Jurnal Ultima Humaniora, Maret 2013, hal 46-58 ISSN 2302-5719
Volume 1, Nomor 1
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi YULIUS ARIS WIDIANTORO Alumnus Program Studi Filsafat Universitas Indonesia, 2009 Surel:
[email protected] Diterima: 19 Oktober 2012 Disetujui: 26 Oktober 2012
ABSTRACT The discussion on philosophy will never be attractive without the presence of Nietzsche in it. The presence of Nietzsche in philosophy has opened the broadness of how mankind thinks in defining the existence of life. For this reason, post-Nietzsche philosophers acknowledged that Nietzsche’s greatest ambition is to live without the intervention of transcendental ideas. The presence of Nietzsche with his concept on God’s death has contributed to the birth of nihilism concept, which is a new weapon for penetrating Christian heart. God’s death is a method to express that humans are no longer capable to believe on the cosmic system in any way and refusing the absolute values containing the belief where there is an objective and universal moral law which abides in all individuals. God’s appeal has perished thus showing that at a certain time, God is left roaming around as if ordering or controlling the humans. Humans in the past have not possessed the capability to kill God. The era has changed; humans now have the big courage to kill God. Through this provocative idea, Nietzsche aims to present a new value where God is no longer playing the role as the sublime moral standard. Abandoning the belief to God will open paths for human creativities to fully develop themselves. Actually, the idea of nihilism means the collapse of transcendental values where God no longer plays the role as the source of all moral rules. Keywords: Eksistensialisme, eksistensi, nihilisme, infinitas transendental, transvaluasi
Pendahuluan Munculnya Nietzsche di panggung filsafat dengan segala gagasan kontroversialnya membawa eforia bagi manusia dalam rangka memperjuangkan eksistensi. Perjuang an menyangkut eksistensi menjadi begitu penting ketika manusia dalam totalitasnya tidak mendapatkan sarana yang tepat dan situasi yang akomodatif. Eksistensi adalah tentang bagaimana manusia itu berada dan ke-ada-an itu didampingi oleh sejumlah
05-Nihilisme.indd 46
ada-ada yang lain. Adaku sebagai manusia dirumuskan bukan dalam konteks rasional-idealis melainkan melalui berbagai aktivitas yang nyatanya adalah hasil ekspresi diri (agere sequitur esse atau action always follows being). Ada jutaan bahkan milyaran manusia di bumi ini, namun mengapa hanya beberapa orang saja yang namanya dikenang sepanjang masa? Siapakah dia, bukankah sama saja seperti kita? Inilah yang kita sebut sebagai problem eksistensi.
4/18/2013 8:31:11 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
Eksistensi dan kiprah manusia menentukan cara orang merumuskan sesamanya. Secara esensi kita yakin bahwa semua kita adalah sama namun dalam hal eksistensi kita berbeda satu sama lain. Eksistensi inilah yang memengaruhi aktivitas sebagai embrio bagi perumusan hakekat terdalam manusia. Namun demikian kita tidak perlu gelisah karena masing-masing dari kita memiliki kesempatan yang sama untuk memperjuangkan kompleksitas keadaan kita sebagai manusia. Konsep eksistensial yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan dalam kehidupannya. Untuk itu manusia perlu memperbaiki eksistensinya demi sebuah kata adaptasi. Adaptasi bukan sekedar mengubah perilaku, namun juga mengubah pola pikir sebagai upaya untuk mengubah (metamorfosis) diri menjadi manusia sublim. Namun demikian konsekuensi logis dari proses tersebut kerapkali menyeret manusia dalam kompetisi-eskalatif yang tanpa tedeng aling-aling memaksa seseorang meninggalkan doktrin/keyakinan/norma yang selama ini dianutnya sebagai sebuah prinsip kehidupan. Apa yang sebelumnya dianggap sesuatu yang sakral kini tidak lagi memiliki kekuatan apa-apa yang dapat mengatur perilaku manusia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perkembangan zaman telah menyo dorkan nilai baru di mana Tuhan tidak lagi berperan sebagai standar moral yang sublim. Nietzsche adalah penggagas dari pen distorsian nilai-nilai transendental ke dalam suatu nihilisme. Kemampuan dari 1
05-Nihilisme.indd 47
YULIUS ARIS WIDIANTORO
47
dalam diri manusia kini menjadi tolok ukur dari segala sesuatu. Keabsolutan sebuah kebenaran tidak mendapat tempat istimewa dalam seluruh aforismenya. Sebaliknya, nihilismelah yang menjadi satu-satunya alternatif bagi seluruh sistem filsafatnya. Harapan besar Nietzsche ini tentunya didasari oleh keinginannya agar semua manusia yang cerdas mau mening galkan pandangan kuno yang menuntut adanya kebenaran obyektif yang dibangun atas dasar universalitas. Kebenaran bersifat kontingen, tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan-kebutuhan khusus dan pilihan-pilihan dari individu-individu tertentu, pada waktu dan tempat yang berbeda. Melalui Nietzsche, akal benar-benar direkonstruksi menjadi unsur-unsur nonrasional yang memampukan manusia hi dup di dalam ketiadaan makna atau nilai. Pandangan Nietzsche ini di kemudian hari menjadi embrio bagi munculnya gerakan pascamodernisme. Sederhananya, yang dimaksud dengan pascamodernisme di sini adalah gaya hi dup yang ingin dikembangkan cenderung bersifat nihilistik di mana etika/aturan agama yang memuat prinsip-prinsip moralitas tidak lagi menjadi ukuran mutlak bagi manusia sekarang ini. Manusia bebas melakukan segala sesuatu tanpa bayang-bayang infinitas transendental. Kebebasan seseorang sepenuhnya diatur secara auto determinasi–penentuan aku oleh aku–kata aku di sini adalah aku sebagai subyek dan sekaligus obyek, artinya yang menentukan adalah aku dan yang ditentukan juga adalah aku. Hidup adalah aktualisasi diri yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan persoalan mo ral. Uraian di atas adalah salah satu snapshot atau peristiwa tipologis dari ungkap an profetis Nietzsche mengenai the dan-
http://en.wikipedia.org/wiki/Nihilism diakses pada 10 Oktober 2012.
