Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
KATA PENGANTAR Penyusunan Penuntun Praktikum Fisika Dasar ini untuk mahasiswa Fakultas MIPA terutama untuk prodi dengan kurikulum matakuliah Fisika Dasar dengan 3 SKS selama setahun. Penyusunan modul praktikum disesuaikan dengan silabus perkuliahan Fisika Dasar yang menggabungkan materi Fisika Dasar I dan Fisika Dasar II. Diharapkan Penuntun Praktikum ini memberikan banyak manfaat, terutama kepada mahasiswa yang memprogramkan matakuliah Fisika Dasar. Disadari penuntun praktikum Fisika Dasar ini belum sempurna, untuk itu kiranya pengguna dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk penyempurnaan.
Palu, September 2013 Tim Penyusun
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
1
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Kata Pengantar Daftar Isi Tata Tertib Laboratorium Percobaan I Pengukuran Dasar Dan Ketidakpastian Pada Hasil Pengukuran
.................................... .................................... ....................................
1 2 3
…………………………….
4
Penentuan Percepatan Gravitasi Bumi melalui Percobaan Bidang Miring Percobaan III Viskositas Percobaan IV Massa Jenis Zat Cair
...................................
14
................................... ...................................
16 19
Percobaan Percobaan Percobaan Percobaan
................................... .................................... .................................... ....................................
22 25 28 32
PercobaanII
V VI VII VIII
Koefisien Muai Panjang Sonometer Balok Kaca dan Prisma Hukum Kirchoff
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
2
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
TATA TERTIB LABORATORIUM Tata tertib Laboratorium menyangkut waktu praktikum, tata laksana praktikum dan sangsi. 1. Waktu Pelaksanaan Praktikum, Dilaksanakan sesuai Jadwal dan Praktikan diharuskan hadir 15 menit sebelum Praktikum dimulai. 2. Tata Laksana Praktikum a. Memasuki ruangan laboratorium dengan memakai jas praktikum, masker, sarung tangan, sepatu dan tidak siperbolehkan memakai kaos oblong (5menit). b. Peserta menyerahkan Tugas Pendahuluan kepada Asisten Laboratorium (5 menit) c. Tes Pendahuluan; Pertanyaan meliputi: Tujuan, alat dan bahan, teori singkat (5 menit) d. Pengamatan atau pengambilan data (50 menit) e. Merapikan alat dan bahan yang telah dipakai (5 menit) f. Asistensi dan penyusunan Lembar Kerja Mahasiswa (50 menit) 3. Sangsi Asisten dapat memberikan sangsi kepada praktikan apabila: a. Praktikan tidak dapat melengkapi persyaratan atau tugas yang tercantum dalam buku penuntun. b. Peserta Praktikan yang menghilangkan atau merusak alat laboratorium harus mengganti alat tersebut sesuai spesifikasinya. Jangka waktu penggantiannya harus disepakati oleh praktikan dengan ketua unit laboratorium. Bila jangka waktunya tidak dipenuhi, maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum selanjutnya. c. Praktikan tidak merokok, makan dan minum pada saat aktivitas berlangsung
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
3
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Percobaan I PENGUKURAN DASAR DAN KETIDAKPASTIAN PADA HASIL PENGUKURAN
I. SASARAN BELAJAR I.1. Tujuan 1. Mampu menggunakan beberapa alat ukur dasar 2. Menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran dan hasil percobaan 3. Menjelaskan arti statistik hasil percobaan 4. Memahami pengertian Angka Berarti (AB). 5. Menggunakan jangka sorong, mikrometer dan neraca Ohaus 311 gm. 6. Mencari besaran turunan (dalam modul ini: volume dan massa jenis ) 7. Mengungkapkan hasil perhitungan lengkap dengan ketidakpastiannya. II. WAKTU BELAJAR Untuk dapat memahami dan menjalankan percobaan dalam modul ini dengan baik, diperlukan waktu belajar di rumah sekitar 1,5 jam dan di laboratorium 3 jam. III. ALAT- ALAT a. b. c. d. e.
Voltmeter Amperemeter Stop Watch Busur derajat Jangka sorong
6. Micrometer sekrup 7. Neraca Ohaus 8. Mistar plastik (30 cm) 9. Balok besi 10. Kelereng.
IV. P U S T A K A 1. B. Darmawan Djonobutro (1984 ).Teori Ketidakpastian .penerbit ITB, Bandung. 2. Soejoto,dkk.(1993).Petunjuk praktikum Fisika dasar, DEPDIKBUD. 3. DC Baird (1962). Experimentation An Inroduction to Measurement Theory and
Experiment Design.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
4
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
V. BAHAN BELAJAR DI RUMAH 5.1 Ketidakpastian Dan Sumbernya 5.1.1 Ketidakpastian Yang Ditimbulkan oleh Adanya Nilai Skala yang Terkecil (NST) Alat Ukur Setiap alat ukur mempunyai skala terkecil yang merupakan keterbatasannya. Karena itu, hasil pengukuran dengan membaca skala pada alat ukur hanya dapat dipastikan hinga batas (jumlah angka) tertentu saja. Inilah salah satu sumber ketidakpastian yang tak terelakkan. Contoh: pengukuran panjang batang dengan sebuah penggaris plastik biasa hanya dapat memberi hasil pasti sampai skala terkecilnya, yaitu milimeter. Jika ternyata panjang batang lebih dari 9,4 cm tetapi kurang dari 9,5 cm, kita dapat menambahkan satu angka lagi pada 9,4 cm, misalnya 9,45 cm. Angka 5 yang terakhir itu kita peroleh hanya dengan perkiraan saja. Tidak pasti, jadi mengandung ketidakpastian. Bila pengukuran hanya dilakukan satu kali (pengukuran tunggal), maka ketidakpastian pada pengukuran tersebut diperkirakan berdasarkan skala terkecil. Misalkan: jarak antara garis skala terkecil +1 mm dan jarum petujuk untuk membaca tidak begitu bagus, dalam hal ini biasanya ketidakpastian x dari besaran x yang diukur diambil. x = 1/2 NST alat ukur
(1)
Contoh: NST satu milli Amperemeter = 1 mA maka: x = 0,5 mA Jika alat ukur mempunyai skala terkecil yang jarak goresannya agak besar, goresannya tajam (tipis) begitupula jarum petunjuknya halus, maka ketidakpastian pada pembacaan alat ini dapat lebih kecil dari 1/2 NST. Misalnya: Δx = 1/5 NST alat ukur (2) Dalam penetapan nilai Δx kita harus yakin 100%, bahwa nilai yang sebenaranya terletak antara (x – Δx) dan (x + Δ x). Hasil pengukuran tersebut dituliskan sebagai berikut: x = xo satuan yang sesuai, dengan x adalah besaran yang diukur x0 = nilai besaran yang diperoleh dari pengukuran tunggal = ketidakpastian pada pengukuran tunggal yang berasal dari NST. 1 1 atau atau ..... NST alat ukur yang digunakan, dengan keyakinan 100% bahwa 2 5 x terletak antara (xo - X ) dan (xo + X ). Tugas R-1: a) Tentukan NST jam tangan anda dan jam dinding di rumah anda. b) Tuliskan suatu hasil pembacaan jam dan ketidakpastiannya untuk jam dinding tersebut di atas. Tugas R-2: Pelajarilah mengenai alat-alat ukur dasar mekanika terutama mengenai jangka sorong dan mikrometer sekrup. Jawablah pertanyaan berikut ini: a) Jangka sorong dan banyak alat ukur lainnya dilengkapi dengan skala nonius. Apakah gunanya nonius pada alat ukur semacam ini?
