Newsletter Hukum Persaingan Usaha edisi 02/2009
daftar isi What's New ? !
Benny Pasaribu dan Didik Akhmadi: Ketua dan Wakil Ketua KPPU Periode 2009-2010
Penegakan Hukum !
!
!
!
!
Kolusi tender dalam pengadaan televisi,DVD,dan antena di Dinas Pendidikan Sumatera Utara Persekongkolan pada tender alat kesehatan Rumah Sakit Duren Sawit Persekongkolan dalam pengadaan buku dan multimedia Dinas Pendidikan Madiun Persekongkolan pembangunan jalan Disnakertrans Kalimantan Timur Putusan tender pengadaan barang/jasa konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang, Bengkulu
highlight Persekongkolan pada Tender alat Kesehatan Rumah Sakit Duren Sawit Pada 13 Januari 2009, KPPU menetapkan bahwa tender pengadaan alat kedokteran berupa polysomnograph (PSG) di Rumah Sakit Duren Sawit telah terbukti melanggar pasal 22 UU No. 5 Year 1999. kasus ini melibatkan Panitia Tender dan beberapa perusahaan pemasok alat kesehatan...(hal. 3)
Persekongkolan Pembangunan Jalan Disnakertrans Kalimantan Timur Dugaan pelanggaran terhadap hukum persaingan terjadi kembali terjadi dalam pelaksanaan tender peningkatan ruas jalanporos/penghubung Beras Jiring-UPT Binangon Kecamatan Muara Komam pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kalimantan Timur. Dalam sidang pembacaan putusan pada tanggal 13 Januari 2009, Majelis Komisi menetapkan bahwa panitia dan 3 pelaku usaha...(hal. 4)
Putusan Tender Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Majelis Komisi KPPU memutuskan bahwa tender pengadaan barang/jasa konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang, Bengkulu tahun anggaran 2007 terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai terlapor dalam kasus ini adalah Panitia tender dan 13 pelaku usaha...(hal. 5)
Permasalahan Kegiatan Usaha Distribusi LPG Persaingan usaha dalam sektor industri telah menghadirkan berbagai persepsi dan dan opini yang layak untuk ditelaah lebih lanjut. Pemerintah dalam hal ini, telah menunjuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai suatu otoritas legal yang berperan dalam mengawasi persaingan usaha di Indonesia...(hal. 6)
Advokasi ! !
Permasalahan kegiatan usaha distribusi LPG KPPU mendukung pemberlakuan kebijakan zonasi dan trading term
Pada dewasa ini, sektor industri ritel telah berkembang pesat dan merupakan sector industri strategis setelah bidang pertanian yang diminati oleh para pelaku usaha. Jadi, perkembangan usaha dari sector ini akan secara langsung berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa ini...(hal. 9)
KPPU: Ada Kartel di Bisnis BBM Nonsubsidi
News !
KPPU Mendukung Pemberlakuan Kebijakan Zonasi dan Trading Term
KPPU: ada kartel di bisnis BBM
Kontroversi soal minyak toni bergulir ke bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Didik Akhmadi menduga ada praktek kartel dalam bisnis BBM nonsubsidi...(hal. 11)
“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah” (Pasal 51 UU No.5 Tahun 1999) Design & Layout oleh Yudanov Bramantyo Adi (Subdirektorat Publikasi Direktorat Komunikasi KPPU)
What’s New ? Benny Pasaribu dan Didik Akhmadi: Ketua dan Wakil Ketua KPPU Periode 2009-2010 Memasuki tahun 2009 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah siap melaksanakan sejumlah program dan agenda kerja sebagaimana yang telah tersusun dalam perencanaan kegiatannya. Berbagai kebijakan pemerintah yang diimplementasikan di tahun 2009 ini akan terus ditinjau agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999). Sejalan dengan hal ini, pada awal tahun 2009 ini juga terjadi suksesi tampuk pimpinan di KPPU. Terhitung sejak tanggal 30 Desember 2008, terdapat penggantian jabatan Ketua KPPU dengan terpilihnya Syamsul Maarif (Ketua KPPU saat itu) sebagai salah satu Hakim Agung di Mahkamah Agung. Selanjutnya Wakil Ketua Trena P Soemardi ditunjuk untuk mengambil peran Ketua KPPU hingga terpilihnya Ketua KPPU yang baru. Pada tanggal 14 Januari 2009, melalui proses pemilihan secara demokratis yang diikuti oleh seluruh anggota KPPU, terpilihlah Benny Pasaribu sebagai Ketua KPPU dan Didik Akhmadi sebagai wakil ketua KPPU periode 2009-2010. Pelaksanaan tugas dan wewenang bagi Ketua dan Wakil Ketua baru selanjutnya harus tetap berpegang pada independensi dan tidak memihak siapapun. Untuk itu, jabatan sebagai Ketua dan Wakil Ketua tidak boleh mempengaruhi dalam proses penanganan perkara atau tugas konstitusional lainnya.