4/18/2013 8:31:11 PM
48
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
ger of dangers–nihilism1. Nihilisme secara otomatis terkait dengan cara pandang Nietzsche terhadap filsafat di mana kebenaran bukanlah sebuah fakta universal tetapi ia tidak lebih dari sekadar perspektif yang menuntun orang pada kesimpulan bahwa tidak ada dunia idea yang berciri ajeg, konsisten dan lain-lain seperti celoteh para filsuf. Sedangkan secara substansial, Nietzsche mengartikan nihilisme sebagai upaya untuk mendevaluasi semua nilai luhur (Tuhan) menjadi tak bermakna, karena nilai selalu mengandaikan adanya dasar-dasar objektif rasional yang menjadi sumber dimungkinkannya menurunkan keputusan-keputusan mengenai tindakan dan keadaan apa yang lebih baik atau buruk. What does nihilism mean? That the highest values devaluate themselves (Nietzsche, 1968:9). Cara inilah yang rupanya ditengarai mampu membuka jalan bagi kemampuan-kemampuan kreatif manusia untuk berkembang sepenuhnya. Tuhan yang diyakini sebagai sumber pemaknaan dunia, tidak akan lagi menghalangi perilaku manusia, sehingga manusia boleh berhenti mengalihkan mata mereka dari wilayah adikodrati yang penuh dengan ornamenornamen atau khayalan utopis. Filsuf pasca-Sokrates, khususnya Plato, dituding sebagai biang kerok dari kekacauan pola pikir masyarakat Eropa de ngan konsepnya mengenai idea. Gagasan inilah (idea) yang di kemudian hari oleh agama Kristen dan juga para filsuf dianggap sebagai sebuah pewahyuan bagi tradisi metafisika Barat yang sarat dengan tirani/permainan. Pada dasarnya gagasan yang diusung Plato mengenai dunia idea yang permanen, abadi dan tak lekang dimakan zaman merupakan bentuk konkret rendahnya ketidakmampuan manusia berkata “YA pada kehidupan” (Ja-sagen). Plato menjadi pemikir pra-kekristenan yang ti-
05-Nihilisme.indd 48
Volume 1, 2013
dak mampu menjawab problem riil dari kehidupan di dunia ini dan sebagai kompensasinya ia mengarahkan manusia pada keidealan dalam dunia maya yang ia sebut sebagai dunia riil. LABIRIN HIDUP NIETZSCHE Rasanya belum pernah ada seorang filsuf yang memiliki riwayat hidup sedemikian kompleks seperti halnya Nietzsche (menjengkelkan, mempesona, menggelitik, tragis dll). Kemunculan Nietzsche dengan seluruh maha karyanya memang mengakibatkan benturan rasio yang cukup hebat. Betapa tidak. Seseorang yang masa kecilnya sangat relijius tiba-tiba berubah drastis menjadi psikopat yang meluluhlantakan sistem keyakinan yang selama ini dianutnya. Layaknya orang yang berperangai jahat yang akhir hidupnya selalu diuraikan secara tragis. Demikian juga dengan perjalanan hidup Nietzsche yang diwarnai dengan penderitaan panjang yaitu sakit jiwa (gila) tanpa bisa diobati. Mungkin saja sebagian orang beranggapan bahwa semua peristiwa tersebut tidak lain adalah konsekuensi teologis atas usahanya membunuh Tuhan. Kendati demikian kita harus memberikan apresiasi besar bagi Nietzsche karena lewat pemikiran-pemikirannyalah filsafat menjadi sadar bahwa dirinya tidak lebih dari sekedar episode kecil dari seluruh sistem pengetahuan. Kita perlu menyadari bahwa gagasan kontroversial Nietzsche tidak serta-merta lahir dari khayalannya tetapi melalui proses panjang yang cukup melelahkan. Peri bahasa “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” nampaknya tidak relevan jika dilekatkan pada sosok Nietzsche. Pasalnya, ia tidak menjadikan profesi luhur keluarganya sebagai referensi bagi seluruh tindakannya. Ia justru mendapatkan banyak imunisasi intelektual dari orang-orang di luar keluar-
4/18/2013 8:31:11 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
YULIUS ARIS WIDIANTORO
49
ganya. Mungkinkah Nietzsche ditakdirkan menjadi seorang ateis radikal ataukah ini hanya letupan dari ketidakpuasan dirinya melihat sistem berpikir manusia zamannya yang sudah terkontamiasi dengan infinitas transendental yang tanpa disadari telah mengalokasikan manusia pada persoalan remeh-temah yang berwatakkan locus theologicus? Pertanyaan ini dengan sendirinya akan terjawab setelah kita menelusuri jejak hidup filsuf ini. Dalam bagian ini, secara khusus penulis menyajikan potret hidup Nietzsche supaya kita bisa menyaksikan dengan jelas bagaimana ia mengalami perubahan drastis dari seorang yang super relijius menjadi psikopat.
