PENGARUH PENGGUNAAN KURSI ERGONOMIS TERHADAP KENYAMANAN POSISI DUDUK PADA IBU MENYUSUI BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : SRI LISDIANA NIM : 108101000045
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M 1434H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2012 – Juli 2013 Sri Lisdiana, NIM : 108101000045 Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 xxii + 135 halaman, 26 tabel, 28 gambar, 3 bagan, 6 lampiran ABSTRAK Kecenderungan posisi duduk ibu saat menyusui adalah tanpa sandaran, leher dan punggung membungkuk dengan membentuk posisi yang statis dan monoton. Hal ini tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk meminimalisasi ketidaknyamanan dengan penggunaan kursi ergonomis saat menyusui dengan harapan ibu dapat melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk yang benar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretest-posttest control group design dengan jumlah sampel 34 orang yang dibagi menjadi Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing sebanyak 17 responden. Pada Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui sedangkan pada Kelompok Kontrol melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya. Skor kenyamanan diperoleh dari skor ketidaknyamanan pada lembar Body Part Discomfort Scale. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test dan MannWhitney Test. Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menyatakan bahwa pada p-value 0,015 diketahui terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada uji yang sama, dengan p-value 0,977 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Adapun uji Mann-Whitney menunjukkan dengan p-value 0,046, berarti terdapat beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Simpulan diperoleh bahwa penerapan kursi ergonomis dapat meningkatkan skor kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sehingga, diharapkan para ibu dapat menerapkan posisi duduk yang baik dan benar selama menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis.
Kata Kunci: Kursi Ergonomis, Kenyamanan Posisi Duduk, Ibu Menyusui Daftar bacaan : 49 (tahun 1989-2011) iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY DAN HEALTH Undergraduate Thesis, July 2012 – July 2013 Sri Lisdiana, NIM : 108101000045 Influence the Use of Ergonomic Chair toward Comfort Seating Position to Breastfeeding Mothers of Infants Aged up to Six Months in Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 2013 xxii + 135 pages, 26 tables, 28 pictures, 3 charts, 6 appendicies ABSTRACT Tendency sitting position when breastfeeding mothers are without backrest, neck and back bent by forming a static position and monotonously. It is not justified because it can cause a sensation of discomfort while breastfeeding. Therefore, this study intends to minimize the discomfort to the use of ergonomic chairs while breastfeeding and the hope of breastfeeding mothers can do activities with proper seating. This study used an experimental method with a pretest-posttest control group design with 34 samples, divided into experiment group and control group, respectively by 17 respondents. In the experiment group was given treatment by means of using ergonomic chair while breastfeeding, while in the control group with breastfeeding activities as usual. The comfort score was obtained from the discomfort score sheet of Body Part Discomfort Scale. Data were analyzed with the Wilcoxon Signed-Rank Test and Mann-Whitney Test. The result of Wilcoxon Signed-Rank Test suggest that the p-value 0.015, it is evident that the average difference between the discomfort scores were significantly before and after in the experiment group. While at the same test, with p-value 0.977 showed no significant difference between the discomfort scores before and after in the control group. The Mann-Whitney test shows the p-value 0.046, means that there is an average difference of discomfort scores between the Experiment Group and Control Group. The conclusion is obtained that the application of ergonomic chair can improve comfort score to breastfeeding mothers seating position. Thus, mothers are expected to apply of posture during breastfeeding properly and correctively by using an ergonomic chair. Keyword: Comfort seating position, Ergonomic chair, Breastfeeding mothers References : 49 (1989-2011)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sri Lisdiana
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Brebes/
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: Jln. Lombok Gg. Kakak Tua RT. 01/02 Desa Kemurang Kulon Kecamatan Tanjung 52254, Kabupaten Brebes Jawa Tengah
No. HP
: +628-567-050-382
e-mail
:
[email protected]
Pendidikan 1996 – 2002
: SD Negeri 01 Kemurang Kulon
2002 – 2005
: SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008
: SMA Negeri 01 Brebes
2008 – sekarang
: S1 – Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi 2002 – 2003 & 2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 01 Tanjung 2002 – 2004
: Pramuka SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008
: ROHIS SMA Negeri 1 Brebes
2009
: Div. Konsumsi FKIK Gathering
2010
: IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah)
2010 – sekarang
: FLP Ciputat
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam wujud Iman, Islam, dan Ihsan sehingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw, karena beliau telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah yang buta akan ilmu menuju zaman cahaya yang bersinar dengan ilmu seperti sekarang ini. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ungkapan terima kasih kepada: 1. Allah swt yang telah memberikan nikmat hidup tiada kira dan kekasih-Nya, Baginda Rasulullah Muhammad saw yang senantiasa menginspirasi. 2. Yang tercinta, orang tua beserta keluarga atas dukungannya baik materi maupun nonmateri yang tak dapat dikalkulasi secara matematis. Terima kasih kakak2ku untuk support yang luar biasa dan doa2 yang senantiasa terpanjatkan tiada hentinya. 3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. 4. Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ir. Febrianti, M.Si. 5. Yang terkasih, Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. selaku Pembimbing I, untuk saran serta nasihat yang membangun, dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku Pembimbing II dan sekaligus sebagai peneliti utama terkait aplikasi ergonomi pada ibu viii
menyusui, yang dengan penuh keikhlasan dalam memberikan bimbingan dan motivasi. Terima kasih Bu Yuli untuk ide penelitiannya yang brilian dan menginspirasi, semoga bermanfaat dan barokallah. 6. Tim penguji skripsi: Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA; Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK; Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D yang telah memberikan saran dan masukan berarti dalam penelitian ini. 7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai salah satu dosen K3 yang telah berbagi ilmu dan pengalaman serta saran yang membangun dalam penelitian ini. 8. Ibu Eni, salah satu dosen Prodi Keperawatan FKIK dengan keramahannya dalam berdiskusi terkait Kenyamanan. 9. Pak Ghazali, staf Kesmas terrrrrrrbaik deh Pak. Terimaksih Pak, ‘tuk kemudahan2nya. 10. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang telah membantu memberikan informasi terkait ibu menyusui khususnya ibu menyusui bayi usia ≤6 bulan. 11. Para responden penelitian ini, ibu-ibu menyusui bayi yang usianya ≤6 bulan atas keramahan dan keterbukaannya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini. 12. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan kemudahan yang telah diberikan tanpa pamrih. 13. Chingudeul Tim Penelitian Ergonomi: Nadya, Iqbal, Titi, Mba Lia, n Dhevy buat kebersamaannya dalam pengerjaan penelitian ini. Gamsahamnida….. 14. Chingudeul Stoopelth 2008 yang kompak dan saling menyemangati. Sukses selalu. 15. Irmaaaaaa aka Irmayanti Hayat, gomaweoyo buat tengah malam di angka 30072013.
ix
16. Kosanku dulu 5A aw aw dengan doa2+spirit: Eka eonni multihelper-nya, T’echa-ssi buat kepolosan n kecerdasannya, Dhepy-ssi buat masukan2nya, Tiwi-ssi my roommate buat rasa berbagi dan kebersamaan dalam menghabiskan semangat dan malas, n Nyai Any-ssi ‘tuk ke-gajebo-an yang menceriakan sehari-hari. Yeoribbeun, gomaweoyo… 17. Kosan Mba2 yuuu yang menenangkan dengan personil: Kak Ayuuu, Memyuuuu, n Dasyuuu (Li2z gag mo ikut marga yuu lho…!!!hhaha). Jinjja jinjja jinjja gomaweo… 18. Compass One Heart, dalam satu hati mengurai tulusnya doa untuk setiap anggotanya. Sukses dan senantiasa sehat selalu kawan. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu dalam lembaran putih ini. 20. Spesial untuk yang tak diundang tapi hampir selalu ada menemani: sunyi, sepi, malas, dan sakit. Dan, dari Love Rain hingga I Hear your Voice, geunyang areumdaun. Banyak hikmah dari keberadaan kalian…!!! Besar harapan penulis akan kemanfaatan skripsi ini untuk semua pembaca, khususnya civitas akademika yang concern akan aplikasi ilmu K3. Kesempurnaan adalah mutlak milik-Nya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Akhirul kalam, Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, Juli 2013 Sri Lisdiana
x
KEYNOTE
Benar, setidaknya bagiku. Bahwa hidup akan terus berputar meski kau menderita di tengah bahagianya yang lain. Hidup tak menuntunmu pada bahagia. Bahwa hidup akan terus berputar meski kau merasakan sepi dan sunyi di tengah ramainya dunia yang lain. Hidup tak selalu menjadi temanmu.
Bahwa sejatinya hidup itu tak memihak siapapun. Ia punya cara sendiri ‘tuk
menunjukkan keniscayaannya hingga Sang Penguasa menutupnya.
Karena itu, belajarlah percaya akan diri sendiri. Dan ingatlah, hanya ada satu manusia yang kepadanya kamu bisa bergantung dan setia menemanimu. Manusia itu adalah dirimu sendiri.
Jakarta, 02032013 @12:26 pm #LD_joker
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i SURAT PERNYATAAN ................................................................................................... ii ABSTRAK .......................................................................................................................... iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... v LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vii LEMBAR KEYNOTE ......................................................................................................... xi DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xix DAFTAR BAGAN ............................................................................................................. xxi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xxii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 6 C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 7 D. Tujuan .................................................................................................................. 8 1. Tujuan Umum ................................................................................................ 8 2. Tujuan Khusus ............................................................................................... 8 xii
E. Manfaat ................................................................................................................ 10 1. Bagi Ibu Menyusui ......................................................................................... 10 2. Bagi Mahasiswa ............................................................................................. 10 3. Bagi Keilmuan K3 ......................................................................................... 10 D. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 12 A. Konsep Ergonomi ................................................................................................ 12 1. Definisi Ergonomi ......................................................................................... 12 2. Tujuan Ergonomi ........................................................................................... 13 3. Program Ergonomi ........................................................................................ 14 B. Konsep Menyusui ................................................................................................ 17 1. Proses Laktasi dan Menyusui ........................................................................ 17 2. Frekuensi dan Lama Menyusui ...................................................................... 18 3. Posisi dan Perlekatan Menyusui .................................................................... 18 4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ....................................................... 20 5. Manfaat Menyusui ......................................................................................... 25 C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk ............................................. 26 1. Definisi Kenyamanan (Comfort) ................................................................... 26 2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) ....................................................... 29 3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi (Discomfort) ................................... 30 4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk ........................................................ 31 D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menggunakan Kursi Ergonomis .......................................................................... 56 xiii
1. Karakteristik Tempat Duduk ......................................................................... 56 2. Karakteristik Individu .................................................................................... 58 3. Karakteristik Pekerjaan .................................................................................. 59 4. Persepsi Tempat Duduk ................................................................................. 60 E. Konsep Kursi Ergonomis ..................................................................................... 62 F. Kerangka Teori .................................................................................................... 65 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ..................................................................................................................... 66 A. Kerangka Konsep ................................................................................................ 66 B. Definisi Operasional ............................................................................................ 70 BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................................... 73 A. Disain Penelitian .................................................................................................. 73 B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 74 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 75 D. Pengumpulan Data ............................................................................................... 78 E. Instrumen Penelitian ............................................................................................ 79 F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... 80 G. Validitas Data ...................................................................................................... 86 H. Etika Penelitian .................................................................................................... 87 BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 88 A. Gambaran Profil dingkat Kelurahan Pisangan .................................................... 88 B. Hasil Penelitian Utama ........................................................................................ 89
xiv
1. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui pada Kelompok Eksperimen .......................................................................... 90 2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui pada Kelompok Kontrol ................................................................................ 90 3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen .................................................................................. 91 4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Kontrol ......................................................................................... 91 5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .................. 92 6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ................................................... 92 7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui .......................................................................... 97 C. Hasil Penelitian Pendukung ................................................................................. 100 1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ........................................................... 100 2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk .......................... 102 3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui ............................... 103 4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Studi Kualitatif ................................ 103 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................. 108 A. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 108 B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis ........... 109 C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis ........... 112 D. Faktor yang Diduga Confounder ......................................................................... 117 1. Usia Ibu .......................................................................................................... 117 2. IMT Ibu .......................................................................................................... 118 xv
3. Frekuensi Menyusui dan Durasi Menyusui ................................................... 119 4. Berat Badan Bayi ........................................................................................... 119 5. Tingkat Kebisingan ........................................................................................ 120 6. Suhu Lingkungan ........................................................................................... 121 7. Tingkat Pencahayaan ..................................................................................... 122 E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ................................................................. 123 1. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis .............................................................. 123 2. Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ............................................... 124 BAB VII PENUTUP .......................................................................................................... 128 A. Simpulan ............................................................................................................ 128 B. Saran ................................................................................................................... 130 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 131
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander & Zhang, 2007 dalam Karwowski dan Marras, 2003) ......................................................................... 29 Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) .......................................................... 46 Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) ...................................................... 47 Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) ....................................................... 48 Tabel 2.5 Skor Postur A ..................................................................................................... 49 Tabel 2.6 Skor Aktifitas ...................................................................................................... 49 Tabel 2.7 Skor Beban ......................................................................................................... 50 Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) .................................................................................. 51 Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) ................................................................... 51 Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) .................................................................................. 52 Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B) ................................................................................... 52 Tabel 2.12 Skor Aktifitas .................................................................................................... 53 Tabel 2.13 Skor beban ........................................................................................................ 53 Tabel 2.14 Tabel C ............................................................................................................. 53 Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA ................................................................................................... 54 Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan ............................................................ 55 Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................................... 70 Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan .................................................. 89 Tabel 5.2 Gambaran Skor Ketidaknyamanan Ibu sebelum dan setelah Menggunakan Kursi Ergonomis ................................................................................................ 89 xvii
Tabel 5.3 Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ................................................. 92 Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ......................................................... 93 Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ..................................................................................................... 94 Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis ....................... 99 Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis .................................................... 101 Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui ............................... 102 Tabel 5.9 Distribusi Penggunaan Peralatan Bantu pada Ibu Menyusui Bayi ..................... 103
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui ................................................................... 19 Gambar 2.2 Posisi Menyusui Balita pada Posisi Normal ................................................... 19 Gambar 2.3 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan .............. 19 Gambar 2.4 Posisi Menyusui Bayi bila ASI Penuh ............................................................ 19 Gambar 2.5 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan .......................................... 19 Gambar 2.6 Cara Meletakkan Bayi .................................................................................... 21 Gambar 2.7 Cara Memegang Payudara .............................................................................. 21 Gambar 2.8 Cara Merangsang Mulut Bayi .......................................................................... 21 Gambar 2.9 Teknik Menyusui yang Benar ......................................................................... 21 Gambar 2.10 Perlekatan Benar ........................................................................................... 22 Gambar 2.11 Perlekatan Salah ............................................................................................ 22 Gambar 2.12 Transisi comfort menjadi discomfort ............................................................ 31 Gambar 2.13 Single Noun Scale ......................................................................................... 34 Gambar 2.14 Multiple Noun Scale ..................................................................................... 34 Gambar 2.15 Visual Analog Scale ...................................................................................... 35 Gambar 2.16 Numeric Rating Scale ................................................................................... 36 Gambar 2.17 Graphic Rating Scale .................................................................................... 37 Gambar 2.18 Body Map for Reporting Discomfort Location ............................................. 38 Gambar 2.19 General Comfort Scale ................................................................................. 39 Gambar 2.20 General Body Visual Analogue Discomfort Scale ........................................ 40 xix
Gambar 2.21 Body Part Discomfort for High and Low Carry Tasks ................................. 40 Gambar 2.22 Postur Lengan Atas (Upper Arm) ................................................................. 46 Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) ............................................................. 47 Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) .............................................................. 48 Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) ...................................................................................... 50 Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) ....................................................................... 51 Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen ............................................ 96 Gambar 5.2 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Kontrol ................................................... 96
xx
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA .............................................. 54 Bagan 2.2 Kerangka Teori .................................................................................................. 65 Bagan 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................................. 69
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lapmiran I : Form Pernyataan Persetujuan Responden Lampiran II : Instrumen Penelitian Lampiran III : Lembar Body Part Discomfort Scale Lampiran IV : RULA Lampiran V : Data Kursi Ergonomis Lampiran VI : Hasil Output Analisa Data
xxii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menyusui merupakan salah satu aktivitas sehari-hari secara alami yang dilakukan para ibu dan bersifat berulang selama masa menyusui, bisa enam bulan (eksklusif) atau lebih, biasanya hingga usia anak dua tahun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini. ASI menjadi makanan paling sempurna bagi bayi. Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2005), pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit, dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Mengingat begitu pentingnya ASI bagi bayi, maka WHO (World Health Organization) dan UNICEF (the United Nations Children’s Fund) sejak dasa warsa yang lalu telah menyerukan kepada ibu-ibu di seluruh dunia tentang perlunya pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6 bulan pertama setelah kelahiran (Grant, 1993 dalam Suyatno, 1997). Hal ini membuktikan bahwa perihal ASI telah mendapat perhatian dan sorotan secara global. Besarnya perhatian dunia terkait ASI, memicu para ahli untuk mencermati keberhasilan para ibu dalam aktivitas menyusui. Faktor keberhasilan dalam menyusui yaitu menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif (Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2005). Afifah (2007) juga 1
2
mengemukakan hal yang hampir senada tentang faktor keberhasilan dalam menyusui yaitu (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini, (3) posisi menyusui yang benar untuk ibu dan bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi, dan (5) diberikan secara eksklusif. Sementara Perinasia (1994) dalam Listya (2008) menambahkan teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Selanjutnya, Saleha (2009) menambahkan bahwa salah satu faktor penyebab lecetnya puting ibu adalah kesalahan dalam teknik menyusui karena bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh mulut bayi. Puting lecet ini menjadi salah satu penyebab timbulnya peradangan pada payudara ibu. Dari faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa posisi menyusui memegang peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui. Setiap ibu menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi nyaman karena akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Fahma, dkk (2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi. Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan, bisa enam bulan (ASI eksklusif) atau lebih. Kondisi yang demikian akan
3
menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut. Secara umum, banyak cedera muskuloskeletal berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders/MSDs (Stanton, et. al, 2005). Ia menambahkan bahwa sensasi ketidaknyamanan ini merupakan tanda peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah. Dalam ilmu ergonomi, ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003). Munculnya sensasi ketidaknyamanan pada posisi saat menyusui diperkirakan karena prinsip ergonomi belum diterapkan. Salah satu penyelesaian masalah ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu penyesuaian postural
untuk
mempertahankan postur tubuh dengan tetap.
Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan ilmu ergonomi dalam aktivitas menyusui.
4
Menurut Suma’mur (1989), ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ia menambahkan pengembangan penerapan ergonomi meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13 – 16 Juli 1978. Pengembangan penerapan ergonomi dapat melingkupi berbagai bidang, dari sektor formal yang meliputi instansi dan perusahaan hingga sektor informal termasuk di dalamnya adalah penerapan ergonomi dalam aktivitas sehari-hari seperti kegiatan menyusui, sehingga diharapkan terjadi peningkatan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi kerja. Dalam penelitiannya mengenai kenyamanan setelah penggunaan peralatan ergonomis di sebuah perusahaan pembuat sapu ijuk, Kalsum (2007) menyatakan terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis (13,60). Sementara untuk penelitian penerapan ergonomi pada ibu menyusui, Fahma, dkk (2010) mengemukakan hasil penelitiannya berupa diperolehnya rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan antropometri penggunanya. Adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan kenyamanan penggunaan kursi ergonomis pada ibu menyusui khususnya di Kelurahan Pisangan dan pada umumnya untuk para ibu menyusui di tempat lainnya, karena posisi ibu menyusui cenderung sama di semua tempat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui kurang dari enam bulan di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa 80% ibu lebih sering
5
menggunakan posisi duduk saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi seperti duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%). Dari hasil observasi ditemukan bahwa ibu yang duduk menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu, ditemukan pula bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Adapun hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale yang telah diisi oleh ibu setelah menyusui, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui terutama kaitannya dengan aspek ergonomi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aktivitas menyusui dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses bekerja.
6
Dari studi literatur yang telah dilakukan, belum ditemukan adanya penelitian terdahulu mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui. Namun sebelumnya, penelitian lain hanya membahas mengenai perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan antropometri di ruang laktasi rumah sakit dan hasilnya diperoleh rancangan kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Aktivitas menyusui dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama 10 – 15 menit per payudara berkali-kali setiap harinya) dan cenderung berulang sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan, sehingga ibu dipaksa berada pada posisi tertentu yang akhirnya memicu sensasi ketidaknyamanan yang cenderung dibiarkan karena naluri keibuannya. Jika ketidaknyamanan ini terus dipertahankan, sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ergonomi seperti gangguan hingga cedera musculoskeletal pada ibu. Selain itu, kesalahan teknik menyusui dapat menyebabkan puting lecet pada ibu yang menjadi salah satu penyebab timbulnya radang payudara. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu bahkan menghambat proses kelancaran dalam pemberian ASI. Oleh karena itu, para ibu menyusui hendaknya mengetahui teknik posisi dan postur tubuh yang ergonomis dimana salah satunya dengan menggunakan kursi ergonomis.
7
Dari hasil studi pendahuluan, 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Setelah dianalisis dengan metode RULA, diperoleh 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Selanjutnya, ketika dinilai kenyamanan pada posisi duduknya ada 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada, artinya ada ketidaksesuaian kursi dengan ibu menyusui. Hal ini mengindikasikan bahwa prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan dalam aktivitas menyusui.
C. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Eksperimen? b. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Kontrol? c. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen? d. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Kontrol? e. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol? f. Bagaimana
gambaran
karakteristik
individu
(usia
dan
Indeks
Massa
Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama
8
menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan? g. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan? h. Apakah ada hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui? i. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan? j. Bagaimanakah peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Eksperimen.
9
b. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Kontrol c. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen. d. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Kontrol. e. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. f. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (lama menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. g. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT) dari ibu yang menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui. h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui. i. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.
