STUDI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINUMAN (STUDI KASUS: INDUSTRI MINUMAN PQR, PT XYZ) STUDY OF WASTEWATER TREATMENT INSTALLATION PERFORMANCE FOR DRINKING INDUSTRIAL (CASE STUDY: PQR DRINKING INDUSTRIAL, PT XYZ) Muhammad Albashir Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS email:
[email protected] Abstrak Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap parameter kinerja tiap unit IPAL antara lain bak ekualisasi, UASB, Oxidation Ditch (OD) dan Clarifier. Masalah pada bak ekualisasi adalah terjadinya proses anaerobik. Masalah pada UASB adalah
penurunan efektifitas removal TSS. Untuk unit OD terdapat masalah F/M kecil sehingga
dibutuhkan adanya tambahan nutrien. Dan di unit clarifier terdapat masalah clogging pada tube settler. Dari penelitian ini dapat ditentukan rekomendasi pemecahan masalah pada IPAL Minuman PQR.. Untuk unit ekualisasi perlu adanya tambahan suplai udara menggunakan mixer dengan jangkauan minimal setengah kedalaman. Untuk unit UASB, efluen yang direcycle sebaiknya diendapkan dulu untuk mencegah hilangnya padatan karena proses pencampuran sludge blanket. Untuk unit OD perlu adanya tambahan urea sebesar 0,52 kg/hari dan TSP sebesar 2 kg/hari.Untuk clarifier, dapat mempercepat waktu tinggal lumpur dengan mempercepat rentang waktu pembukaan valve pembuangan lumpur. Kata kunci: Bak ekualisasi, UASB, Oxidation ditch, Clarifier
Abstract At This resarch analyzed for performance design of each WWTP unit, such as equalization basin, UASB, Oxidation Ditch and Clarifier. The problem of equalization basin, occured the anaerobic process. The problem of UASB, occured the discharge of TSS removal effectiveness. The problem of Oxidation Ditch, F/M ratio was too low, so it need to increase more nutrient. And the problem of clarifier unit was clogging at tube settler. Based on problem analysis above, obtained recommendation of problem solving for WWTP. For equalization basin, it needs increase the oxygen suplai by using mixer that can reach minimum a half of depth. For UASB, effluent thatt recycled should precipitated first to prevent disappear solids because mixing process by sludge blanket. hilangnya. For oxydation ditch, it needs increase nutrien, such urea was 0,52 kg/day and TSP was 2 kg/day. For clarifier, the problem can be solved by accelerate detention time of sludge in clarifier with accelerating a distance of valve opening time of sludge wasting. Key words: Equalization basin, UASB, Oxidation ditch, Clarifier
1
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam bidang air minum dalam kemasan (AMDK). Produksi utama yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah air
mineral. Selain memproduksi air mineral, PT. XYZ juga mendirikan industri Minuman PQR yang memproduksi minuman jenis PQR, yaitu suatu minuman elektrolit yang bervitamin dan bernutrisi dengan beberapa macam kombinasi rasa buah. Proses produksi Minuman PQR menghasilkan limbah cair yang mengandung kadar limbah organik rata-rata yang tinggi. Berdasarkan hasil uji kualitas air limbah pada bulan Oktober 2009, untuk TSS sebesar 953 mg/L, BOD sebesar 8773 mg/L dan COD sebesar 18299 mg/L. Baku mutu air golongan III untuk parameter TSS sebesar 200 mg/L, BOD sebesar 150 mg/L dan COD sebesar 300 mg/L. Oleh karena itu dibutuhkan suatu instalasi pengolahan air limbah untuk mereduksi air limbah hasil produksi Minuman PQR sebelum dibuang ke badan air sekitar. Proses pengolahan air limbah industri Minuman PQR saat ini memiliki empat unit bangunan utama yang digunakan dalam mengolah air limbah hasil produksi, yakni bak Ekualisasi, unit UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket), Oxidation Ditch dan bak Clarifier. Sejak IPAL dioperasikan pada tahun 2005 hingga sekarang tahun 2009 belum pernah ada studi khusus untuk mengkaji kinerja proses dan sistem IPAL Minuman PQR. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu studi yang terkait dengan kinerja instalasi pengolahan air limbah minuman PQR untuk mengetahui seberapa besar efektifitas kinerja IPAL dalam mengolah air limbah dan masalah apa saja yang ada didalamnya
1.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut: 1. Apakah kinerja unit-unit IPAL sudah efektif atau belum. 2. Bagaimanakah meningkatkan efektifitas kinerja dari unit-unit IPAL Industri Minuman PQR..
