KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN (NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN AN NUR AYAT 31) SKRIPSI
DiajukanuntukMemperolehGelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
OLEH RIZQI ABIDAH MUTIK NIM: 111 11 189
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA 2016 i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita sholihah (HR. Muslim). Jika rambut adalah mahkota wanita, maka jilbab adalah intan berlian yang menghiasinya.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsiinikupersembahkanuntuk…….
Kedua orang tuaku BapakMas’udidanIbu Sri Khusniati Yang menjadipahlawandanmalaikatku
Terimakasihuntukuntaiando’a yang selalutercurahkan, segalapengorbanan yang sungguhberbalassurga, sertanasehat-nasehat yang mengantarkanpadaJannah-Nya… Sungguhjasamutakkanpernahbisakubalas…. Adik-adikku LuthfiZulfaHudayadanCholidaLailaPurnamawati
Yang telahmemberikusemangatuntukterusmelangkah…. Teman-teman IAIN Salatigaangkatan 2011, terutamakepadakelas PAI E
Terimakasihtelahmenjadialasanuntukkuselalutersenyum, banyakpelajaranberhargayang kudapatdari kalian, terimakasihuntuksegalakeceriaandankebersamaannyaselamaini…. Bertemu kalian adalahsalahsatutakdir Allah yang akusyukuri….
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN(NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF AYAT 26 DAN 31, DAN AN NUR AYAT 31) di IAIN Salatiga dapat terselesaikan. Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih dan dengan diiringi doasemoga amal baik yang telah di berikan,mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. RahmatHaryadi, M.PdselakuRektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selakuKetuaJurusanPendidikan Agama Islam. 3. Bapak Drs. TaufiqulMu’in, M.AgselakuDosenPembimbingAkademik. 4. Ibu Tri WahyuHidayati, M.Agselaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dalam
memberikan
bimbingan
pengarahan
menyelesaikan penelitian ini.
viii
sehingga
penulis
dapat
5. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 6. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini. Karena keterbatasan penulis yang hanya menggunakan buku-buku tafsir berbahasa Indonesia, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih banyak kekurangannyadan penulis berharap saran dan masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada
umumnya
serta
dapat
menunjang
pengembangan
pengetahuan.
Salatiga,12 Februari 2016
Penulis
ix
ilmu
ABSTRAK
Mutik, Rizqi Abidah. 2016. Konsep Jilbab Dalam Perspektif Al-Qur’an (NilaiNilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al Ahzab Ayat 33 dan 59, Al A’raf Ayat 26 dan 31, dan An Nur Ayat 31) Dosen Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
Kata kunci: Jilbab Perspektif Al-Qur’an Penelitian ini bertujuan untuk menyikapi tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya sehingga para muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai dengan syari’at Islam. Sehubungan dengan itu, maka harus diketahui model jilbab yang seperti apa yang sesuai dengan syari’at Islam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an? (2) Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini? (3) Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan 59, QS.An-Nur ayat 31, dan QS.Al-A’raf ayat 26 dan 31? Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dan untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber primer yakni alQur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir, kemudian ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep jilbab, sebagai rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep jilbab yang sesuai dengan alQur’an antara lain mempunyai syarat: 1) Berjilbab harus menutupi seluruh tubuh kecuali bagian tertentu, 2) Berjilbab tidak diniatkan sebagai perhiasan, 3) Jilbab harus terbuat dari kain yang tebal, 4) Jilbab harus longgar, 5) Tidak diberi wangiwangian atau parfum, 6) Tidak menyerupai pakaian laki-laki, 7) Bukan pakaian untuk mencari popularitas. Namun pada masa sekarang ini, banyak wanita-wanita muslimah yang tidak memperhatikan cara berjilbab mereka. Kebanyakan dari mereka berkerudung hanya karena mengikuti trend yang sedang menjamur dikalangan remaja sehingga masih terdapat banyak kesalahan, yaitu antara lain memakai kerudung namun tidak menutupi dada, memakai rok yang kurang panjang, memakai pakaian yang ketat, memakai make up yang berlebihan, tidak mengenakan kaus kaki, memakai baju yang menampakkan setengah lengannya, memakai rok dengan belahan tinggi, serta mengenakan kerudung yang sangat tipis. Dengan demikian menunjukkan bahwa pemahaman akan menutup aurat secara syar’I masih sangat minim. Padahal sebenarnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat tentang jilbab tersebut, yaitu akan lebih dihormati oleh orang lain dimanapun berada karena berpakaian yang sopan menutup aurat secara sempurna, sehingga akan terhindar dari pelecehan. x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN LOGO ......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO ........................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi BAB I
PENDAHULUAN ............................................................... 1 A. LatarBelakangMasalah .................................................. 1 B. RumusanMasalah ........................................................... 7 C. TujuanPenelitian ............................................................ 7 D. ManfaatPenelitian .......................................................... 8 E. MetodePenelitian ........................................................... 8 F. PenegasanIstilah ............................................................. 10 G. SistematikaPenulisan ..................................................... 11 xi
BAB II
LANDASAN TEORI........................................................... 13 A. KerangkaTeoritikTafsirMaudhu’I ................................. 13 B. PengertianAsbabunNuzul .............................................. 15 C. PengertianMunasabah .................................................... 16 D. GarisBesarAturanJilbabdalam Islam ............................. 16 1. TujuanBerpakaian .................................................... 16 2. ManfaatdanKeuntunganMemakaiJilbab .................. 24 E. JilbabKaitannyaDenganPendidikan ............................... 25
BAB III
KOMPILASI AYAT-AYAT TENTANG JILBAB............. 31 A. Surat Al-AhzabAyat 33 ................................................. 31 1. Surat Al-AhzabAyat 33 ........................................... 31 2. Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 33 ................... 34 3. AsbabunNuzul ......................................................... 35 4. Munasabah ............................................................... 35 B. SuratAl-AhzabAyat 59 .................................................. 38 1
Surat Al-AhzabAyat 59 ........................................... 38
2
Kandungan Isi Surat Al-AhzabAyat 59 ................... 42
3
AsbabunNuzul ......................................................... 44
4
Munasabah ............................................................... 44
C. Surat An-NurAyat 31 ..................................................... 45 1. Surat An-NurAyat 31 ............................................... 45 2. Kandungan Isi Surat An-NurAyat 31 ...................... 55 xii
3. Munasabah ............................................................... 57 D. Surat Al-A’rafAyat 26 ................................................... 58 1. Surat Al-A’rafAyat 26 ............................................. 58 2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 26 ..................... 62 3. Munasabah ............................................................... 62 E. Surat Al-A’rafAyat 31 ................................................... 63 1. Surat Al-A’rafAyat 31 ............................................. 63 2. Kandungan Isi Surat Al-A’rafAyat 31 ..................... 65 3. AsbabunNuzul ......................................................... 66 4. Munasabah ............................................................... 67 BAB IV
PEMBAHASAN .................................................................. 69 A. KonsepJilbabDalam Al-Qur’an ..................................... 69 B. PenerapanKonsepJilbabDalam
Al-Qur’an
DalamKehidupanMasaKini ........................................... 79 C. Nilai-nilaiPendidikanDalamQS. Al-Ahzabayat 33 dan 59, QS. An-Nurayat 31, dan QS. Al-A’rafayat 26 dan 31 ... 89 1. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 33 ........ 89 2. NilaiPendidikanDalam QS. Al-AhzabAyat 59 ........ 90 3. NilaiPendidikanDalam QS. An-NurAyat 31 ........... 90 4. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 26 .......... 92 5. NilaiPendidikanDalam QS. Al-A’rafAyat 31 .......... 92 BAB V
PENUTUP ........................................................................... 94 xiii
A. Kesimpulan .................................................................... 94 B. Saran .............................................................................. 95 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Agama terdiri dari serangkaian perintah Tuhan tentang perbuatan dan akhlak, yang dibawa oleh para Rasul untuk menjadi pedoman bagi umat manusia. Mengimani hal ini dan melaksanakan ajaran-ajaran tersebut akan membawa kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Orang yang beruntung adalah orang yang mempunyai tujuan yang baik dalam hidupnya, yang tidak tersesat ke jalan yang keliru, yang memiliki akhlak yang baik dan terpuji, dan mengerjakan perbuatan yang baik. Meskipun hidup di tengah hiruk-pikuknya dunia, orang seperti ini hatinya akan selalu tenang, kuat, dan penuh kepastian. Agama Islam adalah agama wahyu yang terakhir dan karena itu ia merupakan yang paling lengkap (Thabathaba’i, 1996: 23). Islam adalah agama fitrah, atau agama yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Allah sendiri yang menyatakan hal ini dalam firmanNya,
1
Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum: 30) Fitrah adalah roh atau nurani manusia. Fitrah ini telah ada jauh sebelum manusia lahir ke dunia ini, yakni sejak zaman azali. Fitrah manusia yaitu bertauhid. Islam, dalam hal ini, adalah agama yang senantiasa selaras dengan fitrah itu sendiri, sebagaimana di singgung dalam firman Allah di atas. Memang tidak dapat dipungkiri, sesungguhnya tujuan penciptaan manusia adalah untuk menghamba kepada-Nya (Albarobis, 2007: 9). Bukan hanya manusia saja yang diperintahkan untuk menyembah Allah, melainkan semua makhluk yang Dia ciptakan. Seperti jin, malaikat, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati lainnya, semuanya bertasbih menyembah Allah. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berakhlak baik, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karena itu dalam setiap agama tentu terdapat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap manusia yang memeluk agama tersebut. Tidak terkecuali agama Islam juga mempunyai aturan-aturan yang membimbing manusia untuk menjalani hidup agar selamat dunia dan akhirat. Banyak sekali aturan-aturan yang tertuang dalam Islam yang setiap detilnya membahas berbagai macam masalah dalam kehidupan manusia. Salah satu aturan
tersebut
adalah
tentang
berpakaian
dan
menutup
aurat.
Sebagaimana telah diterangkan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26 yang berbunyi: 2
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat bagi kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Adapun pengertian aurat sendiri adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh terlihat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai dengan lutut. Sedangkan aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, seorang wanita harus menutup auratnya ketika ia keluar dari rumahnya atau ketika dilihat oleh orang lain yang bukan mahramnya (Badriyah, 2014: 6). Islam tidak menetapkan jenis pakaian tertentu baik untuk laki-laki maupun perempuan yang kemudian disebutnya “pakaian Islam”. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis apapun yang mereka suka selama tidak ada teks agama yang mengharamkannya. Syari’at menghargai keragaman lingkungan, suasana, tradisi, dan adat-istiadat, termasuk di dalamnya kebiasaan berpakaian bagi lelaki atau perempuan pada masyarakat tertentu. Sebab, pakaian yang cocok untuk daerah panas terkadang tidak cocok untuk daerah dingin; pakaian yang bagi suatu masyarakat menjadi simbol sebuah kemajuan 3
terkadang bagi masyarakat yang lain tidak demikian; dan begitu seterusnya. Untuk itu, maka menutup tubuh selain muka dan telapak tangan bagi perempuan di depan laki-laki lain tidak menyalahi perintah Islam dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan jenis pakaian (Baltaji, 2007: 515). Perintah Allah mengenai jilbab yang terkandung di dalam alQur’an
selalu
diawali
dengan
kata-kata
wanita
yang
beriman,
menunjukkan betapa asasinya kedudukan jilbab bagi wanita-wanita Mukminah (Shahab, 2013: 2). Sebagai umat pilihan, maka Islam juga membedakan umatnya dengan umat ataupun kaum lainnya, salah satunya yaitu berbeda dalam hal busana kaum hawa. Jika dalam umat lain perempuan tidak diwajibkan mengenakan jilbab, maka dalam Islam mewajibkan bagi kaum perempuan untuk berjilbab. Dan ini jelas akan membedakan antara umat Islam dengan umat agama lainnya (Hadi, 2006: 73). Selain itu, jilbab juga bisa menjadi “alat” pengaman bagi pemakainya. Jika seorang perempuan mengenakan jilbab dengan baik dan benar, tentu godaan yang datang padanya pun tidak sebanyak godaan yang menimpa perempuan lain yang tidak berjilbab. Karena dengan berjilbab, aurat perempuan bisa terlindungi. Jika aurat perempuan terbuka, maka akan mengundang laki-laki yang melihatnya untuk berpikiran kotor. Dengan mengenakan jilbab secara tidak langsung telah mengurangi godaan dan membuat jiwa merasa aman. Selain itu, memakai jilbab untuk kaum muslimah juga mengandung makna untuk 4
memuliakan kaum perempuan. Dengan berjilbab secara tidak langsung harkat dan martabat perempuan akan dimuliakan (Hadi, 2006: 74). Jilbab juga sebagai pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita. Tanpa adanya pemisah ini, akan sukarlah mengendalikan luapan nafsu syahwat yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Jiwa manusia ini betul-betul mudah goyah dan berubah. Sebagaimana manusia tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka tidak puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu. Laki-laki tidak pernah puas memandang paras muka yang cantik dan molek. Wanita juga tidak pernah puas memamerkan kecantikannya untuk menarik perhatian lakilaki. Tak heran apabila pergaulan bebas dan penyelewengan seksual di Barat banyak melahirkan penderita-penderita penyakit jiwa (Shahab, 2013: 15). Dapat kita ketahui bahwa jilbab bukan hanya berfungsi sebagai penutup kepala atau rambut saja, melainkan juga menutupi leher dan dada. Jilbab yang dimaksud di sini adalah kain yang digunakan sebagai penutup aurat bagian atas perempuan, yang dalam al-Qur’an disebut dengan khimar atau kerudung, yang menjadi tudung kepala, bukan jilbab yang dimaknai pakaian secara keseluruhan. Sekarang ini telah banyak wanita yang memakai jilbab. Dapat dilihat mulai dari SMP, SMA, kuliah, hingga ibuibu, mereka banyak yang memilih untuk mulai memakai jilbab. Ada beberapa alasan mereka dari yang sebelumnya tidak berjilbab kemudian lebih memilih memakai jilbab, salah satunya adalah karena sekarang 5
model-model jilbab semakin kreatif dari waktu ke waktu. Sehingga menimbulkan kesan bahwa berjilbab tidak selalu dianggap “kuper”, karena model jilbab yang bermacam-macam tersebut menimbulkan kesan “trend”. Hasilnya banyak anak-anak muda yang tertarik untuk mengenakan jilbab. Namun jilbab yang bermacam-macam model tersebut kebanyakan tidak sesuai dengan syariat Islam dan pakaian yang dipakai pun sangat ketat sehingga lekuk-lekuk tubuh masih terlihat. Sebagai contoh, yang pertama, seorang wanita muda yang mengenakan jilbab yang dililit ke leher yang menggunakan baju ketat dan celana ketat, sehingga lekuk tubuh sangat jelas terlihat, dan dadanya pun tidak ditutupi oleh jilbab. Yang kedua, siswa sekolah yang mengenakan jilbab paris transparan yang dililit keleher, sehingga dada tidak tertutup oleh jilbab dan lehernya pun tetap terlihat dikarenakan bahan dari jilbab tersebut yang transparan. Dari kedua contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa cara mereka memakai jilbab sangatlah jauh dari yang di syariatkan oleh Islam (Al-Ghifari, 2004: 13). Jilbab yang demikian itu disebut juga dengan jilbab gaul. Jilbab gaul adalah bentuk ekspresi anak-anak muda yang menuntut kebebasan berpakaian. Sebagai seorang muslimah, mereka tidak mau ketinggalan zaman alias tidak mau disebut kuno, kampungan atau terbelakang. Sementara mode pakaian modern umumnya didominasi gaya Barat yang notabene Amerika dan Eropa dimana fashion diidentikkan dengan gaya hidup. Sementara itu Amerika dan Eropa dikenal dengan gaya berpakaian buka-bukaan sebagai cermin kebebasan itu sendiri atau mereka 6
menganggapnya sebagai hak asasi manusia (HAM). Munculnya jilbab gaul ini adalah sebagai akibat masuknya budaya pakaian Barat terhadap generasi muda Islam (Al-Ghifari, 2004: 14). Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti lebih jauh bagaimana konsep jilbab dalam al-Qur’an kepada para pembaca melalui penyusunan skripsi yang berjudul KONSEP JILBAB DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL AHZAB AYAT 33 DAN 59, AL A’RAF 26 DAN 31, DAN AN NUR AYAT 31). Judul ini dipilih karena untuk menyikapi tren model-model jilbab yang semakin banyak variasinya, sehingga para muslimah dapat memilih model jilbab mana yang sesuai syari’at Islam. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat terumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah konsep jilbab dalam al-Qur’an? 2. Bagaimanakah penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini? 3. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan 59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui konsep jilbab dalam al-Qur’an. 2. Untuk mengetahui penerapan konsep jilbab dalam kehidupan masa kini.
