KONSEP UANG ELEKTRONIK DAN PELUANG IMPLEMENTASINYA PADA PERBANKAN SYARIAH (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh : ASEP SAIFUL BAHRI
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI SYARIAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
ABSTRAK
Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap instrumen pembayaran mikro (micro payment) yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman dengan biaya yang relatif lebih murah dari pada menggunakan instrumen pembayaran elektronis lainnya seperti debit card dan credit card. Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang tunai sebagai alat pembayaran, karena apapun satuan nilai yang terkandung dalam media uang elektronik tersebut, pada dasarnya merupakan nilai uang tunai yang dapat ditukarkan kembali kepada penerbit dalam bentuk uang tunai. Untuk
meningkatkan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
instrumen
pembayaran dengan menggunakan uang elektronik, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang berlaku mulai tanggal 13 April 2009. Implementasi uang elektronik yang telah diatur dalam Peraturan tersebut perlu mendapatkan kajian lebih jauh, khususnya apabila uang elektronik tersebut diselenggarakan oleh Perbankan Syariah, baik mengenai konsep, maupun implementasinya dilihat dari aspek ke-Syariah-annya, sehingga dapat memberikan masukan grand design untuk mendorong pengimplementasian uang elektronik pada Perbankan Syariah di Indonesia.
Kata Kunci : Konsep Uang Elektronik, Perbankan Syariah, Akad Syariah, Sistim Pembayaran Elektoronik, Produk Perbankan Syariah.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, memberikan akal dan pikiran kepada manusia sehingga mampu berkarya dalam kehidupan sehari-hari. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya, dan semoga dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua. Dengan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ayahanda Ali Yudin dan Ibunda Mantinah Ali yang senantiasa kami harapkan do’a dan ridhonya. Kakanda Evi Alviah, S.Ag., Ahmid Husni Ali, S.Pd.I., dan Siti Masyitoh, Akbid. yang tidak pernah bosan untuk membimbing kami. 2. Para dosen yang telah mendidik kami yang senantiasa kami harapkan do’a dan ridhonya. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kenakalan kami semasa menjalani masa studi di Fakultas Syariah dan Hukum.
iii
3. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Bapak Dr. Hasanuddin, M.Ag, dan Bapak Ir. Agus Edi Sumanto, MM., AAIJ. selaku pembimbing dan penguji kami dalam penulisan skripsi. Terima kasih atas saran dan bimbingannya. 4. Civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas kerjasama yang terjalin baik dan kami mohon maaf atas kekhilafan kami semasa menjadi Ketua Umum BEM FSH UIN Jakarta. 5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Syariah se-Indonesia (FORMASI), BEM FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BEM Prodi Muamalat-Perbankan Syariah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) KOMFAKSYAHUM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Keluarga Besar Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Keluarga Mahasiswa Islam Karawang (KMIK), Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) Jakarta dan Silaturahmi Mahasiswa Pati (SIMPATI) Jakarta yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu-persatu, canda dan tawa bersama kalian akan selalu terkenang.
Jakarta, 19 Juni 2010
Asep Saiful Bahri
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………..
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI …………………………………………………………………... v BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Kajian .................................................................
4
B. Batasan dan Rumusan Kajian ............…………………………... 4 C. Tujuan dan Manfaat Kajian .....…………………………….........
5
D. Metode Penelitian …………………………………….……….... 8 E. Sistematika Penulisan ………………………………….……......
BAB II
KONSEP UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
10
A. Pengertian dan Manfaat Uang Elektronik ….…………………...
12
B. Bentuk-Bentuk Uang Elektronik ……………………………...... 15 C. Jenis-jenis Transaksi pada Uang Elektronik …………………… D. Perbedaan
Uang
Elektronik
dengan
Alat
Pembayaran 16
Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya ………………………...
v
BAB III IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK 19
(ELECTRONIC MONEY)
A. Penyelenggara Uang Elektronik …………...…………………… 22 B. Prosedur Penyelenggaraan Uang Elektronik …………………… 27 C. Mekanisme dan Alur Transaksi pada Uang Elektronik ………...
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK PADA PERBANKAN SYARIAH
31
A. Analisis Akad Syariah pada Uang Elektronik .............................. 40 B. Implementasi Akad Syariah pada Uang Elektronik …………….
46
C. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik .......... BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………..
49
B. Saran ..........……………………………………………………... 51
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………
vi
52
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kajian Pertumbuhan alat pembayaran telah meningkat begitu pesat, seiring dengan pengembangan teknologi dalam sistim pembayaran yang sedang berkembang saat ini. Penggunaan teknologi moderen sebagai instrumen pembayaran non-cash, baik secara domestik maupun secara internasional, telah berkembang pesat disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada penggunaannya yang semakin efisien, aman, cepat dan nyaman 1 . Dampak perkembangan teknologi dalam sistim pembayaran tersebut terakhir ini adalah dengan munculnya instrumen pembayaran yang dikenal dengan uang elektronik (electronic money). Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah, karena nilai uang yang disimpan instrumen ini dapat ditempatkan pada suatu media tertentu yang mampu diakses dengan cepat secara off-line, aman dan murah 2 .
1
Burhanuddin Abdullah, Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in Indonesia, (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran Bank Indonesia, 2006), hal. 9 2 Tim Inisiatif 2006, Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 8
1
2
Penggunaan uang elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non-cash menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang cash. Uang elektronik menawarkan transaksi yang lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang cash, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), sebab dengan uang elektronik transaksi tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah serta menjamin keamanan dan kecepatan transaksi, baik bagi konsumen maupun bagi pedagang.3 Keamanan dan kecepatan transaksi tersebut, tentunya menjadi komoditi yang diperlukan dan menjadi semacam enablers yang cukup efektif untuk terciptanya cash less society 4 , yaitu suatu masyarakat yang sedikit menggunakan pembayaran secara cash, hal ini diindikasikan dengan semakin banyaknya pusatpusat perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima pembayaran non-cash 5 . Di sisi lain, seiring dengan laju ekonomi yang semakin pesat, setiap bank menawarkan berbagai produknya untuk menarik sebanyak mungkin nasabah, diantaranya adalah dengan
melalui
financial transactions cards 6 , dan uang
elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non-cash yang dapat berfungsi 3
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 1 Arifin Susanto (Analis Senior Sistim Pembayaran Bank Indonesia), Era Uang elektronik di Depan Mata, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://wwwbisnis.com/servlet/page?_ pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL, 5 Tim Peneliti Bank Indonesia, Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, (Jakarta : BI, 2006), hal. 101 6 Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah; Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 9 4
3
seperti uang sebagai alat pembayaran akan dapat menjangkau dan mempermudah masyarakat yang belum mempunyai rekening di bank 7 . Untuk memberikan perlindungan kepada pemegang, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instrumen pembayaran dengan menggunakan uang elektronik, dan mendukung kelancaran tugas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter, dalam pelaksanaannya, uang elektronik diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang berlaku mulai tanggal 13 April 2009 8 . Implementasi uang elektronik yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik tersebut perlu mendapatkan kajian Syariah, baik mengenai konsep akad, maupun prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang elektronik, sehingga dapat memberikan gambaran apabila produk uang elektronik diterbitkan oleh Perbankan Syariah. Oleh karena itu, penulis berusaha untuk melakukan kajian tersebut dengan membahas tema tentang “KONSEP UANG ELEKTRONIK DAN PELUANG IMPLEMENTASINYA PADA PERBANKAN SYARIAH (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik)”.