2
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengukur kinerja IPAL Minuman PQR. 2. Mengevaluasi unit- unit IPAL Minuman PQR. 3. Memberikan rekomendasi pemecahan masalah untuk meningkatkan kinerja dari unit-unit IPAL Minuman PQR 1.4. Teori Pada umumnya, sistem pengolahan dengan proses aerobik sangat cocok untuk mengolah air limbah berkekuatan rendah (konsentrasi COD < 1000 mg/l), sedangkan sistem pengolahan dengan proses anaerobik sangat cocok untuk mengolah air limbah berkekuatan tinggi (konsentrasi COD > 4000 mg/l). Untuk nilai BOD influent air limbah antara 300-700 mg/l merupakan range yang efektif untuk meningkatkan efektifitas proses pengolahan air limbah dengan sistem pengolahan aerobik (Cakir & Stenstrom, 2005). Beberapa konsep penting yang perlu diketahui untuk proses pengolahan secara biologis ini adalah : 1. Proses Aerobik: Proses pengolahan biologis dengan kehadiran oksigen. Bakteri hanya dapat hidup dengan baik bila disertai kehadiran oksigen yang mencukupi, bakterinya dinamakan aerob obligat. 2. Proses Anaerobik: Proses pengolahan biologis tanpa kehadiran oksigen. Bakteri dapat hidup tanpa kehadiran oksigen dinamakan anaerob obligat. Pada prinsipnya proses yang terjadi adalah mengubah bahan organik dalam air limbah menjadi methane dan karbon dioksida. Keuntungan proses secara anaerobik adalah sebagai berikut: a. Anaerobic treatment dapat menghilangkan pencemar organic dan mengubahnya menjadi bahan bakar yang berguna / biogas b. Menghasilkan efisiensi pengolahan yang tinggi
3
c. Konsumsi energi rendah, karena pretreatment anaerobik bertindak sebagai influen bak equalisasi yang dapat mengurangi kebutuhan oksigen sehari-hari dan kebutuhan kapasitas aerasi maximum. d. Ketika zat organik volatil ada pada air limbah, maka senyawa volatil akan didegradasi pada pengolahan anaerobik (Cervantes et al., 2006). Baik proses pengolahan aerobik ataupun anaerobik, keduanya mempunyai keunggulan masingmasing. Keunggulan perbandingan pengolahan aerobik dan anaerobik dalam proses pengolahan air limbah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perbandingan Pengolahan Aerobik dan Anaerobik Parameter Aerobik Anaerobik Efisiensi removal zat organik Kualitas efluen Organic loading rate Produksi lumpur Kebutuhan nutrien
Tinggi Bagus Sedang Tinggi Tinggi
Kebutuhan alkaliniti Kebutuhan energi Sensitivitas suhu Waktu “Start up”
Rendah Tinggi Rendah 2-4 minggu Sedikit memunculkan masalah bau
Tinggi Sedang Tinggi Rendah Rendah Tinggi untuk limbah industri tertentu Rendah samapai sedang Tinggi 2-4 bulan Berpotensi munculnya masalah bau
Tidak ada
Ada
Total (tergantung dari karakteristik nutrient yang ditambahkan)
Membutuhkan pretreatment
Bau Bioenergy dan nutrient recovery
Prinsip pengolahan Sumber: Yeoh, 1995 b. UASB
