Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Ni Made Isti Paramita Sari Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran antara gaya hidup hedonisme dan locus of control (internal locus of control dan external locus of control) dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada remaja putri Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Sampel penelitian adalah remaja putri yang berusia 18 hingga 22 tahun, berstatus sebagai mahasiswi psikologi, dan memiliki kesenangan untuk melakukan aktivitas berbelanja sejumlah 103 orang. Metodologi penelitian menggunakan kuantitatif korelasional. Data dianalisis dengan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme, internal locus of control dan external locus of control memiliki peran secara simultan dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction. Jika dilihat hubungan masing-masing variabel bebas secara parsial, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme dan external locus of control dapat menjelaskan terjadinya kecenderungan shopping addiction. Efek parsial internal locus of control menunjukkan adanya hubungan yang negatif terhadap kecenderungan shopping addiction yang menandakan bahwa semakin tinggi tingkat dominansi internal locus of control, maka semakin rendah terjadinya kecenderungan shopping addiction di kalangan remaja putri. Kata kunci: gaya hidup hedonisme, locus of control, internal locus of control, external locus of control, kecenderungan shopping addiction
ABSTRACT This study was aimed to understand the role of hedonism life style and locus of control (internal locus of control and external locus of control) to explain girl teenagers shopping addiction tendencies at pshychology major social and political science of Brawijaya University. The samples of study were 103 girl teenagers on age 18 until 22 years old, have a status as pshycology student and like to do shopping activity. Methodology of this study was correlational quantitative. Data were analyzed by multiple linier regression. The summary of analysis showed that hedonism life style, internal locus of control and external locus of control have significant effect on shopping addiction tendencies. Partial effect of independent variable showed that life style hedonism and external locus of control have significant effect of shopping addiction tendencies. Partial effect of internal locus of control on shopping addiction tendencies were negative corelation, that showed the higher level of dominance of internal locus of control, the lower tendency of shopping addiction happened on girl teenagers. Keywords: life style of hedonism, locus of control, internal locus of control, external locus of control, shopping addiction tendencies
1
2 PENDAHULUAN Meningkatnya pendapatan perkapita di Indonesia merupakan suatu wujud keberhasilan dalam pembangunan pada bidang ekonomi (Ekowati, 2009). Salah satu area bisnis yang menyebabkan pendapatan perkapita meningkat adalah semakin banyaknya pembangunan mall atau shopping centre di berbagai kota di Indonesia (Japarianto dan Sugiharto, 2011). Para konsumen disajikan dengan berbagai informasi secara terus menerus terkait dengan produk-produk yang disajikan para produsen. Informasi tersebut berupa iklan, tulisan, promosi langsung, maupun penjualan secara langsung bahkan dengan menggunakan media gambar yang memiliki pesan tentang berbagai kegunaan dan keuntungan dari produk (Widawati, 2011). Hasil survey Nielsen menempatkan negara Indonesia pada posisi teratas sebagai negara dengan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi dibandingkan dengan negaranegara lainnya (Gerald, 2013). Kelompok masyarakat yang menjadi target potensial dalam pemasaran produk, baik produk dari perusahan lokal maupun internasional, adalah masyarakat yang berada pada kelompok usia remaja (Mangkunegara, 2005). Kelompok usia remaja merupakan kelompok usia yang sedang berada pada periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang melibatkan perubahanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Pada masa-masa tersebut, para remaja sedang berada pada tahap pencarian identitas sehingga mereka biasanya menciptakan sesuatu yang berbeda, baik dari sisi pakaian, gaya rambut, cara berdandan, maupun bertingkah laku. Remaja juga cenderung untuk memiliki keingintahuan yang lebih akan hal-hal yang baru sehingga mereka tidak ragu untuk mencobanya (Sholihah dan Kuswardani, 2011). Selain itu, remaja biasanya mudah dipengaruhi oleh rayuan iklan, mudah terpengaruh oleh perubahan, serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya (Sari, 2009). Remaja, umumnya membeli sesuatu tidak berdasarkan kebutuhan, akan tetapi lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan psikologis. Artinya, berbelanja (shopping) tidak hanya sekedar untuk mendapatkan produk yang dinginkan, melainkan berbelanja (shopping) telah menjadi suatu aktivitas yang sifatnya rekreasi untuk mendapatkan kepuasan, berupa motif-motif sosial dan personal (Ekowati, 2009). Dengan adanya tujuan tersebut, maka para remaja ingin menunjukkan bahwa mereka dapat mengikuti mode atau fashion yang sedang tren dalam menunjang penampilan mereka dimuka publik (Hurlock. 