PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA DALAM PERBAIKAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN PERAJIN GULA KELAPA DI KABUPATEN BANYUMAS THE ROLE OF COOPERATIVE BUSINESS GROUP IN IMPROVING INCOME AND BARGAIN POSITION OF COCONUT SUGAR INDUSTRY AT BANYUMAS REGENCY Oleh: Ari Purwaningsih, Endang Sriningsih, dan Anisur Rosyad Fakultas Pertanian UNSOED Purwokerto (Diterima: 11 Januari 2005, disetujui 7 Juli 2005) ABSTRACT Research aimed at expressing the real role of Cooperative Business Group (CBG) institution in improving position of coconut sugar industry at selling price and income aspects. The research was carried out at Banyumas Regency using survey method with stratified random sampling. Numbers of sample were 40 industries consisted of member and non-member of the CBG. Data were analyzed by impairment comparison test analysis. Result of the research showed that the CBG had a role in improving farmer bargain position through the sold sugar price. Average of the price obtained by the CBG members was greater than the CBG nonmember. The income of sold price was higher at the members caused by the produced sugar quality. The research expressed the significant different income of the CBG members compared to the CBG non-member too.
PENDAHULUAN Gula kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki posisi penting dalam komposisi bahan pangan di masyarakat konsumen maupun sebagai bahan baku dalam industri makanan. Oleh karena itu, gula kelapa memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, sehingga menarik bagi banyak kalangan masyarakat untuk terjun dan menekuni bisnis di bidang ini. Sebagaimana halnya hasil pertanian pada umumnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan strategis, gula kelapa lebih banyak memberikan keuntungan pada pihak yang menangani pascapanennya dibandingkan para produsen atau perajin gula itu sendiri. Posisi gula kelapa yang strategis di tengah kebutuhan masyarakat konsumen maupun produsen makanan belum dapat dimanfaatkan oleh para perajin untuk memperoleh keuntungan. Gula kelapa pada umumnya
diusahakan secara tradisional oleh para perajin dengan menggunakan peralatan dan pengolahan secara sederhana. Usaha gula kelapa pada umumnya merupakan usaha industri kecil atau rumah tangga. Pengolahan gula kelapa sejak dari pengambilan nira sampai dengan pemasakan dan pencetakan memerlukan waktu delapan sampai dengan sepuluh jam, dengan produksi rata-rata per hari setiap perajin 35 kg per hari. Daerah penghasil gula kelapa terbesar di Kabupaten Banyumas adalah Kecamatan Cilongok dan Wangon, dengan sumbangan mencapai 40 persen dari keseluruhan. Produksi gula kelapa di Kecamatan Cilongok pada tahun 1999 sebesar 9,291 ton dengan melibatkan 8.458 unit usaha, dengan tenaga kerja yang terserap di dalamnya sebanyak 16.926 orang (Deperindag Kabupaten Banyumas, 1999). Pokok permasalahan dalam industri gula kelapa terutama bagi
Peranan Kelompok Usaha Bersama ... (Ari Purwaningsih)
87 perajin harus menerima posisi sebagai Price Taker. Hasil penelitian Windiastuti (1995) mengungkapkan bahwa pasar gula kelapa yang terjadi di Kabupaten Banyumas adalah pasar monopsonis atau oligopsonis. Posisi ini sebagai konsekuensi lemahnya posisi perajin gula kelapa dalam tawar menawar dengan pembeli, yaitu para pedagang pengumpul. Akibat nyata dan langsung yang dirasakan para perajin adalah rendahnya harga untuk produk gula mereka. Keadaan ini telah sejak lama menjadi bahan pemikiran oleh banyak pihak, tidak saja pemerintah, lembaga pendidikan, tetapi juga kalangan swasta. Wujud dari perhatian itu adalah mun-culnya beberapa lembaga yang keberadaannya bertujuan untuk membantu perajin gula kelapa dalam memasarkan produk mereka. Lembaga tersebut ada yang berupa koperasi dan ada pula yang merupakan kelompok usaha bersama. Masalah yang muncul kemudian adalah sejauh mana lembaga tersebut dapat berpengaruh aktif membantu perajin memperbaiki posisi tawar menawarnya, sehingga perajin d a p a t m e n i n g - k a t k a n kesejahteraannya. Menurut Kohls (1982), kekuatan pasar dipengaruhi oleh bebe-rapa faktor antara lain besar dan konsentrasi pasar, pengendalian penawaran, informasi pasar, keragaman, diferensiasi produk, pengendalian sumberdaya, keuangan, dan rasio biaya tetap terhadap biaya peubah. Permasalahan posisi tawar perlu dipe-cahkan mengingat adanya pesaing kuat di pasar yang harus dihadapi, sedangkan keberadaan lembaga semacam koperasi dan kelompok usaha pada umumnya relatif kurang berpenga-laman di samping modal lebih kecil. Benecke (1998)
