HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNIK PENCEGAHAN KEMATIAN IKAN (Kasus Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur)
Oleh: MUJIANTO P054040201
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRACT MUJIANTO. The relationship between individual characteristics and communication behavior with the level of adopted technique in preventing fish death. (Case of fish farmers operating floating nets in Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur). Guided by. SYAHRUN HAMDANI NASUTION and SUTISNA RIYANTO. The objective of the research is to study the relationship between individual characteristics and communication behavior with the level of adopted technique in preventing fish death. The subjects in this research are fish farmers operating floating nets at Blok Jangari Waduk Cirata, Cianjur. The death of fish occurred several times in the area due to plankton booming, recurrent wave, or herpes disease of fish. Some experienced farmers have the knowledge to predict, identify, and overcome the above mentioned problems. Accordingly some preventive measures have been regularly practiced. However, the problems still exist that costs farmers hundreds of tons of fish yearly. It was presumed that effective communications between farmers and extension agents, among farmers, and between farmers and other elements in the business would overcome the problems. The research was conducted in April 2006 using 50 responders. Measurement instrument was tested for validity and reliability before use. Data were analyzed using “Rank Spearman correlation test”. The result shows that the prevention of fish death is effective for most farmers but some farmers do not have the capacity to do so. Most information gathered by farmer, regardless the preventive technique, is through interpersonal communication with the buyers which also serve as middle man in the fish business. Communication through radio or mass media is less important in this case. Key words: the level of adopted technique in preventing fish death.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: Hubungan Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian ikan (Kasus Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur). Adalah benar karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Sumber data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Oktober 2006 Penulis,
Mujianto P054040201
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNIK PENCEGAHAN KEMATIAN IKAN (Kasus Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianj ur)
Oleh: MUJIANTO P054040201
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tesis
: Hubungan Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian ikan (Kasus Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur).
Nama Mahasiswa : Mujianto NRP
: P054040201
Program Studi
: Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Mengetahui: Komisi Pembimbing
Dr. drh. Syahrun Hamdani Nasution Ketua Komisi
Ir. Sutisna Riyanto, MS Anggota
A.n. Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 9 Oktober 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bumiayu Kabupaten Brebes, Jawa Tengah tanggal 4 Januari 1961, anak kedua dari pasangan H. Moeksin dengan Hj Daripah. Penulis menikah dengan Tri Rejeki pada tahun 1988, dikaruniai tiga orang anak yaitu Unggul HWT (17 tahun), Sari ZT (14 tahun), dan Utami ZT (11 tahun). Kini tinggal di Jl. Aria Natamanggala Km 14 Bobojong Mande Cianjur. Penulis lulus dari: SD Negeri di Kalibakung Kabupaten Tegal tahun 1972; SMP Negeri di Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 1976; STM Negeri Jurusan Produksi Pertanian di Slawi Kabupaten Tegal tahun 1980; Akademi Farming Semarang tahun 1983. Fakultas Ilmu Pendidikan Program AKTA III IKIP Jakarta tahun 1988, Universitas Bandung Raya Fakultas Pertanian jurusan Sosial Ekonomi Pertanian tahun 1998, dan mulai September 2004 sebagai mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Berbekal ijazah Akademi penulis bekerja pada Unit Pelaksana Proyek Tebu Rakyat Intensifikasi Dinas Perkebunan Kabupaten Klaten, kemudian dimutasikan ke Unit Pelaksana Proyek Intensifikasi Cengkeh Tengaran Salatiga sebagai Pembantu Kepala UPP wilayah Brebes. Tahun 1987 sampai saat ini bekerja pada Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur Kesenangan dan tantangan menulisnya tersalurkan pada beberapa media lokal hingga menduduki Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Paradigma dan pada Divisi Litbang Tabloid Lentera di Cianjur Jawa Barat. Tercatat secara resmi sebagai anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI Jawa Barat) mulai tahun 2000.
KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena rakhmat dan hidayahnya penyusunan tesis ini terselesaikan.
Tesis ini disusun sebagai syarat
untuk menyelesaikan program Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Bapak DR. drh. Syahrun Hamdani Nasution dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS yang masing- masing sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam rangka penyelesaian program Magister Sains.
2.
Bapak dan ibuku, serta istri dan anak-anakku yang memberikan dorongan moril maupun materiil dengan tulus ikhlas hingga penulis dapat menyelesaikan program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
3.
Masyarakat petani ikan jaring apung yang telah membantu memberikan data.
4.
Kawan-kawan seangkatan khususnya: Tengku Jufri Alkatiri (SCTV), Pak Narso (Pusdiklat Departemen Informasi dan Komunikasi), Tuan Bagio (Perpustakaan IPB), Tuan Nasir Benunur (Universitas Darussalam Ambon), yang saling memberikan semangat. Besar harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya. Terima kasih. Bogor, Oktober 2006 Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
Halaman i ii iv v vi
PENDAHULUAN………………………………………………………..…….1 Latar Belakang…………………………………………………….…...1 Perumusan Masalah……………………………………………............3 Tujuan Penelitian………………………………………………………4 Kegunaan Penelitian…………………………………………………...5 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….6 Komunikasi………………………………………………………….....6 Karakteristik Individu………………………………………………….7 Perilaku Komunikasi…………………………………………………..9 Kebutuhan Informasi………………………………………………. …11 Keterdedahan Terhadap Media……………………………………. …12 Adopsi Inovasi……….………………………………………………...13 Teknik Pencegahan Kematian Ikan karena Booming Plankton,…. …14 Arus Balik, dan Penyakit Herpes KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS………………………………..18 Kerangka Pemikiran………………………………………………......19 Hipotesis................................................................................................20 METODE PENELITIAN..................................................................................21 Populasi dan Sampel..............................................................................21 Desain Penelitian...................................................................................21 Data dan Instrumentasi..........................................................................21 A. Definisi Operasional.........................................................................22 B. Validitas dan Reliabilitas..................................................................26 Pengumpulan Data.................................................................................29 Analisis Data..........................................................................................29
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................................31 Luas Lahan Waduk dan Jumlah Petak Jaring Apung…………………31 Tanggung Jawab Pembinaan Petani Ikan Jaring Apung……………....32 Waduk Cirata Kelembagaan Petani Ikan Jaring Apung................................................33 Karakteristik Individu Petani Ikan Jaring Apung Waduk Cirata....... ...35 Perilaku Komunikasi.............................................................................37
ii
Halaman Keterdedahan terhadap media...............................................................43 Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan.............................46 Hubungan Karakteristik Individu/Petani Ikan dengan..........................51 Perilaku Komunikasi Hubungan Karakteristik Petani Ikan dengan Tingkat...........................53 Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Tingkat.................................57 Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan SIMPULAN DAN SARAN..............................................................................61 Simpulan...............................................................................................61 Saran.....................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..63 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL Teks
Halaman
Tabel 1. Nama Kelompok Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari ..................34 Waduk Cirata Cianjur Tabel 2. Nama Pedagang/Perusahaan Pemilik Gudang Pakan Ikan .....................34 di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur Tabel 3. Persentase Karakteristik Idividu Petani Ikan Jaring Apung ...................35 di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur Tabel 4. Persentase Kategori Perilaku Komunikasi Individu Petani ....................38 Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur Tabel 5. Persentase Keterdedahan Terhadap Media Petani Ikan Jaring ...............44 Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur Tabel 6. Persentase Hasil Tingkat Pemahaman Tingkat Adopsi Teknik ..............46 pencegahan kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes Tabel 7. Persentase Hasil Tingkat Penerapan Dalam Mencegah Kematian ........ 49 Ikan Jaring Apung Karena Kasus Booming Plankton, Arus Balik, dan Penyakit Herpes di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur Tabel 8. Nilai Hubungan Karakteristik Petani Ikan Dengan Perilaku ................. 51 Komunikasi Tabel 9. Nilai Hubungan Karakteristik Individu/Petani Ikan Jaring Apung ....... 54 Dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Tabel 10. Nilai Hubungan Perilaku Komunikasi Dengan Tingkat....................... 58 Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan
iv
DAFTAR GAMBAR Teks
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Karakteristik Individu,………. 19 Dan Perilaku Komunikasi Dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan
v
LAMPIRAN Teks
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian........................................................................66 Lampiran 2. Reliability Karakteristik Individu....................................................76
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan waduk di beberapa daerah terutama di Pulau Jawa adalah
untuk
pembangkit
tenaga
listrik
dan
irigasi
persawahan.
Dari
pembangunan waduk ini tercipta lapangan pekerjaan baru seperti pariwisata dan usaha perikanan. Kegiatan usaha perikanan yang sangat menonjol adalah pembesaran ikan dalam jaring apung. Kegiatan usaha ini pada awalnya diperuntukkan bagi masyarakat yang terkena perendaman yaitu sebagai pengganti pekerjaan bertani yang hilang. Usaha ini dilakukan dengan intensif dan padat modal, sehingga hanya sedikit petani yang mampu berusaha. Namun karena usaha ini memberikan margin keuntungan yang relatif besar, maka tidak sedikit para pemilik uang dari luar daerah menanamkannya untuk usaha ini. Para petani yang diharapkan menjadi tuan di wilayahnya sendiri kandas hanya sebagai pekerja pada usaha ini. Data perkembangan usaha pembesaran ikan dalam jaring apung di Waduk Cirata menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, dimana pada tahun 1989 berjumlah 6.488 petak, tahun 1993 berjumlah 14.060 petak, tahun 1997 berjumlah 25.860 petak, tahun 2001 berjumlah 28.993 petak, dan kini diperkirakan telah mencapai 40.000 petak. Sementara jumlah petak yang diizinkan dari luas genangan waduk 66.031.466 m2 adalah 12.000 petak dengan ukuran tiap petaknya adalah 49 m2 (Balai Pengelola Waduk Cirata, Perusahaan Listrik Negara Unit Pelaksana Cirata, 2001). Laju pertumbuhan jaring apung disatu sisi menciptakan lapangan kerja baru yang cukup berarti. Di sisi lain, efek negatif dari laju pertumbuhan ini
1
mengakibatkan banyak hal seperti percepatan pendangkalan waduk, kasus kematian ikan karena booming plankton, kematian ikan karena terjadinya arus balik, dan sering munculnya penyakit yang disebabkan oleh virus yang dikenal dengan penyakit herpes. Kemunculan kasus booming plankton, dan arus balik menyebabkan petani ikan jaring apung mengalami kerugian yang sangat besar. Ikan- ikan yang mati karena kasus booming plankton dan arus balik meskipun tidak berbahaya apabila dikonsumsi, namun ikan- ikan ini tidak laku dijual ke pasaran. Kematian ikan karena penyakit herpes menurut pengalaman beberapa petani tidak lebih dari 50%, dengan penanganan yang baik ikan- ikan selebihnya akan menjadi kebal dan dapat dipanen. Kerugian relatif besar pada seranga n herpes ini umumnya terjadi karena kepanikan petani melihat ikan- ikan peliharaannya mulai terlihat gejala terserang herpes, sehingga ikan- ikan yang sehat segera mereka jual pada waktu yang kurang tepat, sedang ikan yang sakit dibiarkan sampai mati. Untuk menghindari terjadinya kematian ikan peliharaan pada jaring apung karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Beberapa pengalaman petani dan instansi terkait telah mampu mengidentifikasi dan memprediksi kapan bakal terjadi kasus booming plankton, arus balik, serta penyakit herpes. Sehingga bagaimana cara mengatasi, serta jenis ikan apa yang harus diusahakan telah dapat diaplikasikan oleh para petani ikan. Ikan- ikan yang diusahakan pun dapat dipanen sesuai harapan. Kasus-kasus kematian ikan seperti tersebut di atas, dalam setiap tahunnya masih selalu dijumpai dalam jumlah ratusan ton. Kerugian yang tidak kecil bagi para petani ikan jaring apung. Ini berarti masih ada petani yang belum memahami
2
atau mereka telah memahami namun tidak mampu menerapkan karena keterbatasan-keterbatasan yang ia miliki.
Perumusan Masalah Pengalaman penanganan kasus kematian ikan di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Kematian ikan karena booming plankton, diantisipasi dengan memelihara jenis ikan tertentu pemakan plankton pada lapis kedua dan lapis ketiga dari jaring apungnya. 2). Kematian ikan karena arus balik, diantisipasi dengan memindahkan jaring apung pada lokasi yang bukan alur sungai, dan atau menyiapkan blower serta peralatan distribusi oksigen untuk menambah oksigen terlarut pada tiap petak pada saat gejala arus balik mulai nampak. 3). Kematian ikan karena penyakit herpes, diantisipasi dengan penggunaan bibit dari induk yang kebal penyakit herpes, peningkatan daya tahan ikan terhadap serangan penyakit, serta mengurangi penyebab stress. Pemahaman dan penerapan teknik pencegahan kematian ikan karena booming plankton, arus balik dan penyakit herpes diduga belum sepenuhnya diterapkan oleh para petani ikan jaring apung. Bisa jadi sebagian petani telah memahami dan telah menerapkan, sebagian petani memahami tetapi tidak mampu menerapkan, dan sebagian lagi tidak memahami bagaimana cara mengatasi, serta jenis ikan apa yang harus diusahakan agar tidak terserang kasus-kasus di atas. Memperhatikan uraian di atas, terlihat dengan jelas bahwa peran komunikasi antara petani dengan petani, petani dengan instansi terkait, ataupun instansi terkait dengan para petani dalam kasus pencegahan kematian ikan masih lemah atau belum terjalin dengan baik. Kasus-kasus kematian ikan masih menimpa petani lain yang kurang mampu memanfaatkan peran strategis dari komunikasi. Untuk
3
itu, penelitian tentang tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan tidak cukup hanya mengkaji teknik-teknik yang perlu difahami dan bisa diterapkan, tetapi juga harus mengkaji faktor individu dan perilaku komunikasi yang terjadi selama ini. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang menyebabkan tingkat adopsi teknik pencegahan kematia n ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur masih rendah. 2. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu dan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. 2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan.
4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam membantu menyelesaikan masalah kematian ikan pada jaring apung karena blooming plankton, arus balik, dan penyakit herpes khususnya ditujukan kepada: 1. Pemerintah sebagai bahan informasi dan kajian, dalam membuat suatu kebijaksanaan pembinaan kepada petani ikan jaring apung. 2. Petugas pembina sebagai bahan masukan untuk mengenali karakteristik dan perilaku komunikasi petani ikan jaring apung. 3. Petani ikan jaring apung agar dapat merubah persepsinya dan saling berbagi pengetahuan kepada petani lainnya agar kasus-kasus kematian ikan tidak menimpa petani yang lain.
5
TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Berdasarkan hasil penelitian, 83% manusia menggunakan waktunya untuk berkomunikasi (Tubbs dan Moss, 2001). Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan manusia, mulai dari kegiatan yang individual, di antara dua orang atau lebih, kelompok, keluarga, organisasi (dalam konteks publik secara lokal, regional, dan global), atau melalui media massa. Tindakan komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal, langsung atau tidak langsung (Djuarsa, 1993). Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam aktivitas kehidupan manusia. Menurut Susanto (1980) komunikasi berasal dari perkataan “communicare” dalam bahasa Latin mempunyai arti “berpartisipasi” atau “memberitahukan”. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses dari aktivitas manusia untuk bekerjasama. Ruben dalam Muhammad (1995) mendefinisikan komunikasi adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan,
mengirimkan
dan
menggunakan
informasi
untuk
mengkoordinasikan lingkungannya dan orang lain. Pengertian komunikasi sebagai sebuah proses untuk merubah perilaku orang lain dinyatakan oleh Hovland dalam Effendy (1999), dimana seseorang akan dapat merubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain, apabila komunikasi tersebut terjalin dengan efektif. Schramm dalam Abdurrachman (1982) mengemukakan bahwa bila seseorang mengadakan komunikasi berarti seseorang tersebut berusaha untuk mengadakan communess (persamaan) dengan orang lain. Komunikasi dapat
6
diartikan sebagai kegiatan yang hendak mempersamakan pendapat, gagasan, pikiran atau keyakinan yang ada pada seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pendapat di atas didukung oleh Hovland (1982) yang mengemukakan bahwa komunikasi
itu
adalah proses
dimana
seorang
individu
(komunikator)
menyampaikan stimulasi (biasanya lambang- lambang bahasa). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan komunikasi adalah untuk mengubah tingkah laku orang lain sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki oleh komunikator. Komunikator maupun komunikan tidak selalu individu tetapi juga bisa sekelompok orang, lembaga atau organisasi. Sementara itu penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan pada umumnya dilakukan melalui simbol verbal maupun non verbal. Menurut Effendy (1981), komunikasi adalah penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dimana proses penyampaiannya berlangsung
dengan
menggunakan
bahasa.
