perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Pratiwi, NIM : I0306052. OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN METODE PROGRAMA LINIER. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Februari 2011. Banyaknya scrap di CV. Vaasindo Sentra Usaha merupakan salah satu permasalahan utama perusahaan. Scrap tersebut harus diminimasi karena pemanfaatannya kurang menguntungkan. Semakin kecil scrap yang dihasilkan, menunjukkan banyaknya perolehan potongan/RST yang dihasilkan. Hal ini secara langsung mempengaruhi jumlah log yang diperlukan untuk memenuhi demand. Banyaknya scrap yang dihasilkan pada proses pemotongan dipengaruhi oleh strategi pemotongan dan pola pemotongan yang dipakai. Sehingga, pada penelitian ini mencoba meminimasi scrap dengan pemakaian strategi pemotongan yang lebih baik dari strategi belah jeblos dan pertimbangan pemilihan pola pemotongan yang tepat sesuai dengan demand. Pada penelitian ini dikembangkan aturan pemotongan log dengan menggunakan strategi pemotongan papan standar. Strategi pemotongan papan standar adalah pemotongan log yang menghasilkan papan dengan ukuran tebal yang distandarkan. Aturan pemotongan dimulai dengan mengkategorikan tebal RST sesuai ketentuan perusahaan yang kemudian dikategorikan lagi berdasarkan lebar dan tebal yang sama. Kemudian dibuat berbagai kemungkinan pola pemotongan sebagai alternatif pola yang akan dipilih. Pemilihan pola pemotongan dan berbagai kombinasinya dioptimisasi dengan menggunakan programa linier. Kriteria performansi yang digunakan pada model programa linier tersebut adalah minimasi total sisa pemotongan. Sedangkan, variabel keputusan yang digunakan adalah pola pemotongan dan jumlah pengulangannya untuk setiap tahapan pemotongan. Perhitungan ini dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan perhitungan jumlah kebutuhan balok panjang yang diukur dari jumlah RST demand, kemudian perhitungan kebutuhan papan standar yang diukur dari jumlah balok panjang. Terakhir dengan menghitung jumlah kebutuhan log yang diukur dari jumlah papan standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan pemotongan usulan dengan strategi papan standar secara matematis lebih baik dibanding dengan model strategi belah jeblos. Strategi usulan dapat meminimasi scrap yaitu sebesar 43,79% dari volume log sebesar 33 cm3. Nilai scrap ini jauh lebih kecil dibanding scrap yang dihasilkan pada pemotongan dengan menggunakan strategi perusahaan yang mencapai 65,22 % dari volume log yang nilainya hampir 53 cm3. Dengan kata lain, nilai rendemen pada strategi usulan mencapai 56,21 % yang nilainya jauh lebih baik dibanding strategi belah jeblos yang hanya mencapai 34,78 %. Kata-kata kunci: pola pemotongan, strategi pemotongan, log, papan standar, scrap, aturan pemotongan, programa linier. xiv + 144 halaman; 20 gambar; 20 tabel; 5 lampiran; daftar pustaka: 10 (19632006) commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Pratiwi, NIM : I0306052. OPTIMIZATION OF CUTTING STOCK PROBLEM ON TRANSFORMED LOG BECOME ROUGH SAW TIMBER (RST) WITH LINIER PROGRAMMING METHOD. Thesis. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, February 2011. Amount of scrap in CV. Valasindo Sentra Usaha is one of major case at this factory. It should be minimized because its utilization is fairly unprofitable. Less scrap produced, more RST will be obtained. It directly influence amount of log needed to meet the demand. Scrap obtained in cutting process influenced by cutting strategy and cutting pattern used. Thus, in this research, researcher have a purpose to minimize scrap using better strategy than jeblos cutting and the judgment of selection cutting pattern which suitable for demand. This research has improved log cutting rules using strategy of standard board cutting. It is a type of log cutting to produce boards with thick size standarized. Cutting rules begins clustering RST thick size which suitable for factory policy and then clustered it again based on the same size of wide and thick. Make some possibilities cutting pattern as alternatives that will be choosen. Cutting pattern selection and its various combination, optimized by using linier programming. Performance criteria which used in that linier programming model is minimize the sum of scrap. Whereas the decision variable used are selected cutting pattern and the sum of its repeating in each cutting stage. This calculation done consecutively, begin from calculating the requirement of long board measured from RST demand, and then calculating the requirement of standard board measured from the sum of long board. The last is calculating log requirement measured from sum of standard board. Research result shows that cutting rule with standard board strategy is better than jeblos strategy mathematically. Strategy proposed can minimize scrap that reach 43.79 % from log volume 33 m3. This percentage of scrap is less than percentage of scrap which used factory strategy that reach 65.22 % from log volume 53 cm3. In the other words, percentage of recovery using strategy proposed that reach 56.21 %, is better than using factory strategy which only reach 34.78%.
Key words: cutting pattern, cutting strategy, log, standard board, scrap, cutting rules, linier programming xiv + 144 pages, 20 figures, 20 tables, 5 appendices, bibliography: 10 (1963-2006)
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai apa yang menjadi latar belakang penyusunan laporan ini, apa yang menjadi masalah dan tujuan penyusunan laporan, pembatasan masalah yang ada, asumsi dan mengenai sistematika penulisan laporan.
1.1. Latar Belakang Masalah Pada dunia nyata cutting problems dapat dilihat diberbagai kasus seperti pada kasus pemotongan besi, pemotongan kain dan pemotongan kayu bulat (log). Pemotongan plat besi merupakan kasus pemotongan satu dimensi, yaitu pemotongan bahan dengan dimensi lebar dan tebal yang sama ukurannya sehingga yang dioptimalkan pada satu ukuran saja, yaitu dimensi panjang. Berbeda dengan pemotongan plat besi, pemotongan kain, merupakan contoh kasus pemotongan dua dimensi dengan dimensi tebal saja yang memiliki ukuran sama. Sedangkan pemotongan
log
merupakan
kasus
pemotongan
tiga
dimensi
yang
mempertimbangan semua dimensi yaitu dimensi panjang, lebar dan tebal. Pemotongan log lebih komplek dari pemotongan plat besi dan kain. Pemotongan log membutuhkan tahapan khusus, karena mempertimbangkan 3 dimensi sekaligus. Log dipotong mulai gelondongan besar menjadi papan kayu, kemudian dipotong lagi menjadi balok panjang dan akhirnya dipotong menjadi ukuran balok terkecil yang disebut Rough Saw Timber (RST). Penentuan pola pemotongan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya scrap yang dihasilkan. Pola pemotongan sendiri diartikan sebagai cara pemotongan sedemikian sehingga suatu bahan menjadi ukuranukuran yang lebih kecil. Pada industri kayu yang proses pemotongan bahan bakunya tanpa mempertimbangkan pola pemotongan, maka bahan baku yang dibutuhkan pun bertambah banyak. Hal ini dikarenakan hasil perolehan pemotongan antara satu pola dengan pola yang lain berbeda yang secara langsung mempengaruhi bahan yang dibutuhkan dalam pemenuhan potongan yang harus commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dipenuhi. Sehingga, akan menambah biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi. CV. Valasindo Sentra Usaha (VSU) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang furniture mulai dari pemotongan log sampai proses finishing barang jadi yang dilakukan secara mandiri. Perusahaan ini terkendala pemenuhan persediaan bahan baku yang semakin sulit dan mahal yang nilai Bahan Baku Industri (BBI)nya bisa mencapai 60% dari harga jual produk. BBI adalah biaya total bahan baku yang dibutuhkan dalam proses prosuksi untuk periode tertentu. Selain itu, perusahaan harus memenuhi batas persediaan log minimal akhir tahun yang mencapai 306 m3 untuk menjaga kelangsungan proses produksi sampai pemesanan bahan baku log di awal periode berikutnya diperoleh. Sehingga, pemanfaatan log harus bisa dimaksimalkan untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Besarnya nilai log yang terpakai dipengaruhi langsung oleh proses pemotongan yang digunakan. Setiap pemotongan akan menghasilkan dua jenis scrap yaitu scrap serbuk dan scrap berupa RST non demand (potongan balok dengan berbagai ukuran yang belum dibutuhkan pada trend pemesanan saat ini). Selain kedua scrap tersebut, scrap lain yang terdapat pada proses pemotongan log adalah bagian tepi log yang dekat dengan kulit terluar dengan bentuk tidak beraturan sehingga dibuang sebagai bahan kayu bakar. Banyaknya scrap kayu yang dihasilkan, berhubungan erat dengan strategi pemotongan kayu yang digunakan. Strategi pemotongan adalah cara pemotongan mulai dari perencanaan awal sampai tahapan proses pemotongan yang diatur sesuai tujuan dan hasil potongan yang diinginkan. CV. VSU dalam proses pemotongan kayu, menggunakan strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos adalah strategi pembelahan tebal langsung sesuai dengan ukuran tebal demand. Perusahaan sendiri menilai bahwa strategi ini dinilai belum optimal dalam minimasi scrap. Terbukti, bahwa persediaan RST non demand perusahaan ini terus bertambah karena perencanaan pemotongan yang belum baik. Nilai persediaan total ukuran non demand sendiri saat ini mencapai 231.682 m3 atau setara dengan 236 batang log sepanjang 2 m dengan diameter 0,25 m. Nilai ini berpengaruh terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) yang mencapai 60% dari total commit to user harga produksi. Sementara, penyesuaian HPP terhadap nilai jual tidak dapat
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dinaikkan begitu saja mengingat persaingan usaha yang semakin ketat sementara kondisi demand pada akhir-akhir ini semakin menurun. Selain itu, hasil rendemen pemotongan hingga mencapai net kayu yang selama ini dihasilkan perusahaan hanya mencapai 26,09% dari total log bahan baku. Net kayu merupakan sebutan untuk RST yang sudah diproses sesuai bentuk akhir part yang siap di-assembly menjadi suatu furniture tertentu. Hasil rendemen ini dinilai masih rendah dan bisa ditingkatkan lagi. Nilai rendemen total 26,09% tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 73,91% bahan adalah sisa pemotongan yang berupa RST non demand dan scrap gergaji potong yang belum diberdayagunakan untuk memenuhi kebutuhan demand. Simpanan potongan RST non demand dari awal tahun sampai pertengahan Mei 2010 mencapai angka 31,67 m3. Angka rendemen log ke papan adalah 47% dan angka rendemen papan ke RST adalah 74%. Masing-masing sisa dari persentase tersebut adalah merupakan sisa pemotongan yang seharusnya masih bisa dimaksimalkan pemakaiannya. Melihat
kenyataan
tersebut,
perusahaan
mengembangkan
stategi
pemotongan yang baru. Strategi pemotongan yang dikembangkan adalah dengan pemotongan tebal standar sebelum di buat turunan ke ukuran sesuai demand. Pada strategi ini, sudah ditentukan ukuran papan yang dihasilkan dengan melalui pembuangan scrap akibat ukuran tidak beraturan di bagian tepi log. Kelebihan strategi ini adalah kemudahan penyesuaian kualitas dan pertimbangan sisa yang didapat adalah potongan ukuran papan standar yang memiliki nilai jual di pasaran. Pertimbangan ini diutamakan karena pembelahan log akan terus dilakukan sampai RST demand terpenuhi. Sehingga alternatif pembelahan papan standar lebih aman karena mudah dalam penyesuaian kualitas sekaligus sebagai persediaan yang fleksibel pemanfaatannya baik terhadap order yang akan datang maupun terhadap penjualan mandiri keluar dalam bentuk papan standar. Kelebihan lain dari strategi papan standar ini, dapat pula sebagai safety stock terhadap order dengan lead time yang pendek, mengingat pemenuhan demand terhadap berbagai order beberapa kali terkendala waktu sehingga perusahaan terkena pinalty (denda). Namun, strategi usulan perusahaan ini belum mempertimbangkan kebutuhan RST melainkan hanya sebatas strategi awal sehingga perlu dikembangkan agar sesuai commit to user dengan demand.
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini dikembangkan aturan pemotongan log sampai menjadi ukuran RST yang dapat meminimumkan scrap dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan RST. Aturan yang dibuat merupakan model pengembangan strategi pemotongan yang direncanakan oleh perusahaan yaitu strategi pemotongan papan standar. Model ini mengacu pada penelitian yang sama tentang permasalahan pemotongan kayu yaitu penelitian dengan Penggunaan Program Bilangan Bulat untuk Menyelesaikan Masalah Pemotongan Kayu di PT. Indo Veneer Utama Surakarta, (Habibi, 2006) dengan pengembangan pemenuhan demand bertahap dari ukuran panjang sampai pada total kebutuhan log. Model yang dikembangkan Habibi (2006) adalah model satu dimensi pemotongan log yang fokus pada optimisasi pemotongan dimensi panjang saja. Dengan mengacu pada metode tersebut, dibuat pengembangan model yang sesuai dengan permasalahan di CV. VSU yaitu model satu dimensi dengan 3 tahap penyelesaian: dimensi panjang, dimensi lebar dan dimensi tebal secara sequencial yang dapat meminimasi sisa potong dengan progarama linier. 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan aturan pemotongan log dengan model programa linier untuk menentukan pola pemotongan log yang meminimumkan scrap pada proses pemotongan log menjadi papan, papan menjadi balok panjang dan balok panjang menjadi RST. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan aturan pemotongan log dengan model programa linier yang dapat meminimumkan scrap. 2. Menghasilkan pola pemotongan terbaik yang menimimumkan scrap. 3. Menentukan jumlah log yang diperlukan untuk memenuhi demand bulan Mei 2010.
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberi kemudahan perusahaan dalam perencanaan produksi sebagai dasar melakukan proses pemotongan log sehingga dapat meminimumkan sisa pemotongan. 1.5. Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Faktor utama yang dipertimbangkan adalah minimasi scrap saja, sehingga faktor waktu, biaya maupun faktor lain baik secara langsung maupun tidak langsung terkena pengaruh tidak dipertimbangkan .
2.
Demand merupakan demand bulan Mei tahun 2010 dari buyer ECO.
3.
Log yang dipakai adalah 3 jenis ukuran log yaitu log dengan diameter 250 mm, 280 mm dan 370 mm.
4.
Panjang log yang diteliti 2000 mm.
5.
Persentase nilai bebas cacat log yang digunakan 80%.
6.
Penelitian tidak mempertimbangkan persediaan dari bulan sebelumnya.
1.6. Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Besarnya scrap akibat pisau potong adalah 4 mm.
2.
Bahan baku log yang ada, dimungkinkan untuk dipotong sesuai dengan standar yang ada, dengan bentuk yang simetri seperti tabung.
3.
Ukuran log yang digunakan tersedia di pasaran.
4.
Kualitas log yang digunakan dalam perhitungan dianggap sesuai dengan demand sehingga perhitungan hanya mengacu pada besarnya persentase nilai bebas cacat.
1.7. Sistematika Penulisan Dalam membahas permasalahan yang telah dirumuskan di atas, digunakan sistematika sebagai berikut :
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
digilib.uns.ac.id
: Pendahuluan Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka Bab ini membahas mengenai pengertian pemotongan, kayu, optimisasi dan programa linier yang berguna sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian ini.
BAB III : Metodologi Penelitian Bab ini berisi tahapan yang dilalui selama penelitian mulai dari identifikasi masalah sampai penarikan kesimpulan, beserta penjelasan dan gambar diagramnya. BAB IV : Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini berisi data yang telah dikumpulkan, identifikasi sistem sekarang, pemodelan sistem, dan perancangan model optimisasi . BAB V
: Analisis dan Interpretasi Hasil Bab ini membahas implementasi dari model optimisasi yang dirancang dalam penelitian ini.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran Bagian ini berisi kesimpulan hasil dari semua tahap yang telah dilalui selama penelitian beserta saran-saran yang berkaitan dengan penelitian ini.
commit to user
I-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian. Diawali dengan tinjauan umum perusahaan dan teori pendukung antara lain sifat kayu, permasalahan optimisasi, cutting stock problems dan linear programaming. 2.1
Gambaran Umum Perusahaan
2.1.1 Sejarah Perusahaan CV. Valasindo Sentra Usaha (CV. VSU) merupakan salah perusahaan ekspor menengah yang bergerak dibidang furniture produk kayu dan besi yang bertujuan untuk memenuhi pesanan atau make to order. CV. VSU merupakan bagian dari Roda Jati Group yang memproduksi produk indoor dan outdoor furniture. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan produk-produk furniture maka tahun 1997 didirikanlah CV. VSU, dan kemudian mulai beroperasi pada 1 Januari 1999 untuk membuka peluang pasar internasional atau pasar export. Dalam pengadaan bahan baku CV. VSU bersama Perhutani melakukan Kerja Sama Produksi (KSP) selain itu juga bekerja sama dengan para supplier. Pangsa pasar perusahaan ini meliputi negara-negara di benua Amerika, Australia dan Eropa ( Perancis, Denmark, Italia). 2.1.2 Lokasi Perusahaan CV. VSU berlokasi di Jl. Raya Solo-Purwodadi Km 8,5 Mundu, Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar. Perusahaan didalam memilih lokasi perusahaan dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan : 1.
Lingkungan Kesediaan masyarakat sekitar untuk menerima segala resiko baik itu positif maupun negatif dengan didirikannya perusahaan di kawasan tersebut.
2.
Tenaga kerja Beberapa tenaga kerja mudah didapatkan dari daerah sekitarnya yaitu bagi masyarakat yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.
commit to user
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bahan baku Kemudahan dalam memperoleh bahan baku, karena sebagian besar bahan baku diambil dan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. 4.
Transportasi Kemudahan transportasi yang dimaksudkan adalah bahwa perusahaan memperoleh kemudahan dalam arus pengangkutan bahan baku maupun pemasaran hasil produksinya, karena lokasi perusahaan berada di tempat yang strategis yaitu tepat di tepi jalan sehingga hal tersebut memudahkan dalam akses ke perusahaan.
5.
Sarana dan prasarana lainnya Kemudahan pemenuhan kebutuhan akan air, listrik maupun sambungan telepon menjadi pertimbangan perusahaan memilih lokasi ini.
