INDEPENDENSI DAN TUNTUTAN TRANSFORMASI BANK INDONESIA1 Oleh: DR. Romeo Rissal
I PENDAHULUAN
S
ungguh bagaikan suatu cerita misteri rasanya bila kita mengikuti berita tentang Bank Indonesia akhir-akhir ini. Tidak kalah kadar misterinya adalah berita tentang Gubernur Bank Indonesia dalam beberapa bulan belakangan ini. Kadang ia lebih menarik daripada episode suatu sinetron tayangan prime time. Kadang tidak kalah menegangkan dibanding intrik-intrik telenovela. Dari hari ke hari muncul atau dimunculkan episode berbeda. Bagaikan karya dari seorang sutradara besar, plot ceritanya menegangkan dan pentokohannya sangat kuat. Kekuatan pentokohannya tidak kalah dengan karya-karya besar layar lebar oleh almarhum Arifin C. Noor atau Teguh Karya. Tapi karya besar yang bisa diberi judul “Misteri Perburuan” ini menjadi lebih menarik karena memasukkan unsur lenong Betawi. Penonton bisa melibatkan diri kedalam plot cerita. Kadangkala tidak jelas lagi mana yang penonton dan mana yang pemain. Pemeran utama juga sering muncul seolah penonton. Dan penonton atau pengamat bisa ikut menjadi sutradara. Tak ubahnya suatu misteri.
U
ntuk memahami pentingnya independensi Bank Indonesia, kita perlu menguaknya bagaikan suatu misteri. Tidak cukup hanya dengan membaca UU yang berlaku, atau berdialog tentang peran dan tugas BI secara ilmiah. Sekarang kondisinya sangat membingungkan. Orang-orang yang dengan suara lantang menkhotbah-kan pentingya penegakan supremasi hukum, malah ngotot ingin mengganti Gubernur BI seolah tidak peduli dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Mereka yang ingin BI independen dari pengaruh pemerintah atau partai malah menuntut Gubernur BI mundur tanpa alasan yang jelas. Menuntut Gubernur BI mundur tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku bukan hanya berarti membuat BI tidak independen, tapi membuat BI bisa didikte pihak tertentu. Menjadikan BI alat kekuasaan. Sapi perah seperti terjadi menjelang akhir Orde Baru. Dan ini jauh lebih buruk dari pada kondisi Orde Baru.
L
alu……. mengapa begitu banyak pihak yang berkomentar seolah banyak yang memburu jabatan Gubernur BI? Apakah memang ada perburuan? Tatkala mereka menuntut Gubernur BI mundur, apakah mereka berpikir untuk kepentingan tatanan ekonomi atau negara? Atau kepentingan tertentu di pemerintahan, partai atau keuntungan kelompok tertentu? Ataukah mungkin ada kepentingan pribadi ? Mengapa banyak yang berkomentar bahwa BI tidak melakukan perubahan ? Benarkah Bank Indonesia tidak melakukan perubahan dibawah kepemimpinan Dewan Gubernur yang sekarang? Apakah hubungan semua ini dengan independensi Bank Sentral? Inilah beberapa pertanyaan yang akan kita bahas berikut ini.
1
Makalah ini dipresentasikan pada seminar sehari pada tanggal 21 Maret 2000 di Hotel Tiara, Medan. Penulis adalah Deputi Direktur bidang Perencanaan Organisasi dan SDM, Bank Indonesia
2
II ADAKAH PERBURUAN ITU ?
S
orotan, kritikan dan hujatan tajam terhadap Bank Indonesia muncul bagaikan api nan tak kunjung padam. Semuanya tampil secara sistematis dan berkesinambungan. Bahkan ada media yang seolah menspesialisasikan diri untuk berita miring tentang BI. Berita miringnya bergelombang bagaikan serangan udara terhadap sasaran logistik strategis. Kadang ia bagaikan perang di per-batasan. Tembakan-tembakan kecil dan sedang kedengaran beruntun sebagai pertanda serangan belum berhenti. Sesekali menghempas bom-bom besar yang membuat orang terperanjat dan tersentak, terpacu emosinya untuk kembali menggugat.
T
api bagi Bank Indonesia semua ini diterima sebagai bagian yang tak terpisahkan dari suatu proses transisi, suatu proses perubahan (kecuali bila berbentuk fitnah, harus diproses secara hukum karena agama mewajibkan kita sebagai umat beragama untuk tidak membiarkannya). Perubahan dari kultur masa lalu ke kultur reformasi. Disamping itu, segala macam pendapat dan informasi tentang Bank Indonesia, dijadikan sebagai bahan masukan yang sangat berharga oleh Tim Transformasi Bank Indonesia dalam merancang dan melaksanakan program perubahan.
