app PENGEMBANGAN BIONANOKOMPOSIT FILM BERBASIS TAPIOKA/NANOPARTIKEL PERAK DAN TAPIOKA/NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN PLASTICIZER GLISEROL
MELITA INTAN RAHADIAN
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan Plasticizer Gliserol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Melta Intan Rahadian NIM F24110065
ii
ABSTRAK MELITA INTAN RAHADIAN. Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan Plasticizer Gliserol. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA. Pati tapioka dapat dibentuk menjadi film bioplastik yang transparan sebagai film plastik sintetis. Namun film pati tapioka masih memiliki kelemahan yaitu relatif mudah retak, permeabilitas terhadap uap air yang tinggi, sensitif terhadap kelembaban, dan sifat mekanis yang kurang baik. Penambahan nanopartikel di film berguna untuk meningkatkan elongasi dan kuat tarik, stabil terhadap kelembaban dan memberikan aktivitas antimikroba film. Sementara itu, penambahan gliserol berguna untuk meningkatkan keplastisan film sehingga tidak mudah retak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan karakteristik kemasan fungsional film dari berbagai formulasi pembuatan film bionanokomposit yang terbuat dari tapioka dengan nanopartikel perak (Ag-Np) dan nanopartikel seng oksida (ZnO-Np) serta gliserol sebagai pemlastis. Penambahan nanopartikel dilakukan pada jumlah 0%, 0,5%, dan 1% berat pati, sedangkan gliserol digunakan sebesar 0% dan 20% berat padatan (hanya pati atau pati+nanopartikel). Nilai transimisi uap air menurun secara signifikan akibat penambahan Ag-Np dan ZnO-Np hingga konsentrasi 1% (dari 18,0569 g/hm2 menjadi 12,0574 g/hm2) sehingga meningkatkan kemampuan film untuk menghambat penyerapan air sebagai pengemas. Penambahan Ag-Np dan ZnO-Np hingga konsentrasi 1% dengan gliserol 20% juga mampu meningkatkan nilai elongasi (dari 1,2% menjadi 88,8%), namun menurunkan nilai kuat tarik (dari 22,93 MPa menjadi 4,03 MPa). Penambahan gliserol memberikan efek yang bertentangan untuk kuat tarik karena menghasilkan nilai kuat tarik yang rendah. Selain itu, hasil menunjukkan bahwa film yang dibuat dengan ZnO-Np memiliki aktivitas antimikroba lebih kuat daripada yang dibuat dengan Ag-Np untuk kedua bakteri, gram negatif positif dan gram negatif. Secara keseluruhan, tampaknya formulasi ZnO-Np 1% adalah formulasi terbaik untuk mengembangkan film bionanokomposit berbasis pati tapioka. Kata kunci: Bionanokomposit Film, Nanopartikel Perak (Ag-Np), Nanopartikel Seng Oksida (ZnO-Np), Pati Tapioka, Film Antibakteri.
iv
ABSTRACT MELITA INTAN RAHADIAN. Development of Bionanocomposite Film Made from Cassava Starch/Silver Oxide Nanoparticles and Cassava Starch/Zinc Oxide Nanoparticles with Glycerol as Platicizer. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA. Cassava starch can be formed into bioplastic film which is transparance as synthetic plastic films. However, pure cassava starch film has some drawbacks such as brittle, poor barrier to water vapour, sensitive to humidity and not stable during the application. The addition of nanoparticles in film was intended to increase the elongation and tensile strength, moisture stability and to provide antimicrobial activity. Meanwhile, the addition of glycerol was intended to increase the plasticity of films so they will not be easily cracked. The main purpose of this research is to elaborate the functional packaging characteristics of bionanocomposites films made from cassava starch with or without silver nanoparticles (Ag-Np) of zinc oxide nanoparticles (ZnO-Np) with glycerol as plasticizer. The addition of nanoparticles was conducted at the amount of 0%, 0,5%, and 1% by weight of the starch, whereas glycerol was used at the amount of 0% and 20% by weight of the solids (starch only or starch+nanoparticles). The value of water vapor transmission decreased significantly with the addition of Ag-Np and ZnO-Np at the concentration of 1% (from 18,0569 g/hm2 to 12,0574 g/hm2) so it enhance the water barrier of the films as packaging materials. The addition of Ag-Np and ZnO-Np at the amount of 1% with 20% of glycerol was also able to inreased the value of elongation (from 1,2% to 88,8%), but decreased the value of tensile strength (from 22,93 MPa to 4,03 MPa). The addition of glycerol gave contrary effect to the tensile strength because it produces low tensile strength values. Moreover, the results show that films made with ZnO-Np had a stronger antimicrobial activity than those made with Ag-Np for both gram positive and gram negative bacteria. In overall, it seems that the formulation of 1% ZnO-Np is the best formulation for developing bionanocomposite film based on cassava starch. Keywords: Bionanocomposite Films, Silver Nanoparticle (Ag-Np), Zinc Oxide Nanoparticle (ZnO-Np), Cassava Starch, Antibacterial Films.
PENGEMBANGAN BIONANOKOMPOSIT FILM BERBASIS TAPIOKA/NANOPARTIKEL PERAK DAN TAPIOKA/NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN PLASTICIZER GLISEROL
MELITA INTAN RAHADIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vi
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 dengan judul Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan Plasticizer Gliserol. Atas terselesaikannya kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimkasih kepada: 1. Papa Unteano Maryanto, Mama Midiah Sulastry, Ilham Yudha, Eyang Sri Sulastry serta keluarga yang selalu memberi semangat, dukungan, nasehat, dan doa bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada tingkat sarjana. 2. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP,DEA. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan gagasan, ide, saran, arahan dan bimbingan selama kuliah, penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan perbaikan bagi penulis. 4. Pak Iyas, Mas Edhi, Pak Yahya, Mba Nurul, Bu Antin, dan Pak Rojak selaku laboran yang telah banyak membantu dan memberi saran dalam kegiatan analisis dan staff UPT yang membantu penulis dalam mengurus dokumen-dokumen penulis. 5. Errick Emerseon dan Samsul Wahidin sebagai rekan mahasiswa satu bimbingan yang telah banyak membantu penulis dan bekerjasama dengan baik. 6. Gilang Megan Wibisono dan “GCS” Luni, Nicky, Olivia, Tassa, Tasha, Winda, Steven, Anand, Eka, Nikola, Muksin serta temanteman ITP 48 yang membantu penelitan, memberikan dukungan, hingga skripsi ini selesai. 7. Ayu Annisa Charantia, Tyas Atika Permatasari, dan Tania Putri Amalia yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 8. Bang Uje, Mas Bayu, Meaw, dan Nurain yang telah banyak membatu dan memberikan masukan penulis saat analisis hingga skripsi ini selesai. Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Agustus 2015 Melita Intan Rahadian
x
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tapioka dan Film Berbasis Tapioka
2
Nanopartikel Perak
3
Nanopartikel Seng Oksida
5
Plasticizer
6
METODOLOGI PENELITIAN
7
Alat dan Bahan
7
Pembuatan Film
8
Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
10 13
Aktivitas Air
13
Water Absorption
13
Water Vapour Transmition Rate (WVTR)
14
Warna
15
Kuat Tarik
16
Elongasi
17
Scanning Electron Microscope (SEM)
18
Antimikroba
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
35
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Penelitian mengenai pengaruh penambahan Ag-Np Penelitian yang menggunakan ZnO-Np Penelitian efek penggunaan plasticizer terhadap film Formulasi pembuatan bionanokomposit film Hasil pengamatan antimikroba (mm)
5 6 7 9 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pati tapioka Bionanokomposit film pati tapioka Nanopartikel perak Ilustrasi mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel perak (Wong dan Liu 2010) Nanopartikel seng oksida Diagram alir proses pembuatan bionanokomposit film Diagram alir uji antimikroba film Hasil pengamatan aktivitas Air (Aw) Hasil pengamatan water absorption (%) Hasil pengukuran water vapour transmition rate (g/hm2) Hasil pengamatan warna (∆E) Hasil pengukuran kuat tarik (MPa) Hasil pengukuran elongasi (%) Mikrostruktruktur SEM (a) Ag0Zn0G0, (b) Ag1G0, (c) Ag1G20, (d) Zn1G0, (e) Zn1G20
2 3 4 4 6 8 12 13 14 15 16 17 18 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gambar bionanokomposit film Hasil ANOVA nilai aktivitas air Hasil ANOVA nilai water absorption Hasil ANOVA nilai water vapour transmition rate Hasil ANOVA nilai intensitas warna Hasil ANOVA nilai kuat tarik Hasil ANOVA nilai elongasi Hasil ANOVA daya hambat mikroba S Aureus Hasil ANOVA daya hambat mikroba E coli
26 27 28 29 30 31 32 33 34
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya permintaan konsumen terhadap kualitas dan keamanan yang lebih baik, mendorong digunakannya bahan kemasan yang tidak hanya memberikan perlindungan, namun juga dapat memperpanjang umur simpan suatu produk makanan. Jenis pengemas yang umum digunakan adalah kemasan plastik sintetik yang berasal dari minyak bumi yang bersifat non biodegradable dan dapat mencemari produk makanan yang dikemas. Hal ini menyebabkan permasalahan kesehatan dan lingkungan di waktu mendatang, sehingga perlu dilakukan pengembangan bahan pengemas yang memiliki karakter biodegradable yang bersifat ramah lingkungan (Keshwani et al 2015). Salah satu alternatif membuat plastik biodegradable adalah penggunaan pati tapioka. Tapioka digunakan karena ketersediaan bahan yang mudah diperoleh, murah, serta bersifat edible dan biodegradable (Rodriguez 2006). Tapioka mengandung 83% amilopektin dan 17% amilosa (Liu et al 2005). Film yang dibuat dari pati saja bersifat mudah retak, sehingga perlu ditambahakan plasticizer agar lebih lentur. Menurut penelitian Tang et al (2008), tapioka yang telah ditambahkan plasticizer gliserol membentuk film dengan sifat mekanis yang baik, homogen, fleksibel, dan mudah ditangani. Namun, penambahan gliserol menjadikan film yang dibuat dari tapioka memiliki sifat higroskopis yang tinggi, sehingga film menjadi tidak stabil terhadap kelembaban (Harris 2001). Salah satu cara untuk memperbaiki performa film tapioka adalah dengan mencampurkan filler berukuran nano ke dalam biopolimer sehingga terbentuk polimer nanokomposit (Yoksan dan Chiracanchai 2010). Polimer nanokomposit adalah material baru yang mengandung matriks polimer dan partikel filler dalam skala nano (≤100 nm). Struktur nano diketahui dapat meningkatkan sifat fungsional, morfologi, serta stabilitas dari matriks polimer yang digunakan sebagai film (Slavutsky dan Bertuzzi 2014). Distribusi partikel nano dalam matriks polimer serta interaksi interfasialnya dengan polimer dapat meningkatkan sifat mekanis, barrier, dan termal dari polimer komposit (Yadollahi et al 2014). Logam seperti perak (Ag-Np) dan seng oksida (ZnO-Np), dapat digunakan sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan sifat fungsional kemasan lebih jauh. Pembuatan film dari bionanokomposit dengan penambahan nanopartikel dari film tapioka diharapkan dapat memiliki sifat antimikroba, sehingga kemasan film yang dihasilkan dari bionanokomposit ini dapat menjadi salah satu bentuk kemasan aktif sebagai antimikroba (Paula 2012). Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat fungsional kemasan dari film tapioka dengan penambahan nanopartikel (Ag-Np atau ZnONp). Secara spesifik, penilitian ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik sifat fungsional film dari berbagai formulasi pembuatan bionanokomposit tapioka dengan penambahan Ag-Np, ZnO-Np, serta gliserol, sehingga akan didapatkan
2
formulasi yang tepat dengan meningkatnya sifat fungsional kemasan, seperti sifat mekanis, barrier, dan aktivitas antimikroba pada film.