Lengkap sudah apa yang Nietzsche cari dan butuhkan. Ia mempunyai segalanya yang tidak dimiliki anak-anak lain seusianya. Apalagi ia berada di sekeliling orang yang mencintainya. Ayahnya selalu meluangkan waktu untuk bercengkrama de ngannya dan saudara-saudaranya, sehingga Nietzsche sangat mengagumi dan mengidolakan sosok Ludwig Nietzsche sebagai ayah yang penuh dengan kasih sayang. Itu sebabnya kebersamaan dengan ayahnya ia lukiskan seperti hari-hari musim semi yang cerah (Hollingdale, 1985:19). Di tambah lagi dengan peranan ibunya Francisca Öhler yang juga memberi warna indah dalam keluarga ini. Mereka adalah keluarga rohaniwan yang taat beragama, sehingga keharmonisan dan keselarasan 1) Nietzsche dan Pengalaman Hidupnya: menjadi bagian penting dari kehidupan keSebuah Sketsa Historis luarga ini. Situasi semacam ini dimanfaat15 Oktober 1844 menjadi momentum kan kedua orangtuanya untuk menginterberharga bagi khazanah perfilsafatan, nalisasikan nilai-nilai Kristiani dalam diri karena pada hari itu juga lahirlah seorang sang anak, khususnya Nietzsche, yang menabi akhir zaman yang memaklumatkan mang dipersiapkan untuk melanjutkan eskematian Tuhan. Nietzsche lahir bertepa- tafet kependetaan dari kakek dan ayahnya. tan dengan Hari Ulang Tahun Raja Prusia Hal ini di kemudian hari melahirkan (Jerman) Friedrich Wilhelm. Karenanya se- spekulasi psikologis yang membuat Nibagai rasa hormat sekaligus bangga, kedua etzsche kecil sangat populer dengan sebuorangtuanya membubuhkan nama yang tan pendeta kecil. Kebahagiaan yang baru sama pada putra tercintanya, Nietzsche. saja terajut ini dengan sekejap sirna ketika Nietzsche pun nampaknya sangat senang pada 30 Juli 1849 ayahnya meninggal dunia. dengan hal itu, karena hari kelahirannya Waktu itu Nietzsche baru berumur empat seolah disambut meriah seluruh masyara- tahun. Setahun kemudian disusul kemakat Jerman masa itu, sehingga ia mengaba- tian Joseph, adiknya. Sepeninggal ayahnya, dikan kebanggaannya tersebut dalam bu- Nietzsche banyak didominasi oleh ibunya, kunya Ecce Homo: dikarenakan Nietzsche satu-satunya anak lelaki yang masih tersisa dalam keluarga As I was born on 15th of October, the birthday of Ludwig Nietzsche. Sejak saat itu, Nietzsche the king above mentioned, I naturally received lebih banyak menghabiskan masa kecilnya the Hohenzollen names of Frederick William. There was at all events one adventage in the bersosialisasi dengan perempuan. choice of this day: my birthday throughout my Memasuki usia enam tahun Nietzsche entire childhood was a public holiday. I regard it mendapatkan beasiswa bersekolah di Gymas a great privilege to have had such a father: it nasium, kira-kira lima mil dari kota Naumeven seems to me that this exhausts all that I can burg. Tetapi empat tahun kemudian atas claim in the matter of privilege (Ecce Homo #3, 1965:41). inisiatif ibunya, Nietzsche diboyong ke
05-Nihilisme.indd 49
4/18/2013 8:31:11 PM
50
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
sekolah schulpforta dan tinggal di asrama sampai akhir studinya untuk mendalami bahasa Yunani, Latin dan Ibrani. Namun karena begitu rumitnya tata bahasa Ibrani, maka hanya bahasa Yunani dan Latin saja yang dipelajari secara khusus olehnya. Pada masa-masa ini, seperti dikutip oleh Hans Küng, Nietzsche masih menunjukkan sikap rohaninya kepada teman-temanya yang kemudian diungkapkan oleh sahabat karibnya demikian: Ketika para calon penerima sakramen penguatan menuju altar dengan berjalan berdua-dua, dan berlutut di depan altar, Nietzsche juga berlutut. Sebagai sahabat karibnya, aku berlutut bersama-sama dengannya. Aku ingat betul suasana kekudusan dan rasa lepas bebas dari dunia yang meliputi kami sebelum dan sesudah penerimaan sakramen penguatan. Kami seolah sudah benar-benar disiapkan di sana dan kemudian mati agar dapat bersatu dengan Kristus. Semua pikiran, perasaan, dan kegiatan kami terasa lebih bersinar daripada keceriaan dunia wi. Ini semua tentu saja sebuah luapan artifisial yang tidak bisa bertahan sangat lama (Sunardi, 2006:38-39).
Di sekolah schulpforta ini Nietzsche dikenal sebagai anak yang jenius dan memiliki ketajaman pikiran yang brilian. Selain itu kelembutan sikapnya membuat ia disenangi teman-temannya dan bersamasama dengan temannya, Nietzsche meng awali ketertarikannya pada dunia seni, khususnya pada karya-karya gubahan Richard Wagner (1813 – 1883). Bersama dengan kedua rekannya, Wilhelm Pinder dan Gustav Krug, Nietzsche membentuk komunitas pecinta sastra yang diberinya nama Germania. Komunitas ini berusaha menjajaki kedalaman makna sastra klasik Yunani yang lahir dari pemikiran jenius para sastrawan. Namun di sini pulalah menjadi momen penting bagi Nietzsche, di mana ia mulai melakukan transaksi iden-
05-Nihilisme.indd 50
Volume 1, 2013
titas antara tunduk pada kemauan ibunda tercintanya atau mengikuti gejolak hatinya. Sebenarnya lewat tulisannya Ohne Heimat (Tanpa Kampung Halaman) sudah terdeteksi perilaku liarnya yang ingin bebas dan dipahami oleh khalayak ramai: Flee horses bear me, without fear or dimness, through distant places. And whoever sees me knows me, and whoever knows me calls me: the homeless man. No one to ask me where my home is: perhaps I have never been fettered to space and flying hours, am as free as an eagle (Hollingdale, 1985:25).
