PENGARUH INDEPENDENSI, INTEGRITAS, OBJEKTIVITAS, AKUNTABILITAS, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PRAKTIK PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSES AUDIT
DENGAN PERTIMBANGAN MORAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PADA KAP DI DKI JAKARTA MUHYIDDIN Universitas Esa Unggul
[email protected] SUDARWAN Universitas Esa Unggul
[email protected] ADRIE PUTRA Universitas Esa Unggul
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, dan pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit dengan pertimbangan moral sebagai variabel moderating dalam pemeriksaan laporan keuangan pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta, baik secara simultan maupun secara parsial. Jenis penelitian ini adalah kausalitas, menggunakan data primer melalui penyebaran kuisioner pada KAP di Wilayah DKI Jakarta. Respondennya adalah auditor, pengambilan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling, unit analisisnya adalah auditor, serta data analisis dengan menggunakan Analisis Regresi Moderasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral berpengaruh signifikan terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Secara parsial menunjukan bahwa variabel independensi, integritas, pengalaman auditor berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Sedangkan variabel objektivitas dan akuntabilitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Adjusted R Square 30,5%, sisanya 69,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Pertimbangan moral memoderasi integritas auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap integritas yang dimiliki auditor disaat terjadi dilema etis. Kata Kunci : independensi auditor, integritas auditor, objektivitas auditor, akuntabilitas auditor, pengalaman auditor, pertimbangan moral, prematur audit
PENDAHULUAN Pertumbuhan dunia usaha yang semakin berkembang tentu perlu adanya badan yang independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan kewajaran atas laporan keuangan. Idependen suatu badan tersebut tentunya didukung oleh orang yang memiliki profesionalisme yang tinggi yang dapat melakukan tugasnya, karena hasilnya diharapkan dapat berkontribusi dalam pengambilan keputusan oleh semua pihak. 1
Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak hanya bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk kepentingan pihak lain yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan yang sudah di audit. Jadi, agar klien dan para pemakai laporan keuangan lainnya dapat mempertahankan kepercayaan dari auditor maka auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Peristiwa pengurangan kualitas audit yang banyak terjadi dimasa ini salah satunya adalah tidak dilakukannya semua prosedur audit yang disyaratkan, tindakan ini dapat berpengaruh terhadap pendapat yang dikeluarkan auditor. Bukan tidak mungkin pendapat yang dikeluarkan salah dan tidak menggambarkan situasi sebenarnya yang terjadi (Rikarbo, 2012). Berkurangnya kualitas informasi yang dihasilkan dari proses audit dapat terjadi karena beberapa tindakan, seperti mengurangi jumlah sampel dalam audit, melakukan review dangkal terhadap dokumen klien, tidak memperluas pemerikasaan ketika terdapat pos yang dipertanyakan, dan memberikan opini ketika semua prosedur audit belum dilaksanakan secara lengkap (Suryanita, dkk., 2007). Proses audit yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas informasi sekaligus dengan konteks yang terkandung di dalamnya, akan tetapi dalam praktiknya masih ada auditor yang mengurangi bahkan mengabaikan prosedur-prosedur dalam melakukan program audit yang dapat menyebabkan penurunan kualitas audit atau dapat disebut juga Reduced Audit Quality atau RAQ behaviors. Pembentukan presepsi moral judgment pada seseorang disebut dengan pertimbangan moral yang merupakan suatu tindakan secara etis maupun tidak etis disaat menghadapi dilema etis. Menurut Laily (2010) dilema etis muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor diperhadapkan kepada pilihan keputusan audit. Disaat dilema etis itulah maka dapat menimbulkan seseorang untuk melakukan Moral hazard dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan perilaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan
2
ekonomi merupakan moral hazard atau bukan, perlu mempelajari prinsip – prinsip dari transaksi islami, yang di halalkan ataupun yang di haramkan (Hariyanto : 2009). Contoh kasus Auditor tidak independen, integritas, objektivitas, akuntabilitas adalah kasus Kantor Akuntan Publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor di Jambi untuk mendapatkan pinjaman modal sebesar Rp 52.000.000.000,00 dari Bank BRI Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat kasus korupsi kredit macet. Setelah melalui pemeriksaan dan konfrontir keterangan saksi Bisa Septu terungkap ada kesalahan dalam laporan kuangan perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman ke Bank BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan keuangan tersebut oleh akuntan publik sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Dalam hal ini akuntan publik Bisa Septu terlibat karena Bisa Septu tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diaujukan ke Bank BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Jika dugaan keterlibatan akuntan publik diatas benar, maka Bisa Septu melanggar etika profesi yang telah ditetapkan. Bisa Septu dalam menjalankan tugasnya harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain. Sedangkan kasus praktik penghentian prematur atas proses audit adalah Kasus yang dilakukan afiliasi Ernst & Young di Indonesia (KAP Purwanto Sungkoro & Surja). Kasus berawal ketika Kantor Akuntan mitra Ernst & Young di Amerika Serikat melakukan kajian atas hasil audit KAP Purwanto Sungkoro & Surja (Ernst & Young - Indonesia) di Indonesia mereka menemukan bahwa hasil audit tahun 2011 atas PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo itu tidak didukung dengan data yang akurat, yakni dalam hal persewaan lebih dari 4.000 unit tower selular namun afiliasi Ernst & Young di Indonesia (KAP Purwanto Sungkoro & Surja) tersebut merilis laporan hasil audit dengan status wajar tanpa pengecualian. Akibatnya pada Kamis, 9 Februari 2017 waktu Washington Amerika Serikat, Badan Pengawas Perusahaan Akuntan Publik Amerika Serikat (Public Company Accounting Oversight Board / PCAOB) mengeluarkan putusan sanksi atau disebut dengan an order instituting disciplinary proceedings, making findings and imposing sanctions sebesar USD $
3
1.000.000 sehubungan dengan pemeriksaan PCAOB terhadap KAP Purwanto, Sungkoro & Surja (EY-Indonesia). Penelitian ini dimotivasi dengan : pertama masih banyaknya kasus pelanggaran etika profesi auditor pada auditor KAP, padahal etika profesi auditor sangat diperlukan dalam pemeriksaan laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi berbagai pihak dalam mengambil keputusan ; Kedua belum adanya penelitian etika profesi auditor seperti independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, dan pengalaman auditor, serta pertimbangan moral sebagai variabel moderating terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit
LANDASAN TEORI Etika Profesi Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu. Definisi etika secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) adalah: Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap. Menurut Robbins (2007) Ketiga komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan konatif dengan uraian sebagai berikut : 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau persepsi pendapat, kepercayaan; 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap; 3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Behavioral decision theory merupakan teori yang berhubungan dengan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Teori ini dikembangkan oleh Bowdich dan Bouno (1990) dalam Waspodo (2007) yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai struktur pengetahuan dan kondisi ini akan mempengaruhi cara mereka dalam pembuatan keputusan. Behavioral decision theory menjelaskan latar belakang terjadinya perbedaan pendapat antara auditor ahli dan independen dengan auditor yang tidak memiliki salah satu karakteristik ataupun kedua karakteristik tersebut.
4
Persepsi yaitu sebuah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui mengenai beberapa hal melalui panca indranya.