TINJAUAN PUSTAKA Tapioka dan Film Berbasis Tapioka Singkong dapat diolah menjadi tepung atau pati tapioka. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan mudah diperoleh (Bourtoom 2007). Pati memiliki rumus molekul (C6H10O5)n yang bersifat mudah terdegradasi dan dapat diperbarui. Pati terdiri atas dua komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai linear dari glukosa dan dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin merupakan polimer bercabang dari glukosa dengan ikatan glikosidik α-(1,4)-D-glukosa dan α(1,6) (Chaplin 2006). Ikatan glikosidik dapat terurai dengan adanya air panas yang memisahkan dua fraksi, yaitu fraksi terlarut yaitu amilosa dan fraksi tidak larut yaitu amilopektin.
Gambar 1 Pati tapioka Tapioka memiliki kandungan pati tertinggi dibandingkan dengan sumber pati lainnya yaitu mencapai 90% dari berat total pati yang dihasilkan. Kadar amilosa pati tapioka berkisar 20-27%, sedangkan amilopektin berkisar 70-80% (Chaplin 2006). Amilopektin pada pati menyebabkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan mengurangi terjadi retrogradasi. Pati yang memiliki kadar amilosa tinggi akan membentuk film yang kuat, karena struktur amilosa memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen antar molekul glukosa penyusun dan selama pemanasan mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat memerangkap air, sehingga menghasilkan gel yang kuat. Menurut Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 6273 0C, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63 0C. Berdasarkan data FAO (2007) menunjukkan Indonesia berada pada peringkat keempat di dunia (20.834.241 ton) sebagai penghasil pati tapioka. Pembuatan nanokomposit merupakan salah satu cara untuk mengatasi kelemahan polimer alam yang diketahui memiliki sifat mekanis dan barrier yang buruk. Pencampuran homogen antara berbagai jenis biopolimer dengan berbagai macam material pengisi (filler) berukuran nano menghasilkan peningkatan sifat
3
fisik, mekanis serta barrier terhadap gas pada film yang terbentuk (Yoksan dan Chirachancai 2010). Hal ini disebabkan adanya interaksi interfasial yang kuat antara material pengisi, yang memiliki luas permukaan yang besar, dengan matriks polimer. Penelitian film berbahan tapioka telah banyak dikembangkan. Menurut Krochta (1992) pembentukan film berbasis tapioka memiliki sifat tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak beracun, dapat diurai secara biologi, memiliki tingkat kejernihan yang tinggi, namun masih memiliki kelemahan yaitu mudah retak, sehingga diperlukan tambahan plasticizer untuk memperbaiki sifat fungsional tersebut. Penelitian Hasanah (2012) membuat film tapioka dengan gliserol dan dihasilkan film yang bersifat tidak rapuh, transparan, homogen, namun kekuatan mekanis masih rendah. Begitu pula dengan penelitian Ulfiah (2013) yang memodifikasi film tapioka terplastisasi gliserol dengan alginat, film yang dihasilkan transparan, fleksibel, homogen, kekuatan mekanis film meningkat, namun morfologi film kurang baik. Pembuatan film dari tapioka memiliki karakteristik yang cukup baik walaupun laju transmisi terhadap uap air cukup tinggi. Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan termasuk kelompok hidrokoloid yang bersifat higroskopis (Harris 2001). Gliserol diduga dapat berinteraksi kuat dengan amilosa dan amilopektin sehingga dapat meningkatkan sifat mekanis film, tidak rapuh, homogen, dan transparan (Myllärinen et al 2002). Kemasan film tapioka dapat ditambahkan bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah kemasan yang mampu mengurangi, menghambat, atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan.
Gambar 2 Bionanokomposit film pati tapioka Nanopartikel Perak Nanopartikel perak (Ag-Np) memiliki potensi yang luas untuk dikembangkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah antimikroba yang efektif untuk menahan pertumbuhan mikroba patogen dalam kemasan makanan (Llorens et al 2012). Selain itu, Ag-Np memiliki sifat kimia dan fisik yang unik, termasuk stabilitas termal yang baik dan memiliki aktivitas antimikroba (Yoksan dan Chirachancai 2010). Luas permukaan yang besar dari Ag-Np meningkatkan efektivitasnya sebagai antibakteri lebih dari 150 jenis mikroba (An et al 2008). Ag-Np memiliki keunggulan yang dapat digunakan untuk suatu kemasan produk pangan, terutama untuk makanan-makanan yang rentan terhadap mikroba pembusuk, ataupun mikroba patogen yang dapat mengkontaminasi makanan.
4
Gambar 3 Nanopartikel perak Berbagai mekanisme aktivitas antimikroba dari nanopartikel perak dapat dilihat pada Gambar 4. Ion Ag+ dapat berinteraksi dengan gugus tiol dalam protein yang kemudian menginaktifasi enzim respiratori serta memproduksi ROS (reactive oxygen species) (Matsumura et al 2003). Selain itu, ion Ag+ mampu bereaksi dengan gugus sulfhidril dalam protein sehingga mencegah replikasi DNA. Degradasi molekul lipopolisakarida oleh nanopartikel perak berpengaruh pada stuktur dan permeabilitas membran sel (Feng et al 2000).
