KOMPOSISI FISIK KARKAS ITIK BALI YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) TERFERMENTASI DENGAN INOKULAN YANG BERBEDA Physical Composition of Bali Duck Carcass Given by Feed Contain Potatoes of Violet (Ipomoea batatas L.) Fermented by Differ Inoculants Oleh: Musa Wuraka Laiku, Program Study Peternakan, Jurusan Peternakan Universitas Warmadewa, Denpasar Email:
[email protected] Abstract Growth of science and technology along with increasing people, giving impact to improvement society nutrient needs, particularly needs of animal protein. Bali duck is an animal able to supply animal protein in form of meat and egg. Duck meat has a strong and fat texture to the result of quality. Therefore we need to low fat level of it by using potato of violet as their food because it contains solable fiber so it is faith able to level down fat level of duck meat. This research is performed to know impact of giving feed contains 10% fermented potato of violet with differ inoculants toward physical composition carcass of female Bali duck age 23 weeks. This research is conducted in Banjar Buluh, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati-Gianyar start from 10 November 2011 - 10 January 2012. Observed Variabel is meat level, carcass level, carcass percentage, bone percentage, meat percentage, subkutan fat percentage including skin. Data collected and analyzed by using vary analysis. If obtained tangible differ result (P<0,05), continued by double distance test from Duncan. Research result is concluded that usage 10% fermented sweet potato with differ inoculants into female bali duck feed age 23 weeks have not able to give impact to duck carcass physical composition. Key word : Potato of violet (Ipomoea batatas L.), fermentation, Urea, Molasis, Rumen liquid, Bali duck, and carcass Physical composition. Abstrak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta jumlah penduduk yang terus meningkat, berdampak pada peningkatan kebutuhan gizi masyarakat, terutama kebutuhan akan protein hewani. Itik Bali merupakan ternak yang mampu menyediakan protein hewani dalam bentuk daging dan telur. Daging itik teksturnya keras dan berlemak sehingga berpengaruh terhadap kualitasnya. Oleh karena itu kadar lemaknya perlu diturunkan dengan menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan pakan karena mengandung serat yang larut sehingga diyakini menurunkan kadar lemak daging itik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum yang mengandung 10% umbi ubi jalar ungu terfermentasi dengan inokulan yang berbeda terhadap komposisi fisik karkas itik Bali betina umur 23 minggu. Penelitian dilaksanakan di Banjar Buluh, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati-Gianyar mulai tanggal 10 November 2011 -
10 Januari 2012. Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase tulang, persentase daging, persentase lemak subkutan termasuk kulit. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0,05), dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan. Hasil penelitian disimpulkan bahwa penggunaan 10% Ubi Jalar Ungu terfermentasi dengan inokulan yang berbeda ke dalam ransum itik Bali betina umur 23 minggu belum mampu memberikan pengaruh terhadap komposisi fisik karkas itik. Kata Kunci : Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.), Fermentasi, Urea, Molasis, Cairan Rumen, Itik Bali, dan Komposisi Fisik Karkas.
PENDAHULUAN Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, berdampak pada peningkatan kebutuhan gizi masyarakat. Salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam perbaikan gizi masyarakat adalah protein hewani karena lebih banyak mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia (Murtidjo, 1987). Salah satu ternak unggas yang diyakini mampu menyediakan protein hewani adalah ternak itik Bali betina. Ternak itik Bali betina merupakan ternak yang sifatnya dwi guna yakni mampu memproduksi daging dan telur sebagai sumber protein hewani. Daging itik mengandung protein berkisar antara protein karkas berkisar antara 14 - 17% dan lemak berkisar antara 16 - 23%(Farrel, 2000). Dilaporkan pula oleh Setyawardani dkk., (2001) bahwa daging itik memiliki kelemahan pada itik usia tua, diperoleh daging yang alot, amis dan berlemak. Hal ini menjadi kendala dari daging itik untuk dijadikan sumber protein hewani, salah satunya karena kadar lemaknya tinggi. Salah satu bahan pakan lokal yang murah dan diyakini mampu menurunkan kadar lemak dari daging itik adalah umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.). Dari segi nutrisi, ubi jalar ungu mengandung karbohidrat, vitamin dan mineral seperti, kalsium (Ca), zat besi (Fe), posfor (P), mangan (Mn), dan serat yang larut untuk menyerap kelebihan lemak/kolesterol dalam darah (Reifa,
2005). Selain itu ubi jalar ungu juga sebagai sumber antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan karena dapat menangkal radikal bebas, oksidasi dalam tubuh dan menghambat penggumpalan sel-sel darah. Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu adalah 110,51 mg/100g (Suprapta, 2004). Dilihat dari sisi ketersediaannya, produksi ubi jalar di Indonesia sampai dengan tahun 2009 mencapai 1.947.311 ton/181.183 hektar dengan rata-rata produktivitas 107,48 ton/hektar (Anon, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan ubi jalar ungu terjamin untuk digunakan sebagai pakan ternak itik. Kelemahan dari ubi jalar ungu adalah kandungan proteinnya rendah yaitu 0,95 – 2,4% (Onwueme, 1978 dalam Sunarwati, 2001). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kandungan protein dari ubi jalar tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk memperbaiki kandungan protein ubi jalar ungu adalah metode fermentasi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme guna memperbaiki nutrisi bahan pakan yang berkualitas rendah. Winarno dkk., (1980) menyatakan bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi, karena adanya mikrobia yang mempunyai sifat katabolik terhadap komponen organik kompleks, sehingga akan mengubahnya menjadi komponen sederhana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum yang mengandung 10% umbi ubi jalar ungu terfermentasi dengan inokulan yang berbeda terhadap komposisi fisik karkas itik Bali betina umur 23 minggu.