2.1.3 Tujuan Pendirian Perusahaan Didalam mendirikan suatu perusahaan pada hakekatnya ada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. CV. VSU dalam menjalankan usahanya mempunyai beberapa tujuan yang ditetapkan, diantaranya: 1. Memperoleh keuntungan yang maksimum. 2. Mengurangi tingkat pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja. 3. Menciptakan tenaga kerja yang profesional dan mau bekerja keras. 4. Ikut berpartisipasi dalam perdagangan global dengan menawarkan berbagai produk berkualitas tinggi. 5. Ikut serta dalam mendorong perkembangan ekonomi di Indonesia. 2.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur Organisasi CV. VSU dibuat untuk membedakan tingkatan tugas dan wewenang tiap-tiap bagian. Struktur organisasi CV. VSU secara lengkap ditampilkan pada gambar 2.1. Adapun tugas, wewenang serta tanggung jawab tiap bagian dalam struktur organisasi CV. VSU sebagai berikut : 1. Direktur Utama a. Membuat kebijakan-kebijakan tentang sistem manajemen perusahaan, ketenagakerjaan, target penjualan, serta membuat keputusan akhir. commit to user b. Menyusun dan merekonstruksi pajak bersama konsultan pajak.
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Direktur Marketing a. Meneruskan peluang order, menciptakan peluang bisnis, strategi marketing dan penentuan struktur harga. b. Menjalankan administrasi pemasaran, koordinasi dengan manajer produksi ntuk memonitor status perkembangan order berjalan dan dalam pelayanan pelaksanaan transaksi business dengan buyers. 3. Direktur Keuangan a. Menjalankan
administrasi
keuangan,
membuat
perencanaan
dan
menetapkan anggaran, koordinasi dengan semua divisi berkaitan dengan tagihan jatuh tempo, memberikan laporan pengeluaran keuangan, menyusun laporan pajak, melakukan transaksi pembelian bahan finishing. b. Koordinasi dengan direktur utama dalam penentuan kebijakan struktur gaji manajer, staff, karyawan. 4. Direktur R&D a
Membuat perencanaan yang efektif tentang sistem produksi dan organisasi, koordinasi dengan semua divisi dalam menjalankan operasional produksi perusahaan, mengawasi jalannya stuffing.
b
Memotivasi team work, mampu bekerjasama dan menciptakan iklim yang kondusif, serta mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan produk.
5. Kabag Produksi Furniture Melakukan perencanaan dan pengawasan proses produksi. menentukan dalam jumlah berapa produk dibuat, mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan produk serta membina pekerja agar mampu menghasilkan produk dengan kualitas, bentuk dan ukuran sesuai standar produk 6. Kabag Personalia Umum /HRD Membuat perencanaan yang efektif tentang sistem organisasi, memonitoring karyawan. 7. Kabag PPIC dan R&D Menentukan rencana produksi, membreakdown kebutuhan volume bahan baku untuk memenuhi semua order, dan membuat jadwal produksi tiap komponen yang dibutuhkan
commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Pengawas Monitoring Produksi Memonitoring hasil produksi dari awal penerimaan log sampai pada proses finishing 9. Pengawas Sawmills Melakukan breakdawn bahan-bahan penyusun komponen, Mengawasi mutu dan kualitas produksi, Mengawasi jalannya proses pembelahan log, mengawasi pemakaian bahan serta peralatan 10. Pengawas Pembahanan Mengawasi mutu dan kualitas produksi, Mengawasi jalannya proses setting komponen kering, proses komponen lengkung dan proses laminating dan mengawasi pemakaian bahan serta peralatan 11. Operator a. Melaksanakan operasional perusahaan sesuai dengan instruksi, menaati peraturan dan etika perusahaan sesuai dengan kebijakan direktur utama. b. Bertanggung jawab terhadap bidang kerja masing-masing. 2.1.5 Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja di CV. VSU adalah 230 orang dengan perincian seperti pada table 2.1. Perusahaan ini beroperasi lima hari dalam seminggu, dari hari senin sampai dengan hari jumat mulai jam 08.00 sampai 16.30. Untuk memenuhi hak karyawan selain gaji yang diterima setiap minggu/bulan, CV. VSU memberikan jaminan berupa: a. Jamsostek, jaminan tersebut meliputi jaminan kesehatan dan tunjangan hari tua bagi tenaga kerja. b. Tunjangan Hari Raya, yaitu tunjangan yang diberikan setiap menjelang hari Lebaran. Tabel 2.1 Jumlah tenaga kerja Bagian Jumlah Tenaga borongan 100 Tenaga harian 110 Staff kantor 20 Jumlah 230 Sumber : CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Struktur organisasi CV. VSU Sumber : CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.6 Proses Produksi Proses produksi CV. VSU dilakukan secara berurutan dengan alur sawmill, kiln dry, pembahanan, konstruksi, assembling, finishing dan loading. Berikut penjelasan masing-masing proses unit produksi: 1.
Unit sawmill Log kayu dibelah kemudian dijemur sebagai tahap persiapan sebelum kiln dry. Pada tahap ini, kayu disiram air agar getahnya keluar sehingga akan mempermudah dalam proses pengeringan dan juga untuk memperbaiki warna.
2.
Unit pengovenan (kiln dry) Lama kiln dry bahan kurang lebih 10 hari sehingga kapasitas maksimal unit kiln dry sebesar ±280m3/bulan setelah dikurangi waktu bongkar muat.
3.
Unit pembahanan (moulding) Kayu yang dari unit kiln dry diterima di unit ini dalam bentuk ukuran m3 RST dan papan, baik GF maupun indoor, sebagai berikut: a. GF Kayu GF terdiri dari kayu dalam bentuk m3RST yang dapat langsung diserahkan ke unit konstruksi dan kayu dalam bentuk papan yang dipotong bengkok dengan mesin vertical saw 1 dan vertical saw 2 kemudian dilanjutkan ke pembentukan detail di unit konstruksi. b. Indoor 1) Dalam bentuk m3RST Kayu ini dibagi menjadi dua yaitu kayu yang langsung diserahkan ke unit konstruksidan kayu yang dijadikan bentuk kayu laminating. Kayu laminating dibuat dengan menyetting ukuran panjang, diberi tanda, dilem, dan dilaminating dengan mesin clam carier. Kayu dapat dilaminating berkali – kali sampai pada ukuran ketebalan yang diinginkan diperoleh. setelah itu, kayu laminating dibentuk siku dengan mesin planer dan diratakan ketebalannya dengan mesin thicknesser commit to user
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Dalam bentuk papan kayu papan dipotong dengan mesin rip saw 1 dan rip saw 2 dilanjutkan dengan mesin cross cut. kemudian kayu dijadikan kayu laminating 4.
Unit konstruksi Di unit kayu ini kayu RST dibentuk sesuai dengan pola dan diberi angka toleransi secukupnya. kayu dengan warna yang belum merata ditreatment dengan obat dan dikeringkan dengan sinar matahari, kapasitas produksinya 25m3/bulan.
5.
Unit assembling Dari unit konstruksi, part yang telah terbentuk kemudian disatukan atau di assembling dan diberi bahan bantu seperti sekrup, dowel, handle dll. kapasitas produksinya 25m3/bulan.
6.
Unit finishing, packing dan loading Diunit ini produk disempurnakan. Apabila warna produk belum merata, part atau konstruksi produk tersebut diobati, dijemur, dan bahkan dapat dioven lagi. setelah selesai, produk di packing dan dimuat ke container untuk dikirim ke buyer. Kapasitas pengiriman rata–rata 25m3NETT/bulan dalam empat container.
2.1.7 Produk CV. VSU Produk-produk yang dihasilkan oleh CV. VSU jenisnya bervariasi, diantaranya dari lemari, meja dan kursi. Contoh produk CV. VSU dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Contoh produk CV. VSU Sumber :commit CV. Valasindo to userSentra Usaha, 2010
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
2.2
digilib.uns.ac.id
Permasalahan Optimisasi Penyelesaian yang berusaha untuk memaksimalkan atau meminimalkan
fungsi matematika dari sejumlah variabel, yang tunduk pada batasan-batasan tertentu, bentuk kelas yang unik dari suatu permasalahan disebut sebagai penyelesaian optimisasi (Sarker dan Newton, 2007). Penyelesaian optimisasi biasanya dikenal sebagai Operations Research (OR) atau riset operasi. Menurut beberapa pihak, Riset Operasi dapat diartikan sebagai beberapa hal diantaranya: 1.
Riset Operasi (Operations Research/OR) berusaha menetapkan arah tindakan terbaik (optimum) dari sebuah masalah keputusan di bawah pembatasan sumber daya yang terbatas (Taha, 1996).
2.
Riset operasi dapat digambarkan sebagai suatu pendekatan ilmiah kepada pengambilan keputusan yang meliputi operasi dari sistem-sistem organisasi (Hillier dkk, 1994). Tergantung pada sifat dari penyelesaian, variabel-variabel dalam model
dapat menjadi nyata atau bilangan bulat (integer murni atau binary integer) atau gabungan dari keduanya (Sarker dan Newton, 2007). Kendala dari Model matematis di sisi kiri dari fungsi kendala (atau satu variabel) dipisahkan dari nilai sisi-kanan dengan salah satu dari tiga tanda: (1) sama dengan (=), (2) kurang dari atau sama dengan (≤), atau (3) lebih besar dari atau sama dengan (≥) (Sarker dan Newton, 2007). 2.2.1 Model Matematis Pengembangan model matematis dapat dimulai dengan menjawab ketiga pertanyaan berikut ini (Taha, 1996): 1.
Apa yang diusahakan untuk ditentukan oleh model tersebut? Dengan kata lain, apa variabel (yang tidak diketahui) dari masalah tersebut?
2.
Apa batasan yang harus dikenakan atas variabel untuk memenuhi batasan sistem yang dimodel tersebut?
3.
Apa tujuan (sasaran) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan optimum (terbaik) dari semua nilai yang layak dari variabel tersebut? commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
Kesulitan
digilib.uns.ac.id
dasar
dari
model
matematis
adalah
pertama-tama
mengidentifikasi variabel lalu mengungkapkan tujuan dan batasan sebagai fungsi matematis dari variabel-variabel tersebut. Model matematis terdiri dari tiga komponen utama: variabel keputusan (tidak diketahui dari model), sebuah fungsi objektif (yang perlu dioptimalkan), dan kendala (batasan atau keterbatasan model), (Sarker dan Newton, 2007). 1.
Variabel Keputusan Variabel keputusan biasanya dilambangkan dengan x1, x2,. . . atau x, y, and z. Namun, pengembang model bebas untuk menentukan nama variabel. Nama pendek biasanya lebih dipilih karena (1) menggunakan nama yang lebih singkat mengurangi kemungkinan pembuatan kesalahan dalam menulis dan mengetik dan (2) model tampak lebih kompak.
2.
Fungsi Tujuan Fungsi objektif menggambarkan tujuan dari penyelesaian pada variabel keputusan. Pembuat keputusan berupaya untuk memaksimalkan atau meminimalkan fungsi ini. Data seperti keuntungan (untuk maksimisasi) atau biaya (untuk minimisasi) per unit produk adalah parameter yang diperlukan dalam hubungannya dengan variabel keputusan untuk membentuk fungsi tujuan. Parameter tersebut dikenal sebagai koefisien (laba atau biaya) dari fungsi tujuan.
3.
Kendala Kendala dikenal sebagai pembatasan atau keterbatasan penyelesaian. Sebuah kendala memiliki dua komponen, biasanya satu fungsi dan konstanta, baik yang terkait dengan kesetaraan atau tanda ketidaksamaan. Untuk kendala pada sumber, fungsi menunjukkan total sumber yang diperlukan pada variabel keputusan dan terus-menerus menetapkan total ketersediaan sumber. Struktur umum dari model matematis dapat digambarkan sebagai berikut: Maximize f (x)
……………………………….(2.1)
Subject to gi (x) ≤ gbi, i = 1, … , m hj (x) = hbj, j = 1,. . . , p x≥0 commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di mana fungsi objektif f adalah fungsi dari satu variabel x, dan fungsi kendala gi dan hi merupakan fungsi umum dari variabel (jika tidak dinyatakan sebagai yang tidak diketahui, variabel keputusan atau kadang-kadang sebagai parameter) x ε Rn (Sarker dan Newton, 2007). Persamaan sisi kanan, gbi dan hbj, biasanya yang diketahui konstanta untuk penyelesaian deterministik. Kendala non-negatif, x ≥ 0, diperlukan untuk setiap penyelesaian-penyelesaian praktis (karena banyak variabel tidak bisa negatif) dan untuk setiap pendekatan solusi (asumsi secara default). Model standar di atas dapat bervariasi sebagai berikut: (1) mengandung batas atas dan bawah dari x, bukan kendala non-negatif, (2) berisi batas atas dan bawah dari x bukan kendala lain, dan (3) di atas standar model, dengan atau tanpa (1) dan (2), dengan beberapa variabel (Sarker dan Newton, 2007). _
Mari kita asumsikan
x
mewakili satu set variabel, di mana
_
x
= (x1, x2,...,
xn), maka model di atas dapat ditulis kembali untuk beberapa variabel sebagai berikut: _
Maximize f ( x )
…………….(2.2)
_
Subject to gi ( x ) ≤ gbi, i = 1, … , m _
hj ( x ) = hbj, j = 1,. . . , p _
x
≥0
Ciri-ciri umum model matematis dapat digambarkan sebagai berikut (Sarker dan Newton, 2007): 1.
Kuantitas terbatas sumber (biasanya diwakili oleh sebelah kanan sisi persamaan kendala) digambarkan oleh parameter.
2.
Sumber digunakan untuk beberapa kegiatan (biasanya diwakili oleh variabel keputusan), seperti untuk memproduksi sesuatu atau untuk memberikan beberapa layanan.
3.
Ada beberapa alternatif cara di mana sumber dapat digunakan.
4.
Setiap kegiatan di mana sumber digunakan kembali dalam menghasilkan nilai yang menyatakan tujuan (kontribusi fungsi tujuan).
5.
Alokasi sumber biasanya dibatasi oleh beberapa keterbatasan (dikenal sebagai commit to user kendala).
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
_
_
Misalkan gi ( x ) dan f ( x ) pada persamaan 2.1 fungsi linear dan dapat digambarkan sebagai berikut: _
f ( x ) = c1x1 + c2x2 + … + cnxn
………………………….(2.3)
dan _
g1 ( x ) = a11x1 + a12x2 + a1nxn ≤ gb1 _
g2 ( x ) = a21x1 + a22x2 + a2nxn ≤ gb2 _
Pada kendala g1 ( x ), a11 adalah sumber yang diperlukan dari gb1 untuk setiap unit aktivitas x1, a12 adalah sumber yang diperlukan dari gb1 untuk setiap _
unit kegiatan x2, dan seterusnya. Dalam fungsi tujuan, f ( x ), c1 adalah pengembalian per unit aktivitas x1, c2 untuk kegiatan x2, dan seterusnya. Di sini, ci dan ain dikenal sebagai koefisien dari masing-masing fungsi tujuan dan fungsi kendala. Asumsi umum untuk merumuskan Model matematis dapat diuraikan sebagai berikut (Sarker dan Newton, 2007): 1.
Kembali dari alokasi sumber yang berbeda dapat diukur dengan unit yang umum (seperti dolar, kilogram, atau utilitas) dan dapat dibandingkan.
2.
Sumber digunakan dalam cara yang paling ekonomis.
3.
Semua data yang diketahui dengan pasti untuk penyelesaian deterministic.
4.
Variabel keputusan bisa nyata atau bilangan bulat atau gabungan dari keduanya.
5.
Tipe fungsi model matematisnya adalah umum (yang berarti tidak terbatas pada tipe tertentu).
2.2.2 Klasifikasi Penyelesaian Optimisasi Penyelesaian optimisasi umum dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. Masalah umum merupakan level teratas dengan dua pembagian jenis fungsi tujuan yaitu fungsi tujuan tunggal dan fungsi tujuan jamak. Penyelesaian
klasifikasi
berikutnya
menunjukkan
apakah
penyelesaian
mengandung kendala atau tidak. Beberapa orang percaya bahwa tidak ada yang tanpa optimisasi penyelesaian di dunia nyata, karena ini semua akan memiliki fungsi kendala baik atau variabel batas (atas atau bawah) atau keduanya. Level commit to user klasifikasi selanjutnya adalah klasifikasi variabel nyata, integer, atau campuran
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bilangan bulat. Namun, banyak praktisi mengenalinya sebagai kontinu, integer, diskrit, atau campuran. Tujuan atau fungsi kendala dapat bersifat linear, nonlinear, atau keduanya. Jika semua fungsi linear dalam model tertentu, disebut model pemrograman linear atau model linier. Jika satu atau lebih dari fungsi melibatkan suatu model non-linear, kita menyebutnya sebagai model nonlinier. Solusi pendekatan model nonlinier sangat berbeda dan lebih kompleks dibandingkan dengan model linier. Sebuah penyelesaian yang tanpa dengan satu fungsi tujuan linier tidak meningkatkan minat dari sudut pandang optimisasi (Sarker dan Newton, 2007).
Gambar 2.3 Klasifikasi penyelesaian optimisasi Sumber: (Sarker dan Newton, 2007)
2.2.3 Proses Pengambilan Keputusan Proses-proses pengambilan keputusan dapat dimulai ketika seorang commit to user individu atau kelompok menjadi prihatin tentang beberapa isu atau penyelesaian
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang mereka temui. Kebanyakan analis merumuskan sebuah proses pengambilan keputusan ke dalam enam langkah utama atau fase (Sarker dan Newton, 2007): 1.
Mengidentifikasi dan menjelaskan penyelesaian
2.
Mendefinisikan penyelesaian
3.
Merumuskan dan membangun model matematis
4.
Solusi untuk mendapatkan model
5.
Pengujian model, mengevaluasi solusi, dan melaksanakan analisis sensitivitas
6.
Menerapkan dan mengelola solusi.