Bebas dari beban dan bebas juga memi lih beban menjadi persyaratan mutlak bagi Nietzsche yang sudah mulai meragukan keyakinannya pada iman Kristen. Pilihan ini dibuktikan dengan perilaku Nietzsche yang kerapkali menenggak minuman keras bersama dengan teman-temannya hingga mabuk walaupun belum secara frontal mendeklarasikan dirinya sebagai freethinker. Pertengahan 1865, Nietzsche kembali menambatkan dirinya di dunia kampus tepatnya di Leipzig dengan memperdalam ilmu filologi di bawah bimbingan Friedrich Wilhelm Ritschl (1806 – 1876). Tangan dingin Ritschl mampu membuat Nietzsche menjadi mahasiswa berprestasi dan memperoleh penghargaan atas karyanya yang pertama dalam Rheinisches Museum für Philologie. 2) Nietzsche dan Richard Wagner: Duet sekaligus Duel Siapakah Wagner? Wilhelm Richard Wagner adalah seorang komposer besar di Jerman yang menggarap karyanya dengan ciri khas yang sangat kontroversial, termasuk nantinya akan memengaruhi hubung annya dengan Nietzsche. Pada 1845, Wagner menggarap sebuah opera berjudul Tannhäuser yang dengan cepat mendapat
4/18/2013 8:31:11 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
YULIUS ARIS WIDIANTORO
51
liar (di luar kewajaran) dan lebih memprioritaskan kebudayaan yang penuh dengan kelembutan, ketertundukan dan lain-lain yang dianggap perilaku luhur/mulia. Sementara kebudayaan klasik Yunani justru memadukan dua unsur kebudayaan yang berbeda. Namun baik Nietzsche maupun Wagner justru menilai kebudayaan inilah (budaya klasik Yunani) yang merupakan kebudayaan sejati karena mampu mengharmonisasikan antara kekuatan untuk hidup dan kekuatan kreatif (Dionysian dan Apollonian). Seni merupakan media untuk menggi ring manusia pada pemahaman yang komprehensif mengenai dunia. Dionysian dan Apollonian adalah perpaduan dua karakter yang berbeda namun memungkinkan terjadinya sikap toleransi dalam menghadapi hidup. Bangsa Yunani adalah bangsa yang yang telah menunjukkan kegigihannya mengatasi segala penderitaan dan mampu menuangkan pengalaman hidupnya melalui panggung seni sebagai pembelajaran bagi generasi berikutnya tentang makna hidup yang sejati. Karena pengalaman hi dup yang penuh dengan gejolak menyim “All things considered, I could never have surpan gejala estetik yang dapat dijadikan vived my youth without Wagnerian music. For bahan permenungan dan rekonstruksi arI seemed condemned to the society of Germans. If a man wishes to rid himself of a feeling of tistik, maka eksistensi dan dunia tampak unbearable oppression, he may have to take to saling membenarkan: the sublime is artistic hashish. Well, I had to take to Wagner. Wagner subjugation of the awful (Abidin, 2000:90)2. is the counter-poison to everything essentially Hadirnya Wagner membuat keyakinan NiGerman.” (Ecce Homo “Why I am a Fatality? etzsche semakin mantap untuk menyadar# 6, 1954:845). kan masyarakat Jerman dari keterpurukan ideologis yang disebabkan pengaruh rasioMelalui pementasan seni, masyarakat nalis-idealis. Ditambah dengan kharisma Jerman dihimbau agar kembali dari ke- Wagner yang begitu luar biasa, Nietzsche budayaan Yahudi-Kristen menuju pada tak sanggup menahan keterpesonaannya budaya klasik Yunani. Kebudayaan Yahu- untuk kembali menghidupkan kebudaya di-Kristen yang ada pada masa itu dinilai an Yunani klasik. Bahkan pernah satu kali cenderung mengesampingkan kebudayaan Nietzsche ingin mengambil langkah spereaksi dari berbagai pihak, sehingga pada 1848 ia harus mengasingkan diri ke wilayah Zurich dan di sinilah ia menyiapkan karya nya yang sangat terkenal yaitu trilogi Ring (Der Ring des Nibelungen). Sepulangnya dari pengasingan, Wagner kembali mementaskan karya-karya kontroversialnya. Pementasan Tristan und Isolde dan Die Meistersinger von Nürnberg yang diolah dengan sangat cermat dan indah oleh Wagner membuat Nietzsche jatuh cinta padanya. Wagner menampilkan karya yang indah dan sangat menonjolkan kebudayaan unggul dari Yunani klasik. Seni garapan Wagner mampu menghadirkan nuansa estetik kebudayaan klasik yang begitu dikagumi Nietzsche. Karenanya dalam buku The Birth of Tragedy from the Spirit of Music (Die Geburt der Tragödie aus dem Geiste der Musik), Nietzsche mengemukakan teori tentang asal-usul seni atau sandiwara tragedi Yunani dan memperlihatkan bagaimana opera-opera serta pementasan musik garapan Wagner begitu sangat berkualitas dan perlu disambut baik oleh masyarakat Jerman masa itu.
2
05-Nihilisme.indd 51
Mengutip Gassner, John. (2002). The Reader’s Encyclopedia of World Drama: A Crowell reference book. New York: Courier Dover Publications, hlm. 999.
4/18/2013 8:31:11 PM
52
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
kulatif yaitu meninggalkan seluruh kariernya demi melayani sang maestro Wagner. Nietzsche melihat adanya ego dalam diri Wagner sebagai suatu kebutuhan untuk mendominasi orang lain dan untuk memaksakan kekuatannya atas khalayak ramai, sehingga orang dibuat tunduk untuk melakukan segala hal seperti yang dikumandangkan Wagner dalam karya seni nya (Jackson, 2003:18-19). Kekaguman Nietzsche terhadap Wagner ternyata tidak bertahan lama. Mahakarya Wagner dalam opera Parsifal dituduh sebagai bentuk persekutuan Wagner de ngan kekristenan, dan itu artinya Wagner telah berkhianat terhadap kebudayaan Dionysian dan Apollonian. Dengan nada sinis Nietzsche menilai Wagner sebagai sastrawan gadungan yang mau dimanfaatkan oleh rezim otoriter berupa dogma agama. Kritik pedasnya dituangkan Nietzsche dalam buku The Case of Wagner (Der Fall Wagner). Wagner menyanjung setiap bentuk Kristenitas dan setiap bentuk serta ekspresi relijius dari dekadensi…Richard Wagner,..seorang romantik pikun dan putus asa, tiba-tiba hancur sebelum tahta suci. Apakah sudah tidak ada lagi manusia Jerman yang punya mata untuk melihat, dan hati untuk meratapi pemandangan yang mengerikan ini? Apakah cuma aku yang menyebabkan ia begitu menderita? Mungkin akulah satu-satunya pengikut Wagner yang telah merusak seluruh karyanya… Ya, aku adalah anak dari zaman ini seperti halnya Wagner, merupakan seorang dekaden: tetapi aku berusaha menyadarinya dan kemudian memberikan perlawanan sengit terhadapnya. (Abidin, 2000:93).