7
Diyah NK. Makhijani, E-Money, Inovasi Alat Pembayaran, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://www.majalaheindonesia.com/E-Money.htm, 8 Hukum Online, BI Pisahkan Aturan Uang elektronik dan APMK, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=21760&cl=Berita [18/4/09],
4
B. Batasan dan Rumusan Kajian Kajian terbatas pada konsep uang elektronik sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik dan analisis peluang implementasinya pada Perbankan Syariah. Penulisan kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah uang elektronik dapat diimplementasikan pada Perbankan Syariah ?; 2. Akad Syariah apa yang digunakan pada transaksi uang elektronik ?; 3. Bagaimana implementasi akad Syariah dalam transaksi uang elektronik ?; dan 4. Apa saja prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang elektronik ?. C. Tujuan dan Manfaat Kajian 1. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui apakah uang elektronik dapat diimplementasikan pada Perbankan Syariah; b. Untuk mengetahui akad Syariah yang digunakan pada uang elektronik; c. Untuk menganalisis kritis bagaimana implementasi akad Syariah dalam transaksi uang elektronik; dan d. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang elektronik.
5
2. Manfaat Penulisan a. Bagi Akademisi Hasil kajian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pengembangan jasa keuangan Syariah dan dapat dijadikan sebagai acuan konsep bagi pengembangan produkproduk jasa keuangan Syariah selanjutnya. b. Bagi Praktisi Hasil pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam pengimplementasian produk uang elektronik pada Perbankan Syariah di Indonesia. c. Bagi Masyarakat Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat
terkait
tentang
penggunaan
uang
elektronik
yang
menggunakan prinsip Syariah. D. Metode Penelitian Dalam rangka mendukung kajian ini, untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum dengan menggunakan metode yang objektif, 9 penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
9
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Remaja Rusdakarya,1995). hal 55
6
1. Jenis Penelitian Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang konsepkonsep yang akan dikaji, Penulis menggunakan jenis Penelitian Kepustakaan (Library Research), dengan mencari data dari berbagai literatur dan referensi yang berhubugan dengan materi pembahasan 10 . 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatifnormatif, yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi dan data dari Bank Indonesia, baik dalam bentuk Peraturan-peraturan maupun dokumen-dokumen kajian Bank Indonesia tentang uang elektronik serta bukubuku lain yang mendukung dan terkait dengan materi kajian ini. 3. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari Bank Indonesia yang berupa Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, Jakarta, tertanggal 13 April 2009. b. Data Sekunder Untuk menjelaskan dan menganalisa data primer tersebut, data sekunder yang digunakan adalah :
10
Moh.Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2003), hal.193
7
1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Perihal Uang Elektronik, Jakarta, tertanggal 13 April 2009; 2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Jakarta, tertangal 14 November 2005; 3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), Jakarta, tertanggal 28 Maret 2002; 4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, Jakarta, tertanggal 11 Oktober 2006; 5) Kitab Fikih al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu karya Wahbah al-Zuhaili; 6) Dokumen kajian Bank Indonesia tentang uang elektronik; dan 7) Buku-buku dan karya ilmiah yang terkait dengan penulisan ini. 4. Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara pengumpulan data sebanyak-banyaknya kemudian diolah menjadi satukesatuan data untuk mendeskripsikan dan menjelaskan permasalahan yang akan dikaji dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan permasalahan.
lalu
dikomparasikan
sehingga
dapat
mendeskripsikan
8
5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif-normatif, yaitu pengumpulan data dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan materi pembahasan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode analisis Induktif, yaitu dengan cara menganalisa data yang bertitik tolak dari data yang bersifat khusus kemudian ditarik pada kesimpulan umum. 6. Pedoman Penulisan Penulisan ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. E. Sistimatika Penulisan Penulisan disusun secara sistimatis menjadi lima bab yang terdiri dari subsub bab dengan rincian sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Bab ini membahas latar belakang kajian, batasan dan rumusan kajian, tujuan dan manfaat kajian, metode penelitian dan sistimatika penulisan. 2. Bab II Konsep Uang Elektronik (Electronic Money) Bab ini menguraikan tentang pengertian dan manfaat uang elektronik, bentuk-bentuk uang elektronik, jenis-jenis transaksi pada uang elektronik, perbedaan uang elektronik dengan alat pembayaran elektronik berbasis kartu lainnya.
9
3. Bab III Implementasi Uang Elektronik (Electronic Money) Bab ini menjelaskan tentang penyelenggara uang elektronik, prosedur penyelenggaran kegiatan uang elektronik, dan mekanisme dan alur transaksi pada uang elektronik. 4. Bab IV Analisis Implementasi Uang Elektronik pada Perbankan Syariah Bab ini menguraikan tentang analisis akad Syariah pada uang elektronik, implementasi akad Syariah pada uang elektronik, dan prinsipprinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang elektronik. 5. Bab V Penutup Pada bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran dari kajian yang telah dilakukan.
10
BAB II KONSEP UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Pengertian dan Manfaat Uang Elektronik 1. Pengertian Uang Elektronik Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 1996 mendefinisikan uang elektronik sebagai storedvalue or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s possession. 1 Uang elektronik yang dimaksud adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan rekening di bank, dan nilai uang tersebut dimasukan menjadi nilai uang dalam media uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan Rupiah, yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada media uang elektronik tersebut. 2
1
Bank for International settelments, Implications for Central Bank of The Development of Electronic Money, (Basel: BIS, 1996), hal. 1 2 Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1367
10
11
2. Manfaat Uang Elektronik Dalam perekonomian moderen lalu lintas pertukaran barang dan jasa sudah sedemikian cepatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistim pembayaran
yang
handal
yang
memungkinkan
dilakukannya
pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman. Penggunaan uang cash sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan masalah, terutama tingginya biaya cash handling dan rendahnya velocity of money. 3 Sistim pembayaran mikro mengalami perkembangan cukup pesat di berbagai negara dewasa ini, seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran yang mudah, aman dan efisien. Instrumen pembayaran mikro adalah instrumen pembayaran yang didesain untuk menangani kebutuhan transaksi dengan nilai yang kecil namun dengan volume yang tinggi serta membutuhkan waktu pemrosesan transaksi yang relatif lebih cepat 4 . Kebutuhan instrumen pembayaran mikro timbul karena apabila pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada saat ini, misalnya uang tunai, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya menjadi relatif tidak praktis dan efisien.
