Perancangan Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard pada Institusi Pendidikan (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lawang Oleh: Kartika Wulandari Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Email:
[email protected] Dosen Pembimbing: Noval Adib, SE., MSi., Ph.D., Ak., CA. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan rancangan penilaian kinerja pada institusi pendidikan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Analisis dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada SMAN 1 Lawang dengan teori mengenai Balanced Scorecard untuk menentukan sasaran strategis dan indikator kinerja yang relevan dalam rancangan penilaian kinerja SMAN 1 Lawang dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sasaran strategis dari perspektif pelanggan adalah menciptakan kepuasan peserta didik sebagai pelanggan utama sekolah. Sasaran strategis dari perspektif keuangan adalah mewujudkan penggalangan dana yang memadai, melaksanaan anggaran dengan efektif, dan melaksanakan anggaran dengan efisien. Sasaran strategis dari perspektif proses internal adalah mendapatkan pemahaman atas peserta didik, melakukan inovasi, melaksanakan proses operasi dengan efektif, dan menjalin kerja sama kemitraan dengan perusahaan. Sasaran strategis dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah memenuhi kebutuhan keterampilan sumber daya manusia di posisi strategis, mengukur pelatihan sumber daya manusia, serta mengukur kepuasan karyawan dan keselarasan motivasi SDM dengan visi sekolah. Kata kunci:perancangan pengukuran kinerja, Balanced Scorecard, institusi pendidikan
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. Telah menjadi keyakinan semua bangsa di dunia bahwa pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan bahan ajar, peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan, peningkatan manajemen pendidikan, serta pengadaan fasilitas pendidikan. Upaya peningkatan manajemen pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam rangka mengelola institusi pendidikan telah dilakukan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia baik sebelum otonomi daerah maupun sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah, muncul program pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 51, disebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/madrasah. Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu bentuk desentralisasi pengelolaan pendidikan yang dipilih dengan tujuan untuk memandirikan sekolah dan secara luas dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kebijakan ini diimplementasikan dengan menerapkan pembelajaran yang menyenangkan, manajemen yang transparan, dan melibatkan peran serta masyarakat. Mulyasa (2002:20) mengemukakan bahwa hambatan utama dalam pengembangan pendidikan bukan semata-mata pada aspek keuangan, tapi bertumpu pada aspek manajemen. Oleh karena itu, dalam memperbaiki mutu pendidikan harus dimulai dari perbaikan manajemen pendidikan. 2
Adanya berbagai hambatan dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah hendaknya menjadi perhatian agar ke depan kualitas manajemen sekolah dapat ditingkatkan. Dally (2010:3) menyatakan bahwa masih banyak sekolah yang belum memahami konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Hal ini dikarenakan adanya potensi sekolah yang tidak merata sehingga mutu pendidikan yang dihasilkan menjadi bervariasi. Dalam konteks ini perlu diingat bahwa proses pelaksanaan manajemen pendidikan tidak terlepas dari penilaian kinerja sekolah sebagai institusi pendidikan Balanced scorecard merupakan sistem perencanaan manajemen dan penilaian kinerja yang dikembangkan oleh Kaplan dan Nonton. Balanced Scorecard dipublikasikan pada tahun 1992 dalam Jurnal Harvard Review yang berjudul Balanced Scorecard–Measures that Drive Performance. Balanced Scorecard tidak hanya menilai kinerja entitas dari aspek keuangan saja, namun dengan menerjemahkan visi dan strategi entitas ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang tersusun dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dally (2010:90), menyatakan bahwa dengan konsep pengukuran kinerja yang komprehensif, Balanced Scorecard kini diimplementasikan oleh berbagai organisasi kelas dunia sebagai sistem manajemen strategis dan bahkan sebagai sarana pemandu serta pendorong proses perubahan manajemen dan kultur organisasi termasuk pada implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Pendekatan Balanced Scorecard sangat baik untuk diterapkan dalam Manajemen Berbasis Sekolah. Narwidi (2011) telah melakukan penelitian untuk mengukur efektivitas manajemen sekolah dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard pada sekolah-sekolah SMA di Kabupaten Indramayu. Yulianto (2008) melakukan penelitian dengan judul Perancangan Balanced Scorecard pada Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Narwidi (2011) dan Yulianto (2008) tersebut, peneliti tertarik melakukan replikasi penelitian untuk merancang penilaian kinerja instansi pendidikan sebagai pelaksana Manajemen Berbasis Sekolah. Terdapat beberapa perbedaan dari kedua penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Narwidi (2011) adalah penggunaan Balanced Scorecard dalam proses penilaian kinerja instansi pendidikan dan objek penelitian yang sama-sama merupakan satuan pendidikan terkecil, yaitu sekolah. 3
Perbedaannya adalah penggunaan metode penelitian di mana Narwidi (2011) menggunakan metode kuantitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2008) adalah penelitian ini sama-sama merancang penilaian kinerja dari instansi pendidikan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Perbedaannya adalah objek penelitian dari penelitian yang dilakukan oleh Yulianto adalah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, sedangkan objek peneltian dari penelitian ini adalah satuan pendidikan terkecil, yaitu sekolah. Lokasi yang merupakan objek penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lawang (SMAN 1 Lawang). SMAN 1 Lawang merupakan salah satu sekolah menengah atas negeri yang berada di Kabupaten Malang. Peneliti memilih SMA Negeri 1 Lawang sebagai objek penelitian karena SMAN 1 Lawang merupakan sekolah menengah atas negeri di Kabupaten Malang yang pertama kali mendapat peringkat akreditasi A di Kabupaten Malang dengan nilai tertinggi pada tahun 2009, yaitu tahun pertama dilaksanakannya penilaian akreditasi sekolah dengan kriteria 8 standar nasional pendidikan (http://www.ban-sm.or.id/provinsi/jawatimur/akreditasi diakses 16 Februari 2014). SMAN 1 Lawang mendapat nilai 95 dari rentang nilai 0-100. Perolehan nilai akreditasi tersebut menunjukkan pencapaian SMAN 1 Lawang dalam pemenuhan standar nasional pendidikan. Berdasar hasil wawancara awal dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang, saat ini SMAN 1 Lawang menggunakan 2 jenis penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang digunakan tersebut adalah penilaian kinerja eksternal oleh Badan Akreditasi Nasional dengan kriteria penilaian berdasar 8 standar nasional pendidikan dan penilaian kinerja internal yaitu penilaian rutin internal sekolah dengan indikator perolehan nilai ujian akhir bersama dengan seluruh SMA negeri di Kabupaten Malang. Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang mengatakan: Terdapat dua hal dalam penilaian kinerja, yaitu secara internal dan eksternal. Secara internal dilakukan sesuai dengan pelaksanaan ujian yaitu Ujian Akhir Sekolah di akhir semester satu dan Ujian Kenailan Sekolah di akhir semester dua. Pelaksanaan UAS dan UKK dilakukan sesuai dengan standar Dinas Pendidikan 4
Kabupaten Malang sehingga tolak ukur kinerja sekolah didasarkan pada hasil perolehan nilai tersebut, agar dapat dibandingkan dengan SMA lain di Kabupaten Malang. Setelah ujian, sekolah akan menerima nilai hasil ujian tersebut. Nilai tersebut yang akan dijadikan bahan evaluasi. Nilai tersebut juga memperlihatkan peringkat sekolah berdasar perolehan nilai ujian. Untuk penilaian kinerja eksternal, dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional tiap lima tahun sekali. Yang dinilai adalah delapan standar pendidikan. Rencana kerja di SMAN 1 Lawang mengacu pada pemenuhi kedelapan Standar Nasional Pendidikan. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang: RKAS (Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah) memuat seluruh bidang di sekolah. Seperti kalau di akreditasi ada delapan standar, itulah yang dikelola. Jadi kita membuat program harus mengacu pada pencapaian standar SNP, yaitu Standar Nasional Pendidikan. Berdasar kondisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja pada SMAN 1 Lawang belum terintegrasi dari setiap komponen manajemen sekolah sehingga belum dapat diidentifikasi keterkaitan dari setiap strategi yang dilaksanakan oleh SMAN 1 Lawang dalam proses pencapaian visi sekolah. Sehubungan dengan kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk merancang penilaian kinerja dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard pada SMAN 1 Lawang. Rancangan penilaian kinerja tersebut menyesuaikan kondisi yang ada pada pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMAN 1 Lawang. Perancangan penilaian kinerja ini akan dilakukan secara komprehensif dengan memasukkan komponen keuangan dan nonkeuangan sehingga dapat mengukur kinerja sekolah secara menyeluruh. Atas dasar permasalahan tersebut, penulis mengambil judul penelitian “Perancangan Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard pada Institusi Pendidikan (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lawang)”
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi bahasan penelitian ini, yaitu bagaimanakah perancangan penilaian kinerja pada institusi pendidikan dengan menggunakan pendekatan empat perspektif Balanced Scorecard, yaitu: 5
1. Perspektif pelanggan 2. Perspektif keuangan 3. Perspektif proses internal 4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
TINJAUAN PUSTAKA Penilaian Kinerja Mardiasmo (2009:121) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja sektor publik merupakan sistem yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan penilaian atas kinerja instansi melalui berbagai ukuran yang ditentukan, baik secara finansial maupun nonfinansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilaksanakan dengan tiga tujuan, yaitu: Pengukuran kinerja dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan aktivitas instansi. Hal ini disebabkan pengukuran kinerja mambantu instansi untuk berfokus pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mengalokasikan sumber daya ke setiap unit kerja. Pengukuran kinerja digunakan sebagai alat pertanggungjawaban instansi. Pengukuran kinerja dimanfaatkan manajemen untuk berbagai tujuan. Mulyadi (2001:50) menjabarkan tujuan dari pengukuran kinerja adalah agar organisasi dapat dikelola dengan efektif dan efisien melalui upaya pemotivasian personel, membantu manajemen dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan karyawan, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan, menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai mereka, dan menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Manajemen Berbasis Sekolah Kebijakan desentralisasi pendidikan diharapkan mampu memperbaiki kualitas pendidikan. Untuk dapat merealisasikan cita-cita tersebut, maka diperlukan sistem pengelolaan pendidikan dalam tataran paling bawah, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sistem pengelolaan sekolah di mana sekolah diberi wewenang untuk mendorong sekolah dalam mengambil keputusan dengan melibatkan partisipasi 6
seluruh warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan bentuk desentralisasi pendidikan yang inovatif. Hafid (2011) menyatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah perlu diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Adapun hal-hal yang mendukung pernyataan tersebut antara lain sebagai berikut: 1
Manajemen berbasis pusat memiliki banyak kelemahan karena kebijakan yang ditetapkan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah dan adanya prosedur administratif yang tinggi menyebabkan kelambanan dalam penyelesaian masalah di sekolah
2
Sekolah lebih memahami kondisi yang ada pada lingkup sekolah. Oleh karena itu, sekolah merupakan unit yang paling layak untuk menyelesaikan permasalah yang ada di lingkup internal. Adanya peraturan birokratis juga menghambat kreativitas sekolah.
3
Perubahan di sekolah akan terjadi apabila ada rasa memiliki dari seluruh warga sekolah. Rasa memiliki tersebut akan tumbuh saat setiap warga sekolah dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan sekolah. Rasa memiliki tersebut diharapkan akan membawa warga sekolah pada peningkatan rasa tanggung jawab
Komponen Manajemen Sekolah Melalui Manajemen Berbasis Sekolah yang efektif dan efisien, kinerja sekolah diharapkan mampu mengalami peningkatan sehingga dapat memberikan kontribusi yang menyeluruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara luas. Mulyasa (2002) memaparkan konsep manajemen komponen-komponen sekolah. Terdapat tujuh komponen penting dalam manajemen berbasis sekolah, yaitu: 1.
Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
2.
