OBAT ANTIADRENERGIK Dra.suhatri. MS. Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
Obat-obat Antagonis Adrenergik Penghambat adrenergik (simpatolitik) adalah golongan obat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Berdasarkan tempat kerjanya
Antagonis reseptor adrenergik
β-bloker
Penghambat saraf adrenergic
α-bloker non selektif α-bloker α -bloker selektif 1
α2-bloker selektif
Antagonis reseptor adrenergik • Obat-obat penghambat ini bekerja secara reversibel atau ireversibel yang melekat pada reseptor, sehingga mencegah aktivasi reseptor oleh katekolamin endogen. • Lama kerja suatu antagonis reversibel sangat tergantung pada waktu paruh obat tersebut di dalam tubuh dan kecepatan terlepasnya dari reseptor. • Semakin lemah ikatan dengan reseptornya, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk menghilangkan efek atau melemahkan efek, semakin singkat waktu paruh obat di dalam tubuh. Tetapi efek-efek dari antagonis ireversibel bisa bertahan lama setelah obat itu hilang dari sirkulasi.
Antagonis α-bloker reseptor adrenergik non selektif • Derivate haloalkilamin • Zat-zat ini memblokir reseptor α yang banyak terdapat di membran sel otot polos dari pembuluh, khususnya pembuluh darah kulit dan mukosa (berefek vasodilatasi ). • Ada 3 kelompok yaitu derivate haloalkilamin, imidazolin dan alkaloid ergot. • Mulai kerja lambat walaupun setelah pemberian IV dan memberikan efek lama yaitu berhari-hari (sintesis reseptor α yang baru butuh waktu lama) .
Efek samping • Efek samping utama adalah hipotensi postural, sering disertai takikardi dan aritmia lainnya. • Hipotensi yang berat terjadi pada hipovalemia atau keadaan yang menyebabkan vasodilatasi (obat vasodilator, latihan fisik, minum alcohol atau makan banyak). •
1. Derivat Imidazolin • Efeknya pada system kardiovaskular mirip sekali dengan fenoksibenzamin. • Obat-obat ini juga menghambat serotonin, melepaskan histamine dari sel mast, • merangsang reseptor muskarinik di saluran cerna, • merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat.
• Efek samping adalah • hipotensi. • Reflex stimulasi jantung menyebabkan takikardi yang hebat, aritmia jantung dan iskemia miokard sampai infark miokard. S • timulasi saluran cerna menyebabkan nyeri lambung, nausea dan pencetus ulkus peptikum.
Alkaloid ergot • Alkaloid ergot • secara klinis tidak berguna sebagai α-bloker karena efek ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditoleransi oleh manusia. • Pada dosis terapi yang terlihat bukan efek akibat blockade reseptor α adrenergik tetapi efek ergot terhadap SSP dan stimulasi langsung pd berbagai otot polos, termasuk otot polos pembuluh darah dan uterus. • Ergotamin, ergonovin dan alkaloid ergot lainnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pemb koroner, yang menimbulkan gejala iskemia seprti nyeri angina pada penderita dengan penyakit jantung koroner
Antagonis reseptor α1-adreno selektif • Derivat Kuinazolin • prazosin sebagai prototype, terazosin, doksazosin, trimazosin dan bunazosin. • merupakan antagonis kompetitif pada resepor α1 yang sangat selektif dan sangat poten. • Efeknya utama hasil hambatan pada reseptor α1 pada otot polos arteriol dan vena adalah menimbulkan vasodilatasi & venodilatasi sehingga menurunkan resistensi perifer dan alir balik vena.
• Penurunan resistensi perifer menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menimbulkan reflex takikardi. • Tidak menyebabkan takikardia karena α1-bloker tdk memblok receptor α 2 prasinaps sehingga tidak meningkatkan pelepasan NE dari ujung saraf adrenergik ( merangsang jantung melalui reseptor β1 yang tidak diblok) dan • penurunan alir balik vena menyebabkan berkurangnya peningkatan curah jantung dan denyut jantung, berbeda dengan vasodilator murni spt hidralazin ).
