MISI PEMBALASAN DENDAM MELANKOLIA DALAM DRAMA MUSIKAL SWEENEY TODD - THE DEMON BARBER OF FLEET STREET KARYA HUGH WHEELER DAN STEPHEN SONDHEIM: SEBUAH KAJIAN PSIKOANALISIS Mohammad Iqbal, Iswahyudi Soenarto Program Studi Inggris , Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perilaku psikologis tokoh Sweeney Todd yang kepribadiannya didominasi oleh dorongan destruksi. Konflik internal yang ter-represi dalam tokoh Todd dan konflik eksternal hasil interaksinya dengan tokoh-tokoh lain yang memicu dan menjustifikasi dorongan destruksinya tersebut akan dianalisis menggunakan teori-teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Konflik internal tokoh ini adalah kondisi neurosis melankolia yang bercirikan ambivalensi antara rasa cinta yang mendalam terhadap libidinal cathexis dengan agresivitas destruktif yang begitu mendominasi kepribadian. Konflik eksternalnya berupa interaksinya dengan tokoh-tokoh lain yang mempengaruhi mekanisme kepribadian Todd. Dominasi dorongan destruksi yang kuat tersebut harus dilampiaskan dalam bentuk pembalasan dendam kepada tokoh Judge Turpin yang merampas istri dan putri Todd secara paksa. Namun, demi melampiaskan dorongan destruksi dan membalaskan dendamnya, Todd harus menyusun strategi agar misinya terlaksana. Seiring misi pembalasan dendamnya, tokoh Sweeney Todd sang pembunuh berdarah dingin lahir karena dorongan destruksinya yang sudah tidak dapat dibendung. Kata Kunci: Sweeney Todd, Freud, psikoanalisis, pembalasan dendam, melankolia, destruksi.
A Mission of Melancholic Revenge in Hugh Wheeler and Stephen Sondheim’s Musical Thriller, Sweeney Todd - The Demon Barber of Fleet Street: A Psychoanalytic Approach Abstract This thesis aims to analyze the psychological behavior of Sweeney Todd as the main character of the story whose personality is being dominated by a drive of destruction. Using Sigmund Freud’s psychoanalytic theories, this thesis would like to discuss the effects of repressed internal conflict in Todd’s personality and his external conflict through the interaction with other characters that trigger and justify Todd’s drive of destruction. As the main symptom, Todd’s neurotic condition of melancholia shows the ambivalence between his inexhaustible love towards his libidinal cathexis and his dominating destructive behavior. Moreover, the interaction with several significant characters really affects his personality mechanisms as another factor that strengthens his destructive drive. Thus, the force of destruction has to be retaliated towards the character Judge Turpin who snatched Todd’s wife and daughter away from him. However, in order to retaliate, Todd needs to plan a thoughtful strategy to accomplish his mission. As his mission of revenge goes by, Sweeney Todd’s trait as a cold-blooded slaughter is born as a result of the unbearable drive of destruction. Keywords: Sweeney Todd, Freud, psychoanalysis, revenge, melancholia, destruction.
Latar Belakang Sweeney Todd adalah sebuah kisah yang berlatar pada abad kesembilanbelas tentang seorang tukang cukur berdarah dingin yang menyembelih setiap pengunjung yang datang ke kios cukurnya. Tokoh ini digambarkan bermitra dengan tokoh Mrs. Lovett yang menjadikan
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
mayat-mayat korban pembunuhan Todd sebagai bahan baku utama pai daging manusia yang ternyata digemari masyarakat. Balas dendam, kesadisan, dan praktik kanibalisme merupakan isu kisah ini, yang sekarang telah diadaptasi menjadi beragam bentuk teks sastra yang berkembang seiring zaman dan mendapatkan antusiasme dari masyarakat. Kisah ini memiliki sejarah yang panjang melalui berbagai macam pengadaptasian yang berbeda sebelum kepopulerannya menjadi sebuah pertunjukan teater musikal. Hugh Wheeler, sebagai penulis buku naskah kisah ini, mengadaptasi cerita karya Christopher G. Bond yang dipentaskan di ‘Theatre Royal Stratford East’ di London pada Mei 1973. Pada 1 Maret 1979, Stephen Joshua Sondheim, komposer sekaligus pencipta lagu dan lirik bersama sutradara, Harold Prince dan segenap tim produksi mementaskan pertunjukan perdana teater musikal kontemporer yang berjudul Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street—A Musical Thriller produksi Broadway di ‘Uris Theatre’, New York. Pementasan perdana produksi Broadway tersebut menjadi versi terpopuler dari kisah tokoh Sweeney Todd. Versi adaptasi kisah ini selanjutnya dipentaskan berulang kali oleh produksi-produksi teater besar komersial dan juga teater kampus dari tahun 1979-2012 di benua Eropa dan Amerika. Pembalasan dendam tokoh Sweeney Todd kepada Judge Turpin adalah tema utama kisah ini yang berkembang menjadi semakin kompleks seiring plot berjalan dengan konflik hubungan antar tokoh di dalamnya. Todd adalah cerminan masyarakat menengah ke bawah yang tertindas karena tidak adanya pengakuan hak terhadap hukum. Akibat perlakuan diskriminatif yang diterimanya terjadi proses transformasi tokoh dari seorang Benjamin Barker yang normatif menjadi sosok Sweeney Todd dengan kualitas sifat dan karakteristik yang berbeda. Kesamaan yang menghubungkan karakter Barker dan Todd adalah kecintaannya terhadap objek yang sama, yaitu Lucy istrinya, yang juga menjadi alasan hidupnya. Informasi tentang meninggalnya Lucy, yang didengar Todd dari kesaksian Mrs. Lovett, memicunya untuk menyempurnakan pembalasan dendamnya karena hal yang paling dicintainya tersebut telah tiada. Kemarahan, kekecewaan, dan keputusasaan yang dirasakan Todd memaksanya untuk melampiaskan semua perasaan yang mendominasinya ke dalam tindakan agresi yang bersifat destruktif yang terwujudkan dalam misi pembalasan dendam dan tindak kriminalnya mengeksekusi para pengunjung yang tidak bersalah. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perilaku dari tokoh Sweeney Todd dengan dominasi dorongan destruksi, yang terbentuk dari konflik internal yang ter-represi dan konflik eksternal yang mempengaruhi mekanisme kepribadian diri, sampai menjustifikasikan tindakannya sebagai seorang pembunuh berdarah dingin seiring misi pembalasan dendamnya.
