NILAI-NILAI PSIKOLOGIS DALAM CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN Skripsi Sarjana
DIKERJAKAN O L E H NAMA NIM
: ANDA WAHYU R : 030702001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN SASTRA DAERAH PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN 2009 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
NILAI-NILAI PSIKOLOGIS DALAM CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H Nama : Anda Wahyu R. NIM : 030702001 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Drs. Yos Rizal, MSP. NIP. 132006290
Drs. Baharuddin, M.Hum NIP. 131789087
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat SARJANA SASTRA dalam bidang ilmu Bahasa dan Sastra Daerah Melayu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA DAERAH PROGRAM STUDI BAHASA MELAYU MEDAN Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
2008
PENGESAHAN
Diterima oleh Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah Melayu pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada Tanggal Hari
: : :
FAKULTAS SASTRA USU DEKAN
Drs. Syaifuddin, M.A.Ph.D NIP. 131098531
Panitia Ujian No.
Nama
Tanda Tangan
1.
...............................
2.
.................................
3.
...............................
4.
...............................
5.
...............................
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
DISETUJUI OLEH, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA DAERAH
Ketua,
Drs. Baharuddin Purba, M.Hum NIP. 131785647
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat yang dicurahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. 2. Teristimewa kepada Ayahanda M.Idris dan Ibunda Jasmiatty yang memberi dorongan, semangat kepada penulis sehingga penulis bisa mengerjakan Skripsi ini dengan baik. 3. Drs. Baharuddin Purba, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian Skripsi ini. 4. Drs. Yos Rizal, MSP, sebagai pembimbing sekaligus Kakanda yang sudah sangat membantu penulis menyelesaikan Skripsi. 5. Rizky Julia sartika selaku Adik penulis yang sudah banyak memberikan semangat dan tenaga agar penulis bisa lancar mengerjakan Skripsi. 6. Teman-teman
penulis
yang
sudah
banyak
memberikan
pandangan-pandangan masa depan, agar penulis bisa cepat mengerjakan Skripsi untuk mencapai cita-cita penulis. Terima Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
i
kasih kepada: Eko Saut Manurung, Christ Sihombing, Cory Simanjuntak, Kakanda Adi Simanjuntak, Muel Simanjuntak, Risnawati sinulingga, Oniel “Dedy”, Tama, Bowo, Yuna, Roby, Friska, Beni, Tony, Feri, Teman-teman semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Senior-senior penulis angkatan ’00, ’01, ’02, Universitas Sumatera Utara, Terima Kasih atas semangatnya. 8. Adik-adik angkatan ’04, ’05, ’06, ’07, ’08 yang juga telah banyak memberikan dukungan mental kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi seperti sekarang ini. 9. Orang
yang
sangat
penulis
sayangi
Tony,
yang
sangat
memberikan dukungan agar cepat menyelesaikan Skripsi, untuk mencapai masa depan yang cerah. 10. Teman-teman satu angkatan penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan yang baik, terima kasih juga atas doa-doa kalian. Karena kalian juga penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini dengan cepat.
Medan, Januari 2009 Penulis,
Anda Wahyu R Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
ii
KATA PENGANTAR
Syukur yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah NILAI-NILAI PSIKOLOGIS DALAM CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN. Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan skripsi untuk para penulis lain. Pembahasan tentang Hikayat Seribu Masalah ini memang telah ada yang mengkaji sebelumnya, tetapi dari sudut pandang psikologis belum ada yang mengkajinya. Oleh sebab itu penulis mengkaji psikologis dalam cerita laksamana raja lautan. Masalah dengan menggunakan pendekatan psikologis sastra. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya karena keterbatasan yang penulis miliki, namun penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendeskripsikan nilai-nilai psikologis yang terdapat dalam cerita laksamana
raja lautan tersebut.
Pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari para Dosen Penguji dan pembimbing agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Medan, Januari 2009 Penulis,
Anda Wahyu Ramaddan Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 8 1.5 Orisinilitas Penelitian............................................................ 8 1.6 Objek Penelitian ................................................................... 9 1.7 Landasan Teori .................................................................... 9 1.7.1 Teori Struktural.................................................. 9 1.7.2 Teori Psikologi Sastra ....................................... 13 1.8 Metode Penelitian ................................................................ 17 1.8.1 Jenis Penelitian ................................................. 17 1.8.2 Teknik Pengumpulan Data ................................ 17 1.8.3 Teknik Analisis Data.......................................... 18 BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN........................................................................ 19 2.1 Ringkasan Cerita ................................................................. 19 2.2 Tema ................................................................................... 24 2.3 Alur ...................................................................................... 27 2.4 Latar .................................................................................... 35 2.5 Watak dan Perwatakan ....................................................... 38 BAB III NILAI-NILAI PSIKOLOGI CERITA LAKSAMANA MATIDIBUNUH ............................................... 42 3.1 Sifat Jahat ........................................................................... 42 3.2 Menggunakan Akal Pikiran.................................................. 44 3.3 Percaya Kepada Kekuasan Tuhan ...................................... 46 3.4 Kasih Sayang Saudara Kandung ........................................ 49 3.5 Menjadi Pemimpin Yang Baik...............................................51 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 55 4.1 Kesimpulan ......................................................................... 55 4.2 Saran................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 57 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo fabulans yaitu makhluk bersastra. Istilah homo fabulans ini digunakan A. Teeuw (1984) dalam bukunya Sastra dan llmu Sastra. Hal ini menunjukkan bahwa sejak bayi manusia telah bersastra sehingga manusia disebut makhluk sastra. Contoh lain ketika ketika bayi di pangkuan ibunya, atau melalui nyanyian anak-anak, manusia sudah menjadi makhluk bersastra. Dalam nyanyian tersebut, segala unsure sastra telah hadir sehinga si anak kecil menginsafi adanya dunia imajinasi di luar alam nyata yang senantiasa dihadapinya. Sejalan dengan homo fabulans, seni sastra mempunyai daya tarik khusus yang menggetarkan hati penikmat (pembaca) karena adanya rangsangan-rangsangan bahwa sadar pada jiwa manusia. Rangsanganrangsangan bawah sadar yang disebut "citra-citra dasar" atau "citra keinsanan purba", terbentuk lewat pengalaman nenek moyang manusia dan diwariskan sebagai "bawah sadar kelompok" yang menjiwai manusia dalam bentuk angan-angan, mimpi, mitos, dan sastra. Meskipun sastra adalah bagian dari kehidupan manusia, pada awalnya, dalam pandangan Plato: seni (sastra) dalam perwujudan yang tampak adalah benda yang sangat rendah nilainya. Kepandaian seorang tukang malahan dinilai lebih tinggi dari seniman, sebab tukang yang baik pada prinsipnya lebih efisien meniru ide yang mutlak dalam benda-benda yang diciptakan daripada seniman. Oleh sebab itu, seni lebih rendah dari kenyataan (Teeuw, 1984:221). Pandangan
Plato
ini
ditentang
oleh
muridnya,
Aristoteles.
Pandangan Aristoteles bahwa seniman menciptakan dunianya sendiri dengan probability yang memaksa. Yang terjadi dalam ciptaan si seniman masuk akal dalam keseluruhan dunia ciptaan itu. Bagi Aristoteles, seniman lebih tinggi nilai karyanya daripada
seorang
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
tukang
karena
pandangan
dan
penafsiran
kenyataanlah
yang
dominan
dan
kepandaiannya diabdikan pada interpretasi, pemberian makna pada eksistensi manusia. Karya seni menurut Aristoteles menjadi sarana pengetahuan
yang
khas,
cara
yang
unik
untuk
membayangkan
pemahaman mengenai manusia yang tidak dapat diungkapkan dan dikomunikasikan dengan jalan lain (Teeuw, 1984: 222). Salah satu hakekat seni sastra adalah bahasa. Dalam model semiotic sastra, bahasa merupakan sistem tanda yang kompleks dan beragam. Seniman terikat pada instrument, sarana, yaitu bahasa yang menjadi kerangka formal dan konseptual yang tidak dapat dihindarinya. Ahli semiotik dari Rusia bernama Jurij 'Lotman mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem pembentukan modal yang primer, yang mengikat penulis maupun pembaca, tidak hanya dalam arti bahwa keduaduanya harus mengetahui bahasa yang dipakai dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan struktur bahasa secara luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut. Meskipun bahasa mempakan sistem pembentukan model primer, dalam memahami seni sastra, pembaca juga harus akrab dengan konvensi sastra. Tanpa pengetahuan latar belakang konvensi sastra, pembaca tidak mempunyai jalan masuk yang hakikat sebuah karya sastra. Konvensi sastra menurut Lotman adalah sistem pembentuk model yang sekunder, model yang kedua, yaituu sistem konvensi yang atas dasar sistem primer, yaitu bahasa, menyediakan acuan yang mewujudkan makna. Sistem sekunder itu mengikat baik pembaca maupun penulis sebagai anggota masyarakat sastra. Dalam ilmu sastra modern, bahasa adalah sistem tanda yang secara primer membentuk model dunia bagi pemakainya; model itu menjadi perlengkapan konseptual manusia untuk menafsirkan segala sesuatu; dan sistem ini mengikat sastrawan dan pembaca. Dalam hal ini, sastra adalah sistem tanda sekunder yang membentuk model yang Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
2
tergantung pada sistem primer yang hanya dapat dipahami dalam hubungannya dan seringkali dalam pertentangannya dengan system bahasa. Ini berhubungan dengan prinsip seiotik sastra: pertentangan antara meaning (arti) dan significance (makna). Di samping makhluk bersastra, manusia adalah homo estetikus yakni manusia suka akan keindahan seni. Demikian juga halnya dengan kreasi sastra, disamping memiliki aspek kebahasaan sastra memilikin aspek kesenian yang disebut dengan estetik. Jadi, disini manusia dan sastra dihubungkan oleh estetik seni sebagai aspek dasar karya sastra. Pada awalnya estetika adalah filsafat keindahan. Akan tetapi sejak abad ke-18, Baumgarten (bapak estetika) telah mengubah konsep awal kedalam pengertian keindahan seni (artistic). Dalam perkembangannya, estetik seni atau keindahan seni diartikan sebagai berikut: a. Seni adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar melalui perantaraan tanda-tanda lahiriah menyampaikan perasaan yang telah
dihayatinya
kepada
orang
lain
sehingga
mereka
