[!-t^
t.ya
^46l? KATA PENGANTAR
di masa depan, keberhasilan kebijakan pembangunan jangka jangka menengah panjang akan ditentukan pula oleh kesiapan sumber daya ekonomi dan manusia sebagai pelaku dari pembangunan itu sendiri. Dalam kaitan ini, kebijakan pengembangan Dalam rangka pembangunan Indonesia
sumber daya manusia menjadi unsur yang cukup berperan.
Selama ini para perencana yang tersedia masih belum berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan sumber daya manusia sehingga tidak jarang timbul ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja; baik menurut sektor, jenis pekerjaan, daerah, serta mutu tenaga kerja.
Dalam kondisi seperti ini pengembangan sistem perencanaan sumber daya manusia diberbagai tingkatan memegang peranan penting. Sehubungan dengan itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelengarakan "Pelatihan Bagi Pelatih Pengembangan Sumber Daya Manusia'. Pelatihan ini diikuti oleh 243 orang peserta dari Tl propinsi (masing-masing propinsi mengirim 9 orang peserta) dan 42 orang peserta dari pusat. Pelatihan tersebut diselenggarakan dalam dua angkatan. Angkatan I bcrlangsung dari tanggal 29 April sampai dcngan t8 Mei 191 dan angkatan II dari tanggal L0 Juni sampai dengan tanggal 29 Juni 1991. Pelatihan ini akan dilanjutkan pada tingkat propinsi dan kabupaten.
Buku ini berisi kumpulan bahan-bahan pengajaran Pelatihan Bagi Pelatih Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bahan-bahan tersebut diharapkan menjadi referensi bagi para instruktur pelatihan di tingkat propinsi dan kabupaten. Agar program pelatihan menjadi lebih terarah, dalam buku ini juga diberikan silabi latihan yang telah dilaksanakan pada tingkat pusat. Kumpulan materi tersebut dibagi menjadi tiga bagian (yaitu materi satu Keadaan dan Masalah; materi dua Masalah Kebijakan dan materi tiga Metode Pemecahan Masalah) dan dipecah dalam dua buku. Buku I berisi silabus dan kumpulan materi satu materi dua. Buku II berisi kumpulan materi tiga (pemecahan masalah) dan beberapa bahan diskusi.
Dengan selesainya Buku Pedoman ini, Lcmbaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para Penceramah, Pengajar, Instruktur, dan para Notulen yang telah banyak memberikan sumbangan pemikirannya dalam Buku Pedoman ini.
Besar harapan kami semoga buku ini dapat menjadi panduan tragi pelatihan instruktur perencanaan pengembangan sumber daya manusia di masa yang akan datang.
Kepara,
n'Ula--
Dr. M. Djuhari Wirakartakusumah NIP : 130 353 818
7. SDM 108
tt.
sDM20r
Sektor informal dan pekerja wartita
(Dr.Sudarsono)...
Pertumbuhan pentluduk, sumbcr alam dan lingkungan hiclup
(Prof. Dr. Herman 9. SDM 202
10.
sDM 203
113
f
lacruman)
Penduduk dan pembangunan (Dr. N. Haidy. A.
Pasay)
117
127
Dampak perkembangan pcndurluk pada pembangunan keschatan dan
gizi
(Dr.Soekirman)". 11.
SDM 204
135
Sebuah wawasan tentang strategi dan kcbijaksanaan pembangunan wilayah Indonesia Bagian Timur
(Prof.Dr.Soegijantos.).... 12. SDM 207
Structural changes in employmcnt and pr
(Dr. Faisal 13.
14.
15.
SDM 208:
SDM 209 :
SDM
211
14{)
Kasryno)
151
Lapangan kerja dan scktor industri (llchaidi Elias,
SE.)
180
Produktivitas pekerja di sck{or perdagangan
(Dr.PrijonoTjiptoheriianto)...
202
Kebijakan pcndidikan clan pembangunan (Prof. Dr. H. A. R. Tilaar)
2U)
lll
BAB
I
PENDAHULUAI!
Proses pembangunan nasional beserta pengalaman-pengalaman yang dilaluinya, telah membawa pemikiran tentang semakin pentingnya unsur "manusian. Secara khusus, manusia tidak dibicarakan hanya dalam konteks liumlah", tetapi juga'kuaritas" manusia itu sendiri.
Untuk itq usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan mutu modal manusia menjadi titik perhatian utama. Usaha ini antara lain dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dengan materi utama pengembangan sumber daya manusia.
Dua hal yang sengat menentukan keberhasilan suatu pelatihan adalah ketepatan materi yang disampaikan dan kesiapan pengajar dalam menyampaikan materi. Bahkan, kadang-kadang mutu materi yang disampaikan sangat tergantung pada kesiapan calon pengajar. Buku Pedoman Pengajar ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada calon pengajar tentang materi apa yang akan disampaikan, isi materi kuliah itu, serta kedudukan materi kuliah itu terhadap materi lain. Buku ini terdiri dari tiga bab. Bab I merupakan pengantar yang menjelaskan latar belakang dan tujuan penulisan buku pedoman. Bab II berisi organisasi mata kuliah dan jadwal penyampaian materi, sedangkan Bab III berisi rincian materi kuliah (silabus). Pada bagian terakhir disajikan beberapa bahan kuliah Yang dapat dipakai pada pelatihan. Bahan-bahan kuliah tersebut telah digunakan pada pelatihan
Instruktur Perencanaan pengembangan Sumber Daya Manusia pada tingkat nasional.
BAB.II ORGANISASI MATA KULIAH 2.1. Kerangka BerPiki kerangka Materi kuliah pelatihan Pengembangan Sumber daya Manusia ini disusun berdasarkan dua kerangka matcri berpikir, yaitu kerangka materi dan kerangka penyampaian materi' Sccara skematis, pelatihan dapat dilihat dalam Gambar l-
fDt""rtti--*--l I n p"nououtun
I
I
,nro**rr*rol
t I I I
I
F;S* y::--:]
Gambar L sistematika Materi Sumherdaya Manusia
Di satu sisi, Gambar 1 menunjukkan saling keterkaitan antara satu materi dengan materi lain, dan di sisi lain dia juga menunjukkan gambaran urutan pemberian materi yang ideal. Sebagai contoh, pembahasan tent.ng pasar tenaga kerja harus didahului dengan pemahaman tentang konsep-konsep ketenagakerjaan, seperti : pengertian angkatan kerja, pengertian penganggur, pengertian upah dsb. Secara umum, materi disampaikan dengan pokok bahasan utama tentang keadaan dan masalah, kebijakan dan program-prqgramnya serta monitoring pelaksanaan program tersebut. Rangkaian pokok bahasan ini diperluas konotasinya menjadi kerangka penyampaian materi kuliah.
Materi-materi tersebut disampaikan berdasar kerangka penyampaian sebagai berikut 1. Kelompok Materi
:
I : Keadaan dan Masalah
Kelompok materi ini berusaha menguak diskripsi kondisi dan permasalahan dalam suatu pokok bahasan tertentu.
2. Kelompok Materi II : Kebijaksanaan, Program dan Langkah Kebijakan Kelompok materi ini merupakan uraian berbagai kebijaksanaan dan program yang dijalankan oleh pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah yang diuraikan dalam Kelompok Materi I. Kelompok materi ini juga memberi tempat bagi alternatif kebijaksanaan yang dapat ditempuh oleh pemerintah.
3. Kelompok Materi III:'
Teknik dan Model
Kelompok materi ini merupakan rincian teknis beberapa langkah kebijakan yang dijabarkan dalam Kelompok Materi IIL Untuk itu, sebagian besar mata kuliah dalam kelompok ini akan disertai dengan praktikum.
4. Kelompok Materi IV: Diskusi dan Paparan Kelompok Setelah memahami masalah, program dan evaluasi program yang dijalankan pemerintah, peserta Pelatihan diberi kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya melalui berbagai diskusi dengan para pakar pada bidangnya.
2.2. Daftar Pengajar dan Mata Kuliah MATA KULIAH
No.
1
NAMA PENGAJAR
KODE
*PengarahandanPembukaanoleh Menteri Ncgara Perencanaan
2 :
Pembangunan Nasional
Prof. Dr. Saleh
Aliff
(SA)
Pengantar Pelatihan
Dr. Sayuti Hasibuan
(sH)
Perkcmbangan Penduduk Jangka Menengah dan panjang
Dr. M. Djuhari Wirakartakusumah
(MDw)
Perkembangan Sumber Daya Manusia dan Keseimbangan Struktur Ekonomi
Prof. Dr. M. Arsjad Anwar
(MAA)
Dr. Siti Oemijati Djajanegara
(s()D)
Pembangunan Ekonomi
Dr. N. HaidyA. Pasay
(HAP)
Kesehatan Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Ekonomi
Dr. Aris Ananta Dr. Secha Alatas
(AA) (CH)
Prof. f)r. Sudarsonr>
(suD)
101 =Prospek
:
IOZ
103 = Pendidikan Tenaga Kerja
dan
Pembangunan Ekonr:mi
105 : Pclatihan'l'enaga Kerja dan
:
106
107 : Mohilitas Tenaga Kerja 108 : Masalah Khusus : Lapangarr Kerja 2O7
*-,
Wanita dan Scktor Informal f)ampak FcndutJuk Tcrhaclap ftcnrtrangunan Surnber Daya Alarn dan Lingkungan
202 * Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 203 :DampakPendudukTerhadap Pembangunan Sosial Budaya Khususnya pada Pembangunan Bidang Kcsehatan dan Gizi
204 :Kcbijaksanann
Prof. I)r. Hcrman Haeruman
(rrH)
Dr. N. Haicly A. Pasay
(HAP)
Dr. Sockirman
(suK)
Pengembangan Sumber
Daya Manusia dan Pembangunan Da crah Khususnya Proqram-program
206
Ruang dan Kemiskinan :,Kedrijaksanaan Makro Ekonomi I Monercr dan Fiskal Dalam Rangka perluasan Kcsempatan Kcrja
207 :
S.
(scl
Dr. Sukarno
(s)
f)r. Faisal Kasryno IlchaidiElias SE
(FK)
0E)
dan Jasa
Dr. Prijoncr Tjiptoherijant
(PRr)
Investasi di Daerah dan Implikasinya Terhadap Penciptaan Lapangan kerja
lr.ZainalAbidin
(z^)
Lapangan Kerja dan Sektor pertanian
208 :Lapangan Kerja dan Scklor tndustri 209 : Lapangan Kerja dan Scktor perdagangan 210 *
Prof. Dr. Soegijanto
MATA KULIAH
No.
2ll : Kebijaksanaan
Pendidikan dan Pembangunan
301 =Teknik dan Model 302 :Keseimbangan Antara
NAMA PENGAJAR Prof. Dr. HAR. Tilaar Dr. Sayuti Hasibuan
KODE (HT) (SH)
Dr. Gunawan
(GUN)
Pertumbuhan Ekonomi
dan I-apangan Kerja
303
:
W
:Model-model Terapan Perencanaan Tenaga
S.
Produktivitas dan Kesejahteraan Tenaga Kerja ,Prof. Dr. Mathias A'roef Kerja
Prof. Dr. Sudarsono
(MA)
(suD)
Ir. Didit Pamungkas
305 :Perencanaan
Tenaga Kerja : Pendekatan Rate of Return
Dr. Yudo Swasono
(Ys)
Endang Sn., MSc.
M
:Model
dan Teknik Proyeksi Persediaan Tenaga Kerja Keluaran
Dr. Boediono
(B)
Dr. Ace Suryadi
(AcE)
Drs. Rusman Haeriawan Dr. Hananto Sigit
(RH) (HS)
Dr. Si Gde Made Mamas Saudin Sitorus, MSc.
(sGM)
Dr. Hananto Sigit
(HS)
= Proyeksi Rumah Tangga dan Implikasi Tenaga Kerja Wanita
Dr. BudiSuradji
(BS)
= Diskusi Panel : Kescsuaian Persediaan dan Kebutuhan Tenaga Kerja
Dr. Aris Pongtuluran
(AP) (MS)
3{17 :Teknik dan Model-model Kebutuhan Tenaga Kerja
308 :Teknik
dan Model-model Persediaan Tenaga Kcrja
W
Serta Model Setengah Penganggur
310 403
Drs. Maman Setiawan, MA
M : Paparan Kelompok Diskusi 405 :
Tim
Diskusi Pancl : Masalah-masalah Kesehatan dan Gizi
M : Diskusi Panel : Kelompok-kelompok di Pedesaan dan Perkotaan
q7 : Evaluasi dan Rangkuman
Pelatihan
,108 :Arahan Paparan Kclompok
M
(SS)
:Penganggur dan Sctcngah Penganggur
:Pengarahan
501 :Praktikum (PK)
Dr. Ascobat Gani Dr. Ir. Hidayat Syarif
(AG) (HDs)
Prof. Dr. Mubyarto Drs. Saad Basaib, MSc
(MUB)
Dr. Sayuti Hasibuan
(SH)
Dr. M. Djuhari wirakartakusumah Drs. A.A. Machrany, MA.
(MDw) (AAM)
Miskin
Drs. HM Parawansa
Tim
(SB)
BAB.
III
KURIKULUM PELATIHAN INSTRUKTUR PANGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SDM 101. PROSPEK PARKE,MBANGAN PENDUDUK JANGKA MENENGAH DAN PANJANG
Pengantar: Isi dari mata kuliah ini coba menerangkan arah perkembangan variabel-variabel kependudukan dalam jangka menengah dan panjang, berdasarkan kecendcrungan yang terjadi cli masa lalu. Pokok-pokok masalah yang dibahas terutama berhubungan dengan perubahan tingkat kelahiran, kematian, pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk serta struktur umur dan jenis kelamin penduduk serta berbagai
ciri-ciri kepcndudukan
lainnya, yang akan terjadi dalam jangka mencngah dan panjang ke
depan.
Tujuan
:
Menjelaskan kepada para peserta latihan mengenai arah kecenderungan jangka mencngah dan panjang dari variabel-variabel kependudukan serta berbagai faktor yang mcmpengaruhi pcrubahan tersebut.
Out-line
:
1. Kecenderungan kelahiran.
2. Kecenderungan kematian. 3. Jumlah dam pertumbuhan penduduk historis dan proyeksi.
4. Masalah persebaran penduduk. 5. Masalah struktur umur dan jenis kelamin penduduk. 6. Gambaran dari ciri-ciri kependudukan lainnya.
SDM 102.
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN
KESEIMBANGAN STRUKTUR EKONOMI
Pengantar: Dalam konteks perekonomian yang sedang berkembang, maka terjadi perubahan pada struktur produksi, konsumsl perdagangan dan kesempatan kerja. Pengambangan Sumber Daya Manusia akan sangat mempengaruhi arah serta pola perubahan struktur itu. Dalam kuliah ini akan dijelaskan begeimxlx pola perubahan struktur perekonomian di Indonesia serta di negara-negara lainnya. Di samping itu juga akan dijelaskan bagaimana perkembangan sumber daya manusia akan berpengaruh pola perubahan struktur itu.
Tujuan
:
Tujuan dari mata kuliah ini adalah menjelaskan kepada peserta latihan mengenai pola perubahan struktur dalam perekonomian serta pengaruh pengembangan sumber daya manusia pada proses
perubahan struktur itu.
Out-line: Perubahan struktur produksi, konsumsi dan perdagangan. 2' Perubahan struktur kesempatan kerja dan distribusi pendapatan. 3' Pengaruh perubahan penduduk dan pengembangan sumber 1.
ekonomi.
daya manusia pada perubahan struktur
SDM TO3. PENDIDIKAI\ TENAGA KERJA DAI{ PEMBANGUNAI{ EKONOMI
Pengantar: Salah satu indikator tingkat perkembangan mutu sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki pekerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan, mutu sumber daya manusia dianggap relatilsemakinbaik.Sementara itu produksidalam perekonomian sangat dipengaruhioleh
mutu sumber daya manusia di samping oleh jumlah penduduk dan modal yang tersedia. pengembangan mutu sumber daya manusia akan mempengaruhi laju pembangunan (produksi).
Sehingga,
ekonomi
Tujuan
:
Mata kuliah ini bertujuan menjelaskan pengaruh perbaikan pada tingkat pendidikan pada tingkat dan laju pertumbuhan produksi dalam perekonomian.
Out-line
:
1. Keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
dan laju pertumbuhan produksi. 2. Perubahan persyaratan pendidikan dan keterampilan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu" 3. Masalah rendahnya tingkat pcndidikan dan keterampilan rata-rala yangdimiliki pekerja. 4. Missmatch antara pendidikan dan pekerjaan.
SDM 104. PENINGKATAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA KALOMPOK EKONOMI LEMAH Pengantar: Peningkatan sumber daya manusia merupakan unsur penting dalam usaha meningkatkan potensi produksi dan usaha. Dalam konteks memperbaiki tingkat pendapatan dan penghasilan masyarakat,
terutama golongan ekonomi lemah, maka usaha pengcmbangan sumber daya manusia golongan itu merupakan unsur yang sangat pcnting.
Tqiuan
:
Mcnjelaskan dampak pengembangan SDM pada masyarakat golongan ckonomi lemah, pada tingkat penghasilan dan pendapatan golongan masyarakat bersangkutan merupakan tujuan dari mata kuliah ini. Dalam kaitanitu juga akan dijelaskan definisi operasional dari masyarakatgolongan ekonomi lemah
itu.
Out-line
: l.Identifikasi dan profile kelompok ekonomi lemah.
2. Masalah-masalah yang dihadapi oleh Kelompok ekonomi lemah
- permodalan (alat produksi, modal kerja, fasilitas dan lain-lain) - potensi dan perkembangan sumber daya manusia - rendahnya teknologi dan produktifitas.
3' Kemungkinan intervensi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tingkat penghasilan secara langsung dan tidak langsung:
pendapatan dan
- Penyediaan fasilitas permodalan; - Introduksi teknologi baru; - Pemberian fasiritas-fasititas rain misarnya kemudahan perizinan dan rainJain; - Pemberian subsidi secara langsungrn"upun tidak langsung;
SDM TO5. PEI-{TIHAI! TENAGA KERJA DAI\ PEMBANGUNAN EKONOMI
Pengantar: Pendidikan dan latihan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia' Proses berlatih akan meningkatkan mutu pekerja terutama dalam melakukan pekerjaan tertentu' Dalam kuliahakan dijelaskan pengaruh latihan kerja dalam usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia dan tingkat produksi. oatarrilaita., ini mutu sumber daya manusia merupakan variabel antara dalam melihat pengaruh adanya ratihan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tujuan : Memberikan gambaran mengenai pengaruh pendidikan dan latihan terhadap laju pertumbuhan produksi melalui kenaikan produktifitas pekerja yang mendapat pendidikan dan latihan tersebut.
Out-line: 1' Perlunya latihan kerja untuk memenuhi spesifikasi pekerjaan tertentu; 2' Pengisyaratan mengenai jenis-jenis ratihan yang dibutuhkan dalam perekonomian.
sDM 106' KESEHATAN' SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI
DAyA MANUSIA
DAN
Pengantar: Kesehatan merupakan unsur-unsur penting
menentukan perkembangan mutu sumber daya manusia' Karena itu secara tidak langsung -yang pJrkembangan tingkat kesehatan akan mempengaruhi laju perkembangan ekonomi' Datam kuliah ini sekati lagi mutu sumbe dayamanusia
r
digunakan sebagai
variabel antara dalam menganalisis pengaruh perkembangan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tujuan: Memberi gambaran teoritis/emprris pengaruh kesehatan terhadap produksi dan pertumbuhan ekonomi melalui pengaruhnya pada perkembangan mutu sumber daya manusia/pekerja'
Out-line: 1.
Teori Ekonomi Kesehatan;
2. Pengaruh tingkat kesehatan pada perkembangan mutu sumber daya manusia; 3. Pengaruh tingkat kesehatan pada tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi.
SDM
107. MOBILITAS TI,NAGA KERIA
Pengantar
r
Mobilitas pekerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan perekonomian. Dalam mata kuliah ini masalah mobilitas penduduk merupakan pokok bahasan utama, Pembahasan akan mencakup masalah mobilitas secara teoritis empiris sertar faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas tersebut.
Tujuan: Menjelaskan pengaruh mobilitas penduduk pada perkembangan ekonomi nasional dan regional gerta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas tersebut.
Out-line: 1. Kerangka teoritis
faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk:
- Analisis model Todarol - Model Cost-Benefit Analisys;
10
2. Mobilitaslpenduduk; lokasisumber {aya manusia dan pertumbuhan ekonomi; 3. Mobilitaspenduduk dan masalah disparsitas antar daerah:
- mekanisme transfer modal dan teknologi; - masalah arus sumber daya manusia dan kesenjangan sumber daya manusia; - konsekwensi sosial politik mobilitas penduduk.
SDM IO8. T-IPIXGAN
KERTA WAI\ITA DAN SEKTOR INFORMAL
Pengantar: Kenaikan partisipasi angkatan kerja wanita mcmbawa akibat pada penyediaan lapangan kerja bagi golongan wanita. Keterbatasan taju pertumbuhan lapangan kerja di sektor formal yang disertai pesatnya laju pertumbuhan partisipasi golongan wanita mcnyebabkan semakin membengkaknya kegiatan di sektor informal.
Tujuan: Memberi penjelasan tentang kcscmpatan kerja di scktor informal dan perkembangan kesempatan kerja bagi golongan wanita.
OutJine: :
1. Konsep sektor infrlrmal
- Definisi menurut GBHN; - Definisi teknis; - Konsep-konsep lain yangberhubung'an dengan sektor informal. 2. Perubahan peranan pada kaum wanita:
- Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. - Perkembangan kesempatan angkatan kerja bagi wanita. 3' Masalah-masalah yang berhubungan dengan sekior informal golongan wanita.
t1
dan penciptaan lapangan kerja bagi
SDM
2OI. DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PEMBANGUNAN SUMBPR DAYA AI,[M DAN LINGKUNGAN
Pengantar: Pertumbuhan penduduk meningftalkan pomakaian sumber daya alam dan lingkungan. Penduduk yang meningkat jumlah
Tujuan: Memberi gambaran tentang pengaruh jumlah dan pertumbuhan penduduk terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Bahasan alcan ditckankan pada berbagai usaha yang dapat dilakukan dalam menjaga kcle.starian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Out-line: Dampak pertumbuhan penduduk pada lingkungan hidup dan sumber daya alam pada umumnya; 2. Kebijakan dan program dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam; 3. Masalah-masalah yang dihadapai dalam pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut. 1.
SDM
202.
PENT}UDUK DAN PNMBANGUNAN f,KONOMI
Pengantar: Pendutlukdanpembangunanmerupakandua halyang salingberkaitan dhn antara keduanyaterdapat huhungan yang saling mempengaruhi. Pengintegrasian variabel kependudukan dalam perencanaan pembangunan sudah banyak dibicarakan orang dan dalam kuliah ini "segi ketrijakan yang berhubungan dengan kedua masalah tersebut akan dibahas secara bersamaan.
l:2
Tujuan: Menjelaskan masalah kebijakan kependudukan
yang berhubungan dengan usaha memacu laju
pertumbuhan ekonomi serta hubunngan antara grembangunan ekonomi dengan perkembangan
kependudukan.
Out-line: 1. Keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi;
2' Kebijakan di bidang kependudukan dalam rangka meningkatkan Jntensi penduduk untuk melakukan
produksi;
3' Masalah-masalah yang dihadapi dalam menerapkan program dan kcbijakan tersebut.
SDM
203. DAMPAK PENDUDUK TERHADAP PEMBANCUNAN SOSIAL BUDAYA KHUSUSNYA PADA PEMBANGUNAN BIDANG KESEHATAN DAN GTZT
Pengantar: Pembangunan sumber daya manusia berkaitan dengan aspek pembangunan sosial ekonomi masyarakat,
misalnya bidang kesehatan dan gizi. Mata kuliah ini akan membahas keterkaitan itu baik yang
berhubungan dengan masalah empiris dan kebijakan dan program yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tujuan: Memberi gambaran mengenai kebijakan dibidang keschatan dan giz], clan hubungannya dengan usaha
meningkat status gizi dan kesehatan penduduk dalam rangka meningkatkan mutu sumber dava manusia.
Out-line: Pengaruh kesehatan dan gizi terhadap mutu modal manusia. 2' Kebijakan yang diambil dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan gizimasyarakat; 3' Moniutoring pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut. 1.
13
SDM
204. KEBIJAKAN PENGf,,MBANGAN SDM DAN PEMBANGUNAN DAERAH KHUSUSNYA PROGRAM PANATAAN RUANG DAN KEMISKINAN
Pengantar
r
Kcbijakan pengembangan sumber daya manusia memiliki kaitan dengan banyak aspek, diantaranya berhubungan dengan aspek pcmbangunan dacrah (wilayah) yang tcrcermin dalam pongembangan tata ruang dan penanggulangan masalah kemiskinan. Tata ruang dan rencana pengembanngan
tepat meningkatkan akses mayarakat terhadap pcmbangunan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraannya.
wilayatr/daerah yang
Tqiuan: Mengintrodusir konscp tata ruang dan penanggulangan kemiskinan yang di dasarkan pada usaha meningkatkan mutu sumber claya manusia daerah.
OutJine: 1 Peran nrutu modal manusia dalam pembangunan daerah/wilayah; 2. Kebijakan dan program dalam usaha pembangunan dacrah/wilayahl
3. Monitoring pelaksanaan serta masalah-masalah yang dapat timhul clalam mela-ksanakan program dan ketriiakan yang hersangkutan.
SDM
205. DIMENSI KNLEMBAGAAN PEMBANGUNAN SUMBAR DAYA MANUSIA
Pengantar: Unsur kelembagaan merupakan aspeft pcnting dalam mcncapai suatu tujuan. Dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia juga dihadapiberhagai ma.salah yangberhubungan dengan kelembagaan tersebut.
1,4
Tujuan: Menjelaskan berbagai masalah yang berhubungan dengan aspek kelemtragaan yang dihadapi dalam rangka mengembang mutu sumber daya manusia.
Out-line: 1. Kelembagaan dalam pembangunan mutu sumber daya manusia.
2. Kebijakan dan program di bidang kelembagaaan.
3. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut.
SDM 206. Kebiiakan Ekonomi Moneter dan Fiskal Dalam Rangka Pertuasan Kesempatan Kerja
Pengantar:
Untuk mempengaruhi perkembangan perekonomian pcmerintah dapat melakukkan berbagai kebijakan diantaranya kebijakan moneter dan liskal. Dua kebijakan ini disamping dapat diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, menjaga stabilitas ekonomi dan tujuan-tujuan lainnya dapat pula diarahkan untuk meningkatkan kesempatan kerja (employment). Dalam kuliah ini akan dibahas berbagai aspek kebijakan makro-ekonomi tersebut serta instrumen yang
digunakan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Tujuan: Memberi pengertian tentang berbagai aspek kebijakan makr
Out-line: 1. Kebijakan Makro Ekonomi: Moneter dan Fiskal serta instrumen yang digunakan dalam kebijakan
tersebut;
15
2. Pengaruh kebijakan rnakro ekonomi (erhadap pcrtumhuhan ekonomi, distribusi pcndapatan dan kesempatan kerja; 3. Kebijakan-kebijakan makro ekonomi untuk mcningkatkan kesempalan kerja;
4. Monitoring pelaksanaan serta bertragai masalah yang timbul dalam pelaksanaan kchijakan dan program tersebut.
SDM
207.
I-A,PANGAN KN,RJA DI SM,KTOR PARTANIAN
Pengantar: Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat pcnting dalam menyediakan lapangan pekeriaan hagi para pekerja. Peranan yang dominan itu terus herlangsung hingga kini walaupun telah tcrjadi pergeseran struktur produksi yang cukup signifikan dari sektor pertanian ke sektor inclustri. Hal ini
menimbulkan masalah berupa penurunan produktivitas pekerja
di sektor pcrtanian relatif
dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tujuan: Memberi gambaran tentang arah kcbijakan di scktor pertanian scrta lrrogram yang clilakukan untuk meningkatkan produktifitas pekerja di sektor pertanian.
Out-line: 1. Pertumhuhan dan sasaran pertumbuhan ekonomi di scktor perlanian;
2. Sasaran pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian;
3. Berbagai kebijakan dan program yang diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi dan kesempatan kcrja di sektor pertanian;
4. Monitoring pelaksanaan kcbijakan dan program serta masalah-masalah yang timlrul dalam pelaksanaan kchijakan dan program tersebut"
l6
SDM
208. I-APANNGN KNruI DI SEKTOR INDUSTRI
Pengantar: Pada perekonomian yang berkembang maka biasanya terjadi proses pergeseran struktur baik pada sisi produlsi, konsumsi dan kesempatan kerja. Dalam pro.r. itu perekonomian bergeser dari besarnya peran sektor pertanian mengarah kepada semakin penting peranan sektor industri. proses itu juga terjadi di Indoncsia, terutama pada sisi produksi. Sernentara itu pada sisi kesempatan kerja pergeseran itu belum terjadi secara signifikan.
Tujuan: Mengarahkan peserta latihan untuk memahami berbagai kebijakan dan program di sektor industri yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi dan kesempatan
kerja.
Out-line: Sasaran pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di sektor industri; 2' Kebijaftan makro ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri; 3' Kebijakan dan program khusus di sektor industri yang ditujukan untuk meningkatkan lapangan kerja; 4' Pilihan teknologi dan proses produksi yang mendorong pertumbuhan lapangan kerja di sektor 1.
industri; 5' Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut.
SDM
209.
I-APANGAN PEKERIAAN DI SEKTOR PERDAGANGAI{ DAN JASI
Pengantar: Kelanjutan dari proses pergeseran struktur ckonomi dari sektor pertanian ke sektor in4ustri akan berlanjut terus' Pada tahap selanjutnya pcrgcseran akan mengarah
pada semakin dominannya sektor jasa-jasa' Mendahului proses transformasi produksi pada sisi penyerapa. tenaga kerja peranan sektor jasa terutamajasa perdagangan telahsangatpenting. Masalal yang dihadapiadalahbahwasebagian besar pekerja di sektor jasa-jasa itu masuk daram katagori sektoi informar.
l7
Tujuan: Membcri pemahaman mcnganai bcrbagai aspck kchijakan dan program di sektor pcrdagangan dan jasa-jasa yang ditujukan untuk mcningkatkan produksi clan kc.sempalan kcr.ia.
Out-line: Peran sektor pcrdagangan clan jasa-jasa dalam produksi,clan kcsc.mpatan kcrja; 2. Sasaran pcrtumbuhan ekonomi dan kcscmpatan kerja di scktor pcrdagangan dan.iasa-jasa pada 1.
Pelita V; 3. Kebijakan dan program di scktor perdagangan dan jasa-jasa yairg ditu.iukan untuk mcningk:rtkan produktifitas pekcrja scrta mcndukung usaha mcningkatkan lapangan pckcrjaan scrta pcningka(an mutu sumher daya manusia cli scltor jasa-iasa; 4. Monitoring pelaksanaan dan program di scktor pcrclagangan danjasa-.jasa scrla rnasal;rh-masalah yang ditemui dalarn perlaksanaan program dan kebijakan tcrsebut.
SDM2IO. INVESTASI DI DAERAII DAN IMPI,IKASINYA TERI{ADAP PE,NCIPTAAN I-APANGAN KH,RIA
Pengantar: Perbedaan potensi ckonomi antar dacrah merupakan salah satu permasalahan yang
usaha pemerataan pcmbangunan. f)isparsitas antar clacrah yang ada nreliJruti laju invostasi, pcr tumhuhan ekonomi clan kesernpatan kcrja. LJntuk mcngurangi kcbiiakan itu maka harus dilakukan kebijakan di bidang investasi agar invcstasi dapat diarahkan kcpada wilayah-wilavah yang masih tcrhelakang.
Tu.iuan: Menielaskan kcbijakan dan prug,ranr pemcralaan investasi antar dacrah unluk mengurangi rlisparsit;rs perlumbuhan ekonomi clan kcscmpatan kcrja nnlar daerah.
ftl
OutJine: L. Sasaran di bidang invcstasi khususnya dalam rangka mengurangi kesenjangan antar daerah baik dalam laju pertumbuhan produksidan kesempatan kerja; 2. Kebijakan dan program yang diarahkan untuk tujuan tcrsebut;
3. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang terjadi schubungan dengan pclaksanaan program dan kebijakan tersebut.
SDM
2TT. KEBIJAI(N\ PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN
Pengantar: Pembangunan dalam arti luas (pcmbangunan di berbagai biclang) maupun dalam arti sempit pembangunan (pcrtumbuhan) ekonomi, mcmpunyai hubungan timbal-balik dcngan pcndidikan. Kenaikan tingkat pendidikan mcningkatkan mutu sumbcr daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan laju pcrtumbuhan ekonomi. Sebaliknya pembangunan mendorong tersedianya berbagai fasilitas di antaranya fasilitas pendidikan sehingga akan terjadi perbaikan pada mutu pendidikan.
Tujuan: Memberi pcmahaman kcpada pcscrta lalihan mengcnai hubungan anlara pendidikan dan dalam arti pcmbangunan yang lcbih luas clari sckcdar pcmbangunan ekonomi. Pcnekanan dilakukan pada masalah kchijakan di bidang pendidikan yang diarahkan untuk mcnunjang pembangunan
usaha pembangunan.
Out-line: 1' Sasaran di bidang pcndidikan yang diarahkan untuk mcnycimbangkan kehutuhan pendiclikan dan kctcrampilan di pasar kcrja dengan pendidikan dan kcrerampilan yang climiliki pckerja; 2. Kcbijakan dan program dibidang pendiclikan;
3' Monitoring pelaksanaan dan masalah-masatah yang dihaclapi dalam pclaksanaan program kebijakan di bidang penclidikan.
l9
clan
SDM
301. MODEL PEMBCAHAN
Pengantar Dari setiap
MASALAH
r
masalah yang dihadapi biasanya acla cara atau metode dalam mengatasi masalah tersebut.
Suatu metode diperlukan agar antisipasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi dapat dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
Tujuan: Mengarahkan peserta latihan untuk dapat memahami modcl pemccahan masalah disertai contoh-cohtoh yang berhubungan dengan masalah pengcmbangan sumber daya manusia.
OutJine
r
1. Memformulasikan permasalah yang timhul;
2. Memformulasikan model pemccahan masalah yang cocok dengan masalah yang dihadapi; 3. Menguji validitas model; 4. Mendefinisikan modcl pemecahan masalah.
SDM
302. KESAIMBANGAN ANTARA PARTUMBUHAN EKONOMI DAN LAPANGAN KERIA
Pengantar: Kebijakan ekonomi dapat diarahkan untuk mcningkatkan pertumbuhan ekonomi, mcnciptakan lapangan pekerjaan atau keduanya. Kebijakan yang dilakukan berkaitan dengan pemilihan teknologi yang digunakan. Bila pertumbuhan ekonomi meniadi tujuan yang utama maka dipilih teknologi yang padat modal atau menghasilkan nilai tambah terbesar. Bila yang menjadi tujuan adalah meningkatkan kesempatan kerja maka teknologi yang lcbih padat karya menja
di pilihan
pertama. Biasanya kebijakan
dilakukan untuk mencapai keduanya maka perlu dipilih teknologi atau teknik poroduksi yang sesuai dengan kedua tujuan tersebut.
20
Tujuan: Memberi pemahaman kepada peserta latihan mengenai kebijakan yang dapat diambil untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.
Out-line: 1.
Kebijakan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi;
2. Usaha 6sningkatkan kesempatan kerja; 3. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesempatan kerja; 4. Kebijakan dan program menuju keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja;
5. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan kebijakan tersebut.
SDM
303.
PRODUKTTVITAS DAN KESE.IAHTERAAN PEKERIA.
Pengantar:
D"lq- teori
ekonomi tingkat upah yang diterima pekerja adalah sama dengan nilai dari marginal produk yang dihasilkannya. Ini berlaku terutama dalam pekerjaan-pekerjaan yang bersifat formal. Pada sektor informal, sektor pertanian misalnya, produktivitas menentukan secara langsung tingkat pendapatan para petani. Sehingga tingkat produktivitas pekerja mempengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja melalui pendapatan atau upah yang diterimanya.
Tujuan: Memberi pengertian mengenai berbagai ukuran produktivitas (segi teoritis) dan keadaan empiris produktivitas pekerja di Indonesia serta berbagai kebijakan dan program yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja di masing-masing sektor.
Out-line: 1. Ukuran-ukuran produktivitas pekerja;
2. Hubungan antara produktivitas pekerja dengan tingkat upah dan penghasilan;
2l
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerja; 4. Disparsitas produktivitas pekerja sektoral dan regional;
5. Kebijakan dan program yang mengacu pada usaha meningkatkan produktivitas pekerja serta mengurangi kesenjangan sektoral dan regional.
SDM
3M. MODf,LMODELTERAPAN
PERENCANAAN TENAGA KE&IA
Pengantar: Penyerapan tenagakerjadiarahkan untuk menjaga keseimbanganantara penawaran danpermintaan tenaga kerja di pasar kerja. Selain itu juga ditujukan untuk meningkatkan kesesuaian mengenai spesifikasi pekerjaan (berhubungan keterampilan
dan pendidikan pekerja) antara yang diinginkan
oleh perkembangan perekonomian dengan yang disediakan oleh sistem pendidikan. Hal yang terakhir ini sangat penting mengingat seringkali terjadimismatch antarapermintaan dan penawaran, sehingga banyak pekerja yang mengerjakan pekerjaan di luar kemampuannya atau terjadi pengangguran terselubung.
Tujuan: Penerapan model perencanaan tenaga kerja yang dapat mendukung keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar kerja.
OutJine: A. Indikator-indikator ketenagakerj aan : L. Produktivitas
2. Penyerapan tenaga kerja 2. Pengangguran yang setengah menganggur
- setengah menganggur karena rendahnya produktivitas; - setengah menganggur kerjajam kerja yang rendah; - ketidaksesuaian antara pendidikan dengan jenis pekerjaan.
B. M odel-model p erencanaan tenaga kerj a 1. Pemilihan model a. kegunaan dan kelemahan model;
22
b. data yang dibutuhkan; c. kemungkinan penerapannya. 2. Spesifikasi model a. metodologi;
b. asumsi; b. aplikasi dan perhitungan; 3. Model terapan bagi Dati I dan Dati
C.
II
halaihtm
SDM3OS. PERENCANAAN TENAGA KERJA
: PENDEKATAN RATE OF
RETURN
Pengantar: Salah satu model perencanaan tenaga kerja adalah model rate of ,etum. Model ini ditujukan untuk mendapat suatu hasil yang optimal dari investasi yang dilakukan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia. Bagaimanapun ini hanyalah saiah satu dari sekian banyak model yang dikembangkan,
tetapi sangat berguna bagi kita untuk mengarahkan investasi terutama di bidang pendidikan.
Tujuan: Menuntun peserta latihan untuk memahami dan menggunakan metode perencanaan tenaga kerja yang didasarkan manfaat dan biaya dari investasi itu.
Out-line: 1. Pengertian dasar yang digunakan dalam model:
a. Biaya pendidikan menurut jenjang;
b. Manfaat pendidikan menurut jenjang pendidikan; 2. Konsepkonsep dasar: a. Cost benefit analpis
b. Rate of Return dan Internal rate of return (IRR). b. Cara perhitungan IRR dengan cara konvensional dan short cut. d. Analisa regresi.
23
3. Data yang dibutuhkan
:
4. Praktikum
SDM
306. MODEL DAN TEKNIK
PROYEKSI PERSEDIAAN TENAGA KERIA KELUARAN PENDIDIKAN (METODE KOHORT)
Pengantar: Dalam peroncanaan tenaga kerja terutama untuk mengetahui sisi penawaran maka harus diketahui keluaran dari sistem pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi pendidikan dan keterampilan.yang dimiliki oleh pekerja yang akan memasuki pasar kerja. Untuk menghitung keluaran pendidikan ini dapat digunakan metode kohort.
Tujuan: Memahami model dan teknis proyeksi pendidikan tenaga kcrja menurut pendidikan dengan metode kohort.
Out-line: 1. I",ngika dalam proyeksi persediaan tenaga kerja keluaran pen
2. Metodologi dan assumsi.
3. Implikasi kebijakan 4. Pengertian mengenai data pendidikan, antara lain: enrolmen, kelas, tingkat, mengulang kelas,putus
sekolah, naik tingkat, angka melanjutkan dan lainJain. 5. Simulasi penggunaan model proyeksipenyediaan tenaga kerja keluaran pendidikan.
6. Praktikum
SDM
307. TEKNIK
DAN MODELMODEL KNBI.JTUHAN TENAGA KERIA
Pengantar: Sebagai salah satu faktor produksi, tenaga kerja diperlukair dalam proses produksi .seperti hal nya modal
dan faktor produksi lainnya. Dengan demikian apabila terjadi kenaikan dalam produksi maka akan
24
terjadi kenaikan pada penggunaan tenaga kerja. Anggapan inilah yang mendasari model-model perencanaan tenaga kerja, yang mana kesempatan kerja dianggap sebagai fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang menggunakan asumsi seperti sudah banyak mendapat perhatian dan kritik
dari berbagai pihak dan karena kelemahan-kelemahan dari metode tersebut seringkali para perenca na menghindari penggunaan metode tersebut. Namun demikian sebagai bahan pengetahuan dan karena kesederhanaannya model ini tetap perlu untuk dipelajari.
Tujuan: Mengetahui kelemahan dan keunggulan dari metode perenqrnaan tenaga kerja dengan model kebutuhan tenaga kerja (MRA).
Outline: 1. Komponen produksi dan pertumbuhan ekonomi
2. Hubungan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; 3. Teknik dan metodologi
i. ii.
pengertian dan interpretasi model; cara-cara perhitungan;
iii. data yang digunakan dan sumber data; iv. asumsi-asumsi yang digunakan dan keterbatasan. 4. Model-model yang akan digunakan: 1.
Model sederhana: a. Incremental Labour Output Ratio
(ILOR) dan ICOR
b. L"abour productivity c. Investment-employnent ratio
d. Model elastisitas (r
L)/(r y)
3. Model ekonometrik : fungsi produksi Cobb-Douglass
4. Model input-output 5. Praktikum
25
SDM
308.
TN,KNIK DAN MODEL.MODEL PERSEDIAAN TENAGA IGNJN
Pengantar: kerja
adalah salah satu komponen dari penduduk. Dengan demikian bila penduduk mengalami pertumbuhan maka akan terjadi pcrtumbuhan pada angkatan kerja melalui pertumbuhan pada penduduk usia kerja. Di samping itu ada kecenderungan tingkat partisipasi angkatan kerjayang
Angkatan
meningkat, sehingga pertumbuhan angkatan kerja cenderung lebih besar dari pertumbuhan penduduk usia kerja.
Tujuan; Memahami cara-cara perhitungan persediaan angkatan kerja dengan menghitung laju pertumbuhan penduduk usia kerja dan laju pertumbuhan partisipasi angkatan kerja.
Out-line: 1. Beberapa konsep dan definisi ketenagakerjaan
:
Angkatan kerja, bukan angkatan kerja 2. Bekerja, menganggur 1.
3. Jenis pekerjaan, lapangan usaha, status bekerja 2.
Metodologi proyeksi 1. Proyeksi penduduk
2. Proyeksi tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK)
3. Contoh perhitungan proyeksi angkatan kerja
4. Praktikum
SDM
309.
PENGANGGUR DAN SETENGAH MENGANGGUR SERTA MODEL SETENCAH PBNGANGGUR
Penganlar: Dibandingkan negara-negara maju sekalipun tingkat pengangguran terbuka di Indonesia relatif rendah. Namun hukan berarti tidak ada masalah ketenagakerjaan di Indonesia, karena masalah ketenagakerjaan bukan masalah pongangguran tetapi masalah produktivitas pekerja. Produktivitas
26
pckcrja rata-rata sangat rendah yang tercermin pada penghasilan atau upah, rata-rata jam kerja dan sering kali terjadi missmatch antara pendidikan dan pekerjaan. Masalah ketenagakerjaan juga tercermin pada tingginya tingkat pengangguran terselubung.
Tujuan: Memahami berbagai konsep dan definisi pengangguran serta cara-cara perhitungannya.
Out-line: 1. Pcndekatan dan pengukuran
l.
Cara pendekatan dan definisi ekonomi mengenai pengangguran 2. Cara pengukuran dan pemilihan standar pengukuran. 2. Bebcrapa penyebab pengangguran: 1. Penyebab
(frictional, seasonal, clyclical, dsb)
2. Umur 3. Pendidikan
SDM 3TO. PROYEKSI RUMAH TANGGA DAN IMPLIKASI TENAGA KENJ,A, WANTTA (HOMES)
Pengantar: Semakin tingginya tingkat pendidikan rata-rata kaum wanita serta perkembangan sosial-ekonomi dan budaya menyebabkan peran wanita mengalami pergeseran. Proporsi wanita yang memasuki pasar kerja scmakin berkembang. Dcngan kata lain tingkat partisipasi angkatan kerja wanita meningkat. Hal ini membawa implikasi pada jumlah keluarga yang diinginkan oleh setiap rumah tangga. Dengan demikian proyeksi besarnya rumah tangga di masa datang harus memperhatikan perubahan kesempatan kerja bagi kaum wanita.
Tujuan: Memahami penggunaan dan penerapan model Homes.
n
Out-line: 1. Pengertian analisis Homes; 2.
Mctodologi dan data yangdigunakan;
3. Penerapan model Homss dan implikasinya; 4. Praktikum.
SDM
401. DISKUSI PANEL: SISTEM
SDM
402. DIKSUSI PANEL: OPERASI DAN PIMELIHARAAN
SDM
403. DISKUSI PANBI.:
TNFORMASI DAN PEMANTAUAN
KESESUAIAN PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN
TENAGA KERIA
SDM
404.
PAPARAN KELOMPOK DAN DISKUSI
28
PIDATO PEMBUKAAN TERI NEGARA PEREN CANAAN PEMBAN GU NAI{ NASIONAU KETUA BAPPENAS PADA PEI-ATIHAII PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL
M EN
Assalanu'alailanm Wr. Wb. Saudara-saudara para pejabat Eselon I, Saudara-saudara para penyelenggara dan peserta pelatihan pengembangan sumber daya manusia nasional,
Kita berada dalam perubahan-perubahan yang cepat dan kompleks, baik perubahan yang bersumber dari dalam negeri maupun perubahan yang berasal dari luar. Perubahan-perubahan yang berasal dari
dalam negeri berkaitan dengan perubahan struktural yang terjadi sebagai bagian dari proses pembangunan. Keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan maupun kekurang-berhasilan merupakan sumber-sumber perubahan yang memiliki dinamika dan logika sendiri-sendiri. Keberhasilan kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang membawa kepada peningkatan kebutuhan jenis lain. Di lain pihak adanya persepsibahwa terdapat sasaran pembangunan tertentu yang belum tercapai sepenuhnya seperti yang menyangkut pemerataanjuga merupakan sumber pemikiran dan pendapat mengenai perlunya perubahan-perubahan dan peningkatan dalam satu atau lain segi kebijaksanaan pembangunan.
Dan segala sesuatu peningkatan ini perlu dilaksanakan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah paling sedikit dengan
3
juta orang per tahun, yang juga merupakan sumber perubahan yang
amat penting. Pertumbuhan dan pertambahan penduduk membawa perubahan imbangan sumber-sumber baik manusia maupun non-manusia.
Saudara-saudnra peserta latihan dan hadirln sekalian, Sumber perubahan dalam negeri
ini tentu diperkuat pula oleh gejala-gejala yang melanda dunia.
Globalisasi di bidang ekonomi dan demokratisasi di bidang politik yang melanda dunia jelas mempunyai dampak kepada kompleksitas permasalahan pembangunan. Globalisasi dan perubahan-perubahan ini
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian
di dalam negeri
pembangunan.
29
dalam berbagai bidang kebijaksanaan
Hadir:ln ynng $aya hormati, Segala sesual.u perubahan yang cepat ini mengharuskan kita untuk meningkatkan upaya komunikasi satu sama lain sehingga tercipta kesamaan dan persamaan persepsi mengenai masalah-masalah pokok yang
dihadapi serta langkahJangkah yangperlu ditempuh. Persamaan dan kesamaan persepsi ini mencakup bukan saja hal-hal yang bersifat faktual tetapi juga hal-hal yang bersifat motivasi. Kesamaan dan persamaan persepsi yang menyangkut fakta penting peranannya dalam penciptaan koordinasi dan sinkronisasi tindakan karena hal-hal ini akan membentuk anggapail*anggapan pokok dalam pengambilan keputusan. Adalah satu truisnte bahwa bilamana pcmikiran terhadap fakta-fakta trerbeda maka langkah-langkah yang ditempuh juga akan berbeda.
Hadirin sekalian dan parn peserta pelatihan, Persamaan dan kesamaan persepsi ini bukan hanya mencakup fakta tetapi juga motivasi. Dalam kaitan
ini yang
saya maksud adalah komitmen pr:kok kita semua kepada pencapaian sasaran-sasaran pembangunan secara partisipatif, karena pencapaian sasaran-sasaran ini melalui proses yang tepat merupakan pengejawantahan dari amanat pcnderitaan rakyat dalam arti yang luas dan dalam. Pembaruan motivasi dan komitmen ini akan menghindarkan kita dari rutinisme dalam kegiatanpembangunan, mendorong kita mcnciptakan hal-hal yang inovatif dan lraru dan perlu dalam rangka pelaksanaan Repelita.
Saudnra-saudara sekalian, Bagian lain yang tidak kalah pentingnya yang ingin diupayakan melalui pelatihan
ini adalah
yang
menyangkut keterampilan. f)engan keterampilan disini terutama dititikheratkan pada penyusunan alternatif-alternatif bagi pencapaian sasaran-sa$aran program yang berkaitan langsung dengan penyiapan, pemanfaatan serta pembinaan sumbcr daya manusia dalam pembangunan. Keterampilan
ini mensyaratkan dihutuhkannya kemampuan minimal mengintcrpretasi data. Atas dasar interpretasi ini maka dirumuskan bcrbagai alternatif yang relevan, hambatan-hambatan yang dihadapi serta biaya yang dibutuhkan bagi pencapaian sasaran-sasaran progtam pembangunan. Dengan keterampilan demikian diharapkan para pejabat akan mampu menginterpretasikan keadaan dan masalah yang berbeda-beda di berbagai daerah dan menerjemahkan interpretasi ini menjadi pemecahan masalah secara operasional. Saya merasa bahwa di hidang ketcrampilan ini para peserta sudah memiliki dasar yang kuat. Pada
masa latihan ini dasar-dasar ini perlu diasah lebih lanjut serta diorientasikan kepada persepsi bersama yang sedang ditingkatkan.
30
Saudara-saudara sekalian,
Itulah sebabnya saya menganggap kegiatan latihan ini penting artinya. Kcgiatan latihan ini merupakan komunikasi bagi penciptaan kesamaan persepsi ini. Selanjutnya dengan diikutinya latihan keterampilan, diharapkan para peserta akan memiliki kemampuan yang meningkat bagi perencanaan sumber daya manusia yang akan dapat dikembangkan sendiri selanjutnya oleh para peserta.
Saudara-saudara peserta petatihan, Sekarang izinkan saya mengemukakan sesuatu mengenai matcri pokok yang menjadi ajang komunikasi dalam pelatihan ini. Materi pokok ini berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia nasional. Sejarah kontemporer pembangunan bangsa-bangsa di dunia memberi petunjuk yang meyakinkan mengenai peranan sumber daya manusia bukan saja dalam kelangsungan pembangunan suatu bangsa
tetapi juga didalam pemerataan pembangunan antar bangsa. Ada dua jenis fakta yang dapat dan perlu diperhatikan. Pertama bangsa-bangsa yang mengutamakan sumber daya manusia sebagai sumber
pertumbuhan, sebagai sumber dinamika dan kreatifitas, ternyata telah dapat bukan saja meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyatnya tetapi sekaligus telah dapat mempertahankan keseimbangan dinamis
sosial-politik masyarakatnya. Di lain pihak bangsa-bangsa yang tidak mengutamakan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan ternyata mengalami banyak masalah bukan saja memperta hankan momentum pertumbuhan ekonomi tctapi juga kestabilan sosial-politik masyarakatnya. Perubahan yang terjadi di Eropah Timur baik di bidang ekonomi maupun sosial-politik pada dasarnya bersumber dari kebijaksanaan pokok sumber daya manusia yang kurang tepat sebagai sumber pertumbuhan dan dinamika.
Saudara-saudara peserta pelatihan, Sebagaimana yarlg dimintakan oleh trilogi pembangunan, maka yang dibutuhkan sesungguhnya bukan saja kelangsungan pertumbuhan tetapi sekaligus juga pemerataan. Di bidang pemerataan
inipun kita dapat belajar dari sejarah kontemporer ialah bahwa diantara bangsa-bangsa yang mengutamakan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan, dinamika dan kreatifitas, terdapat kecenderungan konvergensi yang stabil dan dominan dalam tingkat kemajuan dan kemakmuran diantara
bangsa-bangsa yang bersangkutan. Konvergensi ini terutama diamati di kalangan negara-negara yang relatif miskin dan
relatif kaya yang semuanya tergolong kedalam OECD. Dan pemerataan dilingkungan OECD ini
semakin meningkat bukan oleh karena pendalaman lapangan kerja yaitu perbedaan antara pertumbuhan jumlah lapangan kerja dengan pertumbuhan jumlah penduduk; bukan juga oleh pendalaman modal
yaitu perbandingan ratio investasi dengan pertumbuhan penduduk; tetapi oleh efisiensi dan produktifitas masyarakat yang bersumber pada manusia. Apa yang dinamakan "produktifitas masyarakat
31
mengejar ketinggalan" ("TFP-catch-up") untuk negara-ncgara yang relatif miskin seperti ltalia, portugal dan Spanyol di kelompok OECD lebih cepat meningkatnya daripada hal yang sama bagi negara-negara kaya seperti USA, Kanada, Luxemburg dan Jerman Barat, khususnya dalam pembangunan mereka
se-
sudah 1950.
saudara-saudnra peserta pelatihan dan hadirin sekalian yang saya hormati, Pelajaran apa yang dapat dipetik dari sejarah kontemporer yang saya kempkakan tatli
?
Baik kemampuan tlangsa-bangsa dalam mempertahankan momentum pembangunan maupun dalam mengejar ketinggalan berkaitan erat dengan apa yang clisebut "kemampuan sosial,, seluruh bangsa. Kemampuan sosial ini berkaitan dengan seluruh proses kelemhagaan dan kemasyarakatan yang bisa bersifat menunjang tetapi menghambat gerak maju pembangunan. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia di tujukan bukan saja bagi peningkatan mutu manusia secara individual seperti peningkatan kesehatan, pendidikan dan lain-lain, tetapi kepada mutu proses-proses kelembagaan clalam masyarakat; segala sesuatu dimaksudkan bagi peningkatan efisiensi dan protluktivitas dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kiranya amat tepat bilamana dalam GBHN 1988 dikemukakan bahwa sasaran pembangunan Indonesia dalam tahap pembangunan jangka panjang ke lI adalah meningkatkan mutu manusia dan mutu seluruh masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya rJengan pelatihan yang Saudara-saudara ikuti maka yang ditujrr bukan
akan
saja peningkatan kete rampilan perorangan tetapi juga meningkatkan mutu
interaksi antar orang, meningkatkan mutu bekerjanya lembaga-lembaga pelaksanaan pembangunan di daerah, khususnya yang berkaitan dengan persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia.
Sesungguhnya dalam Rcpelita V kita masih mengharlapi berbagai jenis kekurang-seimbangan yang
berkaitan dengan persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumher daya manusia. Mutu persiapan sumber daya manusia perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya dengan daya serap teknologi yang lebih tinggi' Kita perlu semakin mengandalkan nilai tambah yang bersumber dari diri manusia, dan tidak bisa dan tidak boleh terus menerus bersandar pacla tenaga kerja yang murah. Walaupun menurut sensus
yang Ialu pertumbuhan penduduk telah menurun, pertumbuhan angkatan kerja masih cukup besar. Selain itu separoh penganggtran masih relatif tinggi. Keseimbangan antara pertumbuhan nilai tambah
dan lapangan kerja masih perlu terus diupayakan. Segala sesuatu ini membawa masalah pada pemeliharaan sumber daya manusia khususnya yang menyangkut gizi, kesehatan, clan kesejahteraan sosial umumnya yang juga masih perlu terus ditingkatkan.
32
Saudara-saudara peserta pelatihan dan hadirin sekalian, Saya merasa yakin dengan peningkatan kemampuan perorangan, dengln peningkatan mutu interaksi
lembaga-lembaga pelaksanaan dan meningkatnya mutu pelaksanaan fungsi-fungsi berbagai lembaga,
maka berbagai sasaran Repelita V yang berkaitan dengan sumber daya manusia akan lebih bisa diupayakan. trbih dari pada itu dengan pengembangan lebih lanjut kebijaksanaan "produktilitas masyarakat pengejar ketinggalan" bukan saja pemerataan antar dacrah di Indonesia dapat ditingkatkan tetapi sekaligus juga akan mampu menempalkan Indonesia dalam posisi lebih baik dalam pergaulan
dan percaturan bangsa-bangsa di dunia. Dalam jangka pendek diharapkan aparat perencanaan pada semua tingkatan dan jajaran khususnya di daerah akan lebih siap memasuki Repelita yang akan datang. Demikian, terima kasih atas perhatian Saudara- saudara sekalian.
Wassalamuhlaikum wr.wb.
J-t
SUMBNR DAYA DAN PEMBANGUNAN PENDEKATAN MANAJEMEN Oleh:
Sayuti Hasibuan
r.
PANGANTAR
Hasil-hasil sensus penduduk yang baru-baru ini dilaksanakan memhuat kita orang Indonesia clisatu pihak bergembira tetapi dilain pihak juga prihatin. Kita bergembira oleh karena pertumbuhan penduduk Indonesia telah melampaui puncak dan sudah clalam tahap menurun. Hal ini herarti bahwa upaya yang dilaksanakan sejak dua puluh tahun terakhir mclalui berbagai usaha langsung maupun
tidak langsung untuk menurunkan tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk telah berhasil menekan laiu pertumbuhan penduduk. Di lain pihak kita juga mcrasa prihatin oleh karena walaupun pertumbuhan penduduk tclah menurun sampai pada 1,97%t rata*rata clalam clekacle j9g0-1gg0, jumlah pertambahan pcnduduk cukup besar, yaitu sejumlah 3,2 juta rata-rata per tahun. Setiap tahun selama l0 tahun terakhir ini tercipta lebih dari satu Singapura haru dari scgi pehducluk. Aclalah tidak
terlalu sulit membayangkan extrapolasi jumlah pen
2. MAS,,\LAH.MASALAH POKOK
YANG DIHADAPI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN SUMBER DAYA ALAM
Tujuan jangka panjang pembangunan lndoncsia sebagaimana yang clikcmukakan dalam GBHN fggg adalah rneningkatkan mutu manusia Indonesia dan mutu masyarakat Indonesia. Dalam upaya mencapai sasaran jangka panjang ini salah satu masalab pok
penduduk Indoncsia meningkat dengan 3,2 juta orang per tahun. Kalau secara seclerhana pertambahan 3,2 juta orang per tahun ini diproyeksikan ke depan maka pacla tahun 2(XD tentu penduduk Indonesia akan bertambah dengan paling tidak 30juta orang.
