41
Nilai Anak pada Ibu Dewasa Madya Etnis Jawa Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Windy Chintya Dewi
[email protected] Fakultas Psikologi Universitas Surabaya Abstract : There are many factors that affected to the value of children . They are consists of the level of education and culture background. The goal of this research are describe how the value of children with middleage-mother in Javanesse culture with different level of education. The subjects of this research is middle age mother in Javanesse culture who live in Jombang. The everage age is 35 -60 years old and have 1825 years old kids. Based on this research, the conclusion is it created combination value of children which is psychology-economy-social and psychology-social. Even she has the same combination type of the value of children, however, there are special characteristics mother who has low, middle or high level of education. Keywords : Javanesse culture, level of education and Value of Children Nilai
ekonomi
menekankan
pada
keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga. Anak
PENDAHULUAN Ayah, Ibu dan anak merupakan bagian
dinilai memiliki kemampuan untuk menyediakan
dari sebuah keluarga. Keluarga adalah sebuah
kenyamanan ekonomi bagi orangtua. Anak
unit alami yang bersifat timbal balik. Hubungan
digunakan sebagai “aset” dan “alat” untuk dapat
timbal balik akan terjadi melalui interaksi antar
memberikan kenyamanan hidup dalam
anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan anak. Peran-
ekonomi (Hoffman, Thornton & Manis, 1978).
peran yang dimiliki ayah, ibu dan anak dalam
Nilai terakhir adalah nilai sosial, pada nilai ini
sebuah keluarga juga memunculkan interaksi
orangtua menilai anak dapat menjadi penerus
antar anggota keluarga
keluarga dan meningkatkan nama baik orangtua.
(Goldenberg, I
&
Goldenberg, H, 2000). Adanya interaksi ini
Nilai sosial juga
memungkinkan
meningkatkan status sosial keluarga serta harga
munculnya
nilai-nilai
dari
orangtua yang ditujukan kepada anak.
memandang anak
hal
dapat
diri orangtua (Kolhmann, 2001).
Nilai anak (value of children) merupakan
Kolhmann (2001) menyebutkan terdapat
pemaknaan potensi anak untuk pemenuhan
beberapa faktor yang menentukan nilai anak,
kebutuhan orangtua (Kohlmann, 2001). Nilai
salah
anak terbagi atas tiga macam yaitu nilai
Pendidikan yang lebih rendah, pada umumnya
psikologis, nilai ekonomi dan nilai sosial. Nilai
berhubungan dengan lebih rendahnya pekerjaan
psikologis menekankan pada kekuatan emosional
dan karir yang dimiliki orangtua. Hal tersebut
antara orangtua dan anak. Anak dimaknai dapat
memungkinkan munculnya nilai anak ekonomi
memenuhi kebutuhan afeksi orangtua (Hoffman,
karena keinginan orangtua agar
Thornton & Manis, 1978).
ekonomi keluarga dapat terpenuhi.
satunya
adalah
tingkat
pendidikan.
kebutuhan
42 Bukhori (2009) mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
keinginan dan keperluan anak tanpa perhitungan (Geertz, 1983).
luas pengetahuan yang didapatkan. Selain itu,
Beranjak dewasa usia anak, orang-orang
tingginya tingkat pendidikan membuat orangtua
berkebudayaan Jawa pada umumnya memandang
bersikap lebih terbuka (Sulistyaningsih, 2005).
anak sebagai nilai sosial. Ketika anak bertambah
Oleh karena itu, orangtua memiliki pandangan
usia menuju kedewasaan maka anak akan
yang lebih luas termasuk dalam melihat nilai
dianggap “sudah jawa”
anak. Meluasnya pengetahuan orangtua yang
bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat Jawa.
didapat dari pendidikan tinggi memungkinkan
Oleh karena itu, terdapat tuntutan bagi anak Jawa
memiliki pandangan terhadap nilai anak yang
yang mulai dewasa untuk berlaku baik di
tidak hanya berfokus pada materi dan tuntutan
lingkungannya (Geertz, 1983).
saja.
atau sudah dapat
Usia 18-25 tahun, anak sudah pasti Hoffman, Thornton, dan Manis (1978)
dianggap sebagai individu yang “sudah jawa”.
juga mengungkapkan bahwa semakin rendah
Anak dengan usia 18-25 tahun berdasarkan
tingkat
tahapan
pendidikan
maka
semakin
tinggi
perkembangannnya
masuk
dalam
keinginan individu mendapatkan manfaat dari
emerging adulthood yaitu tahapan usia anak
potensi-potensi yang ada pada anak. Orangtua
dianggap sudah beranjak dewasa. Tahap ini
tidak terlalu menghiraukan hubungan emosional
individu mulai lepas dari tanggungjawab keluarga
diantara orangtua dan anak serta penerimaan anak
(Arnett, 2000) namun yang terjadi pada etnis
apa adanya.