kejangkitan dan juga mengalami perasaan tersebut. b. Seni adalah suatu kegiatan manusian menciptakan realita baru dalam suatu cara diluar akal dan
berdasarkan
penglihatan
menyajikan realita itu secara perlambang atau kiasan sebagai kebetulan dunia kecil yang mencerminkan sebuah
kebulatan
dunia besar. c. Seni adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk mengubah bahan alamiah menjadi benda-benda yang berguna atau indah. Dengan demikian, keindahan srtistik ialah
keindahan yang
diciptakan manusia, bukan keindahan alam. Dalam arti yang luas, keindahan meliputi eni yang sublime, seni magis, dan sebagainya. Ragam seni tersebut, disamping .indah, juga disebut juga dengan karya seni yang bernilai. Dalam pandangan semiotic (berdasarkan sistem tanda) estetik seni berada pada penikmat (pembaca). Pengalaman estetik secara mutlak ada Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
3
pada pembaca, penonton, dan pendengar. Nilai estetik baukanlah sesuatu yang secara objetif terletak dalam karya seni: penikmat menjadi pencipta serta tapi bukanlah dalam arti seribu kepala seribu penilaian. Demikian juga pemberian makna oleh pembaca terhadap karya sastra. Pemberian makna adalah aktivitas yang terus menerus, seperti yang disebut oleh ahli semiotik sastra Michael Riffaterre: semacam kelingkaran semiotic atau mundur-maju dari nilai tanda yang yang satu ke yang lain, yang merupakan cirri khas praktek pemberian makna yang disebut puisi. Dalam pikiran pembaca, suatu permulaan yang terus menerus, suatu ketakterputusan yang selesai satu detik muncul lagi detik yang berikut. Setiap kali art! yang terungkap dihidupi kembali. Inilah yang menjadikan sajak tidak henti-hentinya terulang baca dan mempesona: Ikalau tidak karena adal, atau Itakkan tempua bersarang rendahl, Ikalau tidak karma dinda/kanda, Itakkan kandajatuh cintal dalam pantun Melayu. Estetik atau nilai sen! ditentukan oleh tegangan antara karya seni sebagai sesuatu yang tersedia secara tetap dan sikap atau pengalaman seorang penikmat (pembaca) yan tetap berubah. Selaku manusia, sepanjang hidupnya tetap berubah terutama pada latar sosiobudaya dan bahasanya terus berkembang. Kata-kata mendapat makna baru atau kehilangan makna lama. Setiap manusia dalam setiap saat aktif sebagai pemberi makna, setiap kali dalam situasi baru. Selaku penikmat sastra, rangka pemberian makna sastra berubah terus. Hortison harapannya atau kompetensinya, atau sistem konvensi yang dikuasainya dipengaruhi atau bergeser oleh pembaca buku baru. Dengan demikian, kenikmatan estetik ditentukan secara umum oleh tegangan antara penemuan baru dengan pengenalan kembali. Penikat yang seratus persan baru tidak mungkin, pembaca memerlukan kerangka acuan yang memungkinkannya meahami dan memberi makna yang baru itu. Sesungguhnya sejak dulu para ahli sastra telah mempertanyakan fungsi sastra bagi manusia. Fungsi sastra yang paling dikenal sejak masa aristoteles hingga sekarang ialah katharsis. Katharsis mengandung art! Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
4
bahwa seni sastra menyucikan jiwa manusia. Dengan menimbulkan kekhawatiran
dan
rasa
khas
kasihan
dalam
hati,
seni
sastra
memungkinkan pembaca membebaskan diri dari nafsu yang rend ah. Karya seni mempunyai dampak tetapi lewat pemuasan estetik keadaan jiwa dan budi manusia ditingkatkan sehingga dia menjadi budiman. Berdasarkan
konsep
katharsis,
sejumlah
teoritikus
sastra
memandang fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan seniman dari tekanan emosi. Mengeksprsikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu. Pembaca novel mengalami perasaan lega. Emosi mereka sudah diberi focus dalam karya sastra dan lepas pada akhir pengalaman estetis dan mendapatkan ketenangan pikiran. Sejalan dengan katharsis, dalam fungsi sastra dikenal istilah defense mechanism yaitu karya sastra (budaya) dijaikan alat pertahanan dan perlindungan jiwa. Istilah ini dikenal dalam sastra, terutama dalam bidang folklore dibawah payung dongeng. Dalam sastra rakyat, sebagai objek folklore, ada dikenal cerita rakyat yang terdiri dari mite, legenda dan dongeng. Di antara ketiga jenis ini, legenda adalah bentuk yang paling popular dan digemari oleh penikmat. Bentuk legenda yang digemari pembaca ialah perorangan atau tokoh yang Legenda memiliki hakikat dan fungsi yakni defense mechanism. Legenda menjasi defense mechanism setelah rumor atau desas-desus yang beredar dalam bentuk kasar telah disublimasikan dalam bentuk budaya. Penyublimasian
sebuah
legenda
dapat berupa
pengukuhan
kebesaran kedudukan seorang raja, protes social, pelepasan ketegangan jiwa dan pelipur lara. Sebagai pengukuhan kebesaran kerajaan, hal itu terlihat dalam cerita Laksmana Raja Lautan (selanjutnya disingkat menjadi: LRL) mengenai kebesaran Bilah di Labuhan Batu. Pada zaman dahulu kala tersebutlah seorang yang bemama Dang Tuanku. la adalah kemenakan Bunda Kanduang dari Minangkabau dan Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 5 USU Repository © 2009
setelah dewasa menjadi raja di Bilah Labuhan Batu Sumatera Utara. la mempunyai empat orang anak dan semuanya laki-laki. Di suatu hari Raja Dang Tuanku memanggil keempat anaknya untuk berkumpul. la merasa keadaannya semakin lemah. Oleh karena itu keempat anaknya diminta agar segera mencari jodoh dan menikah. Atas perintah ayahnya, keempat anak Raja Bilah berangkat menaiki galiung (semacam perahu yang terbuat dari pohon kayu besar yang bias 'berlayar untuk mengarungi sungau atau laut lepas). Pertama mereka berangkat menuju Pekan Baru. Di sana mereka berjumpa dengan anak Raja Siak. Dengan tidak memakan waktu lama anak yang paling tahu dari Raja Bilah Dang Tuanku kemudian dipinangkan dengan putri Raja Siak yang tertua pula, yang bernama Mahmudsyah. Secara singkat, setelah perkawinan mereka diselesaikan, lalu mereka segara berangkat ke Selat Malaka dan merekapun sampai di Negeri Johor. Di negeri ini mereka lalu meminang putrid Negeri Johor untuk anak Dang Tuanku yang kedua. Mereka pun diterimanya dan dikawinkan dengan putri Raja Johor yang bernama Akbariyah. Begitu selesai acara perkawinannya, lalu berangkat menuju arah pulang dan singgah di Palembang. Di sana mereka meminang putrid Raja keturunan Sriwijaya justru putri itupun anak yang ketiga pula. la bernama Muazanayah. Dan perkawinan ini pun segara dilaksanakan. (LRL, hal. 1-2) Kutipan singkat di atas menunjukkan bahwa kerajaan Bilah dahulu adalah kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar di Sumatera dan Malaysia, Rajanya bernama Dang Tuanku. Hal ini terlihat dari silsilahnya yang berasal dari keturunan Raja Minangkabau, berbesankan Raja Siak, Raja Johor, dan Raja Sriwijaya yang seperti diketahui adalah kerajaan-kerajaan besar di Nusantara. Dengan demikian terlihat bahwa kedudukan kerajaan Bilah sangat kuat dimata kerajaan manapun di Nusantara ini. 6 Laksamana Raja Lautan, 2009. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita USU Repository © 2009
Fungsi legenda pada umumnya, baik yang bersifat budaya maupun social, yang terutama, adalah penglipur hati pendengar yang sedang lara. Dalam keadaan terhibur, ketegangan batin tersalurkan. Ketegangan batin dapat dikendurkan melalui cerita yang dapat meredakan ketegangan. Ketenangan
akibat
mendengarkan
legenda
dapat
memelihara
keseimbangan jiwa dan kesatuan social dalam menghadapi keadaan yang bertentangan, keadaan yang tidak tersangka-sangka, atau perpecahan masyarakat. Legenda mempunyai kemampuan (potensi) besar untuk kebaikan dalam
hubungannya
dengan
situasi-situasi
masyarakat
yang
keburukannya timbul sebagai akibat kebencian dan kecurigaan yang terjadi diantara kelompok-kelompok yang ada didalamnya, sebagaimana kita hadapi pada masa sekarang ini. Ketenangan yang ditimbulkan oleh legenda dapat berupa kejayaan dalam kecerdasan jiwa bila legenda itu dapat menyebabkan super ego melihat kenyataan yang diselubungi oleh kecemasan serta kebencian yang rasional dan sejenisnya. Dengan demikian maka hakikat dan fungsi legenda adalah mekanisme perlindungan diri seseorang (defense mechanism). Secara sosial, salah satu bentuk mekanisme perlindungan jiwa (psyche) adalah sublimasi.
Dengan
berlindung
kepada
legenda,
seseorang
dapat
menyamari masyarakatnya. Di sini, seseorang dapat menyalurkan agresivitasnya dengan aman tanpa ada kekhawatiran akan tindak oleh masyarakat.
Jiwanya
menjadi
sejahtera
karena
masyarakat
menyambutnya dengan kenikmatan. Berdasarkan paparan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji cerita legenda LRL dengan pendekatan psikologi sastra. Pertimbangan ini penulis ambil karena setelah membaca dan memahami cerita LRL ternyata banyak nilai-nilai psikologis yang dapat dijadikan karharsis bagi pembacanya sehingga tujuan sastra untuk memanusiakan manusia dapat terwakili melalui cerita tersebut. Pada sisi lain, kajian ini diharapkan dapat Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 7 USU Repository © 2009
menjadi
salah
satu
menginventarisasi
dan
menambah
khasanah
pengkajian terhadap karya sastra Melayu. 1.2 Perumusan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah: sejauh mana nilai-nilai psikologis yang terdapat di dalam LRL. 1.3Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang dicapai dalam peneltian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan struktur pembentuk dalam (intrinsic) dari cerita LRL. 2. Menjelaskan nilai-nilai psikoiogis yang terkandung didalam LRL. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah
khasanah
pengkajian
terhadap
kesusastraan
Melayu, terutama pengkajian terhadap LRL. 2. Menjadi bahan perbandingan bagi peneliti terhadap cerita legenda Melayu, khususnya LRL. 3. Menginventarisasikan
kesusastraan
Melayu
yang
mulai
punah, khususnya inventarisasi naskah Melayu. 1.5 Orisinilitas Penelitian Penelitian terhadap Laksamana Raja Lautan ini sepanjang penulis ketahui belum pernah oleh pengakaji atau peneliti sastra, baik dar pendekatan bahasa maupun sastra. Penulis telah menelusuri beberapa tempat seperti Perustakaan USU, website, dan perpustakaan Departemen Sastra Dearah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara ternyata memang belum ada kajian tentang cerita LRL. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
8
Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan terhadap LRL merupakan karya ilmiah yang masih asli (orisinil) dan belum pernah dikaji oleh peneliti manapun. Adapun kajian yang penulis fokuskan adalah nilai-nilai psikologis yang terkandung di dalam cerita LRL. 1.6 Objek Penelitian Naskah yang menjadi objek penelitian penulis adalah naskah yang diterbitkan oleh Departemen Sastra Daerah dan masih dalam bentuk yang sederhana yang merupakan Seri Koleksi Departemen Sastra Daerah. Adapun rincian dari naskah ini adalah sebagai berikut: Judul
: Laksamana Raja Lautan
Penerbit
: Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra USU
Pengumpul
: Ibrahim
Tebal Halaman
: 23 halaman
Ukuran
: 15x27 cm
Cover Depan
: Putih dan Bergambar Pohon
Cover Belakang
: Putih Polos
1.7 Landasan Teori Untuk membahas tentang struktur pembentuk dalam (intrinsic) dan nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalam LRL digunakan dua teori pendekatan yaitu Teori struktural dan Teori Psikologi Sastra. Kedua teori pendeatan
tersebut
digunakan
untuk
mengetahui
sekaligus
mendeskripsikan unsure-unsur intrinsic dan entrinsik yang terdapat di dalam cerita tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.
