1
LAPORAN HASIL AKHIR PENELITIAN
INTERAKSI SOSIAL MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL (Perspektif PKn dalam Studi Kasus di SMK Negeri Kota Tangerang Selatan)
Oleh : Subarto NIDN: 0405016703
Nomor Kontrak: 01/45/SPKP/LPPM/UNPAM/IV/2014
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN ASYARAKAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAMULANG
2014
2
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN PROGRAM PENELITIAN KEGIATAN SATU BIDANG/LINIER/SEJENIS/SEARAH Judul
: Interaksi Sosial Membentuk Perilaku Prososial (Perspektif PKn dalam Studi Kasus di SMK Negeri Kota Tangerang Selatan)
Peneliti Utama Nama Jenis Kelamin NIDN Jabatan Akademik Prodi/Fakultas/Pusat Penelitian Alamat Kantor Alamat Rumah Pusat Penelitian Lokasi Penelitian Alamat
: Drs. Subarto, M.Pd : Laki-laki : 0405016703 : Asisten Ahli : PPKn/KIP/LPPM UNPAM :Jl. Surya Kencana No. 1 PamulangTangerang Selatan : Vila Dago, Alam Asri 3 Blok J 8 No. 2324 Pamulang- Tangerang Selatan : SMK Negeri se Kota Tangerang Selatan : 1. SMKN 1, Jl.Ciater Kec. Serpong 2. SMKN 2, Jl.Raya Pondok Aren No.52 3. SMKN 3, Jl.Raya Puspitek Ds. Setu 4. SMKN 4, Jl.sumatra Gg. Masjid AlHuda Rt/Rw.001/017 Ds.Rawa Lele Jombang 5.SMKN 5, Jl.Cicentang Rt/Rw.04/02 Kel. Rawa Buntu
Jangka Waktu Penelitian Biaya yang diusulkan Sumber Dana
: Enam ( 6 ) Bulan : Rp. 7.000.000,-. (Tujuh juta rupiah) : Yayasan Sasmita Jaya
Tangerang Selatan, 30 September 2014 Peneliti, Drs.Subarto, M.Pd NIDN: 0405016703 Dekan FKIP Dr. H. Rasmadi, M.Pd NIDN: 0417045302
Ketua LPPM Dr. Oksidelfa Yanto, SH, MH NIDN: 0423107002
3
ABSTRAK
Subarto. Interaksi Sosial Membentuk Perilaku Prososial (Perspektif PKn dalam Studi Kasus di SMK Negeri Kota Tangerang Selatan). Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Pamulang 2014. Penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik SMK Negeri se Kota Tangerang Selatan tahun 2014. Populasi target dalam penelitian ini adalah 3110 peserta didik sedangkan populasi terjangkau adalah sebanyak 1159 peserta didik kelas XI yang berasal dari lima SMK Negeri tersebut. Pengambilan sampel menggunakan rumus solvin sebanyak 92 peserta didik yang diambil secara random sampling sederhana. Ada (2) dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini , yaitu interaksi sosial peserta didik ( X ) dan perilaku prososial peserta didik ( Y ), metode pengambilan data ke dua variabel yaitu menggunakan angket (kuesioner) model skala Likert. Sebelum digunakan untuk mengambil data responden dilakukan terlebih dahulu uji coba validitas dan reabilitas yang berguna untuk mengetahui kesasihan instrumen validitas. Uji persyaratan analisis dilakukan dengan uji normalitas. Uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors. Dari hasil perhitungan bahwa data berdistribusi normal hal ini dapat dilihat dari Lhitung (0,1005 dan 0,0892) < Ltabel (0,1009). Dilanjutkan ke dalam Uji Linieritas antara Variabel X dan Variabel Y diperoleh hasil Ftabel (21,54) = 1,93 dan Fhitung sebesar 0,99 maka Fhitung < Ftabel 0,99 < 1,93 adalah Linier. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik termasuk ke dalam kategori yang kuat karena rhitung 0,751 dan jika dikonsultasikan pada nilai rtabel 0,70-0,90 dan memiliki koefisien determinasi sebesar 56,4%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik SMK Negeri se Kota Tangerang Selatan.
Kata Kunci : interaksi Sosial dan Perilaku Prososial
4
KATA PENGANTAR Kecintaan dan rasa syukur kami suarakan dari hati terdalam hanya untuk Allah SWT, karena curahan kasih dan sayangNya. Alhamdulillah selesai sudah salah tugas dan fungsi kami sebagai dosen, yaitu penelitian yang telah kami lakukan selama 6 bulan penuh. Tentu saja dalam kesempatan yang baik ini tak luput kami sampaikan terima kasih yang terucap untuk: 1. Bapak Drs. H. Darsono, selaku ketua Yayasan Sasmita Jaya yang telah memberikan fasilitas bagi saya untuk melaksanakan penelitian ini. 2. Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, M.M, Selaku Rektor Universitas Pamulang. 3. Bapak Dr. H. Rasmadi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan . 4. Bapak Dr. Oksydelfa Yanto, SH, MH, selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pamulang. 5. Seluruh Staf dan Dosen Universitas Pamulang yang telah banyak membantu saya selama penelitian. 6. Bapak Drs. H. Mathoda S, M.Si, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan. 7. Bapak Kepala SMKN 1 sampai 5 Kota Tangerang Selatan beserta jajaran dewan guru. 8. Tentu saja wabil khusus untuk Istri dan Anak-anak tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, do’a, fasilitas moril dan non moril, semangat dan motivasi. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. Selanjutnya penyusun berharap semoga laporan hasil penelitian ini bermanfaat.
Kota Tangerang Selatan, 2014 Peneliti Subarto NIDN : 0405016703
5
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................
ii
ABSTRAK ................................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ...............................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
v
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Penelitian ...........................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ...................................................................
8
D. Perumusan Masalah .....................................................................
9
E. Tujuandan Manfaat......................................................................
9
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................. 10 A. Deskripsi Teoritis ........................................................................ 10 B. Kerangka Berpikir ....................................................................... 49 C. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 52
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 35 A. Tujuan Penelitian ......................................................................... 54 B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 54 C. Metode Penelitian ........................................................................ 54 D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 55 E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 57
6
F. Instrumen Penelitian .................................................................... 58 1. Penyusunan Butir Kuesioner .................................................. 59 2. Hasil Uji Coba ........................................................................ 60 G. Teknik Analisa Data .................................................................... 61 1. Pengorganisasian Data ............................................................ 61 2. Hipotesis Statistik ................................................................... 62 3. Uji Persyaratan Analisis ......................................................... 62 4. Analisis Data........................................................................... 64 BAB IV
HASIL PENELITIAN ....................................................................... 66 A. Deskripsi Data ............................................................................. 66 1. Deskripsi Data Interaksi Sosial ............................................. 66 2. Deskripsi Data Perilaku Prososial ......................................... 67 B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................... 69 1.
Pengujiani Normalitas .......................................................... 69
2.
Pengujian Linieritas.............................................................. 69
3. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 70 4. Interpretasi Hasil Penelitian ........................................................ 71 5. Kesimpulan Pengujian Hipotesis................................................. 71 6. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 72 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73 A. Kesimpulan .................................................................................. 73 B. Implikasi ...................................................................................... 73 C. Saran ............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 106
7
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan dalam upaya untuk menumbuh kembangkan sumber daya manusia melalui proses kegiatan pembelajaran. Sekolah adalah salah satu sarana dan prasarana yang tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam upaya membangun kepribadian dan karakter dari setiap individu yang terlibat di dalam dengan lingkup pendidikan yang lebih terukur dan terarah secara luas dan mendalam sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 “menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertangggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dari apa yang diamanatkan Undang-Undang Sisdiknas terlihat jelas bahwa tujuan pendidikan adalah bagaimana menghasilkan manusia Indonesia yang utuh dalam hal ini bagaimana sekolah sebagai satuan pendidikan harus mampu mentranfer sekaligus membentuk nilai-nilai sikap (afektif), nilai-nilai pengetahuan (kognitif),dan nilai-nilai keterampilan (psikomotorik). Berkaitan hal tersebut, maka sebagai tolak ukur keberhasilan, dari tercapainya tujuan Pendidikan Nasional, dapat dilihat dari keberhasilan peserta didik pada setiap jenjang pendidikan yang dilaluinya, disamping itu adanya perubahan aspek perilaku peserta didik. Perubahan aspek perilaku peserta didik biasanya 1
8
ditandai dengan ada kemandirian, tanggungjawab, peka terhadap lingkungan, dan mampu mewujudkan ke dalam hal-hal yang lebih baik di dalam kepribadiannya. Dalam upaya pemebentukan kepribadian peserta didik, peran pendidikan kewarganegaraan yang diberikan dan diajarkan di seluruh satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi sangatlah penting dan diharapkan secara visi mampu mewujudkan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa ( nation and character building ) dan pemberdayaan warga negara. Begitu pula halnya secara misi diharapkan mampu mengimplentasikan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan pendidikan demokratis yang secara psiko-pedagogis dan sosio-andragogis berfungsi mengembangkan tiga karakteristik pokok warga negara yang demokratis, yaitu terbentunya kecerdasan warga negara (civic intelligence), tanggung jawab warga negara (civic dispositions), dan partisipasi warga negara (civic participation). Di dalam upaya pembentukan kepribadian peserta didik, dengan adanya Pendidikan Keawarganegaraan diharapkan mampu membentengi peserta didik dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, sekaligus dapat menjadi agen sosial menuju masyarakat yang lebih berperadaban. Namun, fenomena dalam
masyarakat
memperlihatkan
bahwa
secara
umum
prestasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, terutama hal-hal yang berkaitan dengan perilaku
9
sosial. Saat ini Pendidikan Kewarganegaraan dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran yang bersifat hafalan yang diidentikkan dengan prestasi belajar. Seperti yang disampaikan Winkel (1984) mengatakan “bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya susuai dengan bobot yang dicapainya”. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: Kognitif, Afektif dan Psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. Fenomena nyata yang ada di masyarakat jelas terlihat bahwa penekanan terhadap nilai-nilai kognitif jauh lebih dominan dibandingkan nilai nilai afektif. Jadi keberhasilan itu tidak hanya terletak pada prestasi tinggi yang dicapai oleh peserta didik, akan tetapi dalam manifestasinya
juga harus
