UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS ANTI INFLAMASI KITOSAN SECARA IN VITRO
SKRIPSI
DIAS PRAKATINDIH NIM : 1110102000022
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA September 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS ANTI INFLAMASI KITOSAN SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DIAS PRAKATINDIH NIM : 1110102000022
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA September 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
:
Dias Prakatindih
NIM
:
1110102000022
Program Studi
:
Farmasi
Judul
:
Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti inflamasi Kitosan Secara In Vitro
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
: Dias Prakatindih
NIM
: 1110102000022
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti inflamasi Kitosan Secara In Vitro
Telah berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Dias Prakatindih : Farmasi : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan Secara In Vitro
Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang berasal dari laut yang paling banyak ditemukan. Kitosan berasal dari hasil deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi dan berat molekul merupakan parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan. Fernandes (2010) menyebutkan bahwa kitosan memiliki aktivitas anti inflamasi secara in vivo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap derajat deasetilasi, berat moleku, serta aktivitas anti inflamasinya. Hasil pengamatan menunjukan bahwa kitosan non iradiasi mempunyai DDA 96,658% dan kitosan radiasi 94,073%. Radiasi juga menyebabkan penurunan berat molekul kitosan, semakin besar dosis radiasi semakin rendah berat molekul yang dihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas anti inflamasi kitosan non iradiasi dan kitosan radiasi dengan 3 dosis radiasi yang berbeda masing-masing 50, 100, dan 150 kGy yang dibandingkan dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. Telah diketahui persentase stabilisasi membran sel darah merah kitosan 0 kGy (25,05%), kitosan 50 kGy (36,27%), kitosan 100 kGy (55,87%), dan kitosan 150 kGy (39,92%). Berdasarkan kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah, kitosan 100 kGy mempunyai aktivitas anti inflamasi yang tertinggi dan juga sebanding dengan Na diklofenak. Selain itu, hasil uji analisis statistik ANOVA menunjukan bahwa kitosan 100 kGy berbeda secara bermakna dengan kitosan 0, 50, dan 150 kGy tetapi identik dengan Na diklofenak. Hasil ini mebuktikan bahwa kitosan 100 kGy dapat dijadikan sebagai referensi obat anti inflamasi. Kata kunci : kitosan, derajat deasetilasi, berat molekul, anti inflamasi, Na diklofenak, sel darah merah manusia, stabilisasi membran
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Program Study Tittle
: : :
Dias Prakatindih Pharmacy The Effect of Gamma Irradiation on the In Vitro AntiInflammatory Activity of Chitosan
Chitosan is one of the most abundant marine-based biopolymers. Chitosan is the product of deacetylation of chitin. The main parameters influencing the characteristics of chitosan are its degree of deacetylation and molecular weight. Fernandes (2010) reported that chitosan had in vivo anti inflammatory effect. The aim of this research is to determine the influence of gamma irradiation on the degree of deacetylation, molecular weight, and its anti inflammatory activity. The results of degree deacetylation showed that unirradiated and iiradiated chitosan have 96,658% and 94,073%, respectively. Irradiation caused the reduction of molecular weight of chitosan, the higher doses of irradiation resulted in lower molecular weight. In this experiment the anti inflammatory activity of uniiradiated and irradiated chitosan in three irradiation doses 50, 100, and 150 kGy was compared with sodium diclofenac as a positive control. The result showed that the percentage membrane stabilization of red blood cell of chitosan 0, 50, 100, and 150 kGy are 25,05%, 36,27%, 55,87% and 39,92%, respectively. The ability to stabilize the membranes of red blood cell, chitosan irradiated with 100 kGy has the higher anti inflammatory activity and also has the same anti inflammatory effect with sodium diclofenac. Moreover, the statistical analysis ANOVA showed that chitosan irradiated with 100 kGy has the significant different with chitosan 0, 50, and 150 kGy but comparable to sodium diclofenac. This result indicated that chitosan irradiated with 100 kGy has a potency to develop as anti inflammatory drug. Keyword : chitosan, degree of deacetylation, molecular weight, anti inflammatory, sodium diclofenac, human red blood cell, membrane stabilization
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Dengan Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Darmawan Darwis, Apt. selaku pembimbing pertama dan Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan bapak mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya. 2. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan , Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kepada Ibu Dewi, Ibu Susi, Ibu Ayu, dan Ibu Ilin yang telah memberikan masukan kepada penulis selama penelitian di BATAN. 6. Kepada Kak Rani, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken, dan Kak Rahmadi yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di kampus. 7. Kepada kedua orang tua saya, Ayahanda H. Abdul Ghozi dan Ibunda Hj. Suparti Adik-adikku Felisa Angularsih dan David Pamungkas, dan semua keluarga besar
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual, hingga selesainya skripsi ini. 8. Untuk sahabat-sahabatku “Ngocol”, Syarifatul Mufidah, Afifah Nurul Izzah, Diah Azizah, Melia Puspitasari, Jaga Paramudita, Zakiya Kamila, Desi Syifa Nurmillah, dan Fatmah Syafiqoh yang selalu setia memberikan masukan, tak bosan memberikan dukungan doa dan semangat, serta mendengarkan keluhan, tangisan, dan teriakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman seperjuangan ANDALUSIA dari Farmasi 2010 yang sama-sama berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini. 10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.
Ciputat, September 2014 Penulis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Dias Prakatindih
NIM
: 1110102000022
Program Studi : Farmasi Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmi pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya dengan judul EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS ANTI INFLAMASI KITOSAN SECARA IN VITRO untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai Undang – Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Ciputat Pada Tanggal : 1 September 2014 Yang Menyatakan,
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv ABSTRAK ............................................................................................................ v ABSTRACT ......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ix DAFTAR ISI.......................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 4 1.4 Manfaat penelitian................................................................................. 4 1.5 Hipotesis................................................................................................ 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5 2.1 Kitosan ................................................................................................. 5 2.1.1 Sumber Kitosan............................................................................ 5 2.1.2 Karakteristik Kitosan ................................................................... 6 2.1.3 Proses Pembuatan Kitosan ........................................................... 7 2.2 Radiasi ................................................................................................... 9 2.2.1 Macam-macam Radiasi ............................................................... 9 2.2.2 Fungsi Radiasi............................................................................ 10 2.3 Metode Perhitungan Berat Molekul .................................................... 11 2.3.1 Viskometer ................................................................................. 11 x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
2.4 Inflamasi.............................................................................................. 12 2.4.1 Definisi....................................................................................... 12 2.4.2 Mekanisme Inflamasi Akut ........................................................ 13 2.4.3 Penyebab Inflamasi .................................................................... 15 2.4.4 Tipe Inflamasi ............................................................................ 16 2.4.5 Mediator Inflamasi ..................................................................... 17 2.5 Obat Anti Inflamasi............................................................................. 22 2.5.1 Obat Anti Inflamasi Steroid ....................................................... 22 2.5.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid ............................................... 22 2.6 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit... 22 2.7 Spektrofotometri UV-VIS ................................................................... 24 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 26 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 26 3.2 Bahan................................................................................................... 26 3.2.1 Bahan Uji .................................................................................. 26 3.2.2 Bahan Kimia............................................................................... 26 3.3 Alat ...................................................................................................... 26 3.4 Prosedur Kerja..................................................................................... 27 3.4.1 Penyiapan Kitosan...................................................................... 27 3.4.2 Iradiasi........................................................................................ 27 3.4.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi ................................................. 27 3.4.4 Perhitungan Berat Molekul ...................................................... ..27 3.4.5 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit....................................................................................... 28 3.4.6 Analisa Data ............................................................................. ..31 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 32 4.1 Hasil .................................................................................................... 32 4.1.1 Hasil Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan .................................. 32 4.1.2 Hasil Berat Molekul Kitosan...................................................... 33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xii
4.1.3 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Kitosan Hasil Iradiasi dan Non Radiasi................................................... 35 4.1.4 Hasil Analisa Statistik ................................................................ 37 4.2 Pembahasan ......................................................................................... 38 4.2.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan............................................ 38 4.2.2 Berat Molekul Kitosan ............................................................... 39 4.2.3 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ...................................... 40 BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 44 5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 44 5.2 Saran.................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45 LAMPIRAN......................................................................................................... 50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan............................................................. 33 Tabel 1.2 Tabel Waktu Alir Rata – Rata Tiap Konsentrasi Larutan ........................... 33 Tabel 1.3 Tabel Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi .............................. 34 Tabel 1.4 Tabel Viskositas Intrinsikdan Berat Molekul ............................................ 34 Tabel 1.5 Efek Stabilisasi Membran SDM dari Larutan Uji dan Kontrol Positif Terhadap Induksi Panas&Larutan Hipotonik Pada Konsentrasi 100 ppm . 36 Tabel 1.6 Nilai Persen Rata-Rata Stabilitas Membran SDM Kitosan dan Natrium Diklofenak Pada Konsentrasi 100 ppm ...................................................... 38
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Struktur Kitin.......................................................................................... 5 Gambar 2 Struktur Kitosan ..................................................................................... 6 Gambar 3 Reaksi Deasetilasi Kitin dengan Basa Kuat Menjadi Kitosan ............... 8 Gambar 4 Skema Mekanisme Inflamasi Akut ...................................................... 15 Gambar 5 Diagram Metabolisme Asam Arakidonat............................................. 20 Gambar 6 Efek Utama yang Ditimbulkan oleh IL-1 & TNF pada Inflamasi ....... 21 Gambar 7 Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Kitosan ........ 35 Gambar 8 Stabilisasi Membran SDM dari Larutan Uji & Kontrol Positif Terhadap Induksi Panas dan Larutan Hipotonik ................................................. 37
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
BM
: Berat Molekul
COX : Cyclooxygenase DDA : Degree of Deacetylation HRBC : Human Red Blood Cell Ig
: Imunoglobulin
IL
: Interleukin
kGy
: Kilogray
NMR : Nuclear Magnetic Resonance PAF
: Platelet Activating Factor
PGE/F : Prostaglandin PGI
: Prostasiklin
TNF
: Tumor Necrosis Factor
TXA : Tromboksan