34
Pertambahan penduduk yang cukup besar ini terhadap penduduk yang sudah nomor 5 besarnya di dunia menimbulkan banyak masalah manajemen dalam rangka mengupayakan tercapainya sasaran
meningkatkan mutu manusia Indonesia dan mutu seluruh masyarakat Indonesia. Secara dasar tentu berbagai kebutuhan pokok manusia akan meningkat. Dengan berlalunya waktu dan dengan semakin meningkatnya standard hidup secara umum maka peningkatan kebutuhan ini akan lebih besar lagi diatas kebutuhan pokok. Di bidang ekonomi oleh karena itu salah satu masalah yang dihadapi adalah penyediaan barang dan jasa dalam jumlah yang meningkat dan ragam yang rneningkat pula. Produksi barang dan jasa yang meningkat ini harus sekaligus berarti kemampuan daya beli yang 66ningkat di kalangan para keluarga sehingga dengan demikian meieka dapat menikmati pula melalui peningkatan konsumsi barang-barang dan jasa yang dihasilkan ini. Dengan lain perkataan pemerataan daya beli di kalangan para keluarga mestilah merupakan sasaran agar peningkatan mutu hidup dapat terlaksana secara lebih merata pula.
Komponen-komponen yang membentuk baik mutu manusia maupun mutu masyarakat bukan hanya yang bersifat materi. Kebebasan menyuarakan pendapat, terutama yang bersifat menunjang bagi tercapainya sasaran pembangunan merupakan satu contoh hal yang dikehendaki sebagai ciri dari proses pembangunan. Kebersamaan dan solidaritas diharapkan sekaligus dapat ditingkatkan untuk
mengimbangi kecenderungan keterasingan dan anomi yang biasanya menyertai proses transformasi masyarakat. Kemudian proses itu sendiri harus pula mempunyai ciri stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan memupuk sifat-sifat sumber daya manusia yang diperkirakan dibutuhkan bagi pembangunan atas dasar Pancasila dan UUD-1945. Sifat-sifat ini antara lain adalah yang menyangkut kualitas mental spiritual (kejuangan) seperti taat menjalankan ajaran agama, serta toleransi yang linggi dalam kehidupan beragama, memiliki semangat yang tinggi
Sementara itu segala sesuatu yang harus dicapai di atas tetap mempertahankan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan fisik maupun non fisik hari ini
tidak mengorbankan kepentingan untuk generasi yang akan datang. Pembangunan yang diupayakan adalah yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial, politik dan secara fisik.
Inilah secara garis besar konsekuensi-konsekuensi dari pertumbuhan pendudrik. produksi barang dan jasa perlu meningkat. Berbagai dimensi mutu hidup baik individual maupun kemasyarakatan perlu meningkat. Kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup perlu terus dipertahankan. Pertumbuhan penduduk merubah orde faktual secara amat berarti. perubahan orde faktual ini memerlukan response yang sesuai pada orde normatif. Orde normatif ini akan tercermin antara lain pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh.
35
3. BAGAIMANA MA,NGUSAHAKAN HAL.HAT,INI
?
Di
sinilah kita perlu tinjau kembali konsep-konsep pokok pembangunan sebagaimana yang dikemukakan dalam UUD-1945 dan OBHN. Baik UUD-194-5 maupun OBHN secara normatif menempatkan manusia sebagai pelaku utama pembangunan. Secara intuitif-faktual hal ini sudah lama diketahui. Ungkapan-ungkapan seperti "lhe nran behind the gun", "tergantung manusianya", dan lain-lain ungkapan merupakan bukti intuitif mcngenai keutamaan peran manusia dalam segala kegiatan. Sebagai umat beragama tentu kita meyakini kebenaran ungkapan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masalah pelaksanaan yang dihadapi adalah operasionalisasi teknis dari ungkapan-ungkapan normatif ini. Tentu dibutuhkan penjabaran lebih lanjut mengenai keutamaan sumher daya manusia ini sehingga didapat petunjuk- petunjuk operasional penyusunan strategi manajemen pada berbagai tingkat keumuman.
Dalam kaitan ini dapat dikemukakan manfaat dari konscp fungsi produksi masyarakat sebagai awal pencarian dan artikulasi dari strategi manajemen sumber daya manusia dan sumber daya alam secara keseluruhan. Fungsi produksi masyarakat mengkaitkan hasil produksi dan barang dalam masyarakat dcngan input-input yang dihutuhkan. Walaupun output maupun input biasanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat diukur, namun sesungguhnya input-input yang masuk kedalam proses produksi masyarakat tcrsebut jelas mencakup berbagai jenis hal yang tidak dapat diukur, setidak-
tidaknya tidak dapat diukur langsung seperti umpamanya berhagai dimensi mutu sumber. Mutu sumber-sumber ini seperti kualitas mental, daya kcjuangan dan lain-lain hanyak ditentukan oleh sistem masyarakat dimana fungsi produksi beroperasi. ltulah sebabnya pencapaian-pencapaian dalam fungsi produksi banyak ditentukan aleh sistem masyarakat yang berlaku.
Satu hal yang dapat kita katakan dengan rasa kepastian yang tinggi ialah bahwa kemampuan menghasilkan berbagai input untuk produksi amat berheda di anl.ara ncgara-negara dan masyarakat
di
dunia. Perbedaan-perhedaan seperti dikatakan tadi banyak ditentukan nleh
sistem
ekonomi-sosial-politik dimana proses produksi itu bcrlangsung. Sebagai contoh dapat dikemukakan karya dari Bergson yang membandingkan produktivitas faktor-faktor baik tenaga kcrja secara sendiri maupun tenaga keria dan alat-alat modal secara kombinasi bagi berbagai negara Barat dan Uni Soviet. Perkembangan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Tabcl ini kemampuan menghasilkan tenaga kerja per angltatan kcrja yang bekerja pada tahun 1975 dalam hentuk lndeks adalah Amerika
Serikat 100, Perancis 94, .Ierman 91, Inggris 69, Itali 71 dan USSR 58. Jadi kemampuan menghasilkan di Soviet Russia itu adalah yang terendah. Juga bilamana dibandingkan kemampuan menghasilkan seluruh faktor maka produktivitas rata-rata Soviet Russia juga adalah yang terendah. Untuk tahun 1975 indeks'ini adalah 55 dan Amerika Scrikat 1fi). Bahkan dengan menggunakan data-data CIA, proeluktivitas total Sovict Russia menurun dengan O,7Vo antata tahun 1975-1980 dan menurun 0,37p dalam 1) tahun 1980-1985.
36
Tabel I Koefisien Produktivitas Faktor ( Amerika Serikat = lfi) ) Negara
Produk (Materiil) per
Produk (Materiil) per
Pekerja yang bekerja
satuan faktor (tenaga
kerja dan modal)
rgffi Amerika Serikat Perancis Jerman (Barat)
tnggris
Italia Soviet Rusia
rns
lm 51 51 49 y7t 31
l!)60
1975
100
100
U
63
96
91
65
92
69
&
73
47
77
45
55
58
100
Sumber: Rosefiede, S., C-omparative Productivity dalam The Ameican Economic Review,vol. g0 no. d Sepr 190, hal 948.
Coba kita lihat segi lain daripada kemampuan menghasilkan bangsa-bangsa di dunia. Kita
manfaatkan konsep "growth accounting" yaitu memperhitungkan sumber-sumber pertumbuhan yang dialami oleh bangsa-bangsa dalam sejarah pembangunannya. Pertanyaan pokok yang ingin
dikemukakan adalah sejauh mana pertumbuhan nilai tambah yang dialami oleh satu bangsa bers"-ber dari benambahnya input di satu pihak dan meningkatnya produktivitas total faktor- faltor produksi khususnya tenaga kerjadan modal di lain pihak. Beberapa data khususnya untuk negaranegara berkembang dan negara maju sudah pernah dikemukakan pada makalah lain. Kalau
sekarattg dimasukkan negara-negara sosialis khususnya Soviet Russia dan negara-neg:ra Eropa Timur, maka perbandingan ini sudah mencakup sistem ekonomi sosial politik yang adadi dunia.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 2 sumber pertumbuhan dapat dibag menjadi dua: bertambahnya input khususnya modal dan tenaga kerja dan meningkatnya produktivitas atau kemampuan menghasilkan dari faktor-faktor yang ada. Untuk negara-negara maju dalam periode 1947'IyR dari pertumbuhan nilai tambah rata-rata 5,4Vo, 2,7Vo atau 50Vo bersumber dari pertumbuhan produktivitas total seluruh produksi. Selebihnya bersumber dari pertumbuhan jumlah faktor-faktor produksi- Untuk negara-negara sosialis yaitu Bulgaria, Rumania, USSR dan yugoslavia"
im adalahSSVo. Yang terendah adatah Bulgaria sebesar ?i,4Vo. Selebihnya bersumber dari pertambahan faktor-faktor produki untuk negara-negara berkembang. prosentase ini rata-rata prosentase
3lVo
37
Apa sebab ada pcrbedaan yang besar dan konsisten diantara sumber-sumber pertumbuhan dalam berbagai sistenr
?
Yang jelas bcrbagai sistem ini memberikan ruang gerak yang amat berbedir kepatla energi yang bersumber pada manusia untuk menyatakan diri dan menjadikan kekuatan yang bersumber pada diri manusia sebagai sumber pertumbuhan. Salah safu karakterisasi pokok untuk menyatakan perbedaan
ini
adalah bahwa negara-negara sosialis menganut sistem yang tersentralisasi sedangkan negara akhir-akhir ini dalam masa sepuluh tahun terakhir ini tranyak negara berkembang termasuk Inclonesia telah berupaya bergerak ke arah yang lebih bersifat desentralisasi.
Yang dimaksud dengan sentralisasi dan desentralisasi adalah yang menyangkut pembentukan
program produksi masyarakat secara keseluruhan dan program pembentukan kcscjahteraan masyarakat secara keseluruhan. Kiranya jelas bahwa produksi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam rangka meningkatkan kcsejahteraan masyarakat. Persoalannya adalah bagaimana sistem kesejahteraan masyarakat ini terbentuk. Dalam sistem yang terpusat ini pcnentuan
bentuk program dilaksanakan secara lebih terpusat. Dalam sistem yang tersehar hal-hal ini dilaksanakan secara lebih tersebar oleh banyak pusat-pusat pengambilan keputusan dan sistem pelaksanaan. Dalam sistem yang terpusat pcngambilan kcputusan dimonopoli oleh satu organisasi
besar yang bernama Pemerintah. Praktis tidak terdapat persaingan bagi mcnghasilkan "ketraikan',. Dalam sistem yang tersebar terdapat persaingan diantara banyak pihak untuk menghasilkan hal-hal yang baik dan dibuluhkan.
Sebagai satu generalisasi umum dapat 'dikatakan bahwa sistcm yang lcrsebar ini telah meningkatkan terbentuknya bukan ^saja sistem produksi yang lcbih 'efisien dan procluktif tetapi juga sekaligus yang sesuai dengan apa yang dianggap oleh masyarakat scbagai kcsejahtcraannya. Sistem yang tersebar
ini
sekaligus berfungsi sebagai media yang amat efektif hagi upaya mencerdaskan
knhidnnan hangsa" Sistem yang tersebar
ini sekaligus mcrupakan tempat-tempat latihan dan tempat perlombaan
bagi lebih banyak orang untuk mempcrlihatkan prestasi dan menunjukkan kepemimpinan. Salah satu
wujud pembebasan dari penjajahan sesungguhnya adalah kemerdekaan bagi pemhentukan program kesejahtcraan serta pelaksanaan oleh masyarakat lhdonesia scn
lebih banyak ke lompok/organisasi manusia dalam masyarakat dalam sistem yang tcrsebar dibandingkan dengan sistem yang terpusat. Sclanjutnya fungsi kesejahteraan masyarakat ditentukan bukan secara terpusat tetapi secara tersebar. Untuk suatu ekonomi keclua upaya ini yaitu penentuan
3B
pelaku fungsi produksi dan fungsi kesejahteraan masyarakat terkait secara organik melalui sistem harga. Ambitlah informasi sebagai contoh. Kita memaklumi peran vital informasi dalam
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas keputusan-keputusan yang dibuat. Baik di bidang militer maupun di bidang non-militer, upaya khusus dilaksanakan bagi pengadaan, penilaian serta
pengaturan informasi yang dibutuhkan bagl program-program kegiatan organisasi bersangkutan. Dalam sistem yang tersebar maka penyediaan informasi ini juga tersebar. penyediaan informasi ini tentu dilaksanakan oleh pihak-pihak yang langsung terlibat dalam pembentukan program-program
kegiatan' Contoh yang paling mudah terlihat adalah program produksi yang disusun oleh masing-masing rurah tangga perusahaan untuk dilaksanakan oleh perusahaan tersebut. pemikiran
yang sama juga berlaku bagi rumah tanga/organisasi produksi lainnya selain perusahaan-perusahaan. Maka penyesuaian antara penyediaan dan kebutuhan akan lebih efektif dapat dilaksanakan. Bilamana ada kesalahan atau kekurang sesuaian maka kesalahan ini dapat dilokalisir pada organisasi-organisasi ditempat hd ini terjadi dan tidak perlu mengganggu keseluruhan.
Penyediaan informasi yang sesuai ini penting peranannya oleh karena fungsi produksi perlu diarahkan untuk memenuhi fungsi kesejahteraan yang jelas tidak akan sama untuk semua
kelompok/organisasi. Apalagi bilamana kesejahteraan itu bukan hanya menyangkut kebutuhan pokok tetapi sudah di atasnya. Maka berbagai kelompok orang atau runah tangatidak akan memiliki fung;si kesejahteraan yang identik secara teknis satu sama lain.
Bilamana fungsi kesejahteraan
ini ditentukan sendiri oleh organisasi/badan usaha/kelompok sleng trersangftutan maka bukan saja arus informasi tetapi juga energi dan materi akan terfokus
secara voluntair, secara efektif dan efisien.
Sesungguhnya pengalaman upaya bersama secara tersebar untuk mencapai hal-hal besar yang
secara umum sudah disepakati banyak terdapat dalam sejarah Indonesia. Pengalaman revolusi Indonesia 1945-t949 melawan penjajah adalah bukti nyata betapa informasi, energi dan materi
manusia-manusia Indonesia yang terhimpun dalam berbagai program tindakan yang dibentuk secara sukarela yang tersebar di seluruh pelosok tanah air telah dapat berhasil mengusir penjajah.
Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa bilamana diinginkan pemanfaatan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan yang dominan maka tidak ada alternatif lain kecuali
mengarahkan sistem manajemen sumber daya secara lebih terdescntralisasi. Upaya desentralisasi inilah yang telah terjadi di banyak negara. Di Indonesia, di bidang ekonomi upaya desentralisasi sudah sejak 1983 ditaksanakan. Proses ini akan dan perlu berlanjut terus bukan hanya di bidang manajemen sumber-sumber ekonomi tetapi juga manajemen snmber politik dan sosial-budaya. Keperluan d9sentralisasi di berbagai bidang ini kiranya jelas oleh karena input-input yang dibutuhkan bagi pembentukan fungsi-fungsi kesejahteraan dan produksi bukanlah hanya katagori-katagori ekonomi tetapi juga katagori-katagori non-ekonomi sebagaimana yang telah dikemukakan. Umpamanla mengemukakan pendapat yang konstruktif secara tidak terhambat merupakan bukan
39
kebutuhan tetapi juga pcnting dalam rangka menchcck scjauh mana sistem produksi telah bergerak ke arah yang dikehendaki bersama.
Arah yang dikehendaki bersama ini mencakup didalamnya input hagi kclestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Walaupun manusia merupakan bagian dari alam dan tidak terpisah dari alam tetapi perlulah ditekankan otonomi manusia dalam keputusan-keputusannya vis a vis sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam hubungan ini manusia bertindak sebagai pemimpin yang arif. Keputusan-keputusan yang arif ini perlu tercermin bukan saja dalam fungsi produksi masyarakat tetapi juga dalam fungsi kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat bersangkutan. Dan sebagaimana sistem produksi dan kesejahtcraan disusun secara terdescntralisasi maka kegiatan melestarikan sumber alam dan lingkungan hidup ini perlu tercermin secara terscbar pula.
Tentu desentralisasi kegiatan masyarakat sebagai upaya memaksimumkan sumbangan manusia yang berkelanjutan bagi sumber pertumbuhan bukanlah hal yang baru. Yang baru adalah pembuktian secara teknis bahwa rupanya sistem dcsentralisasi ini secara makro merupakan sistem yang unggul --
lebih unggul dari sistem terpusa{ sebagai pendekatan pokok manajomen sumher-sumher suatu masyarakat. Bukti-bukti yang saya maksud adalah yang menyangkut dilcpaskannya sistem yang terpusat oleh negara-negara dan masyarakat yang dahulu memanfaatkannya, khususnya di negara-negara sosialis. Bagi negara-negara berkembang jelas kadar campuran dalam sistem ekonomi campuran jelas mengarah kepada desentralisasi. Sejalan dengan itu sistem-sistem pemikiran yang didasarkan atas semangat dan anggapan pokok scntralisasi dalam pengelolaan sumber daya masyarakat perlu ditinjau kembali.
Dengan mengatakan bahwa desentralisasi merupakan arah yang dituju dalam manajcmen sumber-sumber, tidaklah berarti bahwa scntralisasi kegiatan-kegiatan l.ertentu ticlak dibutuhkan, bahwa segala sesuatu harus disebarkan manajcmcnnya. Tidaklah clemikian. Untuk mendapatkan pertumbuhan optimal daripada produktifitas fakbr-faktor secara keseluruhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara optimal maka diperlukan adanya "optimal mix" antara sentralisasi dan desentralisasi. Dapat dibayangkan bahwa fungsi-fungsi tertcntu pemerintahan, umpamanya, tidak tepat untuk dilaksanakan secara tersebar. Seorang pcnulis dibidang ini mengemukakan sebagai
berikut: "Tltosc fiurctittrts that are essenlial tct the survivul of a natiotr, services that henelit fronr econonties of scale qnd startdardization in pntducliott, llrut depend on large netwarks of facililies or a hierarchly of services, that can only he distibuted equitahty hy a govemrnent large and powerful enouglt to redistihute wealtlt irr tlrc face of oppositiort, that create spillot,er effects, or tlwt depend on nmssite capital inveslnrcnls, rnay be beiler ailninistrated by central
govennnenl than by decentralized unit".
.l{)
Fungsi-fungsi lain dalam Pemerintahan dapat dan perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan secara lebih tersebar. Dari titik pandang ini maka paradigma lama bahwa implementasi
dapat dilaksanakan secara tersebar tetapi pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara terpusat memerlukan
peninjauan kembali.
Kita bersyukur bahwa bangsa kita telah memiliki nilai-nilai pokok berupa pancasila dan UUD-1945 berikut pengalaman pembangunan secara terus-menerus sebagai pegangan melaksanakan perubahan dan peningkatan. Dengan pegangan-pegangan pokok ini maka berbagai upaya perlu arah desentralisasi kegiatan di segala bidang dalam upaya meningkatkan partisipasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Inilah agenda pekerjaan rumah yang urgen yang perlu diusahaftan ke
dilaksanakan sebagai salah satu persiapan memasuki era pembangunanjangka panjang kedua.
4l
PROSPEK PARKNMBANGAN PENDUDUK JANGKA MENENGAH DAN JANGKA PANJANG Oleh: M. Djuhari Wirakartakusumah
I. PENDAHULUAN Dalam bebcrapa Pelita yang telah berlangsung, semakin disadari bahwa penduduk memcgang peran penting dalam proses pembangunan nasional, khususnya pcmbangunan ekonomi. Sebagai sumber daya, penduduk merupakan "pelaku" pembangunan. Fungsi ini juga melckat pada fungsi lain penduduk sebagai sasaran (dalam konotasi positif) pembangunan, atau dcngan perkataan lain, penduduk adalah subyek sekaligus obyck pembangunan.
Dalam konteks hubungan antar sistem
1).
Pandangan demikian kelihatannya paralel dengan pandangan yang melihat penduduk scbagai "modal" dan sckaligus menjadi "beban" pembangunan (lihat Ananta, 1990). Sebagai dependent vaiable, penduduk (dan dinamikanya) merupakan variabel yang dipengaruhi
oleh variabel sosial ckonomi. Ilustrasi hubungan sepcrti ini dengan mudah dapat dilihat dalam proscs berjalannya pembangunan ekonomi. Sebagai contoh, kcmajuan-kemajuan di bidang ekonomi dan keschatan akan (dan telah) mempcrbaiki status kesehatan penduduk yang pacla gilirannya akan menurunkan angka kcmatian. Selain itu, perbaikan leknologi (khususnya dalam bidang kontrasepsi) beserta perilaku kehidupan yang dibawanya berperan besar dalam menurunkan angka kelahiran. Sebuah kerangka tcori yang sangat terpengaruh oleh pandangan terhadap penduduk sebagai dependent
vaiable adalah Teori Transisi Demosrafi.
Di
sisi lain (lihat Gambar 1), penduduk sebagai independent vuiahle mempunyai pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi. Pandangan demikian akan melihat penduduk bukan hanya sebagai "wujud fisik" manusia, tetapi juga "mutu" manusia itu scndiri. Pandangan kedua ini memang belum sepopulcr pandangan pertama yang mcnganggap penduduk "sekedar" sebagaidependentvaiahle. Meskipun demikian, pandangan kcclua ini memiliki implikasiyang
42
lebih luas. Jika penduduk dapat menjadi "penyebab" perubahan sosial-ekonomi, maka menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perkembangan penduduk di masa datang. Dalam batas batas tertentu, penduduk dapat dijadikan "instrumen kebijakan" untuk menentukan perubahan (perbaikan) di bidang sosial ekonomi.
2. KOMPONEN PERUBAHAN PENDUDUK Ada tiga komponen utama kependudukan, yaitu: kelahiran, kematian dan migrasi. Mengapa disebut demikian, karena semua perubahan pcnduduk (meliputi jumlah, komposisi, penyebaran) harus melalui ketiga komponen tersebut.
2.1. Kelahiran (Fertilitas) Fertilitas merupakan istilah demografi yang diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang atau sekelompok wanita (Hatmadji, 1981). Dengan kata lain, fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi
'lahir hidup'. Jelas bahwa kelahiran mengacu pada "jumlah anak", dan bukan pada "peristiwa kelahiran" dalam pengertian awam. Natalitas memiliki arti sama dengan fertilitas, hanya berbeda ruang lingkupnya (Hatmadji, 19g1). Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk, sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia. Ada dua macam pendekatan untuk menghasilkan ukuran dasar fertilitas, yaituyearly performance danReproductiv History- Pendekatan pertama menghasilkan ukuran dasar yang mencerminkan fertilitas suatu kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun (cunent Yang termasuk golongan
fertitity).
ini
adalah : Angka Kelahiran Kasar (CBR - Crude Birth Rate) yangmenunjukkan jumlah kelahiran selama
satu tahun per seribu penduduk, Aogka Kelahiran lJmum (GFR
- Generol Feftility Rate) yang merupakan junlah kelahiran tiap seribu wanita usia reproduktif, Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (ASFR - Age Specific Fertitity Rate) yangmerupakan jumlah kelahiran tiap seribu wanita pada kelompok umur tertentu, serta Angka Kelahiran Total (TFR - Total Fertitiry Rate) yangmerupakan hasil penjumlahan ASFR dsngan catatan umur dinyatakan dalam satu tahunan. Pendekatan kedua (Reprcdtrctive History) merupakan pendekatan untuk mengetahui juplah kelahiran tanpa memperhatikan dimensi waktu. Hasil pendekatan ini adalah ukuran dasar Jumlah Anak yang Pernah Dilahirkan (CEB - Children Ever Bom) yang mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama reproduksinya, dan disebut juga paritas.
43
secara lebih spesifik, ukuran-ukuran fertilitas diturunkan ke dalam ukuran-ukuran reproduksi. Angka reproduksi berkenaan dengan kemampuan suatu penduduk untuk menggantikan dirinya, dan oleh karenanya yang dihitung hanyalah bayi perentpuan.
Yang termasuk ukuran-ukuran reproduksi aclalah Angka Reproduksi Kasar iGRR
-
Gross Reproduction Rate) yang mengukur jumlah bayi per€mpuan yang dilahirkan oleh suatu kohor (kelompok umur) wanita dan Angka Kelahiran Neto (NRR - Ner.lR eproduction Rate) yangmerupakan GRR dengan
memperhitungkan si bayi meninggal sebelum mencapai masa repro
di
atas memerlukan data muflak berupa 'Jumlah kelahiran". Data ini
seharusnya dapat diperoleh dengan mudah jika sistem registrasi pendu
syarat kemudahan ini tidak dipenuhi diperoleh secara akurat.
(di Indonesia),
Untuk keperluan analisis, angka kelahiran dipcroleh melalui "perkiraan". Metode perkiraan fertilitas yang paling awal diterapkan di Indonesia adalah metode own Children (oC). Dengan metode ini, pada saat Survey, kepada wanita usia reproduksi yang menja
berapa anak kandung yang dimilikinya (untuk negara sedang berkembang biasanya "anak kandung dalam satu rumah"). Dengan mengetahui umur masing-masing anak kanclung dan umur ibunya, dapat diperkirakan
jumlah kelahiran per kelompok umur wanita usia reproduksi. Hasil perkiraan dengan metode oC di Indonesia menghasilkan TFR masing-masing 5,605 untuk period e lg67-1g70; 5,200 untuk periode 197l-1975;4,680 untuk periode 1981-1984 dan 4,055 untuk periode 19g1-19g4.
Metode perkiraan
kedua adalah Last Lite Birth (LLB). Dengan metode ini, pertanyaan yang diajukan kepadawanita sampel adalah apakah dalam waktu setahun sampai saat survey, wanita itu melahirkan' Angka yang didapatkan juga "sama", yakni jumlah kelahiran per kelompok umur wanita usia reproduksi. Metode ini pertama kali digunakan pada saat Sensus Penduduk 1980, yang menghasilkan angka TFR Indonesia sebesar 4,027 pengukuran yang sama pa
Idealnya, kedua metode perkiraan angka kelahiran di atas akan mcnghasilkan angka yang sama, Akan tetapi, pengalaman empiris menunjukkan bahwa hasil perkiraan angka kelahiran dengan metode
LLB selalu lebih rendah dibanding hasil perkiraan dengan metode oc.
Jika angka hasil metode LLB yang digunakan, TFR 3,391 pada tahun 1985 menunjukkan bahwa setiap wanita pada tahun itu rata-rata akan mcmpunyai anak sejumlah tiga sampai empat pada akhir masa reproduksinya. Jelas hahwa TFR merupakan "angka hipotetis".
M
22. Mortalitas (Kematian) Dari definisi omati" dan "hidup" yang diberikan oleh WHO, hanya "lahir hidup" yang masuk dalam analisis hidup-mati (Utomo, 1981). "Lahir mati tidak dimasukkan dalam analisis ini. Termasuk dalam pengertian nlahir matin adalah srill bhth danabortus. Sebagaimana angka kelahiran, angka kematian yang paling akurat adalah yang diperoleh melalui registrasi vital (tentu saja registrasi yang berjalan dengan baik). Jika registrasi vital tidak ada (atau tidak
berjalan dengan baik), pengukuran angka kematian dilakukan melalui Sensus dan Survey.
t
Data kematian dari Sensus atau Survey dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Data Kematian angsung (Dircct Monality Dato) dan Data Kematian Tidak L,angsung (Indirec| Mortatity Data). Data
Kematian Langsung diperoleh dengan cara menanyakan kepada responden tentang ada-tidaknya kematian selama kurun waktu tertentu.
Di Indonesia, data kematian sebagian besar merupakan data tidak langsung. Data ini diperoleh melalui pertanyaan tentang suruivorship golongan penduduk tertentu. Dalam kenyataannnya, data kematian tidak langsung ini lebih baik dibanding data kematian langsung. Ukuran-ukuran dasar kematian yang diperoleh dari Sensus atau Survey adalah Angka Kematian Kasar (CDR - Crude Death Rate) yangmerupakan jumlah kematian pada tahun tertentu tiap satu orang penduduk pada pertengahan tahun tersebut dan Angka Kematian Menurut Kelompok Umur (ASDR 'Age Specific Death Rate)yang merupakan angka kematian per kelompok umur. Pemilihan ukuran dasar
ini tergantung pada kegunaan yang diharapkan.
Di Indonesia data kematian yang baik hanya ada untuk kelompok bayi (IMR - Infant Mortatity Rate). Hal ini menyebabkan data kematian di Indonesia kebanyakan bersifat "tidak langsung" atau dengan bantuanLift Table (Tabel Kematian). Data kematian dapat diperoleh secara tidak langsung dengan melihat Angka Harapan Hidup survey di Indonesia menunjukkan bahwa AHH penduduk Indonesia adalah 50,9 untuk laki-laki dan 54,0 utuk perempuan pada tahun 1980 serta 57,9 untuk laki-laki dan 61,5 untuk perempuan
(AHH). Hasil
pada tahun 1985. Perlu diperhatikan bahwa AHH tidak menunjukkan "umur rata-rata" penduduk, tapi menunjukkan umur maksimal yang mampu dicapai oleh bayi yang lahir pada tahun itu.
45
2.3. Perpindahan (Migrasi) Migrasi merupakan perpindahan pcnduduk dengan tujuan mcnetap dari suatu tempat ke tempat lain. Daridefinisitersebut, terlihat adanya dua dimensipentingyang perluditinjau dalampcnelaahan migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah (Munir, 1981).
Untuk dimensi waktu, terdapat bcrbagai batasan untuk menyebut seseorang telah bermaksud "menetap" di daerah lain. Sebagai contoh, Sensus Penduduk 196l- memberi batasan waktu tiga bulan untuk disebut migran, sedangkan untuk Sensus Penduduk 1971 dan 1980 batasan itu berubah menjadi enam bulan.
Dalam dimensi daerah, migrasi dibagi menjadi dua, yaitu Migrasi Internal dan Migrasi Internasional. Migrasi lnternal merupakan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dalam satu negara, seperti migrasi desa-kota dan migrasi antar pulau (transmigrasi), sedangkan Migrasi lnternasional merupakan perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi masuk ke suatu negara disebut Imigrasi dan migrasi ke luar suatu negara disehul Emigrasi.
Kecuali untuk negara-ncgara tertentu (dan pada masa tertentu), migrasi masuk dan keluar suatu negara sering dianggap saling menghilangkan. Dengan dcmikian, tanpa adanya kejadian khusus, migrasi dapat "diabaikan" peranannya dalam perkembangan penduduk suatu negara.
3, PERKEMBANCAN PBNDUDUK INDONESIA
1990-2005
Sepengetahuan penulis, sejauh ini baru ada dua lembaga lokal yang mempublikasikan hasil proyeksi penduduk Indonesia. Dua lemhaga yang dimaksud adalah Biro Pusat Statistik yang menghasilkan angka-angka "resmi" dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Data-data dalam makalah ini akan didominasi oleh angka-angka yang dihasilkan oleh para peneliti
lrmbaga Demografi. Alasan yang paling penting adalah faktor pemahaman asumsi-asumsi dan metode yang digunakan dalam melakukan proyeksi.
Ananta dan Adioetomo (1990) membuat proyeksi penduduk Indonesia sampai tahun 2005 dengan MetodeKomponen. Data fertilitasyangdigunakan sebagai dasarproyeksi adalahangkaTFR danASFR,
sedangkan angka mortalitas didekati dengan perkiraan Angka Harapan
Hidup.
Seperti telah
dikemukakan di depan, migrasi masuk dan keluar Indones'ia dianggap saling menghilangkan.
Model pertumbuhan yang digunakan, baik untuk mcmproyeksikan TFR maupun AHH adalah Model Eksponensial. Model ini digunakan berdasar pengalaman empiris terhadap data yang sama.
46
Pada tahun 1961 penduduk Indonesia berjumlah 97 juta orang. Sepuluh tahun kemudian (1"971), jumlah ini bertambah menjadi 119,3 juta. Tahun 1980 meningkat lagi menjadi 146,8 jiwa dan hasil Sensus Penduduk 1990 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia telah bertambah menjadi L79,3 juta.
TFR untuk kurun waktu 1980-1985 adalah 4,055 per 1.000 wanita dengan kecenderungan menurun mulai dari permulaan tahun 1970-an sebesar 2,3 persen. Pada periode itu IMR berada pada angka 71 per 1.000 kelahiran dengan penurunan rata-rata per tahun sebesar empat persen. Ananta dan Adioetomo (190) melihat perbedaan tingkat penurunan fe rtilitas yang berbeda antara metode OC dan LLB untuk menyusun beberapa skenario proyeksi penduduk hingga tahun 2fi)5. Dengan metode talcsiran OC, proyeksi TFR dilakukan dengan rumus eksponensial dengan angka pertumbuhan (negatif) sebesar 2 persen. Angka penurunan fertilitas hasil taksiran dengan metode LLB yang digunakan dalam proyeksi memiliki angka penurunan yang lebih besar, yaitu 3 persen.
Angka kematian dicari dengan perkiraan 50,99 tahun, sedangkan
AHH.
Pada tahun 1980,
AHH perempuan adalah 54,00. Sampai tahun
AHH untuk laki-laki adalah AHH turun dengan laju
1985,
penurunan sebesar 2,58 persen untuk laki-laki dan 2,60 persen untuk perempuan, sehingga pada tahun tersebut AHH untuk laki-laki adalah 57,90 dan untuk perempuan sebesar 61,50. Selanjutnya, kedua demograler tersebut membuat tiga skenario penduduk Indonesia hingga tahun 2fi)5, yaitu dengan menggunakan TFR hasil taksiran metode OC, LLB dan rata-rata (mean) keduanya. Ketiga skenario itu menggunakan asumsi kematian yang sama, yang didapafkan dari proksi AHH.
Dari ketiga skenario yang telah dibuat, akhirnya dipilih satu Skenario Terpilih. Skenario terpilih merupakan skenario yang dianggap paling "masuk akal". Hasil proyeksi penduduk hingga tahun 2005 dengan Skenario Terpilih dapat dilihat dalam Tabel berikut.
Tabel l: Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia f990-2005 Jumlah Penduduk (iuta) Tahun
1990
Laki-Laki
Perempuan
Total
89,81
m,57
L80,38
1995
97,56
98,19
r95,76
2W
1M,92
105,34
210,?5
2m5
111,50
11,68
223,78
Sumber: Ananta dan Adioetomo (1990).
47
Tabel 1 memperlihatkan bahwa pertambahan pcnduduk semakin mengecil, meski jumlah mutlaknya terus bertambah. Pada periode 1990-1995, penduduk Indonesia diperkirakan bertambah sekitar 1,7 persen per tahun. Angka ini terus menurun menjadi 1 ,5 persen pada periode 1995-2000 dan 1,2 persen per tahun pada tahun 2005" Perubahan yang terjadi pada angka kelahiran dan kematian mempunyai dampak terhadap susunan
umur dan jenis kelamin penduduk. Sebaliknya, komposisi penduduk menurut umur dan susunan umur penduduk menentukan tingkat kelahiran dan kematian di masa yang akan datang. Perubahan pada tingkat kematian memberikan dampak yang menyebar pada semua kelompok umur, sedangkan naikturunnya angka kelahiran hanya berpengaruh terhadap kelompok umur termuda. Hal ini jelas terlihat dari susunan urnur penduduk pada setiap periode proyeksi. Memperhatikan susunan umur penduduk dari periode ke periode, tampak bahwa proporsi anak usia di bawah L5 tahun semakin menurun. Jika pada tahun 1990 proporsi ini masih sekitar 36 persen, pada tahun 2005 angka tersebut adalah 28 persen. Sepanjang masa proyeksi jumlah penduduk usia produktif (15-64) semakin besar. Sejalan dengan itu, meskipun jumlah penduduk cukup besar, proporsi penduduk yang berusia lanjut (65 + ) juga membesar hingga mencapai sekitar lima persen pada tahun 2005. Hal terakhir ini merupakan akibat perkemhangan penduduk yang menuju struktur penduduk tua.
Ananta dan Arifin (1990) memperkirakan angka ketergantungan (depenclency ratio) penduduk Indonesia yang merupakan rasio antara penduduk muda dan tua clengan penduduk usia produktifpada tahun 1990 adalah 66,15. Angka ini terus menurun menjadi 52,04 pada tahun 1-995; 46,58 pada tahun 2000; dan 41,83 pada tahun 2005. Beberapa kalangan bahkan memperkirakan angka ketergantungan ini lebih rendah lagi, disebabkan oleh pergeseran konsep "usia produktif'.
Di tahun 2005, beban pemerintah (dan swasta) untuk menampung penduduk usia sekolah juga semakin besar, baik pada tingkat pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Pada tahun itu diperkirakanjumlah penduduk usia sckolah dasar dan usia perguruan tinggi adalah sekitar 12juta. Dilihat dari penyebarannya, terlihat bahwa akan semakin banyak penduduk yang tinggal di kota. Pada tahun 2005, tingkat urbanisasi (proporsi penduduk yang tinggal di kota) diperkirakan sebesar 40,48
persen. Harus diingat, bahwa pertambahan proporsi penduduk kota ini tidak semata-mata disebabkan oleh migrasi desa-kota. Dua penyebab lainnya adalah pertumbuhan penduduk kota itu sendiri secara alamiah dan makin luasnya wilayah kota akibat reklasifikasi.
,t8
4. PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
2OO5.2O2O
Dengan metode yang sama, Ananta dan Arifin (1990) "melanjutkan" proyeksi penduduk Indonesia hingga tahun 2020. Hasil proyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2005-2020 tersebut dapat dilihat dalam Tabel berikut.
Tabel 2 Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia Jumlah Penduduk (x 1000)
Tahun
Laki-Laki
Perempuan
Total
2m5
111 503
111 680
223r83
m10
1r7 613
1r7 498
235
2015
r22896
r22492
245388
?n20
r27
16
126 50r
253ffi
rlr
Sumber: Ananta dan Arifin (190).
Dibanding dengan proyeksi penduduk sampai dengan tahun 2fi)5, Ananta dan Arifin (190) mengasumsikan bahwa penurunan fertilitas setelah tahun 2005 akan berjalan lebih lambat dibanding periode sebelumnya. Hal ini mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan penduduk juga tidak berjalan secepat periode sebelumnya. Hasil proyeksi ini secara lebih lengkap dapat dilihat dalamTabel Lampiran. Beberapa fenomena
yang terjadi pada periode perkembangan penduduk jangka panjang ini merupakan "kelanjutan" perkembangan penduduk jangka menengah (hingga tahun 2005). Sebagai contoh, jika pada jangka menengah proporsi penduduk kota terus meningkat, pada tahun 2020 penduduk kota akan lebih dominan dibanding penduduk desa. Struktur penduduk juga terus "menuan. Proporsi penduduk usia 65 + terus meningkat dari sekitar enam persen pada tahun 2010 menjadi tujuh persen pada tahun 20m. Di sisi lain, proporsi usia muda (0-14 tahun) menurun dari?6 persen menjadi 22persen. Interaksi kedua hal ini menyebabkan terus menurunnya angka ketergantungan penduduk, dari sekitar 46 persen menjadi 41,5 persen.
49
Pada tahun 2020, diperkirakan angka urhauisasi penduduk Indonesia mcncapai angka sekitar 52 persen' Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun itu jumlah pcnduduk kota sudah lebih dominan h + 3
dibanding penduduk desa. Beberapa perkembangan penduduk, baik clalam jangka menengah maupun jangka panjang seperti disebutkan di atas memiliki implikasi yang luas. Implikasi itu terutama menyangkut usaha pengem bangan sumher daya manusia, seperti penclidikan, keschatan, lapangan kerja dan sebagainya.
6. KESIMPULAN Dalam kontcks perubahan sosial-ekonomi (pembangunan), pencluduk ticlak hanya berpcran sebagai dcpenclent variable, tapi juga sebagai indcpendent variable. Oleh karena itu, kemampuan mcproyeksi kan penduduk cli masa depan merupakan unsur penting dalam membuat peroncanaan pcmbangunan.
Perubahan penduduk fiumlah, struklur dan pcnyebarannya) dipengaruhi oleh tiga komponen utama kependudukan, yaitu ; kelahiran, kematian dan migrasi. Dalam teknis proyeksi pcn4uduk nasional, faktor migrasi diabaikan pcranannya, karena migrasi masuk dan migrasi keluar suatu negara dianggap saling menghilangkan.
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa dalam jangka mencngah dan jangka panjang penducluk Indonesia akan mengalami perubahan yang konsistcn. Perubahan yang climaksud adalah : proporsi penduduk usia tua yang semakin besar, proporsi pcnduduk kota yang semakin bcsar, serta pertumbuhan penduduk yang semakin lambat. Berbagai kemungkinan perubahan tcrsebut perlu cliperhatikan untuk disiapkan langkah antisipasinya.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Aris, 1990. Lingkup dan Manfaat Analisis Demografi. Warta Demografi Tahun ke X)VNo.5, Mei 1990. Irmbaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
(ed., 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ananta, Aris dan Adioetomo, Sri Moertiningsih, 1990. Perkembangan Penduduk Indonesia Menuju Tahun 2005. t embaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ananta, Aris dan Arifin, Evi Nurvidya, 1990. Projection of Indonesian Population : 1990-20 ?n. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hatmadji, Sri Harjati,1981. (Kelahiran) dalam Dasar Dasar Demogafi. Lrmbaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Munir, Rozy 1981. Migrasi. dalam Dasar Dasar Demografi. lrmbdLga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
(Jtomo, Budi, 1981. Mortalitas (Kematian) dalam Dasar Dasar Demografi. Irmbaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wirakartakusumah, M. Djuhari, Trisilo, Rudi Bambang, Soesetyo, Budi, 1989. Masalah Kependudukan dan Prospek Jangka Panjang Kaitannya dengan Pembangunan Kesehatan di Indonesia L9892005. Lrmbaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
51
Gambar l. Siklus Analisa Demografi
r
kelahiran
Ekonomi
Jumlah penduduk
sosial
pertumbuhan penduduk
budaya
polilik posisi penduduk
lingkungan alam
kotak pertama
kotakkedua
kotakketiga
Tabel l-ampiran I Menurut Umur dan Jenis Kelamin Indonesia Penduduk 1985 Perempuan Semua Umur
164,629,618
81,934,415
92,695,2O3
<5 5-9
21,895,490
11,209,550
21.,932,430
10,685,94t) 10,667,560
20,I04,331
11,2(t4,870 10,232,044
1"1,138,261
9,426,801
8,7:l"1,460
15,037,619
7,7(t4,431
7,873,188
13,342,n2
6,4n,8,231
11,040,150
5,470,X)2
35 - 39.
9,11"0,963
4,ffi1,873
6,934,071 5,5(t9,248 4,509,090
3,995,709 3,454,285
3,957,478
45-49
7,953,181 6,960,215 5,906,592 4,835,100 3,756,489
2,1J91,,434
3,015,148
2,344,974
2,490,L'?rt
2,"763,924
1,821,669 '1,329,696
1,976,576 975,999
872,616 445,334
1,934,820 1,434,228 1,003,960 530,665
10 -14 15 - r.9
20-24 25 -29 30'34
40-M
50 -54
55 -59 ffi -64 65 -69 70 -74
75+
Sumber : Biro Pusat Statistik (1988), Tabel28.L, 28.2 dan 28.3.
52
9,972,29r
3,505,930
pen d u d u k r r
o
"".
J"Jr:t
:lLt?t
n
So
1990
"
J
e
ni
s Ker
Jumlah
a
m in
Persentase
Umur Total Semua Umur
Laki2
Peremp.
Total
LakiZ
Peremp.
180,383;697
89,810,424
m,573,273
100.00
100.00
r.00.00
<5
21,552,1y)
10,961,410
t2.zl
11.69!
2I,q7,5m
r.87
12.r9
1.55
10-14 15-19 20 -24
21,7(fi,9q
10,946,6(fi r,173,350 10,132,84
10,590,740 10,460,840
11.95
5-9
10,587,590
12.06
12.44
1I.69
9,7f36,124
11.04 9.37
r123 9.25
10.80 9.50
25 -29
8.56
30-34 35 -39
19,918,964 16,910,507
8,305,239
8,605,268
14,793,074
7,038,875
7.84
6,?&,f3f'5
7.26
7.00
7.52
10,801,967
N-U
5,346,498
7,754,Ly) 6,812,(il8 5,455,%9
8.20
13,w7,473
5.99
5.95
6.02
8,ffi7,721.
4,46,8,746
4,399,975
492
4.98
4.86
45-49
7,677,041
3,Anl,2o7
3,836,934
4.26
4.28
4.24
50-54 55-59
6,629,309 5,507,943
3,?It5,tl99
3,:X\W
2,(fi5,621
ffi-64
4,360,951.
3,212,676 2,172,239
2,079,47 1,522,ffi{)
3.67 3.05 2.42
65-69 70-74 75+
1.78
3.64 2.91 2.32 1.70
1,014,990
2,842,322 2,?37,378 1,690,0L6 1,157,249
t.20
t.I3
L.?3
1,714,443
763,U)l
951,352
0.95
0.85
1.05
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
53
3.7
3.t4 2.52 1.87
Tabel Lampiran 3 Penduduk Indonesia Menurul Umur dan Jenis Kelamin 1995 Jumlah
Perssntase
Umur Total Semua Umur
r95,755,574
Laki2
Peremp.
Total
97,561,559
98,194,015
lm.00
rm.q
LakiZ
Peremp. 100.00
<5
21,609,1"50
l1,or4,2n
10,594,960
11,04
Lt.29
r0.79
5-9
21,179,520
10,765,190
10,413,330
10.82
11.03
10.60
10-14 15-19 20 -24
21,270,9U) 21,593,690
10,874,290
10,396,510
10.87
11.15
10.59
-|.1,092,960
10,510,920
11.03
11.36
10.70
19,694,959
10,009,300
9,685,559
I0.06
10.26
9.86
25 -29
L6,6"17,199
8,183,ff)6
8,494,793
6,925,951 (>,165,239
N.M
7,639,034 6,692,295
8.39 7.10
35 -39
14,563,995 12,951,533
8.52 7.44 6.57
8.65
30 -34
6.32
10,553,169
8,595,060
5,214,935 4,316,903
5,339,234 4,279,257
5.39 4.39
5.35 4.42
5.M
45-49
s0-54 55-59 60-64 65-69 10-74 75+
'1,345,097
3,(t52,221 3,031,468
3,(t.92,876
3,193,603
3.75 3.17
3.14
6,21,5,071
3.11
3.76 3.24
5,(n23M
2,3&3,2r3
2,619,131
1,755,909
2,U)7,979
2.56 't.e2
2.M
3,763,796 2,553,649
1.80
2.67 2.04
1,176,863
L,376,795
1.30
r.2'l
1.40
2,231.,L84
1,010,123
1,271,061
'1.fi
1.04
t.79
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
54
7.78 6.82 4.36
Tabel Lampiran 4 Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin 2000
Persentase
Jumlah
Umur Total
l-akiz
Peremp.
Total
Laki2
Peremp.
210,263,79O
L04,919,372
r05,w,418
100.00
100.00
r00.00
<5
21,190,9fi)
10,817,090
10,373,810
10.08
10.31
9.85
5-9
21,316,350
10,852,990
10,453,360
10.14
10.35
9.92
10-14 15-19
21,057,W0 21,113,170
10,706,570
10,360,520
10.20
10,799,731)
10,333,M
r0.02 r0.05
10.29
9.83 9.81
m-24
21,385,960
10,967,030
10,418,930
10.L7
10,45
9.89
25 -29
19,46.2,fi2
9,83,712
9,579,950
9:25
9,42
9.09
30-34 35-39
16,456,791
8,071,932 6,813,914
8,394,8-59
7.83
14,3y,232
(r.82
Semua U mur
7.%
12,594,UD
6,0y,359
7,5?I,318 6,5(4,650
45-49
10,262,ffi1
5,057,752
5,m5,M9
4.88
7.(t9 6.49 5.75 4.82
50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+
8,254,415 6,917,693
4,124,6n
4,129,795
3,5W,176
3.93 3.29
3.9 3 3.25
3.v2
3,408,507
5,675,731
2,7?3,072
2,947,659
2.70
2.ffi
2.ffi
4,34f,,541
2,0?3,874
2,319,667
2.07
1.93
2.20
3,019,651
1,370,816
1,649,935
L.44
1.31
r.57
2,839,X)4
1,243,394
1,595,510
1.35
t.l9
1.51
q-M
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
55
-5.99
7.t4 6.23 4.94
3.33
Tabel"Lampiran 5 Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin 2005
Jumlah
Persentase
Umur Total
Laki2
Peremp.
Total
Laki2
Peremp.
223,183,347
I 11,503,193
111,6ti0,154
100.00
100.00
100.m
<5
20,'112,758
10,277,'170
g,g34,gBfJ
9.01
9.22
8.81
5-9
20,964,660
10,700,910
10,263,750
9.39
9.60
9.L9
10-14 15-19 20 -24
21,223,030
10,813,470
10,409,560
9.51
9.70
9.32
20,951,190
10,643,-510
10,307,690
9.5-5
9.23
20,958,020
10,70:1,980
10,256,040
9.39 9.39
9.60
9.18
10,319,64{l
9,"169,(116
9,470,996
9.48 8.62
q-M
21,168,14{l 19,239,512 16,230,42J 14,078,(t54
10,849,sff)
30-34 35-39
7,959,351 6,696,934
8,271,076
'1.27
9.24 8.48 7.41
7,3.91,720
6.31
9.73 8.76 7.L4 6.00
45-49
12,284,874
5,870,488
6,414,396
5.50
5.2()
5.74
50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+
9,886,705
4,950,143
5,036,562
4.43
4.35
4.51
3,t366,131
3.50 7.84
3.47 7.77
3.52 2.92
Semua Umur
25 -29
-7,802,274
6.(tZ
6,345,905
3,083,91-5
3,936,139 3,261,990
4,9(t2,607
2,339,336
7,624,271
2.22
2.10
7.35
3,514,930 3,459,665
1,597,4$L
r,9l'1,529
r.51
1.43
132
1,495,739
1,963,927
1.55
7.34
1.7(t
Sumber: Ananta dan Arifin (1990)
56
Tabel Lampiran 6 Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin 2010
Persentase
Jumlah
Umur Total Semua Umur
235,110,805
Laki2
Laki2
Peremp.
Total
17,612593
117,498,212
100.00
100.00
r00.00
9,635,303
8.39
8.58
8.20
Peremp.
<5
lg,7?n,793
10,085,490
5-9
19,939,208 20,8fltr,770
10,189,970
9,749,238
8.,18
10,659,470
10,2273(n
8.88
8.66 9.06
8.30 8.70
21,122,2ffi
10,758,040
10,w,220
8.98
9.15
8.82 8.72 8.66 8.70 7.96
10-14 15-19 20 -24
20,800,210
10,559,090
10,241,,120
8.85
8.98
25 -29
20,772,Un
10,601,150
10,170,850
8.83
9.0r
70,217,550
8.9r
9.13
35-39
2n,956,270 19,006.,62
10,73f.,7?n
9,&9,584
9,356,878
8.0u
8.20
15,970,835
7,827,656 (t,521,K)Z
8,143,179
6.79
6.6
7,2'35,?61
5.8.5
5.55
6.93 6.16
6,219,376 4,912,582
5.05 3.99
4.80
5.29
3.88 2.99 2.?5
4.r0
1.86 2.00
T-v q-4
45-49
13,757,M3
50-54 55-59
11,856,111
5,646,735
9,375,719
4,563,r37
7,185,611
3,671,215
5,5',16,294
3,514,396 2,659,244
2,9'.1'1,050
3.06 2.37
4,036,919
1,854,995
2,181,823
1.72
1.58
4,139,391
1,783,114
2,355,2117
t.76
r.52
(fr-61 65-69 70-74 75+
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
57
3.rz
2.8
Tabel Lampiran 7 Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin
20ts Pcrsentase
Jumlah
Umur Total Semua
Umur
245,398,204
rou
LakiZ
Pcremp.
Laki2
Peremp.
122,896,197
122,492,01
r00.00
100.00
1m.00
I
<5
r8,773,512
9,(fr2,755
9,770,757
7.49
19,579,514
:10,012,730
9,ffi{t,784
7.65 7.98
7.8r
5-9
8.15
7.8r
10-14 15-19 2n -24
19,975,303
10,155,400
9,719,m
8.r0
20,8(n,100
10,610,890
10,189,210
8.rA
8.26 8.63
7.94 8.32
20,988,170
10,681,790
10,306,380
8.55
8.69
8.41
L5 -29
20,637,300
10,470,590
10,166,710
8.41
8.52
8.3
30-34 35-39 4A-44 45-49
20,588,160 20,730,26n
10,506,010
10,0ti2,1.50
10,(t22,420
10,107,840
18,731,325
9,5(Xr,11(r
9,225,20.)
8.39 ti.45 7.63
8.55 t].64 7.74
8.23 8.25 7.53
15,633,583
7,650,841
7,992,742
6.37
6.23
6.52
50-54 55-59 (CI-64 65-69 70-74 75+
13,377,980
6,2X),582
5.1,2
4.6{)
4.34
5.74 4.86
8,(f8,125
5,331,123 4,166,635
7,027,398 5,955,584 4,501,490
5.43
11,?a6,'107
3.53
3.39
3.61
6,343,542 4,562,480
3,048,161)
3,295,373
2.59
2.48
2.69
2,1.25,4N
2,437,04',1
1.86
t.73
1.99
4,872,143
2,114,',l07
2,757,4',N)
1.q)
1.72
2.25
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
-s8
Tabel Lampiran 8 Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin 2020 Persentase
Jumlah
Umur Tolal Semua Umur
253,667,565
<5
r7,595,96
5-9
18,659,91)6
Laki2
Peremp.
Laki2
Peremp.
Total
127,r(fi,qz
126,501,163
1m.00
100.00
100.00
9,003,883
8,592,083
6.94
7.08
6.79
9,1L4,U7
7.%
7.5r
7.2r
7.70
7.85 7.95 8.29
7.54
9,54/.,M9
10-14 15-19 20 -24
19,524,n6
9,982,753
19,ffiL,f167 20,682,000
10,113,900
9,541,523 9,687,967
10,543,090
10,138,910
8.15
?5 -29
20,841,310
10,601,470
?n,473,8n
10,386,560
8.22 8.07
8.4
30-34 35-39
10,239,840 10,087,270
8.r7
8.09 7.97
20,388,030 20,456,173
10,404,030
9,984,000
8.04
8.18
7.89
10,479,2$l
9,976,913
8.24
45-49
18,363,061
9,T79U
9,055,077
8.06 7.24
7.89 7.16
50-54 55-59
7,3%,69
7,765,545 6,742,919 5,585,929 4,055,835
5.98
I |
15,162,014 12,699,014 10,471,872 7,687,137
5.82 4.68
3.03
3.84 2.86
| |
5,218,358 5,(A3,767
2,767,001 3,165,504
2.0(,
t.93
3.2r 2.r9
2.22
1.95
2.5
Q-U
ffi-&
65-69 70-74 75+
5,956,095 4,885,943 3,(t31,296 2,451,357 2,478,'263
Sumber: Ananta dan Arifin (1990)
59
7.87
5.01
4.r3
7.32
7.6 8.(B
6.r4 5.33 4.42
Table Lampiran 9 Angka Ketergantungan Penduduk Indonesia r990-2020
Jumlah Pgnduduk (ribu)
Dependency Ratio
Tahun
0-14
t5-64
65+
Total
Muda
Tua
108,564
64,727 64,058 63,574
7,W)
66.r5
123,$)8
8,599
59.02
59.62 52.04
6.54 6.99
l3/:,482
10,20'1
54.06
.16.58
7.#
fi2,300
148,946
11,937
49.84
41.83
8.01
60,547
160,813
6.20
58,228
171,382
43.18
37.65 33.98
8.5-5
20115
t3,751 t5,77tl
2I)2{J
55 7?q
179,339
18,549
4I.45
31.r0
10.34
1990 1995
zffn 2005 2010
Sumber: Ananta dan Arifin (190)
Tabel Lampiran l0 Penduduk Indonesia Menurut Tempnt Tinggal 1990 - 2020
Rate of
Jumlah Penduduk
Tahun
Urbanization Total
1990
2W5
180,383,7fi) 195,755,6fi) 210,263,800
2005 2010
235,110,{100
1q95
2Ar5 2020
223,1833(n 245,388,2(n 253,667,6U)
Kota
Desa 128,451,233 132,076,303 133,601,619 132,838,700
5r,932,467 63,(t7,9,297 76,6(>2,181
90,344,600 104,577,284 118,792,428 132,4('t5,?21
Sumber : Ananta dan Arifin (1990)
60
24.79 32.53
3(r.6 40..t{i
130,533,516
M.48
126,595J72
8.22
127,202,379
52.22
9.21
TRANSFORMASI STRUKTUR PRODUKSI DAh[ PERKEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA') Oleh: Pnof.
DR Moh. Arspd Annar MBA.
Ada empat proses yang bersifat universal yang biasanya menyertai terjadinya pertumbuhan ekonomi. Proses tersebut adalah, pertama, perubahan struktur permintaan terhadap barang dan jasa; kedua, kenaikan mutu dan jumlah barang modal per tenaga kerja; dan ketiga, peningkatan spesialisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi. Ketiga proses tersebut menyebabkan terjadinya proses akumulasi, alokasi, demografi dan distribusi. Sehubungan dengan lingkup materi yang ditentukan dalam latihan ini, pada makalah ini hanya akan dibahas tiga proses yang pertama, yaitu proses akumulasi, alokasi dan demografi.
Proses Akumulasi Kenaikan GDP per kapita yang berarti GDP meningkat lebih c€pat daripada jumlah penduduk, biasanya disertai dengan perkembangan investasi yang meningkat lebih cepat daripada GDP. Ini erat hubungannya dengan persentasi tabungan yang meningkat lebih cepat daripada pendapatan. Proses ini menyebabkan dua hal, pertama, kenaikan investasi menyebabkan peralatan produksi meningkat lebih cepat dari tenaga kerja sehingga peralatan produksi per tenaga kerja semakin meningkat;
kedua, investasi pada sumber daya manusia semakin meningkat, yang tercermin pada kenaikan persentasi pengeluaran untuk pendidikan. Sebagian dari kenaikan itu berasal dari kenaikan persentasi pengeluaran pemerintah yang dibelanjakan untuk pendidikan. Sebagian lainnya karena orang tua makin mampu membiayai pendidikan putra-putrinya. Dengan kata lain orang tua makin mampu menyekolahkan anaknya lebih lama Karena...........
