakan solusi yang ideal untuk masalah ini. NIST telah mensertifikasi kembali DES (FIPS 46-1, 46-2, 46-3) setiap 5 tahun. FIPS 46-3 mensahkan kembali penggunaan DES sampai Oktober 1999, namun single DES hanya diijinkan untuk legacy systems. FIPS 46-3 mencakup definisi dari triple-DES (TDEA, menurut X9.52); TDEA adalah "pilihan algoritma simetris yang disetujui oleh FIPS." Dalam beberapa tahun, DES dan triple-DES akan digantikan dengan Advanced Encryption Standard. d. Advanced Encryption Standart (AES) AES adalah Advanced Encryption Standard. AES adalah block cipher yang akan menggantikan DES tetapi diantisipasi bahwa Triple DES tetap akan menjadi algoritma yang disetujui untuk penggunaan pemerintah USA. Pada Januari 1997 inisiatif AES diumumkan dan pada September 1997 publik diundang untuk mengajukan proposal block cipher yang cocok sebagai kandidat untuk AES. Pada tahun 1999 NIST mengumumkan lima
78 kandidat finalis yaitu MARS, RC6, Rijndael, Serpent, dan Twofish. Algoritma AES dipilih pada Oktober 2001 dan standarnya dipublish pada November 2002. AES mendukung ukuran kunci 128 bit, 192 bit, dan 256 bit, berbeda dengan kunci 56-bit yang ditawarkan DES. Algoritma AES dihasilkan dari proses bertahuntahun yang dipimpin NIST dengan bimbingan dan review dari komunitas internasional pakar kriptografi. Algoritma Rijndael, yang dikembangkan oleh Joan Daemen dan Vincent Rijmen, dipilih sebagai standar. e. RSA RSA cryptosystem adalah public-key cryptosystem yang menawarkan baik enkripsi dan tanda tangan digital (otentikasi). Ronald Rivest, Adi Shamir, dan Leonard Adleman mengembangkan sistem RSA system pada tahun 1977. Algoritma RSA bekerja seperti berikut: ambil dua bilangan prima besar, p dan q, dan hitung hasil kalinya n = pq; n disebut dengan modulus. Pilih sebuah bilangan, e, yang lebih kecil dari n dan merupakan bilangan prima secara relative dari (p-1)(q-1), yang artinya e dan (p-1)(q-1) tidak memiliki faktor bersama kecuali 1. temukan bilangan lain d sehingga (ed - dapat dibagi dengan (p1)(q-1). Nilai-nilai e dan masing-masing disebut eksponen publik dan privat. Kunci publik adalah pasangan (n, e); kunci privat adalah (n, d). Faktor p dan q dapat dihancurkan atau disimpan dengan kunci privat. Sulit untuk mendapatkan kunci privat d dari kunci publik (n, e). Jika seseorang dapat memfaktorkan n menjadi p dan q, maka ia bisa mendapatkan kunci privat d. Sehingga keamanan sistem RSA berdasar pada asumsi bahwa pemfaktoran sulit dilakukan. Dibawah ini adalah bagaimana sistem RSA dapat digunakan untuk enkripsi dan tanda tangan digital (dalam prakteknya, penggunaan aktualnya sedikit berbeda) (Arifin, 2009). Enkripsi: Anggap Alice ingin mengirim pesan m kepada Bob. Alice membuat ciphertext c dengan mengeksponenkan: c = me mod n, dimana e dan adalah kunci public Bob. Alice mengirim
79 c kepada Bob. Untuk mendekripnya, Bob juga mengeksponenkan: m = cd mod n; hubungan antara dan d meyakinkan bahwa Bob mendapatkan m dengan benar. Karena hanya Bob yang mengetahui d, hanya Bob yang dapat mendekrip pesan ini. Tanda tangan digital: Anggap Alice ingin mengirim pesan m kepada Bob sehingga Bob yakin bahwa pesannya otentik, tidak dimodifikasi, dan dari Alice. Alice membuat tanda tangan digital s dengan mengeksponenkan: s = md mod n, dimana d dan n adalah kunci privat Alice. Alice mengirim m dan s kepada Bob. Untuk memverifikasi tandatangan, Bob mengeksponenkan dan mengecek bahwa pesan m didapatkan: m = se mod n, dimana e dan n adalah kunci publik Alice (Scheneier, 2006). 2.4. Cryptographic Attacks Pada dasarnya serangan terhadap primitif dan protocol kriptografi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu (Batten, 2013): - Serangan pasif adalah serangan dimana penyerang hanya memonitor saluran komunikasi. Penyerang pasif hanya mengancam kerahasiaan data. - Serangan aktif adalah serangan dimana penyerang mencoba untuk menghapus, menambahkan, atau dengan cara yang lain mengubah transmisi pada saluran. Penyerang aktif mengancam integritas data dan otentikasi, juga kerahasiaan. a. Serangan pada Enkripsi Serangan ini secara umum diklasifikasikan dalam enam kategori. Tujuan dari penyerang dalam semua kasus adalah untuk dapat mendekrip sebuah ciphertext baru tanpa informasi tambahan. Yang menjadi idaman bagi penyerang adalah untuk mengekstrak kunci rahasia. - Serangan Ciphertext-only adalah salah satu serangan dimana penyerang mendapatkan contoh dari ciphertext, tanpa plaintext yang berhubungan dengannya. Data ini relatif mudah
80
-
-
-
-
-
didapatkan dalam banyak skenario, tetapi serangan yang berhasil biasanya sulit, dan membutuhkan contoh ciphertext yang sangat besar. Serangan Known-plaintext adalah salah satu serangan dimana penyerang mendapatkan contoh ciphertext dan juga plaintext yang berhubungan. Serangan Chosen-plaintext adalah salah satu serangan dimana penyerang dapat memilih kuantitas plaintext dan kemudian mendapatkan ciphertext terenkripsi yang berhubungan. Serangan Adaptive-chosen-plaintext adalah kasus khusus dari serangan chosen-plaintext dimana penyerang dapat memilih contoh plaintext secara dinamis, dan mengubah pilihannya berdasar dari hasil enkripsi sebelumnya. Serangan Chosen-ciphertext adalah salah satu serangan dimana penyerang dapat memilih sebuah ciphertext dan mencoba mendapatkan plaintext terdekripsi yang berhubungan. Tipe serangan ini biasanya banyak dilakukan pada public-key cryptosystems. Adaptive-chosen-ciphertext adalah versi adaptif dari serangan diatas. Penyerang dapat memuat serangan dari tipe ini dalam skenario dimana ia memiliki penggunaan bebas dari sebuah hardware dekripsi, tetapi tidak dapat mengekstrak kunci dekrpsi darinya.
b. Serangan pada Protokol Di bawah ini adalah daftar serangan yang dapat dilakukan pada berbagai protokol. Sampai sebuah protokol terbukti dapat menyediakan layanan yang dimaksud, daftar serangan yang mungkin ini tidak dapat dikatakan lengkap. - Known-key attack. Pada serangan ini penyerang mendapatkan beberapa kunci yang telah digunakan sebelumnya kemudian menggunakan informasi ini untuk menentukan kunci baru. - Replay Attack. Pada serangan ini penyerang merekam sesi komunikasi dan me-reply seluruh atau sebagian sesi, pada suatu saat nanti.
81 - Impersonation Attack. Disini penyerang menggunakan identitas salah satu pihak resmi dalam jaringan. - Dictionary Attack. Biasanya merupakan serangan pada password. Biasanya sebuah password disimpan dalam file komputer sebagai image dari unkeyed hash function. Saat pengguna log on dan memasukkan password, password dihash dan image-nya dibandingkan dengan nilai yang tersimpan. Penyerang dapat mengambil daftar password yang mungkin, melakukan hash semua entri dalam daftar, dan kemudian membandingkannya dengan daftar password terenkripsi yang asli dengan harapan menemukan yang sesuai. - Forward Search Attack. Serangan ini mirip dengan serangan dictionary dan digunakan untuk mendekripsi pesan. - Interleaving Attack. Tipe serangan ini biasanya mencakup beberapa bentuk impersonation dalam protokol otentikasi. 2.5. Standar Kriptografi Standar kriptografi dibutuhkan untuk menciptakan interoperabilitas dalam dunia keamanan informasi. Pada dasarnya standar merupakan kondisi dan protokol yang dibuat untuk memungkinkan keseragaman dalam komunikasi, transaksi dan semua aktivitas secara virtual. Evolusi teknologi informasi yang terus berlanjut memotivasi pengembangan lebih banyak lagi standar, yang membantu memandu evolusi ini. Motivasi utama dibalik standar adalah untuk memungkinkan teknologi dari pabrik yang berbeda untuk “berbicara bahasa yang sama”, untuk berinteraksi secara efektif (Kristanto, 2004). Dalam kriptografi, standarisasi memiliki tujuan tambahan, yaitu sebagai landasan dari teknik-teknik kriptografi karena protokol yang rumit cenderung memiliki cacat dalam rancangan. Dengan menerapkan standar yang telah diuji dengan baik, industri dapat memproduksi produk yang lebih terpercaya. Bahkan protokol yang amanpun dapat lebih dipercaya pelanggan setelah menjadi standar, karena telah melalui proses pengesahan. Pemerintah, industri privat, dan organisasi lain berkontribusi
82 dalam pengumpulan luas standar-standar kriptografi. Beberapa dari standar-standar ini adalah ISO, ANSI, IEEE, NIST, dan IETF. Ada banyak tipe standar, beberapa digunakan dalam industri perbankan, beberapa digunakan secara internasional, dan yang lain dalam pemerintahan. Standarisasi membantu pengembang merancang standar baru, mereka dapat mengikuti standar yang telah ada dalam proses pengembangan. Dengan proses ini pelanggan memiliki kesempatan untuk memilih diantara produk atau layanan yang berkompetisi (Riyanto dan Lestari, 2010). 3. Pembahasan Ada berbagai macam definisi Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia yang diakui oleh semua departemen dan instansi pemerintah, serta swasta di Indonesia. Beberapa definisi yang digunakan oleh departemen dan instansi yang lain berdasarkan pada nilai aset atau omset (penjualan). Misalnya, Kementerian Negara Kooperasi dan UKM mendefinisikan usaha kecil menengah sebagai berikut: (a) usaha dengan hasil penjualan sampai dengan Rp. 1 milyar digolongkan dalam usaha kecil, dan (b) usaha dengan hasil penjualan antara Rp. 1-50 milyar digolongkan dalam usaha menengah. Kontras dengan hal ini, Badan Pusat Statistik mendefinisikan UKM berdasarkan besarnya jumlah tenaga kerja. Saat ini, hanya Badan Pusat Statistik yang membuat perbedaan sistematis tentang usaha rumah tangga (cottage), usaha kecil, menengah dan besar berdasarkan jumlah tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan Teknologi Informasi dalam UKM, sampai saat ini belum ada acuan yang jelas berapa banyak jumlah tenaga kerja TI yang dipekerjakan, malahan sebagian besar UKM di Indonesia tidak memiliki divisi khusus untuk TI. Melihat dari lingkup UKM, sumber dayanya baik sumber daya manusia maupun infrastruktur TI dan biaya, ada beberapa aplikasi kriptografi yang mungkin diterapkan dalam lingkungan UKM. Untuk UKM yang telah memiliki divisi TI sendiri, penerapan aplikasi kriptografi ini akan lebih murah dan mudah. Aplikasi-aplikasi kriptografi yang dapat diterapkan antara lain enkripsi pada password, file, dan email.
83 Pengguna diberikan ID dan password untuk mengakses sistem yang ada. Password dienkripsi untuk mencegah terjadinya akses illegal terhadap sistem misalnya pencurian data-data penting oleh mereka yang tidak berhak. Demikian juga enkripsi pada file-file penting dapat dilakukan (misalnya file yang berisi data keuangan). Metode enkripsi yang digunakan dapat berbentuk enkripsi kunci simetris, misalnya menggunakan algoritma DES, RSA, dll. Untuk mendapatkan algoritma enkripisi ini tidak dibutuhkan biaya karena telah dipublikasikan secara umum. Biaya yang dibutuhkan hanyalah biaya pengembangan dan biasanya biaya ini tidak terlalu besar jika pengembangannya dilakukan sendiri oleh divisi TI yang dimiliki UKM (in house development). Jika dibutuhkan mekanisme enkripsi password lain yang lebih aman sesuai dengan kebutuhan keamanan data yang lebih tinggi dalam UKM dapat digunakan mekanisme One Time Password untuk menggantikan mekanisme password statis. Keunggulan dari mekanisme One Time Password dimana password hanya digunakan satu kali saja setiap pengguna akan log on ke dalam sistem ini adalah walaupun penyerang berhasil mendapatkan password namun ia tidak dapat menggunakannya lagi untuk melakukan akses terhadap sistem. Teknik enkripsi yang dapat digunakan untuk mekanisme ini adalah teknik-teknik enkripsi simetris / kunci rahasia. Banyak algoritma yang dapat digunakan untuk mengenkripsi password misalnya DES, AES, Blowfish, RC6, dll. Sekali lagi yang dibutuhkan disini adalah sumber daya manusia yang mampu untuk mengimplementasikan algoritma ini. Aplikasi kriptografi lain yang dapat diimplementasikan dalam UKM adalah enkripsi email. Enkripsi email dibutuhkan untuk melindungi surat surat penting yang akan dikirim dari maupun keluar UKM. Misalnya saja pengiriman data-data laporan rugi laba UKM kepada pihak penagih pajak maupun pengiriman surat-surat berharga lainnya. Untuk mengimplementasikan enkripsi email ini UKM harus sudah terkoneksi Internet. Aplikasi enkripsi email yang dapat diadopsi misalnya
84 Pretty Good Privacy (PGP) yang dapat diperoleh secara gratis. Selain mengenkripsi email, PGP juga dapat digunakan untuk tanda tangan digital jika dibutuhkan level keamanan yang lebih tinggi. 4. Kesimpulan Kriptografi merupakan salah satu dari media komunikasi dan informasi kuno yang masih dimanfaatkan hingga saat ini. Kriptografi di Indonesia disebut persandian yaitu secara singkat dapat berarti seni melindungi data dan informasi dari pihakpihak yang tidak dikehendaki baik saat ditransmisikan maupun saat disimpan. Sedangkan ilmu persandiannya disebut kriptologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana tehnik melindungi data dan informasi tersebut beserta seluruh ikutannya. Pengguna diberikan ID dan password untuk mengakses sistem yang ada. Password dienkripsi untuk mencegah terjadinya akses illegal terhadap sistem misalnya pencurian data-data penting oleh mereka yang tidak berhak. Demikian juga enkripsi pada file-file penting dapat dilakukan (misalnya file yang berisi data keuangan). Metode enkripsi yang digunakan dapat berbentuk enkripsi kunci simetris, misalnya menggunakan algoritma DES, RSA dan lain-lain. Untuk mendapatkan algoritma enkripisi ini tidak dibutuhkan biaya karena telah dipublikasikan secara umum. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kriptografi masih merupakan sistem yang efektif dalam hal keamanan dan proteksi serta dapat digunakan secara luas di berbagai bidang usaha dan teknologi. Daftar Pustaka Arifin Zainal, 2009, Studi Kasus Penggunaan Algoritma RSA Sebagai Algoritma Kriptografi Yang Aman, FMIPA Universitas Mulawarman. (http://informatikamulawarman.files.wordpress.com/201 0/02/05-jurnal-ilkom-unmul-v-4-3.pdf).
85 Ariyus, D. 2008. Awal Sejarah Kriptografi di Dunia. Yogyakarta : STMIK AMIKOM. Batten, L. M. 2013. Public Key Cryptography: Application and Attacks. Australia : IEEE Press. Fahmi Husni and Faidah Haret, 2010, Aplikasi Kriptografi Modern Untuk Pengiriman Data Teramankan, PTIK-BPPT Jakarta. (http://husnifahmi.com/papers/Aplikasi_Kriptografi_M odern.pdf). Kristanto, Andi. 2004. Memahami Model Enkripsi dan Keamanan Data. Yogyakarta: Andi Offset. Kurniawan, Yusuf MT. 2014. Kriptografi: Keamanan Internet dan Jaringan Komunikasi. Bandung: Informatika. Riyanto. M. Zaki and Lestari Dwi, 2010. Pembelajaran Kriptografi Klasik Menggunakan Cryptool, Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan. (http://files.math.web.id/jurnal/kriptografi/kriptoklasik-cryptool.pdf). Scheneier, Bruce. 2006. Applied Cryptography Second Edition: New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
86 PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI MENENTUKAN KEBERHASILAN DUNIA PERUSAHAAN INDUSTRI Oleh : Zulham Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam bidang industri. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Penerapan teknologi informasi dalam bidang indrustri sekarang ini telah meluas dipergunakan karena memungkinkan proses produksi didalam industri lebih efisien dan lebih efektif. Di dalam proses produksi, komputer dapat digunakan untuk pengawasan numeric (numerical control) atau untuk pengawasan proses (process control). Pengawasan proses (process control) berarti menyediakan otomatisasi didalam operasi proses yang kontinyu. Komputer untuk pengawasan proses digunakan pada indrustri untuk membuat otomatis proses produksi dan untuk mengatur secara otomatis variable-variabel yang mempengaruhi proses produksi tersebut yang sulit dilakukan oleh manusia yang serentak. Kata kunci : teknologi informasi dan industri 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi informasi pada masa sekarang tidak hanya diperuntukkan bagi organisasi, melainkan juga untuk kebutuhan perseorangan. Bagi organisasi, teknologi informasi dapat digunakan untuk mencapai keunggulan kompetitif, sedangkan bagi perseorangan maka teknologi dapat digunakan untuk mencapai keunggulan pribadi, termasuk untuk mencari pekerjaan. Perkembangan teknologi informasi (TI) telah memacu cara baru bagi organisasi dalam menjalankan bisnis. TI telah menjadikan kegiatan-kegiatan bisnis menjadi lebih cepat, mudah
87 dan efisien. Berbagai laporan ekonomi di berbagai negara semakin mengakui pentingnya teknologi dalam meingkatkan produktivitas. Berbagai pakar dalam bidang teknologi sudah memperkirakan bahwa ke depannya teknologi akan berperan penting terutama setelah banyak industri yang merekapitulasi biaya dan hal-hal lain terkait bisnis mereka dengan menggunakan teknologi. Tak hanya dalam bidang industri skala besar, banyak perusahaan tingkat kecil dan menengah muncul dengan penggunaan teknologi (Al-Rodhan dan Stoudmann, 2006). Teknologi dan akses yang mudah serta murah untuk memasarkan suatu bisnis mengubah cara organisasi maupun individu di berbagai negara dalam melakukan bisnis. Biaya untuk transaksi bisnis yang lebih murah, peraturan pemerintah dalam bisnis global, dan peningkatan infrastruktur komunikasi antar berbagai negara juga mendukung suatu praktik bisnis yang disebut globalisasi. Globalisasi ini ke depannya akan semakin kompleks seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan aplikasi yang berspesifikasi tinggi (Dahlman, 2007). Berbagai perusahaan industri, baik yang bergerak dalam sektor retail maupun jasa, telah memanfaatkan teknologi komputer untuk menghasilkan informasi yang akan digunakan. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Perusahaan-perusahaan industri tersebut terus berkembang dengan pesat dengan berbagai inofasi dalam penerapan teknologi komputer penghasil informasi yang selanjutnya disebut teknologi informasi (TI). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam bidang industri. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
88
2. Uraian Teoritis 2.1. Pengertian Teknologi Informasi Untuk mengetahui pengertian teknologi informasi terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari teknologi dan informasi itu sendiri. Berikut ini pengertian teknologi dan informasi : Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Informasi adalah hasil pemrosesan, manipulasi dan pengorganisasian/penataan dari sekelompok data yang mempunyai nilai pengetahuan (knowledge) bagi penggunanya. Teknologi informasi (information technology) biasa disebut TI, IT, atau infotech. Pengertian teknologi informasi menurut beberapa ahli teknologi informasi : 1) Haag dan Keen (1996) Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu Anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. 2) Martin (1999) Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. 3) Williams dan Sawyer (2003) Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi baik secara implisit maupun eksplisit tidak sekedar berupa teknologi komputer, tetapi juga mencakup teknologi telekomunikasi. Dengan kata lain, yang disebut teknologi informasi adalah gabungan antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi (Kadir dan Triwahyuni, 2003).
