NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET BAHASA INDONESIA KELAS VII MTs AL FALAH GUNUNGSINDUR KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd.)
Oleh Maryati 1811013000026
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK Maryati,1811013000026, “Nilai Moral dalam Tiga Cerpen pada Buku Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunung Sindur Kabupaten Bogor”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Rosida Erowati M. Hum. Cerita pendek mengandung nilai-nilai kehidupan. Dari sekian banyak nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, nilai moral menjadi sorotan utama dalam penelitian ini. Cerpen yang terdapat pada buku teks mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas VII SMP/MTs merupakan salah satu karya sastra yang akan ditelaah. Terdapat tiga cerpen yang menjadi objek dalam penelitian ini, yaitu cerpen berjudul Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, cerpen berjudul Keysia dan Preman Tua karya Erwin Arianto, dan cerpen berjudul Wajah Dibalik Jendela karya Benny Rhamdani. Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai moral yang terkandung dalam ketiga cerpen tersebut, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah nantinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi. Hasil dari penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam cerpen Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, adalah sikap baik, yaitu senang berbagi ilmu kepada orang lain dan nilai-nilai otentik. Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto adalah sikap baik, seperti kepatuhan dan kemandirian. Sedangkan nilai moral yang dapat dipetik dari cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani adalah sikap baik, di antaranya sikat tanggung jawab dan keberanian. Selain itu, penelitian ini juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis nilai moral yang terdapat dalam cerpen.
Kata Kunci: nilai moral, cerpen, pembelajaran sastra.
i
ABSTRACT Maryati, 1811013000026, "Moral Values in Three Indonesian Short Story in Textbook of Indonesian in 7 Grade of MTs Al Falah Gunungsindur, Bogor Regency". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Rosida Erowati M. Hum. Short stories containing the values of life. From many values that are contained in the literature, moral values became the main focus in this study. Short stories contained in textbooks Indonesian subjects for grade 7 of JHS/MTs is one of the literary works that will be explored. There are three stories that become the object of this study, the short story entitled The Shepherd Flute (Seruling Gembala) by Arsyad Siddik, short stories entitled Keysia and The Old Thugs (Keysia dan Preman Tua) by Erwin Arianto, and short stories entitled The Face Behind The Window (Wajah dibalik Jendela) by Benny Rhamdani. This thesis aims to identify the moral values contained in the third short story, which is expected to be used as teaching material in schools later. This study uses a qualitative descriptive study of content analysis techniques. The results of this study in the form of moral values in the short story. Moral values that can be taken from the short story works Arsyad Siddik Shepherd Flute, is a good attitude, which is happy to share his knowledge with others and authentic values. The moral to be drawn from short stories Keysia and The Old Thugs by Arianto is a good attitude, such as compliance and independence. While the moral values that can be learned from The Face Behind The Window by Benny Ramdani is a good attitude, among the brush of responsibility and courage. In addition, this study also discusses the intrinsic elements as a reference in analyzing the moral values contained in the stories.
Keywords : moral value, short story, literature learning.
ii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya karena atas izin-Nya penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah menjauhkan kita dari zaman kebodohan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah mempermudah dan memperlancar penyelesaian skripsi ini; 2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merangkap sebagai dosen penasihat akademik; 3. Dra. Hindun, M. Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 4. Rosida Erowati, M. Hum., selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran; 5. Bapak dan Ibu Dosen FITK khususnya para Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selama ini membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan; 6. Madsoleh, S.Pd.I., suami tercinta, yang telah memberikan izin dan selalu memberikan dukungan serta dorongan kepada penulis untuk tidak berputus asa, serta kepada empat orang putra-putriku yang telah banyak penulis abaikan belakangan ini, maafkan mama nak; 7. Sanusi, S.Pd.I., M. M., selaku Kepala Madrasah tempat penulis mengabdi, yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis; iii
8. Teman-teman guru di MTs. Al Falah Gunungsindur yang dengan senang hati telah berbagi pengalaman, memberi masukan, informasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 9. Teman-teman di Jurusan PBSI DMS, terima kasih atas kekompakkan kalian dan semangat terus. 10. Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga bantuan, dukungan, motivasi, dan partisipasi yang diberikan kepada penulis, mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin. Bogor, Desember 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH ABSTRAK ...................................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................
2
C. Pembatasan Masalah .............................................................
3
D. Rumusan Penelitian ...............................................................
3
E. Tujuan Penelitian ...................................................................
3
F. Manfaat Penelitian .................................................................
3
G. Metode Penelitian Penelitian .................................................
4
KAJIAN TEORETIS .................................................................
8
A. Cerpen ....................................................................................
8
1. Pengertian Cerpen .............................................................
8
2. Unsur-Unsur Cerpen .........................................................
8
BAB II
B. Nilai Moral ............................................................................
18
1. Pengertian Nilai Moral .....................................................
18
2. Tahap-tahap Perkembangan Penalaran Moral ..................
19
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra ........................................
20
4. Jenis dan Wujud Nilai Moral .............................................
21
C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra..................
23
D. Hasil Penelitian yang Relevan ...............................................
24
v
BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ...................
28
A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1) .......
28
1. Tokoh dan Penokohan ......................................................
28
2. Latar ..................................................................................
33
3. Alur (Plot) .........................................................................
35
4. Sudut Pandang ..................................................................
36
5. Tema .................................................................................
37
B. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Seruling Gembala (C1) .
38
C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2) 40 1. Tokoh dan Penokohan ......................................................
40
2. Latar ..................................................................................
50
3. Alur (Plot) .........................................................................
52
4. Sudut Pandang ..................................................................
53
5. Tema .................................................................................
54
D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2) ..........................................................................................
54
E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah Dibalik Jendela (C3) ..........................................................................................
57
1. Tokoh dan Penokohan ......................................................
57
2. Latar ..................................................................................
63
3. Alur (Plot) .........................................................................
66
4. Sudut Pandang ..................................................................
66
5. Tema .................................................................................
67
F. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela (C3) ..........................................................................................
68
G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ..................
70
BAB IV PENUTUP ...................................................................................
74
A. Simpulan ................................................................................
74
vi
B. Saran ......................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
76
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELARAN(RPP) 2. CERPEN 3. LEMBAR UJI REFERENSI 4. BIOGRAFI PENULIS
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini peneliti sering menyaksikan kejadian-kejadian di sekitar peneliti yang bertentangan dengan moral atau akhlak mulia yang bahkan pelakunya tidak jarang berasal dari kalangan pelajar dan intelektual, padahal usaha memperbaiki dan meningkatkan karakter bangsa terus dilakukan di berbagai kesempatan dan berbagai cara serta berbagai media. Dalam proses pembelajaran, nilai moral merupakan hal penting yang selalu dikaitkan pada setiap kegiatan, termasuk dalam proses pembelajaran sastra melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini di arahkan agar dengan banyaknya nilai moral yang didapatkan siswa, diharapkan siswa akan terbawa pada moral yang baik, yaitu yang sesuai dengan etika dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat atau paling tidak mampu memahami nilai moral yang terkandung dalam karya sastra. Karya sastra merupakan gambaran masyarakat pada zamannya. Hal ini dapat dikatakan juga bahwa karya sastra sebagai suatu keindahan yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Selain itu, karya sastra merupakan ide atau gagasan pengarang yang dituangkan dalam suatu karangan. Ide atau gagasan tersebut dapat mencerminkan pikiran, emosi, perasaan, tingkah laku aktivitas bahkan sikap-sikap yang ada dalam diri pengarang tersebut. Sebuah karya sastra sangat berhubungan dengan moralitas. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat menghendaki bahwa sastra adalah medium perekonomian keperluan zaman, yang memiliki semangat menggerakkan masyarakat kearah budi pekerti yang terpuji. Sebuah karya sastra ditulis pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan. Nilai moral dalam cerpen buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII digunakan pada judul penelitian ini karena dalam kumpulan cerpen tersebut 1
2
terdapat hal-hal yang dapat diteladani oleh siswa dari tokoh maupun penceritaannya, khususnya tentang pesan moral. Pesan moral menjadi masalah sensorik yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dan peristiwa yang diceritakan. Semua itu bermuara dan berpengaruh pada moralitas tokoh cerita dalam sebuah karya sastra. Pengaruh dari suatu cerpen yang dibaca dapat terlihat dari perubahan sikap, kepribadian, pola hidup, perilaku, dan pandangan hidup. Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu nilai yang terkandung dalam cerita pendek adalah nilai moral. Dalam sebuah cerpen terkandung pendidikan moral atau ajaran moral yang diamanatkan oleh pengarang untuk pembaca. Unsur nilai moral tersebut merupakan gagasan yang mendasari sebuah cerpen karena biasanya berkaitan dengan kehidupan manusia. Moral dalam cerpen biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerpen, dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita. Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Sastra dalam pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran sastra yang seharusnya disajikan dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses-proses berpikir logis (bernalar). Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor.
B. Identifikasi Masalah Dalam sebuah karya sastra banyak sekali mengandung nilai-nilai yang diamanatkan penulis kepada pembaca, di antaranya adalah nilai religius, nilai pendidikan, nilai psikologis, nilai moral, nilai sosiologis dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut bagi pemerhati karya sastra dapat dijadikan sebagai objek penelitian guna
3
memahami sebuah karya sastra secara lebih dalam ataupun untuk kepentingan lain. Demikian juga cerpen yang terdapat dalam buku paket bahasa Indonesia yang peneliti jadikan objek penelitian.
C. Pembatasan Masalah Mengingat banyak sekali hal-hal yang dapat dikaji dalam penilitian sastra melalui kegiatan analisis sebuah karya sastra, seperti analisis struktur, diksi, gaya bahasa, unsur kebahasaan, atau penggunaan pendekatan interdisipliner yang berkaitan dengan karya sastra yang akan diteliti, Oleh karena itu, peneliti hanya membatasi kajian pada nilai moral baik yang terkandung dalam cerpen pada buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII yang digunakan di MTs Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah nilai moral dalam tiga cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana inplikasi nilai moral dalam tiga cerpen pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku Paket Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur. 2. Mendeskripsikan implikasi nilai moral pada pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor.
F. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis, manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan adalah:
4
a. dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang moralitas, terutama dalam cerpen yang terdapat pada buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII b. dapat digunakan bagi setiap orang dalam mengembangkan dan memantapkan pemahaman tentang moralitas, terutama yang terdapat dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII. 2. Sedangkan secara praktis manfaat yang diharapkan adalah: a. dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami nilai-nilai moral. b. dapat
memberikan
informasi
tambahan
bagi
siapa
saja
yang
membutuhkan, terutama bagi rekan-rekan yang sedang mengadakan penelitian pada kajian yang sama ataupun sejenis
G. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam analisis nilai moral yakni metode dokumentasi. Metode tersebut dipilih karena bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berupa catatan, transkrip, buku-buku, majalah, dan dokumen lain yang relevan dengan penelitian. Metode ini digunakan untuk mencari teori, perumpamaan masalah atau menyempurnakan perumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya.1 Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis isi. Dalam penelitian karya sastra, analisis isi yang dimaksud adalah untuk memecahkan dan mengupas pesan-pesan, yang dengan sendirinya sesuai hakikat sastra. Metode analisis bertujuan untuk memahami unsur yang terkandung di dalamnya. Misalnya terdapat data yang tidak ada relevansinya dihilangkan dan data yang kurang lengkap sehingga dapat diambil kesimpulan yang dipertanggungjawabkan.2 Penelitian ini menganalisis nilai moral dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Pendekatan moral dipilih karena pendekatan ini bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat 1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2010), h. 274. 2 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 4849.
5
dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan bertuhan. Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana karya sastra memiliki nilai moral. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan objektif. Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dari siapa pengarang dan lingkungan sosial-budaya zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri. Nilai dalam karya sastra itu secara potensial ada pada struktur sastra. Keselarasan organ dalam tubuh karya sastra misalnya dalam prosa berkaitan dengan alur, tokoh, tema, dan latar menentukan nilai karya tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan objektif digunakan untuk memahami cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Peneliti mendekati karya sastra melalui unsur pembangun karya satra tersebut. 2. Sumber Data Sumber data adalah Subjek dari mana data dapat diperoleh.3 Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung peneliti dari sumber data, yaitu cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber data yang terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang diluar peneliti, walaupun yang dikumpulkan itu merupakan data asli. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan cerpen dan moral serta hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kata-kata, frasa, kalimat, dan wacana yang mengandung nilai moral pada cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII yang tergolong ke dalam buku teks elektronik (BSE). 3. Teknik Pengumpulan Data
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2010), h. 172.
6
Langkah pertama dalam penelitian ini mengumpulkan data-data dari objek, dalam hal ini nilai moral pada cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Adapun caranya mendata tokoh-tokoh, karakter dan perilaku atau sikap hidup tokoh cerita serta latar. Data tersebut selengkapnya dianalisis berdasarkan nilai-nilai moral. Kemudian untuk mendukung penelitian ini diusulkan mendapatkan referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. Pengumpulan bahan penelitian digunakan sebagai riset kepustakaan dengan cara menghimpun sebanyak-banyaknya sumber tertulis yang berhubungan dengan penelitian sebagai sumber informasi. Baik itu dari buku maupun dari media massa.
4. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan pemaparan dalam bentuk deskriptif masingmasing data secara fungsional dan relasional.4 Analisis data dilakukan untuk mendapatkan deskripsi nilai moral cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap, yaitu: tahap deskriptif, tahap analisis data, dan tahap induktif. a. Tahap Deskriptif Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII, kemudian dianalisis untuk menemukan nilai-nilai moralnya dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik ini berpandangan bahwa pemahaman karya sastra harus dimulai dengan memahami karya itu. Yang dimaksud derkriptif adalah penggambaran tentang objek yang ditulis pengarang, yang hendak disampaikan kepada pembaca. Teknik deskriptif berusaha menelaah karya sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada didalamnya tanpa ada yang dianggap tidak penting. b. Tahap Analisis Data Tahap yang diperoleh berupa tulisan atau kata tersebut, kemudian dianalisis dengan pendekatan moral, yaitu menghubungkan data dengan nilai moral yang
4
Ibid., h. 81.