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kerangka Penelitian................................................................................. 50 Lampiran 2 Pengukuran Berat Molekul Kitosan ........................................................ 51 Lampiran 3 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan Pada Konsentrasi 100 ppm........... 52 Lampiran 4 Pembuatan Larutan Uji dan Standar ........................................................ 53 Lampiran 5 Perhitungan Pembuatan Buffer Asetat dan Buffer Posfat ....................... 54 Lampiran 6 Spektrum 1H NMR Kitosan 0 kGy dan Kitosan 75 kGy ........................ 56 Lampiran 7 Perhitungan Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan..................................... 60 Lampiran 8 Hasil Pengukuran Waktu Rata – Rata Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% ...................................... 61 Lampiran 9 Hasil Perhitungan Viskositas Spesifik Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,0%, dan 0,4% ...................................... 63 Lampiran 10 Nilai Viskositas Intrinsik Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%.............................................. 66 Lampiran 11 Penentuan Berat Molekul Kitosan ......................................................... 67 Lampiran 12 Nilai Absorbansi Larutan Uji Kitosan 0, 50, 100, 150 kGy, dan Na Diklofenak.............................................................................................. 68 Lampiran 13 Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji dan Kontrol Negatif.................. 69 Lampiran 14 Penentuan Stabilitas Membran SDM Terhadap Kitosan 0, 50, 100, & 150 kGy pada Konsentrasi 100 ppm ...................................................... 70 Lampiran 15 Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Kitosan 0, 50, 100, 150 kGy dan Na Diklofenak pada Konsentrasi 100 ppm ................................................ 72 Lampiran 16 Lembar Pernyataan Kesediaan Menjadi Sukarelawan .......................... 77 Lampiran 17 Gambar Kitosan Sebelum dan Sesudah Radiasi.................................... 78 Lampiran 18 Foto-Foto Alat Penelitian ...................................................................... 79 Lampiran 19 Foto Proses Uji Aktivitas....................................................................... 80
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati laut yang melimpah dan beragam. Sumber daya kelautan Indonesia yang melimpah itu dapat berpotensi sebagai obat, contohnya alga, rumput laut, bulu babi, udang, dan lain-lain. Salah satu komoditas laut Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah udang. Dewasa ini pengembangan dan penelitian mengenai udang terus dilakukan, terutama dalam bidang aktivitas farmakologisnya, salah satunya sebagai anti inflamasi (Fernandes et al., 2010). Udang merupakan salah satu komoditas andalan dari sektor perairan Indonesia yang terus mengalami peningkatan produksi, baik diperoleh dari usaha penangkapan di alam ataupun dari hasil budidaya. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% per tahunnya. Data tahun 2001 menunjukkan potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Udang juga merupakan salah satu sumberdaya perikanan dengan nilai ekspor terbesar selain dari hasil perikanan lainnya dan umumnya diekspor dalam bentuk beku. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60 - 70% dari berat total udang menjadi limbah (kulit udang) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah kulit udang sebesar 510.266 ton (Darmawan et al., 2007). Namun, proses pengolahan limbah kulit udang tersebut belum dilakukan secara optimal di Indonesia. Limbah kulit udang mengandung 16,9% protein, 23,5% kitin, dan 24,8% kalsium (Sossrowinoto, 2007). Berdasarkan data tersebut, kulit udang merupakan sumber potensial sebagai bahan baku pembuatan kitin yang selanjutnya dapat menghasilkan kitosan. Kitosan adalah senyawa turunan kitin hasil proses deasetilasi yang mempunyai ikatan (1-4) 2-amido-2-deoksi-β-D-glukosa serta mempunyai karakteristik fisika kimia yang lebih baik dibandingkan dengan kitin. Saat ini kitosan banyak digunakan dalam farmasi sebagai bahan tambahan untuk
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
memperbaiki sistem penghantaran obat, mempunyai aktivitas sebagai anti mikroba, anti tumor, anti hiperlipidemia, dan anti inflamasi (Xia et al., 2011). Proses peradangan (inflamasi) merupakan suatu respon perlindungan normal terhadap kerusakan jaringan dan merupakan suatu proses yang kompleks disertai dengan aktivasi enzim, pelepasan mediator, ekstravasasi cairan, dan migrasi sel. Mediator-mediator kimia juga berperan sebagai pemberi respon terjadinya inflamasi, mediator tersebut dapat berikatan pada reseptor yang spesifik pada sel target dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan kemotaksis neutrofil, merangsang kontraksi otot polos, memiliki aktivitas enzimatik secara langsung, menginduksi rasa nyeri atau stress oksidatif (Kumar et al., 2010). Stress oksidatif ini telah terbukti berkaitan dengan jalur patogenesis beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, kerusakan hati, artritis rematoid dan gangguan syaraf (Kumar, 2011). Aktivitas biologis dari kitosan dipengaruhi oleh berat molekulnya. Proses pemutusan rantai molekul kitosan dapat dilakukan dengan cara kimia, enzimatik, dan radiasi. Proses radiasi selain digunakan untuk memutus rantai molekul, juga dapat digunakan sebagai proses sterilisasi yang berguna untuk membunuh mikroba. Selain itu, pemutusan rantai molekul kitosan dengan cara radiasi tidak meninggalkan residu seperti pada proses kimia dan enzimatik. Proses radiasi juga tidak menyebabkan bahan yang diradiasi menjadi radioaktif sehingga obat yang dihasilkan dapat dikonsumsi dengan aman. Akhir-akhir ini proses radiasi mendapatkan perhatian yang lebih dalam bidang teknologi karena beberapa faktor diantaranya mempunyai realiabilitas yang baik, dapat diaplikasikan pada produk skala besar, dan lebih ekonomis (Tahtat et al., 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Matsuhashi dan Kume 1997 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas antimikroba dari kitosan yang telah diiradiasi. Hal ini menunjukkan bahwa iradiasi dapat meningkatkan aktivitas biologis dari kitosan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Kitosan mempunyai sifat sukar larut dalam air dan pelarut organik lain. Hal ini menyebabkan aplikasi penggunaannya menjadi terbatas. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dari kitosan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah iradiasi, karena iradiasi dapat memperkecil berat molekul kitosan. Semakin rendah berat molekulnya maka kelarutan kitosan semakin meningkat. Kitosan dengan berat molekul yang lebih rendah disebut oligokitosan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fernandes et al., 2010, oligokitosan memiliki aktivitas anti inflamasi lebih tinggi daripada indometasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oligokitosan dapat menghambat kerja enzim siklooksigenase dan mengurangi produksi prostaglandin. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai anti inflamasi dengan menghambat ekspresi protein prostaglandin E2 (PGE2) dan kerja enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) (Chou et al., 2003). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka kitosan mempunyai potensi yang besar sebagai alternatif obat anti inflamasi baru yang selektif terhadap COX-2. Sel darah merah (eritrosit) manusia telah banyak digunakan sebagai model studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencegah lepasnya hemoglobin (Hb) dari sel darah merah (eritrosit) ketika terjadi kondisi hipotonik. Teori ini digunakan sebagai metode yang sangat berguna untuk menilai aktivitas anti inflamasi dari bermacam-macam senyawa secara in vitro (Kumar, 2011). Melihat adanya potensi yang tinggi pada kitosan hasil iradiasi sebagai anti inflamasi, maka pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas anti inflamasi kitosan hasil iradiasi secara in vitro dengan metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh iradiasi terhadap berat molekul kitosan?
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
2. Apakah kitosan yang telah diiradiasi memilki aktivitas anti inflamasi secara in-vitro dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah? 3. Adakah peningkatan aktivitas anti inflamasi dari kitosan hasil iradiasi dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh iradiasi terhadap berat molekul kitosan. 2. Mengetahui apakah kitosan yang telah diiradiasi memilki aktivitas anti inflamasi secara in-vitro dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah. 3. Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan aktivitas anti inflamasi dari kitosan hasil iradiasi dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi ilmiah bagi peneliti lanjutan tentang aktivitas anti inflamasi yang terdapat pada kitosan hasil iradiasi. 2. Sebagai pengetahuan dalam bidang ilmu kimia bahan alam dan bidang industri farmasi dalam upaya pengembangan obat anti inflamasi yang dihasilkan dari kitosan hasil iradiasi.
1.5 Hipotesis Kitosan hasil iradiasi yang diproduksi oleh BATAN mempunyai aktivitas anti inflamasi lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan tanpa radiasi, dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kitosan 2.1.1
Sumber Kitosan Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) merupakan makromolekul biologi yang dapat diperoleh dari proses deasetilasi kitin yang banyak ditemukan pada cangkang kepiting, kulit udang dan cangkang serangga. Kitin (poli-β-(1,4)-N-asetil-D-glukosamin) merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa (Dutta et al., 2004). Kitin dan kitosan memiliki struktur yang mirip dengan selulosa. Perbedaannya terletak pada posisi C2 dimana pada kitin posisi C2 adalah gugus asetamida dan pada kitosan posisi C2 adalah gugus amina. Setiap tahun sekitar 100 milyar ton kitin diproduksi dari krustasea, kerang, rajungan, serangga, jamur dan organisme lainnya (Kim, 2011). Akhir-akhir ini, kitosan banyak digunakan diberbagai bidang, misalnya, kosmetik, obat-obatan, makanan tambahan dan pertanian. Selain itu, kitosan juga digunakan sebagai komponen dari pasta gigi, krim, sampho, penurun kadar kolesterol, anti mikroba, anti koagulan, sebagai pembawa obat, bahan untuk produksi lensa kontak, atau perban mata, dan lain-lain (Prashanth, 2007).
Gambar 1 Struktur Kitin (Abreu et al., 2005)
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 2 Struktur Kitosan (Yin et al., 2009)
2.1.2
Karakteristik Kitosan Kitin dan kitosan merupakan polimer alami yang banyak ditemukan, bersifat biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik. Dalam proses reaksi, kitosan jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan selulosa
karena
kitosan
memiliki
gugus
NH2.
Ikatan
1-4
anhidroglukosidik pada kitin juga dimiliki oleh selulosa, namun tidak semua sifat karakteristik kitin/ kitosan dimiliki oleh selulosa. Kitin sangat hidrofobik, tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut organik, larut dalam heksafluoroisopropanol, heksafluoroaseton, dan kloroalkohol. Kitosan mempunyai kelarutan yang lebih baik daripada kitin. Kitosan merupakan poli-(β-1, 4-D-glukosamin) yang berasal dari N-deasetilasi kitin. Kitosan larut dalam asam asetat, asam laktat, asam malat, asam format dan asam suksinat encer. Kitin dapat sepenuhnya atau sebagian mengalami N-deasetilasi, tetapi tingkat asetilasi biasanya kurang dari 0,35. Rasio asetilasi dapat dideteksi dengan berbagai metode, seperti kromatografi gas, kromatografi permeasi gel, spektroskopi ultra violet (UV), spektrometri masa, spektroskopi X-ray, spektroskopi inframerah (IR), dan spektroskopi NMR (Kumirska, 2010). Kitosan bersifat polikationik pada pH < 6 dan mudah berinteraksi dengan molekul bermuatan negatif, seperti protein, polisakarida anionik (misalnya, alginat dan karagenan), asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Meskipun demikian, kitosan juga bersifat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
selektif terhadap kelat ion logam seperti besi, tembaga, kadmium dan magnesium (Shahidi, 1999). Secara umum kitosan mempunyai bentuk fisik berupa padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal yang tidak berubah dari bentuk kitin. Kitosan mempunyai karakteristik kimia dan biologi sebagai berikut (Dutta, 2004): Karakteristik Kimia :
Memiliki gugus amino reaktif
Memiliki gugus hidroksil reaktif
Mampu mengkelat logam-logam transisi
Karakteristik Biologi :
Biokompatibel (polimer alami, biodegradabel didalam tubuh manusia, aman, dan tidak toksik)
Mampu berikatan dengan sel mamalia dan mikroba dengan kuat
Mempercepat pembentukan osteoblas yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang
2.1.3
Hemostatik
Fungistatik dan spermisid
Antitumor dan antikolesterol
Mempercepat pembentukan tulang
Depresan sistem saraf pusat
Immunoadjuvant
Proses Pembuatan Kitosan Kitosan dihasilkan dari kulit udang yang diperoleh dari proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) senyawa kitin. Kitin dalam cangkang udang terdapat sebagai mukopolisakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
memperoleh kitin dari cangkang udang diperlukan pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COOsehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin adalah sebagai berikut :
Gambar 3 Reaksi deasetilasi kitin dengan basa kuat menjadi kitosan (Nugroho, 2011)
Proses deasetilasi umumnya dilakukan dengan perendaman kitin di dalam larutan NaOH berkonsentrasi tinggi disertai pemanasan. Senyawa kitosan banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti bidang pangan, pertanian, pengolahan limbah, biomedis, dan juga bioteknologi. Sifat-sifat kitosan seperti kelarutan, bobot molekul yang relatif besar, dan juga viskositas yang tinggi menyebabkan kendala dalam aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan turunan kitosan yang memiliki kelarutan dalam air dan viskositas yang rendah. Sifat-sifat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
tersebut dimiliki oleh oligomer dari kitosan (oligokitosan). Oligokitosan merupakan senyawa hasil hidrolisis kitosan, baik secara kimiawi (dengan asam kuat), secara enzimatis (dengan enzim kitosanase), dan menggunakan iradiasi.
