PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT, DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN DI INDONESIA ABSTRAK Oleh: RIVAN APRIYAN NPM : 0811031049 Tlpn : 08976179312 Email :
[email protected] Pembimbing I : Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt. Pembimbing II : Basuki Wibowo, S.E., Akt. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Sesuai teori keagenan bahwa pemisahan kepemilikan dengan pengendalian perusahaan akan menimbulkan konflik keagenan. Dalam meredakan konflik tersebut dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2011 yaitu sebanyak 137 perusahaan per tahunnya dan memiliki laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan dengan perioda pengamatan, baik opini yang diterima adalah opini going concern maupun opini non going concern.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data penelitian yang meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang diambil dari data base Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 sampai 2011 yang meliputi laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern ditolak.Sedangkan hipotesis 2 dan 3 yang menyatakan bahwa debt default dan opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern diterima. Kata kunci: Going Concern, Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt Default, Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya.
THE EFFECT OF CORPORATE FINANCIAL CONDITION, DEBT DEFAULT, AND PREVIOUS YEAR GOING CONCERN AUDIT OPIONION TOWARDS ACCEPTANCE OF GOING CONCERN AUDIT OPIONION IN INDONESIA ABSTRACT By: RIVAN APRIYAN NPM : 0811031049 Tlpn : 08976179312 Email :
[email protected] Pembimbing I : Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt. Pembimbing II : Basuki Wibowo, S.E., Akt. This research aims to determine the effect of financial condition, debt default, and previous year going concern audit opionion towards acceptance of audit opionion going concern. Agency theory as sets there separation in ownership and controlling company will create an agency conflict. In solving this conflict, independent third party is necessary to mediate the principal and agent. Auditors will be able to harmonize the principal’s (shareholders) interest and agent’s (manager) interest in manage corporate finance. Sample used in this research is all manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2009-2011 period (137 companies each year) and having published independent report. This research use secondary data taken from Indonesia Stock Exchange (2009-2011) consist of independent auditor report and financial report. The results shows financial condition variable is not significantly affect the acceptance of audit opinion going concern. This means hypothesis 1 which saying bad corporate financial condition negatively affect the acceptance of audit opinion going concern were rejected. While, hypothesis 2 and 3 which saying debt default and previous year going concern audit opinion positively affect the acceptance of audit opinion going concern were accepted.
Keywords : Going Concern, Corporate Financial Condition, Debt Default, Pervious Year Going Concern Audit Opinion.
1. PENDAHULUAN I.I
Latar Belakang Going concern (kelangsungan hidup) adalah kelangsungan hidup suatu
badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah. Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam waktu jangka pendek. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan sesungguhnya. Kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan, seperti kondisi keuangan perusahaan, status debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya. Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan masalah going concern (Ramadhany, 2004). Menurut Mckeo wn et. al. (1991) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern. Kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan. Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan menggunakan
rasio-rasio keuangan lebih akurat dibandingkan pendapat auditor dalam mengelompokkan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut (Altman dan McGough, 1974; Koh dan Killough, 1990; Koh, 1991) dalam Fanny dan Saputra, 2005. Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno,dkk., (2009) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini going concern. Dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaaan) dalam membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Praptitorini, 2009). Jika perusahaan dalam kondisi seperti ini maka kemungkinan mengalami kebangkrutan sangat besar. Pemberian opini going concern oleh auditor tidak terlepas dari opini audit yang diberikan tahun sebelumnya, karena kegiatan usaha pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Setyarno et. al. (2009) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian tersebut memberikan bukti empiris bahwa opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Uraian latar belakang masalah di atas mendorong peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya pada penerimaan opini audit going concern. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama perioda 2009 - 2011. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt Default, dan Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” 1.2
Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
1.2.1
Perumusan Masalah
Apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
Apakah status debt default berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
Apakah opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
1.2.2
Batasan Masalah Peneliti membatasi penelitian pada variable-variabel yang diduga
berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan Opini Audit Going Concern yaitu Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt Default, dan Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2009 sampai 2011. 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.3.2
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut: 1. Dapat menjadi bukti empiris serta memberikan kontribusi tambahan terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya. 2. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang ilmu akuntansi, terutama berkaitan dengan pengauditan, khususnya dalam bidang keputusan pemberian opini audit.