7
berlaku di masyarakat dan kaitannya dengan landasan teori yang dikemukakan para ahli, dengan demikian hasil analisis dapat bersifat mendidik. c. Tahap Induktif Tahap induktif berarti bahwa analisis lebih merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan. 5. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Setelah diperoleh data, maka dalam penelitian ini data yang disajikan berupa data informal. Menurut Arikunto, metode penyajian informal perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa. Jadi, dalam penelitian ini disajikan dengan perumusan kata-kata biasa tanpa menggunakan lambang-lambang. Hasil penelitian akan disajikan analisis data nilai moral yang terkandung dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII.
G. Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tahapan kerja yang perlu ditempuh, tahapan–tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. membaca karya sastra yang akan diteliti, yaitu cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII sehingga diperoleh pemahaman isi cerita. b. menentukan unsur-unsur yang paling dominan dalam cerpen-cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII, yaitu unsur moral yang terkandung di dalamnya. c. mendeskripsikan dan menganalisis unsur moral yang terkandung dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII d. menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII dan pembelajaran nilai moral di MTs Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor. e. mengambil suatu simpulan dari semua langkah kerja yang telah dilaksanakan pada Bab I sampai Bab III. Sedangkan simpulan akan dituangkan dalam Bab IV, selanjutnya dirangkai dengan saran penulis.
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Cerpen 1. Pengertian Cerpen Semi
berpendapat
bahwa,
cerpen
memuat
penceritaan
yang
memusatkan pada satu peristiwa pokok, sedangkan peristiwa pokok itu tidak selalu sendirian, ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok.1 Menurut Stanton, satu yang terpenting, cerita pendek haruslah berbentuk „padat‟. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel.2 Salah satu definisi yang relatif lengkap menyatakan bahwa cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang dimaksudkan memberi kesan tunggal yang dominan. Sejalan
dengan
pendapat
tersebut,
Poe
dalam
Nurgiyantoro
menyatakan “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah atau dua jam”.3 Dari pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa pengertian dari cerpen atau cerita pendek yaitu suatu cerita tentang seorang tokoh yang isinya pendek, bersifat fiktif dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kebulatan ide itu cerpen harus tersusun dengan padat, pendek, dan lengkap. 2. Unsur-unsur Cerpen Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu dalah peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir
1
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1980), h.34. Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 76. 3 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 10. 2
8
9
cerita), latar cerita (setting), sudut pandangan pencerita (point of view), dan gaya (style) pengarangnya.4 Menurut semi, struktur fiksi secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu: (1) Struktur Luar (ekstrinsik) dan (2) Struktur Dalam (instrinsik). Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam (instrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa.5 Menurut Nurgiyantoro, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.6 Nurgiyantoro berpendapat bahwa, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.7 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik merupakan unsur pembangun cerita yang terdapat di dalam cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun cerita yang berada di luar cerita atau berasal dari lingkungan masyarakat sehingga mempengaruhi cerita itu sendiri.
4
Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 37. 5 Semi. op. cit., h. 35. 6 Nurgiyantoro. op. cit,. h. 23. 7 Ibid.
10
a. Unsur Instrinsik Unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur tersebut terdiri dari tokoh dan penokohan, latar (setting), alur, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam sebuah novel atau cerita rekaan. Tokoh menurut Sudjiman dalam Sayuti adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga suatu peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.8 Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Semi, bahwa tokoh adalah pengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang.9 Hal serupa dikemukakan oleh Abrams dalam Nurgiyantoro, bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.10 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku cerita yang bisa berwujud manusia, benda, maupun binatang yang diasumsikan dengan penggambaran manusia dari segi tingkah laku ataupun ucapannya dalam kehidupan yang sebenarnya yang mengalami berbagai peristiwa dalam suatu cerita. Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi beberapa tergantung dari segi mana pembedaan tersebut dilakukan. Menurut Nurgiyantoro, kategori tokoh dibedakan berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya dan berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.11 Menurut Sudjiman tokoh dikategorikan menjadi tokoh sentral dan tokoh 8
Suminto A. Sayuti, Cerita Rekaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 4.4. Semi. op. cit., h. 37. 10 Nurgiyantoro, op. cit. h. 165-166. 11 Ibid., h. 176-181. 9
11
bawahan. Sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh di dalam cerita dapat dibedakan antara tokoh datar dan tokoh bulat.12 Berdasarkan segi peranan atau penting tidaknya kehadiran tokoh dalam cerita, dibedakan: a) Tokoh Utama Nurgiyantoro mengemukakan bahwa, Tokoh utama paling banyak diceritakan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukkan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik penting dalam plot cerita.13 Tokoh utama atau tokoh sentral menurut Sudjiman adalah tokoh yang memegang peran pimpinan.14 Kriteria menentukan tokoh utama berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita adalah: yang pertama, tokoh utama berhubungan dengan semua tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan tokoh-tokoh yang lain tidak saling berhubungan, kedua tokoh utama adalah tokoh yang paling tinggi intensitas keterlibatannya dalam peristiwa yang membangun cerita dan yang ketiga tokoh utama menjadi pusat sorotan dalam cerita. b) Tokoh Tambahan Menurut Nurgiyantoro, tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya jika ada kaitannya dengan tokoh utama. Secara langsung ataupun tidak langsung, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan.15 Grimes dalam Sudjiman mengemukakan mengenai tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.16 Kriteria menentukan tokoh bawahan atau tokoh tambahan berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita adalah: (1) tokoh bawahan tokoh 12
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), h. 17-20. Nurgiyantoro, op. cit. h. 177. 14 Sudjiman, op. cit. h. 17. 15 Nurgiyantoro, loc. cit. 16 Sudjiman, op. cit. h. 19. 13
12
yang menunjang tokoh utama, (2) tokoh-tokoh yang sering ikut berperan dengan tokoh atasan, (3) tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Sementara itu berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang dikagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. 2. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik dalam cerita. Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.17 Hayati dan Muslich mengemukakan, bahwa perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita. Sifat-sifat yang diberikan pada pelaku cerita akan tercermin pada fikiran dan perbuatannya.18 Sudjiman mengemukakan bahwa penokohan merupakan penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.19 Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa penokohan adalah cara penyajian tokoh dengan karakter yang ditampilkan dalam cerita. Penokohan atau perwtakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang berupa pandangan hidup, sikap, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya.
17 18
Ibid., h. 166. A. Hayati dan Masnur Muslich, Latihan Apresiasi Sastra., (Surabaya: Triana Media, t.t),
h. 15. 19
Sudjiman, op. cit. h. 23.
13
Ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam fiksi. a) Analitik Yaitu pengarang memaparkan tentang watak atau karakter tokoh pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. b) Dramatik Disebut cara dramatik, yaitu penggambar perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: (1) Pilihan nama tokoh; (2) Melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya, dan sebagainya; (3) Melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.20 2) Latar Latar cerita menurut Semi adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di kafetaria, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris, dan sebagainya.21 Menurut Nurgiyantoro menyatakan bahwa unsur latar dibedakan menjadi tiga unsur pokok yaitu tema tempat, tema waktu, dan tema sosial yang dijelaskan sebagai berikut: a) Latar Tempat Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa yang menceritakan dalam sebuah karya fiksi. Lokasi yang digunakan mungkin
berupa
tempat-tempat
dengan
nama
tertentu
harus
mencerminkan, tidak sejalan dengan sifat atau keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, 20 21
Semi. op. cit., h. 39-40. Ibid., h. 46.
14
misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan sebagainya. b) Latar Waktu Nurgiyantoro mengatakan latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi. Biasanya berhubungan dengan sejarah. Segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu baik langsung maupun tidak langsung harus disesuaikan dengan waktu sejarah yang menjadi acuan. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. c) Latar Sosial Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial bermasyrakat di suatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial bermasyarakat mencakup berbagai masalah yang cukup kompleks. Permasalahan dengan kehidupan sosial masyrakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, kenyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, bersikap dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh.22 3) Alur (Plot) Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi dadalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Sundari (1985) dalam Fananie memberikan batasan mengenai plot (alur) dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg (1984) dalam Fananie menyebut alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang
22
Nurgiyantoro, op. cit., h. 227-234.
15
secara logis dan kronologis saling berkaitan dan mengakibatkan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.23 Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibedakan menjadi alur maju (progresif), alur mundur (flash back), dan alur campuran (progresif-flash back). Alur maju (progresif) adalah alur yang mengisahkan peristiwaperistiwa dalam cerita secara kronologis. Alur mundur atau sorot-balik (flash back) merupakan alur dengan urutan kejadian dengan tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita. Alur campuran adalah perpaduan antara alur maju dan mundur (progresif-flash back).24 4) Sudut Pandang Sebuah cerpen, selain memiliki alur, tokoh, dan latar, juga memiliki pencerita atau narator. Berbicara tentang narator, berarti berbicara tentang sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang menentukan posisi atau sudut pandang dari mana cerita disampaikan. Sudut pandang terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada tiga varian mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal, orang ketiga, dan orang pertama, serta sudut pandang dramatik. Sudut pandang impersonal adalah bila si pencerita berdiri di luar pecerita dan bergerak secara bebas dari satu tokoh ke tokoh lainnya, suatu tempat ke tempat lainnya, suatu episode ke episode lainnya, yang dapat memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan tokoh dengan bebasnya. Sudut pandang orang ketiga, si pengarang memilih seorang tokoh dan cerita, dengan demikian si tokoh menyampaikan visinya sendiri. Sedangkan, sudut pandang dengan pencerita orang pertama, cerita disampaikan oleh orang pertama sebagai salah satu tokoh dalam cerita. Sudut pandang dramatik adalah bila cerita tidak disampaikan oleh siapa pun melainkan melalui dialog dan lakuan, ketidakhadiran si pencerita digantikan oleh percakapan, ucapan, dan tingkah laku para tokoh.25
23
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, Cet. III, 2002), h. 93. 24 Nurgiyantoro, op. cit., h. 153-159. 25 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 89-90.
16
Sudut pandang terdiri dari sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia” atau “Dia-an” Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk diikuti ceritanya. Lazim juga disebut gaya “dia”. Pengarang tidak terikat cara memandang seluruh cerita lewat watak tertentu tokoh “aku‟ lagi, tetapi lebih bebas karena seluruh cerita mengikuti perjalanan tokoh “dia”. Pengarang dalam cara ini masih dapat melukiskan keadaan jiwa “dia”, tetapi tak dapat melukiskan keadaan jiwa tokoh-tokoh lain. Namun pengarang juga masih dapat memberi komentar terhadap kelakuan dan keadaan jiwa tokoh “dia”. Tokoh ini dalam cerita tentu saja selalu dipanggil namanya, berbeda denga gaya “aku” yang jarang disebut namanya oleh pengarang.26 Dalam sudut pandang orang ketiga “dia”, narator atau pencerita adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, misalnya Harun, Sri, John, dan sebagainya atau penggunaan kata ganti seperti ia, dia, dan mereka. Dalam adegan percakapan antartokoh banyak penyebutan “aku‟ dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh “dia” oleh si pencerita sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri. Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterkaitan pengarang terhadap bahan ceritanya, yaitu “dia” mahatahu apabila cerita dikisahkan dari sudut “dia”, namun pengarang, narator, dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh “dia” tersebut, dan “dia” terbatas atau pengamat apabila pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. b) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku” atau “Aku-an” Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), pengarang memilih seorang tokoh 26
Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.82-85.
17
saja yang mengetahui seluruh cerita dan tokoh itu bercerita menurut apa yang diketahui saja. Dalam karya semacam ini, pengarang menggunakan gaya “aku” untuk bercerita. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita, yaitu “aku” tokoh utama apabila si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya dan “aku” tokoh tambahan apabila tokoh “aku” hadir membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu
kemudian
“dibiarkan”
untuk
mengisahkan
sendiri
berbagai
pengalamannya.27 c) Sudut Pandang Campuran Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus.28 5) Tema Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum pada sebuah karya sastra yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita.29
27
Minderop. loc. cit. Nurgiyantoro. op. cit., h. 266. 29 Nurgiyantoro. op. cit., h. 70. 28
18
Tidak berbeda halnya dengan uraian di atas, Sudjiman berpendapat bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra.30 Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Pengarang atau sastrawan tidak sematamata menyatakan apa yang menjadi inti permasalahan karyanya, meskipun kadang-kadang memang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian karya itu. Dari kalimat kunci tadi sastrawan seolah merumuskan apa yang sebenarnya menjadi inti persoalan yang dibahas oleh karyanya.31
b. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung ikut mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.32 Ia juga dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangunan cerita yang dihasilkan. Semi berpendapat bahwa, struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosio-politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat.33 B. Nilai Moral 1. Pengertian Nilai Moral Nilai moral . Bertens memberikan definisi moral yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.34
30
Sudjiman, op. cit. h. 50. Stanton. op. cit., h. 36-46 32 Nurgiyantoro. op. cit., h. 23. 33 Semi. op. cit. h. 35. 34 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), h. 7. 31
19
Nilai moral adalah nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk. Nilai moral memiliki tuntunan yang lebih mendesak dan cukup serius. Ciri dari nilai moral adalah timbulnya suara dari hati nurani yang menuduh diri sendiri sebagai hak terbaik sehingga tidak timbul usaha meremehkan orang lain.35 Menurut Kenny melalui Nurgiyantoro, moral dalam cerita biasanya dimasukkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil lewat cerita bersangkutan oleh pembaca.36 Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk, moralitas merupakan salah satu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain, moralitas dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk tentang yang boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Seseorang dikatakan bermoral apabila orang itu bertingkah laku sesuai dengan ukuran moral yang dipakai di masyarakat ia tinggal, dan sebaliknya moral tidak dapat diukur berdasarkan yang berlaku di daerah lain karena masing-masing daerah mempunyai ukuran moral yang berbeda. 2. Tahap-Tahap Perkembangan Penalaran Moral Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula dalam arti moral.Tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral, dan jika kematangan moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka para guru dan pendidik seharusnya mengetahui proses perkembangan dan cara-cara membantu perkembangan moral tersebut. Adapun tahap-tahap penalaran moral menurut Kohlberg adalah sbb: a. Tingkat Pra-Konvensional Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik dan buruk, tetapi ia menafsirkan baik dan 35 36
Ibid., h. 142-147. Nurgiyantoro, op. cit., h. 321.