2.2
Radiasi 2.2.1
Macam-macam Radiasi Ada tiga jenis radiasi yang sering kali dipancarkan dari inti radioaktif yaitu radiasi alfa, beta, dan gamma. 1. Partikel Alfa Radiasi alfa terbentuk oleh partikel zat yang terdiri dari dua proton dan dua neutron. Jadi, partikel alfa sama dengan inti Helium yang kehilangan dua buah elektron. Di dalam udara partikel alfa terdapat dalam rentang kira-kira 5 cm, tetapi di dalam jaringan kurang dari 100µ (Leswara, 2008). 2. Partikel Beta Radiasi beta ada dua jenis, oleh karena itu kita mengenal dua jenis elektron yaitu negatron (elektron bermuatan negatif) dan positron (elektron bermuatan positif). Positron dan negatron adalah sama, kecuali dalam hal muatannya yaitu +1 dan -1. Elektron – elektron ini dipancarkan dari inti radioaktif yang disebut partikel beta. Partikel beta mempunyai rentang lebih dari 3 meter di dalam udara dan kira-kira 1 mm di dalam jaringan (Leswara, 2008). 3. Radiasi Gamma Radiasi gamma adalah gelombang elektromagnetik sedangkan radiasi alfa dan beta adalah partikel. Sinar gamma dipancarkan sebagai foton atau kuantum energi dengan kecepatan c = 3,0 x 10 10 cm/det. Perbedaan radiasi gamma dengan sinar X dan sinar UV, sinar tampak dan sinar lainnya hanya dalam panjang gelombang atau frekuensinya. Sinar gamma mempunyai penetrasi yang paling
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
besar diantara radiasi – radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop (kecuali netrino) dan dapat dengan mudah menembus jaringan lebih dari 30 cm dan timbal (Pb) dengan ketebalan beberapa inci (Leswara, 2008).
2.2.2
Fungsi Radiasi Proses radiasi saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti sterilisasi alat-alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, serta digunakan juga untuk diagnosa maupun terapi suatu penyakit yang dalam hal ini digunakan suatu radionuklida. Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai salah satu metode untuk memutus bobot molekul suatu senyawa. Proses radiasi adalah metode yang paling menjanjikan, karena prosesnya yang sederhana, dapat dilakukan pada suhu kamar dan tidak ada pemurnian produk yang diperlukan setelah pengolahan. Proses radiasi juga tidak menyebabkan perubahan struktur utama dari suatu senyawa yang diputus berat molekulnya (Chmielewski, 2010). Sinar radiasi yang umunya digunakan saat ini adalah radiasi sinar gamma. Daya tembus dari sinar gamma memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan manusia, dikarenakan sinar gamma dapat menembus beberapa bahan, dan sinar gamma tidak akan membuatnya menjadi radioaktif. Sejauh ini ada tiga radionuklida pemancar gamma yang paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium99m. 1. Cesium -137 digunakan dalam perawatan kanker, mengukur dan mengontrol
aliran
fluida
pada
beberapa
proses
industri,
menyelidiki subterranean strata pada oil wells, dan memastikan level pengisian yang tepat untuk paket makanan, obat – obatan dan produk yang lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
2. Cobalt-60 bermanfaat untuk: sterilisasi peralatan medis di rumah sakit, pasteurize beberapa makanan dan rempah, sebagai terapi kanker, dan mengukur ketebalan logam dalam stell mills. 3. Tc-99m adalah isotop radioaktif yang paling banyak digunakan secara
luas
untuk
studi
diagnosa
sebagai
radiofarmaka.
(Technetium-99m memiliki waktu paruh yang lebih singkat). Radiofarmaka ini digunakan untuk mendiagnosa otak, tulang, hati dan juga mampu menghasilkan pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa aliran darah pasien
2.3
Metode Perhitungan Bobot Molekul 2.3.1
Viskometer (Hwang et al., 1997) Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana. Alat yang digunakan adalah viskometer Ostwald. Berat molekul kitin dan kitosan diukur berdasarkan viskositas intrinsik (ƞ). Sejumlah kitosan dilarutkan dalam 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,3 M NaCl/ 0,1 M CH3COOH lalu dimasukkan ke dalam viskometer. Kemudian 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer Ostwald dalam media air pada suhu 25°C. Data yang diperoleh dipetakan pada grafik ƞsp /C terhadap C. Viskositas intrinsik adalah titik pada grafik yang menunjukkan nilai C=0. Berat molekul ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink yaitu:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
[ƞ] = kMα Keterangan: [ƞ] = viskositas intrinsik k
= konstanta pelarut
α = konstanta M = berat molekul
2.4
Inflamasi 2.4.1
Definisi Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau zat asing, sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh. Pada reaksi inflamasi
akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin,
prostaglandin, ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Kumar et al., 2010 & Chippada et al., 2011). Ada empat tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas), dolor (rasa nyeri), dan functio laesa (kehilangan fungsi). Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin).
Pelepasan
histamin
menyebabkan
dilatasi
arteriol.
Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi, dimana plasma masuk ke dalam jaringan interstitial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Rasa panas
pada tempat
inflamasi
disebabkan oleh bertambahnya
pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
pengatur panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta pelepasan mediator-mediator kimia menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Rasa nyeri dan terjadinya penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dapat menyebabkan gangguan mobilisasi pada daerah yang terkena (Kee & Hayes, 1993).
2.4.2
Mekanisme Inflamasi Akut Ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme inflamasi akut yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase perubahan vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas. Kemudian akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat karena permeabilitas kapiler juga bertambah. Sehingga cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Proses tersebut dikenal dengan proses eksudasi. Keseluruhan proses ini terjadi akibat adanya zat kimia yang menyerupai histamin dan prostaglandin (Pringgoutomo, 2002). Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah yang mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih dalam darah berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel - sel darah putih dan trombosit tertarik ke daerah tersebut oleh zat - zat kimia yang dihasilkan dari sel yang cedera, sel mast, melalui pengaktifan komplemen, dan pembentukan sitokinin yang terjadi setelah antibodi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
berikatan dengan antigen. Tertariknya sel darah putih ke area cedera disebut kemotaksis. Ketika berada di area tersebut, berbagai stimulant menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesi komplementer. Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang mengalami inflamasi. Neutrofil bekerja dengan memfagositosis, mendegradasi sel debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat membunuh mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim lisosomal pencernaan dan memproduksi okigen bebas radikal (Corwin & Elizabeth, 2008) Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian (marginasi),
pelekatan
(sticking),
diapedesis
(emigrasi),
dan
fagositosis. Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih melekat pada sel endotel, sehingga sel darah putih bergerak ke perifer kapiler. Proses ini ditandai dengan terjadinya emigrasi sel darah putih disepanjang kapiler yang kemudian mengelilingi dan memfagositosis sel yang rusak. Trombosit yang memasuki area tersebut merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol perdarahan. Sel – sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan (Corwin & Elizabeth, 2008)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Jejas
Stimulasi Saraf
Kerusakan Jaringan
Mediator
Dilatasi pembuluh darah
Permeabilitas meningkat
Protein keluar (koloid osmotik darah menurun)
Eksudasi (koloid osmotik diluar pembuluh darah meningkat) Kemotaksis Retardasi marginasi
Statis
Emigrasi leukosit
Trombosis
Enzim proteolitik
Nekrosis
PUS
Gambar 4 Skema Mekanisme Inflamasi Akut (Pringgoutomo, 2002)
2.4.3
Penyebab Inflamasi Penyebab yang paling umum dari proses peradangan antara lain : 1. Infeksi mikrobial (bakteri piogenik, virus) 2. Agen fisik (trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin) 3. Cedera kimiawi (korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin bakteri)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
4. Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik 5. Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkolosis (Underwood, 1999).
2.4.4
Tipe Inflamasi Berdasarkan waktu kejadiannya inflamasi diklasifikasikan menjadi : 1. Inflamasi akut, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera jaringan. Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear (neutrofil). 2. Inflamasi kronis, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu dan durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan parut.
Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut, dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi : a. Inflamasi serosa Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam jaringan dan menunjukkan sedikit peningkatan permeabilitas vaskuler. Pada peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini dinamakan efusi, namun dapat juga ditemukan ditempat lain (misalnya lepuh karena luka bakar pada kulit). b. Inflamasi fibrinosa Inflamasi
fibrinosa
merupakan
keadaan
meningkatnya
permeabilitas vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut akan diubah menjadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan permukaan serosa (misalnya perikardium atau pleura) disebut dengan istilah perikarditis fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
c. Inflamasi supuratif atau purulen Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus atau nanah) yang terdiri atas leukosit dan sel – sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan inflamasi purulen setempat yang disertai dengan nekrosis likuefaksi (misalnya abses stafilokokus). d. Ulkus Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang ditimbulkan oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau mengalami inflamasi (misalnya ulkus lambung) (Richard, et.al 2006).
2.4.5
Mediator Inflamasi Selama berlangsungnya proses inflamasi banyak mediator kimia yang dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan yang rusak. Mediator inflamasi dibagi dalam beberapa kelompok : 1. Amin vasoaktif : histamin dan serotonin 2. Protein plasma : komplemen, kinin, dan sistem pembekuan 3. Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin 4. Platelet-Activating Factor (PAF) 5. Sitokin dan kemokin 6. Nitrogen oksida 7. Konstituen lisosom pada leukosit 8. Radikal bebas yang berasal dari oksigen 9. Neuropeptida dan mediator lainnya
Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain : a. Histamin dan Serotonin Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa mediator pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan serotonin
menyebabkan
vasodilatasi
dan
peningkatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
permeabilitas vaskuler. Kedua mediator ini berasal dari sel mast, basofil, dan trombosit. Beberapa faktor yang menyebabkan pelepasan amin dari sel mast adalah sebagai berikut : 1. Adanya agen fisik (trauma atau panas) 2. Reaksi imun yang melibatkan Ig E 3. Fragmen komplemen C3a serta C5a (anafilatoksin) 4. Sitokin (IL 1 serta IL 8) 5. Faktor –faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit.
b. Komplemen C3a dan C5a C3a
dan
C5a
disebut
juga
sebagai
anafilatoksin.
Anafilatoksin mampu memicu degranulasi pada sel endotelial, mastosit, dan fagosit yang lebih lanjut memicu respon peradangan. C3a
dan
C5a
merupakan polipeptida yang
berfungsi
layaknya sitokin yang hanya dilepaskan pada area peradangan. C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast dan dengan demikian terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan metabolisme arakidonat sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi tambahan.
c. Bradikinin Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri, vasodilatasi dan edema/ pembengkakan yang terjadi dalam proses inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim protease spesifik (kalikrein). Kalikrein juga memiliki aktivitas kemotaktik dan menyebabkan agregasi neutrofil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
d. Prostaglandin Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai panjang turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai jenis sel. Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase. Terdapat beberapa jenis prostaglandin antara lain prostaglandin I2 (prostasiklin)
dan
prostaglandin
E2
yang
menyebabkan
vasodilatasi. Selain itu prostaglandin E2 juga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap rangsangan nyeri dan dapat memediasi demam (Richard et al., 2006). Prostaglandin
memiliki
sejumlah
efek
fisiologi
dan
farmakologi luas, antara lain terhadap otot polos (dinding pembuluh, rahim, bronchi, dan lambung – usus), agregasi trombosit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP. Senyawa ini terbentuk bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di daerah tersebut menjadi asam arakidonat yang kemudian sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien (Tjay & Rahardja, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Fosfolipida membran sel
Asam arakidonat
Lipooksigenase
Siklooksigenase
Asam hidroperoksida
Endoperoksida
COX - 1 Leukotrien Peradangan, vasokonstriksi, dan permeabilitas meningkat
Tromboksan (TXA2) Vasokonstriksi, bronko konstriksi, dan agregasi meningkat
Prostasiklin (PGI2) Proteksi lambung, vasodilatasi, dan antiagregasi
COX - 2
Prostaglandin (PGE2/ PGF2) Peradangan
Gambar 5 Diagram metabolisme asam arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2007)
e. TNF dan IL-1 TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel-sel makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses inflamasi meliputi efek pada endothelium, leukosit, dan induksi reaksi sistemik fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai produk inflamasi. TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel yang meliputi induksi molekul adhesi endotel dan mediator kimia (sitokin lainnya seperti IL-6, IL-8, faktor pertumbuhan, PGI2, PAF
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
dan nitrit oksida). Kedua sitokin ini juga menginduksi enzimenzim yang berkaitan dengan remodeling matriks dan peningkatan trombogenisitas endotel. IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi, neutrofilia, pelepasan kortikotropin serta kortikosteroid, dan efek hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan resistensi vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis.