terdapat perubahan dalam segi aspek perilaku sosial. Oleh karena itu, dalam menerapkan kurikulum tiga belas terdapat kriteria penilaian kepada peserta didik yang menekankan pada aspek afektif (sikap, rasa) yang diintegrasikan pada aspek kognitif (pengetahuan) dan aspek psikomotorik (keterampilan atau perbuatan). Untuk memenuhi tujuan di atas, upaya untuk mengembangkan perilaku yang mencerminkan budaya bangsa, serta menjadi warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban maka, pemerintah menyusun suatu kurikulum yang memfokuskan pada nilai-nilai moral yang mencakup tata cara beragama, bermasyarakat, tata cara bergaul
10
serta mengetahui aspek-aspek sosial yang berhubungan dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, dan solidaritas. Masa satuan pendidikan adalah masa yang penting dimana peserta didik dapat mengembangkan atau gagal mengembangkan suatu perilaku. Tanpa model dan pengalaman yang tepat yang didapat dari proses belajar secara kognitif dan afektif dari bangku sekolah, seorang anak dapat dengan mudah bertumbuh menjadi remaja yang egois dan kasar dan kemudian menjadi orang dewasa yang sama sekali tidak menyenangkan serta tidakmampu berinteraksi sosial di dalam kehidupan masyarakat. Dengan melihat latar belakang di atas, serta untuk memenuhi tujuan Pendidikan
Nasiaonal,
maka
dibentuk
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan yang diharapkan dapat menjadi transformasi keilmuan yang bercermin dari nilai-nilai Pancasila yang menghargai bentuk dan ragam keberaneka majemukan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Baron & Byrne (2005), “bahwa perilaku prososial itu timbul atas respon yang kompleks yang meliputi komponen afektif dan kognitif” Jadi, dapat diartikan bahwa perilaku prososial yang dimanifestasikan oleh individu itu merupakan hasil pengalaman belajar yang diserap oleh individu. Oleh sebab itu seorang manusia sejak dini harus diarahkan, diajarkan, dan hal utama seorang peserta didik dapat belajar mempelajari sesuatu yang baik itu tidak hanya di dapat meleluai proses belajar secara kognitif di sekolah melainkan pula yang juga penting secara afektif dan psikomotorik, melalui contoh-contoh perbuatan baik yang terdapat dalam mata pelajaran
11
Pendidikan Kewarganegaraan seperti tolong menolang, bekerja sama, sopan santun, empati, saling menghormati, etika, dan rendah hati yang semua itu merupakan norma bangsa. Maka diharapkan seorang peserta didik akan dapat memahami perbuatan yang baik dan buruk. Ini merupakan upaya preventif untuk menekan tingkat kriminalitas. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak terlepas dari orang lain karena manusia tidak dapat hidup seorang diri sehingga selama kehidupannya manusia membutuhkan orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Fattah Hanurawan, yaitu: “bahwa manusia disamping sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai akibatnya, manusia rela bekerjasama dengan orang lain dalam mencapai tujuannya, mau menolong orang lain, bahkan terkadang berani mengambil resiko untuk menyelamatkan orang lain dan rela mengorbankan sebagian miliknya untuk orang lain”. Perilaku seperti ini merupakan perilaku sosial positif atau perilaku prososial” Meskipun perilaku prososial ditunjukkan kepada orang lain dan memiliki efek positif kepada orang lain yang menerima bantuan, namun sebenarnya bagi si pelaku sendiri atau orang yang memberikan pertolongan juga mendapatkan manfaat dari hal itu. Diperolehnya berbagai perasaan positif, yaitu perasaan berharga karena dirinya berguna bagi orang lain. Perasaan kompeten dan dapat terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak menolong. Perilaku prososial juga dapat diartikan bahwa tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Perilaku prososial itu
12
dapat berupa : menolong, bekerjasama, berempati, berbagi, menghibur, beramal, sopan santun, saling menghormati dan rendah hati. Selain perilaku sosial positif ada juga perilaku sosial yang negatif atau disebut juga perilaku anti-sosial. Derajat keinginan untuk menolong dan ditolong dapat berbeda antara satu dengan peserta didik lain. Perbedaan yang sering tampak adalah antara keinginan menolong masyarakat kota dan desa. Ukuran kota menimbulkan perbedaan perilaku prososial seseorang dalam usaha menolong orang asing yang mengalami kesulitan. Orang yang tinggal di kota-kota besar kurang memiliki rasa prososial yang tinggi dibandingkan dengan orang yang tinggal di desa-desa. Hal ini semakin menimbulkan kesenjangan sosial di masyarakat terutama di kota-kota besar, dan membuat masyarakat lebih banyak berperilaku sosial secara negatif atau perilaku anti-sosial. Perilaku negatif ini juga dapat dikatakan sebagai tingkah laku menyimpang secara sosial atau disebut sebagai diferensiasi sosial. Hal ini dikarenakan adanya diferensiasi atau perbedaan yang jelas dalam tingkah laku yang berbeda dengan ciri-ciri karakteristik umum, bertentangan dengan hukum atau melanggar peraturan, Contoh dari perilaku anti-sosial adalah tindakan kekerasan fisik terhadap orang lain, sikap tidak berperasaan , dan lain-lain. Perilaku anti-sosial sering dilakukan oleh remaja, “dimana pada fase ini remaja diartikan bahwa suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap, selain itu remaja juga rawan terpengaruh pada hal-hal yang bersifat negatif”. Oleh karana itu, gejala kenakalan atau kejahatan yang
13
muncul merupakan akibat dari proses perkembangan pribadi anak yang mengandung unsur dan usaha kedewasaan seksual, pencarian suatu identitas, adanya misi materil yang tidak terkendali dan kurang atau tidak adanya disiplin diri. Dari sinilah perilaku prososial perlu dibina sejak dini, hal ini dikarenakan perilaku prososial merupakan salah satu aspek terbentuknya sikap dan kepribadian pada remaja. Dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat remaja diharapakan memiliki budi pekerti yang luhur serta solidaritas sosial yang tinggi. Perilaku negatif yang saat ini sedang marak salah satunya adalah kenakalan atau kejahatan remaja atau biasa disebut juvenile deliquency. Kenakalan remaja merupakan masalah sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang, penyimpangan sepertinya menjadi hal yang sedang trendi, sampai-sampai remaja puteripun tak ingin ketinggalan, salah satunya seperti yang terjadi di Pati Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 2008, tersiar kabar sekelompok pelajar puteri di kecamatan Juwana, Pati, yang menamakan diri Geng Nero jum’at ditangkap Polisi, berawal dari laporan masyarakat dan beredarnya video aksi kekerasan berupa penganiayaan kepada remaja puteri, terutama yang masih SMP. Semakin tingginya tingkat kenakalan remaja di Indonesia dan di Jakarta khususnya, membuat kenakalan remaja menjadi perhatian dari banyak pihak, baik dari orangtua, dunia pendidikan, bahkan dari pemerintah. Salah satu upaya konkrit yang saat ini sedang dilaksanakan untuk mengurangi tingginya tingkat kenakalan remaja yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Dari permasalahan yang terjadi di atas jelas
14
bahwa banyak sekali kasus-kasus yang melibatkan remaja atau peserta didik, maka dari itulah perilaku prososial harus ditingkatkan dengan ikut sertaan pihak sekolah dan lingkungan keluarga sehingga dapat memberi pendidikan moral
sesuai
yang
diajarkan
dalam
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengajukan identifikasi masalah sebagai berikut: 1.
Pendidikan Kewarganegaraan belum mampu membentuk berperilaku prososial peserta didik
2.
Peserta didik yang tidak memiliki perilaku prososial akan lebih sulit mendapat dalam berinteraksi dengan pihak lain.
3.
Perilaku prososial peserta didik tidak menjamin membentuk interaksi sosial yang positif.
4.
Tidak terdapat pengaruh antara perilaku prososial peserta didik terhadap interaksi sosial.
C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini kajian masalah dibatasi pada “interaksi sosial terhadap perilaku prososial peserta didik”. Adapun yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
15
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku prososial peserta didik adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong atau juga suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Lokasi penelitian ini adalah di SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial terhadap perilaku prososial peserta didik SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan ? E. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: a. Mengetahui informasi dan gambaran tentang interaksi sosial dan perilaku prososial peserta didik SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan. b. Mengetahui seberapa besar kontribusi interaksi sosial terhadap perilaku prososial peserta didik SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan.
16
2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat atau masukan bagi : a. Pengembangan wawasan keilmuan sosial, khususnya pada bidang Pendidikan Kewarganegaraan yang mengajarkan dan mendidik tentang nilai-nilai kemajemukan. b. Para guru, orangtua dan wali murid agar dapat memberikan bimbingan, arahan, pengawasan serta pendekatan terhadap peserta didik atau putra putrinya, agar mereka dapat menumbuhkan serta memiliki perilaku positif.
17
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoritis 1. Hakekat Interaksi Sosial
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya suatu proses dari suatu kebutuhannya, yaitu interaksi sosial. Interaksi dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi. Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya di dalam masyarakat. Dengan demikian proses sosial diartikan
18
sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Dari paparan di atas, maka yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi
individu
lain.
Serta
pengertian
Interaksi
sosial menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Jadi jelas bahwa tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Karena kehidupan bersama hanya dapat dibangun apabila ada kontrak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial
19
disini tidak hanya dengan bersentuhan fisik, tetapi aksi dan reaksi yang meliputi kontak primer melalui berhadapan langsung (face to face) dan kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang dilakukan melalui perantara, seperti melalui telepon, orang lain, dan surat menyurat atau menggunakan media sosial. Sedangkan komunikasi sosial dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut baik langsung maupun tidak langsung, yaitu melalui media komunikasi. Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa pada diri seseorang harus melakukan kontak sosial dan komunikasi sosial dalam upaya mewujudkan hidup bersama.
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk bergaul dimana dalam pergaulannya terdapat suatu hubungan yang saling mempengaruhi
sehingga
cenderung
menimbulkan
sikap
saling
membutuhkan. Terdapat beberapa perilaku yang berhubungan dengan interaksi sosial sebagai jalan untuk mencapai tujuan manusia sebagai makhluk sosial. Salah satu perilaku yang dimunculkan adalah tindaka sosial yang berasal dari tindakan setiap individu. Tindakan sosial ini mampu memberikan warna atau corak tersendiri terhadapinteraksi sosial yang terjadi.
Tindakan sosial merupakan tindakan individu yang memiliki arti bagi dirinya yang diarahkan pada tindakan orang lain. Tindakan sosial yang dimulai dari tindakan individu-individu memiliki keunikan atau ciri
20
tersendiri. Tetapi sebagai makhluk sosial, tindakan manusia seunik apapun tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosialnya. Tindakan apapun yang dilakukan bisa jadi mempengaruhi atau dipengaruhi oleh orang-orang yang berada di sekitar kita.