20
buruk ini dalam rangka menghindari hukuman atau maksimalisasi kenikmatan. 2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Pada tahap ini orang mulai cenderung bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang ada di lingkungannya. 3. Tahap Pasca – Konvensioanal atau Tingkat Otonom Pada tingkat ini orang sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan umum. Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan menjadi tahapantahapan sbb: 1. tahap I
: patuh pada aturan untuk menghindari hukuman
2. tahap II
: menyesuaikan diiri untuk memperoleh ganjaran atau
kebaikannya mendapat balasan. 3. tahap III
: menyesuaikan diri untuk menghindari ketidaksetujuan,
ketidaksenangan orang lain. 4. tahap IV
: menyesauaikan diri untuk menghindari untuk menghindari
penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah. 5. tahap V
: menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari
orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat. 6. tahap VI
: menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas
diri sendiri.
3. Nilai Moral Dalam Karya Sastra Nilai moral dalam karya sastra biasanya merupakan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Nurgiyantoro menyatakan bahwa, karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan
21
bersifat universal.37 Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad. Sebuah karya sastra yang menawarkan pesan moral yang bersifat universal, biasanya akan diterima kebenarannya secara universal pula. Moral selain dikaji secara kognitif juga menyangkut sikap batin seseorang, dan norma-norma moral sifatnya lebih subyektif, demikian menurut Budiningsih.38 Dari uraian tersebut maka, moral merupakan norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kehidupan sebuah masyarakat yang menyangkut tentang pedoman baik dan buruk perilaku manusia yang ditanamkan oleh pengarang di dalam karya sastra. 4. Jenis dan Wujud Nilai Moral Setiap karya sastra pasti mengandung dan menawarkan pesan moral, karena itu banyak sekali jenis dan wujud pesan moral yang diajarkan. Jenis ajaran moral dapat mencakup masalah, yang bisa dikatakan tak terbatas. Hal itu dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang mencakup harkat dan martabat manusia. Menurut Nurgiyantoro secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam jenis dan tingkatannya. Persoalan tersebut yakni: harga diri adalah kesadaran akan berapa besar nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Rasa percaya diri adalah tanggapan nilai hati terhadap keyakinan atau memastikan akan kemampuan dirinya sendiri. Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Maut adalah kematian, terutama tentang manusia. Rindu adalah memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu. Dendam adalah keinginan keras untuk membalas kejahatan.
37 38
Ibid., h. 322. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008), h. 69.
22
Keterombang-ambingan terhadap sesuatu yaitu merasa tidak tetap hati dan ragu-ragu.39 Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dapat diartikan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa manusia yang lainnya. Dalam menjalani hidup tersebut munculah masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia itu antara lain dapat berwujud: persahabatan yang kokoh ataupun yang rapuh, kesetiaan, pengkhianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta kasih terhadap suami/istri, anak, orang tua, sesama, maupun tanah air, hubungan buruh-majikan, atasan-bawahan dan lain-lain yang melibatkan interaksi antarmanusia. Hubungan manusia dengan Tuhannya, dapat diartikan sebagai cara manusia berkomunikasi dengan Tuhan atau sebagai makhluk ciptaan dengan penciptanya. Seringkali manusia memiliki keinginan yang tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan oleh sang pencipta. Hal ini membuat sesuatu yang tengah dijalankan oleh manusia tersebut menjadi tidak berhasil ataupun mengadapi suatu hambatan. Berbeda halnya jika keinginan kita sesuai dengan kehendak Tuhan sebagai pencipta manusia dan seluruh isi alam raya, tentu akan menjadi lebih baik hal yang dilakukan tersebut. Menurut Budiningsih pesan moral memiliki tiga macam yaitu. a. Kepercayaan eksistensial (Iman) Kepercayaan eksistensial atau iman adalah cara manusia mengerti dan memandang berbagai keadaan hidupnya dalam kaitannya dengan gambaran-gambaran yang kurang lebih bersifat sadar tentang suatu lingkaran akhir. b. Empati Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, menerima sudut pandang mereka, menghargai perbedaan orang terhadap berbagai macam hal, menjadi pendengar dan penanya yang baik.
39
Nurgiyantoro, op. cit., h. 323.
23
c. Peran sosial Peran sosial adalah latar yang memfasilitasi terjadinya perilaku moral, serta sumbangannya terhadap perkembangan moral. Perilaku yang dilakukan seseorang untuk menunjang kegiatan-kegiatan di masyarakat.40 Dari beberapa macam wujud moral yang diungkapkan pakar tersebut, secara lebih jelas dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang dianalisis dalam penelitian ini adalah nilai moral yang berupa a) prinsip bersikap baik, b) hormat terhadap diri sendiri, c) kerendahan hati, d) takut, dan e) keadilan. Penjelasan dari macam-macam nilai moral tersebut adalah. a) Sikap baik Sikap baik adalah sikap yang mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan yang dilakukan. b) Hormat terhadap diri sendiri Hormat terhadap diri sendiri adalah sikap agar mengembangkan diri dan tidak membiarkan diri sengsara. c) Kerendahan hati Kerendahan hati adalah sikap tidak sombong yang memandang diri sendiri sesuai pada kenyataan yang ada. d) Takut Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. e) Keadilan Keadilan adalah sikap untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua pihak. C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra Aminuddin menjelaskan bahwa pendekatan analitis adalah sebagai berikut: suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasannya, elemen instrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu sehingga mampu
40
Budiningsih, op. cit., h. 24-65.
24
membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.41 Penerapan pendekatan analitis dalam kegiatan pembelajaran karya sastra dalam hal ini cerpen, akan sangat membantu pembaca dalam upaya mengenal unsur-unsur instrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu karya sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat dalam kajian teori sastra. Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali dengan kegiatan membaca teks secara keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur instrinsik yang membangun karya sastra yang dibacanya. Kegiatan analitis ini tidak harus meliputi keseluruhan aspek yang terkandung di dalam suatu karya sastra. Dalam hal ini pembaca dapat membatasi diri pada beberapa analitis instrinsik suatu karya sastra.42 Kegiatan mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analitis ini dapat dianggap sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang bersifat saintifik, karena dalam menerapkan pendekatan itu pembaca harus berangkat dari landasan teori tertentu, bersikap objektif, dan harus mewujudkan hasil analisis yang tepat, sistematis, dan diakui kebanrannya oleh umum. D. Hasil Penelitian yang Relevan Sebuah penelitian agar mempunyai orisinalitas perlu adanya tinjauan dari penelitian terdahulu. Hal ini berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan dari penelitian terdahulu merupakan uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya terkait dengan masalah yang diteliti. Tinjauan terhadap hasil penelitian dan analisis sebelumnya akan dipaparkan berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian, diperlukan beberapa penelitian yang relevan untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam cerpen. 41
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1987), h.
42
Ibid. h. 45.
44.
25
Cerpen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII berkategori buku sekolah elektronik (BSE) dan belum ada yang meneliti sebagai skripsi. Berikut ini adalah tiga hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Pertama, penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Teams Games Tournament Dalam Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014” yang dilakukan oleh Anik Widiyanti. Kedua, penelitian yang berjudul “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi” yang dilakukan oleh Diah Rahmawati. Ketiga, penelitian dengan judul “Analisis nilai moral dalam novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sma/ma” yang dilakukan oleh Nani Frigiawati. Anik Widiyanti, IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dengan judul skripsi “Penggunaan model teams games tournament dalam pembelajaran nilai moral kumpulan cerpen orang-orang kotagede karya darwis khudori pada siswa kelas x sman 15 semarang tahun ajaran 2013/2014” tahun 2013. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Akan tetapi, objek karya sastra dan telaah moral karya sastra yang digunakan sama, yaitu jenis karya sastra cerpen. Perbedaannya terletak pada cerpen dan pengarang yang dijadikan objek penelitian serta teori dalam penelitian berbeda, karena penelitian tersebut lebih mengarah pada metode pengajaran dengan menggunakan Teams Games Tournament. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai moral yang ada dalam kumpulan Orang-orang Kotagede karya Darwis Khudori diantaranya terdapat dalam cerpen Dalam Sakit, Baong, Tangisku Buat Bapak,dan Terimakasih, Bu Tuti!. Dalam cerpen-cerpen tersebut terdapat banyak nilai moral yang dapat dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral tersebut diantaranya: sikap baik, kejujuran, nilai-nilai otentik, kesediaan untuk bertanggungjawab, kemandirian, takut, dan keberanian.43 43
Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya Darwis Khudori pada Siswa Kelas X SMAN 15 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”, (Skripsi S1 Fakultas Pendidikan dan Seni, IKIP PGRI Semarang, 2013), h. viii.
26
Penelitian Anik Widiyanti tersebut menggunakan pendekatan fiksi sastra dan pendekatan moral. Diah Rahmawati IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dengan judul skripsi berjudul “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi” tahun 2011. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Akan tetapi, permasalahan penelitian yang dikaji sama, yaitu nilai moral yang terdapat dalam suatu karya sastra. Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, dimana penelitian yang dilakukan oleh Diah Rahmawati menggunakan karya sastra novel sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan cerpen. Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi novel Faza Faizah, dapat diketahui bahwa nilai moral pada novel Faza Faizah karya itmam luthfi mencakup: tindak tutur direktif meliputi tidak tutur direktif mengajak, meminta, menyuruh, memohon, menyarankan, dan memerintah.44 Nani Frigiawati Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan judul skripsi “Analisis nilai moral
dalam novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sma/ma” tahun 2013. Penelitian tersebut memiliki banyak persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Hasil dari penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam novel Pada Sebuah Kapal, terdiri atas: 1) hubungan manusia dengan diri sendiri, meliputi: rasa ingin tahu, kerja keras, rendah diri, menjaga kesucian diri, takut, gegabah, dan malu. 2) hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan alam, terdiri atas: a) hubungan orang tua dengan anak, meliputi: kasih sayang dan berbakti; b) hubungan suami dengan istri, meliputi: kasih sayang, kesetiaan, keegoisan, kekasaran, pelit, acuh tak acuh, pengkhianatan, dan memaksakan kehendak; c) hubungan atasan dengan bawahan, meliputi: tidak sewenang-wenang dan bijaksana; serta d) hubungan manusia dengan alam, meliputi: mencintai alam dan mencintai seni. 3) hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi: sabar dan iri hati. Adapun nilai moral yang dominan digambarkan pengarang ialah hubungan
44
Diah Rahmawati, “Nilai Moral pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”, (Skripsi S1 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Semarang, 2011), h. viii.
27
manusia dengan manusia lain, yaitu hubungan kasih sayang orang tua dengan anak dan keegoisan dalam hubungan suami dengan istri. Selain itu, penelitian ini juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis nilai moral yang terdapat dalam novel.45 Peneliti sendiri melakukan penelitian dengan judul “Nilai Moral Dalam Tiga
Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas Vii Mts Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor”. Penelitian ini menggunakan gabungan objek dari dua penelitian sebelumnya, yaitu menggabungkan nilai moral dalam cerpen. Penelitian ini berbeda dengan ketiga penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, karena penelitian ini menggunakan objek cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya.
45
Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal karya Nh. Dini dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. i.
BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada Bab ini akan menjelaskan dan membahas mengenai unsur-unsur cerpen, nilai moral dalam cerpen, serta implikasinya dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia. Cerpen-cerpen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah cerpen yang terdapat pada buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. Sebenarnya masih banyak buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya tiga buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang digunakan, yaitu buku teks yang berjudul Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTS, Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, dan Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII. Cerita pendek yang akan dianalisis Pada buku teks Pelajaran Bahasa Indonesia tersebut antara lain berjudul Seruling Gembala yang terdapat pada buku teks Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTS, yang selanjutnya peneliti sebut sebagai C1, Keysia dan Preman Tua yang terdapat dalam buku teks Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, selanjutnya peneliti sebut sebagai C2 dan cerpen Wajah Dibalik Jendela yang terdapat pada buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII, yang selanjutnya peneliti sebut sebagai C3.
A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1) 1. Tokoh dan Penokohan 1) Tokoh Tokoh yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan.
28
29
a) Tokoh Utama Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita. (1) Intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa. Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa terdapat dalam kutipan berikut. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya. Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari.1 Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh yang mengalami keterlibatan dalam membangun cerita adalah tokoh Mbawa. Dari kutipan di atas terlihat bahwa, Mbawa sedang berada pada suatu tempat yang baru dimilikinya dan sedang menikmati pemandangan disekitar tempat yang baru dibelinya tersebut. Keterlibatan Mbawa pada peristiwa selanjutnya dalam cerita pendek Seruling Gembala dapat dilihat pada kutipan berikut : “Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baikbaik dari mana suara itu datang”.2
1
Arsyad Siddik, C1, dalam RR. Novi Kussuji Indrastuti dan Diah Erna Triningsih (eds.), Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs, (Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), h. 42. 2 C1., h. 43.
30
Dari kutipan tersebut mamperlihatkan Mbawa sedang mencari-cari asal suara yang indah mengalun sehingga ia beranjak dari tempat dimana ia sedang duduk menikmati pemandangan alam sekitarnya. Setelah Mbawa mencari-cari asal suara indah tersebut, akhirnya Mbawa menemukannya. Berikut adalah kutipannya. ”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian. Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup.3 Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Mbawa berusaha untuk menghampiri asal suara indah yang didengarnya, dimana ternyata suara indah itu adalah suara seruling yang ditiup oleh seorang anak yang sedang duduk diseberang sungai. Mbawa akhirnya menemui anak yang sedang meniup seruling, akan tetapi ketika Mbawa semakin mendekati anak peniup seruling tersebut segera berhenti meniup. Mbawa akhirnya terlibat dalam percakapan bersama anak yang meniup seruling itu yang ternyata bernama Kawi. Berikut adalah percakapan Mbawa dengan Kawi. ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi. ”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.4 Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Mbawa dan Kawi saling bercakap-cakap dan akhirnya mereka pergi bersama-sama menuju ke rumah Kawi untuk membuat seruling. Berdasarkan
kepada
beberapa
kutipan
di
atas,
cukup
jelas
membuktikan bahwa Mbawa merupakan tokoh utama dalam cerita karena 3
C.1 C1.