1.7.1 Teori Struktural Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan ini mendapat pengrauh langsung dari Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
9
teori Saussure yang megubah Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antar unsurnya. Masalah unsur dan masalah antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebauh totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyanto, 2001 : 46). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran kepada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbale balik, sating
menentukan,
saling
mempengaruhi,
yang
secara
bersama
membentuk satu kesatun yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsure, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tapi bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana. Selain istilah structural diatas, dunia kesastraan mengenal istilah sturkturalisme. Sturkturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Jadi, strukturalisme (disamakan dengan pendekatan objektif Abrams) dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, sepetri pendekatan mimetic, ekspresif, dan progmatic (Abrams dalam Teeuw, 1989 : 189). Namun di pihak lain, strukturalisme, menurut Hawkes (dalam Nurgiyantoro, 2004 : 47), pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian system sturktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan. Unsur-unsur yang lain yang terkandung di Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
10
dalamnya. Kedua pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan namun justru dapat dimanfaatkan secara saling melengkapi. Analisi struktural karya sastra, yang dalam hal ini Hikayat Seribu Masalah, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik hikayat yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah coba dijelskan bagaimana fungsifungsi masing-masing unsure dalam meunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar usur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lian, kaitannya degan pemplotan yang tidak selalu konologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Dengan demikian pada dasarnya analisis sturktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan kekaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis keseluruhan tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya sastra, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakuan mengingat bahwa karya sastra merupkan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di samping seetip karya .sastra mempunyai ciri kekompleksan dan keunikan sendiri. Hal inilah antara lain yang membedakan karya yang satu dengan karya yang lain. Namun, tak jarang analisis fragmentaris yang terpisah-pisah. Analisis yang demikian inilah yang dapat dituduh sebagai mencincang karya sastra sehingga justru
menjadi tidak
bermakna. Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikrotes, satu keseluruhan wacana, dan wacana Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
11
intertekstual (Hartoko dan Rahmanto, 1996 :136). Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya berupa analisis kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks wacana yang lebih besar. Namun, ia juga dapat juga berupa analisis fungsi dan hubungan antara unsur satu keseluruhan wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian-bagian secara keseluruhan seperti dibicarakan diatas. Analisis relasi intertekstual berupa kajian antarteks, baik dalam satu priode (misainya untuk karya-karya sastra Melayu zaman Hindu) maupun dalam periode-periode yang bereda (misalnya antara karya-karya sastra Melayu zaman Hindu dengan sastra Melayu zaman Islam). Karena pandangan keotonomian karya di atas, di samping juga pandangan bahwa karya sastra memiliki keunikannya sendiri, analisis terhadap sebuah karya pun tidak perlu dikaitkan dengan karya-karya yang lain. Karya-karya yang lain pun berarti sesuatu yang diuar karya yang di analisis itu. Atau, jika melibatkan karya-karya lain, hal itu bersifat sangat terbatas pada karya-karya tertentu yang berkaitan. Pandangan ini sejalan dengan konsep analisis di duna strukturalisme linguistic yang memisahkan kajian aspek kebahasaan pada tataran fonetik, morfomik, sintaksis, antara hubungan
paradigmatic
dan
sintagmatik
(Abrams
dalam
Teeuw,
1989:188). Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang kesastraan mendasarkan diri pada model srtukturalisme dalam bidang linguistik. Pandangan
di
atas
sebenarnya
bukannya
tidak
ada
keuntungannya. Sebab analisis karya sastra, dengan demikian, tidak lag! membutuhkan berbagai pengetahuan lain sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Namun penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini di pandang orang sebagai kelemahan aliran strukturalisme dan atau kajian sturkturtal. Hal ini disebabkan sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang social budaya dan atau latar belakang kesejarahannya. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 12 USU Repository © 2009
Melepaskan karya sastra dari latar belakang social budaya dan kesejarahannya,
akan
menyebabakan
karya
itu
menjadi
kurang
bermakna, atau paling'tidak maknanya akan menjdadi terbatas, atau bahkan makna menajdi sulit ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra menjadi kurang berarti dan bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis sturktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, yang dalam hal ini dikaitkan dengan keadaan social budaya secara luas. 1.7.2 Teori Psikologi Sastra Pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. .Manusia senantiasa selalu memprlihatkan prilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Lebih-lebih di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini manusia mengalami konflok kejiwaan yang bermula dari sikap kejiwaan tertentu serta bemnuara pula ke permasalahan kejiwaan. Tidak sedikit jumlah manusia yang sudah sukses dalam kehidupan kebendaan senantiasa berusaha kersa untuk mecapai tingkat kemampuan yang lebih tiggi tanpa ada batasnya akhirnya kandas dan menemukan dirinya terbenam dalam penyakit kejiwaan. Penjelajahan kedalam batin atau keiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang unik ini merupakan sesuatu yang merangsang. Banyak penulis yang berusaha mendalami masalah psikologi untuk memahami karya sastra di luar kerangkanya sebagai sebuah teks yang otonomi. Memang banyak hal dalam kehidupan umat manusia dapat dipulangkan ke teori-teori psikologi sastra. Karena didorong oleh cara berpikir semacam itulah munculnya pendekatan psikologi sastra dalam telaah atau penelitian sastra. Beberapa tokoh psikologi ternama seperti Sigmund Freud, Carl Gustaf Jung, Adler, dan Brill memberikan inspirasi yang banyak tentang pemecahan misteri tingkah laku manusia melalui teori-teori psikologi. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
13
Tetapi di antara mereka, Freudlah secara langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian disublumasikan ke dalam bentuk penciptaan karya seni. Psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ini dinamakan Psikoanalisis. Oleh .sebab itu, teori psikoanalisis ini pula yang banyak di dalam pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra yang banyak bersandar kepada psikoanalisis yang dikembangkan Sigmund Freud setelah melakukan berbagai penelitian, bahwa manusia banyak dikuasai oleh alam batinya sendiri. Terdapat id, ego, dan super-ego dalam diri manusia yang menyebabkan manusia selalu berada dalam keadaan berperang dalam dirinya,
resah,
gelisah,
tertekan,
dan
lain-lain
bila
terdapat
ketidakseimbangan antara ketiga unsure tersebut; tetapi apabila ketiganya bekerja dengan seimbang akan memperlihatkan watak yang wajar. Bila terjadi ketidakseimbangan akan muncul neurosis yang menghendaki adanya penyaluran. Di dalam pelaksanaan pendekatan psikologi sastra hanya diambil bagian-bagian yang berguna dan sesuai saja dari teori psikoanalisis, terutama yang terkait dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia (Pradopo, 2000:77). Adapun konsepsi dasar dan criteria yang digunakan pada pendekatan psikologi sastra untuk mengkaji karya sastra adalah: 1. Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (concius) dalam bentuk penciptaan karya sastra. 2. Mutu karya sastra bergantung kepada kemampuan pengarang untuk bisa keluar dari keadaan pertama, subconcius, ke keadaan yang
kedua,
concius,
dan
kemudian
menatanya
perwatakan agar lebih mudah dicerna bahasanya. 14 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
kedalam
3. Selain
membahas
proses
penciptaan
dan
kedalaman
segi
perwatakan tokoh, perlu pula mendapat perhatian dan kajian yaitu aspek makna, pemikiran, dan falsafah yang terlihat di dalam karya sastra. 4. Karya yang bermutu adalah karya yang mampu menyajikan symbol-simbol, wawsan, dan perlambangan yang bersifat universal, yang mempunyai kaitan dengan mitologi, kepercayaan, tradisi, moral, budaya, dan lain-lain. Sealin itu, harus mampu pula menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakikat
kehidupan
manusia
itu
adalah
perjuangan
dalam
menghadapi setiap kesulitan dan kekalutan dalam dirinya. (Semi, 1998:97) Sigmund Freud dengan teori psikoanalisisnya menggambarkan bahwa pengarang didalam mencipta diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan "neurosis11. Bahkan kadang-kadang sampai kepada tahap "psikosis" seperti sakit saraf dan mental yang membuatnya bareda dalam kondisi sangat tertekan. Berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang menggelora yang menghendakai agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptaan karya sastra. Oleh karena karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptaan yang diliputi oleh berbagai macam masalah kejiwaan, maka untuk menggunaka pendekatan psikologi sastra ini harus melalui dukungan ilmu psikologi. Pengetahuan psikologi yang minim bagi peneliti sastra akan menyulitkan dalam pemakaian dan pengoprasian pendekatan ini. Menurut Atar Semi (1998:79-80)
metode atau langkah kerja
dari pendekatan psikologi sastra adalah: 1) Pendekatan
psikologi
sastra
menekankan
analisis
terhadap
keseluruhan karya sastra bag! segi intrinsic maupun segi ekstrinsik. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 15 USU Repository © 2009
Namun tekanan diberikan kepada segi intrinsic. Dari segi intrinsic yang ditekankan adalah penokohan atau perwatakannya. 2) Segi ekstrinsik ysng dipentingkan untuk dibahas adalah mengenai pengarang yang menyangkut masalah kejiwaannya; cita-cita, aspirasi, keinginan, falsafah hidup, obsesi, dan lain-lain. Dalam hubungan ini perlu dilacak riwayat hidup pengarang dari kecil karena
adanya
anggapan
bahwa
peristiwa
kejiwaan
dan
pengalaman masa kecil akan mempengaruhi kehidupan, tindakan, dan cara berpikir yang bersangkutan pada masa dewasa. Dengan memahami segi kejiwaan pengarang, akan sangat membantu dalam memahami prilau dan perwatakan tokoh-tokoh cerita yang ditulisnya. Apa yang ditulis pengarang jelas merupakan tumpukan pengalaman kejiwaan pengarang. Dengan demikian, akan menjadi mudah pula menalarkan segi-segi lain yang ada kaitannya dengan prilaku dan perwatakan tokoh cerita. 3) Disamping menganalisis penokohan dan tokoh cerita dilakukan pula analisis yang lebih tajam tentang tema utama karya sastra, karena pada masalah perwatakan dan tema ini pula pendekatan psikologi sastra ini sangat tepat diterapkan, sedangkan aspek lain lebih cocok digunakan pendekatan lain. 4) Di dalam analisis perwatakan harus dicari nalar tentang prilaku tokoh. Apakah prilaku tersebut dapat diterima ditinjau dari psikologi. Juga harus dijelaska motif dan niat yang enduing tindakan tersebut. Kalau ada prilaku tokoh yang berubah tajam, misalnya sebelumnya brutal
kemudian
menjadi
kalem,
maka
peneliti
harus
menalarkannya dengan mencari data-data yang diperkirakan dapat mendukung tindakan tersebut. Dengan begitu berarti peneliti diminta secara jeii mengikuti tingkah laku tokoh dari satu peristiwa ke peristiwa lain. 5) Proses penciptaan merupakan hal lain yang mesti mendapat perhatian. Harus diketahui apa motif penciptaan. Harus dilihat Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
16
apakah penciptaan disebabkan endapan pengalaman batin atau ada pengalaman atau keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi. 6) Konflik serta kaitannya dengan perwatakan dan alur cerita harus pula mendapat kajian. Bahkan perlu dijelaskan perwatakan yang dihinggapi gejala penyakit neurosis, psikosis, dan halusinasi. Dalam menganalisis konflik harus dilihat apakah konflik itu terjadi dalam diri tokoh, atau konflik dengan tokoh lain atau situasi yang berada di luar dirinya. 7) Analisis dapat diteruskan kepada analisis pengaruh karya sastra terhadap pembaca. 1.8 MetodePenelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Metode/jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan bersikap deskritif, yang oleh Nawawi (1990:63) diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek peneliti, apakah itu seseorang, lembaga, masyarakat, maupun yang lainnya, pada saat sekarang berdasarkan fakta yang ada sekarang. Dengan demikian dalam penelitian ini penulis tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan data-data fakta yang ada dan kemudian diinterpretasikan serta dianalisis secara rasional. 1.8.2 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, jurnal
penelitian,
dan
bahan-bahan
tertulis lainnya yang berhubungan dengan topic penelitian. b. Studi teks, yaitu pengumpulan data melalui naskah yang diteliti setelah Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
17
terlebih dahulu membaca kemudian menafsirkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam naskah. 1.8.3 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, karena metode penelitian yang digunakan adalah
kuaiitatif
mempengaruhi
maka data.
peneliti
Untuk
itu
bersikap
netral
sehingga
tidak
peneliti
hanya
membaca
dan
memperlihatkan lalu berusaha menjabarkan atau menginterpretasikan data tersebut untuk dianalisis sehingga dapat memberikan kesimpulan setelah dilakukan pengecekan ulang atas data tersebut. Informasi dan data yang dieroleh dari naskah disusun secara sistematis
dan
dikategorisasikan,
selanjutnya
dianalisis
dengan
interpretasi kuaiitatif. Setelah penyusunan dan analisis data, selanjutnya informasi tersebut didisain sesuai dengan bagian-bagian yang telah ditentukan sehingga dapat menghasilkan sebuah laporan penelitian yang integrative dan sistematis.