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
5
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
b) Jelaskanlah (dengan gambar) suatu contoh cara membaca suatu besaran yang diukur dengan alat ukur panjang yang menggunakan nonius, dimana panjang nonius sama dengan 19 skala terkecil alat (mm) dan nonius tersebut dibagi menjadi 20 bagian! c) Berapa mm kah selisih panjang satu skala utama alat ukur dan satu skala nonius pada soal b? d) Berikanlah suatu contoh penulisan hasil pengukuran panjang yang menggunakan jangka sorang tersebut di atas lengkap dengan ketidakpastiannya. e) Ungkapkanlah keistimewaan sebuah mikrometer sekrup sebagai alat ukur mengukur panjang. Berikanlah suatu contoh hasil pengukuran dengan mikrometer sekrup beserta ketidakpastiannya . 5.1.2
Ketidakpastian Bersistim
Ketidakpastian bersistim dapat disebut sebagai kesalahan. Kesalahan tersebut dapat diperbaiki sebelum pengukuran dilaksanakan, jika tidak memungkinkan, usahakan untuk mengoreksi kesalahan ini pada hasil akhir pengukuran. Di antaranya kesalahan yang sering terjadi adalah : a. Kesalahan Kalibrasi Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, jika mungkin lakukanlah pengkalibrasian ulang alat yang akan digunakan. Untuk itu diperlukan alat standar yang penunjukkannya jauh lebih terjamin kebenarannya. Caranya adalah dengan membuat catatan (atau grafik) yang menyatakan berapa hasil bacaan alat standar untuk setiap langkah yang ditunjukkan oleh alat yang digunakan. Untuk mengoreksi hasil bacaan pengukuran, digunakan alat tersebut. Contoh : Terbaca arus 2,5 A. Sedangkan hasil kalibrasi menunjukkan 2,5 A sesuai dengan 2,8 A pada alat standar. Maka nilai yang digunakan sebagai hasil pengukuran adalah 2,8 A. b. Kesalahan Titik Nol Pada alat ukur yang baik kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol pengatur kedudukan (penunjukan) jarum agar dimulai dengan menunjuk tepat angka nol. Jika tidak, anda harus membuat catatan penunjukan awal jarum tersebut dan kemudian mengkoreksi semua hasil bacaan (pengamatan) skala dengan kesalahan titik nol tersebut. c. Kesalahan Paralaks Timbul akibat kesalahan arah pandang sewaktu membaca skala. 5.1.3
Ketidakpastian Acak
Ketidakpastian ini bersumber dari keadaan atau gangguan yang sifatnya acak menghasilkan ketidakpastian acak. Penyebabnya, diantaranya adalah gerakan molekul udara (gerak Brown), fluktuasi tegangan listrik, bising elektronik. Semuanya sering diluar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Untuk pengukuran yang teliti harus diusahakan, misalnya, ruang yang tertutup (mengurangi pengaruh angin), sumber tegangan yang berkualitas tinggi (yang menjamin tidak terjadi fluktuasi yang tinggi), dan sebagainya. 5.1.4
Keterbatasan Kemampuan/Keterampilan Pengamat
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
6
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Harus pula disadari bahwa alat yang bermutu tinggi belum menjamin hasil pengukuran yang bermutu tinggi pula, karena jika itu melibatkan si pengamat sebagai yang mengamati langsung atau yang mengatur segala sesuatu yang terkait dengan pengukuran tentulah keterampilan, ketajaman mata, dan kemampuan lain dari si pengamat itu ikut memberi andil pada mutu hasil pengukuran. Dengan kata lain, pengamat merupakan salah satu sumber kesalahan atau ketidakpastian. 5.2
Ketidakpastian pada Pengukuran Berulang
Secara intuitif kita merasakan bahwa keyakinan kita akan benarnya hasil pengukuran meningkat bila pengukuran itu dilakukan berulang. Jika hasil pengukuran yang dilakukan berulang tidak banyak bedanya satu sama lainya, kita lebih yakin bahwa nilai sebenarnya yang ingin kita peroleh itu berada dalam daerah sempit sekitar hasil pengukuran itu. Semakin banyak diulang dan ternyata hasilnya masih tidak banyak berbeda, semakin meningkat pula kepercayaan kita akan hasil yang diperoleh. Sekarang, masalahnya nilai mana yang harus kita gunakan sebagai hasil pengukuran tersebut dan berapa pula ketidakpastiannya, serta apapula arti yang terkait dengan ketidakpastian tersebut. Untuk ini, ilmu statistika membantu kita memecahkannya. Di bawah ini diberikan beberapa hal yang penting sehubungan dengan percobaan (latihan) yang akan kita lakukan di laboratorium. 5.2.1.
Nilai Rata-rata
Misalkan kita melakukan N kali pengukuran besaran x dengan hasil x1, x2, x3, … xn. Kesimpulan nilai x ini merupakan suatu sampel dari populasi besaran x. Dari sampel ini kita tidak mungkin memperoleh nilai sebenarnya, yaitu x, nilai yang dipandang terbaik terhadap nilai x0 adalah nilai rata-rata sampel yang ditentukan sebagai berikut : n
xi x i 1 N N contoh : x1 = 3 mA; x2= 4 mA dan x3 = 3 mA x1 x2 x3 ... xn
x
343 3
5.2.2.
10 3
(3)
3,3mA.
Ketidakpastian pada Nilai Rata-rata, Deviasi Standar
Salah satu besaran yang banyak digunakan sebagai ketidakpastian pada nilai rata-rata adalah Deviasi Standar yang ditentukan sebagai berikut: x S x
2 2 1 N xi xi
1 2
N N 1 Contoh : x1 = 3; x2 = 4; x3 = 3
(4)
xi 2 3 4 32 102 100 2
2
2
2
N xi 3 3 4 3
102 1
1 102 100 2
0,33 mA 3 3 1 Hasil pengukuran untuk contoh ini, dituliskan sebagai berikut: Jadi, x =
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
7
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
x = x x 3,3 0,33 mA.
5.2.3.