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Skripsi ini juga diharapkan dapat membuka sudut pandang pembaca terhadap tujuan dan penyebab seorang individu melakukan dan menjustifikasi tindakan destruksinya. Pembaca juga diharapkan dapat memetik nilai-nilai yang terkandung dalam setiap tokoh dan konflik yang signifikan dalam karya sastra ini sebagai cerminan kehidupan dan kepribadian yang dapat ditemukan sehari-hari. Tinjauan Teoritis Struktur Kepribadian Manusia Terdapat tiga mekanisme dasar psike manusia yang terdiri dari id, ego, dan super-ego. Walau ketiga psike ini memiliki nama yang berbeda, mereka adalah suatu kesatuan mekanisme dalam kepribadian manusia. Fungsi dan prinsip dasar yang berbeda dalam setiap stuktur membuatnya saling berinteraksi satu sama lain, dari lahirnya seorang individu hingga meninggal dunia. Id, ego, dan super-ego tidak lepas dari keberadaan kesadaran (consciousness), ketidaksadaran (unconsciousness), dan kondisi pra-sadar (preconscious) yang menengahi keduanya. Sementara id (terletak pada area ketidaksadaran) merupakan insting dasar manusia yang tidak dipengaruhi oleh dunia luar, ego bertindak sebagai penengah yang mencari jalan untuk memuaskan nafsu dengan prinsip realitas dan super-ego bertindak sebagai pengatur norma-norma yang berlaku yang telah terintrojeksi ke dalamnya. Mekanisme ego dan super-ego memiliki prinsip yang mengharuskan berinteraksi dengan dunia luar karena mempertimbangkan rasionalitas, realitas, dan juga norma dan kepercayaan yang berlaku. Perilaku dan kepribadian manusia ditentukan oleh ketiga mekanisme tersebut yang merupakan proses psikodinamika dalam psike manusia. Teori Mourning dan Melancholia Pemicu kondisi neurosis salah satunya berawal dari naluri manusia akan libidinal cathexis. Terminologi cathexis sendiri diambil dari bahasa Yunani yang berarti “to occupy” (mengisi, menduduki) sehingga terciptalah manifestasi energi libido terhadap suatu objek maupun ide dan hasrat untuk menguasai cathexis yang seringkali cenderung berlebihan. Kedua kondisi yang terjadi dalam kejiwaan manusia setelah mengalami kehilangan sesuatu yang sangat dicintai dapat dikategorikan menjadi dua, yang pertama adalah mourning dan yang kedua adalah melancholia. Perbedaan antara keduanya terletak di bagian kesadaran manusia manakah sampai seseorang dikategorikan hanya mengalami mourning atau sudah menjadi penyakit kejiwaan yaitu melancholia. Kondisi mourning tidak dapat dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan mengingat hal ini merupakan hal yang wajar sebagai reaksi seseorang setelah kehilangan sesuatu yang
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
dicintai. Seiring berjalannya waktu, kondisi ini memudar dan kondisi psikologis seseorang akan kembali ke kondisi normal. Mungkin dengan menggantikan posisi sesuatu tersebut dengan suatu hal yang baru atau dengan melupakannya sama sekali (Freud 1917: 244). Kapabilitas ego dalam menggantikan libidinal cathexis menunjukkan keberhasilan perkembangannya melalui fase phalus saat ego-ideal terbentuk dan ego-libido berkembang bersama dengan narsisme primer. Dalam tahap tersebut terjadi keberhasilan memutuskan keterikatan libidinal cathexis yaitu sang ibu sendiri karena kehadiran ayah sehingga dapat mengintrojeksi dan mengidentifikasi nilai-nilai kedua karakter ke dalam kepribadian (Freud, 1923b: 21-22). Melancholia adalah kondisi lanjutan dari mourning saat objek dari libidinal cathexis tidak dapat tergantikan dalam bentuk yang lain dan libido bebas berbalik menghancurkan mekanisme kepribadian diri (Freud 1917: 244). Walaupun menunjukan kondisi dan ciri yang sama seperti yang dialami oleh seseorang yang mengalami mourning seperti kehilangan ketertarikan terhadap hal lain di sekitar yang tidak berhubungan dengan sesuatu yang dicintainya dan kehilangan kapasitas untuk mencoba menggantikan hal yang hilang, kondisi melancholia menjadi menahun dan hampir tidak dapat diatasi karena sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah gangguan kejiwaan (pathological issue) (Freud 1917: 243). Kondisi melancholia adalah saat kesadaran kondisi kehilangan sebuah objek yang dicintai (whom) berpindah menjadi kehilangan sebuah makna yang diberikan dari objek tersebut (what). Proses berpindahnya kesadaran akan kondisi kehilangan tersebut adalah sebuah tindakan represi yang menempatkannya jauh ke dalam ketidaksadaran atau unconsciousness dan menjadi dorongan dasar kepribadian seseorang. Manifestasi dari libidinal cathexis terhadap suatu objek memiliki kekuatan resistansi tersendiri. Apabila cathexis tersebut sudah di luar jangkauan dan tidak dapat dimiliki lagi, libido bebas yang tidak mampu menemukan kembali cathexis pengganti akan tertarik ke wilayah ego dang menguasainya. Di sana, libido yang tidak terlampiaskan dalam bentuk apapun akan mengidentifikasi ego sebagai objek yang terbengkalai. (Freud 1917: 249). Saat proses menggantikan sebuah objek yang hilang dengan objek yang baru atau pelampiasan bentuk emosi terhadap hal lain tidak berhasil, depresi akan muncul dan tindakantindakan lain akan terjadi demi merepresi keadaan jiwa tersebut. Berpindahnya perasaan kehilangan sesuatu yang dicintai (object-loss) dari kesadaran ke ketidaksadaran menyebabkan perasaan kehilangan makna yang didapat dari objek tersebut dan menganggap dirinya sendiri tidak pantas atau tidak akan mendapatkan hal yang lain yang dapat menggantikannya (egoloss) (Freud 1917: 247). Pada saat itu, kecemasan (anxiety) muncul sehingga resolusi
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
mekanisme pertahanan ego akan tercipta demi melampiaskan kondisi kecemasan yang berkepanjangan. Mekanisme pertahanan ego akan tetap berjalan meskipun kondisinya di bawah dominasi mekanisme lain, karena pada prinsipnya, ego akan terus mencari cara dan jalan keluar antara dorongan insting id dan tuntutan moral super-ego. Menurut Freud, potensi bahaya dari dorongan kematian (death drive) yang terdapat pada id termanifestasi ke dalam diri manusia menjadi beberapa perwujudan: (1) bersama dengan komponen-komponen erotis dalam bentuk yang tidak berbahaya, (2) saat menerima konflik dari dunia luar dan membentuk agresi, atau (3) tetap menjadi potensi di dalam diri selama mekanisme dalam diri tetap teratur dan tidak terganggu (Freud 1923: 999). Bagaimana proses yang menjadikan super-ego dalam kondisi melancholia menjadi sangat destruktif dan menjadi tempat berkumpulnya semua dorongan kematian tersebut? Hal ini disebabkan karena semakin sering seorang manusia berkonflik dan mengeluarkan segala bentuk agresinya dengan dunia luar, semakin berpotensi agresivitas tersebut terimplementasi menjadi bagian dari ego-ideal dalam kepribadian seseorang. Manusia pada umumnya menggunakan ego-ideal sebagai instrumen untuk menekan agresi saat terdapat konflik dengan dunia luar. Saat egoideal dalam super-ego justru mengintrojeksi agresi sebagai nilai yang dianut, kecenderungan untuk
menjadi
destruktif
terjadi
dikarenakan
super-ego
justru
menfasilitasi
dan
mengamplifikasi dorongan kematian dari id yang ter-represi dalam ketidaksadaran manusia dan mengabaikan mekanisme ego dengan prinsip realitasnya (Freud 1923: 55). Sigmund dan Anna Freud: Teori Mekanisme Pertahanan Ego Ego, sebagai penengah antara id dan super-ego, harus mencari cara untuk memuaskan insting dari id tanpa mengabaikan nilai-nilai moral yang ditentukan oleh super-ego dengan cara yang paling realistis. Pada saat dorongan insting dengan norma yang berlaku selalu betentangan satu sama lain, sementara ego tidak dapat menemukan cara untuk memenuhinya dikarenakan tidak dapat diterima dengan prinsip realitas, maka kecemasan (anxiety) akan tercipta. Freud dalam Hall, dkk (1985) menyimpulkan bahwa kecemasan (anxiety) adalah keresahan yang tidak menyenangkan yang tercipta disebabkan oleh faktor tertentu sebagai tanda bagi ego bahwa sesuatu tidak berjalan semestinya. Kecenderungan manusia adalah menghindari kecemasan tersebut apabila tidak ditemukan cara untuk mengatasinya. Kecemasan (anxiety) sendiri menurut Freud digolongkan menjadi tiga: pertama adalah neurotic anxiety yang muncul dari ketidaksadaran akan kecemasan apabila dorongan dari id mendominasi kepribadian. Hal tersebut dipicu oleh ketakutan mendapatkan hukuman apabila dorongan dari id tidak terlampiaskan dengan cara yang tidak sesuai. Kedua adalah reality anxiety yaitu kecemasan terhadap kenyataan yang ada (baik berbentuk objek maupun
