NEGOSIASI IDENTITAS DALAM PEMBERIAN NAMA Oleh: Nurhayati Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
ABSTRACT This is a continuation of the previous reseach concerning naming. After understanding that naming in Gotputuk village represented a shift in language, the writer aims to conduct the research related to what are behind the names. The writer specifically wants to reveal the ideology or the view point of the villagers on Gotputuk village through the names given to their children. Using a questionnaire and a population record, the writer analyses 64 names. The result shows that the villagers who have children born in 2000 to 2010 chose certain names to negotiate two kinds of identities. Those are the global identity to increase the social status of their children and local identity to maintain the ideological value of the Javanese soceity. Keywords: naming, global names, ideology, identity
untuk anak berubah dari yang bersifat lokal
1. Pendahuluan
ke global. Secara garis besar, Makalah ini merupakan kelanjutan dari makalah sebelumnya yang berjudul ‘From
perubahan itu dapat dikelompokkan ke
Marto to Marfelino, A Shift in Naming in
dalam tiga periode. Pada tahun 1920an
Gotputuk Village’ (2012) dari sebuah
sampai tahun 1950an, masyarakat setempat
penelitian lapangan tentang pergeseran
memberi nama anaknya dengan cara yang
bahasa yang tercermin dalam pemberian nama.
Hasil
menunjukkan
penelitian bahwa
sederhana, yaitu terdiri atas dua atau tiga
tersebut
perubahan
suku kata asli bahasa Jawa dan mengikuti
pola
pola pemberian nama yang berlaku pada
pemberian nama pada anak dari waktu ke
saat itu. Nama-nama yang ada saat itu
waktu mencerminkan gejala pergeseran
identik dengan nama kaum petani, yang
bahasa dalam suatu masyarakat. Dengan mengambil sebagai
masyarakat objek
desa
Gotputuk
penelitian,
penulis
jauh dari keturunan bangsawan. Nama dari bahasa Arab jarang ditemukan, apalagi nama yang berbau metropolis. Periode ke
menyimpulkan bahwa pola pemberian nama
dua, yaitu mulai tahun 1960an sampai 21
dengan akhir tahun 1980an, pemberian
(1999: 150), nama memiliki kaitan erat
nama menjadi bervariatif, terutama nama-
dengan
nama dari bahasa Arab dan Jawa modern.
memiliki sifat indeksikal, simbolis dan
Masyarakat mulai memadukan kata-kata
kadang-kadang
dari bahasa Arab, Jawa, dan Indonesia
indeksikal karena nama digunakan untuk
dalam memberikan nama pada anak mereka.
mengidentifikasi individu yang berbeda dari
Nama-nama yang sering digunakan oleh
individu lain. Dari aspek simbolis nama
kaum urban, sedikit demi sedikit mulai
mengidentifikasikan
digunakan oleh masyarakat Gotputuk. Pada
kelamin, kepercayaan, status sosial, dan
periode ke tiga, yaitu mulai tahun 2000an,
identitas lain dari suatu individu. Sebagai
nama dari unsur-unsur bahasa Arab dan
produk kekuatan historis, nama acapkali
nama urban menjadi lebih dominan di
bertalian dengan sistem konvensi sebuah
masyarakat. Nama yang mencerminkan
masyarakat. Nama kadang-kadang juga
identitas kejawaan masih mereka gunakan
bersifat ikonis, yang memiliki kesamaan
tetapi bukan nama Jawa seperti yang marak
aspek dengan individu yang diacu.
pada periode pertama.
identitas.
Nama,
ikonis.
menurutnya,
Nama
bersifat
asal muasal, jenis
Paparan di atas mengindikasikan
Fokus penelitian tersebut memang
bahwa
nama
sebagai
produk
budaya
pada pola pergeseran bahasa. Namun,
memiliki tempat yang istimewa dalam
mengakaji nama tidak hanya menghasilkan
proses signifikasi. Nama adalah tanda yang
suatu penjelasan tentang pola pergeseran
bermakna. Oleh karena itu, menguak makna
bahasa. Banyak aspek yang dapat digali dari
yang tersirat dan yang tersurat dalam nama
penelitian tentang nama. Salah satunya
mampu membentang kebudayaan suatu
adalah kaitan antara nama dan pesan yang
masyarakat.
hendak disampaikan oleh si pemberi nama,
fenomena pergeseran pola pemberian nama
yaitu orang tua. Penelitian awal tersebut
di desa Gotputuk di atas, penelitian ini
belum menjelaskan pesan apa saja yang
dilakukan untuk menjawab keingintahuan
ingin disampaikan oleh orang tua dalam
penulis tentang kaitan antara nama-nama
memberi nama pada anaknya. Apakah nama
yang diberikan oleh para orang tua di tahun
tersebut
memberi
2000an dengan pesan yang ingin mereka
identitas tertentu pada sang anak, atau ada
sampaikan, melalui proses pemaknaan.
pesan lain yang ingin diungkapkan. Seperti
Dalam penelitian ini, pesan yang hendak
yang dikemukakan oleh Danesi dan Perron
ditemukan adalah pesan yang berkaitan
semata-mata
untuk
22
Jika
dikaitkan
dengan
dengan konsep identitas. Oleh karena itu,
keraton, dalam hal ini adalah Sultan,
pertanyaan yang ingin dijawab dalam
memiliki wewenang untuk pola pemberian
penelitian ini adalah (i) identitas apa saja
nama sehingga masyarakat tidak dapat
yang terungkap melalui analisis tentang
seenaknya menggunakan nama tersebut.
nama anak-anak yang lahir dalam kurun
Sebagai contoh adalah pemberian nama
waktu tahun 2000 sampai 2010, dan (ii)
untuk istri Sultan. Menurut Sulistyawati
mengapa identitas tersebut yang dipilih oleh
(2004:
orang tua mereka. Konsep identitas tidak
dipilihkan
dapat dipisahkan dengan perubahan zaman.
mencerminkan
Artinya, identitas yang diperlihatkan oleh
kebesaran’,
seperti
Kencana,
seseorang memiliki kaitan yang erat dengan
Hageng,
dan
Kedaton
perubahan
yang ada di sekelilingnya.
