Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
MEMIMPIN DAN MENDIDIK ANAK PERSPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA
Oleh: Fitriah Masrullah ABSTRAK Ki Hajar Dewantara menyebutkan, manusia memilki daya cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Kata Kunci : Memimpin, Mendidik, Perspektif Ki Hadjar Dewantara
PENDAHULUAN Dalam UU Sikdiknas No 20 Tahun 20031, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di saat bangsa kita sedang mengalami devaluasi nilai dan moralitas maka sangat diperlukan wacana mengenai pendidikan yang memberdayakan. Nilainilai kemanusiaan perlu dimasukkan ke dalam karakter pendidikan sehingga akan menghasilkan kualitas manusia yang berwawasan dan berorientasi kemanusiaan. Ki Hajar Dewantara menyebutkan, manusia memilki daya cipta, karsa dan karya.2 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu 1 2
UU SIKDIKNAS Nomer 20 Tahun 2003. (Bandung: Citra Utama. 2010). 2 Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam. (bandung: CV ilmu. 1979). 93
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 113
Fitriah Masrullah
daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Dalam bukunya Suparto Raharjo yang berjudul Ki Hajar Dewantara Biografi singkat 1889- 1959,3 menyebutkan bahwa Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan yang mengedepankan pada aspek kemanusiaan. Meliputi rasa, cipta, dan karsa. Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini meundukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggung jawab dan disiplin. Biografi Ki Hadjar Dewantara Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 18894. Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Nama ayah KPH suryaningrat Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka5. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 19136. Alasan 3
Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantarabiografi Singkat 1889-1959,(Jakarta: Garasi.2009).
63 4
Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam. (bandung: CV ilmu. 1979)77. Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam.78. 6 Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam.79. 5
114 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 19137. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi: "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawankawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun". Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka8.
7 8
Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam.79. Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam.79.
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 115
Fitriah Masrullah
Kepribadian Ki Hajar Dewantara a. Keras tapi Tidak Kasar Mr. Ali Sastroamidjojo mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, anggota majlis luhur Tamansiswa, dan guru Tamansiswa di Yogyakarta, mengatakan,”Ki Hjar Dewantara adalah bapak yang ramah dan lemah lembut. Namun, dibawah kelemah lembutannya itu tersimpan keyakinan yang kuat, juga iman yang teguh laksana batu granit yang tidak dapat dipecahkan." b.
Nasionalis Sejati Mantan Rektor Universitas Gajah Mada Prof. Dr. M. Sardjito dalam pidato pemberian gelar Doctor Honoris Causa, bertepatan dengan Dies Natalis VII UGM, pada 19 Desember 1956, mengatakan bahwa Ki Hajar adalah sosok seperti berlian yang indah dengan banyak fasetnya. Perjuangan dalam bidang politik untuk mencapai merdeka telah mengakibatkan ia harus berurusan dengan polisi, pengadilan, penjara dan tempat pengasingan. Tetapi ini semua tidak membuat Ki Hajar putus harapan dan lemah semangat. c.
Pemimpin yang Konsisten Ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantara yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ajaran ini pada intinya menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya. Sebagai seorang pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau bawahannya. Bangak pimpinan saat ini yang sikap dan perilakunaya kurang mencerminkan sebagai figur seorang pemimpin, sehingga tidak dapat digunakan sebagai panutan bagi anak buahnya.9 Karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap nusa dan bangsa, penghormatan dan penghargaan bukan karena diminta. Memimpin itu bukan untuk berkuasa, melainkan untuk mengabdi. Mengabdi itu didasari oleh spirit sepi ing pamrih rame ing gawe. Jika kemudian ada kehormatan dan penghargaan yang diterima, itu bukan karena diminta, melainkan karena buahnya labuh labet.10
9
Sukawati Deawantara. Mereka Yang Selalu Hidup; Kihajar Dewantara & Nyi Hajar Dewantara. (Jakarta: Roda Pengetahuan, 1993) 10 10 Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantara biografi Singkat 1889-1959,(Jakarta: Garasi.2009).103-105
116 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
d.
