MODULASI DELTA ADAPTIF SIGIT KUSMARYANTO http://
[email protected]
I. PENDAHULUAN Kecenderungan dalam perancangan sistem komunikasi baru untuk masa mendatang telah meningkatkan penggunaan teknik-teknik digital. Komunikasi digital menawarkan beberapa keuntungan penting dibandingkan dengan komunikasi analog, misalnya, kinerja yang lebih tinggi, lebih serbaguna, dan keamanan yang tinggi. Untuk mengirimkan sinyal-sinyal informasi analog, seperti sinyal video dan suara, dengan peralatan digital, sinyal tersebut harus dikonversi ke dalam sinyal digital. Proses ini dikenal sebagai konversi analog-ke-digital, atau kadangkadang disebut juga modulasi pulsa digital. Dua teknik penting dari konversi analog-ke-digital adalah pulse code modulation (PCM) dan delta
modulation
(DM).
II. DASAR-DASAR MODULASI DELTA Salah satu teknik modulasi digital yang berbeda dengan metode modulasi analog seperti AM, FM, dan PM yang telah kita kenal sebelumnya adalah Pulse Code Modulation (PCM). PCM didisain untuk mentransmisikan sinyal pesan analog dalam bentuk digital seperti digambarkan dalam Gambar 1. Untuk melakukan ini, sebuah sistem PCM menyaring pesan analog dengan mempergunakan filter (lihat Gambar 1), mempergunakan pencuplik (sampler) untuk membuat sinyal waktu-diskrit (discrete-time signal), mendiskritkan amplitudo dari pulsa-pulsa waktu diskrit yang diperoleh sebelumnya (kuantisasi), dan memberikan kata biner untuk setiap level amplitudo diskrit yang ada. Katakata biner ini kemudian ditransmisikan melalui kanal khusus yang diinginkan dengan cara membuat bentuk-bentuk pulsa khusus dan deretan pulsa yang terdiri dari kata biner (kadang-kadang disebut pengkodean garis, line coding). Pulsa-pulsa hasil line coding ini kemudian dikirimkan langsung melalui kanal, bukan melalui modulator seperti pada teknik modul asi analog. 1
Dalam suatu sistem yang spesifik pulsa-pulsa yang dicuplik dapat dikuantisasi, atau kuantisasi maupun pencuplikan dilakukan secara bersamaan. Proses terakhir ini digambarkan dalam Gambar 2. Ayunan amplitudo total A0 = 7 V dibagi ke dalam tingkatan-tingkatan amplitudo yang dispasi secara sama sebesar a = 1 V. Jadi ada M = A0/a+1 tingkatan-tingkatan amplitudo yang mungkin, termasuk nol. Dalam Gambar 2 cuplikan-cuplikan ditunjukkan diambil setiap detik dan tingkatan amplitudo yang terdekat sumber analog
prefilter
pencuplik (sampler)
rancangan kata biner
pengkuantisasi
line coding
kanal
Gambar 1. Diagram Blok Modulasi Digital (PCM) Sumber : Jerry D. Gibson, 1990
dipilih sebagai tingkatan sinyal yang ditransmisi. Jadi, versi sinyal yang dicuplik dan dikuantisasi yang dihasilkan dari sinyal halus di Gambar 2a nampak dalam Gambar 2b. volt 7 6
a
5 4 3 2
A0
1
0
2
4
6
8
10
12
8
10
12
detik
(a) volt
7 6 5 4 3 2 1
0
2
4
6
detik
(b)
2
Gambar 2. Pengkuantisasian dan Pencuplikan. (a) Sinyal Tertentu. (b) Versi yang Dikuantisasi dan Dicuplik Jelaslah proses pengkuantisasian memasukkan beberapa kesalahan ke dalam reproduksi akhir sinyal. Sinyal yang didemodulasi akan agak berbeda dari sinyal asal. Efek keseluruhan adalah seolah-olah bising tambahan ditambahkan ke dalam sistem. (Dalam kasus transmisi suara ini menunjukkan diri sebagai suara ketukan di latar belakang. Dalam kasus transmisi gambar gradasi kontinu keabuan dari hitam ke putih diganti dengan sejumlah diskrit keabuan, dan gambar juga kelihatan agak bising). Bising kuantisasi (quantization noise) ini tentu saja dapat dikurangi dengan memperpendek perpisahan tingkatan a atau dengan menambah banyak tingkatan M yang dipergunakan. Eksperimen menunjukkan bahwa 8 hingga 16 tingkatan cukup untuk suara yang sangat jelas terdengar.