7
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan 59, QS. An-Nur ayat 31, dan QS. Al-A’raf ayat 26 dan 31. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada semua muslim dan muslimah tentang konsep jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam yang dapat dipahami kembali sehingga termotivasi untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan mengenai konsep jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam. 2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dari penelitian ini untuk para muslimah adalah dapat memahami secara benar penafsiran yang ada dalam ayatayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan konsep jilbab syar’I, sehingga dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan sebenarbenarnya. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan (Library Research) atau “kualitatif literal”. Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan mengumpulkan kepustakaan 8
untuk
memperoleh
data
penelitiannya.
Tegasnya
penelitian
kepustakaan membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan (Zed, 2004: 1). Dalam penelitian ini penulis harus mencari buku atau bahan bacaan untuk mencari naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli fiqih tentang konsep jilbab yang sesuai dengan syari’at Islam, kemudian dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian. 2. Metode Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber primer yakni al-Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir, seperti misalnya tafsir Al-Mishbah dan tafsir Al-Maroghi. Kemudian ditambah lagi buku-buku penunjang yang membahas tentang konsep jilbab, seperti buku yang berjudul Yuk Sempurnakan Hijab!, Hijab Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Jilbab Funky tapi Syar’I, sebagai rujukan pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji. 3. Metode Analisa data Metode analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode tafsir. Metode ini adalah metode dengan pendekatan penafsiran para ahli tafsir (mufassirin) terhadap makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan konsep jilbab. Adapun metode tafsir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudhu’i. Metode tafsir madhu’i ialah metode 9
tafsir yang membahas ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbabun nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik dari argumen itu berasal dari al-qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional (Baidan, 2000: 151). Adapun langkahlangkah penerapan metode ini sebagaimana dijelaskan Farmawi antara lain, pertama, manghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul. Kedua, menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) jika ada. Ketiga, meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai. Keempat, mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufassir. Kelima, semua dikaji secara tuntas sesuai fakta-fakta yang ditemukan (Baidan, 2000: 153). F. Penegasan Istilah Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul penelitian di atas, maka penulis akan menjelaskan arti istilah-istilah tersebut sebagai berikut: 1. Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
10
2. Jilbab Jilbab adalah baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala, sebagian muka, dan dada. 3. Perspektif Perspektif dapat diartikan sebagai sudut pandang. Jika dilihat dalam konteks judul penelitian ini, Konsep Jilbab Dalam Perspektif AlQur’an berarti dilihat jilbab dilihat dari sudut pandang al-Qur’an. 4. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. 5. Nilai Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Definisi ini dilandasi oleh pendekatan psikologis, karena itu tindakan dan perbuatannya seperti keputusan benar-salah, baikburuk, indah-tidak indah, adalah hasil psikologis. Termasuk ke dalam wilayah ini seperti hasyrat, sikap, keinginan, kebutuhan dan motif (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007:44). 6. Pendidikan Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual akademik, 11
ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah psikomotorik akan bermuara pada ketrampilan dan perilaku (Damayanti, 2014: 9). G. Sistematika Penulisan BAB I
Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan
BAB II
Landasan teori, berisi kerangka teoritik tafsir maudhu’I, garis besar aturan berjilbab dalam Islam, dan jilbab kaitannya dengan pendidikan
BAB III
Kompilasi ayat-ayat
BAB IV
Pembahasan, berisi tentang pengertian jilbab, penerapan konsep jilbab dalam al-Qur’an dalam kehidupan masa kini, dan nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Ahzab ayat 33 dan 59, An-Nur ayat 31, dan Al-A’raf ayat 26 dan 31
BAB V
Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran-saran
12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teoritik Tafsir Maudhu’i Yang dimaksud dengan metode tematik ialah membahas ayat-ayat alQur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya (Baidan, 2000: 151). Tidak berbeda dengan penjelasan sebelumnya, dalam bukunya, Abd. Al-hayy al- Farmawi menjelaskan bahwa metode tafsir Maudhu’i adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode Maudhu’i, dimana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami
13
maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik (Al Farmawi, 1996: 36). Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari yang lainlain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Oleh karena itu, penafsirannya pun tidak boleh melenceng dari pemahaman ayat-ayat alQur’an, dan dalam proses pemakaiannya, metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir. Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufasir. Antara lain sebagai berikut (Baidan, 2000: 152): 1. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah. 2. Menelusuri latar belakang turun (asbabun nuzul) ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada). 3. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, teru tama kosakata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang 14
berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti. 4. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang kontemporer. 5. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar, serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argument-argumen dari alQur’an, hadis, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan. B. Pengertian Asbabun Nuzul Asbabun nuzul artinya sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Ilmu ini sangat bermanfaat dalam memahami ayat. Itulah sebabnya banyak ulama yang sangat memperhatikan ilmu asbabun nuzul. Bahkan, ada sebagian ulama yang menyususnnya secara khusus. Mereka adalah Ali Ibnu AlMadini, guru Imam Bukhari serta ulama-ulama lain (Ash-shabuni, 1999: 39). Ada banyak manfaat yang dapat diraih dari pengetahuan tentang asbabun nuzul, diantaranya adalah (Al-Hasni, 1999: 27): 1. Mengetahui hikmah yang menjadi dasar penetapan hukum-hukum syara’. 2. Asbabun nuzul merupakan cara yang paling kuat untuk memahami makna-makna al-Qur’an.
15
C. Pengertian Munasabah Secara etimologi munasabah berarti keserupaan dan kedekatan. Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat. Munasabah berupaya menangkap korelasi satu uraian dalam al-Qur’an yang diperkuat maknanya oleh uraian yang lain sehingga nampak seperti bangunan yang setiap bagiannya menopang bagian yang lain (Al-Hasni, 1999: 305). D. Garis Besar Aturan Berjilbab dalam Islam 1. Tujuan Berpakaian Dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 20:
Artinya: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)". Ayat tersebut mengisahkan tentang Nabi Adam dan istrinya, yaitu Siti Hawa yang memakan buah khuldi. Allah telah memberikan larangan kepada Nabi Adam dan istrinya untuk tidak mendekati buah tersebut. Namun setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk memakannya. Ketika keduanya memakan buah tersebut dan aurat 16
mereka terlihat, maka mereka segera menutupinya dengan dedaunan. Ini menunjukkan bahwa menutup aurat adalah tindakan alamiah yang diperuntukkan manusia oleh Allah ketika auratnya terbuka (Baltaji, 2007: 506). Aurat adalah bagian tubuh yang haram dilihat, karena itulah wajib ditutup. Batas aurat bagi laki-laki adalah pusar sampai lutut, sedangkan batas aurat perempuan yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan (Triyana, 2014: 21). Dalam pandangan Islam, aurat merupakan sesuatu yang diharamkan untuk diperlihatkan, sebab aurat dapat memancing timbulnya nafsu birahi ataupun nafsu seks, sehingga sering pula dijadikan oleh setan sebagai alat untuk memalingkan dan menyesatkan manusia dari kebenaran syari’at Islam. Seringkali juga karena kedahsyatan daya tarik yang ditimbulkan oleh aurat, tidak jarang manusia terjerumus ke dalam perilaku maksiat (Hadi, 2005: 32). Manusia wajib memperhatikan betapa pentingnya menutup aurat, terutama bagi kaum perempuan. Karena jika perempuan tidak dapat menjaga auratnya dengan menutupnya sesuai syari’at, maka akan timbul banyak kejahatan. Seperti contohnya pelecehan seksual yang sekarang sudah terjadi dimana-dimana. Salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan tersebut adalah karena perempuan mengumbar aurat mereka. Banyak perempuan yang enggan mengenakan jilbab. Meskipun mereka mau mengenakan jilbab, jilbab yang dipakai tidak sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan Islam. Inilah yang biasanya 17
disebut dengan “berpakaian tapi telanjang”. Disebut telanjang karena mereka mengenakan pakaian, bahkan berjilbab, namun pakaian yang mereka kenakan sangat minim sehingga lekuk-lekuk tubuh masih dapat terlihat. Semaraknya berbagai model pakaian ala Barat yang akhir-akhir ini menjadi kiblat masyarakat dunia, telah membawa pengaruh besar terhadap cara berpakaian wanita muslim. Trend mode telanjang merupakan pengulangan sejarah jahiliyah yang dulu pernah terjadi. Kini mode itu menjadi trend lagi dan berarti kita tengah berada di zaman jahiliyah yang disebut orang-orang sebagai zaman kemajuan (AlGhifari, 2004: 41). Virus yang menjadi wabah serius di zaman seperti sekarang ini adalah virus gaul. Virus gaul memang telah mewabah hampir di seluruh lapisan masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tidak peduli yang Islam maupun yang non Islam. Virus gaul memang sangat menggiurkan dan sangat menjanjikan kesenangan, namun tanpa disadari sebenarnya virus ini sangat menyesatkan dan membahayakan. Virus gaul seringkali mewabah pada kehidupan manusia, menjebak manusia agar mengejar kesenangan dan kenikmatan duniawi dan melupakan kehidupan akhirat. Mengikuti trend kehidupan dunia tanpa memperdulikan keabadian kehidupan akhirat (Hadi, 2006: 64). Itulah sebabnya wanita-wanita muslim lebih memilih mengikuti trend agar dipandang gaul oleh orang lain dengan memakai pakaian yang tidak sesuai dengan syari’at Islam, memakai pakaian yang 18
berlebih-lebihan (tabarruj) dan melenceng jauh dari tujuan berpakaian yang sesungguhnya. Tabarruj adalah mempertontonkan perhiasan dan hal-hal yang mengundang nafsu seorang laki-laki. Ibnu Mandzur berkata, “AtTabarruj berarti mempertontonkan hiasan kepada orang lain. Ini adalah perbuatan tercela. Adapun mempertontonkannya pada suami, maka ia tidak dilarang. Macam-macam tabarruj diantaranya adalah (Al Marakisy, 2012: 2): a.
Di antara perbuatan tabarruj, seorang wanita berjalan dengan lakilaki, memecahkan pandangan orang lain dan berjalan dengan genit.
b.
Seorang wanita meletakkan kerudungnya di atas kepalanya tanpa mengikatnya lalu nampak kalung, anting-anting dan lehernya.
c.
Seorang wanita meletakkan sandal lalu memukul-mukulnya dengan kakinya.
d.
Seorang wanita yang mempertontonkan kedua betisnya dan mengenakan pakaian di atas mata kaki.
e.
Seorang wanita yang mengenakan pakaian yang ketat yang memperlihatkan seluruh lekukan-lekukan tubuh.
f.
Wanita yang memakai pakaian namun mempertontonkan kedua lengannya.
g.
Wanita yang memakai kerudung namun masih menampakkan bagian dadanya (tidak menjulurkan kerudungnya hingga menutupi dada). 19
h.
Seorang wanita yang mengenakan pakaian mewah yang dapat menarik perhatian orang lain. Ini semua adalah hal-hal yang masuk dalam tabarruj. Seorang wanita
yang melakukan perbuatan
tabarruj dapat
memperlemah kasih sayang yang ada di dalam hati seorang suami pada istrinya dan dapat memunculkan banyak keluarga berada dalam kehancuran. Profesor Ahmad Zaki berkata, “tidak aneh bagi siapapun bahwa keluarnya wanita yang melakukan perbuatan tabarruj yang berpakaian tetapi terkesan telanjang sebagaimana yang dilakukan oleh kaum wanita di masa kini merupakan media kerusakan, pelacuran, perilaku jahat dan penyakit masyarakat. Hal demikian semata-mata sebagai kebangkitan yang disertai dengan nafsu hewani.” Dari sini syari’at Islam yang lurus melarang perilaku tabarruj bagi kaum wanita beriringan dengan suatu kaidah hukum yang agung dan prinsip dasar agama, menolak kerusakan dan mempersempitnya serta menarik maslahah dan memperluasnya (Al Marakisy, 2012: 6). Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 33:
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang 20
dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersihbersihnya.” Ini adalah larangan yang jelas dari Allah SWT kepada kaum wanita untuk berperilaku tabarruj yang dijadikan di dalam larangan adalah hukum haram. Artinya, barang siapa melakukan perbuatan ini, maka ia berhak mendapatkan siksa dari Allah SWT dan barang siapa yang meninggalkannya karena taat kepada Allah SWT, maka ia diberikan pahala. Adapun keburukan-keburukan dari tabarruj adalah (Al Marakisy, 2012: 11): a. Tabarruj adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. b. Tabarruj adalah dosa besar yang membinasakan. c. Tabarruj mendatangkan laknat serta menjauhkan dari rahmat Allah SWT. d. Tabarruj adalah sifat penduduk neraka. e. Tabarruj meninggalkan noda hitam dan kegelapan pada hari kiamat. Yang dimaksud di sini bahwasanya perempuan-perempuan yang berlenggak-lenggok dalam berjalan sambil menyeret pakaiannya. Ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan hitam legam seakanakan tubuhnya terbuat dari kegelapan.
21
f. Tabarruj termasuk perbuatan keji. Sesungguhnya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Dan menyingkap aurat adalah perbuatan keji lagi dimurkai Allah SWT. g. Tabarruj merupakan kerusakan moral. Sesungguhnya menyingkap aurat dan budaya buka-bukaan adalah jebakan nafsu hewani semata. Tidaklah seseorang menurutinya kecuali ia terperosok dalam derajat terendah dari tingkatan martabat manusia. Padahal, pada dasarnya Allah SWT telah memuliakan mereka melalui naluri fitrah menutupi aurat dan melindungi kehormatan. Tujuan berpakaian terdapat dalam QS. Al-A’raf ayat 26 yang berbunyi:
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudahmudahan mereka selalu ingat.”