)
Makalah
ini
adalah hasil rangkuman dari kuliah Prof.
DR Moh. Arsyad Anwar pada btihan Bagi
Pcngembangan Sumber Daya Manusia. Sistematika pcnulisan makalah ini dikedakan oleh panitia.
6l
Instruktur
itu perkembangan investasi pada sumber daya manusia juga tercermin pada semakin meningkatnya school enrolement ratio yang semakin mcningkat. Dua hal yang discbutkan cli atas, kenaikan jumlah peralatan produksi pcr tenaga kerja serta perkembangan teknologi dan semakin berkembangnya mutu sumber daya manusia yang disebab(an oleh tingkat pendidikan rata'rata pekerja yang semakin meningkat, disebut proses akumulasi. Pada
gilirannya proses ini menyebabkan kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa mengalami perubahan. Dengan kata lain keunggulan komparatif dalam memproduksi barang dan jasa mengalami pergeseran.
Proses Alokasi Yang kedua adalah proses alokasi. Proses ini terjadi karena adanya interaksi antara proses akumulasi di satu pihak, yang pada gilirannya merubah keunggulan komparatif dalam memproduksi barang danjasa, dengan proses berubahnya pola konsumsi masyarakat yang terjadi karena kenaikan pendapatan per kapita di lain pihak. Adanya interaksi dua hal tersebut, menyebabkan komposisi barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan mengalimi perubahan. Proses pergeseran tersebut tercermin pada pergeseran struktur permintaan masyarakat dan pemerintah.
Pergeseran permintaan Pada sisi permintaan masyarakat, kenaikan pendapatan per kapita, biasanya menyebabkan persentasi pengeluaran untuk bahan makanan terhadap total pengeluaran cenderung semakin menurun. Perkembangan pengcluaran untuk konsumsi makanan meningkat lebih lambat dibanding dengan kenaikan pcndapalan. Dengan kata lain semakin tinggi pendapatan per kapita masyarakat suatu negara, porsentasi pengeluaran untuk bahan makanan semakin menurun. Oleh karena itu indikator ini seringkali digunakan untuk menentukan kaya atau miskinnya suatu rumah tangga. Apabila pengeluaran untuk bahan makanan suatu rumah tangga masih di atas 50 persen maka rumah tangga tersebut masih termasuk ke dalam kelompok rumah tangga mi,skin.
Hal yang sama juga terjadi dengan pengeluaran untuk konsumsi. Kenaikan pendaparan per kapita cenderung menyebabkan persentasi pengcluaran untuk konsumsi terhadap total pengeluaran semakin menurun. Ini erat kaitannya dengan persentasi tabungan yang cenderung meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan.
67
Pengeluaran Pemerintah Pada sisi pengeluaran pemerintah juga mengalami perutrahan. Persentasi pengeluaran pemerintah terhadap GDP juga mengalami perubahan. Pada awalnya mengalami kenaikan, kemudian tetap dan pada akhirnya mengalami penurunan. Ada yang mengatakan, batas kenaikan persentasi pengeluaran pemerintah terhadap GDP sekitar 15 persen.
Struktur Produksi Kenaikan pendapatan per kapita yang kemudian menyebabkan terjadinya proses akumulasi dan alokasi, pada gilirannya menyebabkan struktur barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan mengalami perubahan. Persentasi nilai tambah sektor pertanian terhadap total GDP biasanya mengalami penurunan. Sementara itu persentasi sektor non-pertanian cenderung meningkat. Dengan kata lain sektor pertanian tumbuh lebih lambat daripada sektor non pertanian. Artinya makin maju suatu negara, sumbangan sektor pertanian terhadap GDP cenderung semakin menurun. Sementara itu peranan sektor non-pertanian, terutama sektor industri pengolahan semakin meningkat. Pergeseran pada struktur produksi dapat dijelaskan dari segi permintaan akan barang dan jasa,
penawaran faktor produksi yang disebabkan oleh terjadinya proses akumulasi, dan dari segi per geseran kegiatan.
Pertana dari segi permintaan. Sektor pertanian biasanya menghasilkan dua jenis barang yaitu hasil pertanian bahan makanan dan bukan bahan makanan. Berkaitan dengan persentasi konsumsi makanan yang semakin menurun, maka permintaan terhadap bahan makanan juga semakin menurun.
Dengan kata lain kenaikan permintaan terhadap bahan makanan lebih rendah dari pertumbuhan GDP. Karena pertumbuhan permintaannya cenderung menurun, maka produksi bahan makanan cenderung meningkat lebih lambat daripada GDP.
Permintaan terhadap hasil pertanian bukan bahan makanan erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tampaknya berpengaruh negatif terhadap permintaan hasil pertanian bukan bahan makanan. Jni terjadi karena pertama, perkembangan teknologi cenderung menghemat bahan mentah; kedua, perkembangan teknologi memberi peluang bagi dihasilkannya barang buatan yang dapat menggantikan hasil alam.
Jadi dilihat dari segi permintaan, baik terhadap bahan makanan maupun bukan bahan makanan, permintaan terhadap produksi sektor pertanian cenderung semakin menurun pertumbuhannya. Atau pertumbuhanya lebih lambat dari pertumbuhan GDP. Sementara itu sektor non pertanian cenderung nsningkat lebih cepat daripada GDP.
63
Kedup. dari segi penawaran faktor produksi. Faktor ini terjadi karena adanya proses alokasi yang telah dijelaskan di atas. Proses ini cenderung menyebabkan pergeseran kcunggulan komparatif dalam memproduksi barang dan jasa dari scktor pertanian ke sektor non pertanian, terutama sektor industri manufaktur.
Ketiga, dari segi pergeseran kegiatan. Kenaikan pendapatan per kapita menyebabkan kegiatan-kegiatan di luar sektor pertanian semakin berkembang. Ketika pendapatan masih rendah, untuk memproduksi beras, misalnya, padi ditumbuk sendiri oleh petani dan seluruh nilai tambahnya masuk ke sektor pertanian seluruhnya. Ketika pendapatan per kapita meningkat, kemudian berkembang industri penggilingan padi, sehingga sebagian dari nilai tambah dalam memproduksi beras masuk ke sektor industri pengolahan. Karena itu kenaikan pendapatan per kapita dalam suatu perekonomian cenderung menyebabkan peranan sektor pertanian dalam GDP cenderung menurun. Sementara itu peranan sektor non pertanian terutama sektor industri pengolahan cenderung semakin meningkat. Oleh karena itu sering kali ini komposisi sumbangan tiap-tiap sektor dalam GDP dijadikan indikator dari perkembangan perekonomian suatu negara. Berkaitan dengan scmakin meningkatnya peranan sektor industri dalam GDP, UNIDO membuat pengelompokan negara-negara dengan kalogori kategori sebagai berikut: 1-. Unindustrialize4 yaitu negara-ne€tara yang belum bcrindustri. Yang mana peranan sektor industri dalam GDP kurang dari 0 persen.
2.
Industrializing; peranan industri manufaktur dalam GDP antara 10-20 persen, kalau tingkat GNP per kapita antara US $90 sampai dcngan US $300 (harga tahun 1964);
3.
Semi industrialized, peranan sektor industri manufaktur dalam GDP antara 20-30 persen, kalau tingkat GNP per kapita antara US
4.
${n
sampai dengan US $900;
Industrialized di mana peranan industri manufaktur dalam PDB lebih dari 30 persen, kalau tingkat GNP pcr kapita lebih dari US $ 9m.
Struktur Perdagangan Luar Negeri Persentasi impor terhadap GDP pada awalnya meningkat kcmudian tetap dan akhirnya menurun. Demikian pula halnya dengan ekspor karena biasanya ekspor digunakan untuk memhiayai impor" Dalam struktur perdagangan sendiri terjadi perubahan komposisi, yang mana ekspor bergeser dari ekspor barang yang padat sumber daya alam (resorces based), kemudian bergeser ke unskill
labour intensive, labour intensive, capital intensive dan akhirnya menjadi padat teknologi atau scientific bascd intensivc.
64
PROSES DEMOGRAFI
Ada tiga aspek yang berhubungan dengan masalah kependudukan yaitu berhubungan
dengan
ketenagakerjaan, berhubungan dengan p€rtumbuhan jumlah penduduk, dan tempat tinggal penduduk
(migrasi dan urbanisasi).
Ketenagakerjaan Di Indonesia penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk.yang berumur sepuluh tahun ke atas. Ini dikarenakan banyak anak-anak berumur antara 10-15 sudah bekerja. Definisi tersebut lebih mengacu pada human power daripada manpower. Penduduk usia kerja (manpower) dibedakan
dalam penduduk bukan angkatan kerja dan angkatan kerja. Angkatan kerja terbagi menjadi dua bagian yaitu mereka yang bekerja atap memiliki pekerjaan dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Dua kegiatan itu dilaksanakan untuk mendapatkan nalkah atau pendapatan. Bila seseorang bekerja bukan untuk memperoleh pendapatan maka tidak digolongkan ke dalam angkatan
kerja. Misalnya ibu rumah t*ggq lbu-ibu Dharma Wanita, walaupun mereka bekerja mungkin jam kerjanya lebih tingg dari suaminya, tetapi mereka tidak digolongkan dalam kelompok angkatan kerja. Pengertian mengenai bekerja berubah-ubah dari satu sensus ke sensus yang lain. Sehingga angka pengangguran tidak dapat dibedakan dari satu sensus ke sensus lainnya. Pada sensus 1!b1, seseorang dianggap bekerja apabila dia selama enam bulan sebelum sensus bekerja minimal selama dua bulan. Kemudian pada sensus 1971, seseorang dianggap bekerja apabila selama satu minggu sebelum sensus bekerja minimal bekerja selama dua hari. Dan pada sensus 1980 dan sensus 1990, seseorang dianggap bekerja apabila bekerja minimal satu jam selama seminggu sebelum waktu pencacahan.
Masalah yang kemudian timbul, dengan definisi bekerja yang terakhir digunakan saat ini, banyak dari angkatanyangdikategorikan bekerja tetapi memiliki jumlah jam kerja per minggu sangat rendah. Mereka yang betul-betul mencari pekerjaan adalah mereka yang mampu untuk menganggur. Biasanya berasal dari golongan yang mampu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sementara
itu penduduk miskin tidak memiliki alternatif lain selain bekerja. Mereka tidak dapat memilih-milih pekerjaan. Karena itu tingkat pengangguran lebih besar di daerah perkotaan, karena di daerah perkotaan tingkat pendidikan lebih tinggi dan pendapatan masyarakat relatif lebih besar dibanding di pedesaan. Perkembangan partisipasi penduduk dalam pasar kerja biasanya dilihat dari indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK yang didefinisikan sebagai persentasi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja biasanya merupakan fungsi dari jenis kelamin, usia, pendidikan, kenrungkinan untuk mendapat pekerjaan dan terakhir sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Tingkat partisipasi wanita biasanya lebih rendah dari pada kaum pria. Penduduk pada kelompok
65
umur muda atau tua biasanya kecil karena sebagian dari penduduk yang berusia muda masih dalam bangku seko- lah sementara sebagian di antara penduduk yang berusia lanjut memasuki masa pensinn. Belakangan ini terjadi kenaikan pada partisipasi kaum wanita. Hal ini terjadi karena perubahan sistem nilai dan sebagian lagi disebabkan oleh kcnaikan tingkat pendidikan kaum wanita serta
semakin berkembangnya program Keluarga Berencana. Bila kita bandingkan data Sakernas 1976 dengan 198? maka jelas sekali adanya gejala seperti ini, yang mana partisipasi wanita meningkat dari 36 persen menjadi sekitar 73 persen. Diperkirakan, mulai tahun 1990 kedepan, kombinasi pengaruh kenaikan pendidikan dan berkembang norma kcluarga kecil menyebabkan wanita berumur 30 + semakin banyak yang memasuki angkatan kerja. Kondisi inilah yang harus mendapat perhatian, agar perkembangan itu dapat segera diantisipasi.
Dari penduduk yang bekerja biasanya {apat dikelompokkan menurut tiga kategori. Pertama, menurut lapangan pekerjaan; kedua, bcrdasarkan status pekerjaan dan ketiga, menurut jenis pekerjaan. Menurut lapangan pekerjaan, pekerja digolongkan ke dalam sepuluh sektor ekonomi seperti berikut di bawah ini: 1-.
pertanian;
2. pertamhangan; 3. industri; 4. listrik, gas dan air minum; 5. bangunan;
6. Perdagangan; 7. penganggkutan dan komunikasi; 8. perdagangan; 9. perbankan, asuransi danjasa keuangan lainnya; 10. jasa-jasa lainnya.
Menurut status pekcrjaan, pekerja dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu oleh orang lain; kedua, berusaha sendiri dengan dibantu pekerja keluarga darVatau buruh tidak tetap; ketiga, berusaha sendiri dcngan dibantu pekerja tetap; keempat, buruh atau karyawan, dan kelima, pekerja keluarga, Penggolongan ini kemudian disederhanakan meniadi sektor formal dan informal. Kelompok pertama, kedua dan kelima biasanya digolongkan sebagai pekerja informal dan sisanya digolongkan sebagai pekcrja formal.
Menurut jenis pekerjaan, pekerja dikelompokkan menjadi tujuh kelompok. Penggolongannya adalah seperti berikut: 1.
lukang;
2. pegawai tata laksana; 3. pekerja administrasi;
66
4. pekerja jasa penjualan; 5. pekerja jasa lainnya; 6. petani;
7,8p. pekerja kasar, pengemudi kendaraan (bermotor atau tidak bermotor) dll.
di sektor Kenaikan GNp perkapita biasanya menyebabkan persentasi penduduk yang bekerja struktur pertanian terhadap pekerja total semakin menurun. Ini erat kaitannya dengan perubahan semakin pertanian jumlah pekerja di sektor produksi. Nanun demikian bukan berarti secara absolut yang lebih menurun. Jumlah pekerja di sektor pertanian tetap meningkat cuma pertumbuhannya rendah dari pertumbuhan jumlah pekerja pada umumnya. Berkaitan dengan itu sementara ahli tinggal berpendapat bahwa ada hubungan antara perubahan struktur pekerja secara sektoral dengan secara pertanian sektor di landas suatu perekonomian. Apabila jumlah penduduk yang bekerja dikatakan absolut masih meningkat maka perekonomian masyarakat yang bersangkutan belum dapat lepas landas.
Menurut status perkerjaan, pembangunan dianggap berhasil apabila persentasi pekerja yang digolongkan sebagai karyawan dengan upah dan gaji terhadap pekerja total semakin meningkat' Hal ini Dengan kata lain pekerja di sektor formal meningkat lebih cepat dibanding sektor informal. jumlah perkerja tidak terjadi di Indonesia, karena angkatan kerja tumbuh lebih cepat daripada 75 dengan upah dan gaji. Di negara maju persentasi pekerja ini berkisar antara 50 sampai dengan resep persen. Sementara itu di Indonesia hanya kira-kira 30 persen. Kondisi seperti ini menyebabkan perbaikan pendapatan pekerja menjadi kurang tepat. Misalnya, untuk menjamin pekerja mendapat Akan tetapi penghasilan yang layak ditetapkan tingkat upah minimum yang harus diterima pekerja' kecil saja dari sebenarnya persentasi pekerja yang menikmati kebijaksanaan ini hanya sebagian pekerja secara keseluruhan.
lndonesia ialah persentasi jumlah pekerja kelompok pertama, kedua dan kelima semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa masalah ketenagakerjaan di perkembangan lain yang terjadi
di
lndonesia masih belum selesai.
Dari segi jenis pekerjaan, menurut beberapa teori, persentasi pekerja yang bekerja
sebagai
usaha tenaga profesional dan atau manager cenderung meningkat. Biasanya ini disebabkan oleh skala yang semakin besar. Di Jepang misalnya, persentasi kelompok ini sekitar 10 persen. Di Indonesia persentasi pekerja kelompok ini hanya sekitar 3 persen. lni menunjukkan bahwa kebanyakan usaha yang dilakukan masih bersifat kecil-kecilan.
67
PertuFbuhan Penduduk Karena berbagai faktor, hambatan jarak dan imigrasi, arus migrasi antara negara biasanya relatif kecil. Sehingga yang paling dominan dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk suatu negara hanyalah tingkat kelahiran dan kematian.
Apabila tidak dilakukan intervensi apapun oleh pemerintah, hubungan antara tingkat kelahiran dan kematian dengan perkembangan GNP per kapita biasanya mengikuti pola seperti gambar di bawah ini. Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendapatan per kapita, tingkat kcmatian menurun sementara tingkat kelahiran justru meningkat. Ini terjadi karena perbaikan pada fasilitas kesehatan, berupa semakin tersedianya tenaga medis dan berbagai obat-obatan. Pada waktu yang sama status gizi masyarakat (termasuk wanita usia reproduktif) mengalami peningkatan, sehingga tingkat kesuburannya semakin meningkat. Pada tahap lebih jauh baru kemudian terjadi penurunan pada tingkat kelahiran. Ini baru terjadi setelah terjadinya perbaikan pada status sosial dan ekonomi kaum wanita, berupa tingkat pcndidikan semakin meningkat sehingga aksesnya ke pasar kerja juga meningkat, serta perubahan pada peran kaum wanita. Kalau kondisi awal itu dibiarkan, maka sangat mungkin terjadi ledakan dalam jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu intervensi dari pemerintah untuk menahan laju pertumbuhan penduduk, misalnya melului program Keluarga Berencana.
Tempat Tinggal Penduduk (Urbanisasi) Urbanisasi biasanya mempunyai kaitan yang erat dengan pertumbuhan scktor industri. Kegiatan
industri biasanya lebih menguntungkan bila dilakukan secara mengelompok atau teraglomerasi. Aglomcrasi ini menyebabkan perkembangan sarana dan prasarana di sekitar daerah industri itu, misalnya berkembang kcgiatan perbengkelan, sarana hiburan dan sebagainya, sehingga terciptalah yang disebut wilayah perkotaan. Oloh karena itu proses urbanisasi tidak dapat dihindarkan selama masih terjadi proses industrialisasi. Menurut berbagai teori, proses ini baru akan terhenti mana kala persentasi penduduk kota terhadap penduduk total sekitar 80 persen. Proses urbanisasi terjadi karena tiga hal. Pertama, tingkat kelahiran penduduk kota lebih besar
dari kernatiannya; kedua, terjadi pcrubahan status clari desa menjadi kota; dan ketiga, terjadi perpindahan penduduk (migrasi) penduduk dari desa ke kota. Ketiga proses ini bersama-sama monyebabkan persentasi pcnduduk kota scmakin mcningkat. Pcrtumbuhan pcnduduk di perkotaan rata-rata dua kali lipat pertumbuhan penduduk nasional. Diperkirakan pada akhir pembangunan tahap kcdua jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan lebih besar dari penduduk desa.
68
Daftar Pustaka
Anwar^ Mohammad Arsyad. " Pertumbuhan Pertanian dilihat dari Pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Indonesia, 1960-1980" Disertasi Doktor, Universitas Indonesia, Jakarta, 1983.
Eiro Pusat Stistik Sensus Penduduk (1971 dan
1980)
Biro Pusat Statistik. Suney Penduduk Antar Sensus, Chenery. Hollis
B. dan Moises
S},rquin, Patterrr
1985.
Jakarta
1987.
of llevelopment,
1950-1970 (London, Odord
University Press), L975
Fisher^ AGB. "Production: Primary, Secondara and Tertiary Production" Economic Record, June:24-38, 1939.
Renuhlik Indonesiao Rencana Pembangunan Lima Tahun (lg6gn}-lf?3fi4, lgl4lls-Lngng, 1979 lffi-19f33183
dan 1 984/85-1 988/89)
69
r)
g!6f!R -ctix
€@Hk)66C\r\OO\O
€
}J
M
+
S.i.i9 :N
:
.,u .qt
rdNO riociF m:i
5
sn(ao
'6
)
L
I{
a;
U) aa EH
FF{ HQ 5m 'e \o
F
mdNsdo--f
sK dN
€o\66O\OO\@66nr d;q*6161+fNRd
raF.qo€6\ooH .roNcrhb*H
giciciS
N
trV)\O€€/\OOm oiNorN++(a€
qc\R :.-.cldx
*Nrmnf+n6ofi+ oHNmrN".+9fi
h=
a
t
NR
c] N
\o6t-ood NordNd
'q .f,
\OqdtdN HHdcIN
R !+ t/t .f ff alGliF
N
sH
+
\ot'-r)hoo
atdd*
efr
mO\(rl6O\ fGt*i
j N
rlt ol
-fr xd
at .= x9
-_F
o
qqrla\C\qQQa]tlal\QSN{Nood@oo q,^iaig--iNNFrn.l+.+N!!+6+ n
Zto !f;' oi EA
H
oq9.1Qdl\oRt€9oc
E{ -cFll Ea Lr
&i
,ia
c)re! oo5
36 z
0q -
ss-F
ssse.o
o fi
marin<) -i;-.:.r-iN
()co o9
a?
x-c
\.| <) co m€@ 6S6
xq Fr
!q
?
oh 6^-
AF
d7, E-* o F3 jzro €
,!a
EI E^o \
$
'E {n ?,fi
a 9 au)
a
ii
i?
$L{c!Q€GSo0o06 trmFr6:H--F!$
F,BC6
.:
t:
o\
i
*--t$R
hNH.i
h,oE'
GI L ID
E$
g;Hn K ?KR$:tse$g 9..l.!a ri e.ici$
&.}i L r-l E (l!' "l{ Elr
+
F.i6i$
6hfi tr.ctH
b0
: I
Hrxg : R5hKlR*sr $ ;
ct
fr,?-
3 ts
(n
EI 5^o
6E
FS$SBEHASU oqo6GG=Goo\6.o6il **a
N E 5" No=?:rcQs t
6
$
RDRDR 6b\
' EsE E
5
t{L
$
rE i =g:tn EE Ee q !: € f FiEEE >.8 5.>,7 3 H :^F8 6;ed soi sri 4 ,r 2 ci d 5. S!, =
td99l'
k5
z
|-;
10
*
s A
I
6
e o
oo-@\OhddO\ diOOH€
v
doGlo\clNo\ 6rHd-ngs
J
O
2
a
6
N€+
=
.cs
N 6
!t-Nto\N00r-
dHd--gF
.+ :l
hF-dhf)€)h@ d-i!
6dP a tl
t=
F F
.. .,
d)\OF.O\(OrbtFNaioO.
8
H
A o\
@
F i€
dHFOSFH
\o!thNN\o60\ ''
O\ \O 6'6 NT
I l'-
I
$ m o\
.,3
oF-ig
Pn$r
odor-
9=Pg
OO9
h:lt
RR
F.' N oi N€
t f-
\o6looil\OH
6€
P8
tr\o
*Rd)dc)o
\o :tNo\ i@
al
3
Eg -'R3
F*
xx
$R
F.
$
8n5 ?F-Ot
$Ee iFi
R
E."
H
6l di t-
P
N
q
F
6
(t)
o\
\o
@
N (o
o
r
9:FR 8np
gERA
-:ER
aaYa .t,^A
a p
JiJ \O
\o
\O
Hi
ge
iE !:"
o E +S E $ E -58et E 28'7 e 5 O a.BIgs .EEc.c
.d
t
€
g
EEBEEE 38s
FI
ol
S
tscO s8
n
d\q9
en
o
E
d3c'N
:8
p
)
rt
gR
9sN bn
(t)
co
aoo
dNiO F-i\oi ida \o
o\a hN
6
R
\
.E
3
sdH ah
s
6ON6iO td
6
6
N
*$H
66:**H$
F-
d
:aK
60h
x
oQ
-$FS
a8
E ><
Nfl NT
g
3 p
xo
€c
oo
€ N NrEF I
6ee$8FE ttC!
€b
F
N
0
oo {o\ do
'in!6
-F t'- co O\
O\
$ 88 8888 I
F,, [E
.F
I s$s 'E
E €e E 3* rfrE EEE 5 T Egri #E#E 6 TEE FEbe Eu e HEH: ?gis. f;:=
5
7l
tH E d
ai
'fr
#
t-i -) !! ,!a
eE? g
E>
EtE ;
t'" xo a'i
s)
M
!{
o €
frpR3
idhco\o\o oora66
SK
N
o^
€o€acli ooiri
r
(q N
a 2
r
83
cod 99r
N€r6r\O 6dih4
*5
r
io dl
€\o xm
d l'- \O \O -.l" <) oddt
6
O
r
dt\
q* A6 xf) :N
€n*m.to rSdalN
I
o r
sg\ Nal
F
E
r
i4
c,
s o
r-|:
€
m€
m
(} t*fri ol
r
RFFio al; \b
u) \o ol nan€
ol
cl
.t)
@oorf,o n€h€
\o
o+@d h6+o
s8s€Es
ftv) o
im@€ €C-vr\O
R8SS,-R
ocl
t?
o\6nd) n€h€
f-€$cl
hsn€
el 6cr€iF-" rHd+
\o
r)ol s€th
QdN(}\clv) vqda
o r
nhrv)
[email protected] r-oNo
t'.
!f, ao \o t6th
.io\
co
o& r&
fr
an
a
gqgE E EEeE B s EEEBEEf E gs g g € E €* tt S * Eg E EF iq :qn it- d $ ; tE FdEs Ei! ; i f * E f; E= E€ t x?.9" r HfigE ;EE J gq fi; Hg *CiI $iXE;; gEi! i5i3fE EH isrF EE{ gavrca':aaoohrq--*fi-e
tr (f
'ia
\
E
i
F
I
tlt
d ?8. 72
€
c
3
o\
8
I 6 E
xO
t
6l rt \o a.l
NdN\O o€oh
gs
N 6
cl
t:oq
dohi\o!ttrtoo\o *hq;d.i::Sl
0O
bN 6d
@r
€N .,i r;
-c)h6
$8fr:K3€5
N8
9g 6i ci
ANOF i6li
$3S3Ffi$s
ol 9
ss o\o\ $s33388F
aq gx
F
R N
N
o
x
t-
tto r@
I
@
@rf, dt
E
aoQ F-F
6COd€OraFrS
r
at
rON
t€ ci ci
\o \o o\ € € N r-' tf
$$ 6i di
ro N
t t
r/) d €) \o odrr+FjFissn
EH NN
@ho\o\
Rs
90q
.odioi-9g
NN nel ON
6N
xs a€r
old
clr
$s33ReRq
(')o\ od; tN
8S cq
(n€ vclal
oo\
Fi6thi(ac.l
.f,r^ui.i"i5FK
(n (.) ri c6N
co is
clH
$S3€;EER
ho\
FjN
o
R
s
T c
P
6
R
8
3
c:
G
i6
3€ o t-rto
!.1
€H F6
\O
i6i
ri@ 6iO
iN N
"$
NT rN o
F-OdNO€tth
hNOd *6ClH
**.drd;=R'1 --i
a'l
6fit
;.8
c6 a
8
t EEG I
e8 8t
iA .98 EE '-rs sa ge gE i*EE
5z ;d
6 a 'a
5
k
5F
E i 68. E .g.E: s
sE
! F E
E dg EE: e! EEF 5, *F 3g! Ei E
5'EEt g:i; 'F Ei
88 88 EEsEFEFH
EEE-E $EFI ET I€i:i aE di vi +
FP€ Fi P€ &A H: E F Si:,t ri o.i + E.i /.\
x
73
a
$Cn
!!' io
€
is
E C d
€
E k e
?: gE
Es ,;5 \o
$,
M
G\0€€NOFhdeFA€+F.'Ofr riE+dorifio-f,€rh6-N6o io
oOO\rltt <)O\ o
r|\O
:f,h
rl('.l
Sd()a-dGl
a
;aiI-
Rp *:
Rsl
3*
EFFtRRS
14
€E*;
sil
$:
Es
s$
Pfr55iKl
:sss
s5 ;i
ss
€s
sR-3eR
fi;$*
+F R: Hs
fr3
RS=R8x
$&nF
s$ ;i
Fi
s
frE:sFs
fr$3S
*+ S* R$
$fi
Fn':RR
x
x:xH
3h
sfi
8R3pFi8
€ q
fia*F
eA 3o r'=\o Hs
z
F..
F
a
x
*
€6d
b€
R8
*T
RFi
RR33p5
6, !
00 6
R
u
Cr.cl otll eE iio
C'
o
dF
# 00r)oon €N@N d6td6l
l6
.x( d€
*89
E. $ge* EE$*EE tu € :€E gEg eE E' sEr *fi €F. !?! Efl ET n*EEs e* E*i FfiE?E ds Hs HsE srE$E *€H
H-ohoho
nEE€EEE
B
t
a
.F a
B
cg
D
M
a!
xboc:.d
<.=
Ji:t; PhE'f, v)--
'tr
I
&s u .tj
74
KERANGKA PEMIKIRAN UNTUK PEMBAHASAN TENTANG PENDIDIKAN, TENAGA KERIA DAI\ PEMBANGUNAN EKONOMI: Keadaan dan Masalah. Oleh
Dr. Siti Oemiiati Djajanegara
Di dalam membicarakan pembangunan pembangunan keseluruhan yang tujuannya adalah ekonomi kita perlu melihatnya dalam konteks membentuk manusia seutuhnya dan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1. Idealisasi Manusia Indonesia dan Masyarakat Indonesla.
2. Manusla fndonesla dan Penduduk Indonesla sebagal sumber dap pembangunan. Konsep manusia Indonesia dan penduduk (dalam pengertian agregasi dari manusia sebagai pribadi) Indonesia sebagai sumber daya manusia untuk pembangunan (termasuk di dalamnya pembangunan ekonomi) dapat dilihat sebagaimana dicantumkan dalam GBHN Pengembangan sumber daya manusia
:
perlu diselenggarakan secara menyeluruh,
tcrarah dan terpadu di berbagai bidang yang mencakup terutama kesehatan, perbaikan gizi, pendidikan dan latihan serta penyediaan lapangan kerja. Dengan demikian dapat ditingkatkan kualitas manusia Indonesia serta pendayagunaan jumlah penduduk yang besar sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional. Pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanar\ bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dsngan persyaratan keterampilan, keahlian dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan.
3. Pembangunan ekonomi melihat pembangunan dari segi pandangan ekonomis, sshingga dalam pengutasan dijaringlah segt-segr yang dapat dinyatakan dengan alat analis ekonomis. Namun justru pada kesempatan ini, dalam membicarakan sumber daya manusia, perlu ditekankan bahwa di dalam kehidupan yang sesungguhnya, tidak mungkin terlalu dipisahkan untuk hanya menjaring hal-hat yang dapat diambil dengan peralatan analisis ekonomi. Hal ini dengan perkataan lain dapat dinyatakan bahwa selalu harus ditinjau sekaligus tiga aspek yang berhubungan pada setiap saat : manusia sebagai pribadi, penduduk sebagai kumpulan pribadi-pribadi yang bermasyarakat (dengan segala struktur sosial dan unsur-unsur dari struktur tersebut) dan benda-benda objek materiil maupun non materiil yang diciptakan oleh manusia atau masyarakat. Pandangan untuk
75
melihat secara bersama ketiga hal ini, adalah landasan pijak untuk melihat keadaan dan masalah-masalah pendidikan dalam hubungan ketenagakerjaan dan pembangunan ekonomi dalam pembahasan ini. 4. Beberapa data tentang tingkat pendidikan dan pekcrja (dapat dilihat pada tahcl-tahel).
5. Hubungan sumber daya manusia pendidikan dan pembangunan ekonomi : Beberapa pandangan para ahli seperti misalnya pendekatan modal manusia, pendekatan krcdcnsialisme, pendekatan
pendidikan sebagai penggerak pembangunan.
6.
Masalah-masalah dalam pendidikan
di
dalam hubungannya dengan ketenagakerjaan dan
pembangunan ckonomi. a. Masalah-masalah pokok pendidikan dan latihan secara garis besar di ncgara-negara sedang
berkembang dan di Indoncsia, a. l.
:
- lambannya pertumbuhan enrolmen ratio; - rendahnya pretasi belajar; - kecenderungan demogralis yang kurang menguntungkan; - kekurangan sumher-sumber penunjang (dana misalnya),
'
b. Masalah pendidikan dan kesempatan kerja di Indonesia serla efisicnsi external progaram pendidikan -- tinjauan secara umum - tinjauan untuk pendidikan kejuruan; - tinjauan untuk pendidikan tinggi; - tinjauan tentang partisipasi wanita.
7. Masalah pendidikan dalam huhungan pengemhangan sumber daya manusia, dalam kaitar orientasi
kemasyarakatan. - pribadi masyarakat dan kebudayaan; - pribadi. rnasyarakat dan pranata-pranata;
-
contoh-ccntoh clari kurangnya perhatian dunia pendidikan pada makna kehidupan
-
bennasyarakat dan aspek kebudayaan pada ulnumnya; Sudahkah klta upayakan untuk meniaga kontinum di bawah keberhasilan kinerja ?
ini pada tingkat kejiwaan
pribadi dalam
rnemasufti lemtraga
rnemasuki
lingkungan se-
pendidikan
tempat
pekerjaan
hari2.
Pengaruh kcbudayaan atau teknologi dari masyarakat lain
76
dan
PELATIHAN PEKERIA DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Oleh:
N. Haidy A. Pasay'
PENDAHULUAN Dalam pengertian yang sempit, pembangunan menyangkut kenaikan pada tingkat pendapatan, khususnya pendapatan per kapita. Ini berarti bukan saja produksi dalam perekonomian secara keseluruhan harus meningkat, tetapi kenaikan pada tingkat produksi harus melebihi kenaikan jumlah penduduk atau pekerja. Artinya produktivitas pekerja harus meningkat. Sekurang-kurangnya ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat produktivitas pekerja, yaitu (f) kenaikan mutu pekerja itu sendiri; (2) kenaikan kuantitas dan mutu modal fisik yang digunakan oleh pekerja; (3) kuantitas dan mutu barang antara; (4) perkembangan teknologt; (5) pemasaran dan (6) perkembangan organisasi proses produksi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas pengaruh kenaikan mutu pekerja melalui terhadap kenaikan produktivitas pekerja dan lebih jauh dampak terhadap laju pertumbuhan ekonomi (pendapatan per kapita).
PENENTU PRODUKTIVITAS PEKERJA Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk mengukur tinggi rendah mutu pekerja adalah tingkat
pendidikan. Semakin tinggi pendidikan dianggap mutunya semakin baik. Namun demikian indikator ini sangat bersifat umum, karena untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu misalnya diperlukan
pendidikan yang mcnghasilkan keahlian dan keterampilan khusus. Sementara itu indikator pendidikan yang kita dapati hanya untuk pendidikan umum atau pendidikan kejuruan yang cakupannya sangat luas yang implikasinya terhadap kebijakan lebih bersifat jangka panjang. Namun
demikian, indikator itulah salah satu ukuran yang masih dapat kita gunakan, sedangkan informasi mengenai pelatihan dan keterampilan masih tergolong langka.
Disamping dengan pendidikan formal yang diperoleh dari sekolah, mutu pekerja juga dapat ditingkatkan melalui kursus atau pelatihan luar sekolah, atau biasa dikategorikan sebagai pendidikan non-formal. Pelatihan biasanya bersifat spesifik, diarahkan untuk dapat mengerjakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya kursus menjahit, mengetik, pengoperasian komputer, perbengkelan dan sebagainya.
77
Kecenderungan yang terjadi di pasar kcrja sekarang ini adalah para majikan melatih terlebih dahulu para pekerjanya sebclum ditempatkan pada jenis pckerjaan tertentu. Latihan yang cliberikan bukan sekedar Job Trainning (latihan untuk dapat mengcrjakan jenis pekerjaan tcrtentu yang spesitik) tetapi latihan yang bcrsifat umum yang berhubungan dengan pekerjaan yang ada pada perusahaan yang bersangkutan. Misalnya pada bank, bank-bank biasanya melatih para pekerjanya
sebelum mereka ditempatkan pada posisinya masing-masing.
Hal ini terjadi karena untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut diperlukan latar belakang pendi
bekerja di bank.
Dengan demikian, peran pendidikan non-formal semacam pclatihan menjadi penting dalam meningkatkan mutu pckerja. Pendidikan lormal saja tidak cukup bagi seseorang untuk clapat
melakukan
jenis pekerjaan tertentu yang dibebankan kepadanya. Dengan diberikannya
pelatihan*pelatihan tertentu, kemampuan pckerja untuk mengerjakan suatu pekerjaan bertambah (mutu pekcrja yang bersangkutan meningkat). Dengan kata lain produktivitas pekerja yang bersangkutan dapat bertambah.
Adanya pelafihan mcrupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Namun demikian bukan berarti pendidikan fornial tidak penting. Untuk dapat mengikuti pelatihan tertentu diperlukan pendidikan umum sampai tingkat tertentu. Untuk dapat mengikuti pelatihan komputer, misalnya, diperlukan kemampuan bahasa inggris paling ti
BEBERAPA MASALATI Arah perkcmbangan jenis-jenis pelatihan hiasanya mengikuti perkembangan permintaan cli pasar kerja. Ketika di pasar kerja terjadi kenaikan permintaan terhadap pekerja-pekerja yang dapat mengoperasikan komputer, maka akan berkembang jcnis-jcnis pelatihan atau kursus-kursus komputer. Artinya program pelatihan akan mengikuti signal-signal yang diberikan pasar.
Namun sering kali antisipasi terhadap kebutuhan akan jenis pelatihan tsrtentu ditanggapi dengan lambat oleh lcmbaga-lembaga pendidikan. Sehingga sering kali terjacli kesenjangan anrara spesifikasi keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja dengan tenaga yang tersedia. Misalnya, ketika terjadi perkembangan yang luar biasa pesatnya pada sektor perbankan, kebutuhan tenaga manager dan tenaga administrasi perbankan sangat pcsat. Sementara itu pcrkembangan dunia pendidikan belum dapat melakukan penyesuaian yang cukup untuk menanggapi perkembangan itu. Sehingga terjadi pembajakan pekerja dari satu bank oleh bank lain baik pacla tingkat tenaga managerial maupun pada tingkat administratif.
78
DAMPAK PEI.,A,TI HAN TERHADAP PERTU MBU HAN EKON OM I adanya pelatihan dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Kenaikan produktivitas pekerja artinya satu satuan pekerja (umlah.pekerja atau jam kerja) yang sama dapat menghasilkan jumlah output yang semakin meningkat. Kenaikan produktivitas secara langsung meningkatkan produksi. Sehingga dengan adanya kenaikan produktivitas laju pertumbuhan produksi
Seperti dikatakan
di atas,
lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah pekerja. Implikasinya adalah ada hubungan yang positif antara pertumbuhan produksi (ekonomi) dengan kegiatan pelatihan. Ssmakin banyak pelatihan produktivitas semakin meningkat selanjutnya pertumbuhan ekonomi juga akan kian meningkat.
Analisis dampak latihan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui fungsi produksi yang sederhana. Misalnya produksi hanya menggunakan dua faktor produksi, tenaga kerja dan faktor produksi lainnya misalnya, modal. Hubungan yang terjadi antara faktor produksi dengan jumlah output dalam proses produksi diasumsikan mengikuti fungsi sebagai berikut:
e =.KcL(l-B)
(1)
yang mana:
Q=
6: 1: a: F:
output; jumlah input modal; jumlab input tenaga kerja; indeks teknologi; elastisitas output terhadap modal atau pangsa modal dalam output.
Fungsi produksi di atas secara implisit mengasumsikan bahwa proses produksi bersifat constant return to scale. Artinya pertumbuhan output terjadi secara proporsional dengan pertumbuhan input. Bila input tumbuh sebesar l7o maka output juga akan tumbuh sebesar l7o pula.
Berhubungan dengan analisis kita, pertumbuhan produktivitas yang terjadi karena adanya perbaikan mutu sumber daya manusia (pekerja) akan tercermin pada perubahan teknologi' Teknologi dalam pengertian ini bukan sekedar tingkat kecanggihan modal atau mesin-mesin yang digunakan tetapi juga menyangkut kapasitas pekerja untuk melakukan pekerjaan tertentu. Apabiki terjadi kenaikan pada mutu sumber daya manusia, produktivitas pekerja bertambah, koefisien meningkat. Dengan demikian produksi total akan bertambah. Namun masalahnya dalam besaran itu sendiri terkandung peranan berbagai faktor lainnya, seperti mutu modal fisik, reorganisasi dan pemasaran.
IMPLIKASI KEBIJAKAN Yang menjadi tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja. Produktivitas dapat diturunkan dari rumus sederhana di atas yang mana dianggap
79
produktivitas adalah iotal output per total input. Misalkan kita ingin mengetahui produktivitas pekerja maka kita dapati rumus setragai hcrikut:
() pl *
(2)
-----
L yang mana, pl adalah prr:duktivitas pekerja,
0
adalah output total
dan
L jumlah
tenaga yang
digunakan dalam memproduksi sejumlah Q tersebut.
Dari rumusan tersebut kita dapati bahwa laju pertumbuhan produktivitas sama dengan laju pertumbuhan output dikurangi laju pcrtumbuhan pekerja.
rP: rq-rl
(3)
yang mana,
rp * laju pertumbuhan produktifitas rq * laju pertumbuhan output/produksi rr : laju pertumbuhan jumlah pekerja (employmenl) Implikasinya adalah apabila kita hendak meningkatkan laju pertumbuhan produktivitas maka pertumbuhan eknnomi harus ditingkatkan, karena pertumhuhan jumlah pekerja tidak dapat diturunkan. Laju pertumhuhan pekerja tetap positif atau setidak-tidaknya sama dengan nol. Hal ini terjadi karena tujuan kita di samping meningkatkan produktivitas pekcrja juga meningkatkan kesempatan kerja (laju pertumbuhan L yang positil). Sehingga haik untuk meningkat kan produktivitas maupun untuk meningkatkan kesempatan kerja dibutuhkan adanya pertumbuhan dalam perekonomian. Masalahnya adalah bagaimana prnduksi dapat ditingkatkan? Kita tahu bahwa besarnya Q ditentukan oleh K (modal fisik), L (iumlah lenaga kerja) dan ' (tingkat teknologi). Intervensi kebijakan dapat dilakukan melalui tiga variabel tersebut. K dapat ditingkat dengan meningkatkan investasi pada modal fisik, sarana dan prasarana produksi, L dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kesempatan kerja dan ' dapat ditingkatkan melalui peningkatan efe.siensi dan perbaikan pada mutu kedua faktor produksi yang telah disebut di muka.
Yang paling penting dan berhubungan dengan pokok bahasan dalam makalah ini adalah pertumbuhan'yang mencerminkan perbaikan pada mutu modal, haik mndal fisik maupun pada mutu modal manusia. Koefisien ' ini dapat ditingkan melalui pendidikan, di antaranya adalah berbentuk berbagai pelatihan dan berbagai bentuk pcndidikan non-formal lainnya.
80
PENUTUP Pelatihan merupakan salah satu aspek dalam pengembangan sumber daya manusia. Dengan adanya latihan mutu sumber daya manusia dapat ditingkatkan sehingga produktivitasnya semakin meningkat. Kenaikan produktivitas merupakan unsur penting dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Strategi peningkatan kesempatan kerja dapat dilakukan secara bersamaan dengan usaha meningkatkan produktivitas, yaitu melalui peningkatan pada keterampilan pekerja melalui pelatihan.
Laju pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pertumbuhan teknologi dalam arti luas, yaitu peningkatan mutu modal fisik maupun mutu modat manusia. Namun perlu dicatat bahwa perkembangan bukan hanya menghendaki pergeseran struktural dalam keterampilan melalui
pelatihan, tetapi melalui berbagai segi disiplin.
Catatan diskusi kelas: Pada proses pembangunan maka, penduduk merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Selanjutnya terdapat 2 sisi
dari
penduduk yaitu: sisi konsumtif dan sisi produktif. Dari sisi konsumtif
maka penduduk membutuhkan pemenuhan makan dan minum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Suatu pembangunan ekonomi menghendaki adanya; pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktural. Pertumbuhan ekonomi menghendaki peningkatan pada pendapatan riil masyarakat, sementara perubahan struktural mengharapkan terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor
industri lalu ke sektor jasa. Yang terjadi di Indonesia dalam hal perubahan struktural adalah terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor jasa terlebih dahulu baru kemudian ke sektor industri. Dengan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan tercipta suatu lapangan kerja baru yang diperuntukkan bagi mereka yang untuk pertama kali masuk ke dalam pasar kerja. Tampa pertumbuhan ekonomi maka mereka-mereka yang baru pertama kali masuk ke dalam pasar kerja akan'mengambil' pekerjaan orang-orang lama.
Pada golongan penduduk yang relatif miskin atau mereka yang berada di bawah garis kemiskinan maka masalah kecukupan gizi dan makanan merupakan suatu hal yang memerlukan pemikiran dan jalan pcmecahan. Implikasi kekurangan kalori dan protein adalah terbentuknya suatu 'lingkaran sctan'yang susah ditemukan mana permulaan dan mana akhir. Penduduk miskin biasanya akan cenderung tidak mampu memenuhi kebutuhan akan kalori dan protein yang menyebabkan orang memiliki produktivitas kerja rendah. Rendahnya produktivitas kerja akan menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima akan menyebabkan kemampuan membeli bahan pangan juga rendah yang selanjutnya kembali menyebabkan rendahnya pemasukan kalori dan protein.
Ada dua pendapat, berhubungan
dengan penduduk dan pembangunan ekonomi, dimana
keduanya merupakan pendapat yang saling berlawanan. Pendapat pertama (Bank Dunia) menyebutkan bahwa penduduk dan pembangunan merupakan dua hal yang berhubungan negatif
81
artinya psrtumbuhan penduduk akan menghabiskan apa-apa yang dihasilkan oleh pembangunan. Pendapat kedua menyatakan bahwa hubungan keduanya bersifat positif, artinya pembangunan ekonomi tercipta karena adanya pertumbuhan penduduk. Negara atau penganut pcndapat pertama akan cenderung mencrapkan kebijakan anti natalis sementara penganut-penganut paham kedua cenderung menerapkan kebij akan pronatalis. Pengendalian laju pertumbuhan pcrlu untuk meningkatkan kualitas penduduk. Karena jumlah
yang banyak tanpa diiringi kualitas yang memadai akan menyebabkan banyaknya penduduk yang menjadi beban pembangunan. Sementara penduduk yang berkualitas diharapkan akan mempercepat pembangunan ekonomi. Salah satu cara meningkatkan kualitas sescorang adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang
lebih tinggi akan meningkatkan status/posisi scseorang. Seorang yang menamatkan pendidikan tinggi dan berasal dari golongan miskin otomatis akan masuk ke golongan menengah.
82
KESEHATAN, SUM BERDAYA MAN U SIA, DAN PEMBANGUNAN EKONOMI'T) Oleh:
Aris Ananta Ismail Budhiarso
r. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Dalam teori ekonomi klasik pertumbuhan ekonomi tergantung pada tiga faktor produksi, yaitu tanah, modal, dan pekerja. Dalam versi modern, tanah diganti dengan sumber daya alam, modal dengan teknologi (sumber daya buatan), dan pekerja dengan sumber daya manusia. Dari ketiga sumber daya tersebut, yang mana yang sering menjadi kendala utama dalam pertumbuhan ekonomi? Berbagai teori bermunculan. Ada yang mengatakan sumber daya alam sebagai kendala utama, ada yang mengatakan
teknologi, dan ada pula yang mengatakan sumber daya manusia sebagai kendala utama dalam pertumbuhan ekonomi. Apapun jawabnya, pemikiran di atas tampaknya mengecilkan arti sumber daya manusia. Sumber daya manusia hanya dilihat sebagai input produksi dalam pertumbuhan ekonomi. Padahal manusia sebagai input produksi adalah juga manusia yang mengkonsumsi hasil produksi itu sendiri. Sesungguhnya, manusia sebagai sumberdaya tidak hanya berfungsi sebagai salah satu input dalam proses produksi, tetapi juga berfungsi sebagai penentu akan apa, dalam jumlah berapa, dan distribusi barang yang diproduksi.
Oleh sebab itu, penduduk merupakan sumber daya manusia yang berdimensi dua. Di satu pihak, penduduk merupakan sumber pekerja. Jumlah penduduk, komposisi penduduk (termasuk status kesehatan penduduk), serta perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk sangat mempengaruhi jumlah pekerja, komposisi pekerja (termasuk status kesehatan pekerja), dan perubahan dalam jumlah dan komposisi pekerja. Perubahan ini merupakan perubahan dari sisi penawaran pekerja, yangjuga merupakan sisi penawaran dari pembangunan ekonomi. Dari sisi penawaran, sumberdaya manusia sering pula disebut dengan modal manusia.
Di sisi lain, balas jasa yang diterima para pekerja merupakan sebagian dari pendapatan penduduk. Penduduk juga memperoleh pendapatan dari keuntungan, sewa, dan bunga. Pendapatan masyarakat ini kemudian menentukan permintaan terhadap barang dan jasa (termasuk barang dan jasa yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan) di perekonomian, yang berarti juga akan
83
menentukan kecenderungan pertumbuhan pendapatan nasional dan komposisinya. Jumlah serta komposisi penduduk juga akan menentukan kemana pcndapatan tersehut akan dibelanjakan. Di sini penduduk sebagai konsumen merupakan sumber daya manusia, yang nrenciptakan sisi permintaan dalam pembangunan ekonomi.
Makalah ini bertujuan memberikan gambaran mengenai peran sumber daya manusia dalam pemhangunan ekonomi, dengan beberapa contoh analisis untung rugi dalam investasi di tridang kesehatan, yang merupakan salah salu variabel utama dalam peningkatan mutu modal manusia. Seksi 2 tulisan ini memperlihatkan bahwa sesungguhnya sumber daya manusia dari sisi penawaran, yaitu mutu modal manusia, merupakan kendala dasar dalam pembangunan ekonomi. Seksi ini juga memperlihatkan pentingnya peningkatan mutu modal manusia sebagai syarat
perlu dalam pembangunan ekonomi. Walau begitu, untuk negara dan orang miskin, invcstasi dalam mutu modal ini amat mahal. Contoh
di bidang kesehatan, yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, diberikan di seksi 3. Akhirnya, sebagai penutup, seksi 4 melihat penduduk Indonesia masa depan, dengan implikasinya pada investasi di bidang kesehatan dan keterkaitannya dengan pembangunan e konomi. manusia
analisis untung rugi
2. MENGAPA MISKIN? Mengapa ekonomi miskin? Banyak jawabnya. Schagian mengatakan Lrahwa kemiskinan ini timbul karena sedikitnya permintaan atas barang dan jasa. Akibatnya, produksi sedikit" Jumlah orang yang bekerja tidak banyak. Pcnghasilan rendah. Permintaan makin rendah, produksi makin rendah lagi. Dan seterusnya. Oleh sebab itu, menurul pemikiran ini, harus ada yang dapat memompa permintaan.
Harus ada suatu langkah khusus yang dapat menciptakan permintaan. Bila permintaan tercipta, produksi akan meningkat. Jumlah orang yang bekerja meningkat. Penghasilan meningkat. Pada gilirannya, hal ini akan kembali meningkatkan permintaan, produksi, jumlah orang trekerja, dan penghasilan itu scndiri.
Teori ini, yang bermula dari buku Keyncs di tahun 1936,1) memang berhasil mengangkat perekonomian Eropa Barat dan Amerika tJtara dari depresi besar yang melanda mereka di tahun 1930-an. Resepnya soderhana: pemcrintah mt:lakukan campur tangan dengan menciptakan permintaan. "Ekonomi yang lesu" adalah terjemahan istilah ekonomi "bcrkurangnya permintaan".
Teori permintaan menjadi makin populer dan dicnba untuk diikuti di mana-mana, termasuk di negara berkemhang. Para pengikut teori ini lupa pada asumsi yang dibuat Kcynes, bahwa feori permintaan ini ditujukan pada masyarakat kaya, yang kapasitas produksinya sudah tinggi. Pada tahun 1958 teori ini mulai dipcrtanyakan untuk penerapannya di negara berkembang dengan terbitnya buku Coale dan Hoovsr.2) Mcreka mengatakan bahwa kemiskinan cli negara
84
berkembang seperti India bukan disebabkan karena kurangnya permintaan terhadap barang dan jasa, tetapi karena rendahnya penawaran, khususnya yang berkaitan dengan kapasitas produksi.
,"na*,
karena jumlah penduduk terlalu besar. Jumlah penduduk yang pendapatan nasional dihabiskan untuk konsumsi. Akibatnya, tabungan terlalu besar menyebabkan kecil, dan investasijuga kecil. Selanjutnya, investasi yang kecil menyebabkan kapasitas produksi yang rendah. Dalam situasi semacam ini, penciptaan permintaan tak akan diikuti dengan peningkatan Kapasitas produksi
produksi. Tetapi" segera tampak bahwa Coale dan Hoover masih membatasi pada kapasitas produksi dari sisi fisik, belum melihat dari sisi manusia. Pada tahun 1960-an ekonom mulai memperhatikan sisi modal manusia, antara lain dengan munculnya tulisan Schultz (IXZ\.z)
Menurut teori ini, penduduk menjadi miskin karena mutu modal manusia mereka yang rendah. 4) Djajanegara dan Ananta (1985) menyebutkan bahwa mutu modal manusia ini biasanya diukur dengan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ketiganya diukur dalam arti yang luas, dan tidak terbatas pada jumlah guru, jumlah gedung sekolah, jumlah dokter, jumlah rumah sakit, atau pun jumlah polisi" dan pos keamanan. Lrbih lanjut, karena mereka miskin mereka tak mampu melakukan investasi yang akan meningkatkan mutu modal manusia mereka.
Seseorang yang miskin amat sulit untuk meningkatkan pendidikan mereka. Mereka tidak memiliki uang untuk membeli perlengkapan sekolah. Tidak itu saja. Walau perlengkapan sekolah diberi gratis pun, sekolah masih terasa mahal buat mereka. Bila anak miskin tersebut pergi ke sekolah, mereka akan kehilangan waktu, yang sesungguhnya dapat mereka gunakan untuk membantu ekonomi rurnah tangga orang-tua mereka. Kalaupun mereka dapat bersekolah, mereka juga akan sulit untuk mempunyai waktu agar dapat belajar dengan baik di luar sekolah. Mereka mungkin perlu bekerja untuk menambah nafkah keluarga orang-tuanya. Kalaupun mereka tidak harus bbkerja, siapa yang harus membimbing mereka di rumah? Anak orang yang lebih mampu akan mempunyai waktu untuk belajar di rumah, bahkan mungkin dapat mengambil kursus di luar sekolah. Orang miskin juga sulit untuk meningkatkan keamanan mereka. Agar mereka dapat menyimpan harta benda yang aman, mereka harus membanlun tempat tinggalnya dengan baik. Ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena mereka miskin dan berpendidikan rendah, mereka juga sering
menjadi korban ketidaktahuan mereka, yang dimanfaatkan
oleh
oknum yang tidak
bertanggung-jawab. Bukan hanya pencopet, perampok, tetapi juga oleh oknum yang merasa berkuasa. Mereka biasanya menarik nupeti". Upeti semacam ini sering terasa bersifat "tidak adil", yaitu, makin tinggi pendapatan makin kecil persentase upetinya. Orang miskin juga sulit meningkatkan kesehatan mereka. Pendapatan yang rendah menyebabkan mereka sulit berinvestasi di bidang kesehatan. Hal ini akan dibicarakan lebih rinci di seksi 3.
85
Oleh sebab itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk membantu mereka yang miskin ini dalam melakukan investasi untuk meningkatkan mulu modal manusia mereka. Campur tangan dapat berujud dengan menurunkan biaya melakukan investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini dapat berupa penyediaan peralatan pendidikan yang murah, yang berarti adanya
subsidi dari pemerintah.
Di pihak lain,
pembcrian subsidi menjadi "mahal" ketika anggaran
pemerintah makin kecil. Penurunan biaya dapat pula berupa penurunan biaya altcrnatif (opportunity cost) yang muncul karena melakukan investasi untuk meningka(kan mutu modal manusia. Misalnya, kesempatan usaha yang lebih besar untuk mcreka yang miskin (yang membutuhkan produksi dengan ketrampilan dan modal yang amat kecil) akan menyebabkan orang-tua tak terlalu tergantung pada anak mereka untuk menambah penghasilan rumah tangga. Dengan demikian, penghasilan yang terhilang karena anak mengikuti sekolah menjadi tidak terlalu penting untuk rumah tangga tersebut.
Perbaikan dalam sarana transpotasi yang baik, murah, aman dan cepat juga akan sangat menguntungkan masyarakat miskin. Waktu yang diperlukan untuk ke sekolah atau pun menjual hasil produksinya menjadi lebih pendek. Listrik yang tersedia dalam jumlah yang cukup dan harga yang murah juga akan amat membantu masyarakat miskin untuk rneningkatkan mulu modal manusia mereka. Informasi yang tepat mengenai berbagai hal di sekeliling masyarakat juga memungkinkan mereka tidak terjebak olch para oknum yang tidak bcrtanggung-jawah.
Timbul pertanyaan: darimana sumber biaya untuk menyediakan komoditi tersebut di atas. Tampaknya sulit untuk mencari pihak swasta yang mau terjun di bidang ini. Sebab, permintaan efektif (yang dicerminkan dengan harga pasar) amat rendah untuk jasa semacam di atas, walaupun kebutuhan amat besar. Campur tangan pemerintah berujud subsidi jelas akan membengkakkan anggaran negara. Sudah saatnya untuk mencoba berbagai perusahaan besar menyumbang pada usaha semacam ini. Suatu proyek perhaikan jalan di masyarakat miskin dapat dilakukan dengan sumbangan dari suatu perusahaan besar, dengan mendirikan papan besar yang bertuliskan, misalnya, "Perbaikan jalan ini dibiayai oleh PT. Mutu Modal Manusia". Selama ini telah banyak perusahaan yang mau membiayai berbagai kegiatan, seperti festival film, olah raga. Mungkin, usaha itu dapat kita arahkan ke kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Penyempurraan dalam sistem perpajakan juga dapat membantu menurunkan biaya melakukan kegiatan yang berhuhungan dengan pendidikan dan kcsehatan (dan juga mungkin keamanan). Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan dapat dikeluarkan dari pendapatan kena pajak (tax deductable).
Pembangunan yang berorientasi pacla pcningkatan
mutu moclal manusia ticlak
akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang copat dalanr jangka waktu pendek. Dampak baru terasa dalam waktu paling scdikit satu generasi pcrencanaan pembangunan (25 tahun). Dampak yang besar baru terasa setelah satu generasi, karena investasi ini terutama berdampak besar pada anak anak. Hasil yang dapat dipetik dari anak anak ini tentu saja mcmbutuhkan waktu yang lama, kira kira 2-5 tahun.