Diantara jenis-jenis reaktor anaerobik tipe high rate, reaktor UASB merupakan desain yang popular dan sukses diaplikasikan pada jenis-jenis air limbah yang berbeda (Lettinga et al, 1991). Parameter utama dari reaktor UASB ini adalah densitas granular sludge yang tinggi dan memiliki
4
sifat mengendap yang bagus (Pol et al, 2004). Agar dapat menyaring air limbah yang diolah pada UASB, sludge granular yang harus memiliki konsentrasi solid 50.000-100.000 mg/L dibagian bawah sludge blanket dan 5.000-40.000 mg/L di bagian atas sludge balnket (Metcalf & Eddy, 2003). Salah satu aplikasi dari anaerobik digester yaitu UASB (upflow anaerobic sludge blanket). Detail bentuk raktor UASB dan modifikasinya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Reaktor Anaerobik Jenis UASB (Sumber: Metcalf & Eddy, 2003 c. Oxidation Ditch Oxidation ditch berfungsi sebagai reaktor, dimana bakteri aerobik dipelihara dalam suspensi menghasilkan lumpur aktip. Bak pengendap berfungsi mengendapkan “cell tissue” yang terbentuk dan flok lumpur aktip yang biasanya langsung dikembalikan ke dalam reaktor, untk memelihara kesinambungan dari proses (Hindarko, 2003). d. Clarifier Unit sedimentasi kedua merupakan suatu unit dalam proses pengolahan air limbah untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk akibat penguraian bahan-bahan organik (koloidal dan terlarut) oleh mikroorganisme pada pengolahan biologis. Perencanaan unit sedimentasi kedua hampir sama dengan unit sedimentasi pertama hanya pembebanan unit tergantung dari jenis pengolahan biologis yang digunakan (Metcalf & Eddy, 2003).
5
2. METODOLOGI Dalam metodologi akan dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Analisis Kinerja setiap unit IPAL Minuman PQR antara lain: a. Parameter kinerja bak ekualisasi, meliputi: Volume efektif bak ekualisasi, Kedalaman bak ekualisasi, Beban air limbah yang masuk dan keluar bak ekualisasi, Waktu detensi dan Kinerja mixer. b.Parameter kinerja UASB, meliputi: Efisiensi removal, Dimensi reaktor, Upflow velocity, Waktu detensi, Volumetric organic loading, Solid retention time, Kebutuhan alkaliniti. c. Parameter kinerja oxidation ditch, meliputi: Efisiensi removal, Volumetric organic loading, MLSS, Waktu detensi, Rasio F/M, Rasio BOD:N:P, Solid retention time dan Return sludge. d.Parameter kinerja bak clarifier , meliputi: Efisiensi removal, Overflow rate, Waktu detensi dan Solid loading rate. 2. Alternatif peningkatan kinerja tiap unit IPAL Minuman PQR 3. Analisis Mass balance, meliputi: Analisis kondisi awal perencanaan dan kondisi eksisting 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dapat diketahui karakteristik air limbah IPAL Minuman PQR yang meliputi kuantitas dan kualitas air limbah. Debit air