Manajemen Tenaga Kependidikan
3. Manajemen Kesiswaan 4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan 5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan 6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 7. Manajemen Layanan Khusus
7
Balanced Scorecard Konsep Balanced Scorecard Balanced Scorecard adalah instrumen dalam perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara luas dalam bisnis, pemerintah, dan organisasi nonprofit. Mulyadi (2001:1) menyatakan bahwa Balanced Scorecard terdiri atas dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor digunakan untuk merencanakan dan mencatat skor kinerja karyawan. Selanjutnya, skor hasil kinerja akan dibandingkan dengan skor yang telah direncanakan atau ditargetkan untuk keperluan evaluasi. Berimbang berarti kinerja diukur secara seimbang, dari sisi finansial maupun nonfinansial, jangka pendek dan jangka panjang, serta internal dan eksternal. Tujuan dari penggunaan Balanced Scorecard adalah mengarahkan aktivitas bisnis ke visi dan strategi organisasi, mengembangkan komunikasi internal dan eksternal, serta memonitor kinerja organisasi atas tujuan yang telah ditentukan. Konsep Balanced Scorecard dikembangkan oleh Robert Kaplan dan David Norton pada tahun 1992 sebagai kerangka pengukuran kinerja dengan menambahkan pengukuran kinerja nonfinansial terhadap pengukuran kinerja tradisional yang hanya menggunakan ukuran keuangan dengan tujuan untuk memberikan pandangan “seimbang” atas kinerja perusahaan kepada manajer dan eksekutif. Balanced Scorecard menggunakan empat pengukuran dalam implementasinya, yaitu: 1
Perspektif keuangan
2
Perspektif pelanggan
3
Perspektif proses internal bisnis
4
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Pada Balanced Scorecard, perspektif keuangan merupakan pengukuran kinerja di masa lalu,
sedangkan perspektif pelanggan, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan mendorong adanya kinerja di masa mendatang (Kaplan dan Norton, 1996:8).
Balanced Scorecard untuk Organisasi Publik dan Nirlaba Konsep Balanced Scorecard untuk Organisasi Publik dan Nirlaba Saat ini organisasi publik dan nirlaba menghadapi tantangan yang lebih tinggi untuk membawa misi penting mereka. Meningkatnya perhatian publik menyebabkan naiknya permintaan akan akuntabilitas, transparansi, dan donasi yang digunakan untuk mencapai kesuksesan, namun masih belum terpenuhi secara maksimal. Seiring berjalannya waktu, 8
peningkatan produktivitas, kinerja, dan implementasi strategi akan ditransformasikan dari sektor privat ke setiap organisasi sektor publik. Di era globalisasi, organisasi nirlaba turut terpengaruh oleh arus modernisasi. Pada Balanced Scorecard yang digunakan oleh organisasi privat, semua pengukuran mengacu pada kinerja keuangan. Meningkatkan nilai saham adalah hal utama yang diusahakan oleh unit bisnis untuk memenuhi harapan pemangku kepentingan. Hal ini tidak dapat diterapkan pada organisasi sektor publik. Organisasi sektor publik dibentuk untuk tujuan yang lebih tinggi. Tidak mudah bagi organisasi sektor publik untuk mencapai tujuan yang ada pada Balanced Scorecard. Hal ini dikarenakan organisasi tidak memiliki kontrol secara menyeluruh terhadap misi yang telah ditentukan. Namun hal tersebut tidak membuat organisasi sektor publik berhenti untuk mencapai misi tersebut. Pada organisasi sektor publik, strategi tetaplah menjadi inti dari sistem Balanced Scorecard. Strategi merupakan rencana untuk mencapai kesuksesan dan kerangka yang harus diukur pencapaian kinerjanya. Organisasi sektor publik dan nirlaba sering mengadapi kesulitan dalam mengelola strategi yang jelas dan ringkas.Strategi merupakan prioritas yang harus dikejar untuk meraih misi. Prioritas tersebut haruslah konsisten dengan situasi yang ada dan cocok dalam usaha merespon adanya tantangan dan kesempatan. Sekali organisasi mengembangkan strategi, Balanced Scorecard akan menjadi instrumen untuk implementasi strategi yang efektif (Niven, 2008:34).
Perbedaan Konsep Balanced Scorecard pada Organisasi Sektor Privat dan Organisasi Nirlaba Perbedaan utama antara Balanced Scorecard yang digunakan pada organisasi privat dengan organisasi sektor publik adalah peletakan misi di puncak kerangka kerja. Selanjutnya, yang berada di bawah pernyataan misi adalah perspektif pelanggan, bukan perspektif keuangan. Pencapaian misi tidak harus bersamaan dengan tanggung jawab keuangan, namun organisasi harus menentukan siapa yang menjadi tujuan dari pelayanan dan bagaimana permintaan mereka dapat terpenuhi (Niven, 2008:33-34). Hal ini disebabkan karena visi pada organisasi nirlaba pada umumnya berkenaan dengan pemenuhan layanan kepada pelanggan, bukan pemenuhan target finansial dari organisasi. Dalam Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di Lingkungan Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa organisasi perlu untuk mencari kata kunci yang terdapat pada visi dan misi. Kata kunci tersebut diterjemahkan dalam sejumlah sasaran strategis. Sasaran strategis merupakan sasaran-sasaran yang bersifat penting dan 9
memperoleh prioritas tinggi dari jajaran manajemen. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sasaran strategis dari keempat perspektif pada Balanced Scorecard merupakan turunan dari visi dan misi organisasi. Kaplan (1999) menyatakan bahwa perspektif keuangan pada organisasi nirlaba tidak dapat dijadikan sasaran strategis, namun sekedar sebagai pembatas dalam pelaksanaan aktivitas keuangan. Kesuksesan organisasi nirlaba tidak dapat diukur dari seberapa jauh anggaran terserap atau seberapa kecil pengeluaran yang dilakukan. Bagi organisasi nirlaba, perspektif keuangan bukanlah indikator yang relevan untuk mengukur pencapaian pelaksanaan aktivitas organisasi.
Perspektif Balanced Scorecard pada Organisasi Sektor Publik Perspektif Pelanggan Organisasi sektor publik memberi perhatian lebih pada pelanggan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan untuk dapat mencapai misi organisasi. Manajemen organisasi sektor publik harus mengidentifikasi apa yang diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan. Niven (2008:167) menyatakan bahwa pelanggan adalah orang atau kelompok yang secara langsung menerima manfaat dari layanan yang diberikan oleh organisasi. Terdapat banyak pihak yang kemungkinan akan mendapat manfaat secara tidak langsung dari layanan yang diberikan oleh organisasi. Namun dalam perspektif pelanggan, organisasi memiliki tugas untuk menentukan pihak yang merupakan pelanggan dan mendapat layanan langsung dari organisasi.