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
abstrak). Ketiga yaitu moral anxiety sebagai kecemasan yang tercipta apabila melanggar prinsip moral. Demi menekan dan menghindari kecemasan tersebut dan menghindari perasaan, pemikiran, dan perilaku yang negatif dari diri sendiri dan orang di sekitarnya, ego mengeluarkan mekanisme pertahanannya yang beragam (Freud, 1926: ‘Inhibitions, Symptoms and Anxiety’). Metode Penelitian Naskah yang berjudul ‘Sweeney Todd the Demon Barber of Fleet Street: A Musical Thriller’ (1979) karya Hugh Wheeler yang merupakan adaptasi dari versi Christopher Bond dengan lirik dan aransemen musik oleh Stephen Sondheim digunakan sebagai korpus utama. Lagulagu dalam naskah yang sebagian besar merupakan pengganti prolog, dialog, monolog, narasi, dan epilog akan dibahas dan diinterpretasi bersama dialog dan petunjuk pemanggungan dalam naskah yang relevan dengan permasalahan. Lirik lagu-lagu tersebut juga berbentuk sajaksajak yang berima seperti puisi yang beraliterasi dan seringkali mengandung makna figuratif. Menurut Minderop, terdapat tiga metode telaah perwatakan dalam menganalisis karya sastra melalui pisau bedah teori psikoanalisis, sehingga kajian analisis bukan hanya terfokus pada tinjauan ilmu psikologi semata, melainkan hakikat sastra di dalamnya juga ditinjau sehingga analisis terpahami secara proporsional. Metode-metodenya antara lain: (1) Metode analisis deskriptif, (2) Teknik sudut pandang, dan (3) Gaya bahasa: simile, metaphor, personifikasi dan simbol1. Landasan teori yang dipakai untuk menganalisis masalah adalah teori psikoanalisis Sigmund Freud (1890-1957) dari berbagai sumber literatur, baik berbentuk cetak maupun internet. Menurut Milner dalam Minderop, “Sastra memberikan peranan penting dalam pematangan teori Freud. Oleh karena itu, merupakan hal yang biasa apabila para psikiater mengacu pada karya sastra untuk mengambil contoh-contoh keadaan kejiwaan yang tidak sehat” 2. Wajar bila kita merasa terharu ketika menemukan gambaran keadaan diri melalui tokoh-tokoh dalam karya dan mengenal tentang diri kita melalui karya sastra, karena sastra menyajikan kebenaran yang direpresi3. Permasalahan yang terdapat dalam sub-bab rumusan masalah akan dibagi menjadi tiga pembahasan: 1. Menggunakan
teori
psikoanalisis
Sigmund
Freud
mengenai
kondisi
neurosis
melancholia, hasil transformasi dari kondisi mourning, yang menciptakan gejala
1
(Minderop, 1992: 52-91). (Milner, 1992: 19 dalam Minderop, 2011: 56). 3 (Minderop, 2011: 56) 2
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
ambivalensi antara agresivitas destruktif dengan rasa cinta yang mendalam terhadap libidinal cathexis. Manifestasi dari kondisi melancholia tersebut melahirkan misi pembalasan dendam yang begitu menggebu-gebu terhadap objek utama destruksi dan kegagalan menyubstitusi libidinal cathexis-nya. Analisis misi pembalasan dendam ini akan memperlihatkan dorongan destruksi yang menjadi prioritas utama pada tokoh Todd yang memotivasi setiap tindakannya. 2. Seiring berjalannya misi pembalasan dendam melancholia, bentuk adaptasi mekanisme pertahanan ego dalam tokoh Todd berubah mengikuti kekompleksan konflik dan perkembangan psikodinamika interaksi antar tokoh yang dialami Todd. Identifikasi dan analisis perubahan mekanisme-mekanisme pertahanan ego sebagai motif dari misi pembalasan dendam tersebut menjadi tahap kedua dalam menganalisis kondisi psikologis Todd. 3. Menggunakan teori Freud mengenai mekanisme kepribadian manusia (id, ego, dan superego) untuk membahas rumusan masalah ketiga dengan pendekatan analisis interaksi antar tokoh yang paling signifikan membangun dan mempengaruhi kondisi komponen psike dalam diri Sweeney Todd. Dari sini akan terlihat peran tokoh yang paling signifikan menjadi agen ego, super-ego, atau bahkan super-ego destruktif milik Todd sendiri yang memicu impuls id pada tokoh Todd agar dorongan destruksi (thanatos) yang mendominasi kepribadian dapat terlampiaskan. Pembahasan Misi utama Sweeney Todd dalam membalaskan dendam kepada tokoh Judge Turpin menuntutnya untuk menyusun strategi cerdas demi mengeksekusi individu yang memiliki kekuasaan hukum tersebut, karena dirinya hanyalah seorang tahanan yang diasingkan selamanya ke Botany Bay, Australia. Pembalasan dendam ini sudah menjadi prioritas hidupnya mengingat dorongan destruksinya yang begitu mendominasi kepribadian. Hal tersebut dipicu oleh kondisi melancholia dan mekanisme kepribadian dirinya yang sudah tidak seimbang. Strategi-strategi yang dijalankan oleh Todd untuk menjalankan misinya dapat diidentifikasi sebagai mekanisme pertahanan ego. Namun, mekanisme tersebut juga bersifat destruktif dan bertentangan dengan norma. Dalam mekanisme kepribadian Todd yang sudah tidak seimbang, keberadaan mekanisme ego hanya berfungsi sebagai instrumen yang mencari jalan keluar dari dorongan id dan tuntutan super-ego yang sudah bersifat destruktif. Sementara itu, tokoh-tokoh yang berinteraksi dengan Todd memberikan peran signifikan dalam mekanisme kepribadian tokoh ini. Interaksinya terhadap tokoh lain bertindak
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
mempengaruhi dan memodifikasi ego dan super-ego dalam tokoh Todd. Konflik eksternal melalui interaksi antar tokoh ini kemudian menjadi faktor lain yang mendukung kondisi neurosis Todd beserta ketidakseimbangan mekanisme kepribadiannya. •
Ambivalensi Antara Agresivitas Destruktif dengan Kecintaan Mendalam Terhadap Libidinal Cathexis Pada Kondisi Neurosis Melancholia Kehilangan sosok yang paling dicintai adalah hal yang paling menyedihkan bagi
setiap manusia. Untuk itu, Freud menjelaskan kondisi mourning atau kedukaan sebagai reaksi naluriah manusia apabila mengalami kehilangan. Namun, Freud juga menjelaskan kondisi lanjutan dari kondisi mourning, yaitu kondisi melancholia yang sudah termasuk menjadi suatu neurosis. Kedukaan yang berkepanjangan dan ketidakmampuan individu untuk menggantikan sosok yang dicintainya melahirkan depresi dan mencuatkan agresivitas yang bersifat destruktif sehingga mendominasi kepribadian. Begitu pula yang dialami Todd setelah mengetahui kesaksian Mrs. Lovett tentang meninggalnya Lucy dan direnggutnya Johanna oleh Judge Turpin, dirinya merasakan kedukaan, kemarahan, dan kekecewaan yang teramat dalam. Kedukaan yang bersumber dari kehilangan sosok yang dicintai tersebut memaksanya untuk memprioritaskan dorongan destruksi dalam wujud membalaskan dendam dan membunuh. Dalam kondisi neurosis ini, sosok libidinal cathexis memiliki arti yang lebih dari sekedar individu yang dicintai atau pemuas dorongan seksual— yaitu sebagai bagian dari identitas diri. o Lucy Sebagai Libidinal Cathexis dan Pelengkap Identitas Diri Keterikatan Todd kepada Lucy pertama kali tergambar dalam narasi kilas balik cerita yang dinyanyikan Todd menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam lagu ‘No Place Like London’. Alasan untuk hidup dan hidupnya sendiri, mencerminkan peranan yang signifikan yang ada dalam tokoh Lucy. Todd juga melanjutkan deskripsi awal dari Lucy dengan kata sifat yang mencerminkan dirinya tersebut yaitu “foolish” dan “naïve” sebagai kualitas identitas masa lalunya sebagai Benjamin Barker. Berawal dari dua kata sifat yang mencerminkan dirinya, tergambar rasa penyesalan akan kehilangan Lucy tanpa perjuangan maksimal untuk membela diri dan keluarganya pada masa Todd dijatuhkan hukuman tanpa sebab yang pasti, lalu diasingkan, dan berujung pada perpisahan antara dirinya dengan anakistrinya. Kualitas Lucy yang terdeskripsikan “beautiful dan virtuous” selain menggambarkan kualitas fisik dan karakter Lucy, juga mencerminkan tokoh Todd sendiri yang pada masanya hidup tentram dan damai bersama keluarganya. (“She would fall,/ So soft,/ So young,/ So lost,/ And oh, so beautiful!” (Wheeler 1979: 11)) penekanan tersebut kembali diulang Todd untuk
mendeskripsikan
Lucy
dan
mencerminkan
dirinya
sendiri.