1999). Kecenderungan berbelanja biasanya lebih banyak dilakukan oleh remaja putri yang berstatus sebagai mahasiswi. Berdasarkan observasi awal, remaja putri dengan status mahasiswi Program Studi Psikologi tergolong mengikuti mode atau fashion dan tren masa kini. Perilaku remaja putri Program Studi Psikologi tersebut tidak terlepas dari karakteristik khas yang dimilikinya. Papalia, dkk. (2008) menyebutkan bahwa karakteristik khas yang dimiliki oleh remaja putri dapat dilihat dari perkembangannya secara fisik, perkembangan moral, pembentukan identitas diri, dan pembentukan kepribadian yang berpengaruh terhadap perkembangan sosioemosional remaja putri. Perkembangan secara fisik yang dialami oleh remaja putri Program Studi Psikologi menuntut mereka memberikan perhatian yang besar terhadap penampilan, seperti menggunakan bermacammacam kosmetik, assesoris, parfum, sepatu dan pakaian-pakaian menarik yang disesuaikan dengan tren masa kini. Perkembangan moral dan perkembangan identitas diri membentuk remaja putri Program Studi Psikologi untuk mementingkan persahabatan yang dilakukan melalui kerjasama, seperti membeli assesoris, sepatu, maupun pakaian. Perkembangan kepribadian remaja putri lebih menunjukkan adanya konformitas sosial dibandingkan dengan remaja putra. Sama halnya dengan remaja putri Program Studi Psikologi, ketika berpenampilan menarik maka mereka akan lebih mudah untuk diterima di lingkungannya. Monk, dkk. (2002) menjelaskan bahwa penampilan merupakan aset yang paling penting bagi seorang remaja putri karena dengan berpenampilan menarik dan mengikuti tren masa kini membuat mereka merasa lebih percaya diri sehingga mudah diterima oleh lingkungan
3 sekitarnya, terutama teman-teman sebaya. Dengan adanya fenomena tersebut diduga dapat mendorong terjadinya kecenderungan shopping addiction pada remaja putri. Menurut Edwards (1993) shopping addiction merupakan suatu aktivitas berbelanja yang bersifat abnormal, dimana konsumen memiliki kekuatan yang kuat, tidak terkontrol, kronis, dan adanya keinginan berulang untuk berbelanja. Para pelaku shopping addiction cenderung tidak mampu mengendalikan keinginannya atau mengontrol dirinya untuk berbelanja (shopping) sehingga akan melakukan apa saja secara berulang dan terus menerus agar keinginannya dapat terpenuhi, dan mereka juga tidak mampu untuk mengontrol diri (Moeljosoedjono, 2008). Shopping addiction dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Siregar (2010) shopping addiction disebabkan oleh faktor yang berasal dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. Jika dilihat dari faktor diri sendiri, pelaku shopping addiction biasanya memiliki kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Mereka merasa kurang percaya diri dan tidak dapat berpikir positif tentang dirinya sendiri sehingga beranggapan bahwa belanja bisa membuat dirinya lebih baik. Dari faktor keluarga, orang tua yang membiasakan anaknya menerima uang atau barang-barang secara berlebihan, secara tidak langsung mendidik anaknya menjadi konsumtif serta dapat mempengaruhi kecenderungan anaknya untuk menjadi pelaku shopping addiction. Jika dilihat dari faktor lingkungan pergaulan, memiliki teman yang hobi berbelanja dapat menimbulkan rasa ingin meniru dan memiliki apa yang dimiliki juga oleh temannya, sehingga dapat memicu terjadinya kecenderungan shopping addiction. Salah satu aspek kehidupan manusia yang diduga dapat mendorong terjadinya kecenderungan dalam berperilaku shopping addiction adalah gaya hidup. Kotler (2001) berpendapat bahwa gaya hidup adalah pola interaksi seseorang yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Siregar (Masmuadi, 2007) menambahkan bahwa gaya hidup yang terjadi pada remaja tidak hanya ditentukan oleh faktor usia, kelompok sosial, akan tetapi lebih mengarah pada latar belakang sosial budaya, dimana mereka berada. Salah satu gaya hidup yang umumnya banyak ditemukan di kalangan remaja adalah gaya hidup hedonisme. Menurut Salam (2002) hedon artinya kesenangan (pleasure). Prinsip hedonisme ini menganggap bahwa hal yang baik merupakan sesuatu yang mendatangkan kesenangan, sedangkan sesuatu yang mendatangkan kesusahan, penderitaan, atau tidak menyenangkan merupakan hal yang tidak baik. Seseorang yang menganut prinsip hedonisme menjadikan kesenangan sebagai tujuannya hidupnya. Kecenderungan gaya hidup hedonisme yang biasanya dilakukan oleh remaja yang berstatus mahasiswa, seperti lebih banyak mengisi waktu luang di mall atau shopping centre, memiliki sejumlah barang dengan merek-merek tertentu dan prestisius serta cenderung untuk mengikuti mode yang sedang tren (Martha dan Setyawan, 2010). Dengan adanya kecenderungan gaya hidup hedonisme tersebut memicu remaja untuk mempersepsikan bahwa individu lainnya sebagai sosok yang human having. Human having adalah seseorang yang mempersepsikan orang lain berdasarkan apa dimilikinya (Rema, 2012). Akibatnya, seseorang tersebut akan merasa kekurangan secara menerus, serta selalu diliputi oleh perasaan cemas. Ditambah lagi dengan iklan-iklan ditampilkan oleh berbagai media masa bahwa dengan gaya hidup yang hedonis dan konsumtif mampu mengobati stress.