Problem identification and clarification
Problem definition Validation
Model development
Solving the model (solution)
Validation
Evaluating solution and sensivity analysis
Implementation
Gambar 2.4 Langkah-langkah pengambilan keputusan Sumber: (Sarker dan Newton, 2007).
Langkah-langkah dari proses pengambilan keputusan yang ditunjukkan pada gambar 2.4 menunjukkan bahwa penelitian dapat memulai dengan berjalan melewati fase-fase dalam berurutan, namun sangat jarang bagi seorang analis commit to user untuk mendapatkan dua tahap pertama benar-benar benar, dan karena itu mereka
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perlu untuk meninjau kembali dua tahap pertama selama model-tahap pengembangan dan tahap-tahap selanjutnya untuk penjelasan lebih lanjut dan definisi. Pada kebanyakan situasi, mungkin perlu untuk menerapkan pendekatan rekursif tahap-tahap lain dengan meninjau kembali tahap-tahap sebelumnya untuk mengubah hasil atau solusi dari tahap sekarang. Karena sifat iteratif ini sebagian besar proses pengambilan keputusan, mereka tidak perlu harus finish di urutan yang sama, bahkan, beberapa tahapan dapat berlangsung secara bersamaan sampai mencapai penyelesaian proyek. (Sarker dan Newton, 2007) 2.2.4 Identifikasi dan Klarifikasi Langkah pertama dalam proses ini adalah untuk mengembangkan pemahaman yang jelas tentang penyelesaian, biasanya dengan melakukan pengamatan yang rinci dari sistem nyata. Untuk menetapkan adanya penyelesaian dan untuk membawa sebuah pendekatan terstruktur untuk mengatasi itu, maka (Sarker dan Newton, 2007): 1.
Harus ada seseorang atau sekelompok individu yang melalui kekhawatiran mereka merasa bahwa mereka memiliki jasa penyelesaian yang solutif yang mencapai beberapa tujuan.
2.
Harus ada beberapa alternatif cara untuk mencapai tujuan dan harus ada keraguan dalam pikiran pembuat keputusan sebagai alternatif yang terbaik dalam hal mencapai tujuan tersebut.
3.
Ada lingkungan yang relevan di mana keprihatinan telah muncul dan telah menyebabkan persepsi bahwa ada penyelesaian yang harus dipecahkan.
2.3 Linear Programaming Model Pemrograman linier adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan beberapa
kombinasi
alternatif
pemecahan
optimum terhadap
persoalan.
(Aminudin, 2005). Model Pemrograman linear umum dapat digambarkan sebagai berikut: satu set m ketidaksetaraan atau persamaan linier dalam n variabel, kita ingin untuk menemukan nilai-nilai non-negatif dari variabel-variabel ini, yang akan memenuhi kendala dan memaksimalkan atau meminimalkan beberapa fungsi commit to user
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
linear dari variable. Asumsi dasar pemrograman linear: (Sarker dan Newton, 2007) 1.
Kepastian: Nilai-nilai parameter (data) yang diketahui dan konstan.
2.
Proporsionalitas: Setiap fungsi (tujuan atau kendala) adalah proporsional dengan tingkat aktivitas (dengan konsisten satuan ukuran).
3.
Aditivitas: Aktivitas total adalah jumlah dari setiap kegiatan.
4.
Dibagi: Keputusan dapat berupa variabel nyata atau bilangan bulat.
5.
Non-negatif: Hanya nilai-nilai positif variabel yang diizinkan.
Aminudin (2008) menyatakan bahwa fungsi matematik yang digunakan berbentuk linier dalam arti hubungan langsung dan persis proporsional. Berikut bentuk umum model programa linier oleh Aminudin (2008): Optimumkan n
Z
c jx
……...…………………….(2.4)
j
j 1
dengan batasan: n
a ij x
j
b i
untuk i = 1, 2, 3, … , m
j 1
untuk j = 1, 2, 3, … , n
X≥0
atau dapat ditulis secara lengkap sebagai berikut: Optimumkan Z
= c1x1 + c2x2 + … cnxn
dengan batasan: a1x1 + a2x2 + ... + a1nxn
≥ ≤b1
a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn
≥ ≤b2
. :
. :
. :
. :
am1x1 + am2x2 + ... + amnxn
. :
≥ ≤bn
x1, x2, x3, ... ,xn ≥ 0 Keterangan: Z
= Fungsi tujuan yang dicari nilai optimalnya (maksimal, minimal)
cj
= Kenaikan nilai Z apabila ada pertambahan tingkat kegiatan xj dengan satu satuan unit atau sumbangan setiap satuan keluaran to user kegiatan j terhadapcommit Z
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
n
digilib.uns.ac.id
= macam kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas yang tersedia
m
= macam batasan sumber atau fasilitas yang tersedia
xj
= tingkat kegiatan ke-j
aij
= banyaknya sumber i yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit keluaran kegiatan j
bi
= kapasitas sumber i yang tersedia untuk dialokasikan ke setiap unit kegiatan
2.4 Cutting Stock Problems Cutting stock problems sangat mirip dengan bin packing problems dari sudut pandang pemodelan optimisasi. Misalnya, menemukan pengaturan terbaik berbagai bentuk dari badan persegi panjang yang lebih besar untuk meminimalkan limbah atau jumlah persegi panjang. Sebuah Model matematis sederhana dua dimensi Cutting stock problems, untuk meminimalkan sejumlah gulungan yang akan digunakan untuk memotong semua item, dijabarkan di bawah ini (Sarker dan Newton, 2007): Parameter: K
= diketahui upper bound pada jumlah gulungan diperlukan (indeks- k)
N
= jumlah potongan (indeks i)
Bi = jumlah item yang dibutuhkan oleh tiap potongan i Wi = lebar dari item yang dibutuhkan oleh tiap potongan i TW = lebar total tiap gulungan Variabel xik berapa kali item i dipotong dari roll k y
k
1 jika roll k digunakan 0 selainnya
Fungsi tujuan: Tujuannya adalah untuk meminimalkan jumlah gulungan yang akan digunakan untuk memotong semua item. K
Minimalkan Z
k 1
yk
commit to user
II-16
……………….…(2.5)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kendala: Persyaratan: Jumlah item lebar pemotongan yang diberikan harus lebih besar dari atau sama dengan permintaan. K
X
……………….…(2.6)
Bi; i
ik
k 1
Batasan Lebar (W): lebar total item dipotong dari gulungan harus kurang dari atau sama dengan lebar roll. N
W i x ik TW
yk
; k
……………….…(2.7)
k 1
Jadi pemotongan akhir model persediaan menjadi K
Minimalkan Z
……………….…(2.8)
yk
k 1
Subject to K
X
ik
Bi; i
k 1 N
W i x ik TW
yk
0 ;k
k 1
Xik ≥ 0 dan iteger i, k yk € {0,1}
2.5 Jenis-jenis Pemotongan Bahan Permasalahan pemotongan bahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori utama, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah dimensi yang dipertimbangkan. Jumlah dimensi yang akan dipotong terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. One dimensional Bahan yang akan dipotong mempunyai lebar dan tebal yang sama, sehingga hal yang berpengaruh pada pembuatan pola pemotongan adalah panjang dari bahan tersebut. Lebar dan ketebalan bahan tidak menjadi commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengaruh dalam pemotongan. One dimensional merupakan kategori yang paling mudah dalam melakukan pemotongan. b. Two dimensional Dalam
pembuatan
pola
pemotongan,
seorang
desainer
harus
memperhatikan panjang dan lebar dari bahan tersebut, jika ketebalan bahan tidak menjadi pengaruh dalam pemotongan. Ketebalan bahan hanya mempengaruhi pada waktu proses yang diperlukan untuk melakukan pemotongan. c. T'hree dimensional T'hree dimensional biasanya digunakan untuk kasus pengepakan barang. Dalam
penempatan
barang-barang
yang
akan
dipacking
harus
memperhatikan panjang, lebar, ketinggian dari bahan. Hal itu dapat meminimasi ruangan yang kosong. 2. Berdasarkan jenis penugasan. Berdasarkan jenis penugasan, pemasalahan pemotongan dapat dibagi menjadi dua,yaitu: a. Big material to small pieces Kelas ini merupakan kelas yang sering jumpai. Sejumlah material harus, dipotong menjadi komponen dengan berbagai ukuran yang telah ditentukan. Konstrain, membatasi jumlah maksimum komponen yang diijinkan bisa ada atau tidak. Namun semua material harus dipergunakan. b. Small pieces to big material Ada sejumlah komponen dengan berbagai ukuran yang harus dibuat. Tujuannya adalah, menentukan ukuran material yang didapat dengan sejumlah pola yang harus dibuat. 3. Berdasarkan jumlah stock yang dipertimbangkan Permasalahan pemotongan berdasarkan pada jumlah stock dibedakan menjadi menjadi dua jenis yaitu: a. Satu macam ukuran stock Ukuran stock sangat mcnentukan dalam pembuatan pola pemotongan. Satu macam ukuran stock dapat mempermudah desainer dalam membuat pola commit to user pemotongan. II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Banyak ukuran stock Semakin bayak ukuran stock, maka semakin sulit seorang desainer dalam meetapkan pola yang tepat secara manual. Untuk itu seorang desainer lebih baik menggunakan komputer untuk mempercepat penentuan pola yang optimal ini. 2.6 Jenis Pola Pemotongan Pola pemotongan merupakan langkah awal sebelum pemotongan dilakukan. Pola pemotongan sangat menentukan berapa banyak unit yang dihasilkan dari pemotongan bahan tersebut dan jumlah sisa yang ada. Pola pemotongan juga menentukan urutan pengerjaan alat potong. Jenis-jenis pola pemotongan ada lima. Berikut kelima jenis pola pemotongan beserta penjelasannya masing-masing (Zulianti, 2005): 1. Guillotine pattern Guillotine pattern merupakan pola pemotongan yang dimulai dari satu sisi segi empat yang kemudian dilanjutkan pada sisi lainnya. Pemotongan pertama dengan tipe guillotine pattern adalah dengan memotong bahan baku pada sisi panjang atau lebar. Pemotongan tersebut menghasilkan dua atau lebih pieces yang mempunyai panjang atau lebar tertentu. Pemotongan pada tahap kedua adalah dengan memotong satu persatu rectangle yang telah dipotong pada tahap pertama. Pemotongan dengan tipe guillotine membutuhkan waktu proses yang lebih kecil dari pemotongan dengan tipe non guillotine pattern. Contoh pembuatan guillotine pattern pada rectangle dapat ditunjukkan pada gambar 2.5.
to user pattern Gambarcommit 2.5 Guillotine Sumber: Zulianti, 2005
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Nonguillotine pattern Pemotongan dengan tipe non guillotine dilakukan jika ukuran pieces yang diinginkan tidak dimungkinkan lagi untuk digabung dengan pieces yang lain. Pemotongan dengan tipe ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan satu alat pemotong (pisau) saja. Hal ini dikarenakan perubahan posisi rectangle (bahan baku) yang akan dipotong membutuhkan waktu. Oleh karena itu tipe pemotongan seperti ini lebih baik dihindari. contoh tipe pemotongan non guillotine dapat ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Non guillotine pattern Sumber: Zulianti, 2005
3. Pola dua tahap pemotongan (Two stage pattern) Pada industri furniture sangat memungkinkan menggunakan tipe guillotine dalam membuat pola pemotongan green lumber menjadi pieces. Pemotongan dengan tipe guillotine, jika diaplikasikan pada rectangle, maka menjadi dua rectangle baru. Untuk menyelesaikan masalah pemotongan dengan tipe dua tahap pola pemotongan. Tahap pertama, pemotongan secara paralel atau pemotongan bahan secara horizantal, sehingga rectangle terbagi menjadi beberapa rectangle dengan panjang yang sama. Tahap kedua adalah pemotongan satu persatu bagian rectangle. Pembuangan waste dapat dilakukan pada pemotongan tahap kedua ini. Dari pemotongan kedua sudah didapatkan pieces yang diharapkan dan sudah diketahui sisa (waste) dari pemotongan. Dengan demikian tipe pemotongan tersebut dikenal dengan two stage pattern. Contoh pola pemotongan two stage pattern dapat ditunjukkan pada gambar 2.7. commit to user
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7 Two stage pattern Sumber: Zulianti, 2005
Metode ini dikembangkan oleh Gilmore dan Gomory yang terdiri atas dua fase. Fase pertama, pola pemotongan yang ditentukan dengan setiap pemotongan mempunyai ukuran (L, wj)), j € Dw, dimana Dw: {j | wj ≠ wi, i > j, i,j = 1,...,m} untuk mengeset lebar yang berbeda-beda. Sedangkan fase yang kedua adalah menentukan berapa kali pemotongan tersebut dilakukan. Sebagai catatan kita hanya perlu satu pola untuk setiap pemotongan, satu tersebut mempunyai nilai
m i 1
i ij dimana λij adalah jumlah item dengan tipe i pada pemotongan j.
4. Pola Tiga Tahap Pemotongan (Three Stage pattern) Pada industri furniture sangat dimungkinkan untuk membuat three stage pattern untuk pemotongan green lumbar menjadi pieces. Sesuai dengan namanya, three stage pattern merupakan pola yang memiliki tiga tahap pada saat pemotongan. Tahap pertama, pemotongan green lumbar menjadi bagian-bagian dengan paniang atau lebar yang sama. Arah pemotongan tersebut dapat secara horizontal atau secara vertikal. Tahap kedua, hasil dari pemotongan tersebut dilanjutkan dengan pemotongan satu persatu yang terlebih dahulu harus mengubah arah pemotongan. Tahap ketiga, pemotongan dilakukan pada bagian yang menghasilkan pieces pemotongan tersebut dilakukan secara bersamaan dengan pembuangan waste. Contoh pola dengan tiga tahap pemotongan pada plat dapat ditunjukkan pada gambar 2.4.
commit to user
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.8 Three stage pattern Sumber: Zulianti, 2005
Prosedur pemotongan ini, dimana setiap pemotongan mempunyai ukuran L x w, w ≤ W, dimana w, merupakan kombinasi dari lebar w1, w2, ... , wm atau dapat m
dituliskan w i 1 a i wi , ai ≥ 0 dan ai integer. 5. One group guillotine pattern. Tipe pola pemotongan ini adalah dengan memotong rectangle dalam waktu yang bersamaan. Tipe pola pemotongan seperti ini dapat dipergunakan lebih dari satu pisau (pemotong) karena sisa pemotongan terletak di pinggir dari bahan baku tersebut. Pola pemotongan ini merupakan pola yang paling mudah dan paling cepat dalam menentukan sisa pemotongan. Tipe pola pemotongan satu group dapat ditunjukkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.9 One group guillotine pattern Sumber: Zulianti, 2005
2.7 Penelitian-penelitian Pendukung Permasalahan cutting stock problems sudah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Permasalahan yang diangkat mempunyai tujuan utama yaitu optimisasi pemakaian bahan atau pengaturan pemakaian tempat. commit to user bahan. Berikut beberapa studi kasus terkait pemotongan
II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. A linear programaming approach to the cutting tock problem-part II Penelitian P.C. Gilmore dan R. E. Gomory pada tahun 1963, membahas permasalahan pola pemotongan dengan minimasi waktu. Permasalahan ini dipengaruhi besarnya biaya yang dibutuhkan pada setiap pola pemotongan.
Minimasi
Subject to
i
xi
……………………. (2.12)
i
ci xi
……………………. (2.12)
i
aij xi N i
……………………. (2.13)
Dimana, xi = jumlah waktu pemotongan pola ke-i ci = biaya pemotongan pola ke-i Ni = jumlah roll dengan panjang li yang dipesan i=1, … , m ai,j = jumlah roll dengan panjang li yang diproduksi 2. Penggunaan bilangan bulat untuk menyelesaikan masalah pemotongan kayu di PT. Indo Veneer Utama Surakarta Penelitian Habibi pada tahun 2006 mengangkat permasalahan bagaimana membuat model matematika untuk meminimalkan nilai total sisa pemotongan kayu di suatu industri furniture. Log dipotong pada dimensi panjang untuk kebutuhan garden furniture dan solid door dengan kebutuhan ukuran yang berbeda dan beragam. Data utama yang digunakan adalah jenis produksi, diameter log dan panjang standar kayu. Bentuk umum programa bilangan commit to user
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bulat yang digunakan mengacu pada model Mulyono (1991) yaitu sebagai berikut: n
Maksimalkan/ minimalkan
Z cj xj
……………………. (2.12)
j 1
Kendala :
a x ij j bi j 1 n
xj ≥ 0
……….....………..