Berani dan Setia Bidang Jurnalistik dan politik adalah babak baru perjuangan Suwardi. Bersama dengan Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan dan memimpin Indesche Partij adalah tercapainya Indische Partij adalah organisasi politik pertama dalam sejarah Indonesia. Dengan tegas ditanyatakan bahwa tujuan Indesche Partij adalah tercapainya Indonesia Merdeka. Kemudian melalui Komite Bumiputera, Suwardi menetang kebijakan pemerintah kolonial yang akan mengadakan pesta besar-besaran untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda dari jajahan Prancis, pesta akan diselenggarakan dengan memungut iuran dari rakyat pribumi yang dijajahnya. Ironis, bangsa terjajah harus membiayai pesta-pora peringatan kemerdekaan bangsa yang menjajahnya. Ribuan eksemplar brosur berjudul Als Ik Een Nederlander Was yang ditulis Suwardi pun kemudian disebar luas. Brosur ini di anggap menghasut rakyat. Akibatnya, pemerintah melarang dan membubarkan Indesche Partij. e.
Sosok Bersahaja Hidup sederhan lebih merdeka, sebab tidak akan takut dicurigai, tidak takut kehilangan, takut kecurian, dan sebagainya. Hidup merdeka lahir batin jauh lebih sehat. Dengan hidup sederhana akan lebih bisa merasakan penderitaan sama kita. Jadi, pilihan kita tentu lebih baik mikul dhawet rengeng-rengeng dari pada nompak otto mbrebes mili. Tidak salah memang nompak otto rengengrengeng, tetapi jika sesama kita masih ada yang kesusahan,dimanakah empati kemanusian kita? Demikianlah teladan hidup sederhana Ki Hajar Dewantara.11 f.
Budayawan Sejati Konsepsi dasar Tamansiswa untuk mencapai cita-citanya adalah Kebudayaan, kebangsaan, pendidikan, sistem kemasyarakatan, dan sistem Ekonomi Kerakyatan. Intinya ialah, bangsa ini tidak kehilangan jati diri, menjaga keutuhan dalam berbangsa, menjalankan pendidikan yang baik untuk mencapai kemajuan, terjadinya harmonisasi sosial di dalam bermasyarakat, serta menghindari terjadinya kesenjangan ekonomi yang telalu tajam antarwarga negara. Konsep kebudayaan ala Tamansiswa bahkan mengembangkan “Konsep Trisakti Jiwa”yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk 11
Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantara biografi Singkat 1889-1959).107-108
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 117
Fitriah Masrullah
melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir,hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. Kalau untuk melaksanakan segala sesuatu itu hanya mengandalkan salah satu diantaranya saja maka kemungkinannya akan tidak berhasil. Konsep kebudayaan ala Tamansiswa bahkan mengembangkan “Konsep Trihayu”yang terdiri dari memayu hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, dan memayu hayuning bawana. Maksudnya, apapun yang diperbuat oleh seseorang itu hendaknya dapat memanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan bermanfaat bagi manusia didunia pada umumnya. Kalau perbuatan seseorang hanya menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik. Konsep kebudayaan Tamansiswa bahkan mengembangkan”Konsep Tripantangan” yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalahgunakan jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Ketiga pantangan ini hendaknya tidak dilanggar.12 Pola Memimpin Anak dalam Pandamgan Ki Hajar Dewantara Seorang pemimpin menurut Ki Hajar, Hendaknya dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan kepada bawahan dengan baik, mampu bekerja sama, mencapai tujuan bersama keberhasilan tim. Jadi kepemimpinan dalam pengambilan keputusan merupakan proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan dan produktivitas kerjanya lebih baik dan ada peningkatan.13 Secara lengkap perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantara dapat dijabarkan dengan bahasa yang sederhana sebagai berikut :14 a.
Neng:Meneng Ing Solah Bowo
Pemimpin harus memiliki kepribadian Meneng ing Solah bowo, artinya seorang pemimpin harus bersikap tenang dalam menghadapi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam kepemimpinannya. Selain dari itu, pemimpin dalam 12
Bambang Sukawati Deawantara..Mereka Yang Selalu Hidup; Kihajar Dewantara & Nyi Hajar Dewantara. 19. 13 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2133824-konsep-kepemimpinanmenurut-ki-hajar/ 14 Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara. 89
118 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
memutuskan permasalahan, mengambil kebijakan, menetapkan program harus senantiasa tenang, tidak sembarangan (grusah-grusuh), semua melalui pertimbangan yang panjang, cerdas, dan ikhlas. Bila pemimpin memiliki kepribadian tersebut maka pemimpin akan berwibawa, diterima dan disegani oleh mereka yang dipimpin.
b.
