PERSEPSI KLIEN KETERGANTUNGAN NAPZA PADA PELAKSANAAN TERAPI METODE SPIRITUAL DALAM TAHAP PEMULIHAN DIPUSAT REHABILITASI RUMAH DAMAI DESA CEPOKO KECAMATAN GUNUNG PATI KODYA SEMARANG
SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan
OLEH : ELISABETH SARASI ULI NIM. G2B205013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG – JANUARI 2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual pada tahap pemulihan di pusat Rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kec.Gunung Pati Kodya Semarang” Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Skripsi di Program Studi Ilmu Keperawatan. dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dra. Setyowati, S.Kp, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. 2. Bambang Edi Warsito, S. Kp, M.Kes, sebagai pembimbing I yang telah berkenan memberikan
petunjuk,
bimbingan,
pengarahan,
dan
kesediaan
disela-sela
kesibukannya. 3. Nur Setiawati Dewi, S.Kp, sebagai pembimbing II yang telah berkenan memberikan semangat dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. 4. Suhartini, S. Kp, sebagai koordinator dan pengajar mata ajar Skripsi. 5. Kedua orang tua, kakak dan adikku yang telah memberikan semua dukungan materiil dan spiritual, serta kasih sayang selama ini. 6. Teman-temanku di PSIK angkatan B7 yang selama ini menjadi teman dekat maupun saingan dalam mencapai prestasi terbaik di bidang Ilmu Keperawatan.
7. Pengurus yayasan pusat Rehabilitasi “Rumah Damai ” desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati, Kodia Semarang, yang telah bersedia memberikan kemudahan untuk menjadi lokasi penelitian. 8. Mantan Klien ketergantungan Napza yang bersedia membantu dalam pemberian informasi awal dalam penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis merasa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam penyusunannya, sehingga penulis berharap adanya kritik yang membangun dan masukan dalam usaha untuk perbaikan lebih lanjut.
Semarang,
Peneliti
Februari 2007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………. iii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..
v
KATA PENGANTAR......................................................................................... vi DAFTAR ISI........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x ABSTRAK……………………………………………………………………..... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
BAB II TINJAUAN TEORI A. Persepsi ............................................................................................
6
B. Napza ...............................................................................................
10
C. Rehabilitasi ......................................................................................
13
D. Spiritual............................................................................................
16
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………
25
B. Populasi dan Sampel Penelitian……………………………………
26
C. Tempat Penelitian………………………………………………….
27
D. Definisi istilah……………………………………………………… 27 E. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data………………………. 28 F. Teknik Pengolahan dan Analisa data………………………………. 32
G. Validitas Data………………………………………………………. 36 H. Etika penelitian …………………………………………………….. 36
BAB IV HASIL PENELITIAN .........................................................................
38
A. Persepsi klien ketergantungan NAPZA ...........................................
37
B. Faktor-faktor yang berpengaruh pada klien ketergantungan NAPZA..................................................................
40
C. Harapan klien ketergantungan NAPZA ..........................................
42
D. Penyajian Data .................................................................................
43
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................
47
A. Persepsi klien ketergantungan NAPZA ...........................................
47
B. Ingin mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada klien ketergantungan NAPZA..................................................................
52
C. Harapan klien ketergantungan NAPZA ...........................................
58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
60
A. Kesimpulan ...................................................................................
60
B. Saran .............................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul tabel
Halaman
1
Kategorisasi
43
2
Skema keterkaitan antar kategorisasi
47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
1.
Surat permohonan menjadi responden
2.
Surat persetujuan menjadi responden
3.
Pedoman wawancara
4.
Surat ijin pengambilan data awal
5.
Surat ijin penelitian
6.
Transkrip Hasil Wawancara Mendalam
7.
Jadwal Penelitian
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG SKRIPSI, FEBRUARI 2006
ABSTRAK Elisabeth Sarasi Uli Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan dipusat rehabilitasi rumah damai Desa cepoko kecamatan Gunung pati Kodya semarang Latar belakang : Pengguna jarum suntik pada penyalahgunan NAPZA dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan dari 22% pada tahun 2001, 46% pada tahun 2002, dan menjadi 61,8% pada tahun 2003 program metode spiritual dilakukan sebagai salah satu terapi pemahaman. Nilai-nilai spiritual merupakan salah satu hal penting dalam upaya rehabilitasi ketergantungan NAPZA. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan dipusat rehabilitasi Rumah Damai. Metode : penelitian yang dilakukan ini adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian dilakukan di Pusat Rehabilitasi Rumah Damai Semarang, dengan mengambil empat responden. Pengumpulan data menggunakan Indepth Interview dan observasi tak terstuktur dengan menggunakan alat bantu perekam suara. Setelah mendapatkan data kemudian dilakukan analisa data kedalam kata kunci, pola, klategori, satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan keterkaitan antar tema, sehingga muncul sebuah kesimpulan. Hasil : Dari hasil wawancara mendalam dan observasi tak tersruktur, keempat responden Persepsi terhadap pemenuhan kebutuhan berbeda–beda, hal ini disebabkan adanya perbedaan faktor budaya, pendidikan keterbatasan informasi dan pengalaman responden selama proses pemulihan (lamanya manjalankan terapi spiritual), serta pengalaman dari orang lain, dimana hal ini berpengaruh terhadap persepsi pada program metode spiritual. Faktor-faktor yang berpengaruh pada klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual yaitu faktor-faktor penghambat dan pendukung dapat mempengaruhi seseorang untuk menyalahgunakan NAPZA kembali dan responden memiliki suatu harapan yang sama yaitu bisa kembali kemasyarakat, bisa bersosialisasi, berdaya guna, mandiri, untuk menghadapi kehidupan yang akan mereka jalani. Kesimpulan:Kemauan dari klien untuk sembuh untuk sembuh dari ketergantungan NAPZA dapat diatasi dengan kesadaran diri sendiri untuk berusaha dan tak lepas mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya, yaitu keluarga yang kemudian direalisasikan dengan klien masuk rehabilitasi untuk menjalani program pemulihan dengan melaksanakan terapi spiritual Kata kunci : Persepsi, NAPZA, Spiritual Daftar putaka : 23 literature
Departement of Nursing sience Faculty University of Semarang Minithesis, January 2007
Elisabeth Sarasi Uli Perception of NAPZA dependence client on conducting therapy by spiritual method when they are going on the cure phase in Rumah Damai Rehabilitation Centre in the village of cepoko, subdistrict of Gunung Pati , Semarang
Background : Hypodermic needle user on the NAPZA abuse for 3 years has increased from 22% in 2001, 45% in 2002 and 61% in 2003. Spiritual method programme is conducted as one of knowledge therapy. The spiritual values is an important issue in effort of Rehabilitation for NAPZA dependence client by the spiritual method therapy when they are going on cure phase in Rumah Damai rehabilitation centre. Method : the research is conducted using the qualitative method with fenomenology approach. The researcah is conducted in Rumah Damai rehabilitation centre Semarang, with it takes four respondents. The data collecting use Depth Interview and unstructure observation with using tape recorder voice. After the data is obtained then it is conducted analyse the data into keyword, pattern, category and base series unit. So it can be found theme and can be formulated the relevance of among theme, then emerging a conclusion. Result : from result of dept interview and unstructure observation, all of four rspondents has different perception to achieveng need, it caused the existence of difference on culture factor, education, lack of information and respondent experience for going on cure process (duration of spiritual therapy process) and also experience from the others, which it is influenced to perception on spiritual method programme. Factor influenced on client with NAPZA dependence when in conducting the influence some one for reabuse NAPZA and respondent has the same hope such as abble to come back to society, can be socialization, some one who utilizable, self sopporting, for face the life that they will go on. Conclucion : the wilingness of client to heal from NAPZA dependence can be overcome by ownself awareness to effort and morever supporting by surroundings environment, such as their family who then realized with client into rehabilitation centre to experience the cure programme by spiritual therapy. Keyword : perception, NAPZA, spiritual therapy. Bibliograpy : 23 literatures
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkotika, Psikotropika, dan zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau yang lebih dikenal dengan NARKOBA (Narkotika dan Obat Berbahaya) merupakan masalah internasional yang sangat kompleks, yang memerlukan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. 1.2 Pengguna jarum suntik pada penyalahgunan NAPZA dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan dari 22% pada tahun 2001, 46% pada tahun 2002, dan menjadi 61,8% pada tahun 2003, sedangkan menurut golongan umur walaupun pada 3 tahun terakhir jumlah terbanyak didominasi kelompok umur 20-24 tahun akan tetapi pada kelompok umur 25-29 tahun telah terjadi peningkatan, yaitu dari 33,9% pada tahun 2001, 26,2% pada tahun 2002 dan 29,4% pada tahun 2003. Peningkatan presentasi juga terjadi pada kelompok umur 30-34 tahun yaitu 5,5% pada tahun 2001, 6,8% pada tahun 2002, 9,3% pada tahun 2003. 3 Pada tahun 2003, 1,17% pasien dirawat dirumah sakit karena gangguan mental dan perilaku yang disebabkan penggunaan NAPZA telah meninggal dunia. Data bagian forensik FKUI Jakarta pada tahun 1999-2003 juga menunjukkan adanya kenaikan jumlah kematian karna kasus over dosis. 4 Dari angka-angka yang telah kita ketahui tentang penyalahgunaan NAPZA, penulis mendapati adanya kecenderungan angka yang naik dengan cepat. Penggunaan NAPZA yang berkelanjutan, mengakibatkan rusaknya kemampuan seseorang untuk
tumbuh berkembang secara wajar karena terjadi penyimpangan dalam proses berfikir, bertindak sehingga proses pendewasaan menjadi terhenti. Karenanya, pemulihan seseorang dari masalah dan peyalahgunaan dan ketergantungan (adiksi) NAPZA bukan sekedar masalah menghentikan penggunaan NAPZA, melainkan tetap membantunya untuk tumbuh berkembang dijalur mental dan emosional serta spiritual karena itu dibutuhkan proses untuk membantu mereka lepas dari masalah ini diantaranya yang dikenal dengan program rehabilitasi. Di Indonesia sendiri sudah terdapat pusat-pusat rehabilitasi maupun konsultasi bagi klien dengan ketergantungan NAPZA 5. Mengingat
hal
tersebut
diatas,
pemulihan
penyalahgunaan
dan
ketergantungan (adiksi) terhadap NAPZA, merupakan suatu proses panjang dan berkelanjutan, serta tanpa henti oleh sebab itu dapat dilakukan salah satu pendekatan dalam sistem pemulihan.
Ada pengembangan program baru selama program
rehabilitasi, program metode spiritual dilakukan sebagai salah satu terapi pemahaman. Nilai-nilai spiritual merupakan salah satu hal penting dalam upaya rehabilitasi ketergantungan NAPZA. Aneka temuan juga membuktikan, bahwa metode
spiritual
ikut
menentukan
keberhasilan
dalam
proses
rehabilitasi
ketergantungan NAPZA pada tahap pemulihan. Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Dalam pandangan Dadang Hawari, faktor penting untuk mencegah bahaya NAPZA adalah dengan menyadarkan bahwa barang itu haram dikonsumsi 6
Beberapa metode rehabilitasi ketergantungan NAPZA di luar negeri maupun dalam negeri yang tidak memasukkan konsep spiritual, ternyata tak bisa berjalan optimal. Tingkat keberhasilan pemulihannya hanya 43 %, sedangkan metode rehabilitasi yang memasukkan konsep spiritual memiliki tingkat kegagalan hanya sekitar 12 %. 6 Setelah dilakukan survey di Rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang bahwa di dapatkan data dari tahun 19992005 terdapat 420 orang mantan ketergantungan NAPZA yang menjalani metode spiritual dengan menggunakan kelompok bantu diri (self help group). Melalui kelompok ini penyalahguna dapat menolong dirinya sendiri dan memperoleh dukungan yang sangat berarti dari anggota melalui pengintegrasian diri dalam kehidupan kelompok. Kelompok bantu diri yang dimaksud memiliki karakteristik metode 12 langkah sebagai suatu program pemulihan yang berdasarkan kepada prinsip saling membantu antar pecandu, dengan mempraktekkan prinsip 12 langkah tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya pemulihan dari penyalahguna dan ketergantungan NAPZA5 Metode spiritual
merupakan metode yang utama direhabilitasi Rumah
Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang. Dalam menjalani program pemulihan secara spiritual dengan prinsip 12 langkah menganggap bahwa nilai terapi dari seorang pecandu adalah menolong pecandu lainnya. Pendekatan “Peer Support” (dukungan sebaya) dalam kelompok bantu diri akan menciptakan rasa nyaman kepada setiap anggotanya sehingga mereka menjadi terbuka terhadap pemecahan yang ditawarkan. Hal-hal yang dilakukan seperti wajib membaca Alkitab
setiap pagi dan mengikuti kegiatan doa diruang doa juga menjadi kegiatan dari klien ketergantungan NAPZA, mendengarkan pembicara-pembicara rohani kristiani dan konseling tentang apa yang dirasakan tentang perkembangan atau kemunduran yang terjadi pada diri ketergantungan NAPZA baik secara fisik maupun kejiwaan individu tersebut yang dikhususkan datang tiap minggunya di rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang.5 Menurut
survey
di
Rumah
Damai,
sikap
ketidakseriusan
klien
ketergantungan NAPZA karna kurang menyadari akan pentingnya metode spiritual dengan menjalankan metode spiritual dengan ogah-ogahan menyebabkan beberapa dari klien ketergantungan NAPZA tidak dapat menempuh waktu yang diberikan selama 1 tahun 2 bulan dikarnakan tidak semua klien ketergantungan NAPZA percaya pada pelaksanaan terapi metode spiritual dan tidak melaksanakan seluruh program 12 langkah seutuhnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengetahui “Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual pada tahap pemulihan dipusat rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang. Dan seorang pecandu akan lebih terbuka terhadap solusi yang diberikan oleh rekan pecandu lainnya, karena hal ini dapat meminimalisasi kesan menggurui ataupun menghakimi yang kerap menjadi jurang komunikasi antara pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu dan menjadi momok dalam proses pemulihan.
B. Perumusan Masalah Dari hasil observasi awal peneliti dipusat rehabilitasi “Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang.” didapatkan data dari tahun 1999-2005 terdapat 420 orang mantan ketergantungan NAPZA yang menjalani program pemulihan menggunakan metode spiritual dan dianggap sebagai suatu metode yang cukup berhasil menolong dan mengembalikan hidup ratusan klien ketergantungan NAPZA dipusat rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang kembali. Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan metode terapi spiritual yang dilaksanakan seutuhnya dapat mendorong klien ketergantungan NAPZA untuk berhenti dari ketergantungan (adiksi) NAPZA. Untuk memulai proses pemulihannya sesuai dengan prinsip yaitu kejujuran, keterbukaan pikiran dan kesediaan untuk berubah karena ketiga prinsip ini juga merupakan prinsip spiritual utama dalam proses tumbuh kembang menuju pemulihan yang seutuhnya.