86
3.Ih{VESTASI DI BIDANG KESEHATAI{ 3.1. Efisiensi dan keadilan Meskipun tidak mungkin diserahkan kepada mekanisme pasar semata, bukan berarti investasi di bidang kesehatan harus.mengabaikan prinsip pasar. Dengan kata lain keinginan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit atau memulihkan kesehatan masyarakat melalui investasi di bidang kesehatan akan mendapatkan hasil yang optimal apabila memperhatikan prinsip ekonomi. Penerapan prinsip ekonomi di bidang kesehatan dewasa ini suaan merupakan kebutuhan yang mendesak. Penerapan prinsip ekonomi di bidang kesehatan tidak berarti mengelola bidang kesehatan secara komersial. Mengelola secara ekonomis dapat tetap memperhatikan sifat sosial pelayanan kbsehatan. Mengelola secara ekonomis berarti keharusan mengalokasikan sumber daya yang semakin langka secara efisien untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang optimal.
Di dalam kenyataan hal ini tidak mudah dilaksanakan karena adanya trade-off antara keadilan dan efisiensi di bidang kesehatan tersebut. Suatu keputusan investasi kadangkala dinilai bersifat terlalu ekonomis karena tidak memperhatikan sifat sosialnya, sementara di pihak lain keputusan tersebut dinilai besar nilai sosialnya karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan lebih banyak orang tanpa harus meninggalkan prinsip ekonomi. Untuk mencapai keadilan pun kita harus efisien. Artinya, dengan biaya yang sama dapatkah kita mencapai alokasi dan dan tenaga yang lebih adil?
Berikut ini beberapa contoh analisis untung rugi (efisiensi) dalam investasi di bidang kesehatan yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.
32. Contoh analisis untung rugi di bidang kesehatan Di suatu desa terdapat banyak
kasus orang tua yang buta. Semula diduga karena kurang vitamin A, namun ternyata karena katarak. Untuk membantu penduduk tua di desa itu yang terserang penyakit katarak diusulkan program pembrantasan melalui cara operasi. Demi keadilan sosial, walau mahal,
seluruh biaya operasi akan ditanggung oleh pemerintah. Pertanyaan muncul: untuk mencapai keadilan sosial ini, sudah tepatkah program bantuan berupa operasi katarak? Dapatkah dengan biaya yang sama diberikan pelayananan kesehatan yang lebih baik untuk penduduk desa itu, khususnya untuk memerangi kebutaan di kalangan penduduk tua?
Kemudian, sebelum program dimulai, diadakan pendataan dan studi tentang sebab dan asal berjangkitnya penyakit tersebut. Ternyata, hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar penderita katarak disebabkan karena gizi makanan mereka yang rendah, daya tahan tubuh rendah serta lingkungan hidup yang mereka diami tidak sehat. Disimpulkan bahwa kondisi buruk dan
87
tidak sehat yang mereka alami selama bertahun-tahun tersebut yang mendorong berjangkitnya pcnyakit katarak.
Di pihak lain, menurunnya angka kematian di desa itu telah menyebabkan meningkatnya proporsi penduduk usia tua. Bahkan, jumlah secara absolut pun cenderung meningkat terus. Dengan demikian, dapat diduga bahwa di masa depan, hila sebab terjadinya katarak tidak ditanggulangi, jumlah penderita katarak pun akan meningkat. Biaya yang harus disediakan untuk menanggulangi masalah kebutaan (melalui operasi katarak) pcnduduk tua juga akan meningkat. Biaya yang harus disediakan untuk operasi penduduk tua ini juga akan bersaing dengan alokasi pembiayaan sosial yang lain, termasuk pelayanan kesehatarl selain opcrasi katarak.
Seandainya uang tersedia dalam jumlah yang berlimpah-ruah, kita tak akan menghadapi persoalan pilihan dalam kasus di atas. Kebijakan yang dibuat dapat berupa bantuan melakukan operasi sekaligus bantuan perbaikan gizi dan lingkungan hidup. Tetapi, keterbatasan dana memaksa kita membuat pilihan. Pilihan mana yang akan lebih membantu masyarakat desa tersebut dalam memberantas kebutaan di kalangan penduduk tua mereka? Biasanya usaha pencegahan akan lebih murah dibandingkan usaha penyembuhan. Berarti, dengan biaya yang $ama, usaha pencegahan akan mampu menyelamatkan lebih banyak penduduk tua
dari kebutaan daripada usaha penyembuhan. Di pihak lain, sakit itu sendiri mengurangi kesejahteraan penduduk. Penduduk tua yang telanjur mengalami katarak praktis menjadi amat berkurang produktivitasnya, dan mereka akan lebih menjadi beban-ekonomi masyarakat. Melalui usaha pencegahan, penduduk tua tidak perlu mcngalami penurunan produktivitas karena harus mengalami katarak lebih dahulu sebelum dioperasi. Lebih lanjut, usaha pencegahan yang berujud perhaikan gizi juga mempunyai hasil ganda. Tidak saja mcrcka terhindar dari katarak, tetapi kesehatan mereka pada umumnya pun meningkat. Berarti mereka lebih jarang tcrkena penyakit. Penduduk dengan tubuh yang lebih sehat dan lebih jarang terkena penyakit herarti penduduk dengan mutu modal manusia yang lebih tinggi, yang berarti pula suatu sumber daya manusia yang akan lebih mampu mendorong pembangunan. Dengan demikian, program perbaikan gizi, immunisasi serta perbaikan lingkungan alam dapat lebih menguntungkan dibandingkan program operasi. Secara sckilas, program pencegahan dan bukan
program bantuan operasi tampak sebagai program yang kejam, tidak manusiawi. Namun, keterbatasan dana dan tenaga memaksa kita membuat pilihan. Dan pilihan pcncegahan menjadi pilihan yang lebih manusiawi.
Terjadinya suatu penyakit atau kematian sering tidak hanya berkaitan dengan satu penyehab. Biasanya berkaitan dengan banyak scbab. Suatu penyakit X mungkin akan menyebabkan orang masih dapat hidup T tahun. Tetapi, bila dia juga terkena penyakit Y, maka hidupnya mungkin tinggal Z T tahun. Padahal, umpamanya, penanggulangan penyakit Y jauh lebih mudah daripada penanggulangan
88
Y dapat
secara ekonomis memperpanjang usia seseorang dan dengan demikian mempertinggi sumbangan orang tersebut pada masyarakat.
penyakit X. Karenanya, usaha penanggulangan penyakit
"Kemajuann jaman tampaknya juga akan disertai dengan makin banyaknya penyakit yang berkaitan dengan ketegangan (stress). Naiknya pendapatan juga sering disertai dengan peningkatan konsumsi yang merugikan kesehatan, seperti rokok, alkohol dan makanan berlemak. Peningkatan pembangunan juga berarti berpindahnya angkatan kerja dari pekerjaan yang banyak membutuhkan kalori ke pekerjaan yang sedikit membutuhkan kalori. Hal ini dapat menjadi sebab betapa sering kita mendengar adanya orang orang yang sangat dibutuhkan masyarakat ternyata meninggal dalam usia yang relatif muda. Suatu kerugian besar pada masyarakat kita. Biasanya kematian tersebut berkaitan
dengan penyakit yang "canggih" seperti jantung, tekanan darah tinggi, kanker. Kalaupun belum meninggal, sering orang tersebut sudah sangat berkurang produktivitasnya gara-gara penyakit yang diderita.
Untuk mengatasi hal di atas, apakah kita akan menginvcstasikan dana dan tenaga yang lebih banyak untuk berbagai fasilitas canggih dalam penanganan penyakit seperti jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker? Investasi di bidang kesehatan yang tidak memperhatikan prinsip ekonomi akan memberi beban kepada masyarakat. Beban tersebut dapat berupa ongkos pelayanan kesehatan yang lebih tinggi yang harus ditanggung oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah penggunaan alat canggih seperti CT-Scan, Endoscopic, USG, EEG, ECG, Alat Pemecah Batu Ginjal, Alat Renal Dialisis atau
Alat Pacu Jantung yang bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Dampak positif investasi tersebut adalah meningkatnya mutu pelayanan medis yang mencakup tindakan diagrrosis, terapi dan rehabilitasi. Selain itu masalah-masalah kesehatan yang berat dapat segera ditanggulangi. Namun di dalam pelaksanaannya, pemanfaatan alat canggih tersebut seringkali tidak optimal.5) Frekuensi penggunaannya masih rendah, sementara biaya perawatannya tinggi. Dengan kata lain alat-alat tersebut dioperasikan secara tidak efisien. Akibatnya biaya nyata dari penggunaan alat tersebut menjadi lebih besar. Biaya ini pada akhirnya menjadi beban yang harus ditanggung masyarakat dalam bentuk ongkos pelayanan kesehatan yang tinggi.
Di sisi lain kegiatan perekonomian yang memburuk dapat memberi dampak negatif pada bidang kesehatan. Sebagai contoh adalah pengadaan alat-alat cangggih di atas. Hingga saat ini teknologi kedokteran di Indonesia belum mampu menyediakan alat-alat canggih yang dibutuhkan, sehingga harus didatangkan dari luar negeri. Pengadaan alat ini biasanya dapat dilaksanakan karena adanya hibah dan pinjaman. Pinjaman untuk pengadaan alat tersebut biasanya harus dibayar dengan mata uang negara kreditur pada tingkat bunga tertentu. Kondisi perekonomian yang memburuk, sebagai misal adanya devaluasi, akan melipatgandakan nilai hutang beserta tingkat bunganya. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan biaya penBgunaan alat meningkat dan pada gilirannya masyarakatlah yang harus menanggung beban tersebut dalam bentuk biaya pelayanan kesehatan yang meningkat.
89
Di pihak lain karena banyak orang
kaya yang mempunyai penyakit semacam ini, kita dapat cenderung menanggapi permintaan pasar dengan menginvestasikan pada peralatan canggih tcrsebut.
Dari sisi analisis untung rugi, suatu perusahaan pelayanan kesehatan mungkin akan tertarik pada investasi alat canggih ini. Toh ada permintaannya, ada yang mau mcmbayar, walau pun mahal.
Dari sisi permintaan, pelayanan kesehatan semacam ini jelas menguntungkan perekonomian. Permintaan yang tinggr ditanggapi dengan produksi. Pendapatan meningkat. Peningkatan pendapatan ini pada gilirannya menimbulkan permintaan ferhadap barang dan jasa lainnya. Kemudian mendorong produksi berikutnya. Namun, dari sisi analisis untung rugi secara nasional, pelayanan kesehatan tersebut belum tentu menguntungkan.
Dari sisi biaya, kita perlu berhitung mengenai biaya alternatif dari usaha tersebut. Karena mendatangkan keuntungan dalam ujud uang, tak mengherankan bila usaha tersebut menarik faktor produksi lain dalam masyarakat ke dalam usaha tersehut. Ini berarti berkurangnya faktor produksi
untuk kegiatan lain di masyarakat. Bila faktor produksi ini berujud waktu dan jumlah tenaga pelayanan kesehatan, maka usaha pelayanan kesehatan di atas dapat berakibat berkurangnya pelayanan kesehatan di sektor yang tidak menguntungkan secara uang- Hal ini dapat merugikan mereka yang berpendapatan rendah.
Namun, kerugian tadi belum tentu ada seandainya tanpapelayanan kesehatan canggih tersebut, para tenaga pelayanan kesehatan toh tidak bekerja penuh di sektor yang tidak monguntungkan secara uang. Dalam istilah teknis-ekonomis, kerugian itu tak akan ada seandainya marginal product para tenaga pelayanan kesehatan di sektor yang tidak menguntungkan secara uang tcrscbut sangat rendah ataupun mendekati nol.
Masih dari sisi biaya secara nasional, apakah tidak lebih murah melakukan usaha pencegahan munculnya berbagai pcnyakit tersebut? Misalnya : melakukan kampanye makan yang sehat, hidup yang sehat (termasuk olah raga, ticlak merokok). Namun, pelaksanaan hat ini tampaknya masih sulit dilaksanakan di Indonesia karena kemungkinan bakal muncul protes dari kalangan bisnis yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Penelitian empiris perlu memperhatikan berbagai faktor di atas sehelum msmbuat keputusan apakah suatu usaha pelayanan kesehatan canggih tersehut perlu tlilakukan. Penelitian empiris juga
pcrlu dilakukan untuk melihat dampak berbagai kcgiatan bisnis pada status kesehatan masyarakat. Dampak ini merupakan biaya yang harus diperhitungkan dalam tiap kegiatan bisnis. Suatu kemungkinan dapat ditempuh untuk menampung "uang yang berlebih" dari para penderita yang refatif kaya. Pcnderita yang relatif kaya
90
sama. Para dokter harus sama-sama serius menangani pasiennya. Para jururawat harus sama-sama ramahnya. Alat alatnya harus sama-sama bersihnya.
Untuk menjamin tidak adanya diskriminasi dalam hal yang mendasar dalam
pelayanan
kesehatan, pengupahan sebaiknya didasarkan prestasi kerja di tiap "klas". Harus dihindari terjadinya
"kelebih-enakan' untuk melayani yang membayar mahal daripada melayani yang membayar lebih murah atau gratis. Mereka yang berprestasi lebih baik di "klas" murah dapat memperoleh penghasilan yang lebih tinggi daripada mereka yang berprestasi kurang di "klas" yang lebih mahal. Hal ini dapat mengurangi kecenderungan tenaga pelayanan kesehatan memilih sektor yang "mahal". Selain itu, sektor mahal dapat mensubsidi sektor murah.
di atas dapat pula menghindarkan terjadinya pelayanan kesehatan yang murah dalam arti "uangn, tetapi sesungguhnya tidak murah. Yang resmi dibayarkan oleh pasien memang murah, tetapi pelayanannya tidak bermutu. Untuk mendapat pelayanan yang lebih baik, misalnya, Sistem seperti
pasien dan keluarga pasien harus ekstra ramah pada juru rawat. Bila perlu membawa oleh oleh. Agar pelayanan rontgen dapat lebih cepat, pasien dapat pula memberikan uang. Sistem semacam ini, yang
tampaknya ditujukan pada mereka yang miskin, akhirnya tetap menguntungkan mereka yang relatif punya uang saja. Karena mereka yang punya uang saja yang dapat membeli (di luar harga resmi) pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Dapat pula terjadi suatu kasus antrian ke dokter. Karena harga resmi yang sangat rendah, kelebihan permintaan dapat segera terjadi, yang dicerminkan dengan adanya antrian yang panjang. Di sini, petugas yang mengatur siapa yang masuk lebih dahulu dapat memanfaatkan prinsip ekonomi. Yang punya uang lebih dapat memberi upeti agar bisa masuk lebih dahulu. C)rang yang lebih miskin aftan kalah dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih cepat.
Jadi orang miskin memang serba susah, tak terkecuali (dan pada khususnya) dalam soal memperoleh pelayanan kesehatan. Orang yang lebih kaya dapat menghindar dari antrian panjang dengan mencari pelayanan kesehatan yang lebih mahal. Karenanya, orang yang lebih kaya dapat menghemat waktu, sehingga kesehatannya dapat cepat pulih. Untuk penyakit yang tidak menyebabkan orang tak dapat bekerja, orang yang lebih mampu dapat membeli waktu sehinega dia memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih cepat. Akibatnya, dia dapat mempunyai waktu yang lebih banyak, yang
daripada uang yang dia belanjakan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih cepat.
Orang yang kurang mampu tak dapat menghemat waktu memperoleh pelayanan kesehatan. Secara rupiah dia memang membayar sedikit ataupun gratis untuk pelayanan kesehatan tersebut. Tetapi, dia juga dapat kehilangan waktu yang sesungguhnya dapat mendatangkan penghasilan, yang walau pun secara absolut tidak besar tetapi amat mungkin merupakan bagian yang relatif penting dalam pengeluaran sehari harinya.
91
Lebih lanjut, karena miskin mcrcka mungkin enggan monginvestasikan uang dan waktunya untuk berobat. Toh, mereka masih mampu bckerja. Hal ini dapat mcngakibatkan makin memburuknya kesc,hatan mereka sehingga mcreka bcnar benar tak mampu hekerja. Bila hal ini terjadi, rupiah yang harus dikeluarkannya pun menjadi lebih besar. Lagi pula, dia tak bisa menghasilkan uang.
Untuk dapat sehat tidak saja dibutuhkan pelayanan oleh lenaga pelayanan kesehatan dan obat obatan, tetapi lingkungan alam yang schat dan adanya pendapatan yang mcmaclai. Tidak terscdianya
;rir minum yang sehat memper.sulit usaha peningkatan keschatan. Tidak terscdianya pembuangan sampah yang sehat juga mempersulit usaha peningkatan keschatan. Kcsehatan lingkungan yang jelek sangat memperberat usaha meningkatkan kesehatan di kalangan mcreka yang bcrpcndapatan rendah.
Mcreka yang lebih mampu dapat bcrlanggan air PAM, bahkan mampu membeli air mineral. Mercka
dapat memilih tempat tinggal yang lebih baik. Tidak demikian halnya untuk mereka
yang
berpendapatan rendah.
Harga untuk hidup sehat sering tak tcrjangkau oleh mereka yang miskin. Mengatasinya bukan sekcdar dengan membikin murah (bahkan gratis) pclayanan kesehatan (termasuk obat-obatan), tetapi
juga perbaikan lingkungan kesehatan. Namun, pclayanan kescrhatan yang gratis yang digeneralisasi untuk siapa saja akan justru berakibat buruk untuk mereka yang miskin. Dengan sistcm itu, yang miskin tetap kalah dalam memperoleh alokasi pelayanan kcsehatan. Perhaikan dalam keschatan lingkungan menia<Ji mutlak unl"uk mcnurunkan biaya peningkatan kcsehatan, khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Dengan rendahnya harga, invcstasi dalam bidang kcsehatan dapat menjacli lebih ofisien. Dcngan tubuh yang lebih sehat, mereka akan lebih mampu bersaing di pasar bebas.
Mereka yang miskin juga terbatas dalam pilihan barang konsumsi mereka. Mereka mengkonsumsi barang yang murah. Sialnya, para produsen makanan tidak harus mclihat kepentingan konsumen. Yang pcnling, untuk para produscn, adalah ada tidaknya permintaan dari masyarakat. Bahan pewarna untuk makanan amat menarik bagi mereka yang berpendapatan rendah. Bahan pewarna yang sosungguhnya bukan untuk makanan dapat digunakan karena harganya murah. Konsumen miskin sL'nang melihat barang murah dan menarik, tanpa mcngetahui bahayanya.
Tahu yang mcrupakan makanan rakyat yang bergizi tinggi dan berharga murah sudah pcrnah mempertahankan bentuk tahu yang indah (kenyal), beberapa pengusaha mencampurkan pijcr ke dalamnya. Dan untuk mcmberi warna kuning yang menarik, bukan kunyit yang digunakan tapi bahan pewarna tekstil yang murah yang dicampurkan. Usaha pencemaran ini tampak meluas ke jenis makanan lain yang tidak tahan lama sepcrti es cendol. Hal semacam ini akan memperberat usaha pcningkatan kcschatan di kalangan miskin, yang bcrarli mempersulit usaha
tercentar. Untuk
pembangunan.
92
Hubungan yang erat antara kebijakan pembangunan di bidang kesehatan dan pembangunan ekonomi akan tampak lebih jelas di dalam pcnanganan masalah rokok, khususnya di Indonesia. Pertanyaan yang timbul : perlukah investasi di bidang kesehatan untuk mengurangi konsumsi rokok masyarakat ? Benarkah pengurangan konsumsi rokok masyarakat mempunyai manfaat relatif yang
lebih tinggi dibandingkan membiarkan masyarakat merokok yang harus dikeluarkan
? Berapa
?
Selanjutnya, bagaimana dengan biaya
besar dan siapa yang harus menanggung
?
Pertanyaan di atas hingga saat ini masih terus diperdebatkan. Argumen dari pihak yang "anti rokokn menunjukkan betapa berbahayanya rokok bagi kesehatan. Sementara pihak yang "setuju rokokn menunjukkan betapa besar sumbangan industri rokok dalam penciptaan lapangan kerja dan penerimaan negara.
Studi terhadap penggunaan rokok menunjukkan bahwa merokok menyebabkan kanker paru, bronkitis kronik dan emfisema yang merupakan faktor resiko penting untuk timbulnya penyakit jantung koroner, mengganggu dan bahkan mungkin mematikan janin dalam kandungan, menyebabkan gangguan pembuluh darah otak (stroke), gangguan di mulut, tenggorok serta alat-alat dalam perut. Saat ini di seluruh dunia setiap tahunnya sekitar 2,5 }uta orang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok/tembakau.
Di pihak lain jumlah perokok di
Indonesia terus meningkat. Data tahun 1980 menunjukkan 46,4 persen pria Indonesia perokok, tahun 1989 meningkat menjadi 52,9 persen. adalah bahwa di Industri rokok memberi masukkan cukai yang cukup besar yaitu sekitar Rp 390.005 juta pada tahun 1980 dan meningkat menjadi sekitar Rp 1.500.0ffi juta pada tahun 1989. Tenaga kerjayang diserap dalam pertanaman tembakau cukup besar yaitu 1,25 juta orang per tahun, sementara industri rokok sendiri menyerap sekitar 150.000 tenaga kerja per tahun.6)
Kita memang telah menyadari bahwa merokok membahayakan kesehatan bagi perokok dan bukan perokok. Peningkatan jumlah perokok, terutama generasi muda, akan sangat membahayakan status kesehatan penduduk Indonesia masa depan. Dulu, hanya penduduk Indonesia yang benar benar.hebat'yang dapat bertahan hidup lama. Merekayang "lemahn telah tersisihkan oleh penyakit yang "sederhana". Oleh sebab itu, asap rokok kurang mampu mengganggu penduduk yang relatif nhebatn, yang telah mampu bertahan hidup tersebut. Namun, dengan majunya teknologi kesehatan, penduduk yang kurang "hebat" pun dapat bertahan-hidup. Jumlah mereka yang tidak "hebat" ini akan terus bertambah. Dan mereka ini akan lebih mudah terkena akibat buruk dari asap rokok. Diduga, di masa depan, akan makin banyak tampak gejala penyakit karena asap rokok bila kecenderungan merokok yang ada selama ini tidak berkurang atau bahkan meningkat. Produktivitas pekerja Indonesia masa depan akan jauh lebih rendah dibanding seandainya sejak sekarang kecenderungan merokok dapat dikurangi.
93
Tetapi, Inclonesia masih berpcndapatan rendah. Pendapatan yang rendah ini menyebabkan perekonomian lndonesia belum mampu untuk menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh asap rokok. Seperti halnya orang miskin yang tidak mampu beristirahat walaupun dia sakit. Bila dia beristirahat, dia tidak mendapat makanan, dan dia dapat lebih sakit. Maka, dia paksakan bekerja terus, dan akhirnya dia pun menjadi lebih sakit, schingga akhirnya tak mampu bekerja sama sekali'
Bila masyarakat Indonesia berusaha keras menanggulangi asap rokok, maka industri rokok akan lranyak yang gulung tikar. Berapa banyak pckerja kehilangan pekerjaan, berapa banyak pendapatan negara yang hilang gara-gara bangkrutnya perusahaan rckok, berapa banyak pekerja asongan yang kehilangan mata pencaharian? Jelas, betapa mahalnya ongkos untuk menjadi sehat melalui hidup bebas dari asap rokok. Negara kaya, seperti Amerika Serikat, dapat bcrperang melawan asap rokok, karena dia kaya; maka dia mau kehilangan lapangan pekerjaan dan pendapatan melalui menurunnya
produksi rokok. Tetapi, bila kita telusuri lebih lanjut, siapa yang lebih dirugikan dengan asap rokok? Tampaknya, mereka yang berpendapatan rendah lebih terkena dampak rokok. Mereka yang hidup di rumah yang kecil dan padat, dan berdempetan. Dampak asap rokok akan makin nyata. Apalagi mereka yang tiap harinya harus banyak menghirup udara kota yang sudah makin tcrcemar. Yang tcrkcna hukan hanya
yang merokok saja, tetapi juga yang bukan merokok seperti istri dan anaknya. Penurunan status kesehatan pada golongan bcrpendapatan rendah ini pada gilirannya akan menrpcrsulit mereka untuk bersaing di ekr:nomi pasar. Akibatnya, pembanp;unan ekonomi akan terhambat.
Lebih lanjut, status kesehatan yang menurun karena asap rokok ini dapat meningkatkan kemungkinan mereka terkena herbagai jenis pcnyakit lain, yang berarti akan makin mempersulit usaha mereka berpartisipasi dalam ekonomi pasar. Peningkatan kemungkinan terkena berbagai penyakit lain ini pada gilirannya akan membutuhkan pelayanan kesehatan yang meningkat. tni berarti harus disediakan anggaran yang lebih tinggi. Memang, sukscsnya industri rokok dapat berkorelasi positif dcngan pertumbuhan ekonomi, yang
diukur dengan pcrtumbuhan pendapatan nasional. Scbah, pertumbuhan pendapatan
nasional
terutama diakibatkan oleh pertumbuhan pendapatan mereka yang herpendapatan tinggi. Padahal, yang banyak terkena adalah mereka yang berpendrpatan rendah, yang tidak banyak menyumbang pacla pcnclapatan nasional. Lagipula, penurunan produktivitas seper(i disebut. dicatat dalam perhitungan penclapatan nasional.
di
atas ticlak pernah
4. PENUTUP Ananta (1990) 4 menyebutkan adanya lima keistimewaan karakteristik demografis Indonesia masa depan, yaitu: peningkatan proporsi penduduk tua, dominasi pekerja kota, makin tingginya tingkat pendidikan penduduk Indoncsia, makin "canggih"nya penyakit yang diperlukan untuk "membunuh"
94
penduduk Indonesia, dan makh tingginya proporsi pekerja perempuan dalam pasar kerja. Peningkatan tingkat kesehatan menyebabkan pola kematian bergeser dari yang terutama disebabkan karena infeksi dan parasit, seperti diars dan penyakit saluran pernafasan, ke kematian yang ncanggih", seperti jantung, tekanan darah tinggl, ginjal, dan kanker. Di disebabkan penyakit yang lebih pihak lain, di masa depan juga akan makin berkembang beragam penyakit yang belum mampu "membunuh" penduduk Indonesia, tetapi sudah akan cukup menurunkan produktivitas pekerja Indonesia. Misalnya" penyakit sulit tidur, sariawan, gatal-gatal, yang terutama sangat berkaitan dengan ketegangan yeng berasal dari kehidupan modern yang amat kompetitif.
fy{sningkxlnya tingkat pendapatan masyarakat Indonesia juga membawa perubahan dalam pola konsumsi. Konsumsi buah buahan dan sayur mayur berkurang gengsinya. Makin tinggi tingkat pendapatan makin banyak konsumsi kalori dan lemak, padahal biasanya terjadi pula bahwa orang yang pendapatannya tinggr cenderung mempunyai pekerjaan yang makin sedikit membutuhkan kalori. Pola makanan barat yang mulai dijauhi di dunia barat kini justru makin disebarluaskan di Indonesia, seperti hot dog pbza, dan hamburger. Dissert Indonesia yang biasanya terdiri dari buah buahan mulai tergeser dengan dissert ala barat yang berupa kue manis berkalori tinggi. Pola makanan yang
tidak baik akan menurunkan status kesehatan masyarakat, walaupun tidak segera "membunuh" penduduk Indonesia, yang pada gilirannya menurunkan produktivitas pekerja Indonesia.
Jumlah penduduk yang masih akan meningkat terus tetap akan memperburuk masalah pencemaran lingkungan alam, baik yang dihasilkan oleh para industriawan maupun rumah tangga sendiri. Pencemaran lingkungan alam ini juga mempersulit usaha peningkatan kesehatan, khususnya bagi golongan berpendapatan rcndah.
Bila berbagai hal di atas tidak ditangani dengan serius penduduk Indonesia masa depan akan mengalami penurunan dalam status keschatan. lnvestasi di bidang pendidikan menjadi tidak efisien, karena penduduk Indonesia tak akan dapat memanfaatkan pendidikannya secara efisien gara-gara status kesehatannya yang tidak baik. Penurunan angka kematian bayi dan balita kemudian hanya akan menambah barisan orang-orang yang tidak sehat dan tidak produktif.
Dengan makin banyaknya penduduk Indonesia yang berusia lanjut, gejala penurunan status kesehatan di masa dcpan dapat pula berarti makin tidak produktifnya penduduk tua di masa depan. Ini dapat berarti biaya yang makin besar bagi perekonomian nasional. Kondisi pendidikan yang makin tinggi di kalangan penduduk tua, bersamaan dengan makin lemah dan tidak sehatnya mereka, dapat pula berarti kemungkinan munculnya gejolak sosial dari penduduk tua tersebut. Merska akan menuntut dana dan tenaga untuk dialokasikan pada penyediaan barang dan jasa bagi kebutuhan mereka.
Oleh sebab itu perlu sekali makin digalakkannya usaha pelayanan dan pendidikan kesehatan. Usaha di bidang kesehatan ini sudah amat tepat untuk dilihat sebagai suatu investasi, yang merupakan bagan terpadu dari kebijakan ekonomi kita. Melupakan investasi di bidang kesehatan dan
95
ketidakacuhan pada dampak bcrbagai kegiatan ekonomi pada status kcsehatan masyarakat dapat merugikan pcmbangunan ckonomi kita sendiri. Perhitungan ekonomi jangka pendck, yang cenderung mengabaikan masalah kesehatan, dapat mcrugikan pembangunan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Mungkin pula perlu segera dikembangkan berbagai analisis dan kritcria dampak kegiatan bisnis pada status kesehatan masyarakat. Kriteria terscbut kemudian digunakan untuk menilai berbagai kegiatan bisnis. Tujuannya: agar kegiatan bisnis memasukkan dampak kegiataannya pada status kesehatan masyarakat sebagai suatu biaya yang harus ditanggung oleh kegiatan bisnis tersebut. Kantor Mentcri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup telah mengembangkan apa yang disebut
ANDAL (analisis dampak lingkungan) yang bertujuan melihat dampak berbagai kegiatan hisnis pada lingkungan alam. Untuk kesehatan dapat dikcmbangkan ANDAKES (analisis dampak pada kesehatan) yang tentu sangat mungkin berjalan bersamaan dengan ANDAL. Selain itu, dan yang lebih penting lagi, bukankah status kesehatan yang lehih tinggi itu sendiri merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi kita? Sepcrti discbut di awal tulisan ini, sumber daya manusia tidak sekedar melihat penduduk sebagai input dalam prosos produksi, namun juga penducluk scbagai konsumen hasil pembangunan itu sendiri. Kesehatan diperlukan untuk dapat rnenikmati hasil pembangunan. Dan hidup sehat itu sendiri adalah suatu bentuk konsumsi yang sangat bernilai. Kebetulan saja, konsumsi dalam bcntuk "hidup yang schat" tidak pernah dicatat (tak pernah "diuangkan") dalam perhitungan pendapatan nasional. Akhirnya, dapat disebutkan bahwa analisis ekonomi sangat mungkin digunakan untuk memhantu menyumbang pemikiran di lridang kesehatan pada khususnya, dan sumber daya manusia pada umumnya, yang pada gilirannya sangat berkaitan dcngan keberhasilan dalam pembangunan ekonomi.
Sclain itu, kebijakan
di bidang
kesehatan dan kegiatan yang berdampak pada status kesehatan merupakan hagian yang tak tcrpisahkan dari kebijakan ekonomi kita.
Scmoga tulisan ini dapat scdikit mcmhantu kita menjadi lcbih sehat, lebih mampu berprocluksi, dan lebih mampu menikmati hasil produksi kita.
96
Catatan kaki *) Terimakasih kami ucapkan pada Dr. Ratna Budiarso,
yang banyak memberikan masukan untuk
penulisan ini. Semua kesalahan yang tcrsisa tetap merupakan tanggung-jawab penulis semata.
l.
Johrt Maynard Keynes, Tlrc Generql Theory of Entployrten4 Interest, and Money. New York: A Harvestl HBI Book, edisi Harbinger Pertanru (1964), 1936.
2.Ansley
I. Coale dan Edgar M. Hoover. Populotion Growth
an Econonic Developnrcnt in Low-Inconrc
Counties. Pinceton: Princeton Univenity Press, 1958. 3. T,W. Schultz.'Reflections on Investntent in Mon" Iounnl of Political Econotny, suplenten, Oktoben 1962.
4. Silt Oentijati Djajanegara dan Ais Ananta. Mutu Modal Msttusia. Suatu Pentikiran ntengenai Ktalitas Penduduk. Jakafta: Lemboga Dentograli Fohtltas Ekntorrti Universitas htdortesia, 1986. 5.Azrul Azwan'Efisiensi dan Pandangon Etis Terlwd Pengpmaon Alat-Alot Cang;ih dalont Menunjang Pelayanan Kesehatan ^ Majolah Kesehalan Masyarakat Indonesia volume XWII, Nontor 12 Tahun 1990.
6. Tjandra Yogo Adiloma. Rokok dan Masalalutya Harian Suara Pentbaruan, halantan 6, Sabtu 26 Mei 1990.
7.Ais
Ananta. "Pendudrtk lrtdonesio Masa Depan", ntokolah disarnpaikan dalant Seninar Prospek
Perekonomiort Indonesia. Jakafto: Fakultos Ekononti Universitas htdonesia, l6 Mqret 1990.
Catatan Diskusi Kelas:
l. Keadaan demografi Indonesia tahun 2020 Struktur penduduk Indonesia yang tadinya terkonsentrasi pada golongan umur muda, pada tahun ?nZO akan lebih banyak terkonsentrasi pada golongan umur menengah. Jumlah penduduk manula yaitu umur 65 plus pada tahun 2020 akan lebih banyak dibandingkan jumlah balita (sekarang jumlah balita lebih banyak daripada manula).
Angka kelahiran menuju tahun 2020 akan menurun terus, sedang angka kematian akan meningkat terus tapi dengan angka harapan hidup yang lebih tinggi. Jumlah pemuda (penduduk umur 13 sampai 24 tahun) secara absolut meningkat dan pada tahun 2000 mencapai puncaknya, lalu menurun. Sedangkan dalam persentase, jumlah pemuda pada tahun
97
1990 sudah mencapai puncaknya. Dalam arti ekonomi supply pemuda akan bcrkurang dan otomatis
harganya akan mahal (cetcris paribus).
Kalau pacla tahun 1971 surplus penduduk porempuan terjadi kelompok umur 15-19 tahun, menjelang tahun 2020 surplus perempuan meningkat pada kelompok umur yang lebih tinggi. Sampai pada tahun 2020 surplus perempuan akan terjadi pada kelompok umur 50-54 tahun. Hal ini karena angka kematian bayi laki-laki yang lebih tinggi daripada angka kematian bayi perempuan, serta angka harapan hidup perempuan yang lebih tinggi.
Jumlah tenaga kerja muda Indonesia kalau saat ini masih didominasi olch perempuan, setelah tahun l-980 didominasi oleh laki-kiki. Sedangkan jumlah penduduk usia reproduktif muda (perempuan umur
1"5
sampai 29 tahun) akan
meningkat sampai tahun 1995, namun akan terus stabil jumlahnya. Berbeda dengan jumlah penduduk usia reproduktif tua (perempuan umur 30 sampai 49 tahun) jumlahnya akan bertambah terus sampai tahun 2020. Dengan demikian pada tahun 2020 nanti akan banyak orang tua /ibu-ibu yang : anaknya hanya dua atau tiga serta sudah tidak memerlukan perawatan intensif lagi, berpendidikan tinggi dan mcmasuki pa.sar kcrja.
Di masa depan penduduk yang tinggal di kota akan jauh lebih hanyak dibandingkan dcngan jumlah pencluduk yang tinggal di pedesaan. Proporsi jumlah penduduk yang tinggal di desa pada tahun 2015 akan mencapai maksimal.
Dari segi pendidikan penduduk
Indone.sia akan semakin pandai, hal ini karena makin menurunnya per$entase panduduk yang tidak sekolah (penurunan tertinggi terjadi pada pemuda) dan meningkatnya perscntase penduduk yang sekolah pada segala tingkat sekolah (peningkatan tertinggi
terjadi pada pemuda). Jadi pada masa dcpan jumlah pemuda akan makin menurun (terutama yang percmpuan) dengan pendidikan yang tinggi dan ketika memasuki pasar kerja akan bersaing penduduk usia tua terutama ibu-ibu yang masih terus produktif. Pacla jaman Malthus jumlah penduduk mcrupakan akibat mekanisms hukum alam (kelaparan,
penyakit dan bencana alam). Dalam pemikiran Malthus timbul dua ide untuk pembatasan jumlah penduduk yaitu selibat permanen dan menunda pcrkawinan. Tapi pendapat Malthus ini akhirnya
tidak didengar orang karena dengan tcknologi rintangan alam tersebut dapat ditanggulangi dan terbukti pada revolusi industri justru jumlah pendu.duk yang besar merupakan pendorong pembangunan (bahasa sckarang modal pembangunan).
98
Tahun 1936, muncul John Maynard Keynes, dengan idenya untuk meningkatkan aggregat demand dari negara Eropa Barat yang seclang mengalami depresi ekonomi. Dan terbukti peningkatan agragat demand mampu menyelamatkan perekonomian negara-negara tersebut, hai ini karena negara-negara tersebut sesungguhnya sudah siap sisi suplynya.
Tahun 1950-an, Coale menunjukkan bahwa India miskin di karenakan tidak adanya kapasitas produksi. Kapasitas produksi tidak ada karena rakyat India tidak dapat melakukan investasi, investasi ini tidak dapat dilakukan karena mereka tidak mempunyai saving. Saving ini tidak ada karena mereka mempunyai terlalu banyak anak. Maka penduduk dipersilakan kawin asal tidak mempunyai anak, maka muncul kontrasepsi. Setelah itu muncul aliran Neo Malthusian yang mengatakan bahwa penduduk akan menjadi beban jika tidak dikendalikan. Pada tahun 1980-an, human capital yang rendah memerlukan investasi di dalam modal manusia.
manusia memerlukan waktu yang lebih lama ketimbang investasi fisik. Sebagai contoh komputer sebagai investasi fisik dapat dibeli, sedangkan kepandaian seseorang dalam menggunakan komputer tidak dapat ditransferkan dalam waktu secepat membeli komputernya itu sendiri. Masalahnya adalah investasi didalam modal manusia itu memberikan rate of return yang Investasi
di dalam modal
rendah, sehingga para Wrenc:rna perekonomian kurang berminat untuk melaksanakannya karena dalam jangka pendek dapat menyebabkan pertumbuhan perekonomian rendah , dimana ini sangat tidak menguntungkan secara politis bagi pemerintah.
I
f spMro? I
BABERAPAASPEK EKONOMI DARI MIGRASI PENDUDU K Oleh:
Secha Alatas
PENDAHULUAN Kenyataan menunjukkan bahwa migrasi bisa merupakan salah satu jalan untuk memperbaiki standar hidup dan kesejahteraan seseorang dan juga keluarganya. Migrasi juga bisa mempunyai pengaruh yang cukup berarti pada dacrah asal dan daerah tujuan, baik pada segi ekonomi, sosial budaya, politik, keamanan, dan lingkungan lisik.
Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki kehidupan, walaupun hanya salah satu aspek dari kchiclupan itu. Seseorang melakukan migrasi bisa karena sesuatu atau berbagai alasan, seperti misalnya untuk melanjutkan pendidikan, untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, mendapatkan pcnghasilan yang lebih tinggi, untuk mengikuti orang tua,
suami,/isteri, famili ataupun orang lain, untuk mcnikmati lingkungan alam yang lebih nyaman, untuk
menikmati kchidupan sosial dan kebudayaan yang lebih sesuai dengan kepribadian, untuk dapat menunaikan ajaran agama dengan lebih sempurna, untuk dapat menikmati fasilitas sosial yang lebih baik, untuk mendapafkan jaminan sosial yang lebih baik, untuk mendapatkan
Dari horbagai kemungkinan alasan orang melakukan migrasi, Ravenstein sejak akhir abacl ke 19, berdasarkan studinya di 21 negara, telah mcngcmukakan trahwa motif ekonomi merupakan dorongan utama untuk seseorang melakukan migrasi. Sampai sekarang, terutama di negara berkembang motif ekonomi masih mendominasi alasan orang bermigrasi.
Dalam studi migrasi, selain pertanyaan alasan mengapa orang melakukan migrasi, pertanyaan penting lainnya adalah apa konsekwensi daripada migrasi.
Makalah ini akan berusaha membahas faktor ekonomi yang mcmpengaruhi orang melakukan migrasi serta membahas dampak dari migrasi. Sehubungan dengan pcmbahasan faktor yang mempengaruhi migrasi, akan dibahas beberapa model (teori) migrasi -- terutama yang banyak kaitannya dengan ekonomi. Dampak migrasi dapat ditinjau baik pada orang yang melakukan migrasi, maupun pada daerah asal dan tujuan dari migrasi. Beberapa konsekwensi ckonomi dari migrasi
t00
internasional akan dibahas, dengan harapan dapat menilai konsekuensi migrasi dengan lebih tajam. Makalah ini, di satu pihak berhubungan dengan materi pengajaran, dipihak lain ada keterbatasan waktu dan halaman makalah, maka bebcrapa contoh penting sengaja direfer secara "mentah" pada studi-studi sebelumnya -- dengan harapan para peminat dapat menelaah lebih lanjut langsung dari studi-studi tersebut. Beberapa definisi migrasi diberikan dalam Lampiran 1.
FAKTOR EKONOMI YANG MEMPENGARUHI MIGRASI Ravenstein (1389) berdasarkan hasil studinya di negara-negara Eropa, mengatakan dalam salah satu migrasinya, bahwa motif ekonomi merupakan dorongan utama untuk seseorang melakukan
nhukumn
migrasi. Sampai sekarang dalam banyak studi juga ditemukan faktor ekonomi merupakan alasan utama untuk orang melakukan migrasi. Lansing dan Mueller (l%7) berdasarkan survey migrasi terhadap kepala keluarga yang dilakukan oleh Survey Research Center Universitas Michigan tahun 1962, menemukan sekitar ffi Vo dari responden menyatakan faktor ekonomi (yang berhubungan dengan pekerjaan dan pendapatan) merupakan alasan utama dari mereka melakukan migrasi. Sekitar 50 sampai 60 persen dari migran masuk ke Paris dan migran antar propinsi di Perancis tahun 1950 menyatakan faktor ekonomi sebagai alasan utama migrasi (Fielding 7966). Dalam mempelajari migrasi masuk ke kota Santiago, Chile, Elizaga (1!}66) mendapatkan60 Vo dari responden bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan. Caldwell (1970) dalam studi migrasi desa-kota di Ghana, Afrika, mendapatkan 82 Vo dari responden migran di kota dan 88 Vo dari responden di desa yang merencanakan migrasi ke kota, mcnyatakan alasan utama migrasinya adalah untuk : mendapatkan pekerjaan dan uang yang lebih banyak. Bebcrapa studi migrasi di Indonesia juga menunjukkan hasil yang semacam. Berdasarkan hasil survey migrasi desa-kota di Indonesia yang dilakukan LEKNAS-LIPI tahun 1973, Suharso, et.al. (1976) mendapatkan 21,'7 Vo dari migran pria bermigrasi ke kota karena tidak adanya pekerjaan di desa; dan 50,5 Vo untuk melanjutkan sekolah atau mendapatkan kehidupan yang lebih baik. (Lihat T:rbc! 1). Kcmungkinan yang dimaksud dengan kehidupan yang lebih baik arahnya lebih pada kehidupan ekonomi yang lebih baik. Dari Tabel 1 terlihat bahwa makin rendah tingkat pendidikan, makin tinggi kecenderungan untuk bermigrasi ke kota karena tidak adanya pekerjaan di desa.
Dalam studi mobilitas penduduk dari 14 desa di Jawa Barat, Hugo (1978) mendapatkan sekitar 90 sampai 1(X) persen dari para sirkular (migran sementara) menyatakan bersirkulasi dari desa karena tidak cukupnya kesempatan kerja setempat; dan sekitar 14 sampai 85 persen migrasi keluar dari desa ke kota dengan alasan tidak cukupnya kesempatan kerja setempat. (Lihat Tabel2). Dari hasil studinya di dukuh Kadirojo dan Piring, Yogyakarta, Mantra (1981) juga mendapatkan faktor ekonomi merupakan alasan utama migrasi. (Lihat Tabel 3). Berdasarkan hasil survey migrasi permanen di Jawa Timur yang dilaksanakan oleh PPT-LIPI pada tahun 198L, Daliyo dan Widodo (1987) mendapatkan 45 Vo dari migran laki-laki bermigrasi keluar karena alasan ekonomi. (Lihat Tabel 4).
r0r
Dalam Survai
Penduduk Antar Scnsus
(SLIPAS) 19{15, alasan
migrasi
antar
kabupaten/kotamadia hanya dibedakan tlalam 4 kategori, yaitu : Transmigrasi, Pekerjaan, Sekolah dan Lainnya (B.P.S., 1987). Dari perkiraan jumlah migran diseluruh Indonesia sebesar 24.156.5(fi orang' yang beralasan pekerjaan hanya 23 7o. (Lihat Tabel -5). Pertanyaan migrasi dalam SUPAS 1-985 ditanyakan kepada seluruh responden, tanpa ada batasan umur, sehingga pencluduk yang didapatkan berstatus sebagai migran juga tcrmasuk anak-anak dan orang lanjut usia -- dimana
anak-anak dan para lanjut usia dalam bermigrasi biasanya sehagai pcngikut. Mcreka yang bermigrasinya sebagai pengikut, dalam SUPAS 1985 alasan migrasinya akan termaksud dalam kategori "Lainnya" (Alatas dan Tursilaningsih, 1987/8S). Seanclainya pertanyaan migrasi dalam SUPAS 1985 hanya ditanyakan kepada kepala kcluarga atau mercka yang ada dalam umur produktif (umur 15-64 tahun), maka proporsi migran yang beralasan pekerjaan pasti akan lebih tinggi.
Tabel l. Percentage Distribltion of ullan Migrants by Reasons for Leaving By Level of Education and Sex lcvcl of cducation Reasons for
Leaving
'I'otal
Nonc
Elemcntary
junior high schcxrl
" scnior high
Academy & univcrsity
school
Males No job
35.8
31.4
't4.1
13.9
10..5
21.1
Job transfer
1.4
3.8
6.8
9.5
25.7
7.0
Follow parents, spouse, brother Tired of village
5.0
8.2
8.8
4.1
3.1
6.2
2.8
3.1
"t.7
2.0
1.(t
a.-)
Lack possesions
11.1
t2;/
6.0
4.7
3.1
7.9
Family reason School or better
2.2
1.0
0.9
0.3
o.z
1.0
-tt.l
35.6
58.7
(t2.4
53.6
s0.5
4.0
4.2
3.1
3.1
2.2
3.4
life Encouraged by friend/relative
Total : Percent Cases
1m.0 100.0 100.0 100.0 1,978 1,996 2,362 2,930
102
100.0
r00.0
494
9,560
(sambungan tabel 1) level of education
Total
Reasons for
Leaving
None
Elementary
junior senior high high school
Academy & university
school
Females No job
18.0
10.7
2.6
8.0
8.5
10.9
Job transfer
0.5
0.8
1.5
1.9
3.4
1.1
Follow parents, spouse, brother Tired of village
6.9
63.7
45.0
38.0
44.O
4tf.8
1.7
2.3
1.3
0.6
D
1.6
[.ack possesions Family reason School or better
life
5.4
3.4
2.2
2.7
1.7
3.7
6.3
r:4
1.4
0.3
D
2.9
15.3
15.0
43.9
4.8
n.7
27.5
5.9
2.7
2.1
1.7
t.7
3.5
100.0
100.0
118
6,783
Encouraged by friend/relative
Total: Percent Cases
1m.0 4ffi
1m.0 100.0 100.0 1,591 1,554 1,152
Reproduksi dari : Suharso, et, al, 1976, Tabel 4D4
103
Tabel 2. West Java Suevey Village : Reason Given for Temporary and Permanent Movement out of Village, 1973
Insufficient
93 96 96 100
98 96 r00 97 86 92 98 90 94
97
work opportunities n (cases)
45 24 48
54
63 47 77 35 29 12 65 60 78
y)
35 26 48
85
144467M402352223930
Migrant'first Move to city Insufficinct local work opportunities Employment Tranfcr To further education To extend experience As a depended
0ther n (cases) Reproduksi dari
: flugo,
411 24 41 38 tl 10 447D 1270 9 D 41t5 51 83 46 2r
1987107r3Dt65D 1,9 13 13 11 11 31 198840 3(tD324D8310 38 27 13 30 35 24 24 31 32 72D25D51513D 38 72 16 7t 102 86 2r 'K 38
1978, Tabel 9.4 (pancl pertama)
Tabel 3. Reason Why Kadirejo and Piring Adults Want to Migrate KADIREJ0 Primary Rcasons
Total
Porcent
PIRING
lotal
Perccnt
Look for another job to improve
l3
5e.1
horieon
I
4.5
4
10
Join family
4
1ft.2
J
7.5
Nqrw own less land
L
9.1
2
)
living standard Broaden pcrsonal
72.5
Lack of permancnt
job Total
9.1
lff)
27
Source : Retrospcctive History of MovemenI. 1975
Reproduksi dari : Mantra, 1981, Tabel 6.4,
104
5 ,m
1fi)
20 10
Tabel 4.
Distribusi Persentase Migran Keluar Menurut Alasan Migrasi dan Strata di Jawa Timur Tahun l98l
STRATA
Jenis Kelamin/
jumlah
alasan pindah
III
II
IV
LakiDlaki Ekonomi Pendidikan
33
47
54
45
45
16
13
9
18
15
Afiliasi
4l
37
32
26
32
I-ainnya
10
3
4
10
7
Jumlah
100
100
1m
100
100
N
ry
t?3
159
255
676
9
22
4t
t7
2l
8
10
9
13
1t
6
Perempuan
Ekonomi Pendidikan
46
65
)
&
5
5
5
4
Jumlah
100
100
100
100
100
N
101
116
118
2X
573
Afiliasi
78
Lainnya
Reproduksi dari : Suko Bandiyono, ed. 1987, Tabel 5.14 Catatan : Strata I adalah sample daerah Surabaya
Strata II adalah sample daerah Kodya Strata III adalah sample daerah Kota lainnya Strata IV adalah sample daerah Pedesaan
MODEL MIGRASI Kerangka pemikiran proses pengambilan keputusan untuk bermigrasi yang sering digunakan adalah model (teori) migrasi yang dikembangkan oleh Everett Lee. Walaupun Lee (1%6) tidak menekankan modelnya pada aspeh ekonomi, namun memberikan peluang yang besar untuk dapat dikembangkan kesana. Menurut [*e, disetiap daerah terdapat faktor-faktor positif (yaitu
faktor-faktor yang dapat menarik orang luar daerah itu untuk tinggal di daerah itu atau menahan orang untuk tetap tinggat
di
daerah itu), terdapat fiktor-faktor negatif (yaitu faktor-faktor yang tidak
itu untuk bermigrasi ke luar), dan terdapat faktor-faktor netral (yaitu faktor-faktor yang tidak menjadi persoalan). Faktor-faktor menyenangkan yang cenderung mendorong orang didaerah
105
Lee, berupa hal-hal yang bcsifat ekonomi, sosial, budaya, fisik/geografis, dan sebagainya' Mcnurut pengamtrilan keputusan untuk bermigrasi atau tidak akan dipcngaruhi oleh faktor-faktor yang ada 6idaerah asal, di daerah tujuan, faktor pribadi, dan hambatan antara' Hambatan antara bisa berupa biaya perpindahan, peraturan yang berlaku yang schubungan dengan pcrpindahan, atau lainnya'
Dari
segi ekonomi, faktor-faktor positif (daya
tarik) di suatu daerah
bisa berupa
:
terdapatnya
peluang-peluang usaha, luasnya kesempatan kerja, lebih tingginya upah nyata' terdapatnya fasilitas spsial yang gratis atau murah, biaya hidup yang murah, terdapatnya institusi ekonomi yang efisien, terdapatnya eksternal economis yang lebih menguntungkan, dan lain sehagainya' Faktor-faktor negatif bisa berupa: ticlak adanya peluang usaha dan kesompalan kerja, upah rendah, biaya hidup tinggi, pajak tinggi, dan lain sebagainya'
Hugo (1978) menggambarkan
migrasi sebagai suatu reaksi terhadap kcadaan stress yang
clialami oleh seseorang yang ditimbulkan oleh keadaan sosial, budaya, ckonomi, fisik dalam lingkungan dimana orang itu tinggal. Sescorang yang mengalarni stress ditempat tinggalnya akan memikirkan untuk pindah ketempat lain. Hugo menggambarkan modelnya dalam suatu skema pengambilan keputusan untuk mengadakan mobilitas (lihat Hugo, 1978 : 160).
Mantra (1931) juga menggambarkan hahwa migrasi sebagai suatu respon terhadap
stress,
baik stress sosial-psikologi maupun stress gkonomi. Menurut Mantra, setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk dapat dipenuhi, dan aspirasi-aspirasi tertentu yang ingin dicapai. Apabila kebutuhan darVatau aspirasi tidak bisa dipenuhi dcngan tetap tinggal di daerahnya yang sekarang, maka individu itu akan mengalami stress. lJntuk mengatasi stress, kemungkinan indiviclu itu akan melakukan migrasi ke daerah lain. Mantra juga menggambarkan modelnya dalam suatu skema proses pengambilan keputusan untuk mclakukan mobilitas (lihat Mantra, 1981 : 143).
Todaro (1969) dengan mcndasarkan pada model "Cost-hcnefit" yang dikembangkan oleh Sjaastad (1962) mengembangkan model spesilik ekonomi untuk migrasi desa-kota di Ncgara Seclang Bcrhembarig. Todaro mendasarkan pcmikirannya bahwa migran dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi atau tidak akan mengutamakan untuk mcmaksimumkan pendapatan yang tergantung pacla horison waktu yang dapat diperoleh dalam suatu periode waktu tertentu (t)
--
dipertimbangkan oleh calon migran.
Fengukuran pendapatan yang dapat diperoleh dari migrasi didasarkan pada perbedaan pendapatan nyata di kota dan desa; probahilitas untuk seorang migran haru mendapatkan pekerjaan di kota, serta biaya migrasi. Secara matematis Todaro merumuskan modelnya sehagai berikut :
v(o)
n : 4'-:
"
-it I p(t) Yu(r) - Y,(t) | "ai-c(o)
106
dimana:
V (o) adalah nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang dapat diperoleh dari migrasi. Y u adalah rata-rata pendapatan nyata untuk seseorang migran bekerja di kota, dalam periode t Y
r
P
(t)
adalah rata-rata pendapatan nyata untuk seseorang bekerja di desa, dalam periode t. adalah probalitas seorang migran akan memperoleh pekerjaan di kota dengan tingkat pendapatan rata-rata yang ada dalam periode t.
Probalitas ini dihitung berdasarkan rasio antara jumlah kesempatan kerja yang dibuka di kota dalarn periode
C
t,
terhadap akumulasi jumlah penganggur yang ada di kota.
n
adalah jumlah waktu dalam horison waktu yang direncanakan oleh migran
i
adalah tingkat diskonto
(o) adalah besarnya biaya
migrasi
Menurut Todaro, seseorang akan memutuskan untuk bermigrasi atau tidak tergantung apakah Penggunaan rumusan diatas perlu dilihat secara spesifik menurut karakteristik daripada calon migran (seperti : pengetahuan dan keterampilan, umur, jenis kalamin, pemilikan modal dan lainnya yang relevan) karena tingkat pendapatan dan probalitas akan sangat
V (o) positif atau negatif.
dipengaruhi oleh karekteristik tersebut.
ini
banyak kritik-kritik
yang ditujukan pada modelnya Todaro,
terutama sehubungan dcngan masalah pengukuran dari variabel-variabel yang digunakan dalam formulanya, karena keterbatasan data, informasi dan pengetahuan. Dalam mereview modelnya, Todaro (1976)
Sementara
sudah banyak mempertimbangkan adanya faktor-faktor non ekonomi dalam proses pengambilan keputusan bermigrasi. Untuk visualisasi pertimbangan tersebut Todaro menggunakan kerangka analisa pcngambilan keputusan bermigrasi yang dikembangkan oleh Byerlee (L974) -- lihat Gambar 1 -- namun Todaro tctap mengasumsikan faktor-faktor ekonomi yang lebih dominan dan memformulasikan modelnya seperti diatas.
Model migrasi Todaro berguna untuk memudahkan memahami pemikiran aspek ekonomi dalam pengambilan keputusan bermigrasi. Namun perlu disadari bahwa walaupun si calon -igrar, arah pemikirannya benar seperti dalam modelnya Todaro, sebagian besar keputusan migrasi tidak didasarkan pada hasil perhitungan V (o). Dalam kenyataan, kiranya sebagian besar migrasi desa-kota di negara berkembang bukannya karena para migran telah menghitung bahwa V (o) nya positif, namun para migran lebih mendasarkan pada harapan akan memperoleh pekerjaan dikota
ro7
mendapatkan pekerjaan itu dan harus bekerja apa saja di kota seperti tgman-temannya yang senasib (Alalas, 1981). Dengan makin sempitnya kcsempatan kcrja di desa, scbagian tenaga kerja tida bisa memperoleh penghasilan sepeserpun bila tctap tinggal didesa (berarti, bagi mcreka itu "opportunity
dari meninggalkan desa sama dengan nol). Untuk sebagian dari mereka, adanya harapan untuk dapat memperoleh penghasilan berapa saja dikota (walaupun dengan bekerja yang sifatnya sangat marginal -- misalnya pemulung sampah) akan terdorong untuk cost" atau "income foregone"
bermigrasi kekota.
DAMPAK EKONOMI DARI MIGRASI Pada dasarnya menelaah dampak migrasi mcnjacli penting karcna dcngan pcnelaahan tersebut dapat dilihat apakah konsekwensi daripada migrasi yang terjacli menunjang tujuan-tujuan
-- baik secara nasional maupun regional, daerah asal clan tujuan. Kalau tidak atau kurang menunjang dengan mempertimbangkan alasan-alasan dari migrasi yang terjadi, pembangunan
kebijaksanaan-kcbijaksanaan yang bagaiman yang diperlukan dan bisa dilakukan untuk tetap dapat mcncapai tujuan-tujuan pembangunan. Beherapa pertanyaan yang relcvan sehubungan dengan penilaian dampak migrasi adalah :
-
Apakah migrasi telah mcnghasilkan pcrbaikan stanclar hirJup dan kcsejahteraan pada orang-orang yang bersangkut an.
-
Apakah migrasi menghasilkan rcalokasi sumbcr daya manusia yang lebih seimbang dengan lokasi sumber daya produksi yang lain.