Produk bakteri, kompleks imun, toksin, jejas fisik, sitokin lainnya
AKTIVASI MAKROFAG (dan sel lainnya)
IL-1 / TNF
Reaksi Fase Akut Demam, tidur, selera makan, protein fase akut meningkat, efek hemodinamik (syok), neutrofilia Efek Endotelial Daya rekat leukosit, sintesis PGI, aktivitas prokoagulan meningkat, aktivitas antikoagulan menurun, IL-1, IL-8, IL-16, PDGF meningkat Efek Fibroblas Proliferasi, sintesis kolagen, kolagenase, protease, sintesis PGE meningkat
Efek Leukosit Sekresi sitokin meningkat
Gambar 6 Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada inflamasi (Richard, 2006)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
2.5
Obat Anti Inflamasi 2.5.1
Obat Anti Inflamasi Steroid Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon, seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis dari kolesterol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah mengambat berbagai sel yang memproduksi faktor-faktor penting untuk membangkitkan respon radang (Gilman, 2008).
2.5.2
Obat Anti Inflamasi Non Steroid Obat – obat yang termasuk dalam golongan ini adalah indometasin, asam mefenamat, ibu profen, asam salisilat, diklofenak, dan fenilbutazon. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase, dimana enzim tersebut mengkatalisis pembentukan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan (Gilman, 2008).
2.6
Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan, eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantong granuloma, iritasi pleura, dan penumpukan kristal sinovitis (Vogel, 2002 & Turner, 1965). Selain itu, metode in vitro juga dapat dilakukan unutk menguji aktivitas anti inflamasi, antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP), menghambat denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, pengujian fibrinolitik dan agregasi platelet (Oyedapo et al., 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Sel darah merah manusia (eritrosit) telah digunakan sebagai suatu model untuk mempelajari interaksi antara obat dengan membran. Obat-obatan seperti anastetik transquilisers dan obat anti inflamasi non steoid dapat menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik, pelepasan hemoglobin (Hb) dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen anti inflamasi (Kumar, 2011). Membran sel darah merah merupakan analog dari membran lisosomal. Enzim lisosomal yang dilepaskan selama inflamasi menyebabkan berbagai gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul, dan peroksidasi lipid yang dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid artritis, dan lain - lain. Aktivitas ekstraseluler dari enzim ini dianggap berhubungan pada inflamasi akut dan kronik (Chippada et al., 2011). Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat penting pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal yang mengaktifkan neutrofil seperti enzim, bakterisidal, dan protease, yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama extra cellular release atau dengan menstabilkan membran lisosomal (Kumar et al., 2011). Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi membran pada sel ini menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan senyawa dengan aktivitas penstabil membran dapat memberikan perlindungan secara signifikan pada membran sel dalam melawan pelepasan zat-zat penyebab luka (Karunanithi, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
2.7
Spektofotometri UV-Vis Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Prinsip kerjanya berdasarkan pada penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Spektrum elektromagnetik pada spektrofotometri UV-Vis adalah 200750 nm. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 - 750 nm (Gholib, 2007). Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak didasarkan pada penggunaan hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya tampak, ultraviolet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan (Triyati, 1985). Hubungan antara intensitas, tebal medium dan konsentrasi zat digambarkan dengan persamaan yang sesuai dengan Hukum Lambert-Beers, yakni :
A=a.b.c
Keterangan : A : Absorban a : absorptivitas b : tebal kuvet (cm) c : konsentrasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Mekanisme kerja spektrofotometer UV –Vis dapat diuraikan sebagai berikut : 1. suatu sumber cahaya dipancarkan melalui monokromator. 2. Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. 3. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. 4. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. 5. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2014 di Laboratorium Kelompok Bahan Kesehatan, Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jalan Lebak Bulus Raya No.9 Pasar Jumat Jakarta Selatan serta di Laboratorium Pharmacy Sterile Technology (PST). FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2
Bahan 3.2.1
Bahan Uji Bahan uji yang digunakan adalah kitosan yang diproduksi oleh (Badan Tenaga Nuklir Nasional) BATAN, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) dan sel darah merah manusia.
3.2.2
Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl (Merck), dapar posfat pH 7,4 (0,15 M), natrium diklofenak (P.T Indofarma), asam asetat (Merck),
natrium asetat (Merck), natrium
hidroksida, alkohol, dan aquades.
3.3
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Iradiator gamma IRKA, Spektrofotometer UV-Vis (U 2910), sentrifugator, tabung EDTA, tabung sentrifus, autoklaf (All American), spuit, gelas ukur, timbangan analitik (Acculab BL-2015), pH meter, water bath, gelas kimia, labu ukur, labu erlemeyer, mikropipet, tips, pipet tetes, batang pengaduk, spatula, termometer, viskometer Ostwald (Cannon P 865), laminar air flow, NMR (Jeol JNM ECA500), kuvet, dan kaca arloji. 26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3.4
Prosedur Kerja 3.4.1
Penyiapan Kitosan Kitosan yang akan digunakan, diproduksi oleh BATAN. Kitosan ini berasal dari limbah kulit udang yang diambil bagian punggungnya. Selanjutnya diproses secara kimiawi melalui proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi.
3.4.2
Iradiasi Pada proses ini dilakukan iradiasi terhadap kitosan. Sumber radiasi menggunakan radiasi gamma
60
Co dengan berbagai dosis
iradiasi. Kitosan dikemas dalam 3 (tiga) kantong plastk klip dan masingmasing diberi label 50, 100, dan 150 kGy. Kemudian kitosan yang telah dikemas tersebut di masukan kedalam iradiator. Iradiasi dilakukan dengan kecepatan dosis 10 kGy/jam.
3.4.3
Perhitungan Derajat Deasetilasi Derajat deasetilasi diukur menggunakan instrument 1H NMR. Kitosan dilarutkan dalam D2O dan asam asetat D2O. Kemudian kitosan yang telah dilarutkan diinjeksikan kedalam insterumen 1H NMR (Jeol JNM ECA-500).
3.4.4
Perhitungan Bobot Molekul Dibuat larutan kitosan dari setiap dosis iradiasi dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% dalam larutan buffer asetat pH 4,3. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu sebanyak 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer Ostwald dalam media air pada suhu 25°C. Lalu cairan dihisap dengan menggunakan pushball sampai melewati 2 batas. Kemudian siapkan stopwatch, lalu kendurkan cairan sampai batas pertama lalu mulai penghitungan. Hasil yang diperoleh dicatat. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Langkah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
yang sama juga dilakukan pada masing-masing larutan kitosan. Viskositas spesifik dihitung dengan persamaan dibawah ini : ƞsp =
dimana ƞ sp adalah viskositas spesifik, t2 adalah waktu alir untuk larutan dan t1 adalah waktu alir untuk pelarut Viskositas intrinsik diperoleh dengan memplotkan hasil ƞ sp/C terhadap C. Kemudian bobot molekul kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink. [ƞ] = kMvα
Keterangan: [ƞ] = viskositas intrinsic (mL/gr) Mv = berat molekul viskositas rata-rata k dan α = tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya ( k = 1,181 x 10-3 & α = 0,93 pada suhu 25°C ) (Hwang et al., 2000)
3.4.5
Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit 3.4.5.1
Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan a. Pembuatan Dapar Posfat (0,15 M pH 7,4) Sebanyak 2,67 gram dinatrium hydrogen posfat dihidrat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades.
Kemudian
sebanyak
2,07
gram
natrium
dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4 . H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH2PO4 . H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 121°C selama 15 menit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
b. Pembuatan Larutan Isosalin Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 121°C selama 15 menit. c. Pembuatan Larutan Hiposalin Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et, al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010). Kemudian di sterilisasi menggunakan autoklaf 121°C selama 15 menit. d. Penyiapan Konsentrasi Sampel Uji Dan Na Diklofenak 5 mg kitosan dari masing-masing dosis radiasi dilarutkan dalam 0,5 mL asam asetat lalu diencerkan dengan aquades sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang. Kemudian 5 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 0,5 mL NaOH lalu diencerkan dengan aquades sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang.
3.4.5.2
Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah Sel darah manusia dikumpulkan dari volunteer yang tidak mengonsumsi NSAID selama 2 minggu. Sel darah merah tersebut di masukan kedalam tabung EDTA, kemudian didiamkan selama 24 jam. Supernatan yang diperoleh dipisahkan, kemudian residu yang diperoleh dipindahkan kedalam tabung sentrifus dan ditambahkan isosalin hingga 8 mL. Sentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27°C. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan, kemudian residu yang dihasilkan dicuci kembali dengan menggunakan larutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
isosalin dan disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulangi sebanyak 3 kali hingga larutan isosalin berwarna jernih. Lalu dibuat suspensi sel darah merah 10% dengan mencampurkan sejumlah volume sel darah dan diresuspensi menggunakan larutan isosalin (Oyedapo et al., 2010)
3.4.5.3
Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan Terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit a. Pembuatan Larutan Uji Dibuat larutan uji dengan mencampurkan 1 ml larutan sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin dan 0,5 ml suspensi 10% sel darah merah. b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Dibuat dengan mencampurkan 1 ml larutan Na diklofenak, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin, dan 0,5 ml suspensi 10% sel darah merah. c. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji Dibuat dengan mencampurkan 1 ml larutan sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin, dan 0,5 ml larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel darah merah. d. Pembuatan Kontrol Negatif Dibuat dengan mencampurkan 1 ml aquades sebagai pengganti larutan sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin, dan 0,5 ml suspensi 10% sel darah merah.
Setiap larutan kemudian diinkubasi pada suhu 56°C selama 30 menit dan disentrifugasi kembali pada 5000 rpm selama 10 menit.
Cairan
supernatan
yang
diperoleh
mengandung
hemoglobin, cairan tersebut diambil dan diukur absorbansinya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
pada panjang gelombang 560 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasilnya kemudian dimasukan ke dalam rumus dibawah ini : %
= 100 − {
−
x 100%}
(Oyedapo et al., 2010)
3.4.6
Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Saphiro Wilk untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Santoso, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil Derajat Deasetilasi Kitosan Kitosan dihasilkan dari kulit udang yang diperoleh dari proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) senyawa kitin. Kitosan produksi BATAN yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kulit udang yang diambil bagian punggungnya saja. Kulit udang tersebut kemudian diproses menjadi kitin melalui dua tahapan yaitu pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Proses deproteinasi dan demineralisasi yang dilakukan masing –masing menggunakan NaOH 1 N dan HCl 1 N. Setelah melalui dua tahapan tersebut dilakukan proses deasetilasi untuk menghasilkan kitosan. Proses deasetilasi yang dilakukan menggunakan NaOH dengan konsentrasi 50% selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 95°C. Untuk mengetahui berapa banyak kitosan yang telah terbentuk maka dilakukan pengukuran derajat deasetilasi. Spektroskopi NMR merupakan salah satu metode yang paling akurat untuk mengukur derajat deasetilasi. Pada penelitian ini digunakan dua sampel kitosan, kitosan non radiasi dan kitosan yang diiradiasi dengan dosis 75 kGy. Lampiran 6 menunjukkan spektrum NMR dari kitosan hasil iradiasi dan non radiasi. Derajat deasetilasi dapat dihitung dengan menggunakan integral dari peak proton H1 N-glukosamin, peak proton H1 N-Asetilglukosamin, dan peak dari tiga proton pada gugus asetil (H-Ac). Hasil perhitungan Derajat Deasetilasi (DDA) dari kitosan iradiasi dan non radiasi dapat dilihat pada tabel 1.1.