menyatakan bahwa terdapat beberapa harapan bagi seseorang yang bergabung dalam koperasi, dan yang terutama adalah untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka. Selanjutnya Ropke (1999) menjelaskan bahwa terdapat dampak atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh koperasi, yang dirasakan ang-gota, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengaruh yang bersifat statis dan dinamis. Pengaruh yang bersifat statis adalah berupa peningkatan skala usaha dan pengurangan biaya produksi, serta me-ningkatnya kepercayaan pelanggan, sedangkan pengaruh yang bersifat dinamis meliputi meningkatnya kemampuan anggota koperasi untuk melakukan inovasi, mencoba mengguna-kan teknologi baru, meningkatnya kemampuan pelayanan, dan mampu meningkatkan posisi tawarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan yang dapat dilakukan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) terhadap perbaikan posisi tawar perajin melalui perbaikan harga dan pendapatannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Banyumas dalam bentuk survei dengan sasaran penelitian para perajin gula kelapa. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode pengambilan contoh acak sederhana yang distrata. Populasi perajin gula kelapa distratakan menjadi dua strata, yaitu strata perajin gula anggota dan bukan anggota KUB. Jumlah perajin sampel sebanyak 30 orang yang tersebar ke dalam strata anggota sebanyak 11 orang dan strata bukan anggota sebanyak 19 orang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Uji beda tidak berpasangan (Uji Z). Uji tersebut digunakan untuk
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. V No. 2, Agustus 2005: 86-90
88 dengan bukan anggota KUB.
berlangsung lama dari pemerintah daerah. KUB sebagai lembaga yang terlibat langsung dengan pemasaran gula memiliki akses terhadap informasi pasar terutama harga, sehingga KUB dapat menjual gula dengan harga yang lebih menguntungkan. Keuntungan tersebut diteruskan kepada para anggotanya dengan cara membeli gula kepada para anggota dengan harga yang lebih tinggi jika dibandingkan harga di tempat lain. Harga gula yang diperoleh perajin anggota KUB ratarata Rp 3.172,73 per kg. Peran KUB terhadap usaha para anggotanya dapat pula dilihat dari aspek biaya produksi. Aspek ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut, melainkan hanya bersifat deskriptif. Berdasarkan penelitian, diperoleh biaya produksi gula yang dikeluarkan oleh perajin anggota KUB lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan oleh perajin bukan anggota KUB. Pada Tabel 2 tesebut dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah biaya
HASIL DAN PEMBAHASAN Harga Gula Hasil analisis perbandingan antara harga gula yang diperoleh kedua strata perajin dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada harga gula kelapa yang diterima perajin anggota KUB dengan perajin bukan anggota KUB, yang ditunjukkan dengan nilai Z hitung sebesar 11,026 lebih besar dibandingkan dengan nilai Z tabel 1% (2,326). Perbedaan harga yang terjadi, yaitu kecenderungan perolehan harga yang lebih tinggi pada perajin anggota KUB, antara lain disebabkan oleh gula yang dihasilkan oleh perajin anggota relatif lebih baik jika dibandingkan dengan gula yang dihasilkan perajin bukan anggota. Perbaikan kualitas gula tersebut merupakan hasil pembinaan yang mereka peroleh dan telah
Tabel 1. Hasil Analisis Perbandingan Perolehan Harga Gula per Kg di Tingkat Perajin No. 1. 2.
Perajin Gula Anggota KUB Bukan anggota KUB
Harga Rata-rata Rp/Kg
Z hitung
3.172,73 2.979,31
11,026 -
Z tabel 5% 1% 1,645 2,326 -
Tabel 2. Komposisi Biaya Produksi Gula Kelapa per 100 Pohon No. 1. 2. 3. 4.