10
j. Diketahuinya peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Menyusui a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk menerapkan posisi duduk yang benar dan ergonomis demi terciptanya kenyamanan saat menyusui, sehingga risiko kesehatan seperti kelelahan otot dan MSDs dapat dikurangi bahkan dihindari. b. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi ibu menyusui dari sisi ilmu ergonomi. 2. Bagi Peneliti a. Dapat menerapkan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya terkait penerapan ergonomi dalam lingkungan masyarakat. b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti saat menyelesaikan salah satu permasalahan ergonomi pada posisi duduk ibu menyusui. 3. Bagi Keilmuan K3 a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang lingkup penerapan ilmu ergonomi di masyarakat umum (ibu menyusui). b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain, khususnya yang berkaitan dengan kursi ergonomis untuk ibu menyusui.
11
c. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi instansi yang menerapkan ilmu K3, khususnya terkait kenyamanan ibu menyusui di tempat kerja.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk yang dilakukan pada ibu menyusui bayi yang usianya sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan antara Juli 2012 – Juli 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain eksperimen yang didukung oleh studi kualitatif tentang kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Ergonomi 1. Definisi Ergonomi Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama, yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002). Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO) antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004). Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal-balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.
12
13
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. 2. Tujuan Ergonomi Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya. Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo (2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu: meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan kerja,
mengurangi
kelelahan
dan
stres,
meningkatkan
kenyamanan,
meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan memperbaiki kualitas kehidupan. Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi,
14
higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya. 3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya. 3. Program Ergonomi Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989). Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas, diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas. Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan berikut: a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada kelompokkelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang keberhasilannya diukur dari sejauh mana teknik-teknik ergonomi diterapkan.
15
Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster, slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya. b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan alternatifalternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan, diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan. c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka mendukung produktivitas. Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan. Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang dilakukan dalam bidang ergonomi antara lain berupa menyesuaikan ukuran
16
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: a. Pendekatif kuratif Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung. b.
Pendekatan konseptual Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsipprinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara konseptual
dilakukan
sejak
awal
perencanaan
dengan
mengetahui
17
kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.
B. Konsep Menyusui 1. Proses Laktasi dan Menyusui Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan otak manusia dimulai sejak dalam kandungan sampai dengan periode yang dikenal sebagai golden periode atau “periode emas”, yaitu periode di dalam rahim sampai bayi berusia 2 tahun (Perinasia, 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Selanjutnya, ASI telah disepakati seluruh ahli dan seluruh dunia merupakan nutrisi yang paling optimal dan paling baik untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan sebagai makanan tunggal yang dikenal dengan pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif serta proses
18
menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun SDM yang berkualitas. 2. Frekuensi dan Lama Menyusui Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun juga tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI. Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 – 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Ia menambahkan bahwa semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi. 3. Posisi dan Perlekatan Menyusui Terdapat berbagai macam posisi ketika ibu menyusui. Saleha (2009) menyebutkan cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.
19
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak.
Gambar 2.2 Posisi menyusui balita pada kondisi normal (Saleha, 2009)
Gambar 2.4 Posisi menyusui bayi bila ASI penuh (Saleha, 2009)
Gambar 2.3 Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan (Saleha, 2009)
Gambar 2.5 Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan (Saleha, 2009)
20
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu: a. Berbaring miring. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri. b. Duduk. Hal yang penting diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi. Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang) memaksimalkan bentuk payudara dan memberi ruang untuk menggerakkan bayi ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya. 4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar Menurut Saleha (2009), langkah-langkah menyusui yang benar yaitu: a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di sekitar puting, kemudian duduk dan berbaring dengan santai. b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja. Kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting
21
susu. Dekatkan tubuh bayi ke tubuh ibu, sentuh bibir bayi ke puting susunya, dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
Gambar 2.6 Cara meletakkan bayi (Saleha, 2009)
Gambar 2.7 Cara memegang payudara (Saleha, 2009)
c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah bayi membuka lebar.
Gambar 2.8 Cara merangsang mulut bayi (Saleha, 2009)
Gambar 2.9 Teknik menyusui yang benar (Saleha, 2009)
Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tandatanda sebagai berikut. a. Bayi tampak tenang. b. Badan bayi menempel pada perut ibu. c. Mulut bayi terbuka lebar. d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
22
e. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. f. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan. g. Puting susu tidak terasa nyeri. h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. i. Kepala bayi agak menengadah
Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009)
Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)
Latch-On Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Hal ini akan menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (ripple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian dari areola akan masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.
23
Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi. Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar: a. Aliran ASI lebih lancar. b. Mencegah lecet pada puting susu ibu. c. Menjaga bayi agar puas dalam menyusui. d. Menstimulasi produksi ASI yang kuat. e. Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara. Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap yang baik ditandai dnegan ciri-ciri berikut: a. Lidah bayi berada di bawah puting susu. b. Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.
24
c. Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat selama proses menyusui berlangsung. Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. Let-Down Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan geli atau sedikit nyeri pada payudara atau ASI keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down. Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya. Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara: a. Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong punggung dan lengan ibu.
25
b. Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on). c. Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk ibu selama proses menyusui. d. Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam proses menyusui. e. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama proses menyusui berlangsung. 5. Manfaat Menyusui Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2005), manfaat pemberian ASI dapat meliputi: a. Bagi Ibu 1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia) 2) Memperpanjang kehamilan berikutnya 3) Menghemat waktu b. Bagi bayi 1) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi 2) Imunitas (mengurangi risiko diare, infeksi jalan nafas, alergi dan infeksi lainnya) 3) Aspek psikologis (mempererat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan status mental dan intelektual). c. Bagi keluarga 1) Peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan bayinya
26
2) Penghematan biaya d. Bagi masyarakat 1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi 2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll) 3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan 4) Berkontribusi dalam penghematan devisa negara
C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk 1. Definisi Kenyamanan (Comfort) Kolcaba
(2001)
menyatakan
kenyamanan
(comfort)
secara
teoritis
didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for ease, relief, and transcendence). Sedangkan kenyamanan dalam bahasa Inggris kontemporer memiliki empat makna, yaitu (Kolcaba, 1991): a. Kenyamanan
sebagai
akibat
dari
terbebasnya
atau
tidak
adanya
ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort). b. Kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment). c. Kenyamanan adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). d. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman (comfort is whatever makes life easy or comfortable).
27
Adapun secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba
(1992)
menyatakan
bahwa
kenyamanan
berhubungan
dengan
pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang kompleks secara umum. Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Sementara Branton (1972) dalam Oborne (1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak nyaman. Ia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan yang tak tertahankan. Sanders dan McCormick (1993)
dalam Ardiana (2007) menggambarkan
konsep kenyamanan berupa suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-
28
istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan. Dalam penelitian Tan, et al. (2008), Hertzberg (1972) mendeskripsikan comfort sebagai absence of discomfort. Kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis (Shen dan Parsons, 1997). De Looze dan Kuijt (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang didefinikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a reaction to the environment). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya.
29
2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial. Menurut Karwowski dan Marras (2003), Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997), diakibatkan oleh faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut: Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Karwowski dan Marras, 2003)
Karwowski dan Marras (2003) menambahkan ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang
30
berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh). Ketidaknyamanan
berhubungan
dengan
faktor
biomekanik
yang
menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008). Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Ketidaknyamanan ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit. 3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort) Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar:
31
Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort Menurut Tan et. al. (2008), Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman akan berkurang. Artinya, biomekanik yang baik mungkin tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman. 4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk a. Cara Mengukur Kenyamanan Seperti yang telah diuraikan dalam definisi kenyamanan bahwa menurut Oborne (1995), kenyamanan sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian kenyamanan
lebih
merupakan
penilaian
respondentif
individu
dan
kenyamanan cenderung diukur berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Dengan demikian, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.
32
Karwowski dan Marras (2003) mendeskripsikan ketidaknyamanan secara kuat dengan melihat empat aspek: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Misalnya, duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan ketidaknyamanan yang intensitasnya tergolong rendah hingga menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu jam pertama kemudian berada di level konstan, ketidaknyamanan akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit. a. Intensitas Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang digunakan yaitu: verbal rating scales, visual analog scales, numeric rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya mempunyai angkaangka yang lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku (menggunakan behaviour rating scales) atau perubahan hubungan biomekanikal dan fisiologikal. Penjelasan lengkap tentang cara mengukur intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut: 1) Biomechanical and Physiological Correlates Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik (mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling. Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena
33
adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan sebagai alat penialain objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh. Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan pekerja
atau
pengakuan
pekerja
tentang
ketidaknyamanan
(discomfort). Sedangkan kekurangannya adalah indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan adanya
ketidaknyamanan.
memunculkan hasil-hasil
Artinya,
ada
penyebab
pengukuran secara
lain
yang
biomekanik
dan
fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan, seperti kebudayaan barat yaitu memahami bahwa nyaman sama dengan keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot. 2) Behaviour Rating Scales Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku yang
diperkirakan
sebagai
indikator
yang
pasti
adanya
ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Misalnya, Branton (1969) menyebutkan bahwa ketidaknyamanan dalam posisi duduk dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi duduknya, menunjukkan bahwa ia semakin merasa tidak nyaman.
34
Shackel et. al (1969) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Adapun sekarang ini telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk. Keuntungan dari metode behavioral scale assessment adalah tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi. 3) Verbal Rating Scales Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.
Gambar 2.13 Single Noun Scale
Gambar 2.14 Multiple Noun Scale
35
Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya diisi oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai dengan yang dirasakan oleh pekerja. Analisis datanya menggunakan distribusi frekuensi dan rank order nonparametic statistics. Kelebihan dari metode ini adalah terdiri dari tingkatan-tingkatan ketidaknyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja. Sedangkan kekurangannya, pilihan yang ditunjukkan terbatas dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan lainnya adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya, pekerja merasakan mati rasa yang diinterpretasikan memiliki intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaku, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikan sebaliknya. 4) Visual Analog Scales Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan dapat berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.15 Visual Analog Scale
36
Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan, pekerja memberi tanda pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan jarak dari ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah ditandai oleh pekerja. Hasil ukurnya dalam satuan mm, skalanya mempunyai sekitar 101 tingkat discomfort. Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan dalam adminsitrasi, sensitivitas dalam analisis statistik. Kekurangannya adalah beberapa pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempersepsikan intensitas atau tingkat rasa tidak nyaman pada garis. 5) Numeric Rating Scales Numeric rating scale hampir sama dengan visual analog scale. Perbedaannya hanya pada numeric rating scale terdapat nomor dari kategori tingkatan discomfort, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.16 Numeric Rating Scale Cara pengisiannya adalah pekerja akan menandai nomor yang tersedia sesuai dengan tingkat “tidak nyaman” yang dirasakan. Kelebihan dari metode ini adalah sederhana dan skala verbal dapat digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari faktor postur. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah titik 0 sampai 10 mempunyai sensitivitas yang terbatas, pekerja lebih sering terekspos dengan skala 1 sampai 100.
37
6) Graphic Rating Scales Graphic rating scale merupakan kombinasi dari visual analog scale dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari garis vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau keterangan di sepanjang garisnya, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.17 Graphic Rating Scale
Cara pengisiannya adalah pekerja akan memberi tanda pada garis yang mewakili tingkat tidak nyaman yang dirasakannya. Kelebihan metode ini adalah mempunyai “ekstra label” yang mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Sedangkan kekurangan metode ini terletak pada pengelompokan keterangan (label) pada garis. b. Kualitas Kualitas ketidaknyamanan hanya dapat dinilai dengan membiarkan deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pekerja. Deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan tersebut antara lain: tingling, burning, searing, numbness, coldness, stiffness, heat, cramping, prickling, stabbing, dan gnawing. Meskipun kualitas sakit secara luas digunakan pada penilaian kesehatan, kualitas
38
ketidaknyamanan belum digunakan secara umum oleh ahli ergonomi. Hal ini mungkin dikarenakan implikasi dari perbedaan kualitas yang belum jelas, tetapi implikasi intensitas, lokasi, dan periode waktu telah jelas. c. Lokasi Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan biasanya digunakan peta tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh (body part). Pada saat pengukuran dengan body map, biasanya sudah sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Dengan menunjukkan gambar bagian-bagian tubuh, pekerja akan lebih mudah menunjukkan
pada
bagian
tubuh
mana
saja
ia
mengalami
ketidaknyamanan. Pekerja akan memberi tanda pada bagian tubuh yang dirasakan ada ketidaknyamanan.
Gambar 2.18 Body Map for reporting discomfort location
39
d. Periode Waktu Pengukuran periode waktu ketidaknyamanan biasanya dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan investigasi ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda menurut menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Pengumpulan data yang berulang ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data yang berbeda (untuk menjaga agar pekerja tidak terpengaruh dengan pengumpulan data sebelumnya) atau dengan lembar pengumpulan data yang sama (yang memungkinkan pekerja untuk membandingkan dengan pengumpulan data sebelumnya). Ada hubungan waktu yang penting antara waktu pekerja mengalami ketidaknyamanan dengan waktu pengumpulan data. Branton (1969) menyarankan
karena
pelaporan
post-experience
ketidaknyamanan
bergantung pada memori kinestetik, maka informasi ketidaknyamanan sebaiknya
dikumpulkan
ketika
pekerja
sedang
mengalami
ketidaknyamanan. Berikut ini beberapa contoh instrumen penilaian ketidaknyamanan yang sering digunakan pada banyak penelitian, antara lain sebagai berikut:
Gambar 2.19 General Comfort Scale (Dari Shackel, B., Chidsey, K.D., and Shipley, P. (1969) The assessment of chair comfort
40
Gambar 2.18 General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994) digunakan untuk mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6 waktu berbeda (saat baru dating ke tempat kerja, morning break, sebelum istirahat makan siang, setelah istirahat makan siang, mid afternoon, dan setelah selesai bekerja) Gambar 2.20 General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994) digunakan untuk mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6 waktu berbeda (saat baru dating ke tempat kerja, morning break, sebelum istirahat makan siang, setelah istirahat makan siang, mid afternoon, dan setelah selesai bekerja)
Gambar 2.21 Body part discomfort for high and low carry tasks (Straker et al. (1997))
41
b. Penentuan Cara Mengukur Kenyamanan Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis Penilaian ketidaknyamanan (discomfort) haruslah memliki utilitas, validitas, dan sensitivitas yang tinggi. Utilitas yang tinggi dapat diperoleh melalui dua tahap, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Utilitas yang tinggi pada pengumpulan data memerlukan alat yang mudah untuk digunakan pekerja
secara
tepat,
cepat,
dan
dapat
meminimalisasi
gangguan
(interference) dengan performance pekerja pada pekerjaannya. Satu aspek yang dapat memudahkan pekerja adalah alat yang tidak membutuhkan banyak skill bahasa (minimal language skills). Kemudahan dalam menggunakan
alat
untuk
mengukur
ketidaknyamanan
juga
akan
meminimalisasi eror. Utilitas yang tinggi dari analisis data memerlukan data yang siap untuk diolah dengan analisis statistik dan penyajian dengan grafik. Sedangkan validitas data adalah suatu hal yang kritis. Data yang tidak valid berarti tidak memiliki
arti
apa-apa.
Sebagaimana
telah
disebutkan
sebelumnya,
pengukuran valid hanya dapat diperoleh dari orang yang mengalami ketidaknyamanan itu sendiri. Secara umum karena dalam ilmu ergonomi ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan, hubungan yang kuat antara ketidaknyamanan dengan indikator risiko biomekanikal
dan
fisiologikal
seperti
perputaran
sendi,
maka
42
electromyography adalah alat yang tepat untuk mengukur ketidaknyamanan secara valid. Reliabilitas merupakan faktor yang penting untuk mengecek validitas. Van der Grinten (1991) memberikan dasar alasan reliabilitas alat penilaian ketidaknyamanan yang merupakan satu-satunya studi yang menemukan tentang reliabilitas alat penilaian ketidaknyamanan. Terakhir, sensitivitas dibutuhkan untuk penilaian ketidaknyaman yang tepat untuk membedakan kemampuan pekerja dan tujuan penilaian. Selain alat penilaian ketidaknyamanan yang telah diuraikan di atas, menurut Pheasant (2003) ada cara lain yang dapat digunakan untuk melihat adanya ketidaknyamanan, yaitu tingkat kegelisahan. Menurut Pheasant (2003), secara umum kita mungkin berpikir bahwa gelisah merupakan pertahanan tubuh kita melawan postural stress. Mekanisme ini bekerja pada tingkat bawah sadar, biasanya kita merasa gelisah sebelum kita menyadari akan adanya ketidaknyamanan. Tingkat gelisah dapat digunakan sebagai indeks kenyamanan tempat duduk kita. Semakin kita gelisah, maka semakin kita merasa kurang nyaman dengan tempat duduk kita. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kegelisahan kita. Beberapa orang mungkin gelisah lebih dari orang lain, dan kita akan menjadi lebih gelisah ketika kita mempunyai beban mental yang lebih. Hal ini dapat menutup rangsangan sensorik sehingga menyebabkan gelisah (meningkatkan ambang ketidaknyamanan kita).
43
Berdasarkan uraian di atas, maka dipilih alat untuk mengukur kenyamanan yang dianggap sesuai pada penelitian ini yaitu untuk mengukur intensitas ketidaknyamanan menggunakan behaviour rating scale karena perubahan posisi lebih mudah diamati dan tidak tergantung pada pengakuan responden tentang ketidaknyamanan yang dirasakannya. Pengukuran kualitas dan lokasi menggunakan Body Part Discomfort Scale. Untuk mengukur periode waktu, pengukuran akan dilakukan dalam beberapa hari hingga diperoleh kejenuhan data. Selain kedua metode tersebut, peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terkait kenyamanan yang dirasakan ibu menyusui saat menggunakan kursi ergonomis. Hal ini berdasarkan pendapat Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk menjelaskan seberapa nyaman diri mereka. Pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu menyusui saat menggunakan kursi ergonomis dilakukan pada saat ibu sedang melakukan kegiatan menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis yang direkomendasikan peneliti. Hal ini sejalan dengan Branton (1969) yang menyarankan bahwa informasi ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami ketidaknyamanan
karena
pelaporan
bergantung pada memori kinestetik.
post-experience
ketidaknyamanan
44
Selain behaviour rating scale dan body part discomfort scale serta metode studi kualitatif, penelitian ini menggunakan metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) untuk mengukur postur ibu menyusui saat menggunakan kursi ergonomis. Adanya pengukuran dengan metode RULA ini bukan digunakan untuk mengukur kenyamanan posisi duduk secara langsung, tetapi untuk mendukung kenyamanan posisi duduk saat menggunakan kursi ergonomis, sehingga dapat diperoleh posisi duduk yang nyaman secara ergonomis. Berikut ini penjelasan mengenai RULA. RULA (Rapid Upper Limb Assessment) Menurut Marras dan Karwowski (2006), RULA dikembangkan lebih dahulu (McAtamney dan Corlett, 1993) untuk memfasilitasi penilaian objektif terhadap risiko muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan yang menetap (sedentary work) di mana terjadi pembebanan yang tinggi pada tubuh bagian atas. Kedua alat tersebut menghasilkan skor tingkat risiko mulai dari risiko yang dapat diabaikan hingga risiko yang paling tinggi. Mereka menambahkan, RULA secara umum digunakan ketika seseorang berada dalam posisi duduk, berdiri, atau yang lainnya dengan posisi menetap dan lebih banyak menggunakan tubuh bagian atas (upper body) dan tangan untuk bekerja, seperti halnya pada aktivitas menyusui. Selain pekerjaan tersebut, maka sebaiknya analisisnya menggunakan REBA (Rapid Entire Body Assesment). Marras
dan
Karwowski
(2006)
menyebutkan
bahwa
RULA
dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur dimana pekerjaan tersebut
45
mempunyai beban fisik pada punggung, leher, dan anggota tubuh bagian atas. RULA menilai postur, tenaga, dan perpindahan yang berkaitan dengan pekerjaan menetap seperti pekerjaan operator komputer atau pekerjaan lainnya
yang
membutuhkan
posisi
duduk
atau
berdiri
tanpa
pergerakan/perpindahan. Mereka menambahkan empat aplikasi utama RULA yaitu untuk: 1. Mengukur risiko muskuloskeletal, biasanya menjadi bagian dari investigasi ergonomi. 2. Membandingkan antara beban musculoskeletal saat ini dan modifikasi desain tempat kerja. 3. Mengevaluasi outcome seperti produktivitas atau ketepatan peralatan yang digunakan dalam bekerja. 4. Memberikan pendidikan kepada pekerja tentang risiko muskuloskeletal karena perbedaan postur kerja. Prosedur penggunaan RULA terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1. Observasi dan memilih postur yang akan dianalisis. 2. Merekam dan memberikan skor pada postur menggunakan lembar scoring, diagram bagian tubuh, dan tabel. 3. Mengkoreksi skor dengan tingkat aktivitas (action level). Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka dalam metode ini tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
46
1. Penilaian Postur Tubuh Grup A Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), dan putaran pergelangan tangan (wrist twist). a) Lengan Atas (Upper Arm) Penilaian lengan atas dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan atas diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan atas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.22 Postur Lengan Atas (Upper Arm) Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) Pergerakan Skor Skor Perubahan o 20 (ke depan maupun ke belakang +1 Jika bahu naik. 1 tubuh) +1 Jika lengan o o o berputar/bengkok. >20 (ke belakang) atau 20 -45 2 -1 Jika terdapat sanggahan 45o-90o 3 pada lengan/dalam posisi >90o 4 bersandar.