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Bait-bait
yang
menggambarkan Lucy sekaligus dirinya dalam bagian lagu ‘No Place Like London’ (Wheeler: 1979: 10) di awal cerita tersebut juga merupakan bait terakhir yang dinyanyikan Todd (Wheeler 1979: 152) sebelum pada akhirnya tewas oleh pisau cukurnya sendiri setelah menemukan Lucy yang sebenarnya adalah sang Beggar Woman yang selama ini ada di sekitarnya, dan pada akhirnya juga dibunuh dengan tangan Todd sendiri. Apabila dikembalikan pada teori Sigmund Freud, khususnya Mourning and Melancholia (1917) yang telah dirinci pada bab sebelumnya, hal tersebut terkait pada faktor penyebab gagalnya pencarian substitusi libidinal cathexis dalam kondisi neurosis melancholia dengan pengaruh super-ego yang bersifat destruktif yang disebabkan pembentukannya bersama perkembangan ego kurang sempurna pada periode masa perkembangan psikoseksual manusia. Dalam kondisi ini, pembentukan dasar narsisme primer tidak berkembang sempurna, yang menyebabkan tidak sempurnanya penghargaan terhadap diri sendiri dan fungsi ego dalam menjalankan mekanismenya. Pada saat seorang individu dengan kondisi tersebut pada akhirnya menemukan libidinal cathexis-nya, maka segala penghargaan yang seharusnya dicurahkan kepada diri dan ego-nya sendiri tercurahkan dan terpusat hampir sepenuhnya kepada libidinal cathexis tersebut. Dengan kata lain, individu tersebut menganggap libidinal cathexis-nya sebagai bagian dari identitas dirinya atau mungkin identitas diri sepenuhnya. Faktor tersebut menyebabkan kondisi hampir mustahilnya pencarian substitusi apabila libidinal cathexis sudah tidak berada dalam jangkauan. Individu dengan kondisi neurosis ini merasa kehilangan dirinya sendiri apabila libidinal cathexis miliknya pergi (meninggal atau hilang) apalagi dalam kasus Todd yang libidinal cathexis-nya hilang terenggut oleh pihak yang menghancurkan hidupnya. Karena Todd memberikan ciri yang hampir sepenuhnya akurat dalam kondisi melancholia, maka bagian dari dirinya yang ada dalam tokoh Lucy yang digambarkan telah tiada tersebut memicu ambivalensi dan depresi yang menahun sebagai karakteristik tokoh Todd. o Johanna Sebagai Alternatif Substitusi Libidinal Cathexis Dalam usahanya menaruh harapan dan menyubtitusi cathexis-nya kepada putrinya Johanna, Todd ternyata tidak dapat melepaskan kekuatan libidinal cathexis-nya yaitu Lucy yang menguasai ego-nya. Saat Todd mencukur Judge Turpin untuk pertama kalinya, sekaligus kesempatannya untuk menghabisi nyawanya, Todd berduet dengan Judge Turpin menyanyikan lagu ‘Pretty Women’ yang telah dibahas sebelumnya sebagai bentuk pengungkapan dari represi ketidaksadaran Todd akan insting naluriah libido seksual yang merindukan perempuan sebagai objeknya. Todd melontarkan pertanyaan untuk memancing Judge Turpin “And who, may it be said,/ Is your intended, sir?/” yang digambarkan oleh
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
dirinya sendiri sedang jatuh cinta (“…a man infatuate with love,/ Her ardent and eager slave.” (Wheeler 1979: 73)). Walaupun Judge Turpin hanya menjawab “And pretty as a rosebud”, Todd secara spontan membalas jawaban tersebut dengan kalimat pertanyaan “As pretty as her mother?” yang menyebabkan Judge Turpin bingung dan hampir menyadari sesuatu “(Mildly Puzzled) What? What was that?”. Segera Todd menyangkalnya dan memulai mencukur Judge Turpin. Bentuk pertanyaan spontan yang terlontar dari mulut Todd tersebut adalah sebuah ciri dari suatu hal yang ter-represi ke dalam ketidaksadaran yang sewaktu-waktu keluar ke kondisi kesadaran tanpa dapat dikontrol. Hal tersebut adalah keseleo lidah (slip of tongue) yang merupakan bukti lain bahwa Johanna tidak dapat keluar dari bayang-bayang Lucy dalam usaha substitusi Todd. Dalam kondisi melancholia, kondisi ego yang terdominasi akibat libido yang tidak dapat tergantikan ditambah tekanan antara dorongan id dan tuntutan super-ego yang cenderung destruktif karena seringnya mengintrojeksi nilai-nilai agresi melahirkan depresi yang berkepanjangan, kehilangan penghargaan terhadap diri sendiri dan perasaan bersalah yang menyebabkan individu berpikir untuk pantas menerima hukuman. Hal-hal tersebut adalah ciri pendukung di samping ambivalensi yang seringkali dibahas. Hal yang dapat dianalisis tentang penyebab Todd mengesampingkan keberadaan Johanna dan merebutnya kembali adalah kondisi depresi dan perasaan bersalah yang membuatnya pantas untuk mendapatkan hukuman sebagai ciri kondisi neurosisnya. Johanna putrinya dianggap begitu suci dan tidak bersalah sehingga muncul penyangkalan dalam tokoh Todd dan asumsi diri sendiri bahwa dirinya tidak pantas untuk bersama putrinya tersebut. (“And I’ll never see Johanna,/ No, I’ll never hug my girl to me—/ Finished!” (Wheeler 1979: 80)) dalam penggalan lirik lagu ‘Epiphany’ tersebut terlihat Todd yang menghukum dirinya dengan penggunaan kata-kata bahwa seolah-olah tidak akan ada pertemuan di antara keduanya. Padahal, Johanna masih hidup dan terpenjara tidak berdaya dalam pengasuhan Judge Turpin, menunggu dirinya diselamatkan seseorang. Fokus utama Todd tetap terprioritaskan pada misi pembalasan dendam. Setiap kali Todd berusaha mengingat Johanna, selalu muncul penolakan dari dirinya dan bayang-bayang Lucy selalu mendominasi sebagai bentuk resistansi libidinal cathexis yang menguasai ego. Resistansi libidinal cathexis terjadi dikarenakan oleh ketidakmampuan individu untuk meyubstitusikannya karena individu tersebut menganggap bahwa cathexis-nya adalah bagian dari identitasnya. •
Identifikasi dan Analisis Proses Perubahan Mekanisme Pertahanan Ego Dalam Misi Pembalasan Dendam Melankolia
