PENERAPAN AJARAN TASAWUF-TAREKAT DI PONDOK PERSULUKAN (PONSLUK) DARUSSOUFIYAH DESA HUTA LOMBANG KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN TENGGARA (Suatu Tinjauan Aplikatif Metodologis) Oleh : Armyn Hasibuan Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Padangsidimpuan Abstract This Collective research is descriptive research qualitative aim to see to near from applying of teaching of tasawuf-tarekat in The Maisonette of Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah Countryside of Huta Lombang District of Padangsidimpuan SouthEast as one of the institute education of religious nonformal continual in guiding all " Salikin", both for have old man age and also relatively young. As for instrument gathering of data in this research are observation, interview deef and follow as participant. Besides meeting khalifah and some of its pupil which looked into can give clarification and information. The Maisonette of Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah Countryside of Huta Lombang District of Padangsidimpuan South-East teaching of tasawuf-tarekat taught and applied with science about tasawuf-tarekat like practicing or maqomat to implentation, elementary teaching and indepth way of sufism to the seasonal and mandah with interest ahead give study about bases of faith of God, fiqh, behavior, tasawuf step by step and transformasi Excellence of maisonette of Persulukan (Ponsluk), on personality, science and seriousness of Sheikh H. Muhammad Fauzi Siregar, where character, demeanour and his compatible characteristic very as counsellor (Mursyid). That thing are supported by its ability explain indepth coherent ketarekatan everyday way of living with simple life concept. Socialization conducted by Sheikh H. Muhammad Fauzi Siregar by lifting to all pupil become Khalifah Tawajuh and of Khalifah Tarekat. If no in this place, hence activity of religious service ritual, Tawajuh, Recitation, Khataman and other will remain to walk with existence of khalifah or it to proxymity. Keyword : Ponsluk, tasawuf-tarekat dan Darussoufiyah
Penulis Memperoleh Gelar Magister pada Program Pascasarjana IAIN SU Medan
28
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 29
PENDAHULUAN Tasawuf sebagai ajaran Islam yang mengajarkan pendekatan diri (qurbah) kepada Allah SWT dan penyucian diri dari sifat-sifat tercela sehingga jiwa dalam keadaan kosong untuk diisi dengan sifat-sifat terpuji yang pada gelerannya melahirkan akhlak yang mulia. Kedekatan kepada Allah SWT dan proses penyucian jiwa biasanya amat personal karena sering kali hal itu dikaitkan dengan perasaan dan pengalaman individu. Namun demikian hal tersebut dapat ditransformasikan pada orang lain (murid) lewat tarekat.1 Tarekat merupakan jalan spiritual, dimensi bathin dan esoterik Islam memiliki dasar al-Qur’an dan Sunnah. Pada mulanya ia merupakan jalan yang harus ditempuh sufi untuk memperoleh ma’rifat 2 dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian berkembang menjadi suatu wadah perkumpulan kekeluargaan para pengikut tasawuf yang sealiran dan mempunyai cara-cara tertentu dalam latihan pengamalan agama di bawah pengawasan seorang guru. Mereka berkumpul dalam suatu tempat yang disebut ribath atau zawiyah yang di daerah kita ini dinamakan pondok persulukan. Di pondok persulukan itulah ilmu tasawuf dan ajarannya dipelajari, diterapkan dalam bentuk tasawuf-tarekat dengan bimbingan syekh3 atau mursyid. 4 Persulukan adalah suatu lembaga nonformal keagamaan dan di dalamnya terdapat murid dan mursyid, untuk menekuni ilmu ketasawufan dan meningkatkan 1
Tarekat juga salah satu bidang kajian Islam, peristilahannya dijumpai dalam berbagai literatur, diantaranya kamus Munawwir , طرق ج طريقةsinonim dengan المذهب – اسلوب – كيفية – الحالة artinya jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan dan keadaan. Munawwir, A.W, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Krafiyah, 1994), hlm. 910. Dictionary of Islam menguraikan bahwa ( طريقةtarekat) adalah “ A part a term used by sufister the religius life (sufi)”. Thomas Patrick Hughes. Dictionary of Islam, (New Delhi: Cosmi Publication, 1982), hlm. 628. pengertian lain Thariqat (P.L Turuk), This Arabic term, meaning, road, way, path, has aquired two successive technical meaning in muslim mysticism. Brill’s. E.J. First Encyclopedia of Islam, Volume VIII, (Leiden: E.J Brill, 1987), hlm. 130. Di beberapa ayat al-Qur’an terdapat kata طريقةantara lain: surat at-Thaha ayat 104 dan al-Jin ayat 16 “Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling Lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja". 2 Ma’rifat adalah kemantapan hati untuk meyakini Dzat Tuhan yang bersifat sempurna. Ma’rifat pada hakikatnya adalah firman Tuhan tentang cahaya nurani kepada kalbu kita yang terdalam dengan menyinari dan menjaganya dari ketercemaran. Baca, Abdul Al-Karim bin Hawazin Al-Qusyayri. Risalah Al-Qusyaiyriyah, terjemahan Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 312. 3 Abdul Razak Al-Kasyani. Isthirahat Al-Suffiyah, (Dar al-Ma’arif, 1984), hlm. 126. 4 Mursyid adalah pembimbing, Lihat Khalili al-Banna J Hanafi R. Ajaran Tarekat Suatu Jalan Pendekatan Diri Terhadap Allah SWT, (Surabaya: Bintang Pelajar, tth), hlm. 22.
