Non ST Elevation Miocardial Infarction Afifah ikhwan Fauzan muhammad Sari yunita Tiara ledita
Pendahuluan • Sindroma koroner akut (SKA) adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner.1 • (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.2
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi menjadi : • Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) • Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) • Angina pektoris tidak stabil (UAP)
Beberapa hal yang mendasari patofisiologi SKA adalah sebagai berikut :3 • Plak tidak stabil • Ruptur plak • Angina tak stabil • Mikroemboli • Oklusif thrombus • Vasospasme
Keluhan pasien dengan iskemi miokard berupa • Nyeri dada atypical (angina equivalen). • nyeri dada typical (angina typical) Keluhan angina typical berupa rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area intraskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermitten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina typical sering disertai keluhan penyerta seperti mual,muntah,nyeri abdominal, dan sinkop.
Diagnosa adanya suatu NSTEMI harus ditegakkan berdasarkan tiga kriteria yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG dan evaluasi biokimia dari marka jantung.4
• Pada Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada, terdapat perubahan EKG seperti ST depresi ,T inverse, atau normal) disertai kenaikan enzim jantung.2 • Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan
• Pada keadaan dimana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negative sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.2
• Pemeriksaan troponoin I/T adalah standar baku emas dalam diagnosis NSTEMI, dimana peningkatan kadar troponin di dalam darah perifer akan terjadi dalam waktu 3 hingga 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. • Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
• Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waaktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.2
Tatalaksana terhadap NSTEMI adalah sebagai berikut :5,6 • Tindakan umum : istirahat, oksigen dan penenang • Tindakan medikamentosa – Obat anti iskemi : nitrat – Obat anti agregasi platelet : aspirin, clopidogrel – Obat anti-trombin : heparin, low molecular weight heparin (LMWH) – Tindakan revaskularisasi pembuluh darah koroner : PCI
• Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang baik. Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.
Ilustrasi kasus • Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke RSUP M. Djamil Padang dengan keluhan utama nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk RS, nyeri dada dirasakan berat ditengah dada, tidak menjalar, dirasakan saat selesai shalat. • Riwayat keringat dingin (+), mual (-), muntah (-). Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas, riwayat PND (+), DOE(+), OP(-). Pasien tidak ada mengeluhkan berdebardebar, pusing (-), pingsan (-). • Pasien merupakan rujukan dari RS Semen Padang dengan ADHF dan NSTEMI dan mendapatkan tatalaksana aspilet 160 mg, clopidogrel 300 mg dan ranitidin 1 mg.
• Pasien memiliki riwayat hipertensi, kontrol teratur dengan amlodipin 1 x 5 mg. Riwayat diabetes mellitus (-), smoker (-), dislipidemia (?), stroke (-), asma (-), gastritis (-). Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.
• Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 135/80 mmHg, nadi 50x/menit, suhu 37°C, nafas 22x/menit, tinggi badan 160 cm, berat badan 60 kg. • Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik, JVP 5+0 cmH2O. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan inspeksi, palpasi, dan perkusi dalam batas normal, auskultasi vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. • Pada pemeriksaan fisik jantung, iktus kordis tidak terlihat, pada palpasi iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC V, perkusi ditemukan batas jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC V dan auskultasi SI S2 reguler, murmur (-), gallop (-). • Pemeriksaan anggota gerak tidak ditemukan edem pada kedua tungkai dan ekstremitas teraba hangat.
Pada pemeriksaan EKG menunjukkan sinus bradikardi, QRS rate 50x/menit, axis normal, p wave normal, PR interval 0,18”, ST depresi dan T inverse di V3-V6, I, aVL, RVH (-), LVH (-).
Pada pemeriksan rontgen didapatkan : CTR 58%, Sg Ao N, Sg Po N, CW (+), infiltrate (+), cranialisasi (+).
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan, darah rutin: Hb 13,1 gr/dl, leukosit 6200/mm3, trombosit 216.000/mm3. CKMB/Troponin T 23/ (-). • AGD (vena): pH 7,30 pCO2 55mmHg pO2 22 mmHg HCO3 22,7 mmol/L dan saturasi O2 30%. Na/K/Cl 135/4,7/103; Ut/Cr/CCT 27/1,0/85; HBsAg non reaktif dan GDS 115.
• Pasien didiagnosis NSTEMI dan CHF fc II ec HHD.