89 Penjelasan atas dua teknologi yang mendasari teknologi informasi adalah sebagai berikut : 1. Teknologi Komputer Teknologi komputer dalah teknologi yang berhubungan dengan komputer, termasuk peralatan-peralatan yang berhubungan dengan komputer seperti printer, pembaca sidik jari, dan bahkan CD-ROM. komputer adalah mesin serba guna yang dapat dicontrol oleh program, digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Program adalah deretan intruksi yang digunakan untuk mengendalikan komputer sehingga komputer dapat melakukan tindakan sesuai yang dikehendaki pembuatnya. Data adalah bahan mentah bagi komputer yang dapat berupa angka maupun gambar, sedangkan informasi adalah bentuk data yang telah diolah sehingga dapat menjadi bahan yang berguna untuk mengambil keputusan. Data komputer sebagai pemroses informasi program. 2. Teknologi Komunikasi Teknologi telekomunikasi atau biasa juga disebut teknologi komunikasi adalah teknologi yang berhubungan dengan komunikasi jarak jauh. Termasuk dalam kategori ini adalah telepon, radio, dan televisi (Kadir dan Triwahyuni, 2003). 2.2. Pengertian Industri Dalam kamus Bahasa Indonesia, Industri adalah kerajinan; usaha produk barang; perusahan. Jadi definisi dari Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa (Dahlan, 1994). Jenis/macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku, yaitu :
90 1) Industri Ekstraktif Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain. 2) Industri Nonekstaktif Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar. 3) Industri Fasilitatif Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya. Jenis-jenis/macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 yaitu : 1) Industri kimia dasar Contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan sebagainya. 2) Industri mesin dan logam dasar Contohnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan sebagainya. 3) Industri kecil Contohnya seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, dan sebagainya. 4) Aneka industri Contohnya seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan sebagainya. 3. Pembahasan 3.1. Penerapan Teknologi Informasi Dalam Bidang Industri Teknologi Informasi adalah sebuah dunia yang selalu dinamis dan mudah berubah, yang sekarang ini menjadi trend tetapi belum tentu menjadi trend pada masa yang akan datang. Beberapa tahun lalu, para progammer Indonesia mungkin masih menggunakan Visual Basic, Delphi, Vicual C++ dan berbagai
91 bahasa program lain yang menggunakan orientasi objek, namun saat ini pemograman sudah beralih ke pemograman berbasis internet. Perubahan yang pesat dalam dunia teknologi Informasi turut membawa pengaruh yang besar pada bidang-bidang yang diimplementasikan, termasuk dunia industri. Penerapan teknologi informasi dalam bidang indrustri sekarang ini telah meluas dipergunakan karena memungkinkan proses produksi didalam industri lebih efisien dan lebih efektif. Didalam proses produksi, komputer dapat digunakan untuk pengawasan numeric (numerical control) atau untuk pengawasan proses (process control). Pengawasan numeric (numerikcal control) berarti pengawasa secara otomatis terhadap posisi dan operasi dari mesin-mesin yang dipergunakan, seperti misalnya mesin pemotong, grenda, mesin pres dan lain sebagainya sistem pengawasan numeric ini dilakukan dengan data numeric. Sstem komputer mengerjakan intruksi dan mengatur hasil kerja mesin sesuai dengan data yang dimasukkan. Dengan dipergunakannya komputer untuk pengawasan tersebut, hasil kerja dari mesin akan lebih memuaskan dan mengurangi kesalahan. Dari beberapa bahasa komputer yang dipergunakan membuat program untuk mengatur komputer pengawasan numeric, diantaranya APT (Automatically Programmed Tools). Pengawasan proses (process control) berarti menyediakan otomatisasi didalam operasi proses yang kontinyu. Komputer untuk pengawasan proses digunakan pada indrustri untuk membuat otomatis proses produksi dan untuk mengatur secara otomatis variable-variabel yang mempengaruhi proses produksi tersebut yang sulit dilakukan oleh manusia yang serentak. Faktorfaktor variabel yang mempengaruhi proses produksi dapat berupa waktu pengolahan, berat bahan, tekanan, temperatur, ukuran, volume dan sebagainya. Komputer ini banyak dipergunakan pada proses produksi baja, penyulingan minyak, produksi kertas, bahan-bahan kimia, semen, makanan dan lainlainnya (Jogianto, 1989).
92 3.2. Prinsip Dasar dalam Penerapan Pengetahuan Teknologi untuk Pengembangan Industri Masalah yang cukup mendasar yang dialami di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia adalah masalah proses industri melalui pengalian, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industri di dalam negaranegara yang teknologis terbelakang dapat dipandang sebagai proses pembangunan bangsa guna mencapai tujuan yang di citacitakan. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam setiap usaha melaksanakan suatu strategis penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengembangan industri dalam suatu negara berkembang, diantaranya: 1) Pada tahap-tahap permulaan penerapan teknologi dalam bidang industri menjadi suatu bangsa yang berteknologi maju, setiap negara harus melindungi perkembangan kemampuan nasionalnya dalam bidang industri hingga saat tercapainya kemampuan bersaing secara internasional. Setiap negara pada dasarnya selalu berusaha dan harus merencanakan tercapainya kemampuan bersaing secara internasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 2) Perlunya diselenggarakan pendidikan dan latihan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan teknologi yang relevan untuk pengembangan industri. 3) Perlu dikembangkan suatu konsep yang jelas, realitis, dan dilaksanakan secara konsekuen tentang industri, serta teknologi-teknologi yang diperlukan dalam penerapan pengembangan industri. Teknologi-teknologi tersebut belum tentu selalu harus merupakan teknologi yang mutakhir, tetapi merupakan teknologi yang terus berkembang untuk kemajuan industri. 4) Teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan dan dikembangkan lebih lanjut jika benar-benar diterapkan pada pemecahan masalah-masalah yang kongkrit. Untuk mengembangkan teknologi produksi industri padi misalnya,
93 memang sangat penting dipelajari pertanian padi dan teknologi-teknologi produksi padi yang telah dkembangkan di seluruh dunia. Tetapi yang paling penting adalah usaha meningkatkan produksi padi dalam berbagai kondisi lahan, kondisi cuaca, kondisi ekonomi dan dalam lingkungan masyarakat serta kebudayaan tertentu. Hanya melalui usaha dan karya nyata dalam rangka pemecahan masalah-masalah produksi yang kongkrit itulah dapat dipahami bekerjanya suatu teknologi tertentu (Siswanto dkk, 1989). 3.3. Penerapan Teknologi Informasi Menentukan Keberhasilan Dunia Perusahaan Industri Suatu babak baru dalam zaman modern ini, dimana manusia sangat bergantung dengan informasi. Mulai dari bayi lahir hingga dewasa, mulai dari kehidupan rumah tangga hingga perusahaan, mulai dari usaha buku, warung hingga pedagang besar membutuhkan informasi. Informasi merupakan hasil pengolahan data yang disajiakan sedemikian rupa agar dapat memeberikan arti atau persepsi tertentu kepada para pembaca. Oleh karena itu sangat besar ketergantungan manusia terhadap informasi, maka kualitas informasi harus selalu ditingkatkan. Beberapa faktor penentu kualitas informasi adalah keakuratan, ketepatan waktu, relevansi, dan kemudahan untuk memperolehnya. Untuk memenuhi faktor tersebut, maka tidak cukup kalau pengola data hanya mengandalkan kemampuan fisik ditambah dengan peralatan bantu sekadarnya, melainkan dibutuhkan alat bantu yang berkecepatan tinggi dan sangat akurat dalam memproses data-data tersebut. komputer merupakan alat bantu pengolah data yang dapat diandalkan. Tidak hanya kecepatan nya, melainkan juga keakuratan dan daya tahan tahannya untuk melakukan pemprosesan data dalam jumlah yang besar. Kini komputer telah dijadikan teknologi pokok dalam pengolahan data dan penyajian informasi. Apalagi sejak aplikasiaplikasi komputer berkembang dengan pesat sehingga tercipta
94 teknik-teknik penyajian informasi yang interaktif dan komunikatif. Bahkan, dalam beberapa tahun terakir ini teknologi komputer khususnya central processing Unit (CPU) berkembang sangat pesat. CPU yang paling tangguh saat ini Pentium 4 dengan kecepatan mencapai 2 GHz. Oleh karena itu, semakin banyak perusahaan industri menggunakan komputer sebagai tumpuan untuk pengolahan data dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Berbagai perusahaan industri, baik yang bergerak dalam sektor retail maupun jasa, telah memanfaatkan teknologi komputer untuk menghasilkan informasi yang akan digunakan. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Perusahaan-perusahaan industri tersebut terus berkembang dengan pesat dengan berbagai inofasi dalam penerapan teknologi komputer penghasil informasi yang selanjutnya disebut teknologi informasi (TI) (Budi Suteadjo, 2004). 3.4. Teknologi Informasi Sebagai Pusat Keunggulan Kompetitif Perusahaan Industri Menurut, (Rainer, 2006) keunggulan kompetitif (competitive advantage)adalah konsep yang luas tentang berbagai perusahaan akan bersaing, apa tujuan seharusnya, dan rencana kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Melalui strategi persaingan perusahaan mencari keunggulan kompetitif dalam industri, keunggulan atas persaingannya dalam beberapa ukuran biaya, kualitas, dan kecepatan. Keunggulan kompetitif dalam perekonomiaan digital menjadi semakin lebih penting daripada dalam perekonomian lama. Kebanyakan situasai perekonomian digital tidak mengubah bisnis inti dari perusahaan, dengan kata lain teknologi internet hanya menawarkan alat yang dapat meningkatkan keberhasilan perusahaan melalui sumber-sumber keunggulan kompetitif seperti biaya rendah, layanan pelanggan yang sangat baik, manajemen rantai pasokan (supply chain management).
95 Menurut Rainer (2006) kerangka kerja yang paling terkenal untuk menganalisis persaingan adalah model tekanan persainagan (competitive forces model). Model ini digunakan untuk mengembangkan berbagai strategi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam bersaing dan menunjukkan bahwa teknologi informasi dapat meningkatkan kemampuan dalam bersaing. Model tersebut melihat lima tekanan utama yang dapat membahayakan posisi perusahaan dalam suatu industry. Lima tekanan tersebut adalah ancaman masuknya pendatang baru (threat of new entrants), daya tawar pemasok (bargaining power of supllers), daya tawar pembeli (bargaining power of buyers), ancaman produk pengganti (threat of substitute products) (Yakub, 2012). Situasi persaingan antara perusahaan sejenis telah mendorong masing-masing perusahaan tersebut untuk membangun daya saing atau keunggulan kompetitif yang mampu meningkatkan efesiensi dan efektifitas kinerja perusahaan tersebut. Jaringan komputer dalam kawasan perusahaan tidak hanya bermanfaat untuk membangun sistem informasi terpadu dan terintegrasi untuk mengotomatisasi mulai dari proses resensi kehadiran karyawan hingga pengajian dan keputusan promosi jabatan, melainkan mampu menjadi media penghubung antara para pemasok dengan pabrik atau perusahaan yang melakukan produksi. Melalui jaringan komputer, perusahaan industri dapat membentuk suatu jaringan kinerja terpadu dimana pemasok dapat menngetahui kapan mereka harus menyetorkan bahan baku. Sementara itu perusahaan juga dapat membentuk jaringan distribusi dengan para dengan para distributor, agen atau retailer lainnya. Perusahaan produsen dapat mengetahui kapan harus mengirimkan produk-produknya kepara distributor, agen, atau retailernya agar mereka tidak kebiasaan produk ketika konsumen membutuhkannya (Budi Suteadjo, 2004).
96 3.4.1. Stategi Keunggulan Kompetitif Perusahaan secara terus-menerus mencoba untuk mengembangkan strategi yang ditujukan untuk mencapai posisi menguntungkan dan berkelanjutan dalam menghadapi kelima tekanan persaingan. a) Strategi peluang pasar (niche), memilih segmen berlingkup kecil disebut relung atau ceruk pasar dan menjadi yang terbaik dalam kualitas, ketepatan, atau biaya dalam pasar. b) Strategi kepemimpinan biaya, memproduksi produk atau jasa dengan biaya terendah dalam industry. c) Strategi diferensiasi, menawarkan berbagai macam produk, jasa, atau fitur produk. d) Strategi pertumbuhan, meningkatkan pangsa pasar, mendapatkan lebih banyak pelanggan, atau menjual lebih banyak produk. Penjualan berbasis web dapat memudahkan pertumbuhan dengan menciptakan saluran pemasaran baru. e) Strategi inovasi, memperkenalkan berbagai produk dan jasa, memberikan fitur baru dalam produk dan jasa yang ada, serta mengembangkan berbagai cara untuk memproduksinya. f) Strategi aliansi, bekerja sama dengan berbagai mitra bisnis dalam persekutuan aliansi, dan usaha bersama. g) Strategi efektivitas operasional, meningkatkan cara proses bisnis internal dilakukan hingga perusahaan melakukan aktifitas yang hamper sama dengan cara yang lebih baik daripada pesaingnya. h) Strategi orientasi pada pelanggan, berkonsentrasi untuk membuat pelanggan senang. Persaingan yang ketat dan kesadaran atas pentingnya ppelanggan adalah dasar dari strategi ini. i) Strategi waktu, memperlakukan waktu sebagai sumber daya, kemudian mengelola dan menggunakannya untuk keuntungan perusahaan.salah satu pendorong untuk menggunakan waktu sebagai strategi bersaing adalah kebutuhan perusahaan untuk segera bertindak responsif kepara pelanggan, pasar dan perubahan kondisi pasar.
97 j)
Strategi halangan masuk, menciptakan halangan untuk masuk bagi para pesaing baru. k) Strategi mengikat pelanggan atau pemasok, mendorong para pelanggan atau pemasok untuk tetap bersamanya daripada para pesaing. l) Strategi mengikat baiaya beralaih, membuat pelanggan dan pemasok enggan mengembangkan biaya beralih ke pesaing karena berbagai alasan ekonomi. 3.5. Peranan TI Dalam Perancangan Pruduk Industri Merancang produk dengan teknologi informasi merupakan suatu yang telah umum dilakukan. Dengan melakukan perangkat lunak yang bernama CATIA (ComputerAided Three-Dimensional Interctive Application) buatan Dassault Systems, Prancis, pabrikan dapat merancang mobil atau pesawat terbang tanpa kertas. Dodge dan DaimlerChrysler merupakan contoh perusahaan yang mengandalkan perangkat lunak ini untuk mewujudkan desain mobil beserta komponenkomponennya dan bahkan untuk menguji (O‟ Brien, 2001, hal. 56). Boeng Company, industri pesawat terbang terbesar di Amerika, juga menggunakan CATIA untuk merancang pesawat terbang. Yang menarik, dengan menggunakan software tersebut perusahaan ini membuat inofasi yang melibat pelanggan dalam melaksanakan perancangan dan pengujian. Software yang sama juga digunakan oleh industry pesawat terbang di Indonesia, IPTN. Sementara itu, PT PAL Indonesia telah lama menggunakan perangkat lunak CAD-CAM bernama foran untuk mendesain dan membuat kapal (Kadir, 1987). Para perancang rumah dapat menggunakan perangkat lunak yang khusus ditujukan untuk keperluan itu, misalnya 3D Home Architect (Broderbund Sofware, Inc.). Dengan program seperti ini, perancang dapat membuat tataletak ruangan dan kemudia melihat hasilnya dalam bentuk tiga dimensi (Kadir dan Triwahyuni, 2003).
98 3.6. Supply Chain Management Supply chain management (SCM) merupakan perpaduan antara ilmu dan seni yang mengarah padapeningkatan perusahaan bagaimana cara memperoleh bahan mentah hingga menghasilkan barang atau jasa, pengelolaan, dan pengirimannya. Salah satu metode pengelolaan rantai persediaan adalah Just In Time (JIT). JIT merupakan sutu proses yang tergantung pada suatu signal, apabila suatuproses produksi sudah selesai dikerjakan, maka akan masuk kedalam tahap berikutnya. Penerapan JIT memberikan arahan yang lebih jelastentang bagaimana ketetapan dalam pengadaan bahan mentah, masuk kedalam tahap produksi hingga persediaan barang yang siap untuk di jual. Kekuatan teknologi merupakan salah satu faktor yang dominan untuk melakukan supply chain management. Kekuatan teknologi informasi ini terletak dan mempengaruhi secara langsung mutu barang yang di produksi. Oleh karena itu, sangat logis apabila banyak perusahaan mencari teknologi dengan berbagai cara, termasuk menggalang rantai nilai (supply chain) dengan pihak luar. Supply chain adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan akan produk. Supply chain di dalamnya seluruh proses dan kegiatan yang terlibat di dalam penyampaian produk sampai ke tangan keonsumen (Yakub, 2012). 3.6.1. Peranan Teknologi Supply Chain Management Konsep manajemen supply chain tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi informasi. Secara umum peranan teknologi informasi di dalam manajemen supply chain dapat dilihat dari dua perspektif yaitu; perspektif teknis dan manajerial. Perspektif teknis dilihat dari fungsi teknologi informasi yang harus dipenuhi adalah fungsi peniptaan dan fungsi penyebaran. 1. Fungsi penciptaan Aspek-aspek yang harus dapat dilakukan oleh teknologi informasi adalah teknologi informasi harus mampu menjadi
99 medium atau sarana untuk mengubah fakta-fakta atau kejadian sehar-hari yang dijumpai dalam bisnis perusahaan ke dalam format data kuantitatif. Cara yang umum dan biasa dipergunakan adalah cara manual atau otomatis. 2. Fungsi penyebaran Terhadap entitas fakta, data, informasi, knowledge dan wisdom, teknologi informasi memiliki fungsi-fungsi yang berhubungan sebagai aspek penyebaran sebagai berikut: 1) Ghathering, fasilitas yang mampu mengumpulkan entitasentitas tersebut dan meletakkan di dalam media penyimpanan digital. 2) Organizing, mekanisme dalam mengorganisasikan penyimpanan entitas-entitas tersebut di dalam media penyimpanan. Konsep-konsep struktur data, basis data dan sistem berkas merupakan dasar-dasar ilmu yang kerap dipergunakan sehubungan dengan kebutuhan. 3) Selecting, teknologi informasi harus menyediakan fasilitas untuk memudahkan pencarian dan pemilihan. 4) Synthesizing, disitu dibutuhkan gabungan antara media gambar (image)dengan teks. Teknologi informasi harus mampu memenuhi kebutuhan manajer ini dalam menggabungkan beberapa entitas menjadi satu paket kesatuan yang terintegrasi. 5) Distributing, teknologi harus memiliki infrastruktur yang dapat menyalurkan berbagai entitas dari tempat penyimpanannya ke pihak-pihak yang membutuhkannya. Untuk dapat mendistribusikan entitas misalnya, dibutuhkan suatu media transmisi berpita lebar (bandwith) agar performa penyebaran dapat efektif. Pada perspektif manajerial peranan yang diharapkan oleh perusahaan dari implementasi efektif suatu teknologi informasi, yaitu; minimize risk, reduce cost, add value, dan create new realisties. a. Minimize risk, minimize risk maksudnya adalah setiap bisnis memiliki risiko, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor keuangan. Saat ini telah tersedia berbagai aplikasi untuk
100 mengurangi resiko tersebut seperti;forecasting dan finansial advisory. Kehadiran teknologi selain mampu membantu perusahaan yang memiliki resiko bisnis, juga sebagai sarana agar dapat membantu manajemen dalam mengelola resiko yang dihadapinya. b. Reduce, reduce maksudnya ialah perbaikan efisiensi dan optimalisasi proses-proses bisnis di perusahaan. Peranan teknologi informasi dalam hal ini adalah sebagai katalizator untuk berbagai usaha pengurangan biaya operasional perusahaan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan. Cara untuk mengurangi biaya kegiatan operasional sehari-hari, yaitu dengan eliminasi proses, simplikasi proses, integrasi proses, dan otomatisasi proses. c. Add value, add value adalah kemampuan untuk menciptakan loyalitas terhadap pelanggan sehingga pelanggan bersedia selalu menjadi konsumennya. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa penentuan value atau tidaknya sebuah pelayanan atau proses adalah pelanggan atau pasar, bukan internal perusahaan yang diharuskan menggunakan teknologi informasi untuk menciptakan value tersebut agar dapat memuaskan pelanggan. d. Create new realities, creat new realities adalah perkembangan teknologi informasi telah mampu menciptakan suatu arena bersaing baru, dari berbagai konsepelectronic bussiness (ebussiness) semacam electronic commerce (e-commerce), electronic customers (e-customers), dan lain-lain. 4. Kesimpulan Penerapan teknologi informasi dalam bidang indrustri sekarang ini telah meluas dipergunakan karena memungkinkan proses produksi didalam industri lebih efisien dan lebih efektif. Didalam proses produksi, komputer dapat digunakan untuk pengawasan numeric (numerical control) atau untuk pengawasan proses (process control).