4
31
berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh utama dalam peristiwa-peristiwa yang membangun, dan tokoh utama berhubungan dengan tokoh lain.
(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita. Dalam cerita pendek Seruling Gembala Mbawa berhubungan dengan Kawi sebagai tokoh tambahan dalam cerita tersebut. Berikut adalah kutipannya. Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.5 Berdasarkan kepada kutipan diatas menunjukkan bahwa Mbawa diajak oleh Kawi ke rumahnya untuk dibuatkan seruling. Tergambar bahwa Mbawa sangat senang sekali dengan ajakan Kawi. Selain itu, kutipan di atas memperlihatkan bagaimana kekaguman Mbawa ketika tiba di rumah Kawi, hal tersebut dikarenakan terdapat seruling buatan Kawi yang memiliki bentuk sangat indah dengan motif ukiran berbentuk ular. Kutipan lain yang menunjukkan adanya hubungan antara Mbawa dengan Kawi adalah sebagai berikut. ”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi.6
5
C1. C1.
6
32
Dari kutipan di atas menunjukkan Mbawa sedang bertanya kepada Kawi mengenai siapa orang yang membuat seruling. Dari dua kutipan di atas dan beberapa kutipan sebelumnya, terlihat bahwa Mbawa memiliki hubungan dengan Kawi. b) Tokoh Tambahan Kawi merupakan tokoh tambahan yang terdapat di dalam cerita pendek Seruling Gembala, di mana Kawi merupakan seseorang yang ditemui Mbawa saat meniup seruling. ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi. ”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.7 Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa Mbawa meminta kepada Kawi untuk terus meniup serulingnya pada saat Mbawa menghampiri Kawi. Berdasarkan kepada kutipan tersebut terlihat bahwa, Kawi merupakan tokoh yang kemunculannya memiliki kaitan dengan tokoh utama. 2) Penokohan Berikut analisis karakter dan sifat tokoh dalam cerpen Seruling Gembala. a) Mbawa Tokoh Mbawa digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut. Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan
7
C1.
33
gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.8 Dari kutipan di atas tokoh Mbawa adalah seorang yang memiliki sifat yang baik, mudah bergaul, dan menyenangi seni. Terlihat dalam kutipan bahwa tokoh Mbawa baik saat menjuluki Kawi si baik hati. Penokohannya dilakukan oleh pengarang secara dramatik. b) Kawi Tokoh Kawi digambarkan pengarang seperti pada kutipan berikut. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.9 Dari kutipan di atas tokoh Kawi adalah seorang yang sangat baik, suka menolong, dan terampil. Penokohannya dilakukan secara dramatik. 2. Latar 1) Latar tempat Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa. Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya. Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari.10
8
C1. C1. 10 C1., h. 42. 9
34
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat latar tempat yang digunakan dalam cerpen yaitu di sebuah tanah persawahan yang berada di pinggir suatu kampung. Latar tempat juga diceritakan oleh pengarang seperti kutipan di bawah ini. …. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubanglubang. Teratur sekali lubang itu dibuat….11 Dari kutipan di atas, tampak latar tempat terjadi di sebuah rumah yang terletak pada sebuah kebun. 2) Latar waktu Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa seperti pada kutipan di bawah ini. Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air melawan teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang masih duduk-duduk. Tidak mau mandi bersama teman-temannya yang lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling. Ditiupnya seruling itu….12 Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada siang hari. 3) Latar sosial Latar sosial dapat dilihat dari status sosial tokoh, tingkat pendidikan tokoh, kepercayaan masyarakat terhadap mitos, serta rasa keadilan terhadap laki-laki dan perempuan. Dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini. Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuaspuasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak gembala itu berpantun atau bernyanyi. 13
11
C1. C1. 13 C1. 12
35
Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar sosial cerpen dapat diketahui pada kata anak-anak gembala, yang berarti tokoh-tokoh dalam cerpen adalah anak-anak gembala. 3. Alur (Plot) Alur yang digunakan dalam Cerpen Seruling Gembala adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita ini berturut-turut menceritakan peristiwa yang dialami oleh tokoh Mbawa dan Kawi. Dalam cerita tersebut pengarang menggambarkan peristiwa mulai dari tokoh Mbawa bertemu dengan tokoh Kawi, kemudian peristiwa pada saat pertemuan yang menjadi sebuah inti cerita atau konflik, kemudian pada bagian akhir pengarang menceritakan peristiwa persahabatan Mbawa dengan Kawi yang menunjukkan adanya penurunan konflik sebagai penyelesaian cerita tersebut. Pada bagian awal cerita pengarang menggambarkan suasana yang penuh dengan keindahan dan kegembiraan pada suatu tempat di pedesaan. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya. Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari. Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuaspuasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak gembala itu berpantun atau bernyanyi. 14 Selain itu, pengarang juga memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu Mbawa, anak-anak desa, dan Kawi. Cerita kemudian berlanjut sampai kepada pertemuan Mbawa dengan Kawi. Dari pertemuan itulah inti cerita (konflik) dimulai. 14
C1
36
Inti cerita yang menjadi konflik dalam Cerpen Seruling Gembala digambarkan pada kutipan berikut. Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup. ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi. ”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya. ”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 15 Dari kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Mbawa sangat antusias untuk mengetahui siapa yang sedang meniup seruling. Tokoh Mbawa memiliki rasa ingin tahu bagaimana seruling itu diperoleh. Tokoh Kawi yang digambarkan sebagai tokoh peniup seruling menawarkan mengajak tokoh Mbawa ke rumahnya untuk membuat seruling. Penyelesaian cerita terjadi ketika tokoh Mbawa telah mendapatkan seruling yang diberikan oleh tokoh Kawi. Sebagaimana yang digambarkan pada kutipan berikut ini. …..Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu. ”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi. ”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu. ”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi. Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto. 16 4. Sudut Pandang Cerpen Seruling Gembala menggunakan metode pengisahan dengan sudut pandang persona ketiga “Dia” atau “Diaan”. Dalam cerpen ini pengarang menggunakan nama-nama orang, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut:
15 16
C1 C1., h. 43.
37
Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang. 17 Kawi mengambil sebatang seruling. Bagus sekali kelihatannya. Diukir dengan gambar ular yang membelit-belit. 18 Penggunaan sudut pandang dengan persona ketiga “Dia” ini pada dasarnya menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang. Tokoh Mbawa dan Kawi diceritakan berdasarkan sudut pandang pengarang. Pada bagian awal, pengarang menceritakan tokoh Mbawa sedang bermain menikmati pemandangan di suatu pedesaan, sampai bertemu dengan Kawi. 5. Tema Tema yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala adalah tentang seorang anak yang memiliki keinginan untuk memiliki seruling dan bisa meniupnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh peristiwa yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang menggambarkan kemunculan konflik pada saat tokoh Mbawa mendengar seruling dan menemui Kawi si peniup seruling. Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang. ”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian. Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup. 19 Setelah Mbawa menemui Kawi, tokoh Mbawa sangat antusias dan bertanya tentang bagaimana memperoleh seruling dan siapa pembuatnya. ”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 20 17
C1 C1 19 C1. 20 C1. 18
38
Dapat dikatakan mengapa cerpen ini diberi judul Seruling Gembala karena permasalahan dalam cerita ini berkutat pada kisah seorang anak gembala yang memiliki rasa ingin tahu tentang cara memainkan dan memperoleh seruling. Mbawa dan Kawi adalah anak pedesaan yang kesehariannya menggembala ternak kerbau di suatu tempat di pinggiran desa mereka. Pada suatu ketika mereka bertemu karena Mbawa mendengar suara tiupan seruling yang dimainkan oleh Kawi. Karena suara seruling tersebut akhirnya Mbawa dan Kawi menjadi sahabat.
B. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Seruling Gembala(C1) Cerpen yang berjudul Seruling Gembala menceritakan tentang seorang anak gembala yang bertemu dengan anak gembala lainnya yang pandai meniup dan membuat seruling. Tokoh Mbawa sangat tertarik dengan suara merdu seruling yang dimainkan oleh tokoh Kawi. Mbawa sangat mengagumi permainan dan suara merdu seruling yang ditiupkan oleh Kawi, sehingga Mbawa berminat untuk memiliki dan belajar meniup seruling dari Kawi. Sementara Kawi sendiri adalah tokoh yang baik hati dan bijaksana yang dengan senang hati memberikan seruling untuk Mbawa dan mengajarkan cara memainkan seruling tersebut. Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Nilai moral mempunyai beberapa wujud, dan wujudnya dalam cerpen ini sebagai berikut. a. Sikap baik Cerpen Seruling Gembala menceritakan kisah tentang seorang anak yang sangat antusias untuk belajar meniup seruling dari salah seorang teman yang baru dikenalnya. Kawi sebagai teman yang baru dikenal Mbawa sangat pandai memainkan seruling dan ia pun sangat senang hati untuk berbagi ilmunya dengan Mbawa, kendatipun Mbawa baru dikenalnya. Moral merupakan salah satu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain. Moral dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan
39
yang tidak pantas dilakukan. Untuk menentukan tindakan manusia secara moral, diperlukan tolak ukur yang tepat dan tolak ukur ini merupakan salah satu wujud dari moral yakni sikap baik. Sikap baik pada cerpen ini dapat dilihat dari perbuatan baik, seperti pada kutipan di bawah ini. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.21 Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu saat Kawi menawarkan untuk membuatkan seruling dan mengajak Mbawa ke rumahnya. Tentu tak semudah itu untuk memberikan penawaran kepada seseorang yang baru dikenal. Pada waktu itu pasti manusia sudah memiliki moral karena moral merupakan hal yang universal, moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima masyarakat maka orang itu dinilai memiliki sikap baik. Selain itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini. ”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi. ”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu. ”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.22 Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu saat Kawi menyatakan niatnya untuk mengajarkan Mbawa memainkan seruling. Selain itu, kutipan di atas juga menunjukkan sikap baik Kawi yang secara tidak langsung mengajak Mbawa untuk bersama-sama makan tebu. Selain itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini. Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto.23 21
C1. C1 23 C1. 22
40
Pada kutipan tersebut tampak adanya sikap baik yang dimiliki oleh Kawi yang mengantarkan pulang Mbawa ke rumahnya. b. Nilai-nilai otentik Yang dimaksud dengan otentik ialah asli. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati, menunjukkan diri sesuai dengan aslinya, dengan kepribadian yang sebenarnya. Dalam cerpen ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.24 Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Mbawa menaruh hormat kepada orang yang baru dikenalnya dengan memanggil Abang kepada orang lain yang dirasa lebih tua dari nya. Jadi, wujud nilai moral yang ada dalam cerpen ini adalah sikap baik dan nilainilai otentik. Dari uraian tersebut dapat diketahui meskipun orang hidup pada zaman kuno sampai modern saat ini manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku yakni moral. Mbawa dan Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat, dan persahabatan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan.
C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2) 1. Tokoh dan Penokohan 1) Tokoh Tokoh yang terdapat dalam cerpen Keysia dan Preman Tua terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. a. Tokoh Utama Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita. (1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa
24
C1
41
Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa terdapat dalam kutipan berikut. Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya yang dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih sayang yang penuh dari Bapak dan Ibu. Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai suatu saat pabrik garmen tempat Bapak dan Ibu bekerja gulung tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan penjualan.25 “Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?” Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD.26 Dari kutipan tersebut tokoh yang mengalami keterlibatan cerita adalah Aku dan Bapak. Tampak bahwa tokoh Aku merupakan seorang anak perempuan dari pasangan orang tua yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang terhadapnya. Keluarga Aku awalnya adalah keluarga kecil yang sederhana namun penuh dengan kebahagiaan. Akan tetapi, pada suatu saat datang cobaan yang harus dihadapi Aku dan keluarganya. Pabrik tempat Bapak dan Ibu bekerja tutup, sehingga Aku dan keluarganya memasuki masamasa yang berat dan berbeda dengan masa sebelumnya. Keterlibatan tokoh Aku dan Bapak dalam peristiwa lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku pulang sekolah aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa ember untuk memadamkan api. “Kebakaran... kebakaran ...,” begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik mencari Ibu dan Bapak.27 25
C1 C2 27 C2. 26
42
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Aku setelah pulang sekolah menghadapi peristiwa yang sangat memilukan hatinya. Rumahnya kebakaran dan Aku mencari kedua orang tuanya. Kutipan berikut menunjukkan bagaimana keterlibatan tokoh Bapak dalam peristiwa lain di dalam cerita. Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.28 Dari kutipan di atas, Bapak memberikan nasihat kepada seluruh anggota keluarganya agar tidak menyerah dalam mengahadapi kehidupan sesulit apa pun. Kutipan berikut menunjukkan pula Keterlibatan Aku dalam peristiwa cerita lainnya. Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apa pun di rumah.29 Dari kutipan tersebut Aku menghampiri ibunya yang sedang menangis meratapi betapa malang nasib keluarganya karena rumahnya kebakaran. Berdasarkan kepada beberapa kutipan sebelumnya dapat ditentukan bahwa Aku dan Bapak merupakan tokoh utama dalam cerita. (2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain
28 29
C2. C2
43
Aku dan Bapak merupakan tokoh yang paling menonjol dibanding tokoh lain, karena lebih banyak mendapat sorotan dalam cerita dan berhubungan hampir dengan semua tokoh dalam cerita. Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan berikut. “Bang Roni, Ibu mana, Bapak ke mana?” tanyaku. Aku pun menangis sekencang-kencangnya melihat kejadian itu. Seorang yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam rumah petak kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu.30 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Aku berhubungan dengan tokoh Bang Roni ketika Aku menanyakan kepada Bang Roni di mana ibu dan bapaknya. Hubungan tokoh Aku dan Bapak dengan tokoh lain juga dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. “Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang dibuat seolah Bapak bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-tumpukan kardus bekas di bawah kolong jembatan.31 Dari kutipan cerita di atas menunjukkan bahwa, Bapak mengajak Aku, ibu, dan Budi ke sebuah tempat di kolong jembatan dan setibanya di sana Bapak memberitahu Aku dan Budi bahwa sekarang ditempat itulah mereka akan tinggal. Kutipan di atas menunjukkan bahwa, Bapak dan Aku berhubungan dengan tokoh ibu dan Budi yang meruapakan adik dari Aku. Kutipan berikut menunjukkan hubungan antara tokoh Aku dengan tokoh lainnya. “Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank 30 31
C2. C2
44
swasta yang menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku.32 Dari kutipan di atas Aku berkenalan dengan tokoh Iwan yang menaruh hati terhadap tokoh Aku. Iwan mengajak berkenalan Ika (Aku), dimana pada awalnya Aku hanya menanggapinya dengan dingin. Akan tetapi, lama-lama hati Aku akhirnya luluh juga. Keterlibatan tokoh Bapak dengan tokoh lainnya terlihat pula dalam kutipan berikut ini. “Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.” “Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak membela diri. “Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?” “Aku tidak menyangka kalau sabetanku mengantarnya meregang nyawa.” “Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya, mana mungkin nggak mati.” “Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kira kita tidak usah memperpanjang masalah ini, oke.” Sahabat Bapak yang dipanggil Memet diam.33 Dari kutipan percakapan di atas Bapak bercakap-cakap dengan temannya mengenai peristiwa yang telah mereka alami sebelumnya. Bapak ditegur oleh temannya karena terlalu berani dalam mengambil tindakan, di mana tindakan pembunuhan itu seharusnya tidak dilakukan. Berdasarkan kepada kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Bapak berhubungan dengan tokoh lainnya dalam cerita, yaitu tokoh Memet. Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan
32 33
C2 C2
45
bahwa tokoh utama dalam cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto adalah Aku (Ika) dan Bapak.