MATERI DAN METODE Itik yang dipergunakan dalam penelitian adalah itik Bali betina umur 15 minggu sebanyak 36 ekor dengan kisaran bobot rata-rata ± 1126,83 g/ekor, umbi ubi jalar ungu, dan ransum basal (berupa jagung kuning, kacang kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, dedak padi, ubi jalar ungu, mineral B12, dan NaCl ). Sedangkan air minum yang diberikan pada itik bersumber dari air PDAM. Kandang yang digunakan adalah kandang sistem battery koloni bertingkat 2.
Tempat pakan dan tempat minum terbuat dari bambu dan diletakkan di sisi setiap petak kandang. Penelitian dilaksanakan di Banjar Buluh, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar mulai tanggal 10 November 2011 sampai tanggal 10 Januari 2012. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) 4 perlakuan. Masing-masing perlakuan yaitu ransum yang mengandung 10% ubi jalar ungu tanpa dioplah (perlakuan A) sebagai kontrol, ransum yang mengandung 10% ubi jalar ungu yang diamoniasi urea 1% (perlakuan B), ransum yang mengandung 10% ubi jalar ungu yang dibubuhi molasis 3% (perlakuan C) dan ransum yang mengandung 10% ubi jalar ungu yang difermetasi cairan rumen dibubuhi molasis 3% (perlakuan D). Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 kelompok dan setiap kelompok berisikan 3 ekor itik Bali betina umur 15 minggu, sehingga terdapat 12 unit percobaan, dengan jumlah keseluruhan itik yang dipergunakan sebanyak 36 ekor. Adapun kisaran bobot awal rata-rata dari masing-masing kelompok yaitu kelompok I (1102,58 g ± 8,23 g), kelompok II (1126,08 g ± 7,75 g), dan kelompok III (1151,83 g ± 19,78 g). Umbi ubi jalar ungu yang hendak diolah, terlebih dahulu dicuci dengan air sehingga bersih kemudian diparut dan selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur hingga kadar airnya menurun 50%. Ubi jalar yang sudah kering diolah sesuai perlakuan yaitu difermentasi dan atau diamoniasi. Sedangkan ubi jalar ungu untuk kontrol dijemur hingga benar-benar kering. Dalam pembuatan inokulan urea, dibutuhkan air bersih dan urea 1%. Air bersih ditambahkan urea 1% kemudian diaduk hingga homogen, selanjutnya dituangkan ke dalam ubi jalar ungu yang telah disiapkan lalu diaduk hingga homogen dan diamoniasi selama 1 minggu. Setelah proses amoniasi berhasil ubi jalar ungu dikeringkan dan siap untuk digunakan.