membedakannya dengan istri selir. Nama
Dengan menjawab dua pertanyaan tersebut,
tertentu dapat terus digunakan atau harus
peneliti mempunyai tujuan tertentu, yaitu
dilepaskan, seiring dengan identitas yang
ingin menjelaskan cara pandang masyarakat
labelkan pada pemiliknya. Sebagai contoh,
desa Gotputuk terhadap modernisasi dan
Sulistyawati (2004:265) menyatakan bahwa
264),
nama dari
untuk
permaisuri
kata-kata ‘kecemerlangan
yang atau Hemas, untuk
globalisasi. Penelitian yang memfokuskan pada
Putri sulung selir yang menikah dengan seseorang yang berpangkat Kanjeng pangeran Harya atau atau Bendara Pangeran Harya memperoleh nama seperti nama putri permaisuri. Apabila menikah dengan bukan seorang pangeran, misalnya berpangkat Kanjeng Raden Tumenggung, dia memakai nama suami, termasuk yang sebelumnya menikah dengan Pangeran kemudian bercerai dan menikah lagi dengan K.R.T., maka dia harus menanggalkan nama sebelumnya dan mengikuti nama suami (NS) sebagaimana putri-putri selir yang lain, .... (Sulistyawati 2004:265)
hubungan antara proses penamaan dengan identitas Setidaknya,
bukanlah dua
hal
yang
penelitian
baru. yang
mencerminkan hubungan antara nama dan identitas dapat disimak dalam penjelasan berikut. Sulistyawati (2004) meneliti ‘Nama dan Gelar di Keraton Jogyakarta’. Meskipun tulisan ini didominasi oleh deskripsi tentang pola pemberian nama pada masyarakat keraton yang terdiri atas keluarga Sultan dan Abdi dalem, secara implisit sistem pemberian nama tersebut merefleksikan sikap pihak keraton untuk membedakan identitas ‘dalam’ dan identitas ‘luar’. Pihak 23
Penelitian
Sulistyawati
(2004)
tersebut
dalam kurun waktu yang lama. Namun,
membuktikan bahwa identitas seseorang,
Gerritzen
apalagi jika seseorang tersebut memiliki
dewasa ini terdapat suatu kecenderungan
kuasa, perlu ditegaskan dan diperjuangkan
masyarakat di tiga negara tersebut dalam
agar pihak lain mengakui dan menghormati
menggunakan nama ‘internasional’ yang
identitas tersebut. Identitas superior perlu
sama, tanpa adanya variasi dialektis. Nama-
dijaga agar tidak terjadi ketirisan. Inilah
nama tersebut antara lain adalah Alexander,
yang
Christian, Chistina, David, dan Thomas.
dilakukan
oleh
pihak
keraton
Jogyakarta melalui aturan pemberian nama.
(2008)
menemukan
bahwa
Fenomena ini ditengarai oleh Gerritzen
Penelitian kedua dilakukan oleh
(2008) sebagai gerakan globalisasi dan
Gerritzen (2008) tentang kaitan antara nama
semakin hari, nama-nama tersebut semakin
depan (first name) dan globalisasi. Gerritzen
menggeser
(2008:3) percaya bahwa nama pertama dari
nasional.
anak-anak
di
merefleksikan Penelitiannya
negara-negara gerakan
yang
Barat
Apa
globalisasi.
dilakukan
nama-nama
tersebut
dengan
Indonesia.
yang
regional
ditemukan
agaknya Banyak
juga
Gerritzen
dijumpai
sekali
dan
di
anggota
Caffarelli pada tahun 2002 menunjukkan
masyarakat yang menanggalkan identitas
bahwa nama pertama
kedaerahannya dalam memberi nama. Oleh
berbagai
keserupaan
karena itu penelitian tentang negosiasi
(Gerritzen 2008: 5). Fenomena ini oleh
identitas dalam penemaan ini menjadi
Gerritzen (2008) dimaknai sebagai proses
penting. Jika dikaitkan dengan penelitian
internasionalisasi. Para orang tua sadar
Sulistyawati (2004) penelitian ini akan
bahwa anak-anak mereka tidak saja menjadi
menjelaskan apakah masyarakat di luar
masyarakat
tetapi
keraton memperhatikan relasi kuasa dalam
Dalam
memberi nama pada anak-anak mereka. Jika
menjadi
negara
anak-anak dari
suatu
memiliki
negara,
masyarakat
akan
dunia.
penelitiannya, Gerritzen (2008) menemukan
dikaitkan
ada nama-nama yang memiliki variasi
(2008), penelitian ini akan memperkuat
pelafalan, seperti Andrew, Andreas, Andre,
konsep tentang ‘nama internasional’ yang
dan Anders; Michael, Mikkel, Miguel, dan
merupakan ciri dari masyarakat global.
Michiel.
Nama
dalam
kelompok
ini
ditengarai sebagai nama kristiani yang telah digunakan di Prancis, Inggris, dan Jerman 24
dengan
penelitian
Gerritzen
2. Metodologi
dengan
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan
(Woodward 1997:1; Hogg and Abrams
tujuan
1988:2 )
menjelaskan
pemberian nama
sebuah
fenomena
‘dunia’ tempat ‘aku’ tinggal
dari masyarakat desa
Gotputuk. Data penelitian berupa daftar
Hall (1997: 51)menyatakan bahwa identitas
nama anak-anak yang lahir pada tahun
budaya tidak pernah utuh dan stabil.
2000—2010. Karena penelitian ini ingin
Seseorang akan senantiasa menggunakan
menghubungkan antara proses globalisasi
identitas budaya itu untuk mencari posisi
dengan negosiasi identitas, nama-nama
dalam
yang digunakan sebagai sampel data adalah
bergantung pada ‘di mana aku’ dan ‘dengan
nama-nama
unsur
siapa aku’. Oleh karena itu, identitas tidak
‘modern’ atau ‘urban’. Penentuan sampel
terbatas pada memposisikan diri, tetapi juga
penelitian memang hanya didasarkan pada
berkaitan dengan ‘diposisikan’ oleh ‘liyan’,
intuisi penutur, sebagai penutur jati bahasa
yang dikaitkan dengan
Jawa’.
bahasa, dan budaya (Hall 1997:51)
yang
mengandung
Penutur hanya berasumsi bahwa
suatu
masyarakat.