47
b) Lengan Bawah (Lower Arm) Penilaian terhadap lengan bawah dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan bawah dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) Skor penilaian untuk lengan bawah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) Pergerakan Skor Skor Perubahan 60o-100o 1 +1 Jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh. <60o atau 100o 2 +1 Jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah. c) Pergelangan Tangan (Wrist) Penilaian pergelangan tangan dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. Adapun postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada gambar berikut:
48
Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi netral 1 0o-15o (ke atas 2 +1 jika pergelangan maupun ke bawah) tangan putaran menjauhi sisi tengah >15o (ke atas 3 maupun ke bawah) d) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan postur netral diberi skor: 1 = Posisi tengah dari putaran 2 = Pada atau dekat dari putaran Nilai dari postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti yang terlihat pada tabel berikut:
49
Tabel 2.5 Skor Postur A
e) Penambahan Skor Aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor aktivitas berdasarkan kategori dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.6 Skor Aktivitas Aktivitas Postur Statis Pengulangan
Skor +1 +1
Keterangan Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit.
f) Penambahan Skor Beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan
50
skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Beban <2 kg 2 kg-10 kg >10 kg
Tabel 2.7 Skor Beban Skor Keterangan 0 1 +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang 3 -
2. Penilaian Postur Tubuh Grup B Postur tubuh grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki (legs). a) Leher (Neck) Penilaian leher dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) Skor penilaian untuk leher dapat dilihat pada tabel berikut:
51
Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) Pergerakan Skor Skor Perubahan 0o-10o 1 +1 jika leher berputar. +1 leher menekuk. 10o-20o 2 o >20 3 Ekstensi 4 b) Batang Tubuh (Trunk) Merupakan penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah diklarifikasikan. Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada tabel: Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi normal 1 +1 jika batang tubuh berputar. 0o-20o 2 o o +1 jika batang tubuh 20 -60 3 o >60 4 bungkuk. c) Kaki (Legs) Merupakan penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator bekerja dengan posisi
52
normal/seimbang atau bertumpu pada satu kaki lurus. Adapun penilaian posisi kaki dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) Pergerakan Skor Posisi normal 1 Tidak seimbang 2 Nilai dari skor postur tubuh bagian leher, batang tubuh, dan kaki dimasukkan ke dalam tabel B berikut: Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B)
d) Penambahan Skor Aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:
53
Aktivitas Postur Statis
Tabel 2.12 Skor Aktivitas Skor +1
Pengulangan
+1
Keterangan Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit.
e) Penambahan Skor Beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup B, maka hasik skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Beban <2 kg 2 kg-10 kg >10 kg
Tabel 2.13 Skor Beban Skor Keterangan 0 1 +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang 3 -
Untuk memperoleh skor akhir (final score), skor yang diperoleh untuk postur tubuh grup A dan grup B dikombinasikan ke tabel C: Tabel 2.14 Tabel C
Skor postur grup B
Skor postur grup A
54
Hasil skor dari tabel C di atas diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level risiko, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan 1-2 Minimum Aman 3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Di bawah ini diperlihatkan bagan prosedur menggunakan metode RULA (untuk keterangan lengkap lihat Lampiran 4).
Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA
55
Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan No.
Aspek Pengukuran Jenis/cara KetidaknyaPenggunaan manan 1. Intensitas a. Biomechanical and physiological correlates b. Behaviour rating scales
2. Kualitas
Kelebihan
Kekurangan
Penentuan Alat ukur yang digunakan -
Tidak tergantung Indikator biomekanik & pengakuan pekerja tentang fisiologi belum tentu ketidaknyamanan. menunjukkan ketidaknyamanan. Tidak tergantung Asumsi perubahan posisi Pengamatan pengakuan verbal rasa dilakukan untuk perubahan posisi tidak nyaman. kenyamanan. duduk. c. Verbal rating Tingkatan Pilihan terbatas, hanya scales ketidaknyamanan intensitas ketidaknyamanan berurutan & mudah yang terdeteksi. dipahami. d. Visual analog Ketepatan administrasi, Kesulitan persepsi dari scales sensitivitas dalam analisis tingkat rasa statistik. ketidaknyamanan. e. Numeric rating Sederhana. Sensitivitas 1 – 10 terbatas. scales f. Graphic rating Punya ekstra label yang scales mempermudah pengisian. Deskripsi Belum umum digunakan Menggunakan Body discomfort: para ahli ergonomi karena Part Discomfort tingling, burning, implikasi perbedaan Scale (di dalamnya searing, kualitas belum jelas. terdapat tingkatan numbness, rasa tidak nyaman). coldness, stiffness, heat, cramping, prickling, stabbing, gnawing
3. Lokasi
Body map atau body part
4. Periode Waktu
Pakai periode waktu: menit/jam/hari atau yang lebih lama lagi.
Mempermudah dalam menunjukkan gambar bagian tubuh yang tidak nyaman.
Sumber: Marras & Karwowski (2003)
Menggunakan Body Part Discomfort Scale. Pengukuran post pada Kelompok Eksperimen dilakukan 2 kali (hari ke-3 dan ke-6).
56
D. Faktor-faktor Ergonomis
yang
Mempengaruhi
Kenyamanan
Penggunaan
Kursi
Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan kerja, yaitu karakteristik individu, pekerjaan, dan persepsi (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; dan Puswiartika, 2008). Ketika seseorang dalam posisi duduk, karakteristik tempat duduk juga ikut berpengaruh. Selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut: 1. Karakteristik Tempat Duduk Tempat duduk merupakan salah satu sarana penunjang utama dalam bekerja yang berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang ketika bekerja atau beraktivitas. Seperti yang dikemukakan Sutanto, dkk. (1999) dalam Puswiartika (2008) tempat duduk harus dapat memberikan kenyamanan bagi pemakainya sehingga dapat mengurangi kelelahan orang yang duduk pada saat orang tersebut bekerja. Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) menngatakan bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para karyawan. Dalam studi yang dilakukan di Eastman Kodak Company New York, telah ditemukan bahwa 35% dari pekerja yang duduk terus menerus selama bekerja, mengunjungi bagian kesehatan dengan keluhan sakit punggung selama periode 10 tahun. Seseorang dengan sakit punggung yang menetap ini tidak dapat bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari kerja. Akibatnya pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas kerjanya menurun (Bridger, 1995 dalam Puswiartika, 2008).
57
Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka kelelahan kerja baik kelelahan fisik (sakit atau nyeri pada sistem kerangka otot manusia) maupun kelelahan psikis (rasa jemu atau bosan terhadap pekerjaan yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998 dalam Puswiartika, 2008). Apabila kelelahan kerja berkurang, maka tidak akan banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja pun akan meningkat, sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi. Sedangkan menurut Pheasant (2003), karakteristik tempat duduk yang mempengaruhi kenyamanan pada saat bekerja dengan posisi duduk antara lain dimensi kursi, sudut kursi (seat angle), bentuk kursi, dan bahan/pelapis/bantalan kursi. Dimensi kursi yang dapat diukur antara lain tinggi dudukan, lebar alas duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran, lebar sandaran, sudut sandaran, tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran tangan. Kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya akan menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk tersebut. Tidak cukup hanya kesesuaian dimensi tempat duduk dengan penggunanya, posisi seseorang dalam duduk juga menentukan kenyamanan selama duduk. Hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut. Kenyamanan akan meningkat jika didukung
58
oleh misalnya seperti adanya gundukan bantal, atau hal lain yang mendukung untuk dilakukannya perubahan postur/posisi selama duduk. 2. Karakteristik Individu Menurut Pheasant (2003), karakteristik individu yang mempengaruhi kenyamanan selama bekerja antara lain kondisi tubuh seperti nyeri atau adanya sakit pada tubuh, sirkulasi atau peredaran darah, dan kondisi pikiran atau tingkat stres. Ia menambahkan, saat seseorang bekerja dengan posisi duduk, maka dimensi tubuh juga akan mempengaruhi kenyamanan seseorang selama duduk. Dimensi tubuh yang diukur untuk posisi duduk antara lain sitting height, sitting shoulder height, sitting elbow height, thigh thickness, buttock-knee length, knee height, popliteal height, shoulder breadth (bideltoid dan biacromial), hip breadth, chest depth, abdominal depth, shoulder-elbow length, dan elbowfingertip length. Menurut hasil penelitian Tan et.al (2010) yang dilakukan pada sopir truk di Belanda, faktor umur, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) mempunyai hubungan signifikan dengan kenyamanan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sopir truk yang umurnya lebih tua, lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada bahu kanan dibandingkan dengan sopir truk yang lebih muda. Sopir truk dengan tinggi badan lebih, jarang merasakan ketidaknyamanan pada kepala dan leher. Adapun sopir truk dengan IMT lebih tinggi, lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada betis kanan setelah satu jam bekerja.
59
3. Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kenyamanan selama bekerja menurut Pheasant (2003) terdiri dari durasi, beban visual, beban fisik, beban mental dan sosial. Kumar (1999) menambahkan kondisi lingkungan, waktu istirahat dan aktivitas pada waktu istirahat juga ikut mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam bekerja. Durasi menunjukkan jumlah waktu seseorang yang secara terus-menerus terpapar oleh faktor risiko. Pekerjaan yang membutuhkan otot yang sama atau pergerakan untuk durasi yang panjang meningkatkan kemungkinan kelelahan lokal dan umum (Cohen et. al, 1997 dalam Rahmawati, 2010). Risiko tinggi juga telah ditemukan ketika duduk untuk waktu yang lama, terutama di kendaraan (Kelsey, 1975 & Mangora, 1972 dalam Kumar, 1999). Menurut Kumar (1999), beban visual terdiri dari jarak dan arah pandang, ukuran objek yang dilihat, warna, tekstur, dan waktu. Sedangkan beban fisik terdiri dari ukuran objek kerja (massa, bentuk, dan posisi), penggunaan tenaga, postur, perpindahan (tidak statis), dan waktu. Beban mental dan sosial terdiri dari pembuatan keputusan, konsentrasi, tekanan waktu, komunikasi dan interaksi sosial. Waktu dan aktivitas istirahat terdiri dari stabilitas selama istirahat, kemampuan untuk relaks, bergerak bebas, dan mengubah postur. Sedangkan kondisi lingkungan terdiri dari pencahayaan (tingkat pencahayaan, kontras, silau, dan sumber cahaya), kebisingan, iklim, bahan kimia, dan getaran. Ramadhani (2003) dalam Rusdjijati dan Widodo (2008) menambahkan bahwa dari faktor lingkungan, selain faktor-faktor tersebut di atas, juga ada
60
faktor kimia dan biologi. Faktor kimia selain bahan kimia, gas, uap, dan debu juga mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam bekerja. Faktor biologi seperti bakteri, jamur, virus, dan cacing penyebab penyakit. Rusdjijati dan Widodo (2008) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman apabila tidak melebihi Nilai Ambang Batas yang telah ditetapkan atau melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, kadar yang diisyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah antara 1830oC dan pencahayaan minimal 60 Lux. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Kebisingan, tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk kawasan perumahan dan pemukiman adalah tidak lebih dari 55 dB. 4. Persepsi Tempat Duduk Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi (Suprani, 2010). Banyak pengertian mengenai persepsi. Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorsng memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978 dalam Arifin, 2011). Menurut Robbins
61
(1999) dalam Suprani (2010), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengaorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungan. Stephen P. Robbins (1998) dalam Arifin (2011) mengatakan persepsi adalah sebuah proses dimana individu mengorganisasikan
dan
menginterpretasikan
rangsangan/stimulus
yang
bermakna dengan tujuan untuk memberikan arti kepada lingkungan manusia. Dalam Arifin (2011) pula, Morgan (1986) menyatakan persepsi sebagai segala sesuatu yang dialami manusia di dunia melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman. Secara umum persepsi dapat diartikan sebagai suatu pandangan, pendapat, dan penilaian seseorang dalam menafsirkan, memandang atau mengartikan kesan-kesan terhadap stimulus yang diterima panca indera mereka, sehingga menjadi bermakna. Sedangkan arti dari persepsi tempat duduk ialah penilaian seseorang dalam menafsirkan kesan terhadap tempat duduk menurut panca ineranya, sehingga (dalam penelitian ini) dapat digambarkan kenyamanan posisi duduk ibu menyusui saat menggunakan tempat duduk (kursi ergonomis) tersebut. Karena berhubungan dengan panca indera manusia, persepsi tempat duduk terkait kenyamanan yang dirasakan akan cenderung berbeda antara individu yang satu dengan lainnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan Puswiartika (2008) yaitu persepsi individu terhadap tempat duduk mempengaruhi kenyamanan duduk seseorang dalam bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan terhadap tempat duduk, karena adanya perbedaan masing-masing individu dalam menerima, menyeleksi dan mengorganisasi, dan menginterpretasikan tempat
62
duduk. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk menurut seseorang mungkin keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras (Kantowitz dan Sorkin, 1996 dalam Puswiartika, 2008).
E. Konsep Kursi Ergonomis Oborne (1987) dalam Sarimurni & Murtopo (2004) mengatakan sikap duduk tergantung pada kondisi kursi duduk, karena itu harus ada perancangan kursi duduk yang baik. Pada aktivitas ibu menyusui yang dapat diasumsikan sebagai suatu proses kerja, adanya rancangan kursi duduk diharapkan dapat memberikan kenyamanan ibu ketika menyusui, sehingga akhirnya membantu proses kelancaran pemberian ASI. Dalam penelitiannya mengenai ergonomi, Sarimurni & Murtopo (2004) mengemukakan adanya beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan kursi yaitu tipe dan dimensi dari kursi berkaitan dengan alasan duduk dan antropometri orang yang duduk, memberikan dukungan dan stabilitas bagi orang yang duduk, memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mengubah sikap duduknya, sandaran punggung, khususnya yang menonjol di daerah pinggang akan mengurangi tekanan pada bagian tulang punggung. Sementara itu, Wickens (1992) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan prinsip-prinsip umum desain tempat duduk antara lain: a. Tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang. b. Tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat diminimalkan.
63
c. Postur yang tetap dapat dikurangi. d. Tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah. e. Ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai. f. Kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai. g.
Perlu ada bantalan tempat duduk.
1. Sikap Kerja Duduk Dalam ergonomi selalu dianjurkan bahwa pekerjaan sedapat mungkin dilaksanakan dalam sikap duduk. Alasan tersebut dikemukakan karena bekerja sambil duduk mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut (Dwiyati, 2010): a) Kurangnya kelelahan pada kaki b) Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah c) Berkurangnya pemakaian energi d) Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah Namun demikian terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja sambil duduk, yaitu: a) Melembekkan otot-otot perut b) Melengkungnya punggung c) Tidak baik bagi alat-alat dalam khususnya peralatan pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai
64
dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat. Dengan sikap demikian, otototot punggung akan terasa enak. Untuk mengetahui tepat tidaknya kursi, perlu dipelajari keluhan-keluhan yang dirasakan seperti: keluhan pada kepala, leher dan bahu, pinggang, pantat, lengan dan tungkai, lutut dan kaki, dan paha.
65
F. Kerangka Teori berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut. Karakteristik Tempat Duduk: 1. Dimensi Kursi/Tempat Duduk 2. Sudut Dudukan 3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk 4. Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk Karakteristik Individu: 1. Dimensi Tubuh (Termasuk Tinggi Badan) 2. Kondisi Tubuh 3. Sirkulasi atau Peredaran Darah 4. Kondisi Pikiran atau Tingkat Stres 5. Usia 6. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kenyamanan Posisi Duduk
Karakteristik Pekerjaan: 1. Durasi 2. Beban Visual 3. Beban Fisik a. Ukuran Objek (Massa, Bentuk, dan Posisi) b. Penggunaan Tenaga c. Postur d. Pergerakan 4. Beban Mental dan Sosial 5. Kondisi Lingkungan 6. Waktu Istirahat 7. Aktivitas pada Waktu Istirahat Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk
Bagan 2.2 Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain karakteristik individu, karakteristik pekerjaan atau aktivitas menyusui, dan karakteristik lingkungan. Adapun data karakteristik tempat duduk (kursi ergonomis) penelitian ini yang meliputi dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk, dan bantalan kursi yang digunakan dimana deskripsinya tercantum dalam Lampiran V. Sedangkan faktor karakteristik individu yang akan diukur yaitu usia ibu, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu. Untuk karakteristik pekerjaan yang akan diukur yaitu durasi, ukuran objek, dan postur. Sementara karakteristik lingkungan yang diukur meliputi tingkat kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan. Adapun faktor dimensi tubuh atau ukuran antropometri ibu tidak diukur karena kursi ergonomis pada penelitian ini telah dirancang sesuai ukuran antropometri. Faktor kondisi tubuh, sirkulasi atau peredaran darah, kondisi pikiran atau tingkat stres, dan faktor beban mental dan sosial tidak diukur karena keterbatasan peneliti. Faktor-faktor tersebut secara teori dapat mempengaruhi kenyamanan. Kondisi lingkungan yang diukur hanya lingkungan fisik yang meliputi kebisingan, suhu, dan pencahayaan. Kondisi lingkungan kimia dan biologi tidak diukur karena mempertimbangkan keterbatasan peneliti, dimana untuk mengukur 66
67
kondisi lingkungan kimia dan biologi memerlukan analisis laboratorium lebih lanjut seperti kadar debu, jumlah mikroorganisme, dan sebagainya. Faktor beban visual tidak diukur karena aktivitas menyusui tidak berkaitan dengan beban visual. Penggunaan tenaga tidak diukur karena keterbatasan peneliti. Faktor pergerakan tidak diukur karena aktivitas menyusui merupakan aktivitas yang statis. Pergerakan yang mungkin terjadi adalah perubahan posisi duduk ibu. Faktor waktu istirahat tidak diukur karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, jeda atau selang aktivitas menyusui tidak jauh berbeda sekitar 2-3 jam, artinya ibu menyusui bayi rata-rata 2-3 jam sekali. Waktu istirahat di sini diartikan sebagai waktu dimana ibu sedang tidak melakukan aktivitas menyusui. Adapun faktor aktivitas saat sedang tidak menyusui tidak diukur karena aktivitas tersebut cenderung homogen, yaitu termasuk aktivitas rumah tangga pada umumnya. Pada penelitian ini, variabel independennya adalah Penggunaan Kursi Ergonomis yang datanya diperoleh dari Kelompok Kontrol, yaitu kelompok tanpa menggunakan kursi ergonomis dan Kelompok Eksperimen, yaitu kelompok yang menggunakan kursi ergonomis. Pengukuran posttest pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen dilakukan 1 – 2 bulan setelah pretest. Adapun variabel dependennya adalah Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui yang selain diukur secara kuantitatif melalui lembar Body Part Discomfort, juga diukur secara kualitatif melalui wawancara mendalam untuk mendukung hasil kuantitatif. Hal ini dikarenakan Lembar Body Part Discomfort Scale mengukur keluhan fisik dari ibu menyusui yang merupakan indikasi adanya peningkatan rasa ketidaknyamanan.
68
Dengan demikian, peneliti dapat mengukur rasa kenyamanan berdasarkan keluhan fisik ibu menyusui. Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya. Adapun aspek kenyamanan yang diukur adalah perasaan ibu menyusui terkait kenyamanan posisi duduk menyusui yang dapat ditunjukkan melalui keluhan fisik ibu saat menyusui pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimana diharapkan terdapat hubungan sebab akibat dari keberadaan kursi ergonomis tersebut. Sehingga, pada akhirnya keberadaan kursi ergonomis dapat menjadi salah satu solusi dalam membantu kelancaran proses menyusui. Kursi dalam penelitian ini dapat dikatakan sebagai kursi ergonomis dikarenakan kursi
tersebut
telah
dirancang
berdasarkan
ukuran
tubuh
(antropometri)
penggunanya, yaitu ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Adapun terkait karakteristik kursi ergonomis yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan modifikasi penggabungan data Antropometri Orang Indonesia dan Singapura menurut Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar (2010) dengan data antropometri ibu menyusui di Kelurahan Pisangan dimana deskripsinya tercantum dalam Lampiran V.
69
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen: Penggunaan Kursi Ergonomis
Variabel Confounder: Faktor yang Ikut Mempengaruhi (selain Kursi Ergonomis): 1. Karakteristik Individu: a. Usia b. Indeks Massa Tubuh (IMT) 2. Karakteristik Pekerjaan (Aktivitas Menyusui) a. Frekuensi dan Durasi/ Lama Menyusui b. Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) c. Postur Menyusui 3. Karakteristik Lingkungan: a. Kebisingan b. Suhu c. Pencahayaan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Dependen: Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
70
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi
Kursi ergonomis
Suatu penerapan ergonomi dalam pembuatan kursi yang dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis pada saat bekerja dan beraktivitas (Meilia, 2011).
Durasi Menyusui
Lama waktu yang biasa dibutuhkan ibu untuk menyusui bayinya (untuk dua payudara).
Ukuran Objek
Berat badan bayi pada saat dilakukan pengumpulan data penelitian ini.
Cara Ukur
Hasil Ukur
Pengukuran langsung
Kuesioner, lembar observasi
Skala Ukur Ordinal
1. Kelompok kontrol: Kelompok yang melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya, tanpa kursi ergonomis. 2. Kelompok Eksperimen: Kelompok yang melakukan aktivitas menyusui menggunakan kursi ergonomis. Kenyamanan Kondisi perasaan ibu dimana terbebas Kuesioner Lembar Body Skor ketidaknyamanan Ordinal posisi duduk dari rasa tidak nyaman atau tidak dengan Part saat menyusui: adanya sensasi dari tubuh ibu yang didukung Discomfort 0. Tidak tidak menyenangkan saat posisi duduk wawancara Scale, 1. Ya sedang menyusui. Pedoman Dengan frekuensi: wawancara 1. Kadang-kadang terstruktur, 2. Sering recorder 3. Selalu Dengan intensitas: 1. Tidak nyaman 2. Sakit 3. Sangat sakit Faktor-faktor yang akan diteliti Ikut Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui (selain kursi ergonomis): Variabel Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil Ukur Skala Ukur Usia Lama masa hidup ibu terhitung sejak Kuesioner Kuesioner Usia dalam tahun Ratio dilahirkan hingga saat pengumpulan data penelitian ini dilakukan. Indeks Massa Ukuran status gizi ibu berdasarkan Perhitungan Pengukur TB, 1. Kurus: < 18,5 Ordinal Tubuh (IMT) tinggi badan dan berat badan. BB (kg)/TB2 timbangan 2. Normal: 18,5-25,0 (m) digital, dan 3. Gemuk: >25,0 kalkulator (Depkes, 1994 dalam Almatsier, 2004) Frekuensi Banyaknya (berapa kali) aktivitas Kuesioner Kuesioner 1. <12 kali Ordinal Menyusui menyusui dalam sehari. 2. ≥12 kali
Sumber: Data Sekunder
Kuesioner, observasi
Instrumen
Timbangan berat badan untuk bayi
1. < 10 menit 2. 10-15 menit 3. 20-30 menit 4. > 30 menit Berat badan dalam kilogram (kg)
Rasio
71
Variabel Postur
Kondisi Lingkungan: 1. Kebisingan
2. Suhu
Definisi
Cara Ukur
Instrumen
Hasil Ukur
Kondisi relatif tubuh ibu pada ruang/tempat tertentu. (Pheasant, 2003)
Analisis Postur Tubuh dengan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Kamera video, penggaris, busur derajat, timbangan berat badan bayi untuk mengukur beban objek
Skor RULA dengan klasifikasi menurut level risiko: 1. Minimum: Skor 1-2 2. Kecil: Skor 3-4 3. Sedang: Skor 5-6 4. Tinggi: Skor 7
Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. (KEPMENLH No. 48 Tahun 1996). Ukuran panas atau dinginnya suatu benda atau lingkungan.