(2.13)
; xj bilangan bulat
untuk i = 1, 2, 3, …, m; j = 1, 2, 3, …, n. Z = jumlah sisa pemotongan total cj = besarnya sisa pada pemotongan dengan pola ke-j xj = jumlah pengulangan pola pemotongan ke-j aij = jumlah perolehan potongan panjang i dengan pola pemotongan ke-j bi = permintaan panjang i 3. Optimisasi pemotongan bahan dua dimensi dengan menggunakan programa linier di PT Port Rush Semarang Model matematis ini ditulis oleh Zulianti (2005) dengan mengadopsi permasalahan cutting stock dengan satu dimensi dari Gilmore dan Gomory (1963). Model didefinisikan dimana setiap tipe bahan baku dapat memuat semua pola pemotongan yang akan dibuat. Dalam kasus ini tidak ada aturanaturan pieces dan semua bahan dianggap sama. Hal yang membedakan antar pieces dan antar bahan baku terletak hanya pada ukuran saja. n merupakan jumlah pola yang mungkin pada tipe bahan baku j. Untuk mempermudah penggambaran pola yang telah dibuat. Maka dibuatlah matriks kolom m x l. Matriks tersebut menjelaskan pada pola ke i terdapat jumlah piece tertentu yang akan dipotong.
commit to user
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a11j j a 21 j a1 a 31j , :: j a m1
a12j j a 22 j a 2 a 32j , :: j a m2
a1jn j a2n j a n a 3jn , j=1, … , N :: j a mn
Dimana a kij adalah jumlah tipe k dengan pola i pada tipe rectangle j. Variabel keputusannya adalah xij, dengan jumlah tipe rectangle j yang akan dipotong dengan menggunakan pola i, dimana i = 1,...,nj dan j=1,....N, d adalah jumlah kebutuhan pieces. Fungsi tujuannya adalah: a. Fungsi objektif dengan meminimalkan biaya material Minimimasi n1
Z
1
n2
c 1 x i1
i 1
nN
c 2 x i 2 ...
i 1
c N x iN ………….(2.14)
i 1
Dimana: cn = harga bahan baku tipe ke-n x1n = pola pemotongan ke-i dengan bahan baku tipe ke-n. b. Fungsi objektif dengan meminimalkan sisa pemotongan. Meminimasi n1
Z
2
nN
n2
S i1 x i 1
i 1
S i 2 x i 2 ...
c iN x iN …………….(2.15)
i 1
i1
Fungsi pembatas: n1
a i1 x i 1
i 1
n2
a i2 x i 2 ...
i 1
nN
i 1
n1
xi1 D1
i 1 n2
x i 2 D2
i 1
. : nN
xiN D N
i 1
xij
≥ 0, integercommit to user
II-25
a in x iN d
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i
= 1,.....,nj
j
= 1,.....,N
Dimana: i
= jenis pola yang digunakan
n
= jumlah pola yang dapat digunakan dalaam proses pemotongan bahan
l
= tipe bahan baku yang tersedia
N
= jumlah tipe bahan baku yang ada
Dj
= jumlah bahan baku dengan tipe j, dimana j = 1, ..., N
Cj
= harga perunit bahan dengan tipe j, dimana j = 1, … , N
d
= jumlah pieces yang dibutuhkan.
commit to user
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi penelitian, yaitu tahapantahapan yang dimulai dari perumusan masalah sampai dengan kesimpulan, yang membentuk sebuah alur yang sistematis. Metodologi penelitian ini digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ini agar hasil yang dicapai tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Alur metodologi penelitian bisa dilihat pada gambar 3.1.Urutan pemecahan masalah dalam penelitian ini secara detail dijelaskan pada masingmasing tahap berikut ini : 3.1
Pengumpulan Data Penyelesaian masalah dimulai dengan pengambilan data yang dibutuhkan
yang berhubungan dengan permasalahan pemotongan kayu. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi perusahaan. Data primer yang dikumpulkan adalah: a. Pola potong saat ini b. Proses pemotongan Data-data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: a. Jumlah sisa pemotongan b. Stock log bulan Mei 2010 c. Demand bulan Mei 2010 d. Rencana strategi pemotongan yang sedang dikembangkan perusahaan 3.2
Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dari data-data yang telah
dikumpulkan. Adapun pengolahan data tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 3.2.1 Karakteristik sistem Tahapan ini merupakan penjelasan sistem pemotongan log menjadi RST commit to user beserta faktor-faktor yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mulai
Studi pustaka
Studi lapangan
Identifikasi dan perumusan masalah
Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pengumpulan Data : 1. Demand bulan Mei 2010 2. Persediaan log bulan Mei 2010 3. Jumlah sisa pemotongan 4. Pola proses pemotongan saat ini 5. Rencana strategi pemotongan yang sedang dikembangkan perusahaan
Karakterisasi Sistem
Pengembangan model matematis 1. Penentuan fungsi tujuan (objective function) 2. Penentuan fungsi pembatas (constraint set)
Penentuan pola pemotongan usulan dan total kebutuhan: 1. Tahap I penentuan kebutuhan balok panjang 2. Tahap II penentuan kebutuhan papan standar (lebar dan tebal standar) 3. Tahap III oenentuan kebutuhan log
Analisis hasil
Kesimpulan dan saran
Selesai
commit to user Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahapan ini berisikan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap sistem penentuan kebutuhan bahan baku industri dan keterkaitan antar variabel tersebut serta sifat dari variabel dan sistem tersebut. Proses produksi pemotongan kayu dilakukan berdasarkan demand. Demand furniture di generate menjadi ukuranukuran masing-masing part untuk diketahui dimensi dan jumlah yang dibutuhkan. Laporan ini kemudian ditindaklanjuti oleh karyawan bagian pemotongan dengan membelah log sesuai ukuran tersebut. Log dibelah melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah belah tebal. Pada pembelahan ini diperoleh potongan dengan variasi tebal yang berbeda antara 3 sampai 4 varian. Hasil belahan terebut merupakan papan tebal yang kemudian dibelah pada tahap pemotongan yang kedua yaitu belah lebar. Pembelahan ini disesuaikan dengan jenis demand dengan ketebalan dan lebar tertentu yang kemudian dipotong panjang untuk diperoleh ukuran RST sesuai dengan demand. Pada saat ini strategi pemotongan yang dilakukan perusahaan adalah dengan strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos adalah strategi pembelahan tebal langsung sesuai dengan ukuran tebal demand. Strategi belah jeblos tersebut menimbulkan sisa potongan papan dan RST non demand yang sangat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tersebut belum bisa memaksimalkan bahan baku yang ada sehingga perusahaan harus mengimbanginya dengan persediaan bahan baku yang lebih banyak. Pemenuhan tersebut membutuhkan biaya besar sementara sisa hasil potongan belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Sisa pemotongan belah jeblos tersebut mencapai 73,91% dari total bahan baku. Hal inilah yang manjadi indikasi pemotongan yang kurang bagus. Permasalahan pemotongan dengan sisa yang banyak tersebut menjadi bahan kajian
perusahaan
sehingga
perlu
dirumuskan
strategi
baru
untuk
menyelesaikannya. Bakrie (2003) pada seminar technopreneurship dalam konvensi kelistrikan Indonesia menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan efisiensi melalui penerapan metoda produksi yang bersifat menghemat pemakaian bahan baku dan perencanaan stock yang optimal. Penggunaan bahan baku menjadi lebih terukur yang pada gilirannya akan meminimumkan pemakaian bahan baku, dan mengurangi bahan sisa (scrap). commit to user III-3
perpustakaan.uns.ac.id
a b a
b
a b
digilib.uns.ac.id
b
b
b
b
sisa
b
sisa a
Gambar 3.2 Rich Picture Proses pemotongan log Strategi belah baru yang sedang dikembangkan adalah strategi belah papan standar. Strategi belah papan standar adalah pembelahan log dengan ukuran tebal yang distandarkan yaitu ukuran 53 cm, 58 cm, 63 cm, 68 cm, 73 cm dan 78 cm. Kelemahan strategi tersebut, belum mempertimbangkan demand sebagaimana seharusnya perencanaan pembelahan untuk menentukan jumlah kebutuhan log yang tepat. Sehingga rendemen yang muncul masih kecil, yang berarti jumlah scrap sangat tinggi . Tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah ingin memupuk keuntungan semaksimal mungkin dalam pengembangan usahanya, namun dalam perencanaan proses produksi pemotongan bahan baku, perusahaan belum menerapkan prinsipprinsip optimasi minimasi scrap dengan pengembangan pola terbaik untuk memenuhi demand.
commit to user III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.3 Sistem belah papan standar Kesesuaian antara tujuan pemenuhan demand dengan ketersediaan bahan baku sangat dipengaruhi oleh pemakaian bahan baku itu sendiri. Pemanfaatan bahan baku yang baik, akan memudahkan perusahaan dalam menekan biaya produksi sekaligus perencanaan pemesanan bahan baku. Bahan baku yang harus dipesan jauh-jauh hari, harus diimbangi pula dengan ketersediaan budget pemesanan yang secara langsung ter-supply dari pembayaran penjualan barang oleh buyer. Pada pemakaian bahan baku tersebut perlu dibahas secara khusus mengenai pola pemotongan yang terbaik untuk meminimasi scrap dan menghasilkan sisa potong yang fleksibel pemakaian maupun penjualannya. Dari sinilah dikembangkan model pemotongan standar yang mampu memperbaiki strategi pemotongan jeblos yang disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku commit to user terhadap demand yang ada. III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.2.2 Pengembangan Model Matematis Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dengan menggunakan model linear programming yang dilakukan secara parsial tahap demi tahap, belum secara simultan untuk semua ukuran dimensinya. Adapun penyusunan metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kriteria performansi, Kriteria performansi yang dipakai adalah meminimumkan total sisa pemotongan yang dihasilkan pada proses pemotongan log menjadi bentuk demand RST. Sisa pemotongan dinilai tidak berguna dengan nilai jual yang rendah dan pemanfaatannya membutuhkan biaya penyambungan dengan hasil yang tidak sebaik dari hasil pemotongan langsung. 2. Parameter, Yang menjadi parameter dalam sistem ini adalah besarnya scrap serbuk sekali pemotongan adalah 4 mm untuk semua pemotongan baik panjang, lebar maupun tebal. 3. Variabel keputusan, Variabel keputusan dalam sistem ini adalah: xij = variabel keputusan potongan pola i pada bahan j Variabel keputusan atau dikenal dengan decision merupakan jumlah balok panjang, lebar atau tebal yang dibutuhkan untuk memenuhi demand pada masing-masing kategori. 4. Penyususunan fungsi tujuan dan batasan-batasannya,
Fungsi tujuan dari model yang dikembangkan adalah meminimasi sisa pemotongan dari bahan baku kayu log menjadi demand RST secara bertahap dan sequencial untuk memenuhi kebutuhan total RST demand. Berikut alur aturan penyelesaian pemotongan kayu dari bahan log sampai diperoleh ukuran RST yang sesuai dengan kebutuhan RST berdasarkan demand dari buyer dapat dilihat pada gambar 3.4.
commit to user III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.5 Alur pengembangan model penyelesaian masalah pemotongan log
Secara ringkas alur pada gambar 3.5 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengkategorian tebal RST Pengkategorian ukuran RST demand bertujuan untuk memudahkan pihak perencana dalam menyusun perancangan pola pemotongan, yang dilakukan dengan membagi ukuran-ukuran tebal RST demand ke dalam beberapa ukuran commit to user turunan yang telah dirumuskan perusahaan. III-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tahap I Tahap I adalah menentukan jumlah kebutuhan panjang yang di-generate melalui pembagian panjang dari masing-masing kemungkinan dimensi. Pada tahap ini dipisah antara dimensi dengan lebar dan tebal yang sama dan dirumuskan penentuan kebutuhan panjangnya. Seberapa banyak dimensi lebar dan tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran balok panjang maksimum dengan tebal dan lebar yang sama. Model yang digunakan untuk penentuan pola didasarkan jumlah sisa. Dan pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan pola yang menjadi kandidat alternatif variabel keputusan. Variabel keputusan atau dikenal dengan decision merupakan banyaknya pola terpilih yang dapat memenuhi kebutuhan demand. Tahapan penentuan banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan RST dengan mempertimbangkan lebar dan tebal yang sama. Seberapa banyak dimensi lebar dan tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran balok panjang maksimum dengan tebal dan lebar yang sama pula. Perhitungan ini dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu kategori dimensi satu dan dimensi kombinasi. Kategori dimensi satu adalah kategori RST yang hanya terdapat satu jenis ukuran panjang untuk lebar dan tebal yang sama. Sedangkan kategori dimensi kombinasi adalah kategori RST dengan berbagai tipe ukuran panjang untuk kategori lebar dan tebal yang sama. a. Dimensi satu (Tidak ada variasi kombinasi panjang) 1) Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum Penentuan pola dimulai dengan menentukan perolehan potongan panjang yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang maksimum. Perolehan potongan panjang adalah jumlah demand RST dimensi panjang (mm) yang mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau sama dengan nol) dari hasil pemotongan balok panjang maksimum. Perincian persamaan penentuan jumlah perolehan potongan panjang dijelaskan pada rumus I sebagai berikut: Rumus I SBt
= BP –Pt *PPt
Untuk SBt = 0,
commit to user III-8
.......... (3.1)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
= (PPtj -1) * Sc
STt
.......... (3.2)
Untuk SBt > 0 STt
= PPtj * Sc
.......... (3.3)
ct
= SBt– STt
.......... (3.4)
Keterangan notasi: t
= panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t=1,2,3 .... t’
t’
= banyaknya kategori lebar tebal
BP
= balok panjang maksimum
SBt
= sisa bahan kategori lebar tebal ke-t
Pt
= dimensi panjang kategori lebar tebal ke-t
PPt
= perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t
STt
= scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar tebal ke-t
Sc
= scrap serbuk akibat pisau potong
ct
= total sisa kategori lebar tebal ke-t
2) Penentuan kebutuhan balok panjang maksimum kategori dimensi satu
Demand RST
Balok panjang 2000 mm
Gambar 3.4 Pemotongan RST demand dari balok panjang 2000 m Rumus II De x t roundup t PPt
......... (3.5)
n
X
t
x
……
j
(3.6)
j 1
Keterangan notasi: xt
= decision jumlah balok panjang maksimum yang dibutuhkan untuk kategori lebar tebal ke-t
PPt = perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t De
= demand panjang kategori lebar tebal ke-t
t
= panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t =1,2,3 .... t’
t’
= banyaknya kategori lebar tebal commit to user III-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Dimensi kombinasi (Panjang bervariasi dengan tebal dan lebar sama) 1) Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum Penentuan pola dimulai dengan menentukan perolehan potongan panjang yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang maksimum. Perolehan potongan panjang adalah jumlah demand RST dimensi panjang (mm) yang mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau sama dengan nol) dari hasil pemotongan balok panjang maksimum. Perincian persamaan penentuan jumlah perolehan potongan panjang dijelaskan pada rumus I sebagai berikut: Rumus III SBtj
= BP –Ptj *PPtj
.......... (3.7)
Untuk SBtj = 0, STtj
= (PPtj -1) * Sc
.......... (3.8)
Untuk SBt > 0, STtj
= (PPtj -1) * Sc
.......... (3.9)
ctj
= SBtj– STtj
.......... (3.10)
Keterangan notasi: t
= panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t=1,2,3 .... t’
t’
= banyaknya kategori lebar tebal
j
= pola pemotongan ke-j dengan j =1, 2, 3, ... , T
T
= banyaknya gabungan kombinasi panjang yang mungkin
BP
= balok panjang maksimum
SBtj
= sisa bahan kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
Ptj
= dimensi panjang kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
PPtj
= perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
STtj
= scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
Sc
= scrap serbuk akibat pisau potong
ctj
= total sisa kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
commit to user III-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Penentuan kebutuhan balok panjang maksimum kategori dimensi kombiansi Model I Minimasi, n
Z
t
cjx
……….(3.11)
j
j 1
Batasan: n1
j1
A ij x j E
……….(3.12)
i
n
X
t
x
……….(3.13)
j
j 1
xj
= bilangan bulat (integer)
untuk i = ukuran panjang, dengan i= 1, 2, …, m j = pola pemotongan, dengan j = 1, 2, …, n cj
= sisa pemotongan untuk setiap pola pemotongan panjang ke-j
xj
= banyaknya kayu panjang standar yang dipotong menurut pola j
t
= jenis lebar tebal ke-t , untuk t = 1,2 … T
m
= banyaknya jenis kebutuhan panjang
n
= banyaknya pola pemotongan panjang yang mungkin
T
= banyaknya gabungan kombinasi panjang yang mungkin
Xt
= banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum yang dibutuhkan pada lebar tebal ke-t
Aij
= jumlah potongan untuk panjang i dengan pola j
Ei
= banyaknya kebutuhan untuk panjang i
3. Tahap II Tahap II adalah menentukan jumlah kebutuhan lebar dan tebal yang digenerate melalui pembagian lebar dan tebal dari masing-masing kemungkinan dimensi dari ukuran papan standar. Model yang digunakan untuk penentuan pola didasarkan jumlah sisa. Dan pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan pola yang menjadi kandidat alternatif variabel keputusan. Tahapan penentuan banyaknya kebutuhan balok tebal dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan balok commitsebelumnya to user panjang maksimum pada perumusan dengan mempertimbangkan III-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebar dan tebal papan standar. Seberapa banyak dimensi papan standar tersebut dibutuhkan untuk memenuhi ukuran balok panjang maksimum. a.
Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum Sama halnya dengan penentuan pola untuk panjang, penentuan pola untuk pemenuhan kebutuhan lebar dilakukan dengan penentuan perolehan potongan lebar. Perolehan potongan lebar (JL) adalah jumlah demand RST dimensi lebar (mm) yang mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau sama dengan nol) dari hasil pemotongan papan standar. Berikut rumusan penentuan pola tahap lebar: Rumus IV SBl
= Lk– Ll *JLl
.......... (3.14)
STl
= (JLl -1) * Sc
.......... (3.15)
dl
= SBl– STl
......... (3.16)
Keterangan notasi: l
= ukuran tebal dengan l= 1, 2, 3 ... L
L
= banyaknya gabungan kombinasi lebar yang mungkin
k
= ukuran lebar dari papan standar
SBl = sisa bahan kategori tebal ke-l Lk = lebar standar ke-k Ll = lebar kategori tebal ke-l STl = scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar ke-l JLl = perolehan potongan kategori tebal ke-l Scl = scrap serbuk akibat pisau potong dl = total sisa kategori lebar tebal ke-l b.