101 Pengawasan proses (process control) berarti menyediakan otomatisasi didalam operasi proses yang kontinyu. Komputer untuk pengawasan proses digunakan pada indrustri untuk membuat otomatis proses produksi dan untuk mengatur secara otomatis variable-variabel yang mempengaruhi proses produksi tersebut yang sulit dilakukan oleh manusia yang serentak. Daftar Pustaka Al-Rodhan, N.R.F dan Stoudmann, G. 2006. Definitions of Globalization: A Comprehensive Overview and a Proposed Definition. Program on the Geopolitical Implications of Globalization and Transnational Security. Diperoleh pada 21 Maret dari http://www.sustainablehistory.com/articles/definitionsof-globalization.pdf. Budi Suteadjo Dharma Oetomo, 2004. Konsep dan Perencanaan Jaringan Komputer, Yogyakarta: ANDI. Dahlman, C. 2007. Technology, Globalization, and International Competitiveness: Challenges For Developing Countries. United Nations Department of Economic and Social Affairs. New York, 29-83. Diperoleh pada 21 Maret dari http://www.un.org/esa/sustdev/publications/industrial _development/1_2.pdf Jogianto Hartono, 1999. Pengenalan Komputer. Yokyakarta : ANDI. Kadir Abdul -Terra CH. Triwahyuni, 2003. Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta: ANDI. M. Dahlan Al Barry, 1994. Kamus Modern Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Arkola. Siswanto. Dkk. 1989. Ilmu Sosial Dasar, Malang: IKIP Malang.
Yakub, 2012. Pengantar Sistem Informasi, Yogyakarta: Graha ilmu.
102 PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENINGKATAN EFEKTIVITAS, EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERUSAHAAN Oleh : J. Prayoga Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam peningkatan efektivitas, efisiensi dan produktivitas perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Peranan teknologi informasi dalam perusahaan baik perusahaan besar, sedang maupun kecil membutuhkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan informasi sehingga dapat mendukung produktivitas perusahaan. Penerapan teknologi Informasi dalam organisasi harus didukung oleh sumberdaya manusia yang handal, olehkarena itu dalam usaha meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan dapat dilakukan dengan memberikan keterampilan melalui pelatihan kepada karyawan. Diperlukan penguasaan teknologi informasi untuk diaplikasikan pada seluruh proses dan sistem produksi dan peningkatan keandalan para manajer sebagai pengambilan keputusan. Kata kunci : teknologi informasi, efektivitasi, efisiensi dan produktivitas 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan yang dihadapi pada era globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan adalah teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi Informasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia usaha terutama dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin kompetitif. Kebutuhan akan teknologi informasi merupakan kebutuhan dasar perusahaan agar dapat bertahan dalam dunia usaha yang penuh persaingan.
103 Teknologi informasi telah mendorong kemajuan dalam teknologi produk dan proses, serta terbentuknya masyarakat informasi. Perubahan yang terjadi akibat globalisasi tersebut membawa dampak pada perubahan lingkungan bisnis yang meliputi perubahan teknologi, perubahan persepsi konsumen dan persaingan produk. Akibatnya perusahaan dituntut mampu meningkatkan kualitas produk, pelayanan, efisiensi, biaya produksi dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Akhirnya penguasaan teknologi informasi menjadi tuntutan yang harus dimiliki oleh perusahaan. Disamping itu perkembangan teknologi informasi mempunyai dampak yang besar terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Keunggulan daya saing perusahaan dapat dinilai berdasarkan kriteria ekonomi dengan menggunakan ukuranukuran seperti efektivitas, efisiensi dan produktivitas. Perkembangan teknologi informasi menciptakan produk dengan kapasitas besar, hemat energi dan dapat melakukan fungsi dan jenis pekerjaan yang semakin banyak serta dengan teknologi informasi dapat mengolah, menyimpan, menampilkan data dan informasi. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan, setiap organisasi terbentuk dari tiga pilar utama, yaitu proses, sumberdaya manusia dan teknologi. Dalam mendesain serangkaian proses, ketiga elemen tersebut harus dipadukan sesuai dengan kebutuhan pasar (pelanggan). Perlu diperhatikan sumber daya manusia yang mengoperasikan proses tersebut, teknologi juga digunakan untuk mendukung proses terutama teknologi informasi. Teknologi memainkan peran utama, bersama dengan proses dan sumber daya manusia. (Racmawati, 2004:28). Dewasa ini sudah banyak ramalan yang mengatakan bahwa di masa depan akan terlihat “kantor tanpa kertas” (paperless office) berkat penggunaan mikro film, kaset, disket, CD Room dan sejenisnya. Juga dapat dipastikan, semakin meluasnya kegiatan komputerisasi dengan aplikasinya. Siapapun akan
104 mengakui, bahwa teknologi informasi (TI) berkembang demikian pesatnya (Siagian, 2002 : 209). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam peningkatan efektivitas, efisiensi dan produktivitas perusahaan. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang didasarkan pada pendapatpendapat ahli dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan. 2. Landasan Teoritis 2.1. Teknologi Informasi Istilah informasi diartikan beragam oleh para pakar. Definisi informasi secara internasional diartikan sebagai hasil dari pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih. Informasi merupakan (Hariandja, 2002:23) : (1) data yang diolah, (2) menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima, (3) menggambarkan suatu kejadiankejadian (event) dan kesatuan nyata, (4) digunakan untuk pengambilan keputusan. Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Selanjutnya Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Sedangkan Martin mendefinisikan bahwa teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan
105 untuk memproses dan menyimpan informasi melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi agar dapat di akses oleh semua orang (Kadir, 2005). 2.2. Peranan Teknologi Informasi Pendorong utama globalisasi dalam berbagai bidang adalah kemajuan pesat dari teknologi informasi. Hanya berkat kemajuan teknologi ini maka prasarana yang memicu dan memungkinkan globalisasi disegala bidang seperti ekonomi, informasi dan sebagainya dapat dibangun. Kemajuan ini berikut penerapannya sangat pesat, sehingga produk yang dihasilkan datang silih berganti dengan cepat, seperti terlihat misalnya pada komputer yang hampir setiap tahun muncul dengan kemampuan yang semakin tinggi. Saat ini teknologi informasi memainkan peranan di sebagian besar aspek bisnis perusahaan, dari pengembangan produk baru sampai dukungan penjualan dan jasa, dari penyediaan informasi pasar sampai data bagi analisis keputusan. Bagi sebuah perusahaan global, kemampuan untuk mengambil informasi dari berbagai sistem dan membuatnya dapat diakses luas oleh para manajer dan karyawan merupakan hal yang sangat penting (Dewi, 2005:161). Kemajuan teknologi informasi tidak hanya mendorong arus komunikasi global, tetapi juga memacu laju pertumbuhan informasi secara luar biasa. Komputer dan jaringan informasi mempercepat pertukaran pikiran dan informasi, melahirkan gagasan teoritis baru, mempersingkat dan mempermudah proses penelitian. Dengan kata lain kemajuan teknologi informasi mendorong pengembangan ilmu pengetahuan serta pengembangan informasi. Sementara itu, manusia yang terlibat dalam produksi informasi juga akan makin meningkat, menambah jumlah informasi. Dalam dunia bisnis sekarang ini, maka perusahaan yang jauh lebih besar tidak selamanya memenangkan kompetisi terhadap perusahaan yang lebih kecil. Teknologi informasi mampu memberikan keunggulan kompetitif kepada perusahaan.
106 Sebaliknya pengelolaan teknologi informasi yang tidak benar juga bisa membawa ke jurang kekalahan dalam persaingan bisnis. Bentuknya bisa seperti kehilangan pelanggan, kesalahan membuat produk (tidak sesuai dengan keinginan pasar), kehilangan karyawan handal, dan sebagainya. Ketika penemuan teknologi informasi berkembang dalam skala masal, maka teknologi itu telah mengubah bentuk masyarakat, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global, sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi serta teknologi yang begitu cepat dan besar mempengaruhi peradaban umat manusia, sehingga dunia dijuluki the big village yaitu sebuah desa yang besar di mana masyarakatnya saling kenal dan saling menyapa satu sama lainnya. Akses network dapat tiba dengan mudah dan cepat sehingga menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan kinerja karyawan. Teknogi Informasi telah mengarahkan organisasi ke suatu bentuk yang semakin datar dan menciut (Bungin, 2006:159). Contoh penggunaan email memberikan kemudahan bagi karyawan dalam melakukan komunikasi langsung dengan siapa saja tanpa harus melalui rantai birokrasi dan rantai komando yang panjang. Selain itu informasi yang dikirim dengan teknologi, informasi tersebut akan tiba di tempat yang di tuju dalam hitungan detik (Ellitan dan Anatan, 2009:18). 2.3. Efisiensi, Efektivitas dan Produktivitas Filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas ada keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Menurut Encyclopedia Britania disebutkan bahwa produktivitas dalam ekonomi berarti rasio dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu.Sedangkan menurut formasi national productivity Board (NPB) Singapore, dikatakan bahwa produktivitas adalah sikap
107 mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. Dalam Laporan dewan produktivitas nasional tahun 1983 dikatakan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan ”mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini”(Sedarmayanti, 2001:56-57). Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Tingkat produktivitas yang dicapai merupakan suatu indikator terhadap efisiensi dan kemajuan ekonomi untuk ukuran suatu bangsa. Jadi dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan (Sedarmayanti, 2001:58). Penjelasan tersebut mengutarakan produktivitas secara total atau secara keseluruhan artinya keluaran yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan yang ada dalam organisasi. Masukan tersebut lazim dinamakan sebagai faktor produksi. Keluaran yang dihasilkan dicapai dari masukan yang melakukan proses kegiatan yang bentuknya dapat berupa produk nyata atau jasa. Masukan atau faktor produksi dapat berupa tenaga kerja, kapital, bahan, teknologi dan energi. Salah satu masukan seperti tenaga kerja, dapat menghasilkan keluaran yang dikenal dengan produktivitas individu, yang dapat juga disebut sebagai produktivitas parsial.
108 Efisensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar peghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini dapat berorientasi kepada masukan, keluaran atau keduanya. Disamping itu kualitas juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yang dicapai secara keseluruhan. 2.4. Efisiensi Penggunaan Masukan Efisiensi sebaiknya dianggap sebagai ukuran kualitas hasil pekerjaan di dalam suatu teknologi. Dengan perkataan lain efisiensi keorganisasian berhubungan dengan bagaimana sebaiknya sesuatu organisasi menerapkan teknologi tertentu. Sedangkan efektivitas keorganisasian dapat dianggap sebagai alat pengukur kualitas hubungan sebuah organisasi dengan lingkungannya (Winardi, 2003 :179). Setiap organisasi mutlak perlu memegang prinsip efisiensi. Secara sederhana prinsip efisiensi pada dasarnya berarti menghindari segala bentuk pemborosan. Mengingat kenyataan bahwa kemampuan suatu organisasi mengadakan dan memiliki sarana dan prasarana kerja yang juga disebut sebagai sumber dana dan daya, yang diperlukannya guna menjalankan roda organisasi selalu terbatas, padahal tujuan yang ingin dicapai tidak
109 terbatas, maka tidak pernah ada pembenaran untuk membiarkan pemborosan terjadi. Pengalaman dari berbagai organisasi menunjukkan dengan jelas bahwa banyak faktor penyebab terjadinya inefisiensi, misalnya pemborosan dapat timbul karena perilaku yang bersifat disfungsional dari para anggota organisasi dan karena ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan para pelaku dalam menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah dimiliki itu. Upaya peningkatan produktivitas kerja seyogyanya tidak dipandang hanya sebagai hal yang bersifat teknis. Segi-segi lain yang bahkan dapat berperan sebagai faktor penentu keberhasilan upaya tersebut antara lain sebagai berikut (Siagian, 2002:3-9) a. Tujuan Organisasi Siapapun akan mengakui bahwa suatu organisasi didirikan atau diciptakan oleh seorang atau sekelompok orang dengan maksud untuk menggunakannya sebagai wahana untuk mencapai tujuan tertentu. Para pakar umumnya sependapat bahwa tujuan akhir merupakan titik kulminasi ke arah mana organisasi akan dibawa dan berperan sebagai penuntun bagi organisasi dalam menyelenggarakan berbagai fungsi dan kegiatannya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam kemajuan organisasi yang dapat berupa pertumbuhan, perkembangan, kemampuan bersaing, kemapanan, perolehan keuntungan yang lebih besar dan penguasaan pangsa pasar yang lebih besar ingin mengetahui bentuk-bentuk kemajuan yang diperoleh itu dari waktu ke waktu tanpa harus menunggu tercapainya tujuan akhir. Yang dimaksud dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) adalah mereka yang telah dan masih akan mempertaruhkan sesuatu demi kepentingan organisasi atau perusahaan seperti para pemodal, pemilik saham, kelompok manajemen, para karyawan dan bahkan juga para pemasok, agen, distributor dan pemerintah. Para menejer berusaha memenuhi keinginan pihakpihak yang berkepentingan itu dengan melakukan kajian mendalam yang menghasilkan dua jenis tujuan antara yaitu
110 tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek. Ciri-cirinya antara lain : (1) sifatnya tidak lagi idelistik tetapi pragmatis (2) batas waktu pencapaiannya ditentukan, misalnya sepuluh tahun, lima tahun atau setahun (3) hasil-hasil yang diharapkan dicapai dinyatakan secara konkret (4) hasil dimaksud tergambar secara kuantitatif yang mutlak harus terjadi ialah bahwa semua menerima tujuan tersebut sebagai sesuatu yang wajar, layak, dan pantas untuk dicapai. Dengan demikian, para pelaku akan bersedia terlibat dalam membuat komitmen yang lebih besar kearah keberhasilan organisasi termasuk di dalamnya peningkatan produktivitas kerja. b. Perumusan Visi dan Misi Dalam rangka mencapai tujuan akhir, manajemen menyatakan arah yang akan ditempuh oleh organisasi sehingga terwujud suatu keadaan yang diinginkan pada suatu waktu tertentu dimasa depan. Dengan kata lain, manajemen perlu menyatakan pandangannya secara eksplisit tentang bentuk masa depan organisasi yang dikehendakinya. Itulah yang dimaksud sebagai visi. Atas dasar rumusan visi, misi dapat ditentukan. Misi adalah sesuatu yang harus diemban oleh semua komponen organisasi berupa kegiatan pokok yang kesemuanya dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa visi dan misi harus mempunyai keterkaitan kuat dan relevansi yang tinggi dengan tujuan yang ingin dicapai. c. Penentuan Strategi Organisasi Strategi merupakan kiat yang diterapkan biasanya oleh manajemen puncak untuk memenangkan peperangan yang melibatkan organisasi. Dalam dunia bisnis lumrah untuk mengatakan bahwa strategi merupakan pernyataan umum oleh manajemen puncak tentang kegiatan bisnis apa yang dilakukan organisasi sekarang dan dalam bidang bisnis apa organisasi ingin bergerak di masa depan. Manajemen puncak harus mengetahui
111 betul faktor-faktor kekuatan apa yang dimiliki oleh organisasi, kelemahan apa yang mungkin terdapat didalamnya, peluang apa yang mungkin timbul dan bagaimana cara memanfaatkannya, serta ancaman apa yang mungkin timbul dan bagaimana cara memanfaatkannya, serta ancaman apa yang paling efektif untuk menghadapinya. Sebaliknya perlu diketahui kekuatan dan kelemahan lawan sehingga dapat ditentukan kiat yang tepat sehingga lawan tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan peluang dan bahkan apabila mungkin menghilangkan peluang tersebut sehingga tidak memiliki keandalan dalam menghadapi ancaman yang dihadapinya. d. Pemanfaatan Teknologi dan Produktivitas Kerja Tidak dapat disangkal lagi bahwa berbagai terobosan yang terjadi dibidang teknologi dapat memberikan sumbangan yang besar kepada peningkatan produktivitas kerja suatu organisasi. Apabila dipilih dengan tepat, teknologi dapat diterapkan pada semua jenis kegiatan dalam organisasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi berkembang dengan pesat dengan aplikasinya yang beraneka ragam, antara lain karena perkembangan yang tidak kalah pesatnya dibidang perangkat lunak. Berbagai terobosan dibidang ini telah berhasil menciptakan komputer yang semakin canggih, dalam arti ukurannya semakin kecil, kemampuannya semakin tinggi, penggunaannya semakin mudah dan harganya semakin murah. Implikasinya pun semakin banyak, seperti dalam proses pengambilan keputusan yang secara tradisional dalam banyak organisasi tadinya yang bersifat sentralistik, akan tetapi karena akses kepada perangkat keras dan perangkat lunak semakin luas dan makin mudah, maka berubah menjadi desentralistik. Demikian prevalennya teknologi informasi dewasa ini sehingga sangat sukar untuk membayangkan adanya aspek kehidupan dan kegiatan organisasional yang tidak disentuh oleh komputerisasi. 3. Pembahasan Teknologi informasi terdiri dari berbagai jenis teknologi. Teknologi yang digunakan pada sistem informasi teknologi
112 adalah teknologi komputer, teknologi komunikasi, dan teknologi apapun yang memberikan nilai tambah bagi organisasi (Jogiyanto, 2009:7). Beberapa alasan penggunaan teknologi informasi, antara lain : 1. Secara signifikan meningkatkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi perusahaan dan memegang peranan penting dalam implementasi yang efektif terhadap kinerja perusahaan. 2. Mempengaruhi proses pengembangan strategi pemasaran karena teknologi informasi memberikan lebih banyak informasi ke manajer melalui pemakaian sistem pengambilan keputusan (Decision Support System atau DSS). 3. Teknologi informasi memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai bagian yang berbeda dalam organisasi dan menyediakan banyak informasi ke manajer. Sebagai contoh, Sistem Informasi Eksekutif (Executive Information System Atau EIS) mempengaruhi aliran informasi secara vertikal dalam perusahaan. Pihak manajemen akan memiliki akses informasi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan sumber informasi terhadap manajer menengah. Jaringan telekomunikasi memungkinkan informasi mengalir dengan mudah dan cepat di antara departemen dan devisi yang berbeda. 4. Teknologi informasi juga mempengaruhi antara organisasi dengan lingkungan seperti pelanggan dan pemasok. Sistem antara organisasi yang dilengkapi dengan pertukaran data menciptakan hubungan yang lebih dekat antara organisasi dan pemasok, memfasilitasi manajemen persediaan yang lebih efisien dan memungkinkan pendekatan tepat waktu dalam pemesanan kembali. 5. Membantu dalam menghasilkan inovasi produk. Teknologi Informasi dapat membantu dalam mendesain produk hingga proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Tujuan penerapan teknologi bagi perusahaan adalah untuk mendapatkan rantai nilai dari teknologi informasi yang bermanfaat dalam semua aspek bisnis yang berorientasi kepada