‘Siapa
aku’
ras, etnis, religi,
nama Jihan, misalnya, bukanlah nama asli
Adalah sebuah keniscayaan bahwa
dari Jawa. Untuk mengurangi subjektifitas
globalisasi mampu merobohkan sekat-sekat
peneliti, digunakan kuesioner sederhana
geografis
yang
tua
mendorong masyarakat bergerak untuk
responden, tentang arti nama tersebut dan
menjadi masyarakat dunia. Oleh karena itu,
latar belakang pemberian nama. Nama yang
apa yang terjadi di suatu tempat
dijadikan sampel data tersebut dianalisis
menjadi inspirasi bagi masyarakat di tempat
maknanya dan kemudian dilakukan proses
lain. Dalam ranah yang lebih sempit, yaitu
interpretasi. Dalam melakukan interpretasi,
Indonesia, globalisasi menjadikan kota-kota
peneliti
besar sebagai
menanyakan
kepada
orang
akan memperhatikan pandangan
orang tua responden dari hasil kuesioner.
dan
budaya.
Globalisasi
akan
ikon keberhasilan. Media
televisi dan telepon seluler merupakan alat yang paling ampuh untuk menghubungkan
3. Konsep
Identitas
dalam
masyarakat pedesaan, yang ada di daerah
Era
terpencil sekalipun, dengan masyarakat di
Globalisasi Identitas menempatkan posisi seseorang
kota-kota besar. Mereka yang tinggal di
atau ‘aku’ di ‘dunia’ dan menunjukkan
daerah dapat dengan mudah menyaksikan
bagaimana ‘aku’ berelasi dengan ‘liyan’ dan 25
apa yang terjadi di kota-kota besar hanya
priyayi.
dengan duduk didepan televisi.
ditinggalkan oleh masyarakat modern yang
Gemerlapnya kehidupan di kotakota
besar
dengan
kemewahan
seperti
ini
mulai
terpajan oleh arus globalisasi.
hidup
Salah satu potret negosiasi identitas
dengan
melalui pemberian nama ini terdapat di desa
menjadi santapan sehari-hari
Gotputuk. Seperti halnya desa lain, desa
masyarakatnya
yang
gaya
Fenomena
sarat
masyarakat yang tinggal di pedesaan.
Gotputuk
Pemajanan gaya hidup ini disertai dengan
heterogen
dari aspek umur, tingkat
mudahnya masyarakat mendapat duplikat
pendidikan,
dan
dari barang-barang mewah yang sedang
kebanyakan dari mereka adalah penduduk
menjadi model. Sebut saja model pakaian,
asli setempat. Hasil sensus penduduk pada
sepatu, tas, model rambut, sampai telpon
tahun (2011) menunjukkan bahwa orang-
seluler. Masyarakat menengah ke bawah
orang yang berasal dari daerah lain dan
dengan mudah dan cepat meniru gaya hidup
tinggal di sana biasanya disebabkan mereka
mewah tersebut.
menikah dengan penduduk asli. Daerah lain
Pengaruh
globalisasi
juga
memiliki
masyarakat
pekerjaan.
yang
Namun,
itu pun masih dalam kawasan pulau Jawa.
menyentuh aspek budaya yang lain, yaitu
Kasus yang demikian
pemberian nama (onomastic). Nama-nama
jumlahnya.
yang dimiliki oleh anak jaman modern ini
menggambarkan bahwa anak-anak mereka
mencerminkan runtuhnya sekat geografis
tetap memiliki darah penduduk yang berasal
dan
dari Jawa.
sosiologis.
Perilaku
masyarakat
mereka
berbeda
Kondisi
tersebut
tersebut mereka
perilaku
representasikan antara lain dalam pemberian
masyarakat sebelumnya. Pada tahun 1950an
nama pada anak yang mereka lahirkan.
dan tahun-tahun sebelumnya, nama-nama
Namun,
yang disandang oleh masyarakat Jawa pada
globalisasi rupanya telah mempengaruhi
umumnya mencerminkan ciri kedaerahan
perilaku mereka dalam tindak pemberian
(Nurhayati 2012). Di samping itu, nama
nama. Nama anak-anak yang lahir pada
juga
tahun
merepresentasikan
dari
sedikit sekali
Nilai ‘kejawaan’
modern dalam memberi nama pada anakanak
itu
status
sosial
penggunanya. Pemberian nama tertentu
pengaruh
2000an
modernisasi
memperlihatkan
fenomena masuknya budaya global.
memiliki tujuan untuk merepresentasikan bahwa penggunanya memiliki status sosial
4. Negosiasi Identitas dalam Nama 26
dan
suatu
Seperti sebelumnya,
telah bahwa
menitikberatkan berbagai identitas
pada
dikemukan penelitian upaya
ini
4.1 Nama yang mengacu pada Kala dan
menguak
Peristiwa
dalam sebuah nama.
Dari data yang dianalisis, dapat
Fungsi utama pemberian nama adalah
dijelaskan bahwa anak-anak desa Gotputuk
fungsi referensial, yaitu memberi identitas
yang lahir pada tahun 2000-2010 memiliki
sebuah maujud atau insan, sehingga maujud
nama yang mengacu informasi temporal
atau insan itu dapat dikenali dan dibedakan
saat mereka lahir. Fenomena ini, menurut
dari maujud atau insan yang lain. Identitas
hemat penulis, merupakan fenomena umum
tersebut dapat berupa identitas kedaerahan,
yang bersifat mendunia. Penamaan yang
keimanan, atau status sosial. Seiring dengan
mengindikasikan
bulan
kelahiran
atau
perkembangan jaman, nama juga dapat
waktu
telah
dilakukan
oleh
merepresentasikan kondisi psikologis dan
masyarakat sebelumnya dan masyarakat
sosial
yang
yang tinggal di daerah atau negara lain. Di
berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap
desa Gotputuk, ditemukan nama-nama yang
‘dunia’ di sekelilingnya. Fungsi tersebut
mengacu pada bulan kelahiran, seperti yang
berkaitan dengan fungsi interpersonal.
terdapat
masyarakat,
NAMA Febrio Aprilia
Mei Juniarni Julian, Julia Agustian
khususnya
kejadian
dalam
tabel
berikut.
