No. 10, APRIL 2014
ISSN. 1978 - 0052
U R N A L PENELITIAN Pendidikan berkarakter, Pendidikan berkualitas, Pendidikan inklusi, Pariwisata berbasis budaya, Pusat Layanan Jasa yang berwawasan lingkungan, dan Peningkatan kesejahteraan berbasis ekonomi kerakyatan
10
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...............................................................................................................2 TIM REDAKSI............................................................................................................4 SALAM REDAKSI......................................................................................................5 PELAKSANAAN PENDIDIKAN MORAL DI SEKOLAH DASAR KOTA YOGYAKARTA Wisnu Giyono, Tarto Sentono ...................................................................................6 PENERAPAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA YOGYAKARTA Triwati Rahayu, Suryadi...........................................................................................13 ERGONOMI PADA BURUH GENDONG PEREMPUAN Risma A Simanjuntak, Prastyono Eko Pambudi .....................................................23 INTERNET GRATIS UNTUK MASYARAKAT DENGAN MEMANFAATKAN BANDWIDTH TIDUR KORPORASI GUNA PENINGKATAN WIRAUSAHA LOKAL Joko Triyono, Erfanti Fathkiyah, Ari Santosa ..........................................................28 PELUANG USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA Sidarto dan Titin Isna Oesman ...............................................................................43 MODEL PEMBELAJARAN NON KONVENSIONAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN SISWA Muhammad Sholeh, Rochmad Haryanto ................................................................51 SISTEM INFORMASI BERBASIS GEOGRAFI UNTUK PENDUKUNG PROMOSI WISATA BUDAYA DI KOTA YOGYAKARTA Rochmad Haryanto, Muhammad Sholeh ...............................................................64 PEMBUATAN SUIR LITSANG IJO Bambang Kusmartono, Prastyono Eko Pambudi, Merita Ika Wijayati ...................76 SISTEM INFORMASI KESEHATAN MASYARAKAT MEMANFAATKAN LAYANAN PESAN SINGKAT Muhammad Andang Novianta, M.S. Hendriyawan A .............................................87 ALAT PEMERCEPAT PROSES PERTUMBUHAN TANAMAN Syafriyudin ............................................................................................................101 STRATEGI OPTIMALISASI PENGELOLAAN PAUD NON FORMAL DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP PENDIDIKAN YANG MUDAH MURAH DAN BERMUTU DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA Anastasia Adiwirahayu, Sri Suminar ....................................................................110 MODEL JEJARING UKM BERBASIS PRODUK SEJENIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTAGEDE Supardal, Hardjono, RY Gatot Raditya .................................................................118 2
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PENINGKATAN KAPASITAS PENGURUS PKK DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KELUARGA BERKUALITAS DAN BERKARAKTER DI KECAMATAN GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA Rr. Leslie Retno Angeningsih, Nuraini Dwi Astuti, Rini Dorojati ...........................130 MODEL KEBIJAKAN STRATEGIS TERHADAP PELESTARIAN KEBUDAYAAN LOKAL "MERTI CODE" SEBAGAI ASET DAERAH UNTUK MENINGKATKAN SEKTOR PARIWISATA BERBASIS BUDAYA Dyah Permata Budi Asri, SH.,M.Kn ......................................................................142
3
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
TIM REDAKSI Penanggung Jawab
: Ir. Edy Muhammad
Ketua
: Drs. H. A.Charris Zubair, MA RM. Donny S Megananda, S.Si, MM
Pemimpin Redaksi
: Dra. Pratiwi Yuliani
Sekretaris
: Teguh Setiawan, ST, M.Eng, MSc
Redaktur Pelaksana
: Ike Janita Dewi, SE, MBA, PhD Abdul Hofid, M.Ag Dra. Sri Adiyanti
Layout dan Desain Grafis
: Affrio Sunarno, S.Sos Itmam Fadhlan, S.Si Purwanta
Illustrator
: Budhi Santoso, ST Dwi Sulistiyowati, S.Si
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA KANTOR BAPPEDA
Kompleks Balaikota Timoho Jl. Kenari No. 56 Yogyakarta 55156 Tlp. (0274) 515 207 Fax. (0274) 55 44 32 Email:
[email protected] Website: www.jogjakota.go.id
4
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
SALAM REDAKSI Assalamu’alaikum Wr. Wb. Ruang lingkup penelitian yang diusung dalam Jurnal kali ini adalah “Pendidikan berkarakter, Pendidikan berkualitas, Pendidikan inklusi, Pariwisata berbasis budaya, Pusat Layanan Jasa yang berwawasan lingkungan, dan Peningkatan kesejahteraan berbasis ekonomi kerakyatan”. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan tambahan wawasan baik bagi pemerintah maupun masyarakat yang tertarik akan hasil penelitian ini. Jurnal penelitian ini merupakan sarana pemberian informasi dan komunikasi yang dibentuk oleh Bappeda Kota Yogyakarta dalam wadah jaringan penelitian di Kota Yogyakarta. Dengan terbitnya jurnal penelitian ini diharapkan para pembaca dapat ikut serta dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh Jaringan Penelitian (Jarlit) Kota Yogyakarta, akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Redaksi
5
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PELAKSANAAN PENDIDIKAN MORAL DI SEKOLAH DASAR KOTA YOGYAKARTA (Oleh : Wisnu Giyono, Tarto Sentono) Abstract The purpose of this study is to investigate the implementation of moral education especially for the independence of students in schools in Yogyakarta City Elementary School and would like to know the implementation of moral education, especially for the independence of students in the elementary school families in Yogyakarta. To achieve these objectives, the research methodology used in explanatory approach. The study population was all Elementary School District and the private status of the city. Determination of the sample using random sampling techniques quota area. Methods of data collection using a guided interview method used principal and complementary methods of observation and documentation methods. Methods of data analysis using descriptive statistical methods using techniques percentage. Based on the analysis of these data it can be concluded (1) the implementation of moral education in particular independence, for students in the elementary schools in the city of Yogyakarta is 73 %, (2) the implementation of moral education in particular independence, for students in a family environment in SD City Yogyakarta is 73 %. Suggested moral education needs to be improved with regard to the religious aspects and moral education needs to be improved through the integration of subjects. Keywords : moral education in particular kemandirian, students. A. Pendahuluan Menurut Doni Koesoema A (2007) Pendidikan Moral merupakan dasar bagi sebuah pendidikan karakter. Moralitas terutama berbicara tentang apakah aku sebagai manusia, merupakan manusia yang baik atau buruk. Moralitas melihat bagaimana manusia yang satu mesti memperlakukan manusia yang lain. Moralitas merupakan pemahaman nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seorang individu dan komunitas agar kebebasan dan keunikan masing–masing individu tidak dilanggar sehingga mereka semakin menghargai kemerdekaan masing–masing. Secara umum moralitas berbicara tentang bagaimana memperlakukan orang atau hal–hal lain secara baik sehingga menjadi cara bertindak terutama bagi pribadi dan komunitas. Pendidikan moral di sekolah mestinya mendapatkan porsi yang lebih dan utama, sebab tujuan pendidikan nasional berdasar Undang–Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai berikut. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Undang–Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003: 3). Dengan demikian, pendidikan tidak hanya membentuk manusia sehat, berilmu, cakap, dan kreatif, namun tidak kalah pentingnya adalah membentuk manusia bermoral, 6
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, warga negara yang demokratis, dan bertanggungjawab. Pendidikan moral menjadi sangat penting peranannya dalam mewujudkan pendidikan nasional. Namun harapan guru sejak SD (Sekolah Dasar) dibangun karakter yang baik tampaknya masih jauh dari kenyataan. Soejanto Sandjaja (Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu Pon 22 Maret 2006, 2006: 11) menyatakan “misbehavior”yang dilakukan peserta didik SD di sekolah antara lain mencuri, menipu, berbohong, berkata kotor dan kasar, merusak milik sekolah, membolos, mengganggu temannya atau orang lain dengan menggertak, mengejek dan menimbulkan keributan. Perilaku peserta didik SD yang belum sesuai dengan harapan guru tersebut sampai sekarang masih dilakukan peserta didik SD di sekolah, yakni berkata jorok, kurang sopan, malas mengerjakan pekerjaan rumah dan suka mencontoh pekerjaan teman saat ulangan. Kejadian yang sangat memprihatinkan dalam dunia pendidikan di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut. Kasus kriminal yang melibatkan geng pelajar di Kota Yogyakarta kembali terjadi pada awal 2012 ini. Bahkan aksi yang dilakukan geng pelajar semakin beringas. Tidak hanya tawuran, mereka juga berani menyekap dan menganiaya korbannya. Untuk menakuti lawannya, anggota geng pelajar berani mengaku sebagai polisi, pada Minggu (1/1) dini hari, usai perayaan pergantian tahun. Enam pemuda ditangkap polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. ( Harian Jogja, Kamis 5 Januari 2012). Kasus lain yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan khususnya di Sekolah Dasar adalah sebanyak tujuh bocah dalam satu kampung di wilayah Depok, Sleman, diduga dicabuli oleh teman sebaya yang masih bersekolah di Sekolah Dasar, yang bernama Bone (12 tahun, bukan nama sebenarnya kelas 5 SD). Perbuatan tersangka, berlangsung sejak Agustus hingga Oktober 2011 (Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat Pon 7 Oktober 2011, halaman 8). Di Kebumen Seorang siswa SD Negeri 2 Lemburpurwo, Kecamatan Mirit, Kebumen terpaksa mengerjakan soal Ujian Akhir Berstandar Nasional (UASBN) di kantor kepolisian karena kasus pencurian (2009.www.suaramerdeka.com. diakses 12 -10 - 2011). Di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur 30 (Tiga puluh) anak SD terlibat kasus pencurian udang di sebuah tambak milik warga Desa Apaan, Kecamatan Penggerengan (2010. www.Bataviase.co.id. diakses12 -10 - 2011). Harian Radar Jogja, Kamis 12 September 2013, memberitakan, 10 (sepuluh) pelajar sekolah di kota Yogyakarta, pada saat pembelajaran membolos dan masih menggunakan seragam sekolah, berada di warnet dan tempat game on line. Ada juga siswa yang terkena razia, pada ponselnya terdapat situs porno. Hal ini menunjukkan pendidikan moral di SD belum dilaksanakan secara efektif. Pesan–pesan moral yang disampaikan melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, belum dapat dimengerti sepenuhnya oleh peserta didik dan belum dapat mengubah perilaku peserta didik SD menjadi lebih bermoral (Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu Pon, 22 Maret 2006). Berbagai kejadian yang memprihatinkan terjadi di sekolah dasar atau di masyarakat oleh kelompok peserta didik tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengkajian tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, khususnya Sekolah Dasar sehingga menyadari tentang kewajiban melaksanakan pendidikan moral dan mewujudkan di sekolah. Namun mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan kesempatan, pada penelitian ini memfokuskan pada pendidikan moral tentang mandiri. Bagaimanakah upaya sekolah dan keluarga dalam melaksanakan pendidikan moral untuk pembinaan dan pengembangan siswa menjadi manusia mandiri. 7
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian bagi siswa–siswa di lingkungan sekolah dan keluarga di Kota Yogyakarta. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian bagi siswa–siswa di lingkungan sekolah dan keluarga di Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta. Manfaat penelitian ini adalah sebagai acuan melaksanakan pendidikan moral bagi guru, Kepala Sekolah, toko–toko masyarakat dan orang tua peserta didik juga sebagai bahan dasar pembuatan kebijakan pemerintah daerah Kota Yogyakarta untuk menanggulangi kenakalan remaja khususnya siswa Sekolah Dasar serta sebagai wawasan ke depan bagi para peneliti yang lain. C. Tinjauan Pustaka Penemuan penelitian yang lalu, penelitian Darmiyati Zuchdi, dkk (dalam Cakrawala Pendidikan, 2010) menyimpulkan model pendidikan karakter yang efektif adalah yang menggunakan pendekatan komprehensif. Pembelajarannya tidak hanya melalui bidang studi tertentu, tetapi diintregasikan ke dalam berbagai bidang studi. Penelitian Mukhamad Murdiono (dalam Cakrawala Pendidikan, 2010), menyimpulkan strategi implementasi nilai–nilai moral religius yang diterapkan dalam proses pembelajaran meliputi: keteladanan (modelling), analisis masalah atau kasus, penanaman nilai edukatif yang kontekstual dan penguatan nilai moral yang sudah ada. Hasil penelitian Wisnu Giyono (2010) menyimpulkan sebagai berikut : (1) Sekolah Dasar di UPT Kecamatan Kretek, Bantul, sangat menyadari tugasnya tentang pendidikan moral, terbukti pernyataan para guru dan kepala sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan moral di SD, sangat baik (79,3%) dan (2) Sekolah Dasar di UPT Kecamatan Kretek, sangat bagus mewujudkan tujuan–tujuan pendidikan nasional, terutama tentang aspek moral, terbukti para peserta didik di SD telah berhasil sangat baik dalam pelaksanaan pendidikan moral (81%). Penelitian Suratman (2007), menyimpulkan pendidikan moral, khususnya kemandirian, sangat baik dilaksanakan di IKIP PGRI Wates. Kemandirian ini, berkorelasi positif dengan prestasi belajarnya, artinya seorang siswa atau mahasiswa yang jiwa moral khususnya kemandirian sangat bagus, maka prestasi belajarnya sangat bagus pula. Dengan demikian pendidikan moral, khususnya kemandirian, sangat berperanan dalam peningkatan mutu pendidikan. “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”, kata peribahasa. Sekali melaksanakan pendidikan moral, khususnya kemandirian, sekalian mencapai peningkatan prestasi belajarnya. Doni Koesoema A (2007) menyatakan pendidikan moral mestinya memberikan kepada peserta didik atau anak didik yang sedang dalam proses pertumbuhan moral, sebuah pengalaman strukturalisasi diri yang mendalam. Tahap–tahap itu mesti dilalui dengan kesadaran lewat pengalaman, sehingga terbentuklah apa yang disebut keseimbangan moral. Oleh karena itu, pertumbuhan individu dalam kehidupan moral semestinya merupakan sebuah upaya yang sifatnya progresif, bukan regresif. Edison Ahmad Jamli, dkk (2012) menyatakan komitmen moral dan intelektual merupakan kata kunci yang harus dibangun melalui sektor kehidupan masyarakat. Hal ini dapat ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan merupakan upaya yang terprogram secara sistematis, terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu, agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab dan berakhlak mulia, memiliki moralitas tinggi yang perlu dipersiapkan. Moral perlu pengembangan 8
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 dengan cara pembinaan, pelatihan, dan pemberdayaan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Selanjutnya Edison Ahmad Jamli (2007), menyatakan guna membangun peradaban karakter yang kuat bagi generasi penerus, maka perlu komitmen dan kesepahaman akan program serta aktualisasi. Generasi muda yang duduk di bangku sekolah dan butuh pendidikan karakter, guna menjadi manusia yang cerdas, namun tetap bermoral. Pendidikan sangat berperan dalam membina moral. Melalui pendidikan, dapat mewujudkan manusia yang bermoral. Dengan demikian perkembangan moral sangat berperan terhadap pendidikan untuk mewujudkan manusia yang bermoral “adiluhung”. Sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perkembangan moral peserta didik. Melalui pendidikan di sekolah peserta didik mendapatkan sejumlah rangsangan dan bentuk informasi mengenai pengetahuan dan hal–hal lainnya yang dapat merangsang pembentukan struktur kognitif mereka. Di sekolah peserta didik tumbuh dan berkembang melalui identifikasi dan modifikasi dari dasar kepribadian dan pola–pola sikap. Segala sesuatu yang diperoleh atau ditemuinya di sekolah merangsang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan nalarnya dengan melakukan pertimbangan–pertimbangan apakah hal itu patut dilakukan atau tidak. Di samping itu, perkembangan moral dapat terjadi hubungan guru dengan peserta didik, baik itu pada jam pelajaran maupun komunikasi antara guru dan peserta didik pada waktu jam–jam di luar pelajaran. Menurut Doni Koesuma A (2007) situasi sosial kultural masyarakat akhir–akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan derajat manusia. Hancurnya nilai–nilai moral, merebaknya ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas, telah terjadi dalam lembaga pendidikan. Hal ini mewajibkan untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan telah mampu menjawab dan tanggap atas berbagai macam persoalan dalam masyarakat. Apa sebab manusia “dewasa” yang telah lepas dari lembaga pendidikan formal tidak mampu menghadapi gerak dan dinamika masyarakat yang telah melanggar norma agama dan etika. Sekolah telah lama dianggap sebagai sebuah lembaga pendidikan yang memiliki fokus terutama pada pengembangan intelektual dan moral bagi peserta didiknya. Pengembangan karakter atau moral di tingkat sekolah tidak dapat melalaikan dua tugas khas ini. Oleh karena itu pendidikan moral di dalam sekolah memiliki sifat dwifungsi, yaitu pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan moral. Dua arah pengembangan ini diharapkan menjadi semacam idealisme bagi para peserta didik agar mereka semakin mampu mengembangkan ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki karakter kuat. Pendidikan moral menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan, mengingat berbagai macam perilaku yang non edukatif kini telah merambah dalam lembaga pendidikan seperti fenomena kekerasan, pelecehan seksual, bisnis manusia lewat sekolah, korupsi dan kesewenang–wenangan yang terjadi di kalangan sekolah. Tanpa pendidikan moral atau pendidikan karakter, berarti membiarkan campur aduknya kejernihan pemahaman akan nilai–nilai moral dan sifat ambigu yang menyertainya, yang pada gilirannya menghambat para peserta didik untuk dapat mengambil keputusan yang memiliki landasan moral yang kuat. Pendidikan moral sebagai dasar pendidikan karakter akan memperluas wawasan para peserta didik tentang nilai–nilai moral dan etika yang membuat mereka semakin mampu mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Ki Fudyartanta (1995) pelaksanaan pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti dapat mengikuti periodisasi perkembangan peserta didik. Menganjur–anjurkan atau kalau perlu memerintahkan peserta didik untuk duduk yang baik, tidak usah berteriak agar tidak mengganggu peserta didik yang lain, bersih kondisi badan dan pakaian, hormat 9
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 terhadap ibu bapak atau kedua orang tua dan kepada guru dan orang lain, menolong teman yang perlu ditolong. Menurut Suratman (2007) kemandirian adalah suatu kecenderungan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan masalah secara bebas progresif, penuh inisiatif, self control, self esteem, dan self confidence. Menurut Suardiman (1984), kemandirian adalah suatu kemampuan yang cenderung berperilaku dan bertindak atas kehendak sendiri secara bebas, tidak tergantung pada orang lain atau kebiasaan konvensional, tetapi penuh tanggungjawab. Edison Ahmad Jamli, dkk (2012) menyatakan bahwa aspek–aspek pendidikan karakter atau pendidikan moral adalah sebagai berikut (a) pelaksanaan ibadah, (b) kedisiplinan, (c) kebersihan, (d) sopan santun, (e) jujur, (f) bertanggungjawab, (g) kerja keras, (h) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, (i) cinta ilmu, dan (j) mandiri. Mandiri termasuk salah satu aspek pendidikan karakter dan pendidikan moral. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas– tugas, dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. D. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Explanatory, yang penelitian ini ingin mendapatkan data pada saat suatu kegiatan dilaksanakan, sesuai dengan kondisi dan keadaan senyatanya, tentang pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian, bagi siswa–siswa di lingkungan sekolah dan keluarga, Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta. Populasi penelitian ini adalah semua sekolah–sekolah dasar berstatus Negeri dan Swasta di Kota Yogyakarta. Sampel penelitian menggunakan teknik quota area random sampling. Jumlah SD yang dijadikan sampel ditentukan sebanyak 12 SD (quota sampling) dari masing–masing wilayah (Yogya Utara, Yogya Tengah dan Yogya Selatan) diambil 2 (dua) Kecamatan (area sampling). Sedangkan masing–masing Kecamatan diambil 2 SD, masing–masing SD diambil 20 orang peserta didik (quota sampling) yang nama–namanya ditentukan secara acak atau undian (random sampling). Data dikumpulkan lewat metode interview terpimpin sebagai metode pokok dan metode pelengkap digunakan metode observasi dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, memodifikasi instrumen penelitian Wisnu Giyono (2010) pada aspek kemandirian. Instrumen tersebut sudah valid dan reliabel, sehingga tidak perlu diujicobakan lagi. Instrumen penelitian tersebut terdiri dari dua lingkungan, yakni pendidikan moral, khususnya kemandirian, pada lingkungan sekolah, dan lingkungan keluarga. Metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik deskriptif dengan menggunakan teknik prosentase. E. Hasil Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 2013. Jumlah sekolah dasar yang dijadikan tempat penelitian adalah sebagai berikut: sekolah–sekolah dasar wilayah utara meliputi, SD Negeri Tegalrejo II, SD BOPKRI Karangwaru, SD Negeri Demangan, dan SD Negeri Klitren. Wilayah tengah meliputi, SD Negeri Ngabean, SD Negeri Serangan, SD Negeri Margoyasan, dan SD Islamiyah Pakualaman. Wilayah selatan meliputi, SD Negeri Suryodiningratan I, SD Kanisius Pugeran I, SD Negeri Pilahan, dan SD Negeri Kotagede V. Jumlah subyek penelitian, masing–masing sekolah dasar diambil 20 orang siswa yang terdiri dari kelas VI sejumlah 10 orang, kelas V sejumlah 10 orang juga. Jadi jumlah subyek seluruhnya ada 240 orang, dari 12 sekolah dasar. 10
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Hasil analisis data didapatkan pelaksanaan pendidikan moral, khususnya di lingkungan sekolah, adalah sebagai berikut : SD Negeri Tegalrejo II sebesar 69%, SD BOPKRI Karangwaru 65%, SD Negeri Demangan 78%, SD Negeri Klitren 79%, SD Negeri Ngabean 74%, SD Negeri Serangan 71%, SD Negeri Margoyasan 78%, SD Islamiyah Pakualaman 78%, SD Negeri Suryodiningratan I sebesar 68%, SD Kanisius Pugeran I sebesar 76%, SD Negeri Pilahan 73%, dan SD Negeri Kotagede V sebesar 72%. Rata–rata seluruhnya (dari 12 SD tersebut) sebesar 73%. Hasil analisis data, didapatkan pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian di lingkungan keluarga, adalah sebagai berikut, SD Negeri Tegalrejo II sebesar 65%, SD BOPKRI Karangwaru 71%, SD Negeri Demangan 75%, SD Negeri Klitren 75%, SD Negeri Ngabean 71%, SD Negeri Serangan 75%, SD Negeri Margoyasan 77%, SD Islamiyah Pakualaman 74%, SD Negeri Suryodiningratan I sebesar 74%, SD Kanisius Pugeran I sebesar 78%, SD Negeri Pilahan 70%, dan SD Negeri Kotagede V sebesar 71%. Rata–rata seluruhnya (dari 12 SD tersebut) sebesar 73%. Dalam pelaksanaan penelitian ditemukan beberapa kasus positif sebagai berikut antara lain: Sekolah Dasar wilayah tengah guru–guru berinisiatif sendiri membuat suatu perencanaan pendidikan karakter dengan membuat catatan harian siswa, buku kemajuan kepribadian, buku kedisplinan, buku penghubung anekdot, dan melakukan home visit. Sekolah Dasar wilayah Utara terdapat suatu kegiatan tambahan pelajaran semacam siraman rohani dari Yayasan. Sekolah Dasar wilayah Selatan guru mengadakan pertemuan rutin dengan wali murid seusai pelajaran sekolah. Dalam pelaksanaan penelitian ditemukan beberapa kasus negatif sebagai berikut antara lain: Sekolah Dasar wilayah tengah siswa pernah melakukan aksi tawuran. Sekolah Dasar wilayah tengah, pada saat siswa banyak yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, dihukum keluar kelas dan dilempar sepatu oleh gurunya. Untung tidak mengenai siswa. Sekolah Dasar wilayah tengah, guru mengingatkan siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, dengan cara memukulkan sapu ke lantai dengan nada marah. Sekolah Dasar wilayah selatan, terdapat kasus siswa menyimpan video porno. F. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian bagi siswa–siswa di lingkungan sekolah, di Sekolah Dasar Kota Yogyakarta adalah 73%. Pelaksanaan pendidikan moral, khususnya kemandirian bagi siswa–siswa di lingkungan keluarga, di Sekolah Dasar kota Yogyakarta adalah 73%. Rekomendasi diajukan kepada penanggungjawab pendidikan di Kota Yogyakarta, khususnya Dinas Pendidikan supaya lebih ditingkatkan peranan Komite Sekolah sebagai fasilitator hubungan antara sekolah dengan keluarga, sehingga jika terjadi hal–hal yang tidak diinginkan terutama dalam pelaksanaan pendidikan moral, dapat dipecahkan atau dicari jalan keluar yang tidak merugikan terhadap kejiwaan siswa. Lebih ditingkatkan intensitas pertemuan guru–guru dengan orang tua siswa. Pertemuan ini tidak hanya pada saat pengambilan rapor, tetapi bisa dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Lebih ditingkatkan pengawasan guru terhadap kegiatan siswa, terutama berkaitan dengan kemajuan teknologi (hp, internet, dan sebagainya), sehingga kemajuan teknologi tidak merugikan kehidupan siswa, justru dapat memanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran atau peningkatan pengetahuan dan ilmu, serta wawasan bagi siswa. Lebih ditingkatkan pelaksanaan home visit bagi sekolah yang sudah melaksanakan, dan perlu diprogramkan dan dilaksanakan home visit, sehingga dapat lebih mempererat lembaga kekeluargaannya antara sekolah dengan keluarga. Namun juga perlu dipikirkan dalam perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS), sehingga guru dapat melaksanakan home visit, tidak menambah beban ekonomi guru. Lebih ditingkatkan kerja sama antara Dinas Pendidikan dengan Lembaga–lembaga Agama, Kepolisian, dan Lembaga–lembaga sosial 11
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 yang lain untuk pembinaan dan peningkatan pendidikan moral di sekolah, dengan cara mendatangkan lembaga–lembaga tersebut ke sekolah. Namun hal ini juga direncanakan dalam APBS bersama Komite Sekolah. Lebih ditingkatkan lagi pembinaan guru–guru secara rutin, baik dalam bidang pembelajaran, maupun dalam pengetahuan psikologi pendidikan bagi para siswa, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah terlaksana lebih kondusif, dan mengutamakan keterpihakan pada siswa. Daftar Pustaka Anonimius. 2009. Bobol Kios Ponsel, Siswa SD Ujian di Polsek. www.suaramerdeka.com. diakses 12 -08 -2011. . 2012. Kasus Geng Pelajar di Yogyakarta. Harian Jogja, 5 Januari 2012. . 2011. Pelaku Siswa SD, 7 Bocah Korban Pencabulan. Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat Pon 7 Oktober 2011. . 2013. Warnet Tempat Favorit Membolos. Harian Radar Jogja. Kamis 12 September 2013. . 2010. 30 Anak SD Terlibat Kasus Pencurian. www.bataviase.co.id. diakses 12 -08 -2011. Depdiknas. 2003. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas Doni Koesoema, A. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo. Edison Ahmad Jamli, dkk. 2012. Panduan Tata Krama Berlandaskan Nilai-nilai Pancasila bagi Peserta Didik di kabupaten Bantul. Bantul: Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Kabupaten. Fudyartanto, RBS. 1996. Mengenal Tamansiswa. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa. Lembaga Pengabdian Masyarakat UNY. 2010. Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta.: LPM UNY. Soejanto Sandjaja. 2006. Pendidikan Moral di Sekolah Dasar Belum Dilaksanakan Secara Efektif. Harian Kedaulatan Rakyat 22 Maret 2006. Suratman. 2007. Kaitan Kemandirian dan Penyesuaian Diri dengan Prestasi Belajar Mahasiswa pada Perguruan Tinggi PGRI di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: IKIP PGRI Wates. Wisnu Giyono. 2010. Pendidikan Moral di Sekolah Dasar di Kecamatan Kabupaten Bantul: Dinamika dan Pengembangannya. Laporan Penelitian. PGSD FKIP UST.
12
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PENERAPAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA YOGYAKARTA ( Oleh : Triwati Rahayu, Suryadi) Abstrak Penerapan HAM sebagai pembentuk karakter merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karakter terkait dengan sikap individu sedangkan HAM terkait dengan hak hakiki masyarakat di dunia dan merupakan hak dasar yang secara kodrati telah melekat pada diri setiap manusia secara universal. Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai tempat pendidikan generasi penerus bangsa yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dan sebagai tenaga ahli serta pemimpin di masa depan sangat strategis untuk menanamkan nilai–nilai HAM kepada para siswanya. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari wawancara dan angket pada 10 SMA di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Pemahaman guru bahasa Indonesia terhadap HAM adalah semua responden sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM. Guru sebanyak 60% telah memahami sebagian substansi HAM, tetapi belum memahami seluruh substansi HAM. (2) Pemahaman siswa SMA terhadap HAM adalah semua responden sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM. Berdasarkan pusat informasi ternyata media internet dan buku pelajaran PKN lebih berperan untuk menyebarkan informasi tentang HAM pada siswa SMA di Yogyakarta. Siswa sebanyak 46% telah memahami sebagian substansi HAM, tetapi belum memahami seluruh substansi HAM. (3) Secara eksplisit dalam pengembangan materi mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA tidak ditemukan tema yang berkaitan dengan HAM. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan materi pada mata pelajaran bahasa Indonesia cukup banyak dititipi tema– tema yang sedang menjadi perbincangan publik. Namun demikian, secara implisit materi pembelajaran bahasa Indonesia sudah dijabarkan dalam tema–tema yang terkait dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada tema pembelajaran jiwa nasionalisme, nondiskriminasi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya. (4) Penerapan hak asasi manusia secara implisit telah ada dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia walaupun secara eksplisit belum ditampilkan dalam perencanaan pengajaran. Proses pembelajaran bahasa Indonesia telah menerapkan HAM pada waktu diskusi. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kata Kunci : HAM dan Karakter A. Pendahuluan Penerapan HAM sebagai pembentuk karakter merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karakter terkait dengan sikap individu sedangkan HAM terkait dengan hak hakiki masyarakat di dunia dan merupakan hak dasar yang secara kodrati telah melekat pada diri setiap manusia secara universal. Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai tempat pendidikan generasi penerus bangsa yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dan sebagai tenaga ahli serta pemimpin di masa depan sangat strategis untuk menanamkan nilai–nilai HAM kepada para siswanya. Hak asasi pada hakekatnya merupakan hak yang bersifat universal yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai bentuk anugerah dari Allah yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia sesungguhnya bukan hal yang baru, perjuangan 13
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 panjang untuk memerdekakan diri dari penjajahan merupakan bentuk penegakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Pada dasarnya dalam nilai–nilai HAM sudah melekat nilai– nilai karakter sebuah bangsa sehingga kalau penerapan HAM itu terpenuhi sudah merupakan manifestasi karakter sebagai bangsa yang beradab. Permasalahan yang sekarang sedang hangat dibicarakan adalah upaya pemajuan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu, pemerintah saat ini telah mengangkat permasalahan HAM tersebut sebagai agenda pembangunan nasional dan dicantumkan dalam gerakan nasional pada perencanaan pembangunan jangka menengah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005. Salah satu upaya penyebarluasan informasi HAM telah dikembangkan sistem pendidikan dan diseminasi HAM di semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada enam pilar utama Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia (Yusuf, 2006:6). Masalah penegakan HAM bukan saja merupakan masalah yang dihadapi oleh negara–negara tertentu saja, melainkan sudah merupakan masalah yang sifatnya mendunia. Masalah ini akan selalu dihadapi oleh masyarakat internasional, tidak terkecuali Indonesia. Dengan demikian, persoalan HAM ini mengandung aspek universal, lintas budaya, dan lintas bidang ilmu. Pilar ketiga RANHAM Indonesia, yaitu pendidikan dan desiminasi HAM di semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan akan membawa dampak pada semua sektor pendidikan untuk dapat menerapkan HAM dalam berbagai komponen. Guru sebagai pembawa pesan bagi siswa–siswanya dituntut untuk dapat menerapkan permasalahan HAM ini dalam proses pembelajarannya. Kesiapan guru untuk merespon gerakan nasional tersebut sangat menentukan keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan agenda nasional itu. Oleh karena itu, penelitian mengenai penerapan HAM sebagai pembentuk karakter dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas ini sangat penting untuk keberhasilan gerakan nasional tersebut. Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai tempat pendidikan generasi penerus bangsa yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dan sebagai tenaga ahli serta pemimpin di masa depan sangat strategis untuk menanamkan nilai–nilai HAM kepada para siswanya. Siswa SMA merupakan calon pemimpin bangsa. Oleh karena itu, informasi HAM ini sangat dibutuhkan mereka agar mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan. Pendidikan HAM sebagai pembentuk karakter dapat diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap mata pelajaran. Di Indonesia, sebagian nilai–nilai HAM tercermin dalam Pancasila yang telah diberikan di semua jenjang pendidikan. Hanya yang menjadi perhatian adalah strategi penyajian yang masih terkendala dalam pengembangan nilai–nilai Pancasila dan belum sampai pada tataran pengamalan nilai–nilai Pancasila. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu dipecahkan bersama. Salah satu alternatif yang dapat dilaksanakan adalah mengintegrasikan HAM sebagai pembentukan karakter ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai–nilai perilaku (karakter) kepada peserta didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai–nilai, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Nilai karakter meliputi religius, jujur, cerdas, tangguh, demokratis, peduli, nasionalis, patuh pada aturan sosial, menghargai keberagaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, serta kemandirian (Kemendiknas dalam Cholisin, 2011: 3). Jika nilai karakter ini dapat terwujud ke dalam diri peserta didik, maka kehidupan bangsa yang cerdas sebagai tujuan bangsa Indonesia akan tercapai. Menurut Madya (2011: 14
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 11) dua ciri kehidupan yang cerdas dapat diidentifikasi dari perilaku warga yang mengandung kebajikan/kemajuan bagi diri sendiri, masyarakat, dan bangsa sebagai amalan ajaran–ajaran agama dan nilai–nilai Pancasila, dan penerapan ipteks. Kedua, jauh dari perilaku destruktif/merugikan bagi diri sendiri, masyarakat, dan bangsa. Selama ini, proses pembelajaran belum banyak mengembangkan kemampuan berpikir dan menghubungkan informasi dengan kehidupan sehari–hari. Proses pendidikan di Indonesia tidak diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, dan tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif (Sanjaya, 2007:1-2). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendekatan pembelajaran aktif merupakan cara belajar yang baik bagi peserta didik dengan menggunakan semua inderanya dan dapat mengeksplorasi lingkungannya yang terdiri atas orang, objek, tempat, dan lingkungan hidup sehari–hari peserta didik. Keterlibatan aktif dengan objek dan gagasan ini mendorong peserta didik aktif berpikir untuk mendapatkan pengetahuan baru dan memadukannya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya (DBE, 2010: 1). Perubahan pemikiran dalam proses pembelajaran yang inovatif dengan memakai metode yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) bertujuan mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam proses tersebut, peserta didik diharapkan memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mendapatkan pemahaman yang mendalam. Metode integratif dapat dipakai untuk pengembangan program pembelajaran bahasa Indonesia yang dipadukan dengan pembentukan karakter peserta didik. Integratif adalah menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia diberi muatan HAM dalam tema pembelajarannya. Misalnya, tema “nondiskriminasi” dapat dikemas dalam bacaan untuk mengajarkan keterampilan membaca. Tema “hak untuk hidup”dapat dipakai untuk diskusi atau debat pada waktu mengajarkan keterampilan berbicara. Tema tersebut dapat dipakai untuk mengajarkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara terpadu. Tema–tema yang bernilai HAM tersebut masih dapat dibagi lebih kecil ke dalam topik–topik. Misalnya, tema “hak menggembangkan diri” dapat dibuat topik: hak untuk berkomunikasi, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, hak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, dan hak untuk mengembangkan seni budaya sesuai martabat manusia. HAM juga dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Contoh kegiatan mencari informasi dari berbagai media massa. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat mengembangkan karakter kejujuran, kemandirian, kerja keras, kedisiplinan, keingintahuan, cinta ilmu, dan sebagainya. Kegiatan berdiskusi dapat mengedepankan kebebasan berpendapat. Hal ini dapat mengembangkan karakter percaya diri, kemandirian, tanggung jawab, demokratis, kesantunan, kejujuran, dsb. Salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Peserta didik diajak untuk mengapresiasi karya 15
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 sastra yang bertemakan HAM dari karya bangsa Indonesia sebenarnya sudah menerapkan nilai nasionalisme dan menghargai keberagaman. B. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan secara cermat penerapan hak asasi manusia dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada SMA di kota Yogyakarta. C. Metode Penelitian Berdasarkan sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat generating theory sehingga teori yang dihasilkan berupa teori subtantif. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Dalam tahap pengumpulan data, data diperoleh dari wawancara dan angket pada pada guru dan siswa SMA di kota Yogyakarta. Peneliti menentukan teknik penarikan data yang bersifat selektif. Penentuan subjek penelitian ini bersifat sampel bertujuan purposive sampling yang terdiri dari 10 SMA yang berlokasi di Yogyakarta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik yang berarti interpretasi terhadap isi dibuat dan disusun secara sistematik. D. Hasil Penelitian 1. Pemahaman Guru Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta Terhadap Hak Asasi Manusia Hasil penelitian pada rumusan permasalahan yang pertama diklasifikasikan berdasarkan pemahaman guru terhadap hak asasi manusia dan pemahaman guru terhadap Undang-Undang HAM. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Pemahaman Guru Terhadap Hak Asasi Manusia No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Keterangan Mendengar dan mengetahui adanya HAM Mengetahui HAM dari Televisi dan radio Mengetahui HAM dari internet Mengetahui HAM dari surat kabar/majalah Memahami sebagian subtansi HAM Memahami seluruh substansi HAM Mengetahui HAM dari UU HAM Memahami sebagian substansi isi UU HAM Memahami seluruh substansi isi UU HAM
Jumlah 100% 100% 50% 70% 60% 0% 10% 10% 0%
Berdasarkan data, semua responden sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM. Informasi yang didapat berasal dari media televisi dan radio sebanyak 100% dari responden, sedangkan informasi dari surat kabar dan majalah sebanyak 70%, dan dari internet sebanyak 50%. Berdasarkan pusat informasi ternyata media audio visual dan visual lebih berperan untuk menyebarkan informasi tentang HAM. Padahal informasi tersebut umumnya memberitakan isu–isu yang berkembang di masyarakat, sehingga berita yang didengar dan dibaca lebih banyak berita tentang kekerasan dan politik yang dikaitkan dengan HAM. HAM sebenarnya mencakup seluruh kehidupan yang ada di masyarakat, namun yang menarik perhatian publik terkait diskriminasi, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan hak atas kebebasan pribadi.
16
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Guru sebanyak 60% telah memahami sebagian substansi HAM, tetapi belum memahami seluruh substansi HAM. Hal ini dapat dilihat karena 90% guru bahasa Indonesia belum pernah membaca UU HAM. Mereka mendapatkan informasi dari media massa yang beritanya terpotong–potong, sesuai dengan informasi yang aktual pada waktu berita ditayangkan. Undang–Undang HAM berdasarkan substansi isi mempunyai sepuluh aspek. Dari sepuluh aspek ini akan dicermati pemahaman guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Pemahaman guru terhadap aspek–aspek HAM dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2 Pemahaman Guru Terhadap Aspek–Aspek HAM No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Aspek-Aspek HAM Hak untuk hidup Hak mengembangkan diri Hak memperoleh keadilan Hak atas rasa aman Hak atas kesejahteraan Hak turut serta dalam pemerintahan Hak wanita Hak anak Kewajiban dasar manusia Hak atas kebebasan pribadi
Mengetahui 100% 90% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 80% 90%
Memahami 50% 40% 70% 80% 60% 60% 90% 90% 40% 70%
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum guru sudah mengetahui aspek–aspek HAM, tetapi pemahaman terhadap aspek–aspek tersebut masih bersifat parsial dan belum memahami secara substansial isi dari aspek–aspek tersebut. Aspek yang dipahami guru dengan baik dapat terlihat pada tabel di atas, yaitu hak wanita, hak anak, dan atas rasa aman. Hal ini dapat terkait dengan pemberitaan di media massa yang lebih banyak menayangkan ketiga aspek tersebut. Hak wanita cukup banyak ditayangkan di media massa khususnya pada permasalahan keterwakilan wanita dalam keanggotaan badan legislatif. Begitu juga hak anak pada permasalahan pengasuhan anak. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak. Hak aman juga sering ditayangkan oleh media massa terkait dengan pasal 28, yaitu setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari Negara lain. Pasal 30, yaitu setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Tabel 3 Pemahaman Guru Terhadap Aspek-Aspek Hak Anak No. 1. 2. 3. 4.
Aspek-aspek Hak Anak Menghormati orang tua, wali, dan guru Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman Mencintai tanah air, bangsa, dan negara Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
Mengetahui 100% 100%
Memahami 90% 80%
100% 100%
70% 80%
17
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 No. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Aspek-aspek Hak Anak Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia Nondiskriminasi (tidak membedakan) Kepentingan terbaik bagi anak Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan hidup Penghargaan terhadap pendapat anak Identitas pada akta kelahiran
Mengetahui 100% 100% 100% 100%
Memahami 60% 90% 70% 60%
100% 50%
90% 40%
Aspek–aspek Hak anak dalam tabel di atas hampir semua sudah diketahui oleh guru, sedangkan pemahamannya juga sudah cukup baik. Dari berbagai aspek di atas, aspek identitas pada akta kelahiran pemahamannya masih cukup rendah, yaitu 40%. Aspek–aspek di atas sudah bukan lagi hal baru bagi guru karena aspek–aspek tersebut merupakan implementasi dari nilai–nilai karakter. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemahaman guru terhadap hak asasi manusia dan Undang–Undang HAM adalah sebagai berikut ini. (1) Guru membutuhkan pemahaman HAM untuk diterapkan dalam tema pembelajaran bahasa Indonesia, namun karena pemahamannya secara substansial tidak menyeluruh sehingga tema–tema yang diambil juga yang diketahui saja. (2) Guru kurang tertarik mempelajari HAM melalui UU HAM, karena UU bersifat lugas dan tidak bersifat pragmatik. (3) Ada anggapan HAM merupakan permasalahan pemerintah sehingga kewajiban penyebarluasan informasi tentang HAM kurang disadari. (4) Informasi HAM di media massa banyak terkait dengan kekerasan, sehingga pemahaman HAM dikaitkan dengan kekerasan dan politik. (5) Buku–buku di perpustakaan sekolah yang bertema HAM sedikit. (6) Panitia RANHAM belum pernah memberi penyuluhan terhadap para guru. 2. Pemahaman Siswa Sekolah Menengah di Kota Yogyakarta Terhadap Hak Asasi Manusia Hasil penelitian pada rumusan permasalahan yang kedua ini diklasifikasikan berdasarkan pemahaman siswa terhadap hak asasi manusia dan pemahaman terhadap Undang–Undang HAM. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Pemahaman Siswa Terhadap Hak Asasi Manusia No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
18
Keterangan Mengetahui adanya HAM Mengetahui HAM dari televisi dan radio Mengetahui HAM dari internet Mengetahui HAM dari surat kabar/majalah Mengetahui HAM dari buku PKN Memahami HAM dalam bentuk memaknai anti kekerasan Mengetahui adanya Undang-Undang HAM Memahami sebagian substansi isi HAM Memahami seluruh substansi isi HAM
Jumlah 100% 54% 76% 33% 82% 80% 0% 46% 0%
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Berdasarkan data, semua responden sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM. Informasi yang didapat berasal dari media televisi dan radio sebanyak 54% dari responden, sedangkan informasi dari surat kabar dan majalah sebanyak 33%, dan dari internet sebanyak 76%. Informasi dari buku pelajaran PKN sebanyak 82%. Berdasarkan pusat informasi ternyata media internet dan buku pelajaran PKN lebih berperan untuk menyebarkan informasi tentang HAM pada siswa SMA di Yogyakarta. Padahal informasi internet yang dibaca siswa umumnya memberitakan isu–isu yang berkembang di masyarakat, sehingga berita yang didengar dan dibaca lebih banyak berita tentang kekerasan dan politik yang dikaitkan dengan HAM. Informasi HAM juga didapat melalui buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Informasi inilah yang diharapkan dapat memperjelas pemahaman HAM. Dari data ini, informasi dari internet diminati siswa sebanyak 46% telah memahami sebagian substansi HAM, tetapi belum memahami seluruh substansi HAM. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4, bahwa responden belum pernah membaca UU HAM. Mereka mendapatkan informasi dari media massa yang beritanya berdasarkan isu–isu yang berkembang di masyarakat. Tabel 5 Pemahaman Siswa Terhadap Aspek-Aspek HAM No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Aspek-aspek HAM Hak untuk hidup Hak mengembangkan diri Hak memperoleh keadilan Hak atas rasa aman Hak atas kesejahteraan Hak turut serta dalam pemerintahan Hak wanita Hak anak Kewajiban dasar manusia Hak atas kebebasan pribadi
Mengetahui 75% 63% 80% 85% 76% 82% 65% 90% 80% 63%
Memahami 45% 40% 70% 64% 62% 60% 60% 75% 40% 55%
Berdasarkan tabel 5, siswa sudah mengetahui aspek–aspek HAM, tetapi pemahaman terhadap aspek–aspek tersebut masih bersifat parsial dan belum memahami secara substansial isi dari aspek-aspek tersebut. Aspek yang dipahami siswa dengan baik dapat terlihat pada tabel di atas, yaitu hak memperoleh keadilan dan hak anak. Hal ini dapat terkait dengan pemberitaan di internet yang lebih banyak menayangkan kedua aspek tersebut. Tabel 6 Pemahaman Siswa Terhadap Aspek-Aspek Hak Anak No. 1. 2. 3. 4.