Mengacu pada panduan Max Weber (1864–1920), tindakan sosial dibedakan menjadi empat tipe tindakan, yaitu sebagai berikut. 1). Rasionalitas Instrumental Tindakan ini merupakan tindakan sosial murni, yang menunjukkan bahwa tindakan dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dan tujuan yang akan dicapai (bersifat rasional). Contohnya, seorang peserta didik memutuskan untuk membeli komputer daripada sepeda motor. Alasannya, komputer lebih menunjang kegiatan belajarnya. Kemudian, ia memilih jenis dan spesifikasi komputer yang harganya terjangkau, sesuai dengan uang yang dimilikinya. Contoh lain, seorang penyanyi yang beraksi dihadapan penggemarnya. Dengan berbagai aksinya tersebut diharapkan penonton dapat puas melihatnya. 2). Rasionalitas Berorientasi Nilai Tindakan ini dilakukan dengan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang dicapai tidak terlalu dipertimbangkan, yang penting tindakan tersebut baik dan benar menurut penilaian masyarakat. Contohnya, Anda menolong teman yang sedang kesusahan, dan tujuan menolong jelas bukan
21
untuk Anda, tetapi manfaatnya dapat dirasakan jika Anda sedang merasakan kesusahan dan mendapatkan pertolongan orang lain. Tolongmenolong merupakan nilai yang baik dalam masyarakat. Contoh lainnya, orang yang sedang beribadah hanya akan memikirkan tujuan, yaitu agar ibadahnya dapat diterima oleh Tuhan Yang Mahakuasa. 3). Tindakan Afektif Tindakan ini dilakukan dengan dibuat-buat dan didasari oleh perasaan atau emosi dan kepura-puraan seseorang. Tindakan ini tidak dapat dipahami atau irrasional. Contohnya, seseorang mendapat tawaran untuk melakukan pekerjaan, karena orang tersebut ingin mendapat perhatian (pujian) orang lain, ia menyanggupi pekerjaan tersebut yang sebetulnya ia tidak dapat melakukannya. Contoh lain, seorang siswa berteriak sambil melompatlompat dengan tangan ke atas saat diketahui dirinya lulus masuk perguruan tinggi yang diinginkannya. 4). Tindakan Tradisional Tindakan ini didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orangorang terdahulu, tanpa per hitungan secara matang, dan sama sekali tidak rasional. Contohnya, seorang pedagang untuk menjaga uang hasil dagangannya disimpan bersama-sama dengan bawang putih, bawang merah, kemenyan, dan lainnya dengan maksud agar uangnya tidak hilang karena diambil makhluk halus. Contoh lain, misalnya upacara tradisional seringkali tidak dapat diterima secara logika, tetapi masyarakat tetap
22
melakukannya. Tindakan sosial pada diri seseorang baru terjadi apabila tindakan tersebut dihubungkan dengan orang lain. Tindakan seseorang kadangkala tidak digolongkan ke dalam tindakan sosial. Misalnya, seseorang yang sedang melamun dengan membayangkan dirinya sebagai seorang artis. Ia tersenyum karena dalam bayangannya banyak sekali hal yang ia lakukan. Walaupun demikian, tindakan orang tersebut bukan merupakan tindakan sosial. Proses interaksi sosial dapat dipengaruhi atau digerakkan oleh faktor-faktor dari luar individu. Terdapat empat faktor yang menjadi dasar terjadinya proses interaksi sosial. Adapun keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1). Imitasi Berarti meniru perilaku dan tindakan orang lain. Sebagai suatu proses, imitasi dapat berarti positif apabila yang ditiru tersebut adalah perilaku individu yang baik sesuai nilai dan norma masyarakat. Akan tetapi, imitasi bisa juga berarti negatif apabila sosok individu yang ditiru adalah perilaku yang tidak baik atau menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Contohnya seperti, seorang peserta didik meniru penampilan selebritis yang ada di televisi, seperti rambut gondrong (panjang), memakai anting, memakai gelang dan kalung secara berlebihan. Tindakan seperti itu dapat mengundang reaksi dari
23
masyarakat yang menilai penampilan itu sebagai urakan ataupun tidak sopan. Dari penjelasan diatas terlihat, bahwa terdapat beberapa syarat bagi seseorang sebelum melakukan imitasi, yaitu pertama: adanya minat dan perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan ditiru; kedua: adanya sikap mengagumi hal-hal yang diimitasi; ketiga: hal yang akan ditiru cenderung mempunyai penghargaan sosial yang tinggi. 2). Sugesti Sugesti merupakan suatu proses yang menjadikan seorang individu menerima suatu cara atau tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti pandangan itu dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir panjang. Misalnya, seorang peserta didik bolos sekolah karena diajak temannya bermain. Tanpa diamati manfaat nya, ajakan tersebut diterima dan dilaksanakannya. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berwibawa atau memiliki pengaruh besar di lingkungan sosialnya. Akan tetapi, sugesti dapat pula berasal dari kelompok besar (mayoritas) terhadap kelompok kecil (minoritas) ataupun orang dewasa terhadap anak-anak. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat bergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang. Misalnya, seorang kakak akan lebih mudah mengan jurkan adiknya
24
untuk rajin belajar agar menjadi anak yang pintar, daripada sebaliknya. Dari paparan di atas terlihat, bahwa sugesti dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu pertama: Sugesti kerumunan (crowd suggestion) adalah penerimaan yang bukan didasarkan pada penalaran, melainkan karena keanggotaan atau kerumunan. Contohnya, adanya tawuran antar pelajar. Siswa-siswa yang terlibat dalam tawuran pada umumnya dilakukan atas dasar rasa setia kawan; kedua: Sugesti negatif (negative suggestion) adalah sugesti yang ditujukan untuk menghasilkan tekanan-tekanan atau pembatasan tertentu. Contohnya, seorang pemuda akan mengancam kekasihnya apabila cintanya berpaling kepada pemuda lain sehingga kekasih pemuda tersebut akan menurut; ketiga: Sugesti prestise (prestige suggestion) adalah sugesti yang muncul sebagai akibat adanya prestise orang lain. Contohnya, tokoh masyarakat menganjurkan agar semua warganya melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan maka anjuran tersebut akan dilaksanakan tanpa didahului dengan proses berpikir. 3). Identifikasi Identifikasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya cukup kuat. Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola. Contohnya seorang remaja mengidentifikasikan dirinya dengan
25
seorang penyanyi terkenal yang ia kagumi. Kemudian, ia akan berusaha mengubah penampilan dirinya agar sama dengan penyanyi idolanya, mulai dari model rambut, pakaian, gaya bicara, bahkan sampai makanan kesukaan. Sikap, perilaku, keyakinan, dan pola hidup yang menjadi idola akan melembaga bahkan menjiwai para pelaku identifikasi sehingga sangat berpengaruh
terhadap
pembentukan
dan
perkembangan
kepribadiannya. 4). Simpati Simpati merupakan faktor yang sangat penting dalam proses interaksi sosial, yang menentukan proses selanjutnya. Simpati merupakan proses yang menjadikan seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Rasa tertarik ini didasari oleh keinginan untuk memahami pihak lain dan memahami perasaannya ataupun bekerja sama dengannya. Dengan demikian, simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan semata-mata, seperti pada proses identifikasi. Contohnya, ucapan turut sedih dan rasa bela sungkawa kepada teman yang tertimpa musibah; mengucapkan selamat dan turut bergembira
kepada orang lain yang
menerima
kebahagiaan.
Dibandingkan ketiga faktor interaksi sosial sebelumnya, simpati terjadi melalui proses yang relatif lambat, namun pengaruh simpati lebih mendalam dan tahan lama. Agar simpati dapat berlangsung,
26
diperlukan adanya saling pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu terbuka mengungkapkan pikiran ataupun isi hatinya. Adapun pihak yang lain mau menerimanya. Itulah sebabnya, simpati dapat menjadi dasar terjalinnya hubungan persahabatan. Dari empat faktor yang menjadi dasar terjadinya proses interaksi sosial dapat membentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan. Pola yang menjalin interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu:
1. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencerminkan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya. 2. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama, adanya persaingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya. 3. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial. 4. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan amoral.
27
Kemudian berdasarkan bentuknya, pola yang menjalin interaksi sosial dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu sebagai berikut: 1. Pola Interaksi Individu dengan Individu Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi. Jarak sosial sangat dipengaruhi oleh status dan peranan sosial. Artinya, semakin besar perbedaan status sosial, semakin besar pula jarak sosialnya, dan sebaliknya. Anda mungkin pernah menyaksikan “si kaya” (bersifat superior) yang suka menjaga jarak dengan “si miskin” (bersifat inferior) dalam pergaulan sehari-hari karena adanya perbedaan status sosial di antara mereka. Apabila jarak sosial relatif besar, pola interaksi yang terjadi cenderung bersifat vertikal, sebaliknya apabila jarak sosialnya kecil (tidak tampak), hubungan sosialnya akan berlangsung secara horizontal. Dari penejelasan diatas dapat dipertegas,bahwa pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspek-aspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang bertemu di jalan dan saling menyapa. Untuk mengukur keakraban seseorang, umumnya digunakan sosiometri seperti pada bagan berikut ini.
Gambar 1. Sosiometri
28
Dari sosiometri tersebut dapat diketahui beberapa hal berikut.
1). Makin sering seseorang bergaul dengan orang lain, hubungannya akan semakin baik. Sebaliknya, makin sedikit atau jarang bergaul ia akan terasing atau terisolasi. 2). Keintiman seseorang sangat bergantung pada frekuensi dan intensitas nya melakukan pergaulan. 3). Dalam pergaulan, seseorang akan memilih atau menolak siapa yang akan dijadikan temannya. 2. Pola Interaksi Individu dengan Kelompok Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dan individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dalam hal ini, setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tata cara yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama. Contohnya, hubungan antara ketua dengan anggotanya pada karang taruna tidak dikatakan sebagai hubungan antar individu, tetapi hubungan antar individu dengan kelompok sebab menggambarkan mekanisme kelompoknya. Terlihat jela, bahwa pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa bentuk ideal yang merupakan deskripsi atau gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat. Harold Leavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal, yaitu pola lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus.
Gambar 2. Bentuk- bentuk Pola Interaksi
Pola lingkaran merupakan pola interaksi yang menunjukkan adanya kebebasan dari setiap anggota untuk berhubungan dengan pihak
29
manapun dalam kelompoknya (bersifat demokratis), baik secara vertikal maupun horizontal. Akan tetapi, pola ini sulit dalam menentukan keputusan karena harus ditetapkan bersama. Pola huruf X dan Y ditandai dengan terbatasnya hubungan antar anggota kelompok sebab hubungan harus dilakukan melalui birokrasi yang kaku, tetapi mekanisme kelompok mudah terkendali karena adanya pemimpin yang dapat menguasai dan mengatur anggotanya walaupun dipaksakan.
Pola garis lurus hampir sama dengan pola huruf X dan Y, yang di dalamnya hubungan antaranggota tidak dilakukan secara langsung atau melalui titik sentral. Akan tetapi, pihak yang akan menjadi mediator dalam hubungan tersebut, bergantung pada individu-individu yang akan berhubungan seperti pada pola lingkaran. Terbatasnya hubungan antar anggota pada pola ini bukan karena otoritas pemimpin, melainkan keterbatasan wawasan setiap anggota dalam berhubungan karena adat istiadat dalam masya rakat. Oleh karena itu, pola garis lurus biasanya menyangkut aspek-aspek kehidupan yang khusus.
3. Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam masyarakat yang saling berbaur walaupun mereka berbeda agama, etnis atau ras; rapat antar fraksi di DPR yang membahas tentang RUU.