Ning : Weninging Pikir Manungku Pujo Pemimpin yang Wening ing Pikir Manungku Pujo, senantiasa mem-
proyeksikan segala sesuatu yang dihadapi adalah berasal dari kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam melakukan pemecahan masalah, penentuan kebijakan, dan penetapan program maupun kegiatan di dalam lembaga yang dipimpin selalu dilandasi dengan pikiran positif bahwa semua yang dikerjakan akan mendapat ridho dari Allah Tuhan Yang Maha Esa. Pemimpin yang demikian selalu berfikir positif (sabar, eling dan narimo) dan melaksanakan tugas tanpa beban dan tanpa pamrih.
c.
Nung : Dumunung Kasunyatan Seorang pemimpin harus Dumunung Kasunyatan. Pemimpin harus ber-
kehendak, berbicara, dan bertindak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada pilih kasih. Ciri pemimpin yang Dumunung Kasunyatan selalu mengedepankan : Kejujuran, Keikhlasan, dan menjaga Nilai-nilai luhur yang menjadi akar budaya masyarakat dan budaya organ-isasi. Pemimpin yang demikian dapat menyesuaikan dengan keadaan dimanapun dia berada. Dumunung Kasunyatan juga dapat berarti bahwa : Perkataan (lati), Fikiran (ati) dan Tindakan (pekerti) adalah sama, sehingga pemimpin yang demikian melakukan tindakan apapun tenang dan tanpa beban. Antara pembicaraan, tindakan dan fikiran selaras dan sejalan, dalam bahasa jawa dikatakan bahwa : “Dadi pemimpin iku kudu Jumbuh antarane pikiran,
tindakan lan pangandikan, yen ora, nroko papane”. d.
Nang : Wenang Ing Jumenengan Sikap Wenang ing Jumenengan dari seorang pemimpin adalah menyangkut
masalah kompetensi dan kepampuan profesional seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia.
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 119
Fitriah Masrullah
Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin , karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak memajukan kehidupan anak didik laras dengan dunianya.15 Ki Hajar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi kontribusi kepada masyarakatnya.16 Menjadi manusia merdeka berarti : (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir. Pandangan konstruktivisme tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Ki Hajar mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan” Pendidikan yang menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai manusia yang utuh berkembang ( menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Singkatnya,
“educate the head, the heart, and the hand” Berikut pola pengembanagan pendidikan Ki Hadjar Dewantra a. Pendidik Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri. Sejalan dengan itu, Ki Hajar Dewantara memakai semboyan mengenai syarat seorang menjadi pemimpin (guru) sebagai berikut:17 1) Tut Wuri Hanadayani” (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). 2) Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, pendidik harus menciptakan prakarsa dan ide). 3) Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). 15
Westy soemanto dkk. Dasar-dasar pendidikan dunia.. 11 Dwi siswoyo,DKK. Ilmu Pendidikan. (Yogyakarta: UNY PRES.2008) Hal. 169 17 M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia. 194-195 16
120 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara menyebutkan tanggung jawab seorang guru (pendidik) pun sangat besar perannya dalam konteks demikian guna menanamkan nilainilai kecintaan terhadap kehidupan bangsa indonesia. Yang pasti, pandangan kedepan seorang Ki Hajar Dewantara terkait dengan pendidikan seorang pendidik terhadap anak didiknya begitu kuat untuk direnungkan dengan sedimikian reflektif. Cukup tepat mengutip pernyataan proklamator Ir. Soekarno, cara mengapresiasi pendidikan yang sedang digelar Ki Hajar Dewantara. Dia berkata:18 “sungguh alangkah hebatnya jika tiap-tiap guru diperguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rosul kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangsaan dapat menurunkan kebangunan dalam jiwa sang anak.” b.