Aspek-aspek Hak Anak Menghormati orang tua, wali, dan guru Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman Mencintai tanah air, bangsa, dan negara Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
Mengetahui 100% 100%
Memahami 94% 86%
100%
77%
100%
71%
19
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 No. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Aspek-aspek Hak Anak Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia Nondiskriminasi (tidak membedakan) Kepentingan terbaik bagi anak Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan hidup Penghargaan terhadap pendapat anak Identitas pada akta kelahiran
Mengetahui 100%
Memahami 59%
100% 84% 92%
85% 58% 60%
85% 55%
59% 47%
Aspek–aspek Hak anak dalam tabel 6 hampir semua sudah diketahui oleh siswa, sedangkan pemahamannya juga sudah cukup baik. Dari berbagai aspek di atas, aspek identitas pada akta kelahiran pemahamannya masih cukup rendah, yaitu 47%. Aspek–aspek di atas sudah dipahami oleh siswa, tetapi mereka memahaminya berdasarkan pada nilai– nilai karakter bukan bagian dari hak anak. Misalnya, pada aspek menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; dan mencintai tanah air, bangsa, dan negara, mereka sudah memahami maksud aspek tersebut dengan baik. Aspek ini selalu diajarkan mulai tingkat dasar sampai SMA sehingga materi ini sudah tidak asing lagi bagi siswa. Faktor–faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa terhadap hak asasi manusia dan Undang–Undang HAM adalah sebagai berikut ini : (1) siswa kurang tertarik mempelajari HAM karena ada anggapan HAM merupakan permasalahan pemerintah dan lembaga HAM. (2) Informasi HAM di media massa banyak terkait dengan kekerasan, sehingga pemahaman HAM dikaitkan dengan kekerasan dan politik. (3) Buku–buku di perpustakaan sekolah yang bertema HAM sedikit. (4) Panitia RANHAM belum pernah memberikan penyuluhan terhadap para siswa. 3. Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Kurikulum Bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas Hasil penelitian ini akan dibahas menjadi dua hal, yaitu penerapan hak asasi manusia dalam kurikulum pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia dan penerapan hak asasi manusia dalam sumber pembelajarannya. Secara eksplisit pada pengembangan materi mata pelajaran bahasa Indonesiadi SMA tidak ditemukan tema yang berkaitan dengan HAM. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan materi pada mata pelajaran bahasa Indonesia cukup banyak dititipi tema– tema yang sedang menjadi perbincangan masyarakat, misalnya, tema anti korupsi, lingkungan hidup, Undang–Undang Lalu Lintas, dan sebagainya. Namun demikian, secara implisit materi dalam pembelajaran tersebut dapat dijabarkan tema–tema yang terkait dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada tema pembelajaran pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, jiwa nasionalisme, nondiskriminasi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya. Dari data yang ada, dapat disimpulkan bahwa tema pembelajaran belum mencantumkan tema HAM. Padahal, tema HAM tersebut sangat penting diketahui sejak dini oleh setiap warga masyarakat Indonesia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sumber belajar terdiri atas buku–buku pelajaran bahasa Indonesia dan buku suplemen. Selain itu, buku–buku yang ada di perpustakaan, internet, dan media massa. Berdasarkan buku–buku yang dipakai guru terdapat unsur–unsur yang dapat dikaitkan dengan HAM, misalnya, membaca intensif artikel, resensi buku pengetahuan, 20
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 menyampaikan intisari buku, menulis esai berdasarkan topik tertentu, mendengarkan informasi dari radio/TV, mengemukakan pendapat, dan sebagainya. Dalam memilih tema pembelajaran, 80% guru di kota Yogyakarta sudah memasukkan tema HAM dalam perencanaan pengajaran dan 100% guru menyatakan menganggap perlu memasukkan tema HAM dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena HAM merupakan hak dasar yang secara kodrat melekat pada manusia. 4. Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta Berdasarkan data yang ada, penerapan hak asasi manusia secara implisit telah ada dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia walaupun secara eksplisit belum ditampilkan dalam perencanaan pengajaran. Tema–tema yang menyangkut hak dan kewajiban anak secara implisit telah dipakai khususnya pada kewajiban anak untuk menghormati orang tua, wali, guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; dan mencintai tanah air, bangsa, dan negara. Tema–tema yang menyangkut hak anak secara implisit lebih banyak pada tema penghargaan terhadap pendapat anak dan identitas diri anak. Selain tema mengenai hak dan kewajiban anak, tema–tema yang secara implisit juga telah dipakai untuk tema dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu hak untuk hidup, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, dan hak wanita. Dari berbagai tema yang ada, tema yang terkait dengan hak anak dipakai dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Hal ini sesuai dengan usia anak SMA yang masih dikategorikan anak–anak. Sekolah juga tidak membedakan anak–anak yang cacat fisik untuk ditempatkan pada kelas regular. Namun dari sarana yang harus digunakan pada anak–anak yang berkebutuhan khusus tersebut belum seluruhnya dipenuhi oleh pihak sekolah. Misalnya, pada anak tunanetra, sekolah belum menyediakan buku-buku bacaan dengan huruf Braille. Proses pembelajaran juga diperlakukan sama dengan anak-anak normal. Dalam pembelajaran diskusi, siswa sudah diajak untuk menghargai pendapat orang lain. Hal ini sebenarnya pembelajaran itu sudah menerapkan aspek penghargaan terhadap pendapat anak. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. Guru bahasa Indonesia sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM, tetapi belum memahami seluruh substansi HAM. Mereka mendapatkan informasi dari media massa yang beritanya terpotong–potong, sesuai dengan informasi yang aktual pada waktu berita ditayangkan. Siswa SMA sudah pernah mendengar dan mengetahui adanya HAM. Berdasarkan pusat informasi media internet dan buku pelajaran PKN lebih berperan untuk menyebarkan informasi tentang HAM pada siswa SMA di Yogyakarta. Siswa belum memahami seluruh substansi HAM. Secara eksplisit dalam pengembangan materi mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA tidak ditemukan tema yang berkaitan dengan HAM. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan materi pada mata pelajaran bahasa Indonesia cukup banyak dititipi tema– tema yang sedang menjadi perbincangan publik. Namun demikian, secara implisit materi pembelajaran bahasa Indonesia sudah dijabarkan dalam tema–tema yang terkait dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada tema pembelajaran jiwa nasionalisme, nondiskriminasi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya.
21
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Penerapan hak asasi manusia secara implisit telah ada dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia walaupun secara eksplisit belum ditampilkan dalam perencanaan pengajaran. Proses pembelajaran bahasa Indonesia telah menerapkan HAM pada waktu diskusi. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Daftar Pustaka Cholisin, 2011. “Peran Guru PPKN dalam Mewujudkan Pendidikan Karakter” Makalah disajikan dalam Kuliah Umum di Universitas Ahmad Dahlan. DBE. 2010. Roll Out Alfhe I UAD: Pembelajaran Aktif di Sekolah dan Kunjungan Sekolah. Yogyakarta: UAD Yusuf, Agus Nugraha. 2006. “Direktorat Jenderal Perlindungan HAM dalam Tahun 2005”dalam Buletin HAM. Jakarta: Dirjen HAM. Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004— 2009 Madya, Suwarsih. 2011. “Optimalisasi Pemanfaatan TIK untuk Meningkatkan Mutu Hakiki Pendidikan”Makalah. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004— 2009 di Kota Yogyakarta. Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
22
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 ERGONOMI PADA BURUH GENDONG PEREMPUAN ( Oleh : Risma A Simanjuntak, Prastyono Eko Pambudi ) Abstrak Penelitian ini dilakukan di pasar Bringharjo dan Giwangan dengan objek buruh gendong perempuan. Makalah ini menjelaskan tentang beban kerja dengan pendekatan ergonomi dengan mengukur aspek, yaitu gizi, kelelahan, beban kerja, denyut nadi, sikap kerja dengan resiko material handling. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status gizi, tingkat beban kerja sikap kerja, menjadi landasan untuk rekomendasi atau saran guna mengeliminer cidera kerja sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan buruh. Hasil penelitian menunjukkan gizi dari buruh masih termasuk buruk sebesar 30%, berdasarkan denyut nadi pekerjaan tersebut 70% adalah berat, berdasarkan CVL diperlukan adanya perbaikan sebesar 100% dan berdasarkan material handling perlu dilakukan perbaikan. Ini perlu adanya perbaikan segera karena sikap kerja tidak alamiah karena terlalu menunduk dan tangan terplintir, beban yang diangkat terlalu berat. Perbaikan yang diusulkan adalah untuk mengurangi resiko kerja, memberikan aman dan kenyamanan serta efisien pada saat bekerja. Kata kunci : Denyut nadi, IMT, CVL Kelelahan A. Pendahuluan Pasar Bringharjo dan Giwangan yang ada di Yogyakarta menjadi pusat jual beli berbagai kebutuhan pokok. Barang–barang seperti buah–buahan, sayur–sayuran seperti melon, wortel, pisang, kentang, kol, timun, beras, bawang dan sebagainya dari kota asalnya diturunkan di pasar dan didistribusikan ke berbagai tempat di dalam pasar di lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 atau ke pasar lainnya. Buruh untuk mengangkat barang–barang tersebut kebanyakan adalah perempuan dengan cara menggendong. Para buruh perempuan hanya bermodalkan punggung, pinggang, bahu yang kuat dengan alat bantu keranjang seadanya dan sehelai kain gendong dan tenaga yang kuat untuk mengangkat/memindahkan barang– barang ke lantai atas dengan jumlah yang berat. Jika dilakukan berulang–ulang secara terus menerus akan mengalami gangguan muskuloskeletal / penegangan otot, nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pergelangan tangan siku dan kaki dan sikap kerja tidak alamiah akan dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Untuk itu perlu mengukur tingkat kelelahan buruh gendong dengan pendekatan ergonomi guna merancang sistem kerja. Menurut Tarwaka, pengaruh sarana kerja, posisi kerja dan lingkungan kerja terhadap beban kerja dan lingkungan yang timbul akibat pekerjaan dan dapat menentukan langkah–langkah perbaikan kondisi kerja tersebut dalam upaya mengurangi beban kerja bagi pekerja. Sehingga pekerja dapat bekerja secara nyaman, aman sehat efisien dan produktif. Dengan memahami kondisi sistem kerja yang ergonomis, buruh akan mengetahui sistem kerja yang ergonomis. Pendekatan ergonomi dalam penelitian ini mengukur : 1) Perhitungan kebutuhan gizi buruh gendong berdasarkan tinggi dan berat badan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index 2) Pengukuran denyut nadi untuk menentukan beban kerja berdasarkan cardiovasculair load (CVL) 3) Penilaian sikap kerja berdasarkan rating indikator resiko manual handling 4) Pembuatan rancangan sistem kerja buruh gendong perempuan yang ergonomis Pendekatan ergonomi ini mendorong partisipasi aktif buruh gendong untuk mengidentifikasi masalah yang akan diperbaiki guna merancang sistem kerja buruh 23
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 gendong yang ergonomis. Pendekatan ergonomi dimulai dari proses identifikasi masalah yang terdiri dari 3 aspek, yaitu : sikap kerja melalui dokumentasi foto, gizi atau nutrisi, denyut nadi. Tujuan dari penelitian adalah mengukur tingkat kelelahan buruh gendong. Manfaat penelitian untuk guna upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja dan menurunkan beban kerja fisik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan buruh. B. Metodologi
Mengidentifi kasi masalah dan FGD
Mengukur 3aspek dgn pendekatan ergonomi
Mengukur tinggi & berat
Klasifikasi Index Massa Tubuh
Mengukur denyut nadi
Kategori beban kerja
Dokumen - tasi foto
Penilaian sikap kerja
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian C. Hasil dan Pembahasan 1) Hasil Dokementasi Foto
24
Analisis Kelelahan Kerja
Usulan Rancangan Sistem
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 2. Sikap kerja saat mengangkat beban 2) Hasil Pengukuran Status Gizi Tabel 1. Hasil Kategori Index Massa Tubuh (IMT) No 1. 2. 3. 4.
Indeks Masa Tubuh kg/m2 <17,00 kg/m2 17,01- 18,5 kg/m2 18,51 –25.00 25,01 –27.00 kg/m2 >27,00 kg/m2
Klasifikasi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Sangat gemuk
Jumlah 5 1 21 3 -
Persentase 16,67% 3,33% 70 10% -
Hasil perhitungan status gizi menggunakan IMT menunjukkan status gizi buruh adalah kategori baik sebesar 70 %
25
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 3) Hasil Pengukuran Denyut Nadi Tabel 2. Hasil Klasifikasi Jenis Pekerjaan Berdasarkan Denyut Nadi No
Denyut nadi per menit
Klasifikasi
Jumlah
Presentase
1. 2. 3. 4. 5.
70 - 80 80 - 100 100 - 125 125 - 150 > 150
Ringan Sedang Berat Sangat Berat Luar Biasa Berat
0 0 11 17 2
0% 0% 36,67% 56,66% 6,67%
Hasil pengukuran denyut nadi menunjukkan pekerjaan buruh gendong tersebut termasuk pekerjaan yang sangat berat 93,33% dan luar biasa berat 6,67% 4) Hasil Perhitungan Beban Kerja Berdasarkan CVL Tabel 3. Hasil Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan CVL Range < 30% 30 s.d. < 60% 60 s.d < 80% 80 s.d < 100% >100
Klasifikasi Tidak terjadi kelelahan Diperlukan perbaikan Kerja dalam waktu singkat Diperlukan tindakan segera Tidak diperbolehkan beraktivitas
Jumlah pekerja 0 5 10 9 6
Hasil perhitungan beban kerja berdasarkan CVL menunjukkan buruh gendong harus memperhatikan waktu istirahat dan perlu ada perbaikan sebesar 80% dan tidak boleh beraktivitas sebesar 20% 5) Penilaian Resiko Manual Handling Tabel 4. Penilaian Resiko Manual Handling No 1
2 3 4
Parameter Stress Fisik Waktu (time) : T Mengangkat > 5 detik Menindahkan > 5 meter Total jarak 1- < 4 km Beban (load) :M Mengangkat 15 - < 25 Sikap tubuh :P Membungkuk cukup jauh Kondisi Kerja:W Beban tidak stabil
Rating Indikator
Time rating : 4 Load Rating : 7 Posture Rating : 4 Rating kondisi kerja : 2
Penilaian akhir : O = T x (M + P + W) = 4 x ( 7 + 4 + 2) = 52 Penilaian akhir adalah 52 dan lebih besar dari > 50 maka penilaian resiko berdasarkan indikator kunci LMM ( Leitmerk Mal Methode), dengan penjelasan beban kerja, frekuensi dan efek adalah situasi beban kerja tinggi, pembebanan fisik berlebih sering terjadi sarana preventif adalah harus dilakukan perubahan dan perbaikkan segera, melalui perbaikan secara teknik maupun organisasional untuk mengurangi resiko. 26
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 D. Luaran Penelitian Berdasarkan hasil pembahasan di atas perlu adanya perbaikan sistem kerja sekarang dengan memberi usulan rancangan sistem kerja dengan cara : 1) Memberikan penyuluhan secara berkala dengan memperhatikan efek dari : Tidak diterapkannya ergonomi Sikap tubuh yang tidak alamiah (kepala tubuh, kepala yang terlalu merunduk) Pengerahan tenaga yang berlebihan Anggota badan yang memuntir 2) Memperbaiki sarana dan prasarana alat untuk mengangkat barang–barang (beban) untuk buruh gendong perempuan yang ergonomis 3) Untuk luaran penelitian no 2) diharapkan mendapatkan bantuan dari Bappeda di tahun berikutnya. E. Kesimpulan Pendekatan ergonomi adalah menyelesaikan dan memperbaiki kinerja dari buruh gendong perempuan di pasar secara parsial ke arah perbaikan beberapa aspek kinerja buruh gendong. Pengukuran klasifikasi beban kerja, resiko kerja diprioritaskan untuk melakukan perbaikan sistem kerja sesuai dengan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh buruh gendong perempuan. Hasil penelitian menunjukkan gizi dari buruh adalah buruk, berdasarkan denyut nadi pekerjaan tersebut perlu dilakukan perbaikan dengan segera dan berdasarkan resiko material handing adalah pekerjaan yang penuh dengan resiko cidera. Untuk itu perlu perbaikan kerja menggangkat pada buruh gendong perempuan guna mengeliminer resiko cidera kerja guna meningkatkan produktivitas. Daftar Pustaka Grandjean, E, 1993, Fitting The Task to The Man, A Textbook of Occupational Ergonomics, New York Taylor & Francis Mc Cormick, E. J. And Sanders, M. S., 1992, Human Faktor In Engineering and Design, 7 ed. Me Graw Hill, Inc, Singapore Mustafa Pulat, Babur & David C. Alexander, 1991, Industrial Ergonomics (Case Study). Mc Graw-Hill. Inc Pulat, B.M., 1996. Fundamental Of Industrial Ergonomics, Waveland, Guna Widya, Surabaya Pheasant S,1991, Ergonomics Work and Health, London Macmillan Press Risma Simanjuntak, 2011, Penilaian Resiko Material Handling dengan metode Indikator Kunci dan Penentuan Klasifikasi beban Kerja dengan Cardiovasculair Load, Seminar Nasional Industrial Services, 11 Mei 2011 Suma’mur, P.K, 1982, Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, Yayasan Swabhawa Karya, Jakarta Tarwaka, Solichul H.A. Bakri, Lilik S., 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, UNIBA Press, Surakarta. Tarwaka, 2010, Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, Harapan Press, Surakarta
27
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 INTERNET GRATIS UNTUK MASYARAKAT DENGAN MEMANFAATKAN BANDWIDTH TIDUR KORPORASI GUNA PENINGKATAN WIRAUSAHA LOKAL (Oleh : Joko Triyono, Erfanti Fathkiyah, Ari Santosa) Abstract Internet has become an integral part in today's life, one could even say that the internet is already in our hands. Increased use of the internet is experiencing an enormous leap, so it takes a certain way so as not to miss our society. Almost corporation or even almost all corporations have adequate internet connection, and at certain moments "hours of sleep" The facility also "sleep" despite the corporate fixed costs, on the other hand, the internet community needs will increase during home is outside office hours, school hours and holidays. By combining these two problems above, then formulate a concept of building a free internet bandwidth to the community by utilizing corporate sleeping. Crontab techniques used to execute commands activate and deactivate a NIC interface. This process was tailored to the schedule of the corporation. Routers use Microtik chosen to facilitate the implementation of the welcome page, where the page is used as a medium of corporate information to the public, distributing bandwidth using 2.4 GHz Access Point makes this facility is easily accessible by the public. Conclusions of this concept will be felt by both parties, the public and corporations. The public will be able to enjoy free internet in the neighborhood in the hours after hours to improve the effectiveness of after hours, while the corporation will be known by the public about the welcome page which impact on the level of security as well as the financial burden does not burden the corporation and does not interfere with the activities of corporations, because the service is performed outside of business hours corporations and local government and the community can help deliver the message through the welcome page of this page. Keyword: Access Point, corporate, free internet, Hotspot, hours of sleep A. Pendahuluan Internet sudah menjadi barang yang sangat lazim di era saat ini, hampir di semua sisi kehidupan tidak bisa dipisahkan dengan internet, bisa dikatakan bahwa internet sudah ada digenggaman. Koneksi internet juga sudah bukan menjadi masalah lagi, dimanapun kita berada asal bisa mendapatkan sinyal dari penyedia layanan internet baik berupa hotspot area, GSM serta penyedia yang lain. Maka dengan mudah kita bisa melakukan akses internet dengan konsekuensi membayar dengan tarip yang variatif tergantung fasilitas dan atau kualitas layanan yang dibutuhkan. Hampir di semua korporasi telah memiliki koneksi internet dengan bandwidth yang cukup memadai, baik itu hanya sebagai client saja, atau bahkan dikelola secara internal dalam membangun sistem informasi yang mendukung kegiatan korporasi tersebut. Tidak semua korporasi selama 7 x 24 jam penuh melakukan aktifitasnya, misalkan pada korporasi pemerintah maupun swasta dengan penerapan 5 hari kerja, maka akan ada waktu tersisa di luar jam kerja, yaitu hari Sabtu dan Minggu serta jam di luar jam kerja dari sore malam hingga pagi hari (16.00 s/d 07.00). Biaya korporasi dalam berlangganan internet 28
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 biasanya menggunakan sistem paket, sehingga di waktu libur atau dalam hal ini jam tidur tetap dikenakan biaya. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan bagian dari manajemen, bukan hanya terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas saja, melainkan juga terhadap lingkungan dari korporasi tersebut. Beberapa korporasi sudah memberikan fasilitas untuk area internal yang biasa di sebut hotspot area, dengan beberapa model mulai dari yang berbayar sampai yang gratis, namun masih terbatas pada area di korporasi tersebut, dan belum menyentuh lingkungan di luar korporasi. Internet saat ini menjadi sudah mendekati kebutuhan utama bagi masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan baik itu sekedar hanya dipakai untuk komunitas, pendidikan bahkan sampai ke publikasi wirausaha lokal. Dengan tingkat kebutuhan koneksi internet yang tinggi maka dibutuhkan layanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di satu sisi, banyak korporasi yang telah memiliki koneksi internet dengan bandwidth yang cukup memadai dan hanya efektif digunakan pada saat jam kerja saja, sedangkan di luar jam kerja praktis fasilitas tersebut tidak dipakai sama sekali. Pada saat jam tidurnya korporasi adalah saat dimana kegiatan masyarakat di luar jam kerja/sekolah meningkat, bahkan kegiatan wirausaha lokal mulai bergerak pada saat jam–jam seperti ini. Permasalahan yang akan dibahas adalah: a. Bagaimana membangun sebuah instalasi/sistem yang bisa menyediakan kebutuhan internet bagi masyarakat sekitar korporasi yang murah dan efisien. b. Bagaimana merancang sebuah sistem koneksi internet untuk masyarakat dari korporasi tanpa mengganggu aktivitas korporasi baik dari segi pelayanan maupun budget yang harus dikeluarkan. c. Bagaimana merancang sebuah media atau sistem untuk meningkatkan wirausaha lokal masyarakat sekitar korporasi. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk: 1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat akan kebutuhan internet secara murah dan efisien. 2. Memberikan rancangan sistem koneksi internet untuk masyarakat dari korporasi tanpa harus mengganggu atau membebani budget korporasi pemberi bandwidth. 3. Membantu masyarakat wirausaha lokal dalam pemasaran ataupun mengenalkan produk dan usahanya melalui media ini. C. Tinjauan Pustaka Menurut (Triyono, 2011) dalam tulisannya memaparkan tentang konsep membangun internet gratis untuk masyarakat dengan memanfaatkan bandwidth tidur korporasi dengan mengkombinasikan antara rancangan jaringan hotspot menggunakan router microtik dan access point serta penjadwalan menggunakan CRONTAB. Dalam tulisan ini belum dipaparkan tentang pemanfaatan lebih maksimal dari teknologi ini. Menurut (Hariman, 2012) dalam tulisannya dijelaskan implementasi pada jaringan komputer wireless menggunakan proxy server yang diimplementasikan dengan beberapa konfigurasi pengamanan menggunakan OpenDNS, Squid, IPTables dan Dansguardian. Yang menghasilkan kombinasi pengamanan untuk mengamankan pemakai internet dari situs atau web yang tidak layak atau negative content. Secara harfiah, Internet (kependekan dari interconnection-networking) ialah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Manakala Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan 29
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol). Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet gambar 1 menjelaskan struktur internet dari ISP.
Gambar 1. Struktur Internet ISP (Forouzan, 2007) Cara menghubungkan rangkaian dengan kaedah ini dinamakan internetworking yang diperlihatkan pada gambar 2.
Gambar 2. Interkoneksi ISP Nasional (Forouzan, 2007) Bandwidth adalah luas atau lebar cakupan frekuensi yang digunakan oleh sinyal dalam medium transmisi. Bandwidth dapat diartikan sebagai perbedaan antara komponen sinyal frekuensi tinggi dan sinyal frekuensi rendah. Frekuensi sinyal diukur dalam satuan Hertz. Sinyal suara tipikal mempunyai Bandwidth sekitar 3 kHz, analog TV broadcast (TV) mempunyai Bandwidth sekitar 6 MHz. Bandwidth (lebar pita) dalam ilmu komputer adalah suatu penghitungan konsumsi data yang tersedia pada suatu telekomunikasi. Dihitung dalam satuan bits per seconds (bit per detik). Perhatikan bahwa bandwidth yang tertera komunikasi nirkabel, modem transmisi data, komunikasi digital, elektronik, dan lain–lain, adalah bandwidth yang mengacu pada sinyal analog yang diukur dalam satuan hertz (makna asli dari istilah tersebut) yang lebih tepat ditulis bitrate daripada bits per second. Dalam dunia web hosting, bandwidth capacity (kapasitas lebar pita) diartikan sebagai nilai maksimum besaran transfer data (tulisan, gambar, video, suara, dan lainnya) yang terjadi antara server hosting dengan komputer klien dalam suatu periode tertentu. Contohnya 5 GB per bulan, yang artinya besaran maksimal transfer data yang bisa dilakukan oleh seluruh klien adalah 5 GB. Jika bandwidth habis maka website tidak dapat dibuka sampai dengan bulan baru. Semakin banyak fitur di dalam website seperti gambar, video, suara, dan lainnya, maka semakin banyak bandwidth yang akan terpakai. Digital Bandwidth adalah jumlah atau volume data yang dapat dikirimkan melalui sebuah saluran komunikasi dalam satuan bits per second tanpa distorsi. Sedangkan analog 30
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Bandwidth adalah perbedaan antara frekuensi terendah dengan frekuensi tertinggi dalam sebuah rentang frekuensi yang diukur dalam satuan Hertz (Hz) atau siklus per detik, yang menentukan berapa banyak informasi yang bisa ditransimisikan dalam satu saat. Gambar 3 menjelaskan periodical dan non periodical signal dari bandwidth.
Gambar 3. Bandwidth dari sinyal komposit periodik dan nonperiodik (Forouzan, 2007) Bandwidth Komputer di dalam jaringan komputer, bandwidth sering digunakan sebagai suatu sinonim untuk data transfer rate, yaitu jumlah data yang dapat dibawa dari sebuah titik ke titik lain dalam jangka waktu tertentu (pada umumnya dalam detik). Jenis bandwidth ini biasanya diukur dalam bps (bits per second). Adakalanya juga dinyatakan dalam Bps (bytes per second). Suatu modem yang bekerja pada 57,600 bps mempunyai bandwidth dua kali lebih besar dari modem yang bekerja pada 28,800 bps. Secara umum, koneksi dengan bandwidth yang besar/tinggi memungkinkan pengiriman informasi yang besar seperti pengiriman gambar/images dalam video presentation. Alokasi atau reservasi bandwidth adalah sebuah proses menentukan jatah bandwidth kepada pemakai dan aplikasi dalam sebuah jaringan. Termasuk didalamnya menentukan prioritas terhadap berbagai jenis aliran data berdasarkan seberapa penting atau krusial dan delay-sensitive aliran data tersebut. Hal ini memungkinkan penggunaan bandwidth yang tersedia secara efisien, dan apabila sewaktu–waktu jaringan menjadi lambat, aliran data yang memiliki prioritas yang lebih rendah dapat dihentikan, sehingga aplikasi yang penting dapat tetap berjalan dengan lancar. Besarnya saluran atau bandwidth akan berdampak pada kecepatan transmisi. Data dalam jumlah besar akan menempuh saluran yang memiliki bandwidth kecil lebih lama dibandingkan melewati saluran yang memiliki bandwidth yang besar. Kecepatan transmisi tersebut sangat dibutuhkan untuk aplikasi komputer yang memerlukan jaringan terutama aplikasi real-time, seperti videoconferencing. Penggunaan bandwidth untuk LAN bergantung pada tipe alat atau medium yang digunakan, umumnya semakin tinggi bandwidth yang ditawarkan oleh sebuah alat atau medium, semakin tinggi pula nilai jualnya. Sedangkan penggunaan bandwidth untuk WAN bergantung dari kapasitas yang ditawarkan dari pihak ISP, perusahaan harus membeli bandwidth dari ISP, dan semakin tinggi bandwidth yang diinginkan, semakin tinggi pula harganya. Sebuah teknologi jaringan baru dikembangkan dan infrastruktur jaringan yang ada diperbaharui, aplikasi yang akan digunakan umumnya juga akan mengalami peningkatan dalam hal konsumsi bandwidth. Video streaming dan Voice over IP (VoIP) adalah beberapa contoh penggunaan teknologi baru yang turut mengonsumsi bandwidth dalam jumlah besar. 31
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Topologi jaringan adalah hal yang menjelaskan hubungan geometris antara unsur– unsur dasar penyusun jaringan, yaitu node, link, dan station. Topologi jaringan dapat dibagi menjadi 5 kategori utama (Network Topology, t thn) pada gambar 4 menggambarkan jenisjenis topologi, setiap jenis topologi di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Gambar 4. Topologi Jaringan (Network Topology, t thn) WIRELESS LAN, Komunikasi nirkabel adalah salah satu teknologi yang tumbuh paling cepat. Permintaan untuk menghubungkan perangkat tanpa menggunakan kabel meningkat di mana–mana. LAN nirkabel dapat ditemukan di kampus–kampus, di bangunan kantor, dan di tempat umum banyak. (Forouzan, 2007) Konsep ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1993 oleh Bret Stewart sewaktu konferensi Networld dan Interop, di San Fransisco. Dengan pemanfaatan teknologi ini, setiap orang dapat mengakses jaringan internet melalui komputer/laptop/HP/PDA yang mereka miliki di lokasi–lokasi area bersinyal ini tersedia, tentunya perangkat komputer/laptop/ponsel atau PDA tersebut harus memiliki teknologi wi-fi. Pada umumnya peralatan area bersinyal wi-fi menggunakan standardisasi WLAN IEEE 802.11b atau IEEE 802.11g. Teknologi WLAN ini mampu memberikan kecepatan akses yang tinggi hingga 11 Mbps (IEEE 802.11 b) dan 54 Mbps (IEEE 802.11 g) dalam jarak hingga 100 meter. Gambar 5 menunjukkan distribusi sistem menggunakan access point.
Gambar 5. Extended Service sets (ESSs) (Forouzan, 2007) Hotspot Login sudah menjadi trend masa kini, gambar 6 menggambarkan, bagaimana seorang client melakukan logon terlebih dahulu sebelum bisa mengakses internet.
32
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 6. Hotspot with login (Universal Broadband Hotel Solutions, t.th) MikroTik RouterOS™ adalah sistem operasi dan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menjadikan komputer menjadi router network yang handal, mencakup berbagai fitur yang dibuat untuk ip network dan jaringan wireless, cocok digunakan oleh ISP dan provider hotspot. (Mikrotik Indonesia, t.thn). Microtik indoor seri RB751U-2HND (RouterBoard.com:RB751U-2HnD, t.th) merupakan salah satu dari sekian banyak seri microtik. RB751U-2HND memiliki semua kebutuhan router dan gateway untuk personal dan kantor. Memiliki 5 buah port ethernet, 1 buah access point embedded 2,4 GHz MIMO, antenna embedded 2,5 dbi, dan satu buah port USB. Cron atau Crontab adalah fasilitas yang tersedia di sistem operasi Unix untuk menjalankan sebuah perintah secara berkala. Frekuensi waktu terkecilnya adalah 1 menit sekali. Frekuensi terbesarnya hingga beberapa tahun sekali. Dapat juga dipilih ingin menjalankan setiap hari tertentu, setiap berapa jam sekali, pada menit keberapa, dan seterusnya. (Panduan Penggunaan SPanel 1.3). D. Metodologi Dalam penelitian ini dipilih Kampus Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta sebagai subjek penelitian, sebuah kampus Teknologi di kawasan Kota Yogyakarta. Dengan jadwal kerja efektif kampus 5 hari kerja dan jam kerja dari jam 07.00 –16.00. Sehingga akan terlihat waktu/jam tidurnya pada Tabel 1. Tabel 1 Jam Tidur Korporasi Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta No
Hari
1. 2. 3. 4.
Senin –Kamis Jum’at Sabtu Minggu
Jam Kerja 07.00-16.00 07.00-15.00 Libur Libur
Lama Kerja (Jam) 9 8 0 0
Jam Tidur 16.01-06.59 15.01-06.59 00.01-24.00 00.01-24.00
Lama Tidur (jam) 15 16 24 24
Dengan subjek penelitian yang diambil diharapkan bisa mewakili korporasi– korporasi lain yang ada di lingkungan Kota Yogyakarta, dari tabel 1 di atas terlihat bahwa antara jam efektif kerja dengan jam tidur menjadi sangat tidak seimbang, padahal anggaran internet di peruntukkan untuk 24jam dalam sehari semalam. Jika dihitung dalam satu pekan (1 minggu) akan terlihat sebagai berikut 33
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 a.
b.
Jam kerja Efektif Senin –Kamis Jumat Jam Tidur Senin –Kamis Jumat Sabtu - Minggu
4 hari x 9 jam 1 hari x 8 jam TOTAL 1 minggu
= = =
36 jam 8 jam 44 jam
4 hari x 15 jam 1 hari x 16 jam 2 hari x 24 jam TOTAL 1 minggu
= = = =
60 jam 16 jam 48 jam 124 jam
+
+
Terlihat sebuah perbandingan angka yang luar biasa, dengan pemakaian efektif sepekan 44 jam berbanding dengan jam tidur sepekan 124 jam. Jika dikalikan sebulan (4 pekan) akan menjadi 44 jam x 4 pekan = 176 jam pemakaian efektif dan 124 jam x 4 pekan = 496 jam internet tidur (jam tidur). Subjek penelitian dalam hal ini Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta menyewa bandwidth internet cukup besar sekitar 8MB dengan biaya sewa kurang lebih Rp. 5.000.000 per bulan. Jika total jam per bulan adalah (24 jam x 7 hari) x 4 pekan = 672 jam, maka bisa dihitung bahwa : Sewa internet per jam sebesar 5jt / 672 jam = Rp 7.440,- / jam. Penggunaan efektif per bulan 176 jam x Rp. 7.440/jam = Rp. 1.309.440,Jam tidur 496 jam x Rp. 7.440/jam = Rp. 3.690.240,Angka dalam rupiah yang cukup fantastis dalam sebulan sebagai berikut : Rp. 1.309.440,(sekitar 26.1888%) pemakaian efektif dan Rp. 3.690.240 (sekitar 73.8048%) tidak terpakai (tidur). Berapa besarnya lost tidak sengaja atau bisa dikatakan lost karena sistem dalam setahun belum dihitung dengan hari–hari libur nasional dan libur kalender pendidikan, bisa lebih dari 73% lost dana yang diharus dipikul oleh subjek penelitian. Subjek penelitian diharapkan juga bisa mewakili dalam hal ketersediaan komponen jaringan dan internet, saat ini subjek dengan tiga lokasi yang terpisah, yaitu Kampus I (Pusat) di Jl. Kalisahak 28 Balapan, Kampus II di Kotabaru dan Kampus III di Jl. Bimasakti telah terintegrasi dalam sebuah network, dengan pusat data dan koneksi di Kampus I. 1. Desain Rancangan Jaringan Rancangan Jaringan dalam penelitian yang dilakukan berupa disain yang berorientasi pada disain sederhana, mudah implementasinya tapi memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Dengan menyediakan layanan koneksi internet ke masyarakat sekitar korporasi menggunakan teknologi wi-fi atau hotspot sederhana dengan menempatkan beberapa perangkat wi-fi di luar lokasi korporasi dan atau di dalam lokasi korporasi yang sinyalnya masih bisa diakses oleh masyarakat sekitar, perangkat wi-fi tanpa alat tambahan (penguat sinyal) mampu mencapai jarak kurang lebih 150 m. Masyarakat yang akan menggunakan layanan ini atau koneksi melalui layanan ini akan mendapatkan halaman depan (logon page) yang berisi perintah untuk logon juga berisi informasi tentang korporasi penyedia layanan. Artinya korporasi bisa menyampaikan informasi kepada masyarakat sekitar tentang keberadaan, aktifitas dan produk yang dilakukan atau dikerjakan oleh korporasi. Dengan kata lain korporasi akan bisa mengiklankan dirinya kepada masyarakat sekitar secara penuh. Halaman ini bisa diatur dengan microtik router yang include dalam perangkat wi-fi tertentu. Untuk keamanan sistem internal korporasi, maka perlu penambahan sebuah NIC pada server atau gateway dari korporasi, dimana NIC tambahan ini hanya akan melayani koneksi internet ke masyarakat untuk waktu–waktu yang telah terjadwal. 34
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Arsitektur Jaringan dari konsep ini adalah dengan menambahkan jalur khusus dari server gateway atau proxy yang ada ke perangkat wi-fi, pada gambar 7 menjelaskan rancangan jaringan hotspot yang dikembangkan.
Gambar 7. Rancangan Jaringan
Server To Internet IP: 202.91.10.214 To Microtik IP: 192.168.1.1
Tabel 2 Perancangan IP Networking Microtik Access Point To Server (ETH1) IP: 192.168.1.3 To Proxy (ETH2) IP: 192.168.2.1 To Hotspot (ETH3) IP: 192.168.3.1
To Microtik IP: 192.168.3.231 To Repeater 1 To Repeater 2 To Client
Repeater
Client
To AP IP:192.168.3.232 To AP IP: 192.168.3.233 DHCP
DHCP DHCP
To Internal (ETH4) IP: 192.168.4.1 To Eksternal (ETH5) IP: 192.168.5.1
2. Design Login Page atau Hotspot Login Dengan menggunakan software Dreamweaver, design login page dibuat gambar 8 menunjukkan tampilan utama login hotspot. Yang dimaksud dengan perancangan interface adalah perancangan antarmuka pada sisi pengguna, yaitu saat pengguna memulai browsing pertama kali setelah melakukan koneksi ke jalur wi-fi yang ada, maka pengguna akan mendapatkan sebuah halaman “Welcome”. Pada halaman ini korporasi maupun pihak pemerintah setempat bisa menyampaikan dan atau menginformasikan pesan–pesan pendek kepada pengguna sebagai media untuk memperkenalkan atau mempromosikan produk atau apa saja yang terkait dengan korporasi tersebut, selain itu media ini juga digunakan sebagai media iklan dan atau promosi wirausaha lokal yang ada.
35
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 8. Gambar Login Page E. Hasil penelitian Penelitian dilakukan secara bertahap sesuai dengan metodologi yang digunakan sesuai dengan rancangan jaringan pada gambar 7, dengan melakukan koneksi dari beberapa area menggunakan beberapa device. Dilanjutkan dengan validasi dan pengujian sistem login melalui welcome page serta hak akses pada saat jam–jam yang telah ditentukan. Koneksi ke WLAN Pancaran Wi-Fi bisa diakses menggunakan beberapa device yang ada, misalkan pada komputer atau laptop, pada tab atau device yang memiliki fasilitas Wi-Fi. Gambar 9 menunjukkan tampilan signal Wi-Fi pada Sistem Operasi Windows (a) dan pada Tab Android (b).
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Tampilan WLAN di Windows dan Tab dan Perbedaan Signal Wi-Fi Signal terkuat akan ditampilkan di urutan pertama. Jika posisi device makin menjauh dari AP utama (Internet Gratis), maka koneksi akan dihandel oleh signal terdekat (Repeater terdekat yang memiliki signal lebih besar), Gambar 9 (c) menunjukkan perbedaan signal antara “INTERNET GRATIS”dan “AKPRIND GRATISAN 1”. Gambar
36
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 ini membuktikan bahwa signal terkuat adalah “AKPRIND GRATISAN 1”, sehingga koneksi internet di area ini akan di handel oleh Repeater tersebut. PENJADWALAN AKSES Dengan mengacu pada tabel 1 tentang penjadwalan jam tidur korporasi Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, maka penjadwalan ini digunakan untuk menutup port I/O dari Server ke Router Microtik yang ada di Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta sebagai korporasi penyedia layanan. Penutupan port ini harus secara fisik agar betul–betul terjamin bahwa layanan ini tidak bisa digunakan pada saat jam efektif kantor, sehingga ada keterjaminan kepada korporasi. Teknik yang digunakan adalah dengan me-non aktifkan port I/O dari server ke arah menggunakan CRONTAB. Pengaturan menggunakan CRONTAB ini dilakukan di sisi server internet terhadap port yang digunakan oleh server ke router microtik. Adapun cara yang digunakan adalah sebagai berikut: $ crontab –e 01 16 1,2,3,4 * * ifconfig eth3 up 01 15 5 * * ifconfig eth3 up 00 07 1,2,3,4,5 * * ifconfig eth3 down Dengan penjelasan sebagai berikut: 01 16 1,2,3,4 * * ifconfig eth3 up 01 menit 01 16 jam 16 1,2,3,4 hari ke...(1-senin, 2-selasa dst) Ifconfig eth3 up Artinya, tiap jam 16 lebih 01 menit untuk hari Senin sampai Kamis akan mengaktifkan eth3, artinya jalur NIC tersebut akan aktif atau terbuka. 01 15 5 * * ifconfig eth3 up 01 menit 01 15 jam 15 5 hari ke-5 (Jumat) ifconfig eth3 up Artinya, pada jam 15 lebih 01 menit untuk hari Jumat akan mengaktifkan eth3, artinya jalur NIC tersebut akan aktif atau terbuka. 00 07 1,2,3,4,5 * * ifconfig eth3 down 00 Menit 00 07 jam 07 1,2,3,4,5 hari ke (1-senin, 2-selasa sampai 5-jumat) ifconfig eth3 down Artinya, tiap jam 07 menit 00 untuk hari Senin sampai Jumat akan me-NONaktifkan eth3, sehingga jalur NIC pada eth3 tersebut akan mati.
37
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 10 Login Page pada Tab LOGIN Setelah memilih koneksi maka tinggal menjalankan browser untuk melanjutkan proses, dan saat menjalankan akan dihadang oleh login page seperti terlihat pada gambar 10. User yang digunakan untuk mengakses layanan ini dikelola oleh aplikasi userman. Pada interface ini bisa dilakukan pengelolaan user (Tambah, Edit dan Hapus) maupun pengelolaan lain seperti menonaktifkan user dan lain–lain. Selain itu pada aplikasi userman bisa dipantau apa saja yang telah dilakukan seorang user melalui layanan ini. User yang sedang aktif tidak akan bisa di login di tempat lain pada saat yang bersamaan, ini untuk menjaga kestabilan koneksi dan bandwidth. Gambar 11 menunjukkan Status user aktif pada device tersebut. Gambar 15 menunjukkan Shared Users, yaitu batas akses untuk sebuah user, angka 1 (satu) berarti 1 user untuk sekali sehingga user tersebut tidak bisa diakses dari tempat lain pada saat yang bersamaan.
Gambar 11 Status User
38
Gambar 12 Shared Users
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 13 Session Users Gambar 13 menunjukkan rekaman pemakaian oleh user, di session users ini terlihat kapan seorang user aktiv, mendapatkan nomor IP berapa, berapa lama dan berapa besar transaksi upload maupun download yang dilakukan, serta informasi lain. Sedangkan pada gambar 14 membuktikan bahwa jika seorang user aktif akan terlihat pada session monitor userman, sehingga jelaslah bahwa seorang user tersebut sedang menggunakan fasilitas koneksi.
Gambar 14 Pembuktian User aktif AKSES Pengujian akses di jam efektif maupun jam tidur korporasi akan tetap di hadang oleh halaman login, karena arsitektur sistem dirancang tetap jalan sampai mesin router microtik, sedangkan yang membedakan hanya jika login berhasil dan masuk waktu atau jam tidur korporasi, maka koneksi ke internet akan bisa dilakukan, sedangkan jika login berhasil tetapi waktunya adalah waktu efektif korporasi maka tidak akan bisa membuka halaman 39
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 internet yang dituju. User hanya akan bisa masuk ke halaman login saja tanpa bisa mengakses internet melalui jalur ini, karena I/O pada server yang dipakai untuk melayani jalur ke Router Microtik secara fisik dimatikan. Keadaan di atas terjadi karena penerapan perintah CRONTAB sebagai berikut: $ crontab –e 01 16 1,2,3,4 * * ifconfig eth3 up 01 15 5 * * ifconfig eth3 up 00 07 1,2,3,4,5 * * ifconfig eth3 down Artinya, tiap jam 16 lebih 01 menit untuk hari Senin sampai Kamis akan mengaktifkan eth3, dan pada jam 15 lebih 01 menit untuk hari Jumat akan mengaktifkan eth3 sedangkan tiap jam 07 menit 00 untuk hari Senin sampai Jumat akan me-NONaktifkan eth3. Hasil analisis Penjadwalan akses menggunakan CRONTAB di sisi server korporasi secara fisik akan menjamin bahwa di luar jam tidur korporasi maka bandwidth internet korporasi tidak akan terpakai oleh masyarakat, sehingga bisa meyakinkan pihak korporasi bahwa teknik ini aman. Selamat jam efektif korporasi, maka pemakai hanya akan bisa masuk sampai level login page. Access Point Sectoral yang digunakan akan memancarkan signal ke arah antene tersebut menghadap, sehingga memiliki jangkauan yang cukup jauh, namun karena keterbatasan kekuatan signal wi-fi dari device pemakai, maka perlu ada penambahan repeater di beberapa titik untuk menguatkan signal terima dan pancar kedua belah pihak. Dengan repeater ini maka pemakai yang mengakses bisa menggunakan signal terkuat/terbesar yang ada, baik melalui access point utama maupun dari repeater terdekat. Dengan memanfaatkan teknologi WDS, maka sebuah repeater akan secara otomatis menjadi pemancar signal ke area sekitarnya, sehingga cukup dengan satu peralatan saja sudah bisa digunakan sebagai repeater dan penyebar signal. Managemen user dikelola oleh Server Router Microtik, terpusat di satu tempat, dengan menggunakan fasilitas userman, semua data user yang akan menggunakan layanan ini didaftar. Pada penelitian ini disediakan sampai 200 user dengan nama user akprindxxx, dimana xxx adalah angka 1 sampai dengan 200. Sebuah user hanya diperkenankan untuk mengakses di satu device pada saat yang bersamaan, ini digunakan untuk menjamin meratanya bandwidth yang diterima oleh user serta perilaku user bisa terkontrol melalui userman. Jika pemakai login melalui sebuah user ditolak atau tidak bisa masuk, maka pemakai bisa mengganti user-nya menggunakan nama user yang lain dengan pilihan sampai 200 user. Dan jika ke 200 user sedang dipakai semua, maka tidak ada user yang bisa masuk lagi menunggu ada user yang logout atau keluar dari layanan ini. Login Page, selain digunakan sebagai halaman login pemakai ke layanan, maka halaman ini digunakan untuk media komunikasi antara korporasi, pemerintah dengan masyarakat maupun media promosi kegiatan wirausaha lokal yang ada seperti kegiatan atau sosialisasi pemerintah desa, keberadaan rumah makan, kost, warung, dan kegiatan atau layanan masyarakat lain baik bisnis maupun sosial. Login Page ini aktif selama 24 jam penuh, artinya walaupun bandwidth internet tidak dibuka karena jam efektif korporasi, tetapi login page ini tetap bisa diakses. Sehingga sangat efektif sebagai media komunikasi dan promosi.