30
Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Menurut Mead, interaksi sosial merupakan suatu proses sosial, dalam hal ini, terdapat tahapan yang bisa mendekatkan dan tahapan yang bisa merenggangkan orang-orang yang saling berinteraksi. Tahap yang mendekatkan
diawali
(experimenting),
dari
tahap
meningkatkan
memulai
(initiating),
(intensifying),
menjajaki
menyatupadukan
(integrating), dan mempertalikan (bonding). Contohnya, pada saat Anda memulai masuk sekolah, kemudian menjajaki hubungan dengan orang lain melalui tegur sapa, saling berkenalan, dan bercerita. Hasil penjajakan ini dapat menjadi dasar untuk memutuskan apakah hubungan Anda akan ditingkatkan atau tidak dilanjutkan. Jika hubungan sudah semakin meningkat, biasanya muncul perasaan yang sama atau menyatu untuk kemudian menjalin tali persahabatan. Pada tahap yang meregangkan, dimulai tahap membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), menahan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Contohnya, di antara dua orang yang dahulunya selalu bersama. Kemudian, mulai melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Oleh karena sering tidak bersama lagi, pembicaraan di antara mereka pun mulai dibatasi. Dalam hal ini, antarindividu mulai saling menahan sehingga tidak terjadi lagi
31
komunikasi. Hubungan lebih mengarah pada terjadinya konflik sehingga walaupun ada komunikasi hanya dilakukan secara terpaksa. Sehubungan untuk tidak terjadinya konflik atau komunikasi yang hanya dilakukan secara terpaksa, maka perlu diupayakan interaksi sosial yang mengacu kepada keteraturan sosial. Ada beberpa keteraturan yang harus dibangun dalam interaksi sosial,diantaranya adalah: 1. Proses Asosiatif
Keteraturan sosial merupakan keadaan yang menggambarkan suatu kehidupan masyarakat yang tertib, serasi, penuh persatuan, dan terjaga dari adanya penyimpangan nilai-nilai atau norma yang ada dalam masyarakat. Menurut Gillin dan Gillin, terdapat dua jenis proses sosial yang muncul akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses yang mengarah pada terwujudnya persatuan dan integrasi sosial (asosiatif) dan proses oposisi yang berarti cara berjuang untuk melawan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu (disosiatif). Di antara kedua proses sosial tersebut, asosiatif merupakan bentuk interaksi yang akan mendorong terciptanya keteraturan sosial. Adapun bentuk-bentuk proses asosiatif yang harus dibangun, yaitu: 1) Kerjasama Kerjasama atau kooperasi (cooperation) adalah jaringan interaksi antara orang perorangan atau kelompok yang berusaha bersama
32
untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama berawal dari kesamaan orientasi dan kesadaran dari setiap anggota masyarakat. Ada beberapa bentuk kerjasama yang umum dapat kita temukan di masyarakat sebagai berikut, yaitu: 1.1) Berdasarkan Sifatnya: 1. Kerjasama langsung (directed cooperation), adalah kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya. 2. Kerjasama spontan (spontaneus cooperation), adalah kerja sama yang terjadi secara serta-merta. 3. Kerjasama kontrak (contractual cooperation), adalah kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama. 4. Kerjasama tradisional (traditional cooperation), adalah kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial. 1.2) Berdasarkan Pelaksanaannya 1. Kerukunan atau gotong royong. 2. Bargaining, adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih. 3. Kooptasi, adalah proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dan pelaksanaan politik organisasi sebagai satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang bisa mengguncang organisasi. Contohnya, amandemen terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. 4. Koalisi, adalah kerja sama antara dua organisasi atau lebih yang keduanya mempunyai tujuan yang sama. Akan tetapi, pada koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil karena mereka memiliki strukturnya masing-masing. Contohnya, koalisi antara dua partai politik. 5. Joint-venture, adalah kerja sama dalam pengusahaan proyek tertentu. Contohnya, pengeboran minyak di Natuna antara Indonesia dan Amerika Serikat dan dalam pembuatan Jalan Layang Pasupati di Bandung. Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang universal pada masyarakat manapun. Walaupun demikian, banyak
33
ahli yang berpendapat bahwa masyarakat yang terlalu mementingkan kerja sama cenderung kurang inisiatif dan tidak mandiri. Masyarakat seperti itu terlalu mengandalkan bantuan dan didahului oleh rekannya. 2). Akomodasi Akomodasi
(accomodation)
dalam
sosiologi
memiliki
dua
pengertian, yaitu menggambarkan suatu keadaan dan proses. Akomodasi yang menggambarkan suatu keadaan, berarti adanya keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma dan nilai sosial yang berlaku. Akomodasi sebagai suatu proses menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan per tentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Akomodasi mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut. 1. Koersi (coercion), adalah bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah. Berarti, terjadi penguasaan (dominasi) suatu kelompok atas kelompok yang lemah. Contohnya, dalam sistem perbudakan atau penjajahan. 2. Kompromi (compromise), adalah bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah semua pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. 3. Arbitrasi (arbitration), adalah bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri sehingga dilakukan melalui pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat ditunjuk oleh dua belah pihak atau oleh suatu badan yang dianggap berwenang. Contohnya, pertentangan antara karyawan dan pengusaha diselesaikan melalui serikat buruh serta Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga. 4. Mediasi (mediation), adalah suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah bersikap netral dan tidak mempunyai wewenang untuk memberi
34
keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan antara kedua belah pihak. Contohnya mediasi pemerintah RI untuk mendamaikan faksifaksi yang berselisih di Kamboja. RI hanya menjadi fasilitator, sedangkan keputusan mau berdamai atau tidak bergantung niat baik tiap-tiap faksi yang bertikai. 5. Konsiliasi (conciliation), adalah bentuk akomodasi untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan bersama. Konsiliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang bertikai untuk mengadakan asimilasi. Contohnya, panitia tetap penyelesaian masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaan dan perwakilan karyawan untuk menyelesaikan pemogokan. 6. Toleransi (toleration), adalah bentuk akomodasi yang terjadi tanpa persetujuan yang resmi. Kadang-kadang toleransi terjadi secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak. Contohnya, umat yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, tidak makan di sembarang tempat. 7. Stalemate, adalah bentuk akomodasi ketika kelompok yang bertikai mempunyai kekuatan yang seimbang. Lalu, keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur sehingga pertentangan atau ketegangan antara keduanya akan berhenti dengan sendirinya. Contohnya, persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah ataupun menang. 8. Ajudikasi (adjudication), adalah penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum. Contohnya, persengketaan tanah warisan yang diselesaikan di pengadilan. 9. Displacement, adalah bentuk akomodasi yang merupakan cara untuk mengakhiri suatu pertentangan dengan cara mengalihkan perhatian pada objek bersama. Contohnya adanya persengketaan Indonesia–Australia tentang batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) berakhir setelah dilakukan pembagian eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Celah Timor. Persengketaan yang terjadi karena keberadaan sumberdaya alam, bukan ZEE. 10. Konversi (Convertion), adalah bentuk akomodasi dalam menyelesaikan konflik yang menjadikan salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain. Contohnya, dua keluarga besar bermusuhan karena perbedaan prinsip. Akan tetapi, karena anak mereka saling menjalin cinta yang tidak mungkin dipisahkan, sikap permusuhan pun luluh dan bersedia saling menerima pernikahan anak-anaknya. 3). Asimilasi
Asimilasi (assimilation) adalah proses penyesuaian sifat-sifat asli yang dimiliki dengan sifat-sifat lingkungan sekitar. Gillin dan Gillin
35
menjelaskan bahwa suatu proses sosial dikategorikan pada asimilasi apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Berkurangnya perbedaan karena adanya usaha-usaha untuk mengurangi dan menghilangkan perbedaan antar individu atau kelompok. 2. Mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. 3. Setiap individu sebagai kelompok melakukan interaksi secara langsung dan intensif secara terus-menerus. 4. Setiap individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dan kelompok lain, sehingga perbedaan-perbedaan yang ada akan hilang atau melebur menjadi satu.
Asimilasi merupakan proses sosial pada tahap lanjut atau tahap penyempurnaan. Artinya, asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama dan akomodasi. Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:
1. Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda. 2. Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dalam waktu yang relatif lama.
36
3. Kebudayaan setiap kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
Proses asimilasi dapat diilustrasikan seperti pada bagan berikut.
Gambar 3. Proses Asimilasi. Selain persyaratan tersebut, proses asimilasi akan berjalan lancar apabila ditunjang oleh faktor-faktor berikut.
1. Sikap toleransi 2. Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi. 3. Sikap
menghormati
dan
menghargai
orang
asing
dan
kebudayaannya. 4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat. 5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal. 6. Perkawinan campuran antarkelompok yang berbeda budaya. 7. Adanya musuh bersama dari luar.
Sebaliknya, ada pula faktor-faktor yang menjadi penghambat terjadinya asimilasi sebagai berikut:
1. Terisolasinya
kehidupan
suatu
kelompok
tertentu
dalam
masyarakat, atau sikap menutup diri (isolasi). Contohnya kehidupan suku pedalaman Baduy.
37
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi. Contohnya, dengan menggunakan komputer dapat memudahkan pekerjaan daripada dengan menggunakan mesin ketik. Akan tetapi, karena tidak bisa menggunakannya, pekerjaan akan menjadi lebih lama daripada mesin ketik. 3. Adanya prasangka negatif atau adanya perasaan takut terhadap pengaruh kebudayaan baru yang dihadapi. Contohnya, kerja keras dapat menjadikan sikap orang menjadi serakah. Padahal, kerja keras sangat diperlukan dalam mayarakat modern. 4. Adanya perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan kelompoknya sehingga kelompok tersebut memisahkan diri dan menjadikan jarak yang semakin jauh. 5. Adanya perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut. Contohnya, etnosentrime, rasialisme, dan apartheid. 6. Adanya perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan pribadi. 7. Adanya gangguan golongan minoritas terhadap golongan yang berkuasa. Contohnya, adanya gangguan terhadap golongan minoritas Jepang yang tinggal di Amerika setelah penyerangan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbour oleh tentara Jepang pada 1942.