yang terus yang akan
Dalam melakukan aktivitas berbelanja (shopping), keputusan membeli seorang remaja yang mengalami kecenderungan berperilaku shopping addiction diduga dibentuk melalui variabel eksternal (reinforcement) maupun variabel internal (proses kognitif). Kedua faktor kendali tersebut merupakan bagian dari locus of control.
4 Hjele dan Ziegler (Santoso, 2005) menjelaskan bahwa locus of control diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan. Locus of control terdiri atas dua jenis, yaitu internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah faktor pengendali atas diri yang merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya sendiri, sedangkan external locus of control merupakan faktor pengendali atas diri yang berada di luar kontrol dirinya, seperti kekuasaan orang lain, kesempatan, dan nasib (Pinasti, 2011). Menurut Lefcourt dan Petri (Widawati, 2011) seseorang yang tergolong dalam external locus of control memiliki ciri, seperti memiliki sifat patuh, lebih nyaman terhadap otoritas atau pengaruhpengaruh yang ada, dan lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain. Seseorang dengan internal locus of control memiliki ciri-ciri, seperti lebih mandiri, lebih tahan dalam menghadapi pengaruh sosial, lebih mampu menunda pemuasan, tidak mudah terpengaruhi, serta lebih aktif dan ulet dalam mencari dan menggunakan informasi yang relevan untuk menguasai keadaan. Kedua aspek locus of control tersebut tidak bersifat statis tetapi dapat berubah, individu yang berorientasi internal dapat berubah menjadi individu yang berorientasi eksternal, begitu pula sebaliknya (Arifin dan Rahayu, 2007). Hal tersebut disebabkan oleh situasi dan kondisi yang menyertainya, yaitu di tempat individu tinggal dan sering melakukan aktivitasnya (Kresnawan, 2010). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Widawati (2011), menjelaskan bahwa produk yang ditawarkan belum tentu mempengaruhi perasaan dan emosi konsumen dalam melakukan proses pembelian, bahkan mereka konsisten untuk tetap melakukan pembelian pada barang yang telah direncanakan semula. Dengan melihat fenomena serta paparan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai: Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
HIPOTESIS 1. Ha1: Terdapat peran simultan yang signifikan antara gaya hidup hedonisme, internal locus of control, dan external locus of control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 2.
Ha2: Terdapat peran parsial yang signifikan pada gaya hidup hedonisme dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction.
3.
Ha3: Terdapat peran parsial yang signifikan pada internal locus of control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction.
4.
Ha4: Terdapat peran parsial yang signifikan pada external locus of control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction.
METODE Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian korelasional. Metode penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefesien korelasi, dimana variabel benar-benar diukur bukan dimanipulasi (Azwar, 2013).