3. Bagi pemberi pinjaman (kreditur) mengenai informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan perusahaan mana saja yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang telah diberikan. 4. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini dengan memperhatikan kondisi keuangan pada perusahaan. 5. Bagi investor, saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
2. LANDASAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) dalam Mirna dan Indira (2009)
menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agent untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan pada agent. Dalam kaitannya dengan penerimaan opini audit going concern, agent (manajemen) bertanggung jawab secara moral terhadap kelangsungan hidup perusahaan yang dipimpinnya. Agent mungkin akan takut mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik, sehingga terdapat kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prisipal dan agent. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjebatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agent (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2009) dalam Mirna dan Indira (2009). Auditor sebagai pihak yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal melalui laporan keuangan. Prinsipal mengharapkan auditor memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan. 2.2
Opini Audit Tugas umum dari auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan
perusahaan. Opini yang diberikan auditor merupakan pernyataan kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 1994, alenia 1). Pendapat atau opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Laporan keuangan merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk tidak menyatakan pendapat. Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Mulyadi (2002), yaitu: 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion With Explanatory Language) 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualifield Opinion) 4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) 5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
2.3
Opini Audit Going concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Ketika
suatu entitas dinyatakan going concern, artinya entitas tersebut dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan mengalami likuidasi dalam jangka waktu pendek (Setyarno,dkk., 2009). Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2004).
2.4
Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara
utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya. Menurut Mc Keown (1991) dalam Ramadhany (2004) semakin memburuk atau terganggu kondisi perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern. Sampai dengan saat ini, Z Score model masih lebih banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi, serta para akademis di bidang akuntansi dibandingkan model prediksi kebangkrutan lainnya untuk mengukur kondisi keuangan suatu persahaan (Altman, 1993) dalam Fanny dan Saputra (2005). Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini telah mengalami suatu revisi pada tahun 1993. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang go publik melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaanperusahaan di sektor swasta. Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan menjadi: Z’ = 0.717Z1 + 0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5 Dimana: Z1 = working capital / total asset Z2 = retained earnings / total asset Z3 = earnings before interest and taxes/ total asset Z4 = book value of equity / book value of debt Z5 = sales / total asset. Untuk menghitung Z Score dapat dilakukan dengan menghitung angka angka kelima rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dengan cara mengalikan angka-angka tersebut dengan koefisien yang diturunkan Altman, kemudian hasilnya dijumlahkan. Penelitian yang dilakukan Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah
dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z, dimana dikategorikan sebagai berikut: TABEL 2.1 Kriteria titik cut off Model Z Score Kriteria
Nilai Z Score
Tidak bangkrut/ sehat jika Z lebih dari (>)
2,99
Bangkrut jika Z kurang dari (<)
1,20
Daerah rawan bangkrut (grey area)
2.5
1,20-2,99
Debt Default Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk
membayar utang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) dalam Praptitorini dan Januarti (2007). Pada SAS 59 menyatakan bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern. Dalam PSAK 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Hasil penelitian Chen dan Church (1992) dalam Praptitorini dan Januarti (2007) memberikan bukti bahwa adanya suatu hubungan yang kuat antara obligasi yang gagal bayar dengan penerimaan opini audit going concern oleh perusahaan penerbit obligasi tersebut. Jika perusahaan mengalami status default, maka semakin besar kemungkinan menerima opini going concern. Hal ini dibuktikan pada penelitian Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno,dkk., (2009), Ramadhany (2004), serta Praptitorini dan Januarti (2007) yang menunjukkan bahwa status debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. 2.6
Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar
kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Mutchler (1984) dalam Ramadhany (2004) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Mutchler menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model analisis diskriminan yang memasukkan tipe opini audit going concern tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibandingkan model yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1984), Carcello dan Neal (2000), Lennox (2002), Ramadhany (2004), Setyarno dkk. (2009), Praptitorini dan Januarti (2007), serta Januarti (2009) menemukan hubungan positif antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima kembali opini audit going concern. 2.7
Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ada tidaknya
hubungan antara variabel dependen berupa opini audit going concern dengan variabel independen berupa kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opiniaudit going concern tahun sebelumnya. Kerangka pikir yang diajukan adalah sebagai berikut:
Kondisi Keuangan Perusahaan Debt Default
Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya
Penerimaan Opini Audit Going Concern
2.8
Pengembangan Hipotesis
1.
Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini
going concern Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya (Ramadhany, 2004). Menurut Mc Keown (1991) dalam Ramadhany (2004), semakin memburuk atau terganggu kondisi perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan, yaitu dimana kondisi keuangan perusahaan tidak sehat, yang diukur dengan Z Score. Analisis diskriminan Z Score selain berguna untuk memprediksi kebangkrutan, dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan. Dengan menggunakan model prediksi Revised Z Score Altman, sebagai proksi kondisi keuangan perusahaan, hasil penelitian Fanny dan Saputra (2005) selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern. 2.
Pengaruh Debt Default terhadap Penerimaan Opini Audit Going
concern Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya / default (Ramadhany, 2004). Salah satu ciri yang berlawanan dengan asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Pada SAS 59 menyatakan bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern. Chen dan Church (1992)dalam Praptitorini dan Januarti (2007) menunjukkan bahwa status debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya status debt default, semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Maka hipotesis selanjutnya adalah sebagai berikut:
H2 : Debt Default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. 3.
Pengaruh Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya terhadap
Penerimaan Opini Audit Going concern Opini audit diterima suatu perusahaan di tahun sebelumnya menjadi salah satu pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit perusahaan. Mutcler (1984) dalam Ramadhany (2004) melakukan penelitian dengan mewawancarai praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Penelitian Carcello (2000) dan Ramadhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Jika tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka kemungkinan besar auditor akan menerbitkan kembali opini audit going concern di tahun berikutnya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis selanjutnya adalah sebagai berikut: H3 : Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. 3. METODA PENELITIAN 3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Data penelitian yang meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang diambil dari database Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 sampai 2011 yang meliputi laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan. 3.2
Metoda Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain
adalah dengan melakukan dokumentasi penulis mencari data langsung dari catatan-catatan atau laporan keuangan yang ada pada BEI. Data sekunder yang diambil dari BEI ini terdiri dari laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan setiap perusahaan manufaktur yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria pemilihan sampel. Selain itu juga dengan melakukan studi pustaka yaitu
pengumpulan data sebagai landasan teori serta penelitian terdahulu didapat dari dokumen- dokumen, buku, internet serta sumber data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan. 3.3
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2009 sampai 2011. Sedangkan untuk sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2011 yaitu sebanyak 137 perusahaan per tahunnya dan memiliki laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan dengan perioda pengamatan, baik opini yang diterima adalah opini going concern maupun opini non going concern. Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria No
Kriteria
Akumulasi
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20091
2011
411
137 perusahaan x 3 tahun 2 3
Data laporan keuangan yang tidak tersedia dan tidak lengkap Data laporan keuangan yang dicatat menggunakan USD Jumlah sampel total selama perioda penelitian
3.4
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1
Variabel Dependen
-54 -24 333
Variabel dependen pada penelitian ini adalah opini audit going concern. Opini audit going concern diukur dengan menggunakan variabel dummy, bernilai 1 untuk opini going concern dan bernilai 0 untuk opini non going concern. 3.4.2 Variabel Independen Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen yang akan diuji
tehadap opini audit going concern yang diterima perusahaan dari auditor independen. Variabel independen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan Revised Altman, yang terkenal dengan istilah Z Score. Formulanya adalah: Z’ = 0.717Z1 +0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4+ 0.998Z5 Dalam hal ini: Z1 = net working capital/ total assets Z2 = retained earnings/ total assets Z3 = earnings before interest and taxes/ total assets Z4 = book value of equity/ book value of debt Z5 = sales/ total assets Nilai Z diperoleh dengan menghitung kelima rasio tersebut berdasarkan data pada neraca dan laporan laba/rugi dikalikan dengan koefisien masing-masing rasio kemudian dijumlahkan dengan hasilnya. 2. Debt Default Debt Default didefinisikan sebagai Kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar utang pokok maupun bunganya pada saat jatuh tempo atau kegagalan perusahaan memenuhi perjanjian hutang. Variabel Dummy digunakan (1 untuk status Debt Default dan 0 untuk tidak Debt Default) untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit. Pada laporan keuangan, status debt default dapat dilihat dalam laporan auditor independennya. 3. Opini audit Going Concern Tahun Sebelumnya Opini audit yang yang diterima oleh auditor pada tahun sebelumnya. Variabel ini menggunakan Variabel Dummy, yaitu 1 untuk Opini Audit Going concern dan 0 untuk Opini Audit Non Going concern Tahun Sebelumnya.
