perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I ( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Oleh :
NONIEK WIHARNIY C0107036
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Noniek Wiharniy NIM
: C0107036
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )” adalah benar-benar karya sendiri bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Desember 2011
Noniek Wiharniy
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
”Kemarin adalah sejarah. Hari ini adalah anugerah. Kenanglah hari kemarin, jangan sia-siakan hari ini, untuk hari esok yang lebih baik” (penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Almarhum ayahandaku tercinta, ibundaku tercinta, dan keluarga besarku. 2. Almamaterku.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai-nilai Budi Pekerti di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi )”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan izin penulisan skripsi ini. 3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Dra. Sundari, M.Hum , selaku pembimbing I dengan ketegasannya telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terwujudnya skripsi ini. 5. Drs. Christiana D.W, M.Hum sebagai Pembimbing II atas ketelitian dan ketulusannya telah memberi masukan demi penyempurnaan skripsi ini. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang terus memberikan semangat dan masukan kepada penulis. 7. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya. 8. Kepada
perpustakaan
Mangkunegaran,
UNS,
FSSR
terimakasih
atas
dan
Reksa
pelayanannya
Pustaka selama
Istana penulis
membutuhkan referensi. 9. Ibundaku, kakak-kakakku tersayang, beserta keluargaku yang telah membantu doa di dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Muhammad Fahrur Rozi (Beck Donal), terima kasih untuk segenap rasa ketulusan, dan kesabaran di dalam menemani, serta memberi semangat, dukungan, dan doa sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman penari yang tergabung di Sanggar Tari Soerya Soemirat Istana Mangkunegaran dan Tim Besar Matah Ati, terima kasih atas segenap suka duka yang kalian berikan di setiap langkahku, terimakasih untuk dukungan moril dan semangatnya dan semoga kalian semua sukses. 12. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007 terima kasih atas bantuan serta dukungannya dan semoga sukses. 13. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, semoga mendapat karunia dari Tuhan. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..………………………………….......................
I
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN…………..………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………….
iv
HALAMAN MOTTO…………………………………………………..
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. vi KATA PENGANTAR………………………………………………….. vii DAFTAR ISI……………………………………………………………
x
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………….
xiii
ABSTRAK…………………………………………………….………..
xvi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
1
A. Latar Belakang………………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah…………………………………….............
7
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….
8
D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 9 1. Manfaat Teoritis………………………………………………
9
2. Manfaat Praktis……………………………………………….. 9 BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………..
11
A. Pengertian Tembang Macapat………………………………..
11
B. Pengertian Puisi………………………………………………
13
C. Pendekatan Etika Moral.…………..…………………………. commit to user
17
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Pengertian Etika…………………………………………
17
2. Pengertian Moral……………………………….………..
18
3. Pengertian Budi Pekerti……………………………….....
20
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………... 25 A. Lokasi Penelitian………………………………………………
25
B. Jenis dan Bentuk Penelitian……………………………………
25
C. Sumber Data dan Data…………………………………………
27
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….
28
1. Teknik Analisis Isi………………………………………….. 28 2. Teknik Analisis Kepustakaan……………………………….
29
E. Teknik Analisis Data…………………………………………... 29 1. Reduksi Data………………………………………………..
30
2. Sajian Data………………………………………………….
30
3. Kesimpulan…………………………………………………. 30 BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………
32
A. Nilai Estetika Serat Margawirya………………………………
32
1. Lapis Bunyi ………………………………………………...
34
2. Lapis Arti…………………………………………………… 39 a. Padan Kata……………………………………………......
40
b. Tembung Garba………………………………………......
40
c. Tembung Wancahan……………………………………...
42
d. Pepindhan………………………………………………...
44
e. Citra Dengaran………………………………………….. commit to user
44
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Citra Lihat……………….……………………………….
45
g. Allegori………………………………………………….
46
h. Candrasengkala………………………………………..…
46
i. Kata Ganti Petunjuk……………………………………..
47
3. Lapis Norma………………………………………………..
47
a. Objek…………………………………………………
47
b. Latar………………………………………………….
48
c. Pelaku………………………………………………… 51 4. Lapis Dunia……………………………………………........
53
5. Lapis Metafisis……………………………………………..
54
B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawiya
57
1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan………………………..
58
2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan………………………... 61 3. Ajaran Orang Tua Dalam Mendidik Anak………………
66
4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun…………………………...
71
5. Ajaran Menerima Tamu………………………………..
77
6. Larangan Berjudi…………………………………………
84
7. Larangan Mengadu Domba………………………………
89
8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur…………………….. 93 C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya Dengan Kehidupan Masa Kini……………………………………………………
103
BAB V PENUTUP……………………………………………………...
115
A. Kesimpulan………………………………………………… commit to user
xii
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Saran…………………………………………………….......
116
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 118 LAMPIRAN…………………………………………………………….
commit to user
xiii
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
BGRay
: Bendara Gusti Raden Ayu
FSSR
: Fakultas Sastra dan Seni Rupa
PB
: Pakoe Boewana
RMH
: Raden Mas Harya
SM
: Serat Margawirya
UNS
: Universitas Sebelas Maret
YME
: Yang Maha Esa
KUHP
: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Naskah Serat Margawirya
Lampiran II
: Terjemahan
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ? Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang. Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research, yaitu pnelitian yang data dan informasinya ada di dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian dibedakan menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli SM, (2) data yang bersumber dari hasil penelitian yang bersumber dari skripsi yang dikaji secara filologis pada tahun 1986 oleh Faiz. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik content analysis (teknik kajian isi), library research ( teknik kepustakaan). Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan SM adalah struktur SM meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti yang terdiri dari padan kata, tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori, candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri dari objek, latar, dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis. Ajaran yang di sajikan di dalam SM adalah mengenai nilai-nilai budi pekerti yang setiap saat berada di tengahtengah masyarakat yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan, memilih pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2) Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk atasanmu sehingga akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang tua kepada anak-anak, menjadi suri tauladan yang baik bagi putra putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari wuwur, sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun, perbuatan commit to user dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari oleh setiap orang, (5)
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik dalam bertamu dan menerima tamu yang baik adalah cerminan dari pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan haram yang sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu domba, sumber dari segala macam perpecahan di dalam masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan adu domba dapat dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur, terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara yaitu prajurit sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber makan bagi negara, pedagang berfungsi sebagai pakaian bagi negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara. Ajaran etika moral yang terkandung dalam SM masih relevan pada kehidupan sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-undangan sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi pekerti tinggi. SM dengan keseluruhan kandungannya tersebut dapat menjelaskan masa lampau, sekarang dan akan datang membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARI PATHI
Noniek Wiharniy. C 0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Wonten Ing Serat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I ( Tinjauan Bentuk, Makna, lan Fungsi ). Skripsi Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta. Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên ing panalitèn inggih punika, (1) Kados pundi Sêrat Margawirya karya RMH Jayadiningrat I dados karya sastra Jawi ingkang anggadhahi kaèndahan wontên panyeratanipun ? (2) Piwucal punapa kèmawon ingkang wontên ing salabêting Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I? (3) Kados pundi sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ing Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsanging pabrayan ing jaman sapunika ?. Ancasing panalitèn punika, (1) Ngandharaken gêgambaran kaèndahaankaèndahan panulisan wontên salêbêting Sêrat Margawirya karya RMH. Jayadingrat I. (2) Hanjlèntrèhakên piwucal-piwucal ing salebêting Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I. (3) Ngandharaken gêgambaran sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ingkang wontên ing Serat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsangging pabrayan jaman sapunika. Panalitèn punika mêndhêt woten ing (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunêgaran Surakarta, ingkang nyimpên naskah ingkang asli, (2) Panggenan panalitèn ingkang awujud sulih aksara kasimpen wontên ing kapustakan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta. Panalitèn punika awujud panalitèn sastra. Jenising panalitèn mawi panalitèn pustaka utawi library research inggih punika panalitèn ingkang data lan informasinipun wontên ing kapustakan. Wujud panalitèn inggih punika deskriptif kwalitatif. Sumber data ing panalitèn punika dipunbedaaken dados kalih, (1) Data ingkang asumbêr saking naskah asli utawi babon Sêrat Margawirya, (2) Data ingkang asumbêr saking woh panalitèn ingkang asumbêr saking skripsi ingkang sampun dipunteliti dêning Faiz kanthi panalitèn Filologis taun 1986. Tata cara nglêmpakakên data ngginakakên tèknik content analysis (teknik kajian isi), lan teknik library research ( teknik kepustakaan). Dudutan wontên ing panalitèn punika : struktur utawi rancangan Serat Margawirya inggih punika (1) Lapis Swantên, (2) Lapis Arti ingkang inggih punika wontên dasanama, têmbung garba, têmbung wancahan, pêpindhan, citra pangrungu, citra handulu, allegori, candrasêngkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma inggih punika objek, papan, lan paraga, (4) Lapis Donya, (5) Lapis Metafisis. Ajaran ingkang wontên ing Sêrat Margawirya inggih punika wontênipun nilai-nilai budi pêkêrti ingkang sabên-sabên wontên ing satêngah-têngahing pabrayan kadosta, (1) Piwulang milih pakaryan, milih pakaryan kedah dipunmatakên ing manah lan sampun ngantos commit to usergojag-gajêg, (2) Piwulang ngabdi kaliyan Raja, kadosta ngabdi ingkang saè kagêm raja satêmah badhê ambêkta xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kabêrkahan, (3) Piwulang tiyang sêpuh dhumatêng para putra, dados patuladan ingkang saè kagêm para putra punika dados gêgadhanggan sabên tiyang sêpuh, kadosta wuwur, sêmbur, nandur lan pitutur, (4) Piwulang botên dados dhukun, tindak tanduk ingkang damêl dosa ingkang gêdhê ambêkta kasêngsaran lan kêdah dipunsingkiri dêning sabên tiyang, (5) Piwulang nampi tamu, polah tingkah nalika mêrtamu lan nampi tamu ingkang saè atêgês punika kaca brênggalaning pribadi priyantun, (6) Piwulang botên kêparêng (pêpacuk) main, punika tindak tanduk haram ingkang dados pêpacuking agami lan sagêd nggègèraken pabrayan agung satêmah kêdah dipun singkiri, (7) Piwulang botên kêparêng pradul utawi adu domba, sumbêr saking sadaya ingkang nyêbabakên padudon ing pabrayan, kanthi gêsang rukun adu domba sagêd dipunicali, (8) Piwulang dadosakên negari makmur, wontên sêkawan inggih punika prajurit minangka pangayom nêgari, pêtani minangka sumbêr têtêdhan kagêm nêgari, bakul minangka rasukaning nêgari, pêndhèta minangka maringi bêrkat kagêm nêgari. Piwulang ètika moral ingkang wontên ing Sêrat Margawirya taksih wontên guna paèdahipun tumrap panggêsangan ing jaman sakpunika, jêr bêbrayan èmut ukum lan pranatan-pranatan satêmah sagêd nyipta pabrayan ingkang anggadahi moral lan budi pêkêrti ingkang saè sangêt. Sêrat Margawirya kanthi sadaya kandhutanipun kasêbut saged njlèntrèhakên jaman rumiyin, sakpunika lan ingkang badhê kalampahan betahaken parêmbagan supados sagêd pikantuk caracara ingkang botên buntu.
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Budi values Pekerti Margawirya Inside Fiber RMH works. Jayadiningrat . Thesis:Regional Literature Department of Literature and Fine Arts Faculty of the Sebelas Maret University Surakarta. Problems discussed in this study were (1) How the structure of the fibers contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat? (2) what are the teachings contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I? (3) What is the relevance of character values contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with people's lives today? The aim of this study are to: (1) Describe the structure of the fibers contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat (2) Find the teachings contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I (3) Describe the relevance of character values contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with community life in the present. This study took locations divided into two places, namely, (1) The original location is located in the Library of BC Mutual Mangkunegaran Surakarta Palace Library, (2) the location of the research results in the form transiliterasi Perputakaan BC in the Faculty of Literature and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarta. This study is a kind of literary research. This type of research is a research library or library research, namely pnelitian the data and information in the library. One of them is a form of qualitative research is descriptive research. Source of data in the study divided into two, (1) data sourced from original manuscript SM, (2) data derived from research results derived from the philological thesis examined in 1986 by Faiz. Data collection techniques using content analysis techniques (engineering studies content), library research (literary technique). Conclusions obtained from the analysis is the structure of BC BC content includes, (1) layer of sound, (2) Lapis meaning of the word match, Tembung womb, Tembung wancahan, pepindhan, images sounds, visual images, allegori, candrasengkala, pronouns instructions, (3) Lapis norm consisting of objects, background, and the perpetrator, (4) Layer the world, (5) Lapis metaphysical. Doctrine that served in the SM is about the values that each character while in the midst of society that is composed of, (1) teaching in choosing a job, choose a job should be established in the liver and do not hesitate, (2) The doctrine serves to superiors, be a good servant to your boss so that will combines all blessings, (3) Teaching parents to children, be good role models for your son or daughter is every parent's dream, consisting of wuwur, sprayed, nandur, and pitutur (4) The doctrine does not become a shaman, a sin that brought to user misery and should be avoided by commit everyone, (5) Doctrine receive guests, to behave
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
in a visit and receive a good guest is a reflection of one's personal, (6) Prohibition of gambling, unlawful act which is prohibited by religious and community members are very disturbing and should be avoided, (7) Prohibition of pitting, the source of all sorts of divisions within society, with the unity and integrity of pitting can be removed, (8) Doctrine make make the country prosperous, there are four important aspects that must be owned by a nation state as the protector of warriors, farmers as a source of food for the country, serves as a clothing merchant for the country, and the priest giving a blessing to the country. Moral ethical teachings contained in the SM is still relevant in the present life if people are aware of laws and legislation so as to create communities of high moral and virtuous character. BC with the overall abortion may explain the past, present and future require a discussion for its solution.
commit to user
xxi
NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I (SEBUAH TINJAUAN BENTUK, Makna,dan Fungsi ) Noniek Wiharniy1 Dra. Sundari , M.Hum2 Drs. Christiana D.W, M.Hum3
ABSTRAK 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau 1
Mahasiswa jurusan sasda daerah dengan NIM C0107036 Dosen pembibing I 3 Dosen pembibing II 2
library research, yaitu pnelitian yang data dan informasinya ada di dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian dibedakan menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli SM, (2) data yang bersumber dari hasil penelitian yang bersumber dari skripsi yang dikaji secara filologis pada tahun 1986 oleh Faiz. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik content analysis (teknik kajian isi), library research ( teknik kepustakaan).Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan SM adalah struktur SM meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti yang terdiri dari padan kata, tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori, candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri dari objek, latar, dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis. Ajaran yang di sajikan di dalam SM adalah mengenai nilai-nilai budi pekerti yang setiap saat berada di tengah-tengah masyarakat yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan, memilih pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2) Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk atasanmu sehingga akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang tua kepada anak-anak, menjadi suri tauladan yang baik bagi putra putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari wuwur, sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun, perbuatan dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari oleh setiap orang, (5) Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik dalam bertamu dan menerima tamu yang baik adalah cerminan dari pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan haram yang sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu domba, sumber dari segala macam perpecahan di dalam masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan adu domba dapat dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur, terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara yaitu prajurit sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber makan bagi negara, pedagang berfungsi sebagai pakaian bagi negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.Ajaran etika moral yang terkandung dalam SM masih relevan pada kehidupan sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-
undangan sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi pekerti tinggi. SM dengan keseluruhan kandungannya tersebut dapat menjelaskan masa lampau, sekarang dan akan datang membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dikenal mempunyai peradaban yang cukup tinggi, terbukti dengan kekayaan dan keanekaragaman khasanah budaya. Dalam waktu yang cukup lama, berkembang dan terpelihara pada setiap generasi hingga saat ini atau bahkan mungkin sampai waktu yang tidak bisa dibatasi. Rekaman budaya Indonesia dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik yang berupa bangunan fisik (candi, bangunan kuna, prasasti), karya seni (naskah), maupun norma-norma konvensional yang hidup di masyarakat. Semua itu menunjukan identitas diri dan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang bernilai luhur. Dari berbagai peninggalan tersebut, naskahlah yang merupakan wacana terlengkap dan memuat hampir seluruh segi kehidupan serta mencerminkan situasi sosial budaya pada saat naskah diciptakan. Di dalamnya terkandung informasi yang sangat dibutuhkan di kehidupan dahulu hingga sekarang dan digunakan sebagai sarana refleksi masa mendatang. Naskah adalah salah satu peninggalan budaya nenek moyang yang menyimpan berbagai segi kehidupan. Naskah adalah semua bahan tulisan tangan yang menyimpan bebagai ungkapan pikiran, perasaan, hasil budaya masa lampau. Naskah mencakup banyak hal, antara lain : naskah-naskah nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukan oleh aneka aspek kehidupan yang commit to user dikemukakan, misalnya masalah politik, sosial, ekonimi, agama, kebudayaan,
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
bahasa, sastra dan moral. Apabila dilihat dari sifat pengungkapannya dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat-sifat historis, didaktis, dan religius. Naskah memuat banyak segi kehidupan, nilai dan manfaat naskah juga sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk dilestarikan dan menghidupkan kembali nilai budaya lama yang telah berkembang dan terpelihara di masa lalu. Nilai-nilai strategis tulisan lama atau kesusastraan lama dapat dijadikan sarana menjembatani informasi ide, budaya, dan nilai peradaban lainnya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dengan banyaknya warisan budaya bangsa, naskah merupakan dokumen yang paling menarik di bandingkan dengan puingpuing bangunan peninggalan bersejarah dan warisan budaya lainnya. Kesusastraan lama bermanfaat untuk mengungkapkan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada masyarakat lampau sebagai pelaku-pelaku sejarah mengetahui sikap, alam pikiran, dan perasaan masyarakat lampau. Hal ini dapat membantu sumber-sumber sejarah budaya, pembanding perkembangan bahasa, teknologi, agama, dan sifat-sifat asli masyarakat baik sebelum atau sesudah adanya pengaruh dari luar. Kebanyakan naskah mengandung informasi yang berkaitan dengan berbagai hal seperti hukum, adat istiadat, filsafat, ekonomi, moral, obat-obatan, kehidupan beragama, kehidupan sosial, menurut Jauss, karya sastra lama merupakan produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan masa sekarang dalam arti ada nilai-nilai tertentu untuk orang yang membacanya dan sebuah karya sastra akan lebih dipahami secara utuh jika, pemahaman itu dilandasi pada penyatuan pengalaman masa lampau (diakronis) dan masa kini commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(sinkronis). Melalui pemahaman sinkronis dan dikronis itu makna sebuah karya sastra dapat diwujudkan secara koheren. Sejarah sastra akan dapat diketahui dan dibandingkan karya-karya sastra sejak keberadaannya sampai pada perkembanagn yang terakhir. Pembandingan tersebut dapat mencakup aspek ciri, idealisme, aliran, gejala yang ada, pengaruh yang melatar belakangi, gaya, bentuk pengungkapan, dan sebagainya. Dengan demikian,
akan
lebih
memudahkan
seseorang
yang
akan
melakukan
penganalisisan terhadap karya sastra. Pengkajian terhadap naskah lama mempunyai nilai yang amat penting, karena naskah merupakan dokumen peninggalan yang dapat memberikan gambaran mengenai peradaban dan sejarah perkembangan masyarakat. Di dalam naskah terdapat unsur sastra. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Sastra sampai saat ini dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi serta dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosi. Sastra terlahir sebagai akibat dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan kesejatian dirinya, realitas masyarakat yang menjadi bagian dari keberadaannya yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang jaman, sehingga ia mampu dinikmati dan memberi kepuasan bagi khalayak pembaca ( Atar Semi 1993 : 1). Jan van Luxemburg menyatakan bahwa sastra (litterature) dengan pengertian sekarang, baru muncul pada abad ke-18. Namun, sastra sesungguhnya commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berakar dari masa pra sejarah dalam wujud sastra lisan dan berbentuk-bentuk mitos. Penciptaan karya sastra dengan penurunannya melewati rentangan waktu panjang untuk sampai pada generasi berikutnya, sehingga menyebabkan kesukaran dalam mempelajarinya. Upaya mengetahui, mempelajari, dan memahami naskah diperlukan pengungkapan isi baik yang tersurat maupun yang tersirat. Naskah sebagai peninggalan masa lampau hanya akan bermanfaat jika apa yang terkandung di dalamnya dapat terungkap sebagai warisan nenek moyang, bukanlah perhiasan yang dapat dibanggakan dan dipertotonkan saja, naskah baru berharga apabila masih dapat dibaca dan dipahami isinya. Naskah-naskah yang terdapat di pulau Jawa berdasarkan isinya menurut Girardet dapat digolongkan menjadi beberapa golongan : 1. Kronik, legenda dan mite yang didalamnya terdapat naskah-naskah, babad, pakem, panji, pustaka raja, dan silsilah. 2. Agama, filsafat, dan etika di dalamnya termasuk naskah-naskah yang mengandung Hindhuisme, Kejawen, Islam, ramalan, dan sastra wulang. 3. Peristiwa Keraton, hukum risalah, peraturan-peraturan. 4. Buku teks dan penuntun kamus ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan, pertanian,
antropologi,
geografi,
dan
perdagangan
(Girardet
dalam
Hendrosaputro, 1996 : 30). Berdasarkan penggolongan di atas, maka Serat Margawirya (SM) dimasukan kedalam sastra wulang. Sastra wulang berisi ajaran-ajaran atau nasihat yang penting bagi kehidupan. Dikatakan ajaran atau nasihat karena dapat dilihat commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari judulnya, kata marga berarti jalan dan wirya berarti keberanian, kebaikan atau kebahagiaan, merangkum maksud bahwa SM mengetengahkan ajaran-ajaran hidup menuju kehidupan yang bahagia atau ajaran kebajikan. SM merupakan karya sastra dalam bentuk tembang. SM kini tersimpan di dua tempat, (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor katalog A.41 dengan tebal naskah 42 halaman, sebagai naskah asli, (2) Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam bentuk transiliterasi dan telah dikaji oleh Faiz secara Filologis yang menghasilkan deskripsi naskah, kritik teks dan terjemahan. Kandungan di dalamnya adalah ajaran moral yang antara lain sebagai berikut
Pupuh
Dhandhanggula memuat
ajaran
dalam
memilih
pekerjaan, ajaran di dalam mengabdi, tata cara menghadap pimpinan/atasan (raja), ajaran tata cara memberi kepercayaan kepada orang lain, dan larangan berjudi
dan
mabuk-mabukan. Pupuh
Sinom memuat
tenthang
ajaran
menghadap pimpinan atau atasan (raja), ajaran mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan oleh negara, larangan berjudi dan mabuk-mabukan, larangan tergoda oleh uang dan wanita, dan larangan mengadu domba. Pupuh Megatruh memuat tentang ajaran dalam memberi nasihat, ajaran menerima tamu yang baik, ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik, larangan menghindar dari tanggung jawab, dan larangan untuk mengadu domba. Pupuh Kinanthi memuat tentang ajaran diberi kepercayaan oleh orang lain dan ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anak. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ajaran etika moral dijelaskan apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan dalam hidup bermasyarakat. Ajaran etika moral memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat di antara sekelompok manusia atau masyarakat. Kalau seseorang mengerti apakah itu menjadi manusia, dia akan mengerti bagaimana harus berbuat supaya kelakuannya dilaksanakan menurut kodratnya, derajatnya dan martabatnya. Hal ini akan mengantarkan manusia untuk weruh ing uripe (tahu akan hakekat hidupnya) dan tidak menjadi padha lan kebo (sama hidupnya dengan kerbau). Kehadiran setiap karya sastra mampu dinikmati oleh setiap pembaca, jika didasarkan kenyataan bahwa karya sastra
yang lahir selalu berkembang dan
perkembangannya bergantung sepenuhnya pada pengarang Di balik kehidupan bahasa suatu karya sastra, akan diambil pula manfaatnya yang berupa kesenangan-kesenangan tertentu. Kesenangan disini bukan hanya cerita karya sastranya saja, tetapi juga pesan yang disampaikan baik yang tersurat maupun yang tersirat. Ajaran moral dalam sebuah karya sastra merupakan pesan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Karya sastra yang baik akan mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Mengingat pentingnya ajaran moral dalam karya sastra terhadap SM maka pembaca diharapkan menangkap, menghayati, dan mengamalkan ajaran moral yang terkandung didalamnya, dengan cara menerangkan isi ajaranyang terkndung di dalamnya serta kemudian meresepsi isinya yang dilakukan berdasarkan penilaian masyarakat terhadap bagaimana SM dapat menjadi salah satu karya yang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didalamnya mengandung ajaran yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga orang tersebut mempunyai tingkah laku dan budi pekerti yang baik. Keunggulan di dalam SM yang memiliki nilai lebih di banding naskahnaskah lain adalah mengenai isi dari naskah SM sendiri, di mana serat ini memuat banyak sekali ajaran-ajaran budi pekerti yang baik dan mendidik bagi masyarakat pembaca. Ajaran-ajaran budi pekerti yang terkandung seputar kehidupan masyarakat, sehinggga diharapkan setelah dilakukan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan Struktural dan Moralitas ini ajaran-ajaran yang telah ditranskirpsikan dapat merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa. Selain hal di atas, naskah SM merupakan karya agung dari RMH. Jayadiningrat I, sehingga serat ini memiliki bobot yang lebih dibanding karya-karya RMH. Jayadiningrat I yang lain. Penelitian ini membatasi diri pada tiga pokok kajian, yaitu (1) Persoalan nilai-nilai estetika SM sebagai karya sastra, (2) Penjabaran ajaran moral di dalam SM, (3) Relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalam SM dengan masyarakat sekarang.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang seharusnya di bahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan tersebut nantinya akan di teliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan masalah tersebut adalah : commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Bagaimanakah Serat Margawirya karya RMH.Jayadinigrat I sebagai karya sastra memiliki nilai estetika? 2. Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH Jayadiningrat I ? 3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mendeskripsikan nilai estetika didalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadingrat I . 2. Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH Jayadiningrat I . 3. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang termuat di dalam Serat Margawirya dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Manfaat Teoritis Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca mengenai fungsi dan manfaat sastra bagi masyarakat, serta menambah pemahaman terhadap karya sastra jawa dalam bentuk tembang macapat.