Opera Parsifal membuat Nietzsche menderita kemarahan neurotik. Pasalnya,
3
Volume 1, 2013
ia dulu adalah pengagum fanatik Wagner, bahkan ia pernah menyebut Wagner sebagai Tuhan dan agama barunya. Di mata Nietzsche, ketajaman dan keberanian Wagner mengobrak-abrik tatanan kosmis masyarakat Jerman berubah menjadi seorang pengecut yang mengiyakan seluruh moralitas kekristenan. Menurut Edward (1972:508) selain karena kekecewaan Nietzsche atas sikap Wagner yang mendukung eksistensi moralitas kekristenan, ia juga menemukan hal lain yang perlu kita ketahui bersama: pertama, dalam buku The Case of Wagner, Nietzsche berseloroh one can not serve two masters when one is called Wagner3; kedua, perkembangan pemikiran Nietzsche sendiri yang mulai mengalihkan perhatiannya pada sosok Voltaire (1694 -1778) serta pola tulisannya yang sangat menekankan romantik menjadi aforisme pasca model Perancis romantik. Namun duel antara Nietzsche dengan Wagner merupakan indikasi bahwa sebenarnya Nietzsche adalah seorang yang berjiwa Apollonian yang tidak mampu melihat perbedaan secara arif. Ada kesan Nietzsche tidak bisa memperdamaikan sikap ambivalen dalam dirinya. benar-benar aneh, kenyataan perilakunya merupakan ingkaran dari seluruh gagasannya. Tapi itulah Nietzsche, gagasannya tidak pernah bisa dikonseptualisasikan secara jelas. Bisa jadi ini ada kaitannya dengan gaya filsafatnya yang sangat aforistis di mana tidak ada satu kesatuan yang utuh yang membentuk makna jelas dalam tulisannya: kontradiksi akan selalu mewarnai filsafat dan ide-ide provokatifnya. Pada tahapan inilah Nietzsche pun mulai menegasikan eksistensi dan intervensi Tuhan dengan segala macam nilai/
Bdk. Kaufmann, W. A.. (1974). Nietzsche: Philosopher, Psychologist, Antichrist. Princeton: Princeton University Press, hlm. 34.
05-Nihilisme.indd 52
4/18/2013 8:31:12 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
standar moral dalam sirkuit kehidupan. Setelahnya, ia mampu mempopulerkan jargon “Tuhan sudah Mati dan Kitalah Para Pembunuhnya.” Tuhan tidak lain adalah penjara jiwa yang tanpanya seolah-olah manusia tidak mendapatkan garansi keselamatan di kehidupan berikutnya. Selain itu sistem keyakinan penuh dengan sejumlah aturan (baca: nilai) yang merepresi potensi manusia menjadi tunduk dalam ketakberdayaan. Menggagas Kematian Tuhan The good—they cannot create; they are always the beginning of the end. They crucify him who writes new values on new law tables; they sacrifice the future to themselves; they crucify the whole future of humanity! The good—they are always the beginning of the end. And whatever harm the slanderers of the world may do, the harm of the good is the most harmful of all (Nietzsche, Ecce Homo, “Why I am a Destiny”)3.
YULIUS ARIS WIDIANTORO
53
nusia tertekan oleh sejumlah norma-norma kehidupan yang secara sublimal kesalahan dari menjalankan norma tersebut adalah dosa. Nietzsche sadar betul bahwa manusia harus melepaskan diri dari intervensi ilahi dan sejumlah nilai tertentu menuju pada tahapan/kehidupan tanpa nilai karena justru hidup tanpa nilai itulah syarat mutlak bagi perwujudan hidup yang bermakna. Untuk itulah wajar apabila manusia menegasikan eksistensi Tuhan dengan segala pemaknaan absolutnya supaya manusia mampu memasuki ruang baru yang tak bertuan. Pada bagian berikut, penulis akan menunjukkan skema terbentuknya nihilisme dengan berbagai macam akibatnya bagi kehidupan manusia. Keniscayaan Nihilisme
Sejumlah asumsi spekulatif muncul se bagai upaya mempertanyakan kelahiran nihilisme. Nihilisme hanyalah semacam Ungkapan Nietzsche di atas menggam- abstraksi yang dibuat manusia pasca Nibarkan bagaimana ia memahami dunia etzsche jadi bukan serta-merta ide orisinil sebagai realitas yang perlu dijalani tanpa filsuf fenomenal itu. Dengan memperhamempersoalkan baik dan buruk sebagai tikan gelaja-gejala psikologis dan cecerstandar moral yang mutlak. Telah lama ma- an-ceceran tulisan yang tidak terbingkai nusia berada dalam cengkeraman kekuatan dalam sistematika yang jelas, pembaca adikodrati (baca: Tuhan/nilai) yang tanpa tergiring pada asumsi bahwa Nietzsche disadari telah melucuti semua potensi vital secara eksplisit tidak pernah memaparkan manusia. Manusia perlu nuansa baru, yaitu gagasan nihilisme: Apakah betul demikian? nuansa yang bebas dari segala macam nilai Menurut hemat penulis, nihilisme merudan nuansa yang lebih akomodatif bagi se- pakan gagasan inti filsafat Nietzsche yang luruh kreativitas masing-masing individu. sudah jenuh terhadap situasi masa itu. LaTuhan kini tidak lagi akomodatif dan gipula hampir seluruh bukunya diwarnai aspiratif bahkan sangat menakutkan kare- dengan konsep nihilisme, jadi tidak mungna selalu mengamati perilaku manusia, kin nihilisme lepas konteks dari Nietzsche. sehingga ruang kebebasan manusia terNihilisme tidak pernah bisa dilepaspojok dan nyaris hilang padahal ekspresi kan dari sosok Nietzsche, seolah berbicara kebebasan itulah yang mengindikasikan mengenai nihilisme berarti membicarakan betapa luhurnya eksistensi manusia. Ma- Nietzsche, begitu juga sebaliknya; walau-
3
05-Nihilisme.indd 53
Lihat versi lengkapnya di http://www.lexido.com/EBOOK_TEXTS/ECCE_HOMO_.aspx?S=15
4/18/2013 8:31:12 PM
54
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
pun sebenarnya ada begitu banyak konsep nihilisme yang digagas oleh filsuf lain di luar Nietzsche, khususnya para filsuf eksistensialis. Berikut salah satu definisi yang cukup memadai untuk memahami apa itu nihilisme. Nihilism (from Latin: nihil – nothing) is a philosophy of negation, rejection or denial of some or all aspect of thought or life. For Nietzsche, there is no objective order or structure in the world except what we give it (Crosby, 2000:632; Pratt, 2005).