-
Apakah migrasi mcnghasilkan perbaikan dalam tingkat produksi cliclaerah asal dan tujuan.
-
Apakah migrasi itu
menghasilkan reclistribusi penclucluk yang mendukung tujuan
pembangunan : integrasi nasional, pertahanan dan keamanan.
Migrasi disamping bisa memberikan manfaat ekonomi terhadap para migran dan keluarganya,
bisa berpcngaruh positif pada pertumbuhan ekonomi didacrah asal dan tujuan. Secara historis, proses industrialisasi dan pcrtumbuhan ekonomi di negara inclustri diharcngi dengan arus migrasi tenaga kerja dari sektor perlanian (dongan produktifitas renclah) ke sektor industri (dengan produktilitas lebih tinggi) -- dari daerah pedesaan kc pusat-pusat industri yang seclang tumbuh (daerah perkotaan). Dalam hal ini migrasi berperan sebagai mekanisme realgkasi sumber daya manusia kearah yang lebih produktif. Keluarnya tenaga kerja dari sektor pertanian menurunkan rasio antara buruh dan lahan pertanian, Tetapi penurunan tersebut
r08
Pengalaman dari negara berkembang dewasa ini adalah cepatnya laju pertumbuhan penduduk laju pertumbuhan ekonominya, sehingga pengangguran makin me luas. Makin terbatasnya lahan pertanian serta sempitnya kesempatan kerja di sektor non-pertanian
yang kurang dapat didukung oleh
telah mendorong orang meninggalkan daerahnya untuk mencari pekerjaan, terutama ke daerah perkotaan. Besarnya arus migran pencari kerja ke daerah perkotaan sering melebihi daya serap tenaga kerja dari sektor formal di perkotaan, sehingga makin banyak pekerja di sektor informal yang pada umumnya dengan pendapatan rendah dan kelangsungan pekerj aan yangtidak menentu. Dalam
keadaan demikian, tidak jarang ditemui, terutama dikota-kota besar, walaupun migrasi telah membawa perbaikan keadaan ekonomi (dalam hal ini tingkat pendapatan) dari para migran dan keluarganya dibarengi dengan pgnurunan kondisi lingkungan alam dan sosial terul.ama didaerah tujuan : meluasnya pengangguran, tumbuhnya perumahan kumuh dan lingkungan pemukiman yang kurang memadai, kemacetan lalu-lintas, kekurangan dan memburuknya fasilitas umum, meningkatnya kejahatan, polusi dan sebagainya.
DAMPAK EKONOMI DARI MIGRASI INTERNASIONAL Seperti pada migrasi internal, motif utama dari migrasi internasional juga ekonomi. Rendahnya tingkat upah ditambah dengan sulitnya memperoleh pekerjaan yang memadai di beberapa negara berkembang lawan adanya kesempatan kerja serta tingginya tingkat upah di negara kaya dan negara industri, cenderung mendorong perpindahan tenaga kerja dari negara bcrkembang.
Dari aspek ekonomi, perbedaan penting dari migrasi internasional adalah suatu negara bisa mau menerima imigran sesuai dengan yang dibutuhkannya. Negara penerima bisa memilih untuk hanya mamasukkan tenaga-tenaga ahli dan terampil yang sedang dibutuhkan oleh negaranya. hanya
Hal ini merupakan keuntungan ekonomi pada negara penerima.
dari negara pengirim tenaga kerja keluar negeri antara lain adalah berkurangnya tekanan terhadap pasar kerja didalam negeri, dan mengalirnya pendapatan para tenaga kerja emigran kedalam negeri. Kerugian ekonomi yang mungkin diderita oleh negara pengrlm tenaga kerja adalah apa yang sering disebut dengan "brain drain", yaitu mengalirnya para Keuntungan ekonomi
cerdik cendckiawan dan tanaga-tenaga terlatih (yang sedang dibutuhkan dalam proses pembangunan nasional), keluar negeri.
Untuk negara-negara yang mempunyai surplus tenaga kerja, antara lain Indonesia, salah satu dampak positif dari berpindahnya tenaga kerja ke luar negeri adalah berkurangnya tekanan terhadap pasar kerja di dalam negeri. Namun, dampak tersebut hanya dapat dirasakan kalau emigran tenaga kerja tersebut adalah mereka yang menganggur, atau mereka yang walaupun bekerja sebelum berangkat ke luar negeri tetapi pekerjaannya bisa dengan mudah digantikan oleh para penganggur dan setengah penganggur yang ada dalam pasar tenaga kerja di dalam negeri. Dampak negatif pada ekonomi negara-negara pengirim tenaga kerja mulai akan timbul apabila emigran tenaga kerja
rw
tersebut terdiri dari para tenaga ahli dan terampil yang tonaganya tidak bisa dengan segera digantikan oleh para penganggur dan setengah penganggur yang ada dalam ncgeri. Keadaan ini mungkin akan menimbulkan kekurangan tenaga ahli dan terampil dibeberapa sektor dalam eknnomi, yang dapat mengganggu jalannya proses pembangunan di dalam negeri.
Lampiran 1: DEFINISI MIGRAST Migrasi merupakan salah satu dari ketiga variabel demografi, yaitu : kelahiran, migrasi, dan kematian.
Variabel kelahiran dan kematian telah mempunyai konsep yang baku. Kelahiran yang diperhitungkan sebagai variabel demografi adalah kelahiran hidup (tive birth). Kelahiran hidup adalah keluarnya atau berpisahnya hasil konscpsi dari rahim ibunya, dimana setelah berpisah si bayi menunjukkan tanda-tanda hidup, misalnya : bernafas, atau terclapat denyut jantung, denyut tali pusar, gerakan-gerakan otot (United Nations, 1953 :6). Kematian (cleath) tlidefinisikan sebagai hilangnya secara permanen tanda-tanda hidup dari hasil konsepsi yang pcrnab lahir hidup (U.N., 1953 : 6). Konsep yang baku dari kelahiran dan kematian relatif mudah ditentukan karena kelahiran dan
kematian merupakan kejadian biologis. Migrasi merupakan kcjadian pcrilaku yang bisa sangat bervariasi. Manusia sebagai mahluk hidup bisa sangat mobile. Dari waklu ke waktu manusia dapat berada ditempat yang berbeda -- dengan berbagai cara
membentuk suatu tempat kediaman untuk tinggal disitu.
Dari herbagai kemungkinan bentuk mobilitas pcnduduk, mana yang dapat clikategorikan sebagai migrasi (yang dapat diperhitungkan sebagai variabel
Menurut Donald J. Bogue, migrasi merupakan suatu bcntuk clari mobilitas tempat kediaman penduduk -- yang menyangkut perubahan tempat ke
perubahan tempat kediaman yang menyangkut terjadinya perubahan menyeluruh yang clisertai dengan penyesuaian dari orang yang berpindah kedalam lingkungan masyarakat yang baru (Bogue, 1959 : a89).
r10
Menurut Shryock dan Siegel, migrasi adalah suatu bentuk dari mobilitas geografi atau mobilitas keruangan yang menyangkut perubahan tempat kediaman secara permanen atara unit-unit geogafi tertentu (Shryock & Siegel, l97l:579)-
Menurut Everett S. Lee (1965 :49), migrasi adalah perubahan tempat tinggal yang permanen atau semi-permanen -- tidak ada batasan mengenai jarak yang ditempuh, apakah perubahan tempat linggal itu sukarela atau terpaksa, dan apakah perubahan tempat tinggal itu antar negara atau masih dalam suatu negara.
l*e,
hanya memberikan batasan mengenai permanennitas, tidak memperhatikan batas yang dilampaui. lre memberikan contoh : migrasi bisa merupakan perpindahan dari satu apartemen ke apartemen diseberangnya, bisa pula merupakan perpindahan
Disini Everett
dari Bombay di India ke Cedar Rapids di lowa, Amerika. Dengan batasan migrasi yang diberikan oleh lre, antara migrasi yang satu dengan migrasi yang lain bisa memberikan konsekwensi-konsekwensi yang sangat berbeda. Migrasi yang merupakan perpindahan dari satu rumah ke rumah disebelahnya, boleh dikatakan tidak mempunyai konsekwensi sama sekali di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Migran tesebut masih mempunyai kerabat tetangga yang sama, tidak pindah pekerjaan, tidak pindah sekolah untuk anak-anaknya dan dia tetap hidup dalam lingkungan kebudayaan yang sama. Dilain pihak, migrasi yang merupakan perpindahan
antar negara, mau tidak mau akan mempunyai konsekwensi-konsekwensi sosial, ekonomi dan budaya. Batasan yang diberikan oleh Bogue lebih bersifat sosiologis, dimana migrasi harus merupakan perpindahan seseorang dari satu masyarakat kemasyarakat yang lain dan terjadinya penyesuaian diri
dari orang tersebut kedalam lingkungan masyarakat yang didatangi. Dalam studi kependudukan, pengertian migrasi yang sering digunakan adalah pengertian migrasi seperti yang diberikan PBB dan Shryock & Siegel.
Dalam pengertian migrasi oleh PBB. dan Shryock & Siegel diberikan penekanan pada dua unsur pokok yaitu pmnnerutitas (dimensi waktu) dan unit geografi (batas daerah). Kedua unsur tersebut bisa mempunyai nilai yang berbeda-beda. Dimensi waktu bisa : 3 bulan;6 bulan; 1 tahun dan sebagainya. Batas geografi bisa didasarkan pada batas administrative '); batas statistik "); batas politis "')' d"o lain-lain "") -- yang masing-masing dapat menghasilkan unit daerah yang berbeda.
*) **)
Berdasarkan batas administrative, unhtk Indonesia adalah: propinsi, kabupaten/kotamadia,
kecamaton,'desa' atau'setingkat desa' Berdasarkan batas statistilg untuk Indonesia adalah (wilcak).
r**) Batas politis adqloh batas negora *t**) Misalnya : Pemba$an wilayah-wiloyah dan BAPPENAS.
111
: blok
senslts atau wilayah pencacahan
Pusat-Pusot Pentbangunan Indonesia oleh
Dalam suatu studi migrasi perlu ditentukan definisi operasional dari migrasi yang dimaksud, yaitu dengan menentukan secara spcsifik batas unit daerah yang harus dilalui (sehingga perpindahannya jelas dari suatu unit geografi ke unit geografi yang lain), dan menentukan minimum lamanya waktu tinggal di unit daerah tujuan (sehingga dapat dipcrtimbangkan telah tinggal didaerah yang baru secara "permanen"). Sebagai cr:ntoh, konsep operasional yang digunakan dalam Sensus Penduduk lndonesia 197L dan 1980, unit daerah adalah propinsi, minimum lamanya tinggal adalah 6 bulan. Dalam Sensus Penduduk Indonesia 1990, minimum lamanya tinggal tetap 6 bulan, tetapi unit daerahnya adalah kabupaten/kotamadia.
Berdasarkan pertimbangan batas unit daerah yang dilalui, dibedakan dua bentuk migrasi yaitu migrasi internasional dan migrasi internal. Migrasi Internasional adalah migrasi yang malampaui batas politis (batas negara). Dalam migrasi internasional, unit geogralinya (unit-daerah-migrasinya) adalah negara, sehingga perpindahannya atlalah antar negara. Migrasi internal adalah migrasi yang melampaui batas unit daerah-migrasi, tetapi masih dalam batas suatu negara. Dalam migrasi internal
unit geografinya (unit-daerah-migrasinya) adalah bagian-bagian daerah, dalam suatu negara. Bila unit-daerah-migrasinya adalah propinsi, maka migrasinya adalah antar propinsi.
t't7
SEKTOR INFORMAL DAN PEKERIA WANITA Oleh
Dr. Sudarsono
A. PENGERTIAN 1. Dalam kaitannya dengan peranan wanita GBHN memuat beberapa amanat yang secara konsepsional mencakup hal-hal sebagai berikut
:
(L) Pengintegrasian peranan wanita dalam arus utama pembangunan (2) Peningkatan pendidikan wanita (3) Perluasan kesempatan kerja dan peluang berusaha (4) Keselarasan dan keseimbangan mengingat kodrat dan harkat wanita Tiga butir yang pertama merupakan tujuan, scdangkan butir keempat merupakan kendala. Tugas kita adalah untuk membantu mcmikirkan bentuk pengintegrasian yang bersifat optimal.
Disamping anak-anak remaja dan orangtua, secara konvensional wanita biasanya dikategorikan sebagai angkatan kerja sekunder. Dikatakan sekunder karena keterlibatan wanita dalam pasar kerja merupakan suplemen bagi angkatan kerja inti yang biasanya terdiri dari taki-laki kepala keluarga. Karena berstatus komplemen maka keterlibatan wanita dalam pasar kerja biasanya bersifat marginal, dalam arti bila ada gangguan sedikitnya, dapat menggoyahkan status mereka dalam pasar kerja. Namun indikator-indikator sosial wanita menunjukkan bahwa sifat suplemen semakin penting sebagai penyumbang pendapatan keluarga. Indikator tersebut misalnya TPAK wanita sebagai kepala keluarga, jumlah jam kerja, proporsi pendapatan keluarga, sumbangan pendapatan wanila semakin mantap.
B. KEADAAI\ DAN MASALAH
l. Konsep status hubungan kerja informal. Hal yang membedakan lapangan pekerjaan informal dengan formal adalah status hubungan kerja secara internasional lapangan pekerjaan didisagregasi menjadi 5 kategori status hubungan kerja yaitu
:
113
1.
Majikan
2. Buruh 3. Pekerja mandiri 4. Pekerja mandiri plus tenaga harian lepas 5. Pekerja keluarga tanpa bayar
Dua kategori pertama dimasukkan kedalam kelompok formal, scclangkan tiga katcgori lainnya adalah informal. status informal juga berkonotasi skala kecil, bersifat marginal, clandertive, peka terhadap situasi ketidakpastian dalam irama gelombang ekgnomi dan sosial.
Profil Sektoral status hubungan kerja informal dapat ditemui disemua ssktor ckonomi. Tiga buah sektor dengan proporsi informal terbesar aclalah bcrturut-turut Pcrtanian, perdagangan dan Pcngolahan' Karena sifat hubungan procluksi sektor pertanian yang sangat bergantung pacla alam yaitu tanah , hibit dan musim, issue inf
pcrhankan. b.
Profil Regtonal Peta wilayah lapangan kerja berstatus informal bervariasi, variahilitasnya tergantung 4ari peranan sektor perdagangan dan ntanufaktur dalam perekonomian wilayah itu. Makin spesifik wilayahnya makin jelas tingkat dominasi kedua seklor tcrsebut. peta propinsi mempunyai pola yang mirip dengan peta nasional namun clalam derajat yang berbecla-beda sudah barang tentu. Relevansi status informal memang juga terkait dengan sifat perkotaan wilayah yang bersangkutan sebagai contoh wilayah DKI - Jakarta misalnya meskipunberstatus legal setingkat propinsi dengan penducluk besar yang terkonscntrasi pada area yang sempit menyebabkan masalah inftrrmal menjadi sangat menjemukan. Pada ekstrim yang laio kita temui propinsi lrian Jaya yang didominasi pertanian dengan sedikit pengolahan dan perdagangan' Dua faktor tersebut yaitu jenis lapangan usaha dan sifat perkotaan atau pedesaan merupakan fakt.r penting yang mempengaruhi signifikansi status inf
c. Pertumhuhannya Pertumbuhan lapangan pekerjaan yang bersatatus informal berkaitan erat dengan faktor ekonomi dan faktor demografis' Hal ini clapat disimpulkan tlari indikator-indikator yang tercatat dalam resesi yang dampaknya tcrasa di Indoncsia tahun 1g85, proporsi status informal cenderung meningkat, gejara ini tampaknya juga ditemui di nesara rain.
114
Namun kepekaan status informal terhadap perubahan situasi ekonomi menjadi lebih tampak karena faktor demografis. Ternyata meskipun situasi perekonomian membaik, gejala peningkatan lapangan kerja yang berstatus tetap meningkat sesuai dengan pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta dengan pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada rata-rata nasional sebagai akibat dari arus urbanisasi tercatat kenaikan informal yang cukup besar. Pertumbuhan wilayah Jabotabek diikuti oleh pola pertumbuhan yang serupa di wilayah Gerbangkertasusila.
Secara sektoral pertumbuhan lapangan pekerjaan informal di perdagangan diperkirakan tertinggi, sedangkan di pertanian lebih rsndah karena pengaruh perpindahan penduduk dari pedesaan yang berciri pertanian ke perkotaan yang berciri jasa-jasa perdagangan dan sebagainya.
Listrik, Air dan Gas Bumiluga merupakan sektor yang komponen informalnya rendah. Tuntutan permodalan yang sangat tinggi menyebabkan sektor ini bukan lapangan pekerjaan yang cocok untuk usaha-usaha yang bersifat informal.
Pekeda Keluarga Tanpa Bayar (a) Besarannya Diantara kategori-kategori lainnya dalam status informal, pekerja keluarga tanpa bayar merupakan proporsi terbesar dalam tahun 1987, pekerja keluarga tanpa bayar merupakan lebih 50 Vo dari seluruh lapangan pekerjaan. Ternyata, jumlah ini terus bertambah dari tahun f98O baik dalam persentasi maupun dalam jumlah absolut.
(b) Permasalahannya Intensitas penggunaan tenaga kerja pekerja keluarga tanpa bayar tergolong rendah, akibatnya penghasilan mereka juga relatif rendah.
Ikatan
hubungan kerjanya lebih sering timbul karena situasi terpaksa (misalnya karena kcwajiban alternatif) sehingga tidak mencerminkan kebutuhan akan tenaga kerja yang sesungguhnya penting diketahui proporsi "terpaksa" ini.
Disagregasi menurut umur akan mengungkap apakah pekerja keluarga kebanyakan terdiri dari umur anak-anak. Masalahnya akan menjadi sangat serius bila golongan umur prima termasuk dalam kategori ini. Disagregasi menurut gender akan mengungkap permasalahan lain yang spesifik. Prolil sektoral dan regional akan menunjukkan peta permasalahan lain yang memberi arahan terhadap cara penanganannya.
115
(c) Cara Pendekatannya Kurangnya kegiatan instansi mungkin mcrupakan penyebab (salah satu) terjadinya pekerja keluarga tanpa bayar maka peningkatan dan perluasan instansi akan clapat memperingan permasalahannya.
Gejala ini mungkin disebabkan karena kurangnya bekal pencari kerja sehingga bila alternatifnya adalah menganggur maka kesempatan mcnjadi pekerja tanpa bayarpun diterimanya. Pendidikan dan latihan merupakan satu kemungkinan lain yang pcrlu ditempuh.
(d) Angakatan Kerja dan Ketenagakerjaan Netto AKKK ahsolut - Pekerja Keluarga tanpa bayar
AK(KK)
nett
Dikorelasi lebih lanjut dcngan undercmploymcnt. (e )
Behan lcetergantungan Dihitung dengan indeks KK netto tcrsebut diatas.
116
PERTUMBUHAN PENDUDUK, SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh:
Herman Haeruman Js.
PENDAHULUAN lalq Malthus telah menggambarkan dampak pertumbuhan penduduk terhadap sediaan dan mutu lingkungan hidup, dan memberi peringatan yang cukup keras terhadap kemungkinan hancurnya sumber alam dan lingkungan hidup karena pertambahan penduduk yang tidak terkendali. Teori Malthus itu kemudian banyak dikenal dengan sebutan Seabad yang
sumber daya alam
"Doomsday Tlreory' atau teori kiamat.
Ilmuwan lain, seperti Richardo berusaha mencari alternatil terhadap teori Malthus dengan mencoba menggambarkan kemungkinan pilihan yang beraneka ragam untuk memperpanjang masa tersedianya sumber alam dan mutu lingkungan hidup yang baik. Karena Allah membangun alam ini dengan segala macam-bahan, maka sumber alam itu banyak sekali macamnya, dan dalam batas-batas
tertentu dapat saling menggantikan apabila diperlukan. Maka Richardo mengembangkan teori substitusi antar sumber alam, yang dapat memperpanjang kehidupan manusia. Tetapi, Richardo juga setuju dengan teori kiamat, tctapi dengan datangnya masa kiamat itu lebih lama dari pada yang digambarkan oleh Malthus.
Sekarang perhatian masyarakat terhadap masalah sumber alam dan lingkungan hidup semakin meningkat. Berbagai masalah sumber alam, mulai dari kekurangan air dan erosi tanah yang menimbulkan proses penggurunan tanah-tanah subur sampai kepada kehancuran keanekaragaman kesediaan flasma nutfah bagi kehidupan masyarakat masa depan. Masalah pencemaran air sungai oleh buangan industri dan buangan kota sampai kepada memanasnya bumi karena terlalu banyaknya karbondioksida yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia yang ingin memenuhi kebutuhannya. Masalah-masalah tersebut tidak lagi menjadi monopoli negara maju, tetapi sudah menyebar ke negara sedang berkembang sampai ke desa-desa. Tanah di daerah perkotaan di Jawa menjadi amat
mahal, sehingga daerah pedesaan merupakan daerah sasaran baru bagi pengembangan industri, dan masalah pencemaran oleh industripun mulai masuk ke desa-desa. Kota-kota besar membutuhkan bahan bangunan untuk meningkatkan pertumbuhan kota, dan pasirpun digali di
1n
kebun dan di sawah pcnduduk desa-desa di sekitarnya. Jcpang mcmcrlukan kayu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknyaf dan hut.an alampun
ekonomi yang mengarah kepada upaya untuk meningkatkan taraf hiclup masyarakat seringkali menimbulkan komplikasi kerusakan sumber alam cran ringkungan hiclup.
PENGARUH SUMBH,R ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PA,NDUDUK Pengaruh sumber alam dan lingkungan hidup tcrhadap penduduk juga dapat dikenali. Baik secara langsung, maupun tidak langsung, mutu sumbcr alam ctan lingkungan fisik mempcngaruhi mutu
kehidupan masyarakat, misalnya dari segi kcsehatan, pemukiman, pentliclikan, lapangan kerja dan
pendapatan. Selanjutnya perubahan-perubahan terscbut mcmpengaruhi faktor-faktor kependudukan, misalnya, perairan yang rusak dan tercemar dapat mcnimbulkan penyakit yang kemudian meningkatkan tingkat kematian pcnduduk.
Bagi masyarakat tradisional, sumber alam dan lingkungan alam merupakan se4iaan yang dimanfaatkan sebagaimana discdiakan olch alam, clan budaya masyarakat berkembang di scputar pemanfaatan dan pengurusan sumber alam dan lingkungan hiclupnya. Berbagai pantangan dan
larangan dikenal oloh masyarakat tradional untuk mcmelihara
alam lingkungannya. Larangan
membuang kotoran di sungai dapat ditenrui dikalangnan masyarakat
asli
Mcntawai. Larangan
mengambil ikan sungai secara berlebihan dikcnal cli kalangan masyarakat Kubu. Larangan berladang di puncak gunung clan di daorah hulu mata air clikcnal di daerah Baduy. Laranganlarangan tersebut pada umumnya berbentuk tabu yang dogmatis.
Berdasarkan kctergantungannya kepacla alam, maka dikcnali berbagai masyarakat yang orientasi kehidupannya cocok dengan alam lingkungannya, misalnya masyarakat pegunungan, masyarakat pantai, masyarakat savana clan schagainya.
l{ubungan antara masyarakat dengan alam lingkungannya bcrkaitan tlengan status sumbcr alam yang mcnopangnya, tsrutama pada sumber alam yang dapat pulih (Renewahle Rssources). Secara sistematis dapat digambarkan sebagai herikut:
r1B
It alam alam
klin klimaks
Lbcr sumbcr
I
primer
|
|
tl
.
=::::=)cksploirasi
L-----* sumbcr alam
I l--
ll
Il---
I
.-
sekunder I
I
=:===+eksploitasi
sumber alam
sumber alam
produktif/binaan
tandus
I :::::+
I
eksploitasi I I
I
subsidi
disklimaks
energl
Gambar I : Status sumber alam
Masyarakat manusia yang hidup di dacrah sumbcr alam primcr biasanya berjumlah sedikit, amat crat kaitannya dengan alam sekitarnya. Alam dijadikan 'luhannya', dan kehidupan mcreka amat memperhatikan kelcstarian alam yang menghidupinya. Di daerah yang amat tandus masyarakatnya juga seperti di daerah sumber alam primer.
Di daerah sumbor alam sekundcr dan marginal masyarakatnyaagak tidak mcnentu, ambivalen, nilai kebudayaannya bercampur baur antar keinginan untuk mengcksploitasi sumber alam secara besar- besaran dengan memeliharanya. Sumbcr alam tidak dapat mcnopang jumlah manusia yang terlalu banyak, tetapi manusia yang somakin banyak jumlahnya menuntuk lebih banyak. Pada umumnya di daerah terjadi tragedy of the common, sumber alam milik umum kurang mendapat pemcliharaan kclcstariannya. masyarakat menggunakan teknologi untuk menambah kemampuan alam untuk membcri sumbcr kehidupan. Jumlah manusia semakin banyak dan lebih banyak mclakukan spesialisasi. Kclestarian sumbcr alam dan lingkungan diusahakan
Di daerah sumber alam yang produktif/binaan,
dilestarikan, misalnya dengan teknologi dan subsidi cncrgi.
1
1t)
Pada alam kchidupan liar, tcrmasuk manusia pcngembara jumlah populasinya selalu serasi dengan kemampuan alam yang nrenghiclupinya. Fluktuasi hesarnya populasi sesuai dengan fluktuasi alam lingkungannya.
Tetapi manusia modern, mampu mengpiunakan simpanan sumbcr alam sepcrti gas dan minyak bumi, untuk menamhah jumlahnya schingga seolah-olah tidak tergantung pada alam sekitarnya. Apabila simpanan itu habis, dicari pengantinya rnclalui tcknologi yang dikuasainya" Tetapi sebenarnya sumber masih merupakan pcndukung yang paling setia. Manusia memhuat ayam ras yang prcxluksi telurnya tinggi atau clagingnya besar, atau membuat jcnis padi IR yang produksinya cepat dan banyak. Tctapi itu masih tctap mcmcrlukan bahan baku alam,,yaitu plasma nutfah serta berbagai flora dan fauna yang dihasilkan oleh alam. Rusaknya sumtrer l'lasma nutfah ini akan menamatkan riwayat manusia. Kiamat, scpcrti yang digambarkan olch Malthus.
PENGARUII PNNDUDUK TERI IADAP KERUSAKAN SUMBER AT-AM DAN I,TNGKUNGAN Pacla clasarnya masalith sumtrer alam dan lingkungan hicluJr yang morongrong negara-nogara sedang
berkembang, tcrutama di kawasan Asia-Pasifik tcrmasuk lnclonesi;r, disebabkan olc.h kegialan manusia, yang serintr; kali timbul tlari kcllcrluan nkan tanah ;rcrtanian clari nranusia yang
hanyak junrlahnya" Termasuk diantaranya, kcgintan perrtanian cli alas tanah krilis dan rnarginal terutama di lcrcrrg-lereng curam, pencbangan hutan alanr untuk pcrt;rnian clan perladangan berpinclah, masa bcra yang semakin scnrpit, pcncbangan hutan unluk nrcnclapatkan kayu hakar clan kayu bangunan. Penccnraran air, perrccnraran rrclara, pcnggunrlulnn hutan clan perluasan lanah krilis scrta sclalu hcrkailan cral rlenqan nranusia.
Pada umumnya, kcnaikan jumlah pcnduduk rnemcrlukan pulir kenaikan scdiaan sumbcr alam yangdiarnbil clan cliolah melahri lrcrbagai kcgiatan pcmbangunan scpcrl.i pcrtanian, inclustri, perdagangan dan inliastruktur.
Pertambahan pcnduduk
di
daerrah peclalaman
cli
Sunratra, Sulawcsi, Kalimantan clan lrian
Jaya mcnimhulkan scnrakin pendeknya waktu pularan laclang-laclang bcrpinclah,
pengurasan kcsubur;rn tanah' meluasnya padang alang-alang.
clan
pacla
yang mcnimbulkan akhirny.l nrcninrbulkan krrusakan pada hulan alam clan
Hancurnya hutan alam tropis, hulan rawa-rawa, paclang rurnpuf alarniah, dan semacamnya merupakan sumbcr hnnc.ana durria karcna hcrknrangnya kcanckaraganlan hayati yang memberikan pcluang dan pilihan tak tcrhatas bagi nranusia unluk mengcmbirngkan kchiclup:rnnya. Flasma nutfah yang sutlah tidak clapal. lagi clikcmbalikan olch manusia.
12{l
Kecenderungan manusia untuk mengantikan alam dengan flora dan fauna buatannya sendiri mengarah pada pemusnahan keanekaragaman sumbcr alam yang pada gilirannya mengurangi pilihan manusia atas jalan hidupnya. pemusnahan vegetasi alam --hutan alam tropika dan sebagainya-- juga menimbulkan berbagai masalah, yang sekarang merupakan bahan pcrdebatan manusia seluruh dunia' Diantaranya produksi gas karbondioksida (CO2) yang semakin banyak menimbulkan pengaruh rumah kaca, dimana radiasi panas matahari dari bumi yang kembali ke angkasa terhalang oleh lapisan awan/gas yang menyebabkan temperatur bumi meningkat, bumi semakin panas. Dan air laut akan naik secara juga perlahan-lahan dan akan menengelamkan banyak daerah kepulauan seperti Maldives dan sebagian Indonesia. Sebenarnya alam menyediakan alat untuk menjaga keseimbangan gas karbondioksida dengan oksigen di udara, yaitu berbagai macam tumbuh-tumbuhan baik di darat maupun di laut. Manusia seringkali merusaknya, baik secara langsung dengan pembakaran dan sebagainya maupun secara tidak langsung dengan merusak habitat tumbuh-tumbuhan tersebut, misalnya dengan pencemaran
hujan asam. Pertambahan penduduk di koya-kota menimbulkan banyak limbah yang masuk ke dalam sistem perairan sungai-sungai dan merusak sumber daya air dan lingkungan hidup perkotaan. pencemaran lingkungan merupakan penyebab semakin tidak berfungsinya sungai-sungai sebagai sumber air yang berlimpah dan bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup pada umurnnya.
Manusia modern yang semakin banyak jumlahnya menggunakan energi yang amat banyak, y{tg 6alam proses penggunaannya mcnghasilkan berbagai bahan pencemar seperti gas karbondioksida, gas oksida nitrogen, sulfida dan logam. Di Jabotabek saja, penggunaan energi
BBM merup akan 60Vo dari semua penggunaan energi di Indonesia. Karbondioksida yang melimpah tersebut menimbulkan masalah meningkatnya suhu bumi, menimbulkan penipisan lapisan ozon, dan sebagainya. Ccmaran lainnya mampu menimbulkan hujan asam yang berakibat fatal bagi berbagai tumbuhan dan bangunan yang terbuat dari kapur dan sebangsanya. Ekosistem, yaitu sistem jalinan mahluk hiclup tlengan alam fisik yang mendukung kehidupan, merupakan siklus-siklus yang terdiri dari unsur-unsur alam dan proses yang memindahkan unsurunsur terscbut. Keseimbangan antara unsur-unsur itu dan kelestarian putarannya merupakan prasyarat bagi berfungsinya ekosistem tersebut.
Jumlah manusia dan kegiatannya, seringkali merusak keseimbangan antara unsur-unsur ekosistem tersebut. pengurangan kcanekaragaman jenis kehidupan karena perusakan hutan dan kehidupan alam lain, merupakan pcngurangan keseimbangan antara unsur-unsur ekosistem. Sedangkan bahan cemaran merupakan bcban yang dimasukkan oleh manusia ke dalam siklus
tzl
putaran alam. Beban ini apabila terlalu banyak, dapat mcrusak proses putaran dan kalau beban cemaran itu beracun, dapat merusak unsur-unsur ekosistem.
PILIHAN BAGI PEMBANGUNAN Berbagai masalah tersetrut menimbulkan implikasi kebijakan sumber alan clan kependudukan yang khusus, misalnya: (1) meskipun masalah sumbcr alam dan lingkungan hidup terlihat nyata tetapi hubungan yang rumit antara penduduk dcngan sumbcr alam dan lingkungan hidup tersebut belum dikenali benar, sehingga dipcrlukan pcnelitian yang berorientasi kepada kegiatan (action research) integratif yang mcmbantu porumusan kebijakan nasional dan regional, (2) tujuan akhir pembangunan adalah peningkatan kescjahteraan penduduk dan falsafah pcmbangunan yang kita anut adalah keselarasan yang dinamik antara masyarakat dan penduduk dengan lingkungan alam sekitarnya, (3) untuk mencapai tujuan-tujuan terschut, maka tingkat pertumbuhan perlu diperlambat dan dimantapkan, scdangkan stratcgi penycbaran penduduk yang r:ptimal terus dikembangkan. Bersamaan dengan itu, mutu sumber alam dan lingkungan hidup perlu ditingkatkan
melalui upaya pclcstarian, pengendalian kcrusakan dan rchabilitasi sumber alam dan lingkungan hidup, pencegahan crosi tanah, pengcndalian penehangan hutan alam yang somena-mena, rchoisasi dan konservasi lahan kritis, pcnanggulangan limbah poncemar sungai tlan udara, pengembangan
teknologi bebas pencemaran, pcmbangunan sistem pertanian yang bcrkelanjutan, penghematan eneryi, dan perlindungan keanekaragaman plasma nutfah, (4) huhungan antara penduduk dengan sumber alam dan lingkungan adalah dinamik dan amal rumit. Kurangnya pongotahuan tentang hubungan dapat mcnimbulkan rumusan kebijaksanaan yftng mempcrburuk kcadaan sumbcr alam, lingkungan dan masyarakat manusia. Misalnya, kehijaksanaan pembangunan desa untuk memperbaiki mutu kehidupan pedcsaan, mcmpcrbaiki pelayanan kota bcsar, mungkin menimbulkan masalah sumber alam dan lingkungan hidup yang baru di dacrah pcdesaan. Penggunaan pcstisida dan pupuk, pembangunan jalan akses ke desa, dan dcsentralisasi industri mengancam lingkungan iuclup pedcsaan karena pencemaran yang dapat mcnimhulkan pcrubahan pola tanam. Bahkan kerusakan lingkungan hidup di padesaan dapat meningkatkan penderitaan dan meningkatkan arus migrasi ke kota, (5) biasanya perencanaan pemhangunan dilakukan untuk jangka waktu lima tahun (Repelita), sedangkan peruhahan kcpcndudukan dan lingkungan hiclup memerlukan jangkauan peramalan perubahan yang lebih panjang. Dan untuk perencanaan yang menyertakan dimsnsi kependudukan dan lingkungan hidup diperlukan jangkauan waktu yang lebih panjang.
Tetapi masalah kerusakan sumlrer alam dan lingkungan akan selalu acla, selama manusia selalu berupaya untuk meningkatkan konsumsinya atau kcseriahteraannya. Yang penting, bagairnana caranya agar manusia yang scmakin banyak jumlahnya dapat ditingkatkan keseiahteraannya tanpa merusak ekosistem yang menopang kehiclupannya. Mungkinkah pilihan itu ada?
122
Pada umumnya kesejahteraan masyarakat manusia digambarkan dalam pemenuhan kebutuhan meteriil, yang secara skematis dirumus kan sebagai berikut: sumber alam yang dapat disediakan
Mutu Hidup (umlah penduduk)(konsumsi sumber alam/kapita)
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
yang
biasanya dilakukan adalah
meningkatkan sediaan sumber alam, mengendalikan kenaikan jumlah penduduk dan/atau mengurangi konsumsi sunrhr alam per kapita (menghemat).
alam
melalui berbagai usaha pertarnbangan, perluasan sawah dan pemukiman, penambahan ssdiaan air bersih, pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya. Usaha ini selalu menimbulkan kerusakan pada ekosistem, karena biasanya masih lebih banyak bahan yang dibuang menjadi limbah atau yang tidak berfungsi lagi Upaya pertama adalah meningkatkan sediaan sumber
daripada bahan yang diambil dalam proses eksploitasi tersebut, misalnya sungai-sungai yang rusak. Upaya ini seringkali meninggalkan sampah yang berupa tanah tandus, sungai-sungai rusak, padang alang-alang, keanekaragaman hayati yang semakin berkurang, dan sebagainya.
Dalam upaya ini perlu diusahakan agar tidak terjadi kerusakan yang besar pada sumber alam lain yang pada waktu penggalian suatu sumber alam tertentu belum diperlukan. Artinya, mengurangi efek sampingan dari penggalian sumber alam.
di Indonesia untuk mengurangi pengaruh yaitu DAMPAK LINGKUNGAN (Peraturan pembangunan ANALISIS tersebut, sampingan Pemerintah No. 29 Tahun 1986). Prosedur ini merupakan prosedur perencanaan yang memperhitungkan pengaruh sampingan dan cara penanggulangannya yang effektif dan efisien, agar upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya dapat secara berkelanjutan dan adil. Suatu prosedur telah dikembangkan dan diterapkan
Di
samping itu masih ada upaya penggunaan batas maksimum jumlah sumber alam yang boleh dieksploitasi, sesuai dengan kemampuan alam menumbuhkan sumber tersebut. Misalnya, jumlah maksimum tangkapan ikan di laut atau di danau, jumlah maksimum pohon yang boleh ditebang di hutan alam, jumlah maksimum ruangan yang boleh dibangun (konsep tata ruang dan jalur hijau), jumlah minimum ekosistem yang dilestarikan (konsep suaka alam). Secara sistematis hubungan antara ekosistem (sumber alam dan lingkungan hidup) dengan pembangunan (meningkatkan kesejahteraan masyarakat) dapat digambarkan sebagai berikut:
r23
EKOSISTEM ALAM
SISTEM PRODUKSI PEMBANGUNAN
SUMRtrRALAM LINGKUNOAN HIDUP
Gambar 2. Hubungan antara
Ekosistem Alam dengan Sistem Produksi Pembangunan
Upaya kcdua yang diarahkan juga untuk meningkatkan kescjahtcraan masyarakat di Indone.sia adalah jumlah penduduk melalui Program Keluarga Berencana. Dengan mcngurangi kecepatan
pertumbu han penduduk, diharapkan peningkatan produksi dapat secara nyata meningkatkan kesejahteraan masyarakal secara berkclaniutan. Tetapi sudah dibuktikan dalam bahasan di muka, bahwa jumlah penduduk yang sedikit juga mampu menimbulkan kerusakan pada ekosistem pendukungnya. Oleh karena itu yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana adalah jumlah manusia Indonesia yang tcpat dcngan mutu yang lebih baik, baik dari segi fisik maupun sosckbud, yang mampu menggunakan teknologi untuk meningkatkan kemampuan alam yang menclukung perikehidupan yang herkelanjutan.
Dalam hubungan ini, kearifan tradisional dalam memelihara kemampuan alam untuk mendukung kehidupan ditingkatkan dengan tcknokrgi yang hemat surnber alam dan bebas pencemaran. Masyarakat yang baru ini harus mampu mcmanfaatkan sekaligus melestarikan keanekaragaman ekosistem clan sumber alamnya. Masyarakat yang beranekaragam yang serasi dengan lingkungan alam sekitarnya. Pembangunan diserasikan dengan lingkungan alam sekitarnya.
Upaya ketiga adalah pengurangan konsumsi sumber alam pcr kapita. Usaha ini sebenarnya adalah upaya penghematan pemakaian sumber alam melalui berbagai teknologi, misalnya daur ulang. Apabila semua sumber alam sudah dicksploitasi dengan sepenuhnya, kenaikan jumlah penduduk sudah dapat dikendalikan, maka untuk meningkatkan kcsejahteraan masyarakat masih dapat dilakukan dengan cara pengurangan konsumsi sumber alam melalui teknoligi daur ulang, yaitu teknologi untuk menggunakan sumber alam secara berulang-ulang. Pengolahan . dan pemanfaatan ulang sampah, air bekas, minyak pelumas bekas, kert.as bckas clan semua barang bekas merupakan upaya pengurangan konsumsi sumber alam seperti hutan, tanah air dan sebagainya.
't24
PENUTUP Ternyata Indonesia sudah mempersiapkan falsafah pembangunan yang menyesuaikan pembangunan
dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan limgkungannya, termasuk sosial-budaya. Tujuan pembangunan, menurut GBHN L988 adalah mencapai masyarakat adil dan makmur, yang serasi dengan Tuhannya, serasi dengan masyrakat sekitarnya, dan serasi dengan lingkungan alamnya.
Penjabaran falsafah tersebut dalam upaya pembangunan sehari-hari tergantung kepada persepsi
dan kelakuan para
pelaksana pembangunan akan lingkungan hidupnya, ekosistem alam
dan sosial-budaya, amat penting dalam melaksanakan falsafah pembangunan tersebut dalam kiprah pembangunan sehari-hari.
Catatan Diskusi Kelas Sumber alam dan lingkungan hidup merupakan dua sisi yang sama dari satu hal, yaitu sistem pendukung kehidupan (live support system atau ekosistem). Ekosistem ini berinteraksi mendukung tumbuh dan berkembangnya suatu populasi (mahluk hidup/flora fauna dan manusia secara lengkap, jantan, betina, tua, muda dan lainlain) sehingga mahluk hidup itu mampu tumbuh dan berkembang. Campuran dari bermacam populasi mahluk hidup ini disebut komunitas. Sedangkan kumpulan komunitas yang tergabung dalam satu habitat (secara lengkap termasuk pula mahluk abiotik) disebut ekotipe. Jadi ekosistem ini terbcntuk dua komponen, yaitu sumber alam dan lingkungan hidup. Sumber alam yaitu semua benda dan energi yang membentuk ekosistem. Semua proses yang mendukung siklus kehidupan dalam ekosistem disebut lingkungan hidup. Setiap gangguan terhadap komponen ekosistem merupakan gangguan pada sistem penyangga kehidupan. Dalam kebijaksanaan pembangunan kita punya 2 tujuan 1..
:
Menggunakan sumber alam 'sebanyak-banyaknya', seefisien-efisiennya, seefcktif mungkin untuk mencapai kesejahteraan manusia. Artinya menggali dan merubah bentuk sumber alam untuk
mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga bisa dihasilkan income dan lapangan kcrja. Dalam hal ini ada batasan / konstrain 'sebanyaknya' seefisennya adalah pemanfaatan sumber alam ini tidak melebihi kemampuan ekosistem dalam menghasilkan sumber alam. 2. Meningkatkan mutu lingkungan hidup, sebab lungkungan hidup yang bermutu tinggi dapat meningkatkan kwalitas kehidupan manusia.
Jadi pengaruh penduduk terhadap sumber alam adalah penggunaan sumber alam secara berlebihan atau pengurasan. Sedangkan pengaruh penduduk terhadap kwalitas lingkungan adalah penurunnan mutu lingkungan akibat pencemaran.
t25
Sistem produksi dimaksudkan agar kesejahteraan penduduk meningkat. dalam hal ini kita menghadapi dua aspek, yaitu jumlah penduduk yang meningkat dan keinginan manusia yang selalu
meningkat. Dua aspek ini meningkatkan demand tcrhadap barang dan jasa, sehingga memacu peningkatan produksi dan eksploitasi sumber alam dan manmbah limbah. Hat ini pada akhirnya menambah putaran bahan semakin banyak dan tekanan terhadap ekosistem semakin akhirnya melebihi kapasitas (daya dukung) daerah yang bersangkutan.
berat
yang
Jadi gangguan penduduk terhadap sumber alam dan lingkungan hidup yang terhesar adalah keinginan manusia yang tak tcrbatas karena jumlah pertumbuhan penducluk suclah dapat diatasi, akan tetapi keinginan manusia / konsumsi yang tidak terbatas" Dalam hal ini kita dapat mengerti mengapa doomsday theory-nya Malthus masih dipcrcaya sampai tahun 80-an, sebelum ada usaha baru yang membatasi pembuangan limhah lewat teknnlogi (claur ulang), insentif yang bersifat
:
ekonomi dan sistem sosial budaya.
1Xl
PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN Oleh:
N. Haidy A. Pasay
1.
PENDAHULUAN
Pembangunan yang sedang kita laksanakan ditujukan untuk mencapai masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur. Istilah adil dan makmur sering disalah-tafsirkan sehingga seolah-olah kita menghendaki keadilan terlebih dahulu, baru kemudian kemakmuran. Akibatnya, beberapa pakar sering berpendapat keliru dengan menyatakan bahwa keadilan tidak mungkin dicapai tanpa kemakmuran. Menurut mereka, keadilan baru mungkin dapat dilaksanakan jikalau kemakmuran sudah berhasil diraih. Kelompok ini mengatakan keadilan tanpa kemakmuran berarti pemerataan kemiskinan. Oleh karena itu, menurut mereka, pertumbuhan ekonomi mesti didahulukan agar terdapat 'kuen yang hendak dibagikan secara merata. Ini berarti bahwa mereka menghendaki pembangunan yang ditujukan untuk mencapai kemakmuran dan keadilan, dan bukan untuk sebaliknya, keadilan dan kemakmuran. Mereka mengharapkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan membawa dampak rembesan ke bawah (trickle down effect). Namun demikian, rembesan itu tampaknya amatlah perlahan laksana pipa air yang bocor karena aus dan berkarat. Sesungguhnya nkue" itu dapat diciptakan bersamaan dengan pembagian "kue" itu sendiri. Di sinilah justru letak kesalah-fahaman tersebut. Sebab dalam istilah keadilan dan kemakmuran terdapat kata penghubung dan di tengahnya, yang berarti bahwa keadilan merupakan kawan seiring bagi kemakmuran, dan begitu pula sebaliknya kemakmuran merupakan teman sejawat keadilan. Dengan kata lain, keadilan dapat berjalan bersamaan dengan kemakmuran. Pilihannya bukanlah apakah keadilan ataukah kemakmuran yang mcsti didahulukan, melainkan keduanya secara bersamaan.
Dalam mencapai tujuan akhir tersebut, pembangunan mcnghendaki baik pertumbuhan maupun perubahan struktural dalam masyarakat. Dengan demikian pembangunan eknomi mengandung makna pertumbuhan ekonomi yang disertai pula oleh perubahan struktural dalam perekonomian.
Dalam literatur ekonomi pembangunan, pergeseran struktural dimulai dari sektor pertanian yang menuju ke arah sektor industri, dan kemudian diakhiri dengan sektor jasa. Di Indonesia pergeseran
struktural tersebut sedikit berbeda dari apa yang dikemukakan dalam literatur ekonomi pembangunan.
Di sini memang pergeseran struktural dimulai dari sektor yang sama, yaitu sektor
127
pertanianl, yang
ke
mudian bukan diikuti oleh sektor industri, melainkan sektor jasa yang berkembang
terlebih dahulu. Setslah itu pergcscran struktural dalam perekonomian baru mengarah
ke
pengembangan industri pongolahan. Lihat Pasay (1988, 1989b atau ltt(X)).
Namun demikian, jenis sektor jasa yang diciptakan dalam kedua bentuk pergeseran struktural tersebut berbeda satu dari yang lainnya. Scbab dalam bentuk pergeseran struktural yang pertama, sektor jasa berkembang terutama dalam rangka industrialisasi.
Perubahan struktural bukan hanya mencakup pergeseran sektor perekonomian, tetapi juga hal kemiskinan, tataruang, perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (pedesaan) ke non-pertanian (perkotaan), budaya, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, kita dapat menanyakan berapa banyak pcnduduk yang tergolong miskin dan apakah jumlah mereka semakin berkurang dengan kian berkembangnya perekonomian ? Apakah proporsi mcreka pun semakin berkurang selama proses perkembangan itu ? Demikian pula dcngan kemiskinan relatif, yang
misalnya dalam
menanyakan persoalan apakah pendapatan golongan miskin semakin membaik dihandingkan dengan pendapatan anggota masyarakat golongan kaya ?
2. PERANAN PENDUDUK DAI,AM PEMBANGUNAN Sejauh mana penclucluk berperan dalam pombangunan clapat dilihat dari dua sisi utama, yakni penduduk sebagai bcban pembangunan dan pcnduduk sebagai modal pembangunan. Penduduk dikatakan sebagai bcban pembangunan karena semua pcnduduk membutuhkan konsumsi. Namun masalahnya adalah tidak semua penduduk yang konsumtif itu merupakan pula penduduk yang produktif. Dengan demikian persoalannya adalah bagaimana agar penduduk yang biasanya makan
tiga piring nasi sehari mampu menghasilkan lebih dari tiga piring nasi per hari. Penduduk yang produktif itulah yang kita golongkan sebagai modal bagi pembangunan dan mereka bekerja untuk memenuhi bcrbagai kebutuhan penduduk konsumtif, termasuk di antaranya mereka sendiri.
l)
Karcna memang kehiclupan clan pcnghidupan pcnducluk dalam sejarah perkembangannya senantiasa dimulai dengan persoalan pangan, yang kemudian mcrangsang orang untuk bercocok tanam. Artinya, sektor jasa tersebut diperlukan untuk memenuhi kehutuhan dan kelancaran sektor industri. Dengan begitu, sektor jasa berkembang didorong oleh perkembangan sisi permintaan pasar (demand oriented). Di Indonesia, sektor jasa berkembang dengan orientasi penawaran (supply oriented activity) di mana jasa lercipta dari penawaran untuk memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan maupun pendapatan relatif lebih banyak untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga (Pasay, 1989a).
128
Gambar 1 mungkin akan memperjelas peranan penduduk dalam pembangunan. Konsumsi terdiri dari konsumsi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan akan barang mewah. Kebutuhan pokok dapat digolongkan lebih lanjut kedalam kebutuhan akan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, keimanan dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan masukan bagi terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu indikator kebcrhasilan atau kegagalan pembangunan adalah kemiskinan. Kemiskinan mutlak (absolute poverty) menunjukkan berapa banyak ataupun proporsi penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan konsep garis kemiskinan itu sendiri, menurut konsep yang paling sederhana, dihitung berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). KFM bagi setiap
manusia agar dapat bertahan dalam kehidupan dan penghidupan secara rata-rata adalah 2.100 kalori per hari. Ukuran ini adalah ukuran rata-rata per orang walaupun sesungguhnya kebutuhan kalori itu berbeda menurut umur maupun berdasarkan jenis kelamin.
Upah dan Gaji
Tabungan
Gambar
129
1
Dengan demikian sccara rata-rata, konsep ini menganggap penduduk yang konsumsinya belum dapat memenuhi kebutuhan kalori minimal termasuk ke dalam kelompok miskin. Ukuran ini dapat dihitung berdasarkan pengeluaran konsumsi pangan dan komposisi konsumsi pangan itu sencliri. Dalam hal ini, ukuran ini mungkin telah mcmperhitungkan kebiasaan suatu bangsa dalam mengkonsumir pangan. Dcngan bcgitu, menurut ukuran sederhana ini, kemiskinan mengandung makna kekurangan kalori minimum sesuai dengan kebiasaan konsumsi seseorang. Penduduk yang
tergolong
kaya
(berpendapatan tinggi) dapat saia tergolong "miskin" hanya karena kebiasaan
konsumsinya tidak memungkinkan dia memenuhi kecukupan kalori.
Kelemahan utama ukuran ini bcrkcnaan clengan kenyataan bahwa ukuran ini tidak memperhitungkan kebutuhan akan nutrisi lainnya, seperti protein yang dibutuhkan untuk perturnbuhan, vitamin untuk daya tahan, dan lain sebagainya termasuk lemak, mineral dan air. Kebutuhan kalori hanya ditujukan untuk memonuhi kekuatan atau enerji. Oleh sebab itu, mungkin saja terjadi seseorang yang karena kayanya mampu memcnuhi kebul.uhan kalori minimal di atas, namun karena kebiasaan konsumsi yang dia lakukan turun temurun, dia mengkonsumir lebih hanyak nasi relatif dibandingkan dcngan telur, daging dan kacang-kacangan. Akihatnya, kebutuhan kalori dapat terpenuhi namun kebutuhan akan protein tidak dapat dia penuhi. [Ial ini dapat terjacli karena komposisi kalori dan protein dalam sctiap gram pangan tidaklah sama untuk semua jenis pangan sehingga ratio antara keduanya dalam setiap gram pangan pun tidak sama untuk jenis pangan yang berbeda. Demikian pula scbaliknya, "miskin" kalori helum tentu berarti "miskin" nutrisi lainnya, walaupun kecil sekali kemungkinan keadaan sepcrti ini terjadi.
Di Indnnesia, ukuran kcbutuhan kalori mininral sama scpcrti cli atas, narnun disesuaikan lebih lanjut dengan menambahkan l07n konsumsi yang berasal dari makanan jadi. Ukuran garis kemiskinan merupakan ukuran kebutuhan kalori yang tclah disesuaikan ini ditambah dengan sekitar 7o/o kehutuhan pendidikan, kesohatan, dan perumahan minimal. Lihat di antaranya BPS, 1984. Berdasarkan ukuran kemiskinan ini, ada sebanyak 54 juta penduduk Indonesia yang tergolong miskin di tahun 1976. Pada tahun 1987, jumlah penduduk miskin ini telah menurun menjadi sebanyak 30 juta jiwa.
Demikian pula dengan kebutuhan akan perumahan, pendidikan, kesehatan, di luar yang telah diperhitungkan di afas tadi, serta berbagai kebutuhan pokok lainnya. Baik dilihat dari segi penduduk scbagai keseluruhan, tenaga keria (penduduk berusia 10 tahun ke atas), angkatan kerja maupun yang bekerja, tingkat pcndidikan tertinggi yang ditamatkan bangsa Indonesia sccara rata-rata tergolong renclah, berkisar di scputar kelas 4 Sekolah Dasar. ( Lihat Pasay, 1989a, dan 1989b alau 14)0). Dalam ksadaan tingkat pendidikan yang ditamatkan scdemikian rendahnya, sulit untuk mengharapkan tedampau banyak tcntang kemampuan bcrimajinasi, berkreasi dan oleh karenanya untuk menghasilkan kegiatan ekonomi yang scmakin produktif.
di sini
adalah untuk meningkatkan pendidikan rata-rata bagi bangsa Indonesia, katakan hanya untuk memperolch tambahan satu tahun penclidikan, mcmerlukan waktu Permasalahannya
r30
yang cukup panjang. Percepatan peningkatan pendidikan baru dapat dicapai dalam waktu yang lebih ringkas, di antaranya, kalau piranrida penduduk Indonesia telah menunjukkan proses kian menua. Oleh karena itu, baik strategi maupun kebijakan di bidang ini mesti mengarah ke kurun waktu yang panjang.
Apabila dilihat berdasarkan masing-masing jenjang pendidikan, permasalahan itu tampak lebih Permasalahan di tingkat pendidikan menengah ke bawah justru bukan lagi mencakup
jelas.
persoalan kuantitas, melainkan peningkatan kualitas pendidikan, yang justru menghendaki waktu yang tidak sedikit untuk membenahinya. Pada tingkat pendidikan ini, masyarakat sudah terlampau berlebih dalam menanggung beban biaya pendidikan. Lalu masalahnya adalah bagaimana mengurangi beban tersebut sehingga menjadi lebih ringan bagi masyarakat kebanyakan. Dengan demikian diharapkan effisiensi di jenjang pendidikan ini akan menjadi lebih baik. Lain halnya
dengan tingkat pendidikan menengah, permasalahan pada tingkat pendidikan tinggi justru mengalami yang sebaliknya. Fasilitas pendidikan tinggi terbatas, tetapi peminat untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi itu tampak kian berlimpah dari tahun ke tahun. Sementara itu, kualitas pendidikan tinggi sudah tampak semakin memadai dalam kurun waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, ujian masuk perguruan tinggi dibutuhkan untuk menjaring peminat yang terbaik di antara peminat yang ada. Dalam jangka panjang, permasalahan ini akan semakin membengkak kecuali kalau kualitas pendidikan menengah ke bawah dibenahi sedini mungkin sembari menyesuaikan fasilitas pendidikan tinggi secara bcrtahap.
Mengapa demikian ? Sebab mereka yang mampu menembus ujian masuk tersebut di atas hanyalah mereka yang bcrkualitas pendidikan menengah ke bawah yang baik, dan mereka ini mesti berasal dari sekolah menengah yang berkualitas pula. Mereka yang dapat menikmati pendidikan menengah semacam itu hanyalah mereka yang berasal
dari golongan berpendapatan tinggi. Oleh karena itu, masalah effisiensi mesti kita hadapkan dengan maslah pemerataan. Keluarga para mahasiswa dan mahasiswi mesti lebih banyak pula menang5;ung sebahagian yang lebih besar dari biaya pendidikan tinggi.
Sisi lain dari penduduk adalah sebagai mo
seperti modal fisik, barang antara (bahan baku dan bahan penolnng) serta teknologi, mereka menghasilkan output, yang kemudian bermanfaat bagi konsumsi. Dengan faktor produksi lainnya tetap sama, pekerja yang bermutu lebih baik akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi pula. Tetapi jika mutu barang dan jasa yang mercka konsumir amatlah rendah, maka mutu pekerja ini akan diterjemahkan pula kedalam produktivitas yang rendah.
Padahal upah dan gaji tidak lain merupakan penilaian atas tinggi rendahnya produktivitas pekerja tersebut. Produktivitas yang rendah akan berarti upah dan gaji yang rendah pula. Kalau upah dan gaji merupakan satu-satunya sumber pendapatan, maka jelas akan dapat tercipta apa yang telah dikenal dengan sebutan Lingkaran Setan, yang berlangsung seperti ini: mutu manusia
r31
yang rendah, karena mutu konsumsinya kurang baik, akan berarti produktivitas pekerja yang rendah,
gaji. Upah dan gaji yang marjinal ini akan menentukan yang marjinal pula, dan oleh katenanya mutu pekerja akan tetap rendah. Lalu
yang akan berakibat rendahnya upah dan
tingkat konsumsi
masalahnya adalah bagaimana mcmutus Lingkaran Setan tadi
?