22
Ayat tersebut berpesan kepada putra-putri Nabi Adam as sejak putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya bahwa Allah SWT telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah mereka. Bahan itu dapat digunakan sehari-hari. Allah menyiapkan bulu, yakni bahan-bahan pakaian indah untuk menghiasi diri dan yang digunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa. Di samping itu, ada lagi bahan untuk pakaian takwa berupa tuntunan-tuntunan moral dan agama. Itulah pakaian yang terpenting dan yang paling baik. Penyiapan aneka bahan pakaian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Penyiapan itu agar manusia selalu ingat kepada Allah SWT dan nikmat-nikmat-Nya (Shihab, 2012: 417). Pakaian, antara lain berfungsi sebagai penutup bagian-bagian tubuh yang dinilai oleh agama dan atau di nilai oleh seseorang atau masyarakat sebagai buruk bila dilihat, serta sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakainya. Ini memberi isyarat bahwa agama memberi peluang yang cukup luas untuk memperindah diri dan mengekspresikan keindahan. Di samping pakaian jasmani, ada juga pakaian ruhani yang dinamai pakaian takwa dan ini lebih penting daripada pakaian jasmani (Shihab, 2012: 419). Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan utama berpakaian adalah untuk menutup aurat secara sempurna atau syar’i. Dengan memakai pakaian syar’i, maka itu menjadi tanda seseorang untuk 23
menjadi lebih takwa kepada Allah, yaitu dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan yang telah ada pada diri seseorang itulah yang menjadi pakaian takwanya. Jadi, sudah menjadi keharusan sebagai seorang muslim untuk menaati perintah Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 26 tersebut. 2. Manfaat dan Keuntungan Memakai Jilbab Dengan memakai jilbab, ada beberapa manfaat dan keuntungan yang bisa kita dapatkan. Di antaranya adalah sebagai berikut (Firdaus, 2013: 27): a. Rambut seorang wanita muslimah yang berjilbab terlindung dari sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi. Sehingga, rambutnya tampak selalu bersinar. b. Dihormati sebagai seorang muslimah. Penghormatan
yang
dimaksud tentu saja bukan seperti anak buah kepada atasan. Orangorang disekitarnya akan memperlakukan wanita muslimah tersebut dengan baik karena mereka melihat dirinya sebagai orang yang baik akhlaknya. Jilbab yang dikenakan menjaga diri dari perbuatan asusila. Karena itu, berjilbab harus secara sempurna, sehingga sama sekali tidak menampakkan daya tarik seksual. c. Identitas seorang muslimah semakin jelas. Dengan memakai jilbab, identitas sebagai seorang muslimah akan mudah diketahui oleh orang lain. Kita tidak perlu menunjukkan apa pun karena orang dengan mudah mengenali yang kita kenakan. 24
d. Berjilbab membuat seorang muslimah terlihat lebih anggun dan cantik. Sebuah perasaan yang aman dan tenang akan mendorong seseorang untuk selalu tersenyum dan memancarkan wajah yang menyenangkan. Dengan sendirinya, wajah cantik itu akan tampak dari diri kita. Tentu saja kecantikan ini adalah kecantikan dari dalam, bukan karena make-up. e. Berjilbab membuat seorang muslimah semakin termotivasi untuk baik dan shalilah. Dengan mengenakan jilbab, seorang muslimah akan selalu termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Pakaian itulah nantinya yang akan membantu memotivasi diri untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Jilbab itulah yang nantinya membuka pintu kebaikan. Berkah jilbab ini akan membuat wanita semakin nyaman menjadi seorang muslimah. f. Berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah ditata dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring dengan ilmu yang telah didapatkan. Manusia perlu membentengi diri sejak dini, dan salah satu benteng yang dapat dipersiapkan seorang muslimah adalah dengan mengenakan jilbab. E. Jilbab Kaitanya Dengan Pendidikan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai manfaat memakai jilbab antara lain yaitu, pertama, seorang muslimah akan selalu termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Pakaian itulah 25
nantinya yang akan membantu memotivasi diri untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Jilbab itulah yang nantinya membuka pintu kebaikan. Kedua, berjilbab membuat seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari perbuatan dosa. Dengan mengenakan jilbab, hati akan lebih mudah ditata dan dikelola. Hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring dengan ilmu yang telah didapatkan. Manusia perlu membentengi diri sejak dini, dan salah satu benteng yang dapat dipersiapkan seorang muslimah adalah dengan mengenakan jilbab. Dalam manfaat memakai jilbab tersebut disebutkan bahwa seorang muslimah lebih bisa menjaga hati dari perbuatan dosa, hati akan lebih mudah ditata dan dikelola, hawa nafsu menjadi semakin stabil seiring dengan ilmu yang telah didapatkan. Jadi, sangat tidak benar ketika ada wanita yang mengatakan bahwa ‘lebih baik menjilbabi hatinya dulu’ ketika ditanya kenapa tidak memakai jilbab. Padahal sudah jelas bahwa dari memakai jilbab seorang wanita akan lebih mudah menata hatinya, membentengi diri dari hal-hal yang tidak baik, dan memotivasi untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia serta selalu mengupgrade iman kepada Allah. Hal tersebut yang akan menjadikan seseorang mempunyai karakter yang baik. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung26
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Damayanti, 2014: 11). Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan (Hariyanto, 2011: 41). Pada era sekarang ini, di mana informasi dan teknologi berkembang sangat cepat sekali memberikan dampak positif bagi manusia baik itu dalam hal pendidikan, gaya berpakaian, maupun bersosialisasi dengan orang lain. Karena dengan kecanggihan teknologi sekarang ini memudahkan manusia dalam menambah wawasan, mempelajari ilmu pengetahuan guna untuk menghadapi tantangan zaman hanya dengan menggunakan smartphone. Selain itu manusia juga dapat bersosialisasi dengan manusia lain dari belahan dunia manapun dengan menggunakan aplikasi yang telah ada. Namun, disatu sisi perkembangan informasi dan teknologi yang sangat cepat itu bisa dikatakan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan karakter bangsa. Sebagai contohnya saja sekarang telah banyak anak-anak kecil yang meniru gaya orang dewasa, banyak remaja yang tawuran, mencuri, melakukan pelecehan seksual. Perilaku-perilaku seperti itu telah menunjukan bangsa ini telah terbelit oleh rendahnya moral, akhlak, atau karakter. Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita, karena itu di dalam proses pendidikan harus ditanamkan pendidikan karakter sehingga mampu mengemban misi pembentukan karakter sehingga para peserta didik dapat 27
berpartisipasi
dalam
menghadapi
tantangan
kehiduapan
di
masa
mendatang. Pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter ini menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. (Zuchdi, 2012: 17). Menurut Ratna Megawangi dalam buku “Pendidikan Karakter”, mendefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat berkontribusai yang positif kepada lingkungannya. Definisi lain dari Fakry, pendidikan karakter adalah sebuah proses tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi tersebut ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses tranformasi nilai-nilai, 2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, 3) menjadi satu dalam perilaku (Kesuma, 2012:5). Islam adalah agama yang memberikan pembelajaran yang tegas tentang karakter, seperti yang dicontohkan oleh suri teladan kita yaitu beliau Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil membangun karakter umat islam menjadi lebih baik. Dalam konsep Islam, karakter mulia merupakan hasil dari pelaksanaan seluruh ketentuan islam (syariah) yang 28
didasari dengan fondasi keimanan yang kokoh (aqidah). Di dalam alQur’an pun telah dijelaskan mengenai pendidikan karakter yang terdapat dalam QS Luqman ayat 12-14:
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Terdapat tiga pendidikan karakter dalam QS Luqman ayat 12-14 yaitu pendidikan tentang syukur, pendidikan tentang iman, dan pendidikan tentang berbakti kepada kedua orang tua. Pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini kepada para generasi penerus bangsa. Terdapat 29
pepatah yang mengatakan bahwa ‘wanita adalah tiang Negara, apabila wanitanya baik maka Negara akan baik dan apabila wanita rusak maka negarapun akan ikut rusak’. Ini menunjukkan bahwa wanita berperan penting dalam membina keutuhan dan kinerja sistem dalam suatu Negara. Oleh karena itu, wanita haruslah mempunyai akhlak yang baik dengan langkah pertama yakni memakai jilbab sebagai wujud ketaatan kepada Allah. Sehingga sedikit demi sedikit wanita tersebut akan dengan sendirinya memperbaiki diri untuk terus berbuat baik, menjauhi apa yang telah dilarang-Nya, dan menambah iman kepada Allah, dan karakter baik pun akan melekat pada diri seorang wanita.
30
BAB III KOMPILASI AYAT-AYAT TENTANG JILBAB
A. Surat Al-Ahzab Ayat 33 1. Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surah ini diturunkan di Madinah dan terdiri dari 73 ayat. Karena sebagian besar dari ayat ini membahas tentang Perang Klan, yaitu perang antar kelompok atau golongan, maka disebut Al-Ahzab. Namun ayat yang akan penulis bahas bukan mengenai peperangan, melainkan tentang jilbab, yang terdapat dalam QS. Al-Ahzab ayat 33 dan ayat 59.
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Ayat ini menuntun istri-istri Nabi SAW itu, bahkan seluruh muslimah, hendaknya tetap tinggal di rumah kamu, kecuali jika ada 31
keperluan untuk keluar yang dapat dibenarkan oleh agama, dan berilah perhatian yang besar terhadap rumah tangga kamu. Janganlah kamu ber-tabarruj, yakni berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah secara bersinambung, serta dengan baik dan benar, ibadah shalat, baik yang wajib maupun yang sunnah, dan tunaikanlah secara sempurna kewajiban zakat serta taatilah Allah SWT dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah SWT dengan tuntunantuntunan-Nya ini, sama sekali tidak berkepentingan sedikit pun (Shihab, 2012: 222). Kata ( ) قرنqarna, terambil dari kata ( ) اقررنiqrarna, dalam arti tinggallah dan beradalah di tempat secara mantap. Ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut terambil dari kata ( ) قرةعينqurrata ‘ain, dan yang ini berarti sesuatu yang menyenangkan hati. Dengan demikian, perintah ayat ini berarti: Biarlah rumah kamu menjadi tempat yang menyenangkan hati kamu. Ini dapat juga mengandung tuntunan untuk berada di rumah dan tidak keluar rumah kecuali ada kepentingan. Banyak ulama membaca ayat di atas dengan kasrah pada huruf ( ق ) yakni menjadi qirna. Ini terambil dari kata ( ) قرارqarar, yakni berada di tempat. Dengan demikian, ayat ini memerintahkan istri-istri Nabi SAW itu untuk berada di tempat yang dalam hal ini adalah rumah-rumah mereka.
Ibn ‘Athiyyah membuka kemungkinan
memahami kata qirna terambil dari kata ( ) وقارwaqar, yakni wibawa 32
dan hormat. Ini berarti perintah untuk berada di rumah karena itu mengundang wibawa dan kehormatan untuk kamu. Kata ( ) تبرجنtabarrajna, dan ( ) تبرجtabarruj, terambil dari kata ( ) برجbaraja, yaitu tampak dan meninggi. Dari sini kemudian ia dipahami juga dalam arti kejelasan dan keterbukaan karena demikian itulah keadaan sesuatu yang tampak dan tinggi. Larangan ber-tabarruj berarti larangan menampakkan perhiasan dalam pengertiannya yang umum biasanya tidak ditampakkan oleh wanita baik-baik, atau memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai, seperti berdandan secara berlebihan, atau berjalan dengan berlenggak lenggok, dan sebagainya. Menampakkan sesuatu yang biasanya tidak ditampakkan, kecuali kepada suami, dapat mengundang decak kagum pria lain yang pada gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan gangguan dari yang usil. Kata ( ) الجاهليةal-jahiliyyah, terambil dari kata ( ) جهلjahl, yang digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan suatu kondisi di mana masyarakatnya mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi, melakukan halhal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, maupun kepicikan pandangan. Ayat di atas menyifati jahiliyyah tersebut dengan arti masa lalu bermacam-macam penafsiran tentang masa lalu itu. ada yang menunjuk masa Nabi Nuh as atau sebelum Nabi Ibrahim as. Agaknya yang lebih tepat adalah menyatakan masa sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi 33
Muhammad SAW, yang selama pada masa itu, masyarakatnya mengabaikan tuntunan Ilahi. Di sisi lain, adanya apa yang dinamai “Jahiliyyah yang lalu” mengisyaratkan akan adanya “Jahiliyah kemudian”. Ini tentu setelah masa Nabi Muhammad SAW. Masa kini dinilai oleh Sayyid Quthub dan banyak ulama lain sebagai Jahiliyah modern. Kata ( ) البيتal-bait, secara harfiah berarti rumah. Yang dimaksud di sini adalah rumah tempat tinggal istri-istri Nabi Muhammad SAW. Rumah itu beliau bangun berdampingan atau menyatu dengan masjid (Shihab, 2012: 464). 2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 33 Dalam Tafsir Al-Lubab karya M. Quraish Shihab (2012: 223) dijelaskan bahwa kandungan isi surat Al-Ahzab ayat 33 adalah sebagai berikut: a. Sikap, gaya, dan pembicaraan hendaknya bersifat baik, dalam arti kalimat-kalimat yang diucapkan serta cara, gaya, dan kandungan pembicaraan sejalan dengan budaya. Ini menuntut suara yang wajar, gerak gerik yang sopan, dan kalimat-kalimat yang sesuai sasaran, serta tidak menyinggung perasaan atau mengundang rangsangan. b. Para istri tidak terlarang keluar rumah selama tidak menimbulkan rangsangan atau terangsang. Namun demikian, mereka hendaknya menitikberatkan perhatian menyangkut rumah tangga mereka, 34
karena suami seharusnya menitikberatkan perhatiannya di luar rumah dalam rangka bekerja mencari rezeki. c. Kondisi masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai ajaran Ilahi dan melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, maupun kepicikan pandangan, dinamai oleh al-Qur’an “jahiliyah”. d. Keluarga Nabi Muhammad SAW menjadi keluarga ideal bila orang-orang tekun mengamalkan al-Qur’an dan mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW. Allah SWT mempermudah mereka meraih predikat tersebut selama mereka menempuh jalan yang digariskan-Nya. 3. Asbabun Nuzul Surat Al-Ahzab Ayat 33 Ayat ini turun di rumah istri Nabi SAW, Ummu Salamah ra. Ketika itu Nabi SAW memanggil Fatimah, putri beliau, bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib ra, dan kedua putra mereka (al-Hasan dan al-Husain). Nabi SAW menyelubungi mereka dengan kerudung sambil berdoa: “Ya Allah, mereka itulah Ahl Bait-ku, bersihkanlah mereka dari dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” (HR. athThabrani dan Ibnu Katsir melalui Ummu Salamah ra). 4. Munasabah Surat Al-Ahzab Ayat 33 Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 33 dengan ayat sebelumnya adalah bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang memberi tuntunan kepada istri-istri Nabi SAW menyangkut ucapan. Hal tersebut 35
dijelaskan Allah dalam firman-Nya: “Hai istri-istri Nabi! Kamu tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertakwa, janganlah kamu (bersikap) lemah lembut dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” Ayat tersebut menjelaskan tentang kedudukan istri-istri Nabi SAW dibandingkan dengan wanita lain. Ketinggian kedudukan istri-istri Nabi SAW itu mereka peroleh karena kedekatan mereka kepada Nabi SAW. Kedekatan ini menjadikan mereka mendapat bimbingan khusus, yakni kesempatan lebih banyak untuk mengenal Nabi SAW dan meneladani beliau. Di sisi lain, Nabi SAW pun memperlakukan mereka melebihi wanita-wanita lain, dalam kedudukan beliau sebagai suami (Shihab, 2012: 462-463). Dari penjelasan tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sebagai seorang wanita muslimah hendaknya lebih menjaga perilaku, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Namun, lebih ditekankan untuk sangat berhati-hati ketika bersosialisasi dengan lawan jenis, yaitu dengan cara tidak melemah lembutkan suara ketika berbicara dengan laki-laki sehingga dapat menimbulkan syahwat laki-laki tersebut. Selain melemah lembutkan suara, seorang muslimah juga harus
menjaga
perkataan
yang
diucapkannya,
yaitu
dengan
mengucapkan perkataan yang baik-baik. Karena apabila seseorang
36
tidak menjaga lisannya dengan baik, bisa jadi banyak orang yang tersakiti hatinya karena ucapannya. Setelah ayat 32 menjelaskan tentang bagaimana seharusnya berucap, kini dilanjutkan ayat 33 yang menjelaskan tentang bimbingan menyangkut perbuatan dan tingkah laku. Allah berfirman: “Dan tetaplah kamu di rumah kamu dan janganlah kamu bertabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang lalu dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dari kamu kekotoran, hai Ahl alBait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Ayat tersebut menjelaskan tentang perilaku seorang muslimah ketika berada di luar rumah. Allah tidak melarang wanita muslimah pergi ke luar rumah, akan tetapi Allah melarang wanita muslimah yang ke luar rumah dengan berhias secara berlebih-lebihan (tabarruj). Muhammad Quthub, salah seorang pemikir Ikhwan al-Muslimin menulis dalam bukunya Ma’rakah at-Taqalid, bahwa: “Ayat itu bukan berarti bahwa wanita tidak boleh bekerja karena Islam tidak melarang wanita bekerja. Hanya saja, Islam tidak senang dan tidak mendorong hal tersebut. Islam membenarkan mereka bekerja sebagai darurat dan tidak menjadikannya sebagai dasar.” Dalam bukunya, Syubuhat Haula al-Islam, Muhammad Quthub lebih menjelaskan bahwa perempuan pada awal zaman Islam pun bekerja ketika kondisi menuntut mereka untuk bekerja. Masalahnya 37
bukan terletak pada ada atau tidaknya hak mereka untuk bekerja, masalahnya adalah bahwa Islam tidak cenderung mendorong wanita keluar rumah kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat perlu, yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau atas dasar kebutuhan wanita tertentu. Misalnya, kebutuhan untuk bekerja karena tidak ada yang membiayai hidupnya atau karena yang menanggung hidupnya atau karena yang menanggung hidupnya tidak mampu mencukupi kebutuhannya (Shihab, 2012: 469). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seorang wanita muslimah boleh ke luar rumah dengan syarat tidak berhias yang berlebihan sehingga dapat menarik perhatian orang-orang di sekitarnya terutama kaum laki-laki. B. Surat Al-Ahzab Ayat 59 1. Surat Al-Ahzab Ayat 59
Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Pada ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah SAW supaya menyuruh para istrinya dan kaum mukminat untuk berusaha 38
menghindarkan diri dari berbagai tuduhan dengan jalan menutup aurat sehingga tidak mudah dijadikan bahan permainan atau ejekan oleh orang-orang munafik yang berniat jahat (Departemen RI, 2007: 41). Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan kepada istri-istri Beliau dan juga anak-anak perempuan Beliau dan wanita-wanita dari keluarga orang-orang Mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka. Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita terhormat atau sebagai wanita-wanita Muslimah, atau sebagai wanitawanita merdeka, sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu. Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (Shihab, 2012: 240). Pada masa itu, merupakan suatu kebiasaan bahwa budak perempuan, apabila keluar rumah mereka tidak menutupi kepala dan leher mereka. Karena dari sisi perilaku mereka tidak demikian baik, kadang-kadang beberapa pemuda yang tidak sopan menggoda mereka. Di sini, kaum muslimah yang merdeka diperintahkan untuk mengenakan jilbab Islami yang sempurna agar dapat dibedakan dengan budak perempuan serta tidak menjadi alasan bagi pemudapemuda tadi untuk mengganggu mereka (Imani, 2008: 609). Allah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimat terutama istri-istri Nabi sendiri dan putri-putrinya agar mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal itu bertujuan agar mereka mudah dikenali dengan pakaiannya karena berbeda dengan budak perempuan, 39
sehingga mereka tidak diganggu oleh orang yang menyalahgunakan kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian sopan akan lebih mudah terhindar dari gangguan orang jahil. Sedangkan perempuan yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai sebagai perempuan yang kurang baik kepribadiannya. Bagi orang yang pada masa lalunya kurang hati-hati menutupi aurat, lalu mengadakan perbaikan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (Departemen RI, 2007: 42). Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau budak, yang baik-baik atau yang kurang sopan, hampir dapat dikatakan sama. Karena itu, lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita, khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut serta menampakkan keterhormatan wanita muslimah, ayat di atas turun menyatakan: Hai Nabi Muhammad katakanalah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita keluarga orang-orang mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka, yakni ke seluruh tubuh mereka, jilbab mereka. Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita terhormat atau sebagai wanita-wanita muslimah, atau sebagai wanita-wanita merdeka, sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
40
Kalimat ( )نساءالمؤمنينnisa’ al-mu’minin diterjemahkan oleh tim Departemen Agama dengan istri-istri orang mukmin. Namun, Quraish Shihab (2012: 533) mengartikan kalimat nisa’ al-mu’minin dengan arti wanita-wanita orang-orang mukmin sehingga ayat ini mencakup juga gadis-gadis semua orang mukmin, bahkan keluarga mereka semuanya. Kata )‘)عليهنalaihinna/di atas mereka mengesankan bahwa seluruh
badan
mereka
tertutupi
oleh
pakaian.
