Kandungan Proksimat, Tanin, dan Asam Amino Biji Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Yang Mendapat Cekaman Kromium (Proximate Contents, Tannin, and Amino Acid in Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) under Chromium Stress)
Oleh
Deasya Kumalawati Ariyono NIM: 412011007
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Biologi, Fakultas Biologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Biologi)
Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015 0
0
0
0
ABSTRAK Sorghum seeds which are in the same family as wheat and paddy, have a potential to substitute corn and rice. According to U.S Environmental Protection Agency, sorghum has a capability to absorb large amount of metals. One of those heavy metals is Chromium. Chrome species that can be absorbed by the plant is in a form of Cr (III) and Cr (IV). The purpose of this research was to know the proximate content, tannin, and amino acid in S. bicolor seeds that were grown in contaminated media by Cr (III) and Cr (IV). This research was carried out experimentally using factorial randomized designs. Cr species used were Cr (III) and Cr (IV). Cr concentration in growing media consists of 0 ppm (control), 500 ppm (CrCl3 and KCrSO4), and 5 ppm (Chromate and Dichromate). S. bicolor plants used 3 varieties Numbu, Keris M3, and Kawali. In this research Cr levels, tannin levels, proximate, and amino acid were analyzed. The data obtained was analyzed statistically using Anova. Tannin content analysis in Folin and Ciocalteu method between control 0 mg/L, Cr (III) 500 mg/L, and Cr (VI) 5 mg/L, showed a significant. However, there was no significant effect between sorghum seed varieties. The response of proximate content was shown by the decrease in each test except protein. Cr (III) 500 mg/L and Cr (VI) 5 mg/L treatment affected the concentration of amino acid in sorghum seeds, whereas the number of amino acid increased. The treatment analysis of Cr (III) 500 mg/L and Cr (VI) 5 mg/L in sorghum plant showed that the nutrition of sorghum seeds were affected. Giving treatment Cr(VI) 5 mg/L on sorghum plant make the nutrition of sorghum seed tend decrease. Cr(VI) 5 mg/L is more toxic than Cr(III) 500 mg/L. Key words: Chromium (Cr), Sorghum bicolor, proximate, tannin, amino acid. PENDAHULUAN Diversifikasi pangan non beras saat ini sedang digalakan di Indonesia guna memperluas daya hasil dan daya guna produk non beras. Salah satu produk non beras yang dapat dikembangkan adalah sorgum. Memang potensi sorgum di Indonesia cukup besar dan beragam varietas, namun dalam pengembangannya tergolong lambat. Banyak masalah yang dihadapi, termasuk aspek sosial, budaya, dan psikologis. Beras dianggap sebagai pangan bergengsi sedang sorgum dipandang sebelah mata karena dianggap pangan bermutu rendah, sehingga masyarakat enggan makan sorgum (Suarni dan Herman, 2013). Menurut Beti et al. (1990) biji sorgum adalah bahan pangan yang juga mengandung karbohidrat seperti beras, terigu dan jagung. Biji sorgum memiliki potensi untuk substitusi terigu dan beras karena masih satu famili dengan gandum dan padi, hanya berbeda subfamili, sehingga karakteristik tepungnya relatif lebih baik dibanding tepung umbi-umbian. Namun, biji sorgum mengandungan senyawa antinutrisi, terutama tannin yang cukup tinggi kurang lebih sekitar 2% sehingga menyebabkan rendahnya daya cerna protein sorgum dan rasa sepat saat dikonsumsi (Suarni dan Firmansyah 2005).
1
Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dibanding bahan pangan lainnya (Beti et al. 1990).
Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L). Moench) merupakan tanaman annual yang memiliki masa hidup 3-5 bulan. Tanaman ini tergolong monokotil C4 dengan morfologi tipe daun sejajar mirip tanaman jagung tetapi daun sorgum dilapisi oleh sejenis lilin yang agak tebal berwarna putih. Selain itu sorgum dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut (dpl). Memerlukan suhu lingkungan 23°-34° C tetapi suhu optimum berkisar antara 23° C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgum tidak terlalu peka terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5-7.5 (Okeno et al. 2012; Reddy et al. 2008; Sirappa 2003; Suarni 2004; Suprapto dan Mudjisihono 1987). Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat dan terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%). Ukuran bijinya kira-kira 4.0 x 2.5 x 3.5mm, dan berat biji 100 butir berkisar antara 8 mg sampai 50 mg dengan rata-rata 28mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu biji berukuran kecil dengan berat 8-10 mg, sedang dengan berat 12-24 mg, dan besar dengan berat 25-35 mg. Kulit biji sorgum ada yang berwarna putih, merah,atau coklat (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Sorgum mempunyai daerah adaptasi yang sangat luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Potensi area penanaman sorgum di Indonesia sebenarnya sangat luas. Daerah penghasil sorgum utama adalah di Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulonprogo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Tanaman sorgum biasanya diusahakan pada tanah yang kurang subur (Sirappa 2003). Berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency (USEPA atau EPA) sorgum memiliki kemampuan dalam mengambil sejumlah besar logam. Hal tersebut menyebabkan tanaman ini dijadikan sebagai tumbuhan akumulator logam (Nanda et al. 1995; Kabata dan Pendias, 2001). Meskipun dari segi budidaya tanaman sorgum termasuk mudah dalam penanganannya, namun lahan yang tercemar dapat membuat pertumbuhan dari sorgum
2
menurun sehingga kualitas dari bijinya pun ikut menurun. Menurut Alloway (2005) logam berat dalam tanah mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan. Logam berat merupakan salah satu faktor pencemaran tanah yang berbahaya. Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 5 g/cm3 (Sherene. 2010). Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Kromium (Cr) adalah salah satu logam berat yang sering digunakan dikalangan Industri. Logam berat ini biasanya digunakan oleh industri pelapisan logam, industri cat, penyamakan kulit, sintesis bahan kimia, zat warna tekstil dan pertanian (Saha et al. 2011). Krom merupakan logam berat yang bersifat tidak esensial atau toksik bagi makhluk hidup maupun lingkungan. Berdasarkan urutan toksistasnya dari rendah ke tinggi, Cr(III) trivalen dan Cr(VI) heksavalen merupakan dua valensi krom yang cenderung stabil dibandingkan dengan golongan Cr lainnya. Dalam jumlah kecil krom dibutuhkan oleh tubuh manusia, tetapi apabila dalam dosis tinggi krom sangat berbahaya karena sifatnya yang toksik. Manusia dapat terpapar krom melelui pernafasan, makanan maupun minuman, bahkan melalui kulit apabila terjadi kontak langsung dengan logam krom. Meskipun tingkat toksisitas Cr(III) tidak seperti Cr(IV), tetapi di alam sering terjadi perubahan Cr(III) menjadi Cr(VI) bila bertemu dengan oksidator yang sesuai. (Datta et al. 2011; Hawley et al. 2004; Shankar et al. 2005). Krom yang dapat diserap oleh tanaman adalah dalam bentuk Cr(III) dan Cr(IV), tetapi Cr(VI) lebih banyak diserap dari pada Cr(III). Hal tersebut karena mekanisme masuknya Cr (III) dan Cr(VI) ke dalam sel tanaman berbeda jalur. Cr(III) diserap oleh tanaman melalui jalur apoplas sedangkan Cr(VI) melalui jalur simplas. Toksisitas kromium dapat menghambat pertumbuhan pada tanaman. Pengaruh Cr(VI) terhadap beberapa tanaman telah diteliti misalnya terhadap tanaman kacang hijau (Turner dan Rust 1971) dan salada dan gandum (Adema and Henzen 1989). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Cr(VI) pada konsentrasi tertentu mempengaruhi pertumbuhan akar, daun, dan biji.