Pembuatan larutan molasis molasis 3% dan air bersih. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga hasilnya homogen. Kemudian larutan molasis dituangkan ke dalam ubi jalar ungu, dicampur hingga hasilnya homogen, selanjutnya difermentasi selama ± 1 minggu, setelah itu dijemur hingga benarbenar kering dan siap untuk digunakan sebagai bahan ransum. Sedangkan pembuatan inokulan cairan rumen dibutuhkan limbah rumen sapi dan air bersih. Limbah rumen disaring dengan menggunakan kain kasa untuk memisahkan cairan dengan ampasnya. Selanjutnya ampas tersebut dicampur dengan air bersih, kemudian disaring dengan kain kasa. Cairan dari hasil perasan pertama dicampur dengan cairan hasil perasan kedua, kemudian diambil 2 liter dan ditambahkan 8 liter air bersih serta dibubuhi molasis 3%, aduk hingga hasilnya homogen. Selanjutnya dituangkan ke dalam ubi jalar ungu diaduk hingga merata, selanjutnya difermentasi selama ± 7 hari. Ubi jalar ungu hasil fermentasi dijemur hingga benar-benar kering dan siap digunakan. Pencampuran ransum dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak diiukuti dengan jumlah yang paling sedikit, ditumpuk hingga membentuk sebuah piramida. Kemudian bahan-bahan ransum tersebut dicampur aduk hingga mendapatkan hasil yang merata (homogen), selanjutnya diisi ke dalam plastik dan diberi tanda atau label perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan pada saat akhir penelitian yaitu ketika itik berumur 23 minggu. Penentuan itik yang dipergunakan untuk sampel yaitu dengan menimbang setiap itik yang ada dalam setiap unit kandang/perlakuan dan menghitung bobot rata-ratanya. Selanjutnya itik yang bobot badannya mendekati bobot rata-rata akan diambil sebagai sampel. Pemotongan itik dilakukan dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak di antara tulang kepala dan ruas tulang leher pertama (USDA, 1977). Pemisahan bagian-bagian tubuh itik meliputi pemisahan kepala, leher, kaki, pengeluaran saluran pencernaan, pengeluaran organ dalam hingga
mendapatkan karkas itik. Pemisahan bagian leher dari tubuh itik dilakukan dengan cara mengiris tegak lurus pada leher sejajar dengan tonjolan pangkal sayap. Pemisahan kaki dilakukan pemotongan sendi tibio tarsometatarsus hingga kaki terpisah dari paha bawah (drum stick). Pemisahan organ dalam dan saluran pencernaan dilakukan dengan cara membedah bagian perut itik. Sedangkan pemisahan bagian-bagian komponen fisik karkas meliputi pemisahan daging, tulang dan lemak termasuk kulit dari masing-masing potongan komersial karkas. Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bobot potong yaitu berat itik pada saat penimbangan terakhir setelah dipuasakan dan sebelum dipotong. 2. Bobot karkas yaitu berat potong dikurangi dengan bobot darah, bobot bulu, bobot kepala, bobot leher, bobot kaki dan bobot jeroan. 3. Persentase karkas yaitu bobot karkas dibagi dengan bobot potong dikali 100%. 4. Persentase tulang yaitu bobot tulang dibagi dengan bobot karkas dikali 100%. 5. Persentase daging yaitu bobot daging dibagi dengan bobot karkas dikali 100%. 6. Persentase lemak subkutan termasuk kulit yaitu bobot lemak dibagi dengan bobot karkas dikali 100%. Data yang diperoleh akan ditabulasikan kemudian dianalisa dengan analisis sidik ragam. Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang pemberian Ransum Mengandung Umbi Ubi Jalar
Ungu Terfermentasi dengan Inokulan Berbeda Terhadap Komposisi Fisik Karkas Itik Bali Betina umur 23 minggu disajikan pada Tabel 1.
Table 1: Pengaruh Pemberian Ransum Mengandung Umbi Ubi Jalar Ungu Terfermentasi dengan Inokulan Berbeda Terhadap Komposisi Fisik Karkas Itik Bali Betina umur 23 minggu. Perlakuan 1) Variabel SEM(3) A B C D Bobot potong (g/ekor) 1180,67a (2) 1183,33 a 1236,67 a 1240,00 a 16,81 Bobot Karkas (g/ekor) 693 a 725 a 735.33 a 755.67 a 13,59 a a Persentase karkas (%) 58.70 61.27 59.46 a 60.94 a 2,74 Komposisi fisik Karkas (% Karkas) - Daging 46,03 a 44,78 a 48,41 a 47,07 a 3,51 - Tulang 21,84 a 23,54 a 26,70 a 25,45 a 2,33 - Lemak subkutan termasuk kulit 32,13 a 25,70 a 24,89 a 27,48 a 2,34 Keterangan : 1) Itik yang diberi ransum 10% ubi jalar ungu tanpa difermentasi sebagai kontrol (A), pemberian 10% umbi ubi jalar ungu teramoniasi urea 1% (B), pemberian 10% ubi jalar ungu difermentasi molasis 3% (C) dan pemberian 10% ubi jalar ungu terfermentasi cairan rumen dan 3% molasis (D). 2) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). 