b. Manfaat Praktis Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi masyarakat mengenai ajaran budi pekerti. Selain itu penelitian dapat dijadikan acuan data bagi penelitian selanjutnya.
E. Sistematika Penulisan Pemaparan sistematika penulisan diperlukan untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan dari sebuah penelitian. Sistematika penulisan tersebut sebagai berikut : Bab I. Bab Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori,yang meliputi pengertian tembang macapat, pengertian puisi , pendekatan moral, dan pendekatan etika. Bab III. Metode Penelitian yang meliputi lokasi penelitian, metode dan bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab IV. Bab Pembahasan yang berisikan tentang deskripsi nilai-nilai estetika , deskripsi ajaran moral, relevansi aspek budi pekerti Serat Margawirya dengan kehidupan sekarang . Bab V. Bab Penutup yang memuat tentang kesimpulan permasalahan yang telah dibahas serta saran-saran. Sebagai bagian akhir dari laporan ini adalah Daftar Pustaka.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tembang Macapat Bentuk puisi tradisional Jawa yaitu Tembang telah ada sejak jaman kuno. Puisi tersebut ditembangkan atau dinyanyikan sesuai dengan lagu-lagu tertentu.. pada jaman Jawa Baru muncul bentuk macapat, bentuk ini memiliki aturan yang mengikat yang disebut metrum. Macapat mempunyai ciri khas tersendiri, berbeda dengan Tembang Gedhe atau Tembang Tengahan. Oleh karena itu, macapat dapat diartikan ” lagu kawengku ing sastra ” yaitu lebih dipentingkan sastranya daripada lagunya. Macapat berasal dari kata ma + capat yang artinya membaca cepat, ada juga arti lain yaitu maca + pat yang artinya membaca empat-empat. Pengertian itu ”salah kaparah”, yaitu salah dianggap benar, padahal macapat di sini adalah ”macapat lagu” artinya tembang waosan. Tembang macapat sendiri ada bermacam jenis yaitu: Sinom, Pangkur, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Pocung, Maskumbang, Gambuh, Durma dan Dhandhanggula (Subalinata dalam Iwan Wahyudi 2002 : 9) Dalam tembang macapat dikenal berbagai istilah antara lain : Guru Gatra
: jumlah baris dalam setiap bait.
Pada
: bait yang menyusun tembang
Guru lagu
: jatuhnya suara atau dong ding di akhir commit to user baris
11
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Guru wilangan
: jumlah suku kata setiap baris
Pupuh
:
Kumpulan tembang yang sejenis (jumlah barisnya
banyak) Sasmita Tembang
: Kata yang menunjukan ciri dari suatu keterangan dalam sebuah tembang yang telah ditetapkan (dapat berupa nama pengarang, jenis tembang, dan lain-lain)
Serat Margawirya menggunakan empat pupuh yaitu : 1). Sinom yang mempunyai aturan yaitu sebagai berikut : a. Guru lagunya : baris pertama a, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i, baris kelima i, baris keenam u,
baris ketujuh a, baris kedelapan
i,
baris
kesembilan a. b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8. Baris keempat 8, baris kelima 8, baris keenam 8, baris ketujuh 7, baris
kedelapan
8, baris
kesembilan 12 2). Dhandhanggula yang mempunyai aturan-aturan yaitu : a. Guru lagunya : baris pertama i, baris kedua a, baris ketiga e, baris keempat u, baris kelima i, baris keenam a, baris ketujuh u, baris kedelapan a, baris kesembilan i, baris kesepuluh a. b. Guru wilangan : baris pertama 10, baris kedua 10, baris ketiga 8, baris keempat 7, baris kelima 9, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris kesembilan 12, baris kesepuluh. 3). Megatruh yang mana mempunyai aturan-aturan yaitu : commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga u, baris keempat i, baris kelima o. b. Guru wilangan : baris pertama 12, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8, baris kelima 8. 4). Kinanthi yang mempunyai aturan-aturan yaitu : a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i, baris kelima a, baris keenam i b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8, baris kelima 8, baris keenam 8. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan adalah penggabungan antara teori puisi tradisional dan teori puisi modern. Penggabungan ini bertujuan untuk lebih mengekplorasi keindahan nilai-nilai estetika Serat Margawirya baik dari segi bentuk,gaya bahasa dan hal-hal yang lebih bersifat metafisik, hal ini dikarenakan Serat
Margawirya
dapat
dinikmati
keindahan-keindahan
dalam
bentuk
penulisannya apabila dapat dikaji lebih mendalam dengan menggunakan penggabungan dua teori ini sekaligus. Sehingga tampak jelas diman letak kekhasan penulisan serat ini, khususnya dalam sisi keindahan penulisan.
B. Pengertian Puisi Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling kuat imajinasinya. Sejak lahirnya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas yang kita kenal sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun demi tahun. Bentuk karya puisi memang telah dikonsep oleh penulis atau commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengarangnya
pada
pengkonsentrasian
segala
kekuatan
bahasa
dan
pengkonsentrasian gagasannya untuk melahirkan puisi. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa puisi sebagai karya sastra memiliki kelebihan dibandingkan dengan dengan karya sastra yang lain yaitu adanya karya kreatif yang terletak pada bahasa dan unsur interaksi antar unsur tersebut dengan dunia nyata yang ada di luarnya. Puisi
tidaklah
mengungkapkan dunia sebagaimana adanya,
melainkan sebagai dunia yang terlihat oleh mata batin. (Agus Prihandoko, 2004 : 3) Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani “Pouma” yang berarti membuat, dan “Poeisi” yang berarti „pembuatan‟, dan dalam bahasa Inggris disebut
dengan
“Poem” atau “poetry”. Puisi diartikan
„membuat‟, dan „pembuatan‟ karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia tersendiri, yang mungkin berisikan pesan atau gambargambar suasana tertentu baik secara fisik maupun batiniah (Aminudin, 1991 : 134). Berdasarkan aktifitas kejiwaan puisi merupakan ekspresi kreatif yang didalamnya terkandung detivitas jiwa yang menangkap kesan-kesan lalu dipadatkan dan dipusatkan (kondensasi). Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dan dilahirkan kembali (dibentuk) pada waktu pengucapannya sendiri (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 : 12). Dikarenakan itula penciptaan karya puisi sangat menimbang pemakaian unsur-unsur penyusunnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Salah satu unsur dalam puisi ialah bunyi. Dibandingkan karya sastra dalam bentuk lain, bunyi merupakan unsur yang penting dalam penciptaan puisi. Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Hal
ini tentu saja berhubungan dengan selera manusia terhadap lagu
dan melodi. Selain sebagai pembentuk keindahan dan tenaga ekspresif bunyi juga bisa digunakan untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan membentuk imajinasi pembacanya atau pendengarnya. Untuk memanfaatkan potensi bunyi dalam puisi, seorang pengarang bisa menggunakan sarana-sarana persajakan : awal, tengah, dalam, dan akhir, kombinasi vokal dan konsonan tertentu; aliterasi dan asonansi; orchestra bunyi: efoni dan kakofoni; simbol bunyi, anomatope, kiasan suara, lambang rasa. Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u, bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j, bunyi liguida; r, l, dan bunyi sengau; m, n, ng, ny menimbulkan bunyi merdu dan berirama (efoni). Bunyi yang merdu dapat mendukung suasana mesra, kasih sayang, gembira dan bahagia. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, pebuh bunyi k,p,t,s (bunyi konsonan tak bersuara) disebut kakofoni. Cocok dan dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tak teratur, bahkan memuakkan (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 : 29 -30). Disamping tugasnya yang pertama sebagai simbol arti dan juga untuk orchestra, bunyi kata digunakan juga sebagai peniru bunyi. Peniru bunyi atau onomatope dalam puisi kebanyakan hanya memberikan sarana tentang suara sebenarnya. Onomatope menimbulkan tanggapan yang jelas dari kata-kata yang commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hal yang ditunjuk. Kiasan suara merupakan gambaran sesuatu menggunakan bunyi. Seorang pencipta atau pengarang untuk mendapatkan kepuitisan perlu memperhatikan beberapa hal aturan atau norma selain yang diatas, Adapun menurut Roman Ingarden dalam Rachmat DjokoPradopo (1987 : 15-19) aturan atau normanya adalah sebagai berikut : 1.1 Lapis Bunyi (Sound Stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang dan panjang, Tetapi suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan konvensi bahasa disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya satuan –satuan suara itu orang menangkap artinya. 1.2 Lapis Arti (Unit of Meaning). Berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi bait, bab dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak, 1.3 Lapis norma meliputi objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan. 1.4 Lapis dunia, lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa dalam
sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”
bahkan peristiwa yang sama. Misalnya suara kederan pintu dapat diperlihatkan aspek “luar” tau “dalam” watak. Misalnya
pintu
berbunyi
halus dapat
memberikan sugesti wanita atau watak dalam si pembuka itu hati-hati. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keadaan sebuah kamar yang terlihat dapat memberikan sugesti watak orang yang tinggal di dalamnya. 1.5 Lapis Metafisis. Lapis ini dapat memberikan suatu renungan bagi pembaca. Lapis metafisis berupa sifat-sifat mengerikan atau
menakutkan dan
metafisis (yang
sublime,
yang suci) dengan
yang tragis,
sifat ini seni dapat
memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca.
C. Pendekatan Etika Moral 1. Pengertian Etika Kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapatpendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral (Magniz Suseno 1993 : 6). Kata etika secara etimologis berasal dari kata ethos berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1997:4) Menurut Hasbullah Bakri (1996 : 71) mendefinisikan etika sebagai berikut : Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal fikiran. Tujuan dari etika adalah mendapatkan citra yang sama bagi seluruh manusia mengenai penilaian baik dan buruk, di tempat mana suka dan kapan saja (Bakri, 1996 : 72) Etika Jawa mengemukakan tuntunan-tuntunannya berdasarkan dua angggapan dasar tentang struktur realitas seluruh kehidupan manusia yang erat commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hubungannya satu sama lain. Pertama, kedudukan dan kegiatan setiap manusia dalam dunia telah ditentukan oleh takdir. Kedua, bahwa manusia dengan segala kehendak dan tindakannya pada hakekatnya tidak dapat mengubah perjalanan dunia seisinya yang telah ditakdirkan (Magniz Suseno, 1993:227) Kajian Serat Margawirya, adalah salah satu bagian dari cara manusia (Jawa) dalam
memberikan
sebuah
batasan
atau
lebih
tepatnya aturan
berhubungan dengan lingkungannya secara jelas. Oleh karena itu, naskah ini merupakan bentuk perwujudan dari sistem konstruksi etika moral yang dibangun secara baik dalam wujud kita (buku) untuk diajarkan kepada anak cucu. Kaidah yang menentukan etika dalam masyarakat adalah menuntut agar individu dalam masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan dengan tuntutantuntutan keselarasan, atas dasar suara hati atau tanggung jawab moral dan jangan
sampai membangkang karena akan membahayakan dalam kehidupan
bermasyarakat. Berdasarkan pada teori-teori yang digunakan di atas, Serat Margawirya akan lebih jelas dan objektif jika dilihat atau dirinci sejauh mana struktur bangunan etika moral yang secara logis menjadi bagian (aturan) masyarakat Jawa di waktu silam. Secara ringkas etika merupakan sebuah refleksi moral yang erat dengan perilaku manusia baik secara individual maupun secara sosial yang dapat membatasi tingkah laku manusia antara perbuatan baik dan buruk.
2. Pengertian Moral commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, moral berarti : 1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Akhlak budi pekerti, susila. 2. Ajaran
kesusilaan
yang
dapat
ditarik
dari
suatu cerita. Sedangkan
moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etika atau adat sopan santun (KBBI:2001: 592) Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin mos (jaman : mores) yang berarti kebiasaan, adat. Sedangkan moralitas dari kata sifat Latin Moralis yang mempunyai arti suatu perbuatan dalam pengertian sifat
moral
atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sejarah hidup masyarakat seakan-akan terentang dalam suatu jaringan norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan lain-lain. Jaringan itu seolah-olah membelenggu masyarakat, mencegah masyarakat dari bertindak sesuai dengan segala keinginan masyarakat. Mengingat masyarakat untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya masyarakat benci. Maka masyarakat mengharapkan tunduk terhadap norma-norma itu. Bidang yang mengenai kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk itu disebut bidang moral (Magnis, 1995 : 13) Menurut Imanuel Kant pengertian moralitas sebagai kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang dipandang sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai bila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran hak itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kuasa Sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita. Tujuan dari ajaran moral adalah mempelajari fakta pengalaman, bahwa manusia membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk dan manusia mempunyai rasa wajib. Sehingga dapat disimpulkan bahwa moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) msyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tersebut.
3. Pengertian Budi Pekerti Etiket pergaulan atau sering di sebut sopan santun mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam mewujudkan keserasian hubungan antarsesama manusia. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang aratinya tata cara yang baik antara sesama manusia, sedangkan kata etika berasal dari bahasa Latin ethica yang artinya falsafah moral. Etika merupakan pedoman hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama yang tujuannya membina watak dan mental seseorang agar menjadi manusia yang baik. Seseorang akan dihormati kalau nilai yang ada di dalam dirinya, yakni pribadi yang mempesona, mempunyai budi pekerti yang luhur, pandangan yang baik, dan sopan santun dalam setiap pergaulan atau tingkah laku, serta bukan kekayaan atau keelokan wajah yang dimilikinya. Dalam bergaul dengan masyarakat di mana saja,sopan santun sangat berperan
untuk
membentuk
pribadi
yang
commit to user
mempesona.
Jika
seseorang
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengabaikan perilaku sopan santun akan menimbulkan kesalahpahaman dan keresahan antar sesama manusia. Seseorang yang membiasakan diri menjalankan etiket secara lahiriah dapat membentuk moral yang baik sehingga akan memiliki pribadi yang mempesona. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa orang yang telah sopan dan menjalankan etiket yang baik mempunyai moral yang yang baik pula. Sebaliknya juga, belum tentu orang yang bermental baik melaksanakan etiket secara baik dalam kehidupannya sehari-hari. Etiket dimaksudkan sebagai tata cara pergaualan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara berinteraksi dengan masyarakat atau merupakan sopan santun yang terjadi di dalam pergaualan yang sudah dapat diterima dan sudah dijadikan kebiasaan hidup antar bangsa. Sopan santun berlaku untuk semua orang, baik orang tua, anak muda, maupan anak-anak. Sopan santun harus dibiasakan semenjak masih dini baik dalam lingkunagn keluarga maupun masyarakat luas ( Sugiharti, 2002 :5 ). Dasar-dasar sopan santun adalah usaha untuk memberi perhatian terhadap perasaan orang lain yang berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat yang man antara lain sebagai berikut : 1. Tidak angkuh, tidak sombong, tidak congkak 2. Selalu berusaha membuat hati orang lain menjadi senang dengan car menghargai, menghormati, atau memberi perhatian yang penuh apabila perlu. 3. Tidak lekas tersinggung, dapat menahan diri, toleran, dan tidak mudah emosi. 4. Jika sedang ada yang berbicara jangan suka menyela, jadilah pendengar yang baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
5. Jangan mementingkan diri sendiri, toleran, dan dapat cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ditempati. 6. Selalu berusaha ramah kepada sesama tanpa melihat sttus mereka, berbicara dengan tutur kata dan bahasa yang baik. 7. Jangan menyalahgunakan kedudukan pendidikan, atau kekayaan. 8. Tidak suka mengejek dan menghina orang lain, Budi pekerti juga sering disebut dengan ahklaq, dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab berarti perangai, tabi‟at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun. Secara linguistik (kebahasaan) kata ahklaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata ahklaq adalah bentuk jamak dari khilqun atau khuluq yang artinya adalah sopan santun. Khuluq juga berati budi pekerti, jadi secar kebahasaan khuluq berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at atau tradisi. Dalam konsepnya budi pekerti adalah suatu sikap mental yang mendorong untuk berbuat tanp pikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi menjadi dua, yaitu ada yang berasal dari dari watak (temperamen) dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan demikian tingkah laku manusia dalam hal budi pekerti terjadi atas dua dasar atau dengan kata lain mengandung dua unsur yaitu unsur watak naluri dan unsur lewat kebiasaan dan latihan. Menurut Edy Sedyawati (1999:5) budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Sebagai perilaku budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku tersebut, jadi budi pekerti berarti macam-macam tergantung situasinya. Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut : 1. Sikap dan perilaku dalam hubungan denagn Tuhan 2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri 3. Sikap dan peilaku dalam hubungan atau dengan keluarga 4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa 5. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar Budi pekerti
dapat juga dianggap sebagai sikap dan perilaku yang
membantu orang dapat hidup lebih baik. Hidup baik tentunya hidup yang baik bersama orang lain. Budi pekerti juga diartikan sebagai alat batin untuk menimbang perbuatan baik dan buruk. Sebagai alat batin budi pekerti dianggap sebagai suatu yang ada di dalam diri seseorang yang terdalam seperti suara hati. Budi pekerti diartikan sebagai nalar, pikiran, akal. Inilah yang membedakan antara manusia dan hewan. Budi inilah yang mempersatukan kita semua denagn manusia, baik mereka dari suku ,golongan, kelompok, atau umur sekalipun. Sejauh mereka adalah manusia mereka memiliki kesamaan ‟budi‟. Dengan nalar itulah orang berpekerti, bertindak baik. Maka pelajaran budi pekerti menjadi pelajaran tentang etika hidup bersama ( bertindak baik ) yang berdasarkan nalar. Ada unsur kesadaran dan ada unsur melaksanakan kesadran tersebut. Dari berbagai keterangan di atas, budi pekerti lebih diartikan sebagai nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Disini ada unsur proses pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Dan semua nilai moralitas yang disadari commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan dilakukan itu semua bertujuan untuk membantu manusia untuk menjadi manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang menbantu orang dapat lebih baik hidup bersama orang lain dan dunianya untuk menuju kesempurnaan seperti yang diinginkan oleh Yang Ilahi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa budi pekerti diperlukan bahkan diharuskan ada dalam kerangka tujuan hidup manusia. Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan, kesadaran) dan unsur afektif (perasaan) perlu mendapat tempat.
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dimaksudkan adalah penentuan wilayah yang akan dipergunakan dalam penelitian. Adapun penentuan wilayah dalam penelitian ini adalah mengambil lokasi di wilayah Kota Surakarta. Dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian berdasarkan atas pertimbangan Kota Surakarta merupakan lokasi tempat naskah Serat Margawirya ditulis dan tersimpan hingga sekarang, baik ditinjau dari banyaknya pertumbuhan masyarakat reproduktif, ataupun sarana-sarana tempat penyimpanan naskah- naskah kuna seperti Sana Pustaka Keraton Surakarta, Radya Pustaka, dan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran. Dengan adanya sarana dan prasarana yang telah disebutkan , maka presentase publik selaku pembaca karya sastra khususnya tembang macapat lebih besar. Dengan alasan inilah maka penulis menentukan lokasi penelitiannya di Kota Surakarta.