40
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 F. Kesimpulan dan rekomendasi 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan, uraian pada bab–bab sebelumnya dan hasil penelitian diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Dengan adanya layanan ini maka kebutuhan akan media informasi dan komunikasi masyarakat akan bisa terpenuhi, dimana layanan ini aktif pada saat jam masyarakat ada di rumah, sehingga akan membantu kegiatan masyarakat baik itu masyarakat wirausaha, pelajar/mahasiswa, maupun masyarakat umum. b. Layanan ini bisa diakses menggunakan teknologi wi-fi, dimana teknologi ini sudah umum di masyarakat, banyak device yang telah mendukung teknologi ini, seperti laptop, komputer, pc–tablet, hp dan lain–lain yang notabene masyarakat sudah akrab dengan device ini. c. Dengan penerapan teknologi ini, korporasi pemilik bandwidth tidak akan dirugikan, karena bandwidth yang digunakan adalah bandwidth saat dimana korporasi tidak menggunakan, dan tidak akan mempengaruhi budget korporasi, karena biaya bandwidth tidak akan terpengaruh dengan penerapan teknologi ini serta korporasi akan aman disebabkan aliran bandwidth keluar hanya hidup secara fisik saat jam tidur korporasi bahkan korporasi akan diuntungkan dengan bisa memberikan sosialisasi kegiatan korporasi ke masyarakat, baik itu bentuk iklan layanan atau publikasi kegiatan korporasi ke masyarakat luas. d. Bagi pemerintah setempat, penerapan teknologi ini sangat bermanfaat, karena halaman login page aktif 24 jam, maka bisa pihak pemerintah setempat bisa menyampaikan sosialisasi atau informasi kepada masyarakan melalui media ini. 2. Rekomendasi Hasil akhir dari penelitian ini adalah layanan internet gratis kepada masyarakat sekitar korporasi di Kota Yogyakarta pada saat jam tidur korporasi yang diharapkan bisa meningkatkan wirausaha lokal masyarakat, baik itu rumah kost, warung makan, warung kelontong maupun bentuk usaha masyarakat lokal yang ada melalui media promosi di halaman login page. Sangat diharapkan bahwa penerapan hasil penelitian ini bisa dikelola di bawah pemerintah setempat bersama dengan korporasi–korporasi setempat sebagai penyedia bandwidth agar terjadi sinergi yang maksimal dan tidak ada tumpang tindih kepentingan yang pada akhirnya akan bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas. Dengan penerapan hasil penelitian ini di wilayah Kota Yogyakarta akan bisa mendukung untuk terwujudnya Wilayah Kota Yogyakarta selain menjadi kota pendidikan dan kebudayaan yang didukung oleh korporasi–korporasi yang ada, juga akan menguatkan ekonomi mikro sebagai berupa wirausaha lokal yang selama ini terbukti telah menjadi pilar ekonomi masyarakat perkotaan. Daftar Pustaka Cara Setting Mikrotik. (t.thn.). Dipetik Februari 08, 2012, dari Wireless Router Proxy: http://wirelessrouterproxy.blogspot.com/2011/09/cara-setting-mikrotik-os5hotspot.html Forouzan, B. A. (2007). Data Communications and Networking. Singapura: The McGrawHill Companies. Hariman, I. (2012). Implementasi Metode Internet Sehat pada Jaringan Komputer Wireless di Masjid Al-Amin Berbah. Yogyakarta: IST AKPRIND YOGYAKARTA. Mikrotik Indonesia. (t.thn, - -). Dipetik Februari 08, 2012, dari Mikrotik Indonesia: http://www.mikrotik.co.id/ 41
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Network
Topology. (t thn). Dipetik Oktober 10, 2013, dari Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Network_topology Panduan Penggunaan SPanel 1.3. (t.thn.). Dipetik Februari 08, 2012, dari Knowlegde Base: http://kb.masterweb.net/beta/index.cgi/read/Panduan_pengguna_Spanel_1.3/Cront ab_editor RouterBoard.com:RB751U-2HnD. (t.th, - -). Dipetik Oktober 10, 2013, dari routerboard: http://routerboard.com/RB751U-2HnD Triyono, J. (2011). Konsep Membanguan Internet Gratis Untuk Masyarakat dengan Memanfaatkan Bandwidth Tidur Korporasi. Jurnal Teknologi IST AKPRIND , 167-173. Universal Broadband Hotel Solutions. (t.th, - -). Dipetik Oktober 10, 2013, dari universalnetwork technologies: http://www.universalnetwork.com.au/index2.htm
42
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PELUANG USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA (Oleh : Sidarto dan Titin Isna Oesman) Abstract Waste is a problem that until now have not been able to be resolved properly. Many alternatives have been tried, but apparently have not give satisfactory results. This is because many people are less concerned about the existance of trash, they think that the garbage is something dirty, disgusting and useless and should be discarded. Garbage is actually an unwanted waste material after the particular also a process, and result people aetrity. In developed countries, waste management has been introduced fo student is early five schol thie waste treaturt, reduce, reuse, end recycle, and also composting (3RC), are calter integrated waste management. The results show that, NPV is Rp. 4.020.500,-, IRR is 21 % and PI is 1.066. Based on positive NPV think interest rate of IRR, and also PI is greeter one, so it is could give a benefit to do a naete management business. However, to do so this business, entrepreneur should be wastet together with beal goverment is order to get supervision and also achaneed herouledge are sheel for waste processing. Keywords: waste, reduce, reuse, recycle, NPV, IRR, PI. A. Pendahuluan Masalah sampah merupakan suatu masalah yang sampai sekarang belum bisa terselesaikan dengan baik. Berbagai alternatif penyelesaian sampah memang telah diusahakan oleh berbagai pihak, tetapi tampaknya belum membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang kurang peduli terhadap keberadaan sampah, mereka menganggap bahwa sampah merupakan sesuatu yang kotor, menjijikan dan tidak ada gunanya sehingga harus dibuang. Padahal sebenarnya mereka tahu bahwa setiap orang pasti akan menghasilkan sampah, namun demikian mereka tidak mau dekat–dekat apalagi ketempatan sampah. Pemerintah sendiri sudah mulai kesulitan mencari tempat pembuangan akhir sampah karena banyak masyarakat yang tidak mau kalau wilayahnya ketempatan sampah. Hal ini dapat dipahami karena sampah yang menumpuk sangat mengganggu kenyamanan dan kesehatan mereka, terutama dari bau dan keberadaan lalat. Untuk meringankan beban pemerintah dalam mengelola sampah, maka diperlukan peran aktif masyarakat untuk ikut mengelola sampah secara profesional, dan ditangani secara komersial sebagai suatu usaha yang akan menghasilkan keuntungan. Tulisan–tulisan dan artikel tentang pengelolaan sampah sampai dengan saat ini memang sudah banyak dilakukan, diantaranya Iswanto (2007) menulis tentang pengelolaan sampah mandiri dan produktif berbasis masyarakat. Artikel tentang mengelola sampah ini mempunyai tujuan untuk mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis. Kusmartono, dkk (2010) meneliti tentang pembuatan pupuk cair dari limbah pabrik gula Madukismo, namun semuanya masih belum mendorong atau memotivasi masyarakat untuk mau membuka usaha tentang pengelolaan sampah. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul Peluang Usaha Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis dan membandingkan biaya (cost) yang dikeluarkan dalam usaha 43
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 pengelolaan sampah dengan manfaat (benefit) yang diperoleh dari hasil pengelolaan sampah baik secara langsung maupun tidak langsung. B. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Memberikan masukan kepada masyarakat bahwa usaha pengelolaan atau pengepul sampah sebenarnya dapat mendapatkan keuntungan. b. Memberikan motivasi warga masyarakat untuk berwirausaha mengenai pengepul dan pengelolaan sampah rumah tangga. c. Menumbuhkembangkan budaya masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat demi kebersihan lingkungan. d. Menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di kalangan masyarakat. 2. Manfaaf Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Dengan berwirausaha, dapat menaikkan penghasilan masyarakat. b. Memberikan masukan kepada warga masyarakat bahwa tidak boleh membuang sampah di sembarang tempat dan atau membakarnya. c. Meningkatkan kebersihan lingkungan akibat pencemaran dari sampah. C. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses, dan sampah merupakan proses buatan manusia. Di negara–negara yang sudah maju biasanya sampah sudah diperkenalkan kepada anak–anak sekolah sejak dini. Pola itu meliputi Reduce, Reuse, Recycle, serta Composting (3RC) yang merupakan dasar pengelolaan sampah secara terpadu http://id.wikipedia.org/wiki/.pengelolaansampah. Reduce artinya mengurangi sampah atau disebut juga precycling merupakan langkah pertama untuk pencegah penumpukan sampah. Reuse artinya menggunakan kembali hal ini berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan menggunakan kembali barang–barang yang telah dipakai, Recycle artinya mendaur ulang merupakan kegiatan untuk mengolah kembali sampah sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah, dan Composting yang merupakan dasar dari pengelolaan sampah secara terpadu menjadi suatu pupuk organik www./wikipedia com/. Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dikelompokkan menjadi: sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri, dan sampah pertambangan. Berdasarkan sifatnya, sampah dapat dikelompokkan menjadi sampah organik yang dapat diurai, dan sampah anorganik yang tidak dapat diurai. Berdasarkan bentuknya sampah dapat dikelompokkan menjadi sampah padat, dan sampah cair. Sampah padat dapat berupa sampah rumah tangga yang berasal dari sampah dapur, sampah kebon, plastik, metal, gelas dan lain–lain selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari bahan–bahan organik seperti sisa– sisa sayuran hewan, kertas, kayu, rumput http://id.wikipedia.org/wiki/.sampah. Berdasarkan kemampuan alam (biodegradability) dalam mengurai, dapat dibagi lagi menjadi : Biodegradable, yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti sampah dapur, sisa–sisa hewan, sampah pertanian, dan lain–lain, dan Non–biodegradable merupakan sampah yang tidak bisa diuraikan dalam proses biologi. Sampah dapat berada pada setiap fase materi, yaitu padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi, dan emisi dapat dikaitkan dengan polusi. Dalam jumlah besar, 44
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 sampah biasanya datang dari aktivitas industri yang dikenal dengan limbah, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu dengan jumlah yang kira–kira mirip dengan jumlah konsumsi. Jika dulu kita pernah berpikir bahwa limbah yang terkubur bakal hilang dengan sendirinya, sekarang kita memahami bahwa limbah yang terkubur dalam tanah akan meracuni air tanah dan mengontaminasi air minum untuk wilayah yang luas dan dalam jangka waktu yang lama (Hartman dan DesJardins, 2002). 2. Proses Pengelolaan Sampah Proses pengelolaan sampah di negara maju dan di negara berkembang biasanya berbeda, begitu juga di daerah perkotaan dan pedesaan. Perbedaan ini tergantung dari tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengelola dan ketersediaan area. Pada umumnya sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih menekankan pada upaya memindahkan sampah agar jauh dari pemukiman penduduk atau memusnahkannya (Iswanto,2007). Secara umum kegiatan pengelolaan sampah meliputi pewadahan dan pengangkutan sampah dari sumber ke tempat pembuangan akhir atau ke tempat pemusnahan. Secara garis besar proses pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan tahapan–tahapan sebagai berikut : Pertama sampah dikumpulkan ke tempat pengumpulan sampah dari rumah–rumah penduduk dengan menggunakan alat angkut berupa gerobag dorong setiap hari atau paling lama dua hari sekali. Kedua sampah dipisah–pisahkan sesuai jenisnya, yaitu plastik, kertas, kaca logam, dan sampah organik ke dalam tempat yang telah disediakan. Ketiga setelah dipisah–pisah sesuai dengan jenisnya, selanjutnya dilakukan pengepakan. Sampah dari plastik, kertas, dan kaca–logam, langsung dijual kepada pengepul sampah, dan untuk sampah organik diproses menjadi kompos dan setelah jadi dapat dijual kepada petani atau masyarakat yang membutuhkan. 3. Wirausaha Wirausaha atau Pengusaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dalam peluang usaha. Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat yang selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahaan merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Pada hakekatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Budaya kewirausahaan yang tumbuh secara alami dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat merupakan suatu aset yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia. Dinamika perekonomian bangsa yang bertumpu kepada pertumbuhan budaya kewirausahaan tradisional ini perlu dipadukan dengan penguasaan IPTEKS dalam suatu kegiatan dunia pendidikan. Menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan dalam suatu masyarakat menjanjikan harapan yang cerah bagi terciptanya sumber daya manusia yang mandiri dalam berfikir dan bertindak, mampu menerapkan IPTEKS yang dipahaminya untuk kesejahteraan diri dan masyarakat. Adanya jiwa wirausaha sangat diperlukan bagi pengembangan individu dalam mengarungi kehidupan di samping secara lebih luas lagi, yaitu untuk mengembangkan kemandirian bangsa. Wirausaha bukan sekedar berbisnis apalagi sekedar berdagang, hal ini penting untuk dimengerti agar tidak terjadi kesalahan arti dan pemahaman yang sempit. Jiwa wirausaha perlu dimiliki oleh semua masyarakat dari berbagai tingkat kehidupan, yang mana untuk pemanfaatan dan memajukan taraf hidup diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya. 45
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Kegiatan di sektor informal seperti pengepul sampah merupakan pengusaha golongan ekonomi lemah yang sering dikatakan sebagai “sektor sampah” karena merupakan buangan bagi mereka yang gagal memasuki sektor formal, dan biasanya sektor ini berkaitan dengan kemiskinan dalam arti banyak diusahakan oleh golongan miskin. Pendapat lain mengatakan bahwa sektor informal ini muncul karena kurang siapnya daya dukung kota terhadap banyaknya tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur semakin meningkat, ditambah lagi dengan pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan pemerintah tidak mampu lagi memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi, maupun fasilitas–fasilitas lain yang memadai, sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu, yaitu di sektor informal (Manning dan Tadjudin, 1985). Berbagai ragam dan jenis usaha sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pengepul sampah, dan lain–lain tampaknya merupakan jenis pekerjaan yang memegang peranan penting di daerah perkotaan dan mempunyai ciri yang relatif khas. Kekhasannya tersebut dikarenakan usaha ini relatif paling mudah dimasuki dan sering kali berhadapan dengan kebijakan–kebijakan perkotaan. Berdasarkan gambaran–gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa sektor informal meskipun banyak kekurangannya, namun keberadaannya diperlukan dan mampu berbicara banyak di dalam aspek perekonomian di daerah perkotaan, di antaranya mampu memberikan mata pencarian banyak orang, sebagai pengusaha kebersihan lingkungan, bahkan dari segi keamanan dapat berfungsi sebagai katub pengaman yang bisa membantu mengurangi tindak kriminal dengan memberikan kesibukan kerja. Lebih lanjut dari hasil studi yang dilakukan di Kenya menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang baik, keputusan–keputusan yang tepat, dari sektor informal ini dapat melahirkan seorang wiraswasta yang sukses dan tangguh. Saat ini pengusaha pengepul sampah mulai berkembang dengan pesatnya. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah bagaimana meningkatkan kinerja usaha pengepul sampah tersebut. 4. Analisis Biaya dan Manfaat Analisis biaya dan manfaat (cost and benefit analysis) banyak digunakan untuk mengadakan evaluasi mengenai sumber–sumber ekonomis yang langka agar penggunaannya dapat dilakukan secara efisien. Analisa ini merupakan metode sistem yang mengukur manfaat dan biaya ekonomi dari suatu proyek, dalam analisa ini keputusan akan diambil berdasarkan atas besarnya angka pembanding antara seluruh biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diberikan atas proyek tersebut (Gitosudarmo dan Basri,1989). Mengukur biaya dari suatu proyek biasanya lebih mudah dilakukan daripada mengukur manfaatnya, apalagi manfaat proyek yang berhubungan dengan lingkungan, manfaat dapat dikelompokkan menjadi tiga (Reksohadiprodjo,1982), yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat yang sifatnya tidak berwujud (intangible benefit). Dalam pelaksanaan analisa biaya dan manfaat dapat menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah metode Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Profitability Index, dll. a. Metode Net Present Value (NPV) Metode Net Present Value merupakan suatu metode penilaian suatu investasi atau proyek yang memperhatikan nilai waktu dari uang (time value of money), maka manfaat yang digunakan untuk perhitungan NPV adalah manfaat yang didiskontokan atas dasar biaya modal (cost of capital) atau rate of return yang diinginkan. Dalam metode ini pertama–tama yang dihitung adalah nilai sekarang (present value) dari manfaat yang diharapkan atas dasar tingkat bunga tertentu, kemudian keseluruhan dari manfaat bersih selama umur ekonomis dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk proyek tersebut dan hasilnya merupakan net present value. Apabila net present value hasilnya positif, maka usulan proyek tersebut dapat 46
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 diterima dan kalau hasilnya negatif proyek tersebut sebaiknya ditolak. Net Present Value dari investasi dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut : n At n Bt NPV = Σ ---------- - I - Σ ---------- ............................................... (1) t=1 t t=1 t (1 + r) (1+r) b. Metode Internal rate of Return (IRR). Metode Internal Rate Of Return adalah metode untuk mencari tingkat bunga tertentu yang akan menjadikan jumlah net present value sama dengan nol atau mendekati nol, sehingga perlu adanya metode coba–coba (trial and error). Dengan metode trial and error dirasa cukup melelahkan, maka untuk metode internal rate of return dapat dirumuskan sebagai berikut : P2 - P1 r = P1 –C1 ------------ .................................................................................... ...(2) C2 –C1 Suatu proyek akan diterima apabila internal rate of return hasilnya lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan untuk analisa, dan suatu proyek ditolak apabila internal rate of return hasilnya lebih kecil dari tingkat bunga yang digunakan. c. Metode Profitability Index (PI) Profitability index merupakan indeks dari kemampuan untuk mendapatkan keuntungan, profitability index merupakan rasio antara manfaat dengan biaya. Suatu proyek akan diterima apabila profitability index hasilnya lebih besar dari satu dan ditolak apabila hasilnya lebih kecil dari satu. Formula dari profitability index adalah sebagai berikut : P.V. Net Cash Flow PI = ------------------------- … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ...(3) P.V. Initial Outlays D. Metodologi Penelitian 1. Studi pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat permasalahan–permasalahan yang ada di lingkungan lokasi penelitian yang dikaitkan dengan teori–teori dasar yang ada kaitannya dengan permasalahan studi. 2. Perumusan masalah dan tujuan penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dan studi literatur dari tulisan dan artikel sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya tujuan yang ingin dicapai dirumuskan sebagai kriteria evaluasi keberhasilan model untuk mencari solusi dari permasalahan yang telah dirumuskan. 3. Pengkajian model Pada tahap ini akan mengkaji model pengelolaan sampah rumah tangga dengan model Cost & Benefit Analysis, dan menggunakan metode Net Present Value, Internal Rate Of Return, dan Profitability Index. 4. Pengumpulan data Data diambil dari para pengepul sampah yang dilakukan dengan cara survei dan menyebarkan kuesioner dengan sampel 20 responden. Metode pengambilan sampel dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling. Cara ini dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen.
47
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 5. Analisis data dan pembahasan Dalam analisa data menggunakan model yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu Net Present Value, Internal Rate Of Return, dan Profitability Index. Setelah dilakukan analisis data, selanjutnya dilakukan pembahasan untuk menguraikan hasil dari analisis data yang telah dilakukan. 6. Analisis data dan pembahasan Kesimpulan digunakan untuk melihat hasil dari implementasi model dan pembahasan, sedangkan saran digunakan untuk memberikan usulan perbaikan pada masa yang akan datang terhadap pengelola. E. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada para pengepul sampah dan juga dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Dari 20 responden yang diteliti, jumlah investasi rata–rata sebesar Rp. 14.350.000,- dengan umur ekonomis rata–rata selama 4 tahun. Jumlah penerimaan rata–rata per bulan sebesar Rp.1.625.000,- atau Rp. 19.500.000,- per tahun. Jumlah biaya perawatan rata–rata per bulan sebesar Rp. 105.000,serta jumlah biaya tenaga kerja rata–rata sebesar Rp. 1.057.500,- per bulan, sehingga jumlah rata–rata pengeluaran sama dengan Rp. 1.162.500,- per bulan atau Rp. 13.950.000,per tahun. Discount Rate yang digunakan untuk analisis data sebesar 8 % per tahun. 2. Analisis data a. Metode Net Present Value Dalam metode NPV ini suatu usaha akan diteruskan apabila NPV diketemukan positif, dan usaha akan ditolak apabila NPV diketemukan negatif, sedang tingkat bunga yang digunakan untuk analisa sebesar 8 % per tahun. Rumus : n At n Bt NPV = Σ ---------- - I - Σ ---------t=1 t t=1 t (1 + r) (1+r) Untuk mempermudah perhitungan dibuat tabel net present value sebagai berikut : Tabel 1. Nilai Sekarang Dari Tingkat Bunga 8 % DF Penerimaan PV Pengeluaran PV (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1 0.925 19.500.000,- 18.037.500,13.950.000,12.903.750,2 0,857 19.500.000,- 16.711.500,13.950.000,11.955.150,3 0,793 19.500.000,- 15.463.500,13.950.000,11.062.350,4 0,735 19.500.000,- 14.332.500,13.950.000,10.253.250,Jumlah PV 64.545.000,46.174.500,Sumber: Pengolahan Data Tahun
Dari hasil pengolahan data lewat tabel 1, maka NPV sama dengan : NPV = Rp. 64.545.000,- - (14.350.000,- + 46.174.500,-) NPV = Rp.64.545.000,- - Rp. 60.524.500,NPV = Rp. 4.020.500,-
48
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 b. Metode Internal Rate Of Return (IRR) Dalam metode IRR ini suatu keputusan investasi akan diterima apabila hasilnya lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan untuk analisa data. P2 - P1 r = P1 –C1 -------------C2 –C1 r = IRR yang dicari, P1 = 8 %, C1 = Rp. 4.020.500,Mengingat dengan tingkat bunga 8 % NPV hasilnya positif, maka dinaikkan dengan tingkat bunga 25 %, dan NPV dapat dicari dengan menggunakan tabel sebagai berikut : Tabel 2. Nilai Sekarang Dari Tingkat Bunga 25 % DF Penerimaan PV Pengeluaran PV (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1 0,800 19.500.000,- 15.600.000,13.950.000,11.160.000,2 0,640 19.500.000,- 12.480.000,13.950.000,8.928.000,3 0,512 19.500.000,9.984.000,13.950.000,7.142.400,4 0,410 19.500.000,7.995.000,13.950.000,5.719.500,Jumlah PV 46.059.000,32.949.900,Sumber: Pengolahan Data Tahun
Dari hasil pengolahan data lewat tabel 2, maka NPV dapat dihitung sebagai berikut : NPV = Rp. 46.059.000,- - (14.350.000,- + 32.949.900,-) NPV = Rp. 46.059.000,- - Rp. 47.299.900,NPV = - Rp. 1.240.900,Setelah NPV dengan tingkat bunga 25 % hasilnya diketahui (negatif), maka hasil ini dimasukkan dalam rumus, sebagai berikut: 25 % - 8 % IRR = 8 % - Rp. 4.020.500,- ------------------------------------------ Rp. 1.240.900,- - Rp. 4.020.500,17 % IRR = 8 % - Rp. 4.020.500,- ---------------------- Rp. 5.261.400,68.348.500 % IRR = 8 % + ------------------5.261.400 IRR = 8 % + 13 % IRR = 21 % 3. Metode Profitability Index (PI) P.V. Net Cash Flow PI
=
------------------------P.V. Initial Outlays Rp. 64.545.000,-
PI
=
---------------------
= 1,066
Rp. 60.524.500,49
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 F. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan a. Hampir semua responden tidak tahu cara pengelolaan sampah yang baik sehingga sampah hanya dipindahkan dari tempat satu ke tempat yang lain. b. Bagi mereka yang tahu cara pengelolaan sampah, para pengelola sampah kesulitan mendapatkan tempat untuk mengelola sampah. c. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan model Net Present Value, dan dengan menggunakan tingkat bunga 8 % per tahun ternyata NPV hasilnya positif Rp. 4.020.500,-. Mengingat NPV hasilnya positif, maka usaha proses pengelolaan sampah rumah tangga dapat diterima karena akan menghasilkan keuntungan. d. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan model Internal Rate of Return, dengan menggunakan tingkat bunga yang pertama sebesar 8 %, NPV hasilnya positif Rp. 4.020.500,- dan tingkat bunga kedua dinaikkan sebesar 25 % hasilnya negatif Rp. 1.240.900,-. Setelah dilakukan interpolasi dari kedua tingkat bunga tersebut, maka IRR hasilnya sebesar 21 %. Mengingat IRR hasilnya lebih besar dari minimum rate of return standar atau requered rate of return atau lebih besar dari biaya kapital atau weighted cost usulan investasi, yaitu 8 %, maka usaha proses pengelolaan sampah rumah tangga dapat diterima karena akan menghasilkan keuntungan. e. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan Profitability Index, yang mana present value net cash flow sebesar Rp. Rp. 64.545.000,- dan present value initial outlays sebesar Rp. 60.524.500,-, maka hasil dari PI sebesar 1,066 atau lebih besar dari satu, maka usaha proses pengelolaan sampah rumah tangga dapat diterima karena menghasilkan keuntungan. 2. Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis data sebaiknya warga masyarakat memberikan dukungan kepada warganya untuk membuka usaha proses pengelolaan sampah. Pengusaha sendiri dalam membuka usaha sebaiknya selalu bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk mendapatkan bimbingan dan bantuan khususnya bagaimana proses pengelolaan sampah jangan sampai menjadi masalah baru tentang pencemaran lingkungan, mengingat usaha ini sebenarnya juga membantu program pemerintah. Daftar Pustaka Anonim, 2008, Pupuk, diakses 2010, Januari, 15, fom : www./wikipedia com/ Anonim, 2010. Pengelolaan Sampah, diakses 2010, Januari,15.,from : http://id.wikipedia.org/wiki/pengelolaan_sampah Anonim, Sampah, 2010, diakses 2010, Januari, 15, form : http://id.wikipedia.org/wiki/sampah Gitosudarmo I., dan Basri, 1989, Manajemen Keuangan, BPFE, Yogyakarta. Iswanto, 2007, Pengelolaan Sampah Mandiri, Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta. Kusmartono B., dkk,. 2010, Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Pabrik Spritus Maddukisma Jogjakarta. Jogjakarta: Jurusan Teknik Kimia, FTI, IST AKPRIND Yogyakarta. Laura P. Hartman dan Joe DesJardins, Etika Bisnis, Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Erlangga, Yk. Manning dan Tadjudin, 1985, Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal di Kota, PPSK, UGM, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Reksohadiprodjo S., Brodjonegoro ABP., 1982, Ekonomi Lingkungan, BPFE, Yogyakarta. 50
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 MODEL PEMBELAJARAN NON KONVENSIONAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN SISWA (Oleh : Muhammad Sholeh, Rochmad Haryanto) Abstract At this time the development of information and communication technology is growing rapidly. The use of ICT not only for the business world but also the world of education should also utilize and optimize ICT. ICT can be used to build learning materials electronically or often called electronic materials. With electronic materials and interactive learning process which can be used for students to learn independently. The electronics material that developed is electronics material ICT subjects for 8th grade junior high school and the history of Yogyakarta city. With the Microsoft Word electronic materials, students can learn to practice before this electronic material. Microsoft Word electronic material is packed with multimedia facilities, as well as the history of electronics materials, students are expected to know the history of Yogyakarta city. This electronic materials applications developed using Camtasia and eXe. The end result of this browser-based application that can be used offline or online. Keywords: ICT, electronics materials, multimedia A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membawa berbagai perubahan dalam kehidupan manusia. Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) semakin dirasakan di berbagai sektor, utamanya di bidang pendidikan. Peran TIK dalam pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan sebagai salah satu pilar pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan menjadi prioritas dengan kesadaran bahwa keberhasilan suatu bangsa di masa depan sangat tergantung pada kualitas pendidikan. Pesatnya perkembangan TIK, khususnya internet, memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan. Dengan perkembangan TIK ini, Guru dituntut mengikuti kemajuan teknologi informasi dalam pengajaran kepada para siswa, sehingga kualitas pendidikan semakin maju. Salah satu cara yang dapat digunakan bagi guru adalah membuat materi elektronika atau membuat materi pembelajaran berbasis TIK. Yogyakarta sebagai tujuan pendidikan, saat ini sudah mengoptimalkan TIK untuk mendukung proses pendidikan. Pada tahun 2011, sebanyak 500 SD dan SMP di DI Yogyakarta jadi model program pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk peningkatan mutu pendidikan nasional. Tiap sekolah diharapkan memperoleh pembelajaran tanpa terikat ruang dan waktu. (Latief, 2011) Hasil penelitian akan dikembangkan materi elektronika (materi pembelajaran non konvensional), khususnya materi pembelajaran TIK dan Sejarah kota Yogyakarta di tingkat SMP. Dengan materi elektronika ini, proses pembelajaran akan dikemas dalam bentuk video, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri. Materi elektronika yang tersedia mempunyai karakteristik tingkat akses oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja secara bersamaan atau secara individual. Sistem materi elektronika memungkinkan untuk pemerataan kualitas materi pembelajaran secara tersandar, sehingga memungkinkan 51
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 terjadinya pemanfaatan fasilitas bersama (resource sharing) antar institusi pendidikan, dan lembaga lainnya. 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menciptakan suatu materi pembelajaran dengan menggunakan sarana ICT dan multimedia. Dengan menggunakan teknologi multimedia dapat memberikan ilustrasi yang menarik sehingga dapat menggugah peserta didik agar tertarik mempelajari materi elektronika dan menggunakan teknologi yang bersifat device independent, sehingga dapat diakses dengan perangkat PC, notebook, tablet, ataupun Smartphone sehingga dapat diakses secara mudah. 3. Manfaat Penelitian Pemahaman TIK ini tidak hanya menjadi tuntutan guru, tetapi juga tuntutan sekolah. Pihak sekolah juga harus menyediakan fasilitas TIK sehingga mempermudah implementasi dan interaksi antara guru dan siswa. Salah satu fasilitas yang bisa menjadi jembatan antara sekolah, guru dan siswa adalah fasilitas e-learning dan materi elektronika (materi pembelajaran non konvensional). Dengan materi elektronika ini diharapkan guru maupun siswa bahkan masyarakat dapat mengoptimalkan penggunaan ICT untuk meningkatkan pengetahuan. B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pustaka Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan beberapa referensi yang berhubungan dengan obyek penelitian. Referensi itu diambil dari penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian, diantaranya adalah : (Suryadi, 2007) yang berjudul Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran. Dalam paper ini penulis memaparkan sistem pembelajaran konvensional di sekolah kian diyakini sebagai sistem yang tidak efektif lagi. Konsep–konsep kemampuan otak, kecerdasan, dan kreativitas telah berkembang pesat dan makin menguatkan argumentasi yang ingin mengoreksi kelemahan sistem pembelajaran konvensional. Sistem pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri antara lain kelas yang tertutup di sekolah yang juga tertutup dari lingkungan sekitarnya; setting ruangan yang statis dan sangat formal; guru menjadi satu–satunya sumber ilmu dan pengetahuan bagi siswa dan mengajar secara linier; menggunakan papan tulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of knowledge; mengupayakan situasi dan kondisi belajar yang hening untuk mendapatkan konsentrasi belajar yang maksimal; menggunakan buku wajib yang cenderung menjadi satu–satunya referensi yang sah di kelas; serta model ujian dengan soal–soal pilihan ganda (multiple choices) yang hasilnya menjadi ukuran kemampuan siswa. Semua aspek dalam proses pembelajaran itu kini dinilai mengandung banyak kelemahan yang bahkan secara aggregative menjadi kontraproduktif terhadap pengembangan diri dan intelektual siswa. Tulisan ini hanya mengupas dan pembandingan kelemahan dan kelebihan antara penggunaan ICT dan tidak menggunakan ICT dalam proses pembelajaran. (Aththibby & Ishafit, 2011) mengupas tentang pemanfaatan ICT untuk membuat media pembelajaran. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa media ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran fisika pokok bahasan Hukum Newton tentang gerak untuk SMA kelas X. Penggunaan program relatif mudah dan sederhana, hanya memasukkan input (program) lalu tinggal meng-klik menggunakan mouse sehingga Output akan ditampilkan pada layar. Media ini telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria, kesesuaian media bahan ajar fisika pokok bahasan Hukum 52
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Newton. (Rahmawati & Diatmika, 2011), mengupas adanya tantangan dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis ICT dalam perkuliahan, yaitu kurangnya kemampuan dosen dan mahasiswa, kurangnya fasilitas pendukung, kurangnya dukungan teknis dan dukungan finansial. Namun, tantangan tersebut dapat diminimalisasi dengan memanfaatkan fasilitas gratis di dunia internet. Mengingat manfaatnya yang sangat besar bagi peningkatan kualitas mahasiswa pariwisata dan perhotelan, pengajar hendaknya tetap berusaha untuk mengimplementasikan pembelajaran berbasis ICT dalam perkuliahan pariwisata dan perhotelan. Makalah ini hanya mengupas dari sisi penggunaan ICT dan tidak membuat contoh pembelajaran yang berbasis ICT. (Wijanarka, 2009) Strategi pembelajaran memprogram mesin CNC dengan menggunakan software simulasi CNC terbukti lebih efektif daripada pembelajaran pemrograman yang langsung pada mesin CNC. Selain itu biaya pengadaan, perawatan, dan pembaruan program relatif murah. 2. Teori Pendukung Media Pembelajaran Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi siswa. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada siswa. Selain itu media juga harus merangsang siswa mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong untuk melakukan praktek–praktek dengan benar. Multimedia Multimedia dapat diartikan sebagai ”lebih dari satu media”. Multimedia bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara dan gambar. Namun pada bagian ini perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan kepada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media ini. Dengan demikian arti multimedia yang umumnya dikenal dewasa ini adalah berbagai macam kombinasi grafik, teks, suara, video, dan animasi. Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang secara bersama–sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan perangkat keras yang masing–masing tetap menjalankan fungsi utamanya sebagaimana biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu. Elemen –Elemen Multimedia Teks Bentuk data multimedia yang paling mudah disimpan dan dikendalikan adalah teks. Teks merupakan yang paling dekat dengan kita dan yang paling banyak kita lihat. Teks dapat membentuk kata, surat, atau narasi dalam multimedia yang menyajikan bahasa kita. Kebutuhan teks tergantung pada kegunaan aplikasi multimedia (Suyanto, 2005) Gambar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi atau pengertian gambar adalah tiruan barang ( orang, binatang, tumbuhan, dsb ) yang dibuat dengan coretan pensil dsb 53
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 pada kertas dsb. Jika kita perhatikan terdapat banyak kata “dsb” pada pendefinisian tersebut. Ini menunjukkan betapa luasnya definisi atau pengertian gambar. Gambar juga merupakan salah satu elemen dari sistem atau aplikasi yang berbasiskan multimedia, beberapa format file gambar antara lain JPG, GIF, PNG dan yang lainnya. (Anonim, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional , 2008) Suara Multimedia tanpa suara hanya disebut unimedia, bukan multimedia (Suyanto, 2005). Oleh karena itu suatu sistem atau aplikasi yang berbasiskan multimedia wajib menyertakan suara dalam sistemnya. Beberapa format file suara, yaitu MP3, DAT, MIDI, dan yang lainnya. Video Video merupakan bentuk visualisasi perpaduan antara grafik, gambar dan suara. Pada sebuah multimedia sebuah video dibutuhkan untuk menunjang kinerja dari sistem multimedia tersebut, beberapa format file audio antara lain MPG, JPG, MP4 dan yang lainnya. Animasi Animasi adalah salah satu elemen multimedia yang cukup menarik, karena animasi membuat sesuatu seolah–olah bergerak. Padahal animasi merupakan rangkaian sejumlah gambar yang ditampilkan secara bergantian. Animasi tidak hanya berguna untuk film saja, dalam dunia situs web, animasi digunakan untuk memberikan sentuhan manis pada situs, dalam dunia pendidikan animasi dapat digunakan sebagai alat bantu penjelasan agar orangorang yang diajar bisa lebih memahami maksud suatu konsep. C. Metodologi Penelitian 1. Bahan Penelitian Pembuatan materi elektronika mengacu pada materi pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas 8 SMP serta rencana pelaksanaan. Beberapa literatur yang menjadi objek penelitian diantaranya : - Buku Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), penulis Iswandari Wahyu Pratomo Siwi dan Dwi Widiyanti (Siwi & Widiyanti, 2011) - Buku Mengenal Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), penulis Budiyanto (Budiyanto & Mauliana, 2010) - Buku Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), penulis Lusi Endang (Endang & Pratama, 2009) - Buku Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), penulis Dikky Kurnia dan Dina Riska Lestari (Kurnia & Lestari, 2010) - Buku Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), (Subagja & Suryani, 2010) - Kota Yogyakarta Tempo Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, penulis Abdurrachman Surjomihardjo (Surjomihardjo, 2008) 2. Alat Penelitian Perangkat Keras (Hardware) Laptop dengan spesifikasi (merek Compaq CQ40 –324 TU, Prosesor Intel™ Core™2 Duo CPU T6400 @ 2.00GHz, RAM 1 GB DDR2, Harddisk 320 GB) Perangkat Lunak(Software) a. e-Learning XHTML editor (eXe) b. Browser Mozilla c. Camtasia d. Snagit e. Ispring 54
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 3. Disain dan Pendekatan Penelitian Pengembangan materi elektronika mengacu pada sumber pembelajaran konvensional, buku dan rancangan pembelajaran mata pelajaran ICT SMP tetap menjadi acuan utama. Pengembangan materi elektronika yang terdiri atas 6 (enam) tahapan, yaitu: a) tahap analisis, b) tahap perancangan, c) tahap pengembangan, d) tahap penyampaian, e) tahap evaluasi, dan f) tahap pemeliharaan. Kedalaman masing–masing tahapan ini dapat disesuaikan dengan kepentingan pengembang materi elektronika yang disesuaikan dengan tujuan penyajian materi elektronika. Keenam tahapan ini memuat karakteristik unik dalam merealisasikan materi elektronika berbasis objek pembelajaran. (Anonim, 2012) Gambar 1 merupakan gambaran proses pembuatan materi elektronika.
Gambar 1 Prosedur Pengembangan materi elektronika Perancangan Menu Perancangan menu digunakan sebagai salah satu cara untuk memperjelas alur dan bagian-bagian dari suatu menu aplikasi. Adapun hirarki pada aplikasi ini adalah sebagai berikut (gambar 2 dan gambar 3):
55
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Sejarah Kota Yogyakarta
Sejarah Berdirinya Kota Yogyakarta
Arti dan Lambang Kota Yogyakarta
Perjanjian Gianti
Perundingan pembagian kerajaan Mataram
Pusat pemerintahan
Pasca kemerdekaan
Tugu
Kraton
Bangunan Bersejarah
Berdirinya Kota Yogyakarta
Pasar Beringharjo
Kali Code
Gambar 2 Hirarki menu utama Sejarah Kota Yogyakarta Menu Utama
Pengenalan MS Word
Contoh Aplikasi
Membuat Dokumen
Editor
Menyimpan Dokumen
Mencetak
Membuka Dokumen
Font
Spasi
Tata Letak Kertas
Gambar 3 Hirarki menu utama Perancangan Konten Rancangan konten dibuat dengan mengoptimalkan video, audio serta petunjuk yang bertujuan agar pengguna dapat memahami materi. Gambar 4 merupakan rancangan secara umum dari tampilan awal materi elektronika.
56
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Menu 1 Menu 2 Menu 3 Menu 4 Menu 5 Menu 6 Menu 7 Menu 8 …….
HEADER
VIDEO TUTORIAL
Gambar 4. Storyboard perancangan materi elektronika Storyboard Tutorial Video Dalam perancangan tutorial video untuk memudahkan pengguna dalam menggunakan materi elektronika setiap tutorial video akan didesain dengan dilengkapi (gambar 5 ) : Judul tutorial video Suara narasi yang disesuaikan dengan tampilan video Callout/ animasi yang menjelaskan tampilan video
Menu 1
HEADER
JUDUL TUTORIAL Gambar 5. Storyboard perancangan video Implementasi konten yang berbasis video dan dilengkapi dengan suara dan petunjuk tutorial dengan camtasia (Gambar 6) dan proses penggabungan menggunakan eXe. Gambar 7 penggunaan eXe untuk penggabungan semua materi.
57
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Setting callout/ petunjuk tutorial
Content materi
Setting audio
Gambar 6. Implementasi materi elektronika camtasia
Gambar 7. Implementasi materi elektronika dengan eXe D. Hasil Penelitian 1. Tampilan Aplikasi Manajemen Folder Hasil dari proses dari penggabungan materi dengan software eXe menghasilkan beberapa jenis file, yaitu - File CSS - File HTML - File video - File gambar Untuk mempermudah penyimpanan file, semua file hasil penggabungan disimpan dalam satu folder, yaitu ICT dan untuk proses menjalankan aplikasi dilakukan dengan memilih file index.html yang ada di folder ICT (gambar 8)
58
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar
8. Manajemen Folder
Tampilan Awal Aplikasi Di bawah ini merupakan tampilan awal ketika user membuka materi elektronika. Pembelajaran Microsoft Word. Tampilan terdiri dari tiga bagian, bagian yaitu : header, menu pilihan (link)) dan halaman konten. Gambar 9 merupakan tampilan awal dari aplikasi materi Microsot Word dan gambar 10 tampilan awal pembelajaran sejarah kota Yogyakarta.
Menu utama
Link yang dapat diplih uyamameuuatam
Konten pembelajaran
Gambar 9. Tampilan awal al aplikasi materi elektronika Microsoft Word
59
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 10. Tampilan awal aplikasi materi elektronika sejarah kota Yogyakarta Pada menu utama terdiri dari beberapa frame, yaitu - Header : merupakan tampilan kop - Menu : digunakan untuk membuat daftar menu yang akan digunakan menampilkan materi sesuai pilihan menu - Konten : tempat untuk menampilkan video atau materi pembelajaran Tampilan Menu utama Menu utama digunakan untuk menentukan link/ sub menu yang akan dipilih. Susunan menu dibuat berdasarkan tingkat kesulitan sehingga pengguna dapat mempelajari dari submenu awal sampai submenu paling akhir. Dengan adanya sub menu ini pengguna dapat menentukan bagian sub menu yang akan dipelajari. Gambar 11 merupakan sub menu yang ada di bagian menu utama.
Gambar 11 Tampilan menu utama materi elektronika Microsoft Word dan sejarah Yogyakarta Materi Konten Materi elektronika yang dikembangkan adalah materi Microsoft Word dan materi sejarah kota Yogyakarta. Konten materi elektronika Microsoft Word berisi penjelasan menggunakan Microsoft Word. Dalam konten ini proses pembelajaran sudah menggunakan 60
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 video. Dengan video proses pembelajaran lebih interaktif dan pengguna dapat melihat tutorial secara visual. Tampilan video di samping berisi penjelasan secara visual juga dilengkapi dengan suara, callout dan keterangan penjelas. Gambar 13–15 merupakan gambaran tampilan tutorial berbasis video yang dilengkapi dengan penjelasan–penjelasan dan materi elektronika sejarah kota Yogyakarta bersisi tentang arti dan lambang kota Yogyakarta, sejarah kota Yogyakarta serta contoh tempat bersejarah di kota Yogyakarta. Gambar 16–20, merupakan tampilan materi elektronika sejarah kota Yogyakarta.