3
Tim Inisiatif 2006 Bank Indonesia, Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 2 4 Ibid, hal. 4
12
Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses cepat secara off-line, aman dan murah 5 . B. Bentuk-bentuk Uang Elektronik 1. Berdasarkan Medianya Uang elektronik memiliki media elektronik yang berfungsi sebagai penyimpan nilai uang (monetary value) yang dibedakan atas dua jenis : a. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit juga dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh pemegang. Media elektronik yang dikelola oleh pemegang dapat berupa card-based dalam bentuk chip yang tersimpan pada kartu atau berupa software-based yang tersimpan pada harddisk yang terdapat pada personal computer milik pemegang. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik dapat dilakukan secara off-line dengan mengurangi secara langsung nilai uang elektronik pada media elektronik yang dikelola oleh pemegang 6 ; dan
5 6
Ibid, hal. 8 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 7
13
b. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak akses oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada media elektronik yang dikelola penerbit akan berkurang secara langsung. 7 2. Berdasarkan Masa Berlaku Media Uang Elektronik Berdasarkan masa berlaku medianya, uang elektronik dibedakan kedalam dua bentuk : a. Reloadable Uang elektronik dengan bentuk reloadable adalah uang elektronik yang dapat di lakukan pengisian ulang, dengan kata lain, apabila masa berlakunya sudah habis dan atau nilai uang elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang elektronik tersebut dapat digunakan kembali untuk di lakukan pengisian ulang; 8 dan b. Disposable Uang elektronik dengan bentuk disposable adalah uang elektronik yang tidak dapat diisi ulang, apabila masa berlakunya sudah habis dan
7
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik, hal. 2 8 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang elektronik, (Jakarta: BI, tertanggal 13 April 2009), hal. 27
14
atau nilai uang elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang elektronik tersebut tidak dapat digunakan kembali untuk di lakukan pengisian ulang. 9 3. Berdasarkan Jangkauan Penggunaannya Uang elektronik berdasarkan jangkauan penggunaannya dibedakan ke dalam dua bentuk : a. Single-Purpose Single-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari satu jenis transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran tol atau uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran transportasi umum; 10 dan b. Multi-Purpose Multi-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari berbagai jenis transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang dapat digunakan untuk pembayaran tol, telepon, transportasi umum, dan untuk berbelanja. 11
9
Ibid, hal. 27 Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal 1367 10
11
Ibid, hal 1368
15
C. Jenis-jenis Transaksi pada Uang Elektronik Jenis-jenis transaksi dengan menggunakan uang elektronik secara umum meliputi : 1. Penerbitan (Issuance) dan Pengisian Ulang (Top-up atau Loading) Pengisian nilai uang kedalam media uang elektronik dapat dilakukan terlebih dahulu oleh penerbit sebelum dijual kepada pemegang. Untuk selanjutnya pemegang dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui penyetoran uang tunai, melalui pendebitan rekening di bank, atau melalui terminal-terminal pengisian ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh penerbit. 12 2. Transaksi Pembayaran Transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik pada prinsipnya dilakukan melalui pertukaran nilai uang dalam bentuk data elektronik
dengan
barang
antara
pemegang
dan
pedagang
dengan
menggunakan protocol yang telah ditetapkan sebelumnya. 13 3. Transfer Transfer dalam transaksi uang elektronik adalah fasilitas pengiriman nilai uang elektronik antar pemegang uang elektronik melalui terminalterminal yang telah dilengkapi dengan peralatan khusus oleh penerbit; 14
12
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 10 Ibid, hal. 11 14 Ibid, hal. 10 13
16
4. Tarik Tunai Tarik tunai adalah fasilitas penarikan tunai atas nilai uang elektronik yang tercatat pada media uang elektronik yang dimiliki pemegang yang dapat dilakukan setiap saat oleh pemegang. 15 5. Refund/Redeem Refund/redeem adalah penukaran kembali nilai uang elektronik kepada penerbit, baik yang dilakukan oleh pemegang pada saat nilai uang elekronik tidak terpakai atau masih tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik dan atau masa berlaku media uang elektronik telah berakhir 16 , maupun yang dilakukan oleh pedagang pada saat penukaran nilai uang elektronik yang diperoleh pedagang dari pemegang atas transaksi jual beli barang kepada penerbit. 17 D. Perbedaan Uang Elektronik dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya Alat pembayaran menggunakan kartu yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Kartu Kredit Kartu kredit adalah instrumen pembayaran elektronik yang berbentuk kartu yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian 15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik,, Pasal 1
ayat 12 16
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf b 17 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 11
17
barang dan jasa, yang pembayaran dan pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran. Kartu
kredit
juga
dapat
digunakan untuk melakukan penarikan tunai baik langsung melalui teller pada kantor bank yang bersangkutan maupun melalui ATM. 18 2. Charge Card Charge card adalah suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu kartu digunakan. 19 3. Kartu Debet Kartu debet merupakan kartu yang diterbitkan oleh lembaga keuangan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo rekening simpanan pemilik kartu serta pada saat yang sama, mengkredit saldo rekening penjual sebesar nilai transaksi jual beli barang dan jasa. Pada kartu debet, pemegang kartu harus memiliki rekening pada bank. Transaksi hanya dapat dilakukan apabila pemegang kartu memiliki saldo yang mencukupi pada rekeningnya untuk menutup biaya transaksinya. 20
18
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1363 19 Ibid, hal. 1363 20 Ibid, hal. 1364
18
4. Kartu ATM Kartu ATM dapat melayani kebutuhan nasabah secara otomatis setiap saat melalui mesin ATM. Pelayanan yang diberikan
ATM
antara lain
penarikan uang tunai, mengecek dan mencetak saldo rekening nasabah, dan pelayanan pembayaran lainnya, seperti pembayaran listrik, telepon, kartu kredit, transfer uang, dan lain-lain.21 Pada beberapa bank penerbit kartu ATM terdapat kombinasi fungsi antara kartu debet dan kartu ATM dalam satu kartu sekaligus. 22
Uang elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat pembayaran menggunakan kartu lainnya seperti credit card, charge card, dan debit card/ATM tersebut di atas. Secara umum perbedaan antara uang elektronik dengan alat pembayaran menggunakan kartu lainnya adalah sebagai berikut: 23 No
Uang elektronik
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya
1
Nilai uang tercatat dalam instrumen Tidak ada pencatatan nilai uang media uang elektronik
2
pada instrumen kartu
Dana sepenuhnya berada dalam Dana sepenuhnya berada dalam penguasaan pemegang
3
penguasaan bank
Transaksi pembayaran dilakukan Transaksi pembayaran dilakukan secara off-line ke penerbit
21
secara on-line ke penerbit
Ibid, hal. 164 Ibid, hal. 164 23 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 4 22
19
BAB III IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Penyelenggara Uang Elektronik 1. Lembaga Penyelenggara Uang Elektronik Penyelenggaraan uang elektronik dapat dilakukan oleh Bank dan Lembaga Selain Bank. 1 a. Bank Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2 b. Lembaga Selain Bank Lembaga Selain Bank adalah badan usaha bukan bank yang melakukan kegiatan sebagai penyelenggara uang elektronik yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia dengan berbadan hukum dalam
1
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 5,6,7,13, dan 14, Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 ayat 1, Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 6 ayat 1 2 Ibid, Pasal 1 ayat 1
19
20
bentuk Perseroan Terbatas dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia 3 , seperti perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (operator seluler) yang menerbitkan uang elektronik dalam bentuk pulsa. 2. Bentuk Penyelenggara Uang Elektronik a. Prinsipal Prinsipal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistim dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer dalam transaksi uang elektronik. 4 b. Penerbit Penerbit adalah pihak yang menerbitkan uang elektronik 5 . Dari sudut kebijakan bank sentral, penerbit merupakan institusi yang memegang peranan penting, karena merupakan pihak yang mengelola float dana atas uang elektronik yang diterbitkannya 6 . c. Acquirer Acquirer adalah pihak yang melakukan kerja sama dengan pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain dan
menampung penerimaan dana atas nilai uang
elektronik yang ditukarkan (redeem) oleh pedagang kepada penerbit 7 .