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang. b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual pada tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang. c. Mengetahui harapan klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam
tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko
Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang.
D. Manfaat penelitian 1. Bagi klien ketergantungan NAPZA mempunyai motivasi yang kuat untuk bebas dari ketergantungan NAPZA dengan melaksanakan metode terapi spiritual sehingga dapat kembali ketengah-tengah keluarga dan masyarakat untuk berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi keluarga Sebagai pendamping terdekat dengan klien keluarga memberikan dukungan dalam pelaksanaan motode terapi spiritual 3. Bagi lingkungan Lingkungan menjadi bahan evaluasi yang lebih luas dalam menilai keberhasilan proses terapi metode spiritual pada klien dengan ketergantungan NAPZA.
4. Bagi institusi pendidikan Memperoleh gambaran sekaligus masukan pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan, lingkungan sosial dengan persepsi klien ketergantungan NAPZA yang mengikuti rehabilitasi. di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang. 5. Bagi perawat Sebagai tenaga kesehatan
dengan klien supaya terjun
langsung
dan akan
membantu pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan, lingkungan sosialnya untuk mengikuti rehabilitasi. 6. Bagi masyarakat. Masyarakat
dapat
memperoleh
gambaran
terhadap
penanggulangan
ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan. 7. Bagi peneliti Akan menambah wawasan bagi peneliti sejauh mana pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan, mempengaruhi persepsi ketergantungan NAPZA dalam mengikuti rehabilitasi. 8. Sebagai dasar untuk penelitian lain. .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi 1. Pengertian persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diterima oleh panca indera kemudian menyebabkan rangsangan pada syaraf sehingga diinterpretasikan oleh sistem syaraf dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan peran. 7. Persepsi merupakan bentuk dari perilaku manusia. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia 8 Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi dan terbentuk oleh apa yang diharapkan dan berdasarkan pengalaman yang menimbulkan perbedaan dalam cara pandang antar individu yang berinteraksi dan dapat menjadi kendala dalam komunikasi 8 2. Tahapan proses persepsi Menurut Jalaludin R. tahun 1999, tahapan dalam proses persepsi seseorang adalah 7
a. Proses Masukan Mulai terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan stimulus atau suatu stimulus yang ditentukan baik oleh faktor dari luar maupun dari dalam manusia. b. Proses Seleksi Dalam menerima stimulus, manusia sangat terbatas, artinya manusia tidak mampu memproses seluruh stimulus. Ia cenderung memberikan perhatian pada stimulus tertentu saja. Hal yang dapat mempengaruhi proses seleksi ini adalah faktor perhatian yang berasal dari dalam maupun dari luar individu. c.
Proses Penutup Proses dimana stimulus yang tidak bisa diproses kemudian dilengkapi oleh individu misalnya dengan menambah perhatian terhadap stimulus.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Lawrence G. (1980), persepsi sebagai suatu bentuk perilaku dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu 8. a. Faktor Predisposisi ( Predisposing Factor ) Faktor predisposisi antara lain pengetahuan yang dimiliki seseorang yang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh, kemudian sikap terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan serta tingkat sosial ekonomi. Selain itu, pengalaman masa lalu atau apa yang kita pelajari juga
akan menyebabkan terjadi perbedaan interpretasi. Dengan kata lain, apa yang kita lihat akan mempengauhi apa yang akan kita rasakan di kemudian hari. b. Faktor Pemungkin ( Enabling Factor ) Faktor pemungkin yaitu ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan membuat seseorang dapat mempersepsikan terhadap suatu bentuk kebutuhan kesehatan terhadap dirinya maupun orang lain dalam bentuk yang berbedabeda. c. Faktor Penguat ( Reinforcing Factor ) Faktor penguat yaitu faktor yang menjadi penguat terhadap persepsi seseorang dengan adanya sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan.
B. NAPZA NAPZA merupakan ( Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif).Menurut Undang-undang R.I No.22/1997 ditetapkan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik buatan maupun semi buatan yang dapat menyebabkan
penurunan
atau
perubahan
kesadaran,
mengurangi
sampai
menghilangkan nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan. Undang-undang ini memberi batasan penyalahgunaan narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Dalam pasal 45 dinyatakan bahwa pecandu narkotika wajib menjalankan pengobatan dan atau perawatan 9
Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Narkotika Golongan I : untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak untuk pengobatan, berpotensi tinggi untuk terjadi ketergantungan. 2. Narkotika Golongan II : berkasiat obat, digunakan sebagai pilihan akhir untuk pengobatan, sering dipakai untuk pengembangan ilmu. 3. Narkotika Golongan III : untuk pengobatan, banyak diakui dalam terapi, berpotensi ringan atau rendah untuk terjadi ketergantungan. Gejala dini yang nampak pada individu yang menyalahgunakan NAPZA adalah sebagai berikut : 1.Terhadap keadaan fisik a. Akibat zat itu sendiri, akan menyebabkan terjadi intoksikasi bertahap dengan menaikkan dosis obat sedikit demi sedikit. b. Akibat bahan campuran atau pelarut akan menimbulkan bahaya infeksi c. Akibat cara pakai yang tidak steril membuat pemakai akan terinfeksi virus menular seperti HIV/AIDS atau hepatitis. d. Akibat tidak langsung, biasanya mengakibatkan komplikasi sekunder seperti stroke dan malnutrisi. 2.Terhadap keadaan mental emosional Pemakaian narkoba akan membuat individu dalam keadaan emosi yang labil, karena narkoba bisa menimbulkan sedative hipnotik atau hipereaktif. 3.Terhadap kehidupan sosial Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan NAPZA akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja, atau sekolah. Pada umumnya
prestasi akan menurun sampai dengan dipecat dari pekerjaan. Hal inilah yang bisa mendorong individu untuk lebih menyalahgunakan NAPZA. Hal yang lebih berat lagi, individu akan melakukan perbuatan kriminal untuk memenuhi kebutuhannya dalam menyalahgunakan NAPZA Yang dimaksud dengan penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA secara sembarangan tanpa mengindahkan cara pakai yang benar sesuai petunjuk medis, pemakaian sendiri secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Penyalahgunaan NAPZA sifatnya bertahap, yaitu : a. Pemakaian coba-coba, yaitu pemakaian yang bertujuan ingin mencoba saja, untuk memenuhi rasa ingin tahu. b. Pemakaian sosial, yaitu pemakaian dengan tujuan bersenang-senang pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, sebagian lagi meningkat pada keadaan yang lebih berat. c. Pemakaian situasional, yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu, seperti ketegangan, sedih, kecewa, dan sebagainya, dengan maksud menghilangkan perasaan tersebut. d. Penyalahgunaan, yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang menyimpang atau patologis, ditandai dengan intoksikasi sepanjang hari, tidak mampu menghentikan keinginannya walaupun sudah berusaha. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh ; tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik, perilaku agresif
dan tidak wajar, hubungan dengan teman terganggu, sering bolos, sampai melanggar hukum karena tindakan kriminal. e. Ketergantungan, yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat bila pemakaian narkoba dihentikan atau sekedar dikurangi. C. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, social dan spiritual/agama (keimanan).Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, disekolah/kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. 10 Program rehabilitasi lamanya tergantung dari metode dan program dari lembaga yang bersangkutan : biasanya lamanya program rehabilitasi antara 3-6 bulan. Adapun hasil yang diharapkan setelah mereka selesai menjalani program rehabilitasi antara lain : 1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA 3. Memiliki ketrampilan 4. Dapat kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari baik dirumah (keluarga), disekolah/kampus, ditempat kerja maupun dimasyarakat 11 Dalam mencapai upaya pemulihan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA kembali sehat. Sesuai dengan definisi
sehat WHO dan American Psychiatric Association/APA, maka program rehabilitasi terdiri dari 4 jenis program rehabilitasi 10, yaitu 1. Rehabilitasi medik (pemantapan badaniah/fisik) Dengan
rehabilitasi
medik
ini
dimaksudkan
agar
mantan
penyalahguna/ketergantungan NAPZA benar-benar sehat secara fisik dalam arti komplikasi medik diobati dan disembuhkan atau dengan kata lain terapi medik masih dapat dilanjutkan. Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini adalah
menuliskan
kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tapi juga kegiatan olah raga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Hawari, dkk yang menyatakan bahwa para pnyalahguna NAPZA 53,57% mengalami kelainan paru, 55,10% kelainan lever, 56,63% Hepatitis C dan infeksi HIV 33,33%. Termasuk dalam rehabilitasi medik ini adalah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan makanan bergizi tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan. 2. Rehabilitasi Psikiatri (pemantapan rohaniah/mental) Dengan rehabilitasi psiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesam rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Menurut Gerber dalam rehabilitasi psikiatrik
ini yang penting adalah psikoterapi atau konsultasi keluarga yang dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga yang broken home. Hal ini penting dilakukan oleh psikiatrik, psikolog maupun pekerja social mengingat
bahwa
bila
salah
satu
anggota
keluarga
yang
terlibat
penyalahgunaan NAPZA artinya terdapat kelainan (psikopatologik) dalam sistem keluarga. 3. Rehabilitasi psikososial (pemantapan sosial) Dengan rehabilitai psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat
kembali
adaptif
dalam
lingkungan
sosialnya
yaitu
dirumah,
disekolah/dikampus, dimasyarakat dan ditempat kerja. Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali kemasyarakat (re-entri program). Oleh karena itu mareka perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan, misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja dapat diadakan dipusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai
menjalani
program
rehabilitasi
dapat
melanjutkan
kembali
sekolah/kuliah atau bekerja. 4. Rehabilitasi psikoreligius (pemantapan agama) Rehabilitasi psikoreligi masih perlu dilanjutkan setelah terapi psikoreligius untuk memulihkan peserta rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya
masing-masing.
Pedalaman,
penghayatan
dan
pengalaman keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan
resiko
seminimal
mungkin
penyalahgunaan/ketergantungan
NAPZA.
terlibat Hawari
kembali dalam
dalam
penelitiannya
memperoleh data bahwa para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, resiko kekambuhan 21,50% dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai 71,67% 5. Psikoterapi kognitif (Pemantapan Pendidikan dan Keluarga) Memelihara dan meningkatkan pengetahuan yang diselaraskan dengan pendidikan sebelum masuk kepusat rehabilitasi.
D. Spiritual 1. Pengertian spiritual Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. 12 Spiritual adalah komitmen tertinggi individu, yang merupakan prinsip yang paling komprehensif dari perintah, atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang dibuat untuk hidup kita 9
2. Aspek spiritual 12 a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan. b. Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri. d. Mempunyai perasan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi. 3. Aspek spiritual dalam keperawatan a. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. b. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta. c. Membina integritas personal dan meras diri berharga. d. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan. e. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif. 4. Karakteristik Spiritual a. Hubungan dengan diri sendiri 1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) 2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran , harmoni/keselarasan dengan diri sendiri) b. Hubungan dengan alam Harmoni 1) Mengetahiu tentang tanaman , pohon , margasatwa, iklim. 2) Berkomunikasi dengan alam (bertahan, berjalan kaki, mengabadikan dan melindungi alam) c. Hubungan dengan orang lain
Harmonis 1) Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik 2) Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit. 3) Meyakini kehidupan dan kematian(mengunjungi, melayani dll Tidak harmonis 1) Konflik dengan orang lain 2) Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi d. Hubungan dengan Ketuhanan Agamais atau tidak agamais 1) Sembahyang/berdoa/meditasi 2) Perlengkapan keagamaan 3) Bersatu dengan alam 5. Perkembangan Spiritual a. Bayi & Toddler (0-2 tahun) Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan interpersonal , karena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan , khususnya orang tua. Bayi dan toddler belum memilki rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual.. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut, serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.
b. Prasekolah Anak pra sekolah meniru apa yang mereka apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa tang lihat dan apa yang dikatakan pada mereka. Anak pra sekolah sering bertanya tentang moralitas agama. Pada usia ini metode pendidikan spiritual yang efektif adalah memberikan indoktrinasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mimilih caranya. c. Usia sekolah Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantunganya kepada orang tua. Pada masa remaja mereka membandingkan standart orang tua mereka dengan orang tua yang lain da menetapkan standart apa yang akan diintegrasikan dalam prilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agamm serta mencoba untuk menyatukannya. d. Dewasa Kelompok usia dewasa muda dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya. e. Usia pertengahan Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusahauntuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan
tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain ( saudara, sahabat ) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orange tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta dapat menerima pengertian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan. 6. Keterkaitan antara spiritualitas, kesehatan dan sakit a. Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien . sebagai contoh, ada agama yang menetapkan makanan diit yang boleh dan tidak boleh dimakan. Begitu pula motedo keluarga berencana ada agama yang melarang cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau pengobatan. b. Sumber dukungan Pada saat mengalami stress, individu yang akan mencari dukungan keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit untuk menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti. Sembah yang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh.
c. Sumber kekuatan dan penyembuhan Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah dievaluasi. Walaupun demikian pengaruh keyakinan terserbut dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahhui bahwa individu cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua proses pnyembuhan yang memerlukan upaya laur biasa, karena keyakian bahwa semua uapaya tersebut akan berhasil. d. Sumber konflik Pada situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktek kesehatan. Misalnya ada orang yang memadang penyakit sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa. Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai mahkluk yang tidak berdaya dalam mengembalikan lingkungannya, oleh karena itu penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai sesuatu yang harus disembuhkan. 7. Faktor yang mempengaruhi spiritual a. Pertimbangan tahap perkembangan Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa mempunyai berbagi persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembayang yang berbeda bentuk usia, sek, agama dan kepribadian. b. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalamn pertama individu dalam mempersepsikan kehidupuan didunia maka pandangan
individu pada umunya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya. c. Latar belakang etnik dan budaya Pada umunya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga individu belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk niali moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk keadaan keagamaan. d. Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman baik yang positif maupun pengalaman negative dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. e. Krisis dan perubahan Krisis sering dialami ketika sesorang mengalami penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang besifat pisikal dan emosional. f. Terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan social (sosial support sistem). Terpisahnya klien dari ikatan spiritual berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
g. Isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik sering kali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan. h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dank klien, adalah 1)
Pluralisme : Perawatan dan klien menganut kepercayaan dan iman dengan spectrum yang luas .