Gambar 13 Tampilan awal tutorial berbasis video tutorial
Gambar 14. Tampilan awal video tutorial
Gambar 15 Penambahan callout dalam video tutorial
Gambar 16. Materi Arti dan Lambang kota Yogyakarta
Gambar 17. Materi Perjanjian Gianti
Gambar 18. Materi Perundingan Pembagian Kerajaan Mataram
Gambar 19. Materi Pasar Beringharjo
Gambar 20. Materi Sejarah Tugu
61
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan : a. Materi elektronika dapat dijadikan sebagai alternatif media pembelajaran. b. Materi elektronika Microsoft Word dan materi elektronika sejarah kota Yogyakarta dilengkapi multimedia sehingga proses pembelajaran lebih interaktif c. Materi elektronika Microsoft Word dapat menjadi dasar visualisasi praktikum dan pada saat di laboratorium. Siswa dapat lebih memahami proses praktikumnya atau proses pembelajaran Microsoft Word d. Materi elektronika dijalankan dengan menggunakan browser, sehingga proses menjalankan aplikasi dapat dilakukan secara offline maupun online. 2. Saran Adapun kelemahan dari program yang dibuat adalah aplikasi ini hanya membahas sebagian materi TIK kelas 8 SMP, khususnya hanya membahas dasar–dasar Microsoft Word. Masih banyak materi TIK yang belum dikemas seperti dasar–dasar komputer, Microsoft Excel dan lainnya. Mengingat salah satu kelemahan dari materi elektronika berbasis multimedia adalah ukuran file yang besar terutama video, materi lain dari pelajaran TIK dapat dikemas dengan e-materi yang lain, seperti materi elektronika dasar–dasar TIK, materi elektronika Microsoft Excel dan lainnya. Materi elektronika sejarah kota Yogyakarta belum membahas sejarah budaya yang ada di Yogyakarta, sehingga perlu dilengkapi dengan materi sejarah budaya. 3. Rekomendasi Hasil penelitian ini sudah di upload di internet sehingga masyarakat umum terutama siswa SMP dapat mendownload materi dan menjadi salah satu alternatif dalam proses pembelajaran. Link untuk mengakses Materi elektronika Sejarah kota Yogyakarta : http://elista.akprind.ac.id/fti/sejarah_kota/ Materi elektronika Microsoft Word : http://elista.akprind.ac.id/fti/ict/ Agar ketersediaan materi elektronika ini dapat diketahui secara umum, perlu adanya dukungan dari Pemerintah terutama Dinas Pendidikan dalam hal proses sosialisasi ke masyarakat terutama masyarakat sekolah (guru dan siswa) serta dorongan kepada guru untuk selalu mengembangkan materi elektronika serta mempublikasikan sehingga dapat diakses secara luas. Daftar Pustaka Anonim. (2008). Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional . Retrieved 8 20, 2013, from http://bahasa.kemdiknas.go.id: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Anonim. (2012). Pedoman Pengembangan e-materi. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswa - DIKTI-Kemdikbud. Anonim. (n.d.). SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Retrieved 8 10, 2013, from http://elearning.smpmugayogya.sch.id/: http://e-learning.smpmugayogya.sch.id/ Aththibby, A. R., & Ishafit. (2011). Perancangan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Animasi. ISBN: 978-979-99314-5-0.Hal. F-81-F84 . Budiyanto, I. B., & Mauliana, R. P. (2010). Mengenal Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. Endang, L., & Pratama, B. (2009). Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Kementerian Negara Riset dan Teknologi,. Kurnia, D., & Lestari, D. R. (2010). Buku Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8). Jakarta: Pusta Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional. 62
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Rahmawati, P. I., & Diatmika, I. P. (2011). Pembelajaran berbasis ict dalam perkuliahan jurusan pariwisata dan perhotelan: peran, peluang, dan tantangannya. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 44, Nomor 1-3, April 2011 , 93-100. Siwi, I. W., & Widiyanti, D. (2010). Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Penerbit CV. Swadaya Murni Latief. (2011, Maret 29). Kompas. Retrieved Agustus 20, 2013, from http://edukasi.kompas.com/ : http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/29/10312454/Soal.ELearning.Contohlah.Yogyakarta Subagja, H., & Suryani, L. (2010). Teknologi Informasi dan Komunikasi (SMP kelas 8), . Jakarta: Pusat Pembukuan, Kementrian Pendidikan Nasional. Surjomihardjo, A. (2008). Kota Yogyakarta Tempo Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930. Yogyakarta: Penerbit Komunitas Bambu. Suryadi, A. (2007). PEMANFAATAN ICT DALAM PEMBELAJARAN. Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 83-98. Suyanto, M. (2005). Multimedia Alat untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wijanarka, :. B. (2009). Peranan TIK dalam Pengembangan Materi Ajar dan Strategi Pembelajaran . Makalah Seminar Nasional Penerapan ICT dalam Pembelajaran, 25 Juli 2009, PHK-I UNY.ISBN: 978-979-562-024-2. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
63
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 SISTEM INFORMASI BERBASIS GEOGRAFI UNTUK PENDUKUNG PROMOSI WISATA BUDAYA DI KOTA YOGYAKARTA ( Oleh : Rochmad Haryanto, Muhammad Sholeh ) Abstract The number of locations that a lot of cultural tourism in Yogyakarta has the potential to be developed and utilized positively, including exploited for tourism purposes. In addition, cultural and historical tourist sites can be used as an important cargo in the areas of cultural development of integrated and strategic area of cultural heritage conservation in the city of Yogyakarta. In an effort to inform the public of the existence of this historical tourist sites, the need for presentation of information using the internet. The existence of Internet-based information for travelers to be something very important, especially information related to tourist sites as well as information on attractions. In this application the information presented includes information from a mainly tourist attractions and cultural history, the location-based tourist attractions map, photo gallery, and the route that can be taken to the location of a particular point. In this study was built based application that can display the geographical location of the travel show in map form. This application is developed by using, databases: MySQL, Apache web server, Google MAP functions, and PHP programming language. Keywords: information, tourism, culture, application A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Di wilayah Kota Yogyakarta terdapat berbagai daerah kunjungan wisata yang menjadi target kunjungan wisatawan terutama kunjungan wisata budaya. Daerah kunjungan tersebut diantaranya adalah Kraton Yogyakarta yang merupakan salah satu objek wisata sejarah Yogyakarta yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan dalam maupun luar negeri. Di samping Kraton masih banyak tempat wisata lain yang berbasis budaya, diantaranya : Museum Sonobudoyo merupakan museum budaya yang lengkap setelah Museum Pusat Jakarta. Terletak di sisi barat laut alun–alun utara Yogyakarta. Museum yang juga merupakan sarana pendidikan, khususnya dalam bidang seni–budaya dan kepurbakalaan. Vredeburg Di pusat kota, di depan Gedung Agung (bekas istana Presiden RI di zaman Yogyakarta menjadi ibukota Negara tahun 1946), di belakang Monumen Serangan Umum 1 Maret terletak sebuah benteng kuno, Vredeburg. Benteng ini sengaja didirikan oleh penjajah Belanda untuk mengamankan pemerintahannya dengan seorang Gubernur Hindia Belanda yang bertempat tinggal di Gedung Gubernuran (Gedung Agung sekarang). Gedung Agung Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung Selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
64
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Tugu dan lainnya Angka kunjungan wisatawan di Kota Yogyakarta pada tahun 2012 sebanyak 4.084.303 (Anonim, 2012) dan angka wisatawan setiap tahun mengalami kenaikan dan tentunya diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan. Sebagai upaya untuk mendukung publikasi atau promosi, banyak cara yang sudah ditempuh baik melalui Pemerintah ataupun pihak swasta. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan promosi melalui internet. Dari hasil pemantauan website yang mempromosikan potensi wisata budaya di Yogyakarta sudah banyak, tetapi informasi lebih banyak berbasis teks dan gambar, sehingga dalam penelitian ini akan dibuat informasi berbasis internet dan dalam informasi tersebut dilengkapi dengan sistem informasi geografis yang menunjukkan arah dan tempat menuju wisata budaya tersebut. Gambar 1, salah satu contoh promosi wisata di kota Yogyakarta.
Gambar 1. Website Wisata (Anonim, 2013) 2. Tujuan Penelitian Pengembangan sistem informasi geografi ini bertujuan : a. Menciptakan suatu sistem informasi berbasis geografi yang menginformasikan wilayah potensi budaya yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja, b. Menyajikan informasi lokasi wisata budaya dengan teks dan gambar, sehingga pengguna mendapatkan gambaran dari suatu lokasi wisata budaya, c. Menyajikan informasi lokasi wisata budaya dengan dilengkapi peta dan rute untuk menuju lokasi dari titik tertentu. 3. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari pengembangan sistem informasi ini, yaitu : a. Dengan adanya fasilitas sistem informasi geografi ini, pengguna mendapatkan gambaran lokasi wisata tidak hanya teks atau gambar tetapi dapat mengetahui lokasi wisata berbasis peta serta arah yang harus dilalui untuk menuju lokasi. b. Menjadi salah satu bentuk promosi wisata yang dapat diakses melalui internet.
65
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 B. Tinjauan Pustaka 1. Website Pariwisata Beberapa referensi yang terkait dengan website pariwisata baik yang dikelola Pemerintah maupun swasta menjadi rujukan dalam penelitian ini. Website tersebut diantaranya : http://pariwisata.jogjakota.go.id Dalam website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta ini (gambar 2) informasi disajikan dalam bentuk teks. Kekurangan dengan informasi berbasis teks diantaranya pengunjung website tidak mendapatkan gambaran lokasi wisata tersebut berada, gambaran secara visual hanya tersaji dalam bentuk gambar.
Gambar 2. Website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta (Anonim, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Yogyakarta, 2007) http://potensiwisata.bantulkab.go.id Salah satu referensi dalam penelitian ini yang menggunakan fasilitas peta interaktif adalah website wisata kabupaten Bantul (gambar 3). Kekurangan dari website ini, tidaknya ini tidak adanya fasilitas untuk mencari wisata pada suatu titik lokasi. Informasi yang menampilkan peta lokasi wisata ditampilkan berdasarkan wilayah kecamatan. Dengan tampilan informasi berdasar kecamatan ini, tentunya dalam mencari suatu lokasi wisata, harus mengetahui lokasi wisata tersebut berada dalam wilayah kecamatan.
Gambar 3 Website wisata dan kuliner Kabupaten Bantul (Anonim, Kabupaten Bantul, 2012) 2. Hasil Penelitian/paper Referensi yang berhubungan dengan hasil penelitian atau paper diantaranya penelitian atau paper yang berhubungan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian atau paper yang menjadi referensi diantaranya : (Agus, 2013) mengupas tentang pemanfaatan Google Maps dalam implementasi sistem informasi geografi untuk menyajikan informasi wisata khususnya di wilayah Bali. Dalam aplikasi yang dibangun di samping menampilkan lokasi–lokasi wisata di Bali 66
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 juga menyajikan informasi rute menuju suatu lokasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa Google Maps dapat digunakan untuk mengimplementasikan sistem informasi geografis.
Gambar 4. Hasil peta wisata di Bali (Danny Manongga, 2009) membahas tentang penyediaan informasi berbasis sistem informasi geografis (SIG), informasi disajikan dan ditampilkan dalam bentuk peta. Peta terdiri dari data dan deskripsi tentang data. SIG dapat menyediakan informasi seperti hotel, restoran, tempat wisata, bank dan lainnya, jalan yang menghubungkan tempat– tempat tersebut, maupun deskripsi tentang tempat dan jalan. Sistem diimplementasikan di kota Semarang, dengan menyediakan tools untuk searching dan informasi tentang fasilitas wisata beserta foto untuk wisatawan. Dengan kemampuan SIG, wisatawan mempunyai panduan untuk membantu perjalanan di Semarang.
Gambar 5 . Hasil Pencarian Lokasi Tempat (Danny Manongga, 2009) 3. Teori Pendukung Cara Kerja Google Maps Google Maps dibuat dengan menggunakan kombinasi dari gambar peta, database, serta objek–objek yang interaktif yang dibuat dengan bahasa pemrograman HTML, Javascript dan AJAX, dan beberapa bahasa pemrograman lainnya. Gambar–gambar peta yang muncul pada layar merupakan hasil komunikasi dari pengguna dengan database pada web server google untuk menampilkan gabungan dari potongan–potongan gambar yang diminta. Keseluruhan citra yang ada diintegrasikan ke dalam suatu database pada Google Server, yang nantinya akan dapat dipanggil sesuai kebutuhan permintaan. Bagian–bagian gambar map merupakan gabungan dari gambar–gambar yang berukuran 256 x 256 pixel. Tiap–tiap 256 x 256 tile mewakili gambar tertentu dalam longitude, latitude dan zoom level tertentu. (Map, et al., 2013)
67
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Google Maps Application Programming Interface (API) Bahasa pemrograman dari Google Maps yang hanya terdiri dari HTML dan Javascript, memungkinkan untuk menampilkan Google Maps di website lain. Kustomisasi dari aplikasi ini dimungkinkan dengan disediakannya client-side scripts dan server-side hooks. Google Maps Application Programming Interface (API) merupakan suatu fitur aplikasi yang dikeluarkan oleh Google untuk memfasilitasi pengguna yang ingin mengintegrasikan Google Maps ke dalam website masing-masing dengan menampilkan data point milik sendiri. Dengan menggunakan Google Maps API, Google Maps dapat di– embed pada website eksternal. Agar aplikasi Google Maps dapat muncul di website tertentu, diperlukan adanya API key. API key merupakan kode unik yang digenerasikan oleh Google untuk suatu website tertentu, agar server Google Maps dapat mengenali, namun untuk Google Maps API versi 3 sudah tidak membutuhkan API key, sehingga mempermudah untuk menggunakan Google Maps API, dan pada versi ini juga terdapat beberapa perbedaan sintaks dari kode yang digunakan. C. Metodologi Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini langsung pada objek yang diteliti, yaitu objek wisata budaya yang terdapat di kota Yogyakarta diantaranya : - Kraton - Sasana Hinggil - Masjid Selo - Istana Gedung Agung - Masjid Gedhe Kauman - Pura Pakualaman - Tamansari - dan lainnya 2. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa wisata budaya yang ada di kota Yogyakarta berikut sarana prasarana, peta atau nilai lebih dari tiap–tiap wisata budaya. 3. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak). Perangkat Keras (Hardware) a. Laptop dengan spesifikasi (merek Compaq CQ40 – 324 TU, Prosesor Intel™ Core™2 Duo CPU T6400 @ 2.00GHz, RAM 1 GB DDR2, Harddisk 320 GB) b. Handphone dengan spesifikasi (model NX-A890 Journey, resolusi layar 480 x 320 pixel, sistem operasi android 2.2 froyo) Perangkat Lunak (Software) a. Sistem operasi Windows 7 b. Paket aplikasi pada program XAMPP : - Webserver : Apache/2.2.14 - Bahasa Pemrograman : PHP 5.3.2-1 c. Basis Data : MySQL d. Web Browser : Mozilla Firefox 3.6.3, Opera Mobile e. Google Maps API sebagai map server
68
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Dalam pembuatan sistem informasi yang menggunakan fasilitas Google Maps, di samping informasi dari wisata serta gambar, hal lain yang menjadi dasar dalam pembuatan aplikasi adalah posisi lintang dan bujur dari lokasi wisata. Berdasar kebutuhan data di atas, alur kerangka penelitian disajikan dalam gambar 6.
Gambar 6. Alur kerangka penelitian
69
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 D. Hasil Penelitian 1. Hasil Perancangan Basis Data Tabel Kecamatan Tabel kecamatan digunakan untuk menyimpan data-data yang terkait dengan nama kecamatan dan posisi latitude dan longitude. Tabel 1. Merupakan hasil perancangan basis data kecamatan. Tabel 1. Struktur tabel kecamatan Field Type int(5) id_kecamatan nama_kec char(52) Lat double Lng double enum('bantul', 'yogyakarta,’Sleman’,’Kulon progo’,’Gunung daerah Kidul’') Tabel Wisata Tabel wisata digunakan untuk menyimpan data–data yang terkait dengan data–data wisata. Dalam tabel ini akan disimpan nama wisata, penjelasan dari tempat wisata serta posisi latitude dan longitude. Tabel 2. Struktur tabel wisata Field Type Null Default int(5) No id_wisata id_kecamatan int(5) No id_kategori int(5) No id_album int(5) No nama_wisata varchar(100) No alamat tinytext No kontak varchar(30) No dekripsi text No lat double No lng double No Tabel Album Tabel Album digunakan untuk menyimpan data–data yang terkait dengan foto dari lokasi wisata. Tabel 3 Merupakan hasil perancangan basis data wisata Tabel 3. Struktur Tabel Album Field Type Null Default int(5) No id_album id_kecamatan int(5) No jdl_album varchar(100) No gbr_album varchar(100) No aktif enum('Y', 'N') No Y
70
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Tabel Gallery Tabel gallery digunakan untuk menyimpan gambar–gambar yang terkait dengan lokasi wisata. Tabel 4.Merupakan hasil perancangan basis Tabel 4. Struktur Tabel Gallery Field Type Null Default int(5) No id_gallery id_album int(5) No id_kecamatan int(5) No jdl_gallery varchar(100) No keterangan Text No gbr_gallery varchar(100) No 2. Titik lokasi latitude dan longitude Pengolahan data yang memerlukan kecermatan tinggi adalah proses pencarian titik lokasi (latitude dan longitude) dari suatu lokasi wisata. Dalam melakukan validasi data latitude dan longitude ini, dapat menggunakan website here.com
Gambar 7. Website untuk mencari lokasi latitude dan longitude suatu daerah (Anonim, 2008) 3. Pengujian sistem Dalam pengembangan sistem, hasil akhir dari pengembangan harus dilakukan pengujian sistem. Dalam pengujian sistem ini dilakukan pengujian–pengujian diantaranya: a. Pengujian basis data Dalam pengujian/validasi ini dilakukan proses pengecekan apakah jumlah medan field yang sudah ditentukan dapat menyimpan data–data yang dimasukkan. Dalam desain basis data semua lebar field sudah dapat menampung semua data yang dimasukkan.
71
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 b. Pengujian proses penyimpanan Dalam pengujian ini dilakukan proses pengecekan apakah proses pemasukan data sudah tersimpan dalam basis data dan tidak ada data yang terpotong. c. Pengujian aplikasi Validasi dari sisi pengguna dilakukan agar pengguna dapat menjalankan aplikasi tanpa adanya bimbingan atau petunjuk. Validasi menu harus dicek, agar menu pilihan benar–benar berisi informasi yang sesuai dengan kalimat yang ada di menu, demikian juga informasi yang ditampilkan harus sesuai dengan menu yang dipilih pengguna. Dalam validasi ini sudah dilakukan pengecekan, semua link akan menampilkan informasi sesuai nama link. 1. Tampilan Aplikasi Halaman Home Merupakan halaman utama atau halaman pertama kali muncul ketika seseorang mengakses website lokasi wisata budaya dan sejarah kota Yogyakarta. Melalui halaman depan ini pengaksesan bisa dilakukan ke halaman lain melalui link–link yang ada. Tampilan depan akan menampilkan objek singkat dari lokasi wisata Gambar 8 merupakan tampilan utama dari sistem, untuk melihat informasi detail dari suatu lokasi wisata, pengguna dapat melakukan klik pada nama lokasi yang diinginkan. Gambar 9 merupakan hasil jika dilakukan pemilihan lokasi wisata Sasana Hinggil. Informasi yang ditampilkan dari suatu lokasi wisata budaya adalah : 1. Informasi/ narasi dari lokasi wisata 2. Gambar galeri 3. Peta lokasi wisata 4. Rute menuju lokasi wisata dari suatu titik yang diinginkan pengguna
Gambar 8. Tampilan menu utama pengguna
72
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Peta Lokasi Di samping menginformasikan lokasi wisata dalam bentuk teks dan gambar (gambar 10), aplikasi juga menampilkan peta dimana lokasi wisata berada serta daerah di sekitar lokasi (gambar 9). Dengan adanya peta ini, tentunya informasi lebih menarik dan mempermudah pengunjung untuk menuju lokasi wisata.
Peta lokasi wisata
Gambar 9. Posisi lokasi wisata
Galeri foto lokasi wisata
Narasi dari lokasi wisata
Gambar 10. Deskripsi lokasi wisata Rute Menuju Lokasi Agar mempermudah pengguna menuju lokasi wisata, dalam penelitian ini, aplikasi yang dikembangkan dilengkapi dengan fasilitas untuk menuju lokasi wisata dari suatu titik tertentu. Proses penggunaan fasilitas ini, pertama harus dimasukkan lokasi awal dari proses pencarian rute (gambar 11). Hasil dari pencarian ini akan ditampilkan rute menuju lokasi dalam bentuk garis jalan di peta serta perkiraan nama jalan untuk menuju lokasi wisata (gambar 11).
73
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Titik awal pencarian rute
Gambar 11. Pencarian rute
Nama jalan menuju lokasi
Hasil rute menuju lokasi Gambar 12. Rute menuju lokasi
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan, uraian pada bab–bab sebelumnya dan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Dengan adanya sistem informasi ini dapat menampilkan informasi mengenai lokasi wisata di kota Yogyakarta, sehingga dapat mempermudah pengunjung untuk mengetahui informasi sebelum melakukan kunjungan wisata. b. Informasi disajikan secara interaktif dengan dilengkapi dengan data berupa teks, gambar serta peta lokasi. c. Dengan adanya peta lokasi dan rute untuk menuju lokasi, akan mempermudah pengunjung menuju lokasi wisata sehingga tidak melakukan pencarian rute. d. Sistem informasi dibangun berbasis website, sehingga dapat diakses dimana saja dan kapan saja dengan menggunakan fasilitas internet.
74
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 2. Saran Adapun saran-saran yang bisa diberikan adalah pada pengembangan Sistem Informasi ini diantaranya : a. Aplikasi dilengkapi informasi cagar budaya yang ada di kota Yogyakarta. b. Aplikasi dilengkapi dengan aplikasi multimedia (video) atau adanya fasilitas untuk dapat mengunduh video sehingga tidak membebani jalur internet. c. Informasi sarana dan prasarana dapat ditambahkan dalam aplikasi, sehingga pengunjung dapat mengetahui potensi wisata yang ada di lokasi wisata. d. Informasi wisata atau pasar wisata yang ada di sekitar lokasi wisata dapat ditambahkan sehingga pengunjung dapat mengetahui potensi wisata lain yang ada di sekitar lokasi wisata yang dilihat. 3. Rekomendasi Hasil akhir dari penelitian ini adalah website yang menginformasikan potensi wisata budaya di kota Yogyakarta. Informasi yang ditampilkan berbasis peta, sehingga pengunjung dapat mengetahui tempat wisata dengan informasi peta serta moda transportasi yang dapat digunakan menuju lokasi. Daftar Pustaka Agus, S. N. (2013). Design And Implementation Of Geographic Information System On Tourism Guide Using Web-Based Google Maps . IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 10, Issue 1, No 2 . Anonim. (2012). Statistik Kepariwisataan 2012. Yogyakarta: Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Anonim. (2010). Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Barat. Retrieved 7 10, 2013, from http://disbudpar.kalbarprov.go.id/ : http://disbudpar.kalbarprov.go.id/petawisata.html Anonim. (2007). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Yogyakarta. Retrieved 8 02, 2013, from http://pariwisata.jogjakota.go.id/: http://pariwisata.jogjakota.go.id/index/extra.arsip/2 Anonim. (2008). Here. Retrieved 8 25, 2013, from www.here.com: http://here.com/7.8082266,110.3623643,15,0,0,normal.day Anonim. (2012). Kabupaten Bantul. Retrieved 7 20, 2013, from www.bantulkab.go.id: potensiwisata.bantulkab.go.id Danny Manongga, S. P. (2009). Sistem Informasi Geografis Untuk Perjalanan Wisata Di Kota Semarang. JURNAL INFORMATIKA VOL. 10, NO. 1, MEI 2009 http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/inf , 1-9. Dulbahri. (1993). Sistem Informasi Geografis. Jakarta: PT. Gramedia. Ekadinata, A. (2008). Sistem Informasi Geografis Untuk Pengolahan Bentang Lahan berbasis Sumber Daya Alam. Bandung: ICRAF. Elcom. (2010). Hebatnya Google Maps Dan Pintarnya Google Street. Yogyakarta: Penerbit Andi . Map, G., & Map, G. (2013, Januari 10). https://maps.google.com/. Prahasta, E. (2007). Sistem Informasi Geografis: Membangun Aplikasi Web-based Geografis Information System Dengan Map Server. Informatika. Purvis, M. (2006). Beginning Google Maps Applications with PHP and Ajax. Apress , United States.
75
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PEMBUATAN SUIR LITSANG IJO ( Oleh : Bambang Kusmartono, Prastyono Eko Pambudi, Merita Ika Wijayati) Abstract Suir litsang-ijo research is expected to utilize green waste banana peel kepok in central areas of banana chips industry by studying the effect of the banana peel formulations kepok milk with green beans in terms of the level of nutritional value and optimal conditions. Kepok banana skin which is one of the waste that is relatively abundant in Indonesia and has not been utilized optimally is proved to have adequate nutrients as milk meet. The content of the banana peel is a carbohydrate that is dominant at 18.5 %, followed by the content of other nutrients, including vitamin C, vitamin B, calcium, protein and fat. Formulation of a banana skin with green beans as milk, is one way to increase the nutritional value of the milk, especially protein. Green bean itself is a food that comes from beans that can be classified as almost perfect source of protein . Milk is directed as a vegetable alternative to milk and soy milk is intended to improve the nutritional intake of children - it needs to be reviewed Indonesian children the nutritional value of the end of the most optimum. In this study, used some nutritional parameters, namely proteins, carbohydrates, fats, and amino acids. To know the optimum condition of the used variable ratio and time. As evident from the research results that the optimum ratio of banana skin with green beans as much as 2 : 1 and the time for 30 minutes with a carbohydrate content of 12.14 %, protein content of 8.83 % and 0.12% fat content. It can be concluded milk banana skin - enough green beans meet the nutritional value for human consumption. Keywords : banana peels, nutrition, vegetable protein A. Pendahuluan Dewasa ini, rendahnya tingkat gizi masyarakat Indonesia terutama masyarakat golongan menengah ke bawah menjadi masalah yang cukup memprihatinkan bagi pemerintah, para pengamat kesehatan serta kalangan luas. Selain mempengaruhi penurunan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia hal ini juga berpengaruh pada menurunnya tingkat kecerdasan bangsa Indonesia khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa. Adapun hal yang membuat lebih memprihatikan lagi adalah permasalahan ini sebenarnya dapat dicegah dengan tindakan yang cukup mudah, yaitu dengan pemberian gizi yang cukup terutama pada usia pertumbuhan. Karena menurut Soekirman (2002) dan para ahli, penyebab terbesar terjadinya gizi buruk adalah kurangnya asupan mikro/makro nutrien yang penting bagi tubuh. Apakah itu semua karena kelemahan masyarakat sendiri, karena kurang adanya pemahaman dengan berbagai saran dari pemerintah. Atau karena tingkat ekonomi masyarakat sendiri yang cukup terbatas untuk memenuhi gizi mereka sendiri. Dari uraian permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa seharusnya dilakukan pemecahan masalah yang menangani masalah tersebut sampai pada pemicunya, yaitu lemahnya faktor ekonomi. Maka dari itu, melalui program ini kami harapkan dapat sedikit membantu menyelesaikan permasalahan gizi buruk tersebut melalui pengolahan limbah pertanian Indonesia sebagai produk alternatif yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Indonesia, yang juga merupakan salah satu negara yang cukup dikenal sebagai penghasil pisang terbesar di Asia ini mengalami kesulitan dalam pengolahan limbahnya. Padahal, menurut Besse (2002 : 2) jumlah dari kulit buah pisang cukup banyak, yaitu kira 76
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 –kira sekitar 1/3 bagian dari buah pisang yang belum dikupas tentu ini merupakan jumlah yang cukup banyak. Belakangan ini diketahui limbah kulit pisang sebagai limbah hasil pertanian ini ternyata memiliki kandungan gizi yang hampir serupa dengan kandungan gizi susu sapi. Padahal selama ini pemanfaatannya sendiri kurang maksimal atau lebih sering dibuang hanya sebagai sampah. Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan, asupan gizi dalam kulit pisang ini meskipun hampir serupa dengan susu sapi ternyata belum mencukupi bila dikonsumsi sebagai susu. Maka dari itu, untuk salah satu usaha untuk meningkatkan kandungan protein kulit pisang ini adalah dengan mengkombinasikan kulit pisang dengan kacang hijau. Dimana, kacang hijau merupakan bahan pangan yang berasal dari kacang– kacangan yang dapat digolongkan sebagai sumber protein hampir sempurna (Moehji, S; 1982). Menurut Moehji, S (1982) pula, bahwa penggabungan beberapa bahan pangan akan dapat melengkapi kandungan asam aminonya dan juga zat gizi lainnya. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan dengan mengkombinasikan kulit pisang dan kacang hijau sebagai susu kulit pisang kacang hijau. Hal ini karena susu merupakan produk yang banyak disenangi oleh anak–anak dan balita. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji masalah atau efek yang ditimbulkan dari kombinasi kulit pisang dan kacang hijau, serta menentukan formulasi antara kulit pisang dan kacang hijau yang tepat sehingga dapat menghasilkan susu kulit pisang kacang hijau berkualitas tinggi. B. Tujuan dan Manfaat 1. Menginformasikan kepada masyarakat bahwa tidah hanya kedelai saja yang mampu dijadikan bahan alternatif pembuatan susu, tetapi kulit pisang pun juga mampu dijadikan susu dengan penambahan kandungan gizi melalui formulasi dengan kacang hijau yang tidak kalah baik gizinya dibandingkan susu yang terbuat dari kedelai ataupun susu sapi. 2. Memanfaatkan limbah buah pisang secara optimal yang semula tidak berdaya guna menjadi lebih berdaya guna tinggi. C. Tinjauan Pustaka Kulit Pisang Pada industri pengolahan buah pisang, kulit pisang merupakan limbah padat yang biasanya tidak dimanfaatkan. Adapun komposisi kulit pisang antara lain : air (68,9%) Karbohidrat (18,5%). Fungsi utama karbohidrat adalah sumber energi. Adapun fungsi karbohidrat lainnya adalah sebagai pemberi rasa manis pada makanan, menghemat penggunaan protein, mengatur metabolisme, dan membantu pengeluaran feses. Vitamin C Vitamin C berperan membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya. Vitamin C juga bekerja sebagai antioksidan, membentuk kolagen, dan membentuk struktur protein serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi. Vitamin B Thiamin ( Vitamin B1 ) Thiamin merupakan bagian dari TPP, yaitu koenzim yang dibutuhkan untuk metabolisme energi. Sistem saraf dan otot tergantung pada thiamin. Riboflavin ( Vitamin B2 ) dan Niacin ( B3 ) Riboflavin berfungsi sebagai koenzim. Riboflavin membantu enzim untuk menghasilkan energi dari nutrisi penting untuk tubuh manusia. Adapun niacin memiliki keunikan di antara vitamin B yang lain karena tubuh dapat membentuknya dari asam amino tritophan. Niacin membantu kesehatan kulit, sistem saraf, dan sistem pencernaan. 77
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Vitamin B6 dan Vitamin B12 Vitamin B6 berperan dalam metabolisme asam amino dan asam lemak. Selain itu juga berperan dalan produksi sel darah merah. Sedangkan B12 berperan penting dalam pembelahan sel yang berlangsung dengan cepat. Vitamin B12 juga memelihara lapisan yang mengelilingi dan melindungi serat saraf dan mendorong pertumbuhan normalnya. Kalsium Kalsium memiliki fungsi untuk pembentukan serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat, mencegah osteoporosis, membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka. Protein Protein memiliki fungsi untuk membentuk jaringan/bagian tubuh lain, membentuk hormon, enzim, zat antibodi, dan lain sebagainya. Serta mampu memberi tenaga (protein sparing efek). Lemak Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, dan memelihara suhu tubuh. Kacang Hijau Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyak varietasnya. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kerabat dekat kacang hijau adalah kacang hijau india (P. Mungo), kacang merah (P. Vulgaris L.) dan lain–lain. Di Indonesia, koleksi nutfah kacang hijau diperkirakan lebih dari 2.000 varietas, tetapi varietas unggul yang sudah dilepas masih sedikit. Susunan tubuh kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil–bintil akar. Makin banyak bintil–bintil akar, makin tinggi kandungan nitrogennya sehingga menyuburkan tanah. Dimana, kacang hijau sendiri mempunyai kandungan yang cukup lengkap meliputi kandungan protein 22 g/ 100 g kacang hijau. Adapun fungsi kacang hijau cukup banyak meliputi sebagai obat tradisional pada penyakit beri–beri, sumber vitamin E yang berkhasiat antisterilisasi. Bahkan sesuai penelitian KAISI, lembaga penelitian kesehatan tubuh manusia di Korea, menunjukkan bahwa kacang hijau berfungsi untuk memperlancar air kencing, menghaluskan kulit wajah, dan amat baik penderita kencing manis serta obesitas. Tabel.1 Perbandingan Kandungan Nilai Gizi Kandungan Kedelai Kacang Hijau Kalori 286,00 kal 345,00 kal Protein 30,20 gram 22,00 Karbohidrat 30 gram 62,90 gram Lemak 18,1 gram 1,20 gram Kalsium 196 mg 125 mg Besi 6,9 mg 6,996 mg Vitamin A 95 SI 340 –595 SI Vitamin C 6,0 mg Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)
78
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Syarat Tumbuh Pisang Pisang cocok ditanam di negara kita. Daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (sampai ketinggian 1.600 m dpl) dapat ditanami. Jenis tanah tak menjadi masalah. Pisang bisa hidup di tanah dengan bahan organik rendah, lempung, berpasir, maupun tanah kering. Daya tahan pisang terhadap kekeringan juga baik. Tanaman pisang sangat mudah untuk dibudidayakan, dan mulai diusahakan dengan sungguh–sungguh. Umumnya masyarakat menanamnya sekadar untuk dinikmati buahnya. Namun masyarakat kurang tahu akan manfaat dan cara pengolahan mengenai limbahnya. Padahal hasil produksinya per hektar jika dibandingkan kedelai jauh lebih banyak, begitupula dengan limbahnya. Kacang Hijau Tanaman kacang hijau sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Kacang hijau mampu tumbuh dan berproduksi baik pada dataran rendah dengan ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 50–200 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kacang hijau membutuhkan curah hujan antara 100– 200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kacang hijau antara 21–34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kacang hijau 25–27 oC. Selain itu, hal perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi kebun kacang hijau ini adalah tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya tinggi serta mempunyai kisaran pH 5,8 –6,5. D. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sains tentang inovasi baru dalam proses pembuatan susu alternatif serta penelitian yang bergerak untuk memperoleh hasil kombinasi yang tepat sesuai aturan nilai gizi. Variabel Penelitian - Perbandingan ratio jumlah kulit pisang dengan kacang hijau - Lama Pemanasan/Pemasakan Adapun bahan serta alat yang perlu dipersiapkan untuk proses pengolahan adalah : Bahan-bahan : Kulit pisang, Kacang Hijau, Gula pasir, Air Matang, Flavor Alat-alat : Kompor Gas, Pisau, Blender, Talenan, Baskom, Kain saring, Pengaduk, Timbangan, Panci, Botol Kaca. Tahap pengolahan Tahap ini adalah tahap dimana produk dihasilkan. Proses pengolahan susu yang dilaksanakan meliputi : Preparasi Bahan Dimana, bahan yang perlu disiapkan terlebih dahulu adalah kacang hijau. Karena kacang hijau mengandung zat antitripsin pada kulitnya maka kacang hijau dibersihkan terlebih dahulu dari kulitnya kemudian bijinya yang telah bersih direndam selama 4 jam pada air dingin. Hal ini dimaksudkan mengurangi kandungan zat antitripsin yang berlaku sebagai zat anti gizi. Pembuatan Susu Pada proses ini, proses awal yang dilakukan adalah menghancurkan x gram kacang hijau terlebih dahulu. Untuk menghilangkan bau langu pada kacang hijau, kacang hijau dihancurkan dengan menggunakan blender yang ditambahkan dengan air matang yang bersuhu 800C. Lalu bubur kacang hijau yang terbentuk ditiriskan terlebih dahulu. Proses selanjutnya adalah proses penghancuran y gram kulit pisang yang telah dibersihkan. 79
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Adapun proses penghancuran ini dilakukan sekitar ± 6 menit dengan air matang yang hangat dengan volume tertentu. Setelah proses penghancuran kedua bahan secara terpisah itu, kemudian bahan–bahan tersebut baik kacang maupun kulit pisang dicampur terlebih dahulu lalu dihancurkan kembali secara bersama–sama pada suhu 800C dengan total penambahan air dengan volume tertentu sesuai variabel yang telah ditentukan. Setelah cukup halus, yang terbentuk disaring menggunakan kain saring 2 lapis. Adapun yang diambil adalah filtratnya, filtrat tersebut dipanaskan dalam panci sampai suhu 800C serta ditambahkan gula pasir 5–7% (b/v). Sterilisasi Merupakan bagian akhir proses pengolahan, agar susu tahan lama dan bebas dari bakteri dilakukan sterilisasi dengan cara diletakkan pada botol kaca lalu dimasukkan dalam waterbath pada suhu air 700C selama 15 menit, ini dimaksudkan membunuh bakteri– bakteri yang menyebabkan susu tidak tahan lama. Catatan: 1. Pada saat pembuatan susu, bahan yang digunakan diberikan perbandingan untuk diperoleh hasil yang optimum sesuai dengan beberapa parameter. Dimana, x = jumlah gram banyaknya kacang hijau y = jumlah gram banyaknya kulit pisang Pembuatan dilakukan dalam beberapa formulasi, yaitu 3:1 (F1), 2:1 (F2), 1:1 (F3), 1:2 (F4) dan 1:3 (F5) untuk perbandingan x : y. 2. Dalam hal ini dilakukan sterilisasi, dimaksudkan untuk lebih mengawetkan produk susu kulit pisang kacang hijau sehingga proses analisa dapat dilakukan meskipun dalam jangka waktu cukup lama dari proses pembuatan. Tahap Pengujian Produk Tahap ini adalah tahap dimana produk dihasilkan kemudian dilakukan analisa mutu dengan berbagai parameter. Proses analisa yang dilaksanakan meliputi : Uji kadar protein ( minimal 3,5 % sesuai SNI 01–3830–1995) Adapun protein dalam susu minimal diharuskan adanya 3,5 %. Dimana, dalam hal ini analis protein dilakukan dengan metoda Kjeldhal. Metoda ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Destruksi Susu kulit pisang–kacang hijau dengan formulasi masing–masing sebanyak ± 10 gram dimasukkan dalam labu Kjeldhal yang berkapasitas 250 mL. Lalu ditambahkan 1 mL H2SO4. Ditambahkan pula 0,8 gram K2SO4 dan 1 mL larutan CuSO4 4% sebagai katalisator reaksi. Kemudian labu Kjeldahl beserta isinya dipanaskan, mula–mula dengan api yang kecil kemudian lama–lama api sedikit demi sedikit dibesarkan. Pemanasan dilakukan kurang lebih selama 30 menit. Pemanasan dihentikan apabila warna cairan berubah menjadi berwarna hijau jernih. Labu Kjeldahl beserta cairannya didinginkan dan ditambahkan aquades hingga tanda batas pada labu dan kepingan Zn serta 3 tetes Hidrogen Peroksida. Kemudian dilakukan pemanasan kembali selama 10–15 menit. Destilasi Diambil cairan yang telah didestruksi dari labu. Kemudian dimasukkan dalam alat penyulingan. Lalu pada labu destilasi ditambahkan NaOH 30 % sebanyak 7 mL. Pemanasan destilasi dilakukan sementara itu dalam penampung destilasi ditambahkan 7 mL HCl 0,01 N atau 80
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 dapat dikatakan penambahan HCl diberikan berlebih tertentu sehingga ada kelebihan asam pada penampung destilat ini. Titrasi Pada tahapan ini diawali dengan mengambil sampel hasil destruksi serta destilasi sebanyak 10 mL dengan pipet gondok. Lalu langsung dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,01 N yang sebelum dititrasi dilakukan penambahan indikator mengsel. Dilakukan titrasi selama duplo dan dilakukan perhitungan. Dilakukan pula titrasi blanko tanpa sampel hanya berisi HCl yang digunakan untuk penampung destilat. Uji Karbohidrat( Metode Luff Schoorl ) Ditimbang susu litsang–ijo sebanyak 5 gram dan masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 200 ml larutan HCL 3 %, dan didihkan dengan pendingin tegak selama 3 jam. Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 30 % (dicek dengan kertas lakmus) dan tambahkan sedikit CH3COOH 3 % agar suasana sedikit asam. Pindahkan isinya dalam labu ukur 500 ml dan impitkan sampai tanda batas kemudian larutan tersebut disaring. Pipet 10 ml hasil saringan dan tambahkan 25 ml larutan luff serta 15 ml aquades dan beberapa batu didih ke dalam Erlenmeyer. Panaskan larutan tersebut dan didihkan selama 10 menit dalam pendingin tegak. Kemudian langsung didinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin, tambahkan 15 ml larutan KI 30% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan–lahan. Titrasi dengan larutan standar NaTioSulfat 0,1 N dan indikator amilum sampai terjadi perubahan warna. Uji kadar lemak ( minimal 2,7 % sesuai SNI 01–3830–1995) Lemak dalam susu minimal diharuskan adanya 3 %. Dimana, dalam hal ini analis protein dilakukan dengan metoda Mojoiner. Ditimbang susu litsang–ijo sesuai variabel perbandingan komposisi bahan dan komposisi dengan aquades ± 18 gram dalam labu mojoiner. Pasang tabung ekstraksi pada alat distilasi dengan pelarut PE secukupnya. Kemudian PE yang mengandung ekstrak lemak dipindah dalam botol timbang dan dioven 1000C. Pengeringan sampai berat konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak. Analisis Asam Amino dengan HPLC (sesuai SNI 01–3830–1995) Ditimbang susu litsang–ijo sebanyak 5 gram dan masukkan dalam Erlenmeyer bertutup asah. Ditambahkan 50 mL petroleum eter dan diaduk dengan magnetic stirer selama 5 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring ashless dan residunya dicuci dengan 10 mL petroleum eter. Residu diekstrak dengan 25 mL garam encer (NaCl 5%) selama 10 menit. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm sehingga terpisah padatannya. Adapun residu diekstraksi 3 x dengan garam encer di atas. Beningnya dikumpulkan, diambil 10 mL beningan dan ditambahkan 60 mL larutan TCA 10% dalam Erlenmeyer diaduk dengan pengaduk magnet hingga protein terbentuk. Disentrifugasi kembali dalam 3000 rpm selama 15 menit agar endapan protein terpisahkan yang kemudian dikeringkan. Sekitar 50 mg cuplikan protein dimasukkan dalam tabung reaksi tutup ulir dan ditambahkan 4 mL HCl 6 N. Panaskan campuran di atas dalam oven selama 24 jam pada temperatur 1100C. Setelah dingin, buka tutup tabung reaksi, dituangkan dalam botol alas bulat 50 mL. 81
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Semua campuran tersebut diuapkan dalam rotary evapotaror sampai kering sekitar 400C lalu tambahkan 2 mL NaOH 0,01 N. Dan dibiarkan dalam keadaan terbuka pada temperatur kamar selama 4 jam dan ditambahkan 6 mL HCl 0,02 N dan larutan ini diencerkan dengan eluen HPLC yang ber-pH paling rendah sampai 25 mL. Setelah produk susu kulit pisang kacang hijau jadi, selanjutnya dilakukan studi komparatif khususnya kandungan protein dan karbohidrat yang optimal antar faktor–faktor yang dibuat dan tes organoleptik. Dalam studi komparatif kandungan kadar protein dan kadar karbohidrat yang dibandingkan adalah kandungan gizinya yang dilanjutkan dengan analisa kadar lemak dan asam amino penyusun susu kulit pisang–kacang hijau. Sedangkan dalam tes organoleptik, penulis meminta orang lain sebagai responden untuk mencicipi susu kulit pisang kacang hijau dan mencatat pendapat mereka kemudian menyimpulkannya. E. Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh adanya formulasi pada susu Kulit pisang–Kacang Hijau ditinjau dari kandungan gizi susu olahan tersebut serta mengetahui kondisi optimum yang sesuai untuk proses pengolahannya. Adapun dari kegiatan penelitian ini kadar protein, karbohidrat, lemak, dan asam amino, telah dilakukan beberapa analisis sesuai parameter dengan variabel yang telah ditentukan. Tabel 1. Variabel Ratio RATIO
Kulit pisang
: Kacang Hijau
F1
1
:
3
F2
1
:
2
F3
1
:
1
F4
2
:
1
F5
3
:
1
Untuk parameter analisis protein dengan variabel ratio, digunakan metode analisis Kjeldahl. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak komposisi kacang hijau dalam formula susu maka semakin tinggi kadar proteinnya meskipun sebenarnya dari semua formulasi masih memenuhi dari standar bahkan lebih tinggi dari SNI 01–3830–1995 yang mensyaratkan minimal 3,5%. Sedangkan pada susu litsang–ijo ini terdapat kandungan protein yang berkisar antara 6,56 –13,71%. Kadar Protein pada susu ini bahkan lebih tinggi dari susu kedelai 5,44%.
82
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Tabel 2. Pengaruh Ratio Terhadap Kadar Protein Berat Sampel ( mg )
Titrasi NaOH 0.1 N ( mL )
Kadar N (%)
Kadar Protein (%)
F1
5010.2
39.8
2.19
13.71
F2
5093.3
41.6
1.91
11.94
F3
5052.4
43.2
1.71
10.65
F4
5055.5
45.3
1.41
8.83
RATIO
F5 5005.3 48 1.05 6.56 Dari tabel data tersebut di atas dapat diperoleh gambar hubungan antara ratio dengan kadar protein, yaitu :
Gambar 1. Kadar protein dengan variabel ratio Sedangkan pada parameter analisis protein dengan variabel variab waktu, dapat diperoleh hasil bahwa semakin lama waktu pemanasan susu kulit pisang–kacang hijau maka kandungan proteinnya terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena adanya proses denaturasi protein apabila susu tersebut dipanaskan dengan waktu yang cukup lama. Kandungan protein pada variabel riabel ini berkisar antara 3,74– 3,74 12,89% masih memenuhi SNI 01–3830– 1995. Tabel 3. Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Protein Waktu Pemanasan (menit ) 20 25 30 35 40
Berat Sampel (mg) 5090.5 5003.2 5055.5 5025.4 5031
Titrasi NaOH 0.1 N ( mL ) 40.5 43.2 45.3 48.7 51.2
Kadar N (%) 2.06 1.72 1.41 0.95 0.59
Kadar Protein (%) 12.89 10.75 8.83 5.92 3.74
Grafik hubungan antara waktu pemanasan dengan kadar protein, protein yaitu dapat terlihat pada grafik di bawah ini :
83
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 2. Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Protein Untuk parameter kadar kabohidrat dengan variabel ratio, dapat terlihat kondisi optimum untuk variabel ratio F4 sebesar 12,14%. Penurunan ini terjadi karena perlakuan fisik pada proses pengolahan berupa pemanasan. Kadar karbohidrat untuk variabel vari ratio berkisar antara 9,64–12,14%. Sebenarnya hal ini juga menunjukkan bahwa karbohidrat tidak hanya berasal dari ri kulit pisang tetapi juga dari kacang hijau. Tabel 4. Pengaruh Ratio atio Terhadap Kadar Karbohidrat Berat Titrasi Kadar Kadar Sampel NaTioSulfat Glukosa Karbohidrat Ratio ( mg ) ( mL ) (%) (%) F1
1041
19.975
10.715
9.64
F2
1042
19.65
11.29
10.16
F3
1094
18.34
12.02
10.82
F4
1024
18.05
13.49
12.14
F5
1135
17.68
12.90
11.78
Untuk gambar hubungan antara kadar kabohidrat dengan ratio dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Pengaruh Ratio Terhadap Kadar Karbohidrat Penelitian pada analisis karbohidrat dengan variabel variab waktu juga memiliki kondisi optimum pada waktu 30 menit dengan diperoleh kadar kabohidrat 12,14%. Terjadinya penurunan pula setelah kondisi optimum. Kadar karbohidrat pada variabel variab waktu ini 84
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 berkisar antara 9,11–12,14%. Kandungan karbohidrat ini cukup tinggi, susu bahkan dapat dijadikan sebagai alternatif susu sumber energi. energ Tabel 5. Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Karbohidrat Waktu Pemanasan (menit )
Berat Sampel (mg)
Titrasi NaTioSulfat (mL)
Kadar Glukosa (%)
Kadar Karbohidrat (%)
20
1001
19.65
10.13
9.11
25
1024
18.9
10.46
10.41
30
1023
18.05
13.49
12.14
35
1024
18.23
13.26
11.94
40
1043
18.13
13.09
11.78
Gambar hubungan antara waktu pemanasan dengan terlihat, yaitu :
kadar karbohidrat dapat
Gambar4. Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Karbohidrat Adapun hasil tes organoletik kepada mahasiswa maupun m masyarakat antara adalah Tabel 6. Hasil Tes T Organoleptik
85
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Selain tes organoleptik, telah diujikan nilai kandungan lemak pada susu tersebut, dimana kandungan lemak pada susu kulit pisang–kacang hijau ini ternyata cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,12 %. Sehingga susu kulit pisang–kacang hijau ini memenuhi apabila digunakan sebagai susu rendah lemak. F. Kesimpulan dan Rekomendasi Dari hasil penelitian yang telah diujikan oleh tim dapat diperoleh beberapa kesimpulan antara lain yaitu : 1. Suir litsang–ijo memiliki nilai gizi yang masih optimal dengan karbohidrat sebesar 12,14% dan kadar protein sebesar 8,83%, nilai ini memenuhi standar SNI 01–3830– 1995. 2. Pada pembuatan suir litsang ijo diperlukan proses pasteurisasi dengan suhu tertentu hal ini dapat mematikan bakteri–bakteri sehingga susu lebih awet sampai dengan 2 minggu. 3. Rasa, warna, dan penampilan dari susu cukup banyak disukai oleh konsumen tanpa bau ‘langu’. 4. Proses pembuatan yang cukup ekonomis dan relatif mudah dapat sebagai acuan industri rumah tangga. Dari kesimpulan tersebut direkomendasikan bahwa proses pasteurisasi diharapkan lebih optimal sehingga susu litsang–ijo pun lebih awet dan tahan lama selain itu dalam proses pembuatan suir litsang ijo juga dijaga sesteril mungkin agar lebih aman dikonsumsi. Daftar Pustaka Bassett, J. 1994.Vogel Kualitatif, Jakarta:EGC Hadiwiyoto, S.1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta : Liberty Mahmud, M, dkk. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta : Depkes RI Rukmana, R. 1996. Kacang Hijau Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Rukmana, R. 2001. Aneka Olahan Limbah Tanaman Pisang, Jambu Mete, Rosella. Yogyakarta: Kanisius. Setyani, S. 2008. Efek Formulasi yang Tepat Jagung Manis Dan Kacang Hijau TerhadapNilai Gizi. Lampung:Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Soekirman. 2002. Gizi Buruk, Kemiskinan, dan KKN.Kompas.http://www.kompas.co.id/ Kompas-cetak/0506/09/opini/1799285.htm. Diakses pada tanggal 03 April 2010 pukul 12:55. Sudarmadji, dkk.1984.Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. http://www.lokankubo.multiply.com: manfaat kulit pisang. Diakses tanggal 5 April 2010pukul 19:20.
