BAB III MENGENAL KAHLIL GIBRAN DAN MOHAMMAD IQBAL
A. Kahlil Gibran 1.
Biografi dan Karya-karya Kahlil Gibran Orang mengenalnya dengan nama Kahlil Gibran, namanya sendiri
adalah Gibran atau Jubran lengkapnya adalah Gibran Kahlil Gibran atau lebih tepat lagi Jubran Khalil Jubran. Nama Gibran atau Jubran ini sama dengan nama kakeknya, sebagaimana tradisi orang Lebanon waktu itu.1 Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di kota Beshari, sebuah kota yang terletak di punggung gunung Libanon. Ia berasal dari keluarga yang cukup terpandang meskipun tergolong keluarga yang miskin, konon mereka adalah keluarga pendatang dari Palestina. Ayahnya bernama Khalil Gibran atau Khalil Jubran, ibunya bernama Kamila Rahme.2 Keluarga Gibran adalah keluarga yang menganut agama Kristen dari sekte Maronit.3 Sekte ini memiliki pandangan yang agak moderat. Misalnya tentang pendidikan dan gaya hidup, termasuk cara hidup para pendetanya yang tidak lagi menganut faham menghindari kenikmatan-kenikmatan duniawi secara radikal, seperti larangan untuk menikah. Ibu Gibran termasuk seorang yang pandai, khususnya dalam bahasa Perancis, Arab dan musik. Hal inilah yang agaknya membuat Gibran tidak begitu akrab dengan pandanganpandangan berpantang dengan kenikmatan duniawi yang banyak dijumpainya setelah pengaruh sekte Jusuit masuk ke daerahnya akibat adanya revolusi Perancis.4 1 M. Ruslan Shiddiq, “Pengantar Penterjemah” dalam Kahlil Gibran, Sayap-sayap Patah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1996, hlm. VIII 2 Ahmad Norma, Kahlil Gibran: Cinta, Keindahan dan Kesunyian, Bentang Budaya, Yogyakarta, 1997, hlm. 271 3 Anthony R. Ferris, Potret Diri Kahlil Gibran, terjemahan M. Ruslan Shiddiq, Pustaka Jaya, Jakarta, 1996, hlm. 7 4 Marlin L. Wallf, Anthony R. Ferris, Andrew D. Shervan, The Treasured Writtings of Kahlil Gibran, Castle, New York, 1985, hlm. 928
29
Orang pertama yang merupakan guru Gibran, di samping ibunya sendiri yang mengajarinya menulis dan membaca adalah seorang guru pengembara bernama Salim Dahir. Salim Dahir ini adalah seorang yang punya pengetahuan luas dalam berbagai bidang seperti astronomi, kimia, fisika, filsafat dan sejarah.5 Menjelang usia 12 tahun, Gibran dan keluarganya mengalami kondisi ekonomi yang semakin merosot, sehingga akhirnya mereka melakukan hijrah ke Amerika, tepatnya pada tanggal 25 Juni 1895. Mereka tinggal di Boston, tepatnya di perkampungan yang kumuh, sebuah kampung pecinan bernama South End.6 Di daerah baru ini kemudian Gibran masuk ke sekolah yang dibuka khusus untuk anak-anak imigran. Di sekolah ini Gibran cepat dikenal karena kemampuannya yang sangat menonjol dalam hal menggambar. Kemahiran
Gibran
dalam
menggambar
itulah
yang
menjadi
awal
keterlibatannya dengan dunia seni Boston, sehingga menarik perhatian para pekerja sosial di Denision House, sebuah lembaga sosial yang bergerak di bidang pendampingan para imigran dan anak-anak jalanan. Melalui lembaga ini pula lah Gibran bisa berhubungan dengan Fred Holland Day, seorang seniman yang cukup terkenal di Boston. F.H. Day yang melihat bakat luar biasa yang terpendam dalam diri Gibran, menjadi pendorong dalam diri Gibran untuk mengembangkan bakat seninya, sehingga akhirnya Gibran semakin terkenal dan terlibat dengan dunia seniman Boston.7 Namun keadaan ini justru mengkhawatirkan keluarganya. Ibu dan saudara-saudaranya khawatir Gibran akan dicemari dengan pengaruh-pengaruh dari luar. Akhirnya memutuskan untuk mengirim Gibran kembali ke Libanon, yaitu pada bulan September 1898. Di Libanon Gibran masuk ke madrasah Al-Hikmah (sekolah kebijaksanaan) hingga tahun 1901. Kurikulum sekolah itu sangat nasionalistik dengan kajian yang lebih banyak tentang budaya Arab dengan pengembangan 5
Ahmad Norma, op.cit., hlm. 275 Ibid., hlm. 282 7 Ibid., hlm. 285 6
30