Konsep Kurikulum Bila mengamati isi-isi muatan pembelajaran yang berada ditaman siswa sebagai lembaga pendidikan yang digarap oleh Ki Hajar Dewantara, maka penting untuk diketahui public bahwa pendidikan jangan sampai lepas dari akar sebuah perjalanan bangsa karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam mendidik anak-anak negeri. Sesuai dengan dasar pendidikan nasional maupun dengan pendidikan kebudayaan, pendidikan kebangsaan dan pendidikan kemanusiaan, maka bahan pendidikan yang disajikan kepada peserta didik untuk dimiliki dan diperkembangkan. Baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat. Berikut halhal yang harus ditanamkan dan diajarkan kepada peserta didik:19 a) Agama Kerti (agama perbuatan baik) yang meliputi, Perasaan diri yang kuat, Perasaan sosial, Perasaan keadilan, Perasaan puas, Kehendak yang kuat, Keberanian, Kesangupan berkorban,Hidup sederhana. b) Adat istiadat. Dalam mempelajari pelajaran ini wajib di ingat, bahwa pendidik harus berani membuang dan mengganti hal yang tidak sesuai lagi dengan kemajuan masyarakat. 1) Bahasa sendiri (bahasa Indonesia) Pelajaran bahasa sendiri sangat dipentingakan, karena bahasa alat penting untuk menyelami jiwa bangsa dan memahami kebudayaan nasional 18 19
M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia.hal 182-183 Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan. 91-92
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 121
Fitriah Masrullah
2)
Ilmu sejarah dan ilmu bumi Dalam mempelajari ilmu sejarah dan ilmu bumi yang harus dipentingkan adalah sejarah bangsa dan mengenai bumi sendiri. 3) Kesenian Seni sastra, suara, tari dan seni-seni yang lainya wajib dipelajari, guna untuk menjaga nilai-nilai budaya Bangsa. c.
Metode pembelajaran Dalam penyelenggaraan pendidikan system atau metode yang digunakan dalam pembelajaran, ki Hajar Dewantara menggunakan system/ metode among. Metode Among berkaitan dengan kata mong yang mencakup momong, Among dan Ngemong. Inilah yang disebut “ tiga mong” yang akan diterapkan dalam proses pendidikan dan pengajaran seiring dengan perjalanan proses pendidikan siswa dari mulai tahap paling awal hingga sudah dewasa dan siap masuk kejenjang pendidikan selanjutnya.20 Dalam sikap Momong, Among dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar yaitu pendidikan tidak memaksakan namun tidak berarti membiarkan anak berkembang tanpa bebas arah. Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana Among disebut Pamong, dimana dalam taman siswa guru dan dosen disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan pendidikan Among adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur , cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahtraan tanah air dan masyarakat pada umumnya.21 Sistem Among dilaksanakan secara Tut wuri handayani, ketika kita dapat “menemui-kenali“ anak, bila perlu koreksi anak dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Menurut Ki hajar, anak harus tumbuh menurut kodrat yang diperlukan untuk segala kemajuan dan harus dimerdekakan seluas-luasnya.
20
Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara: Biografi Singkat 1889-1959 (Jogjakarta: Garasi.2009) hal.71 21 Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara.72
122 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
d.
Evaluasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.22 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Jadi dalam pandangan untuk mengevaluasi sebuah pendidikan maka harus ditekankan kepada tiga kompnen yang ada pada diri manusia yaitu cipta (kognitif), karsa (afektif) dan karya (psikomotorik). Pola Kepemipinan Pendidikan Ki Hajar Dewantara Sebagai penghormatan bangsa Indonesia memberikan gelar pahlawan dan pejuang pendidikan. Dan tanggal lahir Ki Hajar tepatnya pada taggal 2 mei di nobatkan sebagai hari pendidikan nasional. Ini membuktikan Ki Hajar adalah pahlawan pendidikan yang ideal yang harus di perjuangkan nilai-nilai luhur yang telah Ki Hajar berikan kepada bangsa ini. Kepemimpinan pendidikan Ki Hajar Dewantara di dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi, terbukti dengan semangat patriotisme untuk mengebangkan pendidikan Ki Hajar banyak mendapat tantangan, hambatan dari penjajah, tetapi Ki Hajar bisa membuktikan akan keberhasilan beliau di dalam pendidikan. Ki Hajar Dewantara memakai semboyan mengenai syarat seorang menjadi pemimpin (guru) sebagai berikut:23 1. Tut Wuri Hanadayani” (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). 2. Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, pendidik harus menciptakan prakarsa dan ide). 3. Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Ki Hajar Dewantara menyebutkan tanggung jawab seorang guru (pendidik) pun sangat besar perannya dalam konteks demikian guna menanamkan nilai22 23
Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara. Hal 83 M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia. 194-195
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 123
Fitriah Masrullah