Dalam
menjelaskan
proses
komunikasi, Susanto (1980) mengemukakan proses komunikasi adalah proses pengoperan (dan penerimaan) dari lambang- lambang yang mengandung makna atau arti. Berbagai definisi komunikasi yang telah diketengahkan oleh para ahli tersebut menunjukan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian lambang dengan makna tertentu, berarti oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar orang lain mengerti dan berubah perilakunya.
Karakteristik Individu Karakteristik individu adalah suatu ciri-ciri atau sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan lingkungan
7
sosial. Menurut Newcomb, et al dalam Halim (1992), karakteristik individu dapat meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan lain- lain. Seiring dengan pendapat tersebut di atas maka Lewin dalam Azwar (1997), menyatakan bahwa karakteristik individu yang menentukan perilakunya meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai, sikap kepribadian dan sikap berinteraksi satu sama lain. Menurut Havelock (1971), variabel- variabel individu pada dasarnya dapat mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah: kompetensi dan penghargaan, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap, pola perilaku perolehan informasi dan efek komunikasi. Selanjutnya menurut Lionberger (1960), faktor- faktor individu dapat mempengaruhi proses difusi dan adopsi inovasi seperti umur, tingkat pendidikan dan karakteristik psikologisnya. Dalam kehidupan sosial dimana heterogenitas khalayak dapat menjadi kesulitan komunikator menyampaikan pesan-pesannya. Menurut Effendy dalam Halim (1992) menyatakan bahwa hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik individu khalayak yang meliputi: jenis kelamin, usia, agama, idiologi, pekerjaan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, citacita dan sebagainya. Pengaruh cepat lambatnya dalam mengadopsi inovasi, menurut Rogers dalam Soekartawi (1988) karena adanya perbedaan individu seperti: (1) umur, (2) pendidikan, (3) status sosial ekonomi, (4) pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), (5) keberanian mengambil resiko, (6) sikap terhadap perubahan sosial, (7) motivasi berkarya, (8) aspirasi, (9) fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri), (10) dogmatisme (sistem kepercayaan tertutup).
8
Komunikasi akan berhasil apabila dapat memahami dan memperhatikan kondisi setiap unsur-unsur dalam proses komunikasi. Hal ini dapat dimengerti karena unsur yang satu dengan unsur yang lain saling mempengaruhi berlangsungnya proses komunikasi.
Perilaku Komunikasi Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Dalam ilmu psikologi, perilaku merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa instink individu dengan lingkungan psikologisnya (Rakhmat, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilaku seseorang dalam mencari informasi. Perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpanya. Respon terhadap stimulus biasa secara verbal maup un nonverbal. Sementara itu menurut (Effendy 1989) istilah perilaku komunikasi (communication behavior) berarti tindakan atau aktivitas seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi. Pada kebanyakan orang, perilaku komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan mereka berkomunikasi. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan penalaran sendiri. Menurut De Vito (1997), tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah mengenal diri sendiri dan orang lain serta membina hubungan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Memperkuat pendapat ini, Schramm (1982) menyatakan bahwa setiap komunikator maupun penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri dan perlu mendapatkan penjelasan yang lebih sistematis dari apa yang dilakukan.
9
Perilaku komunikasi dapat berarti tindakan atau respon seseorang terhadap sumber dan pesan bila ditinjau dari pengertian model komunikasi linier. Pendekatan komunikasi interpersonal, dimana komunikasi ditekankan pada konsep saling berbagi pengalaman (the sharing of experience) maka tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai pelaku komunikasi (Tubbs dan Moss, 2001). Perilaku merupakan suatu tindakan nyata (action) yang dapat di lihat atau diamati (Rogers dan Shoemaker 1971). Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap untuk bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Pola perilaku seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena digerakkan, disebabkan dan ditunjukkan pada sasaran. Hal ini berarti bahwa perilaku ini tidak bisa secara spontan dan tanpa tujuan, melainkan harus ada sasaran baik eksplisit maupun implisit. Menurut Lewin dalam Rakhmat (2001) menyatakan bahwa perilaku adalah hasil dari interaksi antara orang (dari orang tersebut) dengan lingkungan psikologisnya. Dengan demikian maka perilaku merupakan perubahan yang terjadi dari hasil interaksi antara individu dan lingkungan psikologisnya. Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan akhir komunikasi adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung atau lisan maupun tak langsung. Komunikasi tatap muka (komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, dan komunikasi media massa masing- masing mempunyai pengaruh tersendiri dalam perubahan perilaku masyarakat di pedesaan.
10
Menurut Rakhmat (2001), faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku adalah faktor personal dan situasional. Terdapat tiga komponen dari faktor sosio psikologis yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu: (1) afektif merupakan aspek emosional, (2) kognitif merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, dan (3) konatif yang merupakan aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Kebutuhan Informasi Kebutuhan adalah sesuatu yang diharapkan ada oleh seseorang agar tercapai kepuasannya disuatu saat yang selanj utnya mengakibatkan keseimbangan jiwanya (Goodwin dan Klausmeier dalam Iskandar 1999). Cronin (1981), menyatakan bahwa kebutuhan informasi mewakili kesenjangan pengetahuan seseorang pada saat tertentu. Kesenjangan dirasakan oleh seseorang pengguna untuk dimintakan informasinya merupakan kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan akan bermanfaat bagi seseorang di dalam meningkatkan kemampuan serta tingkat hidupnya guna memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya. Rogers dan Shoemaker (1971), mengemukakan bahwa jika seseorang sadar dan merasakan adanya kebutuhan atau masalah maka ia akan berusaha mencari keterangan mengenai hal-hal baru/ inovasi untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Schramm dalam Jahi (1988), media informasi khususnya radio dan televisi dibutuhkan masyarakat untuk : mereformasi pendidikan nasional, mensuplemen pengajaran di sekolah, memperluas jangkauan pendidikan formal dan non formal. Abbas dalam Nursalam (2000), berpendapat bahwa radio sanggup menumbuhkan kesadaran, perhatian dan minat pendengarnya tetapi tidak langsung mengajarkan keterampilan dan kegiatan usaha. Dibandingkan dengan
11
televisi yang sudah menampilkan cara-cara teknis melalui pengamatan langsung sehingga dirasa pesan yang disampaikan akan lebih cepat diterima dan dimengerti oleh khalayak. Lebih khusus lagi apabila pesan informasi tersebut lebih berperan sebagai media penyuluhan, maka media film layar tancap dan VCD akan lebih memfokuskan pada kekhususan informasi. Berlo (1960), berpendapat bahwa sebagai seorang pengguna informasi maka kebutuhan informasi pengguna dipengaruhi oleh: (1) subyek bidang keahliannya, dan (2) fungsi pengguna. Dimaksudkan bahwa informasi digunakan sebagai penambah pengetahuan, melengkapi informasi yang diperoleh atau untuk menerapkan informasi tersebut.
Keterde dahan Terhadap Media Keterdedahan pada media massa adalah aktifitas komunikasi seseorang dalam memperoleh informasi melalui media massa, baik media cetak (surat kabar, buku, brosur) maupun media elektronik (televisi, radio, internet) Berbeda dari komunikasi interpersonal, komunikasi massa kurang memanfaatkan tanggapan dari komunikan. Komunikasi ini memanfaatkan kekuatan media massa dalam hal cakupan khalayak yang luas, serentak, dan pesan yang relatif seragam. (Rogers dan Shoemaker, 1971). Soekartawi
(1988)
menyebutkan
bahwa
sumber
informasi
sangat
berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi, sumber yang dimaksud dapat berasal dari media massa maupun media interpersonal, petugas penyuluh, aparat desa dan sebagainya. Masing masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. Media komunikasi massa dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat serta memberikan efek kognitif yang meliputi
12
peningkatan kesadaran untuk belajar dan menambah pengetahuan. Media komunikasi personal dapat menimbulkan efek perubahan perilaku. Media massa memiliki peranan memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian, menimbulkan aspirasi dan sebagainya, tetapi tergantung pada keterdedahan khalayaknya di media massa. Menurut Jahi (1988) keterdedahan pada media massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan perilaku. Sejalan dengan hal tersebut, perubahan perilaku khalayak tidak saja dipengaruhi oleh keterdedahannya pada satu saluran media massa, tetapi juga memerlukan lebih dari satu saluran komunikasi massa lainnya seperti televisi, radio, film dan bahkan bahan cetakan (Kincaid dan Schramm, 1984).
Adopsi Inovasi Rogers dan Shoemaker (1981), menyatakan adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru atau inovasi sebagai cara bertindak yang paling baik. Pada tahap keputusan seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Ada lima tahap dalam mengadopsi suatu inovasi, yaitu: 1). Kesadaran (awareness), 2). Tumbuhnya minat (interest), 3). Penilaian (evaluation), 4). Mencoba (trial), 5). Menerima atau menerapkan (adaption) inovasi. Sedang inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan sesuatu inovasi disini mempunyai pengertian yang sangat relatif. Sepanjang suatu ide dianggap baru oleh seseorang, maka ide tersebut dianggap sebagai inovasi. Untuk menyebarkan ide baru tersebut kepada khalayak sasaran, diperlukan adanya saluran komunikasi untuk mengkomunikasi kan inovasi, baik yang bersifat interpersonal, kelompok maupun
komunikasi
13
media serta adanya anggota sebagai sistem sosial dan jangka waktu tertentu dimana sejumlah sasaran mengadopsi inovasi tersebut. Rogers (1093), menyatakan kecepatan adopsi suatu inovasi oleh anggota masyarakat dalam suatu sistem sosial merupakan kecepatan relatif. Secara umum kecepetan relatif diukur dari berapa jumlah anggota yang mengadopsi inovasi dalam kurun waktu tertentu. Ada lima tahap yang dilalui dalam proses kecepatan mengadopsi suatu inovasi, yaitu: 1) Pengetahun (knowledge) yaitu tahap dimana seseorang sadar dan tahu bahwa ada suatu inovasi; 2) Persuasi (persuasion) yaitu tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya; 3). Keputusan (decission) yaitu tahap dimana seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud; 4). Pelaksanaan (implementation) yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai suatu inovasi; 5). Peneguhan (confirmation) yaitu tahap dimana seseorang memastikan atau mengkonfirmasi kan keputusan yang telah diambilnya tersebut.
Teknik Pencegahan Kematian Ikan karena Booming Plankton, Arus Balik, dan Penyakit Herpes Booming Plankton Booming plankton adalah suatu keadaan dimana bahan material organik seperti phosphor (P), nitrogen (N), dan kalium (K) melimpah didasar perairan. Dengan melimpahnya material organik, perairan menjadi subur atau kaya akan bahan organik. Bahan organik banyak diperlukan untuk perkembangbiakan plankton khususnya phytoplankton. Melimpahnya bahan organik yang tidak diimbangi
dengan
rantai
ekosistem
menyebabkan
perkembangbiakan
14
phytoplankton menjadi sangat pesat dan tidak terkendali. Kondisi ini akan menyebabkan ledakan populasi plankton atau dalam bahasa asing disebut booming plankton. Ledakan populasi phytoplankton akan berakibat terjadinya kompetisi dalam penggunaan oksigen yang tidak hanya dibutuhkan oleh ikan- ikan, termasuk juga untuk proses pembusukan sisa-sisa pakan yang banyak memerlukan oksigen. Dengan keterbatasan jumlah oksigen yang tersedia dalam perairan khususnya pada malam hari, maka ikan yang dibudidayakanpun akan mengalami kekurangan oksigen. Ciri ikan kekurangan oksigen ditunjukan dengan kondisi lemas/berenang pasif dan mengapung pada permukaan perairan. Apabila terlambat penanganannya maka akan terjadi kematian ikan secara massal pada ikan peliharaan. Pengalaman Nanang seorang petani ikan jaring apung di Maleber Cikalong Kulon menjelaskan bahwa: penanganan untuk mengantisipasi booming plankton, yaitu dengan memelihara ikan Mola, Tambakan, Sepat siam dan Patin pada lapis kedua dan ketiga dari jaring apung yang diusahakan. Jenis-jenis ikan ini dapat di pelihara sebagai penyeimbang ekosistem khususnya kasus booming plankton.
Arus Balik Arus balik atau sering disebut juga dengan up welling, adalah naiknya senyawa-senyawa berbahaya seperti amoniak (NH3), asam sulfat (H2 S) dan lainnya kepermukaan yang mengakibatkan ikan- ikan peliharaan di jaring apung mengalami keracunan. Naiknya senyawa ini dapat terjadi karena desakan air sungai ataupun air hujan yang begitu tiba-tiba dengan jumlah relatif besar, hingga endapan yang ada pada bagian bawah terangkat dan naik kepermukaan.
15
Penanganan untuk menghindari kematian karena arus balik ini adalah dengan segera memindahkan jaring apung pada awal musim penghujan ke daerah yang lebih aman yaitu daerah yang bukan merupakan alur sungai, atau penempatan jaring pada kedalaman yang cukup yaitu lebih dari tiga kali kedalaman jaring. Cara apabila tidak memindahkan jaring adalah dengan pemberian oksigen melalui blower yang dimasukan ke dalam permukaan perairan jaring. Saat pemberiannya pada pagi hari pukul 03.00 sampai 08.00, di saat ikan mulai ada tanda-tanda keracunan. Penyakit Herpes Penyakit herpes atau dikenal dengan nama penyakit melepuh, menyerang ikan peliharaan khususnya ikan Mas dan ikan Koi. Penyakit ini merupakan jenis penyakit relatif baru yang diduga disebabkan oleh virus, yang akan mengakibatkan infeksi primer. Tanda-tanda serangan klinis patologis pada ikan yang terserang adalah nafsu makan menurun, ikan berenang ke arah sumber air masuk, ikan bergerak lambat dan megap- megap di permukaan air, insang busuk yang kadang terlihat bintik putih berwarna pucat dan geripis, terjadi pendarahan di permukaan kulit terutama di pangkal perut dan sirip, hati dan pankreas rusak serta ginjal membengkak. Pencegahan agar ikan tidak terserang penyakit herpes adalah dengan: 1). Menghindari penggunaan bibit dari pembenih yang berasal dari lokasi wabah. 2). Memusnahkan dengan segera menguburkan ikan yang sakit kemudian mati. 3). Tidak menggunakan peralatan atau sarana lain dari tempat terinfeksi kecuali telah dicuci hamakan.
16
4). Meminimalkan pengaruh stress
terutama adanya
fluktuasi perubahan
temperatur air. 5). Memberikan pakan berkualitas tinggi. 6). Menambahkan vitamin C sebanyak 300 mg/kg ikan atau Vitamin B complek melalui pakan atau suntikan. Sedang pengendalian ikan yang sakit terutama induk adalah disuntik dengan antibiotik Over The Counter (OTC) sebanyak 25 mg/kg ikan untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri. Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, (2002).
17
KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Komunikasi memiliki peran yang sangat penting baik dalam proses pemahaman dan proses penerapan suatu temuan hasil penelitian ataupun pengalaman suatu kegiatan. Melalui komunikasi, seseorang dapat menyampaikan pengalamannya kepada orang lain sehingga pengalama n itu dapat menjadi milik orang lain tanpa orang lain tersebut mengalaminya sendiri. Tubbs dan Moss (1996)
mengemukakan
bahwa
dengan
berkomunikasi
manusia
dapat
menyampaikan pesan, pendapat, ide, konsep, pengetahuan, perasaan, sikap, dan perbuatan kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima pesan. Fokus penelitian ini adalah mengkaji hubungan karakteristik individu dan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan. Suatu kasus pada petani ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik individu merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Sedang menurut Rogers dan Shoemaker (1971) peubah dalam perilaku komunikasi adalah partisipasi sosial, hubungan dengan sistem sosial, kontak dengan agen pembaharu, kekosmopolitan, keterbukaan/keterdedahan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, lebih aktif mencari informasi, pengetahuan tentang informasi, keterbukaan dan memiliki hubungan yang tinggi antar sistem.