3
Ibid, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 10 Ibid, Pasal 1 ayat 5 5 Ibid, Pasal 1 ayat 6 6 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 23 7 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 28 4
21
d. Penyelenggara Kliring Penyelenggara kliring adalah pihak yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik. 8 e. Penyelenggara Penyelesaian Akhir Penyelenggara penyelesaian akhir adalah pihak yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring. 9 f. Agen Penerbit Penerbit dapat bekerjasama dengan pedagang dan/atau pihak lain sebagai agen penerbit, baik dalam hal penerbitan maupun fasilitas yang melekat pada uang elektronik, seperti isi ulang, tarik tunai dan transfer antar uang elektronik. Dalam hal agen penerbit tersebut memberikan jasa layanan kepada pemegang untuk tarik tunai dalam rangka transfer dana, maka
agen
penerbit
tersebut
wajib
memperoleh
izin
sebagai
penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 10
8
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1
9
Ibid, Pasal 1 ayat 14 Ibid, hal. 28
ayat 13 10
22
B. Prosedur Penyelenggaraan Uang Elektronik 1. Prosedur Penerbitan Uang Elektronik Proses penerbitan dan pengisian ulang uang elektronik dilakukan baik melalui penerbit secara langsung maupun melalui agen penerbit dengan cara menyetorkan uang baik secara tunai (cash) maupun melalui transfer rekening dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah. 11 Jumlah uang elektronik yang diterbitkan harus sesuai dengan jumlah nilai uang yang disetorkan berdasarkan ketentuan dan batas maksimal penerbitan uang elektronik dan batas maksimal total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu 12 . 2. Redeem Refund adalah penukaran kembali nilai uang elektronik kepada penerbit baik yang dilakukan oleh pemegang pada saat nilai uang elekronik tidak terpakai atau masih tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik dan atau masa berlaku media uang elektronik telah berakhir 13 , maupun yang dilakukan oleh pedagang
pada saat penukaran nilai uang
elektronik yang diterima oleh pedagang dari pemegang kepada penerbit. 14
11
Ibid, Pasal 20 ayat 1 dan 2 Ibid, Pasal 14 ayat 1 13 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 11. Lihat juga Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf b 14 Ibid, hal. 11 12
23
Redeemability merupakan kewajiban penerbit yang dimaksudkan sebagai bentuk jaminan atau kepastian bagi pemilik nilai uang elektronik, baik pemegang maupun pedagang bahwa mereka setiap saat dapat menukarkan (redeem) nilai uang elektronik tersebut ke dalam bentuk nilai uang baik berupa uang tunai (cash) maupun melalui transfer ke rekening yang bersangkutan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat atas instrumen pembayaran uang elektronik. Kepastian ini juga merupakan salah satu aspek perlindungan kepada konsumen. 15 1) Mekanisme Pencairan bagi Pemegang Pemenuhan hak tagih oleh penerbit atas redeem yang dilakukan oleh pemegang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan mentransfer sisa nilai uang elektronik tersebut ke rekening pemegang atau memindahkannya ke dalam media uang elektronik yang baru. 2) Mekanisme Pencairan bagi Pedagang Hasil transaksi pedagang dengan pemegang hanya dapat ditarik oleh pedagang melalui rekening pedagang yang tercatat pada bank. Rekening yang tercatat pada bank milik pedagang digunakan sebagai sarana untuk menampung pembayaran dari penerbit atau acquirer setelah dilakukannya transaksi antara pemegang dan pedagang. 16
15
Ibid, hal. 33 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 28 16
24
3. Ketentuan Nilai Uang Elektronik Nilai uang elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada suatu media yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana. 17 Nilai uang yang disetorkan terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. Dengan demikian, karena tidak termasuk simpanan maka uang elektronik yang dimiliki oleh pemegang tidak termasuk yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 18 4. Batasan Nilai Uang Batas paling banyak nilai uang elektronik yang disimpan pada media elektronik adalah sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) untuk yang berjenis unregistered dan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) untuk yang berjenis registered, serta batas paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu adalah sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah). Pembatasan nilai uang elektronik dan total nilai transaksi dimaksudkan juga karena uang elektronik pada prinsipnya digunakan untuk pembayaran 17
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 4 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 3 18
25
yang bersifat ritail dan untuk mencegah penyalahgunaan uang elektronik seperti untuk tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. 19 5. Pengelolaan Dana Float Dana float adalah seluruh nilai uang elektronik yang diterima penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan pedagang 20 . Kewajiban kepada pemegang antara lain berupa pengembalian seluruh nilai uang elektronik yang tersisa pada media uang elektronik pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik dan kewajiban kepada pedagang adalah pemenuhan hak tagih pedagang pada saat pedagang menukarkan nilai uang elektronik kepada penerbit atas transaksi pembayaran dari pemegang kepada pedagang (redeem). 21 Penerbit harus menempatkan dana float dalam bentuk aset yang aman dan likuid serta menggunakannya hanya untuk memenuhi kewajiban kepada pedagang dan pemegang secara tepat waktu22 , dan dana float tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan operasional penerbit dan kegiatan di luar kewajiban kepada pemegang dan pedagang 23 . Apabila penerbit adalah Lembaga Selain Bank, maka sebesar 100% dari dana float yang diperoleh dari 19
Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 14 ayat 1 Ibid, Pasal 1 ayat 6 21 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 13 22 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf a,b, dan c 23 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 32 20
26
hasil penjualan uang elektronik yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan pedagang wajib ditempatkan pada Bank Umum dalam bentuk rekening simpanan berupa tabungan, giro, dan/atau deposito. 24 6. Masa Berlaku Media Uang Elektronik Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik untuk jangka waktu tertentu antara lain dengan pertimbangan adanya batas usia teknis dari media uang elektronik yang digunakan, sehingga harus diperbaharui dengan penggantian media penyimpan uang elektronik yang baru. Mengingat dalam penggantian media penyimpan tersebut terdapat kemungkinan masih tersimpan nilai uang elektronik dari pemegang, maka penerbit dilarang untuk menghapus atau menghilangkan nilai uang elektronik yang masih tersisa dan merupakan kewajiban penerbit atau masih merupakan milik pemegang. 25 Dengan demikian pemegang masih memiliki hak tagih atas sisa nilai uang elektronik yang terdapat dalam media tersebut sampai dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut. 26
24
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 32 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 15. Lihat juga penjelasannya 26 Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 35 – 36
27
C. Mekanisme dan Alur Transaksi pada Uang Elektronik Pegembangan uang elektronik di berbagai negara sangat bervariasi tergantung pada kerangka pengaturan dan kebijakan moneter yang diatur di negara masing-masing 27 . Dari penyelenggara kegiatan uang elektronik yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, mekanisme dan alur transaksi uang elektronik dapat digambarkan sebagai berikut: 28
[ 1 ] Jaringan Prinsipal Acquirer X
Acquirer Y 7
Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir 6 Penerbit A
3
2
Pemegang
Penerbit B
3
5
5
Pedagang X
Pedagang Y
2
Pemegang
4 4 4 4 4
27 28
Bank Indonesia, Paper Kajian Mengenai E-Money, (Jakarta: Bank Indonesia, 2001), hal. 25 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 53
28
Penjelasan : 1. Prinsipal bertanggungjawab mengelola sistim dan/atau jaringan untuk penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dalam rangka bekerjasama dengan penerbit dan acquirer; 29 2. Pemegang melakukan pembelian dan/atau pengisian ulang uang elektronik dengan sejumlah nilai tertentu; 3. Penerbit memberikan nilai uang elektronik yang disimpan di media uang elektronik milik pemegang sebesar nilai uang yang disetorkan oleh pemegang; 4. Pemegang uang elektronik melakukan transaksi pembayaran kepada pedagang. Atas transaksi tersebut, nilai uang elektronik akan berpindah dari media uang elektronik milik pemegang ke media/terminal penampungan milik pedagang melalui peralatan tertentu; 5. Pedagang kemudian dalam periode tertentu melakukan penukaran atas nilai uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada penerbit untuk ditukarkan dengan nilai uang tunai (cash); 6. Penyelenggara kliring melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan pedagang dalam transaksi uang elektronik, setelah hak dan kewajiban masing-masing penerbit dan pedagang dihitung oleh penyelenggara kliring kemudian penyelenggara penyelesaian akhir bertanggungjawab untuk melakukan penyelesaian akhir (sattelment) atas hak
29
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 5
29
dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan pedagang berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara kliring; 30 7. Pemenuhan hak tagih pedagang kemudian diproses oleh acquirer sebagai pihak yang bekerjasama dengan pedagang untuk menampung penerimaan dana atas nilai uang elektronik yang ditukarkan (redeem) oleh pedagang kepada penerbit. Dalam hal terdapat satu penerbit (single issuer), di mana selain sebagai penerbit, bank juga bertindak sebagai acquirer, maka tidak diperlukan mekanisme kliring 31 , dan alur transaksi uang elektronik secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Bank Penerbit Uang Elektronik Rekening Pemegang
1
2
Rekening penampungan dana float
5
Rekening Pedagang
2
4
(3) Barang
Pemegang
3
Pedagang
(3) Nilai Uang Elektronik
30 31
Ibid, Pasal 1 ayat 13 dan 14 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 28
30
Penjelasan : 1. Pemegang melakukan pembelian dan/atau pengisian ulang uang elektronik dengan sejumlah nilai tertentu dengan menginstruksikan bank untuk mendebit rekeningnya atas pembelian uang elektronik tersebut. Pemegang dapat juga melakukan pembelian uang elektronik dengan uang tunai; 2. Atas dasar instruksi tersebut, bank kemudian mendebit rekening pemegang dan meng-kredit rekening penampungan dana float dan bersamaan dengan itu bank memasukan nilai uang elektronik ke dalam media uang elektronik untuk diserahkan kepada pemegang; 3. Pemegang uang elektronik kemudian melakukan transaksi pembayaran atas barang dengan pedagang dengan menggunakan uang elektronik miliknya. Atas transaksi tersebut, nilai uang elektronik akan berpindah dari media uang elektronik milik pemegang ke media/terminal penampungan milik pedagang melalui peralatan tertentu; 4. Pedagang kemudian dalam periode yang telah ditentukan melakukan penukaran atas nilai uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada penerbit untuk ditukarkan dengan nilai uang tunai (cash); 5. Atas penyetoran tersebut bank kemudian melakukan verifikasi, kemudian mengkredit rekening pedagang dan mendebit rekening penampungan dana float.