Jawa tidak demikian. Segala kebutuhan individu
Perbedaan
budaya
memengaruhi
emerging adulthood pada etnis Jawa yang
perbedaan nilai anak yang diberikan oleh
menjalani
orangtua
Nilai-nilai
tanggungjawab orangtua. Emerging adulthood
budaya tersebut dapat memengaruhi bagaimana
etnis Jawa tetap bergantung pada orangtua hingga
orangtua dalam menilai anak. Budaya sendiri
menikah. Bahkan, ketika menikahpun tidak
adalah keseluruhan produk baik pola perilaku dan
sedikit dari emerging adulthood yang masih tidak
keyakinan dari sekelompok orang yang akan
lepas dari orangtua karena dianggap belum
diturunkan pada generasi selanjutnya (Santrock,
mandiri (Geertz, 1983). Berdasarkan hal tersebut
2002).
maka ibu Jawa dengan anak emerging adulthood
(Trommsdorff,
2003).
Budaya Jawa merupakan salah satu budaya di Indonesia.
pendidikan
masih
menjadi
memungkinkan bila memiliki nilai-nilai anak
Budaya
Jawa
pada
anak
sebagai
nilai
Budaya Jawa terdapat nilai-nilai yang
psikologis ketika anak masih dalam masa kanak-
tertanam pada masyarakatnya. Salah satu nilai
kanak. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan ibu
tersebut adalah wedi, isin dan sungkan. Selain itu,
Jawa yang selalu berusaha melindungi anak dari
juga memiliki sikap batin yaitu sepi ing pamrih,
apapun, memberikan kasih sayang dan cinta yang
rame ing gawe (Geertz, 1983). Sikap nrimo juga
tulus.
menjadi sikap batin bagi masyarakat Jawa
umumnya
memandang
Memberikan
apapun
yang
menjadi
seperti psikologis, ekonomi dan sosial.
43 (Suseno, 1996). Sikap-sikap tersebut melekat
baik keluarga dan tidak menurunkan harga diri
bagi sebagian besar masyarakat etnis Jawa. Selain
orangtua. Oleh sebab itulah nilai-nilai Jawa
sikap, pada budaya Jawa juga terdapat mitos-
tersebut dapat membentuk nilai anak sosial dari
mitos yang menjadi kepercayaannya. Mitos
ibu kepada anak. Selanjutnya, nilai anak ekonomi
tersebut salah satunya adalah banyak anak banyak
dapat tercermin dalam mitos Jawa yaitu banyak
rezeki. Mitos ini berarti semakin banyak memiliki
anak banyak rejeki. Anak dalam hal ini dianggap
anak
sebagai sumber
maka
memiliki
kesempatan
untuk
mendapatkan banyak rezeki. Pengembangan dan penerapan nilai-nilai serta sikap batin tersebut dapat terjadi dalam keluarga. Orangtua dapat menerapkan serta
rejeki orangtua.
Menurut
Kohlmann (2001) hal tersebut masuk dalam nilai anak ekonomi karena memandang anak sebagai “aset” dan “alat” untuk kenyamanan. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendidik anak dengan menggunakan nilai-nilai
menggambarkan bagaimana nilai anak pada ibu
dan sikap batin tersebut melalui interaksi dengan
dewasa madya yang diasumsikan telah memiliki
anak di dalam keluarga. Interaksi dengan anak
anak emerging adulthood. Anak pada usia
dalam budaya Jawa banyak terjadi pada ibu. Hal
demikian sudah muncul banyak peran dan
ini karena dalam struktur keluarga pada budaya
tuntutan sehingga nilai anak dapat mewarnai
Jawa, ibu digunakan sebagai pusat keluarga
pandangan ibu terhadap anak. Penelitian ini juga
(Geertz, 1983). Peran ibu pada etnis Jawa tidak
melihat bagaimana peranan tingkat pendidikan
hanya mendidik dan mengasuh anak, namun juga
dan budaya dapat turut serta memengaruhi ibu
sumber afeksi, pengelola keuangan dan cukup
dalam menilai anak.
terlibat dalam keputusan penting dalam keluarga (Suseno, 1996). Terlebih jika ibu semakin memiliki pendidikan tinggi maka semakin ibu banyak berperan mendidik anak.