Pengukuran langsung
Sound Level Meter
1. < 55 dB 2. > 55dB (KepMenLH No.48/1996)
Ordinal
Pengukuran langsung
Termometer
Ordinal
Pengukuran langsung
Lux Meter
1. 18-30oC 2. < 18oC 3. > 30 (Permenkes/1077/2011) 1. > 60 lux 2. < 60 lux (Permenkes No.1077/2011)
3. Pencahayaan
Jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. (KepMenkes RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002) Sumber: Data Sekunder
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: Hipotesis Null (H0) 1. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. 2. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. 3. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen.
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
72
Hipotesis Alternatif (Ha) 1. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. 2. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. 3. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan disain eksperimen jenis Pretest-Posttest Control Group Design. Menurut Sugiyono (2008), dalam rancangan tersebut terdapat kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, setelah randomisasi sampel yang diambil lalu sampel tersebut dibagi atas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui, sedangkan pada Kelompok Kontrol tetap melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya. Sugiyono (2008) menambahkan, hasil pretest yang baik apabila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan. Pengaruh perlakuan = (O2 – O1) – (O4 – O3). Rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: R
O1
R
O3
X
O4
Keterangan: R
: Sampel random
X
: Eksperimen
O2
O1 dan O3 : Kelompok pretest
73
74
O2 dan O4 : Kelompok posttest dengan O2 sebagai Kelompok Kontrol dan O4 sebagai Kelompok Eksperimen Penelitian kuantitatif ini didukung oleh pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara mendalam untuk menganalisa kenyamanan posisi duduk saat menggunakan kursi ergonomis pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan melihat faktor-faktor selain kursi ergonomis yang mempengaruhi kenyamanan tersebut. Dalam karakteristik identifikasi masalah penelitian, Emzir (2011) menyatakan penelitian kuantitatif cenderung mengarahkan permasalahan penelitian yang memerlukan suatu deskripsi tentang kecenderungan atau suatu penjelasan hubungan antarvariabel. Sedangkan penelitian kualitatif cenderung mengarahkan masalahmasalah penelitian yang memerlukan eksplorasi mendalam terhadap hal yang sedikit diketahui atau dipahami dan detail pemahaman tentang suatu fenomena sentral. Permasalahan penelitian ini tentang kenyamanan yang berkaitan dengan perasaan seseorang atau bersifat subjektif. Sugiyono (2008) menyatakan perasaan orang sulit dimengerti jika tidak diteliti dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi. Sehingga, diharapkan akan diperoleh kondisi mendalam terkait kenyamanan posisi duduk saat menggunakan kursi ergonomis pada ibu menyusui.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan pada rentang Juli 2012 – Juli 2013.
75
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan (≤6 bulan) dengan data kelahiran terakhir pada Januari 2013 yang tercatat di sejumlah posyandu di Kelurahan Pisangan, yakni berjumlah 43 orang. Sedangkan sampel penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: ⁄
Keterangan: n
: Besar sampel
Z1-α/2
: Harga kurva normal sesuai α (dalam penelitian ini digunakan α = 0,05 sehingga nilai Z1-α/2 = 1,96)
p
: Proporsi kejadian (karena tidak ditemukan pada literatur atau penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan nilai p berdasarkan hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Pisangan yaitu sebesar p = 0,75)
q
: 1-p
d
: Beda antara proporsi di sampel dengan di populasi (presisi). Dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 10% = 0,1. Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka besar sampel
minimal dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut:
Jadi, besar sampel minimal penelitian ini sebanyak 73 ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.
76
Namun demikian, data jumlah populasi ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan yang telah terkumpul sebanyak 43 responden. Jumlah ini diperoleh sebelum dilakukan pretest, sedangkan pengukuran pretest mulai dilakukan pada akhir Februari hingga pertengahan Maret, lalu dua bulan kemudian baru dilakukan pengukuran post selama seminggu untuk penggunaan kursi ergonomis pada Kelompok Eksperimen. Sehingga, ketika akan dilakukan pengukuran posttest jumlah populasi yang memenuhi menjadi 34 orang dimana jumlah inilah yang digunakan sebagai subyek penelitian ini. Sedangkan 9 orang lainnya tidak memenuhi karena usia bayinya sudah lebih dari 6 bulan. Dari 34 orang tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yakni Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing dengan jumlah yang sama sebanyak 17 orang. Namun demikian, peneliti mengasumsikan dengan 34 sampel hasil penelitian ini diharapkan sudah dapat menggambarkan kondisi kenyamanan ibu menyusui pada umumnya. Hal ini dikarenakan di manapun lokasinya, karakteristik posisi duduk pada populasi ibu menyusui mempunyai kecenderungan bersifat homogen dan universal, yaitu duduk di kursi dan bukan kursi. Dalam penelitian ini, aspek posisi duduk ibu menyusui yang menjadi fokus penelitian. Memang dapat dimungkinkan untuk menambah jumlah sampel yang telah ada dengan sampel yang baru, yaitu menunggu data kelahiran baru. Akan tetapi, selama masa menunggu tersebut kemungkinan juga dapat mengurangi jumlah sampel yang telah diperoleh sebelumnya. Hal ini disebabkan usia bayi juga ikut bertambah selama menunggu sampel baru atau mungkin sampel yang telah bersedia tersebut tiba-tiba
77
drop out mengundurkan diri. Di samping itu, terkait informed consent calon sampel yang baru juga belum tentu mudah diperoleh. Sementara untuk penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling, karena responden penelitian cenderung homogen dan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Sampel random dipilih sebelum dilakukan tahap pretest. Cara untuk mengambil sampel penelitian ini yaitu secara random atau acak melalui undian. Peneliti terlebih dahulu memberi nomor pada setiap anggota populasi ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Karena setiap anggota mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel, maka ketika satu nomor sampel keluar akan dikembalikan lagi ke dalam populasi. Jika tidak dikembalikan lagi, maka peluangnya menjadi tidak sama. Kemudian bila yang telah diambil keluar lagi, maka dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi. Selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap (Sugiyono, 2008). Adapun kriteria sampel penelitian ini berupa ibu menyusui bayi yang usianya kurang dari atau sama dengan enam bulan dan cenderung sering menggunakan posisi duduk saat menyusui, mau menggunakan kursi ergonomis saat melakukan aktivitas menyusui untuk sampel Kelompok Eksperimen, dan tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Pertimbangan responden menggunakan ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan atau ASI Eksklusif yaitu karena ketika masa menyusui ASI Eksklusif tersebut aktivitas ibu cenderung fokus pada kegiatan menyusui dan jika lebih dari enam bulan aktivitas harian ibu cenderung normal seperti biasanya.
78
Tujuannya, untuk mengurangi bias dan memastikan jika muncul sensasi ketidaknyamanan yang dirasakan cenderung disebabkan oleh aktivitas menyusui. Selain itu, dari hasil analisa data pre diperoleh bahwa dari 73 sampel (bayi usia ≤6 bulan=39; bayi >6 bulan=34) sebanyak 89,7% ketidaknyamanan posisi duduk menyusui dirasakan oleh ibu menyusui dengan bayi ≤6 bulan.
D. Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer yang digunakan yaitu data hasil pengisian kuesioner, data hasil observasi
dan
wawancara,
data
pengukuran
kondisi
kingkungan
dan
antropometri. Pengisian kuesioner berasal dari Lembar Body Part Discomfort Scale untuk mengetahui informasi adanya keluhan ketidaknyamanan saat menyusui. Observasi dilakukan untuk memperoleh posisi dan postur tubuh ibu menyusui saat posisi duduk. Sedangkan wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kenyamanan posisi duduk menyusui sebagai pendukung hasil kuesioner. 2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi data ibu menyusui dari seluruh posyandu di Kelurahan Pisangan hingga Januari 2013 serta data karakteristik kursi ergonomis yang direkomendasikan untuk digunakan dalam penelitian ini.
79
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi, perekam video, kamera, recorder (perekam suara), lembar Body Part Discomfort Scale, RULA, alat pengukur tinggi badan (stand body measurement), timbangan berat badan digital untuk dewasa, timbangan berat badan khusus untuk bayi, sound level meter, termometer, lux meter, penggaris, busur derajat, dan kalkulator. Instrumen tersebut digunakan sejak dilakukannya pengukuran pretest. Lembar observasi digunakan untuk mengamati segala sesuatu yang tak bisa diamati secara kuantitatif. Perekam video digunakan untuk mendokumentasi posisi ibu saat menyusui dimana hasilnya akan dibuat menjadi gambar postur yang sesuai dengan perubahan posisi ibu ketika menyusui kemudian dilakukan analisis perhitungan dengan metode RULA untuk diperolehnya postur tubuh, baik saat ibu menyusui dengan posisi duduk pada umumnya maupun saat menggunakan kursi ergonomis untuk Kelompok Eksperimen. Sedangkan lembar Body Part Discomfort Scale digunakan untuk mengetahui keluhan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh ibu menyusui saat posisi duduk yang dilihat berdasarkan lokasi, intensitas, dan frekuensinya. Pada Body Part Discomfor Scale, tubuh dibagi menjadi 12 bagian, yaitu leher, bahu (kanan dan kiri), punggung bagian atas, punggung bagian bawah, siku-siku (kanan dan kiri), lengan bawah (kanan dan kiri), pergelangan tangan (kanan dan kiri), pinggul (kanan dan kiri), paha (kanan dan kiri), lutut (kanan dan kiri), betis (kanan dan kiri), dan tumit (kanan dan kiri). Selain responden akan memberikan tanda pada bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan, juga ditanyakan
80
frekuensi (seberapa sering) dan intensitas (seberapa parah) responden mengalami ketidaknyamanan pada bagian tubuh yang ditandai tersebut. Frekuensinya terdiri dari: 1) Kadang-kadang, 2) Sering, 3) Selalu. Sedangkan Intensitasnya terdiri dari: 1) Tidak nyaman, 2) Sakit, 3) Sangat sakit. Hasil dari pengisian lembar Body Part Discomfort Scale ini akan didukung oleh hasil observasi dan wawancara mendalam terkait kenyamanan posisi duduk menyusui. Penggaris dan busur derajat digunakan untuk melakukan analisis RULA berdasarkan hasil observasi untuk menentukan kemiringan tubuh atau gerakan tubuh pada saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang tubuh, dan kaki. Alat pengukur tinggi badan digunakan untuk mengukur tinggi badan ibu dan timbangan berat badan digital digunakan untuk mengukur berat badan ibu. Begitu juga dengan timbangan berat badan khusus untuk bayi digunakan untuk mengukur berat badan bayi saat itu. Sound Level Meter digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, Termometer untuk mengukur suhu, dan Lux Meter untuk mengukur tingkat pencahayaan di lingkungan tempat ibu melakukan aktivitas menyusui. Sedangkan kalkulator digunakan untuk menghitung IMT ibu berdasarkan berat badan dan tinggi badan ibu.
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Pendekatan Kuantitatif a. Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan melalui beberapa proses berikut:
81
1) Editing, tahap ini merupakan kegiatan penyutingan data yang telah terkumpul dengan cara memeriksa kelengkapan data dan kesalahan pengisian instrumen penelitian untuk memastikan data yang diperoleh telah lengkap dapat dibaca dengan baik, relevan, dan konsisten. 2) Coding, melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden sebelum diolah dengan komputer untuk memudahkan dalam analisa data. Pengkodean data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a) Adanya ketidaknyamanan pada bagian tubuh: 0. Tidak 1. Ya
(1) Dengan frekuensi
: 1. Kadang-kadang 2. Sering 3. Selalu
(2) Dengan Intensitas
: 1. Tidak nyaman 2. Sakit 3. Sangat Sakit
b) Skor analisis RULA berdasarkan level risiko : 1. Minimum: Skor 1-2 2. Kecil: Skor 3-4 3. Sedang: Skor 5-6 4. Tinggi: Skor 7 c) Indeks Massa Tubuh (IMT) : 1. Kurus: < 17,0 atau 17,0-18,5 2. Normal: 18,5-25,0 3. Gemuk: 25,0-27,0 atau > 27,0
82
d) Durasi menyusui : 1. < 10 menit 2. 10-15 menit 3. 20-30 menit 4. > 30 menit e) Kebisingan : 1. < 55 dB 2. > 55 dB f) Suhu : 1. 18-30oC 2. < 18oC 3. > 30oC g) Pencahayaan : 1. > 60 lux 2. < 60 lux 3) Data structure, dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. 4) Entry data, tahap ini merupakan proses memasukkan data ke dalam komputer untuk kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak komputer. 5) Cleaning, proses pengecekan kembali dan pemeriksaan kesalahan pada data yang telah di-entry untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan data yang telah dikumpulkan. b. Analisis Data Setelah data diolah, kemudian dilakukan analisis data dengan perhitungan statistik yang meliputi:
83
1) Analisis univariat, dilakukan terhadap setiap variabel pada penelitian ini yang menyajikan data secara deskriptif dengan menghitung distribusi dari: skor kenyamanan sebelum dan setelah menggunakan kursi ergonomis, skor kenyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, karakteristik individu (usia, dan Indeks Massa Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan). 2) Analisis bivariat, dilakukan melalui tiga uji statistik. a) Untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah (pre dan post) masing-masing pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen. Teknik statistik yang digunakan t-test dependent atau uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk data yang tidak berdistribusi normal. Adapun keputusan diambil jika p-value < 0,05 artinya Ho diterima atau Ha ditolak, sedangkan jika p-value > 0,05 Ho ditolak atau Ha diterima. b) Untuk mennguji hipotesis bahwa “Ada perbedaan rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen.” Dengan kalimat lain, penggunaan kursi ergonomis akan meningkatkan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan. Teknik statistik yang digunakan adalah t-test independent atau uji Wilcoxon Mann-Whitney
84
Test untuk data yang tidak berdistribusi normal. Adapun keputusan diambil jika p-value < 0,05 artinya Ho diterima atau Ha ditolak, sedangkan jika p-value > 0,05 Ho ditolak atau Ha diterima. c) Analisis bivariat untuk faktor-faktor selain kursi ergonomis yang diduga sebagai confounding dimana masing-masing faktor tersebut dihubungkan dengan kenyamanan posisi duduk. Jika diperoleh hasil yang berhubungan, maka analisa dapat dilanjutkan pada analisis multivariat. 3) Analisis multivariat, dilakukan karena penelitian ini ingin mengetahui hubungan penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sedangkan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu menyusui, antara lain: usia ibu, IMT ibu, frekuensi dan lama ibu menyusui, berat badan bayi, tingkat kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan. Jika faktor-faktor tersebut terbukti berhubungan dalam analisis bivariat, maka dapat dilakukan uji statistik lebih lanjut, yaitu menggunakan analisis Regresi Logistik Berganda Model Faktor Risiko. 4) Pendekatan Kualitatif Model analisa data yang digunakan yaitu model Miles dan Huberman (1984). Dalam Sugiyono (2008), model ini mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terusmenerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Langkah-langkah dalam analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
85
a. Reduksi Data (Data Reduction) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Maka, perlu dilakukan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Sehingga, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas, mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data kualitatif yang akan diperoleh antara lain berupa hasil wawancara mendalam, hasil observasi, dan dokumentasi. Hasil wawancara mendalam yang telah direkam kemudian dibuat transkrip wawancara. Selanjutnya keseluruhan data tersebut dikumpulkan dan direduksi sesuai dengan tujuan penelitian. b. Penyajian Data (Data Display) Dengan menyajikan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam menyajikan data, selain menggunakan teks naratif, juga disarankan dengan grafik, matriks, network (jejaring kerja) dan chart. Dalam penelitian ini, hasil wawancara disajikan dalam bentuk teks naratif. c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification) Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan, tetapi mungkin juga tidak, karena rumusan
86
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Dalam penelitian ini, hasil wawancara dan observasi kemudian disimpulkan untuk mendukung data kuantitatif yang diharapkan dapat menjawab rumusan masalah penelitian ini.
G. Validitas Data Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data yang valid pada data kuantitatif dilakukan melalui uji kuesioner. Sedangkan pada data kualitatif dilakukan triangulasi teknik dan triangulasi waktu. Triangulasi teknik merupakan uji validitas data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini, triangulasi teknik dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Sementara triangulasi waktu dilakukan dengan pengisian ulang
Lembar Body Part Discomfort Scale kepada responden Kelompok Eksperimen untuk konsistensi pengukuran yang dilakukan pada hari ke-3 dan ke-6 saat menggunakan kursi ergonomis. Diharapkan dengan triangulasi waktu ini dapat mengurangi bias informasi dari responden.
H. Etika Penelitian Etika penelitian ini meliputi: 1. Informed Consent, merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden yang dapat berupa lembar persetujuan. Dalam penelitian ini, ketika pengukuran pretest persetujuan yang dilakukan antara peneliti dengan responden berbentuk
87
lisan. Sedangkan ketika akan dilakukan pengukuran posttest, khusus untuk Kelompok Eksperimen, persetujuan antara peneliti dengan responden berbentuk lembaran bermaterai yang berisi judul penelitian penulis, data dan informasi yang akan diminta peneliti kepada responden yang bersangkutan termasuk di dalamnya kesanggupan responden untuk menggunakan kursi ergonomis selama penelitian berlangsung. 2. Confidentiality, yaitu bahwa data dan informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Profil Singkat Kelurahan Pisangan Kelurahan Pisangan merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Batas wilayah Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara
: Cireundeu, Ciputat Timur
2. Sebelah selatan
: Pondok Cabe Ilir, Pamulang
3. Sebelah timur
: Cinere, Limo
4. Sebelah barat
: Cempaka Putih, Ciputat Timur
Profil Kelurahan Pisangan (2012) mencatat luas wilayahnya sebesar 405 ha/m2 dengan luas pemukiman 380 ha/m2. Penduduk di Kelurahan Pisangan berjumlah 29.779 orang yang terdiri dari 15.035 penduduk laki-laki (50,49%) dan 14.744 penduduk perempuan (49,51%). Kelurahan Pisangan terbagi menjadi 18 RW dengan 108 RT. Sedangkan kondisi lingkungan di Kelurahan Pisangan antara lain yaitu Kelurahan Pisangan mempunyai suhu rata-rata harian sekitar 24-34oC dan memiliki tingkat kebisingan yang tergolong tingkat kebisingan ringan. Kelurahan Pisangan mempunyai posyandu yang aktif dengan jumlah 23 posyandu. Daftar posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
88
89
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan Nama Posyandu Alamat Melati I Jl. Lurah Disah RT 02 RW 01 Melati II Jl. Legoso Raya RT 03 RW 07 Melati III Jl. Legoso Raya RT 06 RW 01 Mawar I Jl. H. Muri Salim RT 02 RW 02 Mawar II Jl. Puri Intan RT 04 RW 17 Mawar III Jl. Purnawarman RT 03 RW 02 Anggrek Jl. Legoso Gg. Gandaria RT 01 RW 02 Tulip Komplek Telkom Nirwana Jl. Legoso Raya RT 04 RW 11 Wijaya Kusuma Jl. Legoso RT 04 RW 01 Kenanga Ciputat Molek RT 05 RW 07 Bugenvil Jl. Jambu II RT 01 RW 11 Nusa Indah I Jl. Kertamukti RT 04 RW 08 Flamboyan I Jl. Bungur RT 05 RW 08 Flamboyan II Jl. Sedap Malam RT 08 RW 08 Melon Jl. Tarumanegara RT 03 RW 10 Cempaka I Jl. Cirendeu Indah I RT 05 RW 03 Cempaka II Jl. Lebak Hijau Pemancingan RT 05 RW 05 Cempaka III Jl. Gelagah RT 02 RW 03 Dahlia Jl. Pluto Dalam RT 05 RW 04 Peruri Komplek Peruri RT 08 RW 02 Soka Jl. Pondok Hijau RW 09 Teratai Masjid Al Mabrur RT 01 RW 01 Sumber: Data Posyandu Kelurahan Pisangan, 2012
B. Hasil Penelitian Utama Hasil penelitian utama diperoleh berdasarkan tujuan penelitian. Untuk mengetahui skor pre-post dan perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk ibu menyusui, digunakan uji Wilcoxon Signed Ranks karena data tidak berdistribusi normal. Hasil penelitian uji statistik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.2 Gambaran Skor Ketidaknyamanan Ibu Sebelum (Pre) dan Setelah (Post) Menggunakan Kursi Ergonomis Kelompok Eksperimen Kontrol
Mean 42,47 23,18
Pre SD 48,744 32,195
Sumber: Data Primer, 2013
Min-Max 0-140 0-120
Mean 10,82 24,18
Post SD Min-Max 24,600 0-100 34,244 0-140
z -2,433 -0,028
pvalue 0,015 0,977
n 17 17
90
Adapun interpretasi dari tabel di atas, yaitu: 1. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui pada Kelompok Eksperimen Responden pada Kelompok Eksperimen sebanyak 17 responden. Untuk menggambarkan kenyamanan responden dapat diketahui melalui tingkat ketidaknyamanannya. Sehingga, skor kenyamanan posisi duduk saat menyusui dapat
dilihat
dari
hasil
skor
ketidaknyamanan.