Gambar 1. Mekanisme masuknya Cr(III) dan Cr(VI) ke dalam tanaman (Anonim. 2014). Kromium yang masuk ke dalam jaringan tumbuhan dapat terdistribusi ke organisme lain melalui siklus rantai makanan (Alloway 1990). Penanaman tanaman sorgum 3
dilahan yang tercemar dapat menjadi penyebab terdistribusinya krom dari tanah ke tumbuhan dan organisme lainnya. Toksisitas Cr(III) dalam pangan memang masih toleran dalam jumlah tertentu, namun kandungan Cr(VI) dalam bahan pangan sangat berbahaya. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa nilai ambang batas maksimum kadar logam Cr adalah 0,05 mg/L, sedangkan peraturan WHO/FAO menyatakan nilai ambang batas maksimum logam Cr yang dalam makanan adalah 0,1 mg/L (Handayani et al. 2014). Biji sorgum digunakan dalam penelitian ini karena tanaman sorgum banyak dibudidayakan di Indonesia dan biji ini merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki potensi cukup besar sebagai pengganti beras. Maka dari itu perlu dilakukannya analisis proksimat agar dapat mengetahui pengaruh Cr terhadap nilai kandungan makronutrien pada biji sorgum. Cekaman Cr tentunya juga akan berpengaruh pada kandungan tanin, dimana peranan tanin pada tumbuhan adalah sebagai antioksidan. Semakin tinggi kandungan tanin pada biji sorgum dapat membuat kualitasnya semakin turun (Schons et al. 2012). Selain itu, sifat toksisitas Cr yang merusak asam amino dapat menyebabkan terganggunya proses pertumbuhan pada tanaman dan berakibat pada kandungan gizi biji sorgum. Hal ini dapat terjadi karena asam amino memiliki peran yang sangat penting, seperti sintesis protein, pembentukan hormon, maupun antioksidan. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Cr(III) dan Cr(VI) terhadap kandungan proksimat, tanin, dan asam amino pada biji S. bicolor. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak faktorial. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji S. bicolor dengan 3 varietas yaitu, Numbu, Keris M3 dan Kawali. Biji sorgum didapat dari hasil panen tanaman sorgum yang telah ditumbuhkan selama 3 bulan dalam media yang tercemar Cr (spesies Cr (III) dan Cr (VI)). Setiap perlakuan terdapat 3 ulangan. Sebelum dilakukan penanaman, pada media tanam diberi seri konsentrasi Cr yang terdiri dari 0 ppm untuk kontrol, 500 ppm untuk CrCl3 dan KCrSO4, serta 5 ppm untuk Kromat dan Dikromat. Setelah panen, biji S. bicolor di analisis. Analisis Kadar Cr total Biji S. bicolor yang baru dipanen langsung dibersihkan dari media tanam menggunakan akuades. Biji lalu ditimbang beratnya (berat basah) kemudian dimasukkan ke dalam oven (Memmert) dengan suhu 80°C selama 2 hari untuk proses pengeringan. Setelah dikeringkan, sampel diukur kembali beratnya (berat kering) menggunakan timbangan analitik (Shimadzu model TX323L). Tahap selanjutnya adalah destruksi organ pada tanaman S. bicolor. Destruksi dilakukan dengan cara menghaluskan organ tanaman yang telah dikeringkan menggunakan blender. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang
4
sebanyak 0,1 gram lalu diabukan dengan suhu 500°C selama 5 jam. Ditambahkan 5 ml campuran 2M HCl dan 1M HNO3 pada hasil pengabuan, lalu disaring menggunakan kertas saring. Penentuan Cr total dilakukan menggunakan AAS. Prinsip kerja AAS adalah terjadinya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Atom menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu yang mempunyai energi untuk mengubah tingkat elektron suatu atom. Analisis Kadar Tannin (Folin and Ciocalteu) Kadar tanin ditentukan dengan metode Folin dan Ciocalteu. Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru dari fosfomolibdat-fosfotungstat yang direduksi senyawa fenolik dalam suasana basa yang dapat diukur secara spektrofotometri. Sebanyak 0,5 gram biji sorgum yang telah dihaluskan diekstrak dengan menggunakan 50 ml HCl 1% dalam methanol. 0,1 ml ekstrak biji sorgum ditambahkan 7,5 ml akuades dan 0,5 ml reagen Folin Phenol, 1 ml larutan sodium karbonat 35% dan diencerkan menjadi 10 ml dengan akuades. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan cara menggojak, lalu didiamkan selama 30 menit dengan suhu ruang. Selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer dengan absorbansi 725 nm. Blanko menggunakan air sebagai ganti sampel. Sebagai standar digunakan asam tanat dengan tingkatan konsentrasi dari 0,01 hingga 0,09 mg/ml (Tamilselvi et al. 2012). Analisis Kadar Proksimat Air (AOAC 2005) Kadar air ditentukan dengan metode pengeringan. Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam biji srgum dengan pemanasan menggunakan oven. Cawan porselin dikeringkan dahulu didalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (massa I). Selanjutnya biji S. bicolor yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,5 gram (massa II) dan dimasukkan dalam cawan. Cawan beserta sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang (massa III). Perhitungan: Kadar air (%bb) =
massa II−(massa III−massa I) massa II
x 100
kadar air (%bb)
Kadar air (%bk) = 100−kadar air (%bb) x 100
Keterangan: bb = basis basah bk = basis kering Abu (AOAC 2005)
5
Kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Prinsip keranya adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan pada zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut. Cawan porselin (massa I) dan biji S. bicolor 0,5 gram (massa II) dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit kemudian di furnace dengan suhu 550⁰C selama 5 jam. Lalu sampel dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit. Setelah itu, di oven dengan suhu 105⁰C selama 90 menit, lalu dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit, kemudian timbang sampel (massa III). Perhitungan: (massa III−massa I) massa II
x 100
Kadar abu (%bb)
=
Kadar abu (%bk)
= 100−kadar abu (%bb) x 100
kadar abu (%bb)
Keterangan: bb = basis basah bk = basis kering Lemak (AOAC 2005) Penentuan kadar lemak dilakukan menggunakan metode soxhlet. Prinsipnya adalah mengeluarkan lemak dari sampel biji sorgum dengan pelarut anhydrous. Sebanyak 2 gram biji S. bicolor dibungkus dengan kertas saring. Kertas saring berisi yang berisi sampel tersebut dikeringkan terlebih dahulu ke dalam oven bersuhu 105°C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam extraction chamber dengan sumbat kapas. Extraction chamber tersebut kemudian dihubungkan dengan kondensor dan labu didih. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam extraction chamber ±2 kali sirkulasi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan waterbath. Pelarut yang ada dalam labu didih didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu didih yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan: Kadar lemak