kepada ajaran-ajaran al-Kitab. Di sekolah ini, bersama temannya Yusuf, ia menerbitkan majalah al-Manarah (menara).8 Selama di Libanon, Gibran bertemu dengan seorang gadis bernama Halla Dahir. Sayangnya keluarga gadis itu menolak kehadiran Gibran. Konon salah satu roman yang berjudul al-Ajnihal al-Mutakassirah yang merupakan salah satu master piece Gibran, kisahnya diilhami pengalaman pahitnya dengan gadis itu.9 Pada saat Gibran mengalami kesedihan, datanglah seorang seniman wanita dari Boston yang bernama Josephine Prestone Peabody, yang akhirnya menjadi teman dekat Gibran. Dialah yang banyak mendorong Gibran untuk mengembangkan bakat-bakatnya, termasuk mengenalkan Gibran dengan seniman-seniman Boston yang terkenal. Disamping itu dia juga seorang yang sangat memahami watak dan jiwa Gibran sekaligus pengagum lukisan-lukisan Gibran. Sayangnya, Gibran harus menelan kesedihan karena Josephine menikah dengan orang lain dan meninggalkan dirinya, ditambah lagi kesedihan karena meninggalnya kakak tertuanya dan juga ibunya.10 Tetapi Gibran tidak larut dalam kesedihan, jiwa dan semangatnya yang berkobar untuk menuangkan ide dan gagasannya baik melalui lukisan atau tulisan, membuatnya segera bangkit dari kesedihan dan mulai berkarya. Tahun 1904, Gibran bertemu dengan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, yaitu yang pertama adalah perkenalannya dengan Mary Elizabeth Haskell. Ia adalah seorang ilmuan yang menaruh perhatian terhadap bidang seni dan pendidikan. Ia menjadi seorang pendorong dan penuntun bagi Gibran, bahkan dialah yang mengirim dan membiayai Gibran ke Paris untuk melanjutkan pendidikannya. Atas jasa-jasanya ini, pada hampir semua buku
8
Ibid., hlm. 295 M. Ruslan Shiddiq, op.cit., hlm. XVI 10 Ahmad Norma, op.cit., hlm. 308 9
31
karya Gibran, nama Mary Elizabeth Haskell yang biasa disingkat M.E.H., selalu tercantum dalam halaman persembahan.11 Yang kedua adalah Amin Ghuraib, seorang pemilik majalah alMuhajir. Perkenalannya dengan Gibran dan ketertarikannya akan potensi pemuda itu, membuat Gibran dipercaya sebagai pengelola majalah tersebut. Mulanya Gibran diberi wewenang menulis, ia pun lalu menyediakan tempat khusus bagi tulisan-tulisan Gibran di majalahnya. Melalui majalah inilah Gibran mulai memperkenalkan ide-ide dan pemikirannya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Nama Gibran pun mulai dikenal.12 Pada tahun 1905, terbit dua buku Gibran yaitu Nubdah fi fann almusiqo’ (sekilas tentang seni musik) dan Ara’is al-muruj (putri lembah). Tanggal 1 Juli 1908, ia berangkat ke Paris setelah sebelumnya menerbitkan bukunya yang ketiga yaitu al-Arwah al-mutamarridah (jiwa-jiwa yang memberontak).13 Sejak saat itulah karya-karya Gibran lahir satu demi satu, namanya semakin dikenal orang, terutama setelah terbitnya buku The prophet (Sang Nabi) dan al-Ajnihah al-mutakassirah (sayap-sayap patah). Kahlil Gibran meninggal pada bulan April 1931 karena penyakit jantung dan liver yang dideritanya, dan jenazahnya disemayamkan di Libanon.14
2. Karya-karya Kahlil Gibran Tulisan-tulisan Gibran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni tulisan yang berbahsa Arab dan tulisan yang berbahasa Inggris. Sebuah asumsi menyatakan bahwa ada maksud tertentu dari Gibran untuk menulis dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kalau ia menulis dalam bahasa Arab,
11
M. Ruslan Shiddiq, op.cit., hlm. XIX Anthony R. Ferris, op.cit., hlm. 18 13 Mikail Nu’ami, al-Majmu’ah al-Kamilah li Muallafal Jubran Kahlil Jubran, Dar alFikr, Beirut, 1989, hlm. 7-13 14 Ahmad Norma, op.cit., hlm. 367 12
32