METODE PENELITIAN Subjek penelitian sejumlah 165 ibu etnis Jawa yang memasuki dewasa madya. Rentang
Sikap batin yang dimiliki dan diterapkan
usia subjek yang dipilih oleh peneliti yaitu usia
pada ibu etnis Jawa dapat mewarnai cara ibu
35-60 tahun. Diasumsikan subjek dengan usia
dalam mendidik anak. Sikap batin sepi ing
tersebut telah memiliki anak pada tahapan
pamrih, rame ing gawe mengusahakan ibu untuk
emerging
tidak mengharapkan pamrih atas segala yang
Jombang menjadi setting dalam penelitian ini
diperbuatnya. Selain itu, terdapat pula sikap
karena budaya Jawa pada kota tersebut masih
nrimo yang berarti menerima segala sesuatu
kental. Teknik diambil dengan teknik purposive
dengan apa adanya (Suseno, 1996). Apabila
sampling.
dikatikan dengan nilai anak, kedua sikap batin ini dapat digolongkan pada nilai anak psikologis. Nilai-nilai dalam budaya Jawa seperti
adulthood
(18-25 tahun).
Kota
Instrumen untuk mengungkap nilai anak psikologis, ekonomi dan sosial diadaptasi dari angket Matios (2005).
Analisa data
pada
wedi, isin dan sungkan turut pula memengaruhi
penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi
ibu. Anak dididik untuk tidak menjelekkan nama
dan crosstab dengan bantuan program SPSS 16.
44 Angket tersebut telah diuji kembali dengan hasil
alpha cronbach sebesar 0,821 (psikologis), 0,761
faktor loading sebesar 0,715 (psikologis), 0,810
(ekonomi), dan 0,796 (sosial).
(ekonomi) dan 0,675 (sosial). serta dengan nilai
HASIL PENELITIAN Berikut ini akan dipaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan : Tabel 1. Daerah Tempat Tinggal dan Tingkat Pendidikan Responden TP Rendah
Daerah
TP Menengah
TP Tinggi
F
%
frek
%
frek
%
Kecamatan Jombang
24
52.2%
37
69.8%
44
66.7%
Kecamatan Perak
2
4.3%
1
1.9%
2
3%
Kecamatan Diwek
4
8.7%
3
5.7%
8
12.1%
Kecamatan Jogoroto
1
2.2%
2
3.8%
0
0%
Kecamatan Peterongan
1
2.2%
4
7.5%
6
9.1%
Kecamatan Bandar
0
0%
0
0%
2
3%
Kecamatan Kesamben
0
0%
0
0%
1
1.5%
Kecamatan Sumobito
4
8.7%
4
7.5%
2
3%
Kecamatan Mojoagung
0
0%
1
1.9%
1
1.5%
Kecamatan Gudo
4
8.7%
0
0%
0
0%
Kecamatan Ploso
1
2.2%
1
1.9%
0
0%
Kecamatan Tembelang
1
2.2%
0
0%
0
0%
Kecamatan Ngoro
1
2.2%
0
0%
0
0%
Tidak menjawab
3
6.5%
0
0%
0
0%
46
100%
53
100%
66
100%
Kedungmulyo
Total *TP = Tingkat Pendidikan
tingkat pendidikan rendah bertempat tinggal di Hasil penelitian membagi subjek dalam tiga
kecamatan Jombang. Subjek tingkat pendidikan
kategori, yaitu ibu tingkat pendidikan rendah,
menengah paling banyak tinggal di kecamatan
menengah dan tinggi. Tabel 1 memaparkan data
Jombang (69,8%) dan subjek tingkat pendidikan
daerah tempat tinggal dan tingkat pendidikan
rendah juga sebagian besar di kecamatan
responden. Berdasarkan tabel tersebut diketahui
Jombang (66.7%)
bahwa sebagian besar (52.2%) subjek kategori
Tabel 2. Jenis Pekerjaan Ibu
45
Jenis Pekerjaan
TP Rendah
TP Menengah
TP Tinggi
frek
%
frek
%
Frek
%
Ibu rumah tangga
25
54.3%
32
60.4%
2
3.0%
Pembantu rumah tangga
6
13.0%
0
0%
0
0%
Wiraswasta
3
6.5%
5
9.4%
4
6.1%
Jasa pijat
2
4.3%
0
0%
0
0%
Pedagang
5
20.9%
1
1.9%
0
0%
Guru
0
0%
2
3.8%
30
45.5%
PNS
0
0%
2
3.8%
21
31.8%
Staf TU
0
0%
0
0%
1
1.5%
Dosen
0
0%
0
0%
4
6.1%
Karyawan swasta
1
2.2%
3
5.7%
3
4.5%
Petani
1
2.2%
0
0%
0
0%
Tidak menjawab
3
6.5%
8
15.1%
1
1.5%
Total
46
100%
53
100%
66
100%
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa
pendidikan menengah yaitu sebanyak 60.4%.