=
W1−W2 x 100% W
Keterangan: W = bobot sampel (gram) W1 = bobot labu + lemak (gram) W2 = bobot labu (gram) Protein (AOAC 2005) 6
Ekstraksi protein dilakukan dengan cara 0,5 gram biji S. bicolor ditimbang. 20 ml akuades dan 1 ml NaOH 1 M ditambahkan, lalu dipanaskan pada suhu 80°C selama 10 menit. Selanjutnya larutan di centrifuge selama 30 menit dan diambil supernatannya. Analisis protein menggunakan metode Biuret, yaitu dengan penggunaan reagen Biuret. Menurut Carprette (2005) prinsipnya adalah mengetahui protein berdasarkan reaksi antara ikatan peptida dengan Cu2+ membentuk kompleks warna. Apabila bahan memiliki lebih dari satu ikatan peptida maka menghasilkan warna violet pekat dan kualitas warna akan dapat ditera pada spektrofotometer. Pembuatan reagen dilakukan dengan 0,15 CuSO4.5H2O + 0,6 gram NakTatrat dalam labu ukur 50 ml. Kemudian larutan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, selanjutnya ditambah 30 ml NaOH 10% dan digenapkan dengan akuades. Pada pembuatan kurva standar digunakan BSA (Bovin Serum Albumin) dengan konsentrasi 10 mg/ml. Larutan protein tersebut disiapkan dengan cara meningkatkan konsentrasinya yaitu 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 10 mg/ml dalam 1 ml. Kemudian, pada setiap tabung reaksi ditambahkan 4 ml reagen Biuret dan dihomogenkan lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Absorbansi masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Pada pengukuran biji S. bicolor diambil bagian supernatant sebanyak 1 ml dan ditambah reagen biuret sebanyak 4 ml, setelah itu diinkubasi selama 30 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Karbohidrat Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference Kadar karbohidrat = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)
Analisis Kadar Asam Amino Sebanyak 60 mg biji S. bicolor yang telah dihaluskan, ditambah 4 ml HCl 6 N kemudian dipanaskan dengan suhu 110°C selama 24 jam. Selanjutnya dinetralkan (pH 7) dengan NaOH 6 N dan disaring dengan kertas saring Whatman 0,2 c. Kemudian 10 µl larutan sampel ditambah larutan PITC sebanyak 50 µl diaduk selama 5 menit. Selanjutnya, sebanyak 20 µl larutan dimasukkan ke injector HPLC. Identifikasi asam amino menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada kondisi fase diam kolom Vertex, Euroshper 100-5 C18 (150x4,6 mm) pada suhu ruang. Prinsip dasar dari HPLC adalah memisahkan komponen-komponen dalam sampel untuk selanjutnya diidentifikasi dan dihitung konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut. Sebagai fase gerak digunakan acetronitrile:pyridine: triethylamine:akuades (10:5:2:3). Kecepatan air yang digunakan 1 ml menit dan dideteksi menggunakan detector UV pada panjang gelombang 254 nm. 7
Analisis Statistik Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program IBM SPSS Statistic 22 for Windows dan Microsoft Excel. Data yang terdistribusi normal dan homogen dianalisis dengan Two-Way Anova dilanjutkan uji Tukey. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 1. Kadar Cr Hasil dari penelitian menunjukan adanya penurunan kualitas biji sorgum. Kandungan Cr total yang terdapat dalam biji sorgum perlakuan Cr(VI) 5 mg/L cenderung turun dibandingkan dengan perlakuan Cr(III) 500 mg/L. Pada perlakuan kontrol biji sorgum tidak terdeteksi adanya kandungan Cr baik pada varietas Numbu, Keris M3, maupun Kawali. Antar varietas tidak terdapat beda nyata maupun interaksi terhadap perlakuan yang diberikan. Kandungan Cr total tertinggi terdapat perlakuan kromat, sedangkan pada CrCl3 adalah yang terendah (tabel 3). Tabel 3. Kandungan Total Cr (µg/g Berat Kering Biji) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media tercemar Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Perlakuan (mg/L) Varietas Kontrol x̄ CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 Numbu TD 0,013 0,024 0,043 0,032 0,022(±0,005) Keris TD 0,011 0,004 0,036 0,034 0,017(±0,005) Kawali TD 0,012 0,017 0,034 0,032 0,019(±0,004) 0.012 0.015 0.037 0.032 x̄ TD ---(±0,003)b (±0,004)b (±0,005)a (±0,004)a Catatan: Data ditampilkan dalam purata kandungan total Cr (±SE), TD (tidak terdeteksi). Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum.
Gambar 2. Hasil panen biji sorgum antara kontrol dengan perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Dari segi biomassa, biji sorgum cenderung mengalami penurunan akibat pelakuan Cr(VI) yang diberikan dibandingkan dengan pemberian perlakuan pada Cr(III) 500 mg/L dan
8
kontrol 0 mg/L. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang menunjukkan adanya beda nyata antara kontrol 0 mg/L dan Cr(III) 500 mg/L dalam bentuk CrCl3 dan KCrSO4 terhadap Cr(VI) 5 mg/L dalam bentuk kromat (K2Cr2O7) dan dikromat (K2CrO4). Pada setiap varietas biji sorgum tidak menunjukan adanya interaksi, baik dari varietas Numbu, Keris M3, maupun Kawali. Biomassa kering biji sorgum tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan biomassa kering terendah terdapat pada perlakuan kromat (tabel 2 dan gambar 2). Tabel 2. Biomassa kering (g) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media tercemar Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Perlakuan (mg/L) Varietas x̄ Kontrol CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 Numbu 10,39 9,42 9,15 7,18 6,99 8,64(±0,44) Keris 10,09 8,71 9,19 5,42 5,50 7,78(±0,57) Kawali 10,99 8,97 9,12 6,67 7,20 8,59(±0,47) 10,49 9,03 9,15 6,42 6,57 x̄ ---(±0,29)a (±0,24)a (±0,38)a (±0,39)b (±0,51)b Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum. 2. Tanin Berdasarkan analisis tanin meggunakan metode Folin dan Ciocalteu, didapatkan hasil masing-masing perlakuan mengalami peningkatan yang berbeda nyata antara kontrol 0 mg/L terhadap Cr(III) 500 mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Pada perlakuan Cr(III) 500 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L juga terjadi peningkatan yang signifikan. Rata-rata peningkatan perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap Cr(III) 500 mg/L pada varietas Numbu dan Keris M3 adalah 1,01% sedangkan pada varietas Kawali adalah 0,43%. Rata-rata penigkatan pada perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L varietas Numbu, Keris M3 dan Kawali secara berututan adalah 2,70%, 2,96%, dan 2,59%. Disisilain peningkatan antara perlakuan Cr(III) 500 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L pada varietas Numbu adalah 1,69%, pada varietas Keris M3 adalah 1,95%, dan pada varietas Kawali adalah 2,17%. Antar varietas biji sorgum tidak terdapat peningkatan maupun penurunan yang signifikan terhadap perlakuan yang Cr yang diberikan (gambar 3).