3.IMPLIKASI KNBIJAKAN Dalam jangka pendek, persoalan mutu manusia yang rendah itu mungkin sekali merupakan persoalan pilihan antara hidup dan mati, yang dapat dianggap sebagai pcrmasalahan kritis dalam masa yang
kritis pula. Oleh karena ilu, kita mungkin membutuhkan
suatu pusat penanganan permasalahan
kritis seperti, yang mengidentifikasi persoalan apa, mengapa, bagaimana, di mana dan kapan masalah kritis itu muncul dan mesti ditangani (Critical Centers). Pusat penanganan masalah kritis ini dapat tersebar di pelosok tanah-air. Dalam jangka menengah, persoalan kritis seperti ini mungkin dapat diatasi dengan jalan diversifikasi sumber pendapatan masyarakat, terutama masyarakat pertanian pedesaan dan masyarakat sektor informal perkotaan. Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas pekerja di kedua sektor utama ini sehingga mereka mempunyai kegiatan ekonomi sekunder (secondary income generating activities) hagi rumah tangga mereka. Peningkatan produktivitas juga dapat dilakukan dengan kegiatan ekonomi primer yang telah biasa mereka kerjakan. Pasay (1989a), misalnya, menyarankan reorientasi usaha ke arah pasar. Reorganisasi proscs produksi pun merupakan salah satu jalan keluar lainnya sehingga berbagai faktor produksi yang ada, termasuk tenaga kerja, menjadi semakin effisien (Pasay dan Taufik, 1990). Selain dari itu, Pasay dan Taufik (1990 juga menyarankan peningkatan mutu pekcrja sehingga masing-masing pekerja menjacli"lebih effisicn dibandingkan dengan sebelumnya. Artinya, dalam bentuk satuan cffisiensi (efliciency unit), seolah-olah iumlah para pekerja semakin membesar, yang pada akhirnya berarti pula peningkatan output dapat terjadi dengan masukan produksi yang sama. Pelatihan dan penyegaran (up gradirrg) para pekerja mungkin merupakan keharusan dalam rangka mengejar ketinggalan kinerja selama ini. Dalam jangka panjang, peningkatan mutu modal manusia tampaknya mesti dilaksanakan dari segenap penjuru konsumsi dan produksi (lihat Gambar 1 di atas tadi), termasuk pcrsoalan pendidikan masyarakat kebanyakan yang jelas tclah kita lihat membutuhkan waktu yang cukup panjang hanya
untuk menambahkan sedikit saja tahun-pendidikan rata-rata yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Persoalan eksternalitas positif yang ditimbulkan oleh dunia pendidikan ini mungkin akan menambah "semarak" dari dampak yang ditimbulkannya terhadap peningkatan pendapatan nasional.
r3z
DAFTAR KEPUSTAKAAN Pasay,
N.
Haidy A. 1988. Growth, technical Progress, Migration and Unemploymenh An Empirical Study of Wage Rigidity Model of labor Market in Indonesia, Disertasi PhD., University of Pittsburgh.
---. 1989a. nProspek Pengusaha Mandiri" dalam Moh. Arsjad Anwar, Sri-Edi Swasono dan Iwan Jaya Azis, eds., Ekonomi Indonesia: Masalah dan Prospek l9E9/1990, (Jakarta:
UI- Press).
---.
1989b. Structural Transformation and
karya yang disampaikan pada
Higher Education
in
Indonesia. Kertas ASEAN Conference on Social Transformation and Higher
Education, Kuala Lumpur, Malaysia.
----. 1990.'Structural Transformation and Higher Education Ilemograti Indonesia, Tahun Ke- XVII, No.3, Desember.
in
Indonesia," Mqialah
di Industri Pengolahan," dalam Moh. Arsjad Anwar dan Iwan Jaya Azis, eds., Prospek Perekonomian Indonesia 1990-1991 dan Pengembangan Sumber Daya Manusiq Jakarta: LP-FEUI. ----. dan Salman Taufik. 1990. "Produktivitas Pekerja
Hasil Diskusi Kelas: Pada proses pembangunan maka, penduduk merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan.
Selanjutnya terdapat 2 sisi dari penduduk yaitu: sisi konsumtif dan sisi produktif. Dari sisi konsumtif maka penduduk membutuhkan pemenuhan makan dan minum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Suatu pembangunan ekonomi menghendaki adanya; pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktural. Pertumbuhan ekonomi menghendaki peningkatan pada pendapatan riil masyarakat, sementara perubahan struktural mengharapkan terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri lalu ke sektor jasa. Yang terjadi di Indonesia dalam hal perubahan struktural adalah terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor jasa terlebih dahulu baru kemudian ke sektor industri. Dengan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan tercipta suatu lapangan kerja baru yang diperuntukkan bagi mereka yang untuk pertama kali masuk kedalam pasar kerja. Tanpa perturnbuhan ekonomi maka mereka yang baru pertama kali masuk ke dalam pasar kerja akan 'mengambil' pekerjaan orang-orang lama.
133
Pada golongan penduduk yang relatif miskin atau mercka yang berada di bawah garis kemiskinan maka masalah kecukupan gizi dan makanan merupakan suatu hal yang mcmsrlukan pemikiran dan jalan pemecahan. Implikasi kekurangan kalori dan protein adalah terbentuknya suatu 'lingkaran setan' yang susah ditemukan mana permulaan dan mana akhir. Penduduk miskin biasanya akan cenderung tidak mampu memenuhi kebutuhan akan kalori dan protein yang menyebabkan orang memiliki produktivitas kerja rendah. Rendahnya produktivitas kerja akan menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima akan menyebabkan kemampuan membeli bahan pangan juga rendah yang selanjutnya kcmbali menycbahkan rendahnya pemasukan kalori dan protein.
Ada dua pendapat, berhubungan dengan penduduk dan pembangunan ekonomi, dimana keduanya merupakan pendapat yang saling berlawanan. Pendapat pertama (Bank Dunia) menyebutkan bahwa penduduk dan pembangunan morupakan dua hal yang berhubungan negatif artinya pertumbuhan penduduk akan menghabiskan apa-apa yang dihasilkan oleh pembangunan. Pendapat kedua menyatakan bahwa hubungan keduanya bersifat positif, artinya pembangunan ekonomi tercipta karena adanya pertumhuhan pcnduduk. Negara atau penganut pendapat pertama akan cenderung menerapkan kebijakan anti natalis semcntara penganut-penganut paham kedua cenderung menerapkan kebijakan pronatalis.
Pengendalian laju pertumhuhan pcrlu untuk mcningkatkan kualitas penduduk. Karena jumlah yang banyak tanpa diiringi krralitas yang memadai akan mnenycbabkan banyaknya penduduk yang menjadi beban pembangunan. Semcntara penduduk yang berkualitas diharapkan akan mernpercepat pembangunan ekonomi. Salah satu cara meningkatkan kualitas sest:orang adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang
lebih tinggi akan mcningkatkan status/posisi seseorang. Seorang yang menamatkan pendidikan
tinggi dan berasal dari golongan miskin otomatis akan masuk ke golongan menengah.
t34
DAMPAK PERKEMBANGAN PENDUDUK PADA PEMBANGUNAN KESBHATAN DAN GIZI Oleh:
Dr. Soekirman
PENDAHULUAN Untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), terdapat empat faktor yeng harus dipenuhi. Faktor pertama menyangkut segi ekonomi dimana pendapatan per kapita yang meningkat dengan distribusi yang lebih merata, peranan sektor industri semakin berkembang dan dalam proses perkembangan itu tercapai keseimbangan antar sektor terutama perkembangan sektor industri dan pertanian yang semakin terpadu.
Faktor kedua menyangkut perkembangan mutu sumber daya manusia. Pembangunan akan terjadi secara berkelanjutan apabila mutu sumber daya manusia semakin meningkat. Syarat penting (necesery condition) bagi pengembangan mutu sumber daya manusia adalah perbaikan pada tingkat kesehatan dan gSn masyarakat. Mustahil akan tercipta masyarakat yang cerdik dan produktif apabita kesehatan dan gizinya rendah. Kemudian pendidikan masyarakat perlu ditingkatkan, baik melalui sekolah-sekolah (pendidikan formal) maupun pendidikan luar sekolah berupa latihan maupun kursus
(pendidikan non formal). Perbaikan tingkat kesehatan dan pendidikan pada akhirnya akan mendorong masyarakat sadar akan hak dan tanggungjawabnya, sehingga peran sertanya dalam pembangunan akan semakin aktif.
Peningkatan pendidikan mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang semakin optimal. Masyarakat akan semakin sadar akan kerugian yang akan diderita akibat pemanfaatan sumber alam yang kurang optimal. Selain itu pendidikan yang lebih baik menyebabkan sikap yang lebih tanggap terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat, bekerja lebih efektif dan efisien.
Dengan demikian perkembangan pada mutu sumber daya manusia akan meyentuh segi-segi kelembagaan dalam masyarakat yang merupakan faktor ketiga yang harus dipenuhi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
ini
Faktor yang terakhir menyangkut perkembangan mental, spiritual dan ideologi. Perkembangan menyangkut keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, berupa pengamalan
Pancasila dan kehidupan beragama yang semakin harmonis.
135
Mengingat begitu luasnya cakupan dari masing-rnasing faktor di atas maka pembahasan dalam makalah ini hanya akan dikhususkan pacla masalah pembangunan kesehatan ddrn gizi.
BEBERAPA TOLOK UKUR Scbenarnya banyak indikator yang biasa digunakan untuk mengukur perkembangan pada mutu sumber daya manusia, di antaranya mutu dan kesempatan pendidikan yang semakin meningkat, tenaga kerja yang lebih terampil dan peran serta masyarakat yang semakin meningkat. Namun demikian biasanya hanya ada tiga ukuran perkembangan mutu sumber daya manusia yang menyangkut bidang kesehatan dan gizi yaitu angka kematian yang semakin menurun (IMR menurun
dan eo meningkat), tingkat kelahiran yang scmakin rendah dan kebutuhan giri yang semakin tercukupi. Penggunaan kctiga indikator di atas untuk mengukur tingkat pcrkembangan mutu sumber daya manusia didasarkan pada hipotesa adanya huhungan antara indikator tcrsebut dengan perkembangan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (yang biasanya tercermin pada pendapatan yang scmakin mcningkat) menychabkan semakin tersedianya berbagai fasilitas kcsehatan dan pengobatan. Teknologi keschatan semakin berkembang, akses masyarakat terhadap perkembangan teknologi kesehatan semakin berkembang. Bcrbagai penyakit terutama penyakit menular dan infeksi yang biasa menyerang anak-anak pada usia Balita, dapat ditanggulangi secara massal. Maka hubungan yang terjadi adalah bila tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat tingkat kt: matian bayi menurun dan angka harapan hidup meningkat.
Tingkat kesejahteraan juga dapat dicerminkan pada hanyaknya kelahiran dari tiap-tiap wanita. Perkembangan kesejahteraan biasanya diserlai dengan semakin meningkatnya pcranan kaum wanita baik dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun dalam pcrekonomian. Peningkatan poranan wanita, menyebabkan waktu yang dibutuhkan oleh kaum wanita untuk kegiatan di luar rumah semakin meningkat, sehingga waklu untuk mengurus anak menjadi relatif semakin 'mahal'. Akibatnya preferensinya terhadap jumlah anak yang banyak ssmakin mcnurun. Wanita akan cenderung memilih memiliki jumlah anak yang semakin sedikit.
Di antara kctiga indikator cli atas yang paling erat
hubungannya dengan tingkat kesejahteraan
adalah tingkat pemenuhan gizi. Apabila terjadi kenaikan pada tingkat pendapatan maka secara langsung akan meningkatkan tingkat konsumsi, tcrutama konsumsi bahan makanan. Hal ini terjadi
terutama pada kekrmpok masyarakat yang berpendapatan rendah. Kenaikan tingkat konsumsi makanan berarti meningkatkan tingkat kecukupan gizinya. Dalam mengukur tingkat kecukupan gizi biasanya indikator tingkat konsumsi kalori per kapita dalam rumah tangga. Suatu rumah tangga dikatakan telah memenuhi kecukupan gizi apabila konsumsi kakrrinya minimal 21fi) kalori per kapita per hari.
13(t
Namun demikian ukuran-ukuran di atas tidak bersifat absolut. Untuk beberapa negara tertentu terjadi pengecualian, lerutama pada kedua indikator pertama di atas (tingkat kematian dan kelahiran). Sri Lanka misalnya, tingkat kematian bayi dan tingkat kelahirannya sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang tainnya dengan Indonesia misalnya, namun kondisi ekonomi masyarakatnya relatif miskin dibanding dengan negara lain yang IMR dan TFR nya lebih
ti"gg.
PERKEMBNGAN IMR DI INDONESIA Banyak orang berpendapat bahwa hubungan yang terjadi antara indikator kesejahteraan masyarakat (terutama dua indikator pertama) dengan perkembangan ekonomi tidak mengikuti pola yang terjadi di negara maju. Interpensi pemerintah dalam bidang kesehatan dan program Keluarga Berencana menyebabkan tingkat kematian bayi dan tingkat kelahiran menurun secara drastis. Namun demikian
tetap diakui bahwa penurunan kedua inkator itu membuktikan telah terjadi perbaikan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia tingkat kematian bayi menurun secara drastis. Dalam masa kurang dari lima belas tahun terjadi penurunan tingkat kematian bayi sebanyak 50 persen. Pada tahun 1971 IMR sebesar 142 kemudian menurun menjadi 112 pada tahun 1980, dan pada tahun 1985 menjadi menurun menjadi 71.
Namun demikian perkembangan yang baik itu tidak terjadi secara merata pada tiap-tiap propinsi
di Indonesia. Terjadi disparsitas antar propinsi yang cukup tinggi pada tingkat kematian bayi. Ada propinsi yang tMR nya sangat rendah dan tnenurun dengan cepat dan ada pula yang masih cukup linggi dan menurun dengan lambat.
Di samping itu walaupun terjadi ponurunan IMR yang cukup cepat, IMR di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dcngan negara-negara tetangga kita di ASEAN. Di antara negara-negara ASEAN IMR di Indonesia adalah yang tertinggi.
PENDUDUK DAN MASAI-AH KESEHATAN DAN GIZI Secara sederhana keterkaitan antara variabel kependudukan dengan masalah kesehatan dan gizi adalah sebagai berikut. Tingkat kelahiran, kematian dan mobilitas penduduk mempengaruhi jumlah, struktur dan distribusi penduduk. Karakteristik kependudukan tersebut mempengaruhi permintaan
akan bahan makanan bahan bukan makanan, pelayanan kesehatan dan pendidikan dan lain-lain. Selanjutnya permintaan akan pelayanan kesehatan mempengaruhi kebijakan dan program pembangunan di bidang kesehatan.
t37
KEBIJAKAN BIDANG KBSEHATAN DAN GIZT Dalam kehidupan masyarakat miskin seolah terdapat lingkaran setan, yang menycbabkan masyarakat yang bersangkutan tetap miskin dan terbelakang. Kerena miskin makanan tidak cukup, kondisi gizi sangat buruk maka angka kematian bayi tinggi. Angka kematian hayi yang tinggi menyebabkan tingkat
kelahiran meningkat karena kemungkinan kematian anak yang tinggi mendorong orang tua mcnginginkan banyak anak. Akibatnya pertumbuhan pcnduduk tinggi, investasi dalam sumber daya manusia berkurang, sehingga hidupnya tetap miskin.
Untuk memutus lingkaran setan tersebut maka perlu intervensi kehijakan pemerintah. Ada beberapa bentuk intervensi kebijakan yang dapat dilakukan yaitu, pcnyediaan fasilitas kesehatan, program imunisasi dan KlA, Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, penyediaan air bersih dan sanitasi dan penyuluhan kesehatan.
Upaya penyediaan fasilitas keschatan dimaksudkan sebagai upaya kuratif untuk mengurangi dampak penyakit tcrhadap penurunan kondisi kesehatan masyarakat. Ini dilakukan dengan mendirikan Puskesmas sampai ke desa-desa mclalui program Inprcs. Dcngan aclanya upaya kuratif ini kematian bayi karena infeksi dapat dikurangi. Dalam rangka tindakan kuratif ini juga dilakukan pengobatan terhadap penyakit diarc (melalui pcmasyarakatan pemakaian garam ORALIT) dan penanggulangan penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA). Sehagai tindakan preventif dilakukan program imunisasi dan UPGK. Infeksi yang biasa menyerang anak-anak pada masa halita dapat dikurangi dengan melakukan imunisasi, sehingga balita
kebal terhadap bibit-bibit penyakit tertcntu. Penurunan kasus infeksi mengurangi kematian bayi karena infeksi.
Kondisi gszi yang buruk yang discbabkan oleh konsumsi makanan yang kurang, menyebahkan tingkat kematian bayi bertambah. Untuk mengurangi kasus kematian bayi maka dapat dilakukan melalui perbaikan pada tingkat konsumsi gizi masyarakat. Ini dilakukan melalui usaha peningkatan gizi keluarga.
Seperti dikatakan di afas, karena kondisi ekonomi yang buruk maka pendidikannya rendah. Pendidikan yang rendah menyebahkan pengctahuan mengenai kesehatan sangat minim. Untuk menanggulangi penyakit diare misalnya, sebenarnya cukup dengan meminum ORALIT atau larutan gula-garam yang dapat dibuat scndiri oleh keluarga. Namun karena pengetahuan yang kurang kasus
kematian karena diare masih cukup tinggi. Oleh karena itu sangat penting adanya program penyuluhan kesehatan.
r38
Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan serta mengurangi terjadinya kasus infeksi. Dengan adanya penyuluhan kesehatan secara langsung terjadinya kasus infeksi dapat dikurangl dan secara tidak langsung melalui perbaikan kesehatan lingkungan.
Tidak kalah pentingnya dengan program-program di atas adalah penyediaan air bersih dan sanitasi. Kita ketahui bahwa air sangat penting bagi kehidupan manusia. Air minum yang tidak sehat dan sanitasi yang buruk menyebabkan mudah terjadinya infeksi dan mewabahnya penyakit menular. Oleh karena penyediaan air bersih dan perbaikan sanitasi akan mengurangi tingkat kematian bayi dan memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.
r39
SEBUAH WAWASAN TANTANG STRATEGI DAN KEBIJAKSANAAN PAMBANGUNAN WILAYAH INDONESIA BAGTAN TIMUR Oleh:
Prof. Dr. Soeg[ianto S.
I. PENDAHULUAN Pertama-tama saya sampaikan banyak terima kasih atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara di Rapat Kerja Kehutanan Tahun 1990 ini. Semoga Rapat Kerja ini dapat mencapai
'sasaran yang diharapkan dan semua hasil yang dicapai dapat digunakan sebagai masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan tahun kedua Pclita V kehutanan khususnya dan untuk lebih memantapkan kebijaksanaan pembangunan wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) umumnya.
Dalam hubungan ini saya telah diminta olch Bapak Menteri Negara Pcrencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappcnas unt[k menyampaikan gagasan berjudul "Policy dan Strategi pembangunan Indonesia Bagian Timur". Saya ingin memperoleh kebebasan untuk memilih judul "Sebuah Wawasan
Tentang Strategi Pembangunan Indonesia Bagian Timur". Kata-kata "sebuah wawasan" saya pilih dalam raker ini karena karena saudara-saudara hendak mengkhususkan pembicaraannya dalam bidang kehutanan, padahal masalah Pembangunan di IBT, apalagi dari segi pandang BApPENAS perhatian kifa mencakup seluruh wilayah tanah air. Di samping itu kita harus berhati-hati dalam merumuskan kebijaksanaan dan strategi pembangunan karena luasnya dampak yang ditimtrulkan terhadap kesinambungan pembangunan nasional, terhadap struktur kesatuan perekonomian nasional dan terhadap kurun waktu stabilitas pertumbuhan serta pembangunan nasional secara keseluruhan.
Kita masih memerlukan kajian tuntas, pembangunan IBT ini. Semoga sajian dalam ini dapnt hermanfaat lragi rapat kerja ini.
mendalam pe
dan menyeluruh tentang
kebijaksanaan
rspektif keb'rjaksanaan clan strategi pembangunan IBT
Dalam lingkup tcrsebut di atas gagasan yang hendak saya sampaikan akan terbagi dalam urutan sebagai beriknt, pcrtama, mcnyambung pcndahuluan ini kiranya perlu dibcrikan wawasan tentang
luas dan lingkup IBT. Wawasan ini disampaikan karena terdapat berbagai macam versi cakupan wilayah IBT, penggunaan bernagai tolok ukur yang sering kali didasarkan pa
'14{)
ditangani juga ? Dalam makalah ini beberapa variabel sebagai tolak ukur digunakan untuk dapat mendeliniasi wilayah IBT tersebut. Kedua, dengan wawasan baru yang dikemukakan dapat membuka pandangan kita, maka perlu ini dilihat karakteristik perekonomiannya. Baik sektor-sektornya, sumber daya manusianya, pola konsumsi dan investasi, pola ekspor atau hubungan eksternal dan perdagangan antar pulau. Semua bahasan ini didasarkan pada data-data resmi BPS (Biro Pusat Statistik).
dibagian kedua
Bagtan terakhir akan saya kemukakan rentang kemungkinan-kemungkinan unsur-unsur kebijaksanaan dalam hubungannya dengan pembangunan IBT. Sekali lagi ingin saya tegaskan bahwa yang saya kemukakan disini adalah wawasan sebagai masukan dalam rapat kerja ini. Karena saya juga ingin memanfaatkan hasil pembahasan Raker ini untuk menyempurnakan dan memantapkan konsepsi pembangunan di wilayah IBT.
II. LUAS DAN LINGKUP WII-AYAH "INDONESIA BAGIAI\ TIMUR" Meskipun secara resmi baru pada tanggal 4 Januari 1990 pernyataan tentang "...daerah-daerah tertentu seperti Indonesia Bagian Timur, memerlukan perhatian khusus", diucapkan oleh Bapak Presiden pada sidang Dewan Perwakilan Rakyat 1), namun sudah sejak pertengahan 1989 perhatian kebijaksanaan pembangunan telah dibicarakan oleh banyak pihak. 2), Konteks pernyataan resmi Presiden Soeharto dalam kesempatan tersebut adalah : pentingnya kita menyadari pembangunan bidang prasarana perhubungan di daerah-daerah tertentu seperti dikutip di atas. Antara lain pembangunan pelabuhan besar dan sedang sebanyak 13 buah untuk mendukung ekspor. Juga pembangunan 60 buah fasilitas pelabuhan perintis di 18 propinsi terutama di IBT. 3). Walaupun
lingkup pernyataan itu dimaksudkan dalam arti seperti di atas, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pernyataan-pernyataan itu memperoleh tanggapan luas dan dukungan sebagaimana kita ketahui
ini. Bahwa kita semua memerlukan pernyataan kebijasanaan pembangunan wilayah Indonesia Bagian Timur; bahkan sesungguhnya masih memerlukan pernyataan kebijaksanaan pembangunan wilayah untuk seluruh tanah air secara lebih lugas. Pernyataan seperti yang dikemukakan di atas bukan dimaksudkan untuk "memperkecil" antusiasme kita dalam menggariskan konsepsi pembangunan khususnya IBT. Sama sekali bukan. Namun saya kemukakan bahwa justru sekarang
konsepsi pcmbangunan wilayah dalam lingkup nasional fuga) sangat diperlukan.
Dalam membicarakan kebijaksanaan pembangunan IBT perhatian perlu dicurahkan untuk dapat mempercepat pembangunan guna mencegah makin lebarnya jurang yang memisahkan tingkat pembangunan wilayah tersebut dengan wilayah Tanah Air yang lainnya. Akan tetapi sementara ini,
disamping berdasarkan pada "gambaran laju dan tingkat pembangunan" saat ini, kejelasan wilayah-wilayah (propinsi) mana yang dicakup masih perlu diselesaikan karena memang IBT bukan semata-mata didasarkan pada konsep geografis (mengingat terletak di bagian timur Tanah
Air kita).
Namun lebih dari itu, perlu dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan tingkat perekonomian
t4l
ataupun tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di propinsi-propinsi ataupun di wilayah-wilayah yang lain. Hal tersebut dikemukakan karena keadaan yang "masih belum maju" bukanlah sifat-sifat yang hapya terdapat di propinsi-propinsi yang berada di lBT. Sehingga kriteria untuk menentukan "IBT" tentunya dapat bersifat umum sehingga dapat diterapkan di wilayah Indonesia yang lain dengan keadaan-keadaan sosio-ekonominya yang saat ini sama-sama "kurang memadai".
Untuk tujuan delineasi wilayah IBT tersebut, kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut
:
1) Indikator kesejahteraan ekonomi berupa PDRB per kapita sektor non-migas untuk setiap propinsi. Indikator ini dipilih sebagai salah satu tolok ukur untuk membandingkan tingkat kesejahteraan antar propinsi.
2) Indikator pelayanan keschatan dan pendidikan maupun indikator kesejahteraan sosial lain yang sejenis. Indikator-indikator tersebut sebagai bagian dari pencerminan "kesejahteraan sosial" yang tidak tercakup dalam tolok ukur ekonomi di atas (nomor 1).
II.l.
Perkembangan Pembangunan dengan Indikator Ekonomi
Dengan menggunakan kedua jenis indikat
Tabel l. Indonesia: Distribusi dan Pertumbuhan PDRB Total per wilayah, 1975-1983 dan 1983-1987 'IUIAI-.PDI} WIIAYA}T
zuMAI}IITA
JAWA KALIMANTAN
sutAwrsl KEP.NAGTIMUR
INDONAslA
PDIIl{onMigas
Dsrib Petunt Dktnb Peflum. ry6(o/c) tytsa3- 1ryco) lqBA7 72"12 s.(fl, 50.18 8.45
rw7(7o)
62r 6.D 3.91 5.34 -s37
n.(m
tm.m 7.67 lm.m 6.M
lmm
7.10 9.76 5.M 8.13 5J6 8n
$.ftt 51.90 9.m 4H 4.$
Distrh
54.(m 8.qR 4.1.53
4.Sll
142
Disffir Pertum Dbrrib Pertum D$db. 31e7XEo) 1y6€3 1sl(7o) l9&3a7 1w7(Vo) x).72 8.tI} 6136 8_58 5.91 9.11 636 8.13 5.65 10"00 rm.m
lfnm
t9J4 63.46 588 5.60 5.31 tm.m
5.40 6gt 7fr2 5g 6"m 1m.m
,t9"& 63.65
611 5.07 5-54
1m.m
Dalam tabel asli terbitan BPS yang disebutkan di atas terlihat variasi per propinsi sangat besar. Dalam seri Tabel 1 terlihat tingkat pertumbuhan PDB untuk Jawa berada di atas rata- rata nasional (1983-1987). Sumatera kira-kira berada dalam batas rata-rata nasional, sedangkan wilayah lainnya berada di bawahnya.
Tabel 2. Indonesia: PDRB per kapita, Rata-rata pertumbuhan setiap tahun perwilayah,1975-1987 Tingkat dan Indeks PDRB per kapita per wilayah, 1987
PDRB/Kafita Non-l!figas
Total PDRB/Kapita
Wilafh
Rata-ratapcnufiuhanlh S7 lrdels
Rata{ata pertumbuhanlh
(vo)
r9l5n9
(co)
lclgltsr*&tl
(Rp.lm) fltttut
= lm)
Sumatera
3.m 1,5
Jawa
581 6.91 4:76 6?A
Iklimantan
1391
Sulartr,tsi
7.m 4.63 3.n
KepBagfimr 5.72
Indmesia
C-atatan
lryt In&ks
Zyz 953
4.(B 0.q3 13rl 4D
rcig$r lq38'7 (RP.lm) hdo.=lm)
4.(fl 3.11 51
138.1
6S
8e4
5.95 7.M 4M 601
1053
1884
7.63 437 3.95 T3r
r?8.l
59.1
7.m 4.('3 3.12 412
722
688 8i9 431 4r9
73.4
632 432
1m.0
6J5 Zyz 451 &.7
583 430 387 6q7
rnsn
1m.0
632
PDRB 195 - lg83menggunakanhargkonstan 195 dan PDRB 1983 - 1987 nrcngunakan harga konstan 1983.
143
577
97.r
Tabel4.1 APBN Satuan 3 per Capita (Indonesia 1975 1976 1977 1978 1979 1980
NP PROPINSI
0l D.I. Aceh 02 Sumatera Utara 03 Sumatera Barat
165 160 108 109 163 168
165
t01 153
04Riau 05Jambi
230 167
06 Sumatera Selatan
17^t 150
120
07 Bengkulu
239 337
312
08 l-ampung
123 8l 96 0062 91M88 ?5 84 70 r24 156 139 58 57 65
231
09 D.K.l. Jakarta L0.Iawa Barat
1l Jawa Tengah 12
D.I. Yoglakarta
l3 Jawa Timur L4 Kalimantan 15
flarat
Kalimantan Tengah
l6 Kalimantan Selatan 17 Kalimantan 1.8
Timur
SulawesiUtara
19 Sulawcsi 'I'engah 20 Sulawesi Selatan 21 SulawesiTenggara
22 ts
ali
U7
151
239
155 175
140
136 167
122
202 183 ul 2e8 386 t,51 173 208 233 242 244 1M 111 106 2.5-5 240 228 221,
\M l3l 68 76 86 86 101 95
141
23 Nusa T'enggara Barat 24 Nusa'l'cnggara
Timur
25 Maluhu
136 152
|1"1
26
lrian Jaya
226
t74
737
2?
f imor'Ilmur
180 128
11.5
153 r42
r33
7t 't?
7s
203 202
',193
t42 150
154
ill ll8
1,12
J1 Sumalera
52 Jawa 53 Kalimantan 54 Sulawesi 55 Kep Bagian
f imur
90 Indonesia Non Pusal
100
177
= 100)
r98l 1982 1983 1984 198.5 1986 1987
182 183 168 159 1.55 87 81 86 90 90 144 136 163 r38 151 136 246 215 19.5 225 202 172 2It7 269 257 217 182 215 218 r53 160 131 t74 191 212 1,$ 1{rl 139 t49 tz'l y9 326 3.58 418 419 327 334 297 285 103 82 73 90 99 102 90 (\() 67 129 107 tv 9? lfs 129 lt't 104 12"5 89 91 78 71 71 "13 74 7I 95 59 58 50 53 55 58 (tS 65 54 123 1t2 115 118 11.5 120 121 122 12"1 56 5l 48 44 48 48 4{i 50 ,51 tM l4.s 141 182 214 196 167 t7t t47 146 161 228 310 3?r 387 34(> U4 293 196 Z(tl 236 242 238 197 ru lw t1'l 2e9 U4 254 276 2Il0 254 306 350 270 168 \U 151 t6l 132 136 154 156 '.t43 74(\ 212 202 252 195 182 198 214 191 96 102 98 l0l 99 105 100 97 93 281 252 323 322 219 273 ?4(t zsq 218 122 118 122 ll4 I i3 111 1t8 128 I1.s 98 99 l0{3 106 9l 92 94 90 77 103 lm rc1 107 85 9(t ll4 117 145 160 169 179 186 179 t77 ?16 188 111 2r0 278 U2 444 371 4M 379 376 134 205 239 236 274 ',367 4r5 513 63',7 145 r47 154 155 140 t40 134 t2] | 19 74 7r (,6 6{) M67 68 67 74 187 201 203 23(, 249 235 225 235 201 r54 I3-5 t42 152 135 L37 138 140 t?s 105 125 136 148 1"58 t44 1"53 l(r7 l(A 160
189
103 98 88 t7t 157 166 L'n 219 303
193 92
,91
r52 85 r32
140
1,47
225
143
98
145 194 161 131 203 270
u(s
107
55 7S
146
58 61
133
I l8
83
43
111
135
w
265
16('
190
29t l5r
315 181
178
201.
105
106
246
227
92 95
t24 109
147 148
1',t8
187
285
4283
116
127
't6 t82
207
138 158
t00 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
144
1989
83
146
204
lm
Tabel4.2 Inpres per kapita (rp.) INDON
THN I97I
85
THN 192
109
THN
138
1973
1975 893
JAMBI SUMSEL LMPNG BNGKI- OKUAK
u
97
r02
96
t23
n8
t7
tm
lr8
t46
148
5l
tl52
t49
456
865
y6
1.165
1.263
884
THN 1976 1.382 1.785 t.961
197
FIAU
STJMUT SUMBAR
l0l 219
TIIN 1974 y5 THN
ACEH
78
9y t.285 1.341 1.574
1.419
l.ggg
1.818
621
950
145
YOGYA JAIIM
JABAR JATGH
60
80
97
54
100 80
u5
lll
203
tu
130 107
l,l8
t37
x7
2tl
218 178
2ffi
239
693 7lt
733
76
.571
727
2.3% 2.2t5 1.451 2.292 1.151 r.093 t.195 t.2X
1.181
1.805 2.575
2.547
2.013 2.yr3 2.Kr1 2568 1.667 3.291 2.179
THN 1978 2.254 3-374
3.m0
2.297 2.829 3.630 3.361 2.294 4.&53
2.545 1.5t6 1.788 2.882
1.648
2.4m 3.144 4.537 3.220 2.324 4.963
2.927 1.535 1.821 3.192
1.740
TIIN
TttN 19?9 2.318 3.335 3.014 THN 1980
2.912
l98l
4.532
TI{N
na 4.190 3.353 4.286 5.$9 12.M2 2.4y 7.188 l.(,(tl 6.816 5.060
TIIN 1982 6.417 10.801
6.887
THN 1983 8.437 8.7A6
8.8@
T1IN 1984 8.254 7.ffi7
TIIN 19{t{t
8.307
7.ffi
THN l9{}7
6,9t}9
6.899 ?.534
TI|N rinS
5.037
na
4.338 13.750
9.633 9.390 2.8n n.452 5.658 19.322 12.881 12.tw
16.941
1r.043
l4.US 8.m1 n374 13.727 16.433 10.258
l%5
THN
6.001 7.196 9.2n rc.6$
g.rm 5.M
2.01,9 2.073
3.317
1.855
3.082 2.947 4:7s4 3.131
2.%t7 4.291 4.241
63m
4.054
7.M u.0* 3.4t4 5.969 5.931 8.152 4.947 8.25s
8.705 12.586 12.e70 16.2M 6.899 7.802 9.603 13573
2.$6
1.385 1.,t46 2.325 1.390
A.OU
3.343 5.580 s.402 7.&6 4.89
21M7 3.679 4.6t6 4.U2 1.lg{t
4.552
14.310 t5.707 8.205 6.650 23.549
3.879
5.180 5.684 8.199 5.074
10.035
10.876 16.100 9.335 5.918 2r.8(X
3"599
4.20t 4.555
8.070
9.3O(r
ll.0l5 6.299 4.?AS n.5A2 2.98
2.8e2
\tm
7.2W
4.02
6.020 2.y24
THN 1989 5.918 11.852 6.()9? 10.842 10.267 11.613 ?.513 5.133 18.3,1)6 3.433 3.280 3.604 6.753 3.8s
r45
KALBAR KALTGH KALSEI
'rHN
1971
SULUT SULTENG SULSEL SULTFA
KALTIM
BALI
NTB NTT
MALUKU IRJA TIMTIM
t32
210
Il'l
194
lll
139
15
132
94
92
11-1
t37
60
THN
1972
153
230
138
2W
132
157
113
l-54
r09
r07
137
156
u
'I't{N
1973
t85
275
l&
248
155
te5
140
177
139
t32
t7r
t92
r97
Tr'tN
1974
782
730
5.37
433
457
205
362
226
r90
238 320
1.010
l.-307
888
8 t.s
876 9t7
1."531
l.gls t.392 2.193
2.454
3.429
TTIN 1975 1..322
TI{N 1976
l.lil
L062
1.243 r.e73
2.0y 2.583 1.884 2.626
TIIN 197? 2.738 3.188 2.435
2.880
lTlN 1978 4.908 4.178 2.9(t 13.567 TIIN 1979
4.294
4,632
THN 1980
5.877
6.816 4.428
3.108
I.4U
212 3.198 1.969 1.83e
t.6y
1.835 2.442 2.931
3.429
5.685
4.317
7.3(18
3.321
3.249 3.355 5.172 6.52(,
9.278
6.9M
5.731 5.697
2.35& 3.029
3.930 2.211 4.420 3.te7 2.3.s5 2.693
4.912 6.90 4.07(> 't.866
1.220
1.s81 1.320 1.6e4 z.tM
3.14s 4.'174 2.499 4.856 2.e48 2.09't
3.910 2.727 4.493
1.505
307
3.519
.
TIIN 1981 8.626 12.805 7.803
10.118
TIiN
1982 12.376 19.603 1?.30t
1-5.457
THN
1983 16.504 24.357 15.033 19.025
13.568 20.831 10.349 26.036 u.567 10,872
t5.221 16j18720.162 3?.793
THN
1984 16"295 26,656 15.092 17.287
13.208 19.693 10.533 U.536 11,.980 13.323
13.329 16.3282A.s20 3?.490
THN
1985 1s.706 25.(!43 1(t.399
11.966
12.639 16.95927.427 35.988
lI{N
1986 15.876 31.433 17.177 19.080
T'I{N 1987 r5.tr0 2s.222 13.899
'rHN 1988 9.327 't4.962
2O.337
17.148
10.241 12.338
THN 1989 ll258 1(>977 12.093
12.198
1.930 10.685 5.247 13.198
1,1.0(A t7.1(A 7.453 1e.262 1.4t12
1',1.9"74
t1.17()
9.435 19.508 9.8',t2 11.475
8.710
n.237
n.171 12.580 16.151 X5.489
14j96 19.5y 1,0.265 21.618 9.809 12.807 12.992t9.47622.211 12.748 15.175 7.211 t7.t0l 8.4.59 10.9s2
e.zy)
5.-559
15.67_5 6.?35
1,M
13._s88
8.386
15.936
%.976
9.185 12.237 19.78025.198 32.81.5
7.333 6.4&
7"445 11.527 r4.6',72 L1.0U)
16.807 9.463 7:t94 9.22314.69917.285
28"693
Melengkapi Tabel3 tersebut, dalam Tabel4 ditunjukkan PDRB non-migas per kapita di tahun 1987. Terlihat 10 propinsi berada di atas ambang tingkat besaran rata-rata nasional (kelompok II dan III). Sedangkan propinsi-propinsi yang berada di kelompok I dan IV berada di bawah ambang rata-rata tingkat besaran PDRB regional. Kemudian kita dapat menyimak bahwa 5 propinsi (kelorrpok I dan II) berada di kelompok propinsi yang tingkat pertumbu hannya di atas tingkat pertumbuhan rata-rata nasional. Sedangkan kelompok
IV
dan kelompak
III
adalah propinsi- propinsi yang pertumbuhannya
berada di bawah rata-rata nasional.
Dapat pula terlihat dalam tabel 3 tersebut propinsi yang termasuk kelompok IV (berjumlah 13 buah) bersifat rendah, baik tingkat pertumbuhannya pada kurun waktu 1983-1987, maupun besar PDRB-nya pada tahun 1987. Kelompok propinsi ini menarik perhatian para penentu kebijaksanaan pembangunan wilayah, karena pertumbuhan ekonomi mereka berada di bawah rata-rata nasional. Khususnya propinsi-propinsi di Sulawesi dan Maluku, Irian, NTB, NTT, Timor Timur berada dalam kelompok ini. Kalau propinsi-propinsi tersebut berada dalam kelompok ini, begitu lama, mereka akan makin keting galan jauh dari kelompok propinsi yang lain. Sedangkan pada saat yang bersamaan propinsi-propinsi di Jawa dan Kalimantan (kelompok I dan III) berada di atas, atau menuju ke arah
status yang "baikn. Dalam hubungan
ini
kelihatannya dapat dipakai sebagai pegangan bahwa investasi-investasi pembangunan dilakukan di propinsi-propinsi yang berada di sekitar/berdekatan dengan propinsi-propinsi yang maju tersebut. Jadi untuk jelasnya, pengga bungan kembali propinsi-propinsi tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Kedelapan propinsi di Sumatera dapat dibagi menjadi dua bagian: karena perbedaan tingkat PDRB-nya, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera Barat ke selatan sampai dengan propinsi Lampung. b. Propinsi-propinsi di Jawa dan Bali dijadikan satu, atas dasar kesamaan dinamika pertumbuhannya.
Namun harus diakui bahwa dia antara propinsi-propinsi tersebut terdapat perbedaan-perbedaan yangsangat berarti dalam tingkat kesejahteraan dan tingkat pertumbuhannya (I dan II).c. Propinsi Kalimantan Barat yang berada dalam kelompok I, disatukan dengan propinsi-propinsi Kalimantan lainnya, walaupun laju pertumbuhannya lain, karena alasan kesatuan geografis (III)
d. Propinsi-propinsi Sulawesi dan serangkaian propinsi Maluku, Irian Jaya, NTB, NTT dan Timor Timur menggambarkan sifat-sifat PDRB yang homogen. Meskipun harus diakui bahwa Maluku yang berada di Golongan I menunjukkan sifat-sifat pertumbuhan yang baik. Jadi dalam hubungan ini akhirnya kita mempunyai 5 golongan wilayah.
147
Tabel 4. Pengelompokan Propinsi Berdasarkan PDRB Perkapita Non-Migas dan Tingkat Pertumbuhannya PDRR PF,R KAPTTA NON.MICAS
- 100)
PEKTUM/TI.T
1983
L9tl7',
1983S7
646222
126.0
"t13.2
1.56
Sumatera Utara
6204W
104.3
108.7
4.20
PROPINSI/
1987
WTLAYAH _-:*
RUPIA[I
D.I. Aceh
INDEX0(IND
Riau
64{1597
1r7.7
r13.3
3.49
Sumatera Selatan
641128
132.4
112.3
2.6
SUMATERA I
633068
116.5
110.9
3.21
98.7
3.17
Sumatera Barat
563357
98.5
Jambi
434672
83.9
76.2
2.(fi
Bengkulu Lampung
51533',/
85.s
90.3
3.r7
33W49
55.5
58.0
4.31
SUMATERA II
42({'72
'15.3
74.8
3.19
1(128083
305.3
285.2
2.54
Jawa Barat
522179
82.5
91.5
6.f,8
Jawa Tengah
429577
75;',|
75.3
4.79
D.K.I. Jakarta
D.L Yogya
4280f34
76.4
75.0
3.22
Jawa Timur
573738
t01.9
rfi).5
4.19
Bali
717869
1tn.0
125.8
6.91
JAWA. BALI
ffi3923
103.5
105.8
4.90
Kalimantan Barat
542010
90.6
9-5.0
4.99
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
7621.29
r30.0
133.5
2.55
Kalimantan Timur
KALTMANTAN
613137
111.0
107.4
3.53
1219677
2r7.8
213.7
3.L9
730958
126.5
128.r
3.95
Sulawesi Utara
424521
86.1
74.4
t.64
Sulawesi Tcngah
380857
73.4
65.7
1.75
SulawesiSelatan Sulawesi Tenggara
4r7919
78.4
73.2
3.98
398544
80.5
69.8
3.15
NTB
269732
51.4
47.3
3.30
NTT
256896
,18.3
4.5.0
2.28
Maluku
527182
88.6
91.3
5.19
Irian Jaya
504139
99.9
88"3
1.89
TimorTimur IBT INDONESIA
248233
39.2
43.5
3.74
379039
7r.tt
66.4
3.t7
570771
rm.0
1m.0
4.32
148
Dan di antaranya tumbuh dan berkembang cepat, yaitu Sumatera Bagian Utara dan Kalimantan. Kemudian Jawa dan Bali, serta dua lagi yaitu kelompok Propinsi Sumatcra bagian Selatan, termasuk propinsi Sumateia Barat yang agak lambat pertumbuhan ekonominya. Dan akhirnya propinsi-propinsi
di Indonesia Baglao Timur (IBT) dimana wilayahnya yang terakhir ini menjadi topik pembicaraan. Sebelum pengelompokkan
ini disimpulkan perlu dipertimbangkan juga
penerapan indikator
sosial yang akan dibahas dalam bagian berikut ini.
II2. Pertimbangan-Pertimbangan
Dengan Indikator Sosial
Maksud pembahasan dengan indikator kescjahteraan sosial ini adalah untuk melengkapkan pertimbangan-pertimbangan seperti dinyatakan dimuka. Yang dimaksudkan dengan kesejahteraan sosial di sini adalah kesejahteraan lisik, akses, jenis mode transport yang ada. media perhubungan lainnya seperti telepon, dan sebagainya. Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah indikator-indikator sosial yang diterapkan
:
a. PQLI (Physical Quality of Life Index), sebagai gabungan dari tingkat kematian bayi, usia harapan hidup, umur, dan melek huruf diatas umur 10 tahun. b. Tersedianya fasilitas pendidikan yang dicerminkan oleh adanya jumlah guru dan bukan oleh adanya ngedung
sekotah'.
c. Tingkat fasilitas kesehatan yang dicerminkan oleh jumlah tempat tidur dirumah sakit.(lihat Tabel 5)
Gambaran mengenai ketiga indikator tersebut diatas dapat dilihat dalam tabel5.
r49
Tabel 5. Beberapa Indikator Sosial PHYSICAT, Q UALI'IY OF RA'TIO CUR U/M URID SD RUMA I'I SAKTI DAN'IT]MPAT
LIFE
NP PROPINSI
01D.I. Aceh 02 Sumatera Utara 03 Sumatera Barat
MRiau 05J
ambi
06 Sumatera Selatan 07 Bengkulu 08 Lampung 09 D.K.L Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah
12D.1. Yogyakarta 13 Jawa
Timur
14 Kalimantan Barat
l5 Kalimantan Tengah t6 Kalimantan Sclatan 17 Kalimantan Timur 18 Sulawesi Utara 19 Sulawesi Tengah
20 Sulawesi Selatan 21 Sulawesi Tenggara
228 al i 23 Nusa Tenggara Barat 24 Nusa Tenggara Timur
25Maluku ?ftlrianlaya 27 Timar Timur 90
INDONESIA
INDttX
SMP&SMA
1985 URLJ'IAN 1988
77 78 7I 74 '13 75 76 78 87 68 72 82 69 fi9 76 70 79 80 (fr 70 69 14 53 67 70 69 48
11"
',17
1
0.83
150
PIiR 100.000 persons, 1987
UR{-rlAN RUMATI URLTTANTEMPAI'URI.JTAN
7 20.A rc 6 2fi.6 14 15 2t.6 12 tl 23j 5 13 19.5 2r r0 24.5 3 8 19.6 2A 5 25.0 2 L 22.A il) 22 24.A 4 14 19.9 18 2 16.2 26 20 20.4 15 21 22.0 9 t:9.7 19 16 17.6 24 4 19.9 3 17.3 25 24 r8.1 23 r7 21.1 13 t9 19.-5 22 12 15.8 21 26 22.6 6 23 22.3 I 18 22.O 9 25 22.4 7 2"1 31.3 21..7
TIDUR
SAKIT
TIDUR
0.63 22 1.30 7
112.48
r.73 Z
1.3(r l.l I 0.65 0.68 0.43 2.28 o.M 0.80 1.25 0.4{f 0.84 1.17 1.05 r.39 1.33 0.99 1.16 1.07 0.81 0.44 0.77 1.22 1.57 0.m
5 t2 2t 2A 26 r 25 lfj I 23 16 10 14 4 6 15 11 13 17 24 1e e 3 27
65.08
50.71
91,.7r
20
4 ,1
56.19
16
53.34
18
t6.22
11
35.42
24
27.63
25
175.61
37.12
2
56.53
L5
105.93
5
53.64
l7
6f,.80
t
44.54
22
(fi.77
12
118.18
3
t20.07
2
6r..t4
14
81"56
9
51.50
19
tJ1.07
10
75.83
25
49.49
ZI
83.47
I
100.48
6
0.00
27
Untuk lebih mendapatkan gambaran mengenai keadaan propinsi-propinsi pada dua jenis indikator yang digunakan, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial, keduanya digabung dan disusun dalam Tabel6. Tabel 6. Ringkasan indikator ekonomVsosiav.-
Indlikator Kesejahteraan Propinsi
Sosial5)
D.I. Aceh Sumatera Selatan
Riau Sumatera Selatan
SUMATERA I
+++++-
+-+-+o-
Bengkulu
Lampung
SUMATERA II
+-+ -+
Bali JAWA - BALI Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
KALIMANTAN
+++ -+-
+++
D.I. Yogya Jawa Timur
+oo
++-
Jambi
Jawa Tengah
+--
+-+ -- -r
Sumatera Barat
D.K.I. Jakarta Jawa Barat
+++++
+-
++ ++ -+ ++++-
-+++ o+o --+
++-++
+++ o++
+++
Sulawesi Utara
-++-+
Sulawcsi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
NTB NTT
--+ --+
Maluku
lrian Timor Timur
--o
IBT
151
keaclaan kemajuan pembangunan propinsi-propinsi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wilayah Indoncsia terbagi dua, yaitu wilayah yang relatif maju dan wilayah yang terbelakang. Wilayah yang terbclakang terdiri dari propinsi-propinsi Sumatera Barat, Jambi;
Dari pemaparan
Bengkulu, Lampung seluruh Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur. Dari kelompok propinsi-propinsi Indonesia Bagian Timur (IBT) dapat ditarik secara geogra{is, yaitu meliputi propinsi-prnpinsi di seluruh Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.
III. KARAKTERISTIK EKONOMI DARI IBT IBT yang cli delineasi dengan indikator-indikator ekonomi, sosial dan geografis, maka dalam menjajagi kebijaksanaan pembangunan perlu kiranya dilihat karakteristik ckonomi wilayah tcrsebut. Penggambaran Setelah
kita memperoleh
gambaran tentang luas dan lingkup
karakteristiknya mencakup lima hal sebagai berikut
:
a) Tentang struktur sektor-sektor ekonomi wilayah tcrsebut. b) Tent"ang pasar tenaga kerjanya. c) Tentang pola konsumsi dan investasinya. d) Tentang hubungan keluar negeri/ekspor. e) Tentang kegiatan perdagangan antar propinsi.
III.1. Struktur Ekonomi Untuk dapat menunjukkan struktur ekonomi di wilayah dimaksud disusunlah Tahel 7. Seperti Tabel 1 dan 2 di muka, tabel ini menyarikan data lengkap propinsi-propinsi ke dalam "wilayah-wilayah besar", yang menggambarakan pertumbuhan rata-rata tahunan dalam periode 1983-1987 serta 4 sektor penting scperti pertanian, pertambangan, industri dan sektor jasa. Untuk setiap sektor tersebut ditunjukkan sumbangan (share) dalam prosentasc di masing-masing wilayah besar tersebut, beserta tingkat perlumbuhannya.
152
Tabel 7. Indonesia : Distribusi Sektor 1987 dan Pertumbuhan PDB f9$-f987 per wilayah dan per sektor utama Seluruhnya
PERTAMNN
PERTAMBNNGAI
JASA
INDUSTRI
1!)B3-l98?
WII-AYATI
Kontrib
Pertum
Kontrib.
Pertum
Konlrib
Pertum
Kontrib. Pertum.
Sumatera
6.2r
2t.M
6.34
35.(B
4.75
l7.43
9.65
26.4
6.€
Jawa
5.79
21.8r
4.47
3.04
3.(A
?6.18
9.65
8.n
6.75
Kalimanatan
3.91
r7.r9
6.88
28.K,
-8.30
2{r.10
20.42
27.85
5.94
Sulawesi
5.y 5.v
41.14
4.76
1.26
-4.7r
10.11
7.76
47.49
5.67
Kep. Bag. Timur
42.22
4.61
8.11
-6.37
9.11
9.98
,10.56
Indonesia
6.24
22.97
5.r
14.48
2.1(t
22.23
r0.55
40.31
1
8.76 6.69
Terlihat dalam tabel ini bahwa sumbangan sektor pertanian merupakan 42Vo dari kegiatan ekonomi di wilayah Indonesia Bagian Timur (lBT), scdangkan pada skala rata-rata nasional sektorsektor yang sama memberikan sumbangan 23'y'o. Sedangkan laju pertumbuhan sektor pertanian IBT berada di bawah rata-rata nasional dan hal ini.mcrupakan salah satu sebab mengapa rata-rata kenaikan PDB di IBT lebih rendah dari rata-rata nasional. Penjelasan serupa juga dapat diterapkan pada sektor-sektor lainnya seperti sektor pertambangan, sektorjasa dan sebagainya.
III2. Sifat-sifat
Pasar Tenaga Kerja 6)
Proporsi pcnduduk yang saktif kegiatan ekonomi yarrg berumur 10 tahun ke atas di Indonesia Timur sebesar 58,4Vo. Hal ini hampir mcnyamai share dalam aenaga kerja di tingkat nasional yang mencapai 57,4 Vo. Tetapi angka pengangguran di IBT untuk penduduk yang bcrumur l0 tahun ke atas hanya 0,9 Vo,sedang di tingkat nasional 1,5 Eo. Rasio pekerja di IBT terhadap jumlah angkatan kerja makin kecil untuk wilayah ini dibandingkan dengan angka nasional. Hal ini berarti bahwa para pekerja di IBT tersebut adalah pekcrja sementara atau yang memperkerjakan sendiri (self employment). Keadaan pasar tenaga kerja semacam ini mendukung karakteristik perekonomian yang berorientasi pada kegiatan pertanian seperti di IBT ini, yaitu antara lain mereka bekerja secara mandiri (self employment) di sektor pcrtanian. (iambaran tentang keadaan tenaga kcrja di masing-masing propinsi di IBT memberikan corak yang bcragam. Misalnya angka rasio antar pekerja dan jumlah angkanta kerja di Maluku dan Sulawesi Selatan masing-masing adalh 49 7o. Sedangkan proporsi di Nfi dan Irian Jaya yang masing-masing setinggi 74 7o dan 72 % (BPS). Jumlah mereka yang bekerja terhadap
jumlah angkatan kerja juga bervariasi seperti misalnya Timor Timur sebesar 3 Vo dan NTB 7
153
Vo.
Sedangkan Sulawesi Utara setinggi 22 fo, meskipun masih berada di bawah rata-rata nasional yang sebesar 27 Va.
Perbandingan proporsi jumlah pekerja latar bclakang pendiclikan disajikan cli Tabel 8 anlara IBT dengan jumlah pekerja seluruh Indoncsia. Data yang digunakan adalah angka-angka statistik Sakernas (1987). Pada umumnya tingkat pendidikan pekerja di IBT lcbih tinggi dibanclingkan dcngan tingkat nasional. Di IBT proporsi mereka yang bekerja dcngan latar belakang SD, atau yang lebih rendah, jumlahnya lebih sedikit, sedangkan mercka yang bckerja dengan latar belakang pentlidikan SMA, atau lebih tinggi, proporsinya jauh lebih bcsar. Namun jika disimak per proporsi gambarannya beragam sekali.
Di Timor Timur dan NTB para pckerja
umumnya mempunyai pendidikan yang
sangat rendah, sedangkan menurut angka-angka Sakernas tersebut di lrian Jaya dan NTT, angka yang
menunjukkan share pekeria dcngan latar belakang SMA atau lebih (inggi, lcbih besar.
Tabel 8.
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja (987) PROPINSI
NONE
S.D.
ME,NENGAH
SARJANATOTAL
Sulawesi Utara
1.2
45.7
M.7
tt.3100.0
SulawesiTengah
1.1
"30.4
59.1
8.71ff).O
Sulawcsi Selatan
6.5
z() "\)
54.1
9.51m.0
Sulawesi Tenggara
3.4
%t"4
60.3
9.81m.0
30.4
43..1
23.1)
2.61in.0
NTB
NTT Maluku lrian Jaya Timor Timur IBT Total Indonesia
2.{)
24.2
57.6
16.21m.0
19.6
22.0
68.9
7.2rffi.0
0.9
3r.3
56.6
11.21m.0
13.5
-59.4
25.7
1.41tX).O
8.9
34.4
48.3
8.3lm.0
r0.3
.50.2
34.1
5.4100.0
Apa yang disajikan di atas memberi indikasi bahwa pasaran tenaga kerja di IBT merupakan peluang huat aktivitas ekonomi baru. nanrun masuk dirasakan kurangnya informasi tentang tingkat pendidikan angkatan keria yang ada, oleh karena itu belum dapat disampaikan kualitas potensi angkatan kerja di IBT.
1-54
Tabel.9. Konsumsi dan Investasi Bruto sebagai
7o
dari PDB
1985
1983
RASIO
RASIO
RASIO
KONSUMSI llwt
SI'ASI
KONSUMSI
r9f37
RASIO IWI]STASI
RASIO.RASTO
KONSUMSITWESTASI
Sulawesi
83.7
76.3
81.8
r7.9
82.014.7
Kep. Bag. Timur
74.9
15.6
74.8
19.1
73.620.5
IBT
77.1
14.3
77.4
16.1
77.815.1
INDONESIA
(fr.9
21.2
M.6
20.9
62.621.7
III3.
Konsumsi dan Investasi di IBT
Sifat-sifat Konsumsi dan lnvestasi di IBT dapat disarikan di Tabel 9. Dengan mengambil 3 kurun waktu 1983, 1985 dan 1987 untuk menunjukkan rasio Investasi dan Konsumsi sebagai (7o) dari PDB. Tingkat konsumsi pribadi 267o di IBT sedangkan angka nasional 577". Fakta kecenderungan konsumsi pribadi di IBT ini angkanya tinggi. Hal ini terjadi karena PDB terdiri dari upah dengan rasio konsumsi yang tinggi, dan hanya sedikit surplus untuk dimasukkan sebagai tabungan. Oleh
karena itu adalah sangat sulit untuk menghimpun dana investasi dari masyarakat IBT untuk pembangunan di wilayah tersebut. Dalam kaitan ini berarti pembangunan di situ terpaksa tergantung kepada "masuknya dana/modal dari luar".Misalnya dari pemerintah pusat, para investor dalam negeri ataupun asing. Dengan adanya rasio konsumsi yang besar tersebut di IBT memberi dampak yang berlanjut, jika ada kenaikan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Beberapa perkiraan dapat dikemukakan dengan adanya efek konsumsi tinggi di IBT kurang lebih sebcsar 2,4. Sedangkan efek konsumsi di Jawa kira-kira mancapai 1,9, sedangkan di daerah "propinsi migas" Kalimantan atau Sumatera lebih kurang 1,6.
155
Tabel.10.
Distribusi Regional atas efek multiplier (termasuk efek konsumsi) SUMATERA JAWA KALIMANTAN SLTLAWESI KEP.BAG.TIMUR Sumatera
80.3
8.3
Jawa
8.1
3.0
4.3
r7.9
85.4
18.3
24.2
28.7
Kalimantan
1.0
2.9
7A.2
7.8
6.1
Sulawesii Kep. Bag. Timur
0.4
1.1
2.3
63.9
1.8
0.4
t.7
1.1
1.2
59.1
100.0
lm.0
1m.0
l(x).0
100.0
Jumlah
Tabsl 10 menggambarkan besarnya import barang-barang konsumsi dari jasa yang menycbabkan adanya "kebocoran" (leakagc) besar pada pengeluaran konsumsi di tBT. Kalau dibaca secara diagonal, data di Tabel 10, menunjukkan distribusi multiplicr - intcrregional yang juga mencakup
Catatan Kaki: 1) Pidato Presiden R.l. Soeharto : Keterangan pcmcrintah tcntang Rancangan APBN tahun $9{VIg9l pada Sidang Dcwan Perwakilan Rakyat, Departemcn R.I 1990, hlm.27. 2) Di beberapa kesempatan pemhahasan kcbijaksanaan Pembangunan Nasional, Seminar-seminar terbatas, maupun Seminar tingkat nasional telah mulai dihicarakan kebijaksanaan pembangunan ke Indonesia Timur (Go East). 3) Ibid. hlm.27
4) a) Lajur kiri mcnunjukkan tingkat (levcl): * di atas rata-rata nasional - di bawah rata-rata nasional
156
I spM ro, I STRUCTURAL CHANGES IN EMPLOYMENT AND PROD UCTNTTY IN AGRICULTURE IN INDONESIA By: Falsal Knsryno l)
I.