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Tabel 1.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan Radiasi dan Non Radiasi Integral Proton
Dosis Radiasi
DDA (%)
(kGy)
IH1-GlcN
IH1-GlcNAc
0
0,839
0,029
96,66
75
1
0,063
94,07
dimana IH1-GlcN adalah integral H dari N-Glukosamin dan IH1-GlcNAc adalah integral H dari N-Asetilglukosamin. Derajat deasetilasi kitosan non radiasi sebesar 96,66% dan kitosan radiasi sebesar 94,07%.
4.1.2. Hasil Berat Molekul Kitosan Berat molekul kitosan diukur menggunakan viskometer Otswald Cannon P 865. Setiap konsentrasi larutan uji diukur pada suhu 25°C. Setelah dilakukan pengukuran diperoleh nilai pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Tabel Waktu Alir Rata-Rata Tiap Konsentrasi Larutan Dosis Radiasi
Waktu Alir Rata-Rata (detik) Tiap Konsentrasi
(kGy)
0,1%
0,2%
0,3%
0,4%
0
78,99
168,86
295,65
497,69
50
51,73
70,42
94,76
126,16
100
38,44
46,18
53,92
62,12
150
37,39
43,25
50,09
57,42
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing larutan untuk mengalir pada pipa kapiler dengan jarak tertentu. Hasil menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi larutan uji maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengalir pada pipa kapiler. Hasil yang diperoleh pada tabel diatas kemudian diukur viskositas spesifiknya. Hasil perhitungan viskositas spesifik dapat dilihat pada tabel 1.3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Tabel 1.3 Tabel Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi Dosis Radiasi
Ƞsp dari Masing-Masing Konsentrasi Larutan
(kGy)
0,1%
0,2%
0,3%
0,4%
0
1,464
4,269
8,225
14,528
50
0,614
1,197
1,957
2,936
100
0,199
0,441
0,682
0,938
150
0,167
0,349
0,563
0,792
Ƞsp =
2− 1 1
dimana t1 adalah waktu yang dibutuhkan pelarut untuk mengalir pada pipa kapiler yaitu 32,053 detik dan t2 adalah waktu yang dibutukan masing-masing larutan untuk mengalir pada pipa kapiler. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh hasil bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin kecil nilai viskositas spesifik dimana nilai viskositas spesifik semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan. Nilai viskositas spesifik yang diperoleh kemudian diplotkan dalam grafik Ƞsp/C dan diperoleh nilai viskositas intrinsik seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 1.4 Tabel Viskositas Intrinsik dan Berat Molekul Dosis Radiasi
Mv
α
K
[Ƞ]
0
0,93
1,181x10-3
11,4
19.256,405
50
0,93
1,181x10-3
4,9
7.767,204
100
0,93
1,181x10-3
2,1
3.123,135
150
0,93
1,181x10-3
1,6
2.362,672
(kGy)
(Da)
[Ƞ] = K x Mvα dimana α dan K adalah konstanta yang ditentukan berdasarkan pelarut yang digunakan, yaitu α = 0,93 dan K = 1,181x10-3. Hubungan dosis radiasi dengan berat molekul dapat dilihat dengan jelas pada grafik dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
20000 18000
Berat Molekul (Da)
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
50 100 Dosis Radiasi (kGy)
150
Gambar 7. Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Kitosan
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kitosan non radiasi mempunyai berat molekul viskositas (Mv) sebesar 19.256,405 dalton sedangkan kitosan hasil radiasi mempunyai berat molekul yang lebih rendah. Hal ini menunjukan bahwa radiasi dapat menyebabkan pemutusan pada rantai utama kitosan dan menyebabkan penurunan berat molekul kitosan. Semakin tinggi dosis radiasi yang digunakan maka semakin rendah berat molekul yang dihasilkan.
4.1.3.
Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah (SDM) Kitosan Hasil Iradiasi dan Non Radiasi Stabilisasi membran sel darah merah merupakan salah satu metode
yang digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi secara invitro. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dimana absorbansi diukur pada λ 560 nm. Panjang gelombang 560 nm digunakan karena pada panjang gelombang tersebut dapat terukur serapan hemoglobin yang terdapat dalam larutan uji. Dari hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan persen stabilitas membran sel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
darah merah pada tabel 1.5 dan gambar 8 serta perhitungannya pada lampiran 14. Tabel 1.5 Efek Stabilisasi membran SDM dari larutan uji dan kontrol positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik pada konsentrasi 100 ppm. Larutan
A
Larutan
1,067 Uji I (Kitosan 0 kGy)
Kontrol
1,091
Lar.Uji I
1,032 0,971 Uji II (Kitosan 50 kGy)
Kontrol
0,811
Lar.Uji II
0,933 0,627 Uji III (Kitosan 100 kGy)
Kontrol
0,647
Lar.Uji III
0,622 0,898 Uji IV (Kitosan 150 kGy)
Kontrol
0,897
Lar.Uji IV
0,771 0,622 Uji V (Na Diklofenak)
Kontrol
0,685
Lar.Uji V
0,572
A
%S
0,011
24,83
0,010
23,06
0,010
27,25
0,010
31,60
0,011
43,06
0,008
34,16
0,012
56,22
0,013
54,87
0,011
56,51
0,011
36,86
0,012
37,01
0,011
45,90
0,002
55,87
0,003
51,45
0,002
59,43
Rata-rata %S
25,05
36,27
55,87
39,92
55,58
Keterangan : A
: Absorbansi
%S
: Persentase Stabilitas Membran SDM
Persentase stabilitas membran sel darah merah dihitung dengan rumus dibawah ini : %
= 100 − {
−
x 100%}
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
60.00
Persentase Stabilitas (%)
50.00 Kito 0
40.00
Kito 50
30.00
Kito 100 Kito 150
20.00
Na Diklo 10.00 0.00 % Stabilitas
Kito 0 25.05
Kito 50 36.28
Kito 100 55.87
Kito 150 39.93
Na Diklo 55.59
Gambar 8. Stabilisasi membran SDM rata-rata dari larutan uji dan kontrol positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik. Berdasarkan perhitungan hasil uji aktivitas anti inflamasi dengan menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia, menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 100 kGy mempunyai aktivitas tertinggi sebagai anti inflamasi. Hal ini juga ditunjang dengan analisa secara statistik, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi 100 kGy berbeda secara bermakna terhadap larutan uji yang lain namun identik terhadap Na diklofenak sebagai kontrol positif.
4.1.4.
Hasil Analisa Statistik Data persen stabilitas membran sel darah merah kitosan 0 kGy, 50
kGy, 100 kGy,dan 150 kGy pada konsentrasi 100μg/ml dilakukan uji persyaratan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data nilai persen stabilitas membran sel darah merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Tabel 1.6 Nilai Persen Rata-Rata Stabilitas Membran Sel Darah Merah Kitosan dan Natrium Diklofenak pada Konsentrasi 100 ppm Sampel Uji
% Rata-rata Stabilitas
Natrium Diklofenak
55,58
Kitosan 0 kGy
25,05
Kitosan 50 kGy
36,27
Kitosan 100 kGy
55,87
Kitosan 150 kGy
39,92
Hasil analisa statistik ANOVA menunjukkan bahwa persen stabilitas berbeda secara bermakna (p<0,05) kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) terhadap persen stabilitas kelompok. Persen stabilitas kitosan 100 kGy berbeda secara bermakna terhadap kitosan 0, 50, dan 150 kGy. Namun identik terhadap Na Diklofenak sebagai kontrol positif.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah derajat deasetilasi dan berat molekul. Dua parameter tersebut dapat berpengaruh pada kelarutan, sifat reologi serta sifat fisik dari kitosan. Derajat deasetilasi diukur untuk mengetahui berapa banyak gugus asetil yang telah hilang. Semakin besar derajat deasetilasinya maka semakin banyak kitosan yang telah terbentuk. Ketika derajat deasetilasi kitin telah mencapai 50%, ini menyebabkannya larut dalam asam dan disebut sebagai kitosan. Kelarutan ini disebabkan oleh adanya gugus NH2 pada posisi C-2 pada gugus D-Glukosamin. Gugus NH2 tersebut membuat kitosan bersifat polikationik sehingga dapat lebih larut dalam asam serta membuat aplikasi penggunaan kitosan semakin besar. Berikut ini adalah beberapa formula yang dapat digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi dari kitosan :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
( %) =
(%) = [1 − ( %) =
x 100
x 100
(1)
(2)
x 100
(3)
Formula (1) dan (2) tidak dapat digunakan karena peak pada H-Ac mengalami overlapping dengan asam asetat pada sampel (Lavertu, 2003). Oleh karena itu perhitungan DDA hanya dapat dihitung dengan menggunakan formula (3). Dari hasil pengamatan diperoleh DDA kitosan non radiasi sebesar 96,658% dan DDA kitosan hasil iradiasi sebesar 94,073%. Hasil ini menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan oleh BATAN telah mampu menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan menggunakan NaOH dengan konsentrasi 50% selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 95°C. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukan semakin banyak gugus asetil yang diubah menjadi gugus amino. Gugus amino bebas dalam bentuk NH 2 maupun dalam keadaan terprotonasi NH3+ dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis yang dimiliki oleh kitosan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa derajat deasetilasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas biologis yang dimiliki kitosan (Park et.al.,2011). Berdasarkan hasil ini juga dapat dilihat bahwa radiasi tidak menyebabkan peningkatan derajat deasetilasi kitosan karena radiasi tidak menyebabkan pemutusan pada gugus asetil pada stuktur kitin.
4.2.2.
Berat Molekul Kitosan Berat molekul dapat mempengaruhi karakteristik fisika dari suatu
polimer seperti kitosan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur berat molekul kitosan adalah metode viskometer menggunakan viskometer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Cannon. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu lebih mudah, lebih cepat, dan cara perhitungannya yang sederhana. Prinsip pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir pada pipa kapiler pada jarak tertentu dan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Dari tabel 1.4 terlihat bahwa kitosan yang tidak diradiasi mempunyai berat molekul viskositas (Mv) sebesar 19.256,405 dalton. Iradiasi dengan dosis 50, 100, dan 150 kGy menyebabkan penurunan berat molekul kitosan menjadi masing-masing 7.767,204 Da, 3.123,135 Da, dan 2.362,672 Da. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi dosis radiasi yang digunakan maka semakin kecil berat molekul yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena radiasi menyebabkan pemutusan rantai utama kitosan pada ikatan 1,4 glikosida sehingga menjadi kitosan dengan rantai yang lebih pendek. Semakin pendek jumlah rantai polimer maka semakin kecil berat molekulnya. Polimer dengan jumlah rantai yang panjang mempunyai berat molekul yang besar dan viskositas yang besar pula.
4.2.3.
Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Stabilisasi membran sel darah merah merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi secara invitro. Hal ini disebabkan karena membran sel darah merah manusia analog dengan membran lisosom yang dapat mempengaruhi proses inflamasi. Stabilitas membran lisosom ini dapat membatasi respon inflamasi yang terjadi dengan cara mencegah pelepasan isi dari lisosom yang dapat mengaktifkan neutrofil seperti enzim dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan dan cairan ekstraseluler. Oleh karena itu stabilitas membran sel darah merah yang diinduksi dengan panas dan larutan hipotonik dapat digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilitas membran lisosom (Chippada et.al,. 2011). Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah diinduksi oleh panas maupun stress hipotonik. Hal tersebut menyebabkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehinggu memicu kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi panas dan larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari kitosan (Kumar, 2011). Aktivitas anti inflamasi dari kitosan dapat dilihat dari adanya penurunan absorbansi pada campuran larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang dihasilkan maka semakin kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar aktivitas anti inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 560 nm dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. Na diklofenak digunakan sebagai kontrol positif karena Na diklofenak merupakan obat anti inflamasi non steroid yang bekerja dengan cara mencegah pelepasan mediator anti inflamasi sehingga dapat menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase (Gilman et al., 1985). Selain itu Na diklofenak dipilih karena Na diklofenak merupakan OAINS yang banyak digunakan untuk mengobati inflamasi serta mudah didapatkan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada konsentrasi 100 ppm, kitosan 100 kGy memiliki aktivitas anti inflamasi yang lebih besar. Konsentrasi 100 ppm dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yousef et.al,. 2012 konsentrasi 100 ppm dapat menekan induksi bakteri lipopolisakarida (LPS) dan sitokin TNF-α yang dapat berpengaruh pada jalur patogenesis penyakit radang usus. Hasil persentase stabilitas kitosan 0 kGy sebesar 25,05%, kitosan 50 kGy sebesar 36,27%, kitosan 100 kGy sebesar 55,87%, dan kitosan 150 kGy sebesar 39,92%. Kitosan 100 kGy mempunyai aktivitas anti inflamasi yang paling besar, dimana hasil ini juga sebanding dengan persen stabilitas Na diklofenak yaitu sebesar 55,58%. Hal ini juga ditunjang dengan analisa statistik dimana kelompok perlakuan kitosan 100 kGy mempunyai nilai signufikansi yang lebih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
dari 0,05 dibandingkan dengan kitosan 0, 50, dan 150 kGy, namun sebanding dengan nilai signifikansi Na diklofenak sebagai kontrol positif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan 2010, Na diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 51%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mittal et.al ,.2013 juga menyebutkan bahwa Na diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mempunyai kemampuan untuk menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 57,25%. Kitosan dapat bekerja sebagai anti inflamasi melalui mekanisme penyerapan ion-ion proton yang dilepaskan pada area yang mengalami inflamasi. Hal ini disebabkan oleh gugus amino bebas yang dimiliki oleh kitosan dapat berprotonasi pada ion-ion proton yang dilepaskan pada area inflamasi. Akibatnya terjadi penurunan pH dan dapat mengurangi rasa sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aranaz et.al,. 2009 efek anti inflamasi yang terjadi disebabkan karena adanya penyerapan bradikinin yang merupakan salah satu mediator inflamasi yang dapat menimbulkan rasa sakit. Mekanisme kerja lain dari kitosan sebagai anti inflamasi terjadi melalui hidrolisis asam kitosan menjadi glukosamin hidroklorida maupun bentuk sulfat, posfat ataupun bentuk garam yang lainnya. Monosakarida tersebut merupakan unit struktural dari proteoglikan yang terkandung didalam jaringan penghubung maupun kartilago, dimana jaringan-jaringan tersebut akan mengalami perbaikan atau beregenerasi dengan menyerap monosakarida tersebut secara langsung ketika mengalami kerusakan atau inflamasi. Adanya gugus amino bebas pada kitosan juga menyebabkan kitosan dapat menetralkan asam lambung dan dapat mengobati penyakit tukak lambung (Xia et.al,. 2011). Beberapa mekanisme tersebut menyebutkan bahwa efek anti inflamasi yang ditimbulkan disebabkan oleh adanya gugus amino bebas yang dimiliki oleh kitosan. Dilihat dari berat molekulnya, maka kitosan dengan berat molekul rendah mempunyai gugus amino bebas yang lebih reaktif dibandingkan dengan kitosan berat molekul tinggi. Sehingga gugus amino bebas yang dimiliki oleh kitosan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
dengan berat molekul rendah dapat dengan mudah bereaksi dan menghasilkan respon anti inflamasi. Kitosan dengan dosis iradiasi 100 kGy memiliki aktivitas anti inflamasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan 0, 50, dan 150 kGy. Kitosan 100 kGy mempunyai berat molekul yang lebih rendah dari pada kitosan 0 kGy dan 50 kGy. Namun pada kitosan 150 kGy aktivitas anti inflamasi yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan terjadi karena terlalu banyaknya rantai kitosan dengan gugus amino bebas reaktif yang terdapat didalamnya. Akumulasi gugus amino bebas reaktif yang berlebihan dapat menghasilkan respon inflamasi sehingga tidak dapat menstabilkan membran sel darah merah (Aranaz.,et.al, 2009) Senyawa
dengan
sifat
menstabilkan
membran
dikenal
karena
kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi, dimana pembentukan phospholipase A2,
enzim yang akan membentuk mediator
inflamasi, dicegah. Pelepasan phospholipase A2 dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan memicu terbentuknya radikal bebas.
Phospholipase A 2 dapat
merubah phospholipid di dalam membran sel menjadi asam arakhidonat yang sangat reaktif dan dengan cepat dimetabolisme oleh enzim siklooksigenase menjadi prostaglandin. Prostaglandin merupakan komponen utama yang dapat menginduksi rasa sakit dan inflamasi (Kumar et.al,. 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungannya antara muatan positif yang dimiliki oleh kitosan dengan kemampuannya dalam menstabilkan membran (Aranaz et.al,. 2009). Membran sel darah merah akan berinteraksi dengan kitosan sehingga dapat menghambat aktivitas perusak membrannya. Hal ini disebabkan karena membran sel darah merah yang mempunyai muatan negatif akan berikatan dengan muatan positif yang dimiliki oleh kitosan sehingga kitosan akan melindungi membran sel darah merah dari induksi panas maupun larutan hipotonik yang dapat menyebabkan terjadinya hemolisis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kitosan iradiasi mempunyai derajat deasetilasi sebesar 94,07%. dan kitosan non iradiasi sebesar 96,66%. 2. Iradiasi dapat memutus rantai utama kitosan. Semakin tinggi dosis radiasi semakin rendah berat molekul yang dihasilkan. 3. Iradiasi sampai pada dosis tertentu dapat meningkatkan aktivitas biologis kitosan sebagai anti inflamasi. 4. Kitosan 100 kGy dengan berat molekul viskositas rata-rata (Mv) 3x103 dalton mempunyai aktivitas anti inflamasi paling tinggi. Hasil ini dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah yaitu sebesar 55,87% pada konsentrasi 100 ppm.
5.2.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui adanya peningkatan maupun penurunan daya anti inflamasi pada kitosan iradiasi diatas 150 kGy. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan kitosan iradiasi 100 kGy pada berbagai konsentrasi untuk mengetahui daya anti inflamasi optimum.
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abreu F. dan Campana-Filho S.P. 2005. Preparation and Characterization of Carboxymethylchitosan. Polímeros: Ciencia e Tecnologia, vol. 15, n2, p. 7983 Aranaz, Inmaculada, Mengibar Marian, dan Harris Ruth et al. 2009. Functional Characterization of Chitin and Chitosan. Current Chemical Biology 3 : 203 – 230. Chippada S.C., Volluri S.S., Bammidi S.R., dan Vangalapati M. 2011. In Vitro Anti Inflammatory Activity Of Methanolic Extract Of Centella Asiatica By HRBC Membran Stabilisation. RASAYAN J.Chem 4 : 2, 457-460 Chmielewski, dan Andrzej G. 2010. Chitosan and radiation chemistry. Radiation Physics and Chemistry 79, 272–275 Chou, T.Z. C., Fu, E., dan Shen, E.C. 2003. Chitosan inhibits prostaglandin E2 formation and cyclooxygenase-2 induction in lipopolysaccharide-treated RAW
264.7
macrophages.
Biochemical
and
Biophysical
Research
communications 308 (2): 403-407 Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadephia: Lippincort Williams & Wilkins ; 138-143 Darmawan, Mulyaningsih, dan Firdaus. 2007. Karakteristik Khitosan yang Dihasilkan dari Limbah Kulit Udang dan Daya Hambatnya terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Logika 4:2 Dutta P.Kumar, Dutta Joydeep, dan Tripathi VS. 2004. Chitin and Chitosan : Chemistry, Properties, and Aplication. Journal of Scientific and Industrial Research Vol. 63 pp 20-31 Fernandes, Joao C., Eaton, Peter, Nascimento, Henrique et al. 2008. Effects of Chitooligosaccharides on Human Red Blood Cell Morphology and Membran Protein Structure. Biomacromolecules 9, 3346 – 3352. Fernandes,
Spindola,
Sousa
et
al.
2010.
Anti-Inflammatory
Activity
of
Chitooligosaccharides in Vivo. Journal Marine Drugs 2010, 8, 1763-1768.