Perspektif Keuangan Organisasi sektor publik dan nirlaba perlu untuk melakukan pengelolaan keuangan yang efektif. Organisasi sektor publik memiliki suber daya keuangan yang terbatas untuk dapat memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Niven (2008:34) menyatakan bahwa meskipun organisasi sektor publik merupakan organisasi yang tidak berorientasi pada laba, namun keberadaan perspektif keuangan pada Balanced Scorecard untuk organisasi nonpublik tetaplah penting. Tidak ada organisasi yang dapat beroperasi dengan sukses dan memenuhi permintaan pelanggan tanpa sumber daya keuangan.
10
Perspektif Proses Internal Perspektif proses internal merupakan suatu aspek transisi yang penting pada Balanced Scorecard. Pada perspektif pelanggan, organisasi berfokus pada apa yang diinginkan oleh pelanggan dan apa proposisi nilai yang dapat diberikan oleh organisasi secara efektif dan efisien. Perspektif proses internal menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan cara untuk memenuhi keinginan pelanggan. Setiap organisasi memiliki keunikan dan kombinasi proses yang berbeda. Terdapat beberapa proses inti yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan tujuan dari perspektif proses internal. Niven (2008:173) mengemukakan beberapa proses inti tersebut, yaitu: 1.
Memahami pelanggan
2.
Berinovasi secara konstan
3.
Proses operasi
4. Menawarkan kualitas layanan 5. Kemitraan untuk kesuksesan
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Pengukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merepresentasikan faktor-faktor yang memungkinkan adanya proses yang efisien dan mengarah pada peningkatan kualitas layanan kepada pelanggan. Keterampilan karyawan merupakan aspek penting yang mencakup keseluruhan organisasi sehingga organisasi perlu untuk mengembangkan program pelatihan karyawan secara terus menerus. Aspek yang dapat membawa organisasi untuk mencapai misinya adalah hasil dari pelatihan karyawan, bukan hanya sekedar kehadiran karyawan pada pelatihan. Oleh karena itu, diperlukan adanya keseimbangan antara partisipasi pelatihan dengan hasil pelatihan. Untuk itu diperlukan adanya evaluasi dan pengukuran yang akurat atas pelaksanaan pelatihan karyawan (Niven, 2008:181). Selain itu, ssisi psikologis karyawan juga merupakan aset tidak berwujud bagi organisasi. motivasi, pemberdayaan, dan pengarahan. Adanya kapabilitas personel yang baik akan memicu kinerja dengan tujuan yang terbaik untuk organisasi. Pengukuran atas dimensi motivasi, pemberdayaan, dan pengarahan dapat dilakukan dengan cara mengukur saran yang diberikan oleh karyawan kepada perusahaan, perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan, dan keterbatasan individu dalam organisasi (Niven, 2008:184). 11
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksut untuk memahami fenomena pada objek penelitian dengan kata-kata secara menyeluruh dan deskriptif (Moleong, 2006:6). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek alamiah (Sugiyono, 2012:14). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus di mana peneliti berusaha untuk merancang penilaian kinerja pada SMA Negeri 1 Lawang dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard setelah mendapatkan data yang memadai mengenai pelaksanaan manajemen sekolah di SMAN 1 Lawang. Cresswell (1998) dalam Herdiansyah (2010:76) menyatakan bahwa studi kasus adalah model penelitian yang menekankan pada penelaahan suatu sistem mengenai suatu fenomena secara mendetail melalui penggalian beragam sumber informasi.
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Penelitian ini menggunakan sumber data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data primer dapat berupa observasi, wawancara, kuesioner, atau dokumentasi (Sugiyono, 2012:402). Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu: 1.
Wawancara semi terstruktur Sugiyono (2012:413) menyatakan bahwa wawancara semi terstruktur adalah jenis wawancara yang memungkinkan peneliti untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain atas jawaban informan selain dari panduan wawancara. Penentuan informan wawancara dilakukan secara purposive sampling. Metode tersebut merupakan pemilihan informan dengan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan data apa yang diperlukan (Sugiyono, 2012:14). Peneliti memilih informan yang dianggap memiliki pengetahuan yang memadai terhadap objek penelitian. Penentuan informan diawali dengan mempelajari struktur organisasi dari SMA Negeri 1 Lawang dan penelusuran informasi mengenai pihak-pihak yang memiliki informasi relevan untuk mendapatkan 12
informasi sesuai dengan masalah penelitian. Berdasarkan konsep tersebut, maka pihak yang ditentukan untuk menjadi informan penelitian adalah kepala sekolah, komite sekolah, kepala tata usaha, bendahara sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana, wakil kepada sekolah bidang humas, petugas perpustakaan, dan guru bimbingan dan konseling. 2. Penggunaan dokumen Dokumen merupakan salah satu sumber data yang berupa catatan, gambar, atau karya. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif karena penggunaan dokumen dapat meningkatkan kredibilitas hasil wawancara (Sugiyono, 2012:422).
Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus memvalidasi diri sendiri mengenai seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian dan terjun ke lapangan. Validasi yang dimaksud meliputi validasi terhadap pemahaman peneliti atas metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan kesiapan peneliti memasuki objek penelitian. Ketika peneliti telah merasa cukup tervalidasi, maka peneliti siap untuk memasuki objek penelitian. Peneliti juga berfungsi untuk menentukan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuan (Sugiyono, 2012:399).
Teknik Analisis data Sugiyono (2012:428) menyatakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama proses penelitian, yaitu: 1.
Analisis sebelum pengumpulan data di lapangan Analisis sebelum pengumpulan data di lapangan dilakukan terhadap penelitian terdahulu atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. pada tahap ini, peneliti melakukan penelaahan terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penerapan Balanced Scorecard di institusi pendidikan, melakukan 13
studi literatur mengenai Manajemen Berbasis Sekolah, dan mempelajari peraturan perundangan yang beruhubungan dengan Standar Nasional Pendidikan. 2.
Analisis saat berada di lokasi penelitian model Miles dan Huberman Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak saat dilakukan pengumpulan data dan setelah seluruh data terkumpul. Analisis saat berada di lokasi penelitian dilakukan dengan pengembangan-pengembangan pertanyaan yang tidak terstruktur apabila dirasa jawaban yang diberikan oleh informan kurang memenuhi kebutuhan data. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2012:1984) mengemukakan bahwa terdapat 3 tahap analisis data, yaitu: Reduksi data Penyajian data Penarikan kesimpulan
Pengujian Kredibilitas Data Teknik yang digunakan untuk menguji kredibilitas data dalam penelitian ini adalah triangulasi. Sugiyono (2012:464) menyatakan bahwa triangulasi merupakan pemeriksaan data dengan membandingkan data dari berbagai sumber, cara, dan waktu. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik.