biasanya berisi ajakan atau menggugah bangsa-bangsa Arab agar mereka sadar akan kondisi mereka dan turut membantu menghapuskan penjajahan yang terjadi di negeri-negeri mereka, termasuk Libanon. Adapun apabila tulisan tersebut ditulis dalam bahasa inggris, tujuannya adalah untuk menyadarkan bangsa-bangsa Barat akan pentingnya perdamaian dan persaudaraan.15 Diantara karya-karya Galil Gibran itu adalah: 1. Nubdah fi fann al-musiqa (1905) Yakni sebuah buku yang berisi tentang sejarah musik bangsa-bangsa zaman dahulu dan peran yang dimainkan musik dalam berbagai peradaban. 2. Al-Ara’is al-muruj (1906) Berisi tentang kisah-kisah yang bersifat utopis, realis, hingga ironis dan satiris. 3. Al-Arwah al-mutamarridah (1908) Berisi tentang kisah–kisah alegoris tentang kondisi sosial masyarakat Libanon dan negeri-negeri Arab dan segala kelemahannya, seperti kekangan sosialnya. 4. Al-Ajnihal al-mutakassirah (1912) Buku yang pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini adalah sebuah roman percintaan yang tragis dan mengharukan dan merupakan kritik terhadap adat yang berlaku. 5. Kitab Dam’ah wa al-ibtisamah (1914) Berisi kisah-kisah dan cerita alegoris. Kitab ini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 6. The mad man : His parabels and paems (1918) Buku bahasa inggris pertama yang ditulis Gibran dengan inspirasi dari orang gila. Buku ini membuat Gibran dikenal dalam berbagai kalangan masyarakat Amerika. Mungkin karena ditulis dalam bahasa Inggris. 7. Al-Mawakib (1919)16
15
Martin L. Wolf, Anthony R. Ferris dan Andrew D. Shervan, op.cit., hlm. 745 Fauzi Absal, Seri Pustaka Gahlil Gibran 9, Tarawang Press, Yogyakarta, 1999, hlm. 17
16
33
Buku ini berisi kumpulan puisi liris yang ia tulis dalam bahas Arab. Isinya sebagian besar tentang cinta dan hakekat dunia yang selalu memiliki dua sisi, yaitu baik-buruk, lembut-liar, benar-salah, dan lain-lain. 8. The forreunner (1920) Berisi kisah-kisah simbolis dan parabel-parabel yang menarik perhatian dan sarat dengan makna-makna yang berkaitan dengan cinta dan kehidupan. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 9. Al-Bada’i wa al-Tara’if (1923) Adalah kumpulan syair dan tulisan-tulisan pendeknya yang pernah dimuat dalam majalah al-Hilal. 10. The prophet (1923) Adalah karya terbaiknya, yang berisi kisah seorang nabi yang bernama alMustafa, dimana dalam buku tersebut ia memberikan berbagai nasehat tentang hakekat kehidupan dalam berbagai bidang. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. 11. Kalimat Jubran (1927) Berisi kumpulan aphorisma yang pernah ia tulis dan terbitkan dalam banyak majalah. 12. Jesus the son of man (1928) Buku yang menarik perhatian khalayak karena mempergunakan perspektif baru dalam memandang sosok Yesus. 13. The earth God (1931) Buku yang berisi kisah dalam bentuk puisi tentang Dewa Bumi yang marah dan menghancurkan dunia kecuali seorang laki-laki dan wanita. Kedua orang inilah yang lalu kembali menurunkan anak manusia.
34
14. The garden of the prophet (1932)17 Buku yang pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini adalah satu buku yang terbit saat ia sudah meninggal. Isinya merupakan kelanjutan kisah sang Nabi al-Mustafa, dari best-sellernya The prophet. Di samping itu masih banyak buku-buku lain yang merupakan kumpulan tulisan Gibran yang dilakukan oleh orang lain, seperti A treasury of Kahlil Gibran; oleh Martin L. Walf. The Voice of Kahlil Gibran; oleh Robin Waterfield, Spiritual sayings of Kahlil Gibran, Kahlil Gibran a self potrait; oleh Anthony R. Ferris, Al-majmu’ah al-kamilah li muallaf Jubran Kahlil Jubran; oleh Mikhail Nu’aimi, dan lain-lain. 3. Pengalaman Mistik.Kahlil Gibran Hal pertama yang muncul setiap membahas karekteristik atau corak pemikiran tokoh, terlebih dahulu dipahami tentang gaya dan fisi penulisan serta ekspresi pemikiran sebagai suatu simbol dan prasarat sebelum masuk pada persoalan-persoalan tertentu yang akan dikaji. Gaya penulisan dan gaya ungkapan yang amat khas dan menarik semacam ini juga melekat atas diri Kahlil Gibran, yang terlegitimasi semenjak dipercaya sebagai ketua organisasi Rabitah al-Qalamiyah. Melalui lembaga dan justifikasi para anggota Rabitah al-Qalamiyah ini, sering disebut sebagai Jubraniyah atau Gibranisme.18 Ada tiga ciri khas dalam Gibranisme ini, yaitu: 1. Memakai gaya simbolis dan kias dalam membahas dan khususnya dalam mengkritik sesuatu. 2. Romantisme, yakni kecenderungan terhadap kehidupan alami, sesuai dengan fitrah dan kodrat dimana perasaan dipakai sebagai dasar utamanya dan menganalisa segala sesuatu dalam keindahannya.