Komponen Biaya Sewa pohon Bahan tambahan Bahan bakar Tenaga kerja Jumlah
Biaya Produksi Anggota KUB Bukan Anggota KUB 15.500,00 15.454,98 486,02 1.070,84 14.496,67 14.432,29 38.261,79 49.355,41 68.884,49 80.313,52
Peranan Kelompok Usaha Bersama ... (Ari Purwaningsih)
89 biaya tambahan, yaitu lebih rendah pada perajin anggota. Keadaan tersebut dapat diterangkan dari cara berproduksi perajin anggota yang lebih efisien, yaitu lebih banyak menggunakan bahan tambahan bersifat alami dan aman serta murah harganya, seperti kapur, laru, dan kulit manggis. Pendapatan Perajin Hasil analisis perbandingan pendapatan perajin anggota dan bukan anggota KUB dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai Z hitung (3,255) lebih besar dari nilai Z tabel 1% (2,326). Hal ini dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pendapatan perajin gula kelapa anggota dengan pendapatan perajin gula kelapa bukan anggota KUB. Pendapatan perajin anggota KUB lebih tinggi dibandingkan perajin bukan anggota. Perajin gula anggota KUB dengan melalui lembaganya mendapatkan cukup pembinaan terutama teknik pengolahan gula dari dinas teknis maupun pihak lain. Oleh karena itu, mereka cukup menguasai teknik pembuatan gula yang dapat menghasilkan gula berkualitas. Pada umumnya, mereka sudah meninggalkan bahan tambahan yang bersifat kimiawi, dan menggunakan bahan alami yang banyak dijumpai di sekitar mereka. Kualitas gula yang lebih baik dapat berpengaruh terhadap harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, peran KUB sebagai lembaga yang terjun langsung
dalam pemasaran gula, membantu para anggotanya terhindar dari pedagang pengumpul yang seringkali menekan harga pembelian. Seperti yang dinyatakan oleh Ropke (1999) bahwa terdapat dampak atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh koperasi atau kelompok usaha yang dirasakan anggota, yaitu pengaruh statis dan dinamis yang berupa meningkatnya kemampuan anggota untuk meningkatkan kemampuan pelayanan dan meningkatkan posisi tawarnya. Adanya perolehan harga jual gula yang relatif lebih tinggi dan disertai dengan biaya produksi yang lebih rendah, memungkinkan para perajin gula anggota KUD menikmati pendapatan yang lebih tinggi. Perbaikan harga jual gula dan pendapatan perajin tersebut tentunya terkait dengan peran KUB selama ini, yang bertindak sebagai pemain dalam pasar gula yang berpihak kepada kepentingan perajin. Oleh karenanya, peran KUB untuk mewujudkan harapan anggotanya, seperti yang dikemukakan oleh Benecke (1998) bahwa harapan yang utama bagi seseorang yang bergabung ke dalam koperasi untuk memperbaiki pendapatan, telah dapat dilaksanakan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kelompok Usaha Bersama (KUB) telah berperan nyata dalam perbaikan posisi tawar perajin gula
Tabel 3. Hasil Analisis Perbandingan Pendapatan Perajin Gula Kelapa per 100 Pohon No. 1. 2.
Perajin Gula Anggota KUB Bukan anggota KUB
Pendapatan
Z hitung
24.442,39 14.973,38
3,255 -
Z tabel 5% 1% 1,645 2,326 -
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. V No. 2, Agustus 2005: 86-90
90 melalui upaya pembinaan teknik pengolahan gula, maupun keterlibatan KUB dalam pemasaran gula. 2. Pendapatan perajin gula anggota lebih besar dibandingkan dengan pendapatan perajin bukan anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB). Perolehan pendapatan yang lebih besar bagi perajin anggota berkaitan dengan perolehan harga yang lebih tinggi dan biaya produksi gula yang relatif lebih kecil. Saran Perlu adanya penguatan pada fungsi KUB yang selama ini telah berjalan terutama pada fungsi pemasaran, agar KUB dapat memperkuat posisinya di pasar. Posisi KUB yang semakin kuat, berakibat posisi perajin anggota KUB akan semakin kuat pula. Selain itu, perlu diperkuat pula komitmen para anggota kepada KUB melalui kesediaan dan kesadarannya untuk terus
meningkatkan kualitas gula yang dihasilkan, serta menjual gula hasil produksi-nya kepada KUB secara berlanjut. DAFTAR PUSTAKA Benecke, D.W. 1998. Cooperation and Development Konzard Adenauer Stiftung. Maint. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyumas. 1999. Statistik Industri Kabupaten Banyumas. Kohls, R.L., and J.N. Uhl. 1982. Marketing of Agricultural Products. Macmillan Publishing Co., Inc. Ropke, J. 1999. The Economic Theory of Cooperative Enterprise in Developing Countries with Special Reference to Indonesia. Marbur, Bandung. Windiastuti, D. 1995. Karakteristik Usaha Perajin Gula Kelapa di Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian, Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto.
Peranan Kelompok Usaha Bersama ... (Ari Purwaningsih)