PEMBAHASAN Analisis Penerapan Penilaian Kinerja SMAN 1 Lawang Saat ini SMAN 1 Lawang menggunakan 2 jenis penilaian kinerja, yaitu penilaian kinerja internal yang menggunakan tolak ukur perolehan nilai dan penilaian kinerja eksternal yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional dengan menggunakan tolak ukur Standar Nasional Pendidikan. Balanced Scorecard merupakan alat dalam sistem perencanaan strategis yang sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengukuran kinerja organisasi, baik organisasi sektor swasta maupun sektor publik, termasuk untuk institusi pendidikan. Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alat dalam penilaian kinerja sekolah yang dapat menunjukkan hubungan sebab akibat antar aspek-aspek yang saling mempengaruhi di sekolah untuk dapat mencapai visi yang ditentukan oleh SMAN 1 Lawang. 14
Rancangan Penilaian Kinerja SMAN 1 Lawang dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan dianggap sebagai perspektif yang utama dalam institusi sektor publik. Tidak seperti organisasi swasta yang menjalankan aktivitas bisnis dengan tujuan memperoleh laba, institusi pendidikan memiliki tugas untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Niven (2008:167) menyatakan bahwa pelanggan adalah orang atau kelompok yang secara langsung mendapat manfaat dari layanan yang diberikan oleh organisasi. Berdasar definisi tersebut, maka pelanggan dari institusi pendidikan adalah peserta didik karena peserta didik merupakan pihak yang secara langsung mendapat layanan pendidikan dari institusi pendidikan. Pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan dapat diukur melalui aspek-aspek yang dapat menunjukkan pencapaian SMAN 1 Lawang untuk dapat memenuhi keinginan peserta didik untuk menempuh pendidikan di SMAN 1 Lawang. Adapun yang indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menilai pencapaian SMAN 1 Lawang pada perspektif pelanggan adalah: 1. Rata-rata perolehan nilai ujian bersama (UAS dan UKK) dan Ujian Nasional SMAN 1 Lawang mengikuti ujian akhir semester bersama dengan seluruh SMA negeri di Kabupaten Malang di mana soal ujian dibuat oleh tim MGMP Kabupaten Malang. Ratarata perolehan nilai ujian bersama tersebut merupakan tolak ukur kinerja sekolah dalam pencapaian posisi prestasi peserta didik di tingkat Kabupaten Malang. Ujian Nasional merupakan ujian akhir sekolah yang serentak dilaksanakan oleh seluruh SMA di Indonesia sesuai dengan standar penilaian nasional. Perolehan nilai Ujian Nasional merupakan indikator yang mengukur kinerja sekolah dalam membentuk kompetensi peserta didik sesuai dengan standar penilaian nasional. 2. Perolehan prestasi akademik dan nonakademik Perolehan prestasi peserta didik selain dalam perolehan nilai juga dapat dinilai dengan prestasi yang diperoleh dengan menjuarai kompetisi yang bersifat akademik dan nonakademik. Kompetisi yang bersifat akademik yaitu Olimpiade Sains Nasional (OSN). Sedangkan kompetisi yang bersifat nonakademik merupakan kompetisi yang diikuti peserta didik di bidang seni dan olahraga. Perolehan prestasi akademik dan nonakademik tersebut dapat dijadikan indikator pencapaian kinerja sekolah dalam membina peserta didik yang 15
memiliki keahlian atau bakat di bidang tertentu dan mempersiapkan peserta didik untuk berkompetisi. 3. Tingkat kelulusan peserta didik Penentuan tingkat kelulusan sebagai indikator kinerja SMAN 1 Lawang adalah berdasarkan pernyataan Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang nahwa target yang dimiliki sekolah adalah lulus seratus persen. 4. Jumlah lulusan yang melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi Sekolah menengah atas merupakan jenjang yang harus ditempuh peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Selama masa pendidikan di SMA, peserta didik akan meperoleh bekal ilmu untuk dapat mengikuti seleksi penerimaan mahapeserta didik baru setelah dinyatakan lulus dari SMA. Oleh karena itu, jumlah lulusan SMAN 1 Lawang yang melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi merupakan indikator kepuasan pelanggan karena sekolah dinilai telah berhasil menciptakan lulusan yang secara umum berkompeten dan memiliki daya saing untuk dapat melewati seleksi penerimaan mahasiswa baru di jenjang pendidikan tinggi.
Perspektif Keuangan Setiap organisasi membutuhkan dana untuk melaksanakan aktivitas operasinya. Oleh karena itu, organisasi sektor swasta maupun publik tidak akan terlepas dari sistem pengelolaan keuangan. Adapun indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja perspektif keuangan adalah: 1.
Pemanfaatan anggaran dengan efektif Mardiasmo (2009:130) menyatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan dengan hubungan antara hasil dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemanfaatan anggaran dengan efektif bagi SMAN 1 Lawang dapat diartikan dana yang dipergunakan telah sesuai dengan anggaran yang disusun dalam RKAS. Ketika anggaran telah diserap dengan baik dan program kerja telah dilaksanakan, maka dianggap anggaran telah dimanfaatkan dengan efektif. Adapun perhitungan yang digunakan untuk menilai pemanfaatan anggaran dengan efektif adalah dengan membandingkan total realisasi belanja dengan anggaran belanja.
2.
Pemanfaatan anggaran dengan efisien 16
Efisiensi biaya terkait dengan penggunaan dana yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan. Pemanfaatan anggaran dilaksanakan dengan efisien jika sumber dana digunakan serendah-rendahnya untuk mencapai hasil yang maksimal (Mardiasmo, 2009:130). Oleh karena itu, sekolah perlu untuk mengurangi biaya operasional dengan memanfaatkan semaksimal mungkin aset yang dimiliki. Yulianto (2008) menyatakan bahwa indikator yang digunakan dalam mengukur efisiensi biaya adalah pengurangan biaya operasional. 3.
Mewujudkan penggalangan dana yang memadai Salah satu misi SMAN 1 Lawang yang berkenaan dengan bidang keuangan adalah mewujudkan penggalangan dana yang memadai. Hal ini dikarenakan tidak seluruh pembiayaan sekolah dipenuhi oleh pemerintah sehingga sekolah perlu untuk dapat menggalang dana secara mandiri. Penggalangan dana yang memadai tersebut dapat diukur dengan membandingkan realisasi pendapatan per sumber dana dengan anggaran pendapatan per sumber dana.