N
amun untuk memahami segala macam pendapat, sorotan, hujatan serta selentingan termasuk tuntutan mundur terhadap Gubernur, saya melakukan analisis secara pribadi tentang mengapa seolah ada perburuan terhadap jabatan Gubernur BI dan apa hubungannya dengan independensi Bank Indonesia. Apa tuntutan masyarakat sebetulnya? Bagi sebagian orang tuntutan mundur terhadap BI tanpa melalui prosess yang telah diatur UU tidak ada hubungannya dengan independensi BI. Saya berpendapat bahwa sangat erat hubungannya. Berikut sekilas analisis terhadap independensi BI ditinjau dari pentingnya supremasi hukum untuk proses penggantian Gubernur, serta pemahaman saya terhadap tuntutan masyarakat yang sebenarnya.
III TUNTUTAN MASYARAKAT TERHADAP BI
M
engkaji sejarah tuntutan masyarakat terhadap BI dan lika-liku jabatan Gubernur BI dari awal pertama pribumi Indonesia menjadi Gubernur tahun 1953, tidak ubahnya bagaikan melakukan pekerjaan arkeolog. Apalagi kalau kita ingin memahami mengapa jabatan Gubernur selalu diburu dan pemburunya beragam pula. Potongan-potongan ceritanya harus dikumpulkan dan dianalisis. Kadangkala sepotong relik bisa bercerita banyak. Sebuah artifac mengandung nilai sejarah penting. Ketika seseorang ngotot menuntut Gubernur BI harus mundur tanpa mengemukakan alasannya dan mengesampingkan supremasi hukum yang ia agungkan sendiri, kita harus mencermatinya sebagai suatu artifac. Selalu ada ceritanya dibalik artifac itu. Kita harus bertanya mengapa.Tapi tentunya kita tidak perlu melakukan “excavation” persis seperti lazimnya seorang arkeolog menemukan suatu misteri sejarah.
3
P
erburuan jabatan Gubernur BI tidak selalu dilakukan secara terbuka dan vulgar. Tetapi dari fakta sejarah, bila dicermati, berbagai upaya perburuan akan selalu bisa terbaca. Di zaman adat-istiadat masih relatif kuat, unggah-ungguh masih merupakan bagian kuat dari budaya, rasa penting untuk menghargai orang lain masih ada dalam nurani banyak orang, si pemburu bergaya “silent player”. Mereka tidak ingin orang lain tahu bahwa mereka ingin menguasai jabatan Gubernur. “Tidak jarang mereka menyelusupkan orang tertentu untuk masuk ke Bank Indonesia” jelas Durmawel Achmad, mantan anggota direksi BI di tahun 1970an dalam suatu kesempatan bincang-bincang tentang masa lalu BI.
S
GUBERNUR BANK SENTRAL Bank sentral adalah suatu lembaga yang cukup unik kedudukan, peran dan pola manajemennya dibanding lembaga lain dalam tatanan lembaga negara dan lembaga tinggi negara. Dalam mengeluarkan peraturan, kedudukannya sejajar dengan pemerintah. Perannyapun cukup unik. Bank Sentral memiliki “complimentary role” terhadap peran fiskal pemerintah. Tetapi kedua belah pihak tidak boleh saling mempengaruhi. Dari analisis saya terhadap 5 Gubernur BI dalam kurun waktu hampir 20 tahun serta kajian terhadap Bank Sentral negara lain, selain persyaratan umum, Gubernur Bank Sentral harus memenuhi minimum 3 persyaratan khusus. Pertama, Gubernur harus memiliki keahlian di bidang Moneter. Perumusan arah kebijakan moneter dan perbankan harus didukung kajian ilmiah. Penguasaan teori ekonomi makro mutlak diperlukan. Kedua, Gubernur Bank Sentral harus memiliki kemampuan manajemen. Berbeda dengan seorang Menteri, Gubernur Bank Sentral berperan juga bagaikan seorang President Director sebuah perusahaan komersil. Ia harus mensingkronkan fungsi-fungsi organisasi, tidak ubahnya seperti sebuah perusahaan, untuk mencapai sasaran organisasi. Proses “planning, actuating, and controlling” Bank Sentral mirip dengan perusahaan komersil. Ketiga, integritas yang tinggi. Benar bahwa untuk menjadi pejabat, integritas mutlak diperlukan. Tapi bagi Gubernur Bank Sentral, pengertian integritas ini lebih mendasar. Ia harus apolitical, tidak mengasosiasikan diri dengan kekuatan politik manapun. Ia juga orang yang memimpin dengan hati nurani karena bila ada niatnya untuk menguntungkan kelompok tertentu atau diri sendiri, taruhannya adalah ekonomi negara secara keseluruhan.