Benny Pasaribu (Ketua KPPU) Benny Pasaribu mengawali karirnya sebagai teknokrat di Departemen Koperasi dan UKM sejak tahun 1981 dengan jabatan terakhir Kepala Biro Perencanaan Departemenan Koperasi dan UKM tahun 1998. Pada tahun1999-2000 menjabat Deputi Meneg BUMN bidang Industri Strategis Telekomunikasi, Pertambangan, dan Energi. Selanjutnya pada tahun 2000 menjadi anggota aktif DPR/MPR RI di Senayan. Selama menjadi menjadi anggota DPR RI periode 1999-2004,
Benny terpilih sebagai Ketua Komisi IX merangkap Ketua Panitia Anggaran DPR RI sejak tahun 2000-2002. Gelar akademis Benny mulai dari Sarjana Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (1980), dilanjutkan dengan Master Ekonomi dari Williams College, Massachusetts, USA (1989) dan meraih gelarDoktor Ekonomi dengan spesialisasi Organisasi Industri dan Perdagangan Internasional dari Ottawa University, Kanada (1995). Benny menulis tesis doktornya dengan judul “Industrial and Trade Policies: A Multisectoral Model with Increasing Returns to Scale and Impersect Competition.” Benny yang lahir di Medan lima puluh tahun silam, juga aktif di berbagai organisasi antara lain ketua harian HKTI, penasehat PB FORKI, dan sebagainya. Benny juga aktif mengajar di berbagai universitas, termasuk mengajar mata kuliah ekonomi persaingan di tingkat pasca sarjana MPKP FE Universitas Indonesia. Selain itu, Benny juga aktif menulis di berbagai media yang mengupas permasalahan persaingan usaha dan monopoli, serta isu-isu ekonomi nasional lainnya.
Didik Akhmadi (Wakil Ketua KPPU) Didik Akhmadi dipercaya sebagai Tenaga Ahli Panitia Anggaran DPR pada tahun 2005. Profesi akuntan dijalaninya pada awal karir dengan pengalaman sebagai auditor pemerintah pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Propinsi Jawa Timur di Surabaya (1984-1987) dan Deputi Pemeriksaan Khusus kantor pusat BPKP Jakarta. Selama di BPKP, Didik bertugas mengaudit berbagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan instansi pemerintah serta melakukan pemerikasaan-pemeriksaan khusus. Meskipun hanya berlangsung selama 2 tahun, Didik pernah mengembangkan usaha dalam bisnis farmasi dengan mengelola sebuah lembaga usaha Perdagangan Besar Farmasi (PBF). Sebagai dosen, Didik pernah mengajar di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan program ekrtension FE UI. Didik yang lahir di Bantul empat puluh enam tahun yang lalu ini memperoleh pendidikan akuntansi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada tahun 1983-1991. Bidang Akuntansi Manajemen didalaminya di Universitas Wollongong, New South Wales, Australia (1992-1994).
edisi 02/2009
Penegakan Hukum Kolusi Tender Dalam Pengadaan Televisi, DVD, dan Antena di Dinas Pendidikan Sumatera Utara Majelis Komisi KPPU melakukan pemeriksaan dan penyelidikan tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang ditenggarai dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa Dana APBN Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2007, PT. Pelita Jaya Mandiri, PT. Hari Maju, PT. Gradita Utama dan Abdul Wahid Soenge. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa Panitia, PT Pelita dan Soenge terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. PT Pelita dan Soenge juga dikenai denda sebesar Rp 1.900.000.000 (satu milyar sembilan ratus juta rupiah) secara tanggung renteng. Kasus ini bermula dari dugaan terjadinya persekongkolan antara para terlapor untuk memenangkan PT Pelita sebagai pemenang tender. Selama proses pemeriksaan , Majelis Komisi mengumpulkan beberapa bukti yang memberatkan, seperti alamat PT Pelita dan PT Hari yang tidak sesuai dengan alamat di Akta Pendirian Perusahaan masingmasing, serta adanya post bidding yang dilakukan antara Panitia, PT Pelita dan Soenge. Selain itu, PT Pelita bersama dengan Soenge juga terbukti melakukan tindakan pinjam meminjam perusahaan dan mengatur harga penawaran. Dari pengaturan harga tersebut, PT Pelita terbukti mendapatkan keuntungan yang tidak wajar. Dalam proses pemeriksaan ini, Majelis Komisi menilai adanya hal-hal yang memberatkan Panitia. Pertama, Panitia dinilai telah memfasilitasi PT Pelita sebagai pemenang tender dengan cara tetap meloloskan PT Pelita dalam setiap tahapan evaluasi walaupun ia tidak melengkapi persyaratan yang diperlukan. Panitia juga dinilai tidak bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan. Selain itu, Ketua Panitia dalam proses lelang ini juga pernah divonis bersalah oleh KPPU dalam perkara lelang pengadaan TV di Dinas Pendidikan Propinsi Sumatra Utara tahun anggaran 2006. Memperhatikan semua hal tersebut, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara agar memberikan sanksi administrative kepada
edisi 02/2009
Panitia dan kepada Gubernur Propinsi Sumatera Utara untuk memantau pelaksanaan tender agar menerapkan prinsip persaingan usaha yang sehat. Rekomendasi juga ditujukan bagi Kejaksaan, BPK dan Badan Pengawas Daerah agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap proyek pengadaan TV, DVD dan Antena ini.