5 Variabel Penelitian Variabel independent (bebas) pada penelitian ini adalah gaya hidup hedonisme, internal locus of control, dan external locus of control. Sedangkan variabel dependent (terikat) adalah kecenderungan shopping addiction. Subjek Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang berstatus sebagai mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya. Sampel untuk penelitian ini berjumlah 103 orang perempuan dengan individu yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Remaja putri. b. Berusia 18 hingga 22 tahun. c. Berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya d. Memiliki kesenangan untuk melakukan aktivitas belanja (shopping) Alat Ukur 1. Gaya Hidup Hedonisme Skala gaya hidup hedonisme akan peneliti susun berdasarkan konsep teori gaya hidup yang dikemukakan oleh Kotler dan Amstrong (2008), dimana aspek-aspek gaya hidup digabungkan dengan karakteristik-karakteristik hedonisme. Skala ini terdiri atas 30 aitem yang disusun berdasarkan tiga dimensi yang disertai dengan penjelasannya. Tabel 1. Dimensi, dan Indikator Perilaku Gaya Hidup Hedonisme No
Dimensi
Indikator Perilaku
1
Activities (aktivitas/kegiatan)
- Mengejar modernitas fisik. - Menghabiskan banyak uang berapa pun yang dimiliki.
2
Interest (minat dan kepentingan)
- Memenuhi banyak keinginan spontan yang muncul
Opinion (pendapat)
- Memiliki anggapan bahwa dunia sangat membencinya ketika sebuah masalah berat muncul
3
- Memandang hidup sebagai sesuatu yang instan dengan melakukan rasionalisasi atau pembenaran dalam memenuhi kesenangan tersebut
- Memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-rata yang tinggi 2.
Locus of Control Skala locus of control yang peneliti gunakan pada penelitian ini menggunakan skala multidimensional locus of control yang dikembangkan oleh Levenson, dimana skala ini telah dialih bahasa terlebih dahulu oleh Liestiorini. Skala ini peneliti gunakan sebagai salah satu instrumen penelitian dengan alasan bahwa validitas dan reliabilitas dari skala tersebut tergolong baik. Skala ini terdiri atas 24 aitem. Berikut merupakan dimensi dan indikator perilaku dari locus of control.
6 Tabel 2. Variabel, Dimensi dan Indikator Perilaku Locus of Control Variabel
Dimensi
Indikator Perilaku
Internal locus of control
faktor internalisasi
kenyakinan bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya dapat dikontrol oleh dirinya sendiri, seperti usaha dan kemampuannya sendiri
External locus of control
eksternal power full other
individu yang meyakini bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya dan peristiwa yang mereka ditentukan oleh orang lain yang berkuasa
eksternal chance
individu yang bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya ditentukan oleh nasib, keberuntungan, kesempatan dan kondisi-kondisi diluar pengendaliannya serta adanya kesempatan
3.
ShoppingAddiction Skala shopping addiction ini yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala shopping addiction yang dikembangkan oleh Elizabeth E. Edwards dari Michigan University. Peneliti menggunakan skala shopping addiction yang telah dialih bahasa dalam bahasa Indonesia atau telah diadaptasi oleh Hamanda Kesumaratih Moeljosoedjono dengan dibantu oleh penerjemah tersumpah resmi, yaitu Rudy Palenkahu. Skala ini terdiri atas 13 aitem yang disusun berdasarkan lima dimensi yang disertai dengan penjelasannya. Tabel 3. Dimensi dan Indikator Perilaku Shopping Addiction Dimensi
Indikator Perilaku
Tendency to spend
sebagian besar mengarah pada kecenderungan seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan uang dengan sering, dimana ada episode tertentu pada aktivitas berbelanjanya
Drive to spend
mendeskripsikan tentang adanya dorongan, preokupasi (pemusatan pikiran pada satu hal tertentu), kompulsif (dilakukan secara berulang-ulang) dan adanya perilaku impulsif dalam berbelanja
Feelings about shopping
mendeskripsikan seberapa besar seseorang menikmati aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja
Dysfunctional spending
mendeskripsikan bahwa disfungsinya lingkungan dapat menyebabkan atau menggiring seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja
Post-purchase guilt
menjelaskan bahwa ada perasaan menyesal dan pengalaman yang memalukan setelah melakukan aktivitas berbelanja.
Metode Analisis Analisis yang dilakukan bertujuan untuk melakukan uji hipotesis. Berdasarkan desain penelitian dan tujuan yang akan dicapai, peneliti menggunakan analisis regresi berganda dengan Uji F untuk analisis simultan dan Uji T untuk analisis parsial.
7 HASIL 1. Dengan menggunakan uji F diketahui nilai Fhitung adalah 17.345. Jika dibandingkan dengan Ftabel sebesar 2.693, maka nilai Fhitung > Ftabel. Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.000 yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu, Ho1 ditolak dan Ha1 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran simultan yang signifikan antara gaya hidup hedonisme dan locus of control dalam menjelaskan terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction pada Remaja Putri Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Berdasarkan uji regresi linier berganda yang telah dilakukan, maka model persamaan regresi yang didapatkan berdasarkan hasil penghitungan adalah sebagai berikut.