III. MODULASI DELTA ADAPTIF Dalam makalah ini tidak akan dijelaskan lagi secara terperinci mengenai teknik pensamplingan, pengkuantisasian dan pengkodean sinyal input analog ke digital dalam Pulse Code Modulation (PCM), namun akan lebih memfokuskan pembahasan pada apa yang terjadi pada bagian modulator dari sebuah transmitter. Kita tahu bahwa bagian penting dalam transmiter, salah satunya, adalah modulator. Dalam pembahasan nanti kita, utamanya, akan membahas mengenai modulator delta adaptif yang merupakan versi perbaikan
dari
modulator-modulator digital sebelumnya seperti differential PCM modulator dan linear delta modulator. Pembahasan akan disusun secara berurutan (naratif), yaitu dari sistem yang sederhana (lama) menuju sistem baru yang diperbaiki.
III.1.
PRINSIP MODULASI DELTA
Modulasi delta adalah sebuah skema differential pulse code modulation (D-PCM) yang sinyal-bedanya, ∆(t), dikodekan hanya ke dalam bit tunggal. Kita tahu bahwa dalam sistem D-PCM, sinyal-sinyal yang ditransmisikan adalah sinyal-beda (biasa ditulis ∆(t)) yang merupakan hasil sampling sinyal baseband m(t) pada waktu k dan k-1, yaitu sinyal m(k) dan m(k-1). Bit tunggal tersebut,
3
yang menunjukkan hanya dua kemungkinan, dipergunakan untuk menaikkan atau menurunkan sinyal estimasi m’(t). Salah satu cara disusunnya modulator delta ditunjukkan dalam Gambar 4. Skema ini disebut modulasi delta linier. Sinyal pita dasar (baseband) m(t) dan sinyal perkiraannya yang terkuantisasi m’(t) dijadikan sebagai input ke dalam komparator.
Sebuah
komparator,
sesuai
namanya,
pada
prinsipnya
membandingkan kedua sinyal input tersebut. Sebagaimana terlihat di Gambar 4, komparator mempunyai satu keluaran tetap V(H) jika m(t)>m’(t) dan keluaran lain yaitu V(L) jika m(t)<m’(t). Namun jika m(t)-m’(t) mendekati nol maka peralihan V(H) dengan V(L) menjadi tak menentu. Komparator adalah pengganti amplifier differential pada D-PCM, karena dalam kasus ini kita hanya perlu tahu apakah m(t) lebih besar atau lebih kecil daripada m’(t) dan bukan harga mutlak nilai beda tersebut.
Ts Sinyal tersampling Waktu (t)
m(t) m’(k )
∆(t) Difference amp.
sample and hold
∆(k)
∆q(k)
S0(t)
quantizer
predictor accumulator
Gambar 3. Skema prinsip dasar diferensial PCM
4
S0(t) V(H)
V(L)
m(t)-m'(t)
m(t)
∆ (t ) comparator
m'(t)
D/A converter
sample and hold
count direction command
up-down counter
clock Ts
Gambar 4. Sebuah modulator delta
Up-down counter menambah atau mengurangi satu-satu setiap tepi aktif dari bentuk gelombang clock. Arah hitungan yaitu bertambah atau berkurang, ditentukan oleh level tegangan pada input “ count direction command”
ke
counter. Jika input biner ini (juga input yang ditransmisikan S0(t)) pada level V(H), counter (penghitung) menghitung maju, dan jika input pada level V(L), penghitung menghitung mundur. Keluaran digital penghitung diubah ke dalam sinyal perkiraan terkuantisasi m’(t) oleh D/A converter.