38
4). Akulturasi Akulturasi
(acculturation)
adalah
berpadunya
unsur-unsur
kebudayaan yang berbeda dan membentuk suatu kebudayaan baru tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaannya yang asli. Lamanya proses akulturasi sangat bergantung pada persepsi masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Akulturasi bisa terjadi dalam waktu yang relatif lama apabila masuknya melalui proses pemaksaaan. Sebaliknya, apabila masuknya melalui proses damai, akulturasi tersebut akan relatif lebih cepat. Contohnya, Candi Borobudur
merupakan
perpaduan
kebudayaan
India
dengan
kebudayaan Indonesia; musik Melayu bertemu dengan musik Spanyol menghasilkan musik keroncong. Apabila diilustrasikan, proses akulturasi adalah seperti pada bagan sebagai berikut:
Gambar 4. Proses Akulturasi. 2. Hakekat Perilaku Prososial Perilaku prososial terkadang digunakan secara bergantian dengan istilah altruistic, tetapi makna dari altruistic yang sebenarnya adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Baron & Byrne, (2005) “Perilaku prososial itu merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
39
direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motifmotif si penolong”. Perilaku prososial juga dapat menimbulkan suatu derajat resiko tertentu bagi penolong atau dapat diartikan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Perilaku prososial juga harus bermanfaat bagi orang lain atau memiliki konsekuensi sosial positif yang berguna bagi kesejahteraan fisik dan psikologis orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial yaitu tingkah laku yang
sifatnya
positif
atau
menguntungkan
dan
tingkah
laku
tersebutditunjukan untuk kepentingan orang lain. Tetapi sejauh mana tingkah laku dikatakan sebagai tingkah laku yang menguntungkan orang lain, dapat menjadi kabur pengertiannya karena adanya pengertian yang berbeda-beda. Sebagai contoh tingkah laku memukul yang dilakukan A terhadap B untuk membantu temannya C berkelahi. Jika dilihat dari sudut pandang C maka tingkah laku yang dilakukan oleh A merupakan tingkah laku prososial karena menguntungkan untuk C. Namun jika dilihat dari sudut pandang B maka tingkah laku tersebut bukan merukan tingkah laku prososial, karena merugikan dan tidak mensejahterakan dan perlunya kesesuaian tingkah laku yang ditampilkan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Dengan demikian pengertian perilaku prososial
40
dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang sifatnya mensejahterakan atau menguntungkan orang lain dan tingkah laku tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Perwujudan dari perilaku prososial dapat bermacam-macam, diantaranya
berupa
perilaku
membantu,
beramal,
bekerja
sama,
bersahabat, menyelamatkan, berkorban, berbagi rasa, dan bersimpati. Perilaku prososial terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari bentuk yang semata-mata berkisar pada tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih,
sampai tindakan menolong yang
sepenuhnya dimotifasi oleh kepentingan diri sendiri. Perilaku prososial dapat dikategorikan kebeberapa tingkah laku, yang termasuk tingkah laku prososial, adalah: 1. Menolong Sebagai makhluk sosial seseorang mengambil bagian untuk menolong
orang
lain
sudah
menjadi
kewajiban,memberikan
pertolongan ini dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun, biasanya dalam bentuk menyelamatkan orang lain dari bahaya yang mengancam,tidak memperhitungkan keselamatan diri sendiri karena dilakukan secara spontan. Sedangkan bila dilihat dari tingkat pengorbanannya terdapat tiga tingkatan pengorbanan dimulai dari yang membutuhkan pengorbanan kecil sampai pada yang membutuhkan pengorbanan besar:
41
a) Menolong membukakan pintu untuk orang lain. Perilaku ini menguntungkan orang lain namun memerlukan pengorbanan yang relatif kecil, yaitu tenaga dan waktu. b) Memberikan
sumbangan
uang
kepada
orang
lain
yang
membutuhkan. Perilaku ini memerlukan pengorbanan yang lebih besar, selain tenaga dan waktu, juga pengorbanan materi. c) Menolong orang dalam keadaan darurat, seperti menolong seseorang yang terperangkap dalam kebakaran. Perilaku ini memerlukan pengorbanan yang besar, selain waktu, tenaga, dan materi juga mengandung
ancaman
keselamatan
diri
dan
kemungkinan
mendapatkan keuntungan sangat kecil bagi penolongnya. Perilaku ini disebut juga tindakan altruistic. 2. Beramal Dapat diartikan merujuk kepada perilaku menghadiahkan atau memberikan suatu sumbangan kepada orang lain, dapat juga diartikan segala sesuatu yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia biasanya berupa amal kepada pengemis, pengamen, kebaikan hati, dan keihlasan yang bersifat spontan. 3. Kerja Sama Bentuk kerjasama ini diartikan sebagai bentuk perilaku saling membantu diantara pihak-pihak yang berkepentingan demi mencapai tujuan bersama. Perilaku ini berarti bahwa individu mampu dan
42
bersedia utuk bekerja sama dengan orang lain. “Seperti yang diungkapkan oleh Bowo dan Andy bahwa dalam melaksanaan kerjasama harus tercapai keuntungan bersama”. Pelaksanaan kerjasama hanya dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama, maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama.Kerjasama sebagai kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yangmenguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai, dan adanyanorma yang mengatur. Sedangkan dalam teori pertukaran sosial, “individu memasuki dan mempertahankan suatu hubungan sosial (kerjasama) dengan orang lain karena ia merasa mendapat banyak keuntungan-keuntungan berupa ganjaran dari hubungan itu”. Dalam teori ini dijelaskan bahwa kerja sama dengan orang lain itu dibutuhkan untuk dapat memuaskan kebutuhan masing-masing individu. Pemuasan kebutuhan itu secara adil hanya
dapat
timbul
apabila
terjadi
proses
ketertimbalbalikan
(reciprocity) antar individu dan menghasilkan saling ketergantungan antar mereka.
43
Berdasarkan
rasional
bahwa
hampir
semua
perilaku
membutuhkan biaya (cost) maka biasanya individu berusaha mencari keuntungan dengan memperhitungkan pengeluaran biaya sekecilkecilnya dan ia dapat memperoleh ganjaran-ganjaran sebesar-besarnya sebelum melakukan tindakan. Semakin menguntungkan suatu kerja sama bagi kedua belah pihak, maka saling terpeliharalah kerja sama itu dalam waktu yang relatif panjang. 4. Persahabatan Perilaku yang didasarkan kepada tindakan untuk dapat saling berbagi perasaan, pendapat, dan kebutuhan orang lain. Persahabatan atau pertemanan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah "persahabatan" menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme. Selera mereka biasanya serupa dan mungkin saling bertemu, dan mereka menikmati kegiatan-kegiatan yang mereka sukai. Mereka juga akan terlibat dalam perilaku yang saling menolong, seperti tukarmenukar nasihat dan saling menolong dalam kesulitan. Sahabat adalah orang yang memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang, persahabatan seringkali tidak lebih daripada
44
kepercayaan bahwa seseorang atau sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti mereka. 5. Menyelamatkan Seseorang menyelamatkan
akan
merasa
dirinya
lebih
berguna
setelah
orang lain, disinilah pentingnya manusia sebagai
makhluk sosial saling berbagi dan menolong. Perilaku ini juga dapat diartikan sebagai perilaku mengambil tindakan dalam usaha untuk menyelamatkan seseorang yang membutuhkan pertolongan dengan segera.Seperti dalam sebuah kecelakaan, korban harus secepatnya mendapatkan pertolongan dengan membawanya kerumah sakit terdekat, orang yang membawa korban kerumah sakit ini telah menyelamatkan korban dan dirinya meresa berguna bagi orang lain. 6. Berkorban Perilaku berkorban selalu identik dengan kegiatan fisik, namun berkorban tidak selalu berbentuk yang berkaitan dengan fisik.Berkorban dapat berupa harta benda, pemikiran dan juga perasaan demi membantu orang lain, agar orang yang dibantu dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Sering kali pihak penolong melalaikan kepentingan atau keselamatan dirinya sendiri, sehingga dapat membahayakannya. 7. Berbagi Perilaku yang didasarkan kepada tindakan karena membutuhkan orang lain dalam bentuk pertemanan. Syaratnyaharus siap dan mau berbagi perasaan, pendapat, dan kebutuhan dengan orang lain. Berbagi
45
ini biasanya terjadi pada remaja yang yang sedang mengalami masalah yang besar, namun merasa takut atau malu untuk berbagi dengan orang tua dan keluarganya. Perilaku ini juga dapat terjadi pada orang dewasa yang merasa permasalahan yang dihadapinya terlalu berat. 8. Simpati Perilaku yang didasarkan atas perasaan yang positif terhadap nasib orang lain, peduli dan ikut merasakan kesedihan dan kesakitan yang dialami oleh orang lain. Sebagai contoh seorang anak ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya untuk selamanya (meninggal) karena sebuah musibah, kemudian para tetangga merasa perihatin dengan keadaan yang dialami anak tersebut. Rasa perihatin inilah yang disebut dengan simpati pada orang lain. 9. Kesopanan Sopan santun hendaknya sudah menjadi kebiasaan seseorang dalam berperilaku sehari-hari.Perilaku ini didasarkan atas norma-norma sosial yang berkembang dimasyarakat untuk saling menghargai, dan dihargai. Kesopanan merupakan salah satu sikap prososial yang tidak memerlukan pengorbanan terlalu besar namun sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekali manfaat jika seseorang selalu sopan kepada orang lain, misalnya orang tersebut lebih dihargai orang lain, dikenal baik, bila ada kesulitan akan dibantu, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.
46
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku prososial secara garis besar dapat dilihat dari tingkat pengorbanan seseorang, motifasi dan tigkat keuntungan yang diterima seseorang, dan bentuk pertolongan yang diterima orang lain. Karena pada dasarnya sulit untuk menentukan tingkat keuntungan yang diterima seseorang pada waktu memberikan pertolongan pada orang lain dan menentukan tingkat pengorbanan seseorang, maka dalam penelitian ini bentuk perilaku prososial dibagi berdasarkan bentuk pertolongan yang diterima orang lain, yaitu:
Menolong,
Amal,
Sumbangan,
Kerjasama,
Persahabatan,
Membantu, Menyelamatkan, Mengorbankan, Berbagi, Simpati dan Kesopanan. Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku prososial pada situasi tertentu, antara lain: 1. Pengaruh tipe hubungan pada perilaku prososial Perilaku prososial dipengaruhi oleh tipe hubungan antara pelaku dan orang yang dikenai tingkah laku prososial. Apakah itu berdasarkan empati, kewajiban sosial, ataupun keuntungan pribadi. Seseorang lebih bersedia menolong orang lain yang mereka perhatikan dan kenal dari pada orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Semakin dekat hubungan antara pelaku dan orang yang dikenakan tingkah laku, maka kemungkinan tampilnya tingkah laku semakin besar, secara alamiah orang memang cenderung membantu orang lain yang ada pertalian darah dan orang-orang yang dekat dengan dirinya.
47
Misalkan pada sebuah bencana alam, disimpulkan bahwa orang lebih cenderung menolong anggota keluarganya terlebih dahulu, baru teman dan tetangga, dan yang terakhir adalah orang asing atau tidak dikenal yang berada didaerah tersebut.Walaupun hubungan akrab merupakan sesuatu yang khusus, perkenalan singkatpun dapat meningkatkan perilaku prososial yang terjadi. Perilaku prososial kebanyakan dilakukan pada teman dan kerabat dekat, hanya sebagian kecil yang dilakukan perilaku prososial pada orang tak dikenal. Tentu perilaku prososial yang diberikan pada orang yang tidak dikenal biasanya bersifat spontan seperti memberi petunjuk arah jalan dan menawarkan tempat duduk pada orang lain di bus. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja dan beberapa konteks sosial yang sangat penting dalam perkembangan remaja adalah keluarga, peer group, sekolah, tetangga, dan masyarakat. Semakin dekat hubungan antara remaja dan orang yang dikenakan tingkah laku, maka kesempatan tampilnya perilaku prososial semakin besar,
terutama
dalam bentuk bekerjasama, berteman, menolong, membantu, berkorban, simpati, empati, beramal, berbagi, menghibur, sopan santun, saling menghormati, dan rendah hati. 2. Jenis kelamin Masyarakat memiliki harapan yang berbeda pada bentuk pertolongan yang dilakukan laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan dapat melakukan pertolongan yang bersifat kepahlawanan,
48
gagah
berani,
tapi
sopan,
sedangkan
perempuan
diharapkan
memberikan pertolongan dalam bentuk mengasuh, memelihara dan kepedulian. Perbedaan harapan tersebut juga dilihat pada pengambilan keputusan subyek yang berbeda dalam beberapa penelitian, seperti penelitian mengenai perilaku menolong dalam keadaan darurat yang membutuhkan
bantuan
fisik
maupun
keterampilan
khusus,
menggunakan subyek laki-laki. Dan penelitian yang menitik beratkan pada respon empati dan tidak dalam keadaan darurat, seperti menjadi donator maupun kegiatan amal yang ditimbulkan dari perasaan empati, lebih menggunakan subyek perempuan. 3. Norma Perilaku
prososial
timbul
karena
seseorang
sudah
menginternalisasi norma atau standar masyarakat untuk berperilaku, dan norma tersebut menjadi motivator seseorang untuk berperilaku prososial. Adapun norma–norma yang berhubungan dengan perilaku prososial menurut Michael Ardyanto antara lain sebagai berikut: a) Norma tanggungjawab sosial Norma tanggungjawab sosial merupakan norma moral. Dalam norma ini orang diharapkan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan, terutama pada orang yang tergantung padanya. Misalnya, seorang guru menolong muridnya, orangtua
49
menolong anaknya. Lebih jauh lagi seseorang diharapkan menolong orang lain yang tidak berdaya yang dijumpainya. b) Norma timbal balik Dalam norma ini seseorang diharapkan menolong orang yang sudah pernah menolongnya. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa orang lebih cenderung membantu seseorang yang pernah membantu mereka. c) Norma keadilan sosial Dalam norma ini seseorang akan mendapatkan keuntungan bila ia berbuat baik dan akan mendapatkan hukuman bila ia berbuat salah. Jadi, dalam hal ini seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan
tindakannya.