18
Dalam penelitian ini peubah yang akan diteliti dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu: 1. Peubah bebas yang mencakup: a). Karakteristik responden, yang meliputi variabel umur, pendidikan, skala usaha, dan lama usaha. b). Perilaku komunikasi yang meliputi; partisipasi sosial, komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu, dan keterdedahan terhadap media massa. 2. Peubah tidak bebas, yaitu tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan yang meliputi tingkat pemahaman dan tingkat penerapan pencegahan kematian ikan. Secara skematis peubah-peubah penelitian ditunjukan dalam gambar 1. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Karakteristik Individu, dan Perilaku Komunikasi Dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan
Karakteristik Individu 1. Umur 2. Pendidikan 3. Skala usaha 4. Lama usaha
Perilaku Komunikasi 1. Partisipasi sosial 2. Komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu 2.1. Penyuluh 2.2. Petugas dinas 2.3. Pedagang bibit/pakan ikan 2.4. Pembeli ikan hasil panenan 2.5. Petani berpengalaman 3. Keterdedahan terhadap media massa 3.1. Media cetak 3.2. Radio 3.3. Televisi
Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan 1. Tingkat pemahaman 1.1. Memahami proses 1.2. Memahami bagaimana cara mengatasi 1.3. Memahami jenis ikan yang harus diusahakan 2. Tingkat penerapan
19
Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi. 2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan. 3. Terdapat hubungan antara perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan.
20
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petani ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Kabupaten Cianjur, yang terdiri dari 50 orang petani ikan jaring apung (Balai Pengelola Waduk Cirata – Perusahaan Listrik Negara Unit Pelaksana Cirata, 2004). Penelitian ini tidak mengambil sampel, seluruh populasi dilibatkan secara sensus sebagai responden, mengingat jumlah petani di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur hingga penelitian ini dilakukan sebanyak 50 orang.
Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional. Peubah yang diteliti terdiri dari: 1). Karakteristik individu petani ikan jaring apung meliputi: umur, pendidikan, skala usaha, lama usaha. 2). Perilaku komunikasi meliputi: partisipasi sosial, komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu, dan keterdedahan terhadap media massa. 3). Tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan meliputi: tingkat pemahaman, dan tingkat penerapan.
Data dan Instrumentasi Data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer data yang dikumpulkan langsung dari responden dengan cara observasi dan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang telah disiapkan serta wawancara lepas dengan informan terkait. Sedang data sekunder diperoleh dari dinas perikanan dan instansi lain yang terkait. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner yang terdiri dari empat bagian. Bagian pertama digunakan untuk mengumpulkan data
21
yang berkaitan dengan identitas responden. Kedua berkaitan dengan karaktreristik individu. Ketiga berkaitan dengan perilaku komunikasi. dan bagian keempat berkaitan dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan.
A. Definisi Operasional Definisi operasional peubah penelitian adalah sebagai berikut: Karakteristik Individu Individu dimaksudkan adalah petani pemilik usaha jaring apung yang mengelola sendiri tanpa bantuan pekerja ataupun dengan mempekerjakan orang lain sebagai pekerjanya, dan atau manager yang bertugas mengelola jaring apung milik orang lain atau perusahaan dengan mendapatkan gaji setiap bulan sebagai imbalannya. Karakteristik individu petani ataupun manajer ini dilihat dari: 1. Umur, adalah usia responden yang dinyatakan dalam satuan tahun, dihitung dari tanggal kelahiran hingga penelitian ini dilaksanakan, dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat dan diukur dengan skala ordinal. Umur dikatagorikan menjadi: muda (17–30 tahun), dewasa (31–40 tahun), tua (41–60 tahun), dan lanjut usia (61 tahun keatas). Menurut
Undang Undang Nomor 14 tahun
1969 tentang Ketenagakerjaan. 2. Pendidikan formal, adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas: pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi yang telah
ditamatkan oleh responden pada saat penelitian. Pendidikan formal diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: dasar/rendah (tamat SD tamat SLTP), menengah/sedang (tamat SLTA), tinggi (tamat Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, dan Doctor). Menurut Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
22
3. Skala usaha adalah banyaknya petak jaring apung yang dikelola/dimiliki. Skala usaha/pemilikan jaring apung diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: pemilikan skala kecil (= 12 petak), sedang (13-40 petak), besar (41100 petak), dan sangat besar (=101 petak). Menurut Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. (2003). 4. Lama usaha adalah pengalaman waktu pengusahaan ikan pada jaring apung secara terus menerus. Lama usaha diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: pemula/belum berpengalaman (=12 bulan), cukup berpengalaman (13-36 bulan), berpengalaman (37-60 bulan), berpengalaman sekali (> 61 bulan). Menurut Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. (2003). Perilaku Komunikasi Adalah aktivitas responden dalam melakukan partisipasi sosial, kontak/ komunikasi interpersonal dengan petani dan agen pembaharu, serta mencari atau menerima informasi melalui media cetak dan media elektronik. Dalam penelitian ini, perilaku komunikasi meliputi: 1. Partisipasi sosial adalah aktivitas responden berhubungan dengan masyarakat petani ikan jaring apung di tempat mereka berusaha, maupun di tempat tinggal mereka bersama keluarganya. Aktivitas ini dimaksudkan adalah kegiatan perkumpulan di dalam masyarakat seperti arisan, pengajian, dan gotong royong yang dalam perbincangan menyinggung masalah kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Partisipasi sosial diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: tidak pernah melakukan (0 kali dalam sebulan), rendah (1-2 kali dalam sebulan),
23
sedang (3-4 kali dalam sebulan), sering (5-6 kali dalam sebulan), amat sering (> 6 kali dalam sebulan). 2. Komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu adalah perbincangan tatap muka langsung responden dengan seseorang yang memberikan masukan pemahaman yang pembicaraannya berkaitan dengan kasus kematian ikan. Dalam penelitian ini yang dimaksud agen pembaharu adalah: petugas penyuluh, petugas dinas dan instansi terkait, pedagang bibit/pakan, pembeli ikan hasil panenan dari jaring apung, dan petani ikan jaring apung yang berpengalaman. 2.1. Penyuluh adalah seseorang pegawai pemerintah yang profesinya memberikan masukan dan pembinaan kepada para petani binaan di wilayah kerjanya. 2.2. Petugas dinas adalah seseorang pegawai pemerintah yang diberi beban pekerjaan oleh instansinya dan bertanggung jawab atas pekerjaannya. 2.3. Pedagang bibit/pakan ikan adalah seseorang atau badan usaha yang menjual bibit atau pakan ikan untuk keperluan jaring apung. 2.4. Pembeli ikan hasil panenan dari jaring apung adalah seseorang atau badan usaha yang me nerima produk ikan hasil panenan dari jaring apung dan membayarnya dengan uang yang nilainya telah disepakati bersama. 2.5.
Petani ikan jaring apung yang berpengalaman adalah seseorang yang mengusahakan ikan dengan alat jaring apung yang diusahakan di dalam waduk secara terus menerus dalam waktu paling sedikit 61 bulan dan selama mengusahakan banyak menemui kasus kematian ikan, namun
24
tetap berhasil dalam mengendalikan kasus kematian ikan yang menyerangnya. Katagori komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: tidak pernah (0 kali dalam sebulan), rendah (1-2 kali dalam sebulan), sedang (3-4 kali dalam sebulan), sering (5-6 kali dalam sebulan), dan amat sering (> 6 kali dalam sebulan). 3. Keterdedahan terhadap media adalah seberapa jauh responden memanfaatkan media cetak (koran, majalah) dan elektronik (radio, dan televisi) yang isinya berkaitan dengan kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. 3.1. Keterdedahan terhadap media cetak adalah seberapa jauh responden memanfaatkan koran, majalah, folder yang isinya memuat kasus kematian ikan karena: booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. 3.2. Keterdedahan media elektronik radio adalah seberapa jauh responden memanfaatkan radio yang isinya memuat kasus kematian ikan karena: booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. 3.3. Keterdedahan media elektronik televisi adalah seberapa jauh responden memanfaatkan televisi yang isinya memuat kasus kematian ikan karena: booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Katagori keterdedahan terhadap media cetak dan elektronik, diukur dengan skala ordinal dan dikatagorikan menjadi: tidak pernah (0 jam/bulan), rendah (1-15 jam/bulan), sedang (16-30 jam/bulan), tinggi (31-45 jam/bulan), dan amat tinggi (>46 jam/bulan).
25
Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Peubah pada tingkat adopsi yang akan diteliti adalah tingkat pemahaman dan tingkat penerapan responden dalam mengadopsi suatu inovasi. 1. Tingkat pemahaman adalah kemamp uan responden untuk menjelaskan: 1.1. Penyebab terjadinya kasus-kasus kematian ikan di jaring apung karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. 1.2. Bagaimana cara mengatasi kasus-kasus kematian ikan di jaring apung karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. 1.3. Jenis ikan apa yang harus diusahakan agar tidak terserang kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Pengukuran dengan skala nominal, dengan katagori jawaban adalah: tidak memahami atau jawaban salah, dan memahami atau jawaban benar. 2. Tingkat penerapan adalah kemampuan responden menggunakan teknologi dari pengalaman orang lain atau hasil penelitian/uji coba instansi terkait sehingga dalam pengusahaan ikan pada jaring apung tidak terkena kasus kematian ikan karena kasus booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Pengukuran dengan skala nominal, dengan katagori jawaban adalah: belum menerapkan, dan telah menerapkan.
B. Validitas dan Realibilitas Instrumen Validitas Instrumen Menurut (Kartono, 1990), alat ukur dikatakan valid jika ia mampu memberikan reading (score, biji) yang akurat-teliti: yaitu mampu secara cermat menunjukkan ukuran besar kecilnya dan gradasi suatu gejala. Sehingga pada validitas terdapat dua unsur yaitu ketepatan dan ketelitian. Sedangkan Rakhmat
26
(1998), mendefinisikan validitas sebagai kesucian alat ukur dengan apa yang hendak kita ukur. Apabila daftar pertanyaan/kuesioner digunakan sebagai instrumen pengukuran maka kuesioner tersebut harus mengukur apa yang ingin diukur. Penelitian ini menggunakan jenis validitas isi (content validity), yaitu suatu alat ukur yang ditentukan dengan memasukkan semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep yang akan diukur. Untuk memperoleh daftar pertanyaan/kuesioner dengan tingkat validitas tinggi, maka kuesioner penelitian ini diupayakan dengan cara: 1). Mempertimbangkan teori. 2). Memperhatikan masukan para ahli dan pihak yang dianggap menguasai daftar pertanyaan yang digunakan. 3). Berkonsultasi dengan dosen komisi pembimbing. Reliabilitas Instrumen Suatu alat ukur dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya, jika alat tersebut mantap dan stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability), serta digunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang tidak bervariasi (Neuman, 2000). Sedangkan Rakhmat (1998), mengartikan reliabilitas sebagai memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau oleh peneliti yang lain tetap memberikan hasil yang sama. Reliabilitas instrumen dilakukan melalui uji coba kuesioner pada responden yang memiliki karakteristik relatif sama dengan calon responden. Teknik yang digunakan untuk mengukur indeks reliabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan teknik Reliabilitas Belah Dua (Split Half Reliability Test), yaitu dengan mengkorelasikan jawaban pada item- item pertanyaan nomor ganjil dan
27
genap. Skor total kedua bela han dikorelasikan dengan teknik korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut: r = _____N(SXY)-(S XSY)_____ v[NS X2 -(SX)2 ][( NS Y2 )-( S Y)2 ] Keterangan : r N X Y XY SX SY
: koefisien korelasi : jumlah responden : skor pertanyaan bernomor ganjil : skor pertanyaan bernomor genap : skor pertanyaan ganjil dikalikan skor pertanyaan bernomor genap : jumlah skor total pertanyaan bernomor ganjil untuk seluruh responden : jumlah skor total pertanyaan bernomor genap untuk seluruh responden Nilai korelasi yang diperoleh dikoreksi kembali untuk mencari nilai korelasi
keseluruhan dengan rumus sebagai berikut: 2(r.tt) rtot = 1+r.tt Keterangan: r.tot r.tt
: angka reliabilitas keseluruhan item : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Dari hasil uji coba kuesioner yang dilakukan di Blok Nyelempet Waduk
Cirata Cianjur didapatkan hasil uji reliabilitas adala h sebagai berikut: 1). Variabel karakteristik individu, untuk kuesioner belahan pertama dengan alpha 0,5771 dan kuesioner belahan kedua dengan alpha 0,5575. 2). Variabel perilaku komunikasi, untuk kuesioner belahan pertama dengan alpha 0,5827 dan kuesioner belahan kedua dengan alpha 0,5404. 3). Variabel efektivitas adopsi teknik pencegahan kematian ikan, untuk kuesioner belahan pertama dengan alpha 0,7191, dan kuesioner belahan kedua dengan alpha 0,6801. Hasil pengujian ini menunjukan
28
adanya korelasi yang sangat kuat karena nilai tersebut jauh lebih besar dari r tabel (α=0,01) yaitu 0,606 dan (α=0,05) yaitu 0,482. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai keterandalan yang tinggi. Uji Reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan April 2006. Lokasi penelitian adalah di Blok Jangari, Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Adapun pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara khusus dengan pertimbangan bahwa Blok Jangari adalah merupakan blok pengusahaan ikan jaring apung pada Waduk Cirata yang rentan terhadap kasuskasus kematian ikan karena adanya booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Sedangkan Blok lainnya dapat dikatagorikan relativ aman dari kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes.
Analisis Data Analisis dilakukan menggunakan analisis deskriptif dan analisis hubungan. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data secara umum dengan menggunakan persentase. Analisa hubungan (korelasi), yaitu untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Siegel, 1990). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
29
N
S di
2
6
i=1
rs = 1N3 – N Dimana : rs di N
: Koefsien korelasi Rank Spearman : Perbedaan antara rangking : Banyaknya sample Pengolahan data untuk uji hubungan antar variable dilakukan melalui
komputer dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 10 untuk menjamin tingkat akurasi perhitungan. Pengukuran hubungan berpedoman pada kategori sebagai berikut : a)
Bila koefisien korelasi pada rank : 0,00 – 0,199, hubungan tidak berarti.
b)
Bila koefisien korela si pada rank : 0,20 – 0,399, hubungan rendah
a)
Bila koefisien korelasi pada rank : 0,40 – 0,599, hubungan sedang.
b)
Bila koefisien korelasi pada rank : 0,60 – 0,799, hubungan kuat.
c)
Bila koefisien korelasi pada rank : 0,80 – 1,000, hubungan sangat kuat. Pengambilan keputusan dilakukan sebagai berikut :
a). Terima hipotesis, bila signifikansi koefisien korelasi berada di antara taraf signifikan 0,00 – 0,05 b). Tolak hipotesis, bila signifikansi koefisien korelasi lebih besar dari taraf signifikan 0,05
30
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Luas Lahan Waduk dan Jumlah Petak Jaring Apung Waduk Cirata berada di antara tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Dengan luas lahan 71.111.824 m2 , yang meliputi waduk 66.031.466 m2 dan non waduk 5.081.358 m2 . Luas lahan waduk ini terbagi menjadi: 1). Kabupaten Bandung 29.235.872 m2 , terdiri dari waduk 27.556.890 m2 , dan non waduk 1.678.982 m2 . 2). Kabupaten Cianjur 29.603.299 m2 , terdiri dari waduk 29.320.482 m2 , dan non waduk 282.817 m2 . 3). Kabupaten Purwakarta 12.273.653 m2 , terdiri dari waduk 9.154.094 m2 dan non waduk 3.119.559 m2 . Luas genangan yang diizinkan untuk usaha jaring apung adalah 1.655,535 ha, terbagi untuk masing- masing kabupaten sebagai berikut : 1). Kabupaten Bandung 261,56 ha. 2). Kabupaten Cianjur 753,353 ha. 3). Kabupaten Purwakarta 640,85 ha. Jumlah petak jaring apung yang diizinkan adalah 12.000 petak jaring apung (ukuran standar 7 m x 7 m = 49 m2 /petak). Jumlah petak jaring apung untuk menempati luas yang diizinkan untuk masing- masing wilayah sebagai berikut: 1). Kabupaten Bandung 1.896 petak jaring apung. 2) Kabupaten Cianjur 5.460 petak jaring apung. 3). Kabupaten Purwakarta 4.644 petak jaring apung. Jumlah petak dan pemilik jaring apung pada tahun 2000 untuk Kabupaten Bandung 4.791 petak jaring apung dengan jumlah pemilik 621 orang. Kabupaten Cianjur 15.959 petak jaring apung dengan jumlah pemilik 1.471 orang. Kabupaten Purwakarta 8.243 petak jaring apung dengan jumlah pemilik 707 orang. Lokasi potensi dan jumlah petak jaring apung di Kabupaten Cianjur terdapat pada beberapa blok seperti berikut: 1). Ciputri 2.062 petak. 2). Patok Besi
31
2.136 petak. 3). Jangari 650 petak. 4). Nyelempet 1.600 petak. 5). Jati Nenggang 4.280 petak. 6). Kebon Coklat 2.328 petak. 7). Neundeut 572 petak. 8). Nusa Dua 476 petak. 9). Calincing 1.929 petak. (Sumber Balai Pengelola Waduk Cirata – Perusahaan Listrik Negara Unit Pelaksana Cirata, 2004).