Gambar 4 Ilustrasi mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel perak (Wong dan Liu 2010) Penambahan Ag-Np kedalam larutan film harus diperhatikan. Batas kandungan ion perak dalam makanan menurut regulasi EFSA (2005) yaitu 0,05 mg/kg, sedangkan menurut WHO (2003) dan USEPA (2001) level maksimum kontaminan ion perak dalam air minum harus kurang dari 0,1 mg/L dimana NOAEL (No Adverse Effect Level/level tidak terdeteksi efek buruk) yang ditetapkan sebesar 0,005 mg/kg BB/hari. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh penambahan Ag-Np sebagai filler dan polimer nanokomposit dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Penelitian mengenai pengaruh penambahan Ag-Np Sitasi Yoksan dan Chirachanchai (2010)
Maity et al (2012)
Rhim dan Wang (2014)
Polimer Kitosan-patinano perak (0,07-0,29%)
Hasil Kuat tarik film meningkat dari 66,88 MPa menjadi 74,55 Mpa (0,29%) Elongasi meningkat dari 4,60% menjadi 7,23% (0,15%) WVTR meningkat dari 47,60 g/m2 h menjadi 59,21 g/m2 h (0,29%) Inkorporasi nano Perak menghambat pertumbuhan E. coli, S. aureus dan B. cereus (± 30 mm) Metil selulosa- Kuat tarik film meningkat hingga 35,58% nano perak Elongasi meningkat dari 13,31% menjadi 23,92% Inkorporasi 0,2 mg/ml nano Perak menghambat pertumbuhan B. subtilis (28mm), B. cereus (24 mm), E. coli (18 mm) dan P. aeruginosa (17 mm) Karagenan Kuat tarik film meningkat 14-26% nano perak WVP menurun sebesar 12-27% Inkorporasi nano Perak pada film menghambat pertumbuhan E. coli dan L. monocytogenes Nanopartikel Seng Oksida
Penggunaan nanopartikel seng oksida (ZnO-Np) banyak diaplikasikan pada bidang pangan karena sifatnya yang aman dikonsumsi (GRAS), mudah terurai menjadi ion-ion setelah masuk ke dalam tubuh (FDA 2011), dan memiliki efektifitas antimikroba. ZnO merupakan sumber untuk suplementasi Zn dan fortifikasi yang aman, karena akan terurai menjadi ion Zn setelah konsumsi. Selain memliki fungsi sebagai sumber fortifikasi, ZnO juga dapat digunakan untuk memperpanjang self life produk pangan. Sifat antimikroba pada kemasan makanan dapat berinteraksi dengan produk pangan utuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme yang ada pada permukaan bahan makanan (Kanmani dan Rhim 2014). Batas maksimal ZnO yang dapat dikonsumsi manusia adalah 40 mg / hari / 50 kg berat badan. Mekanisme antibakteri pada ZnO-Np adalah dengan menghancurkan membran sel bakteri, sehingga sitoplasma dan berbagai organ sel keluar dari sel yang menyebabkan pertumbuhan sel terhambat atau mati (Brayner et al 2006). Mekanisme lainnya yaitu kerusakan yang terjadi kerena ZnO-Np termasuk dalam golongan logam yang masuk melalui membran, lalu merusak jalur metabolisme sel dan dideteksi sebagai kofaktor ataupun koenzim, sehingga merusak struktur stabilizer dari sel (Gaballa dan Helman 1998). Aplikasi ZnO-Np pada film dapat memperbaiki sifat barrier dan mekanis dari film dengan cara menghambat laju transmisi uap air serta memberi struktur padatan pada film sehingga akan
6
meningkatkan kuat tarik. Beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur dan karakteristik ZnO nanopartikel dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 5 Nanopartikel seng oksida Tabel 2 Penelitian yang menggunakan ZnO-Np Sitasi Ma et al (2009)
Polimer Pati kacang-nano ZnO
Hasil Kuat tarik film meningkat dari 3,94 MPa menjadi 10,80 MPa WVP menurun dari 4.76 x 10-10 g/m.s.Pa menjadi 2.18x10 - 10g/m.s.Pa
Chae dan Kim (2006)
Polyacrylonitrile -nano ZnO
Puncak kristalisasi menurun dari 285,4 0 C menjadi 272,1 0C Kuat tarik meningkat dari 55,3 Mpa menjadi 56,6 MPa Elongasi menurun dari 11,64% menjadi 10,61%
Jin et al (2009)
Polivinproldionnano ZnO
Memiliki sifat antimikroba menghambat pertumbuhan mikroba patogen L. monocytogenes, S. enteritidis, dan E. coli O157:H7 dalam cairan putih telur dan media kultur
Plasticizer Pembuatan film dengan tapioka bersifat relatif mudah retak, sehingga perlu penambahan plasticizer yang dapat meningkatkan sifat mekanis agar lebih lentur dan kuat. Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanis senyawa tersebut (Krochta 1992). Penambahan plasticizer dapat menurunkan gaya intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas film dengan memperlebar ruang kosong molekul dan melemahkan ikatan hidrogen rantai polimer, yang mengakibatkan peningkatan elongasi dan penurunan kuat tarik seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi
7
migrasi molekul uap air (Rodriguez et al 2006). Penggunaan plasticizer juga harus diminimalkan karena penambahan plasticizer dapat memberikan pengaruh buruk pada sifat film, seperti menurunkan nilai kuat tarik dan menurunkan kemampuan film untuk menarik air. Menurut Suppakul (2006) jenis plasticizer yang paling umum digunakan pada pembuatan film hidrofilik adalah gliserol, sorbitol, dan polietilen glikol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik, seperti pati, pektin, gelatin dan modifikasi pati, maupun pembuatan film berbasis protein. Gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, mengikat air, menurunkan aw, dan meningkatkan viskositas larutan. Gliserol merupakan senyawa golongan alkohol polihidrat yang memiliki tiga buah gugus hidroksil dengan rumus kimia C₃H₈O₃. Nama kimia gliserol adalah 1,2,3 propanatriol dengan berat molekul 92,1, massa jenis 1,23 g/cm², titik didihnya 209 0C, dan kelarutan tinggi yaitu 71 g/100 g air pada suhu 25 0C (Winarno 1997). Beberapa penelitian mengenai efek penggunaan plasticizer terhadap film dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penelitian efek penggunaan plasticizer terhadap film Sitasi
Jenis Plasticizer
Suyatma et al (2005)
Gliserol, EG, PEG, PG
Bourtoom (2008)
Sorbitol, gliserol dan PEG
Silva et al (2009)
Gliserol (1-15% w/v)
Hasil Gliserol dan PEG (20% w/w) memiliki efisiensi dan stabilitas sebagai plasticizer film kitosan lebih baik dibanding EG dan PG Film dengan Sorbitol cenderung rapuh, memiliki kuat tarik (26,06 MPa) paling tinggi dan WVP (5,45 g.mm/m2.h.kPa) paling rendah Film dengan Gliserol dan PEG cenderung fleksibel, memiliki kuat tarik (14,31 dan 16,14 MPa) rendah serta WVP (14,52 dan 14,69 g.mm/m2.h.kPa) tinggi Semakin tinggi konsentrasi gliserol, semakin menurunkan kuat tarik dan semakin meningkatkan solubilitas, kadar air serta elongasi dari film Konsentrasi gliserol yang direkomendasikan 5-10%
METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetakan film, gelas kimia, neraca analitik, magnetic sterer, hot plate, oven, desikator, Shibaura WA360 aw meter, mikrometer sekrup, Universal Testing Machine Shimadzu,
8
Desikator, kaleng WVTR, JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microsccope, Minolta Chromatometer 300, refrigator, cawan petri, ose, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet, botol semprot, inkubator 37 0C, dan oven. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ag-Np (15± 5 nm, Xuancheng Jingrui New Material Co Ltd, China) dan ZnO-Np (20 nm, Wako Pure Chemical Industries Ltd, Jepang) serta pati tapioka dengan merek “Cap Gunung Mas”. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, gliserol, garam jenuh Mg(NO3)2, KCl, , dan alumunium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba, yaitu Nutrient Agar, Nutrient Broth, etanol 70% dan kultur uji yang merupakan koleksi SEAFAST CENTER IPB yaitu Eschericia coli (ATCC 25922) dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923). Bahan kimia lain dan pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah technical grade. Pembuatan Film
Ag-Np atau ZnO-Np : akuades ((0: 0,03: 0,06 g) : 150 ml)
Pati : akuades (6g : 150 ml)
Pengadukan dengan homoginizer
Peanasan dan pengadukan, magnetic sterer
Suspensi jernih, suhu 70 0C
Gliserol (0: 1,2 ml)
Pencetakan Pengeringan (30-40 0C), 24 jam
Bionanokomposit Film Penyimpanan Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan bionanokomposit film
9
Tahap pertama penelitian adalah pembentukan bionanokomposit film menggunakan bahan tapioka/nanopartikel perak (Ag-Np) dan tapioka/nanopartikel seng oksida (ZnO-Np) dengan gliserol diberi perlakuan pemanasan dan pengadukan. Formulasi film dapat dilihat pada Tabel 4. Film pati tapioka - Ag-Np atau ZnO-Np masing-masing dibuat dengan cara nanopartikel disuspensikan dalam 150 ml akuades. Langkah selanjutnya suspensi nanopartikel tersebut dihomogenisasi selama 3 menit dengan kecepatan maksimum. Pati tapioka ditimbang sebanyak 6 gram lalu ditambahkan 150 ml akuades lalu dicampurkan, dipanaskan, dan diaduk menggunakan magnetic sterer di atas hot plate. Gliserol ditambahkan pada larutan film dari berat pati, lalu ditambahkan suspensi nanopartikel. Selanjutnya larutan dipanaskan hingga berwarna jernih dengan suhu berkisar 70 0C. Langkah selanjutnya suspensi pati dituang kedalam cetakan yang telah di semprotkan etanol 70%. Suspensi pati yang berada di cetakan lalu dimasukan ke dalam oven pada suhu 30-40 0C. Film yang sudah kering kemudian dilepas dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam desikator untuk menjaga kelembabannya untuk dilakukan analisis. Film yang dihasilkan dilakukan untuk tahap kedua, yaitu analisis dengan menguji secara fisik dan aktivitas antimikroba. Parameter fisik yang diuji adalah Aw, laju transmisi uap air, water absorption, warna, kuat tarik, elongasi, dan mikrostruktur. Pengamatan antimikroba dilakukan dengan metode sumur menggunakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Tabel 4 Formulasi pembuatan bionanokomposit film Plasticizer (Gliserol) (%w/w solid) 0
Jenis Nanopartikel Ag
ZnO
20
Ag
ZnO
Konsentrasi Nanopartikel (%w/w solid) 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0
Pati Tapioka (%) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Sampel
Ag0Zn0G0 Ag0.5G0 Ag1G0 Ag0Zn0G0 Zn0.5G0 Zn1G0 Ag0Zn0G20 Ag0.5G20 Ag1G20 Ag0Zn0G20 Zn0.5G20 Zn1G20
10
Metode Penelitian Aktivitas Air (AOAC 1984) Aktivitas air dari film diukur dengan menggunakan Aw-meter Shibaura WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran, chamber Aw-meter terlebih dahulu dibersihkan menggunakan tissue. Sampel yang digunakan dalam pengukuran mempunyai luasan 2 x 2 cm. Water Absorption Water absorption adalah kemampuan film dalam menyerap uap air yang ada di lingkungan. Kemampuan ini dimiliki karena sifat dari film yang mudah menyerap air (higroskopis) sampai batas tertentu. Film yang dihasilkan memang bersifat higroskopis sehingga akan mudah dalam menyerap air. Metode yang digunakan untuk water absorption seperti yang dikembangkan oleh Cao et al (2007) yang sudah dimodifikasi. Film terlebih dahulu dipersiapkan dengan luas 2 x 2 cm dan ditimbang hingga beratnya konstan (selama 4 hari). Potongan film dimasukkan kedalam desikator yang berisi air. Perhitungan water absorption dilakukan dengan cara: Water Absorption= [(W2 – W1)/W1)] × 100% W2 = Berat sampel akhir W1 = Berat sampel awal Water Vapour Transmition Rate (WVTR) (ASTM E96-95) Water vapour transmition adalah salah satu kemampuan dari film dalam melewatkan uap air. Nilai WVTR dapat diukur berdasarkan prinsip perbedaan RH suatu lingkungan sehingga dapat diketahui kemampuan daya lewat uap. Film digunakan sebagai penutup pada kaleng lalu di rekatkan menggunakan parafin. Nilai WVTR dapat diketahui dengan melihat perbedaan berat kaleng yang telah diisi CaCl₂ pada kondisi RH tinggi seperti desikator yang telah diberi KCl yang bersifat higroskopis akan mampu menyerap uap air dari luar sehingga beratnya akan bertambah. Setiap kaleng ditimbang dengan interval waktu 1 jam pada periode 6 jam. Adapun rumus untuk mencari WVTR adalah
WVTR Slope A
= water vapour transmition rate (g/hm²) = fungsi linier penambahan berat dan waktu (g/h) = luas area film (m²)
Kuat Tarik dan Elongasi (ASTM D 882-09) Nilai kuat tarik dan elongasi dari film diukur menggunakan universal testing machine Shimadzu. Persiapan sampel dilakukan dengan menyiapkan film dengan lebar 2 cm dan panjang 7 cm kemudian dipotong dan dimasukan ke grip pengunci. Alat kemudian dijalankan dan dihentikan ketika film tepat putus
11
sehingga dapat diketahui gaya tarik ketika film putus. Nilai elongasi didasarkan atas pemanjangan film saat film putus dan kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film putus.