Arti Deviasi Standar Sebagai ketidakpastian pada Pengukuran Berulang
Dari contoh di 5.2.1 dan 5.2.2, dapat kita lihat bahwa selang antara ( x x ) dan ( x x ) yaitu 3,0 dan 3,6 tidak mencakup semua nilai pengukuran. Jelas kita tidak dapat yakin 100% bahwa perbedaan antara nilai x dan x0 telah dicakup oleh Δx. Arti statistik untuk ketidakpastian ini adalah: ada keyakinan 68% bahwa simpangan x tidak lebih dari x ( S x ). 5.2.4
Ketelitian Pengukuran dan Ketidakpastian Relatif
Ketidakpastian x seperti yang dikemukakan di atas disebut ketidakpastian mutlak. Ketidakpastian ini telah dapat memberi informasi mengenai mutu alat ukur yang digunakan, tetapi belum mengungkapkan mutu pengukuran. Jelas akan berbeda mutu pengukuran yang menghasilkan ketidakpastian untuk mengukur panjang yang nilainya sekitar 1000 cm dengan yang nilainya beberapa cm saja. Untuk menyatakan KETELITIAN PENGUKURAN yang menggambarkan MUTU PENGUKURAN tersebut digunakan : KETIDAKPASTIAN RELATIF = semakin kecil
(5)
X semakin tinggi ketelitian pengukuran tersebut. X
contoh : = = 3,3
0,3
dapat ditulis x = 3,3 5.2.5
X X
9%
dengan
0,3 9%. 3
Angka Berarti (AB)
Bila hasil perhitungan x 10/3 dituliskan dalam desimal, berapa angka yang wajar dituliskan? Apakah 3 atau 3,3 atau 3,33 atau seterusnya? Untuk menentukannya harus kita perhatikan ketidakpastiannya. Ketidakpastian sebaiknya hanya dituliskan dengan satu angka saja misalnya x 1 / 3 0,3. Tentulah tidak ada artinya kita menuliskan x 3,33 sedangkan ketidakpastiannya adalah 0,3. Dalam contoh ini kita gunakan dua angka berarti saja untuk x , yaitu : x = 3,3 0,3 mA = 3,3 0,3 103 A. Suatu aturan praktis dapat digunakan, yaitu : Jumlah AB = 1 – log
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
x x
(6)
8
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Contoh :
x 10% gunakan 2 angka berarti x 1% gunakan 3 angka berarti 0,1% gunakan 4 angka berarti
Tugas R-4: Diberikan hasil pengukuran berulang xi = 5,2; 5,3; 4,9; 5,4; 5,2; 5,4; dan 5,3 a. Tentukan nilai rata-ratanya b. Tentukan deviasi standarnya c. Tentukan ketidakpastian relatifnya d. Jelaskan berapa angka berarti pada hasil pengukuran tersebut e. Tuliskanlah hasil pengukuran lengkap dengan ketidakpastiannya. 5.3
Ketidakpastian Besaran yang Merupakan Fungsi dari Besaran Lain
Banyak besaran yang ditentukan melalui hubungannya dengan besaran lain yang sudah diketahui (diukur atau ditentukan sebelumnya). Misalnya, V = P L T dan M . Dalam hal ini yang diukur adalah P, L, T dan M. Ada dua kemungkinan cara V memperoleh besaran–besaran tersebut dari pengukuran, misalnya: 1) Panjang P diukur satu kali dengan hasil P = (P P ) satuan = Hasil bacaan pada alat ukur
P = Ketidakpastian dari NST Arti statistiknya: Yakin 100% panjang yang sebenarnya terletak antara (P - P) dan (P +P) 2) Panjang P diukur berulang dengan hasil P = P P satuan P =
Pi
= nilai rata–rata, Pi = hasil masing–masing pengukuran N N = jumlah pengukuran P = S = deviasi standar P P Arti Statistiknya: yakin 68% selisih P dengan nilai yang sebenarnya P0 tidak lebih dari S p. . Karena perbedaan cara memperoleh besar dan ketidakpastian ini terkait pula dengan arti statistik yang berbeda, maka cara menentukan ketidakpastian besaran yang akan ditentukan tersebut dibedakan sesuai dengan 3 kasus berikut: 5.3.1
Semua Besaran Ditentukan melalui Pengukuran Tunggal (Ketidakpastiannya berasal dari NST)
Secara umum hubungan besaran yang akan ditentukan dengan lainnya dapat dituliskan sebagai berikut : V = V(P, L, T) Bila P, L, dan T diperoleh dari pengukuran tunggal dengan hasil: P = P P L = L L
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
9
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
T = T T maka ketidakpastian V dari besaran V ditentukan sebagai berikut :
V
V V V P L T P P,L,T L P,L,T T P,L,T
(7)
contoh : V = P L T
V = PT dan L P, L, T
V = LT ; P P, L,T
v = PL T p, l , t
maka : V LT P PT L PLT P L T V = P L T V Tugas R–5: Jika dari pengukuran tunggal diperoleh panjang P = (7,24 ± 0,02) cm, lebar L = (3,43 ± 0,02) cm dan tinggi T = (1,523 ± 0,002) cm sebuah balok. Tentukanlah: a. Ketidakpastian mutlak dan relatif volume benda. b. Berapa angka berarti volume anda? c. Tuliskanlah hasil penentuan volume benda. d. Jelaskan arti statistik hasil penentuan ini. 5.3.2 Semua Ketidakpastian Adalah Deviasi Standar (Dari Pengukuran Berulang) Misalkan V = V(P,L,T) ditentukan dengan pengukuran P, L, dan T berulang kali sehingga diperoleh : P = P P L = L L T = T T P , L dan T adalah nilai rata-rata P, L dan T; sedangkan P , L dan T adalah deviasi standar. Maka ketidakpastian V S deviasi standar untuk V ditentukan sebagai V
berikut :
V SV
V P
1
2
S P2 LT
V L
2
S L2 PT
V T
2 PL
2 ST2
contoh: V = P L T 2 V SV L T S P2 P T V P L T V P L T
1
2
S L2
PL
2
ST2
2
Tugas R–6: Dari pengukuran berulang diperoleh nilai rata–rata panjang, lebar dan tinggi balok beserta deviasi standarnya sebagai berikut:
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
10
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
P 7 ,245 0 ,003 cm L 3,432 0 ,002 cm
T 1.5230 0 ,0003 cm Tentukanlah: a. Ketidakpastian (deviasi standar) volume benda dan ketidakpastian relatifnya. b. Tuliskan hasil penentuan volume balok (beserta ketidakpastian relatifnya) c. Jelaskan arti statistik dari hasil yang anda peroleh di b.
5.3.3.
Sebagian Ketidakpastian adalah Deviasi Standar dan Sebagian Lagi dari NST
Karena ketidakpastian yang berasal dari NST dan deviasi standar mempunyai arti statistika yang berlainan, harus diadakan penyesuaian terlebih dahulu. Karena ketidakpastian yang berasal dari NST menghasilkan tingkat kepercayaan 100% sedangkan deviasi standar hanya 68% maka untuk mengubah ketidakpastian yang berasal dari NST menjadi (diperlukan sebagai) deviasi standar, harus dikalikan dengan 2/3 . Contoh : Massa diukur satu kali dengan hasil M M M . 1 M ketidakpas tian NST. 2 2 Maka : S M M . 3 Misalkan, besaran bergantung pada besaran M dan V, secara umum dapat ditulis :
ρ ρ M,V M M M dari pengukuran tunggal V V ΔV . dengan V adalah deviasi standar 2 maka : S M M 3 SV V . Ketidakpastian ditentukan seperti pada bagian 5.3.2 dengan hasil sebagai berikut:
M contoh:
1
2
2 M 3
MV
2
V
2 SV2 MV
2
M MV 1 V MV 2 dan V MV
Rapat massa
V 1 MV
2 2 2 maka; V 1 M MV 2 3 V M V M.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
1
2 SV2
2
11
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Tugas R-7: Bila pada Tugas R-6 ditambahkan hasil pengukuran massa m 21,52 0 ,01 gram (pengukuran unggal). a) Tentukanlah ketidakpastian (deviasi standar) rapat massa balok dan ketidakpastian relatifnya dan jumlah angka berarti yang dapat digunakan unuk menuliskan hasil pengukuran rapat massa tersebut. b) Jelaskanlah arti statistik hasil ini. VI. TUGAS DI LABORATORIUM Tugas P–1: 1. Serahkanlah tugas rumah anda kepada asisten yang bertugas. 2. Jawablah tes awal yang diberikan oleh asisten. 3. Pinjamlah alat–alat yang diperlukan dalam modul ini. Tugas P–2: 1. Tentukanlah NST dari :
2.
3.
4. 5.