Persekongkolan pada Tender alat Kesehatan Rumah Sakit Duren Sawit Pada 13 Januari 2009, KPPU menetapkan bahwa tender pengadaan alat kedokteran berupa polysomnograph (PSG) di Rumah Sakit Duren Sawit telah terbukti melanggar pasal 22 UU No. 5 Year 1999. kasus ini melibatkan Panitia Tender dan beberapa perusahaan pemasok alat kesehatan, yakni; PT. Tiara Kencana, PT. Bhakti Wira Husada, PT. Ilong Prayatna dan PT. Kamara Idola. Persekongkolan yang terjadi dalam proses tender ini melibatkan ke-4 terlapor. Dalam pemeriksaan KPPU, diketahui bahwa PT Tiara Kencana menyusun skenario persekongkolan dengan 3 terlapor lain untuk membuat PT Bhakti Wira Husada memenangkan tender tersebut. Dalam persekongkolan tersebut, PT Ilong dan PT Kamara secara sengaja menyerahkan dokumen tender yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, sementara PT Tiara memberikan penawaran harga yang tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan , Majelis Komisi akhirnya menjatuhkan sanksi administratif kepada 4 pelaku usaha tersebut dalam rentang antara 22 juta hingga 144 juta, sedangkan panitia tender dinyatakan tidak bersalah karena tidak terlibat secara langsung dalam persekongkolan tesebut. Namun demikian, panitia tender dinilai lalai karena telah menetapkan spesifikasi alat yang mengarah pada suatu merek tertentu. Untuk itu Majelis Komisi merekomendasikan kepada Direktur Rumah Sakit Duren Sawit untuk memperhatikan proses tender agar memberi kesempatan kepada semua merek alat kesehatan agar dapat ikut berkompetisi . Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta untuk lebih meningkatkan kapasitas administratif di unit - unit kerjanya agar dapat mendukung pelaksanaan tender yang berazaskan prinsip persaingan usaha yang sehat.
Penegakan Hukum Persekogkolan dalam Pengadaan Buku dan Multimedia Dinas Pendidikan Madiun
Persekongkolan Pembangunan Jalan Disnakertrans Kalimantan Timur
Persekongkolan tender di lemaga pemerintahan kembali terjadi. Kali ini KPPU mengusut tentang dugaan pelanggaran pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang terjadi dalam tender pengadaan alat peraga buku pengayaan/referensi dan multimedia di Dinas Pendidikan Kota Madiun. Kasus ini melibatkan panitia tender dan 3 pelaku usaha sebagai terlapor, yaitu PT. Damata Sentra Niaga,CV. Fajar Jaya dan CV. Eka Jaya. Berdasarkan hasil pemeriksaan, KPPU menilai bahwa Panitia tender secara sengaja telah meloloskan PT Damata pada setiap tahap evaluasi tender dan menetapkannya sebagai pemenang tender, walaupun kompetensi yang dimiliki oleh PT Damata terbukti tidak memenuhi syarat yang ditetapkan. KPPU juga menemukan bukti bahwa ketiga terlapor telah bersekongkol untuk membuat persaingan semu dalam tender tersebut. Persekongkolan tersebut terjadi karena ketiga perusahaan tersebut mempunyai hubungan kepemilikan yang sama. persekongkolan dilakukan oleh ketiga perusahaan bersama dengan panitia tender ini telah mengakibatkan praktik monopoli, yang mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat mengikuti proses tender secara wajar. Dalam proses pemeriksaan, salah satu terlapor mengajukan gugatan perdata tentang perbuatan melawan hukum kepada KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register Nomor 332/Pdt.G /2008/PN.JKT.PST. Terkait dengan gugatan tersebut, maka para terlapor lain tidak bersedia memberikan keterangan pada proses Pemeriksaan Lanjutan. Majelis Komisi selanjutnya memutuskan bahwa seluruh terlapor terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta melarang mereka untuk mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah Daerah Kota Madiun selama 2 (dua) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Dugaan pelanggaran terhadap hukum persaingan terjadi kembali terjadi dalam pelaksanaan tender peningkatan ruas jalan poros/penghubung Beras Jiring-UPT Binangon Kecamatan Muara Komam pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kalimantan Timur. Dalam sidang pembacaan putusan pada tanggal 13 Januari 2009, Majelis Komisi menetapkan bahwa panitia dan 3 pelaku usaha, yaitu PT. Madya Sejahtera, PT. Multipuri Sejahtera dan PT. Al Fajar Sejahtera terbukti bersalah melanggar pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Majelis Komisi menetapkan denda administratif bagi PT Madya sebesar Rp 936 juta dan Rp. 117 juta bagi 2 pelaku usaha lainnya. Sementara bagi panitia tender, Majelis Komisi merekomendasikan Gubernur Kaltim agar memberi sanksi sesuai dengan ketentuan administratif yang berlaku kepada Panitia tender dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kalimantan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, KPPU menilai bahwa telah terjadi persekongkolan untuk memenangkan PT Madya Sejahtera dalam tender proyek pembangunan jalan tersebut. Kasus ini bermula saat Panitia Tender dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kalimantan Timur melakukan tender ulang dalam rentang waktu lima hari setelah tender pertama dilaksanakan. Pada tender ulang ini, ketiga pelaku usaha tersebut memasukkan nilai penawaran yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai penawaran saat mereka mengikuti tender pertama. KPPU melihat hal ini sangat tidak wajar mengingat jangka waktu pengunduran tender hanya lima hari. Dalam pemeriksaan selanjutnya kemudian diketahui bahwa ketiga perusahaan tersebut memiliki hubungan kepemilikan yang sama. KPPU selanjutnya memutuskan bahwa dalam tender proyek tersebut terdapat praktik monopoli dan persekongkolan tidak sehat, yang mengakibatkan tender tersebut hanya dapat diikuti oleh ketiga terlapor dan tertutup bagi pelaku usaha lain.