Nabi
SAW
mengecualikan wajah dan telapak tangan. Kata ( )جلبابjilbab diperselisihkan maknanya oleh ulama. AlBiqa’I menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini, menurut Al-Biqa’I, dapat merupakan makna kata jilbab tersebut. Kalau yang dimaksud dengannya adalah baju, ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau kerudung, perintah mengulurkannya adalah menutup kepala dan lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian (Shihab, 2012: 533). Ibn ‘Asyur memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan wanita di atas kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga ke seluruh bahu dan belakangnya (Shihab, 2012: 534). 41
Ayat di atas tidak memerintahkan wanita memakai jilbab karena ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka mengulurkannya”. Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi belum mengulurkannya. Firman-Nya: ( )وكان هللا غفورارحيماwa kana Allah ghafuran rahima/Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dipahami oleh Ibn ‘Asyur sebagai isyarat tentang pengampunan Allah atas kesalahan mereka yang mengganggu sebelum turunnya petunjuk ini. Sedang Al-Biqa’I memahaminya sebagai isyarat tentang pengampunan Allah kepada wanita-wanita mukminah yang pada masa itu belum memakai jilbab sebelum turunnya ayat ini. Dapat juga dikatakan bahwa kalimat itu sebagai isyarat bahwa mengampuni wanita-wanita masa kini yang pernah terbuka auratnya apabila mereka segera menutupnya atau memakai jilbab, atau Allah mengampuni mereka yang tidak sepenuhnya melaksanakan tuntunan Allah dan Nabi SAW selama mereka sadar akan kesalahannya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri dengan petunjuk-petunjuk-Nya (Shihab, 2012: 534). 2. Kandungan Isi Surat Al-Ahzab Ayat 59 Surat al-Ahzab terdiri dari ayat 73 ayat. Ulama sepakat menyatakan ia Madaiyah. Ia turun pada akhir tahun V Hijriyah, yaitu 42
tahun terjadinya Pertempuran Ahzab yang dinamai juga pertempuran Khandaq karena ketika itu, atas usulan sahabat Nabi Salman al-Farisy, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat menggali parit pada arah utara kota Madinah, tempat yang ketika itu diduga keras akan menjadi arah serangan kaum musyrik. Tidak ada nama lain dari kumpulan ayatayat ini kecuali al-Ahzab, dan yang telah dikenal sejak zaman Nabi SAW. Penamaan itu lahir dari uraian surah ini yang menyebutkan koalisi sekian banyak suku kaum musyrik bersama kelompok Yahudi Bani Quraizhah di bawah pimpinan suku Quraisy di Mekkah untuk menyerang Nabi SAW dan kaum Muslim di Madinah. Adapun isi kandungan surat al-Ahzab ayat 59 adalah (Shihab, 2012: 203): a. Perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi, anak-anak perempuan Nabi, dan istri-istri orang-orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh. b. Perintah mengulurkan jilbab hingga ke seluruh tubuh mempunyai maksud agar wanita-wanita muslim pada waktu itu dapat dikenali sehingga tidak diganggu oleh laki-laki. c. Bagi wanita yang belum mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh maka hendaknya dia bertaubat memohon ampun kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
43
3. Asbabun Nuzul QS. Al-Ahzab Ayat 59 Menurut catatan Ali bin Ibrahim, dalam buku tafsirnya, turunnya ayat ini terkait dengan peristiwa berikut. Pada masa itu, kaum muslimah biasa pergi ke masjid dan mendirikan shalat berjamaah di belakang Nabi SAW. Di malam hari, ketika mereka pergi untuk mendirikan shalat maghrib dan isya, sebagian pemuda belia yang tidak senonoh kadang-kadang menunggu kaum muslimah tersebut dan mengganggu mereka dengan canda-candaan dan perkataan-perkataan yang buruk. Dengan cara ini, mereka mengusik kaum muslimah (Imani, 2008: 608). 4. Munasabah Persesuaian QS. Al-Ahzab ayat 59 dengan ayat sebelumnya adalah bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang larangan siapa pun mengganggu dan menyakiti Nabi SAW bersama kaum mukminin dan mukminat. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 57-58: “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” Ayat tersebut menegaskan ancaman bagi orang-orang yang mengganggu dan menyakiti Nabi SAW. Orang-orang mukmin adalah 44
pengikut-pengikut Nabi SAW yang mencintai beliau serta yang beliau cintai maka menyakiti orang mukmin berarti pula menyakiti Rasul SAW (Shihab, 2012: 531). Oleh karena itu, sebagai manusia yang beriman, hendaknya lebih menjaga perilaku agar tidak ada orang lain yang tersakiti oleh tingkah laku kita. Karena, seperti yang telah dijelaskan dalam ayat 57-58 di atas bahwa jika kita menyakiti orang mukmin atau mukminat sama saja dengan menyakiti Rasulullah SAW, dan jika kita menyakiti Rasulullah SAW sama saja dengan menyakiti Allah. Ketika kita sudah menyakiti Allah, maka Allah akan menurunkan murka-Nya kepada kita. Setelah ayat 57-58 menjelaskan tentang ancaman bagi orang-orang yang mengganggu dan menyakiti Nabi SAW dan orang-orang mukmin dan mukminat, kini ayat 59 menjelaskan secara khusus kepada kaum mukminat, bermula dari istri Nabi Muhammad SAW, diperintahkan untuk menghindari sebab-sebab yang dapat menimbulkan penghinaan dan pelecehan (Shihab, 2012: 532). C. Surat An-Nur Ayat 31 1. Surat An-Nur Ayat 31 Surah an-Nur yang terdiri atas 64 ayat, dan termasuk golongan surat Madaniyah. Dinamai An-Nur yang berarti cahaya, diambil dari kata an-Nur yang terdapat pada ayat 35. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang Nur Ilahi, yakni Al-Qur’an yang mengandung petunjuk-petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah itu, merupakan cahaya 45
yang terang benderang menerangi alam semesta. Surat ini sebagian besar isinya memuat petunjuk-petunjuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah tangga. Dari 64 ayat yang terdapat dalam surah an-Nur, penulis hanya akan membahas satu ayat yang menjelaskan tentang jilbab, yang terdapat dalam ayat 31 sebagai berikut.
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung 46
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayanpelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” Ayat ini menyatakan bahwa: Perintahkan juga kepada para perempuan mukminah: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan di samping itu janganlah mereka menampakkan bagian tubuh mereka yang dapat merangsang, kecuali yang biasa tampak darinya, yakni wajah dan telapak
tangan,
atau
kecuali
yang
terlihat
tanpa
maksud
menampakkannya atau yang penampakannya mengundang birahi atau gangguan bagi diri mereka dan orang lain. Selanjutnya, karena salah satu hiasan pokok wanita adalah dadanya, maka ayat ini menekankan bahwa hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada mereka dan janganlah mereka menampakkan keindahan tubuh mereka; kecuali kepada suami mereka, yakni karena memang salah satu tujuan perkawinan adalah menikmati hiasan itu; atau ayah mereka, yakni karena ayah sedemikian cinta kepada anak-anaknya sehingga tidak mungkin timbul birahi kepada mereka, bahkan mereka selalu menjaga kehormatan anak-anaknya; atau ayah suami mereka, yakni karena kasih sayangnya kepada anaknya menghalangi mereka melakukan 47
yang tidak senonoh kepada menantu-menantunya; atau putra-putra mereka, yakni karena anak tidak memiliki birahi terhadap ibunya; atau anak tiri mereka, yakni karena mereka bagaikan anak, apalagi rasa takutnya kepada ayah mereka menghalangi mereka usil; atau saudarasaudara laki-laki mereka; atau putra-putra saudara laki-laki mereka; atau putra-putra saudara perempuan mereka, yakni karena mereka itu bagaikan anak-anak kandung sendiri; atau wanita-wanita yang beragama Islam, yakni karena mereka sama-sama wanita dan keislamannya menghalangi mereka menceritakan rahasia tubuh wanita yang dilihatnya kepada orang lain, ini berbeda dengan wanita non muslim yang boleh jadi mengungkap rahasia keindahan tubuh mereka; atau budak-budak yang mereka punyai, baik lelaki maupun perempuan; atau budak perempuan saja karena wibawa tuannya menghalangi mereka usil; atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai birahi terhadap wanita, seperti orang tua atau anak-anak yang belum dewasa dan belum mengerti tentang aurat-aurat wanita sehingga belum memahami seks. Setelah penggalan ayat 31 ini melarang penampakan yang jelas, kini dilarangnya penampakan tersembunyi dengan menyatakan: dan di samping itu janganlah juga mereka melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian lelaki, misalnya dengan mengentakkan kaki mereka yang memakai gelang kaki atau hiasan lainnya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, yakni anggota tubuh mereka, 48
akibat suara yang lahir dari cara berjalan itu, dan yang pada gilirannya merangsang mereka. Untuk melaksanakan hal ini diperlukan tekad yang kuat, yang boleh jadi sesekali tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, karena itu jika sesekali terjadi kekurangan, maka perbaikilah serta sesali dan bertaubatlah kepada Allah SWT (Shihab, 2012: 598). Ayat ini melarang melihat bagian tubuh perempuan yang merupakan auratnya, sebagaimana kita mengharamkan memandang bagian badan lelaki yang menjadi auratnya. Kemudian seorang perempuan juga dilarang menampakkan bagian-bagian tubuh yang menjadi tempat perhiasan itu, seperti tempat pemakaian kalung, kecuali perhiasan yang biasa terlihat, perhiasan yang terdapat di wajah dan telapak tangan. Ibn Abbas, sebagaimana diterangkan oleh asSuyuthi dalam kitab al-Iklil menetapkan bahwa yang dimaksud dengan bagian yang biasa terlihat adalah wajah dan telapak tangan. Yang dimaksud dengan ‘bagian yang nampak’ adalah wajah dan telapak tangan, dan pakaian-pakaian yang terlihat seperti baju luar. Kemudian kata ‘melainkan yang nyata daripadanya’ memberi pengertian bahwa tidak wajib menutupnya pada bagian-bagian tubuh yang menimbulkan kesukaran dengan menutupnya atau telah menjadi adat bahwa bagian itu terbuka, seperti wajah dan telapak tangan (AshShiddieqy, 2000: 2813-2815).