Prazosin dan doksazosin dan α1-bloker lainnya, • juga bekerja sentral mengurangi aktivitas neuron adrenergic sehingga mengurangi pelepasan NE dari ujung saraf adrenergik di perifer. • Kerja sentral ini mengurangi reflex takikardi disamping memperkuat efek hambatan α1 adrenergik di perifer Efek kardiovaskular • Prazosin dan terazosin menurunkan resistensi vascular perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan melemaskan otot polos arteri dan vena. Obat ini hanya mengubah sedikit curah jantung, aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerular.
Efek samping • Efek samping utama adalah pemberiaan dosis pertama yakni hipotensi postural yang hebat dan sinkop yang terjadi 30-90 menit • disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang cepat pada posisi berdiri akibat onsetnya cepat tanpa disertai reflex takikardi sebagai kompensasi • diperkuat oleh kerja sentral yang mengurangi aktvitas simpatis, disamping dosis awal yang terlalu besar. • Efek samping yang sering berupa pusing (hipotensi postural), sakit kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan nausea.
Indikasi • Hipertensi • Gagal jantung kongestif * α1-bloker menyebabkan dilatasi arteriol dan vena sehingga mengurangi afterload dan preload. * Akibatnya curah jantung meningkat dan kongesti paru berkurang sehingga kemampuan melakukan kegiatan fisik meningkat * gejala sesak napas berkurang.
•
• Hipertrofi prostat benigna (BPH) * Menyebabkan relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar sehingga memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain yang menyertai obstruksi prostat tersebut. • Obat ini memang bermanfaat untuk pengobatan hipertensi. • Dimetabolisme jadi bentuk tidak aktif dieksresikan ke dalam urin, kecuali doksazosin juga diekresikan melalui feses. • Efek doksazosin adalah yang terpanjang
• Efek samping • Mungkin menyebabkan pusing, kehilangan tenaga, hidung tersumbat, sakit kepala, mengantuk dan hipotensi ortostatik. • Efek hipotensi bertambah bila prazosin diberikan bersamaan diuretika atau bersama obat penghambat reseptor β adrenergik , sehingga dosis perlu dikurangi.
Antagonis adrenoreseptor α2-bloker selektif Yohimbin • Yohimbin mudah memasuki SSP dan memblok reseptor α2 adrenergik pascasinaps • menyebabkan peningkatan aktivitas neuron adrenergic sentral sehingga meningkatkan pelepasan NE dari ujung saraf adrenergic di perifer. • Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut jantung serta aktivitas motorik dan juga terjadi tremor. • Efek ini berlawanan dengan efek α2 agonis (klonidin).
• Yohimbin juga merupakan antagonis serotonin. Indikasi: • Obat ini banyak digunakan untuk impotensi meskipun efektivitasnya tidak jelas terbukti. • Obat ini meningkatkan aktivitas seksual pada tikus jantan • Digunakan pada beberapa penderita dengan impotensi psikogenik.
Antagonis adrenoreseptor β-bloker • Obat β-bloker menghambat secara kompetitif efek saraf adrenergik (baik NE dan Epineprin endogen maupun eksogen) pada reseptor β adrenergik . Potensi penghambatan obat ini dilihat dari kemampuanya dalam menghambat efek takikardi yang ditimbulkan oleh isoproterenol. Karena penghambatan ini bersifat kompetitif maka dapat diatasi dengan pemberiaan obat adrenergic. • Penyekat β non selektif bekerja pada resptor β1 dan β2 sedangkan antagonis β kardioselektif terutama menyekat reseptor β 1.
Aktifitas antara obat ini dibedakan berdasarkan adanya aktivitas simpatomimetik intrinsik, efeknya terhadap SSP dan sifat farmakokinetiknya. • Obat ini tidak menyebabkan hipotensi postural karena adrenoreseptor α masih berfungsi sehingga pengaturan simpatis nomal terhadap pembuluh darah tetap dipertahankan. Indikasi : • Untuk pengobatan angina, aritmia jantung, infark miokard dan glaucoma seperti halnya kemampuan obat ini untuk mencegah nyeri kepala migrein.