31
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Analisis Akad Syariah pada Uang Elektronik Penerbitan uang elektronik pada perbankan syariah akan meningkatkan minat nasabah/konsumen untuk menggunakan jasa Syariah. Kondisi demikian mendorong adanya satu bentuk tertentu dalam mekanisme transaksi uang elektronik yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. 1. Implementasi Uang Elektronik dalam Tinjauan Akad Syariah Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit, kemudian nilai uang tersebut disimpan secara elektronik dalam suatu media uang elektronik yang digunakan sebagai alat pembayaran oleh pemegang kepada pedagang 1 . Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang karena memiliki fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang 2 . Uang elektronik tersebut dipersamakan dengan uang karena pada saat pemegang menggunakannya sebagai alat pembayaran kepada pedagang, bagi pedagang
1
Bank of International Settelments, Implications for Central Banks of theDevelopment of Electronic Money, (Basle: BIS, 1996), hal. 1 2 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 2
31
32
tersebut nilai uang elektronik yang berpindah dari media uang elektronik yang dimiliki oleh pemegang ke terminal penampungan nilai uang elektronik milik pedagang, apapun satuan nilai dalam media uang elektronik tersebut, pada dasarnya berupa nilai uang yang pada waktunya akan ditukarkan kepada penerbit dalam bentuk uang tunai (cash) 3 . Dengan dipersamakannya uang elektronik dengan uang, maka pertukaran antara nilai uang tunai (cash) dengan nilai uang elektronik merupakan pertukaran atau jual beli mata uang sejenis yang dalam literatur Fikih Muamalat dikenal dengan Al-Sharf, yaitu tukar-menukar atau jual beli mata uang. 4 Tukar-menukar atau jual beli uang (Sharf) dalam transaksi uang elektronik dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain : a. Mekanisme Transaksi Pada saat penerbitan dan pengisian ulang dilakukan dengan cara pemegang menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan rekening di bank, nilai uang yang dibayarkan tersebut dimasukan menjadi nilai uang elektronik dalam media uang elektronik yang dinyatakan dalam satuan Rupiah. 5
3
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1361 4 Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH., Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005), cet. II, hal. 90 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 20 Ayat 1 dan 2
33
Pada saat uang elektronik digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran kepada pedagang dilakukan secara off-line dengan penerbit 6 . Transaksi pembayaran tersebut dilakukan dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada media uang elektronik7 . b. Posisi Dana Float Dana float adalah seluruh nilai uang elektronik yang diterima penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan pedagang 8 . Kewajiban penerbit tersebut merupakan redeemability yang dimaksudkan sebagai bentuk jaminan atau kepastian bagi pemilik nilai uang elektronik, baik pemegang maupun pedagang bahwa mereka setiap saat dapat menukarkan (redeem atau refund) nilai uang elektronik tersebut ke dalam bentuk nilai uang baik berupa uang tunai (cash) maupun melalui transfer ke rekening yang bersangkutan 9 . Dana float yang disetorkan pemegang kepada penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Perbankan 10 . Dana float dapat dikelola oleh pihak penerbit untuk ditempatkan atau diinvestasikan dalam bentuk deposito atau lainnya 6
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 4 Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1367 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 Ayat 11 9 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 33 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 Ayat 3 Huruf d 7
34
dengan syarat aman dan likuid 11 . Pendapatan atas investasi yang diperoleh dari outstanding dana float yang terhimpun sepenuhnya menjadi hak penerbit sebagai keuntungan dari penerbitan uang elektronik 12 . c. Posisi Nilai Uang Elektronik Nilai uang elektronik yang disimpan dalam media uang elektronik sepenuhnya berada dalam penguasaan pemegang. Pada saat transaksi, perpindahan nilai uang elektronik dari pemegang kepada pedagang dapat dilakukan secara off-line dan verifikasi cukup dilakukan pada level pedagang, berbeda dengan alat pembayaran elektronik lainnya yang harus on-line ke komputer penerbit, sehingga dana sepenuhnya berada dalam penguasaan bank sepanjang belum ada otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran. 13 d. Redeemability Redeemability merupakan jaminan yang diberikan pihak penerbit atas uang elektronik yang diterbitkannya, bahwa uang elektronik tersebut dapat ditukarkan kembali dengan uang tunai (cash) sewaktu-waktu pemegang dan pedagang ingin menukarkannya kembali 14 . Hal tersebut berbeda dalam penyelenggaraan kartu kredit, dimana jaminan pihak penerbit diberikan kepada pemegang kartu kredit terhadap
11
Ibid, Pasal 17 Ayat 3 Huruf a Bank Indonesia, Paper Kajian mengenai E-Money, (Jakarta: BI, 2001), hal. 9 13 Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 4 14 Ibid, hal. 33 12
35
pedagang atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu kredit dengan pedagang 15 . 2. Akad Sharf dalam Kajian Fikih Muamalat a. Pengertian Sharf Menurut pengertian bahasa, Sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya atau tukar-menukar uang yang dalam bahasa Inggris disebut dengan money changer 16 . Menurut istilah Syara’ Sharf adalah jual beli satu mata uang dengan mata uang yang lain baik mata uang tersebut satu jenis atau berlainan jenis 17 . b. Dasar Hukum Sharf Dalam kajian Fikih Muamalat, jual beli mata uang (Sharf) termasuk ke dalam bab jual beli yang didasarkan pada firman Allah SWT : (
: /واﺣﻞ اﷲ اﻟﺒﻴﻊ و ﺣﺮم اﻟﺮﺑﺆا )اﻟﺒﻘﺮة
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/02 : 275) Hadits yang menjadi dasar hukum jual beli mata uang (Sharf) salah satunya antara lain :
15
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, Jakarta, tertanggal 11 Oktober 2006 16 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam, (Beirut: Maktabah al-Syarqiyah, 1986), hal. 423. Lihat juga Muhammad al-Adnani, Mu’jam al-Aghlat al-Lugawiyah al-Mu’ashirah, (Beirut: Maktabah Libanon, 1984), cet. I, hal. 374. Lihat juga Munir Al-Baklabaki, al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut: Dar al-Ilmi Li al-Malayin, 1984), hlm. 588 17 Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsyiq: Daar el-Fikr alMa’ashirah, 2004), cet. IV , juz V, hal. 3659