113 peningkatan efektivitas, efisiensi dan produktivitas karyawan dan perusahaan untuk mendapatkan margin yang telah ditargetkan dengan resiko dan biaya yang siminimal mungkin. Berdasarkan hasil peneltian Yeung dan Brockbank (1994) terhadap 160 eksekutif perusahaan besar California menunjukkan terdapat tiga faktor utama yang mendorong dilakukan reengineering yakni: pengurangan biaya, peningkatan mutu pelayanan yang lebih baik dan perubahan budaya perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor pengurangan biaya merupakan urutan pertama yakni 78% dari jawaban responden, urutan kedua untuk meningkatkan kualitas pelayanan (76%) sedangkan urutan ke tiga (70%) merubah budaya perusahaan yang bertujuan mengurangi birokrasi dan memberdayakan perusahaan. Dengan reengineering SDM diharapkan setelah layanan sdm yang penting dan rutin terarah serta terstandarisasi dengan menggunakan teknologi informasi, maka fungsi-fungsi sdm dapat dibebaskan dari standar dan arah tersebut guna lebih memfokuskan pada aktivitas-aktivitas sdm yang bernilai tambah tinggi (Rachmawati, 2004:28-29). Penggunaan teknologi informasi dalam sebuah organisasi sangatlah penting, untuk menerapkan teknologi informasi harus dilihat karakteristik organisasi tersebut. Apakah dengan teknologi informasi mampu meningkatkan efisiensi sebuah perusahaan, sehingga dalam penerapan teknologi informasi dibutuhkan orang yang handal, agar perusahaan dapat berjalan dengan baik. Peran teknologi informasi bagi sebuah perusahaan dapat dilihat dengan menggunakan kategori yang diperkenalkan oleh G.R. Terry, ada 5 peranan mendasar teknologi informasi di sebuah perusahaan, yaitu : (1) Fungsi operasional, akan membuat struktur organisasi menjadi lebih ramping telah diambil alih fungsinya oleh teknologi informasi. Karena sifat penggunaannya yang menyebar di seluruh fungsi organisasi, unit terkait dengan manajemen teknologi informasi akan menjalankan fungsinya
114 sebagai supporting agency dimana teknologi informasi dianggap firm infrastructure. (2) Fungsi Monitoring dan kontrol mengandung arti bahwa keberadaan teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan aktivitas di level manajerial dalam setiap fungsi manajer, sehingga struktur organisasi unit terkait dengannya harus dapat memiliki span of control atau peer relationship yang memungkinkan terjadinya interaksi efektif dengan para manajer di perusahaan terkait. (3) Fungsi Planning and Decision mengangkat teknologi informasi ke tataran peran yang lebih strategis lagi karena keberadaannya sebagai enabler dari rencana bisnis perusahaan dan merupakan sebuah knowledge generator bagi para pemimpin perusahaan yang dihadapkan pada realitas untuk mengambil sejumlah keputusan penting sehari-harinya. Tidak jarang perusahaan yang pada akhirnya memilih menempatkan unit teknologi informasi sebagai bagian dari fungsi perencanaan dan/ atau pengembangan korporat karena fungsi strategis tersebut di atas. (4). Fungsi Communication secara prinsip termasuk ke dalam firm infrastructure dalam era organisasi modern dimana teknologi informasi ditempatkan posisinya sebagai sarana atau media individu perusahaan dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi. (5). Fungsi Interoganisational merupakan sebuah peranan yang cukup unik karena dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan untuk melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah perusahaan lain. Konsep kemitraan strategis atau partnerships berbasis teknologi informasi seperti pada implementasi Supply Chain Management atau Enterprise Resource Planning membuat perusahaan melakukan sejumlah terobosan penting dalam mendesain struktur organisasi unit teknologi informasinya. Tujuan usaha yang dinyatakan oleh Porter, yaitu efektivitas operasional dan strategi positioning yang lebih lanjut
115 dihubungkan dengan penerapan teknologi tnformasi, Jika perusahaan berfokus pada strategi operasi, maka dengan penerapan teknologi informasi, perusahaan bisa meningkatkan efisiensi dengan : (Talon et al : 1999). 1. mengurangi biaya operasi 2. meningkatkan kualitas produk 3. mempercepat produksi 4. meningkatkan efektivitas perusahaan secara umum Oleh karena itu, dalam usaha meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas perusahaan, penerapan dibidang teknologi informasi menuntut para manajer untuk memikirkan dan mengambil langkah-langkah untuk dapat memanfaatkan sumber daya manusia dengan memberikan kepada karyawan keterampilan baru melalui pelatihan. 4. Kesimpulan a. Peranan teknologi informasi dalam perusahaan baik perusahaan besar, sedang maupun kecil membutuhkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan informasi sehingga dapat mendukung produktivitas perusahaan. b. Penerapan teknologi Informasi dalam organisasi harus didukung oleh sumberdaya manusia yang handal, olehkarena itu dalam usaha meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan dapat dilakukan dengan memberikan keterampilan melalui pelatihan kepada karyawan. c. Diperlukan penguasaan teknologi informasi untuk diaplikasikan pada seluruh proses dan sistem produksi dan peningkatan keandalan para manajer sebagai pengambilan keputusan. Daftar Pustaka Rachmawati, E. 2004. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: Ekonisia. Siagian Sondang P. 2002. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
116 Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Grasindo. Kadir Abdul. 2005. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi. Dewi, Ike Janita, 2005. Rethinking Information Tecnology Management: Integrasi Teknologi Informasi dengan Strategi. Yogyakarta : Amara Books. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Media Grup. Jogiyanto. 2009. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta : Andi Offset. Ellitan, Lena dan Lina Anatan. 2009. Sistem Informasi Manajemen Konsep dan Praktis. Bandung: Alfabeta. Winardi, 2003. Asas-Asas Ekonomi Modren. Bandung : Alumni. Sedarmayanti, 2001. Tata Kearsipan dengan Memanfaatkan Teknologi Modren. Bandung: Mandar Maju.
Talon Paul P, K.L.Kramer and V.Gurbaxni, 2000. Executif Persenton Of The Business Value of Information Technology:A Prosess-oriented Approach.
117 PERANAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DAN PERKEMBANGAN DUNIA PENDIDIKAN Oleh : Ibnu Rusydi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran dan perkembangan dunia pendidikan, serta pengaruh teknologi informasi dalam menghasilkan keluaran peserta didik yang bermutu dan modern. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan media teknologi pendidikan, yaitu dengan cara mencari dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam belajar kemudian dicarikan pemecahannya melalui aplikasi Teknologi Informasi yang sesuai. Upaya pemecahan permasalahan pendidikan terutama masalah yang berhubungan dengan kualitas pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dalam meningkatkan kadar hasil belajar peserta didik. Teknologi informasi digunakan sebagai media untuk mempermudah pencarian informasi tersebut. Kata kunci : teknologi informasi dan komunikasi dan kegiatan pembelajaran 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan luar dunia pendidikan, mulai lingkungan sosial, ekonomi, teknologi, sampai politik mengharuskan dunia pendidikan memikirkan kembali bagaimana perubahan tersebut mempengaruhinya sebagai sebuah institusi sosial dan bagaimana harus berinteraksi dengan perubahan
118 tersebut. Salah satu perubahan lingkungan yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan adalah hadirnya teknologi informasi (TI). Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitas utama bagi kegiatan berbagai sektor kehidupan dimana memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan, trasportasi, kesehatan dan penelitian. Oleh karena itu sangatlah penting peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) TIK, mulai dari keterampilan dan pengetahuan, perencanaan, pengoperasian, perawatan dan pengawasan, serta peningkatan kemampuan TIK para pimpinan di lembaga pemerintahan, pendidikan, perusahaan, UKM (usaha kecil menengah) dan LSM. Sehingga pada akhirnya akan dihasilkan output yang sangat bermanfaat baik bagi manusia sebagai individu itu sendiri maupun bagi semua sektor kehidupan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, email, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut (Rosenberg, 2001). Kegiatan pembelajaran yang efektif memerlukan suatu media yang mendukung penyerapan informasi sebanyakbanyakanya. Seiring dengan perkembangan jaman, maka
119 teknologi informasi berperan penting sebagai sarana untuk mendapatkan sumber informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan materi pelajaran yang diajarkan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran dan perkembangan dunia pendidikan, serta pengaruh teknologi informasi dalam menghasilkan keluaran peserta didik yang bermutu dan modern. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terdahulu. 2. Uraian Teoritis 2.1. Teknologi dan Metodologi Pembelajaran Kata teknologi sering dipahami oleh orang awam sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya kemudian pengertian tersebut akan lebih jelas dengan pengertian bahwa pada hakikatnya teknologi adalah penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis. Keberadaan teknologi harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka teknologi pendidikan juga dapat dipandang sebagai suatu produk dan proses. Sebagai suatu produk teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP dan sebagainya (Sadiman, 1993).
120 Sebagai sebuah proses teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia. (AECT, 1977). Sejalan dengan hal tersebut, maka lahirnya teknologi pendidikan lahir dari adanya permasalahan dalam pendidikan.Permasalahan pendidikan yang mencuat saat ini, meliputi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu/kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Permasalahan serius yang masih dirasakan oleh pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi adalah masalah kualitas, tentu saja ini dapat di pecahkan melalui pendekatan teknologi pendidikan. Terdapat tiga prinsip dasar dalam teknologi pendidikan sebagai acuan dalam pengembangan dan pemanfaatannya, yaitu : pendekatan sistem, berorientasi pada mahasiswa, dan pemanfaatan sumber belajar (Sadiman, 1984). Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran perlu diseain/perancangan dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan langkah-llangkah prosedural meliputi : identifikasi masalah, analisis keadaan, identifikasi tujuan, pengelolaan pembelajaran, penetapan metode, penetapan media evaluasi pembelajaran. Prinsip berorientasi pada mahasiswa beratri bahwa dalam pembelajaran hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik,minat, potensi dari mahasiswa. Prinsip pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran mahasiswa hendaknya dapat memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya.Satu hal lagi lagi bahwa teknologi pendidikan adalah satu bidang yang menekankan pada aspek belajar mahasiswa. Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam satu kegiatan pendidiakan
121 adalah bagaimana mahasiswa dapat belajar, dengan cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. 2.2. Peranan Teknologi Informasi Dalam Memodernisasi Pendidikan Menurut Resnick (2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang terkait dengan modernisasi pendidikan: (1) bagaimana kita belajar (how people learn); (2) apa yang kita pelajari (what people learn); dan (3) kapan dan dimana kita belajar (where and when people learn). Dengan mencermati jawaban atas ketiga pertanyaan ini, dan potensi TI yang bisa dimanfaatkan seperti telah diuraikan sebelumnya, maka peran TI dalam moderninasi pendidikan bangsa dapat dirumuskan. Pertanyaan pertama, bagaimana kita belajar, terkait dengan metode atau model 3 pembelajaran. Cara berinteraksi antara guru dengan siswa sangat menentukan model pembelajaran. Terkait dengan ini, menurut Pannen (2005), saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructor dependent) tetapi lebih banyak terpusat kepada siswa (student-centered learning atau instructor independent). Guru juga tidak lagi dijadikan satu-satunya rujukan semua pengetahuan tetapi lebih sebagai fasilitator atau konsultan. Peranan yang bisa dilakukan TI dalam model pembelajaran ini sangat jelas. Hadirnya e-learning dengan semua variasi tingkatannya telah memfasilitasi perubahan ini. Secara umum, e-learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang disampaikan melalui semua media elektronik termasuk, Internet, intranet, extranet, satelit, audio/video tape, TV interaktif, dan CDROM (Govindasamy, 2002). Menurut Kirkpatrick (2001), e-learning
122 telah mendorong demokratisasi pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar dalam pembelajaran kepada siswa. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Secara umum, peranan e-learning dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua : komplementer dan substitusi. Yang pertama mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan TI, sedang yang kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI. Saat ini, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan e-learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana e-learning dapat masuk memainkan peran. 2.3. Penggunaan Teknologi Sebagai Bahan Ajar Bahan ajar dalam pendidikan teknologi dikembangkan atas dasar : (1) pokok-pokok bahasan yang paling essensial dan representatif untuk dijadikan objek belajar bagi pencapaian tujuan pendidikan, dan (2)pokok bahasan,konsep, serta prinsip atau mode of inquery sebagai objek belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan dan memiliki hubungan untuk berkembang, mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkugan, dan memanfaatkannya untuk memecahkan masalahmasalah yang tidak teramalkan (Soedjiarto, 2000). Atas dasar landasan pemikiran tersebut, maka ruang lingkup kajian pendidikan teknologi yang dikembangkan dapat mencakup sebagai berikut :
123 a. Pilar teknologi, yaitu aspek-aspek yang diproses untuk menghasilkan sesuatu produk teknologi yang merupakan bahan ajar tentang materi/bahan, energi, dan informasi. b. Domain teknologi, yaitu suatu fokus bahan kajian yang digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan bahan pelajaran yang terdiri atas :(1)teknologi dan masyarakat (berintikan teknologi untuk kehidupan sehari-hari, industri, profesi, dan lingkungan hidup) (2) produk teknologi dan sistem (berintikan bahan,energi, dan sistem),dan (3)perancangan dan pembuatan karya teknologi (berintikan gambar dan perancangan, pembuatan dan kaji ulang perancangan). c. Area teknologi, yaitu batas kawasan teknologi dalam program pendidikan teknologi, hal ini antara lain teknologi produksi, teknologi komunikasi, teknologi energi, dan bioteknologi Teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi. Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner. Apapun namanya, dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga jagad ini menjadi suatu dusun semesta atau “Global village”. Sehingga sering kita dengar istilah “jarak sudah mati” atau “distance is dead” (Tony Bates, 1995). 3. Pembahasan 3.1. Peran dan Fungsi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memilliki tiga fungsi utama yang digunakandalam kegiatan pembelajaran, yaitu (1) Teknologi berfungsi sebagai alat (tools), dalam hal ini TIK digunakan sebagai alat bantu bagi pengguna (user) atau siswa untuk membantu pembelajaran, misalnya dalam mengolah kata, mengolah angka, membuat unsur grafis, membuat database, membuat program administratif untuk siswa, guru dan staf, data kepegawaian, keungan dan sebagainya.(2) Teknologi berfungsi
124 sebagai ilmu pengetahuan (science). Dalam hal ini teknologi sebagai bagian dari disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh siswa. Misalnya teknologi komputer dipelajari oleh beberapa jurusan di perguruan tinggi seperti informatika, manajemen informasi, ilmu komputer. dalam pembelajaran di sekolah sesuai kurikulum 2006 terdapat mata pelajaran TIK sebagai ilmu pengetahuan yang harus dikuasi siswa semua kompetensinya. (3) Teknologi berfungsi sebagai bahan dan alat bantu untuk pembelajaran (literacy). Dalam hal ini teknologi dimaknai sebagai bahan pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu untuk menguasai sebuah kompetensi berbantuan komputer. Dalam hal ini komputer telah diprogram sedemikian rupa sehingga siswa dibimbing secara bertahap dengan menggunakan prinsip pembelajaran tuntas untuk menguasai kompetensi. dalam hal ini posisi teknologi tidak ubahnya sebagai guru yang berfungsi sebagai : fasilitator, motivator, transmiter, dan evaluator. Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi pendidikan yaitu dengan cara:(1) Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri (radio, televisi, computer )(2) Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN ), dan (3) Pengembangan warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis teknologi informasi agar dapat terdampingan dengan teknologi informasi melalui alat-alat teknologi informasi. Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu (1) memperbaiki competitive positioning; (2) meningkatkan brand image; (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4)
125 meningkatkan kepuasan siswa; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis siswa; (7) meningkatkan kualitas pelayanan; (8)mengurangi biaya operasi; dan (9) mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan di Indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu untuk memenangkan pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk memposisikan institusi pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang menguntungkan dan kekuatan internal yang kuat. 3.2. Faktor-Faktor Pendukung Teknologi Informasi Dalam Pendidikan Teknologi informasi yang merupakan bahan pokok dari elearning itu sendiri berperan dalam menciptakan pelayanan yang cepat, akurat, teratur, akuntabel dan terpecaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu: (1) Infrastruktur, (2) Sumber Daya Manusia, (3) Kebijakan, (4) Finansial, dan (5) Konten dan Aplikasi (Soekartawi, 2003). Maksud dari faktor di atas adalah agar teknologi informasi dapat berkembang dengan pesat, pertama dibutuhkan infrastruktur yang memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi. Kedua, faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai teknologi tinggi. Ketiga, faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka panjang. Keempat, faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi. Kelima, faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.
126 E-learning yang merupakan salah satu produk teknologi informasi tentu juga memiliki faktor pendukung dalam terciptanya pendidikan yang bermutu, adapun faktor-faktor tersebut; Pertama, harus ada kebijakan sebagai payung yang antara lain mencakup sistem pembiayaan dan arah pengembangan. Kedua, pengembangan isi atau materi, misalnya kurikulum harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian, nantinya yang dikembangkan tak sebatas operasional atau latihan penggunaan komputer. Ketiga, persiapan tenaga pengajar, dan terakhir, penyediaan perangkat kerasnya (Soekartawi, 2003). Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengane-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce, egovernment, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversiiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika (Mason R. 1994). Pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya (Bishop G. 1989). Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan (Mason R. 1994).