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Melampiasan dorongan destruksi kepada objek utama, yaitu Judge Turpin, adalah adalah prioritasnya untuk me-represi kecemasan yang timbul selain memang dorongan tersebut sudah begitu mendominasi. Kondisi neurosis melancholia dan ketidakseimbangan mekanisme kepribadiannya membuat mekanisme pertahanan ego berjalan sebagai instrumen pemuas dorongan id dan tuntutan super-ego destruktif. Dalam perjalanannya membalaskan dendam untuk melampiaskan dorongan destruksi tersebut, Todd menjadi seorang pembunuh berdarah dingin dikarenakan dorongan destruksi yang tidak kunjung terlampiaskan. o Represi Identitas dan Masa Lalu Benjamin Barker Fakta bahwa Todd dahulunya adalah seorang tukang cukur sebelum diasingkan ke Australia dapat diketahui saat Todd mengidentifikasi dirinya sendiri melalui sudut pandang orang ketiga dalam lagu ‘No Place Like London’ yang dinyanyikannya bersama Anthony Hope, “TODD: …There was a barber and his wife” (Wheeler 1979: 10). Juga pada lagu ‘Poor Thing’ yang dinyanyikan Mrs. Lovett dengan kutipan lirik yang sama (Wheeler 1979: 15). Sampai pada akhir babak kedua, di adegan penutup, saat Todd menyadari bahwa wanita pengemis yang dibunuhnya karena panik adalah Lucy (Wheeler 1979: 152). Bait yang diulang sebanyak tiga kali dalam keseluruhan cerita tersebut merangkum kejadian masa lalu Sweeney Todd sebagai Benjamin Barker. Sudut pandang orang ketiga yang dipakai Todd untuk mengidentifikasi dirinya pada masa lalu sebagai Benjamin Barker adalah suatu bentuk usaha merepresi memori masa lalunya yang teintimidasi dan traumatis. Penggunaan kata “was” yang merujuk pada kata “a barber” yang digunakan Todd seolah-olah mengisahkan sebuah cerita akan tokoh yang berbeda yang bukan dirinya. Usaha untuk merepresi dan menyangkal memori masa lalu Todd adalah usaha penekanan kecemasan yang ditimbulkan karakter masa lalunya yang memiliki sifat tidak berdaya sampai-sampai istri dan anaknya terenggut oleh pihak yang mengintimidasinya tersebut. Sekembalinya Todd ke London setelah lima belas tahun diasingkan, Todd menuntut keadilan melalui pembalasan dendam dengan identitas barunya yang berbeda karakteristik dengan dirinya pada masa lalu. Dengan identitas barunya ini, Todd ingin menebus kesalahan yang dilakukan dirinya yang lama yang selalu berusaha direpresi dalam ketidaksadaran yang menjadi salah satu faktor potensi laten dirinya berbuat tindakan destruksi. Selain merepresi identitas masa lalu penyebab kecemasan pada tokoh Todd, ia mengadaptasi mekanisme represi yang bertujuan untuk membantunya melancarkan misi pembalasan dendam. Meskipun tidak terbukti bersalah, identitas Benjamin Barker yang diketahui masyarakat adalah seorang tahanan yang diasingkan yang bersalah di mata hukum yang berlaku. Apabila sekembalinya Todd dari pelariannya menuju London tanpa merubah
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
identitasnya, maka sesampainya Benjamin Barker ke London dan terdengar oleh masyarakat, pihak Beadle dan Judge Turpin akan kembali menangkap dan memenjarakan tahanan yang melarikan diri tersebut. Walaupun mekanisme kepribadian dalam tokoh Todd yang tidak berjalan ideal dengan kecenderungan ego yang dikuasai oleh libidinal cathexis sehingga kurangnya penghargaan terhadap diri, namun mekanisme ego dalam mencari cara dan jalan keluar dari dorongan id dan super-ego tetap berjalan sesuai tugasnya. Mekanisme pertahanan ego berupa represi (repression) masa lalu Benjamin barker, penyangkalan (denying) identitas lamanya, serta pengadaptasian bentuk mekanisme selanjutnya berguna sebagai alibi dan motifnya untuk membangun skenario yang dibangunnya sebagai bagian dari misi pembalasan dendam. Mekanisme pertahanan ego yang dipakai ternyata tidak hanya untuk menghindari kecemasan yang akan muncul apabila kenangan buruk terangkat ke kesadaran, tetapi juga sebagai motif dan jalan keluar yang diciptakan oleh ego demi mencari jalan tuntutan agresi super-ego dan dorongan id dalam kondisi neurosis melancholia yang dialaminya. o Polisi Moral Sebagai Paralelisme Mekanisme Rasionalisasi dan Proyeksi Pemupukan agresi yang terintrojeksi pada ego-ideal sebagai sub-mekanisme super-ego dalam kondisi neurosis melancholia Todd adalah premis utama tindakan Sweeney Todd sang tukang cukur pembunuh dari sudut pandang psikoanalisis. Kualitas super-ego yang bersifat destruktif dengan menjembatani dan mengamplifikasi dorongan id tersebut tidak lepas dari proses psikodinamika antar tokoh yang telah dibahas. Posisi Judge Turpin sebagai representasi individu yang berkuasa dan pemegang nilai moral yang berlaku di tengah masyarakat adalah agen super-ego masyarakat yang justru mengutamakan dorongan id dalam setiap tindakannya. Konflik antara Judge Turpin dengan Todd melahirkan justifikasi nilai agresi pada dirinya sebagai alasan utama tindakannya yang sadis tersebut. Mekanisme pertahanan ego yang dari awal diadaptasi Todd sekembalinya ke London, dan semakin diperkuat oleh kesaksian palsu Mrs. Lovett dan kenyataan yang ada, adalah mekanisme rasionalisasi (rationalization) yang berprinsip mencari alasan-alasan logis sebagai justifikasi perilaku insting yang memicu kecemasan yang khususnya melanggar norma yang berlaku. Perilaku insting pemicu kecemasan Todd adalah dorongan destruksinya sendiri yang mendominasi. Apabila tidak adanya bentuk mekanisme rasionalisasi, maka dorongan destruksi yang melahirkan misi pembalasan dendam dengan membunuh tentu akan memicu kecemasan yang lain alih-alih menekan kecemasan. Pengadaptasian mekanisme pertahanan ego secara paralel, yaitu rasionalisasi dan proyeksi dibuktikan dengan justifikasi motif dan perluasan objek destruksi. Todd merasa faktor eksternal adalah sumber kecemasannya selama ini yang menyebabkannya menjustifikasi
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
dorongan destruksi kepada faktor eksternal tersebut. Rasionalisasi yang dilakukan Todd dengan menganggap objek destruksinya pantas mendapatkan balasan yang setimpal sejalan paralel dengan proyeksi yang diadaptasinya dengan menganggap bahwa faktor eksternal adalah sumber dari segala kecemasan yang memaksanya melampiaskan dorongan destruksi. Faktor eksternal berupa pihak yang berkuasa, serakah, korup, dan masyarakat rendah yang munafik dirasakan akan selalu mengintimidasi diri dan golongannya yang tertindas dan memaksanya untuk berbuat sesuatu sebelum dirinya sendiri yang ditindas. Apabila pengadaptasian mekanisme jenis proyeksi tidak berjalan, maka Todd akan selalu menyalahkan diri sendiri terhadap hal-hal buruk yang menimpa diri dan keluarganya. o Sweeney Todd Sang Tukang Cukur Pembantai Kutipan stanza inti terakhir dalam lirik lagu “A Little Priest” di atas menunjukkan puncak generalisasi objek destruksi yang menjadi siapa saja “anyone”. Rasionalisasi, proyeksi, pemindahan, dan isolasi yang merupakan keempat mekanisme pertahanan ego terakhir yang diadaptasi Todd sebelum bertransformasi menjadi tukang cukur pembantai siapa saja. Bait “have charity toward the world” menjadi bentuk motivasi sosok polisi moral yang mengandalkan rasionalisasi sebagai mekanisme pertahanan ego-nya. Pengorbanan yang dilakukan untuk menjadi polisi moral dianggap sebagai sebuah pengabdian kepada masyarakat untuk menumpas semua hal yang bersifat amoral, terutama kelompok berkuasa yang seharusnya bertanggung jawab atas nilai-nilai moral di dalam masyarakat. “We’ll not discriminate great from small” sebagai bentuk pembalikan tindakan yang dialaminya selama ini dari kekuatan yang berkuasa. Bentuk proyeksi dengan menyalahkan faktor eksternal dengan sifatnya yang diskriminatif membuatnya melakukan pembalikkan dengan melakukan generalisasi korbannya. Selanjutnya, bait tersebut adalah perumpamaan yang mengantarkan pada bait yang menyimpulkan mekanisme pertahanan ego jenis pemindahan yang dilakukan tanpa pandang bulu “We’ll serve anyone—/ Meaning anyone—/ And to anyone/ At all!”