ejarah membuktikan, perburuan jabatan Gubernur BI sering terjadi. Bahwa adanya pemanfaatan Gubernur BI untuk kepentingan tertentu juga banyak diungkap media massa Perburuan bisa dipahami bila kita mempelajari konteks dan proses pergantian Gubernur itu sendiri. Kita harus menganalisis mengapa ada kelompok yang ngotot agar Gubernur harus diganti. Bersikukuh agar Gubernur BI harus mundur. sebelum Orde Baru, perburuan Gubernur BI berkaitan dengan kepentingan partai. Selama Orde Baru pemburunya adalah pemerintah sendiri. Karena pemerintah identik dengan partai, tidak tertutup kemungkinan juga kepentingan partai ada di sana. Belakangan ditenggarai bahkan malah ada kepentingan Presiden itu sendiri. Di era milinium ini (Reformasi) kelihatannya tradisi perburuan masih jalan. UU yang telah mengatur keberadaan BI pun seolah tak perlu diindahkan.Dan kelihatannya bukanlah keinginan mayoritas masya-rakat. Akankah DPR membiarkan perburuan kelompok tertentu ini untuk menduduki Gubernur BI seperti tahun 1960an?.
S
L B
alu bila tuntutan mundur terhadap Gubernur BI bukanlah merupakan keinginan masyarakat pada umumnya, apa tuntutan masyarakat yang sebenarnya? ila semua pendapat, kritikan, sorotan, dan hujatan terhadap BI serta tuntutan agar Gubernur BI mundur dicermati dengan hati yang lapang, nurani yang bersih dan
4
didasari oleh jiwa reformasi, serta dengan mencermati pendapat-pendapat para wakil rakyat di DPR, hemat saya yang dituntut oleh masyarakat minimum dua hal penting sbb. Pertama, agar uang rakyat khususnya BLBI dipertanggung-jawabkan. Untuk ini tentunya proses hukum akan memilah pertanggungjawaban tersebut baik dari segi periode kepemimpinan, maupun dari segi penaggungjawab yaitu, antara 1) pemerintah, 2) Bank Indonesia dan 3) bank-bank penerima BLBI. Uang BLBI yang jumlahnya begitu besar, perlu pemilahan mana yang harus dipertanggung-jawabkan oleh pemerintah, Direksi BI periode Dr.Adrianus Mooy, periode Dr. Sudrajad Djiwandono dan Dewan Gubernur pimpinan Dr. Syahril Sabirin. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tuntutan terhadap para pemilik dan pimpinan bank penerima BLBI untuk mempertanggungjawabkan BLBI yang mereka terima. Apakah mereka salurkan sesuai tujuannya atau untuk kepentingan diri sendiri. Proses hukum akan membuktikan. Kedua, secara keseluruhan dan sementara menunggu pembuktian melalui proses hukum terhadap warisan permasalahan yang dihadapi BI saat ini , masyarakat kelihatannya menuntut bahwa harus ada perubahan di Bank Indonesia. Masyarakat tidak mau menerima bila Bank Indonesia di “manage” seperti masa lalu. Masyarakat menuntut agar Bank Indonesia lebih transparan. Dan berbagai tuntutan masyarakat agar Bank Indonesia dikelola secara lebih profesional sesuai dengan UU no 23, 1999. Sehubungan dengan itu, berikut saya ingin menjelaskan secara ringkas program perubahan yang sedang dilakukan BI di bawah Dewan Gubernur duet pimpinan Dr.Syahril Sabirin. Dan Prof. Dr. Anwar Nasution.
IV PROGRAM TRANSFORMASI BANK INDONESIA
S
ejak awal masa baktinya sejak 1998, Dewan Gubernur yang sekarang sangat serius untuk melakukan perubahan. Perubahan yang terencana dan terprogram. Pada awalnya, perubahan yang dilakukan adalah untuk mengantisipasi implikasi dari UU no 23, 17 Mei 1999 dimana BI dinyatakan independen. BI perlu melakukan “refocus” terhadap sasaran dan fungsi-fungsi tertentu, meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kualitas SDM. Kemudian dengan adanya Letter of Intent dengan IMF, upaya penyempurnaan BI secara internal semakin menjadi forkus perhatian Dewan Gubernur.