127 3.3. Masalah dan Hambatan Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Seperti teknologi lain yang telah hadir ke muka bumi ini, TI juga hadir dengan dialektika. Selain membawa banyak potensi manfaat, kehadiran TI juga dapat membawa masalah. Khususnya Internet, penyebaran informasi yang tidak mungkin terkendalikan telah membuka akses terhadap informasi yang tidak bermanfaat dan merusak moral. Karenanya, penyiapan etika siswa juga perlu dilakukan. Etika yang terinternalinasi dalam jiwa siswa adalah firewall terkuat dalam menghadang serangan informasi yang tidak berguna. Masalah lain yang muncul terkait asimetri akses; akses yang tidak merata. Hal ini akan menjadikan kesenjangan digital (digital divide) semakin lebar antara siswa atau sekolah dengan dukungan sumberdaya yang kuat dengan siswa atau sekolah dengan sumberdaya yang terbatas (Lie, 2004). Data Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa sebanyak 90 % SMU dan 95 % SMK telah memiliki komputer. Namun demikian, kurang dari 25 % SMU dan 10 % SMK yang telah terhubungan dengan Internet Mohandas, 2003). Di tingkat perguruan tinggi, data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam Pannen (2005) menunjukkan bahwa kesadaran dalam pemanfaatan TI dalam proses pembelajaran masih sangat rendah. Analisis terhadap proposal teaching grant, baru 29,69 % yang memanfatkan media berbasis teknologi komputer. Ketersedian media berbasis teknologi informasi juga masih terbatas. Hanya 15,54 % perguruan tinggi negeri (PTN) dan 16,09% perguruan tinggi swasta (PTS) yang memiliki ketersediaan media berbasis teknologi informasi. Sekitar 16,65 % mahasiswa dan 14,59 % dosen yang mempunyai akses terhadap teknologi informasi. Hasil survei yang melihat pemanfaatan TI pada tahun 2004 menunjukkan bahwa baru 17,01 % PTN, 15,44 % PTS, 9,65 % dosen, dan 16,17 % mahasiswa yang memanfaatkan TI dengan baik. Secara keseluruhan statistik ini menunjukkan bahwa adopsi
128 TI dalam dunia (Mohandas, 2003).
pendidikan
di Indonesia masih
rendah
4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan media teknologi pendidikan, yaitu dengan cara mencari dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam belajar kemudian dicarikan pemecahannya melalui aplikasi Teknologi Informasi yang sesuai. Upaya pemecahan permasalahan pendidikan terutama masalah yang berhubungan dengan kualitas pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dalam meningkatkan kadar hasil belajar peserta didik. Teknologi informasi digunakan sebagai media untuk mempermudah pencarian informasi tersebut. 4.2. Saran Teknologi informasi merupakan salah satu media yang efektif dalam kegiatan pembelajaran. Namun dalam penggunaanya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran karena sering terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan teknologi informasi. Daftar Pustaka AECT. 1977. Definisi Teknologi Pendidikan (satuan tugas definisi & terminologi AECT). Rajawali. Jakarta. Bates, A. W. T. 1995. Technology Open Learning and Distance Education. TJ Press Ltd. New York. Bishop, M. 1989. Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebuah pengantar. Tarsito. Bandung. Govindasamy, T. 2002. Successful Implementation of e-Learning: Pedagogical Considerations. Internet and Higher Education, 4, 287–299.
129 Lie, A. 2004. Coorperative Learning. Grasiondo. Jakarta. Mason, R. 1994. Using Communication Media in Open and Flexible Learning. Kogan Page. London. Mohandas, R. 2003. ICT and e-learning in Indonesia. Presentasi di Taiwan, Taiwan, 25-27 Maret. Pannen, P. 2005. Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran. Presentasi pada Seminar Sun Commitment in Education and Research Industry, Jakarta, 29 Juni. Resnick, M. 2002. Rethinking Learning in the Digital Age. Dalam Porter, M. E., Sachs, J. D., dan McArthur, J. W. The Global Information Technology Report 2001-2002: Readiness for the Networked World. Rosenberg, Marc. J. 2001. E-Learning : Strategies For Delivering Knowledge In The Digital Age. McGraw-Hill Companies. USA. Sadiman Arif S. 1993. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Sadiman, 1984. Media Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soedijarto. 2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun Peradaban Negara dan Bangsa. Cinaps, Jakarta. Soekartawi. 2003. E-Learning di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang, Makalah pada seminar nasional „E-Learning Perlu E-Library‟ di Universitas Kristen Petra, Surabaya.
130 PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PERPUSTAKAAN Oleh : Tajrin Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam meningkatkan mutu layanan perpustakaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Kesamaan perpsepsi dan pandangan antar pengelola perpustakaan dan pihak terkait seperti pimpinan institusi, pemerhati dan pengguna perpustakaan tentang teknologi informasi sangat perlu dilakukan, karena pemahaman tersebut dapat mendorong semua pihak untuk memacu diri aktif sebagai pelaku dalam perkembangan teknologi informasi perpustakaan. Untuk mewujudkan masyarakat yang haus akan informasi atau yang sering dikenal dengan masyarakat informasi (information society), maka evolusi teknologi informasi pasti akan terus terjadi, untuk itu persiapan dan adaptasi diri sangat penting dilakukan agar masyarakat tidak menjadi "gagap teknologi". Kata kunci : teknologi informasi dan layanan perpustakaan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ledakan informasi (information explosion) dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan layanan informasi yang merupakan hal yang harus ada bagi (sin que non) manusia. Dengan adanya informasi maka ketidakjelasan yang dapat teratasi. Dewasa ini, perkembangan informasi yang sangat cepat menuntut pengelolaan yang lebih optimal. Berkenaan dengan hal tersebut, peranan teknologi informasi (TI) di perpustakaan sangat dirasakan. Kehadiran TI menyebabkan pengelolaan informasi (TI) oleh pekerja di bidang informasi akan menjadi lebih mudah dan
131 cepat. Pada dasarnya, teknologi informasi merupakan aplikasi komputer dan teknologi lain untuk pengadaan, penataan, simpan dan temu balik informasi, serta penyebaran informasi (American Library Association, 1983: 183). Pengertian tersebut menekankan bahwa teknologi informasi merupakan kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikro elektronik. Teknologi informasi dapat mempengaruhi kegiatan suatu instansi. Teknologi Informasi dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan biasa dengan proses penyelesaian yang lebih cepat dan tepat seperti kegiatan rutin perpustakaan. Di samping itu, teknologi informasi dimanfaatkan untuk mempermudah proses penyimpanan informasi dan mendorong terjadinya perubahan style institusi. Pola hidup seperti ini diharapkan dapat mendorong terjadinya masyarakat informasi (information society), yaitu masyarakat yang menganggap informasi merupakan kebutuhan utama. Perpustakaan merupakan salah satu institusi yang bergerak di bidang pengelolaan informasi sangat memerlukan teknologi informasi. Dengan adanya teknologi tersebut dapat membantu pustakawan untuk mengerjakan tugas-tugas kepustakawanan secara lebih professional. Pada saat ini, teknologi informasi yang paling banyak dikenal di perpustakaan adalah teknologi komputer. Manfaat komputer sangat besar dalam pelaksanaan otomasi perpustakaan, yaitu pemanfaatan perangkat komputer dan teknologi lain secara terpadu (integrated) pada berbagai aktivitas perpustakaan seperti penelusuran informasi, pengadaan dan pengolahan bahan pustaka, sirkulasi dan administrasi perpustakaan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan perpustakaan. Otomasi perpustakaan dapat dilakukan secara bertahap yaitu tingkat pra jaringan, tingkat jaringan local (LAN), tingkat jaringan luas (WAN) dan tingkat global atau internet (Purnomo, 1999: 8-9). Perpustakaan hendaknya menerapkan teknologi informasi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan dan keragaman pekerjaa perpustakaan, kesulitan dana, keragaman
132 kebutuhan pengguna perpustakaan, ketatnya persaingan layanan di bidang informasi, dan trend menuju masyarakat informasi. Semua kendala tersebut dapat diatasi dengan implementasi teknologi informasi di perpustakaan secara optimal. Dari uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa teknologi informasi memberikan dampak yang positif bagi perpustakaan yaitu dapat bermanfaat dan mendukung tugastugas perpustakaan. Namun demikian kehadiran TI dapat juga menjadi hambatan bagi pustakawan karena pengguna potensial mempunyai anggapan bahwa kebutuhan informasi dapat terpenuhi melalui penyediaan layanan teknologi yang dimiliki di rumah atau di kantor lain tanpa harus ke perpustakaan. Untuk itu perpustakaan harus cermat menerapkan prinsip-prinsip optimalisasi pelayanan informasi. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi informasi dalam meningkatkan mutu layanan perpustakaan. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang didasarkan pada pendapatpendapat ahli dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan. 2. Uraian Teoritis 2.1. Pengertian Teknologi Informasi Teknologi informasi memiliki pengertian yang beraneka ragam walaupun masing-masing definisi memiliki tujuan yang sama. Menurut Goodhue (1995) dalam Eka dan Sabaruddinsah (2011) mendefinisikan teknologi sebagai alat yang digunakan oleh individu untuk membantu menyelesaikan tugas. Teknologi informasi merupakan istilah dalam sistem informasi akuntansi yang menyajikan sebuah informasi bagi para pemakai. Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer
133 (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. Namun terjadi perbedaan pendapat bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams dan Sawyer, 2003). Teknologi informasi menurut Manser (1995) didefinisikan sebagai studi atau penggunaan peralatan elektronika, terumata komputer untuk menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan informasi dalam bentuk apapun termasuk kata-kata, bilangan dan gambar. Secara lebih umum, Lucas (2000) menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronik. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi adalah suatu alat yang berupa software dan hardware yang digunakan untuk memproses suatu informasi dengan membawa suatu data yang berguna bagi para pemakai dalam menyelesaikan tugasnya. 2.2. Persepsi Teknologi Informasi dan Perkembangannya di Indonesia Pentingnya teknologi informasi sudah disadari sejak tahun 1980. Kecenderungan tersebut ditandai dengan hadirnyapersonal computer (PC) yang awalnya dimanfaatkan untuk kegiatan tulismenulis, penghitungan atau sejenisnya. Pada saat sekarang manfaat PC terlihat juga pada komunikasi informasi berbasis TI seperti resource sharing, searching di internet dan sebagainya. Sebelumnya komunikasi informasi dilakukan secara atap muka, penyuluhan dan sejenisnya, namun dengan adanya perkembangan TI yang semakin maju maka komunikasi informasi dapat dilakukan melalui media eletronik (radio. Televisi), media cetak (Koran. Publikasi lainnya) dan media maya (virtual media) seperti Koran online, internet dan sejenisnya. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa terjadinya gerakan inovasi teknologi yang begitu cepat. Inovasi teknologi tersebut cenderung
134 mengarah kepada pengabungan beberapa teknologi dans sering dikenal dengan proses "konvergensi teknologi" yang terdiri dari telekomunikasi, komputer dan broadcast (communication, computing, content) atau sering disebut dengan istilah telematika (telekomunikasi=media-informatika). Pada awalnya, teknologi informasi dipersepsikan dengan berbagai hal seperti alat yang besar dan mahal, bentuknya canggih atau modern (elit) dan sejenisnya. Namun dengan sosialisasi dan promosi yang gencar maka persepsi masyarakat terhadapa teknologi informasi semakin jelas. Masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua sudah mengenal dan menggunakan alat-alat berbasis TI seperti handphone, mobile remote, TV kabel, internet dan sebagainya. Gejala seperti menunjukkan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya TI dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat diharapkan agar memilih dan memanfaatkan TI pada hal-hal positif. Walaupun teknologi informasi telah berkembang pesat, namun perkembangannya di Indonesia masih belum sepesat di negara-negara maju. Data dari Paul Kinberly dalam Siregar (2004:3) menunjukkan beberapa indicator teknologi informasi di Indonesia yaitu : – 2 juta pengguna internet (20 juta tahun 2010) – 30-40 ISP aktif dari 140 yang memperoleh izin – 5,55 juta line telephone (3% jumlah penduduk) – 1,8 juta telepon bergerak – 2.500.000 komputer personel (PC) – 187.000 wartel Penggunaan teknologi informasi masih tergolong rendah di Indonesia. Rendahnya penggunaan teknologi informasi di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kesiapan masyarakat Indonesia dalam menerima teknologi informasi. Di Samping itu, kebijakan pemerintah dalam pengembangan teknologi informasi di Indonesia seperti pembangunan infrastruktur dan kualitas TI masih belum merata sangat mempengaruhi kondisi itu.
135 2.3. Perpustakaan Bebasis Teknologi Informasi Pada umumnya, teknologi informasi di perpustakaan terdiri atas beberapa komponen yaitu : - Perangkat keras seperti server, modem, scanner, harddisk, printer, CD Writer, CD-ROM, kamera digital, dan sebagainya. - Perangkat lunak seperti database, indexing, internet, WB, server dan sebagainya. - Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai ketrampilan di bidang teknologi informasi dan pengetahuan perpustakaan. - Koleksi perpustakaan yang mengarah pada koleksi elektronik Walaupun spesifikasi alat yang dibutuhkan oleh perpustakaan seperti tersebut, namun dalam implementasinya tidak harus memerlukan keseluruhan alat di atas, mengingat dana yang di alokasikan perpustakaan masih minim. Untuk itu dalam pengembangan teknologi informasi di perpustakaan dapat melalui beberapa tahap yaitu komputerisasi perpustakaan, pengembangan koleksi elektronik, penyediaan sarana dari sumber internet dan koperasi dengan organisasi perpustakaan local dan luar negeri (Siregar, 2004:5) Implementasi teknologi informasi di perpustakaan dapat mengubah citra perpustakaan. Dahulu kita sering mengenal istilah "perpustakaan adalah tempat buangan", "pustakawan adalah hanya seorang penjaga rak saja", dan sejenisnya, namun dengan adanya teknologi tersebut citra perpustakaan jadi berubah, dalam hal ini, kondisi perpustakaan dulu (tradisional) lambat laun berubah menjadi perpustakaan modern, dimana teknologi informasi menjadi pilar utama operasional perpustakaan, sehingga akhirnya kita mengenal istilah perpustakaan modern seperti electronic library, digital library, cyber library, komputerisasi perpustakaan dan perpustakaan maya (virtual library). Perpustakaan digital (digital library) memfokuskan pada penyediaan layanan bahan pustaka full text berformat digital dan bahan multi media berbasis web atau CD sedangkan cyber mengacu kepada kehidupan maya dalam jaringan komunikasi global. Dari semua istilah tersebut di atas
136 dapat dikatakan bahwa teknologi informasi merupakan tulang punggung (backbone) bagi perpustakaan modern. Beberapa manfaat teknologi informasi bagi perpustakaan dapat diuraikan sebagai berikut : - Melalui teknologi informasi, akses menjadi sangat mudah, cepat dan tidak mengenal batas jarak dan waktu. - Akses content menuju on-line - Adanya perubahan pola dan paradigma pengelolaan perpustakaan yang selalu menekankan pada efisiensi dan kecepatan pelayanan - Adanya koleksi elektronik seperti CD-ROM, E-Journal dan sejenisnya, - Adanya sarana barcode, maka peminjaman koleksi secara fisik akan dapat di proses dengan cepat. - Koleksi fisik lebih terjamin karena adanya sensor elektronik Menurut Henderson (1992) dalam Sulistyo (1998:3) manfaat teknologi informasi. Bagi pemakai perpustakaan adalah (1) menyediakan akses yang cepat dan mudah (2) menyediakan akses bagi pemakai selama 24 jam bila TI dioperasikan selama 24 jam, (3) menyediakan akses pada informasi yang tidak terbatas dari berbagai jenis sumber (4) menyediakan informasi yang lebih mutakhir (5) menyediakan data dari berbagai sumber. Perpustakaan berbasis teknologi informasi sangat tergantung juga pada faktor pendukung seperti dukungan internal, alokasi anggaran, volunteer dan bantuan-bantuan dari pihak terkait. Untuk itu faktor pendukung harus dapat berperan secara optimal dalam implementasi teknologi informasi di perpustakaan. 2.4. Pustakawan dan Teknologi Informasi Salah satu kendala dalam implementasi teknologi informasi di perpustakaan adalah mengenai sumber daya manusia (SDM) perpustakaan. Kondisi SMD perpustakaan di Indonesia pada umumnya adalah secara kulaitas dan kuantitas masih terbatas, tidak merata dan kurang adanya kreativitas dan keinginan untuk menekuni profesi secara mendalam. Sementara itu, perpustakaan berbasis teknologi informasi menuntut SDM
137 (pustakawan) yang memiliki keterampilan di bidang database, aplikasi perpustakaan, internet, jaringan serta pengelolaan komputer. Untuk menjaga kualitas SDM, maka pustakawan sebagai pengelola perpustakaan harus mempunyai persepsi dan meyakini bahwa TI merupakan bagian penting dalam pengelolaan perpustakaan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka pemberian pendidikan dan pelatihan (Diklat) tentang teknologi informasi sangat perlu dilakukan. Tujuan pelatihan atau lokakarya implementasi teknologi informasi di perpustakaan adalah : - Untuk memberikan informasi tentang pentingnya teknologi informasi bagi perpustakaan. - Untuk menyediakan akses informasi yang diperlukan bagi kegiatan pendidikan dan penelitian di perpustakaan. - Untuk mengimplementasikan sistem informasi perpustakaan. - Untuk meningkatkan pelayanan dan fungsi tenaga perpustakaan Dengan pemberian pelatihan atau lokakarya diharapkan staf perpustakaan mengenai teknologi informasi menjadi meningkat. Di samping itu, dengan adanya pelatihan atau lokakarya itu, minat para staf terhadap aplikasi teknologi informasi menjadi tinggi, serta adanya citra (image) pustakawan modern meningkat. 3. Pembahasan Keberhasilan perpustakaan sangat ditentukan layanan yang diberikan kepada pemakai. Layanan perpustakaan sebenarnya merupakan suatu proses aktivitas yang mencakup perencanaan, implementasi dan monitoring. Efektifitas layanan harus diukur dalam konteks sejahu mana layanan dapat memuaskan pemakainya bukan sekedar seberapa banyak yang dapat di raih (Bawden, 1990 : 49). Pada umumnya, pemakai akan merasa puas jika kebutuhan informasinya terpenuhi (Wilard, 1983:41). Layanan perpustakaan akan semakin bermutu jika tingkat keterpakaian koleksi dan kepuasan pemakai semakin meningkat. Oleh karena itu, agar mutu layanan perpustakaan
138 meningkat, maka pengelola perpustakaan harus dapat merespon kebutuhan pemakai. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, maka perpustakaan sangat perlu mengimplementasikan TI secara terpadu (integrated) pada berbagai aktifitas perpustakaan untuk mencapai layanan prima. Berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan mutu layanan perpustakaan antara lain pengelolaan koleksi, pengolahan data perpustakaan, seleksi dan akuisisi, system sirkulasi dan informasi serta kajian pemakai disamping katalog berbasis web, penelusuran bahan pustaka (OPAC) statistik dan sebagainya. Sasaran teknologi informasi dalam meningkatkan mutu layanan adalah akses yang mudah, cepat dan akurat melalui jaringan telekomunikasi (LAN, WAN, Internet) baik internal maupun eksternal (pemakai). Di samping itu penyediaan jaringan dari sumber elektronik berupa teknologi digital bagi pemakai akan mempercepat terbentuknya masyarakat informasi. Menurut Siregar (2004 : 6), isu-isu managemen teknologi informasi yang penting dalam peningkatan mutu layanan perpustakaan adalah skill telemanaging koleksi, hindari kepemilikan data sendiri, kemitraan, lisensi, intellectual property dan pengembangan system. Ke semua isu manajemen tersebut hendaknya dijadikan pedoman untuk pengembangan TI perpustakaan. Penerapan TI dalam idang layanan perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti : 1. Layanan Sirkulasi Penerapan TI dalam bidang layanan sirkulasi dapat meliputi banyak hal diantaranya adalah layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pengguna, administrasi keanggotaan dan lain-lain. 2. Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian Penerapan TI dalam layanan referensi dan hasil-hasil penelitian dapat dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi elektronik / digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik, direktori
139
3.
4.
5.