2)
Fear : berhubungan
dengan
ketidakmampuan
mengatasi
situasi,
melanggar privacy klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri sendiri. 3)
Kesadaran tentang pertanyaan spiritual Apa yang memberikan arti dalam kehidupan, tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat.
4)
Bingung Bingung terjadi karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual.
8. Manifestasi perubahan fungsi spiritual a. Verbalisasi distres Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahukan kepada pmuka agama untuk mengunjunginya. b. Perubahan perilaku Perubahan juga dapat merupakan manifestasi gangguan spiritual. Klien merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan dan mungkin saja menderita distress spiritual. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi dan ansietas menunjukkan perubahan fungsi spiritual.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berfokus pada pengalaman, interpretasi serta makna hidup klien ketergantungan NAPZA pada saat pemulihan untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan program terapi metode spiritual. Pada penelitian ini digunakan pendekatan fenomenologis, karena peneliti mendapatkan data dengan cara memahami pengalaman hidup klien ketergantungan NAPZA sebagai individu yang mengalami keadaan yang sebenarnya dan peneliti mempunyai tujuan menghadirkan deskripsi yang akurat dari suatu fenomena yang tengah dipelajari mengenai persepsi klien ketergantungan NAPZA terhadap fenomena metode spiritual. Dengan menekankan pada aspek subjektif dari perilaku klien ketergantungan NAPZA dan bahwa apa yang tampak dipermukaan termasuk pola perilaku manusia hanyalah gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi dari diri seorang klien ketergantungan NAPZA yang sebenarnya dan memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Pendekatan fenomenologis membantu peneliti ketergantungan
NAPZA,
sehingga
peneliti
masuk kedalam dunia para klien mendapatkan
gambaran
yang
dikembangkan oleh klien ketergantungan NAPZA disekitar peristiwa di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah pengguna NAPZA yang berada dipanti rehabilitasi Rumah Damai di kota Semarang. 2. Sampel Sampel yang diambil pada penelitian ini, sebagian klien ketergantungan NAPZA yang sedang menjalani program terapi spiritual di “Pusat Rehabilitasi Rumah Damai” kecamatan Gunung Pati Semarang Dalam penelitian kualitatif ini peneliti mengambil empat responden yang sesuai dengan kriteria peneliti dan didasarkan pada pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Klien ketergantungan NAPZA yang sedang menjalani proses rehabilitasi di rehabilitasi “Rumah Damai” Desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang b. Bersedia menjadi responden c. Bisa berbahasa Indonesia d. Jenjang pendidikan yang berbeda. Peneliti mengambil responden sebanyak empat orang, dengan pertimbangan jenjang pendidikan, suku, usia berbeda akan mempengaruhi persepsi seseorang, dengan pertimbangan bahwa data yang diperoleh dari klien ketergantungan NAPZA mencukupi dan sesuai dengan kemampuan peneliti. Pengambilan sampel
dihentikan karena peneliti sudah mencapai titik saturasi data yaitu saat dimana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti.
C. Tempat Penelitian Penelitian akan dilakukan di pusat Rehabilitasi “Rumah Damai” Desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kotamadya Semarang. Peneliti memilih lokasi ini karena pusat rehabilitasi “Rumah Damai” mempunyai program terapi psikoreligius, psikoterapi, dan psikososial yang mendukung program terapi metode spiritual ketergantungan NAPZA
secara nasional, serta lokasi penelitian masih di dalam
Lingkup Kodya Semarang yang relatif mudah dicapai. D. Definisi istilah Definisi operasional adalah variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati dalam melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas. 17 Berikut ini adalah definisi istilah 1. Persepsi adalah tanggapan klien ketergantungan NAPZA tentang apa yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitar NAPZA yang dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir atau pengalaman dari klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual sehingga dapat dipersepsikan, klien ketergantungan NAPZA dapat menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera atau yang dialaminya.
2. Rehabilitasi adalah suatu tempat upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi sehat diharapkan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari 3. Spiritual adalah komitmen tertinggi individu(klien ketergantungan NAPZA), yang merupakan
prinsip
yang
paling
komprehensif
dalam
diri
seseorang
(ketergantungan NAPZA), agar klien ketergantungan NAPZA dapat membuat suatu pilihan dalam hidup atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan pada dirinya sendiri dan orang lain.
E. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Peneliti menggunakan pengumpulan data, “indepth interview” (wawancara mendalam). Indept interview ini menggali dan lebih intensif pada pokok tertentu. Dengan demikian peneliti mendapat keterangan secara lisan dari responden dari bercakap-cakap dengan berhadapan muka. Metode ini
memberikan hasil secara
langsung dari klien ketergantungan NAPZA sebagai responden. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara dan dibantu dengan alat tulis, buku catatan, tape recorder serta mengacu pada pokok pertanyaan yang menjadi tujuan dalam penelitian. Dengan menggunakan metode pengumpulan data “Indepth Interview”, peneliti menggunakan jenis pertanyaan:
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku Pertanyaan ini ditujukan untuk mendeskripsikan perilaku, pengalaman, tindakan, dan kegiatan klien ketergantungan NAPZA dan dapat diamati oleh peneliti. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi atau pandangan seseorang Pertanyaan jenis ini ditujukan untuk memahami proses kognitif dari klien ketergantungan NAPZA dan memberikan gambaran kepada peneliti tentang pandangan, harapan dan tujuan klien ketergantungan NAPZA dalam melakukan suatu program pemulihan dari ketergantungan NAPZA. Proses pengumpulan data dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : 1.
Persiapan Setelah surat permohonan dan contoh proposal diserahkan kepada pegurus
Yayasan rumah Damai, peneliti menunggu sampai diberi kabar selanjutnya bahwa proposal penelitian sudah dipelajari. Oleh pengurus Yayasan Rumah Damai, proposal telah disetujui dan didelegasikan kepada mentor yang
membantu memfasilitasi
peneliti dalam pelaksanaan penelitian. Sesuai dengan proposal dan metodelogi penelitian kualitatif bahwa sampel dalam penelitian kualitatif bukan mewakili jumlah tetapi mewakili konsep, sampel ditentukan secara purposif, peneliti menentukan empat orang responden. Komposisi terdiri dari empat orang klien yang sedang menjalani program rehabilitasi. Klien sudah melalui tahap detoksikasi sebelumnya klien hidup denga orang tua atau keluarga yang lain, klien berusia produktif, dan klien bersedia menjadi responden.
Waktu dan lamanya wawancara disesuaikan dengan jadwal program rehabilitasi serta kesepakatan dengan responden, yang lamanya 30-60 menit. Setelah dipertemukan oleh responden peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan wawancara serta manfaat penelitian, meminta kesediaan responden dengan menyodorkan surat pernyataan bersedia menjadi responden, kemudian melakukan kontrak waktu wawancara dengan mentor. Alat perekam yang digunakan tape recorder. 2. Tahap Pelaksanaan Peneliti tidak langsung melakukan wawncara dengan responden karena harus disesuaikan dengan jadwal program terapi yang tidak hanya dilakukan didalam gedung yayasan Rumah Damai, wawancara dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan empat responden dalam waktu dengan tempat yang berlainan. Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh peneliti, seperti tidak ada ruang yang begitu tenang untuk wawancara karena waktu tidak ada kegiatan, merupakan acara bebas untuk bermain (musik, olahraga, komputer). Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan lebih mendekatkan alat perekam pada responden untuk mengantisipasi distorsi (gangguan suara). Wawancara pertama terhadap responden dilakukan 23 desember 2006 jam 09.00 pagi diruang makan, wawancara kedua dilakukan terhadap responden 20 januari jam 5 sore diruang makan terbuka. 3. Perkenalan
Pertama-tama penel;iti memperkenalkan diri terlebih dahulu dengan menyebutkan nama, tempat kuliah, dan tempat asal, setelah itu calon responden memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan tempat asal.. 4. Wawancara Setelah beberapa hari sebelumnya responen menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi responden dengan diawali penjelasan maksud dan tujuan wawancara, peneliti mulai melakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara semi tersruktur dengan tehnik wawncara mendalam (indepth interview). Wawancara berlangsung relatif lancar walaupun kadang-kadang ada jedah waktu sebentar seperti ada siswa-siswa lain yang tertawa keras secara bersama, ataupun saat responden diejek bicara oleh siswa yang lain. Tetapi hasil wawancara dapat terekam dengan baik dan suara responden cukup jelas dalam alat perekam. 5. Penutup Saat bagian terakhir dari wawancara adalah ucapan terimakasih atas kesediaan responden untuk diwawancarai dan kesanggupannya menjadi responden. Dalam tahap pelaksanaan wawancara dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan informan dan peneliti. Sebelum wawancara dilaksanakan, peneliti menjelaskan kembali tujuan dari penelitian, waktu dan tempat kontrak. Menurut Morse 1996, lama wawancara disarankan kurang dari satu jam, karena lama wawancara yang sebentar lebih efektif daripada wawancara dalam jangka waktu yang lama. Namun mengenai lama wawancara tergantung kesediaan informan. Peneliti mengajukan pertanyaan saat wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti. Peneliti mencatat hal-hal yang dianggap penting
walaupun selama proses wawancara dilakukan perekaman dengan tape recorder. Bila jawaban dari responden melenceng dari topik pertanyaan, maka peneliti mengarahkan kembali informan pada pertanyaan peneliti.
F. Teknik Pengolahan dan Analisa data 1. Pengolahan Data Pada prinsipnya penelitian kualitatif adalah untuk menemukan teori dari data yang ditemukan teknik pengolahan data Pada prinsipnya penelitian kualitatif ini adalah menemukan teori dari data. Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif. Dalam menganalisis data, peneliti memerlukan pemusatan perhatian secara penuh, pergerakan tenaga, fisik dan pikiran. Analisa data dalam riset kualitatif ini meliputi perkembangan kembali data yang dicatat untuk menemukan pola-pola, tema-tema/hubungan-hubungan yang jelas 2. Analisa Data Terdapat empat langkah dalam proses analisa data kualitatif yaitu comprehending, synthesizing (decontextualizing), theorizing dan recontextualizing. Pada bagian synthesizing ada dua macam analisa, yaitu analisa interpartisipan dan analisa kategori. Pada penelitian ini digunakan synthesizing dengan analisa kategori. Kategori-kategori yang dihasilkan dari kata-kata kunci tersebut menjadi acuan analisa untuk menentukan topik permasalahan yang muncul. Kategori yang muncul telah menjadi suatu gambaran keterikatan yang relatif erat dan saling mempengaruhi untuk menjadi suatu gambaran pandangan dari responden.
Persepsi responden terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual di Rumah Damai dipengaruhi oleh faktor budaya, tingkat pendidikan, kepribadian dan pengalaman pengguna NAPZA tentang spiritual, begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan spiritual yang sudah dilakukan di Rumah Damai dipengaruhi oleh faktor penghambat dan faktor pendukung terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual tersebut. Dari responden mereka mengalami pemahaman tentang pemenuhan kebutuhan spiritual tergolong berbeda.hal ini juga erat hubungan dengan kepribadian pengguna NAPZA itu sendiri. Fasilitas, kegiatan yang kurang dapat mengakibatkan proses pemenuhan kebutuhan spiritual yang ada di Rumah damai kurang. Diantaranya ada yang mengemukakan bahwa terapi spiritual yang digunakan cukup efektif dalam proses pemulihan khususnya bagi para pengguna NAPZA. Tetapi ada juga yang mengeluh bahwa terapi spiritual terlalu kencang dan fasilitas yang kurang memadai. Pada saat pertama kali diwawancarai oleh peneliti, responden tampak berhati-hati dalam mengungkapkan jawaban dari peneliti. Dengan sikap tersebut, peneliti juga memberikan pertanyaan-pertanyaan awal berhati-hati, kemudian dilihat respon dari menjawab sehingga dapat terjalin komunikasi yang lebih terbuka. Mengenai ritual yang dilakukan pengguna NAPZA yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan spiritual yaitu baca alkitab, jam doa, berserah diri dan lainlain. Dalam menjalankan ritualnya tersebut terkait pula dengan faktor budaya misalnya, kepercayaan dan norma yaitu pandangan benar atau salah terhadap sesuatu yang masing-masing individu memiliki keyakinan yang sama. Dari keempat responden didapatkan 2 orang responden dengan jangka waktu pemakaian lebih dari 10 tahun dan 2 orang lainnya kurang dari 10 tahun. Keempat
responden tersebut memiliki latar belakang hidup yang berlainan, latar belakang penggunaan berlainan, maupun latar belakang keberadaan responden yayasan rumah damai. Masing-masing responden menceritakan dengan apa adanya, hal ini dikarenakan responden sudah merasa lebih tenang dalam menjalani program rehabilitasi dengan melihat masa rehabilitasi. Persepsi responden terhadap pemenuhan
kebutuhan
spiritual
akan
mempengaruhi
keberhasilan
program
rehabilitasi saat ada dalam pusat rehabilitasi maupun setelah ada ditengah masyarakat kembali. Dari hasil wawancara ada 2 responden pernah mengalami kegagalan dalam melepaskan diri dari ketergantungan NAPZA dengan masing-masing penyebabnya. Saat kegagalan responden belum menyadari bahwa mereka masih diikat oleh penggunaan NAPZA yang pasti mempunyai efek pada pengguna ataupun pada orangorang yang ada disekitarnya. Pada satu titik tertentu, dimana responden menyatakan kemauan untuk lepas dari NAPZA akan terjadi suatu perubahan yang cukup besar dalam diri penggunaan maupun orang-orang disekitarnya. Pada saat itulah harus suatu kekuatan besar yang dapat membantu pengguna NAPZA. Ungkapan minta maaf, bertobat, harus berhenti sampai meninggalkan NAPZA dengan tiba-tiba, menggambarkan adanya kemauan responden untuk sembuh. Kemauan untuk sembuh ini kemudian disambung dengan respon dari diri sendiri maupun orang-orang yang ada disekitarnya untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar misalnya dengan keluarga mencari informasi tempat rehabilitasi yang relatif lebih baik dengan memasukkan program pembinaan rohani untuk membantu responden. Diungkapkan adanya respon malu dari keluarga ataupun kekecewaan dari orang-orang sekitarnya saat responden menggunakan NAPZA. Tapi pada saat
responden menyatakan ingin sembuh, respon-respon tersebut langsung berbalik dengan adanya dukungan dan dorongan dari orang-orang dekat G. Validitas Data Dalam penelitian ini, validasi data yang digunakan adalah teknik triangulasi data dengan cara data yang sudah didapat kemudian disimpulkan dan kembali ditanyakan untuk diklarifikasikan kepada responden Yang penting adalah mengetahui adanya alasan-alasan dan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi pada klien ketergantungan NAPZA. H. Etika Penelitian Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting karena dalam pelaksanaannya berhubungan langsung dengan manusia. Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri sebagai alat pengumpul data. Peneliti berhubungan secara langsung dengan perorangan maupun kelompok dalam masyarakat yang memiliki adat kebiasaan, norma, nilai sosial dan nilai pribadi yang ada dimasyarakat tersebut. Oleh sebab itu peneliti akan menghormati, mematuhi, dan mengindahkan, nilai-nilai dalam masyarakat atau pribadi agar tidak terjadi benturan antara peneliti dan subjeknya. Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro yang ditujukan kepada kepala Yayasan Rumah Damai untuk mendapatkan data penelitian yang sesuai dengan tujuan, setelah mendapatkan persetujuan barulah dilaksanakan penelitian dengan menekankan masalah-masalah etika yang meliputi:
a.