a) Mistar plastik d) Amperemeter b) Busur derajat e) Stop watch. c) Voltmeter Pelajarilah cara membaca hasil pengukuran dengan jangka sorong dengan mengunakan noniusnya. a) Ambil mistar plastik, kemudian tentukan nilai skala utama yang paling kecil dari jangka sorong. b) Hitunglah banyaknya skala nonius. c) Katupkanlah jangka sorong anda rapat-rapat (jangan paksakan), perhatikan kunci yang harus ditekan agar dapat menggerakan bagian yang dapat digeser. Pada kedudukan ini catatlah penunjukan nonius terakhir terhadap skala utama. d) Tentukanlah skala noniusnya. e) Tentukanlah NST jangka sorong. Pelajarilah cara membaca hasil pengukuran dengan mikrometer sekrup. a) Ambil mikrometer, kemudian tentukan nilai skala mendatar yang paling kecil dari mikrometer. b) Hitunglah banyak skala berputar. c) Putar tromol hingga skala berputar menunjuk nol skala mendatar dan skala mendatar juga menunjuk nol skala berputar. d) d)Putar kembali tromol satu kali putaran penuh,kemudian catat berapa skala mendatar yang keluar . e) Dari data di atas, tentukanlah satu nilai skala berputar. f) Putar kembali hingga tromol berbunyi satu kali. Catat penunjukan skala berputar dan skala mendatar. Penunjukan ini disebut Kesalahan titik nol (jika kedua skala tidak tepat nol).Tentukan kesalahan titik nol–nya. Ingat! Tandanya ada yang positif dan ada yang negatif. Ukurlah panjang dan lebar balok dan jangka sorong, masing-masing satu kali. Tentukan ketidakpastian relatifnya masing-masing. Laporkan hasil pengukuran lengkap dengan ketidakpastiannya. Ukurlah diameter kelereng dengan mikrometer sekrup, masing-masing satu kali. Tentukan ketidakpastian relatifnya. Laporkan hasil pengukuran lengkap dengan
ketidakpastiannya.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
12
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
6. Ukurlah tebal balok dengan mikrometer sekrup satu kali. Tentukan ketidakpastian relatifnya. Tulislah hasil pengukuran lengkap dengan ketidakpastiannya dengan memperhatikan AB yang digunakan. 7. Tentukanlah volume balok dan kelereng dari hasil pengukuran di nomor 4, 5 dan 6. Tentukanlah ketidakpastian mutlak dan ketidakpastian relatif. Tuliskanlah hasil penentuan volume benda tersebut lengkap dengan ketidakpastiannya dengan memperhatikan jumlah angka berarti. Tugas P–3: a. Ukurlah panjang, lebar dan tinggi balok serta diameter kelereng masing-masing 5 kali. b. Tentukanlah nilai rata-ratanya. c. Tentukanlah ketidakpastian (deviasi standar) masing-masing besaran tersebut. d. Tentukan pula ketidakpastian relatifnya masing-masing. e. Tentukanlah volume balok dan kelereng beserta ketidakpastian mutlak dan relatifnya. Tulislah hasil perhitungan volumenya lengkap dengan ketidakpastian mutlaknya. f. Bandingkanlah ketelitian hasil penentuan volume di P–2. Tugas P-4: 1. Pelajarilah cara penggunakan neraca Ohaus 311 untuk menimbang balok dan kelereng. Catatlah hal-hal yang perlu diperhatikan pada neraca tersebut. Berapaka NST-nya (massa beban terkecil?) 2. Timbanglah balok dan kelereng masing-masing satu kali.Tuliskan dengan ketidakpastiannya. a) Gunakan hasil pengukuran di atas dan penentuan volume di P–3 untuk menentukan rapat massa balok. b) Tentukan ketidakpastian mutlak dan relatifnya. c) Tuliskan hasil penentuan rapat massa balok lengkap dengan ketidakpastianya mutlaknya, dengan mengingat angka berarti. d) Jelaskan arti statistik hasil yang diperoleh.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
13
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Percobaan II PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI BUMI MELALUI PERCOBAAN BIDANG MIRING I. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan besar percepatan gravitasi bumi (g) II. ALAT DAN BAHAN a. Air track b. Kereta luncur c. Compressor d. Busur derajat e. Neraca Ohauss f. Stopwatch III. SUMBER BACAAN 1. Tim Pengajar Fisika Dasar, 2008 Fisika Dasar I, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tadulako, Palu 2. Halliday, D. dan Resnick, R., 1986, Fisika, Erlangga, Jakarta IV. DASAR TEORI Pandang suatu benda mula-mula (t1 = 0) berada pada posisi x2 = x0 dengan kecepatan v1 = v0 pada saat t2 = t1 benda tetap berada pada posisi x2 = x dengan kecepatan v2 = v. Kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata benda selama selang waktu t2 – t1 = t diberikan oleh : x2 x1 x x0 x x0 v (1) t 2 t1 t 0 t
a
v2 v1 v v0 t 2 t1 t
(2)
atau
x = x0 + vt (3) v = v0 + at (4) Oleh karena kecepatan berubah secara beraturan (uniform), maka kecepatan rata-rata v adalah setengah dari jumlah kecepatan akhir. v v (kecepatan konstan) (5) v 0 2 Jika persamaan (5) dimasukkan ke dalam persamaan (3), maka kita peroleh v v x x0 0 (6) t x0 1 2 v0 t 1 2 v t 2 Jika persamaan (5) dimasukkan ke dalam persamaan (6), maka kita peroleh v at x x0 1 2 v0 t 0 (7) t x0 v0 t 1 2 a t 2 2 Persamaan (7) juga dapat diperoleh dengan mengintegralkan persamaan (4) sebagai fungsi waktu. Persamaan ini melukiskan gerak benda tanpa meninjau gaya penyebab ia bergerak. Untuk benda yang mula-mula berada dalam keadaan diam pada titik acuan maka v0 = 0 dan x0 = 0. Persamaan (7) menjadi:
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
14
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
x
1
2 at
(8)
2
airtrack
kereta
Sekarang, misalkan kita pandang benda tersebut bergerak dalam lintasan bidang miring yang licin (tanpa gesekan). Dengan meninjau gaya-gaya peyebabnya sehingga ia bergerak maka akan diperoleh persamaan a g sin (9) Subtitusi persamaan (9) ke persamaan (8), diperoleh: (10) x 1 2 g sin t 2 Dengan membuat nilai x tetap dalam percobaan maka dapat dibuat hubungan antara waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak x terhadap sudut bidang miring yang dinyatakan: 2x t2 (11) g sin IV. TUGAS PENDAHULUAN 1. Buktikan persamaan (7) dengan cara lain 2. Buktikan persamaan (9) V. PROSEDUR PERCOBAAN 1. Timbanglah masing-masing kereta luncur yang telah disediakan 2. Atur kedudukan kaki airtrack agar membentuk sudut tertentu (< 45o). Ukur sudut tersebut. 3. Letakkan kereta di puncak bidang miring. 4. Tetapkan titik yang dianggap sebagai posisi akhir kereta (misalnya titik P). Ukur jarak titik tersebut terhadap titik acuan (posisi dimana benda berada dalam keadaan diam). 5. Lepaskan kereta luncur dan secara bersamaan jalankan stopwatch. Catat waktu yang diperlukan untuk mencapai titik P. 6. Ulangi langkah 3–5 untuk 2 kereta luncur yang digabung (yang dapat bergerak bersama-sama). Demikian pula untuk 3 kereta atau lebih. Catat masing waktunya. Apa kesimpulan Anda tentang perubahan jumlah (massa) kereta tersebut terhadap waktu tempuhnya? 7. Sekarang untuk satu kereta. Lakukan langkah 2–5 beberapa kali untuk besar sudut-sudut yang lain. Setiap perubahan sudut, catat waktu tempuh kereta. 8. Dari data yang Anda peroleh pada Langkah 7, tentukan besar percepatan gravitasi bumi melalui grafik (dari persamaan 11)
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
15
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Percobaan III VISKOSITAS I.
SASARAN BELAJAR
1.1 Tujuan Instruksional Umum. Memahami konsep mekanika fluida mengenai viskositas (kekentalan). 1.2 Tujuan Instruksional Khusus 1. Mengerti dan melakukan percobaan dengan benar. 2. Menghitung faktor koreksi hasil pengukuran. 3. Menghitung koefisien kekentalan zat cair. II. WAKTU BELAJAR Untuk memahami dan menjalankan percobaan dalam modul ini dengan baik, diperlukan waktu belajar di rumah 2 jam dan di laboratorium 3 jam. III. ALAT DAN BAHAN. 1. 2. 3. 4.
Tabung fluida Bola-bola kecil Aerometer Sendok saringan
5. 6. 7. 8.