subjek kategori ibu tingkat pendidikan rendah
Sebaliknya,
ibu
tingkat
pendidikan
paling banyak berprofesi sebagai ibu rumah
sebagian besar berprofesi sebagai guru (45.5%).
tangga (54.3%). Begitu pula dengan ibu tingkat Tabel 3. Nilai Anak pada Ibu Tingkat Pendidikan Rendah, Menengah dan Tinggi TP Rendah
TP Menengah
TP Tinggi
Penerapan Frek
%
Frek
%
Frek
%
Psikologis
3
6.5
2
3.8
6
9.1
Sosial
0
0
0
0
1
1.5
Psikologis-sosial
14
30.4
25
47.2
46
69.7
Psikologis-ekonomi
0
0
3
5.7
1
1.5
Psikologis-ekonomi-sosial
29
63.0
23
43.3
12
18.2
Total
46
100
53
100
66
100
tinggi
46 Tabel 3 menjelaskan data tentang nilai anak pada
sikap tersebut memunculkan beliefs yang berbeda
ibu tingkat pendidikan rendah, menengah dan
dari masing-masing tingkat pendidikan. Beliefs
tinggi. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
tersebut yang akan memperlihatkan nilai anak
bahwa ibu tingkat pendidikan rendah memiliki
yang dimiliki ibu dengan tingkat pendidikan
nilai anak tipe psikologis-ekonomi-sosial (63.0%)
berbeda.
dan psikologis-sosial (30.4%). Nilai anak yang
Ibu dewasa madya etnis Jawa tingkat
muncul pada ibu tingkat pendidikan menengah
pendidikan tinggi, menengah dan rendah sama-
adalah psikologis-sosial (47.2%) dan psikologis-
sama memiliki nilai anak tipe psikologis-sosial.
ekonomi-sosial (43.3%). Terakhir, nilai anak
Kekhasan nilai anak tipe psikologis-sosial pada
yang muncul pada ibu tingkat pendidikan tinggi
tingkat pendidikan rendah adalah ibu hanya
adalah tipe psikologis-sosial (69.7%).
menerima keadaan anak apa adanya tanpa usaha agar anak mendapatkan lebih baik. Tidak adanya usaha
PEMBAHASAN
ini
dipengaruhi
oleh
keterbatasan
Berdasarkan hasil penelitian, ibu etnis
pengetahuan ibu tingkat pendidikan rendah.
Jawa tingkat pendidikan tinggi sebagian besar
Munculnya ketidakberdayaan yang dipelajari
memiliki nilai anak dengan tipe psikologis-sosial.
(learninghelplessness) semakin membuat ibu
Ibu tingkat etnis Jawa
merasa tidak mampu untuk merubah anak
tingkat pendidikan
menengah sebagian memiliki nilai anak tipe
menjadi
psikologis-sosial namun terdapat pula nilai anak
berpengetahuan luas
tipe
yang
banyak informasi. Hal tersebut terinternalisasi
persentasenya tidak berbeda jauh. Ibu etnis Jawa
sehingga membuat ibu tidak berdaya untuk
tingkat
merubah anak.
psikologis-ekonomi-sosial pendidikan
rendah
sebagian
besar
lebih
baik.
Ibu
merasa
tidak
dan tidak mengetahui
memiliki nilai anak tipe psikologis-ekonomi-
Nilai anak tipe psikologis-sosial tingkat
sosial, namun terdapat nilai anak tipe psikologis-
pendidikan menengah ada usaha namun terhalang
sosial yang persentasenya juga tidak berbeda
pengetahuan yang terbatas. Hampir sama dengan
jauh.
ibu tingkat pendidikan menengah, pada ibu Baik budaya Jawa maupun tingkat
tingkat pendidikan tinggi ada usaha maksimal
pendidikan sama-sama mewarnai nilai anak pada
agar anak mendapatkan yang terbaik. Usaha
ibu dewasa madya etnis Jawa. Nilai-nilai seperti
maksimal ini dipengaruhi banyak pengetahuan
nrimo, sepi ing pamrih rame ing gawe dan wedi,
dan infomasi yang dimiliki. Hal tersebut sejalan
isin, sungkan memunculkan beliefs tersendiri
dengan Bukhori (2009) yang mengungkapkan
pada
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka
ibu
etnis
Jawa.