INTRODUCTION
l.
Background.
Oneof the measures of success in economicdevelopment isthe incrcase in labour qualityand productivity
which is equitably distributed. These changes should be viewed from both regional and sectoral perspectives. Failure to achieve decent equity may result in social malfunctioning and economic stagnation. Labour productivity and quality are influenccd by the level of education and technology applied in agriculture. These two lactors are also the major determinants of employment. In the period of 197l-1987 the share of agriculture in total employment decreased kom 66.3Vo to while the GDP's share decreased from 44.OVo in l97l to 23.4Vo in 1987. This resulted in a sharp decline of labour productivity in agriculture relative to the rest o[economy from0.40Voinl97lto0.21Vo in 1987 (the ILO, 1989). It shows the relatively slowgrowth of labour productivity in agriculture compared with theremainingsectors.Agriculture labourforce in IndonesiagrcwbyonlyO.STo peryear in theperiod of 1978-1985. In all provinces of Java and West Nusa Tenggara the growth rate was negative, ranging from -0.8Vo for West Java to -Z.OVo for D.I. Yogyakarta (the ILO/UNDP, 1989). 55.OVo,
In the next five years (1989-1994) Development Planning (REPELITA V) the growth rate of agricultural employmcnt is projccted at 2.07o per year in the period of 1989-194. This figure is much higher compared with the previously realized growth of employment. Development issue that need to be answered is what alternative policies to achieve the employment otrjectivc of the REPELITA V.
2. Theoritical Framework Labour productivity in agriculture depends on agricultural land per lahour and land productivity. This relationship can be formulated as :
I :A. I L
t\
'/
L
A
Director Burcau of Planning, Ministry of Agriculture, Jakarta, tndonesia, Fehruary 1991.
157
where Y is total agricultural output, L is agriculture labour absorption, and A is total agricultural land area. Therefore labour prtlductivity can he increasecl through incrcasc in lancl per lab
For analizing structural changes in agriculture comparison will be macle between Java and outer islands, betwcen sectors of the economy and be tween subsectors
generation will influcncc structural changes in incomc and employmcnt in agriculture. By analyzing the past performance of the structural changers it is then possiblc to clraw policy alternatives to improve employment oportunities and income distribution in rural areas.
II. THE STRUCTURA OF EMPLOYMENT IN RURAL AREA Micro level study on family lahcrur employment in rural arca in Wcst Sumatera ancl South Sulawesi representing the condition outside Java indicatecl that family labour employment in own farm is high (53.0Vo)' For Java own farm emplo;'rncnt is only 34Vo, yet whcn wage labour is included (26.0%) t
e
mployment is low, reflecting few
industrial activities in rural areas. Most industrial invcstmcnts have laken placc in urban ccnters.
()l'f-Iarm employment usually means off-villagc employmcrnt, reflecting the irnportance 11f accessibilitv of rural labour force to cmployment outsiclc thcir villages. Labour mobility in rural area depends very much on the cxisting infrastructurc antl labour market information. Dominant service activitics in rural areas are transportation ancl trade, depencling heavily on the eccessibility of thc rural area with respcct to the economic growth conl.er^
Betwecn 197(t t
show thc dscrease of homc industry empkryment from 4"253 miilion labourers 1986 (Humadi and Hasibuan, l9fl9).
in lg74to 3.,84 millign in
Tahle 1 shows thc changc o[ cmplovmcnt in proccssing industry in Indonesia in the pcriod of 1976-1985' High rate of growth was otrscrvcd in urban arca at the rate
158
area the share changed from l2.67Vo in 1970 lo l4.5%o in 1985. In aggregate, the share of employment in the processing industry increased [rom8.397o to9.38Vo in the same period.
In Table 2 the growth rate in real term of the Regional Gross Domestic Product (RGDP) in agriculture is presented, together with the associated growth rate of employment for the period of 1978-1985. The increase of agriculture income was highly significant in Java, yet in absolute term employment declined, except in East Java where it increased slightly. For the remaining regions outside Java the growth of agriculture income was also encouraging, while the growth of employment is positive. It is conspicuous to note the very small rate of growth of employment in North Sumatera and South Sulawesi.
Data on changes in real wage rates in several regions in lndonesia from 1969 to 1983 were presented in Table 3. The rate of growth in real wage rate as a proxy for labour productivity in Java agriculture was much faster than in outer islands. This is mainly due to the rapid growth in rice yield and off-farm employment in Java. In outer island the rate of growth in rice yield is relatively slow and also the off-farm employment groMh is also sio* as compare to Java. Most of the inclustrial development located in Java especially labour intensive industrics.
,10.5
In 1988 total population ten years of age and over who worked was72.5 millions. Of that amount, millions persons (55.9 Vo) worked in agriculture sector. Within the agriculture sector, 26.1 millions
persons (53.3 Vo) were labourers, wcre about 81.9 Vo were family workers (Table 4 a.). The figures reveal that job creation in agriculture sector in 1988 was about one to one, which means one employer creates the job for one employee.
In Tables 4 and 5 we present data on changes in employment structures in rural and urban areas in Java and outside Java. It is clearly seen that employmcnt in agriculture in Java was nearly constant between 1977 to 1987 and rural employment in Java during that period only increased by one percent annually. In outside Java agricultural employment increased by 6.1 percent and total rural employment increased by 6.25 percent annually. However urban employment in Java increased by 9.3 percent while in outside Java it increased only by 4.8 percent annually during that period. The rapid growth in urban employment in Java was due to the rapid growth in manufacturing, trade and services employment, whill in outside Java only trade showed a rapid employment groMh. Therefore the rapid increased in agricultural wage rate in real term in Java especially after 1980 has been as a result of structural transformation on rural employment or changes in rural labour market, while in Sumatera rural employment still dominated by agriculture. The structural transformation of rural employment was due to the increase in off farm employemtn opportunities in rural and urban areas in Java. The share of urban employment in Java increased from 9.4 perccnt in l97l to 15.4 percent in 1987 of the total employment, where in outside Java the urban employment share only increased from 5.2 percent to 5.7 percent during that pcriod.
According to Collier et.al. (1986) the change in the employment structure in rural areas is due to the significant increase in agricultural production, particularly rice, which was simultaneously followed by the increased opportunity in the service sector especially trade, increased mobility of labour through
159
migration, and the developmcnt of the industry sector. The use of farm mechaniz.ation seems also to be driven by this structural change of employment (Kasryno and Yusuf Saetuddin, 1987).
The influencing factors on the demand of farm wage labour arc harvested area, price of commodity, capital intensil"y, availahility of animal traction, and cropping system (Kasryno, 1986). Previous studies show that dairy cattle and vegetablc production ahsorb thc highest amount of labour, yet the highest prospect to increase labour ahsorption in Java is through higher cropping intcnsity and higher degtee of technology adoption.
When longer time periotl (1981-19tt7) is considered thc real wagc rate appeared to increase from 0.6-I.2 kg gabah (unhusked rice) equivalent [
A study on soybean commodity system in Wcst .lava conducted by Hayami ctal. (1988) revealed that farm production absorbed 4lVo
Based on Tablc 6
in 1980, and it increased ta 7.\Vo in 1987. For West .f ava about l}.(tath <sf the arca was cultivated usins
160
[nwer tiller. The
use of power
tiller
is one of important reasons for the absolute decrease of agricultural
employment in Java.
A Study carried out by Reddy, Kasryno and Siregar (1985) revcaled that power thresher is able to reduce harvesting labour by 32.6% or about l0.0Vo of total employment in the rice subsector. The capacity of this power thresher varied betwcen 8 ha to L2 ha per year. In 1987 the total rice area in Java where power thresher was used is estimated tobe ll.4%o to 15.IVo. In Table 8 the growth of the density of farm mechanical devices in Indonesia is presented. Note that power tiller grew faster in Java, while power thresher grew faster outside Java. For Java the highest rate of growth of power tiller was in West Java, while for power thresher it was in East Java. The problem is this: Why the development of larm mcchanical devices occurred where population density is high ? Farm mechanization is logically more desired outside Java where population density is low. This is, among others, due to the fact that the package of farm mechanical devices introduced was made particularly suitable for irrigated rice area, the major portion of which is located in Java. Also off-farm employment opportunity developed fastest in this crowded island.
III. THE STRUCTURE OF HOUSEHOLD INCOME The growth of agriculture sector runs parallel with thc growth of household farm income. The growth rate of per capita Gross Domestic Product (GDP) of this sector reaching the rate of 3.87o per year, which is quite close to the growth rate of per capita income of farm household.
The pattern of household income bcgan to divcrsify, whcre thc share of agriculture tended to decline, while the share of the scrvice sector and off farm cmployment tended to increase. Yet the role of processing industry in rural area was weakly developed, contributing only 6.0Vo to the total income of the rural household.
In Table 9 rural household income of several regions in Indonesia is presented based on SUSENAS data (1987). The role o[ farm income was smaller for West and East Java. In West Java the role of wage/salary income was large, due to thc groMh of employment opportunity outside agriculture and outside the village, such as employme nt in various urban industries around the big cities like Jakarta, Bandung Karawang, Bekasi, Tanggerang, and Bogor. On the other hand, the percentage of landless households was highest in West Java (28.9%) followed by East Java (25.0%). The role of wage/salary income in East Java was high. The role of rural industry was highest in East Java (B.aVo). The most significant household industry in East Java was cracker (kerupuk) making and machineshops producing various flarm equipments, such as power thresher, and power tiller. In the coastal area the most significant industry was fish processing.
If we rank the provinces according to the level of total farm household income the top five provinces are Riau, Maluku, North Sulawesi, South Sumatera and Central Kalimantan. Common characteristics of these provinces are lower contribution of food crops and higher contribution of other crops and salary and wages income. The bottom live provinces are West Nusa Tenggara, South
161
Kalimantan, Lampung, Fast Java and Clcntral Java. Thc common characteristics of these provlnces are they have higher contribution of food crops (mainly ricc), and the lowcst contribution
Urban and industrial development conccntrated in .fava which has induced urbanization and migration of rural labor forcc. This fact has contributed to thc incrcase in real wage rate in agriculturc, which then together with bigh profitability of ricr, farming havo induced thc use of agricultural machineries. The profitabilityof rice farming is mainlydue lo improvcment in irrigationsystem, favorable input-output price rali
and Govcrnment policy. In thr: perir:d of 1976-1983 incomc diversification appcared to be higher compared with 1987. Probably this was due to thc be ttcr e conomic condition in the early eighties, offering higher employment opportunity for the unskilled labour force. Economic condition since 1984 was not quite favourable, which was associated with the low price of oil and the declinc in off farm employment, which was reflected by the relativcly lower diversificat.ion of income .
IV. PRODUCTIVTTY AND QUALITY OF AGRICULTURE LABOUR FORCE Agriculture area per worker was almost twice higher in outside Java lhan in Java, yet the value addcd per worker was almost the samc. It suggcsts that land productivity and cropping intensity was higher in Java. The
$owth of agriculturc labour outsidc .lava should he rcduccd, by mcans of industrial
1(tZ
development in outer islands. Yet effort to improve latrour productivity in agriculture is criticelly important. For this it is necessar to make agriculture more capital intensive, with the use of mechanical devices.
If technolog5t and resource use in agriculture outside Java continue to move along the traditional line, output per worker will not significantly increase for both Java and outside Java, leading to the slow growth of rural economy. For significant productivity increases we have to bridge the gap of technology adoption between Java and outside Java, thc only way to improve productivity of labour outside Java.
This effort should be simultaneously carried out with inlrastructural investment, including transporttation, communication, electricity, rural bank, and waterworks for rural households.
In 1988 it was estimated that 39.0 million people (54.0 percent of the total labour force) was employed in agriculture.In Table 11 the distribution of labour force in agriculture and non- agriculture is presented based on education as the proxcy of labour quality. In general, the quality of labour in Indonesia was not high. The majority was below the level of primary school, particularly in agriculture. In the last ten years (1976-l98f) the cducation lcvel increascd. The improvement was much faster
in the non- agriculture
sector. I-abour lorce in agriculture was relatively older compared to the non-agriculture sector, reflccting the unwillingness of the younger generation -- usually having higher education -- to work in agriculture. This is probably related to the shcer drudgery of agricultural work and the low labour productivity.
V. CONCLUSION AND POLICY IMPLICATION 1.
Agriculture on the production side cannot employ additi
economic development where intersectoral and cross sectoral programs are concertedly implemented to achieve a balanced growth of agriculture and non agriculture. 2. The agriculture sector in the broad sense include: (i) Agriculture production; (ii) processing of agricultural products (the so called downstream industry); (iii) larm mechanical industry (the so called upstream industry); and (iv) the supporting services, such as trade, packing, transportation, banking eKension, and farm supply distribution, will have great potential for employment creafion and to improve income distribution. There is no reason to focus our attention on employment in agricultural production alone, because a much highcr opportunity lies otuside the narrow range of
agricultural production. To develop an integrated effort in agricultural and rural development programs it is necessary to develop a strong planning capability at the regional and national levels to develop agriculture based regional urban centers all ovcr the country. Upstream and downstream
r63
industries should be developecl along this line to ensurc economies of scale and to impart positive cxternal effcct, within antl hc(wccn rcgions. 3. The agribusiness development in the production ccnter woultl rcsult in diversification in economic activities to gsnorate an optimum structure of value added and household incomc in rural arca. This
kind of approach will also have positive impact on lifs environment in thc cities, because the commodities oflcrcd in lhc urban markct arc final or half- finishcd g<xrds gcncrating littlc houschttld wasto.
4. Wage labourers in agriculturc havc tow cclucation an
Yet cmployment opportunity outside agriculture is mostly limited to manual labour, requiring no skill. To get access to a better employment opportunity training program for the rural labour force is necessary, that should be implemcnted on the continuing basi,s. 5.
Farm diversification towards horticultural production,
dairy cattlc, hrackish watcr fishery, and
improved land use intensity is nccdcd, in line with the comparativc advantagc o[ thc
associat.ed
agroecosystem. This must be supported hy the development of infrastructure and supporting services such as transportaticln, rural bank, elcctricity and watcrwork, to enhancc and facilitatc employment
and development participation of the rural people. Diversification program should be properly tailored to agroindustry ancl public as well as privatc serviccs. The rolc of (]overnnrent in the diversification program is to provide thc inlegratccl package of lechnologies, from thc production down to the agroindustrics of agricultural input supply and procluct processing. It means that improvemcnts in tcchnology and infrastructure will push farming syslcm devekrprnent so
as to
create
high employment opportunities in rural area. 6 .In order to allocate rcsources efficicntly among divcrsificd cconomic: activities among vari
it
is vital to rely moro on the incentivc mechanism of markct priccs. Arbitary price supports by government on specific commoditics in neglcct of the ot"hers onc likely to prcvent the progress of agricultural diversification toward an optimum direction. 7. Most of the sources of improving incomc of rural households are outsidc the domain of agricultural
production. The most important s
164
credit provision is called for, such
as
larmer group credit which is nol commodity specific, but based
on households bussiness activities. 9. To make rice self sufficiency sustainable, rice production should be shifted gradualy to outside Java
through integrated area development, largc enough to ensure economies of scale (say 5000 ha), where comprehensive agrisupport services are developed. Package of technology suitable for the area (upland or lowland, gravity irrigation or others), including efficient use of irrigation water and farm mechines for land preparation, crop maintenance, harvesting and post harvest handling. Although the area is planned and developed by the government, yet the area is fully possessed and managed by smallholders, who organize themselves in viablc groups or farmer associations. 10. Only through integrated area and commodity devclopment which rely on market mechanism and
private enterpreneurship and that intensification of land use which is carried out as farm group action
will achieve economy of scale and, at the same time, a comprehensive agribusiness development can be initiated to improve the status of agriculture with respcct to the remaining sectors, in our attempt to create employnent, equitable and balanced income distribution between various economic sectors.
BIBLIOGRAPHY 1.
Collier, W.L. et.al. 1982. Acceleration of Rural Development Java BIES,
XVII (3) Nov. 1982
2. Collier, W.L.Gunawan Wiradi, Socntoro, Makali, Kabul Santoso. 1988 Employment Trends in [-owland Javaness Villages, U.S.A.I.D. Jakarta, April 1988 3. Hayami, Yujiro, Toshihiko Kawagae, Yokonori Marooka, and Masdjidin Siregar, L988.Income and Employment Gsneration from Agricultural Processing and Marketing. The Case of Soybean in Indonesia Agro Econ. 1 (1988). 4. Humaidi, Muchtar dan Nurmansyah Hasibuan, (1989). Analisa Statistik Industri Kecil dan Rumah Tangga, BPS, 1989. 5. Irawan, Bambang; Achmad Djauhari dan Achmad Suryana. Pcnycrapan Tenaga Kcrja di Pedesaan Jawa Barat Procceding: PATANAS, 1988 Pusat Penelitian Agro ekonomi, Bogor.
6.
di
ILOruNDP,
1989. Prospect for l-abour Absorption in Agriculture in Repelita V. Report of an ILC) Study Funded by UNDP INS/84/ffi6.
7. Kasryno, Faisal, 1981. Institutional Changes and lts Effects on Income in Rural Area. Kajian Ekonomi Malaysia, XVIII, No 182.1981.
Distribution and Employment
8. Kasryno, Faisal. 1984. Perkembangan Penyerapan Tenaga kerja dan Tingkat Upah dalam Prospek Perkembangan Ekonomi Pedcsaan Indonesia. Faisal Kasryno (Penyunting) Yayasan Obor
Jakarta, 1982.
l(t5
Agricultural Wage in Indoncsia dalam : Rural Inclustrilization and Non-Farm Activities cdiled hy Yong-Br:o Choe and Fu Clhun ho. Korea Rural Economics Institulc. Seoul. Korea. 1q86.
9. Kasryno, Faisal, 1 986. Structural Changes in Rural Employmcnt ancl
10. Kasryno, Faisal and Yusuf Sacfudin, 19fl?. Prospccts and (lonstraints for
Agricultural Mechanization
and Its Future Prospccts in Indonesia. RNAM, ESCAP/UNIDO. Bangkok. 1987. 1-1".
Kasryno, Faisal (1988). Pola Penyerapan Tcnaga Kerja Pedesaan di Indonesia dalam Faisal Kasryno dkk (1988). Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Prosiding Patanas Pusat Penelitian Agro Ekonomi Bogur, 19{18.
12. Kasryno, Faisal; Agus Pakpahan, Chaerul Saleh and Achmad Djauhari (1989). Institutional Perspective of Agricultural Diversification in Indonesia. Centcr for Agro Economic Rescarch Bogor, June 1989. 13. MazumrJar,
Dipok
XXIII, 14.
ancl
M. Huscin Sawit,
1986. Trends in Rural Wagcs, Wcst.Iava 1977-1983. BIES.
Dec. 1986.
Mintoro, Abunawan : Pola Alokasi Tenaga Kcrja di Pedcsaan.lawa Barat. Proccccling : PATANAS, 1988. Pusat Pcnelitian Agro Ekonomi, Bogor.
15. Rachman, Handewi S. dan Benny Rachman. Telaahan Curahan Kerja ltru Rumah Tangga Pedesaan Jawa Barat. Procecding : PATANAS, 19f18. Pusal Pcnclitian Agro Ekonomi, Bogor.
16. Reddy, V.K., Faisal Kasryno, Masdjidin Sircgar (1985). Diffusion and Commercialization of Technology Prr:totypcs. Rice Post Harvest in Indonesia ll.O WEP 2-221WP.143. 17. Sigit, Flananto, Soedarli Surbakti, Diah Widarti, Sri Pocdiiastocti clan Soudin Sitorus, Perkembangan Kctenagakerjaan di Incloncsia. BPS. Jakarta, 1988.
198{1.
18. Siregar, Masdjidin (1983). Dampak Pcnggunaan Traktor Tcrhadap Kcscmpirtan Kerja dalam tsaisal
Kasryno clkk. Konsekuensi Mekanisasi Pcrtanian cli lnclonesia. Pusat Pcnelitian Agro Ekonomi Bogor, 1.984. 19. Soentoro, 1984. Pcnyerapan Tenaga Kerja Luar Scktor Pertanian cli Peclesaan. Dalam : Prospek Perkembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Faisal Kasryno (Penyunting) Yayasan Obor,
Jakarta, lQ84.
20. Soentoro, Faisal Kasryno,
A.
Rozany Nurmanaf, Ruclotf S. Sinaga dan Syaiful Bachri, 1982.
Perkcmbangan Kcsempatan Kcrja dan llulrungan Kerja Pcclcsaan. Stucli Dinamika Pcdesaan,
Bogor,1982.
I
(r(r
Table 1. Changes in employment in the processing industry sector in Indonesia, 1976-1985
Year
_ery!11tg!
il
Urban
rn6
tw (13,4) 1980
1982
1985
p.g""S! ry Rural
t
19
u.t.v Total
873.788
3.W4.84
3.968.272
(12,67)
(7,66)
(8,39)
946.258
3.225.072
4.1771.3f0
(7,112)
(8,63)
1.341.105
3.019.552
3.4(fr.657
(r3,71)
(7,29)
(8,52)
4.414.W1
1.({)?.838
6.O2t.929
(15,02)
(9,37)
(r0,42)
t.959.1r(,
3.8'Nt.203
5.793.9r9
(14,53)
(7,83)
(9,28)
Source: SAKERNAS, 1976, 1977,1982, Sensus
1980,
SUPAS,
198.5.
Figure in the parenthescs is percentage with rcspect lo lolal labour force in the rcspcctivc location category.
r67
Tablc 2. The growth of agriculture sector and the associaled growth of employment in l9?tl-1985 for several region in Indonesia
Region
Growth rate Agriculture GDRP 1979-1W4
1.
West Java
0/r,
Agriculture employmel l97fl-1985
6,1
-0,{J
2. Central Java
J,0
-1,0
3. D.I. Yogyakarta
4,7
-2,0 0,1
4. East Java
4,4
5. North Sumatera
55
0,1
6. The Rest of Sumatera
6,.1
4,6
7. South Sulawesi
?5
0,fi
8. The Rest of Sulawcsi
6,0
6,7
9. The Rest of Indonesia
-)'-1
2,3
10. Indonesia
5,4
0,8
Sourcc: Simplicd from 'I able 3.2 ILO/UNDP Study,
1989
l6fJ
Table 3. Changes in labour productivity and factors influenced its in Indonesia 1969 and 1983
Items
1969
1983
0.(A
0.63
5.v)
8.10
Iava L.
Avewrage operated land (Halfarm)
2. Agric.wage rate (man lalxrur in Kgs rice/day) 3. Rice yield (kgVHa)
2,7W4,526
Sumolera Average operated land (Halfarm) 2. Agric. wage rate (man labour in Kgs rice/
3. Rice yield (Kgs/Ha)
1.34
r.45
8.60
9.75
2266
3,156
1.89
2.29
1,884
3,010
Sulawesi & Kalimantan
Average operated land (Ha/farm) 2. Agric.wage rate (man labour in Kgs rice/day) 3. Rice yield (Kgs/I{a) 1..
11.10
169
Tabel 3a. Perubahan Pcnyerapan Tgnaga Kerja Menurut Scktor Ekonomi (1978- 1989)
18 (0k)
Sektor Ekonomi
Pertanian
1989 (o/r')
59.3
54.2
(27.388)
(3ri.23s)
2. Pertambangan dan galian
0.3
0.8
3. Industri Pengolahan
7.^1
10.7
4. Bangunan
1.6
2.7
5. Perclagangan
1"5..5
15.0
6. Transportasi
2.7
3.2
7. Pemerintahan
12.(t
12.7
0.3
0.7
lur.0
ffi.0
4.221
Qa.sel)
1..
8. Lainnya
Jumlah (%) (Ribuan orang) Sumber: llPS 197{l dan
1989
170
Table 4. in Changes in Rural Employment Structure Java and Outsidc Java 1977 and 1987 (000 lsbour employed)
Economic Sector
t977
r987
Rate of grwoth of
employment (%lyear)
fava 1. Agriculture
19,059
19,48{)
(6s.83)
(s2.10)
0.22
2. Manufacturing
2,299
2,41N,
o.46
3. Trade
3,(42
4,293
r.6
4. Service
4152
3,(t52
5.43
5. Others
1,M7
1,548
3.99
28,198
31,379
1.07
98e4
17,907
6.1
(34.r7\
(47.e0)
92f,
1,32O
6. Total
Outside lava 1.
Agriculture
2. Manufacturing 3. Trade
3.6r
1,095
1,7y,
4.72
4. Services
7U
1,942
10.07
5. Others
,103
1,052
6.25
6. Total
13,{162
23,951
6.25
Total
41,zf,{l
55,336
2.98
Source: Keadaan Angkatan Kerja Indoncsia (Iimployment Situation in lndoncsia) 1977 and 1987, C.8.S., Jakarta.
17r
Table 4a.
Population
Employment Status
Self employed
Employer
10 years
of agc and
Agrigu!1ury
-(l^t
(million)
T-oJal
(rnillion)
(/o)
5.69
14.06
14.74
20.12
13.70
32.61
r'l.2t)
23.84
3.87
9.56
'8.74
25.83
r7.7r
43.76
21.1'l
30.01
40.47
1(n.m
Labourer: Paid
Family worker
T otal
172
100.00
Table 5. Changes in Urban Employment Structure in Java and Outside lava1977 and 1987
(0fi) labour employed)
Economic Sector
r9tt7
1977
Rate of growth of employment (%'lyear)
fava 1. Agriculture
188
93r
r7.35
2. Manufacturing
712
1,745
9.38
3. Trade
1,306
3,275
9.63
4. Service
1,539
4,0m
10.08
5. Others
2.96
788
1,055
4,533
ll,o26
(e.40)
(15.40)
Agriculture
556
44
(-3.r4)
2. Manufacturing
2v
347
4.02
Trade
733
1,157
4.(t7
4. Services
6s9
1,586
9.18
6. Total
9.29
Outside Java 1.
3.
5. Others 6. Total
Total
339
543
4.82
2,521
4,040
4.83
(5.20)
(5.70)
7,054
15,06()
7.88
Source: Keadaan Angkatan Kerja Indonesia (llmpkrymenl .Silualion in Indonesia) 1977 and 1987, (1.8.S.. Jakarta.
173
Tablc 6: The number o[ power tillcrs in sevcrral regionsof Indoncsia (1981-1987) The numbcr of power tiller
Region
Four-wheel Two-wheel
Mini
Small
Large
Sumatera 1981
398
MI
r12
w
1984
628
628
232
5"71)
1987
981
675
383
470
1981
3.966
356
4{16
95
L9tt.t
7.530
20\)
312
80
1987
11.U7
zl{)8
249
ti4
1981
298
2't6
735
1984
39.5
)2Q
16
49
1987
37e
154
59
63
1981
88
t.322
53
74
1984
248
1.084
l9c)
119
t987
872
1.098
8-5
85
20
23
Java
Bali and Nusa Tenggara
Sulawesi
Kalimantan 1981
95
121
1984
fJ0
113
2l)
)l
1987
9l
1Ofl
71
56
1981
4.845
2.515
674
670
1984
8.ttu1
2.410
788
864
1987
13.610
2.M3
841
758
Indonesia
Source: SurveyPertanian, alat-alat I'ertanian CnS t985, 1988.
174
Table 7.
The number of post harvest dcvices in several rcgions o[ Indonesia (l9tt1-1987)
ttgflej! dgyt!9._ Rice Mill
!hc_ nl4be1 9f p-o{
Regions
Thresher Small
Large
871
13.413
1.394
Sumatera 1981
tgu 198
4.139
r2.785
1.353
712.878
15.r80
1.304
13.670
20.ux
913
Java 1981
1984
29.595
22.765
r.610
1987
69.422
29.222
r.77r
Bali and Nusa Tenggara 1981
44
1.423
97
19&t
345
1.633
106
1987
1.074
2.471
118
Sulawesi 1981
111
6.292
384
1984
zo4
5.539
476
r987
16.1'.3(l
7.(t73
510
57
3.269
267
Kalimantan 1981
1984
144
1.2(t9
272
1987
618
3.7r5
(A2
1981
15.149
4.410
3.055
1984
y.424
M.659
3.71r
r9fl7
1m.128
58.261
4.345
Indonesia
Source: Survey Pertanian, alat-alal Pertanian CIIS
lm5,
1988.
175
Tablc 8. Density of mcchanical farm clevices in lndonesia, l98l-1987.
Region
Mcchanical larm devices _!-9ry91Jit!9r per 1000 ha*) Q9w91) l!t1elt'"'
Sumatera Java
pgf|!![hu] l)
1981
r987
1981
4,42
4,75
0,74
7,5',1
1,26
3,38
0,68
2,83
5,69
0,25
0,39 4,81
1987
West Java
.1,98
Central Java
0,'72
2,62
1,8!)
East Java
1,01
1,69
0,13
l,-51
D.[. Yogyakarta
0,57
3,06
(),15
3,(X)
Sulwesi
1,94
2,47
0,05
4,96
Indone.sia
1,03
2,{n
0,4.()
Note: *) Particularly hand tractor (Power) tillcr and mini tractor
*')
Pedal and Dowcr thresher
176
7,50
Table 9.
Patferrn of rural household income in Indonesia 1987 (Rp Ofn).
Region
1.
North Sumatera
Industry
474,724,2
(49,5X2,5)
2.The REst of Sumatera
485,431,1
(52,7)(3,4) 3. West Java
175,516,5
(2{r,9)(2,5) 4. Central Java
254,417,9
(8,2)(3,4) 5. East Java
257,789,(,
(Yt,7)(13,4) 6. Kalimantan
415,fi31,0
(50,6)(3,8) 7. South Sulawesi
439,452,6
(59,3X7,1) S.
Salary Others
Job catcgory
Agriculture
The Rest of Sulawesi
9. Other Regions
Source: Processed SUSENAS d ata l9g7
Total
S".ui."htuai
30,1
419,2
(3,1)
(43,7)
&,1
310,5
({i,7)
(33,6)
U,4
w,o
(12,9)
(55,7)
56,3
191,5
(10,6)
(K,4)
47,8
2T4,8
(7,1)
(39,7)
71),1
?f,3,8
(9,6)
(34,5)
52,5
189,9
(v,1)
(25,5)
lt,4 (r,2)
959,6
(100)
14,5 (1,6)
(100)
12,7 (2,0)
(100)
921,6
653,1
7,3 (1,4)
527,4
(r00)
14,9.
(2,2) r2,1 (1,5)
(100)
(100)
3,7 (0,4)
(100)
7q,4
486,y9,7
71,0
194,7
(8,8)
(24,2)
487,49(r,4
21,8
412,4
123,7
(42,3XU,5)
(1,9)
('i6,4)
(10,e)
r77
921,9
6,0 (1,0)
(60,4)((t,2)
.
66,9,7
(1m)
805,4
t.137,7 (100)
Table 10. The patlern and levcl of rural houschold incomc and the associatcd growth of empl
(irowth rate
Percentage of Food Crop Incomc Province
to rclalivc
Income
TotalAgriculture Total
Income 1.
D.I. Aceh
Rp
level of employment
Off)/y
(1e78-1985)
lncome
M,6
26,9
791
0,1
2. North Sumatera
5?5
29,6
-58,f1
30,-5
735 't35
0,5
3. West Sumatera
0,2
4. Riau
17,4
9,9
r086
3'8
5. Jambi
40,5
28,0
124
8,5
33,8
1)\
878
5A
7. Bengkulu
37,7
26,7
821
7,0
8. Lampung
aq7
25,1
590
6,5
9. West Java
(r8,0
28,3
64\)
-0,8
10. Central Java
61,6
31,0
609
-1r0
5J,1
24,3
750
-2,0
12. East Java
-58,4
11q
593
0,1
13. Bali West Nusa Tenggara
39, I
23,0
847
211
14. West Nusa Tenggara
63,4 45 ()
39,8
L5. East Nusa Tenggara 16. West Kalimantan
42,J'
)-1
17. Central Kalimant.an
6"
South Sumatera
11.
D.l. Yogyakarta
523
-1,1
621
1,6
)
655
3,8
36,9
ZZ,3
853
l,-5
18. Sonth Kalimantan
58,f)
29,4
574
0,4
19. East Kalimantan
15 1
21,6
702
8,11
20. North Sulawesi
43,2
24,4
907
414
21. Central Sulawesi
44,1
3.j,4
836
6,6
22. South Sulawesi
55,{J
36,4
634
0,fr
23. South East Sulawesi
42,1)
26,1
659
o')
24. Maluku
?45
19,'7
909
25. Irian Jaya
30,8
))1
710
Source: I[,IO/UNDP study ( 1989) and Samplc Census, Incomc of farnr houschold,
178
191t4
8,6
Agricultural Census, CBS Series.
Table
11.
Distribution of labour force bv educational level.
lrvel
of Education
aq'.g!!q'4"!9c_t9r (%)
1976 and 1986,
N91- agr! cu !!114
-!g"J"l@
1976
r986
1976 22,O
12,5
30,1
23,4
28,5
33,1
1986
1. No schooling
9,7
24,2
2. Below primary school
37,9
36,3
3. Primary school
N,3
34,0
4. Junior Highschool
1,7
4,3
9,1
12,3
5. Senior Highschool
0,4
1,2
{1,9
15,9
1,4
2,9
lfi),O (t8.620)
(30.6e4)
6. Univerrsity
Total(%) Labour force (000)
100,0
100,0
(2e.6es)
(37.(As)
Source: CBS. Kcadaan Angkatan Kerja Indonesia 1976 and 19{16.
r79
'
100,0
LAPANGAN KERIA DAN SBKTON INDUSTRI 0leh:
Ilchaidi Elias SE
I. PENDAHULUAN Dalam Garis-garis Besar Haluan Ncgara ditcgaskan bahwa pembangunan industri merupakan hagian clari usaha jangka panjang dalam upaya untuk menciptakan struktur ckonomi yang lebih kokoh dan seimbang yaitu struktur ekonomi dengan titik berat industri yang maju didukung oleh pertanian yang tangguh.
Untuk itu dalam Pelita V proscs industrialisasi akan lebih dimantapkan guna mcndukung berkembangnya industri sebagai peirggerak utama laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Pcmbangunan industri harus dapat membuat industri menjadi lebih efisien dan peranannya dalam perekonomian nasional semakin meningkat baik dari segi nilai tamhah maupun lapangan kerja.
Inclustrialisasi yang pada hakckatnya merupakan proses pr:mbangunan masyarakat industri akan menyangkut pula pcningkatan kualitas serta pendayagunaan potensi sumber daya manusia Indonesia, oleh karenanya pendidikan serta pembaharuan tal.a nilai masyarakat dan pranata sosial merupakan aspek-aspek pcnting yang harus terkait erat dengan proses industrialisasi.
Pada saat
ini kita akan memasuki tahun kctiga Pelita V yaitu Pelita
terakhir'dalam
Pembangunan Nasional Jangka Panjang Tahap Pcrtama. Dalam Pclita V ini kita harus memantapkan
kerangka landasan pembangunan nasional, agar bangsa lndonesia mampu memasuki era tingg;al landas dalam Pelita Vl yang akan datang.
Dalarn memasuki cra ting5;al landas nanti sumber daya manusia mempunyai pcranan yang sangat sl.rategis sebagai pclaku yang terlibat langsung dalam proscs industrialisasi" Oleh karena itu yang menyangkut langkah-langkah mcningkatkan dan memajukan kcmampuan/pengxnsaan tcknologi industri scrta pcngembangan tcnaga profcsi dan wiraswasta industri tclah dilaksanakan sejak awal Pelita IV dan akan terus dilanjutkan dan dimantapkan dalam Pclita V ini.
Langkah-langkah peningkatan sunrbcr daya manusia tersobut telah clitempuh antara lain melalui program-program diklat baik untuk aparat pcmerintah maupun untuk karyawan dari clunia usaha dalam rangka pcningkatan efisicnsi dan produktivitas untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya.
r80
Dalam rangka mewujudkan, pembangunan manusia Indonesia, upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia tersebut tclah dijadikan gerakan Nasional, dan pada saat ini telah menampakkan hasilnya. Berkat orientasi kepada mutu dan produktivitas itu maka pembangunan Nasional berkembang lebih cepat dan mencatat kemajuan-kemajuan yang patut kita banggakan. Pertumbuhan ekonomi selama Pelita I, II, III dan lV rata-rata mencapai 6,8Vo/tahun. Ekspor nonmigas telah meningkat dari US$ 5 milyar tahun 1983 menjadi US$ 12,10 milyar tahun 1990.
Peran kontribusi scktor industri telah makin meningkat schingga ketergantungan kepada pendapatan dari minyak mentah secara proporsional mengecil dan kemajuan-kemajuan dibidang lainnya telah ikut memperkokoh ketahanan ekonomi kita. Meningkatnya hasil-hasil industri tersebut telah menimbulkan dampak positif terhadap kehidupan ekonomi ser(a kchidupan nasional lainnya, baik politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan.
Keberhasilan pemtrangunan industri tclah mampu membentuk struktur ekonomi yang makin seimbang, menumbuhkan kepercayaan masyarakat, mendorong pcnguasaan ilmu pengetahuan dan tcknologi (iptek) serta mulai menumbuhkan nilai-nilai budaya yang sangat menunjang proses seperti sikap rasional, inovatif efisien dan mandiri. Dampak positif hasil-hasil pembangunan industri tersebut
searah dcngan tujuan industrialisasi untuk mcmbangun masyarakat industri dalam arti luas dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional.
Untuk memperccpat pcncapaian sasaran pcmbangunan industri nasional tersebut, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), tcnaga profcsi dan wiraswasta industri memegang peranan penting dan terus dikcmbangkan. Dalam upaya pengcmbangan SDM tersebut, Pustlinlat / Pusdiklat Departcmen Perindustrian mempunyai tugas dan fungsi utama untuk pembinaan dan pengembangannya.
II. HASIL-HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI
l.
Sasaran Pembangunan fndustri Dalam Pelita V
Pcmbangunan industri dalam Pclita V di mana misinya clipersiapkan untuk mcnjadi pcnggerak utama laju pertumbuhan ekonomi dan pcnciptaan lapangan kerja, scktor industri diproyeksikan tumbuh dengan sasaran-sasaran makro sebagai bcrikul ;
- Laju pertumbuhan industri rata-rata per tahun sebesar
8,57o dan industri non-migas rata-rata
sebesar l0Vo per tahun.
- Ekspor hasil industri diproyeksikan dapat mencapai + US$ l8-19 milyar pada akhir Petita V. - Penciptaan lapangan kcrja langsung scbcsar Lz,3juta orang yang diharapkan dapat diserap dalam kelompok:
rfil
* Aneka Industri
730.0ff) urang
* lndustri Kecil * [ndustri Mesin Logam Dasar dan Elcktronika * Industri Kimia Dasar
1.Sfi).Ofi) orang
35"0ff) orang 3-5.Oil) orang
2. Perkembangan Industri Nasional Hasil-hasil pembangunan nasional pacla periode Pelita IV s/cl Tahun Kcclua pclita V lercermin anlara lain dalam indikator-indikator makro sebasai bcrikut: 2.1. Laju pcrtumhuhan rata-rata sektor industri dalam Pelita
lV
mcncapai I3,2To per lahun fiauh cli
atas laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27Vo per tahun), dan pacla tahun pertama pelita V g,09
Vo sedangkan Industri Pcngolahan Non Migas scbesar
ll,57/rt. Adapun dalam tahun ke dua Pelita V masih dalam pcrhitungan. Sumbangan tcrhadap PDB mcningkat secara mantap yakni dari 12,5Vo pada akhir Pelita III meniadi 18,27o pada akhir Pclita lV,
Nilai produksi meningkat dengan pesat dari Rp 11 trilyun pacla akhir pelita III menjacti Rp 5g trilyun pada akhir Pelita IV. menjadi Rp ft1,04 trilyun pada tahun ko
2'3' Kemampuan ekspor hasil industri meningkat pesat dari tls$ 3,2 milyar pada tahun 1983 menjacli US$ 9,3 milyar dalam tahun 1"988. Dan pada tahun 1990 mcncapai US$ 12,10 milyar atau mengalami kenaikan 8,3680 dibanding clengan periocle yang sama lahun sebelumnya. Namun ada
beberapa komoditi yang mengalami penurunan ckspor akihat meningkatnya kebutuhan tlalam negeri maupun akibat ponurunan harga komoditi primer di pasaran dunia. Seclangkan peranan ekspor hasil industri terhadap total ekspor maupun tcrhadap ekspor non-migas yaitu pada tahun 1983 scbesar 15,2Vo clan64,27rt dalam tahun
l9(j0 menjadi4J,l4oh dang2,ggo/o.
2.4. Sejalan dengan perkemhangan sektor industri yang semakin mcningkat pacla pelita kerja yang discrap sektor industri pun meningkat dcngan mantap.
IV,
tenaga
Berdasarkan hasil pemanlauan terhadapizin-irin invcstasi yang dikeluarkan oleh BKpM, maupun Departcmen Perindustrian, perkcmbangan ponyerapan tenaga kerja sektor inclustri selama Pclita IV mencapai 3 2,4 juta orang. Sedangkan clalam lahun pertama dan tahun kedua Pelita V tercatat sebanyak 756.521{t orang dan 1.094.11,| orang.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan, penyerapan tenaga kerja yang menonjol a6alah peran kelompok aneka industri dan industri kecil sebagai penyerap lapangan kerja yang terbanyak. Pada tahun 1990 tidak kurang dari89,05%t tlari seluruh tambahan penycrapan renaga kerja oleh kcdua kelompok industri tcrsebut.
182
Sektor industri sebagai salah satu penggerak utama (primc mover) bagi kegiatan ekonomi lainnya, telah dapat menyerap dan mendorong tumbuhnya lapangan kerja baru bagi sektor ekonomi terkait seperti pertanian, kehutanan, perdagangan, perhubungan,jasa dan sebagainya.
Sesuai dengan langkah strategis penunjang, tentang kebijaksanaan pengelompokan industri nasional, maka misi pemerataan dan penyerapan tenaga kerja, utamanya pada kelompok industri kecil, dan aneka industri dapat terlaksana dengan baik. 2.5. Kemampuan penguasaan teknologi dalam rancang bangun dan perekayasaan industri semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh BUMN maupun swasta. Hal ini tampak pada pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik dengan teknologi tinggi, sepcrti pupuk urea, kompleks petrokimia, pulp dan kertas, semen milik pemerintah yang dewasa ini dilakukan oleh PT Rekayasa Industri,
PT IKPT, PT Pupuk Kujang dan lain-lain. Bahkan, PT Rekayasa Industri telah menangani pembangunan pabrik pupuk di Malaysia yang dimcnangkan melalui tender internasional.
2.6. Tumbuh dan makin berkembangnya industri hulu/dasar yang mengolah sumber daya alam setempat, yang makin mampu menggcrakkan kegiatan ekonomi di daerah melalui keterkaitan yang semakin meningkat di berbagai zona industri. 2.7.
Makin meluasnya partisipasi masyarakat luas dalam pcmbangunan industri, baik sebagai wiraswasta industri, maupun tenaga kerja profesi yang tersebar semakin merata di seluruh wilayah tanah air yang bergerak utamanya di bidang industri kecil dan menengah.
2.8.
Sehubungan dengan kecenderungan makin bcsarnya pcngaruh globalisasi terhadap perkembangan ekonomi nasional maka telah dilaksanakan langkah-langkah pengembangan industri yang memiliki daya saing kuat dengan orientasi eksp
a.
:
Pengembangan industri nasional yang berdaya saing kuat., mencakup industri yang:
a.1. mengolah sumber daya alam,
baik yang dapat dipcrbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui; a.2. industri yang padat karya; a.3. gabungan antara butir (1) dan butir (2). Berdasarkan kriteria di atas, cabang/jenis industri tersebut adalah sebagai berikut
(1) Pengolahan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
: hasil
:
hutan,
hasil
pertanian/hortikultura baik yang dihasilkan oleh usaha bcsar maupun oleh para petani, hasil perikanan/laut, hasil perkebunan, hasil peternakan.
(2) Pengolahan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui : hasil tambang migas, hasil tambang non-migas.
183
(3) Tekstil, untuk pasaran n
(4) Industri yang menerapkan teknologi tinggi : elcktronika, nratcrial handal, besi baja, non ferrous, copper, nikel, dan sebagainya; kimia adi,.industri kimia tertentu utamanya procluk lanjutan pengolahan hasil pcrkebunan, minyak dan gas humi.
(5) Industri enginecring tcrtentu, yang akan mempunyai peranan dalam waktu 10-15 rahun mendatang. Jenis-jenis produk engineering yang mcmcrlukan jam kerja yang cukup banyak, seperti pengerjaan pclat, pengecoran, forging, kapal, peralaran lepas pantai, boiler, dan lain-lain. (6) Industri kecil dan kerajinan.
b.
Secara kontinyu meningkatkan kcmampuan daya saing dcngan mcnurunkan tarif bea masuk dan meniadakan perlindungan non tarif, mencrapkan stan
industri untuk mengembangkan dan menerapkan TeCl/eC)C, mendorong tumbuh rlan berkembangnya kcmampuan manajemen, kcahlian dan ketrampilan sumber 4aya manusia melalui: - Lcmbaga pendidikan top dan nriddls manage ment courscs. - Sekolah-sekolah polyteknik. - Sekolah-sekolah Magang
c'
Sccara ofensif melakttkan ckspor yang dilakukiln sccara lcrpa
Kebc'rhasilan pcmbangunan inclustri lelah mampu membentuk struktur ekonomi yang makin seimbang, mcnumbuhkan kepercayaan masyarakat, mendorong penguasaan Itmu pengetahuan clan Tbknokrgi (tptek) serta mulai menumbuhkan nilai-nilai butlaya yang sangat menunjang proses pembangunan seperti sikap rasional, inovatif, efisien dan kepercayaan diri untuk mandiri. Dampak positif hasil-hasil pembangunan industri tersebut searah dengan tujuan inclustrialisasi untuk membangun masyarakat industri dalam arti luas dalam rangfta meningkarkan Ketahanan Nasional.
Hasil-hasil pembangunan industri yang scmakin manrap tcrsebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
:
- Telah bangkitnya dunia usaha dan mampu melakukan tcrobosan pasar hasil pro4uksi ke pasar dunia sehingga ekspcr hasil industri tclah mcningkal dengan pesat. - Arah dan kebijaksanaan pembinaan industri yang telah manrap clan jelas.
- Semakin efektifnya kebijaksanaan iklim
usaha in<Justri yang diciptakan oleh pcmcrintah melalui langkah-langkah dercgulasi dan dcbirokratisasi yang masih akan terus ditinskatkan.
I84
3. Posisi Kekuatan Industri Nasional Berdasarkan struktur sumbangan hasil pembangunan
dari
masing-masing kelompok industri,
utamanya dari kemampuan daya tumbuhnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
3.1. Industri yang telah menggelinding pertumbuhannya : (a). Kelompok Aneka Industri dengan seluruh cabang industrinya yaitu : cabang industri pangan,
cabang industri tckstil, cabang industri kimia hilir, cabang industri alat-alat listrik dan peralatan logam, cabang industri bahan bangunan dan umum, termasuk industri pengolahan kayu.
(b).Kelompok Industri Kimia Dasar dcngan seluruh cabang-cabangnya yaitu: cabang industri selulosa dan karet antara lain : pulp, kertas, rayon dan ban kendaraan bermotor; cabang industri agrokimia antara lain : pupuk, pestisida; cabang industri kimia organik antara lain : petrokimia dan industri kimia yang mengolah hasil pertanian; cabang industri kimia anorganik antara lain semen, kaca lembaran gas industri dan bahan kimia anorganik dasar (soda kostik, asam sulfat, asam khlorida, dll). (c). Cabang Industri Logam Dasar, dari kclompok Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika: Kelompok Industri Mesin, Logam Dasar dan Elektronika cabang industri logam baik ferrous maupun non-ferrous.
32.Industri yang dalam tahap konsolidasi (a). Cabang industri listrik/elektronika : dengan deregulasi diharapkan akan berkembang dengan cepat (pakct Mei 1990).
(b).Cabang industri kapal dan bangunan lepas pantai : dengan ekspor kapal dan berkembangnya pasaran dalam ncgeri, industri akan berkembang. (c). Cabang industri alat angkutan darat termasuk alat berat dalam tahun 1990/199L, diharapkan mantap pertumbuhannya dengan selesainya program local content.
(d).Cabang industri mesin : perlu langkah-langkah khusus untuk memantapkan perkembangan industri mesin-mesin.
33 Industri yang memerlukan pembinaan secara kontinyu: Kelompok Industri Kecil, meskipun perkembangannya selalu meningkat dalam sumbangan nilai tambah, jumlah sentra, penyerapan tenaga kerja, penycbaran, kemampuan ekspor, dan lain-lain, namun berhubung:
r85
(a). dari waktu kewaktu selalu lahir wiraswasta-wiraswasta baru yang masih lemah. (b). pcluang pengembangan untuk industri kccil masih terhuka luas.
(c). kebutuhan unluk pcnciptaan lapangan kerja masih hcsar, maka bagi kclompok industri kecil ini masih perlu ditingkatkan lerus melalui pembinaan yang inlensif didukung dengan iklim yang menunjang.
3.4. Permasalahan yang dihadapi
Dalam upaya peningkatan pcngembangan industri nasional dalam tahun-tahun
mendatang,
pengembangan industri masih menghadapi berhagai masalah haik masalah di dalam negeri maupun masalah-masalah dari luar negeri. Masalah-masalah tersehut yang pokok adalah
:
1) Dari dalam negcri
(1) Sarana clan prasarana yang masih kurang yaitu
:
- listrik - pelabuhan -
jalan
- telekomunikasi - pengetatan krcclit bank, dan lain-lain
(2) Kurang tersedianya lcnaga profcsi yaitu para menejer, tenaga ahli, tenaga terdidik, tenaga terampil dan sebagainya dalam jumlah dan kualitas yang memadai, juga dalam penyebarannya di seluruh wilayah Indonesia.
(3) Pertumbuhan industri yang semakin cepat masih harus diiringi dcngan
pcmerataan
pembangunan industri yang meluas.
a. Perkcmbangan industri dasar dan aneka industri bergerak ccpat belum dapat diikuti
secara serempak dengan perkembangan industri kecil yang mempunyai missi pemerataan. Perkembangan pembangunan industri yang masih belum seimbang ini dapat menimbulkan kesenjangan dan oleh karena itu harus dicegah dengan upaya keras meningkatkan pengembangan industri kecil.
juga belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Walaupun disadari bahwa pembangunan industri itu harus sesuai dengan potensi daerah
tr. Pembangunan inclustri
masing-masing, namum masih banyak daerah di luar pulau Jawa yang potensial seperti IBT belum berkembang industrinya. Di daerah-daerah luar pulau Jawa yang potensial
itu pembangunan industri harus ditingkatkan.
r86
2) Dari luar negeri. Keadaan dunia masih penuh gejolak dan ketidakpastian. Perang Teluk dan perkembangan lingkungan strategis lainnya baik pada tingkat rcgional maupun intcrnasional, mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan industri nasional.
(1) Sikap proteksionisme baik mclalui tarif maupun non tarif.
(2) Resistensi negara-negara maju terhadap ekspor barang-barang industri negara-negara berkembang.
(3) Praktek oligopoli dan kartel perusahaan multi nasional tlalam komoditi tertentu.
(4) Forum perundingan GATT yang tersendat-sendat sehingga dapat menghambat ekspor.
(5) Dampak Perang Teluk terhadap ekspor produk industri serta impor bahan baku, bahan penolong dan suku cadang.
(6) Dan lain-lain.
III. KEBIJAKSANAAN
PENGEM BANGAN
INDU
STRI NASIONAL
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menetapkan sasaran pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama, yang akan dicapai melalui serangkaian Repelita. Sasaran pembangunan ekonomi
dalam kurun waktu tahap pertama tcrsebut adalah terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri, sehingga pembangunan industri dilaksanakan atas dasar dukungan sektor pertanian yang kuat. GBHN juga menegaskan bahwa dalam jangka panjang sektor
industri diarahkan menjadi tulang punggung ekonomi.
Dalam Pelita
IV
telah dapat diletakkan kerangka landasan pembangunan, yang akan VI yang akan datang, Bangsa Indonesia telah
dimantapkan dalam Pelita V, sehingga mulai Pelita memasuki era tinggal landas.
Kebijaksanaan pengembangan industri nasional terscbut adalah 1.
:
Kebijaksanoan Ststegis (Jtanw Kebijaksanaan strategis utama berupa Pola Pengembangan Industri Nasional yang terdiri dari 6 butir kebijaksanaan sebagai berikut : a. Pendalaman dan pemantapan struktur industri serta sejauh mungkin dikaitkan dengan sektor ekonomi lainnya yaitu sektor pertanian dalam arti yang luas, sektor kehutanan,
sektor pertambangan. b. Pengembangan industri permesinan, logam dasar dan elektronika. c. Pengembangan industri kecil. d. Pengembangan ekspor hasil industri. e. Pengembangan litbang terapan, rancang bangun dan perckayasaan industri.
187
f. Pengembangan kewiraswastaan dan tcnaga profesi. 2. Kebijaksanaan Strategis Penm$ang Kebijaksanaan strategis utotna tersebut didttkrury olelt tiga langkah stategis penunjang, sebagai herikut :
1) Peletakan landasan hukum dan peraturan perundang-undangan dalam pengaturan, pembinaan dan pengembangan industrinasional, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, heserta peraturan-peraturan pelaksanaannya, baik yang telah dan yang akan dikeluarkan.
2) Pengelompokkan industri nasional dalam tiga kelompok utama, yaitu lndustri Dasar, Aneka Industri dan Industri Kecil, lengkap dcngan misi, teknnlogi dan penggunaan padat karya atau padat modal.
3) Konsolidasi dan pengembangan secara kontinyu kcmampuan aparatur Dcpartemen Perindustrian dan dunia usaha. Dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengembangan industri nasional tcrscbut di atas didukung oleh langkah-langkahyang dilakukan secara kontinyu yaitu :
dan produktivitas industri nasional agar k
1) Peningkatan efisiensi
2) Peningkatan pelaksanaan program kct.erkaitan secara luas yang saling menguntungkan dan saling menuniang.
3) Pemanfaatan .secara efcktif pasaran dalam ncgeri maupun ekspor. 3.
Langkah operasitmal
Dalam mclaksanakan kebijaksanaan strategis tersebut ditcmpuh cjperasional
yang
langkah-langkah
mencakup langkah-langkah operasional makro, langkah operasional
mikro, keterpaduan dan pemantauan.
1) Langkah Operasional Makro Langkah operasional makro pada clasarnya nrerupakan untuk menciplakan iklim yang
kondusif
clalarn rangka mendukung dan mcngarahkan pcngembangan catrang industri
yang didorong.
lmplementasi langkah tersebut dilaksanakan mclalui rangkaian langkah-langkah kebijaksanaan dcrcgulasi dan debirokratisasi yang dinamis dan berlanjut yang tetap
r88
dilandasi oleh semangat pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dalam bentuk-bentuk antara lain
:
(1). Dukungan kebijaksanaan fiskal (2). Moneter dan Perbankan (3). Kepabeanan dan Tata Niaga (4). Tata Ruang Wilayah Industri (5). Pelayanan Informasi Industri (6). Standardisasi Industri.
2) Langkah Opcrasional Mikro L,angkah operasional mikro berupa pembinaan dan pengembangan industri dengan pendekatan per komoditlcabang industri dengan memperhatikan aspek keterkaitan
secara luas serta sejauh mungkin dilandasi dengan studi nasional dan sekaligus memberikan dorongan kepada dunia usaha untuk meningkatkan profesionalisme.
3)
Peningkatan Keterpaduan
Demi terlaksananya pengembangan industri secara elisien dengan langkah-langkah operasional yang sinkron dengan program-program pembangunan sektor lain dan aspirasi masyarakat, ditempuh langkah-langkah kebijaksanaan dan program secara terpadu lintas sektoral serta dengan melibatkan partisipasi masyarakat. 4) Pemantauan
Untuk menilai efektivitas upaya pengembangan industri diperlukan pemantauan secara kontinyu terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil Pembanganan. Dari pemantauan ini akan diperoleh umpan balik untuk memantapkan kebijaksanaan dan program yang telah ditempuh, terhindarinya penyimpangan, serta diperolehnya landasan yang mantap untuk perumusan kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan selanjutnya. Di samping itu dipantaunya pulaling kungan strategis yang mempengaruhi kehidupan industri nasional, akan dimungkinkan pula untuk secara dini melakukan antisipasi peluang dan kendala yang dihadapi agar upaya pengembangan industri dapat lebih tepat dan terarah.
ItnglcahJangkah Pengemb angan S elonjutnya. Dengan tetap berpedoman pada kebijaksanaan pengembangan industri nasional serta program-program Pelita V industri, dan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi, maka dalam periode tahun 1991 langkah-langkah khusus yang dilaksanakan dalam upaya pengembangan industri nasional adalah:
189
1) Ekspor tahun 1991. (Butir 4 dari Pola Pengcmhangan Industti Nasional)
Dengan herakhirnya Pcrang Teluk, maka ckspor hasil industri semakin dapat ditingkatkan. Untuk memanfaatkan peluang-peluang Pasca Perang Teluk, dilaksanakarr ekspor: - barang-harang konsumsi;
- barang-barang -
untuk konstruksi baik untuk pabrik, pe.rusahaan, perkantoran dan
lain-lain ternrasuk produk-produk st.eel structure; sub contractor dalam kegiatan jasa engineering, karena sebagian besar pekerjaan contracting dipegang olch pcrusahaan-perusahaan Amcrika. Dalam hidang ini telah
aktif perusahaan patungan antara Bechtel Corp dan perusahaan In$oncsia, PT BBI (PT Bechtel Bima Indonesia). Porusahaan Indoncsia tclah mampu menangani basic dan detail engineering dengan sangat kompetitif dan pekerjaan tersebut dilakukan di Jakarta.
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut cli atas perusahaan Incloncsia secara aktif melaksanakan usaha-usaha pendekatan langsung dengan - pengusaha-pengusaha Timur Tengah, - pengusaha-pengusaha Amcrika Serikat
:
- pengusaha-pengusaha Singapura dan lain scbagainya. Diperlukan dukungan perhankan untuk menunjang kcgiatan para pengusaha tersebut.