TABEL 1: Daftar Nama yang Merefleksikan Kala BULAN LAHIR NAMA BULAN LAHIR Februari Septa September April Octaviona, Oktober Oktavian, Octavio, Okta Mei Novela November Juni Desita Desember Juli Agustus
Yang menarik dari tabel tersebut adalah
bulan sebagai nama diri (proper names),
bagaimana para orang tua memanifestasikan
namun
nama-nama bulan tersebut dalam wujud
memanifetasikannya
nama individu. Masyarakat Jawa tradisional
bunyi. Sebagai contoh, bunyi [j] pada nama
memang telah banyak menggunakan nama
bulan Juni dan Juli pada umumnya diubah 27
mereka
pada
umumnya
dengan
mengubah
menjadi
[y]
sehingga
yang
mengasosiasikan nama tersebut dengan
dihasilkan menjadi mengandung bunyi [j]
bulan kelahiran. Dalam bahasa Jawa,
didalam bentuk Yuli, Yuni. Selain itu,
identitas
nama bulan Agustus termasuk nama yang
kategori pepenget ‘pengingat’.
favorit digunakansebagai nama diri dengan
yang kedua adalah identitas kelompok.
menyingkatnya sebagai Agus. Tiga bulan
Dengan menciptakan nama-nama tersebut,
itulah yang paling favorit digunakan
para orang tua ingin agar
sebagai nama. Dalam tabel di atas,
mereka menjadi bagian dari masyarakat
penggunaan nama bulan Juni dan Juli
nasional atau global yang ‘modern’, alih-
sebagai
alih masyarakat lokal yang tradisional.
nama
diri
nama
dilakukan
tanpa
mengubah bunyi [j]. Perubahan bunyi [y] menjadi [j]
semacam
ini
masuk
dalam Identitas
anak-anak
Berbeda dari nama-nama yang
mengindikasikan adanya
telah diulas di atas, masyarakat desa
perubahan cara pikir dalam menamai anak,
Gotputuk juga ada yang menamai anaknya
yaitu ingin sesuatu
yang berbeda. Di
sesuai dengan nama bulan yang terdapat
samping itu, kata Febrio, Aprilia, Julian,
dalam tahun Islam, yaitu Ramadhan. Dari
Julia
Octaviona,
kata tersebut, dibentuklah nama Rahmada.
Oktavian, Octavio, Okta, Novela, dan
Jika dirunut dari proses pembentukannya,
Desita merupakan kata-kata yang ‘berbau
perubahan dari Ramadhan ke Rahmada ini
global’.
[o], [a], dan
memang sulit dijelaskan. Orang mungkin
[ian/vian/vio] bukan asli dari nama Jawa,
tidak serta merta mengasosiasikan nama
demikian juga dengan penggunaan huruf c
itu dengan bulan Ramadhan1. Pilihan kata
yang dilafalkan [k] dan huruf v yang
Rahmada
ini
dilafalkan [f]. Fenomena ini menunjukkan
disesuaikan
dengan
adanya transformasi budaya dari yang
populer
berciri khas kedaerahan ke skala yang
mengindikasikan bahwa identitas yang
lebih besar, yaitu nasional atau global.
ingin ditonjolkan oleh si pemberi nama
Agustian,
Septa,
Bunyi akhir
Ada
dua identitas yang ingin
direpresentasikan
melalui
penggunaan
saat
kemungkinan
ini.
juga
nama-nama
yang
Penamaan
ini
adalah identitas kekinian, sama dengan mereka yang memodifikasi bulan masehi
nama bulan tersebut. Pertama, orang tua
di atas.
ingin memberi identitas yang tetap pada
Penamaan juga sering dikaitkan dengan
anaknya, yaitu bahwa anak-anak tersebut
peristiwa atau kejadian saat sang anak
lahir pada bulan tertentu. Para orang tua
lahir, seperti Fitria, Fitriana, Fitriani,
itu ingin agar orang lain yang mendengar
Lailatul, Nuzululia, dan Fajar.
nama anak-anak mereka dapat langsung
halnya nama Rahmada, pilihan nama
Seperti
Fitria,
Fitriana,
yang
sesuatu yang penting untuk diungkapkan
mengacu ke peristiwa Idhul Fitri, serta
dan digunakan sebagai alat untuk memberi
Nuzululia, yang mengacu ke peristiwa
identitas pada anak-anak mereka. Namun,
Nuzulul Qur’an, kemungkinan juga untuk
di sisi lain, mereka juga beranggapan
menunjukkan dua identitas. Yang pertama
bahwa anak perlu eksis pada zamannya.
adalah identitas religi. Orang non-muslim
Itulah sebabnya, sebagian dari mereka
tidak mungkin menamai anaknya seperti
memandang perlu menciptakan nama-
tersebut di atas meskipun anaknya lahir
nama yang sesuai dengan zaman.
bersamaan
tersebut.
4.2 Nama-nama yang mengacu pada
Kedua, dengan memodifikasi nama Idhul
Urutan dalam Keluarga dan Jenis
Fitri menjadi Fitria, Fitriana, dan Fitriani,
Kelamin
dengan
dan
Fitriani,
peristiwa
si pemberi nama ingin menunjukkan
Senioritas dalam keluarga Jawa
identitas ‘kekinian’. Sebaliknya, orang-
memili tempat yang istimewa sebab
orang tertentu justru menonjolkan identitas
keluarga Jawa sangat menjunjung tinggi
‘keislaman’
tetap
penghormatan terhadap saudara yang lebih
menggunakan kata Lailatul. Nama Fajar
tua. Adanya istilah anak mbarep atau anak
biasanya diberikan untuk anak yang
sulung dan anak ragil atau anak bungsu
lahirnya pada waktu dini hari. Nama Fajar
menunjukkan
ini adalah nama khas Indonesia, meskipun
tersebut juga tercermin dalam praktik
kata ini berasal dari bahasa Arab. Dalam
penamaan. Kebiasaan masyarakat Jawa
data tidak ditemukan variasi dari nama
memberi nama anaknya sesuai dengan
Fajar. Namun, ada kemungkinan kata
urutan kelahiran telah ada sejak lama dan
Fajar dimodifikasi menjadi bentuk lain,
masih bertahan sampai saat ini. Namun,
misalnya Fajri atau Fajrul. Menggunakan
cara merepresentasikan urutan tersebut
kata Fajar tanpa adanya upaya modifikasi
mengalami perubahan. Sampai dengan
menunjukkan bahwa pemberi nama hanya
tahun 1990an, nama-nama seperti
ingin menunjukkan satu identitas, yaitu
Dwi, Tri, Catur, Ponco, dan Sapto banyak
bahwa anak tersebut lahir di waktu fajar.
dijumpai di kalangan masyarakat Jawa.
mereka
dengan
Dari uraian di atas, tampak
hal
itu.