Perspektif Proses Internal Setelah menentukan pihak yang menjadi pelanggan dalam aktivitas operasi sekolah, selanjutnya sekolah perlu untuk mengidentifikasikan apa saja yang perlu dilakukan untuk dapat memenuhi keinginan peserta didik seperti yang ada pada perspektif pelanggan. Kaplan & Norton (1996:96) menyatakan bahwa aspek yang dapat dijadikan tolak ukur dalam penilaian kinerja dalam perspektif proses internal adalah: 1.
Memahami pelanggan Proses memahami pelanggan dilakukan dengan mengamati tingkat pemahaman peserta didik
atas mata pelajaran yang diajarkan dengan metode pengajaran yang digunakan oleh setiap pendidik. Pendidik diharapkan dapat untuk menyesuaikan antara sifat mata pelajaran dengan metode pengajaran yang digunakan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara metode pembelajaran tertentu dengan nilai yang diperoleh oleh peserta didik sehingga dapat dilakukan pengembangan inovasi pembelajaran lebih lanjut oleh pendidik dan tim MGMP sekolah. Penelitian tersebut disebut dengan penelitian tindakan kelas. Penelitian tersebut perlu untuk dilakukan guru untuk menunjang karir guru.
17
Banyak jenis karya ilmiah yang dapat disusun oleh guru. Namun diperlukan adanya relevansi antara karya ilmiah yang disusun oleh guru dengan profesi guru dalam bidang pembelajaran. Jaedun (2011) menyatakan: Cara yang paling mudah untuk menulis artikel ilmiah adalah menulis dari hasil penelitian. Dari sekian jenis penelitian, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan jenis penelitian yang paling memungkinkan dan sangat tepat bagi Guru. Berdasar pernyataan tersebut, maka jumlah karya ilmiah di bidang Penelitian Tindakan Kelas yang disusun oleh pendidik di SMAN 1 Lawang dapat digunakan sebagai indikator dalam upaya pemahaman atas peserta didik. 2.
Proses operasi Proses operasi merepresentasikan aspek-aspek layanan yang diberikan oleh sekolah kepada peserta didik dalam kaitannya memenuhi keinginan peserta didik sebagai pelanggan. Adapun indikator yang dapat dijadikan tolak ukur pencapaian kinerja sekolah dalam proses operasi antara lain: Berinovasi secara konstan Indikator
yang
dapat
digunakan
untuk
menilai
kinerja
sekolah
dalam
mengembangkan inovasi pembelajaran adalah dengan menilai jumlah inovasi metode pembelajaran baru yang dikembangkan oleh setiap mata pelajaran. Penilaian kinerja guru Pada tahun 2013, di SMAN 1 Lawang diberlakukan penilaian kinerja guru yang dilakukan oleh tim pendidik senior untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan RPP yang disusun sebelumnya oleh setiap pendidik. Adapun indikator yang dapat digunakan adalah banyaknya RPP yang sudah ditinjau pelaksanaannya oleh tim penilai kinerja guru. Selain itu, tingkat kesesuaian antara pelaksanaan pembelajaran dengan RPP juga menjadi indikator dari kinerja guru. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai merupakan aspek yang cukup penting di dalam proses belajar mengajar. Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menilai capaian kinerja di bidang sarana dan prasarana yang memadai adalah persentase pemenuhan sarana dan prasarana di sekolah dengan standar nasional sarana dan prasarana sekolah. 18
Meningkatnya minat baca peserta didik ke perpustakaan Perpustakaan sekolah merupakan bagian dari sekolah yang memiliki peran penting dalam peningkatan minat baca peserta didik. Suasana perpustakaan yang inovatif dan bersahabat diharapkan mampu untuk menarik peserta didik untuk membaca di perpustakaan. Perpustakaan SMAN 1 Lawang menaungi sebuah komunitas yang dinamakan dengan Komunitas Cinta Buku. Minat baca peserta didik di SMAN 1 Lawang dapat dinilai dengan tolak ukur tingkat kunjungan peserta didik ke perpustakaan sekolah dan jumlah anggota Komunitas Cinta Buku yang dinaungi oleh Perspustakaan SMAN 1 Lawang. Selain itu, perpustakaan SMAN 1 Lawang juga cukup sering melakukan inovasiinovasi untuk menarik minat peserta didik berkunjung ke perpustakaan. Adanya inovasiinovasi tersebut dapat dijadikan tolak ukur kinerja perpustakaan dengan menilai jumlah inovasi baru yang dirancang oleh perpustakaan SMAN 1 Lawang. Pada tahun 2015, perpustakaan SMAN 1 Lawang akan mengikuti program akreditasi perpustakaan. Hasil akreditasi tersebut dapat dijadikan tolak ukur penilaian kinerja perpustakaan SMAN 1 Lawang pada perspektif proses internal. Pembinaan pengembangan diri peserta didik Pembinaan peserta didik dengan keahlian khusus dapat dilakukan dengan melakukan pemetaan atas jenis dari kompetisi yang ditargetkan untuk diikuti sekolah. Berdasarkan Rencana Kerja SMAN 1 Lawang 2013/2014, terdapat 3 bidang kompetisi yang akan diikuti, yaitu bidang olahraga, seni, dan Olimpiade Sains Nasional. Untuk dapat menjaring lebih banyak peserta didik yang memiliki bakat khusus perlu dilakukan proses seleksi terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk mengikuti suatu kompetisi. Adapun yang dapat dijadikan indikator dari aspek pembinaan peserta didik dengan keahlian khusus adalah dengan menargetkan jumlah peserta didik dari setiap jenis kompetisi dan memenuhinya dengan berbagai seleksi tersebut. Selain itu, intensitas latihan juga menjadi indikator dari tercapainya proses internal dalam pembinaan pengembangan diri peserta didik. Hal tersebut tertuang dalam Rencana Kerja Sekolah SMAN 1 Lawang tahun ajaran 2013/2014, yaitu rencana sekolah untuk mengadakan pembinaan dan latihan secara intensif setelah pelaksanaan seleksi siswa. 19
Diperlukan adanya data akurat dan penilaian objektif dari setiap kegiatan pengembangan diri yang diikuti oleh peserta didik. Indikator yang digunakan adalah perolehan nilai dari pengembangan diri yang diikuti. Sekolah turut bertanggung jawab dalam proses pembinaan terhadap pengembangan potensi dan kepribadian peserta didik. Tugas tersebut merupakan tanggung jawab dari guru Bimbingan dan Konseling. Peserta didik juga perlu untuk dijadikan acuan dalam kinerja pengembangan diri peserta didik. Adapun acuan yang dapat dijadikan tolak ukur dalam capaian kinerja sekolah dalam pembinaan ketertiban dan kedisiplinan peserta didik adalah jumlah pelanggaran peserta didik dan absensi peserta didik. Pelayanan administrasi yang memadai Pelayanan administrasi sekolah yang baik harus mengikuti ketentuan dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh instansi yang relevan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Sistem administrasi sekolah yang baik diharapkan mampu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Tata usaha memiliki tugas untuk memberikan layanan yang berkualitas bagi pihak-pihak yang membutuhkan layanan administrasi dari sekolah. Niven (2008:221) menyatakan bahwa acuan yang dapat dijadikan indikator kinerja dalam aspek kualitas proses internal adalah jumlah komplain, jumlah pengerjaan ulang, dan jumlah kesalahan layanan. 3. Kemitraan Niven (2008:177) menyatakan bahwa kemitraan menawarkan banyak peluang bagi perkembangan organisasi nonprofit. Organisasi nonprofit yang dimaksut tidak terkecuali untuk institusi pendidikan. Institusi pendidikan dapat melakukan kerja sama dengan korporasi sektor swasta untuk saling melengkapi misi masing-masing. Saat ini SMAN 1 Lawang sedang dalam upaya menjalin hubungan kerja sama kemitraan dengan perusahaan. Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menilai capaian kemitraan adalah jumlah kerja sama yang terjalin dibanding target kerjasama yang ditentukan sebelumnya.