Tanggung Jawab Pembinaan Petani Ikan Jaring Apung Waduk Cirata Sesuai dengan tujuan peruntukannya, pembangunan waduk adalah untuk pembangkit tenaga listrik. Dengan mengacu tujuan peruntukan, maka tanggung jawab pengelolaan waduk menjadi kewenangan Perusahaan Listrik Negara (PLN). PT PLN kemudian membentuk sebuah lembaga khusus yang menangani waduk, untuk Waduk Cirata disebut Balai Pengelola Waduk Cirata (BPWC). Balai inilah yang kemudian memberikan izin kepada para petani bekas genangan yang akan mengusahakan ikan di jaring apung. Sebagai prioritas adalah para petani yang kehilangan pencaharian untuk beralih profesi sebagai petani ikan dalam jaring apung. Mengingat pengusahaan ikan di jaring apung ini dikelola oleh masyarakat petani, dimana menggunakan teknologi budidaya secara khusus, serta penggunaan modal yang relative besar (investasi perpetak Rp 5.000.000,- dan biaya produksi perpetak per 3 bulan Rp 8.000.000,-. Maka pembinaan teknik budidaya menjadi tugas pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Perikanan Kabupaten dimana para petani berada. Sebagai contoh Dinas Perikanan Kabupaten Bandung untuk wilayah pengusahaan Kabupaten Bandung, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur untuk wilayah pengusahaan Kabupaten Cianjur, dan Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta untuk wilayah Kabupaten Purwakarta.
32
Namun, karena batas sebuah perairan sulit untuk ditandai dengan pasti, dan hak serta kewenangan masalah perizinan, pembinaan, dan penarikan retribusi tidak tersentral. Maka seringkali tanggung jawab dan hak pemerintah sebagai pembina dan penerima pajak serta tanggung jawab dan hak petani sebagai pembayar pajak dan penerima bimbingan menjadi tidak jelas. Sebagai contoh, petani enggan membayar pajak yang diberlakukan kepadanya karena mereka beranggapan wilayahnya adalah wilayah Kabupaten Bandung, sementara yang datang adalah petugas dari Kabupaten Cianjur dan atau sebaliknya. Kasus lain, adalah adanya izin usaha budidaya ikan jaring apung yang dikeluarkan oleh pihak PLN, sementara pembinaan menjadi tanggung jawab Dinas Perikanan. Dengan kata lain pendapatan yang menerima PLN sedang pembinaan menjadi tanggung jawab masing- masing Dinas Perikanan Kabupaten. (Sumber: Wawancara lepas tanggal 6 Juli 2006 antara peneliti dengan Eman, Staf Dinas Perikana n dan Peternakan Kabupaten Cianjur).
Kelembagaan Petani Ikan Jaring Apung Kelembagaan petani pada umumnya terwadahi dalam suatu kelompok tani baik petani padi, palawija, perkebunan, peternakan, perikanan, bahkan petani yang berusahatani dikawasan hutan. Mereka masing- masing mempunyai kelembagaan yang secara umum dikenal dengan istilah “Kelompok Tani”.
Kelompok ini
adalah merupakan perkumpulan petani-petani sehamparan yang melakukan usahatani, dimana mereka tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk meningkatkan taraf hidup masing- masing anggotanya dalam rangka kepentingan bersama.
33
Berbeda dengan kelompok petani ikan dalam jaring apung khususnya di Waduk Cirata, kelembagaan petani atau kelompok tani adalah bentukan pemerintah dan hanya untuk formalitas kepentingan pemerintah. Tabel 1. Nama kelompok petani ikan jaring apung Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. No. 1. 2. 3. 4.
Nama Kelompok Ciputri Mina Tani Mina Setya Karya Kenanga
Nama Ketua Sohibul Bayan Suhanda Hj. Jamilah Uum
Jumlah anggota (orang) 15 15 10 10
Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan kabupaten Cianjur. Petani yang termasuk kedalam anggota kelompok dalam kenyataannya lebih banyak mandiri dan atau terikat secara tidak langsung pada perilaku bisnis dengan seorang pedagang/perusahaan pakan ikan. Data pedagang/perusahaan pemilik gudang pakan ataupun penyedia jasa la innya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Nama pedagang/perusahaan pemilik gudang pakan ikan di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. No.
Nama Perusahaan/pemilik
1.
PT. Pandita Mukti/ H. Iwan
2.
PT. Sinar Baru/ H. Ade
3.
PT. Karisma 8/ H. Ujang DO PT. Jangari Perdana/ H. Endang
4.
5.
PT. Anggun Pratama/ Gunawan
6.
CV. Damar Mandiri/ Deris
7.
PT. Gumilang/ Hj. Jamilah
8.
H. Deni
9.
H. Ateng
10.
Ujang Keling
11.
Kumay
12.
H. Ali Maki
Jenis kegiatan yang dilakukan ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?
Penjualan pakan ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembenihan ikan dan pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembenihan ikan dan pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Penjualan pakan ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Pembelian hasil panen ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Pembesaran ikan di jaring apung Pembelian hasil panen ikan Pembesaran ikan di jaring apung
Lokasi Jangari
Jangari Jangari Jangari
Jangari Jangari
Jangari Jangari Jangari Jangari Jangari Jangari
Sumber : Data primer hasil observasi lapangan, Juni 2006.
34
Perilaku bisnis antara para petani dan pedagang/perusahaan pakan ikan biasanya berkembang menjadi hubungan konsultasi. Hubungan konsultasi ini umumnya terjadi karena sang pedagang/perusahaan adalah pemilik gudang pakan ataupun penyedia jasa lainnya yang berkaitan dengan usaha jaring apung. Bahkan mereka memiliki usaha ikan didalam jaring apung dalam jumlah relatif besar. Di gudang pakan inilah merupakan sentral informasi petani dalam berbagai masalah.
Karakteristik Individu Petani Ikan Jaring Apung Waduk Cirata Variabel karakteristik individu petani yang diamati dalam penelitian ini meliputi: umur, pendidikan, skala usaha, dan lama usaha. Secara rinci karakteristik individu petani dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase karakteristik individu petani ikan jaring apung Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur No. 1.
Karakteristik individu petani Umur
2.
Pendidikan
3.
Skala usaha
4.
Lama usaha
Katagori Muda (17– 30 tahun) Dewasa (31– 40 tahun) Tua (41–60 tahun) Dasar (tamat SD - tamat SLTP) Menengah (tamat SLTA – Tamat D1) Tinggi (tamat D2 – tamat D4/S1) Kecil (= 12 petak) Sedang/menengah (13-40 petak) Besar/kuat (41-100 petak) Pemula/kurang berpengalaman (=12 bulan) Cukup berpengalaman (13-36 bulan) Berpengalaman (37-60 bulan) Berpengalaman sekali (> 60 bulan)
Jumlah orang 11 29 10 6 34 10 5 43 2 1 3 1 45
Persentase 22 58 20 12 68 20 10 86 4 2 6 2 90
Umur Karakteristik umur pada katagori dewasa memiliki nilai persentase cukup tinggi. Pada katagori ini umumnya memiliki tenaga, semangat, dan daya tahan tubuh yang tinggi. Mengingat usaha budidaya ikan di jaring apung adalah usaha
35
yang memerlukan fisik kuat untuk selalu berada di tengah waduk, serta perhatian yang serius terhadap ikan yang dibudidayakan. Pendidikan Persentase responden di daerah penelitian yang berpendidikan menengah adalah pada katagori tinggi. Hal ini dapat dipahami karena para pemilik usaha ini merupakan generasi ke dua, anak dari pemilik pertama. Pemilik pertama umumnya telah mewariskan kepada putra-putranya setelah lulus sekolah. Mereka adalah masyarakat yang terkena genangan yang sudah mengusahakan jaring apung selama bertahun-tahun. Dari keuntungan usaha ini, para petani mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga minimal tamat Sekolah Menengah Pertama dan tidak sedikit yang telah lulus sarjana. Skala usaha Kepemilikan berskala sedang yaitu kepemilikan petak jaring apung antara tiga belas petak sampai empat puluh petak. Ini adalah merupakan kepemilikan jaring apung yang paling banyak dimiliki oleh responden, dengan sebaran kepemilikan dari enam belas petak sampai tiga puluh enam petak. Dengan memperhatikan data pendukung seperti status kepemilikan yang ternyata kepemilikan ini tidak dimiliki oleh masyarakat korban gusuran, namun milik orang luar kota yang memiliki banyak kelebihan uang, maka jelas bahwa besarnya kepemilikan atau skala usaha jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata ini sangat berhubungan dengan sifat usaha yang tidak mementingkan bisnis namun lebih bersifat kesenangan. Ini dapat dibuktikan bahwa di mana maju mundurnya usaha ini lebih ditekankan kepada orang penunggu/orang kepercayaan yang mengelolanya.
36
Lama usaha Karakteristik lama usaha pada katagori berpengalaman sekali menghasilkan persentase yang tinggi. Tingginya persentase berpengalaman sekali ini karena mereka tidak menyia-nyiakan peluang usaha yang ada sebagai pengganti mata pencaharian yang telah hilang akibat proyek pembuatan waduk. Apakah mereka sebagai pemilik atapun penunggu/orang kepercayaan yang mengelola jaring apung milik orang lain. Responden
yang
berkatagori
kurang
berpengalaman
dan
cukup
berpengalaman adalah merupakan pemain baru di bisnis ikan jaring apung. Dari dua persen atau satu orang yang kurang berpengalaman adalah merupakan penunggu/orang kepercayaan pemodal jaring apung yang memang datang dari luar daerah untuk mengelola ikan jaring apung miliknya. Sementara enam persen responden cukup berpengalaman terdiri dari satu orang yang berkatagori penunggu adalah pendatang baru dan merupakan penunggu/orang kepercayaan pemodal, dua orang berkatagori milik sendiri yaitu merupakan pemecahan kepemilikan dari satu pemilik atau dengan kata lain penerusan generasi.
Perilaku Komunikasi Perilaku komunikasi adalah segala tindakan atau aktivitas seseorang, kelompok atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi. Dalam penelitian ini variabel perilaku komunikasi yang diamati antara lain adalah: aktivitas responden dalam melakukan partisipasi sosial, komunikasi interpersonal antara petani dengan agen pembaharu, serta keterdedahan terhadap media. Secara rinci persentase katagori variabel perilaku komunikasi dapat di lihat pada Tabel 4.
37
Tabel 4. Persentase katagori perilaku komunikasi individu petani ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. No . 1.
2.
Perilaku komunikasi
Katagori
Partisipasi sosial Tidak pernah (0 kali dalam sebulan) (kegiatan arisan, Rendah (1-2 kali dalam sebulan) pengajian, gotong royong Sedang (3-4 kali dalam sebulan) didalam masyarakat) Tinggi/sering ( 5-6 kali dalam sebulan) Komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu 1. Komunikasi interper Tidak melakukan (0 kali dalam sebulan) sonal dengan penyuluh Rendah (1-2 kali dalam sebulan) 2. Komunikasi interper Tidak melakukan (0 kali dalam sebulan) sonal dengan petugas Rendah (1-2 kali dalam sebulan) instansi/dinas terkait 3. Komunikasi interper Sedang (3-4 kali dalam sebulan) sonal dengan pedagang Tinggi/sering (5-6 kali dalam sebulan) bibit/pakan 4. Komunikasi interper Sedang (3-4 kali dalam sebulan) sonal dengan pembeli Tinggi/sering (5-6 kali dalam sebulan) ikan hasil panenan 5. Komunikasi interper Tidak melakukan (0 kali dalam sebulan) sonal dengan petani Rendah (1-2 kali dalam sebulan) ikan jaring apung berpengalaman
Jumlah (orang)
Persen tase
8 9 31 2
16 18 62 4
33 17 37 13
66 34 74 26
26 24
52 48
35 15
70 30
29 21
58 42
Partisipasi Sosial Kegiatan partisipasi sosial para petani ikan di lokasi usaha yang berada di atas perairan waduk umumnya dilakukan hanya bentuk arisan, kegiatan lain tidak mereka lakukan. Partisipasi sosial yang dilakukan di tempat tinggal petani beserta keluarganya adalah kegiatan pengajian, umumnya dilakukan seminggu sekali pada malam Jum at. Responden yang tidak pernah melakukan partisipasi sosial ini terjadi pada responden yang merupakan penunggu/orang kepercayaan, dan selalu tinggal di tempat usahanya. Mereka pulang kepada keluarganya setelah panen ikan selesai dan akan kembali lagi ke jaring setelah keperluan dianggap selesai. Pada responden ini, empat kelompok rersponden berstatus sebagai pendatang dan
38
empat responden lainnya adalah masya rakat yang terkena gusuran yang kini telah berdomisili relatif jauh dari Waduk Cirata Cianjur. Responden yang
partisipasi sosialnya rendah, terdiri dari empat orang
berstatus sebagai penunggu/orang kepercayaan, satu orang berstatus sebagai manajer, dan empat orang berstatus sebagai pemilik sendiri. Beberapa orang dari kelompok ini selalu tinggal di atas perairan waduk sekaligus menjaga ikan peliharaannya, sedang tempat tinggal keluarganya tidak jauh dari Waduk Cirata. Responden yang partisipasi sosialnya sedang merupakan sebagian besar dari jumlah responden. Ini terdiri dari tiga belas persen responden katagori sebagai penunggu, tiga persen
katagori sebagai manajer, lima belas persen
responden katagori pemilik. Ketiga kelompok katagori ini masih mampu melakukan partisipasi sosial yang cukup yaitu tiga sampai empat kali dalam sebulan, yang berarti dalam setiap bulannya masih menyempatkan diri untuk mengikuti kegiatan bersama masyarakat. Apabila dilihat lebih jauh, kelompok ini umumnya tidak menginap di jaring apung, mereka pulang ke rumah tinggal beserta keluarganya. Responden yang partisipasi sosialnya tinggi/sering yaitu terdapat dua responden yang melakukan partisipasi sosial dalam sebulan lima sampai enam kali pertemuan. Satu responden sebagai penunggu/orang kepercayaan dan satu responden sebagai pemilik usaha ikan di jaring apung. Apabila dilihat lebih mendalam, responden ini adalah merupakan tokoh masyarakat di kampungnya dan memiliki anak buah sebagai pekerja yang setiap waktunya menunggui usaha ikan di jaring apungnya. Data pendukung yang lain menyatakan bahwa dalam
39
perbincangan saat melakukan partisipasi sosial, ternyata
mereka melakukan
bincang-bincang kasus kematian ikan dan perbincangannya dirasakan bermanfaat.
Komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu Pada variabel ini, yang di analisa adalah komunikasi tatap muka responden dengan petugas penyuluh, petugas dinas dan instansi terkait, pedagang bibit/pakan, pembeli ikan hasil panenan dari jaring apung, dan petani ikan jaring apung berpengalaman di mana pembicaraannya mengenai masalah kasus kematian ikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1. Komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung dengan petugas penyuluh Rendahnya komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur dengan petugas penyuluh, terjadi karena tidak ada petugas penyuluh secara khusus yang mengurusi usaha ikan dalam jaring apung di Waduk Cirata Cianjur. Sementara yang ada adalah petugas penyuluh tanaman pangan. Secara kebetulan petugas penyuluh di Blok Jangari (Pak Adet) adalah petani ikan jaring apung, sehingga mereka mampu memberikan saran dan pembinaan kepada para petani binaannya. 2. Komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung de ngan petugas instansi terkait Petugas dinas dari instansi terkait adalah seseorang pegawai pemerintah selain petugas penyuluh yang diberi beban pekerjaan oleh instansinya dan bertanggung jawab atas pekerjaannya. Beban pekerjaan dimaksud adalah pencatatan/pendataan, penyampaian informasi, dan kegiatan lain yang menjadi tugasnya. Sebagai contoh masalah administrasi dan perkoperasian dari Dinas Koperasi, masalah perdagangan dari Dinas Perdaga ngan dan lainnya. Petugas
40
dinas dan instansi terkait yang berkunjung ke wilayah usaha jaring apung Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur menurut pengakuan beberapa responden, antara lain petugas dari: Balai Penelitian Air Tawar Sukabumi, Dinas Perikanan dan Peternakan Kab Cianjur, serta
Lalu lintas Angkutan Danau dan
Penyeberangan. Petugas dinas terkait yang ada ataupun yang datang ke jaring apung Blok Jangari ini, menurut pemantauan beberapa responden datang ke lokasi hanya untuk mengambil data di jaring apung yang dilakukan tiap sebulan sekali dengan selalu berganti- ganti petugas. Petugas dinas terkait akan banyak berkunjung manakala akan ada kunjungan tamu atau pejabat dari Jakarta untuk suatu peninjauan.
Data persentase komunikasi interpersonal petani
dengan petugas dinas ini diperoleh dimungkinkan karena ada staf Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur (Pak H. Ade) yang secara pribadi ia memiliki usaha ikan di jaring apung. 3. Komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung dengan pedagang bibit/pakan ikan Pedagang bibit (bandar bibit) adalah penjual bibit ikan yang akan di pelihara. Sedang pedagang pakan ikan adalah pemilik gudang pakan yang menjual pakan ikan. Pedagang bibit/pakan ikan terkadang dilakukan oleh satu perusahaan seperti PT Sinar Baru dan PT Jangari Perdana. Namun tidak sedikit suplaier bibit perseorangan yang datang langsung ke para petani ikan jaring apung untuk menawarkan bibit ikan yang mereka jual. Tingginya prekwensi komunikasi interpersonal petani dengan pedagang bibit/pakan ikan, dimungkinkan karena para petani yang membutuhkan pakan ikan umumnya datang langsung ke gudang pakan untuk membeli baik secara
41
tunai maupun bayar setelah panen. Begitu pula kebutuhan akan bibit ikan, para pedagang atau suplaier bibit selalu datang mengunjungi para petani untuk mengetahui kapan dan berapa petani ini membutuhkan bibit ikan. Dengan demikian prekwensi komunikasi interpersonal antara petani dengan pedagang bibit/pakan ini menjadi lebih sering terjadi. 4. Komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung de ngan pembeli ikan hasil panenan Pembeli ikan hasil panenan (bandar daging) adalah para pedagang ikan hasil panenan yang diperankan oleh perusahaan atau perorangan. Lihat Tabel 2, nama pedagang/perusahaan pemilik gudang pakan atau penyedia jasa yang berkaitan dengan usaha ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. Frekwensi komunikasi interpersonal petani ikan dengan pembeli ikan hasil panenan (bandar daging) menunjukan katagori sedang yang cukup besar. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa bandar daging yang selalu datang kepada para petani menjelang panen ikan tiba. Ini mereka lakukan dengan tujuan agar daging ikan yang akan di panen tidak dijual ke pedagang pakan ikan, namun diharapkan dijual kepada sang bandar daging dengan harga beli sedikit lebih mahal apabila di jual kepada pemilik gudang pakan. Dengan demikian para bandar daging akan selalu mendapat ikan panenan yang selanjutnya mereka jual kepada langganannya di luar Cianjur. 5. Komunikasi interpersonal petani ikan jaring apung dengan petani ikan jaring apung berpengalaman Melihat data lama usaha di mana sembilan puluh persen responden adalah amat berpengalaman, dua persen responden berpengalaman, enam
42
persen responden cukup berpengalaman, dan dua persen responden kurang berpengalaman. Ini menunjukan hampir semua responden adalah pelaku lama di usaha ikan jaring apung. Namun apabila melihat data hanya empat puluh dua persen responden melakukan komunikasi interpersonal dengan petani berpengalaman dan selebihnya tidak melakukan komunikasi. Maka keadaan hubungan antar individu petani ikan dijaring apung berarti jarang terjadi. Terlebih apabila dikaitkan dengan data kegiatan partisipasi sosial yang dilakukan di jaring apung hanya sebatas arisan dan data enam belas persen responden tidak pernah melakukan partisipasi sosial, delapan belas persen responden responden partisipasi sosialnya rendah, enam puluh dua persen partisipasi sosialnya sedang, empat persen responden partisipasi sosialnya sering, dan tidak ditemukan petani partisipasi sosial amat sering, ini berarti kehidupan bermasyarakat di jaring apung adalah sangat individual dan pertukaran pengalaman kurang terjadi.
Keterdedahan media Kini, hampir semua informasi dapat diakses melalui media. Keterdedahan media
adalah
seberapa
jauh
responden
memanfaatkan
media
cetak
(majalah/koran) dan elektronik (radio dan televisi) yang isinya berkaitan dengan kasus kematia n ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes.
43
Tabel 5. Persentase keterdedahan terhadap media petani ikan jaring apung Blok Jangari waduk Cirata Cianjur. No. 1.
Keterdedahan media Media cetak
2.
Media elektronik (radio)
3.
Media elektronik (televisi)
Katagori Tidak terdedah (0 jam/bulan) Rendah (1-15 jam/bulan) Sedang (16-30 jam/bulan) Tinggi (31-45 jam/bulan) Tidak terdedah (0 jam/bulan) Sedang (16-30 jam/bulan) Tinggi (31-45 jam/bulan) Amat tinggi (>46 jam/bulan) Tidak terdedah (0 jam/bulan) Rendah (1-15 jam/bulan) Sedang (16-30 jam/bulan) Tinggi (31-45 jam/bulan) Amat tinggi (>46 jam/bulan)
Jumlah (orang) 33 1 11 5 19 3 25 3 34 1 6 7 2
Persentase 66 2 22 10 38 6 50 6 68 2 12 14 4
Keterdedahan media cetak Besarnya persentase tidak terdedah media cetak dapat dipahami karena para responden dalam usahanya berada ditengah perairan waduk, akses untuk mendapatkan media cetak sangat sulit, sementara untuk mendapatkan media cetak harus pergi ke kota yang jaraknya 17 km. Apabila melihat data pendukung bagaimana untuk mendapatkan media cetak, dapat dijelaskan sebagai berikut : tujuh puluh persen responden tidak pernah memanfaatkan media cetak, delapan persen responden dengan cara mendapatkan gratis, dua persen responden dengan cara pinjam, dan dua puluh persen responden dengan cara berlangganan. Sehingga wajar apabila persentase keterdedahan media cetak adalah rendah. Mereka yang terdedah media cetak umumnya adalah mereka- mereka yang berpendidikan tinggi. Dimana mereka umumnya haus akan informasi, serta sering bepergian ke kota. Keterdedahan media elektronik (radio) Media elektronik radio menunjukan keterdedahan yang cukup baik dibandingkan dengan keterdedahan
media cetak. Pemanfaatan radio sebagai
44
sarana hiburan dan informasi merupakan persentase yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan media cetak maupun media televisi. Ini dapat dipahami karena media radio bentuknya kecil dan dapat dibawa kemanapun responden pergi, sementara sumber tenaga yang digunakan dapat menggunakan sumber tenaga dari baterai. Baterai dapat diperoleh pada toko atau warung-warung kecil disekitar waduk Cirata. Besarnya tingkat keterdedahan media radio bagi petani ikan jaring apung ini dapat dijelaskan karena 1). program siaran radio selalu mengikuti perkembangan wilayah jangkauan dari radio. 2). wilayah jangkauan penyiaran radio lokal Cianjur masih dapat diterima di wilayah Jangari Waduk Cirata Cianjur. Keterdedahan media elektronik (televisi) Besarnya responden tidak terdedah media televisi ini dapat dipahami karena televisi masih sangat jarang ditemukan di jaring apung. Responden yang mampu menikmati televisi diatas jaring apung adalah responden yang berskala besar. Jaring apung berskala besar umumnya menyediakan televisi sebagai sumber hiburan bagi para pekerjanya yang ada di atas jaring apung. Program televisi yang memuat dunia agribisnispun masih belum menarik para produser televis i. Kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik dan penyakit herpes hanya ditayangkan sebagai berita sekilas yang tidak menceritakan isi (bagaimana proses kematian karena kasus, jenis ikan apa yang harus diusahakan, dan bagaimana pengendalian dan pencegahannya).
45
Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Tingkat Pemahaman Variabel tingkat pemahaman adalah seberapa besar responden memahami teknik pencegahan kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Tingkat pemahaman teknik pencegahan kematian ikan yang diteliti antara lain adalah: apakah responden memahami atau mampu menjelaskan proses penyebab terjadinya kematian ikan, bagaimana cara mengatasinya, dan jenis ikan apa yang diusahakan untuk mengatasi kasus kematian ikan. Dengan katagori jawaban adalah: tidak memahami, dan memahami. Persentase hasil penelitian tingkat pemahaman teknik pencegahan kematian ikan karena kasuskasus diatas, lihat Tabel 6. Tabel 6. Persentase hasil tingkat pemahaman tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Sub variabel Pemahaman proses terjadinya kematian ikan
Jenis kasus Booming Plankton Arus Balik
Cara mengatasi kematian ikan
Penyakit Herpes Booming Plankton Arus Balik
Jenis Ikan yang harus diusahakan untuk mengatasi kematian ikan
Penyakit Herpes Booming Plankton Arus Balik Penyakit Herpes
Katagori
Persentase
Tidak memahami
34
Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami
66 6 94 18 82 20 80 2 98 6 94 14
Memahami Tidak memahami Memahami Tidak memahami Memahami
86 2 98 2 98
46
1. Pemahaman proses penyebab terjadinya kematian ikan Persentase hasil penelitian menunjukan bahwa masih cukup besarnya responden yang tidak memahami atau menjawab salah atas pertanyaan proses penyebab terjadinya kematian ikan karena booming plankton dan ikan mati karena arus balik. Masih adanya kesalahan dalam menjawab pertanyaan ini karena ciri ikan mati pada booming plankton dan arus balik adalah hampir sama. Keduanya sama-sama kekurangan oksigen, kondisi ikan menjadi lemas, berenang pasif, dan akhirnya mengapung dipermukaan air. Sehingga kematian ikan karena booming plankton pun dianggapnya mati karena arus balik. Responden yang tidak memahami proses penyebab terjadinya kematian ikan karena arus balik, dimungkinkan karena ada responden yang memang merupakan pendatang baru, sehingga mereka belum mengenal kendalakendala dan menjelaskan bagaimana proses terjadinya kematian ikan yang bakal dijumpai dalam usaha ikan di jaring apung. Responden yang tidak memahami proses penyebab terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes, ini dimungkinkan karena ada responden yang memang merupakan pendatang baru yang belum mengenal macam- macam jenis kematian ikan. Sedang bagi responden yang telah lama mengusahakan namun tidak mampu menjelaskan bagaimana proses penyebab terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes, dimungkinkan karena ada beberapa responden yang enggan untuk melakukan kegiatan partisipasi sosial ataupun mencari tahu penyebab terjadinya kematian ikan karena beberapa kasus.
47
2. Cara mengatasi kasus kematian ikan Persentase hasil penelitian menunjukan bahwa masih adanya responden yang tidak memahami bagaimana cara mengatasi terjadinya kematian ikan karena booming plankton. Ini dimungkinkan karena responden ini tidak memahami proses terjadinya penyebab kematian ikan karena booming plankton. Sehingga adanya booming plankton kurang dapat disiati dengan memelihara ikan tertentu agar biaya produksi dapat membantu menekan biaya produksi dari ikan peliharaannya ataupun cara lainnya yang menguntungkan petani. Responden yang tidak memahami bagaimana cata mengatasi kasus kematian ikan karena arus balik. Ini dimungkinkan karena ada responden yang memang merupakan pendatang baru, sehingga mereka belum mengenal bagaimana mengatasi kasus kematian ikan karena arus balik. Sedang responden yang tidak memahami bagaimana cara mengatasi kematian ikan karena penyakit herpes, ini dimungkinkan karena ada responden yang memang merupakan pendatang baru yang belum mengenal macam- macam jenis kematian ikan.
3. Jenis ikan untuk mengatasi kasus kematian Persentase hasil penelitian menunjukkan bahwa masih adanya responden yang tidak memahami dalam memilih jenis ikan dikarenakan responden ini tidak memahami proses terjadinya penyebab kematian ikan. Sehingga booming plankton yang terjadi di perairan kurang dapat disiati dengan memelihara jenis ikan tertentu. Semestinya dengan memelihara jenis ikan tertentu sebagai penyeimbang ekosistem, maka biaya produksi dapat ditekan dan pada akhirnya
adanya booming plankton justru dapat meningkatkan
48
pendapatan petani ikan jaring apung. Persentase hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang tidak memahami dalam memilih jenis ikan agar tidak terserang kasus arus balik merupakan pendatang baru dalam usaha ikan di jaring apung. Sedang responden ya ng tidak memahami dalam memilih jenis ikan agar tidak mengalami kematian karena penyakit herpes dikarenakan responden ini merupakan pendatang baru dan belum mengenal bagaimana memilih jenis ikan agar tidak mengalami kematian karena penyakit herpes.
Penerapan Variabel tingkat penerapan adalah kemampuan responden menerapkan teknologi dari pengalaman orang lain atau hasil penelitian/uji coba instansi terkait sehingga dalam pengusahaan ikan pada jaring apung tidak terkena kasus kematian ikan karena kasus booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Dengan katagori jawaban adalah: belum menerapkan, dan telah menerapkan. Tabel 7. Persentase hasil tingkat penerapan dalam mencegah kematian ikan di jaring apung karena kasus booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur. Jenis kasus Booming Plankton Arus Balik Penyakit Herpes
Katagori
Persentase
Belum menerapkan
32
Menerapkan Belum menerapkan Menerapkan Belum menerapkan Menerapkan
68 28 72 18 82
1. Penerapan pencegahan kematian ikan karena booming plankton Persentase hasil penelitian menunjukkan bahwa masih cukup tingginya responden yang belum menerapkan teknologi, pengalaman orang lain, maupun hasil uji coba dimungkinkan karena pemahaman beberapa responden yang
49
masih salah terhadap booming plankton. Masalah lain dapat pula terjadi responden memahami cara mencegah terjadinya kematian karena booming plankton, namun karena keterbatasan pembiayaan untuk membuat jaring lapis kedua dan ketiga sehingga tingkat penerapannya masih belum dapat diwujudkan. 2. Penerapan pencegahan kematian ikan karena arus balik Persentase hasil penelitian menunjukan bahwa masih cukup tingginya responden yang belum menerapkan teknologi, pengalaman orang lain, maupun hasil uji coba dimungkinkan karena keterbatasan pembiayaan untuk menghindari terjadinya arus balik dengan memindahkan jaring ketempat yang lebih aman ataupun menyediakan blower sebagai alat bantu pensuplai oksigen terlarut dalam air masih belum dapat dilakukan oleh responden ini. 3. Penerapan pencegahan kematian ikan karena penyakit herpes Persentase hasil penelitian menunjukkan bahwa cukup tingginya persentase belum menerapkan menunjukkan bahwa belum semua pemahaman bagaimana mencegah terjadinya dan bagaimana memilih jenis ikan agar tidak mengalami kematian karena kasus ini belum diterapkan oleh para responden khususnya adalah karena kelalaian dalam memilih bibit dari induk yang benarbenar sehat.
50
Hubungan Karakteristik Individu/Petani Ikan dengan Perilaku Komunikasi Beberapa variabel karakteristik individu tidak semuanya berhubungan nyata dengan variabel perilaku komunikasi. Variabel yang berhubungan nyata antara lain adalah: pendidikan berhubungan nyata dengan komunikasi interpersonal dengan penyuluh, pendidikan berhubungan nyata dengan keterdedahan terhadap media cetak, dan lama usaha berhubungan sangat nyata negatif terhadap keterdedahan media televisi. Hasil selengkapnya hubungan karakteristik petani ikan dengan perilaku komunikasi, lihat Tabel 8. Tabel 8. Nilai hubungan karakteristik individu dengan perilaku komunikasi petani ikan jaring apung Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur.