Cara
pandang
Eko,
Seiring dengan kemajuan zaman, nama-
jelas bahwa masyarakat desa Gotputuk
nama
masih menganggap waktu serta peristiwa
sehingga nuansa ‘kejawaannya’ semakin
yang menyertai kelahiran anak sebagai
lama semakin hilang. Hal tersebut juga 29
tersebut
mengalami
perubahan
terjadi
di
kalangan
masyarakat
desa
Gotputuk di tahun 2000an. Nama urut
4.3 Nama-nama yang mengacu pada
yang berakhiran dengan [-i] kebanyakan
doa dan pengharapan
masih bertahan, seperti Dwi dan Tri. Namun,
nama
oleh masyarakat kebanyakan, masyarakat
dengan [-ↄ] seperti Eko, Ponco, dan Sapto
desa Gotputuk juga menggunakan nama
diganti dengan [-a] sehingga menjadi Eka,
anak-anak mereka sebagai sarana untuk
Panca, dan Sapta. Tindakan ini merupakan
mengungkapkan doa dan harapan yang
salah satu upaya untuk menutupi identitas
baik-baik
‘kejawaan’ dan bergerak menuju identitas
Berdasarkan
‘keindonesiaan’.
pengungkapan ini dapat dikategorikan
keluarga,
yang
dilakukan
berakhiran
Selain
urut
Seperti halnya yang
posisi
urutan
untuk
anak-anak asal
mereka.
muasalnya,
dalam
menjadi empat kelompok, yakni yang
orang tua acapkali menamai
berasal dari bahasa Jawa, Indonesia, Arab,
anaknya sesuai dengan jenis kelamin.
dan bahasa asing non-Arab.
Untuk hal yang satu ini pun, mereka
Nama-nama
yang
berasal
dari
melakukan modifikasi sehingga nama
bahasa Jawa antara lain adalah Cahyani
yang diberikan sesuai dengan zaman. Kata
‘yang bersinar’ , Arini ‘yang senantiasa
Putro atau Saputro diganti dengan Putra
muda’ ,
dan
masih
teguh’ untuk anak perempuan; serta Satrio
dipertahankan, namun ada orang tua yang
‘berjiwa ksatria’ dan Santoso ‘sejahtera’
mengubahnya menjadi Putrie. Perubahan
untuk
itu tampak kecil, namun perubahan itu
menunjukkan bahwa orang tua anak-anak
tetap mengindikasikan adanya perubahan
tersebut bermaksud menunjukkan dua
cara pandang orang tua dalam menamai
identitas pada anak-anak mereka. Yang
anaknya. Huruf ie, meskipun dibacanya
pertama adalah identitas kesukuan, yaitu
tetap [i] banyak digunakan dalam nama-
bahwa anak-anak tersebut adalah bagian
nama yang sifatnya global, seperti Natalie,
dari masyarakat Jawa. Rasa kejawaan para
Charlie, dan Kenzie. Oleh karena itu, ada
orang tua
kemungkinan, penambahan huruf e pada
disampaikan
nama Putrie tersebut dimaksudkan agar
Identitas yang kedua adalah identitas yang
anaknya
berkenaan dengan cara pandang atau
Saputra.
memiliki
Nama
nama
Putri
yang
mirip
dengan nama-nama modern.
dan Ardiyanti ‘yang berjiwa
anak
laki-laki.
Data
ini
inilah yang secara eksplisit pada
masyarakat
luas.
ideologi yang hidup dalam masyarakat 30
tersebut. Pengharapan atau doa agar
‘menyenangkan’, dan ‘dihormati’. Contoh
seorang anak memiliki fisik dan sifat yang
selengkapnya untuk nama-nama dalam
baik sangat terkait dengan ideologi yang
bahasa Arab tersebut adalah sebagai
tertanam
berikut.
dalam
suatu
masyarakat.
Penampilan fisik yang baik menurut TABEL 2: DAFTAR NAMA DARI BAHASA ARAB Farikhah Alfian ‘yang ‘penuh kedamaian’ disukai semua orang’ Nasywa Muhlasin ‘kegembiraan’ ‘kebaikan’ Zahra Ahmad, ‘bunga’ Muhammad ‘Orang yang sering berdoa’ Salma Nauval ‘sejahtera’ ‘tampan’ Khoirunnisa Ridwan ‘wanita yang ‘keredhaan’ berwajah cantik
pandangan masyarakat umum adalah yang ‘senantiasa muda’, meskipun hal itu bertentangan dengan kodrat. Menjadi awet muda merupakan suatu prestasi. Dalam hal karakter, masyarakat percaya bahwa anakanak yang memiliki karakter ‘berjiwa teguh’ dan ‘berjiwa ksatria’ adalah anakanak yang baik. Jiwa yang teguh dapat dimiliki
baik
oleh
laki-laki
maupun
perempuan. Meskipun dalam data hanya ditemukan nama Ardiyanti yang mengacu ke nama perempuan,
nama Ardiyanto
yang
nama
mengacu
ke
kemungkinan besar banyak
yang kebaikan’ Nur ‘Wanita yang
laki-laki digunakan.
Sebaliknya, ‘berjiwa ksatria’ menurut
oleh laki-laki karena nama Satrio tidak memiliki padanan yang mengacu ke nama perempuan. atau
doa
Azizah Rafa, Rava cantik ‘kebahagiaan’
bercahaya’ Rahma Maulana ‘setia’ dihormati’ Hafizah ‘Kehormatan’ Ulfa ‘wanita yang berwajah cantik’
pandangan masyarakat Jawa lazim dimiliki
Harapan
penuh
yang
diungkapkan melalui pemberian nama dari
‘yang
bahasa Arab pada umumnya hampir sama dengan harapan atau doa yang terdapat
Nama-nama tersebut adalah nama-
dalam nama-nama dari bahasa Jawa. Nama
nama yang setakat ini populer digunakan
yang
oleh masyarakat
digunakan
pada
mengungkapkan harapan agar
umumnya anaknya
Indonesia.
berparas ‘cantik’, ‘tampan’, ‘bercahaya’,
Jika
muslim ‘modern’ di sebelumnya
hanya
masyarakat tertentu yang memberi nama 31
anaknya dengan nama Arab, saat ini ada
dalam data yang diperoleh, nama Rafa dan
kecenderungan
sebaliknya.