Tentunya definisi di atas hendak menjabarkan tentang bagaimana manusia ber upaya melepaskan ketergantungan pada siapapun dan apapun kecuali pada kekuatan diri sendiri. Nihilisme adalah kepercayaan bahwa semua nilai tidak memiliki dasar dan atau tidak dapat diketahui serta dikomunikasikan. Nihilisme kerapkali diidentikkan dengan pesimisme ekstrim/ keraguan radikal yang menghukum dan mengutuk keberadaan. Efek munculnya nihilisme yaitu hancurnya semua moral, reli gius, gagasan metafisis serta mempercepat krisis terbesar di dalam sejarah manusia. Nihilisme merupakan sebuah manifesto identitas dan juga munculnya perasaan defisit kepercayaan terhadap semua tatanan kosmis/Tuhan yang tidak relevan jika dilekatkan pada perkembangan zaman dewasa ini. Dengan adanya Tuhan, usaha manusia untuk meng-up grade diri menjadi terhala ngi atas nama Tuhan dan moralitas. Akibatnya manusia menjadi terpuruk dalam ketakberdayaan menyaksikan tragedi diri nya sendiri yang telah tercerabut dari determinasi diri. Gagasan nihilisme yang diusung Nietzsche bertujuan pada terciptanya suatu ketiadaan makna, karena justru dalam ketiadaan makna itulah manusia baru benar-benar merasakan makna hidupnya.
05-Nihilisme.indd 54
Volume 1, 2013
Dengan demikian akses manusia terhadap kekuatan adikodrati seketika itu juga pupus, sehingga manusia dalam seluruh perilakunya tidak khawatir lagi akan ada nya bayang-bayang ilahi sebagai penjaga moral dan pemberi nilai. Nietzsche menandai nihilisme sebagai usaha mengosongkan dunia terutama manusia dalam hal pencapaian makna kehidupan melalui kekuatan transendental. Nietzsche mengisyaratkan di mana ni hilisme bisa menjadi satu kepercayaan ekstrim, karena manusia sebagai individu didesak untuk membuang harapan apa pun, sehingga dengan begitu kita menemukan alternatif lain yang terdapat dalam diri kita sendiri. Struktur objektif yang diinstitusionalisasi melalui sistem keyakin an/kepercayaan adalah bentuk pembodoh an dan kebohongan paling fatal yang jika dibiarkan lambat laun akan menggerogoti aspek fundamen manusia sebagai sebuah entitas. Distorsi nilai-nilai transendental ini ke dalam suatu nihilisme menjadi satu-satunya alternatif bagi seluruh sistem filsafat Nietzsche. Nihilisme adalah nama dari sejarah per gerakan pemahaman manusia yang mencoba memprofanasikan Tuhan dalam ke takbermaknaan, sehingga melaluinya manusia kembali menemukan identitasnya sebagai makhluk yang bereksistensi seperti pada masa-masa berjayanya budaya klasik Yunani. Dengan kata lain nihilisme adalah proses atau upaya mendevaluasi seluruh dominasi infinitas transendental menjadi nol (tidak bermakna), supaya semua yang ada kehilangan makna. Nietzsche yakin betul bahwa keberhasilan manusia menihilkan segala macam bentuk kekuatan absolut atau semua nilai tertinggi yang selama ini dihayati oleh manusia untuk mengafirmasi seluruh kehidupan merupakan prestasi besar yang perlu dirayakan sepanjang zaman oleh
4/18/2013 8:31:12 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
mereka yang mencintai hidup dan memaknai hidup dari perspektif eksistensinya. Nihilisme merupakan hasil logis dari proses kematian Tuhan. Kekuatan absolut yang selama kurun waktu tertentu berperan besar bagi kelangsungan hidup manusia kini dianggap tidak relevan lagi karena manusia telah berhasil menemukan dirinya sebagai makhluk berpotensi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, nihilisme secara inheren terkait dengan problem moralitas yang diusung oleh agama Kristen di mana selama ini moralitas atau nilai tersebut telah menjadi semacam prinsip eksterioritas bagi kelangsungan hidup manusia. Hal ini disinyalir memberi ruang gerak bagi terciptanya budaya totaliter di mana segala sesuatu tidak dilihat berdasarkan fragmentasi eksistensi melainkan dilihat dalam bingkai uniformitas atau secara si ngular. Sederhananya, nihilisme adalah persoalan eksistensi yaitu eksistensi yang bebas dari intervensi: existential nihilism contend that human existence has no purpose, value or justification. There is no reason to live, and yet we persist in living (Craig, 1998:2). Bagi seorang nihilis, dunia ini terutama menyangkut eksistensi manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan apapun yang dapat dijadikan pegangan hidup. Mereka juga menolak keberadaan pencipta moral sejati, karena itu kehidupan tidak memiliki arti dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain. Bahkan lebih dari itu para nihilis beranggapan bahwa de ngan datangnya nihilisme maka akan terjadi pula krisis kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah. Karena itu tepatlah ungkapan Alan R. Pratt, Professor of Humanities di EmbryRiddle Aeronautical University, Daytona Beach, Florida (USA). Menurutnya, Inevitably, nihilism will expose all cherished beliefs and sacrosanct truths as symptoms of a defective Western mythos. This collapse of meaning, relevance, and purpose will be the
05-Nihilisme.indd 55
YULIUS ARIS WIDIANTORO
55
most destructive force in history, constituting a total assault on reality and nothing less than the greatest crisis of humanity (Pratt, 2001, 2005).