limbah yang dihasilkan dari proses produksi PQR ratarata sebesar 0,5 m3/jam dengan karakteristik air limbah yang langsung dikeluarkan dari Tabel 2 Hasil Analisa TSS Pengukuran keTitik Uji 1 2 3 4 5 Influen Ekualisasi 994 970 920 976 946 Efluen Ekualisasi 846 884 820 876 808 Pump Pit II 206 214 284 280 224 Efluen UASB 162 168 164 156 160 Efluen OD + Sed 34 34 32 34 46 Bak Kontrol 8 9 8 12 10 Sumber: Hasil Uji lab. Teknik Lingkungan ITS Bulan Oktober 2009
6 912 886 240 142 32 8
Ave 953 853 241 159 35 9
BM Gol. III 200 200 200 200 200 200
6
Tabel 3 Hasil Analisa BOD Pengukuran keTitik Uji 1 2 3 4 5 Influen Ekualisasi 8610 8760 8756 8874 8870 Efluen Ekualisasi 8261 8510 8165 8410 8150 Pump Pit II 844 820 850 814 834 Efluen UASB 541 510 506 538 500 Efluen OD + Sed 256 249 259 278 268 Bak Kontrol 60 67 76 100 77 Sumber: Hasil Uji lab. Teknik Lingkungan ITS Bulan Oktober 2009
6 8770 8184 824 565 283 67
Ave 8773 8280 831 527 266 75
Tabel 4 Hasil Analisa COD Pengukuran keTitik Uji 1 2 3 4 5 Influen Ekualisasi 17969 18282 18240 18520 18480 Efluen Ekualisasi 17240 17760 17040 17520 17009 Pump Pit II 1760 1710 1780 1700 1740 Efluen UASB 1129 1064 1056 1120 1040 Efluen OD + Sed 535 520 540 580 560 Bak Kontrol 128 140 160 208 160 Sumber: Hasil Uji lab. Teknik Lingkungan ITS Bulan Oktober 2009
6 18303 17080 1720 1180 590 140
Ave 18299 17275 1735 1098 554 156
BM Gol. III 150 150 150 150 150 150
BM Gol. III 300 300 300 300 300 300
Dari tabel diatas, dapat dibuat dalam bentuk grafik analisa TSS, BOD dan COD sebagai berikut. Gambar 2 Grafik Analisa TSS KONSENTRASI TSS ( mg/L)
1000 800 Influen Ekualisasi 600
Efluen Ekualisasi Pump Pit II
400
Efluen UASB Efluen OD + Sed
200
Bak Kontrol 0 1
2
3
4
5
6
Ave
Pengukuran ke-
7
Gambar 3 Grafik Analisa BOD 9000
KONSENTRASI BOD ( mg/L)
8000 7000
Influen Ekualisasi
6000
Efluen Ekualisasi
5000
Pump Pit II
4000
Efluen UASB
3000
Efluen OD + Sed
2000
Bak Kontrol
1000 0 1
2
3
4
5
6
Ave
Gambar 4 Grafik Analisa COD KONSENTRASI COD ( mg/L)
20000
15000 Influen Ekualisasi
Efluen Ekualisasi
10000
Pump Pit II Efluen UASB
5000
Efluen OD + Sed Bak Kontrol
0 1
2
3
4
5
6
Ave
Pengukuran ke-
1. Bak Ekualisasi Dari keseluruhan hasil analisis data diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan kinerja unit bak ekualisasi seperti terlihat pada Tabel 5 sebagai berikut. Tabel 5 Hasil Analisis Kinerja Bak Ekualisasi Kondisi Parameter kinerja mixer eksisting Kriteria desain Volume 38,8 m 40 m Kedalaman 3m 1,5 m - 2m Beban air limbah (rasio peak/min) 1,43 <1 Waktu detensi
63 jam
Jangkauan mixer
0,7 m
< 10 menit 1/2 - 2/3 kedalaman (1,5 m 2 m)
Komentar OK No OK No OK No OK No OK
8
Berdasarkan hasil kinerja Bak ekualisasi maka dapat ditetapkan rekomendasi pemecahan masalah seperti Tabel 6 berikut.
No.