Tahap penentuan kebutuhan lebar dari lebar balok panjang maksimum Pada tahap ini dipisah antara balok dengan tebal yang sama dan dirumuskan penentuan kebutuhan lebarnya. Seberapa banyak dimensi tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran balok lebar tertentu dengan tebal yang sama. commit to user III-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Balok panjang 2000 mm
Papan lebar standar
Gambar 3.5 Penentuan kebutuhan papan standar untuk memenuhi balok panjang maksimum Model II n
Z
u
d jy
……….(3.17)
j
j 1 n
Yu
y
……….(3.18)
j
j 1
B ij y j
yj
= bilangan bulat (integer)
j
= pola pemotongan lebar , untuk j = 1, 2, …, p
dj
= banyaknya scrap untuk setiap pola pemotongan lebar ke-j
yj
= banyaknya kayu dengan lebar standar yang dipotong menurut pola j
u
= jenis tebal ke-u , untuk u = 1,2 … U
U
= banyaknya gabungan kombinasi lebar yang mungkin
p
= banyaknya pola pemotongan lebar yang mungkin
n1 j 1
X
……….(3.19)
t
Yu = banyaknya kebutuhan papan standar pada tebal turunan ke-u Bij = jumlah potongan untuk lebar i dengan pola j Xt = banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum yang dibutuhkan pada lebar tebal ke-t 4. Tahap III Tahap III merupakan tahap penentuan kebutuhan log. Penentuan kebutuhan log didasarkan pada jumlah papan standar yang dihasilkan oleh masingmasing log. Setiap log yang diteliti masing-masing menghasilkan 2 papan standar dengan lebar dan tebal tertentu sesuai ukuran standar yang berlaku di commit to user III-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pasaran. Kemudian hasil dari log yang didapatkan dilakukan penyesuaian dengan persentase bebas cacat 80%. (Ginoga, 1995) Rumus V 1 G Yu 2
……….(3.20)
Keterangan notasi: G
= jumlah kebutuhan log dengan diameter = diameter log
Yu
= banyaknya kebutuhan papan standar pada tebal turunan ke-u
3.2.3 Algoritma pemotongan log menjadi RST Pada poin sebelumnya dijelaskan mengenai tahapan penyelesaian permasalahan pemotongan secara umum tahap demi tahap. Berikut teknis operasional pemotongan log menjadi RST sesuai bagan alir dan pemakaian rumus maupun model yang tertuang pada poin sebelumnya. Langkah 0 : mengkategorikan RST demand ke dalam ukuran tebal sesuai kebijakan ukuran pemotongan perusahaan Langkah 1
: mengkategorikan RST berdasarkan kesamaan dimensi lebar (l)dan tebal (t)
Langkah 2
: a. untuk kategori lebar (l) dan tebal (t) yang tidak mempunyai variasi panjang (i) selanjutnya ke langkah 3; b. untuk kategori lebar (l) dan tebal (t) yang mempunyai variasi panjang (i) selanjutnya ke langkah 4
Langkah 3
: cari kandidat pola (j) dengan menggunakan rumus I kemudian cari kebutuhan balok panjangnya dengan rumus II dapatkan nilai xj dan Xt, selanjutnya ke langkah 5
Langkah 4
: cari kandidat pola (j) dengan menggunakan rumus III kemudian cari kebutuhan balok panjangnya dengan model I dapatkan nilai xj dan Xt, selanjutnya ke langkah 5 commit to user III-14
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah 5
digilib.uns.ac.id
: gabung hasil penentuan kebutuhan balok panjang Xt dari langkah 3 dan 4 sebagai input demand pada tahap penentuan kebutuhan papan standar
Langkah 6
: tentukan ukuran log yang dipakai untuk pemenuhan masing-masing balok panjang yang diperoleh dari hasil bagi papan standar dimana untuk log dengan diameter
akan menghasilkan papan standar
dengan lebar dan tebal Y dan sekaligus menghasilkan tebal turunannya Langkah 7
: cari kandidat pola dari masing-masing tebal turunan terhadap tebal standar yang disesuaikan dengan jumlah perolehan papan standar dari
masing-masing
log
berdasarkan
langkah
6
dengan
menggunakan rumus IV Langkah 8
: hitung kebutuhan papan standar berdasar ketentuan pada langkah 6 dengan model II
Langkah 9
: hitung jumlah kebutuhan log berdasarkan jumlah total langkah 8 yang disesuaikan dengan jumlah papan standar yang dihasilkan untuk masing-masing diameter log.
3.3
Analisis dan Interpretasi Hasil Pada tahap ini dilakukan pembahasan dan analisis tiap langkah dalam
pengolahan
data
dan
hasil
perhitungan.
Analisis
dilakukan
dengan
membandingkan model yang dikembangkan (model stategi pemotongan standar) dengan model yang sedang dijalankan perusahaan (model strategi pemotongan jeblos). Hasil pengolahan data diinterpretasikan dengan jelas untuk membantu penarikan kesimpulan pada tahap berikutnya. 3.4
Kesimpulan dan Saran Tahap ini memuat pokok-pokok hasil penelitian yang diharapkan mampu
memjawab tujuan yang ditetapkan sebelumnya serta saran yang berhubungan dengan model matematis yang dibangun dan usulan pemotongan yang meminimumkan scrap. commit to user III-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini membahas proses pengumpulan data dan proses pengolahan data dari perusahaan. Data yang dikumpulkan meliputi langkah-langkah serta hasil pengumpulan dan pengolahan data diuraikan pada sub bab di bawah ini. 4.1
Pengumpulan Data Pada sub bab ini disajikan data yang dibutuhkan untuk pengolahan data yang
berasal dari perusahaan. Data yang di sajikan adalah data demand dan data pola strategi perusahaan yang meliputi data strategi belah log ke papan standar dan strategi pemotongan papan standar menjadi tebal turunan yang diijinkan. 4.1.1 Data Demand Data permintaan konsumen merupakan data penjualan nyata tahun 2010 pada bulan Mei yaitu dari buyer ECO. Data permintaan tersebut terdiri dari 57 jenis perangkat furniture dengan 72 jenis kebutuhan RST seperti pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Kebutuhan RST bulan Mei 2010 1 2 3
P 946 325 265
Dimensi L 44 22 22
T 21 21 21
Jumlah batang 210 120 180
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
190 70 60 170 134 134 876 776 770 416 276 876 870 770 769 180 650 613 650 600 590 560 545 531 510 450 510 402 2000 1406 976 2000 2000
22 22 22 22 27 27 44 44 44 44 44 42 40 40 40 54 62 64 49 49 49 49 74 74 59 59 49 61 44 44 44 149 149
21 21 21 21 21 21 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 36 36
60 28 28 28 256 360 366 22 64 372 4 20 12 12 12 32 60 28 14 12 14 30 60 28 360 120 60 24 12 6 6 18 18
No
37 38 39
P 1820 1620 720
Dimensi L 149 149 274
T 36 36 36
Jumlah batang 18 18 14
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
904 590 1641 1040 610 524 524 488 420 1020 470 590 440 876 778 776 1406 976 976 2000 1436 1006 876 776 760 620 492 468 320 276 125 730 730
236 66 64 64 64 64 64 52 48 144 144 66 144 52 52 51 47 47 47 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 144 144
36 36 36 36 36 36 36 36 36 41 41 41 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
90 12 8 8 16 24 4 180 12 132 108 56 32 12 12 12 4 4 8 8 8 16 128 76 72 8 48 12 76 8 48 32 16
No
commit to user
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.1.2 Pola Strategi Perusahaan Pada saat ini perusahaan pemotongan yang dilakukan perusahaan menggunakan strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos, pembelahan log ke papan didasarkan pada ukuran tebal demand langsung, bukan berdasar ukuran papan standart. Berikut gambaran pemotongan tersebut: 1.
Pemotongan didasarkan jumlah kebutuhan tebal di setiap harinya yang direncanakan oleh pihak PPIC.
2.
Log yang digunakan adalah log yang sudah memenuhi kriteria dengan pengambilan secara random ukuran diameternya.
3.
Log dibelah menjadi 3 ukuran yang berbeda.
4.
Masing-masing disesuaikan dengan perkiraan jumlah kebutuhan oleh karyawan shawmill.
5.
Perkiraan jumlah kebutuhan didasarkan pada rendemen yaitu sebuah papan akan menghasilkan 75% RST.
6.
Pemotongan tersebut akan terus dilakukan dengan kombinasi berbeda sampai target papan untuk menghasilkan RST demand dipenuhi Ukuran tebal sesuai demand (mm) 22
22
22
26
26
31
31
36
Gambar 4.1 Pola pemotongan belah jeblos Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
Seiring dengan tingkat pemborosan pola strategi pemotongan jeblos yang commit to user dinilai tidak efisien, perusahaan mengembangkan strategi belah log dengan IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelahan papan standar yaitu pembelahan dari log ke papan yang dilakukan dengan membelah log menjadi beberapa papan dengan ukuran standart yang laku dipasaran. Papan standar tersebut terdiri dari 6 jenis ukuran seperti yang tercantum pada tabel 4.2. papan standar merupakan ukuran papan dengan ketebalan yang laku di pasaran. Ukuran tersebut merupakan ukuran tebal mulai dari 53 mm sampai dengan 78 mm. Strategi ini merupakan strategi pengembangan pembelahan sebelumnya yaitu strategi belah jeblos. Tabel 4.2 Strategi belah stock papan blok basah Diameter (mm)
LOG
LOG AII cm
LOG AII cm
LOG AIII cm
Panjang (mm)
Lebar (mm) Tebal (mm) Jumlah
2000
117
63
2
2000
187
68
2
2000
132
73
2
2000
206
78
2
2000
178.5
78
4
2000
281.5
68
2
SAW analis
250
280
370
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
Papan standar dihasilkan dari berbagai jenis log dengan diameter yang berbeda diantaranya 250 mm, 280 mm dan 370 mm. Log tersebut hanya memenuhi 4 jenis papan standar yaitu 63 mm, 68 mm, 73 mm dan 78 mm yang dengan keempatnya mampu memenuhi 6 jenis ukuran demand berdasarkan tebal turunannya. Tabel 4.3 Kriteria papan standar CV. Valasindo Sentra Usaha Kriteria kebebutuhan BBI Saw Mill " Stock Bahan Basah " Tebal Kotor stock BBI Blok (mm)
78
73
68
63
58
53
Solid PP Blok untuk tebal jadi (mm)
74
69
64
59
54
49
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
commit to user
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Strategi belah stock papan ke tebal turunan merupakam hasil perhitungan cermat dengan minimasi scrap yang dianggap paling optimal bagi perusahaan. Balok dengan tebal turunan tersebut adalah hasil pembelahan papan standar dengan aturan tertentu seperti pada tabel 4.4. Blok dengan tulisan tebal merupakan blok yang tidak dianjurkan karena hasil potongannya kurang optimal. Sebaliknya, untuk blok tidak berwarna akan menghasilkan potongan dengan sisa yang masih dapat digunakan. Tabel 4.4 Strategi belah stock papan ke tebal turunan Pembagian belah Blok PP Net (mm) @ kotor (mm) 43
46
Sisa tebal blok PP hasil belah untuk BBI @ kotor 1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
Sisa u/ @ ktr mm
26
22
16.9
12.2
7.5
2.8
38
1.8
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
Sisa u/ @ ktr mm
31
26
21
16.8
12.1
7.5
33
2.0
1.8
1.7
1.6
1.5
1.3
0
30
26
21
16.6
12.0
2.3
2.1
2.0
1.8
1.7
1.5
Sisa u/ @ ktr mm
8.2
3.6
0
26
21
16.4
23
2.7
2.5
2.3
2.1
2.0
1.8
Sisa u/ @ ktr mm
17.0
12.6
8.1
3.6
0
21
18
3.2
3.0
2.8
2.6
2.4
2.2
4.4
0
16.6
12.3
7.9
3.5
41
36
Sisa u/ @ ktr mm 28
31
26
21
Sisa u/ @ ktr mm
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
4.2 Pengolahan Data Pada sub bab pengolahan data dilakukan penghitungan dan pengolahan data sesuai dengan langkah-langkah yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian. Pengolahan data yang dilakukan meliputi pengkategorian ukuran RST demand, perhitungan kebutuhan balok tahap panjang, perhitungan kebutuhan papan standart dan penentuan jumlah kebutuhan log beserta perancangan model Linear Programaming-nya. Penyelesaian tersebut secara ringkas dijelaskan pada gambar 4.2. Dimulai dengan pengkategorian tebal RST, kemuadian perhitungan jumlah kebutuhan tahap demi tahap yaitu tahap panjang (penentuan kebutuhan balok panjang 2000 mm dari panjang RST demand ), tahap penentuan lebar dan tebal commitlog. to user dan terakhir tahap penentuan kebutuhan
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.1 Pengkategorian ukuran RST demand Pengkategorian ukuran RST demand bertujuan untuk memudahkan pihak perencana dalam menyusun perancangan pola pemotongan, yang dilakukan dengan membagi ukuran-ukuran tebal RST demand ke dalam beberapa ukuran turunan yang telah dirumuskan perusahaan. Ukuran yang dimaksud adalah ukuran RST dengan tebal 21 mm, 26 mm, 31 mm, 36 mm, 41 mm dan 46 mm. Sedangkan ukuran tebal RST demand meliputi 19 mm, 20 mm, 22 mm, 24 mm, 27 mm, 29 mm, 32 mm, 34 mm, 39mm, 44 mm dan 49 mm. Pengkategorian tersebut dilakukan dengan lagkah sebagai berikut: a. Menggolongkan ukuran 19 mm, 20 mm dan 22 mm ke dalam ukuran 21 mm b. Menggolongkan ukuran 24 mm dan 27 mm ke dalam ukuran 26 mm c. Menggolongkan ukuran 32 mm dan 34 mm ke dalam ukuran 36 mm d. Menggolongkan ukuran 39 mm ke dalam ukuran 41 mm e. Menggolongkan ukuran 44 mm dan 49 mm ke dalam ukuran 46 mm Hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil pengkategorian dimensi RST 1 2 3
Dimensi (mm) P L 946 44 325 22 265 22
T 21 21 21
Jumlah batang 210 120 180
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
190 70 60 170 134 134 876 776 770 416 276 876 870 770 769 180 650 613 650 600 590 560 545 531 510 450 510 402 2000 1406 976 2000 2000
21 21 21 21 21 21 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 36 36
60 28 28 28 256 360 366 22 64 372 4 20 12 12 12 32 60 28 14 12 14 30 60 28 360 120 60 24 12 6 6 18 18
No
22 22 22 22 27 27 44 44 44 44 44 42 40 40 40 54 62 64 49 49 49 49 74 74 59 59 49 61 44 44 44 149 149
37 38 39
Dimensi (mm) Dimensi (mm) 1820 149 1620 149 720 274
36 36 36
Jumlah batang 18 18 14
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
904 590 1641 1040 610 524 524 488 420 1020 470 590 440 730 730 876 778 776 1406 976 976 2000 1436 1006 876 776 760 620 492 468 320 276 125
36 36 36 36 36 36 36 36 36 41 41 41 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
90 12 8 8 16 24 4 180 12 132 108 56 32 32 16 12 12 12 4 4 8 8 8 16 128 76 72 8 48 12 76 8 48
No
commit to user
IV-5
236 66 64 64 64 64 64 52 48 144 144 66 144 144 144 52 52 51 47 47 47 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.2 Tahap I (Perhitungan kebutuhan balok tahap panjang 2000 mm dari panjang RST demand) Perhitungan kebutuhan balok tahap panjang adalah perhitungan tahap awal yang merupakan bagian dari penyusunan kebutuhan total suatu RST yang ditarik dari kebutuhan total RST ke tahapan pemotongan. Tahapan tersebut adalah tahap pemotongan log ke papan standar, tahap pemotongan papan standart ke balok panjang kemudian pemotongan balok panjang ke ukuran RST sesuai dengan demand. Perumusan kebutuhan masing-masing tahapan ditarik dari belakang, yaitu dimulai dari penentuan kebutuhan ukuran balok panjang 2000 mm. a. Penentuan kategori panjang dengan tebal dan lebar yang sama Pada tahap ini, masing-masing ukuran RST dipilah berdasarkan kategori lebar dan tebal yang sama. Pengkategorian ini dimaksudkan untuk menentukan jumlah kebutuhan panjang yang digenerate melalui pembagian panjang dari masing-masing kemungkinan dimensi dengan lebar dan tebal yang sama. Seberapa banyak dimensi lebar dan tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran balok panjang 2000 mm dengan tebal dan lebar yang sama pula. Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 72 jenis ukuran RST yang ada, terdapat 29 kategori ukuran RST dengan lebar dan tebal yang sama. Kategori tersebut dipilah lagi menjadi dua tipe dimensi yaitu dimensi dengan 1 ukuran panjang, 1 ukuran lebar dan 1 ukuran tebal saja, serta dimensi dengan berbagai ukuran panjang dengan lebar dan tebal yang sama. Pada tipe dimensi yang pertama, hanya dimungkin panjang balok ukuran 2000 mm untuk satu jenis ukuran panjang saja. Sedangkan pada tipe dimensi yang kedua, dimungkinkan dibuatnya lebih dari satu pola dengan berbagai kombinasi untuk berbagai ukuran panjang dengan lebar dan tebal yang sama. Dari pembagian tersebut kemudian disusunlah model kebutuhan total yang dapat dipenuhi dari suatu balok yang berukuran panjang 2000 mm dengan lebar dan tebal sesuai kategori yang tersebut dalam tabel 4.6.
commit to user
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6 Kategori ukuran RST dengan lebar dan tebal yang sama Kategori Lebar Tebal ke1
2
3
4
5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16
No
Dimensi (mm) L 44 22 22
1 2 3
P 946 325 265
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
190 70 60 170 134 134 876 776 770 416 276 876 870 770 769 180 650 613 650 600 590 560 545 531 510 450 510 402 2000 1406 976 2000 2000
22 22 22 22 27 27 44 44 44 44 44 42 40 40 40 54 62 64 49 49 49 49 74 74 59 59 49 61 44 44 44 149 149
T 21 21 21
Jumlah batang 210 120 180
Kategori Lebar Tebal ke-
21 21 21 21 21 21 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 36 36
60 28 28 28 256 360 366 22 64 372 4 20 12 12 12 32 60 28 14 12 14 30 60 28 360 120 60 24 12 6 6 18 18
18 19
16 17
20
21 22 23 24 25 26 27 28
29
37 38 39
P 1820 1620 720
Dimensi (mm) L 149 149 274
T 36 36 36
Jumlah batang 18 18 14
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 71 72 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
904 590 1641 1040 610 524 524 488 420 1020 470 590 440 730 730 876 778 776 1406 976 976 2000 1436 1006 876 776 760 620 492 468 320 276 125
236 66 64 64 64 64 64 52 48 144 144 66 144 144 144 52 52 51 47 47 47 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
36 36 36 36 36 36 36 36 36 41 41 41 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
90 12 8 8 16 24 4 180 12 132 108 56 32 32 16 12 12 12 4 4 8 8 8 16 128 76 72 8 48 12 76 8 48
No
Pada tabel 4.6 diperoleh 29 jenis ukuran hasil pengkategorian berdasarkan lebar dan tebal yang sama. Kategori lebar tebal ke-1 menunjukkan bahwa hanya terdapat satu ukuran panjang untuk lebar 44 mm dan tebal 21 mm. Begitu pula dengan kategori lebar tebal ke-3. Kategori ini hanya memiliki satu jenis ukuran panjang yaitu panjang 134 mm dengan tebal 27 mm dan lebar 1 mm. Kedua kategori tersebut merupakan kategori dengan satu jenis panjang untuk lebar dan tebal yang sama. Kategori ini meliputi 13 kategori lainnya kategori lebar tebal ke5, 7, 8, 9, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 24 dan 27.
commit to user
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. 7 Kategori lebar tebal dengan satu jenis ukuran panjang Kategori Lebar Tebal ke1 3 5 7 8 9 13 14 17 18 19 21 22 24 27
1 8 9
P 946 134 134
Dimensi (mm) L 44 27 27
T 21 21 21
Jumlah batang 210 256 360
15 19 20 21 30 31 39 40 41 47 48 51 55
876 180 650 613 510 402 720 904 590 488 420 590 776
42 54 62 64 49 61 274 236 66 52 48 66 51
26 26 31 31 31 31 36 36 36 36 36 41 46
20 32 60 28 60 24 14 90 12 180 12 56 12
No
Berbeda dengan kategori 1 dan 3, kategori lebar tebal ke-2 merupakan kategori dimensi dengan berbagai jenis panjang untuk ukuran lebar dan tebal yang sama. Dapat dilihat pada kategori lebar dan tebal ke-2, terdapat 6 jenis ukuran panjang yang berbeda dengan lebar dan tebal yang sama yaitu lebar 22 mm dan tebal 21 mm. Kategori lebar tebal ke-2 ini merupakan kategori dengan variasi panjang lebih dari satu, yang juga berlaku untuk 13 kategori lebar tebal lainnya yaitu kategori lebar tebal ke 4, 6, 10, 11, 12, 15, 16, 20, 23, 25, 26, 28 dan 29.
commit to user
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. 8 Kategori lebar tebal dengan berbagai jenis ukuran panjang Kategori Lebar Tebal ke-
2
4
6
10
11 12 15
16
b.