Hubungan Antar Variabel Hubungan antar variabel dalam penelitian ini telah digambarkan dalam gambar model penelitian berikut ini :
1. Pengaruh Independensi, Integritas, Objektivitas, Akuntabilitas, Pengalaman Auditor, dan Pertimbangan Moral terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai auditor profesional, setiap auditor harus memiliki sikap independensi, integtitas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral yang baik agar dapat menjalankan semua prosedur audit sesuai standar yang sudah ditentukan agar menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Auditor juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama auditor untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi praktik penghentian prematur atas proses audit. Pertama, Independensi Auditor, semakin independensi seorang auditor maka semakin tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan umum. Kedua, Integritas auditor, dengan integritas yang tinggi maka akan mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh semata – mata keuntungan pribadi. Ketiga, Objektivitas, karena Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan auditornya. Prinsip objektivitas 5
mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Keempat, Akuntabilitas, karena kualitas dari hasil pekerjaan auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang
dimiliki
seseorang
untuk
menyelesaikan
kewajibannya
yang
akan
dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Kelima, Pengalaman Auditor, semakin lama seorang auditor bertugas, semakin banyak tugas-tugas pemeriksaan laporan keuangan yang pernah dilakukan dan semakin banyak jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani. Keenam Pertimbangan Moral merupakan suatu tindakan secara etis maupun tidak etis disaat menghadapi dilema etis. Jadi, semakin tinggi independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman kerja, dan pertimbangan moral auditor maka praktik penghentian prematur atas prosedur audit semakin dapat dihindarkan. H1: Terdapat pengaruh negatif antara independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara simultan. 2. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Independensi yang tinggi pada diri auditor akan memberikan dampak yang baik, semakin tinggi Independensi berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan umum. Bagi seorang auditor independensi sangat penting karena bisa dikatakan inilah nyawa usahanya karena yang mereka jual adalah jasanya, jadi independensi sangatlah penting untuk meyakinkan klien atas kualitas auditnya sehingga tercipta hubungan yang berkelanjutan. Semakin tinggi independensi auditor, maka akan semakin dapat menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H2: Terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial. 3. Pengaruh Integritas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung 6
jawab dalam melaksanakan audit. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor akan semakin baik dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H3: Terdapat pengaruh negatif antara integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial. 4. Pengaruh Objektivitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Objektivitas merupakan bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak - pihak lain yang berkepentingan. Standar umum dalam Standar Audit IAPI menyatakan bahwa dengan prinsip objektivitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Semakin tinggi objektivitas auditor maka semakin baik dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H4: Terdapat pengaruh negatif antara objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial. 5. Pengaruh Akuntabilitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan. Seorang auditor sangat perlu memiliki akuntabilitas yang tinggi untuk mempertahankan serta memberikan kepercayaan atas rasa bertanggungjawabnya sehingga klien merasa nyaman. Semakin tinggi seorang auditor memiliki akuntabilitas, maka akan semakin matang dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H5: Terdapat pengaruh negatif antara akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial. 6. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang auditor, maka akan semakin baik dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H6: Terdapat pengaruh negatif antara pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial.
7
7. Pengaruh Pertimbangan Moral terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit Pertimbangan Moral merupakan suatu tindakan secara etis maupun tidak etis disaat menghadapi dilema etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihakpihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor diperhadapkan kepada pilihan keputusan audit. Semakin baik seorang auditor dalam menghadapi pertimbangan moral, maka akan semakin matang dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit. H7: Terdapat pengaruh negatif antara pertimbangan moral terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial. 8. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Independensi Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit Independensi yang tinggi pada diri auditor akan memberikan dampak yang baik, semakin tinggi Independensi berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan umum. Bagi seorang auditor independensi sangat penting karena bisa dikatakan inilah nyawa usahanya karena yang mereka jual adalah jasanya, jadi independensi sangatlah penting untuk meyakinkan klien atas kualitas auditnya sehingga tercipta hubungan yang berkelanjutan. Untuk menjalankan tugas secara independen, seorang auditor sangatlah penting untuk membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Seorang auditor yang independen akan semakin baik dalam menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis, karena hal ini akan berhubungan dengan jenis opini yang akan diberikan. H8: Pertimbangan moral memoderasi hubungan independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. 9. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Integritas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan. 8
Dengan integritas yang tinggi, maka auditor akan semakin baik dalam menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis. H9: Pertimbangan moral memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. 10. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Objektivitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit Objektivitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak pihak lain yang berkepentingan. Standar umum dalam Standar Audit IAPI menyatakan bahwa dengan prinsip objektivitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Penelitian lain menyebutkan bahwa hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan. Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan. Jadi semakin tinggi objektivitas auditor maka semakin baik dalam menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis. H10: Pertimbangan moral memoderasi hubungan objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. 11. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Akuntabilitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan. Seorang auditor sangat perlu memiliki akuntabilitas yang tinggi untuk mempertahankan serta memberikan kepercayaan atas rasa bertanggungjawabnya sehingga klien merasa nyaman. Semakin tinggi auditor memiliki akuntabilitas, maka akan semakin matang melaksanakan tugas – tugasnya, salah satunya matang dalam menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis. H11: Pertimbangan moral memoderasi hubungan akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. 12. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Pengalaman Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan 9
dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki auditor, maka akan semakin baik dalam pertimbangan moral saat terjadi dilema etis. H12: Pertimbangan moral memoderasi hubungan pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses saudit.