30 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 kualitas dan kuantitas ibadah. Para murid tersebut ada yang berdomisili di pondokpondok persulukan, ada yang mandah secara musiman dan ada pula yang datang dan ada pula sekedar datang pulang pergi bersilaturrahim dengan tujuan-tujuan tertentu seperti silaturrahim, meminta obat, didoakan, dan lain-lain sebagainya. Persulukan banyak dijumpai di negeri kita, Menurut J.S Trimingham bahwa ribath atau zawiyah notabene pondok persulukan menyebar luas dari kawasan Mesopotamia ke Persia, India, Malaysia dan Indonesia melalui proses pertumbuhan stagnasi dan bangkit kembali.5 Pendekatan diri kepada Allah SWT adanya komunikasi, dialog antara roh manusia dengan Allah SWT dengan jalan mengasingkan diri dan kontemplasi merupakan bagian dalam ajaran tasawuf. Secara idealisme lagi disepakati para tokoh tasawuf, bahwa ajaran tasawuf bukan hanya ditujukan kepada ruhani melainkan juga pada didikan jasmani yang diaplikasikan pada sikap dan prilaku. Ajaran-ajaran itu antara lain, taubat, wara, zuhud, faqr, sabar, syukur, tawakkal, dan ridha, bahkan buku-buku tasawuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang serupa tentang maqamat 6 sebagai ajaran tasawuf. Pondok Persulukan Darussoufiyah Desa Huta Lombang salah satu tempat pengembangan dan penerapan ajaran tasawuf-tarekat yang lebih eksis dari tempattempat persulukan lainnya di daerah kota Padangsidimpuan. Selain dari suasana tempatnya yang amat cocok dan mendukung untuk peramalan, yakni dalam kota tapi jauh dari hiruk-piruknya kendraan, keributan, juga syekh atau pimpinan dari pondok persulukan ini, bertempat tinggal, berdomisili di area ini. Sehingga pengajarannya dan penerapan ajaran tasawuf dapat lebih terkontrol dan istimrar. Pondok Persulukan Darussoufiyah telah mengasuh dan membimbing para muridnya sejak didirikan pada tahun 1996. sebelum pondok persulukan ini didirikan, Syekh H Muhammad Fauzi Siregar telah banyak mengajar dan membina para muridnya diberbagai tempat dan daerah. Sejak masih muda ia telah cenderung dan meminati untuk mengajarkan dan mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah. Cita-cita dan minatnya ternyata menjadi kenyataan. Tarekat sebagai perpanjangan tangan dari tasawuf itu memberikan formulasi-formulasi tertentu dalam ajaran dasarnya agar seorang murid dapat lebih mudah sampai pada tujuan yaitu pendekatan diri dan adanya komunikasi ruh manusia dengan Tuhan-Nya (Allah). Formulasi itu menerapkan wacana yang turut diajarkan dan diterapkan di Pondok Persulukan seperti Darussoufiyah Desa Huta Lombang.
5 6
J.S Trimingham. The Sufi Orther in Islam, (USA: Oxford University Press, 1997), hlm. 31. Sayyed Hosein Nasr. Sufi Essays, (London: George Allen and Ltd, 1972), hlm. 68.
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 31
Pondok Persulukan Darussoufiyah selain dari tempat persulukan juga memilki tempat-tempat tinggal berupa gubuk kecil dengan ukuran 2 x 3 m yang terbuat dari kayu papan yang disebut pondok, yaitu tempat tinggal para murid dari berbagai daerah yang secara khusus menuntut ilmu tarekat dan memperbanyak ibadah. Mungkin tinggal di desa sendiri akan sulit mengkonsentrasikan dan menggiatkan diri beribadah karena urusan anak cucu,harta dan lainnya. Apalagi tempat bertanya tentang keagamaan sangat terbatas sehingga turut menyebabkan mereka datang dan tinggal di pondok yang dimaksud sambil pengayaan diri mencari ridha ilahi. Khusus kegiatan suluk, dilaksanakan secara bervariasi, diantaranya 10 (sepuluh) hari, 20 (dua puluh) hari dan ada 40 (empat puluh) hari. Akan tetapi manakala ada murid meminta 5 (lima) hari utamanya murid pemula yang masih berusia relatif muda, maka syekh H Muhammad Fauzi Siregar kadang-kadang membolehkan dan mengikut sertakannya. Ada juga sebagian hanya ikut menerima ilmu tarekat tetapi belum langsung ikut serta mengikuti kegiatan suluk. Selain dari yang telah diungkapkan di atas banyak lagi yang kegiatan persulukan yang dilaksanakan syekh atau guru tarekat lain yang tidak mengambil tempat secara menetap permanent melainkan mereka mengadakannya di masjidmasjid suatu desa. Persulukan semacam ini ada di desa Mompang Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu pimpinan Syekh H Muddan Harahap, di masjid desa Baruas Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, pimpinan Syekh atau Khalifah H Gulam Pulungan dari Basilam Baru, Pimpinan Syekh H. Ahmad Baqi Hasibuan di mesjid Jami’ Sadabuan, masjid Raya Lama Padangsidimpuan, mesjid Syekh Zainal Abidin desa Pudun Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Mesjid Sidangkal dan Panobasan serta lainnya. Sepanjang uraian latar belakang masalah di atas, masih menggambarkan keberhasilan dan kemampuan pimpinan Pondok Persulukan Darussoufiyah, belum terlihat eksistensi dan aktivitas mereka di dalam persulukan sebagai lembaga nonformal keagamaan, maka pada rumusan masalahnya peneliti ingin meneliti; Bagaimana penerapan ajaran tasawuf-tarekat di Pondok Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah Desa Huta Lombang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara dan Apa saja potensi keunggulan dan manfaatnya pada masyarakat. KAJIAN TEORI 1. Eksistensi Tasawuf dalam Islam Mistisisme atau tasawuf adalah suatu yang include dalam Islam, ia tidak terpisahkan dari Islam, karena ia pandalaman tauhid sebagai asas atau pondasi dalam Islam. Secara akidah tasawuf murni sebagai ilmu dan ajaran Islam, bukan
32 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 adopsi apalagi penceplokan. Memang di dalam ajaran Islam, Allah Swt Maha Suci dan tidak dapat didekati kecuali dengan suci pula. Penyucian roh terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, juga mendekatkan diri (qurbah) kepada-Nya bahkan ittihad (menyatu) dengan Allah semasih berada dalam hidup ini. 7 Secara eksplisit, tasawuf disebutkan dalam sumber ajaran Islam, diantaranya al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 186 yaitu:
ْ ُ َ ۡ ََۡ َ َ َ َ ِ َ ِ َ ۡ َ ُ ُ َ ََ َ َ َ َّ َ َ ِ جيبوا ِِل ِ جيب دعوة ٱدلاع إِذا دَع ِنِۖ فليست ِ ِإَوذا سألك عِبادِي ع ِّن فإ ِ ِّن ق ِريبٌۖ أ َ ُ ُ ۡ َ ۡ ُ َّ َ َ ْ ُ ۡ ُ ۡ َ ١٨٦ وۡلؤمِنوا ِِب لعلهم يرشدون Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.8
Ayat di atas memberi pemahaman utamanya bagi orang yang mengikuti tasawuf bahwa Allah Swt dekat dengan manusia yang berurusan dan yang memperkenankan seruan Allah lewat ajaran agama-Nya. Kemudian kata ا لد اع dalam ayat di atas bukan diartikan do’a tetapi berseru atau memanggil Allah Swt, yang pada gelerannya panggilan-panggilan mereka yang senantiasa memperkenankan seruan Allah itu akan dijawab dan diperkenankan-Nya. Akan tetapi secara tasawuf ruhani lebih dekat dan masih lebih tinggi partikularnya dari jasmani, bahkan ruh ilahiyah yang lebih dominan memberi qadar dan pengaruhnya serta perintah kepada jasmani untuk melangkah atau berbuat apa saja. Firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 115 sebagai berikut:
َّ َّ َّ ُ ۡ َ َّ َ َ ْ ُّ َ ُ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َّ َ َ َ َ ٞ َٰ ١١٥ ۡشق وٱلمغ ِرب فأينما تولوا فثم وجه ٱلِلِ إِن ٱلِل و ِسع علِيم ِ و ِلِلِ ٱلم
Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui. 9
Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: UI Press, 1979), hlm. 72. 8 DEPAG RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Op. cit., hlm. 45 9 Ibid, hlm. 31 7
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 33
Apabila dimaksud arti lahiriyah saja maka ayat tersebut di atas seolah-olah Allah Swt ada dimana-mana yang berindikasi kepada pemahaman “serba tuhan” karena wajah kita menoleh ke mana-mana di sana telah ada wajah Allah, berarti tidak esa ada-Nya tetapi beroknum banyak. Penjelasan lain, Simuh mengatakan bahwa tasawuf adalah inti ajaran Islam, setiap mistik, tuhan dicari, tetapi tidak dicari dimana-mana, hanya saja melihat pada cara cermin kalbunya pribadi.10 Artinya kalbu pada orang sufi merupakan sesuatu yang turut menentukan baik buruknya seseorang di hadapan tuhan. 2. Tarekat Naqasyabandiyah Sebagai Gerakan Tasawuf Gerakan tasawuf pada awalnya ditandai timbulnya asketisme dalam islam dipenghujung abad ke I Hijriyah dan memasuki abad ke II HIjriyah. Asketisme adalah suatu paham kezuhudan sebagai gerakan melawan kehidupan yang glamour dan meterialis yang muncul dari istana kekhalifahan. Di saat itu jabatan khalifahpun telah dikomersilkan, para khalifah telah mengejar kehidupan mewah, hura-huraan bahkan telah jauh dari ajaran islam yang ditinggalkan Rasulullah Saw. Paruh kedua abad ke II H (abad ke VII M) gerakan zahid sebagai cikal-bakal tasawuf sampai menyebar ke Khurasan (Persia). Dari daerah inilah lahir tekad dan kelompok penumbang Dinasti Umayyah dan pendiri Dinasti Abbasiyah, dan tempat ini pernah pusat kejayaan Budhisme bahkan sebelum Ibrahim bin Adham menjadi seorang muslim ia pula sebagai pangeran Balkan (W.160 H/777 M) pernah sebagai zahid. Pada abad ke II di Mesir terkenal Al-Lais bin Sa’ad, hidupnya yang sederhana seorang zahid yang kaya tapi dermawan, ahli hukum yang amat terkenal. Dalam perkembangan selanjutnya gerakan zahid (asketisme) itu berubah menjadi aliran mistik dan disesuaikan dengan ajaran Islam lalu disebutlah namanya tasawuf. Karena ajaran mistik itu dijiwai dan diabdikan bagi pengembangan kerohanian Islam.11 Seorang zahid kerap kali seorang yang abid sekaligus sebagai seorang sufi. Ibnu Sina membedakan ketiga orang itu sebagai dikutip oleh Asmaran AS bahwa: 1. Orang yang menolak kehidupan dunia, hidup penuh kesederhanaan disebut seorang zahid. 2. Orang yang selalu berkekalan mengerjakan ibadah baik yang wajib maupun yang sunat disebut seorang abid.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafinndo Persada, 1997), hlm. 39-48. 11 Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 242. 10
34 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 3. Orang yang selalu menghadapkan pikiran dan kemauannya kepada kesucian jabarut, berkekalan dengan nur al-Haq di dalam sirnya, yang demikian disebut arif, arif pulalah yang disebut sufi.12 Pada abad ke IV dan ke V terjadi benturan antara ahli syari’ah dengan ahli tasawuf disebabkan monolitik dan mengklaim dirinya yang paling benar tanpa ada kebenaran pada diri orang lain. Ahli tasawuf mengandalkan ilmu hakikatnya dan makrifatnya sehingga ahli syari’at hanya terlibat dalam segala ritual ibadah secara seremonial dan amal syari’ah dan lahiriyah tetapi kosong bathinnya. Lantas ahli tasawuf dengan perkembangannya berintegrasi dengan filsafat mengatakan dan menyimpulkan bahwa manusia dan Allah memiliki sifat yang sama maka bisa saja manunggaling atau menyatu yang mereka sebut al-itthad atau al-hulul. Kemudian tasawuf berkembang dengan tarekat, membentuk ordo-ordo atau bentuk-bentuk organisasi sejak abad ke VI H sampai saat sekarang menyebar di dunia Islam yang menurut Trimingham tidak kurang dari 41 tarekat yang berstatus induk belum lagi pecahan masing-masing. Tarekat adalah perpanjangan tasawuf, semua ajaran tasawuf diajarkan dalam tarekat sesuai dengan metode masingmasing tokoh dan penganut suatu tarekat lalu bergerak dan berkembang sampai ke berbagai negeri seperti tarekat Naqsabandiyah. Tarekat sebagai gerakan tasawuf dari masa ke masa mengalami perkembangan di tengah elemen masyarakat. Ajaran tasawuf dikembangkan, diformulasikan dan tak dapat dipisahkan antara tasawuf-tarekat. 13 3. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Darussoufiyah a. Ajaran Dasar Sebanyak 11 ajaran dasar, 8 (delapan) diantaranya dirumuskan oleh Syekh Abdul Khalik Bahauddin dan 3 (tiga) berupa penambahan dari Syekh Bahauddin al-Naqsyabandiyah. Ajaran-ajaran tersebut dirumuskan dalam bahasa Persia tetapi telah dicantumkan dalam kitab Tanwir al-Qulub hanya Syekh Najmuddin al-Amin al-Kurdi. Ajaran-ajaran dimaksud adalah : 1) Husy Dardam (“ )هوش دردمsadar sewaktu bernafas” \ 2) Nazar bar Qadam (“ )نظر برقدمmenjaga langkah” 3) Safar dar Wathan (“ )سفر در وطنmelakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. 4) Khalwat dar Anjuman (“ )خلوة در أنجمنsepi di tengah keramaian” 12
Ibid, hlm. 244.