9
Gambar 3. Kandungan tanin (%) pada biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a,b dan c menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan. 3. Proksimat Pada uji proksimat terdapat 5 uji, yaitu air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat. Uji kandungan air pada biji sorgum menunjukkan varietas kawali perlakuan kontrol adalah yang tertinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada varietas numbu yang diberi perlakukan kromat. Uji kandungan air juga menunjukan adanya penurunan yang signifikan antara perlakuan kontrol 0 mg/L dengan Cr(VI) 5 mg/L. Disisilain biji sorgum yang diberi perlakuan Cr(III) 500 mg/L spesies KCrSO4 tidak terdapat beda nyata dengan kontrol 0 mg/L, Cr(III) 500 mg/L spesies CrCl3 maupun Cr(VI) 5 mg/L. Namun pada perlakuan Cr(III) 500 mg/L spesies CrCl3 terdapat beda nyata dengan perlakuan Cr(VI) 5 mg/L. Pada varietas Kawali terdapat kandungan air yang signifikan lebih banyak dibanding dengan varietas numbu dan keris (tabel 4).
Tabel 4. Kandungan air (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Varietas Perlakuan (mg/L) x̄
10
Kontrol CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 Numbu 12,61 12,84 12,17 11,61 11,66 12,17(±0,15)y Keris 12,47 12,60 12,76 12,02 11,70 12,31(±0,15)y Kawali 13,97 13,01 13,01 12,28 12,65 12,99(±0,21)x 13,01 12,82 12,65 11,97 12,00 x̄ ---a a ab b (±0,26) (±0,17) (±0,16) (±0,16) (±0,28)b Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi x dan y menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) pada masing-masing varietas biji sorgum, sedangkan notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum. Pada uji kandungan abu biji sorgum perlakuan Cr(VI) 5 mg/L mengalami penurunan signifikan. Namun seluruh spesies Cr(III) 500 mg/L tidak ada beda signifikan baik terhadap kontrol 0 mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Pada masing-masing varietas tidak terdapat beda nyata dan tidak terdapat interaksi terhadap perlakuan yang diberikan. Kandungan abu tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan kandungan abu terendah terdapat pada perlakuan kromat (tabel 5). Tabel 5. Kandungan abu (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Perlakuan (mg/L) Varietas x̄ Kontrol CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 Numbu 1,35 1,26 1,13 1,08 1,12 1,19(±0,04) Keris 1,38 1,38 1,23 1,11 1,11 1,24(±0,05) Kawali 1,30 1,15 1,16 1,11 1,08 1,16(±0,04) 1,34 1,26 1,17 1,10 1,11 x̄ ---(±0,04)a (±0,06)ab (±0,04)ab (±0,05)b (±0,05)b Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum. Hasil dari uji kandungan lemak terdapat beda signifikan antara perlakuan kontrol 0 mg/L dengan Cr(VI) 5 mg/L. Cr(III) 500 mg/L menunjukkan adanya penurunan signifikan kandungan lemak pada Cr(VI) 5 mg/L. Begitu halnya dengan Cr(III) 500 mg/L yang juga terdapat beda nyata terhadap kontrol 0 mg/L. Pada varietas biji sorgum menunjukan adanya beda singnifikan pada varietas Keris M3 terhadap varietas Numbu dan Kawali. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada varietas keris perlakuan kontrol, sedangkan kandungan lemak terendah terdapat pada keris perlakuan dikromat (tabel 6). Tabel 6. Kandungan lemak (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Varietas Perlakuan (mg/L) x̄
11
Kontrol CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 2,43 1,52 0,98 0,77 0,81 Numbu 1,30(±0,17) (±0,14)ab (±0,09)bcde (±0,04)ed (±0,17)e (±0,18)e 3,29 1,95 1,52 0,78 0,58 Keris 1,63(±0,27) (±0,33)a (±0,05)bcd (±0,05)bcde (±0,21)e (±0,02)e 2,00 1,33 1,26 0,60 0,72 Kawali 1,18(±0,16) (±0,40)bc (±0,29)cde (±0,01)cde (±0,08)e (±0,05)e 2,58 1,60 1,25 0,72 0,70 x̄ ---(±0,25) (±0,13) (±0,11) (±0,09) (±0,08) Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a,b, dan c menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum. Berdasarkan uji biuret hasil menunjukkan bahwa kandungan protein antara perlakuan kontrol dan Cr(III) 500 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L baik kromat maupun dikromat cenderung meningkat. Selain itu antar varietas juga terdapat beda nyata terhadap perlakuan yang diberikan. Varietas Kawali memilik kandungan protein yang cenderung lebih tinggi dibanding dengan varietas Numbu. Kandungan protein tertinggi terdapat pada varietast kawali perlakuan dikromat, sedangkan kandungan protein terendah terdapat pada varietas numbu perlakuan CrCl3 (tabel 7). Tabel 7. Kandungan protein (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Perlakuan (mg/L) Sampel x̄ Kontrol KCrSO4 Kromat Dikromat CrCl3 500 0 500 5 5 Numbu 11,40 11,08 15,85 19,53 20,82 15,74(±1,70)b Keris 12,33 12,74 14,03 23,26 30,38 18,64(±2,06)ab Kawali 11,52 15,97 14,31 27,05 33,08 20,39(±2,27)a 11,76 13,27 14,73 23,28 28,24 x̄ ---(±0,56)b (±1,28)b (±1,98)b (±1,37)a (±2,20)a Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum. Berdasarkan analisis, kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada varietas numbu perlakuan CrCl3, sedangkan kandungan terendah terdapat pada varietas kawali perlakuan dikromat. Pada perlakuan Cr(VI) 5 mg/L terdapat penurunan kandungan karbohidrat yang signifikan dari perlakuan kontrol 0 mg/L maupun Cr(III) 500 mg/L. Disetiap varietas terdapat beda signifikan yaitu pada varietas Kawali yang cenderung turun dibandingkan dengan varietas Numbu. (tabel 8). Tabel 8. Kandungan karbohidrat (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. 12
Perlakuan (mg/L) Sampel Kontrol x̄ CrCl3 KCrSO4 Kromat Dikromat 0 500 500 5 5 Numbu 73,18 74,63 69,87 65,63 64,64 69,59(±1,86)a Keris 71,18 72,35 70,56 61,98 54,31 66,08(±1,98)ab Kawali 72,89 68,97 70,30 57,00 51,11 64,05(±2,36)b 72,42 71,98 70,24 61,53 56,69 x̄ ---(±1,65)a (±1,06)a (±2,04)a (±1,58)b (±2,37)b Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum. 4. Asam Amino Hasil dari analisis asam amino menggunakan HPLC pada biji sorgum yang diberi terdapat pengaruh pemberian perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap perlakuan Cr(III) 500 mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Hasil (gambar 4,5, dan 6) menunjukkan asam amino nomor 10 merupakan asam amino dengan konsentrasi paling tinggi dibanding dengan asam amino yang lain. Pemberian perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L membuat asam amino pada waktu retensi ke 5,39 menit meningkat. Begitu pula halnya dengan asam amino pada waktu retensi ke 3,48 dan 3,71 yang juga dapat dilihat mengalami peningkatan konsentrasi. Pada beberapa asam amino justru terjadi penurunan konsentrasi, contohnya pada asam amino dengan waktu retensi ke 29,63 dan 35,93. Selain itu juga terdapat jumlah asam amino yang berbeda antar perlakuan. Pada perlakuan kontrol 0 mg/L secara umum jumlah asam amino biji sorgum yang terdeteksi lebih sedikit dibanding dengan jumlah asam amino biji sorgum yang diberi perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Jumlah asam amino paling banyak terdapat pada biji sorgum varietas Numbu perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) 5 mg/L, sedangkan jumlah asam amino paling sedikit terdapat pada biji sorgum varietas k Keris M3 perlakuan Cr(III) 500 mg/L (lampiran).