Informed Consent Persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian tertuang dalam suatu lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian lembar ini agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut dan jika tidak bersedia menjadi responden maka peneliti harus menghormati hak mereka.
b.
Anonimity ( tanpa nama ) Anonimity merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada alat bantu penelitian. Cukup dengan kode yang hanya dimengerti oleh peneliti.
c.
Confidentiality ( kerahasiaan ) Masalah penelitian keperawatan yang menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan. Dari keempat responden, didapatkan jangka waktu pemakaian kurang dari 15 tahun. Keempat responden tersebut memiliki latar belakang yang berbeda dan latar belakang keberadaan responden di Yayasan Rumah Damai. Masing-masing menceritakan dengan apa adanya, hal ini dikarenakan responden sudah merasa lebih tenang dalam menjalani program rehabilitasi selama masa rehabilitasi. Persepsi responden terhadap pelaksanaan terapi metode spiritual akan mempengaruhi keberhasilan program terapi metode spiritual maupun setelah ada dimasyarakat. Dari hasil wawancara, keempat responden pernah mengalami kegagalan dalam melepaskan diri dari ketergantungan NAPZA dengan masingmasing penyebabnya. Persepsi terhadap pemenuhan kebutuhan berbeda–beda, hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adanya perbedaan faktor budaya, pendidikan keterbatasan informasi dan pengalaman responden selama proses pemulihan (lamanya manjalankan terapi spiritual), serta pengalaman dari orang lain, dimana hal ini berpengaruh terhadap persepsi pada program metode spiritual. Hal ini menunjukkan keragaman persepsi pada responden yang berkaitan langsung dengan responden sendiri.
Hasil wawancara dengan responden menggambarkan persepsi klien ketergantungan NAPZA terhadap program metode spiritual dalam proses pemulihan adalah sebagai berikut : R I : “Menurut saya sih lebih bagus, saya bisa mendapat semangat yang baru dari mentor. Lebih takut sama Tuhan…” :”Ya lebih bagusnya, disini kan tiap pagi baca alkitab ada sharing, pengenalan iman, sesion dengerin khotbah: ”Kalo saya cerita sama mentor saya merasa ada yang dengerin saya ada yang perhatiin saya, saya senang ada yang mau menanggapi cerita saya, jadi saya bisa lebih curahin isi hati saya lebih lega mba rasanya karna dia cerita dan bagi pengalamannya” “Ya disini kan mba banyak aturannya mba” : “Saya bisa lebih kuat dalam mental” :”Disini dituntut untuk lebih dewasa, harus mengalah, disini diajar supaya kita” RII :“Ada baiknya orang yang make itu mengarah ke spiritual. Kalau spiritualkan setidaknya ada Tuhan didalam hati” :“Kalau saya sih yah…disini spiritualnya kekecengan, :“sebenarnya sih sama aja, ga menutup kemungkinan kalo pemulihan secara spiritual jadi ga kambuh lagi tapi spritual ada baiknya karena dalam hal spiritual kalo ada masalah kan kita bisa bentengi dengan firman Tuhan gitu mba” :”Ya kalo disini kita dalam mental setelah dibina secara rohani kita diajari untuk lebih dewasa dan nda manja kalo ada masalah”
:“Yah…bener banget tuh mba ada sih sedikit, kayak disini kan mba ada cina makasar dia cara ngomongnya kasar” R III :” Ya kadang saya antusias kadang bosan juga mba.” :“Ya saya inikan dari makasar dan punya kebiasaan cara bicara kasar dan nada suaranya tinggi dan ga seperti teman-teman disini saya malu aja kalo punya kebiasaan kayak gini” R IV : “Menurut aku itu baik” :“Spiritual berbicara tentang suatu kebenaran dan jujur itu memerdekaan saya” :”Lebih bebas dan keterikatan saya cenderung berkurang” :”Timbul sesuatu kekuatan yang baru untuk saya bisa melangkah kedepan dan punya suatu kemampuan”
B.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual Dari keempat responden didapatkan faktor-faktor yang ada pada diri sendiri, keluarga
maupun
teman
yang
dapat
menyalahgunakan NAPZA kembali adalah
mempengaruhi
seseorang
faktor – faktor seperti :
untuk faktor
keluarga, kejenuhan, dan faktor teman seperti gesekan atau pertengkaran dengan teman, aturan-aturan di Rumah Damai, sulit bergaul, merupakan tekad dari diri sendiri, keluarga selalu kasi support, harapan buat masa depan, teman. Persepsi terhadap faktor yang berpengaruh pada klien ketergantungan NAPZA selama program terapi spiritual dalam proses pemulihan tersebut dapat digambarkan adalah sebagai berikut :
1. Faktor penghambat R I : “Ya menurut saya sih, yang jadi faktor penghambat saya kepikiran terus dengan keadaan isteri dan anak saya yang di Bandung” :”Ya…terkadang sih ada rasa jenuh karena kegiatannya terlalu rutinitas (baca
firman, dengar khotbah, doa pagi dan lain-lain)….dan kadang-
kadang saya merasa bosan mba, tidak tau kenapa kadang kalo pagi-pagi saya bangun dan rasanya malas mau melakukan kegiatan sehari-hari gitu mba” :“ Kadang cekcok dengan teman tapi biasanya langsung diselesaikan dan teman yang salah disuruh puasa” R II :“Kalau saya sih teman yang jadi faktor penghambat. Kayak ada gesekan gitu, BT dengan teman yang tidak setipe dengan saya. Aturan-aturan (kalau kita minta sesuatu harus jelas), yah…sering merasa jenuh juga, kegiatannnya terlalu monoton. Kalau keluar mesti dalam pengawasan R III :”Saya cuma kadang sulit bergaul aja” :“Saya tuh mba orangnya cuma kurang terbuka” :“Ya saya inikan dari makasar dan punya kebiasaan cara bicara kasar dan nada suaranya tinggi dan ga seperti teman-teman disini” :“Ya berjalan dengan waktu aja…lama-lama juga punya teman lama-lama juga” R IV : “Hem kalo saya sih mba kadang saya merasa faktor yang menghambat :Saya ya kadang saya merasa berbeda dari yang lain,misalnya keluarga saya tidak datang kog keluarga saya tidak datang.
:“Ya saya sering merasa benar sendiri dari setiap yang saya lakukan” 2. Faktor pendukung R I : “Hm…kalau saya sih mba faktor pendukung cuma dari diri sendiri aja, saya sudah punya tekad untuk berubah dan tidak mengulangi lagi” R II :“Yang pasti keluarga yang jadi faktor pendukung aku, mereka udah aku kecewain, aku juga uda capek make narkoba, aku nih uda tua. Yah…punya harapan untuk berumah tangga (waktu make sih aku nggak mikir sekarang deh baru mikirnya)” R III :“Yang pasti dari keluarga mba, teman” R IV:“Penerimaan, waktu saya datang saya merasa saya perlu ditolong, jadi saya merasa punya tapakan baru buat melangkah” C. Harapan klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan program terapi metode spiritual pada tahap pemulihan RI
:”Ya…harus punya rasa ingin berubah dari diri sendiri dulu. :”Sebenarnya sih uda bagus program disini udah ada tempat fittnes, ada bahasa inggris, ada komputer tapi kalau bisa sih lebih diperbaiki lagi aja kayak meja yang sudah agak rusak,pokoknya kalo bisa barang-barang yang udah mulai rusak ganti lha…”
RII :“Kalau saya sih yah…disini spiritualnya kekecengan, kalau bisa diimbangi dengan kegiatan yang non spiritual juga.. RIII:”Tetap begini aja tapi harus lebih banyak kegiatan seperti PA, sharing baca alkitab supaya kalau jam kosong nggak sumpek, kalau kegiatannya ditiadakan tiba-tiba jadi jenuh nggak tau mau ngapain.
RIV:”Punya penerimaan yang lebih baik karna kalo orang kena NAPZA butuh penerimaan. D. Penyajian Data Data mentah hasil wawancara yang telah dikumpulkan dari empat responden, ditulis selengkap mungkin sesuai dengan hasil yang terekam pada alat perekam. Data mentah yang ditulis tersebut kemudia dipahami dengan sebaik-baiknya agar peneliti dapat menentukan kata kunci dalam kalimat atau ungkapan responden. Dari kata kunci tersebut kemudian dipahami dengan sebaik-baiknya agar peneliti dapat menentukan kata kunci dalam kalimat atau ungkapan respoden. Dari kata kunci tersebut kemudian dapat di kelompokan dengan kategori-kategori. Untuk menentukan kategori dari data, dibuat identitas kategori kemudian diberi nomor pada setiap kategori. Kata kunci yang dikelompokan adalah kata kunci yang mendukung kategori tersebut. Hasil yang didapat dari pengelompokan kata kunci kedalam kategori adalah sebagai berikut : Tabel 1. Kategorisasi No 1
Tema Persepsi
Kategori klien Pengetahuan
Kata kunci • Membangun rohani
ketergantungan
• Memotivasi
NAPZA
• Kemauan diri sendiri
pada
pelaksanaan terapi
• Lebih dimengerti
metode
• Ada kebenaran
dalam pemulihan
spiritual tahap
• Memerdekaan • Lebih bagus
• Mendekatkan diri pada Tuhan • Adanya • Tuhan didalam hati
Perubahan mengikuti
• Lebih takut sama Tuhan
terapi spiritual
• Pemberani • Tidak pakai obat • Belajar bergaul • Lebih menghormati orang tua • Lebih dewasa • Lebih teratur • Rajin beribadah
Perasaan menjalani spiritual
saat terapi
Kurang senang Senang Menikmati Jenuh Kekencangan Kebiasaan
2
Faktor-faktor yang Pendukung
• Keluarga
• Niat
mempengaruhi klien
• Tekad berubah
pada
pelaksanaan terapi
• Harapan masa depan
metode spiritual
• Penerimaan • Capek jadi pecandu Penghambat
• Istri • Anak • Teman-teman • Sulit bergaul • Tidak bebas • Banyak aturan • Monoton • Kejenuhan
3
Harapan
klien Program
ketergantungan NAPZA terapi
terhadap metode
spiritual pada tahap
Rehabilitasi
• Lengkapi fasilitas • Jangan terlalu rohani • Lebih banyak kegiatan • Menyenangkan orangtua • Persiapan kerja
pemulihan
Setelah dilakukan analisa keterkaitan antar kategori dan kemudian terbentuk skema seperti diatas, merujuk pada tujuan semula, dapat disimpulkan bahwa topik atau tema dalam penelitian ini adalah :
1. Persepsi klien ketergantungan NAPZA seperti pengetahuan yang dapat membangun rohani, memotivasi, kemauan diri sendiri, lebih dimengerti, ada kebenaran, memerdekaan, lebih bagus, mendekatkan diri pada Tuhan, adanya Tuhan didalam hati. Adanya perubahan pada pelaksanaan terapi seperti lebih takut sama Tuhan, pemberani, tidak pakai obat, belajar bergaul, lebih menghormati orang tua, lebih dewasa, lebih teratur. Perasaan klien ketergantungan NAPZA saat mengikuti terapi yaitu kurang senang, senang, menikmati , jenuh, kekencangan, kebiasaan saat menjalani terapi pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan dipusat rehabilitasi “Rumah Damai” 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi, faktor pendukung dan faktor penghambat klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan dipusat rehabilitasi “Rumah Damai” 3. Harapan klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan program terapi metode spiritual pada tahap pemulihan dipusat rehabilitasi “Rumah Damai” seperti lengkapi fasilitas, jangan terlalu rohani, lebih banyak kegiatan, menyenangkan orang tua, persiapan kerja.
BAB V PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai tema-tema yang muncul dari fenomena-fenomena
yang
diperoleh
selama
penelitian,
yaitu
Persepsi
klien
ketergantungan NAPZA, Perubahan perilaku pada klien ketergantungan NAPZA, perasaan pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan dipusat rehabilitasi. Dalam hal ini, menurut teori yang dikemukakan oleh Lawrence G. 1980 pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda berperan sebagai faktor predisposisi yang berperan sebagai faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh, hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adanya perbedaan faktor budaya (tradisi dan kepercayaan), pendidikan keterbatasan informasi dan pengalaman responden selama proses pemulihan (lamanya manjalankan terapi spiritual), serta pengalaman dari orang lain, dimana hal ini berpengaruh terhadap persepsi pada program metode spiritual 8 A. Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada terapi metode spiritual selama proses penyembuhan di pusat Rehabilitasi Rumah Damai . 1. Pengetahuan tentang spiritual. Pengertian klien ketergantungan NAPZA menurut semua responden adalah membangun rohani, memotivasi, kemauan diri sendiri, lebih dimengerti, ada kebenaran, memerdekaan, lebih bagus, mendekatkan diri pada Tuhan, adanya Tuhan didalam hati. Perbedaan pengertian yang diungkapkan oleh responden dapat disebabkan oleh faktor diantaranya keterbatasan informasi tentang
pengertian spritual dan perbedaan pengalaman responden dalam memandang kekristenan sebagai sesuatu yang baru memaknai hidup responden selama mengikuti rehabilitasi seperti pada responden yang menyatakan spiritual adalah penerimaan dikarenakan oleh responden selama mengikuti kegiatan spiritual merasa bahwa dia diterima dilingkungannya dan menyatakan adanya Tuhan didalam hati yang memerdekakan hidup dan memotivasi responden selama masa pemulihan. Hal-hal yang disebutkan responden berdasarkan persepsi pada program
spiritual
pemulihan
menunjukkan
bahwa
pemahaman
klien
ketergantungan NAPZA terhadap spiritual sudah baik karena sudah sesuai dengan pengertian yang dikemukakan dalam buku ajar aspek spiritual dan Spiritual adalah komitmen tertinggi individu, yang merupakan prinsip yang paling komprehensif dari perintah, atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang dibuat untuk hidup kita 9.Hal ini juga dikuatkan juga oleh teori Lawrence G. 1980 bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan pengalaman masa lalu atau apa yang kita pelajari juga akan menyebabkan perbedaan interpretasi.8 Faktor
lain yang dikemukakan oleh
Sukanto dan Handoko bahwa kecerdasan spiritual merupakan suatu kecerdasan yang mampu membuat individu menjadi utuh dan mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan individu, untuk memungkinkan lahirnya wawasan dan pemahaman untuk beralih dari sisi dalam ilmu itu kepermukaan individu , tempat individu bertindak dan merasa.24
2. Perubahan perilaku pada klien ketergantungan NAPZA. Perubahan perilaku klien ketergantungan NAPZA dikemukakan oleh Hawari 2000, yaitu menjalankan ibadah, membaca dan memahami isi kitab suci, pendalaman Alkitab, dan menurut Depsos RI 2004 proses tumbuh dan berkembang menuju pemulihan yang seutuhnya kita membuat keputusan untuk mengubahkan niat dan kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita memahami
Tuhan.