METODE PENELITIAN Desain Riset Desain penelitian ini adalah kausalitas ekplanatoris dengan tipe pengujian hipotesis. Sumber data menggunakan data primer melalui penyebaran kuisioner pada Kantor Akuntan Publik di Negara Indonesia. Unit analisis individu dengan respondennya adalah auditor. Teknik pengambilan sampel adalah Simple Random Sampling. Analisis data menggunakan Model Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis).
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada tahun 2016, jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) Pusat yang terdaftar di DKI Jakarta sebanyak 247 KAP. Ukura sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 5% sehingga ditemukan sebanyak 153 responden. Uji Kualitas Data – Uji Validitas Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas digunakan untuk mengetahui kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada proyek yang diteliti, sehingga dapat diperoleh data yang valid. Instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya 10
diukur dan mampu mengukur data yang diteliti secara tepat. Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, digunakan uji korelasi pearson product moment dengan ketentuan jika nilai r hitung > nilai r tabel maka item pertanyaan dinyatakan valid (Sumarni dan Wahyuni : 2006). Kriteria instrumen penelitian diakatakan valid dengan menggunakan teknik ini, bila r hitung > 0,6.
Uji Kualitas Data - Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukan ukuran kestabilan dan konstitensi dari konsep ukuran instrumen atau alat ukur sehingga nilai yang diukur tidak berubah dalam nilai tertentu. Data yang reliabel dalam instrumen penelitian berarti data tersebut dapat dipercaya. Untuk mengukur reliabilitas konstitensi internal peneliti dapat menggunakan teknik cronbach alpha, dimana besarnya nilai alpha yang dihasilkan dibandingkan dengan indeks : > 8,00 termasuk tinggi, 0,600 – 0,799 termasuk sedang, < 0,600 termasuk rendah (Sumarni dan Wahyuni : 2006). Kriteria instrument penelitian dikatakan reliable dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,600.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA) Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan variabel pemoderasi (Moderating Regression Analysis). Analisis MRA (Moderating Regression Analysis) ini selain untuk melihat apakah ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen juga untuk melihat apakah dengan diperhatikannya variabel moderasi dalam model, dapat meningkatkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen atau malah sebaliknya. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap variabel moderator dengan melakukan regresi terhadap persamaan berikut: Y = a + b1X1 + b2X 2 + b3X3 + b4X4 + b5 X5 + b6X6 b7X1X6 + b8X2X6 + b9X3X6 + b10X4X6 + b11X5X6 + e
11
HASIL PENELITIAN Hasil Data Responden Hasil data responden terlihat pada tabel Crosstabs (tabel silang) dibawah ini : Tabel Crosstabs (Tabel Silang) Data Responden Jabatan * JenisKelamin * Pendidikan * LamaKerja * Usia Crosstabulation Count Usia
LamaKerja
Pendidikan
< 1 Tahun
D3 S1
Jabatan Jabatan
1 - 2 Tahun
S1
Jabatan
D3
Jabatan
S1
Jabatan
> 3 Tahun
S1
Jabatan
2 - 3 Tahun
S1
Jabatan
S1
Jabatan
S2
Jabatan
S1
Jabatan
S2
Jabatan
S1
Jabatan
S2 S1 S2 S1 S3 S1 S2 S3
Jabatan Jabatan Jabatan Jabatan Jabatan Jabatan Jabatan Jabatan
< 25 Tahun 2 - 3 Tahun
26 - 30 Tahun > 3 Tahun
31 - 35 Tahun
36 - 40 Tahun
> 3 Tahun
> 3 Tahun
41 - 45 Tahun
> 3 Tahun
46 - 50 Tahun
> 3 Tahun
> 50 Tahun
> 3 Tahun
Junior Junior Junior Senior Junior Junior Senior Senior Junior Senior Supervisor Senior Supervisor Manager Partner Senior Supervisor Manager Partner Supervisor Partner Manager Partner Partner Partner Partner Partner Partner Partner Partner Partner
