Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor
Nurlia1*, Mursalin2*, Citron S. Payu3** Universitas Negeri Gorontalo Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Program Studi Pendidikan Fisika
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa kelas X SMA Negeri 2 Limboto pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X semester genap SMA Negeri 2 Limboto yang terbagi dalam lima kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 3031 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan X IPA 4 sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group design. Dengan menggunakan cara cluster random sampling (acak) untuk memilih anggota kelompok (kelas). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument berupa tes objektif. Hasil penelitian menunjukkan thitung untuk hasil belajar sebesar 13,54 dan thitung untuk KPS sebesar 9,613 lebih besar dari ttabel = 2.00 pada taraf nyata 0,05. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar dan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen (model pembelajaran inkuiri terbimbing) dan kelas kontrol (model pembelajaran langsung). Kata kunci : Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Hasil Belajar, Keterampilan Proses Sains 1
Nurlia, Mahasiswa Jurusan Fisika Prodi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Gorontalo. 2
Mursalin, Dosen Jurusan Fisika, Prodi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam,
Universitas Negeri Gorontalo. 3
Citron S. Payu, Dosen Jurusan Fisika, Prodi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) khususnya fisika sebagai bagian dari sains merupakan mata pelajaran yang menarik untuk dipelajari karena berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala-gejala alam secara sistematis serta berkaitan dengan perkembangan IPTEK. Fisika bukan hanya berkaitan dengan fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi juga berkaitan dengan proses penemuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rutherford & Ahlgren (1990) dan NRC (1996) yang mengatakan bahwa IPA-Fisika selain mencakup sekumpulan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang diperoleh melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah yang disebut produk seperti fakta-fakta, konsep, prinsip, teori, hukum, dan generalisasi serta model; juga mencakup proses dan sikap ilmiah berupa keterampilan dan sikap yang digunakan untuk memperoleh dan mengembangkan produk-produk sains. Hakikat proses pembelajaran fisika adalah inkuiri, namun kenyataannya proses pembelajaran fisika di sekolah kebanyakan dilakukan secara verbalistik dan disajikan dengan menggunakan metode ceramah sehingga menuntut siswa mengenali istilah-istilah fisika secara hafalan tanpa makna, siswa tidak dilibatkan secara
aktif
untuk
membangun
sendiri
pengetahuannya
berdasarkan
pengalamannya sebagaimana yang diamanatkan dalam teori belajar konstruktivis, siswa tidak dilibatkan secara kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan secara kolektif, keberhasilan setiap siswa tidak didasari dengan keberhasilan orang lain, dan lain sebagainya sehingga mata pelajaran fisika yang banyak berisi rumus-rumus dalam matematika pada umumnya kurang diminati bahkan ditakuti oleh siswa yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa dalam fisika. Berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan
siswa
secara
bersama-sama
dalam
membangun
sendiri
pengetahuannya, salah satu diantaranya yang diprediksi untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan keterampilan proses sains siswa adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Melalui inkuiri terbimbing siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya untuk menemukan fakta, konsep, atau prinsip. Dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya disajikan konsep-konsep fisika melalui materi ajar tetapi
juga diharapkan dapat memiliki keterampilan mengamati, memprediksi, mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, dan menyimpulkan yang disebut keterampilan proses sains. Inkuiri terbimbing sangat cocok diterapkan bagi siswa termasuk di SMA karena karakteristik siswa yang cenderung kurang mandiri dan masih memerlukan bimbingan, saran, dan isyarat dari guru. Inkuiri terbimbing dengan sintaksnya mampu melatihkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan dalam proses pembelajaran yang mengarah kepada pengembangan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Dengan keterampilan proses sains berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam kegiatan belajar (Paidi, 2005: 8). Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki ciri-ciri antara lain; siswa diberikan kebebasan untuk melakukan suatu penyelidikan atau pengamatan, siswa merumuskan masalah-masalah, siswa melakukan identifikasi masalah sesuai dengan penyelidikan atau pengamatan yang telah dilakukan, siswa melakukan berbagai cara untuk memecahkan masalah dan kesulitan dalam pembelajaran (Kholifudin, 2009: 148). Ada beberapa karakteristik dari inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik, (2) sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek, (3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data dan materi, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, (6) guru memotivasi siswa untuk mengkomunikasikan hasil temuannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas (Orlich dalam Paidi, 2005).