Sedangkan
perubahan
yang
dirasakan
pada
klien
ketergantungan NAPZA selama mengikuti terapi spiritual menurut semua responden adalah lebih takut sama Tuhan, pemberani, tidak pakai obat, belajar bergaul, lebih menghormati orang tua, lebih dewasa, lebih teratur, rajin beribadah, adanya Tuhan didalam hati dan metode spiritual yang dilakukan merupakan metode yang lebih bagus, dan bisa mendapat semangat yang baru dari mentor, menurut responden ada baiknya proses pemulihan pengguna NAPZA mengarah ke spiritual tetapi jangan sepenuhnya spiritual. Menurut pengalaman responden proses penyembuhan secara detok di RS dapat mudah jatuh karena hatinya kosong sedangkan perubahan yang dirasakan saat program pemulihan secara spiritual responden mengatakan adanya Tuhan didalam hati mereka yang membuat mereka tidak mudah jatuh, program terapi spiritual itu sendiri lebih diajari bagaimana mendekatkan diri pada Tuhan merasa lebih kuat dalam mental, dapat lebih menghormati kedua orang mereka dan lebih rajin gereja, menjadi tidak penakut lagi jika berbicara dengan orang lain, jauh lebih berani dan fenomena yang digambarkan oleh responden juga adalah bagaimana terapi spiritual dapat menjadi bagian dari diri pribadi klien ketergantungan NAPZA itu
sendiri dengan berjalan seiringnya waktu untuk pilihan yang dibuat untuk hidup kita. Dari pernyataan responden dapat diambil kesimpulan bahwa responden sudah cukup memahami adanya perubahan yang terjadi pada dirinya setelah mengikuti terapi spiritual dan pada. Perubahan yang diungkapkan dari responden dikuatkan dengan pernyataan bahwa dalam mencapai upaya pemulihan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA kembali sehat sesuai dengan definisi sehat WHO dan American Psychiatric Association/APA, maka program Rehabilitasi terdiri dari Rehabilitasi Psikiatrik dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula berperilaku maladaptif berubah manjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan anti sosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang mengasuh dan membimbingnya dan Rehabilitasi psikoreligi masih perlu dilanjutkan setelah terapi psikoreligius untuk memulihkan peserta rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing dan. Pedalaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Hawari dalam penelitiannya memperoleh data bahwa para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, resiko kekambuhan 21,50% dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai 71,67%.
6
Faktor lain yang dikemukakan oleh Sukanto dan Handoko
bahwa kecerdasan spiritual merupakan suatu kecerdasan yang mampu membuat
individu menjadi utuh dan mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan individu, untuk memungkinkan lahirnya wawasan dan pemahaman untuk beralih dari sisi dalam ilmu itu kepermukaan individu , tempat individu bertindak dan merasa.24 Pendapat yang disampaikan oleh responden juga divalidasikan datanya oleh peneliti dengan mengobservasi langsung keadaan klien ketergantungan NAPZA dipusat rehabilitasi “Rumah Damai” dan menanyakan langsung juga kepada mentor (pembimbing klien masing-masing) dan hasilnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh reponden. 3. Perasaan saat menjalani terapi spiritual Perasaan saat menjalani terapi spiritual menurut semua responden ada yang menyatakan kurang senang, senang, menikmati, jenuh, kekencangan, kebiasaan, Hal-hal yang disebutkan responden berdasarkan persepsi pada program spiritual pemulihan menunjukkan bahwa perasaan klien ketergantungan NAPZA saat menjalani terapi spiritual merupakan suatu manifestasi perubahan fungsi spiritual yang ditulis dibuku ajar aspek spiritual. Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Biasanya klien ketergantungan NAPZA sharing dengan mentor dan minta untuk didoakan. Sebaimana diamati oleh Aristoteles, yang dikehendaki adalah emosi yang wajar bukan emosi terlampau ditekan, tercipatalah kebosanan dan jarak, bila emosi tak terkendalikan, terlampau ekstrem dan terus-menerus, emosi akan menjadi sumber gangguan emosioal yang berlebihan. Hawari 2000 juga mengemukakan bahwa
gangguan dapat terjadi pada diri seseorang seperti tampak pada gejala-gejala psikologik seperti perubahan alam perasaan (afek/mood, mudah marah, banyak bicara). Faktor
lain yang dikemukakan oleh Sukanto dan Handoko bahwa
kecerdasan spiritual merupakan suatu kecerdasan yang mampu membuat individu menjadi utuh dan mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan individu, untuk memungkinkan lahirnya wawasan dan pemahaman untuk beralih dari sisi dalam ilmu itu kepermukaan individu , tempat individu bertindak dan merasa.24 Dari penelitian Clinebell 1981 yang dikutip oleh Hawari 2003, disampaikan pada Pan pasifik Conference on Drugs And Alkohol di CanberaAustralia, menyebutkan bahwa pada diri setiap manusia (sekalipun dia atheis) terdapat kebutuhan dasar spiritual. Kebutuhan dasar spiritual ini adalah kerohanian, keagamaan, dan ke Tuhanan yang karena faham materialisme dan sekurelisme menyebutkan kebutuhan dasar spiritual tadi terabaikan dan terlupakan tanpa disadari. 6 Dari teori-teori yang mendukung fenomena dimasyarakat dalam penyalahgunaan NAPZA, digambarkan bahwa pembentukan watak dan kepribadian seseorang merupakan hal penting dalam menerima terapi spiritual selama proses pemulihan.
B. Persepsi klien ketergantungan NAPZA terhadap faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual dalam proses pemulihan. Persepsi responden terhadap faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan
program terapi metode spiritual dalam proses pemulihan bermacam-macam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendukung dan faktor penghambat. Pemahaman responden terhadap faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual sudah cukup baik, hal ini dipengaruhi oleh adanya sumber informasi tentang keadaan klien ketergantungan NAPZA dari para mentor maupun kepala yayasan Rehabilitasi “Rumah Damai ” serta dari pengalaman hidup bersama klien ketergantungan NAPZA atau pengalaman dari orang lain, hal ini dapat dikuatkan dengan teori Lawrence G. tahun 1980 bahwa ketersediaan
sarana
dan
prasarana
kesehatan
membuat
seseorang
dapat
mempersepsikan terhadap suatu bentuk kebutuhan kesehatan terhadap dirinya maupun orang lain dalam bentuk yang berbeda-beda. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai dan memuaskan dapat menimbulkan persepsi yang baik terhadap kebutuhan seseorang terhadap kesehatan dengan aplikasi peran yang baik pula. 1. Faktor Pendukung Faktor pendukung yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual dalam proses pemulihan
dinyatakan selama berada dipusat
rehabilitasi “Rumah Damai” oleh sebagian besar responden menyatakan dari faktor dari keluarga, niat dari diri sendiri, tekad berubah, harapan masa depan, penerimaan, capek jadi pecandu. Faktor pendukung yang dinyatakan oleh responden dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pada pelaksanaan program terapi spiritual dan pernyataan responden sesuai dan pengguna NAPZA memiliki keyakinan bahwa setiap orang mempunyai masalah dan ingin menemukan jalan
keluarnya, berjuang dan menumbuhkan sikap yang penuh percaya diri dan penuh harapan, sertya belajar untuk mengubah pengalaman yang buruk menjadi sesuatu yang lebih baik. Selain itu yang selalu dilakukan dalam proses rehabilitasi yang ada di “Rumah Damai” juga semakin menguatkan keyakinan spiritual dalam diri responden, terbukti dalam pelaksanaan dipusat rehabilitasi tersebut yang dilakukan bimbingan psikologis, spiritual (bimbingan dikelas dan tempat ibadah, pelatihan ketrampilan dan mental sosial sehingga meningkatkan pemahaman dan pemulihan diri pengguna NAPZA. Jadi pemahamn tentang spiritual yang dimiliki oleh pengguna NAPZA di”Rumah Damai” mereka mempunyai visi dan misi yang kuat untuk sembuh, memiliki keyakinan bahwa setiap masalah ada saja jalan keluarny dan belajar untuk mengubah pengalaman yang buruk menjadi sesuatu yang baik.Menurut Lawrence G. 1980, persepsi sebagai suatu bentuk perilaku dipengaruhi oleh faktor pemungkin yaitu ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan membuat seseorang dapat mempersepsikan terhadap suatu bentuk kebutuhan kesehatan terhadap dirinya maupun orang lain dalam bentuk yang berbeda-beda. Pernyataan yang senada dikemukakan juga oleh Gottlieb 1983 yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi verbal atau non verbal , saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang merasa mendapat dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
kesan yang menyenangkan pada dirinya 21 Dan pernyataan ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu adalah individu tersebut sebagai faktor pendukung dan orang tua, saudara, serta lingkungan sekitarnya. Untuk dapat memberikan dukungan diharapkan keluarga, lingkungan dapat memahami dan mengenali keadaan emosi pada klien ketergantungan NAPZA seperti perasaan marah, sedih, kesepian, merasa terisolasi, gembira, bingung.22 Dan menurut Hawari (2003) usaha-usaha yang mendukung mantan pengguna NAPZA salah satunya adalah psikoterapi keluarga, yaitu ditujukan tidak hanya kepada individu, tetapi juga pada keluarga. Dengan terapi spritual ini diharapkan hubungan kekeluargaan dapat pulih kembali dalam suasana harmonis dan religius sehingga resiko kekambuhan dapat dicegah. Masa adaptasi merupakan bagian terpenting pada seseorang pada saat mulai meninggalkan penggunaan NAPZA. Adaptasi yang berhasil dapat mempengaruhi penilaian seorang klien ketergantungan NAPZA antara lain pengalaman hidup bersama dengan klien ketergantungan NAPZA dan adaptasi yang menempatkan klien, dalam proses terapi ketergantungan NAPZA, pada kemampuan fisik dan psikologis yang mampu hidup secara normal tanpa terpengaruh dengan penyalahgunaan NAPZA kembali. Di dalam keadaan yang normal, maka faktor yang paling dominan mempengaruhi kesehatan seseorang adalah lingkungan klien ketergantungan NAPZA, karena dilingkungan klien ketergantungan NAPZA itu sendiri mereka mengadakan interaksi dan interelasi dalam proses kehidupannya, baik dalam lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya, ekonomi dimana kondisi tersebut dipengaruhi oleh perilaku individu,
keluarga dan masyarakat yang erat kaitannya dengan kebiasaan, norma, adat istiadat yang berlaku dimasyarakat. 2. Penghambat. Faktor penghambat yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual dalam proses pemulihan istri, anak, teman-teman, sulit bergaul, tidak bebas, banyak aturan, monoton, kejenuhan. Hasil wawancara dengan responden didapatkan faktor yang mempengaruhi yang ada pada diri sendiri, keluarga maupun teman yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menyalahgunakan NAPZA kembali adalah faktor-faktor seperti: faktor penghambat seperti faktor keluarga, sulit bergaul, tidak bebas, monoton, kejenuhan.dan faktor teman seperti gesekan atau pertengkaran dengan teman, aturan-aturan di “Rumah Damai”. Melalui ungkapan-ungkapan dari keempat responden tersebut, seharusnya bisa menjadi perhatian bagi keluarga dan lingkungan dalam mencegah adanya penyalahguanan NAPZA, dengan lebih memperbaiki peran masing-masing anggota keluarga dan lingkungan untuk menciptakan keluarga dan lingkungan yang
harmonis
serta
proaktif
terhadap
masalah
yang
timbul.
Menurut Hawari 2003, keterkaitan masalah yang dialami seseorang karena penggunaan NAPZA itu sendiri tak lepas dari penyebab penggunaan NAPZA itu sendiri, yang kemungkinan menjadi 3 faktor yaitu : 6 a. Faktor predisposisi (antisosial, kecemasan, depresi). b. Faktor kontribusi
(kondisi keluarga).
c. Faktor pencetus
(teman kelompok).
Interaksi antara ketiga faktor diatas, yaitu faktor predisposisi dengan kontribusi dan dengan pencetus mengakibatkan seseorang mempunyai resiko yang lebih besar terlibat dalam penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, dibandingkan dengan satu atau dua faktor saja. 6 Manusia juga merupakan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan manusia lainnya, dalam hal ini berkaitan dengan lingkungan dimana manusia itu melakukan aktifitasnya. Lingkungan juga mampu mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini, penyalahgunaan NAPZA, lingkungan berperan sebagai faktor presipitasi yag memungkinkan seseorang bergaul dengan lingkungan yang selalu dekat dengan NAPZA, seseorang yang sudah mencoba meninggalkan NAPZA sekalipun, akan mudah menggunakan NAPZA kembali. Faktor lingkungan ini bisa berupa teman sepermainan (peer-group), pengaruh media bahkan faktor orang tua sendiri.
11
Pada masa remaja kedekatannya dengan
kelompoknya sangat tinggi sehingga remaja cenderung mengadopsi informasi dan meniru perilaku kelompoknya agar bisa di terima sebagai anggota kelompok. Jadi nampak bahwa faktor penghambat dalam keluarga merupakan hal yang harus segera diselesaikan secara bersama-sama antar anggota keluarga juga lingkungan sehingga tidak ada ketimpangan hasilnya terlebih antara suami, isteri, anak maupun orang tua paling tercipta komunikasi yang baik. Lebih membantu lagi apabila keluarga tersebut cukup taat dalam beribadah, karena hal ini akan sangat membangun saling pengertian, perhatian dan kasih sayang serta anggota keluarga yang proporsional.