Penghitungan
skor
ketidaknyamanan diperoleh melalui kuesioner Body Part Discomfort Scale berdasarkan pada Frekuensi (Kadang-kadang = 1; Sering = 2; Selalu = 3) dan Intensitas (Tidak nyaman = 1; Sakit = 2; Sangat sakit = 3). Perhitungannya yaitu dari hasil perkalian pada jumlah skor frekuensi dan jumlah skor intensitas. Interpretasi hasil skor ketidaknyamanan berbanding terbalik terhadap tingkat kenyamanan. Semakin besar skor ketidaknyamanan menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh responden semakin rendah, begitupun sebaliknya. Dari Tabel 5.2 di atas diketahui bahwa pada Kelompok Eksperimen, nilai rata-rata skor pre ketidaknyamanan adalah 42,47 dengan standar deviasi 48,744 dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 140. Sementara ratarata skor post ketidaknyamanan ibu menyusui yaitu 10,82 dengan standar deviasi 24,600 dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 100. 2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui pada Kelompok Kontrol Sama halnya dengan jumlah responden yang menjadi Kelompok Eksperimen, jumlah responden untuk Kelompok Kontrol dalam penelitian ini juga sebanyak
91
17 ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Sehingga, responden pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen adalah orang yang berbeda. Tabel 5.2 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata skor pre ketidaknyamanan adalah 23,18 dengan standar deviasi 32,195 dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 120. Sementara rata-rata skor post ketidaknyamanan ibu menyusui yaitu 24,18 dengan standar deviasi 34,244 dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 140. 3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Kelompok Eksperimen
Posisi
Duduk
Menyusui
Pada
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, diketahui bahwa rata-rata skor pre ketidaknyamanan adalah 42,47 dengan standar deviasi 48,744. Sedangkan ratarata skor post ketidaknyamanan yaitu 10,82 dengan standar deviasinya 24,6. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,015 yang berarti pada α = 5% terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. 4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Kelompok Kontrol
Posisi
Duduk
Menyusui
Pada
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, diketahui rata-rata skor pre ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol adalah 23,83 dengan standar deviasi 32,195. Sedangkan rata-rata skor post ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol yaitu 24,18 dengan standar deviasinya 34,244. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,977 yang berarti pada α = 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol.
92
5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Untuk mengetahui hasil perubahan skor ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dilakukan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test karena data skor ketidaknyamanan tidak berdistribusi normal. Hasil uji statistiknya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.3 Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 n Skor Delta (Δ) Mean Mean Rank SD z p-value Perlakuan 14,09 52,734 -2,000 0,046 17 1 (Kelompok Eksperimen) -15,32 1,50 20,91 0,508 17 2 (Kelompok Kontrol) Sumber: Data Primer Tahun 2013 Interpretasi dari hasil uji Mann-Whitney di atas, yaitu bahwa rata-rata skor Δ ketidaknyamanan responden pada Kelompok Eksperimen adalah -15,32 dengan standar deviasi 52,734. Sedangkan rata-rata skor Δ ketidaknyamanan responden pada Kelompok Kontrol yaitu 1,50 dengan standar deviasi 0,508. Adapun nilai probabilitas hasil uji ini yaitu sebesar 0,046 yang berarti pada α = 5% terdapat perbedaan rata-rata skor Δ ketidaknyamanan responden pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. 6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui Faktor-faktor selain kursi ergonomis yang diteliti diduga berhubungan dengan kenyamanan posisi duduk ibu menyusui meliputi: usia ibu, IMT ibu, frekuensi menyusui, durasi menyusui, berat badan bayi, postur RULA, tingkat kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan. Selain IMT ibu dan postur RULA,
93
hasil analisa univariat dan bivariat dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean SD Min-Max r p-value (Koefisien Korelasi) 27,38 6,679 17 – 43 0,252 0,150 Usia Ibu (tahun) 9,28 3,714 4 – 20 -0,166 0,429 Frekuensi (kali) 27,03 21,534 3 – 90 -0,94 0,604 Durasi (menit) BB bayi (kg) 6,2916 1,10069 3,88 – 8,10 -0,205 0,245 Kebisingan (dB) 63,712 7,0534 42,7 – 72,8 0,040 0,820 0 Suhu ( C) 32,603 1,7955 30 – 37 0,245 0,162 -0,033 0,854 Pencahayaan (lux) 109,544 129,1268 12,0 – 558,0 Sumber: Data Primer Tahun 2013 Interpretasinya: a. Usia Ibu Dari Tabel 5.4 diketahui rata-rata usia ibu menyusui bayi umur sampai enam bulan adalah 27,38 tahun dengan standar deviasi 6,679 tahun dan nilai tengah 24,50 tahun. Adapun usia ibu paling muda yaitu 17 tahun dan usia tertuanya adalah 43 tahun. b. Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu IMT ibu diperoleh dari perbandingan antara berat badan ibu dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan ibu dalam satuan meter, kemudian dikategorikan menjadi kurus, normal, dan gemuk.
94
Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Status IMT n % CI95% p-value 2 5,9% -31,41-19,41 Kurus 15 44,1% 148,26-14,26 0,964 Normal 17 50% -42,79-12,91 Gemuk Total 34 100% Sumber: Data Primer Tahun 2013 Tabel di atas, diketahui setengah dari 34 responden penelitian ini mempunyai status IMT gemuk, yaitu sebesar 50%. Sedangkan persentase status IMT kurus dan normal masing-masing adalah 5,9% dan 44,1%. c. Masa Kerja (Frekuensi dan Durasi Menyusui) Masa kerja ibu menyusui menunjukkan frekuensi menyusui dalam sehari dan durasi/lamanya ibu melakukan aktivitas menyusui setiap satu kali menyusui setiap harinya. Dari Tabel 5.4 diketahui rata-rata frekuensi menyusui ibu adalah 9,28 kali dengan standar deviasi 3,714 kali dimana frekuensi menyusui terendah sebanyak 4 kali dan frekuensi tertinggi ketika menyusui sebanyak 20 kali. Sedangkan rata-rata durasi menyusui adalah 27,03 menit dengan standar deviasi selama 21,534 menit dimana durasi tercepat menyusui selama 3 menit dan durasi terlama ketika menyusui selama 90 menit. d. Beban Kerja Ibu (Berat Badan Bayi) Beban kerja ibu menyusui adalah berat badan bayi yang ditopangnya ketika melakukan aktivitas menyusui. Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata berat badan bayi yang menjadi beban kerja ibu ketika menyusui
95
adalah 6,2916 kg dengan standar deviasi 1,10069 kg. Adapun berat badan bayi paling rendah adalah 3,88 kg dan paling tinggi 8,10 kg. e. Postur Ibu Menyusui Menurut Level Skor RULA Level skor RULA diperoleh berdasarkan bentuk postur dan posisi tubuh ibu ketika sedang melakukan aktivitas menyusui saat pengumpulan data. Hasil analisa RULA menunjukkan bahwa baik pada Kelompok Eksperimen maupun Kontrol, kategori tindakan berada pada nilai 6 – 7 atau termasuk pada level risiko ergonomi sedang hingga tinggi. Sehingga, tindakan yang perlu dilakukan yaitu dibutuhkan tindakan dalam waktu dekat atau tindakan dilakukan sekarang juga. Berikut ini adalah beberapa gambar posisi duduk ibu menyusui saat pengumpulan data. a) Sebelum Perlakuan
b) Setelah Perlakuan
96
Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen (Pre-Post)
Gambar 5.2 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Kontrol f. Tingkat Kebisingan Lingkungan Ibu Menyusui Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kebisingan lingkungan ibu menyusui adalah sebesar 63,712 dB dengan standar deviasi
97
7,0534 dB. Adapun tingkat kebisingan terendah yaitu sebesar 47,2 dB dan tingkat kebisingan tertingginya sebesar 72,8 dB. g. Suhu Lingkungan Ibu Menyusui Dari Tabel 5.4 di atas, diketahui rata-rata suhu di lingkungan ibu menyusui adalah 32,6030C dengan standar deviasi sebesar 1,79550C. Sedangkan suhu terendah adalah 300C dan suhu tertinggi sebesar 370C. h. Tingkat Pencahayaan Tempat Ibu Menyusui Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencahayaan tempat ibu menyusui adalah 109,544 lux dengan standar deviasi 109,544 lux. Sementara tingkat pencahayaan minimalnya adalah 12 lux dan tingkat pencahayaan maksimalnya sebesar 558 lux.
7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui Sebagaimana dijelaskan pada kerangka konsep bahwa faktor-faktor selain kursi ergonomis yang ikut mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu menyusui termasuk dalam variabel confounding. Untuk mengetahui bahwa kursi ergonomis-lah yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu menyusui, maka digunakan uji statistik Regresi Logistik Berganda Model Faktor Risiko. Sebelum melakukan uji statistik Regresi Logistik Berganda, setiap variabel akan dianalisis bivariat terlebih dahulu.
98
a. Usia Ibu Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu dengan ketidaknyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi antara usia ibu dengan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan p-value = 0,150, sehingga variabel usia ibu tidak dapat dianalisis lebih lanjut. b. IMT Ibu Untuk mengetahui hubungan antara IMT ibu dengan ketidaknyamanan dilakukan uji anova. Dari Tabel 5.5 di atas diketahui bahwa rata-rata skor ketidaknyamanan pada ibu menyusui yang memiliki status IMT kurus adalah -6 dengan standar deviasi 2,828. Rata-rata skor ketidaknyamanan ibu menyusui yang memiliki status IMT normal adalah -17 dengan standar deviasi 56,445. Rata-rata skor ketidaknyamanan ibu menyusui yang memiliki status IMT gemuk adalah -14,94 dengan standar deviasi 54,163. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,964. Artinya, pada α = 5% tidak terdapat perbedaan skor ketidaknyamanan antara status IMT kurus, normal, dan gemuk. c. Frekuensi Ibu Menyusui Untuk melihat hubungan antara frekuensi ibu menyusui dengan kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi antara frekuensi ibu menyusui dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan p-value = 0,429, sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut. d. Durasi Ibu Menyusui Untuk memperoleh hubungan antara durasi ibu menyusui dengan kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas,
99
diketahui bahwa korelasi antara durasi ibu menyusui dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan pvalue = 0,604, sehingga variabel durasi ibu menyusui tidak dapat dianalisis lebih lanjut. e. Berat Badan Bayi Untuk memperoleh hubungan antara berat badan bayi ibu menyusui dengan kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi antara berat badan bayi dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan pvalue= 0,245, sehingga variabel berat badan bayi tidak dapat dianalisis lebih lanjut. f. Tingkat Kebisingan Untuk memperoleh hubungan antara tingkat kebisingan dengan kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi antara tingkat kebisingan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan pvalue= 0,820, sehingga variabel tingkat kebisingan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. g. Suhu Lingkungan Untuk memperoleh hubungan antara suhu lingkungan dengan kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi antara suhu lingkungan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan pvalue = 0,139, sehingga variabel suhu lingkungan tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
100
h. Tingkat Pencahayaan Untuk
memperoleh
hubungan
antara
tingkat
pencahayaan
dengan
kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa korelasi antara tingkat pencahayaan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan pvalue = 0,854, sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
C. Hasil Penelitian Pendukung Hasil penelitian pendukung diperoleh dari data kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi mengenai kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Dikatakan hasil penelitian pendukung karena hasil penelitian ini digunakan untuk mendukung hasil penelitian kuantitatif pada hasil penelitian utama. 1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis a. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis Pada Kelompok Eksperimen, responden diharuskan mau menggunakan kursi ergonomis ini selama penelitian berlangsung. Selama itu, responden juga diharuskan mengisi Lembar Checklist dan Intensitas Penggunaan Kursi Ergonomis
untuk
mengetahui
frekuensi
dan
lamanya
responden
menggunakan kursi tersebut. Berikut ini merupakan gambaran frekuensi dan lama penggunaan kursi ergonomis oleh responden. Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis oleh Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean SD Median Minimum Maximum Frekuensi (kali) 6,47 3,710 6,00 1 13 Durasi (menit) 13,76 7,595 12,00 3 36 Sumber: Data Primer Tahun 2013
101
Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi penggunaan kursi ergonomis oleh ibu saat menyusui adalah sebanyak 6,47 kali dengan standar deviasi 3,71 kali dan nilai tengahnya 6 kali dimana frekuensi paling sedikit adalah sekali dan terbanyak adalah 13 kali. Sedangkan rata-rata durasi atau lama penggunaannya selama 13,76 menit dengan standar deviasi 7,595 menit dan nilai tengahnya 12 menit dimana durasi tercepat selama 3 menit dan durasi terlamanya 36 menit. b. Kekurangan dan Kelebihan Kursi ergonomis dalam penelitian ini belum pernah digunakan atau diuji coba sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesesuaian disain kursi ergonomis ini dengan pemakainya yang adalah responden penelitian ini, maka tabel berikut akan memaparkan rekomendasi terhadap disain kursi ini dari segi kekurangan dan kelebihannya. Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis yang telah Diuji Coba di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Kekurangan n (%) Kelebihan 1 Sandaran tangan perlu adjustment 41,18 Sandaran punggung panjang dan sangat agar mudah penyesuaian usia bayi nyaman 2 Busa pada sandaran tangan kurang 17,65 Cukup kuat dan kokoh lebar 3 Pijakan kaki perlu adjustment agar 52,94 Busa sandaran punggung cukup dapat sedikit untuk selonjoran nyaman 4 Alas pijakan kaki perlu dilebarkan 35,29 Sandaran tangan membantu minimal sepanjang telapak kaki bersandarnya tangan yang menopang bayi 5 Busa dudukan kursi kurang tebal 17,65 Pijakan kaki membuat posisi bayi lebih tinggi ketika menyusui 6 Mur yang terlihat di bawah sandaran 23,53 Membuat menyusui lebih santai tangan, tidak aman untuk bayi 7 Kaki kursi depan kurang aman 11,76 Sumber: Data Primer Tahun 2013
102
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari 17 ibu menyusui yang menggunakan kursi ergonomis, sebanyak 52,94% ibu menyusui paling banyak mengeluhkan kekurangan kursi ergonomis pada pijakan kaki kursi yang menurut ibu terlalu tinggi/rendah, sehingga diperlukan adjustment. Sedangkan sebanyak 11,76% dari 17 ibu menyusui menyatakan bahwa kekurangan kursi ergonomis terletak pada kaki kursi bagian depan yang tidak aman karena dapat membuat mereka tersandung (tidak sampai jatuh). 2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk Hasil penelitian pada bagian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran di mana saja posisi duduk ibu saat melakukan aktivitas menyusui yang meliputi duduk di atas kursi atau tempat duduk lain yang bukan kursi. Adapun pengukurannya dilakukan saat pretest yang gambarannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Tempat Duduk saat Menyusui n % 11 32,4% Kursi 23 67,6% Bukan Kursi Total 34 100% Sumber: Data Primer Tahun 2013 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran posisi duduk ibu saat menyusui yaitu paling banyak duduk di tempat duduk yang bukan kursi dengan persentase 67,6% sedangkan ibu yang menyusui di atas kursi sebanyak 32,4%. Adapun rincian tempat duduk bukan kursi yang biasanya ibu lakukan saat menyusui yaitu duduk di atas lantai, di atas kasur, di atas tempat tidur, ataupun bangku panjang.
103
3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui Tujuan penggunaan peralatan bantu saat menyusui yaitu untuk mencapai ketepatan posisi mulut bayi dengan payudara ibu, sehingga diharapkan ibu tidak cenderung membungkuk saat menyusui. Berikut adalah tabel sebarannya. Tabel 5.9 Distribusi Penggunaan Peralatan Bantu pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui n % 12 35,3% Ya 22 64,7% Tidak Total 34 100% Sumber: Data Primer Tahun 2013 Dari tabel tersebut diketahui bahwa sebaran penggunaan bantu saat ibu menyusui yaitu paling banyak tidak menggunakan peralatan bantu sebanyak 64,7%, sisanya 35,3% ibu menggunakan peralatan bantu saat menyusui. Adapun macam peralatan bantu yang digunakan diantaranya bantal dan kain atau selimut bayi. Sedangkan menurut penuturan ibu, tujuan penggunaan peralatan bantu saat menyusui yaitu supaya terasa nyaman, posisi bayi lebih tinggi sehingga tepat menjangkau payudara ibu, dan punggung ibu tidak membungkuk. 4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Menurut Data Kualitatif Gambaran kenyamanan posisi duduk menurut data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi kepada ibu menyusui di Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dengan jumlah informan masing-masing 7 orang dan 4 orang.
104
a. Kelompok Eksperimen Kenyamanan ibu saat menyusui menggunakan kursi ergonomis dapat langsung dirasakan perbedaannya dibandingkan posisi menyusui dengan duduk seperti biasanya. Seperti kutipan hasil wawancara berikut: “…rasanya enak, nyaman. Apalagi udah ada sandaran tangan yang bisa nahan tangan terus pijakan kakinya bisa ninggiin posisi bayi, dan sandaran punggungnya juga empuk engga kaya nyender di tembok yang keras…” “…sandaran punggungnya nyaman Mbak, bisa sampai kepala, jadi kan bisa lebih nyantai dan rilex pas nyusui.” “…enakan kursi ini sih dibandingin kursi biasa atau duduk di lantai, bikin saya juga engga cepet capek pas nyusui malahan nyusuinya jadi lebih lama gitu.” “…bagus sih ada kursi ini, membantu ibu-ibu. Karena selain anak dapat ASI ibu juga bisa jadi nyaman. Nah, karena nyaman itu bikin nyusui juga lebih lama jadi juga bikin ibu engga males kasih ASI ke anak. Jadinya engga mau deh kasih sufor (susu formula).” “…sandaran punggungnya juga enak nih sampai kepala, jadi kalau capek terus pengen nyender enak lah.” Kenyamanan tersebut juga membuat ibu ingin lebih lama dan sering saat menyusui di kursi ergonomis. Namun, terkadang mood bayi cenderung ingin berbaring saat disusui atau ibu terpaksa melakukan posisi berbaring karena bayinya cenderung aktif dan banyak gerak saat menyusui di kursi ergonomis, seperti kutipan:
105
“Sebenernya enak, cuma kadang mesti ngikutin moodnya bayi. Jadi kadang saya baru bisa nyusui di kursi itu kalau bayinya mau. Abis, dia aktif banget dan engga mau diem kalau nyusui duduk.” “….bayinya gerak mulu, makanya kadang juga milih sambil baring gitu.” Meskipun ibu merasa nyaman menyusui di kursi ergonomis, tetapi masih terdapat ibu yang menyusui dengan postur janggal. Misalnya, leher cenderung menunduk atau punggungnya lebih nyaman kalau duduk tidak bersandar. Pada postur leher, bukan tanpa alasan ibu melakukan kecenderungan untuk menunduk, bahkan hal ini sudah menjadi kealamiahan ibu saat sedang menyusui (lihat Gambar 5.1). Menurutnya, menyusui itu harus sambil melihat bayinya sebagai salah satu bentuk kasih saying ibu terhadap anak dan hal ini juga dapat menciptakan ikatan emosional ibu dan anak. Seperti kutipan berikut: “…saya emang biasanya engga nyender Mba kalau nyusuin, udah biasa gitu. Leher juga nunduk gitu biar bisa lihat bayi.” “…seneng aja Mba pas nyusuin sambil lihat bayi, jadi tenang dan nyaman.” “…saya kira leher nunduk itu udah alami ibu pas nyusu. Kan ibu juga jadi bisa sambil ngobrol ke bayi, biar lebih deket kaya ikatan batin gitu.” Simpulan dari hasil wawancara, diketahui bahwa keberadaan kursi ergonomis sangat membantu ibu saat menyusui. Ibu mendapatkan sensasi kenyamanan yang lebih dibandingkan posisi duduk biasanya, sehingga memicu ibu untuk terus memberikan ASI dan menghindarkan pemberian susu formula lebih dini.
106
b. Kelompok Kontrol Adapun gambaran kenyamanan untuk Kelompok Kontrol cenderung berbeda dibandingkan Kelompok Eksperimen. Posisi duduk yang biasa dilakukan oleh ibu menyusui dapat menimbulkan pegal-pegal dan kesemutan di bagian tubuh ibu. Selain itu, terkadang posisi duduk yang biasa ibu lakukan saat menyusui dapat membuat ibu mengalami kesulitan memposisikan bayi dengan tepat agar mulut bayi dapat menjangkau payudara ibu. Berikut ini kutipannya: “Nyusuin di atas kasur itu engga nyaman Mba. Saya susah ngimbangin posisi bayinya biar bisa nyampe ke puting. Jadi kadang ya mesti bungkuk, kan capek juga…” “…sebenernya enak aja sih. Cuma pegel-pegel di punggung terus juga siku tangan yang nahan bayi kadang kesemutan, kaki juga kesemutan.” “…engga nyaman karena punggungnya pegel, kepala juga kadang pusing, capek juga. Malah kadang takut masuk angin juga Mba, kan duduk di lantai itu dingin.” Namun, dibandingkan posisi menyusui yang lainnya, posisi duduk saat menyusui lebih santai dan nyaman. Bahkan cenderung aman untuk bayi yang baru lahir karena terhindar dari risiko tertutupnya hidung bayi oleh payudara ibu ketika menyusui atau risiko bayi tersedak. Seperti kutipan berikut: “…kalau sambil duduk rasanya enak, seneng, bahagia. Capek atau pegelnya mungkin karena beratnya terus nambah, tapi biasa lah. Dibawa enak aja, jangan dijadiin beban.”
107
“…lebih bagus sih sambil duduk biar bayinya engga kesedak. Ibunya juga bisa lebih santai lah.” “…saya takut Mba kalau sambil baringan. Takut hidung bayi ketutup sama payudara. Enakan duduk, jadi bisa ngontrol.” Simpulan dari hasil wawancara pada Kelompok Kontrol, diketahui bahwa posisi duduk yang seperti biasa dilakukan ibu cenderung menimbulkan sensasi ketidaknyamanan seperti pegal-pegal dan kesemutan. Dari hasil wawancara tersirat bahwa meskipun ibu merasakan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui posisi duduk, tetapi ibu cenderung menahannya demi kesinambungan pemberian ASI kepada bayinya selama proses menyusui.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini berkaitan langsung dengan aktivitas ibu saat sedang menyusui, sehingga dalam pengumpulan datanya terdapat beberapa keterbatasan penelitian, yaitu: 1. Tidak semua ibu bersedia menunjukkan aktivitas menyusuinya di depan orang lain. Hal ini mempengaruhi proses observasi ketika pengumpulan data terutama yang berkaitan dengan postur dan posisi saat menyusui. 2. Terdapat ibu menyusui dengan proses yang tidak alamiah ketika bersedia menunjukkan aktivitas menyusuinya. Hal ini akan mempengaruhi keakuratan ketika pengukuran dilakukan. Sehingga, terkadang observasi dapat dilakukan 1 – 2 kali pada setiap responden. 3. Hari pengumpulan data setiap responden tidak dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh peneliti, karena setiap responden yang sekaligus seorang ibu rumah tangga memiliki aktivitas dan keperluan lainnya yang terkadang bersamaan dengan jadwal pengukuran. Sehingga, peneliti tidak mengetahui gambaran kenyamanan di hari yang telah dijadwalkan, tetapi diperoleh di hari lain yang mungkin saja respon ibu berbeda ketika dilakukan observasi atau wawancara.