3) SEM = Standard Error of The Treatment Means. Dari tabel di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum mengandung 10% ubi jalar ungu yang diamoniasi urea 1%, 10% ubi jalar ungu difermentasi molasis 3%, 10% ubi jalar ungu difermentasi cairan rumen dan molasis 3% (perlakuan B, C dan D) terhadap bobot potong itik Bali betina umur 23 minggu tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan pemberian ransum perlakuan A (kontrol). Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrien ransum yang mendekati sama pada setiap perlakuan sehingga tingkat konsumsi ransum juga mendekati sama. Deaton dan Lott, (1985) dalam Siti dkk., (2009) melaporkan bahwa bobot potong dipengaruhi oleh konsumsi ransum, kandungan energi dan protein. Pemberian ransum perlakuan B, C, dan D tidak berpengaruh terhadap bobot karkas. Hal ini disebabkan oleh bobot potong dari semua perlakuan yang mendekati sama atau tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Dilaporkan oleh Soeparno (2009) bahwa, bobot karkas sangat dipengaruhi oleh
bobot potong dan bobot organ non karkas seperti berat darah, bulu, kaki dan organ dalam. Jadi semakin tinggi bobot potong akan mengahsilkan bobot karkas yang tinggi dan sebaliknya bobot potong yang rendah akan menghasilkan bobot karkas yang rendah pula. Selanjutnya semakin tinggi berat non karkas maka bobot karkas semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marron, (1970) dalam Rukmini, (2006) bahwa apabila salah satu komponen tubuh meningkat maka komponen yang lainnya akan menurun. Pemberian ransum perlakuan B, C dan D tidak berpengaruh terhadap persentase karkas. Hal ini disebabkan oleh bobot potong dan bobot karkas yang mendekati sama atau tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (1982) yang menyatakan bahwa persentase karkas sangat erat hubungannya dengan bobot potong, bobot karkas dan bobot non karkas (darah, bulu, organ dalam). Semakin tinggi bobot potong akan mengahsilkan bobot karkas yang tinggi serta menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula. Demikian juga bobot non karkas yang tinggi akan berpengaruh terhadap persentase karkas artinya bahwa semakin tinggi persentase organ non karkas maka persentase karkas akan menurun. Seperti yang dikatakan oleh Cakra, (1986) bahwa organ-organ tubuh seperti kepala, kaki, bulu, dan organ dalam mempengaruhi bobot karkas yaitu semakin tinggi bobot organ-organ tersebut, maka bobot karkasnya ataupun persentase karkasnya semakin rendah. Pemberian ransum perlakuan B, C, dan D tidak berpengaruh terhadap persentase daging. Hal ini disebabkan oleh konsumsi ransum pada setiap perlakuan yang mendekati sama sehingga memungkinkan ternak itik mengkonsumsi jumlah protein mendekati sama. Nahaston et al., (1994) dalam Dida, (2006) melaporkan bahwa protein khususnya amino lysin merupakan komponen utama untuk sintesa urat daging. Dilaporkan pula oleh Anggorodi, (1985) dalam Dhengi, (2005) bahwa protein mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan dan merupakan komponen utama pembentuk daging.
Persentase tulang itik Bali betina yang mendapatkan pemberian ransum perlakuan B, C, dan D tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (perlakuan A). Hal ini berarti bahwa pemberian ransum perlakuan B, C dan D tidak berpengaruh terhadap persentase tulang itik Bali betina umur 23 minggu. Hal ini disebabkan karena komponen tulang merupakan komponen karkas yang sifatnya masak dini, sehingga memungkinkan ransum serta zat-zat gizi lainnya yang dikonsumsi oleh itik diprioritaskan untuk pembentukan jaringan tulang. Hal ini didukung oleh Wahyu, (1988) dalam Rukmini, (2006) yang mengatakan bahwa tulang terbentuk pada awal pertumbuhan. Dikatakan pula oleh Rasyaf (1995), bahwa pertumbuhan tubuh yang kemudian membentuk karkas terdiri dari 3 jaringan utama yaitu jaringan tulang yang membentuk kerangka, otot yang membentuk daging dan lemak. Pertumbuhan tulang erat kaitanya dengan kandungan mineral Kalsium (Ca) dan unsur posfor (P) dalam ransum. Anggorodi, (1985) dalam Dhengi, (2005) melaporkan bahwa mineral Ca dan P sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan tulang. Kandungan mineral Ca dan P dalam ransum yang diberikan pada itik Bali betina mendekati sama sehingga memungkinkan konsumsumi Ca dan P dari semua perlakuan mendekati sama. Rataan persentase lemak itik Bali betina pada perlakuan B, C dan D tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol). Ini berarti bahwa pemberian ransum perlakuan B, C, dan D tidak berpengaruh terhadap persentase lemak itik Bali Betina umur 23 minggu. Hal ini dapat dikaitkan tingkat konsumsi ransum dari masing perlakuan yang relatif sama. Itik mengkonsumsi ransum dalam jumlah relatif sama sehingga memungkinkan itik mengkonsumsi imbangan energi dan protein dalam jumlah sama. Anggorodi (1985) menyatakan imbangan energi dan protein akan mempengaruhi kadar lemak. Summer et al., (1965) dalam Antari, (1999) melaporkan bahwa energi ransum berhubungan erat dengan susunan lemak karkas. Bila energi ransum meningkat maka persentase lemak dalam karkas akan meningkat demikian pula sebaliknya.