Efek-efek Farmakodinamika • Sistem kardiovaskular • Dalam jangka lama akan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. • efek pada jantung dan pembuluh darah, system rennin-angiotensin dan mungkin system saraf pusat. • Obat-obat penghambat reseptor β adrenergik sangat penting dalam penggunaan klinis pengobatan hipertensi. • dosis konvensional dari obat-obat ini biasanya tidak menyebabkan hipotensi pada orang sehat dengan tekanan darah normal
• Antagonis adrenoreseptor β meliki efek penting pada jantung. Efekefek inotropik dan kronotropik negatifnya dapat diramalkan dari peran adrenoreseptor dalam mengatur fungsi-fungsi ini. • Efek-efek akut dari obat-obat ini bisa menyebabkan naiknya resistensi perifer sementara pemberian terus menerus menimbulkan turunnya resistensi perifer pada pasien hipertensi. Saluran pernapasan • Penghambatan reseptor β2 adrenergik dalam otot polos bronkhus bisa menimbulkan naiknya resistensi saluran nafas, terutama pada pasien dengan penyakit saluran nafas (asma, bronkhitis). Efek pada mata • Beberapa obat penghambat reseptor β adrenergik mengurangi tekanan intraocular (glaucoma). Mekanisme kerjanya adalah dg menurunkan produksi cairan bola mata
• Efek metabolic dan endokrin • Antagonis β reseptor adrenergik seperti propanolol menghambat rangsangan syst saraf simp pada proses lipolisis. • glikogenolisis pada hati manusia dihambat setelah pemberiaan obat penghambat reseptor β adrenergik. • Efek tak terkait dengan blockade β reseptor adrenergik • Aktivitas agonis β parsial signifikan pada obat pemblokir β pertama yang disintesis yakni dichloro isoproterenol. • Telah terbukti bahwa mempertahankan aktivitas simpatimimetika intrinsik perlu dilakukan untuk mencegah efek-efek yang tak dikehendaki seperti timbulnya bronkhokontriksi.
• • • • • • • •
Indikasi Hipertensi Penyakit jantung iskemik Aritmia jantung Kerusakan kardiovaskular Glaucoma Hipertiroidisme Penyakit neurologis
Efek samping Gagal jantung • β-bloker reseptor adrenergik dapat menyebabkan atau mencetuskan gagal jantung pada penderita dengan gangguan fungsi otot jantung misalnya gagal jantung yang masih terkompensasi, infark miokard akut atau kardiomegali.
• Gagal jantung jarang terjadi meskipun curah jantung menurun, menunjukkan adanya penurunan tekanan darah yang mengurangi beban kerja jantung. • Risiko gagal jantung dapat dikurangi bila terlebih dulu diberikan diuretic, tetapi biasanya dianjurkan untuk diberikan digitalis. β-bloker tidak menghambat efek inotropik digitalis tetapi kedua obat ini mendepresi konduksi AV.
Bradiaritmia • Bradikardi merupakan respons yang normal terhadap β-bloker dan obat dihentikan hanya pada penderita dengan keluhan. Tetapi βbloker dapat menimbulkan disosiasi AV dan henti jantung pada penderita yang sudah mengalami gangguan konduksi AV. • Karena itu β-bloker dikontraindikasikan pada blok AV derajat 2 dan 3 dan dengan perhatian khusus pada pemberian bersama obat yang dapat mengganggu fungsi SA atau konduksi AV, misalnya verapamil, digitalis atau berbagai obat antiaritmia. Bronkospasme • β-bloker meningkatkan resistensi jalan napas dan menimbulkan serangan asma pada penderita dengan riwayat asma, bronchitis kronik ataupun alergi berat. •
Gangguan sirkulasi perifer • β-bloker dapat menyebabkan ekstremitas dingin, mencetuskan atau memperberat gejala penyakit raynaund dan menyebabkan kambuhnya klaudikasio intermiten. Gejala putus obat • Penggunaan klinik β-bloker menimbulkan supersensitivitas terhadap beta agonis karena diperkirakan terjadi peningkatan jumlah reseptor beta sebagai mekanisme adaptasi. Hipoglikemia • β-bloker menghambat glikogenolisis dan menghilangkan takikardi yang menandai hipoglikemia.