13
6.E+07 6 5 5.E+07
Area (x107)
4.E+07 4 3 3.E+07
Kontrol Cr(III)
2.E+07 2
Cr(VI)
1.E+07 1
2.78 2.90 3.48 3.71 3.92 4.25 4.61 4.72 4.95 5.39 7.80 8.13 9.43 9.73 11.35 15.42 21.51 25.23 29.63 35.93
0 0.E+00
Retention Time (minute)
Gambar 4. Area asam amino pada biji sorgum varietas Numbu ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. 7.E+07 7 6.E+07 6
Area (x107)
5.E+07 5 4.E+07 4
Kontrol Cr(III)
3.E+07 3
Cr(VI) 2.E+07 2
0.E+00 0
2.78 2.90 3.48 3.71 3.92 4.25 4.61 4.72 4.95 5.39 7.80 8.13 9.43 9.73 11.35 15.42 21.51 25.23 29.63 35.93
1.E+07 1
Retention Time (minute)
Gambar 5. Area asam amino pada biji sorgum varietas Keris M3 ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.
14
7.E+07 7 6.E+07 6
Area (x107)
5.E+07 5 4.E+07 4 Kontrol 3.E+07 3
Cr(III) Cr(VI)
2.E+07 2 1.E+07 1
2.78 2.90 3.48 3.71 3.92 4.25 4.61 4.72 4.95 5.39 7.80 8.13 9.43 9.73 11.35 15.42 21.51 25.23 29.63 35.93
0 0.E+00
Retention Time (minute)
Gambar 6. Area asam amino pada biji sorgum varietas Kawali ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan Cr(VI) yang diberikan pada tiap varietas tanaman sorgum menyebabkan menurunnya biomassa kering biji sorgum. Penurunan biomassa pada Cr(VI) lebih drastis dari pada Cr(III) karena tingkat toksisitas yang berbeda, Cr(VI) lebih toksik daripada Cr(III) (Turner dan Rust 1971). Penurunan biomassa pada perlakuan Cr terjadi karena terhambatnya suplay nutrisi pada tanaman sorgum. Hal ini dapat terjadi karena menurut Shanker et al. (2005) adanya dampak Cr terhadap morfologi tanaman, yaitu penurunan panjang akar tanaman, tinggi tanaman, dan luas permukaan daun. Dampak dari hal ini adalah hambatan pada laju pertumbuhan yang pada akhirnya menghambat produktivitas tanaman dengan menurunnya kualitas biji. Salah satu hambatan pertumbuhan tanaman sorgum yang terjadi berdasarkan penelitian Anugrah (2014) adalah terhambatnya pemanjangan akar yang mengakibatkan terhambatnya penyerapan nutrien. Contoh nutrien yang terhambat penyerapannya oleh akar seperti H, N, Ca, K, P, Mg, Cu, Fe, B, Cl, dan Zn (Shanker et al. 2005). Hambatan petumbuhan dapat terjadi karena suplay bahan organik hasil dari fotosintesis berkurang akibat paparan logam berat yang menghambat beberapa reaksi fotosintesis. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Panda dan Choudury (2005) bahwa Cr dapat mengubah kloroplas dan membrane ultrastruktur tanaman. Cr yang terkandung pada biji sorgum baik pada perlakuan Cr(III) maupun Cr(VI), diduga karena terlalu besar konsentrasi Cr pada akar, sehingga tanaman sorgum 15
mendistribusikan Cr kebagian organ yang lain termasuk biji untuk menjaga metabolisme tanaman agar tidak terhambat dan tetap bisa survive dalam cekaman logam kromium (Liu et al. 2009). Pada perlakuan Cr(VI) kandungan total Cr dalam biji sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Cr(III), hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mekanisme penyerapan kedua spesies Cr ini ke dalam tanamanan. Penyerapan Cr(III) ke dalam tanaman dilakukan secara pasif melalui jalur apoplas. Mekanisme yang terjadi pada jalur apoplas yaitu dengan pertukaran kation pada bagian mati akar seperti dinding sel maupun ruang antar sel secara difusi. Namun transportasi melalui jalur apoplas tidak dapat terjadi ketika melewati endodermis, hal ini karena lapisan endodermis memiliki penebalan dinding sel yang terbentuk dari zat suberin (gabus) dan lignin dikenal sebagai pita kaspari sehingga menghalangi masuknya air maupun Cr(III) ke dalam xilem. Tetapi tidak semua selsel endodermis mengalami penebalan, sehingga masih ada kemungkinan untuk dapat masuk ke silinder pusat. Sel-sel tersebut dinamakan sel penerus atau sel peresap. Berbeda halnya dengan jalur apoplas, mekanisme penyerapan Cr (VI) jalur simplas melibatkan senyawa pembawa seperti sulfat, besi, belerang, dan fosfat agar dapat diserap oleh tanaman secara aktif secara osmosis dan transpor aktif melalui plasmodesmata. Masuknya Cr(VI) bersama senyawa pembawa melalui sel-sel rambut akar ke sel-sel parenkim korteks yang berlapis-lapis, sel-sel endodermis, sel-sel perisikel, dan akhirnya ke berkas pembuluh kayu atau xylem (Neslihan et al. 2012; Aykut et al. 2010). Uji kandungan tanin dengan metode Folin and Ciocalteu mengalami peningkatan pada perlakuan kromat dan dikromat baik pada varietas numbu, keris, maupun kawali. Hal ini disebabkan karena toksisitas Cr(VI) lebih tinggi dari Cr(III). Salah satu sifat tanin adalah sebagai pengkhelat logam berat. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa polifenol pada biji sorgum yang berada dibagian lapisan epikarp, endokarp dan testa. Senyawa fenol yang ada pada kandungan tanin biji sorgum berperan sebagai pengkhelat kromium. Umumnya, kekuatan antioksidan senyawa fenol tergantung dari beberapa faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik, posisi ikatan, posisi hidroksil bolak balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen atau elektron. Banyaknya cincin aromatic dan gugus hidroksil menyebabkan tanin memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Melalui pembentukan struktur khelat, ikatan antara kromium dengan senyawa fenol mulai terjadi pada situs yang menghasilkan ikatan yang kuat. Ikatan yang lebih lemah terjadi setelah situs-situs yang kuat mengalami penjenuhan (Mulimani et al. 1994; Michalak 2006; Takuo and Hideyuki 2011). Stevenson (1994) juga menyatakan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi toksik logam menyebabkan ikatan yang terbentuk antara ion logam dengan senyawa fenolik akan meningkat. Kandungan air dan abu pada biji sorgum yang diberi perlakuan Cr(VI) mengalami penurunan dibandingkan perlakuan Cr(III) yang mengalami penurunan kandungan air dan abu namun tidak begitu banyak. Turunnya kandungan air dan abu pada biji sorgum dapat disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan akar. Menurut Azmat dan Khanum 2005),
16