nilai kecintaan terhadap kehidupan bangsa indonesia. Yang pasti, pandangan kedepan seorang Ki Hajar Dewantara terkait dengan pendidikan seorang pendidik terhadap anak didiknya begitu kuat untuk direnungkan dengan sedimikian reflektif. Cukup tepat mengutip pernyataan proklamator Ir. Soekarno, cara mengapresiasi pendidikan yang sedang digelar Ki Hajar Dewantara. Dia berkata:24 “sungguh alangkah hebatnya jika tiap-tiap guru diperguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rosul kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangsaan dapat menurunkan kebangunan dalam jiwa sang anak.” Ajaran kepemimpinan pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ajaran ini pada intinya menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya. Sebagai seorang pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau bawahannya. Banyak pimpinan saat ini yang sikap dan perilakunaya kurang mencerminkan sebagai figur seorang pemimpin, sehingga tidak dapat digunakan sebagai panutan bagi anak buahnya. Sama halnya dengan Ing Madyo Mangun Karso. Ing Madyo di tengah, Mangun berarti membangkitkan atau menggugah, dan karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi, makna dari kata itu adalah seorang pemimpin di tengah juga harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahannya. Karena itu, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungan tugasnya dengan menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan kerja. Demikian pula dengan Tut Wuri Handayani. Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Tut Wuri Handayani ialah seorang komandan atau pimpinan harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh bawahan, karena paling tiga hal ini dapat menumbuhkan motivasi dan semangat kerja. Ki Hajar wafat dalam usia 70 tahun. Bukan harta benda melimpah yang ditinggalkannya, melainkan butir-butir mutiara ajaran hidup dan spirit perjuangan kemanusiaan untuk kesejahteraan bangsa dan negaranya adalah wariasan yang tidak ternilai harganya. Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan 24
M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia.hal 182-183
124 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015
Memimpin dan Mendidikan Anak Perspektif Ki Hajdjar Dewantara
sejati yang tidak pernah mempromosikan dirinya. Gelar bangsawannya tidak didekatkan pada namanya. Gelar tertinggi dari Uneversitas Gadjah Mada juga tidak dilekatkan pada namanya. Itu semua dianggap tidak bermanfaat apabila dapat menghalangi kedekatannya dengan rakyat. Perguruan nasional yang didirikannya tidak diberi nama ”Dewantara Instituut”, tetapi diberi taman siswa. Metode menyanyi jawa yang diciptakkannya tidak diberi nama “Metode Dewantara”, tetapi metode sari swara. Hal ini karena Ki Hajar tidak mau dikultuskan. Karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap nusa dan bangsa, penghormatan dan penghargaan bukan karena diminta. Memimpin itu bukan untuk berkuasa, melainkan untuk mengabdi. Mengabdi itu didasari oleh spirit sepi ing pamrih rame ing gawe. Jika kemudian ada kehormatan dan penghargaan yang diterima, itu bukan karena diminta, melainkan karena buahnya labuh labet.25 PENUTUP Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin , karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak memajukan kehidupan anak didik laras dengan dunianya. Mempunyai tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya dan berjiwa nasionalisme seta patriotisme. Tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya dan berjiwa nasionalisme seta patriotisme.
25
Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantarabiografi Singkat 1889-1959, (Jakarta: Garasi. 2009).
103-105
An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015 | 125
Fitriah Masrullah
DAFTAR PUSTAKA Baharuddin. 2010. Pendidikan Humanistic, Konsep Teori Dan Aplikasi Dalam Dunia Pendidikan. Jogjakarta. Ar-ruzz Media. Bambang Sukawati Deawantara. 1993.Mereka Yang Selalu Hidup; Kihajar Dewantara & Nyi Hajar Dewantara. Jakarta: Roda Pengetahuan C. Goerge Boere. 2010. Metode Pengajaran Dan Pembelajaran. Jogjakarta. Arruzz Media. Dewantara, Ki Hadjar. 1961. Kerja Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Taman Siswa Naim ngainun DKK. 2010. Pendidikan Multicultural Konsep Dan Aplikasi. Jojakarta: Ar-ruzz Media. Raharjo Suparto. 2009. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959. Jogjakarta: Arruz Media Saroni Muhammad. 2010. Orang Miskin Harus Sekolah. Jojakarta: Ar-ruzz Media. Soejono, Ag, 1979. Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bandug: CV.Ilmu Tauchid Muhammad. 1963. Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa Tilaar. 1999. Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia : Straregi Reformasi Pendidikan Islam. Bandung: PT remaja Rosadakarya Offset. Undang-undang RI.2010. Sikdiknas & Peraturan Republic Indonesia Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar. Bandung:Citra Utama Yamin Moh. 2010. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
126 | An-Nisa', Vol. 8 No. 1 April 2015