B. Jenis dan Bentuk Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah penelitian sastra. Jenis penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberi maknaan dengan hati-hati dan kritis secara terus menerus terhadap masalah sastra. Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
mempunyai objek kajian yang jelas, mempunyai pendekatan dan metode yang jelas. Penelitian sastra pada dasarnya sama dengan kritik sastra, yang membedakan adalah jangkauannya ( Atar Semi, 1993 : 18) Penelitian sastra sering kali bercorak eksplorasi dan operasi seperti mencari teks naskah kuna dan melakukan telaah teks. Sebagai suatu kegiatan ilmiah penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan yang lebih mendalam. Penelitian sastar dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang seintifik. Karena mempunyai objek yang jelas, memiliki pendekatan, metode dan kerangka teori. Penelitian sastra menyangkut penelitian tentang manusia pengarang, pembaca dan karya sastra yang selalu berkaitan dengan alam pikiran manusia dan kuatifitas manusia dan seni. Jadi penelitian sastra sangat erat denagn karya yang dihasilkan oleh manusia yang menjadi media penuang ide dan gagasan pikirannya. Penelitian sastra merupakan penelitian kualitatif dimana kualitatif memusatkan perhatian pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam kalimat atau jumlah. Riset kualitatif cenderung menggunakan anlisis induktik dan riset kualitatif menganggap makna sebagai perhatian utama. Dalam usaha untuk mendapatkan data perlu diadakan studi kepustakaan dengan tujuan memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya khususnya yang sesuai dengan objek kajian. Penelitian kualitatif merupakan sejumlah prosedur kegiatan ilmiah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan sudut pandang dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ( Aminudin, 1990 : 1) commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang karya sastra yang diteliti, dalam hal ini adalah Serat Margawirya. Dalam hal ini peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya, guna mendukung penyajian data (H.B Sutopo, 2002 :35)
C. Sumber Data dan Data Sumber Data : a. Sumber data Primer Sumber data yang dipergunakan untuk penelitian adalah edisi teks Serat Margawirya, karya Faiz mahasiswa Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret tahun 1986. ( Karya skripsi ). Keterangan tambahan : Serat Margawirya masuk kedalam kelompok piwulang. Serat ini dikarang oleh RMH. Jayadiningrat I, tetapi apabila pembaca mencari mengenai nama pengarang maka secara langsung tidak akan diketemukan nama beliau, namun pembaca akan menemukan nama RM.Bagus Luhur yang diperintah menyalin oleh BGRay. Kusumadiningrat yang mana beliau adalah adik dari PB V.
b. Sumber data Sekunder Sumber data yang dipergunakan adalah buku-buku referensiyang relevan untuk acuan, yang berupa buku-buku teori . Data
:
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Data Primer Data primer merupakan data pokok, yang berupa ajaran budi pekerti dalam teks Serat Margawirya, mengacu oleh Faiz, mahasiswa Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret, dalam Skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Filologis Serat Margawirya” pada tahun 1986. b. Data Sekunder Data yang berupa keterangan dari buku-buku referensi yang dapat menunjang penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu sebagai berikut : 1. Teknik Analisis Isi (Content Analysis) Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan mencatat dokumen. Disebut sebagai content analysis, yang dimaksudkan bahwa peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat (H. B. Sutopo, 2002: 70). Teknik content analysis ini sering juga disebut dengan kajian isi. Holsti (1999) memberikan definisi, kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Lexy J. Moleong, 2007: 163). Teknik analisis ini dilakukan dengan berpegang pada teori-teori yang berkaitan, yaitu struktural, pendekatan sosiologi sastra dan pendekatan moral. commit Reseach to user ) 2. Teknik Kepustakaan ( Library
kajian
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik study pustaka (library reseach), yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka yang meliputi naskah, buku-buku, skripsi, dan media massa. Study pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Penelitian perpustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan lain-lain. Pada hakekatnya, data yang diperoleh dengan jalan penelitian perpustakaan tersebut dijadikan pondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian di tengah lapangan ( Kartini Kartono, 1996 :33). Dasar dari teknik kepustakaan ini untuk memudahkan di dalam penelitian ini serta menjadi teknik terpenting di dalam, mengupas isi dari penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data Data-data yang dibutuhkan setalah terkumpul dengan lengkap, langkah berikutnya adalah menganalisis data. Pada tahap ini data yang akan dimanfaatkan sedemikian rupa agar berhasil menyimpulkan kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Dengan data yang dikumpulkan oleh penulis yaitu berupa tanggapan atau resepsi sastra dari masyarakat maka untuk menganalisa data-data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif interaktif. Ada tiga komponen pokok yang terdapat dalam model analisis interaktif antara lain : 1. Data reduction ( Reduksi Data) commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merupakan sajian dari analisis yang mempertegas, memperoleh, memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan. 2. Data Display (Sajian Data) Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan riset dapat dilaksanakan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan suatu analisis dan tindakan lain berdasarkan pada penelitian tersebut. 3. Conclution Drawing (Kesimpulan) Kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam data reduction dan data display. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh (H.B Sutopo 2002 :96). Proses analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mereduksi data yang telah terkumpul, artinya menyederhanakan atau membuang hal-hal yang tidak relevan kemudian mengadakan penyajian data sehingga memungkinkan untuk ditarik suatu kesimpulan. Apabila kesimpulan yang ditarik dirasa kurang mantap karena datanya masih kurang, dengan demikian peneliti dapat mengumpulkan data kembali di lapangan. Setelah data terkumpul dengan lengkap diadakan lagi penyajian data yang tersusun secara sistematis, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan akhir. Adapun skema dari analisi interaktif data tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengumpul an data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/ verifikasi
Gb. Model Analisis Interaktif (H. B. Sutopo, 2002: 96)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai Estetika Serat Margawirya Karya sastra merupakan salinan struktur sastra yang berhubungan dengan kehidupan manusia, sehingga karya sastra dapat dikomunikasikan kepada para pembaca. Dengan struktur yang melekat karya sastra tidak hanya sekedar bacaan, melainkan obyek yang menarik bagi peneliti sastra maupun peneliti lain yang berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberadapan, etika filsafat maupun agama. Suatu karya sastra yang baik terkandung
di dalamnya sebuah gagasan-
gagasan tentang kebenaran, keindahan dan kebaikan yang mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku yang menunjukkan kesederhanaan tetapi berbudi luhur. Karya sastra merupakan hasil kreatifitas dari pengarang yang hidupnya terpolakan oleh situasi dan kondisi sosial masyarakat, karena itu sastra senantiasa dinamis, bergerak seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi suatu masyarakat, bahwa saat yang paling relevan sehubungan dengan kebudayaan jawa adalah saat budaya itu tercipta, maka hal inipun berlaku pula terhadap naskah Serat Margawirya sebagai salah satu bentuk arsip budaya. Untuk memahami sebuah karya sastra terlebih dahulu kita harus mengetahui struktur yang membangun suatu karya sastra itu sendiri sehingga kita dapat berpijak commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
dari struktural yang merupakan tahap awal dalam penelitian suatu karya sastra untuk lebih jauh dapat mengkaji makna yang terkandung didalamnya. Penelitian karya sastra adalah untuk mengetahui dan memahami makna dari suatu karya sastra yang diteliti. Pemahaman tersebut dimaksudkan untuk mencari wawasan yang mengilhami penciptaan karya sastra, karena karya sastra juga berisi pemikiran dan kreatifitas pengarang terhadap kehidupan. (Sapardi Djoko Damono, 2000 : 28). Serat Margawirya adalah salah satu bentuk karya sastra yang menurut peneliti adalah tercipta dari situasi dan kondisi masyarakat di lingkungan Keraton. Seperti yang tertulis dalam pupuh Dhandhanggula bait 13 & bait 27. Kutipan
: Pama surya jenenging narpati/ wadya kuswa dhukul aneng wana/ kataman surya yektine/ mangkana ing umulun/ ngulatana surating rawi/ aywa enak neng wisma/ pratistha kang aub/ dadya tan kataman arja/ pasewakan pedhedhean para mantri/ weh marganing kawruhan // (Dhandhanggula, 13 ).
Terjemahan : Perumpamaan raja adalah matahari, bala tentara bermacam-macam rumput di hutan terkena sinar matahari. Demikian pula mengabdi, carilah matahari, jangan hanya berdiam di rumah saja, bertempat tinggal di tempat yang teduh, sehingga tidak terkena sinar matahari. Pertemuan dan persidangan para mantri, memberikan jalan pengetahuan.
Kutipan
: Yen sewaka ngayunane Gusti/ aywa kuled basa wewangsalan/ karya ringa tyas liyane/ antuk renguning ulun/ pan wus kocap sajroning sruti/ ywa lila basacommit lambang/ balileng umulun/ wangsalan kinarya to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
lambang/ kekejepan bebisikan padha ugi/ nglilipi pasewakan // Dhandhanggula, 27) Terjemahan : Jika menghadap pada tuannya (Raja), jangan sering berbicara dengan bahasa wangsalan, karena membuat curiga hati orang lain, serta akan menimbulkan amarah raja, sudah dimuat dalam sruti tidak diperkenankan berbahasa lambang, seperti memejam-mejamkan mata, berbisik-bisik, hal itu mendurhakai di dalam mengabdi dan merusak pemandangan dalam pertemuan.
1. Lapis Bunyi Bunyi mengandung aspek tinggi–rendah atau nada, panjang-pendek dan lemah-kuat. Pemakaian unsur bunyi lebih intensif digunakan dalam seni musik namun dalam seni sastra bunyi juga menjadi salah satu unsur pembangun begitu pula sastrawan Jawa. RMH Jayadinigrat I
sebagai
pencipta SM menggunakan
satu bentuk
konvensi sastra yang sama dalam satu struktur karya sastra yaitu puisi terikat. Disebut puisi terikat karena bentuk puisi mengikuti suatu konvensi atau matra tertentu termasuk konvensi atau matra yang ada di dalam karya sastra Jawa klasik. Pada umumnya sastrawan Jawa klasik menggunakan puisi terikat sebagai alat ekspresinya. Bentuk puisi terikat, konvensi atau matra yang digunakan dalam SM adalah konvensi tembang macapat, seperti karya sastra zaman Surakarta pada umumnya. Sebagai bentuk tembang macapat, karya sastra ini terikat oleh konvensi tembang secara umum. Konvensi atau aturan tersebut meliputi aturan fisik yang terdiri : (a) guru gatra, yakni banyaknya commit togatra user „gatra‟ alam satu pada „bait‟, (b)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
guru wilangan, yakni banyaknya wanda „suku kata‟ dalam satu pada „bait‟, (c) guru lagu, yakni ketentuan bunyi vokal pada suku kata terakhir tiap baris. Selain itu terdapat konvensi atau aturan yaitu, tiap matra memiliki fungsi pemakaian yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan watak masing-masing matra. Aturan
matra dalam
tembang
macapat, terutama dalam
guru lagu,
menunjukkan pentingnya unsur bunyi pada tembang. Dengan kata lain, lapis bunyi di dalam tembang macapat termuat dalam konvensi guru lagu. Selain guru lagu adanya asonansi, aliterasi, efoni dan
kakofoni juga ikut
mempengaruhi dan
menunjang di dalam lapis bunyi. Secara keseluruhan SM menampilkan 221 bait tembang macapat yang terbagi di dalam 4 pupuh dan terdapat 4 metrum pula yang digunakan di dalam SM. Ke empat metrum tersebut adalah Dhangdhanggula, Sinom, Megatruh dan Kinanthi. Dalam menganalisa lapis bunyi ini akan menampilkan 4 bait sebagai contoh pada setiap pupuhnya. a. Pupuh I , Matra Dhangdhanggula bait 40 Pupuh pertama, yakni matra Dhangdhanggula mempunyai 10 baris atau gatra dalam setiap baitnya. Sedangkan guru wilangan dan guru lagunya sebagai berikut : 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a. Bait 40 akan dianalisis dalam pupuh ini menampilkan tembang sebagai berikut : Kutipan
: Tur tan nyata dhawuhing sang aji / iku aran tingkah ngumandaka / tur dudu yektine bantheng / suka mulat wong gugup / aglis antuk arta myang rukmi / iku dudu lelakyan / engeta ing kalbu / iku nyenyures darajat / marang commit to wahyu user akuru angenggik-enggik /
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
darajate sakarat // Terjemahan
:
Padahal sesungguhnya bukan perintah raja, Demikian yang dimaksud tingkah ngumandaka, padahal bukan banteng sungguhan, senang melihat orang lain kacau, tergesa-gesa untuk memperolah emas permata. Itu suatu tindakan yang tidak terpuji, ingatlah hal itu mematikan derajat, badannya menjadi kurus kering.
Baris pertama, Tur tan nyata dhawuhing sang aji, terdapat asonansi a, i dan u serta aliterasi h, n dan t. baris kedua, iku aran tingkah ngumandaka terdapat asonansi a, i dan u, serta aliterasi k dan n. Baris ketiga, tur dudu yektine bantheng, berasonansikan e dan u, beraliterasi t dan n. Baris keempat, suka mulat wong gugup, berasonansi a dan u memiliki aliterasi 9. Baris kelima, asonansinya a,u, dan i dan beraliterasi g, m, r, dan t dari aglis antuk arta myang rukmi. Baris keenam, iku dudu lelakyan, berasonansi a dan u, beraliterasi d, l, dan k. Baris ketujuh, engeta ing kalbu, berasonansi a dan e, beraiterasi n dan g. Baris kedelapan iku nyenyures darajat memiliki asonansi e dan a, beraliterasi n, r dan y. Baris kesembilan marang wahyu akuru angenggik- enggik, berasonansi a, u, dan I, beraliterasi k, n dan g. Baris kesepuluh darajate sakarat berasonansi a, beraliterasi r dan t. b. Pupuh II, Matra Sinom Pupuh II dengan tembang sinom terdapat 9 baris pada baitnya. Tembang ini mempunyai guru wilangan dan guru lagu 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u,7a, 8i, 12a, pada bait 10 berbunyi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Kutipan
: Unggah-unggah ana gyannya / pratistha tan lyan ing puri / prajurit pamardinira / ngyayah angreneng sireki / panggah aneng sireki / Manawa ana kang luput / aja dereng deduka / salagyannya rebut pati / mene-mene tuturen enget tan kena //
Terjemahan
: Sopan santun ada tempatnya, tempatnya tidak lain di dalam puri, prajurit dididik jangan sembarangan menyuruh (memerintah), jika ada yang salah jangan terlalu dimarahi, berperang berebut pati (saling membunuh), besuk lagi memberitahulah dan ingatlah.
Pupuh II baris pertama, unggah-ungguh ana gyannya, berasonansi a dan u, beralitearsi n dan g. Baris kedua, pratistha tan lyan ing puri, berasonansi a dan i, beraliterasi n, g, dan p. Ingyayah angreneng sireki, pada baris ketiga, berasonansi a, e dan i, beraliterasikan n, g, y dan p. Baris keempat panggah aneng sireki memiliki asonansi a dan i, memiliki aliterasi n dan g. Baris kelima manawa ana kang luput, berasonansi a dan u, beraliterasi n aja dereng
deduka, pada baris
keenam ini, berasonansi a dan e, beraliterasi d. Baris ketujuh, salagyannya rebut pati, berasonansi a dan beraliterasi n, y, dan t. Baris kedelapan, mene-mene tuturen enget tan kena, berasonansi e, a dan u, serta beraliterasi n dan t. c. Pupuh III, Matra Megatruh Tembang Megatruh terdiri dari 5 baris atau gatra dalam tiap baitnya 12u, 8i,, 8u, 8o sebagai guru wilangan dan guru lagunya. Bunyi pupuh Megatruh bait ke 41 adalah sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Kutipan
:
Kanjeng nabi parentah mundhut pang kayu / wreksa ngadeg wus den ambil / kayu cukilan turipun / kula dede wreksa yekti / dika tingali wak ingong // Terjemahan : Kanjeng nabi memerintah mengambil kayu, batang yang berdiri sudah diambil, benalu berkata “saya bukan batang sesungguhnya. Lihatlah badanku.
Pupuh III Megatruh baris pertama, kanjeng nabi parentah mundhut pang kayu, berasonansi a dan u, serta beraliterasi n dan t. Baris kedua, wreksa ngadeg den ambil, memiliki asonansi a dan e, serta memiliki aliterasi d, n dan g. Baris ketiga, kayu cukilan turipun, berasonansi i, a dan u, beraliterasi y, kula dede wreksa yekti, pada baris kelima ini memiliki asonansi e dan a, dan dileterasi adalah d dan k. Baris terakhir, dika tingali wak ingong memiliki asonansi a dan I, beraliterasi n,g, dan k. d. Pupuh IV Kinanthi Pupuh IV ini adalah tembang Kinanthi, dalam setiap baitnya terdapat 6 baris atau gatra. Aturan guru lagu dan guru wilangannnya adalah sebagai berikut 8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i, pada bait ke sepuluh berbunyi : Kutipan
: Tilamupih tunggalipun / amung kaote sekedhik / mangsa dipun wastanana / yen punika tilamsari / jer katingal ing supena / tangkis kiwa tilamsari //
Terjemahan : Tilam upih jenisnya, hanya berbeda sediki, masa itu disebut tilamsari, lagipula kan hanya dalam mimpi, tilamsari sebagai penangkal kiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Asonansi pada baris pertama adalah a, i dan u, dengan aliterasi t, l, n dan g, tilamupih tunggalipun. Baris kedua, berasonansikan a dan beraliterasikan k, among kaote sakedhik. Baris
ketiga mangsa dipun wastanana,
berasonansi a dan
beraliterasikan n. Baris kelima, jer katingal ing supena berasonansi a, i dan e, dan beraliterasi n. Baris terakhir tangkis kiwa tilamsari memiliki asonansi a dan i dan beraliterasi t.
2. Lapis Arti Arti sebuah karya sastra dibangun melalui arti kata, gabungan kata, dan susunan kalimat. Sedangkan untuk mempertajam arti seringkali digunakan gaya bahasa. Lapis arti dalam SM selain didukung oleh arti setiap kata juga diperkuat dengan beberapa sarana, yakni padan kata, penambahan dan pengurangan unsur kalimat, serta pepindhan „perumpamaan‟. Tanda yang dianalisis adalah hanya tanda yang bersifat istimewa, ialah tanda-tanda yang mendukung keutuhan makna teks karya sastra dan sekaligus harus diinteprestasikan untuk ditangkap maknanya. Arti kata yang umum akan lebih banyak diterapkan dalam terjemahan teks. Khusus puisi Jawa macapat, arti juga dibangun melalui matra karena dalam konvensi macapat setiap matra memiliki watak yang berbeda dan khusus dari matra lainnya. Selain itu SM merupakan karya sastra tentang ajaran, sehingga arti setiap kata serasa gamblang tertuang dengan jelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
a. Padan Kata Padan kata adalah dua kata atau lebih yang mewakili konsep yang sama. Pengarang mempergunakan padan kata untuk
mengungkapkan arti yang sama.
Dalam SM ini beberapa padan kata yang sering ditemui, yaitu seperti : Gusti pada ( Pupuh I bait 9 baris 5 ) divariasikan dengan kata Narpati pada ( Pupuh I bait 13 baris 1 ), Ratunira ( Pupuh I bait 36 baris 2), Sang Aji ( Pupuh I bait 40 baris 2 ). Jeng Sri Naranata pada ( Pupuh I bait 50 baris 6 ). Jeng Sri Narapati pada ( Pupuh I bait 52 baris 3 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang sama yaitu Raja. Manungsa pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 2 ) divariasikan dengan kata Wong pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 9 ). Kaki pada ( Pupuh I bait 15 baris ke 1 ) dan Janma pada ( Pupuh II bait 18 baris ke 1 ) yang kesemuanya itu berarti Manusia. Pawestri pada ( Pupuh I bait 31 baris ke 5 ) divariasikan dengan kata Estri pada ( Pupuh I bait 21 baris ke 5 ). Artestri pada ( Pupuh I bait 32 baris 1 ), Wanita pada ( Pupuh IV bait 44 baris
5 ) yang kesemuanya itu berarti
wanita atau
perempuaan, Padan kata tersebut digunakan selain sebagai variasi penyebutan juga untuk menempati konvensi guru wilangan dan guru lagu.
b. Tembung Garba Tembung Garba adalah gabungan dua kata dimana kata pertama berakhir vokal terbuka dan kata kedua berawal dengan vokal sehingga menimbulkan bunyi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
baru atau sandi (Antonsuhana, 1993: 45). Beberapa tembung garba yang dapat dijumpai dalam SM antara lain : Pada Pupuh I bait 4 baris 8 Tekeng → teka + ing Pada Pupuh I bait 7 baris 1 Sireng → sira + ing Pada Pupuh I bait 13 baris 2 Aneng → ana + ing Pada Pupuh II bait 1 baris 1 Keneng → kena + ing Pada Pupuh II bait 1 baris 8 Busaneng → busana + ing Pada Pupuh II bait 8 baris 9 Mring → mara + ing Pada Pupuh II bait 9 baris 8 Murbeng → murba + ing Pada Pupuh III bait 55 baris I Dregameng → dregama + ing Pada Pupuh IV bait 5 baris 3 Saking → saka + ing Pada Pupuh IV bait 29 baris 2 Awismeng → a + wisma + ing commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Tembung garba ini digunakan untuk memenuhi konvensi guru wilangan. Jadi fungsinya untuk mengurangi jumlah suku kata apabila dalam masing-masing baris kelebihan suku kata, walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap adanya pertimbangan-pertimbangan lain dari pengarang, seperti kelancaran bunyi.
c. Tembung wancahan Tembung wancahan juga biasa disebut tembung plutan, adalah kata yang disingkat (Padmosoekotjo 37). Dalam SM penyingkatan kata dilakukan dengan cara menghilangkan satu suku kata di depan, penghilangan satu suku kata terakhir, dan dengan penghapusan bunyi vokal pada satu suku kata tertentu. 1. Penghilangan satu suku kata didepan, misalnya dijumpai kata-kata : Pupuh I bait 2 baris 1 Jeng → kangjeng Pupuh I bait 11 baris 3 Glis → aglis Pupuh I bait 11 baris 7 Nak → anak Pupuh I bait 13 baris 1 Pama → umpama Pupuh II bait 1 baris 1 Wong → uwong Pupuh II bait 2 baris 2 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Ping → kaping Pupuh II bait 2 baris 2 Kang → ingkang Pupuh II bait 31 baris 2 Keh → akeh Pupuh III bait 16 baris 2 Wruh → weruh Pupuh III bait 17 baris 3 Tan → datan Pupuh III bait 28 baris 1 Sring → asring Pupuh IV bait 4 baris 5 Sun → ingsun Pupuh IV bait 33 baris 4 Ywa → aywa Pupuh IV bait 34i baris 4 Woh → uwoh 2. Penghilangan bunyi vokal pada suku kata awal, antara lain : Pupuh I bait 21 baris 2 Jro → dari kata Jero Pupuh III bait 2 baris 1 Krana → dari kata karana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Pupuh II bait 9 baris 6 Prang → dari kata perang
d. Pepindhan Pepindhan berguna untuk
adalah
gaya bahasa perbandingan
mempertimbangkan arti
atau
atau
persamaan, yang
penggambaran. Dalam
SM ini
pengarang yakni RMH Jayadingrat I menggunakan pepindhan ditandai dengan kata pama. Kalimat yang menunjukkan gaya bahasa tersebut dapat diihat pada : Pupuh I bait 13 baris 1 : Pama Surya jenenging narpati (perumpamaan raja adalah matahari). Pupuh I bait 39 baris 2 : Pama kidang amindha andaka (perumpamaan adalah kijang yang menyerupai andaka (banteng) Pupuh III bait 46 baris 1 : Yen manungsa pama cukilan myang pecuk (jika manusia menyerupai atau seperti buruk pecuk dan benalu)
e.