JenisKelamin Pria Wanita 0 3 15 17 7 17 3 9 0 1 1 1 10 4 4 1 1 0 7 5 0 1 4 2 4 2 1 0 1 0 1 0 1 1 2 0 1 0 1 0 1 0 2 0 1 1 3 1 2 1 0 1 1 1 2 0 2 0 4 1 1 0
Total 3 32 24 12 1 2 14 5 1 12 1 6 6 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 4 3 1 2 2 2 5 1
Sumber : Hasil penelitian yang diolah 2017 Uji Kualitas Data – Uji Validitas Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan skor konstruk atau variabel. Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan bahwa nilai korelasi product moment (r-hitung) untuk masing – masing pertanyaan lebih besar dari nilai r-tabel sebesar 0,600 (taraf signifikan 5% dan n = 153) sehingga pernyataan – pernyataan diatas dapat dinyatakan valid. 12
Uji Kualitas Data – Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan medote cronbach alpha dengan signifikansi yang digunakan sebesar 0,600 dimana jika nilai cronbach alpha dari suatu variabel lebih besar dari 0,600 maka pernyataan tersebut memiliki reabilitas yang memadai. Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan bahwa nilai alpha untuk masing – masing pertanyaan lebih besar dari nilai index sebesar 0,600 sehingga pernyataan – pernyataan diatas dapat dinyatakan reliabel. Uji Kualitas Data – Uji Multikolaritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel independen. Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat (1) nilai tolerance (TOL) dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan bahwa semua variabel independen menunjukan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10, hal ini menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA) secara simultan Analisis MRA (Moderating Regression Analysis) dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dan juga untuk melihat apakah dengan diperhatikannya variabel moderasi dalam model, dapat meningkatkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen atau malah sebaliknya. Berikut hasil Uji MRA (Moderating Regression Analysis) :
Hasil uji MRA (Moderating Regression Analysis) secara simultan ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square F Regression 19.239 11 1.749 7.065 1 Residual 34.906 141 .248 Total 54.146 152 a. Dependent Variable: PPA b. Predictors: (Constant), Ln_PGAX5, INA, OBA, PGA, ITA, AKA, PM, Ln_INAX1, Ln_OBAX3, Ln_AKAX4, Ln_ITAX2
13
Sig. .000b
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana tersaji pada Tabel diatas menunjukan hasil nilai signifikansi sebesar 0.000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) 0.05 (0.000 < 0.05). Dengan demikian menunjukan bahwa independensi, integritas, akuntabilitas, objektivitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA) secara parsial Uji regresi secara parsial (uji t) berguna untuk menguji pengaruh dari masing – masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Jika nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji regresi secara parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel berikut : Hasil uji regresi secara parsial Model
1
(Constant) INA ITA OBA AKA PGA PM Ln_INAX1 Ln_ITAX2 Ln_OBAX3 Ln_AKAX4 Ln_PGAX5
Unstandardized Coefficients B Std. Error 5.009 .707 -.554 .277 4.960 1.658 -.190 1.468 -.135 1.377 -4.772 1.352 .088 .274 1.926 .859 -21.030 6.722 -1.471 5.696 1.168 5.514 19.130 5.548
Standardized Coefficients Beta -.734 4.111 -.169 -.120 -4.112 .108 1.160 -9.852 -.694 .564 9.599
T
7.088 -1.997 2.991 -.130 -.098 -3.529 .320 2.241 -3.129 -.258 .212 3.448
Sig.
.000 .048 .003 .897 .922 .001 .749 .027 .002 .797 .833 .001
Sumber : Hasil penelitian yang diolah 2017 Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana tersaji pada tabel diatas menunjukan hasil nilai t
hitung,
sedangkan untuk nilai t
tabel
1.97635 (t dicari pada α = 5%, n = 153, k = 7,
uji 2 sisi).