Lihat. Khalili al-Banar J Hanafi R. Ajaran Tarekat Suatu Pendekatan Diri Terhadap Allah Swt, (Surabaya: Bintang Pelajar, tth), hlm. 10. 13
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 35
5) 6) 7) 8)
Yad Kard (“ )ياد كردIngat, Menyebut” Baz Kasyt (“ )باز كشتkembali memperbaharui” Nakah Dasyt (“ )نكاح داشتwaspada” Yad Dasyt (“ )ياد دشتMengumpul kembali”.
Kedelapan ajaran dasar yang bersumber dari Syekh Abdul Khaliq alGhajduwani, ditambah tiga lagi oleh Syekh Bahauddin al-Naqsyabandi sebagai berikut: 9) Al-Wquf Al-Zamani (“ )الوقوف الزمانىMemeriksa penggunaan waktu” 10) Al-Wuquf Al-Adadi (“ )وقوف العددىMemeriksa hitungan zikir”. 11) Al-Wuquf Al-Qalbi (“ )الوقوف القلبMenjaga hati tetap terkontrol” b. Silsilah dan Rabithah Mata rantai yang menghubungkan satu orang ke orang lain disebut silsilah. Najamuddin Amin al-Kurdi mengatakan bahwa mata rantai turunan ajaran tasawuf itu dari Nabi kepada sahabat Abu Bakar sampai seterusnya hingga sampai pada Bahauddin Muhammad bin Muhammad al-Naqsyabandi 14 Bahauddin berhasil mengembangkan ajaran tarekat ini menjadi populer sampai sekarang dan telah menyebar di berbagai negeri. Kemudian apabila ditelusuri selanjutnya dari Bahauddin al-Naqsyabandiyah di atas tarekat diturunkannya kepada Muhammad Alauddin al-Aththar al-Bukhari alKhawarismi hingga kepada Syekh Muhammad Fauzi Siregar. 15 Di dalam tarekat, bahwa rabithah sering dipahami kepada tiga pemahaman yang masing-masing menjadi perbandingan yang amat penting bagi penganut tarekat. Pertama, rabithah wajib yaitu ikatan atau hubungan yang mesti ada (wajib) antara seseorang sebagai oknum pertama kepada sesuatu atau seseorang sebagai oknum kedua. Kedua, rabithah sunat yaitu hubungan atau ikutan sebatas sunat atau himbauan, ketiga, ialah rabithah harus. Menurut Abu Bakar Aceh orang yang memakai rabithah ini diibaratkan seperti melihat barang-barang yang baik pada waktu kita hendak mengerjakan sesuatu barang agar baik pula, dalam kata sehari-hari “Meniru mengikuti yang baik”. 16
J. Spenser Trimingham, The Sufi Other In Islam, Op.cit., hlm. 62-63. Kemudian dapat dilihat : Najmuddin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub (Beirut; Dar al-Fiqr,), hlm. 502. 15 Data ini dikutip dari ijazah Syekh Muhammad Fauzi Siregar, di rumah kediamamnya, 24 September 2009 dan lihat Fuad Said. Hakikat Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta: Pustaka alHusna, 1994), hlm. 44. 16 Aboe Bakar Ajteh. Pengantar Ilmu Tarekatf, Uraian Tentang Mistik, (Solo: Ramadhani, , Cet. Ke 6, 1990), hlm. 104. 14
36 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 c. Baiah dan Pentingnya Adab Baiat berarti pengukuhan, pengangkatan, pelantikan secara resmi atau pengucapan sumpah setia kepada pemimpin. 17 Dalam pengertian selanjutnya baiat atau baiah adalah ikrar atau ritus pentahbisan untuk masuk ke dalam sebuah tarekat sufi. Ikrar itu yang sesungguhnya adalah ikrar antara Allah dan hamba-hamba-Nya. Senantiasa mengikat sang mursyid dan murid secara bersama-sama. Di dalam baiah, ada momen suci ketika energi spiritual (barakah) dalam mata rantai spiritual (silsilah) dialirkan dari mursyid kepada murid.18 Hal itu memungkinkan sang mursyid menempuh perjalanan dengan aman dan selamat di bawah perlindungan ilahi dan dengan pertolongan ilahi juga. Para penganut tarekat, baik para mursyid atau murid-murid ada sifatsifat yang dikembangkan dalam menjalani tarekat itu sendiri seperti sifat: (1). Gemar melalukan ibadah (2). Takut kepada Allah SWT yang dinamakan khauf (3). Mengembangkan kehidupan zuhud (4). Sifat-sifat sabar (5). Mengembangkan sikap dan sifat syukur (6). Ikhlas (7). Tawakkal (8). Mahabbah (9). Ridha dan (10). Zikrul maut dan lain-lain lagi.19 d. Tawajuh Seluruh tarekat ada ritual zikirnya seperti tawajuh yaitu ritual zikir berjamaah yang dipimpin oleh syekh atau khalifahnya sebagai mursyid (pembimbing). Tawajuh berarti beraudiensi atau menghadap Allah secara peramalan dengan cara-cara tertentu yang didoktrin seseorang syekh tarekat. e. Zikir Ciri khas dari semua tarekat adalah berzikir kepada Allah Swt (zikrullah). Zikir yang berarti mengingat Allah, dilakukan dengan mengingat nama Allah dan membaca kalimat “la ilaha illallah” atau dengan menyebut kata ‘Allah’. Secara umun lafaz yang dipakai dalam berzikir di tarekat Naqsyabandiyah adalah zikir Ism al-Dzat (ucapan Allah, ) هللاdan Nafy Istbat ()ال اله اال هللا. f. Suluk Sebagaimana ditulis sebelumnya bahwa kata suluk diambil dari kata salak al-thariq ( )سلك الطريقartinya menempuh jalan. Di kalangan ahli tarekat
17 18
Debdikbud, Op.cit., hlm. 78. Amatullah Amstrong. Khazanah Istilah Sufi Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Op.cit., hlm.