L1 = panjang awal film (m) L2 = panjang film ketika putus (m)
N = Gaya saat film putus (Newton) A = Luas area film (m²) Warna Warna dari film diamati menggunakan alat Minolta CR 300 Chromatometer yang bekerja berdasarkan prinsip pengukuran warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel. Hasil pengukuran chromatometer dikonversi dalam sistem CIE yang mempunyai lambang L*, a*, dan b*. Nilai skala L* a* b* ini dapat dirubah menjadi nilai ∆E dengan rumus ∆E = (L*² + a*² + b*²)½. Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Mikroscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil permukaan benda. Sampel beberapa miligram yang telah disiapkan terlebih dahulu dilakukan coating dengan emas agar lebih tahan terhadap panas lalu diamati permukaannya. Adapun energi yang digunakan dalam pengamatan adalah 20 kV. Pengamatan dilakukan menggunakan SEM yang terdapat pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Uji Antibakteri Metode Difusi Sumur Pengujian antimikroba metode sumur ini dilakukan menggunakan dua bakteri indikator patogen yaitu Escherichia coli (ATCC 25922) dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923). Langkah awal yang dilakuakan adalah persiapan media bakteri yaitu NA (Nutrient Agar) yang telah diinokulasikan bakteri uji sebanyak lima ose. Media yang telah siap, lalu dituangkan kedalam cawan petri secara aspetis dan ditunggu sampai memadat. Setelah memadat, dilakukan pembuatan lubang sumur menggunakan cone khusus dari pipet dan dilakukan penuangan film yang akan diuji aktivitas antimikroba nya. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 0 C, langkah selanjutnya dilakukan pengamatan untuk melihat aktivitas antimikroba. Perhitungan zona hambat diukur berdasarkan jari-jari penghambatan berupa area bening di sekeliling sumur uji. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka
12
sorong pada beberapa sisi sumur uji lalu diambil rata-ratanya. Adapun rumus yang digunakan adalah
r’ r1 r2 rn n
= = = = =
jari-jari rata-rata jari-jari sisi ke 1 jari-jari sisi ke 2 jari-jari sisi ke n banyaknya pengukuran
Kultur Bakteri
Inokulasi pada 10 ml NB Inkubasi 37 0C, 24 jam Kultur Uji Inokulasi pada 200 ml NA
Penuangan pada cawan 20 ml Pendinginan Pembuatan dan penuangan 0,1 ml larutan film pada sumur Inkubasi 37 0C, 24 jam Pengamatan Gambar 7 Diagram alir uji antimikroba film Rancangan Percobaan Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bionanokomposit film tapioka dengan penambahan gliserol dan Ag-Np dan ZnO-Np dengan rancangan acak lengkap faktorial. Selanjutnya dilakukan analisis statistika menggunakan ANOVA dan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf signifikansi p≤0,05.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Air
0,76 0,75 0,74 0,73 0,72 0,71 0,70 0,69 0,68 0,67 0,66
0,76
Ag+G0 Ag+G20
0,74
0,74 0,72
0,72 0,73
Aw
Aw
Aktivitas air (aw) film adalah parameter penting yang mempengaruhi umur simpan produk dari bahan pengemas yang akan diaplikasikan (Veiga-Santos et al 2005). Nilai aw film sangat menentukan kualitas dari film tersebut. Nilai aw harus lebih rendah dari batas minimumnya untuk mendukung pencegahan aktivitas antimikroba pada film. Bakteri dapat tumbuh pada aw 0,90, khamir pada aw 0,800,90, dan kapang dapat tumbuh pada aw 0,70, sehingga nilai aw dibawah 0,70 akan mampu menghambat pertumbuhan jumlah mikroba serta mempunyai potensi yang baik dalam melindungi makanan yang akan dikemas. Hasil pengamatan aktivitas air dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil pengamatan aw, semakin tinggi konsentrasi ZnO-Np dan Ag-Np yang ditambahkan, maka menurukan nilai aw secara signifikan (p<0,05) (0,74 menjadi 0,66) pada aw kontrol dengan penambahan ZnO-Np 1% tanpa gliserol. Penurunan nilai aw dapat terjadi karena Ag-Np dan ZnO-Np mengikat air secara kimia dari film pati, sehingga dapat menurunkan nilai aw. Penambahan jenis nanopartikel yang berbeda Ag-Np dan ZnO-Np juga berbeda signifikan (p<0,05). Selain itu, penambahan gliserol juga menurunkan nilai aw secara signifikan (p<0,05). Gliserol dapat mengikat air dan menurunkan nilai aw dari film, sehingga menghasilkan air bebas yang lebih sedikit untuk reaksi biologis dan kimia. Ag-Np dan ZnO-Np yang berfungsi sebagai filler akan terdispersi keseluruh bagian yang menyebabkan matriks akan terisi, sehingga menurunkan kemampuan penyerapan air pada film (Pamuji 2014). Hasil ANOVA terhadap aktivitas air disajikan pada Lampiran 2.
0,68 0,68 0
0,5
0,67 1
Zn+G0 Zn+G20
0,74 0,73
0,70
0,68
0,68 0,68
0,66
0,66
0,64
Konsentrasi nanopartikel
0,65
0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
Gambar 8 Hasil pengamatan aktivitas Air (Aw) Water Absorption Nilai water absorption menunjukkan kemampuan film dalam menyerap air dan berkorelasi positif dengan sifat higroskopis bahan. Semakin tinggi nilai water absorption maka film tersebut semakin mudah menyerap air. Film berbasis
14
tapioka bersifat higroskopis, yaitu kemampuan menyerap air yang berlebih. Hal ini menyebabkan film menjadi kurang baik karena akan meningkatkan nilai aw dari film, sehingga akan menurunkan kemampuan film sebagai pengemas yang baik (Krochta et al 1992). 92,9
90,0
100,0 88,0
%
92,9
89,0
90,0 80,0
80,0
Ag+G0
70,0
Ag+G20
60,0 50,0
87,8
87,5 Zn+G0 Zn+G20
70,0 %
100,0
60,0 46,1
44,5
42,5
40,0
50,0
46,1
43,1
42,5
40,0
30,0 0
0,5
1
Konsentrasi nanopartikel
30,0 0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
Gambar 9 Hasil pengamatan water absorption (%) Berdasarkan hasil pada Gambar 9 terlihat bahwa jenis Ag-Np dan ZnO-Np tidak berbeda secara signfikan (p>0,05%) untuk nilai water absorption. Hal ini dibuktikan bahwa nilai water absorption untuk jenis Ag-Np dengan ZnO-Np tidak terlalu berbeda jauh. Penambahan gliserol dapat meningkatkan nilai water absorption secara signifikan (p<0,05), sebaliknya penambahan konsentrasi nanopartikel dapat menurunkan secara signifikan (p<0,05) nilai water absorption. Hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 3. Film pada sampel kontrol (tanpa penambahan gliserol dan nanopartikel) memiliki nilai water absorption sebesar 46,1% kemudian turun menjadi 42,5% setelah ditambahkan Ag-Np sebesar 1%, namun saat ditambahkan dengan gliserol 20% nilai water absorption meningkat sebesar 87,8%. Hal ini terjadi karena gliserol bersifat hidrofilik sehingga mempunyai kemampuan dalam menyerap air. Selain itu, penambahan Ag-Np dan ZnO-Np mempengaruhi nilai water absorption karena Ag-Np dan ZnO-Np bersifat hidrofobik, sehingga dapat menurunkan nilai water absorption. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Ag-Np dan ZnO-Np yang ditambahkan, maka terbukti menurunkan nilai water absorption dan dapat memperbaiki sifat water absorption. Water Vapour Transmition Rate (WVTR) Laju transmisi uap air (WVTR) adalah kecepatan uap air menembus suatu film pada kondisi suhu dan kelembaban udara tertentu (Sampurno 2006). Penghambatan berbagai komponen seperti uap air, oksigen, karbon dioksida, aroma dan komponen rasa akan meningkatkan umur simpan produk pangan (Suyatma 2004). Tapioka yang digunakan dalam pembuatan film ini merupakan salah satu komponen hidrokoloid, artinya memiliki nilai permeabilitas yang tinggi. Hasil yang diinginkan adalah film yang memiliki nilai WVTR rendah.