Citra Dengaran / Pendengaran Citra dengaran ialah suatu benda yang dapat memberi gambaran pada indra pendengaran (Rahmat Djoko Pradopo, 1987:82).Guna dari indra pendengaran ini bagi pembaca atau pendengar ialah untuk menangkap situasi dan makna dengan kesan yang muncul pada indra pendengarandari sutu teks. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Kata gereng-gereng lir ditya kabranan pada baris ke 46 bait ke 2 pupuh I. Misal mampu memberi citra dengaran suara gaduh atau teriakan yang keluar dari dalam mulut seseorang yang mana berirama stabil dan keras sehingga mengeluarkan bunyi yang ramai seperti teriakan ( lebih ke merasakan hal yang menyakitkan).
f.
Citra lihat atau penglihatan Citra lihat atau penglihatan adalah suatu tanda yang dapat memberi kesan atau gambaran pada indera penglihatan (Rahmat Djoko Pradopo, 1987 : 81). Di pupuh I bait 30 baris 1 – 4. Akekampuh anggering praja di / apaningset adat kang kalampah / astana mangsane gawe / badhongan watakipun…………….… yang member citra liatan bahwa sanya untuk menghadap atasan atau raja di dalam lingkungan kerajaan harus menggunakan pakaian yang sesuai seperti kampuh atau dodot, dan badhong / penutup kepala ). Kalimat…………… suka mulat wong
gugup / aglis antuk
arta myang
rukmi/………… pada pupuh I bait 40 baris 3 dan 4 mencerminkan citra liatan terhadap orang yang tergesa-gesa atau terburu-buru dalam mengejar harta dan kekayaan, saking terburu-burunya sehingga tidak memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Kalimat…………. terkadhang kondhe kang besus / gelung tali siladan / cundhuk jungkat mung secuwil ……….. terdapat pada Pupuh II bait 20 baris 6 – 8 dapat member citra liat terhadap gaya keindahan berbusana tempo dulu, rambut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
panjang disanggul rapi, apabila kaum lelaki memakai kain pengikat rambut dan apabila perempuan menggunakan „cundhuk jungkat‟ seperti asesoris rambut yang berfungsi untuk menahan dan merapikan
rambut bagian depan, betapa cantik
dan tampannya gaya orang-orang berdandan tempo dulu.
g. Allegori Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan (Rahmat Djoko Pradopo : 2000 :71). Suatu kiasan bila disusun dengan baik bisa memberi keterangan yang lebih
terhadap suatu teks, juga membantu
pembaca atau
pendengar dalam
menghayati peristiwa yang diungkapkan oleh teks. Pupuh bait 49 mengandung allegori pada penggambaran segala bentuk ajaran yang terdapat didalam naskah teks Margawirya untuk kebaikan hidup manusia bagi yang menghendaki untuk mempelajarinya.
h. Candrasengkala Candrasengkala ialah suatu sistem penanggalan yang menggunakan kata atau gambar sebagai simbolnya. Pupuh I bait 1 menuliskan candrasengkala : katrima kumbul sama dyaning nagri. Candrasengkala itu berarti menunjukkan tahun 1803 jawa sama dengan 1874 Masehi. Pada naskah SM sebelum dituliskan tahunnya juga terlebih dahulu bertuliskan hari, tanggal, bulan, musim, wuku, dan tahun perhitungan jawa yaitu sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Panitranya ri Respati Manis / lek dwi dasa juga kang candrama / rejeb katiga mangsane / Galungan punang wuku / nuju warsa alip marengi / windu adi pernila / antuk sapta tengsu………… yang berarti penulisannya pada hari Kamis legi
tanggal
21 bulan
Rajab musimnya katiga wuku
galungan, tahun
Alip
bertepatan dengan windu Adi pernila (perhitungan tahun Jawa) atau pada tahun 1874. Pada candra sengkala yang terdapat di dalam naskah SM sangat mudah diketemukan oleh peneliti, oleh karena candrasengkala atau sengkalen tahunnya terletak di bait dan pupuh terdepan.
i. Kata Ganti Petunjuk Kata ganti petunjuk adalah kata yang menggantikan dari kata atau maksud tertentu tanpa mengurangi makna atau maksud dari kata-kata tersebut. Candrasengkala
“katrima kumbul
samadyaning
nagri” menunjukkan
kepada
kejadian dituliskannya SM. Di pupuh II bait 6 baris 7 kata mangsane „musim(nya)‟ yang berekwivalen dengan bermacam-macam jenis musim yang ada di tanah jawa, yang sesuai dengan karakter dan jenis tanaman atau bibit yang akan ditanam, yang pada saat itu musim berfungsi sebagai perhitungan di dalam menanam berbagai jenis tanaman untuk kepentingan keraton. 3. Lapis Norma (Objek, Latar, Pelaku) a. Objek Dilihat dari unsur-unsurnya, SM adalah karya sastra wulang tentang ajaran budi pekerti yang tercermin di dalam kehidupan bermasyarakat pada waktu itu ( pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
saat naskah ditulis). Ajaran budi pekerti yang terdapat di dalam SM semata-mata memang diperuntukan untuk para siswa yang ingin benar-benar belajar mengenai budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Objek yang dikemukakan adalah mengenai ajaran yang berisikan nilai-nilai luhur yang harus diterapkan oleh orang-orang dan ada pula hal-hal yang harus dihindari serta disikapi secar biasa-biasa saja. Ajaran terebut sering kali disebut gemi - nastiti - ngati ati. Gemi berarti hemat atau tidak boros, nastiti berarti selalu memperhitungkan segala tingkah laku dengan baik dan teliti, ngati-ati berarti selalu berhati-hati. Seperti yang disebutkan dalam Pupuh I bait 38, sebagai berikut : Kutipan
:
Iku kang ingaran ngati-ati/ iku prayogane ponang clarat/ yen manungsa panulade/ tan mawa unggah-ungguh/ yen mandhega kurang prayogi/ cupet piandelira/ yen tan unggah-ungguh/ prayitna aywa tininggal/ tri prakara ingaran gemi nastiti/ ngati-ati lirira //
Terjemahan : Itulah namanya berhati-hati, jika manusia menirunya,dengan cara memperhatikan tata krama saja, kurang baik kurang percaya diri, jika tanpa tata krama, waspadalah jangan meninggalkan tiga hal, yaitu gemi nastiti dan ngatiati.
b. Latar Pemahaman terhadap struktur cerita latar mendapat prioritas pertama untuk mengetahui keragaman cerita tersebut. Dalam hubungannya dengan SM diduga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
menunjukan hubungan kesatuan struktur di dalamnya, dengan latar belakang yang melahirkan cerita inilah yang menjadi latar belakang sosial pengarang. Latar adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya sebuah peristiwa. Latar atau setting dapat berarti tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu yang merupakan akibat dari situasi lingkungan atau jamannya. Cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu ( Jacob & Saini ;1986 :76). Aspek latar atau setting meliputi aspek ruang dan waktu, terjadinya peristiwaperistiwa. Ruang adalah tempat atau lokasi peristiwa-periatiwa yang diamati baik yang eksteren maupun interen. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang pencerita akan memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan biasanya secara jelas tertulis atau secara tersirat secara panjang lebar. Aspek latar dalam SM ditempatkan pada zaman pemerintahan Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhanan ke V sebelum beliau menjabat menjadi raja sekitar tahun 1820-1823 M . Dalam bait-bait SM aspek latarnya kebetulan tersaji atau disajikan oleh pengarang secara jelas tertulis dalam bait-bait pada setiap Pupuhnya. Adapun bait-bait yang menunjukan latar waktu dan latar tempat terjadinya cerita dalam SM ini adalah pada Pupuh I bait 47, Pupuh II bait 44 dan 48, Pupuh I bait 4 dalam kutipannya sebagai berikut : Kutipan
:
Pasewakan yen ana panari/ gunem rembag kang sareh saurnya/ agantia pangarsane/ yogya ulunanipun/ nyaulani umatur dhingin/ yen wus kaprenah sira/ den trampil umatur/ watona lawan anggeran/ lawan sastra ing kadis kalawan misil/ aywa matur angawang // commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Terjemahan
:
Dalam persidangan berbicaralah yang baik, dalam menyahut bersabarlah, setelah dipersilahkan oleh pemimpin untuk menyahuti, berbicaralah dengan terampil, pakailah dasar aturan yang tertulis atau berdasar khadis dan perumpamaan, dan janganlah berbicara tanpa dasar. Kutipan
:
Yen sira kongsi mangkana/ binuwang marang wana dri / Lemahbang alas Lodhaya/ anuli binadhog aglis/ datan kalap semenir/ yen ngayah ngalas Pringtutul/ yekti kinrubut setan/ dhadhung awuk kobra prapti/ nyokot gulu amenthungi endhas muncrat // Terjemahan
:
Kalau engkau berbuat demikian,akan dibuang di hutan belantara, tanah angker hutan Lodhaya dimakan setan hingga tak tersisa, jika dibuang di tengah hutan Pringtutul, pasti akan dikeroyok setan, Dhadhungawuk segera datang menggigit leher memukul kepala hingga tersembur darahya// Kutipan
:
Tapane wong neng jro praja/ paseban tapanireki/ sasat wukir guwa-guwa/ tapane kalamun ratri/ aja pegat semadi/ pepuja kang murweng tutuh/ aja kaselan meda/ langen geng kang memedani/ wong anjodhi lan wong sengseming wanita // Terjemahan
:
Tempat bertapanya orang di dalam kerajaan adalah ketika ia duduk menghadap (raja), seolah-olah berda di dalam gunung dan gua-gua, di malam hari tapanya dengan semedi tidak henti-henti memuja kepada yang Maha Kuasa, dan jangan sampai diselingi dengan bercanda, kesenangan yang besar dan menakutkan yaitu gemar berjudi dan tertarik pada wanita. Kutipan
:
Rasa karasa ujaring janmi / Sura Wukir kaping salawe prah / duk kalakyan makirtya reh / patalaning umulun / alin-alin kang wus kalilin / ri dera andon praja / nahen lekasipun / awit siji tekeng kathah / nadyan alit tumekeng geng luhur nenggih / yekti taki-takia // commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Terjemahan
:
Tahun 1766 AJ tanggal 25 bulan Sura(Jumat Legi 20 April 1838 AD) ketika telah berhasil membuat pelajaran bagi kedudukan sebagai abdi ( pejabat), mulai dari satu sampai banyak, walau dari yang kecil sampai yang besar, haruslah bersungguh-sungguh.
Kutipan-kutipan di atas jelaslah bahwa aspek latar atau setting atau tempat dan waktu terjadinya peristiwa cerita dalam SM tersaji secara jelas dan lengkap yang disisipkan oleh pengarang dalam bait-bait pada setiap Pupuh yang secara jelas telah terkutip di atas. Selain itu dalam teks SM juga tertera candrasengkala yang juga dapat memperkuat latar waktu seperti yang diungkapkan di atas.
c. Pelaku Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa (Jacob & Saini :1986 :144). SM menampilkan beberapa pelaku dengan fungsinya masingmasing. Di dalam teks ini, dikarenakan memuat ajaran sehingga pelaku-pelaku yang terdapat di dalam cerita adalah tokoh-tokoh yang berfungsi sebagai contoh teladan hidup. Tokoh yang bernama Mantri Jawinata adalah salah satu tokoh yang pencerminan karakternya kurang terpuji. Beliau adalah salah seorang mantan pejabat keraton yang pada saat masih menjabat beliau senang sekali berfoya-foya dan menyalahgunakan kekuasaannya. Dari karakternya itulah maka dapat ditarik fungsi maknawinya yaitu pandai-pandailah dalam memilih pekerjaan supaya tidak mudah tergoda oleh nikmatnya kekuasan dan kekayaan sehingga akan menyesal di akhir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
hidupnya. Seperti pada kutipan di bawah ini yaitu pada Pupuh I bait 10 Sebagai berikut : Kutipan
:
Iku lumrah ing mangsa puniki / ana mantra karan Jawinata / pamejegan lungsurane / Mantri Gadhing Matarum / sapocoke sajege urip / mung kaul sasabira / sarupaning kaul / yen kaweleh dadi priman / wit saanggris sajampel suku satali / sewing seteng tinampan // Terjemahan
:
Hal seperti itu sudah biasa pada jaman sekarang, ada Mantri bernama Jawinata bekas pemungut pajak, kedudukannya sebagai Mantri Gadhing Mataram, kebiasaannya selalu bersenang-senang segala kesenangan, setelah dipecat dari jabatannya, ketahuan beliau peminta-peminta, mulai dari saanggris : 1 ringgit ( 2,5 rupiah ), sajampel : setengah real, suku : uang tengahan rupiah, setali : 25 sen,seteng : 5 duit (+ 4 sen) diterima.
Pelaku yang lain adalah Ki Penggung, yang mana merupakan salah satu bekas pejabat yang juga memiliki peringai yang kurang terpuji, yaitu beliau sering membual atau berkata-kata dusta kepada siapapun dan dimanapun, sehingga beliau menjadi tidak terhormat dan sama sekali tidak disegani oleh sesama para pejabat dan para Adipati serta para Pangeran. Apapun yang keluar dari mulutnya sudah tidak ada yang percaya, semakin hari semakin menjadilah semua bualannya, seperti dikutip pada Pupuh I bait 49 di bawah ini :
Kutipan
:
Dipun bisa reke simpen wadi / ywa wewurukan sira adol abab / kaya Ki Penggung ambege / duk sewu pitung atus / patang puluh aran Kiyai / Bei Ranggasupatra / iku sukanipun / adol omong yen sinetyan / mring wong agung miwah mring para bupati / tuwin mring pra pangeran // commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Terjemahan
:
Pandai-pandailah engkau menyimpan rahasia, jangan suka membual seperti layaknya Ki Penggung pada tahun 1740 beliau bernama Kyai Bei Ranggasupatra, kesenangannya membual apabila dipercaya ( disenangi) oleh para pejabat, para adipati dan para pangeran.
Tokoh-tokoh teladan lainnya yang juga terdapat di dalam SM antara lain Bambang Sumantri, Patih Suwanda, Raja Widarba, Arjuna Sasrabahu, Ki Ageng Sela, Wibisana, Pangeran Karanggayam yang kesemuanya adalah merupakan tokohtokoh tambahan.
4. Lapis Dunia Lapis dunia merupakan suatu yng tidak perlu dinyatakan tetapi sudah secara implisit dari gabungan dan jalinan objek-objek yang dikemukakan latar, pelaku, serta struktur cerita. SM menampilkan sebagai berikut : RMH. Jayadiningrat I menuliskan mengenai ajaran-ajaran khususnya budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi pendidikan para siswa dan juga untuk kehidupannya kelak. SM menyajikan berbagai macam bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku. Harapan dari pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat I kepada para siswa (termasuk anak dan cucu) adalah SM merupakan salah satu naskah teladan yang dapat dipergunakan untuk sarana dalam upaya meneladani sebuah arti kehidupan, yang mana bertujuan supaya memiliki kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan bahagia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
5. Lapis Metafisis Lapis kelima ini adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca atau pendengar lebih mendalam memehami isi yang disampaikan oleh pengarang. Di dalam SM lapis ini berupa gambaran ajaran-ajaran sikap hidup manusia untuk dapat menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, memiliki pribadi yang menarik dan mempesona sehingga dapat menjadi pribadi yang luar biasa luar dalam. Dengan membaca SM diharapkan para siswa dapat memahami betapa pentingnya pendidikan budi pekerti dalam semua sendi-sendi kehidupan, mulai dari cara memilih pekerjaan, kemudian cara menghadap atasan, cara bertamu, menghormati orang tua, dan masih banyak lagi ajaran yang ada di dalam SM. Apabila para siswa ingin mempelajari nilai-nilai budi pekerti RMH.Jayadingrat I merekomendasikan Serat Margawiraya untuk dijadikan naskah pembelajaran, seperti yang di kutip di bawah ini pada Pupuh II bait 49 sebagai berikut : Kutipan
:
Wasitane kang pustaka / aran Margawirya iki / warah ingkang para siswa / kang kasdu myang mangastuti / nadyan tan arsa kaki / mung aywa kinarya partum / becike kang manitra / ing Surakarta praja di / nararya truh ulun ing Keparak Kiwa // Terjemahan
:
Kitab ini bernama Margawirya, member pelajaran yang baik kepada para siswa yang berkehendak menganutnya, meskipun engkau tidak menghendaki, jangan hanya sebagai senjata, demikianlah pesan penulisnya, seorang pemuda Keparak Kiwa di Negara Surakarta .
Secara keseluruhan Serat Margawirya ini memiliki nilai-nilai estetika yang tersembunyi di balik kekunaan seratcommit ini sendiri. Pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
I yang pada waktu beliau hidup pada masanya menjabat sebagai pujangga keraton, sehingga hasil-hasil karya beliau banyak memiliki sisi keindahan, baik dalam segi penulisan, sampai makna-makna yang terkandung. SM di teliti menggunakan teori puisi tradisional (macapat) digabung dengan menggunakan teori puisi modern, hal ini memiliki tujuan agar nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM dapat dinikmati dan lebih terungkapkan. Nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM antara lain, terdapat di dalam pemilihan tembang. Dalam SM terdapat empat pupuh yang memiliki watak tembang sendiri-sendiri. Pengarang menuliskan setiap tembang dengan penuh ketelitian, baik itu dalam segi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagunya. Pengarang sangat memperhatikan segi keindahan di dalam penulisan serat ini, seperti di dalam penulisan tanggal penulisan pengarang mempergunakan sengkalan,sehingga penulisan tanggal tidak terlihat jelas, dan hanya dengan diterjemahkan terlebih dahulu baru dapat dimengerti kapan dan dimana naskah ini dituliskan untuk pertama kali dan disalin untuk yang kesekian kalinya. Tembang macapat banyak digunakan untuk menulis naskah-naskah atau serat-serat Jawa, karya pujangga dan karya para raja. Hal ini bertujuan untuk menyenangkan pembaca agar tidak bosan dalan menikmati hasil karya sstra, dapat terlihat jelas di dalam bagian Lapis Arti, antara lain RMH. Jayadiningrat I mempergunakan sarana yaitu padan kata, sarana ini berfungsi sebagai sebagai alat untuk menuangkan salah satu sudut keestetikaan dari SM dengan cara menggunakan banyak kata-kata indah serta memiliki arti yang sama, sekalipun ditulis dengan tulisan yang berbeda, sebenarnya memiliki arti yang sama. Hal ini bertujuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
agar pembaca tidak merasa bosan. Selain padan kata, terdapat pula sarana-sarana yang lain seperti tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra penglihatan, citra dengaran, allegori, candrasengkala, dan yang terakhir adalah kata ganti petunjuk. Semua sarana-sarana itu dipergunakan oleh pengarang di dalam menuangkan keindahan-keindahan dalam sisi penulisan yang termuat di dalam SM. RMH. Jayadiningrat I mempergunakan tembang macapat
sebagai wadah
utama untuk menuangkan ajaran-ajaran, sekaligus mengajarkan mengenai kebaikankebaikan hidup, yang keseluruhan penulisannya tetap memperhatikan nilai-nilai estetika. Salah satunya di dalam objek, latar, dan pelaku, pengarang memberikan efek bantuan tokoh-tokoh teladan hidup yang dapat dilihat dari baik buruknya di dalam bertingkah laku. Pengarang juga menjelaskan mengenai motto hidup “gemi, nastiti, ngati-ati”. Pengarang meletakan motto tersebut di dalam bagian SM, yang bertujuan pembaca memnperhatikan denagn seksama bahwa gemi” hemat”, nastiti “ memperhitungkan segala hal yang akan dilakukan dengan seksama”, nagati-ati” berhati-hati” sangat penting diperhatikan oleh manusia hidup. Sebagai seorang insan manusia yang berbudi pekerti luhur yang telah diberikan kesempatan baik dalam berbicara, bergaul, bertingkah laku, dan berhati-hati dalam segala aspek kehidupan, agar kelak hidupnya akan tenteram dan sejahtera. Setiap manusia hendaknya selalu “ berhati-hati ”dalam segala tingkah laku atau perbuatan, maka ada pepatah yang berbunyi “ sak beja-bejane wong urip yaiku wong kang eling lan waspada” yang artinya “ semujur-mujurnya orang hidup adalah orang yang selalu ingat dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
waspada”, kedua-duanya dapat disatukan sehingga pengarang selalu berpesan melalui tulisannya agar manusia hidup di dunia haruslah gemi, nastiti, ngati-ati. Melihat lebih kedalam mengenai pengarang dapat disimpulkan bahwa RMH. Jayadiningrat I adalah salah satu pujangga keraton yang sangat memperhatikan nilainilai estetika di dalam karya-karya beliau, sehingga selain naskah yang beliau karang mengandung ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi masyarakat, namun juga keindahankeindahan di dalam sisi penulisan juga selalu beliau goreskan dalam setiap Pupuh tembangnya.
B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawirya Sesuai dengan judulnya Serat Margawirya merupakan serat yang berisikan tentang ajaran atau piwulang yaitu mengenai ajaran budi pekerti yang diperuntukan untuk para siswa yang ingin memiliki kepribadian yang baik serta kelak memiliki kehidupan yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam SM mengandung ajaran moral dan etika yang sangat tinggi nilainya. Pada hakekatnya ajaran di dalam SM yaitu ajaran yang memberikan petunjuk tentang tingkah laku atau sikap yang baik bagi seseorang dalam mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara. Selain itu juga mengajarkan bagaimana cara untuk mencapai sukses dalam menjalani suatu kehidupan. Ajaran moral yang terdapat di dalam SM menyimpan pesan dan amanat kepada seluruh pembaca yang bertujuan agar kehidupannya cerah terlebih yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
berhubungan dengan masalah budi pekerti, di bawah ini akan diuraikan tentang ajaran moral dari unsur-unsur diatas .