52. 19
Ibid, hlm. 175
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 37
suluk adalah latihan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memproleh ahwal (keadaan) dan maqam dengan jalan memperbanyak ibadah, intropeksi dan berusaha memperbaiki keadaan jiwa agar dekat dengan tuhan yakni Allah Swt.20 Suluk merupakan metode bagi para salikin dalam pengkonsentrasian jiwa berzikir dan beribadah menuju pencapaian alahwal yakni keadaan jiwa sebagai manifestasi dari amalan yang telah dan sedang ia lakukan. Orang yang pantas menerima al-ahwal adalah orang yang berusaha ke arah itu. Para salikin telah merubah maqamat sebagai tingkatan sikap hidup mereka yang dapat dilihat dari laku perbuatan mereka sendiri. Maka saat melakukan suluk mereka lebih dapat merasakan ahwal yang mana sedang mereka terima.21 g. Khataman Khatam kwajakan dilakukan antara syekh dengan murid-muridnya dengan ketentuan-ketentuan yang tertentu. Dimana berkhatam dimulai dengan dipandu oleh syekh, diawali dengan kalimat istigfar kemudian membaca shalawat, membaca ayat al-Qur’an dan kemudian ditutup oleh syekh.22 Dalam kegiatan khataman ini ada bacaan dan wirid-wiridan tertentu, tetapi ada yang tidak dapat diberitahukan kecuali pada saat berlangsungnya acara khataman, itupun hanya kepada peserta khataman (murid).23 h. Maqamat Dan Ahwal Sebagaimana diuraikan sebelumny bahwa tarekat adalah perpanjanngan tangan dari tasawuf, maka persamaannyalah lebih banyak dari pada perbedaannya. Justru itu apa yang telah menjadi ajaran ditasawuf menjadi ajaran pula pada tingkatan tarekat. Disinilah peneliti memasukkan maqamat dan ahwal. Menurut Harun Nasution “Untuk berada dekat pada Allah SWT, sufi atau salik harus menempuh jalan panjang yang berisi stasiunstasiun yang dalam bahasa arab disebut maqamat dan disampingnya ada lagi istilah hal, yaitu merupakan keadaan mental seperti rasa senang, takut,
20
Ahmad al-Kamasythani. Al-Ushul fi al-Awliya’ (Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyah, tth), hlm.
2. Lihat IAIN SU. Pengantar Ilmu Tasawuf, (Medan: IAIN Press, 1982), hlm. 148-149. M. Amin Al-Kurdi. Tanwir Al-Qulub, Op.cit., hlm. 520. 23 Observasi dan hasil Wawancara dengan khalifah Amri Zainul Abidin, tanggal 13 Nopember 2009. 21 22
38 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 rendah hati, patuh, ikhlas, rasa berteman, gembira, bersyukur, atau perasaan lainnya.24 METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala yang ada pada pondok persulukan Darussoufiyah sebagai objek dan fokus tempat penelitian ini. Subjek dalam penelitian ini adalah Syekh Muhammad Fauzi Siregar yang bertindak sebagai mursyid, pimpinan dari pondok persulukan Darussoufiyah dan murid yang memondok dan orang yang pernah belajar dengan Syekh Muhammad Fauzi Siregar yang tinggal di luar persulukan seperti tinggal di desa sekitar pondok persulukannya, orang yang mengenalnya secara lebih dekat meskipun tidak pernah belajar dengan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar. Adapun tehnik pengumpulan data dengan menggunakan Deef Interview (wawancara mendalam) yang didasarkan pada pedoman interview yang peneliti siapkan lebih dahulu sebelumnya. Observasi, yaitu mengamati dari dekat yang dilengkapi panduan tentang stressing yang dibutuhkan saat itu. Dalam observasi itu peneliti tetap menjaga ketertiban dan suasana alamiah agar mereka tidak terganggu dan merasa diganggu sebagaimana biasanya. Selanjutnya menggunkaan Partisivan; langsung mengikuti acara mandi tarekat tengah malam dan peramalan lainnya. Analisa data adalah proses penyusunan yang dapat ditafsirkan, memberi makna pada analisis, mencari hubungan berbagai konsep analisis ini dengan tiga cara: a. Reduksi data; data dapat diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian yang lengkap dan cukup. Data dimaksud dirangkum dan dipilih mana yang pokok yang berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran tentang hasil pengamatan dan wawancara. b. Deskriptif data; yaitu dengan menggunakan data secara sistematis, deduktif dan induktif sesuai dengan sistematika pembahasan. Analisis data; dalam hal ini segala data yang telah terkumpul, kemudian dikelompokkan berdasarkan tema-tema umum yang diterapkan. Data itu diolah sampai memberi hasil, mana data yang sama dan berbeda antara penjelasan syekh sebagai pemandu dan pembimbing dengan keterangan para muridnya.
24
62-63.
Harun Nasution , Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 39
Berdasarkan tema-tema penting dilakukan analisis data secara komprehensif dan diambil mana yang dipakai dalam penerapan ajaran tasawufan-tarekat itu PEMBAHASAN A. Pondok Persulukan Darus Soufiyah Desa Huta Lombang Pendiri Pondok Persulukan Darus Soufiyah Desa Huta Lombang adalah Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar sewaktu kecil bernama Syofyan Syauri Siregar, lahir pada Tgl 03 Februari 1947 di desa Pijorkoling dari pernikahan Ayahnya Lebai Ahmad Ghozali Siregar dan Ibunya bernama Emma. Br. Harahap. Pondok Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah desa Huta Lomabang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara adalah lembaga pendidikan keagamaan yang didirikan oleh Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar dengan berbagai bantuan dari tokoh pemerintah dan elemen masyarakat. Sejarah awalnya bahwa tanah pertapakan pondok Persulukan tersebut berasal dari wakaf H. Abdul Kadir Harahap seorang warga desa Huta Lombang dengan ukuran tanah 45 M x 57 M yang kemudian sedikit demi sedikit dapat di tambah dengan membeli tanah sekitarnya sehingga sekarang berjumlah ±2570 M2.25 Pada tanggal 12 Agustus 1996 di atas tanah dimaksud diadakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan ketika itu Bapak Drs. Soaloon Siregar. Menurut warga masyarakat Huta Lombang pondok persulukan Darussoufiyah paling sedikit bias atau pengaruhnya pasti ada pada masyarakat karena orang yang menjadi murid-muridnya paling sedikit orang yang telah ingin perbaikan.26 Dukungan materil seperti bahan materil bangunan semen, batubata, uang dan lain-lainnya datang dari masyarakat dan pengajian yang telah di bentuk Syekh H. Muhammad. Fauzi Siregar baik di sekitar daerah Pijorkoling maupun dari Padangsidimpuan dan luar kota. Dengan kesungguhan lebih kurang dua tahun membenahi dan membangun sarana fisik, maka pada tanggal 25 Juni 1998 M bersamaan 1 Rabiul Awal 1418 H kegiatan suluk dan penerimaan murid tarekat di mulai sampai berjumlah 80 orang. a. Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat di Pondok Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah Desa Huta Lombang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. 1) Guru Pembimbing Bagi Murid Pembimbing dalam bentuk pengajian antara shalat Maghrib dan ‘Isya adalah Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar. Beliau langsung sebagai Hasil Wawancara dengan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar. Pimpinan Ponsluk Darussoufiyah, tgl 26 September 2009. 26 Wawancara dengan M. Shalih Siregar (Warga desa, Simangintir) tgl. 24 September 2009. 25