108
109
B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar hilangnya rasa tidak nyaman, tetapi merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman individu, dan harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya (Sanders dan McCormick, 1993; Oborne, 1995; Branton dalam Oborne, 1995). Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Jadi, untuk mengukur tingkat kenyamanan
seseorang
dapat
dilakukan
dengan
mengetahui
tingkat
ketidaknyamanannya, karena konsep keduanya mempunyai makna yang berlawanan. Jika tingkat kenyamanan seseorang meningkat, maka tingkat ketidaknyamanannya cenderung menurun. Responden dalam penelitian ini cenderung dominan dan paling sering menggunakan posisi duduk ketika menyusui yaitu duduk bukan di kursi (lihat Tabel 5.8) yang meliputi duduk di lantai, di atas tempat tidur atau di atas kasur, duduk di bangku panjang. Dari hasil observasi pada pengukuran pre (lihat Gambar 5.1 dan Gambar 5.2), diketahui bahwa kecenderungan posisi duduk ibu menyusui adalah membungkuk, punggung tidak bersandar atau posisi tidak tegak lurus dengan
110
pangkuannya. Posisi cenderung membungkuk dikarenakan ibu ingin mendapatkan posisi yang tepat antara mulut bayi dan payudara ibu, sehingga beberapa ibu bahkan menggunakan peralatan bantu seperti bantal atau kain/selimut bayi (lihat Tabel 5.9). Kecenderungan pada posisi tersebut tidak dianjurkan karena dapat memicu sensasi ketidaknyamanan. Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Mereka menambahkan, ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang berakibat pada otot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor ketidaknyamanan posisi duduk ibu menyusui sebelum menggunakan kursi ergonomis pada Kelompok Eksperimen sebesar 42,47 dan pada Kelompok Kontrol sebanyak 23,18. Artinya, ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu cenderung tinggi pada kedua kelompok dan mengindikasikan posisi duduk menyusui ibu memang tidak dibenarkan. Fahma, dkk (2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi. Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkalikali (sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa
111
bulan, bisa enam bulan (ASI eksklusif) atau lebih. Kondisi yang demikian akan menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut. Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak yang lebih serius dari timbulnya ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk, sebaiknya para ibu menerapkan posisi duduk menyusui yang benar. Bahiyatun (2009) menyarankan salah satu posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu dengan posisi duduk. Dia menambahkan, hal yang penting untuk diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dan dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.
112
C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis Menurut Kolcaba (1991), salah satu definisi kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan. Hal inilah yang ingin dicapai oleh ibu ketika melakukan aktivitas menyusui. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa menyusui merupakan proses alamiah seorang ibu setelah melahirkan yang dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama 10 – 15 menit per payudara berkalikali setiap harinya) dan cenderung berulang sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan. Dengan frekuensi dan durasi menyusui tersebut, akan membuat posisi menyusui cenderung menjadi statis dan monoton. Pada hasil wawancara dan observasi terlihat kebanyakan ibu cenderung tidak dalam posisi yang sesuai saat menyusui (lihat Gambar 5.1 dan Gambar 5.2). Punggung ibu cenderung membungkuk untuk memposisikan dengan tepat antara mulut bayi dan payudaranya, lehernya cenderung menunduk karena rasa kasih sayang untuk ingin selalu melihat bayinya selama menyusui. Menurutnya, kenyamanan bayi harus diutamakan karena bayi tak bisa mengekspresikan keluhan yang dirasakan. Dalam kaitannya dengan posisi menyusui, Bahiyatun (2009) menyarankan salah satu posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu dengan posisi duduk. Dia menambahkan, hal yang penting untuk diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini dimungkinkan dapat dilakukan dengan duduk di kursi. Dengan posisi duduk yang benar, diharapkan akan menimbulkan kenyamanan baik bagi ibu maupun bayi.
113
Dalam hasil penelitian ini, rata-rata skor ketidaknyamanan saat pengukuran post diperoleh skor sebesar 10,82 pada Kelompok Eksperimen dan 24,18 pada Kelompok Kontrol yang mengindikasikan keduanya masih terjadi ketidaknyamanan. Adapun perubahan rata-rata skor pre-post pada Kelompok Eksperimen yaitu 42,47 menjadi 10,82 dengan nilai probabilitas 0,015. Artinya, terdapat perbedaan rata-rata signifikan skor ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini mendapat perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui yang dilakukan setelah pengukuran pre. Lama pakai kursi tersebut selama seminggu dengan pengukuran yang dilakukan dua kali, yakni pada hari ke-3 dan ke-6. Sedangkan Kelompok Kontrol yaitu responden yang melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya tanpa penggunaan kursi ergonomis. Hasil penelitian perubahan rata-rata skor pre-post ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol yaitu dari 23,18 menjadi 24,18 atau meningkat 1 skor ketidaknyamanan. Adapun nilai probabilitas (p-value) pada α = 5% yaitu 0,977 yang berarti tidak terdapat beda ratarata secara signifikan skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Hal ini berbeda pada Kelompok Eksperimen dengan perubahan skor ketidaknyamanan yang cenderung menurun setelah menggunakan kursi ergonomis. Peningkatan 1 skor ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol dapat dikarenakan beban kerja ibu saat menyusui yaitu berat badan bayi yang cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya usia, sedangkan selisih pengukuran pre-post adalah sekitar 1-2 bulan. Hal ini juga menimbulkan beban kerja ibu bertambah sementara posisi ketika menyusui cenderung statis dan monoton dengan frekuensi sering setiap
114
harinya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008). Pheasant (2003) menambahkan bahwa keadaan kerja yang ketat dan membatasi kita khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak timbulnya ketidaknyamanan. Sementara itu, hasil uji Mann-Whitney memaparkan bahwa pada nilai probabilitas
0,046
menunjukkan
bahwa
terjadi
perbedaan
rata-rata
skor
ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Skor ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen (-15,32) lebih rendah dibandingkan dengan Kelompok Kontrol (1,50). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian penelitian Kalsum (2007) yang menyatakan terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis (13,60); hasil penelitian Jasman (2003), yaitu bahwa penggunaan kursi dan meja kerja yang ergonomis dapat mengurangi ketidaknyamanan sebesar 65,35 % dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 77,13 % dibanding posisi kerja tradisional. Perbedaan skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada hasil penelitian ini tidak signifikan. Hal ini dapat dikarenakan frekuensi penggunaan kursi ergonomis saat menyusui yang belum optimal (lihat Tabel 5.6). Pada Tabel 5.6, diketahui frekuensi terendah penggunaan kursi ergonomis sebanyak sekali setiap harinya. Selain itu, dapat dilihat pula dengan memperhatikan Gambar 5.1 yang menunjukkan bahwa meskipun punggung telah bersandar saat menggunakan kursi ergonomis, tetapi masih terdapat posisi janggal pada leher yang tetap cenderung menunduk atau bahkan terdapat responden dengan
115
punggung tetap tidak bersandar baik saat sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Sehingga, ketika dilakukan analisis RULA menunjukkan bahwa posisi demikian tergolong dalam level risiko ergonomi yang sedang hingga tinggi. Jadi, masih terdapat faktor perilaku atau kebiasaan ibu saat menyusui dengan mengabaikan posisi duduk yang benar meskipun saat menggunakan kursi ergonomis. Dalam artikelnya, Chamdany (2009) dalam Meilia (2011) menuliskan bahwa banyak orang sering mengabaikan apa yang dinamakan cara duduk yang benar di sebuah tempat duduk. Padahal, hal ini sangatlah penting sebagai dasar pola posisi ergonomis dimana banyak aktivitas kerja dilakukan dalam keadaan duduk. Misalnya posisi duduk ketika aktivitas menyusui yang cenderung statis dan monoton, sehingga terkadang para ibu perlu melakukan perubahan sikap dan posisi tubuhnya saat menyusui yang mengindikasikan telah terjadi ketidaknyamanan. Dari hasil observasi, pada umumnya ibu akan cenderung membungkuk ketika menyusui dalam posisi duduk untuk menyesuaikan posisi payudara ibu dan mulut bayi dengan tepat. Belum lagi posisi kaki yang cenderung berpotensi menimbulkan kesemutan hingga kram, sama halnya pada posisi tangan yang harus menopang bayi dengan berat sampai mencapai 8 kg. Intensitas aktivitas menyusui yang berulang dan sering hingga berhentinya masa menyusui inilah yang berpotensi terhadap timbulnya risiko ergonomi. Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Adanya kursi ergonomis pada penelitian ini diharapkan dapat mengurangi sensasi ketidaknyamanan ibu saat menyusui. Hal ini dikarenakan kursi ergonomis
116
telah didisain untuk meminimalisasi posisi dan postur janggal saat menyusui. Sehingga, dapat mengurangi kesemutan, perasaan nyeri, mati rasa, atau kram yang biasa timbul ketika menyusui. Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas
dan
kelelahan.
Mengeliminasi
gangguan
fisik
dapat
mengurangi
ketidaknyamanan, tetapi tidak langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008). Artinya, timbulnya kenyamanan juga tak terjadi secara signifikan, mengingat juga masa penggunaan kursi ergonomis oleh responden hanya seminggu. Meskipun demikian, perlakuan berupa menggunakan kursi ergonomis ketika menyusui pada Kelompok Eksperimen dapat memberikan pengaruh penurunan sensasi
ketidaknyamanan
ibu
ketika
melakukan
aktivitas
menyusui
dan
mengindikasikan bahwa dengan menggunakan kursi ergonomis dapat memberikan efek positif terhadap kenyamanan ibu menyusui. Dengan kata lain, salah satu penyelesaian masalah ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu penyesuaian postural
untuk
mempertahankan postur tubuh dengan tetap.
Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis
117
dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Suma’mur (2009) menambahkan, ditinjau dari sudut pandang ergonomi, tempat duduk dapat memfasilitasi postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan. Namun demikian, kepemilikan akan kursi ergonomis sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi keluarga. Sementara itu, keberadaan kursi ergonomis untuk ibu menyusui yang kebanyakan telah ada cenderung diperuntukkan untuk golongan ekonomi menengah ke atas. Sehingga, untuk ke depannya agar lebih diperhatikan keberadaan kursi menyusui yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
D. Faktor yang Diduga Confounder 1. Usia Ibu Hasil distribusi rata-rata usia ibu menyusui bayi umur sampai enam bulan adalah 27,38 tahun dengan usia ibu paling muda yaitu 17 tahun dan usia tertuanya adalah 43 tahun. Sedangkan hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, sehingga tak dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring bertambahnya usia ibu tidak berpengaruh terhadap ketidaknyamanan yang dirasakan saat melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Tan et. al (2010) yang dilakukan pada sopir truk di Belanda, sopir truk yang umurnya lebih tua lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada bahu kanan dibandingkan dengan sopir truk yang lebih muda.
118
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu Hasil status IMT menunjukkan bahwa setengah dari 34 responden penelitian ini atau paling banyak mempunyai status IMT gemuk, yaitu sebesar 50%. Sedangkan persentase status IMT kurus dan normal masing-masing adalah 5,9% dan 44,1%. Hal ini cukup wajar, mengingat masa menyusui merupakan masa yang sangat membutuhkan asupan makanan dan nutrisi yang lebih banyak daripada kondisi umumnya, sehingga peningkatan berat badan ibu cenderung meningkat pula yang dapat mempengaruhi status IMT-nya. Melalui uji anova, status IMT tidak berhubungan dengan ketidaknyamanan posisi duduk pada ibu menyusui. Sedangkan menurut hasil penelitian Tan et. al (2010) yang dilakukan pada supir truk di Belanda, sopir truk yang memiliki IMT lebih tinggi (cenderung gemuk), lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada betis kanan setelah satu jam bekerja. Pada proses menyusui, work station ibu terletak di atas pangkuannya, yakni posisi keberadaan bayinya yang dinamis. Artinya, baik ibu dengan status IMT kurus, normal, atau gemuk, ibu dapat menyesuaikan posisi duduknya dan posisi keberadaan bayinya saat menyusui. Misalnya, ketika ibu ingin menyusui dengan posisi duduk di atas lantai sambil selonjoran, ibu dapat mengatur ketinggian posisi bayinya agar mulut bayi dapat menjangkau payudara ibu dengan mengangkat satu kaki di atas kaki lainnya. Begitu pula saat menyusui di atas kursi, ibu dapat mengatur posisi ketinggian bayinya dengan kaki ibu berada di atas pijakan kaki.
119
Lain halnya pada aktivitas menyetir truk, work station memang dirancang statis/tetap pada posisinya, sehingga para supirlah yang harus menyesuaikan posisi tubuhnya dalam mengendalikan kemudi stirnya. Dengan demikian, postur tubuh supir dapat mempengaruhi ketidaknyamanannya saat menyetir truk. Menurut Pheasant (2003), postur kerja dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi tubuh dan stasiun kerjanya (work station). Misalnya, tempat kerja yang terlalu tinggi untuk pekerja yang memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja yang terlalu rendah untuk pekerja dengan tinggi badan lebih. 3. Masa Kerja (Frekuensi dan Durasi Menyusui) Hasil analisis univariat menunjukkan rata-rata frekuensi menyusui ibu adalah 9,28 kali dimana frekuensi menyusui terendah sebanyak 4 kali dan frekuensi tertinggi ketika menyusui sebanyak 20 kali. Sedangkan rata-rata durasi menyusui adalah 27,03 menit dimana durasi tercepat menyusui selama 3 menit dan durasi terlama ketika menyusui selama 90 menit. Sedangkan hasil uji korelasi diketahui bahwa baik frekuensi menyusui maupun durasi menyusui menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan dengan ketidaknyamanan posisi duduk ibu menyusui. Artinya, frekuensi dan durasi menyusui tidak mempengaruhi kenyamanan posisi duduk saat ibu menyusui. 4. Beban Kerja Ibu (Berat Badan Bayi) Hasil menunjukkan bahwa rata-rata berat badan bayi yang menjadi beban kerja ibu ketika menyusui adalah 6,2916 kg dengan standar deviasi 1,10069 kg
120
dan nilai tengah 6,26 kg. Adapun berat badan bayi paling rendah adalah 3,88 kg dan paling tinggi 8,10 kg. Sedangkan pada uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara berat badan bayi dengan ketidaknyamanan posisi duduk. Padahal, seiring dengan berjalannya masa menyusui, berat badan bayi akan cenderung bertambah. Sehingga, saat menyusui ada penekanan yang lebih terutama pada bagian tubuh di paha ibu dan tangan yang menopang bayi. Namun, dari hasil wawancara menurut ibu hal ini menjadi salah satu proses alamiah juga dalam proses menyusui, dan ibu sudah mengantisipasi untuk menyesuaikan perkembangan tersebut. 5. Tingkat Kebisingan Lingkungan Ibu Menyusui Hasil menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kebisingan lingkungan ibu menyusui adalah sebesar 63,581 dB dengan standar deviasi 7,0826 dB dan nilai tengah 65,250 dB. Adapun tingkat kebisingan terendah yaitu sebesar 47,2 dB dan tingkat kebisingan tertingginya sebesar 74 dB. Artinya, tingkat kebisingan di lingkungan ketika ibu menyusui berada di atas ambang batas yang telah ditentukan oleh KepMen LH No.48/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan. Tingginya tingkat kebisingan didukung oleh situasi dan kondisi di sekitar rumah responden yang sebagian besar terletak dekat dengan jalanan umum dengan lalu lalang kendaraan yang melintas setiap waktunya. Namun, dari hasil uji korelasi menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kebisingan di tempat ibu menyusui dengan ketidaknyamanan posisi duduk. Artinya, ibu cenderung dapat lebih fokus dan mengabaikan keadaan sekitar
121
ketika sedang menyusui. Sejalan dengan hasil wawancara bahwa menyusui hendaknya dilakukan dengan senang dan bahagia, dalam kondisi tenang dan tidak mengkhawatirkan apapun karena baginya hal ini akan mempengaruhi bayi. Hal inilah yang membuat ibu lebih sering untuk selalu melihat bayinya ketika menyusui daripada memilih menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. 6. Suhu Lingkungan Ibu Menyusui Hasil menunjukkan rata-rata suhu di lingkungan ibu menyusui adalah 32,7500C dengan standar deviasi sebesar 1,85150C dan nilai tengah 32,50C. Sedangkan suhu terendah adalah 300C dan suhu tertingginya sebesar 360C. Menurut Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, kadar suhu lingkungan tempat ibu menyusui melebihi dari kadar yang ditentukan. Hal ini dikarenakan ketika pengukuran saat pengumpulan data kondisi di Indonesia khususnya di sekitar Jakarta sedang memasuki masa akhir musim kemarau. Sedangkan pada uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan antara suhu di tempat ibu menyusui dengan ketidaknyamanan posisi duduk. Padahal, menurut Purnomo & Rizal (2000), pada lingkungan yang panas, keseimbangan panas tubuh dapat diperoleh dengan meningkatkan aliran darah menuju kulit atau melalui pengeluaran keringat. Pengeluaran keringat sendiri dapat menimbulkan ketidaknyamanan apalagi jika intensitasnya lebih sering. Dari hasil observasi ketika ibu melakukan aktivitas menyusui, terdapat ibu yang sering mengelap keringat pada dahinya dan pada dahi bayinya atau mengipaskan jari-jari tangannya. Hal ini menunjukkan adanya ketidaknyamanan.
122
Namun, setelah ibu menyalakan kipas angin, tidak terlihat lagi gerakan ibu mengelap keringat ketika menyusui. Dengan demikian, peningkatan suhu tempat ibu menyusui masih dapat diatasi dengan pendinginan melalui kipas angin, sehingga tak akan mempengaruhi proses ibu menyusui. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo & Rizal (2000) bahwa untuk membantu menurunkan suhu lingkungan, dapat dilakukan dengan menyalakan kipas angin untuk mengganti aliran udara yang panas di sekitar tubuh manusia (yang berasal dari panas tubuh) dengan udara yang lebih dingin yang berasal dari bagian lain ruangan. 7. Tingkat Pencahayaan Tempat Ibu Menyusui Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencahayaan tempat ibu menyusui adalah 90,085 lux dengan standar deviasi 96,9571 lux dan nilai tengahnya sebesar 55 lux. Sementara tingkat pencahayaan minimalnya adalah 12,5 lux dan tingkat pencahayaan maksimalnya sebesar 427,1 lux. Menurut Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, kadar tingkat pencahayaan lingkungan tempat ibu menyusui melebihi dari batas minimal yang ditentukan, yaitu sebesar 60 lux. Artinya, tingkat pencahayaan rumah ibu menyusui sudah baik untuk melakukan aktivitasnya di rumah, termasuk menyusui. Hasil uji korelasi menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan ketidaknyamanan. Hal ini karena memang rata-rata tingkat pencahayaan di tempat saat ibu melakukan aktivitas menyusui termasuk normal dan sesuai aturan Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, seperti yang telah dijelaskan
123
sebelumnya. Menurut Kurniawan & Cahyadi (2000), pencahayaan yang baik memungkinkan pekerja untuk dapat melihat objek kerja secara jelas tanpa ada upaya pemaksaan konsentrasi mata untuk melihat objek tersebut.
E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis 1. Masa penggunaan kursi ergonomis a. Frekuensi penggunaan kursi ergonomis selama menyusui Hasil menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi penggunaan kursi ergonomis oleh ibu saat menyusui adalah sebanyak 6,47 kali dengan standar deviasi 3,71 kali dan nilai tengahnya 6 kali dimana frekuensi paling sedikit adalah sekali dan terbanyak adalah 13 kali. Artinya, setengah frekuensi ibu menyusui dilakukan di kursi ergonomis. Namun, pada nilai minimal penggunaan kursi yang dilakukan selama sekali menunjukkan bahwa ada kekurangan pada kursi ergonomis (lihat Tabel 5.7) dalam penelitian ini yang membuat ibu enggan untuk lebih sering menggunakannya. Hal ini dapat mempengaruhi efek penggunaan kursi ergonomis terhadap timbulnya ketidaknyamanan. b. Durasi penggunaan kursi ergonomis selama menyusui Sedangkan rata-rata durasi atau lama penggunaan kursi ergonomis oleh ibu saat menyusui selama 13,76 menit dengan standar deviasi 7,595 menit dan nilai tengahnya 12 menit dimana durasi tercepat selama 3 menit dan durasi terlamanya 36 menit. Adapun pada durasi tercepat selama 3 menit yang menurut penuturan ibu karena kemauan bayi sendiri menyusui dengan waktu
124
yang cepat. Namun, menurutnya dengan durasi yang cepat ini juga membuat bayi menjadi lebih sering menyusui. 2. Kekurangan dan kelebihan kursi ergonomis 1. Kekurangan a. Sandaran tangan Menurut responden, sandaran tangan perlu adjustment agar dapat disesuaikan dengan usia bayi. Misalnya, ketika usia bayi masih kurang dari 3 bulan ibu dapat meninggikan sandaran tangan untuk menempatkan posisi yang tepat antara mulut bayi dan payudara ibu. Kemudian ketika usia bayi bertambah ibu dapat menurunkan sandaran tangan, karena seiring dengan usia yang bertambah bentuk fisik bayi juga ikut mengalami perubahan. Sebanyak 41,18% atau 7 ibu mengeluhkan hal tersebut. Tidak adanya adjustment terkadang membuat beberapa ibu enggan menggunakan kursi ergonomis saat menyusui dengan keluhan sandaran tangan terlalu tinggi sementara usia dan bentuk fisik anak cenderung membesar. Selain perlunya adjustment, ibu juga menuturkan perlunya tambahan busa pada sandaran tangan agar lebih lebar. Sebanyak 17,,65 atau 3 ibu menginginkan hal tersebut. Mereka menambahkan, karena ketika menyusui dengan kursi tersebut bagian tangan yang bertumpu adalah siku hingga setengah lengan bawahnya, sehingga ketika menyusui terkadang siku atau setengah dari lengan bawah ibu tidak bertumpu dengan sempurna di sandaran tangan. Namun, sebagian besar ibu merasa nyaman
125
dengan sandaran tangan yang ada. Sehingga, dapat dikatakan keluhan tersebut bersifat subyektif ibu. b. Pijakan kaki Adapun pijakan kaki yang menurut responden perlu adanya adjustment agar dapat melakukan peregangan otot kaki saat menyusi (selonjoran). Ada 52,94 % atau 9 ibu yang menyatakan keluhan tersebut. Hal ini terjadi karena tinggi badan ibu yang bervariasi, sehingga menurut sebagian ibu tinggi pijakan kaki yang ada telah sesuai dan sebagian yang lain mengeluhkan terlalu tinggi/rendah. Kemudian, alas pijakan kaki terlalu sempit sehingga telapak kaki ibu tidak berpijak sempurna. Sebanyak 35,29% atau 6 ibu mengeluhkan hal tersebut. Menurut ibu, lebar alas pijakan kaki minimal selebar telapak kaki sehingga telapak kaki dapat berpijak dengan sempurna. c. Busa dudukan Busa dudukan kursi ergonomis ini menurut ibu kurang tebal karena beberapa ibu masih merasakan rangka kursi yang keras. Hal ini tentu dapat mengurangi kenyamanan ketika duduk menyusui. Sebanyak 17,65% atau 3 ibu mengeluh hal tersebut. Dari hasil observasi, keluhan tersebut cenderung dialami oleh ibu dengan berat badan yang lebih dibandingkan ibu lainnya, tetapi saat dalam posisi duduk menyusui terlihat bahwa posisi duduk ibu belum sempurna, seperti punggung tidak bersandar dan ibu duduk hanya pada sebagian dudukan kursi. Oleh karena itu, dapat dikatakan keluhan tersebut masih bersifat subyektif ibu.