Masalah
Tabel 6 Alternatif Pemecahan Masalah Pada Bak Ekualisasi Penyebab Solusi
1
Pemerataan beban air limbah kurang merata (efluen masih fluktuatif)
Bak terlalu dalam sementara Jangkauan mixer kurang optimum dalam pemerataan air limbah (hanya 0,7 m)
2
Munculnya biofilm pada permukaan bak ekualisasi Muncul bau
Waktu detensi terlalu lama dan perbedaan suhu didasar bak dan di permukaan
3
Mengganti mixer dengan dengan mixer yang punya jangkauan 1/2 - 2/3 kedalaman Waktu detensi dapat dikurangi dengan cara menambah debit yang masuk Waktu detensi dapat dikurangi dengan cara menambah debit yang masuk
terjadi proses anaerobik di bak ekualisasi karena waktu detensi yang lama
2. UASB Dari keseluruhan hasil analisis data diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan kinerja unit UASB seperti terlihat pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7 Hasil Analisis Performance Unit UASB Kondisi Lapangan No
Parameter
1
Efisiensi removal TSS (%)
2
Tinggi reaktor (m)
3 4
Q Ave
Q Peak
Q Desain
Kriteria desain (Range)
81,36*
-
-
90 – 95
8,3
-
-
6 – 10
2,3 7,3
1–3 4–8
19,27 -
15 – 24 > 10 > 10
Upflow velocity (m/jam) 0,63* 0,81* Td (jam) 27* 21* Volumetric loading (kg 5 COD/m3.d) 5,23* 6,73* 6 SRT tanpa recycle (hari) 83 SRT recycle 87,5% (hari) 8* Sumber: Metcalf & Eddy , 2003 * Angka yang tercetak biru tidak sesuai kriteria desain
Berdasarkan hasil kinerja UASB maka dapat ditetapkan rekomendasi pemecahan masalah seperti Tabel 8 berikut.
9
No.
1
2
Tabel 8 Alternatif Pemecahan Masalah Pada Bak Ekualisasi Masalah Penyebab Solusi Efluen UASB direcycle kembali agar Upflow velocity Debit dan beban debit dan beban bisa mendekati dan waktu air limbah influen desain sehingga upflow velocity dan detensi terlalu UASB lebih kecil waktu detensi dapat memenuhi lama dari desain kriteria desain. Efluen UASB sebaiknya diendapkan dulu agar efluennya tidak Efluen yang mengandung endapan/padatan. Selain direcycle tidak itu juga bertujuan untuk mencegah diendapkan dulu hilangnya padatan karena proses Masih sehingga masih pencampuran sludge. Fungsi dari munculnya muncul padatan mengendapkan efluen juga untuk padatan pada pada efluen mencegah hilangnya biomasa dari eflueen UASB UASB sistem UASB.
3. Oxidation Ditch Dari keseluruhan hasil analisis data diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan kinerja unit oxidation ditch seperti pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Hasil Analisis Performance Unit Oxidation Ditch
No
Parameter
Kondisi lapangan
Kriteria desain (Range)
Komentar
1
Removal BOD (%)
85,77
90 – 97
No OK
2
F/M rasio
0,02
0,04 – 0,10
No OK
3 4 5 6
Volumetrik Organik Loading (kgBOD5/m3.hari) MLSS (mg/l) SRT (hari) HRT (hari)
0,058 3241 15,33 9,15
0,06 – 0,48 3000 – 5000 15 – 30 8 – 36
No OK OK OK OK
7
Return sludge (Qr/Q)
0,86
0,75 – 1,5
OK
Berdasarkan hasil kinerja Bak ekualisasi maka dapat ditetapkan rekomendasi pemecahan masalah seperti Tabel 9 berikut.