Y = 15.398 + 0.234 X1 + (-0.129 ) X2 + 0,189 X3
Keterangan : Y = shopping addiction X1 X2 X3
= gaya hidup hedonisme = internal locus of control = external locus of control
2.
Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar 3.463. Jika dibandingkan dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.001 yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu, Ha2 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran parsial yang signifikan pada gaya hidup hedonisme dalam menjelaskan shopping addiction, dimana semakin tinggi tingkat perilaku gaya hidup hedonisme, maka semakin tinggi pula kecenderungan terjadinya perilaku shopping addiction.
3.
Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar -1.313. Jika dibandingkan dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.192 yang lebih besar dari α (0.05). Namun, tanda negatif yang diperoleh dari thitung menandakan adanya hubungan yang negatif. Dengan demikian, Ha3 ditolak sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat peran parsial yang signifikan pada internal locus of control dalam menjelaskan shopping addiction.
4.
Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar 4.260. Jika dibandingkan dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.000 yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu, Ha4 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran parsial yang signifikan pada external locus of control dalam menjelaskan shopping addiction, dimana semakin tinggi tingkat external locus of control.
8 PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai peran antara gaya hidup hedonisme dan locus of control (internal locus of control dan external locus of control) terhadap kecenderungan shopping addiction pada remaja putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 1.
Peran Simultan Antara Gaya Hidup Hedonisme, Intermal Locus of Control dan External Locus of Control Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan program software SPSS versi 16, maka diperoleh hasil bahwa peran gaya hidup hedonisme dan locus of control secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction. Peran secara bersama-sama (simultan) ini dapat dilihat dari nilai R square, yaitu sebesar 0.345. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme, internal locus of control dan external locus of control memiliki peran atau pengaruh secara bersama-sama (simultan) sebesar 34.5% untuk menunjang terjadinya kecenderungan seorang remaja putri dalam shopping addiction. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 65.5% dipengaruhi oleh faktor lainnya, dimana faktor ini tidak diamati dalam penelitian ini. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat gaya hidup hedonisme dan external locus of control, dimana semakin rendah tingkat internal locus of control, maka kecenderungan untuk terjadinya perilaku shopping addiction semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat gaya hidup hedonisme dan external locus of control, dimana semakin tinggi tingkat internal locus of control, maka kecenderungan untuk terjadinya perilaku shopping addiction semakin rendah. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction terkait dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh remaja putri. Karakteristik psikologis tersebut seperti tingkat konformitas pada teman-teman sebayanya, dalam hal ini teman-teman dalam lingkungan kampus, dan harga diri. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan dalam berbagai aspek, yaitu aspek biologis, kogntif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam berbagai aspek tersebut, maka memicu seorang remaja, khususnya remaja perempuan, untuk melakukan kecenderungan berperilaku shopping addiction. Hal ini berkaitan dengan karakteristik remaja dalam meningkatkan kualitas eksistensial diri mereka, dimana eksistensial diri tersebut dipengaruhi oleh pencarian identitas diri yang mereka lakukan (Rahma dan Reza, 2013). Salah satunya adalah dengan melakukan konformitas terhadap teman-teman sebayanya. Morgan, King dan Robinson (Wardhani, 2009) mengatakan bahwa konformitas berkaitan dengan kecenderungan individu untuk mengubah pandangan atau perilakunya, dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan norma sosialnya. Remaja putri cenderung lebih banyak melakukan konformitas terhadap teman sebayanya sehingga tidak mengherankan jika teman sebaya memiliki pengaruh yang tinggi terhadap diri mereka (Hotpascaman, 2009). Tujuannya adalah untuk menjaga harmonisasi, mencapai persetujuan, dan penerimaan secara sosial (Rice (Wardhani 2009)). Dengan demikian, remaja putri dapat meningkatkan pandangan teman-teman sebaya mengenai dirinya dan diakui eksistensinya sebagai bagian dari suatu kelompok pertemanan sehingga mereka rela untuk menghabiskan uangnya untuk berbelanja (shopping) barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.