semakin tinggi konsentrasi kromium maka semakin menurun panjang akar dan tajuk. Hal ini karena kandungan toksik ion Cr mempengaruhi tekanan osmotik sel. Membrane sel yang rusak membuat nutrisi yang masuk kedalam tanaman sorgum tidak dapat diatur, dampaknya dapat meningkatkan sitosol sehingga menurunkan potensial air sel dan mengganggu turgor sel. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barcelo et al. (1986) menyatakan bahwa Cr telah menurunkan potensial air. Akibat dari hal ini transportasi air yang tidak sempurna ke dalam organ-organ tanaman, sehingga pasokan air dan nutrisi yang dibutuhkan untuk proses metabolisme pada setiap bagian tanaman sorgum berkurang. Selain itu, efek dari toksisitas Cr dapat merusak hormon auksin yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar (Sharma et al. 2005; Shanker et al. 2005). Kandungan air biji sorgum varietas Kawali signifikan lebih tinggi dari pada Numbu dan Keris M3, hal ini karena faktor genetik sehingga varietas ini lebih toleran terhadap kekeringan pada proses perkecambahan (Nurdiansyah et al. 2015). Efek dari Cr yang menyebabkan terhambatnya beberapa proses fotosintesis berimbas pada turunnya kandungan karbohidrat dan lemak pada biji sorgum. Distribusi hasil fotosintesis menyebabkan tinggi atau rendahnya kandungan karbohidrat pada sorgum. Hasil fotosintesis lebih banyak disimpan dalam organ penyimpanan makanan. Penelitian ini menunjukkan adanya penurunan signifikan kandungan lemak antara perlakuan kontrol terhadap Cr(III) dan Cr(VI). Disisi lain terdapat juga penurunan signifikan kandungan lemak antara perlakuan Cr(III) spesies CrCl3 terhadap Cr(VI). Hal ini dapat disebabkan karena terganggunya proses fotosintesis akibat efek toksisisitas Cr sehingga menyebabkan laju fotosintesis rendah yang mengakibatkan berkurangnya sintesis karbohidrat (fotosintat) (Shanker et al. 2005; Panda and Choudury 2005). Penurunan signifikan juga terjadi pada kandungan karbohidrat biji sorgum antara perlakuan kontrol dan Cr(III) terhadap Cr(VI). Kromium memiliki kemampuan menurunkan asam δaminolevulinic dehidratase (ALA), yaitu enzim yang berperan penting dalam biosintesis klorofil. Hal tersebut menyebabkan pemamfaatan enzim terpengaruhi, sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukkan ALA dan penurunan konsentrasi klorofil (Vajpayee et al. 2000). Sejalan dengan Zou et al (2006) dalam Liu et al. (2008) yang menyatakan bahwa kromium dapat mengganti ion Mg dari banyak lokasi enzim aktif dan mengganggu biosintesis klorofil. Pada hasil uji biuret, kandungan protein biji sorgum dengan perlakuan Cr(VI) mengalami peningkatan yang signifikan dibanding Cr(III). Tingginya kandungan protein pada perlakuan Cr(VI) diduga disebabkan oleh peranan protein sebagai pengikat logam. Protein yang dapat mengikat logam Cr adalah metalotionin. Metalotionin merupakan kelompok protein spesifik non enzim yang memiliki berat molekul yang rendah serta memiliki kemampuan dalam mengikat dan mengkoordinasi atom-atom logam. Selain itu terdapat fitokelatin yang juga memiliki peranan sebagai protein pertahanan tumbuhan dan pengikat logam Cr. Senyawa ini disintesis dari glutation dan derivatnya oleh suatu enzim
17
transpeptidase yaitu fitokelatin sintase dengan keberadaan ion logam berat (Cobbett 2000; Rea et al. 2004; Ray and Williams 2011). Secara keseluruhan asam amino yang terdeteksi pada biji sorgum melalui HPLC terdapat 20 asam amino. Pada setiap varietas dan perlakuan terdapat beberapa asam amino yang tidak terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan karena toksisitas kromium mempengaruhi total asam amino yang muncul pada biji sorgum. Pada hasil, asam amino di waktu retensi ke 3,48 muncul pada saat biji sorghum varietas Numbu dan Kawali diberi perlakuan Cr(III) dan Cr(VI), kemungkinan asam amino tersebut berperan sebagai antioksidan, yang berarti membantu memerangi efek radikal bebas pada sel (fitokelatin) (Howe and Merchant 1992). Jumlah asam amino hasil HPLC biji sorgum juga terjadi penurunan pada perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) baik pada varietas Numbu dan Kawali. Hal ini diduga adanya ikatan kromium dengan dengan elektron bebas (seperti oksigen) untuk pembentukan radikal bebas, akibatnya terjadi stress oksidatif pada tanaman sorgum. Salah satu dampak dari stess oksidatif ini dapat berimbas kerusakan asam amino sehingga menghambat metabolisme. Pada varietas Keris M3 terjadi penurunan jumlah asam amino pada perlakuan Cr(III) sedangkan pada perlakuan Cr(VI) tidak terjadi penurunan maupun peningkatan. Hal ini diduga karena varietas Keris M3 lebih toleran terhadap toksisitas kromium (Panda and Patra 2000; Panda 2003; Hazra et al. 2010). KESIMPULAN Pemberian perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L pada tanaman sorgum mempengaruhi kualitas kandungan proksimat, tanin, dan asam amino biji sorgum. Cr(VI) 5 mg/L lebih toksik dibandingkan dengan Cr(III) 500 mg/L. Pemberian perlakuan Cr berpengaruh nyata pada kandungan air, abu, protein, karbohidrat, tanin, biomassa, dan total Cr. Pada varietas biji sorgum terdapat pengaruh nyata pada air, protein, dan karbohidrat. Ketiga varietas sorgum (Numbu, Keris M3, dan Kawali) menunjukkan penurunan kandungan lemak biji pada perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Penurunan kandungan lemak tertinggi terdapat pada varietas Keris M3 yang diberi perlakuan dikromat. Biji sorgum verietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang diberi perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L mengalami peningkatan jumlah asam amino dibanding kontrol. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan termakasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberi kekuatan disetiap langkah yang dilalui; Sri Kasmiyati M.Si yang telah membimbing penulis dalam penelitian maupun penulisan skripsi ini; keluarga maupun sahabat-sahabat penulis yang selalu mendoakan dan mendukung; serta seluruh pihak yang terkait.