1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan Dalam suatu negara sudah pasti memiliki bermacam-macam pekerjaan, jenisjenis tersebut antara lain adalah sebagai tukang kayu, tukang besi, ahli perang, ahli hitung, ahli nujum, petani, pedagang, juragan bahkan seorang ahli tari. Pekerjaanpekerjaan tersebut terdapat pada masa pemerintahan Pakoe Boewana IV, kesemua pekerjaan tersebut hendaknya dipilih salah satu, berdasarkan atau sesuai dengan keahlian yang telah dimiliki dan kegiatan yang digemari, sehingga pekerjaan yang dikerjakan dapat menghasilakan hasil yang maksimal, tidak setengah-setengah. Apabila suatu pekerjaan itu dipilih berdasarkan dua hal di atas yaitu sesuai dengan keterampilan atau kemahiran dan juga sesuai dengan kegemaran yang digeluti maka akan mudah dalam proses pengerjaannya dan juga telah mendapat kemudahan terlebih dahulu dari kemahiran dan kegemarannya tersebut. Yang pada intinya adalah jangan sampai seseorang tersebut keliru dalam menentukan sutau pekerjaannya karena suatu pekerjaan ialah salah satu hal yang penting dalam masa depan seseorang, seperti pada kutipan di bawah ini pada Pupuh I bait 5 dan 6 sebagai berikut : Kutipan
:
Jrah neng praja pakarti mawarni / rening kriya mekaning ulunan/ undhagi tukang myang pandhe / tukang prang tukang petung / juru dina nujum lan tani / dagang juru juragan / juru beksa gambuh / mawarna tanpa wilangan / lah ta reke pilihen salah sawiji / disengsem mantep nandhang // commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Terjemahan
:
Dalam negara banyak bermacam-macam pekerjaan, nama pekerjaan itu adalah tukang kayu, pandhe besi, ahli perang, ahli berhitung, ahli ilmu pengetahuan, petani, pedagang tengkulak, ahli tari dan masih banyak lagi tidak terbilang . Kutipan
:
Aywa kongsi luput jroning urip / aneng praja rusak papa nistha / badane kang mesakake / sangsara sajeg umur / tan liyan dadi kuli sami / piraa lamun mulya / cinupet kang umur / yen dawa kadawa-dawa / daweg- daweg dawege dadi cecedhis / marmane ngur cendhaka // Terjemahan
:
Jangan sampai keliru memilih jalan hidup, sehingga mengalami kehinaan dalam masyarakat, kasihan akan badannya sengsara selama hidupnya, tidak lain menjadi kuli dan tidak urung akan pendek umurnya, kalau panjang terlalu panjang dan menjadi orang yang sangat hina, maka lebih baik berumur pendek saja.
Kutipan-kutipan di atas dapat digunakan sebagai bentuk pembelajaran, bahwasanya apabila telah berhasil dalam menentukan atau memilih suatu pekerjaan yang mana dalam hal ini harus sangat berhati-hati dalam setiap kali melangkah hendaknya segera mengabdi, tetapi apabila sebaliknya jikalau manusia telah keliru di dalam memilih pekerjaan dirinya akan sengsara dalam hidupnya ibarat makan tidak enak duduk tidak pantas, berpakaian jelek ( menjadi gelandangan), saudara tidak memperhatikan, orang lain segan untuk memberikan pertolongan, malahan hanya menyalahkan saja. Sebagai kesimpulannya dari unsur-unsur di atas ada empat hal yang menjadi penyebab kesengsaraan hidup manusia, antara lain : a. Tidak memiliki kekuasaan ( pangkat atau jabatan) b. Tidak memiliki uang atau harta benda commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
c. Berwatak bohong d. Berwatak malas Dari keempat hal diatas apabila terdapat di dalam diri manusia, maka manusia tersebut akan mengalami kesengsaraan hidup, perumpaannya seperti binatang bahkan lebih dari seekor anjing, seperti dikutip dalam Pupuh I bait 7 sampai 9 : Kutipan
:
Tan wun anelangsa sireng wuri / nyandhang rusak turu tan kapenak / mangan yen enaka maneh / lungguh prenah tan patut / sanak liwat tan na ngaruhi / malah api tan wikan / tobata den ulun / yeka wisaning agesang / gegedhene tan liyan patang prakawis/ tanpa wirya myang arta // Terjemahan
:
Tidak urung merana dikemudian hari, berpakaian jelek tidur tidak tenang, makan pun tidak enak, duduk tidak pantas, sanak saudara yang lewat tidak menegur, malahan berpura-pura tidak mengetahui, maka bertaubatlah dirimu bahwa itu adalah racun dalam hidupmu, adapun penyebabnya tidak lain ada empat macam, yaitu : tidak memilih kekuasaan, dua tidak mempunyai uang. Kutipan
:
Katri dora wicaraning lathi / kapat manungsa watak sungkanan / sato kewan pepadhane / sayekti angur asu / pethek lamun angiring-iring / tegel rumekseng dhusta / tengen lamun dalu / tur nganggo udut kinang / wong sungkanan cinelok nora nauri / denawe nora prapta / Terjemahan
:
Ketiga berbicara selalu bohong, empat berwatak malas, perumpamaannya seperti binatang, bahkan lebih baik dibanding anjing, anjing rajin mengawal maupun menjaga dari gangguan pencuri, tajam pendengarannya di malam hari, meskipun tidak merokok dan makan sirih, orang malas di panggil tidak menyahut, di gamit tidak mau datang . Kutipan
:
Urip yen tiwas badan pribadi / badan liya tan kwasa tulunga / destun mung nenutuh bae / bara ora yen antuk / sihing commit to userGusti kang nutuh parpti / wuwuse
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
acecala / bener pethek ingsun / ngong rewangi biyen mula / yen si anak mulane kaul ngong dhingin / sapangadeking wastra // Terjemahan
:
Hidup kalau mengalami kesengsaraan, orang lain tidak kuasa menolong, bahkan hanya mnyalahkan saja, apabila memperoleh pertolongan dari raja, orang yang menyalahkan itu datang dan berkata ” benar ramalan saya ” Serat Wulangreh karya Pakoe Boewana IV mengajarkan bahwa ‟ Sebagai seorang yang terhoramat janganlah memiliki sifat adigang, adigung, adiguna‟. Adigang adalah watak sombong yang mengandalkan keberanian dan bersilat lidah atau berdebat. Sebenarnya keberanian bersilat lidah itu hanya di mulut saja, apabila ia dihadapkan pada permasalahan yang sebenarnya, ternyata ia tidak dapat menyelesaikannya. Adigung adalah watak sombong yang mengandalkan pangkat atau kedudukan serta derajat yang tinggi. Keyakinan akan kemampuan diri yang berlebihan akan menumbuhkan rasa sombong dan takabur, sehingga lupa diri dan kewaspadaan. Sedangkan Adiguna
adalah watak sombong yang mengandalkan
kepandaiaan diri sendiri sehingga meremehkan orang lain. Maka dari itu janganlah berwatak sombong, supaya tidak sengsara di kemudian hari.
2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan Pada masa sekarang memang telah banyak terjadi perubahan-perubahan dalam tata kehidupan seseorang. Namun, demikian
janganlah hal ini membuat
seseorang menjadi takabur dan melupakan adat istiadat serta sopan santun. Orang yang hidup di dunia hendaknya dapat menempatkan diri, tahu akan kedudukannya commit to user serta harus dapat menunjukan sikap hormat baik dalam tingkah laku maupun tutur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
kata. Mengabdi kepada atasan (raja) dilakukan setelah seseorang benar-benar memperoleh pekerjaan yang tepat, sehingga dia dapat magang dengan sepenuh hati. Di dalam magang hendaknya berperilaku yang baik, harus rajin, mengerjakan semua pekerjaan yang dibebebankan kepadanya, jangan terlalu banyak tidur, jangan selalu mendahulukan kesenangan pribadi ( berfoya-foya), mencurahkan segala tenaga dan pikiran, jangan suka bercerita mengenai kejelekan orang lain, selalu meminta nasehat dan petunjuk serta meniru tindakan yang utama, seperti disebutkan dibawah ini Pupuh I bait 11- 12 sebagai berikut: Kutipan
:
Marma milih karti den patitis / yen wis seneng gya suwitanana / supaya glis bisa reke / den sarupa lan guru / aywa gingsiran adol kardi / wus wayahe ngawula / ngur endi nak ingsun / tan mangan apapariman / ambebruwun awat kaul mentas sakit / kaya Ki Jawinata // Terjemahan
:
Maka dari itu pilihlah pekerjaan yang tepat, jika sudah senang cepat mengabdilah, agar cepat bisa seperti halnya guru, jangan sampai berubah-ubah pendiriannya, serta jangan malas-malasan menjual tenaga karena hal itu sudah layak bagi orang-orang yang mengabdi, hal itu lebih bagus, tidak memakan hasil meminta-minta, dan menghabiskan uang orang lain, seperti Ki Jawinata. Kutipan
:
Nora nana praja adol kardi / tan lyan praja tuku pengrehira / ing karya sajeg jumlege / ing magang yen besturu / angetokna osiking ati / osiking tyas wedharna / arsa kang kinayun / sang ahulun andulua / supaya glis jiwanta kuled tinuding / antuk pratandheng sredha // Terjemahan
:
Tidak ada pemerintah menjual pekerjaan, tidak lain pemerintah selamanya memberi pekerjaanmu, ketika magang jangan banyak tidur, curahkan tenaga dan pikiran, sesuai yang dikehendaki sehingga yang berkuasa mengetahui pribadimu, dengan demikian engkau sering ditunjuk serta memperoleh kepercayaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Hidup di dunia ini bagaikan roda pedati yang berputar, terkadang manusia berada di atas, terkadang pula berada di bawah. Pada saat merasa senang dan bahagia itulah pada saat sedang berada di atas, kemudian manusia akan menikmati keberhasilan atau kesuksesannya. Kecenderungan merasa puas sering mengakibatkan kesalahan yang fatal, setelah merasa puas maka janganlah melupakan keadaan saat hidup di bawah dan menderita kemudian menghina orang lain yang sedang berada di bawah. Seseorang dalam mengabdi hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan atasan, teman sejawat serta lingkungan tempat ia mengabdi, janganlah gemar berselisih dengan orang lain, mengabdi juga dilakukan terhadap Tuhannya, jangan suka mencela orang terlebih yang lebih tinggi derajat kedudukannya, serta hendaknya meniru tatacaranya. Mengabdi hendaknya selalu berbuat menurut hukum, dan segala tindakan yang kurang terpuji atau perbuatan tercela jangan sekali-kali dikerjakan. Begitu pula tidak diperkenankan berbuat sesuatu yang mendatangkan prasangka buruk. Ada empat hal yang harus benar-benar diperhatikan di dalam melakukan sebuah magang : a. Hendaknya memiliki sifat hidup yang jujur dan rajin b. Hendaknya memiliki ingatan yang kuat dan tajam terhadap hal-hal yang telah diperbuat, dan ingat akan segala sesutunya. c. Belajar hal-hal yang belum diketahui, ditulis kemudian di mengertikan kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
d. Hendaknya jangan suka berdusta apalagi membual dan berkata yng tidak sesuai dengan kenyataan. Pendek kata apabila di dalam mengabdi tidak boleh berbuat hal-hal yang mengakibatkan cacat diri, karena akan merugikan dirinya sendiri seperti pada kutipan di bawah ini Pupuh II bait 45-46 sebagai berikut : Kutipan
:
Karane den enget sira / wasitane reh puniki / kang kocap patang prakara / wanti-wanti wali-wali / wong kebluk sungkan suthik / goroh dora cereng wuwus / cidra ora temenan / pangkat kang temen teberi / dhasar temen elingan marang sabarang // Terjemahan
:
Hendaklah engkau selalu ingat pelajaran ini yang telah terkenal ada empat macam, hendaknya engkau benar-benar ingat, orang bodoh enggan melaksanakannya, berbicara selalu dusta tidak sesuai denagn kenyataan, milikilah sikap dapat dipercaya (jujur) serta rajin, dan ingatlah selalu segala sesuatunya. Kutipan
:
Eling mring kang wus kalakyan / sinau kang durung bangkit / mangka tatal tinulisan / supaya tan kena lali / tinula nuli-nuli / ing kawigyan wigyannya sru / cara carita tama / ngulama kang para ahli / pira kehnya kang nahwu kapil ing lisan // Terjemahan
:
Ingatlah hal-hal yang telah diperbuatnya, belajar hal-hal yang belum diketahui , agar tida lupa hendaknya ditulis, dan ditiru dengan segera, menurut cerita seseorang ulama tinggi dalam hal kepandaiannya, sehinnga ilmu nahwu yang banyak dapat di hafal diluar kepala.
Dari beberapa kutipan-kutipan diatas maka dapat di gambarkan bahwa seseorang yang mengabdi tidak boleh sembarangan dalam bertingkah laku, magang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
atau mengabdi pada jaman dahulu banyak dilakukan oleh masyarakat, apalagi bila seseorang tersebut ingin menjadi seorang priyayi , maka harus melalui jalur suwita dan magang. Suwita sendiri dimulai dari ketika anak menginjak usia kira-kira dua belas tahun dan dilaksanakan dirumah kerabat yang telah menjadi priyayi tingkat tinggi. Suwita berarti bersedia mengerjakan pekerjaan kasar sampai pada yang menggunakan pikiran, harus membiasakan diri dengan keadaan setempat, dan belajar sopan santun yang berlaku di dalam keluraga tempat ia mengabdi. Selain itu juga harus belajar mengenal kebudayaan priyayi , antara lain pengetahuan tentang pusaka, hal kuda, keterampilan menunggang kuda, penggunaan senjata, pengetahuan dalam bidang artistik, terutama kesusastraan, tari dan gamelan. Keterampilan menunggang kuda dianggap penting untuk keperluan perang-perangan. Bagi rakyat pada umunya atau petani yang tidak mempunyai kerabat priyayi, biasanya menjumpai kesulitan dalam memperoleh keluarga yang dapat dipakai untuk tempat suwita bagi anaknya. Beberapa memakai hubungan patro- klien sebagai alat untuk mencapai maksudnya itu dengan menggunakan lambang, misalnya pada waktu itu menyerahkan hasil sawah yang digarap kepada patuhnya, ia menyertakan pula beberapa pikul buah-buahan. Ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran, dan kemampuan anak yang mengabdi menentukan lamanya waktu suwita. Jika seseorang telah lolos dari tingkat suwita, kemudian dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu magang. Untuk dapat dikirim ke salah satu bagian dalam struktur pemerintah lokal atau keraton harus dad surat rekomendasi dari tuannya, ditambah dengan surat keterangan mengenai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
silsilhnya. Pada umumnya penerimaannya menjadi magang priyayi akan lebih mudah, jikalau yang bersangkutan mempunyai keluarga atau kerabat yang telah menjadi priyayi. Tenaga baru untuk bidang-bidang yang membutuhkan keterampilan harus dicapai lewat pendidikan sekolah, dan masa magang tidak lagi berlangsung sangat lama seperti masa-masa sebelumnya (Darsiti Soeratman,1990 : 67-71)
3. Ajaran Kepada Orang Tua Dalam Mendidik Anak Seorang anak berbakti kepada kedua orang tua sudah barang tentu merupakan kewajiban ( wajib hukumnya ). Akan tetapi banyak anak-anak pada jaman sekarang ini banyak anak-anak yang tidak mengerti tentang kewajiban tersebut, mereka sering kali tidak patuh terhadap perintah dan nasehat orang tua, bahkan mereka berani menentang dengan perkataan-perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan dari mulut seorang anak terhadap bapak ibunya, sehingga membuat sakit hati kedua orang tuanya. Hal di atas sungguh tidak pantas terjadi. Untuk itu pendidikan terhadap anakkhususnya mengenai budi pekerti sangat penting. Sebagai orang tua juga harus mendidik anak-anaknya agar kehidupannya kelak menjadi lebih baik adari sebelumnya, apabila yang sudah baik harus dipertahankan. Senada dengan ungkapan Jawa yaitu ‟Anak polah bapa kepradhah‟ yaitu yang artinya jika seorang anak berbuat hal-hal yang buruk atau tercela, maka secara otomatis orang tualah yang akan mendapat sanksi ( termasuk sanksi normatif), aib, beban penderitaan, dan sebagainya. Pendek kata, apabila si anak melakukan suatu perbuatan yang kurang terpuji, mau tidak mau orang tua akan menanggung akibat dari perbuatan anaknya itu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Melihat konsekuensinya akibat tindakan anak terhadap orang tua seperti itu ungkapan tersebut hendaknya dijadikan peringatan bagi si anak. Janganlah kita melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian atau beban bagi orang tua. Jangan sampai kita berbuat menimbulkan aib dan pencemaran nama baik bagi orang tua. Sebaliknya, sebagai seorang anak hendaknya di tuntut selalu berbakti kepada orang tua sebagai wujud batas jasa atas kemuliaan orang tua yang telah dicurahkan kepada kita selaku anak. Sebagai orang tua, apabila ingin dihormati anak-anak kita hendaknya memiliki empat hal yaitu Wuwur, Sembur, Nandur, Pitutur. Wuwur memiliki pengertian yaitu memberikan apa saja yang dimiliki untuk diberikan serta direlakan kepada anak-anaknya, meskipun hanya sedikit jumlahnya. Wuwur dapat berupa materi (harta benda atau kekayaan), juga dapat berupa non kebendaan seperti nsaehatnasehat atau petuah-petuah dari orang tua kepada anak-anaknya. Sembur adalah usaha untuk memberikan pengobatan atau tamba terhadap anak-anaknya yang mengalami sakit yang ringan seperti sawanan. Adapun sembur yang dapat pula berupa psikis adalah berupa hal-hal yang berkaitan dengan kejiwaan atau psikologinya, dalam hal ini dapat berupa pitutur. Sedangkan nandur dapat berupa sesuatu tanaman, namun dapat pula berbentuk tanduran rohani atau berupa pitutur atau nasihat. Dapat pula berupa budi dan berupa jasa. Dalam hal ini sesuai dengan istilah nandur kabecikan. Yang terakhir adalah pitutur ialah nasehat yang baik terhadap anak-anaknya dan terhadap orang lain yang membutuhkan. Pitutur tidak dapat dipisahkan dari wuwur, sembur dan nandur, keempat-empatnya sangat penting commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
bagi orang tua dan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Wuwur dapat berupa pitutur, sembur dapat berupa pitutur, begitu pula nandur dapat berupa pitutur, seperti yang dikutip pada Pupuh III bait 35-37 sebagai berikut: Kutipan
:
Dene sira besuk yen dadi wong sepuh / yogyane patang prakawis / wong tuwa mring anak putu / supayane denajeni / wong tuwa maring wong anom// Terjemahan
:
Jikalau besuk engkau menjadi orang tua, dan agar dihormati oleh orang muda, ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu Kutipan
:
Bisa wuwur sembur nandur pitutur / wuwur weweh sandhang bukti / keh kedhik angger mung kolur / bisa nyembur mring bebayi / bok putu sawanen mukok// Terjemahan
:
Wuwur,sembur, nandur dan pitutur, wuwur yaitu memberi makanan dan pakaian, sedikit ataupun banyak asal rela, dapat menyembur terhadap anak kecil jika muntah atau sawanan. Kutipan
:
Bisa nandur yen awoh kinarya kolur / pitutur wajib sayekti / tan amung mring anak putu / nadyan mring liyan prayogi / dadi ngamal lair batos// Terjemahan
:
Dapat menanam kalau berbuah dapat diberikan (disedekahkan), pitutur wajib dan tidak hanya terhadap anak cucu, terhadap orang lain juga baik, jadi merupakan amal batin.
Untuk itu seorang anak sejak dini hendaknya di berikan tanggung jawab, pengertian tentang pentingnya menghormat atau berbakti pada orang tua. Orang tua terlebih seorang ibu sudah merasakan betapa sakitnya waktu melahirkan. Betapa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
besar rasa kasih sayang dari masih di kandungan hingga terlahir di dunia ini. Mereka dengan susah payah telah membesarkan kita, merawat, memelihra mencari nafkah. Padahal selaku anak wajib ‟mikul dhuwur mendhem jero‟ yang berartin mikul dhuwur menghargai dengan setinggi-tingginya jasa-jasa orang tua. Mendhem jero artinya sama dengan menghargai sedalam-dalamnya. Jadi mikul dhuwur
sejajar dengan
mendhem jero yang artinya menghargai setinggi-tingginya orang tua atau orangorang yang dituakan. Menjadi orang tua di dalam menjalankan tugasnya mendidik putra putrinya haruslah memiliki jiwa dan tubuh yang tangguh. Hal ini di karenakan orang tua membutuhkan tenaga yang baik untuk mengontrol segala tingkah laku anak-anaknya, oleh karena itu apabila telah menjadi orang tua hendaknya selalu menjaga pola makan dengan benar, dengan kata lain harus selalu berhati-hati terhadap apa saja yang dimakan. Makanan itu perlu di perhatikan tentang enak dan tidaknya, bermanfaat atau tidaknya. Jikalau sekiranya makanan tersebut tidak bermanfaat bagi badan, maka makanan-makanan tersebut justru akan menjadi racun di dalam tubuh, maka dari itu harus berhati-hati jangan asal enak dan asal makan. Nafsu makan yang cenderung tamak atau serakah akan dengan cepat merusak badan, terlebih terhadap orang tua, biasanya susah untuk disembuhkan, karena mungkin terlalu banyak racun yang termakan. Obat-obatan sekalipun dapat sukar menyembuhkan, hanya gara-gara memakan makanan yang salah. Makanan itu cocok terhadap seseorang, dengan kondisi fisik yang berbedabeda, belum tentu jenis makanan yang sama cocok pula dengan orang yang sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Seperti di contohkan keju, susu, mentega bagi sebagian orang sangat menggemarinya namun belum tentu juga ada yang menyukainya. Sebagai orang tua, berhati-hati dalam menyeleksi semua jenis makanan sangat penting dilakukan, apabila sudah tua janganlah gemar mengkonsumsi obat-obatan, sesungguhnya itu semuanya adalah racun yang masuk ke dalam tubuh. Berlebih pada jenis rokok, menghisap rokok dapat memperpendek umur seseorang jika berlebihan akan mencelakakan nyawa si perokok itu sendiri. Kemudian yang terakhir yang mesti diperhatikan oleh orang tua dalam menjaga kesehatannya adalah jangan hoby main wanita dengan kata lain gemar melacur. Sebetulnya hal ini bukan hanya diperuntukan untuk orang tua saja, bagi kaum muda juga namun pada usia senja terkadang orang tua banyak ulah sehingga menimbulkan hal yang kurang terpuji, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi etika. Jadi untuk menjaga kesehatan sebagai orang tua harus mengingat tiga hal yaitu makan harus sangat hati-hati jangan asal makan, jangan menghisap rokok dan jangan gemar melacur. Seperti yang dikutipkan di bawah ini pada Pupuh IV bait 30-33 sebagai berikut : Kutipan
:
Dene yen sira wus sepuh / memangan den ngati-ati / sabarang kang denapangan / basa ingaranan titi / wajib uga ngreksa badan / aja sepi ngeling-ngeling // Terjemahan
:
Jika engkau telah tua, berhati-hatilah terhadap apa saja yang engkau makan dan perhatikan dengan seksama serta ingat-ingatlah, karena wajib bagi orang tua menjaga kesehatan badan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Kutipan
:
Enak lan kepenakipun / mring badan kang makolehi / legene maring padharan / padhange aneningali / lega sesege mring nafas / marang otot kulit daging // Terjemahan
:
Perlu diingat pula enak dan tidaknya makanan itu serta manfaat terhadap badan, terhadap perut maupun penglihatan, lega atau sempitnya terhadap pernfasan sereta akibatnya terhadap otot kulit dan daging. Kutipan
:
Sapuluh enak kalamun /mring badan tan makolehi / ora wurung dadi wisa / wisa marang kulit daging / sanadyan makolehana / yen kaduk temtu nglarani // Terjemahan
:
Meskipun enak sekali apabila tidak memberikan manfaat kepada tubuh, tidak urung akan menjadi racun di dalam kulit dan daging, walauapun bermanfaat tetapi kalau banyak tentu akan mengakibatkan sakit. Kutipan
:
Jejodhon panganan iku / mring badan sawiji-wiji / tan kena mangka pineksa / wanuh ing wong saji-saji / ywa ngandel tetiron sira / cobanen badan pribadi// Terjemahan
:
Makanan itu tergantung kecocokan setiap orang, setiap orang tidak sama, tidak dapat dipaksakan, jangan percaya hanya meniru melainkan mencoba sendiri.