15
Hasil pengamatan terhadap WVTR disajikan pada Gambar 10 dan hasil ANOVA untuk WVTR tertera pada Lampiran 4. 24,0
22,1343
24,0
22,0760
22,0
22,0
18,0
19,3966 18,0569 16,4260
16,0 14,0 12,0
20,0 g/hm2
g/hm2
20,0
Ag+G0
12,0574
18,0 16,0 14,0 12,0
Ag+G20
22,134 3 18,056 9
18,289 9
18,173 4
15,144 5 Zn+G0
12,173 8
Zn+G20
10,0
10,0
0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
Gambar 10 Hasil pengukuran water vapour transmition rate (g/hm2) Data menunjukkan bahwa nilai WVTR meningkat secara signifikan (p<0,05) seiring penambahan gliserol dan menurun secara signifikan (p<0,05) seiring meningkatnya konsentrasi Ag-Np maupun ZnO-Np. Penambahan gliserol menyebabkan film bersifat higroskopis sehingga menyerap air dan meningkatkan laju transmisi uap air. Penambahan Ag-Np dan ZnO-Np sebagai filler akan memiliki sifat barrier yang dapat memberikan penghalang bagi molekul air untuk lewat karena sifatnya yang hidrofobik. Hal ini yang menyebabkan nilai WVTR menurun akibat penambahan Ag-Np dan ZnO-Np. Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) untuk semua variabel yang diamati. Warna Warna merupakan atribut yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Pengukuran terhadap komponen warna menggunakan sistem CIE yang dinyatakan dalam notasi L*a*b yang menggunakan 3 dimensi ruang dalam menentukan arah perubahan warna. Nilai L (lightness) menunjukkan kecerahan, nilai a menunjukkan warna hijau-merah, b menunjukkan biru-kuning. Dari nilai CIE L*a*b* dapat dihitung nilai ∆E yang menunjukkan total perbedaan warna antara sampel dengan kontrol. Kriteria film yang baik adalah film yang memiliki warna transparan, sehingga pangan yang akan dikemas dapat terlihat secara nyata sesuai warna yang sebenarnya. Penambahan nanopartikel (Ag-Np dan ZnO-Np) dan gliserol dalam konsentrasi yang berbeda ternyata mempengaruhi warna dari film secara signifikan (p<0,05), sebaliknya penambahan Ag-Np membuat film sangat berbeda dibandingkan kontrol dan terobservasi secara visual (foto dari film tapioka dapat dilihat pada lampiran 1). Hasil pengujian intensitas warna dari penambahan gliserol dan nanopartikel untuk intensitas warna dapat dilihat pada Gambar 11 dan hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 5.
16
30,0 25,0
26,56
Ag+G0
4,5 4,0
Ag+G20
15,0
11,85
10,0
17,76
∆E
3,0 ∆E
3,99
4,01
Zn+G20
3,5
20,0
5,0
Zn+G0
3,52 2,68 3,09
2,5
11,95
2,0
2,68
1,58
1,5
1,53
1,0
0,0 0
0,5
0
1
0,5
1
Konsentrasi nanopartikel
Konsentrasi nanopartikel
Gambar 11 Hasil pengamatan warna (∆E) Nilai ∆E yang semakin kecil menunjukkan transparasi warna yang semakin tinggi mendekati dengan warna kontrol. Semakin tinggi konsentrasi nanopartikel yang ditambahkan dalam larutan maka meningkatkan nilai ∆E, artinya film semakin tidak transparan. Penambahan gliserol juga mempengaruhi warna dalam film tersebut. Hasil yang diperoleh sama dengan penelitan Rhim et al (2013) yang menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi nanopartikel yang ditambahkan maka akan meningkatkan nilai ∆E. Nilai ∆E pada perlakuan kontrol yang dihasilkan (1,53) paling rendah dibandingkan dengan yang telah ditambahkan nanopartikel maupun gliserol. Hal ini telah sesuai dengan teori sebelumnya, bahwa film tanpa penambahan gliserol ataupun nanopartikel (kontrol) memiliki nilai ∆E yang lebih rendah dibandingkan dengan film yang ditambahkan nanopartikel dan gliserol (Kanmani dan Rhim 2014). Kuat Tarik Sifat mekanis dari film dapat dilihat dari nilai kuat tarik dan elongasi yang merupakan salah satu parameter yang penting untuk pembentukan film. Kuat tarik adalah besarnya gaya tarik maksimum yang dapat diterima oleh suatu material sampai material tersebut putus. Apabila nilai kuat tarik untuk film tersebut terlalu rendah maka film tersebut lembek dan lunak, sebaliknya jika film tersebut memiliki nilai kuat tarik yang terlalu tinggi maka film yang dihasilkan keras dan rapuh. Hasil pengukuran nilai kuat trarik dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa penambahan Ag-Np (dari 22,93 MPa menjadi 52,83 MPa) dan ZnO-Np (dari 22,93 MPa menjadi 35,87 MPa) dapat meningkatkan nilai kuat tarik. Hal ini disebabkan penambahan Ag-Np dan ZnONp mengisi struktur matriks dari polimer tapioka yang secara langsung akan meningkatkan integritas dari film. Berbeda halnya dengan penambahan gliserol yang menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan penambahan gliserol mengakibatkan pengurangan kekuatan gaya antar molekul,
17
sehingga mobilitas antar rantai molekul meningkat. Nilai kuat tarik yang harus dimiliki film sebagai bahan pengemas yang baik adalah 10-100 MPa. Data yang diperoleh menunjukkan penambahan gliserol memberikan efek yang bertentangan karena nilai kuat tariknya sangat rendah yaitu berkisar 1-4 MPa. Menurut Wardhani (2011) gliserol memiliki sifat hidrofilik yang akan menaikkan nilai elongasi, tetapi menurunkan nilai kuat tarik. Berdasarkan hasil ANOVA pada Lampiran 6 dapat terlihat perbedaan secara signifikan (p<0,05) antara jenis nanopartikel, konsentrasi nanopartikel, dan gliserol yang ditambahkan. 60,0 49,04
45,0
52,83
40,0
50,0
Ag+G0 22,93
Ag+G20
MPa
MPa
30,0
20,0 10,0
35,87
35,0
40,0 30,0
36,04
25,0
22,93 Zn+G0
20,0
Zn+G20
15,0 2,69
1,61
4,23
0,0
10,0 5,0
2,69
1,92
4,03
0,0 0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
Gambar 12 Hasil pengukuran kuat tarik (MPa) Elongasi Definisi elongasi (persentase pemanjangan) adalah perbandingan panjang awal dengan panjang akhir ketika bahan putus. Elongasi dikaitkan dengan fleksibilitas dan keplastisan yang merupakan salah satu karakteristik penting film. Semakin tinggi tingkat kepalstisan film merupakan salah satu karakteristik yang bagus, karena film yang plastis tidak mudah dan retak dapat menyesuaikan bentuk kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Hasil ANOVA terhadap elongasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Data menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (tanpa penambahan nanopartikel dan gliserol) memiliki nilai elongasi yang paling rendah yaitu 1,2%. Pada Gambar 13 juga menunjukkan semakin tinggi konsentrasi nanopartikel dan gliserol yang ditambahkan, maka akan meningkatkan nilai elongasi secara signifikan (p<0,05%). Penambahan nanopartikel dan gliserol mampu mengganggu ikatan hidrogen intermolekul dan intramolekul, sehingga akan menambah jarak antar molekul dan menjadikannya lebih elastis (Krochta 1992). Penambahan nanopartikel ZnO-Np konsentrasi 1% diperoleh nilai elongasi sebesar 11,5% dan penambahan gliserol 20% dengan ZnO-Np 1% sebesar 88,8%. Efek penambahan Ag-Np dan ZnO-Np menurunkan mobilitas polimer karena bersifat solid dan terdispersi keseluruh bagian film. Penambahan Ag-Np, ZnO-Np, dan gliserol dapat disimpulkan meningkatkan performa dari film yang ditunjukkan terhadap peningkatan elongasi film.
18
75,8
80,0 70,0
%
60,0 50,0
43,9 36,9
40,0
Ag+G0 Ag+G20
30,0 20,0 10,0
1,2
1,7
2,4
0,0 0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
%
90,0
88,8
43,9
48,8 Zn+G0 Zn+G20 11,1
11,5
1,2 0 0,5 1 Konsentrasi nanopartikel
Gambar 13 Hasil pengukuran elongasi (%) Scanning Electron Microscope (SEM) Pengamatan mikrostruktur dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yang menghasilkan visualisasi nanopartikel yang terdapat dalam film yang terbentuk. Nanopartikel merupakan partikel yang sangat kecil berukuran < 100 nm sehingga diperlukan suatu alat yang bisa melihat adanya nanopartikel di dalam kemasan. Pengamatan visual dari film dilakukan pada perbesaran 7500x untuk melihat penyebaran Ag-Np maupun ZnO-Np serta gliserol yang akan mengubah karakteristik visual pada film ini. Hasil pengamatan mikrostruktur menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan hasil visualisasi SEM dapat terlihat bahwa perlakuan 14A yaitu kontrol tidak terdapat bintik-bintik putih seperti yang lainnya, goresan yang terdapat pada gambar ialah akibat potongan dan sayatan film. Untuk visualisasi perlakuan 14B dan 14C terdapat bintik putih yang diduga itu adalah Ag-Np, begitu pula perlakuan 14D dan 14E bintik putih kecil diduga ZnO-Np. Bionanokomposit film tanpa penambahan gliserol dapat dilihat visualnya pada 14B dan 14D, bahwa nanopartikel tersebar lebih kecil dibandingkan dengan penambahan gliserol pada gambar 14C dan 14E yang jauh lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena penambahan gliserol menyebabkan biofilm menjadi lebih kompleks, sehingga sulit untuk menyatu. Pada visual gambar juga terlihat banyak terdapat keretakan film. Hal ini disebabkan voltase yang ditembakkan ke film saat pengamatan terlalu tinggi. Pengamatan mikrostruktur yang kurang baik ini disebabkan alat bekerja kurang maksimal.