49
Mengenai apa yang dimaksud dengan perhiasan yang tidak boleh ditampakkan oleh kaum wanita serta perhiasan yang biaa tampak dan diperbolehkan untuk ditampakkan sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, para ahli tafsir mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Sebagian mereka mengatakan bahwa perhiasan yang tersembunyi itu adalah perhiasan alamiah (tubuh wanita yang indah). Namun, kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tempat mengenakan perhiasan. Memamerkan bagian-bagian tubuh dimana perhiasan-perhiasan itu dipakai, semisal telinga, leher, lengan dan tangan adalah dilarang. Oleh karena itu, kaum wanita secara total tidak diperbolehkan memamerkan perhiasan-perhiasan mereka yang biasanya tersembunyi (Imani, 2006: 342). Islam, dalam menentukan hukum, sering memakai metode bertahap,
seperti
diharamkannya
riba,
minuman
keras,
dan
sebagainya. Demikian juga dalam hal tutup aurat, pertama sekali Allah memperingati istri-istri Nabi SAW supaya tidak berbuat seperti kebanyakan wanita pada waktu itu yang terdapat dalam QS Al-Ahzab ayat 32. Setelah Allah memerintahkan kepada istri-istri Nabi SAW seperti hal tersebut di atas, Allah meneruskan dengan suatu larangan supaya tidak berhadapan langsung dengan laki-laki bukan mahramnya yang terdapat dalam QS Al-Ahzab ayat 53. Selanjutnya, karena istriistri Nabi SAW juga perlu keluar rumah untuk mencari kebutuhan rumah tangganya, maka Allah memerintahkan mereka menutup aurat 50
apabila hendak keluar rumah, seperti firman-Nya dalam QS Al-Ahzab ayat 59. Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Berarti menutup aurat adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman. Kemudian kewajiban menutup aurat
secara umum
disebutkan dalam QS An-Nur ayat 31 (Kementerian Agama RI, 2012: 106-108). Menurut al-Maraghi, ayat ini menerangkan bahwa Allah memerintahkan
kepada
wanita-wanita
yang
beriman
utnuk
menundukkan pandangan sebagaimana diwajibkan atas para pria yang beriman, agar tidak melihat aurat orang lain dengan sengaja atau tanpa sengaja, atau melihat sesuatu yang haram untuk dilihat. Begitu pula dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman untuk menjaga kehormatan dirinya dari berbuat zina, dan mereka dilarang untuk menampakkan perhiasan-perhiasannya kecuali yang biasa nampak, seperti cincin, celak mata, dan henna. Di samping itu kepada mereka, wanita-wanita yang beriman diperintahkan untuk mengenakan kerudung yang dapat menutup kepala, leher, dan dada. Jadi, menurut al-Maraghi bahwa makna ayat:
51
adalah “Hendaklah wanita-wanita beriman mengenakan kerudungnya untuk menutup kepala, leher, dan dada.” (Kementerian Agama RI, 2012: 109). Menurut al-Qurtubi, dalam penggalan ayat:
artinya adalah “(Hendaklah wanita-wanita beriman mengenakan kerudungnya untuk menutup kepala, leher, dan dada)” adalah menunjukkan perintah. Dalam usul fiqih adalah menunjukkan wajib. Dengan ini menunjukkan bahwa menutup aurat dengan mengenakan kerudung yang dapat menutup kepala, leher, dan dada adalah wajib hukumnya bagi setiap wanita yang beriman kecuali pada mahramnya (Kementerian Agama RI, 2012: 109-110). Kata ( ) زينةzinah adalah sesuatu yang menjadikan lainnya indah dan baik atau dengan kata lain perhiasan. Kata ( ) خمرkhumur adalah bentuk jamak dari kata ( ) خمارkhimar yaitu tutup kepala yang panjang. Sejak dahulu, wanita menggunakan tutup kepala itu, hanya saja sebagian mereka tidak menggunakannya untuk menutupi tetapi membiarkan melilit punggung mereka. Ayat ini memerintahkan mereka menutupi dada mereka dengan kerudung panjang itu. Ini berarti kerudung itu diletakkan di kepala karena memang sejak semula ia berfugnsi demikian, lalu diulurkan ke bawah sehingga menutup dada. Kata ( ) جيوبjuyub adalah bentuk jamak dari ( ) جيبjayb yaitu 52
lubang di leher baju yang digunakan untk memasukkan kepala dalam rangka memakai baju, yang dimaksud ini adalah leher hingga ke dada. Kemudian dalam firman-Nya ( ) وليضربن بخمرهنbahwa pemakaian kerudung itu hendaknya diletakkan dengan sungguh-sungguh untuk tujuan menutupinya. Ini untuk lebih menekankan lagi agar kerudung tersebut tidak berpisah dari bagian badan yang harus ditutup. Kandungan penggalan ayat ini berpesan agar dada ditutup dengan kerudung. Ini berarti bahwa rambut pun juga harus ditutup (Shihab, 2012: 527-528). Karena, sebagaimana yang telah diketahui bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Oleh karena itu, menutup rambut termasuk kewajiban seorang muslimah. Kemudian penggalan kalimat ( ) اال ما ظهر منهاilla maa dzoharo minha, diperselisihkan maknanya oleh para ulama, khususnya makna kata illa. M. Quraish Shihab (2012: 529-530) memaparkan perbedaan pendapat tersebut antara lain: a. Memahami kata illa dalam arti tetapi. Ini bermakna: “Janganlah mereka menampakkan hiasan mereka sama sekali; tetapi apa yang tampak, secara terpaksa atau tidak disengaja, itu dapat dimaafkan. b. Menyisipkan kalimat dalam penggalan ayat tersebut. Kalimat dimaksud menjadikan penggalan ayat ini mengandung pesan lebih kurang: “ Janganlah mereka (wanita-wanita) menampakkan
53
hiasan (badan mereka). Mereka berdosa jika berbuat demikian. Tetapi, jika tampak tanpa disengaja, mereka tidak berdosa.” Penggalan ayat tersebut, jika dipahami dengan kedua pendapat di atas, tidak menentukan batas bagi hiasan yang boleh ditampakkan sehingga berarti seluruh anggota badan tidak boleh tampak kecuali dalam keadaan terpaksa. c. Memahami firman-Nya “kecuali apa yang tampak” dalam arti yang biasa dan atau dibutuhkan keterbukaannya sehingga harus tampak. Kebutuhan di sini dalam arti menimbulkan kesulitan bila bagian badan tersebut ditutup. Mayoritas ulama memahami penggalan ayat ini dalam arti ketiga ini. Perhiasan, para ulama membaginya dalam dua macam. Ada yang bersifat melekat pada diri seseorang dan ada juga yang bersifat dapat diupayakan. Pakar hukum dan tafsir, Ibn al-‘Arabi, berpendapat bahwa hiasan yang bersifat melekat pada diri seseorang adalah sebagian besar jasad perempuan, khususnya wajah, kedua pergelangan tangannya, kedua siku sampai bahu, payudara, kedua betis, dan rambut. Sedang, hiasan yang dapat diupayakan adalah hiasan yang merupakan hal-hal yang lumrah dipakai sebagai hiasan untuk perempuan, yakni perhiasan, pakaian indah dan berwarna warni, pacar, celak, dan siwak. Hiasan yang melekat pada diri seseorang yang dapat ditoleransi adalah hiasan yang bila ditutup mengakibatkan kesulitan bagi wanita, seperti wajah, kedua telapak tangan, dan kedua 54
kaki. Kemudian hiasan yang disembunyikan atau harus ditutup, seperti bagian atas kedua betis, kedua pergelangan tangan, kedua bahu, leher dan bagian atas dada, dan kedua telinga (Shihab, 2012: 530-531). Jadi, dapat kita ketahui bahwa QS An-Nur ayat 31 ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya wanita menutup aurat. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa seorang wanita wajib mengenakan kerudung yang diulur sampai ke dadanya. Disebutkan sampai ke dadanya karena dada wanita termasuk perhiasan yang harus ditutupi. Mengenai perhiasan yang lumrah dipakai oleh perempuan seperti pakaian indah dan berwarna warni, pacar, dan celak, hendaknya dipakai dengan tidak berlebihan agar tidak menarik perhatian dari orang lain terutama laki-laki. 2. Kandungan Isi Surat An-Nur Ayat 31 Seperti yang diketahui, surah ini berisi 64 ayat dan diturunkan di Madinah. Karena surah suci ini telah menganjurkan semua orang beriman, khususnya kaum wanita, agar menjaga kesucian seksualnya, maka riwayat-riwayat memberikan keutamaan pada pengajaran dan pembacaan surah ini oleh kaum wanita. Dalam kenyatannya, ia dapat dipandang sebagai kesucian seksual dan perjuangan melawan kekotoran seksual (Imani, 2006: 251). Kemudian dari penjelasan ayat di atas, dapat kita ketahui kandungan yang terdapat dalam QS. An-Nur ayat 31 yaitu sebagai berikut: 55
a. Perintah mengalihkan arah pandangan serta tidak menatap sesuatu yang terlarang atau kurang baik. Perintah ini bukan perintah menutup mata sama sekali: “Dapat ditoleransi dalam pandangan pertama, tidak dalam pandangan kedua.” b. Perempuan
berkewajiban
menutup
bagian-bagian
badannya,
bahkan gerak atau suara yang dapat menimbulkan rangsangan. c. Menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat, yakni muka dan sebagian dari tangan, ditoleransi, demikian juga jika tampak tanpa disengaja. d. Al-Qur’an dan sunnah secara pasti melarang segala aktifitas, pasif atau aktif, yang diduga dapat menimbulkan rangsangan birahi, sampai-sampai suara gelang kaki pun dilarangnya bila dapat menimbulkan rangsangan kepada selain suami. e. Tuntunan al-Qur’an menyangkut berpakaian, sebagaimana terbaca di atas, ditutup dengan ajakan bertaubat. Ajakan ini dapat dipahami sebagai isyarat bahwa pelanggaran kecil atau besar terhadap tuntunan memelihara pandangan kepada lawan jenis tidak mudah dihindari oleh seseorang. Maka setiap orang dituntut untuk berusaha sebaik-baiknya dan sesuai kemampuannya. Sedangkan kekurangannya hendaknya dia mohonkan ampun kepada Allah SWT karena Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan semoga kesalahan yang lalu diampuni-Nya.
56
3. Munasabah Persesuaian QS. An-Nur ayat 31 dengan ayat sebelumnya adalah bahwa ayat sebelumnya membicarakan tentang perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar berpesan kepada orang-orang mukmin laki-laki untuk memelihara pandangan dan kemaluan. Allah berfirman: Katakanlah kepada pria-pria mukmin: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Ayat tersebut menjelaskan tentang larangan yang ditujukan kepada orang-orang mukmin laki-laki untuk memelihara pandangan dan kemaluan mereka. Memelihara pandangan yakni tidak membukanya lebar-lebar, untuk melihat segala sesuatu yang terlarang, seperti misalnya aurat wanita. Kemudian memelihara kemaluan maksudnya adalah tidak menggunakannya kecuali pada yang halal, dan tidak juga membiarkannya kelihatan kecuali kepada siapa yang boleh melihatnya (Shihab, 2012 524). Setelah ayat 30 menjelaskan tentang perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar berpesan kepada orang-orang mukmin laki-laki untuk memelihara pandangan dan kemaluan mereka, kini perintah serupa ditujukan untuk disampaikan kepada wanita-wanita mukminah dalam ayat 31.
57
D. Surat Al-A’raf Ayat 26 1. Surat Al-A’raf Ayat 26
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudahmudahan mereka selalu ingat.” Surah al-A’raf secara harfiah bermakna tempat-tempat yang tinggi dengan aneka makna yang dapat dikandungnya. Surah ini terdiri dari 206 ayat, keseluruhannya turun di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Surah ini merupakan rincian dari sekian banyak persoalan yang diuraikan oleh surah al-An’am, khususnya menyangkut kisah beberapa nabi. Di sini diuraikan kisah Nabi Adam as dan iblis, juga Nabi Nuh, Hud, Luth, Syu’aib, Shaleh, dan Musa as dalam perjuangan mereka menghadapi kaumnya. Uraian tersebut bertujuan untuk mengingatkan setiap pembangkang bahwa Allah SWT tidaklah mengutus seorang nabi itu, melainkan ditimpakan kepada mereka kesempitan dan penderitaan, supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri kepada-Nya. (Shihab, 2012: 405). Diantara beberapa masalah yang terdapat dalam surah al-A’raf, terdapat
58
perintah Allah SWT kepada manusia untuk menutup aurat. Perintah tersebut tertuang dalam ayat 26. Ayat 26 berpesan kepada putra-putri Nabi Adam as sejak putra pertama hingga anak terakhir dan keturunannya bahwa Allah SWT telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah mereka. Bahan itu dapat digunakan sehari-hari. Allah menyiapkan bulu, yakni bahan-bahan pakaian indah untuk menghiasi diri dan yang digunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa. Di samping itu, ada lagi bahan untuk pakaian takwa berupa tuntunan-tuntunan moral dan agama. Itulah pakaian yang terpenting dan yang paling baik (Shihab, 2012: 417). Thahir Ibn ‘Asyur mengomentari ayat ini antara lain bahwa Allah SWT mengilhami Adam as agar menutup auratnya. Ini kemudian ditiru oleh anak cucunya. Manusia seluruhnya diingatkan tentang nikmat itu untuk mengingat bahwa itu adalah warisan dari Nabi Adam as, dan ini akan lebih mendorong mereka untuk bersyukur (Shihab, 2012: 68). Kata ( ) لباسlibaas, adalah segala sesuatu yang dipakai, baik penutup badan, kepala, atau yang dipakai di jari dan lengan, seperti cincin dan gelang. Kata ( ) ريشriisya, pada mulanya berarti bulu, karena bulu binatang merupakan hiasan dan hingga kini dipakai oleh sementara
59
orang sebagai hiasan, baik di kepala maupun melilit di leher, kata tersebut dipahami dalam arti pakaian yang berfungsi sebagai hiasan. Dari sini dapat dipahami dua fungsi dari sekian banyak fungsi pakaian. Pertama, sebagai penutup bagian-bagian tubuh yang dinilai oleh agama dan atau dinilai oleh seseorang atau masyarakat sebagai buruk bila dilihat. Kemudian fungsi yang kedua, sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakainya. Ini memberi isyarat bahwa agama memberi peluang yang cukup luas untuk memperindah diri dan mengekspresikan keindahan (Shihab, 2012: 68). Firman-Nya: ( ) لباس التقوىlibaas at-taqwa, mengisyaratkan pakaian ruhani. Rasulullah SAW melukiskan iman sebagai sesuatu yang tidak berbusana dan pakaiannya adalah takwa. Ayat ini menyebut pakaian takwa, yakni pakaian ruhani, setalah sebelumnya menyebut pakaian jasmani yang menutupi kekurangankekurangan jasmaninya. Pakaian ruhani menutupi hal-hal yang dapat memalukan dan memperburuk penampilan manusia jika ia terbuka. Keterbukaan aurat jasmani dan ruhani dapat menimbulkan rasa perih dalam jiwa manusia. Pakaian takwa bila telah dikenakan seseorang maka “Ma’rifat akan menjadi modal utamanya, pengendalian diri ciri aktivitasnya, kasih asas pergaulannya, kerinduan kepada Ilahi tunggangannya, zikir pelipur hatinya, keprihatinan adalah temannya, ilmu senjatanya, sabar busananya, kesadaran akan kelemahan di hadapan Allah kebanggaannya, zuhud perisainya, kepercayaan diri 60
harta simpanan dan kekuatannya, kebenaran andalannya, taat kecintaannya, jihad kesehariannya, dan shalat adalah buah mata kesayangannya.” Jika pakaian takwa telah menghiasi jiwa seseorang, akan terpelihara identitasnya lagi anggun penampilannya. Selalu bersih walau miskin, hidup sederhana walau kaya, terbuka tangan dan hatinya. Tidak berjalan membawa fitnah, tidak menghabiskan waktu dalam permainan, tidak menuntut yang bukan haknya, dan tidak menahan hak orang lain. Bila beruntung ia bersyukur, bila diuji ia bersabar, bila berdosa ia istighfar, bila bersalah ia menyesal, dan bila dimaki ia tersenyum sambil berkata: “Jika makian anda keliru, aku memohon semoga Tuhan mengampunimu dan jika makian anda benar, aku memohon semoga Allah mengampuniku.” Demikianlah ciri-ciri seseorang yang mengenakan pakaian takwa (Shihab, 2012: 69). Penutup ayat ini ( ) لعلهم يذكرونla’allahum yadzzakkaruun, Thabathaba’I memahami penutup ayat ini: Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat sebagai isyarat terhadap fungsi pakaian ruhani dalam menghindarkan manusia dari keperihan dan siksa akibat terbukanya aurat tersebut, dalam arti bahwa pakaian yang ditemukan manusia untuk memenuhi kebutuhan menutup auratnya adalah bukti kekuasaan Allah yang bila diperhatikan oleh manusia akan mengantarnya 61
menyadari bahwa ia juga memiliki aurat batiniyah, yaitu keburukankeburukan nafsu, yang buruk pula bila terbuka. Menutupnya merupakan hal yang sangat penting. Penutup aurat batiniah itulah pakaian takwa yang diperintahkan Allah dan dijelaskan oleh RasulNya (Shihab, 2012: 71). 2. Kandungan Isi Surat Al-A’raf Ayat 26 a. Pakaian antara lain berfungsi sebagai penutup bagian-bagian tubuh yang dinilai oleh agama dan dinilai oleh seseorang atau masyarakat sebagai buruk bila dilihat, serta sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakainya. Ini memberi isyarat bahwa agama memberi peluang
yang
cukup
luas
untuk
memperindah
diri
dan
mengekspresikan keindahan. Di samping pakaian jasmani, ada juga pakaian rohani yang dinamakan pakaian takwa dan inilah lebih penting daripada pakaian jasmani. b. Menyenangi keindahan, termasuk dalam berpakaian, adalah fitrah yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, karena itu ia tidak terlarang. Yang terlarang bila itu dilakukan dengan berlebihan. 3. Munasabah Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya memberi peringatan dan tuntunan kepada anak keturunan Adam as. Boleh jadi juga ayat ini dan ayat-ayat berikutnya, empat ayat yang dimulai dengan panggilan Hai anak-anak Adam, merupakan lanjutan dari uraian ayat lalu yang 62