Beliefs
tersebut
menunjukkan nilai anak yang ada pada ibu dewasa madya etnis Jawa. Tingkat
pendidikan
semakin luas pengetahuan yang didapatkannya. Ibu tingkat pendidikan rendah
yang
berbeda
menengah
sama-sama
dan
memiliki nilai anak
memberikan pengetahuan dan memunculkan
psikologis-ekonomi-sosial. Kekhasan nilai anak
sikap yang berbeda. Perbedaan pengetahuan dan
tipe psikologis-ekonomi-sosial pada ibu tingkat
47 pendidikan rendah adalah munculnya harapan ibu
tingkat pendidikan dapat memengaruhi nilai anak
pada anak untuk dapat membantu finansial
yang ada pada ibu.
keluarga serta muncul harapan agar anak dapat merawat ketika tua. Tipe psikologis-ekonomi-
PUSTAKA ACUAN :
sosial pada ibu tingkat pendidikan menengah
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: a theory of development from the late teens through the twenties. APA, 55(5), 469-480.
hanya berharap anak dapat merawat ibu ketika tua. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin rendahnya tingkat pendidikan membuat individu berkeinginan mendapatkan manfaat dari potensipotensi yang ada pada anak. Pendidikan yang
Bukhori, I. (2009). Hubungan tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap prestasi kerja karyawan PT. PLN area pelayanan dan jaringan malang. Jurnal Manajemen Gajayana, 6(2), 163-172.
tinggi membuat orang tua merasa tercukupi sehingga tidak lagi menginginkan apapun dari anak selain pemenuhan kebutuhan kasih sayang (Hoffman, Thornton dan Manis, 1978).
Geertz, H. (1983). Keluarga jawa. (Hersri, Pengalih bhs.). Jakarta: Grafiti Pres.
SIMPULAN Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa nilai anak pada ibu dapat muncul secara kombinasi.
Artinya
bahwa
seorang
psikologis saja, ekonomis saja atau sosial. Berdasarkan
penelitian
ini
memunculkan
kombinasi dari ketiga nilai anak tersebut. Ibu dewasa
madya dengan tingkat
pendidikan tinggi memiliki nilai anak psikologissosial. Ibu dewasa madya tingkat pendidikan memiliki
ekonomi-sosial
nilai
serta
anak
psikologis-sosial.
memiliki nilai anak psikologis-ekonomi-sosial dan psikologis-sosial. penelitian
ini
Hoffman, L.W. Thornton, A. & Manis, J. D. (1978). The value of children to parents in the united states. Journal of Population, 1(2), 91-131. Kohlmann, A. (2001). Fertility intentions in a cross-culture view: the value of children reconsidered. Retrieved, October 1, 2011 from http://www.springerlink.com/content/h084 35r5p32857k5/
psikologis-
sedangkan pada ibu tingkat pendidikan rendah,
Melalui
Goldenberg. I & Goldenberg H. (2000). Family therapy: an overview. California: Brooks/Cole Publishing Company.
ibu
memandang anak tidak hanya murni secara
menengah
Egan, G. (2001). The skilled helper: a problemmanagement and opportunity development approach to helping. USA: Thomson Learning.
juga
dapat
disimpulkan bahwa meskipun memiliki nilai anak dengan tipe yang sama, namun pada subjek tingkat pendidikan tinggi, menengah dan rendah memiliki kekhasan masing-masing. Hal ini berarti
Matios, J. G. (2005). Perbedaan nilai anak bagi orangtua etnis cina kota dan desa. Skripsi (tidak diterbitkan), Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Surabaya. Santrock, J. W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup 5th ed. (A. Chusairi & J. Damanik, Pengalih bhs.). Dalam H. Sinaga & Y. Sumiharti (Eds.). Jakarta: Erlangga. Sulistyaningsih, W. (2005). Kesiapan bersekolah ditinjau dari jenis pendidikan pra sekolah anak dan tingkat pendidikan orangtua. Jurnal psikologia 1(1), 1-8.
48
Sutanto, F. L. (2011). Parental awareness dan value of children. Skripsi (tidak diterbitkan), Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Surabaya. Suseno, F. M. (1996). Etika jawa: sebuah analisisfalsafi tentang kebijakanhidup jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Trommsdorff, G. (2003). Parent-child relations over the life span: a cross-cultural perspective. Journal of KACS International Confe rence, 9-66.