6.
elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital, dan lain-lain. Layanan Journal / Majalah / Berkala Pengguna layanan journal, majalah, berkala akan sangat terbantu apabila perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam journal-journal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global maupun yang tersedia dalam format Compact Disk dan Disket. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet. Layanan Multimedia / Audio-Visual Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk Kaset Video, Kaset Audio, MicroFilm, MicroFische, Compact Disk, Laser Disk, DVD, Home Movie, Home Theatre, dll. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dsbnya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam layanan perpustakaan adalah pengguna yang mempunyai keterbatasan, seperti penglihatan yang kurang, buta, pendengaran yang kurang dan ketidak mampuan lainnya. Layanan Internet & Computer Station Internet saat ini menjadi “bintang” dalam TI. Orang sudah tidak asing lagi untuk menggunakan internet dalam kehidupannya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaanpun harus dapat memberikan layanan melalui media ini. Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan akses internet baik menggunakan computer station maupun WIFI / Access Point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Keamanan Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam
140 perpustakaan. Melalui fasilitas semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangantangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun. 7. Pengadaan Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi ini. Selain dapat menggunakan TI untuk melakukan penelusuran koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan juga lebih mudah dilakukan dengan adanya TI ini. Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang baik itu untuk keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI ini. 4. Penutup Kesamaan perpsepsi dan pandangan antar pengelola perpustakaan dan pihak terkait seperti pimpinan institusi, pemerhati dan pengguna perpustakaan tentang teknologi informasi sangat perlu dilakukan, karena pemahaman tersebut dapat mendorong semua pihak untuk memacu diri aktif sebagai pelaku dalam perkembangan teknologi informasi perpustakaan. Untuk mewujudkan masyarakat yang haus akan informasi atau yang sering dikenal dengan masyarakat informasi (information society), maka evolusi teknologi informasi pasti akan terus terjadi, untuk itu persiapan dan adaptasi diri sangat penting dilakukan agar masyarakat tidak menjadi "gagap teknologi". Daftar Pustaka American Library Association, 1983. ALA Glossary of Library and Information Science. Chicago : American Library. Eka Yunita Nur, dan F. E. Sabaruddinsah, 2011. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris Pada Perusahaan
141 Manufaktur di Bogor)”. Jurnal F. Ekonomi : JRAK Vol2, No 01 (2011) JRAK. Manser, Martin H. 1995. Oxford Learner‟s Pocket Dictionary. Oxford University Press. Purnomo, O.W, 1999. TCP/IP. Bandung : Elex Media Komputindo. Siregar, A. Ridwan. 2004. Pengembangan Budaya Baca Masyarakat melalui Perpustakaan. diakses tgl. 14 Mei 2017 melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1780/1 /perpus-ridwan4.pdf Sulistyo Basuki. 1993. Pengantari Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka. Williams dan Sawyer. 2003. Using Information Technology : A Practical Introduction to Computers and Communications. London: Career Education.
142 PEMBELAJARAN FISIKA DI SEKOLAH MELALUI PENGEMBANGAN ETNOSAINS Oleh : Agnes Renostini Harefa Abstrak Penulisan bertujuan untuk mengetahui pembelajaran fisika di sekolah dengan melalui pengembangan etnosains. Metode penulisan yang digunakan adalah metode tinjauan literatur (library reserach). Pembelajaran sains perlu diupayakan agar ada keseimbangan/ keharmonisan antara pengetahuan sains itu sendiri dengan penanaman sikap-sikap ilmiah, serta nilai-nilai kearifan yang ada dalam sains itu sendiri. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya siswa perlu mendapat perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di sekolah karena di dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan sains akan betul-betul bermanfaat bagi siswa itu sendiri dan bagi masyarakat luas. Kata kunci : pembelajaran fisika dan etnosains 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kata ethnoscience (etnosains) bersasal dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti bangsa, dan scientia (bahasa Latin) artinya pengetahuan. Oleh sebab itu, etnosains merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya. Kemudian ilmu ini mempelajari atau mengkaji sistem pengetahuan dan tipe-tipe kognitif budaya tertentu. Penekanan pada pengetahuan asli dan khas dari suatu komunitas budaya. Menurut Henrietta (1998) etnosains adalah cabang pengkajian budaya yang berusaha memahami bagaimana pribumi memahami alam mereka. Pribumi biasanya memiliki ideologi dan falsafah hidup yang mempengaruhi mereka mempertahankan hidup. Atas dasar ini, dapat dinyatakan bahwa etnosains merupakan salah satu bentuk etnografi baru (the new ethnography).
143 Melalui etnosains, sebenarnya peneliti budaya justru akan mampu membangun teori yang grass root dan tidak harus mengadopsi teori budaya barat yang belum tentu relevan. Penelitian etnosains terhadap fenomena budaya selalu berbasis etno dan atau folk. Menurut Spradley (2001), kehadiran memang akan memberi angin segar pada penelitian budaya. Meskipun hal demikian bukan hal yang baru, karena sebelumnya telah mengenal verstehen (pemahaman), namun tetap memberi wajah baru bagi penelitian budaya. Oleh karena, memang banyak peneliti budaya yang secara sistematis memanfaatkan kajian etnosains.Memang belum ada kesamaan pendapat mengenai istilah etnosains dikalangan peneliti budaya. Istilah ini ada yang menyebut cognitif anthropology, ethnographic semantics, dan descriptive semantics (Spradley, 2001). Berbagai istilah ini muncul karena masing-masing ahli memberikan penekanan berbeda, namun hakikatnya adalah ingin mencari tingkat ilmiah kajian budaya. Setiap masyarakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan akibat kebutuhan yang berubah dari zaman ke zaman. Dalam perkembangan itu terjadi berbagai proses pemecahan masalah demi kehidupan yang lebih baik dan sejahtera melalui teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tak lepas dari dampak positif dan negative. Di satu sisi penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan berbagai inovasi untuk meninkatkan kesejahteran hidup manusia, namun di sisi lain penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah mengeksploitasi kekayaan alam untuk mengejar produksi tanpa mempertimbangkan kelangsungan hidup jangka panjang seperti yang terjadi pada dampak rusaknya lingkungan alam yang mengakibatkan berbagai bencana alam seperti kekeringan berkepanjangan, banjir, kebakaran hutan, polusi udara yang kesemuanya hanya menghasilkan kesengsaraan rakyat banyak.
144 Lingkungan, baik fisik maupun sosial-budaya dapat memberikan kontribusi tertentu pada pengalaman belajar siswa. Pengalaman tersebut dapat berupa pola pikir (ranah kognitif), pola sikap (ranah afektif), maupun pola perilaku (ranah psikomotorik). Solomon (dalam Baker, et al, 1995) menyatakan konsep-konsep sains yang dikembangkan di sekolah tidak berjalan mulus karena dipengaruhi kuat oleh faktor-faktor sosial, khususnya pengetahuan intuitif tentang dunia lingkungannya (life-word). Pengetahuan tersebut dibangun selama siswa masih kanak-kanak yang disosialisasikan dan dienkulturisasi oleh orang lain (seperti orang tua dan teman sebaya). Ogawa (2002) menyatakan salah satu sains intuitif adalah sains sosial atau budaya (culture or social science) atau disebut juga dengan sains asli (indigenous science). Snively & Corsiglia (2001:6) menyatakan bahwa sains asli berkaitan dengan pengetahuan sains yang diperolehnya melalui budaya oral di tempat yang sudah lama ditempatinya. Pengetahuan ini sudah merupakan bagian budaya mereka yang diperoleh dari pandangannya tentang alam semesta yang relatif diyakini oleh komunitas masyarakat tersebut. Namun, sampai saat ini sains asli yang merupakan subbudaya dari kelompok masyarakat, kurang disadari dan kurang mendapat perhatian dari para pakar pendidikan sains maupun guru-guru sains di Indonesia. Baker, et al., (1995) menyatakan, bahwa jika pembelajaran sains di sekolah tidak memperhatikan budaya anak, maka konsekuensinya siswa akan menolak atau menerima hanya sebagian konsep-konsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran. Stanley & Brickhouse (2001) menyarankan agar pembelajaran sains di sekolah menyeimbangkan antara sains Barat (sains normal, sains yang dipelajari dalam kelas) dengan sains asli (sains tradisional) dengan menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead (1996: 4), yang menyatakan jika subkultur sains modern yang diajarkan di sekolah harmonis dengan subkultur kehidupan sehari-hari siswa, pengajaran sains
145 akan berkecenderungan memperkuat pandangan siswa tentang alam semesta, dan hasilnya adalah enculturation. Jika enculturation terjadi, maka berpikir ilmiah siswa tentang kehidupan sehari-hari akan meningkat. Sebaliknya, jika subkultur sains yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subkultur keseharian siswa tentang alam semesta, seperti yang terjadi pada kebanyakan siswa (Costa, 1995; Ogawa, 2002), maka pengajaran sains akan berkecenderungan menghancurkan atau memisahkan pandangan siswa tentang alam semesta, sehingga mereka meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui dan rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan (scientific). Hasilnya adalah asimilasi (Cobern & Aikenhead; 1996; MacIvor, 1995). Hal ini konotasinya sangat negatif dan dianggap sebagai “hegemoni pendidikan” atau “imperialisme budaya”. Pada umumnya siswa meghambat asimilasi, misalnya dengan cara kurang memperhatikan pelajaran. Jika hal ini terjadi, tentu hasil belajar sains tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Lucas (1998) berpendapat bahwa salah satu tujuan utama pendidikan sains di rnasyarakat timur (non-Western) seharusnya membandingkan pandangan tradisional dan pandangan ilmiah tentang manusia dan hakekatnya, serta bagaimana cara berpikirnya, dan juga mengklarifikasi kesesuaian dan perbedaan antara kedua pandangan tersebut. Lebih lanjut, Jegede & Okebukola (1989) menyatakan, bahwa memadukan sains asli siswa (sains sosial-budaya) dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini diakuinya, jika dalam proses belajar mengajar sains, keyakinan atau pandangan tradisional tentang alam semesta tidak dimasukkan, maka konflik yang ada pada diri siswa tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan ilmiah akan terus dibawa oleh siswa dan akan berakibat pada pemahaman siswa terhadap konsep ilmiah menjadi kurang bermakna. Jegede & Aikenhead (2000: 1) menyarankan agar pembelajaran sains modern menggunakan pedagogi sosial konstruktivis.
146 Karakteristik konstruktivis sosial tentang pengetahuan, meliputi : 1) pengetahuan bukanlah komoditi pasif yang ditransfer dari guru ke siswa, 2) siswa tidak dapat dan seharusnya tidak membuat penyerapan seperti halnya “sepon”, 3) pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari yang mengetahui (knower), 4) belajar adalah proses sosial dimana terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungan, dan 5) pengetahuan awal dan pengetahuan tradisional (indigenous) pelajar adalah signifikan dalam membantu konstruksi makna dalam situasi yang baru. Semua aktivitas belajar diperantarai oleh budaya dan terjadi dalam konteks social.Peran konteks sosial adalah untuk tangga-tangga bagi pelajar, dan menyediakan isyarat dan membantu dimana memelihara ko-konstruksi pengetahuan selama interaksi dengan anggota masyarakat lainnya. Pembelajaran sains yang mampu menjembatani perpaduan antara budaya siswa dengan budaya ilmiah di sekolah‟ akan dapat mengefektifkan proses belajar siswa. Siswa akan belajar secara formal untuk memahami lingkungannya dengan berbagai permasalahan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, akan terjadi fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) yang mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam sains (fisika), para siswa perlu bertolak dari masalahmasalah (fenomena-fenomena) kontekstual, yaitu masalahmasalah dalam dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalahmasalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah yang nyata (Johnson, 2002). Prinsip belajar ini juga sesuai dengan prinsip utama belajar dalam Quantum Teaching yang menyatakan, “Bawalah dunia mereka ke dunia kita. Antarkan dunia kita ke dunia mereka” (DePorter & Nourie, 2000). Di samping itu, pengajaran sains yang berbasis budaya akan sangat relevan dengan konsep pengajaran sains yang direncanakan dalam kurikulum berbasis kompetensi dasar, juga menekankan pada pengembangan nilai kebijaksanaan. Dengan demikian, pelajaran sains tidak lagi menjadi pelajaran yang asing bagi siswa,
147 berupa hafalan, rumit, tidak ada manfaatnya dan terkesan membosankan, tetapi menjadi pelajaran sains yang bermakna, bem1anfaat, dan ramah dengan siswa, karena apa yang mereka pelajari memang benar-benar ada di lingkungan mereka. 1.2. Tujuan Penulisan Penulisan bertujuan untuk mengetahui pembelajaran fisika di sekolah dengan melalui pengembangan etnosains. 1.3. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah metode tinjauan literatur (library reserach). 2. Uraian Teoritis 2.1. Perlunya Kurikulum Sains yang Peduli Terhadap Budaya Lokal Pemberlakuan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah, yang mengatur pembagian (pendelegasian) kewenangan berbagai pemerintahan dari pusat ke daerah telah berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah saat ini, termasuk bidang penyelenggaraan pendidikan, khususnya pada kegiatan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sekolah. Pada bidang pengembangan kurikulum, pemerintah pusat masih tetap memandang perlu adanya standar nasional guna mempertahankan proses integrasi bangsa dan pencapaian pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Namun demikian, pemerintah pusat juga mempertimbangkan untuk menyusun kurikulum nasional secara luwes sehingga pemerintah daerah dapat menerapkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerahnya tanpa keluar dari konteks kepentingan nasional. Dengan diversifikasi kurikulum diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal dari pemberdayaan potensi-potensi yang berasal dari kemajemukan sumberdaya alam, budaya, dan etnis dari masing-masing daerah (Jalal dan Supriadi, 2001).
148 Kurikulum sains yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dengan materi pokok dikembangkan oleh pemerintah pusat, sedangkan silabus dan bahan ajarnya direncanakan dan dikembangkan di daerah (Depdiknas,2001). Sebagai konsekuensinya, pada tingkatan operasional, agar menampilkan sains asli (budaya) yang unik dan unggul di daerahnya masing-masing dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam mata pelajaran sains. Hal ini memberikan harapan sekaligus tantangan bagi seluruh komponen penyelengara pendidikan sains di masing-masing daerah, baik pada tingkat propinsi maupun lebih khusus pada tingkat kabupaten/kota. Harapan yang ditunggu antara lain adalah akan terakomodasinya sebagian besar aspirasi dan potensi daerah seperti sains asli yang ada di daerah yang selama sistem sentralisasi pendidikan berlaku tidak terakomodasi. Hal ini penting karena sesuai dengan pendapatnya Aikenhead dan Jegede (1999) dan Baker et al (1995) bahwa keberhasilan proses pembelajaran sains di sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang dimiliki oleh siswa atau masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Hal senada juga dikemukakan Ibrahim, dkk (2002:5) yang mengatakan bahwa selain landasan filosofis, psikologis dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), landasan sosial budaya harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat. Kiranya, sampai saat ini masih jarang ditemui di dalam wacana pendidikan kita untuk memperhatikan sains asli (budaya lokal) pada pembelajaran sains, baik dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai tingkat sekolah menengah (SMU) dan ini tantangan bagi pendidik sains di daerah. Usaha untuk mengintegrasikan sains asli/etnosains ke dalam kurikulum pendidikan sains di sekolah sebenarnya telah disarankan sejak tahun 1970 oleh Building seperti dikutip oleh Wahyudi (2003).Ia menegaskan perlunya pihak sekolah untuk mengangkat sains asli (indigenous science) dalam pembelajaran
149 sains, bukan seperti selama ini yang senantiasa lilakukan oleh kebanyakan sekolah yaitu mengesampingkan sains asli yang lebih dulu berkembang dan hidup di masyarakat. Isu dan saran serupa juga diangkat oleh Ogunniyi (1998) ketika menyoroti kelemahan pendidikan sains pada sekolah-sekolah di Afrika. Secara lebih eksplisit Cobern (1994) meminta agar sistem instruksi pembelajaran sains di sekolah diubah, dengan memperhatikan sensitivitas budaya (sains asli) yang berkembang di masyarakat. Mereka merekomendasikan pembuatan kurikulum sains yang mengakomodasi sains asli ke pembelajaran formal di sekolah. Lebih khusus lagi, Nagel dalam Wahyudi (2003:12) juga telah menyarankan perlunya universitas pencetak tenaga guru mempunyai mata kuliah yang khusus membahas pengintegrasian sains asli ke dalam pembelajaran sains di sekolah dasar dan menengah. Perlunya mengakomodasi sains asli yang merupakan bagian dari kebudayaan siswa didukung oleh pendapat Hasan (2000) yang mengatakan bahwa pendekatan multikultural kurikulum harus dapat mengakomodasi perbedaan kultural peserta didik, memanfaatkan sumberkebudayaan sebagai sumber kontens dan memanfaatkannya sebagai titik berangkat untuk pengembangan kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian, pembelajran sains berbasis budaya dapat meningkatkan pemahaman terhadap (kebudayaan orang lain, toleransi, membangkitkan semangat kebangsaan siswa yang berdasarkan Bhineka Tunggal Ika. Di samping itu, yang tak kalah pentingnya adalah dapat memanfaatkan kebudayaan pribadi siswa sebagai bagian dari entry-behavior siswa sehingga dapat menciptakan kesempatan yang sama bagi siswa untuk berprestasi. 2.2. Aspek Budaya pada Pembelajaran Fisika Untuk mempelajari pembelajaran fisika di sekolah, selain memakai teori psikologi yang berakar pada kontruktivisme individu (personal constructivism) dan perspektif sosiologi yang bertumpu pad konstruktivisme sosial (social constructivism), para peneliti dan ahli pendidikan saat ini mencoba untuk
150 menggunakan kajian teori anthropologi (anthropological perpective). Yang terakhir ini mencoba melihat proses pembelajaran sains di sekolah pada setting budaya masyarakat sekitar (Maddock, 1981; Cobern dan Aikenhead, 1998). Menurut perspektif anthropologi, pengajaran sains dianggap sebagai transmisi budaya (cultural transmission) dan pembelajaran sains sebagai penguasaan budaya (cultural acquisition) Sehingga proses KMB (kegiatan belajar mengajar) di kelas dapat diibaratkan sebagai proses pemindahan dan perolehan budaya dari guru dan oleh murid. Untuk pembatasan kata budaya (culture) yang dimaksud di sini adalah suatu sistem atau tatanan tentang symbol dari arti yang berlaku pada interaksi sosial suatu masyarakat (Gertz, 1973).Berdasarkan batasan ini, maka matemamatika dapat dianggap sebagai subbudaya kebudayaan barat, dan sains dari barat (Western science) merupakan subbudaya dari sains. Oleh karena itu tradisional sains (ethnoscience) dari suatu komunitas dari non Barat adalah subbudaya dari kebudayaan komunitas tersebut. Setelah Meddock (1981) membeberkan teori anthropologi untuk pendidikan sains, banyak riset-riset lanjutan yang dilakukan dengan focus penyelidikan pada pengaruh aspek budaya terhadap proses pembelajaran sains dalam pembelajaran IPA (sains) di sekolah. Penelitian-penelitian yang dilakukan tersebut berujung pada penegasan bahwa latar belakang budaya yang dimiliki siswa (student‟s prior belief and knowledge) dan „dibawa‟ ke dalam kelas selama proses KMB berlangsung memainkan peran yang sangat penting pada proses penguasaan materi pelajaran (Aikenhead dan Jegede, 1999; Baker dan Taylor, 1995; Cobern, 1996; Cobern dan Aikenhead, 1998; Eyford, 1993; Maddock, 1983; Okebukola, 1986; Shumba, 1999; Waldrip dan Taylor, 1999). Secara khusus Okebukola (1986) menyatakan bahwa latar belakang budaya siswa mempunyai efek yang lebih besar di dalam proses pendidikan daripada efek disumbangkan oleh pemberian materi pelajaran. Dengan kata lain, efek dari proses KMB yang dilakukan di kelas oleh guru dan siswa „kalah‟ oleh
151 efek budaya masyarakat yang telah diserap oleh siswa dan dibawa ke dalam proses KMB di kelas. Lebih lanjut Eyford (1993) juga menegaskan bahwa latar belakang budaya siswa mempunyai pengaruh yang kuat pada cara seseorang (siswa) belajar. Ia memberikan alasannya bahwa siswa telah menghabiskan waktunya, terutama enam tahun pertama sebelum masuk ke sekolah dasar, di tengah-tengah lingkungan yang secara total lebih dibentuk/dipengaruhi oleh budaya masyarakat daripada oleh teori-teori pendidikan formal. Kemudian dua tahun berikutnya, Ogunniyi, Jegede, Ogawa, Yandila dan Oladede (1995) menyatakan bahwa latar belakang budaya yang dibawa oleh guru dan siswa ke dalam kelas (terutama pada saat pembelajaran sains) sangat menentukan di dalam penciptaan atau pengkondisian suasana belajar dan mengajar yang bermakna dan berkonteks. Pada tahun yang sama, Baker dan Taylor (1995) menyampaikan hasil review mereka khusus tentang pengaruh kebudayaan pada proses pembelajaran sains di kelas/sekolah. Dua kesimpulan penting dari review mereka adalah sebagai berikut. Pertama, kegagalan Negara-negara non-Barat dalam rangka menasionalisasikan kurikulum sains di sekolah-sekolah. Kegagalan tersebut dikarenakan mereka hanya mengimpor kurikulum fisika dari Negara-negara Barat tanpa mempertimbangkan latar belakang kebudayaan yang tumbuh di negaranya. Secara rinci keduanya menengarai kegagalan proses pembelajaran sains disekolah-sekolah Negara non-Barat adalah karena ketidaksesuaian (mismatch) antara budaya yang dimiliki siswa seperti bahasa, kepercayaan, cara pandang terhadap alam sekitar, dengan „kebudayaan‟ sains dari Barat yang terkandung di dalam setiap mata pelajaran sains. Kedua, mereka menyimpulkan bahwa latarbelakang budaya setiap siswa mempengaruhi cara siswa tersebut dalam mempelajari dan menguasai konsep-konsep sains yang diajarkan di sekolah. Secara khusus dinyatakan bahwa perasaan dan pemahaman siswa yang berlandaskan kebudayaan di masyarakat ikut serta berperan dalam menginterpretasikan dan menyerap pengetahuan yang baru (konsep-konsep sains).