Jika
ada
dua
orang
bekerjasama
untukmenyelesaikan suatu tugas, maka mereka harus menerima imbalan yang sama. Apabila ada orang lain melihat bahwa salah satu dari yang bekerja sama tersebut diperlakukan tidak adil, ia akan terdorong untuk memberi atau menolong orang yang dirugikan. d) Norma personal Norma personal adalah perasaan seseorang pada kewajiban moral untuk bertingkah laku sesuai dengansituasi tertentu. Norma personal terdiri dari Kognisi (harapan mengenai perilaku seseorang berdasarkan nilai-nilai) dan emosi (antisipasi perasaan puas atau tidak puas yang diakibatkan oleh perilaku seseorang). Seseorang mengembangkan norma personal pada situasi menolong tertentu,
50
perasaan memiliki kewajiban untuk menolong menjadi motivasi dan perasaan positif yang dirasakan setelah berperilaku sesuai dengan standar moral pribadi merupakan hadiah yang diterima seseorang. Dalam perilaku prososial sangat menekankan akan pentingnya proses belajar. Selama masa perkembangannya seorang anak akan mempelajari norma-norma yang berlaku dimasyarakatnya, misalnya tentang tindakan menolong. Dirumah, disekolah, dan di dalam masyarakat, orang dewasa mengajarkan kepada anak bahwa mereka harus menolong orang lain. Orang akan belajar menolong melalui penguatan atau peneguhan
adanya
efek
pengajaran
ganjaran
dan
hukuman
terhadaptindakan menolong dan peniruan: meniru orang lain yang memberikan pertolongan . Salah satu proses belajar yang efektif untuk menumbuhkan perilaku prososial dapat ditiru seorang anak dari pelajaran yang didapatnya pada mata pelajaran moral yang diberikan di sekolah. Masa sekolah adalah masa
yang
penting
dimana
anak
dapat
mengembangkan
atau
gagalmengembangkan suatu perilaku prososial. Tanpa model dan pengalaman yang tepat yang didapat dari proses belajar secara kognitif dan afektif dari bangku sekolah, seorang anak dapat dengan mudah bertumbuh menjadi orang dewasa yangberperilaku tidak baik dalam kehidupan seharihari. Melihat pemaparan diatas dapat penulis simpulkan, bahwa, pentingnya pendidikan moral itu dimulai sejak sekolah terutama di SMP
51
dan di kelas VII, karena periode ini merupakan kondisi seorang anak mulai banyak perubahan, dari segi fisik maupun psikis, perubahan inilah yang membuat anak mulai mencari pencarian jati diri (masa transisi atau puberitas), pada tahap ini psikis peserta didik dapat dikatakan labil oleh sebab itu diperlukan suatu pedoman bagi peserta didik dalam bentuk perilaku menetap dan bersikap pasitif atau perilaku prososial. Perilaku prososial ini dapat dibentuk dari pelajaran moral yang diajarkan di sekolah, sebab bila anak tidak diberikan pemahaman secara kognitif dan afektif tentang perilaku yang baik dan tidak baik, terutama untuk peserta didik dalam masa puberitas ini dihawatirkan pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi seorang anak melalui menirunya. 3. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Bila dilihat sejarahnya sejak tahun 1947 s/d 1998 dalam kurikulum pendidikan nasional, pendidikan moral yang tertanam dalam Pendidikan Kewarganegaraan sudah berkali kali mengalami metamorfosa dari mulai pendidikan moral itu disebut sebagai pelajaran budi pekerti, lalu berubah menjadi PMP, PPKn, dan PKn. Karena selama fase perkembangannya pendidikan moral dan keagamaan menjadi suatu tuntutan yang wajib dalam dunia pendidikan, mengikuti perubahan jaman dan keutuhan yang diperlukan dalam membangun mental generasi muda. Para ahli memberikan definisi Civic dalam rumusan yang berbedabeda, tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu bahwa Civic
52
merupakan unsur atau cabang keilmuan dari ilmu politik yang secara khusus terutama membahas hak-hak dan kewajiban warga negara. Rumusan tujuan untuk masing-masing satuan pendidikan mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya. Dalam merumuskan tujuan dan materi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan SMA, disamping harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik juga harus melihat kesinambungan, kedalaman, dan sekuen antar kelas dan atau antar jenjang pendidikan untuk menghindari terjadinya pengulangan yang mungkin saja akan mengakibatkan kebosanan peserta didik. Membahas tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tidak terlepas dari fungsi mata pelajaran Pendidikan Kewaraganegaraan karena keduanya saling berkaitan, dimana tujuan merupakan dunia cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, fungsi menunjukan keadaan gerak, aktivitas dan termasuk dalam suasana kenyataan, dan bersifat riil dan konkret. Demikian pula membicarakan fungsi Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keterkaitan dengan visi dan misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi, yaitu “terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembianaan watak bangsa (nation and character building) dan
53
pemberdayaan warga negara’’.Upaya pembinaan watak atau karakter bangsa merupakan ciri khas dan sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education pada umumnya. Sedangkan misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu “membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukun dan kesadaran moral’’. Untuk mewujudkan misi di atas, jelas bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan
kewarganegaraan
yang
multidimensional
agar
dapat
menjalankan hak dan kewajibannya dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini tidak terlepas dari adanya karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru, yaitu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah yang diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui: 1. Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial. 1. Civic Responsibility,yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggungjawab. 2. Civic Partisipation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan.
54
Adapun kompetensi penguasaan bahan ajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan mencakup 3 aspek, yang ketiganya sangatlah penting oleh setiap peserta didik selaku bagian dari warga negara, yaitu: a) Memahami pengetahuan kewarganegaraan (Civic Knowledge) b) Memahami keterampilan kewarganegaraan (Civic Skills), dan c) Memahami etika kewarganegaraan (Civic Ethic). Pendidikan kewarganegaran memiliki peran bagaimana membentuk suatu masyarakat yang majemuk dapat menjalankan kelangsungan hidup serta kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya khususnya kehidupan bagi generasi penerusnya secara berguna ( berkaitan dengan kemampuan afektif ) dan bermakna ( berkaitan dengan kemampuan kognitif ). Dengan melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta terhadap kemajemukan berdasarkan Pancasila yang mampu membentuk tenjadinya interaksi sosial yang bermuara ke arah prilaku prososial. Dengan demikian sangatlah signifikan bagaimana membangun kesetaraan
untuk
terjadinya
interaksi
sosial
melalui
pendidikan
kewarganegaraan untuk kembali pada konsep ke-Indonesiaan yang majemuk. Pertama, soal kesadaran dalam menerima kemajemukan suku, etnis, ras, dan agama sebagai bagian terbesar dari kekayaan
bangsa.
Kendati berbeda-beda, namun dapat tumbuh secara bersama-sama dalam ke-Indonesiaan, bukan mencabiknya. Dengan demikian, bukan saja
55
kerukunan, melainkan yang lebih penting adalah saling membantu dalam kesetaraan untuk membentuk ke-Indonesian yang dicita-citakan. Kedua, saatnya memperbaiki perikehidupan berbangsa yang memungkinkan keterlibatan warga masyarakat yang plural seluas- luasnya, agar dapat saling mengenal dan saling menyadari betapa pentingnya makna bekerja sama untuk saling asah, asih, dan asuh dalam mewujudkan interaksi sosial dan perilaku sosial guna mengarungi ke-Indonesian yang manusiawi. Dengan demikian, banyak manfaat yang dapat diambil dari interaksi sosial dan perilaku prososial guna menjalini perikehidupan berbangsa yang beranekaragam ini. Ketiga, mengembangkan perikehidupan berbangsa secara terbuka dan bertanggung jawab. Untuk menjalani perikehidupan berbangsa yang lebih baik, hanya mungkin mencapai kemajuan apabila terbuka lebih luas terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul, menghormati bukan mencurigai dengan mengarahkan kepada setiap anak bangsa untuk mampu menggunakan kebebasan ini dengan penuh tanggung jawab.
Dengan
demikian,
anak
bangsa
akan
terlatih
dalam
mengembangkan kesadaran berbangsa dan saling membantu dalam keberagaman masalah yang terjadi di masyarakat yang majemuk ini. B. Kerangka Berpikir Masalah perilaku, norma dan aturan sangat berkaitan erat dengan remaja. Dalam ketiga hal tersebut remaja menjadi sorotan dimasyarakat, mulai dari perilaku penyimpangan sampai pada pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun
56
masyarakat. Seperti halnya yang belakangan ini sering terjadi yaitu perkelahian antar remaja itu sendiri. Peristiwa tersebut menandakan terjadinya degradasi rasa kemanusiaan dan budi pekerti. Selain itu egoisme yang terjadi pada remaja membuat semakin menurunnya rasa kepedulian remaja terhadap sesama dan lingkungan sekitarnya yang dapat menimbulkan lemahnya dan tidak terjadinya interaksi sosial. Kedua hal tersebut mencerminkan perilaku remaja kearah perilaku sosial dan terabaikannya perilaku prososial. Oleh sebab itu diperlukan perhatian yang khusus serta penanganan yang serius terhadap masalah tersebut. Untuk mengatasai semua itu , maka diperlukannya pendidikan yang berasal dari lingkungan dan dimulai sejak dini. Dalam hal ini selain lingkungan keluarga sebagai pendidikan primer, sekolah yang merupakan pendidikan sekunder juga memiliki pengaruh yang besar bagi penbentukan karakter, moral dan perilaku. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya, selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk dibangku SMK umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah.Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
57
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta bertanggungjawab. Seperti yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun2003. Masa remaja adalah masa yang penting dimana anak dapat mengembangkan atau gagal mengembangkan suatu perilaku prososial. Tanpa mengubah model dan pengalaman yang didapat dari proses belajar secara kognitif dan afektif dari bangku sekolah, seorang anak dapat dengan mudah bertumbuh menjadi remaja yang egois dan kasar dan kemungkinan menjadi orang dewasa yang tidak menyenangkan dalam berperilaku. Untuk memenuhi tujuan di atas serta upaya untuk mengembangkan perilaku prososial yang mencerminkan budaya bangsa. Serta menjadi warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai makhluk sosial. Maka, pemerintah menyusun suatu kurikulum yang memfokuskan pada nilai-nilai moral yang mecakup tatacara beragama, bermasyarakat tata cara bergaul serta mengetahui aspek sosial yang berhubungan dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan solidaritas. Demi memenuhi aspek-aspek di atas maka diberikan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
diharapkan
dapat
memberikan
transformasi keilmuan yang nantinya mampu mewujudkan terjadinya interaksi sosial dan dapat mengimplementasikan berperilaku sosial positif dalam kehidupan bermasyarakat. Dari paparan di atas dapat memberikan kekuatan yang positif bahwa pendidikan kewarganegaraan mampu membentuk karakter yang lebih terukur
58
di mana terlihat dari sudut pandang keberagaman akan muncul sikap toleran, kerjasama, tepo seliro dan saling memahami dalam tranformasi bentuk perilaku prososial yang terimplementasikan ke dalam sikap interaksi sosial. Dengan demikan interaksi sosial yang dibangun dalam pendidikan kewarganegaraan mampu memberikan warna yang positif dalam perilaku prososial peserta didik.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Perilaku Prososial Peserta Didik di SMK Tangerang Selatan Variabel X Interaksi Sosial
Variabel Y Perilaku Prososial
Hasil Trasnformasi Interaksi Sosial dalam Perilaku Prososial
Transformasi Keilmuan Tercapai Nilai Mata Pelajaran Pkn Tinggi
Transformasi Keilmuan Kurang Tercapai Nilai Mata Pelajaran Pkn Rendah
Internalisasi nilai Pkn dalam Interaksi Sosial dan Perilaku Prososial Tinggi
Internalisasi nilai Pkn dalam Interaksi Sosial dan Perilaku Prososial Rendah
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi toeritik dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: “Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap perilaku prososial peserta didik di SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan”.