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terfermentasi dengan inokulan yang berbeda ke dalam ransum itik Bali betina umur 23 minggu belum mampu memberikan pengaruh terhadap komposisi fisik karkas itik. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terfermentasi dengan inokulan yang berbeda terhadap komposisi fisik karkas itik Bali disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut pada level pemberian ubi jalar ungu yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi. http//
[email protected] Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Antari, D. M. O. 1999. Pengaruh Ketinggian Tempat Pemeliharaan (Altitude) dan Tingkat Kepadatan Kandang Terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Pedaging. (Skripsi). Denpasar: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. Cakra, I. G. L. O. 1986. Pengaruh Pemberian Hijauan Versus Top Mix Terhadap Berat Karkas dan Bagian-Bagiannya Pada Ayam Umur 0 – 8 minggu. (Skripsi). Denpasar: Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Dida, J. C. K. 2006. Pemanfaatan Daun Pepaya (Carica papaya L), Daun Katuk (Sauropus androgynus) dan Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Komposisi Fisik Karkas Itik Bali Jantan Umur 4 – 11 Minggu. (Skripsi). Denpasar: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. Dhengi, M. H. 2005. Pengaruh Penggantian Sebagian Ransum Komersial Dengan Dedak Padi yang Disuplementasi Enzim Kompleks Terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Broiler Umur 2 – 6 Minggu. (Skripsi). Denpasar: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa.
Farrell, D. 2000. Meat Type Ducks Self-Selection of Diets. UQ-Australia: Rural Industries Research and Development Corporation. Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Beternak Broiler. Yogyakarta: Kanisius. National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Poultry 7th Ed. Washington DC: National Academy of Sciences. Rukmini. 2006. Penampilan dan Karakteristik Fisik Karkas Itik Bali Jantan yang Diberi Daun Pepaya (Carica papaya L.), Daun Katuk (Souropus Androgenus) dan Kombinasinya Melalui Air Minum. (Tesis). Denpasar: Program Magister Peternakan, Universitas Udayana. Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Reifa. 2005. Ubi Jalar Sehatkan Mata dan Jantung, Serta Mencegah Kanker. Majalah Kartini Nomor: 2134 Hal.148. Siregar, A. P. M. 1982. The Nutritional of Meat Type Duck II. The Effect of Fibre on Biological Performance and Carcasses Carracteristics. Aust. J. Agric. Res.3:877-886. Siti, N. W., I. G. L. O. Cakra, K. A. Wiyana, A. T. Umiarty. 2009. Penggantian Sebagian Ransum Komersial dengan Polar dan Aditif Duck mix Terhadap Komposisi Fisik Karkas Itik. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Sunarwati, I. A. T. 2001. Pengaruh Pemberian Pelet Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Terhadap Performans Kelinci Persilangan Lepas Sapih. (Skripsi). Bogor: Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Suprapta, D. N. 2003. Kajian Aspek Pembibitan, Budidaya dan Pemanfaatan Umbi-Umbian Sebagai Sumber Pangan Alternatif. Di Dalam: Laporan Hasil Penelitian. Denpasar: Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Setyawardani, T., D. Ningsih., D. Fernando, dan Arcarcawah. 2001. Pengaruh Pemberian Ekstrak Nenas, dan Pepaya Terhadap Kualitas Daging Itik Petelur Afkir. Buletin Peternakan. Yogyakarta: Diterbitkan Oleh Fakultas Peternakan Univ. Gadjah Mada. ISSN.0216-4400, Edisi Tambahan, Desmber 2001.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke Lima. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Scott, M. L., M. C. Neisheim and R. J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Publishing by : M. L. Scott and Assoc. Ithaca, New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Priciples and Procedures of Statistic. 2nd Ed. Mc. Grow – Hill International Book Co.London USDA, 1977. Poultry Grading Manual. US Goverment Printing Office Washington D.C. Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.