Mikrometer sekrup Neraca Stop Watch Zat cair (minyak)
IV. PUSTAKA 1. Sutrisno (1982), Seri Fisika Dasar : Mekanika, Penerbit ITB, Bandung. 2. Tim pengajar Fisika Dasar (2008), Buku ajar : Fisika Dasar I, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tadulako, Palu. V. BAHAN BELAJAR DIRUMAH Setiap benda yang bergerak di dalam fluida mendapat gaya gesekan yang disebabkan oleh kekentalan fluida tersebut sebanding dengan kecepatan relatif benda tersebut terhadap fluida atau F = - konstanta v
(1)
Khusus untuk benda yang berbentuk bola dan bergerak di dalam fluida yang sifatsifatnya tetap, gaya gesekan yang dialamiya adalah : F=-rv
(2)
dengan F = gaya gesekan yang bekerja pada bola, = koefisien kekentalan fluida, r = Jari-jari bola dan v = kecepatan relatif bola terhadap fluida Persamaan (2) dikenal sebagai Hukum Stokes. Tanda negatif pada persamaan menunjukkan arah F yang berlawanan dengan arah kecepatan v. Tugas R-1: (a) Berilah definisi koefisien kekentalan secara umum (b) Tuliskan satuan koefisien kekentalan dalam SI. Pemakaian hukum Stokes memerlukan syarat–syarat sebagai berikut:
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
16
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
a. Ruang tempat fluida tidak terbatas (ukurannya cukup besar dibandingkan ukuran benda) b. Tidak terjadi terbulensi di dalam fluida, ini dicapai bila nilai v tidak besar. Bila sebuah benda padat berbentuk bola dan mempunyai rapat massa dilepaskan pada permukaan zat cair tanpa kecepatan awal, bola tersebut mula-mula akan mendapat percepatan. Kemudian besarnya kecepatan bola menjadi konstan, pada bola tersebut akan bertambah besar pula, sehingga pada suatu ketika bola tersebut akan bergerak dengan kecepatan tetap. Yaitu, setelah terjadi kesetimbangan antara gaya berat, gaya Archimedes, dan gaya Stokes pada pada bola tersebut. Bila bola telah bergerak dengan kecepatan tetap, berlaku persamaan :
v
2 r2g ρ ρο 9η
(3)
Dengan, g = percepatan gravitasi, = rapat massa bola, 0 = rapat massa fluida. Dari persamaan (3) dapat diturunkan persamaan lain, yaitu :
T r2
9ηd 2g ρ ρ0
(4)
Dengan T adalah waktu yang diperlukan bola untuk menempuh jarak d. Tugas R-2: Buktikan persamaan (3) dan (4). Tugas R-3: Bila sebuah peluru ditembakan ke atas, apakah kecepatannya pada saat jatuh sama dengan pada saat ditembakkan ?. Perlu diperhatikan bahwa pada percobaan ini, syarat (a) yang disebutkan di atas tidak dipenuhi. Karena fluida yang akan ditentukan kekentalannya ditempatkan dalam tabung yang besarnya terbatas. Sehingga jari–jari bola tidak dapat diabaikan terhadap jari–jari tabung. Dalam hal ini, kecepatan bola harus dikoreksi. Besar koreksinya ditentukan oleh persamaan:
kr vs v 1 R
(5)
dengan vs = kecepatan sebenarnya dari bola jika syarat (a) dipenuhi. k = tetapan R = Jari–jari tabung. Selanjutnya, karena v2 T9 = vT, akhirnya dapat diturunkan persamaan berikut:
k T9 r T (6) R T 9 dengan T9 adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak d bila syarat (a) dipenuhi. Persamaan (6) dapat digunakan untuk menentukan koreksi terhadap besaran waktu. Perhatikan bahwa persamaan ini berbentuk linier. Jadi dengan membuat grafik antara T dengan r/R, nilai T9 dapat di tentukan.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
17
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
VI. TUGAS DI LABORATORIUM Tugas P–1: 1. Serahkan tugas rumah anda pada asisten . 2. Jawablah tes awal dari asisten 3. Pinjamlah alat – alat yang diperlukan kepada laboran Tugas P–2: 1. Ukurlah diameter setiap bola dengan micrometer sekrup, lakukan beberapa kali untuk setiap bola. 2. Ukurlah massa setiap bola. 3. Ukurlah diameter bagian dalam tabung beberapa kali. 4. Ukur rapat massa fluida dengan areometer sebelum dan sesudah percobaan. 5. Tempatkan gelang kawat yang melingkari tabung sekitar 5 cm dari masing– masing ujung tabung. Ukur jarak antara (d) antara kedua gelang tersebut. 6. Masukkan sendok saring sampai di dasar tabung dan tunggu beberapa saat hingga fluida tenang. 7. Ukur waktu jatuh T beberapa kali untuk setiap bola. 8. Ubahlah jarak d, ulangi langkah 5–7 untuk bola yang lain. Tugas 1. 2. 3. 4. 5.
P–3: Tuliskan data–data yang anda peroleh ke dalam tabel pengamat. Hitunglah Tr2 untuk setiap jarak d Buatlah grafik antara Tr2 dengan d Hitunglah dengan menggunakan grafik tersebut. Buktikan bahwa Tr2 mempunyai harga tetap untuk d yang sama dari berbagai ukuran bola. 6. Hitunglah kembali harga setelah diadakan koreksi terhadap waktu.
Tugas P–4: 1. Buatlah kesimpulan dan saran–saran mengenai percobaan ini .
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
18
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Percobaan IV MASSA JENIS ZAT CAIR I. T U J U A N 1.1 Tujuan Instruksional Umum Memahami hukum hidrostatika sebagai landasan untuk menentukan massa jenis zat cair dengan alat Pipa–U. 1.2 Tujuan instruksional Khusus 1. Mengerti dan memperaktekkan percobaan dengan benar. 2. Membuktikan rumus menghitung massa jenis zat cair dengan alat Pipa-U. 3. Menentukan massa jenis zat cair dengan Pipa-U (2 jenis zat cair dan 3 jenis zat cair) 4. Membandingkan massa jenis hasil percobaan dengan literatur. II. WAKTU BELAJAR Untuk dapat memahami dan menjalankan percobaan yang ada dalam modul ini dengan baik, diperlukan waktu belajar di rumah sekitar 2 jam dan di laboratorium 3 jam. III. ALAT DAN BAHAN 1. 2. 3. 4.
Pipa-U 1 set Pipet Gelas piala Kertas saring
5. Aquades 6. Alkohol/spritus 7. Air raksa.
IV. P U S T A K A 1. Sutrisno ( 1982 ). Seri fisika dasar : Mekanika.Penerbit ITB.Bandung. 2. Tim pengajar fisika dasar (1994).Buku ajar :Fisika Dasar II. UP- MIPA Universitas Tadulako Palu V. BAHAN BELAJAR DI RUMAH 5.1. Pendahuluan Dasar untuk menghitung massa jenis zat cair dengan Pipa–U adalah hukum Hidrostatika, yang menyatakan bahwa Tekanan dalam zat cair pada bidang mendatar di mana–mana sama besarnya. Besarnya takanan dalam zat cair adalah : P = g h + P0
(1)
Dengan adalah massa jenis zat cair, g adalah percepatan gravitasi, h adalah permukaan zat cair dan Po adalah tekanan udara luar. Tugas 1. 2. 3.