40 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 guru atau pembimbing bagi murid-muridnya. Murid pada umumnya adalah mustamik (pendengar budiman) meskipun ada juga barisan khalifah memegang buku sejenis atau buku notes catatan penting bila ada keluar pada jam tayang malam belajar itu sesuatu yang dipandangnya perlu dicacatatkan. 2) Matrikulasi Pembelajaran Ada 3 (Tiga) kitab acuan yang menjadi standar dalam proses pembelajaran dalam bentuk pangajian ini yaitu Kitab Sir As-Salikin ( سير )السالكين, Al-Quran, Tajwid, Dan Tarjamah dan Kitab Fiqh, Janah AlThalibin. Kitab pertama berisi hal-ikhwal yang berkaitan dengan ke tasawufan, dengan pembelajarannya seorang salih memahami bagaimana seharusnya ia menjalani dinamika kehidupan ini menuju ridha dan barokah Allah Swt. Kitab kedua adalah memotivasi para murid untuk cinta pada al-Qur’an, gemar membaca, memperbaiki tajwid, fashahah apalagi terjemahannya. Kitab ketiga bermuat hukum-hukum Islam, kewajiban ‘ain dan kifayah yang menyangkut Ahkam al-Khamsah, misalnya thaharah, berwudu’, shalat, dan hal-hal yang amat perlu bagi murid..27 3) Belajar Intern Untuk menunjang proses terlaksananya penerapan dimaksud harus tersedia beberapa faktor utamanya: a) Proses Pembelajaran Adanya proses pembelajaran akan menambah pengetahuan, membuka wawasan berfikirnya dan menambah perbandingannya dengan dirinya sendiri. Menurut Syekh Muhammad Fauzi Siregar proses pembelajaran yang berbentuk pengajian dilakukan dua kali dalam seminggu yaitu setiap malam Jum’at dan malam Senin yaitu setelah shalat Maghrib sampai menjelang shalat ‘Isya. Semua murid baik lakilaki maupun perempuan diwajibkan mengikutinya bahkan terbuka bagi umum manakala datang untuk mendengarkannya. b) Adapun Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran yang dibentuk lewat pengajian ini, selain untuk langkah-langkah menuju penerapan ajaran tasawuf-tarekat, juga untuk memperluas wawasan ke-ilmuan dan memantapkan nilai ihsan sehingga muraqabah (pengawasan) dan kehadiran Allah dalam dirinya 27
Musthafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm. 167.
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 41
tetap ada dalam perasaannya yang timbul dan hidup dengan perlahanlahan. Peneliti melihat, mendengarkan dan mengerti cara-cara yang diajarkannya sebagai amalan dan usaha berupa do’a agar hal-hal seperti sebelumnya tidak terulang lagi oleh pencuri yang tidak bertanggung jawab. Jadi, peneliti berkesimpulan, Syekh Muhammad Fauzi Siregar memiliki sifat transfaransi meskipun ada ilmu-ilmu tertentunya memiliki persyaratan baru dapat di berikan atau diajarkannya. Tetapi bukan seperti yang dituduhkan bahwa syekh tarekat selalu menyembunyikan ilmu, sedangkan orang yang menyembunyikan ilmu dilaknat Allah Swt. 4) Penerapan Pada Lansia Dan Usia Relatif Muda. Adapun usia relatif muda yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah murid yang menerima ajaran tasawuf-tarekat di pondok persulukan ini yang berusia kurang dari 40 (empat puluh tahun), sementara lanjut usia (Lansia) adalah murid atau keluarga tarekat yang berusia lebih dari 62 (enam puluh dua tahun). Patokan atau standarisasi ini diambil dan mengacu pada usia Rasulullah Saw diangkat menjadi rasul adalah saat berusia 40 (empat puluh tahun) dan wafat pada usia lebih kurang 62 (enam puluh dua tahun). Adapun hal-hal yang diterapkan itu adalah seluruh ajaran tasawuf-tarekat yang pada fasal ini peneliti memilahmilahnya yang mana lebih mewakili, antara lain: a) Dibidang Ajaran Dasar. Syekh Muhammad Fauzi Siregar membedakan antara murid yang berusia relatif muda dengan murid yang sudah lanjut usia. Bagi murid yang berusia relatif muda semua ajaran dasar dipaksakan untuk dihafal, diingat-ingat dan dipraktekkan, mengatur pernafasan, waktu menarik dan menghembuskan nafas dengan zikir kepada Allah, misalnya kata “Rahman” menghembuskan sedangkan “Rahim” saat menarik nafas. Langkah, cara berjalan dan semuanya dikerahkan untuk berzikir kepada-Nya sesuai ajaran dasar. b) Dibidang Maqamat Sebagaimana pada fasal sebelumnya bahwa orang yang telah memutuskan tekad untuk menjadi seorang murid tarekat ini, ia lebih dahulu disuruh mandi Taubat di tengah dan keheningan malam, hal ini berlaku umum, agar murid memasuki ranah tarekat menuju perjalanan kepada Allah dalam keadaan suci bersih. Dilakukan di tengah malam
42 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 agar terasa lebih sakral dan lebih sungguh. Akan tetapi acara “mengkafani” yang telah mandi taubat tadi, hakikatnya adalah belajar mati sebelum mati hakiki. Hal ini mempunyai perbedaan antara murid yang telah tua dan masih berusia muda. Bagi murid yang berusia relatif muda, acara mengkafani dapat diganti dengan membarengkan badannya saja tanpa dikafani, Syekh Muhammad Fauzi Siregar membolehkannya asalkan dia mampu menangisi dirinya yang di buktikan penyaksian mursyid, artinya ia dapat intropeksi diri dan muhasabah sampai mencucurkan air mata. Taufiq menurut Syekh Muhammad Fauzi Siregar adalah restu Allah atau kecocokan-Nya, seorang hamba tetap harus berusaha mencari segala yang telah di gariskan dan diridhai-Nya, ketika seseorang menyimpang dari garis-garis peraturan yang diridhai-Nya maka tidak akan pernah taufiq didapatkannya.28 Penerapan maqam wara’ dan sabar, Syekh ini langsung sebagai praktisi mengamalkan dan mencontohkannya di lingkungan Ponsluk wara’ diterapkan dengan menjaga dan mensiasati persoalan makan dan minum atau apa saja yang kita konsumsi untuk diri kita. Nur Allah Swt tidak akan hinggap pada diri yang masih bercampur-baur makananminumannya antara halal, makruh, syubhat, dan yang haram. Adanya larangan makan daging waktu khalwat adalah latihan menuju wara’ dan mengendalikan gejolak hawa nafsu syahwat. Maqam sabar juga dipraktekkan Syekh secara langsung utamanya sabar akan melakukan ibadah, sebab kita diciptakan bertugas sebagai pengabdi atau pelayan kepada Allah. Melalui pengajian beliau membekali murid ilmu untuk menjadi seorang yang sadar. Sadar bahwa pengabdian kepada Allah itu mencakup segala aspek kehidupan yang mesti kita tabah mengarahkannya kepada ridha-Nya. Menyatakan diri sendiri merupakan terpenting, baru akan mampu pula mengarahkan yang lain mencapai pengabdian. Khusus bagi murid yang relatif berusia muda, ia tetap memotivasinya agar merelakan dirinya bersifat sabar beramal ibadah, tekat dan kemauan merupakan dasar amal yang diperbuat dengan doa. Namun manakala mereka meminta keringanan mengamalkan atau mewiridkan amalan-amalan tertentu dalam tarekat, maka Syekh dapat mentolelir dan memakluminya sebagai pemula. 28
Hasil Wawancara Tgl 21 November 2009 dengan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar.