Karakteristik Responden
Coefe sien Keikutser Corela taan si dan kegiatan signifi kemasyara cansy katan
Perilaku Komunikasi Komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu Keterdedahan terhadap : media petugas pedagang pembeli petani penyuluh dinas bibit/ ikan hsl berpenga cetak radio televisi /instansi pakan panen laman
Umur
CC Sig
.074 .610
-.109 .452
-.194 .177
.091 .531
.222 .122
.028 .844
.217 .131
.222 .121
-.037 .799
Pendidikan
CC Sig
.185
.128
-.161
.378**
.066
-.055
.456**
.168
.171
.200
.375
.263
.007
.648
.706
.001
.244
.234
Skala -.098 .000 -.149 .262 CC usaha Sig .499 1.000 .300 .066 Lama .013 -.042 .046 .187 CC usaha Sig .927 .771 .754 .195 ** Berhubungan nyata pada a = 0,05 (uji dua arah) * Berhubungan sangat nyata pada a = 0,01 (uji dua arah).
.218
-.196
.028
-.079
.004
.128
.173
.845
.586
.975
.073
-.111
-.143
-.109 -.292*
.616
.444
.321
.451
.040
Pendidikan berhubungan nyata dengan komunikasi interpersonal pedagang bibit/pakan ikan, dan keterdedahan terhadap media cetak. Hal ini membuktikan bahwa petani ikan jaring apung/responden yang berpendidikan tinggi cenderung lebih membutuhkan ataupun melakukan komunikasi interpersonal dengan sumber yang dianggap mampu memberikan penjelasan adalah semakin tinggi Pemilihan berkomunikasi interpersonal dengan pedagang bibit/pakan ikan, karena di gudang pakan/ikan inilah tempat bertemunya petani ikan dengan berbagai masalah,
51
hingga disana mereka dapat saling bertukar pikiran tentang kasus yang menimpanya. Sedang pendidikan dengan keterdedahan media cetak membuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan kebutuhan informasi dari media cetak semakin tinggi. Informasi pada media cetak memberikan nilai positif, karena seseorang akan dapat membaca berulang kali hingga memahami dengan benar atas kasus yang menimpanya. Lama usaha berhubungan sangat nyata negatif dengan keterdedahan terhadap media televisi. Hubungan ini berarti bahwa semakin lama berusaha ikan di jaring apung belum tentu mereka terdedah oleh media televisi untuk kasuskasus kematian ikan di jaring apung. Penayangan suatu kasus sangat jarang untuk ditayangkan kembali meski dalam periode yang telah lama. Terlebih kasus kematian ikan biasanya hanya merupakan berita sekilas dalam pemberitaan media televisi dan tidak menyangkut isi materi dalam penanganan kasus kematian ikan. Melihat nilai hubungan karakteristik individu dengan perilaku komunikasi, khususnya variabel pendidikan dengan variabel komunikasi interpersonal dengan pedagang bibit/pakan ikan, maka katagori hubungannya termasuk kedalam katagori hubungan rendah. Hubungan pendidikan dengan keterdedahan media cetak, termasuk kedalam katagori hubungan sedang. Sedang hubungan lama usaha dengan keterdedahan terhadap televisi, termasuk kedalam katagori hubungan rendah. Apabila melihat signifikansi koefesien korelasi pada masing- masing variabel, maka secara umum hipotesis terdapat hubungan karakteristik individu dengan perilaku komunikasi adalah ditolak, namun untuk sub variabel pendidikan
52
apabila berhubungan dengan sub variabel komunikasi interpersonal dengan pedagang bibit/pakan ikan dan keterdedahan media cetak, serta lama usaha dengan keterdedahan media televisi, maka hipotesis pada sub variabel ini adalah diterima. Hal ini terjadi karena nilai signifikansi koefesien korelasi berada pada taraf signifikansi 0,00 – 0,05, sement ara ke tiga sub variabel adalah berada pada kisaran angka tersebut.
Hubungan Karakteristik Petani Ikan dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Beberapa variabel karakteristik individu tidak semuanya berhubungan nyata dengan variabel tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan.
Variabel-
variabel yang berhubungan nyata adalah: Skala usaha berhubungan nyata dengan pemahaman terjadinya kasus kematian ikan karena arus balik. Skala usaha berhubungan sangat nyata dengan pemahaman bagaimana mencegah kematian ikan karena booming plankton. Skala usaha berhubungan nyata dengan pemahaman bagaimana mencegah kematian ikan karena arus balik. Skala usaha berhubungan nyata negatif dengan pemahaman jenis ikan pencegah kematian karena arus balik. Skala usaha berhubungan nyata dengan penerapan penanganan pencegahan arus balik. Lama usaha berhubungan nyata dengan variabel tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan. Dari 12 sub variabel, terdapat tiga variabel yang tidak berhubungan nyata, diantaranya: Lama usaha dengan pemahaman terjadinya kematian ikan karena booming plankton. Lama usaha dengan bagaimana cara mencegah kematian ikan karena penyakit herpes. Lama usaha dengan penerapan penanganan kasus kematian ikan karena arus balik. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 9.
53
Tabel 9. Nilai hubungan karakteristik individu petani ikan jaring apung dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan.
Karak teristik respon den Umur
Tingkat pemahaman Tingkat penerapan Coefe sien Memahami terjadinya Bagaimana cara Jenis ikan untuk Penerapan penanganan Corela proses kematian ikan mencegah kematian ikan mencegah kasus kasus kematian ikan si dan karena: karena: kematian ikan karena: karena: signifi cansy booming arus penyakit booming arus penyakit booming arus penyaki booming arus penyakit plankton balik herpes plankton balik herpes plankton balik t herpes plankton balik herpes CC Sig
.173
-.138
-.254
-.006
-.007
-.014
-.006
-.006
.111
-.089
.229
.339
.075
.238 .969
.964
.926
.969
.969
.445
.540
.219
Pendidi kan
CC Sig
.256
.043
-.018
.160
.024
.043
.068
.024
.024
.253
.180
-.018
.073
.769
.904
.267
.868
769
.639
.868
.904
Skala Usaha
CC Sig
.109
.421** .207
.328* .370** -.044
.450
.002
.020
Lama Usaha
CC Sig
.194
.779** .378** .513** .428** .219
.177
.000
.001
.150 .007
-.170
.000
.008 .002
.764 .127
-.177
.868
.076
.211
.249 -.370** -.025
.237
.384** .207
.082
.098
.006
.150
.457** .428** .466** .354*
.237
.378**
.097
.007
.008 .002
.865 .001
.012
** Berhubungan nyata pada a = 0,05 (uji dua arah) • Berhubungan sangat nyata pada a = 0,01 (uji dua arah).
Hubungan variabel skala usaha dengan tingkat pemahaman khususnya pada kasus kematian ikan karena arus balik, membuktikan variabel ini adalah berhubungan nyata. Hal ini dapat dipahami karena pada skala usaha sedang sampai besar mereka mampu memindahkan jaringnya ketempat lain yang bebas dari alur arus balik maupun menyediakan blower sebagai alat bantu penambah oksigen terlarut pada jaringnya agar terbebas dari kasus kematian ikan karena arus balik meski cara ini adalah membutuhkan pendanaan yang relatif mahal. Skala usaha dengan tingkat pemahaman bagaimana cara mencegah karena booming plankton dan arus balik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi skala usaha maka perhatian terhadap kasus kematia n ikan akan sangat besar. Apabila terjadi kematian ikan peliharaannya, maka berarti adalah terputusnya pendapatan (arus dana) terhadap perusahaan. Dampaknya dapat terjadi pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja atau bahkan kebangkrutan perusahaan. Skala usaha dengan tingkat pemahaman bagaimana memilih jenis ikan untuk mencegah kasus kematian ikan karena arus balik berhubungan nyata
54
negatif, hal ini dapat difahami karena pada skala usaha besar jenis ikan yang dipelihara, ukuran panen yang diharapkan telah diatur sedemikian rupa untuk memenuhi permintaan pelanggannya.
Sehingga apabila perusahaan menanam
atau memelihara jenis ikan tertentu sebagai antisipasi terjadinya kasus arus balik, maka berarti jenis ikan tertentu (contoh: ikan Mas) dan ukuran tertentu (contoh: 1 kg terdiri dari 4 ekor) tidak dapat diperoleh untuk memenuhi permintaan pelanggannya. Jalan keluar untuk menghindari terjadinya arus balik pada skala perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan penggeseran jaring apungnya sebelum arus balik muncul, atau dengan selalu siaga menyediakan blower sebagai cara antisipasi terjadinya kasus arus balik. Skala usaha berhubungan nyata dengan tingkat penerapan pencegahan kematian ikan karena arus balik. Hal ini dapat terjadi karena
petani kecil
biasanya terkendala dengan keterbatasan-keterbatasan yang ia miliki khususnya masalah pendanaan. Pendanaan untuk pengadaan blower sebagai penyelamat saat terjadinya arus balik adalah relatif mahal. Begitu pula dengan memindahkan jaring apung ke lokasi aman dari arus balik ternyata membutuhkan pembiayaan yang relatif tinggi bagi skala usaha kecil dan sedang. Dilihat dari hubungan lama usaha dengan tingkat pemahaman dan tingkat penerapan teknik pencegahan kematian ikan yang mana 75 persen (9 dari 12) menunjukan tingkat hubungan nyata, maka dapat dijelaskan bahwa semakin lama berusaha ikan di jaring apung kemungkinan pernah mengalami kematian ikan karena arus balik semakin besar. Begitu pula dalam memahami penyakit herpes, bagaimana cara mencegah booming plankton, dan memilih jenis ikan agar tidak terserang booming plankton dan penyakit herpes akan semakin berpengalaman.
55
Sedang tingkat penerapan berhubungan sangat nyata untuk kasus booming plankton, dan berhubungan nyata untuk kasus penyakit herpes. Ini dapat dipahami karena semakin lama berusaha kemungkinan untuk menerapkan sangat besar karena semakin lama berusaha ada kemungkinan semakin berkembang skala usahanya dan kemampuan untuk menerapkan akan semakin besar. Melihat nilai hubungan karakteristik individu khususnya skala usaha dan lama usaha dengan tingkat pemahaman dan tingkat penerapan adopsi teknik pencegahan kematian ikan, maka katagori hubungannya termasuk kedalam katagori hubungan rendah, dan sedang, bahkan terdapat satu hubungan kuat yaitu pada lama usaha dan tingkat pemahaman arus balik. Apabila melihat signifikansi koefisien korelasi pada masing- masing variabel, maka secara umum hipotesis terdapat hubungan karakteristik individu dengan perilaku komunikasi adalah ditolak, namun untuk sub variabel lama usaha dan skala usaha berhubungan nyata dengan beberapa variabel pada tingkat pemahaman dan tingkat penerapan adopsi teknik pencegahan kematian ikan seperti dijelaskan sebelumnya maka hipotesis pada variabel yang berhubungan nyata ini adalah diterima. Hal ini terjadi karena nilai sigifikansi koefesien korelasi berada pada taraf signifikansi 0,00 – 0,05, sementara ke duabelas variabel yang berhubungan nyata ini adalah berada pada kisaran angka tersebut.
56
Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Beberapa variabel perilaku komunikasi berhubungan nyata dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan. Variabel- variabel yang berhubungan nyata dan sangat nyata seperti: Keikutsertaan kegiatan kemasyarakatan berhubungan nyata dengan memahami terjadinya kasus kematian ikan karena booming plankton. Komunikasi interpersonal dengan penyuluh berhubungan sangat nyata dengan memahami proses terjadinya kematian ikan karena booming plankton.
Komunikasi
interpersonal
dengan
pedagang
bibit/pakan
ikan
berhubungan nyata dengan pemahaman proses booming plankton. Komunikasi interpersonal
dengan
petani
berpengalaman
berhubungan
nyata
dengan
pemahaman penyakit herpes. Keterdedahan terhadap media radio memiliki hubungan nyata dalam pemahaman proses penyakit herpes.
Keterdedahan
terhadap media televisi berhubungan sangat nyata negatif dengan pemahaman proses arus balik, berhubungan nyata negatif dengan pemahaman penyakit herpes, berhubungan nyata negatif dengan bagaimana cara mencegah booming plankton. Berhubungan sangat nyata negatif dengan jenis ikan untuk mencegah booming plankton. Nilai hubungan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan lihat Tabel 10.
57
Tabel 10. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Efektivitas Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Perilaku komunikasi
Coefe sien Corela si dan signifi cansy
Tingkat pemahaman
Tingkat penerapan
Memahami terjadinya Bagaimana cara Jenis ikan untuk Penerapan penanganan proses kematian ikan mencegah kematian ikan mencegah kasus kematian kasus kematian ikan karena: karena: ikan karena: karena: booming arus penyakit booming arus penyakit booming arus penyakit booming arus penyakit plankton balik herpes plankton balik herpes plankton balik herpes plankton balik herpes
CC Sig
.390** -.017
-.183
-.126
-.086 -.128
-.226
-.086 .143
.128
-.260 -.064
.005
.908
.203
.384
.554 .376
.115
.554 .323
.374
.068 .656
CC Sig
.337*
.004
.007
.148
-.199 .181
-.075
-.199 .103
.040
.071
.017
.980
.964
.306
.166 .208
.603
.166 .479
.784
.622 .964
CC Sig
.233
-.042
.040
.182
.085
.150
.239
.085
.085
-.082
-.240 -.078
.104
.771
.781
.205
.559 .299
.094
.559 .559
.571
.094 .589
CC Sig
.352*
.074
.138
.180
.137
.243
.272
.137
.137
.058
.153
.012
.609
.341
.211
.342 .089
.056
.342 .342
.687
.288 .818
Pembeli ikan hsl panen
CC Sig
.009
-.018
-.034
-.109
-.218 -.018
-.113
-.218 .094
.168
-.078 -.148
.949
.899
.814
.451
.128 .899
.434
.128 .518
.242
.591 .306
Petani berpe ngalaman
CC Sig
.183
-.126
.293*
.122
-.168 .215
.227
-.168 .122
-.024
-.191 -.023
.203
.382
.039
.400
.244 .134
.114
.244 .400
.867
.183 .873
CC Sig
.148
-.101
.097
-.037
-.100 .178
.203
-.100 .100
.067
.122
.303
.485
.503
.797
.487 .217
.158
.487 .487
.642
.400 .503
CC Sig
.079
.068
-.341*
-.130
.169 -.003
-.183
.169
.049
.157
-.112 -.253
.585
.641
.016
.368
.239 .982
.203
.239 .734
.275
.437 .076
CC Sig
-.147
-.322* -.156 -.156
-.142
-.101 -.201
.325
.485 .162
Keikutsertaan kegiatan kemasyarakatan Komuni Penyuluh kasi interper sonal Petugas dengan: dinas terkait Pedagang bi bit/pakan Ikan
Keterde Media cetak dahan terha Radio dap media: Televisi
.308
-.322* -.369** -.363** -.156 -.173
.023
.008
.010
.280 .229
.023
.280 .280
** Berhubungan nyata pada a = 0,05 (uji dua arah) * Berhubungan sangat nyata pada a = 0,01 (uji dua arah).
Keikutsertaan kegiatan kemasyarakatan berhubungan nyata dengan memahami proses kematian ikan karena booming plankton. Hal ini dapat difahami karena semakin banyak petani mengikuti kegiatan kemasyarakatan, semakin banyak pula mendapatkan informasi. Pada acara kegiatan kemasyarakatan terjadi tatap muka dan selalu ada komunikasi antar anggota baik itu komunikasi tentang ekonomi, politik, sosial, kebudayaan ataupun lainnya. Komunikasi interpersonal dengan penyuluh berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemahaman bagaimana terjadinya kematian ikan karena booming plankton. Hal ini dapat difahami karena di daerah penelitian ini, masih cukup banyak petani (34 persen) yang belum memahami bagaimana proses kematian ikan karena adanya booming plankton. Sthingga kehadiran petugas penyuluh akan sangat membantu dalam mentranfer ilmu kepada petani binaannya.