C. Harapan pada pelaksanaan program terapi spiritual pada klien ketergantungan NAPZA . Dalam penelitian ini didapat bahwa responden yang mengikuti program pemulihan dengan melaksanakan terapi spiritual adalah usia 26-34 tahun. Pernyataan responden diatas, tentang terapi spiritual pada dasarnya adalah sama yaitu dengan dilengkapinya fasilitas, jangan terlalu rohani, lebih banyak kegiatan, menyenangkan orang tua, persiapan kerja adalah suatu kegiatan yang dikerjakan responden untuk tetap mengembalikan fungsinya dengan baik, bisa bersosialisasi lagi dan mandiri dimana dengan melaksanakan terapi spiritual didalam diri responden muncul suatu pengharapan yang digambarkan responden bahwa harapan pada pelaksanaan program terapi spiritual pada klien ketergantungan NAPZA adalah kesadaran diri sendiri, fasilitas lebih diperbaiki lagi, jangan terlalu rohani, diimbangi dengan kegiatan yang non spiritual juga, lebih dibanyakin kegiatannya jangan sampai ada waktu yang kosong, adanya program khusus untuk lebih siap untuk bisa kerja dan kemasyarakat. Harapan merupakan kemungkinan yang dilihat untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari seorang individu seorang yang berdasarkan atas pengalaman yang telah lampau, baik pengalaman diri sendiri atau orang lain. Perbedaan persepsi juga dapat menimbulkan SET dimana ada harapan seseorang tentang rangsangan yang akan timbul pengalaman juga bisa dikaitkan waktu seseorang kecanduan NAPZA, bagaimana cara mendapatkan NAPZA, efek yang timbul saat memakai dan setelah tidak memakai NAPZA. Mereka kecanduan NAPZA antara kurun waktu 6 bulan-15 tahun, waktu tersebut merupakan waktu yang cukup lama untuk mengetahui banyak tentang NAPZA. Sehingga dengan pengalaman responden ketika kecanduan NAPZA
dan pengalaman tentang pelaksanaan terapi spiritual juga untuk mewujudkan harapan-harapan responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan itu dimana responden tertarik melakukan terapi spiritual karena dalam diri sendiri ada suatu harapan semua responden mempunyai memiliki harapan yang sama yaitu dengan program yang dilengkapinya fasilitasnya, jangan terlalu rohani, lebih banyak kegiatan, menyenangkan orang tua, persiapan kerja adalah suatu kegiatan yang dikerjakan responden untuk bisa kembali kemasyarakat, bisa bersosialisasi, berdaya guna, mandiri, untuk menghadapi kehidupan yang akan mereka jalani. Walaupun diungkapkan dengan pernyataan yang berbeda tapi mempunyai maksud yang sama dengan adanya harapan tersebut, responden berusaha mewujudkannya dengan cara berusaha melakukan terapi spiritual. Begitu juga dari pernyataan responden dapat juga diperkuat dengan pernyataan yang ditulis dalam buku Aspek spiritual dalam keperawatan yaitu :Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan. Adapun menurut Hawari 2003 pusat atau lembaga rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi beberapa persyaratan, seperti: sarana yang memadai, tenaga yang profesional, menajemen yang baik, program sesuai kebutuhan, peraturan tata tertib yang ketat, dan keamanan yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran NAPZA di dalam pusat rehabilitasi termasuk merokok dan minum minuman keras hal ini juga dikuatkan oleh teori Lawrence G.1980 bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan pengalaman masa lalu atau apa yang kita pelajari juga akan menyebabkan perbedaan interpretasi.8
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kesimpulan terhadap persepsi pada metode spiritual dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pada klien ketergantungan NAPZA di Rumah Damai adalah sebagai berikut : 1. Persepsi klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode Spiritual dalam tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung
Pati
Kodya
Semarang
ditunjukkan
dengan
pernyataan
klien
ketergantungan NAPZA dan hal-hal yang disebutkan menurut semua responden berdasarkan persepsi pada program spiritual pemulihan menunjukkan bahwa pemahaman klien ketergantungan NAPZA terhadap spiritual sudah baik 2. Persepsi responden terhadap faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual dalam proses pemulihan bermacam-macam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendukung dan faktor penghambat. Pemahaman responden terhadap faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan program terapi metode spiritual ini dipengaruhi oleh adanya sumber informasi tentang keadaan klien ketergantungan NAPZA dari para mentor maupun kepala yayasan Rehabilitasi “Rumah Damai ” serta dari pengalaman hidup bersama klien ketergantungan NAPZA atau pengalaman dari orang lain, kemauan dari klien untuk sembuh dapat diatasi dengan kesadaran diri sendiri untuk berusaha dan tak lepas mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya.
3. Mengetahui harapan klien ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan di Rumah Damai desa Cepoko Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang Dalam penelitian ini didapat bahwa responden yang mengikuti program pemulihan dengan melaksanakan terapi spiritual adalah usia 26-34 tahun. Pernyataan responden diatas, tentang terapi spiritual pada dasarnya adalah sama yaitu suatu kegiatan yang dikerjakan responden untuk tetap mengembalikan fungsinya dengan baik, bisa bersosialisasi lagi dan mandiri. Perbedaan persepsi juga dapat menimbulkan SET dimana ada harapan seseorang tentang rangsangan yang akan timbul.
B. SARAN 1. Bagi pengguna NAPZA Pengguna NAPZA diharapkan bisa menjadi role model, dapat membantu klien ketergantungan NAPZA lainnya menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih efektif, membantu memenuhi kebutuhan kewajiban keagamaanya, meningkatkan perasaan penuh harapan, membantu Pengguna NAPZA membina hubungan hubungan personal dengan Tuhannya 2. Bagi keluarga Keluarga sebagai orang terdekat klien, sebaiknya selalu menjadi pendamping dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat klien mengalami masalah-masalah yang menimpanya dan klien keluarga mampu memberikan dukungan bagi klien. 3. Lingkungan
Lingkungan dimana klien mulai berinteraksi kembali, diharapkan menjadi tempat evaluasi dalam evaluasi proses terapi klien ketergantungan NAPZA, sekaligus menjadi salah satu faktor menekan angka penyalahgunaan NAPZA dimasyarakat.Diharapkan lingkungan menjadi tempat rehabilitasi selanjutnya, agar klien dapat menjalankan fungsinya untuk bersosialisasi dengan baik. 4. Bagi Institusi Pendidikan Perlu adanya pengembangan ilmu keperawatan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kebutuhan spiritual pada pengguna NAPZA. 5. Bagi perawat Sebagai tenaga kesehatan diharapkan akan membantu pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan, lingkungan sosialnya untuk mengikuti rehabilitasi. 6. Bagi masyarakat. Masyarakat
dapat
memperoleh
gambaran
terhadap
penanggulangan
ketergantungan NAPZA pada pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan. 7. Bagi peneliti Akan menambah wawasan bagi peneliti sejauh mana pelaksanaan terapi metode spiritual dalam tahap pemulihan, mempengaruhi persepsi ketergantungan NAPZA dalam mengikuti rehabilitasi. 8. Sebagai dasar untuk penelitian lain. .
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas H, Madiyono B. Penanggulangan korban narkoba : meningkatkan peran keluarga dan lingkungan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2003 2. DjoerbanZ.remaja,narkoba,danhivhttp://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/map20remaja. html diakses tanggal 2 oktober 2006. 3. Departemen Kesehatan dan kesejahteraan Sosial Direktorat Jenderal kesehatan Masyarakat. Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan narkotika, psikotropikadan zat adiktif lainnya (napza). Jakarta: departeman Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. 4. Narkoba Generasi Muda Available from www.depkes.go.id/idex.php?option = news dan task = view article & sid = 594 & itemid = 2-18k5. Badan Narkotika Nasional. 2005. Metode Spiritual Lebih Efektif. BNN : Jakarta
6. Hawari D. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika,alkohol dan zat adiktif). Jakarta:balai penerbit FKUI. 2003. 7. Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. 8. Soekidjo Notoatmodjo. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. 9. Jawa Pos. Narkoba. 24 juni 2005 http://www.id.wikipedia.org/Narkoba. (1 oktober 2006) 10. Informasi Panti Rehabilitasi NAPZA Secara Terpadu. Dinas Kesejahteraan Sosial Semarang. 15 juli 2005. www.infonarkoba.com (2 oktober 2006) 11. Meninggalkan Narkoba di Sepinya Desa. 4 Juli http://www.suaramerdeka.com/harian/0407/04/kot12.htm (1 oktober 2006)
2004
12. Yanis Achir. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta. Widia Medika, 1999.
13. Maleong,L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
14. Poerwandari E.Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: FP Universitas Indonesia, 1998. 15. Nursalam S.P. Pendekatan Proses Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: SV. Sagung Seto, 2001 16. Soekidjo N. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta : Rineka Cipta; 2003 :
17. Alimul Azis. Riset keperawatan dan Tehnik penulisan ilmiah. Jakarta: salemba Merdeka. 2003. 18. Hudelson P.M. Qualitatif Research for Health Programmer. Geneva: World Health Organization, 1996.
19. Morse J.M. Nursing Research The Application of Qualitatif Approach. England: Clays Ltd, 1996.
Ed.2.
20. Noeng, Muhadjir. Metodologi penelitian kualitatif. Ed.3. Yogyakarta: Rake Sarasin : 1996.
21. Zainuddin sri kuntjoro. Dukungan sosial pada lansia. 16 Agustus 2002. http ://72.14.235.104/search?q=cache: pl5tedzgJ:www.e.psikologi.com/usia/160802.htm. diakses tanggal 28 2006. 22. Marylin M. friedman. Keperawatan keluarga :teori dan praktik. Ed. 3. Jakarta : EGC;1998 23. -------------, Psikologi umum untuk IAIN, STAIN,PTAIS fakultas Tarbiyah komponen MKDK.Bandung: CV pustaka setia ; 2004
Lampiran 1 Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Di “Rumah Damai” Semarang
Dengan hormat, Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Elisabeth Sarasi Uli
NIM
: G2B205013
Status
: Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Alamat
: Jl. Ngesrep Timur VI Gang Rukun No. 23 Semarang
Adalah mahasiswa PSIK UNDIP yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Persepsi klien ketergantungan NAPZA terhadap terapi metode spiritual pada tahap pemulihan di pusat Rehabilitasi Rumah Damai desa Cepoko Kec Gunung Pati Kodya Semarang” Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai responden dan kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga serta hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi saudara. Bila saudara telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan untuk mengundurkan diri, saudara berhak untuk tidak ikut dalam penelitian ini. Apabila saudara menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan saya ajukan kepada saudara. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Elisabeth Sarasi Uli
Lampiran 6 TRANSKIP HASIL IN DEPT INTERVIEW SDR W
Nomor responden
:R1
Nama
:W
Umur
: 34 Tahun
Asal
: Bandung
Pendidikan
: SMP
Suku Bangsa
: Cina
E
: “…Hai… kenalin namaku Elis!...”
W
: “Iya, aku W”
E
: “Aku mahasiswa UNDIP jurusan keperawatan, aku mau penelitian disini dan mau tau tentang
persepsi klien ketergantungan NAPZA di RD ini
dalam melaksanakan terapi spiritual” “Nggak keberatan kan kalau aku tanya persepsi kamu tentang keadaan disini?” W
: ” Iya, nggak apa-apa”
E
: ”gini, di RD kan menggunakan terapi spiritual menurut pendapat kamu gimana
pengaruh terapi spiritual itu sendiri dalam masa pemulihan
kamu ?” W
: ”Menurut saya sih lebih bagus, saya bisa mendapat semangat yang baru dari mentor. Lebih takut sama Tuhan”
E
: ”lebih bagus dalam hal apa?”
W
: ”ya lebih bagusnya, disini kan tiap pagi baca alkitab ada sharing, pengenalan iman, sesion dengerin khotbah jadi sebelumnya kan saya belum pernah begitu mba..walaupun saya kristen tapi jarang baca alkitab apalagi dengerin khotbah makanya saya merasa disini lebih bagus gitu mba”
E
: “Semangat baru dari mentor dari hal apa?”
W
: ”Misalnya nih mba saya pengen pulang, atau ada masalah kalo saya cerita sama mentor saya merasa ada yang dengerin saya ada yang perhatiin saya, saya senang ada yang mau menanggapi cerita saya, jadi saya bisa lebih curahin isi hati saya lebih lega mba rasanya karna dia cerita dan bagi pengalamannya juga karna dia juga sudah pernah lalui seperti saya mba, rasa seperti pengen pulang jadi dia bisa kasi kita motivasi buat kita mba”
E
: “Lebih takut dalam Tuhan sendiri yang gimana?”
W
: “Setelah dapat bimbingan, dengar khotbah ternyata saya mengerti ternyata apa yang kita lakukan selama ini udah salah, sekarang saya bisa lebih perbaiki diri saya, ya bertobat mba belajar untuk lakukan yang lebih baik mba, seperti kemarin mba saya udah babtis disini kalo dulu kan saya babtis hanya karna istri saya tapi ternyata saya sekarang babtis karna say sendiri udah tau itu ternyata perintah Tuhan”
E
: ”Kamu sendiri senang nggak ? menikmati nggak ?”
W
: ”Sebenarnya waktu awal masuk sih saya kurang suka mba tapi sekarang aku senang aku suka”
E
: ”kurang suka kenapa?”
W
: ”ya disini kan mba banyak aturannya mba kalo pagi habis sharing ada waktu diblok dikasi batasan ga boleh kemana-mana Cuma oleh diblok sendiri aja jadi saya merasa dikekang aja, ada jadwal cuci baju, cuci piring padahal saya dulu tidak pernah lakukan kayak gitu jadi saya kurang suka gitu”
E
: ”Menurut kamu apa manfaatnya buat diri kamu sendiri ?”
W
: ”Saya bisa lebih kuat dalam mental”
E
: ”lebih kuat dalam mental yang seperti apa?”
W
: ”misalnya kan mba…biasanya kalo saya ada masalah sama teman saya jadi cepat emosi dan saya mau menang sendiri aja tapi kalo disini tidak mba saya disini dituntut untuk lebih dewasa, harus mengalah, disini diajar supaya kita jangan cuma mau menang sendiri dalam setiap masalah”
E
: ”Emangnya sebelum masuk RD gimana ?”
W
: ”Wah…Dulu saya penakut mba, dikit-dikit pakai obat. Nggak pernah PD pokoknya”
E
: ’’Seberapa penakut kamu dulu?”
W
: ”Waktu saya mau ngapa-ngapain harus make obat dulu supaya PD, karna kalo tidak saya minder mba, ga berani menatap orang mba, dalam masalah apapun deh kalo ngelihat orang apalagi orang baru rasanya takut sekali”
E
: ”Penghambat yang kamu rasain selama di RD apa aja ?”