3.5
Teknik Analisis Data
3.5.1
Alat Analisis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
multivariate dengan menggunakan regresi logistik (logistic regretion), yang variabel terikatnya merupakan non parametrik (nominal) dan variabel bebasnya merupakan parametrik (rasio). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 𝐺𝐶
Ln 1−𝐺𝐶 = α + β1 BANKRUPT + β2 DD + β3 PO + Keterangan: GC
= Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern)
BANKRUPT
= Prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revised Altman
DD
= Debt Default (variabel dummy, 1 jika perusahaan keadaan default 0 jika perusahaan tidak default)
PO
= Opini audit going concern tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika non going concern)
α
= konstanta = kesalahan residual
3.5.2
Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum
mengenai variabel-variabel dalam penelitian yang diukur pada sampel. Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi. 3.5.3
Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: a. Uji Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya jika ( Ghozali, 2009): 1. Jika nilai statistik Homer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya 2. Jika nilai statistik Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 , maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya. b. Uji Model Fit Uji model fit digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah: Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka Ho harus diterima atau Ha harus ditolak (Ghozali, 2009). Statistik yang digunakan berdasarkan metode maximum likelihood. Metode maximum likelihood adalah mencari koefisien regresi sehingga probabilitas kejadian dari variabel dependen bisa setinggi mungkin atau semaksimal mungkin. Besarnya probabilitas yang memaximumkan kejadian ini disebut log of Likelihood (LL). Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, -2 dikalikan dengan LL sehingga menjadi -2LL.
Semakin kecil nilai -2LL, yang memiliki nilai minimum 0, maka semakin baik model dan sebaliknya semakin besar nilai -2LL semakin kurang baik model. c. Estimasi Parameter dan Interpretasinya Estimasi parameter dapat dinilai melalui koefisien regresi dari masingmasing variabel yang diuji apakah menunjukkan bentuk suatu hubungan antar variabel dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sign) untuk melakukan pengujian hipotesis. Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel dependen. Begitu pula sebaliknya, jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel dependen.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Opini Audit Going Concern t
333
0
1
0.15
0.36
Z Score
333
-1637.2
29.71
-2.51
89.89
Debt Default
333
0
1
0.11
0.31
Opini AuditGoing Concern t-1
333
0
1
0.17
0.37
Keterangan : t = Tahun ini t – 1 = Tahun Sebelumnya Sumber: Hasil Pengolahan Data
Hasil pengujian menunjukkan jumlah sampel (N) penelitian sebanyak 333 yang merupakan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang listing di
BEI selama periode 2009-2011 dan memenuhi kriteria yang ditetapkan. (1)
Nilai rata-rata opini audit going concern sebesar 0,15 yang menunjukkan
bahwa 15% dari 333 laporan keuangan perusahaan sampel yang diteliti menerima opini audit going concern. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat diketahui bahwa interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1. (2)
Z Score minimum adalah (-1637.2) dimiliki oleh PT Hanson International,
Tbk pata tahun 2009. Sedangkan untuk nilai Z Score maximum dimiliki oleh PT Sugi Sama Persada, Tbk pada tahun 2009 dengan nilai sebesar 29,71. Rata-rata nilai Z Score adalah -2,51 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang dalam berada sampel berada dalam kondisi kebangkrutan. Standar deviasi yaitu sebesar 89.894, artinya jarak antara nilai minimum dan nilai maksimum dari nilai rata-rata (mean) adalah 89.894. (3)
Nilai rata-rata variabel debt default sebesar 0,11 yang menunjukkan bahwa
11% dari 333 laporan keuangan perusahaan sampel yang diteliti menerima status debt default. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat diketahui bahwa interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1. (4)
Variabel opini audit going concern tahun sebelumnya memiliki nilai rata-
rata sebesar 0,17 yang menunjukkan bahwa 17% dari 333 laporan keuangan perusahaan sampel yang diteliti pada tahun sebelumnya menerima opini audit going concern. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat diketahui bahwa interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1.