Efek metabolic • β-bloker non selektif dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dan meningkatkan kadar trigliserida dalam serum. Efek sentral • Berupa rasa lelah, gangguan tidur dan depresi. Efek Lain-lain • Dapat menyebabkan gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare dan konstipasi) tetapi jarang. Gangguan fungsi seksual, alopesia, miopati dan artropati juga dapat terjadi. Reaksi alergi berupa rash, demam dan purpura jarang terjadi. • Diskrasia darah berupa leucopenia, trombositopenia dan agranulosis telah dilaporkan meskipun jarang terjadi
Propanolol • Prototipe antagonis adrenergic β dan menyekat baik reseptor β1 maupun β2. Kardiovaskular • Mengurangi curah jantung, yang mempunyai efek inotropik dan kronotropik negative. Obat ini bekerja langsung menekan aktivitas sinoarterio dan atrioventrikular. Akibat timbulnya bradikardia ternyata membatasi besarnya dosis obat ini. Vasokonstriksi perifer • Penyekatan reseptor β mencegah vasodilatasi perantaraan β2. Pengurangan curah jantung menyebabkan penurunan tekanan darah. Hipotensi ini memicu reflex vasokonstriksi tepi yang berakibat berkurangnya aliran darah ke tepi tubuh. Pada keadaan seimbang, maka akan terjadi penurunan bertahap baik tekanan sistolik maupun diastolic pada pasien hipertensi.
Bronkokonstriksi • Penyekatan reseptor β2 paru pada pasien yang peka menimbulkan kontraksi otot polos bronkiolar. Keadaan ini mengakibatkan krisis respirasi pada pasien yang mengidap penyakit paru obstruksi menahun atau asma. Peningkatan retensi Natrium • Penurunan tekanan darah menyebabkan pengurangan perfusi ginjal, yang mengakibatkan peningkatan Na+ dan volume plasma. Gangguan metabolisme glukosa • Penyekatan reseptor β menimbulkan glikogenolisis dan sekresi glucagon. Efek terapi • Hipertensi, Glaukoma, Migren, Hipertiroid, Angina pectoris, Infark miokardial
Penghambat Saraf Adrenergik Penghambat Saraf Adrenergik menghambat aktivitas saraf adrenergic berdasarkan gangguan : 1.Sintesis 2.Penyimpanan 3.penglepasan neurotransmitter di ujung saraf adrenergic Guanetidin • Menghambat respons saraf adrenergic untuk memacu amin simpatomimetik bekerja tidak langsung. bekerja dengan menyekat pelepasan simpanan norepineprin. Akibatnya tekanan darah hipertensi turun secara berthap termasuk menurunkan curah jantung.
Obat ini jarang digunakan untuk hipertensi karena sering menimbulkan hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi seksual pada laki-laki. Efek samping • Retensi garam dan air dapat menyebabkan udema dan kegagalan terapi bila diuretik tidak dibeikan bersama. Gagal jantung dapat terjadi pada penderita dengan cadangan atau kapasitas jantung yang terbatas. Guanadrel • Bekerja dengan cara yang sama. Perbedaan utama antara keduanya adalah dalam sifat-sifat farmakokinetiknya. Efektivitas dan efek samping mirip dengan guanetidin kecuali insiden diare lebih rendah dengan guanadrel
Reserpin • Menghambat transport dari amin biogenic, norepinefrin, dopamine dan serotonin tergantung Mg++ ATP dari sitoplasma ke dalam vesikel penyimpan pada saraf adrenergic semua jaringan tubuh. • Keadaan ini menimbulkan pengosongan total kadar norepinefrin pada neuron adrenergik, karena monoamine oksidase dapat menghancurkan norepinefrin dalam plasma.