126
d. Keamanan Pada disain kursi ergonomis ini, terdapat mur-mur yang menonjol di bawah sandaran tangan. Hal ini menimbulkan sedikit kekhawatiran bagi ibu dengan usia bayi mendekati atau sampai enam bulan karena panjang bayi yang bertambah dan keaktifan dalam gerak. Ketika menyusui di kursi tersebut, kedua kaki bayi berada di bawah sandaran tangan dan bayi juga cenderung menggerak-gerakkan kakinya, sehingga ibu khawatir kaki bayinya akan terkena mur-mur tersebut. Hal ini terkadang membuat ibu cenderung untuk enggan atau sesekali menggunakan kursi ergonomis. Menurutnya sebenarnya kursi tersebut nyaman untuk digunakan, tetapi kurang aman untuk bayinya. Dari 17 ibu menyusui, hanya 23,53% atau ada 4 ibu yang mengeluh terkait mur yang menonjol. Dengan demikian, hal ini tidak bermasalah bagi ibu menyusui dengan usia bayi yang belum mendekati enam bulan. Selain mur, kurang amannya kursi tersebut ditunjukkan pada kaki kursi bagian depan yang cenderung terlalu ke depan sehingga, membuat beberapa ibu tersandung (tidak sampai jatuh) ketika sesaat berdiri setelah selesai menyusui. Namun, hanya 11,76% atau dua ibu yang mengeluhkan hal tersebut. Dari hasil observasi, keluhan tersebut dialami oleh ibu dengan penempatan kursi yang tidak sesuai, seperti di teras pinggiran jalan keluar masuk rumah. Sehingga, dimungkinkan keluhan tersebut cenderung bersifat subyektif ibu.
127
2. Kelebihan a. Sandaran punggung Menurut responden, kelebihan paling besar dari kursi ergonomis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sandaran punggungnya yang panjang (dapat menjangkau kepala ibu untuk bersandar ketika ingin melakukannya) dan cukup empuk untuk bersandar. Selain itu, kursi tersebut juga kuat dan kokoh sehingga, dapat terjangkau oleh responden dengan berat badan lebih tanpa kekhawatiran kursi akan patah atau terjadi perubahan bentuk pada kursi. b. Sandaran tangan Adanya sandaran tangan menurut responden sangat membantu tangan yang menopang kepala bayi untuk bersandar, sehingga mengurangi pegal-pegal atau lelah di tangan tersebut. c. Pijakan kaki Adanya pijakan kaki sangat membantu ibu dalam memposisikan ketinggian bayi, sehingga posisi mulut bayi tepat dengan payudara ibu. d. Kenyamanan Bagi responden adanya kursi menyusui dapat membuat posisi duduk menyusui ibu lebih santai dan nyaman saat menyusui. Dengan posisi yang nyaman dapat membuat intensitas menyusui lebih sering dan bisa lebih lama, sehingga menghambat keinginan untuk memberikan susu formula kepada bayi lebih dini.
BAB VII PENUTUP
A. Simpulan a. Skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Eksperimen
menunjukkan
bahwa
nilai
rata-rata
skor
pre
dan
post
ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen secara berturut-turut adalah 42,47 dan 10,82 atau terjadi penurunan skor ketidaknyamanan. b. Skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Kontrol menyatakan bahwa rata-rata skor ketidaknyamanan sedikit meningkat dari 23,18 pada pre menjadi 24,18 pada pengukuran post-nya. c. Perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen yaitu dari 42,47 menjadi 10,82. Sedangkan hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,015 yang berarti pada α = 5% terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. d. Perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Kontrol yaitu dari 23,83 menjadi 24,18. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,977 yang berarti pada α = 5% tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol.
128
129
e. Hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai α < 5% yang menunjukkan terdapat perbedaan skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Artinya, penggunaan kursi ergonomis terbukti dapat mengurangi ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. f. Gambaran faktor-faktor selain kursi ergonomis yang ikut mempengaruhi kenyamanan posisi duduk meliputi: (1) karakteristik responden, yaitu rata-rata usia 27,38 tahun dan status IMT (Kurus, Normal, Gemuk) paling banyak yaitu gemuk dengan persentase 50%; (2) karakteristik aktivitas menyusui, yaitu memiliki rata-rata frekuensi menyusui sebanyak 9,28 kali dan lama menyusui selama 27,03 menit; dan rata-rata berat badan bayi sebesar 6,2916 bulan; (3) kondisi lingkungan, yaitu rata-rata kebisingan 63,581 dB, suhu sebesar 32,7500C, dan tingkat pencahayaan sebesar 90,085 lux. Di antara kondisi lingkungan, hanya tingkat pencahayaan yang sudah memenuhi aturan Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. g. Pada hasil analisa bivariat dari faktor-faktor selain kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk ibu menyusui diketahui bahwa faktor-faktor tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan secara statistik. Artinya, tidak ditemukan faktor confounder terhadap kenyamanan posisi duduk menyusui. Sehingga, penurunan ketidaknyamanan dalam penelitian ini dikarenakan oleh adanya penggunaan kursi ergonomis saat menyusui.
130
B. Saran 1. Penggunaan kursi ergonomis dalam penelitian ini terbukti dapat menurunkan skor ketidaknyamanan dan meningkatkan skor kenyamanan pada Kelompok Eksperimen. Sehingga bagi Ibu menyusui, sebaiknya para ibu menggunakan kursi ini ketika menyusui disertai dengan menerapkan posisi duduk menyusui yang benar seperti punggung bersandar dalam posisi tegak lurus dengan pangkuan bayinya. 2. Bagi penelitian selanjutnya, hendaknya dapat memodofikasi kursi ergonomis ini yang meliputi: perlu adanya adjustment pada sandaran tangan dan pijakan kaki, pelebaran sandaran tangan dan pijakan kaki, pemberian busa yang lebih empuk, dan mur-mur yang dibuat agar tidak terlihat demi keamanan bayi. Tujuannya, agar ibu lebih termotivasi untuk menggunakan kursi, sehingga dapat meminimalisasi ketidaknyamanan yang lebih baik lagi. 3. Kepemilikan kursi ergonomis sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi keluarga. Subyek penelitian ini berkecenderungan berstatus ekonomi menengah ke bawah yang tidak dengan mudah menjangkau untuk memiliki kursi menyusui. Sementara itu, keberadaan kursi ergonomis untuk ibu menyusui yang kebanyakan telah ada cenderung diperuntukkan untuk golongan ekonomi menengah ke atas. Sehingga, untuk ke depannya agar lebih diperhatikan keberadaan kursi menyusui yang terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Diana Nur. 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif (Studi Kualitatif di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang Tahun 2007). Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet. IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ardiana, Lintang. 2007. Persepsi Ketidaknyamanan Lingkungan di Kehidupan Perkotaan (Suatu Studi Deskriptif pada Warga Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Available on: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124448-155.942%20ARD%20p%20%20Persepsi%20ketidaknyamanan-Literatur.pdf. Diakses: Senin, 17 September 2012 pukul 10.12 WIB. Arifin, Mohamad Zainal. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi tentang Keselamatan Berkendara pada Civitas Akademika Pengendara Motor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI. 2009. ASI dan Ketahanan Pangan. Available on: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/ASI-dan-KetahananPangan12.pdf Diakses: Sabtu, 30 Juni 2012 pukul 16.11 WIB. Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health. 2006. An Easy Guide to Breastfeeding. U.S.: Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health. Dwiyati, Yuni Feri. 2010. Hubungan antara Ukuran Meja dan Kursi Belajar dengan Kelelahan Siswa SDN Rembes II Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Undergraduate Theses from JTPTUNIMUS (Universitas Muhammadiyah Semarang). Effendi, Fikri. 2002. Ergonomi bagi Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia Kedokteran No. 136, 2002. Jakarta: Grup PT Kalbe Farma. Emzir. 2011. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
131
132
Fahma, Fakhrina, dkk. 2010. Perancangan Kursi untuk Ibu Menyusui berdasarkan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah Sakit XYZ). National Conference on Applied Ergonomics 2010. Fredregill, Suzanne and Ray Fredregill. 2010. The Everything Breastfeeding Book. Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc. Jasman. 2003. Pengaruh Penggunaan Kursi dan Meja Kerja yang Ergonomis terhadap Kenyamanan dan Produktivitas Tenaga Kerja Industri Pembuatan Emping Melinjo Di Padang Pariaman. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Available on: http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view& typ=html&file=(0188-H-2004).pdf&ftyp=4&id=23122 25 April 2013 pukul 13.40 WIB. Kalsum. 2007. Kenyamanan dan Produktivitas Pembuat Sapu Ijuk Ditinjau dari Aspek Ergonomis Di Desa Medan Sinembah, Tanjung Morawa. Info Kesehatan Masyarakat Volume XI, Nomor 1, Juni 2007. Karwowski, Waldemar dan William S. Marras. Ed. 2003. Principles and Application in Engineering Series Occupational Ergonomics Engineering and Administrative Controls. Florida: CRC Press. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang: Baku Mutu Kebisingan. Kolcaba, Katharine. 1991. A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE: Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4. _______________. 1992. Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A NurseSensitive Outcome. Advance in Nursing Science. _______________. 2001. Evolution of The Mid Range Theory of Comfort for Outcomes Research. Nursing Outlook 2001 Vol. 49. Kumar, Shrawan. Ed. 1999. Biomechanics in Ergonomics. London: Taylor & Francis. Kurniawan, Andri dan Dwi Cahyadi. 2000. Pengukuran Lingkungan Fisik Kerja dan Workstation di Kantor Pos Pusat Samarinda. Available on: http://karyailmiah.polnes.ac.id/Download-PDF/EKSIS-VOL.07-NO.2AGUSTUS-2011/NO-%20014%20-%20dwi%20%20PENGUKURAN%20LINGKUNGAN%20FISIK%20KERJA%20DAN%20W
133
ORKSTATION%20DI%20KANTOR%20POS%20PUSAT%20SAMARINDA.pdf Diakses: Sabtu, 10 Mei 2013 pukul 10.13 WIB. Listya,
Widya. 2008. Teknik Menyusui yang Benar. Available http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/teknik-menyusui-yang-benar-2/ April 2008). Diakses: Minggu, 26 Agustus 2012 pukul 23.10 WIB.
on: (18
Meilia, Ike Harda. 2011. Hubungan antara Kenyamanan Sikap Duduk dengan Stres Kerja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Available on: http://eprints.unika.ac.id/3711/1/07.40.0143_Ike_Harda_Meilia.pdf Diakses: 22 April 2013 pukul 13.45 WIB. Nurfajriah dan Lilik Zulaihah. 2010. Perancangan Kursi Kuliah yang Ergonomis di Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Bina Teknika, Volume 6 Nomor 1, Desember 2010. Oborne, David J., 1995. Ergonomic at Work: Human Factors in Design and Development. Third Edition. England: John Wiley & Sons. Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. Kedua. Bandung: Alfabeta Perinasia. 2011. Mempersiapkan Anak Cerdas dan Sehat. Buletin Perinasia – Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Juli 2011. Available on: http://perinasia.com/down/3/20110701000000abae0b460da1e3c05a211aa2c1a4532d.pdf Diakses: Minggu, 26 Agustus 2012 pukul 00.47 WIB. Pheasant, Stephen. 2003. Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. Second Edition. London: Taylor & France. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2004. Ergonomi. Jakarta: Depkes RI. Purnomo, Hari & Rizal. 2000. Pengaruh Kelembaban, Temperatur Udara dan Beban Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia. LOGIKA, Volume 4, Nomor 5, 2000. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2005. Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Available on: Diakses: http://www.akbideub.ac.id/files/download/public/Kebijakan_asi.pdf Sabtu, 30 Juni 2012 pukul 16.20 WIB.
134
Puswiartika, Dhevy. 2008. Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1, April 2008. Rahmawati, Suci. 2009. Analisis Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Aktivitas Pekerjaan Di Unit Produksi Donat PD. Safari Donat Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rijanto, B. Boedi. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri. Jakarta: Mitra Wacana Media. Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda. Rusdjijati, Retno dan Eko Muh Widodo. 2008. Pengaruh Paparan Getaran Tempat Duduk Pengemudi Bis terhadap Kenyamanan Kerja. J@TI UNDIP, Vol. III, No. 3. Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Sarimurni dan Ichwan Murtopo. 2004. Analisa Penggunaan Kursi Ergonomi terhadap Menurunnya Angka Kelelahan Perajin Batik Tulis. Jurnal Teknik Gelagar Vol. 15, No. 01, April 2004: 51 – 58. Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Stanton, Neville et. al. 2005. Handbook of Human Factor dan Ergonomics Methode. CRC Press Taylor & Francis Group. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet. keempat. Bandung: Alfabeta. Suma’mur. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung. _________. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto. Sundari, Komang Nelly. 2010. Tinjauan Ergonomi terhadap Sikap Kerja Petani di Banjar Tengah, Desa Peguyangan, Denpasar Utara. Metris, Vol. 11 No. 2, September 2010: 71 – 76. ISSN: 1411 – 3287. Suprani, Budi. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
135
Suyatno. 1997. Pemberian ASI Eksklusif dan Pertumbuhan Bayi Usia 0 – 3 Bulan Studi Kasus pada Bayi yang Dilahirkan di 4 Rumah Sakit Bersalin di Kota Semarang. Makalah Ilmiah yang Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian OPF 1996/1997 di FKM – UNDIP Semarang tanggal 19 Mei 1997. Tan, CheeFai et. al. 2008. Subjective and Objective Measurements for Comfortable Truck Driver’s Seat. _______________. 2010. Seat Discomfort of Dutch Truck Driver Seat: A Survey Study and Analysis.
Lampiran I: Form Pernyataan Persetujuan Responden PENGARUH PENGGUNAAN KURSI ERGONOMIS TERHADAP KENYAMANAN POSISI DUDUK PADA IBU MENYUSUI BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 PENELITI NAMA: SRI LISDIANA NIM : 108101000045
Assalamu’alaikum wr. wb. Saya mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat kelengkapan untuk menempuh ujian memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya meminta kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb. Hormat Saya,
SRI LISDIANA
SURAT PERNYATAAN PESETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Pada penelitian ini, responden akan menggunakan kursi ergonomis yang direkomendasikan oleh peneliti ketika melakukan aktivitas menyusui sampai waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, dilakukan tanya jawab, wawancara, dan observasi terkait kenyamanan posisi duduk saat menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis. Segala informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiaannya. “Setelah membaca pernyataan di atas, saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini dan akan memberikan data dan informasi yang diperlukan dengan sebenar-benarnya”. Nama Informan,
Tanda Tangan
Tanggal
Diketahui oleh: Nama Peneliti
Tanda tangan
Tanggal
Lampiran II: Instrumen Penelitian No. Responden: _____
KUESIONER PENELITIAN Pertanyaan A. Informasi Umum Responden A.1 Posisi yang digunakan ibu saat menyusui: 1. Duduk (Lanjut) 2. Berbaring (Selesai) A.2 Apakah saat ini ibu bekerja? 1. Ya (Selesai) 2. Tidak (Lanjut) A.3 Nama Ibu : _______________________________ A.4 Tanggal Lahir Ibu : __ __ / __ __ / __ __ __ __ A.5 Tanggal Lahir Bayi : __ __ / __ __ / __ __ __ __ A.6 Bayi adalah anak ke: __ A.7 Alamat : _________________________________ _________________________________ A.8 No. Telp./Hp : ________________________ A.9 Proses persalinan bayi: 0) Caesar 1) Normal B. Informasi Aktivitas Menyusui B.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu B.2 Jika saat ini, sudah berapa kali Ibu menyusui? __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu B.3 Bberapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui: __ __ menit C. Penilaian Penggunaan Tempat Duduk saat Menyusui C.1 Tempat duduk yang digunakan Ibu saat menyusui adalah: 1) Kursi, sebutkan _______________ 2) Bukan kursi, sebutkan ______________ C.2 Apakah Ibu menggunakan peralatan bantu seperti bantal saat menyusui? 1) Ya 2) Tidak pertanyaan D1 C.3 Jika Ya, mengapa Ibu menggunakannya? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu) No. Alasan Ya Tidak C.3.a Supaya nyaman 1 2 C.3.b Supaya lebih rileks 1 2 C.3.c Mempermudah proses menyusui 1 2 C.3.d Supaya tidak lelah/pegal 1 2 Supaya posisi bayi lebih tinggi dan tepat untuk C.3.e 1 2 menyusu C.3.f Supaya ibu tidak membungkuk ketika menyusui 1 2 C.3.g Supaya ada sandaran pada tangan 1 2 C.3.h Supaya ada sandaran pada kepala 1 2 C.3.i Supaya ada sandaran pada punggung 1 2 C.3.j Supaya ada sandaran pada kaki 1 2 C.3.k Supaya tidak sakit 1 2 C.3.l Supaya bisa menyusui lebih lama 1 2
Post (Kontrol)
Pre
A1 (
)
A2 (
)
A3 ( A4 ( A5 ( A5 (
) ) ) )
A9 (
)
B1 ( B2 ( B3 (
) ) )
B1 ( B2 ( B2 (
) ) )
C1 (
)
C1 (
)
C2 (
)
C2 (
)
Post (Eksperimen) Hari ke-3 Hari ke-6
B2 (
)
B2 (
)
C2 (
)
C2 (
)
C3a ( C3b (
) )
C3a ( C3b (
) )
C3a ( C3b (
) )
C3a ( C3b (
) )
C3c ( C3d ( C3e (
) ) )
C3c ( C3d ( C3e (
) ) )
C3c ( C3d ( C3e (
) ) )
C3c ( C3d ( C3e (
) ) )
C3f ( C3g ( C3h ( C3i ( C3j ( C3k ( C3l (
) ) ) ) ) ) )
C3f ( C3g ( C3h ( C3i ( C3j ( C3k ( C3l (
) ) ) ) ) ) )
C3f ( C3g ( C3h ( C3i ( C3j ( C3k ( C3l (
) ) ) ) ) ) )
C3f ( C3g ( C3h ( C3i ( C3j ( C3k ( C3l (
) ) ) ) ) ) )
C.3.m
Lainnya, sebutkan ________________
1
C3m (
2
D. Penilaian Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui D.1 Apakah Ibu merasakan kenyamanan saat menyusui menggunakan kursi ergonomis? 0) Ya 1) Tidak pertanyaan F2 D.2 Berapa lama Ibu merasakan kenyamanan saat menyusui menggunakan kursi ergonomis: __ __ menit D.3 Apakah Ibu merasakan ketidaknyamanan (pegal/kram/kesemutan/mati rasa/kaku) pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk? 0) Tidak pertanyaan G4 1) Iya D.4 Jika Ya, pada bagian tubuh mana saja Ibu merasakan ketidaknyamanan tersebut? (Perlihatkan gambar 1) D.4.1 Frekuensi (Jawaban boleh lebih dari satu) No. Bagian Tubuh Kadang Sering Selalu D.4.1.a Leher 1 2 3 D. 4.1.b Bahu Kanan 1 2 3 D. 4.1.c Bahu Kiri 1 2 3 D. 4.1.d Siku-siku Kanan 1 2 3 D. 4.1.e Siku-siku Kiri 1 2 3 D. 4.1.f Lengan Bawah Kanan 1 2 3 D. 4.1.g Lengan Bawah Kiri 1 2 3 D. 4.1.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan 1 2 3 D. 4.1.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri 1 2 3 D. 4.1.j Punggung Bagian Atas 1 2 3 D. 4.1.k Punggung Bagian Bawah Kanan 1 2 3 D. 4.1.l Punggung Bagian Bawah Kiri 1 2 3 D.4.1.m Pinggul Kanan 1 2 3 D. 4.1.n Pinggul Kiri 1 2 3 D. 4.1.o Paha Kanan 1 2 3 D. 4.1.p Paha Kiri 1 2 3 D. 4.1.q Lutut Kanan 1 2 3 D. 4.1.r Lutut Kiri 1 2 3 D. 4.1.s Betis Kanan 1 2 3 D. 4.1.t Betis Kiri 1 2 3 D. 4.1.u Tumit Kanan 1 2 3 D. 4.1.v Tumit Kiri 1 2 3
D3 (
) C3m (
)
D3 (
) C3m (
)
) C3m ( )
D1 (
)
D1 (
)
D2 (
)
D2 (
)
D3 (
)
D3 (
)
D4.1a ( D4.1b ( D4.1c ( D4.1d ( D4.1e ( D4.1f ( D4.1g ( D4.1h ( D4.1i ( D4.1j ( D4.1k ( D4.1l ( D4.1m ( D4.1n ( D4.1o ( D4.1p ( D4.1q ( D4.1r ( D4.1s ( D4.1t ( D4.1u ( D4.1v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.1a ( D4.1b ( D4.1c ( D4.1d ( D4.1e ( D4.1f ( D4.1g ( D4.1h ( D4.1i ( D4.1j ( D4.1k ( D4.1l ( D4.1m ( D4.1n ( D4.1o ( D4.1p ( D4.1q ( D4.1r ( D4.1s ( D4.1t ( D4.1u ( D4.1v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.1a ( D4.1b ( D4.1c ( D4.1d ( D4.1e ( D4.1f ( D4.1g ( D4.1h ( D4.1i ( D4.1j ( D4.1k ( D4.1l ( D4.1m ( D4.1n ( D4.1o ( D4.1p ( D4.1q ( D4.1r ( D4.1s ( D4.1t ( D4.1u ( D4.1v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.1a ( D4.1b ( D4.1c ( D4.1d ( D4.1e ( D4.1f ( D4.1g ( D4.1h ( D4.1i ( D4.1j ( D4.1k ( D4.1l ( D4.1m ( D4.1n ( D4.1o ( D4.1p ( D4.1q ( D4.1r ( D4.1s ( D4.1t ( D4.1u ( D4.1v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.2a ( D4.2b ( D4.2c ( D4.2d ( D4.2e ( D4.2f ( D4.2g ( D4.2h (
) ) ) ) ) ) ) )
D4.2a ( D4.2b ( D4.2c ( D4.2d ( D4.2e ( D4.2f ( D4.2g ( D4.2h (
) ) ) ) ) ) ) )
D4.2a ( D4.2b ( D4.2c ( D4.2d ( D4.2e ( D4.2f ( D4.2g ( D4.2h (
) ) ) ) ) ) ) )
D4.2a ( D4.2b ( D4.2c ( D4.2d ( D4.2e ( D4.2f ( D4.2g ( D4.2h (
) ) ) ) ) ) ) )
D4.2i ( D4.2j (
) )
D4.2i ( D4.2j (
) D4.2i ( ) D4.2i ( ) ) D4.2j ( ) D4.2j ( )
D.4.2 Intensitas (Jawaban boleh lebih dari satu) No.