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., dan Palmer, T. 2008. Goodman and Gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II. USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685 Heard, D.H. dan Seaman, G.V.F. 1960. The Influence of pH and Ionic Strength on the Electrokinetic Stability of the Human Erythrocyte Membran. Journal of General Physiology Volume 43. Hopkinson, D.A., Spencer, N., dan Harris, H. 1964. Genetical Studies on Human Red Cell Acid Phosphatase. Medical Research Council Human Biochemical Genetics Research Unit, and Department of Biochemistry. Human Genetics 16 (1). Hwang J.K., dan Shin H.H. 2000. Rheological properties of chitosan solutions. Korea-Australia Rheology Journal 12 (3/4) pp. 175-17 Hwang J.K., Hong, Sang-Pill, dan Kim, Choi-Tai. 1997. Effect of Molecular Weight and NaCl Concentration on Dilute Solution Properties of Chitosan. Journal Food and Science Vol.2 (1) p 1-5. Karunanithi M, C., David R, M., Jegadeesan, dan S. Kavimani. 2012. Comparative GCMs Analysis And In Vitro Screening Of Four Species Of Mucuna. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Researc, 5(4); 239-243 Kee J.L and Hayes E.R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC Kim, Seo Won. 2011. Chitin, Chitosan, Oligosaccharides and Their Derivatives. USA:CRC Press Kumar N, Sampath. 2011. Evaluation Of RBC Membran Stabilization And Antioxidant Activity Of Bombax Ceiba In An In Vitro Method. International Journal of Pharma and Bio Sciences 2 : 1 Kumar S. & Vivek KR. 2011. InVitro AntiArthritic Activity Of Isolated Fractions From Methanolic Extract Of Asystasia dalzelliana Leaves. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4(3); 5253
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Kumar, Vijender, Bhat Ali Zulfiqar, dan Kumar Dinesh et al. 2012. Evaluation Of Anti Inflammatory Potential Of Leaf Extracts Of Skimmia Anquetilia. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine 627-630. Kumar, Vijender, Z.A.Bhat, Dinesh Kumar, Puja Bohra, dan S.Sheela. 2010. In Vitro Anti Inflammatory Activity Of Leaf Extracts Of Basella Alba Linn.Var.Alba. International Journal of Drug Development & Research 3 : 2 Kumirska, Jolanta, Czerwicka Malgorzata, dan Kaczynski Zbigniew et al. 2010. Application of Spectroscopic Methods for Structural Analysis of Chitin and Chitosan. Marine Drugs 2010, 8, 1567-1636 Lavertu, M., Xia, Z., dan Serreqi, A.N. et al. 2002. A validated 1H NMR method for the determination of the degree of deacetylation of chitosan. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 32, 1149-1158. Leelaprakash,G. dan Dass, Mohan S. 2010. Invitro Anti-Inflammatory Activity of Methanol Extract of Enicostemma Axillare. International Journal of Drug Development and Research 3, 189-196 Leswara, DR.Nelly D. 2008. Buku Ajar Radiofarmasi. Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.Jakarta : EGC Matsuhashi S. dan Kume T. 1997. Enhancement of Antimicrobial Activity of Chitosan by Irradiation. Journal of the Science of Food and Agriculture 73 : 2 (237241) Mittal, Suchita, Dixit, Praveen K.,Gautam, Rupesh K.,dan Gupta M.M. 2013. In Vitro Anti Inflammatory Activity of Hydroalcoholic Extract of Asparagus Racemosus Roots. International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences 2, 203-206. Nugroho, Agung, Nurhayati N.D., dan Utami Budi. 2011. Sintesis Dan Karakterisasi Membran Kitosan Untuk Aplikasi Sensor Deteksi Logam Berat. Molekul, Vol. 6. No. 2. 2011: 123 - 136
Oyedapo O.O., Akinpelu B.A., Akinwunmi K.F., Adeyinka M.O., dan Sipeolu F.O. 2010. Red Blood Cell Membran Stabilizing Potentials Of Extracts Of Lantana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Camara and Its Fractions. International Journal of Plant Physiology and Biochemistry. 2 (4), pp 46-51 Prasanth KV.Harish dan Tharanathan R.N. 2007. Chitin/ Chitosan: Modifications and Their Unlimited Application Potential – An Overview. Trends in Food Science & Technology 18, 117 – 131 Pringgoutomo S., 2002. Patologi I (umum), Ed.1. Jakarta: Sagung Seto Richard N.Mitchel et al. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Robbins dan Cotran, Ed 7. Jakarta : EGC Rinaudo, Marguerite. 2006. Chitin and Chitosan : Properties and Applications. Progress in Polymer Science. Elsevier 31, 603 – 632. Rohman, Abdul, dan Prof. Dr. Ibnu Gholib Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ruzin SE. 1999. Plant Microtechnique and Microscopy. Inggris: Oxford University Press Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 16. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta ; 237-247 Shahidi, Fereidoon, Arachchi J.K.V., dan Jeon Y.J. 1999. Food applications of chitin and chitosans. Trends in Food Science & Technology 10 (1999) 37 – 51 Shirwaikar, Arun, Devi, Sarala, dan Siju, E.N. 2011. Antiinflammatory activity of Thespesia populnea fruits by Membran Stabilization. International Journal of Pharm Tech Research Vol.3 No.4 pp 2060-2063. Sossrowinoto, Prasna Ruseno. 2007. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Untuk Produksi Bahan Baku Kitin dan Enzim. Institut Pertanian Bogor. Tahtat Djamel, Mahlous Mohamed, Benamer Samah, Khodja N.Assia, dan Youcef S.Larbi.2012. Effect of molecular weight on radiation chemical degradation yield of chain scission of γ-irradiated chitosan in solid state and in aqueous solution. Radiation Physics and Chemistry 81, 659–665 Tjay, Drs.Tan Hoan dan Rahardja Kirana. 2007. Obat – Obat Penting. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam Oseanologi. Oseana, 10 (1) : 39 – 47 Turner, A. 1965. Screening Methods In Pharmacology. Academy Press, New York : 101-117, 152 -163. Underwood J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 1. Jakarta : EGC Vogel, H.G., W. H, Vogel. 2002. Drug Discovery and Evaluation. Pharmacological Assay. Springer, Verlag Berlin, Heidelberg. Xia, Wenshui, Ping Liu, Jiali Zhang, dan Jie Chen. 2011. Biological activities of chitosan and chitooligosaccharides. Journal Food Hydrocolloids 25 : 170179. Yin, Heng, Du, Yuguang, dan Zhang, Junzeng. 2009. Low Molecular Weight and Oligomeric Chitosans and Their Bioactivities. Current Topics in Medicinal Chemistry 9, 1546 – 1559.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Kitosan Produksi BATAN
Identifikasi DD dengan H NMR
Iradiasi dengan Gamma 60Co
50 kGy
100 kGy
150 kGy
Oligokitosan
Oligokitosan
Oligokitosan
Non iradiasi
Identifikasi Berat Molekul
Uji In Vitro Anti inflamasi
Uji In Vitro Anti inflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 2. Pengukuran Berat Molekul Kitosan
Kitosan Produksi BATAN non iradiasi dan iradiasi dibuat dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% dalam buffer asetat pH 4,3
Didiamkan selama 24 jam
10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer dalam media air suhu 25°C
Cairan dihisap dengan menggunakan pushball sampai melewati 2 batas
Cairan dikendurkan sampai batas pertama lalu mulai penghitungan dengan stopwatch
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali (triplo)
Langkah yang sama dilakukan pada larutan kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%
Diperoleh viskositas spesifik dan viskostas intrinsik
Dihitung dengan persamaan Mark Houwink
Berat Molekul Kitosan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 3. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan pada Konsentrasi 100 ppm
Kitosan 0 kGy
Kitosan 50 kGy
Kitosan 100 kGy
Kitosan 150 kGy
Di + 1 mL dapar posfat, 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi SDM 10%
Diinkubasi pada suhu 56°C selama 30 menit
Disentrifus pada 5000 rpm selama 10 menit
Supernatan dipisahkan
Diukur absorbansinya pada λ 560 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar
1. Larutan Uji dengan Konsentrasi 100 ppm Ditimbang 5 mg kitosan dari masing-masing dosis radiasi kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Lalu dilarutkan dengan 0,5 mL asam asetat 1%, kemudian diamkan selama 24 jam, setelah larut kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
2. Larutan Na diklofenak dengan Konsentrasi 100 ppm Ditimbang 5 mg Na diklofenak kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Lalu dilarutkan dalam 0,5 mL NaOH, setelah larut kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Buffer Asetat dan Buffer Posfat
1. Buffer asetat pH 4,3 Dibuat larutan asam asetat 0,2 M dan natrium asetat 0,1 M 0,2 M CH3COOH 1000 mL 0,2
=
masa x 1000 60,04116 x 1000
= 0,2 x 60,04116 = 12,008 gram
Berat CH3COOH yang ditimbang adalah 12,008 gram 0,1 M CH3COONa 1000 mL 0,1
=
masa x 1000 82,034 x 1000
= 0,1 x 82,034 = 8,2034 gram
Berat CH3COONa yang ditimbang adalah 8,2034 gram
Untuk membuat buffer asetat pH 4,3 sebanyak 250 mL maka : = − log[ H+]
4,3 = −log [10-4,3 ]
[ +] = Ka x
10
-4,3
= 1,75 x 10
-5
x
10-4,3 = 1,75 x 10-5
[ asam ] [ garam ]
[
[
(
x
(
,
)
,
]
,
, ] )
10-4,3 x (25 – 0,1 a) = 1,75 x 10-5 x 0,2 a 1,253 x 10-3 – 5,012 x 10-6 a = 3,5 x 10-6 a 1,253 x 10-3 = 3,5 x 10-6 a + 5,012 x 10-6 a 1,253 x 10-3 = 8,512 x 10-6 a a=
, ,
= 147,20 mL
CH3COOH = a = 147,20 mL
CH3COONa = 250 –a = 250 – 147,20 mL = 102,8 mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lanjutan 2. Larutan kitosan dalam buffer asetat pH 4,3
0,1 % 50 mL
0,2 % 50 mL
0,3 % 50 mL
0,4 % 50 mL
, , , ,
3. Dapar posfat 0,15 M pH 7,4
50 = 0,05 gram 50 = 0,1 gram
50 = 0,15 gram 50 = 0,2 gram
0,15 M Na2HPO4. 2H2O 100 mL 1000
=
0,15 = 0,15 M NaH2PO4 . H2O 100 mL
178
= 2,67
=
0,15 =
138
= 2,07
1000 100
1000
1000 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 6. Spektrum 1H NMR Kitosan 0 kGy dan Kitosan 75 kGy
1. Kitosan 0 kGy
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lanjutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lanjutan 2. Kitosan 75 kGy
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lanjutan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 7. Perhitungan Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan
( %) =
I
I
x 100
+I
Integral Proton
Dosis Radiasi
DDA (%)
(kGy)
IH1-GlcN
IH1-GlcNAc
0
0,839
0,029
96,66
75
1
0,063
94,07
Perhitungan DDA 1. Kitosan 0 kGy
( %) =
0,839 x 100 = 96,66% 0,839 + 0,029
2. Kitosan 75 kGy
( %) =
1 x 100 = 94,07% 1 + 0,063
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Waktu Alir Rata-rata Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%
1. Kitosan 0 kGy Waktu (t) detik
Konsentrasi
Waktu
Larutan (C)
t1
t2
t3
Rata-rata
0,1 %
78,99
79,01
78,96
78,99
0,2 %
168,44
168,98
169,15
168,86
0,3 %
295,92
295,73
295,30
295,65
0,4 %
501,77
497,22
494,08
497,69
2. Kitosan 50 kGy Waktu (t) detik
Konsentrasi
Waktu
Larutan (C)
t1
t2
t3
Rata-rata
0,1 %
51,77
51,99
51,43
51,73
0,2 %
70,33
70,39
70,53
70,42
0,3 %
94,25
94,98
95,06
94,76
0,4 %
126,14
126,30
126,06
126,17
3. Kitosan 100 kGy Waktu (t) detik
Konsentrasi
Waktu
Larutan (C)
t1
t2
t3
Rata-rata
0,1 %
38,42
38,52
38,38
38,44
0,2 %
46,31
46,11