9 Segala barang-barang yang mereka beli sebenarnya juga mereka gunakan sebagai upaya untuk meningkatkan citra atau image tentang dirinya yang berisikan gambaran mengenai bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya (Zebua dan Nurdjayadi, (Wardhani, 2009)). Dalam hal ini, remaja putri juga mencoba untuk menampilkan dirinya secara fisik. Penampilan secara fisik justru membuat mereka menjadi lebih sensitif sehingga terkadang membuat mereka merasa rendah diri. Oleh karena itu, mereka mencari berbagai cara untuk meningkatkan harga dirinya. Salah satunya adalah dengan berpenampilan yang menarik. Hal ini disebabkan karena kecantikan dan berpenampilan menarik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari diri remaja putri sehingga mereka cenderung lebih banyak melakukan aktivitas berbelanja (shopping). Aktivitas tersebut mereka lakukan agar mereka merasa bahwa dirinya dihargai dan dibutuhkan sehingga citra mengenai diri mereka akan lebih tinggi. Dengan keterkaitan tersebut, maka tidak mengherankan jika beberapa faktor lain dari sisa sumbangan variabel X terhadap variabel Y, yaitu sebesar 65.5% tersebut dapat mempengaruhi terjadinya kecenderungan berperilaku shopping addiction. 2.
Peran Parsial Pada Gaya Hidup Hedonisme Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Gaya hidup hedonisme merupakan gaya hidup yang mengutamakan kesenangan dan kenikmatan dalam tujuan hidupnya. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction pada remaja perempuan, dalam hal ini adalah remaja putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Pengaruh ini dapat dilihat berdasarkan hasil dari uji statistik yang telah peneliti lakukan dengan menggunakan uji t. Berdasarkan uji tersebut diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi gaya hidup hedonisme terhadap kecenderungan perilaku shopping addiction tidak lebih dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa seorang remaja putri yang menerapkan gaya hidup hedonisme pada kehidupannya sehari-hari, maka cenderung akan mempengaruhinya dalam melakukan perilaku shopping addiction. Terjadinya kecenderungan shopping addiction ini juga tidak lepas dari karakteristik gaya hidup hedonisme, seperti cenderung suka untuk mencari perhatian, cenderung impulsive, kurang rasional, mudah dipengaruhi, memenuhi banyak keinginan spontan yang muncul, mengejar modernitas fisik, dan sebagainya. Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa mayoritas dari subjek penelitian terkadang menerapkan gaya hidup hedonisme dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini terlihat dari mayoritas subjek penelitian masuk pada kategori sedang dengan jumlah sebesar 98 subjek atau sekitar 95.14%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa remaja putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya menerapkan perilaku gaya hidup hedonisme dalam kehidupannya sehari-hari walaupun tidak sering. Ketidakseringan tersebut juga dapat disebabkan karena adanya pengaruh dari aspek keuangan yang dimiliki remaja. Remaja putri dengan rentang usia 18 hingga 22 tahun rata-rata masih tergolong berstatus remaja putri dan belum memiliki penghasilan tetap sendiri sehingga masih sangat tergantung dengan uang pemberian dari orang tua (Sholihah dan Kuswardani, 2011). Meski demikian, gaya hidup hedonisme tetap memiliki peran yang cukup tinggi untuk membentuk kecenderungan remaja putri melakukan perilaku shopping addiction. Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, maka penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sholihah dan Kuswardani (2011). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa gaya hidup hedonisme yang diterapkan oleh subjek penelitian, yaitu Siswa
10 SMA Negeri X, dalam kehidupan sehari-harinya tergolong rendah. Namun, gaya hidup hedonisme pada penelitian tersebut memiliki korelasi yang positif dengan perilaku konsumtif terhadap ponsel ketika disandingkan dengan konformitas teman sebaya.
3.
Peran Parsial Pada Internal Locus of Control Dalam Kecenderungan Perilaku Menjelaskan Kecendrungan Shopping Addiction Hipotesis ketiga yang berbunyi terdapat peran parsial yang signifikan pada internal locus of control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction, dimana semakin tinggi tingkat internal locus of control, maka semakin rendah kecenderungan perilaku shopping addiction, sebaliknya semakin rendah tingkat internal locus of control, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku shopping addiction tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya yang melebihi α (0.05). Nilai signifikansi tersebut adalah 0.192. Meski demikian, antara internal locus of control dan kecenderungan perilaku shopping addiction tetap berkorelasi negatif. Hal ini masih sesuai dengan hipotesis penelitian. Pengaruh negatif ini menandakan adanya suatu pengaruh yang berbanding terbalik. Artinya, jika seorang remaja putri memiliki orientasi internal locus of control yang lebih dominan, maka kecenderungan seorang remaja putri untuk melakukan kecenderungan shopping addiction akan semakin rendah. Hal ini bisa dilihat dari hasil penghitungan uji t yang telah peneliti lakukan, dimana nilai thitung < ttabel (-1.313 < 1.660). Meski terdapat pengaruh negatif, namun pengaruh internal locus of control terhadap shopping addiction tidak signifikan, dimana nilai signifikansi melebihi nilai α (0.05), yaitu 0.192 > 0.05. Hal ini dapat terjadi karena locus of control bukanlah suatu konsep yang bersifat tipologik, akan tetapi berupa konsep yang kontinum atau dapat dikatakan bahwa locus of control tidak bersifat statis. Artinya, orientasi locus of control dapat berubah dengan cepat sesuai dengan peristiwa yang sedang dialaminya saat itu. Ditambah lagi dengan karakteristik remaja putri yang lebih emosional.