10
Tabel 9 Rekomendasi Pemecahan Masalah Pada Unit OD
No 1
Masalah Lumpur /sludge berwarna kehitaman yang terapung di permukaan bak sedimentasi
2
Bau di bak aerasi 3
Busa
4
DO < 2 mg/L
Penyebab Terjadi proses anaerobik di bak sedimentasi akibat dari waktu tinggal air limbah yang terlampau lama Kurangnya suplai oksigen (DO rendah) sehingga mengakibatkan terjadinya proses anaerobik Adanya soda kaustik, deterjen dan surfaktan Pertumbuhan bakteri tidak optimal Sludge volume terlalu tinggi sehingga suplai oksigen tidak tercukupi
Solusi Percepat waktu tinggal lumpur di bak sedimentasi dengan mempercepat interval/rentang waktu pembukaan valve pembuangan lumpur dari bak sedimentasi ke sludge drying bed
Periksa sludge volume di bak aerasi. Jika terlampau tinggi, segera tutup valve recycle lumpur dari bak sedimentasi ke bak aerasi untuk sementara Perkecil bukaan valve udara yang menuju bak aerasi untuk waktu tertentu (biasanya 1 minggu) Naikkan sludge volume kira-kira 10% diatas harga yang disyaratkan hingga seluruh busa akan hilang secara bertahap
Tutup valve recycle lumpur dari bak sedimentasi ke bak aerasi untuk sementara sampai DO > 2 mg/L
4. Clarifier Dari keseluruhan hasil analisis data diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan kinerja unit oxidation ditch seperti pada Tabel 10 berikut. Tabel 10 Hasil Analisis Performance Bak Clarifier
No Parameter
1
OFR (m3/m2.hari)
2
td (jam)
3
SLR (kg/m2.hari)
Kondisi lapangan Q ave = 6,2 Q peak = 8 Q desain = 23 Q ave = 5,8 Q peak = 4,5 Q desain = 1,6 Q ave = 1 Q peak = 1,2 Q desain = 3,8
Kriteria desain (Range) 16 - 28
Komentar No Ok
16 - 28 16 - 28 1,5 - 2,5 1,5 - 2,5 1,5 - 2,5 1-5 1-5 1-5
No Ok OK No Ok No Ok OK OK OK OK
11
Berdasarkan hasil kinerja Bak ekualisasi maka dapat ditetapkan rekomendasi pemecahan masalah seperti Tabel 11 berikut. Tabel 11 Rekomendasi Pemecahan Masalah Pada Unit Clarifier
No
Masalah
1
Lumpur/ sludge yang berwarna kehitaman yang terapung di permukaan bak sedimentasi
2
Adanya Sludge/ lumpur yang terapung
3
Adanya Sludge/ lumpur yang terapung
Penyebab
Solusi Percepat waktu tinggal lumpur di Terjadi proses anaerobik bak sedimentasi dengan di bak sedimentasi mempercepat interval/rentang akibat dari waktu tinggal waktu pembukaan valve air limbah yang pembuangan lumpur dari bak terlampau lama sedimentasi ke sludge drying bed DO terlampau tinggi sehingga menyebabkan lumpur terlampau banyak mengandung BOD air limbah yang masuk udara dan sulit harus diukur untuk menentukan terendapkan kebutuhan nutrisi yang tepat Pemberian nutrisi (Urea dan TSP) yang tidak tepat dan DO yang tinggi dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri filamentous (berbentuk filamen) dan alga di bak Hentikan penambahan urea dan aerasi atau bak TSP jika kandungan N dan P sedimentasi yang tidak dalam air limbah sudah berlebih. diinginkan dalam proses Matikan salah satu aerator untuk biodegradasi senbyawa sementara jika DO terlampau organik tinggi (>7 mg/L)
4. KESIMPULAN 1.Berdasarkan hasil pengukuran, kinerja IPAL Minuman PQR sudah efektif karena efluen yang dihasilkan sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan SK. Gub. Jatim No.45 Tahun 2002. 2.Berdasarkan hasil evaluasi tiap unit-unit IPAL, diperoleh hasil sebagai berikut: a. Kondisi eksisting IPAL saat ini merupakan kondisi “under desain” dimana beban air limbah yang masuk lebih kecil (14,92 m3/hari) dibandingkan beban yang seharusnya diolah pada IPAL (55 m3/hari).