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan Pretest-Postest Control Group Design. Dengan desain ini, subyek penelitian sebanyak 60 siswa SMA Negeri 2 Limboto diberi tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal hasil belajar dan 15 butir soal keterampilan proses sains dalam bentuk tes pilihan ganda. Setelah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing, diberi tes akhir (posttest). Hasil pretes-posttest dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data (uji-t) untuk mengetahui perbedaan persentase hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi suhu dan kalor di kelas eksperimen dan kelas kontrol. HASIL PENELITIAN Data Hasil Belajar Siswa Perbedaan hasil belajar ditunjukan pada distribusi rata-rata skor hasil belajar pada kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dan
kelas
yang
dibelajarkan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran langsung. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar dalam ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi. Untuk rata-rata skor hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas
Rata-rata Skor Hasil Belajar
kontrol pada kegiatan pretest untuk setiap aspek kognitif terdapat pada gambar 1. 70 60 50 40 30 20 10 0
Eksperimen Kontrol
Aspek Kognitif Gambar 1 : Distribusi hasil belajar siswa pada kegiatan pretest pada kelas yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas yang menggunakan pembelajaran langsung untuk setiap aspek kognitif. Dari Gambar 1, dapat dilihat perbandingan rata-rata hasil belajar siswa pada kegiatan pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk rata-rata nilai
kelas eksperimen, pada aspek pengetahuan (C1) diperoleh 64,76, aspek pemahaman (C2) 50,55, aspek aplikasi (C3) 47,33, aspek analisis (C4) 33,33 dan aspek evaluasi (C5) 43,33. Untuk rata-rata nilai kelas kontrol pada aspek pemahaman (C1) diperoleh 59,04, aspek pemahaman (C2) 46,11, aspek aplikasi (C3) 44,67, aspek analisis (C4) 23,33 dan aspek evaluasi (C5) 36,67. Selanjutnya untuk rata-rata skor hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada kegiatan posttest untuk setiap aspek kognitif terdapat pada
Rata-Rata Skor Hasil Belajar
gambar 2 100 80 60 40 20 0
Eksperimen Kontrol
Aspek Kognitif Gambar 2 : Distribusi hasil belajar siswa pada kegiatan posttest pada kelas yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas yang menggunakan pembelajaran langsung untuk setiap aspek kognitif. Dari Gambar 2, dapat dilihat perbandingan rata-rata hasil belajar siswa pada kegiatan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki nilai ratarata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Untuk rata-rata nilai kelas eksperimen, pada aspek pengetahuan (C1) diperoleh 92,85, aspek pemahaman (C2) 74,44, aspek aplikasi (C3) 76, aspek analisis (C4) 63,33 dan aspek evaluasi (C5) 60. Untuk rata-rata nilai kelas kontrol pada aspek pemahaman (C1) diperoleh 69,04, aspek pemahaman (C2) 56,67, aspek aplikasi (C3) 53,33, aspek analisis (C4) 36,67 dan aspek evaluasi (C5) 50. Untuk skor rata-rata kemajuan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada gambar 3.
Kemajuan Hasil Belajar siswa 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
16 10.7
11.77 9.73 Eksperimen Kontrol
Pretest
Postest
Gambar 3: Distribusi skor rata-rata kemajuan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari Gambar 3, dapat dilihat untuk rata-rata kemajuan hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen pada pretest sebesar 10,7 dan kelas kontrol sebesar 9,73. Pada posttest untuk kelas eksperimen sebesar 16 dan kelas kontrol sebesar 11,77. Selisih kemajuan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen sebesar 5,3 dan pada kelas kontrol sebesar 2,04. Secara keseluruhan untuk skor hasil belajar siswa dari kedua kelas menunjukkan bahwa skor rata-rata kemajuan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Data Keterampilan Proses Sains Siswa Perbedaan keterampilan proses sains (KPS) ditunjukan pada distribusi rata-rata skor KPS pada kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri
terbimbing
dan
kelas
yang
dibelajarkan
dengan
menggunakan model pembelajaran langsung. Adapun keterampilan proses sains yang dimaksud adalah jenis keterampilan observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi dan komunikasi. Untuk rata-rata skor keterampilan proses sains siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada kegiatan pretest untuk setiap jenis keterampilan terdapat pada gambar 4.