19
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
Gambar 14 Mikrostruktruktur SEM (a) Ag0Zn0G0, (b) Ag1G0, (c) Ag1G20, (d) Zn1G0, (e) Zn1G20 Keterangan: - Ag0Zn0G0 adalah bionanokomposit film tapioka tanpa penambahan AgNp, ZnO-Np, maupun gliserol - Ag1G0 adalah bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 1% dan tanpa gliserol - Ag1G20 adalah bionanokomposit film tapioka dengan penambahan AgNp 1% dan gliserol 20% - Zn1G0 adalah bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnONp 1% dan tanpa gliserol - Zn1G20 adalah bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnONp 1% dan gliserol 20%
20
Antimikroba Penentuan aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode sumur untuk mengetahui kapasitas antimikroba pada suspensi bionanokomposit pati dengan penambahan gliserol serta Ag-Np dan ZnO-NP. Selain itu, analisis aktivitas antimikroba juga bertujuan untuk dapat mengetahui konsentrasi Ag-Np atau ZnONP yang paling efesien dalam mencegah pertumbuhan mikroba patogen. Bakteri patogen yang digunakan dalam aktivitas antimikroba pada penelitian ini adalah Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus bakteri gram positif. Hasil pengamatan antimikroba disajikan pada tabel 5. Hasil ANOVA untuk bakteri gram positif (S aureus) pada Lampiran 8 dan gram negatif (E coli) pada Lampiran 9. Tabel 5 Hasil pengamatan antimikroba (mm) Plasticizer (Gliserol) (%w/w solid) 0
Jenis Nanopartikel Ag
ZnO
20
Ag
ZnO
Konsentrasi Nanopartikel (%w/w solid) 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0 0 0,5 1,0
E coli (mm)
S aureus (mm)
0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 1,88±0,38b 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 1,50±0,25b
0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 2,00±0,53b 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00±0,00a 1,63±0,25b
Ag 0: Ag 0%; Ag 0,5: Ag 0.5% ; Ag 1: Ag1% ; ZnO 0: ZnO 0%; ZnO 0,5: ZnO 0.5%; ZnO 1: ZnO 1% Gliserol 0%; Gliserol 20% Hasil menunjukkan rata-rata±standard deviasi Rata-rata dengan huruf yang berbeda menujukkan perbedaan yang nyata secara signifikan (p<0.05).
Dapat dilihat dari data yang dihasilkan, Ag-Np untuk konsentrasi 0,5%, dan 1% dengan atau tanpa penambahan gliserol tidak memiliki zona hambat baik untuk E. coli maupun S. aureus . Ukuran Ag-Np yang digunakan ialah 15±5 nm dengan berat 30 mg dan 60 mg. Semakin kecil ukuran patikel akan memperbesar luas permukaannya didalam larutan, sehingga menghasilkan aktivitas antimikroba yang lebih baik (Choi dan Hu 2008). Namun pada 0,5% dan 1% Ag-Np tidak terdapat zona bening, artinya Ag-Np yang digunakan tidak efektif untuk menahan mikroba yang tumbuh. Demikian juga untuk ZnO-Np kecuali pada konsentrasi 1%. Menurut Kanmani dan Rhim (2014) 10 mg Ag-Np pada suspensi film tidak patogen E. coli dan L. dapat menunjukkan penghambatan bakteri monocytogenes, namun 40 mg Ag-Np dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan baik. Semakin tinggi konsentrasi penambahan nanopartikel maka semakin besar daya hambat aktivitas antimikrobanya. Selain itu, salah satu
21
penyebab yang menjadikan Ag-Np tidak memiliki aktivitas antimikroba ialah bentuk dan ukuran yang mempunyai peran penting pada peningkatan aktivitas antimikroba (Duncan 2011). Apabila konsentrasi dari perak ditingkatkan maka akan menyebabkan film memiliki warna abu-abu (tidak transparan), selain itu juga akan menyebabkan film tidak dapat dimakan apabila konsentrasi Ag-Np yang ditambahkan terlalu tinggi. Pengunaan nanopartikel perak yang tinggi akan menyebabkan efek toksik bagi tubuh (Seung et al 2006). Penggunaan ZnO-Np dilakukan pada konsentrasi 0,5% dan 1%. Untuk penambahan ZnO-Np pada konsentrasi 0,5% tidak menunjukkan aktivitas antimikroba karena larutan tapioka dengan ZnO-Np tidak terdispersi dengan baik atau konsentrasi nanopartikel yang kurang tinggi. Menurut Yamamoto (1998) sifat antimikroba pada ZnO-Np sangat dipengaruhi oleh besaran konsentrasi dan luas permukaan. Penambahan ZnO-Np pada konsentrasi 1% memiliki aktivitas antimikroba yang ditandai dengan terdapatnya zona bening atau zona penghambatan. Besar zona bening yang dihasilkan merupakan tolok ukur aktivitas antimikroba dari bionanokomposit. Semakin lebar zona bening yang dihasilkan, maka semakin tinggi aktivitas antimikroba dari bionanokomposit. Zona bening yang dihasilkan pada ZnO-Np 1% untuk Staphylococcus aureus (2,0 mm) lebih besar dibandingkan dengan Escherichia coli (1,8 mm). Perbedaan dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif akan mengakibatkan perbedaan efek aktivitas antimikroba dari bionanokomposit karena dibuat untuk memproteksi sel dari kerusakan mekanis dan gangguan osmotik (Brayner et al 2006). Gram positif memiliki ketebalan peptidoglikan sekitar 20-50 nm. Ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik. Sedangkan bakteri gram negatif memiliki komponen dinding sel dari segi struktur dan secara kimia lebih kompleks dibandingkan gram positif. Gram negatif mempunyai dinding peptidoglikan yang lebih tipis (10-15 nm) serta mempunyai membran luar yang resisten terhadap senyawa hidrofobik, termasuk lipopolisakarida. Lipopolisakarida merupakan membran yang akan menahan laju penetrasi ZnO-Np kedalam sel. Menurut Liu et al (2009) bakteri gram positif lebih sensitif terhadap jenis nanopartikel dari logam oksida. Dapat dilihat pada Tabel 5, perlakuan ZnO-Np 1% dengan penambahan gliserol 20% memiliki zona bening yang lebih kecil dibandingkan ZnO-Np 1% tanpa gliserol. Hal ini dapat terjadi karena film tapioka ZnO-Np 1% tanpa penambahan gliserol hanya dipengaruhi oleh ZnO-Np 1%. Penambahan gliserol membuat film menjadi lebih kompleks, sehingga peran ZnO-Np 1% tidak terlalu dominan yang menyebabkan menurunnya daya antibakteri. Kasus ini juga dijumpai oleh Apriyanti (2013) yang menyatakan bahwa film kitosan dengan penambahan gliserol memiliki zona hambat yang lebih kecil dibandingkan dengan film kitosan tanpa gliserol.
22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian mengenai bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np, ZnO-Np, dan gliserol secara umum mampu meningkatkan performa sifat fisik, mekanis, serta aktivitas antimikroba pada film. Penambahan ZnO 1% adalah formulasi yang terbaik berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan. Semakin tinggi konsentrasi Ag-Np dan ZnO-Np yang ditambahkan, maka mampu menurunkan nilai aw, water absorption, dan WVTR secara signifikan (p<0,05), namun menaikkan nilai intensitas warna, kuat tarik, dan elongasi secara signifikan (p<0,05). Penambahan gliserol juga berpengaruh secara signifikan (p<0,05) meningkatkan nilai water absorption, WVTR, elongasi, dan intensitas warna, namun menurunkan nilai aw, dan kuat tarik. Penambahan ZnO-Np 1% dari bobot tapioka mampu menghambat pertumbuhan mikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening, namun perlakuan yang lain tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Analisis SEM (uji visualisasi kandungan nanopartikel di dalam film) menunjukkan bahwa terdapat nanopartikel di dalam film yang diuji. Saran Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan bionanokomposit film tapioka dan nanopartikel (Ag-Np atau ZnO-Np) adalah aplikasi bionanokomposit fim tapioka/Ag-Np dan bionanokomposit film tapioka/ZnO-Np pada komoditas hortikultura atau olahan pangan serta peningkatan konsentrasi nanopartikel yang digunakan untuk mengimbangi efek plastisisasi dari gliserol.
DAFTAR PUSTAKA An J, Zhang M, Wang S, dan Tang J. 2008. Physical, chemical and microbiological changes in stored green asparagus spears as affected by coating of silver nanoparticles-PVP. J LWT – Food Sci Technol. 41 (6): 1100-1107. Apriyanti AF, Mahatmanti FW, dan Sugiyono W. 2013. Kajian sifat fisik-mekanis dan antibakteri plastik kitosan termodifikasi gliserol. J Chem Sci Indones. 2(2). Bourtoom T. 2008. Plasticizer effect on the properties of biodegradable blend film from rice starch-chitosan. J Sci Technol. 30: 149-165. Brayner R, Ferrari-Iliou R, Brivois N, Djediat S, Benedetti MF, dan Fiévet F. 2006. Toxicological impact studies based on Escherichia coli bacteria in ultrafine ZnO nanoparticles colloidal medium. J Nano Lett . 6: 866-870. Cao N, Fu Y, dan He J. 2007. Mechanical properties of gelatin films cross-linked, respectively, by ferulic acid and tannin acid. J Food Hydrol. 21: 575–584. Chaplin M. 2006. Starch as an ingredients: manufacture and applications. Di dalam: Eliasson AC, editor. Starch in Food: Structure, Function, and Application. Boca Raton (US): CRC Pr.