menginformasikan tentang kehidupan, kematian, dan kebangkitan seluruh manusia sehingga dengan demikian ayat ini dan ayat-ayat berikutnya termasuk apa yang disampaikan Allah melalui Adam as kepada anak cucunya pada masa awal kehidupan mereka di permukaan bumi ini. Pesan ayat ini dan ayat berikutnya merupakan penyampaian Ilahi tentang nikmat-Nya, antara lain ketersediaan pakaian yang dapat menutup aurat mereka, dan peringatan agar tidak terjerumus dalam rayuan setan, serta perintah-Nya untuk berhias ketika beribadah kepada Allah SWT (Shihab, 2012: 67). E. Surat Al-A’raf Ayat 31 1. Surat Al-A’raf Ayat 31
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Sebagaimana ayat yang lalu menuntun putra-putri Nabi Adam as, ayat 31 pun demikian, tapi kali ini adalah ajakan agar mereka memakai pakaian yang indah, minimal dalam bentuk menutup aurat, karena membukanya pasti buruk. Pakaian tersebut dipakai setiap kali memasuki dan berada di masjid. Tuntunan itu dilanjutkan dengan perintah makan dan minum yang halal, enak, bermanfaat, dan berdampak baik, tapi dengan pesan jangan berlebih-lebihan dalam 63
segala hal, baik dalam beribadah dengan menambah cara atau kadarnya, demikian juga dalam makan dan minum atau apa saja, karena Allah SWT tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat khusus bagi yang berlebih-lebihan dalam hal apapun (Shihab, 2012: 421). Ulama menyatakan bahwa ayat ini turun ketika beberapa orang sahabat Nabi SAW bermaksud meniru kelompok al-Hammas, yakni kelompok suku Quraisy dan keturunannya yang sangat menggebugebu semangat beragamanya sehingga enggan berthawaf kecuali memakai pakaian baru yang belum pernah dipakai melakukan dosa serta sangat ketat dalam memilih makanan serta kadarnya ketika melaksanakan ibadah haji. Sementara sahabat Nabi SAW berkata: “Kita lebih wajar melakukan hal demikian daripada al-Hammas.” Kemudian ayat di atas turun menegur dan memberi petunjuk bagaimana yang seharusnya dilakukan (Shihab, 2012: 87). Kalimat ( ) يابنى ادم خذوازينتكم عندكل مسجدyaa banii aadama khudzuuziinatakum ‘inda kulli masjidin, yang artinya Wahai anak Adam, pakailah pakaian yang indah dan baik ketika akan bersembahyang. Maksud dari kalimat tersebut adalah ketika akan bersembahyang, pakailah pakaian yang baik dan indah. Sungguh, kita wajib berhias menurut adat masing-masing ketika mendatangi tempat bersembahyang (masjid). Dengan mengenakan pakaian yang baik
64
ketika menyembah Allah bersama dengan orang-orang mukmin yang lain akan berada dalam kondisi yang baik. Kalimat ( ) وكلواواشربواوالتسرفوا انه اليحب المسرفينwakuluu wasyrobuu walaa tusrifuu innahuu laa yuhibbulmusrifiin, yang artinya Makanlah dan minumlah kamu, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Pakailah baju yang bagus ketika mengunjungi masjid dan menunaikan ibadah. Kemudian makan minumlah yang baik-baik, dan jangan berlaku boros, tetapi senantiasa seimbang. Allah yang menjadikan semua nikmat, tetapi tidak menyukai perilaku boros, atau berlebih-lebihan dalam sesuatu tindakan. Berlebih-lebihan yang tidak diperbolehkan itu termasuk berlebih-lebihan dalam berbelanja dan berlebih-lebihan dalam pemakaian benda halal sehingga menjadi haram. Baik dalam makanan, minuman, ataupun pakaian, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Islam menyukai keindahan dan kenikmatan, asalkan tidak berlebih-lebihan (AshShiddieqy, 2000: 1381). 2. Kandungan Isi Surat Al-A’raf Ayat 31 Dalam Tafsir Al-Lubab karya M. Quraish Shihab (2012: 422), terdapat beberapa kandungan isi dalam surat Al-A’raf ayat 31, antara lain:
65
a. Berlebih-lebihan dalam segala hal tidak direstui agama. Makan bukan saja yang halal, tetapi hendaknya yang bergizi serta proposional, tidak berlebihan. b. Islam mendorong penampilan keindahan dan hiasan, termasuk dalam berpakaian. Yang dilarangnya adalah keangkuhan dan atau yang mengundang rangsangan. c. Makanan yang dikonsumsi hendaknya proporsional, yakni yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi orang per orang. Kalau pun perut akan dipenuhkan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernapasan. 3. Asbabun Nuzul QS. Al-A’raf Ayat 31 Sebab ayat ini turun diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdun bin Hamid dari Said bin Jubair, katanya: “Bahwa orang-orang di zaman jahiliyah thawaf sekeliling ka’bah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka berkata: “Kami tidak akan thawaf dengan memakai pakaian yang telah kami pakai untuk berbuat dosa”. Lalu datanglah seorang perempuan untuk mengerjakan thawaf, dan pakaiannya dilepaskannya sama sekali sedang dia dalam keadaan bertelanjang hanya tangannya saja yang menutup kemaluannya. Karena itu turunlah ayat ini. Dan diriwayatkan pula bahwa Bani Amir di musim haji tidak memakan daging dan lemak, kecuali makanan biasa saja. Dengan demikian mereka memuliakan dan menghormati haji, maka orang Islam berkata: “Kamilah yang lebih berhak 66
melaksanakan itu. maka turunlah ayat ini. Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan supaya manusia memakai pakaian yang indah dalam mengerjakan ibadah, seperti sholat, thawaf dan lain-lainnya. Yang dimaksud dengan memakai pakaian yang indah ialah memakai pakaian yang dapat menutupi auratnya. Lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik, juga indah yang dapat menambah keindahan seseorang dalam beribadah menyembah Allah, sebagaimana kebiasaan seseorang berdandan dengan memakai pakaian yang indah di kala akan pergi ke tempat-tempat undangan dan lainlain, maka untuk pergi ke tempat-tempat beribadah untuk menyembah Allah tentu lebih pantas lagi, bahkan lebih utama. Hal ini bergantung pada kemauan dan kesanggupan seseorang, juga bergantung pada kesadaran (Departemen Agama RI, 1986: 396). 4. Munasabah Persesuaian QS. Al-A’raf ayat 31 adalah dengan ayat sebelumnya, yaitu QS. Al-A’raf ayat 29, bahwa ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Allah memerintahkan al-Qisth dan meluruskan wajah di setiap masjid. Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Tuhanku memerintahkan alQisth’. Dan luruskanlah wajah kamu di setiap masjid dan berdoalah kepada-Nya
dengan
mengikhlaskan
ketaatan
kepada-Nya.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pula) kamu akan kembali.”
67
Banyak yang mempersamakan kata al-Qisth dengan keadilan. AlQisth
bukan sekedar
adil
karena
ada
keadilan
yang tidak
menyenangkan salah satu pihak, seperti bila menjatuhkan sanksi adil terhadap yang menganiaya. Qisth adalah adil tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak, atau semua pihak, mendapatkan sesuatu yang menyenangkannya (Shihab, 2012: 46). Setelah ayat 29 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan al-Qisth dan meluruskan wajah di setiap masjid, kemudian ayat 31 ini mengajak kepada anak cucu Adam as untuk memakai pakaian yang indah ketika memasuki masjid. Pakaian yang indah tentunya tetap menutup aurat. Kemudian ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah tidak menyukai segala sesuatu yang berlebih-lebihan.
68
BAB IV PEMBAHASAN
A. Konsep Jilbab Dalam Al-Qur’an Dalam perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia menunjukkan bahwa manusia selalu mengenakan pakaian dalam mendukung aktivitas kesehariannya. Pakaian yang merupakan hasil dari berbagai alat yang diciptakan oleh mereka dari waktu ke waktu itu dikenakan untuk melindungi tubuh mereka dari cuaca dan gangguan lainnya. Di masa kini, alat-alat yang memproduksi pakaian sangat beraneka ragam dan berkembang cepat sehingga tidak bisa lagi dibandingkan dengan keadaan masa lalu. Sayangnya, aspek kedua dari pakaian, yakni sebagai perhiasan, sudah sampai pada batas yang memberikan contoh-contoh yang tidak pantas dan memalukan. Pakaian sebagai perhiasan yang mengikuti mode tertentu sudah begitu cepat menyebar, sehingga aspek sekunder dari pakaian itu malah ditempatkan lebih tinggi daripada tujuan utama dari pakaian itu sendiri. Pakaian sudah diletakkan dalam sebuah bingkai kemewahan, perluasan kerusakan masyarakat, kesenangan hawa nafsu, pamer, kesombongan, pemborosan, berlebih-lebihan masyarakat, dan terutama di antara para muda-mudi yang meniru adat berpakaian orang Barat, dimana aspek kegilaannya mendahului aspek akalnya. Kebiasaan dan hal serupa lainnya. Tidak jarang, ditemukan banyak pakaian aneh di
69
antara mengikuti mode yang melampaui batas dalam berpakaian, tidak hanya membuang-buang banyak biaya, tetapi juga pemborosan sebagian besar waktu dan kekuatan para pelakunya (Imani, 2014: 417). Padahal telah dijelaskan dalam QS. Al-A’raf ayat 31 bahwa Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan.
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan.” Oleh karena itu, manusia harus lebih pandai memilih pakaian yang dikenakan agar tidak menyalahi norma-norma yang ada, terutama untuk wanita muslimah. Kenapa wanita muslimah? Karena seorang wanita muslimah wajib menutup auratnya, dan aurat seorang wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Dengan kata lain, wanita muslimah wajib mengenakan kerudung untuk menutupi kepala, leher, dan dada. Menutup aurat tidak hanya sampai pada menutup kepala, leher, dan dada, namun juga harus menutupi lekuk-lekuk tubuhnya agar tidak mengundang syahwat laki-laki yang melihatnya dengan cara memakai jilbab yang longgar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian jilbab adalah baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung yang 70
menutupi kepala, sebagian muka, dan dada. Banyak orang yang mengartikan jilbab, kerudung, dan hijab adalah sama, namun sebenarnya ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda-beda. Berikut adalah pengertian dari hijab, jilbab, dan kerudung (Triyana, 2014: 34): 1. Hijab Kata hijab mungkin terdengar agak asing bagi sebagian muslimah, tidak sepopuler jilbab atau kerudung sebagai sarana penutup aurat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hijab adalah dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain. Hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi atau benda yang menutupi sesuatu. Kata hajaban termasuk dalam isim masdar. Hijab bisa berupa pakaian, kain penutup ruangan (tirai), bisa juga tembok atau suatu benda yang menghalangi. Tetapi, dalam konteks menutup aurat, hijab lebih tepat merujuk kepada tata cara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama. 2. Jilbab Jilbab hampir sama dengan hijab. Hanya saja hijab dapat bermakna ganda, lebih luas definisinya. Sedangkan jilbab, spesifik bermakna busana penutup aurat. Saat mendengar kata jilbab, mungkin seringkali yang terbayang adalah kain panjang yang digunakan oleh muslimah untuk menutupi kepala dan rambut, dan masalah berpakaian tidak hanya meliputi kepala dan rambut, melainkan seluruh tubuh. Ketika ada seorang wanita muslimah mengenakan penutup kepala ditambah 71
lagi baju terusan panjang terulur sampai ke area kaki, maka itu bisa disebut jilbab. Dalam Islam, jilbab yang benar adalah pakaian yang longgar dan tidak membentuk lekuk tubuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jilbab berarti baju kurung yang longgar, dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala, sebagian muka, dan dada. Secara terminology, dalam kamus bahasa Arab, jilbab bermakna selendang atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepala, dada, dan bagian belakang tubuhnya. Kata jilbab ini termasuk ke dalam isim masdar. Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, jilbab adalah selendang. Ada yang mengatakan bahwa jilbab itu adalah cadar yang dipakai untuk menutupi muka wanita. Namun pada intinya jilbab adalah pakaian yang dipakai untuk menutupi seluruh tubuh atau aurat wanita. 3. Kerudung Kerudung yang dikenal di Indonesia dalam al-Qur’an disebut dengan khimar. Kerudung yang identik dengan khimar, menjulur lurus ke bawah dari kepala hingga dada tertutupi. Itulah kerudung yang benar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kerudung adalah kain penutup kepala perempuan. Perintah khimar terdapat dalam QS. AnNur ayat 31. Imam Al-Qurthubi menerjemahkan khimar secara lebih luas, yaitu semua yang menutupi kepala wanita, baik itu panjang atau tidak. Begitu juga dengan Imam Al-Alusiy yang menerjemahkan khimar sebagai tutup kepala, tanpa menjelaskan bentuknya panjang 72
atau lebarnya secara jelas. Kata khimar ini termasuk ke dalam isim masdar. Imam Al-Qurthubi dalam tafsrinya yang berjudul Tafsir Qurthubi menjelaskan jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ada juga yang berpendapat bahwa jilbab adalah baju jubah atau pakaian longgar bagi perempuan yang menutupi seluruh anggota tubuh atau aurat perempuan (Badriyah, 2014: 9). Jilbab atau hijab di Indonesia memang identik dengan kerudung atau kain yang menutupi kepala, terutama rambut, telinga dan leher. Di Indonesia, kata jilbab dimaknai secara luas, sebagai kerudung yang menutupi area kepala perempuan (kecuali wajah). Kerudung biasanya dirangkai dengan baju yang menutupi seluruh tubuh, kecuali telapak tangan dan wajah. Namun, menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali pengertian jilbab yaitu pakaian yang menutupi seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan tangan, sedangkan jilbab dalam artian sebatas penutup kepala yang menutupi rambut, telinga dan leher hanya dikenal di Indonesia (Triyana, 2014: 33). Jilbab ini hendaknya menutupi keindahan tubuh dan perhiasan mereka demi mencegah pandangan dan perkataan yang buruk. Pakaian yang menutupi ini lebih mudah dikenali bahwa pemakainya adalah seorang muslimah serta menutup aurat. Sehingga orang-orang jahat dan bodoh tidak berminat kepada mereka. Akan tetapi pada zaman sekarang banyak wanita memakai kerudung tipis yang rambut, kalung, leher, dan 73
dada mereka masih terlihat dari sela-sela kerudung. Bahkan akhir-akhir ini marak kerudung mini sehingga daerah dada masih terlihat oleh setiap orang (Badriyah, 2014: 10). Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan, sedangkan kerudung diartikan sebagai penutup kepala saja, dan hijab adalah tata cara berpakaian yang benar sesuai syari’at Islam. Beberapa muslimah meskipun mereka Islam, mereka terkadang masih awam dengan pengertian penutup aurat yang syar’i, yang benar menurut pandangan dalil-dalil Islam. Berjilbab saja tidak cukup, namun harus dibarengi dengan pemahaman mengenai bagaimana cara berjilbab yang syar’i. Beberapa syarat berjilbab dalam Islam yaitu antara lain sebagai berikut (Triyana, 2014: 57): 1. Jilbab harus menutupi seluruh tubuh kecuali bagian tertentu. Kriteria jilbab yang pertama adalah harus menutupi seluruh tubuh kecuali pada bagian-bagian tertentu. Bagian tertentu itu adalah wajah dan telapak tangan. Oleh karena itu, bukan termasuk kriteria jilbab yang benar jika rambut, leher, dan telinga masih dapat terlihat. Begitu juga jika memakai jilbab namun lengan masih terlihat, karena dalam Islam, daerah lengan hingga pergelangan tangan juga termasuk aurat yang wajib ditutupi. Sebagaimana diungkapkan oleh Lajnah Daimah, bahwa jilbab boleh terusan atau potongan (ada pakaian atasan dan rok 74
bawahan)
dengan
syarat
bisa
menutupi
sebagaimana
yang
diperintahkan dan disyariatkan. Oleh karena itu, mata kaki pun menjadi aurat wanita yang wajib ditutupi. Seperti yang diungkapkan Badriyah (2014: 16) dalam bukunya yang berjudul Yuk Sempurnakan Hijab!: “Memanjangkan pakaian di bawah mata kaki sepanjang satu hasta membuktikan wajibnya menutup telapak kaki wanita dalam kondisi shalat atau berhadapan dengan lelaki non mahram. Tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan pengecualian pada perkara ini. Bahkan, mayoritas ulama berpendapat wajibnya wanita menutup telapak kaki. Wanita bisa menutup telapak kakinya dengan kaos kaki yang tebal. Sebagian wanita ada yang memakai kaos kaki yang memiliki warna sesuai dengan warna kulitnya. Hal tersebut dilarang karena bisa jadi wana kaos kakinya itu lebih indah daripada wana kulitnya sendiri, sehingga ia lebih banyak menarik perhatian kaum lelaki daripada telapak kakinya tanpa kaos kaki.” 2. Jilbab tidak diniatkan sebagai perhiasan yang berlebihan. Memakai jilbab sebenarnya dikenakan agar aurat dan perhiasan wanita tidak tampak. Dengan demikian, tidak benar jika seorang wanita memakai jilbab dengan berlebihan, karena tujuan mendasar dari jilbab adalah untuk menutupi perhiasan dari tubuh. Menurut Syeikh Ali Al-Halabi, tolak ukur apakah pakaian itu perhiasan yang berlebihan atau tidak itu didasarkan kebiasaan atau bergantung pada konteks masyarakat tertentu. Namun pada intinya jilbab yang dipakai semestinya tidak berlebihan, warnanya juga tidak mencolok, dan sewajarnya.