17 18
Gahlil Gibran, Mirror of The Soul, Tarawang Press, Yogyakarta, 2002, hlm. 7 Ghassan Khalid, Jubran al-Failasuf, Mu’assadah Naufal, Beirut, hlm. 283-286
35
3. Tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan baku tata bahasa dalam mengungkapkan ide sebagaimana khas para penyair.19 Menilik pemikiran-pemikiran Gibran yang lebih
menekankan
keberadaan manusia di dunia ini, dan menekankan sisi kemanusiaan dan martabat serta keluhurannya sebagai makhluk Tuhan, Gibran sering dianggap sebagai filsuf eksistensial. Dengan ciri khas Gibran ini sering kali disebut eksistensialis sayap kanan, yang mana tercermin dalam tiga bukunya, yakni: The prophet; yang berisi hubungan antara manusia dengan sesamanya, dan The earth God; yang berisi hubungan antara manusia dengan Tuhannya, dan The garden of the prophet; yang memuat hubungan antara manusia dengan alam.20 Gibran berpendapat bahwa manusia sebagai makhluk yang kompleks, ditandai oleh suatu dualisme dasar, yaitu disatu pihak manusia sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak ia adalah hasil dari alamnya. Untuk menanggapi masalah ini, ada dua hal yang perlu digaris bawahi. Pertama; untuk bertahan sebagai makhluk yang hidup, maka manusia dihadapkan pada keharusan-keharusan yang dianut oleh alam demi kelanjutan hidupnya. Kedua; ialah kenyataan bahwa manusia hidup bersama manusia-manusia yang lain, dimana hal ini menjelaskan sebagai kehidupan bermasyarakat. Gibran menganggap bahwa hidup bermasyarakat ini lebih terasa dan penting peranannya dibandingkan keharusan yang ditimbulkan oleh kodrat alamiah baginya. Sebagai gerakan filsafat, eksistensialisme memiliki karekteristik tertentu, tetapi sebagai aliran pemikiran manusia, dalam arti luas, eksistensialisme selalu hadir dalam filsafat sastra dan mistik. Sebagai filsafat juga, seperti perhatian Budha terhadap penderitaan manusia, memandang eksistensi manusia sebagai subyek studi yang tepat.21 Tradisi humanismemistisisme Gibran, menyarankan tidak hanya kemuliaan manusia tetapi juga 19
Ibid, hlm. 261-268 Ibid, hlm.284 21 Wahid Akhtar, Filsafat Eksistensialisme, Dalam Jurnal al-Hikmah, Vol.I, Maret-Juni 1990, hlm. 53 20
36
keilahian manusia. Karya-karya Gibran nyaris semua berbau mistik dan berciri profetik. Bagi Gibran, hidup dengan penderitaannya telah mampu mengantar kepada penghayatan hidup yang semakin sublim dan ultim. Hidup ini absurd, jika dikatakan demikian. Tetapi menurut Gibran tetap harus dijalani dan pasti berguna. Gibran sebagaimana kaum eksistensialis, menerima tantangan ini dan menemukan makna baru dalam hidup dan universum dengan merujuk kepada manusia. Gibran berpendapat bahwa setiap individu harus menemukan makna hidup dalam pengalamannya sendiri. Pengalaman eksistensial bukanlah pengalaman analisis tetapi pengalaman yang kreatif yang mensintesakan dan memadukan. Filsafat kemuliaan budi manusia yang didengungkan oleh kaum eksistensialis, nyaris sama dengan kemuliaan budi dan spiritual Gibran yang harus menjadi sumber bagi setiap hidup diatas bumi. “Aku tahu bahwa prinsip-prinsip yang mendasari tulisan adalah gema semangat, karena cenderung menuju kebebasan spiritual bagi kehidupan yang seolah jantung bagi tubuh”.22 Ungkap Gibran dalam suratnya kepada Nakhli Gibran. Kebanyakan tulisan-tulisan Gibran pada akhirnya memberi maknamakna unsur-unsur mistik; unsur mistik yang didasari oleh sejenis kebangkitan terhadap persoalan humanisme secara umum, baik mengenai alam, keindahan dan cinta serta sejarah. Persoalan-persoalan humanisme yang diangkat Gibran dalam karyakaryanya, bersifat kompleks, karena Gibran menggunakan kata “eksistensi” bukan hanya untuk jenis manusia saja, tetapi terhadap benda-benda –dan makhluk hidup lainnya. Berkatalah ia:
22
Kahlil Gibran, Taman Sang Nabi, Terjemahan Sri Kusdiyantiyah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, hlm. 36
37
“Mengapa engkau berkata, oh benda mati? Setelah sekian lama menghuni taman ini? Tidakkah kau ketahui bahwa tiada yang mati disini? Segalanya hidup dan menyala sepengetahuan hari. Kau dan batu adalah satu. Perbedaan ada dalam degub jantung belaka. Jantungmu berdetak agak lebih cepat, bukankah begitu? Tapi tidak begitu tenang”.23 Konsep Gibran tentang pengalaman mistik tidak jauh berbeda dengan pengalaman eksistensial. Ia mengatakan bahwa pengalaman mistik itu menyebabkan pemisahan sementara dari tingkat pengalaman normal, tetapi memungkinkan sang pelaku mistik untuk berkomunikasi lebih efektif. Kegesaran pengalaman ini membawa pada pengetahuan yang intim tentang sesuatu yang lain dari diri tak terbatas dan rasa kebersamaan dengan diri-diri manusia yang lain. Pengalaman ini tidak dapat dianalisis, dan dengan demikian tidak dapat dikomunikasikan.24 Penuturan pengalaman mistik, telah banyak dipaparkan dalam satu bukunya; Irama za al-imad (kota tiang-tiang agung).25 Yang diawali dengan cuplikan ayat suci al-Qur’an yang berbunyi:
(8)ﻖ ِﻡ ْﺜُﻠﻬَﺎ ﻓِﻲ ا ْﻟﺒِﻼ ِد ْ ﺨَﻠ ْ (اﱠﻟﺘِﻲ َﻟ ْﻢ ُﻳ7)ت ا ْﻟ ِﻌﻤَﺎ ِد ِ ِإ َر َم ذَا Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum A’ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain”.26