Rava digunakan untuk menamai anak laki-
Masyarakat muslim pada umumnya akan
laki. Nama Rava juga merupakan kreasi
memberi identitas keislaman pada nama
individu karena
anaknya.
memiliki
yang
Dengan mencermati data yang ada, beberapa
harapan
diungkapkan dalam
yang
melalui
bahasa
Arab
bahasa Arab tidak
huruf
hijaiyah
yang
dapat
dikonversi dengan huruf v. Hal ini
serupa
menunjukkan bahwa masuknya huruf v
penamaan
baik
tersebut karena ada pengaruh budaya
maupun
Jawa.
barat.
Sebagai contoh, nama Zahra (Arab) dan Sekar (Jawa) memiliki makna ‘bunga’;
Selain diungkapkan dalam bahasa
Rahma (Arab) dan Setyowati/Setyoningsih
Jawa
(Jawa) memiliki makna ‘setia’;
merepresentasikan
Nauval
dan
Arab, doa
nama dan
yang harapan
(Arab) dan Bagus (Jawa) memiliki makna
tersebut juga diungkapkan dalam bahasa
‘tampan’. Namun, penggunaan nama Arab,
lain, khususnya dari rumpun Germania.
alih-alih nama Jawa, mengindikasikan
Contoh nama-nama tersebut adalah Fidela,
bahwa para orang tua tersebut hendak
Tsabita, Lucki, Rafika, Dianosa, Vani,
menonjolkan
Sabrina, Vani, Alda, dan Della untuk
identitas
‘Islam’
pada
anaknya. Dengan memberi nama dalam
nama-nama perempuan dan
bahasa Arab mereka menunjukkan bahwa
David, Arshel, serta Deva untuk nama-
anak-anak mereka adalah bagian dari
nama laki-laki. Penggunaan nama-nama
komunitas muslim. Dengan demikian, ada
tersebut
dikotomi ‘muslim’ dan ‘non-muslim’ ,
pemberi nama ingin anak-anaknya menjadi
bukan dikotomi ‘Arab’ vs. ‘Jawa’ yang
bagian dari masyarakat dunia. Selain itu,
hendak mereka kemukakan.
masuknya nama-nama tersebut dalam
Jika menilik tabel di atas, kita juga dapat
masyarakat
menginterpretasikan bahwa tidak semua
tirisnya sekat-sekat ruang desa-kota-dunia.
masyarakat
Gotputuk
Masyarakat tidak lagi dengan mudah
memperhatikan perbedaan gender dalam
menebak apakah seorang tersebut berasal
bahasa Arab. Sebagai contoh, nama Rafa
dari desa atau kota hanya berdasarkan
atau Rava pada umumnya digunakan untuk
nama yang dimiliki. Inilah identitas yang
desa
2
memberi nama anak perempuan . Namun, 32
jelas
menunjukkan
Gotputuk
Ratino,
bahwa
mengindikasikan
ingin dinegosiasikan oleh orang tua dari
Muhammad Zeki Iswanto David Muhlasin Octavio Fajar Shavelo Dhava saputra Rhama Santoso
anak-anak yang memiliki nama tersebut.
5. Aspek pluralitas dalam nama Dalam penjelasan di atas, jenis-jenis
Arshel Eka Keyvin Triyuda Danendra
identitas ditemukan dari satuan nama yang berupa kata. Pada umumnya, nama anak-
Deva Erlangga
anak yang lahir di tahun 2000an memiliki
Jihan Tito Amru
Danang Jodi saputro Kevin Rafa Husni Angin Frielendo Rubianto Noverlo Syeva Maulana
lebih dari satu kata. Bagaimana para orang tua menjalin kata-kata menjadi sebuah nama juga menarik untuk dicermati. Hampir semua
TABEL 5: Daftar nama perempuan yang berasal dari dua bahasa atau lebih
orang tua yang nama
anaknya dijadikan data penelitian ini
Septa Putri Cahyani
Asyafur a Kharya Thiara Putrie Restika Rahma Dewi da Istiana Mawar ni Yulian Tsabita Della Banawati Rana Rahma Zahra Vani Vista Tri Yulia Nadia Arini Lailatul Nur Farikhah Hafizah Fidela Aprilia Elia Nasywa Atikasari Juninar Ardianti ni Novila Desita Kiki Kridayant Dwi Dwi i Ariani Fitriani Putri Anggi Anggi Pragita Rosalia Priyanti k Loulina Alivia Rosmal Eka Putri Dania a Rizka Putri Sabrina Alvia Novita Rafika Chandr Rahmaw Dwi
meramu kata-kata dari dua bahasa atau lebih (Jawa, Indonesia, Arab, Eropa) dalam menciptakan nama untuk anak-anak mereka. Perhatikan dua tabel berikut yang memuat semua nama-nama laki-laki dan perempuan
yang
merupakan
data
penelitian ini.
TABEL 4: Daftar nama laki-laki yang berasal dari dua bahasa atau lebih Alvino Ahmad Alfian Chiko Okta Oktavian Riyanto Putra Dicky Nauval ariyanto Rava Wahyu Okta Listianto Pratama Satrio Chandra Ahmad Chandra Martiko Ridwan Arenza Agustian Yovie Marfelino Ardhana Ahmad Febrio Nayaka ratino Okta Pradifta Malik Ruminar 33
Fitriana Lucki Ayu Puspitas ari Marsa Fitria Salma
Ulfa Aulia Natasya Putri Novia Nuzulul yia Fitri Lelyana Safitri Atika Dwiyant i Amalia Ika Indriyani Dinanti Octavion a Denia Natasya Husna Dafina Khoirun Nisa Eka Fersinta
Ardhana
a Dianos a Antika Fina Mei Nur Wahyu Azizah Listiya ningsih
ati
Gita Santika
Novitasa ri
datangnya anak pertama dari istri ke dua,
Alda Noviza
jika dihitung dari istri pertama. Di samping
namun anak tersebut adalah anak ke tiga
itu, ada motivasi lain dari pemberian nama tersebut, berdasarkan jawaban kuesioner, yaitu (i) agar nama anak tersebut tidak ketinggalan jaman; (ii) agar memiliki sifat
Berdasarkan data dalam dua tabel di atas,
sesuai dengan arti nama tersebut, yaitu
para orang tua pada umumnya memiliki
senantiasa gembira; dan (iii) agar anak
pertimbangan tersendiri dalam merangkai
tersebut nantinya memiliki status sosial
kata-kata menjadi sebuah nama. Kata-kata
yang lebih tinggi. Menurut pendapat
yang
Jawa
penulis, motivasi (i) dan (iii) merupakan
dikombinasikan dengan kata-kata dari
jawaban mengapa ia memilih kata Arshel
bahasa Indonesia populer; dari bahasa
dan Eka Triyuda, alih-alih Eko Triyudo.