R–1: Buktikan persamaan (1) Turunkan dimensi P berdasarkan persamaan (1). Buktikan bahwa 1 atm = 1,034 x 104 dyne/ cm2
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
19
tingi
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
5.2 . Pipa–U dengan 2 Zat Cair
Gambar 1. Pipa-U dengan 2 zat cair Bila Pipa-U diisi dengan 2 jenis zat cair (Gambar 1), maka zat cair 1 sebagai pembanding yang diketahui massa jenis (1) dan zat cair 2 yang akan ditentukan massa jenisnya (2) dimasukkan dalam kaki sebelah. Bila pada kedudukan tersebut tinggi permukaan zat cair 2 adalah h2. Menurut hukum hidrostatika, tekanan di titik A (PA) sama dengan tekanan di titik B (PB), atau: PA = PB
(2)
Berdasarkan persamaan (1) dan Persamaan (2) dapat ditulis sebagai : h 2 = 1 1 h1 2
(3)
dengan : 2 = massa jenis zat cair yang disediakan 1 = massa jenis zat cair pembanding h2 = tinggi permukaan zat cair yang diselidiki h1 = tinggi permukaan zat cair pebanding. Tugas R–2: (a) Buktikan persamaan (3) (b) Tentukan dimensi 2 berdasarkan persamaan (3). 5.3. Pipa-U dengan 3 Jenis Zat Cair
h2
h1
h3
Gambar 2. Pipa-U dengan 3 zat cair
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
20
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Bila Pipa-U diisi dengan 3 jenis zat cair, kedudukan zat cair tersebut akan tampak seperti pada gambar 2. Kedudukan dari zat cair ini tidak tetap, akan tetapi dapat berubah-ubah tergantung pada massa jenis dan tinggi permukaan zat cair 2 dan 3. Misalkan kedudukan seperti pada gambar 2, menurut hukum hidrostatika: PA = PB Dengan: (4) A 1gh1 2 gh2 P0 P B 3 g h3 Po
(5)
Dari (4) dan (5), persamaan (3) menjadi:
3
1 h1 2 h 2 h3
(6)
dengan: 1 , 2 = Massa jenis zat cair 1 dan 2 (pembanding) h1, h2 = tinggi permukaan zat cair 1 dan 2. h3 = tinggi permukaan zat cair 3 (yang diselidiki). Tugas R–3:
(a) Buktikan persamaan (6) (b) Tentukan dimensi 3 berdasarkan persamaan (6)
VI. TUGAS DI LABORATORIUM Tugas P-1: 1. Serahkan tugas rumah anda kepada asisten . 2. Jawablah tes awal dari asisten. 3. Pinjamlah alat-alat yang diperlukan kepada laboran . Tugas P–2: Pipa-U dengan 2 jenis zat cair. 1. Aturlah kedudukan Pipa-U sedemikian rupa sehingga letaknya tidak miring. Isilah pipa-U dengan air raksa (1 =air raksa = 13,6 gr/cm3 ) 2. Masukkan zat cair yang akan diselidiki (alkohol atau lainya) ke dalam Pipa-U pada kaki yang lain . 3. Tentukan bidang batas permukaan zat cair. Ukurlah tinggi h1 dan h2. 4. Hitung massa jenis zat cair yang diselidiki (2) dengan menggunakan persamaan (3). 5. Ulangi langkah 2–4 sebanyak 2 kali dengan merubah tinggi permukaan zat cair yang diselidiki (gunakan Pipet untuk memasukkan/mengeluarkan zat cair). 6. Keluarkan zat cair yang diselidiki sampai bersih, kemudian aturlah kembali kedudukan Pipa–U hingga permukaan air raksa menunjukkan skala yang sama (seimbang). Tugas P-3: Pipa-U dengan 3 jenis zat cair. 1. Air raksa (zat cair pembanding 1) dan aquades (zat cair pembanding 2) dimasukkan pada kaki kiri Pipa–U, zat cair yang diselidiki dimasukkan pada kaki kanan Pipa–U. 2. Tentukan bidang batas permukaan zat cair. Ukurlah tinggi h1,h2, dan h3. 3. Hitung massa jenis zat yang diselidiki ( 3) dengan menggunakan persamaan (6). 4. Dengan merubah-rubah kedudukan permukaan zat cair 2 dan 3, ulangilah langkah 2-3 sebanyak 2 kali. Catat hasilnya. 5. Bandingkan hasil 3 dengan nilai massa jenis yang ada dalam literatur. 6. Buatlah kesimpulan dan saran untuk percobaan ini.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
21
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Percobaan V KOEFISIEN MUAI PANJANG I. SASARAN BELAJAR I.1 Tujuan Instruksional Umum Memahami pengaruh kenaikan temperatur terhadap bahan, terutama bahan logam. 1.2 Tujuan Instruksional Khusus 1. Menuliskan persamaan koefisien muai panjang 2. Menghitung koefisien muai panjang. II. WAKTU BELAJAR Untuk dapat memahami dan menjalankan percobaan dalam modul ini dengan baik, di perlukan waktu belajar di rumah sekitar 2 jam dan di laboratorium 3 jam. III. ALAT DAN BAHAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Batang–batang logam Micrometer sekrup Thermometer Bunsen Statif dengan sekrup dan mistar Alat penunjuk pertambahan panjang.
IV. P U S T A K A 1. Soetrisno (1984). Seri Fisika Dasar: Listrik Magnet dan Termofisika, Penerbit ITB, Bandung 2. Tim Dosen Fisika Dasar (2008). Buku Ajar Fisika Dasar I. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tadulako, Palu. 3. Resnick and Hallidy (1988). Physics, Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta. V. BAHAN BELAJAR DI RUMAH 5. 1 Koefisien Muai Linier Perubahan ukuran pada dimensi linier akibat kenaikan temperatur, seperti panjang, lebar dan tebal disebut muai linier. Untuk perubahan temperatur yang kecil, perubahan panjang, lebar dan tebal akan sebanding dengan perubahan temperatur. Konstanta pembanding antara perubahan temperatur dalam perubahan panjang relatif terhadap panjang mula–mula disebut koefisien muai linier . Jadi
l l
t
, untuk t kecil
l
t l l = t .
(1)
Besar nilai berbeda–beda untuk setiap bahan.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
22
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Tugas R–1: Tuliskan perumusan panjang akhir suatu batang logam sebagai fungsi dari temperatur akhir. Tugas R–2 : Untuk menentukan koefisien muai panjang suatu batang logam, a) Sebutkan apa yang harus di ukur b) Gambarkan grafik l/l terhadap temperatur akhir. Zat padat yang isotropik apabila dipanaskan maka perubahan persen panjang semua garis dalam zat padat tersebut akan sama. Artinya untuk suatu t yang diberikan maka l/l Untuk panjang, lebar dan tebal akan sama. Karena itu maka kita dapat menurunkan koefisien muai luas maupun koefisien muai volume. Tugas R–3: Tentukan koefisien muai luas dan koefisien muai volume Dalam percobaan ini, alat yang digunakan seperti pada gambar 1, Batang logam yang akan ditentukan koefisien muai panjangnya diletakkan diatas roda silinder dengan jari–jari R tanpa slip. Pertambahan panjang akan menyebabkan roda berputar sehingga pertambahan panjang ini dapat dibaca pada jarum r pada skala S.
Apabila diameter roda silinder d dan penyimpangan jarum dari posisi awal So ke St adalah , maka diperoleh persamaan:
d
lo 360 t to Dengan l0 adalah panjang batang logam pada suhu t0 .