4.
Peran Parsial Pada External Locus of Control Dalam Kecenderungan Perilaku Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Hipotesis keempat terbukti, dimana dijelaskan bahwa external locus of control memiliki pengaruh secara parsial terhadap terjadinya kecenderungan shopping addiction, semakin tinggi tingkat external locus of control, maka semakin tinggi pula kecenderungan shopping addiction, sebaliknya semakin rendah tingkat external locus of control, maka semakin rendah pula terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction. Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansinya. Nilai signifikansi dari external locus of control adalah sebesar 0.000. Nilai ini tentu tidak melebihi dari α (0.05). Individu dengan orientasi external locus of control dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu individu yang meyakini bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya dan peristiwa yang mereka ditentukan oleh orang lain yang berkuasa (powerfull) dan individu yang bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya ditentukan oleh nasib, keberuntungan, dan kondisikondisi diluar pengendaliannya serta adanya kesempatan (chance) (Kresnawan, 2010). Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, remaja putri di Program Studi Psikologi FISIP UB sebagian besar memiliki orientasi external locus of control di tingkat sedang, yaitu sebanyak 78 orang atau sekitar 75.73%. Sedangkan remaja putri yang memiliki orientasi external locus of
11 control pada tingkat rendah dan tinggi masing-masing berjumlah 17 dan 8 orang atau sekitar 16.50% dan 7.77%. Meski jumlah subjek hanya berada pada tingkat sedang, akan tetapi external locus of control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya perilaku shopping adiction. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widawati (2011). Pada hasil penelitiannya menjelaskan bahwa mereka yang memiliki orientasi external locus of control yang lebih dominan lebih mudah terstimulasi oleh faktor diluar dirinya, sehingga peran keluarga, teman, saran ahli, iklan, tampilan kemasan produk, dan sampel produk menjadi determinan tingkah dalam melakukan perilaku membeli.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Gaya hidup hedonisme, internal locus of control dan external locus of control memiliki peran secara bersama-sama (simultan) dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 2. Gaya hidup hedonisme berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 3. Internal locus of control tidak berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Meski demikian, internal locus of control tetap memiliki hubungan yang negatif dengan terjadinya kecenderungan shopping addiction. 4. External locus of control berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diperoleh, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran pada beberapa aspek, diantaranya: 1. Saran Metodologis a. Bagi peneliti pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan karakteristik psikologis maupun faktor-faktor demografis lainnya sebagai variabel untuk menjelakan terjadinya kecenderungan shopping addiction. b. Penelitian selanjutnya yang menggunakan variabel gaya hidup hedonisme, locus of control, dan shopping addiction dapat tetap menggunakan alat ukur ini karena memiliki reliabilitas yang tergolong tinggi. Namun, sebelum digunakan harap dilakukan uji coba kembali untuk menghindari heterogenitas dari karakter subjek.