• Pasien mendapat terapi oksigen 4 Lpm, IVFD RL 1 kolf/24 jam, loading aspilet 160 mg, loading clopidogrel 300 mg, simvastatin 1x40 mg, ISDN 3x5mg, lovenox 2x0,6 cc, amlodipin 1x5 mg, laxadin 1x10 cc, alprazolam 1x0,5 gr, furosemid 1x40 mg.
Diskusi • Pada case report session kali ini, dilaporkan seorang pasien laki-laki 45 tahun, yang didiagnosa menderita NSTEMI dan CHF fc II ec HHD. • Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien menderita nyeri dada sejak 3 jam SMRS, nyeri dada dirasakan berat ditengah dada, tidak menjalar, dirasakan saat selesai shalat. • Gejala penyerta saat timbulnya nyeri dada yaitu adanya riwayat keringat dingin sedangkan mual dan muntah tidak ada. Berdasarkan keluhan pasien, nyeri dadanya termasuk ke dalam angina tipikal.
• Pada pemeriksaan EKG menunjukkan ST depresi dan T inversi di V3-V6, I, aVL. • Perubahan gelombang T ini mencerminkan iskemia miokardium, yaitu kurang memadainya aliran darah yang menuju miokardium. • Iskemia berpotensi dapat dipulihkan kembali (reversible), jika aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen jantung dipenuhi, gelombang T akan kembali normal.
• Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar CKMB 23 dan troponin T (-). Pemeriksaan marka jantung merupakan standar diagnosis untuk membedakan dengan unstable angina pectoris (UAP). Pada UAP tidak terjadi peningkatan marka jantung.
• Penggunaan marka untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. • Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
• Berdasarkan algoritma ACLS tahun 2015, tatalaksana awal di IGD adalah pemberian oksigen 4 L/menit kanul nasal apabila saturasi O2 <94%. Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Setelah itu diberikan aspirin 160-325 mg dikunyah, clopidogrel 300mg, nitrogliserin/nitrat sublingual dan morfin jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin/nitrat. • Pada pasien ini, tatalaksana sudah sesuai dengan algoritma ACLS.
Setelah tatalaksana awal di IGD, pasien mendapatkan : loading aspilet 160 mg, loading clopidogrel 300 mg, simvastatin 1x40 mg, ISDN 3x5mg, lovenox 2x0,6 cc, amlodipin 1x5 mg, laxadin 1x10 cc, alprazolam 1x0,5 gr. • Pemberian simvastatin dilakukan segera setelah onset NSTEMI. Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada pasien-pasien NSTEMI, terutama terhadap kadar lipid serum. • Beberapa penelitian menyatakan pemberian statin sangat bermanfaat dalam menekan atau mengurangi kejadian-kejadian koroner akut.
• Isosorbida-dinitrat sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. • Lovenox merupakan Low molecular Weight Heparin (LMWH) yang berfungsi menghambat pembentukan trombin oleh inhibisi faktor Xa dan juga mengahambat trombin indirek dengan pembentukan kompleks dengan
• Amlodipin termasuk ke dalam golongan calcium channel blockers (CCBs) yang mempunyai efek vasodilatasi arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA node atau AV node.2 • Laxadin diberikan untuk pelunak tinja. • Alprazolam untuk mengatasi rasa takut dan cemas.4
• Prognosis ditentukan dengan menggunakan stratifikasi risiko TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction). • Stratifikasi TIMI telah divalidasi untuk prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai spectrum SKA termasuk UAP/NSTEMI.
Tabel 1. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI - Usia > 65 tahun - >3 faktor risiko PJK* - Stenosis sebelumnya > 50% - Deviasi ST - >2 kejadian angina < 24 jam - Aspirin dalam 7 hari terakhir - Peningkatan petanda jantung *Faktor risiko : hipertensi, DM, merokok, riwayat dalam keluarga, dislipidemia
Skor TIMI 0-2 Rendah Skor TIMI 3-4 Menengah Skor TIMI 5-7
: Risiko : Risiko : Risiko Tinggi
Klasifikasi GRACE bertujuan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan stelah keluar dari rumah sakit. • Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu : Usia kelas Killip tekanan darah sistolik deviasi segment ST cardiac arrest saati tiba diruang gawat darurat kreatinin serum marka jantung positif frekuensi denyut jantung.
• Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah (risko kematian <1%). • Sementara itu, pasien dengan risiko GRACE 109-140 dan >140 berurutan mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%).
• Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%). • Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berurutan mempunyai risiko kematian menengah (38%) dan tinggi (>8%).2 •