12
b.Pada unit bak ekualisasi mixer yang digunakan belum optimum untuk meratakan air limbah karena hanya memiliki jangkauan 0,7 m dari permukaan saja sedangkan kedalaman bak terlalu dalam yaitu 3 m, sehingga di bagian dalam bak terjadi proses anaerob. c. Pada unit UASB, adanya recycle efluen air limbah (pengenceran) akan menyebabkan konsentrasi air limbah yang diolah pada UASB tidak sesuai desain sehingga mempercepat Solid Retention Time (SRT) dan akibatnya masih terkandung senyawa lumpur pada efluen. Kondisi tersebut menyebabkan efisiensi removal TSS pada UASB hanya 81%, sedangkan menurut kriteria desain untuk unit UASB adalah 90%-95%. d.Pada unit oxidation dich, Rasio F/M hanya 0,02, sedangkan menurut kriteria desain adalah 0,04 – 0,10. Karena pada unit oxidation ditch terjadi kondisi kekurangan nutrien (F/M kecil) sehingga perlu dilakukan pengontrolan rasio F/M yaitu dengan menambahkan urea (unsur N) sebesar 0,52 kg/hari dan TSP (unsur P) sebesar 2 kg/hari. e. Pada unit clarifier, waktu detensi yang lebih lama (5,8 jam) dari kriteria desain yang ada (1,5 – 2,5 jam) menyebabkan terjadinya clogging pada tube settler dan lumpur yang mengapung pada permukaan clarifier. 3.Rekomendasi pemecahan masalah sebagai berikut: a.Bak Ekualisasi Perlu dilakukan penggantian mixer dengan mixer yang memiliki panjang kedalaman 1/2 - 2/3 dari kedalaman, misalkan mixer jenis axial flow impeller. Tujuannya untuk menambah suplai oksigen agar tidak terjadi proses anaerob pada bak ekualisasi. b.UASB Sebelum efluen dari UASB direcycle, sebaiknya diendapkan dulu untuk mencegah hilangnya padatan karena proses pencampuran sludge blanket. Fungsi dari penangkapan padatan di bagian luar UASB (clarifier) juga untuk mencegah hilangnya biomasa dari sistem UASB. c.Oxidation ditch
13
Kondisi kekurangan nutrien (F/M kecil) dapat dilakukan pengontrolan rasio F/M dengan menambahkan urea sebesar 0,52 kg/hari dan TSP sebesar 2 kg/hari karena pada unit oxidation ditch terjadi. d.Clarifier Mempercepat waktu tinggal lumpur di bak sedimentasi dengan mempercepat interval / rentang waktu pembukaan valve pembuangan lumpur ke sludge drying bed agar tidak terbentuk lumpur yang mengapung di permukaan bak clarifier dan menambah frekuensi pembersihan tube settler untuk memperkecil terjadinya clogging. DAFTAR KEPUSTAKAAN Cakir, F.Y., Stenstrom, M.K. (2005). Greenhouse Gas Production: A Comparison Between Aerobic and Anaerobic Wastewater Treatment Technology. Water Research 39 pp 4197–4203. Cervantes, F.J., Pavlostathis, S.G., Van Haandel, A.C. (2006). Advanced Biological Treatment Processes for Industrial Wastewaters: Principles and Applications. IWA Publishing. Yeoh, B.G. (1995). Anaerobic treatment of industrial wastewaters in Malaysia, in: Post Conference Seminar on Industrial Wastewater Management in Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia. Lettinga, G., Pol, L.W.H. (1991). UASB Process Design for Various Types of Wastewaters. Water Science Technologies. 24 (8) pp 87–107. Pol, L.W.H., de Castro Lopes, S.I., Lettinga G, Lens, P.N.L. (2004). Anaerobic Sludge Granulation. Water Research 38 pp 1376–1389. Metcalf & Eddy. (2003). Waste Water Engineering: Treatment and Reuse, 4th edition. McGraw-Hill Companies. Hindarko, S. (2003). Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain. Penerbit Esha. Jakarta.
14