23
Chae DW dan Kim BC. 2006. Effects of Zinc Oxide Nanoparticles on the Physical Properties of Polyacrylonitrile. J Appl Polym Sci. 99: 1854–1858. Choi O dan Hu Z. 2008. J Environ Sci Technol. 42: 4583-4488. Damat. 2008. Efek Jenis dan Konsenrasi Plasticizer Terhadap Karakteristik Film dari Pati Garut Butirat. J Agritech. 16 (3): 333-339. Duncan TV. 2011. Applications of nanotechnology in food packaging and food safety: Barrier materials, antimicrobials and sensors. J Colloid Interf Sci. 363: 1–24. [EFSA] European Food Safety Authority. 2005. Opinion of the Scientific Panel on food additives, flavourings, processing aids and materials in contact with food (AFC) on a request from the Commission. J EFSA. 201. FAO. 2007. Agriculture Product of Tropic Area. Di dalam: Amalina Y N. 2013. Edible Film Pati Tapioka Terplastisasi Gliserol Dengan Penambahan Agar. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. [FDA] Food Drug Admisnistration. 2003. [Internet]. [diunduh 13 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.fda.gov/downloads/...../ucm055542.pdf. Feng QL, Wu J, Chen GQ, Cui FZ, Kim TN, dan Kim JO. 2000. A mechanistic study of antibacterial effect of silver ions on Escherichia coli and Staphylococcus aureus. J Biomed Mater Res. 52 (2000): 662-668 Gaballa A dan Helman J D. 1998. Identification of A Zinc Spesific Metalloregulatory Protein, Zur, Controlling Zinc Transport Operon in Bacillus subtilis. J Bacteriol. 180: 5815-5821. Harris H. 2001. Kemungkinan penggunaan film dari pati tapioka untuk pengemas lempuk. J IPI. 3 (2): 99-106. Hasanah N. 2012. Pembuatan dan pencirian plastik pati tapioka dengan pemlastis gliserol. [skripsi]. Bogor (ID):IPB. Jin T et al. 2009. Antimicrobial Efficacy of Zinc Oxide Quantum Dots Against Listeria monocytogenes, Salmonella Enteritidis, and Escherichia coli 0157:H7. J Food Microbiol Safety. 74: 46-51. Kanmani P dan Rhim JW. 2014. Physicochemical properties of gelatin/silver nanoparticle antimicrobial composite films. J Food Chem. 148: 162-169. Keshwani A, Malhotra B, dan Kharkwal H. 2015. Advancements of nanotechnology in food packaging. J Pharm Pharm Sci. 4(4): 1054-1057. Krochta JM. 1992. Control of Mass Transfer in Food With in Edible Coating and Film. Di dalam: Singh R P, Wiratakusumah M A. J Adv Food Eng. 517-538. Liu L, Kennedy J, dan Joseph PK. 2005. Selection of Optimum Extraction Technology Parameters in The Manufacture of Edible/Biodegradable Packaging film Derivated from Food. J Agric Environ. 3. Liu Y, He L, Mustapha A, Li H, Hu ZQ, dan Lin M. 2009. Antibacterial Activities of Zinc Oxide Nanoparticles Against Escherichia coli. J Appl microbiol. 3 (5): 201-209. Llorens A, lloret DE, Picouet PA, Trbojevich R, dan Fernandez A. 2012. Metallicbased micro and nanocomposites in food contact materials and active food packaging. J Trends Food Sci Technol. 24 (1): 19-29. Ma X, Chang PR, Yang J, dan Yu J. 2009. Preparation and properties of glycerol plasticized-pea starch/zinc oxide-starch bionanocomposites. J Carbhyd Polym. 75: 472–478
24
Maity D, Mollick MM, Mondal D, Bhowmick B, Bain MK, Bankura K, Sarkar J, Acharya K, dan Chattopadhayy D. 2012. Synthesis of methylcellulose-sliver nanocomposite and investigation of mechanical and antimicrobial properties. J Carbohyd Polym. 90: 1818-1825. Matsumura Y, Yoshikata K, Kunisaki S, dan Tsuchido T. 2003. Mode of baterial action of silver zeolite and its comparison with that of silver nitrate. J Appl Environ Microbiol . 69(7): 4278-4281. Myllärinen P, Partanen R, Seppälä J, dan Forssell P. 2002. Effect of glycerol on behaviour of amylose and amylopectin films. J Carbohyd Polym. 50: 355361. Pamuji W. 2014. Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis Pati Tapioka Dan Nanopartikel Zno dengan Plasticizer Gliserol. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Paula JP. 2012. Zinc Oxide Nanoparticle: Synthesis antimicrobial activity and Food Packaging Applications. J Food Bioprocess Technol. 5: 1447-1464. Phillips GO dan Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloids. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. Rhim JW, Wang LF, dan Hong SI. 2013. Preparation and characterization of agar/silver nanoparticles composite films with antimicrobial activity. J Food Hydrol. 33: 327–335. Rhim JW dan Wang LF. 2014. Preparation and characterization of carrageenanbased nanocomposite films reinforced with clay mineral and silver nanoparticles. J Appl Clay Sci. 97-98: 174-181. Rodriguez M, Ose´s J, Ziani K, dan Mate JI. 2006. Combined effect of plasticizers and surfactants on the physical properties of starch based edible films. J Food Res Int. 39: 840–846. Sampurno RB. 2006. Aplikasi polimer dalam industri kemasan. J Jusami. ISSN 1411-1098: 15-22. Seung H, Mi KI, dan Jung K. 2006. The effect of nano-silver on the proliferation and cytokine production in peripheral blood mononuclear cells. J Rhinol. 45: 269. Silva MAD, Bierhalz ACK, dan Kieckbusch TG. 2009. Alginate and pectin composite films crosslinked with Ca2+ ions: Effect of the plasticizer concentration. J Carbohyd Polym. 77: 736–742 Slavutsky AM dan Bertuzzi MA. 2014. Water barrier properties of starch film reinforced with cellulose nanocrystals obtained from sugarcane bagasse. J Carbohyd Polym. 110: 53-61. Suppakul P, Chalernsook B, Ratisuthawat B, Prapasitthi S, dan Munchukangwan K. 2006. Plasticizer and Relative Humidity Effects on Mechanical Properties of Cassava Flour Films. The 15th IAPRI World Conference on Packaging. Suyatma NE, Tighzert L, Copinet A, Coma V. 2004. Mechanical and Barrier Properties of Biodegradable Films Made From Kitosan and Polylactic Acid. J Polym Environ. 12: 1-6. Suyatma NE, Tighzert L, Copinet A, Coma V. 2005. Effects of Hydrophilic Plasticizers on Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films. J Agr Food Chem. 53 (10) 3950−3957
25
Tang XZ, Alavi S, dan Herald TJ. 2008. Barrier and mechanical properties of starch-clay nanocomposite films. J Cereal Chem. 85(3): 433–439. Ulfiah. 2013. Pencirian edible film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan natrium alginate. [skripsi]. Bogor (ID): IPB. [USEPA] United State Environmental Protection Agency. 2001. Drinking water standards. [Internet]. [diunduh 29 Januari 2015]. Tersedia pada: http://www.epa.gov/drink/contaminant standards/dwstandards.pdfS. Veiga SP, Oliveirab LM, Ceredac MP, Alvesd AJ, dan Scamparinia ARP. 2005. Mechanical properties, hydrophilicity and water activity of starch-gum films: effect of additives and deacetylated xanthan gum. J Food Hydrol. 19: 341-349. Wardhani RAK, Rudyarjo DI, dan Supardi A. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Bioselulosa-Kitosan dengan Penambahan Gliserol sebagai Plasticizer. Surabaya (ID): UNAIR. [WHO] World Health Organization. 2003. Silver in drinking-water. Background document for preparation of WHO Guide -lines for drinking-water quality. Geneva, World Health Organization (WHO/SDE/WSH/03.04/14). Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia. Wong KKY dan Liu X. 2010. Silver nanoparticle-the real “silver bullet” in clinical medicine. J Med Chem Comm. 1: 125-131. Yadollahi M dan Namazi H,Barkhordari S. 2014. Preparation and properties of carboxymethyl cellulose/layered double hydroxide bionanocomposite films. J Carbohyd Polym. 108: 83–90. Yamamoto O, Hotta M, Sawai J, Sasamoto T, dan Kojima H. 1998. Influence of powder characteristic of ZnO on antibacterial activity: effect of specific surface area. J Ceram Soc Japan. 106: 1007–1011. Yoksan R dan Chirachanchai S. 2010. Silver nanoparticle-loaded chitosan-starch based films: fabrication and evaluation of tensile, barrier, and antimicrobial properties. J Mater Sci Eng. 30: 891-897.