36
اﻟﺬهﺐ ﺑﺎﻟﺬهﺐ واﻟﻔﻀﺔ ﺑﺎﻟﻔﻀﺔ واﻟﺒﺮ ﺑﺎﻟﺒﺮ واﻟﺸﻌﻴﺮ ﺑﺎﻟﺸﻌﻴﺮ واﻟﺘﻤﺮ ﺑﺎﻟﺘﻤﺮ واﻟﻤﻠﺢ ﺑﺎﻟﻤﻠﺢ ﻣﺜﻼ واذا اﺧﺘﻠﻒ هﺬﻩ اﻻﺻﻨﺎف ﻓﺒﻴﻌﻮا آﻴﻒ ﺷﺌﺘﻢ اذا آﺎن ﻳﺪا ﺑﻴﺪ )رواﻩ. ﺑﻤﺜﻞ ﺳﻮاء ﺑﺴﻮاء ﻳﺪا ﺑﻴﺪ (اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ Artinya : (jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, maka harus sama dan setara (jumlahnya) secara tunai. Dan jika berbeda jenis, maka jualah sesuai cara kalian asalkan secara tunai. (H.R. Jama’ah) c. Syarat-syarat Sharf Secara umum jual beli mata uang (Sharf) diidentikkan dengan tukar menukar antara emas dan emas dan perak dengan perak atau emas dengan perak. Dengan demikian, yang menjadi syarat-syarat dalam transaksi tukar menukar emas dengan emas dan perak dengan perak atau emas dengan perak tersebut berlaku juga dalam transaksi jual beli mata uang. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut: 1) Tunai (Al-Taqabudh) Syarat tunai yang dimaksud adalah transaksi dilakukan dan diselesaikan pada tempat kontrak sebelum berpisah antara kedua belah pihak. Dalam artian bahwa nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh penjual maupun pembeli sebelum keduanya berpisah 18 .
18
Ibid, hal. 3660
37
2) Jumlahnya Sama (Al-Tamatsul) Jumlah yang sama dipersyaratkan dalam transaksi Sharf, jika jenis mata uangnya sama, seperti jual beli emas dengan emas dan perak dengan perak, maka jumlahnya harus sama, yakni sama dalam kualitas dan kuantitasnya walaupun bentuknya berbeda. 19 3) Tidak Boleh Ada Khiyar Syarat Dalam transaksi Sharf tidak boleh dilakukan Khiyar Syarat antara kedua belah pihak dan/atau salah satu pihak, karena Khiyar Syarat bertentangan dengan syarat tunai (Al-Taqabudh). Dalam akad Sharf, ketika akad telah selesai, maka kedua belah pihak memiliki hak sempurna atas nilai uang yang dipertukarkan. 20 4) Tidak Boleh Ditangguhkan Dalam transaksi Sharf kedua belah pihak dan/atau salah satu pihak yang bertransaksi tidak boleh menangguhkan penyerahan uang untuk jangka waktu tertentu, karena uang tersebut harus diterima dan jatuh sebagai hak milik sempurna masing masing pihak sebelum mereka berpisah, karena penangguhan mengakibatkan memperlambat kepemilikan sempurna terhadap uang, hal tersebut bertentangan dengan syarat tunai (Al-Taqabudh). 21
19
Ibid, hal. 3661 Ibid, hal. 3661 21 Ibid, hal. 3662 20
38
3. Relevansi Akad Sharf dalam Implementasi Uang Elektronik Relevansi akad Sharf dalam implementasi uang elektronik dapat dilihat dalam bagan di bawah ini : No 1
Syarat Akad Sharf Tunai
Implementasi Uang Elektronik 1. Nilai uang elektronik yang berada di
(Al-Taqabudh)
tangan pemegang sepenuhnya berada dalam kekuasaan pemegang. 2. Dana float yang terkumpul di penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana yang
diatur
tentang
dalam
Perbankan
Undang-Undang dan
sepenuhnya
berada dalam penguasaan. 2
Jumlahnya sama
Nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu Rupiah pada uang tunai (cash).
3
Tidak boleh ada
Dalam
transaksi
uang
elektronik
tidak
Khiyar Syarat
terdapat Khiyar Syarat, pada saat transaksi dilakukan, ketika masing-masing pihak telah menunaikan kewajiban dan mendapatkan haknya, maka transaksi telah selesai.
4
Tidak boleh
Pada saat proses penerbitan, ketika pihak
ditangguhkan
pemegang menyetorkan uang, maka penerbit saat
itu
juga
menyerahkan
nilai
uang
elektronik kepada pemegang dan pada saat terjadi redeem baik oleh pemegang atau oleh pedagang,
penerbit
harus
menunaikannya secara tepat waktu.
dapat
39
3. Akad-akad Lain yang Terkait Melihat dari relevansi tersebut di atas, maka jelaslah bahwa akad utama yang digunakan dalam penyelenggaraan uang elektronik adalah akad Sharf,
yaitu
tukar-menukar
atau
jual
beli
uang.
Namun
dalam
implementasinya, penyelenggaraan uang elektronik dapat dilengkapi oleh akad-akad lain, yaitu : a. Akad Ijarah Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa 22 . Akad Ijarah digunakan dalam hal terdapat transaksi sewa menyewa atas perlengkapan/peralatan dan atau terdapat pelayanan jasa dalam penyelenggaraan uang elektronik. b. Akad Wakalah Wakalah adalah pemberian kuasa kepada orang lain untuk bertindak sebagai pemberi kuasa dalam transaksi yang diperbolehkan dan diketahui 23 . Akad Wakalah digunakan dalam hal penerbit bekerjasama dengan pihak lain sebagai agen penerbit dan/atau terdapat bentuk perwakilan lain dalam transaksi uang elektronik.
22
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 1 Ayat 10 23 Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsyiq: Daar el-Fikr alMa’ashirah, 2004), cet. IV , juz V, hal. 4056
40
B. Implementasi Akad Syariah pada Uang Elektronik Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan uang elektronik melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak satu sama lain terikat dengan akad baik mengenai hak maupun kewajibannya. Akad dalam transaksi uang elektronik dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu akad antar penyelenggara uang elektronik dan akad antara penerbit uang elektronik dengan pengguna uang elektronik. 1. Akad antar Penyelenggara Kegiatan Uang Elektronik Pihak-pihak yang terlibat sebagai penyelenggara uang elektronik terdiri dari prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir. Penerbit menempati posisi yang paling penting dalam hubungan antar penyelenggara uang elektronik tersebut, baik dilihat dari sisi kebijakan Bank Sentral karena penerbit sebagai pihak yang menerbitkan uang elektronik sebagi alat pembayaran, maupun dilihat dari sisi antar penyelenggara karena penerbit yang mengelola dana float dan mendapat keuntungan dari outstanding dana float tersebut 24 . Akad yang terbangun dari hubungan antar penyelenggara uang elektronik dapat dimungkinkan menggunakan akad Ijarah, dimana pihak-
24
Bank Indonesia, Paper Kajian mengenai E-Money, (Jakarta: BI, 2001), hal. 9
41
pihak
yang
memberikan
jasa
dan/atau
sewa
dimungkinkan
untuk
mendapatkan ujroh atas pelayanan jasa dan/atau sewa yang diberikannya. Hubungan antar penyelenggara kegiatan uang elektronik dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :
Prinsipal Acquirer X
Acquirer Y
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
Penerbit A
6
Penerbit B
Keterangan : a. Prinsipal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistim dan/atau jaringan yang digunakan oleh penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir dalam transaksi uang elektronik 25 . Dalam hal demikian, prinsipal dimungkinkan mendapat imbalan (ujroh) atas penggunaan sistim dan/atau jaringan yang dikelolanya.