4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun Kegiatan perdukunan bukan hal yang langka lagi. Bahkan kegiatan perdukunan ini sudah tersebar di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Perdukunan sendiri merupakan suatu aktifitas yang di pimpin atau dilaksanakan oleh dukun. Sedangkan kata dukun sendiri memiliki makna yang sangat luas. Oleh sebagian commit to yang user kegiatannya berhubungan dengan masyarakat dukun dianggap sebagai profesi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
ilmu klenik, takhayul, hal-hal kuno dan terbelakang. Profesi ini memliki kedudukan terhormat seperti halnya kepala suku atau pendeta. Dukun memiliki berbagai jenis macam sebutan . Dukun pada masa sekarang seringkali disebut guru, orang tua ( wong tuwa), orang pintar, paranormal atau juga sering disebut penasehat spriritual. Mereka adalah orang yang dianggap memiliki ilmu yang tinggi, kekuatan gaib atau daya luwih yang dapat dipergunakan untuk menolong orang lain. Ilmu itu didapat secara turun temurun dan secara gaib, atau juga dipelajari dengan cara berguru kepada orang lain. Menurut Kamus Antropologi dukun mempunyai tiga pengertian, pertama dukun merupakan seorang individu yang mempunyai keahlian yang bersangkutan dengan pelaksanaan adat atau keagamaan. Kedua, dukun adalah orang ahli yang menyembuhkan penyakit yang diakibatkan oleh gangguan roh halus dan kekuatan-kekuatan gaib. Ketiga, seorang disebut dukun karena ia mempunyai keahlian dalam ilmu gaib. Seorang yang taat beragama janganlah sekali-kali hidup yang bersentuhan dengan dunia perdukunan. Sebagai orang yang beragama, dasar atau patokan hidup manusia adalah agama sehingga apabila seseorang memiliki tiang yang kuat dalam hidupnya maka hidupnya akan tentram dunia dan akhirat. Menghambakan
diri
terhadap Tuhan adalah lambang dalam konsep kepercayaan yang timbul dari dalam hati manusia, karena dia telah menerima hakikat kaidah dan sumber pertamanya. Sejak manusia mulai dapat berpikir, pasti dirinya telah sadar bahwa diluar dirinya ada kekuatan lebih, kemudian dengan bimbingan orang tua dan guru, ia akan mengetahui kewajiban dirinya sebagai manusia yaitu mengabdi atau menghambakan diri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
terhadapa Tuhannya bukan menghambakan diri kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, sekalipun dirinya memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan wajar dari seorang manusia biasa yang lazim disebut dukun. Fungsi kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan pengaruhnya atas jiwa manusia adalah manusia beragama yang senantiasa mengembang luaskan kekuatan orang beriman serta menambah kekuatan jasmani atau rohaninya. Apabila manusia disetiap saat selalu ingat dan percaya pada Tuhan pencipta alam, pasti akan merasa tenang dan tenteram dalam hidupnya. Menjadi seorang dukun juga salah satu perbuatan dosa, selain dirinya menganggap bahwa dirinya mampu ‟mengetahui‟ apa-apa yang belum diketahui sebelumnya (meramal nasib seseorang, meramal tentang hari baik pernikahan, mengetahui seseorang telah di rasuki oleh roh halus, dan lain-lain), menganggap bahwa dirinya mampu mengobati orang sakit tanpa obat, mampu mengetahui hidup mati seseorang, itu merupakan salah satu perbuatan syirik. Maka janganlah sekali-kali menjadi serorang dukun dan janganlah sekali-kali percaya akan bualan seorang dukun karena semua yang dia utarakan adalah bohong besar. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa dukun yang tercela adalah dukun yang meminta imbalan yang berlebihan, apabila tidak dituruti sang dukun akan mengumpat habis-habisan, ada pula dukun yang meminta upah terlebih dahulu sebelum mengobati, walaupun pasien kelak tidak kunjung sembuh upah yang telah diberikan kepada sang dukun tidak dapat dikembalikan lagi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Menurut pengamatan hal-hal perdukunan yang sepeti itu lazim terjadi di msamasa sekarang, banyak penipuan berkedok dukun baik itu berdalih dalam hal apapun seperti contohnya, dukun yang dapat menggandakan uang, dukun yang berjasa dalam urusan jodoh seseorang, dukun yang dapat melancarkan rejeki seseorang, dan sebagainya. Disebutkan pula ada seorang dukun wanita yang sangat nistha, yaitu selalu membual siapa saja yang berobat kepadanya pasti akan sembuh baik lelaki maupun perempuan. Dukun tersebut menceritakan caranya mengobati yang sangat memalukan dan membuka rahasia orang yang diobati, dalam contoh ini pada saat sekarang dukun-dukun dengan model seperti itu dapat lazim disebut dengan istilah dukun cabul. Ki Ageng Sela mangatakan hendaknya seseorang janganlah seskali-kali percaya terhadap dukun apalagi menjadi seorang dukun, lebih baik mencari ilmu pengetahuan utuk bekal kehidupan yang lebih baik. Seperti pada kutipan di bawah ini pada Pupuh IV bait 5-6, 14-15, 18-19 sebagai berikut : Kutipan
:
Dene dhukun tukang sembur / tukang japa tukang jampi / nisthane yen ingawadan / dhangane saking sireki / tan wruh yen ken dhukun liya / ingkang jinalukan jampi // Terjemahan
:
Adapun dukun tukang sembur, tukang mantra dan juru obat, dikata sangat rendah dan tercela, dukun itu selalu berkata bahwa kesembuhannya dari dirinya, tidak tahu bahwa dukun lain dimintai obat. Kutipan
:
Wus adate among dhukun / endi dhukun kang niliki / tinuturan radi dhangan / tur maksih panggah kang sakit / ki dhukun menthek tyasira / ciptane saking sireki// commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Terjemahan
:
Sudah menjadi kebiasaan bicara dengan dukun, setiap dukun yang menjenguk diberitahu kalau si sakit sudah agak membaik, meskipun si sakit masih tetap sakit, ki dukun besar hatinya ia mengira kesembuhan itu dari dirinya. Kutipan
:
Wlakang kawet samandhuwur/ tinlusur dennya nambani/ iku dhukun dadi cacad/ kwirangan denodhal-adhil/ aja tulad kang mangkana/ becik wong dadi mantri// Terjemahan
:
Cara ia mengobati dengan meraba dan memijit-mijit pangakal paha, kemaluan lelaki keatas, demikian itu dukun tercela, hal-hal memalukan dibeberkan, jangan meniru hal semacam itu lebih baik jadi mantri. Kutipan
:
Jer wus pangolahing dhukun / sajen sarat myang wejani / gelem jaluk gelem tampa / sadurunge angsung jampi / nambani mangka tan waras / wejani pasthi tan mulih// Terjemahan
:
Tidak ada orang kembali menggugat kembali biaya ataupun sarat dan upah, bahkan mau menerima dan meminta sebelum memberkan pengobatan, meskipun mengobati tidak sembuh, upah itu tidak dikembalikan. Kutipan
:
Dene maninge kang dhukun / dhukun alul memetangi / ana gelar senggrang arta / ana gelar mesajani /ana gelar kekethikan / ana jimat saratneki// Terjemahan
:
Adapun macam-macam dukun, ada dukun ahli menghitung, ada dengan cara disergah dengan keras, ada cara pemberitahuan denagn diam-diam, ada pula yang memberikan jimat sebagai sarat. Kutipan
:
Utawa lamun winuwus / Ki ageng Sela maleri / aja sira dhedhukunan / aja dadi dhukun kaki / prayoga golek kawigyan / tatakramane praja di// commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Terjemahan
:
Apabila dibicarakan, Ki Ageng Sela melarang dengan berkata ‟ lebih baik engkau jangan berdukun dan jangan menjadi dukun serta lebih baik engkau mancari kepandaian sopan santun bernegara.
Fakta ilmu hitam, penggunaan kekuatan-kekuatan gaib untuk merugikan orang lain, hampir tidak ada yang meragukannya. Kekuatan yang diperoleh melalui pengalamn mistik dapat dipergunakan untuk tujuan yang baik dan tujuan yang jahat. Kekuatan itu tidak hanya memberikan kemampuan yang menyembuhan melainkan juga untuk membuat orang menjadi sakit (Magniz Suseno ,1989 :182 ). Dalam kebanyakan daerah terdapat seorang dukun, seorang pria ataupun seorang wanita yang mempunyai kekuatan untuk memperoleh waktu-waktu yang baik dan tempat-tempat yang menguntungkan, menyembuhkan penyakit- penyakit dan dari padanya dapat memperoleh jimat untuk segala macam keperluan. Dalam berbagai keperluan dan kesulitan orang pergi ke dukun, misalnya ingin mengetahui mengapa tidak kunjung memiliki keturunan, menentukan hari baik pernikahan, tetapi juga untuk menangkis ilmu hitam. Perdukunan di dalam ajaran agama Islam merupakan perbuatan syirik. Baik itu dukunnya ataupun yang berdukun. Syirik adalah salah satu perbuatan menyekutukan Allah baik Dzat-Nya, perbuatan maupun sifat-sifatnya. Diterangkan dalam QS.An-Nisa‟ ayat 48 yang artinya ” Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia nmengampuni dosa selain darinya ( syirik) bagi siapa yang dikehendakinya. Barang siapa yang, menyekutukan Allah maka sesungguhnya ia telah berbuat dosacommit besar ”. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Perbuatan syirik itu ada beberapa macam antara lain : a. Syirik istiqnal yaitu pengakuan terhadap dua Tuhan b. Syirik tab‟idh yaitu pengakuan bahwa Tuhan terdiri dari banyak Tuhan c. Syirik taqrib yaitu menyembah kepada selain Allah dengan maksud supaya lebih dekat dengan Allah d. Syirik taqlid yaitu menyembah selain Allah karena ikut-ikutan adat nenek moyang e. Syirik sebab yaitu menyandarkan akibat kepada selain Allah f. Syirik gharadh yaitu mengerjakan ibadah karena riya‟ dan sum‟ah
5. Ajaran Menerima Tamu Manusia didunia ini tidak ada yang dapat hidup sendiri, tetapi setiap manusia pasti hidup bermasyarakat, sebab Tuhan telah menciptakan manusia sebagai mahluk sosial. Dunia dengan segala isinya telah diciptakan oleh Tuhan adalah disediakan untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu manusia hendaknya selalu berusaha untuk memperbanyak berbuat kebaikan. Dengan sikap budi luhur atau perbuatan-perbuatan yang baik diharapkan akan menjauhkan sifat-sifat tercela. Sikap hormat adalah perasaan yang dipelihara dan dikembangkan yaitu perasaan malu, sungkan, pekewuh dan menghargai. Untuk mengerti kapan semua itu dilakukan maka perlu kesadaran akan gagasan umum dalam pasrawungan „bermasyarakat‟, dalam masyarakat Jawa tampak dalam istilah wis Jawa dan durung Jawa, sudah atau belum mampu bertindak sesuai dengan tata kehidupan lingkungannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Sopan santun perlu dimiliki oleh setiap orang. Dari perkataan, atau perbuatan atau tingkah laku seseorang, maka dapat diketahui sifat dan budi pekerti orang tersebut. Dalam pergaulan harus menjaga ucapan dan perbuatan serta perkataan dalam berbicara. Setiap kata-kata dalam pembicaraan harus terkontrol dengan baik dan harus selalu terkendali. Harus dihindari perkataan atau ucapan yang tidak berguna atau bermanfaat dan perkataan yang berlebih-lebihan. Dalam pergaulan hidup adalah kegiatan kunjung mengunjung, bertamu dan menerima tamu adalah suatu keharusan, baik sepanjang adat istiadat, tradisi, dan kelaziman disuatu masyarakat setempat. Bahkan menurut ajaran Islam, bertamu dan menerima tamu adalah suatu rangkaian dari akhlaq (budi pekerti) dan kadangkadang merupakan suatu ajaran, contohnya menjenguk orang-orang yang terkena musibah, mengunjungi orang tua dan mertua, dan lain sebagainya. Dalam hubungan antara bertamu dan menerima tamu, maka hormat menghormati yang terjalin dengan akhlaq dan budi pekerti hendaknya diusahakan agar dapat mencerminkan atau mendekati akhlaq itu sendiri. Pada hakekatnya setiap manusia ingin dan berhajat kepada kehormatan (dihormati). Oleh karena itu apabila ingin dihormati oleh orang lain, kita pun harus menghormati orang lain terlebih dahulu. Bertamu dan menerima tamu di dalamnya tidak lepas dari prinsip hormat menghormati antara sesama manusia. Masyarakat Jawa memiliki prinsip hormat dalam kaidah kehidupannya. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara berbicara dan membawakan dirinya harus selalu menunjukan sikap hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Apabila ada dua orang bertemu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
terutama dua orang Jawa, jenis bahasa yang digunakan dan sikap mereka pasti mengungkapkan suatu pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam suatu tatanan sosial yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa. Mengikuti aturanaturan tata karma yang sesuai dengan mengambil sikap hormat atau kebapaan yang tepat adalah sangat penting. (Magniz Suseno, 1988:60) Ajaran dalam menerima tamu yang baik dan benar yang terdapat di dalam SM dijabarkan ketika tamu mendatangi sang pemilik rumah, tamu yang baru datang mula-mula dipersilahkan untuk duduk terlebih dahulu. Apabila tamu yang berkunjung ke rumah memiliki status sosial yang sama atau sederajat, maka tamu tersebut dipersilahkan untuk duduk berhadap-berhadapan dengan tuan rumah. Namun apabila tamu tersebut strata sosialnya lebih tinggi, maka tamu dipersilahkan untuk duduk yang lebih terhormat atau disebut dengan sinebar atau dihadapkan oleh tuan rumah. Setelah tamu dipersilahkan untuk duduk, hendaknya tuan rumah menanyakan apa keperluan bertamu ke kediamannya, bertanyalah mengenai hal-hal yang perlu saja. Seperti yang dikutipkan dibawah ini pada Pupuh III bait 22-23 sebagai berikut : Kutipan
:
Ingacaran supayane kinen lungguh/ yen dhayoh samanireki/ wetan kulon gennya lungguh/ yen lurah lor prenahneki/ dadi sineba kang dhayoh// Terjemahan
:
Dipersilahkan duduk. Kalau tamu itu sejajar (sederajat) dengan tuan rumah, duduknya di Timur dan Barat. Apabila yang bertamu itu berpangkat lurah, tempat duduknya disebelah Utara, jadi tamu itu dihadap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Kutipan
:
Sarta pasang tatakarma padha lungguh/ wus begean anakoni/ki wiswa maring tetamu/ kang dadi praptanireki/ mung kangen awading dhayoh// Terjemahan
:
Serta melaksanakan tata cara duduk, sudah menjadi bagian (kewajiban) tuan rumah menanyai apa yang menjadi keperluannya datang bertamu. Biasanya tamu itu berdalih (berpura-pura) bahwa dia hanya rindu saja.
Menerima kunjungan tamu yang baik adalah disambut dengan roman muka yang baik, jangan sekali-kali bermuram durja sekalipun yang empunya rumah sedang bersedih hati. Suasana pembicaraannyapun hendaknya dilakukan sebaik mungkin, bertanya dan saling menjawab, bercerita seperlunya dan apa adanya (lugas) serta hendaknya saling mendengarkan sebagai salah satu bentuk sikap saling menghormati. Apabila ada sesuatu yang diinginkan Sang tamu, apabila direlakan hendaknya segera diberikan, tetapi jangan sekali-kali memberikan kesanggupan apabila hatinya tidak rela atau tidak ikhlas. Seperti pada kutipan Pupuh III bait 24, 26, dan 27 dibawah ini: Kutipan
:
Lamun durung weca karyane kang tamu /yen ngucap aja (n) dhingini/ kang lejar netyanireki /yen sirung netyanireki/ mung awad kangen kemawon// Terjemahan
:
Jika tamu itu belum berterus terang, tentang apa yang menjadi maksudnya, engkau jangan mendahuluinya, dan berwajahlah cerah. Jika engkau bermuram durja, tamu itu berpura-pura hanya rindu saja, tanpa mengatakan maksud sebenarnya. Kutipan
:
Dadi enak (ng) nggonira imbal pamuwus/ ganti takon anakoni/ mangkana wong to user among tamu/ aminta caritaneki/commit sakulure kang cariyos//
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Terjemahan
:
Jadi menyenangkan pembicaraannya, berganti tanya dan ditanya, meminta bercerita sesukannya, demikianlah menanggapi tamu (menerima tamu). Kutipan
:
Lamun ana tamu kang ingkang jinaluk/ yen sira lega anuli/ angsungna ingkang satuhu/ aywa age saguh kaki/ yen sira durung sayektos// Terjemahan
:
Jika ada sesuatu yang diminta oleh tamu, jika engkau rela berikanlah segera, jangan engkau cepat-cepat memberi kesanggupan kalau engkau belum sungguhsungguh merelakannya.
Hubungan pergaulan di kala bertamu dan menerima tamu, kaum wanita atau ibu-ibu muslimah adalah pemegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat setempat. Uraian dalam rangkaian pergaulan dengan tetangga dalam hubungan bertamu dan menerima tamu di atas pada umumnya menjadi dan merupakan petunjuk yang harus diperhatikan oleh setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan). Tetapi kelaziman yang terjadi di masyarakat kita saat ini, diantara banyak hal-hal dan acara-acara pergaulan yang dikemukakan di atas. Kaum wanita dan ibu-ibu rumah tangga sebagai nyonya rumah yang menjadi pelaksana dan dalam catatan ini, dalam hubungan pergaulan sehari-hari, selain dari yang telah dikemukakan di atas, ada pula beberapa hal penting untuk menjadi perhatian wanita-wanita muslim antara lain: dalam hubungan bertamu dan menerima tamu ada dua hal yang perlu dijaga dan diperhatikan, yaitu pertama jangan menerima tamu yang tidak disenangi suaminya, kedua untuk bertamu ke sesuatu tempat jangan sekali-kali melupakan keizinan suami atau disertai olehnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Dalam suatu pesta, perjamuan, dan keramai-ramaian yang dikunjungi bersama antara kaum pria dan wanita hendaknya setiap wanita , ditemani suami atau saudaranya (keluarga terdekat). Tata cara penerimaan tamu yang kurang terpuji juga sangat sering sekali dijumpai pada masyarakat sekarang ini, didalam SM dijabarkan karakteristik penerimaan tamu yang kurang baik adalah Sang empunya rumah atau tuan rumah apabila dalam menerima tamu, sebelum tamu tersebut dipersilahkan duduk, Sang tuan rumah memamerkan seluruh harta kekayaannya baik itu berupa rumah, harta banda, emas, dan harta-harta yang lainnya, kemudian Sang tuan rumah dengan bangganya telah sombong kepada para tamu-tamunya sehingga sampai melalaikan Sang tamu itu sendiri untuk sekedar diperkenankan untuk duduk dan dijamu oleh yang punya rumah, seperti yang dikutip pada Pupuh III bait 19 dan 20, sebagai berikut : Kutipan
:
Nora weruh cacade dhewe ngadukur/ yen ngalem duwek pribadi/ datan ngumani tetamu/ suraweyan astaneki/ idune pating salemprot// Terjemahan
:
Tidak melihat cacatnya sendiri bertumpuk, jika memuji milik sendiri, tangannya terayun-ayun kesana kemari, ludahnya menyemprot kesana kemari, tidak menghiraukan tamunya Kutipan
:
Durung lungguh tamune kandha wus gupruk/ latar wisma den tudingi/ pangaleme anggedebus/ kongsi dhayoh ngajak linggih/ iku ukarane bojot//
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Terjemahan
:
Meskipun tamu itu belum duduk, ia sudah bercerita yang berlebihan (mulukmuluk), halaman dan rumah ditunjuk-tunjuk, sambil sesekali memuji, sehingga tamu itu mengajak duduk, demikian itu istilahnya rusak.
Tata krama pergaulan sudah ada sejak zaman dahulu, para pujangga telah mencontohkan bagaimana cara bertamu yang baik, cara menerima tamu yang baik dan yang kurang baik, sehingga sebagai masyarakat sekarang apabila tidak dapat bertingkah laku yang sopan dan santun alangkah tidak sepantasnya hal itu terjadi apalagi dalam pergaulan sehari-hari. Ada beberapa ciri-ciri orang yang menghayati tata krama yang baik, antara lain : a. Memiliki rasa percaya diri pada waktu menghadapi masyarakat dari tingkat manapun. b. Segala tingkah laku dan ucapannya mencerminkan perhatian kepada orang lain c. Sopan, ramah selalu menunjukan sikap yang menyenangkan dan bersahabat kepada siapa saja d. Dapat menguasai diri, selalu berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain, menyakiti atau mengganggu pikiran orang lain. e. Usahakan tidak membuat orang kecewa, gusar apalagi membuat marah orang lain, walaupun diri sendiri baru atau sedang dalam keadaan sedih, kesal, lelah atau jenuh. Pada
perkembangannya
setelah
mengalami
modernisasi,
dan
pada
kenyataannya pula pola-pola lawas penerimaan tamu masih terpakai sampai saat ini, masih dipergunakan, antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
a. Tamu-tamu harus dihormati sedemikian rupa sesuai dengan derajat dan usianya. b. Menerima tamu dengan muka manis dan ramah tamah c. Jika tamu datang untuk suatu keperluan, usahakanlah agar tamu tersebut menyatakan keperluannya dengan baik dan pantas. Di tanggapi dengan basa-basi dan cara yang menyenangkan. d. Apabila tamu berpamitan untuk pulang, diantar sampai diluar gerbang atau batas pintu, meminta maaf apabila ada suatu kekurangan dalam penjamuannya, dan mengucapkan selamat jalan. Dasar dari peraturan etiket adalah adat istiadat atau tradisi dari daerah dan Negara tertentu, yang terkadang berbeda bahkan bertentangan. Etika Timur dan etika Barat berbeda seperti misalnya dari cara bersalaman, cara menatap mata sewaku berjabat tangan, saat memberi sambutan, dan pada saat menerima sesuatu. Selain mengetahui etiket bangsa sendiri sebaiknya juga mengetahui sedikit tentang etiket bangsa-bangsa lain. Sebab hal itu akan melancarkan komunikasi dan kemampuan kita untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan tempat kita berada.