23
Ibid., hlm. 37 M. Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, terj: Ali Audah, Tinta Mas, Jakarta, 1982, hlm. 18-23 25 Mikail Nu’ami, op.cit., hlm. 574 26 Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.1057 24
38
Bagi Gibran, bukanlah pengalaman subyektif saja yang benar-benar menghubungkan manusia dengan Tuhan, akan tetapi juga pengalaman adanya kebersamaan dan pemahaman kita terhadap realitas hidup bersama yang lain.27 Lebih jauh dalam membicarakan mistisisme, adalah dengan melihat corak pemikiran yang dianut, yaitu dengan berpegangan pada tulisannya tentang sebagian dari imam-imam sufistik, seperti al-Ghazali, Ibnu Farid, Ibnu Sina; yang meskipun percaya dengan sufisme (mistisisme) namun tidak menggelutinya. Ia juga bersandar pada
kecintaannya terhadap
para
cendikiawan dari timur untuk membuktikan akhir dari suatu pertempuran rohani yang menghubungkan Gibran dengan iklim mistik dunia Timur. Namun pertempuran rohani ini sama sekali tidak menggerakkan Gibran untuk menumbuhkan kecenderungannya terhadap mistisisme, karena ia menolak dalil-dalil filosofis dan cara-cara yang biasa sebagai dasar yang pasti bagi dunia mistik.28 B. Mohammad Iqbal 1. Biografi dan Karya-karya Moh. Iqbal Muhammad Iqbal dilahirkan pada tanggal 9 November 1877 di Sialkot wilayah Punjab Barat.29 Iqbal lahir dari keluarga yang taat beribadah. Kakeknya Sheikh M. Rofiq adalah seorang penjaja selendang kashmir. Ayahnya adalah seorang penjahit yang sangat pandai, sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang sangat religius, sehingga kereligiusannya terpancar dari kepribadian Iqbal.30
27
Ghussan Khalid, op.cit., hlm. 254 Ibid, hlm. 255 29 Javid Iqbal, Ihsan Ali Fauzi, Nurul Agustina, Sisi Manusiawi Iqbal, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 17 30 Ibid, hlm. 18 28
39
Pendidikan Iqbal dimulai dengan belajar agama. Oleh ayahnya ia dimasukkan ke Maktab.31 Kecerdasan Iqbal segera diketahui oleh Mir Hassan, seorang yang ahli dibidang sastra Arab dan Parsi. Dibawah bimbingannya Iqbal mencapai sukses besar. Atas saran Mir Hassan juga Iqbal melanjutkan studinya ke Scotch Mission College (5 Mei 1893), ia mengambil ilmu-ilmu humaniora.32 Kemudian pada tahun 1895 Iqbal melanjutkan studinya kembali ke Schotich. Bakatnya segera terlihat jelas hingga orang tuanya memasukkan Iqbal ke Goverment College. Disini ia mengambil spesialisasi sastra dan filsafat hingga akhirnya ia meraih gelar BA dengan nilai cumlaude. Empat tahun kemudian ia memperoleh mendali emas karena keistimewaannya sebagai satu-satunya calon yang lulus ujian komprehensip akhir hingga ia memperoleh gelar MAnya. Di Government College ini Iqbal mengenal sosok yang menjadi idolanya yaitu Sir Thomas Arnold. Beliau ini jugalah yang banyak mempengaruhi pemikiran Iqbal.33 Perjalanan studi Iqbal selanjutnya adalah menuju daratan Eropa. Ia mengawalinya di Inggris dan Jerman. Di Inggris, tepatnya di London ia belajar di Lincoln’s Inn untuk gelar pengacaranya. Sedang di universitas Cambrige ia berkenalan dengan tokoh-tokoh Neo Hegelian, seperti Thon MC Taggart dan James Word. Sedang di Munich Jerman ia mempersiapkan disertasinya yaitu “perkembangan metafisika di Persia” kepada profesor Homel, hingga pada tanggal 4 November 1907 ia berhasil mempertahankan itu dan mendapat gelar “Dictoris Philosophiae Gradum”. Disertasinya ini untuk selanjutnya ia dedikasikan kepada gurunya tercinta yaitu Sir Thomas Arnold.34 Kecerdasan Iqbal sudah tidak diragukan lagi, sehingga banyak tawaran mengajar di berbagai universitas, seperti di Spanyol dan lain-lain. Di Spanyol ia mengangkat peran Spanyol pada abad pertengahan dalam perkembangan intelektual di dunia Islam. Kunjungan tersebut menghasilkan 31
Danusiri, Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1986, hlm.
4 32
Javid Iqbal dkk., op. cit., hlm. 23 Ibid, hlm. 27 34 Ibid., hlm. 30 33
40
tiga puisi cantik yang belakangan tercantum dalam Jibril),
35
Bal-i- Jibril (sayap
dan masih banyak lagi kesempatan yang beliau peroleh. Akhirnya
pada tanggal 21 April 1938 menjelang fajar beliau meninggal dunia di Lahore.36 Dunia kehilangan pujangga besar, sehingga tidak heran jika Rabindranath mengirimkan sebuah pesan: “The death of sir Mohammad Iqbal creties a void in literatur that like a mortal wound will take a very long time to health. India, whose place in the word is to narrow can ill affard to miss a poet whose poetry head such universal value” Terjemah: “Kematian Mohammad Iqbal telah meninggalkan kekosongan dalam kesusastraan, yang seperti luka parah lama sekali baru dapat disembuhkan. India, yang begitu sempit letaknya dalam dunia dapat menderita karena kehilangan seorang penyair yang sajak-sajaknya sudah sedemikian mencapai nilai universal”.37 Perjalanan hidup Iqbal yang begitu panjang dan berliku (terutama pendidikannya), telah mengantarkan Iqbal pada kesuksesannya. Berbagai profesi telah ditekuninya dari mulai sebagai pendidik, politisi, pengacara, dan lain-lain berhasil ia kuasai dengan baik. Dalam pencarian jati dirinya ia mengalami
proses
evolusi
pemikiran.