14
Pembahasan 1. Pembahasan Hipotesis 1 : Terdapat pengaruh negatif antara independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara simultan Variabel independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor dan pertimbangan berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis diterima. Hal ini disebabkan karena seorang auditor dalam proses pelaksanaan pemeriksaan terbebas dari kepentingan pihak lain untuk membatasi segala kepentingan pemeriksaan, seorang auditor jujur dalam hal taat pada peraturan – peraturan yang diawasi oleh profesi, seorang auditor terbebas dari benturan kepentingan sehingga menolak penugasan pemeriksaan bila pada saat bersamaan sedang mempunyai hubungan kerja sama dengan pihak yang diperiksa, seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaannya memiliki motivasi yang tinggi dalam mengerjakannya, seorang auditor semakin lama semakin bekerja menjadi auditor maka akan semakin mengerti bagaimana menghadapi entitas pemeriksaan pemeriksaan dalam memperoleh data informasi yang dibutuhkan, serta seorang auditor dalam pertimbangan moralnya akan memutuskan untuk tetap menyampaikan adanya salah saji material dalam laporan keuangan. Sehingga semakin tinggi independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. 2. Pembahasan Hipotesis 2 : Terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel independensi berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.048 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.554, maka Hipotesis diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor dalam penyusunan program audit bebas dari usaha-usaha pihak lain untuk menentukan subyek pekerjaan pemeriksaan, seorang auditor dalam pelaksanaan 15
pekerjaannya bebas dari kepentingan pihak lain untuk membatasi segala kegiatan pemeriksaan, dan seorang auditor dalam pelaksanaan pelaporannya bebas dari usaha pihak tertentu untuk mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi laporan pemeriksaan. Sehingga semakin tinggi independensi yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. 3. Pembahasan Hipotesis 3 : Terdapat pengaruh negatif antara integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel integritas auditor berpengaruh positif terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.003 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien 4.960, maka Hipotesis diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh positif antara integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor harus jujur untuk taat pada peraturan-peraturan yang diawasi oleh profesi, keberanian auditor untuk memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi berbagai kesulitan, sikap bijaksana auditor dalam menimbang permasalahan dengan seksama, dan seorang auditor bertanggung jawab untuk memotivasi diri dengan menunjukkan antusiasme yang konsisten untuk selalu bekerja. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah positif yang artinya semakin tinggi integritas yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan semakin meningkatkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, seharunya semakin tinggi integritas yang dimiliki auditor maka semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap integritas auditor masih ada beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. ketaatan peraturan-peraturan yang tidak diawasi oleh profesi; 2. mempertimbangkan kepentingan Negara; dan 3. tidak mempertimbangkan keadaan seseorang atau sekelompok orang untuk membenarkan perbuatan melanggar ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini juga dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis 16
karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 4. Pembahasan Hipotesis 4 : Terdapat pengaruh negatif antara objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel objektivitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.897 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.190, maka Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena dalam hal pengungkapan kondisi sesuai fakta seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya meskipun tidak bermaksud untuk mencari-cari kesalahan yang dilakukan oleh objek pemeriksaan akan tetapi seorang auditor sering tidak melakukan secara lengkap salah satu atau beberapa prosedur audit secara sengaja terkait sering tidak menggunakan fungsi auditor internal dalam audit dan menghentikan salah satu atau beberapa prosedur audit seperti tidak memerlukan pemahaman bisnis klien dalam perencanaan audit. Sehingga sikap objektivitas yang dimiliki oleh seorang auditor tidak berpengaruh bagi seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 5. Pembahasan Hipotesis 5 : Terdapat pengaruh negatif antara akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel akuntabilitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.922 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.135, maka Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara akuntabilitas 17
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena meskipun seorang auditor berkeyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa oleh atasan yang dapat meningkatkan keinginan untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas akan tetapi seorang auditor sering tidak melakukan secara lengkap salah satu atau beberapa prosedur audit secara sengaja terkait sering tidak menggunakan fungsi auditor internal dalam audit dan menghentikan salah satu atau beberapa prosedur audit seperti tidak memerlukan pemahaman bisnis klien dalam perencanaan audit. Sehingga sikap akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor tidak berpengaruh bagi seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 6. Pembahasan Hipotesis 6 : Terdapat pengaruh negatif antara pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel pengalaman auditor berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.001 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -4.772, maka Hipotesis diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh negatif antara pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena semakin lama menjadi auditor, semakin mengerti bagaimana menghadapi suatu entitas pemeriksaan dalam memperoleh data informasi yang dibutuhkan, semakin dapat mengetahui informasi yang relevan untuk mengambil pertimbangan dalam membuat keputusan, serta semakin banyaknya tugas pemeriksaan semakin membutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam menyelesaikannya.