58
.007
.033
.097
Komunikasi interpersonal dengan pedagang bibit/pakan ikan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemahaman bagaimana terjadinya kematian ikan karena booming plankton. Hal ini dapat difahami bahwa pedagang bibit/pakan ikan akan selalu dikunjungi oleh para petani ikan dalam membeli bibit ataupun pakan ikan yang menjadi kebutuhannya. Di tempat penjualan bibit/pakan ikan ini menjadi sentral informasi bagi para petani dengan segala permasalahannya. Komunikasi interpersonal dengan petani berpengalaman berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemahaman bagaimana terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes. Hal ini dapat difahami karena petani berpengalaman adalah petani yang telah mengusahakan ikan jaring apung yang relatif lama. Pengusahaan yang relatif lama ini dimungkinkan menemui atau mengalami kasus kematian ikan karena penyakit herpes. Apabila tidak pernah mengalami kasus kematian ini, diyakini petani berpengalaman ini pernah mendengar atau membaca dari suatu sumber informasi tentang kematian ikan karena penyakit herpes. Keterdedahan media radio berhubungan sangat nyata negatif dengan tingkat pemahaman bagaimana terjadinya kasus kematian ikan karena penyakit herpes. Ini membuktikan bahwa ternyata meskipun jangkauan siaran radio dapat di terima dengan baik di perairan Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur, namun karena penyakit herpes ini adalah merupakan penyakit yang relatif baru menyerang di perairan waduk yang sebelumnya lebih banyak menyerang di perairan kolam air deras, maka sangat dimungkinkan informasi penyakit herpes di perairan waduk belum diterima oleh para penyiar radio. Sehingga informasi yang dimiliki oleh penyiar radio tentang bagaimana proses terjadinya kasus kematian ikan karena penyakit herpes masih rendah.
59
Media televisi berhubungan sangat nyata negatif dengan bagaimana terjadinya kasus kematian ikan karena arus balik, berhubungan nyata negatif dengan tingkat pemahaman bagaimana terjadinya kasus kematian ikan karena penyakit herpes, dan berhubungan sangat nyata negatif dengan tingkat pemahaman jenis ikan untuk mengatasi kasus booming plankton. Penayangan kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, maupun penyakit herpes tidak memberikan tingkat pemahaman bagaimana proses kematian ikan ataupun jenis ikan yang harus dipelihara untuk mengatasi kasus karena booming plankton, arus balik, maupun penyakit herpes. Penayangan kasus kematian ini di televisi hanya sekedar pemberitaan, contoh pada program liputan 6/berita sekilas/berita nasional/headline news pada stasiun televisi tertentu. Pemberitaan kasus kematian ikan ini tidak menyentuh substansi atau isi dan solusi atas kasus kematian ikan. Sehingga meskipun diliput dan diberitakan oleh stasiun televisi tertentu, namun dampak dari televisi terhadap adanya kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes justru belum positif. Melihat nilai hubungan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan, maka katagori hubungannya termasuk kedalam katagori hubungan rendah. Sedang untuk hipotesis terdapat hubungan antara perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi adalah ditolak. Namun apabila melihat signifikansi koefesien korelasi pada masing- masing sub variabel yang berhubungan nyata dan sangat nyata, maka hipotesis terdapat hubungan antara perilaku komunikasi dan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan adalah diterima. Sesuai dengan nilai sigifikansi koefesien korelasi berada pada taraf signifikansi 0,00 – 0,05,
60
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Petani ikan jaring apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur memiliki tingkat pemahaman teknik pencegahan kematia n ikan yang tinggi. Namun tingginya tingkat pemahaman ini masih belum diimbangi dengan tingkat penerapan. Tingkat penerapan yang lebih rendah dari pemahaman khususnya pada petani skala kecil, antara lain karena: 1). Faktor pembiayaan dan 2) Faktor kelalaian dan ketidak pahaman petani.
2.
Ada beberapa variabel karakteristik individu berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi, dan tingkat adopsi teknik pencegahan kematian ikan, yaitu antara: Pendidikan, berhubungan nyata dengan; komunikasi interpersonal melalui pedagang bibit/pakan ikan, dan dengan keterdedahan media cetak. Skala usaha, berhubungan nyata dengan; keterdedahan terhadap media televisi, proses kematian ikan karena arus balik, mencegah kematian ikan karena booming plankton, mencegah kematian ikan karena arus balik, jenis ikan pencegah kematian karena arus balik , penanganan pencegahan arus balik. Lama usaha, berhubungan nyata dengan; keterdedahan media televisi, terjadinya kematian karena arus balik, terjadinya kematian karena penyakit herpes, bagaimana mencegah kematian ikan karena booming plankton, bagaimana mencegah kematian ikan
karena arus balik, jenis ikan untuk
mencegah kematian karena booming plankton, jenis ikan untuk mencegah kematian karena arus balik, jenis ikan untuk mencega h kematian karena penyakit herpes, penerapan penanganan kematian karena booming plankton,
61
penerapan penanganan kematian karena penyakit herpes. Keikutsertaan kegiatan kemasyarakatan, berhubungan nyata dengan terjadinya kematian ikan karena booming plankton. Komunikasi interpersonal dengan penyuluh, berhubungan nyata dengan terjadinya kasus kematian ikan karena booming plankton. Komunikasi
interpersonal
dengan
pedagang
bibit/pakan
ikan,
berhubungan nyata dengan terjadinya kema tian ikan karena penyakit herpes. Komunikasi interpersonal dengan petani berpengalaman, berhubungan nyata dengan terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes. Keterdedahan terhadap media radio, berhubungan nyata dengan terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes, Keterdedahan terhadap media televisi, berhubungan nyata dengan terjadinya kematian ikan karena arus balik, terjadinya kematian ikan karena penyakit herpes, mencegah kematian ikan karena booming plankton, jenis ikan untuk mengatasi kasus kematian karena booming plankton.
Saran 1.
Untuk meningkatkan penerapan adopsi teknik pencegahan kematian ikan, perlu diintensifkan kegiatan penyuluhan khususnya kepada petani skala kecil.
2.
Perlu disosialisasikan atau dikampanyekan pentingnya kebersamaan dalam mengatasi keterbatasan yang dimiliki, sehingga kendala keterbatasan tidak menjadi hambatan dalam melakukan usaha.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, O. 1982. Dasar-dasar Public Relation. Jakarta: Alumni. Azwar, S. 1997. Sikap Manusia. Teori dan Pengukuranya. Bandung: Binacipta. Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory and Practice. New York: Hott, Reinhart and Winston, Inc. BPWC PLN UP Cirata, 2001. Laporan Potensi Jaring Apung Waduk Cirata. Badan Pengelola Waduk Cirata. Purwakarta. PLN UP Cirata. BPWC PLN UP Cirata, 2004. Laporan Potensi Jaring Apung Waduk Cirata. Badan Pengelola Waduk Cirata. Purwakarta. PLN UP Cirata. Conton, R.B., dan Burt, G. 1975. Sosial Work Processes. Homewood: The Dorsey Press. Cronin, B. 1981. Assessing User Nedds. Aslib Procedings, 33(2): 37-47. Depari, E., dan Colin, M.A. 1998. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Books. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur, 2003. Laporan Tahunan Tahun 2003. Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2002. Penanganan Wabah Penyakit Melepuh pada Ikan Mas. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Djuarsa, S. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka. Effendy, O.U. 1981. Komunikasi dan Modernisasi . Bandung: Alumni. ___________1989. Kamus Komunikasi Bandung : Mandar Maju.. ___________1999. Ilmu Komunikasi: Terori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Halim, N.N. 1992. Hubungan Karaktersistik Sosial Ekonomi dengan Perilaku Komunikasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam KUD dan Pemanfaatan Kredit Pedesaan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Bogor : Tesis PPS-IPB. Havelock. 1971. Planning for Innnovation; Through Dissemination and utilization of Knowledge. Michigan, USA. Institut for Sosial Research.
63
Hovland, C.L. 1982. Communication and Persuasion. New York: John Wiley dan Sons. Iskandar,T. 1999. Sumber Informasi Bagi Petani dalam Penerapan Teknologi Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan Bandung, Bogor: Tesis PPSIPB. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara- negara Dunia Ketiga. Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Kartono, K. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung : Mandar Maju. Lionberger, H.F. 1960. Adaption of New Ideas and Practise, Lowa: The Lowa State University. Lionberger, H.F. and Paul, H.G. 1982. Communication Strategies; A Guide for Agricultural Change Agents. Linois: The Interstate Printers and Publishers. Muhammad, A. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Nursalam, T. 2000. Kajian Karakteristik dan Aktivitas Komunikasi Nelayan Terhadap Perilaku Mereka Dalam Pengembangan Subsistem Produksi pada Agribisnis Perikanan Tangkap. Tesis, Bogor: PPS-IPB. Rakhmat, J. 1998. Methode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda karya. __________. 2001. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya. Rogers, E.M. 1969. Modernization Among Peasants. New York: Holt, Rinehart and Winston. Rogers, E.M., dan Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Innovation. New York: The Free Press. Schramm, W. 1982. Man, Women, Message and Media. Understanding Human Communication. New York. Harper and Row Publishers. Siegel, S. 1990. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu- ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia. Singarimbun, M., dan Effendi. 1995. Methode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI Press.
64
Suryadi, R. 2000. Hubungan Karekteristik Dengan Persepsi Dari Penyuluh dan Petani Kecil Tentang Kendala berkomunikasi (Kasus Kabupaten Bogor). Tesis PPS-IPB Susanto, A. 1980. Komunikasi Sosial di Indonesia. Bandung: Binacipta. Tubbs, S.L., dan Moss S. 1996. Human Communicatio n : Prinsip-prinsip Dasar. Mulyana D, Penerjemah. Bandung : Remaja Rosdakarya _________________2001. Human Communication Konteks-konteks Komunikasi Mulyana D, Penerjemah: Mulyana D, Editor: Bandung : Remaja Rosdakarya
65
Lampiran 1. KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN KEEFEKTIVAN ADOPSI TEKNIK PENCEGAHAN KEMATIAN IKAN (Kasus Petani Ikan Jaring Apung di Blok Jangari Waduk Cirata Cianjur)
Nomor Responden
:…………………………
Enumerator
:…………………………
Tanggal Wawancara :…………………………
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
66
PETUNJUK PENGISIAN 1.
Isi jawaban pada point pertanyaan bertanda …………...
2.
Pilih satu jawaban pada pernyataan pilihan dengan memberikan tanda V (ceklis) pada setiap pilihan jawaban.
IDENTITAS RESPONDEN 1.
Nama responden
: ……………………………………..
2.
Jenis kelamin
: …………………………………….
3.
Status perkawinan
: Belum kawin/kawin/duda/janda
4.
Agama
: ……………………………….……
5.
Suku/Bahasa
: …………………………………….
6.
Pekerjaan selain bertani ikan jaring apung
:…….……………………………….
7.
Kota tempat bekerja salain sebagai petani jaring apung
:……………………………………..
8.
Jumlah anggauta keluarga :……………………………..orang yang masih menjadi tanggungan
9.
Sifat kegiatan jaring apung
10. Alamat tempat tinggal
: bisnis/hobby/sosial :…………………………………….. ……………………………………..
I. Karakteristik Petani 1. Berapa umur bapak/ibu saat ini. 1.1 1=M 2=D 3=T 4 = LU
17 – 30 tahun 30 – 40 tahun 40 – 60 tahun > 60 tahun
2. Pendidikan formal apa yang pernah diselesaikan bapak/ibu. 1.2.1 1=R/D 3=T
Tamat SD - tamat SLTP Tamat D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3
67
3. Apakah bapak/ibu pernah mengikuti pendidikan non formal dalam 5 tahun terakhir ini ? 1.2.2 1. Belum pernah 2. Pernah 4. Apabila pernah, tuliskan pada kolom berikut ini No Nama Pelatihan ………… ……
Lama
Tempat
Instansi penyelenggara *)
…… ……
…… …
…… ……
1.2.3
0 = TP Tidak pernah 1=R 1-2 kali 2=S 3-4 kali 3=T 5-6 kali 4 = AT > 6 kali *) 1. = pemerintah, 2 = swasta, 3 = lainnya (sebutkan siapa penyelenggaranya. 5. Apa status kepemilikan jaring apung yang dikelola bapak/ibu. 1.3.1 1 2 3 4
Penunggu/kepercayaan Sebagai manajer Sewa fasilitas jaring Milik sendiri
6. Berapa petak jaring apung saat pertama kali dikelola bapak/ibu. 1.3.2 ……… 1 = K/R Petak 2=S 3 = B/T 4 = SB/ST
=12 petak 13-40 petak 41-100 petak = 101 petak
7. Berapa petak jaring apung saat ini yang dikelola bapak/ibu. 1.3.3 ……… 1 = K/R Petak 2=S 3 = B/T 4 = SB/ST
=12 petak 13-40 petak 41-100 petak =101 petak
8. Berapa tahap dan berapa petak tiap kali penambahan petak jaring apung yang dikelola bapak/ibu. 1.3.4 Tahap ………. = …….petak Tahap ……….= …….petak Tahap ………. = …….petak Tahap ……….= …….petak Tahap ………..=……..petak
68
9. Dari mana sumber modal pertama kali dipergunakan untuk usaha jaring apung yang dikelola bapak/ibu. 1.3.5 1 Modal pinjaman 2 Modal sendiri 3 Modal pinjaman dan modal sendiri 4 Modal pinjaman, sendiri, dan sumber lainnya 10. Dari mana modal yang diperlukan untuk penambahan petak jaring apung. 1.3.6 1 Modal pinjaman 2 Modal pinjaman dan modal sendiri Modal pinjaman dan atau modal sendiri, serta hasil panen 3 Modal pinjaman dan atau modal sendiri, hasil panen, serta lainnya 4 11. Mulai bulan apa dan tahun berapa jaring apung ini dikelola/diusahakan oleh bapak/ibu ? 1.4.1 Bulan 1 = P/BP =12 bulan …… 2 = CB 13-36 bulan Tahun 3 = B 37-60 bulan …… 4 = BS > 60 bulan Apakah selama mengusahakan ikan di jaring apung pernah terhenti karena kasus booming plankton/arus balik/penyakit herpes. (Untuk nomor 12, 13, dan 14). Jenis kasus : 12. Booming plankton 13. Arus balik 14. Penyakit herpes
1. Tidak pernah
2. Pernah
1.4.2 1.4.3 1.4.4
Apakah bapak/ibu berusaha mencari solusi kematian ikan karena kasus blooming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. (Untuk nomor 15, 16, dan 17). Jenis kasus : 15. Booming plankton 16. Arus balik 17. Penyakit herpes
1. Belum
2. Sudah
1.4.5 1.4.6 1.4.7
18. Apabila “ belum “ berhasil dalam mencari solusi, apa yang menjadi kendala bapak/ibu. 1.4.8 Kendala …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
69
19. Apabila “ tidak pernah “ mengalami kematian ikan karena kasus booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes, bagaimana kiat-kiat agar tidak terserang kasus ini. 1.4.9 Kiat tidak terserang booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes …………..……………………………………………………………….. …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… 2. Perilaku Komunikasi 20. Dalam kehidupan bermasyarakat, apakah bapak/ibu mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lingkungan tempat usaha maupun tempat tinggal. 2.1.1 1. Tidak pernah 2. Ya 21. Apabila “ tidak pernah “ mengikuti, apa yang membuat bapak/ibu enggan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan ini. 2.1.2 Karena …………………………………………………………………………… ……...…………………………………………………………………….. ..................................................................................................................... ..................................................................................................................... 22. Berapa kali dalam sebula n bapak/ibu..