86
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 SISTEM INFORMASI KESEHATAN MASYARAKAT MEMANFAATKAN LAYANAN PESAN SINGKAT ( Oleh : Muhammad Andang Novianta, M.S. Hendriyawan A) Abstract Public health information system is a data processing system and health information at all levels of government in a systematic and integrated to support health management in order to improve health services to the community. Information system consists of the data, people and processes as well as a combination of hardware, software and information technology. Use of the information consists of three stages: data entry, processing and expenditure information. The health information system using the method of semi–blocking or must conform to existing keywords on the database. Based on a design provided three types of information, namely: symptoms, prevention, and treatment of a disease that is common and potentially disruptive public health. Types of diseases that can be recognized by the system is able to achieve up to 1000 types, so that will help people get the information to support the decision of what to do when an emergency quickly, anytime and anywhere while the average response time of around 6 seconds SMS depending on the quality of the signal and traffic data from a provider by user. Key words : Information Systems; Healthy; Short Message Service A. Pendahuluan Kesehatan adalah rahmat karunia dari Tuhan yang sangat berharga dan harus kita syukuri. Apapun akan kita lakukan untuk kembali sehat tatkala badan sudah menunjukkan gejala tidak sehat maupun sedang sakit. Pola hidup seperti, menu makanan, kondisi lingkungan serta rendahnya tingkat kesadaran untuk hidup sehat adalah faktor yang dominan sebagai penyebab kurang sehatnya tubuh. Bagi lingkungan perkotaan yang dengan mudah mendapatkan fasilitas dan juga informasi kesehatan, tentu tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah pinggiran maupun pelosok. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak sekali penyebaran masyarakat di beberapa wilayah dengan kondisi sosial budaya yang berbeda–beda. Sosialisasi kesehatan pada seluruh wilayah Indonesia adalah bukan pekerjaan yang mudah. Jika hanya mengandalkan pemangku jabatan (stake holder) untuk bertindak, tentu akselerasi untuk mencapai Indonesia sehat akan sangat lama, sehingga konsep jaringan komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan misi tersebut. Beruntungnya di Indonesia jaringan komunikasi sudah mampu mencapai pelosok–pelosok nusantara dari Sabang sampai Merauke dengan menggunakan karya teknologi nirkabel, sehingga jaringan komunikasi yang tersedia tersebut bisa dimanfaatkan untuk proses penyebaran informasi kesehatan bagi masyarakat secara aktif, mandiri dan bertanggung jawab. Dengan teknologi jaringan komunikasi nirkabel serta kemampuan masyarakat saat ini untuk memiliki perangkat pendukungnya, dalam hal ini hand set komunikasi, yang sudah bisa diperoleh dengan harga yang sangat terjangkau, akan memudahkan dan mempercepat distribusi informasi kepada masyarakat. Seperti kita ketahui saat ini bahwasannya masyarakat kota hingga pelosok sudah tidak asing lagi dengan piranti hand phone (HP) yang bisa melakukan komunikasi suara maupun data (GPRS, MMS dan SMS). Untuk itulah dalam penelitian ini fokus terhadap penyebaran informasi kesehatan melalui layanan pesan singkat (short message service – SMS) dengan beberapa alasan, yaitu murahnya biaya penggunaan yang tidak membebani masyarakat secara berlebih serta 87
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 masih jarang sekali pola penyebaran informasi kesehatan pada masyarakat menggunakan metode tersebut. Dan semua itu sangat mungkin dilakukan dengan penerapan teknologi saat ini. Sehingga untuk itulah penelitian ini akan dilakukan yang pada akhirnya mampu menjawab persoalan yang ada dan benar–benar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas terutama masyarakat yang jauh dari kemudahan akses informasi kesehatan layaknya di wilayah kota. Sehingga kesadaran akan kesehatan akan muncul dari semua kalangan masyarakat di Indonesia, tua, muda, di kota maupun di desa. Permasalahan utama pada penelitian ini adalah bagaimana memberikan jalan alternatif lain untuk akses penyebaran informasi kesehatan dengan metode yang minimal mampu membantu permasalahan kepada masyarakat tentang kesehatan yang cepat dan murah serta sebuah sistem yang mampu melayani penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat secara otomatis selama 24 jam penuh dengan memanfaatkan layanan pesan singkat jaringan komunikasi GSM/CDMA. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat sistem informasi kesehatan masyarakat yang bisa diakses secara mudah, murah, kapanpun dan dimanapun masyarakat membutuhkannya serta adanya informasi mengenai jenis penyakit, gejala, pencegahan, pengobatan dan bahkan jenis obat penyembuhnya. Merancang dan merealisasikan sistem informasi kesehatan masyarakat memanfaatkan layanan pesan singkat berdasarkan basis data kesehatan yang dimiliki. Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan bagi masyarakat awam yang tidak mengenal sama sekali tentang sistem informasi kesehatan masyarakat yang dapat dilayani melalui pesan singkat, akan sangat membutuhkan sebuah sistem pelayanan jasa berbasis teknologi tepat guna hasil perancangan terkait yang mampu mewujudkan keinginan masyarakat dalam rangka menjamin kesehatan dalam kehidupan sehari–hari. Keberadaan teknologi tepat guna untuk sistem informasi kesehatan dalam kelompok ini sebatas dimanfaatkan dan didayagunakan seperti tujuan semula, yaitu sebagai sarana untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan secara murah dan cepat, tidak lebih dari itu. Bagi pelajar dan peneliti, berbeda dengan kelompok awam, kelompok pelajar dan peneliti mempunyai tugas untuk senantiasa mengembangkan dan menemukan hal baru (inovasi) dari hasil perancangan sebelumnya. Sehingga hasil perancangan sebelumnya bermanfaat bagi kelompok cendekia dalam rangka memperbaiki kinerja dan mengurangi kelemahan dari sistem yang sudah ada dan menjadi titik awal terbukanya gerbang pemikiran yang luas dengan dilakukan inovasi terus menerus dan up to date terhadap situasi dan kondisi zaman yang ada. Hal baru yang diharapkan dapat ditemukan bisa berupa varian teknologi sebelumnya atau bahkan memicu munculnya teknologi pada bidang yang benar–benar baru sehingga terbukalah pintu baru untuk teknologi baru pula. Sedangkan untuk pemerintah pemerhati teknologi, antara ide rancangan awal (konsep) sebuah teknologi dengan usaha untuk mewujudkannya menjadi realita melibatkan kelompok–kelompok yang harus sinergis. Peran pemerintah sangatlah diperlukan dalam rangka menjembatani antara kebutuhan teknologi tepat guna oleh masyarakat awam dan kemampuan serta keahlian dari kelompok cendekia dalam menciptakan teknologi. C. Tinjauan Pustaka Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundang–undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan Kabupaten/Kota. 88
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang manejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu. Sistem informasi, pada dasarnya terdiri dari minimal 2 aspek yang harus berjalan secara selaras, yaitu aspek manual dan aspek yang terotomatisasi (aspek komputer). Pengembangan sistem informasi yang berhasil apabila dilakukan dengan mengembangkan kedua aspek tersebut. Seringkali pengembang sistem informasi hanya memfokuskan diri pada pengembangan aspek komputernya saja, tanpa memperhatikan aspek manualnya. Hal ini diakibatkan adanya asumsi bahwa aspek manual lebih mudah diatasi dari pada aspek komputernya. Padahal salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan sistem informasi adalah dukungan perilaku dari para pengguna sistem informasi tersebut, dimana para pengguna sangat terkait dengan sistem dan prosedur dari sistem informasi pada aspek manualnya. Dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah: “Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta faktor yang menimbulkan masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat. Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah menjangkau hal–hal tersebut. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain hingga terjadi pengertian yang sama. Untuk mencapai pengertian yang sama ini digunakan bahasa yang dimengerti. Dalam komunikasi data jaringan dibutuhkan penerjemah (interpreter) yang disebut dengan protokol.
Gambar 1. Sistem Komunikasi SMS (Short Message Service) bukan hal baru pada teknologi mobile, tetapi penggunaannya seolah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, dan mungkin SMS termasuk kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari. Perkembangan teknologi mobile seperti EMS, MMS, ringtone, gambar, ataupun video conference, cara bertukar informasi dengan SMS yang menggunakan teks sederhana masih tetap menjadi pilihan utama. Short Message Service (SMS) adalah layanan komunikasi standar dalam sistem komunikasi selular, dengan menggunakan protokol komunikasi standar yang memungkinkan pertukaran pesan teks singkat antara perangkat telepon selular.
89
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 2. Arsitektur SMS Gateway Membangun aplikasi SMS gateway tidak memerlukan modal yang besar, yang penting minimal memiliki komputer beserta handphone, kabel data (kabel berantarmuka serial yang dapat menghubungkan ponsel dengan komputer) dan aplikasi. Namun untuk keperluan pelayanan kepada masyarakat, sebaiknya menggunakan modem GSM yang spesifik digunakan untuk SMS gateway. Terdapat kajian–kajian terkait yang telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan hasil hipotesis yang berbeda–beda. Pada dasarnya adanya diversifikasi penelitian dalam satu kaitan masalah merupakan sebuah mata rantai yang bisa menentukan kesempurnaan hasil sehingga terdapat wujud berupa sistem yang nyata dan bisa langsung diterapkan pada masyarakat. (Sugiono, 2007) melakukan penelitian tentang penerapan sistem pesan singkat (SMS) untuk beberapa fungsi pada bidang kesehatan di rumah sakit Rajawali Citra Bantul Yogyakarta, yaitu sistem pendaftaran pasien pada klinik bersalin, sistem informasi jadwal dokter dan jadwal imunisasi bayi, serta masukan kritik dan saran pasien terhadap pelayanan rumah sakit. Dari hasil penelitian sudah terbukti penggunaan fasilitas layanan pesan singkat cukup efektif sebagai media informasi kepada pasien, namun sistem ini hanya membantu sisi operasional kegiatan rumah sakit saja dan masih belum memberikan inti informasi kesehatan itu sendiri terkait dengan kondisi pasien. (Joko Lianto Buliali at.al, 2007) melakukan penelitian tentang penggunaan sistem basis data untuk menyimpan catatan rekam medis seorang pasien yang terintegrasi dengan jaringan internet. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat membuktikan penggunaan Microsoft.Net sebagai media perantara interkoneksi sistem basis data secara global, sehingga rekam medis seorang pasien akan bisa diakses dimana saja berada selama terjadi koneksi internet. Sehingga dimanapun pasien akan melakukan pengobatan tidak perlu lagi dilakukan medical check ulang. Namun sistem ini hanya terkait kepada pasien secara pribadi dan akses hanya bisa dilakukan jika terhubung dengan internet. (Ade Hadiono, 2010) melakukan penelitian tentang penerapan aplikasi basis data yang berisi informasi daftar obat dan referensi kesehatan yang umumnya diperlukan masyarakat dengan memanfaatkan jaringan internet. Dari hasil penelitian yang 90
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 dilakukan membuktikan penggunaan basis data kesehatan sangat membantu masyarakat untuk mengetahui daftar obat serta kaitannya dengan penyakit yang ada sehingga membantu sekali bagi masyarakat dalam mengetahui jenis obat dan manfaatnya untuk menentukan tindakan pencegahan maupun pengobatan suatu penyakit. Namun informasi yang tersedia berdasarkan jenis–jenis obat yang ada dan tidak berdasarkan penyakitnya sehingga informasi ini hanya penguat saja terhadap resep yang diberikan dokter untuk menelusuri informasi lebih detailnya, dan informasi ini hanya bisa diakses dengan media internet saja. D. Metodologi Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk purwarupa (mock up) yang bisa diaplikasikan langsung terhadap subjek penelitian, yaitu masyarakat yang bisa langsung mengakses sistem informasi kesehatan sesuai dengan masalah yang ingin diketahui detailnya. Pada Gambar 3, menggambarkan model sistem secara keseluruhan dengan unsur penyusunnya.
Gambar 3. Model Sistem Rancangan Penelitian
Materi Penelitian Materi penelitian yang akan dikaji menyangkut pada teknis penerapan dan pengujian sistem yang terdiri dari beberapa hal: 1) Protokol komunikasi APRS. 2) Protokol komunikasi TCP/IP. 3) Data–data variabel untuk layanan informasi kesehatan masyarakat. 4) Pengolahan dan penyajian data–data variabel berbasis SMS (Short Message Service).
Rancangan Penelitian Dari model yang ditunjukkan pada Gambar 3, selanjutnya akan dirancang sistem informasi kesehatan untuk membuktikan dan menguji rumusan masalah yang digunakan. Terdapat beberapa bagian dalam rancangan sistem, yaitu: 1) Server SMS (Short Message Service) Bagian ini berfungsi sebagai pengelola fasilitas pesan singkat (SMS) baik yang masuk maupun yang keluar. Sehingga dipastikan tidak terjadi kekacauan fasilitas pelayanan informasi kesehatan pada masyarakat saat terjadi akumulasi pesan singkat dalam kapasitas besar. Dalam pelaksanaannya berupa sebuah komputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. 91
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 4. Server SMS 2) Modem GSM/CDMA Untuk menghubungkan komputer server dengan jaringan GSM/CDMA sebagai penyedia layanan pesan singkat (SMS) dibutuhkan piranti modem yang membantu baik menerima pesan singkat yang masuk maupun pesan singkat yang keluar dalam kapasitas yang besar. Perbedaan yang sangat signifikan dari hand phone adalah ketahanan operasi dalam waktu yang lama, dalam penerapannya hingga 24 jam tanpa henti. Gambar 5, menunjukkan bentuk modem GSM/CDMA.
Gambar 5. Modem GSM/CDMA 3) Server Basis Data Server basis data tidak seperti server SMS yang berupa perangkat keras, namun server basis data berupa perangkat lunak yang akan mengelola semua informasi yang akan digunakan. Dalam aplikasinya menggunakan XAMPP yang tidak hanya menyediakan server basis data MySQL namun juga web server. Dalam hal ini penggunaan web server berbasis PHP adalah sebagai antarmuka operator dalam proses pengisian, penambahan, pengurangan dan pengubahan informasi basis datanya.
92
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Gambar 6. Server Basis Data XAMPP 4) Perangkat Lunak SMS Gateway Di dalam server SMS akan menjalankan perangkat lunak SMS Gateway yang menggunakan aplikasi gratis, yaitu GAMMU. Aplikasi ini sebenarnya beroperasi juga dengan memanfaatkan basis data MySQL dan PHP. Dalam penerapannya, SMS masuk dan keluar secara otomatis akan diatur oleh aplikasi ini untuk diletakkan dalam basis data dan selanjutnya dengan pemrograman PHP informasi tersebut bisa diakses untuk keperluan informasi kesehatan masyarakat dengan basis data yang berbeda. E. Hasil Penelitian
SMS Gateway
Modem GSM
93
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
GUI Simkesmas V1.1 Gambar 7. Hasil Rancangan Sistem Informasi Kesehatan Perangkat lunak SMS Gateway yang digunakan pada sistem informasi kesehatan masyarakat hasil pengembangan selama penelitian ini terdiri dari beberapa bagian. Graphical User Interface (GUI) Merupakan tampilan default dari perangkat lunak yang menunjukkan isi dari basis data sistem, berupa jenis, gejala, pencegahan, dan pengobatan penyakit. Masih sangat memungkinkan untuk ditambahkan parameter lain, misal: penyebabnya, rujukan klinik/dokter terdekat, dan lain sebagainya.
Gambar 8. Tampilan Graphical User Interface (GUI) Keterangan Gambar: Bagian 1: Tab menu tampilan basis data sistem informasi, berisi: jenis, gejala, pencegahan, dan pengobatan suatu penyakit. Bagian 2: Tab menu tampilan untuk pengaturan isi basis data, meliputi: penambahan informasi baru, perubahan informasi lama, dan penghapusan informasi yang sudah ada. Bagian 3: Tab menu antarmuka komunikasi data dengan piranti modem GSM. Bagian 4: Tab menu penampil SMS, meliputi SMS masuk dan SMS keluar. Bagian 5: Indikator SMS masuk dengan ditunjukkan melalui nyala merah. 94
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
Pengaturan Komunikasi
Gambar 9. Tampilan Pengaturan Komunikasi Menu pengaturan ini dibutuhkan agar perangkat lunak bisa berkomunikasi dengan perangkat keras modem GSM untuk menjalankan fungsi SMS Gateway. Parameter pengaturan komunikasi terbagi menjadi beberapa bagian: 1) Port Komunikasi: digunakan untuk menentukan lokasi port serial dimana perangkat keras modem GSM terpasang. 2) Baud Rate: digunakan untuk menentukan kecepatan transmisi data antara komputer dengan modem GSM. Secara default bernilai 9600 bps. 3) Data Bits: digunakan untuk menentukan lebar bit data komunikasi serial. Secara default bernilai 8-bit. 4) Stop Bits: digunakan untuk menentukan stop bit data komunikasi serial. Secara default bernilai 1-bit. 5) Parity: digunakan untuk menentukan parity bit data komunikasi serial. Secara default bernilai NONE. 6) Flow Control: digunakan untuk menentukan metode Flow Control data komunikasi serial. Secara default bernilai NONE.
Antarmuka Basis Data Bagian ini digunakan untuk membuat database baru, merubah database, maupun menghapus database. Terdapat 4 bagian isian, yaitu: parameter kata kunci yang digunakan untuk menentukan kata kunci penyakit yang ingin diketahui oleh masyarakat, informasi gejala penyakit yang menyertai berdasarkan kata kuncinya, informasi pencegahan terhadap penyakit sesuai kata kuncinya, dan informasi pengobatan terhadap penyakit sesuai kata kuncinya. Informasi yang disediakan memiliki keterbatasan jumlah karakter, pada rancangan ini dibatasi hanya 100 karakter, sehingga dengan batasan tersebut diatur agar informasi bisa disampaikan secara efektif. Setiap SMS yang masuk dari masyarakat harus mengandung 2 parameter, yaitu kata kunci utama (jenis penyakit) dan kata kunci lain, yaitu kata: “GEJALA”/ “CEGAH”/ 95
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 “OBAT”. Sehingga dengan menggunakan analogi kecerdasan sistem dalam mengenali isi pesan singkat yang mengandung 2 parameter tersebut maka bisa diketahui informasi apa yang dinginkan oleh masyarakat. Misal: “APA GEJALA DIABETES?” atau “DIABETES GEJALANYA APA? akan dikenali sebagai maksud yang sama.
Gambar 10. Tampilan Antarmuka (Interface) Basis Data
Antarmuka Piranti Modem GSM Bagian ini berfungsi untuk antarmuka komunikasi serial dengan modem GSM dalam rangka pengaturan/pengamatan kinerja perangkat keras. Dengan menggunakan perintah AT Command bisa dilakukan berbagai macam tindakan, baik pengaturan maupun pembacaan parameter, misal SMS masuk, kekuatan sinyal, dan lain–lain. Fungsi ini dibuat sebagai pendukung sistem informasi terkait dengan fungsi perawatan sistem.
Gambar 11. Tampilan Antarmuka (Interface) Piranti Modem GSM 96
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
SMS Console Bagian ini berfungsi untuk menampilkan informasi SMS masuk maupun SMS yang akan dikirimkan. Fungsi ini juga digunakan sebagai pendukung bagi operator untuk mempermudah melakukan proses umpan balik terhadap masyarakat pada kasus–kasus tertentu menggunakan layanan SMS.
Gambar 12. Tampilan SMS Console
Hasil Unjuk Kerja Sistem dan Penyajian Data Pada bahasan hasil yang sudah dicapai, ditunjukkan 3 bagian yang bisa mewakili kinerja dari respon sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis SMS Gateway. 1) Informasi Gejala Penyakit Dari Gambar 13 nampak kemampuan pengenalan isi pesan dari pengguna yang berbeda polanya namun bisa dikenali sebagai permintaan informasi gejala suatu penyakit. Metode pengenalan isi pesan tersebut didasarkan pada pendeteksian 2 kata kunci, yaitu “DIABETES” dan “GEJALA”. Sehingga apapun isi pesan pengguna jika mengandung 2 kata kunci tersebut maka sudah bisa dikenali sebagai pesan permintaan informasi gejala penyakit yang valid.
Gambar 13. Tampilan Informasi Gejala Penyakit Pada Layar HP 97
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 2) Informasi Pencegahan Penyakit Dari Gambar 14 nampak kemampuan pengenalan isi pesan dari pengguna yang berbeda polanya namun bisa dikenali sebagai permintaan informasi pencegahan suatu penyakit. Metode pengenalan isi pesan tersebut didasarkan pada pendeteksian 2 kata kunci, yaitu “DIABETES”dan “CEGAH”. Sehingga apapun isi pesan pengguna jika mengandung 2 kata kunci tersebut maka sudah bisa dikenali sebagai pesan permintaan informasi pencegahan penyakit yang valid.
Gambar 14. Tampilan Informasi Pencegah Penyakit Pada Layar HP 3) Informasi Pengobatan Penyakit Dari Gambar 15 nampak kemampuan pengenalan isi pesan dari pengguna yang berbeda polanya namun bisa dikenali sebagai permintaan informasi pengobatan suatu penyakit. Metode pengenalan isi pesan tersebut didasarkan pada pendeteksian 2 kata kunci, yaitu “DIABETES”dan “OBAT”. Sehingga apapun isi pesan pengguna jika mengandung 2 kata kunci tersebut maka sudah bisa dikenali sebagai pesan permintaan informasi pengobatan penyakit yang valid.
Gambar 15. Tampilan Informasi Pengobatan Penyakit Pada Layar HP
98
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 F. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Dalam perancangan dan pembuatan perangkat lunak SMS Gateway untuk sistem informasi kesehatan yang dijadikan sebagai bahan penelitian yang sudah dilakukan ini diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pengembangannya ke depan, yaitu antara lain: 1) Sistem informasi kesehatan masyarakat ini memanfaatkan layanan pesan singkat sangat efektif dan murah sehingga masyarakat mudah untuk mengakses informasi seputar penyakit kapan saja dan di mana saja secara cepat. 2) Database informasi penyakit bisa di–update secara dinamis dan mudah berdasarkan dinamika penyakit yang ada. 3) Parameter informasi masih sangat mungkin dikembangkan lebih dari 3 parameter (gejala, pencegahan, dan pengobatan). Misal ditambahkan parameter lain: sebab, klinik/dokter rujukan, dan sebagainya. 4) Waktu respon rata–rata SMS sekitarnya 6 detik tergantung kualitas sinyal dan traffic data dari suatu provider oleh pengguna. 5) Bisa diterapkan sistem kecerdasan buatan untuk mengenali pola isi pesan oleh pengguna, sehingga kemampuan untuk mentoleransi kesalahan tulis bisa semakin baik. Hal ini akan lebih memudahkan pengguna yang kurang begitu mengerti ejaan yang benar dari suatu nama penyakit. Rekomendasi Konsep penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang suatu penyakit yang umum terjadi pada masyarakat dengan memanfaatkan layanan pesan singkat (SMS) yang sudah umum digunakan, sehingga memudahkan para pengguna untuk mengakses informasi kesehatan dengan cepat, murah, dan mudah. Adapun rekomendasi kebijakan yang bisa dibuat adalah sebagai berikut: 1) Membangun sistem informasi penyakit berbasis layanan pesan singkat (SMS) yang terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan di jajaran Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas/Klinik, dan bahkan bisa jadi oleh para tenaga medis (dokter) untuk menambah kenyamanan layanan pasiennya. 2) Membangun sebuah SMS Server yang memiliki kemampuan tinggi dalam menampung permintaan layanan informasi oleh pengguna secara massal dengan kecepatan respon yang tinggi. Pendanaan bisa dialokasikan dari anggaran kesehatan daerah meliputi pengadaan dan perawatan berkala. Daftar Pustaka Ade Hadiono (2010), Sistem Informasi Daftar Obat dan Kesehatan Keluarga Indonesia melalui Internet., Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 1, April 2010. Budiarto, Eko. (2003), Pengantar Epidemiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC., Jakarta Joko Lianto Buliali, Suhadi Lili, Deddy Cahyadi (2007), Sistem Pencatatan Informasi Medis Berbasis Teknologi Microsoft .Net. Jurnal Informatika Vol. 3 No.1 : 97118, Juni 2007. Kemenkes RI. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. http://depkes.go.id Kemenkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional. http://depkes.go.id Kemenkes RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. http://depkes.go.id
99
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Kemenkes RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). http://depkes.go.id Kemenkes RI. (2002). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI tahun 2009-2014. http://depkes.go.id Sugiono (2007), Perancangan Sistem Informasi Appointment Pasien Berbasis Sms (Short Message Service) Di Rumah Bersalin Dan Balai Pengobatan (RBBP) Rajawali Citra Bantul Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi (SNT 2007), ISSN : 1978 – 9777, 2007. Veena K. Katankar et.al. (2010). Short Message Service Using SMS Gateway, International Journal on Computer Science and Engineering (IJCSE), Vol.02 No.04, pp.14871491.
100
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 ALAT PEMERCEPAT PROSES PERTUMBUHAN TANAMAN ( Oleh : Syafriyudin) Abstract Growth and production of plants is the end result process of photosynthesis and other physiologicals. The beginning of photosynthesis as the plant growth, basically a physiological and physical process that convert solar energy in the form of electromagnetic waves into chemical energy in the form of carbohydrates, most of the chemical energy is reduced or converted into kinetic energy and thermal energy through the process of respiration to meet the internal needs of the plants, in this study the plant that made as a specimen of research is chili, tomato, seedling (bean sprouts) and cabbage, these plants had been illuminated for 12 hours continously with plant spacing to light about 70 –120 cm from the tip on the plant. Plant growth is strongly influenced by the amount of light received by the plants. This is shown from the results of the study found that plants exposed to ultraviolet light coming from the tool could be grow 1,5 times faster when compared with plants that imposed by regular sunlight. Keywords : ultraviolet, plant, growth. A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam dan sosial budaya yang beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sektor pertanian merupakan suatu solusi utama dalam permasalahan ketahanan dan keamanan pangan, yang didalamnya adalah petani sebagai masyarakat pelaksana. Namun sering kali masyarakat petani gagal melakukan panen yang disebabkan oleh hama penyakit dan yang sangat mengacaukan usaha atau tindakan petani adalah cuaca yang tidak menentu sehingga tanaman mereka layu bahkan mati karena tidak dapat melakukan fotosintesis yang pada akhirnya kualitas dan kuantitas hasil panen menurun dan sinar matahari yang ekstrim karena efek pemanasan global yang menyebabkan hancurnya klorofil tanaman. Secara umum semua orang pasti mengharapkan adanya suatu alat yang aman, mandiri dan dapat mengatasi permasalahan fotosintesis agar lebih maksimal kualitas dan kuantitasnya, apalagi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman mulai dari pembibitan, pembesaran, pembungaan atau pembuahan sampai panen, bernilai ekonomis bagi pengguna maupun negara dan ramah lingkungan, dalam semua sektor ketahanan pangan khususnya pertanian pasti sangat mengharapkannya, selain hasil kualitas dan kuantitas panen lebih maksimal alat sudah mandiri. Untuk itu telah dibuat sebuah alat pemercepat proses pertumbuhan tanaman, yang dipasang pada lahan pertanian. Pada prinsipnya alat pemercepat proses pertumbuhan tanaman ini bekerja mandiri mulai dari konversi energi matahari menjadi catu daya yang digunakan untuk pembangkitan radiator dan pewaktuan otomatis dalam proses pembangkitan. Alat tersebut diberi nama “Pembangkit Ultra Violet Untuk Mempercepat Pertumbuhan Tanaman“ Suatu hasil penelitian dan inovasi teknologi yang mandiri dan terus dikembangkan sebagai alternatif solusi bagi petani agar kualitas dan kuantitas yang 101
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 lebih maksimal juga berkontribusi pada negara dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan yang akan dicapai dari program ini adalah sebagai berikut : 1. Terciptanya suatu alat radiasi pemercepat pertumbuhan tanaman yang aman dan mandiri. 2. Teratasinya permasalahan cuaca yang menggangu proses fotosintesis tanaman yang menggagalkan kualitas dan kuantitas panen petani. 3. Tercapainya kuantitas dan kualitas panen petani 4. Petani dapat melakukan kegiatan bertani setiap saat tanpa mempedulikan cuaca atau musim dan efek pemanasan global. 5. Berkontribusi penuh pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. C. Tinjauan Pustaka Dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya, intensitas cahaya merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya fotosintesis. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sampai intensitas 10.000 lux, grafik kecepatan fotosintesis bergerak linear positif. Data penelitian tersebut adalah untuk tanaman dewasa, sedangkan untuk tanaman muda (tingkat semai–sapihan) belum diperoleh data. Selain itu, penelitian mengenai kekhusuan sifat akan kebutuhan cahaya pada jenis– jenis tanaman tertentu juga belum dikerjakan. Pengurangan intensitas sinar sampai 60% (pada sceenhouse) berpengaruh positif nyata terhadap pertumbuhan awal tinggi dan diameter semai kapur. (Suhardi,1995), Spora dapat berkecambah dalam kondisi cahaya terang biasa ataupun gelap dan perkecambahan spora akan terhambat jika diberi penyinaran UV lebih dari 2 jam dan pemberian sinar matahari langsung (Pawirosoemardjo dan Purwantara, 1987). Faktor cuaca seperti suhu, kelembaban, cura hujan, angin dan radiasi berpengaruh pada setiap tingkat siklus perkembangan tanaman (Rapidly, 1983 dalam Friesland and Schrodter, 1988). Radiasi matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan oleh radiasi matahari (Tjasjono, 1995). D. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah melakukan perancangan dengan mengaplikasikan radiator sebagai sistem pemercepat proses pertumbuhan tanaman adalah solusi yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat petani atau lahan pertanian. Pada prinsipnya penggunaan dan pengujian alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui prinsip kerja alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik. b. Untuk mengetahui unjuk kerja dari alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik pada beberapa tanaman. c. Untuk mengetahui proses kerja alat untuk pertumbuhan tanaman.
102
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 1. Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik adalah sebagai berikut : a. Alat 1) Alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik 2) Penggaris 3) Jangka sorong b. Bahan 1) Kacang hijau, benih (cabe , tomat, terong yang sudah disemai) 2) Polybag 6 X 10 cm 3) Polybag berisi tanah 4) Polybag berisi campuran tanah dan pupuk kandang. 2. Langkah pengujian Pengujian dilakukan dengan menghubungkan alat pemacu pertumbuhan tanaman secara elektronik ke sumber tegangan PLN 220V AC. Pengujian dilakukan dengan objek beberapa tanaman pada polybag. Dimana sinar tersebut menyinari tanaman pada polybag tersebut dengan jarak ±100 cm pada pukul 06.00–18.00 selama 12 jam. Pertumbuhan tanaman diukur setiap hari mengunakan pengaris dan jangka sorong. Adapun yang diukur pada tanaman tersebut sebagai berikut : Tinggi tanaman Ukuran batang Panjang, lebar dan banyaknya daun.
Gambar 1. Contoh tanaman yang akan di uji Ketika rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik (Alternating Current/AC) 220 volt, maka tegangan tersebut akan diubah oleh rangkaian power supply menjadi tengangan searah (Direct Current) sebesar 43,5 volt. Tegangan ini untuk mensuplai blok lampu LED 13.5 Watt. Dan LED tersebut memancarkan sinar pada media tumbuhan dengan jarak ±100 cm.
Gambar 2. Lampu Menyinari Tanaman 103
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 E. Hasil Penelitian a. Pengujian pada Kecambah (Tauge) Tabel 1 Pengujian pada kacang kecambah (tauge) Hari Sinar UV Tanpa Penerangan Matahari 1 2 3
2 3,3 4,3
1,9 2,8 3,9
1,5 2,2 3,3
panjang (cm)
Gambar 3. Tanaman kecambah umur 1 –3 hari
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
sinar uv tanpa penerangan matahari
1
2 hari ke-
3
Gambar 4. Grafik pertumbuhan panjang kacang hijau (tauge) b. Pengujian pada Tanaman Tomat Tabel 2 Hasil pengujian data tinggi dan banyaknya daun pada pertumbuhan tanaman tomat Sinar UV Matahari Pupuk Tanpa Pupuk Pupuk Tanpa Pupuk Hari Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah (cm) Daun (cm) Daun (cm) Daun (cm) Daun 1 2 3 4 5 104
0,5 1,2 2,4 2,9 3,3
2 2
0,3 2,1 2,7 2,9 3
2 2 2 2
0,2 0,9 1,5
2
0,3 1,4
-
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 4 4,2 4,5 4,7 4,9 6,4 8,5 9 10,6 11 12,5 14,7 16,1 17,5 18,9 20,7 22,1 22,7
2 2 2 2 2 4 6 7 8 9 11 13 15 17 18 20 22 23 25 27 29 30 33
3,1 3,2 3,3 3,5 3,6 3,9 4 4,1 4,2 4,5 4,9 5,5 7,9 8,2 10,2 11,3 12,6 12,9 13,5 14,3 16,1 18,5 19,3
2 2 2 2 3 3 4 5 6 8 9 9 11 12 14 16 18 20 21 23 26 27 28
1,7 1,9 2 2,1 2,2 2,3 2,5 2,7 3,1 3,2 3,5 3,7 3,8 4,1 5,3 8,1 10,1 11,5 12,2 13,5 14,3 18,3 19,1
2 2 2 2 4 4 4 5 5 6 8 8 8 8 9 11 12 15 17 17 19 19 21
2,4 2,5 2,8 2,9 3,1 3,4 3,5 3,9 4,1 4,4 4,7 4,9 5 5,5 6,1 7,2 8,5 9,3 10,1 11,5 12,5 13,5 15,2
2 2 2 3 3 4 4 5 6 6 8 10 10 11 12 12 13 13 15 15 17 17 18
35 30
UV pupuk
25 UV tanpa pupuk
jumlah
20 15
matahari pupuk
10
matahari tanpa pupuk
5 0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 hari keGambar 5. Grafik pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat
105
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 c. Pengujian pada Tanaman Cabai Tabel 3 Hasil pengujian tinggi dan banyaknya daun pada pertumbuhan tanaman cabai SINAR UV MATAHARI PUPUK TANPA PUPUK PUPUK TANPA PUPUK Hari Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah Tinggi Jumlah (cm) Daun (cm) Daun (cm) Daun (cm) Daun 1 2 3 4
0,5 2,1 2,4 2,5
2 2 2
0,5 1,2 1,9 2,1
2 2 2
0,3 1,9 2
2
0,2 0,9
2
5 6 7
3,1 3,3 3,5
2 3 4
2,5 2,9 3
2 2 2
2,3 2,4 2,5
2 2 3
1,1 1,9 2,1
2 2 2
8 9 10
3,6 3,8 4
4 4 5
3,1 3,2 3,3
2 3 4
2,6 2,8 2,9
4 4 4
2,2 2,3 2,4
2 2 3
11 12 13
4,1 4,3 4,4
5 6 6
3,4 3,5 3,7
4 4 5
3 3,1 3,2
4 4 5
2,8 2,9 3
4 4 4
14 15 16
4,5 4,6 4,9
7 8 8
3,9 4,1 4,5
6 6 7
3,5 3,9 4,1
5 5 6
3,1 3,2 3,4
4 5 5
17 18 19
5,3 6,1 6,9
9 9 10
4,7 5,9 6,5
8 8 8
4,3 5,1 5,7
7 8 8
3,6 3,7 4,5
5 6 6
20 21 22
7,6 8,9 9,7
10 10 11
7,3 8,5 9,4
10 10 10
6,1 6,7 7,2
8 8 9
4,9 5,1 5,4
7 7 7
23 24 25
10,5 11,4 12,1
12 12 13
9,8 9,9 10,2
10 10 10
7,8 8,4 8,5
9 9 9
5,9 6,4 6,8
8 8 9
26 27 28
13,2 13,7 14,2
14 14 14
10,5 11,5 11,8
10 11 11
8,7 9,5 10,3
10 10 10
7,2 7,9 8,3
9 9 10
106
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
16
UV pupuk
14 12
UV tanpa pupuk
jumlah
10 8
matahari pupuk
6 4
matahari tanpa pupuk
2 0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 hari ke-
Gambar 6. Grafik pertumbuhan jumlah daun tanaman cabai d. Pengujian pada Tanaman Sawi Tabel 4 Hasil pengujian lebar pertumbuhan daun pada tanaman sawi Sinar UV Matahari Tanpa Pupuk Pupuk Tanpa Pupuk Hari Pupuk Lebar (mm)
Lebar (mm)
Lebar (mm)
Lebar (mm)
1 2
5,8 6,5
6 6,4
5,1 5,3
5,9 6
3
7
6,8
6
6,2
4
8
7,3
6,5
6,4
5
8,7
7,7
6,9
6,5
6
9,5
8,1
7,3
6,7
7
10,3
8,3
7,8
6,8
8
11,5
8,5
8
7
9
12,3
8,8
8,5
7,4
10
13
9,2
9
7,8
11
14
9,5
9,6
8
12
14,9
9,9
9,8
8,5
13
15,4
10,2
10,1
9
14
16,3
10,6
11,2
9,5
15
17
11
12
10 107
Lebar (cm)
JURNAL PENELITIAN VOL. 10
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
UV & Pupuk UV Matahari & Pupuk Matahari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Hari KeGambar 7. Grafik pertumbuhan tanaman sawi F. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari analisa hasil penelitian, maka dapat digarisbawahi beberapa poin penting sebagai berikut: 1. Pertumbuhan tanaman dan kecambah juga dipengaruhi oleh besarnya intensitas cahaya yang diterima. Semakin besar intensitas cahaya maka semakin baik pula pertumbuhan tanaman. Tetapi jika intensitas cahaya yang didapatkan tanaman kurang dan berlebihan, maka pertumbuhan tanaman akan kurang baik. 2. Tanaman mengunakan alat pemacu pertumbuhan ( dalam ruangan ) a. Pupuk Mengalami pertumbuhan tinggi yang cepat dan jumlah daunnya bertambah lebih cepat, berwarna hijau lebar dan tebal, dan batang tegak. Pertumbuhan yang cepat ini disebabkan oleh penyinaran yang cukup dan pertambahan pupuk kandang. Sehingga proses fotosintesis yang sangat cukup itulah yang menyebabkan tanaman tumbuh lebih cepat berdaun lebar, tebal dan banyak. b. Tanpa pupuk Mengalami pertumbuhan tinggi yang cepat, daun berwarna hijau lebar dan tebal, dan batang kecambahnya tegak, Namun pertambahan daunnya lambat. 3. Tanaman mengunakan sinar matahari ( di luar ruangan ) a. Pupuk Mengalami pertumbuhan yang kurang cepat, daun berwarna hijau, dan batang kecambahnya kokoh dan berisi. Namun pertambahan daunnya lambat. Pertumbuan disebabkan cahaya matahari yang setiap saat berubah–ubah intensitas dan suhunya. b. Tanpa pupuk Mengalami pertumbuhan yang kurang cepat, daun berwarna hijau, dan batang kecambahnya kokoh, Namun batang kecambahnya tidak seperti mengunakan pupuk dan pertambahan daunnya lambat. Pertumbuhan disebabkan cahaya matahari yang berubah–ubah intensitas, suhu dan tidak mengunakan pupuk.
108
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Rekomendasi Dari hasil penelitian dalam bentuk hasil perancangan “Pembangkit Ultra Violet Untuk Mempercepat Pertumbuhan Tanaman” diharapkan pemerintah daerah dalam hal ini BAPPEDA dapat merekomendasikan kepada masyarakat dan petani terutama kelompok tani yang yang berlahan kritis agar menjadi lebih produktif dan mencapai kualitas dan kuantitas yang maksimal. Daftar Pustaka Cahyono, Bambang. 1998. Tomat : budidaya dan analisis usaha tani. Kanisius : Yogyakarta Campbell, Neil. A. 2001. “Biologi edisi ke-5 jilid ke-2”. Erlangga : Jakarta Faridah, E, 1996, Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza dan serbuk arang pada pertumbuhan alam Drybalanops sp. Buletin penelitian Nomor 29 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Fitter A.H. dan Hay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Francis D.Yury.(1993). Teknik Elektronika Catu Daya, Batang Pekalongan : CV Bahagia. Friesland, H. and Schodter, H. 1988, The analysis of weather factors in epidemiology in Kranz, J and Rotem, J ( ed) Experimental techniques in plant disease epidemiologi, springer-verlag. P,. 115-134 Guslim,2007,. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lakitan, Benyamin.2004. Dasar- dasar Fisiologi Tumbuhan., PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Marjenah, 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan ”Rimba Kalimantan” Vol. 6. Nomor. 2. Samarinda. Kalimantan Timur. Pawirosoemardjo, S., Purwantara, A. 1987. Sporulation and spore germination of Corynespora cassiicola. Proceeding of IRRDB Symposium Pathology of Hevea brasiliensis, November 2-3, 1987. Chiang mai Thailand. P. 24-33 Pracaya. 1998. Bertanam tomat. Kanisius:Yogyakarta Situmorang dan Budiman.,2004., Penyakit tanaman karet dan pengendaliannya, balai penelitian sumbawa Seokojo,. 1976, Silvika, Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi IPB., Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Suhardi., 1995., Effect of shading myccorhizza, Inoculated and organic matter on the growth of havea gregaria seeding., buletin penelitian no.28 fakultas kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Tjasjono, 1995, Klimatologi umum, ITB, Bandung Anonymous. 2012. Bioteknologi tomat. http://blogonmania.blogspot.com/2011/04/bioteknologi.html. Diakses pada tanggal 22 mei 2012. Anonymous. 2012. Penerapan bioteknologi. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidangbioteknologi-pada-tanaman/
.