. Sebagai pelengkap dari tindakan pelampiasan agresi destruksinya tersebut, tidak mungkin Todd mengeksekusi para pengunjung kios pangkas rambut dengan darah dingin tanpa mengadaptasi mekanisme pertahanan ego jenis isolasi yang mengabaikan semua kecemasan akibat tindakan yang dilandasi oleh dorongan insting. Dari sinilah Sweeney Todd sang tukang cukur pembantai dari Fleet Street lahir. Kesimpulan motif tindakan Todd dalam mengadaptasi keenam mekanisme pertahanan ego dalam motifnya melakukan misi pembalasan dendam demi melampiaskan dorongan destruksi yang hadir dari kondisi neurosis melancholia akibat kehilangan libidinal cathexis yang tidak
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
dapat tegantikan dan proses psikodinamika tokoh Todd yang dipengaruhi oleh interaksinya dengan tokoh lain. •
Analisis Interaksi Antar tokoh dalam Mempengaruhi Psikodinamika Tokoh Sweeney Todd
Interaksi tokoh Sweeney Todd dengan tokoh-tokoh lain yang signifikan akan perkembangan psikodinamikanya dapat diteliti lebih rinci melalui kacamata psikoanalisis. Psikodinamika sendiri memiliki definisi berupa hubungan interelasi antara kondisi kesadaran dan ketidaksadaran yang menentukan motivasi, emosi, kondisi kejiwaan seseorang, dan aspekaspek internal lain. Kondisi neurosis, gangguan kejiwaan yang bukan disebabkan oleh terganggunya sistem organik dalam tubuh namun tidak kehilangan kontak dengan realitas yang dialami Todd, tercipta tidak lain dikarenakan pengalaman hidupnya yang menciptakan tahapan demi tahapan perkembangan psikologisnya. o Interaksi Hubungan Todd dengan Mrs. Lovett Fakta bahwa Mrs. Lovett sudah memupuk obsesi sebelum Todd diasingkan dapat dibuktikan dari penekanan bait lirik ‘Poor Thing’ yang menceritakan narasi kilas balik keluarga Barker. Kekagumannya dengan menyebutkan kata ganti “he” yang merujuk kepada Barker dipadankan dengan kata sifat “beautiful” dan diulang dua kali sebagai penekanan, alih-alih merujuk kepada Lucy dengan menggunakan kata ganti “she” seperti yang dinyanyikan oleh Todd untuk menggambarkan istrinya. Kekagumannya adalah perwujudan dorongan insting libido yang pada prinsipnya selalu ingin dipenuhi. Kedua dominasi id yang terdapat pada tokoh Mrs. Lovett ini membuatnya mencari cara untuk memuaskan dorongan tersebut dengan cara-cara yang dipertimbangkan ego. Interaksinya terhadap Todd menyebabkan keberadaan peluang untuk memenuhi kedua dominasi id-nya tersebut dengan menjadi agen ego dan super-ego yang memberi jalan keluar secara rasional terhadap permasalahan yang dialami Todd sekaligus sebagai pencetus justifikasi nilai agresi pada super-ego Todd untuk melampiaskan dorongan agresinya. Dengan menyembunyikan fakta keberadaan Lucy kepada Todd yang ternyata masih hidup saat mengutarakan kesaksiannya, dapat dilihat kinerja mekanisme ego dalam kepribadian Mrs. Lovett untuk mencari jalan memuaskan insting seksual id yang ada pada dirinya. Penyembunyian fakta sebagai jalan mekanisme ego tersebut terjadi setelah menyadari bahwa Todd adalah Benjamin Barker, pria yang dikaguminya dulu. Namun, pembahasan utama yang pertama adalah peran Mrs. Lovett sebagai agen ego pada tokoh Todd yang membantu mengambil keputusan dan jalan keluar yang rasional.
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Kualitas super-ego Mrs. Lovett yang bersifat destruktif dapat dianalisis sesuai konteks cerita bahwa dirinya adalah seorang janda kesepian yang bertahan hidup dengan menjual pai yang tidak laku. Dirinya juga berada pada golongan masyarakat menengah ke bawah pada masa itu yang kerap kali mendapatkan perlakuan diskriminatif dan intimidatif dari lingkungan dan pihak yang berkuasa yang diintrojeksi sebagai nilai-nilai agresi ke dalam sub-mekanisme super-ego berupa ego-idealnya. Terlihat dari kutipan dialog di atas yang menunjukkan keterkejutan Mrs. Lovett saat pertama kali dirinya mengetahui bahwa Todd telah membunuh Pirelli. “Now, Mr.T., you didn’t!... You’re crazy mad! Killing a man wot done you no harm?” kutipan tersebut sangat berkontradiksi dengan ide membunuh Anthony demi mendapatkan Johanna yang diutarakan pada adegan sebelumnya. Hati nurani (conscience) sebagai submekanisme super-ego pada diri Mrs. Lovett masih bekerja dengan menaruh rasa bersalah terhadap pembunuhan yang masih belum diketahui motifnya. Namun, sesaat setelah dirinya mengetahui mengapa Todd membunuh Pirelli, “He recognized me from the old days. He tried to blackmail me” reaksi Mrs. Lovett langsung berubah sebaliknya dengan memberikan justifikasi akan tindakan membunuh todd tersebut “Oh well, that’s a different matter! What a relief, dear! For a moment I thought you’d lost your marbles”. Dorongan agresi terjustifikasi oleh nilai super-ego destruktif Mrs. Lovett yang telah mengintrojeksi nilai-nilai agresi ke dalamnya. Pemerasan dan ancaman dapat disimpulkan sebagai beberapa nilai agresi yang telah tertanam pada super-ego Mrs. Lovett yang membuatnya menjadi agen super-ego destruktif pada tokoh Todd yang telah membunuh korban pertamanya karena sebuah ancaman pemerasan. Keberadaan mekanisme ego di antara dorongan id dan tuntutan super-ego destruktif hanyalah sebuah instrumen yang menjembatani keduanya untuk dilampiaskan. Rasa bersalah yang dihadirkan oleh hati nurani (conscience) juga ikut terabaikan di bawah dominasi ego-ideal meskipun keduanya merupakan sub-sistem dari super-ego. Dorongan agresi destruksi pada tokoh Todd yang mendominasi dengan insting Mrs. Lovett akan libido, afeksi, dan kehidupan yang layak adalah dua bentuk mekanisme id di dalam dua individu yang berbeda yang tidak dapat berinteraksi, termodifikasi, atau dihilangkan. Namun, peran super-ego destruktif yang telah sama-sama mengintrojeksi nilainilai agresi dalam berbagai macam bentuk ke dalamnya adalah faktor yang menjembatani dan mengamplifikasi mekanisme dorongan dan insting dari id tersebut. Super-ego dari masingmasing individu yang saling berinteraksi satu sama lain dengan saling menjustifikasi nilainya yang telah mengintrojeksi agresi dan membenarkan tindakan kriminal pasangan Sweeney Todd dan Mrs. Lovett berupa pembunuhan dan praktik kanibalisme. Ego yang berada di tengah mekanisme id dan super ego hanya mencari jalan melalui mekanisme pertahanan ego