P
enyempurnaan pokok yang dilakukan sejak awal kepemimpinan Dewan Gubernur yang sekarang mencakup empat besaran yaitu 1) Penyempurnaan organisasi dan sistem 2) Penyempurnaan kebijakan dan ketentuan 3) Pembenahan SDM dan 4) peningkatan upaya komunikasi eksternal.
5
(1) Penyempurnaan Organisasi
M
enjelang akhir 1998, Dewan Gubernur mempersiapkan Tim Reorganisasi Bank Indonesia. Tugas khususnya adalah mengkaji, merancang dan melaksanakan program penyempurnaan organisasi, sistem dan SDM guna mengantisipasi diberlakukannya UU 23 pada tahun 1999. Hasil kerja Tim tersebut selama tahun 1999 adalah: Meningkatkan efisiensi (stream-lining) fungsi manajemen intern, melalui perubahan yang struktural. Pengga-bungan urusan (Direktorat) yang dinilai harus lebih efisien. Misalnya 2 urusan yang cukup besar yaitu Urusan Logistik dan Urusan Komunikasi dan Pengamanan digabung menjadi satu urusan yaitu Urusan Logistik dan Pengamanan .Disamping itu dilakukan juga penggabungan dan streamlining 2 urusan yang cukup besar yaitu Urusan Perencanaan Organisasi dengan Urusan Sumber Daya Manusia. Me”revitalize” beberapa fungsi manajemen intern yang sebelumnya hanya merupakan subfungsi yaitu 1) teknologi informasi, 2) perencanaan, pengelolaan serta kontrol keuangan, 3) perencanaan (corporate planning) dan kehumasan. Mengefisienkan proses kerja di bidang manajemen intern, khusunya bidang-bidang pelayanan Melakukan kajian keberadaan Kantor BI (KBI)di daerah. Dengan mengantisipasi UU no 23 dimana tugas pokok BI lebih fokus pada penanganan inflasi, keberadaan KBI telah dikaji ulang. Kajian Tim Reorganisasi merekomendasikan untuk menutup beberapa KBI yang dinilai (1) sangat kecil kontribusi inflasinya secara nasional, yaitu dengan indeks dibawah 2 %, (2) tugas perbankan-nya akan lefih efisien bila diambil alih oleh KBI terdekat dan (3) tugas sistem pembayaran di wi-layah kerja KBI dimaksud dapat di koordinasikian oleh KBI terdekat. Untuk tahap pertama telah diputuskan untuk menutup 5 KBI yaitu Dili, Sampit, Tegal, Padang Sidempuan dan Pematang Siantar. Tahap kedua sedang dalam pengkajian di lapangan. Mengatur kembali bidang perbankan. Bidang perbankan, sebagaimana diketahui, sangat banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Bidang ini direog secara total pada tahun 1999.
M
enjelang akhir tahun 1999, Tim Reorganisasi melakukan evaluasi hasil yang telah dicapai selama tahun 1999 serta menkaji peru-bahan strategis yang harus dilakukan untuk 5 tahun yang akan datang. Dalam Rapat Dewan Gubernur tanggal 38 dan 31 Desember 1999, diputuskan bahwa Tim Reorganisasi dipimpin lang-sung oleh Gubernur (Dr. Syahril Syabirin) dan Deputi Gubernur Senior (Prof. Dr. Anwar Nasution). Maka lahirlah Program Transformasi Bank Indonesia yang merupakan program perubahan struktural (structural change program) yang akan dilaksanakan selama 3 s.d. 4 tahun. Program ini mencakup: (1) Memantapkan visi Bank Indonesia sesuai UU No 23 1999 (2) Mekaji kembali strategi organisasi untuk mengimpli-mentasi UU no 23 1999 yang mencakup:
6
(3) (4) (5) (6) (7) (8)
D
Manajemen moneter dalam rangka “inflation targeting” Pengawasan bank untuk tahun 2001 dan seterusnya Sistem pembayaran dan peng-gunaan sistem dan teknologi modern Internal management system Merancang struktur organisasi yang menunjang strategi Menyempurnakan pola penanganan Sumber Daya Manusia (SDM)
isamping itu Tim juga bertugas untuk menyelesaikan warisan permasalahan masa lalu seperti BLBI, butir-butir Letter of Intent dan temuan-temuan BPK.
(2) Penyempurnaan kebijakan dan Ketentuan
S
ejak diundangkannya UU No 23 tanggal 17 Mei 1999, Dewan Gubernur telah membentuk Komite Implementasi UU. Komite ini telah bekerja secara maraton dengan bekerjasama dengan semua unit kerja terkait dalam menyempurnakan ketentuan baik untuk keperluan internal maupun ekstenal.