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
18
BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN
Analisis
struktural
yang
dilakukan
terhadap
cerita
rakyat
Laksamana Raja Lautan (LRL) ini merupakan langkah awal untuk mengetahui unsur-unsur isi dalam (intrinsik) dari cerita tersebut. Hal ini seperti apa yang dikatakan Teeuw (1989:13) bahwa kajian strutural dimaksudkan untuk membongkar, mengkaji, dan menganalisis unsur pembentuk dalam (intrinsik)
dari sebuah karya sastra yang berguna
untuk pengkajian selanjutnya dari karya sastra tersebut Setelah membaca dan memahami cerita rakyat LRL ini maka penulis mengambil kesimpulan sementara bahwa unsur-unsur yang berkaitan dengan masalah nilai-nilai psikologis yang terkandung di dalam cerita tersebut adalah tema, alur, latar, dan perwatakan. Sedangkan unsur-unsur yang lain tidak penulis kaji karena tidak terdapat kegunaan langsung atau tidak adanya hal yang dapat dikaji.
2.1. Ringkasan Cerita Pada zaman dahulu kala tersebutlah seorang yang bernama Dang Tuanku. la adalah kemenakan Bunda Kanduang dari Minangkabau dan setelah dewasa menjadi raja di Bilah Labuhan Batu Sumatera Utara. la mempunyai empat orang anak dan semuanya laki-laki. Disuatu hari Raja Dang Tuanku memanggil keempat anaknya untuk berkumpul. la merasa keadaannya semakin lemah. Oleh karena itu keempat anaknya diminta agar segera mencari jodoh dan menikah. Atas perintah ayahnya, keempat anak Raja Bilah berangkat menaiki galiung (semacam perahu yang terbuat dari pohon kayu besar yang bias berlayar untuk mengarungi sungau atau laut lepas). Pertama mereka berangkat menuju Pekan Baru. Di sana mereka berjumpa dengan anak Raja Siak. Dengan tidak memakan waktu lama anak yang paling tau dari Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
Raja Bilah Dang Tuanku kemudian dipinangkan dengan putrid Raja Siak yang tertua pula, yang bernama Mahmudsyah. Secara singkat, setelah perkawinan mereka diselesaikan, lalu mereka segara berangkat ke Selat Malaka dan mereka pun samapi di Negeri Johor. Di negeri ini mereka lalu meminang putrid Negeri Johor untuk anak Dang Tuanku yang kedua. Merea pun diterimanya dan dikawinkan dengan putri Raja Johor yang bemama Akbariyah. Begitu selesai acara perkawinannya, lalu berangkat menuju arah pulang dan singgah di Palembang. Di sana mereka meminang putri Raja keturunan Sriwijaya justru putri itupun anak yang ketiga pula. la bernama Muazanayah. Dan perkawinan ini pun segara dilaksanakan. Di tengah perjalan pulang ke Bilah kapal mereka dihantam ombak besar dan tali sauhnya tersangkut di dasar laut, entah oleh benda apa. Ketiga istri kakaknya melarang para suaminya untuk terjun ke dalam dasar laut karena ombak yang masih sangat besar. Oleh karena itu diputuskanlah Laksamana untuk terjun ke dalam laut, Laksamana pun mau melakukannya asal kakaknya berjanji apabila diketahui penyebab tersangkutnya sauh mereka maka benda yang menjadi tempat sangkutnya sauh mereka akan menjadi milik Laksamana. Selain itu, apapun benda yang didapat oleh Laksamana dari dasar lautan akan menjadi milik Laksamana dan tidak akan dibagi-bagi kepada ketiga kakaknya. Ketiga kakaknya setuju maka Laksamana terjun ke dalam laut. Sesampainya di dasar laut Laksamana mengetahui bahwa yang ada seekor ular yang menahan sauh mereka. Terjadi perkelahian antara Laksamana dengan ular tersebut yang bernama Ular Cinta Manis dan tewaslah ular tersebut menjadi dua bagian. Satu bagian tercampak ke darat dan menjelma menjadi Penghulu Balang dan bagian lain tercampak ke dasar laut dan menjelma menjadi Mambang Laut. Laksamana mengejar bagian yang jatuh ke dasar laut dan di dasar laut ia menemukan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Zulkarnain Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
20
yang memiliki seorang putri yang sangat cantik jelita dan bernama Mayang Murai. Raja Zulkarnain sangat suka terhadap perangai Laksamana dan menikahkan anaknya dengan Laksamana. Sebagai hadiah perkawinan Raja Jin Zulkarnain memberikan Laksamana dua buah peti yang sangat besar penuh dengan perhiasan. Yang satu berisi penuh dengan perhiasan dan yang satu lagi berisikan penuh perhiasan ditambah Putri Mayang Murai. Pesan Raja Jin Zulkarnain, peti kaca tempat Mayang Murai hanya boleh dibuka bila telah sampai ke Bilah dan harus dinikahkan kembali. Setelah mengingat semua petuah mertuanya, Laksamana bergegas kembali ke kapal. Keesokan paginya, Laksamana telah muncul di kapal dengan membawa dua peti besar dan membuat ketiga kakaknya terheran-heran dengan kedua peti tersebut. Ternyata setelah dibuka oleh Laksamana isinya penuh perhiasan dan seorang putri yang sangat cantik jelita. Laksamana mengingatkan ketiga kakaknya perjanjian mereka bahwa kedua peti itu adalah miliknya sendiri dan bukan untuk dibagi dengan ketiga kakaknya. Kakak-kakaknya hanya bisa mengangguk sambil menahan rasa iri. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan suasana yang masih diliputi oleh badai besar. Salah satu kakak Laksamana yang bernama Mahmudsyah merasa iri dengan apa yang diperoleh adiknya dari dasar laut. Timbul rasa dengki dalam dirinya, lalu diam-diam Mahmudsyah mengayunkan pedangnya ke leher Laksamana yang sedang duduk termenung di pinggiran kapal. Laksamana merasa ada angin dingin mendekati lehernya lalu berusaha mengelak tetapi akibatnya dia malah tercampak ke dalam laut dan hilang. Menjelang Subuh, Mahmudsyah membangunkan kedua saudaranya sambil berlagang menjadi orang yang bingung dengan mengatakan bahwa Laksamana tiba-tiba hilang. Kedua kakaknya pun ikut menjadi bingung lalu mereka putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan pulang Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
21
sambil memikirkan alasan yang tepat kepada orang tua mereka tentang penyebab hilangnya Laksamana. Laksamana terapung-apung di tengah lautan dan bertemu dengan seekor ikan hiu parang. Kemudian Laksamana memegang sirip hiu itu erat-erat dan mengikuti kemana hiu itu pergi. Tanpa disadari temyata Laksamana telah sampai di pesisir negeri Bilah. la terdampar dan pingsan berhari-hari, ketika siuman ia merenungkan nasibnya sambil bersumpah bahwa ia dan anak cucunya kelak tidak akan memakan daging hiu sebagai ucapan terima kasihnya. Sementara itu sesampainya ketiga kakaknya di istana Bilah, Raja Dang Tuanku menyambut gembira kepulangan anak-anaknya. Satu persatu mereka memperkenalkan istri mereka, sampai tiba giliran Mahmudsyah yang juga memperkenalkan Mayang Murai sebagai istrinya juga. Mayang Murai sangat sedih hatinya melihat kelakuan abang iparnya itu tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena pernyataan Mahmudsyah itu didukung oleh kedua saudaranya juga. Raja Dang Muda mempertanyakan keberadaan Laksamana dan mereka menceritakan bahwa Laksamana terjatuh ke dalam laut dan tidak tampak lagi. Raja Dang Muda sangat sedih hatinya dan menangis tersedu-sedu. Saking sedihnya beliau dengan emosional menyuruh Mahmudsyah untuk membuka peti besar yang mereka bawa tetapi Mahmudsyah tidak bisa karena kuncinya dibawa oleh Laksamana. Lalu Dang Muda memerintahkan seluruh rakyatnya untuk membuka peti tersebut dengan iming-iming apabila berhasil akan dijadikan sebagai Raja Muda. Tidak satupun dari rakyat Bilah yang mampu membuka peti tersebut sehingga membuat raja gusar dan memancung tukang canang (orang yang memberikan pengumuman ke seluruh pelosok negeri) dan menyuruh tukang canang lainnya. Tukang canang ini terus berjalan sampai akhirnya tanpa sengaja menemukan Laksamana yang masih terkapar di pinggir pantai dan menolongnya. Tukang canang menceritakan Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
22
tentang peti besar itu dan Laksamana tertarik untuk mengikuti perlombaan itu. la menyuruh tukang canang untuk meminta raja menyediakan pakaian lengkap bagi seorang raja muda baru kemudian ia akan membuka peti tersebut. Raja Dang Muda menyetujui syarat tersebut walaupun ia sangat penasaran dengan pemuda yang menyuruh tukang canang tersebut. la tidak mengetahui bahwa si pemuda tersebut adalah anaknya Laksamana. Setelah
pakaian
kebesaran
itu
diserahkan
kepada
Laksamana,
Laksamana tidak mau langsung memakainya melainkan meminta tukang canang untuk kembali ke istana sambil membawakan kuda tunggangan raja Dang Muda karena ia tidak mau berjalan kaki menuju istana. Tukang canang sangat ketakutan mendengar permintaan Laksamana tetapi dengan sangat terpaksa ia kembali ke istana dan menceritakan keadaan tersebut kepada raja. Raja setuju dan memberikan seekor kuda putih tetapi Laksamana menolaknya dan menyuruh tukang canang untuk kembali membawa kuda tersebut. Permintaan Laksamana ini pun disetujui oleh Raja Dang Muda setelah mempertimbangkan segala hal. Lalu tukang canang membawa kuda raja itu kepada Laksamana. Laksamana sangat senang hatinya melihat tukang canang datang membawa kuda yang diinginkannya. Kemudian dia mengajak tukang canang untuk duduk di belakang menemaninya naik kuda raja. Tukang canang takut dan haru mendengar permintaan Laksamana tetapi karena dipaksa Laksamana maka ia pun naik ke atas kuda. Sesampainya di dalam istana, seluruh kerabat istana sangat terkejut melihat sang penunggang kuda yang tidak lain dan tidak bukan adalah
Laksamana.
Begitu
pula
dengan
Raja
Dang
Muda.
la
menyongsong kedatangan putra bungsunya dengan sukacita. Laksamana pun menceritakan kepada raja Dang Muda bahwa saat duduk di pinggir kapal ia merasa sangat mengantuk dan terjatuh ke dalam laut. Sambil bercerita ia melirik abangdanya, Mahmudsyah, sambil Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
23
memberi isyarat bahwa ia telah memaafkan apa yang diperbuat abangnya ketika itu. Kemudian Raja Dang Muda pun melantik Laksamana sebagai pengganti dirinya menjadi raja di kerajaan Bilah. 2.2. Tema Masalah hidup akan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang dihadapi yang ada (Nurgiyantoro, 2001:71). Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah- masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapun dan kapan pun walau dengan tingkat intersitas yang tidak sama. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-sub tema ke dalam karya sastra sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna
tertentu
kehidupan,
mengajak
pembaca
untuk
melihat
,
merasakan, dan menghayati makna (pengalaman) kehidupan tersebut dengan
cara
memandang
permasalahan
itu
sebagaimana
ia
memandangnya. Tema itu sendiri sangat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan ternak, yang nota bene "hanya" berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sesuatu yang menyeluruh. Bahkan sebenarnya, eksistensi tidak mungkin hadir tanpa unsur bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Nurgiyantoro dikelompokkan sebagai fakta cerita (alur, latar, dan tokoh) yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
24
Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley dalam Nurgiyantoro (2001:80:82) membedakan tema dalam lima tingkatan paling sederhana sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. la lebih menekankan pada mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam karya sastra dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan. b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasm a, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang. c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai mahluk sosial, man as socius. Kehidupan yang bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konfiik, dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa maslah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya sastra yang berisi kritik sosial. d. Tema
tingkat
egoik,
manusia
sebagai
individu,
man
as
individualism. Di samping sebagai mahluk sosial, manusia juga sekaligus sebagai mahluk individu yang senantiasa "menuntut" pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai mahluk individu, manusia pun mempunyai banyak Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
25
permasalahan dan konfiik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. e. Tema tingkat divine, manusia sebagai mahiuk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Adapun kegiatan untuk menafsirkan tema sebuah karya sastra memang bukan pekerjaan yang mudah. Berhubung tema tersembunyi di balik cerita, penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun cerita itu. Menurut Mochtar Lubis (1989:25) untuk mengetahui tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: (a) melihat persoalan yang paling menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan; dan (c) melihat konflik yang paling banyak hadir. Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Sayembara Bohong maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Sayembara Bohong termasuk cerita yang tergolong ke dalam jenis tema tingkat sosial. Dalam cerita rakyat ini menceritakan tentang kehidupan sosial seorang raja. Masalah yang menonjol dalam cerita ini adalah tentang keputusan seorang raja terhadap puteri tunggal pewaris tahta kerajaan Untuk menentukan tema dalam LRL ini maka penulis mengunakan pendapat Mochtar Lubis yang menentukan tema sebuah karya sastra berdasarkan tiga hal, yaitu: a. Persoalan yang paling menonjol adalah perjuangan hidup dan kesabaran. b. Dari
awal
hingga
akhir
cerita
dalam
cerita
rakyat
LRL
adalah menceritakan tentang bagaimana perjuangan Laksamana dalam meraih semua
impiannya
dan
berusaha
menghadapi segala tantangan. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
26
sabar dalam
c. Konflik yang paling banyak hadir dalam cerita LRL adalah perebutan harta benda dan kekuasaan antara kakak beradik. Berdasarkan ketiga hal di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tema dalam cerita rakyat LRL adalah kesabaran dalam menghadapi segala masalah a/can mendapat ganjaran yang setimpal.