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 43
c) Dibidang Keilmuan, Di dalam mempraktekkan ajaran tasawuf-tarekat keilmuannya tentu merupakan dasar, tanpa ilmu yang benar amal ibadahpun bisa ditolak dan tidak bernilai apa-apa. Jadi Syekh Muhammad Fauzi Siregar lewat pengajian yang ia bangun, baik di pondok persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah sendiri maupun di tempat-tempat pengajiaannya yang lain beliau mengajarkan ilmu ada 4 (Empat) yaitu: Ilmu Syari’at, Tharekat, Hakekat, dan Ilmu Ma’rifat Bagi murid yang berusia relatif muda penekanan keempat ilmu ini hanya pada Syari’at dan Tharekatnya. Berarti beliau tidak menuntutnya secara ketat untuk mengamalkan dan mempraktekkan ilmu hakekat dan makrifatnya seketat kepada lanjut usia. Kenapa demikian ? Hal ini menyangkut metodenya agar murid yang lebih tua merasa lebih senior dari yang lebih muda, sedangkan murid yang berusia relatif berusia muda agar terus gesit dan berusaha mengejar tingkatan-tingkatan ilmu itu. d) Dibidang Zikir Zikir merupakan inti ajaran tasawuf-tarekat relevan dengan alQuran yang menyuruh agar seseorang yang beriman hendaklah berzikir banyak-banyak, waktu berdiri, duduk dan berbaring. Berzikir bisa dilakukan di semua tempat dan semua keadaan karena makna zikir memiliki makna ganda yaitu menyebut atau mengingat. Dalam penerapan zikir bagi murid yang berusia relatif muda kadang-kadang mereka meminta keringanan bilangan, misalnya Syekh menugaskannya untuk berzikir Ism Al-Dzat (Allah-Allah) sebanyak 5000 (lima ribu) kali, atau 10.000 (sepuluh ribu ) kali mereka memintanya agar Syekh meringankannya dengan cara mengurangi atau mengambilnya dengan amalan lain. Dalam kegiatan Suluk, dilakukan paling sedikit atau mengikutinya 10 (Sepuluh) hari, maka ada diantara murid yang berusia relatif muda meminta keringanan menjadi 5 (Lima) atau 3 (tiga) hari. Maka Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar membolehkan dengan prinsip “Yassir wa la tuassir” (permudah jangan dipersulit). Kemudian murid Lansia yang pada penerapan ajaran tasawuftarekat tidak diperlakukan sama, melainkan melihat kondisi dan kemampuan ilmunya, menerima mendalami dan merasakannya. Maka sangat pribadi betul, dari wawancara dan cara pengalaman seorang
44 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 murid dapat dideteksi oleh syekh sendiri, setiap murid melaporkan pengalaman pribadinya untuk dibimbing dan diarahkan syekh agar peralanan peramalan tasawuf-tarekat tetap benar dan tidak digelincirkan Jin, Iblis dan Syetan. e) Dibidang Amalan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar memberikan sesuatu amalan berupa zikir, do’a atau amalan lainnya untuk diwiridkan (ditetapkan) dalam kehidupan sehari-hari, ada berbentuk ayat-ayat al-Quran, Asmaul Husna, do’a dan berupa kalimat amalan. Beliau tidak memperlakukan sama di antara semua murid, ada perbedaan satu dengan lainnya pada trik-trik tertentu yang hanya Syekh sendiri yang mengetahuinya. Adapun sumber atau pengambilan doa amalan zikir dimaksud seperti dari Dalail al-Khairat, al-Azjar, Kasyfu al-Ghaib, al-Mujarrabat dan kitab lainnya. 4. Sosialisasi Dan Kaderisasi Sosialisasi yang dimaksud disini adalah usaha Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar memasyarakatkan tarekat Naqsabandiyahnya agar diterima, menjadi sikap dan peramalan masyarakat muslim di kota Padangsidimpuan dan sekitarnya sejak didirikan pondok persulukan Darussuofiyah tahun 1996. Adapun sosialisasi ajaran tarekat Naqsabandiyah Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar adalah dengan: 1). Mengadakan pengajian diberbagai tempat di desa, baik di kota Padangsidimpuan maupun di luar kota Padangsidimpuan dan 2). Kesediaan menjadi muballigh disemua acara keagamaan beliau sampai sekarang sebagai penceramah di acara Maulid, isra’ Mi’raj, dan pada hari-hari besar keagamaan. (1). Kesediaan mengobati pasien lewat trapi Ruhuniyah dan (2). Keberadaan pondok persulukan dan murid sebagai propagandis. Di luar kota Padangsidimpuan di 5 (lima) tempat di atas diadakan persulukan dengan dibantu oleh para khalifahnya yang telah dipandangnya mampu sebagai khalifah tarekat membimbing murid suluk dan dalam ritual lainnya. Ada beberapa upaya yang dilakukan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar dalam mengkader dan mempersiapkan kadernya ke masa depan antara lain: 1. Memasukkan anaknya ke pesantren, 2. Mengangkat Khalifah Tawajuh dan Khalifah Suluk. 3. Memotivasi Murid Wanita Menjadi Propagandis. 4. Aktivis Organisasi Persatuan Pengamal Tarekat Islam (PPTI)
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 45