109
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 STRATEGI OPTIMALISASI PENGELOLAAN PAUD NON FORMAL DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP PENDIDIKAN YANG MUDAH MURAH DAN BERMUTU DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA ( Oleh : Anastasia Adiwirahayu, Sri Suminar) Abstract Most of people assume that an easy and low cost education does not have good quality and vice versa. Since 2007, Pemkot Yogya has created an easy, low cost, and qualified a non formal Pos PAUD. All of those principal could be happened if the administrator that come from local society have good qualification. In reality, the situation and condition is different, so that it is effecting for the success. That is why it is needed for designing a strategy for improving the administrator’s qualification. Kelurahan Karangwaru, which is one of kelurahan located in Kecamatan Tegalrejo, was chosen as sample because it has the most Pos PAUD. That is why it is needed to be questioned: how was the administrator’s qualification in creating an easy, low cost, and qualified principal education; what are the factors; what kind of strategy that can be applied to increase the administrator’s qualification. The purpose of this research was to find out the general information of the administrator’s qualification to create an easy, low cost, and qualification of education; knowing the factors that can be applied as a foundation in creating the qualification improvement of the administrators. The research of Ernawati (2009) entitled “Pengelolaan PAUD Terintegrasi POSYANDU di POS PAUD ‘Tunas Bangsa’”, can be concluded that the administrator have big role in administrating POS PAUD. The role included arranging learning programme, implementation of learning programme, administrating of institution activities, evaluating child development, and coordinating with many sectors. This research applied case method which is strenghtened with survey method. Research type: descriptive research. Subject of research: purposive sampling. Data collection technique: document study, observation, interview, and FGD. Data analysis technique: data reduction, data presentation, verification, and conclusion. Conclusion: Pos PAUD administrator profile qualification from education side is enough but it did not have teaching background, so it decreased the creativity. Factors found that underlied the arrangement of improving administrator’s qualification strategy is the factors of non formal education, experience, and building the networking. Keywords : strategy, qualification, administrator A. Pendahuluan Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan strategis mengingat anak adalah sebagai generasi penerus dalam kehidupan suatu Negara. Masa pada usia anak merupakan masa emas (golden age) karena pada masa itu seorang anak memiliki pertumbuhan otak yang sangat pesat, sehingga pada masa itu perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan diri bagi seorang anak. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu dilakukan pemberian rangsangan pendidikan guna membantu perkembangan jasmani dan rohaninya terutama pada anak–anak sejak lahir sampai anak berusia enam tahun. Salah satu upaya untuk mengembangkan diri anak ada suatu program dari pemerintah, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dilakukan masyarakat dengan tujuan mewujudkan pendidikan yang mudah, murah dan bermutu, dalam arti mudah dalam proses pendidikan, murah dalam arti penyelenggaraannya dan bermutu dalam pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat. Pelayanan PAUD ditujukan bagi anak usia dini 110
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 khususnya bagi anak yang belum memperoleh kesempatan pendidikan di Taman Kanak– Kanak (TK), Tempat Penitipan Anak (TPA) dan Kelompok Bermain (KB). Yogyakarta yang identik sebagai tempat pendidikan dengan jumlah anak usia dini (0 –6 tahun) sebanyak 28.094 (Kantor KB ,2009) mepunyai tanggung jawab yang besar dalam penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia dini guna mempersiapkan generasi mendatang yang berkualitas, berkarakter dan inklusif. Pemerintah Kota Yogyakarta bersama lembaga masyarakat sejak tahun 2005 telah melaksanakan Program Pendidikan Anak Usia Dini khususnya Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal berupa Satuan PAUD Sejenis ( SPS PAUD ) sejumlah 614 unit yang terintegrasi pada Posyandu yang berpangkalan di wilayah Rukun Warga (RW) dengan tujuan memberikan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini. Pelayanan ini diperuntukkan bagi anak yang belum mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan di Taman Kanak–Kanak ( TK ), Tempat Penitipan Anak ( TPA ) dan Kelompok Bermain ( KB ). Salah satu prinsip dari penyelenggaraan Pos PAUD adalah berbasis masyarakat dalam arti bahwa Pos PAUD diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, oleh karena itu Pos PAUD dibentuk oleh masyarakat dan dikelola masyarakat berdasarkan asas gotong royong, kerelaan dan kebersamaan. Namun demikian tidak semua pos PAUD dikelola dengan baik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan pemerintah. Ada berbagai faktor yang menyebabkan Pos PAUD tidak dapat dikelola sesuai dengan tujuan tersebut diantaranya adalah kapasitas pengelola serta situasi dan kondisi wilayah masing–masing dimana Pos PAUD itu berada. Atas dasar itu, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat tentang kapasitas pengelola Pos PAUD sehingga dapat dilakukan suatu strategi untuk meningkatkan kapasitas pengelola sehingga dapat mewujudkan suatu proses pendidikan sesuai dengan tujuan program tersebut dan harapan masyarakat. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui gambaran umum kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan pendidikan yang mudah murah dan bermutu. 2. Mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan pendidikan yang mudah murah dan bermutu. 3. Mengetahui strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan pendidikan yang mudah, murah dan bermutu. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta tentang hasil kajian Strategi Pos PAUD non formal dalam mewujudkan pendidikan yang mudah, murah dan bermutu. 2. Dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang mendukung visi misi kota Yogyakarta C. Tinjauan Pustaka Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Herlina pada tahun 2000 tentang pengelolan Pos PAUD diperoleh kesimpulan bahwa untuk pengelolaan Pos PAUD yang dilakukan secara terorganisir akan diperoleh hasil sesuai dengan harapan baik bagi anak didik dan pendidik. Anak didik berkembang secara kreatif, mandiri, dan berprestasi sedangkan pendidik semakin meningkat kreatifitasnya, berprestasi dan meningkat pula pemahaman tentang PAUD. Pengelolaan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UU SPN Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 dan telah dijabarkan dalam Permediknas Nomor 19 Tahun 2007 bahwa setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan 111
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 pendidikan yang berlaku secara nasional, beberapa aspek standar pengelolaan sekolah yang harus dipenuhi meliputi: 1. Perencanaan program sekolah 2. Pelaksanaan rencana kerja 3. Pengawasan dan evaluasi 4. Kepemimpinan sekolah / madrasah. 5. Sistem informasi manajemen. Pos PAUD adalah bentuk layanan PAUD yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu. Unsur–unsur Pos PAUD terdiri peserta didik, orang tua, pendidik/kader, pengelola, tim pemantau dan Pembina tingkat desa/kelurahan dan lembaga penyelenggara. Pengelola Pos PAUD dipilih dari kader dan/atau orang tua yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, dengan masa bakti 3 tahun atau sesuai kesepakatan dan dapat dipilih untuk periode berikutnya dengan surat keputusan pengangkatan pengelola dikeluarkan oleh kepala desa / kelurahan / pejabat setingkat. Untuk mengelola pos PAUD diperlukan adanya kapasitas dari pengelola, yakni kemampuan untuk memimpin, bertanggung jawab atas kelancaran mengelola administrasi dan keuangan Pos PAUD sehingga dapat mewujudkan pendidikan yang mudah murah dan bermutu. Pendidikan yang mudah dalam arti dengan prinsip kesederhanaan menjadikan Pos PAUD mudah dilaksanakan yang mencakup aspek persyaratan, proses dan sistem evaluasinya. Pendidikan yang murah maksudnya adalah dengan prinsip pengelolaan dari, oleh, dan untuk masyarakat serta memanfaatkan potensi lingkungan seperti pemanfaatan alam sekitar sebagai alat permainan edukatif (APE) sehingga membuat Pos PAUD terjangkau biayanya. Pendidikan yang bermutu maksudnya adalah pencapaian mutu Pos PAUD dicapai melalui keterpaduan layanan pembinaan orangtuanya dan layanan kesehatan gizi dan balita serta keterpaduan pemberian rangsangan pendidikan di Pos PAUD dan pendidikan yang dilakukan di rumah. Dikatakan Harvard Family Research Project (HFRP) dalam Endin Wicaksono bahwa anak dan remaja akan sukses di masa dewasanya apabila mendapatkan dukungan belajar yang tepat sejak lahir dari keluarga dan sekitarnya. Keterlibatan keluarga akan memperkuat hasil positif bagi kesiapan anak untuk sekolah terutama dukungan belajar yang tepat melalui pengasuhan orang tua, program pendidikan dan lingkungan terdekat. Pada program penddikan diantaranya melalui pos PAUD non formal yang keberhasilannya tidak terlepas dari peran pengelola. Berikut akan disampaikan kerangka pemikiran Strategi Peningkatan Kapasitas Pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan pendidikan yang mudah murah dan bermutu : STRATEGI PROGRAM
Bonding Strategy Meningkatkan Kapasitas Pengelola PAUD
PROFIL PENGELOLA POS PAUD
Brinding Strategy Peningkatan Jejaring Antar Pengelola PAUD
Program Peningkatan Kapasitas Pengelola Pos PAUD
Creating Strategy Peningkatan Jejaring Antar - Stakeholder
Pelatihan Partisipatif
112
Studi Banding
Peningkatan Jejaring
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 D. Metodologi Penelitian Kelurahan Karangwaru dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa kelurahan Karangwaru memiliki Pos PAUD yang paling banyak diantara kelurahan di wilayah kecamatan Tegalrejo. Sedangkan yang dijadikan subyek penelitian adalah orang–orang yang mengetahui seluk beluk Pos PAUD yang terdiri dari pengelola Pos PAUD sejumlah 17, yakni ketua, sekretaris dan bendahara, adapun pemilihan subyek penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling. Untuk melengkapi data diri subyek pokok digali pula data dari kader, orang tua peserta didik dan ketua forum PAUD. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang diperkuat dengan metode survei. Studi kasus dilakukan untuk memperoleh gambaran secara umum kondisi sosial ekonomi pengelola Pos PAUD serta untuk menetapkan sumber–sumber dari informan yang diperlukan. Jenis penelitian sesuai yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian adalah penelitian diskriptif kualitatif untuk menggambarkan kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan prisip pendidikan yang mudah, murah dan bermutu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini metode triangulasi, yakni pertama–tama dilakukan observasi terhadap obyek penelitian kemudian dibuat pedoman wawancara untuk mengetahui kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan prinsip pendidikan yang mudah murah dan bermutu. Pedoman wawancara sudah diuji coba kepada teman yang juga sebagai pengelola PAUD dan mereka mengerti maksud dari pertanyaan yang ada dalam wawancara, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pencarian data primer melalui wawancara. Hasil wawancara diklasifikasikan hal–hal yang dapat dikategorikan sebagai pendorong dan diinvetarisasi hal–hal yang dikategorikan sebagai penghambat. Dari hasil klasifikasi kemudian dilakukan FGD dengan informan untuk merancang srategi peningkatan kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan prinsip pendidikan yang mudah, murah dan bermutu. E. Hasil Penelitian 1. Gambaran Pos PAUD di Kelurahan Karangwaru Dari rekap data monitoring SPS–POS PAUD kota Yogyakarta tahun 2012 diperoleh informasi bahwa di kelurahan Karangwaru terdapat 14 kelompok PAUD dengan pengelola sejumlah 60 dan semua berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan pengelola sebagian besar SMA dengan perincian 3 orang tamat SLTP, 33 orang tamat SLTA, 6 orang berpendidikan Diploma 6 orang, dan 18 orang berpendidikan S1. Untuk menjadi pengelola mereka harus mengikuti Diklat, namun yang sudah pernah mengikuti baru 15 orang dan yang memiliki NUPTK 4 orang. Jumlah pendidik 61 orang, semua berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan 6 orang tamat SLTP, 37 orang tamat SLTA, 10 orang tamat SLTA dan 18 orang tamat SLTP. Untuk peserta didik berjumlah 305 orang dengan jenis kelamin laki–laki dan perempuan dengan pengelompokkan umur 0–2 tahun sejumlah 112 , 2–4 tahun 134 dan 4–6 tahun sejumlah 59 orang. Untuk pelaksanaan administrasi dibagi menjadi 2, yaitu administrasi lembaga dan administrasi pembelajaran yang ditandai dengan kepemilikan buku administrasi lembaga sejumlah 9 dan buku administrasi pembelajaran 3. Pelaksanaan kegiatan dalam 1 bulan ada Pos PAUD yang menyelenggarakan 1 kali, 2 kali dan 3 kali , sedang 11 Pos PAUD lainnya menyelenggarakan 4 kali dalam sebulan. Program kegiatan yang dilakukan diharapkan adanya keterpaduan dengan BKB, YANDU – SDITK namun baru 4 Pos PAUD yang melaksanakan. Semua Pos PAUD yang ada belum memiliki gedung sehingga untuk melakukan kegiatan meminjam pada warga, dari Pos PAUD yang ada memiliki tempat 113
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 bermain di dalam sedang 9 Pos PAUD lainnya tidak memiliki dalam arti kegiatan bermain di teras rumah atau di halaman rumah. Pos PAUD di wilayah Karangwaru semua menerima bantuan antara lain bantuan rintisan, alat permainan edukatif (APE), kelembagaan dan insentif bagi pendidik sejumlah Rp. 500.000,00 dan saat ini diusulkan sebesar Rp. 2.000.000,00. 2. Identitas informan Jumlah informan dalam penelitian ini 17 pengelola pos PAUD. Tingkat pendidikan pengelola sebagian besar berpendidikan tingkat SMA seperti yang disyaratkan oleh pemerintah, seorang berpendidikan sarjana meskipun ada pengelola seorang yang berpendidikan SMP. Sebagai pengelola sebagian besar mempunyai pengalaman mengikuti pendidikan dan ketrampilan sejumlah 13 informan, namun ada yang 4 informan yang belum pernah mempunyai pengalaman melalui pendidikan dan ketrampilan. Pekerjaan pengelola bervariasi terdiri dari pensiunan guru SD, guru TK, pegawai swasta dan ibu rumah tangga. Status informan dalam organisasi Pos PAUD sebagai Ketua sejumlah enam orang, Ketua sekaligus Pendidik delapan orang, Sekretaris dua orang dan seorang sebagai Sekretaris sekaligus sebagai Pendidik. Pengalaman informan dalam mengelola pos PAUD dengan lama waktu antara 6–9 tahun sejumlah tiga orang, dan tujuh orang antara 3–6 tahun dan tujuh orang lainnya selama 1–3 tahun. 3. Kapasitas Pengelola Pos PAUD Tugas yang dijalani oleh pengelola Pos PAUD sesuai dengan kapasitasnya adalah mengkoordinir semua kegiatan yang ada dalam Pos PAUD , namun ada juga pengelola Pos PAUD yang mengkoordinir sekaligus berperan sebagai pendidik. Untuk mengevaluasi kegiatan sebagian besar menyelenggarakan petemuan rutin antara pengelola dan pendidik yang diselenggarakan sebelum atau sesudah kegiatan PAUD. Namun demikian ada dua Pos PAUD yang tidak pernah menyelenggarakan pertemuan rutin karena jumlah pengelolanya sedikit karena di dalam Pos PAUD tersebut mereka berperan sebagai pengelola dan merangkap sebagai pendidik. Untuk melihat perkembangan Pos PAUD sebagian besar pengelola menggunakan cara dengan memperhatikan laporan pendidik dan buku absen dan empat orang menggunakan cara sharing tentang kegiatan Pos PAUD dengan pendidik yang dilakukan setelah selesai kegiatan. Dalam mengelola Pos PAUD ada berbagai pengalaman yang diperoleh baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Sebagian besar pengelola mengatakan pengalaman yang paling menyenangkan apabila peserta didik bersemangat dengan apa yang diajarkan, tiga orang mengatakan apabila semua anak dapat hadir, bila mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan masing–masing satu informan apabila ada peserta didik yang berulang tahun dan peserta didik yang menjadi juara. Untuk pengalaman yang tidak menyenangkan sebagian besar mengatakan apabila peserta didik yang datang hanya sedikit, dan sejumlah informan mengatakan apabila orang tua peserta didik tidak mendukung kegiatan dengan tidak merespon jadwal kegiatan dan dua informan mengatakan apabila pendidik tidak datang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pengelola Pos PAUD sering merasakan tentang kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan adalah jumlah pendidik yang latar belakang pendidikannya sebagai pendidik /guru tidak ada, sebagian lagi mengatakan kurangnya alat permainan sedangkan yang lainnya mengatakan partisipasi orang tua peserta didik rendah, kurangnya dana dan tempat belajar yang berpindah–pindah atau menetap. Kekurangan yang dirasakan pengelola ini sering menghambat dalam pengelolaan Pos PAUD. Dari kondisi tersebut informan berharap perlu adanya dukungan terhadap Pos PAUD dalam bentuk peningkatan partisipasi dari masyarakat dalam arti partisipasi tidak hanya dari masyarakat yang 114
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 memiliki anak di bawah usia 5 tahun melainkan masyarakat yang mampu secara finansial diharapkan juga berpartisipasi dalam bentuk sumbangan tetap atau menjadi donator tetap. Jumlah peserta didik dalam perkembangan tiap tahunnya sebagian besar stabil dikarenakan jumlah anak usia dini di Pos PAUD yang dikelola jumlahnya tetap, sedangkan sebagian besar lainnya mengalami penurunan karena banyak dari orang tua anak usia dini lebih memilih pendidikan PAUD formal dan semakin banyak lembaga PAUD formal di wilayah ini, dan seorang informan yang menyatakan bahwa jumlah peserta didik yang ada mengalami peningkatan. Pos PAUD yang sudah menerapkan prinsip pendidikan yang mudah, murah dan bermutu baru tujuh kelompok, sedangkan sepuluh kelompok lainnya baru menerapkan prinsip pendidikan yang mudah dan murah. Mudah dalam arti persiapannya dilakukan secara sederhana, murah dalam hal biaya penyelenggaraanya gratis dan jika membayar dengan iuran yang berkisar antara Rp. 500,00 dan Rp.1000,00, namun belum memadukan programnya dengan kelompok BKB dan POSYANDU. 4. Analisis Data Dari hasil penyajian data–data dapat diketahui bahwa kapasitas pengelola dari bidang pendidikan sebagian sudah memenuhi syarat yang ditetapkan untuk menjadi pengelola Pos PAUD, yakni minimal SLTA, meskipun ada juga yang pendidikannya tingkat SLTP. Hal ini terjadi karena kegiatan yang ada di Pos PAUD merupakan kegiatan sosial sehingga mereka yang menjadi pengelola biasanya memiliki jiwa sosial dalam arti mereka mau meluangkan waktunya tanpa menuntut atau memikirkan imbalan yang akan diperoleh dari pengabdiannya. Peran pengelola dalam Pos PAUD sebagian besar mempunyai peran ganda atau rangkap jabatan, yaitu sebagai pengelola dan sekaligus sebagai pendidik. Hal ini terjadi karena untuk menjadi pengelola dan pendidik dalam penyelenggaran Pos PAUD lebih tergantung pada warga masyarakat yang bisa dijadikan figur. Pengelola Pos PAUD sebagian besar sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kelengkapan administrasi kelembagaan maupun administrasi pembelajaran kemudian diikuti kegiatan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pos PAUD. Jika dilihat dari perkembangannya masih banyak Pos PAUD yang perkembangannya lambat bahkan ada jumlah peserta didiknya mengalami penurunan, bahkan ada Pos PAUD yang mengalami kevakuman selama 2 tahun dikarenakan peserta didiknya tidak ada. Berkembangnya kegiatan POS PAUD juga tidak terlepas dari partisipasi masyarakat terutama dari orang tua yang memiliki anak usia balita dengan memberikan dukungan untuk terselenggaranya kegiatan Pos PAUD, sedang bagi masyarakat yang lain diharapkan berpartisipasi dalam bentuk pemberian dana, namun hal ini belum terealisir. Dari hasil analisis diperoleh gambaran tentang faktor yang menjadi pendorong dan penghambat peningkatan kapasitas pengelola Pos PAUD dalam mewujudkan pendidikan yang mudah, murah dan bermutu yaitu : 1. Faktor pendorong adalah semangat pengelola yang relatif tinggi, jumlah peserta didik yang cukup banyak dan adanya dukungan pemerintah maupun masyarakat, 2. Faktor penghambat adalah pendidik yang terbatas sehingga kreativitas dalam mendidik juga sangat terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana, dukungan orang tua peserta didik yang masih rendah dan donator yang terbatas. 3. Faktor–faktor yang dapat dipakai sebagai dasar penyusunan strategi peningkatan kapasitas pengelola Pos PAUD adalah faktor pendidikan non formal, faktor pengalaman dan faktor jejaring.
115
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Dari faktor pendorong dan faktor penghambat dalam peningkatan kapasitas pengelola Pos PAUD dalam mewujudkan pendidikan yang mudah murah dan bermutu disusun strategi sebagai berikut : 1. Bonding Strategy, yakni dengan memperkuat kapasitas pengelola Pos PAUD melalui penyelenggaraan pelatihan –pelatihan bagi pengelola maupun pendidik, sehingga dapat menumbuhkan kreativitasnya. 2. Bridging Strategy , yakni dengan mengadakan studi banding ke Pos PAUD yang memiliki prestasi, sehingga dapat memberikan inspiasi bagi pengelola maupun pendidik. 3. Creating Srategy, yakni dengan membuat jejaring dengan pemerintah maupun pihak swasta untuk menutup keterbatasan yang ada dalam Pos PAUD. F. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan : a) Kapasitas pengelola Pos PAUD di Kelurahan Karangwaru dari tingkat pendidikan formal sudah cukup memadai dengan pendidikan pengelola sebagian besar SLTA, namun yang berlatar belakang pendidikan guru hanya 2 orang, serta kesempatan untuk mengikuti pedidikan dan latihan juga masih sangat terbatas. Perkembangan peserta didik dari tahun ke tahun mengalami penurunan. b) Dari hasil FGD ditemukan adanya faktor penghambat, yakni kapasitas pengelola maupun pendidik masih rendah, banyak terjadi rangkap jabatan baik sebagai pengelola maupun pendidik, partisipasi orang tua peserta didik rendah, kegiatan kurang bervariasi dan kurangnya sarana maupun prasarana yang ada. Sedangkan faktor pendorongnya adalah semangat pengelola yang tinggi (tidak gampang menyerah), tersedianya peserta didik dan dukungan dari pemerintah maupun lembaga yang ada seperti PKK serta Dasa Wisma. c) Dengan ditemukan adanya faktor pendorong dan faktor penghambat dapat dipakai sebagai dasar untuk merancang strategi peningkatan kapasitas pengelola Pos PAUD non formal dalam mewujudkan prinsip pendidikan yang mudah murah dan bermutu, yakni faktor pendidikan non formal bagi pengelola dan pendidik (Bonding Strategy), faktor pengalaman (Bridging Strategy) dan faktor perluasan jejaring (Creating Strategy). 2. Rekomendasi Ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini, yaitu : a) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk pendampingan Pos PAUD non formal. b) Pengusaha yang ada di wilayah kerja Pos PAUD hendaknya menyisihkan keuntungannya untuk membantu biaya operasional Pos PAUD. c) Keluarga yang mempunyai anak balita dari segala lapisan masyarakat hendaknya meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan PAUD non formal. d) Untuk meningkatkan perkembangan Pos PAUD non formal pengelola dipilih berdasarkan kesukarelaan sehingga dalam menjalankan peranannya sebagai pengelola dilakukan dengan ikhlas dan tulus. e) Penelitian ini hendaknya dapat ditindaklanjuti melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
116
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Daftar Pustaka Dewi Meliani S, 2009 , Keluarga Harapan: Masalah Tantangan dan Solusi Dtinjau Dari ASpek Keluarga, Perempuan, Anak dan Remaja serta Kesejahreraan Lansia, Puspapega , STKS, Bandung. Enkeu Agiati R, 2006, Sosial Marketing Dalam Pelayanan Sosial Berbasis Masyarakat dalam Kearifan Lokal dan Gerakan Sosial, PK2 PM, STKS, Bandung Kementrian Sosial RI,2011, Pelayanan Kesejahteraan Anak dan Keluarga di Indonesia Muhadjir Noeng, 1990 , Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin PO.BOX 83, Yogyakarta Sitorus Felix dan Agusta, 2005, Metodologi Kajian Komunitas, IPB, Bogor (http://agus.blogchandra.com/standar-pengelolaan-pendidikan) Surudin.wordpress.com/2009/09/06/bupat-wagub-nyontreng bersama-diawal
117
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 MODEL JEJARING UKM BERBASIS PRODUK SEJENIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTAGEDE ( Oleh : Supardal, Hardjono, RY Gatot Raditya) Abstract Network models of UKM based similar products are grouping UKM agent based similar production business, so that it can synergize the various forces in the production and marketing of UKM products. The purpose of research to find a model of UKM based grouping similar products in District Kotagede, Yogyakarta. The research method was descriptive qualitative attempted to describe in depth the phenomenon of UKM in developing business group. The data collected with interviews and focus group discussions to collect data and information direct from UKM. The results showed that the formation of groups of UKM largely goverment follow the instructions in order for the distribution of grants to UKM. However, this model is prone UKM group disbanded, due to the formation of groups of motives for wanting to get help, then when the help runs out group disbanded. While the formation of group-based UKM and similar products tend to be initiated from the grassroots can thrive. With a group of similar products can synergize the strengths of UKM, so as to increase production and ready to face the global market. Keywords: UKM agent, networking, similar products, global markets A. Pendahuluan Kota Yogyakarta juga sangat kondusif bagi pengembangan sektor usaha kecil dan mikro (UKM) khususnya sektor industri kreatif dengan berbagai hasilnya. Yogyakarta sebagai kota pelajar, maka kalangan mahasiswa juga cukup banyak yang bergerak di bidang industri kreatif, serta wirausahawan yang merupakan alumni perguruan tinggi. Pengembangan inovatif dan kreatif ini dilakukan dengan basis sumber daya lokal, mengedepankan gagasan/ide, gaya hidup dengan segmen anak muda, bersifat khas daerah, bernilai tambah tinggi serta ramah lingkungan yang memiliki citra dan daya saing internasional. Di bidang perdagangan dan jasa yang merupakan penyumbang unit usaha terbanyak, yaitu mencapai 16.853 unit usaha yang terdiri : 13.126 pedagang pasar, 3.727 pedagang kaki lima (PKL). Perkembangan PKL di Kota Yogyakarta sendiri cukup pesat dan mayoritas tersebar pada daerah–daerah objek wisata, seperti kawasan Malioboro. Aspek pemasaran menjadi permasalahan utama (51,59 %) bagi para pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya. Permasalahan ini adalah minimnya jaringan pemasaran menyebabkan banyak pelaku UMKM yang bisa melakukan ekspansi produk yang mereka hasilkan. Pemasaran masih terbatas pada lingkup lokal saja, padahal produk–produk UMKM Kota Yogyakarta memiliki potensi untuk dipasarkan hingga ke luar daerah. Selama ini hanya kerajinan batik dan perak saja yang sangat potensial berhasil dipasarkan tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke luar negeri. Padahal masih banyak produk–produk lainnya yang cukup potensial untuk dipasarkan hingga ke luar daerah, seperti kerajinan kulit, bordir, kain perca, serat alam dan kerajinan–kerajinan lainnya. Kendala terbesar kedua yang dihadapi pelaku UMKM adalah permodalan (20,47%). Masih banyak pelaku UMKM yang mengeluhkan minimnya permodalan, pelaku UMKM masih mengalami kesulitan mengakses permodalan dengan bunga ringan. Prosedur yang ada di lembaga keuangan formal seperti perbankan dirasakan masih berat hingga sedikit pelaku usaha mikro dan kecil yang mengakses perbankan formal. Akibatnya banyak pelaku UMKM yang hanya mengandalkan modal pribadi yang cukup minim dalam 118
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 menjalankan usahanya. Bantuan pemerintah pun belum bisa dirasakan oleh semua pihak mengingat keterbatasan anggaran yang digunakan dan juga minimnya pengetahuan pelaku UMKM terkait dengan program–program pemerintah. Permasalahan lainya adalah keterbatasan ketrampilan sumber daya manusia pelaku UMKM, serta kelangkaan bahan baku sehingga menghambat proses produksi. Masalah bahan baku terkait dengan kelangkaan bahan baku dan juga mahalnya bahan baku. Hal ini berdampak pada mahalnya biaya produksi, padahal kenaikan ongkos produksi tidak selalu bisa diikuti kenaikan harga jual produk, mengingat produk UMKM sangat rentan terhadap kenaikan harga. Selain itu kebijakan pemerintah atas kenaikan harga BBM, elpiji dan kenaikan tarif dasar listrik juga menjadi kendala serius bagi pelaku UMKM. Keberadaan UMKM di Kota Yogyakarta tidak perlu diragukan lagi mengingat jumlahnya yang cukup banyak, serta tersebar di berbagai sektor khususnya sektor industri, perdagangan dan jasa. Posisinya Yogyakarta sebagai kota tujuan wisata tentunya sangat menunjang bagi tumbuh suburnya pelaku–pelaku UMKM khususnya UKM di daerah ini. Karena itu persoalan yang dihadapi pelaku UKM Kota Yogyakarta adalah penguatan pelaku dan kelembagaan UKM dengan membentuk jejaring atau wadah produksi sejenis dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan. Dalam penelitian memfokuskan pada pelaku UKM di Kecamatan Kotagede yang berjumlah 667 pelaku UKM. Dalam penelitian ini ingin mendeskripsikan pengelompokan pelaku UKM yang berbasis pada produk sejenis, dari proses pembentukan sampai perkembangannya. Peneliti berasumsi bahwa dengan pengelompokan pelaku UKM berbasis produk sejenis ini akan mampu mensinergikan berbagai potensi dan kekuatan yang ada pada pelaku UKM, sehingga bisa memperkuat permodalan, proses produksi dan juga dalam pemasaran produk UKM. Kecamatan Kotagede merupakan pusat kerajinan perak dan olahan pangan khas Kotagede, sehingga setiap ada kunjungan wisata baik domestik dan internasional. Dengan demikian potensi produk UKM cukup besar untuk dipasarkan di kecamatan ini. B. Tujuan dan Manfaat - Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan model jejaring pelaku UKM yang ada di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui pengembangan model jejaring UKM berbasis produk sejenis dalam rangka peningkatan kesejahteran masyarakat. - Manfaat Penelitian Pembentukan kelompok usaha kecil mikro (UKM) bisa diarahkan basis produk sejenis, sehingga bisa mensinergikan berbagai potensi pelaku UKM dalam menghadapi pasar. C. Tinjauan Pustaka 1. Ekonomi Kerakyatan UMKM Pengertian UMKM cukup beragam berdasarkan beberapa definisi yang berbeda– beda. Pendefinisian ini antara lain dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan Bank Dunia. Demikian pula di berbagai Negara mendefinisikan secara berbeda tentang UMKM atau SMS (Small Medium Enterprise). Acuan terbaru tentang UMKM didasarkan pada definisi yang ada dalam Undang–Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, dimana mengelompokkannya berdasarkan aset dan omsetnya. World Bank mengelompokkan usaha berdasarkan aset, omset dan jumlah tenaga kerja. Sementara beberapa Negara ada yang menambahkan kriteria modal saham. Namun sebagai acuan, pengertian UMKM yang dalam penelitian ini hanya pada lingkup UKM (Usaha Kecil Mikro) yang mengacu pada Undang–Undang No. 20 Tahun 2008, yaitu: 119
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut : - Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau - Memiliki hasil usaha penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). Aktifitas manajemen pengembangan UMKM dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) aktifitas saat akan mendirikan UMKM. Pada saat ini, fungsi manajemen yang terpenting adalah fungsi perencanaan yang sering disebut studi kelayakan (feasibility study) bisnis. (2) aktifitas saat UMKM sudah berdiri. Pada saat ini semua fungsi manajemen berperan berimbang pada empat bidang fungsional UMKM, yaitu bidang produksi, bidang pemasaran, bidang sumberdaya manusia, dan bidang keuangan. Studi kelayakan bisnis adalah aktifitas untuk menganalisis apakah sebuah rencana bisnis layak dijalankan atau tidak. Studi kelayakan dapat dilakukan dengan sangat formal dengan data yang sangat lengkap, namun dapat juga dilakukan dengan aktifitas yang relatif sederhana. Kelengkapan data dan analisis dalam studi kelayakan biasanya tergantung pada besar–kecilnya dana investasi. Semakin besar dana investasinya maka semakin cermat dan lengkap studi kelayakannya. Sebelum studi kelayakan dilakukan, perlu ada dua aktifitas yang perlu dilakukan, yaitu studi kesempatan (opportunity study) dan studi kelayakan awal (pre feasibility study). Studi kesempatan adalah studi untuk menganalisis ada kesempatan bisnis apa saja pada lokasi dan waktu tertentu. Sumberdaya alam yang ada, industri yang sekarang ada, peluang adanya permintaan atas suatu produk/jasa adalah sejumlah sumber informasi untuk menganalisis studi kesempatan. Setelah ditemukan satu peluang maka dilanjutkan dengan melakukan studi kelayakan awal. Studi ini hanya melakukan pengumpulan data yang belum detail terkait dengan bisnis yang akan dijalankan. Tujuannya adalah untuk meyakinkan penggagas apakah bisnis tersebut memang perlu untuk dilakukan studi kelayakan yang lengkap. Jika studi kelayakan awal menyimpulkan bahwa rencana bisnis pantas untuk dilanjutkan dengan studi kelayakan, maka berikut ini adalah aspek–aspek yang harus dianalisis dalam studi kelayakan: (1) Analisis Permintaan Pasar. Analisis ini ingin mengetahui berapa unit produk yang akan mampu dijual perusahaan dengan harga tertentu. Dengan demikian akan dapat diperkirakan besar penjualan UMKM selama periode tertentu. Pengetahuan tentang perusahaan yang menjual produk yang sama (pesaing) dan produk substitusi, bagaimana struktur pasarnya, dan bagaimana kemudahan masuk–keluarnya perusahaan (barrier to entry and to exit) sangat penting untuk analisis permintaan pasar. (2) Analisis Operasional. Analisis ini meliputi segala aspek yang terkait dengan pembuatan produk atau penyediaan jasa. Ini meliputi pemilihan lokasi usaha; tata letak bangunan dan mesin; pemilihan mesin; perencanaan produksi yang disesuaikan dengan hasil 120
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 analisis permintaan pasar; jenis dan biaya bahan baku; jenis dan biaya tenaga kerja; dan perencanaan biaya operasional yang lain. (3) Analisis Sumberdaya Manusia. Analisis ini meliputi perencanaan kebutuhan SDM yang terkait dengan jumlah kebutuhan, jumlah dan jenis posisi pekerjaan, dan kualifikasi yang disyaratkan. (4) Analisis Keuangan. Analisis ini bertujuan untuk menghitung apakah rencana bisnis akan menghasilkan laba sesuai yang disyaratkan. Dengan mengambil data pendapatan dari analisis permintaan pasar dan data biaya dari analisis operasional akan diperoleh prediksi laba perusahaan. Jika laba yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu dapat menutup modal investasi awal maka proyek bisnis disimpulkan layak. Kesimpulan layak ini biasanya dilengkapi dengan beberapa alat/metode capital budgeting seperti payback period, net present value, dan internal rate of return. Jika hasil studi kelayakan disimpulkan layak maka UMKM akan memasuki fase investasi. Di sini UMKM harus melakukan aktifitas (1) negosiasi dan mengikat kontrak dengan sejumlah pihak seperti investor, ahli teknik sipil, pemasok mesin, ahli teknologi, dan pihak lain yang dibutuhkan untuk membangun usaha; (2) membangun proyek bisnis meliputi pembangunan sipil dan instalasi mesin; (3) melakukan uji coba operasionalisasi usaha, dan (4) memulai usaha (soft opening) hanya untuk kalangan terbatas. Setelah selesai fase investasi maka UMKM akan masuk ke fase operasional. Pada saat itu, UMKM secara resmi sudah berdiri dan aktifitasnya yang diawali dengan pembukaan usaha (grand opening) yang merupakan interaksi pertama kali UMKM dengan khalayak umum. Pada saat itu, UMKM akan menjalankan fungsi manajemen secara berimbang antara perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan. Seperti disampaikan di atas, pada tahap ini UMKM akan menjalankan empat bidang manajemen fungsional, yaitu manajemen pemasaran, manajemen produksi/operasi, manajemen sumberdaya manusia, dan manajemen keuangan. Manajemen pemasaran meliputi aktifitas manajemen dengan tujuan agar produk/jasa yang dibuat perusahaan dapat diterima oleh konsumen. Strategi bagaimana memilih produk yang akan dijual termasuk kemasannya, bagaimana mengenalkan (mempromosikan) produk, bagaimana menetapkan harga yang cocok, dan bagaimana mendistribusikan produk tersebut adalah aktifitas utama di manajemen pemasaran. Manajemen produksi/operasi adalah aktifitas manajemen dengan tujuan membuat sebuah produk/jasa dengan kualitas/kualifikasi tertentu dengan biaya yang efisien. Strategi bagaimana dapat membuat produk/jasa yang kualitasnya sesuai standar, dengan waktu pengerjaan yang sesuai standar, dan dengan biaya yang sesuai standar adalah aktifitas utama dalam manajemen produksi/operasi. Manajemen sumberdaya manusia adalah aktifitas manajemen dengan tujuan menemukan dan membentuk sumberdaya manusia yang trampil dan inovatif. Aktifitasnya meliputi perekrutan sumberdaya manusia, penempatannya pada posisi yang tepat, membangun sistem kompensasi yang dapat memotivasi pekerja untuk bekerja lebih baik, dan menyusun model pengembangan sumberdaya manusia yang tepat. Manajemen keuangan adalah aktifitas manajemen yang bertujuan agar UMKM dapat memaksimumkan labanya melalui keputusan investasi dan pendanaan yang tepat. Aktifitasnya meliputi pemilihan investasi, pemilihan pendanaan, pengelolaan arus kas, dan manajemen modal kerja. Ukuran seperti ratio likuiditas, ratio solvabilitas, ratio aktifitas, dan ratio rentabilitas akan digunakan untuk melihat keberhasilan UMKM dalam manajemen keuangannya.
121
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 2. Perkembangan UKM dan Masalahnya Permasalahan mendasar dalam bidang manajemen bagi pengusaha kecil (UKM) pada berbagai sektor usaha umumnya adalah kekurang–mampuan menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usaha. Karena setiap periode tahap perkembangan usaha akan menuntut tingkat pengelolaan produksi yang berbeda. Pada awal perkembangan produksi dan skala usaha produksi yang masih relatif kecil, gaya manajemen keluarga yang sederhana masih mendominasi, sehingga mengarah kepemuasan pengelolaan hanya pada seseorang (one man show) sebagai kepala keluarga masih relevan. Sejalan dengan perkembangan dan lingkungan usaha (baik intern maupun ekstern), maka gaya manajemen konvensional tidak dapat dipaksakan lagi, karena pemaksaan suatu hal dapat menjadi pangkal munculnya berbagai masalah baru. Dengan demikian, pelaku usaha kecil (UKM) dituntut harus selalu dinamis dalam menerapkan manajemen yang sesuai dengan perkembangan usaha. Maisaroh (dalam Prasetyo,2002), mengatakan tuntutan menggunakan manajemen konvensional baru dapat dilakukan jika pengusaha kecil memiliki kemampuan dan ketrampilan (manajeman skill) yang memadai. Pada dasarnya UKM mempunyai banyak fungsi; misalnya fungsi sosial dapat mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha, serta meningkatkan pendapatan. Fungsi ekonomi, mampu memanfaatkan sumberdaya alam dan meningkatkan pendapatan daerah atau Negara serta menghemat devisa. Fungsi budaya, dapat meningkatkan ketrampilan masyarakat serta mencerdaskan rakyat dalam melestarikan budaya bangsa. Fungsi ketahanan nasional, dapat meningkatkan keuletan dan ketangguhan, memupuk kepribadian dan kemampuan serta menumbuhkan kepercayan diri sendiri dan kepribadian. Pada kenyataannya, UKM selain mempunyai banyak fungsi dan manfaat, keberadaan UKM juga masih mengandung berbagai masalah mendasar yang perlu segera dikaji dan diatasi. Selain masalah di bidang manajemen yang disebutkan di atas, pengusaha kecil (pelaku UKM) juga menghadapi masalah pemasaran, masalah sumberdaya manusia, masalah permodalan, masalah kemitraan serta masalah–masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya (Arogana,2002). Masalah pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang diajukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Dengan kata lain, adanya faktor pemasaran yang baik permasalahan yang lain seperti modal usaha dan tenaga kerja juga akan semakin baik. Dengan pemasaran yang baik, modal usaha dapat bertambah dengan sendirinya, tanpa pinjam dari pihak lain. Oleh karena itu, pemasaran hasil produksi sering dianggap sebagai masalah yang paling utama diantara masalah–masalah lainnya. Masalah sumberdaya manusia dalam usaha kecil mikro (UKM) sering terkait dengan struktur organisasi dari pembagian kerja, masalah tenaga kerja upahan dan keluarga, kemampuan manajerial pengusaha itu sendiri sering lemah. Karena pengusaha kecil belum dapat memperhitungkan azas manfaat dan biaya dari perubahan penerapan manajemen baru yang sesuai. Kenyataannya yang sering terjadi adalah pengusaha kecil (UKM) sering tidak mau melakukan pembagian tugas secara tegas, pengadministrasian yang baik, tanpa memperhitungkan seberapa besar manfaat yang dapat ditimbulkan dalam jangka panjang. Akibat kelemahan UKM ini, pihak bank atau lembaga keuangan menjadi enggan untuk memberikan pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil mikro. Masalah permodalan, pada dasarnya merupakan masalah utama tetapi untuk usaha kecil mikro (UKM) sering dianggap bukan yang paling utama, karena modal usaha kecil juga sedikit. Masalah kekurangan modal pada dasarnya merupakan masalah derivatif sebagai akibat masih sempitnya jangkauan pemasaran serta masih lemahnya sumberdaya 122
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 manusia yang terampil dalam usahanya. Sempitnya pemasaran berakibat pada perputaran modal juga menjadi lambat, dan masih lemahnya SDM berakibat produk menjadi tidak efissien. Selain itu, adanya sumberdaya manusia yang lemah dan tidak mampu membuat administrasi yang baik berdampak pada penambahan modal menjadi sulit dicari. Karena itu, kelemahan SDM pada dasarnya merupakan kelemahan manajerial pengusaha kecil (UKM) itu sendiri. Masalah kemitraan dalam usaha kecil dapat diartikan berbeda–beda. Masalah kemitraan dapat diartikan bekerjasama antar pengusaha kecil atau bekerjasama dengan pengusaha menengah atau besar. Masalah kemitraan dalam usaha kecil baik dengan sesama pengusaha kecil atau dengan pengusaha besar masih kurang dan terbatas. Menurut Maisaroh (dalam Prasetyo, 1998) dalam penelitiannya menegaskan tentang kemitraan atau aliansi strategis menunjukkan bahwa, masalah kemitraan antar pengusaha kecil (pelaku UKM) menjadi sangat penting ketimbang kemitraan dengan pengusaha menengah atau besar. D. Metodologi Penelitian Penelitian ini akan mengambil model penelitian kebijakan yang konteks dan proses tidak akan dikaji secara mendalam karena keterbatasan waktu dan tenaga. Studi ini akan memperdalam konten kebijakan program dan bantuan yang masuk ke UKM, kemudian tatakelola implementasi dan lebih dalam lagi adalah dinamika dan pengembangan UKM sampai mampu bersaing dengan pasar global.
Rodmark Pemikiran
Masalah UKM Dan Kemiskinan UKM siap terjun ke Pasar Global
Model-model Penguatan UKM
Evaluasi Kebijakan UKM
Kebijakan UKM
Membangun Jejaring
Merancang kebijakan UKM yang baru UKM Kompetitif
Mengembangkan UKM Mandiri
123
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah pelaku UKM Kecamatan Kotagede dan pelaku ekonomi kecil lainnya. Yang menjadi informan adalah pengurus forkom UMKM Kecamatan Kotagede, perangkat kecamatan dan kelurahan yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, serta pelaku ekonomi kecil mikro di Kecamatan Kotagede. Teknik pengumpulan data : wawancara, FGD, observasi, dengan analisis deskriptif kualitatif, yakni menganalisis objek yang diteliti secara mendalam. E. Hasil Penelitian Dalam menganalisis tentang tahap–tahap perkembangan UMKM, maka bisa dikategorikan dalam 3 tahap perkembangan sebagai berikut : 1. Program yang Terfrakmentasi Dalam hal ini terdapat berbagai program UKM yang berjalan sendiri–sendiri, belum terintegrasi dalam wadah asosiasi UKM. Pada tahap ini para pelaku UKM lebih mementingkan usahanya sendiri yang terpenting adalah menghasilkan pendapatan bagi keluarga dan kelompoknya. Pada akhirnya sering mucul persaingan tidak sehat, sehingga pemodal besar akan mencaplok pemodal kecil. Sebagai contoh di Kelurahan Prenggan dan Purbayan, dimana terjadi penurunan jumlah pengrajin dan pedagang perak, dari hasil FGD menunjukkan bahwa tidak ada regenerasi pengrajin. Generasi kurang tertarik, karena usaha ini tidak bisa menjanjikan hidupnya, bahkan telah terjadi penguasaan usaha ini oleh pemodal besar. Peran pemerintah sebagai congested state, dimana pemerintah melakukan intervensi dan control terhadap UKM. Hal ini tampak dari program–program bantuan modal atau peralatan bagi pelaku UMKM dari pemerintah daerah melalui berbagai dinas seperti : Disperindagkoptan, Dinsosnakertrans, dan lain–lain. Namun dalam pemberian bantuan kurang terkoordinir dan terpadu, sehingga daya dorong penguatan UKM menjadi kurang optimal. Tidak jarang pula bantuan disalahgunakan ke pengeluaran yang tidak produktif, sehingga menimbulkan kredit macet dan stagnasi perkembangan usaha. Dalam tahap ini penguatan aktor antar pelaku UKM dari berbagai dimensi lebih diarahkan untuk bisa meningkatkan produksi mereka. Akibatnya perkembangan pelaku UKM mengarah kepada kelompok tertentu yang mempunyai berbagai kelebihan, seperti modal, keuletan dan SDM yang memadai bisa berkembang dengan baik, namun sebaliknya pelaku yang kurang mempunyai modal, skill maupun keuletan tidak bisa berkembang, sehingga banyak program bantuan pemerintah kurang tepat sasaran. Akibatnya dalam perkembangan ini terjadi fragmentasi rencana, tujuan, proses, wadah dan aktivitas UKM. Dalam hal ini UKM tercerai berai dengan posisi tawar lemah, baik dalam penyediaan bahan baku, produksi maupun pemasaran produk UKM. Kondisi ini lebih 70 % terjadi di Kecamatan Kotagede, artinya sebagian besar pelaku UKM belum terkoordinir dan terintegrasi, serta terlembagakan dalam suatu wadah. Sebetulnya dalam setiap kelurahan ada beberapa kelompok UKM, namun kondisinya matisuri, seperti dikemukakan salah pelaku UKM dalam FGD. 2. Program yang Terintegrasi Dalam tahap ini UKM harus sudah mempunyai wadah tunggal asosiasi UKM produk sejenis. Semua program proses produksi dan pemasaran dikelola oleh asosiasi, sehingga terjadi harmonisasi antar pelaku UKM dan sinergi dalam rangka menghadapi pasar. Dengan demikian pendekatan kelompok sudah terlembagakan dengan baik, ditandai adanya forum rutin, adanya pengurus, adanya program pengembangan, dan juga mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga bagi dinamika dan perkembangan kelompok UKM. 124
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Peran Pemerintah menjadi regulator yang bagi UKM, yang dalam hal ini pemerintah Kota bisa mengeluarkan produk hukum yang mengatur dan dijadikan landasan bagi pelaku UKM dalam menjalankan perannya. Dalam hal ini pemerintah Kota Yogyakarta, melalui DPRD Kota Yogyakarta juga telah menetapkan peraturan daerah tentang UMKM. Dengan aturan ini seharusnya kebijakan SKPD harus mengikuti ketentuan–ketentuan yang ada, sehingga bisa mempunyai kekuatan untuk mendorong pelaku UKM. Penguatan kelembagaan UKM dengan membangun jejaring secara internal terus dilakukan. Untuk itu kebutuhan bagi kelompok UKM salah satunya adanya pendampingan secara berkelanjutan, sebelum program bantuan diluncurkan kepada pelaku UKM. Salah satu kebutuhan pelaku selain modal adalah pengetahuan tentang kewirausahaan dan akses pasar yang lebih luas. Untuk itu ke depan Disperindagkoptan Kota Yoyakarta bisa bersinergi dengan SKPD terkait dalam penguatan pelaku UKM. Dengan demikian semua program dan bantuan yang masuk ke UKM harus tunduk pada rencana UKM yang sudah dibuat oleh kelompok UKM. Dalam hal ini pendekatan kelompok bisa dijadikan kontrol bagi individu yang tergabung dalam kelompok. Melalui terbentuknya kelompok UKM pada tahap ini sudah didasarkan pada kesadaran anggota yang merasa perlu untuk membentuk wadah bagi upaya untuk peningkatan usaha mereka. Kelompok ini bukan hanya untuk mengejar bantuan dari pemerintah yang sifatnya jangka pendek, namun kelompok ini sudah mempunyai komitmen berkelompok untuk jangka panjang dan berkelanjutan. 3. Program Jejaring Dalam model ini UKM mempunyai kemandirian. Produk sudah menjelajahi pasar, tidak sekedar pasar domestik namun juga ada jejaring dengan ekonomi global. Secara umum model UKM di Kecamatan Kotagede belum sampai pada tahap ini, untuk itu perlu dikembangkan lagi arah UKM berbasis kemandirian. Sebagian besar pelaku UKM di Kotagede masih membutuhkan berbagai program bantuan dalam rangka meningkatkan usahanya, dari hasil FGD menunjukkan bahwa hampir semua pelaku UKM membutuhkan bantuan modal, peralatan dan juga ketrampilan. Pada tahap ini peran pemerintah sebagai fasilitator saja, karena para pelaku UKM sudah cukup kuat dan siap menjalankan peran tanpa bantuan pemerintah sekalipun. Bahkan dalam perkembangannya justru pelaku UKM sudah mampu berkontribusi bagi pendapatan daerah. F. Agenda Kebijakan Pemerintah Kota Dalam Mengenbangkan UKM Dari hasil analisis terkait dengan pembentukan kelompok UKM di Kecamatan Kotagede, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembentukan kelompok UKM masih didasarkan pada kebutuhan dalam rangka mencari bantuan, baik itu program dari Pengembangan Ekonomi Wilayah atau PEW, program dari Gapoktan, program dari KUBE, program SPP dari PNPM Mandiri Perkotaan dan beberapa program bantuan pemerintah daerah lain melalui dinas terkait. Dari hasil FGD bahwa keberhasilan program bantuan berdasarkan kelompok UKM umum ini belum optimal ada 50% kelompok yang berhasil, artinya kebijakan pemerintah kota ini belum efektif. Namun dari penelusuran data di Kecamatan Kotagede ada beberapa kelompok UKM yang sudah kelompok UKM berbasis pada produk sejenis. Kelompok tersebut ada di Kelurahan Purbayan yang bergerak di bidang kerajinan perak, dan di Kelurahan Prenggan terdapat kelompok UKM di bidang kerajinan perak dan juga kuliner atau ulahan makanan, seperti : yangko, somay, kipo dan aneka snak khas Kotagede. Dari hasil pendalaman dan analisis bahwa keberhasilan pembentukan kelompok berbasis produk sejenis itu tidak terlepas proses pembentukan dari aspirasi pelaku, fasilitasi pemerintah dalam segala level, 125
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 dan pendampingan oleh lembaga pihak ketiga seperti dari perguruan tinggi, LSM/NGO, serta relawan sosial lainnya. Dari hasil juga menunjukkan bahwa hampir semua kelompok merasakan pentingnya pendampingan dalam memajukan kelompok, di samping fasilitasi pemerintah baik berupa kebijakan, akses, bantuan modal dan penguatan para pelaku UKM, melalui kursus dan pelatihan yang terkait dengan pengembangan usaha UKM di Kecamatan Kotagede. Berdasarkan fakta–fakta tersebut, maka dalam rangka penguatan pelaku UKM melalui pembentukan jejaring produk sejenis, maka pemerintah kota perlu mengagendakan langkah–langkah mensinergikan SKPD terkait dengan UKM dengan pihak luar seperti perguruan tingga, NGO/LSM serta lembaga sosial lainnya. Selanjutnya mengkaitkan pemberian bantuan modal dengan model pembentukan kelompok berbasis produk sejenis, sehingga kelompok akan menjadi tangguh, karena semua anggota mempunyai tanggung jawab atas kelompoknya. Untuk itu bisa digambarkan dalam matrik sebagai berikut : Pengembangan UKM Berbasis Produk Sejenis Pemerintah Kota Pelaku UKM
Pihak Ketiga/PT/NGO
Ide untuk berkelompok berbasis produk sejenis
Sebarluaskan gagasan tentang pentingnya kelompok UKM yang berbasis produk sejenis dalam memperkuat pelaku UKM
Sharing ide dan gagasan antar pelaku UKM tentang kelompok usaha berbasis produk sejenis
Deseminasi kebijakan bantuan berbasis kelompok usaha, dan keutamaan kelompok berbasis produk sejenis
Pembentukan Kelompok UKM berbasis Produk Sejenis
Pemerintah melakukan intervensi dan kontrol terhadap pembentukan UKM berbasis produk sejenis
Musyawarah pelaku UKM untuk membentuk kelompok UKM berbasis produk sejenis
Advokasi pembentukan kelompok usaha berbasis produk sejenis
Kinerja Kelompok
Penguatan aktor antar pelaku UKM melalui pemberian kursus dan pelatihan, serta pemberian bantuan modal usaha
Kerjasama antar pelaku UKM terkait dengan bahan baku. Proses produksi, serta pemasaran produk, penyebar–luasan informasi
Pendampingan kelompok usaha dalam kewirausahaan dan manajemen kelompok berbasis produk sejenis
Keberlanjutan Kelompok
Proses evaluasi kelompok UKM, penerapan reward and punishment bagi kelompok
Pertemuan rutin kelompok UKM, pembuatan AD/ART, evaluasi kerja kelompok UKM
Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja kelompok usaha berbasis produk sejenis
Sumber : Hasil FGD bersama pelaku UKM se-Kecamatan Kotagede, September 2013. 126
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Dari hasil pemetaan kebutuhan dan harapan dalam pengembangan UKM berbasis pada usaha produk sejenis, maka membutuhkan sejumlah peran dari Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai berikut : No.