4.2 Pengujian Hipotesis Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik Variables in the Equation B Step 1a Default
S.E. Wald df Sig. Exp(B)
4.364 1.805 5.844
1 .016 78.602
Opini Tahun
6.626 1.138 33.89
1 .000 754.31
Sebelumnya
8
7
Z Score Constant
.000 .016
.003
1 .958
.999
- 1.061 30.11
1 .000
.003
5.823
8
a. Variable(s) entered on step 1: Default, Opini Tahun Sebelumnya, Kondisi Keuangan. Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari hasil perhitungan berdasarkan tabel 4.7 secara statistik maka disimpulkan bahwa variabel debt default dan opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern karena memiliki hasil koefisien masing-masing sebesar 4.364 dan 6.626 dengan tingkat signifikasi masing-masing sebesar 0.016 dan 0.000. Sedangkan untuk variabel kondisi keuangan perusahaan memiliki koefisien 0.000 dengan tingkat signifikansi 0.958 (p> 0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Dengan demikian hipotesis 2 dan 3 yang menyatakan bahwa debt default dan opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern diterima. Sedangkan hipotesis 1 yang menyatakan bahwa perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern ditolak.
4.3 Pembahasan 4.3.1
Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini
audit going concern Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh pada opini audit going concern. Hasil tersebut tidak mendukung hipotesis pertama dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006) yang menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif pada penerimaan opini audit going concern. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian Indira Januarti (2009) yang menemukan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern. Dalam penelitiannya, Indira menyebutkan bahwa fenomena perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang buruk tidak mendapatkan opini audit going concern bisa terjadi karena terlalu lamanya auditor menerima suatu penugasan yang akan mengurangi independensinya ( ada yang mengaudit selama 10 tahun pengamatan dan tidak terjadi pergantian auditor). Atau bisa jadi auditor takut untuk mengeluarkan opini going concern karena justru akan menambah buruk keadaan perusahaan karena para investor akan menarik dananya, ini sesuai dengan hipotesis self fulfilling prophecy. Dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman pada tabel 4.7 secara statistik menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 0.000 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.958 yang artinya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan tidak signifikan pada tingkat signifikan 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa hipotesis ini ditolak. 4.3.2 Pengaruh debt default terhadap penerimaan opini audit going concern Debt default menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 4.364 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.016 yang berarti signifikan, dengan demikian perusahaan yang mengalami default akan menerima opini audit going concern. Tanda koefisien variabel debt default yang positif menunjukkan
hubungan yang searah, yang berarti semakin tinggi ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban, semakin besar pula kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor SIAE (system informasi, auditing, etika profesi) untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Auditor dalam memberikan opini audit going concern akan mempertimbangkan status default seperti yang tercantum dalam PSA 30. Jadi, perusahaan yang mendapat status debt default kemungkinan besar menerima opini audit going concern. 4.3.3 Pengaruh opini audit going concern tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern Dari hasil pengujian statistik mengindikasikan bahwa perusahaan yang tahun sebelumnya menerima opini going concern kemungkinan besar akan menerima opini yang sama pada tahun berikutnya, mengingat untuk memperbaiki kinerja perusahaan dibutuhkan waktu yang relative lama. Hasil ini konsisten dengan penelitian dari Mutchler (1985), Lennox (2004), Ramadhany (2004), Indira dan Ella (2008), Eko dkk (2007), Mirna dan Indira (2007). Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor sangat memperhatikan opini going concern yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya. Walaupun penerbitan kembali opini audit going concern tidak semata-mata didasarkan pada opini audit going concern yang diterima pada tahun sebelumnya, namun penerimaan opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya sehingga hal ini akan semakin mempersulit perusahaan untuk bangkit dari kesulitan yang dialami.
4. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya yang dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern, maka dapat ditarik kesimpulan: a. Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman Z Score secara statistik tidak berpengaruh signifikan dengan penerimaan opini audit going concern dengan nilai koefisien positif sebesar 0.000 dengan signifikansi 0.958 (>0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan hipotesis penelitian ditolak. b. Hasil debt default secara statistik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dengan nilai kosfiesiensi positif sebesar 4.364 dengan signifikansi 0,016 (<0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh signifikan dalam pemberian opini audit going concern pada perioda berjalan. c. Hasil Opini audit going concern tahun sebelumnya secara statistik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dengan nilai kosfiesiensi positif 6.626 dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh signifikan dalam pemberian opini audit going concern pada perioda berjalan. 5.2 Keterbatasan Penelitian Berikut ini beberapa keterbatasan penelitian yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya : 1. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak dapat mencakup semua hasil temuan untuk seluruh perusahaan publik
2. Perioda penelitian hanya tiga tahun tahun yaitu tahun 2009-2011, sehingga belum dapat melihat kecenderungan tren penerbitan opini audit going concern dalam jangka panjang. 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian hanya tiga variabel saja, yaitu kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya. Sedangkan masih banyak faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern. 5.3 Saran Berdasarkan simpulan dan keterbatasan di atas, saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas sampel penelitian dengan memasukkan seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan tidak mengelompokkan sampel hanya sebatas perusahaan yang mengalami rugi bersih setelah pajak secara berturut-turut. Hal ini disebabkan agar kita juga dapat melihat apakah perusahaan yang mendapatkan laba bersih setelah pajak juga bisa menerima opini audit going concern. Terlebih dalam mengujur variabel kondisi keuangan perusahaan, karena belum tentu perusahaan yang mendapatkan laba memiliki kondisi keuangan yang baik. 2. Penelitian selanjutnya juga dapat menambah rentan waktu penelitian sehingga dapat melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang dengan tetap membedakan antara perioda kondisi krisis ekonomi global dan ekonomi normal. 3. Kepada manajemen perusahaan hendaknya mengenali lebih dini tanda-tanda kebangkrutan usaha dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya sehingga dapat mengambil kebijakan sesegera mungkin guna menghindari masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. Arens, Alvin, Loebbecke. 1995. Auditing An Integrated Approach Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Chen, Kevin C. W., and Bryan K. Church. 1992. Default on Debt Obligations and the Issuance of Opini Going-Concern Opinions. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol. 11, No. 2: 30-49. Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hofer, CW. 1980. Strategic Management: A case book in policy and planning. Minesota: West Publishing Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. _______________________. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. _____________________. 2004. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XII (6): 1-26. Jensen, M. and Meckling, W. 1976.Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3. pp. 305-360. Koh, H dan Killough, L. 1990. The Use of Multiple Discriminant Analysis in the Assesment of the Going-concern Status of an Audit Client. Journal of Business, Finance and Accounting. Spring. 179-192. McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood. W. 1991. Towards an Explanation of Auditor Failure to Modify the Audit Opinions of Bankrupt Companies. Auditing: A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13.
Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam. Jakarta: Salemba Empat Mutchler, J. 1985. A Multivariate Analysis of the Auditor's Going Concern Opinion Decision. Journal of Accouning Research. Autumn. 668 - 68. Petronela, Thio. 2004. Perkembangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 47-55. Praptitorini, M. D. dan I. Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar, 26-28 Juli 2007. Putri, Ayu. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi : Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Available at: http://www.pps.unud.ac.id/thesis/detail-79-opini-audit-goingconcern-dan-faktorfaktor-yang-memengaruhi-studi-pada-perusahaanmanufaktur-di-bursa-efek-indonesia.html. (accessed 15 Januari 2013). Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Maksi, Vo. 4, Hlm. 146-160. Santosa, Arga Fajar dan Linda K. Wedari. 2007.”Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going concern.” JAAI, Vol.11, NO.2, Desember 2007: 141-158. Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Siahaan, Martha. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Available at: http://eprints.undip.ac.id/22568/. (accessed 15 Januari 2013). Zubaidah, Siti. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI. Available at: http://eprints.unisbank.ac.id/92/. (accessed 15 Januari 2013).