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
yang menampik kecemasan yang timbul baik dari faktor internal maupun eksternal. Dari kutipan di atas terlihat penerimaan Mrs. Lovett sebagai agen super-ego destruktif, setelah sebelumnya menjadi agen ego, ke dalam kepribadian Todd. o Interaksi Hubungan Todd dengan Judge Turpin Judge Turpin, dengan dominasi id terhadap libido dan keserakahannya justru menjadi agen pengatur super-ego masyarakat yang mengatur hukum-hukum yang dianggap berlaku dan menjadi pedoman hidup. Keberadaan agen super-ego yang melingkupi masyarakat luas yang justru bertindak dilandasi insting id dalam bentuk libido dan keserakahan ini membuat masyarakat di bawah lingkup kekuasaan hukumnya mengintrojeksi bentuk nilai tersebut ke dalam psikodinamika kehidupannya. Masa lalu Todd sebagai Benjamin Barker yang memiliki karakteristik yang bertolak belakang dengan Sweeney Todd tentu mengalami proses pengintrojeksian nilai-nilai agresi ke dalam mekanisme super-ego-nya dari perlakuan diskriminatif dan intimidatif yang didapatkannya dari pemegang kekuasaan pengatur norma yang seharusnya menjadi agen super-ego masyarakat, yaitu Judge Turpin dengan perantara Beadle sebagai tangan kanannya. Apabila mengacu pada kondisi neurosis melancholia pada tokoh Todd dengan mekanisme super-ego yang cenderung bersifat destruktif, terdapat dua faktor yang menyebabkan mekanisme super-ego-nya tidak berjalan proporsional. Menurut Freud, faktor utama dapat disebabkan oleh fase perkembangan ego dan super-ego yang kurang sempurna melewati tahap awal psikoseksual manusia. Faktor yang lain adalah saat sub-mekanisme super-ego berupa ego-ideal terus menerus mengintrojeksi nilai-nilai agresi yang didapat dari faktor eksternal. Faktor pengintrojeksian nilai-nilai agresi dari faktor luar tersebut adalah faktor utama penyebab ketidakseimbangan mekanisme kepribadian tokoh Todd. Tindakan diskriminatif dan intimidatif yang telah dilakukan Judge Turpin dengan menjatuhkan keputusan pengadilan palsu yang membuat Benjamin barker terbuang ke penjara pengasingan seumur hidup dengan motif merebut Lucy semata-mata ingin memuaskan libido adalah bentuk nilai agresi yang ditanamkan dari Judge Turpin ke dalam pribadi Todd. Silogisme yang ditarik dari konteks cerita adalah Tokoh Judge Turpin sebagai agen super-ego yang mencakup masyarakat yang luas ternyata bersifat destruktif dikarenakan tidak mengindahkan nilai moral yang seharusnya ditanamkan, justru tindakan-tindakannya terdominasi dan dilandasi insting libido dan keserahakannya. Todd mengintrojeksi nilai-nilai destruktif yang didadaptasinya dari agen super-ego masyarakat tersebut ke dalam super-ego-nya sendiri, khususnya sub-mekanisme ego ideal, yang pada akhirnya menjustifikasi tindakan-tindakan destruksinya yang berdasarkan dorongan id.
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Posisi Judge Turpin yang memiliki kekuasaan hukum menyebabkan Todd harus mencari cara untuk meraihnya dan membalaskan dendamnya. Judge Turpin memicu ego pada tokoh Todd untuk berjalan menggunakan sistem mekanisme pertahanan ego-nya yang berada di antara dorongan id dan tuntutan super-ego destruktif yang memaksanya untuk melampiaskan dendamnya kepada Judge Turpin sebagai perwujudan dorongan agresi destruktifnya. Apabila dorongan agresi destruktif yang ada dan menjadi laten akibat tidak kunjung terlampiaskan pada tokoh Todd, maka kecemasan akan segara menguasai diri karena teringat libidinal cathexis yang sudah tidak ada dan tidak dapat tergantikan yang pada akhirnya mendominasi ego dan memangkas perannya sampai hanya sebagai instrumen dorongan id dan tuntutan super-ego. o Interaksi Hubungan Todd dengan Anthony Hope Usaha Anthony Hope untuk menjadi agen super-ego jenis sub-mekanisme conscience pada tokoh Todd tidak berhasil mengalahkan dominasi dorongan destruksi yang telah teramplifikasi oleh super-ego destruktif. Justru Todd hanya menjadikan Anthony sebagai boneka pemancing objek destruksinya untuk datang kembali. Sub-mekanisme ego-ideal tokoh Todd yang terlanjur mengintrojeksi nilai agresi ke dalamnya terlanjur mengalahkan sub-mekanisme hati nurani dan mekanisme ego-nya sendiri. Ambisi pelampiasan agresi destruksi yang begitu kuat terwujudkan dalam misi pembalasan dendamnya yang mendominasi prioritas Todd dalam bertindak dan mengesampingkan keberadaan Johanna putrinya sendiri. Pengabaian keberadaan Johanna sebagai putri Todd juga termasuk ke dalam ciri kondisi neurosis yang dialaminya. Andil tokoh Todd di dalam misi pelarian Johanna oleh Anthony bukan semata-mata dirinya ingin bertemu kembali dengan Johanna sebagai prioritasnya, melainkan sebagai jalan pintas pelampiasan dendam terhadap ojek utama agresi destruksinya. Anthony lalu dijadikan boneka olehnya untuk memancing kedatangan Judge Turpin mengunjungi kios cukurnya kembali setelah kali pertamanya gagal disebabkan oleh interupsi kedatangan Anthony. Kesimpulan Kisah Sweeney Todd pada intinya adalah sebuah tragedi pembalasan dendam yang berakhir dengan kehancuran terhadap diri sendiri. Tokoh Sweeney Todd teridentifikasi mengalami suatu kondisi neurosis berupa melancholia yang bercirikan resistansi libidinal cathexis pada diri yang tidak dapat dihilangkan atau tergantikan yang berambivalensi dengan dorongan diri untuk berprilaku destruktif. Resistansi libidinal cathexis dalam kepribadian individu dengan kondisi neurosis ini menghasilkan depresi yang berkepanjangan sebagai lanjutan dari kondisi
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