No
Dimensi (mm) L T 22 21 22 21
2 3
P 325 265
4 5 6 7 10 11 12 13 14 16 17 18 22 23 24 25 26 27 28 29 32 33 34 35 36 37
190 70 60 170 876 776 770 416 276 870 770 769 650 600 590 560 545 531 510 450 2000 1406 976 2000 2000 1820
22 22 22 22 44 44 44 44 44 40 40 40 49 49 49 49 74 74 59 59 44 44 44 149 149 149
21 21 21 21 26 26 26 26 26 26 26 26 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 36 36 36
Jumlah batang 120 180
Kategori Lebar Tebal ke16
60 28 28 28 366 22 64 372 4 12 12 12 14 12 14 30 60 28 360 120 12 6 6 18 18 18
20
23 25 26 28
29
38 42
P 1620 1641
Dimensi (mm) L 149 64
T 36 36
Jumlah batang 18 8
43 44 45 46 49 50 52 71 72 53 54 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
1040 610 524 524 1020 470 440 730 730 876 778 1406 976 976 2000 1436 1006 876 776 760 620 492 468 320 276 125
64 64 64 64 144 144 144 144 144 52 52 47 47 47 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
36 36 36 36 41 41 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
8 16 24 4 132 108 32 32 16 12 12 4 4 8 8 8 16 128 76 72 8 48 12 76 8 48
No
Penentuan kandidat pola panjang 2000 mm dengan rumus I Model yang digunakan untuk penentuan pola didasarkan jumlah sisa dan
pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan pola yang menjadi kandidat alternatif variabel keputusan. Penentuan pola dimulai dengan menentukan perolehan potongan panjang yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang 2000 mm. Pada kategori lebar tebal dengan satu jenis panjang menunjukkan tidak adanya variasi ataupun kombinasi panjang karena jenis panjang pada kategori tersebut hanya satu. Sehingga dapat secara langsung diketahui hasil perolehan panjang masing-masing kategori ini, yang dihasilkan dari pemotongan kayu dengan panjang 2000 mm seperti tercantum pada tabel 4.9
commit to user
IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.9 Jumlah perolehan potongan pada kategori lebar tebal satu jenis panjang Kategori lebar Panjang (mm) tebal ke1 3 5 7 8 9 13 2000 14 17 18 19 21 22 24 27
Dimensi P (mm) 946 134 876 180 650 613 510 402 720 904 590 488 420 590 776
Sisa 108 124 248 200 50 161 470 392 560 192 230 48 320 230 448
Sisa(mm) Perolehan Scrap Total sisa potongan 8 100 2 56 68 14 8 240 2 40 160 10 12 38 3 12 149 3 12 458 3 16 376 4 8 552 2 8 184 2 12 218 3 16 32 4 16 304 4 12 218 3 8 440 2
Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa balok panjang 2000 mm dapat menghasilkan 2 buah balok RST dengan panjang 946 mm. Sedangkan jika dibelah dengan panjang 134 mm akan diperoleh 14 buah balok RST. Hasil perolehan potongan ini menjadi dasar pemenuhan kebutuhan masing-masing kategori lebar tebal yang terdapat pada tabel 4. 9 Berikut contoh perhitungan untuk kategori lebar tebal ke-1 yaitu dimensi P= 946 mm, L=44 mm dan T=21 mm. Perolehan potongan untuk kategori lebar tebal ke-dengan dimensi P= 946 mm adalah sebanyak 2. Angka 2 ini berarti bahwa balok panjang 2000 mm jika dibelah aka menghasilkan balok dengan panjang 946 mm sebanyak 2 buah saja. Nilai ini merupakan nilai optimum perolehan hasil pemotongan 2000 mm menjadi ukuran balok dengan panjang 946 mm. Sedangkan besarnya scrap akibat pisau potong, rata-rata adalah 4 mm dalam satu kali potongnya. SB1 = 2000 mm –P1 *PP1 = 2000 mm – 946 mm*2 = 2000 mm – 1892 mm = 108 mm Sc1 = PP1 * 4mm = 2*4mm = 8 mm
commit to user
IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c1 = SB1– Sc1 = 108 mm - 8 mm = 100 mm Begitu pula dengan kategori balok panjang dengan variasi kombinasi. Rincian dapat dilihat langsung pada tabel masing-masing penyelesaian di lampiran. c.
Penentuan pola dan decision kebutuhan balok panjang 2000 mm Variabel keputusan atau dikenal dengan decision merupakan banyaknya
pola terpilih yang dapat memenuhi kebutuhan demand. Masing-masing kategori diselesaikan dengan konsep yang sama yaitu dengan tujuan pemenuhan kebutuhan dengan minimasi sisa. Berikut penjelasan masing-masing kategori: 1. Penentuan kebutuhan balok panjang 2000 mm dengan rumus II (tanpa kombinasi panjang) Terdapat 15 ukuran dimensi yang termasuk dalam kategori ini, yaitu kategori lebar tebal ke-1, 3, 5, 7, 8, 9, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 24 dan 27. Hasil perhitungan kebutuhan balok panjang 2000 mm untuk masing-masing ukuran dimensi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7. Hasil perhitungan tersebut didasarkan pada jumlah balok yang mungkin dihasilkan dari balok panjang 2000 mm yang dibelah menjadi ukuran dimensi panjang pada masing-masing kategori. De x11 roundup 1 PP1
210 roundup 2
105
Dari hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa untuk menghasilkan balok RST dengan dimensi panjang 946 mm, lebar 44 mm dan tebal 21 mm dibutuhkan 105 batang balok panjang 2000 mm dengan dengan lebar 44 mm dan tebal 21 mm. Dengan cara yang sama, 16 kategori lebar tebal lainnya diperoleh angka kebutuhan balok masing-masing kategori seperti yang tertera pada kolom decision tabel 4.7. commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.10 Kebutuhan balok panjang 2000 mm untuk tipe dimensi satu ukuran Kategori lebar Panjang tebal ke(mm) 1 3 5 7 8 9 13 2000 14 17 18 19 21 22 24 27
Dimensi P (mm) 946 134 876 180 650 613 510 402 720 904 590 488 420 590 776
Sisa 108 124 248 200 50 161 470 392 560 192 230 48 320 230 448
Sisa(mm) Perolehan Demand Scrap Total sisa potongan 8 100 2 210 56 68 14 616 8 240 2 20 40 160 10 32 12 38 3 60 12 149 3 28 12 458 3 60 16 376 4 24 8 552 2 14 8 184 2 90 12 218 3 12 16 32 4 180 16 304 4 12 12 218 3 56 8 440 2 12
Decision 105 44 10 4 20 10 20 6 7 45 4 45 3 19 6
2. Tipe Penentuan kebutuhan balok panjang 2000 mm dengan rumus IV (dengan kombinasi panjang) Seperti yang tercantum dalam tabel 4.6 terdapat 14 ukuran dimensi yang termasuk ke dalam kategori ini diantaranya kategori lebar tebal ke-2, 4, 6, 10, 11, 12, 15, 16, 20, 23, 25, 26, 28 dan 29. Sedikit berdeda dengan model perumusan penentuan kebutuhan tipe satu, pada tipe dimensi lebar tebal sama dengan berbagai ukuran panjang, perlu digenerate terlebih dahulu seluruh kombinasi pola yang mungkin untuk masing-masing kategori. Perumusan pola tersebut dilakukan dengan cara yang sama dengan tipe dimensi satu namun dengan pola lebih dari satu. Selain itu, perumusan decision-nya mengunakan model minimasi scrap dari berbagai kemungkinan pola yang ada berikut dengan kombinasinya seperti yang tercantum pada Model I. Perhitungan masing-masing kebutuhan balok panjang dijelaskan di lampiran. Berikut contoh perhitungan kategori lebar tebal ke-2 (L= 22 mm dan T= 21 mm), berdasarkan perhitungan solver. Pada kategori yang kedua ini, dapat dibuat 50 pola terbaik dari ribuan pola yang ada dengan total sisa minimum dari 6 jenis panjang yang berbeda yaitu panjang 60 mm, 70 mm, 170 mm, 190 mm, 265 mm dan 325 mm. Masing-masing kebutuhan keenam jenis panjang tersebut secara urut adalah 28, 28, 28, 60, 180 dan 120. Pola dan decision dapat dilihat pada tabel 4.8. commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.11 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-2 Pola ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
60 29 16 16 15 15 14 14 12 12 19 18 18 16 14 12 12 12
19 18 15 14 12 12 12 17 15
70 2 19 8 2 1 10 3 12 6 20 7
Panjang (mm) 170 190
325
1
1
2 1 6 1 2 2
2 5 1 2 1 1
1
2 4 7 6 1 20 8 1 6 5 7 1 4 7 15 14 9 1 8 5 7 15
1 1
1 3 1 2
1 3 2 1 2
3 1
1 1 1 1 1 5
3 2
1
1
2 1 1
1
3 1 4 2 3 4 1 2 1
14 13 12 22 17 15
265
4 1 4 2 3 4 3 2 4
2 1 2 1 2 4
1 1 1 1 1
1
1
1 1 3
Sisa (mm) sisa bahan scrap total sisa 120 120 0 80 80 0 100 100 0 80 80 0 80 80 0 80 80 0 100 100 0 80 80 0 100 100 0 80 80 0 85 84 1 105 104 1 85 84 1 85 84 1 85 84 1 85 84 1 85 84 1 85 84 1 65 64 1 25 24 1 90 88 2 110 108 2 90 88 2 90 88 2 90 88 2 90 88 2 70 68 2 70 68 2 95 92 3 95 92 3 75 72 3 75 72 3 75 72 3 95 92 3 75 72 3 120 116 4 100 96 4 100 96 4 80 76 4 80 76 4 80 76 4 80 76 4 105 100 5 105 100 5 105 100 5 85 80 5 85 80 5 85 80 5 85 80 5 85 80 5
14 13 12 24 22 18 17 15 15 14 13
2 1 4 4
2
1
DEMAND
28
28
28
60
180
120
min sisa
PRODUKSI
928
3716
28
60
180
236
0
3 2 2 7
1 2 1
1
1 4
1
1 1 1 1 1
3 2 1 3
1
Decision 0 180 30 28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 jumlah balok 238
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 3 pola saja yaitu pola ke-2 sebanyak 180 kali, pola ke-2 sebanyak 30 kali dan pola ke-3 sebanyak 28 kali, dari 50 pola yang ada. Angka jumlah balok pada tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk memenuhi masing-masing demand 6 jenis panjang, diperlukan 238 balok panjang 2000 mm tanpa sisa pemotongan. Berikut perhitungan manualnya: commit to user
IV-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Zmin = c1*x1 + c2*x2 + c3*x3+ ... + c50*x50 = 0*180 + 0*30 + 0*28 =0 50
X
2
x
j2
j 1
= x2+x3+x4 = 180 + 30 + 28 = 238 Hasil pemotongan 238 balok panjang 2000 mm tersebut menghasilkan 928 batang RST panjang 60 mm, 3716 mm batang RST panjang 70, 28 batang RST panjang 170mm, 60 batang RST panjang 190mm, 180 batang RST panjang 265mm, 120 batang RST panjang 325mm. Rekap hasil pola pemotongan terpilih dari masing-masing pemotongan tahap I ditunjukkan pada tabel 4.12 sampai dengan tabel 4.25 yang secara detail dapat dilihat di lampiran 3: Tabel 4.12 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-2 Pola ke-
60
Panjang (mm) 170 190
265 1
325 1
2 3 4
16 16
DEMAND
28
28
28
60
180
120
min sisa
PRODUKSI
928
3716
28
60
180
236
0
2 1
2
sisa bahan 80 100 80
Sisa (mm) scrap total sisa 80 0 100 0 80 0
70 19 8 2
Decision 180 30 28 jumlah balok 238
Tabel 4.13 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-4 panjang (mm) Pola
276
416
1 4 12 13 14
1
Demand Produksi
4
22
4
22
1
sisa (mm)
770
776
1 1 1 1
1 1 1
876
64
1 366
1 1 372
64
366
372
commit to user
IV-14
sisa bahan 178 38 454 354 348
decision
scrap
total sisa
8 8 4 4 4
170 30 450 350 344
4 22 3 35 337
130868
401
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-6 Pola
769 2
1 2 3
PP panjang (mm) 770 870
sisa bahan 462 460 260
2 2
sisa (mm) scrap 4 4 4
total sisa 458 456 256
Demand
12
12
12
Min
Produksi
12
12
12
7020
decision 6 6 6 Jumlah balok 18
Tabel 4.15 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-10 Pola
panjang 590 600
560 3
1 2 4 16 19
650
3
1 14 14
30 30
Demand Produksi
3 2 1 14 16
1 1 12 12
sisa bahan 320 230 50 100 160
sisa scrap 8 8 8 8 8
decision
total sisa 312 222 42 92 152
10 1 1 1 11
5148
24
Tabel 4.16 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-11 panjang (mm) 545 531 3 1 2
Pola ke2 4
sisa bahan 365 379
sisa (mm) scrap 8 8
total sisa 357 371
Demand
28
60
Min
Produksi
28
62
11102
decision 2 28 Jumlah balok 30
Tabel 4.17 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-12 panjang (mm) 510 450 1 3
Pola 3
sisa bahan 20
sisa (mm) scrap 12
decision
total sisa 8
Demand
120
360
Min
Produksi
120
360
960
120 Jumlah balok 120
Tabel 4.18 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-15 Pola 1 3 4
976 2
panjang (mm) 1406 2000 1 1
sisa bahan 48 594 0
sisa (mm) scrap 4 0 0
total sisa 44 594 0
Demand
6
6
12
Min
Produksi
6
6
12
3696
decision 3 6 12 Jumlah balok 21
Tabel 4.19 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-16 Pola 1 2 3
1620 1
panjang (mm) 1820 2000 1 1
sisa bahan 380 180 0
sisa (mm) scrap 0 0 0
total sisa 380 180 0
Demand
18
18
36
Min
Produksi
18
18
36
10080
commit to user
IV-15
decision 18 18 36 Jumlah balok 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.20 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-20 Pola
panjang (mm) 610 1040
524 3 1
1 5 7 11
1641
1 1
1
2
Demand
28
16
8
8
Produksi
28
16
8
8
sisa (mm) decision sisa bahan scrap total sisa 428 8 420 4 436 4 432 8 359 0 359 8 256 8 248 8 Jumlah Min balok 9992 28
Tabel 4.21 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-23 Pola 4
panjang (mm) 1020 470 2 1
sisa bahan 40
sisa (mm) scrap 8
total sisa 32
Demand
108
132
Min
Produksi
264
132
4224
decision 132 Jumlah balok 132
Tabel 4.22 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-25 Pola 3 5
panjang (mm) 440 730 2 1 2
sisa bahan 390 540
sisa (mm) scrap 8 4
total sisa 382 536
Demand
32
48
Min
Produksi
32
48
14688
decision 16 16 Jumlah balok 32
Tabel 4.23 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-26 Pola 1 2
panjang (mm) 876 778 2 2
sisa bahan 444 248
sisa (mm) scrap 4 4
total sisa 440 244
Demand
12
12
Min
Produksi
12
12
4104
decision 6 6 Jumlah balok 12
Tabel 4.24 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-28 Pola 1 2 3
panjang (mm) 1406 976 2 1 1
sisa bahan 48 594 1024
sisa (mm) scrap 4 0 0
total sisa 44 594 1024
Demand
12
12
Min
Produksi
12
12
7392
commit to user
IV-16
decision 6 12 0 Jumlah balok 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.25 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-29 pola
Panjang (mm) 125
276
320
1
1
468
492
620
760
776
876
1006
1436
Sisa (mm) sisa bahan scrap total sisa
9
3
11
1
17
2
3
22
2
1
24
1
1
45
2
1
Demand
48
8
76
12
48
8
72
76
128
16
8
Min
Produksi
476
36
308
12
256
64
72
76
128
16
8
2740
1 2
1
1 1 1
1
23
20
3
16
15
12
3
128
30
20
10
72
1
34
16
18
64
1
35
16
19
12
38
12
26
8 Jumlah balok 300
1
Secara keseluruhan hasil dari generate kebutuhan masing-masing ukuran RST terhadap kebutuhan balok panjang 2000 mm dapat dilihat pada tabel 4.25 sedangkan pola pemotongan tiap tahap dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 4.26 Kebutuhan balok setiap kategori lebar tebal Kategori lebar tebal ke1
Lebar (mm) 44
Tebal (mm) 21
2
22
21
3
27
21
44
4
44
26
401
5
42
26
10
6
40
26
18
7
54
26
4
8
62
31
20
Jumlah 105 238
9
64
31
10
10
49
31
24
11
74
31
30
12
59
31
22
13
49
31
20
14
61
31
6
15
44
31
18
16
149
36
18
17
274
36
7
18
236
36
45
19
66
36
4