Kemudian Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk Kab. Madina. Saat dimekarkan dari induknya Kab. Tapanuli Selatan. Beliau selalu dilirik oleh Pemerintah dan saat pengajuan kota Administratif Padangsidimpuan menjadi kota, maka dia ikut serta dari barisan ulama yang mengusung Drs. H. Zulkarnain Nasution, M.M. untuk menjadi walikota Padangsidimpuan pada priode 2002-2006.29 b. Potensi Keunggulan dan Manfaat Pondok Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah Pada Masyarakat Kehadiran Pondok Persulukan (Ponsluk) Darussoufiyah di desa Huta Lombang Kec. Padangsidimpuan Tenggara membawa peranan penting utamanya dalam karismatik keagamaan, menyadarkan orang-orang tua untuk lebih dekat kepada agama dengan cara: 1. Mengadakan pengajian rutin; kaum ibu-ibu dan bapak setiap hari Senin jam 09. 00 Wib sampai 10.00 WIB banyak datang dari sekitar desa Huta Lombang mengikuti pengajian khusus ceramah yang stressingnya adalah ilmu-ilmu tauhid, akhlak dan tasawuf.30 2. Sebagai seorang Alim Ulama menurut sekretaris desa Huta Lombang Arbain Harahap bahwa pimpinan Pondok Persulukan Darussoufiyah ikut salah seorang barisan alim ulama di desanya, dengan karismatik dan keramahannya.31 3. Rajin Melawat; salah seorang anggota masyarakat mengakui bahwa pimpinan Pondok Persulukan Darussoufiyah termasuk rajin menghadiri hari-hari kemalangan di daerah ini 4. Penasehat; Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar sering dimintakan nasehat-nasehatnya sebagai siraman rohani khususnya tertuju pada ahli musibah.32 5. Mursyid; Beliau berperan membimbing murid-muridnya di bidang tarekat berkhalwat atau suluk pada waktu yang tidak ditentukan. 6. Pemerhati Kemiskinan; orang tua jompo yang lanjut usia pada umumnya mereka hidup dalam keadaan susah33 Hasil Deep Interview dengan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar Tgl 30-November-2009, Via Hand Arme. 30 Hasil Observasi, tgl 09-02-2009. tentang beragam fisik Ponsluk Darussoufiyah desa Huta Lombang. 31 Hasil Wawancara tgl 02-11-2009 dengan Bapak Arbain Harahap. 32 Hasil Wawancara dengan Khalid Siregar (Anggota masyarakat Pijorkoling) tgl 13 November 2009. 29
46 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 KESIMPULAN Beranjak dari penelusuran penelitian ini baik berdasarkan observasi, deef interview dan mengikuti ritual peramalan tentang ajaran tasawuf-tarekat Naqsyabandiyah di pondok persulukan desa Huta Lombang kecamatan Padangsidimpun Tenggara pimpinan Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar, maka perlu diambil kesimpulan bahwa Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar adalah pendiri dan pemimpin pondok persulukan (ponsluk) Darussoufiyah desa Huta Lombang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang berjarak lebih kurang 9 km dari pusat kota Padangsidimpuan. Penerapan tasawuf-tarekat melalui Ponsluk yang dipimpin Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar masih mengacu pada tarekat guru-gurunya yang secara umum tidak ada formulasi baru meskipun ada kemudahan-kemudahan pada murid-murid tertentu, seperti: satu per satu pengamalan maqamat dalam kehidupan sehari-hari, mensiasati perilaku murid, apakah masih terlibat hal-hal yang melanggar aturan atau adab dari tarekat Naqsyabandiyah. Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar mengevaluasi para murid dalam penerapan ajaran tasawuf-tarekatnya dengan mencoba meletakkan sesuatu barang, uang atau benda lainnya dengan pura-pura membiarkannya diambil oleh murid, sehingga dengan cara itu ia akan lebih yakin seseorang masih belum dapat menerapkan ajaran tasawuf-tarekat dalam kehidupannya khususnya mengamalkan maqam wara’.
Hasil Wawancara dengan Muhammad Amin, (Putra Syekh H. Muhammad Fauzi Siregar), tgl 7 Oktober 2009 33
Penerapan Ajaran Tasawuf-Tarekat… Armyn Hasibuan 47
DAFTAR PUSTAKA Abdul Al-Karim bin Hawazin Al-Qusyayri. Risalah Al-Qusyaiyriyah, terjemahan Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1994. Abdul Razak Al-Kasyani. Isthirahat Al-Suffiyah, Dar al-Ma’arif, 1984. Aboe Bakar Ajteh. Pengantar Ilmu Tarekatf, Uraian Tentang Mistik, Solo: Ramadhani, 1990. Ahmad al-Kamasythani. Al-Ushul fi al-Awliya’ Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyah, tth. Amatullah Amstrong. Khazanah Istilah Sufi Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Jakarta: Mizan, 1996. Asmaran A.S. Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Brill’s. E.J. First Encyclopedia of Islam, Volume VIII, Leiden: E.J Brill, 1987 DEPAG RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1990. Fuad Said. Hakikat Tarekat Naqsyabandiyah, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994. Harun Nasution , Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973. Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: UI Press, 1979. IAIN SU. Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: IAIN Press, 1982. J.S Trimingham. The Sufi Orther in Islam, USA: Oxford University Press, 1997. Khalili al-Banar J Hanafi R. Ajaran Tarekat Suatu Pendekatan Diri Terhadap Allah Swt, Surabaya: Bintang Pelajar, tth. Khalili al-Banna J Hanafi R. Ajaran Tarekat Suatu Jalan Pendekatan Diri Terhadap Allah SWT, Surabaya: Bintang Pelajar, tth. M. Amin Al-Kurdi. Tanwir Al-Qulub, Beirut: Dar al-Fikr, tth M. Shalih Siregar Warga desa, Simangintir tgl. 24 September 2009. Munawwir, A.W, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pondok Krafiyah, 1994. Musthafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Semarang: Toha Putra, 1993. Najmuddin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub Beirut; Dar al-Fiqr. tth. Sayyed Hosein Nasr. Sufi Essays, London: George Allen and Ltd, 1972.
48 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Jakarta: Raja Grafinndo Persada, 1997. Syekh Muhammad Fauzi Siregar Observasi dan Deef Interview di Pondok Parsulukan Darusoufiyah Huta Lombang