Dinas / Instansi Terkait UKM
Kebijakan / Peran yang dilakukan
1
Dinas Perindagkoptan
2.
Dinsosnakertrans
3.
Dinas Pengelolaan Pasar
4.
KPMP
Pendataan pelaku UKM Pemetaan pelaku UKM yang tergabung dalam Kelompok Pemetaan kelompok UKM produk sejenis Fasilitasi bantuan berdasarkan kelompok produk sejenis Penguatan kapasitas pelaku UKM Fasilitasi bantuan modal dan peralatan usaha/ pemasaran Pendataan tenaga kerja yang terjun ke UKM Penguatan kapasitas pelaku UKM Fasilitasi bantuan modal dan peralatan Identifikasi kebutuhan UKM terhadap tempat pemasaran produk UKM Fasilitasi kebutuhan pelaku UKM akan tempat usaha pemasarannya Penguatan kapasitas pelaku UKM Fasilitasi bantuan modal/ peralatan usaha
G. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan 1. Sebagian besar pembentukan kelompok UKM belum didasarkan pada prinsip kelompok produk sejenis, namun pembentukan kelompok lebih didasarkan pada satu profesi sebagai pelaku usaha kecil dan mikro. Pembentukan kelompok lebih banyak ditentukan oleh pemerintah melalui dinas terkait, dengan membentuk kelompok yang beranggotakan 10 orang pelaku usaha. Selanjutnya setiap kelompok memperoleh bantuan modal dengan tertentu (biasanya 1 juta per orang) sistem pinjaman bunga lunak. Karena tujuan pembentukan kelompok usaha karena untuk memperoleh bantuan, maka tidak jarang setelah memperoleh bantuan, kelompok usaha itu memudar dan bubar. Dari penelitian ditemukan pula nuansa rekayasa dalam pembentukan kelompok usaha demi mengejar bantuan. 2. Prakarsa pembentukan kelompok UKM berbasis produk sejenis justru datang dari arah grassroots masyarakat. Dalam kasus pembentukan kelompok berbasis produk sejenis di Kecamatan Kotagede dimulai dari kesadaran para anggota pengrajin untuk membentuk wadah para pelaku UKM, seperti ; Kelompok pengrajin perak, kelompok kuliner, kelompok angkringan, kelompok cor logam dan sebagainya. Kelompok ini cukup eksis dan sukses karena kesadaran anggota tentang pentingnya kelompok usaha bersama. Jadi pembentukan kelompok usaha bersama ini merupakan berangkat dari kebutuhan pelaku UKM, bukan kepentingan pemerintah untuk menyalurkan bantuan dan program– program lainnya.
127
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 3. Sebagian besar pelaku UKM sepakat bahwa memandang penting adanya kelompok usaha berbasis produk sejenis, karena bisa membantu dalam proses produksi, kebutuhan bahan baku dan juga dalam pemasaran produk UKM yang khas dan unik. Namun untuk membentuk kelompok usaha model ini, diperlukan keterlibatan berbagai pihak, seperti fasilitasi pemerintah terhadap kelompok, pendampingan dari perguruan tinggi atau lembaga swadaya masyarakat, serta komitmen pelaku UKM sendiri untuk membentuk jejaring antar pelaku usaha yang sejenis produknya. Rekomendasi 1. Pemerintah melalui SKPD terkait UMKM, yakni Dinas Perindagkoptan, Dinsosnakertrans, dan Dinas Pengelolaan Pasar perlu mengintegrasikan berbagai program yang ditujukan kepada pelaku usaha ekonomi kecil dan mikro, sehingga mempunyai efektivitas yang tertinggi dalam mendorong kemajuan UKM. 2. Sebelum menyalurkan bantuan pemerintah harus berupaya untuk menguatkan kapasitas pelaku UKM terdahulu, sehingga akan mampu meningkatkan produktivitasnya. Hal ini bisa dilakukan dengan kerjasama pihak ketiga baik dari perguruan tinggi maupun dengan LSM. 3. Dalam rangka membentuk kelompok UKM berbasis jejaring produk sejenis perlu keterlibatan berbagai pihak seperti pihak perguruan tinggi atau NGO sebagai pendamping kelompok, pihak pemerintah daerah sebagai fasilitator, dan pelaku–pelaku UKM selaku aktor utama dalam kelompok usaha. Daftar Pustaka Conyers, Diana, 1992, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dorojatun Kuncoro Jakti, 1986, Kemiskinan di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Dunn, Willian, N., 1994, Public Policy Analysis An Introduction, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Harsono, Marliati A., 2005, Kemiskinan Perkotaan : Penyebab dan upaya Penanggulangannya, Makalah, IPB, Bogor. Ibnu Syamsi, 1994, Pokok-pokok Organisasi Manajemen, PT Rineka Cipta, Jakarta. John M. Bryson, 2006, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Jones, Charles O., 1991, Pengantar Kebijakan Publik, Rajawali Press, Jakarta. Sajogyo, 1988, Masalah Kemiskinan di Indonesia, antara Teori dan Praktek, IPB Bogor. Subarsono, 2005, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pusataka Pelajar, Yogyakarta. Sumardjan, Selo, 1980, Kemiskinan Struktural dan Pembangunan Kota, suatu Bunga Rampai, YIIS, Jakarta. Suparlan, Parsudi, 1984, Kemiskinan di Perkotaan Untuk Antropologi, Yayasan Obor, Jakarta. Sri Utami, 2011, Strategi Pengembangan Kolaborasi Bisnis Untuk Meningkatkan Efisiensi dan Cakupan Usaha Dalam Pemberdayaa UMKM di Kota Yogyakarta, Bappeda kota Yogyakarta. Supardal dan Tim, 2010, Kajian Tentang Pemberdayaan Ekonomi UMKM dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan, Pemkot Balikpapan. Supardal dan Widodo TP, 2011, Agenda Aksi Penguatan Pemerintahan Lokal, LPI Press, Yogyakarta. Supardal, 2011, Kebijakan Pemerintahan Kota Yogyakarta dalam Memberdayakan UMKM, (hasil penelitian) 128
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Suparlan, Parsudi, 1984, Kemiskinan di Perkotaan Untuk Antropologi, Yayasan Obor, Jakarta. Winarti, Safitri Endah, 2011, Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Dalam Penanganan Pelaku Ekonomi Kerakyatan (Hasil Penelitian) Badan Pusta Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, 2005, Kota Yogyakarta Dalam Angka Diperindagkoptan, 2010, Kajian Potensi UMKM Kota Yogyakarta, Yogyakarta Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM
129
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 PENINGKATAN KAPASITAS PENGURUS PKK DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KELUARGA BERKUALITAS DAN BERKARAKTER DI KECAMATAN GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA ( Oleh : Rr. Leslie Retno Angeningsih, Nuraini Dwi Astuti, Rini Dorojati) Abstract This study aims to know whether the Family Empowerment and Welfare (PKK) has socialized and internalized the family quality and character building, what factors did they encounter in the internalization and socialization of family quality and character building, what strategy of capacity building used by PKK in achieving family quality and character building. This research conducted in the District of Gedongtengen, Yogyakarta. Using qualitative phenomenology with observation, in–depth interviews, documentation and Focus Group Discussion techniques, the data were collected from Motivators Team, administrators and members of PKK as well as local residents. The results show that eventhough the administrators had not been trained with character education yet, they said they had already done character building for young people and families. However, the analysis results indicate that the informants' knowledge on character building had not been comprehensive yet. Consequently, the character building still has not reached the expected goals. The capacity building for PKK and the synergy between schools and community in character building needs to be done. PKK as a role model in family quality and character building can be accomplished if it is supported by the Governmental City, related local government offices, private sectors, universities, and society as awhole. Keywords : Capacity Building, Family Empowerment and Welfare (PKK), Family Quality, Character Building A. Pendahuluan Sejak dicanangkannya Hari Keluarga yang jatuh pada setiap tanggal 29 Juni dan hampir empat dekade Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan serta program keluarga secara eksplisit, namun sebagian besar keluarga Indonesia masih belum sejahtera. Sunarti (2013) menengarai karena kebijakan keluarga selama ini masih dilakukan setengah hati. Padahal, Undang–Undang Nomor 52 Tahun 2009 telah mengamanatkan Pemerintah untuk membangun ketahanan, kesejahteraan dan kualitas keluarga. Ada tiga hal yang menjadi problem keluarga di Indonesia, yaitu rendahnya kualitas keluarga, keterpecahan keluarga akibat laju modernisasi, dan tingginya angka kemiskinan (Rohim, 2012). Menurut Hakim dan Ali (2012) kemiskinan dan keserakahan mendorong orang berbuat jahat dan tindak asusila. Sedang, Kesa (2009) menganggap bahwa bangsa Indonesia menghadapi masalah berkaitan dengan pendidikan moral. PKK sebagai gerakan pembangunan masyarakat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kondisi keluarga, sehingga gerakan ini menjadi pendorong dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui 10 program pokoknya. Pendidikan dan Ketrampilan adalah salah satu program pokok PKK bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuhkan minat baca dan perilaku kreatif, inovatif serta meningkatkan harkat martabat SDM. Dengan program pokok pendidikan dan ketrampilan tersebut dapat dipandang sebagai dasar pendidikan yang sangat strategis dalam upaya penyelamatan masa depan keluarga dan anak–anak sebagai penerus bangsa (Buku Pedoman Umum Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, 2001). PKK sebagai organisasi yang sangat strategis untuk mewujudkan keluarga sejahtera apakah telah menjalankan fungsinya secara maksimal sejak dicanangkan. 130
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Beberapa penelitian terhadap PKK telah dilakukan, seperti di Tulungagung (Angkasawati, 2004), Malang (Handayani, 2008), Sergai (Nuradi, 2013), dan Langkat (Novriandy, 2012). Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa PKK selama ini telah mencoba menjalankan fungsi dan perannya dalam pemberdayaan keluarga melalui kegiatan–kegiatan penyetaraan perempuan agar perempuan berdaya dan mampu mandiri. PKK telah melakukan berbagai pelatihan dalam hal pola asuh dan tumbuh kembang anak yang bekerjasama dengan beberapa pengusaha swasta tetapi hasil kerja keras PKK selama ini masih dirasa belum optimal. Bahkan, yang paling memprihatinkan beredarnya stereotype terhadap PKK sebagai kepanjangan dari "Perempuan–perempuan Kurang Kerjaan". Oleh karena itu, penelitian ini menjadi signifikan dilakukan guna mengetahui kondisi riil PKK dan kinerja pengurusnya dalam mengimplementasi program pendidikan dan ketrampilan yang mengarah terwujudnya pendidikan keluarga berkualitas dan berkarakter bagi masyarakat. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah pengurus PKK telah menginternalisasi dan mensosialisasikan pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter? 2. Apakah faktor–faktor penghambat dan pendukung pengurus PKK dalam internalisasi serta sosialisasi pendidikan berkualitas dan berkarakter? 3. Bagaimana strategi untuk meningkatkan kapasitas pengurus PKK dalam mewujudkan dan mensinergikan pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memahami dan mengungkapkan kapasitas pengurus PKK dalam internalisasi dan sosialisasi pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter. 2. Memahami dan menjelaskan faktor penghambat dan pendorong pengurus PKK dalam menginternalisasi dan mensosialisasi pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter. 3. Menyusun strategi peningkatan kapasitas pengurus PKK dalam mewujudkan pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberi sumbangan pemikiran bagi Pengurus dan Tim Penggerak PKK dalam peningkatan kinerja dengan memperhitungkan faktor kompetensi. 2. Memberi sumbangan pengetahuan dalam bidang pemberdayaan keluarga khususnya perempuan dan anak serta masyarakat pada umumnya, melalui organisasi PKK dalam hal pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter. 3. Membantu dalam menyusun strategi peningkatan kapasitas PKK secara komprehensif dengan kerjasama antara Pemerintah, dan SKPD terkait serta para stakeholders. D. Tinjauan Pustaka 1. Peningkatan Kapasitas Pengurus PKK Kapasitas adalah kemampuan orang, organisasi dan masyarakat secara keseluruhan dalam mengelola usaha–usahanya untuk mencapai keberhasilan (OECD, 2006:8). Peningkatan kapasitas adalah suatu proses yang mendukung individu dan organisasi masyarakat dalam membantu mereka mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan dengan lebih baik. Kapasitas tidak sekedar ketrampilan orang dan rencana– rencananya, tetapi juga mencakup komponen–komponen, seperti: 1) Orang yang mau 131
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 terlibat; 2) Ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan; 3) Kelekatan masyarakat atau komunitas; 4) Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan mengakses kesempatan– kesempatan; 5) Motivasi dan pengalaman untuk mengemukakan inisiatif–inisiatif; 6) Organisasi-organisasi masyarakat, lembaga–lembaga yang bersifat mendukung dan sumber–sumber fisik; 7) Kepemimpinan dan struktur–struktur yang dibutuhkan untuk partisipasi; 8) Sumber–sumber ekonomi dan keuangan; dan 9) Ketersediaan kebijakan– kebijakan dan sistem–sistem (The Department for Social Development, 2006:3). PKK adalah suatu gerakan pembangunan yang tumbuh dari bawah, dikelola oleh, dari dan untuk masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang sejahtera. Selama ini, PKK sudah begitu melembaga baik di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa. Kegiatan pelaksanaannya telah merambah hingga ke tingkat dusun, RT dan Dasa Wisma. Agar pengelolaannya efektif maka dibentuk Tim Penggerak (TP) PKK yang fungsinya selain menggerakkan dan mengkoordinir kegiatan, juga memfasilitasi berbagai kegiatan dalam rangka menunjang berbagai kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya masing–masing, termasuk dalam rangka membangun keluarga yang sehat berketahanan (Buku Pedoman Umum Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, 2001). Program–program PKK yang bertujuan untuk memberdayakan keluarga sekaligus meningkatkan kesejahteraannya, menjadi sangat relevan untuk mengatasi berbagai kemelut persoalan keluarga. Dengan demikian fungsi dan peran TP PKK dalam menciptakan keluarga yang sehat dan berketahanan sangat besar mengingat kedudukannya yang sangat strategis. Karena TP PKK menjadi motor penggerak sekaligus motivator, dinamisator dan fasilitator kegiatan. TP PKK baik di tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa selalu bergerak aktif melakukan pembinaan dan penyuluhan pada masyarakat dengan harapan hasil pembinaan dan penyuluhan tersebut diterapkan di keluarga masing–masing. 2. Keluarga Berkualitas Kata kualitas identik dengan mutu atau tahan lama. Menurut UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keluarga dikatakan berkualitas, ketika keluarga tersebut mampu menghadapi dan bertahan di tengah pergumulan, penderitaan, perbedaan dan dapat menyelesaikan, bahkan tetap mampu saling mengasihi, mencintai, menghargai dan menyayangi (Yatimin, 2012). Keluarga dapat dibentuk menjadi berkualitas atau tidak tergantung kepada orang– orang yang tinggal di dalamnya. Kehidupan keluarga harus dibangun agar dapat bertahan seumur hidup kita dan dapat berfungsi secara berkualitas (Nender, 2010). Oleh karena itu, orangtua harus meningkatkan tanggung jawab dan berani berinvestasi untuk meningkatkan kualitas anak melalui 8 fungsinya, yaitu: keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan sebagai wahana persemaian nilai–nilai budaya bangsa dan norma agama yang sangat efektif dalam membangun karakter anak, di samping sebagai wahana ideal bagi setiap individu untuk berlatih ketrampilan, bersosialisasi dan mengembangkan rasa percaya diri (Tjondrorini dan Mardiya, 2013). Orangtua harus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menjaga dan menemani tumbuh kembang anak-anak (Investor Daily, 2012).
132
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 3. Pendidikan Karakter Arti kata "karakter" sebetulnya adalah "ciri khas." Istilah “karakter” digunakan untuk menunjukkan hal–hal yang berkaitan dengan baik buruk, dan merupakan sesuatu yang terbentuk melalui interaksi subyek dengan lingkungan terdekat. Nelson Black (dalam Alen Marlis, 2010) menyatakan bahwa nilai–nilai akhlak, kemanusiaan, kemakmuran ekonomi, dan kekuatan budaya merupakan sederet faktor keunggulan sebuah masyarakat yang humanis. Sebaliknya kebejatan sosial dan budaya merupakan faktor penyebab kemunduran sebuah peradaban. Kebiasaan berperilaku baik akan menuai karakter baik, sedangkan kebiasaan berperilaku buruk akan menuai karakter buruk. Lingkungan yang berkarakter adalah lingkungan yang mendukung terciptanya perwujudan nilai–nilai karakter dalam kehidupan. Keluarga berkarakter akan menjadi pilar untuk menghadirkan peradaban bangsa yang berwibawa, maju, sejahtera dan berkarakter (Amran, 2011). Menurut Huitt (2004) ada tiga hal pokok dalam pendidikan anak : 1) Pembentukan visi dan misi kehidupan dan gaya hidup yang diinginkan seseorang; 2) Kepedulian mengenai tujuan dan kualitas hidup seseorang, dan; 3) Pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan kepedulian tentang seberapa baik seseorang dapat melakukan sesuatu. Dari pandangan sistem, pengembangan karakter mencakup 3 komponen pikiran (kognisi, afeksi, kemauan) dan komponen perilaku, seperti digambarkan dalam model sistem perilaku manusia (Huitt, 1996). Perilaku dapat langsung dipengaruhi melalui penerapan konsekuensi (Huitt dan Hummel, 1997a) dan melalui pengamatan dan pemodelan (Huitt dan Hummel, 1997b). Pandangan multi–faceted pengembangan karakter mirip teori Bandura (1986) kognisi sosial dengan penekanan pada determinisme timbal balik ketimbang pada perilaku, kognitif, atau pandangan humanistik, yang masing–masing lebih cenderung untuk fokus pada satu komponen yang merugikan orang lain. Nucci (1989:195) menunjukkan sebagai orangtua, pendidik, afiliasi organisasi keagamaan, dan anggota masyarakat, memiliki kewajiban untuk mempersiapkan anak–anak dengan pelatihan sesuai tingkat usia, yang akan membantu mereka dalam memegang keyakinan agama dan pada saat bersamaan membantu mengklarifikasi dan mempertahankan nilai–nilai yang diperolehnya sendiri (Huitt , 2003). Pembangunan karakter bangsa haruslah diawali dari lingkup yang terkecil, yaitu keluarga. Di sekolah, upaya mewujudkan nilai–nilai tersebut dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Menurut Diknas ada 18 nilai dalam pendidikan karakter, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat / komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010). Kegagalan membentuk karakter bangsa merupakan kesalahan kolektif yang harus dibenahi bersama. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan berkomitmen melakukan perbaikan secara kolektif melalui pendidikan karakter kemitraan. Pendidikan karakter kemitraan mencakup 11 prinsip, yaitu: 1) Mempromosikan nilai–nilai etika pokok sebagai basis karakter yang baik; 2) Mendefinisikan karakter secara komprehensif untuk memasukkan pikiran, perasaan dan perilaku; 3) Mempromosikan nilai–nilai pokok secara sengaja dan pro–aktif melalui semua bagian kehidupan di keluarga, sekolah dan masyarakat; 4) Kepedulian terhadap komunitas; 5) Memberikan kesempatan untuk tindakan moral; 6) Membuat kurikulum sekolah yang bermakna dan penuh tantangan yang menumbuhkan rasa hormat kepada pembelajar; 7) Menumbuhkan motivasi intrinsik; 8) Mempunyai para profesional yang memberikan contoh keteladanan nilai–nilai pokok dan mempertahankan komunitas yang bermoral; 9) Memerlukan kepemimpinan yang bermoral dari para pendidik dan anak didik; 10) Merekrut para orangtua dan anggota masyarakat sebagai mitra penuh; dan 11) Mengevaluasi karakter semua pihak baik anak didik, pendidik, dan orang dewasa (Vessels, 1998). 133
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Sedang, menurut Cincinnati Character Council (2008) terdapat 49 macam karakter, yaitu: kewaspadaan, penuh perhatian, ketersediaan, kebaikan, keberanian akan kebenaran, kehati–hatian, perasaan kasihan atau haru, kepuasan hati, kreativitas, ketegasan, rasa hormat, dapat dipercaya, kebulatan tekad, ketekunan, kearifan, kematangan, kesabaran, antusiasme, kepercayaan, fleksibilitas, pengampunan, kemurahan hati, kelembutan hati, penghargaan, rasa hormat, keramahan, kerendahan hati, inisiatif, penuh kegembiraan, keadilan, kesetiaan, kesederhanaan diri, kepatuhan, kerapihan, kesabaran, sifat meyakinkan, ketetapan waktu, kreatif, tanggung jawab, keamanan, pengendalian diri, kepekaan, ketulusan, ketelitian, hemat, toleransi, kejujuran, kebajikan, dan kebijaksanaan. Membangun karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak–anak akan tumbuh menjadi pribadi berkarakter jika ia tumbuh di lingkungan yang berkarakter pula (Waluyo, 2010). Menurut Wuryadi (2011) membangun karakter bangsa secara utuh melalui pendidikan hanya terjadi manakala terjadi konvergensi pendidikan keluarga–sekolah– masyarakat. 4. Lay theories dan Self–Control Lay teori dalam pengendalian diri merupakan asumsi–asumsi dasar dimana orang pada umumnya yakin terhadap dirinya sendiri dan dunianya (Dweck, 1996). Lay teori menunjukkan berbagai dampak dalam konteks perbedaan perilaku yang diarahkan pada pencapaian tujuan (Mukhopadhyay dan Johar, 2005), adaptasi terhadap hedonistik (Novemsky dan Ratner, 2003), dan prediksi emosi (Xu dan Schwarz, 2009). Freeman dkk., (2013) menyatakan bahwa seseorang yang gagal mengendalikan diri sering menjadi sasaran penilaian negatif masyarakat. Teori Lay mengenai pengendalian diri bagi orang dewasa adalah faktor prediktif kunci dalam keputusan mereka untuk anak. Ketika orang dewasa percaya bahwa orang umumnya memiliki keterbatasan dalam pengendalian diri dan kemampuan ini dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu–yaitu, "teori terbatas yang lunak" (Mukhopadhyay dan Johar, 2005) –mereka cenderung memilih sesuatu dan terlibat dalam perilaku yang konsisten dengan perkembangan kontrol diri anak. Sebaliknya, ketika orangtua percaya bahwa orang umumnya memiliki sejumlah pengendalian diri –"teori tak terbatas"–atau pengendalian diri yang tidak dimodifikasi –"teori tetap"–mereka cenderung membuat keputusan yang tidak sesuai dengan memelihara kontrol diri anak. Dweck (1999) menggambarkan perbedaan antara "teori tambahan," yang percaya bahwa kemampuan dan kecerdasan adalah jumlah perangkat lunak yang dapat ditingkatkan melalui usaha, dan "teori entitas" yang percaya bahwa ini adalah jumlah tetap yang tidak dapat diubah. Dweck dan Cooper (1988) menunjukkan bahwa ketika teori inkremental gagal menjalankan tugasnya, mereka memperlakukan kegagalan sebagai sesuatu yang menantang, dan mereka dapat lebih meningkatkan usahanya, karena itu cenderung bisa bertahan. Sebaliknya, entitas teori menggambarkan kegagalan mereka sebagai kekurangan atas kemampuan, dan menyimpulkan bahwa mereka tidak mungkin berhasil sehingga mereka cenderung menyerah (Dweck dan Cooper, 1988). Bagan 1 berikut memperlihatkan alur pemikiran PKK sebagai lembaga masyarakat memiliki peran strategis dalam mendukung terwujudnya keluarga sejahtera melalui 10 program kerja. Sekolah berfungsi untuk mendidik generasi muda melalui ke–18 karakter bangsa. Keluarga berfungsi sebagai wahana pendidikan pola asuh tumbuh kembang anak dengan melaksanakan ke delapan fungsinya.
134
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Bagan 1. Peningkatan Kapasitas Pengurus PKK dalam Mewujudkan Keluarga Berkualitas dan Berkarakter 18 Karakter
9 Komponen The Department for Social Development
Sekolah
Keluarga Berkualitas & Berkarakter
Keluarga
Komunitas PKK
11 Prinsip Karakter Kemitraan & Pendekatan Lay's Theory-SelfControl
8 Fungsi
10 Program
Untuk mewujudkan generasi yang berkualitas dan berkarakter, maka diperlukan adanya sinergi dan konvergensi pendidikan antara ketiga pihak, yaitu PKK, sekolah dan keluarga dengan melakukan pendidikan karakter kemitraan yang mencakup 11 prinsip juga menerapkan pendekatan Lay's theory dan self-control. Untuk melaksanakan itu dibutuhkan pengurus PKK yang berkapasitas. Dalam upaya mendorong percepatan keluarga berkualitas dan berkarakter, maka peningkatan kapasitas pengurus PKK perlu mengacu kepada 9 komponen dasar The Department for Social Development. E. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif phenomenology. Phenomenology adalah penelitian yang mencoba menggali esensi atau inti yang mendasari pemahaman mengenai suatu pengalaman dan menekankan keinginan secara sadar untuk mengungkapkan keluar dan kesadaran di dalam yang didasarkan pada ingatan, gambaran dan pemaknaan (Creswell, 1998). Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sosromenduran dan Pringgokusuman, Kecamatan Gedongtengen. Subyek Penelitian adalah para Pengurus PKK, anggota PKK, tokoh masyarakat dan warga setempat yang keseluruhan berjumlah 34 informan. Teknik pengambilan sampel adalah non-probability sample (Creighton, 2005). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD). Analisa data menggunakan metode reduksi, analisis dari pernyataan–pernyataan khusus dan tema–tema, dan pencarian untuk semua kemungkinan pemaknaan. Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007). 135
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 F. Hasil Penelitian Berdasarkan informasi dari Tim Penggerak PKK, Pengurus PKK dan warga masyarakat terkait dengan kondisi masyarakat atau generasi muda dewasa ini adalah sangat memprihatinkan. Masyarakat dinilai kurang begitu peduli terhadap generasi muda. Generasi muda atau anak-anak dinilai sangat kurang dalam sopan santun, budi pekerti dan mulai tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Dalam pergaulan sehari–hari, generasi muda atau anak–anak kurang memiliki batasan–batasan, mereka cenderung ingin bebas. Hal ini dicontohkan dengan perilaku muda–mudi di depan umum yang sudah berani bergandengan tangan atau berangkulan. Perilaku bebas generasi muda menurut para informan adalah akibat dari pengaruh kemajuan teknologi yang kadang disalahartikan. Anak–anak cepat sekali terpengaruh acara TV atau idolanya. Selanjutnya, mengenai kondisi generasi muda dan anak–anak setempat, hasil FGD di Kelurahan Pringgokusuman mengungkapkan perilaku anak yang banyak dikeluhkan oleh ibu–ibu PKK adalah terkait dengan bagaimana anak–anak muda saat ini menyikapi hidup, bagaimana anak–anak muda bersikap terhadap orang yang lebih tua dan pergaulan dengan orang–orang seusianya. Keinginan untuk hidup bebas, termasuk juga memudarnya tata krama dan sopan santun merupakan hal yang dirasa cukup memprihatinkan. Di perkampungan internasional Sosromenduran, masyarakat atau generasi mudanya mendapat pengaruh negatif lebih besar dibandingkan generasi muda yang tinggal di wilayah pemukiman rumah tangga biasa. Lingkungan keluarganya pun berbeda khususnya dalam minat generasi muda untuk melanjutkan pendidikan. Dari informasi yang terkumpul, terlihat bahwa perilaku yang buruk akan membuahkan hal yang buruk demikian juga sebaliknya seperti yang dikatakan oleh Nelso Black (dalam Alen Marlis, 2010) dan juga sesuai dengan pendapat Amran (2011). Perilaku dan kondisi orangtua, seperti pendidikan orangtua yang rendah, kesibukan orangtua, mengabaikan anak, orangtua masa bodoh, mabuk–mabukan, rendahnya kesadaran orangtua tentang perilaku anak, karakter orangtua sombong, iman kurang kuat, kesulitan ekonomi, orangtua sibuk sms dan nonton sinetron, ibu–ibu acuh terhadap lingkungan, dan kurangnya kesadaran orangtua terhadap pendidikan anak menurut para informan menjadi pemicu masalah generasi muda dan anak–anak. Perilaku orangtua jelas tidak mencerminkan model panutan seperti yang diungkapkan oleh Nucci (1989), Investor Daily (2012) dan Nender (2010). Dengan banyaknya masalah keluarga, generasi muda dan anak–anak yang ditemui di wilayah Gedongtengen. Para informan berharap agar keluarga–keluarga tersebut mau saling menghormati, mau mengikuti kegiatan–kegiatan yang diadakan oleh PKK, seperti Bina Keluarga Remaja, PAUD, Bina Keluarga Balita, hendaknya diadakan penyuluhan, pelatihan, pembinaan terhadap anak, remaja dan orang dewasa tentang membangun keluarga, membentuk kelompok–kelompok yang memperhatikan pentingnya pendidikan karakter, mediasi dan pelopor pendidikan karakter, adanya kegiatan positif untuk anak, sosialisasi terkait dengan budi pekerti, UU Perkawinan, kesehatan reproduksi, pengenalan budaya lokal, mendorong masyarakat berpendidikan dan berkarakter sesuai norma. Untuk mewujudkan harapan para informan tersebut perlu dilakukan pendidikan anak seperti yang dikemukakan oleh Huitt (1996; 1997a, 1997b dan 2004) dan juga Yatimin (2012). Strategi yang dilakukan pengurus PKK selama ini adalah pertama–tama dengan melihat apa yang dimaui anak, kemudian mengarahkan anak ke setiap langkah yang baik, mendorong, mengajak, dan mengingatkan pentingnya saling menghormati, menggerakkan kegiatan BKR untuk remaja, melakukan sosialisasi, menyelenggarakan PAUD untuk balita, BKB untuk para ibu, memberikan penyuluhan dan pelatihan. Melakukan mediasi, juga menjadi pelopor dalam masyarakat dalam memberikan pendidikan karakter. Tindakan yang dilakukan oleh pengurus PKK dalam rangka mencapai keluarga berkualitas dan berkarakter nampaknya sesuai dengan UU No. 52 Tahun 2009 dan menurut BKKBN (Awie, 2008). 136
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Berdasarkan pernyataan para pengurus PKK bahwa mereka telah mengerti dan memahami pendidikan karakter, dan telah mengimplementasikan pengetahuan tersebut kepada anak–anak, remaja dan keluarga yang bermasalah. Namun, dari semua informasi yang ada mengenai kondisi masyarakat dan generasi muda terkait dengan perilaku beresiko seputar penggunaan obat–obatan terlarang ternyata bersifat permissive. Sebagian informan mengetahui adanya aktifitas warganya yang tidak saja sebagai pengguna tetapi juga sebagai pengedar obat–obatan terlarang. Namun, para informan tidak begitu mempedulikan hal itu, karena dianggap tidak membahayakan warga sekitar. Selanjutnya, pemahaman terkait dengan kenakalan anak–anak atau remaja pengurus PKK menilai masih sebatas kenakalan yang dianggap wajar, sekalipun ada tindakan kriminal berupa pengedar narkoba dan pemerkosaan, pemahaman pengurus belum mencakup ke persoalan perlindungan anak atau lingkungan. Pemahaman pengurus PKK terkait dengan perilaku pro–sosial masih sangat normatif, yaitu mayoritas seputar sopan santun tetapi belum sampai berbicara mengenai persoalan demokrasi ataupun ethnocentrisme. Kedua faktor tersebut sangat penting dalam pembentukan karakter generasi muda dan bangsa khususnya. Informasi berkaitan dengan sekolah hanya mengungkap persoalan tentang banyaknya anak putus sekolah dan malas belajar. Sedang, yang berhubungan dengan emosi anak, pemahaman pengurus PKK mengungkapkan mengenai generasi muda atau anak sulit dinasehati, mereka sering membentak orangtua, acuh tak acuh, dan selalu minta dituruti kemauannya. Sesungguhnya, pendidikan karakter bagi generasi muda bisa berhasil dengan baik apabila terjadi sinergi atau kemitraan antara keluarga, sekolah dan masyarakat sesuai dengan pendapat Wuryadi (2011) dan Waluyo (2010). Untuk itu pendidikan karakter kemitraan hendaknya memenuhi 11 prinsip (Vessels, 1998). Dan itu dilakukan dengan mempertimbangkan Lay Theories dan self-control serta dilaksanakan dengan memperhatikan langkah–langkah strategis (Dweck, 1996; Mukhopadhyay dan Johar, 2005; Darling dan Steinberg 1993; Maccoby, 1980; Freeman dkk., 2013; dan Cincinnati Character Council, 2008). Dari seluruh informasi yang diperoleh, sekalipun Pengurus PKK secara tegas menandaskan bahwa mereka telah mengetahui dan mengerti serta mengimplementasikan pendidikan karakter kepada masyarakat, tetapi sesungguhnya banyak nilai–nilai karakter yang masih terabaikan. Padahal pemahaman ini menjadi kunci kemampuan para Pengurus PKK dalam melakukan kegiatan dan menyusun program yang menunjang pendidikan keluarga berkualitas dan berkarakter. Beberapa pemahaman yang dimiliki Pengurus PKK mendukung teori–teori terkait dengan pendidikan karakter, namun pemahaman secara utuh belum dikuasai yang mendukung pendidikan keluarga berkarakter dan berkualitas. Keterbatasan pemahaman ini menunjukkan akan pentingnya peningkatan kapasitas pengurus PKK dalam hal pendidikan karakter untuk mampu menjadi ujung tombak bagi pemberdayaan keluarga. G. Penutup Kesimpulan Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) Pengurus PKK sekalipun menyatakan bahwa mereka telah mengetahui dan memahami pendidikan karakter, sesungguhnya jika ditelusuri kembali pemahaman mereka masih kurang komprehensif, dimana karakteristik perilaku berkarakter hanya dipahami sebagian. Dengan kata lain, pengurus PKK belum menginternalisasi dan mensosialisasikan pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter secara utuh. 2) Faktor–faktor penghambat dan pendukung dalam internalisasi serta sosialisasi juga tidak lengkap karena kurangnya pemahaman terkait dengan nilai–nilai kehidupan yang memenuhi standar karakter yang berkualitas yang menyebabkan program–program maupun kegiatan yang dilakukan PKK tidak memecahkan akar masalah yang mendorong terwujudnya pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter. 137
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 3) Harapan–harapan yang diinginkan pengurus PKK menjadi kurang optimal mengingat pemahaman dan pelaksanaan pendidikan keluarga berkarakter dan berkualitas terbatas. Dan strategi yang dilakukanpun menjadi terbatas belum mencapai standar karakter. Peran PKK sebagai organisasi gerakan perempuan yang dianggap paling strategis untuk pemberdayaan keluarga berkualitas dan berkarakter ternyata belum optimal dalam menjalankan salah satu programnya, yaitu pendidikan dan ketrampilan sehingga tujuan program belum tercapai. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa keterbatasan pemahaman Pengurus PKK menunjukkan akan pentingnya peningkatan kapasitas Pengurus PKK dalam hal pendidikan karakter untuk mampu menjadi ujung tombak pemberdayaan generasi muda, anak–anak dan keluarga. Temuan akan adanya perbedaan apa yang dianggap memahami oleh Pengurus PKK, dalam realita sesungguhnya adalah belum tentu seperti yang seharusnya dipahami. Untuk menguji kebenaran dari temuan ini, hendaknya dilakukan penelitian– penelitian selanjutnya. Saran dan Rekomendasi Agar pengurus PKK dapat mewujudkan pendidikan keluarga yang berkualitas dan berkarakter, maka perlu meningkatkan pemahamannya terkait dengan pendidikan karakter secara komprehensif, dan membangun konvergensi dan sinergitas antara sekolah dan keluarga dengan dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta dan beberapa SKPD. 1) Pemerintah Kota Yogyakarta hendaknya meningkatkan pelayanan kepada organisasi PKK di tingkat basis (RT) dengan memberikan fasilitasi dan dukungan finansial, mengalokasikan anggaran kepada SKPD yang mempunyai hubungan kerja dengan PKK, dan meningkatkan komunikasi serta sinergi dengan SKPD yang mempunyai hubungan kerja dengan PKK. 2) Dinas Pendidikan hendaknya meninjau kembali kurikulum dan menambahkan mata pelajaran budi pekerti di tingkat SD hingga SMA, memberikan fasilitasi terhadap upaya agar mata pelajaran budi pekerti memiliki kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan. 3) Dinas Sosial hendaknya memberikan fasilitasi dan dukungan finansial untuk kegiatan PKK dalam menangani masalah keluarga, dan meningkatkan komunikasi serta kerjasama dengan kader dan pengurus PKK dalam rangka mewujudkan keluarga yang berkarakter. 4) Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat diharapkan melakukan penguatan sumberdaya kader dan pengurus PKK melalui kegiatan pelatihan terkait dengan pendidikan karakter dan budi pekerti dengan harapan implementasi pengetahuan dan kapasitas kader dan pengurus PKK akan berpengaruh pada penguatan keluarga di lingkungan RT. Di samping itu juga meningkatkan komunikasi dan sinergi dengan kader dan pengurus PKK dalam rangka memberdayakan perempuan dan keluarga menuju keluarga yang berkarakter dan berkualitas. 5) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata diharapkan melakukan penguatan kapasitas Tim Penggerak dan pengurus PKK untuk pemantapan pendidikan berbasis budaya. 6) Disperindagkoptan diharapkan mampu melakukan pemberdayaan ketahanan ekonomi mandiri PKK melalui diversifikasi usaha dan koperasi. Daftar Pustaka Alen, Marlis. 2010. Manfaat Pendidikan Karakter Bagi Guru Untuk Membangun Peradaban Bangsa. Diakses 6 September 2013. http://alenmarlissmpn1gresik. wordpress.com/2010/10/03/manfaatkarakteristikpendidikan-bagi-guru-untuk membangunperadabanbangsa. 138
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Amran, Herlini. 2011. Membangun Keluarga Berkarakter. Kamis, 30 Juni 2011. Diakses 5 September 2013. http://disdik.kepriprov.go.id/makalah-a-artikel/306-memba- ngun -keluarga-berkarakter?format=pdf Angkasawati. 2004. Proses Kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga: Berdasarkan Keputusan Bupati Tulungagung Nomor : 1043 Tahun 2004 di Kabupaten Tulungagung. Diakses 24 September 2013. http://garuda.kemdik nas.go.id/jurnal/detil/id/0:845848/q/TP%20PKK%20dan%20keluarga%20berkuali tas%20dan%20berkarakter/offset/15/limit/15 Bandura, Albert. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social-Cognitive Theory, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Buku Pedoman Umum Gerakan Pemberdayaan dan Kesejakteraan Keluarga (PKK). 2001. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PKK. Tim Penggerak PKK Propinsi DIY. Cincinnati Character Council. 2008. Building Character. Northern Kentucky: Character Training Institute. http://www.charactercincinnati.org/qualitieslisting.html Creighton, J. L. 2005. The Public Participation Handbook. Washington, DC: Jossey-Bass. Creswell, John. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design. Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. Dweck, Carol S. 1996. Implicit Theories as Organizers of Goals and Behavior. Dalam The Psychology of Action: Linking Cognition and Motivation to Behavior. Peter M. Gollwitzer and John A. Bargh. (Eds). l. 69-90. NewYork: The Guildford Press. Dweck, Carol S. 1999. Self-Theories: Their Role in Motivation, Personality and Development. Philadelphia: Taylor & Francis. Dweck, Carol S., dan Ellen L. Leggett. 1988. A Social-Cognitive Approach to Motivation and Personality. Psychological Review. 95, April: 256–273. Hakim, Vincent dan Ali, Muhammad. 2012. Kaleidoskop: 6 Catatan Kriminal 2012. 27 Desember 2012. Diakses 18 September 2013. http:www.news.liputan6.com/ read/475553/kaleidoskop-6-catatan-kriminal-2012 Handayani, Trisakti. 2008. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kota Malang: Dalam Perspektif Kajian Budaya. E-Journal of Cultural Studies. Vol.2. No.1. Mei. http://ojs.unud.ac.id/index.php/ecs/article/view/3558 Huitt, W. 1996. Systems Model of Human Behavior. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 20 Agustus 2013. http://chiron.valdosta.edu/whuitt/materials/sysmdlhb.html Huitt, W., dan Hummel, J. 1997a. An Introduction to Operant (Instrumental) Conditioning. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 20 Agustus 2013. http://chiron.valdosta.edu/ whuitt/col/behsys/ operant.html Huitt, W., dan Hummel, J. 1997b. An Introduction to Classical (Respondent) Conditioning). Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 20 Agustus 2013. http://chiron.valdosta.edu/whuitt /col/behsys/classcnd.html Huitt, W. 2003. Important Values for School-Aged Children and Youth: A Preliminary Report. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 24 Agustus 2013. http://www.edpsycinteractive.org/morchr/morchr.html Huitt, W. 2004. Moral and Character Development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 13 Agustus 2013. http://www.edpsycinteractive.org/morchr/morchr.html Investor Daily. 2012. Mewujudkan Keluarga Berkualitas. Selasa, 16 Oktober 2012. Diakses 26 Agustus 2013. http://www.investor.co.id/home/mewujudkan-keluarga-berkualitas/46912 139
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Kesa, Danial. Deni. 2009. Keluarga: Revitalisasi Pendidikan Budi Pekerti. Suara Pembaca. Jumat 18 Desember 2009. Diakses 15 April 2013. http://ami62.blogspot. com/2009/12/keluarga-revitalisasi-pendidikan-budi.html Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Bandung: Rosdakarya. Moustakas, C. 1994. Phenomenological Research Methods. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. Mukhopadhyay, Anirban dan Gita V. Johar. 2005. Where There Is a Will, Is There a Way? Effects of Lay Theories of Self-Control on Setting and Keeping Resolutions. Journal of Consumer Research. 31 March: 779–786. Nelsen, Black. 2010. Dalam Alen, Marlis. 2010. Manfaat Pendidikan Karakter bagi Guru Untuk Membangun Peradaban Bangsa. Diakses 6 September 2013. http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2010/10/03/manfaatkarakteristikpendid ikan-bagi-guru-untuk-membangun peradabanbangsa. Nender, Gabriel. 2010. Keluarga yang berkualitas. Keluarga Indonesia. Selasa, 13 Juli 2010. Diakses 23 Augustus 2013. http://indonesiakeluarga.blogspot.com/2010 /07/keluarga-yang-berkualitas.html Novriandy. 2012. Ketua TP PKK Langkat Ingatkan, PKK Bukan Wadah Gengsi yang Miskin Aksi. Diakses 25 Agustus 2013. http://www.dnaberita.com/berita-54966ketua-tp-pkk-langkat-ingatkan-pkk-bukan-wadah-gengsi-yang-miskin-aksi.html Novemsky, Nathan dan Rebecca K. Ratner. 2003. The Time Course and Impact of Consumers’ Erroneous Beliefs About Hedonic Contrast Effects. Journal of Consumer Research. 29 Maret: 507–516. Nucci, L. 1989. Moral Development and Ccharacter Education: A Dialogue. (Eds.). Berkley, CA: McCutchan. Nuradi, Erry. 2013. TP PKK Sergai Gelar Pelatihan Simulasi Pola Asuh Anak. Berita Sore. 13 Maret, 2013. Diakses 15 Agustus 2013. http://beritasore.com/2013/03 /13/tppkk-sergai-gelar-pelatihan-simulasi-pola-asuh-anak/ OECD. 2006. The Challenge of Capacity Development: Working Towards Good Practice, OECD DAC Network on Governance. Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Diakses 15 Juli 2012. http://portal.jogja prov go.id/index.php?option=com_ content&task=view&id=975&Itemid= Rohim, Abdul. 2012. Membangun Kualitas Keluarga. 14 Oktober 2012. Diakses 13 September 2013. http://abdoelrohym.blogspot.com/2012/10/membangun-kuali taskeluarga.html Sunarti, Euis. 2013. Kebijakan Keluarga di Indonesia Masih Setengah Hati. Antaranews. Di akses 18 Agustus 2013. http://bogor.antaranews.com/print/5280/pakarkebijakankeluarga-di-indonesia -masih-setengah-hati. The Department for Social Development. 2006. Voluntary and Community Sector Community Capacity Building. Diakses 16 Juni 2013. http://www.dsdni.gov.uk /vcni-community-capacity-building.pdf Tjondrorini dan Mardiya. 2013. Mewujudkan SDM Berkualitas Melalui Keluarga. Diakses 18 Agustus 2013. http://www.kulonprogokab.go.id/v21/...SDM-ber kualitasmelalui-Keluarga.pdf Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009. Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Vessels, Gordon G. 1998. Character and Community Development: A School Planning and Teacher Training Handbook. Westport, CT: Greenwood.