W
: ”Ya menurut saya sih, yang jadi faktor penghambat saya beberapa bulan ini sering kepikiran terus dengan keadaan isteri dan anak saya yang di Bandung. Soalnya mba saya cuma sendiri cowok di rumah” sekarang sih mba udah tidak masalah karena baru 2 hari yang lalu istri saya datang kerumah dan dirumah udah ada yang nemenin, keluarga saya mba, dan orang tua saya yang semula tidak setuju saya disini sekarang udah setuju mba”
E
: ”Kalau disini gimana ? apa aja yang bisa jadi penghambat kamu ?.”
W
: ”Ya…terkadang sih ada rasa jenuh karena kegiatannya terlalu rutinitas (baca firman, dengar khotbah, doa pagi, sharing, itu dilakukan setiap hari dan kadang-kadang saya merasa bosan mba, tidak tau kenapa kadang kalo pagi-pagi saya bangun dan rasanya malas mau melakukan kegiatan sehari-hari gitu mba”
E
: ” Kapan datang rasa bosan itu?
W
: ”Tidak tentu mba karena saya juga tidak tau kenapa, tapi saya cuma merasa karena setiap hari aja harus melakukan kegiatan yang sama jadi bosan mba”
E
: ”Teman-temannya sendiri ada masalah nggak ?”
W
: ”Ada sih mba dengan teman-teman…cekcok dengan teman tapi biasanya langsung diselesaikan dan teman yang salah disuruh puasa”
E
: ”Pernah nggak kamu merasa tidak nyaman selama di RD ?”
W
: ”Kalau saya sih nggak mba karena uda niat dari awal mau cepet sembuh, pengen jadi manusia baru dan rasa tidak enak itu sih wajar Cuma ya seperti saya bilang tadi kadang bosan aja”
E
: ”Faktor pendukung di RD sendiri yang kamu rasain apa aja ?”
W
: ”Hm…kalau saya sih mba faktor pendukung cuma dari diri sendiri aja, saya sudah punya tekad untuk berubah dan tidak mengulangi lagi”
E
: “Kalau boleh tau uda berapa lama kamu pakai NAPZA ?”
W
: ”Udah 10 tahun. Itu juga saya pakai karena pengaruh teman. Dulu saya udah sempat 3 tahun ga make dan ikut pelayanan digereja, dan saya ga pernah ketemu teman saya yang make lagi tapi suatu waktu saya ketemu sama teman saya waktu itu saya lagi urus kerjaan saya…eh tiba-tiba saya ketemu sama teman saya yang make saya diajak lagi jadinya saya make lagi”
E
: ”Apa harapan kamu buat teman-teman pengguna NAPZA yang belum sembuh ?”
W
: ”Ya…harus punya rasa ingin berubah dari diri sendiri dulu. Kalau tidak susah mba orang lain tidak merubah kita, karena mba anak-anak sini juga sebelum masuk RD juga banyak yang udah pernah ikut TSOA (sekolah theologi) tapi ternyata pake lagi jadi itu semua ga bisa dari orang lain harus dari diri sendiri”
E
: ”Terus harapan buat program yang dilaksanakan di RD sendiri gimana?”
W
: ”Sebenarnya sih uda bagus program disini udah ada tempat fittnes, ada bahasa inggris, ada komputer tapi kalau bisa sih lebih diperbaiki lagi aja kayak meja yang sudah agak rusak,pokoknya kalo bisa barang-barang yang udah mulai rusak ganti lha”
E
: ”Kamu sendiri pernah sakau nggak ?”
W
: ”Nggak ! karena sebelum masuk RD aku sudah detok”
E
: ”Oiya, aku hampir lupa kamu dari suku cina ya? menurut kamu sendiri pengaruh nggak karakteristik suku cina dengan terapi yang diberikan di RD ini ?”
W
: ”Kalo saya sih mba lebih dari papa saya mba yang kurang setuju disini karena dia orang yang jarang gereja dan kurang percaya sama Tuhan mba dan dia ingin saya kerja di Bangka aja gitu mba”
E
: ”Kalau boleh tau kamu tamatan apa yah…?.”
W
: ”SMA. Tamat SMA saya langsung dagang”
E
: ”Oke..deh.. makasi banget yah buat waktunya dan uda mau cerita-cerita sama aku. Nanti kalau ada yang kurang aku kesini lagi bolehkan ?..” W
: ”…Ya sama-sama. Nggak apa-apa datang aja. Aku senang kok bisa cerita-cerita….”
Lampiran 6 TRANSKIP HASIL IN DEPT INTERVIEW SDR R
Nomor responden
:R2
Nama
:R
Umur
: 33 Tahun
Asal
: Jakarta
Pendidikan
: Sarjana hukum
Suku Bangsa
: Batak
E
:”Hai… kenalin namaku Elis!”
R
:”Iya, aku R”
E
:”Aku mahasiswa UNDIP jurusan keperawatan, aku mau penelitian disini dan mau tau tentang
persepsi klien ketergantungan NAPZA di RD ini
dalam melaksanakan terapi spiritual” “Nggak keberatan kan kalau aku tanya persepsi kamu tentang keadaan disini?” R
:”Iya, nggak apa-apa”
E
:”Sudah berapa lama disini ?.”
R
:”11 tahun… E salah 11 bulan mba”
E
: “Program berapa bulan sih ?”
R
: “1 tahun 2 bulan.”
E
: “Kamu udah pernah masuk sini ?”
R
: “Belum, tapi pernah di rehab lain sebelumnya.”
E
: “Oya…dimana ? boleh tau nggak ?”
R
: “…Di Jakarta selama 2 bulan. Setelah itu aku sempat nggak make 2 tahun tapi aku ada sedikit masalah. Aku jalan-jalan ketempat sepupuku dan dia pemakai juga aku jadi terpengaruh ikut-ikutan sama dia dan make lagi”
“Setelah itu aku masuk rehab lagi setelah keluar make lagi. Yah…aku jatuh karena sepupuku yang tadi. Aku aktif make itu tahun 2003-2005. terus bulan oktober aku ketauan orangtua ku disuruh detok 6 hari selama di rumah sakit. Terus aku dimasukin ke rehab yang lama yang di Jakarta itu" “Kadang juga aku kalo lihat daerah-daerah yang aku tau disitu ada bandar (teman-teman pengguna NAPZA) aku jadi tertarik buat kesitu, udah sugesti kali yaa…?” E
: “Disana sistem pemulihannya dengan cara apa ?”
R
: “Sistem rohani.”
E
: “Kenapa sekarang kamu lebih pilih rehab ini daripada di sana ?”
R
: “Karena jarak mba! Kalau disinikan jauh aku kan nggak bisa lari karena nggak ada uang. Tapi kalau di Jakarta gampang naik taxi tinggal bayar di rumah”
E
:”Gini, di RD kan menggunakan terapi spiritual menurut pendapat kamu gimana
pengaruh terapi spiritual itu sendiri dalam masa pemulihan
kamu?” R
: “Ada baiknya orang yang make itu mengarah ke spiritual. Karena kalau detok di RS menurut pengalaman saya bisa aja terpancing lagi karena hatinya kosong. Kalau spiritualkan setidaknya ada Tuhan didalam hati”.
E
:”Ada baiknya yang gimana sih?”
R
: “Sebenarnya sih sama aja, ga menutup kemungkinan kalo pemulihan secara spiritual jadi ga kambuh lagi tapi spritual ada baiknya karena dalam hal spiritual kalo ada masalah kan kita bisa bentengi dengan firman Tuhan gitu mba”
E
: “Oya… kamu pernah sakau nggak selama disini ?”
R
: “Nggak, karena sebelumnya aku udah ikut detok”
E
: “Oya kembali ke yang tadi yah… selama kamu disini apa yang bisa kamu rasakan selama melaksanakan terapi spiritual itu? Apa kamu merasa udah berubah ?”
R
: “Wah…! Kalau berubah sih orang lain yang bisa menilai itu. tapi yang jelas saya bisa lebih menghormati orangtua saya. Dulu saya sering ngebantah, ngambil uang orangtua, jarang gereja. Gereja juga paling kalau natalan aja, tapi sekarang sudah mulai sering gereja.”
E
: “Kalo mental kamu sendiri gimana selama disini?”
R
:”Ya kalo disini kita dalam mental setelah dibina secara rohani kita diajari untuk lebih dewasa dan nda manja kalo ada masalah, kayak saya ya mba kemarin ada masalah dengan bokap, dia marah sama saya tapi saya belajar untuk percaya sama Tuhan kalo Tuhan pasti bisa pulihkan, dan bener mba malam tahun baru orang tua saya maafkan saya, saya jadi lebih enak”
E
: “Kamu udah menikah belum ?”
R
: “Belum…boro-boro menikah saya selama make pacarannya sama si putih doang (heroin). Nggak perduli sama cewek lagian kalau cewek ngelihat kita uda gerah duluan kali. Soalnya kan kayak ngembel”
E
: “Faktor penghambat yang kamu rasakan apa ?”
R
: “Kalau saya sih teman yang jadi faktor penghambat. Kayak ada gesekan gitu, BT dengan teman yang tidak setipe dengan saya. Aturan-aturan (kalau kita minta sesuatu harus jelas), yah…sering merasa jenuh juga, kegiatannnya terlalu monoton. Kalau keluar mesti dalam pengawasan ya biasa lah mba kadang berbenturan manusia lama dengan manusia baru kita, contohnya manusia lama kita kan pengennya semua semau gue aja yang penting aku senang tapi kan disini ga bisa gitu disini harus sesuai aturan kayak baca alkitab, sharing, dengerin khotbah jadi kadang ya tibul rasa jenuh,bosan dan terlalu monoton tapi ya saya kan sekarang sudah jadi manusia baru dimana saya harus berubah dan ga kayak dulu lagi. . Tapi saya kadang heran juga kalau ada yang cepat enjoy disini”
E
:”Trus gimana lawan rasa bosan itu sendiri?”
R
:”Ya kan aku suka baca jadi aku kadang baca aja dan yah dijalani aja lha”
E
:”Teman yang tidak setipe kayak apa?”
R
:”Ya banyaklha, kan ada yang punya sifat manja, ada juga yang dari jalanan dan kadang itu yang membuat kalo komunikasi nggak nyambung
dan kadang capek aja mba kalo udah dibilangin beberapa kali ga mau, keras kepala ya udah aku sih masa bodoh aja” E
: “Terus kamu sendiri ngatasi keadaan tadi gimana ?”
R
: “Aku lebih suka baca di perpustakaan aja”
E
: “Faktor pendukung buat kamu sendiri siapa ?”
R
: “Yang pasti keluarga yang jadi faktor pendukung aku, mereka udah aku kecewain, aku juga uda capek make narkoba, aku nih uda tua. Yah…punya harapan untuk berumah tangga (waktu make sih aku nggak mikir sekarang deh baru mikirnya)”
E
: “Menurut kamu terapi spiritual bagus nggak buat pengguna NAPZA ?”
R
: “Karena aku pernah nyoba rehab lain yang sedikit agak longgar dari sini, tapi gagal saya malah jatuh lagi, jadi lebih baik seperti inilah ada firman Tuhan yang masuk jadi setidaknya kita jadi lebih beriman”
E
: “Oya kalau boleh tau kamu tamatan apa ?”
R
: “S1 ( Hukum). Puji tuhan saya bisa lulus. Soalnya waktu lagi sidang itu aja saya lagi make. Yah..walaupun teman-teman saya pada nggak lulus saya mau beda sendiri dari yang lain. Karena dikeluarga saya anak cowok pertama. Biasalah orang batak harus bertanggungjawab”
E
: “Kalau dari suku batak sendiri pengaruh nggak dengan kepribadian kamu selama pemulihan disini ?”
R
: “Yah…bener banget tuh mba ada sih sedikit, kalo saya kan dari batak tapi udah lama dijakarta jadi ga suka yang terlalu rame kayak disini kan mba ada cina makasar dia cara ngomongnya kasar, ada juga teman disini cara bicaranya menggumpat jadi menurut saya yah kata-kata itu kan ga pantes buat orang kristen apalagi kita kan tinggal direhab spiritual gitu”
E
: “Harapan kamu sendiri apa buat disini ?”
R
: “Kalau saya sih yah…disini spiritualnya kekecengan, kalau bisa diimbangi deh dengan kegiatan yang non spiritual juga. Sebenarnya spiritual ada benarnya tapi jangan terlalulah. Misalnya kayak kalau aku sakit kemarin biasanya kan minum obat tapi aku disuruh doa. Terus
adanya yang ingatannnya sedikit rusak karena pengaruh obat malah dibawa kespiritual” E
:”Kekencengan gimana? kegiatan non spiritual yang kayak apa yang kamu harapkan?”
W
:”Ya memang sih sebenarnya memang udah program untuk memulihkan rohaninya, awalnya sih saya sempat kaget aja tapi sekarang yah dijalani aja lha, program kayak mempersiapkan diri untuk kelapangan kerja gitu mba. Kan keluar dari sini tidak Semuanya bakal jadi pendeta karena disiram rohani terus, setidaknya ada satu program seperti bercocok tanam atau yang suka mesin lebih dioptimalkan dengan adanya program khusus jadi kan kita juga kalo keluar dari sini jadi lebih siap untuk bisa kerja dan kemasyarakat”
E
:”Kalo buat kamu sendiri kedepannya gimana?”
R
:”Kalo saya sih yang jelas ingin lebih berubah dan ga kambuh lagi dan bisa pulih dengan keluarga karena kemarin kan aku komunikasi baru lewat telp aja…yah saya juga ingin lebih baik ngejalani hidup kedepan punya usaha baru, menikah tapi saya ga mau kerja dijakarta lagi karena saya takut kalo ketemu sama teman saya lagi yang make saya ga bisa nolak mba”
E
:”Oke deh… makasi banget yah buat waktunya dan uda mau cerita-cerita sama aku. Nanti kalau ada yang kurang aku kesini lagi bolehkan ?”
R
: “Ya sama-sama. Nggak apa-apa datang aja. Aku senang kok bisa ceritacerita”
Lampiran 6 TRANSKIP HASIL IN DEPT INTERVIEW SDR H
Nomor responden
: R3
Nama
:H
Umur
: 29 Tahun
Asal
: Makasar
Pendidikan
: SMA
Suku Bangsa : Cina
E
: Hai… kenalin namaku Elis!
H
: Iya, aku R.