6. Larangan Berjudi Menjadi anggota masyarakat harus pandai-pandai memilih teman, bukan berarti angkuh atau sombong. Disamping itu kita harus mampu untuk diterima dalam lingkungan yang baik. Sedangkan lingkungan yang baik tentu saja tidak akan menerima orang lain dengan begitu mudah, namun mereka juga memilih orang-orang yang bertingkah laku baik yang diterima menjadi anggotanya. Dengan demikian commit to user harus menunjukkan tingkah laku, jelaslah bahwa kita sebagai anggota masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
tutur kata yang baik. Dalam bertingkah laku hendaknya menunjukkan tingkah laku yang sopan, dalam berbicara janganlah menjelek-jelekan orang lain sehingga mengakibatkan orang lain sakit hati dan marah. Apabila kita tidak melakukan hal-hal yang demikian kita akan disenangi oleh orang lain dan diterima sebagai anggota dari masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila seseorang selalu melakukan perbuatan yang tidak terpuji, misalnya main (judi), minum (mabuk), medok (berzina), maling (mencuri), dan sebagainya yang pada intinya mengakibatnya keresahan masyarakat sekitarnya sebagai akibat orang tersebut akan dibenci oleh masyarakat bahkan diasingkan. Ajaran di dalam SM, ada pula yang berbentuk larangan untuk berjudi. Dalam Ensiklopedi Indonesia judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. SM adalah salah satu naskah lama yang melarang keras perjudian dilakukan oleh manusia (masyarakat) selain dapat mendatangkan dosa dapat juga merusak moral para pemainnya. Di dalam KUHP pasal 30 ayat 3 mengartikan judi sebagai tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan untuk menang, pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau harapan itu jadi bertambah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Termasuk juga permainan judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu. Demikian juga segala permainan lain-lainnya. Hendaknya tidak bergaul dengan seorang penjudi, karena didalam SM dijelaskan bahwasanya apabila seseorang yang pada awalnya bertingkah laku baik sekalipun apabila bergaul dengan penjudi dikhawatirkan terpengaruh untuk ikut berjudi. Penjudi diibaratkan seperti menggali lubang, lama-kelamaan harta benda yang dimilikinya akan habis dengan sendirinya. Diumpamakan pula seperti menyendok jenang bekatul, diibaratkan menyendok dipilih yang dingin terlebih dahulu dari yang dibagian tepi kebagian tengah, lama-lama akan habis kesemuannya. Berjudi membuat seseorang buta akan segala-galanya, bahkan sampai tidak ingat apaapa termasuk keluarga yang dimiliki bahkan harga dirinya sendiri, bahkan apabila telah mendarah daging berjudi dapat merusak kehidupan bermasyarakat. Demikian pula taruhan dalam berjudi, sebagai taruhan pada awalnya mengambil harta pribadi (keluarga) setelah keluarga waspada, menjalar ke harta-harta yang lainnya, lama kelamaan semakin berani, hingga pada akhirnya hanya karena untuk menyediakan taruhan saja, sampai-sampai apabila sudah tidak memiliki harta benda lagi, akhirnya menjadi pencuri, perampok, penyamun, dan penjambret, seperti yang dikutip pada Pupuh II bait 22 sampai 25 sebagai berikut : Kutipan
:
Kakanca kakancuhira/ kamomor yogyane brindhil/ bebotoh sasta seredan/ kaping tri kasengsem ringgit/commit luwange nguni-uni/ lir nyuru jenang bekatul/ to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
saking pinggir manengah/ ingkang asrep den ubengi/ toging ngendhon ngengehan telas sadaya// Terjemahan
:
Berteman dengan orang yang suka berjudi, akan terbawa dan terpengaruh judi pula, serta pendadu tergila pada tandek, seperti menggali lubang, lama-lama habis hartanya, bagaikan menyenduk jenang bekatul dipilih yang dingin dari tepi kemudian ke tengah, lama-lama habis semuanya. Kutipan
:
Bebotoh judi mangkana/ met darbeking kang sudarmi/ cinolong lamun tan angsal/mrambat kulawarga neki/ warga wus mrayitnani/ narajang mring tangganipun/ saya wuwuh jajahan/ wuwuh gendhing wuwuh wani/ wuwuh akal wuwuh keh kang nunggal karsa// Terjemahan
:
Demikian pula taruhan dalam berjudi diambil milik ayahnya, jika tidak diperbolehkan kemudian dicuri, menjalar pada milik tetangganya, bila tetangga telah waspada, sehingga tidak dapat diambil, kemudian mengambil milik yang lainnya lagi. Semakin bertambah dan teman sehaluan pun semakin banyak. Kutipan
:
Temah ngecu (m)begal ngampak/ memet nyebrot nayap ngutil/ saking nora bisa nyegah/ botohan lan seredneki/ myang blanja marang ringgit/ semune owel yen mutung/ yekti iku marganya/ poma aja anglakoni/ yen nglakoni pacangan dadi prantean// Terjemahan
:
Hal itu karena tak dapat menahan berjudi dan bercandu, serta membayar tandak, kemudian merampok, membegal dan mencuri serta menjambret, mencopet. Tindakan semacam itu jangan dilakukan. Jika dijalankan maka akan menjadi orang hukuman.
Dalam urusan halal dan haram agama Islam mengatakan judi adalah setiap permainan yang mengandung untung atau rugi bagi pelakunya, dengan demikian dalam berjudi terdapat tiga unsur : commit adanya to harta useratau materi yang dipertaruhkan, ada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
suatu permainan yang digunakan yang menentukan baik pihak yang menang dan yang kalah, dan yang terakhir adalah pihak yang menang mengambil harta (sebagian atau seluruhnya atau kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah) sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. Unsur-unsur yang berbeda juga dijelaskan di dalam Pasal 303 ayat (3) secara detil dijelaskan, bahwa di dalam berjudi terdapat tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Pertama adalah permainan atau perlombaan itu sendiri. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati jadi bersifat rekreatif, namun di sini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Kedua adalah untung-untungan, artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif atau kebetulan atau untung-untungan, atau faktor kemenangan yang diperolah dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih. Ketiga yaitu ada taruhan, dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh pihak pemain atau bandar baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan terkadang istripun bias dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan judi. Dalam bertingkah laku orang hendaknya tidak sembarangan, harus terlebih dahulu memikirkan akibat baik maupun buruknya dikemudian hari. Apabila sekiranya dari kata-kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan commit to user
tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
mengena dihati masyarakat hendaknya jangan dilakukan. Misalnya, pada malam hari pada saat seluruh warga masyarakat sedang tidur, bukannya menjaga ketentraman warga tetapi malahan berjudi dan mabuk-mabukan, berjudi merupakan salah satu bentuk sampah masyarakat yang harus dibersihkan, walaupun pada saat sekarang berjudi masih menjadi salah satu hobby masyarakat, terutama mereka yang menjadi pengangguran.
7. Larangan Mengadu Domba Adu domba atau mengadu domba diartikan sebagai upaya menjadikan berselisih atau bertikai diantara pihak yang sepaham. Arti lainnya adalah menarungkan sesama dalam satu pemahaman. Pada umumnya taktik atau muslihat seperti ini bertujuan untuk melemahkan salah satu atau dua kelompok yang saling bertikai itu, sebelum akhirnya keduanya dikuasai. Istilah seperti itu memang lebih banyak memiliki konotasi negatif. Apalagi bangsa Indonesia, kalimat adu domba telah menggoreskan kenangan kelam, memilukan, pada masa penjajahan kolonial. Sejak dibangku sekolah dasar, siswisiswi mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah di Tanah Air telah diperkenalkan mengenai sejarah taktik atau politik adu domba yang diterapkan Bangsa lain untuk menguasai dan menjajah Indonesia. Dengan tujuan mengeruk kekayaan alam yang melimpah dari bangsa Indonesia, kaum
imperialis memulai dari berbondong-
bondong datang ke Nusantara dengan piawai memperagakan politik devide et impera yang tak lain adalah politik adu domba itu sendiri, untuk memecah persatuan dan commit to userdan raja-raja di berbagai wilayah di persaudaraan yang tertanam diantara penguasa,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Tanah Air Indonesia. Para raja atau penguasa daerah setempat dihasut agar saling berseteru dengan saudara-saudaranya sendiri. Setelah mereka lemah dan rapuh usai berperang, penjajah Belanda, mulai menancapkan kuku-kuku kekuasaannya. Sebenarnya para domba-domba yang merasa diadu tersebut dapat berkaca dari sejarah, bahwa jika seseorang termakan oleh hasutan dalam politik adu domba, tidak akan membawa kebaikan bagi semua pihak. Adu domba diibaratkan dengan banyak perumpamaan dari mengenai hubungan orang tua dengan anaknya apabila sedang terkena adu domba diibaratkan seperti air yang dipedang seratus kali dalam satu jam, pasti tidak akan berubah dan tidak membekas. Begitu pula dengan hubungan kekeluargaan atau saudara, sehingga apabila mengadu domba di dalam saudara dan keluarga sangat tidak ada gunannya. Seperti pada kutipan bait 38 dan 39 Pupuh II sebagai berikut: Kutipan
:
Toya reka darma putra/ toya kinarya upami/ pinedhang ping sewu sajam/ sayekti tan wurung pulih/ siti reke upami/sujanma maring sadulur/ yen ana bawa ala/ ya siti ing mangsa katri/ bumi belah upamine lan kadang crah// Terjemahan
:
Retaknya air seperti hubungan orang tua dengan anak air sebagai perumpamaan, jika dipedang seratus kali dalam satu jam, tentu kembali dan tidak membekas, hubungan seseorang dengan saudaranya, perumpamaannya seperti retaknya tanah dimusim kemarau. Persaudaraan itu akan renggang kalau ada keadaan yang kurang baik. Kutipan
:
Sajrone nela mangkana/ kisen klabang kalajengking/ wusana mangsa kalima/ antara trancap geng prapti/ kalabang kalajengking/ tela mingkem gremet lampus/ iku kang dadi setan/ sadulur rengate pulih/ tanpa gawe wong ngadoni crahing kadang// commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Terjemahan
:
Disaat tanah itu dalam keadaan retak, kemasukan kalajengking yang merupakan setan, kemudian musim kelima, hujan lebat pertama di awal musim hujan tiba. Tanah itu merapat lagi. Maka dari itu tidak ada gunanya mengadu domba akan keretakan persaudaraan dalam keluarga.
Dalam pengertian yang berbeda. Adu domba disebut pula dengan namimah (Arab), di dalamnya dijelaskan adu domba adalah haram hukumnya, karena pada intinya adu domba membeberkan sesuatu yang tidak disuka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan, baik berupa aib atau bukan aib. Hubungan suami dengan istri, pejabat atasan dengan bawahan atau anak buahnya, kuatnya ibarat seperti batu. Disaat hubungan tersebut masih dalam keadaan baik, kasih sayang mereka tidak dapat dipisahkan, namun apabila hubungan itu sudah mulai retak, maka seperti retaknya batu. Orang yang suka mengadu domba, perumpamaannya seperti telur yang dihimpit batu besar, orang yang diadu itu bila telah kembali bersatu kembali pasti akan sangat membenci orang yang mengadu domba itu. Seperti pada kutipan bait ke 47, 48 Pupuh II sebagai berikut: Kutipan
:
Ana sloka antiga kaapit watu/ iku jalma watakneki/ kang asring remen wewadul/ lami-lami pan kebalik/ katangkep watu sang endhog//
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Terjemahan
:
Ada peribahasa telur dihimpit batu, itu sifat manusia yang suka mengadu domba, lama kelamaan mengena dirinya sendiri, telur itu akan benar-benar terhimpit batu. Kutipan
:
Tunggal benggang ngaku wong palakrameku/ yen wus atut aningali/ karone maring sireku/ yekti sangite kapati/ tan enak lir kang mangkono// Terjemahan
:
Orang yang di adu domba itu apabila telah rukun kembali keduanya akan sangat membenci orang yang mengadu domba itu. Mengadu domba itu hal yang tidak baik.
Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan mengenai haramnya perbuatan adu domba dan dilarangnya perbuatan adu domba dilakukan di dalam masyarakat. Dalam bidang pendidikan budi pekerti adu domba sangat tidak dibenarkan dalam setiap alasannya, dimaksudkan bahwa adu domba adalah bukan salah satu pilihan terbaik dalam pemecahan suatu masalah. Di dalam QS. Al-Qalam ayat 10-11, menerangkan “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang-orang yang banyak bersumpah lagi hina dan banyak mencela , yang kian kemari menghambur fitnah”. Adu domba sangat tidak mencerminkan prinsip kerukunan masyarakat Jawa. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Keadaan semacam itu disebut dengan istilah rukun, yang berarti “ berada dalam keadaan selaras”, “tenang dan tenteram”, “tanpa perselisihan dan pertentangan”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Keadaan rukun terdapat dimana semua pihak berada dalam keadaan damai satu dengan yang lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam tetangga dan dalam setiap pengelompokan tetap. Suasana seluruh masyarakat seharusnya bernafaskan semangat kerukunan (Magniz, 1989 : 39)
8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur Seorang raja dalam pandangan masyarakat Jawa merupakan figur, tokoh yang adiluhung. Sebagai seorang yang sakti, pada umumnya Jawa beranggapan bahwa seorang raja atau penguasa memiliki keluhuran budi, namun pada masa sekarang nampaknya keluhuran budi para pemimipin Bangsa harus benar-benar menjadi bahan perhatian masyarakat. Banyak pemimpin Bangsa yang telah banyak terbukti melakukan korupsi, banyak penipuan yang dilakukan oleh para petinggi negara, belum lagi kasus para pejabat yang tidak malu melakukan skandal seks sampai kasus-kasusnya tersebar luas sehingga reputasinyalah yang menjadi taruhannya. Dalam pencapaian budi yang luhung tersebut dicapai atau didapat melalui suatu tindakan yang bersifat metafisis dan bukan tindakan yang bersifat empiris, hal ini dikarenakan dalam padangan Jawa kekuasaan menjadi suatu tempat yang keramat, agung dan bersumber vertikal. Tuhanlah di atas segala kekuasaan, kekuasaan dapat diperoleh manusia yang terpilih, manusia adiluhung yang memiliki daya kekuatan yang dipandang mampu menyandang kekuasaan yang disebut wahyu. Jadi kekuasaan commit to user bukan merupakan segala yang khas antara antar manusia. Kekuasaan bukanlah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
merupakan suatu tindakan atau kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain. Saran-saran untuk mencapai kekuasaan serta mencapai kepribadian manusia yang adiluhung. Ibukota atau kota tidak hanya merupakan pusat politik dan kebudayaan melainkan juga sebagai pusat magis kerajaan. Berhubungan dengan jagad raya yang menurut kosmologi Brahmana atau Budhis atau keduanya, berpusat di Gunung Meru pada pusat kotanya, dan Gunung Meru dipusat kota ini akan menjadi pusat magisnya ( Darsiti Soeratman, 2000:2) Pandangan mengenai susunan alam semesta pada orang Jawa jaman dahulu itu diambil dari agama Hindu yang beranggapan bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh beberapa samudra dengan pulaupulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaga yang keramat. Di pusat benua yang terutama terletak di Gunung Mahameru, yakni Gunung Paradewa. Dunia manusia yang diwakili oleh kerajaan, dengan raja sebagai penjelmaan salah satu dewa, mempunyai tugas untuk menjaga keselarasan kosmos dengan jalan meniru susunan alam semesta dalam kerajaannya. Kedudukannya di pusat kerajaan melambangkan raja dewa di pusat alam semesta. Keempat materi yang mengelilingnya, keempat permaisuri dan para pegawai di keempat bagian kerajaannya, melambangkan keempat mata angin dari alam semesta. Dasar susunan kosmos juga dilaksanakan dalam hierarki kepegawaian, dan secara nyata dilambangkan oleh denah ibu kota kerajaan, istana kerajaan, dan candi-candi batu yang sampai sekarang dapat kita lihat bekas-bekasnya sebagai tokoh yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
melambangkan pusat dari alam semesta, seorang raja di kerajaan Asia Tenggara juga dibenani tugas-tugas keagamaan yang berat. (Koentjaraningrat, 1999 : 121-122) Negara di dalam mengatur segala kpentingan kenegaraannya tidak dapat menjalankan roda pemerintahannya, melainkan haruslah di bantu oleh aparaturaparatur Negara. Perlu diingat bahwa fungsi utama dari aparatur pemerintahan dan aparatur Negara adalah mengabdi kepada masyarakat dan kepentingan umum, rakyat banyak dengan alat dan perlengkapan umum, aparatur Negara sebagai abdi bukan sebaliknya bukan untuk mencari keuntungan atau kepentingan pribadi atau golongan dari pada yang bersangkutan. Aparatur pemerintahan harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan sebaliknya, tidak menyalahgunakan kekuasan mencari kesempatan dalam kesempitan atau dikenal dengan istilah aji mumpung. Pemerintah dapat dibedakan antara pemerintah sebagai organ (alat, tool) Negara yang menjalankan tugas (fungsi) dan pemerintah sebagai fungsi dari pemerintah. Pemerintah dapat pengertian pertama sebagai organ Negara dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti luas (makro) dan pemerintah dalam arti sempit (mikro). Pemerintah dalam arti sempit (mikro) dimaksudkan khusus kekusaan eksekutif, sedangkan dalam arti luas (makro) disamping kekuasaan eksekutif adalah juga kekuasaan legislatif dan kekuasaan Yudikatif. (Widjaja, 1991 : 23, 33) Aparat Negara juga terdapat pada bentuk-bentuk pemerintahan kerajaan. Kerajaan pada zaman dahulu memiliki empat aparatur pokok yang harus dimiliki, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
yang berguna untuk membantu pemimpin (raja) untuk menjalankan roda pemerintahan. Pertama, yaitu prajurit sebagai pelindung Negara, kedudukan prajurit pada masa tersebut sangat penting berperan aktif membantu raja mengatur jalannya pemerintahan. Pada zamannya prajurit harus pandai mengatur siasat perang. Disaat Negara (kerajaan) dihadapkan oleh sesuatu yang sulit dikala berperang. Maka prajurit yang harus menciptakan strategi-strategi perang yang handal. Prajurit harus selalu siap dengan semua senjatanya, selain harus terampil mempergunakan senjata seperti tobak, panah, dhadhap, keris, juga harus memiliki badan sehat, baik jasmani dan rohaninya maka dari itu secara fisik tubuh seorang ksatria harus tegap dan kuat. Prajurit dalam maju berperang haruslah diniati dengan niat yang baik dan tulus, jangan dendam dan amarah yang dijadikan landasan, karena apabila dilandasi dengan niat yang tulus dan tujuan yang baik, sehingga dapat dicapai adalah tangga kemasyuran seperti yang dikutip pada pupuh II bait 5, sebagai berikut : Kutipan
:
Lan ana patang prakara/ kagungane kang praja di/ prajurit lawan pandhita/ tri sudagar catur tani/ ywa susah salah siji/ prajurit pagering ratu/ tani bojaning praja/ sudagar busaneng nagri/ sang pandhita weh rahuyaning pamuja// Terjemahan
:
Ada 4 hal yang harus dimiliki oleh Negara yang baik, satu prajurit, dua petani, tiga pedagang, dan keempat pendeta. Keempatnya jangan sampai. Ada yang menderita salah satu. Prajurit sebagai benteng (perlindungan) raja. Petani sebagai sumber makanan bagi Negara. Pedagang merupakan pakaian bagi Negara, dan pendeta member keselamatan dan kesejahteraan bagi Negara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Prajurit memilih beberapa gelar perang, gelar tersebut dipergunakan ketika para ksatria berperang melawan musuh dimedan laga. Gelar perang ini lebih cenderung sebagai bentuk formasi para prajurit. Sehingga gelar perang ini dapat juga digunakan sebagai salah satu strategi dalam menghadapi serangan musuh. Kurang lebih disebutkan ada 7 gelar perang yang terdapat di dalam SM, yaitu Hardacandra, Brajapanjara, Mangkarabyuha, Diradameta, Capiturang, Garudanglayang dan Pritaneba.kesemuanya merupakan gelar-gelar perang yang sering dipergunakan prajurit ketika berhadapan dengan musuh. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 11 dan 12, sebagai berikut: Kutipan
:
Myang kulet amasang gelar/ ardacandra kagapati/ myang gelar brajapangan/ lan mangkara byuha malih/ byuha mangkara nenggih/ supit urang tegesipun/ rika brajapanjara/ dirademeta sayekti/ kagapati kang gelar garudha nglayang// Terjemahan
:
Pasanglah gelar meski dengan lambat. Hardacandra kagapati, dan gelar Brajapanjara, mangkara byuha, dan byuha mangkara, yang dimaksud yaitu supit urang, braja panjara kagapati dan garudhanglayang Kutipan
:
Kang ingaran ardacandra/ wulan tumanggal sayekti/ byuha pakekesing gelar/ prita neba iku ugi/ lan rumekseng prajurit/ ywa kurang mangan lan minum/ samekta warastranya/ wewekanta denmumpuni/ jroning aprang aywa kaselan ing meda// Terjemahan
:
Yang dimaksud hardacandra ialah bulan yang mulai purnama, pritareba adalah burung yang melayang bergerombol menjaga prajurit jangan kekurangan makan dan minum, siap dengan senjatanya, serta pegetahuan yng mumpuni dalam berperang janganlah diselingi dengan sendau gurau. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Kedua adalah sebuah petani sebagai sumber makanan bagi Negara. Petani sendiri diseyogyakan agar selalu memperhatikan bibit segala macam tumbuhan dan tanaman, baik itu jenis buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis tumbuhan lain yang dapat dipergunakan untuk bahan pangan, serta seorang petani harus memperhatikan musim tanamnya. Musim-musim tanam antara lain yaitu Kapat yaitu waspa kumembeng jroning kalbu yang memiliki maksud air atau sumber mata air tidak keluar dari bumi (tanah), seandainya akan membuat sumur maka harus dalam yang menggali sehingga air yang keluar akan banyak. Kalima yaitu pancuran mas sumawur ing jagad yang memiliki maksud mulai turun hujan, banyak air dan mata air yang bermunculan, para petani mulai mengolah tanah. Kanem yaitu rasa mulya kasucian yang memiliki maksud banyak buah-buahan manis dan segar yang berbuah. Kasapta yaitu wisa kentar ing maruta yang memiliki arti timbul banyak penyakit dan wabah yang tersebare di mana-mana sehingga banyak yang terjangkit oleh wabah itu. Kawolu yaitu anjrah jroning kayun yang memiliki maksud banyak hewan yang kawin terutama pada jenis kucing. Kasanga yaitu wedharing wacana mulya yang memiliki maksud banyak jenis serangga bermunculan. Sadasa yaitu gedhong minep jroning kalbu yang memiliki maksud banyak hewan akan beranak pinak dan bertelur. Dhestha yaitu sotya sinarawedi yang memiliki maksud banyak jenis unggas yang mencari makan untuk anaknya. Sadha yaitu tirta sah saking sasana yang memiliki maksud udara sudah tidak panas lagi, sehingga banyak orang yang mersakan udara dingin. Kasa yaitu sotya murca saking embanan yang memiliki maksud banyak pohon-pohon berguguran daun dan batangnya. Karo yaitu bantala rengka yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
memiliki maksud tanah-tanah banyak yang retak. Katiga yaitu suta manut ing bapa yang memiliki maksud banyak tanaman merambat dan umbi-umbian yang mulai tumbuh. Selain harus pandai memperhatikan musim-musim tanam, petani dapat pula memperhatikan condongnya bintang, seperti bintang Piji, bintang Bokor, bintang Waluku, bintang Panjerina, serta bintang Bimasakti, konon dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk alam seperti itulah para petani berhasil menghasilkan hasil-hasil tanam yang berkualitas bagus, disamping juga perawatan dilahannya dilakukan secara teratur dan baik. Hakikatnya manusia itu berbeda dengan hewan dan tumbuhan. Manusia membutuhkan makanan yang bernutrisi dan bergizi, sedangkan hewan dan tumbuhan tidak membutuhkan seperti kebutuhan manusia. Binatang tanpa pakaian dan tanpa harta benda, binatang tidak membedakan rasa manis, pahit, asin. Tumbuhan pun juga demikian, oleh karena itu sebagai kesimpulannya adalah manusia hendaknya menyiapkan segala sesuatunya dengan sungguh-sungguh, dan janganlah meniru perilaku seekor kambing, yang maksudnya adalah menikmati segala sesuatunya (makanan) tanpa mengeluarkan uang atau biaya, hanya ikut menikmati jerih payah orang lain. Seperti yang dikutip pada Pupuh II bait ke 14 dan 18 sebagai berikut : Kutipan
:
Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/ bulah sato tanpa nyandhang/ bulah wreksa tanpa bukti/ saben manungsa mosik/ amesthi mangan anginum/ iku dipun kawangwang/ yen paksi kang denkawruhi/ saananya wohing wreksa mangka boja// commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Terjemahan
:
Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar, berbeda dengan binatang yang tanpa pakaian, pohon tanpa makan pula, setiap manusia yang berakal sehat pasti makan dan minum. Hal itu perlu diingat, barang yang diketahui dari setiap buah merupakan makanannya. Kutipan
:
Miwah janma kang rumeksa/ samektane sandhang bukti/ lamun janma tan samekta/ sapa arsa kinan kaki/ angreksa angresiki/ ngendi gampang gone tanduk/ yen tan lawan nugrahan/ nira jeng sri narapati/ mung margane tan liya taki-takia// Terjemahan
:
Manusia yang menjaga kesiapan makan dan pakaian, jika manusia tidak menyiapkannya, siapa yang hendak disuruh menjaga dan mempersiapkannya. Mana mungkin mudah mengerjakan kalau bukan karena kemurahan raja, caranya tidak lain adalah bersungguh-sungguh.