25
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 Ayat 5
42
b. Penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir adalah pihak yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masingmasing penerbit dan acquirer serta bertanggungjawab untuk melakukan penyelesaian akhir (sattlement ) atas hak dan kewajiban keuangan masingmasing tersebut dalam rangka transaksi uang elektronik 26 . Karena itu, penyelenggara
kliring
dan/atau
penyelenggara penyelesaian akhir
dimungkinkan dapat memperoleh imbalan (ujroh) atas pelayanan jasa yang diberikan tersebut. c. Hubungan yang terjadi antara penerbit dengan acquirer adalah sematamata hubungan bisnis yang tiap pihak bertindak secara sendiri-sendiri untuk kepentingan tertentu. Hubungan antara penerbit dengan acquirer sama halnya dengan hubungan antara penerbit dengan pedagang, karena acquirer adalah pihak yang bekerjasama dengan pedagang yang dapat memproses data uang elektronik dan menampung dana hasil penukaran uang elektronik yang dilakukan pedagang kepada penerbit 27 . 2. Akad antara Penerbit dengan Pengguna Uang Elektronik Hubungan antara Penerbit Uang Elektronik dengan pengguna uang elektronik dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :
26
Ibid, Pasal 1 Ayat 6 dan 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 7, Lihat juga Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 28 27
43
Penerbit
Acquirer
Pemegang
Pedagang
a. Akad antara Penerbit dengan Pemegang Penetapan akad transaksi antara penerbit dengan pemegang dalam hal penerbitan, pengisian ulang, redeem atau refund dan tarik tunai uang elektronik didasarkan pada transaksi tukar-menukar/jual- beli mata uang sejenis berdasarkan prinsip dan ketentuan akad Sharf. Dalam hubungan antara penerbit dengan pemegang, tanggung jawab yang mendasar bagi penerbit adalah memberikan jaminan bahwa produk uang elektronik yang dikeluarkannya dapat digunakan sebagai alat pembayaran terhadap pedagang yang bekerja sama dengan penerbit. Transaksi antara penerbit dengan pemegang dapat dimungkinkan untuk dilengkapi dengan akad Ijarah, dimana terdapat pelayanan jasa dan/atau sewa yang dilakukan oleh penerbit, dalam hal tersebut penerbit dapat dimungkinkan untuk memperoleh imbalan jasa (ujroh) atas pelayanan jasa dan/atau sewa yang diberikannya.
44
b. Akad antara Pemegang dengan Pedagang Transaksi jual beli barang yang dilakukan antara pemegang uang elektronik dengan pedagang merupakan transaksi jual beli tunai. Pembayaran dengan uang elektronik sama hukum dan ketentuannya dengan jual beli barang dengan menggunakan uang tunai (cash), karena pada dasarnya antara uang elektronik dengan uang tunai (cash) terdapat kesamaan fungsi sebagai alat pembayaran. 28 Dalam hal pedagang menjadi agen penerbit dalam hal pengisian ulang, tarik tunai dan transfer dana, maka transaksi apapun dilakukan
antara
pedagang
dengan
yang
pemegang, pada hakikatnya
merupakan transaksi antara pemegang dengan penerbit. 29 c. Akad antara Pedagang dengan Acquirer Acquirer adalah adalah pihak yang bekerjasama dengan pedagang yang dapat memproses data uang elektronik dan menampung dana hasil penukaran uang elektronik yang dilakukan pedagang kepada penerbit 30 . Dalam fungsi tersebut, acquirer dapat dimungkinkan untuk memperoleh imbalan (ujroh) berupa merchant fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan atas jasa pemasaran (taswiq), jasa pemrosesan
28
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 2 29 Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah (Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 96 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 7, Lihat juga Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 28
45
data uang elektronik, dan jasa efisiensi atas berkurangnya biaya pengelolaan kas pedagang yang kerjasamanya dapat didasarkan pada akad Ijarah. d. Akad antara Penerbit dengan Pedagang Transaksi antara penerbit dengan pedagang yang terjadi pada saat redeem didasarkan pada akad Sharf, karena pada dasarnya nilai uang elektronik yang berada di pedagang berada dalam kekuasaan dan merupakan milik penuh (milk al-tam) pedagang atas transaksi jual beli barang yang dilakukannya dengan pemegang uang elektronik. Pemenuhan hak tagih oleh penerbit kepada pedagang dilakukan melalui acquirer untuk menampung pendapatan pedagang dari hasil penukaran uang elektronik kepada penerbit. Dalam hal tersebut, antara penerbit dan pedagang sudah terikat oleh perjanjian sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang disepakati bersama. Penerbit dapat bekerjasama dengan pedagang sebagai agen penerbit, dalam hubungan ini pedagang menjadi wakil dari penerbit, maka transaksi apapun yang dilakukan lewat pedagang tersebut dan atas nama penerbit, hal tersebut sama halnya penerbit bertindak sendiri.31 Dalam hubungan tersebut, pedagang dapat dimungkinkan untuk mendapat imbalan (ujroh) dari penerbit atas jasa perwakilan yang dilakukannya.
31
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah (Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 78
46
C. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik 1. Tidak Mengandung Maysir Maysir adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untunguntungan atau spekulatif yang tinggi 32 . Penyelenggaraan uang elektronik harus didasarkan oleh adanya kebutuhan transaksi pembayaran ritail yang menuntut transaksi secara lebih cepat dan efisien, tidak untuk kebutuhan transaksi yang mengandung maysir. 2. Tidak Menimbulkan Riba
Riba adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual-beli
maupun
pinjam-meminjam
secara
batil
atau
bertentangan dengan ajaran Islam 33 . Transaksi uang elektronik merupakan transaksi tukar-menukar/jual beli barang ribawi, yaitu antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik dalam bentuk Rupiah. Pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik harus sama jumlahnya (tamatsul) baik kualitas maupun kuantitasnya, jika jumlahnya tidak sama, maka tergolong ke dalam bentuk riba al-fadl, yaitu tambahan atas salah satu dua barang yang dipertukarkan dalam pertukaran barang ribawi yang sejenis 34 .