mourning. Kondisi ini melahirkan dorongan destruksi dari id semakin meningkat karena ketidakhadiran libidinal cathexis sebagai pemuas dorongan seksual sebagai insting dasar manusia. Selain itu, keberadaan libidinal cathexis bagi individu dengan kondisi melancholia tidak hanya sebagai pemuas dorongan seksual, tetapi juga sebagai bagian dari identitas, yang apabila hilang, maka individu tersebut juga merasakan ketidaksempurnaan dalam kehidupannya. Dorongan agresi id dan tuntutan super-ego destruktif yang telah mengintrojeksi nilainilai destruksi ke dalam sub-mekanisme ego-idealnya kemudian mendominasi mekanisme ego untuk menjadi instrumen yang mencari cara untuk memenuhi dorongan dan tuntutan tersebut. Ketidakseimbangan mekanisme kepribadian dalam tokoh Todd didukung oleh kondisi super-ego destruktif yang disebabkan oleh nilai-nilai agresi yang terus diintrojeksinya dari agen super-ego yang juga bersifat destruktif. Tokoh-tokoh yang menjadi penyebab sekaligus agen-agen super-ego destruktif pada tokoh Todd adalah tokoh Mrs. Lovett dan Judge Turpin yang masing-masing memiliki dorongan id-nya sendiri yang mendominasi. Dorongan id yang begitu mendominasi antara lain seperti libido, keserakahan, kesenangan, mendapatkan hidup yang layak, dan juga agresi itu sendiri. Pada akhirnya, seperti yang terjadi pada tokoh Todd, super-ego dari kedua tokoh tersebut yang menyetujui, menjembatani, dan mengamplifikasi dorongan-dorongan tersebut dalam memutuskan tindakan. Ambivalensi antara keterikatan yang kuat terhadap libidinal cathexis yang termanifestasikan menjadi kecintaan yang begitu mendalam sampai tidak dapat tergantikan oleh apapun dengan dorongan agresi destruksi yang terwujudkan menjadi misi pembalasan dendam terhadap pihak yang merenggut libidinal cathexis merupakan rangkuman dari kondisi neurosis Todd. Objek destruksi utamanya, yaitu Judge Turpin, adalah sosok pemegang kekuasaan hukum yang berlaku. Di sisi lain, tokoh Sweeney Todd hanyalah seorang tahanan yang dibuang ke tempat pengasingan selamanya oleh Judge Turpin yang telah mengambil Lucy sang istri (sebagai libidinal cathexis Todd) dan putrinya Johanna semata-mata untuk melampiaskan insting libido. Oleh karena itu, Todd diharuskan untuk mengatur strategi agar pembalasan dendamnya terlaksana. Terdapat enam mekanisme pertahanan ego yang diadaptasi tokoh Todd seiring perjalanannya melampiaskan dorongan destruksi kepada objek utama pembalasan dendamnya. Mekanisme tersebut diadaptasi dengan tujuan utama untuk menekan sebisa mungkin kecemasan yang ditimbulkan akibat resistansi libidinal cathexis yang keberadaannya telah hilang dari kondisi melancholia dan menfasilitasi dominasi dorongan destruksi yang selalu menuntut untuk dilampiaskan. Mekanisme tersebut antara lain: (1) Represi yang
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
digunakan Todd untuk merepresi kejadian masa lalunya yang traumatis ke dalam ketidaksadaran. (2) Penyangkalan yang digunakan Todd untuk menyangkal identitasnya sebagai Benjamin Barker yang memiliki kualitas yang bertolak belakang dengan Sweeney Todd. Mengakui identitas Benjamin Barker berarti juga mengakui bahwa dirinya memiliki kualitas yang lemah, terintimidasi, dan tidak berdaya. (3) Rasionalisasi yang memiliki prinsip pencarian alasan-alasan yang logis demi menjustifikasi perbuatannya yang dilandasi oleh dorongan id dan tuntutan super-ego destruktif. (4) Proyeksi yang bekerja paralel dengan rasionalisasi yang memiliki prinsip menempatkan segala sumber kecemasan pada faktor eksternal, alih-alih mengakuinya sebagai bagian dari kesalahan diri. (5) Mekanisme pemindahan atau displacement yang bekerja dengan melampiaskan dorongan agresi kepada pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dan cenderung tidak mengancam dan membahayakan, diadaptasi oleh Todd saat dirinya gagal mengeksekusi Judge Turpin. Kegagalan pertamanya menyebabkan depresi yang mendalam karena objek destruksinya selama ini tidak dapat dimusnahkan dan menyebabkannya kehilangan kesabaran terhadap dorongan destruksinya yang selalu menjadi laten yang akhirnya dilampiaskan dengan menyembelih leher-leher pengunjungnya. (6) Isolasi sebagai pelengkap pengadaptasian mekanisme yang menyebabkannya menjadi seorang pembunuh berdarah dingin tanpa rasa bersalah dan kasihan saat menyembelih korban-korbannya, karena kecemasan lain yang akan ditimbulkan saat membunuh manusia sudah terabaikan. Pengadaptasian mekanismemekanisme tersebut tidak berjalan ideal sebagaimana individu yang memiliki kondisi psikologis yang sehat pada umumnya. Mekanisme kepribadian tokoh Todd yang sudah tidak seimbang ditambah kondisi neurosis melancholia yang dialaminya menyebabkan mekanisme pertahanan ego yang diadaptasi berjalan sebagai instrumen dorongan id dan tuntutan superego. Kepustakaan Cherry, K. (2012). The Conscious and Unconscious Mind: The Structure of Mind According to Freud About.com Guide. Sumber: http//psychology.about.com/od/theoriesofpersonality/a/consciousuncon.htm Diakses pada: 20/04/2013, 23:37 Fenichel, O. (1946). The Psychoanalytic Theory of Neurosis. The International Library of Psychology Freud, A. (1946). The Ego and the Mechanisms of Defense. New York. International University Press.
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013
Freud, S. (1915d). Repression. (I. Smith, Trans.). In I. Smith (Ed.), Freud - Complete works, (pp. 2977-2988). Freud, S. (1917). Mourning and Melancholia. The Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund Freud, Volume XIV (1914-1916): On the History of the Psycho-Analytic Movement, Papers on Metapsychology and Other Works, (pp. 237-258). Freud, S. (1920g). Beyond the Pleasure Principle. I. Smith, Trans.). In I. Smith (Ed.), Freud Complete works, (pp. 3715-3762). Freud, S. (1923b). The Ego and the Id. (I. Smith, Trans.). In I. Smith (Ed.), Freud - Complete works, (pp. 944-3992). Freud, S. (1940e). Splitting of the Ego in the Process of Defence. (I. Smith, Trans.). In I. Smith (Ed.), Freud - Complete works, (pp. 5060-5064). Hall, C. (1954). A Primer of Freudian Psychology. London: George Allen & Unwin Ltd Hall, C S., dan Gardner Lindzey. (1993). Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (A. Supratiknya. Trans). Yogyakarta: Kanisius. Johnston, A. (2001) 'The Vicious Circle of the Super-Ego: The Pathological Trap of Guilt and the Beginning of Ethics', Psychoanalytic Studies. (pp. 411 — 424). Diambil dari: http://dx.doi.org/10.1080/14608950120103686 Diakses pada: 12/04/2013 Mack. R L. (2007). Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street. New York: Oxford University Press Marcuse, H. (1966). Eros and Civilization: A Philosophical Inquiry into Freud. Boston: Beacon Press Milton, J (Ed). (2004). A Short Introduction To Psychoanalysis. Chennai: SAGE Publication Minderop, A. (2010). Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Strachey, J (Ed). The Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund Freud. Volume XIV (1914-1916). London: The Hogarth Press and the Institute of Psycho-analysis Tammy, C. (2004). Mourning Beyond Melancholia: Freud’s Psychoanalysis of Loss. Journal of the American Psychoanalytic Association 52, no. 1 (2004): (pp. 43-65). Thwaites, T. (2007). Reading Freud: Psychoanalysis as Cultural Theory. Chennai: SAGE Publications Ltd. Wheeler, H. (1979). Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street: Musical Thriller. Theatre Script
Misi pembalasan ..., Mohammad Iqbal, FIB UI, 2013