152 Penelitian-penelitian tentang pengaruh budaya terhadap pembelajaran sains diikuti oleh wacana tentang model pembelajaran apa yang cocok untuk melaksanakan kurikulum yang dikembangkan berbasis kebudayaan lokal. George (1991) menyarankan kepada para guru untuk memperhatikan empat hal selama membawakan proses pembelajaran sebagai berikut : (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi konsep-konsep atau keyakinan yang dimiliki siswa, yang berakar pada sains tradisional. (2) kepada siswa contoh-contoh keganjilan atau keajaiban (discrepant events) yang sebenarnya hal biasa menurut konsep-konsep baku sains. (3) mendorong siswa untuk aktif bertanya (4) mendorong siswa untuk membuat serangkaian skema-skema tentang konsep yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Berdasarkan dengan sarana-sarana tersebut, George (1991) lebih lanjut meminta kepada guru untuk memandang pendidikan sebagai wahana pemberdayaan siswa dalam usaha menguasai konsep-konsep (etnosains) yang sudah tertanam pada diri siswa dengan konsep-konsep dominasi sains Barat. Driver (1990) menyusun model pembelajaran yang disebut dengan Coceptual Change Model. Model pembelajaran ini pada prinsipnya terdiri dari lima fase, yaitu fase orientasi, elastisitas, restrukturisasi, aplikasi, dan fase review. Fase orientasi memberi kesempatan siswa untuk mengindentifikasi konsep-konsep sains/IPA yang berkembang di dalam budaya masyarakat (etnosains). Kemudian lebih eksplisit lagi siswa diminta untuk mengeluarkan konsepsi-konsepsi mereka (etnosains) pada fase kedua. Fase restrukturisasi memberikan kesempatan bersamasama bagi siswa dan guru membahas perbedaan-perbedaan dan keharmonisan antara konsep ethnoscience dengan konsep sains Barat. Sebelum diadakan review, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang telah
153 restrukturisasi melalui pemberian soal ataupun penyelesaian suatu masalah. Model pembelajaran yang mirip juga diajukan oleh Hewson (1996), dan mungkin cocok seta memberikan wacana baru dalam mengimplementasikan silabus dan bahan ajar IPA yang dikembangkan berbasis etnosains. Model pengajaran Hewson berangkat dari pandangan konstruktivisme yang mengakui bahwa proses belajar siswa tidaklah sederhana sebagaimana penambahan pengetahuan baru ke dalam pikiranpikiran siswa, melainkan melalui proses-proses panjang yang meliputi beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain pergumulan ide di dalam alam pikiran siswa, antara konsepkonsep terdahulu yang dimiliki siswa (yang berakar pada matematika tradisional maupun yang baku) dengan konsepkonsep baru yang sedang dipelajari, modifikasi konsep-konsep yang berkembang di alam pikiran siswa, sampai dengan restrukturisasi konsep-konsep akibat interaksi selama proses pembelajaran. 3. Pembahasan Datangnya kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mewujudkan keinginannya dalam memajukan pendidikan yang bertumpuh pada keunggulan dan keunikan yang menjadi ciri khas daerah, melalui pemberian kewenangan untuk menyusun sendiri silabus dan bahan ajar yang sesuai dengan kondisi daerahnya, memberikan tantangan tersendiri. Kesempatan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi daerah, termasuk potensi etnosains. Tujuannya adalah jelas agar siswa lebih mengenal lingkungan dan daerahnya, yang pada dasarnya punya potensi, serta tidak silau dengan konsep-konsep dari Barat. Usaha untuk mengintegrasikan etnosain ke dalam kurikulum pendidikan sains di sekolah sebenarnya telah disarankan sejak tahun 1970 oleh Boulding seperti dikutip oleh Shumba (1999). Ia menegaskan perlunya pihak sekolah untuk mensimbiosiskan antara matematika Tradisional (etnosains)
154 dengan sains Barat, bukan seperti selama ini yang senantiasa dilakukan oleh kebanyakan sekolah yaitu memaksakan dominasi sains Barat terhadap sainstradisional yang lebih dulu berkembang dan hidup di masyarakat. Isu dan saran serupa juga diangkat kembali oleh Ogunniyi (1988) ketika menyoroti kelemahan pendidikan sains pada sekolah-sekolah di Afrika. Secara lebih eksplisit, Yakubu (1994) dan Cobern (1994) meminta agar sistim instruksi pembelajaran sains di sekolah diubah, dengan memperhatikan sensitifitas budaya (Sains Tradisional) yang berkembang di masyarakat. Mereka merekomendasi pembuatan kurikulum sains yang mengakomodasi sains Tradisional ke dalam pembelajaran formal di sekolah. Lebih khusus Lag, Nagel (1992) juga telah menyarankan perlunya universitas pencetak tenaga guru mempunyai mata kuliah yang khusus membahas pengintegralan sains Tradisional ke dalam pembelajaran sains di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam mengembangkan pembelajaran sains berbasis sains asli sebagai berikut : 1. ldentifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli Identifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli bertujuan untuk menggali pikiran-pikiran siswa dalam rangka mengakomodasi konsep-konsep, prinsip-prinsip atau keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar pada budaya masyarakat di mana mereka berada. Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa setiap anak akan memiliki pandanganpadangan atau konsepsi-konsepsi yang berbeda terhadap suatu objek, kejadian atau fenomena. Ausubel (dalam Dahar, 1989) mengatakan bahwa satu hal yang paling penting dilakukan guru sebelum pembelajaran dilakukan adalah mengetahui apa yang telah diketahui siswa. 2. Pembelajaran dalam kelompok Masyarakat tradisional cenderung melakukan kegiatan secara berkelompok yang terbentuk secara sukarela dan informal, seperti halnya seka tari baris, tabuh gong, dan sebagainya.
155 Pembelajaran dalam bentuk kelompok merupakan pengembalian “fitrah” pembelajaran mereka. Supriyono (2000: 269) berpendapat bahwa belajar dalam bentuk kelompok merupakan satuan pendidikan yang bersifat indigenous (asli), yang timbul sebagai kesepakatan bersama para warga belajar untuk saling membelajarkan secara sendiri maupun dengan mengundang narasumber dari luar kelompok mereka. Lebih lanjut Anwar (2003: 436) berpendapat bahwa model pembelajaran dalam kelompok merupakan satuan pendidikan paling demokratis, di mana keputusan, proses, dan pengelolaan belajar bersifat dari, oleh, dan untuk anggota belajar. Berdasarkan pertimbangan ini, maka upaya mengorganisasi diri mereka sendiri dalam wadah kelompok merupakan “refungsi” kelompok belajar fenomena sebelumnya (natural fenomena). 3. Peran guru sains sebagai penegosiasi Da1am proses pembelajaran sains, guru memegang peranan sentral sebagai “penegosiasi” sains Barat (budaya Barat) dan sains asli sebagai budaya loka1 dengan siswa-siswanya. Guru membuat keputusan-keputusan pedagogi berlandaskan pengetahuan praktis di mana guru harus mampu mengintegrasikan secara holistik prinsip-prinsip yang sarat dengan budaya, nilai-nilai, dan pandangan tentang alam semesta (worldview). Guru da1am proses renegosiasi harus “cerdas” dan “arif‟, Snively & Corsiglia (2001) dan George (2001) mengidentifikasi peran guru sains dalam proses negosiasi yaitu : (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikiranya, untuk mengakomodasi konsep-konsep atau keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar pada sains asli (budaya), (2) menyajikan kepada siswa contoh-contoh keganjilan (discrepant events) yang sebenamya hal biasa menurut konsep-konsep sains Barat, (3) berperan untuk mengidentifikasi batas budaya yang akan di1ewatkan serta menuntun siswa melintasi batas budaya, sehingga membuat masuk akal bila terjadi konflik budaya yang
156 muncu1, (4) mendorong siswa untuk aktif bertanya, dan (5) memotivasi siswa agar menyadari akan pengaruh positif dan neoatif sains Barat dan tekno1ogi bagi kehidupan dalam dunianya (bukan pada kontribusi sains Barat dan teknologi untuk menjadikan mono-kultura1 dari elit yang memiliki hak istimewa). Sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru dianjurkan untuk memilih konsep-konsep atau topik-topik sains yang menarik yang ada hubungannya dengan lingkungan sosial budaya setempat. Topik-topik ini dapat diperoleh melalui identifikasi sains asli yang ada di sekitar sekolah, baik melalui nara sumber maupun melalui observasi artifact budaya yang ada di lingkungan sekolah yang berhubugan dengan sains yang dipelajari di sekolah. Setelah topik dipilih, maka siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil yang akan melakukan penyelidikan atau diskusi. 4. Penutup Pembelajaran sains perlu diupayakan agar ada keseimbangan/keharmonisan antara pengetahuan sains itu sendiri dengan penanaman sikap-sikap ilmiah, serta nilai-nilai kearifan yang ada dalam sains itu sendiri. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya siswa perlu mendapat perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di sekolah karena di dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan sains akan betulbetul bermanfaat bagi siswa itu sendiri dan bagi masyarakat luas. Kurikulum hendaknya memperhatikan dan peduli terhadap sistem sosial budaya yang berkembang dan berlaku di suatu masyarakat. Demikian juga pengembangan kurikulum sans/IPA perlu pengintegrasian muatan etnosains agar proses pembelajaran siswa menjadi bermakna dan kontekstual.
157 Daftar Pustaka Aikenhead, G & O.J. Jegede, 1999. Cross-Cultural Science Education: A Cognitive Explanation of a Cultural Phenomenon. Joumal of Research in Science Teaching. Vol 36, pp. 269-287. Baker, D. & Taylor, 1995. The effect of culture on the learning of science in non-western countries: the result of and integrated research review. Intenational Journal of Science Education (16), 1- 16. Costa,V.B. 1995. When science is “Another World”: Relationships between Worlds of Family, Friends, School, and Science. Science Education. 79(3). 313-333. Cobern,W.W. & Aikenhead, G. S. 1996. Cultural Aspects of Learning Science. SLCSP Working paper #121.http://www.wmich.edu/slcsp.121.htmlJune 2002. Cobern.W.W. 1994. Traditional Culture alld Science Education ill Africa: Merely Language Games? A Paper Presented at the Meeting for “Traditional Culture, Science and Technology, and Development: Toward, New Literacy for Science and Technology, Tokyo, Japan, 28 September 1996. DePorter,B, M.Reardon, and S.Sanger-Nourie. 2000. Quantum Teaching. Alih Bahasa Ary Ni1andari. Bandung: Penerbit Kaifa. Depdiknas. 2001. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Jakarta: Tim Broad Based Education Depdiknas. Driver, R. 1990. Contructivist approach to science teaching. Paper presented at the seminar series Contructivism in Education, University og Georgia. Eiford,H. 1993. Relevant Education : The cultural Dimentions. Papua New Guinea Journal of Education, 29(1), 9-19. George,C. 1991. School Science and etnoscience. Journal of science of mathematics Education in South East Asia, 24(2), 27-36.
158 Ibrahim, 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Jalal, F & Supriadi, D. 2001. Eds. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Jegede, O.J & P.A. Okebukola. 1989. Influence of Socio-Cultural Factor on Secondary Students‟ Attitude toward Science. Research in Science Education. 19. 155-164. Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching Learning. California: Corwin Press. Lucas, B.K 1998. Some Coutionary Notes About Employing the Socio-Cultural Environmental Scale in Different Cultural Contexts. Journal of Research and Mathematics Education in SE Asia. 21 (2). Maddock, M. N. 1981. Science Education : An Antropological Viewpoint. Studies in Science Education. 8. 1-26. MacIvor, M. 1995. Redefining Science Education for Aboriginal Students. In, M. Battiste & J. Barnlan (editors). Canada: The Circle Unfolds. Moore, Henrietta L., 1998. Feminisme Dan Antropologi (Penerjemah: Tim Proyek Studi Jender dan Pembangunan FISIP UI). Jakarta: Penerbit Obor. Ogawa,M. (2002). Science as the Culture of Scientist: How to Cope with Scientism ? http://sce6938-01.fsll.edu/ogawa.html. Ogunniyi,M.B. et al 1998. Nature of World view Presupposition among Science Teacher in Bostwana, Indonesia, Japan, Nigeria, and the Philippines. Journal of Research in Science Teaching. 33(8). P. 817-831. Snively, G & Corsiglia. 2001. Discovering Indigenous Science: Implications for Science Education. Science Education.Vol 85 (1).Pp.7-34. Spradley, L.P. 2001, The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart, and Wiston. Shumba, O. 1999. Relationship between secondary science teachers orientation of traditional culture on beliefs
159 concerning science instructional of ideology. Journal Of Research in Science Theaching, 26 (3) 333-335. Stanley,W.B & N.W. Brickhouse. 2001. The Multicultural Question Revisited. Science Education. Vol 85 (I).Pp.35-48. Wahyudi. 2003. Tinjauan Aspek Budaya Pada Pembelajaran IPA: Pentingnya Kurikulum IP A Berbasis Kebudayaan Lokal. http://w\III\III.depdiknasgo.id\jurnal\40\ editoriaI40.htm.
160 PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI AKADEMIK DI SD NEGERI No. 071122 TELUK DALAM, KABUPATEN NIAS SELATAN Oleh : Alsiah Saruma Abstrak Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan untk mengetahui pengaruh supervisi akademik dalam meningkatkan kinerja guru SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Subyek penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 6 orang guru yang terdiri dari 2 orang guru laki-laki dan 4 orang guru perempuan. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dengan dua siklus yaitu siklus I dan II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi akademik dapat meningkatkan kinerja guru pada aspek penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Supervisi akademik dapat meningkatkan motivasi guru pada aspek penilaian. Supervisi akademik dapat meningkakan aktifitas kinerja guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Kata kunci : kinerja guru dan supervisi akademik 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Guru dipandang oleh masyarakat adalah sebagai orang yang serba bisa, mumpuni dibidang apa saja, oleh karena itu guru harus mampu menunjukkan cara pandang atau berfikir cerdas, berkepribadian mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku jujur, dan memiliki rasa sosial yang nyata. Pada dasarnya peran guru adalah sebagai penentu keberhasilan. Seperti apa yang disampaikan oleh Robert L. Mathis dan John H Jackson (2011) “Sumber daya manusia dipandang semakin besar peranannya bagi kesuksesan organisasi, maka banyak organisasi kini
161 menyadari bahwa unsur manusia dalam organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing”. Pada lembaga pendidikan kualitas atau mutu sekolah tidak hanya dipandang dari output atau hasil pembelajaran, tetapi juga dilihat dari proses dan input sehingga kapan saja kinerja yang terlibat didalamnya selalu dimonitoring dan dievaluasi, namun kenyataannya kinerja pada lembaga pendidikan masih dipandang belum maksimal untuk dapat menunjukkan kinerja yang baik. Pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai strategi, termasuk pemberian tunjangan sertifikasi terhadap guru. Pemberian tunjangan sertifikasi tersebut terkandung makna peningkatan mutu pendidikan dan juga kesejahteraan bagi guru karena guru merupakan komponen sumberdaya manusia yang sangat penting dalam pembelajaran. Seperti yang disampaikan Tilaar (2009) “guru merupakan komponen sumber daya manusia yang memiliki peranan sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar dan pendidikan secara umum di sekolah. Sangat besar peranan guru tersebut dapat ditunjukkan melalui kinerjanya”. Pendapat yang sama juga disampaikan Usman (2002) menyatakan bahwa upaya peningkatan profesionalisme dan kinerja guru perlu terus dilakukan karena guru adalah sumber daya manusia utama yang merupakan komponen strategis yang memiliki peran sangat penting dalam menentukan gerak maju kehidupan suatu bangsa, bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen lain manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu hingga sekarang. Berdasarkan pendapat di atas, maka peningkatan kinerja guru merupakan variabel yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama kepala sekolah sebagai atasan langsung dan pengawas sekolah yang bertugas melakukan
162 pembinaan dan penilaian melalui supervisi akademik di sekolah binaannya. Harapan semua pihak guru seharusnya senantiasa berupaya memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya sehingga pembelajaran yang dilakukannya menarik, efektif, menyenangkan, dan mengaktifkan siswa. Selain itu guru juga harus mengetahui kewajibannya sebagai pendidik seperti yang diuraikan pada UU No 20 Tahun 2003 Pasal 40 (2) yaitu (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, (3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan. Kenyataannya berdasarkan hasil supervisi kunjungan kelas oleh kepala sekolah , menyatakan lebih 60% guru pada umumnya belum melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan harapan. Mereka belum memahami bagaimana membuat sendiri silabus dan RPP dengan benar. Silabus dan RPP yang mereka miliki pada umumnya hasil copypaste (menyalin tanpa perbaikan), bahkan fotocopy dari model RPP dan silabus sekolah lain yang ditandai dengan adanya nama sekolahnya tidak sesuai dengan sekolah tempat tugas. Hasil supervisi kepala sekolah 72% RPP yang dibuat guru menggunakan copypaste yang dapat diamati lewat RPP yang dibuatnya tidak ada perubahanperubahan dari tahun ke tahun. Pelaksanaan pembelajaran belum memanfaatkan alat dan media pembelajaran yang tersedia di sekolah. Mereka masih menggunakan “medikem” dan metode ceramah yang konvensional. Mereka juga belum menunjukkan adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam meningkatkan mutu PBM-nya melalui penggunaan alat dan media pembelajaran sehingga proses pembelajaran yang mereka lakukan masih jauh dari standar yang diharapkan. Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Sumatera Utara dengan kinerja guru yang masih
163 tergolong kurang baik. Penulis ingin meningkatkan kinerja guru melalui kegiatan supervisi akademik yang dilakukan di SD 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Dari hasil observasi di lapangan masih banyak guru yang kurang terampil menggunakan media dan metode yang variatif sehingga suasana pembelajaran tidak menarik dan akibatnya siswa menjadi pasif serta kurang semangat dalam belajar. Selain itu, ada juga guru yang beranggapan bahwa tugas melaksanakan proses pembelajaran itu pekerjaan rutin sehingga tidak perlu membuat silabus dan perencanaan pembelajaran terlebih dahulu. Anggapan keliru seperti ini harus segera diluruskan melalui pembinaan kepala sekolah melalui supervisi akademik sehingga pelaksanaan pembelajaran akan terarah atau terprogram dan terlaksana sesuai standar proses. Anggapan di atas muncul karena supervisi dipahami sebagai suatu pengawasan yang bukan bersifat membantu, melayani atau menolong guru-guru agar dapat mengatasi hambatannya untuk bias bekerja lebih baik, melainkan untuk menemukan penyimpangan dan kesalahan yang pada akhirnya hasil yang diharapkan tidak efektif. Untuk itu penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan untk mengetahui pengaruh supervisi akademik dalam meningkatkan kinerja guru SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. 1.3. Metode Penelitian Subyek penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 6 orang guru yang terdiri dari 2 orang guru laki-laki dan 4 orang guru perempuan. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dengan dua siklus yaitu siklus I dan II.