Misalnya
kita
dapat
melihat
pemikirannya lebih cepat ketika ia melanjutkan studi ke Eropa, apalagi setelah Iqbal berkenalan dengan aliran-aliran filsafat. Selama studi di negara-negara Eropa seluruh waktunya digunakan untuk belajar dan mengunjungi perpustakaan-pepustakaan Cambridge, London dan Berlin. Ia tidak hanya menyelami alam pikiran Barat Modern dan alam pikiran Timur Klasik, tetapi juga mempelajari sikap dan pandangan hidup manusia Barat dan manusia Timur. Dari sikap dan pandangan hidup Barat, Iqbal mengambil sikap hidup dinamis, daya pikir kritis, sikap pantang
35
Ibid., hlm.47 Ali Audah “Pengantar Penterjemah” dalam Mohammad Iqbal Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, Tinta Mas, Jakarta, 1982, hlm. VII 37 Ibid., hlm. IX 36
41
menyerah dan berjuang dengan keberanian lebih tinggi. Hal semacam ini menurut Iqbal dapat diketemukan pada Agama, kepercayaan kepada Tuhan, cinta kasih, kejujuran dan persaudaraan, toleransi. Ia mengecam jiwa kerdil, cepat menyerah pada nasib, kurang berani mengambil resiko, cepat merasa puas diri dan kemalasan. Alam pikiran serta sikap hidup Barat dan Timur, ia rangkum dalam gagasan-gagasan baru yang memiliki khas sendiri. Iqbal bukan hanya dikenal sebagai filsuf maupun sebagai seorang penyair, tetapi juga dikenal sebagai politikus, seorang advokad, dan yang paling utama adalah ia dikenal sebagai seorang mistikus yang selalu berusaha untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya.38 Dalam diri Iqbal juga dapat kita temui ciri khas pemikiran eksistensialis, pragmatis. Hal tersebut dapat kita temui dalam pandanganpandangannya tentang konsep ego, seni, serta lain-lainnya. Meskipun Iqbal berkecimpung dalam dunia filsafat, namun Iqbal tidak luluh dalam pesona filsafat yang nota bene filsafat kontra agama. Iqbal sangat konsekwen dengan al-Qur’an, karenanya bagaimanapun ia tetap yakin bahwa al-Qur’an adalah sumber segalanya sehingga ia tidak berpengaruh dengan aliran manapun. Keyakinan agamanya mampu menepis pengaruh-pengaruh buruk dari luar. Maka wajar jika kemudian Iqbal membagi daur kehidupan religius menjadi tiga tahap, yaitu: keyakinan, pemikiran dan penemuan.39 Pijakan agama begitu kuat dan sangat terasa di setiap pandangan-pandangannya. 2. Karya-karya Mohammad Iqbal Banyak sekali karya-karya Iqbal yang dapat kita temui baik berupa puisi, artikel, jawaban surat dari sahabat atau pun prosa-prosanya. Demikian juga bahasa yang ia pergunakan, mulai dari bahasa Parsi, Urdu, Arab, sampai Inggris. Disini penulis akan mengetengahkan sebagian dari karya-karya beliau,
38 39
Departemen Agama, Epistemologi Islam 2, Jakarta, 1993, hlm. 776 M. Iqbal, op.cit., hlm. 193
42
terutama yang sesuai dengan tema skripsi dan yang terkenal lainnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Puisi 1. Asrar-i khudi (1915) Berisi bagaimana ego dapat mencapai kesempurnaannya.40 Prof. R.A. Nicolson menganggap puisi ini begitu orisinil dan mempunyai kekuatan sehingga ia menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada tahun 1920.41 2. Rumuz-i bekhudi (1918) Merupakan kelanjutan dari Asrar-i khudi, yang berisis tentang himbauan peningkatan kualitas diri yang ditujukan untuk semua orang dalam suatu masyarakat Islam sejati.42 Disinilah kelihatan sosok Iqbal sebagai seorang pemikir sosialis. 3. Bang-i dara (1924) Puisi berbahasa Urdu, yang berisi perkembangan pemikiran puisi Iqbal. Menurut tahun pembuatannya, puisi ini dibagi menjadi tiga, yang meliputi: tahun 1905 berisi patriotisme, tahun 1908 berisi nasionalisme, tahun 1908-1923 berisi tentang solidaritas.43 4. Payam-masyriq Berisi antara lain cara berfikir bangsa Timur dan kritik-kritik Iqbal terhadap (kesalahan cara berfikir) orang Barat.44 5. Zabur-i ajam (1927) Puisi berbahasa Persia yang berisi nasehat sebagai penyemangat pada kaum muda penerus cita-cita bangsa.45 6. Bal-i Jibril (1935)
40
Javid Iqbal. dkk., op.cit., hlm.146 Luce-Claude Maitre, Pengantar ke Pemikiran Iqbal, Terj: Djohan Efendi, Mizan, Bandung, 1989, hlm. 16 42 Ibid 43 Javid Iqbal. dkk., op.cit., hlm. 149 44 Danusiri, op.cit, hlm. 12 45 Javid Iqbal. dkk., op.cit., hlm. 150 41