75
3. Jilbab harus terbuat dari kain yang tebal. Tidak sedikit perempuan yang menutupi badannya namun sebagian dari mereka sebenarnya atau pada hakikatnya seolah telanjang. Perempuan yang berpakaian tapi telanjang maksudnya adalah perempuan yang mengenakan pakaian tetapi tidak menutupi tubuhnya, sehingga ia dihukumi sebagai wanita telanjang. Bisa jadi karena pakaiannya tipis, sehingga memperlihatkan area dada, atas dada, lengan, dan lainnya. Atau karena ketat sehingga menampakkan daerah tubuhnya yang lekuk dan yang menonjol. Atau dikarenakan wanita tersebut berpakaian dan memakai hijab, tetapi ia tidak menutup sebagian tubunya, seperti leher, telinga, dan anting, atau rambut bagian depannya. Hendaknya seorang wanita muslimah memakai pakaian yang menyeluruh, tebal, tidak ketat yang menjelaskan areaarea fitnahnya serta menampakkan tonjolan-tonjolan tubuhnya, dan tidak pula yang memperlihatkan keindahan tubuh wanita. Dengan demikian dia berpakaian tetapi dia menyerupai orang yang telanjang. Dia bersolek dengan dandanan yang menggoda, sehingga dia tidak menutupi kecantikan dirinya, dan tidak pula menutup apa yang seharusnya dia tutup. 4. Jilbab harus longgar. Jilbab yang benar selain terbuat dari kain yang tebal dan tidak tipis, juga harus longgar dan tidak ketat agar bentuk tubuh tidak tampak. Karena itu, tidak benar jika terdapat wanita yang mencukupkan 76
dengan hanya memakai rok, namun ternyata tetap memperlihatkan pinggul, kaki atau betisnya. Jika pakaian tersebut telah cukup tebal dan longgar namun tetap memperlihatkan bentuk tubuh, maka dianjurkan bagi wanita tersebut untuk memakai lapisan dalam. Hal ini juga menjadi jawaban bagi seseorang yang membolehkan penggunaan celana dengan alasan longgar dan pinggulnya ditutupi oleh baju yang panjang. 5. Tidak diberi wangi-wangian atau parfum yang berlebihan. Nabi SAW pernah bersabda terkait dengan wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah:
ٍ ت َعلَى قَ ْوٍم لِيَ ِج ُدوا ِم ْن ِر ِحي َها فَ ِه َي َزانِيَة ْ ت فَ َمَّر ْ استَ ْعطََر ْ أَمُّيَا ْامَرأَة “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad. Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shahih) Tujuan dari tidak memberikan wewangian ketika keluar rumah adalah agar wanita tersebut tidak memancing nafsu dan daya tarik laki-laki. Intinya adalah terletak pada niat atau tujuan dari memakai parfum tersebut, apakah agar laki-laki terpikat atau merasa lebih percaya
diri
dengan
memakai
parfum.
Jadi,
jika
memang
menggunakan wewangian ketika keluar rumah maka hendaknya menggunakan dengan sewajarnya.
77
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Dengan menyerupai pakaian laki-laki, maka seorang perempuan akan terpengaruh dengan sikap laki-laki di mana ia akan menampakkan badannya dan menghilangkan rasa malu yang disyariatkan bagi perempuan. Yang membedakan antara jenis pakaian laki-laki dan perempuan kembali kepada apa yang sesuai dengan apa yang diperintahkan bagi laki-laki dan apa yang diperintahkan bagi kaum perempuan. 7. Bukan pakaian untuk mencari popularitas. Tidak sedikit wanita yang memakai pakaian untuk tujuan meraih popularitas. Namun, bukan berarti seseorang tidak boleh memakai pakaian yang baik, atau bernilai mahal. Karena pengharaman di sini sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syaukani berkaitan dengan keinginan meraih popularitas. Jadi, yang dipakai sebagai patokan adalah tujuan memakainya. Seperti yang terdapat dalam firman Allah QS. Al-A’raf ayat 31:
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” QS. Al-A’raf ayat 31 menjelaskan tentang ajakan kepada putraputri Nabi Adam as. agar mereka memakai pakaian yang indah, 78
minimal dalam bentuk menutup aurat, karena membukanya pasti buruk; memakainya setiap kali memasuki dan berada di masjid. Tuntunan itu dilanjutkan dengan perintah makan dan minum yang halal, enak, bermanfaat, dan berdampak baik, tapi dengan pesan jangan berlebih-lebihan dalam segala hal, baik dalam beribadah dengan menambah cara atau kadarnya, demikian juga dalam makan dan minum atau apa saja, karena Allah SWT tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat khusus bagi yang berlebih-lebihan dalam hal apapun (Shihab, 2012: 420). Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Islam tidak melarang manusia untuk berpakaian yang indah, karena sesungguhnya Allah SWT menyukai keindahan. Islam mendorong penampilan keindahan dan hiasan, termasuk dalam berpakaian. Yang dilarangnya adalah berlebih-lebihan dalam berpakaian dan tujuan berpakaian tersebut adalah untuk mencari popularitas, atau berpakaian yang mengundang rangsangan birahi. B. Penerapan Konsep Jilbab Dalam Al-Qur’an Dalam Kehidupan Masa Kini Sosok manusia yang baik dalam pandangan Islam adalah mereka yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya baik itu laki-laki maupun perempuan. Keduanya mempunyai kewajibannya masing-masing dalam menjalani hidup. Teruntuk wanita, 79
salah satu amalan yang dimaksud adalah mengenakan jilbab. Jilbab yang baik adalah jilbab yang sesuai dengan tuntunan Islam, bukan yang sesuai dengan mode atau trend yang berlaku di masyarakat. Mengikuti trend atau mode tidak menjadi masalah apabila tidak menyimpang dari yang sudah ditentukan Islam, karena memang sekarang ini telah berkembang sangat pesat model-model jilbab yang membuat kaum wanita lebih tertarik untuk berjilbab. Namun apabila hanya mengikuti trend tanpa memperhatikan syarat-syarat berjilbab yang sudah ditentukan, maka itu sudah melenceng dari tujuan berjilbab itu sendiri. Seperti yang sudah diketahui bahwa terdapat beberapa syarat berjilbab, menurut Husein Shahab (2013: 74) dalam bukunya Hijab Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu: 1.
Jilbab harus tebal Bahan pakaian wanita muslimah tidak boleh sedemikian tipis sehingga tidak menyembunyikan warna kulit yang ditutupinya.
2.
Tidak mencolok dan menarik perhatian Wanita muslimah dilarang bertabarruj. Di dalamnya termasuk pula larangan mengenakan pakaian yang mencolok atau menarik perhatian dengan tujuan memamerkan diri.
3.
Tidak menyerupai pakaian laki-laki Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW mengutuk 80
laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki. 4.
Tidak menyerupai pakaian orang-orang non muslim atau kafir Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bersabda:
َم ْن تَ َشبَّهَ بَِق ْوٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم “Barangsiapa meniru atau menyerupakan cara hidup suatu kaum, maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Al-Libas, 3512. Al-Albany berkata dalam Shahih Abu Dawud, Hasan Shahih no. 3401). Jadi, sudah seharusnya seorang wanita muslimah berjilbab sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh Islam. Akan terdapat banyak manfaat yang diperoleh jika mengikuti ketentuan pemakaian jilbab, antara lain yaitu hati akan menjadi lebih tenang, tidak diganggu oleh laki-laki, tidak membangkitkan nafsu laki-laki yang dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal seperti pelecehan seksual. Pada masa sekarang ini, telah banyak wanita yang memilih untuk memakai jilbab (kerudung). Namun banyak para wanita yang salah mengartikan jilbab dan gaya berbusana yang sesuai dengan syari’at Islam. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam menutup aurat pada masa kini antara lain: 1. Kerudung tidak menutupi dada. Dalam mengikuti trend yang makin berkembang saat ini, hal terpenting yang menjadi pegangan bagi kaum muslimah adalah tidak 81
melenceng dari syari’at, salah satunya yaitu memakai kerudung yang menjulur menutupi dada. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam potongan QS. An-Nur ayat 31 yang artinya: “Dan hendaklah mereka (perempuan beriman) menutupkan kain kerudung ke dadanya”. Namun apabila dilihat pada masa sekarang, banyak wanita yang menyalahgunakan tujuan dari memakai kerudung. Seolah-olah mereka memakai kerudung hanya sekedar untuk mengikuti trend tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan dari pemakaian kerudung. Seperti contohnya seorang wanita yang memakai kerudung yang diikatkan ke leher sehingga dada tidak tertutupi. Hal tersebut tetap dapat menimbulkan nafsu syahwat kaum laki-laki yang melihatnya meskipun wanita tersebut berkerudung. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa pemakaian kerudung telah melenceng dari tujuan awal berkerudung, yaitu menjaga kaum wanita dari nafsu syahwat laki-laki. Jadi, jika seorang wanita muslimah tidak mengulurkan kerudungnya ke dada, tapi mengikatnya ke leher berarti dia telah meninggalkan kewajiban dan berdosa. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban bersama, khususnya para wanita muslimah untuk memahami dan mengamalkan ayat tentang kerudung tersebut secara sempurna. 2. Rok kurang panjang. Trend-trend pakaian bagi wanita saat ini sangat beragam, menciptakan berbagai macam model baik dari baju maupun roknya, 82
baik itu longgar maupun sempit. Seperti halnya model rok yang sekarang menjadi trend yaitu rok panjang span yang panjangnya tidak sampai menutupi mata kaki. Seperti yang telah diketahui bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Oleh karena itu, kaki wanita juga termasuk ke dalam aurat yang wajib ditutupi. 3. Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
ِ ِ ِ َِّ ول ُ ال َر ُس َ َال ق َ ََع ْن أَِِب ُه َريْ َرةَ ق ْ « ص ْن َفان م ْن أ َْه ِل النَّا ِر ََل-ملسو هيلع هللاىلص- اَّلل ِ ض ِربو َن ِِبا النَّاس ونِساء َك ِ ط َكأَ ْذ ََن ات ٌ أ ََر ُُهَا قَ ْوٌم َم َع ُه ْم ِسيَا ٌ َاسي َ ُ ْ َب الْبَ َق ِر ي ٌَ َ َ ِِ ِ ِ ِ ت رءوسه َّن َكأ َْن ا ْْلَنَّة ٌ َت ُُمِيال ٌ َعا ِرََي ْ ُ ُ ُ ُ ٌ َت َمائِال َ َسن َمة الْبُ ْخت ال َْمائلَة الَ يَ ْد ُخل ِ ِ »والَ ََِي ْد َن ِرحيها وإِ َّن ِرحيها لَي ريةِ َك َذا َوَك َذا َ ُ ََ َ ََ َ َ وج ُد م ْن َمس “Ada dua golongan penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, sebuah kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia. Dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang menyimpang dari ketaatan dan membuat para lelaki condong kepadanya, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak pula mendapatkan baunya, padahal baunya dapat tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim). Dalam hadis tersebut, yang dimaksud dengan wanita yang berpakaian tapi telanjang adalah wanita yang mengenakan pakaian tetapi tidak menutupi tubuhnya, sehingga dia dihukumi sebagai wanita telanjang. Bisa jadi karena pakaiannya tipis, sehingga memperlihatkan area dada, atas dada, lengan, dan lainnya. Atau karena ketat sehingga menampakkan daerah tubuhnya yang lekuk dan yang menonjol. Atau 83
dikarenakan wanita tersebut berpakaian dan memakai jilbab tetapi ia tidak menutup sebagian tubuhnya, seperti leher, telinga dan anting, atau rambut bagian depannya (poni) (Badriyah, 2014: 25). Namun yang terjadi masa kini, banyak dari kaum wanita yang memakai pakaian super ketat meskipun mereka berkerudung. Mereka memakai kaos ketat, celana jeans ketat, kerudung yang hanya dilingkarkan sampai leher, sehingga lekuk-lekuk tubuh mereka masih sangat jelas terlihat. Bahkan banyak juga yang hanya memakai baju setengah lengan. Fenomena seperti ini sekarang dikenal dengan istilah “jilboob”. Jilboob adalah sebutan untuk wanita yang memakai kerudung namun masih memakai pakaian ketat sehingga terlihat lekuklekuk tubuhnya. Karena sekarang fashion berhijab sangat marak di Indonesia hingga menjadi trend setter, jadi tidak heran jika banyak perempuan yang mengikuti trend dan bereksperimen dengan berbagai model kerudung dan berpadu dengan berbagai gaya, sehingga tercipta gaya model jilboob. Namun yang harus diperhatikan, model jilboob sangatlah bertentangan dengan yang disyari’atkan dalam Islam. Jadi, untuk perempuan-perempuan yang berkerudung hendaknya lebih memperhatikan syari’at dalam memakai kerudung. Karena sudah dijelaskan dalam hadis di atas bahwa wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang menyimpang dari ketaatan dan membuat para lelaki condong kepadanya tidak akan masuk surga, bahkan untuk mencium baunya pun tidak bisa. 84
4. Menggunakan riasan make up yang tebal. Hampir semua perempuan, terutama yang telah memasuki usia remaja pernah memoles wajahnya dengan cara berdandan. Berdandan dalam hal ini adalah penggunaan make up, seperti memakai bedak agar wajah terlihat lebih cerah dan lembab, memerahkan bibir dengan lipstick atau lipgloos, bahkan menggunakan blush on agar pipinya merona. Semua itu dilakukan untuk mempercantik wajahnya. Penggunaan make up sebenarnya bertujuan menutupi kekurangan yang ada pada muka seseoarng dan memperindah bagian yang kurang tadi agar terlihat lebih sempurna, bisa diakali dengan make up. Dilihat dari segi agama, seorang ustadzah sekaligus ahli fiqh, Neni Rachmaniah memberikan
tanggapan
mengenai
masalah
riasan
wajah,
ia
berpendapat “Adapun tentang make up ini berangkat dari Allahu jamiilun yuhibbul jamal, yang artinya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” Ustadzah Neni menambahkan, “Selama make up yang digunakan berbahan dasar halal dan tidak ada unsur berlebihan maka Insya Allah itu menjadi baik.” Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, salah satunya bisa terkena unsur mubadzir, dan mubadzir itu saudaranya setan. Penggunaan riasan muka yang berlebihan pada seorang muslimah akan mengganggu dalam hal berwudhu. Jadi, apabila riasan wajah tidak berlebiahan, maka sekali, dua kali, tiga kali basuhan sudah hilang. Selain itu, riasan wajah yang berlebihan bisa termasuk aurat 85
juga, karena dengan memakai make up yang berlebihan akan mengundang perhatian dari lawan jenis. Jadi, seorang muslimah yang telah mengetahui ilmu bagaimana seharusnya berpenampilan sesuai dengan syariat agama, harusnya sudah tahu bagaimana sebaiknya dalam
memakai
make
up
(http://www.sgdnews.com/2014/03/bolehkah-muslimah-ber-makeup.html, diakses tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:11). 5. Tidak mengenakan kaos kaki. Diantara aurat wanita yang sering dilalaikan untuk ditutup oleh banyak muslimah adalah kaki. Bahkan muslimah yang sudah berkerudung lebar pun banyak yang masih terbuka kakinya sehingga bisa terlihat lelaki yang bukan mahramnya. Padahal sudah kita ketahui bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Pada masa sekarang ini, sudah sangat banyak wanita-wanita berkerudung yang bepergian menggunakan sepeda motor. Baik itu siswa sekolahan, mahasiswi, guru, dosen, maupun yang lainnya. Ketika mereka bepergian dengan memakai rok dan menggunakan sepeda motor, maka rok yang dikenakan pun otomatis akan terangkat ke atas, dan itu menyebabkan kaki terlihat. Dari sana, aurat wanita tetap terlihat meskipun ia sudah memakai jilbab. Sudah jelas bahwa kaki adalah termasuk aurat yang wajib ditutup. Menutup kaki yaitu bisa menggunakan kaos kaki. Namun jika muslimah menutup kaki dengan kaus kaki, sebaiknya hindari warna 86
kaus kaki yang menyerupai warna kulit. Karena dengan warna kaus kaki yang mirip kulit membuat seakan-akan seperti kulit yang terlihat, maka