Nihilisme suatu saat akan menjadi kepercayaan yang dianggap paling suci dan semua orang akan menghargainya karena melaluinya manusia bisa merumuskan eksistensinya di dunia ini tanpa harus merasa takut dan kuatir. Nihilisme meng hendaki adanya sikap tegas dan tidak kompromi terhadap semua aturan moral. Dari paparan di atas kita dapat menyim pulkan mengapa harus melalui nihilisme agar manusia mencapai suatu kualitas hi dup yang bebas dari gagasan transendental. Hal ini tentunya jelas bagi kita bahwa nihilismelah yang telah berjasa menyelamatkan manusia dari kesewenang-wenangan Tuhan terhadap manusia khususnya dalam bereksistensi. Namun demikian nihilisme tidak akan pernah terjadi tanpa kematian sumber pemaknaan absolut yaitu Tuhan. Absurditas kebenaran Filsafat modern melulu difokuskan pada pemenuhan hasrat akan pengetahuan alih-alih menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut pertarungan hidup dan problem eksistensi dari manusia. Rasionalisme maupun idealisme terlampau tinggi dan tidak berdiri di atas realitas (Kebung, 2008:82). Manusia modern melalu kekuatan rasionya berupaya menguasai segala macam aspek kehidupan dan pengetahuan dalam satu bahasa yaitu uniformitas. Segala bentuk perbedaan dan macammcam karakteristik sebisa mungkin diupayakan agar mengerucut pada suatu gagasan tunggal di mana interpretasi yang benar merupakan akomodasi dari seluruh perbedaan yang telah disatukan dalam singularitas. Hal ini tentu saja menyulut emosi Nietzsche yang memang sedang mem-
4/18/2013 8:31:12 PM
56
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
perjuangkan partikularitas dengan cara me nihilkan segala bentuk keabsolutan. Nietzsche memandang bahwa kebenaran atau sistem pengetahuan tidak dapat di kerangkeng dalam satu bahasa atau keyakinan tunggal. Kepercayaan seseorang terhadap ke yakinan tunggal merupakan bentuk de kadensi daya vital manusia. Manusia lebih terobesesi dalam gagasan transendental sebagai usaha mengalihkan diri dari fatalisme hidup. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup dalam kekosongan nilai/makna. Bagi Nietzsche justru dengan absurdnya kebenaran sebagai sistem pengetahuan akan menghantarkan manusia pada tujuan utamanya yaitu menjadi manusia unggul yang mampu mengafirmasi hidup sekalipun tak ada jaminan mengenai tujuan hidup seperti yang telah dipatokkan oleh para tawanan moral sebelumnya. Bagi Nietzsche, intinya adalah bahwa kebenaran adalah tidak adanya kebenaran. Kebenaran hanyalah suatu ego atau semacam sudut pandang perasaan dan pikiran yang memikirkan keagungan yang mengajarkan manusia untuk resisten terhadap kehidup an yang serba kacau (chaos) ini. KESIMPULAN Jika nihilisme adalah suatu keharusan, maka sudah barang tentu kita tidak bisa mengelak dari kodrat kehidupan ini. Kita bukan sekadar dikutuk untuk bebas (condemned to be free) tetapi juga dikutuk untuk hidup (condemned to life). Hidup adalah suatu pengembaraan yang menuntut kesigapan kita dalam merespon tantangan hidup apalagi dalam situasi nihil semacam ini. Dunia yang telah kosong dari nilai, menjadi tanggung jawab kita, karena kita lah yang telah menihilkan segala sesuatu, khususnya Tuhan sebagai jaminan/kekuat an absolut. Apakah setelah semua jamin
05-Nihilisme.indd 56
Volume 1, 2013
an itu lenyap dari kehidupan kita berarti kita diam tak berbuat apa-apa? Nietzsche menegaskan bahwa sikap diam dan pasrah pada suatu keadaan yang nihil sama arti nya dengan membiarkan diri didikte dalam kekosongan. Itu artinya kekosongan dunia dari sistem nilai tidak bisa dimaknai secara arif oleh kita. Dunia yang nihil ini perlu ditanggulangi dan disikapi secara aktif agar elemen konstituen dalam diri manusia menyeruak dalam ruang kesadaran dan membawa manusia pada pengakuan akan eksistensinya yang unggul. Dunia yang chaos ini harus mampu diberi “nilai baru” yaitu berupa pembalikan nilai-nilai (transvaluation of all values), sehingga nilai-nilai yang ada dihancurkan demi ketiadaan nilai yang merupakan nilai baru itu. Untuk memahami situasi ini, Nietzsche dalam bukunya The Gay Science (1882) menggambarkan dengan jelas melalui metafora bagaimana manusia harus aktif mendesakralisasi segala macam bentuk nilai yang telah memfosil. Kita telah meninggalkan daratan dan sudah menuju kapal! Kita sudah membakar jembatan di belakang kita dan lagi, kita juga sudah menghanguskan darata di belakang kita! Dan kini, hati-hatilah, kau kapal mungil! Samudera raya mengelilingimu. Memang benar, dia tidak senantiasa mengaum, dan kadang-kadang dia tampak lembut bagaikan sutera, emas, dan mimpi yang indah. Namun, akan tiba waktunya, bila kau ingin tahu bahwa dia tidak terbatas. Oh, burung yang malang yang merasakan bebas dan kini menabrak dinding-dinding sarangnya! Ya, bila kau merasa rindu akan daratan-daratanmu (land-Heimweh) yang seolah menawarkan kebebasan lebih banyak-dan tidak ada daratan lagi (Sunardi, 2006:45-46).