43
7. Zarb kalim (1936) 8. Ar mugham-i Hijaz Sajak dalam bahasa Urdu yang diterbitkan setelah beliau wafat. b. Buku dan prosa 1. Reconstruction of religion thought in Islam. Tulisan termashur Iqbal, dimana tulisan tersebut dibagi menjadi enam bagian, yaitu: 1) Pengalaman keagamaan dan pengetahuan. 2) Pembuktian secara filosofis terhadap pengalaman keagamaan. 3) Konsepsi tentang Tuhan dan makna sembahyang. 4) Ego insani dan kemerdekaan serta keabadiannya. 5) Jiwa kebudayaan Islam. 6) Kemungkinan agama (adakah agama mempunyai kemungkinan?).46 2. Javid nama Karya ini sering disebut sebagai magnum opus Iqbal. Berisi nasehatnasehat pada generasi muda dimana nasehat tersebut dilukiskannya dengan melalui perjalanan spiritual yang panjang.47 3. The development of metaphisic in Persia. Karya ini merupakan desertasi doktoral M. Iqbal, yang berisi sejarah pemikiran keagamaan persia.48 c. Artikel 1. Stray reflection, a note book of alloma Iqbal.
46
Ali Audah, op.cit., hlm. VII M. Iqbal, Javid Nama, terjemahan M. Sadikin, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1987, hlm. 9 48 M. Iqbal, Perkembangan Metafisiki di Persia, Mizan, Bandung, 1990 47
44
Berisi himpunan pertanyaan-pertanyaan Iqbal, dimana karya ini di edit oleh putra Iqbal sendiri.49 2. Islam is a moral and a political ideal. Merupakan artikel yang disampaikan kepada seluruh umat Islam. Artikel ini juga diproduksi oleh PT. al-Ma’arif Jakarta.50 3. Inner sintetis of life. Karya ini dimuat dalam India review di Madras tahun 1927. 3. Pengalaman Mistik Mohammad Iqbal Pengalaman mistik adalah sebuah fakta pengalaman yang penuh makna bagi seseorang yang pernah mengalaminya, perlu kiranya mempelajari aspek psikologis yang berhubungan dengan ciri-ciri tertentu yang melibatkan jenis kesadaran tertentu dimana simbol-simbol indrawi pengertian-pengertian dari pemikiran abstrak maupun diskursif tampak dihapuskan.51 Mungkin saja ada unsur hiperbolik di dalam bait-bait syairnya, namun fakta tetap menunjukkan bahwa Iqbal adalah salah satu mistikus yang mampu menghadirkan pemahaman terhadap berbagai persoalan yang sebelumnya masih samar atau memang disembunyikan. Iqbal menolak postulasi bahwa rasio atau intelek, dengan keyakinannya kepada persepsi-inderawi sebagai satu-satunya jalan pengetahuan, dapat memenuhi kebutuhan manusia. Selanjutnya Iqbal memperingatkan agar waspada terhadap versi-versi mistik yang banyak tersebar seperi sikap anti dunia dan negasi-diri. Sikap ini akan dapat dimengerti ketika kita melihat latar belakang Iqbal, dimana ia lahir dan tumbuh dalam sebuah keluarga yang penuh dengan nuansa mistik Islam dan meneguk air dari kedalaman sumber filsafat Timur dan Barat.52
49
Danusiri, op.cit., hlm. 15 Ibid, hlm. 14 51 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm. 273 52 Dewi Candraningrum “Pengantar Penterjemah” dalam M. Iqbal, Ziaroh Abadi, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2000, hlm. VII-VIII 50
45
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, Iqbal adalah seorang filsuf yang telah memberikan perhatian pada persolan-persoalan mistik. Disini Iqbal mempunyai keinginan untuk menstrukturkan pengalaman mistik, sehingga akhirnya orang awam pun bisa memahami apa itu pengalaman mistik. Upaya untuk menstrukturkan pengalaman mistik tersebut, ditempuh Iqbal dengan mencirikannya menjadi beberapa sifat khas. Pertama: pengalaman mistik dialami oleh seseorang secara langsung. Dalam hal ini tidak ada bedanya dengan pengalaman-pengalaman terhadap obyek lain. Seseorang mengenal Tuhan seperti ia mengenal obyek-obyek lain. Menurut Iqbal, Tuhan bukanlah kesatuan matematik atau suatu sistem pengertian-pengertian timbal balik yang berhubungan satu sama lain dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengalaman. Kedua: keseluruhan pengalaman mistik tidak dapat diuraikan, tetapi bukan berarti pengalaman tersebut