26
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar bionanokomposit film Ag
Ag + Gliserol
ZnO
ZnO + Gliserol
0%
A
D
G
J
0,5%
B
E
H
K
1%
C
F
I
L
Keterangan: A: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 0% dan tanpa gliserol B: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 0,5% dan tanpa gliserol C: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 1% dan tanpa gliserol D: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 0% dan gliserol 20% E: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 0,5% dan gliserol 20% F: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan Ag-Np 1% dan gliserol 20% G: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 0% dan tanpa gliserol H: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 0,5% dan tanpa gliserol I: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 1% dan tanpa gliserol J: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 0% dan gliserol 20% K: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 0,5% dan gliserol 20% L: Bionanokomposit film tapioka dengan penambahan ZnO-Np 1% dan gliserol 20%
27
Lampiran 2 Hasil ANOVA nilai aktivitas air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Aw Source Type III Df Mean F Sum of Square Squares Corrected Model ,041a 11 ,004 30,012 Intercept 23,241 1 23,241 185926,667 Plasticizer ,001 1 ,001 9,600 JenisNp ,002 1 ,002 17,067 KonsentrasiNp ,035 2 ,018 140,417 Plasticizer * JenisNp ,001 1 ,001 6,667 Plasticizer * ,000 2 ,000 1,950 KonsentrasiNp JenisNp * ,001 2 ,001 4,317 KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp ,000 2 ,000 1,717 * KonsentrasiNp Error ,004 36 ,000 Total 23,287 48 Corrected Total ,046 47 a. R Squared = ,902 (Adjusted R Squared = ,872) Aw Duncan KonsentrasiNp
N
Subset 1
1% 0.5% 0% Sig.
16 16 16
2
3
,6656 ,6906 1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,000. b. Alpha = 0,05.
,7313 1,000
Sig.
,000 ,000 ,004 ,000 ,000 ,014 ,157 ,021 ,194
28
Lampiran 3 Hasil ANOVA nilai water absorption Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: water absorption Source Type III df Mean F Sum of Square Squares Corrected Model 24919,815a 11 2265,438 1102,136 Intercept 215510,835 1 215510,835 104846,062 Plasticizer 24731,586 1 24731,586 12031,921 JenisNp ,181 1 ,181 ,088 KonsentrasiNp 165,830 2 82,915 40,338 Plasticizer * JenisNp ,073 1 ,073 ,036 Plasticizer * 14,086 2 7,043 3,426 KonsentrasiNp JenisNp * ,927 2 ,463 ,225 KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp 7,132 2 3,566 1,735 * KonsentrasiNp Error 73,998 36 2,055 Total 240504,648 48 Corrected Total 24993,813 47 Water absorption Duncan KonsentrasiNp 1% 0.5%
N
Subset 2
1 16 65,104475 16 66,385125
3
69,52851 3 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,055. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,000. b. Alpha = 0,05. 0%
16
Sig.
,000 ,000 ,000 ,769 ,000 ,852 ,043 ,799 ,191
29
Lampiran 4 Hasil ANOVA nilai water vapour transmition rate Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: WVTR Source Type III Df Mean Sum of Square Squares
F
Corrected Model 397,396a 11 36,127 108,657 Intercept 11461,833 1 11461,833 34473,265 Plasticizer 229,355 1 229,355 689,822 JenisNp 9,530 1 9,530 28,664 KonsentrasiNp 129,829 2 64,914 195,240 Plasticizer * JenisNp 3,695 1 3,695 11,112 Plasticizer * 11,982 2 5,991 18,019 KonsentrasiNp JenisNp * 10,648 2 5,324 16,013 KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp 2,356 2 1,178 3,543 * KonsentrasiNp Error 7,980 24 ,332 Total 11867,208 36 Corrected Total 405,375 35 a. R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,971)
WVTR Duncan KonsentrasiNp
N
Subset 2
1% 0.5%
1 12 15,450300 12 17,984092
0%
12
3
20,095583
Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,332. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = 0,05.
Sig.
,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000 ,000 ,045
30
Lampiran 5 Hasil ANOVA nilai intensitas warna Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kromameter Source Type III Df Mean F Sum of Square Squares Corrected Model 4108,208a 11 373,473 11275,214 Intercept 4153,622 1 4153,622 125398,419 Plasticizer 46,105 1 46,105 1391,910 JenisNp 1430,987 1 1430,987 43201,690 KonsentrasiNp 1416,318 2 708,159 21379,410 Plasticizer * JenisNp Plasticizer * KonsentrasiNp JenisNp * KonsentrasiNp
1
50,896
1536,571
,000
66,703
2
33,351
1006,882
,000
1017,637
2
508,819
15361,302
,000
79,562
2
39,781
1200,996
,000
1,987 8263,817 4110,195
60 72 71
,033
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999) Kromameter Duncan KonsentrasiNp 0% 0.5%
N
Subset 2
1 24 2,102688 24 7,718750
3
12,96458 3 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,033. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24,000. b. Alpha = 0,05. 1%
,000 ,000 ,000 ,000 ,000
50,896
Plasticizer * JenisNp * KonsentrasiNp Error Total Corrected Total
Sig.
24
31
Lampiran 6 Hasil ANOVA nilai kuat tarik Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kuat tarik Source Type III Df Mean F Sig. Sum of Square Squares Corrected Model 12643,059a 11 1149,369 200,019 ,000 Intercept 14018,449 1 14018,449 2439,560 ,000 Plasticizer 10246,777 1 10246,777 1783,195 ,000 JenisNp 222,998 1 222,998 38,807 ,000 KonsentrasiNp 888,895 2 444,448 77,345 ,000 Plasticizer * JenisNp 226,008 1 226,008 39,331 ,000 Plasticizer * 821,880 2 410,940 71,514 ,000 KonsentrasiNp JenisNp * 119,017 2 59,508 10,356 ,001 KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp * 117,483 2 58,741 10,222 ,001 KonsentrasiNp Error 137,911 24 5,746 Total 26799,420 36 Corrected Total 12780,970 35 a. R Squared = ,989 (Adjusted R Squared = ,984) Kuat tarik Duncan KonsentrasiNp
N 1 12,810183
Subset 2
3
0% 12 0.5% 12 22,150467 1% 12 24,239117 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5,746. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = 0,05.
32
Lampiran 7 Hasil ANOVA nilai elongasi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Elongasi Source Type III df Mean F Sum of Square Squares Corrected Model 29916,618a 11 2719,693 210,586 Intercept 33599,092 1 33599,092 2601,576 Plasticizer 23003,663 1 23003,663 1781,172 JenisNp 393,715 1 393,715 30,485 KonsentrasiNp 3481,597 2 1740,799 134,790 Plasticizer * JenisNp Plasticizer * KonsentrasiNp JenisNp * KonsentrasiNp
1
30,875
2,391
,135
2769,857
2
1384,929
107,235
,000
200,547
2
100,274
7,764
,003
36,364
2
18,182
1,408
,264
309,958 63825,668 30226,576
24 36 35
12,915
a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,985) Elongasi Duncan KonsentrasiNp
N
Subset 2
0% 0.5%
1 12 21,205333 12 26,302092
1%
12
Sig.
,000 ,000 ,000 ,000 ,000
30,875
Plasticizer * JenisNp * KonsentrasiNp Error Total Corrected Total
Sig.
1,000
1,000
3
44,14285 0 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 12,915. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = 0,05.
33
Lampiran 8 Hasil ANOVA daya hambat mikroba S Aureus Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: S aureus Source Type III df Mean F Sum of Square Squares Corrected Model 14,690a 11 1,335 46,790 Intercept 2,890 1 2,890 101,255 Plasticizer ,040 1 ,040 1,401 JenisNp 2,890 1 2,890 101,255 KonsentrasiNp 5,780 2 2,890 101,255 Plasticizer * JenisNp Plasticizer * KonsentrasiNp JenisNp * KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp * KonsentrasiNp Error Total Corrected Total
1
,040
1,401
,248
,080
2
,040
1,401
,266
5,780
2
2,890 101,255
,000
,080
2
,040
,685 18,265 15,375
24 36 35
,029
S aureus N
,000 ,000 ,248 ,000 ,000
,040
a. R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,935)
Duncan KonsentrasiNp
Sig.
Subset 1 ,000000 ,000000
2
0% 12 0.5% 12 1% 12 ,850000 Sig. 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,029. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = 0,05.
1,401
,266
34
Lampiran 9 Hasil ANOVA daya hambat mikroba E coli Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: E coli Source Type III Sum of Squares Corrected Model Intercept Plasticizer JenisNp KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp Plasticizer * KonsentrasiNp JenisNp * KonsentrasiNp Plasticizer * JenisNp * KonsentrasiNp Error Total Corrected Total
Df
1,278 2,778 ,028 2,778 2,778
73,600 160,000 1,600 160,000 160,000
,000 ,000 ,218 ,000 ,000
,028
1
,028
1,600
,218
,056
2
,028
1,600
,223
5,556
2
2,778
160,000
,000
,056
2
,028
1,600
,223
,417 17,250 14,472
24 36 35
,017
Subset 1 ,000000 ,000000
2
0% 12 0.5% 12 1% 12 ,833333 Sig. 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,017. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = 0,05.
Sig.
11 1 1 1 2
E coli N
F
14,056a 2,778 ,028 2,778 5,556
a. R Squared = ,971 (Adjusted R Squared = ,958)
Duncan KonsentrasiNp
Mean Square
35
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Melita Intan Rahadian. Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 11 Agustus 1993 dari bapak Unteano Maryanto dan ibu Midiah Sulastry. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari TK Bani Saleh 2 Bekasi (1998-1999), SD Bani Saleh 6 Bekasi (1999-2005), SMP Negeri 16 Bekasi (20052008), SMA Negeri 3 Jakarta (2008-2011). Penulis kemudian melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2011-2015 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai macam kepanitian dan mengisi acara yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa), Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas, Badan Eksekutif Mahasiswa IPB, dan Gentra Kaheman IPB. Penulis merupakan alumni dari Food Safety Expert yang diadakan IPB dengan kerjasama TÜV Rheinland Germany dan Sequa pada tahun 2014.
28