20
64
36
28
21
52
36
45
22
48
36
3
23
144
41
132
24
66
41
19
25
144
46
8
26
52
46
12
27
51
46
6
28
47
46
18
29
44
46
300
commit to user
IV-17
decision
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.3 Tahap II (Penentuan kebutuhan papan standar dengan rumus IV dan model II) Pada tabel 4.12 ditunjukkan 6 jenis ukuran tebal turunan yang dipakai oleh perusahaan yaitu tebal 21 mm, 26 mm, 31 mm, 36 mm, 41 mm dan 46 mm berikut masing-masing kebutuhannya. Ke-enam jenis tebal turunan tersebut menjadi dasar pembagian tebal standar ke tebal turunan dalam penentuan kebutuhan papan lebar masing-masing ukuran. Sekaligus menjadi dasar penentuan log tipe diameter berapa yang seharusnya digunakan. Penentuan tersebut mengacu pada tabel 4.3 dan tabel 4.4. Terdapat 3 jenis log dengan standar pemotongannya masing-masing. Masing-masing log memiliki aturan pembelahan yang mengahasilkan 2 jenis tebal standar dengan tebal dan jumlah yang berbeda. Begitu pula pada pembelahan papan standar menjadi balok panjang 2000 m, akan diperoleh 2 ukuran tebal turunan dengan sisa pemotongan scrap yang sama. Dengan demikian penentuan tebal dan log dapat diatur berdasarkan pendekatan ukuran dan kemudahan perencanaan yang terbagi berdasarkan log sebagai berikut: 1. Log diameter 250 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 63 mm dan 68 mm dengan lebar masing-masing 117 mm dan 187 mm. Papan standar berukuran 63 mm akan dibelah menjadi dua yang menghasilkan 2 ukuran tebal turunan yaitu 31 mm dan 26 mm dengan jumlah yang sama. Sedangkan papan standar berukukuran 68 akan dibelah menjadi 2 ukuran tebal yaitu 41 mm dan 21 mm dengan jumlah yang sama pula. 2. Log diameter 280 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 73 mm dan 78 mm dengan lebar masing-masing 132 mm dan 206 mm. Kedua ukuran tersebut dibelah lagi menjadi 2 ukuran tebal yaitu 46 mm dan 21 mm dengan perbandingan yang sama. 3. Log diameter 370 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 78 mm dan 68 mm dengan lebar masing-masing 178,5 mm dan 218,5 mm. Papan standar berukuran 78 mm akan dibelah menjadi dua yang menghasilkan 2 buah balok dengan tebal turunan yaitu 36 mm. Sedangkan papan standar commit to user IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berukukuran 68 akan dibelah menjadi 2 ukuran tebal yaitu 36 mm dan 26 mm dengan jumlah yang sama. Setiap
pembelahan
papan
standar
menjadi
papan
turunan
selalu
menghasilkan 1 ukuran 22 mm atau 26 mm dari 2 jenis ukuran yang dihasilkan. Dengan demikian perhitungan kebutuhan ukuran keduanya diakhirkan karena merupakan ukuran yang pasti ada dan kemungkinan berlebih. Berikut pejelasan pembelahan log menjadi ukuran tebal turunan: 1. Pembelahan log diameter 250 mm Log diameter 250 mm dibelah menjadi 2 ukuran papan standar yaitu : a. Papan standar tebal 63 mm lebar 117 mm Kebutuhan balok panjang dengan tebal 31 mm dapat dilihat pada tabel 4.22 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 63 mm. Pada pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 26 mm. Balok panjang tebal 31 mm mempunyai 2 jenis ukuran lebar yaitu 66 mm dan 144 mm dengan kebutuhan 19 dan 132 balok. Sedangkan untuk balok panjang dengan tebal turunan 26 mm mempunyai 4 jenis ukuran lebar yaitu 44 mm, 42 mm, 40 mm, dan 54 mm dengan kebutuhan masing-masing 401, 10, 18 dan 4 balok. Berbagai ukuran lebar tersebut dapat dipenuhi dari papan standar tebal 63 mm lebar 117 mm. Penentuan pola dan nilai sisanya dicontohkan pada persamaan berikut ini: SB1
= L1– L1 *JL1 = 117 mm – 44*2 mm = 29 mm
Scl
= (JLl -1) * 4mm = (2-1)*4 mm = 4 mm
dl
= SBl– Scl = 29 mm – 4 mm = 25 mm Berdasar nilai sisa tersebut, dibuatlah fungsi tujuan meminimasi sisa
dengan rumusan sebagai berikut: commit to user IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Z
1
d k yk
j 1 18
Y1
yk
k 1
Dengan pembatas sebagai berikut: yk
= bilangan bulat (integer) ,
yk
≥0
18
B ij y k F i
k 1
k
= 1, 2, 3, ... , 18
i
= 44, 49, 59, 61, 62, 64, 74
Tabel 4.27 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan tebal turunan 31 mm pola
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Demand Produksi
44 2 1 1 1 1 1
49
59
Lebar (mm) 61 62
64
74
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 21 21
44 44
120 120
6 6
20 10 20 10 Z Opt
1 30 30
Sisa (mm) sisa bahan scrap total sisa 29 4 25 19 4 15 24 4 20 14 4 10 12 4 8 11 4 7 9 4 5 9 4 5 7 4 3 6 4 2 4 4 0 73 0 73 68 0 68 58 0 58 56 0 56 55 0 55 53 0 53 43 0 43 sum 6876
Decision
0 0 0 21 0 0 0 8 6 20 10 0 0 91 0 0 0 30 186
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 7 pola dari 18 pola yang ada dengan total 186 pola yang ada yaitu pola ke-4 sebanyak 21 kali, pola ke-8 sebanyak 8 kali, pola ke-9 sebanyak 6 kali pula, pola ke-10 sebanyak 20 kali pula, pola ke-14 sebanyak 91 kali pula dan pola ke-18 sebanyak 30 kali pula. Angka 186 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 7 jenis demand lebar commit to user yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 31 mm, diperlukan 186 papan IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
standar lebar 117 mm. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 26 mm juga sejumlah 186 balok.
b. Papan standar tebal 68 mm lebar 187 mm Sebagaimana halnya pada poin sebelumnya, kebutuhan balok panjang dengan tebal 41 mm dapat dilihat pada tabel 4.23 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 68 mm. Pada pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 21 mm. Balok panjang tebal 41 mm mempunyai 2 jenis ukuran lebar diantaranya 66 mm dan 144 mm yang masing-masing kebutuhannya sebanyak 19 dan 132 balok. Ukuran lebar tersebut dapat dipenuhi dari papan standar tebal 68 mm dan lebar 187 mm. Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 2 pola dari 3 pola yang ada yaitu pola pertama sebanyak 10 kali, dan pola ke-3 sebanyak 176 kali. Total jumlah tersebut menunjukkan bahwa untuk memenuhi 7 jenis demand lebar yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 31 mm, diperlukan 186 papan standar lebar 117 mm. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 26 mm juga sejumlah 186 balok. 2. Pembelahan log diameter 280 mm Kebutuhan balok panjang dengan tebal 46 mm dapat dilihat pada tabel 4.24 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 78 mm dan 73 mm. Pada pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 21 mm. Balok panjang tebal 46 mm mempunyai 5 jenis ukuran lebar yaitu 44 mm, 47 mm, 51 mm, 52 mm dan 144 mm dengan kebutuhan masing-masing 300, 12, 6, 12 dan 32 balok. Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 6 pola dari 65 pola yang ada, masing-masing 3 pola untuk 2 jenis lebar yang berbeda dengan total 71 pola. Papan standar lebar 206 mm pola terbaik yang disarankan agar dicapai minimasi scrap adalah pola pertama dilakukan sebanyak 39 kali, pola ke-14 sebanyak 20 kali dan pola ke 51 sebanyak 12 kali. Sedangkan untuk papan standar lebar 132 mm, disarankan pemotongannya commit to user IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan 3 pola saja yaitu pola ke-57, pola ke-58 dan pola ke- 59 masingmasing sebanyak 40 kali, 34 kali dan 26 kali. Angka 71 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 5 jenis demand lebar yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 46 mm, diperlukan papan standar lebar 206 mm dan 132 mm masing-masing 71 papan. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 22 mm yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari keduanya yaitu sebanyak 142 balok.
3. Pembelahan log diameter 370 mm Kebutuhan balok panjang dengan tebal 36 mm dapat dilihat pada tabel 4.25 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 68 mm dan 78 mm yang dihasilkan dari pembelahan log 370. Pada pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 26 mm. Balok panjang tebal 36 mm mempunyai 7 jenis ukuran lebar yaitu 48 mm, 52 mm, 64 mm, 66 mm, 149 mm, 236 mm dan 274 mm dengan kebutuhan masing-masing ukuran sebanyak 3, 45, 28, 4, 45, 7 dan 72 balok. Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 2 pola yang berbeda dari 2 jenis pemotongan papan dengan lebar 178,5 mm dan lebar 281,5. Pada pemotongan balok dengan lebar 178,5 pencapaian nilai minimasi adalah dengan penggunaan pola pemotongan yang ke 7 yaitu sebanyak 248 kali. Sedangkan untuk pemotongan balok dengan lebar 281,5 mm diperlukan 4 pola yang berbeda untuk mencapai nilai minimasi pemotongan. Pola yang dipakai adalah pola ke- 69 sebanyak 28 kali, pola ke-70 sebanyak 17 kali, pola ke-76 sebanyak 7 kali dan pola ke- 77 sebanyak 72 kali. Jumlah 248 tersebut menunjukkan bahwa untuk memenuhi 7 jenis demand lebar yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 36 mm, diperlukan papan standar dengan lebar 178,5 mm sebanyak 248 dan papan standar dengan lebar 281,5 mm sebanyak 124 balok. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 36 mm yang diperoleh adalah 124 balok.
commit to user
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Rekap hasil potongan masing-masing tebal standar dari masing-masing log Setiap log dibelah menjadi 2 tebal standar dengan lebar tertentu. Masingmasing tebal standar dibelah lagi menjadi 2 ukuran tebeal turunan. Berikut rekap hasil pembelahan tersebut: Tabel 4.28 Rekap hasil belah log berdasarkan kebutuhan Diameter (mm) 250 280 370
Hasil belahan/1 batang Lebar (mm) Tebal (mm) 117 187 132 206 178.5 281.5
63 68 73 78 78 68
Jumlah
Tebal turunan I (mm)
2 2 2 2 4 2
31 41 46 46 36 36
Jumlah balok pemenuhan kebutuhan 186 186 71 71 248 124
Tebal turunan II (mm) 26 21 21 21 36 26
Jumlah balok pemenuhan kebutuhan 186 186 71 71 248 124
Berdasarkan tabel 4.27, bahwa kebutuhan tebal turunan 21 mm dan 26 mm diakhirkan karena merupakan hasil pembelahan dari setiap ukuran papan standar. Pemenuhan kedua jenis tebal tersebut dapat dipenuhi dari 2 log yang berbeda dan selebihnya adalah sisa hasil belahan yang tidak dapat dihindari. Berikut penjelasan model minimasi scrap pada pemotongan belahan papan standar dengan lebar tertentu untuk memenuhi kebutuhan tebal turunan 21 mm dan 26 mm: a. Pemenuhan balok tebal turunan 21 mm Jumlah kebutuhan dari balok dengan tebal 21 mm dapat dilihat pada tabel 4.27 Terdapat 3 jenis lebar untuk tebal turunan 21 mm yaitu lebar 22 mm, 27 mm dan 44 mm. Masing-masing lebar tersebut mempunyai kebutuhan sebanyak 44, 238 dan 105 balok. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut terdapat banyak 3 alternatif yaitu mengambil dari hasil belah log 250 mm, log 280 mm atau kombinasi dari keduanya. Dari hasil running diperoleh bahwa pemakaian log 280 mm adalah keputusan terbaik untuk meminimasi scrap. (lihat pada lampiran). Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan pola pada pemotongan lebar yang kedua yaitu 206 mm. Pada pemotongan balok tersebut pencapaian nilai minimasi adalah dengan penggunaan 6 pola pemotongan yaitu pola ke-23 sebanyak 4 kali, pola ke-25 dan ke-27 sebanyak 1 kali, pola ke-28 sebanyak 2 kali, pola ke 33 sebanyak 45 kali dan pola ke-43 sebanyak 15 kali dengan total pemakaian 68 pola. Angka commit to user 68 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 3 jenis demand lebar yang berbeda IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari balok panjang dengan tebal 21 mm, diperlukan papan standar dengan lebar 206 mm sebanyak 68 balok tanpa pemakaian papan standar 132 mm. b. Pemenuhan balok tebal turunan 26 mm Jumlah kebutuhan dari balok dengan tebal 26 mm dapat dilihat pada tabel 4.28. Terdapat 4 jenis lebar untuk tebal turunan 26 mm yaitu lebar 40 mm, 42 mm, 44 mm dan 54 mm. Masing-masing lebar tersebut mempunyai kebutuhan sebanyak 18, 10, 401 dan 4 balok. Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan penggunaan 2 pola yang berbeda dari 2 jenis papan dengan lebar 117 mm dan lebar 281,5. Pemotongan balok dengan lebar 117 pencapaian nilai minimasi didapat dengan penggunaan pola pemotongan yang ke 4 yaitu sebanyak 2 kali. Sedangkan untuk pemotongan balok dengan lebar 281,5 mm diperlukan 3 pola yang berbeda yaitu pola ke- 23 sebanyak 69 kali, pola ke-68 sebanyak 9 kali dan pola ke-69 sebanyak 5 kali sehingga total pemakaian pola adalah 85. Angka 85 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 4 jenis demand lebar yang berbeda dari balok panjang dengan tebal 26 mm, diperlukan papan standar dengan lebar 117 mm sebanyak 2 balok dan papan stsndar dengan lebar 281,5 mm sebanyak 83 mm sehingga total kebutuhannya adalah 85 balok. 4.2.4 Tahap VI (Penentuan jumlah log dengan rumus V) Seperti pada tabel 4.14 , setiap log yang dibelah akan menghasilkan papan dengan ukuran standar tertentu dengan jumlah tertentu pula. Banyaknya kebutuhan log didasarkan pada banyaknya jumlah papan standar yang dibutuhkan. Log dengan diameter 250 mm dapat menghasilkan 2 buah papan standar tebal 63 mm dan2 buah papan standar tebal 68 mm. Sehingga kebutuhan balok ini merupakan setengah dari kebutuhan total balok dengan tebal turunan 31 mm atau total kebutuhan balok tebal 41 mm. Begitu pula dengan log 280 mm dan 370 mm, sesuai dengan jumlah papan standar yang dihasilkan seperti tercantum pada tabel 4.26. Berikut pengolahan jumlah kebutuhan log 250 mm, 280 mm dan 370 mm berdasarkan persamaan Model VI seperti pada bab sebelumnya: 1 1 G 250 Y1 * 186 93 commit to user 2 2
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1 1 G 280 Y3 * 71 36 2 2 1 1 G370 Y4 * 248 62 4 4
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah log yang dibutuhkan untuk memenuhi semua demand yang ada adalah 93 batang untuk log dengan diameter 250 mm, 36 batang untuk log dengan diameter 280 mm dan 63 batang untuk log dengan diameter 370 mm.