2.3. Alur Alur merupakan unsur karya sastra yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang terpenting diantara berbagai unsur karya sastra yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya sastrapun sering ditekankan pada pembicaraan alur, walau mungkin mempergunakan istilah lain. Masalah lineritas struktural penyajian peristiwa dalam karya sastra banyak dijadikan objek kajian. Hal itu kiranya juga beralasan tentang kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan .mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan unsur dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kejelasan memahami jalan cerita. Sebaliknya, alur sebuah cerita sebuah karya sastra yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami. Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik ia dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, tentulah ada awal kejadian, kejadiankejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya (Nurgiyantoro, 2001:141). Hal yang demikian dapat terjadi disebabkan urutan waktu penceritaan sengaja dimanipulasikan dengan urutan peristiwa. la mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk pengucapan baru dan efek artistik tertentu, kejutan atau pun sebentuk suspense di pihak pembaca tehnik pengungkapan cerita, atau tehnik pengaturan, yang demikian biasanya justru lebih menarik karena memang langsung dapat menarik Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
27
perhatian pembaca. Pembaca langsung berhadapan dengan konfiik, yang tentu
saja,
ingin
segera
mengetahui
sebab-sebab
kejadian
dan
bagaimana kelanjutannya. Pada dasamya, alur sebuah cerita haruslah berstfat padu. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian, ada hubungan adan sifat saling ketertarikan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dapat dikenali hubungan kewaktuannya lepas dari tempatnya dalam teks cerita yang mungkin diawal, tengah atau akhir. Alur yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Untuk memperoleh keutuhan sebuah alur cerita, Tasrif dalam Lubis (1989:10) mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan. Kelima tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah alur karya sastra yang bersangkutan. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut : 1) Tahap Situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 2) Tahap Generating Circumstances (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya berkesuaian dengan tahap awal pada penahapannya. 3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
28
yang menjadi inti cerita bersifat mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke klimaks, atau paling tidak dapat dihindari. 4) Tahap Climax (tahap klimaks), konflik dan atau pertentanganpertentangan yang terjadi, yang diakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah cerita yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. 5) Tahap Denouement (tahap penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Setelah penulis membaca, menghayati, dan memahami centra rakyat LRL maka dapat digambarkan alur yang terdapat dalam cerita tersebut adalah plot lurus atau progresif. Artinya bahwa dalam cerita rakyat LRL pelukisan alur cerita diawali dengan awal situasi sampai dengan akhir situasi dan tidak terdapat alur sorot balik (flashback) pada setiap bagian dari alur cerita tersebut. Adapun pentahapan alur dalam cerita rakyat LRL adalah sebagai berikut : 1) Tahap Situation, tahap awal dalam cerita rakyat LRL dimulai pada tahapan si pengarang mulai melukiskan keadaan kerajaan Bilah yang dipimpin oleh seorang raja yang sudah mulai sakit-sakitan dan ingin melihat keempat putranya memiliki istri. Lalu ia memerintahkan keempat putranya untuk merantau mencari istri ke kerajaan-kerajaan lain. Putra pertama menikah dengan Putri Siak, putra ketiga menikah dengan Putri Johor, dan putra ketiga menikah dengan putri Sriwijaya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita sebagai berikut. "Pada zaman dahulu kala tersebutlah seorang yang bernama Dang Tuanku. la adalah kemenakan Bunda Kanduang dari Minangkabau Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
29
dan setelah dewasa menjadi raja di Bilah Labuhan Batu Sumatera Utara. la mempunyai empat orang anak dan semuanya laki-laki. Di suatu hari Raja Dang Tuanku memanggil keempat anaknya untuk berkumpul. la merasa keadaannya semakin lemah. Oleh karena itu keempat anaknya diminta agar segera mencari jodoh dan menikah. Atas perintah ayahnya, keempat anak Raja Bilah berangkat menaiki galiung (semacam perahu yang terbuat dari pohon kayu besar yang bias berlayar untuk mengarungi sungau atau laut lepas). Pertama mereka berangkat menuju Pekan Baru. Di sana mereka berjumpa dengan anak Raja Siak. Dengan tidak memakan waktu lama anak yang paling tahu dari Raja Bilah Dang Tuanku kemudian dipinangkan dengan putri Raja Siak yang tertua pula, yang bernama Mahmudsyah. Secara singkat, setelah perkawinan mereka diselesaikan, lalu mereka segara berangkat ke Selat Malaka dan merekapun samapi di Negeri Johor. Di negeri ini mereka lalu meminang putrid Negeri Johor untuk anak Dang Tuanku yang kedua. Merea pun diterimanya dan dikawinkan dengan putri Raja Johor yang bernama Akbariyah. Begitu selesai acara perkawinannya, lalu berangkat menuju arah pulang dan singgah di Palembang. Di sana mereka meminang putrid Raja keturunan Sriwijaya justru putri itupun anak yang ketiga pula. la bernama
Muazanayah.
Dan
perkawinan
ini
pun
segara
dilaksanakan (LRL: hal 1-5)
2) Tahap Generating Circumstances, yaitu tahap dimana peristiwa mulai bergerak memunculkan konflik. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalam tahapan ini adalah dimulai dengan terjadinya ombak besar di tengah lautan yang menghantam kapal anak-anak raja Dang Muda dan menyangkutkan sauh mereka pada sebuah benda. Laksamana diutus untuk membebaskan sauh dan berhasil bahkan berhasil pula Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
30
membawa 2 peti besar perhiasan dan seorang istri yang juga dimasukkan ke dalam salah satu kotak yang berisikan perhiasan tesebut. Ini dikuatkan dari kutipan cerita sebagai berikut. "Tatkala mereka sedang berlayar, dengan tiba-tiba datang angin kencang. Mereka terombang-ambing dalam perahu karena terpukul oleh angin ribut sehingga tali sauhnya tersangkut pada suatu benda di dalam laut. Dalam keadaan demikian ketiga istri mereka melarang suaminya. Laksamana mengusulkan dirinya yang turun melepas tali perahu. Laksamana berjanji bila ia turun ke laut dan menemukan sesuatu dalam dasar laut itu, benda itu miliknya sendiri. Laksamana bertemu dengan raja Jin Zulkarnain dan dinikahkan dengan putrinya Mayang Murai. Dan memberikan hadiah berupa dua peti besar perhiasan emas intan berlian. Namun setelah Laksamana membuka peti yang semula dikunci kuat itu, saudara-saudaranya menjadi sangat terkejut." (LRL, hal 6-8)
3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), pada tahap ini cerita mulai bergerak ke arah konflik cerita. Adapun peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tahapan pada cerita rakyat LRL adalah ketika Mahmudsyah merasa iri dan dengki dengan keberuntungan adiknya, Laksamana, yang memperoleh banyak harta dan seorang istri yang cantik jelita melebihi kecantikan istrinya dan istri kedua saudaranya yang lain. Maka pada suatu malam saat mereka berdua mendapat tugas untuk mengendalikan kapal, Mahmudsyah melihat kesempatan untuk membunuh Laksamana yang sedang duduk termenung di pinggir kapal. Lalu diam-diam diambilnya pedang dan dilayangkan ke arah leher Laksamana. Laksamana walau duduk termenung merasa ada angin dari arah belakang lalu mengelak akibatnya ia terjatuh ke laut. Mahmudsyaha yang melihat kesempatan itu lalu menambah laju perahunya dan meninggalkan Laksamana berenang sendiri di tengah lautan. Laksamana bertemu dengan seekor hiu parang dan memegang Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
31
erat-erat sirip atas hiu itu dan ikut kemana hiu itu berenang dan akhirnya ia sampai di pesisir pantai negeri Bilah. Hal ini seperti yang terlihat pada kutipan berikut :
"Namun sayangnya Mahmudsya salah satu saudaranya ternyata memiliki perangai yang buruk. la merasa dengki dan iri karena Laksamana adiknya berhasil mendapat istri yang cantik dan oleh mertuanya diberi emas dan intan yang jumlahnya tidak sedikit. Dengan perlahan-lahan Mahmudsyah mengendap mendatangi Laksamana yang masih larut dalam lamunannya. Mahmudsyah mengayunkan pedangnya ke leher Laksamana. Keadaan itu membuat ia terkejut. Untung ia terus mengelak. Namun karena saat itu keadaan tidak seimbang Laksamana terjatuh ke laut. Laksamana yang gagah perkasa itu tetap saja berenang di laut lepas tanpa bertepi.Tanpa berpikir panjang saat yang demikian sulit dengan tiba-tiba tangannya merangkul sebua benda. Ternyata benda itu adalah seekor hiu parang, la memeluk tubuh ikan hiu, akhirnya sampailah di tepian negeri Bilah" (LRL, hal: 9-13) 4) Tahap Climax (tahap puncak cerita), tahap ini terdapat pada peristiwa ketika Laksamana ditemukan oleh seorang tukang canang yang terdampar di tepi pantai. Tukang canang menolong Laksamana dan memberi tahu bahwa raja sedang mengadakan sayembara bila dapat membuka peti besar milik raja akan dijadikan Raja Muda di negeri Bilah. Laksamana menyuruh tukang canang untuk memberita tahu raja bahwa dirinya mampu tetapi harus diberikan seperangkat pakaian seorang raja seperti yang dipakai oleh Raja Dang Muda, raja kerajaan Bilah. Permintaan itu dipenuhi raja Dang Muda, kemudian Laksamana meminta tukang canang lagi menyampaikan bahwa ia bisa datang ke istana apabila diberikan kuda tunggangan sang raja. Permintaanpermintaan yang dilakukan oleh Laksamana sebenarnya bukanlah hal Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
32
yang wajar karena hanya seorang raja atau anak raja sajalah yang boleh memakai pakaian kebesaran raja dan menunggangi kuda raja. Begitu pun Raja Dang Muda memenuhi keinginan Laksamana karena ia ingin tahu seperti apa pemua yang berani meminta itu semua tanpa mempertimbangkan akibat yang akan diterimanya nanti, yakni hukum pancung. Rasa penasaran raja ini wajar karena semua pemuda dan orang pintar yang ada di kerajaan Bilah tidak ada yang dapat membuka peti besar tersebut. Peristiwa itu seperti yang terlihat pada kutipan berikut : "Karena peti tidak dapat dibuka, lalu raja Dang Tuanku memanggil tukang canang untuk mengumumkan siapa seluruh rakyat yang bisa membuka peti besar akan diangkat menjadi raja muda di negeri Bilah sehingga banyak rakyat yang berdatangan. Dan setelah keadaannya pulih sehat seperti semula, tukang canang menanyakan kepada Laksamana, "Apakah engkau bersedia untuk membuka kunci peti besar yang ada di istana Bilah?" ternyata Laksamana bersedia. Karena itu Laksamana meminta syarat agar pakaian kebesaran raja itu untuk diantarkan ke tepian laut. Dan bila syarat itu dilakukan past! apa yang dikehendaki raja bisa akan terwujud. Setelah mendengar cerita tukang canang, raja Dang Tuanku tercenung sejenak lalu menyuruh dayang-dayang menyerahkan pakaian yang diminta tukang canang. Dalam hatinya bila tidak berhasil maka tukang canang dan pemuda itu akan dihukumnya pancung. "Sungguh ajaib bin aneh,"pikir baginda raja. "Kalau baginda anak muda itu bukan saja anak sembarangan, tetapi memiliki ilmu yang tinggi, karna dirinya bisa membuka peti besar yang terkunci rapat ini/' demikian raja memperkirakan. "Baiklah, kau antarkan saja kudaku ini agar anak muda itu mau datang membukakan peti terkunci ini. Ayo pengawal keluarkan kuda tungganganku dan berikan kepada tukang canang." Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
33
(LRL, hal: 14-21)
5) Tahap Denoument (tahap penyelasaian cerita), peristiwa yang terdapat pada tahapan ini adalah ketika Laksamana datang ke istana dengan menunggangi kuda tunggangan raja dan duduk di belakangnya tukang canang. Sesampainya di istana seluruh penghuni istana sangat terkejut karena yang datang ternyata adalah Laksamana, putra bungsu raja yang dikabarkan telah meninggal dunia di laut. Raja Dang Tuanku sangat gembira dan memeluk Laksamana erat-erat sambil menangis. Laksamana
juga
telah
memaafkan
kesalahan
abangdanya,
Mahmudsyah, dengan tidak menceritakan keadaan sebenarnya kepada
ayahandanya.