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Sumber daya manusia merupakan aset yang mendukung kesuksesan organisasi. Saat ini, organisasi memerluka sumber daya manusia yang berkompeten dan budaya kerja yang kondusif 20
untuk dapat menggerakkan organisasi menuju visi yang telah ditentukan. Niven (2008:219) menyatakan terdapat beberapa aspek yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur kinerja institusi nonprofit pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: 1.
Memenuhi kebutuhan keterampilan sumber daya manusia di posisi strategis Niven (2008:180) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan keterampilan sumber daya manusia yang berada di posisi strategis akan dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan operasi yang ada pada perspektif proses internal. Organisasi perlu untuk menentukan kelompok strategi pada tujuan-tujuan di perspektif proses internal dan melakukan penelaahan atas posisi yang mendukung tujuan pada proses internal. Adapun aspek yang menjadi fokus di perspektif proses internal yaitu: Memahami pelanggan dan melakukan inovasi Diperlukan kompetensi yang memadai dari pendidik mata pelajaran dan koordinator MGMP. Adapun indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dari aspek ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yaitu jumlah pendidik yang telah lulus sertifikasi. Penilaian kinerja guru Aspek ini melibatkan kepala sekolah dan tim penilai kinerja pendidik yang terdiri atas pendidik senior. Untuk itu, diperlukan tim yang memiliki kompetensi dan pengalaman lebih dalam bidang pembelajaran. Indikator yang merupakan kriteria kompetensi guru yang dijadikan tim penilai kinerja guru adalah penilaian kompetensi pendidik dari kepala sekolah selaku pimpinan sekolah dengan kriteria pangkat guru, pendidik yang telah lulus sertifikasi guru, dan komitmen dari pendidik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kunjungan ke perpustakaan Pengelola perpustakaan perlu untuk terus meningkatkan inovasi dalam upaya menarik minat peserta didik untuk membaca di perpustakaan sekolah. Indikator yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Kompetensi yang dimaksut adalah jumlah pustakawan sekolah yang telah memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah. 21
Pembinaan peserta didik dengan keahlian khusus dan pengembangan diri Kriteria dari pembina OSN dari masing-masing mata pelajaran menurut Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum antara lain memiliki kemampuan subtantif di mata pelajaran yang dibina, memiliki kemampuan menyusun silabus pembinaan, dan memiliki wawasan akan pelaksanaan olimpiade SAINS Nasional. Untuk program pengembangan diri, koordinator pengembangan diri perlu untuk menentukan kriteria kompetensi yang perlu dimiliki oleh masing-masing pembina pengembangan diri. Program pengembangan diri merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 1 Lawang. Adapun kriteria yang dijadikan indikator kompetensi pembina pengembangan diri secara umum yang dinyatakan oleh Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang adalah memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang pengembangan diri, memiliki kemampuan untuk membina kegiatan
pengembangan
diri,
memiliki
kemampuan
untuk
membantu
siswa
mengembangkan keterampilan siswa, serta memiliki kemampuan untuk merancang program pengembangan diri siswa Aspek bimbingan dan konseling merupakan tanggung jawab dari guru Bimbingan dan Konseling. Untuk dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, diperlukan pendidik Bimbingan dan Konseling yang memenuhi syarat kompetensi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Oleh karena itu, indikator yang dapat digunakan untuk menilai pemenuhan kompetensi guru bimbingan dan konseling adalah dengan membandingkan jumlah guru bimbingan dan konseling yang telah memenuhi kedua persyaratan tersebut dibandingkan dengan jumlah seluruh guru bimbingan dan konseling yang ada di sekolah. Pelayaan administrasi yang memadai Standar kualifikasi tenaga administrasi sekolah telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah. Adapun tolak ukur yang digunakan untuk menilai kompetensi tenaga administrasi sekolah adalah jumlah tenaga administrasi sekolah yang telah memenuhi standar nasional tenaga adminstrasi sekolah dibandingkan dengan total seluruh tenaga administrasi sekolah. 22
Wakil kepala sekolah Niven (2008:222) menyatakan bahwa untuk menilai kesiapan dari sumber daya manusia yang akan menempati posisi strategis, organsiasi dapat melakukan teknik penilaian keahlian dari masing-masing calon dengan cara penilaian atas diri sendiri dan penilaian dari rekan kerja atas kesiapan sumber daya manusia dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan deskripsi kerja. 2. Pelatihan sumber daya manusia Pelatihan terhadap sumber daya manusia merupakan aspek yang diperlukan untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah. pelatihan merupakan komponen yang diperlukan untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia, namun yang perlu diperhatikan adalah apa efek yang dihasilkan dari adalah pelatihan tersebut sehingga pelatihan tidak hanya sekedar menilai kehadiran. Untuk itu diperlukan pengukuran antara pelatihan dengan dampak yang dihasilkan, yaitu dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ke perspektif proses internal. Di SMAN 1 Lawang, pelatihan yang dimaksut dapat berupa workshop, seminar, dan diklat bagi pendidik dan karyawan yang diselenggarakan di internal maupun eksternal sekolah. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai aspek pelatihan sumber daya manusia di SMAN 1 Lawang adalah jumlah pelatihan yang diikuti oleh pendidik dan karyawan dibandingkan dengan yang ditargetkan. 3.