edisi 02/2009
Penegakan Hukum Putusan Tender Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang Bengkulu
Majelis Komisi KPPU memutuskan bahwa tender pengadaan barang/jasa konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang, Bengkulu tahun anggaran 2007 terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai terlapor dalam kasus ini adalah Panitia tender dan 13 pelaku usaha . Dalam keputusannya , Majelis Komisi menetapkan bahwa 13 terlapor terbukti bersalah melanggar pasal 22 dan 1 pelaku usaha tidak terbukti bersalah. Berdasarkan hasil pemeriksaan , Majelis Komisi menilai telah terjadi persekongkolan baik secara horizontal dan vertikal dalam tender paket pembangunan 6 (enam) kantor Dinas atau Instansi Kabupaten Kepahiang Tahun 2007. Tim pemeriksa KPPU menemukan fakta bahwa panitia tender tidak mengumumkan pelaksanaan tender di media , sebagaimana disyaratkan dalam Keppres 80/2003 dan Perpres 8/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Tindakan Panitia Tender ini mengakibatkan peserta tender menjadi berkurang dan merupakan tindakan untuk membatasi peserta pada beberapa pelaku usaha tertentu. Tim pemeriksa KPPU juga menemukan adanya kesamaan dokumen antara 6 terlapor yang ternyata dibuat oleh satu orang yang sama. Sementara 3 terlapor yang lain dengan sengaja tidak memenuhi kelengkapan dokumen penawaran dengan tujuan untuk memenangkan peserta tender lain. Panitia juga dinilai telah melakukan diskriminasi dalam evaluasi administrasi untuk memudahkan PT. Saribina Jasa Kontrindo sebagai pemenang tender.
edisi 02/2009
Atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh para terlapor tersebut maka Majelis Komisi memberikan rekomendasi kepada Bupati Kabupaten Kepahiang untuk memberikan sanksi adminitratif kepada Panitia Tender sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku , serta kepada segenap instansi pemerintah di Propinsi Bengkulu agar melaksanakan tender sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Majelis Komisi juga memberikan rekomendasi kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Publik (LKPP) agar dapat lebih mengawasi pelaksanaan tender di seluruh Indonesia sehingga potensi terjadinya persekongkolan dapat dicegah. Sedangkan kepada 12 pelaku usaha yang menjadi terlapor, Majelis Komisi menetapkan sangsi administratif dengan kisaran antara 77 juta hingga 450 juta. Para terlapor juga dilarang untuk mengikuti tender di wilayah Propinsi Bengkulu selama 1 (satu) tahun semenjak keputusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Advokasi Permasalahan Kegiatan Usaha Distribusi LPG
Dan KPPU telah mengidentifikasi sejumlah isu penting dalam distribusi komoditi LPG, yaitu kelangkaan, penetapan harga dan terjadinya hambatan masuk bagi pelaku usaha di sektor tersebut (entry barrier). Berdasarkan analisis KPPU, terjadinya kelangkaan terhadap ketersediaan LPG di pasaran disusul dengan mahalnya harga jenis LPG non PSO di tingkat konsumen. Isu kelangkaan muncul setelah Pertamina melakukan koreksi dengan menaikan harga LPG non PSO (12Kg) pada pertengahan tahun 2008. Di sisi lain, penetapan harga terjadi karena kedua jenis LPG telah terdapat ketentuan bahwa harga LPG PSO ditetapkan oleh pemerintah dan LPG Non PSO oleh Pertamina. Pada prinsipnya, peluang usaha untuk industri LPG Non PSO masih sangat terbuka bagi pelaku usaha swasta. Apalagi hal tersebut dimungkinkan sesuai kebijakan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yang pada Pasal 51 menyebutkan bahwa :
http://themotorreport.com.au/wp-content/uploads/2008/06/ipg.jpg
Persaingan usaha dalam sektor industri telah menghadirkan berbagai persepsi dan dan opini yang layak untuk ditelaah lebih lanjut. Pemerintah dalam hal ini, telah menunjuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai suatu otoritas legal yang berperan dalam mengawasi persaingan usaha di Indonesia. Dalam sektor usaha, faktor efisiensi dan efektivitas memegang peranan penting dalam meningkatkan taraf daya saing mereka dalam persaingan sehat. Pada akhir tahun 2007, pemerintah telah menetapkan kebijakan konversi minyak tanah ke LPG yang telah memberikan berbagai dampak di masyarakat. Terkait dengan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan kemudahan bagi rakyat Indonesia dengan memberikan 1 set tabung dan kompor beserta juga pengenalan tentang pemakaian kompor gas. Saaat ini tabung LPG yang beredar di masyarakat dapat dibagi menjadi dua yakni LPG PSO dan LPG Non PSO. LPG PSO adalah tabung LPG ukuran 3 kg yang masih disubsidi oleh pemerintah. Sedangkan, LPG Non PSO adalah tabung LPG ukuran 12kg, 50kg yang tidak masuk dalam subsidi pemerintah. Munculnya kelangkaan gas yang terjadi pada tahun 2008 telah memberikan suatu dampak yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. KPPU selaku otoritas legal pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengawasi dan menyoroti distribusi gas tersebut.