E
: “…Aku mahasiswa UNDIP jurusan keperawatan, aku mau penelitian disini dan mau tau tentang persepsi klien ketergantungan NAPZA di RD ini dalam melaksanakan terapi spiritual. “…Nggak keberatan kan kalau aku tanya persepsi kamu tentang keadaan disini?
H
:” Iya, nggak apa-apa”
E
: “Sudah berapa lama disini ?”
H
: “10 bulan”
E
:”Boleh tau gak sebelum masuk rehab sini pernah masuk rehab lain sebelumnya?
H
:”Wah…belum pernah mba, ini baru pertama kalinya”
E
: “Sejak kapan menggunakan NAPZA ?”
H
: “Sejak tahun 1996, saya pake pas tamat SMA. Waktu saya kul di Stikom saya sering maen dan punya banyak teman yang ndak benar, sering kediskotik, pake exstacy. Trus saya ketahuan mba sama keluarga saya lalu saya disuruh pulang deh buat kuliah di atma jaya di sulawesi aja, eh….malah saya ketemu teman-teman saya disana juga yang make jadi saya make lagi..!!”
E
: “Trus gimana koq bisa masuk RD?”
H
: “Sebenarnya sih saya udah dari tahun lalu mau kesini saya udah tidak berdaya apalagi lihat orang tua saya nangis-nangis terus gara- gara saya, baru tahun 2006 ini saya benar-benar diantar kesini sama kakak saya”
E
: “Koq bisa tau kalo disemarang tau ada rehabilitasi RD?”
H
: “Tidak tau kakak tau darimana!”
E
: “O iya….di RD kan menggunakan terapi spiritual menurut pendapat kamu gimana pengaruh terapi spiritual itu sendiri dalam masa pemulihan kamu?”
H
:”Awalnya sih saya merasa tidak percaya aja dengan kekuatan spiritual, kalo disini kan kalo lagi sakau hanya disuruh berdoa dan baca alkitab saya merasa itu impossible banget tapi ya mau tidak mau saya harus jalani dan saya bisa juga”
E
:” Merasa tidak percaya dan impossible? Alasannya kenapa?”
H
:” Karena selama 10 tahun saya make sebelum saya kerehab, saya juga ikut pelayanan dan kalo saya mau pelayanan saya make, saya juga sering disuruh pendeta saya baca alkitab trus setelah baca alkitab saya make lagi Jadi saya nda percaya kalo spiritual itu sendiri bisa memulihkan saya”
E
:” Trus yang bisa membuat kamu jadi yakin di sini apa?”
H
:”Yah sebenarnya siapa sih mba yang mau tinggal direhab lama-lama? Tapi saya pertama mau menyenangkan orang tua saya dan saya mau lalui disini dulu lha kan Cuma 1 tahun. Yang kedua sih mba saya berpikir selama saya disini saya bisa yakinkan diri saya kalo saya tidak akan jatuh tapi kalo saya diluar saya tidak bisa janji kalo saya tidak jatuh lagi karena lingkungan akan sangat mempengaruhi mba.”
E
: “Kalo perubahan kediri kamu sendiri gimana dari sebelum masuk ke RD dalam menjalani program yang ada disini?”
H
:”Yang jelas perubahan buat saya, saya menjadi tidak penakut lagi, dulu saya penakut sekali menatap orang saja saya ga berani, apalagi kalo mau ngobrol kayak gini mba, dikit- dikit kalo mau melakukan sesuatu pasti
make mba…tapi sekarang kalo ada seminar dan saya disuruh buat bersaksi saya bisa dan saya tidak takut lagi..” E
:”Gimana kamu bisa mengatasi rasa takut itu selama kamu disini?”
H
:”Ya misalnya saya ada masalah saya belajar untuk menghadapi masalah itu jadi saya lebih diajar untuk lebih dewasa dalam menghadapi masalah bukan lari ketakutan dan pelarian keobat itu salah besar”
E
: “oya berarti kemarin kamu tidak selesai ya kuliahnya?”
H
:”ya enggak donk mba…saya cuma nyampe SMA aja”
E
: “Kegiatan yang kamu jalani apa aja selama kamu disini setiap harinya?”
H
:”Bangun pagi, baca alkitab, sharing, kerja kelompok seperti cuci baju,bersih-bersih yang lainnya, makan ada Pendalaman Alkitab siang dan sore”
E
: “Apa pernah kamu merasa kegiatan disini cuma suatu rutinitas aja, apa pernah rasa bosan juga?”
H
: “Ya kadang saya antusias kadang bosan juga mba”
E
:”Bosan pas kapan?”
H
:”Pas kalo ingat mau pulang mba”
E
: “Menurut kamu manfaatnya buat kamu apa?”
H
:“Masih menunggu manfaatnya buat saya….karena sudah biasa jadi kalo tidak melakukan jadi tidak enak”
E
:”Manfaat yang kamu harapkan sendiri apa?”
H
“Ya tidak mudah diombang-ambingkan, punya dasar yang benar tentang pandangan hidup kedepan dan punya rasa percaya diri yang kuat”
E
:”Ada ga faktor penghambat buat kamu selama di RD dalam proses pemulihan kamu ini ?”
H
:”Saya cuma kadang sulit bergaul aja”
E
: “Trus kamu mengatasinya gimana ?”
H
:”Ya berjalan dengan waktu aja…lama-lama juga punya teman, saya tuh mba orangnya cuma kurang terbuka, waktu itu saya punya teman disini mba tapi dia udah selesai program trus saya sepat sedih, setelah itu saya mulai belajar masuk kamar-kamar teman saya yang disini trus saya cerita-
cerita pengalaman eh saya malah senang dan ternyata saya hanya karena kurang PD” E
: “Memangnya kenapa kalo kamu suku makasar?”
H
:” Ya saya inikan dari makasar dan punya kebiasaan cara bicara kasar dan nada suaranya tinggi dan ga seperti teman-teman disini saya malu aja kalo punya kebiasaan kayak gini”
E
:”Pernah ga ada masalah gara-gara kebiasaan kamu bicara?”
H
:”Ada sih suatu waktu saya sempat tegur teman padahal bukan maksud marah tapi karna suara saya nih besar dikira saya marah trus kami jadi cekcok trus panggil mentor trus kami akhirnya masalahnya diselesaikan”
E
:” Faktor pendukung buat kamu sendiri apa?”
H
:”Yang pasti dari keluarga mba, teman (tapi teman ada musiman juga) kata-katanya kadang-kadang suka bilang sesuatu yang nggak enak”
E
: “Saran kamu buat terapi di RD apa ?”
H
: “Tetap begini aja tapi harus lebih banyak kegiatan seperti PA, sharing baca alkitab supaya kalau jam kosong nggak sumpek, kalau kegiatannya ditiadakan tiba-tiba jadi jenuh nggak tau mau ngapain, karna sayang kalo 1 tahun saya lewatkan tanpa mengisi hari-hari saya dengan firman Tuhan”
E
: “Kalau kamu waktu kosongnya ngapain aja ?”
H
: “Melamun pengen pulang, pengen nyenengin orang tua dan kadangkadang renang”
E
:”Harapan kamu apa setelah keluar dari sini?”
H
:” Ya saya berharap ga make lagi untuk selama-lamanya”
E
:” Target apa yang kamu lakukan supaya kamu ga make?”
H
:”Lebih taat sama orang tua, lebih rajin gereja dan malah saya ingin tinggal disemarang supaya saya tetap berada dilingkungan yang aman”
E
: “Oke deh… makasi banget yah buat waktunya dan uda mau cerita-cerita sama aku. Nanti kalau ada yang kurang aku kesini lagi bolehkan ?”
W
: “Ya sama-sama. Nggak apa-apa datang aja. Aku senang kok bisa ceritacerita”
Lampiran 6 TRANSKIP HASIL IN DEPT INTERVIEW SDR A
Nomor responden
: R4
Nama
:A
Umur
: 26 Tahun
Asal
: Jakarta
Pendidikan
: D1
Suku Bangsa
: Ambon
E
: “Hai… kenalin namaku Elis!”
A
: “ Iya, aku A”
E
: “Aku mahasiswa UNDIP jurusan keperawatan, aku mau penelitian disini dan mau tau tentang persepsi klien ketergantungan NAPZA di RD ini dalam melaksanakan terapi spiritual” “Nggak keberatan kan kalau aku tanya persepsi kamu tentang keadaan disini?”
D
:” Iya, nggak apa-apa”
E
:” Sudah berapa lama kamu disini?”
A
:”Sudah 6 tahun”
E
:’ Kamu mentor?”
A
;” Bukan staff”
E
:”Gini, di RD kan menggunakan terapi spiritual menurut pendapat kamu gimana
pengaruh terapi spiritual itu sendiri dalam masa pemulihan
kamu?” A
: “Menurut aku itu baik”
E
: “Baik gimana?”
A
:”Satu hal spiritual bicara sesuatu yang tidak kelihatan, karna kadang emosional dalam batin itu kan mba tidak kelihatan sepert karna masa lalu dan ketergantungan itu prosesnya kan dibatin dan spiritual itu penting buat
seseorang karena spiritual berbicara tentang suatu kebenaran dan jujur itu memerdekaan saya” E
: “Kebenaran kayak apa sih?”
A
:”Kalo disini lebih religius dan karena disini mayoritas nasrani yah dan saya merasa spiritual itu menghasilkan kebenaran yang pasti dan bisa membuat hati saya lebih bebas dan keterikatan saya cenderung berkurang”
E
: “Keterikatan dalam hal apa?”
A
: “Ya keterikatan di narkoba itu sendiri, keterikatan emosional, masa lalu, kepahitan, merasa paling benar, dengan kesadaran yang pasti dan buat saya sekarang jadi lebih bebas gitu, misalnya pendeta bicar sebenarnya itu Cuma perkataan aja tapi saya menangkap dengan hati, dengan pikiran yang benar dan dengan kesadaran yang pasti dan itu timbul sesuatu kekuatan yang baru untuk saya bisa melangkah kedepan dan punya suatu kemampuan yang saya rasa dulu saya tidak mampu lewati”
E
: “Apa perbedaan kamu sekarang sama sebelum kamu masuk rehab?
A
:” Jelas jauh berbeda”
E
:” Berbedanya gimana?”
A
: “Ya cara berpikir saya, penerimaan diri saya karena kadang-kadang saya sempat tidak terima dengan keadaan saya kog terpuruk terus dengan NAPZA kog orang lain bisa berubah nah pikiran yang kayak gitu yang sekarang udah berubah dalam diri saya pelan-pelan ada pengertian yang baru buat saya. Yang kedua saya mendapatkan figur, karena buat saya figur itu penting dan papi mami disini bisa menunjukkan kasih yang bisa memulihkan hati saya. Sebelumnya sih saya sempat berpikir kenapa orang tua saya tidak seperti mereka,tapi disini saya diajar dan sekarang saya lebih mengerti kalo orang tua saya tidak seperti apa yang saya pikirkan kalo mereka ternyata selama ini orang yang mau berkorban buat hidup saya”
E
: “Apa menurut kamu kegiatan disini cuma rutinitas aja atau kamu pernah merasa jenuh?”
A
: “Kadang jujur iya, kejenuhan yang saya rasa kadang ketika semunya terasa datar aja, tidak ada perubahan, Cuma sekedar aja. kayak gini deh mba misalnya saya kenal sama si A saya malas buat kenal sama si B jadi akhirnya jenuh karna awalnya saya banyak tau, banyak dapat, banyak baca tapi saya tidak praktekkan ya bicara soal kenyamanan lha mba jadi jenuh deh”
E
: “Trus kamu ngatasinya sendiri gimana?”
A
:“Sharing ama mentor dan saya mendapat pendapat baru karna awalnya saya merasa benar sendiri jadi saya dirubah lagi pola pikirnya dan saya didoakan deh”
E
: “Faktor penghambat kamu sendiri apa ?”
A
: “Hem kalo saya sih mba kadang saya merasa faktor yang menghambat saya ya kadang saya merasa berbeda dari yang lain,misalnya keluarga saya tidak datang kog keluarga saya tidak datang. Disini juga kadang mentor merasa dibedakan sama mentor saya”
E
: “Dibedakan dari segi apa?”
A
: “Ya saya sering merasa benar sendiri dari setiap yang saya lakukan.
E
: “Trus gimana tanggapan dari mentor?
A
: “Ya mereka senang kalo saya mau cerita dan mereka kasi tau kalo semua disini sama saja dan harus belajar untuk jangan pernah berpikir bahwa kita sendiri merasa benar”
E
:”Pernah ga bentrok sama teman?”
A
:”Pernah mba ya karna disini kan kami berasal dari latar belakang yang berbeda dari umur dan pergaulan yang berbeda”
E
: “Bisa ceritain ga?”
A
: “Ya disini kan ada beberapa anak yang senang balap mobil, kalo saya kan senang basket, kami merasa kegemaran kami masing-masing lha yang lebih baik awalnya sih belum cekcok tapi lama-lama kami akhirya berantem juga karna sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Tapi akhirnya kami panggil mentor dan dikasi tau kalo disini kita perlu bergaul, perlu pengalaman untuk kenal teman kita supaya menjadi lebih baik”
E
:”Merasa ada ga perbedaan dari suku selama disini?”
A
:“Bener..bener mba, awalnya sih aneh aja kadang kog si A begini kog si B begini tapi bukan jadi suatu yang terlalu masalah karna disini juga kita dikasi pengertian kalau setiap sukukita ini berbeda”
E
: “Kalo dari pendidikan cara pandangnya gimana?”
A
: “Kadang ya menurut saya S1 itu merasa pinter dan paling bisa”
E
: “Faktor pendukungnya menurut kamu?”
A
: “Penerimaan, waktu saya datang saya merasa saya perlu ditolong, jadi saya merasa waktu saya datang saya cerita saya merasa punya tapakan baru buat malangkah”
E
: “Kalo boleh tau sejak berapa tahun kamu pake NAPZA?
A
: 5 tahun
E
: “Apa yang melatar belakangi kamu pake?”
A
: “Pergaulan mba…trus bokap saya seorang pelaut dan dia sering pergi jadi saya tidak dapat figur seorang ayah”
E
:” Pergaulan yang gimana?”
A
: “Saya suka mba nongkrong ma teman-teman ya ngerokok, eh…ujungujungnya make NAPZA”
E
: “Harapan kamu disini gimana?”
A
: “Bisa sukses , bisa tetap berjalan bersama Tuhan, bisa menyenangkan orang tua”
E
:”Oke deh… makasi banget yah buat waktunya dan uda mau cerita-cerita sama aku. Nanti kalau ada yang kurang aku kesini lagi bolehkan ?”
A
:”Ya sama-sama. Nggak apa-apa datang aja. Aku senang kok bisa ceritacerita”