140
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Waluyo, Edi. 2010. Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Dini. Diakses 14 Agustus 2013 http://paud.unes.ac.id/index.php?option=com_content&view= artikecle&id=6:membangun-karakter-melalui-pendidikan-sejak-usia-dini-&catid=9:depan Wuryadi. 2011. Pendidikan untuk Membangun Bangsa Dan Wataknya. http://budhivaja. dosen.narotama.ac.id/files/2011/10/B.ok-KONSEP-PENDIDIKAN-KARAK-TER .pdf Xu, Jing dan Norbert Schwarz. 2009. Do We Really Need a Reason to Indulge? Journal of Marketing Research. 46. Februari: 25–36. Yatimin, Afiatin. Tina. 2012. Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Gerakan Ahmadiyah Indonesia. Menegakkan Kedaulatan Allah. 28 Desember 2012. Diakses 29 Agustus 2013. http://ahmadiyah.org/pendidikan-karakter-dalam-keluarga/
141
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 MODEL KEBIJAKAN STRATEGIS TERHADAP PELESTARIAN KEBUDAYAAN LOKAL “MERTI CODE”SEBAGAI ASET DAERAH UNTUK MENINGKATKAN SEKTOR PARIWISATA BERBASIS BUDAYA ( Oleh : Dyah Permata Budi Asri, SH.,M.Kn) Abstract MertiCode is one of the local culture that has a high value in the philosophical field of environmental preservation in the city of Yogyakarta, which should be preserved . Values contained in the Merti Code local culture is very noble, because Merti Code is an activity for "memerti" ( maintain ) the river environment , so that the balance of the river ecosystem to be awake . It is rarely done by people in the modern city today . Merti Code is maintained by the local cultural communities in Bantaran Kali Code, but it also has the distinctive feature of the ceremony held each year and the tourism event in the city of Yogyakarta . For that we need a proactive attitude of the local government to protect aspects of folklore in the city of Yogyakarta, which is an asset for tourism in Yogyakarta considerable potential. Protection do not only cover the legal protection , but from non aspect law can also be given protection, in addition to fixing the Tourism Regulation relating to the follow-up to the local culture in Yogyakarta, for non-law asepek can be done with the inventory process, documentation and abstraction of the local culture . The next step is to make an agreement between the custodian Benefit Sharing with third parties that take advantage of the wealth of local culture . Keyword : Local Culture, Protection, Memerti, inventory and documentation. A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warga negara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah–wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional. Pembangunan kepariwisataan seharusnya mampu berkontribusi secara nyata dalam upaya–upaya pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan di berbagai daerah. Pengembangan pariwisata Yogyakarta perlu diarahkan pada pengembangan pariwisata yang bereorientasi pada pelestarian budaya. Jika berhasil diciptakan pengembangan pariwisata yang memperhatikan kelestarian budaya, dapat diyakini bahwa dari waktu ke waktu Yogyakarta akan tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai kota pariwisata. 142
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Sebagai salah satu isu penting yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual dewasa ini adalah sejauh mana pengetahuan tradisional (traditional knowledge) khususnya kesenian tradisional (folklore) mendapat perlindungan. Karena peliknya masalah ini dan mengingat begitu pentingnya perlindungan terhadap aset–aset budaya terutama mengenai kesenian tradisional, maka penulis tertarik untuk mencoba menganalisis secara mendalam dan hati–hati mengenai perlindungan hukum hak kekayaan intelektual terhadap budaya lokal masyarakat di Yogyakarta, yaitu Merti Code. 2. Rumusan Masalah Bertolak dari diskripsi latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Sejauh mana pemerintah daerah mengupayakan perlindungan hukum Merti Code yang merupakan budaya lokal masyarakat di Yogyakarta ? 2) Bagaimanakah model yang efektif bagi perlindungan hukum potensi budaya lokal di Yogyakarta ? 3. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintah kota dalam rangka mengupayakan perlindungan hukum bagi budaya lokal masyarakat Merti Code di Yogyakarta. 2) Untuk mencari model yang efektif bagi perlindungan hukum budaya lokal di Yogyakarta. 4. Manfaat Penelitian 1) Dengan adanya perlindungan hukum terhadap budaya lokal Merti Code, masyarakat khususnya Pemerintah Kota akan menjaga kelestarian nilai–nilai budaya di daerah, yang terbebas dari maraknya pembajakan nilai–nilai budaya setempat oleh daerah lain ataupun negara lain. 2) Dengan adanya model yang efektif untuk perlindungan hukum budaya daerah setempat akan memberikan ciri khas budaya di Yogyakata dan pada akhirnya meningkat sektor pariwisata di Yogyakarta. Budaya Lokal apabila dikelola dengan baik dapat menjadi aset bangsa yang sangat berharga dan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. B. Tinjauan Pustaka 1. Pengaturan Budaya Lokal dalam Sistem Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia Rezim HKI yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor ini adalah rezim Hak Cipta. Permasalahannya adalah rezim hak cipta yang didengungkan selama ini secara sederhana memang digunakan dalam upaya perlindungan hukum terhadap karya intelektual yang lebih cenderung bersifat individualis. Hal inilah yang masih mengganjal dalam upaya perlindungan terhadap folklor ini. Ada beberapa karakteristik folklor yang tidak secara lengkap dimiliki dalam rumusan rezim Hak Cipta. Misalnya folklor merupakan ciptaan yang tidak mempunyai batas waktu dan selalu turun temurun tanpa melalui mekanisme hibah dan lain sebagainya. Perlindungan hak cipta atas folklor dalam konteks ke–Indonesiaan sendiri sudah dimasukkan dalam Undang–Undang Hak Cipta (UUHC) Nomor 19 Tahun 2002. Undang– Undang ini menyinggung mengenai perlindungan hukum mengenai folklor yang ada di Indonesia. Namun sayangnya dalam Undang–Undang ini tidak mengatur perlindungan folklor secara komprehensif. Sejauh ini pengaturan mengenai folklor hanya diatur dalam pasal 10 ayat 2 UUHC yang berkaitan dengan penguasaan negara atas folklor yang tumbuh dan berkembang. Di samping itu dalam pasal ini masih membutuhkan banyak instrumen 143
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 yang diperlukan untuk menciptakan satu konsep perlindungan yang maksimal dan efektif, sehingga pada dasarnya folklor yang ada di Indonesia ini belum secara komprehensif mendapatkan perlindungan hukum. Tim Lindsey juga mencoba menganalisis mengenai hak cipta atas folklor dan 1 kebudayaan rakyat. Menurutnya, walaupun pasal 10 UUHC ditujukan secara khusus untuk melindungi budaya penduduk asli, akan sulit (barangkali mustahil) bagi masyarakat tradisional untuk menggunakannya demi melindungi karya–karya mereka karena beberapa alasan. Pertama, kedudukan pasal 10 ini belum jelas penerapannya jika dikaitkan dengan berlakunya pasal–pasal lain dalam UUHC. Banyak contoh yang bisa diambil dari pernyataan ini, misalnya bagaimana kalau suatu folklor yang dilindungi berdasarkan pasal 10 (2) tidak bersifat asli sebagaimana yang disyaratkan pada pasal 1 (3), dan masih banyak pertanyaan lainnya. Kedua, suku–suku etnis atau suatu masyarakat tradisional hanya berhak melakukan gugatan terhadap orang–orang asing yang mengeksploitasi karya–karya tradisional tanpa seizin pencipta karya tardisional melalui, cq negara dan instansi terkait. Undang–Undang melindungi kepentingan para pencipta karya tradisional apabila orang asing mendaftarkan di luar negeri. Akan tetapi dalam kenyataannya belum ada hasil usaha negara melindungi karya–karya tradisional yang dieksploitasi oleh bukan warga negara Indonesia di luar negeri. Masalah yang serupa juga diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Zulfa Aulia. Penelitian ini lebih mengarah pada penekanan terhadap perlindungan hukum ekspresi kreatif manusia. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa ekspresi pada HKI dan ekspresi budaya tradisional itu pada dasarnya memang berbeda. Jika keduanya masih sangat mungkin bertemu pada adanya kesamaan ekspresi kreatif, tetapi keduanya berbeda dalam hal yang satu lebih mengedepankan kebaruan dan yang satunya lagi tidak. Meski demikian, adanya perbedaan ini tidakah menjadikan keduanya tidak memiliki keterkaitan dan keterikatan antara yang satu dengan yang lain.2 Melalui penelitian tersebut, peneliti mencoba merekomendasikan melalui dua hal yang sangat pokok dan bisa dijadikan sebagai solusi alternatif dalam penanganan masalah yang sama. Dua rekomendasi tersebut adalah melalui upaya inventarisasi dan dokumentasi. Terselenggaranya inventarisasi dan dokumentasi diharapkan mampu memperjelas identitas keberadaan suatu ekspresi tradisional yang ada dan hidup di Indonesia, sekaligus juga menjamin keberlangsungannya.3 Membahas mengenai perlindungan terhadap folklor ini, tuntuan untuk adanya perlindungan hukum bentuk–bentuk Sumber Daya Genetik Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklor (SDGPTEF) semakin mengemuka dan bernuansa politis karena menyangkut tuntutan dari berbagai kelompok komunitas lokal, hal disebabkan semakin meningkatnya kesadaran bahwa komersialisasi bentuk SDGPTEF ini seharusnya tidak mengabaikan kepentingan komunitas pemiliknya. Tetapi selama ini yang terjadi adalah,
1
Tim Lindsey, dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Sebuah Pengantar. Bandung. P.T. alumni. Hlm. 261 M. Zulfa Aulia. 2007. Perlindungan Hukum Ekspresi Kreatif Manusia: Telaah terhadap Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Ekspresi Budaya Tradisional. Penelitian ini diterbitkan dalam Jurnal Hukum Ius Quia Iustium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Hlm. 370 3 Ibid, 2
144
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 kegiatan komersialisasi seperti ini sering mengabaikan aspek kompensasi dan juga pengakuan penuh bagi para pemilik warisan budaya tersebut.4 Menambahi pada statemen di atas, Agus Sardjono mengatakan bahwa sistem HKI modern memang lebih mengarah pada sistem individualistik sehingga kadang–kadang keberadaan karya masyarakat tradisional yang notabene lahir dari prinsip komunalisme tidak dapat dijalankan atau dicover oleh sistem HKI modern. Mengingat begitu terbatasnya sistem HKI modern dalam melindungi pengetahuan tradisional, maka dalam solusi permasalahannya, beliau menegaskan bahwa perlu adanya satu pembaharuan Undang– Undang, kemudian juga adanya benefit sharing (pembagian manfaat) dengan warga masyarakat lokal tersebut. Serta melakukan dokumentasi terhadap obat–obatan yang sudah dihasilkan dan dijadikan satu produk tertentu.5 Di samping prinsip yang paling fundamental tersebut, di dalam perlindungan hak cipta dikenal juga prinsip atas asas orisinalitas (keaslian). Asas orisinalitas ini merupakan suatu syarat adanya perlindungan hukum di bidang hak cipta. Orisinalitas ini tidak bisa dilakukan seperti halnya novelty (kebaruan) yang ada dalam paten, karena prinsip originalitas adalah tidak meniru ciptaan lain, jadi hanya dapat dibuktikan dengan suatu pembuktian oleh penciptanya. 2. Arti Penting Perlindungan Budaya Lokal di Indonesia Budaya lokal adalah nilai–nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu. Budaya lokal dapat berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Indonesia terdiri atas 33 provinsi, karena itu memiliki banyak kekayaan budaya. Keanekaragaman budaya tersebut dapat menjadi aset negara yang bermanfaat untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia luar, salah satu di antaranya adalah Candi Borobudur.6 Adanya perbedaan kepemilikan dalam budaya lokal memiliki konsekuensi perbedaan dengan sistem HKI pada umumnya. Hal terpenting yang harus diperhatikan bahwa budaya lokal harus dijaga dan dipelihara oleh setiap generasi secara turun menurun, karena dengan memberikan perlindungan bagi budaya lokal akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Secara keseluruhan, alasan utama memberikan perlindungan terhadap budaya lokal, yaitu : a. Pertimbangan keadilan; b. Konservasi; c. Memelihara budaya dan praktik (gaya hidup) tradisional; d. Mencegah perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap komponenkomponen budaya lokal; dan e. Mengembangkan penggunaan dan kepentingan budaya lokal.7 4
Alan Juyadi. 2007. Upaya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terkait Pendayagunaan Sumber Daya Genetic, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklor di Indonesia. Dikompilasikan dalam beberapa penelitian yang tergabung dalam konferensi mahasiswa hukum nasional tahun 2007 dan terbukukan yang dikeluarkan Oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonenesia bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi. 2007. Menantikan kebangkitan Hukum Indonesia, Pemikiran dan Rekomendasi Mahasiswa Hukum SeIndonesia mengenai Agenda Pembaharuan Hukum di Era Pasca Reformasi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi. Hlm. 120 5 Kajian yang dilakukan oleh Agus Sarjono ini lebih mengarah pada analisis terhadap pengetahuan tradisional dalam kaitannya dengan pemanfaatan obat-obatan tradisional. Lebih lengkapnya lihat dalam Agus Sardjono. 2004. Pengetahuan Tradisional; Studi Mengenai Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Obat-obatan. Jakarta: Program Pascasarjana FH UI. Hlm. 235-236 6 www.cyberlibrary, diakes tanggal 7 September 2013 7 Op.cit bandingkan dengan Protecting Traditional Knowledge, Document ICC No. 450/937 Rev.3Desember 2002, http://www.iccwbo.org/home/statements rule.../protecting/traditional/know-ledge.as., 17 Maret 2003.
145
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Berdasarkan hal tersebut maka dalam perlindungan terhadap budaya lokal terdapat 4 prinsip yang dimiliki oleh komunitas masyarakat setempat, yaitu : pengakuan, perlindungan, pembagian keuntungan, dan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.8 Melihat kepada arti penting perlindungan hukum terhadap budaya lokal bagi Indonesia, hal ini jelas memiliki nilai yang sangat strategis tersebut dapat dilihat dari segi budaya, ekonomi dan sosial. 3. Tinjauan Umum Tentang Budaya Lokal Merti Code Upacara Adat Merti Code adalah kegiatan kebudayaan yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat dalam pelestarian lingkungan Kali (sungai) Code. Sebagaimana diketahui sejak tiga dasawarsa terakhir kondisi Kali Code terutama yang melintas di wilayah perkotaan mengalami degradasi kualitas lingkungan yang serius. Hal ini ditandai dengan semakin sempitnya badan sungai akibat desakan permukiman, mutu air yang buruk karena beban polusi limbah domestik baik cair maupun padat yang berat, dan hilangnya sebagian besar flora fauna air yang menjadi ciri khas ekosistem sungai. Keberadaan Kali Code sebenarnya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar bantaran pada umumnya. Sebagian penduduk kampung–kampung di pinggiran Kali Code masih mengandalkan sumber air bersih dari sungai (belik, pancuran) untuk mendukung kehidupan sehari–hari, konsumsi, cuci mandi dan kakus. Sejumlah warga memanfaatkan untuk memelihara ikan dalam kolam maupun karamba. Dan anak–anak masih memanfaatkan untuk sungai untuk bermain. Dalam kondisi penurunan daya dukung lingkungan maka pemanfaatan sumberdaya sungai oleh masyarakat mempunyai konsekuensi buruk pada aspek kesehatan dan ketersediaan jumlah. Oleh karenanya usaha–usaha konservasi (pelestarian) Kali Code harus serius dilakukan tidak saja oleh pemerintah tetapi juga semua unsur masyarakat. Penghijauan kembali bantaran Kali Code, pengelolaan sampah di kampung–kampung pinggir sungai agar tidak dibuang ke sungai, pengelolaan limbah cair dari rumah tangga dan menabur benih ikan merupakan aksi nyata konservasi Kali Code. Yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan untuk membangun kesadaran melalui even budaya. Pada tahun 2001 para pemuka kampung pinggiran Kali Code berembug, merunut bentuk–bentuk kegiatan adat yang pernah dilakukan pendahulu di pinggiran kali. Tercatat pernah dilakukan “Ruwatan Suro”di pinggiran kali Kampung Jetisharjo, dalam bentuk pagelaran wayang kulit dan kenduri di pinggir kali. Ada Rejeban, Ruwahan di beberapa kampung dengan menggelar kenduri selatan juga, seperti di Kampung Terban dan Blimbingsari. Setelah melalui diskusi panjang dan berbagai pertimbangan kemudian digagaslah Upacara Adat memetri kali yang dinamakan Merti Code sebagai bentuk edukasi bagi kelestarian Sungai Code. Nenek moyang bangsa Indonesia dikenal memiliki budaya menghormati sungai sebagai wilayah suci. Candi–candi besar dibangun berdampingan dengan sungai, misalnya Candi Prambanan dibangun di pinggir Kali Opak, Candi Gebang dibangun di pinggir Kali Tambakboyo. Konon sebelum melakukan upacara pemujaan dewa di dalam kompleks candi, mereka bersuci membersihkan badan terlebih dahulu di sungai dekat candi. Dengan demikian sungai menjadi bagian penting upacara keagamaan. Sampai saat ini setiap kali dilaksanakan Upacara Waisyak oleh umat Budha di Candi Borobudur, maka ritual pengambilan tirta suci di sumber mata air Jumprit Temanggung (hulu Sungai Progo) menjadi bagian penting acara tersebut. Penghormatan terhadap air pada umumnya, dan sungai khususnya belum lama ini diteliti secara ilmiah oleh Prof. Masaro Emoto dari Jepang dengan hasil yang 8
Op.cit hlm. 43.
146
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 mencengangkan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa air yang dihormati, dimuliakan akan membentuk kristal–kristal segi enam yang sempurna, dan terbukti mempunyai daya sembuh. Tetapi air yang diperlakukan tidak baik, akan menghasilkan kristal yang buruk. Tujuan diselenggarakannya Upacara merti Code ini adalah : a. Membangun kesadaran dan komitmen bersama akan pentingnya memelihara lingkungan Gunung Merapi, Kali Boyong dan Kali Code sebagai satu kesatuan lingkungan hidup (ekosistem) b. Mengembangkan potensi Kampung–Kampung Code di bidang lingkungan, seni dan budaya sebagai aset pariwisata Yogyakarta. Merti Code yang telah berlangsung sejak tahun 2001, digagas sebagai wahana pembelajaran dan kampanye pentingnya melestarikan lingkungan sungai serta budaya bagi kalangan masyarakat perkotaan di Yogyakarta. Setiap tahun dikembangkan berbagai kegiatan yang mendukung kampanye lingkungan, pariwisata, kepedulian terhadap wilayah sekitar, pengembangan solidaritas sosial dan nguri–uri kebudayaan lokal. Pemerti Kali Code dilakukan oleh lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Merti Code. Pemerti Kali Code adalah lembaga masyarakat berbentuk paguyuban dan telah berbadan hukum. Pengurus terdiri dari individu–individu peduli kelestarian Lingkungan Kali Code dari wilayah Kali Code utara, tengah, hingga selatan Yogyakarta. Kegiatan inti Merti Code diawali dengan pengambilan tujuh sumber mata air di pinggiran Kali Code oleh tokoh masyarakat setempat (Boyong, Pogung, Blunyah, Petinggen, Jetisharjo, Terban, Cokrokusuman). Air dari tujuh sumber (belik) ini kemudian disatukan dalam enceh (genthong) pada acara tirakatan. Padi hari berikutnya enceh dikirab keliling Kampung–kampung sekitar Kali Code bersama pusaka paringan dalem Sultan HB X (Kyai Ranumurti) diiringi bregada-bregada kampung dan kelompok–kelompok seni kampung Code. Air kemudian dibagikan kepada masyarakat pada akhir acara. Kyai Ranumurti, berupa Tumbak diberikan Sultan HB X kepada masyarakat Kali Code pada tahun 2003 di Pedukuhan Blimbingsari. Merti atau Memetri (Jawa) bermakna menjaga, memelihara. Upacara adat setahun sekali juga dimaksudkan untuk selalu me–refresh makna Merti, agar selalu hidup di tengah–tengah masyarakat. Nilai–nilai universal yang coba dibangun (revitalisasi) dalam penyelenggaraan acara Merti Code adalah : a. Rasa syukur atas karunia air dan sungai dari Tuhan, yang mempunyai fungsi penting untuk mendukung perikehidupan masyarakat terutama yang tinggal di kawasan bantaran kali. b. Kesadaran pentingnya menjaga dan melestarikan air dan sungai dalam mendukung kehidupan manusia c. Kesadaran berbagi ruang bagi seluruh makhluk hidup di sungai (tumbuhan, serangga, burung, reptile, dan berbagai jenis ikan) karena mereka mempunyai hak yang sama untuk hidup seperti manusia, sebagai bagian ekosistem sungai. d. Kebersamaan, diperlukan usaha bersama antar elemen masyarakat untuk melestarikan sungai Code, karena tugas ini berat, memerlukan pengorbanan, dan karena kompleksitas permasalahan yang ada. Acara Merti Code sepenuhnya adalah milik masyarakat Kali Code, sehingga pelaksanaan kegiatan seluruhnya dilakukan oleh masyarakat, termasuk kepanitiaan. Kampung–kampung yang mendukung kegiatan ini (hulu ke hilir) : Turgo (Pakem), Kalireso, Plemburan, Blunyahgede, Sendowo, Blimbingsari, Petinggen, Terban, Jetisharjo, 147
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Pemerintah Kota membantu stimulan dana bagi penyelenggaraan acara ini. Kelompok–-kelompok seni budaya di Yogyakarta juga kemudian mendukung kegiatan ini. Pada perkembangannya banyak pihak yang kemudian terlibat terutama dalam acara–acara pendukung seperti sarasehan, bersih sungai, lomba lomba dan lain–lainnya. C. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan meneliti data primer yang ada di lapangan. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Jenis penelitian ini merupakan deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Penelitian ini berusaha menggambarkan secara lengkap ciri–ciri dari suatu keadaan, perilaku pribadi atau kelompok, atau menggambarkan/melukiskan realitas sosial sedemikian rupa, memanfaatkan, maupun menciptakan konsep–konsep ilmiah, sekaligus pula berfungsi dalam mengadakan suatu klasifikasi mengenai gejala–gejala sosial yang dipersoalkan. 2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Sungai Code, dimana masyarakat menyelenggarakan kegiatan budaya Merti Code, yaitu di daerah Jetisharjo Blimbingsari dengan pertimbangan bahwa di wilayah tersebut merupakan pusat berlangsungnya upacara pemerti Code. Objek dalam penelitian ini adalah hak cipta berupa budaya lokal Merti Code. Sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah pelaku budaya lokal Merti Code, yaitu pengurus Pemerti Code. Selanjutnya untuk melengkapi dan menguji data yang dikumpulkan maka pengumpulan data penelitian ini dilakukan juga dengan mengumpulkan keterangan atau informasi, pendapat dari subjek penelitian lainnya, yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Kementerian Hukum dan Hak Asazi Manusia Kanwil DIY. Dalam penelitian ini pengambilan sampling menggunakan teknik Non Random Sampling, dengan metode Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara memilih atau mengambil subjek–subjek yang didasarkan pada tujuan–tujuan tertentu. Teknik ini dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar jumlahnya. Narasumber dalam penelitian ini adalah Ketua Pemerti Code, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintahan Kota Yogyakarta, dan Kementerian Hukum dan HAM Kanwil DIY. 3. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan: 1) Metode Pengamatan (observasi) Metode ini digunakan untuk memperoleh data langsung yang terkait dengan permasalahan 2) Metode wawancara Dalam penelitian menggunakan wawancara bebas terpimpin yang berarti menggunakan pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, tetapi daftar pertanyaan tersebut tidak mengikat jalannya wawancara.
148
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 4. Analisis Data Semua data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder yang telah diperoleh baik melalui wawancara maupun inventarisasi data tertulis yang ada, kemudian diolah dan disusun secara sistematis untuk dianalisa secara kualitatif. Sehingga dengan demikian analisis ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang dapat disampaikan dalam bentuk deskriptif. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Peran pemerintah daerah dalam rangka mengupayakan perlindungan hukum Merti Code yang merupakan budaya lokal masyarakat di Yogyakarta Sungai Code yang melintas di tengah kota Yogyakarta melewati 12 kelurahan dari 6 kecamatan. Sungai ini berhulu di kaki Gunung Merapi, yang merupakan tumpuan kehidupan bagi banyak penduduk kota. Sungai Code yang melintasi kota Yogyakarta sepanjang 8,7 Km dan sebagian besar bantaran sungainya sudah digunakan sebagai permukiman penduduk.
Gambar 1 Kondisi Sungai Code di bagian Utara
Gambar 2 Kondisi Sungai Code di Bagian Selatan
Masyarakat di kawasan sungai Code, seperti kondisi kota Yogyakarta pada umumnya masih menganut dan menjalankan adat jawa. Kehidupan masyarakat yang ada di wilayah ini sebagian masih melakukan ritual–ritual adat guna kelangsungan hidupnya. Pada beberapa bagian di bantaran sungai Code, sebagian masyarakatnya masih melakukan upacara adat untuk meminta keselamatan dan kelangsungan hidupnya di daerah bantaran. Selain itu, pada acara–acara seperti pernikahan, khitanan dan menjelang bulan puasa masih dilakukan ritual–ritual demi keselamatan dan kelancaran acara yang akan dilakukan. Kehidupan masyarakatnya juga sangat berorientasi kepada keberadaan sungai. Kegiatan sehari–hari masyarakat setempat juga sangat tergantung pada sungai, walaupun ketergantungannya sudah berkurang. Ketergantungan akan air bersih terutama di kawasan Code bagian utara masih memanfaatkan sumber–sumber air yang tersisa di pinggiran sungai. Namun demikian, pemanfaatannya sudah lebih modern dengan menampung air tersebut ke dalam bak air, bukan lagi menggunakan air sungai. Demikian juga dengan kehidupan bermasyarakatnya. Sungai yang sebelumnya dijadikan bagian belakang dengan menjadikannya daerah buangan, di beberapa bagian sudah dijadikan halaman depan dengan kehidupan yang berorientasi ke sungai. Masyarakat bantaran sungai Code memulai kembali kegiatan budaya yang dulu dilakukan oleh nenek moyangnya. Hal ini tercermin dari kegiatan bersih sungai yang disebut sebagai Merti Code yang dilakukan di wilayah Code Utara. Merti Code ini mulai dikembangkan kembali pada tahun 2000 dengan melakukan upacara di sekitar sungai Code sebagai acara puncak bersih sungai. Kegiatan sehari–hari masyarakat di bantaran sungai Code, seperti halnya kampung–kampung di Yogyakarta banyak kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan. Orientasi kegiatan yang sebelumnya membelakangi 149
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 sungai, sejak dibuatnya talud dan jalan akses di pinggir talud, orientasi kegiatan sebagian masyarakatnya sudah menghadap ke sungai. Kondisi yang demikian sedikit banyak telah membuat kawasan Code menjadi lebih tertata. Kondisi bantaran sungai Code yang lebih tertata tersebut dapat tetap dilestarikan dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata. Kehidupan dan adat–istiadat masyarakat bantaran sungai dapat dikembangkan sebagai potensi wisata. Hal ini dapat menjadi obyek wisata karena adat kebiasaan masyarakat yang khas untuk kawasan pinggiran sungai. Dengan demikian, keasrian dan pola hidup bersih yang sudah mulai diterapkan dapat lestari. Kondisi sosial budaya kawasan sungai yang spesifik beserta adat–istiadat yang dipertahankan oleh masyarakat setempat merupakan potensi wisata yang potensial. Di samping itu, adanya pusat–pusat kerajinan dan perdagangan khas kota Yogyakarta merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestariannya, kawasan tersebut dapat dijadikan daerah wisata alternatif di kota Yogyakarta. Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata menjadi sangat penting karena sektor ini telah memberikan peran nyata terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan kesempatan kerja di kota Yogyakarta. Pengembangan pariwisata merupakan upaya mengoptimalkan potensi wisata yang ada. Kepariwisataan yang ada, diarahkan untuk mencapai sasaran pokok sebagai berikut: a. Meningkatkan pariwisata sebagai sektor andalan b. Mengembangkan kepariwisataan nusantara c. Meningkatkan sumberdaya manusia d. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta. Untuk mempertahankan predikat daerah kunjungan wisata, maka harus terus dilakukan pencarian obyek wisata alternatif untuk menggantikan ataupun mendukung keberadaan obyek wisata yang sudah ada. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi kejenuhan wisatawan terhadap obyek wisata yang sudah ada. Salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah menjadikan kawasan sungai Code menjadi obyek wisata baru. Dari kenyataan tersebut di lapangan, diperoleh data tentang penelitian yang dilakukan, khususnya tentang peranan pemerintahan daerah dalam memberikan perlindungan bagi budaya lokal masyarakat setempat (masyarakat sekitar Sungai Code), bahwasannya peranan pemerintah kota dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta sampai dengan saat ini memberikan kontribusi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Merti Code tiap tahunnya yang biasanya dilaksanakan sekitar bulan Juni–Agustus. Anggaran tersebut berasal dari anggaran tahun berjalan daerah yang memang sudah dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan budaya Merti Code. Anggaran tersebut biasanya diberikan kurang lebih Rp. 15 juta/tiap tahunnya, khusus untuk pelaksanaan upacara Merti Code. Namun peranan pemerintahan daerah terhadap pelestarian budaya Merti Code dalam bentuk lain selain pemberian stimulus anggaran belum ada. Termasuk untuk menginventarisasi dan dokumentasi terhadap budaya Merti Code tersebut. Budaya lokal Merti Code adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat (local wisdom). Kearifan lokal adalah “pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai local wisdom (kebijakan setempat) atau local knowledge (pengetahuan setempat) atau local genious (kecerdasan setempat). Sistem pemenuhan kebutuhan mereka meliputi seluruh unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai 150
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka. Saat ini pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, belum ada ketentuan mengenai pelaksanaan teknik untuk melakukan kegiatan inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal di Yogyakarta. Di sisi lain hal tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak, agar setiap daerah dapat mempublikasikan terkait dengan budaya lokal yang susah terinventarisasikan dengan baik dan terdokumentasikan secara sistematis.9 Namun karena keterbatasan sumber daya manusia dan ketidakjelasan perangkat aturan pelaksanaannya, sehingga kegiatan inventarisasi dan dokumentasi untuk mendata semua budaya lokal di Yogyakarta belum terlaksana. Hal tersebut juga disampaikan dari pihak Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Daerah Istimewa Yogyakarta10, yang menyatakan belum ada juklak dan juklis tentang kegiatan inventarisasi dan dokumentasi terhadap budaya lokal di DIY. Terlebih aturan undang–undangnya belum mengatur secara jelas dan rinci mengenai kegiatan tersebut. Sebenarnya kegiatan yang menyerupai inventarisasi dan dokumentasi tersebut pernah dilakukan beberapa waktu yang lalu, namun karena pergantian jabatan pimpinan, maka kegiatan tersebut mengalami kemacetan. Hal ini disebabkan bahwa kegiatan tersebut hanya merupakan kebijakan internal Kanwil setempat pada waktu itu. Mengenai pentingnya kegiatan inventarisasi dan dokumentasi terhadap aset budaya lokal di DIY baik dari pendapat Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Yogyakarta dan pihak Kementerian Hukum dan HAM Kanwil DIY, saat ini merupakan kebutuhan yang mendesak. Alasan tersebut didasari bahwa Yogyakarta saat ini merupakan tujuan wisata ke 2 setelah Bali yang memiliki beragam budaya lokal masyarakat yang berwujud ataupun tidak berwujud, sehingga mengharuskan kegiatan dalam rangka mendata mengenai aset– aset budaya lokal tersebut. Terlebih Yogyakarta sangat terkenal dengan beragamnya budaya di kalangan turis mancanegara maupun domestik, yang tiap tahunnya menyedot kedatangan wisatawan–wisatawan. Sebenarnya dalam UU No 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai sistim pemerintahan dan pembagian kewenangan sesuai dengan tingkat kewenangannya. UU ini juga memberikan pengaturan berkenaan kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menetapkan keberadaan masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah. UU ini mengatur kelembagaan masyarakat paling kecil sebagai Desa atau nama lainnya sebagai: “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas–batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 2 Ayat (9) Undang–Undang ini menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan–kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada bagian pemerintahan desa terkait dengan pemilihan kepala desa dinyatakan bahwa pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 203 Ayat(3). Dengan keberadaan Undang–Undang tentang pemerintahan daerah, sudah ditegaskan mengenai kewenangan sepenuhnya yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah 9
Wawancara dengan pihak Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Yogyakarta, Bapak Yuli Wawancara dengan pihak Kementerian Hukum dan HAM Kanwil DIY, Ibu Rully Ninda, SH
10
151
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 untuk mengelola masyarakat adat setempat, sehingga sudah saatnya pemerintah daerah membentuk kebijakan–kebijakan yang terkait dengan kegiatan inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal setempat sebagai aset daerah. 2. Model yang efektif bagi perlindungan hukum potensi budaya lokal di Yogyakarta Negara Indonesia sangat membutuhkan sebuah pedoman kegiatan inventarisasi keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pedoman tata cara inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal sangat penting bagi pemerintah di daerah dalam menjaga ekosistem di daerahnya. Oleh karena itu kebutuhan mendesak untuk membuat pedoman inventarisasi masyarakat hukum adat dan kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan budaya lokal juga sangat dinanti oleh pemerintah di daerah. Kegiatan inventarisasi dan dokumentasi ini merupakan kegiatan untuk melakukan inventarisasi terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan hak–haknya serta kearifan lokal dari masyarakat hukum adat. Pengertian inventarisasi dalam dokumen ini adalah suatu kegiatan untuk mendata tentang keberadaan komunitas–komunitas masyarakat hukum adat beserta hak–hak adat dan kearifan lokalnya. Keberadaan komunitas–komunitas tersebut di tingkat daerah ada yang sudah diakui oleh Peraturan Daerah (Perda) dan jenis peraturan lainnya (seperti SK Gubernur, SK Bupati/Walikota, dan sejenisnya). Namun lebih banyak keberadaaan komunitas masyarakat hukum adat yang belum dikuatkan dengan peraturan di tingkat daerah. Proses kegiatan mendata keberadaan masyarakat hukum adat, hak–hak adat dan kearifan lokalnya ini dilakukan melalui suatu urutan kerja tertentu yang sesuai dengan kaidah umum tentang proses pendataan secara ilmiah, partisipatif dan tidak bertentangan dengan hukum/peraturan yang berlaku. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan inventarisasi dan dokumentasi adalah : a. Terinventarisasinya komunitas masyarakat hukum adat beserta haknya. b. Terinventarisasinya kearifan lokal masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang terkait dengan Sumber Daya Genetik (SDG). c. Terbangunnya suatu database tentang komunitas masyarakat hukum adat dan kearifan lokal yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang terkait dengan Sumber Daya Genetik (SDG). d. Menjadi basis informasi untuk kepentingan perencanaan dan implementasi pembangunan yang terkait dengan hak masyarakat hukum adat. Program inventarisasi ini sebenarnya telah dilakukan oleh UNESCO sejak tahun 2001. Program UNESCO ini telah mulai mengidentifikasi berbagai bentuk warisan budaya tak benda (intangible) dari seluruh dunia untuk dilindungi melalui sebuah Proklamasi. Pemerintah dari negara–negara yang menyetujui Konvensi UNESCO yang disebut negara anggota, masing–masing diizinkan untuk menyampaikan satu berkas daftar, untuk warisan budaya tak benda yang berada di dalam wilayah teritori mereka untuk dijadikan sebagai nominasi. Warisan budaya tak benda yang dinominasikan dapat digolongkan ke dalam dua kategori seperti telah ditentukan oleh program : a. Bentuk ekspresi budaya tradisional dan populer, atau b. Ruang budaya, yakni tempat–tempat kegiatan masyarakat dan budaya terkonsentrasi dan berlangsung secara reguler (alun–alun pasar, festival, dan sebagainya). Nominasi budaya lokal dari negara anggota dievaluasi oleh sebuah panel yang terdiri dari para pakar dalam warisan budaya tak benda, termasuk lembaga swadaya masyarakat dan lebih lanjut diteliti dengan cermat oleh dewan juri beranggotakan 18 orang yang sebelumnya dipilih oleh Direktur Jenderal UNESCO. 152
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Ekspresi budaya dan ruang budaya yang diusulkan masuk daftar harus: a. Menunjukkan nilai yang menonjol sebagai karya agung kejeniusan kreatif manusia, b. Memperlihatkan bukti luas mengenai akar–akar dalam tradisi budaya atau sejarah budaya dari komunitas terkait, c. Merupakan sebuah cara untuk memastikan identitas kultural dari komunitas budaya terkait, d. Memberikan bukti keunggulan dalam aplikasi keterampilan dan kualitas teknis yang ditampilkan, e. Menegaskan nilai mereka sebagai kesaksian unik tradisi budaya yang hidup, berada dalam risiko degradasi atau lenyap. Lebih lanjut lagi, calon karya agung harus sesuai dengan cita–cita UNESCO, khususnya dengan Pernyataan Umum tentang Hak–Hak Asasi Manusia. Proposal nominasi juga harus memberikan bukti keterlibatan penuh dan persetujuan komunitas lokal dan menyertakan suatu rencana aksi untuk menjaga dan mempromosikan ruang budaya atau ekspresi budaya terkait, yang harus sudah diuraikan secara panjang lebar bekerja sama dengan tokoh–tokoh pemelihara tradisi. Melalui proses nominasi, negara anggota didorong untuk menyusun inventarisasi warisan budaya tak benda mereka, meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap warisan budaya tersebut. Sebagai imbalan, Karya Agung yang telah diproklamasikan mendapat komitmen UNESCO dalam rencana pembiayaan konservasi. Di Indonesia sampai saat ini belum ada sistem inventarisasi yang terintegrasi, namun beberapa waktu yang lalu Kementerian Riset dan Teknologi mencoba untuk melakukan inventarisasi dalam bentuk I-Grest ( Indonesian Genetic Resources Traditional Knowledge and Folklor), yang dimuat dalam sistem terintegrasi yang memuat beberapa warisan budaya dan sumber daya genetik di Indonesia. Namun sistem tersebut tentunya perlu dilengkapi oleh pemerintah–pemerintah daerah, yang mengetahui secara pasti terhadap budaya lokal masyarakat adat setempat. Pada tanggal 30 September 2013, diselenggarakan Focus Group Discussion di Universitas Janabadra, yang mengundang Sekretaris Komisi B DPRD Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Bp. Agus Muljono, SE.,MM, Asosiasi Pariwisata DIY, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Dinas Perijinan Kota, Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta, Kementerian Hukum dan HAM Kanwil DIY, dan Organisasi Pamerti Code. Maksud FGD tersebut, agar masing–masing instansi terkait berkoordinasi untuk memberikan solusi agar Budaya Lokal Merti Code dan budaya–budaya lokal lainnya di Yogyakarta dapat diinventarisasi dengan sistematis menjadi budaya asal Yogyakarta. Oleh karena itu, kegiatan tersebut perlu diusulkan dalam raperda DIY, yang nantinya akan diambil alih oleh Komisi B DPRD DIY. Sehingga kedepannya, di Yogyakarta akan lebih terkoordinasi mengenai kegiatan inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal, dengan mempunyai aturan pelaksanaan tersendiri dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). E. Penutup 1. Kesimpulan 1) Sejauh ini peran pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM berkaitan dengan Budaya Lokal Merti Code belum nampak. Hal ini dikarenakan bentuk aturan hukumnya yang belum jelas dan pasti (karena selama ini Undang–Undang mengenai Budaya Lokal masih mengikuti Undang–Undang Hak Cipta sedangkan Undang– Undang khusus belum ada dan masih dalam taraf Rancangan Undang–Undang) 153
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 2) Peran pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan dan pemeliharaan budaya lokal masih sebatas pada pemberian dana stimulan untuk agenda tahunan pelaksanaan budaya lokal Merti Code. Untuk kegiatan lain seperti inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal setempat sampai dengan saat ini belum dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta 3) Baik dari pihak Kementerian Hukum dan HAM serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta menganggap bahwa kegiatan inventarisasi dan dokumentasi merupakan hal yang mendesak, sehingga perlu ada koordinasi pihak– pihak yang terkait. 4) Sudah terjalin komunikasi antara dinas–dinas terkait, yaitu Komisi B DPRD Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Asosiasi Pariwisata DIY, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Dinas Perijinan, Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta, Kementerian Hukum dan HAM Kanwil DIY, dan Organisasi Pamerti Code, dalam bentuk FGD di Universitas Janabadra, sehingga dapat merancang suatu aturan guna kegiatan inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal di DIY. 2. Rekomendasi 1) Pemerintah kota Yogyakarta perlu berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk mengeluarkan aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal 2) Perlu koordinasi dari dinas–dinas terkait, masyarakat budaya lokal serta DPRD Propinsi guna merancang Raperda tentang inventarisasi dan dokumentasi budaya lokal di DIY 3) Perlu dibuat suatu model inventarisasi dan dokumentasi melalui penetapan aturan daerah, yang didalamnya memberikan benefit sharing pada masyarakat adat sebagai pemilik budaya lokal. Daftar Pustaka Alan Juyadi, Upaya Perlindungan HKI Terkait Pendayaangunaan Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folkor di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi, Jakarta:2007 Afrillyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia : Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005; Agnes Vira Ardian, Prospek Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Dalam Kesenian Traditional Indonesia, Program Pasca Sarjana Undip, Semarang, 2008 Document ICC No. 450/937 Rev.3Desember 2002 http http://www.iccwbo.org/home/statementsrule.../protecting/traditional/knowledge.as., 17 Maret 2003. Henry Soelistyo Budi, “Status Indigeneous Knowledge dan Traditional Knowledge dalamSistem HKI”, makalah dalam Seminar Nasional Perlindungan HAKI terhadap InovasiTeknologi Tradisional di Bidang Obat, Pangan dan Kerajinan, diselenggarakan oleh Kantor Pengelola dan Kerajinan Lembaga Penelitian Unpad, Bandung, 18 Agustus 2001 Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Bandung , Citra Aditya Bakti, 1997; Marioris Jan Tobias, Copyright Protection of Indigeneous Expressions, Filipina, Cantidig Tionggo Nibunggo Law Office, 1999; Traditional Knowledge and Biological Diversity, UNEP/CBD/TKBD/1/2, Paragraf 85, 4 April 2003; 154
JURNAL PENELITIAN VOL. 10 Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual Sebuah Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2002 WIPO Report on Fact Finding Mission on Intellectual Property and Traditional Knowledge(1998-1999), Geneva, April 2001. Zulfa Aulia. 2006. Perlindungan Hukum atas Pengetahuan Tradisional. Karya Tulis Ilmiah yang diikutsertakan dalam lomba Karya Tulis Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tahun 2006 www.wikipedia, Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia, diakses 7 September 2013
155