(1) Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga yang melaksanakan kegiatan niaga LPG wajib memiliki atau menguasai fasilitas dan sarana penyimpanan dan pengisian tabung LPG (bottling plant). (2) Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempunyai dan menggunakan merek dagang tertentu. (3) Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga bertanggung jawab atas standar dan mutu LPG, tabung LPG. Hanya saja industri LPG menjadi tidak menarik bagi investor karena mereka menilai bahwa harga jual LPG yang masih dibawah harga keekonomian. Untuk menyelami dampak yang berpotensi muncul dari kebijakan pemerintah di sektor LPG tersebut, KPPU mencermati tiga kebijakan pemerintah untuk industri LPG PSO. Tiga kebijakan tersebut adalah : 1. Peraturan Presiden (Perpres) No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan , Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG PSO. Pasal - pasal yang dicermati dalam Perpres tersebut adalah sebagai berikut : Pasal 9 : Pemerintah menugaskan badan usaha sebagai penyedia dan edisi 02/2009
Advokasi pendistribusi LPG PSO, dilakukan dengan cara penunjukan langsung (apabila hanya ada satu badan usaha) dan/atau lelang. Pasal 11 : Badan Usaha penyedia dan pendistribusi LPG PSO melakukan pengawasan pelaksanaan penjualan dan pendistribusian LPG PSO Pasal 15 : Menteri melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG PSO. KPPU menilai bahwa meskipun telah terdapat ketentuan sebagaimana di atas, tetapi pengawasan yg dilakukan oleh Menteri terkait masih belum jelas. Ketidakjelasan tersebut tergambar pada kondisi timbulnya kelangkaan pasokan LPG. 2.
Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 21 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian LPG PSO. Pada Pasal 5 ayat 2, memuat ketentuan persyaratan penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG PSO sebagai berikut : - memiliki lzin Usaha Niaga Umum LPG untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian LPG PSO - memiliki aset kilang pengolahan BBM dan LPG dalam negeri termasuk pengembangannya dalam jangka panjang - jaminan ketersediaan pasokan - memiliki kemampuan dalam menyediakan infrastruktur dan jaringan untuk penyediaan dan pendistribusian LPG PSO di NKRI
3. Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1661 Tahun 2008 tentang Harga Patokan LPG PSO Tahun Anggaran 2008 adalah Kepmen yang mengatur harga patokan LPG PSO, yaitu : Harga Patokan ditetapkan berdasarkan Contract Price (CP) Aramco rata-rata pada periode bulan bersangkutan ditambah dengan biaya distribusi ( termasuk handling) dan margin keuntungan. - Harga patokan LPG PSO ditetapkan sebesar 141,21 % dari CP Aramco ditambah Rp 390,10/kg yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan edisi 02/2009
harga untuk setiap kilogram LPG PSO Selain menyikapi kebijakan terkait, maka dalam kajian industri ini, KPPU juga melakukan analisis terhadap perkembangan industri dan struktur industrinya. Hasil analisis KPPU menunjukkan bahwa LPG merupakan industri yang saat ini masih terkonsentrasi dimana Pertamina berperan sebagai pelaku usaha tunggal yang mempunyai akses dari hulu sampai ke hilir. Padahal, sejalan dengan arah konversi energi, LPG menjadi salah satu komoditi strategis yang diperlukan masyarakat luas sebagai pengganti minyak tanah. Lebih lanjut, ternyata dalam implementasi kebijakannya kemudian terjadi beberapa permasalahan terutama setelah dilakukannya program konversi. Kelangkaan LPG merupakan permasalahan utama. Hal ini dipicu oleh mekanisme pengawasan di sisi distribusi yg kurang memadai, infrastruktur yg terbatas dan keterbatasan pasokan LPG. Industri LPG pada prinsipnya terbuka bagi siapa saja. Hanya saja, beberapa kebijakan mengakibatkan pelaku usaha menjadi sulit untuk masuk dalam industri LPG, baik untuk LPG PSO maupun LPG Non PSO. Harga LPG Non PSO yang masih mendapat subsidi dari Pemerintah menimbulkan suatu entry barrier bagi pelaku usaha swasta. Pertamina di satu sisi ingin mencapai harga keekonomiannya dengan menaikkan harga LPG PSO agar memungkinkan kondisi terbukanya pasar bagi pelaku usaha lain. Tapi, pada saat yang bersamaan pula pemerintah melakukan intervensi dengan menunda kenaikan tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa LPG sepenuhnya telah menjadi komoditas yang diatur dan tidak dapat diserahkan ke pasar sehingga status quo terhadap entry barrier tersebut masih ada . Sementara untuk LPG PSO, kebijakan yang mensyaratkan kepemilikan kilang BBM dan LPG serta pembangunan dalam rentang jangka panjang jelas menimbulkan entry barrier. Hal ini terjadi akibat sejumlah persyaratan kewajiban diberlakukan dan pada outputnya akan semakin mempersulit pelaku usaha swasta yang ingin masuk sebagai penyedia dan pendistribusi LPG PSO. Fakta bahwa pasokan LPG domestik ternyata tidak mencukupi kebutuhan LPG selama ini dan masih tingginya ketergantungan impor, maka kemudian pilihan program konversi minyak tanah ke LPG menjadi suatu pertanyaan besar. Seharusnya pemerintah dalam hal ini melakukan pilihan komoditi lain dengan mempertimbangkan ketersediaan pasokan domestik yang ada.