Rata-Rata Skor KPS
60 50 40 30
Eksperimen
20
Kontrol
10 0 Observasi
Klasifikasi Interpretasi
Prediksi
Komunikasi
Jenis Keterampilan
Gambar 4: Distribusi KPS siswa pada kegiatan pretest pada kelas yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas yang menggunakan pembelajaran langsung untuk setiap jenis keterampilan. Dari Gambar 4, dapat dilihat perbandingan rata-rata keterampilan proses sains siswa untuk pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk rata-rata nilai kelas eksperimen, pada jenis keterampilan observasi diperoleh 40, keterampilan klasifikasi 51,11, keterampilan interpretasi 31,11, keterampilan prediksi 50 dan keterampilan komunikasi 44,44. Untuk rata-rata nilai kelas kontrol, pada jenis keterampilan observasi diperoleh 41,11, keterampilan klasifikasi 50, keterampilan interpretasi 37,78, keterampilan prediksi 45,56 dan keterampilan komunikasi 38,89. Selanjutnya rata-rata skor KPS siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas yang menggunakan model pembelajaran langsung pada kegiatan posttest untuk setiap jenis keterampilan terdapat pada gambar 3.
Rata-Rata Skor KPS
100 80 60 40
Eksperimen
20
Kontrol
0 Observasi Klasifikasi Interpretasi Prediksi Komunikasi
Jenis Keterampilan
Gambar 3: Distribusi KPS siswa pada kegiatan posttest pada kelas yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas yang menggunakan pembelajaran langsung untuk setiap jenis keterampilan. Dari Gambar 3, dapat dilihat perbandingan rata-rata keterampilan proses sains siswa untuk posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Untuk rata-rata nilai kelas eksperimen, pada jenis keterampilan observasi diperoleh 73,33, keterampilan klasifikasi 74,44, keterampilan interpretasi 61,11, keterampilan prediksi 86,67 dan keterampilan komunikasi 75,56. Untuk rata-rata nilai kelas kontrol, pada jenis keterampilan observasi diperoleh 65,56, keterampilan klasifikasi 56,67, keterampilan interpretasi 50, keterampilan prediksi 65,56 dan keterampilan komunikasi 63,33. Untuk skor rata-rata kemajuan KPS siswa dapat dilihat pada gambar 4.
Kemajuan Keterampilan Proses Sains Skor Rata-Rata
12
11.13
10 8
9.03 6.47
6.4
6
Eksperimen
4
Kontrol
2 0 Pretest
Postest
Gambar 4: Distribusi skor rata-rata kemajuan KPS siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari Gambar 4, dapat dilihat untuk rata-rata kemajuan KPS siswa untuk kelas eksperimen pada pretest sebesar 6,47 dan kelas kontrol sebesar 6,4. Pada posttest untuk kelas eksperimen sebesar 11,13 dan kelas kontrol sebesar 9,03. Selisih kemajuan KPS pada kelas eksperimen adalah sebesar 4,66 dan pada kelas kontrol sebesar 2,63. Secara keseluruhan untuk skor KPS siswa dari kedua kelas menunjukkan bahwa skor rata-rata kemajuan KPS siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Berdasarkan kegiatan posttest untuk hasil belajar pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan skor minimum 70 dan skor maksimum 95 diperoleh rata-rata kemajuan hasil belajar siswa secara keseluruhan 80 dan untuk kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung skor minimum 50 dan skor maksimum 75 diperoleh skor rata-rata kemajuan hasil belajar siswa secara keseluruhan 58,33. Selanjutnya, posttest untuk keterampilan proses sains pada kelas eksperimen dengan skor minimum 53 dan skor maksimum 93 diperoleh skor rata-rata kemajuan KPS siswa secara keseluruhan 77,83 dan untuk kelas kontrol skor minimum 47 dan skor maksimum 73 diperoleh skor rata-rata kemajuan KPS siswa secara keseluruhan 60,23. Setelah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen, hasil belajar siswa pada materi suhu dan kalor lebih tinggi dibandingkan dengan menerapkan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol. Hasil belajar siswa pada setiap aspek kognitif baik aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4) dan evaluasi (C6) siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Demikian pula keterampilan proses sains siswa pada setiap jenis keterampilan baik keterampilan observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi, dan komunikasi siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung Pada hasil penelitian yang berdistribusi normal, maka dalam pengujian data ini digunakan uji chi kuadrat pada taraf signifikan α = 0,05 dengan kriteria H0 diterima, jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel. Hasil pengujian hasil belajar pada kelas eksperimen yaitu χ2 hitung ≤ χ2 tabel (8,79 ≤ 11,070), sedangkan pada kelas kontrol yaitu χ2 hitung ≤ χ2 tabel ( 7,017 ≤ 11,070). Hasil pengujian KPS yaitu χ2 hitung ≤ χ2 tabel ( 7,683 ≤ 11,070), sedangkan pada kelas kontrol yaitu χ2 hitung ≤ χ2 tabel ( 6,069 ≤ 11,070). Dengan demikian, kedua kelas tersebut homogen maka digunakan uji homogenitas. Dari hasil perhitungan, kelas eksperimen dan kelas kontrol