tidak
tercapai
maksud
dari
menutup
aurat
(https://muslimah.or.id/6422-saudariku-kaki-juga-aurat-yang-wajibditutup.html, diunduh tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:22). 6. Mengenakan baju yang menampakkan setengah lengannya. Hukum menampakkan kedua lengan bawah untuk selain mahram dan suami adalah haram. Tidak boleh seorang wanita memperlihatkan kedua lengannya kepada selain suami mahramnya. Sehingga dia seharusnya merasa malu dan berhijab semampu mungkin serta menutupi kedua lengannya kecuali jika di dalam rumah hanya ada suami dan mahramnya, maka dalam kondisi seperti ini tidak mengapa dia menampakkan kedua lengannya. Adapun pendapat untuk wanita yang menjahit pakaiannya sampai ke siku yaitu diperbolehkan pakaianpakaian tersebut terjahit sampai siku-siku namun ia dipakai ketika bersama suami atau mahram. Kemudian jika di dalam rumah ada orang lain yang bukan mahramnya, maka hendaknya mengenakan pakaian yang lain. Oleh karena itu, seorang wanita tidak boleh menampakkan lengannya baik itu di dalam rumah (ketika ada tamu yang bukan mahramnya) maupun di luar rumah, dan harus menutupi lengannya dengan
pakaian
yang
panjang
(https://fadhlihsan.wordpress.com/2011/11/21/hukum-pakaian-lengan-
87
pendek-bagi-wanita/, diunduh pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:25). 7. Memakai rok dengan belahan tinggi. Memakai rok dengan belahan tinggi termasuk ke dalam salah satu kesalahan muslimah dalam berpakaian pada masa kini. Disebut kesalahan karena ketika seorang wanita memakai rok dengan belahan tinggi, maka itu akan memperlihatkan kaki bagian betisnya. Padahal sudah dijelaskan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, sudah menjadi kewajiban muslimah untuk lebih memperlihatkan pakaian yang dikenakannya agar tidak menimbulkan fitnah. 8. Mengenakan kerudung yang sangat tipis. Memakai kerudung kini sudah bukan lagi merupakan hal yang aneh atau terlarang dikebanyakan tempat kerja, meskipun tentu masih ada segelintir lembaga yang melarang karyawannya memakai kerudung. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak sekali dari wanita muslim yang ingin berpakaian syar’i, mereka ingin memakai kerudung namun seiring itu pula mereka juga ingin tampil modis dan cantik. Akhirnya, mereka pun memakai kerudung lantaran mengikuti tren, atau agar terlihat Islami, terlihat lebih anggun dan cantik, atau hanya ikut-ikutan saja. Sehingga mereka pun lebih mementingkan faktor keindahannya dan gaya, tanpa memperhatikan
88
sudah benar atau belum kerudung yang dikenakannya (Triyana, 2014: 205). Tidak heran jika banyak terlihat wanita muslimah mengenakan kerudung yang tipis sehingga memperlihatkan leher, telinga, dan rambutnya. Yang demikian itu belum disebut menutup aurat, karena apa yang seharusnya tertutupi, seperti leher, telinga, dan rambut, masih dapat terlihat meskipun hanya samar-samar. Wanita yang memakai kerudung seperti ini biasanya dibarengi dengan memakai pakaian yang ketat sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh. C. Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung Dalam QS. Al-Ahzab Ayat 33 dan 59, QS. An-Nur Ayat 31, QS. Al-A’raf Ayat 26 dan 31 1. Nilai-nilai Pendidikan Dalam QS. Al-Ahzab Ayat 33 dan 59 a. QS. Al-Ahzab Ayat 33 QS. Al-Ahzab ayat 33 membicarakan tentang larangan bertabarruj bagi kaum muslimah yang hendak ke luar rumah karena
akan
mengundang
perhatian
kaum
laki-laki
yang
melihatnya. Tidak hanya berlebih-lebihan dalam berhias, namun juga dalam bersikap dan perkataan yang diucapkan hendaknya bersifat baik. Kaitannya dengan pendidikan di masyarakat adalah: 1) Seorang siswa
harus
menaati
peraturan
sekolah
yang
memberlakukan berpakaian sopan. Jadi, sebagai seorang wanita muslimah hendaknya menaati peraturan dari sekolah tersebut
89
dan tidak memakai pakaian yang berlebihan atau berdandan yang berlebihan. 2) Bersikap yang sewajarnya ketika bergaul dengan orang lain. 3) Berbicara yang sopan kepada lawan bicara agar tidak menyinggung perasaan. Terutama ketika berbicara kepada orang yang lebih tua, harus memperhatikan sopan santun dan menggunakan bahasa yang baik. b. QS. Al-Ahzab Ayat 59 QS. Al-Ahzab ayat 59 membicarakan tentang perintah kepada istri-istri Nabi, anak-anak perempuan Nabi, dan istri-istri orang-orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh. Selain itu ayat ini juga membicarakan tentang untuk segera bertaubat kepada Allah ketika melakukan dosa. Kaitannya dengan pendidikan adalah: 1) Berpakaian sopan dimana pun sedang berada. 2) Bersegera meminta maaf ketika melakukan kesalahan terhadap orang lain, baik itu teman, guru, orang tua. Bahkan ketika melakukan kesalahan pada orang yang lebih muda, jika memang kita yang bersalah maka kita yang harus meminta maaf. 2. Nilai-nilai Pendidikan Dalam QS. An-Nur Ayat 31 a. QS. An-Nur Ayat 31
90
QS. An-Nur ayat 31 menjelaskan tentang perintah kepada kaum muslimah untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Selain itu, ayat ini juga menjelaskan tentang perintah mengulurkan kerudung hingga menutupi dada. Pada akhir ayat,
terdapat
ajakan
untuk
bertaubat.
Kaitannya
dengan
pendidikan adalah: 1) Dalam dunia pendidikan, menjaga pandangan dapat diartikan kita tidak boleh memandang ke kanan dan ke kiri untuk mencari jawaban ketika pelaksanaan ujian, karena itu adalah tanggung jawab diri kita sendiri. 2) Dalam
lembaga-lembaga
pendidikan,
biasanya
terdapat
beberapa peraturan baik untuk siswa, guru, maupun staf. Dari peraturan-peraturan yang ada tersebut tidak dapat dipungkiri sering terjadi beberapa kesalahan, seperti siswa yang mencontek pekerjaan teman, atau kesalahan yang berasal dari guru dan staf. Pelajaran yang dapat diambil adalah ketika melakukan kesalahan, hendaknya bersegera meminta maaf, seperti yang telah dijelaskan dalam QS. An-Nur ayat 31 di atas. Dalam QS. An-Nur ayat 31 juga disebutkan beberapa peraturan-peraturan dari Allah SWT kepada kaum wanita untuk menahan pandangan dan kemaluan mereka, kemudian aturan untuk tidak menampakkan perhiasannya, dan aturan untuk menutupkan kain kerudung ke dadanya. Kemudian di ayat 91
terakhir Allah SWT memerintahkan untuk bertaubat kepadaNya. 3. Nilai-nilai Pendidikan Dalam QS. Al-A’raf Ayat 26 dan 31 a. QS. Al-A’raf Ayat 26 Ayat 26 ini berpesan kepada putra-putri Nabi Adam as sejak putra pertama hingga anak terakhir keturunannya bahwa Allah SWT telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah mereka. Di samping itu, ada yang disebut pakaian takwa berupa tuntunan-tuntunan moral dan agama. Kaitannya dengan pendidikan adalah: 1) Dalam memilih teman janganlah dilihat dari fisik atau hartanya. Karena yang terpenting adalah hatinya. 2) Berpakaian sesuai dengan waktu dan tempatnya. Maksudnya adalah ketika sedang bersekolah atau kuliah maka memakai pakaian yang sesuai dengan peraturan dari lembaga tersebut. Lain halnya ketika menghadiri suatu acara, misalnya saja acara pernikahan, maka memilih pakaian yang rapi dan sopan, namun yang paling penting adalah pakaian yang menutup aurat. b. QS. Al-A’raf Ayat 31 Ayat 31 menjelaskan tentang perintah berpakaian yang indah ketika memasuki masjid. Di akhir ayat dijelaskan tentang larangan berlebih-lebihan, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Kaitannya dengan pendidikan adalah: 92
1) Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, misalnya saja dalam hal mengkonsumsi makanan. Makanan yang dikonsumsi hendaknya proporsional, yakni yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi orang tersebut. Apabila tidak memperhatikan pola makan, maka akan muncul berbagai macam penyakit dalam tubuh kita. Seperti obesitas, disebabkan karena terlalu banyak makan. 2) Berlebih-lebihan dalam berpakaian juga tidak baik. Pada masa kini, muncul kata-kata “nyleneh” dari anak-anak remaja yaitu “kekinian”. Kata “kekinian” berarti mengikuti mode-mode yang sedang tren pada saat ini. Hal tersebut dapat berupa gaya berpakaian, gaya berkerudung, ataupun tempat makan yang sedang tren dikalangan anak muda. Hal tersebut menjadi tidak baik karena ketika kita mengikuti tren-tren yang ada, maka kita akan membeli baju-baju baru yang sedang tren serta membeli kerudung dengan niat agar menjadi anak muda yang “kekinian”. Dari sanalah akan timbul pemborosan uang, yang telah jelas-jelas dilarang karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah
melakukan
penelitian
dan
pembahasan
pada
bab
sebelumnya maka dapat penulis simpulkan: 1. Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan. Berjilbab saja tidak cukup, namun harus dibarengi dengan pemahaman mengenai bagaimana cara berjilbab yang syar’i. Beberapa syarat jilbab dalam Islam yaitu antara lain jilbab harus menutupi seluruh tubuh kecuali bagian tertentu, jilbab tidak diniatkan sebagai perhiasan yang berlebihan, jilbab harus terbuat dari kain yang tebal, jilbab harus longgar, tidak diberi wangi-wangian atau parfum yang berlebihan, tidak menyerupai pakaian laki-laki, dan bukan pakaian untuk mencari popularitas. 2. Penerapan jilbab dalam kehidupan masa kini yaitu telah banyak wanita yang memakai jilbab dengan berbagai macam model, warna, dan menggunakan bahan yang berbeda-beda. Namun disamping itu terdapat banyak kesalahan yang dilakukan wanita muslimah dalam menutup aurat. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam menutup aurat pada masa kini antara lain, kerudung tidak menutupi dada, rok kurang panjang, pakaian ketat dan menampakkan bentuk
94
tubuh, menggunakan riasan make up yang tebal, tidak mengenakan kaos kaki, mengenakan baju yang menampakkan setengah lengannya, memakai rok dengan belahan tinggi, dan mengenakan kerudung yang sangat tipis. 3. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam QS. Al-Ahzab Ayat 33 dan 59, QS. An-Nur Ayat 31, QS. Al-A’raf Ayat 26 dan 31 ialah bahwa Allah telah menurunkan perintah wajib kepada wanita muslimah untuk berjilbab dengan sangat rinci, yaitu dimulai dari menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, larangan tabarruj, perintah untuk menahan pandangan dan kemaluan, serta larangan bertingkah laku seperti wanita jahiliyah. Dari kesemua larangan tersebut Allah memerintahkan untuk segera bertaubat kepadaNya apabila terdapat perintah atau larangan yang belum sempurna kita kerjakan. Kaitannya dengan pendidikan adalah jika kita melakukan kesalahan baik kepada teman, orang tua, guru, bahkan pada orang yang lebih muda dari kita hendaknya bersegera meminta maaf, serta wanita akan lebih dihormati oleh orang lain dimanapun berada karena berpakaian yang sopan menutup aurat secara sempurna, sehingga akan terhindar dari pelecehan. B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Untuk para wanita muslimah 95
Perintah berjilbab adalah wajib bagi wanita muslimah. Tujuannya adalah agar aurat wanita tertutupi dan bisa menjaga diri mereka dari hal-hal yang tidak baik, seperti contohnya pelecehan seksual. Oleh karena itu, hendaknya wanita muslimah lebih memperhatikan tentang tata cara berpakaian muslimah secara syar’i agar tidak mengundang syahwat laki-laki yang melihatnya, yaitu dengan memakai jilbab yang longgar serta kerudung yang dijulurkan ke bawah menutupi dada. 2. Untuk lembaga-lembaga pendidikan Islam Untuk lembaga pendidikan Islam di Indonesia hendaknya memberlakukan peraturan memakai pakaian yang sopan dan menutup aurat terutama untuk perempuan. Tujuannya adalah agar para anak didik terbiasa berpakaian sopan sejak dini.
96
DAFTAR PUSTAKA
Al Farmawi, Abd. Al-Hayy. 1996. Metode Tafsir Maudhu’iy. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Al Marakisy, Abu Abdullah Haman bin Ahmad. 2012. Sorotan Bagi Perempuan Muslimah: Suatu Refleksi Urgensi Berjilbab. Yogyakarta: MUMTAZ. Albarobis, Muhyidin. 2007. Islam Itu Indah. Jakarta Barat: CV Artha Rivera. Al-Ghifari, Abu. 2004. Kudung Gaul Berjilbab tapi Telanjang. Bandung: Mujahid. Al-Hasni, Muhammad bin Alawi Al-Maliki. 1999. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia. Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. 1999. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia. Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Badriyah. 2014. Yuk, Sempurnakan Hijab!. Kartasura: AISAR Publishing. Baidan, Nashruddin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR (Anggota IKAPI). Baltaji, Muhammad. 2007. Kedudukan Wanita Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Solo: Media Insani Publishing. Damayanti, Deni. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Araska.
Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama. Firdaus, Iqro’. 2013. Bismillah, Aku Berjilbab. Yogyakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI). Hadi, Solichul. 2006. Jilbab Funky tapi Syar’i. Yogyakarta: Penerbit Diwan. Imani, Allamah Kamal Faqih. 2008. Tafsir Nurul Qur’an. Jakarta: Al-Huda. Kementerian Agama RI. 2012. Kedudukan dan Peran Perempuan. Jakarta: Aku Bisa. Kesuma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kajian dan Praktik di Sekolah. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya. Shahab, Husein. 2013. Hijab Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah: Pandangan Muthahhari dan Al-Maududi. Bandung: PT Mizan Pustaka. Shihab, M. Quraish. 2012. Al-lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari SurahSurah Al-Quran. Tangerang: Lentera Hati. . 2012. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu. P.T Imperial Bhakti Utama. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT (Persero) Penerbitan dan Percetakan BALAI PUSTAKA. Triyana, Yani Nuri. 2014. Hijab for Brain, Beauty, ‘n Behavior. Yogyakarta: de TEENS.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, anggota IKAPI DKI Jaya. Zuchdi, Darmiyati. 2013. Pendidikan Karakter: Konsep Dasar dan Implementasi di Perguruan Tinggi. Jogjakarta: UNY Press.
http://www.sgdnews.com/2014/03/bolehkah-muslimah-ber-make-up.html, tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:11. https://muslimah.or.id/6422-saudariku-kaki-juga-aurat-yang-wajib-ditutup.html, diunduh tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:22. https://fadhlihsan.wordpress.com/2011/11/21/hukum-pakaian-lengan-pendekbagi-wanita/, diunduh pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 15:25.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup 2. Daftar SKK 3. Lembar Konsultasi 4. Surat Pembimbing 5. Gambar berjilbab yang benar
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI Nama
: Rizqi Abidah Mutik
Nama Ayah
: Mas’udi
Nama Ibu
: Sri Khusniati
Tempat, Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 29 Juni 1993
Alamat
: Jl. Bengawan no. 2A RT 10 RW 03 Kalioso, Kec. Tingkir, Kel. Kutowinangun Kidul, Salatiga, Jawa Tengah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN 1997-1999
TK Islam Tarunatama Salatiga
1999-2005
SD N 01 Salatiga
2005-2008
SMP Qaryah Thayyibah, Kalibening, Salatiga
2008-2011
SMA Takhassus Al-Qur’an, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo
2011-2016
Program Sarjana (S1) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.