Arab;
atau
Orang tua tersebut kemungkinan tidak
sebaliknya secara bebas. Ini berarti tidak
berfikir asal muasal dari kata tersebut,
ada kaidah kebahasaan tertentu yang
tetapi lebih pada harmonisasi bunyi yang
mengatur
Bentuk
dapat merepresentasikan kemajuan jaman.
kombinasi tersebut lebih didasari oleh
Artinya, frasa Eka Triyuda lebih modern
pesan yang hendak disampaikan alih-alih
daripada Eko Triyudo. Dengan memberi
aturan kebahasaan. Sebagai contoh, nama
nama Arshel Eka Triyuda, si pemberi
Arshel Eka Triyuda berasal dari dua
nama justru tidak menunjukkan identitas
bahasa, yaitu dari bahasa Asing dan bahasa
kejawaan dari anaknya. Motivasi (iii) juga
berasal
atau
Sansekerta.
dari
dari
bahasa
kombinasi
3
bahasa
Eropa
tersebut.
Menurut si pemberi nama,
mengimplikasikan
bahwa
orang
tua
Arshel artinya ‘kegembiraan’, Eka artinya
tersebut
‘anak yang pertama’ dari istri ke dua dan
‘ideologi’
Triyuda artinya ‘anak ke tiga’ dari semua
ketinggalan jaman akan menaikkan status
anak yang dimilikinya. Jika diinterpretasi
sosial seseorang. Berdasarkan pluralitas
secara bebas, dengan memberi nama
penamaan tersebut, identitas yang hendak
Arshel Eka Triyuda, orang tua dari anak
dipajankan oleh para orang tua menjadi
ini ingin menyampaikan pesan bahwa
semakin
keluarga tersebut merasa gembira dengan
identitas yang mengacu ke kesukuan. 34
memiliki bahwa
keyakinan nama
kompleks,
atau
yang
bukan
tidak
sekedar
Contoh lain dari pluralitas nama
sosial. Pilihan kata yang berasal dari
tersebut adalah Fidela Nasywa Ardianti.
bahasa
Jawa
digunakan
untuk
Fidela berasal dari bahasa Latin, yang
menunjukkan bahwa anak tersebut bersuku
artinya ‘jujur’; Nasywa berasal dari bahasa
Jawa, sedangkan pilihan kata dari bahasa
Arab yang artinya ‘menggembirakan’, dan
Arab dan bahasa Eropa digunakan untuk
Ardianti berasal dari bahasa Jawa yang
menegosiasikan status sosial dan untuk
artinya ‘berjiwa teguh’. Kombinasi tiga
menunjukkan identitas religi. Berbagai
kata tersebut, menurut si pemberi nama
identitas tersebut dipadukan dalam satu
dimaksudkan agar anak mereka memiliki
nama.
sifat yang sesuai dengan nama tersebut. Alasan kedua adalah agar anak tersebut
6. Harapan
memiliki status sosial yang lebih tinggi.
orang
tua
dalam
pemberian nama
Pilihan kata Fidela inilah yang menurut
Penjelasan di atas adalah upaya
hemat penulis digunakan oleh pemberi
interpretasi penulis dalam menguak makna
nama untuk menaikkan status sosial anak
yang terdapat dalam nama-nama anak dari
tersebut. Sementara itu, kata Nasywa
masyarakat desa Gotputuk yang lahir pada
dipilih, selain karena maknanya, untuk
tahun 2000an. Di bawah ini adalah
menunjukkan identitas religi dan status
harapan para orang tua dalam memberi
sosial. Setakat ini masyarakat muslim
nama-nama tersebut berdasarkan hasil
menengah ke atas banyak menggunakan
kuesioner yang dibagikan. Kuesioner ini
nama Arab untuk anaknya. Oleh karena
memang berupa pertanyaan tertutup, yang
itu, dengan menggunakan nama tersebut,
memberi berbagai pilihan jawaban dari
diharapkan anaknya kelak menjadi bagian
versi penulis. Kelemahan kuesioner ini
dari kelas sosial yang lebih tinggi.
adalah ada kecenderungan dari penulis
Dibandingkan dengan nama Arshel Eka
untuk
Triyuda di atas, nama Fidela Nasywa
responden. Namun, upaya ini tetap penulis
Ardianti
tempuh karena penulis beranggapan bawha
ini
masih
mengungkapkan
identitas kejawaan.
mengarahkan
jawaban
dari
pertanyaan yang sifatnya terbuka akan
Dari paparan di atas, jelas bahwa
sulit mereka jawab sehingga informasi
pluralitas nama dipilih tidak sekedar untuk
yang didapat lebih sedikit.
menunjukkan identitas etnis seorang anak,
Dari hasil kuesioner diperoleh
akan tetapi lebih untuk menaikkan status
jawaban bahwa 54 dari 64 responden atau 35
sekitar 84 persen orang tua berharap
yang ada disekitar mereka. Responden
dengan memberi nama anak-anak mereka
yang memilih jawaban ini ada 32 orang
sedemikian rupa adalah agar anak-anak
atau sekitar 50 persen. Harapan ini terkait
mereka tidak ketinggalan jaman. Ini berarti
erat dengan harapan yang pertama. Perlu
bahwa para orang tua tersebut telah
diketahui bahwa desa Gotputuk terletak
memikirkan
kondisi
jauh dari masyarakat urban. Kehidupan
masyarakat di masa yang akan datang.
masyarakat pada umumnya adalah petani
Mereka
menyadari
atau pegawai negri rendah dan menengah.
mereka
kelak
seperti
apa
bahwa
adalah
anak-anak
bagian
dari
Mereka yang memiliki pendidikan lebih
masyarakat dunia, tidak sekedar bagian
tinggi dari masyarakat pada umumnya atau
dari masyarakat Gotputuk.