164 Prosedur penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap, yaitu merencanakan (planning), melakukan tindakan (acting), mengamati (observasing), dan refleksi (reflecting). Penelitian ini dilaksanakan melalui 3 tahapan, yaitu (1) Perencanaan, yang meliputi pembuatan rancangan penelitian untuk dikonsultasikan kepada pembimbing, (2) Pelaksanaan penelitian dengan 2 siklus, dan (3) Penyusunan. Teknik dan pengambilan dan pengumpulan data pada penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dengan cara berikut ini : a. Metode pemberian tugas atau tes. Data prestasi diperoleh dengan memberikan tes sebagai alat evaluasi kepada guru. Tes atau tugas individu ini diberikan pada siklus I dan siklus II; b. Metode angket. Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh informasi tentang masalah yang dihadapi guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran; c. Metode dokumentasi dilaksanakan dengan mencatat dan mengabadikan kegiatan guru dalam penyususnan RPP, hasil evaluasi pembelajaran, program perbaikan dan pengayaan serta pengembangan profesi guru yang meliputi: pembuatan media pembelajaran, menyusun modul,menulis artikel dan mengadakan penelitian tindakan kelas. 2. Uraian Teoritis 2.1. Supervisi Akademik a. Pengertian Supervisi Akademik Burton dan Bruckner (dalam Poerwanto, 2010) mengembangkan definisi sebagai berikut : “Supervisi merupakan pelayanan yang bertujuan untuk mempelajari dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak”. Achesondan Gall (dalam Poerwanto, 2010) merumuskan bahwa. “Supervisi merupakan bantuan kepada guru untuk memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar yang ideal”. Sedangkan Alfonso dan kawan-kawan (1981) mengemukakan: “Supervisi
165 pengajaran adalah perbuatan yang secara langsung mempengaruhi perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar dan melalui pengaruhnya tersebut bertujuan untuk mempertinggi kualitas belajar murid demi pencapaian tujuan organisasi (sekolah)”. Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli maka di simpulkan bahwa supervisi pengajaran merupakan usaha atau kegiatan pemberian dan bimbingan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mengajarnya. Dikaitkan dengan kegiatan akademik, supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1995). Sementara itu, Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 2003). b. Tujuan Supervisi Akademik Secara umum tujuan supervisi pengajaran adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan belajar-mengajar; 2) mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan; 3) menjamin agar kegiatan
166 sekolalah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan diperoleh hasil yang optimal; 4) menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya; dan 5) memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kekilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan dan penyimpangan yang lebih jauh (Suprihatin, 1989). Supandi (1996), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan, yaitu : Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Menurut Alfonso, Firth dan Neville (1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.. Menurut Alfonso, Firth dan Neville (1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu berfungsi mencapai multitujuan. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Alfonso, Firth dan Neville (1981) mengemukakan bahwa perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik,
167 supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip supervisi akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah. Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Menurut Neagley (2008) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya. Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini
168 menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya. 2.2. Kinerja Guru dalam Pembelajaran Menurut Simamora (2004), kinerja diartikan sebagai tingkat pencapaian standar pekerjaan. Pengertian lain mengenai kinerja dikemukakan oleh Dwiyanto (dalam Sulistiyani, 2004) yang mengemukakan bahwa kinerja tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, melainkan juga efektivitas pelayanan. Kinerja pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Lebih lanjut, Hidayat sebagaimana dikutip oleh Sulistiyani (2004) menegaskan bahwa kinerja secara filosofis mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Jadi dalam pengertian filosofisnya, kinerja adalah sikap mental manusia untuk membuat hari esok lebih baik daripada sekarang, dan membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai berikut; (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi kerja yang diperlihatkan (KBBI, 2006). Dessler (2013) mendefinisikan bahwa kinerja adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja seseorang. Kerja merupakan kebutuhan seseorang. Kebutuhan tersebut bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan sering tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapainya dan orang tersebut berharap
169 dengan melakukan pekerjaan yang akan membawa ke dalam keadaan yang lebih baik dan memuaskan. Sanusi (2011), kinerja guru sebagai pengajar mencakup tiga kemampuan, meliputi: (1) Kemampuan profesional, terdiri dari menguasai materi pelajaran, penguasaan dan penghayatan atas landasan kependidikan dan keguruan serta penguasaan terhadap proses-proses pendidikan keguruan dan pembelajaran siswa, (2) Kemampuan sosial yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tujuan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu menjalankan tugas sebagai guru, dan (3) Kemampuan personal yang meliputi: penampilan yang positif terhadap situasi, pemahaman, dan penghayatan nilai-nilai guru dalam setiap penampilan agar menjadi panutan siswa. Natawijaya (2014) kinerja guru meliputi aspek-aspek: (1) Kemampuan profesional dalam proses belajar mengajar, (2) Kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar, dan (3) Kemampuan pribadi dalam proses belajar mengajar. Kemampuan profesional dalam proses belajar mengajar mencakup aspek: (a) penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep keilmuan dari bahan yang diajarkan itu, (b) kemampuan mengelola program belajar mengajar, (c) kemampuan mengelola kelas, (d) kemampuan mengelola dan menggunakan media dan sumber belajar, dan (e) kemampuan menilai prestasi belajar mengajar. Kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar meliputi: (a) terampilan berkomunikasi dengan siswa, (b) bersikap simpatik, (c) dapat bekerja sama dengan komite sekolah, (d) pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendamping. Kemampuan pribadi dalam proses belajar mengajar meliputi: (a) kemampuan dan integrasi pribadi, (b) peka terhadap perubahan dan pembaharuan, (c) berfikir alternative, (d) adil, jujur, dan obyektif, (e) disiplin dalam melaksanakan tugas, (f) berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya, (g) simpatik dan menarik, luwes, bijaksana, dan sederhana dalam bertindak, (h) kreteria, dan (i) berwibawa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja guru adalah prestasi kinerja
170 guru dalam melaksanakan tugasnya melakukan proses belajar mengajar (PBM) yang berlandaskan sejumlah kemampuan/ kompetensi yang harus dimilikinya (pengetahuan ketrampilan, sikap dan kepribadian yang positif) serta dilandasi pula jiwa pengabdian dan tanggung jawab yang tinggi. Dari pengertian di atas nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga pendidik termasuk Guru nampak menunjukan konsern yang makin meningkat, sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada tambahan imbalan jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Standar kinerja guru, menurut SK MENDIKBUD Nomor 025/0/1995 menyebutkan bahwa standar prestasi kerja guru adalah minimal yang wajib dilakukan oleh guru dalam kegiatan proses belajar mengajar atau bimbingan. Standar prestasi kerja guru tersebut meliputi lima aspek, yaitu: a) penyusunan program pembelajaran, b) pelaksanaan program pembelajaran, c) pelaksanaan evaluasi, d) analisis evaluasi, dan e) pelaksanaan perbaikan dan pengayaan. Hal ini sejalan dengan UU No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut: 1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 4) menjunjung tinggi peraturan perundang-
171 undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian Secara keseluruhan bahwa proses penelitian telah dilakukan secara bertahap dari siklus I dan siklus II. Perkembangan yang dicapai telah menunjukkan hasil yang sangat signifikan, baik yang berhubungan dengan aktivitas guru maupun aktivitas siswa. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran sangat dinamis dan senantiasa berusaha untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi, baik yang dialami guru maupun siswa. Untuk aktivitas kinerja guru dalam mengajar yang dilakukan oleh guru mengalami perubahan yang sangat signifikan dirasakan dari kualitas pembelajaran dari cukup menjadi baik dan akhirnya menjadi baik sekali, ini berdasarkan prosentase yang terus berkembang dari pengamatan pembelajaran. Kinerja guru-guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan sebelum Siklus dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kinerja Guru SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan Sebelum Siklus No
Pernyataan
1 Rekap Kuesioner Guru 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 PelaksanaanPembelajaran 4 Pelaksanaan Evaluasi 5 Pelaksanaan Perbaikan 6 Pelaksanaan Pengayaan 7 Nilai Kinerja Guru Rata-Rata
Pra Siklus Sangat Baik Cukup Kurang Buruk Jumlah Baik Baik 16,67 33,33 50 100 16,67 33,33 50 100 -
16,67 33,33 16,67 16,67 16,67 19,05
16,67 33,33 33,33 33,33 16,67 28,57
66,67 33,33 50 50 66,67 52,38
-
100 100 100 100 100
172 Tabel 2. Kinerja Guru SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan pada Siklus I No
Pernyataan
1 Rekap Kuesioner Guru 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 PelaksanaanPembelajaran 4 Pelaksanaan Evaluasi 5 Pelaksanaan Perbaikan 6 Pelaksanaan Pengayaan 7 Nilai Kinerja Guru Rata-Rata
Pra Siklus Sangat Baik Cukup Kurang Buruk Jumlah Baik Baik 33,33 33,33 33,33 100 33,33 33,33 33,33 100 -
33,33 33,33 33,33 33,33 16,67 30,95
16,67 50,00 50,00 33,33 33,33 35,71
50 16,67 16,67 33,33 33,33 30,95
-
100 100 100 100 100
Tabel 3. Kinerja Guru SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan pada Siklus II No
Pernyataan
1 Rekap Kuesioner Guru 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 PelaksanaanPembelajaran 4 Pelaksanaan Evaluasi 5 Pelaksanaan Perbaikan 6 Pelaksanaan Pengayaan 7 Nilai Kinerja Guru Rata-Rata
Pra Siklus Sangat Baik Cukup Kurang Buruk Jumlah Baik Baik 16,67 33,33 33,33 16,67 100 16,67 33,33 33,33 16,67 100 16,67 16,67 16,67 33,33 16,67
50,00 33,33 50,00 33,33 33,33 38,09
50,00 33,33 16,67 33,33 16,67 30,95
4,76
-
100 100 100 100 100
Dari Tabel 1, 2 dan 3 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kinerja guru setelah siklus I. Terjadi peningkatan kinerja guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan dengan kategori kinerja ”baik” dari 19,05 % menjadi 30,95 %. Artinya terjadi peningkatan kinerja guru sebesar 11,90 %. Terjadi peningkatan kinerja guru dengan kategori ”cukup” dari
173 28,57 % menjadi 35,71 %. Artinya terjadi peningkatan kinerja sebesar 7,14 %. Setelah siklus II, terjadi peningkatan kinerja guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan dengan kategori kinerja sangat baik sebesar 16,67 %. Artinya terjadi peningkatan kinerja guru dari baik menjadi sangat baik sebesar 16,67 %. Terjadi peningkatan kinerja guru dengan kategori ”baik” dari 35,71 % menjadi 38,09 %. Artinya terjadi peningkatan kinerja guru dengan kateogori ”baik” sebesar 2,38%. Setelah adanya supervisi akademik maka terjadi peningkatan kinerja guru menjadi lebih baik, dimana semakin banyak guru yang memiliki kinerja sangat baik dan baik, dan semakin berkurangnya guru dengan kinerja yang cukup dan kurang baik. 3.2. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya supervisi akademik akan meningkatkan kinerja guru. Hal ini disebabkan dengan adanya supervisi akademik membuat guru lebih mengetahui tentang pelaksanaan pembelajaran, bagaimana melakukan evaluasi pembelajaran dan melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran. Dengan mengetahui permasalahan dan pembelajaran dan memperbaiki proses pelaksanaannya menjadikan kinerja guru semakin baik, karena proses pembelajaran yang dilakukan menjadi berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah khususnya di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yangbersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitusikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman danditerima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif.
174 Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yangberada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan kinerja guru perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Kinerja Guru memerlukan keterlibatan seluruh komponen pendidikan (teman sejawat, kepala sekolah, masyarakat, komite sekolah, dewan pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pembinaan secara berkesinambungan melalui supervisi akademik. Implementasi kemampuan professional kinerja guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khususnya bidang pendidikan. Kemampuan profesional kinerja guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi pembelajaran pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro. Salah satu upaya peningkatan profesional kinerja guru adalah melalui supervisi akademik. Pelaksanaan supervisi akademik perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan instrument supervisi akademik yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerjasekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar instrument observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), Implementasi kemampuan professional mutu kinerja guru mengisyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory (pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya. Supervisi akademik yang terencana, sistimatik, terarah dan berkesinambungan diharapkan dapat mewujudkan kondisi ideal dimana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan
175 sejalan diberlakukannya otonomi daerah. Perwujudan tujuan tersebut bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Dan tentunya peranan kepala sekolah sebagai supervisor di sekolah tempat tugasnya harus lah dimaksimalisasikan. Sebab pencapaian kinerja guru yang professional memiliki keterkaitan dengan berbagai komponen pendidikan yang sangat menentukan dalam implementasi mutu kinerja guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran 4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan 1. Supervisi akademik dapat meningkatkan kinerja guru pada aspek penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. 2. Supervisi akademik dapat meningkatkan motivasi guru pada aspek penilaian; 3. Supervisi akademik dapat meningkakan aktifitas kinerja guru di SD Negeri 071122 Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. 4.2. Saran 1. Kepala sekolah Supervisi akademik merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam menyelesaikan administrasi terutama dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang standar, oleh karena itu kepala sekolah hendaknya melakukan pembinaan secara kontinyu. 2. Pengawas Hendaknya mau menerapkan supervisi akademik dalam melaksanakan supervisi di sekolah-sekolah guna meningkatkan kemampuan guru terutama dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
176 Daftar Pustaka Alfonso, RJ., Firth GR dan Neville, R.F. 1981. Instructional Supervsion, A Behaviour Sysytem. Boston: Allynand Bacon Inc. Daresh. 1989. Supervison as Approactive Process. New Jersey: Longman. Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Supervisi Pendidikan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Menengah Pertama. Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc. Lovell, J. T., Wiles, K. 2012, Supervsion for Batter Scohool Englewood Cliffts, NJ : Prentice-Hall-INC. Mantja, Willem. 2010. Bahan Ajar Model Peningkatan Mutu Supervisi Pendidikan. Malang : PPS Manajemen Pendidikan UM. Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Dalam konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Natawidjaja, R. 2004. Profesionalisasi Guru. Makalah pada Seminar Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : FPS. Neagley, Gwynn 2008. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead & Company. Olivia, Peter F. 2004. Supervision for Todays Schools. New York & London : Longman. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/2010, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Pidarta, Made. 2012. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Poerwanto, Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Karya Robert L. Mathis dan H. Jackson, John., 2011. Human Resource Management (edisi 10). Jakarta : Salemba Empat. Sergiovanni, T.J. 2003. The Principhalship: A Reflective Practice Perspective, Boston: Allyn and Bacon.
177 Simamora Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 3, Cetakan 1, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta. Suhertian, Piet A. 2010. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta. Sulistiyani, Ambar Teguh & Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori dan pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu. Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemeo Agama Universitas Terbuka. Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidilcan, Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Selcolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press. Tilaar, H.A.R. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan: Kajian Menejemen Pendidikan. Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rinika Cipta.
178 SEKILAS TENTANG PENULIS
1. Uswatul Hasan, S.Pi, M.Si - Dosen Universitas Dharmawangsa 2. Dr. Muhammad Citra Ramadhan, SH, MH - Dosen Universitas Dharmawangsa 3. Ir. Budiman Siregar, M.Pd - Dosen Universitas Dharmawangsa 4. Ahmad Taufiq Harahap, SE, MM - Dosen Universitas Dharmawangsa 5. Muya Syaroh Iwanda Lubis, M.I.Kom & Dina Octavia, M.I.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa & Dosen Politeknik Unggul LP3M Medan 6. Buyung Solihin Hasugian, S.Kom, M.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa 7. Zulham, S.Kom, M.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa 8. J. Prayoga, S.Kom, M.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa 9. Ibnu Rosydi, S.Kom, M.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa
179 10. Tajrin, S.Kom, M.Kom - Dosen Universitas Dharmawangsa 11. Agnes Renostini Harefa, S.Si, M.Pd - Dosen Tetap IKIP Gunung Sitoli 12. Alsiah Saruma, S.Pd., SD - Pengawas Sekolah Sekolah TK, SD Kabupaten Nias Selatan
180
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL MAJALAH ILMIAH WARTA DHARMAWANGSA UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
1. Karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk : Karya ilmiah hasil penelitian Sistimatika penulisan : - Judul - Abstraksi dan disertai dengan kata kunci - Pendahuluan - Materi dan metode - Hasil pembahasan - Kesimpulan atau ringkasan - Daftar pustaka - Sekilas tentang penulis Karya ilmiah konseptual (non penelitian). Sistimatika penulisan : - Judul - Abstraksi dan disertai dengan kata kunci - Pendahuluan - Bagian inti atau permasalahan - Kesimpulan atau ringkasan - Daftar pustaka - Sekilas tentang penulis 2. Bahasa artikel bersifat ilmiah dapat disampaikan dengan menggunakan : - Bahasa Indonesia - Bahasa Inggris - Bahasa Arab
181
3. Spesifikasi penulisan sebagai berikut : - Ukuran kertas kwarto - Ketikan 2 spasi - Jumlah halaman minimal 15 halaman - Tulisan yang memuat gambar/skema, memakai ukuran kertas/paper size : 6,5 x 8,5. - Sofware : Microsoft Word - File artikel di copy ke dalam CD – R dan print out. 4. Alamat pengiriman artikel : Redaksi Majalah Ilmiah Warta Dharmawangsa Universitas Dharmawangsa Jln. K.L.Yos Sudarso No 224 Medan Telp. 061- 6613783 Fax. 061- 6615190. http ://www.dharmawangsa.ac.id E-mail :
[email protected]