(2)
Tugas R–4: Buktikan persamaan (2) Tugas R–5: Tuliskan dalam sebuah tabel besarnya koefisien muai panjang. a) Aluminium b) tembaga c) b e s i. VI. TUGAS LABORATORIUM Tugas P–1: 1. Serahkan tugas rumah anda kepada asisten yang bertugas. 2. Jawablah tes awal yang diberikan oleh asisten 3. Pinjamlah alat–alat dan bahan percobaan pada laboran. Tugas P–2:
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
23
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
1. Rendamlah dalam air kran batang logam yang akan diselidiki dan catat temperatur (t0), tuliskan ketidakpastinnya. 2. Siapkan bunsen. 3. Ukur diameter (d) roda silinder dengan micrometer sekrup dan tuliskan dengan ketidakpastiannya. 4. Periksa apakah jarum dan roda sudah bebas bergerak, tidak ada gesekan pada porosnya. 5. Ambil batang logam aluminium yang akan diselidiki dan ukur panjang mulamulanya (l0) serta tuliskan dengan ketidakpastiannya. Kemudian dengan sekrup pengatur, atur ujung batang yang rata pada statif. 6. Periksa ujung yang lain, apakah benar-benar sudah menekan (tanpa slip) roda silinder. Bila batang logam bertambah panjang, roda ikut berputar. 7. Jarum diberi simpangan sedikit, misalnya 50, supaya mudah dibaca. 8. Nyalakan bunsen dan beberapa saat kemudian logam akan memuai. Andaikan sistemnya baik, jarum akan bergeser secara kontinyu, jika tidak maka harus ulangi langkah 4. Catat suhu akhir (t). Tuliskan ketidakpastiannya. 9. Padamkan bunsen. Catatlah skala yang ditunjukkan oleh jarum St. 10. Ambilah logam yang lain (tembaga kemudian besi) Lakukan langkah 5–9 di atas. 11. Hitunglah koefisien muai panjang aluminium, tembaga dan besi. bandingkan dengan nilai yang ada dalam literatur. 12. Buatlah kesimpulan dan saran–saran mengenai percobaan ini.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
24
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
PERCOBAAN VI SONOMETER I.
SASARAN BELAJAR Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu : 1.1 Menjelaskan dan memahami Hukum Mersenne dan Hukum Melde. 1.2 Menentukan frekuensi garpu tala dengan menggunakan sonometer.
II. ALAT –ALAT YANG DIPERLUKAN 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
Sonometer dengan beberapa senar. Garpu tala Beberapa batu timbangan dengan penggantungnya. Neraca dan anak timbangan. Mikrometer Tahanan gesek (sisir-sisir)
III. PUSTAKA 3.1 3.2
Soetrisno, 1983, Seri Fisika Dasar, Gelombang dan Optik, ITB Bandung. Resnick dan Halliday, 1988, “Physics” Erlangga. Jakarta.
IV. BAHAN AJAR
4.1
Dasar Teori
Senar yang bergetar terdapat pada berbagai alat musik, misalnya piano, gitar dan sebagainya. Sepotong senar yang diikat tidak akan menghasilkan bunyi keras, maka pada alat bunyi-bunyian, senar dipasang di atas peti bunyi. Karena udara dalam peti bunyi itu bergetar, bunyi senar juga diperkuat. Sifat-sifat senar yang bergetar dapat diselidiki dengan sebuah sonometer. Oleh Marsenne telah dibuat hukum-hukum yang berlaku untuk senar yang bergetar dengan persamaan 𝑓=
1
𝐹
2𝐿
µ
(1)
Hubungan tersebut di atas dapat pula dicari dengan rumus cepat rambat getaran transversal untuk sepotong senar berdasarkan percobaan Melde, yaituuntuk nada dasar dapat dituliskan 𝑓=
4.2
1
𝐹
2𝐿
µ
(2)
Sonometer
Sonometer terdiri dari sebuah peti kosong (lihat gambar 1) yang terbuat dari kayu (bagian A). Di atas peti terdapat sisir-sisir tetap (bagian B) untuk menyokong senar dan sisir yang dapat digeser-geser (bagian C) serta beban tetap dengan penggantungnya (bagian D) untuk mengatur tegangan senar. Bila kawat digetarkan transversal, maka getaran itu dipantulkan pada kedua ujungnya sehingga terjadi gelombang diam dalam kawat pada kedua ujung, yakni pada sisir-sisir simpul. Bentuk getaran yang paling sederhana adalah bentuk dimana di tengah-tengah terdapat satu perut (Gambar 2), jadi berbentuk suatu “separuh gelombang diam”. Dalam hal ini senar menghasilkan nada dasar.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
25
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
C
B
B
A A
Gambar 1 : Set Peralatan Sonometer
P
S
L
S
Keterangan: P = Perut S = Simpul L = Panjang Senar
2 Gambar 2 : Bentuk Getaran Sederhana Kalau senar (kawat) dihubungkan dengan suatu pemberat yang diketahui massanya, maka tegangan F dapat dihitung melalui persamaan 𝐹 = 𝑚𝑔 (3) Dengan mengatur panjang kawat (menggeser sisir-sisir D dan pemberat pada gambar 1), maka kita dapat menyesuaikan, sehingga bunyi yang dikeluarkan oleh garpu tala sama dengan bunyi yang ditimbulkan oleh senar (kawat) tersebut bila digetarkan (nada dasarnya). Hal ini berarti frekuensinya sama. V. TUGAS DI LABORATORIUM 5.1
Ambilah satu cm dari senar (kawat yang hedak digunakan) kemudian timbanglah kawat itu, hasil itulah disebut µ. 5.2 Berikan beban pada ujung kawat sampai batas kawat tidak akan putus. 5.3 Sambil membunyikan garpu tala, getarkan kawat bersamaan. Usahakanlah pelayangan itu hilang atau nada garpu tala sama dengan nada sonometer dengan jalan menggeserkan sisir D. Bila hal ini telah terjadi, maka frekuensi garpu tala sama dengan frekuensi sonometer. 5.4 Ukurlah panjang kawat (senar) dimana digetarkan tadi antara sisir tetap (B) dengan sisir (D) dan catat massa beban yang digantung. 5.5 Dengan menggunakan persamaan (2), hitunglah 𝑓!. 5.6 Ulangi prosedur 5.3 sampai 5.5 dengan beban yang berbeda-beda. 5.7 Hitunglah frekuensi rata-rata. 5.8 Ulangi prosedur 5.1 sampai 5.7 untuk jenis kawat (senar) yang berbeda-beda (minta petunjuk asisten) 5.9 Jelaskan pendapat anda, apakah hasil percobaan anda diharapkan sama jika frekuensi garpu tala diketahui. 5.10 Sebutkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam menentukan frekuensi tersebut. 5.11 Buatlah kesimpulan dari praktikum ini.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
26
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
VI. TUGAS DI RUMAH 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6
Sebutkan kegunaan Sonometer!. Apa yang disebut dengan frekuensi? Buktikan persamaan (1) dan (2)! Apa yang disebut dengan resonansi? Jelaskan arti pelayangan! Apa yang menentukan nyaringnya bunyi dan tingginya nada!.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
27
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
PERCOBAAN VII
BALOK KACA DAN PRISMA
I.
SASARAN PRAKTIKUM Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu : 1.1 Memahami penggunaan Hukum Snellius tentang pembiasan. 1.2 Memahami dan mengamati sifat–sifat pembiasan pada prisma dan balok kaca. 1.3 Menentukan indeks bias pada satu bidang batas (balok kaca) dan dua bidang batas (prisma). 1.4 Menentukan besarnya sudut deviasi.
II. ALAT – ALAT 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
Balok kaca Prisma Papan landasan Busur derajat Mistar 30 cm Jarum pentul warna Kertas grafik Paku tindis
III. PUSTAKA 3.1 Sutrisno, 1983, Seri Fisika Dasar, Gelombang dan Optik, ITB, Bandung. 3.2 Holliday and Resnick, Physics, Erlangga, Jakarta. IV. BAHAN BELAJAR 4.1 Balok Kaca Bila berkas cahaya didatangkan pada salah satu sisi balok kaca planparalel (sinar datang AB), maka sinar tersebut akan keluar lagi pada sisi lain setelah mengalami pembiasan (sinar bias CD) seperti ditunjukkan pada gambar 1. A i
B r
i1
C
r1
D
Gambar 1. Jalannya sinar pada kaca plan paralel
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
28
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
Dalam model ini, jika ditinjau untuk satu bidang batas maka sinar datang AB (sudut i1 = i) dan dibiaskan menjadi BC (sudut r1 = r). Menurut Snellius, pembiasan antar sinus datang dengan sinus sudut bias pada medium udara adalah sin 𝑖
𝑛 = sin 𝑟
4.2 Prisma
…………………
(1)
Prisma optik adalah benda yang dapat menembus cahaya yang berotasi oleh dua bidang sisi yang membentuk sudut satu sama lain yang disebut sudut pembias (A). Bila salah satu sudut prisma didatangkan suatu sinar OP, maka oleh prisma dibiaskan mendekati normal, yaitu P2 kemudian keluar lagi dan dibiaskan oleh udara menjadi normal yaitu RS, seperti pada gambar 2.
N
B
P R
Q
S Gambar 2: Jalannya sinar pada Prisma Sudut yang dibentuk antara perpanjangan sinar dating terhadap sinar bias RS disebut sudut deviasi (D) dengan rumus D = i1 + r 2 – A ………………….… (2) Dengan melakukan percobaan dengan sudut datang diubah–ubah akan menghasilkan sudut deviasi yang berubah–ubah dan sudut ini akan mencapai minimum dengan syarat i1=r2 sehingga terjadi sudut deviasi minimum (Dm) dengan rumus :
𝑛=
1 2
sin [ 𝑎+𝐷𝑚 ] 1 2
sin ( 𝐴)
………………………
(3)
Jika pengukuran ini dipergunakan sudut A yang kecil, maka harga Dm juga kecil sehingga persamaan (3) dapat ditulis menjadi Dm = (n – 1)A ……………………… (4)
V. TUGAS DI LABORARORIUM 5.1 Balok Kaca 5.1.1 5.1.2
Buatlah salib sumbu XY dan tiga buah garis (1,2,3) dengan pusat O pada kertas grafik yang diletakkan dipapan landasan. Letakkan balok kaca dan gambarkan batas–batas balok tersebut seperti gambar berikut :
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
29
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
2
Y
1
3 X
Gambar 3. Geometri Percobaan Balok Kaca 5.1.3
5.1.5 5.1.6
Tancapkan jarum P1 pada garis (1) lalu amati dan tancapkan jarum P2 dan P3 dari sisi kaca lain sehingga P1, P2, dan P3 kelihatan segaris. Angkatlah balok kaca dan tarik garis P1 sampai mengenai tepi balok kaca lalu ukur besar sudut datang (i) dan sudut r Ulangi prosedur 5.1.1 sampai 5.1.4 untuk garis 2. Ulangi prosedur 5.1.1 sampai 5.1.4 untuk garis 3.
5.1.7
Hitunglah nilai
5.1.4
ini.
𝑠𝑖𝑛 𝑖
sin 𝑟
dan buatlah kesimpulan untuk praktikum
5.2 Prisma 5.2.1
Letakkan prisma sedemikian rupa di atas kertas grafik sehingga sudut pembiasnya terletak di atas (lihat gambar).
N
B
P Q
R S
5.2.2 5.2.3
5.2.4 5.2.5 5.2.6 5.2.7
Tusukkanlah sebuah jarum (P) pada pinggir salah satu bidang pembias prisma kurang lebih ditengah–tengahnya dan tancapkan jarum P sehingga garis PQ membentuk sudut 35o. Pandanglah jarum–jarum itu dari sisi prisma yang lain sehingga kedua jarum itu membentuk garis lurus dan tancapkan 2 buah jarum yang lain sehingga kedua jarum itu membentuk garis lurus dan tancapkan dua buah jarum yang lain (r – s). Lepaskan prisma dan buat garis yang merupakan jalannya sinar yang melalui prisma. Ukurlah sudut bias dan sudut deviasi. Hitunglah indeks bias prisma tersebut. Ulangi prosedur 5.2.1 sampai 5.2.6 dengan sudut 40o, 45o, sampai 70o.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
30
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
5.2.8 5.2.9 VI.
Dari hasil pengamatan anda, tunjukkan pada sudut berapa terjadi sudut deviasi minimum dan tentukan indeks bias prisma tersebut. Buatlah kesimpulan dan saran – saran.
TUGAS DI RUMAH 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5
Buktikan persamaan (1) ! Berdasarkan Hukum Snellius, buktikan secara matematika bahwa sinar datang AE (gambar 1) dengan sinar yang keluar balok kaca (sinar CD) adalah sejajar ! Buktikan persamaan (2) ! Buktikan persamaan (3) ! Buktikan persamaan (4) !
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
31
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
PERCOBAAN VIII
HUKUM KIRCHOFF I.
SASARAN PRAKTIKUM Setelah mengikuti praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu : 1.1 Mengukur kuat arus pada rangkaian 1.2 Mengukur tegangan beban pada rangkaian 1.3 Membuktikan hukum Kirchoff 1 dan 2 1.4 Menghitung hambatan ekivalen dalam suatu rangkaian 1.5 Menghitung besarnya arus listrik yang masuk pada suatu titik cabang dan arus yang keluar dari titik cabang tersebut
II. ALAT YANG DIGUNAKAN 2.1 2.2 2.3 2.4
Power supply Multimeter Papan rangkaian Resistor
2 buah 1 buah 1 buah
III. TEORI RINGKAS Secara umum dalam suatu rangkaian listrik, susunan hambatan listrik dibagi ke dalam dua jenis yaitu rangkaian seri dan rangkaian pararel seperti berikut: 1. Hambatan seri Tiga buah hambatan listrik yang disusun secara seri dapat digambarkan sebagai berikut:
A
B Gambar 1. Rangkaian Seri
berlaku aturan: Rekivalen = R1 + R2 + R3 VAB = I (R1 + R2 + R3)
………………… …………………
(1) (2)
2. Hambatan Pararel Tiga buah hambatan listrik disusun secara pararel sebagai berikut:
A
B
Gambar 2. Rangkaian Paralel berlaku aturan:
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
32
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
I = I1 + I2 + I3 1REk=1R1 + 1R2 + 1R3
…………………………… ...…………………
(3) (4)
beda potensial antara titik A dan titik B dapat dihitung dari VAB = I REK = I1 R1 = I2 R2 = I3 R3 Dari gambar di atas diperoleh:
I1 = R2 R 3 R 1 R2 + R 2 R 3 + R 3 R 1 I I2 = R 1 R 3 R 1 R 2 + R 2 R 3 + R 3 R 1 I I3 = R 3 R 1 R 1 R 2 + R 2 R 3 + R 3 R 1 I
...................... ...................... ......................
(5a) (5b) (5c)
3. Hukum Kirchoff - Hukum I Jumlah arus yang menuju suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang meninggalkannya. - Hukum II Dalam rangkaian tertutup jumlah aljabar dan jumlah penurunan potensial adalah sama dengan nol. IV. TUGAS RUMAH 1. Turunkan hubungan antara hukum Kirchoff dengan hukum Ohm dalam suatu rangkaian listrik tertutup. 2. Buktikan perumusan dari persamaan 5a,5b,5c 3. Hitung I1 dan I2 dari gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Rangkaian Tertutup V. TUGAS DI LABORATORIUM 1. Susun rangkaian seperti yang terlihat pada gambar 1. 2. Ukur besar hambatan ekivalen dari rangkaian tersebut. 3. Ukur besar arus dalam rangkaian dan selanjutnya ukur pula besar tegangan pada setiap hambatan. 4. Susunlah rangkaian seperti pada gambar 2 dan hubungkan dengan power supply. 5. Ukur I, I1, I2 dan I3 dengan menggunakan AVO meter atau multimeter. 6. Ukur tegangan antara titik A dan titik B selanjutnya ukur pula tegangan pada setiap hambatan. 7. Susun rangkaian seperti pada gambar 3. 8. Ukur I1 dan I2 pada rangkaian tersebut.
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
33
Modul Praktikum Fisika Dasar (MIPA)
VI. PERTANYAAN 1. Hitung hambatan ekivalen dan besar arus yang mengalir dalam setiap rangkaian. 2. Hitung beda potensial antara titik A dan titik B pada gambar 2. 3. Bandingkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan
Laboratorium Fisika Dasar FMIPA Untad
34