18
DAFTAR PUSTAKA Adema DM, and Henzen L. 1989. A Comparison of Plants Toxicity of Some Industrial Chemical ion Soil Culture and Soilless Culture. Ecotoxicol Environ Saf. 18: 219 229. Alloway, B.J. 1990. Heavy metals in soil. New York: Jhon Willey and Sons Inc. Anugrah T. 2014. Distribusi dan Bioakumulasi Krom Heksavalen pada Tanaman Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) [Skripsi]. Salatiga: UKSW. Aykut S, Rabiye T, Hatice N, Neslihan S, Faik AA, Asim K. 2010. Inorganic and organic solutes in apoplastic and symplastic spaces contribute to osmotic adjustment during leaf rolling in Ctenanthe setosa. Acta Biol Cracov Bot 52(1): 37–44. Barcelo I and Poschenrieder C, Gunse B. 1986. Water relation of chromium (VI) treated bush bean plants (phaseoulus vulgaris L. Ev. Contender) under both normal and water stress condition. J. Exp. Bot. 37: 178-182. Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Great Britain: Mc Graw HillBook Company. p 100-101. Cobbett C and Goldsbrough P. 2002. Phytochelatins and metallothioneins. Roles In Heavy Metal Detoxification and Homeostasis. Annu Rev Plant Biol 53: 159-182. Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi mahluk hidup. Jakarta: UI Press. Datta JK, Bandhyopadhyay A, Banerjee A, Mondal NK. 2011. Phytotoxic effect of chromium on the germination, seedling growth of some wheat (Triticum aestivum L.) cultivars under laboratory condition. J Agric Sci Technol 7(2): 395-402. Handayani RI, Dewi NK, Priyono B. 2014. Akumulasi kromium (Cr) pada daging ikan nila merah (Oreochromis ssp.) dalam karamba jaring apung di sungai Winongo Yogyakarta. Jurnal MIPA 37(2): 123-129. Hawley EL, Rula AD, Michael CK, James JRG. 2004. Handbook of Cr(VI), Treatment technologies for chromium(VI). Connecticut: CRC Press LLC. p 274-303. Hazra B, Sarkar R, Biswas S, and Mandal N. 2010. Comparative study of the antioxidant and reactive oxygen species scavenging properties in the extracts of the fruits of Terminalia chebula, Terminalia belerica and Emblica officinalis. BMC Complement Altern Med 10 (1): 2-15. Howe G and Merchant S. 1992. Heavy metal activated synthesis of peptida in Clamydomonas reinhardtii. J Plant Physiol 98: 127-136. Kabata A, Pendias H. 2001. Trace Elements in Soils and Plants, 3rd ed. Boca Raton. CRC Press. Liu DH, Zou JH, Wang M, Jiang WS. 2008. Hexsavalent chromium uptake and its effect on mineral uptake antioxidant defence system and photosynthesis in Amaranthus viridis L. Bioresour Technol 99: 2628-2636. Liu J, Chang QD, Xue HZ, Yi NZ Cheng H. 2009. Subcellulae distribution of chromium in accumulating plant Leersia hexandra Swartz. J Plant Sci 5(8): 436-444. Michalak A. 2006. Phenolic Compounds and Their Antioxidant Activity in Plants Growing under Heavy Metal. Polish J. of Environ. Stud. 15(4): 523-530. Mudjisihono R, Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakarta: Penebar Swadaya.
19
Mulimani VH, Supriya D. 1994. Tannic acid content in sorghum (Sorghum bicolour M.): Effects of processing. Plant Food Hum Nutr 46(3): 195-200. Nanda K, Dushenkov V, Motto H, Raskin I. 1995. Phytoextraction: The use of plants to remove heavy metals from soils. Environ. Sci. Technol. 29 (5): 1232–1238. Nurdiansyah M, Elza Z, dan Nurbaiti. 2015. Uji daya hasil dan mutu fisiologis benih beberapa genotipe sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) koleksi batan. Jom Faperta Vol 2 No.1. Okeno JA, Evans M, Santie DV, Jeffrey DW, Manjit KM. Morphological variation in the wildweedy complex of sorghum bicolor in situ in western Kenya: preliminary evidence of crop-to-wild gene flow. Int. J. Plant Sci. 173(5): 507-515. Panda SK and Patra HK. 2000. Does Cr(III) produces oxidative damage in excised wheat leaves. J. Plant Biol. 27(2):105–110. Panda SK. 2003. Heavy metal phytotoxicity induces oxidative stress in Taxithelium sp. Curr. Sci. 84: 631–633. Panda SK and Choudury S. 2005. Cromium Stress in Plants. Braz. J. Plant Physiol 17(1): 95102. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Ray D and Williams DL. 2011. Characterization of the Phytochelatin Synthase of Schistosoma mansoni. PLoS Negl Trop Dis 5(5): e1168. doi: 10.1371/journal.pntd. 0001168. Rea PA, Vatamaniuk OK and Rigden DJ. 2004. Weeds, worms, and more. Papain's long-lost cousin, phytochelatin synthase. Plant Physiol 136: 2463-2474. Reddy NR, Murali MS, Madhusudhana R, Umakanth AV, Satish K, Srinivas G. 2008. Inheritance of morphological characters in sorghum. J. SAT Agric. 6: 1-3. Saha R, Nandi R, Saha B. 2011. Review sources and toxicity of hexavalent chromium. J. Coord. Chem. 64: 1782-1806. Saruhan N, Aykut S, Mehmet D, Asım K. 2012. Apoplastic and symplastic solute concentrations contribute to osmotic adjustment in bean genotypes during drought stress. Turk J Biol 36: 151-160. Schons PF, Battestin V, Macedo GA. (2012). Fermentation and enzyme treatments for sorghum. Braz. J. Microbiol 43(1): 89-97. Shankar AK, Cervantes C, Herminia LT, Audainayagam S. 2005. Chromium toxicity in plants. Environ Int 31: 739-753. Sharma AD, Brar MS, and Malhi SS. 2005. Critical toxic range of Transgenic Plants in spinach plant and soil. J. Plant Nutr 28:1555-1568. Sherene K. 2010. Mobility and transport of heavy metals in polluted soil environment. An Int. J. 2: 112-121. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 22(4): 133140. Stevenson F J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. New York: John Willey & Sons Inc. Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 145-151.
20
Suarni, Herman S. 2013. Potential of Corn and Sorghum Development as Functional Food Sources. Jurnal Litbang Pertanian 23(2): 47-55. Suarni dan Firmansyah IU. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan pangan untuk menunjang agroindustri. Bandar Lampung: Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung, Universitas Lampung. 541-546. Takuo O and Hideyuki I. 2011. Tannins of Constant Structure in Medicinal and Food Plants— Hydrolyzable Tannins and Polyphenols Related to Tannins. Molecules 16: 21912217. Tamilselvi N, Krishnamoorthy P, Dhamotharan R, Arumugam P, and Sagadevan E. 2012. Analysis of total phenols, total tannins and screening of phytocomponents in Indigofera aspalathoides (Shivanar Vembu) Vahl EX DC. J. Chem. Pharm. Res. 4(6): 3259-3262. Turner MA, Rust RH. 1971. Effects of Cr on growth and mineral nutrition of soybeans. Soil Sci Soc Am Pro 35: 755–758. Vajpayee P, Tripati RD, Rai UN, Ali MB Singh SN. 2000. Chromium (VI) accumulation reduces chlorophyll biosynthesis, nitrate reductase activity and protein content in Nymphaea alba L. Chemosphere 41(7): 1075-1082. Zou J, Wang M, Jiang W, Liu D. 2006. Chromium Accumulation and Its Effect on Other Mineral Elements in Amaranthus viridis L. Acta Biol Cracov Bot 48 (1):7-12.