12 2. Saran Praktis a. Pada konsumen dengan kategori shopping addiction yang tinggi diharapkan agar merencanakan segala sesuatunya sebelum melakukan proses pembelian. Selain itu, diharapkan agar setiap mengalami kecemasana atas suatu peristiwa tidak menggunakan aktivitas berbelanja sebagai penawarnya. b. Keluarga memiliki peran yang penting bagi perkembangan seorang remaja putri dalam segala aspek. Jika keluarga telah mengajarkan untuk bergaya hidup hedonisme sejak dini, maka seorang remaja putri akan mengikuti pola tingkah laku dari orang tuanya sehingga orang tua harus benar-benar bisa mengajarkan pola hidup yang tepat demi kehidupannya kelak. c. Para remaja putri diharapkan mampu memilih pergaulan yang tepat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan yang telah terlebih dahulu menerapkan gaya hidup hedonisme pada kehidupan mereka sehari-hari. d. Remaja putri diharapkan agar selalu berusaha untuk lebih percaya diri akan kondisi dirinya saat ini dengan cara lebih menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki sehingga perilaku untuk mengikuti tren guna menutupi kekurangan diri dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. dan Rahayu I. T. (2007). Hubungan Antara Orientasi Religius, Locus of Control dan Psychoogical Well-Being Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses melalui http://ejournal.uin-malang.ac.id tanggal 22 Januari 2013. Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Edwards, E. A. (1993). Development of a New Scale Measuring Compulsive Buying Behavior. Michigan: Michigan University Dept. Diakses melalui www.afcpe.org tanggal 22 Januari 2013. Ekowati, T. (2009). Compulsive Buying : Tinjauan Pemasar dan Psikolog. Segmen Jurnal Manajemen dan Bisnis No. 08 Januari 2009. Diakses melalui http://ejournal.umpwr.ac.id tanggal 4 Maret 2013. Gerald, V. (2013). Fenomena Konsumtif Kelas Menengah (http://www.shnews.co), diakses tanggal 5 Agustus 2013.
Indonesia.
(Online),
Hotpascaman. (2010). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja. Skripsi. Univeritas Sumatera Utara. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 6 Maret 2013 Hurlock, E. B. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
13 Japarianto, E. dan Sugiharto, S. (2011). Pengaruh Shopping Life Style dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 6, 1, April 2011. Diakses melalui http://repository.petra.ac.id 4 Maret 2013. Kotler, P. (2001). Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta Erlangga. Kresnawan, J. D. (2010). Hubungan Antara Locus of Control Dengan Strategi Coping Pada Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses melalui http://lib.uin-malang.ac.id tanggal 8 Juli 2013.
Mangkunegara, A. (2005). Perilaku Konsumen. Bandung: Refika Aditama. Martha, S. H. dan Setyawan, I. (2010). Correlation Among Self-Esteem with A Tendency Hedonist Lifestyle of Students At Diponegoro University. Jurnal. Diakses melalui http://www.eprints.undip.ac.id tanggal 27 Januari 2013. Masmuadi, A. (2007). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Remaja. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Diakses melalui http://psychology.uii.ac.id tanggal 6 Maret 2013. Moeljosoedjono, H. K. (2008). Attachment Style Pada Wanita yang Mengalami Shopping Addiction. Skripsi. Universitas Indonesia. Diakses melalui http://digilib.ui.ac.id tanggal 7 Januari 2013. Monk, F. J., dkk. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Papalia, D. E., dkk. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Boston: McGraw-Hill.
Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self-Efficacy, Locus of Control, dan Faktor Demografis Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses melalui http://repository.uinjkt.ac.id tanggal 7 Juni 2013. Rahma, F. A. dan Reza M. (2013). Hubungan Antara Pembentukan Identitas Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pembelian Merchandise Pada Remaja. Character, 01, 03, Tahun 2013. Diakses melalui (http://ejournal.unesa.ac.id), tanggal 5 Agustus 2013. Rema,
D. (2012). 7 Alasan Mengapa Wanita Suka (http://www.wolipop.detik.com), diakses tanggal 1 Februari 2013.
Berbelanja.
Salam, B. (2002). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. C.I. Jakarta: Rineka Cipta.
(Online),
14 Santoso, E. (2005). Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi dan Locus of Control Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Menjelang Merger di PT Amarta Karya). Thesis. Diakses melalui http://eprints.undip.ac.id tanggal 22 Januari 2013. Santrok, J. W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Sari, T. Y. (2009). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri. Skripsi. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 4 Maret 2013. Sholihah, N. A. dan Kuswardani, I. (2011). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja. Jurnal Psikohumanika, 4, 1. Diakses http://psikohumanika.setiabudi.ac.id tanggal 26 Februari 2013.
Siregar. (2010). Shopping Disorders. Majalah Gogirl. Wardhani, M. D. (2009). Hubungan Antara Konformitas dan Harga Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya. Diakses melalui http://eprints.uns.ac.id tanggal 7 Agustus 2013. Widawati, L. (2011). Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” Pada Konsumen di Carrefour Bandung. Mimbar. XXVII, 2 (Desember 2011), 125-132. Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung. Diakses melalui http://mimbar.lppm.unisba.ac.id tanggal 5 Maret 2013.