mereka yang pernah merantau di kota-kota
Harapan yang kedua adalah agar
besar dan kemudian kembali lagi ke desa
anak-anak mereka memiliki sifat yang
akan
sesuai
Jika
termasuk desa pelosok. Oleh karena itu,
memiliki
dengan memberi nama yang bercorak
harapan seperti itu ada 38 orang atau
‘urban’ atau ‘global’ sebagian masyarakat
sekitar 59 persen. Sifat-sifat tersebut
tersebut ingin menunjukkan identitas yang
terkait dengan (i) penampilan fisik: cantik,
berbeda, yaitu bukan lagi bagian dari
tampan, senantiasa muda; (ii) kepribadian:
masyarakat pedesaan pada umumnya.
setia, murah hati, lemah lembut, tangkas,
Dengan demikian, secara tidak langsung,
terhormat, berjiwa teguh, jujur, dan lain-
kelompok masyarakat ini berupaya untuk
lain; dan (iii) aspek religius: pendoa, suci,
menaikkan status sosial mereka.
dengan
dikuantifikasi,
nama mereka
tersebut. yang
dan terpuji. Harapan ini mengimplikasikan stereotip
masyarakat
Jawa.
merasa
bahwa
desa
Gotputuk
Harapan agar anak-anak mereka
Sifat-sifat
memiliki status sosial yang lebih tinggi
itulah, yang menurut masyarakat Jawa,
dengan menyandang nama-nama yang
yang senantiasa harus dimiliki oleh setiap
dipilih oleh para orang tua tersebut juga
orang. Jadi, meskipun
mereka memilih
dinyatakan secara eksplisit dalam jawaban
nama yang berasal dari bahasa Arab dan
kuesioner. Mereka yang secara eksplisit
bahasa Eropa, kata-kata yang dipilih tetap
menyatakan hal itu ada 27 orang atau
yang mencerminkan kepribadian Jawa.
sekitar 42 persen. Harapan yang keempat
Harapan yang ketiga adalah agar
ini sekaligus memperkuat harapan ketiga
anak-anak mereka berbeda dari anak-anak
dan pertama. Dari paparan ini jelas bahwa 36
menurut
masyarakat
nama
fungsi referensal, atau alat yang befungsi
merupakan salah satu alat yang dapat
untuk mengacu ke entitas tertentu. Namun,
digunakan untuk menaikkan status sosial,
nama adalah media untuk menegosiasikan
selain
berbagai
pekerjaan,
tersebut,
pendidikan,
dan
penghasilan.
identitas
masyarakat.
Alasan-alasan
seperti
di
atas
yang
ada
dalam
Masyarakat
menonjolkan
identitas
dapat
tertentu
banyak diyakini oleh masyarakat yang
menyembunyikan
hidup di era perubahan. Perkembangan
melalui nama diri. Bahkan, nama adalah
dari masyarakat yang masih mengakui
sarana yang ampuh untuk menaikkan
adanya strata sosial menuju masyarakat
status sosial seseorang. Oleh karena itu,
yang
terhadap
dari nama pula kita dapat mengetahui cara
perubahan cara pandang mereka. Mereka
pandang masyarakat dan sikap masyarakat
yang berasal dari kalangan menengah ke
dalam menghadapi dunia di sekitarnya.
bawah tidak lagi terkungkung oleh nama-
Melalui analisis tentang nama inilah kita
nama lokal yang ada disekeliling mereka,
dapat mengetahui bahwa masyarakat desa
tetapi mereka berani keluar dari kelas
Gotputuk yang pada tahun pada tahun
sosial mereka dan menyetarakan status
2000an masih berusia produktif, yaitu
sosial
melalui
yang anak-anaknya lahir pada era itu,
pemberian nama. Artinya, mereka secara
memiliki cara pandang yang bersifat
tidak langsung mengakui bahwa nama-
global. Mereka sadar bahwa ke depan
nama seperti Arshel, Keyvin, Deva, adalah
anak-anak mereka adalah bagian dari
nama-nama untuk masyarakat dengan
masyarakat dunia. Oleh karena itu, anak-
status
egaliter
berpengaruh
anak-anak
sosial
menggunakan
mereka
identitas
atau
tertentu
tertentu.
Dengan
anak tersebut harus dipersiapkan sedini
nama-nama
tersebut
mungkin,
dinaikkan
status
sosialnya
diharapkan anak-anak mereka memiliki
melalui pemberian nama yang bercorak
identitas sebagai bagian dari kelas sosial
global. Namun, di sisi lain, sebagai bagian
yang lebih tinggi.
dari masyarakat Jawa, cara pandang mereka terhadap hakekat manusia masih sama dengan masyarakat Jawa pada
7. Simpulan
umumnya. Dua identitas itulah yang
Dari paparan di atas dapat disimpulkan
berusaha dinegosiasikan oleh masyarakat
bahwa nama diri tidak sekedar memenuhi 37
Woodward, Kathryn (ed.). 1997. Identity and difference. London: Sage Publication
desa Gotputuk yang menjadi responden dari penelitian ini.
Genealogi of Arshell-Arshell Historical Records. Diunduh dari surnames.meaningof-names.com
DAFTAR PUSTAKA
Danesi, Marcel. Dan Paul Perron. 1999. Analyzing Cultures: An Introduction and Handbook. Bloomington: Indiana University Press.
1
Interpretasi bahwa nama Rahmada berarti lahir di bulan ramadhan berasal dari orang tua anak tersebut melalui kuesioner. 2 Arti nama Rafa ditemukan dalam http://www.nama.web.id/614/RAFA.html 3 Disebut bahasa asing karena belum ada sumber yang menyebutkan asal muasal kata Arshel (surnames.meaning-of-names.c
Gerritzen, Doreen. 2008. First Name and Globalization. Diunduh dari http://www.naamkunde.net/wpcontent/uploads/oudedocumenten/gerritzen icos23.pdf Hall, S. 1997. Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage/The Open University. Hogg, Michael and Dominic Abrams. 1988. Social Identifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and Group Processes. London: Routledge. Nurhayati. 2012. From Marto to Marfelino: A Shift in Naming in Gotputuk Village. Dalam International Seminar: Language Maintenance and Shift II (Proceedings). Semarang: Master Program in Linguistic, Diponegoro University in Collaboration with Balai Bahasa Jawa Tengah. Sulistyawati. 2004. Nama dan Gelar di Kerton Jogyakarta. Dalam Humaniora. Vol. 16. No. 3. Oktober 2004. Hlm. 263-275
38
39