Bagian Tubuh
D.4.2.a D.4.2.b D.4.2.c D.4.2.d D.4.2.e D.4.2.f D.4.2.g D.4.2.h D.4.2.i D.4.2.j
Leher Bahu Kanan Bahu Kiri Siku-siku Kanan Siku-siku Kiri Lengan Bawah Kanan Lengan Bawah Kiri Tangan/Pergelangan Tangan Kanan Tangan/Pergelangan Tangan Kiri Punggung Bagian Atas
Tidak Nyaman 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sakit 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Sangat Sakit 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
D.4.2.k D.4.2.l D.4.2.m D.4.2.n D.4.2.o D.4.2.p D.4.2.q D.4.2.r D.4.2.s D.4.2.t D.4.2.u D.4.2.v
Punggung Bagian Bawah Kanan Punggung Bagian Bawah Kiri Pinggul Kanan Pinggul Kiri Paha Kanan Paha Kiri Lutut Kanan Lutut Kiri Betis Kanan Betis Kiri Tumit Kanan Tumit Kiri
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
D.5 Apa yang biasa Ibu lakukan ketika merasakan ketidaknyamanan tersebut? 1) Berhenti menyusui saat itu juga 2) Tetap meneruskan menyusui sampai bayi melepaskan sendiri puting susu Ibu 3) Berhenti menyusui sebentar lalu meneruskan menyusui lagi 4) Mengubah posisi dengan tetap menyusui 5) Mengubah posisi dan berhenti menyusui 6) Lainnya, sebutkan _______________________________________________ D.6 Berapa lama Ibu merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk tersebut? _ _ menit. D.7 Setelah Ibu selesai menyusui, apakah Ibu masih merasakan ketidaknyamanan tersebut? 0) Tidak 1) Ya D.8 Apa saja kendala Ibu saat menyusui dengan kursi ergonomis? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu) No. Kendala Ya Tidak D.8.a Tidak ada kendala 1 2 D.8.b Tangan pegal 1 2 D.8.c Duduk tidak nyaman 1 2 D.8.d Membutuhkan sandaran 1 2 D.8.e Pantat pegal atau kram 1 2 D.8.f Betis sakit atau kram 1 2 D.8.g Pinggul pegal 1 2 D.8.h Leher pegal 1 2 D.8.i Punggung pegal 1 2 D.8.j Kaki pegal/kesemutan 1 2 D.8.k Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
D4.2k ( D4.2l ( D4.2m ( D4.2n ( D4.2o ( D4.2p ( D4.2q ( D4.2r ( D4.2s ( D4.2t ( D4.2u ( D4.2v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.2k ( D4.2l ( D4.2m ( D4.2n ( D4.2o ( D4.2p ( D4.2q ( D4.2r ( D4.2s ( D4.2t ( D4.2u ( D4.2v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.2k ( D4.2l ( D4.2m ( D4.2n ( D4.2o ( D4.2p ( D4.2q ( D4.2r ( D4.2s ( D4.2t ( D4.2u ( D4.2v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D4.2k ( D4.2l ( D4.2m ( D4.2n ( D4.2o ( D4.2p ( D4.2q ( D4.2r ( D4.2s ( D4.2t ( D4.2u ( D4.2v (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D5 (
)
D5 (
)
D5 (
)
D5 (
)
D6 (
)
D6 (
)
D6 (
)
D6 (
)
D7 (
)
D7 (
)
D7 (
)
D7 (
)
D8a ( D8b ( D8c ( D8d ( D8e ( D8f ( D8g ( D8h ( D8i ( D8j ( D8k (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D8a ( D8b ( D8c ( D8d ( D8e ( D8f ( D8g ( D8h ( D8i ( D8j ( D8k (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D8a ( D8b ( D8c ( D8d ( D8e ( D8f ( D8g ( D8h ( D8i ( D8j ( D8k (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
D8a ( D8b ( D8c ( D8d ( D8e ( D8f ( D8g ( D8h ( D8i ( D8j ( D8k (
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
PANDUAN WAWANCARA (untuk Kelompok Kontrol dan Pengukuran Pre Kelompok Eksperimen) 1. Bagaimana perasaan Ibu saat menyusui dengan posisi duduk yang seperti biasanya sering dilakukan? ____________________________________________________ ____________________________________________________________________ ___________________________________________________________ 2. Bagaimana kenyamanan yang dirasakan saat ibu menyusui dengan posisi duduk tersebut? (Minta ibu untuk menjelaskan secara lebih luas dan rinci tentang kenyamanan yang dirasakan.) __________________________________________ ____________________________________________________________________ ___________________________________________________________ 3. Bagaimana pendapat Ibu tentang posisi duduk tersebut dalam hubungannya dengan kelancaran proses menyusui? ___________________________________________ ____________________________________________________________________ _______________________________________________ 4. Menurut Ibu, bagaimanakah posisi duduk yang baik dan benar saat menyusui? (Minta ibu untuk mempraktikkan posisi duduk yang baik dan benar) ____________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ __________________________________________________
PANDUAN WAWANCARA (Pengukuran Post Kelompok Eksperimen)
1. Bagaimana perasaan Ibu saat duduk menyusui menggunakan kursi ergonomis? _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ ______________________________________________ 2. Bagaimana kenyamanan yang dirasakan saat ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis? (Minta ibu untuk menjelaskan secara lebih luas dan rinci tentang kenyamanan yang dirasakan.) ________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________ 3. Bagaimana pendapat Ibu tentang adanya kursi ergonomis tersebut dalam hubungannya dengan aktivitas menyusui? _______________________________ _________________________________________________________________ ___________________________________________________________ 4. Apakah Ibu setuju jika kursi ergonomis tersebut menjadi salah satu program dalam mendukung keberhasilan proses menyusui? 1. Setuju
2. Tidak setuju (Lanjut ke No. 8)
5. Mengapa Ibu setuju dengan hal tersebut? _______________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _______________________________ 6. Menurut Ibu, apa saja kriteria atau syarat untuk kursi ergonomis agar dapat diproduksi massal atau dijual secara meluas? ____________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ ________________________________________________________
7. Menurut Ibu, apakah adanya kursi ergonomis ini dapat menjadi salah satu solusi dalam membantu memperlancar proses menyusui? 1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke No. 11)
8. Mengapa demikian? ________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ ________________________________________________________ 9. Menurut Ibu, apa saja kekurangan dan kelebihan kursi ergonomis ini? No.
Kekurangan
Kelebihan
1 2 3 4 5
10. Menurut Ibu, bagaimana posisi duduk di kursi ergonomis ini yang baik dan benar? ___________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ ________________________________________________________
LEMBAR CHECKLIST PEMANTAUAN FREKUENSI & LAMA MENYUSUI MENGGUNAKAN KURSI ERGONOMIS* Menyusui ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total Menyusui
Hari 1 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Hari 1 = kali
Lama Menyusui (menit)
Hari 2 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Hari 2 = kali
Lama Menyusui (menit)
Hari 3 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Hari 3 = kali
Lama Menyusui (menit)
LEMBAR CHECKLIST PEMANTAUAN INTENSITAS & LAMA MENYUSUI MENGGUNAKAN KURSI ERGONOMIS* Menyusui ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total Menyusui
Hari 4 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Lama Menyusui (menit)
Hari 4 = kali
Hari 5 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Hari 5 = kali
Lama Menyusui (menit)
Hari 6 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Hari 6 = kali
Lama Menyusui (menit)
Hari 7 Pakai Kursi (√) Ya Tidak
Lama Menyusui (menit)
Hari 7 = kali
*Lembar checklist ini digunakan untuk mengetahui frekuensi dan durasi/lama penggunaan kursi ergonomis setiap harinya selama satu (1) minggu pemakaian kursi. 1. Total durasi menyusui setiap sekali menyusui: ∑ ∑ 2. Total frekuensi menyusui setiap hari selama seminggu: ∑ 3. Rata-rata durasi menyusui saat menggunakan kursi ergonomis setiap sekali menyusui: ∑ ∑
(∑
)
4. Rata-rata frekuensi menyusui saat menggunakan kursi ergonomis setiap hari selama seminggu penggunaan: ∑
(∑
)
LEMBAR OBSERVASI 1. Rekam dengan video posisi atau sikap tubuh ibu saat menyusui. 2. Untuk pengukuran post pada Kelompok Eksperimen, isi tabel berikut dengan memberi tanda checklist ( √ ) sesuai dengan hasil pengamatan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tanda-tanda Menyusui yang Benar Punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Posisi punggung tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Bayi tampak tenang. Badan bayi menempel pada perut ibu. Mulut bayi terbuka lebar. Dagu bayi menempel pada payudara ibu. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan. Puting susu tidak terasa nyeri (tanyakan pada Ibu). Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Kepala bayi agak menengadah. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan ASI-nya.
Hasil Pengamatan ( √ ) Ya Tidak
Sumber: Bahiyatun (2009) dan Saleha (2009)
HASIL PENGUKURAN LANGSUNG Faktor yang Diukur Tinggi Badan Ibu (cm) Berat Badan Ibu (kg) Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu Berat Badan Bayi (kg) Kebisingan (dB) Suhu (oC) Pencahayaan (Lux)
Hasil Pengukuran
Lampiran III Lembar Body Part Discomfort Scale
Leher: Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu Siku-Siku: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Lengan Bawah: Kanan Kiri Seberapa sering: Seberapa parah: Kadang-Kadang Tidak Nyaman Sering Sakit Selalu Sangat sakit Tangan/Pergelangan Tangan: Kanan Kiri Seberapa sering: Seberapa parah: Kadang-Kadang Tidak Nyaman Sering Sakit Selalu Sangat sakit Paha: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu Betis: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Bahu: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Punggung Bagian Atas: Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Punggung Bagian Bawah: Kanan Kiri Seberapa sering: Seberapa parah: Kadang-Kadang Tidak Nyaman Sering Sakit Selalu Sangat sakit Pinggul: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Lutut: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Tumit: Kanan Seberapa sering: Kadang-Kadang Sering Selalu
Kiri Seberapa parah: Tidak Nyaman Sakit Sangat sakit
Lampiran V
Data Kursi Ergonomis
Gambar Bentuk Kursi Ergonomis:
Tampak Depan samping Kanan
Tampak samping Kiri
Tampak Depan
Tampak Depan samping Kiri
Tampak samping Kanan
Tampak Belakang
Data Dimensi Kursi Ergonomis
Gambar 5.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kiri dengan rincian: a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi.
Gambar 5.6 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kanan dengan rincian: a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi
RULA Employee Assessment Worksheet Complete this worksheet following the step-by-step procedure below. Keep a copy in the employee's personnel folder for future reference.
Step 1: Locate Upper Arm Position +1
+2 > -20o
-20o to +20o
Step 1a: Adjust…
+4
+3 90o+
+45o to 90o
If shoulder is raised: +1; If upper arm is abducted: +1; If arm is supported or person is leaning: -1
+1 +1
+1 to 100
+1
3
100 + o
0-60o
If arm is working across midline of the body: +1; If arm out to side of body: +1
Final Lower Arm Score =
4
Step 3: Locate Wrist Position +1
15o+ +3
0o
+2
+1
0o to 15o +2
0o to 15o
+1
5
+3 15o+ 6
Step 3a: Adjust… If wrist is bent from the midline: +1
Step 4: Wrist Twist
Posture Score A =
Step 6: Add Muscle Use Score If posture mainly static (i.e. held for longer than 1 minute) or; Muscle Use Score = If action repeatedly occurs 4 times per minute or more: +1
Step 7: Add Force/load Score Force/load Score =
Step 8: Find Row in Table C The completed score from the Arm/wrist analysis is used to find the row on Table C
Final Wrist & Arm Score =
Subject: Company:
3
Wrist Twist
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
=Final Neck Score 1 also if trunk is well supported while seated; 2 if not
3
2
3
2
3
3
3
4
4
1
2
2
2
3
3
3
4
4
2
2
2
2
3
3
3
4
4
3
2
3
3
3
3
4
4
5
1
2
3
3
3
4
4
5
5
2
2
3
3
3
4
4
5
5
3
2
3
3
4
4
4
5
5
1
3
4
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
3
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
7
7
7
7
7
+ + =
8
8
Step 9a: Adjust…
7
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8+
5
5
6
7
7
7
7
Step 10: Locate Trunk Position
0o to 20o
0o to 10o
20o to 60o
+1 standing erect
+3
+2
60o+
seated - 20o
+4
Step 10a: Adjust…
If trunk is twisted: +1; If trunk is side-bending: +1
Step 11: Legs If legs & feet supported and balanced: +1; If not: +2
= Final LegScore
Trunk Posture Score
Table B
1
2
3
4
5
6
Legs
Legs
Legs
Legs
Legs
Legs
Neck
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Step 12: Look-up Posture Score in Table B
+ + =
Use values from steps 8,9,& 10 to locate Posture Score in Table B
= Posture B Score
Step 13: Add Muscle Use Score If posture mainly static or; If action 4/minute or more: +1
= Muscle Use Score
Step 14: Add Force/load Score
If load less than 2 kg (intermittent): +0; If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1; If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2; If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3
= Force/load Score
Step 15: Find Column in Table C
The completed score from the Neck/Trunk & Leg = Final Neck, Trunk & Leg Score analysis is used to find the column on Chart C
Date: Department:
If neck is twisted: +1; If neck is side-bending: +1
= Final Trunk Score
9
2
Final Score=
in extension +4
+3
4
Wrist Twist
1
Table C
Step 5: Look-up Posture Score in Table A
If load less than 2 kg (intermittent): +0; If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1; If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2; If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3
Wrist Twist
2
Wrist Twist Score =
Use values from steps 1,2,3 & 4 to locate Posture Score in table A
Wrist 2
1 Wrist Twist
Step 9: Locate Neck Position
20o+
+2
1
1
Final Wrist Score =
If wrist is twisted mainly in mid-range =1; If twist at or near end of twisting range = 2
+1
+1
+2
o
Step 2a: Adjust…
1
2
+2
-60
Lower Lower Arm Arm
Final Upper Arm Score =
Step 2: Locate LowerArm Position
o
Upper Upper Arm Arm
10o to 20o
0 to 10o o
Table A
+2 +20o to 45o
B. Neck, Trunk & Leg Analysis
SCORES
A. Arm & Wrist Analysis
/
/
Scorer:
FINAL SCORE: 1 or 2 = Acceptable; 3 or 4 investigate further; 5 or 6 investigate further and change soon; 7 investigate and change immediately Source: McAtamney, L. & Corlett, E.N. (1993) RULA: a survey method for the investigation of work-related upper limb disorders, Applied Ergonomics, 24(2) 91-99. © Professor Alan Hedge, Cornell University. Feb. 2001
Lampiran VI Output Hasil Analisis Statistik A. Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test bb_bayi N a Normal Parameters Most Extreme Differences
bising
34 6.2916 1.10069 .113 .070 -.113 .658 .779
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
34 63.712 7.0534 .169 .099 -.169 .984 .287
umuribu2 Usia Ibu:
suhu
cahaya
34 32.603 1.7955 .167 .167 -.164 .973 .300
34 109.544 1.2913E2 .319 .319 -.225 1.859 .002
skor_delta
34 27.38 6.679 .198 .198 -.093 1.155 .138
a. Test distribution is Normal.
B. Analisis Univariat 1. Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Eksperimen Descriptive Statistics N
Mean
skor_pre skor_post
17 17
42.47 10.82
Std. Deviation
Minimum
48.744 24.600
Maximum 0 0
140 100
Minimum
Maximum
2. Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Kontrol Descriptive Statistics N skor_pre skor_post
Mean 17 17
23.18 24.18
Std. Deviation 32.195 34.244
0 0
120 140
34 -15.32 52.734 .209 .157 -.209 1.219 .102
B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: 25 9.28 3.714 .152 .152 -.137 .760 .611
B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui: 33 27.03 21.534 .233 .233 -.132 1.339 .056
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan (diduga confounder) Descriptive Statistics N bb_bayi bising suhu cahaya umuribu2 Usia Ibu: skor_delta B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
34 34 34 34 34 34 25
6.2916 63.712 32.603 109.544 27.38 -15.32 9.28
1.10069 7.0534 1.7955 129.1268 6.679 52.734 3.714
3.88 47.2 30.0 12.0 17 -136 4
8.10 72.8 37.0 558.0 43 125 20
33
27.03
21.534
3
90
C. Analisis Bivariat 1. Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen b
Test Statistics
skor_post skor_pre a
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-.028 .977
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
2. Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok kontrol b
Test Statistics
skor_post skor_pre a
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-2.433 .015
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
3. Perubahan skor ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen dan kelompok control b
Test Statistics
skor_delta Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan
86.500 239.500 -2.000 .046 a .045
4. Hubungan faktor-faktor yang diduga confounder: a. Uji korelasi usia ibu dan skor ketidaknyamanan
Correlations umuribu2 Usia Ibu: Spearman's rho
umuribu2 Usia Ibu:
Correlation Coefficient
1.000
.252
.
.150
34
34
Correlation Coefficient
.252
1.000
Sig. (2-tailed)
.150
.
34
34
Sig. (2-tailed) N skor_delta
skor_delta
N
b. Uji anova status IMT dan skor ketidaknyamnanan Descriptives skor_delta 95% Confidence Interval for Mean N kurus normal gemuk Total
Mean 2 15 17 34
-6.00 -17.00 -14.94 -15.32
Std. Deviation
Std. Error
2.828 56.445 54.163 52.734
Lower Bound
2.000 14.574 13.137 9.044
Upper Bound
-31.41 -48.26 -42.79 -33.72
Minimum
19.41 14.26 12.91 3.08
-8 -136 -119 -136
ANOVA skor_delta Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups Within Groups
218.500
2
109.250
91550.941
31
2953.256
Total
91769.441
33
F
Sig. .037
.964
Multiple Comparisons skor_delta Bonferroni 95% Confidence Interval
(I) imt2
(J) imt2
Mean Difference (I-J)
kurus
normal
11.000
40.909
1.000
gemuk normal gemuk
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-92.54
114.54
8.941
40.624
1.000
-93.88
111.76
kurus
-11.000
40.909
1.000
-114.54
92.54
gemuk
-2.059
19.251
1.000
-50.78
46.66
kurus
-8.941
40.624
1.000
-111.76
93.88
2.059
19.251
1.000
-46.66
50.78
normal
Maximum -4 125 75 125
c. Uji korelasi frekuensi menyusui dan skor ketidaknyamanan Correlations B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: Spearman's rho
B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari:
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
skor_delta
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
skor_delta
1.000
-.166
.
.429
25
25
-.166
1.000
.429
.
25
25
d. Uji korelasi durasi/lama menyusui dan skor ketidaknyamanan Correlations B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui: Spearman's rho
B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
skor_delta
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
e. Uji korelasi BB bayi dan skor ketidaknyamanan Correlations bb_bayi bb_bayi
Pearson Correlation
skor_delta 1
Sig. (2-tailed) N skor_delta
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.205 .245
34
34
-.205
1
.245 34
34
skor_delta
1.000
-.094
.
.604
33
33
-.094
1.000
.604
.
33
33
f. Uji korelasi kebisingan dan skor ketidaknyamanan Correlations bising Spearman's rho
bising
Correlation Coefficient
skor_delta
1.000
.040
.
.820
34
34
Correlation Coefficient
.040
1.000
Sig. (2-tailed)
.820
.
34
34
Sig. (2-tailed) N skor_delta
N
g. Uji korelasi suhu dan skor ketidaknyamanan Correlations suhu Spearman's rho
suhu
Correlation Coefficient
skor_delta
1.000
.245
.
.162
34
34
Correlation Coefficient
.245
1.000
Sig. (2-tailed)
.162
.
34
34
Sig. (2-tailed) N skor_delta
N
h. Uji korelasi pencahayaan dan skor ketidaknyamanan Correlations cahaya Spearman's rho
cahaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
skor_delta
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
skor_delta
1.000
-.033
.
.854
34
34
-.033
1.000
.854
.
34
34