Ketika
raja
mangkat
maka
diangkatlah
Laksamana sebagai penggati raja di Bilah karena budi pekertinya yang baik. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita LRL sebagai berikut : Sesampai di ambang pintu gerbang istana Bilah, seluruh pengawal memberi hormat pemuda yang sanggup membuka peti tadi. Apalagi ia naik kuda tunggangan raja, tentu saja merupakan pemuda yang patut dihormati. la mulai memasuki ruang istana tanpa canggung dan rasa sungkan. Semua kerabat istana merasa heran dan mereka memandangnya dengan tidak berkedip. Ternyata darah mereka tersirap. Setelah diperhatikan dengan seksama ternyata pemuda yang dibawa tukang canang itu ternyata putra raja sendiri yang bernama Laksamana. "Hamba tertidur dalam perahu, kemudian datang angin kencang dan ananda terjatuh ke laut. Untung ananda ditolong ikan hiu dan dihempaskan ombak di pantai Bilah sehingga ananda ditemukan tukang canang/1 demikian penjelasan Laksamana sambil tersenyum melirik abangnya, Mahmudsyah, yang tertunduk malu. (LRL, hal: 22-23) Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 34 USU Repository © 2009
2.4. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrahams dalam Nurgiyantoro, 201:218). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk "mengoperasikan" daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketetapan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan sesuatu yang sebenarnya dalam cerita itu yang menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2001:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Latar tempat, latar ini menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya pantai, hutan, desa, kota, kamar, ruangan, dan lain-lain. 2) Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah "kapan" terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
35
sastra. Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persaman perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sungguhsungguh ada dan terjadi. 3) Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. la dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, key akinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain. Setelah penulis membaca dan memahami cerita LRL maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut: 1) Latar tempat; latar tempat yang ada dalam cerita LRL adalah istana kerajaan sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya. Di Lautan tempat terjadinya beberapa peristiwa penting seperti Laksamana mendapat istri dan harta, terjatuhnya Laksamana dari kapal, dan Laksamana ditolong oleh ikan hiu parang. Selain itu, di tepi pantai Bilah tempat terdamparnya Laksamana dan Balairung istana tempat berkumpulnya para kerabat istana ketika Laksamana datang. 2) Latar waktu; dalam cerita LRL ini adalah suatu hari, pagi hari, esok harinya, pada suatu malam, dan beberapa menit, seperti yang terlihat pada contoh-contoh pemakain waktu berikut: Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
36
Suatu hari menyatakan waktu Raja Dang Tuanku memanggil keempat anaknya untuk berkumpul. la merasa keadaannya semakin lemah. Oleh karena itu keempat anaknya diminta agar segera mencari jodoh dan menikah (hal. 1). Selan kejadian ini, peristiwa lain adalah Raja Zulkarnain yang merupakan raja Jin di gua dasar laut memanggil anaknya yang bernama Mayang Murai untuk berbincang-bincang sejenak (hal. 4) Pagi hari
menyatakan
Raja Jin Zulkarnain mempersiapkan oleh-oleh yang
merupakan
mas
kawin
untuk
Putri
Mayang
Murai
dengan Laksamana
(hal. 7) Esok harinya menyatakan saat Laksamana tersadar dari pingsan
(hal.
11)
Pada
suatu
malam
menyatakan
waktu
Laksamana dan Mahmudsyah mendapat tugas berjaga malam di dalam perahu yang berjalan di malam hari. Beberapa menit menyatakan waktu putra-putra raja Bilah Dang Tuanku sampai di istana dan berjumpa dengan raja Dang Tuanku (hal. 14). 3) Latar sosial; dalam cerita LRL ini tergambar mengenai keadaan masyarakatnya dalam cerita ini mengenai kelompok sosial masyarakat kerajaan yang dipimpin sang raja. Ceriti ini bertumpu pada aktiviatas dari anak-anak raja yang merupakan golongan tertinggi dalam klasifikasi sosial masyarakat Melayu. Hanya sedikit saja gambaran tentang masyarakat kelas bawah yang digambarkan dalam cerita ini yakni kedudukan sosial pesuruh raja yakni dayang-dayang dan tukang canang yang dibuat sebagai pelengkap cerita sekaiigus sebagai penekanan cerita bahwa cerita ini memang hanya menceritakan tentang latar sosial dari masyarakat golongan atas. 2.5. Watak dan Perwatakan Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
37
karakter dan karekterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, walau ada di antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada "tehnik" pengembangannya dalam sebuah cerita. Istilah "tokoh" menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai Jawab terhadap pertanyaan: "siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?", atau "Ada berapa orang jumlah pelaku dalam cerita rakyat itu?", atau "Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita itu?", dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kuaiitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh Tertentu dengan watak tertentu sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh jones dalam (Nurgiantoro, 1999:165). Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang di tanmpilkan dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literature bahasa inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh tersebut (stanton dalam Nurgiantoro, 1999:165). Dengan demikian, character dapat berarti “pelaku cerita” dan dapat pula berarti “perwatakan”. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang di milikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tidak jarang langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang di milikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang menjadi milik masyarakat, seperti sampuraga dengan sifatsifat jahatnya dan lain-lain. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan kedalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja di kategorikan kedalam beberapa jenis Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
38
penamaan
sekaligus,
misalnya
sebagai
tokoh
utama-protagonis-
berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut adalah: a.tokoh utama dan tokoh tambahan membaca sebuah karya sastra , kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang di hadirkan didalamnya. Namun, dalam kaitanya dalam keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya di munculkan sekali atau beberapakali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang di sebut pertama adalah tokoh utama (central character, main character). Sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada cerita rakyat tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat di temui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi
penampilan
tokoh
dapat
dibedakan
kedalam
tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah karya sastra, pembaca sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati, dan melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang di sikapi demikian oleh pembaca di sebut sebagai tokoh protagonis (Alterbrend dan Lewis dalam Nurgiantoro, 1999:178). Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
39
Tokoh protagonis adalh tokoh yang kita kagumi. Tokoh yang merupakan pengejewantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita ,harapan-harapan kita sebagai pembaca. Maka kita sering mengenbalinya sebagai yang mkemiliki kesaan dengan kita, Demikian pula halnya dalam menyikapinya. Demikian pula sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yangmenampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita , tidak sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat berdasarkan perwatakanya, tokoh cerita dapat di bedakan kedalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (comples atau round character). Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang memiliki suatu kualitas tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, Dia tidak di ungkapkan ke berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Dia tidak memliki tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan ke berbagai kemungkinan sisi klehidupannya, sisi keperibadiannya, dan jati dirinya ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dadpat menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam. Bahkan mungkin seprti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
40 Laksamana Raja Lautan, 2009. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita USU Repository © 2009
Setelah membaca danj mengamati cerita rakyat dan seyembara bohong maka dapat diketahui watak dan perwatakannya sebagai berikut : 1. watak atau tokoh cerita Tokoh utama dalam cerita LRL ini adalah laksamana. Sedangkan tokoh tambahan dalam cerita rakyat LRL adalah mahmudsyah dan dua saudara lainnya , serta tukang canang. 2. perwatakan dan penokohan Tokoh cerita dan perwatakannya dalam LRL adalah: •
Laksamana memiliki perwatakan yang tegas, arif, pemberani serta sangat menyayangi keluarga
•
Mahmudsyah memiliki perwatakan yang suka iri dan dengki kepada saudara sendiri dan merasa kurang puas dengan apa yang telah dimilikinya
•
Raja Dang Tuanku memiliki watak yang arif dan bijaksana.
•
Tukang Canang memiliki perwatakan yang penurut. Demikianlah paparan tentang watak dan perwatakan dalam cerita rakyat sayembara bohong.
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. 41 USU Repository © 2009
BAB III NILAI-NIALI PSIKOLOGIS CERITA LAKSAMAN MATI DIBUNUH
3.1 Sifat jahat Orang yang bersifat jahat adalah orang yang berkepribadian buruk, selalu membuat keonaran dan keresahan dalam masyarakat. Sifat sombong, iri, dan dengki merupakan sifat jahat yang terdapat dalam hati manusia, yang selau mengangap dirinya paling hebat, mempunyai kelebihan dari orang lain, misalnya lebih dalam ilmu pengetahuanya, kekayaannya, kecantikannya, dasebagainya. Perasaan lebih baik dari orang lain ini akan kelihatan dalam sikap dan tindak tanduk sehari-hari serta penampilanya di tangah-tengahkehidupan bermasyarkat. Imam Syafi’l dan Muhammad Afif Az-Za’by (1992 : 64) mengatakan.“ aku banyak mengenal orang, tetapi aku tidak pernah merasa dengki kepada mereka. Itulah
sebabnya
mereka
sayang
kepadaku.
Bagaimana
mungkin
seseorang akan berlemah lembut kepada seorang pedengki, bila pedengki itu tidak menghendaki sesuatupun selain hilangnya nikmat dari orang tersebut.“ Sifat jahat amatlah tercela, baik di sisi Allah maupun dimata manusia dan akan membawa kerugian dan bahaya besar. Orang yang memiliki sifat sombong contohnya, pasti tidak memiliki rasa rendah hati. Orang yang jahat selalu berada dalam kedengkian dan dusta serta tidak mampu menahan hawa nafsunya, juga tidak mungkin memberikan nasihat baik
kepada
orang
lain
kesukaannya
adalah
menghina
dan
mencemoohkan, terlebih terhadap orang yang di anggap saingannya. Orang bersifat jahat akhirnya akan tersesat karna dia meniru jalan setan sifat jahat tercermin pada petikan cerita berikut: Namun sayangnya Mahmudsyah salah satu saudaranya ternyata memiliki perangai yang buruk. ia merasa dengki karena laksamana adiknya berhasil mendapat istri yang cantik dan oleh mertuanya di beri emas dan intan dan jumlahnya tidak sedikit. Lalu timbulah Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
pikiran yang sangat jahat. Ia mencari cara bagaiman agar dia bisa mencuri harta benda adiknya itu, dan istrinya bernama Mayang Murai (LRL, hal: 12) Sifat sombong, iri, dengki, tamak, adalah sifat jahat yang sangat merusak dan menghancurkan orang lain. Karena sifat jahat tersebut, orang akan melakukan berbagai macam cara dan tipu muslihat untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, tanpa mengenal lagi namanya persaudaraan,tata krama dan kesopanan yang ada Cuma kerakusan yang akan membawa bencana bagi dir sendir dan orang lain. Hal ini seperti yang akan terliahat pada kutipan LRL berikut ini: Pada
suatu
malam ternyata
laksamana
dan
Mahmudsyah
mendapat tugas berjaga malam di dalam perahu yang berjalan di malam
hari
itu.