18
7. Pembahasan Hipotesis 7 : Terdapat pengaruh negatif antara pertimbangan moral terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial Variabel pertimbangan moral tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.749 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien 0.088, maka Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara pertimbangan moral auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor ragu-ragu untuk bertindak melawan instruksi atasannya misalnya terkait pencatatan informasi sampel pengujian atau terkait menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi secara sengaja. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 8. Pembahasan Hipotesis 8 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan independensi auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.27 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan independensi auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap independensi yang dimiliki auditor disaat terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah positif yang artinya pertimbangan moral memoderasi independensi auditor untuk meningkatkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, seharusnya pertimbangan moral memoderasi independensi auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian 19
prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap pertimbangan moral auditor masih ada beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. melawan instruksi atasan untuk mencatat informasi mengenai sampel pengujian; dan 2. bertindak melawan instruksi atasan untuk menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini juga dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 9. Pembahasan Hipotesis 9 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.02 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan integritas auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah negatif yang artinya pertimbangan moral memoderasi integritas auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap integritas yang dimiliki auditor disaat terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. 10. Pembahasan Hipotesis 10 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit Variabel pertimbangan moral tidak dapat memoderasi hubungan objektivitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.797 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis ditolak, artinya secara parsial pertimbangan moral tidak dapat 20
memoderasi hubungan objektivitas auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena terkait objektivitas seorang auditor mengalami dilema etis saat dihadapkan kepada keputusan yang harus diambil seperti tidak berani bertindak melawan instruksi atasannya terkait sampel pengujian ataupun menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner. 11. Pembahasan
Hipotesis
11
:
Pertimbangan
moral
memoderasi
hubungan
akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit Variabel pertimbangan moral tidak dapat memoderasi hubungan akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.833 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis ditolak, artinya secara parsial pertimbangan moral tidak dapat memoderasi hubungan akuntabilitas auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena terkait akuntabilitas seorang auditor mengalami dilema etis saat dihadapkan kepada keputusan yang harus diambil seperti tidak berani bertindak melawan instruksi atasannya terkait sampel pengujian ataupun menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner.
21
12. Pembahasan
Hipotesis
12
:
Pertimbangan
moral
memoderasi
hubungan
pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.001 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan pengalaman auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena karena semakin lama menjadi auditor maka akan semakin dapat mengetahui informasi yang relevan sehingga seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan semakin baik dalam membuat keputusan, sehingga tidak terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah positif yang artinya pertimbangan moral memoderasi pengalaman auditor untuk meningkatkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, seharusnya pertimbangan moral memoderasi pengalaman auditor untuk menurunkan melakukan
praktik
penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap pertimbangan moral auditor masih ada beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. melawan instruksi atasan untuk mencatat informasi mengenai sampel pengujian; dan 2. bertindak melawan instruksi atasan untuk menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini juga dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner.
22
KESIMPULAN 1. Berdasarkan data yang terkumpul serta hasil analisis penelitian telah ditemukan bahwa pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit dan arah hubungan hasil penelitian ini pun menunjukan arah negatif yang artinya pertimbangan moral memoderasi integritas auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap integritas yang dimiliki auditor disaat terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. 2. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian penelitian ini, maka secara simultan variabel pertimbangan moral bukan sebagai variabel moderating, melainkan variabel independen, hal ini disebabkan karena pertimbangan moral merupakan salah satu bagian dari etika profesi sama halnya seperti independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas. Secara parsial pertimbangan dapat memoderasi variabel independensi, integritas, dan pengalaman auditor, hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap independensi dan integritas auditor disaat terjadi dilema etis, dan semakin lama menjadi auditor maka akan semakin dapat mengetahui informasi yang relevan untuk mengambil pertimbangan moral dalam membuat keputusan, seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit.