5
Ts clock t1
t2
t3
S
V(H) V(L) Gambar 5. Respons modulator delta untuk masukan sinyal baseband m(t)
Perhatikan Gambar 5 ! Untuk t1, terlihat m(t)>m’(t) sehingga S0(t)=V(H). Pada t1, ketika clock aktif, penghitung menghitung maju dan sinyal m’(t) segera melompat sejumlah S. Pada t2, m(t)>m’(t) sehingga hal yang sama terulang kembali.
Pada t3, m(t)<m’(t), sehingga S0(t) = V(L). Penghitung mundur dan
terjadi lompatan turun sejumlah S. Demikian peristiwa ini berulang. Kita perhatikan bahwa pada mulanya terjadi selisih yang cukup lebar antara m(t) dengan m’(t). Hal ini ditandai dengan bising pada penerima (receiver). Namun setelah selang beberapa lama, m’(t) mampu mengejar m(t) sehingga bisingpun mengecil. Namun, seperti yang terlihat pada Gambar 6, m’(t) masih tetap bolak-balik sepanjang m(t).
6
m(t)
m'(t)
Gambar 6. Ilustrasi respons ‘mula-mula’ dari modulasi delta dan ‘perburuan’ oleh m’(t) terhadap m(t).
Namun modulator delta yang telah diuraikan tadi masih mempunyai kelemahan. Bila kemiringan (slope) dari sinyal m(t) sangat curam sehingga melebihi S/Ts, maka sinyal estimasi m’(t) tidak mampu mengejar m(t) dalam waktu singkat. Maka akan terjadi bising pada penerima yang disebut bising slope overload (bising kelebihan beban). Dari Gambar 7 kita lihat bahwa sinyal m’(t) ‘mengejar’ m(t) dengan bentuk ‘linier’ sebelum akhirnya sinyal m(t) terkejar. Itulah sebabnya modulator ini disebut juga modulator delta linier.
7
m(t) m'(t)
Gambar 7. Slope Overload (bising kelebihan beban) dalam modulasi delta linier
Sekarang kita akan mebahas sistem modulasi yang merupakan modifikasi (perbaikan) dari modulasi delta sebelumnya, yaitu Adaptive Delta Modulation (ADM). Dalam teknik ini, sinyal step size ∆(t) dibuat membesar secara seketika untuk bisa mengejar sinyal m(t) dengan lebih cepat. Kita akan membahas sebuah sistem ADM yang didisain dan dibentuk di Communication System Laboratory di CCNY. Blok diagram skema ini bisa dilihat pada Gambar 10. Kita tidak akan meneliti rincian perangkat keras (hardware) dari processor- nya melainkan akan menjelaskan cara kerjanya. Prosesor tersebut membunyai sebuah accumulator dan pada setiap tepi aktif dari clock , akan menghasilkan sinyal step S yang menambah atau mengurangi akumulator. Step 8
S bukanlah suatu nilai yang tetap namun merupakan penjumlahan dari step dasar S0. Algoritma untuk menghasilkan S adalah sebagai berikut : Dalam respons untuk tepi clock aktif, prosesor—untuk memulai – menghasilkan sebuah step yang pembesarannya sama dengan step yang dihasilkan dalam respons untuk tepi clock ke- (k-1). Step ini ditambahkan atau dikurangkan dari akumulator, bila diperlukan, untuk menggerakkan m’(t) menuju m(t). Namun kemudian, jika arah step pada tepi clock k sama dengan pada tepi k-1 maka prosesor meningkatkan pembesaran (magnitude) step sejumlah S0. Jika arahnya berlawanan maka prosesor mengurangi pembesaran step size sejumlah S0. Pada saat algoritma tersebut dijalankan akan ada tepi clock ketika total step S=0. Dalam kasus ini, pada tepi clock selanjutnya step size adalah S0 dalam arah mengikuti m(t). Dalam Gambar 8 keluaran S0(t) disebut e(k). Simbol e(k) menyatakan selisih antara m(t) dengan m’(t) dan seperti yang dijelaskan dalam Gambar 4 adalah selisih V(H) denganV(L). Untuk menyatakan algoritma tersebut yang menentukan nilai step size maka bisa dituliskan sebagai berikut : e(k) = +1 jika m(t)>m’(t) segera sebelum tepi ke-k e(k) = +1 jika m(t)<m’(t) segera sebelum tepi ke-k Kita sekarang dapat menetukan bahwa pada waktu sampling k maka step size S(k) diberikan oleh