59
Desain dalam penelitian model ini dapat digambarkan sebagai berikut :
X
Y
X = Interaksi sosial dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai variabel bebas. Y = Perilaku prososial peserta didik sebagai sebagai variabel terikat.
60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Sesuai permasalahan yang dikembangkan dan mencari hasil uji hipotesis tentang interaksi sosial peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap perilaku prososial, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:“Mengetahui pengaruh interaksi sosial peserta didik pada pemebalajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap perilaku prososial di SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014” B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah di SMK Negeri di Kota Tangerang Selatan. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2014 sampai dengan bulan September 2014 dengan harapan waktu lima bulan dapat maksimal dilakukan penelitian dengan hasil uji hipotesis yang memadai. C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dimana analisisnya korelasi, yakni melihat hubungan antara variabelvariabel yang diteliti. Korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lain dan bertujuan pula melihat hubungan antara dua gejala atau lebih. Metode ini diharapkan dapat 35
61
menemukan hubungan antara interaksi sosial peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap perilaku prososial di SMK Negeri Kota Tangerang Selatan. Setelah diketahui ada hubungan antara setiap variabelnya kemudian dianalisis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh interaksi sosial tersebut terhadap perilaku sosial peserta didik. D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Target Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik di SMK Negeri Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 1095 orang peserta didik. Tabel. 3.1 Populasi Target NO 1
SMK Negeri 1
Kelas X 250
Peserta Didik Kelas XI Kelas XII 341 228
2
2
321
516
408
1245
3
3
267
97
231
595
4
4
116
124
0
240
5
5
130
81
0
211
Jumlah
1084
1159
867
3110
Jumlah 819
Sumber: Data LPPD 2014 Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan
2. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI di seluruh SMK Negeri Kota Tangerang Selatan. Data jumlah peserta didik dapat dilihat di tabel 3.2 berikut ini :
62
Tabel 3.2 Populasi Terjangkau NO 1
SMK Negeri 1
Laki 220
Peserta Didik Perempuan 121
2
2
277
239
516
3
3
66
31
97
4
4
34
90
124
5
5
43
38
81
Jumlah
640
519
1159
Jumlah 341
Sumber: Data LPPD 2014 Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan
3. Teknik Pengambilan Sampel Penetapan
sampel
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
menggunakan jenis metode random sampling. Karena setiap anggota populasi yang ada di dalam sampling frame bersangkutan mempunyai hak yang sama besar untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dalam penelitian ini dipilih kelas XI karena kelas tersebut sudah memiliki nilai prestasi belajar , kemudian tidak dalam persiapan Ujian Nasional. Menentukan besarnya sampel menggunakan rumus Solvin. Adapun rumusnya sebagai berikut : Dimana : 1
= Konstanta
n
=
N 2
1+N(𝑒)
63
n
= Jumlah sampel
N
= Jumlah populasi
e
= Error (10% yang dapat ditoleransi terhadap ketidak tepatan penggunaan sampel sebagai pengganti populasi)
n
=
1159 1+1159 (0,1)
=
1159 1+11,59
=
1159 1 +11,59
=
1159 12,59
=
92
2
Dengan demikian jumlah sampel yang diambil dari papulasi target berdasarkan rumus Solvin sebanyak 92 responden yang diambil secara random sederhana. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner atau angket. Dengan metode angket ini dipersiapkan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertentu, kemudian disebarkan kepada responden, untuk mendapatkan jawaban yang diperlukan secara langsung. Angket diberikan kepada peserta didik kemudian diisi serta dijadikan sampel dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh antara interaksi sosial pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik terhadap perilaku
64
prososial. Angket yang digunakan adalah angket tertutup yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang disertai jawaban terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. F. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan angket tertutup dalam bentuk Skala Likert, karena penelitian ini akan mengukur tentang perilaku atau sikap. Angket ini berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk skala deskriptif. Angket tertutup untuk mengungkap data tentang variabel terikat yaitu interaksi sosial dan perilaku prososial. Instrumen tersebut sebelumnya diuji cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitasnya. Untuk item pernyataan yang dinyatakan tidakvalid atau reliabel, maka item pernyataan tersebut tidak dipakai sebagai item instrumen. Sedang item-item pernyataaan yang sudah dinyatakan valid dan reliabel maka item-item pernyataan tersebut dijadikan alat untuk mendapatkan data dan kemudian setelah itu intsrumen tersebut digunakan atau disebarkan kepada sampel sesungguhnya Pada bagian ini pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang telah dioperasionalkan dari dimensi-dimensi yang terikat dari setiap variabel. Adapun alternatif jawaban menggunakan skala likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu : Selalu (SL), Sering (SR), Ragu (R), Jarang (JR) Tidak Pernah, (TP). Skor untuk jawaban dari pertanyaan atau pernyataan positif adalah SL=5, SR=4, R=3 JR=2, dan TP=1, sedangkan untuk pernyataan atau pertanyaan negatif, skor sebaliknya.
65
1. Penyusunan Butir Kuisioner Kisi-kisi angket ini akan disajikan berdasarkan dari indikator-indikator yang telah dikembangkan dari variabel yang telah ditetapkan. Untuk variabel interaksi sosial (variabel X) terdiri dari 4 indikator dan dikembangkan menjadi 32 item pernyataan. Sedang variabel perilaku prososial (variabel Y) terdiri dari 6 indikator dan dikembangkan menjadi 28 item pernyataan. Seperti digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.3 Kisi-Kisi Variabel Interaksi Sosial ( X ) Variabel Indikator Item Kuisioner Positif Negatif Interaksi 1. Kerjasama 1,4,7,23,24 3,9, 26 Sosial (X) 2. Akomodasi 5,10.25. 27,30 6, 8, 28
Jumlah 8 8
3. Asimilasi
2,12,2129, 31
11,14, 16
8
4. Akulturasi Jumlah
13,18,20,22, 19
15,17,19,32 13
8 32
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Variabel Perilaku Prososial ( Y ) Variabel Indikator Item Kuisioner Positif Negatif Perilaku 1. Menolong 1, 13, 23 9, 29 Prososial (Y) 2. Beramal 5, 11. 30 15, 24
Jumlah 5 5
3. Persahabatan
10, 14, 20,
6, 27
5
4. Berbagi
18, 22
7, 25, 26
5
5. Simpati
4, 8, 16, 31
28, 19
6
6. Kesopanan
2, 3, 21
12, 17, 32
6
Jumlah
18
14
32
66
2. Uji Coba a. Uji Validitas Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan uji coba yaitu dengan menguji validitas dan reabilitas. Kemudian uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrument. Pengujian ini digunakan rumus korelasi product moment seperti berikut:
Keterangan : r
: Nilai Koefisien korelasi antara X dan Y
∑X
: Jumlah pengamatan variabel X
∑Y
: Jumlah pengamatan variabel Y
∑XY
: Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y
(∑x2)
: Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X
(∑x)2
: Kuadrat dari Jumlah pengamatan variabel X
(∑Y2)
: Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y
(∑Y)2
: Kuadrat dari Jumlah pengamatan variabel Y
N
: Jumlah pasangan pengamatan Y dan X
67
b. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa instrument dapat dipercaya dan digunakan sebagai alat pengumpulan data.Untuk uji reliabilitas instrument, digunakan rumus Alpha dari Cronbach sebagai berikut :
Г11=[
K
][
1−Σσb2
K−1
Σσt2
]
Keterangan: σ
: Reliabilitas instrument
k
: Banyaknya butir pernyataan
∑σb2 : Jumlah varian butir Σσt2
: Varian Total
G. Teknik Analisis Data 1. Pengorganisasian Data Data yang nantinya akan diperoleh dari angket, kemudian dipilih dan disusun sehingga data yang tidak berguna dapat ditinggalkan. Kemudian dilakukan klasifikasi data, yaitu menggolongkan data berdasarkan kategori tertentu,
sesuai
dengan
berdasarkan analisa variabel.