b. Tokoh Tambahan Tokoh tambahan dalam cerpen Keysia dan Preman Tua adalah ibu, Budi, Memet, Iwan dan Keysia. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut dalam cerita sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama, walaupun kehadirannya tidak begitu penting. i. Ibu Pada cerpen Keysia dan Preman tua kehadiran tokoh ibu merupakan penunjang bagi tokoh Aku dan Bapak sebagai tokoh utama. Tokoh ibu dianggap sebagai tokoh tambahan karena kehadirannya dalam cerita tidak sebanyak tokoh Aku dan Bapak. Berikut kutipannya. “Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,” begitu ratap Ibu kala itu sambil menggendong adikku, Budi, dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami Ibu.34 Dari kutipan di atas tokoh Ibu hadir mendukung tokoh Aku. Tokoh Ibu merupakan orang tua yang sangat menyayangi keluarganya. ii. Budi Budi merupakan tokoh tambahan dalam cerita ini. Kehadiran tokoh Budi sebagai adik dari tokoh Aku sangat sedikit sekali. Berikut adalah kutipannya. …. Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.35 “Ini uang untuk Ika dan Budi sekolah lagi, Bu,” suatu hari Bapak menyerahkan uang kepada Ibu, “Dan Ibu, tolong jangan memulung lagi. Sebentar lagi Ibu sudah akan melahirkan.”36
34
C2 C2. 36 C2. 35
46
Dari kutipan di atas kehadiran tokoh Budi hanya sebagai pendukung bagi tokoh utama.
iii. Memet Memet merupakan tokoh tambahan yang mendukung tokoh Bapak dalam cerita Keysia dan Preman Tua. Berikut adalah kutipannya. “Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.” “Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak membela diri.37 Dari kutipan di atas Memet menegur Bapak karena terlalu berani mengambil tindakan yang mengakibatkan terbunuhnya nyawa seseorang. iv. Iwan Iwan adalah tokoh tambahan dalam cerita ini yang kehadirannya memiliki hubungan dengan tokoh Aku dan Bapak. Berikut adalah kutipannya. “Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku.38 Dari kutipan di atas Iwan bertanya kepada tokoh Aku dengan maksud untuk berkenalan. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa, kehadiran tokoh Iwan hanya sebagai pendukung tokoh utama. Kutipan berikut menunjukkan kehadiran tokoh Iwan memiliki hubungan dengan tokoh Bapak. “Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah
37 38
C2. C2.
47
seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas Iwan.39 Dari kutipan di atas Iwan meminta ijin kepada Bapak untuk dapat menikahi putrinya Aku. Kerena Bapak adalah orang yang sangat bijaksana, maka Bapak memberikan ijin kepada Iwan untuk menikahi putrinya Aku. v. Keysia Keysia adalah tokoh tambahan yang mendukung cerita. Kehadiran tokoh Keysia dalam cerita ini adalah sebagai anak dari Aku dan cucu dari Bapak. Berikut adalah kutipannya. Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras kepala. Bapak kini telah meninggalkan pekerjaannya sebagai preman. Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi. Tetapi mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di hatinya. Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat.40 Dari kutipan di atas Aku telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Keysia yang sifatnya hampir sama dengan Bapak. Kutipan berikut menunjukkan pula kehadiran tokoh Keysia dalam cerita. Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia ajarin cara sholat.” “Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”41 Dari kutipan di atas Keysia masuk ke dalam kamar Bapak dan menemui bapak yang baru bangun tidur. Kemudian Keysia menawarkan kepada Bapak untuk mengajarkan sholat dan Bapak dengan senang hati menurutinya. 2) Penokohan a) Aku Penokohan Aku digambarkan dalam kutipan berikut ini. 39
C2 C2 41 C2 40
48
Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan. Dengan begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku. Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan di depan rumah kontrakan.42 …………………………………. Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit.43 Dari kutipan tersebut, tampak bahwa pengarang secara tidak langsung mengungkapkan bahwa Aku adalah seorang yang tabah, patuh kepada kedua orang tuanya, gigih, dan pandai bersyukur. Penokohannya secara dramatik. b) Bapak Penokohan Bapak digambarkan dalam kutipan berikut. Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.44 Dari kutipan di atas terlihat bahwa penulis menggambarkan tokoh Bapak sebagai seseorang yang sangat tegar dan tidak ingin menyusahkan orang lain. Penokohannya secara analitik. c) Ibu Penokohan ibu digambarkan dalam kutipan berikut.
42
C2 C2. 44 C2. 43
49
“Sabar Pak, kita coba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran. Ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikku.45 Dari kutipan di atas pengarang secara jelas menyebutkan tokoh ibu sebagai seorang yang sangat sabar dan penuh kasih sayang terutama kepada anak-anaknya. Penokohannya secara analitik. d) Budi Penokohan Budi digambarkan dalam kutipan berikut. Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.46 Dari kutipan tersebut Budi digambarkan sebagai anak yang polos, memiliki keinginan yang kuat untuk bersekolah, dan pendiam. Penokohannya secara dramatik. e) Memet Penokohan Memet digambarkan dalam kutipan berikut. “Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.” “Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak membela diri.47 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh memet adalah seseorang yang tidak tega akan tetapi memiliki keberanian. Penokohannya secara dramatik. f) Iwan Penokohan Iwan digambarkan dalam kutipan berikut ini. “Bapak, biarlah yang dulu kekerasan hidup dan cobaan hidup berlalu. Allah selalu menguji kita karena Allah sayang kita kan, Pak. Buktinya kini Allah memberi sesuatu yang indah. Budi bisa kuliah seperti mimpi Bapak dulu. Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang
45
C2. C2 47 C2. 46
50
yang menyayangi aku dan keluarga kita, serta ada Keysia, cucu Bapak yang sangat mencintai Bapak,” ujarku.48 Dari kutipan di atas Aku mengingatkan kepada Bapak untuk menyadari bahwa cobaan merupakan ujian dari Allah sebagai bukti bahwa Allah menyayangi hamba-Nya. Aku juga mengatakan tentang Iwan sebagai seseorang yang sangat mencintai Aku, Bapak, dan seluruh keluarganya. Jadi dapat dikatakan bahwa, tokoh Iwan digambarkan sebagai orang yang memiliki perhatian dan penuh kasih sayang. Penokohannya secara analitik. g) Keysia Penokohan Keysia digambarkan dalam kutipan berikut. Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras kepala. ……49 Dari kutipan di atas pengarang cukup jelas menggambarkan tokoh Keysia sebagai seorang yang ceria dan keras kepala. Penokohannya secara analitik. 2. Latar 1) Latar Tempat Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa, seperti pada kutipan di bawah ini. Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia.50 Dari kutipan tersebut dapat terlihat latar tempat dalam cerita yaitu pada sebuah rumah kontrakan. Selain kutipan tersebut terdapat kutipan lain seperti berikut ini yang menunjukkan latar tempat terjadinya peristiwa dalam cerita.
48
C2. C2. 50 C2 49
51
Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apa pun di rumah.51 Dari kutipan di atas latar tempat peristiwa terjadi adalah di dalam sebuah mushola yang berada disekitar rumah kontrakannya yang terbakar. Aku menghampiri ibunya yang sedang menangis di dalam mushola karena meratapi nasib keluarganya yang terkena musibah kebakaran. Kutipan berikut ini menunjukkan latar tempat lain terjadinya peristiwa. Karena tidak memiliki uang dan apa pun, akhirnya kami dengan suatu pilihan berat, diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu berjualan di emperan, tinggal di bawah kolong jembatan.52 Dari kutipan di atas latar tempat terjadinya peristiwa adalah dari emperan toko hingga ke kolong jembatan yang dijadikan sebagai tempat tinggal Aku dan keluarganya setelah rumah kontrakannya terbakar. 2) Latar Waktu Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa seperti pada kutipan di bawah ini. “Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap Ibu waktu tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan percakapan Bapak dan Ibu.53 Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada tengah malam. Saat itu Aku mendengarkan percakapan antara Ibu dan Bapaknya mengenai kondisi ibu yang akan segera melahirkan putranya yang ke tiga. Selain kutipan tersebut juga terdapat latar waktu pada cerpen seperti pada kutipan di bawah ini. Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di pojok rumah. “Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyaku polos kepada Bapak.54 51
C2 C2. 53 C2. 52
52
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada waktu sore hari. Saat Aku dan Budi pulang mengamen dan Bapak sedang duduk di pojok rumah. Latar waktu dalam cerita juga terdapat dalam kutipan berikut. Mas Iwan menemui Bapak pada hari Minggu sore. “Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas Iwan.55 Dari kutipan di atas latar waktu adalah pada hari Minggu sore, di mana Iwan menemui Bapak untuk meminta ijin menikahi Aku sebelum secara resmi Iwan melamar Aku dengan membawa serta keluarganya. 3) Latar sosial Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari pendidikan masyarakat. Seperti kutipan di bawah ini. “Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?” Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD.56 Kutipan di atas menunjukkan bahwa, status sosial aku hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. 3. Alur (Plot) Pada Cerpen Keysia dan Preman Tua, alur yang digunakan adalah alur maju. Seluruh peristiwa-peristiwa dalam cerita secara berturut-turut yang dialami oleh tokoh Ika dan keluarganya. Dalam cerpen tersebut Ika merupakan tokoh utama dan penceritaan dilihat dari sudut pandang tokoh Ika. 54
C2. C2, 56 C2 55
53
Pada bagian awal cerita ini menggambarkan kondisi keluarga tokoh Ika yang hidup bahagia dalam kesederhanaannya. Kemudian konflik dalam cerita ini muncul ketika orang tua Ika tidak lagi bekerja dan rumah yang ditinggalinya mengalami musibah kebakaran. Konflik meningkat ketika tokoh bapak (orang tua Ika) menjadi seorang preman. Konflik kemudian mereda setelah tokoh Ika mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai kelurahan. Penyelesaian cerita oleh pengarang digambarkan dalam cerita ketika tokoh Ika menikah dengan tokoh Iwan dan memiliki seorang putri bernama Keysia. Tokoh bapak kemudian bertobat setelah tokoh Ika menikah dan karena adanya peran dari tokoh Keysia.
4. Sudut Pandang Sudut pandang pada cerpen Keysia dan Preman Tua menggunakan sudut pandang persona pertama “Aku”. Persona pertama “Aku” dalam cerita tersebut adalah Ika seorang anak perempuan yang sangat sabar dalam menjalani dan menghadapi cobaan hidup yang dialami keluarganya dan patuh kepada kedua orang tuanya. Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. 57 Penggunaan sudut pandang dengan persona pertama “Aku” ini pada dasarnya menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan tokoh yang menjadi narator. Tokoh “aku” dibiarkan menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Pada bagian awal, Ika menceritakan bagaimana kehidupan keluarganya mulai dari kehidupan keluarganya yang sederhana dan bahagia, saat Ika masih duduk di bangku sekolah dasar, sampai bertemu dengan Iwan dan menikah.
57
C2.
54
5. Tema Tema yang terdapat dalam cerita Keysia dan Preman Tua adalah tentang perjalanan hidup
sebuah keluarga
yang mengalami
penderitaan. Hal
ini
dilatarbelakangi oleh permasalahan yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang mendominasi kemunculan konflik dalam keluarga yang diakibatkan adanya musibah dan cobaan yang dialami. Tema itu dituangkan dalam beberapa bagian cerita. Ika dan keluarganya mengalami penderitaan hidup dilatarbelakangi oleh diberhentikannya kedua orang tuanya dari pekerjaan sebagai buruh pabrik dan musibah kebakaran rumahnya. Setelah itu, Ika dan keluarganya harus merasakan hidup di kolong jembatan dan bapaknya terpaksa menjadi seorang preman. Dalam perjalanannya Ika bertemu dengan Iwan yang kemudian melamarnya. Dari pernikahannya Iwan, Ika dikaruniai seorang putri bernama Keysia. Tokoh Bapak kemudian bertobat setelah Keysia mengajak Bapak untuk sholat. Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengapa cerpen tersebut berjudul Keysia dan Preman Tua dikarenakan permasalahan dalam cerita tersebut adalah mengisahkan tentang suatu keluarga yang mengalami penderitaan dan berakhir dengan kebahagiaan. Dalam penderitaan yang dialaminya, tokoh Bapak menjadi preman karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukannya. Setelah kehadiran Keysia dan keadaan keluarganya terlihat bahagia, Bapak bertobat dan kembali melaksanakan sholat.
D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua(C2) Cerpen yang berjudul Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga yang melewati masa-masa yang sulit. Banyak peristiwa yang telah dialami oleh keluarga Aku, akan tetapi karena ketabahan dan kepasrahan semua anggota keluarganya dalam menerima cobaan, akhirnya Aku dan keluarganya memperoleh kembali kebahagiaan seperti dahulu bahkan kebahagiaannya bertambah dengan adanya kehadiran Iwan, Keysia, dan adiknya Andi.
55
Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Dalam cerpen ini terdapat beberapa wujud nilai moral yang dapat dijadikan tolak ukur benar salahnya tindakan manusia antara lain sebagai berikut. a. Sikap baik Cerpen Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan dan keluarganya dalam melewati masa-masa sulit. Pada awalnya kehidupan Aku dan keluarganya sangat bahagia sampai tiba di mana kedua orang tuanya kehilangan pekerjaan dan rumahnya kebakaran yang menjadi titik awal dimulainya masa-masa sulit dalam kehidupan keluarga Aku. Aku dan keluarganya tetap tabah dan berusaha untuk menerima keadaan tersebut sampai pada suatu saat Aku bertemu dengan Iwan yang akhirnya menjadi suami dari Aku. Sejak saat menikah dengan Iwan, kehidupan Aku dan keluarganya kembali memperoleh kebahagiaan yang dulu pernah dirasakannya. Akan tetapi, kebahagiaan yang saat ini dirasakan Aku dan keluarganya bertambah karena kehadiran Keysia sebagai anak dari Aku dan cucu Bapak. Salah satu wujud nilai moral adalah sikap baik, seperti pada kutipan berikut ini. Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia ajarin cara sholat.” “Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”58 Dari kutipan tersebut tampak nilai moral sikap baik yang ditunjukkan oleh Bapak terhadap Keysia. Tidak ada rasa malu dan amarah ketika Bapak ditawarkan untuk diajarkan cara sholat oleh Keysia. Sebaliknya Bapak membalas ajakan Keysia dengan senyuman dan menyetujuinya. Sikap baik yang ditunjukkan oleh Bapak menunjukkan bahwa, sebagai orang tua yang baik harus mengikuti nasihat yang berisi kebenaran, walaupun nasihat tersebut berasal dari anak kecil yang masih polos seperti Keysia. 58
C2
56
b. Kepatuhan Kepatuhan merupakan salah satu nilai moral untuk tunduk dan mengikuti ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang baik dan benar. Berikut adalah kutipan yang memuat nilai moral kepatuhan dalam cerita. Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit.59 Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana Aku mematuhi saran dari kedua orang tuanya untuk selalu tabah dan tegar dalam menghadapi cobaan hidup yang sulit. Selain itu, Aku adalah seorang yang berbakti terhadap kedua orang tuanya. c. Kemandirian Kemandirian bukan hanya berarti kita ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian dalam dirinya sendiri delam segala tindakan. Kemandirian adalah kekuatan batin untuk mengetahui sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Seperti dalam kutipan berikut ini. Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan. Dengan begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku. Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan di depan rumah kontrakan.60 Dari kutipan tersebut tampak bahwa Aku mampu untuk bertahan hidup dan merubah kondisi kehidupan keluarganya setelah kedua orang tuanya tidak lagi memiliki pekerjaan dan bertempat tinggal di kolong jembatan. Aku bekerja sebagai karyawan kelurahan. Walaupun hanya sebagai pegawai rendahan di 59 60
C2 C2.
57
kelurahan, tetapi Aku dapat merubah kehidupan keluarganya yaitu dengan mengontrak rumah dan memberi modal untuk ibunya berdagang. Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik, kepatuhan, dan kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak yang bersedia untuk mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat walaupun Keysia masih anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap untuk tunduk dan mengikuti ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang baik dan benar dalam cerita ini. Dan kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini merupakan kesiapan mental dan fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun dan tak pernah untuk mengandalkan orang lain.
E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah di Balik Jendela (C3) 1. Tokoh dan Penokohan 1) Tokoh Tokoh yang terdapat dalam cerpen Wajah di Balik Jendela terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. a) Tokoh Utama Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita. (1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa terdapat dalam kutipan berikut. Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.61 61
C3.
58
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa, Odi yang sedang mengerjakan tugas sekolah dikamarnya merasakan sesuatu yang membuat perasaannya tidak tentram. Tokoh yang terlibat dalam peristiwa pada cerita ini berdasarkan kutipan di atas adalah Odi. Selain itu, kutipan yang menunjukkan intensitas keterlibatan tokoh utama dalam suatu peristiwa diperlihatkan dalam kutipan berikut. Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamar Bang Agus di sebelah kamarnya.62 Kutipan di atas tersebut memperlihatkan Odi yang sangat ketakutan dan berlari menuju kamar kakaknya yang berada tidak jauh dari kamar Odi. Jadi dari kutipan-kutipan di atas disimpulkan bahwa tokoh Odi dalam cepen Wajah di Balik Jendela adalah tokoh utama karena intensitas keterlibatan tokoh utama dalam berbagai peristiwa dan membutuhkan waktu penceritaan paling lama. (2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan berikut. “Ada apa dengan kamu, Di?” tanya Bang Agus ketika melihat Odi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi. “Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.63 Dari kutipan tersebut tampak bahwa Odi sangat merasakan ketakutan pada saat menghampiri Bang Agus kakaknya. Bang Agus kemudian bertanya kepada Odi mengapa Odi sampai terlihat begitu ketakutan. Dengan rasa panik dan penuh ketakutan Odi menjawab pertanyaan kakanya dengan terbata-bata. Hubungan tokoh Aku dengan tokoh lain terlihat pada kutipan berikut.
62
C3. C3.
63
59
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh. Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.64 Dari kutipan di atas tersebut menggambarkan Odi yang sudah merasakan kantuk merebahkan tubunya di tempat tidur. Sebelum tidur Odi berencana untuk menceritakan kejadian yang dialaminya malam ini kepada temannya yang bernama Ibek besok di sekolah. Kemudian keesokan harinya di sekolah, Odi menceritakan kejadian mengenai adanya wajah di balik jendela kepada Ibek. Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam cerpen Wajah di Balik Jendela karya Benny Ramdani adalah Odi. b) Tokoh Tambahan Tokoh tambahan dalam cerpen Wajah di Balik Jendela ada tiga tokoh yaitu Bang Agus, Ibek, dan Harun. Kedudukan mereka kurang begitu penting, namun kehadirannya diperlukan untuk menunjang tokoh utama. (1) Tokoh Bang Agus Bang Agus adalah kakak dari Odi. Tokoh Bang Agus merupakan tokoh tambahan
dalam
cerita
karena
kehadirannya
tidak
terlalu
banyak
dibandingkan dengan tokoh Odi. Berikut Kutipannya. Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah, kamu pasti lagi ngelamun yang tidak-tidak barusan,” ujar Bang Agus. Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap mengiranya mengada-ada.
64
C3.
60
“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.65 Dari kutipan di atas tokoh Bang Agus melihat keluar jendela kamar Odi untuk memastikan bahwa di luar jendela tidak ada apa-apa. Kemudian Bang Agus menyarankan kepada Odi untuk menutup tirai jendela kamarnya dan meminta Odi untuk memanggilnya apabila Odi melihat sesuatu yang aneh lagi dari luar jendela. Kutipan lain yang menunjukkan tokoh Bang Agus sebagai tokoh tambahan dapat diketahui sesuai kutipan berikut. “Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus.66 Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana Bang Agus menjelaskan bahwa hadiah patung kayu yang diberikan kepada Odi sebagai hadiah ulang tahun ternyata dibeli dari Husen. Bang Agus melanjutkan penjelasannya kepada Odi bahwa, Husen ingin meminjam patung kayu tersebut, maka untuk alasan itulah Husen melihat kamar Odi dari Jendela. (2) Tokoh Ibek Ibek adalah tokoh tambahan dalam cerita Wajah di Balik Jendela, karena kehadirannya dalam setiap peristiwa yang terdapat dalam cerita tidak sebanyak tokoh utama. Kutipannya sebagai berikut. Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali, mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.
65 66
C3. C3
61
“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.67 Dari kutipan di atas Ibek bermaksud untuk membantu Odi mengungkap siapa sebenarnya wajah yang berada di balik jendela dengan cara belajar bersama Odi pada malam hari. Pada saat belajar pandangan mereka berdua selalu memperhatikan ke jendela kamar Odi, akan tetapi pada saat itu wajah tersebut tidak muncul. Kutipan lain yang memperlihatkan keterlibatan tokoh Ibek di dalam cerita adalah sebagai berikut. Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.68 Dari kutipan di atas terlihat bahwa, Ibek sedang mencekal Husen yang ternyata orang yang wajahnya selama ini muncul di balik jendela kamar Odi. Dikarenakan Bang Agus mengenali Husen, maka Ibek segera melepaskan Husen. Ketika
Ibek
melepaskan
cekalannya,
Husen
segera
berlari
menghampiri Bang Agus. Odi dan Ibek merasa sangat kaget ketika Husen berbicara menggunakan bahasa isyarat dengan Bang Agus, ternyata Husen adalah seorang anak yang tuna wicara. (3) Tokoh Husen Tokoh Husen sebagai tokoh tambahan dalam cerita, akan tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung alur cerita dan tokoh utama. Berikut adalah kutipannya. Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin.69 67
C3 C3 69 C3 68
62
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa, Odi segera bergegas mengambil patung kayu dari kamarnya dan menyerahkannya kepada Husen. Ketika patung kayu berbentuk kuda tersebut diserahkan, Husen merogoh rongga kecil bagian dasar patung, yang ternyata di dalamnya terdapat sebuah cincin. 2) Penokohan Penokohan merupakan unsur cerita yang harus ada. Sebab melalui penokohan pembaca mengetahui dan mengenal watak para tokoh dengan cara mengetahui gambaran ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap hatinya yang dimunculkan oleh pengarang. Dalam cerpen Wajah di Balik Jendela pengarang melukiskan secara dramatik dan analitik. Penokohan dalam cerpen Wajah di Balik Jendela adalah sebagai berikut. a) Odi Tokoh Odi digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut. Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah kamarnya. “Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketika melihat Odi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi. “Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.70 “Di mana?” “Di balik jendela kamar. Aku baru saja melihatnya,” jawab Odi.71 Dari kutipan di atas tampak secara tidak langsung pengarang menggambarkan tokoh Odi sebagai seorang yang penakut. Penokohan dilakukan secara dramatik. b) Bang Agus Tokoh Bang Agus digambarkan pengarang dalam kutipan berikut.
70 71
C). C3
63
Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa pun yang aneh. “Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?” tanya Bang Agus sekali lagi.72 Dari kutipan di atas pengarang secara tidak langsung menggambarkan tokoh Bang Agus sebagai seseorang yang memiliki sikap dewasa, pemberani, dan bijaksana. Penokohan dilakukan secara dramatik. c) Ibek Tokoh Ibek digambarkan oleh pengarang dalam kutipan berikut. Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.73 “Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.74 Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.75 Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan tokoh Ibek sebagai seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memecahkan misteri dan pemberani. Penokohan dilakukan pengarang secara dramatik. 2. Latar 1) Latar Tempat Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa seperti pada kutipan berikut ini. Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi 72
C3 C3. 74 C3. 75 C3 73
64
melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.76 Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar tempat terjadinya peristiwa dalam cerita adalah di kamar tidur Odi. Kutipan lain yang menunjukkan latar tempat terjadinya peristiwa dalam cerita adalah sebagai berikut. Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam. Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.77 Pada kutipan tersebut tampak latar tempat yang digunakan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, yaitu di sekolah. Selain itu terdapat latar tempat lain dalam cerita seperti pada kutipan berikut ini. Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.78 Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa, latar tempat terjadinya peristiwa adalah di kamar bang agus kemudian menuju ke luar rumah tepatnya di halaman rumah. 2) Latar Waktu Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat dari kapan terjadinya peristiwa dalam cerita yaitu pada waktu pagi hari seperti kutipan di bawah ini. Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam. Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.79 76
C3 C3 78 C3 79 C3 77
65
Dari kutipan tersebut tampak adanya latar waktu yang digunakan untuk menceritakan peristiwa dalam cerita, yaitu pada keesokan hari ketika Odi menceritakan kejadian semalam yang dialaminya kepada Ibek dan pada waktu jam istirahat ketika Ibek menanyakan kepada teman-teman sekelasnya seputar kado hadiah ulang tahun yang diberikan kepada Odi. Kutipan lain yang menunjukkan adanya latar waktu dalam cerita adalah sebagai berikut. Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali, mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga. “Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.80 Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar waktu yang terdapat pada peristiwa dalam cerita adalah di malam hari ketika Odi dan Ibek belajar bersama. 3) Latar Sosial Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari status sosial tokoh-tokoh dalam cerita dan latar belakang keluarga tokoh seperti kutipan di bawah ini. Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, dikembalikan ke tempatnya. dua hari yang lalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya, yang kini memenuhi kamarnya.81 Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar belakang Odi adalah seorang anak sekolah dan sudah tidak memiliki ayah dan ibu, karena Odi tinggal bersama kakaknya, yaitu Bang Agus. Akan tetapi, kondisi sosial Odi tergolong mampu. Hal tersebut terlihat dari kejadian di mana Odi merayakan pesta ulang tahun.
80 81
C3. C3
66
3. Alur (Plot) Cerpen Wajah di Balik Jendela menggunakan alur maju. Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita digambarkan secara berturut-turut. Pada awal cerita menggambarkan kegiatan tokoh Odi yang sedang mengerjakan tugas sekolah di kamarnya. Konflik dalam cerita muncul ketika tokoh Odi merasakan ada sesuatu yang muncul dibalik jendela kamarnya. Konflik kemudian memuncak pada saat tokoh Odi berterika dan Ibek teman Odi mendapatkan seseorang yang selama ini sering muncul di balik kamar jendela Odi. “Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak. Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta. 82 Konflik kemudian mereda pada saat tokoh Bang Agus yang merupakan kakak dari Odi meminta Ibek untuk menghentikan pergumulan. “Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru Bang Agus kemudian. Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.83 Penyelesaian dari cerita Wajah di Balik Jendela terjadi ketika tokoh Bang Agus menjelaskan kenapa tokoh Husen muncul di balik jendela kamar tokoh Odi. Hal tersebut dipertegas dengan adanya jabat tangan sebagai tanda permohonan maaf dari tokoh Odi dan tokoh Ibek kepada Husen. 4. Sudut Pandang Cerpen Wajah dibalik Jendela menggunakan sudut pandang persona ketiga “Dia” atau “Dia-an”. pada sudut persona “Dia” pengarang dalam pengisahan cerita 82 83
C3. C3.
67
berada di luar cerita, pengarang biasanya hanya menyebutkan nama atau menggunakan kata ganti ia, dia dan mereka, sebgaimana terlihat pada kutipan berikut: Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.84 Penggunaan
sudut
pandang
dengan
persona
ketiga
pada
dasarnya
menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang itu sendiri. Pengarang menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. 5. Tema Tema pada cerpen Wajah Dibalik Jendela adalah mengenai seorang anak tuna wicara yang selalu muncul dibalik jendela kamar Odi. Munculnya tokoh Husen dibalik jendela kamar Odi dikarenakan Husen akan mengambil sesuatu yang terdapat pada mainan Odi yang dibelikan kakanya dari Husen. “Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus. Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin. “Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsung pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak. 85
84 85
C3 C3
68
Jadi dapat dikatakan bahwa, mengapa cerita tersebut diberi judul Wajah Dibalik Jendela. Hal tersebut karena dalam cerita berkutat pada masalah kemunculan wajah dibalik jendela kamar tokoh Odi.
F. Analsis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela(C3) Cerpen yang berjudul Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang peristiwa munculnya wajah seseorang di balik jendela kamar seorang anak. Odi adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama kakanya yang bernama Agus. Odi anak yang baik dan tergolong mampu. Moral yang dimiliki oleh tokoh pada cerita ini dapat dijadikan pedoman atau tolak ukur apakah tindakan manusia itu benar atau salah. Wujud nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah sebagai berikut.
a. Sikap baik Cerpen Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang kisah seorang anak yang mengalami peristiwa misterius. Peristiwa tersebut adalah munculnya sesosok wajah di balik jendela kamarnya. Akan tetapi kemudian ternyata diketahui bahwa, wajah di balik jendela yang misterius tersebut adalah wajah Husen seorang anak tuna wicara yang ingin mengambil sebuah cincin dalam patung kayu yang dimiliki oleh Odi. Sikap baik yang ditunjukkan tokoh sebagai wujud dari nilai moral dapat terlihat dalam kutipan berikut ini. “Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian. Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang baru dialaminya dan meneruskan pekerjaannya.86
86
C3
69
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang dimiliki oleh Bang Agus dan Odi. Walaupun merasa terganggu dengan tindakan Odi, Bang Agus dengan lemah lembut memberikan saran kepada Odi untuk menutup tirai jendela kamarnya. Secara tidak langsung Bang Agus mengajarkan kepada Odi untuk bersikap berani sebagai seorang anak laki-laki. Selain itu sikap baik juga ditunjukkan oleh Odi. Sebagai seorang adik Odi menuruti perintah kakanya walaupun sebenarnya Odi merasa sangat panik. Sikap baik yang terdapat dalam cerita juga diperlihatkan dalam kutipan berikut ini. “Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsung pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak.87 Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang ditunjukkan oleh Bang Agus, Odi, Ibek, dan Husen. Bang Agus mengajarkan untuk bisa saling memaafkan. Kemudian Odi dan Ibek dengan senang hati bersalaman dan meminta maaf kepada Husen. Dalam hal tersebut Ibek juga menunjukkan sikap baik dengan meminta maaf kepada Husen walaupun pakaiannya terkoyak. Selanjutnya Husen menunjukkan niat baiknya dengan hanya mengambil cincin peninggalan ibunya saja dari dalam patung kayu tersebut tanpa mengambil patungnya. b. Keberanian Keberanian
adalah
ketekadan
dalam
bertindak
mandiri,
keberanian
menunjukkan tekad untuk mempertahankan sikap kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan dirinya dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik. Seperti pada kutipan berikut ini. Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa pun yang aneh.88
87
C3
70
Pada kutipan tersebut Bang Agus berusaha untuk menunjukkan sikap berani sebagai seorang laki-laki. Dalam keadaan tersebut, Bang Agus mengajarkan kepada Odi untuk berani menghadapi keadaan. Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik dan keberanian. Sikap baik tampak dari perilaku beberapa tokoh yang memberikan nasihat, memberikan maaf, dan membantu terhadap tokoh lain dalam cerpen. Sedangkan keberanian merupakan rasa yang tak kenal takut dalam mengahdapi hal-hal yang sulit dan menyeramkan yang dialami tokoh dalam cerpen ini. Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan atas tiga buah cerpen tersebut, makka dapat terlihat bahwa nillai moral baik yang terdapat pada cerper Seruling Gembala (C1) adalah sikap baik dan nilai otentik, pada cerpen Keysia dan Preman tua (C2)terdapat nilai moral sikap baik, kepatuhan dan kemandirian sedangkan moral baik yang terdapat pada cerpen Wajah di balik Jendela(C3) adalah sikap baik dan keberanian. Jadi cerpen yang mengandung nilai moral baik paling tinggi adalah cerpen Keysia dan Preman Tua, sebanyak 60% sedangkan pda cerpen Seruling Gembala dan cerpen Wajah di Balik Jendela masing-masing 20%.
G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Tujuan utama pembelajaran sastra adalah memberikan sumbangan besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang sulit dipecahkan di dalam masyarakat. Selain itu, bagi peserta didik agar mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan karakter, memperluas wawasan, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Pembelajaran sastra yang mengapresiasi prosa rekaan atau fiksi seperti cerpen akan mengembangkan kompetensi anak untuk memahami dan menghargai keindahan karya sastra yang tercermin pada setiap unsur prosa rekaan dengan secara langsung membaca karya sastranya.
71
Pembelajaran sastra di sekolah melalui mata pelajaran bahasa indonesi merupakan salah satu upaya mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja saat ini. Seorang guru dapat mengembangkan teori-teori dan model-model atau strategi pembelajaran moral, khusunya dalam karya sastra, haruslah berpijak pada karakteristik siswa dan budayanya. Informasi tentang karakteristik siswa ini perlu diperhatikan oleh para guru mapun perancang pembelajaran sebagai bahan pertimbangan yang dapat memberikan landasan empiris mengenai perlunya penyesuaian strategi pembelajaran dengan kondisi siswa. Pembelajaran sastra mengenai cerpen dapat diterapkan oleh guru untuk siswa kelas VII SMP/MTs pada standar kompetensi memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan cara membaca. Standar kompetensi tersebut berkaitan dengan kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang dibaca. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut terdapat pada pembelajaran untuk semester satu atau ganjil. Salah satu kelebihan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra adalah isinya relatif lebih sedikit sehingga cukup memudahkan karya tersebut dipahami siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan. Oleh karena itu, untuk menyajikan pembelajaran mengenai cerpen guru dituntut luwes dan menggunakan strategi kerja kelompok dengan baik. Dalam kegiatan belajar untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan cerpen pada semester ganjil kelas VII SMP/MTs menekankan kepada kemampuan siswa untuk dapat menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak menarik disertai alasan serta menceritakan kembali isi cerita. Hal tersebut menuntut siswa untuk dapat menganlisis isi cerpen sehingga siswa mampu untuk menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak menarik dalam cerpen yang dibacanya. Dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan cerpen pada siswa kelas VII SMP/MTs di semester dua atau genap, guru dapat menerapkan standar kompetensi mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen dengan
72
kompetensi dasar menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek) dengan realitas siswa. Pada kegiatan belajar tersebut siswa diharapkan mampu untuk menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen, menentukan latar peristiwa pada cerpen, dan menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial88. Jika dikaitkan dengan cerpen yang digunakan dalam penelitian ini, seorang pendidik dapat memberikan rujukan kepada peserta didik untuk mampu membaca dan menerapkan nilai-nilai yang digambarkan dalam
nialai negatif misalnya
ditunjukkan pada diri Bapak dalam cerpen Keysia dan Preman Tua (C2), yaitu sikapnya yang berprasangka buruk terhadap Tuhan. Sikap tokoh Bapak yang demikian menyebabkan Bapak tidak mau mengerjakan sholat lima waktu. Sikap negatif lainnya adalah seperti yang ditunjukkan oleh tokoh Odi dalam cerpen Wajah di Balik Jendela (C3)yang menunjukkan seseorang yang penakut. Sikap penakut yang dimiliki Odi menjadikannya sebagai anak laki-laki yang cepat panik dan berpengaruh buruk terhadap perkembangan psikologisnya. Nilai-nilai moral yang telah dipaparkan tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pembentukan kepribadian dan watak peserta didik dengan mampu membedakan manakah nilai moral yang harus ditiru dan dihindari. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang beragam seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya sastra, dalam hal ini cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan dan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Implikasi teoritis
73
a. Membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi keterampilan bersastra, khususnya karya sastra cerpen. b. Membuka wawasan akan beragamnya cerpen yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang gaya bahasa serta nilai pendidikan. 2. Implikasi pedagogis Menambah referensi cerpen yang dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada jenjang SMP Kelas VII dengan standar kompetensi kemampuan memahami berbagai hikayat, cerpen Indonesia, cerpen terjemahan. Cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII dapat digunakan sebagai media pembelajaran cerpen yang isinya tidak terlalu serius dan mudah dipahami, namun banyak mengandung nilai-nilai pendidikan. 3. Implikasi praktis a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan penelitian yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah. b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, adalah sikap baik dan nilai-nilai otentik. Dari uraian tersebut dapat diketahui meskipun orang hidup pada zaman kuno sampai modern saat ini manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku yakni moral. Mbawa dan Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat, dan persahabatan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto adalah sikap baik, kepatuhan, dan kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak yang bersedia untuk mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat walaupun Keysia masih anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap untuk tunduk dan mengikuti ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang baik dan benar dalam cerita ini. Dan kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini merupakan kesiapan mental dan fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun dan tak pernah untuk mengandalkan orang lain. Sedangkan nilai moral yang dapat dipetik dari cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani adalah sikap baik dan keberanian. 2. Nilai-nilai moral dalam cerpen pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs tersebut, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat SMP/MTs kelas VII, dalam aspek membaca. Dalam pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah menganalisis teks cerpen baik melalui lisan maupun tulisan, menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen, serta menemukan wujud nilai moral meliputi hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk dengan alam, dan dengan Tuhan, yang
74
75
terkandung dalam cerpen. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang beragam seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya sastra, dalam hal ini cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa. B. Saran Berdasarkan kepada beberapa simpulan yang telah diuraikan di atas, ada beberapa saran yang diajukan oleh penulis, antara lain adalah: 1. Diharapkan pembelajaran karya sastra, khususnya dalam hal apresiasi, tidak hanya ditekankan pada unsur intrinsiknya saja, tetapi juga ekstrinsik. Hal ini dikarenakan, kedua unsur tersebut saling berkaitan satu sama lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan begitu saja. 2. Cerpen yang terdapat pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs merupakan cerpen yang menarik dengan bahasa yang mudah dimengerti peserta didik. Untuk itu, diharapkan bagi pendidik dapat menggunakan cerpen tersebut sebagai salah satu media pembelajaran sastra nantinya. 3. Pembelajaran nilai moral yang tertuang dalam cerpen pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs diharapkan dapat menjadi panutan terhadap perilaku peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari dengan mampu membedakan sikap yang baik dengan buruk dan patut ditiru ataupun tidak.
76
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV. Sinar Baru, 1987. Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, IKIP PGRI Semarang, 2013. tidak dipublikasikan. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2010. Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007. Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008. Diah Rahmawati, “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, IKIP PGRI Semarang, 2011. tidak dipublikasikan. Fenanie, Zaenuddin. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press, Cet.III2002. Hayati, A. dan Masnur Muslich. Latihan Apresiasi Sastra. Surabaya: Triana Media, tanpa tahun. Indrastuti, RR. Novi Kusuji dan Diah Erna Triningsih. Cakap Berbahasa Indonesia Untuk Kelas VII SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Maryati dan Sutopo. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 Untuk SMP dan MTs Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal Karya NH. Dini dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah, 2013. tidak dipublikasikan. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010.
77
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Sayuti, A. Suminto. Cerita Rekaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1980. Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988. Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994. Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawati. Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 Untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Burhan Nurgiyantoro Teori Pengkajian Fiksi Gajah Mada University Press Yogyakarta, 1994. C.Asri Budiningsih Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Pembelajaran Moral PT Rineka Cipta 2008.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan KeAlokasi Waktu Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
: MTs AL FALAH : Bahasa Indonesia : VII/1 : 1-3 : 6 × 40 menit : 7. Memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca : 7.1. Menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
I. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu - menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak menarik disertai alasan; - menceritakan kembali isi cerita. Karakter siswa yang diharapkan :
Dapat dipercaya ( Trustworthines) Tekun ( diligence ) Tanggung jawab ( responsibility ) Berani ( courage )
II. Materi Ajar Teks cerpen III. Metode Pembelajaran Contoh Tanya jawab Latihan IV. Langkah-Langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama, Kedua dan ketiga A. Kegiatan Awal Apersepsi : - Menyampaikan pengantar awal tentang kegemaran membaca dan segala Motivasi : - hal yang berkaitan dengan cerita terjemahan B. Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang tepat melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta didik Menceritakan buku cerita yang pernah dibaca
Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Menanggapi cerita teman Membaca cerita ”Ikan bagi Sang Guru” Menyebutkan tokoh cerita disertai dengan bukti pendukung Bertanya jawab tentang hal-hal menarik pada cerita Mengidentifikasi peristiwa pada cerita Mengerjakan latihan pada buku siswa
Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. C.Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. V. Sumber/Bahan/Alat - Cerita dari majalah, surat kabar, buku kumpulan cerpen - VCD - Narasumber - Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia VI. Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi Mampu menentukan pokok-pokok cerita anak yang dibaca Mampu merangkai pokok-pokok cerita anak menjadi urutan cerita Mampu menceritakan kembali cerita dengan bahasa sendiri secara lisan maupun tulis.