(3) Pembenahan SDM
D
ewan Gubernur mempunyai program dan komit dengan pembenahan SDM Bank Indonesia. Sasarannya adalah membangun SDM yang profesional sehingga BI memiliki kredibilitas di mata para stakeholders. Dalam retorika keseharian kita, banyak versi tentang pengertian profesionalisme. Namun di BI, seseorang dikatakan profesional bila ia memiliki minimum dua persyaratan yaitu ia memiliki 1) kemampuan (competency) dalam bidang profesinya dan 2) memiliki integritas, yang tumbuh dan diamalkan dalam menjalankan tugasnya.
D
Sehubungan dengan itu, Dewan Gubernur Bank Indonesia juga meningkatkan profesionalisme SDM (Kompetensi dan integritas) melalui dua upaya sbb:.
1) Melakukan kegiatan “fit and proper” secara internal di Bank Indonesia Sebetulnya, sejak tahun 1975 seleksi calon pegawai BI (termasuk pengawas bank) telah dilakukan secara terprogram dengan proses dan kompetisinya sangat ketat. Yaitu melalui Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM). Proses seleksi dimulai dengan psikotes, tes pengetahun umum, dan tes bidang keilmuan. Kemudian diikuti dengan wawancara, tes kesehatan dan screening. Calon pegawai muda (staf) dididik selama satu tahun yaitu pendidikan klasikal dan job training. Lalu ditempatkan sesuai bidangnya. Pola ini kemudian banyak diikuti oleh bank-bank komersil. Proses yang mirip juga dilakukan setiap seorang pegawai akan naik golongan jabatan. Misalnya dari Pengawas Bank Yunior ke Pengawas Bank, ke Pengawas Bank Senior, ke Pengawas Bank Eksekutif dan seterusnya. Jadi dengan demikian, sebelum mengadakan Fit and Proper Test terhadap pemilik dan pengurus bank, BI sudah meningkatkan sistem dan proses pemilihan pejabat
7
bukan hanya lebih ketat, tetapi lebih kompetitif dan lebih demokratis. Prosesnya 1 adalah sbb.: Pertama, Direktorat SDM mengumumkan lowongan jabatan untuk 6 bulan yang akan datang. Diumumkan melalui homepage Direktorat SDM lengkap dengan Uraian dan Persyaratan Jabatan. Semua pegawai yang memenuhi syarat boleh melamar sesuai dengan minatnya. Kedua, semua pelamar akan mengikuti ujian tertulis yang dilaksanakan oleh pihak III. Ketiga, bagi peserta yang lulus, akan diikutkan wawancara. Tim pewawancara terdiri dari 3 orang yaitu 2 orang pewawancara yang disertifikasi oleh pihak III dan satu orang pimpinan unit dimana jabatan yang dilamar calon berada. Keempat, bagi yang lulus wawancara akan dikutkan pendidikan karir. Kelima, peserta yang lulus pendidikan karir akan ditempatkan pada jabatan sesuai minatnya. Kelima langkah seleksi calon pejabat Bank Indonesia di atas, walaupun tidak dinamakan Fit and Proper Test, sebetulnya tidak kalah selektifnya dibanding Fit and Proper Test untuk pengurus dan pemilik bank.
(4) Peningkatan upaya komunikasi eksternal. Kita menyadari bahwa sejalan dengan spirit alam reformasi, transparansi menjadi salah satu aspek penting khususnya bagi lembaga-lembaga kepemerintahan. Dalam rangka inilah sejak dua tahun lalu BI telah mempersiapkan satu unit yaitu Biro Gubernur dengan tugas khusus untuk 1)perencanaan (corporate planning) dan 2) kehumasan. Tim dari Biro Gubernur selalu ikut dalam Rapat Dewan Gubernur dan dengan demikian mereka mengetahui dan memahami semua kebijakan yang dibuat oleh Dwewan Gubernur. Sejak adanya unit ini, hubungan dengan wartawan, pihak ketiga yang membutuhkan informasi telah telaksana secara lebih baik. Homepage Bank Indonesia yang dikelola oleh Biro Gubernur telah banyak dijadikan sumber informasi baik pihak-pihak yang memerlukan di dalam negeri maupun pihak asing. Demikian analisis saya tentang permasalahan independensi Bank Indonesia, serta sekelumit cerita tentang program perubahan Bank Indonesia. Harapan saya adalah agar program perubahan ini bisa berjalan secara lebih baik, hendaknya masyarakat jangan berhenti memberikan masukan, kritikan dan saran untuk Bank Indonesia.
Jakarta, 20 Maret 2000
1
Seperti tertuang dalam Peraturan Dewan Gubernur no1/5/PDG/1999