S (k ) = S (k − 1) e(k ) + S0e(k − 1) m(t) comparator
sample and hold
A/D converter
digital processor
m'(t)
S0(t)= e(k)
clock
Gambar 8. Sebuah diagram blok modulasi delta adaptif 9
Gambaran penting mengenai modulasi delta adaptif diperlihatkan dalam Gambar 9. Perhatikan bahwa sepanjang m(t)>m’(t) maka lompatan oleh m’(t) akan sangat besar. Sinyal estimasi m’(t) mencapai m(t) lebih segera daripada yang terjadi dalam modulasi delta linier sebagaimana yang dinyatakan dalam notasi m’’(t). Namun, ketika dalam respons untuk kemiringan besar dalam m(t), m’(t) melakukan lompatan besar, hal itu memerlukan lebih banyak siklus clock untuk lompatan ini untuk memperkecil kembali amplitudonya jika tidak diperlukan lagi lompatan besar. Situasi seperti itu dapat dilihat pada Gambar 9 ketika m’(t) pertama kali mencapai m(t). Pada saat yang sama, ketika sistem ADM mengurangi bising slope overload, error kuantisasi juga meningkat. Bentuk gelombang m’’(t) yang merupakan hasil dari modulasi delta linier mempunyai eror kuantisasi ya\ng kecil namun eror slope overload yang besar. Perhatikan juga bahwa ketika m(t) konstan (dengan interval S0), m’(t) berosilasi di sekitar m(t) namun frekuensi osilasinya hanya setengah dari frekuensi clock.
m(t)
m'(t) m''(t)
S0
Ts
clock
Gambar 9. Bentuk gelombang yang membandingkan respons ADM dan LDM
10
IV. Dari
pembahasan
KESIMPULAN
mengenai
modulasi
delta
adaptif
kita
dapat
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Teknik modulasi digital banyak dipakai dalam dunia telekomunikasi pada saat sekarang ini. Dua teknik modulasi yang sering dipakai adalah Pulse Code Modulation (PCM) dan Delta Modulation (DM).
•
Dalam modulasi delta linier, eror kuantisasinya kecil namun eror slope-nya besar.
•
Dalam modulasi delta adaptif, eror kuantisasinya besar namun eror slopenya kecil.
•
Dalam penerapannya, pengurangan slope error menghasilkan keuntungan bersih yang lebih besar walaupun eror kuantisasinya meningkat. Dan sebuah modulator delta adaptif dapat beroperasi pada bit rate 32 kb/s dengan kinerja yang sebanding dengan modulator yang memakai 64 kb/s. Lagipula, ADM dapat beroperasi pada 16 kb/s dengan hanya sedikit pengurangan dalam kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA [1] Herbert Taub,” Principles of Communication System” , McGraw-Hill,1986. [2] Jerry D. Gibson,” Principles of Analog and Digital Communications”, Macmillan Publishing Company, 1990. [3] Mischa Schwartz,” Transmisi Informasi, Modulasi dan Bising”, McGraw-Hill, Inc, 1980 terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Sri Jatno W, PhD, penerbit Erlangga, 1986. [4] Sigit Kusmaryanto, Diktat Kuliah: Sistem Transmisi Telekomunikasi, Teknik Elektro UB, 2004
11
12
13
14
15