permasalahan-permasalahan
yang
dibuat
68
2. Hipotesis Statistik Bentuk hipotesis dalam penelitian ini berbentuk hipotesis asosiatif. Hipotesis asosiatif adalah dugaan terhadap ada tidaknya pengaruh secara signifikan antara dua variabel atau lebih. Bentuk hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah : H0 :
𝜌 =0
Ha :
𝜌 ≠0
Bentuk hipotesis asosiatif dalam penelitian ini adalah : Hipotesis nol (H0) : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial. Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial. 3. Uji Persyaratan Analisis Sebelum dilakukan analisis dengan regresi, dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu. Uji persayaratan analisis itu meliputi : a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data mengikuti sebaran baku normal atau tidak. Normalitas data dikenakan terhadap variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji Lilliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :
69
1. Menentukan mean dan standar deviasi. 2. Menentukan angka baku (Z) denganrumus sebagai berikut : Rumus: X−Y
Z1 =
SD
3. Menentukan luas tiap angka baku (Zi) dengan menggunakan daftar distribusi normal. 4. Menentukan angka peluang F(Zi) = 0.500 + ( tabel normal standar 0 ke Z ) 5. Menentukan S(Zi) = banyak Zi : n 6. Menentukan beda dari F (Zi) – S (Zi) 7. Memilih nilai terbesar dari F (Zi) – S (Zi) dengan mengabaikan tanda matematika untuk menjadikan Lhitung (Lilliefors). Sebaran data dikatakan normal jika Lhitung < Ltabel. b. Uji Linieritas Perhitungan linieritas digunakan untuk menyatakan hubungan fungsional
antara
variabel-variabel
tersebut
berhubungan.Untuk
perhitungan linieritas digunakan uji regresi sederhana. Pengujian regresi sederhana ( Y = α + bx ) Fhitung =
S2 TC S2 𝑒
Di mana : F
= Bilangan untuk linieritas
S2TC
= Rerata jumlah kuadrat tuna cocok
70
S2e
= Rerata jumlah kuadrat kekeliruan
4. Analisis Data Data yang sudah diperoleh kemudian diuraikan dengan keterangan agar data tersebut mudah diubah, dipahami bagi orang yang ingin mengetahui penelitian ini. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari dan mengetahui presentase setiap data adalah : 1. Editing Pada tahap ini penulis mengecek kembali kelengkapan dan kebenaran pengisian angket atau kuisioner yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti. 2. Skorsing Memberi nilai pada setiap jawaban angket yang diberi skor 4,3,2 dan 1 berdasarkan jawaban yang dipilih. Setelah pengumpulan data untuk mengetahui bagaimana pengaruh perilaku prososial (variabel X) terhadap prestasi belajar (variabel Y). Penulis menggunakan rumus product momentdari Karl Pearson sebagai berikut :
Dimana : rxy
= Angka indek korelasi “r” product moment
n
= Jumlah sampel
71
∑X
= Jumlah keseluruhan variabel X
∑Y
= Jumlah keseluruhan variabel Y
∑XY
= Jumlah keseluruhan perkalian antara variabel X dan Y
Kemudian dilajutkan dengan uji signifikasi uji keberartian (t) dengan rumus :t
Dimana :
=
r
rxy √n−2 √1−rxy2
= Besarnya koefisien korelasi (rhitung)
n = Jumlah sampel Dan untuk mengetahui berapa persen (%) variabel X memberikan kontribusi terhadap variabel Y, maka langkah selanjutnya mencari koefisien determinasi, dengan menggunakan derajat hubungan antara variabel X dan Y menggunakan rumus sebagai berikut : KD = rxy2 x 100% Keterangan : KD
= Kontribusi variabel X terhadap variabel Y
rxy2 = Koefisien korelasi antara veriabel X terhadap variabel Y
72
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskrisi Data Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, untuk memperoleh data tentang interaksi sosial dan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMK Negeri Kota Tangerang Selatan semester genap tahun pelajaran 2013/2014. 1. Data Interaksi Sosial Peserta Didik (Skor Variabel X)
Hasil penelitian mengenai perilaku prososial peserta didik diperoleh rentangan nilai sebesar 32 dengan skor tertinggi 91 dan skor terendah 59, banyak kelas 7 dengan panjang interval 5. Selain itu, diperoleh pula skor rata-rata (mean) sebesar 77,68, nilai tengah (median) sebesar 81, 67 modus (mode) sebesar 76,6 dan simpangan baku atau standar deviasi sebesar 7,09. (Lihat lampiran 8 hal. 73) Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial Peserta Didik No 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Interval 59 - 63 64 - 68 69 - 73 74 - 78 79 - 83 84 - 88 89 – 93 Jumlah
Frekuensi Absolut 6 6 9 32 20 12 7 92
Frekuensi Relatif (%) 6,52 6,52 9,78 34,78 21,74 13,04 7,62 100
73
Grafik 4.1 35 30 25 20 15 10 5 0 59 - 63
64 - 68
69 - 73
74 - 78
79 - 83
84 - 88
89 – 93
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa interkasi sosial peserta didik yang diperoleh peserta didik Kelas XI SMK Negeri Kota Tangerang Selatan yang tertinggi terletak antara 74 – 78 dengan frekuensi relatif 34,78 %. Sedang yang terendah terlelak antara 59 – 63 dengan frekuensi relatif 6,52 %. 2. Deskripsi Data Perilaku Prososial Data hasil perilaku prososial peserta didik diperoleh rentangan 27 dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 68, banyak kelas 7 dengan panjang kelas interval 4. Selain itu, diperoleh pula skor rata-rata (mean) sebesar 78,85, nilai tengah (median) sebesar 81,68, nilai modus (mode) sebesar 8, dan simpangan baku atau setandar deviasi sebesar 7,03.(Lihat lampiran 9 hal. 76)
74
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Prososial Peserta Didik No.
Kelas Interval
1
68 - 71
2 3 4 5 6 7
72 - 75 76 - 79 80 - 83 84 - 87 88 - 91 92 – 95 Jumlah
Frekuensi Absolut 19
Frekuensi Relatif
13 12 22 13 8 5 92
14,13 13,04 23,92 14,13 8,70 5,43 100
20,65
Grafik 4.2 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 68 - 71
72 - 75
76 - 79
80 - 83
84 - 87
88 - 91
92 – 95
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa perilaku prososial peserta didik kelas XI SMK Negeri Kota Tangerang Selatan yang tertinggi terletak antara 80 – 83 dengan frekuensi relatif 23,92%. Sedang yang terendah terlelak antara 92 – 95 dengan frekuensi relatif 5,43 %.
75
B. Pengujian Persyaratan Analisis 1. Pengujian Normalitas Perhitungan normalitas dilakukan dengan Uji Lilliefors dengan taraf signifikasi α = 0,05. Perhitungan normalitas dilakukan untuk melihat apakah sebaran data yang akan dianalisis memiliki distribusi yang normal atau tidak. Adapun hasil perhitungan uji normalitas sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas N = 92
Lhitung
Ltabel
Interaksi Sosial
0,1005
0,1009
Perilaku Prososial
0.0892
0.1009
Kriteria
Kesimpulan
Lh < Lt
Distribusi Normal Distribusi Normal
2. Pengujian Linieritas Pengujian linieritas dilakukan terhadap interaksi sosial peserta didik dan perilaku prososial peserta didik. Pengujian pertama dilakukan dengan menghitung uji regresi sederhana dan selanjutnya dengan menggunakan uji linieritas. Untuk uji regresi sederhana didapatkan persamaan regresinya sebagai berikut Y = 1 + (-0,04)X. Sementara itu, hasil yang diperoleh dari pengujian linieritas dengan uji linieritas adalah Fhitung = 0,99, sementara pada Ftabel dengan taraf signifikasi α = 0,05 dengan dk penyebut 21 dan dk pembilang 54 dalam daftar distribusi diperoleh F (21,54) adalah 1,93.
76
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk hubungan antara interaksi sosial peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik adalah linier. (Perhitungan lengkap pada lampiran 12 hal.86) C. Pengujian Hipotesis Perhitungan hipotesis terlebih dahulu dilakukan perhitungan koefisien korelasinya. Untuk menghitung koefisien korelasi antara interaksi sosial peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik digunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu : rxy =
N (ΣXY)−(ΣY)(ΣY) √n (ΣX2 )−(ΣX)2 √n (ΣY2 )−(ΣY)2
Selanjutnya diperoleh nilai rhitung sebesar 0,751 dan dibandingkan dengan rtabel taraf signifikasi α = 0,05 yaitu 0,227. Hasil tersebut menunjukan bahwa rhitung> rtabel.Karena rhitung> rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima yakni terdapat hubungan antara interaksi sosial peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. Besarnya kontribusi interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial dapat ditentukan menggunakan determinasi sebesar 56,4%. Uji signifikasi dengan uji t dengan taraf signifikasi α = 0,05 diperoleh thitung = 9,85 dan ttabel = 1,66. Karena thitung> ttabel maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik.
77
Semakin tinggi interaksi sosial peserta didik maka dapat semakin tinggi pula perilaku prososial peserta didik. (Lihat lampiran 13 hal.94) D. Interpretasi Hasil Penelitian Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi, maka dapat dilihat kriteria korelasi koefisien besar (r) sebagai berikut : Tabel 4.4 Interpretasi Nilai (r) Nilai r 0 0,01- 0,20 0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,90 0,90 – 1,00
Interpretasi Tidak Berkorelasi Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai indeks korelasi sebesar 0,751. Jika dikonsultasikan pada tabel di atas, angka r (0,751) yang berada antara 0,70 – 0,90 termasuk dalam kategori adanya korelasi kuat, berarti terdapat hubungan positif dan signifikan antara interaksi sosial peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. E. Kesimpulan Pengujian Hipotesis Dari uraian di atas, diperoleh hasil perhitungan rhitung sebesar 0,751. Jika dikonsultasikan dengan rtabel n = 77 dengan taraf signifikasi (α = 0,05) maka rtabel adalah 0,227. Sedangkan uji signifikasi dengan uji t dengan taraf signifikasi α = 0,05 diperoleh thitung = 9,85 dan ttabel = 1,66. Karena rhitung lebih besar dari rtabel, dan thitung lebih besar dari ttabel maka terdapat pengaruh yang
78
signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik SMK Negeri 2 Kota Tangerang Selatan. F. Keterbatasan Penelitian Meskipun penelitian ini telah berhasil menguji hipotesis yang diajukan yaitu terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik. Namun, masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, karena keterbatasan yang dimiliki, kekurangan tersebut antara lain : terbatasnya pengetahuan tentang perihal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, terbatasnya waktu untuk mengadakan penelitian dan lain sebagainya.
79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian mengenai hubungan interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik kelas XI SMK Negeri Kota Tangerang Selatan, yang dibahas pada bab dan sub bab sebelumnya, maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut : 1. Data hasil angket interaksi sosial peserta didik mengasilkan rata-rata 77,68, adapun skor yang tertinggi adalah 91 dan terendah 59. 2. Data hasil angket perilaku prososial peserta didik mengasilkan rata-rata 78,85. Dengan skor tertinggi sebesar 95 dan terendah sebesar 68. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik. Hal ini terlihat dari didapatnya thitung = 9,85 dan ttabel = 1,66, kemudian rhitung lebih besar dari rtabel (0,751> 0,227) taraf signifikasi (α = 0,05), dan interpretasi dari nilai r terdapat hubungan yang kuat. 4. Hubungan interaksi sosial peserta didik terhadap perilaku prososial peserta didik dapat dijelaskankan dengan perhitungan koefisien determinasi sebesar 56,4% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. B. Implikasi Perlu disadari bahwa walaupun penelitian ini berhasil menguji hipotesis kerja yang diajukan (H1) yaitu terdapat pengaruh positif dan kuat
73
80
antara variabel X (interaksi sosial) dan variabel Y (perilaku prososial) peserta didik SMK Negeri Kota Tangerang Selatan. Dengan demikian, hasil penelitian ini mengandung implikasi bahwa interaksi sosial peserta didik berpengaruh positif terhadap perilaku prososial peserta didik. Atas alasan di atas, maka diperlukan adanya upaya-upaya pihak yang berkepentingan atas peserta didik selaku objek pendidikan, baik pihak sekolah maupun orang tua peserta didik agar lebih memperhatikan interaksi sosial peserta didik sehari-hari. Perilaku prososial akan lebih meningkat apabila peserta didik memiliki interaksi sosial yang positif. Pada akhirnya dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, walaupun telah dilakukan dengan usaha yang maksimal. Oleh karena itu, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut sehingga hasilnya dapat lebih sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga kelak dapat berguna bagi peserta didik itu sendiri, serta siapapun yang mengambil manfaat dari hasil penelitian ini. C. Saran Dari hasil penelitian dan kenyataan yang ada di lapangan, maka peneliti pada bagian ini memberikan saran-saran sebagai pertimbangan. Adapun saran-saran sebagai berikut : 1. Sekolah harus dapat merangkul semua pihak yang terkait untuk bisa bersama-sama menciptakan suasana kondusif dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik, dengan demikian penyimpangan yang dilakukan peserta didik dapat diminimalisir.
81
2. Semua pendidik tanpa terkecuali merupakan cermin bagi peserta didik. Maka dari itu, pendidik harus memberikan contoh dalam interaksi sosial dan pembiasaan perilaku prososial kepada peserta didik. 3. Orang tua diharapkan dapat membimbing putera-puteri mereka ketika berada diluar jam sekolah. Karena tiga perempat waktu anak lebih banyak menghabiskan waktu diluar sekolah yaitu interaksi sosial dan perilaku prososial. 4. Hendaknya peserta didik dapat mengaplikasikan pengetahuan Pendidikan Kewarganegaraan yang didapat di sekolah dalam perilaku sehari-hari.