32
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 2 Ayat 3 33 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 2 Ayat 3 34 Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsyiq: Daar el-Fikr alMa’ashirah, 2004), cet. IV , juz V, hal. 3705
47
Oleh karena itu, tidak boleh melakukan pertukaran nilai uang tunai yang lebih kecil atau lebih besar dari nilai uang elektronik. Sebagai contoh penerbit tidak boleh menjual uang elektronik sebesar Rp 1.000.000,00 dengan penyetoran uang/dana dari pemegang
kepada
penerbit
sebesar
Rp
1.010.000,00 dan penerbit juga tidak boleh memberikan potongan harga atas penjualan uang elektronik, seperti uang elektronik dengan nilai uang elektronik sebesar Rp 1.000.000,00 dijual oleh penerbit melalui penyetoran uang/dana dari pemegang kepada penerbit sebesar Rp 990.000,00, kelebihan pembayaran oleh pemegang dan potongan harga oleh penerbit tersebut termasuk riba al-fadl. Selain itu, pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik harus dilakukan secara tunai (taqabudh), jika pertukaran tersebut tidak dilakukan secara tunai (taqabudh), maka tergolong ke dalam bentuk riba al-nasiah, yaitu penundaan penyerahan salah satu dua barang yang dipertukarkan dalam jual-beli barang ribawi yang sejenis 35 . Sebagai contoh pada saat pemegang atau pedagang menukarkan kembali (refund/redeem) nilai uang elektronik dengan nilai uang tunai kepada penerbit, maka penerbit harus memenuhi hak tagih tersebut dengan tepat waktu tanpa melakukan penangguhan pembayaran.
35
Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsyiq: Daar el-Fikr alMa’ashirah, 2004), cet. IV , juz V, hal. 3705
48
Dalam hal penerbit membutuhkan waktu untuk proses verifikasi dan perhitungan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak terhadap redeem yang dilakukan oleh pedagang, maka hal tersebut diperbolehkan karena dianggap tunai, sedangkan waktu yang dibutuhkan oleh penerbit dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari ( ) ِﻣﻨْ ُﻪ ُﺑﱠﺪ َﻻ ِﻣﱠﻤﺎ36 . 3. Tidak Mendorong Israf (Pengeluaran yang Berlebihan) Uang elektronik pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran ritail/mikro, agar terhindar dari Israf (pengeluaran yang berlebihan) dalam konsumsi dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu, sebagaimana firman Allah SWT : (
: /وآﻠﻮا واﺷﺮﺑﻮا وﻻ ﺗﺴﺮﻓﻮا اﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺐ اﻟﻤﺴﺮﻓﻴﻦ )اﻻﻋﺮف
Artinya : Makan dan minumlah kalian dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya (Dia) tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al-A’raf / 07: 31) 4. Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat Uang elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip Syariah, uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam. 37
36
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), Jakarta, tanggal 28 Maret 2002 37 Ibid, Pasal 2 Ayat 3
49
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Peluang Implementasi Uang Elektronik pada Perbankan Syariah Uang elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik pada prinsipnya sudah dapat diimplementasikan pada Perbankan Syariah dengan mengacu pada Peraturan tersebut. 2. Jenis Akad Syariah pada Uang Elektronik Uang elektronik dapat diterbitkan oleh Perbankan Syariah dengan menggunakan akad Sharf sebagai akad utama. Dalam implementasinya, uang elektronik dapat dilengkapi dengan akad Ijarah dan Wakalah. 3. Implementasi Akad Syariah pada Uang Elektronik a. Sharf Akad Sharf dapat diimplementasikan pada uang elektronik dalam hal terjadi pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik yang meliputi transaksi penerbitan, isi ulang, redeem, dan tarik tunai.
49
50
b. Ijarah Akad Ijarah dapat diimplementasikan pada uang elektronik dalam hal terdapat pelayanan jasa dan/atau sewa yang dilakukan oleh Penyelenggara uang elektronik. Dalam hal demikian, Penyelenggara dapat
dimungkinkan untuk memperoleh imbalan jasa (ujroh) atas pelayanan jasa dan/atau sewa yang dilakukannya. c. Wakalah Akad Wakalah dapat diimplementasikan pada uang elektronik dalam hal penerbit bekerjasama dengan pedagang dan/atau pihak lain sebagai agen penerbit, dalam hubungan ini, pedagang dan/atau pihak lain tersebut dapat dimungkinkan untuk mendapat imbalan (ujroh) dari penerbit atas jasa perwakilan yang dilakukannya. 4. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik a. Tidak Mengandung Maysir b. Tidak Menimbulkan Riba c. Tidak Mendorong Israf (Pengeluaran yang Berlebihan) d. Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat
51
B. Saran 1. Perkembangan uang elektronik tergantung pada besarnya fee/biaya yang harus dibayar oleh pemegang. Oleh karena itu, fee/biaya yang harus dibayar oleh pemegang uang elektronik harus lebih murah dibanding dengan instrumen pembayaran elektronis lainnya, karena uang elektronik didisain untuk menangani kebutuhan transaksi dengan nilai yang kecil namun dengan volume yang tinggi; dan 2. Dalam konsep Ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods, bukan merupakan capital yang bersifat stock concept dan merupakan private goods. Dengan demikian, fungsi uang bukanlah sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas, karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Perdagangan uang adalah salah satu aktivitas yang lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Untuk itu, uang harus dikembalikan pada fungsi yang sebenarnya yang telah dijalankan dalam konsep Islam, yakni sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account), bukan sebagai salah satu komoditi perdagangan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Al-Qur’an, Madinah: 1418 H.
Penterjemah/Pentafsir
Abdullah, Burhanuddin. Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in Indonesia. Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran Bank Indonesia, 2006. Al-Adnani, Muhammad. Mu’jam al-Aghlat Beirut: Maktabah Libanon, 1984, cet. I.
al-Lugawiyah
al-Mu’ashirah.
Al-Baklabaki, Munir. al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary. Beirut: Dar al-Ilmi Li al-Malayin, 1984. Al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu. Damsyiq: Daar el-Fikr alMa’ashirah, 2004, cet. IV , juz V. Arifin Susanto (Analis Senior Sistim Pembayaran Bank Indonesia). Era Uang Elektronik di Depan Mata. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://www.bisnis.com. Bank
for International settelments. Implications for Development of Electronic Money. Basel: BIS, 1996.
Central Bank of The
Bank Indonesia. Paper Kajian Mengenai E-Money. Jakarta: Bank Indonesia, 2001. Bank Indonesia, Tim Inisiatif 2006. Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money. Jakarta: BI, 2006. Bank Indonesia, Tim Peneliti. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai. Jakarta : BI, 2006. Diyah NK. Makhijani (Dir. Sistim Akunting dan Pembayaran BI). E-Money, Inovasi Alat Pembayara. diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://www.majalaheindonesia.com Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), Jakarta, tertanggal 28 Maret 2002. 52
53
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/DSN-MUI/X/2006, tentang Syariah Card, Jakarta, tertanggal 11 Oktober 2006. Hakim, Atang Abdul, dkk. Metodologi Stud Islam. Jakarta: PT. Remaja Rusdakarya, 1995. Hidayati, Siti, dkk. Operasional E-Money. Jakarta: BI, 2006. Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam. Beirut: Maktabah al-Syarqiyah, 1986. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia, 2003. Nurul Qomariyah. BI Terbitkan Aturan Uang Elektronik. diakses pada tangal 5 Oktober 2009 dari http://www.detikfinance.com Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Jakarta, tertanggal 14 November 2005. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11 / 12 / PBI / 2009, tentang Uang Elektronik (Electronic Money), ditetapkan di Jakarta tertanggal 13 April 2009. Rivai, Veithal, dkk. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Satria, Adhidya Agung, dkk. Makalah: Kajian Perkembangan Teknologi Smart Card dari Segi Keamanan dan Implementasinya di Kehidupan Sehari - hari. Bandung: Departemen Teknik Informatika ITB, 2005. Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005. Sulaiman, Abdul Wahab Ibrahim Abu. Banking Cards Syariah; Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, Jakarta, tertanggal 13 April 2009. www.hukumonline.com. BI Pisahkan Aturan Uang Elektronik dan APMK, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://cms.sip.co.id