Kepuasan karyawan dan keselarasan SDM dengan misi sekolah Sisi psikologis dari sumber daya manusia yang bekerja di suatu organisasi merupakan aspek yang turut menciptakan situasi yang mendukung tercapainya visi organisasi. Niven (2008:185) menyatakan bahwa organisasi perlu untuk melihat sumber daya tidak terlihat dari kekuatan manusa yang terdiri atas perasaan dan pikiran dari pekerja. Perlu dilakukan penilaian atas sisi psikologis sumber daya manusia atas iklim organisasi yang dibentuk oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Lawang tersebut. Kepuasan kerja pendidik dan karyawan, keselarasan antara motivasi kerja pendidik dan tenaga pendidik dengan misi sekolah, serta sistem komunikasi yang terdapat di SMAN 1 Lawang perlu untuk diidentifikasi untuk dapat mengetahui secara obyektif sisi psikologis pendidik dan karyawan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan.
23
Kepuasan pendidik dan karyawan dapat dinilai dengan pengisian kuesioner yang berhubungan dengan kepuasan kerja. Selain itu, keselarasan antara motivasi individu dengan misi sekolah juga perlu untuk dinilai melalui survei melalui kuisioner.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut: 1.
Dengan Balanced Scorecard, instansi pendidikan dapat menerjemahkan visi sekolah sebagai cita-cita sekolah dalam jangka panjang menjadi aktivitas-aktivitas dalam jangka pendek. Indikator pencapaian dari kinerja sekolah dalam jangka pendek tersebut akan saling terhubung untuk dapat mencapai visi yang telah ditentukan.
2.
Siswa merupakan pihak yang menjadi pelanggan pada perspektif pelanggan. Kepuasan siswa sebagai pelanggan merupakan tujuan strategis dari perspektif pelanggan sekolah. Indikator yang dapat mengukur kepuasan siswa adalah rata-rata perolehan nilai ujian bersama (UAS dan UKK) dan Ujian Nasional, perolehan prestasi akademik dan nonakademik, tingkat kelulusan peserta didik, dan jumlah lulusan yang melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi.
3.
Terdapat tiga tujuan strategis dari perspektif keuangan sekolah, yaitu: Mewujudkan penggalangan dana yang memadai Melaksanakan anggaran dengan efektif Melaksanakan anggaran dengan efisien
4. Terdapat tiga tujuan strategis dari perspektif proses internal sekolah, yaitu: Memahami pelanggan dan melakukan inovasi Proses operasi o
Penilaian kinerja guru
o
Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
o
Meningkatnya minat baca peserta didik ke perpustakaan
o
Pembinaan peserta didik dengan keahlian khusus dan pengembangan diri
o
Pelayanan administrasi yang memadai, indikator kinerja yang digunakan adalah jumlah pengerjaan ulang, jumlah kesalahan layanan, dan jumlah komplain. 24
o
Kemitraan
5. Terdapat tiga tujuan strategis dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: Memenuhi kebutuhan keterampilan sumber daya manusia di posisi strategis Mengoptimalkan pelatihan sumber daya manusia Menilai kepuasan karyawan
Saran Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Bagi SMAN 1 Lawang Diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai apa pentingnya menggunakan Balanced Scorecard bagi sekolah dalam proses penilaian kinerja untuk dapat menerapkan Balanced Scorecard dalam proses penilaian kinerja sekolah secara efektif,. Pemahaman tersebut harus dimiliki oleh kepala sekolah selaku manajamen puncak dari sekolah. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk menyertakan target dari masingmasing pengukuran kinerja dengan melakukan diskusi lebih lanjut dengan objek penelitian. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat untuk melakukan wawancara dengan lebih banyak narasumber potensial yang terkait untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap sehingga memudahkan dalam proses penyusunan peta strategi dan pengukuran kinerjanya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Dally, Dadang. 2010. Balanced Scorecard Suatu Pendekatan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hafid, Abdul. 2011. Model Manajemen Berbasis Sekolah. Lentera pendidikan Volume 14 no 2. Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. http://www.ban-sm.or.id/provinsi/jawa-timur/akreditasi diakses 16 Februari 2014. Mardiasmo. 2009. Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: Andi Kaplan, Robert S. 1999. The Balanced Scorecard for Public-Sector Organizations. President and Fellows of Harvard College.
26
Kaplan, Robert S. & Norton, David P. 1992. The Balanced Scorecard–Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. Kaplan, Robert S. & Norton, David P. 1996. The Balanced Scorecard Translating Strategy In Action. United States of America. KTSP SMAN 1 Lawang 2013/2014. 2013. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lawang. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat. Mulyasa. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Narwidi. 2011. Pengukuran Efektivitas Manajemen Sekolah dengan Menggunakan Konsep Balanced Scorecard pada Sekolah-Sekolah SMA di Kabupaten Indramayu. Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Kekhususan Administrasi dan Kebijakan Pendidikan, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Niven, Paul N. 2008. Balanced Scorecard Step-By-Step For Government and Nonprofit Agencies. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di Lingkungan Kementerian Keuangan. 2010. Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Rencana Kerja Sekolah SMAN 1 Lawang tahun ajaran 2013/2014. 2013. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lawang.
27
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:Alfabeta. Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 1 Lawang nomor 800/601/421.102.831.001/2013 tentang Pembagian Tugas Guru dalam Kegiatan Proses Belajar Mengajar, Tugas Tambahan, dan Tugas Kepanitiaan Tahun Pelajaran 2013/2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yulianto, Muharyo Indro. 2008. Perancangan Balanced Scorecard pada Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Tesis, Jakarta: Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
28