Pedagang berfungsi sebagai pakaian dan perlengkapan bagi Negara. Pedagang atau sering disebut dengan sebutan saudagar memiliki aparatur Negara ketiga yang memiliki fungsi sangat penting dalam menjalankan pemerintahan rakyat (masyarakat) sudah barang tentu membutuhkan pakaian dan perlengkapan. Perlengkapan kehidupan sehari-hari mereka yang mana dalam masalah ini pedagang memiliki peranan penting. Manusia sebenarnya tidak hanya membutuhkan pakaian sebagai pelindung diri dari panas, hujan, angin, gigitan binatang saja akan tetapi manusia juga membutuhkan perlengkapan kehidupannya seperti keris sebagai senjata, kuda sebagai alat tranportasi atau kendaraan, serta rumah dengan ukuran kecil, sedang bahkan besar dilengkapi dengan halaman yang luas sebagai kediaman. Kesemuanya itu pedaganglah yang mempersiapkannya. Hingga pada jaman kehidupan itu pedagang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
modern seperti inilah, pedagang memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi Negara, bahkan hampir seluruh aspek-aspek ekonomi bersinggungan dengan pedagang. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 9, 14 dan 17 sebagai berikut: Kutipan
:
Sudagar ta yogyanira/ yen deranggo ing praja di/ pangulah pambekanira/ saene lawan makiklik/ yogya aywa nglabeti/ dena ta tukang prang pupuh/ den prastaweng supana/ bebukane murbeng titi/ ngruhanana yen lagi sapanetegan // Terjemahan
:
Jangan dipertahankan dalam Negara cara perhitungan para saudagar yang terlalu kikir. Adapun orang yang memulai memukul perang, dimulai dengan tujuan yang baik untuk mencapai tangga kemasuran. Kutipan
:
Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/……………./ …………../ ………… Terjemahan : Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar/ ……/ …../ ….. Kutipan
:
……………../ ……………/……………./ tur maning ana kinayun/ busana wastra mulya/ kuda curiga lan estri/ ana maning wisma geng papan kang jembar// Terjemahan
:
………../ …………/ ………………/ ada lagi yang dikehendaki manusia yaitu pakaian, senjata dan kedudukan, kuda sebagai kendaraan, keris sebagai senjata dan istri, serta rumah yang berhalaman luas sebagai tempat tinggal.
Terakhir yaitu pendeta memberi berkat bagi Negara. Sebagai Negara yang menghendaki kemakmuran dan kesejahteraan, hendaknya memiliki seorang ahli agama atau pendeta sebagai seseorang yang mampu memberikan spirit kerohanian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
pada setiap orang, baik itu sang raja, keluarga raja, prajurit serta seluruh anggota masyarakat atau rakyat. Pendeta berfungsi sebagai guru spiritual yang bertugas membantu memulihkan rohani dan jiwa-jiwa yang sedang sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan pendeta yaitu antara lain memimpin upacara-upacara adat atau upacara-upacara keagamaan, mendoakan agar Negara dan seluruh rakyatnya hidup sejahtera, membaca mantra, serta memberi berkat terhadap Negara. Seperti yang dikutip pada Pupuh II bait 6 sebagai berikut: Kutipan
:
Kapandhitan puja mantra/ kang anggun tapanireki/ mmulang wadya kang pindha/…………../ ………. Terjemahan
:
Hal-hal yang berhubungan dengan pendeta yaitu berdoa dan membaca mantra. Bersungguh-sungguh dalam bertapa serta memberikan pndidikan kepada prajurit/ …………/………..
Dengan keempat hal pokok di atas, hendaknya sebuah Negara memiliki keempat kelengkapan Negara
tersebut. Untuk itu haruslah mengetahui masalah-
masalah yang dihadapi oleh Negara juga pengetahuan tentang hukum atau undangundang yang menjadi patokan sebuah Negara. Seperti halnya orang Jawa mengatakan bahwa “pathokaning” negara itu terletak pada keteguhan dan ketaatan menjalankan undang-undang negara”. Dari kutipan tersebut menggambarkan bahwa suatu Negara haruslah mempunyai dan taat kepada undang-undang Negara dan apabila undangundang itu tidak ditaati maka sistem pemerintahan pada Negara tersebut tidaklah berjalan semestinya alias kacau bahkan Negara itu tidak ada gunanya. “Negara iku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
ora guna lamun ora darbe angger-angger minangka pikukuhing Negara kang adhedhasar ing kalbune manungsa salumahing Negara kuwi” yang berarti “Negara tidak akan berguna apabila tidak mempunyai undang-undang yang menjadi dasar kuatnya suatu Negara, yang sesuai dengan isi jiwa seluruh bangsa itu. (A. Setiono Mangoenprasodjo, 2003 :310).
C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya Dengan Kehidupan Masa Kini Pada dasarnya suatu karya sastra merupakan pencerminan dari masyarakat pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan timbal balik antara karya sastra, pengarang dan masyarakat pembaca tentunya. Dilihat dari proses penciptaan karya sastra banyak dipengaruhi oleh unsur kemasyarakatan yakni sebagai wujud pernyataan sosial si pengarang yang dipengaruhi oleh imajinasinya, namun karya sastra tidak harus nyata menyampaikan realitas kehidupan, akan tetapi karya sastra tidak lepas dari imajinasi pengarang. Kehidupan yang berhasil ditampilkan oleh sebuah hasil karya sastra tersebut sebenarnya merupakan gambaran sosial masyarakat pendukungnya yang bersifat implisit, baik mengenai budaya, kondisi sosial, maupun norma-norma yang melingkupi pengarang dalam melahirkan karya niali-nilai yang tertuang dalam sebuah karya sastra dapat terwujud anjuran atau nasehat, pemberitaan, peperangan, kebencian, kemarahan, cinta kasih, amarah, sendu, nafsu, dan lain sebagainya. Suatu karya sastra juga berisi suatu absurd, yakni sesuatu yang dapat ditangkap pembaca commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
yang mempunyai bekal dan menikmati sastra. Nilai-nilai tersebut merupakan hal yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari. Pembeberan sebuah cerita karya sastra, pengarang sebenarnya ingin mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang ditemui lewat karya-karya kreatifitasnya lain dari pada hal itu pengarang memiliki keinginan untuk merespon kenyataan sosial yang ada. Naskah SM yang dipilih menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang ditemui lewat kreatifitasnya, khususnya di dalam pengajaran tata cara sopan santun budi pekerti. Selain itu pengarang ingin merespon kenyataan sosial yang ada. Naskah SM yang menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan permasalahan-permasalahan kehidupan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan tersebut antara lain bagaimana membentuk karakter seseorang yang berbudi pekerti luhur. Berpijak dari hal-hal di atas, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana relevansi yang terdapat dalam naskah SM dengan realita yang sekarang dialami, khususnya masyarakat Jawa. Relevansi dalam naskah SM diungkapkan secara eksplisit oleh pengarang. Oleh karena itu, peneliti menarik kesimpulan sendiri tentang relevansi yang terdapat dalam naskah dan norma-norma yang diceritakan di dalamnya. Nilai-nilai cerita diambil dari beberapa kutipan tembang yang ditampilkan oleh pengarang, karena dalam peristiwa tersebut terkandung suatu nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang baik dan mulia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Makhluk Tuhan terlebih manusia hidup dan kehidupannya tidak lepas dari apa yang disebut dengan hak dan kewajiban. Dalam naskah SM menampilkan suatu perwujudan atau cita-cita pengarang yang dilukiskan di dalam bentuk tembang macapat yang ditujukan kepada para siswa (anak didik) yang kelak agar dapat hidup dengan baik sesuai budi pekerti dan sopan santun, sehingga manusia hidup itu bukan hanya sekedar hidup saja melainkan hidup yang teratur, hidup yang tertata sesuai aturan sehingga hidup itu akan selaras, serasi dan seimbang. SM banyak memuat nasehat-nasehat, petuah bijak yang apabila dapat dijalankan oleh seseorang maka hidup akan menjadi sejahtera. Menelusuri suatu karya sastra wulang atau ajaran tidak dapat terlepas dari keadaan
masa
lampau,
terkadang
ajaran-ajaran
tersebut
diberikan
untuk
menggambarkan keadaan pada waktu itu atau bahkan dengan buah pikirannya itulah penampilan ide-ide yang muncul dari pikirannya setidak-tidaknya sesuai dengan makna baik yang tersurat maupun tersirat apabila dihubungkan dengan keadaan pada jaman sekarang masih relevan. Budi pekerti luhur adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang disadari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya dapat diperoleh melalui proses yang berjualan sepanjang hidup manusia. Budi pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang diketahui, yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan umat manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim kehidupan sosial kultural dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai mengembangkan ketrampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri para siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat. Tata krama itu tidak hanya terdapat di dalam pergaulan saja, namun di dalam dunia bisnis dan dalam berlalu lintas pun memiliki tata krama yang berbeda-beda. Semakin tingginya tingkat sosial atau intelektual seseorang biasanya identik dengan tingginya tata krama yang dimilikinya. Dengan memiliki tata krama berarti menunjukkan kualitas diri. Apabila di dalam suatu kerajaan atau di dalam keraton tata krama seperti ini sangat dijunjung tinggi , semua kegiatan keseharian ada aturannya, antara lain tata cara makan, berbicara, berpakaian, cara duduk hingga dalam memilih pasangan dalam lingkungan keraton harus melihat bibit, bebet, dan bobot, artinya walaupun orang kaya tetapi apabila tidak memiliki unggah-ungguh berarti tidak termasuk kriteria. Zaman modern identik dengan perlengkapan, kebiasaan dan tingkah laku yang modern pula. Namun yang memprihatinkan pada masa-masa sekarang adalah kurangnya tata krama di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat ketika berada di tempat-tempat umum, banyak para kaum muda tidak memberi kesempatan duduk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
kepada orang tua atau ibu hamil yang membutuhkan, dijalan raya banyak kendaraan yang memotong jalan tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas, para kaum muda banyak yang terjerumus pada lembah hitam seperti narkoba, minum-minuman keras, free seks, bahkan tidak jarang kita melihat dna mendegar berita ada kasus pembunuhan anak kandung terhadap ibu atau bapaknya, dan lain sebagainya. Sekarang ini orang semakin merasa tidak peduli dan cenderung masa bodoh dengan lingkungan di sekelilingnya, dan rasa kepedulian itu sudah sangat jarang sekali ditemui, jarang sekali orang dapat menghargai jasa orang lain, tidak mau mengalah demi suatu kelancaran. Mereka semua menginginkan kepentingannya selalu didahulukan dibandingkan kepentingan orang lain. Hal di atas adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi pekerti adalah induk dari segala etika, tata krama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti hendaknya ditanamkan oleh orang tua dan keluarga di rumah, kemudian di sekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Pada saat dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral, budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi. Budi pekerti digunakan untuk menjalankan hal-hal yang patut, baik, dan benar. Apabila seseorang berbudi pekerti, maka jalan kehidupan yang ditempuh akan selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik. Namun apabila seseorang melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
seperti tidak disenangi atau dihormati oleh orang lain, sampai yang berat seperti melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana. Pendidikan budi pekerti diterapkan dalam bimbingan orang tua sejak kecil, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan atau permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerja sama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan. Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, sebagai contoh ketika sedang berjalan didepan orang tua dengan sopan mengucap "nuwun sewu ndherek langkung", "permisi, perkenankan untuk lewat". Dengan bahasapun juga dapat dipergunakan dalam sarana pendidikan budi pekerti, dengan menggunakan bahasa yang halus dan sopan dapat menghormati sesama. Krama dan Ngoko di dalam bahasa Jawa keduanya menempati sendirisendiri. Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggahungguh basa, adalah sopan santun untuk menghormati orang lain. Penanaman budi pekerti, diberikan dan dimulai ketika anak-anak telah mengerti ucapan orang tua mereka. Secara naluri mulai diterapkan ajaran unggahungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar pendidikan pada usia dini, dengan tujuan agar seseorang semenjak kecil hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan di masyarakat, mampu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
bersosialisasi dan memiliki budaya malu. Memiliki sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli terhadap keadaan lingkungan sekelilingnya. Selalu memiliki kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang, dan hormat di lingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap seperti ini sejak dini sangat penting, karena akan merasuk kedalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang. (Sjarkawi, 2006: 90 – 95). Negara Indonesia memiliki salah satu tokoh pendidik yang berhasil menggunakan budi pekerti sebagai dasar pendidikannya. Ki Hadjar Dewantara seorang tokoh Nasional yang selalu berjuang dengan segenap tenaga dan pikirannya untuk memperjuangkan nasib bangsanya menuju alam kemerdekaan. Konsep budi pekerti Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai berikut : a. Maksud dan tujuan pendidikan adalah berusaha memberikan nasehat-nasehat, materi-materi, anjuran-anjuran yang dapat mengarahkan anak didik pada jalan kebaikan. b. Dasar pendidikan adalah Pancadharma yang terdiri dari kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. c. Metode pendidikannya adalah metode yang disesuaikan dengan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat yaitu metode ngerti, grasa, dan nglakoni. d. Materi pendidikan adalah berasal dari cerita rakyat, lakon, babad, sejarah, buku karangan pada pujangga, kitab suci agama dan adat istiadat. e. Lingkungan pendidikan yang akan disasar adalah keluarga, sekolah dan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Manusia yang benar-benar berbudi pekerti luhur pada masa-masa sekarang sangat jarang dapat ditemui. Hal ini dapat pula disebabkan telah lunturnya kesadaran untuk berbudi pekerti yang baik. Bahkan tidak sedikit lembaga-lembaga pendidikan tidak memasukkan pelajaran budi pekerti ke dalam pelajaran wajib di dalam lingkungan belajar. Sehingga akhir-akhir ini apabila di dalam tayangan-tayangan baik di media cetak, atau media audio visual banyak tayangan yang menunjukkan betapa sudah bobroknya moral generasi penerus bangsa. Mulai dari razia anak-anak sekolah di mall-mall pada saat jam pelajaran sekolah, kasus kawin muda akibat married by accident, pelajar menjadi bandar judi, narkoba, dan minuman keras, banyak tawuran baik pada tingkat sekolah menengah dan tingkat fakultas. Hal-hal di atas sebenarnya dapat dikendalikan baik oleh si anak sendiri, orang tua dan orang-orang di sekelilingnya serta sudah tentu lingkungan juga mendukung. Namun masih ada pula para generasi penerus bangsa telah berhasil mengharumkan nama bangsa, dengan cara memenangkan berbagai macam kompetisi baik tingkat lokal, nasional bahkan internasional, yang belum lama-lama ini banyak dipetik oleh negara kita yang tercinta. Menjadi bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain menjadi senang, dan dihargai. Seseorang akan senang apabila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik orang ekonomi lemah wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini adalah cerminan orang berbudaya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejawaannya, mengalami kemajuan batiniah. Kebudayaan Jawa memiliki macam yang beragam, seperti halnya pendidikan budi pekerti, selain diberikan di lingkungan pendidikan, pada zaman dahulu ketika belum didirikan sekolah-sekolah, para pujangga melahirkan banyak karya-karya sastra yang serat dengan pendidikan moral budi pekerti salah satunya adalah SM sendiri. Selain berbentuk naskah-naskah kuno, ada pula pendidikan budi pekerti yang dapat diambil dari cerita pewayangan. Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikirahkan dalam wayang merupakan cermin dari kehidupan. Cerita wayang juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum. Pelajaran yang dapat ditarik dari cerita pewayangan adalah, antara lain: a. Di dunia ini ada yang baik dan jahat, pada akhirnya yang baik menang tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi. b. Contohlah sikap para Pandawa yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa dan satria-satira lain yang memiliki watak jujur, luhur, sopan. Para Pandhawa berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraan rakyat dan negara. Satria dalah orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab. c. Janganlah mencontoh para Korawa yaitu Duryadana, dan adiknya memiliki sifat tidak jujur, sikapnya kasar, tidak sopan, culas. d. Penghuni alam raya ini tidak hanya manusia, hewan, tumbuhan namun terdapat makhluk-makhluk kasat mata yang bersifat baik dan jahat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
e. Ada pula alan kedaulatan yang dihuni dewa dewi yang berada di kahyangan. Penguasa jagat raya adalah sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara Guru. f. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugrah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan Tuhan, sang Pencipta. g. Manusia telah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan di bumi oleh sang Pencipta, tidak selayaknya apabila menyia-nyiakan hidupnya. Tatakrama dan Tata Susila juga tidak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertata krama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara atau bertutur kata dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tata krama seseorang. Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan. Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
1. Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Ma Lima, yaitu : Main atau berjudi, madon atau main perempuan atau selingkuh, mabuk karena minuman keras, madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali, memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam , harus tidak dilakukan. 2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu. Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan.commit Ada pepatah to user Jawa menyatakan : Kehilangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
semua harta milik itu tidak kehilangan apapun, kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita, tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya. 3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia ‟Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat. 4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan. 5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame ing gawe artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat. Sikap yang demikian, mudah menimbulkan tindakan bergotong-royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar. 6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain: sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki prasarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dan lain sebagainya. Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dan laincommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
lain. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih diberbagai bidang yang dikerjakan bersama . Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dan lain-lain. Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar. Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional, bahkan internasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari analisis SM dalam kajian bentuk, fungsi dan makna, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu bahwa SM karya RMH. Jayadiningrat I merupakan karya sastra yang memuat tentang ajaran budi pekerti. SM di tulis dalam bentuk tembang macapat yang terdiri dari empat pupuh. 1. Dalam analisis nilai-nilai estetika dalam SM dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu analisis struktur puisi dibangun dengan lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, latar, pelaku, lapis dunia, lapis metafisis. Lapis bunyi memanfaatkan asonansi, aliterasi, dan guru lagu. Lapis arti memanfaatkan padan kata, tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran atau pendengaran, citra lihatan atau penglihatan, allegori, candrasengkala, kata ganti petunjuk. Lapis objek, latar, dan pelaku merumuskan objek SM dalam pendidikan untuk gemi, nastiti, ngatiati , latar menunjukan tempat dan waktu, pelaku memunculkan tokoh Mantri Jawinata, Ki Penggung, Ki Ageng Sela dan tokoh-tokoh teladan lainnya. Lapis dunia menjelaskan bahwa pengarang telah memberikan pelajaran-pelajaran mengenai budi pekerti yang baik kepada para siswa , supaya kelak memiliki kehidupan yang lebih baik. Lapis metafisisnya adalah agar manusia dapat meneladani ajaran-ajaran yang ada. commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
2. Di dalam SM terdapat beberapa ajaran antara lain : (a)Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan, (b) Ajaran Mengabdi Kepada Atasan, (c) Ajaran Orang Tua Kepada Anak, (d) Ajaran Jangan Menjadi Dhukun, (e) Ajaran Menerima Tamu, (f) Larangan Berjudi, (g) Larangan Mengadu Domba, (h) Ajaran Menjadikan Negara Makmur . 3. SM menurut ajaran moral yang masih sangat relevan apabila diterapkan pada masa sekarang terutama tentang norma-norma budi pekerti yang harus diterapkan pada anak semenjak kecil, sehingga apabila beranjak dewasa kelak dapat memiliki kemuliaan
moral budi pekerti luhur. Karena pada masa sekarang
banyak kaum muda yang tidak memiliki sopan santun .
B. Saran SM hanya merupakan salah satu dari sekian banyak karya sastra lama (naskah) yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Jawa jika kita sadar dan perduli untuk mencoba menggali naskah-naskah yang ada niscaya kita akan mendapatkan berbagai pengetahuan yang tidak sedikit, tidak hanya sebatas pada aspek moralnya saja, akan tetapi bahkan sangat kompleks dengan berbagai ilmu-ilmu yang lain. Usaha di dalam penelitian pengembangan kebudayaan lama seperti naskahnaskah yang banyak membutuhkan sentuhan tangan kita sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai pelaku pelestari budaya, dengan adanya penanganan terhadap semua hasil karya-karya sastra yangcommit merupakan buah pikiran dari nenek moyang kita to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
pasti akan meningkatkan derajat peradaban bangsa yang besar dan jaya sejak dulu, maka dari itu tidak ada salahnya apabila kita sebagai manusia yang berbudaya turut menjaga dan melestarikan karya-karya sastra tersebut. Mengenai ajaran-ajaran yang terdapat di dalam SM masih memiliki relevansi dengan pendidikan budi pekerti luhur yang berlaku pada jaman sekarang, agar isi yang terkandung dapat terungkap sebagaimana mestinya maka perlu adanya penelitian terhadap studi yang lain baik dengan karya sastra yang sejaman, sebelum dan sesudahnya untuk mengetahui kebudayaan yang berlangsung pada saat itu.
commit to user