Mahmudsyah
memegang
Laksamana duduk di atas peti besar
kendali,
sedang
dan menghayalkan disaat
sampai di bilah tempat tinggal orang tuanya. Dengan perlahan-lahan Mahmudsyah bangkit dari duduknya dan mengendap mendatangi Laksamana yang masih larut lamunannya. Dan
saat
yang
demikian
merupakan
kesempatan
bagi
Mahmudsyah untuk mengayunkan pedangnya keleher Laksaman yang merupakan adik kandungnya sendiri. (LRL, hal:13) Islam melarang manusia untuk bersifat jahat pada orang lain, dan Allah tidak menyukainya. Allah menegaskan bahwa nerakalah tempatnya bagi orang-orang yang berhati jahat, sebagai mana firamannya dalam surah Al-Mukmin ayat 60, yang artinya,”Dan Tuhan mu berfirman: “Berdoalah
kepada
Sesuangguhnya
ku,
niscaya
orang-orang
akan
yang
ku
perkenankan
menyombongkan
bagimu. diri
dari
menyembahku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina “.
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
43
Berbahagialah orang-orang yang berahlak mulia dan berbudi pekerti baik, karena akan mendapat kemulian baik didunia maupun di akhirat, dan celakalah orang-orang berahlak jahat dan buruk, seperti dalam firman Allah surat Al-Infithaan ayat 13-14 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka”. 3.2 Menggunakan Akal Pikiran Sejak kecil seorang Ibu akan senantiasa menjaga dan merawat anaknya dengan makanan yang bergizi cukup agar kelak anaknya menjadi pintar dan cerdas. Disekolah si anak diajari berbagai hal yang menyangkut kehidupan dimasyarakat. Dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai kepada jenjang pendidikan tinggi terus diajari dan di bekali berbagai macam ilmu yang nantinya akan berguna bagi masa depan. Imama Syafi’I dalam Muhammad Afif Az_Za’by (1992:37)mengatakan, “Taakan kau dapatkan ilmu, kecuali dengan enam hal yang akan aku sebutkan berikut ini : kecerdasan, semangat keras, rajin dan ulet, dan ada biaya yang cukup, serta bersahabat dengana guru dan waktu yang lama. Ketahuilah olehmu ketika kamu terombangambing
di
tengah
lautan
maka
hanya
dengan
Ilmu
dan
kecerdasanmu dirimu dapat selamat sampai ketepi”.
Kewajiban manusia adalah menuntut ilmu agar menjadi pintar dan cerdas, dan dengan kepintaran dan kecerdasan itu manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana buruk. Dalam Al-Qur’an surah iqra’ 1-5 Allah telah berfirman, “bacalah dengan nama (Tuhanmu) yang menciptakan. Dia telah menciptaklan
manusia dari
segumpal
darah.
Bacalah, dan
Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
44
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yagn tidak di ketahuinya”.
Dari ayat di atas Allah telah menegaskan perlunya manusia untuk membaca, agar dapat menjadi manusia yang pintar dan cerdas. Kepintaran adalah sesuatu hal yang mutlak harus di miliki bagi diri siapa saja, karena apabila diri kita bodoh maka akan menjadi permainan orang lain. Seperti kata pepatah orang bodoh adalah santapan bagi orang pintar. Kepintaran dapat memberikan jalan kepada manusia apa yang harus dilakukannya agar maksud dan tujuannya dapat tercapai. Penggunaan akal pikiran ini dapat menyelamatkan kita dari kesulitankesulitan yang kita hadapi, seperti petikan cerita di bawah ini, Tanpa berpikir panjang saat yang demikian sulit, dengan tiba-tiba tangannya merangkul sebuah benda.Ternyata benda itu adalah seekor ikan hiu parang. Dipeluknya ikan hiu itu erat-erat sampai ia dihempaskan oleh ikan hiu itu di tepian negeri Bilah. (LRL hal:10 -11)
Dengan kepintaran yang dimiliki seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari bahaya yang mengancam, akibat tindakan sewenang-wenang dari orang yang memiliki kekuasaan.Kepintaran merupakan sebuah senjata yang tidak tampak dan tiada pula tajam, namun dengan kepintaran apa yang dianggap mustahil akan mejandi mungkin dan dapat dikerjakan. Semua orang harus pintar untuk hidup, karena hidup ini akan banyak yang akan dilakukan dan banyak pula ragam prilaku manusia.Bila dahulu kancil dengan kepintarannya dapat menyelamatkan diri dari santapan buaya, maka manusia juga dengan kepintarannya dapat menyelamatkan dirinya dari santapan manusia lainnya pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
45
3.3 Percaya Kepada Kekuasaan Tuhan Mempercayai Allah adalah suatu hal yang mutlak bagi manusia di muka bumi ini.Allah bersifat gaib, namun kebesaran dan keagunganNya dapat kita lihat dan rasakan.Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi dan apa saja yang terkandung di dalamnya. Kekuasaan Allah tidak ada batasnya, segala sesuatu yang dikehendakiNya terjadi maka hal itu akan terjadi.Dengan kekuasaannya, Allah ciptkan manusia sebagai khalifah atau pemimpin serta dijadikannya bumi sebagai tempat tinggal manusia. Firman Allah dalam surah Yassin ayat 33 – 35 yang artinya: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah)bagi mereka adalah bumi yang mati, kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya bijibijian maka dari padanyalah mereka makan.Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka makan sebagian dari buah-buahannya dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka, maka mengapakah mereka tidak bersyukur”. Dengan kebesaran dan kekuasaan Allah juga di bumi ini ada tumbuh-tumbuhan, gunung, bukit, sungai, laut dan sebagainya, yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi manusia.Manusia adalah mahluk yang paling sempurna diciptakan Allah dari mahluk lainnya yang dibekali akal pikiran dan ilmu pengetahuan belum mampu mengetahui berapa banyak jumlah ikan di lautan. Itulah salah satu kecil dari kekuasaan Allah yang manusia sebagai mahluk yang memiliki ilmu yang tidak mampu menjawabnya. Manusia dan segala apa yang dilihatnya merupakan bagian terkecil dari apa yang telah diciptakan Allah, sering manusia merasa angkuh dan sombong di karenakan sesuatu yang pernah di ciptakannya.Manusia dapat mengarungi lautan, terbang keangkasa dan menciptakan berbagai hal yang membantu kehidupan manusia itu sendiri bahkan menjadi penguasa yang besar, telah membuat manusia menjadi lupa dan Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
46
sombong karena keberhasilan mereka. Manusia tidak menyadari bahwa apa saja yang dibangun dan dirancang manusia tidak ada gunanya bila Allah tidak menurunkan ilmu bagi manusia. Akibat keangkuhan dan kesombongan manusia Allah telah memberikan banyak peringatan kepada manusia, bahwa tidak ada yang lebih berkuasa di muka bumi ini kecuali diriNya. Bila mengingat peringatan itu tidak di indahkan juga maka Allah akan menimpakan azab dan malapetaka bagi manusia, agar manusia itu menyadari akan kesalahannya dan mau kembali kejalan yang benar.
Imam
Syafi”I
dalam
Muhammad
Afif
Az-Za”by
(1992:54)
mengatakan, “Apa yang kau kehendaki pasti terjadi meskipun itu tidak seiring dengan keinginanku. Tetapi apa yang kuinginkan tidak mungkin menjelma, jika tidak sejalan dengan kehendakMu. Kau ciptakan manusia yang telah Kau ketahui sebelumnya.Dalam ilmu-Mu pula ada manusia muda dan tua. Diantara mereka ada yang bahagia dan menderita, serta ada pula manusia yang baik dan yang buruk.Ada manusia yang Kau buat mulia dan ada pula yang kau buat hina,ada yang Kau beri pertolongan ada pula yang tidak”. Dalam kisah-kisah para nabi merupakan contoh yang dapat dilihat dan
diambil
sebagai
pelajaran.Bagaimana
Fir”aun
dan
seluruh
pengikutnya ditenggelamkan Allah dilaut merah karena menggap dirinya adalah Tuhan, bagaimana Nabi Ibrahim dapat tetap hidup walaupun dibakar dalam kobaran api yang menyala-nyala dan bagaimana Korun dengan hartanya di tenggelamkan Allah kedalam perut bumi karena ketamakannya, dana masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang dapat dilihat.Kesemunya itu adalah tanda akan kebesaran dan kekuasaan Allah.Allah mampu mendatangkan bencana dengan bajir, topan, gunung meletus, kilat dan guntur, namun dengan kekuasaannya Allah juga mampu menjadikan suatu daerah itu aman dan makmur, hijau dan subur yang masyarakatnya hidup tentram dan damai. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
47
Allah tidak menyukai manusia yang angkuh dan sombong dikarenakan manusia itu telah mampu berbuat banyak bagi kepentingan orang lain, yang pada akhirnya menjadikan dirinya sama dengan sang Pencipta semesta alam. Apa saja yang dianggap manusia tidak mungkin terjadi, Namun apabila Allah yang mengkehendaki bisa terjadi dan manusia tidak akan mampu menolaknya karena memang hanya Allah yang
memiliki kekuasaan untuk dapat berbuat segalanya bagi diri
manusia. Perhatikan petikan cerita di bawah ini : Tanpa berpikir panjang saat yang demikian sulit, dengan tiba-tiba tangannya merangkul sebuah benda. Ternyata benda itu adalah seekor Ikan hiu parang. Ia menduga bahwa ikan hiu yang dipeluknya pasti saja pertolongan Tuhan. Pertolongan yang demikian membangkitkan semangat untuk hidup kembali. Tanpa disadari ikan hiu itu bergerak keras tubuh Laksamana terhempas, namun tangannya tetap berpegangan ketubuh ikan hiu itu. (LRL, hal : 11). Dari petikan cerita di atas dapat digambarkan bahwa bila Allah berkehendak maka segala sesuatunya akan terjadi, dan tidak ada satupun kekuatan manusia yang mampu menghadangnya walau di dalam benteng yang sangat kuat sekalipun. Allah mampu memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendakiNya, tetapi Allah juga mampu menyesatkan dan menghancurkan siapa saja yang dikehendakinya. Allah maha pengasih dan maha penyayang bagi setiap mahluk dimuka bumi ini. Semua yang diciptakan dibumi adalah untuk manusia agar manusia dapat hidup dan mengerjakan kewajibannya sebagai khalifah atau pemimpin. Setiap waktu, baik siang dan malam nikmat dan karunia dan kasih sayang Allah tiada pernah putus-putusnya untuk manusia, namun manusialah yang selalu ingkar dan berbuat zalim bagi dirinya sendiri. Sehingga harus menerima azab dan siksaan dari Allah Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
48
SWT. Dalam surah Yassin, ayat 49yang artinya:”Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar”. 3.4 Kasih Sayang Saudara Kandung Dalam sebuah sebuah keluarga ada ayah sebagai kepala keluarga dan ada ibu yang mengerjakan pekerjaan runah tangga serta anak-anak yang merupakan tali kasih sayang kedua. Anak-anaknya tersebut adalah anak kandungnya yang lahir dari dari rahimnya. Saudara kandung adalah saudara satu ayah dan satu ibu yang di lahirkan dari satu rahim ibu. Saudara kandung merupakan teman yang pertama sekali, sebelum mengenal teman-teman yang lainnya di luar lingkungan keluarga. Muhammad Abdul Yaman (1994 : 37) mengatakan,
“anak adalah sebuah karunia yang dititipkan kepadamu, maka ajarkan kepada mereka tentang ajaran agama, saling sayang menyangi diantaranya dan saling mengingatkan kepada jalan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jangan membunuh dan saling menyakiti sepeti Habil dan Kabil. Mereka adalah tiang-tiang pada rumah tanggamu bila mereka terpecah maka rumahmu akan rubuh, namun bila mereka bersatu maka kamu akan menjadi orang yang paling beruntung”.