kegiatan kemasyarakatan ini dilakukan oleh 2.1.3
… kali
0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS
Tidak pernah 1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali
23. Apakah dalam kegiatan kemasyarakatan ini pernah muncul perbincangan tentang kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik. penyakit herpes, 2.1.4 1. Tidak pernah 2. Pernah
70
24. Apabila ada perbincangan tentang kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik dan penyakit herpes apakah ada manfaatnya bagi bapak/ibu. 2.1.5 1. Tidak bermanfaat 2. Bermanfaat Dalam komunikasi interpersonal antara bapak/ibu dengan agen pembaharu, apakah materinya ada yang berkait dengan kasus kematian ikan. (Untuk nomor 25, 26, dan 27). Karena kasus : 25. Booming plankton 26. Arus balik 27. Penyakit herpes
1. Tidak
2. Ya
2.2.1 2.2.2 2.2.3
28. Apabila “ tidak “ muncul perbincangan tentang kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Perbincangan apa yang dibicarakan dalam komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu ini. 2.2.4 ……………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………
71
Berapa kali dalam sebulan komunikasi interpersonal antara bapak/ibu dengan agen pembaharu ini dilakukan. (Untuk nomor 29, 30, 31, 32, dan 33). Komunikasi interpersonal antara
Prekwensi Pertemuan/bu lan 29. Bapak/ibu ………. dengan petugas ……kali penyuluh 2.2.5 30. Bapak/ibu dengan …… petugas instansi ………kali dinas/terkait 2.2.6 31. Bapak/ibu dengan pedagang bibit/pakan 2.2.7
………….… kali
32. Bapak/ibu dengan ……….….. pembeli ikan/daging kali dari jaring 2.2.8 33. Bapak/ibu dengan ……….….. petani ikan jaring kali apung yang berpe ngalaman 2.2.9
Katagori
0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS 0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS 0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS 0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS 0 = TP 1=R 2 = SD 3 = SR 4 = AS
Tidak pernah
1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali Tidak pernah
1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali Tidak pernah
1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali Tidak pernah
1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali Tidak pernah
1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali
34. Bagaimana terlaksananya komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu. 2.2.10 1 Secara kebetulan 2 Terlaksana kalau ada masalah 3 Terprogram namun tidak sesuai 4 Terprogram dan sesuai 35. Siapa yang berinisiatif untuk melakukan komunikasi interpersonal antara agen pembaharu dengan bapak/ibu. 2.2.11 1 Secara kebetulan 2 Orang lain pihak 3 3 Agen pembaharu 4 Bapak/ibu
72
Selama mengusahakan ikan di jaring apung, apakah bapak/ibu memanfaatkan media massa. (Untuk nomor 36, 37, dan 38). Jenis media massa 36. Koran 37. Radio 38. Televisi
1. Tidak
2. Ya
2.3.1 2.3.2 2.3.3
Berapa kali dalam sebulan bapak/ibu memanfaatkan media massa. (Untuk nomor 39, 40, dan 41) Jenis media massa 39. Koran
Lama pemanfaatan ………….… ……. Jam/bulan
2.3.4
40. Radio
……………. ……. Jam/bulan 2.3.5
41. Televisi
…………… …….. Jam/bulan
2.3.6
Katagori 0 = TP 1=R 2 = SD 3=T 4 = AT 0 = TP 1=R 2 = SD 3=T 4 = AT 0 = TP 1=R 2 = SD 3=T 4 = AT
Tidak pernah
1-15 jam/bl 16-30 jam/bl 31-45 jam/bl > 46 jam/bl Tidak pernah
1-15 jam/bl 16-30 jam/bl 31-45 jam/bl > 46 jam/bl Tidak pernah
1-15 jam/bl 16-30 jam/bl 31-45 jam/bl > 46 jam/bl
42. Bagaimana bapak/ibu mendapatkan koran/majalah dimaksud. 2.3.7 1 2 3
Gratis Pinjam Beli/berlangganan
Jenis media massa apa yang memuat/menayangkan kasus kematian ikan karena booming plankton, arus balik dan penyakit herpes. (Untuk nomor 43, 44, dan 45). Jenis media massa 1. Tidak 2. Ya 43. Koran 2.3.8 44. Radio 2.3.9 45. Televisi 2.3.10 Pada rubrik apa kasus booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes ini bapak/ibu temukan, dengarkan, atau lihat. (Untuk nomor 46, 47, dan 48). Jenis media massa Nama rubrik 46. Koran 2.3.11 47. Radio 2.3.12 48. Televisi 2.3.13
73
Efektivitas Adopsi Teknik Pencegahan Kematian Ikan Apakah bapak/ibu memahami proses kematian ikan karena booming plankton, arus balik, penyakit herpes. (Untuk nomor 49, 50, dan 51). Jenis kasus 49. Booming plankton 3.1.1 50. Arus balik 3.1.2 51. Penyakit herpes 3.1.3
Proses kematian …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… ………………………….... ……………………………
1. Salah
2. Benar
Tuliskanlah bagaimana cara mengatasi kasus booming plankton, arus balik, penyakit herpes. (Untuk nomor 52, 53, dan 54). Jenis kasus 52. Booming plankton 3.1.4
53. Arus balik 3.1.5
54. Penyakit herpes 3.1.6
Cara mengatasi …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… …………………………… ………………………….... …………………………… ……………………………
1. Salah
2. Benar
74
Tuliskan jenis-jenis ikan apa yang seharusnya diusahakan untuk mengatasi kasus booming plankton, arus balik, penyakit herpes.. (Untuk nomor 55, 56 dan 57). Jenis kasus 55. Booming plankton
3.1.7
56. Arus balik
3.1.8
57. Penyakit herpes
3.1.9
Jenis ikan ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………
1. salah
2.
benar
Apakah bapak/ibu telah menerapkan cara-cara mencegah atau mengatasi kematian ikan karena booming plankton, arus balik, penyakit herpes. (Untuk nomor 58, 59, dan 60). Jenis kasus 58. Booming plankton 59. Arus balik 60. Penyakit herpes
1. Belum menerapkan
2. Telah menerapkan
3.2.1 3.2.2 3.2.3
Apabila “ belum menerapkan “ cara mencegah atau mengatasi kematian ikan karena booming plankton, arus balik, dan penyakit herpes. Apa kendalanya. (Untuk nomor 61, 62, dan 63). Jenis kasus Kendala karena : 61.Booming plankton .………………………… ………………….. 3.2.4 ……………………………………………… ……………………………………………… 62. Arus balik .………………………… ………………….. 3.2.5 ……………………………………………… ……………………………………………… 63. Penyakit herpes .………………………… ………………….. 3.2.6 ……………………………………………… ……………………………………………… Apabila ” telah menerapkan “, bagaimana hasilnya untuk kasus booming plankton, arus balik, penyakit herpes. (Untuk nomor 64, 65, dan 66). Jenis kasus 64. Booming plankton 3.2.7 65. Arus balik 3.2.8 66. Penyakit herpes 3.2.9
1 Belum berhasil
1. Berhasil
75
Lampiran 2. Reliability Karakteristik Individu ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Q.1.1 Q.1.2.1 Q.1.2.2 Q.1.2.3 Q.1.3.1 Q.1.3.2 Q.1.3.3 Q.1.3.4 Q.1.3.5 Q.1.3.6 Q.1.4.1 Q.1.4.2 Q.1.4.3 Q.1.4.4 Q.1.4.5 Q.1.4.6 Q.1.4.7 Q.1.4.8 Q.1.4.9
Statistics for PART 1 PART 2 SCALE
Mean 20.9375 13.5000 34.4375
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S S C A L E (S P L I T) Mean Std Dev Cases 2.1250 .7188 16.0 2.1250 .6191 16.0 1.2500 .4472 16.0 .2500 .4472 16.0 3.0000 1.3663 16.0 1.3125 .4787 16.0 2.0625 .5737 16.0 2.8750 1.3601 16.0 2.3125 .4787 16.0 3.6250 .5000 16.0 4.0000 .0000 16.0 1.2500 .4472 16.0 1.9375 .2500 16.0 1.5000 .5164 16.0 1.1875 .4031 16.0 2.0000 .0000 16.0 1.6250 .5000 16.0 .0000 .0000 16.0 .0000 .0000 16.0 N of Variance Std Dev Variables 12.5958 3.5491 10 1.8667 1.3663 9 17.0625 4.1307 19 A N A L Y S I S
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted Q.1.1 Q.1.2.1 Q.1.2.2 Q.1.2.3 Q.1.3.1 Q.1.3.2 Q.1.3.3 Q.1.3.4 Q.1.3.5 Q.1.3.6 Q.1.4.1 Q.1.4.2 Q.1.4.3 Q.1.4.4 Q.1.4.5 Q.1.4.6 Q.1.4.7 Q.1.4.8 Q.1.4.9
32.3125 32.3125 33.1875 34.1875 31.4375 33.1250 32.3750 31.5625 32.1250 30.8125 30.4375 33.1875 32.5000 32.9375 33.2500 32.4375 32.8125 34.4375 34.4375
-
S C A L E
(S P L I T)
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
18.4958 14.0958 14.5625 14.5625 15.0625 15.7167 14.1167 12.1292 13.9833 16.1625 17.0625 15.4958 16.2667 16.7292 15.4000 17.0625 16.0292 17.0625 17.0625
-.3154 .5557 .6739 .6739 .0126 .2942 .6069 .3255 .7960 .1617 .0000 .3882 .3636 .0158 .4741 .0000 .1957 .0000 .0000
.6879 .5621 .5647 .5647 .6983 .6030 .5588 .6096 .5464 .6169 .6247 .5945 .6075 .6329 .5890 .6247 .6132 .6247 .6247
Reliability Coefficients N of Cases = 16.0
N of Items = 19
Correlation between forms =
.2681
Equal-length Spearman-Brown =
.4228
Guttman Split-half =
.3048
Unequal-length Spearman-Brown =
.4233
10 Items in part 1 Alpha for part 1 =
.5771
9 Items in part 2 Alpha for part 2 =
.5575
76
Reliability Perilaku Komunikasi ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Q.2.1.1 Q.2.1.2 Q.2.1.3 Q.2.1.4 Q.2.1.5 Q.2.2.1 Q.2.2.2 Q.2.2.3 Q.2.2.4 Q.2.2.5 Q.2.2.6 Q.2.2.7 Q.2.2.8 Q.2.2.9 Q.2.2.10 Q.2.2.11 Q.2.3.1 Q.2.3.2 Q.2.3.3 Q.2.3.4 Q.2.3.5 Q.2.3.6 Q.2.3.7 Q.2.3.8 Q.2.3.9 Q.2.3.10 Q.2.3.11 Q.2.3.12 Q.2.3.13
Statistics for PART 1 PART 2 SCALE
A N A L Y S I S S C A L E (S P L I T) Mean Std Dev Cases 2.0000 .0000 16.0 .0000 .0000 16.0 1.7500 .5774 16.0 1.2500 .4472 16.0 2.0000 .0000 16.0 1.1875 .4031 16.0 1.5000 .5164 16.0 1.8750 .3416 16.0 .0000 .0000 16.0 .2500 .4472 16.0 .3125 .4787 16.0 1.5625 .5123 16.0 1.4375 .5123 16.0 .3125 .4787 16.0 1.1875 .4031 16.0 1.9375 1.2894 16.0 1.3125 .4787 16.0 1.7500 .4472 16.0 1.6250 .5000 16.0 .5625 .8921 16.0 1.8125 1.3276 16.0 1.9375 1.6520 16.0 .8750 1.3601 16.0 1.0000 .0000 16.0 1.1250 .3416 16.0 1.0000 .0000 16.0 .0000 .0000 16.0 .0000 .0000 16.0 .0000 .0000 16.0 N of Mean Variance Std Dev Variables
16.6250 14.9375 31.5625
5.3167 19.2625 29.4625
2.3058 4.3889 5.4279
15 14 29
77
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted Q.2.1.1 Q.2.1.2 Q.2.1.3 Q.2.1.4 Q.2.1.5 Q.2.2.1 Q.2.2.2 Q.2.2.3 Q.2.2.4 Q.2.2.5 Q.2.2.6 Q.2.2.7 Q.2.2.8 Q.2.2.9 Q.2.2.10 Q.2.2.11 Q.2.3.1 Q.2.3.2 Q.2.3.3 Q.2.3.4 Q.2.3.5 Q.2.3.6 Q.2.3.7 Q.2.3.8 Q.2.3.9 Q.2.3.10 Q.2.3.11 Q.2.3.12 Q.2.3.13
29.5625 31.5625 29.8125 30.3125 29.5625 30.3750 30.0625 29.6875 31.5625 31.3125 31.2500 30.0000 30.1250 31.2500 30.3750 29.6250 30.2500 29.8125 29.9375 31.0000 29.7500 29.6250 30.6875 30.5625 30.4375 30.5625 31.5625 31.5625 31.5625
R E L I A B I L I T Y
-
S C A L E
(S P L I T)
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
29.4625 29.4625 27.4958 27.9625 29.4625 28.3833 29.5292 28.4958 29.4625 27.8292 27.9333 27.2000 29.3167 27.1333 29.7167 26.2500 26.2000 28.8292 26.7292 23.2000 27.6667 20.2500 21.5625 29.4625 30.6625 29.4625 29.4625 29.4625 29.4625
.0000 .0000 .2698 .2749 .0000 .2134 -.0594 .2331 .0000 .3038 .2569 .3742 -.0210 .4211 -.0948 .1173 .6190 .0902 .4803 .6361 .0024 .4361 .4789 .0000 -.3481 .0000 .0000 .0000 .0000
.6139 .6139 .5962 .5986 .6139 .6038 .6242 .6038 .6139 .5965 .5993 .5887 .6211 .5864 .6232 .6278 .5703 .6118 .5804 .5353 .6525 .5612 .5479 .6139 .6344 .6139 .6139 .6139 .6139
A N A L Y S I S
Reliability Coefficients N of Cases = 16.0
-
S C A L E
(S P L I T)
N of Items = 29
Correlation between forms =
.2413
Equal-length Spearman-Brown =
.3888
Guttman Split-half =
.3315
Unequal-length Spearman-Brown = .3889
15 Items in part 1 Alpha for part 1 =
.5827
14 Items in part 2 Alpha for part 2 =
.5404
78
Reliability Keefektivan Adopsi Teknik ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Q.3.1.1 Q.3.1.2 Q.3.1.3 Q.3.1.4 Q.3.1.5 Q.3.1.6 Q.3.1.7 Q.3.1.8 Q.3.1.9 Q.3.2.1 Q.3.2.2 Q.3.2.3 Q.3.2.4 Q.3.2.5 Q.3.2.6 Q.3.2.7 Q.3.2.8 Q.3.2.9
Statistics for PART 1 PART 2 SCALE
A N A L Y S I S S C A L E (S P L I T) Mean Std Dev Cases 1.1875 2.0000 1.1875 1.5000 2.0000 1.8125 1.5000 2.0000 2.0000 1.5000 1.6875 1.6875 .0000 .0000 .0000 1.5000 1.6875 1.6875
Mean 15.1875 9.7500 24.9375
R E L I A B I L I T Y
Variance 2.8292 3.6667 9.5292
Std Dev 1.6820 1.9149 3.0869
A N A L Y S I S
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted Q.3.1.1 Q.3.1.2 Q.3.1.3 Q.3.1.4 Q.3.1.5 Q.3.1.6 Q.3.1.7 Q.3.1.8 Q.3.1.9 Q.3.2.1 Q.3.2.2 Q.3.2.3 Q.3.2.4 Q.3.2.5 Q.3.2.6 Q.3.2.7 Q.3.2.8 Q.3.2.9
.4031 .0000 .4031 .5164 .0000 .4031 .5164 .0000 .0000 .5164 .4787 .4787 .0000 .0000 .0000 .5164 .4787 .4787
23.7500 22.9375 23.7500 23.4375 22.9375 23.1250 23.4375 22.9375 22.9375 23.4375 23.2500 23.2500 24.9375 24.9375 24.9375 23.4375 23.2500 23.2500
Scale Variance if Item Deleted 7.8000 9.5292 7.8000 7.7292 9.5292 8.9167 7.7292 9.5292 9.5292 7.7292 7.8000 8.6000 9.5292 9.5292 9.5292 7.7292 7.8000 8.6000
Reliability Coefficients N of Cases = 16.0
-
16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 16.0 N of Variables 9 9 18
S C A L E
Corrected ItemTotal Correlation .6958 .0000 .6958 .5340 .0000 .1869 .5340 .0000 .0000 .5340 .5610 .2493 .0000 .0000 .0000 .5340 .5610 .2493
(S P L I T)
Alpha if Item Deleted .7481 .7870 .7481 .7595 .7870 .7874 .7595 .7870 .7870 .7595 .7571 .7855 .7870 .7870 .7870 .7595 .7571 .7855
N of Items = 18
Correlation between forms =
.4709
Equal-length Spearman-Brown =
.6403
Guttman Split-half =
.6366
Unequal-length Spearman-Brown =
.6403
9 Items in part 1 Alpha for part 1 =
.7191
9 Items in part 2 Alpha for part 2 =
.6801
79