LAMPIRAN Tabel 9. Area dan jumlah asam amino (peak) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. RT
Perlakuan (mg/L)
21
Kontrol 0 2.78 2.90 3.48 3.71 3.92 4.25 4.61 4.72 4.95 5.39 7.80 8.13 9.43 9.73 11.35 15.42 21.51 25.23 29.63 35.93 Total
Numbu Cr(III) 500
Cr(VI) 5
Kontrol 0
Keris Cr(III) 500
Cr(VI) 5
Kontrol 0
Kawali Cr(III) 500
Cr(VI) 5
374580
365144
373668
273839
461959
531235
394794
441984
356598
TD
TD
TD
130783
TD
TD
TD
TD
206673
26943
35062
51734
TD
TD
TD
TD
43688
80125
172663
116867
116224
342138
288969
266759
417369
283669
269670
608953
21524
20282
2940721
1813012
349195
3952215
1196473
5058087
TD
12395
11868
TD
TD
19762
TD
TD
TD
TD
1505
1235
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
2020
2068
TD
TD
TD
TD
TD
TD
355885
133199
188248
535789
789238
437238
688930
689747
929224
46725703
49737058
55140559
44875181
60549340
61283348
43346794
56338430
62881692
284244
99708
119795
379266
409904
208279
512864
303982
311113
212555
TD
TD
391114
292657
176635
399986
198386
285605
15812
108088
56913
21526
16377
36353
19957
13498
24613
59844
147043
124904
65192
35947
57492
51334
66835
51867
361517
392712
408116
400261
360253
384813
394323
372192
442516
5268
4606
4318
7188
6798
5250
6538
5090
3894
1183778
1301143
1306283
1205617
1276407
1262310
1225803
1264316
1324604
32126
35280
36990
32104
245675
59878
59201
44436
52530
5603587
5242108
4987479
13984758
12090740
5614449
6809857
5371664
4831850
2828535
2006757
1675583
3023200
2714309
2358800
2424132
2385541
1204372
16
18
18
16
15
16
15
16
17
Catatan: TD (tidak terdeteksi)
Tabel 10. Waktu retensi standar dan asam amino biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Numbu
Perlakuan (mg/L) Keris
Kawali
Standart
22
Kontrol 0 2.778 TD 3.471 3.703 3.916 TD TD TD 4.963 5.393 TD TD TD TD 7.795 8.156 TD TD 9.436 9.727 TD 11.337 TD 15.401 TD 21.481 25.169 29.56 35.845
Cr(III) 500 2.778 TD 3.47 3.714 4.01 4.256 4.594 4.715 4.946 5.391 TD TD TD TD 7.805 TD TD TD 9.406 9.721 TD 11.337 TD 15.371 TD 21.476 25.191 29.557 35.843
Cr(VI) 5 2.775 TD 3.55 3.704 4.002 4.253 4.633 4.717 4.944 5.393 TD TD TD TD 7.801 TD TD TD 9.474 9.73 TD 11.348 TD 15.404 TD 21.508 25.24 29.613 35.923
Kontrol 0 2.777 2.903 TD 3.701 3.888 TD TD TD 4.955 5.4 TD TD TD TD 7.799 8.138 TD TD 9.454 9.743 TD 11.353 TD 15.453 TD 21.52 25.25 29.715 35.98
Cr(III) 500 2.774 TD TD 3.699 3.899 TD TD TD 4.958 5.396 TD TD TD TD 7.804 8.153 TD TD 9.42 9.753 TD 11.366 TD 15.435 TD 21.559 25.213 29.747 36.051
Cr(VI) 5 2.777 TD TD 3.704 3.927 4.232 TD TD 4.95 5.403 TD TD TD TD 7.805 8.155 TD TD 9.461 9.733 TD 11.363 TD 15.432 TD 21.554 25.318 29.714 36.057
Kontrol 0 2.774 TD TD 3.701 3.885 TD TD TD 4.967 5.397 TD TD TD TD 7.797 8.122 TD TD 9.433 9.743 TD 11.355 TD 15.458 TD 21.532 25.281 29.686 36.003
Cr(III) 500 2.774 TD 3.465 3.704 3.908 TD TD TD 4.959 5.388 TD TD TD TD 7.791 8.12 TD TD 9.394 9.738 TD 11.334 TD 15.397 TD 21.481 25.183 29.573 35.873
Cr(VI) 5 2.774 2.9 3.435 3.715 3.874 TD TD TD 4.95 5.393 TD TD TD TD 7.784 8.085 TD TD 9.4 9.704 TD 11.32 TD 15.399 TD 21.454 25.188 29.525 35.793
TD 2.948 3.478 3.71 4.039 4.319 4.636 TD 4.969 5.413 6.12 6.397 6.7 7.083 7.327 8.003 8.582 8.8 9.288 9.803 10.832 11.406 14.093 15.549 17.846 21.613 24.613 29.756 36.086
Catatan: TD (tidak terdeteksi)
Tabel 11. Area standar dan asam amino biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Numbu
Perlakuan (mg/L) Keris
Kawali
Standart
23
Kontrol 0
Cr(III) 500
Cr(VI) 5
Kontrol 0
Cr(III) 500
Cr(VI) 5
Kontrol 0
Cr(III) 500
Cr(VI) 5
374580 TD 26943 172663 608953 TD TD TD 355885 46725703 TD TD TD TD 284244 212555 TD TD 15812 59844 TD 361517 TD 5268 TD 1183778 32126 5603587 2828535
365144 TD 35062 116867 21524 12395 1505 2020 133199 49737058 TD TD TD TD 99708 TD TD TD 108088 147043 TD 392712 TD 4606 TD 1301143 35280 5242108 2006757
373668 TD 51734 116224 20282 11868 1235 2068 188248 55140559 TD TD TD TD 119795 TD TD TD 56913 124904 TD 408116 TD 4318 TD 1306283 36990 4987479 1675583
273839 130783 TD 342138 2940721 TD TD TD 535789 44875181 TD TD TD TD 379266 391114 TD TD 21526 65192 TD 400261 TD 7188 TD 1205617 32104 13984758 3023200
461959 TD TD 288969 1813012 TD TD TD 789238 60549340 TD TD TD TD 409904 292657 TD TD 16377 35947 TD 360253 TD 6798 TD 1276407 245675 12090740 2714309
531235 TD TD 266759 349195 19762 TD TD 437238 61283348 TD TD TD TD 208279 176635 TD TD 36353 57492 TD 384813 TD 5250 TD 1262310 59878 5614449 2358800
394794 TD TD 417369 3952215 TD TD TD 688930 43346794 TD TD TD TD 512864 399986 TD TD 19957 51334 TD 394323 TD 6538 TD 1225803 59201 6809857 2424132
441984 TD 43688 283669 1196473 TD TD TD 689747 56338430 TD TD TD TD 303982 198386 TD TD 13498 66835 TD 372192 TD 5090 TD 1264316 44436 5371664 2385541
356598 206673 80125 269670 5058087 TD TD TD 929224 62881692 TD TD TD TD 311113 285605 TD TD 24613 51867 TD 442516 TD 3894 TD 1324604 52530 4831850 1204372
TD 211794 668090 884195 337209 126151 200714 TD 68454 2440078 108172 151964 36191 9858 79171 247740 31693 24207 6894 134294 2682 701800 50183 16309 10022 1020597 59046 4755057 442021
Catatan: TD (tidak terdeteksi)
A
24
B
C
Gambar 7. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Numbu ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.
25
A
B
C
Gambar 8. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Keris M3 ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.
26
A
B
C
Gambar 9. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Kawali ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.
27