Advokasi Berdasarkan atas evaluasi terhadap dampak kebijakan, KPPU telah menyampaikan beberapa rekomendasi utama terkait dengan sektor industri LPG, agar industri ini dapat mengadopsi nilai - nilai persainan sehat, yaitu :
Perlunya harmonisasi dengan Menteri ESDM terkait dengan beberapa kebijakan yang dapat menimbulkan entry barrier bagi pelaku usaha di industri LPG.
6.
Perlu adanya monitoring terhadap potensi perilaku anti persaingan dari Pertamina selaku pelaku utama dalam industri LPG.
7.
Hal ini dilakukan untuk meminimasi kelangkaan di tingkat distribusi.
E IP
GA
KPPU
N
S AH
A
Pemerintah perlu memikirkan bentuk konversi energi yang dapat dipenuhi. Saat ini, sesuai dengan data kecenderungan impor yang terus meningkat , pemerintah perlu memikirkan bentuk konversi energi yang sumber supply-nya secara full terpenuhi di dalam negeri. Apabila LPG dianggap pemerintah sebagai energi alternatif terbaik, maka perlu adanya langkahlangkah agar tidak terjadi ketergantungan impor, dan perbaikan masalah infrastruktur agar menjamin supply LPG. Atau benar-benar mencari
WAS P E RSAIN
Praktek
Monopoli Laporkan R
4.
A NG
U
3. Perlunya penetapan formula harga jual LPG seperti halnya untuk komoditi LPG PSO. Berdasarkan penetapan formula tersebut maka proses penetapan harga akan menjadi transparan. Penetapan formula ini juga akan melindungi konsumen jika terjadi eksploitasi produsen dalam menetapkan excessive pricing. Formula ini baik untuk diterapkan khususnya pada produk-produk yang menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga setiap kenaikan harganya akan jelas dan transparan sebab-sebabnya.
IS
Perlunya pengawasan yang ketat dalam pendistribusian LPG sampai ke tingkat konsumen. Dengan demikian, maka Pemerintah harus menjamin distribusi berjalan lancar sehingga dapat menjamin ketersediaan pasokan LPG bagi konsumen akhir serta jaminan harga jual LPG di titik konsumen yang wajar.
M
2.
Perlunya grand strategy perencanaan yang tepat dari pemerintah terkait dengan program konversi energi dan konsekuensinya. Dalam hal ini, seolah-olah LPG bukan lagi merupakan komoditas yang dibebaskan ke pasar baik untuk LPG PSO dan Non PSO, sehingga dengan menahan laju harga untuk LPG Non PSO, pemerintah juga perlu konsekuen siap mensubsidi Pertamina selaku pelaku usaha murni. Apabila pemerintah telah mengambil alih peran penetapan harga, maka pemerintah perlu memikirkan bahwa tidak akan terjadi pesaing baru dalam industri LPG.
5.
KO
1.
alternatif konversi energi lainnya seperti city gas yang didukung oleh pasokan gas alam domestik yang berlimpah.