Dalam keluarga yang memiliki anak, orang tuanya selalu akan memberikan pengajaran kepada anak-anaknya agar selalu menyangi dan mengasihi saudara sekandungnya bila mengalami kesulitan. Anak dalam keluarga di kenal dengan sebutan anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Sebutan untuk anak-anak tersebut di berikan untuk membedakan mana anak yang paling tua, mana yang tengah dan mana yang paling kecil. Setiap anak yang terlahir akan membawa ciri masing-masing, dengan watak dan rupa yang selalu berlainan antara satu dengan yang Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
49
lainnya. Namun perbedaan yang ada merupakan sebuah karunia dari sang pencipta. Perbedan yang ada diantara mereka tidak akan dapat memutuskan ataupun menghilangkan pertalian diantara keduanya. Anak yang paling tua akan sayang terhadap adik-adiknya dan akan membibing dan memberikan perlindungan terhadap adiknya bila mana adiknya dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongannya. Bukan malah sebaliknya, kakak mencelakakan adiknya hanya untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada petikan cerita berikut : Pada suatu malam ternyata Laksamana dan Mahmudsyah mendapat tugas berjaga malam di dalam perahu yang berjalan di malam
hari
Laksamana
itu.
Mahmudsyah
duduk
di
atas
memegang
peti
besar
kemudi,
dan
sedang
menghayalkan
kebahagiaannya disaat sampai di Bilah tempat tinggal orang tuannya.dengan
perlahan-lahan
duduknya
mendatangi
dan
Mahmudsyah
Laksamana
yang
bangkit
dari
masih
larut
lamunannya. Dan saat yang demikian merupakan kesempatan bagi Mahmudsyah untuk mengayunkan pedangnya keleher Lakasamana yang merupakan adiknya kandungnya sendiri. Namun sayangnya Mahmudsyah salah satu saudaranya ternyata memiliki perangai yang buruk. Ia merasa dengki karena Laksamana adiknya berhasil mendapatkan istri yang cantik dan oleh mertuanya dia beri emas dan intan yang jumlahnya tidak sedikit. Lalu timbullah pikiran yang sangat jahat. Ia mencari cara bagaimana agar bisa mencuri harta benda adiknya itu, dan istrinya bernama Mayang Murai. (LRL, hal : 12-13)
Petikan cerita diatas seharusnya memberi gambaran bahwa kasih sayang seorang abang terhadap adiknya haruslah besar. Mengasihi dan melindungi seorang adik adalah kewajiban,walaupun nyawa menjadi taruhannya. Bukan sebaliknya. Bukankah dengan membunuh adiknya si Laksamana akan menyulitkan dirinya sendiri kelak karena pasti orang Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
50
tuanya akan menanyakan keberadaan Laksamana kepada dirinya selaku abangnya, tetapi Mahmudsyah tidak menyadari betul akan bahaya yang siap menantinya.namun itu semua dilakukannya karena rasa iri dan dengki kepada adiknya, demi untuk menguasai harta dan istri adiknya, ia rela mengorbankan nyawa adiknya sendiri. Bagaimanapun besarnya perbedaan diantara saudara kandung, namun rasa kasih sayang itu tidak akan pernah hilang karena kasih sayang itu adalah anugerah dari Allah SWT. Kasih sayang itu tidak akan luntur oleh hujan dan tidak akan koyak oleh panas. Dua orang kakak beradik itu saling menyayangi. Diantara keduanya tidak akan hilang oleh jarak ataupun yang membatasinya. Wajah boleh berbeda, tempat boleh berjauhan, namun kasih sayang tidak bisa hilang oleh apapun juga, tidak oleh waktu, tempat, keadaan dan lain-lainnya karena itulah kebesaran Allah. Hal ini seperti yang di gambarkan oleh sikap laksamana ketika bercerita kepada ayahandanya bahwa dirinya terjatuh dari kapal karena kekhilafan dia dan bukan karena kesalahan abangnya, Mahmudsyah.
3.5 Menjadi Pemimpin Yang Baik Dalam sebuah wilayah atau daerah sudah lazim adanya sebuah pemerintahan. Pemerintahan tersebut di pimpin oleh seorang raja ataupun penguasa. Raja bertugas mengatur jalannya roda pemerintahan dan mensejahterakan rakyatnya. Seorang pemimpin harus mengayomi, melindungi dan memberikan kebutuhan bagi rakyat yang di pimpinnya. Seorang raja haruslah berlaku adil, jujur hidup dalam kesederhanaan dan menjauhi segala yang berlebihan dan bermegah-megahan. Abu abdilah dalam Muhammad Abdu Yamani 91994:19) mengatakan, “orang-orang yang bejat, orang-orang yang hina di sekeliling raja itulah musuh kerajaan yang sesungguhnya. Mereka semua penjilat dan pembohong. Mereka adalah para pengecutr yang hanya mementingkan
kesenangan-kesenangan
pribadi.
Sebagai
pembantu raja, seharusnya mereka sampaikan kepada kerajaan Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
51
yang sebenarnya, bukan sebaliknya. Seharusnya mereka luruskan langkah rajanya yan keliru, bukan sebaliknya mendukung dan membelanya yang akhirnya rakyat mengalami kesengsaraan dan kehancuran kerajaan tidak dapat di hindari”.
Namun, harus di akui banyak dari para penguasa yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Raja dan seluruh kalangan istana hidup secara bermewah-mewah dan berfoya-foya. Raja dan kalangan istana hidup secara berkecukupan bahkan sangat berlebihan, yang kadang sering melakukan berbagai pesta meriah sampai empat puluh hari empat puluh malam lamanya. Putri-putri pembesar kerajaan selalu berpakaian cantik dan mewah, memakai perhiasan yang sangat mahal harganya dan memiliki kendaraan yang bagus. Sementara di luar pagar istana, rakyatnya hidup sangat menderita, hidup serba kekurangan bahkan kelaparan. Rakyat tidak mampu membeli makanan, apa lagi pakaian-pakaian yang serba bagus an mahal harganya. Rakyat selalu dibebani dengan berbagai macam pungutan pajak untuk kerajaan dalam menjalankan roda pemerintaha. Rakyat selalu di paksa untuk erbakti kepada raja dan kerajaan, namun hasil yang mereka peroleh sangat jauh dari yang diimpikan. Kemiskinan, kebodohan dan kelaparan seakan telah menjadi bagian dari kehidupan rakyat. Raja dan
penguasa
mengetahui
semua
itu,
namun
mereka
tidak
memperdulikan nasib rakyatnya, yang terpenting bagi raja da penguasa kewajiba rakyat terhadap kerajaan harus di penuhi, bagi rakyat yang mencoba-coba melawan maka raja tidak segan-segan menghukum atau menyiksa rakyatnya. Rakyat yang tidak mampu membayar kewajibannya berupa pajak akan disita rumahna, hewan ternak, bahkan sawah dan ladangnya. Rakyat banting tulang siang malam untuk memenuhi permintaan raja dan penguasa. Mereka menanami padi di sawah, mereka menebar jala di lautan dan mereka merawat binatang ternak, namun hasilnya tak Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
52
jarang mereka hanya dapat menelan air ludah saja sambil menarik nafas dalam-dalam karena tidak dapat menikmati hasilnya. Dalam kehidupan rakyat, raja adalah titisan dewa yang bertugas memberikan kehidupan bagi rakyat yang dipimpinnya. Seorang raja ataupun penguasa adalah panutan bagi rakyat. Bukankah tugas seorang raja adalah mengayomi dan melindungi rakyatnya. Seorang raja harus memikirkan kesejahteraan rakyat, harus mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya dan kelurganya. Raja harus memberikan yang terbaik buat rakyatnya, hasil yang di dapat dari rakyat harus di kembalikan kepada rakyat dengan membangun
berbagai sarana yang sangat di butuhkan rakyat seperti
pendidikan, kesehatan maupn kesejahteraan. Hasil yang di dapat dari rakyat tidak boleh di ambil oleh raja ataupun penguasa untuk dirinya dan keluarganya, sehingga raja ataupun penguasa hidup bermewah-mewah, sementara rakyatnya hidup dalam kesengsaraan. Perhatkan petikan cerita di bawah ini : Dalam keadaan demikian, betapa gembiranya tukang canang menerima kuda tunggangan raja. Dalam hatinya, bahwa raja Bilah cukup bijaksana dan arif sehinga dirinya tidak terkena hukuman. Dan berfikir oleh tukang canang, bahwa baginda begitu percaya kepada dirinya yang hanya orang kecil. Sambil menuntun kuda tunggangan raja Bilah tukang canang terus berjalan menuju ketempat pemuda yang suka bertingkah aneh itu. (LRL, hal : 21)
Dari petikan cerita di atas memberikan gambaran bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki sifat yang arif dan memikirkan kesulitan rakyanya. Raja atau penguasa selalu memberikan kemudahan bila rakyatnya
mengalami
kesulitan.
Raja
harus
mampu
megarahkan
rakyatnya untuk memilih jalan yang terbaik bagi mereka. Hasil yang di peroleh dari rakyat dengan bekerja keras harus rakyat juga yang menikmatinya. Raja ataupun penguasa yang baik akan di cintai rakyatnya, Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
53
sedangkan raja atau penguasa yang jahat akan mengalami kehancuran karena di benci rakyatnya.
54 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang terdapat pada bab-bab sebelumnya maka dapat
di tarik kesimpulan dari pembahasan terhadap cerita
Laksaman Raja Lautan (LRL) sebagai berikut : 1. Tema dari cerita LRL adalah kesabaran dan perjuangan yang tidak kenal lelah akan membuahkan kebahagiaan. 2. Alur dari cerita LRL dalah alur maju (Progresif) dan dalm alur cerita tidak dapat alur mundur (flashback). 3. Watak dan perwatakan dalam cerita LRL terdiri atas watak utama dan watak sampingan; Sedangkan perwatakan para tokoh adalah datar (flat) artinya tidak terapat perubahan watak para tokoh dari awal sampai akhir. 4. Latar dalam cerita LRL terdiri atas tiga yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial yang kesemua latar tersebut kebanyakan terjadi di lingkungan istana. 5. Nilai-nilai a. Sifat-sifat jahat b. Menggunakan akal pikiran c. Percaya kepada kekuasaan Tuhan d. Kasih sayang saudara kandung e. Menjadi pemimpi yang baik
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
4.2 Saran Berdasarkan hasil analisis terhadap cerita Laksamssssana Raja Lautan maka dalam hal ini dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Dalam
cerita-cerita
rakyat
banyak
terdapat
nila-nilai
psikologis yang dapat dijadikan alat pembersihan jiwa para pembacanya. 2. Pelestarian dan penginvetarisasian cerita rakyat yang kini mulai surut hendaknya dibangkitkan kembali untuk menjaga nilai-nilai budaya kita 3. Adanya perhatian orang tua untuk tetap memperkenalkan cerita-cerita rakyat yag bersifat mendidik kepada anakanaknya sehingga cerita rakyat tetap dikenal oleh setiap lapisan masyarakat.
56 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Abiding, Gaffar, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Depdikbud RI. Aminuddin. 1990. Sekitar Ilmu Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Answarsyah. 1993. Dasar-dasar Metode Penelitian. Medan: AKIP. Damono, Supardo Djoko.1984. Sosiologi Sastra. Bandung: Angkasa. Dirgagunarsa, Singgih. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara Sumber Widya Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hamidita Graha Widia. Jayawati, Maini Trisna, dkk. 1997. Analisis Struktur dan Nilai Budaya Cerita Rakyat Sumatera Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Narbuko, Cholid. 1997. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, Hadari. 1987. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjha Mada University Press. Pradopo. 2000. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Semi. 1998. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
57
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009