Penilaian Teknik Penilaian Penugasan individual/ kelompok
Bentuk Penilaian Proyek
Tes praktik/kin erja
Uji petik kerja
Instrumen Tentukan pokok-pokok cerita anak yang kamu baca! Rangkailah pokok-pokok cerita itu menjadi urutan cerita! Ceritakanlah secara tertulis dan/atau lisan dengan bahasamu sendiri cerita anak yang kamu baca!
Bentuk tes: lisan No Aspek Penilaian Mengidentifikasi tema, latar, perwatakan, dan nilai dalam 1 cerita anak terjemahan disertai bukti berupa kutipan cerita a. Semua benar (3) b. Sebagian besar benar (2) c. Sebagian besar salah (1) Mengapresiasi karya sastra 5 2 a. Baik (3) b. Kurang baik (2) c. Tidak baik (1) Membuat kalimat positif dan negatif 3 a. Benar (3) b. Kurang benar (2) c. Tidak benar (1) Keterangan Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45 Nilai akhir : Skor yang diperoleh X 100 Skor maksimak
Bobot 5
5
5
Nilai
Bogor, Juli 2014 Mengetahui, Kepala Sekolah MTs AL FALAH
SANUSI, S.Pd.I., M.M.
Guru Mata Pelajaran
MARYATI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah :SMP PLUS DARUSSOLIHIN Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VII/2 Alokasi Waktu : 4 × 40 menit (2 kali pertemuan) Standar Kompetensi : 14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen Kompetensi Dasar : 14.2. Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek) dengan realitas siswa I. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu • menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen; • menentukan latar peristiwa pada cerpen; • menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial. Karakter siswa yang diharapkan :
Dapat dipercaya ( Trustworthines) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) Tanggung jawab ( responsibility ) Berani ( courage ) Ketulusan ( Honesty )
II. Materi Ajar Cerita pendek III. Metode Pembelajaran - Tanya jawab - Latihan - Contoh IV. Langkah-Langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama dan kedua : A. Kegiatan Awal Apersepsi • Membuka kembali ingatan Peserta didik mengenai identifikasi latar dan penokohan Motivasi : • Meringkas cerita dari buku yang telah dibaca B. Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang tepat melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta didik Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek) dengan realitas siswa.
Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; Membaca cerpen ”Dia yang Tereliminasi” Memberikan pendapat terhadap isi cerpen ”Dia yang Tereliminasi” memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. C. Kegiatan Akhir Dalam kegiatan penutup, guru: bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
V. Sumber/Alat/bahan Cerita pendek Novel, cerpen Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia VI. Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi Mampu mendata latar cerpen Mampu mengaitkan latar cerpen dengan realitas sosial masa kini
Penilaian Teknik Penilaian Tes lisan
Bentuk Penilaian Daftar pertanyaan
Bentuk tes: lisan dan tertulis No Aspek Penilaian Meringkas peristiwa pada cerita pendek 1 a. Benar semua (3) b. Benar sebagian (2) c. Salah semua (1) 2
3
Menjelaskan latar suatu cerpen a. Tepat (3) b. Kurang tepat (2) c. Tidak tepat (1) Mengidentifikasi peristiwa dalam cerpen a. Tepat (3) b. Kurang tepat (2) c. Tidak tepat (1)
Instrumen Bagaimanakah latar yang terdapat di dalam cerpen yang kamu dengarkan? Bagaimanakah keterkaitan antara latar yang terdapat di dalam cerpen yang kamu dengarkan dengan realitas kehidupan masa kini?
Bobot 5
Nilai
5
5
Keterangan Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45 Nilai akhir : Skor yang diperoleh X 100 Skor maksimak Mengetahui, Kepala Sekolah MTs AL FALAH
Sanusi, S.Pd.I., MM NIP / NIK : ...................................
Bogor, Juli 2012 Guru Mapel BHS. Indonesia
Maryati NIP / NIK : ..............................
Seruling Gembala, Karya: Arsyad Siddik
Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuas-puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anakanak gembala itu berpantun atau bernyanyi. Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air melawan teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang masih duduk-duduk. Tidak mau mandi bersama teman-temannya yang lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling. Ditiupnya seruling itu. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya. Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke timur tampak kampung Jala danTeluk Bima, ke utara tampak semak panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari. Terdengarlah alunan suara buluh perindu itu memecah kesunyian. Lagu-lagu klasik Bima dibawakannya dengan baik. Lancar sekali jari-jarinya menekan lubang yang berderet. Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baikbaik dari mana suara itu datang. ”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katany asendirian. Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup. ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi. ”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya. ”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Dirumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluk iKawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling .Bagus sekali kelihatannya. Diukir dengan gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu. ”Coba kau tiup, Mbawa,” kata Kawi. ”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu. ”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,”kata Kawi.
1
Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto.*****
2
Keysia dan Preman Tua Karya: Arianto Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya yang dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih sayang yang penuh dari Bapak dan Ibu.Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai suatu saat pabrik garmen tempat Bapak dan Ibu bekerja gulung tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan penjualan. “Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?”Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saataku masih duduk di bangku kelas 5 SD. “Sabar Pak, kita co ba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran. Ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikk. Setelah tidak bekerja pada pabrik garmenter sebut, kehidupan kami mengalami penurunan yang drastis. Ibu mencoba berjualan lauk matang di rumah, dan Bapak mencoba menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di depan perkantoran elit.Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami sekeluarga,“Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluhdan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga. Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku pulang sekolah aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa ember untuk memadamkan api. “Kebakaran... kebakaran ...,” begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik mencari Ibu dan Bapak. “Bang Roni, Ibu mana, Bapak kemana?”tanyaku. Aku pun menangis sekencang kencangnya melihat kejadian itu. Seorang yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam rumah petak kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apapun di rumah. “Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,” begitu ratap Ibu kala itu sambil menggendong adikku, Budi,dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami Ibu.Setelah kebakaran padam, kami sekeluarga tidak mempunyai tempat tinggal lagi. *** Karena tidak memiliki uang dan apapun, akhirnya kami dengan suatu pilihan berat, diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu berjualan di emperan, tinggal di bawah kolong jembatan. “Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang dibuat seolah Bapak bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan3
tumpukan kardus bekas di bawah kolong jembatan. Walau terbuat dari kardus, rumah kami begitu nyaman. Aku nyaman dengan bekap kedua orang tua. Bapak dan Ibu begitu memberi rasa cinta mereka kepada aku dan Budi. Bapak kini berusaha mencari nafkah dengan menarik becak. Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu. Walau hanya makan seadanya, alhamdulillah kami masih bisa makan tiga kali sehari, dengan porsi seadanya. Kulihat Bapak tetap tegar menjalani harinya dan tetap menjalankan sholat lima waktu. Bapak selalu menggunakan baju koko kebesaran yang tersisa dari kebakaran rumah kami yang dulu. “Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap Ibu waktu tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan percakapan Bapak dan Ibu. “Iya, Bu, tapi melahirkan di mana? Bapak tidak punya uang untuk biaya melahirkan. Gimana, ya, Bu?” kulihat Bapak melamun di sana. Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di pojok rumah. “Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyakupolos kepada Bapak. “Becak Bapak disita oleh polisi, Katanya Bapak melanggar peraturan lalu lintas. Polisi mengatakan apa Bapak gak lihat ditiang depan sana ada gambar becak dilarang masuk area sini,” begitu kata Bapak tentangkejadian diambilnya becaknya. Kulihat Bapak menangis di depan rumah kardus kami.Bapak mengepal tangannya sambil memukul tanah tanda kekesalannya. Kekesalantentang garis hidup dan kemiskinan yangmenimpa kami. Dia berteriak, “Aku benci pada-Mu, ya, Allah. Tidak habis pikir aku, pekerjaanku, rumahku dan kini becakku Kau ambil semua. Kenapa, apa salahku, aku benci pada-Mu, ya, Allah!”. Ibu hanya diam, tidak ada sepatah kata, hanya tersenyum dan memeluk Bapak dari belakang, seakan berusaha menenangkan Bapak. Sudah tiga bulan ini Bapak menganggur,dan sejak saat itu kerjaan Bapak cuma luntang-lantung tidak jelas. Ibu mencoba mencari nafkah kami dengan memulung, sedangkan aku dan adikku tetap mengamen. Saat aku mengamen di perempatan lampu merah, kulihat seseorang seperti Bapak melakukan pencopetan dan orang tersebut dikejar-kejar massa. Untungnya orang itu berhasil menyelamatkan diri dari amukan massa. Ketika di rumah aku bertanya kepada Bapak, “Pak, tadi aku lihat seorang pencopet dikejar massa. Kasihan orang itu, Pak. Kenapa dia mencopet, ya, Pak?” Tidak seperti biasanya Bapak yang kukenal ramah membentakku, “Sudahlah, anak kecil tau apa, sih!” Kulihat Bapak memegangi sebuah luka di kakinya yang sama kulihat dengan pencopet yang kulihat sempat terjatuh di lampu merah tadi. Pada awalnya Bapak tidak berterus terang kepada Ibu, aku, dan adikku. Tetapi lamalama kami tahu bahwa Bapak telah bergabung dengan kelompok preman Bang Hasan Palembang, sebuah gang (kelompok) preman yang sering merampok, menodong,dan berbuat kekerasan lainnya. Suatu hari Bapak menyerahkan uang kepada Ibu,“Ini uang dari mana, Pak?” tanya Ibu kepada Bapak.
4
“Sudahlah, kalian tidak perlu tahu!,”bentak Bapak kala itu. Tetapi suatu hari aku melihat tangan Bapak berdarah-darah, seperti habis berkelahi dan banyak kawan-kawan Bapak yang datang ke rumah. “Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.” “Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak membela diri. “Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?”“Aku tidak menyangka kalau sabetanku mengantarnya meregang nyawa.” “Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya, mana mungkin nggak mati.” “Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kirakita tidak usah memperpanjang masalah ini,oke.”Sahabat Bapak yang dipanggil Memetdiam. Aku bercerita kepada Ibu tentang kejadiantadi bahwa Bapak menjadi preman.Tetapi Ibu diam, seakan tidak bisa berkatalagi. “Sudahlah Ika, kalian sekolah saja Biarkan bapakmu mencari uang. Kita doakan saja bapakmu selamat,” ucap Ibu pasrah dengan penjelasanku tentang Bapak. Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan dikelurahan. Dengan begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku. Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan di depan rumah kontrakan. Tetapi Bapak masih dengan kegiatannya menjadi preman jalanan, tetapi sudah tidak seberingas dulu lagi. Bapak hanya memegang lahan parkir, tidak ikut mencopet, menodong atau tindak kekerasan lagi. Dan kini bukanhanya ada aku dan Budi, aku memiliki adik bernama Andi yang lahir di tengah kesusahan ekonomi keluarga kami. Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit. “Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku. Mas Iwan menemui Bapak pada hari Minggu sore. “Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas Iwan. Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras kepala. Bapak kini telah meninggalkan pekerjaannya sebagai preman. Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi. Tetapi mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di hatinya. 5
Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat. “Bapak, biarlah yang dulu kekerasan Pak. Buktinya kini Allah memberi sesuatuyang indah. Budi bisa kuliah seperti mimpi Bapak dulu. Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang yang menyayangi aku dan keluarga kita, serta ada Keysia, cucu Bapak yang sangat mencintai Bapak,” ujarku. Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia ajarin cara sholat.” “Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”Bapak pernah berkata tentang harapannya dia ingin kembali berbakti kepada Allah dan menjalankan perintahnya sebelum dia meninggal. Suatu keajaiban telah terjadi dalam hidupku. Aku melihat Bapak telah melaksanakan sholat Ashar berjamaah dengan Keysia putriku. Alhamdulillah, seorang preman tua telah kembali insyaf dan sholat karena seorang putri kecil yang begitu mencintainya. Keysia, putri kecilku yang cantik yang bisa meluluhkan seorang preman tua dan menuntunnya ke jalan Allah. Bukan karena kepintarannya, tapi ketulusan yang ia pancarkan dari tubuh kecilnya. Aku pun terharu atas kejadian yang kusaksikan. Kupanjatkan doa kepada Allah atas sumua karunia yang telah diberikan kepadaku.
6
Wajah di Balik Jendela Karya: Benny Ramdani
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya taktenteram.Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaandi luar. Ia merasa heran melihat daunpalem yang tumbuhbelum seberapa tinggi itu bergoyang. “Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yanglewat tadi,” pikir Odi menenteramkan hati. Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar.Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamarbang Agus di sebelah kamarnya .“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketikamelihat Odi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajahpucat pasi. “Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup. “Di mana?” Di balik jendela kamar. Aku baru sajamelihatnya,” jawab Odi. Bang Agus langsung menuju kamar Odi,diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidakada benda apapun yang aneh. “Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?”tanya Bang Agus sekali lagi. “Ada muka yang menempel di kaca jendela ini. Tetapi, aku tidak begitu jelas melihatnya. Sepertinya, ia memakai mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya,” Odi mencoba mengingat apa yang dilihatnya. Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah, kamu pasti lagi ngelamun yang tidak-tidakbarusan,” ujar Bang Agus .Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap mengiranya mengada-ada. “Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriaksaja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang baru dialaminya danmeneruskan pekerjaannya. Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yangtergeletak di lantai, dikembalikan ke 1
tempatnya. dua hari yanglalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya, yangkini memenuhi kamarnya.Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirikke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanyakepada Ibek, temannya yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh. Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek. Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi.Sesekali, mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga. “Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi. Sepeninggal Ibek, Odi kembali gelisah. Apalagi, Ibek berpesan agar tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi pura-pura mencari kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak bisa menahan keinginan untuk menoleh ke jendela kamarnya. “Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak.Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru,diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepatdi depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta. “Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru BangAgus kemudian. Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama terngangaketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara. “Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus. Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin. “Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelahHusen mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agussegera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan, dansaling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsungpulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak. “Malam itu, Odi tidur nyenyak tanpa dibayangi ketakutan.Besok, ia ingin Bang Agus mengajarkan bahasa isyarat agar ia juga dapat bicara dengan teman barunya itu. 2