2) Program Pemcrataan Pengembangan industri nasional di.selenggarakan dengan berpccloman pada Trilogi Pembangunan. Pertutnbuhan industri yang bergerak dengan ccpat semenjak 8 tahun
terakhir ini senantiasa cliiringi dengan upaya pemerataan dalam arti luas. Program pemerataan utamanya dilaksanakan baik secara sektoral maupun regional yang dilaksanakan sccara tcrpadu guna mewujudkan industri nasional yang tangguh. Industri nasional berkembang secara serasi antara industri dasar, industri hilir dan industri kecil serta bcrkcmbang di sr:luruh Indonesia. Langkah-langkah yang rjiambil dalam melaksanakan program pemerataan itu aclalah: a. Pengenrbnngan irrdttsti kecil
sudah menjadi tekad pcmerintah, pada tahun 199r dan sclanjutnya pengemhangan industri kecil terus ditingkatkan dengan cara: a) Melaksanakan program Bapak Angkat scbanyak mungkin yang dilakukan oleh: - perusahaan swasta bcsar dan menengah yang sehat. - Badan usaha Milik Negara, tidak saja BUMN di lingkungan Deparremen Perindu.strian mclainkan meluas pada seluruh BTJMN yang ada.
190
pada pemanfaatan ?-0Vo pemanfaatan penfsihan colateral, lain dalam bentuk kredit perbankan KUK antara Pelaksanaan program Bapak Angkat ini diarahkan utamanya
l-5Vo laba BUMN dan lain-lain. b) Peningkatan bantuan pendidikan dan latihan untuk industri kecil. Pendidikan dan latihan untuk pengusaha industri kecil antara lain: (a) Pendidikan tenaga ahli/trampil bekerjasama melalui
BLK
yang dimiliki oleh
Departemen Tenaga Kerja. (b) Pendidikan manajemen sederhana secara kontinyu (paket manajemen) yang memakan waktu 1-3 hari bagi pengusaha industri kecil (termasuk pengurus
Kopinkra), yang dilakukan bersama oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil, Universitas Negeri/Swasta jurusan ekonomi perusahaan dan lrmbaga Menejemen Swasta. Untuk ini dipersiapkan paket diklat untuk industri kecil, bekerjasama dengan beberapa Universitas.
(c)
Pendidikan dan latihan AMT (Achievement Motivation Training) untuk dapat menumbuhkan motivasi dan dorongan minat berwiraswasta. Diklat
AMT ini sudah dilaksanakan secara luas dengan hasil cukup memuaskan. (d) Diklat industri kecil di pesantren-pesantren untuk lebih mendorong tumbuhnya wiraswasta karena para siswa pesantren itu dapat dikembangkan sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang handal.
(e) Untuk lebih meningkatkan
pengembangan wiraswasta sedang dipersiapkan program modal ventura (vcnture capital) guna memberi kesempatan yang semakin luas dari para lulusan perguruan tinggilakademi dan tenaga ahli
untuk terjun dalam usaha industri dengan dukungan modal dari bank.
c)
Penjualan saham perusahaan industri kepada koperasi. Penjualan saham perusahaan industri ini diarahkan kepada Koperasi Karyawan, Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi lainnya terkait utamanya kepada KOPINKRA. Penjualan saham kepada koperasi ini akan mempunyai dampak pernerataan juga dapat meningkatkan daya saing dari perusahaan industri yang bersangkutan.
b.
Pengenbangan wiloyah penrbangptnan industri Pentbangwran industi terus didorong
pemerataannya
ke seluruh wilayah Indonesia
sesuai dengan potensi pada
masingmasing daerah.
a) Selain pengcmbangan 5 WPPI yang sudah ada dikembangkan pula 3 WPPI baru vaitu:
(a) WPPI Maluku - Irian Jaya dengan kekuatan zona industri Halmahera, Biak dan Merauke"
191
Seram,
(h) WPPI Bali-Nusa Tengg,ara-'fimor Timur dcngan kekuatan zona industri Kupang (c)
WPPI Batam-Pontianak densan kekuatan zona industri Batam dan Pontianak.
b) Pcngembangan sentra-scntra industri kecil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pengemt:angan sentra-sentra industri kecil ini clikaitkan dengan program Bapak Angkat.
c) Pengembangan industri kecil di IBT
utamanya dalam bentuk
pengembangan industri kecil dan industri yang berdaya saing
kuat untuk
memasuki pasaran ekspor.
Industri daya saing kuat di IBT
sudah berkembang pada lokasi-loka.si tertentu yang berupa kantong-kantong induslri. Dcngan pengcmbangan wilayah pemhangunan industri
yang merupakan upaya pcmerataan pcmbangunan mclalui pendekatan regional tersebut, pada akhirnya akan semakin mcningkatkan perwujudan Wawasan Nusantara
3)
Pengembangan industri nasional yang borlandaskan pada butir L, hutir 2, butir dcmikian pula butir 5 dan butir 6 tgrsebut dalam halaman 13 sampai dengan 15.
3, butir 4,
4) Pengembangan Inclu,stri Berwawasan Lingkungan Bcrdasarkan kcbijaksanaan dan peraturan perundangan di hiclang pcngelolaan lingkungan hidup yang ada, pembangunan
industri herwawasan lingkungan mulai tahun 1991 ini ebih ditingkatkan. Pclaksanaan dari kebiiaksanaan pembangunan industri bcrwawasan lingkungan termasuk penanggulangan pencemaran yang mungkin ditimbulkan oleh industri akan dilaksanakan oleh Dcpartemen Ferindustrian secara terpadu dengan Kantor Menteri KLH, Departemen dan Instansi
terkait serta Pemerintah Daerah. Langkah operasional yang diambil dalam usaha mcningkatkan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, utamanya pengcndalian penccmaran, akilrat kegiatan induslri adalah: a. Peningkatan Kcmampuan dan Kegiatan Aparat"
Di
samping meningkatkan keterpacluan dan kcmampuan aparat untuk mcngatur, membina dan mengembangkan sektor industri, mulai tahun 1991 ini mulai diprogramkan peningkatan kapahilitas aparatur l)epartcmen Perindustrian baik di Pusat maupun di Daerah (Kantor Wilayah) di bidang pcngendalian pencemaran termasuk kemarnpuan untuk mengcvaluasi hasil AMDAL. Mekanisme pengendalian pencemaran oleh berbagai pihak "iuga lebih dipadukan dengan secara
t9?
konsekwen melaksanakan Keputusan Menteri PerinduStrian yang mengatur Tata Cara Pengcndalian Pencemaran Akibat Kegiatan Industri.
dan Pemanfaatan Hasil-hasil AMDAL. Pembinaan sektor industri akan lebih ditingkatkan pada pemberian pedoman teknis pengendalian pencemaran dan penyusunan AMDAL bug, industri-industri tertentu yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Hasil-hasil AMDAL yang berisikan Rekomendasi serta Rencana Pengelolaan Lingkungan, termasuk kewajiban untuk mengendalian pencemaran, daripada kegiatan industri akan secara intensif diumumkan kepada masyarakat luas, utamanya kepada masyarakat di sekitar lokasi industri, agar masyarakat mengetahui program pengendalian yang harus dilakukan oleh perusahaan serta sekaligus ikut mengawasi proses serta hasil
b. Peningkatan Kegiatan
pelaksanaannya. c.
Peningkatan Keterpaduan Program Pengelolaan Lingkungan.
Kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengembangan sektor industri di daerah akan lebih dipadukan dengan pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan seperti Program Kali Bersih, Penataan Ruang Pengarahan L,okasi Industri ke dalam Kawasan Industri, Penerapan Baku Mutu Lingkungan dan Program Pengelolaan Lingkungan lainnya.
IV. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA 1. Sasaran Penyerapan Tenaga Kerja
V
pertambahan angkatan kerja diperkirakan 11,8 juta orang, namun yang akan ditampung sekitar 11,5 juta.scktor industri diharapkan dapat menyediakan lapangan kerja sebanyak 2,3 jula, dcngan assumsi laju pcrtumbuhan industri 8,5 Vo, dan laju pcrtumbuhan penyerapan tenaga
Dalam Pelita
kerja sebesar 6,7 Vo rata-rata pertahun. Dilihat secara nasional sektor industri harus dapat menyerap sekitar 207o dari jumlah tenaga kerja ang tersedia. Sasaran ini mendekati realisasi penyediaan lapangan kcrja yang telah dicapai pada Pelita IV yang lalu. Sedangkan bila dilihat dari sasaran yang telah ditctapkan, maka pada Pelita V ini, sasarannya jauh lebih tinggi, yaitu meningkat sekitar 647o dibandingkan dengan sasaran yang ditctapkan pada Pelita IV yang lalu. Penyediaan lapangan kerja tersebut, terutama dimaksudkan untuk
:
- penyediaan tenaga kerja industri yang baru maupun perluasan industri yang sudah ada.
- pengganti tenaga kerja yang secara alamiah harus berhenti/pensiun. - pengganti tenaga kerja yang berasal dari luar negeri.
193
- wiraswasta baru yang diharapkan berkembang sebagai akibat terciptanya kescmpatan usaha yang semakin luas.
Uutuk mencapai sasaran penycrapan lcnagff kcrja tersebut diupayakan langkah-langkah berikut
sebagai
:
1).
Peningkatan penanaman modal yang dikaitkan dengan pengulamaan pcningkatan penguasaan pasar di luar ncgeri (pasar ekspor) maupun dalam negeri
2). Pcngembangan industri dasar/hulu yang clapat memperkuat dan memperdalam struktur industri tergs dilingkatkan. Dengnn demikian sumber darya yang tersedia di dalam negeri
akan diolah lebih banyak di dalam negeri, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja baru dan mcngurangi ketcrgantungan terhadap impor.Berdirinya industri dasar/hulu ini akan dapat mendorong tumbuhnya induslri hilir selanjutnya dan kegiatan pada sektor ekonomi lain yang terkait. 3). Meningkatkan pemhinaan industri kecil.
Inclustri kecil tersebar di seluruh wilayah Indonesia utamanya di pedesaan. Kclompok industri ini mempunyai arti yang sangat stratcgis karena poranannya dalam penciptaan lapangan kerja, perluasan lapangan beru.saha, peningkatan ekspor, peningkatan pendapatan masy;rrakat, dan pemerataan pembangunan ke dacrah- claerirh.
.Peningkatan penycrapan tnnaga kerja pada kelompok industri kecil dilaksanakan dengan peningkatan pembinaan, diutamakan pada pemecahan masalah pemasaran melalui program keterkaitan dengan Bapak Angkat baik untuk msmcnuhi pasar dalam negeri maupun ekspor. Program keterkaitan dcngan pola Bapak Angkat dimana usahawan besar/scclang, sclain mengadakan hubungan kerja yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan .iuga memberikan binaan dan bantuan kepada industri kecil, dilakukan dengan
-
:
Sistim subkontrak, dimana pcngusaha besarlsoclang tcrscbut memberikan hantuan penyccliaan bahan baku, disamping memtrerikan pcndidikan ketrampilan, bantuan disain dan bahkan schagian memberikan bantuan peralatan kepada industri kecil. Keterkaitan inclustri kccil dengan BtIMN/Swasta, dalam hal ini BUMN/swasta sebagai Bapak Angka{" mcmbantu pemasaran industri kecil, himbingan dan penyuluhan teknologi proscs dan sekaligus mcmberikan bantuan berupa jaminan kredit dan bantuan piranti keras dan lunak.
2. Strategi Penyediuan Lupangatt Kerja. Perkembangan industri sclain untuk tlapat mombcrikan sumbangan yang besar tcrhaclap pertumbuhan
ekonomi, juga mempunyai pcran ganda yakni pemerittaan pcmbangunan yang mcliputi pcnciptaan
194
lapangan kerja dan lapangan usaha baru yang luas. Hal ini tercermin dldalam misi masing- masing kelompok industri sebagaimana dituangkan dalam Kebijaksanaan Pengelompokan Industri Nasional maupun dalam pasal 1 undang-undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian, dimana industri nasional dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu industri dasar, aneka industri dan industri kecil. Kelompok industri dasar dibagi dalam dua sub kelompok yaitu industri mesin logam dasar dan
elektronika, dan industri kimia dasar. Industri dasar mempunyai misi yaitu pertumbuhan dan pcnguatan struktur industri. Industri hilir (aneka industri) mempunyai misi pertumbuhan dan pemerataan, sedangkan industri kecil mempunyai misi pemerataan yang diusahakan untuk
:
memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha - meningkatkan ekspor -
- menumbuhkan kesempatan dan kemandirian berusaha serta meningkatkan pendapatan pengusaha kecil dan pengrajin. Sejak awal Pelita IV, arah dan kebijaksanaan penycdiaan lapangan kerja pada sektor industri, telah diarahkan agar sejalan dengan misi masing-masing kelompok industri.
Pada Pelita
V
sekarang ini, kebijaksanaan penyediaan lapangan kerja disektor industri lebih diarahkan dan dimantapkan lagi, utamanya pada kelompok industri yang mempunyai misi pemerataan, baik pemerataan kesempatan bekerja, kesempatan berusaha dan pemerataan pendapatan.
Mengingat adanya perbedaan misi dari masing-masing kelompok tersebut, maka teknologinyapun disesuaikan dengan misi yang dilaksanakannya. Industri dasar menggunakan teknologi maju teruji tidak bersifat padat karya. Industri hilir menggunakan teknologi maju, teruji atau teknologi madya. Industri kecil menggunakan teknologi madya atau sederhana. Kebijaksanaan mcngcnai tcknologi ini dapat mcmberikan pengaruh terhadap penyediaan lapangan kerja. Teknologi yang kelihatannya sama, sering memberikan hasil yang berbeda dalam keluaran (output), penyerapan tenaga kerja dan investasi. 3. Pengenftangan Sumber Daya Manusia
Peranan peningkatan sumber daya manusia dalam pengembangan industri nasional sangat menentukan. Kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia ini sudah digariskan dalam Pola Pengembangan Industri Nasioanal, utamanya dalam dalam butir 6. Pengembangan sumber daya manusia industri yang telah diletakkan sejak awal Pelita IV itu, tcrus dilaksanakan secara konsisten dari tahun ketahun sehingga diharapkan pada Pelita VI nanti industri nasional yang telah memasuki era tinggal landas dapat didukung tersedianya tenaga profesi dan wiraswasta yang cukup memadai baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Pengembangan sumbcr daya manusia industri diarahkan
195
pada dua sasaran pokok yaitu peningkatan tenaga profesi d,an wira.rwasta. Sedangkan langkah pengemban gannya diternpuh dengan cara
:
1). Pengembangan tenaga profesi industri melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan formal, jalur pendidikan dan latihan kerja, jalur pengalaman keria melalui sistcm magang (apprenticeship) dan latihan ditempat kerja (on the job training).
2'). Penyusunan sistem latihan kerja sektor industri serta pcngisian tenaga profesi
pada
perusahaan-perusahaan industri termasuk untuk menggantikan tenaga ahli asing.
3). Pengembangan wiraswnsta-wiraswasta industri melalui bertragai kesempatan pendidikan
dan
latihan usaha mandiri serta pemberian kcsempalan berusaha dalam kegiatan industri. Sehungan dengan upaya pengcmbangan tenaga profesi dan wiraswasta tcrsehut tampak betapa
penting peranan pendidikan. Oleh karena itu diklat untuk tenaga profesi dan wiraswasta ini terus ditingkatkan melalui sarana-sarana
;
1). Pendidikan formal , yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, seperti : - .sekolah kcjuruan - politeknik - akademi - universitas - dan schagainya.
2). Pendidikan
mcnejemen dalam arti luas,.termasuk pendidikan MBA clan sebagainya, yang diselenggarakan oleh pihak swasta, seperti :
- LPPM - Prasclya Mulia - Univcrsitas lndoncsia - dan scbaliainya.
I lsaha pcnclidikan terscbut pedu tcrus didorong perturnbuhannya di daerah-daerah.
3). Pendidikan Non-formal, antara lain : Pcrtdidikan sekolah ,rxagiltr& yang dilakukan oleh pihak dunia usaha seperti perhankan, dunia usaha industri, pariwisata dan scbagianya perlu terus didorong pertumbuhannya Catatan:
t.fiil dunia usaha tiap tahun mendidik tenaga trampil masing-masing 50 orang, maka tiap-tiap tahun akan bcrhasil dilahirkan 50.ffn tcnaga terampil. Sehagian dari Apabila ada
tenaga terscbut akan tumbuh menjadi wiraswastawan (5-1,0%) yang sangat cliperlukan
"196
bagi pertumbuhan industri nasional. Indonesia pada tahun 1989 mempunyai 3.000 perusahaan yang mampu menyelenggarakan pendidikan tersebut. Untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut tclah diberikan insentif perpajakan. 4). Pendidikan dan latihan untukperrgusalm industi kecil antararain:
(1). Pendidikan tenaga ahlilterampil melalui BLK
yang dimiliki
oleh
Departemen Tenaga Kerja.
(2). Pendidikan menejemen sederhana secara kontinyu (paket manajemen) yang memakan waktu 1-3 hari bagi pengusaha industri kecil (termasuk pengurus Kopinkra), y^ng dilakukan bersama ole Direktorat Jenderal Industri Kecil, Universitas negerilswasta jurusan ckonomi perusahaan dan Lembaga Menejemen Swasta. Untuk ini dipersiapkan paket-paket diklat untuk industri kecil, bekerjasama dengan Unversitas Udayana di Denpasar Bali, Universitas Airlangga di Surabaya, Unversitas Gajah Mada di yogyakarta dan lain-lain.
'
(3). Pendidikan dan latihan AMT (Achievement Motivation Training) untuk dapat menumbuhkan motivasi dan dorongan minat berwiraswasta. Diklat AMT ini sudah
dilakanakan secara luas dengan hasil cukup memuaskan. (a).
Diklat industri kecil
di
pesantren-pesantren
untuk lebih mendorong tumbuh
wiraswasta karena para siswa pesantren itu dapat dikembangkan sebagai salah satu kekuatan ekonomi handal.
5). Untuk lebih meningkatkan pcngembangan wiraswasta sedang dipersiapkan program modal ventura (venture capital) guna memberi kesempatan yang semangkin luas dari
para lulusan perguruan tinggilakademi dan tenaga ahli untuk terjun dalam usaha industri dengan dukungan modal dari bank.
Upaya pengembangan sumber daya manusia tersebut terus ditingkatkan karena disadari bahwa keberhasilan pembangunan industri nasional itu pada akhirnya akan clitentukan pula oleh faktor manusia dan memang tujuan pembangunan industri nasional bukan hanya membangun pabrik-pabrik saja melainkan membanguan masyarakat industri daram arti seluas-luasnya.
4. Rencana Pengentbangan Swnber Daya Manusia di Seklor
Induti
dalant Pelita V ntencalatp
:.
1). Tenaga Profesi
(1) Lingkup Tenaga profesi untuk scktor industri pengolahan meliputi bermacam tenaga kejuruan dan keahlian untuk menduduki jabatan struktural maupun fungsional seperti : operator, foreman, supervisor, manager perekayasa, pencliti, salesman, akuntan, dan lain-lain jabatan seperti tercantum dalam buku Klasifikasi Jabatan Indonesia.
t97
(2) Sasaran. Sasaran utama aclalah mcmbantu rnenyiapkan tenaga profesi/praprofesi baru yang diperlukan pengusaha industri untuk mengisi jabatan yang diperluk;ln pcrusahaan-perusahaan yang telah
ada, perluasan usaha, dan invcstasi baru, termasuk penglantian tcnaga prgfesi dari luar negeri- Sasaran berikutnya adalah menrhantu para pengusaha clalam meningkatkan mutu
tenaga profesinya melalui re-training dan up-grading. Kegiaian tersebut dilakukan bekerjasama dengan l-embaga-lemhaga Pendidikan Pclatihan yang sesuai di dalam malpun luar negeri.
(3) Prioritas program pembinaan. a.
Menyiapkan perencanaan tenaga kerja industri yang telah
acla maupun antipasi kebutuhannya dimasa yang akan datang, dalam jumlah, jadwal, maupun kualifikasinya.
b. Mcnyiapkan sistim infcrrmasi tenaga kcrja industri clan lcmhaga-lcmbaga pendi{ikan clan
Pclatihan milik Pemcrintah maupun swasta clan masyarakatnya, sehingg;a 4apal membcrikan kemudahan hagi para pcngusaha unluk mcrccruit, mcnselcksi maupun mcningkatkan mutu tenaga kerjanya, serta nrembantu lembaga-leml-raga Pen{iclikan dan
Pelatihan untuk mengarahkan dan mcrcncanakan kegialannya.
c. Memberikan pelayanan khusus pacla inelustri kccil untuk mcmpcroleh kescmpatan pendidikan, lalihan, penprluhan, tcnaga-tcnaga pclatih, pcnyuluh lapangan clan kOnsultan dari Kanwil, Kanclep, Balai-halai t.ithang dan Perusahaan-perusahaan yang menjadi Bapak Angkat clcngan k'ordnasi f)ircrkk.rrat Industri Kecil" d. Menyiapkan kehijaksanaan fiskal dan non-fiskal scJ:erli system ,,lcvy and grnn(,', yang dapal. meningkalkan partisipasi clunia usaha industri dalam pcncli<Jikan
{an latihan keria
sccara sistimatis dan lrcrlanjut untuk mcningkatkan mutu tonaga kcrjanya mnupun pcncari kerja' di dalam pcrusahaan mclalui program pcmagangan maupun cliluar pcrusahaan.
c. Meningkalkan kcterkaitan dan kcrjasama antara dunia pcndiclikan <Jan dunia inrlustri rnclalui prilgram kerja praklck mahasiswa, pcnolitian Icrapan, kuliah tamu, program be
lirjar tlan bckcr.ja (cooperal.ive cducnlion), pantluan karir bagi lulusan, tlan lain-lnin"
f. Meningkatkan
dukungan usaha pcningkatan mutu dan procluktivitas industri mclalui
pcmasyarakalan gcrakan Pcngenclalian Mutu Terplrdu dan pcmbentukan (iugus Kenclali Mutu di perusahaan-perusahaan inelustri tJan lermhaga-lembaga pendukungnya, marpun sebagai kurikulum dalam pendiclikan kcjuruan clan profesi.
g. Meningkatkan dukungan pada Himpunnn-himpunan Prolcsi yang tclah acla maupun pembentukan Himpunan Profcsi baru agar dapat berkcmbang lchih baik sehingga 4apal
1q8
meningkatkan profesionalismc anggotanya, mcnjadi jembatart antara kepentingan dunia usaha dengan dunia pendidikan dan intara bermacam disiplin ilmu dan profesi. h. Meningkatkan kemampuan aparat pembina, pelaksana, sarana dan prasarana pendidikan' dan latihan kejuruan dan keahlian di lingkungan Departemen Perindustrian agar dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat industri dalam bentuk bimbingan,
penyuluhan, penfapan tenaga petatih, pengelola diklat
di
perusahaan-perusahaan,
penyiapan tenaga kerja baru lulusan pendidikan kejuruan dan profesi yang lebih bermutu, dan lain-lain.
2). Wiraswastawan Industri
(r) Lingkup. Wiraswasta industri adalah pengusaha swasta pcmilik industri pengolahan, yang menghasilkan barang hasil olahan dari bahan mentah atau hahan baku untuk dipasarkan, dan pcngusaha swasta pemilik industri jasa yang langsung mcndukung industri pengolahan, rckayasa industri, jasa konsultan, jasa konstruksi, jasa seperti jasa rancang bangun
dan
pcmeliharaan dan lain-lain. Dalam kenyataannya wiraswasta industri juga bergerak dalam bidang-bidang yang erat kaitannya dengan industri seperti perdagangan, jasa angkutan, jasa keuangan dan lain-lain karcna tujuannya mempcrolch laba. (2) Sasaran.
Industri kecil pada akhir Pelita lV meliputi 1,7'13,558 unit usaha dalam 6,092 sentra-sentra produksi dan dalam Pelila V diperkirakan bcrtambah dcngan 2(r0,fi)0 buah unit usaha. sehingga sasarannya akan mcliputi populasi 2 juta wiraswasta industri kecil. Sasaran kedua adalah usaha industri menengah dan bcsar yang pada akhir Pelita IV diperkirakan bcrjumlah 15.000 unit usaha.
(3) Prioritas.
Prioritas pcmbinaan dan pcngembangan wiraswasta industri dibcrikan pada wiraswasta industri kccil sesuai dengan missi Pemcrintah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui dclapan jalur pcmcrataan, diantara lain jalur kcsempatan mcmperoleh pendidikan, pekerjaan dan berusaha.
(4)
Program Pembinaan danPengembangan. a. Wiraswasta Industri Kccil. Pembinaan industri kecil yang dalam Pelita IV telah menunjukkan hasil yang positip akan dilanjutkan dan dikembangkan dcngan adanya peluang pasar ekspor dan dalam negeri yang semakin besar serta pcluang keharusan bagi bank menyisihkan 20 Vo darijumlah kredit bagi usaha kecil, sehingga dimungkinkan melakukan modernisasi dan perluasan
industri kecil.
ty)
Mengingat hesarnya jumlah, penycbaran, variasi procluk dan pasar, serta akan semakin banyaknya lemttaga-lembaga penrcrintah maupun swasta yang ikut membina industri kecil,
perlu adanya koordinasi yang lcbih haik ditingkat nasional, regional maupun antar sektor.
Pendidikan dan pelatihan bagi wiraswasta industri kecil sejauh mungkin dilakukan di sentra-sentra produksi yang merupakan bagian dari paket program pcmbinaan lainnya seperti bantuan teknis/teknologis, manajcmen, pomasaran, keuangan dan lain-lain. Pada tingkat nasional maupun regional akan dikembangkan m<xlcl-model paket pemhinaan, penyiapan tenaga penyuluh, fasilitator clan lain-lain, yang dapat digunakan sebagai panduan
bagi
instansi-instansi
dan
lembaga-lcmbaga pemhina lainnya
scperti
bank,
' perusahaan-perusahaan bapak angkat dan lain-lain.
b.
Wiraswasta Menengah dan Besar.
Pembinaan dan pengemhangan wiraswasla besar clan mcncngah lcbih ditekankan melalui pcnciptaan iklim usaha yang dapat mendukung bcrkcmbangnva usaha industri dengan baik,
seperti paket kebijaksanaan dercgulasi dan debirokralisasi yang tclah mcningkatkan partisipasi dunia usaha dalanr pernbangunan ckonomi.
Program lainnya rnoliputi kclembagaarr yai{u kunsoliclasi clan dinamisasi organi.sasi pengusaha scperti Kadin, Asosiasi-asosiasi dan llirnpunan-hinrpunan, scrta Organsasi Pcmerintah sehingga clapat hckerjasama secara konstruktiI dan scrasi. Prtryram bcrikulnya aclalah akscs yang lcbih bcsar para pcngusaha pada pasar, tcknologi, sumber investasi, hahan baku clan faktor-faklor produksi lainnya, antara lain mclalui pe
layanan pusat inlormasi
di
Departemcn Pcrindustrian yang dihubungkan dcngan
pusat*pusat informasi lainnya di luar negeri clan dalarn ncgeri
V. KESIMPIIl-AN Berdasarkan uraian yang tclah dikemukakan kiranya dapat diambil kesirnpulan dan harapan sebagai
bcrikut
:
1, Kcbijaksanaan pongcmbangan Induslri Nasional yang cliletakkan scjak awal Pelita lV merupakan kchijaksanaan yang tclah manlap dan terarah, serta mcmpunyai daya laku yang panjang karcna suclah clioricntasikan kcpada cakrawala pandang jauh kedcpan, memperhatikan faktor-faklor lingkungan stratcgis dan cliclasarkan atas kondisi potcnsi ke:kuatan yang kita miliki. Kcmantapan tcrsebul terbukli dari hasil-hasil pcnrtrangunan inclustri yang mcnunjukkan kemajuan yang pesat clan milnlap.
200
2. Kendala dan indikasi kesenjangan penyediaan tenaga kerja industrial akibat pesatnya pertumbuhan industri dan kapasitas penyediaan merupakan tantangan yang harus diatasi dengan melaksanakan kebijaksanaan dan program, yang ternyata telah efektif dilaksanakan sejak awal Pelita IV.
3. Untul melaksanakan kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia untuk industri tersebut baik dalam rangka pengembangan tenaga profesi maupun wiraswasta, mutlak diperlukan partisipasi dari masyarakat khususnya dunia usaha dan lembaga-lembaga pendidikan swasta tcrmasuk pesantren yang makin meningkat, baik dijalur pendidikan lormal maupun non-formal (diklat, apprentice school dan sebagainya).
4. Upaya pengembangan kemampuan teknologi irtdustri diorientasikan utamanya untuk menunjang pengembangan industri yang berdaya saing kuat, dimana mutlak diperlukan keterkaitan erat antara industri Balai LitbangTerapan dan Perguruan Tinggi secara operasional.
201
PRODUKTTYTTAS PEKERIA DI SAKTOR PARDAGANGAN Oleh:
Priiono I) iptoherij
an
to
PNNDATIULUAN Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan dalam Pelita
V mengalami dua masalah utama yang cukup
berat. Dana pembangunan yang semaldn sulit dicari, bukan saja karena masalah di dalam ncgeri, tetapi terlebih-lebih karsna perkembangan yang terjadi di luar negcri mcrupakan masalah pertama. Masalah lain yang tidak kurang peliknya, menyangkut kesempatan ker.ja. Pcrtamhahan angkatan kerja akibat laju pertambahan penduduk yang masih tingg;i, belum diimbangi dengan penycrapan angkatan
kerja tersebut. Sebagai dampaknya, pengangguran masih mcwarnai pcrekonomian nasional.
GBHN 1988 Sektor Tenaga Kerja dongan jelas mcngcmukakan pentingnya peningftatan produktivitas dalam hubungan dengan peningkatan upah pekerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Ini dengan jelas ditegaskan dalam butir secara utuh menyebutkan: "Kebijaksanaan pengupahan dan penggajian disamping mempcrhatikan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, pcrlu terus diarahkan pada peningkatan keseiahteraan dan peningkatan daya beli golongan pencrima upah dan gaji rendah". Kcpedulian serta pemihakan pacla golongan miskin yang seringkali menerima upah dibawah KFM nampak jelas dalam butir-hutir sektor Tenaga Kerja GBHN 1988. Hal ini ditekankan karena justru peningkatan produktivitas kelompok
pckerja terbesar ini yang diharapkan mengp;erakkan roda perekonomian.
PRODUKTIVITAS DAN PENGANGGURAN Peningkatan kelancaran elisicnsi dan kelangsungan hidup perusahaan sangat berhubungan dcngan produktivitas pekerja dan pertumbuhan produksi. Ukuran yang sering dipakai untuk mcngctahui produktivitas pekerja adalah nilai tamhah (valuc added) yang dihasilkan para pekerja. Nilai tambah ini merupakan selisih dari pendapatan total setelah dikurangi dengan berbagai komponen biaya, termasuk biaya pcmbclian bahan dasar. C)leh karenanya, seorang pekerja dapat dikatakan produktif apabila dia dapat mcnghasilkan nilai tambah yang lebih besar dari sebelumnya. Dalam memperhitungkan produktivitas pekerja ini, perlu diingat
bahwa faktor-faktor produksi yang lain juga memiliki produktivitas. Dan perbandingan dari
242
produktivitas masing-masing faktor produksi yang berperan dalam proses produksi secara keseluruhan untuk menghasilkan output ini yang dipakai dalam suatu proses produksi. Oleh sebab itu, perlu selalu diingat beberapa persen bagian dari nilai tambah yang disumbangkan oleh faktor-faktor produksi yang lain. Hal ini perlu diketahui bila memang ingin diukur secara pasti sumbangan dari para
pekerja terhadap produksi barang atau jasa.
Erat hubungannya dengan protluktivitas ini adalah tu.utut balas jasa. Sedemikian erat hubungan antara keduanya, schingga banyak orang cenderung melihat balas jasa sebagai fungsi dari produktivitas. Pengetahuan semacam ini yang mendasari pandangan bahwa bahwa dengan menaikkan balas jasa , maka diharapkan produktivitas juga meningkat. Kaitan semacam ini tidak selamanya benar. Peningkatan produktivitas tidak selamanya semata-mata ditentukan oleh balas jasa, terutama untuk negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Khususnya, tidak semata-mata balas jasa yang berupa uang ataupun dalam bentuk material.
Pengertian semacam ini mendorong untuk mengartikan produktivitas secara luas, bahkan menyangkut etika kerja, disiplin dan kreativitas. Oleh karenanya untuk memperoleh produktivitas kerja yang diinginkan, perlu ditumbuhkan etika kerja yang ditopang oleh disiplin tinggi. Sementara itu kreativitas harus terus dikembangkan, karena selain akan menguntungkan dalam proses produksi, kreativitas yang diberi kesempatan tumbuh juga akan memuaskan para pekerja. Sedangkan kepuasan inilah dasar utama timbulnya motivasi. Jadi pada dasarnya cara untuk menumbuhkan motivasi pekerja menjadi sangat penting artinya di dalam usaha peningkatkan produktivitas. Berhubung sulitnya memperoleh informasi mengenai produktivitas terutama dikaitkan dengan peningkatan balas jasa, etika dan disiplin kerja, mungkin informasi mengenai jumlah jam kerja yang dikaitkan dengan masitr/tidaknya mencari pekerjaan lain atau dikaitkan dengan kepuasan bekerja dapat memberikan gambaran awal tentang tingkat pemanfaatan kurang atau tingkat produktivitas rendah (lihat Tabel 1). Tingkat pemanfaatan kurang dalam hal ini meliputi tiga kelompok, yaitu : a. pengangguran terbuka
b. setengah pengangguran yang diukur dari rendahnya jam kerja (kurang dari 35 jam ) c. produktivitas rendah -- didasarkan pada jam kerja panjang (35 jam atau lebih)
Dari Tabel 1 dipcroleh gambaran bahwa tingkat pemanfaatan kurang di Indonesia adalah sebesar 9,2 persen, dimana untuk daerah kota sebanyak 6,9 persen dan pedesaan sebesar 9,6 persen.
Jadi besarnya tingkat pemanfaatan kurang di atas, lebih besar disumbangkan oleh pedesaan. Keadaan ini besar kemungkinan disebabkan oleh upah di pedesaan yang relatif lebih rendah dari kota. Di
samping itu juga ditambah dengan besarnya peran "membagi kegiatan bersama" yang tinggi di pedesaan sebagai akibat sistem perekonomian pedesaan yang "relatif tradisional". Tabel yang sama juga memberikan gambaran mengenai keadaan setengah menganggur, yaitu merekayang bekerja dan masih mencari pekerjaan. Ternyata di samping gambaran di pedesaan selalu lebih tinggi dari kota, juga mereka yang telah bekerja 35 jam dan mencari kerja, lebih tinggi dari kota. Hal yang juga terlihat pada kelompok yang telah bekerja 35 jam dan masih juga mencari pekerjaan. Berarti dari kelompok
203
yang bekerja, di samping pcmanfaatannya kurangjuga dapat dikatakan sebagai gokrngan produktivitas rendah. Mungkin saja seseorang yang sudah bekerja 35 jam akan tctap mencari pekerjaan lain karena
upah yang mereka terima dirasa belum memadai atau sesuai dengan keahlian yang mereka miliki.
TABEL 1. TINGKAT PEMANFAATAN KURANG MENURUT KOTA-DESA ltem
Kota
Pengangguran terbuka
Bekerja <
ja*
dan mencari pekerjaan *)
Bekerja < jam dan putus asa *)
Bekerja > 35 jam dan mencari pekerjaan *) Bekerja > 35jam danputus asa *) Sementara tidak bekerja dan mencari pekcrjaan Bukan AK putus asa .
Tingkat pemanfaatan kurang
N (000) Bekerja 35 jam dan ticlak mcncari kerja
')
f)esa
Desa + kota
2.7
1.4
1.7
0.9
3.0
2.6
0.1
0.1
0"1
2.6
4.5
4.2
0.2
0.I
0.2
0.1
0.3
0^2
0.3
0.2
0.2
(r.9
0.6 (4066)
9.2
(6e6)
(4784)
r6.f]
36.7
32.8
tidak termasuk sementara tidak bekerja
Sumbcr: Diah Widarti, Analisa Kctcnagakerjaan
<,li
Indonesia llerdasarkan Data fiensus Penduduk l97l-19g0
SEKI'OR PARDAGANGAN Menurut data tahun 19tt0, 13 pcrsen pekerja Indonesia bekcrja di sektor perdagangan. persentase ini meningkat menjadi 14,96 persen di tahun 1985. Sementara itu, kegiatan di sektor perdagangan memberikan sumbangan sebesar 16,60 persen di tahun 1980 dan 15,47 pcrsen di tahun 1985 kepada protluksi domestik brut.o. Rasio antara sumbangan pada nilai tambah dan cmployment ratio menurun dari 1o28 di tahun 1980 nrenjadi 1,03 di tahun 1985. Bila rasio ini dapat digunakan sebagai indikator produktivitas pekerja di sektor perdagangan, dapat dikatakan hahwa procluktivitas pekerja di sektnr perdagangan telah menurun selama periode 19tt0-1985, relatif terhaclap perekonomian secara keseluruhan.
Dilihat dari segi penyorapan angkatan keja, sektor perclagangan mcmpunyai peran pcnting di dalam pemecahan masalah ketenagakerjaan. Di tahun 1985, 14,96 persen pekerja bekerja di sektor perdagangan. dengan kata lain, sektor perdagangan menyerap sekitar 15 persen jumlah pckerja yang ada. persentase ini akan menaik menjadi sekitar l7 persen di tahun 1990. Dalam pelita V peran sektor
204
perdagangan dalam penyerapan jumlah pekerja diperkirakan akan minimal 17 persen, atau mungkin sekitar 19 persen.
Namun pertanyaannya adalah : apakah sektor perdagangan mampu meningkatkan kesejahteraan para pekerja di ssktor perdagangan relatif terhadap kesejahteraan para pekerja di sektor lainnya. Dilihat dari rasio sumbangan sektor perdagangan terhadap nilai tambah dan employment terhadap keseluruhan perekonomian ataupun hanya pada sektror jasa, produktivitas pekerja di sektor perdagangan tampaknya menurun di periode 1980-f985.
TABEL 2. STRUKTUR PEKERJA DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SEKTOR. INDONESIA 1980
Scktor
1. Pertanian
PDB (dalam juta Rp)
Absolut
Absolut
28,g3/',Ml
x7,251
2. Pertambangan 3. Industri
Jumlah pekerja
4,680,051
4. Listrik
66,089
5. Bangunan
1,657,14f|
6. Perdagangan
6,678,952
7. Angkutan
1,468,419
8. Keuangan
n234s
9. Jasa kemasyarakatan
7,1u,523
l0. Lainnya
21,619
Vo
55.9 3,4249 0.8 1,034.6 9.1 1,7M.(, 77.9 0.1 639.3 3.2 13.0 1,851.9 2.8 ffi.45.4 0.6 854.9 L3.9 97r.7 11,169.2
Sumber: 1) BPS (1983), Tabel 48.9 2) BPS (198a), Tabel
PDB terhadap Vo pekeria
Vo
30.7
0.55
9.3
11.63
15.3
r..68
0.7
7.m
5.7
1.78
16.6
1.28
1.93 7.6
12.67
8.7
0.63
100.0
1.00
0.0
51,553,722 1m.0
Jumlah
%
Rasio
II
205
TABEL 3. PROYEKSI PEKERJA SEKTOR PERDAGANGAN INDONESIA
1990
MENURUT SUB
SEKTOR
Sub sektor usaha
Y(,1)
N
)))
269.2
Perdagangan eceran
75.53
9,:l-5{l.g
Rumah makarVminum dan hotel/penginapan
22.25
2,699.7
100.m
12,1',2.6.3
Perdagangan besar
Jumlah
Catatan : 1) Proporsi pekerja scklor perdagangan menurul sub sektor nenggunakan data hasil Sensus Ekonnmi 1986, Publikasi Biro Pusat Statistik Seri C62, Statistik Pcrdagangan, llunrah Makan, I.lorel dan Akomotlasi Lain Tidak Berbadan Flukum (Dengan I'empar ll'erap)
1986.
TABEL
4.
PROYEKSI PEKERJA SEKTOR PERDAOANGANI MENURUT SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL INDONESIA. I98O
Status formaVinformal
Proporsi(7a)
Jumlah
Pekerja sektor formal
9.51
1,152,9?g
90.49
r0,973,472
rm.00
12,12(>,3U)
Pckcrja scktor informal Jumlah Crtatan : l) Perdagangan Besar, Freran dan Rumah Makan
2) Jumlah pekerja scktor perdagangan tahun1990 berjumlah l2.L26.yx.l dikurangi dcngan jumlah truruh/karyawan sektor perdagangan 1990 sebcsar 1.017.299 (hasil prcryeksi dengan elastisitas) adalah jumlah pekerja scktor perdagangan 1990 dengan status bukan buruh/karyawan yailu berjumlah I L109.002 orang. Juntlah pekcrja dengan status bukan ke tiap status pekcrjaan dengan menggunaan pro;xrrsi masing-masing (hasit proyeksi pr6porsi 197g, 1980, 1982, 198.5,1986)
20(t
Merupakan suatu kenyataan bahwa peningkatan kelancaran dan volume perdagangan akan meningkatkan lowongan pekerjaan (demand for labour), dan secara otomatis akan meningkatan penghasilan para pekerja. Dengan meningkatkan kelancaran dan volume perdagangan, maka secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan kata lain, peran sektor perdagangan terbatas pada pencipta lowongan saja belum tentu mencukupi untuk dapat meningkatkan penghasilan
para pekerja. Agar penghasilan para pekerja dapat benar-benar meningkat, harus ada supply of labour yang cukup, dalam arti jumlah maupun mutu. Tanpa adanya jumlah dan mutu yang memadai, maka peningkatan lowongan pekerjaan di sektor perdagangan hanya akan dinikmati sekelompok kecil pekerja yang sudah siap dalam mutu mereka saja.
PENUTUP Dalam situasi dimana penawaran tenaga kerja lebih besar daripada lowongan kerja yang tersedia maka hanya tenaga yang memiliki keterampilan yang punya kcscmpatan untuk masuk ke dalam pasaran kerja. Dengan demikian keterampilan pekerja harus ditingkatkan agar tenaga kerja ini dapat masuk ke lapangan kerja. 'Ietapi agar pekerja dapat memperoleh upah yang cukup untuk mebiayai kebutuhan hidupnya, pekerja tidak hanya harus sekedar terampil tetapi juga harus dapat mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Peningkatan itu yang perlu diupayakan dewasa ini.
Dalam hubungan dengan produktivitas, penyediaan jumlah dan mutu pekerja yang memadai merupakan usaha yang amat serius dan mutu pekerja yang memadai merupakan usaha yang serius dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Namun, usaha peningkatan mutu pekerja biasanya berkaitan pula dengan masalah pendidikan, kesehatan dan keamanan yang merupakan tanggungjawab bersama seluruh anggota masyarakat.
Pertanyaan yang mcnarik adalah
: mutu
pekerja yang bagaimana yang sesungguhnya
dibutuhkan untuk menopang usaha peningkatan kelancaran dan volume perdagangan. Jawaban atas pertanyaan tersebut agaknya masih memerlukan pengkajian lebih lanjut.
Cacatan Diskusi Kelas:
Bentuk perekonomian lndonesia adalah ekonomi pasar yang terkendali. Bentuk tersebut timbul karena para ekonom yakin bahwa suatu sistem ekonomi yang mampu mengakomodir perubahanperubahan yang cepat yang terjadi akibat 'globalisasi ekonomi, hanyalah ekonomi pasar yang bersumber pada teori permintaan dan penawaran. Kondisi Indonesia tidak mendukung diterapkannya pasar bebas secara mutlak mengingat di Indonesia terdapat permintaan masyarakat seperti p€merataan pendapatan, pengurangan kemiskinan dan sebagainya. Permintaan tersebut tidak akan dapat dijawab melalui ekonomi pasar bebas yang menuntut efisiensi sehingga mengarah kepada persaingan. Karena itu pengendalian terhadap ekonomi pasar diperlukan untuk menciptakan keseimbangan antara sistem ekonomi pasar yang menuntut kompetisi dengan permintaan-permintaan masyarakat.
207
Dua masalah utama yang dihadapi
Indc.rnesia
mulai pelita lima adalah masalah dana
pembangunan yang terasa kurang dan masalah kesempatan kerja yang lebih sedikit dihanding tenaga kerja yang ada di pasar tenaga kcrja. Dana pembangunan yang menjadi masalah terutama disebabkan
oleh kewajiban Indonesia membayar hutang dan cicilan luar negeri. Menghadapi masalah dana tersebut maka kebijaksanaan dana pembangunan Indonesia ditempuh melalui dua cara yaitu kebijaksanaan luar negeri dan kebijaksanaan dalam negeri. Kebijaksanaan luar negeri ditempuh melalui Ekspor, Bantuan Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing, sementara kebijaksanaan dalam negeri ditempuh melalui pajak, tabungan masyarakat, saham dan Penanaman Modal Dalam Negeri. Terdapat dua sektor yang dapat menampung tenaga kerja di Indoncsia yaitu: sektor formal dan sektor informal. Sektor formal terdiri dari pemerintah dan swasta yang sampai saat ini daya tampung terhadap tenaga kerja bclum mampu mcngalasi permasalahan tenaga kerja di Indonesia. Apabila tenaga kerja tidak tcrtampung di sektor formal maka mereka akan berusaha/bekcrja di scktor
Informal. Pekerja sektor perdagangan sebagaian hesar berada di sektor informal, ini menjadi petunjuk bahwa walaupun beberapa pihak ingin agar sektor informal dalam waktu clekat bahkan mungkin cukup lama peranan ssklor informal masih dipcrlukan dalam mcngatasi permasalah tenaga kerja rJi Indonesia.
Masalah tenaga kerja pada intinya disebabkan oleh pertumbuhan pencluduk yang begitu cepat, sehingga menyebabkan tingginya pertumbuhan tenaga kerja. Disisi lain masalah tenaga kerja juga disebabkan oleh rendah/buruknya kondisi pcrekonomian sehinggla baik scktor pemerintah maupun swasta tidak dapat menampung luapan tenaga kcrja.
208
KEBUAKAI{ PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN')
Oleh:
H.A.R Tilaar Pengertian pembangunan sumber daya manusia (human resource development) dalam GBHN : penduduk bukan hanya sebagai alat, tapi juga tujuan pembangunan. Jika tidak sebagai tujuan, berarti tidak sesuai dengan GBHN. Makalah ini membatasidiri dalam sektor pendidikan (bukan Depdikbud). Hat ini dapat dilihat dalam Rencana Tahunan dan Repelita V yang Bagaimana konsep ini diterapkan dalam perencanaan
?
merupakan rincian GBHN.
Dari segi anggaran, sektor pendidikan mendapat prioritas utama dalam Repelita V. Program-program yang termasuk dalam sektor ini dalam kerangka HRD : pembinaan SD (Inpres), pembinaan SLTP (hapusnya sekolah kejuruan tingkat ini, cocok dengan PP 28), pembinaan SLTA (SMA dan SK), pembinaan pendidikan tinggi (guru SD minimal D2), pendidikan masyarakat (non-formal), generasi muda dan keolahragaan, program operasi dan pemeliharaan (OM)/pendidikan kedinasan. Semua ini merupakan peran sektor pemerintah, peran sektor swasta dalam pendidikan tidak tercover
oleh Repelita V. Beberapa target yang akan dicapai dalam Repelita V (lihat Tabel Lampiran). Prioritas 2.000 SMP diberikan kepada daerah- daerah yang enrollment rationya rendah. Pembangunan SMA tidak sebanyak pembangunan SMP, karena SMP akan masuk menjadi pendidikan dasar, jadi diharapkan enrollment rationya 100 persen. Beb'erapa,dkidemi.dibubarkan untuk mendapatkan suatu standar, sesuai Kepp rcs34ll972yang mengatur pembagianianggung jawab antar lembaga pendidikan. Pendidikan pegawai negeri oleh LAN, pendidikan tenaga kerja olch Depnaker, dan Depdikbud yang mengkoordinasi seluruh pendidikan dan
training.
Ada dugaan sistem pendidikan kita tidak efisien. Ratio guru-murid termasuk yang terendah di Asia (25,3), sementara Korea 38,3; Filipina 30,9. Setiap kali kita kekurangan guru, karena kita menggunakan kriteria yang arbriter, yaitu ratio 1:20 dengan alasan makin sedikit guru semakin efektif.
l)
Makalah ini dinarasikan oleh Panitia berdasar Handout dan rckaman materi kuliah
209
Hasil penelitian ternyata tidak demikian, karena rendahnya jumlah guru secara relatif diimbangi oleh kualitas guru (dan alat pembantu) yang lebih baik. Jadi, kualitas guru clan sarana pendidikan lebih menentukan dibanding ratio murid-guru. Beberapa variable yang menyehahkan kualitas penclidikan kita rendah a.
:
Dana sektor pendidikan pemerintah pusat dibanding APBN sekarang 8,8 persen. Sementara
Thailand dua kali lipat dari kita (sama dengan Korea). b. Persentase pengeluaran sektor pendidikan dari (iNP hanya sekitar 2 persen, sementara Thailand dan Korea lebih dari 3 persen. c. Seharusnya subsidi terbesar diberikan untuk pendidikan dasar. Yang terjadi di Indonesia, makin tinggi pendidikan makin tinggi subsidi yang diberikan. d. Gaji guru ratio per kapita GNP relatif rendah, ditambah oleh kenyataan trahwa GNP rendah, sehingga kesejahteraan guru rendah. Sebagai ilustrasi untuk guru SD 2,5; sementara Sekolah
Menengah 3,1. Sebagai perbandingan, Koroa 5 ((iNP-nya 2000); Malaysia dan Thailand juga lebih tinggi, baik ratio maupun GNP-nya.
e. Biaya operasi per anak sebagai perscntase dari GNP (1980) di Indonesia l"2,fi untuk pendidikan dasar dan 231; ini menyebabkan beban keluarga miskin semakin berat. Khusus untuk PT, subsidi pemerintah sangat besar. Data-data ini sekaligus dapat memheri gambaran berapa beban rumah tangga jika pemerintah melepas suhsidi. .Iika dilihat hubungan antara pengangguran dengan tingkat pendidikan, tcrlihat adanya data yang "aneh", makin tinggi pendidikan, makin tinggi tingkat pengangguran. Pendidikan tidak selalu mengatasi
di sektor pendidikan tidak sclalu meningkatkan kescjahteraan. Kesimpulannya, pendidikan tidak mengatasi masalah kemiskinan, jika tidak diimbangi dengan
masalah pengangguran. Investasi penyediaan lapangan kerja.
Dari proyeksi school age population tsrlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Indonesia rnakin tinggi. Indonesia 7,3; Korea 11,4. Artinya, rata-rata orang Korea mendapatkan pcndidikan 11,4 {ahun, scmcntara Indonesia 7,3 tahun. Mcskipun angka ini rendah untuk Thailancl, dia punya strategi pengembangan sumber daya manusia yang haik.
Perhatian seharusnya tidak hanya ditujukan kepacla pendidikan formal, karena masalah besar yang kita hadapi adalah penyediaan lapangan kerja untuk sektor non-frrrmal. Untuk itu pendidikan non-formal (luar sekolah) perlu mendapat perhatian lcbih besar. Menurut beberapa penelitian, jalur pendidikan non-fcrrmal ini lebih cfektif dalam mengantisipasi kesempatan kerja maupun pcnye diaan lapangan kerja sendiri. Sebagai ilustrasi, di Bali ada kecoiderungan menurunnya anak-anakyang masuk ke SMP. Ternyata mereka mengikuti kursus-kursus bahasa (Inggris, Jepang) yang lehih menjamin memperoleh pekerjaan dihanding pendidikan tinggi,
210
Tabel Lampiran
L.
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KELIMA. 1989/90 - 1993194 (dalam milyar rupiah) PENDIDIKAN DAN GENERASI MUDA No. Kode SEKTOR/SUB-SEKTOR/PROGRAM
1989/90
r989tm-893t94
(anggaran,
(anggaran,
pembangunan) pembangunan)
09
SEKTOR PENDIDIKAN GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA
09.1
Sub sektor pendidikan umum dan generasi muda
09.1.01 09.1.02 09.1.03 ()9.1.04
Program pembinaan sekolah dasar Program pembinaan sekolah lanjutan tingkat pertama Program pembinaan sekolah lanjutan tingkat atas Program pembinaan pendidikan tinggi D.1.05 Program pembinaan tenaga kependidikan 09.1.06 Program pembinaan pendidikan masyarakat
D.1.07 Program pembinaan
generasi muda
09.1.08 Program pembinaan keolahragaan
' 09f.09 Program pengembangan sistem pendidikan 09.1.10 Program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan
w.2
1.683,1
16.981.0
5()9,8
15.71L,8
111,0
1.443,0
70.0 572,5
r.y5,4 5.M,4
582,0
5.772,7
5,5 L6,7
63,5 174,2
5,1
33,6
1,5
15,7
8,5
59,5
dan kebudayaan
137,O
1.357,8
Sub sektor pendidikan kedinasan
161,0
1.175,4
w.2.01, Program pendidikan pertanian dan pengair 09.2.02 Program pendidikan industri w.2.03 Program pendidikan pertambangan dan energi w.2.u Program pendidikan perhubungan dan pariwisata Program pendidikan perdagangan dan koperasi Program pendidikan tenaga kerja dan transmigrasi 09.2.n Program pendidikan generasi muda, kebudayaan nasional
41.,4
%,2
0,9
6,6
T14
9,7
21,9
lm,4
09.2.05
2,7
17,7
w.2.6
5,3
37,9
2,4
17,9
24,5
179,5
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
@.2.M
Program pendidikan Kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanitan kependuduk-an, dan keluarga berencana
@.2.09 Program pendidikan hukum 09.z.ro
l14
10,4
3,8
27,0
Program pendidikan penerangan, pers dan komunikasi sosialkomunikasi sosial
W.Z.lt
Program pendidikan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian @.2.12 Program pendidikan aparatur pemerintah
21r
47,0 8,3
?f,3,r 50,0
Tabel Lampiran 2.
PERCENTAGE OF A(;E GROUP ENROLLED IN SCHOOILS (
End o[ Repelita
"
Senior High School3)
Tertiarv Education
1) Net Enrollment Ratio form Primary Flducation population age 7 -
*
Vo ratio
Repelita V
(1n3te4)
99.6
v).7
53.4
(fr.7
36.6
45.1
8.-5
11.0
4)
)
Encl of
IV
(re88/8e)
Primary Education 1) Junior High School2)
q(,
of students age 7 -
12 years
enrolled in Primary schools to the
12 years
* 7o ratio of junior high $chool studcnts to the population agied 13-15 years 3) Gross Hnrollment Ratio for Senior lligh Schcml * Vo ratio of senior high .school students to the fropulation aged 16 -18 years 2) Gorss
llnnrllment ratio for Junior tligh fthool
4)Gross enrollmentratiofortcrtiaryEducation = Toratioofstudentenrolledinpcrst-secondarysch<xrls&universitics(tertiary Education) to the population aged 19 - 24 years
Tabel Lampiran 3.
STUDENT F-NROLLED IN PRIMARY SCIHOOI".S (Thausand)
End
of
III (1e83/84) Repclita
L.
Total population aged7 -
12
years
End of Repelita V (LW3te4)
30.504
97.2%t
\N.6%
99.7%
3. Student Enrollcd in Primary School
agedT-l2years 4. Ratio of no. 3. to no.1
population aged 7 -
lV (1e88/8e)
23,153
29,108
l)NetRnrollmentRatioforPrimaryEducation
o[
Repclita
25,8t12 30,075 2-5,698
23,808
2. Student enrolled in Primary School
1)
End
Xr,333 26,254
*ToratioofStudcntsagedT-12yearsenrolle
12 years
212
Tabel Lampiran 4. STUDENTS ENROLLED INJUNIOR HIGH SCHOOLS (Thousand)
End of Repelila
III
(1e83/&r)
Total population aged 13 - 15 years 2. Students Graduating from primary Education
10,7W l) 2,479 3. New student entering Junior high school 1,771 4. Ratio of no 3 to no.22) 71.4 Vo 5. Total Enrollment in Junior High School 4,713 6. Ratio of no. 5 to no. 1 3) 44.o Vo 1.
l)
Prcvious acadcmic
End of Repelita
IV (1e88/8e) lZ,SlZ 3,815 2,594 (g.0 Vo 6,680 53.4 Vo
End of Repelita V (r9e3/e4)
12,874
3,g6 3,259 g5.o Vo
8,590
66J
Vo
par
2) Ratio of studcnts continuing to junior high school
=
Vo ratio of gradc
I junior high rhool students to primary education
students graduating in the previous ycar 3) Gross Junior High School enrollmenl
atio =
Vo
ratio of junior high school studcnts to total population aged 13 -
213
15 years
Tabel Lampiran 5.
STUDENTS ENROLLED IN SENIOR HIGH SCIH(X)LS (Thousand)
End o[ Repelita
llI
(1e83/84)
l. Total population aged
1.).
(1ee3/94)
946
1,594
2,176
o/o
81.27o
85.0 Vo
2,553
4,147
5,757
1,744
2,774
4,257
556
1,113
1,sfi)
253
264
-- 3)
b. vocationaVtechnical 3) c. teacher/sport teacher training
5 to no.
(1e88/8e)
2,s(fr
\t;
a. general
6. Ratio of no.
Repelita V
r2,780
M.4
5. Total enrollment in senior higih school
Repclita IV
1,964
3. Ncw students entering senior high school 4. Ratio of no. 3 to no.22)
End of
1'1.,342
16 - 18 years
l) 2. Student graduating from junior high school
End of
'36.6
14)
o/o
45.1%t
Previous acadernic year
2). rati
=
Vo
ntio r:f grade I senior high
schcxrl studenls to
junior high schtxrl
students graduating in the previous year
will be gradually transfered into gencral or vrxatkrnal & technical schcxrls by the end of Repelita V 4). Gross senior high school enrollment ratio = ratio of senior high schcxrl studcnts to lotal potrrulation aged 16 . 18 years 3)" These schools
214
Tabel 6.
STUDENTS ENROLLED IN TERTIARY EDUCATION (thousand)
Repelita IV
End of Repelita V
(1e88/8e)
(ree3te4)
15,67.6 Z4years nla 2. Students graduating from senior high school
19,464.7
22,545.5
ffi.2
1,025.8
224.3
3%.3
492.r
nla
52.0
48.0
824.4
l,(t63.9
2,49'1,.1
5.3
8.5
11.0
End of Repelita (re83/84)
1.
Total population aged
19 -
3. New students entering university/post-secondary
school l) 4. Ratio of no. 3 to no.2 5. Total enrollment in tertiary education 3) 6. Ratio of no. 5 to no. L
2)
End of
III
l). Prcvious academic year 2). Ratio of studcnts continuing to tertiary education
=
7o |?tio of grade 1 students in tertiary &lucation to total senior high
school studcnts gladualing in previous year 3). Gross
te
rtiary education enrollmcnt ratio --
7c,
ratio of students enrolled in tertiary education to total population aged 19 -
TAycars
n/a = not available
215