dikatakan homogen maka selanjutnya dilakukan uji statistik parametrik dengan uji t. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, antara hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini dibuktikan berdasarkan uji t diperoleh untuk hasil belajar thitung = 13,54 dan untuk keterampilan proses sains thitung = 9,613 dengan ttabel = 2,00. Karena thitung> ttabel, maka hipotesis H 0 ditolak dan H1 diterima. Dalam hal ini hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Dengan diterimanya hipotesis penelitian tersebut maka secara bersama-sama rata-rata skor tes hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa terbukti dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan hasil belajar dan KPS karena dalam pembelajaran siswa diberikan ruang berpikir secara mandiri untuk mengembangkan pengetahuannya. Dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya disajikan konsep-konsep fisika melalui materi ajar. Oleh karena itu, dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dilatih untuk mempelajari setiap proses untuk memahami suatu konsep, seperti yang dilakukan dalam percobaan karena siswa dituntut untuk dapat mengamati, mengukur, memprediksi, menyimpulkan bahkan untuk mengkomunikasikan pengetahuannya di depan kelas kepada teman-temannya. Pembelajaran ini menyebabkan terjadinya interaksi antara siswa dengan lingkungannya, guru, teman-teman, media pembelajaran dan sumber-sumber belajar lainnya. Siswa menjadi lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari karena merasa memiliki peran dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih aktif dan percaya diri. Guru menjadi pusat dalam pembelajaran sangat terasa di dalam model pembelajaran langsung, siswa kurang terlibat dan terkesan berharap pada penjelasan guru. Hal ini menyebabkan materi yang disampaikan oleh guru tidak
bertahan lama dipikiran siswa karena hanya disampaikan dengan penjelasanpenjelasan tanpa mengikutsertakan siswa untuk mencari tahu, hal ini akhirnya berdampak pada keaktifan siswa di dalam kelas. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang diperoleh untuk hasil belajar siswa thitung = 13,54 > ttabel = 2,00 dan untuk keterampilan proses sains siswa diperoleh thitung = 9,613 > ttabel = 2,00. Rata-rata skor hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran: 1. Diharapkan kepada guru-guru di sekolah untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing khususnya dalam pembelajaran fisika karena model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. 2. Perlu diadakan lagi penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran inkuiri terbimbing tetapi dengan menggunakan materi yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Kholifudin, M. Yasin. 2012. Pembelajaran Fisika dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. http://hfi-diyjateng.or.id/pembelajaran-fisika-dengan-inkuiriterbimbing-melalui-metode-eksperimen-dan-demonstrasi.26 Februari 2013
Nasar, Adrianus. 2011. Pendekatan Inkuiri Dalam pembelajaran sains. http://wwwpojokfisikauniflor.com/2011/02/pendekatan-inkuiri-dalampembelajaran. 10 Juli 2014 Olson, Steve. 2013. Inkuiri dan Standar-standar Pendidikan Sains Nasional, Sebuah Panduan untuk Pengajaran dan Pembelajaran. Bandung: SEAMEO QITEP in Science Paidi. 2005. Peningkatan Scientific Skill Siswa Melalui Implementasi Metode Guided
Inquiry
Pada
Pembelajaran
Biologi
Di
SMAN
1
Sleman. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Guided%2520Inquiry%2520a nd%2520Scientific%2520Skill-%2520Paidi%2520UNY.pdf.26
Februari
2013 Rustaman, Nuryani. 1995. Pengembangan butir soal Keterampilan Proses Sains. Jurnal. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fisika