tidak rasional. Menurutnya, suasana mistik dan kesadaran rasional adalah kenyataan yang sama, sehingga yang teruraikan hanya sebagian kecil saja. Ketiga: pengalaman mistik adalah saat penggabungan diri dengan yang Maha Menyeluruh. Untuk sementara dan seketika Dzat yang Maha Menyeluruh tersebut menekan kepribadian subyek yang mengalami. Iqbal menyatakan isi suasana mistik sangat obyektif, tidak hanya dipandang sebagai persembunyian ke dalam subyektifitas murni. Lalu muncul pertanyaan; bagaimana pembuktiaannya? Iqbal mengusulkan dengan memakai analogi dan pengalaman sosial. Kita bisa saling mengenal dengan orang, alam, dan dengan refleksi batin dan serapan panca indera. Keempat: suasana hubungan langsung dengan hal tersebut lebih bersifat perasaan dari pada pikiran, penjelasan terhadap orang lain hanya bisa sebatas proposisiproposisi semata, sedang isi serta suasana pengalaman mistik tidak dapat diceritakan. Seperti dalam al-Qur’an, berikut ini adalah unsur psikologisnya (yang bisa diceritakan), sedang isi dari pengalaman tersebut tidak dapat diceritakan.53 Misalnya QS : 42 : 51
53
M. Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, hlm. 21-24
46
ﻞ َرﺳُﻮﻻ َﺳ ِ ب َأ ْو ُﻳ ْﺮ ٍ ﺠﺎ َﺣ ِ ﻦ َورَا ِء ْ ﺣﻴًﺎ َأ ْو ِﻡ ْ ن ُﻳ َﻜﱢﻠ َﻤ ُﻪ اﻟﻠﱠ ُﻪ ِإﻻ َو ْ ﺸ ٍﺮ َأ َ ن ِﻟ َﺒ َ َوﻡَﺎ آَﺎ .(51)ﺣﻜِﻴ ٌﻢ َ ﻲ ﻋِﻠ ﱞ َ ﻲ ِﺏِﺈ ْذ ِﻧ ِﻪ ﻡَﺎ َﻳﺸَﺎ ُء ِإﻧﱠ ُﻪ َﺣ ِ َﻓﻴُﻮ Artinya: “Tidak ada seorang manusia pun yang akan diajak bicara oleh Tuhan kalau tidak dengan wahyu atau dari balik tirai atau dengan mengirim utusan. Dengan ijinNya pulalah Ia menyampaikan apa yang dikehendaki. Dialah yang maha luhur dan maha bijaksana”.54
Meskipun perasaan itu bersifat psikologis semata, namun menurut Iqbal pengalaman mistik mempunyai muatan kognisi. Ia menggunakan bahasa analogi untuk memudahkan mengungkap maksud yang ia maksudkan, yaitu: perasaan sakit, bila seseorang dipukul keras hingga ia pingsan. Tentu ia tidak merasa kesakitan tapi hal tersebut bisa dimengerti. Setelah orang itu sadar tentu ia akan bilang “uh sakit”. Kata “uh sakit” tersebut adalah penggambaran sebagian kecil dari rasa sakit yang dialami subyek, tidak secara keseluruhan. Dengan dasar itulah maka Iqbal yakin, karena adanya unsur kognisi tersebut pengalaman mistik dapat terpelihara ke dalam bentuk ide. Kelima: pengalaman mistik bersifat sementara dan segera menghilang. Mengingat keunikan pengalaman mistik tersebut, maka pengalaman mistik tetap berhubungan dengan pengalaman biasa. Dengan kata lain Iqbal ingin mengatakan bahwa pengalaman mistik sama nyatanya dengan pengalaman lain, pengalaman mistik tidak bisa diobatkan hanya karena ia tidak dapat dibawa ke serapan indera.55 Lebih jauh lagi Iqbal ingin mengatakan bahwa proses pengetahuan berangkat dari kesadaran uluhiyah, kemudian menuju ke indera, untuk selanjutnya ke akal dan berakhir ke uluhiyah kembali.56 Peraduan antara intuisi, indera dan akal akan sangat berpengaruh dalam upaya penangkapan sebuah obyek, dan supaya obyek tersebut tertangkap dengan sempurna, Iqbal berkata:
54
Depag, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 791 M. Iqbal, op.cit., hlm. 25-26 56 Danusiri, op.cit., hlm. 65 55
47
“In the interest of securing a complite vision of reality therefor senseperception must be suplemented by the perception …. Describes as fuad or heart” Terjemah: “Untuk memperoleh keuntungan visi yang sempurna tentang realitas, serapan indera harus dilengkapi dengan persepsi …. Sesuatu yang disebut hati”.57 Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa intuisi adalah satu alat yang menduduki instrumen manusiawi tertinggi (setelah indera dan akal). Intuisi mungkin adalah kebenaran final (menurut Iqbal), sedangkan akal hanya bisa menagkap realitas secara sepotong-sepotong. Inilah kiranya yang menjadi arahan Iqbal bahwa ada muatan pengetahuan dalam pengalaman mistik. Pengalaman mistik tidak hanya melalui intuisi saja, tetapi ia adalah gabungan dari ketiganya, yaitu akal, intuisi dan indera.
57
M. Iqbal, op.cit., hlm. 15