Refrensi Andi Supangat.2008. Statistik dalam Kajian Deskriptif, Infensi dan Paramatik. Jakarta : Kencana Prenada Arrens, A. Alvin., Elder, Randal J. 2005. Auditing and Assurance Services, Tenth edition, Person Prentice Hall. Asih. 2006. Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor dalam Bidang Auditing.
23
Coram, Paul, Juliana, dan W.R. David. 2004. The Effect of Risk of Misstatement on the Propensity to Commit Reduced Audit Quality Acts Under Time Budget Pressure. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 23 (2). Hariyanto, Muhsin. 2009. Moral Hazard dalam Transaksi Ekonomi : Perspektif Al-Quran dan Al-Hadits. Harry C, Triandis. 1971. Attitude and attitude change. New York : John Wiley & Sons, Inc Herningsih, Sucahyo. 2001. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit : Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik. Tesis S2. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Indriantoro, N., dan Supomo, B., 2009, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Laily, Nujmatul. 2010. Pengaruh Pengalam Auditor terhadap Ethical Judgment dengan Pengetahuan Auditor dan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening: Studi Pada KAP di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Mardisar, D iani dan Sari, R.N. 2007. Jurnal. Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. SNA X UNHAS. Makasar. Maulina, M., R. Anggraini, dan C. Anwar. 2010. Pengaruh Tekanan Waktu dan Tindakan Supervisi Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto. Mayangsari, S. 2003. Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Ni Made Surya Andani dan I Made Mertha. 2014. Pengaruh Time Pressure, Audit Risk, Professional Commitment Dan Locus Of Control Pada Penghentian Prematur Prosedur Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol 6 No.2 Novanda Friska Bayu Aji Kusuma. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, serta Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingakat Materialitas dalam Laporan Keuangan. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta Nungky Nurmalita Sari. 2011. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, Kompetensi dan Etika terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang 24
Purnamasari. 2005. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Hubungan Partisipasi dengan Efektivitas Sistem Informasi. Jurnal Riset Akuntansi Keuangan. Vol.1 No.3 Qurrahman T., Susfayetti, dan A. Mirdah. 2012. Pengaruh Time Presure, Audit risk, Materialitas, Prosedur Review Dan Kontrol Kualitas, Locus Of Control Serta Professional commitment Terhadap Penghentian Prematur Prosedur Audit. E-Jurnal Binar Akuntansi 1 (1). Rest, J.R, Turiel, dan Kohlberg, L. 1969. ”Level of Moral Judgement as A Determinant of Preference and Comprehension Made by Others”. Journal of Personality, 37:225-252. Retno Wulndari. 2013. Pengaruh Tekanan Waktu, Risiko Audit Dan Tindakan Supervisi Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit. Naskah Publikasi. Surakarta Rikarbo, Rekkat Yosua. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penghentian Prematur Prosedur Audit. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Singgih, E. Muliani dan Bawono, Rangga. 2010. Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit, Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Ke-XIII Purwokerto. Sugiyono. 2002. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta Sukriah, dkk. 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Simposium Nasional Akuntansi 12. Palembang. Sumarni dan Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset Suriana AR. Mahdi. 2014. Analisis Faktor-Faktor Penentu Kualitas Audit Dengan Moral Judgment Sebagai Pemoderasi. Jurnal. Maluku Utara Suryanita, Dody, H. Triatmoko. 2007. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10 No.1. Tan, Tong Han dan Alison Kao.1999. Accountability Effect on Auditor’s Performance: The Influence of Knowledge, Problem Solving Ability and Task Complexity: Journal of Accounting Reseach 2:209-223 Wahyudi dan Aida. 2006, Profesionalisme Akuntan dan Proses Pendidikan Akuntansi di Indonesia. Pustaka LP3ES Jakarta
25
Wahyudi,Imam, Jurica dan Loekman. 2011. Praktik Penghentian Prematur atas Prosedur audit. Simposium Nasional Akuntansi (SNA). Weningtyas, S., D. Setiawan, dan H. Triatmoko. 2006. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 23-26 Agustus 2006: 1-33. www.bisnis.tempo.co/read/news/2017/02/11/087845617/ernst-young-indonesia-didenda-dias-ini-tanggapan-indosat diakses pada tanggal 11 Februari 2017 pukul 10.10 Wib
26