Saja
E
PU
BLI
K INDO
S NE
IA
edisi 02/2009
Advokasi KPPU Mendukung Pemberlakuan Kebijakan Zonasi dan Trading Term
http://farm1.static.flickr.com/17/22725413_4a81cb9d43_b.jpg
Pada dewasa ini, sektor industri ritel telah berkembang pesat dan merupakan sektor industri strategis setelah bidang pertanian yang diminati oleh para pelaku usaha. Jadi, perkembangan usaha dari sektor ini akan secara langsung berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa ini. Dengan makin pesatnya pertumbuhan di sektor ritel ini, maka secara sinergis akan membawa beberapa permasalahan yang muncul kedepannya. Melihat kondisi tersebut, maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selaku lembaga pemerintah mencoba untuk ikut berperan aktif dalam mereduksi permasalahan yang ada. KPPU mencermati bahwa pada dasarnya terdapat dua permasalahan utama dalam industri ritel Indonesia, yaitu permasalahan ritel besar/modern versus ritel kecil/tradisional dan permasalahan pemasok versus peritel modern. Hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa inti dari permasalahan tersebut terletak pada munculnya kekuatan pasar (market power) dari ritel yang besar/modern. Jika pada kondisi ritel modern versus ritel tradisional yang terjadi adalah pertumbuhan ritel tradisional dari tahun ke tahun cenderung tidak mengalami peningkatan yg signifikan bahkan dapat dikatakan terjadi stagnansi, sementara pertumbuhan ritel modern terus mengalami peningkatan, maka permasalahan pemasok versus ritel modern lebih kepada pemberlakuan persyaratan perdagangan (trading term) yang semakin memberatkan pemasok. Permasalahan yang terjadi dalam industri ritel tersebut merupakan produk dari persaingan yang tidak sebanding daripada persaingan usaha tidak sehat edisi 02/2009
sebagaimana didefinisikan dalam UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU telah memberikan saran kepada Pemerintah selaku regulator untuk melakukan pengaturan yang mendorong terciptanya equal playing field dalam dua permasalahan ritel tersebut. Mengingat akar permasalahan yang ada, terdapat pada market power ritel modern, maka solusi kebijakan yang diambil harus diarahkan pada upaya pembatasan potensi penyalahgunaan market power untuk mereduksi kondisi imbalance tersebut. Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan dua kebijakan dalam industri ritel melalui Peraturan Presiden (Perpres) 112/2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 53/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Kedua kebijakan tersebut memuat ketentuan - ketentuan tentang industri ritel yang dilakukan melalui : pembatasan ruang gerak ritel modern (melalui penetapan zonasi , pembatasan luas tempat , pembatasan waktu buka, perizinan diperketat), pembatasan jumlah dan besaran trading term, dan keharusan menjalin kemitraan dengan UKM. Kajian analisis KPPU telah menunjukkan bahwa terdapat dua kebijakan yang memiliki posisi sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan dalam industri ritel yaitu Kebijakan Zonasi dan Pembatasan jenis serta besaran Trading term. Kebijakan Zonasi merupakan sebuah bagian dari blueprint industri ritel yang telah memperhatikan analisis dampak sosial dan budaya akibat kehadiran ritel modern. Pada dasarnya sistem zonasi merupakan sebuah sistem yang membatasi lokasi di mana ritel modern beroperasi. Pembatasan lokasi memiliki makna bahwa jumlah gerai ritel modern juga akan dibatasi. Melalui strategi pembatasan zonasi ini maka ritel kecil/tradisional memiliki kesempatan berusaha yang relatif terlindungi dari persaingan head to head dengan ritel modern. Selanjutnya, maka dengan jumlah gerai yang terbatas, ritel modern juga memiliki bargaining position yang tidak terlalu besar terhadap pemasok, mengingat terbatasnya jumlah gerai mereka. Pemasok masih memiliki secercah harapan untuk dapat memasarkan produknya pada peritel lain yang jumlahnya masih potensial untuk kegiatan sirkulasi pemasaran. Apabila operasional dari kebijakan zonasi ini
Advokasi dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka dapat menjadi solusi potensial untuk menyelesaikan persoalan utama ritel yang telah muncul. Syarat utama dari kebijakan ini adalah adanya pemetaan potensi zona-zona tertentu yang masih dapat dimasuki peritel modern. Sedangkan bila dilihat dari dimensi besarnya proses eksploitasi pemasok oleh peritel modern, upaya lain yang juga dapat ditempuh adalah dengan membatasi jenis dan besaran trading term yang diberlakukan. Namun, terkait dengan ungkapan kebebasan berkontrak, maka terdapat suatu paradoks bahwa Indonesia bukanlah penganut sistem pasar bebas yang sebebas-bebasnya, dimana doktrin ini harus pula memperhatikan doktrin yang lain yaitu perjanjian harus memperhatikan undang-undang, kepentingan umum dan kesusilaan. Dengan kata lain, Pemerintah dapat melakukan intervensi apabila melihat mekanisme pasar justru bergerak liar dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Di Perancis, trading term dibatasi maksimal 20% dari harga jual produk (Dutreil Law). Melalui model seperti ini maka efisiensi yang dihasilkan oleh produsen sebagian besar akan dinikmati oleh konsumen, sementara oleh peritel akan terbatas pada batas atas besaran trading term. Hipotesis harga akan bergerak mahal apabila pembatasan besaran trading term diberlakukan, karena tidak ada insentif bagi peritel menjual dengan harga kompetitif, akan terbantahkan dengan fakta bahwa persaingan antar pemasok terjadi dengan sangat ketat, yang akan memaksa mereka menerapkan strategi harga. Pembatasan, meski tidak 100%, akan mengembalikan ritel pada konsep awal. KPPU telah mendukung adanya pengaturan yang dilakukan oleh Pemerintah yang bertujuan mendorong sebuah harmonisasi yang lebih baik dalam industri ritel Indonesia sebagaimana yang dilakukan melalui Perpres 112/2007 dan Permendag 53/2008. Melihat nilai strategis industri ritel, KPPU akan terus melaksanakan tugasnya sebagai pengawas persaingan usaha dalam industri ritel, termasuk didalamnya jika pelanggaran terhadap Perpres 112/2007 dan Permendag 53/2008 ternyata berpotensi melanggar UU No 5 tahun 1999.
Kode Etik KPPU Sebagaimana ketentuan dalam Undang – undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999), anggota KPPU periode 2006 – 2011 adalah warga negara Indonesia yang dipilih sesuai ketentuan mengenai persyaratan keanggotan KPPU. Hanya saja, dalam UU No.5/1999 belum dijabarkan dengan jelas perihal kode etik bagi anggota KPPU. Kondisi ini tentu memancing sejumlah pihak yang kerap mempersoalkan kredibilitas anggota KPPU. Padahal, sejak berdiri, KPPU telah memiliki Kode Etik yang kini disempurnakan kembali dan mulai berlaku pada tanggal 28 Januari 2009. Kode Etik tersebut diatur dalam SK No. 22/KPPU/KEP/I/2009 dengan pasal yang memuat sejumlah ketentuan mengikat yang harus dipatuhi. Secara singkat larangan bagi Kode Etik, diantaranya adalah menyalahgunakan wewenang, melakukan korupsi, kolusi, memiliki saham mayoritas, dan mempunyai kepentingan dengan perkara yang bersangkutan. Hal yang dilarang adalah juga bertemu atau berhubungan untuk membicarakan perkara dengan pihak – pihakyang berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani di luar proses p e m e r i k s a a n , p e r s i d a n g a n d a n d i l u a r k a n t o r. Implementasi yang cermat dalam Kode Etik harus disikapi dengan prinsip independensi dan transparan. Dengan demikian, pada Kode Etik juga dicantumkan ketentuan baru, yaitu Majelis Kehormatan dan kewenangan memberikan sanksi.
edisi 02/2009
News KPPU: Ada Kartel di Bisnis BBM Nonsubsidi
AW
AS PERSAI
KPPU
NG
AN
Seharusnya Harga Ada
Ditangan Anda R
E
PU
BLI
K INDO
S NE
IA
A
KO
IP
G EN
AH
M
IS
Sumber: Harian Kontan/20 Januari 2009/Hal. 1
S
edisi 02/2009
sebelum harga BBM subsidi . Pertamina menetapkan harga yang wajar," cetus Vice Pi-esident Communication Pertamina Anang Rizkani Noor . Meski demikian , ia mengaku siap memberikan penjelasan kepada KPPU. Fathia Syarif, Media Relations External Communications Manager Shell Indonesia juga membantah. "Kami selalu menjalankan bisnis sesuai aturan," katanya. Sebetulnya , ada cara mudah untuk membantah ada praktek kartel. Ketiga pebisnis itu tinggal menurunkan harga BBM nonsubsidi sejalan dengan penurunan harga minyak dunia. Toh, mereka juga tetap untung dan konsumen senang, KPPU pun pasti tak bisa menuduh ada kartel.
U
JAKARTA. Kontroversi soal minyak toni bergulir ke bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Didik Akhmadi menduga ada praktek kartel dalam bisnis BBM nonsubsidi. Ia menuduh PT Pertamina Persero, PT Petronas Niaga Indonesia, dan Shell Indonesia terlibat dalam kartel. Ketiganya bergerak di bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia. Dasar tuduhan Didik adalah lambannya penurunan harga BBM nonsubsidi yang tidak sebanding dengan turunnya harga minyak internasional. "Harga minyak dunia sudah jauh turun hingga di bawah US$ 40 per barel, tapi harga BBM nonsubsidi hanya turun sedikit," cetus Didik kepada KONTAN, kemarin. Alhasil, ia menduga ketiga perusahaan itu mengatur berapa penurunan harga BBM nonsubsidi. Jika tudingan ini benar, maka ketiganya bisa terjerat Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain kartel, ia juga punya dugaan lain yakni praktek oligopoli. Menurut Didik, ketiga perusahaan itu boleh jadi menggelar praktek leadership follower model. Pertamina yang bertindak sebagai pemimpin pasar memberi sinyal awal untuk menahan penurunan harga. Shell dan Petronas kemudian mengikutinya Buat memastikan semua dugaanitu, KPPU berniat menggelar pertemuan. "Nanti bisa kami tentukan bagaimana bentuk pasti kartelnya," imbuh Didik. Praktek ini juga telah merembet pada harga bahdn bakar lain yang tak tersedia di SPBL. Sebut saja, avtur yang penurunan harganya juga lambat. Maka, tiket pesawat terbang pun enggan meluruh. Pertamina tentu saja menampik tudingan tersebut. "Harus dicermati, kami sudah beberapa kali menurunkanharga BBM nonsubsidi jauh