Melalui transvaluasi, Nietzsche memahami nihilisme bukan dalam pengertian perilaku pasif, sehingga manusia terus menerus dalam kekosongan dan manusia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap keko-
4/18/2013 8:31:13 PM
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
songan itu. Intinya nihilisme Nietzsche ja ngan dipahami sebagai das nicht melainkan harus dipahami sebagai Umwertung aller Werte. Kita harus berani mengambil resiko dalam menjalani pertarungan hidup ini karena kita sendirilah yang memberi makna atas hidup kita. Kebermaknaan itu ada sebagai akibat dari keberanian kita membunuh sumber pemaknaan absolut itu. Dengan demikian yang dimaksud de ngan transvaluasi nilai adalah menilai dan menganalisa kembali secara cermat bahkan meruntuhkan seluruh sistem kepercayaan yang dijadikan sebagai nilai kehidupan bagi manusia, sehingga manusia bisa mengartikulasikan dunia yang chaos ini dengan sikap dan kebulatan tekad menjalani hidup di mana standar mutlak dari sebuah kebenaran telah lenyap. Transvaluasi ini (Umwertung aller Werte) juga sekaligus menjadi ciri khas dari nihilisme Nietzsche. Nihilisme adalah sebuah keniscaya an sejarah (historical necessity) dari kesewenang-wenangan Tuhan/nilai yang selama ini berhasil mengerangkeng manusia dalam ketidaksadaran eksistensi. Nihilisme menjadi manifesto identitas dan munculnya perasaan defisit kepercayaan terhadap semua tatanan atau sistem yang sudah tidak relevan lagi jika dilekatkan pada manusia. Dengan kata lain di hadapan nihilisme, semua sistem yang ada pada masa itu dan juga tentunya sekarang ini menjadi tidak punya arti. Namun dalam ketidakberartian itu justru manusia mempunyai peluang memberi makna terhadap dirinya sendiri secara mandiri. Nilai hidupku ya, berasal dari diriku sendiri dan bukan gagasan di luar diri yang diinternalisasikan menjadi nilai intrinsik. Di dalam kekosongan itu marilah kita bersikap reaktif dengan melakukan trans-valuasi situasi. Dengan trans-valu-
05-Nihilisme.indd 57
YULIUS ARIS WIDIANTORO
57
asi terjadilah sintesis atas nilai-nilai lama dan nilai-nilai masa kini sebagai epos tidak dilakukan sebagai usaha penyatuan, melainkan ditransmutasikan. Nietzsche menghendaki agar kita tidak berhenti pada tindakan reflektif melainkan juga kreatif (Deleuze, 1995:122). Nietzsche mengakui krisis yang diwakili oleh kematian Tuhan bagi pertimbangan-pertimbangan moral yang ada. Moralitas ini sama sekali tidaklah terbukti dengan sendirinya. Dengan menghancurkan sebuah konsep utama dari Kekristenan, iman kepada Tuhan, orang menghancurkan keseluruhannya: tak ada suatupun yang tinggal di tangannya. Dalam cara ini, hal ini membawa kepada nihilisme. Persis inilah yang diusahakan Nietzsche untuk menemukan suatu pemecahan dengan mengevaluasi kembali dasar-dasar dari nilai-nilai manusia. Bagi Nietzsche, hal ini berarti mencari dasar-dasar yang jauh lebih dalam daripada nilai-nilai Kristen. Keba nyakan orang menolak mencari lebih jauh daripada nilai-nilai ini.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal (2002). Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat. Ban dung: Rosda Karya. Allison, D. B. (1985). The New Nietzsche. London: The MIT Press. Bertens, K. (2000). Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Yogyakarta: Kanisius. ---. (Editor). (2006). Fenomenologi Eksistensial. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Craig, Edward. (editor) (1998). Routledge Encyclopedia of Philosophy: Luther to Nifo, Volume 6. London: Routledge. Crosby, Donald A. (2000). Lema “Nihilism.” Dalam Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy. London dan New York: Routledge, hlm. 632.
4/18/2013 8:31:13 PM
58
Nihilisme sebagai Problem Eksistensi
Deleuze, G. (2002). Filsafat Nietzsche. Yogyakarta: IKON Teralitera. Günther, Katharina. (2007). “Well That About Wraps It Up For God: Religious Motives in Douglas Adams’ Hitchhiker’s Guide to the Galaxy: A Trilogy in Five Parts.” Thesis (M.A.). München (Germany): GRIN Verlag. Hadiwijono, H. (2000). Teologi Reformatoris Abad ke-20. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hardiman, F. (2004). Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia. Hollingdale, R. J. (1985). Nietzsche. London dan New York: Routledge. Jackson, R. (2003). Seri Tokoh Filsafat: Friedrich Nietzsche. Diterjemahkan oleh Abdul Mukhid. Yogyakarta: Bentang Budaya.
05-Nihilisme.indd 58
Volume 1, 2013
Kebung, Konrad. (2008). Rasionalisasi dan Penemuan Ide-ide. Jakarta: Prestasi Pustaka. Nietzsche, F. (1968). The Will to Power. Diterjemahkan oleh Kaufman, Walter dan Hollingdale, R. J. New York: Vintage Books. _____. (1977). A Nietzsche Reader. Middlesex: Penguin Books. _____. (1927). The Philosophy of Nietzsche. New York: The Modern Library. Pratt, Alan. ([2001], 2005) “Nihilism.” The Internet Encyclopedia of Philosophy, ISSN 2161-0002, diakses dari http://www.iep. utm.edu/nihilism/ pada 10 Oktober 2012. Sunardi, St. (2006). Nietzsche. Yogyakarta: LKiS.
4/18/2013 8:31:13 PM