commit to user
IV-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan analisis dan interpretasi terhadap hasil dari pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan dari proses pengembangan model minimasi scrap pada proses pemotongan log menjadi RST sesuai demand. 5.1 Analisis Strategi Pemotongan Penelitian yang telah dilakukan merupakan usulan sebagai tindak lanjut dari berbagai faktor kelemahan strategi pemotongan yang dilakukan perusahaan. Proses pembelahan log yang dilakukan perusahaan menggunakan strategi belah jeblos. Pada strategi ini, dilakukan pemotongan langsung sampai dihasilkan ukuran RST dengan pembelahan awal pembelahan tebal sesuai dengan tebal RST demand. Sehingga, pembelahan dilakukan setelah order kebutuhan komponen masuk untuk memenuhi permintaan furniture yang terkait dengan komponen tersebut. Hal ini menyebabkan waktu pembelahan lama karena sortimen tebal bervariasi. Selain itu, pihak PPIC juga cukup kesulitan dalam menentukan bahan yang akan dipakai (pemilihan log) baik kelas maupun kualitasnya. Kontrol kualitas tersebut hanya bisa diketahui saat pembelahan log untuk order , sehingga menyebabkan adanya resiko pembelahan log lain untuk memenuhi komponen dengan kualitas yang sesuai dengan order. Pembelahan semacam ini menimbulkan stok belahan RST dengan kualitas yang tidak sesuai dengan order pada saat itu. Pada tahapan selanjutnya, pengolahan RST dari pembelahan dengan strategi jeblos membutuhkan waktu yang lama ketika proses killen dry. Spare komponen RST menjadi lebih tebal, karena komponen RST yang masuk proses ini masih dalam kondisi basah. Strategi belah yang ingin dikembangkan perusahaan adalah strategi belah papan standar. Pembelahan awal pada strategi ini, dilakukan dengan membelah log ke dalam ukuran tebal yang distandarkan, kemudian di buat papan sesuai panjang awal log dan lebar yang distandarkan pula. Pembelahan ini bisa langsung diakukan tanpa menunggu order dari buyer masuk. Sehingga, waktu pembelahan yang dibutuhkan relatif lebih commit cepat dan waktu estafet ke proses setelah to user V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemotongan juga lebih cepat. Pembelahan log dilakukan lebih terencana, sesuai perintah belah log yang langsung disertai kelas dan kualitas kayu untuk memenuhi demand maupun stok papan. Hasil belah papan blok stok , langsung dipisah kelas dan kualitasnya sebelum digunakan untuk order komponen. Hal ini memudahkan PPIC untuk merencanakan dan mengatur order komponen ke bagian pemotongan sehingga lebih terkontrol efisiensinya. Pada tahapan selanjutnya yaitu proses killen dry, waktu pengisian jauh lebih cepat dengan ukuran papan balok dibanding dengan ukuran RST. Strategi ini kemudian dikembangkan dengan penyesuaian kebutuhan pemotongan berdasarkan demand secara langsung dengan pemilihan pola yang terbaik untuk meminimalkan sisa pemotongan baik serbuk, sisa RST non demand maupun karena faktor kecacatan. Perbandingan kedua strategi diatas secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1. Pada strategi usulan, berbagai kelebihan yang disebutkan di atas tidak dibahas pada
penelitian,
namun
penjelasannya
dimunculkan
sebagai
penekanan
kemudahan strategi usulan untuk diimplementasikan dibandingkan strategi belah jeblos. Tabel 5.1 Perbandingan strategi belah jeblos dengan strategi belah papan standar Keterangan
Strategi Belah Jeblos
Strategi Papan Standar a. Belah sesuai standar stok .
a. Menunggu order komponen. Proses belah log
b. Waktu belah lama, karena
b. Waktu belah lebih cepat.
sortimen tebal bervariasi. c. Waktu estafet ke killen dry
c. Waktu estafet ke killen dry
lama.
cepat.
a. Diketahui saat belah order.
a. Hasil belah papan blok stok , langsung dipisah klas kualitas sebelum digunakan
Kontrol Kualitas
untuk order komponen. b. Resiko belah lain log,
b. Belah log tanpa ragu, sesuai
karena tidak sesuai kualitas. commit to user
V-2
perintah belah log (kelas, kualitas) untuk stok papan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan tabel 5.1 a. Stok yang ada: log dan Informasi stock
sisa belahan RST.
a. Stok yang ada: log, papan blok sesuai rencana.
b. Rencana R&D harus tunggu
b. Mempermudah R&D untuk
belah log baru untuk new
merencanakan komponen
design.
develop design.
c. PPIC cukup sulit untuk
c. Memudahkan rencana PPIC
menentukan bahan yang
untuk pengatur order proses
akan dipakai, balik kelas
pembahananyang terkontrol
maupun kualitas.
efisiensinya.
a. Waktu proses saw mill
a. Waktu proses saw mill cepat.
lama, harus menyesuaikan kualitas komponen. b. Kecepatan isi killen dry lama, dengan ukuran RST
b. Waktu isi killen dry cepat, dengan ukuran papan blok.
komponen. c. Sering terjadi hasil belah
c. Belah papan blok kering,
log, papan basah cukup
lebih mudah dan cepat.
berat diproses sircle saw Efisiensi
lanjutan. d. Spare komponen RST lebih
d. Spare komponen RST bisa
tebal, akibat komponen
lebih tipis dari hasil papan
RST masuk killen dry
blok yang sudah kering.
dalam kondisi basah. e. Merencanakan belah
e. Merencanakan belah
komponen dari bahan log
komponen lebih mudah
lebih sulit dan resiko boros
dengan bahan kondisi papan
atau salah proses.
blok.
5.2 Analisis Volume Pemakaian Log Kayu Perusahaan pada bulan Mei tahun 2010 menghabiskan log kayu dengan commit to user total volume 52.473.983,57 cm3. Jumlah tersebut terinci dalam tabel 5.2 yang V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdiri dari berbagai jenis log dengan panjang rata-rata 160 mm. Sedangkan dari hasil model usulan, dibutuhkan 191 batang dengan perincian seperti pada tabel 5.3. Tabel 5.2 Jumlah log yang dibutuhkan perusahaan bulan Mei 2010 Diameter keDiameter (cm) Jumlah (batang) Diameter keDiameter (cm) Jumlah (batang)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Jumlah Total
20 21
22
23 24
25
26 27
28
29
0
0
177
0
0
214
0
0
187
0
11 12
13
14 15
16
17 18
19
40 Jumlah
30 31
32
33 34
35
36 37
38
39
Volume total (cm3)
578
611
52.473.983,57
33 11
1
4
4
7
2
0
3
0
1
Perusahaan menggunakan 11 jenis ukuran diameter dari 20 jenis ukuran diameter yang tersedia di pasaran dengan jumlah bervariasi dari masing-masing diameter tersebut. Sedangkan pada model usulan, hanya menggunakan 3 jenis ukuran diameter. Pemilihan diameter ini disesuaikan dengan ukuran papan standar yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan. Tidak semua ukuran log dapat menghasilkan papan dengan ukuran standar. Selain itu, pemilihan ukuran ini juga dimaksudkan sebagai upaya kemudahan penerapan hasil penelitian. Tabel 5.3 Jumlah log yang dibutuhkan dengan metode usulan Diameter (cm) 25 28 37
Jumlah 93 36 62 Total volume Volume penyesuaian
Panjang (cm) 200 200 200
Volume (cm3) 9.133.928 4.435.200 13.337.971 26.907.100 33.633.875
Kisaran volume log yang dibutuhkan dengan model usulan hanya dibutuhkan setengah dari pemakaian log dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan. Jumlah volume kebutuhan log pada strategi usulan merupakan jumlah volume total yang telah disesuaikan dengan persen kecacatan yang tidak dibahas commit to user langsung dalam perhitungan model utama. Berikut visualisasi perbandingan V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebutuhan log yang diperlukan dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan terhadap kebutuhan log dengan model strategi usulan, ditunjukkan pada gambar 5.1.
60,000,000
Strategi perusahaan, 52,473,984
50,000,000
Strategi usulan, 33,633,875
40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 -
3
Volume total (cm )
Gambar 5.1 Perbandingan kebutuhan log
5.3 Analisis Hasil Perolehan RST dan Rendemen Hasil RST pada pemotongan log dengan strategi perusahaan dan metode usulan diperoleh nilai yang hampir sama dengan selisih sebesar 654.651,66 cm3 lebih banyak perolehan yang dihasilkan dengan metode usulan. Hal ini dipengaruhi langsung oleh pertimbangan jumlah demand pada metode usulan dan usulan pola pemotongan dengan meminimasi sisa. Secara visual, perbandingan perolehan dari kedua metode dapat dilihat pada gambar 5.2. Berdasarkan gambar 5.2, model strategi usulan dapat dinilai lebih baik, karena tidak hanya mencukupi jumlah RST demand, tetapi juga menghasilkan RST berlebih sebagai persediaan. Volume RST pada strategi perusahaan merupakan jumlah demand yang harus dipenuhi pada bulan Mei serta sisa RST non demand yang pemnafaatannya memerlukan perlakuan khusus untuk dapat diberdayakan gunakan. Total hasil perolehan tersebut merupakan inputan untuk mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan pada pemotongan kayu.
commit to user
V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Strategi usulan, 18,905,103
19,000,000 18,800,000 18,600,000 18,400,000
Strategi perusahaan, 18,250,452
18,200,000 18,000,000 17,800,000 3
Volume hasil (cm )
Gambar 5.2 Perbandingan Volume hasil pembelahan Rendemen kayu merupakan besarnya volume kayu RST total yang dihasilkan terhadap volume awal log yang dipotong. Semakin besar persentase rendemen kayu, menunjukkan semakin besar pula jumlah perolehan yang kayu yang dihasilkan. Pada gambar 5.3, dapat dilihat bahwa rendemen pemotongan kayu strategi usulan jauh lebih tinggi dibanding dengan metode yang digunakan perusahaan yang hampir mencapai dua kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembedayagunaan kayu pada strategi usulan jauh lebih baik. Strategi usulan, 56.2% 60.0%
Persentase
50.0% 40.0%
Strategi perusahaan, 34.8%
30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Rendemen
Gambar 5.3 Perbandingan rendemen kayu commit to user
V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.4 Analisis Perolehan Potongan Pada pemotongan dengan strategi perusahaan, operator melakukan pembelahan berdasarkan perkiraan jumlah pemenuhan kebutuhan secara sugesti. Pada prakteknya, pemenuhan komponen kayu RST dapat dipenuhi dengan pemakaian log yang berlebih karena tidak ada keputusan resmi pemakaian jumlah log yang harus dibelah yang menyebabkan banyaknya komponen RST non demand yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi langsung oleh pola pemotongan dan urutan pemotongannya. Strategi perusahaan, pemotongan tidak didasarkan pada ketebalan papan standar melainkan langsung pada pemotongan sesuai tebal demand. Sehingga keputusan ini menyebabkan pemotongan kayu yang terus menerus sampai batas demand terpenuhi, karena pemenuhan komponen RST demand harus memperhatikan kualitas. Dampaknya, banyak log yang terlanjur terbelah dengan ukuran yang berupa RST non demand, yang nilai jual kayu non demand ini jauh lebih rendah. Komponen non demand ini tidak dapat dijual dengan harga yang menguntung sebelum diproses lebih lanjut. Berbeda dengan strategi usulan, pemotongan dilakukan melalui tahapan perolehan papan standar terlebih dahulu, sehingga dimungkin kualitas yang tidak sesuai dapat disimpan langsung atau dijual ke pasar karena masih mempunyai nilai jual tinggi, tanpa harus ada perlakuan khusus. Dengan urutan semacam ini, batasan log yang harus dipotong menjadi lebih fleksibel. Papan yang kualitasnya tidak sesuai dengan demand, tidak dipotong ke tahapan selanjutnya melainkan dijadikan stok
atau dijual ke pasar. Sehingga, perusahaan tidak terlampau
terbebani dengan pemakaian log yang berlebih terlebih hasilnya kurang bisa termanfaatkan. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa hasil belahan strategi belah jeblos sangat dimungkinkan menghasilkan RST non demand. Berbeda dengan strategi belah jeblos, strategi usulan menghasilkan belahan papan yang semuanya dapat difungsikan secara langsung baik sebagai bahan pemenuhan order maupun dijual dalam bentuk papan, karena tidak ada papan yang non demand melainkan menjadi stok papan. commit to user
V-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.5 Analisis Perbandingan Sisa Pemotongan Sisa pemotongan merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk menunjukkan baik buruknya strategi pemotongan yang digunakan. Berdasarkan perhitungan, pemotongan dengan menggunakan strategi usulan, dihasilkan sisa pemotongan sebesar 43,79% yang nilainya lebih sedikit dibandingkan strategi perusahaan yaitu sebesar 65,22 % dari total log yang digunakan. Metode usulan yang dibuat berdasarkan pemilihan pola terbaik pada setiap tahapan pemotongan merupakan indikasi utama kecilnya nilai sisa yang dihasilkan. Selain itu, faktor sistem pembelahan yang melalui tahapan papan, jauh lebih fleksibel dalam pemilihan kualitas kayu yang akan dipotong tanpa harus membelahnya semua menjadi bentuk RST. Secara visual, perbandingan keduanya dapat dilihat pada gambar 5.4 yang menunjukkan bahwa strategi usulan lebih sedikit menghasilkan sisa dibandingkan dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan saat ini.
70.0%
Strategi perusahaan, 65.2%
60.0%
Strategi usulan, 43.8%
Persentase
50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
Persentase sisa
Gambar 5.4 Perbandingan sisa pemotongan
commit to user
V-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berikut kesimpulan dari penelitian minimasi scrap pada pemotongan log menjadi RST beserta saran untuk pengembangan pada penelitian selanjutnya. Secara khusus terinci pada masing-masing poin di bawah ini. 6.1 Kesimpulan Hasil penelitian mengenai optimasi pemotongan log dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Strategi usulan yaitu strategi belah papan standar dilakukan dengan tiga tahapan utama yaitu pembelahan log menjadi papan standar, pembelahan papan standar menjadi balok kayu panjang dan terakhir pembelahan balok panjang menjadi RST. Berbeda dengan strategi belah jeblos yang dimungkinkan menghasilkan banyak RST non demand, strategi usulan menghasilkan belahan papan yang semuanya dapat difungsikan secara langsung baik sebagai bahan pemenuhan order maupun dijual dalam bentuk papan, karena tidak ada papan yang non demand melainkan menjadi stok papan. 2. Aturan pemotongan usulan secara garis besar adalah mengelompokkan masing-masing ukuran demand berdasar tebal dan lebarnya kemudian dicari kombinasi panjang yang meminimasi scrap sehingga diperoleh potongan balok panjang yang sudah mewakili dimensi panjang. Selanjutnya dipilah berdasar tebal yang sama untuk dicari kombinasi lebar yang meminimasi scrap sehingga diperoleh kebutuhan papan standar yang sudah mewakili dimensi panjang dan lebar. Terakhir dicari jumlah kebutuhan log berdasar jumlah papan standar yang dibutuhkan. 3. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa perbedaan pola pemotongan log berpengaruh terhadap RST dan scrap yang dihasilkan. Model pemotongan usulan dengan tahapan papan standar secara matematis lebih baik dibanding dengan model strategi perusahaan yaitu strategi belah jeblos. Strategi usulan menggunakan model programa linier dengan meminimasi commit to user scrap yaitu sebesar 43,79% dari log awal. Nilai ini jauh lebih kecil dibanding
VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
scrap yang dihasilkan pada pemotongan dengan menggunakan strategi perusahaan yang mencapai 65,22 %. 4. Pola pemotongan usulan diputuskan berdasarkan minimasi sisa pada setiap tahap, dengan mempertimbangkan jumlah demand yang diterima secara langsung sehingga pola pemotongan yang dihasilkan adalah pola terpilih karena menghasilkan sisa yang paling sedikit dengan jumlah perolehan potongan sesuai dengan permintaan (demand). Berikut tabel pemakaian pola dari masing-masing pemotongan untuk setiap tahapnya: Tabel 6.1 Pola pemotongan tahap I pola yang kategori lebar jumlah digunakan pola ke- kandidat pola tebal ke1 1 1 2 2,3,4 50 3 1 1 4 1, 4, 12,13,14 19 5 1 1 6 1,2,3 9 7 1 1 8 1 1 9 1 1 10 1,2,4 20 11 2 4 12 3 4 13 1 1 14 1 1 15 1,3,4 4 16 1,2,3 3 17 1 1 18 1 1 19 1 1 20 1,5,7,11 11 21 1 1 22 1 1 23 4 5 24 1 1 25 3,5 6 26 1,2 5 27 1 1 28 1,2 3 29 9,11,17,22,24 69
commit to user
VI-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 6.2 Pola pemotongan tahap II dan III Diameter Pola pemotongan yang Jumlah Papan standar log mm) Tebal (mm) Lebar (mm) digunakan pola ke- kandidat 63 117 4,8,9,10,11,14,18 18 250 68 187 1,3 3 78 280 1 68 280 73 206 57,58,59 78 178,5 7 77 370 68 281,5 68,69,76,77
5. Jumlah log yang dibutuhkan untuk pemenuhan demand bulan Mei dengan menggunakan strategi usulan jauh lebih sedikit yaitu kurang dari 34 m3. Sedangkan dengan strategi perusahaan, log yang dibutuhkan mencapai 53 m3 6.2 Saran Berikut beberapa saran untuk penelitian selanjutnya agar lebih bermanfaat dan lebih mendekati sistem nyata: 1. Adanya kajian kualitas, secara langsung serta pertimbangan faktor waktu dan biaya pada proses optimisasi pemotongan log kayu. 2. Sebaiknya mempertimbangkan persediaan RST serta kemungkinan persediaan ukuran bahan baku log di pasaran. 3. Mengembangkan model pemotongan 3 dimensi secara langsung pada satu level bukan secara bertahap.
commit to user
VI-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN METODE PROGRAMA LINIER Studi kasus di CV. Valasindo Sentra Usaha
Skripsi
PRATIWI I 0306052
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN METODE PROGRAMA LINIER Studi kasus di CV. Valasindo Sentra Usaha
Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
PRATIWI I 0306052
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2005. Prinsip-prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga. Taha A. H. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jakarta: Binarupa Aksara Bakrie, A. 2003. Key-Note Speech: Pada Pembukaan Seminar Technopreneurship Dalam Konvensi Kelistrikan Indonesia “Technopreneurship, Daya saing dan Kemandirian Bangsa”. Gamal MDH, dan Bahri, Zaiful. 2003. Pendekatan Program Linear untuk Persoalan Pemotongan Stok (Pola Pemotongan Satu Dimensi). Jurnal Natur Indonesia 5(2): 113-118. Gilmore, P.C. and Gomory, R. E. 1963. 1. A linear programming approach to the cutting tock problem-part I, Vol 11. New York: IBM Corporation. Ginoga, B. 1995. Sifat Permesinan Enam Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Vol. 13 (16): 246-251 Habibi, S. R., 2006. Penggunaan Bilangan Bulat untuk Menyelesaikan Masalah Pemotongan Kayu di PT. Indo Veneer Utama Surakarta. UNS. Unpublised Hillier, F. S., and Gerald J. L. 1994. Introduction To Operations Research, Fifth Edition. New York : McGraw-Hill, Inc. Sarker, R. A dan Newton C. S. 2007. Optimization Modelling A Practical Approach. CRC Press. United States of America Zulianti, R. 2005. Optimasi Pemotongan Bahan Dua Dimensi dengan Menggunakan Program Linier di PT Port Rush Semarang. UNDIP. Unpublised.
commit to user