46,13
46,18
0,3 %
53,83
53,95
53,99
53,92
0,4 %
62,07
62,12
62,16
62,12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lanjutan 4. Kitosan 150 kGy Waktu (t) detik
Konsentrasi
Waktu
Larutan (C)
t1
t2
t3
Rata-rata
0,1 %
37,17
37,47
37,52
37,39
0,2 %
43,05
43,31
43,38
43,25
0,3 %
50,03
50,15
50,11
50,09
0,4 %
57,35
57,45
57,47
57,42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Viskositas Spesifik (ƞsp) Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%
Waktu Rata – Rata Larutan (detik)
Dosis Radiasi (kGy)
0,1%
0,2%
0,3%
0,4%
0
78,99
168,86
295,65
497,69
50
51,73
70,42
94,76
126,16
100
38,44
46,18
53,92
62,12
150
37,39
43,25
50,09
57,42
32,07 Waktu pelarut
32,09
32,05
32,00
Perhitungan Viskositas Spesifik Ƞsp =
−
− −
−
1. Kitosan 0 kGy a. 0,1 %
b. 0,2 %
Ƞsp =
c. 0,3 %
Ƞsp =
d. 0,4 %
Ƞsp = Ƞsp =
78,99 − 32,05 = 1,464 32,05
168,86 − 32,05 = 4,269 32,05 295,65 − 32,05 = 8,225 32,05
497,69 − 32,05 = 14,528 32,05
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lanjutan 2. Kitosan 50 kGy a. 0,1 %
b. 0,2 %
Ƞsp =
c. 0,3 %
Ƞsp =
d. 0,4 %
Ƞsp =
51,73 − 32,05 = 0,614 32,05 70,42 − 32,05 = 1,197 32,05 94,76 − 32,05 = 1,957 32,05
Ƞsp =
126,17 − 32,05 = 2,936 32,05
b. 0,2 %
Ƞsp =
38,44 − 32,05 = 0,199 32,05
c. 0,3 %
Ƞsp =
d. 0,4 %
Ƞsp =
3. Kitosan 100 kGy a. 0,1 %
Ƞsp =
46,18 − 32,05 = 0,441 32,05 53,92 − 32,05 = 0,682 32,05 62,12 − 32,05 = 0,938 32,05
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lanjutan 4. Kitosan 150 kGy a. 0,1 %
b. 0,2 %
Ƞsp =
c. 0,3 %
Ƞsp =
d. 0,4 %
Ƞsp = Ƞsp =
37,39 − 32,05 = 0,167 32,05 43,25 − 32,05 = 0,349 32,05 50,09 − 32,05 = 0,563 32,05 57,42 − 32,05 = 0,792 32,05
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 10. Nilai Viskositas Intrinsik Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% 1. Kitosan 0 kGy C
ƞsp
ƞsp/C
0,1 %
1,464
14,64
0,2 %
4,269
21,34
0,3 %
8,225
27,42
0,4 %
14,528
36,32
C
ƞsp
ƞsp/C
0,1 %
0,614
6,14
0,2 %
1,197
5,98
0,3 %
1,957
6,52
0,4 %
2,936
7,34
C
ƞsp
ƞsp/C
0,1 %
0,199
1,99
0,2 %
0,441
2,21
0,3 %
0,682
2,27
0,4 %
0,938
2,35
C
ƞsp
ƞsp/C
0,1 %
0,167
1,67
0,2 %
0,349
1,75
0,3 %
0,563
1,88
0,4 %
0,792
1,98
[ƞ]
11,4
2. Kitosan 50 kGy [ƞ]
4,9
3. Kitosan 100 kGy [ƞ]
2,1
4. Kitosan 150 kGy [ƞ]
1,62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 11. Penentuan Berat Molekul Kitosan
Dosis Radiasi
Mv
α
K
[Ƞ]
0
0,93
1,181x10-3
11,4
19256,405
50
0,93
1,181x10-3
4,9
7767,204
100
0,93
1,181x10-3
2,1
3123,135
150
0,93
1,181x10-3
1,6
2362,672
(kGy)
(Da)
Perhitungan Berat Molekul Kitosan [Ƞ] = K x Mα 1. Kitosan 0 kGy 11,4 = 1,181x10-3 x M0,93 M0,93= 9652,836 M = 19256,405 Da 2. Kitosan 50 kGy 4,9 = 1,181x10-3 x M0,93 M0,93= 4199,0262 M = 7767,204 Da 3. Kitosan 100 kGy 2,1= 1,181x10-3 x M0,93 M0,93= 1778,154107 M = 3123,135 Da 4. Kitosan 150 kGy 1,62 = 1,181x10-3 x M0,93 M0,93= 1371,718882 M = 2362,672 Da
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 12 Nilai Absorbansi Larutan Uji Kitosan 0, 50, 100, 150 kGy, dan Na Diklofenak
Larutan Uji I (Kitosan 0 kGy)
Uji II (Kitosan 50 kGy)
Uji III (Kitosan 100 kGy)
Uji IV (Kitosan 150 kGy)
Uji V (Na Diklofenak)
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Absorbansi 3
1,067
1,091
1,032
1,067
1,091
1,032
1,067
1,091
1,032
0,971
0,811
0,933
0,971
0,811
0,933
0,971
0,811
0,933
0,627
0,647
0,622
0,627
0,647
0,622
0,627
0,647
0,622
0,898
0,897
0,711
0,898
0,897
0,711
0,898
0,897
0,711
0,622
0,685
0,572
0,622
0,685
0,572
0,622
0,685
0,572
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 13. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji dan Kontrol Negatif
Larutan
Kontrol Uji I
Kontrol Uji II
Kontrol Uji III
Kontrol Uji IV
Kontrol Uji V
Kontrol Negatif
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Absorbansi 3
0,011
0,010
0,010
0,011
0,010
0,010
0,011
0,010
0,010
0,010
0,011
0,008
0,010
0,011
0,008
0,010
0,011
0,008
0,012
0,013
0,011
0,012
0,013
0,011
0,012
0,013
0,011
0,011
0,012
0,011
0,011
0,012
0,011
0,011
0,012
0,011
0,002
0,003
0,002
0,002
0,003
0,002
0,002
0,003
0,002
1,361
1,451
1,402
1,361
1,451
1,402
1,361
1,451
1,402
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 14. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah Terhadap Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada Konsentrasi 100 ppm
Larutan
Absorbansi
Larutan
Absorbansi
1,067 Uji I (Kitosan 0 kGy)
Uji II (Kitosan 50 kGy)
Uji III (Kitosan 100 kGy)
Uji IV (Kitosan 150 kGy)
Uji V (Na Diklofenak)
%
Rata-rata
Stabilitas
% Stabilitas
0,011
24,83
0,010
23,06
1,032
0,010
27,25
0,971
0,010
31,60
0,011
43,06
0,933
0,008
34,16
0,627
0,012
56,22
0,013
54,87
0,622
0,011
56,51
0,898
0,011
36,86
0,012
37,01
0,771
0,011
45,90
0,622
0,002
55,87
0,003
51,45
0,002
59,43
1,091
0,811
0,647
0,897
0,685
Kontrol Lar.Uji I
Kontrol Lar.Uji II
Kontrol Lar.Uji III
Kontrol Lar.Uji IV
Kontrol Lar.Uji V
0,572
25,05
36,27
55,87
39,92
55,58
1,361 Kontrol Negatif
1,451
1,405
1,402
Contoh perhitungan analisis stabilisasi membran sel darah merah terhadap kitosan 0 kGy pada konsentrasi 100 ppm. Panjang gelombang yang digunakan = 560 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lanjutan %
1.
−
= 100 − {
x 100%}
Kitosan 0 kGy %
= 100 −
%
= 100 −
%
= 100 −
1,067 − 0,011 x 100% = 100 − 75,1601 = 24,83 % 1,405 1,091 − 0,010 x 100% = 100 − 76,9395 = 23,06 % 1,405 1,032 − 0,010 x 100% = 100 − 72,7402 = 27,25 % 1,405
% stabilitas rata-rata kitosan 0 kGy = 24,83 % + 23,06 % + 27,25 % = 25,05% 3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy dan Na diklofenak pada konsentrasi 100 ppm
1.
Uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji Levene terhadap persen stabilitas kitosan 0 kGy, kitosan 50 kGy, kitosan 100 kGy, kitosan 150 kGy dan Na diklofenak sebagai kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm. a. Uji Normalitas Saphiro-Wilk Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA Hipotesis : Ho : data % stabilitas terdistribusi normal. Ha : data % stabilitas tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Normality Shapiro-Wilk Kelompok Statistic
df
Sig.
natrium diklofenak
.996
3
.882
kitosan 0 kGy
.992
3
.832
.908
3
.410
kitosan 100 kGy
.876
3
.312
kitosan 150 kGy
.785
3
.079
Stabilitas kitosan 50 kGy
a. Lilliefors Significance Correction
Keputusan : Uji normalitas persen stabilitas seluruh kelompok terdistribusi normal ( p ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
b.
Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk mengetahui homogenitas dari distribusi persen stabilitas kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy Hipotesis : Ho : data % stabilitas homogen. Ha : data % stabilitas tidak homogen. Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances Stabilitas Levene Statistic 2.993
df1
df2 4
Sig. 10
.073
Keputusan : Hasil data signifikansi (p= 0,073) lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA.
2.
Uji ANOVA Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen stabilitas pada seluruh sampel uji Hipotesis Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Persen Stabilitas ANOVA Stabilitas Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2140.240
4
535.060
120.620
10
12.062
2260.860
14
F
Sig.
44.359
.000
Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/ LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Semua Kelompok Perlakuan Tujuan : Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara kelima kelompok perlakuan Hipotesis Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara kelima kelompok perlakuan Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna diantara kelima kelompok perlakuan
Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Stabilitas LSD
(I) Kelompok
(J) Kelompok
kitosan 0 kGy
kitosan 50 kGy
Sig.
Lower
Upper
Bound
Bound
2.8357228
.000
24.215449
36.852218
2.8357228
.000
12.993616
25.630384
kitosan 100 kGy
-.2846333
2.8357228
.922
-6.603018
6.033751
kitosan 150 kGy
*
2.8357228
.000
11.332882
23.969651
Na diklofenak
-30.5338333*
2.8357228
.000
-36.852218 -24.215449
kitosan 50 kGy
-11.2218333*
2.8357228
.003
-17.540218
kitosan 100 kGy
-30.8184667*
2.8357228
.000
-37.136851 -24.500082
kitosan 150 kGy
-12.8825667*
2.8357228
.001
-19.200951
Na diklofenak
-19.3120000*
2.8357228
.000
-25.630384 -12.993616
kitosan 0 kGy
11.2218333
*
2.8357228
.003
-19.5966333
*
2.8357228
.000
-1.6607333
2.8357228
.571
-7.979118
4.657651
Na diklofenak
.2846333
2.8357228
.922
-6.033751
6.603018
kitosan 0 kGy
30.8184667*
2.8357228
.000
24.500082
37.136851
kitosan 50 kGy
19.5966333*
2.8357228
.000
13.278249
25.915018
kitosan 150 kGy
17.9359000*
2.8357228
.000
11.617516
24.254284
-17.6512667
*
2.8357228
.000
12.8825667
*
2.8357228
.001
6.564182
19.200951
1.6607333
2.8357228
.571
-4.657651
7.979118
-17.9359000*
2.8357228
.000
kitosan 50 kGy
kitosan 100 kGy
Na diklofenak kitosan 150 kGy
Std. Error
*
kitosan 150 kGy
kitosan 100 kGy
Difference (I-J) 30.5338333*
kitosan 0 kGy Na diklofenak
95% Confidence Interval
Mean
kitosan 0 kGy kitosan 50 kGy kitosan 100 kGy
19.3120000
17.6512667
4.903449
-4.903449
-6.564182
17.540218
-25.915018 -13.278249
-23.969651 -11.332882
-24.254284 -11.617516
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Kesimpulan : 1. Kelompok perlakuan yang memiliki aktivitas anti inflamasi yang sebanding dengan kontrol adalah kitosan 100 kGy. Hal ini ditunjukan dengan nilai signufikansi kitosan 100 kGy yang lebih dari 0,05 dibandingkan dengan kitosan 0, 50, dan 150 kGy, namun sebanding dengan nilai signifikansi Na diklofenak sebagai kontrol positif. 2. Kelompok perlakuan kitosan 50 dan 150 kGy memiliki aktivitas anti inflamasi yang hampir sama dilihat dari nilai signifikansi kedua kelompok uji tersebut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Lampiran 16 LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUKARELAWAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Dias Prakatindih
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 22 Th
Alamat
: Ketapang No.30 Cipondoh Tangerang
No. Telp/ Hp
: 087885130808
Setelah mendapat penjelasan secara memadai mengenai penelitian ”Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti inflamasi Kitosan Secara In Vitro”, maka dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia menjadi sukarelawan dalam penelitian tersebut (sebagai pendonor darah). Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun.
Ciputat,15 Juni 2014
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Lampiran 17. Gambar Kitosan Sebelum dan Sesudah Radiasi Kitosan Sebelum Radiasi
Kitosan Sesudah Radiasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Lampiran 18. Foto – Foto Alat Penelitian Oven
Laminar Air Flow
Autoklaf
pH Meter
Spektrofotometer UV-Vis
NMR
Viskometer Ostwald
Water Bath
Sentrifugator
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Lampiran 19. Foto Proses Pengujian Aktivitas
Proses Pencucian Darah
Proses Pengujian Aktivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta