MODUL PEMBELAJARAN METODE PENELITIAN SOSIAL KUANTITATIF
Oleh: Joko Tri Nugraha, S.Sos, M.Si
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan curahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Modul Pembelajaran Metode Penelitian Sosial Kuantitatif (MPS Kuantitatif) dapat diselesaikan dengan baik. Ide untuk menulis dan merivisi modul pembelajaran ini berkembang dari pengalaman sebagai pengajar metode penelitian, khususnya metode kuantitatif untuk penelitian sosial dan diskusi dengan rekan-rekan satu profesi. Maksud dari Modul Pembelajaran Metode Penelitian Sosial Kuantitatif ini adalah membahas berbagai tipe rancangan dan metode penelitian yang secara umum digunakan, proses mendasar melalui mana studi-studi peneliti diadakan, hingga peneliti menginterpretasi hasil dan melaporkan. Buku ajar ini lebih menekankan pada metode ilmiah (scientific method) untuk melakukan satu penelitian. Itu mencakup seluruh tahapan-tahapan penelitian terutama berbagai metode pengumpulan data dan analisis data untuk penelitian kuantitatif. Modul ini perlu dan sangat penting dibaca bagi mahasiswa atau siapapun yang ingin melakukan satu treatment komprehensif tentang metode, strategi dan teknik penelitian tetapi dengan perhatian khusus untuk pendekatan kuantitatif. Modul ini juga ideal untuk pembaca dengan pengetahuan intermediate yang memerlukan satu quick refresher berdasarkan aspek-aspek tertentu dan rancangan penelitian dan metodologi. Sementara, untuk pembaca dengan advance knowledge tentang rancangan dan metodologi penelitian, buku ini dapat digunakan sebagai satu concise summary of basic research techniques and principles, atau sebagai suatu adjust to a more advanced research methodology and design textbook. Semoga modul pembelajaran ini dapat sebagai pendukung keberhasilan proses belajar mengajar dan dapat mencapai sasaran pembelajaran serta bermanfaat bagi semua pihak. Magelang, Februari 2017 Penyusun
1
DAFTAR ISI Halaman Bab I. Ilmu Pengetahuan dan Penelitian ..................................................................... 3 Bab II. Konsep Dasar Riset ........................................................................................ 9 Bab III. Jenis-Jenis Riset ........................................................................................... 14 Bab IV. Perspektif Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi ................. 18 Bab V. Proses Penelitian, Masalah, Variabel dan Paradigma Penelitian .................... 39 Bab VI. Proses Penelitian Survei ............................................................................... 45 Bab VII. Landasan Teori, Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis ..................... 50 Bab VIII. Penyusunan Kuesioner ................................................................................ 56 Bab IX. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 62 Bab X. Validitas dan Reliabiltas Instrumen Penelitian ................................................. 68 Bab XI. Analisis Data Kuantitatif ................................................................................. 87 Bab XII. Pengujian Hipotesis ...................................................................................... 94 Bab XIII. Menyusun Proposal Penelitian ..................................................................... 98 Bab XIV. Menyusun Laporan Penelitian ...................................................................... 105 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 108
2
BAB I. ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN Pengantar Ilmu atau “sains” adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial, yang berlaku umum dan sistematis. Karena ilmu berlaku umum, maka darinya dapat disimpulkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada beberapa kaidah umum pula. Ilmu tidak lain adalah suatu pengetahuan yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematis menurut kaidah umum. 1. Ilmu dan Proses Berpikir Dua buah definisi dari ilmu adalah sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang umum.” “Ilmu ialah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta menyeluruh dan sistematis.” Ilmu lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sifat ingin tahu. Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan di sekelilingnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah. Misalnya, dari pertanyaan apakah bulan mengelilingi bumi, apakah matahari mengelilingi bumi, timbul keinginan untuk mengadakan pengamatan secara sistematis, yang akhirnya melahirkan kesimpulan bahwa bumi itu bulat, bahwa bulan mengelilingi matahari dan bumi juga mengelilingi matahari. Juga, bidang ilmuilmu sosial, keingintahuan tentang masalah-masalah sosial telah membuat orang mengadakan pengamatan-pengamatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena sosial seperti Sosiologi, Antropologi dan sebagainya. Menurut Maranon (1953), ilmu mencakup lapangan yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus, yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum. Tan (1954) berpendapat bahwa ilmu bikan saja merupakan suatu himpunan pengetahuan yang sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi. Ilmu telah memberikan metode dan sistem, yang mana tanpa ilmu semua itu akan merupakan suatu kebutuhan saja. Nilai dari ilmu tidak saja terletak dalam pengetahuan yang dikandungnya, sehingga si penuntut ilmu menjadi seorang yang ilmiah, baik dalam keterampilan, dalam pandangan maupun tindak-tanduknya. Ilmu menemukan materi-materi alamiah serta memberikan suatu rasionalisasi sebagai hukum alam. Ilmu membentuk kebiasaan serta meningkatkan keterampilan observasi, percobaan (eksperimentasi), klasifikasi, analisis serta membuat generalisasi. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus-menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan persepsi serta kemampuan berpikir secara logis, yang sering disebut penalaran. Biasanya manusia normal selalu berpikir dengan situasi permasalahan. Hanya terhadap hal-hal yang lumrah saja, biasanya reaksi manusia terjadi tanpa berpikir. Ini adalah suatu kebiasaan atau tradisi. Akan tetapi, jika masalah yang dihadapi adalah masalah yang rumit, maka manusia normal akan mencoba memecahkan masalah tersebut menurut langkah-langkah tertentu. Berpikir demikian dinamakan berpikir secara reflektif (reflective thinking). 3
Bagaimana kira-kira proses yang terjadi ketika kita berpikir? Menurut Dewey (1993), proses berpikir dari manusia normal mempunyai urutan sebagai berikut: a. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba. b. Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan. c. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis, inferensi atau teori. d. Ide-ide pemecahan diurakan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data). e. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan. Menurut Kelly (1930), proses berpikir menuruti langkah-langkah sebagai berikut: Timbul rasa sulit. Rasa sulit tersebut didefinisikan. Mencari suatu pemecahan sementara. Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar. e. Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental (percobaan). f. Mengadakan penilaian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit. g. Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat. a. b. c. d.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir secara nalar mempunyai dua buah kriteria penting, yaitu: 1) Ada unsur logis di dalamnya. Tiap bentuk berpikir mempunyai logikanya sendiri. Dengan perkataan lain, berpikir secara nalar tidak lain adalah berpikir secara logis. Perlu juga dijelaskan, bahwa berpikir secara logis mempunyai konotasi jamak dan bukan konotasi tunggal. Karena itu, suatu kegiatan berpikir dapat saja logis menurut logika lain. Kecenderungan tersebut dapat menjurus kepada apa yang dinamakan kekacauan penalaran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya konsistensi dalam menggunakan pola berpikir. 2) Ada unsur analitis di dalamnya. Dengan logika berpikir yang ada ketika berpikir, maka kegiatan berpikir itu secara sendirinya mempunyai sifat analitis, yang mana sifat ini merupakan konsekuensi dari adanya pola berpikir tertentu. Berpikir secara ilmiah berarti melakukan kegiatan analitis dalam menggunakan logika secara ilmiah. Dengan demikian, berpikir tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkaikan ramburambu pikirannya ke dalam suatu pola tertentu, yang dapat timbul sebagai kejeniusan seorang ilmuwan. 2. Apa yang Dimaksud dengan Penelitian? Penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research. Dari itu, ada juga ahli yang menerjemahkan research sebagai riset. Research itu sendiri berasal dari kata re 4
yang berarti “kembali” dan to search yang berarti mencari. Dengan demikian, arti sebenarnya dari research atau riset adalah “mencari kembali”. Menurut Kamus Webster’s New International, penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu. Menurut ilmuwan Hillway (1956) penelitian tidak lain adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan masalah yang tepat terhadap masalah tersebut. Whitney (1960) menyatakan bahwa di samping untuk memperoleh kebenaran, kerja menyelidiki harus pula dilakukan secara sungguh-sungguh dalam waktu yang lama. Dengan demikian, penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran sehingga penelitian juga merupakan metode berpikir secara kritis. Dalam hubungannya dengan definisi penelitian, Gee (1975) memberikan tanggapan sebagai berikut: “Dalam berbagai definisi penelitian, terkandung ciri tertentu yang lebih kurang bersamaan. Adanya suatu pencarian, penyelidikan atau investigasi terhadap pengetahuan baru, atau sekurang-kurangnya sebuah pengaturan baru atau interpretasi (tafsiran) baru dari pengetahuan yang timbul. Metode yang digunakan bisa saja ilmiah atau tidak, tetapi pandangan harus kritis dan prosedur harus sempurna. Tenaga bisa saja signifikan atau tidak. Dalam masalah aplikasi, maka tampaknya aktivitas lebih banyak tertuju pada pencarian (search) dari pada suatu pencarian kembali (re-search). Jika proses yang terjadi adalah hal-hal yang selalu diperlukan, maka penelitian sebaiknya digunakan untuk menentukan ruang lingkung dari konsep dan bukan kehendak untuk menambah definisi lain terhadap definisi-definisi yang telah begitu banyak”. Penelitian denganmenggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut penelitian ilmiah (scientific research). Dalam penelitian ilmiah ini, selalu ditemukan dua unsur penting, yaitu unsur observasi (pengamatan) dan unsur nalar (reasoning) (Ostle, 1975). Unsur pengamatan merupakan kerja dengan mana pengetahuan menggunakan persepsi (sense of perception). Nalar, adalah suatu kekuatan dengan mana arti dari fakta-fakta, hubungan dengan interelasi terhadap pengetahuan yang timbul sebegitu jauh ditetapkan sebagai pengetahuan yang sekarang. 3. Ilmu, Penelitian dan Kebenaran Ilmu dan penelitian mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Almack (1930), hubungan antara dan penelitian adalah seperti hasil dan proses. Penelitian adalah proses, sedangkan hasilnya adalah ilmu (lihat gambar 1.1) Gambar 1.1 Penelitian
Ilmu
(Proses) (Hasil) Akan tetapi Whitney (1960), berpendapat bahwa ilmudan penelitian adalah sama-sama proses, sehingga ilmu dan penelitian adalah proses yang sama. Hasil dari proses tersebut adalah kebenaran (truth), lihat pada gambar 1.2.
5
Gambar 2.1 Penelitian
(Proses)
Ilmu
(Proses)
Kebenaran
(Hasil)
Bagaimana pula hubungan antara berpikir, penelitian dan ilmu? Konsep berpikir, ilmu dan penelitian juga sama. Berpikir, sama seperti halnya dengan ilmu, juga merupakan proses untuk mencari kebenaran. Proses berpikir adalah hasil refleksi yang hati-hati dan teratur. Kebenaran yang diperoleh melalui penelitian terhadap fenomena yang fana adalah suatu kebenaran yang telah ditemukan melalui proses ilmiah, karena penemuan tersebut dilakukan secara ilmiah. Sebaliknya banyak juga kebenaran terhadap fenomena yang fana diterima tidak melalui proses penelitian. Umumnya, suatu kebenaran ilmiah dapat diterima dikarenakan oleh tiga hal, yaitu: (1) Adanya Koherensi; (2) Adanya Korespondensi dan; (3) Pragmatis. Suatu pernytaan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya, suatu pernyataan bahwa si Badu akan mati dapat dipercaya, karena pernyataan tersebut koheren dengan pernyataan bahwa semua orang akan mati. Kebenaran matematika misalnya, didasarkan atas sifat koheren, karena dalil matematika disusun berdasarkan beberapa aksioma yang telah diketahui kebenarannya terlebih dahulu. 4. Kebenaran Non Ilmiah Tidak selamanya penemuan kebenaran diperoleh secara ilmiah. Kadang kebenaran dapat ditemukan melalui proses non ilmiah, seperti: a. Penemuan Kebenaran Secara Kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan tidak lain dari takdir Allah. Walaupun penemuan kebenaran secara kebetulan bukanlah kebenaran yang ditemukan secara ilmiah, tetapi banyak penemuan tersebut telah menggoncangkan dunia Pengetahuan. b. Penemuan Kebenaran Secara Common Sense (Akal Sehat) Common sense merupakan serangkaian konsep atau bagan konseptual yang memuaskan untuk digunakan secara praktis. Akal sehat dapat menghasilkan kebenaran dan dapat pula menyesatkan. Misalnya, di abad-19 dengan akal sehat (common sense) orang percaya bahwa hukuman untuk anak didik merupakan alat utama dalam pendidikan. c. Penemuan Kebenaran Melalui Wahyu Kebenaran yang didasarkan atas wahyu merupakan kebenaran mutlak, jika wahyu datangnya dari Allah melalui Rosul dan Nabi. Kebenaran yang diterima sebagai wahyu bukanlah disebabkan oleh hasil usaha penalaran manusia secara aktif. Wahyu diturunkan Allah kepada Rosul dan Nabi. Akan tetapi, kebenaran yang dibawakan melalui wahyu merupakan kebenaran yang asasi. d. Penemuan Kebenaran Secara Intuitif Kebenaran dengan intuisi diperoleh secara cepat sekali melalui proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir, ataupun melalui suatu renungan. Kebenaran yang diperoleh secara intuisi sukar dipercaya, karena kebenaran ini tidak menggunakan langkah yang sistematis untuk memperolehnya. 6
e. Penemuan Kebenaran Secara Trial and Error Bekerja secara trial and error adalah melakukan sesuatu secara aktif dengan mengulang-ngulang pekerjaan tersebut berkali-kali dengan menukar-nukar cara dan materi. Pengulangan tersebut tanpa dituntun oleh suatu petunjuk yang jelas sampai seseorang menemukan sesuatu. f. Penemuan Kebenaran Melalui Spekulasi Penemuan kebenaran secara spekulasi sedikit lebih tinggi tarafnya dari penemuan secara trial and error. Jika dalam penemuan secara trial and error peneliti tidak mempunyai panduan sama sekali, maka dalam penemuan dengan spekulasi, seseorang dibimbing oleh suatu pertimbangan, walaupun pertimbangan tersebut kurang dipikirkan secara masak-masak tetapi dilaksanakan dengan suasana penuh resiko. g. Penemuan Kebenaran Karena Kewibawaan Kebenaran ada kalanya diterima karena dipengaruhi oleh kewajiban seseorang. Pendapat dari seorang ilmuwan yang berbobot tinggi ataupun yang mempunyai otorita dalam suatu bidang ilmu dan mempunyai banyak pengalaman sering diterima begitu saja tanpa diuji kebenarannya terlebih dahulu. 5. Proposisi, Dalil, Teori dan Fakta Prosisi adalah pernyataan tentang sifat dari realita. Proposisi tersebut dapat diuji kebenarannya. Jika proposisi sudah dirumuskan sedemikian rupa dan sementara diterima untuk diuji kebenarannya, proposisi tersebut disebut hipotesis. Dalam ilmu sosial, proposisi biasanya berupa pernyataan antara dua atau lebih konsep. Contoh proposisi adalah (Effendi, 2012): a. Tingkat modernitas suami istri adalah salah satu faktor penentu perilaku kontraseptif mereka. b. Penerimaan kontrasepsi modern dipengaruhi oleh persepsi tentang nilai ekonomis anak. Kedua pernyataan di atas adalah proposisi. Proposisi tersebut menghubungkan dua faktor yaitu faktor penyebab dari faktor lainnya. Proposisi ini jika dirumuskan untuk diuji kebenarannya, ia akan menjadi hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang diterima secara sementara untuk diuji kebenarannya. Proposisi yang sudah mempunyai jangkauan cukup luas dan telah didukung oleh data empiris dinamakan dalil (scientific law). Dengan perkataan lain, dalil adalah singkatan dari suatu pengetahuan tentang hubungan sifat-sifat tertentu, yang bentuknya lebih umum jika dibandingkan dengan penemuan-penemuan empiris yang mana dalil tersebut didasarkan (Seltiz, 1964). Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematis dalam gejala social maupun natura yang akan diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973), teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan jika ingin mengenal teori. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:
7
1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri atas konstrak (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas pula. 2. Teori menjelaskan hubungan antar variabel atau antar konstrak (construct) sehingga pandangan yang sistematis dari fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel-variabel dengan jelas kelihatan. 3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana. Teori adalah alat dari ilmu (tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teorimempunyai peranan sebagai berikut: a. Teori mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat abstraksinya. Fungsi pertama dari teori adalah memberi batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan (range) dari fakta yang akan dipelajari. Karena banyak fenomena yang akan dipelajari dari berbagai aspek, maka teori membatasi aspek mana saja yang akan dipelajari dari fenomena tertentu. b. Teori memberikan rencana (scheme) konseptual, dengan rencana mana fenomenafenomena yang relevan disistematiskan, diklasifikasikan dan dihubung-hubungkan. Tugas dari ilmu juga mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur konsep. Dalam pengembangan tersebut, ilmu memegang peranan penting, karena konsep serta klasifikasi selalu berubah karena pentingnya suatu fenomena berubah-ubah. c. Teori memberikan ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dari sistem generalisasi. Teori meringkaskan hasil penelitian. Dengan adanya teori, generalisasi terhadap hasil penelitian dapat dengan mudah dilakukan. Teori juga dapat memadu generalisasi-generalisasi satu sama lain secara empiris sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan hubungan antar generalisasi atau pernyataan. d. Teori memberikan prediksi terhadap fakta. Penyingkatan fakta-fakta oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas tersebut, maka dapat dibuat prediksi terhadap fakta-fakta yang akan datang. e. Teori memperjelas celah-celah di dalam pengetahuan kita. Karena meringkaskan fakta-fakta sekarang dan memprediksikan fakta-fakta yang akan datang, yang belum diamati, maka teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas daerah mana dalam khazanah ilmu pengetahuan yang belum dieksplorasikan. Penelitian dan teori mempunyai hubungan yang sangat erat. Teori memberikan dukungan kepada penelitian dan di lain pihak, penelitian juga memberikan kontribusi kepada teori. Teori dapat memandu penelitian sehingga penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Kontribusi timbal balik antara teori dan penelitian merupakan proses yang berketerusan. Penelitian yang didasarkan atas pertimbangan teori dapat menghasilkan isu-isu teoritis yang baru. di lain pihak, adanya isu-isu teoritis yang baru tersebut menghendaki adanya penelitian lebih lanjut. Proses tersebut akan terjadi terus-menerus.
8
BAB II. KONSEP DASAR RISET 1. Pendahuluan Beberapa peneliti berargumentasi bahwa riset harus dilakukan secara ilmiah. Sebagai tandingan riset metode naturalis. Walaupun secara konsep kedua metode ini berbeda, tetapi sebaiknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan, karena keduanya mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahannya tersendiri, sehingga seharusnya digunakan secara komplementer, satu melengkapi yang lainnya. Pendekatan komplementer ini disebut dengan triangulasi. Riset metode ilmiah menggunakan pendekatan deduksi dalam proses pengambilan keputusannya, sedang riset metode naturalis menggunakan pendekatan induksi. Macam-macam riset harus diketahui oleh periset, karena periset harus memilih jenis riset yang akan dilakukan ini. Untuk melakukan riset dengan baik, maka karakteristik riset yang baik perlu dipahami untuk dijadikan pedoman. 2. Definisi Riset Riset (research) didefinisikan oleh Sekaran (2003) sebagai: Suatu investigasi atau keingintahuan saintifik yang terorganisasi, sistematik, berbasis data, kritikal terhadap suatu masalah dengan tujuan menemukan jawaban atau solusinya (an organized, systematic, data-based, critical, scientific inquiry or investigation into a specific problem under taken the objective of finding answers or solution to it). Sedang Kinney, Jr. (1986) mendefinisikan riset (research) sebagai berikut: Pengembangan dan pengujian teori-teori baru tentang bagaimana dunia nyata bekerja atau penolakan dari teori-teori yang sudah ada. Lebih spesifik pada aplikasi di bisnis, riset bisnis (business research) didefinisikan oleh Cooper and Schindler (2001) sebagai: Pencarian yang sistematik yang menyediakan informasi untuk mengarahkan keputusan-keputusan-keputusan bisnis (as a systematic inquiry that-provides information to guide business decicions). 3. Riset Ilmiah Definisi-definisi riset tersebut menunjukkan riset yang menggunakan metode ilmiah (scientific method). Cooper and Schindler (2001;2003) menunjukkan bahwa hal penting dari riset metode ilmiah (scientific method) adalah: a. Observasi langsung terhadap fenomena (direct observation of phenomena). b. Variabel-variabel, metode-metode dan prosedur-prosedur riset didefinisikan dengan jelas (clearly defined variable, methods and procedures). c. Hipotesis-hipotesis diuji secara empiris (empirically testable hypotheses). d. Mempunyai kemampuan mengalahkan hipotesis saingan (the ability to rule out rival hypoyhese). e. Justifikasi kesimpulan secara statistic tidak secara bahasa (statistical rather than linguistic justification on conclucion) dan f. Mempunyai proses membetulkan dirinya sendiri (the self-correcting process). Kerlinger (1973) juga menjelaskan riset metode ilmiah (scientific method) sebagai investigasi yang sistematik, terkendali dan empiris terhadap suatu set hipotesishipotesis yang dibangun dari suatu struktur teori. 9
Dari definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa penelitian menggunakan metode ilmiah atau metode saintifik (scientific method) dilakukan dengan membangun satu atau lebih hipotesis-hipotesis berdasarkan suatu struktur atau kerangka teori dan kemudian menguji hipotesis atau hipotesis-hipotesis tersebut secara empiris, seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar 3.2 Proses Penelitian Menggunakan Metode Saintifik
Struktur Teori
Pengkonstruksian teori (theory construction)
Hipotesis-hipotesis
Pengujian Empiris
Pengujian atau verifikasi teori (theory verification)
Dari gambar 3.2 terlihat bahwa penelitian menggunakan metode ilmiah melibatkan theory construction dan theory verification. Pengkonstruksian teori (theory construction) adalah proses untuk membentuk struktur atau kerangka teori. Struktur atau kerangka teori adalah hubungan sebab-akibat (casual links) antara variabel-variabel yang akan diteliti yang didukung oleh suatu teori yang sudah ada atau hasil penelitian-penelitian sebelumnya atau oleh alas an-alasan logis atau alasan-alasan konsep (conseptual reasoning) yang dapat mengarahkan ke suatu hubungan-hubungan variabel. Dari hasil struktur teori dapat dikembangkan suatu hipotesis yang relevan dengan struktur teorinya. Hipotesis ini kemudian akan diuji secara empiris (dengan menggunakan fakta). Verifikasi teori (theory verification) adalah proses memverifikasi teori lewat pengujian hipotesis secara empiris. Secara empiris berarti menggunakan fakta yang obyektif, secara hati-hati diperoleh, benar-benar terjadi, tidak tergantung dari kepercayaan atau nilai-nilai (value free atau tidak value laden) peneliti maupun kepercayaan orang lain. Bebas nilai (value free) adalah peneliti tidak menggantungkan pada kepercayaannya tetapi pada fakta yang ditunjukkan secara empiris. Sekaran (1992; 2003) lebih lanjut membedakan riset saintifik dengan riset-riset lainnya sebagai berikut: 1. Berketujuan (purposiveness), yaitu riset saintifik mempunyai tujuan yang jelas. 2. Kokoh (rigor), menunjukkan proses riset saintifik dilakukan dengan hati-hati (prudent) dengan tingkat keakurasian yang tinggi. Basis teori dan rancangan riset yang baik akan menambah kekokohan dari riset saintifik. 3. Ujibilitas (tesability) menunjukkan bahwa riset saintifik dapat menguji hipotesishipotesis dengan pengujian statistic menggunakan data yang dikumpulkan. 4. Replikabilitas (eplircability), yaitu riset saintifik dapat diulang dengan menggunakan data yang lain.
10
5. Ketepatan dan keyakinan (precicion dan confidence), menunjukkan bahwa tidak ada riset yang sempurna dan ketepatannya tergantung keyakinan periset yang diterima umum. Kesalahan pengukuran data dan bias yang lainnya dapat menyebabkan ketepatan riset menurun. Desain riset harus dilakukan dengan baik sehingga hasil riset dapat dekat dengan kenyataannya (precicion) dengan tingkat probabilitas keyakinan (confidence) tinggi yang harus diterapkan. 6. Objektivitas (objectivity), menunjukkan bahwa riset saintifik memberikan hasil dan konklusi yang obyektif tidak dipengaruhi oleh faktor subyektif peneliti. 7. Generalisasibilitas (generalizability), yaitu riset saintifik mampu untuk diuji ulang dengan hasil yang konsisten dengan waktu, obyek dan situasi yang berbeda. 8. Sederhana (parsimony) yaitu riset saintifik mempunyai kemudahan di dalam menjelaskan risetnya. 4. Riset Metode Ilmiah Vs Riset Metode Naturalis Lawan dari penelititan pendekatan ilmiah (scientific method) adalah penelitian pendekatan alamiah atau naturalis (naturalistic approach). Pendekatan naturalis menolak bentuk terstruktur dari riset. Proses pembentukan struktur teori tidak dilakukan. Isu penelitian atau pertanyaan riset tidak perlu dihubungkan dengan teoriteori yang ada kecuali jika tujuan penelitiannya ingin membuktikan atau menemukan keterbatasan dari suatu teori. Tujuan riset seperti ini jarang dilakukan dan yang umum dilakukan adalah untuk menemukan teori yang baru. periset pendekatan naturalis bebas berpikir dengan teori apapun. Pendekatan naturalis juga tidak membutuhkan hipotesis-hipotesis secara eksplisit. Menurut Abdel-Khalik dan Ajinkya (1979), penelitian menggunakan metode naturalis ini sejalan dengan grounded theory yang dikembangkan oleh Glaser dan Straus (1967). Teori membumi (grounded theory) percaya bahwa cara terbaik untuk menjelaskan dan membangun teori adalah dengan menemukannya dari data. Pendekatan ini menganggap bahwa teori grounded didatanya. Pendekatan saintifik menolak hal ini dan berargumentasi bahwa “fact do not speak for themselves” (Blalock, 1969). Pendekatan saintifik membutuhkan pengujian secara kuantitatif dan statistik. Perbedaan dari penelitian menggunakan metode saintifik atau ilmiah dengan pendekatan naturalis dapat diringkas dalam tabel berikut: Tabel 1.2 No Pendekatan Saintifik 1 Menggunakan struktur teori.
2 3
Pendekatan Naturalis Tidak menggunakan struktur teori karena lebih bertujuan menemukan teori bukan memverifikasi teori, kecuali tujuan penelitiannya ingin membuktikan atau menemukan keterbatasan dari suatu teori. Struktur teori digunakan untuk Hipotesis jika ada sifatnya hanya implisit tidak membangun satu atau lebih hipotesis- eksplisit. hipotesis. Pendekatan ilmiah melakukan setting Pendekatan naturalis menolak bentuk artificial misalnya dengan metode terstruktur dari riset. Pendekatan naturalis eksperimen dengan memanipulasi juga menolak pengaturan-pengaturan riset beberapa variabel. secara artifisial. Penelitian pendekatan naturalis lebih menggunakan dan menjaga setting alamiah (natural) di mana fenomena atau perilaku yang akan diamati terjadi. 11
4
5
Pendekatan saintifik menolak bahwa teori membumi (grounded) didatanya dan berargumentasi bahwa “fact do not speak for themselves” (Blalock, 1969).
Sejalan dengan konsep grounded theory yang dikembangkan oleh Glaser dan Straus (1967) yangpercaya bahwa cara terbaik untuk menjelaskan dan membangun teori adalah dengan menemukannya dari data. Pendekatan ini mengganggap bahwa teori grounded didatanya. Pendekatan saintifik membutuhkan Pengikut grounded theory termasuk yang pengujian secara kuantitaitf dan mengembangkan metode penelitian statistik. eksplorasi (exploratory research) yang tidak menggunakan data kuantitatif dan teknik statistik untuk menyimpulkan hasil yang diobservasi. Metode naturalis dan metode eksplorasi bersifat kualitatif menggunakan data kualitatif.
Pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis masing-masing mempunyai kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikannya masing-masing. Tabel berikut menunjukkan kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikan untuk kedua pendekatan tersebut: Tabel 2.2 No Pendekatan Saintifik 1 (+) Menilai data lebih obyektif, karena tidak boleh terpengaruh oleh nilai atau kepercayaan periset atau orang lain (harus value free). 2 (-) Setting tidak natural (artifisial) dapat menurunkan validitas penelitian. 3 (-) Penelitian kurang terfokus tetapi lebih luas, sehingga kurang mendalam. 4 (-) Penelitian biasanya menjelaskan dan memprediksi fenomena yang tampak, sehingga lebih mengarah ke verifikasi teori. 5 (+) Dari segi kemudahan mendapatkan data, data sekunder yang tersedia dapat digunakan.
6
Pendekatan Naturalis (-) Menilai data lebih subyektif karena hasil observasi langsung periset dan periset sendiri yang menyimpulkannya. (+) Setting natural tidak diubah oleh periset. (+) Penelitian lebih terfokus dan lebih mendalam. (+) Penelitian lebih mendetail ke hal-hal di bawah permukaan yang belum tampak, seperti misalnya penelitian tentang kultur. Lebih untuk menentukan teori baru. (-) Data primer harus dikumpulkan sendiri oleh periset yang biasanya membutuhkan waktu yang lama (bulanan sampai dengan tahunan) untuk mendapatkannya dengan terlibat langsung sebagai pengobservasi di tempat kejadian. (-) Eksternal validitas rendah karena hanya melibatkan satu permasalahan di suatu organisasi saja karena data primer harus diobservasi sendiri yang tidak mungkin dan membutuhkan banyak waktu untuk melibatkan banyak organisasi.
(+) Eksternal validitas lebih tinggi karena dapat melibatkan permasalahan yang lebih luas menggunakan waktu yang lebih panjang dan perusahaan yang lebih banyak sebagai obyek penelitian karena tersedia di data sekunder. Keterangan: Tanda (+) menunjukkan kelebihannya dan tanda (-) menunjukkan kekurangannya **Catatan:
Walaupun secara konsep riset metode ilmiah dan riset metode naturalis berbeda, tetapi sebaiknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan, karena keduanya 12
mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahannya tersendiri, sehingga seharusnya digunakan secara komplementer, satu dapat melengkapi yang lainnya. Pendekatan komplementer ini disebut dengan triangulation. Jika salah satu dari pendekatan ini harus dipilih, bukan berarti yang lebih baik dari yang lainnya, tetapi karena hanya ada perbedaan aliran risetnya, perbedaan kondisi atau lingkungan risetnya, pemilihan kekuasaan atau kedalaman risetnya.
13
BAB III. JENIS-JENIS RISET (SKRIPSI, TESIS, DISERTASI) Ketika menempuh studi di perguruan tinggi, pada jenjang akhir proses studinya mahasiswa S1 dipersyaratkan untuk menyusun skripsi, mahasiswa S2 menyusun tesis dan mahasiswa menyusun disertasi. Dalam pengalaman membimbing mahasiswa S1 selama ini, terdapat kebingungan yang sering dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun karya akhirnya tersebut. Kebingungan tersebut disebabkan terutama karena dosen pembimbingnya tidak secara eksplisit menyatakan, di awal proses pembimbingan, batasan bagi jenis penelitian skripsi yang dipersyaratkan dan ketidakmengertian mahasiswa tentang sejauh dan sedalam apa karya akhir yang merupakan syarat kelulusan program studinya. Ketidaksepahaman antara dosen dan mahasiswa tersebut terkait dengan kedalaman materi riset atau penelitian yang dipersyaratkan karena seringkali tesis yang disusun sebenarnya hanya cocok untuk level skripsi atau sebaliknya, seringkali skripsi yang diminta pembimbing sudah memasuki level tesis sehingga mahasiswa merasa kesulitan untuk menyelesaikannya. Bahkan yang sering ditemui adalah kebingungan mahasiswa dalam menyusun disertasi S3 nya, karena tidak adanya panduan yang digunakan sebagai acuan. Sementara itu, di antara dosen pembimbing pertama, dosen pembimbing kedua atau dosen pembimbing ketiga seringkali timbul perbedaan orientasi dan pengertian karena perbedaan latar belakang pendidikan yang mereka tempuh saat menempuh program S3 nya dulu atau bahkan mereka mengalami perbedaan standar pencapaiannya. Karena saat mengambil S3 dulu, mereka menempuh pendidikan di negara yang berbeda. Misalnya, di Indonesia, Jepang, Australia, Inggris, Perancis atau Amerika Serikat yang seringkali menetapkan standar yang berbeda bahkan di antara promotor di satu universitas dengan promotor dari universitas lainnya dalam satu negara atau bahkan perbedaan standar tersebut sering terjadi antara dosen yang satu dengan dosen yang lain dalam satu universitas. Sebenarnya bagi mahasiswa level S1 perguruan tinggi di negara maju seperti di Inggris dan Australia, mahasiswa tidak diwajibkan untuk membuat skripsi yang berkaitan dengan “penelitian ilmiah” tetapi lebih pada pemberian tugas komprehensif dan tugas-tugas yang mengarahkan pengertian pada penerapan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dalam praktik di lapangan kerja. Oleh karena itu, pemberian tugas tersebut lebih diarahkan untuk memahami isi kuliah, pembentukan pola pikir yang komprehensif dan sistematika kerja di lapangan, belum merupakan dasar sebuah riset. Fokus dari lulusan S1 adalah menciptakan lulusan yang mampu bekerja, baik bekerja di berbagai perusahaan maupun membentuk usahanya sendiri. Tentu saja kemampuan yang diharapkan dari seorang lulusan S1 adalah bekerja secara sistematis, dengan pendekatan ilmiah yang ada dasar teorinya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tetapi, harus diingat seorang lulusan S1 tidak dirancang untuk menciptakan “ilmu baru”, pendekatan ilmiah-ilmiah baru. Bagi mahasiswa S2, terdapat dua aliran ekstrem yang ditempuh mahasiswa dan dibedakan menjadi Master by Course dan Master by Research. Di Australia, untuk mahasiswa yang mengambil jalur Master by Course, pembuatan tesis seringkali dilakukan secara berkelompok, antara dua sampai empat orang dengan kajian yang komprehensif sehingga setiap orang dalam anggota kelompok tersebut memiliki peran yang signifikan. Master by Course biasanya ditempuh di negara Australia, Amerika Serikat, Indonesia, Inggris, Perancis, Belanda, Jepang dan mayoritas jenjang 14
pendidikan master di dunia. Hanya intensitas penyusunan tesisnya bervariasi kadarnya, tergantung di negara mana pendidikan itu ditempuh. Hanya di negara Australia sajalah yang menekankan penyusunan tesis secara berkelompok pada beberapa program studi tertentu. Walaupun di beberapa universitas di Indonesia sudah mulai dilakukan pembuatan tesis berkelompok, terutama di sekolah bisnis atau kajian sosiologis. Selain untuk mengkaji permasalahan yang dihadapi secara lebih mendalam dan lingkupnya luas, tujuan yang ingin dicapai dengan pengerjaan tesis berkelompok ini adalah untuk menyesuaikan dengan periode waktu studi yang terbatas dan untuk melatih kemampuan kerja sama antar anggota kelompok. Selain tentu saja karena masalah dalam bidang bisnis, yang secara komprehensif ditemui di lapangan, sulit diselesaikan dalam batas waktu studi yang biasanya berkisar 3-6 bulan, lama penyelesaian yang dipersyaratkan oleh universitas. Sementara itu, Master by Research menekankan pada 100 % pembuatan tesis secara individu dan sebagai hasil akhir, tesis tersebut harus diuji secara lebih intens oleh tim penguji internal universitas atau penguji eksternal dari universitas yang lain. Negara yang menganut Master by Research adalah Inggris dan Australia dan biasanya Master by Research ini menjadi syarat untuk dapat melanjutkan ke program doktor. Oleh karena itu, pemegang Master by Course seringkali masih diwajibkan untuk melengkapi beberapa persyaratan semacam matrikulasi atau preliminary sebelum bisa masuk ke program doktorat tersebut. Jadi jika boleh dibandingkan, Master by Research memiliki strata yang lebih tinggi karena tidak membutuhkan persyaratan apapun sebelum masuk ke program doktor dan mahasiswa yang bersangkutan dianggap sudah memiliki kemampuan riset sebelumnya yang menyangkut metodologi penelitian, pengolahan data, analisis dan presentasi hasil riset dalam publikasi ilmiah. Untuk mahasiswa S3 juga terdapat dua mazhab, yaitu pertama S3 yang ditempuh dengan metode campuran seperti yang dilakukan di Indonesia, Amerika Serikat, Perancis, Jepang dan kedua metode riset murni seperti di Australia dan Inggris. Sebenarnya kedua mazhab S3 tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menghasilkan kontribusi ilmiah yang signifikan. Hanya saja penganut mazhab yang pertama perlu membekali mahasiswa dengan pengetahuan dasar untuk melakukan riset, sedangkan penganut mazhab kedua menganggap bahwa yang mengambil S3 adalah mature student atau mahasiswa dewasa, baik dari sikap maupun bekal keilmuan, sehingga yang bersangkutan dianggap sudah seharusnya memiliki kesadaran sendiri untuk mencari sumber dan cara penelitian yang benar. Walaupun demikian, tujuan akhir program S3 dapat diringkaskan menjadi dua macam dan biasanya inilah yang dicari dan diperiksa oleh penguji dari disertasi yang dikumpulkan, yaitu Pertama, orisinalitas atau keaslian topic riset yang disusun yang dapat menyangkut penerapan metode baru, lingkup penelitian yang baru, formula atau pendekatan baru. Kedua, knowledge contribution, yang berupa kontribusi pengetahuan yang disumbangkandari hasil riset tersebut ke kalangan akademis dan mengisi gap yang masih ada dari periset sebelumnya. Oleh karena itu, dalam penelitian untuk program doktor, penting untuk dapat mengetahui akar suatu ilmu dan sampai di mana riset telah dilakukan dalam lingkup keilmuannya yang seringkali diistilahkan sebagai state of the arts. Adanya internet dan situs web seperti saat ini benar-benar sangat membantu proses penelitian, bukan saja mengetahui sejauh mana riset telah dilakukan oleh para pakar sedunia, tetapi juga klaim yang lebih valid terhadap nilai kebaruan hasil penelitian dengan mengeceknya diberbagai jurnal ataupun situs web universitas yang telah tersebar. 15
Penjelasan tentang titik berat penelitian di level S1, S2 dan S3 diringkas dalam tabulasi di bawah agar menjadi perhatian kita dalam membuat riset sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Tabel 3.3 Fokus Penelitian S1, S2 dan S3 Aspek Skripsi Tesis Sifat Penerapan Kombinasi penerapan pendekatan/teori beberapa pendekatan dalam dalam praktek praktek, atau pembuatan metode baru dalam penyelesaian masalah, atau pengujian atas teori yang sudah ada dan penambahan dari kekurangan teori lama Karakter Praktis applicable Praktis, penerapan, kombinasi beberapa teori Penerapan insitusi berbeda merupakan skripsi berbeda
pada yang sudah hasil yang
Jangka waktu 3-6 bulan penyusunan Target Orang yang pembaca bergerak di bidang tersebut dan akademisi terbatas Kedalaman ilmiah
Merupakan analisis terhadap permasalahan
Referensi
Referensi minimal satu pendekatan dalam buku ajar (text book)
Proses pembimbingan Proses Pengujian
1x1 minggu; jam 20 menit Presentasi,
0,5
Penerapan pada insitusi yang berbeda, pendekatan yang tidak harus terikat pada teori yang sudah ada, pendapat/sumbangan penulis pada pemecahan masalah/penyusunan metode yang paling sesuai dengan pokok bahasan
3-12 bulan
Disertasi Perumusan pendekatan yang sama sekali baru atau suatu permasalahan
Teori baru validitasnya diuji
yang dapat
Pendekatan yang komprehensif terhadap suatu permasalahan yang belum ditelaah oleh peneliti sebelumnya terdapat knowledge contribution dan orisinilitas dari penulis terhadap permasalahan yang dipecahkan 3-5 bulan
Akademisi level nasional, Mayoritas para praktisi atau orang yang peneliti terkait dan bergerak di bidang riset para akademisi di bidang tersebut, level nasional dan internasional Setidaknya merupakan Harus merupakan gabungan antara analisis dan analisis, sintesis dan sintesis terhadap pemikiran baru permasalahan Minimal beberapa pendekatan 40-200 jurnal, buku yang ditelaah (reviewed), 1-10 ajar sebagai jurnal referensi setiap langkah yang dicapai. Kajian harus dilakukan terhadap referensi yang diacu 1x1 minggu; 1-0,5 jam 1x1 mingu; 0,5-2 jam
25 menit presentasi Siding tertutup 2 2 penguji @ 30 menit. Bagi Siding terbuka, 16
penguji @ 25 menit
Master by Research seringkali pengujian dilakukan melalui pengiriman tesis untuk diuji pakar di luar universitas yang bersangkutan
pengujian level proposal, level kedalaman teknis, dengan pembimbing 3 doktor/professor dan penguji 3-5 doktor/profesor
Definisi Riset Riset didefinisikan sebagai proses pengumpulan, pencatatan dan analisis data yang sistematis dan obyektif dalam kajian ilmu tertentu untuk mengetahui fenomena sehingga dapat diketahui rangkaian sebab-akibat dan formulasi permodelan atau pemecahannya. Dari definisi ini mensyaratkan beberapa hal: 1. Informasi riset tidak dikumpulkan secara intuitif atau kebetulan. Secara harfiah, riset berasal dari kata re-search yang berarti “mencari kembali” (search again). Hal ini mengandung konotasi sebagai sesuatu studi yang cermat yang merupakan proses investigasi didasari oleh pengetahuan (scientific investigation) di mana peneliti dengan hati-hati mengamati data untuk menemukan segala sesuatu yang dapat diketahui tentang subyek studi. 2. Informasi yang didapat atau data yang dikumpulkan dan dianalisis harus mencukupi dan akurat. Oleh karena itu, peneliti harus bersikap obyektif. 3. Obyektivitas yang dipersyaratkan adalah untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang dapat menyangkut semua aspek. Riset Dasar dan Riset Terapan Salah satu alasan manusia untuk melakukan riset adalah mengembangkan dan mengevaluasi suatu konsep dan teori. Riset dasar (dalam istilah asing sering disebut basic research atau pure research) dilakukan untuk memperluas batas-batas pengetahuan. Artinya, riset dasar tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi suatu permasalahan yang spesifik. Hasil dari riset dasar pada umumnya tidak dapat diimplementasikan secara langsung. Riset dasar dilakukan untuk verifikasi terhadap diterimanya (acceptability) teori yang sudah ada atau untuk mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep. Sebagai contoh, riset dasar dilakukan untuk menemukan apakah terdapat stereotip suku-suku di Indonesia dalam bekerja, misalnya suku Jawa, Batak, Padang, Ambon dan sebagainya sebagai dasar dalam penempatan pegawai. Berbeda dengan riset dasar, riset terapan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang spesifik atau untuk membuat keputusan tentang suatu tindakan atau kebijakan khusus. Sebagai contoh, suatu organisasi melakukan riset terapan untuk mempelajari waktu yang dihabiskan karyawannya pada komputer pribadi (personal computer) dalam seminggu.
17
BAB IV. PERSPEKTIF METODE PENELITIAN KUANTITATIF, KUALITATIF DAN KOMBINASI A. Pengertian Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan pada hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh panca indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sedangkan sistematis, artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid, reliabel dan obyektif. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Misalnya, dalam masyarakat tertentu terdapat 5000 orang miskin, sementara peneliti melaporkan jauh di bawah atau di atas 5000 orang miskin, maka derajat validitas hasil penelitian itu rendah. Atau, misalnya dalam suatu unit kerja pemerintahan di mana dalam unit kerja tersebut iklim kerjanya sangat bagus, sementara peneliti melaporkan iklim kerjanya tidak bagus, maka data yang dilaporkan tersebut juga tidak valid. Untuk mendapatkan data yang langsungvalid dalam penelitian sering sulit dilakukan, oleh karena itu data yang telah terkumpul sebelum diketahui validitasnya, dapat diuji melalui pengujian reliabilitas dan obyektivitas. Pada umumnya kalau data itu reliabel dan obyektif, maka terdapat kecenderungan data tersebut akan valid. Data yang valid pasti reliabel dan obyektif. Teliabel berkenaan dengan derajat konsistensi/keajegan data dalam interval waktu tertentu. Misalnya pada hari pertama wawancara, sumber data mengatakan bahwa jumlah karyawan yang berdemostrasi sebanyak 1000 orang, maka besok atau lusa pun sumber data tersebut kalau ditanya akan tetap mengatakan bahwa jumlah karyawan yang berdemonstrasi tetap sebanyak 1000 orang. Obyektivitas berkenaan dengan interpersonal agreement (kesepakatan antar banyak orang). Bila banyak orang yang menyetujui bahwa karyawan yang berdemonstrasi sebanyak 1000 orang, maka data tersebut adalah data yang obyektif (obyektif lawannya subyektif). Data yang reliabel belum tentu valid, misalnya setiap hari seseorang karyawan perusahaan pulang malam dengan alas an ada rapat, padahal kenyataannya tidak ada rapat. Hal ini diucapkan secara konsisten tetapi berbohong, sehingga data tersebut terlihat reliabel (konsisten) tetapi tidak valid. Data yang obyektif juga belum tentu valid, misalnya 99 % dari sekelompok orang yang menyatakan bahwa si A adalah seorang pencuri dan 1 % menyatakan bukan pencuri. Pernyataan kelompok tersebut terlihat obyektif (disepakati 99 %) tetapi tidak valid. Untuk mendapatkan data yang valid, reliabel dan obyektif dalam penelitian kuantitatif, maka instrumen penelitiannya harus valid dan reliabel, pengumpulan data dilakukan dengan cara yang benar pada sampel yang representatif (mewakili populasi). Untuk mendapatkan data dalam penelitian kualitatif yang valid dan reliabel, maka 18
peneliti harus dapat menjadi human instrument yang baik, mengumpulkan data secara triangulasi dari berbagai sumber data yang tepat dan melakukan pengujian keabsahan data. Untuk mendapatkan data yang valid, reliabel dan obyektif dalam penelitian kombinasi, maka dilakukan dengan menggabungkan cara yang dilakukan dalam metode kuantitaitf dan kualitatif. Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam, yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan. Penemuan berarti data, tindakan dan produk yang diperoleh dari penelitian itu adalah betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah ada. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu. Sedangkan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan, tindakan dan produk yang telah ada. Penelitian yang bersifat penemuan misalnya, menemukan cara yang paling efektif untuk memberantas korupsi, penelitian yang bersifat membuktikan misalnya, membuktikan apakah betul bahwa insentif dapat meningkatkan prestasi kerja di unit tertentu atau tidak. Selanjutnya penelitian yang bersifat mengembangkan misalnya, mengembangkan sistem pemberdayaan masyarakat yang efektif. Mellaui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Memahami berarti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu, memecahkan berarti meminimalkan ataumenghilangkan masalah dan mengantisipasi berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi. Penelitian yang akan digunakan untuk memahami masalah misalnya, penelitian tentang sebab-sebab jatuhnya pesawat terbang atau sebab-sebab membudayanya korupsi di Indonesia. Penelitian yang bersifat memecahkan masalah misalnya, penelitian untuk mencari cara yang efektif untuk memberantas korupsi di Indonesia dan penelitian yang bersifat antisipasi masalah misalnya penelitian untuk mencari cara agar korupsi tidak terjadi pada pemerintahan baru. B. Macam-Macam Data Penelitian Seperti telah dikemukakan bahwa, penelitian itu dilakukan untuk mendapatkan data. Terdapat bermacam-macam data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Macam-macam data dapat dilihat pada gambar di bawah berikut ini. Data Kualitatif Empiris
Data Kualitatif Data Kualitatif Bermakna
Macam Data Penelitian Data Diskrit Data Ordinal
Data Kuantitatif Data Kontinum
Gambar 4.4 Macam-Macam Data Penelitian
Data Interval
Data Rasio
19
Berdasarkan gambar 4.4 tersebut terlihat bahwa terdapat dua macam data penelitian, yaitu, data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang benrentuk kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan, gambar dan foto. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan/scoring. Data kuaitatif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data kualitatif empiris dan data kualitatif bermakna. Data kualitatif empiris adalah data sebagaimana adanya (tidak diberi makna). Peneliti melihat seorang pegawai memakai baju merah atau baju hitam dilaporkan sebagaimana adanya. Data kualitatif bermakna adalah data dibalik fakta yang tampak. Seseorang memakai baju hitam dapat diberi makna bermacam-macam, misalnya sedang pulang dari takziah, merupakan seragam anggota kelompok tertentu atau karena kesenangannya memakai baju hitam. Penelitian kualitatif akan lebih banyak berkaitan dengan data kualitatif yang bermakna, oleh karena itu peneliti kualitatif harus memberi makna terhadap fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya data kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu data diskrit dan data kontinum. Data diskrit sering juga disebut data nominal, adalah merupakan data kuantitatif yang satu sama lain terpisah, tidak dalam satu garis kontinum. Data ini diperoleh dari hasil menghitung atau membilang. Contoh dalam satu ruang kelas ada 30 murid, 16 wanita dan 14 pria. Angka 30, 16 dan 14 adalah data diskrit. Data kontinum adalah data kuantitatif yang satu sama lain berkesinambungan dalam satu garis. Data ini diperoleh dari hasil mengukur, seperti mengukur derajat kesehatan,berat badan, kemampuan, motivasi, IQ dan lain-lain. Data kontinum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu data ordinal, interval dan ratio. Data ordinal merupakan data kuantitatif yang berbentuk peringkat/ranking. Antar ranking jaraknya tidak sama. Misalnya, antara ranking 1 (nilai 100), ranking 2 (nilai 95) jaraknya sama dengan 5. Ranking 2 (nilai 95) dengan ranking 3 (nilai 75) jaraknya 20 dan seterusnya. Contoh data ordinal misalnya dalam kejuaraan (Juara I, II dan III), urutam prestasi belajar (ranking 1, 2, 3, 7, 15). Eselonisasi jabatan misalnya Eselon I, II, III, IV dan V. Pada data ordinal makin kecil angkanya, semakin tinggi posisinya. Misalnya juara I lebih baik dari juara II. Eselon I lebih tinggi dari eselon II. Tetapi di Indonesia, dalam golongan gaji pegawai negeri sipil, tidak sesuai dengan teori data ordinal, karena golongan I justru lebih rendah dari golongan II dan seterusnya. Mestinya eselon I golongan gajinya golongan I. Data interval adalah data kuantitatif kontinum yang jaraknya sama tetapi tidak mempunyai nilai nol absolut. Contoh data interval adalah skala thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu. Suhu udara bisa minus (-), bisa nol (0) dan bisa di atas nol (+). Pada data interval tidak bisa dibuat penjumlahan seperti pada data ratio. Air 1 gelas suhu 10 0 C ditambah air 1 gelas dengan suhu 20 0 C tidak menjadi 30 0 C tetapi 15 0 C. C. Macam-Macam Metode Penelitian Bermacam-macam metode penelitian bila dilihat dari landasan filsafat dan analisisnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu metode penelitian kuantitatif, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kombinasi (mixed methods) hal ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini. 20
Macam Metode Penelitian Survei Kuantitatif Eksperimen
Phenomenology
Macam Metode Penelitian
Grounded Theory Kualitatif Ethnography
Case Study
Narrative Sequential/ Explanatory Sequential/ Berurutan Sequential/ Exploratory
Kombinasi (Mixed Methods)
Concurrent Triangulation Concurrent/ Campuran Sequential Embedded
Gambar 5.4 Macam-Macam Metode Penelitian
Berdasarkan gambar 5.4 tersebut telihat bahwa yang termasuk dalam metode kuantitatif adalah metode survei dan metode eksperimen. Yang termasuk metode kualitatif adalah phenomenology, grounded theory, ethnography, case study dan narrative. Selanjutnya yang termasuk dalam penelitian kombinasi adalah model sequential (berurutan) dan model concurrent (kombinasi campuran). Model urutan (sequential) ada dua model yaitu model sequential explanatory (urutan pembuktian) dan sequential exploratory (urutan penemuan). Model concurrent (campuran) ada dua yaitu, model concurrent triangulation (campuran kuantitatif dan kualitatif secara berimbang) dan concurrent embedded (campuran kuantitatif dan kualitatif yang tidak berimbang). Dalam hal metode kuantitatif dan kualitatif, Borg dan Gall (1989) menyatakan sebagai berikut: “Many labels have been used to distinguish between tradisional research methods and these new methods: positivistic versus post positivistic research; scientific versus artistic research; confirmatory versus discovery-oriented research; quantitative versus qualitative research. The quantitative-qualitative distinction seem 21
most widely used. Both quantitative researchers and qualitative researcher go about inquiry in different ways”. 1. Metode Kuantitatif Metode penelitian kuantitatif secara lebih rinci diberikan pada bab selanjutnya. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memnuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode konfirmatif, karena metode ini cocok digunakan untuk pembuktian/konfirmasi. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Dengan demikian metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur dan hubungan gejala bersifat akibat-akibat. Penelitian pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, di mana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang diambil secara random, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil. Dalam hal ini metode kuantitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen dan metode survei. Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment tertentu (perlakuan)dalam kondisi yang terkontrol (laboratorium). Dalam hal metode eksperimen Creswell (2009) menyatakan “Experimental research seeks determine if a specific treatment influence an outcome in a study. This impact is assessed by providing a specivic treatment to one group and withholding it from another group and then determining how both groups score on an outcome”. Selanjutnya dalam hal metode survei dinyatakan bahwa “survey design provide a plan for a quantitative or numeric description of trend, attitudes, or opinions of population by studying a sample of that population”. Kerlinger (1973) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadiankejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Walaupun metode survei ini tidak memerlukan 22
kelompok kontrol seperti halnya metode eksperimen, namun generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif (David Kline, 1980). 2. Metode Kualitatif Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan sebagai metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola) dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Metode ini juga sering disebut metode konstruktif karena, dengan metode kualitatif dapat ditemukan data-data yang berserakan, selanjutnya dikonstruksikan dalam suatu tema yang lebih bermakna dan mudah dipahami. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga sebagai metode etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya, disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigm interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk menjadi instumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi social yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi social yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan/simultan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan faktafakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Generalisasi pada penelitian kualitatif dinamakan transferability. Dengan demikian metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang amaliah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam hal penelitian kualitatif, Creswell (2009) menyatakan bahwa “Qualitative research is a means for exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem. The process of research involves emerging questions and procedures; collecting data in the participants setting; analyzing the data 23
inductively, building from particular to general themes; and making interpretations of the meaning of data. The final written report has a flexible writing structure”. Menurut Creswell (2009), metode kualitatif dibagi menjadi lima macam yaitu phenomenological research, grounded theory, ethnography, case study and narrative research. 1. Phenomenological research is qualitative strategy in which the researcher identifies the essence of human experiences about a phenomenon as describe by participants in a study (Fenomenologis adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, di mana peneliti melakukan pengumpulan data dengan observasi partisipan untuk mengetahu fenomena esensial partisipan dalam pengalaman hidupnya). 2. Grounded theory is a qualitative strategy in the which researcher derives a general, abstract theory of a process, action or interaction grounded in the views of participants in study (teori grounded adalah merupakan salah satu jenis metode kualitatif, di mana peneliti dapat menarik generalisasi (apa yang diamati secara induktif), teori yang abstrak tentang proses, tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan dari partisipan atau peneliti. 3. Ethnography is a qualitative strategy in which the researcher studies an intact cultural group in a natural setting over a prolonged period of time by collecting primarily observational and interview data (etnografi adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, di mana peneliti melakukan studi terhadap budaya kelompok dalam kondisi yang alamiah melalui observasi dan wawancara). 4. Case studies, are qualitative strategy in which the researcher explores in depth program, event, activity, process, or one or more individuals. The case (s) are bounded by time and activity and researchers collect detailed information using a variety of data collection procedures over sustained period of time (studi kasus adalah merupakan salah satu jenis penelitian kuaitatif, di mana peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap program, kejadian, proses, aktivitas, terhadap stu atau lebih orang. Suatu kasus terikat oleh waktu dan aktivitas dan peneliti melakukan pengumpulan data secara mendetail dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data dan dalam waktu yang berkesinambungan. 5. Narrative research is qualitative strategy in which the researcher studies the kivess of individuals and asks one or more individuals to provide stories about their lives. This information is then often retold or restoried by the researcher into a narrative chronology (penelitian naratif adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, di mana peneliti melakukan studi terhadap satu orang individu atau lebih untuk memperoleh data tentang sejarah perjalanan dalam kehidupannya. Data tersebut selanjutnya oleh peneliti disusun menjadi laporan yang naratif dan kronologis. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) adalah sebagai berikut: a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument. b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number. 24
c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or product. d. Qualitative research tend to analyze their data inductively. e. “Meaning” is of essential to the qualitative approach. Berdasarkan karakteristik tersebut dpat dikemukakan bahwa penelitian kualitatif itu: a. Di lakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci. b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk katakata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome. d. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati). Erickson dalam Susan Stainback (2003) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: 1. Intensive, long term participation in field setting. 2. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence. 3. Analytic reflection on the documentary record obtained in the field. 4. Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview and interpretative commentary. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan dan membuat laporan penelitian secara mendetail. 3. Metode Penelitian Kombinasi Metode penelitian kombinasi secara lebih rinci diberikan bab selanjutnya. Metode penelitian kombinasi, merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pragmatism (gabungan positivisme dan postpositivisme). Menurut Creswell (2009), filsafat pragmatisme berpandangan bahwa: a. Pragmatism not see the world as an absolute unity. In a similar way, mixed methods researcher look to many approaches for collecting and analyzing data rather than subscribing to only one way (e.g. quantitative or qualitative). Filsafat pragmatism tidak memandang bahwa dunia itu bukan satu kesatuan yang absolut. Dengan pandangan ini, peneliti kombinasi melihat dunia/realitas dari berbagai pendekatan dalam mengumpulkan dan menganalisis data dan tidak hanya dengan satu macam pendekatan saja. b. Pragmatism is not committed to any one system of philosophy and reality. This applies to mixed methods research in that inquires draw liberally from both quantitative and qualitative assumptions when they engange in their research. Filsafat pragmatisme tidak hanya berpedoman pada satu landasan filsafat dalam memandang realitas, tetapi menggunakan kombinasi landasan filsafat, yaitu filsafat penelitian kuantitatif dan kualitatif. 25
c. Pragmatism, as a worldview or philosophy arise out of actions, situations, and consequences rather than antecedent condition (as in postpositivism). There is concern with applications-what works-and solutions to problems. Instead of focusing on methods, researchers emphasize the research problem and use all approaches available to understand the problem. Pragmatisme adalah suatu pandangan dasar atau filsafat yang terkait dengan suatu tindakan, situasi dan akibat daripada sebab (seperti dalam filsafat positivism). Pragmatisme terkait dengan suatu aplikasi bagaimana cara bekerja dan cara pemecahan masalah. Bila dikaitkan dengan metode, maka peneliti dapat menggunakan semua metode yang mungkin dapat digunakan untuk memahami masalah. d. Thus fort the mixed methods researcher, pragmatism open the door to multiple method, different worldviews, and different assumptions, as well as different form of data collection and analysis. Dengan demikian peneliti kombinasi memandang filsafat pragmatisme membuka pintu adanya berbagai metode penelitian, berbagai perbedaan dalam memandang dunia/realitas dan berbagai perbedaan asumsi, sehingga dapat terjadi perbedaan dalam pengumpulan data dan analisis. e. Individual researchers have a freedom of choice, in this way, researchers of research that best meet their needs and purpose. Peneliti secara individual mempunyai kebebasan untuk memilih metode yang akan digunakan untuk penelitian, dengan demikian peneliti bebas memilih metode, teknik dan prosedur yang terbaik untuk penelitian sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan di sini bahwa, filsafat pragmatisme itu memandang dunia/realitas itu tidak merupakan satu kesatuan yang absolut/mutlak, tidak hanya menggunakan satu sistem filsafat dalam memandang realitas. Dengan demikian situasi sosial itu bisa bersifat holistik (postpositivisme) tetapi bisa juga dapat diklasifikasikan (positivisme), suatu kondisi itu tidak natural/alamiah (postpositivisme) tetapi juga ada perlakuan/treatment (positivisme). Dengan situasi seperti itu, maka peneliti kombinasi dapat melakukan penelitian dengan metode kualitatif dan kuantitatif secara bersama-sama. Dengan demikian metode penelitian kombinasi dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pragmatisme (kombinasi positivism dan postpositivisme) digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah maupun buatan (laboratorium) di mana peneliti bisa sebagai instrumen dan menggunakan instrument untuk pengukuran, teknik pengumpulan data dapat menggunakan tes, kuesioner dan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif (kualitatif) dan deduktif (kuantitatif) serta hasil penelitian kombinasi bisa untuk memahami makna dari dan membuat generalisasi. Secara pragmatis dan praktis metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat digunakan sebagai metode penelitian. Selama ini ada pemikiran bahwa, metode kuantitatif dan kualitatif tidak dapat digabungkan. Seperti dinyatakan oleh Thomas D. Cook dan Charles Reichardt (1978) “To the conclusion that qualitative and quantitative methods themselves can never be used together. Since the methods are linked to different paradigms and since one must choose between mutually exclucive and antagonistic world views, one must also choose between the methods type”. Kesimpulannya, metode kualitatif dan kuantitatif tidak pernah akan dipakai bersamasama, karena kedua metode tersebut memiliki paradigm yang berbeda dan 26
perbedaannya bersifat mutualy exclucive, sehingga dalam penelitian hanya dapat memilih salah satu metode. Susan Stainbanck (1988) “Each methodology can be used to complement the other within the same area of inquiry, since they have different purposes or aims”. Maksudnya bahsa setiap metode dapat digunakan untuk melengkapi metode lain, bila penelitian dilakukan pada lokasi yang sama, tetapi dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Metode penelitian ini mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan obyektif. Creswell (2009) menyatakan bahwa “Mixed methods research is an approach to inquiry that combines or associated both qualitative quantitative forms of research”. Metode kombinasi adalah merupakan pendekatan penelitian yang menggabungkan atau menghubungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Tashakkori and Creswell dalam Donna M. Matens (2010) memberikan definisi metode kombinasi (mixed methods) sebagai berikut “Research in which investigator collect and analyzes data, integrates the findings, and draws inference using both qualitative and quantitaives approaches or methods in single study or program of inquiry. Hence mixed methods can refer to the use of both qualitative and quantitative methods to answers research question in a single study”. Penelitian kombinasi adalah merupakan penelitian, di mana peneiti mengumpulkan dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan dan menarik kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam satu studi. Metode kombinasi digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian pada satu proyek/kegiatan penelitian. Selanjutnya Creswell (2009) menyatakan bahwa “A mixed methods design is useful when either the quantitative or qualitative approach by itself is inadequate tobest understand a research problem or the strengths of both quantitative and qualitative research can provide the best understanding”. Metode penelitian kombinasi akan berguna bila metode kuantitatif atau metode kualitatif secara sendiri-sendiri tidak cukup akurat digunakan untuk memahami permasalahan penelitian atau dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif secara kombinasi akan dapat memperoleh pemahaman yang paling baik (bila dibandingkan dengan satu metode). Metode penelitian kombinasi dapat dibagi menjadi dua yaitu model/desain sequential (kombinasi berurutan) dan model concurrent (kombinasi campuran). Model sequential (urutan) dapat dibagi menjadi dua yaitu model sequential explanatory (urutan pembuktian) dan sequential exploratory (urutan penemuan). Model concurrent (campuran) ada dua yaitu model concurrent triangulation (campuran kuantitatif dan kualitatif secara berimbang) dan concurrent embedded (campuran kuantitatif dan kualitatif tidak berimbang). D. Perbedaan Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi Untuk memahami metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi secara lebih mendalam, maka harus diketahui perbedaannya. Perbedaan antara metode kualitatif dengan kuantitatif meliputi tiga hal, yaitu perdebatan tentang aksioma, proses 27
penelitian dan karakteristik penelitian itu sendiri. Hal ii ditunjukkan pada gambar di bawah.
Perbedaan Aksioma Dasar Tentang Sifat Realitas Perbedaan Metode Kualitatif dan Kuantitatif
Perbedaan Dalam Proses Penelitian Perbedaan Dalam Karakteristik Penelitian
Gambar 6.4 Perbedaan Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Kombinasi
1. Perbedaan Aksioma Aksioma adalah pandangan dasar atau filsafat. Aksioma penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi meliputi aksioma tentang realitas hubungan peneliti dengan yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi dan peranan nilai. Perbedaan aksioma penelitian kualitatif dan kuantitatif ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Perbedaan Aksioma Antara Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Kombinasi Aksioma Dasar Kuantitatif Kualitatif Kombinasi Sifat realitas Tunggal Ganda, holistik, Ganda, dapat diklasifikasikan, dinamis, hasil diklasifikasikan, konkrit, teramati, konstruksi dan teramati dan hasil terukur pemahaman konstruksi makna Hubungan peneliti Independen supaya Interaktif dengan Independen dan dengan yang diteliti terbangun sumber data supaya interaktif dengan obyektivitas memperoleh makna sumber data Hubungan variabel Sebab-akibat Timbal balik/interaktif Sebab akibat dan interaktif Y X
Y
X
Z
Kemungkinan generalisasi Peranan nilai
Cenderung membuat Transferability (hanya generalisasi mungkin dalam ikatan konteks dan waktu) Cenderung bebas Terikat nilai-nilai yang nilai dibawa peneliti dan sumber data
Generalisasi transferability Bebas nilai
dan
dan
terikat
Sumber: Sugiyono, 2012
a. Perbedaan realitas Dalam memandang realitas, gejala atau obyek yang diteliti terdapat perbedaan antara metode kualitatif, kuantitatif dan kombinasi. Seperti telah dikemukakan, dalam metode kuantitatif yang berlandaskan pada filsafat positivisme, realitas dipandang sebagai sesuatu yang konkrit, dapat diamati dengan panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, warna dan 28
perilaku tidak berubah dalam waktu yang relatif lama, dapat diukur dan diverifikasi. Dengan demikian dalam penelitian kuantitatif, peneliti dapat menentukan hanya beberapa variabel saja dari obyek yang diteliti dan kemudian dapat membuat instrumen untuk mengukurnya. Dalam penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat postpositifisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau obyek tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah ke dalam beberapa variabel. Penelitian kualitatif memandang obyek sebagai sesuatu yang utuh, dinamis, hasil konstruksi hasil pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati, serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat meneliti performance suatu mobil, peneliti kuantitatif dapat meneliti mesinnya saja atau bodi-nya saja, tetapi peneliti kualitatif akan meneliti semua komponen dan hubungan satu dengan yang lain, serta kinerja pada saat mobil dijalankan. Pandangan tentang realitas dalam penelitian kombinasi (mixed methods) merupakan gabungan antara filsafat positivisme dan postpositivisme dan tergantung pada model desain atau model penelitian kombinasinya. Bila penelitian kombinasi model sequential explanatory, maka pandangan awal terhadap realitas bersifat positivistik dan setelah itu postpositivistik. Bila penelitian kombinasi bersifat concurrent, maka pandangan terhadap realitas menggunakan gabungan positivisme dan postpositivisme. b. Hubungan peneliti dengan yang diteliti Dalam penelitian kuantitatif, kebenaran itu di luar dirinya sehingga hubungan antara peneliti dengan yang diteliti harus dijaga jaraknya sehingga bersifat independen. Dengan menggunakan kuesioner, sebagai teknik pengumpulan data, maka peneliti kuantitatif hampir tidak mengenal siapa yang diteliti atau responden yang memberikan data. Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik pengumpulan data participant observation (observasi berperan serta) dan indepth interview (wawancara mendalam), maka peneliti harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian, peneliti kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data. Dalam penelitian kombinasi, hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dapat independen dan interaktif. c. Hubungan antar variabel Peneliti kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Contoh pengaruh iklan terhadap nilai penjualan, artinya semakin banyak iklan yang ditayangkan maka akan semakin banyak nilai penjualan. Iklan sebagai variabel independen (sebab) dan nilai penjualan sebagai variabel dependen (akibat). Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik dan lebih menekankan pada proses, maka penelitian kualitatif dalam melihat hubungan antar variabel pada obyek yang diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling mempengaruhi (reciprocal/interaktif), sehingga tidak diketahui mana variabel independennya dan 29
dependennya. Hubungan antara iklan dan nilai penjualan. Dalam hal ini hubungannya bersifat interaktif, artinya makin banyak yang dikeluarkan untuk iklan maka akan semakin banyak penjualan, tetapi juga sebaliknya makin banyak nilai penjualan, maka alokasi dana untuk iklan juga akan semakin tinggi. Dalam penelitian kombinasi, hubungan antar variabel yang diteliti dapat berupa hubungan sebab akibat atau hubungan interaktif, tergantung model kombinasinya. Bila penelitian kombinasi model sequential eksplanatory, maka pada tahap awal hubungan variabel bersifat sebab akibat dan tahap berikutnya bersifat interaktif. Bila penelitian kombinasi model sequential exploratory, maka pada tahap awal hubungan variabel bersifat interaktif dan tahap berikutnya bersifat sebab akibat. Selanjutnya bila model penelitian kombinasi concurrent, maka hubungan variabel dapat dilihat sebagai hubungan sebab akibat dan interaktif. d. Kemungkinan generalisasi Pada umumnya penelitian kuantitatif lebih menekankan pada keluasan informasi (bukan kedalaman) sehingga metode ini cocok untuk digunakan untuk populasi yang luas dengan variabel yang terbatas. Selanjutnya data yang diteliti adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut dengan teknik probability sampling (random). Berdasarkan data dari sampel tersebut, selanjutnya peneliti membuat generalisasi (kesimpulan sampel diberlakukan ke populasi di mana sampel tersebut diambil). Pada penelitian kualitatif, tidak melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan kedalaman informasi sehingga sampai pada tingkat makna. seperti dikemukakan makna adalah data dibalik yang tampak. Walaupun penelitian kualitatif tidak membuat generalisasi, tidak berarti hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan di tempat lain. Generalisasi dalam penelitian kualitatif disebut dengan transferability dalam bahasa Indonesia disebut dengan keteralihan. Maksudnya adalah bahwa, hasil penelitian kualitatif dapat ditransferkan atau diterapkan di tempat lain, manakala kondisi tempat lain tersebut tidak jauh berbeda dengan tempat penelitian. Dalam penelitian kombinasi generalisasi hasil penelitian, dapat bersifat transferability maupun generalisasi yang bersifat inferensial. Sebagai contoh dalam penelitian kombinasi model sequential exploratory, penelitan tahap pertama dilakukan pada kasus tertentu (sehingga hasil penelitian dapat ditransferkan ke kasus lain) dan hasil tersebut dibuktikan pada sampel dari suatu populasi. Dengan demikian hasil pembuktian dari sampel tersebut dapat digeneralisasikan ke populasi di mana sampel tersebut diambil. e. Peran nilai Peneliti kualitatif dalam melakukan pengumpulan data terjadi interaksi antara peneliti data dengan sumber data. Dalam interaksi ini, baik peneliti maupun sumber data memiliki latar belakang, pandangan, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan dan persepsi yang berbeda-beda sehingga dalam pengumpulan data, analisis dan pembuatan laporan akan terikat oleh nilai-nilai masing-masing. Dalam penelitian kuantitatif, karena peneliti tidak berinteraksi dengan sumber data, maka akan terbebas dari nilai-nilai yang dibawa peneliti dan sumber data. Karena ingin bebas nilai, maka peneliti menjaga jarak dengan sumber data, supaya data yang 30
diperoleh obyektif. Quantitative research believe that research should value free (Stainback, 2003). Dalam penelitian kombinasi, pada saat menggunakan metode kualitatif akan terikat oleh nilai-nilai dan pada saat menggunakan metode kuantitatif bisa bebas nilai. 2. Perbedaan Karakteristik Perbedaan antara penelitian kualitatif, kuantitatif dan kombinasi dapat dilihat dengan cara membandingkan antara ketiga metode tersebut. Tabel 5.4 Karakteristik Metode Kuantitatif dan Kualitatif No 1
Metode Kuantitatif A. Desain a. Spesifik, jelas dan rinci b. Ditentukan secara mantap sejak awal c. Menjadi pegangan langkah demi langkah B. Tujuan a. Menunjukkan hubungan antar variabel b. Menguji teori c. Mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif
Metode Kualitatif Metode Kombinasi A. Desain A. Desain a. Umum Untuk model sequential b. Fleksibel explanatory, proposal c. Berkembang dan sudah lebih jelas muncul dalam proses penelitian
3
C. Teknik Pengumpulan Data a. Kuesioner b. Observasi dan wawancara terstruktur
C. Teknik Pengumpulan C. Teknik Pengumpulan Data Data a. Participant observation Test, kuesioner participant, b. Indepth interview observation, indepth c. Dokumentasi interview, dokumentasi, d. Triangulasi triangulasi
4
D. Instrumen Penelitian a. Test, angket, wawancara terstruktur b. Instrumen yang telah terstandar
5
E. Data a. Kuantitatif b. Hasil pengukuran variabel yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrumen F. Sampel a. Besar b. Representatif c. Sedapat mungkin random d. Ditentukan sejak awal G.Analisis
D. Instrumen Penelitian a. Peneliti sebagai instrumen (human instrument) b. Buku catatan, tape recorder, camera, handycam dan lain-lain E. Data a. Deskriptif kualitatif b. Dokumen pribadi, catatan lapangan, ucapan dan tindakan responden, dokumen dan lain-lain F. Sampel a. Kecil b. Tidak representatif c. Purposive, snowball d. Berkembang selama proses penelitian G. Analisis
2
6
7
B. Tujuan B. Tujuan a. Menemukan pola Untuk model sequential hubungan yang explanatory, tujuannya bersifat interaktif adalah menemukan pola b. Menemukan teori dan menguji hipotesis c. Menggambarkan yang ditemukan dalam realitas yang kompleks penelitian kualitatif d. Memperoleh pemahaman makna
D. Instrumen Penelitian Test, angket, instrumen terstandar, peneliti sendiri, buku catatan, tape recorder, camera, handycam dan lain-lain E. Data Data kuantitatif hasil pengukuran dan kualitatif hasil pengamatan
F. Sampel Untuk model sequential explanatory, sampel bisa besar dan representatif G. Analisis
31
8
a. Setelah selesai pengumpulan data b. Deduktif c. Menggunakan statistik untuk menguji hipotesis H. Hubungan dengan Responden a. Dibuat berjarak, bahkan sering tanpa kontak supaya obyektif b. Kedudukan peneliti lebih tinggi dari responden c. Jangka pendek sampai hipotesis dapat dibuktikan
9
I. Usulan Desain a. Luas dan rinci b. Literatur yang berhubungan dengan masalah dan variabel yang diteliti c. Prosedur yang spesifik dan rinci langkah-langkahnya d. Masalah dirumuskan dengan spesifik dan jelas e. Hipotesis dirumuskan dengan jelas f. Ditulis secara rinci dan jelas sebelum terjun ke lapangan
10
J. Kapan Penelitian dianggap Selesai? Setelah semua kegiatan yang direncanakan dapat diselesaikan
11
K. Kepercayaan terhadap Hasil Penelitian Pengujian validitas dan realibilitas instrumen
a. Terus menerus sejak Analisis data kualitatif dan awal sampai akhir kuantitatif penelitian b. Induktif c. Mencari pola, model, tema, teori H. Hubungan dengan H. Hubungan dengan Responden Responden a. Empati, akrab supaya Hubungan peneliti dengan memperoleh yang diteliti bisa berjarak, pemahaman yang bisa akrab, kedudukan mendalam bisa lebih tinggi dan sama b. Kedudukan sama dengan responden, jangka bahkan sebagai guru, pendek dan jangka konsultan panjang, hipotesis terbukti c. Jangka lama, sampai dengan didukung data datanya jenuh, dapat kualitataif ditemukan hipotesis atau teori I. Usulan Desain I. Usulan Desain a. Singkat, umum bersifat Untuk penelitian kombinasi sementara model sequential b. Literatur yang exploratory, usulan desain digunakan bersifat bisa bersifat sementara sementara, tidak tetapi untuk model menjadi pegangan sequential explanatory utama usulan desain sudah rinci c. Prosedur bersifat umum, seperti akan merencanakan tour/piknik d. Masalah bersifat sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan e. Tidak dirumuskan hipotesis, karena justru akan menemukan hipotesis f. Fokus penelitian ditetapkan setelah diperoleh data awal dari lapangan J. Kapan Penelitian J. Kapan Penelitian dianggap Selesai? dianggap Selesai? Setelah tidak ada data Setelah semua kegiatan yang dianggap baru/jenuh yang direncanakan dapat diselesaikan dan setelah tidak ada data yang dianggap baru lagi/jenuh K. Kepercayaan terhadap K. Kepercayaan terhadap Hasil Penelitian Hasil Penelitian Pengujian kredibilitas, Pengujian validitas dan depenabilitas, proses dan realibilitas instrumen, hasil penelitian pengujian kredibilitas depenabilitas, proses dan hasil penelitian kualitatif
Sumber: Sugiyono, 2012
32
3. Perbedaan Proses
Penggunaan Aspek Logika Untuk Merumuskan Hipotesis
Sumber Masalah: 1. Empiris 2. Teoritis
Konsep dan Teori yang Relevan Prinsip deduksi Membaca dan berpikir
Rumusan Masalah
Pengajuan Hipotesis
Membaca hasil penelitian
yang Menyatakan
Prinsip induksi
Operasionalisasi
Penemuan yang Relevan Penemuan
Kesimpulan
Praduga Terhadap Hubungan antar Variabel
Mengumpulkan & Menganalisis data
Menyusun Instrumen penelitian
Memilih
Metode/strategi Pendekatan penelitian
Penggunaan Aspek Metodologi Untuk Menguji Hipótesis Yang Diajukan Gambar 7.4. Proses Penelitian Kuantitatif (Modifikasi dari Tuckman, hal. 90)
33
Perlu Statistik Untuk Uji Validitas dan Reliabilitas
Perlu
Perlu
Perlu
Perlu
Statistik
Instrumen
Statistik
Statistik
Menentukan Berteori
Sampel
Mengumpulkan Data
Menyajikan
Menganalisa
Data
Data
Pembahasan
Gambar 8.4 Proses Penelitian dan Statistik yang Diperlukan
34
Perbedaan antara metode penelitian kualitatif, kuantitatif dan kombinasi juga dapat dilihat dari proses penelitian. Proses dalam metode penelitian kuantitatif bersifat linier dan kualitatif bersifat sirkuler sedangkan metode kombinasi bersifat gabungan linier dan sirkuler. a. Proses Penelitian Kuantitatif Proses penelitian kuantitatif ditunjukkan pada gambar 7.4. seperti telah diketahui bahwa penelitian itu pada prinsipnya adalah untuk menjawab masalah. Masalah merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan, teori dengan praktek, perencanaan dengan pelaksanaan dan sebagainya. Penelitian kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti (preliminary study) untuk mendapatkan yang betul-betul masalah. Masalah tidak dapat diperoleh dari belakang meja, oleh karena itu harus digali melalui studi pendahuluan melalui fakta-fakta empiris. Supaya peneliti dapat menggali masalah dengan baik, maka peneliti harus menguasai teori melalui membaca berbagai referensi. Selanjutnya supaya masalah dapat dijawab dengan baik, masalah tersebut harus dirumuskan secara spesifik dan pada umumnya dibuat dalam bentuk kalimat tanya. Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (hipotesis). Jadi kalau jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai. Pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan dan konsistensi yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis adalah tersedianya dana, waktu dan kemudahan yang lain. Dalam penelitian kuantitatif metode penelitian yang dapat digunakan adalah metode survey, ex post facto, eksperimen, evaluasi, action research, policy research. Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen penelitian ini digunakan sebagai alat pengumpul data yang berbentuk test, angket/kuesioner, untuk pedoman wawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data dilakukan pada obyek tertentu baik yang berbentuk populasi maupun sampel. Bila peneliti ingin membuat generalisasi terhadap temuannya, maka sampel yang diambil harus representatif (mewakili). Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Berdasarkan analisis ini apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima atau apakah penemuan itu sesuai dengan hipotesis yang diajukan atau tidak. Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah. Berdasarkan proses penelitian kuantitatif di atas, maka nampak bahwa proses penelitian kuantitatif bersifat linier, di mana langkah35
langkahnya jelas mulai dari rumusan masalah, bertoeri, berhipotesis, mengumpulkan data, analisis data dan membuat kesimpulan dan saran. Penggunaan konsep dan teori yang relevan serta pengkajian terhadap hasilhasil penelitian yang mendahului guna menyusun hipotesis merupakan aspek l ogika (logico-hyphothetico), sedangkan pemilihan metode penelitian, menyusun instrument, mengumpulkan data dan analisisnya adalah merupakan aspek metodologi untuk memverifikasikan hipotesis yang diajukan. b. Proses Penelitian Kualitatif Rancangan penelitian kualitatif diibaratkan oleh Bogdan seperti orang yang akan piknik, sehingga ia baru tahu tempat yang akan dituju, tetapi belum tahu pasti apa yang ada di tempat itu. Ia akan tahu setelah memasuki obyek, dengan cara membaca berbagai informasi tertulis, gambar-gambar, berfikir dan melihat obyek dan aktivitas orang yang ada di sekelilingnya, melakukan wawancara dan sebagainya. Proses penelitian kualitatif juga dapat diibaratkan seperti orang asing yang mau melihat pertunjukkan wayang kulit atau kesenian, atau peristiwa yang lain. Ia belum tahu apa, bagaimana wayang kulit itu. Ia akan tahu setelah ia melihat, mengamati dan menganalisis dengan serius. Dari ilustrasi di atas, dapat dikemukakan bahwa walaupun peneliti kualitatif belum memiliki masalah atau keinginan yang jelas, tetapi dapat juga langsung memasuki obyek/lapangan. Pada waktu memasuki obyek, peneliti tentu masih merasa asing terhadap obyek tersebut, seperti halnya orang asing yang masih asing terhadap pertunjukkan wayang kulit. Setelah memasuki obyek, peneliti kualitatif akan melihat segala sesuatu yang ada di tempat itu, yang masih bersifat umum. Misalnya dalam pertunjukkan wayang pada tahap awal, ia akan melihat penontonnya, panggungnya, gamelannya, penabuhnya (pemain gamelannya), wayangnya, dalangnya, pesindennya (penyanyi) aktivitas penyelenggaranya. Pada tahap ini disebut tahap orientasi atau deskripsi, dengan grand question. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, apa yang didengar, dirasakan dan ditanyakan. Mereka baru mengenal serba sepintas terhadap informasi yang diperolehnya. Proses penelitian kualitatif tahap kedua disebut tahap reduksi/fokus. Pada tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi data yang ditemukan pada tahap I untuk memfokuskan pada masalah tertentu. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna dan baru. Data yang dirasa tidak dipakai disingkirkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka data-data tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang ditetapkan sebagai fokus penelitian. Bila dikaitkan dengan contoh melihat pertunjukkan wayang, maka peneliti telah memfokuskan pada masalah tertentu, misalnya masalah wayang dan dalangnya saja. Proses penelitian kualitatif pada tahap ketiga adalah tahap selection. Pada tahap ini peneliti menguraikan focus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci. Ibaratnya pohon, kalau fokus itu baru pada aspek cabang, maka kalau pada tahap selection peneliti sudah mengurai sampai ranting, daun dan buahnya. Kalau diibaratkan pertunjukkan wayang tadi, kalau fokusnya pada wayangnya, maka peneliti ingin lebih dalam tentang wayang mulai dari nama wayang dan perannya, bentuk dan ukuran wayang, cara membuat wayang, makna setiap pahatan pada wayang, jenis cat yang digunakan, cara mengecatnya dan sebagainya. 36
Pada penelitian tahap ketiga ini, setelah peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru. Hasil akhir penelitian kualitatif bukan sekedar menghasilkan data atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia. Pada tahap kelima, peneliti mencandra kembali terhadap kesimpulan yang telah dibuat. Apakah kesimpulan yang telah dibuat itu kredibel atau tidak. Untuk memastikan kesimpulan yang telah dibuat tersebut, maka peneliti masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan dengan cara dan sumber yang berbeda, tetapi tujuannya sama. Kalau kesimpulan telah diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka pengumpulan data dinyatakan telah selesai. Neuman (2003) menggambarkan proses penelitian kuantitatif yang bersifat deduktif dan penelitian kualitatif yang bersifat induktif. Metode penelitian kuantitatif berangkat dari theoretical frame work sesuatu yang bersifat abstrak, difokuskan dengan formal theory, middle range theory, substantive theory, selanjutkan dirumuskan hipotesis untuk diuji sehingga menuju ke empirical social reality atau kejadian-kejadian yang konkrit. Metode penelitian kualitatif berangkat dari pengamatan yang mendetail, konkrit pada empirical social reality, sehingga terbangun grounded theory, selanjutnya berkembang menjadi substantive theory, middle-range theory dan akhirnya menjadi theoretical frame work (also call paradigm or theoretical system). Pengertian teori formal, middle-range theory dan substantive oleh Neuman (2003) sebagai berikut, “Formal Theory is developed for broad conceptual area in general theory. Substantive theory is developed for specific area of social concern. Middle-range theories can be formal or substantive”. Middlle-range theories are slightly more abstract the empirical generalization or specific hypotheses. E. Kapan Metode Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi Digunakan? 1. Penggunaan Metode Kuantitatif a. Bila masalah yang merupakan titik tolak penelitian sudah jelas. b. Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. c. Bila ingin diketahui pengaruh perlakuan/treatmen tertentu terhadap yang lain. d. Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian. e. Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat berdasarkan fenomena yang empiris dan dapat diukur. f. Bila ingin menguji terhadap keragu-raguan tentang validitas pengetahuan, teori dan produk tertentu. 2. Penggunaan Metode Kualitatif a. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau mungkin masih gelap. b. Untuk memahami makna dibalik data yang tampak c. Untuk memahami interaksi sosial. d. Memahami perasaan orang. e. Untuk mengembangkan teori. 37
f. Untuk memastikan kebenaran data. g. Meneliti sejarah perkembangan. 3. Penggunaan Metode Kombinasi a. Peneliti ingin melengkapi hasil penelitian kuantitatif yang diperkaya dengan data-data yang bersifat kualitatif. b. Peneliti ingin hasil penelitian kualitatif dapat diberlakukan pada populasi yang lebih luas (menguji hipotesis hasil penelitian kualitatif). c. Peneliti ingin mendapatkan data yang lebih komprehensif yang dapat dicari dengan metode kuantitatif dan kualitatif dalam waktu yang sama. d. Peneliti ingin melakukan penelitian yang bersifat proses dengan metode kualitatif dan meneliti produk dengan metode kuantitatif. e. Peneliti ingin melakukan penelitian tindakan (action research), untuk menemukan tindakan yang teruji secara efektif. f. Peneliti ingin melakukan penelitian untuk menghasilkan produk yang teruji dengan metode R & D (research and development). Pada tahap analisis kebutuhan dan membuat rancangan bisa menggunakan metode kualitatif dan pada saat menguji rancangan produk dengan metode kuantitatif/eksperimen pada sampel yang semakin luas.
38
BAB V. PROSES PENELITIAN, MASALAH, VARIABEL DAN PARADIGMA PENELITIAN A. Proses Penelitian Kuantitatif Proses penelitian kuantitatif pada gambar berikut ini. Rumusan Masalah
Landasan Teori
Populasi
Sampel
Pengumpulan Data
Rumusan Hipotesis
Pengemb. Instrumen
Analisis Data
Simpulan dan Saran
Pengujian Instrumen
Gambar 9.5 Langkah-Langkah Penelitian Kuantitatif Berdasarkan gambar 9.5 di atas penjelasannya adalah sebagai berikut. Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah atau dari potensi. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas dan ditunjukkan dengan data yang valid. Setelah masalah diidentifikasikan dan dibatasi, maka selanjutnya masalah tersebut dirumuskan. Rumusan masalah pada umumnya dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dengan pertanyaan ini maka akan dapat memandu peneliti untuk kegiatan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan berbagai teori untuk memperjelas masalah dan menjawabnya. Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiris di lapangan. Untuk itu peneliti menetapkan populasi sebagai tempat pengujian dan sekaligus menyiapkan instrumen penelitiannya. Bila populasi terlalu luas dan ada keterbatasan dari peneliti baik dari segi tenaga, biaya dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Bila peneliti bermaksud membuat generalisasi, maka sampel yang diambil harus representatif dengan tingkat kesalahan tertentu. Instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data harus valid dan reliabel. Untuk itu sebelum instrumen digunakan maka harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Setelah instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya, maka dapat digunakan untuk mengukur variabel yang telah ditetapkan untuk diteliti. Instrumen untuk pengumpulan data dapat berbentuk test dan nontest. Untuk instrumen yang berbentuk nontest, dapat digunakan sebagai kuesioner, pedoman observasi dan wawancara. Dengan demikian teknik pengumpulan data selain berupa test dalam penelitian ini dapat berupa kuesioner, observasi dan wawancara. 39
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang akan diajukan. Dalam penelitian kuantitatif, analisi data menggunakan statistik. Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik non parametris. Peneliti menggunakan statistik bila penelitian dilakukan pada sampel yang diambil secara random. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian data dapat menggunakan tabel, tabel distribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, pie chart (diagram lingkaran dan pictogram). Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan yang rasional dan mendalam serta interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan. Setelah hasil penelitian diberikan pembahasan, maka selanjutnya dapat disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap setiap rumusan masalah berdasarkan data yang telah terkumpul. Jadi, kalaupun rumusan masalah ada lima, maka kesimpulannya juga ada lima. Karena peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah, maka peneliti berkewajiban untuk memberikan saran-saran. Melalui saran-saran tersebut diharapkan masalah dapat dipecahkan. Saran yang diberikan harus berdasarkan kesimpulan hasil penelitian. Jadi, jangan membuat saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila hipotesis yang dilakukan tidak terbukti, maka perlu dicek apakah ada yang salah dalam penggunaan teori, instrumen, pengumpulan, analisis data atau rumusan masalah yang diajukan. B. Masalah Seperti yang dinyatakan oleh Emory (1985) bahwa, baik penelitian murni maupun terapan, semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian terapan, hasilnya langsung dapat digunakan untuk membuat keputusan. Jadi setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian (Tuckman, 1988). Best dan Khan (2006) menyatakan “One of the most difficult phase the research is the choice of a suitable problem”. Bila dalam penelitian telah dapat ditemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan penelitian itu 50 % telah selesai. Oleh karena itu menemukan masalah dalam penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat ditemukan, maka pekerjaan penelitian akan segera dapat dilakukan. Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Stonner (1982) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan dan kompetisi. a. Terdapat penyimpangan antara pengalaman dan kenyataan. Di dunia ini yang tetap hanya perubahan, namun sering perubahan itu tidak diharapkan oleh orang-orang tertentu, karena akan menimbulkan masalah. Orang yang biasanya menjadi pimpinan pada bidang pemerintahan harus berubah ke bidang bisnis. Hal ini pada awalnya tentu akan muncul masalah. Orang atau kelompok yang biasanya mengelola pemerintahan dengan sistem sentralisasi lalu 40
berubah menjadi desentralisasi, maka akan muncul masalah. Apakah masalahnya sehingga perlu perubahan. Apakah masalahnya dengan sistem sentralisasi sehingga perlu berubah menjadi sistem desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, apakah masalahnya sehingga kebijakan pendidikan selalu berubah, ganti menteri ganti kebijakan? b. Terdapat penyimpangan antara apa yang telah direncanakan dengan kenyataan. Suatu rencana yang telah ditentukan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang ditetapkan dengan tujuan dari rencana tersebut, maka tentu ada masalah. Misalnya ketika orde baru direncanakan pada tahun 2000 bangsa Indonesia akan tinggal landas, tetapi ternyata tidak terjadi sehingga akan muncul masalah. Dengan adanya reformasi diharapkan harga-harga akan turun, ternyata tidak, sehingga timbul masalah. Direncanakan dengan adanya penataran pengawasan melekat, maka akan terjadi penurunan dalam jumlah KKN, tetapi ternyata tidak sehingga timbul masalah. Apakah masalahnya sehingga apa yang telah direncanakan tidak menghasilkan kenyataan. c. Ada pengaduan. Dalam suatu organisasi yang tadinya tenang tidak ada masalah, ternyata setelah ada pihak tertentu yang mengadukan produk maupun pelayanan yang diberikan, maka timbul masalah dalam organisasi itu. Pikiran pembaca yang dimuat dalam Koran atau majalah yang mengadukan kualitas produk atau pelayanan suatu lembaga, dapat dipandang sebagai suatu masalah, karena diadukan lewat media banyak orang yang menjadi tahu akan kualitas produk dan kualitas pelayanan. Dengan demikian, orang tidak akan membeli lagi atau tidak menggunakan jasa lembaga itu. d. Ada kompetisi. Adanya saingan atau kompetisi dapat menimbulkan masalah besar, bila tidak dapat memanfaatkan untuk kerjasama. Perusahaan pos dan giro merasa mempunyai masalah setelah adanya biro jasa lain yang menerima titipan surat, titipan barang, ada handphone yang dapat digunakan untuk SMS, internet, e-mail. Perusahaan kereta api memandang angkutan umum jalan raya dengan bus sebagai pesaing, sehingga menimbulkan masalah. Tetapi mungkin PT. Telkom kurang mempunyai masalah karena tidak ada perusahaan lain yang memberikan jasa yang sama lewat telepon kabel, tetapi menjadi masalah setelah ada saingan telepon genggam (handphone). C. Rumusan Masalah Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Kalau masalah itu kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, maka rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Namun demikian, terdapat kaitan yang erat antara masalah dan rumusan masalah, karena setiap rumusan masalah penelitian harus didasarkan pada masalah. Bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi (level of explanation). Bentuk rumusan masalah dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu: rumusan masalah deskriptif, komparatif, asosiatif dan komparatif asosiatif. a. Rumusan masalah deskriptif Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu 41
variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain. Penelitian semacam ini untuk selanjutnya dinamakan penelitian deskriptif. Contoh rumusan masalah deskriptif, antara lain: 1) Seberapa tinggi tingkat kinerja kabinet bersatu? 2) Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap perguruan tinggi negeri berbadan hukum? 3) Seberapa tinggi efektivitas kebijakan mobil berpenumpang tiga di Jakarta? 4) Seberapa tinggi tingkat kepuasan dan apresiasi masyarakat terhadap pelayanan pemerintah daerah di bidang kesehatan? b. Rumusan masalah komparatif Rumusan komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda atau pada waktu yang berbeda. Contoh rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1) Adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai negeri BUMN dan swasta? (satu variabel pada tiga sampel). 2) Adakah kesamaan cara promosi antara perusahaan A dan B? 3) Adakah perbedaan, kemampuan dan disiplin kerja antara pegawai swasta nasional dan perusahaan asing (dua variabel, pada dua sampel). 4) Adakah perbedaan kenyamanan naik kereta api dan bus menurut berbagai kelompok masyarakat? 5) Adakah perbedaan daya tahan berdiri pelayan took yang berasal dari kota dan desa serta gunung? (satu variabel pada 3 sampel). 6) Adakah perbedaan tingkat kepuasan masyarakat di kabupaten A dan B dalam hal pelayanan kesehatan? 7) Adakah perbedaan kualitas manajemen antara bank swasta dan bank pemerintah? 8) Adakah perbedaan kualitas lulusan antara sekolah bertaraf nasional dan bertaraf internasional? c. Rumusan masalah asosiatif Rumusan masalah asosiatif adalah suatu rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variable atau lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan, yaitu hubungan yang bersifat simetris, hubungan kausal dan interaktif/resiprokal/timbal balik. 1) Hubungan simetris Hubungan simetris adalah suatu hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama. Jadi bukan hubungan kausal atau interaktif, contoh rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: a) Adakah hubungan antara banyaknya bunyi burung prenjak dengan tamu yang datang? Hal ini bukan berarti yang menyebabkan tamu dating adalah bunyi burung. (di pedesaan Jawa tengah ada kepercayaan kalau di depan rumah ada bunyi burung prenjak, maka diyakini aka nada tamu, di Jawa Barat jika ada kupu-kupumaka akan ada tamu). b) Adakah hubungan antara banyaknya semut di pohon dengan manisnya buah? c) Adakah hubungan anara warna rambut dengan kemampuan memimpin? 42
d) Adakah hubungan antara jumlah payung yang terjual dengan jumlah kejahatan? e) Adakah hubungan antara banyaknya radio di pedesaan dengan sepatu yang dibeli? Contoh penelitiannya adalah sebagai berikut: (1) Hubungan antara banyaknya radio di pedesaan dengan jumlah sepatu yang terjual. (2) Hubungan antara tinggi badan dengan prestasi kerja di bidang pemasaran. (3) Hubungan antara payung yang terjual dengan tingkat kejahatan. 2) Hubungan kausal Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi), contoh: a) Adakah pengaruh sistem penggajian terhadap prestasi kerja? b) Seberapa besar pengaruh kepemimpinan nasional terhadap perilaku masyarakat? c) Seberapa besar pengaruh tata ruang kantor terhadap efisiensi kerja karyawan? d) Seberapa besar pengaruh kurikulum, media pendidikan dan kualitas guru terhadap kualitas SDM yang dihasilkan dari suatu sekolah? Contoh judul penelitiannya adalah sebagai berikut: (a) Pengaruh insentif terhadap disiplin kerja karyawan di departemen X. (b) Pengaruh gaya kepemimpinan dan tata ruang kantor terhadap efisiensi kerja di departemen X. contoh pertama dengan satu variabel independen dan contoh kedua dengan dua variabel independen. 3) Hubungan interaktif/resiprokal/timbal balik Hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruh. Di sini tidak diketahui mana variabel independen dan dependen, contoh: (a) Hubungan antara motivasi dan prestasi. Di sini dapat dinyatakan motivasi mempengaruhi prestasi dan juga prestasi mempengaruhi motivasi. (b) Hubungan antara kecerdasan dengan kekayaan. Kecerdasan dapat menyebabkan kaya, demikian juga orang yang kaya dapat meningkatkan kecerdasan karena gizinya terpenuhi. d. Rumusan masalah komparatif-asosiatif Rumusan masalah komparatif-asosiatif adalah rumusan masalah yang menanyakan perbandingan korelasi antara dua variabel atau lebih pada sampel atau populasi yang berbeda. Contoh: 1) Adakah perbedaan korelasi kualitas pelayanan dengan nilai penjualan antara di toko A dengan toko B? 2) Adakah perbedaan pengaruh kepemimpinan terhadap disiplin pegawai antara lembaga pemerintah dan swasta? D. Variabel Penelitian Variable penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. 43
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981). Variable juga dapat merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi, kepemimpinan, disiplin kerja, merupakan atribut-atribut dari setiap orang. Berat, ukuran, bentuk dan warna merupakan atribut-atribut dari obyek. Struktur organisasi, model pendelegasian, kepemimpinan, pengawasan, koordinasi, prosedur dan mekanisme kerja, deskripsi pekerjaan, kebijakan adalah merupakan contoh variabel dalam kegiatan administrasi. Di namakan variabel karena ada variasinya. Misalnya berat badan dapat dikatakan variabel, karena berat badan sekelompok orang itu bervariasi antara sekelompok orang dengan orang yang lain. Demikian juga motivasi, persepsi dapat juga dikatakan sebagai variabel karena misalnya persepsi dari sekelompok orang tentu bervariasi. Jadi kalo peneliti ingin memilih variabel penelitian, baik yang dimiliki oleh orang, obyek maupun bidang kegiatan dan keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya. Variabel yang tidak ada variasinya bukan dikatakan sebagai variabel. Untuk dapat dikatakan bervariasi, maka penelitian harus didasarkan pada sekelompok sumber data atau obyek yang bervariasi. Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (construct) atau sifat yang akan dipelajari. Di berikan contoh, misalnya tingkat partisipasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja dsb. Di bagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel-variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, variabel itu merupakan sesuatu yang bervariasi. Selanjutnya Kidder (1981), menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities) di mana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. E.
Model Hubungan Antar Variabel Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibagi menjadi: a) Variabel independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). b) Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. c) Variabel moderator: adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel ini disebut juga sebagai variabel independen kedua. d) Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan menjadi tidak dapat diamati dan diukur. 44
BAB VI. PROSES PENELITIAN SURVEI A. Penelitian Survei Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden melalui kuesioner. Umumnya pengertian survei dibatasi pada penelitian yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi. Ini berbeda dengan sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi. Dengan demikian, penelitian survei adalah penelititan yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya unit analisis dalam penelitian survei adalah individu. Untuk penelitian tertentu, unit analisis mungkin adalah pasangan suami-istri, pasangan yang telah bercerai atau rumah tangga secara keseluruhan, tetapi untuk wawancara digunakan satu kuesioner dan tetap ditujukan kepada satu orang. Unit analisis ini perlu sekali diperhatikan, terutama bagi peneliti muda. Misalnya apabila dia tertarik untuk meneliti pola perkawinan dan perceraian pada tiga masyarakat melalui penelitian survei, ia perlu mengingat bahwa unit analisisnya adalah individu, bukan masyarakat. Pada akhirnya memang ketiga masyarakat yang diteliti itu dibandingkan setelah seluruh jawaban individu dianalisis. Selanjutnya apabila ia tertarik meneliti pendapatan seluruh anggota rumah tangga, kemungkinan ia akan menggabungkan pendapatan semua anggota rumah tangga tersebut yang terdiri dari suami-istri dan anak-anak. Dengan demikian, yang menjadi unit analisis adalah rumah tangga, bukan individu. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian murni dan penelitian terapan. Sedangkan jika dilihat dari jenis data yang dikumpulkan, dikenal adanya penelitian kuantitatif dan kualitatif serta gabungan kuantitatif dan kualitatif yang lebih dikenal dengan metode penelitian gabungan. Kemudian dilihat dari tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu deskriptif, komparatif dan asosiatif. Apabila dilihat dari metode pendekatan, dapat dibedakan menjadi enam jenis penelitian, yaitu (1) Penelitian survei; (2) Eksperimen; (3) Grounded research; (4) Evaluasi; (5) Penelitian kebijakan dan; (6) Analisis data sekunder. Berikut adalah penjelasan tentang enam jenis penelitian tersebut. Penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) Penjajakan (eksploratif); (2) Deskriptif; (3) Penjelasan (explanatory) atau confirmatory, yakni untuk menjelaskan hubungan kausal atau pengujian hipotesis; (4) Evaluasi; (5) Prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang; (6) Penelitian operasional dan; (7) Pengembangan indikator-indikator sosial. Penelitian penjajakan atau eksploratif bersifat terbuka, masih mencari-cari. Pengetahuan peneliti tentang masalah yang akan diteliti masih terlalu tipis untuk melakukan studi deskriptif. Warwick dan Lininger (1975) misalnya memberikan contoh pertanyaan studi eksploratif sebagai berikut: “Apakah yang paling mencemaskan anda akhir-akhir ini?” “Hal-hal penting apakah yang mencemaskan anda tentang negeri anda?” atau “Menurut anda, bagaimanakah cara pengasuhan anak yang baik?” walaupun tampak sederhana, belumlah jelas diketahui kira-kira bagaimana jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut sebelum terkumpul sejumlah jawaban. 45
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi atau preferensi terhadap politik tertentu. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Apabila untuk data yang sama, peneliti menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis, maka penelitian tersebut tidak lagi disebut penelitian deskriptif, tetapi penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Perbedaan pokok antara “penelitian deskriptif” dan “penelitian penjelasan” bukanlah terletak pada sifat datanya, melainkan pada sifat analisisnya. Kegunaan lan dari penelitian survei adalah untuk mengadakan evaluasi. Hal yang menjadi pertanyaan pokok di sini adalah sampai seberapa jauh tujuan yang digariskan pada awal program tercapai atau mempunyai tanda-tanda akan tercapai. Secara umum, terdapat dua jenis penelitian evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi summatif. Evaluasi formatif biasanya melihat dan meneliti pelaksanaan suatu program, mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan program tersebut. Evaluasi summatif biasanya dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur ketercapaian tujuan program. Hasil survei dapat pula digunakan untuk mengadakan prediksi mengenai fenomena sosial tertentu. Di Amerika Serikat poll adalah survei sampel yang digunakan untuk mengukur pendapat umum mengenai keadaan sosial dan politik, tingkat popularitas presiden, pelaksanaan hukuman mati dan lain-lain, biasanya dilaksanakan oleh lembaga survei Gallup atau Harris. Ada kalanya hasil sensus atau hasil survei juga digunakan untuk mengadakan proyeksi penduduk. Proyeksi tersebut tidak hanya memuat asumsi-asumsi jumlah penduduk, tetapi juga mencakup perubahan fertilitas, mortalitas, struktur umur, komposisi seks dan lain-lain. Akhir-akhir ini penelitian survei banyak digunakan untu berbagai penelitian operasional (operation research). Pada penelitian operasional, pusat perhatian adalah variabel-variabel yang berkaitan dengan aspek operasional suatu program. Setelah diidentifikasi hambatan-hambatan operasional, penelitian dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Berikut adalah sebuah contoh permasalahan yang dipetik dari buku Fisher, et.al (1983). Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat variasi yang besar dalam prevalensi akseptor Keluarga Berencana (KB) antara berbagai desa walaupun semuanya mempunyai pelayanan yang sama. Di beberapa desa, cakupan akseptor mencapai 80 persen, sedangkan di desa yang lain hanya 6 persen. Seharusnya kesenjangan prevalensi di desa-desa tersebut tidak besar, tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian operasional adalah faktor-faktor program apakah yang mempengaruhi variasi tersebut? Mungkin tenaga kesehatan dan petugas keluarga berencana tidak mempunyai motivasi yang tinggi dalam melakukan tugasnya. Mungkin pemimpin-pemimpin formal dan informal dimanfaatkan untuk menyukseskan program, dan lain-lain. Indicator-indikator sosial dikembangkan berdasarkan survai-survai yang dilakukan secara berkala. Biro Pusat Statistik (BPS) umpamanya, menerbitkan secara teratur buku Indikator Kesejahteraan Rakyat yang didasarkan pada (1) Survai Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 1976; (2) Sakernas 1977; (3) Sensus Penduduk 1971; (4) Sensus Penduduk 1980; (5) Survai Kesehatan Rumah Tangga 1980 dan; (6) Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Indikator lainnya yang diterbitkan oleh Biro Pusat 46
Statistik (BPS) adalah Indikator Pemerataan Pendapatan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, 1976-1985. C. Penelitian Eksperimen Penelitian eksperimen sangat sesuai untuk pengujian hipotesa tertentu dan dimaksudkan untuk mengetahui hubungan sebab akibat variabel penelitian. Pelaksanaannya memerlukan konsep dan variabel yang jelas sekali dan pengukuran yang cermat. Penelitian eksperimen mungkin dilakukan di laboratorium, di kelas atau di lapangan. Eksperimen dapat dilakukan tanpa atau dengan kelompok pembanding (control group). Misalnya ada sebuah film tentang transmigrasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keinginan masyarakat untuk bertransmigrasi. Untuk itu dipilih sebuah kelompok eksperimen dan mereka diwawancarai (pre-test) dengan menggunakan kuesioner yang khusus dibuat untuk studi itu. Lalu film yang merupakan stimulus eksperimen dipertunjukkan. Sesudah itu kelompok yang sama diwawancarai (post-test) dengan kuesioner yang sama. Hasil pre-test dan post-test dibandingkan untuk mengetahui apakah ada perubahan sikap bertransmigrasi sebagai akibat stimulus eksperimen. Dalam penelitian eksperimen yang tidak menggunakan kelompok kontrol hasil penelitian tersebut diragukan keabsahannya, karena beberapa variabel yang mengancam atau yang melemahkan validitas penelitian tidak dikontrol (lihat Campbell dan Stanley, 1966:5). Misalkan, respons terhadap kuesioner menunjukkan adanya perubahan sikap itu terjadi karena meihat film itu, ataukah karena kesadaran bahwa mereka diuji, kesadaran yang merubah respons mereka terhadp pertanyaan yang diajukan pada tahap kedua. Untuk menghindarkan masalah tersebut, berbagai penelitian eksperimen menggunakan kelompok pembanding (control group). D. Grounded Research Survai merupakan pendekatan kuantitatif, sedangkan titik berat grounded research adalah pada pendekatan kualitatif. Data terutama dikumpulkan melalui wawancara bebas. Seperti yang dikemukakan oleh Glaser dan Strauss (1967), grounded research merupakan reaksi yang tajam dan sekaligus menyajikan jalan keluar dari “stagnasi teori” dalam ilmu-ilmu sosial, dengan penitikberatan pada sosiologi. Kritik dilontarkan baik kepada pendekatan yang kuantitatif maupun yang kualitatif yang selama ini dilakukan. Kedua pengarang tersebut mengkritik keterkaitan para peneliti yang berlebihan terhadap teori-teori yang sangat umum (grand theories) dari tokoh-tokoh besar seperti Weber, Prasons, Veblen, Cooley dan lain-lain. Ini menjurus kepada studi verifikasi yang bermunculan seperti jamur dimusim hujan, yakni verifikasi dari teori-teori tersebut melalui pendekatan kuantitatif dan tes statistik. Hasil akhir dari penelitian merupakan verifikasi dari teori atau hipotesis, untuk diterima atau ditolak. Dengan demikian, penelitian tidak bertitik tolak dari data atau situasi sosial tersebut, tetapi dari konsep, hipotesis dan teori yang sudah mapan yang mungkin sekali tidak relevan untuk situasi sosial yang khas dari masyarakat yang diteliti. Karena sifatnya verifikasi atau pengecekan terhadap teori yang sudah tersedia, maka teori-teori baru tidak tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, terkadang timbul teori baru tetapi tidak pula berlandaskan data, jadi terlepas dari data. 47
Grounded research menyajikan suatu pendekatan yang baru. data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data dank arena itu dinamakan grounded. Kategorikategori dan konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Data yang bertambah dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul di lapangan, yang terus menerus disempurnakan selama penelitian. E. Kombinasi Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena social yang diteliti, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantattif. Dalam penelitian survai umpamanya, data kualitatif dikumpulkan dengan menggunakan slip, yakni sepotong kertas yang khusus disediakan untuk itu, di samping penggunaan kuesioner. Apabila responden memberikan keterangan kualitatif tambahan terhadap pertanyaan tertentu, maka asisten lapangan mencatatnya pada slip. Informasi tambahan lainnya, kalau ada yang dianggap bermanfaat ditulis pada slip. Slip diberi identifikasi baik nomor dan nama responden, maupun acuannya pada nomor pertanyaan dalam kuesioner. Slip disusun secara sistematis untuk digunakan waktu menganalisis data. Terdapat pula penelitian yang menggunakan kuesioner tetapi baik peneliti utama maupun para asisten tinggal di lapangan selama penelitian diadakan. Data dihimpun melalui kuesioner yang disiapkan sebelumnya dan kemudian diperbaiki di lapangan, ditambah dengan wawancara bebas dan observasi. Penelitian seperti itu antara lain dilakukan oleh Masri dan Singarimbun di Sriharjo dan terry dan Valerei Hull di Maguwoharjo, keduanya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kedua penelitian tersebut di atas, berbeda dengan suvai sampel yang dibahas di muka, tidak dilakukan sampel dalam pemilihan responden. Untuk data kuantitatif yang pokok mengenai keluarga berencana dan fertilitas, semua ibu di desa yang diteliti dijadikan responden. Jadi penelitian tersebut merupakan sebuah community study. F. Analisa Data Sekunder Mungkin sekali untuk kepentingan pekerjaan ilmiah tertentu, sudah tersedia data yang dapat digunakan. Data tersebut mungkin hasil survai yang belum diperas dan analisa lanjutan dapat menghasilkan sesuatu yang amat berguna. Juga dapat berupa studi perbandingan dari studi-studi yang telah dilakukan. Khususnya mengenai kependudukan, dewasa ini telah terhimpun data yang kaya pada Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai analisa dapat dilakukan dari Sensus Penduduk 1971, SUSENAS, SUPAS, World Fertility Survey, SAKERNAS, Sensus Penduduk 1981 dan lain-lain. Keuntungan dari pemanfaatan data yang tersedia adalah: peneliti tidak terlibat lagi dalam mengusahakan dana untuk penelitian di lapangan, merekrut dan melatih pewawancara menentukan sampel dan mengumpulkan data di lapangan yang banyak memakan energy dan waktu. G. Proses Penelitian Penelitian merupakan suatu proses yang panjang. Ia berawal dari minat untuk mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai dan seterusnya. Hasil 48
akhirnya, pada gilirannya melahirkan gagasan dan teori baru pula sehingga merupakan suatu proses yang tiada hentinya. Setelah disederhanakan, langkah-langkah yang lazim ditempuh dalam pelaksanaan survai adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan survai. 2. Menentukan konsep dan hipotesis serta menggali kepustakaan. Adakalanya hipotesis tidak diperlukan, misalnya pada penelitian operasional. 3. Pengambilan sampel. 4. Pembuatan kuesioner. 5. Pekerjaan lapangan, termasuk memilih dan melatih pewawancara. 6. Pengolahan data. 7. Analisa dan pelaporan.
49
BAB VII. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Pengertian Teori Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasigeneralisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sumadi Suryabrata, 1990). Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan cobacoba (trial and error). Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti dinyatakan oleh Nueman (2003) “researchers use theory differently in various types of research, but some type of theory is present in most social interrelated construct (concept), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purposes of explaining and predicting the phenomena. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa, a theory is a generalization or series of generalization by which we attempt to explain some phenomena in a systematic manner. Teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Cooper&Schindler (2003) mengemukakan bahwa, a theory is a set of systematically interrelated concepts, definition and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori dapat dipandang sebagai berikut: 1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukumhukum ini biasanya memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antar variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramalkan sebelumnya. 2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif). 3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis. Berdasarkan data tersebut di atas secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak dia bukan suatu teori. Teori adalah alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction) dan pengendalian (control) suatu gejala. Mengapa suatu besi kena panas memuai, dapat 50
dijawab dengan teori yang berfungsi menjelaskan. Kalau besi dipanaskan sampai 750 celsius berapa pemuaiannya, dijawab dengan teori yang berfungsi untuk meramalkan. Selanjutnya berapa jarak sambungan rel kereta api yang paling sesuai dengan kondisi iklim Indonesia, sehingga kereta api tidak terganggu jalannya karena sambungannya, dijawab dengan teori yang berfungsi mengendalikan. Dalam bidang administrasi, Hoy dan Miskel (2001) mengemukakan definisi teori sebagai berikut: “Theory in administration, however has the same role as theory in physics, chemistry, or biology: that is providing general explanations and guiding research”. Bahwa teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. “Theory is a set of interrelated concepts, assumptions and generalizations that systematically describes and explains regularities in behavior in organizations”. Berdasarkan yang dikemukakan Hoy dan Miskel (2001) tersebut dapat dikemukakan di sii bahwa: (1) Teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis; (2) Berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan dan; (3) Sebagai stimulan untuk mengembangkan pengetahuan. Mengapa KKN tidak bisa diberantas di era reformasi saat ini, dapat dijelaskan melalui teori yang berfungsi untuk menjelaskan. Setelah KKN tidak bisa diberantas, maka bagaimana akibatnya terhadap perekonomian nasional, dijawab dengan teori yang berfungsi prediksi. Supaya KKN tidak terjadi lagi di Indonesia apa yang perlu dilakukan dijawab dengan teori yang berfungsi pengendalian (fungsi kontrol). B. Tingkatan dan Fokus Teori Numan (2003) mengemukakan tingkatan teori (level of theory) menjadi tiga yaitu: micro, meso dan macro. Micro level theory: small slices of time, space, or a number of people. The concept are usually not very abstract. Meso-level theory: attempts to link macro and micro levels or to operate at an intermediate level. Contoh teori organisasi dan gerakan social atau komunitas tertentu. Macro levels theory: concerns the operation of larger aggregates such as social institutions, entire culture systems, and whole societies. It uses more concepst that are abstract. Selanjutnya focus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal dan middle range theory. Subtantive theory is developed for a specivic area of social concern, such as delinquent gang, strikes, diforce or ras relation. Formal theory is developed for a broad conceptual area in general theory, such as deviance, socialization, or power. Middle range theory are slightly more abstract than empirical generalization or specivic hyphotheses. Middle range theories can be formal or subtantive. Middle range theory is principally used in sociology to guide empirical inquiry. Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data adalah teori subtantif, karena teori ini lebih fokus untuk obyek yang akan diteliti. C. Kegunaan Teori dalam Penelitian Cooper&Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah:
51
1. Theory narrows the range of fact we need to study. 2. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning. 3. Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify them in the most meaningful way. 4. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities that lie beyond immediate observation. 5. Theory can be used to predict further fact that should be found. William Wiersma (1986) menyatakan bahwa “basically, theory helps provide a frame work by serving as the point of departure for pursuit of a research problems. The theory identifies the crucial factors. It provides a guide for systematizing and interrelating the various facet of research. How ever, besides providing the syatematic view of the factors under study, the theory also may very well identify gaps, weak points and inconsistencies that indicate the need for additional research. Also, the development of theory may light the way for continued research on the phenomena under study. Another function of theory is provide one or more generalization that can be test and used in practical applications and further research”. Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori di sini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu landasan teori dalam proposal dalam penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai. Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua (prediksi dan pemandu untuk menemukan fakta) adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga (kontrol) digunakan untuk mencandra dan membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah. Dalam proses penelitian, untuk dapat mengajukan hipotesis penelitian maka peneliti harus membaca-baca buku dan hasil-hasil penelitian yang relevan, lengkap dan mutakhir. Membaca buku adalah prinsip berpikir deduksi dan membaca hasil penelitian adalah prinsip induksi. Dalam landasan teori perlu dikemukakan deskripsi teori dan kerangka berpikir, sehingga selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen penelitian. D. Deskripsi Teori Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti lebih jelas dan terarah. Untuk menguasai teori, maupun generalisasi-generalisasi hasil penelitian, maka peneliti harus rajin membaca. Orang harus membaca dan membaca dan menelaah apa 52
yang dibaca itu setuntas mungkin agar ia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkah berikutnya. Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan dan dipupuk (Suryasubrata, 1996). Sumber bacaan yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu relevansi, kelengkapan dan kemutakhiran (kecuali penelitian sejarah, karena penelitian ini justru menggunakan sumber-sumber bacaan lama). Relevansi berkenaan dengan kecocokan antar variabel yang diteliti dengan teori yang dikemukakan, kelengkapan berkenaan dengan banyaknya sumber yang dibaca, kemutakhiran berkenaan dengan dimensi waktu. Makin baru sumber yang digunakan, maka akan semakin mutakhir teori. Hasil penelitian yang relevan bukan berarti sama dengan yang akan diteliti, tetapi masih dalam lingkup yang sama. Secara teknis, hasil penelitian yang relevan dengan apa yang akan diteliti dapat dilihat dari: permasalahan yang diteliti, waktu penelitian, tempat penelitian, sampel penelitian, metode penelitian, analisis dan kesimpulan. Misalnya peneliti yang terdahulu, melakukan penelitian tentang tingkat penjualan jenis kendaraan bermotor di Jawa Timur dan peneliti berikutnya meneliti di Jawa Barat. Jadi hanya berbeda lokasi saja. Peneliti yang kedua ini dapat enggunakan referensi hasil penelitian yang pertama. Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian teori adalah sebagai berikut: 1. Tetapkan nama variable yang diteliti dan jumlah variabelnya. 2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis dan disertasi) yang sebanyak-banyaknya dan yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti. 3. Lihat daftar isi setiap buku dan pilih topik yang relevan dengan setiap variabel yang akan diteliti. (Untuk referensi yang berbentuk laporan penelitian, lihat judul penelitian, permasalahan, teori yang digunakan, tempat penelitian, sampel sumber data, teknik pengumpulan data, analisis, kesimpulan dan saran yang diberikan). 4. Cari definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain dan pilih definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. 5. Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, lakukan analisa, renungkan dan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca. 6. Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber ke dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan yang dikutip atau yang digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan. E.
Kerangka Berpikir Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berpikir. Kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dengan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya 53
membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti di samping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap besaran variabel yang diteliti (Haryoko, 1999).
Variabel X
Variabel Y
Membaca Buku & Hasil Penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil Penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil Penelitian (HP)
Membaca Buku & Hasil Penelitian (HP)
Deskripsi Teori & Hasil Penelitian (HP)
Deskripsi Teori & Hasil Penelitian (HP)
Deskripsi Teori & Hasil Penelitian (HP)
Deskripsi Teori & Hasil Penelitian (HP)
Analisis Kritis & Thdp Teori Hasil Penelitian (HP)
Analisis Kritis & Thdp Teori Hasil Penelitian (HP)
Analisis Kritis & Thdp Teori Hasil Penelitian (HP)
Analisis Kritis & Thdp Teori Hasil Penelitian (HP)
Analisis Komparatif Thdp Teori & Hasil Penelitian (HP) yang diambil
Analisis Komparatif Thdp Teori & Hasil Penelitian (HP) yang diambil
Analisis Komparatif Thdp Teori & Hasil Penelitian (HP) yang diambil
Analisis Komparatif Thdp Teori & Hasil Penelitian (HP) yang diambil
Sintesa/Kesimpulan teori dan Hasil Penelitian
Sintesa/Kesimpulan teori dan Hasil Penelitian
Kerangka Berpikir
Perumusan Hipotesis
Gambar 10.7 Proses Penyusunan Kerangka Berpikir Untuk Merumuskan Hipotesis
F.
Hipotesis Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berpikir. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap penelitian harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Di katakana sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan 54
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam hal ini perlu dibedakan pengertian hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Pengertian hipotesis penelitian seperti telah dikemukakan di atas. Selanjutnya hipotesis statistik itu ada, bila penelitian bekerja dengan sampel. Jika penelitian tidak menggunakan sampel, maka tidak ada hipotesis statistik. Dalam suatu penelitian, dapat terjadi ada hipotesis penelitian tetapi tidak ada hipotesis statistik. Penelitian yang dilakukan pada seluruh populasi mungkin akan terdapat hipotesis penelitian tetapi tidak aka nada hipotesis statistik. Hipotesis itu berupa jawaban sementara terhadap rumusan masalah dan hipotesis yang akan diuji dinamakan hipotesis kerja. Sebagai lawannya adalah hipotesis nol (nihil). Hipotesis kerja disusun berdasarkan atas teori yang dipandang handal, sedangkan hipotesis nol dirumuskan karena teori yang digunakan masih diragukan kehandalannya. Contoh hipotesis penelitian yang mengandung hipotesis statistik: 1. Ada perbedaan yang signifikan antara penghasilan rata-rata masyarakat dalam sampel dengan populasi. Penghasilan masyarakat itu paling tinggi hanya Rp 500.000/bulan (hipotesis deskriptif). 2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara penghasilan petani dan nelayan (hipotesis komparatif). 3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara curah hujan dengan jumlah paying yang terjual (hipotesis asosiatif/hubungan). Ada hubungan positif artinya, bila curah hujan tinggi, maka akan semakin banyak paying yang terjual. Dalam hipotesis statistik, yang diuji adalah hipotesis nol, hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan antara data sampel dan data populasi. Yang diuji hipotesis nol karena peneliti tidak berharap ada perbedaan antara sampel dan populasi atau statistik dan parameter. Parameter adalah ukuran-ukuran yang berkenaan dengan populasi dan statistik di sini diartikan sebagai ukuran-ukuran yang berkenaan dengan sampel. Pada setiap paradigm penelitian minimal terdapat satu rumusan masalah penelitian, yaitu masalah deskriptif. Berikut ini adalah contoh judul penelitian, paradigma, rumusan masalah dan hipotesis penelitian: a. Judul Penelitian Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Manager Perusahaan dengan Prestasi Kerja Karyawan. Gaya Kepemimpinan adalah Variabel Independen (X) dan Prestasi Kerja adalah Variabel Dependen (Y). b. Paradigma Penelitian X
Y
c. Rumusan Masalah 1) Seberapa baik gaya kepemimpinan manajer yang ditampilkan? (bagaimana X?) 55
2) Seberapa baik prestasi kerja karyawan? (bagaimana Y?) 3) Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara Gaya Kepemimpinan Manajer dengan Prestasi Kerja Karyawan? (adakah hubungan antara X dan Y?). Butir ini merupakan masalah asosiatif. 4) Bila sampel penelitiannya golongan I, II dan III, maka rumusan masalah komparatifnya adalah: a) Adakah perbedaan persepsi antara karyawan Golongan I, II dan III tentang Gaya Kepemimpinan Manajer? b) Adakah perbedaan persepsi antara pegawai Golongan I, II dan III tentang Prestasi Kerja Karyawan? d. Rumusan Hipotesis Penelitian 1) Gaya kepemimpinan yang ditampilkan manajer (X) ditampilkan kurang baik dan nilainya paling tinggi 60 % dari kriteria yang ditetapkan. 2) Prestasi kerja karyawan (Y) kurang memuaskan dan nilainya paling tinggi 65. 3) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan manajer dengan prestasi kerja karyawan, artinya makin baik kepemimpinan manajer, maka akan semakin baik prestasi kerja karyawan. 4) Terdapat perbedaan persepsi tentang gaya kepemimpinan antara Golongan I, II dan III. 5) Terdapat perbedaan persepsi tentang prestasi kerja antara Golongan I, II dan III. Untuk bisa diuji dengan statistik, maka data yang akan didapatkan harus diangkakan. Untuk bisa diangkakan, maka diperlukan instrumen yang memiliki skala pengukuran. Untuk judul di atas ada dua instrumen, yaitu instrumen gaya kepemimpinan dan prestasi kerja pegawai. Judul penelitian yang berisi dua independen variabel atau lebih rumusan masalah penelitiannya akan lebih banyak, demikian juga rumusan hipotesisnya (lihat bagian paradigma penelitian) dan di bagian analisis data. Karakteristik hipotesis yang baik adalah: a. Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, perbandingan keadaan variable pada berbagai sampel dan merupakan dugaan tentang hubungan antara dua variable atau lebih. (Pada umumnya hipotesis deskriptif tidak dirumuskan). b. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran. c. Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah.
56
BAB VIII. PENYUSUNAN KUESIONER Pada penelitian survai, penggunaan kuesioner merupakan hal yang pokok untuk pengumpulan data. Hasil kuesioner tersebut akan terjelma dalam angka-angka, tabeltabel, analisa statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Analisa data kuantitatif dilandaskan hasil kuesioner itu. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (a) Memperoleh informasi yang relevan dan; (b) Memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin. Mengingat terbatasnya masalah yang dapat ditanyakan dalam kuesioner, maka senantiasa perlu diingat agar pertanyaan-pertanyaan memang langsung berkaitan dengan hipotesis dan tujuan penelitian tersebut. Kalau variabel-variabel sudah jelas, maka pertanyaan pun akan menjadi jelas. Ini tentunya berkaitan pula dengan kemampuan teknis pembuatan kuesioner, walaupun titik tolaknya adalah variabel-variabel yang jelas dan relevan. Sebaliknya, jika variabel-variabel masih kabur dalam pikiran peneliti, pertanyaan-pertanyaan juga akan kabur dan mungkin sekali akan dimasukkan banyak pertanyaan yang tidak relevan. Kekaburan dan kekacauan tersebut akan menimbulkan masalah yang berlarut-larut pada analisa data dan penulisan hasil penelitian. Tiap pertanyaan dimaksudkan untuk dipakai dalam analisa. Perlu ditanyakan dalam hati: apakah pertanyaan tersebut diperlukan? Apakah pertanyaan tersebut relevan? Bagaimana jawaban atas pertanyaan tersebut dalam bentuk tabulasi? Ini perlu dipertanyakan karena ada kecenderungan pertanyaan yang dimaksudkan terlalu banyak di antaranya tidak terpakai dalam analisa meskipun telah banyak tenaga dan waktu yang digunakan untuk itu. Sebelum atau ketika membuat kuesioner, ada baiknya dipelajari kuesioner yang telah ada dan relevan dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Namun demikian, contoh kuesioner tersebut bukanlah untuk ditiru begitu saja, jika keadaan memungkinkan sebaiknya didiskusikan dengan peneliti yang melakukannya, karena yang bersangkutan dapat memberitahukan kelemahan dari pertanyaan tertentu dalam kuesioner. Dia dapat memberikan saran, pertanyaan mana yang seyogyanya diperbaiki atau dihilangkan sama sekali. Data yang terhimpun melalui kuesioner hanyalah merupakan satu dimensi dari penelitian sosial. Kecuali itu perlu disadari bahwa hasil kuesioner senantiasa terbatas, mengingat kompleksnya fenomena sosial dan juga rumitnya motivasi para responden yang diteliti. Untuk memperkaya pengertian peneliti tentang fenomena sosial dan proses sosial, diperlukan pula berbagai informasi lainnya. Di samping data sekunder yang relevan, informasi yang diperoleh dengan cara lain antara lain wawancara bebas, observasi berpartisipasi, studi kasus dan lain-lain akan sangat membantu. Isi Pertanyaan 1. Pertanyaan tentang fakta. Umpamanya umur, pendidikan, agama, status perkawinan. 2. Pertanyaan tentang pendapat dan sikap. Ini menyangkut perasaan dan sikap responden tentang sesuatu. 3. Pertanyaan tentang informasi. Pertanyaan ini menyangkut apa yang diketahui oleh responden dan sejauh mana hal tersebut diketahuinya.
57
4. Pertanyaan tentang persepsi diri. Responden menilai perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan yang lain. Umpamanya kerapnya kunjungan sosial yang dlakukannya atau pengaruh terhadap orang lain. Beberapa Cara Pemakaian Kuesioner 1. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap muka dengan responden. Cara ini yang lazim kita lakukan. 2. Kuesioner diisi sendiri oleh kelompok. Umpamanya seluruh murid dalam satu kelas dijadikan responden dan mengisi kuesioner secara serentak. 3. Wawancara melalui telepon. Cara ini sering dilalkukan di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, tetapi tidak lazim di negara-negara berkembang. Prosedur ini lebih murah daripada wawancara tatap muka dan adakalanya orang tidak bersedia didatangi tapi bersedia diwawancarai melalui telepon. 4. Kuesioner diposkan, dilampiri amplop yang dibubuhi perangko, untuk dikembalikan oleh responden setelah diisi. Cara ini dapat dilakukan untuk kuesioner yang pendek dan mudah dijawab, tetapi mungkin cukup besar proporsi yang tidak dikembalikan oleh responden. Jenis Pertanyaan 1. Pertanyaan tertutup. Kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain. Contoh: Apakah Ibu pernah mendengar tentang keluarga berencana? 1. Pernah 2. Tidak Pernah
2. Pertanyaan terbuka. Kemungkinan jawabannya tidak ditentukan terlebih dahulu dan responden bebas menentukan jawaban. Contoh: Menurut pendapat Ibu, apakah masalah yang paling penting bagi wanita di kota?
3. Kalimat tertutup dan terbuka. Jawabannya sudah ditentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka. Contoh: Apakah Ibu pernah mendengar tentang cara-cara menjarangkan kehamilan atau membatasi kelahiran? 1. Pernah 2. Tidak Pernah (JIKA PERNAH) Cara-cara apakah yang pernah ibu dengar?
Perlu diingat bahwa pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka di atas mengandung kelemahan. Untuk memudahkan pengkodean, pertanyaan tersebut lebih baik dibuat menjadi dua nomor. 4. Pertanyaan semi terbuka. Pada pertanyaan semi terbuka, jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban. Contoh: Jenis kontrasepsi yang dipakai: 1. IUD 2. Pil 3. Kondom 4. Suntikan 5. Sterilisasi 6. Lain-lain ……. (SEBUTKAN)
58
Petunjuk Membuat Pertanyaan 1. Gunakan kata-kata yang sederhana dan dimengerti oleh semua responden. Hindarkan istilah yang hebat tetapi kurang atau tidak dimengerti responden. Bagaimana status perkawinan Bapak? Lebih baik: Apakah Bapak beristri?
2. Usahakan pertanyaan jelas dan khusus. Contoh: Berapa orang berdiam di sini?
Apakah yang dimaksud “di sini” adalah bangunan, somah atau yang lain? Arti kata di sini harus dijelaskan dan konsisten. 3. Hindarkan pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu pengertian. Contoh: Apakah saudara mau mencari pekerjaan di kota? Lebih baik: Apakah Saudara mencari pekerjaan? Kalau jawabannya YA, kemudian ditanyakan: Di mana Saudara ingin bekerja?
4. Hindari pertanyaan yang mengandung sugesti. Contoh: Pada waktu senggang, apakah saudara mendengarkan radio atau melakukan yang lain? Lebih baik: Apakah yang Saudara lakukan pada waktu senggang?
5. Pertanyaan harus berlaku bagi semua responden. Apakah pekerjaan saudara sekarang? Ternyata dia menganggur. Seharusnya ditanyakan terlebih dahulu: Apakah Saudara bekerja? Kalau jawabannya YA lalu ditanyakan: pekerjaan Saudara?
Susunan Pertanyaan Pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian dimulai dengan identitas yang berisi: 1. Nama responden; 2. Tempat tinggal; 3. Nama pewawancara; 4. Tanggal wawancara. Ini disusul dengan pertanyaan tentang ciri-ciri demografi: umur, status kawin dan jumlah anak. Sensus keluarga biasanya dibuat di bagian muka. Ini diperlukan untuk memilih responden. Namun demikian, ada juga penelitian yang tidak memakai sistem cara pemilihan demikian dan tidak memerlukan kuesioner rumah tangga. (Misalnya penelitian: “Hubungan antara karakteristik pribadi, kepuasan kerja dan efektivitas mengajar seorang guru”. PP Kependudukan UGM). Terserah kepada peneliti bagaimana pengelompokkan pertanyaan itu dilakukan. Yang perlu diperhatikan ialah urutan yang cukup runtut dan juga di mana ditempatkan pertanyaan yang sensitif. Pertanyaan yang sensitif tidak ditempatkan di bagian muka karena dapat segera mempengaruhi suasana wawancara. Biasanya pertanyaan semacam ini ditempatkan di belakang, tetapi bukan pada penutup supaya wawancara tidak diakhiri dengan perasaan kurang enak. Bentuk Fisik Kuesioner Kuesioner sebaiknya rapi, jelas dan mudah digunakan. Menyusun kuesioner yang baik memerlukan lebih banyak waktu, tetapi secara keseluruhan akan menghemat waktu. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 59
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ukuran kertas dan jenis kertas (biasanya dipakai kertas duplikat folio). Diisi bolak-balik atau tidak. Pembagian ruangan tidak bersempit-sempit. Sisi kiri dan kanan cukup longgar. Nomor urut pertanyaan. Nomor urut dari mula sampai akhir atau tiap kelompok mempunyai nomor sendiri. Berdasarkan pengalaman, kami menyarankan sistem nomor urut dari mula sampai akhir. Penggunaan huruf besar, huruf kecil dan huruf miring (kalau ada). Tanda panah dan kotak pertanyaan. Kotak kolom. (pembuatan kotak kolom akan menghemat waktu dan tenaga pada tahap berikutnya). Untuk menghindarkan salah ambil, kuesioner dibuat berlainan warna untuk responden pria dan wanita.
Pretest Pretest diadakan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui pretest akan diketahui berbagai hal: 1. Apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan. Pertanyaan tertentu mungkin tidak relevan untuk masyarakat yang diteliti, karena itu perlu dihilangkan. Umpamanya, dalam penelitian internasional tentang nilai anak (The Value of Children), untuk Indonesia tidak relevan jika ditanyakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan “ideal tanpa anak”, yakni menginginkan tidak mempunyai anak dalam kehidupan perkawinan. Jadi untuk masyarakat kita, pertanyaan “Alasan tidak menginginkan anak”, tidak relevan. 2. Apakah pertanyaan tertentu perlu ditambah. Adakalanya terlupa memasukkan pertanyaan yang perlu dimasukkan. Sebagai contoh, dalam pretest penelitian “Dinamika Jarak Kelahiran di Ngaglik”, ternyata kuesioner tentang sensus rumah tangga tidak lengkap karena lupa menanyakan “jenis kelamin”. Pertanyaan tersebut lalu ditambahkan. 3. Apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden dan apakah pewawancara dapat menyampaikan pertanyaan tersebut dengan mudah. Sebagai contoh: “Selama minum pil, apakah Ibu kadang-kadang merasakan darah mengalir lebih cepat dari biasanya”. Di sini timbul persoalan, apakah responden dapat membedakan cepat atau lambatnya aliran darah dalam tubuhnya. Ini berkaitan dengan masalah konsep. 4. Apakah urutan pertanyaan perlu diubah. Contohnya bagian-bagian dari kuesioner yang urutannya sebagai berikut: I. Sosial ekonomi, II. Riwayat kehamilan, III. Keluarga berencana, IV. Sosial ekonomi. Pada bagian pertama sudah ditanyakan masalah ekonomi, tetapi setelah pertanyaan tentang keluarga berencana selesai, kembali ditanyakan tentang social ekonomi. Tentunya pertanyaannya tidak persis sama, tetapi persoalannya sama. Hal tersebut perlu dihindarkan agar konsentrasi responden lebih terarah. Dalam contoh di atas, pertanyaan-pertanyaan pada bagian IV perlu dipindahkan seluruhnya ke bagian I. 5. Apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa. Contoh: “Mengapa setelah melahirkan anak Ibu tidak berhubungan seks sekian lama?” Pertanyaan tersebut dapat diubah menjadi: “Mengapa Ibu melakukan puasa selama itu setelah melahirkan?” 6. Berapa lama wawancara memakan waktu. Sebagai contoh, dari pretest diketahui bahwa kuesioner penelitian nilai anak memerlukan 3-31/2 jam untuk mewanwancarai 60
satu responden. Sesudah merasa lelah, responden menjadi bosan atau resah. Akhirnya jumlah pertanyaan dikurangi sehingga memakan waktu lebih dari dua jam.. Penggunaan Bahasa Kuesioner di Indonesia hamper seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini perlu ditinjau karena kebanyakan responden berasal dari pedesaan, tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan pewawancara tidak dapat diharapkan menerjemahkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya. Pertanyaan memang terjawab, tetapi sampai di manakah reliabilitas dan validitas dari respons tersebut? Distorsi-distorsi dalam pengertian mudah terjadi, begitu pula dapat timbul perasaan yang kurang enak bagi responden karena pemilihan kata yang kurang tepat. Wawancara juga dapat tersendat-sendat karena pewawancara kurang lancer menerjemahkannya di hadapan responden. Pada masyarakat di mana pemakaian bahasanya berhubungan dengan pelapisan social, perlu diperhatikan penggunaan bahasa yang tepat. Di pedesaan Jawa umpamanya, dalam mewawancarai istri pamong sebaiknya digunakan “kromo inggil”, walaupun pada umumnya dapat pula dipakai “kromo madya”.
61
BAB IX. POPULASI DAN SAMPEL A. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Misalnya akan melakukan penelitian di sekolah X, maka sekolah X ini merupakan populasi. Sekolah X mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain-lain dan juga mempunyai karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang kelas, lulusan yang dihasilkan dan lain-lain, yang terakhir berarti populasi dalam arti karakteristik. Satu orang pun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain-lain. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kepemimpinan presiden Y maka kepemimpinan itu merupakan sampel dari semua karakteristik yang dimiliki presiden Y. Dalam bidang kedokteran, satu orang sering bertindak sebagai populasi. Darah yang ada pada setiap orang adalah populasi, kalau akan diperiksa cukup diambil sebagian darah yang berupa sampel. Data yang diteliti dari sampel tersebut selanjutnya diberlakukan ke seluruh darah yang dimiliki orang tersebut. B. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada dalam populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili). Bila sampel tidak representatif, maka ibarat empat orang yang ditutup matanya, disuruh menyimpulkan karakteristik gajah.
Gambar 11.10 Sampel yang salah tentang gajah 62
Berdasarkan gambar di atas misalkan terlihat bahwa orang pertama memegang telinga gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Orang ketiga memegang ekornya, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti seutas tali. Orang keempat memegang kaki gajah, maka ia menyimpulkan gajah seperti batang pohon. Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat orang yang ditutup matanya memegang gajah, mereka tidak mampu memilih sampel yang representatif, sehingga membuat kesimpulan yang salah tentang gajah. Suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain: (1) Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti; (2) Dapat menentukan presisi (precicion) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh; (3) Sederhana, hingga mudah dilaksanakan dan; (4) Memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendahrendahnya (Teken, 1965). Kita perlu memperhatikan masalah efisiensi dalam memilih metode pengambilan sampel. Menurut Teken (1965), metode A dikatakan lebih efisien daripada metode B apabila untuk sejumlah biaya, tenaga dan waktu yang sama, metode A itu dapat memberikan tingkat presisi yang lebih tinggi atau untuk tingkat presisi yang sama diperlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih rendah. Sering timbul pertanyaan, berapa besarnya sampel (sampel size) yang harus diambil untuk mendapatkan data yang representatif. Ada empat factor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian: 1. Derajat keseragaman (degree of homogeneity) dari populasi. Makin seragam populasi itu, makin kecil sampel yang dapat diambil. Apabila sampel itu seragam sempurna (completely homogenous), maka satu satuan elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup representatif untuk diteliti. Sebaliknya apabila populasi itu secara sempurna tidak seragam (completely heterogenous), maka hanya pencacahan lengkaplah yang dapat memberikan gambaran yang representatif. 2. Presisi yang dikehendaki dari penelitian. Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar jumlah sampel yang harus diambil. Jadi sampel yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih mendekati nilai sesungguhnya (true value). Pada sensus lengkap, presisi ini menjadi mutlak karena nilai taksiran sama dengan nilai parameter. Atau dengan cara lain dapat pula dikatakan bahwa, antara besarnya sampel yang diambil dengan besarnya kesalahan (error) terdapat hubungan yang negative. Besar sampel yang diambil, semakin kecil pula kesalahan (penyimpangan terhadap nilai populasi) yang diperoleh. 3. Rencana analisa. Adakalanya besarnya sampel sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisa, maka jumlah sampel tersebut kurang mencukupi. Misalnya kita ingin menghubungkan tingkat pendidikan responden dengan pemakaian alat-alat kontrasepsi. Kalau kita membagi tingkat pendidikan responden secara terinci misalnya, belum sekolah, belum tamat SD, tamat SD, belum tamat SMTP, tamat SMTP dan seterusnya, mungkin tidak cukup dengan mengambil 100 responden karena akan terdapat banyak sel-sel dari matrik yang kosong. Begitu juga untuk perhitungan analisa yang menggunakan perhitungan statistik yang rumit. 63
4. Tenaga, biaya dan waktu. Kalau menginginkan presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar. Tetapi apabila dana, tenaga dan waktu terbatas, maka tidaklah mungkin untuk mengambil sampel yang besar, dan ini berarti presisinya akan menurun. C. Teknik Sampling Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Secara skematis, macam-macam teknik sampling sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling meliputi: simple random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random dan area random. Sementara non probability sampling meliputi sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, purposive sampling, sampling jenuh dan snowball sampling. 1. Probability Sampling a. Simple Random Sampling Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan jika anggota populasi dianggap homogen. b. Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari latar belakang pendidikan yang berstrata, maka populasi pegawai itu berstrata. Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1=45; S2=30; STM=800; ST=900; SMEA=400; SD=300. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata pendidikan tersebut. c. Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya pegawai dari unit kerja tertentu mempunyai: 3 orang lulusan S3; 4 orang lulusan S2; 90 orang lulusan S1; 800 orang SMU dan; 700 orang SMP, maka tiga orang lulusan S3 dan empat orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1, SMU dan SMP. d. Cluster Sampling (Area Sampling) Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, missal penduduk suatu negara, provinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Misalnya di Indonesia terdapat 30 provinsi dan sampelnya akan menggunakan, maka pengambilan 15 provinsi itu dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat, karena provinsi-provinsi di Indonesia itu berstrata (tidak sama) maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling. Provinsi di Indonesia ada yang penduduknya padat, ada yang tidak, ada yang mempunyai hutan banyak, ada yang tidak, ada yang kaya bahan tambang ada yang tidak. Karakteristik semacam ini perlu diperhatikan sehingga pengambilan sampel menurut strata populasi itu dapat ditetapkan. 64
Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah dan tahap berikutnya menentukan orangorang yang ada pada daerah itu secara sampling juga. 2. Non Probability Sampling a. Sampling Sistematis Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20 dan seterusnya sampai 100. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
POPULASI 11 21 31 12 22 32 13 23 33 14 24 34 15 25 35 16 26 36 17 27 37 18 28 38 19 29 29 20 30 40
Diambil Secara Sistematis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SAMPEL 11 21 31 12 22 32 13 23 33 14 24 34 15 25 35 16 26 36 17 27 37 18 28 38 19 29 39 20 30 40
b. Sampling Kuota Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Sebagai contoh, akan melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan Izin Mendirikan Bangunan. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai karena belum memenuhi kuota yang diinginkan. Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5 pengumpul data, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota sampel atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel. c. Sampling Incidental Sampling incidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. d. Sampling Purposive Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitan makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan atau penelitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitianpenelitian yang tidak melakukan generalisasi. e. Sampling Jenuh Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan 65
kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel jenuh juga sering diartikan sampel yang sudah maksimum, ditambah berapapun tidak akan mengubah keterwakilan. f. Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak. D. Menentukan Ukuran Sampel Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100 % mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi bila jumlah populasi 1.000 dan hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk 1.000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1.000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum). Berapa jumlah anggota sampel yang paling tepat digunakan dalam penelitian? Jawabannya tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki. Tingkat ketelitian atau kepercayaan yang dikehendaki sering tergantung pada sumber dana, waktu dan tenaga yang tersedia. Makin besar tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel yang diperlukan dan sebaliknya, makin kecil tingkat kesalahan, maka akan semakin besar jumlah anggota sampel yang diperlukan sebagai sumber data. E. Contoh Menentukan Ukuran Sampel Akan dilakukan penelitian untuk mengetahui tanggapan kelompok masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah tertentu. Kelompok masyarakat itu terdiri 1.000 orang, yang dapat dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu lulusan S1=50, Sarjana Muda=300, SMK=500, SMP=100, SD=50 (populasi berstrata). Dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel (Sugiyono, 2012) bila jumlah populasi 1.000, kesalahan 5 % maka jumlah sampelnya = 258. Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga berstrata. Stratanya ditentukan menurut jenjang pendidikan. Dengan demikian masing-masing sampel untuk tingkat pendidikan harus proporsional sesuai dengan populasi. Berdasarkan perhitungan dengan cara berikut ini jumlah sampel untuk kelompok S1=14, Sarjana Muda (SM)=83, SMK=139, SMP=14 dan SD=28. S1 = SM = SMK = SMP =
50/1000 x 258 = 300/1000 x 258= 500/1000 x 258= 100/1000 x 258=
13,90 = 12,90 83,40 = 77,4 139,0 = 129 27,8 = 25,8 66
SD = 50/1000 x 258 = 13,91 = 12,9 Jumlah = 258 Jadi jumlah sampelnya = 12,9+77,4+129+25,8+12,9 = 258 Jumlah yang pecahan bisa dibulatkan ke atas, sehingga jumlah sampel menjadi 13+78+129+26+13 = 259. Roscoe dalam bukunya Research Methods For Busines (1982) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini: 1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. 2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. 3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variable yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independen+dependen), maka jumlah anggota sampel = 10x5 =50. 4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 s/d 20. F. Cara Mengambil Anggota Sampel Di bagian depan bab ini telah dikemukakan terdapat dua teknik sampling, yaitu probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberi peluang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara demikian disebut dengan random sampling, atau cara pengambilan sampel secara acak. Pengambilan sampel secara random/acak dapat dlakukan dengan bilangan random, computer maupun dengan undian. Bila pengambilan dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberikan nomor terlebih dahulu, sesuai dengan jumlah anggota populasi. Karena teknik pengambilan sampel adalah random, maka setiap anggota populasi mempunyai peluang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Untuk contoh di atas peluang setiap anggota populasi = 1/1.000. dengan demikian cara pengambilannya bila nomor satu telah diambil, maka perlu dikembalikan lagi, kalau tidak dikembalikan peluangnya tidak sama lagi. Misalnya nomor pertama tidak dikembalikan lagi maka peluang berikutnya menjadi 1 : (1.000 – 1) = 1/999. Peluang akan semakin besar bila yang telah diambil keluar lagi, dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi.
67
BAB XI. SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN A. Pendahuluan Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data, sedangkan dalam penelitian kualitatif naturalistik peneliti lebih banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key instrument. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila variabel penelitiannya lima, maka jumlah instrumen yang digunakan untuk penelitian juga lima. Instrumen-instrumen penelitian sudah ada yang dibakukan, tetapi masih ada yang harus dibuat oleh peneliti sendiri. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus mempunyai skala. Macam-macam skala akan diberikan penjelasan sebagai berikut. B. Macam-Macam Skala Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh misalnya, timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat dengan dengan mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila digunakan untuk mengukur, meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan mm. Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat besi 10 kg, suhu badan orang sehat 37 0 celcius, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. Macam-macam skala pengukuran dapat berupa skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio. Berbagai skala sikap yang digunakan untuk penelitian administrasi, pendidikan dan sosial antara lain adalah: 1. Skala Likert 2. Skala Guttman 3. Semantic Differential 4. Rating Scale Ke empat skala tersebut jika digunakan akan menghasilkan data interval atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang akan diukur. 1. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
68
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun itemitem instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a. Sangat Setuju b. Setuju c. Ragu-Ragu d. Tidak Setuju e. Sangat Tidak Setuju a. b. c. d.
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
a. b. c. d.
Sangat Positif Positif Negatif Sangat Negatif
a. b. c. d.
Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu bisa kita beri skor, misalnya: 1. Setuju/Selalu/Sangat Positif diberi skor 5 2. Setuju/Sering/Positif diberi skor 4 3. Ragu-Ragu/Kadang-Kadang/Netral diberi skor 3 4. Tidak Setuju/Hampir Tidak Pernah/Negatif diberi skor 2 5. Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah/diberi skor 1 Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. a. Contoh bentuk checklist Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia. No
Pertanyaan
1
Prosedur kerja yang baru itu akan segera diterapkan di perusahaan anda
SS ST RR TS STS
= = = = =
Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Jawaban SS ST
diberi skor diberi skor diberi skor diberi skor diberi skor
RG TS
STS
5 4 3 2 1 69
b. Contoh pilihan ganda Berikut adalah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan memberi tanda lingkaran pada nomor jawaban yang tersedia. Prosedur kerja yang baru itu akan segera diterapkan di lembaga anda? a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu/netral d. Setuju e. Sangat setuju Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, netral atau negatif, sehingga responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Contoh: 1. Saya mencintai mobil disesel karena hemat bahan bakar (positif) 2. Mobil diesel banyak diproduksi di Jepang (netral) 3. Mobil diesel sulit dihidupkan di tempat dingin (negatif) Dengan cara demikian, maka kecenderungan responden untuk menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist dapat dikurangi. Dengan model ini juga responden akan selalu membaca pertanyaan setiap item instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk checklist, sering jawaban tidak dibaca, karena letak jawaban sudah menentu. Tetapi dengan bentuk checklist, maka akan didapat keuntungan dalam hal ini singkat dalam pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data dan secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut berupa data interval. 2. Skala Guttman Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas yaitu “yatidak”; “salah-benar”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala likert terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Contoh: 1. Bagaimana pendapat Anda, bila orang itu menjabat pimpinan perusahaan ini? a. Setuju b. Tidak setuju 2. Pernahkan pimpinan melakukan pemeriksaan di ruang kerja Anda? a. Tidak pernah b. Pernah Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya, untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Analisa diberikan seperti pada skala likert. Pertanyaan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk ke dalam skala pengukuran interval dikotomi. Contoh: 70
1. Apakah tempat kerja Anda dekat dengan jalan protokol? a. Ya b. Tidak 2. Anda punya ijazah sarjana? a. Tidak b. Punya 3. Semantic Differential Skala pengukuran yang berbentuk semantic differential dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam bentuk garis kontinum yang jawaban “sangat positif” terletak di bagian kanan garis dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. Contoh: Beri nilai gaya kepemimpinan manajer Anda Bersahabat Tepat janji Demokratis Memberi pujian Mempercayai
5 5 5 5 5
4 4 4 4 4
3 3 3 3 3
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1
Bermusuhan Ingkar Janji Otoriter Mencela Mendominasi
Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negatif. Hal ini tergantung dari persepsi responden kepada yang dinilai. Responden yang memberikan angka penilaian 5, berarti persepsi responden terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral dan bila memberi jawaban pad angka 1, maka persepsi responden terhadap pemimpinnya sangat negatif. 4.
Rating Scale Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan di atas, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu, rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses keggiatan dan lain-lain. Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu 71
belum tentu sma maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2. Contoh 1 Seberapa baik tata ruang kerja yang ada di perusahaan A? Berilah jawaban dengan angka: 4. Bila tata ruang itu sangat baik 3. Bila tata ruang itu cukup baik 2. Bila tata ruang itu kurang baik 1. Bila tata ruang itu sangat tidak baik Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan yang sebenarnya No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Interval Jawaban Penataan meja kerja sehingga arus kerja menjadi pendek 4321 Pencahayaan alam tiap ruang 4321 Pencahayaan buatan/listrik tiap ruang sesuai dengan kebutuhan 4321 Warna lantai sehingga tidak menimbulkan pantulan cahaya yang dapat 4 3 2 1 mengganggu pegawai Sirkulasi udara setiap ruangan 4321 Keserasian warna alat-alat kantor, perabot dengan ruangan 4321 Penempatan lemari arsip 4321 Penempatan ruangan pimpinan 4321 Meningkatkan keakraban antar pegawai 4321 Kebersihan ruangan 4321
Contoh 2 Seberapa tinggi pengetahuan Anda terhadap mata pelajaran berikut sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka adalah sebagai berikut: 0 1 2 3 4
= = = = =
bila sama sekali belum tahu telah mengetahu sampai 25 % telah mengetahui sampai 50 % telah mengetahu sampai dengan 75 % telah mengetahu sampai 100 % (semuanya)
Mohon dijawan dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan Pengetahuan mengikuti diklat 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
sebelum Mata Pelajaran Komunikasi Tata ruang kantor Pengambilan keputusan Sistem pembuatan laporan Pemasaran Akuntansi Statistik
Pengetahuan sesudah mengikuti diklat 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 72
Dengan dapat diketahuinya pengetahuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat, maka pengaruh pendidikan dan latihan dalam menambah pengetahuan para pegawai yang mengikuti diklat dapat dkenali. Data dari pengukuran sikap dengan skala sikap adalah berbentuk data interval, demikian juga dalam pengukran tata ruang. Tetapi data hasil dari pengukuran penambahan pengetahuan seperti tersebut di atas akan menghasilkan rasio. C. Instrumen Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena social maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan daripada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan jugadapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian (Emory, 1985). Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam ilmu alam sudah banyak tersedia dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Variabel-variabel dalam ilmu alam misalnya kalori maka instrumen penelitiannya adalah calorimeter. Variabel suhu maka instrumen penelitiannya adalah thermometer. Variabel panjang, maka instrumen penelitiannya adalah mistar (meteran), variabel berat maka instrumen penelitiannya adalah timbangan berat. Instrumen-instrumen tersebut sudah didapat dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya, kecuali yang rusak dan palsu. Instrumen-instrumen yang rusak atau palsu bila digunakan untuk mengukur harus diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen-instrumen dalam penelitian social memang sudah ada yang teredia dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya, seperti instrument untuk mengukur motivasi berprestasi, (n-ach) untuk mengukur sikap, mengukur IQ, mengukur bakat dan lain-lain. Walaupun instrumen-instrumen itu sudah ada tetapi sulit untuk dicari, di mana harus dicari dan apakah bisa dibeli atau tidak. Selain itu instrumen-instrumen dalam bidang sosial walaupun telah teruji validitas analisis reliabilitasnya, tetapi bila digunakan untuk tempat tertentu belum tentu tepat dan mungkin tidak valid dan reliabel lagi. Hal ini perlu dimaklumi karena gejala/fenomena sosial itu cepat berubah dan sulit dicari kesamaannya. Instrumen tentang kepemimpinan mungkin valid untuk kondisi Amerika, tetapi mungkin tidak valid untuk Indonesia. Untuk itu maka peneliti-peneliti dalam bidang sosial, instrumen penelitian yang sering digunakan disusun sendiri termasuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Jumlah instrument pnelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Misalnya akan meneliti tentang “Pengaruh kepemimpinan dan iklim kerja lembaga terhadap produktivitas kerja pegawai”. Dalam hal ini ada tiga instrumen yang perlu dibuat, yaitu: 1. Instrumen untuk mengukur kepemimpinan. 2. Instrumen untuk mengukur iklim kerja. 3. Instrumen untuk mengukur produktivitas kerja pegawai.
73
D. Cara Menyusun Instrumen Penelitian Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial pada umumnya yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu maka peneliti harus mampu membuat instrument yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah variable-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasioalnya dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrument, maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen” atau “kisi-kisi instrumen”. Sebagai contoh misalnya variable penelitiannya “tingkat kekayaan”. Indicator kekayaan misalnya: rumah, kendaraan, tempat belanja, pendidikan, jenis makanan yang sering dimakan, jenis olahraga yang dilakukan dan sebagainya. Untuk indicator rumah, bentuk pertanyaannya misalnya: 1) Berapa jumlah rumah; 2) Di mana letak rumah; 3) Berapa luas masing-masing rumah; 4) Bagaimana kualitas bangunan rumah dan sebagainya. Untuk bisa menetapkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang valid. Caranya dapat dilalkukan dengan membaca berbagai referensi (seperti buku, jurnal) membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis dan konsultasi pada orang yang dipandang ahli. Moorhead (1986) mengemukakan indikator birokrasi yang ideal menurut Max Weber, indikator (prinsip) pengorganisasian menurut Fayol dan indikator performance kerja (kinerja) adalah sebagai berikut: 1. Indikator Birokrasi yang ideal menurut Weber: a. Rules and procedure b. Division of labour c. Hierarchy of authorithy d. Technical competence e. Separation of ownership f. Right and property of the position g. Documentation 2. Indikator pengorganisasian (prinsip organisasi) menurut Fayol: a. Division of work b. Authorithy and responsibility c. Discipline d. Unity of command e. Unity of direction f. Subordination of individual interest to general interest g. Remuneration of personnel h. Centralization i. Scalar chain j. Order 3. Indikator Performance: a. Quantity b. Quality 74
c. Teamwork d. Independence Osborne dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Mewirausahakan Birokrasi” mengemukakan 10 prinsip yang dapat dijadikan indicator pemerintahan wirausaha. 1. Pemerintahan Katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh (Catalytic Government: Steering rather than rowing). 2. Pemerintahan Milik Masyarakat: memberi wewenang ketimbang melayani (CommunityOwned Government: Empowering rather than Serving). 3. Pemerintahan yang Kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan (Competitive Government: Injecting competition in to service delivery). 4. Pemerintahan yang digerakkan oleh Misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Mission driven government transferring rule-driven organization). 5. Pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukkan (Result oriented government: funding outcome, not input). 6. Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi (Customer-driven government: Meeting the needs of the customer, not bureaucracy). 7. Pemerintahan Wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan (Enterprising Government: earning rather than spending). 8. Pemerintahan Antisipatif: Mencegah daripada mengobati (Anticipatory Government: prevention rather than cure). 9. Pemerintahan berorientasi Pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar (Marketoriented Government: leveraging change through out the market). 10. Mengumpulkan semua menjadi satu (Put it all together). Bapenas merumuskan Indikator Good Public Governance (Tata Pemerintahan yang baik) di Indonesia menjadi 14 yaitu: 1. Berwawasan ke depan (visi strategis) 2. Terbuka (transparan) 3. Cepat tanggap (responsif) 4. Bertanggungjawab/bertanggunggugat (akuntabel) 5. Profesional dan kompeten 6. Efisien dan efektif 7. Desentralistis 8. Demokratis 9. Mendorong partisipasi masyarakat 10. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat 11. Menjunjung tinggi supremasi hukum 12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan 13. Berkomitmen pada tuntutan pasar 14. Berkomitmen pada lingkungan hidup Robert M. Rantfl (1982) mengemukakan indicator manajemen yang efektif dilihat dari variable planning, organizing and staffing, directing, control, communication, space and facilities adalah sebagai berikut: 75
1. Planning a. Develop realistic, time phased plans for long, medium and short term. b. Analyze risk and provide for contingencies. c. Produce valid and timely proposals and accurate cost estimate. d. Forecast funding and manpower requirement accurately. 2. Organizing dan staffing a. Establish clear definition of function, authorithy and accountability. b. Select the most qualified personal to fill its needs. c. Assign personnel so as to best utilize their capabilities and potential. d. Assess its strengths and weakness and promptly correct deficiency correct deficiencies. 3. Directing a. Maintain high performance standard. b. Stress people-oriented leadership and the importance of personal example. c. Delegate work effectively, encouraging maximum employee. d. Recognize achievement and distribute reward equitably. e. Encourage employee development and growth. 4. Control a. Monitor operational progress and promptly correct deficiencies. b. Control expenditures as required to assure achievement of profil objective. c. Adhere to schedule. d. Assess its productivity and continually strive it improve it. 5. Communication a. Maintain good intra and inter organizational communication. b. Keep management informed of key operations and problems. c. Keep employee informed and solicit their ideas and opinion d. Encourage the exchange of technical information. 6. Procurement/Subcontracting a. Act promptly on procurement matter. b. Establish effective time-phased plans for procurement. c. Assume an active role in “make or buy” decicion. d. Assist in developing subcontract sources. e. Maintain an effective interface with subcontractors and monitor subcontractor progress. 7. Space and Facilities a. Accurately predict its space and facilities needs. b. Make optimal use of available space and facilities. c. Ensure proper maintenance and calibration of all instruments and equipment. d. Maintain required accountability records of all property. e. Maintain high standards of housekeeping. Chung/Megginson (1981) mengemukakan indikator variabel performance kerja yang meliputi: 1. Quantity of work 2. Quality of work 3. Job knowledge 4. Creativeness 5. Cooperation 6. Dependability 76
7. Initiative 8. Personal qualities E. Contoh Judul Penelitian dan Instrumen yang Dikembangkan Judul Penelitian: GAYA DAN SITUASI KEPEMIMPINAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP IKLIM KERJA ORGANISASI Judul tersebut terdiri atas dua variabel independen dan satu dependen. Masing-masing instrumennya adalah: a. Instrumen untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan b. Instrumen untuk mengukur variabel situasi kepemimpinan c. Instrumen untuk mengukur variabel iklim kerja organisasi Supaya penyusunan instrumen lebih sistematis, sehingga mudah untuk dikontrol, dikoreksi dan dikonsultasikan pada orang ahli, maka sebelum instrumen disusun menjadi item-item instrumen, maka perlu dibuat kisi-kisi instrumen seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 6.12 Kisi-Kisi Instrumen Untuk Mengukur Pelaksanaan Manajemen Unit Produksi Pada SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta Variabel Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan
Pengawasan
Indikator 1. Tujuan 2. Keterkaitan 3. Sistematis 4. Anggaran 5. Jadwal 6. Program 7. Pengembangan 1. Struktur organisasi 2. Mekanisme kerja 3. Ketatausahaan 4. Staffing 5. Program kerja 6. Departemenisasi 7. Badan independen 1. Proses 2. Omzet 3. Pemanfaatan 4. Relevansi 5. Target 6. Ketertiban 1. Program 2. Intensitas 3. Evaluasi 4. Tindak lanjut 5. Kualitas 6. Jadwal 7. Resiko 8. Biaya 9. Pemantauan 10. Pelaporan
Jumlah Butir 3 3 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 4 4 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
Nomor Butir A 1, 2, 3 A 4, 5, 6 A7 A 8, 9, 10 A 11 A 12 dan 13 A 14 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C 1, 2, 3 C 4, 5, 6 C 8, 9, 11 C 12 C 13 C 14, 15 D1 D 2, 3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D 10 D 11
77
Tabel 7.12 Kisi-Kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur Gaya Kepemimpinan, Situasi Kepemimpinan dan Iklim Kerja Organisasi Variabel Gaya Kepemimpinan Situasi Kepemimpinan
Iklim Kerja Organisasi
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Indikator Kepemimpinan direktif Kepemimpinan suportif Kepemimpinan partisipatif Hubungan pemimpin dengan anggota Tugas-tugas Power position Otonomi dan fleksibilitas Menaruh kepercayaan dan terbuka Simpatik dan memberi dukungan Jujur dan Menghargai Kejelasan tujuan Pekerjaan yang beresiko Pertumbuhan kepribadian
Nomor Butir 1, 4, 7, 10, 13, 16 2, 5, 8, 11, 14, 17 3, 6, 9, 12, 15, 18 1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18 1, 2 3, 4 5, 6 7, 8 9, 10 11, 12 13, 14
1. Instrumen yang diperlukan untuk mengungkapkan variabel gaya kepemimpinan dari suatu unit kerja tertentu. Sumber datanya adalah bawahan dari pimpinan yang dinilai. Bentuk angketnya adalah multiple choice (pilihan ganda). Mohon dijawab pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan hasil pengamatan Bapak/Ibu/Saudara. 1. Apakah pemimpin anda menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 2. Apakah pimpinan anda menunjukkan hal-hal yang dapat menaruh minat kerja pegawai? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 3. Apakah pemimpin anda mengajak anggota kelompok bersama-sama merumuskan tujuan? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 4. Apakah pemimpin anda memberitahukan kepada para pegawai tentang apa yang harus dan bagaimana cara mengerjakan suatu pekerjaan? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu
78
5. Apakah pemimpin anda berupaya mengembangkan suasana bersahabat? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 6. Apakah pemimpin anda bekerja sama dengan anggota kelompok untuk menyusun tugasnya masing-masing? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 7. Apakah pemimpin anda menetapkan hubungan kerja yang jelas antara satu orang dengan orang yang lain? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 8. Apakah pemimpin anda memberi kesempatan kepada para pegawai untuk menyampaikan perasaan dan perhatiannya? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Sekali 9. Apakah pemimpin anda menggunakan partisipasi dari anggota kelompok untuk melancarkan komunikasi antar pegawai? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 10. Apakah pemimpin anda melakukan instruksi yang jelas kepada para pegawai? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 11. Apakah pemimpin anda memperhatikan konflik-konflik yang terjadi pada anggota kelompok pegawai? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 12. Apakah pemimpin anda lebih memperhatikan kerja kelompok daripada kompetisi individual? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah
79
13. Apakah pemimpin anda mengatakan kepada para pegawai bagaimana caranya mendapatkan hadiah? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 14. Apakah pemimpin anda memberi hadiah kepada para pegawai agar mereka selalu bersemangat kerja? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 15. Apakah pemimpin anda memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk mendiskusikan masalah-masalah dengan pimpinan? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu 16. Apakah pemimpin anda menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol para pegawai? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 17. Apakah pimpinan anda menekankan hubungan antar pribadi kepada para pegawai? a. Selalu b. Sering c. Jarang sekali d. Tidak pernah 18. Apakah pemimpin anda memberikan perhatian pada kelompok yang tidak sukses dalam bekerja? a. Tidak pernah b. Jarang sekali c. Sering d. Selalu Instrumen tentang gaya kepemimpinan dikembangkan dari teori kepemimpinan situasional. Oleh karena itu gaya kepemimpinan yang baik, tergantung pada situasinya. Pada saat menjelaskan tugas-tugas kelompok maka ia harus bergaya direktif, pada saat menunjukkan hal-hal yang dapat menarik minat anggotanya maka ia harus bergaya suportif, dan untuk merumuskan tujuan kelompok maka ia bergaya partisipatif. Jadi tidak berarti gaya kepemimpinan yang baik itu yang partisipatif saja. Dengan instrumen tentang gaya kepemimpinan itu, maka akan dapat digunakan untuk mengukur kualitas gaya kepemimpinan seseorang atau kelompok orang pada lembaga tertentu. Sebaik apa gaya yang ditampilkan oleh seseorang akan dapat diukur dan diketahui secara kuantitatif. Cara menghitung seperti pada contoh instrumen tata ruang di atas, atau pada bab tentang analisis data. 80
Item-item (butir) instrumen gaya kepemimpinan itu sifatnya masih umum, untuk lebih spesifiknya maka item-item tersebut perlu dikaitkan dengan tugas-tugas pemimpin sehari-hari. Menilai pemimpin akan lebih obyektif bila sumber datanya menggunakan berbagai kelompok yang terlibat dengan pekerjaan pimpinan. Untuk itu maka akan obyektif bila sumber datanya adalah: 1. Bawahan 2. Teman kerja 3. Atasan (bila ada) 4. Yang bersangkutan (pemimpin menilai dirinya sendiri) Contoh instrumen gaya kepemimpinan yang diberikan tersebut sumber datanya adalah bawahan, untuk itu maka item pertanyaan dimulai dari kalimat “apakah pemimpin Anda” kata “Anda” bisa diganti “Bapak/Ibu/Saudara”. Bila datanya adalah teman kerja pimpinan, maka item pertanyaan dapat dimulai dengan kaimat “apakah teman kerja Anda/Bapak/Ibu/Saudara”. Dalam pengantar instrumen perlu disebutkan nama teman kerja itu siapa. Demikian juga bila sumber datanya atasan atau yang bersangkutan maka item pertanyaan perlu menggunakan kata ganti yang sesuai. 2. Instrumen yang diperlukan untuk mengungkapkan variabel situasi kepemimpinan dari suatu lembaga. Sumber datanya adalah para pegawai. Bentuk instrumennya adalah checklist. Untuk itu dapat digunakan sebagai pedoman observasi, wawancara maupun angket. Mohon dijawab sesuai dengan situasi yang sebenarnya dengan cara memberi tanda (√) pada kolom jawaban yang tersedia. S = Semuanya; SB = Sebagian Besar; SK = Sebagian Kecil; TA = Tidak Ada No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Pertanyaan Tentang Situasi Kepemimpinan Apakah para pegawai memberi dukungan kepada para pemimpin? Apakah terdapat kesetiakawanan di antara para pegawai? Apakah para pegawai patuh dan loyal kepada pimpinan? Apakah para pegawai memerlukan pengetahuan dan keteerampilan kerja dari pimpinan? Apakah tujuan pribadi dan kelompok pegawai diperhatikan oleh pimpinan? Apakah penampilan kerja para pegawai memuaskan? Apakah tujuan kelompok diberikan dengan jelas oleh pimpinan? Apakah prosedur kerja sudah dijelaskan oleh pimpinan? Apakah tugas-tugas telah disederhanakan sehingga setiap pegawai dapat mengerjakannya? Apakah cara-cara kerja yang spesifik telah dijelaskan? Apakah berbagai masalah yang muncul telah diberikan pemecahannya dengan betul? Apakah sudah ada cara-cara yang mudah untuk mengecek apakah suatu pekerjaan telah atau belum dilaksanakan? Apakah berbagai pengetahuan dalam bidang manajerial dipunyai oleh pimpinan? Apakah semua penampilan kerja pegawai menjadi wewenang pimpinan untuk menilai? Apakah semua gaji pegawai menjadi wewenang pimpinan untuk memutuskannya? Apakah semua hadiah yang akan diberikan kepada para pegawai menjadi wewenang pimpinan? Apakah semua dukungan dari atasan pimpinan diterima semua oleh
S
SB
SK
TA
81
18
karyawan? Apakah berbagai bidang keterampilan kerja dipunyai pimpinan?
Item nomor 1 s/d 6, merupakan dimensi hubungan pimpinan dengan anggota. Item nomor 7 s/d 12 merupakan dimensi tugas pimpinan. Item nomor 13 s/d 18, merupakan dimensi kekuasaan/power dari kepemimpinan.
3. Instrumen untuk mengungkapkan iklim kerja organisasi. Bentuk instrumen rating scale. Dapat digunakan untuk pedoman observasi, wawancara dan sebagai angket. Sumber data para pegawai. Mohon dijawab item-item instrument iklim kerja organisasi di tempat Bapak/Ibu/Saudara bekerja. Jawaban yang diberikan dengan memberi tanda lingkaran pada angka yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara. Arti angka-angka: 4 berarti sangat setuju = baik sekali 3 berarti setuju = cukup baik 2 berarti tidak setuju = tidak baik 1 berarti sangat tidak setuju = sangat tidak baik No
Pertanyaan Tentang Iklim Organisasi
1 1
2 Terdapat fleksibilitas dalam menggunakan waktu dan sumber-sumber untuk mencapai tujuan organisasi Para pegawai menyetujui pendapat dan inisiatif anda Pemimpin sangat menaruh kepercayaan kepada Anda Anda diberi kebebasan untuk mendiskusikan berbagai masalah dengan atasan Anda Atasan Anda selalu memperhatikan problem yang Anda hadapi Terdapat kesetiakawanan pada kelompok kerja Anda, dan masing-masing saling memberi bantuan Kontribusi Anda kepada lembaga mendapat tanggapan yang cukup menyenangkan Semua pegawai memahami kalau pekerjaan yang baik perlu diberi hadiah Tujuan setiap pekerjaan yang Anda kerjakan didefinisikan dengan jelas Anda telah mengetahui kalau aktivitas Anda itu ada kaitannya dengan tujuan kelompok Para pegawai merasa bebas dan tidak takut untuk tidak menyetujui pendapat dan tindakan karyawan Para pegawai dapat mengerjakan yang baru tanpa ada rasa takut Para pegawai selalu menekankan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan kualitas yang tinggi Pencapaian tujuan dari setiap tugas selalu ditekan pada lembaga Anda
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tingkat Persetujuan 3 4 3 2 1 4 4 4
3 3 3
2 2 2
1 1 1
4 4
3 3
2 2
1 1
4
3
2
1
4 4 4
3 3 3
2 2 2
1 1 1
4
3
2
1
4 4
3 3
2 2
1 1
4
3
2
1
Dari tiga bentuk instrumen (bentuk piihan ganda untuk instrumen gaya kepemimpinan; checklist untuk instrument situasi kepemimpinan dan; rating scale untuk instrumen iklim kerja organisasi) tersebut maka pembaca dapat membedakan mana yang lebih komunikatif. Tiga instrument tersebut dapat dibuat dalam bentuk yang sama, misalnya pilihan ganda semua, rating scale semua atau checklist semua. 82
Bentuk-bentuk instrumen mana yang akan dipilih tergantung beberapa factor, di antaranya adalah teknik pengumpulan data yang akan digunakan. Bila akan menggunakan angket, maka bentuk pilihan ganda akan lebih komunikatif, tetapi tidak hemat kertas dan instrumen menjadi tebal sehingga responden malas untuk menjawabnya. Bentuk checklist dan rating scale dapat digunakan sebagai pedoman observasi maupun wawancara. Kapan ketiga metode ini digunakan? 1. Angket: digunakan bila responden jumlahnya besar, dapat membaca dengan baik dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia. 2. Observasi: digunakan bila obyek penelitian bersifat perilaku manusia, proses kerja, gejala alam, responden kecil. 3. Wawancara: digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit. 4. Gabungan ketiganya: digunakan bila ingin mendapatkan data yang lengkap, akurat dan konsisten. F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Dalam hal ini perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Kalau dalam obyek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul memberikan data berwarna putih maka hasil penelitian tidak valid. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam obyek kemarin merah maka sekarang dan besok tetap berwarna merah. Instruksi yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur panjang dengan teliti. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel/konsisten. Dengan menggunakan instrument yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi obyek yang akan diteliti dan kemampuan orang yang akan menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan obyek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dan menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti. Instrumen-instrumen dalam ilmu alam misalnya meteran, thermometer, timbangan biasanya telah diakui validitasnya dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang sudah rusak dan palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan reliabilitasnya karena sebelum instrumen itu digunakan/dikeluarkan dari pabrik telah diuji validitas dan reliabilitasnya/ditera. Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standard), karena telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan belum ada. untuk itu maka peneliti harus menyusun sendiri instrumen pada setiap penelitian dan 83
menguji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya kebenarannya. Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus dibagian ujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut rusak. Penjual jamu berbicara di mana-mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya tidak manjur. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan. Pada dasarnya terdapat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang berbentuk tes untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang non test untuk mengukur sikap. Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar” tetapi bersifat positif atau negatif”. G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Pengujian Validitas Instrumen a. Pengujian Validitas Konstruksi (Construct Validity) Untuk menguji validas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgement) tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrument yang telah disusun itu. Mungkin para ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan dan mungkin dirombak total. Jumlah tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang dan umumnya mereka yang telah bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti. Setelah pengujian konstruksi dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di lapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Instrumen tersebut dicobakan pada sampel dari mana populasi diambil (pengujian pengalaman empiris ditunjukkan pada pengujian validitas eksternal). Jumlah anggota sampel yang digunakan untuk pengujian sekitar 30 orang. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. b. Pengujian Validitas Isi (Content Validity) Untuk instrumen yang berbentuk test, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Seorang dosen yang memberi ujian di luar pelajaran yang telah ditetapkan, berarti instrumen tersebut tidak mempunyai validitas isi. Untuk instrumen yang akan mengukur efektivitas pelaksanaan program, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Secara teknis pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instinstrumen atau matrik pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan 84
yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Pada setiap instrument baik test maupun non test terdapat butir-butir (item) pertanyaan atau pernyataan. Untuk menguji validitas butir-butir instrument lebih lanjut, maka setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka selanjutnya diujicobakan dan dianalisis dengan analisis item atau uji beda. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor butir instrument dengan skor total dan uji beda dilakukan dengan menguji signifikansi perbedaan antara 27 % skor kelompok atas dan 27 % skor kelompok bawah. c. Pengujian Validitas Eksternal Validitas eksternal instrument diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen dengan faktafakta empiris yang terjadi di lapangan. Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja kelompok pegawai, maka kriteria kinerja pada instrumen itu dibandingkan dengan catatan-catatan di lapangan (empiris) tentang kinerja yang baik. Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai validitas eksternal yang tinggi. Instrumen penelitian yang mempunyai validitas eksternal yang tinggi akan mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula. Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti. Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian selain meningkatkan validitas eksternal instrumen, maka dapat dilakukan dengan memperbesar jumlah sampel. 2. Pengujian Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrument dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu. a. Test-retest Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel. Pengujian cara ini sering juga disebut stability. b. Ekuivalen Instrument yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya sama. Sebagai contoh (untuk satu butir saja). Berapa tahun pengealaman kerja Anda di lembaga ini? Pertanyaan tersebut dapat ekuivalen dengan pertanyaan berikut. Tahun berapa Anda mulai bekerja di lembaga ini? 85
c. Gabungan Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang equivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi cara ini merupaka gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua dan selanjutnya dikorelasikan secara silang. Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dapat dianalisis enam koefisien reliabilitas. Bila keenam koefisien korelasi itu semuanya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa instrumen tersebut reliabel. d. Internal Consistency Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dlakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.
86
BAB XI. ANALISIS DATA KUANTITATIF A. Pendahuluan Data setelah dikumpulkan, harus diproses dan dianalisis. Data yang dikumpulkan dan direkam mungkin dalam bentuk angka (data kuantitatif) yang diperoleh melalui eksperimen atau survey kuesioner dan atau dalam bentuk kata-kata atau gambar (data kualitatif) yang diperoleh melalui wawancara. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis. Data diproses dan diolah untuk mendapatkan data yang siap analisis (getting data ready for analysis). Pengolahan data mengubah data menjadi informasi. Dalam bahasa secara teknis, pemrosesan (proccesing) meliputi editing, coding, classification dan tabulation dari data yang dikumpulkan sehingga memungkinkan mereka untuk dianalisis. Hasil pengolahan data berupa data sheets akan memudahkan melakukan analisis data. Kualitas pengolahan data menentukan kualitas data yang akan dianalisis dan karenanya menentukan kualitas hasil analisis data. Jadi ada kaitan erat antara pemrosesan atau pengolahan data dan analisis data. Demikian eratnya kaitan antara pengolahan dan analisis data sehingga pengolahan data sering dimasukkan menjadi bagian dari analisis data. Analisis data, karena itu, memiliki arti yang luas yang meliputi penyederhanaan data dan penyajian data, dan juga pada umumnya dimaksudkan sebagai “analisis”. Dalam proses analisis data, peneliti mengolah dan mengorganisasi data mentah ke dalam bentuk yang sesuai terutama untuk diolah dengan menggunakan computer, menyajikannya dalam berbagai bagan, grafik dan tabel atau gambar untuk meringkas segi-segi atau ciri-cirinya (statistik deskriptif) atau derajat hubungan korelasi antara dua variabel atau lebih (statistik inferensial). B. Statistik Deskriptif dan Inferensial Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Penelitian yang dilakukan pada populasi (tanpa diambil sampelnya) jelas akan menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya. Tetapi bila penelitian dilakukan pada sampel, maka analisisnya dapat menggunakan statistik deskriptif maupun inferensial. Statsitik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase. Dalam statistik deskriptif juga dapat dilakukan untuk mencari kuatnya hubungan antara variabel melalui analisis korelasi, melakukan prediksi dengan analisis regresi dan membuat perbandingan dengan membandingkan rata-rata data sampel atau populasi. Hanya perlu diketahui dalam analisis korelasi, regresi atau membandingkan dua ratarata atau lebih, tidak perlu diuji signifikansinya. Jadi secara teknis dapat diketahui bahwa, dalam statistik deskriptif tidak ada uji signifikansi, tida ada taraf kesalahan, karena peneliti tidak bermaksud membuat generalisasi, sehingga tidak ada generalisasi. Statistik inferensial (sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel 87
dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan secara random. Statistic ini disebut statistic probabilitas, karena kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat peluang (probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk populasi itu mempunyai peluang kesalahan dan kebenaran (kepercayaan) yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Bila peluang kesalahan 5 % maka taraf kepercayaannya 95 %, bila peluang kesalahan 1 % maka taraf kepercayaannya 99 %. Peluang kesalahan dan kepercayaan ini disebut dengan taraf signifikansi. Pengujian taraf signifikansi dari hasil suatu analisis akan lebih praktis bila didasarkan pada tabel sesuai teknik analisis yang digunakan. Misalnya uji-t akan digunakan tabel-t, uji F digunakan tabel F. pada setiap tabel sudah disediakan untuk taraf signifikansi berapa persen suatu hasil analisis dapat digeneralisasikan. Dapat diberikan contoh misalnya dari hasil analisis korelasi ditemukan koefisien korelasi 0,54 dan untuk signifikansi 5 %. Hal itu berarti hubungan variable 0,54 itu dapat berlaku pada 95 dari 100 sampel yang diambil dari suatu populasi. Contoh lain misalnya dalam analisis uji beda ditemukan untuk signifikansi 1 %. Hal ini berarti perbedaan itu berlaku pada 99 sampel dari 100 populasi. Jadi signifikansi adalah kemampuan untuk digeneralisasikan dengan kesalahan tertentu. Ada hubungan signifikan berarti hubungan itu dapat digeneralisasikan. Ada perbedaan signifikan berarti perbedaan itu dapat digeneralisasikan. Bagi yang belum paham statisitik, signifikan sering diartikan dengan bermakna, nyata, berarti. Pengertian tersebut tidak operasional dan malah membingungkan. C. Statistik Parametris dan Non Parametris Pada statistic inferensial terdapat statistic parametris dan non parametris. Statistic parametris digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistic, atau menguji ukuran populasi melalui data sampel (pengertian statistic di sini adalah data yang diperoleh dari sampel). Penggunaan statistik parametris dan non parametris tergantung pada asumsi dan jenis data yang akan dianalisis. Statistik parametris memerlukan terpenuhinya banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam regresi harus terpenuhi asumsi linieritas. Statistic non parametris tidak menuntut terpenuhinya banyak asumsi, misalnya data yang akan dianalisis tidak harus berdistribusi normal. Oleh karena itu statistik non parametris sering disebut “free distribution” (bebas distribusi). Statistik parametris mempunyai kekuatan yang lebih daripada statistik non parametris, bila asumsi yang melandasi dapat terpenuhi. Seperti dinyatakan oleh Emory (1985) bahwa “The parametric test are more powerful are generally the test of choice if their use assumptions are reasonably met”. Selanjutnya Phophan (1973) menyatakan “… parametric procedures are often markedly more powerful than their non parametric counterpart. Penggunaan kedua statistik tersebut juga tergantung pada jenis data yang dianalisis. Statistik parametris kebanyakan digunakan untuk menganalisis data interval atau rasio, sedangkan statistik non parametris kebanyakan digunakan untuk 88
menganalisis data nominal dan ordinal. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan statistik, ada dua hal utama yang harus diperhatikan, yaitu macam data dan bentuk hipotesis yang diajukan. 1. Macam Data Macam-macam data penelitian antara lain data nominal, ordinal, interval atau rasio. 2. Bentuk Hipotesis Bentuk hipotesis ada tiga yaitu: hipotesis deskriptif, komparatif dan asosiatif. Dalam hipotesis komparatif dibedakan menjadi dua, yaitu komparatif untuk dua sampel dan lebih dari dua sampel. Hipotesis deskriptif yang akan diuji dengan statistik parametris merupakan dugaan terhadap nilai dalam satu sampel (unit sampel), dibandingkan dengan standar, sedangkan hipotesis deskriptif yang akan diuji dengan statistik non parametrik merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai antar kelompok dalam satu sampel. Hipotesis komparatif merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai-nilai dua kelompok atau lebih. Hipotesis asosiatif, adalah dugaan terhadap ada tidaknya hubungan secara signifikan antara dua variabel atau lebih. Tabel 8. 12 Penggunaan Statistik Parametris dan Non Parametris Untuk Menguji Hipotesis Macam Data
Bentuk Hipotesis Deskriptif (Satu Variabel atau Satu Sampel)**
Komparatif (Dua Sampel)
Related Mc Nemar
Nominal
Binomial X2 satu sampel
Ordinal
Run Test
Sign Test Wilcoxon Matched Pairs
Interval Rasio
t-test*
t-test Related
of
Independen Fisher Exact Probability X2 dua sampel Median Test MannWhitney Utest Kolmogorov Smirnov WaldWoldfowitz t-test* Independent
Komparatif (Lebih dari Dua Sampel)
Asosiatif (Hubungan)
Related Cochran Q
Independen X2 untuk k sampel
Friedman Two-Wau Anova
Median Extention KruskalWallis One Way Anova
Spearman Rank Correlation Kendall Tau
One-Way Anova* Two-Way Anova*
One-Way Anova* Two-Way Anova*
Korelasi Product Moment* Korelasi Parsial* Korelasi Ganda* Regresi Sederhana & Korelasi Ganda*
Contingency Coeficient C
* Statistik Parametris ** Deskriptif untuk parametris artinya satu variable dan untuk non parametris artinya satu sampel
89
Berdasarkan tabel di atas dapat dikemukakan di sini bahwa: 1. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel (unisampel) bila datanya berbentuk nominal, maka digunakan teknik statistik: a. Binomial b. Chi kuadrat satu sampel 2. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel bila datanya berbentuk ordinal, maka digunakan statistik: a. Run test 3. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu variabel (univariabel) bila datanya berbentuk interval atau ratio, maka digunakan t-test satu sampel. 4. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berpasangan bila datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik: a. Mc Nemar 5. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan bila datanya berbentuk ordinal digunakan teknik: a. Sign test b. Wilcoxon matched pairs 6. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan, bila datanya berbentuk interval atau ratio, digunakan t-test dua sampel. 7. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik: a. Fisher exact probability b. Chi kuadrat dua sampel 8. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel independen, bila datanya berbentuk ordinal digunakan teknik statistik: a. Median test b. Mann-Whitney U test c. Kolmogorov Smirnov d. Wald-Wolfowitz 9. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan bila datanya berbentuk interval dan ratio, digunakan t-test sampel berpasangan (related). 10. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan, bila datanya berbentuk nominall digunakan teknik statistik: a. Chochran Q 11. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan, bila datanya berbentuk ordinal digunakan teknik statistik: a. Friedman Two-way Anova 12. Untuk menguji hipotesis komparatif sampel berpasangan bila datanya berbentuk interval atau ratio digunakan analisis varians satu jalan maupun dua jalan (One Way Anova dan Two Way Anova). 13. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen bila datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik: a. Chi kuadrat k sampel 14. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen, bila datanya berbentuk ordinal digunakan teknik statistik: a. Median extention b. Kruskal-Wallis One Way Anova 90
15. Untuk enguji hipotesis asosiatif/hubungan (korelasi) bila datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik: a. Koefisien kontingensi 16. Untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan (korelasi) bila datanya berbentuk ordinal digunakan teknik statistik: a. Korelasi Spearman Rank b. Korelasi Kendall Tau 17. Untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan bila datanya berbentuk interval atau ratio, digunakan: a. Korelasi Product Moment: untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu dependen. b. Korelasi ganda, bila untuk menguji hipotesis tentang hubungan antara dua variabel independen atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel dependen. c. Korelasi parsial digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara dua variabel atau lebih, bila terdapat variabel yang dikendalikan. d. Analisis regresi digunakan untuk melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel dependen bilai nilai variabel independen dinaikkan atau diturunkan nilainya (dimanipulasi). Hipotesis penelitian yang akan diuji dalam penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang diajukan, tetapi perlu diketahui bahwa setiap penelitian tidak harus berhipotesis, namun harus merumuskan masalahnya. Penelitian yang harus berhipotesis adalah penelitian yang menggunakan metode eksperimen. D. Konsep Dasar Pengujian Hipotesis Hipotesis diartikan sebagai jawaban seentara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran dari hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang terkumpul. Pengertian hipotesis tersebut adalah untuk hipotesis penelitian. Sedangkan secara statistik hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi (parameter) yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian (statistik). Jadi maksudnya adalah taksiran keadaan populasi melalui data sampel. Oleh karena itu dalam statistik yang diuji adalah hipotesis nol. “The null hypothesis is used for testing. It is statement that no different exist beetwen the parameter and statistic being compared” (Emory, 1985). Jadi hipotesis nol adalah pernyataan tidak adanya perbedaan antara perimeter dengan statistik (data sampel). Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif, yang menyatakan ada perbedaan antara parameter dan statistik. Hipotesis nol diberi notasi Ho dan hipotesis alternatif diberi notasi Ha. 1. Taraf Kesalahan Pada dasarnya pengujian hipotesis adalah menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Terdapat dua cara menaksir yaitu a point estimate dan interval estimate. A point estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan satu nilai dari rata-rata sampel. Sedangkan interval estimate (taksiran interval) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval rata-rata data sampel. Saya berhipotesis (menaksir) bahwa daya tahan kerja orang Indonesia itu 10 jam/hari. Hipotesis ini disebut point estimate, karena daya tahan orang Indonesia ditaksir melalui satu nilai yaitu 10 jam/hari. Bila hipotesisnya berbunyi daya tahan kerja 91
orang Indonesia antara 8 sampai 12 jam/hari, maka hal ini disebut interval estimate. Nilai intervalnya adalah 8 jam sampai 12 jam. Menaksir parameter populasi yang menggunakan nilai tunggal (point estimate) akan mempunyai resiko kesalahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan interval estimate. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia 10 jam/hari akan mempunyai kesalahan yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai taksiran antara 8 sampai dengan 12 jam. Makin besar interval taksirannya, maka akan semakin kecil kesalahannya. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia 6 sampai 14 jam/hari akan mempunyai kesalahan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan interval taksiran antara 8 sampai 12 jam. Untuk selanjutnya kesalahan taksiran ini dinyatakan dalam peluang yang berbentuk presentase. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia dengan interval antara 6 sampai 14 jam/hari akan mempunyai persentase kesalahan yang lebih kecil bila digunakan interval taksiran 8 sampai dengan 12 jam/hari. Biasanya dalam penelitian kesalahan taksiran ditetapkan terlebih dahulu yang digunakan adalah 5 % dan 1 %. 2. Dua Kesalahan dalam Menguji Hipotesis Dalam menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel, kemungkinan akan terdapat dua kesalahan, yaitu: a. Kesalahan tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahan yang dinyatakan dengan α (baca alpha). b. Kesalahan tipe II, adalah kesalahan apabila menerima hipotesis nol yang salah (seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan dengan β (baca beta). Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat ditabelkan sebagai berikut: Tabel 8.12 Hubungan Antara Keputusan Menolak atau Menerima Hipotesis Keputusan Terima hipotesis Menolak hipotesis
Keadaan Sebenarnya Hipotesis Benar Hipotesis Salah Tidak membuat kesalahan Kesalahan tipe II (β) Kesalahan tipe I (α) Tidak membuat kesalahan
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keputusan menerima hhipotesis nol yang benar, berarti tidak membuat kesalahan. 2. Keputusan menerima hipotesis nol yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II (β). 3. Membuat keputusan menolak hipotesis nol yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I ((α) 4. Keputusan menolak hipotsis nol yang salah, berarti tidak membuat kesalahan. Bila nilai statistik (data sampel) yang diperoleh dari hasil pengumpulan data sama dengan nilai parameter populasi atau masih berada pada nilai interval parameter populasi, maka hipotesis yang dirumuskan 100 % diterima. Jadi tidak terdapat kesalahan. Tetapi bila niai statistik di luar nilai parameter populasi akan terdapat kesalahan. Kesalahan ini semakin besar bila nilai statistik jauh dari niai parameter. 92
Tingkat kesalahan ini selanjutnya dinamakan level of signifanct atau tingkat signifikansi. Dalam prakteknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1 % dan 5 %. Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1 % berarti bila penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama, maka akan terdapat satu kesimpilan salah yang diberlakukan untuk populasi (data dari satu sampel tersebut tidak dapat diberlakukan ke populasi di mana sampel tersebut diambil). Dalam pengujian hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen kesalahan untuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya diterima).
93
BAB XII. PENGUJIAN HIPOTESIS Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis kuantitatif dapat menggunakan statistik parametris dan non parametris. Statistik parametris digunakan untuk menganalisis data interval atau ratio, jumlah sampel besar serta berlandaskan pada ketentuan bahwa data yang akan dianalisis berdistribusi normal. Sedangkan statistik non parametris digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk nominal dan ordinal, jumlah sampel kecil dan tidak harus berdistribusi normal. Pada bab ini akan diberikan sebagian contoh penggunaan statistik parametris untuk pengujian hipotesis deskriptif, asosiatif (korelasi, korelasi ganda, korelasi parsial), komparatif ( t-test dan analisis varian). Untuk memahami penggunaan statistik dalam penelitian dapat dibaca pada buku statistik untuk peneltiian. A. Judul Penelitian Contoh: Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Situasi Kepemimpinan terhadap Iklim Kerja Organisasi di Kabupaten Magelang B. Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah: Gaya Kepemimpinan (X1), dan Situasi Kepemimpinan (X2) sebagai variabel independen dan Iklim Kerja Organisasi (Y) sebagai variable dependen. C. Model Hubungan Variabel
X1 Y
X1 X2 X3
: : :
Kepemimpinan Situasi Kepemimpinan Iklim Kerja Organisasi
X2
D. Populasi dan Sampel Populasi dalam sample penelitian ini adalah semua pegawai yang menduduki jabatan Eselon IV sampai degan II dengan jumlah 50 orang. Berdasarkan tingkat kesalahan 5%, maka ukuran sampel ditemukan 44 orang terdiri atas 30 orang pria dan 14 orang wanita (lhat tabel penentuan kuran sampel) pada Bab Populasi dan Sample). Sedangkan pembagian anggota sampel menurut Eselon adalah sebagai berikut: 1. Eselon II diambil sebanyak 10 orang dengan 6 orang pria dan 4 orang wanita. 2. Eselon III diambil sebanyak 14 orang dengan 10 oran pria dan 4 orang wanita. 3. Eselon IV diambil sebanyak 20 orang dengan 14 orang pria dan 6 orang wanita. E. Rumusan Masalah 1. Rumusan Masalah Deskriptif a. Seberapa baik Gaya Kepemimpinan para Eselon di Kabupaten Magelang? b. Seberapa baik situasi Kepemimpinan di Kabupaten Magelang? c. Seberapa baik iklim kerja organisasinya? 2. Rumusan Masalah Asosiatif (hubungan) 94
a.
Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan denga iklim kerja organisasi? b. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara situasi kepemimpinandengan iklim kerja organisasi? c. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan situasi kepemimpinan? d. Adakah hubungan antara gaya kepemimpinandan situasi kepemimpinan secara bersama-sama dengan iklim kerja organisasi? 3. Rumusan Masalah Komparatif a. Adakah perbedaan gaya kepemimpinan secara signifikan antara Eselon II, III, dan IV? b. Adakah perbedaan situasi kepemipinan secara signifikan antara Eselon II, III, dan IV? c. Adakah perbedaan iklim kerja organisasi secara signifikan antara organisasi yang dipimpin Eselon II, III, dan IV? d. Adakah perbedaan gaya kepemimpinan yang signifikan antara pimpinan Eselon pria dan wanita? e. Adakah perbedaan situasi kepemimpinan yang signifikan antara organisasi yang dipimpin pria dan wanita? f. Adakah perbedaan iklim kerja organisasi yang signifikan antara organisasi yang dipimpin pria dan wanita? F. Hipotesis (Jawaban sementara terhadap rumusan masalah di atas) 1. Hipotesis Deskriptif (bisa dirumuskan dan bisa tidak) a. Gaya kepemimpinan para eselon di Kabupaten Pringgodani sama dengan 75 % dari yang diharapkan. b. Rata-rata situasi kepemimpinan paling rendah 40 % dari yang diharapkan. c. Iklim kerja organisasi di Kabupaten Pringgodani paling tinggi 60 % dari yang diharapkan. 2. Hipotesis Asosiatif (hubungan) a. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dan iklim kerja organisasi. b. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara situasi kepemimpinan dengan iklim kerja organisasi. c. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan situasi kepemimpinan. d. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dan situasi kepemimpinan secara bersama-sama dengan iklim organisasi. 3. Hipotesis Komparatif a. Terdapat perbedaan gaya kepemimpinan yang signifikan antara pimpinan eselon II, III dan IV. b. Terdapat perbedaan situasi kepemimpinan yang signifikan antara organisasi yang dipimpin oleh eselon II, III dan IV. c. Terdapat iklim kerja organisasi yang signifikan antara organisasi yang dipimpin oleh eselon II, III dan IV. d. Terdapat perbedaan gaya kepemimpinan yang signifikan antara organisasi yang dipimpin oleh pria dan wanita. 95
e. Terdapat perbedaan iklim kerja yang signifikan antara organisasi yang dipimpin pria dan wanita. G. Instrumen Penelitian Instrume penelitian menggunakan instrument seperti yang tertera pada Bab Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian. Terdapat tiga instrument yaitu instrument Gaya Kepemimpinan dengan 3 indikator dan 18 butir, Situasi Kepemimpinan dengan 3 indikator dan 18 butir, dan Iklim Organisasi dengan 7 indikator dan 14 butir pertanyaan/pernyataan. H. Uji Normalitas Data Hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji dengan Statisti Parametris, antara laian dengan menggunakan t-test untuk satu sampel korelasi dan regresi, analisis varian dan t-test untuk dua sampel. Penggunaan statistic parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data antara lain dengan kertas peluang dan chi kuadrat. Pada kesempatan ini digunakan chi kuadrat untuk menguji normalitas data. Langkah-langkah pengujian normalitas data dengan chi kuadrat adalah sebagai berikut: 1. Merangkum data seluruh variabel yang akan diuji normalitasnya. Dalam hal ini adalah data gaya kepemimpinan, situasi kepemimpinan dan iklim kerja organisasi yang ada. 2. Menentukan jumlah kelas interval. Dalam hal ini jumlah kelas intervalnya = 6 karena luas kurve normal dibagi menjadi enam. 3. Menentukan panjang kelas interval yaitu: (data terbesar – data terkecil) dibagi dengan jumlah kelas interval (6). 4. Menyusun ke dalam tabel distribusi frekuensi, yang sekaligus merupakan tabel penolong untuk menghitung harga chi kuadrat. 5. Menghitung frekuensi yang diharapkan dengan cara mengalikan persentase luas tiap bidang kurve normal dengan jumlah anggota sampel. I.
Teknik Statistik untuk Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Berbagai teknik statistik yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis dapat dilihat pada bab sebelumnya. Pertimbangan yang diperlukan adalah jenis data dan bentuk hipotesis. Hipotesis deskriptif adalah dugaan terhadap nilai satu variable secara mandiri antara data sampel dan data populasi (jadi bukan dugaan nilai komparasi atau asosiasi). Namun dalam penelitian social, hipotesis deskriptif ini jarang dirumuskan. Bila hipotesis deskriptif tidak dirumuskan, maka analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah, sehingga tidak menguji hipotesis. Analisis data dilakukan dengan cara melakukan perhitungan sehingga setiap rumusan masalah dapat ditemukan jawabannya secara kuantitatif. Data hasil analisis deskriptif dapat disajikan dalam bentuk tabulasi silang, tabel distribusi frekuensi, grafik batang, grafik garis dan pie chart. Menjawab rumusan masalah deksriptif merupakan hal yang sangat mendasar dan penting dalam penelitian, karena data utama dari penelitian akan dapat diketahui dengan jelas dari hasil analisis deskriptif ini. Dalam contoh ini terdapat tiga rumusan masalah deskriptif yang harus dijawab: 96
1. Seberapa baik gaya kepemimpinan para eselon di Kabupaten Pringgodani? 2. Seberapa baik situasi kepemimpinan di Kabupaten Pringgodani? 3. Seberapa baik ilim kerja organisasinya? Untuk dapat menjawab ketiga rumusan masalah deskriptif tersebut, maka pertama-tama ditentukan terlebih dahulu skor ideal/kriterium. Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap responden pada setiap pertanyaan memberi jawaban dengan skor tertinggi. Selanjutnya untuk menjawab ketiga rumusan masalah tersebut, dapat dilakukan dengan cara membagi jumlah skor hasil penelitian dengan skor ideal.
97
BAB XIII. MENYUSUN PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Rancangan atau proposal penelitian merupakan pedoman yang berisi langkahlangkah sistematis yang akan diikuti oleh peneliti untuk melakukan penelitiannya. Dalam menyusun rancangan penelitian, perlu diantisipasi tentang berbagai sumber yang dapat digunakan untuk mendukung dan yang menghambat terlaksananya penelitian. Penelitian dilakukan berangkat dari adanya suatu permasalahan. Masalah merupakan “penyimpangan” dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi, penyimpangan antara rencana dengan pelaksanaan, penyimpangan antara teori dengan praktik dan penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan. Masalah itu muncul pada ruang (tempat) dan waktu tertentu. Rancangan penelitian harus dibuat secara sistematis dan logis sehingga dapat dijadikan pedoman yang betul-betul mudah diikuti. Rancangan penelitian yang sering disebut proposal penelitian paling tidak berisi 4 komponen utama yaitu Permasalahan, Landasan Teori dan Pengajuan Hipotesis, Metode Penelitian, Organisasi dan Jadwal Penelitian. Proposal penelitian kuantitatif dapat dikemas dalam sistematika sebagai berikut:: I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Batasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Kegunaan Hasil Penelitian II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGUJIAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori B. Kerangka Berpikir C. Hipotesis III. PROSEDUR PENELITIAN A. Metode B. Populasi dan Sampel C. Instrumen Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data E. Teknik Analisis Data IV. ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN A. Organisasi Penelitian B. Jadwal Penelitian V. BIAYA YANG DIPERLUKAN
Gambar 11.14 Sistematika Proposal Penelitian Kuantitatif
Suatu proyek penelitian mulai dengan menyusun proposal penelitian. Berdasarkan proposal penelitian tersebut kemudian peneliti mengadakan penelitian. Jika penelitian selesai maka peneliti wajib mengkomunikasikan temuan-temuan penelitian tersebut kepada orang lain dengan berbagai cara. Biasanya dalam satu bentuk tulisan yang disebut laporan penelitian. Laporan penelitian digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengkomunikasikan hasil atau temuan penelitian kepada orang lain. 98
Laporan penelitian nantinya tidak hanya melaporkan hasil penelitian melainkan juga menguraiakan secara cukup rinci prosedur penelitian yang dipakai. Anda harus menjelaskan caranya melakukan penelitian dan atau menemukan solusi atas status masalah atau memberi jawaban atas pertanyaan penelitian. Sebagai contoh, jika penelitian dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi maka laporan ini harus mencakup bukti-bukti mengenai sejauh mana sampel tersebut mewakili populasi yang bersangkutan atau tidak. Ini penting agar kesimpulan yang dibuat oleh peneliti dapat dipahami apakah berlaku atau dapat digeneralisasi kepada populasi (jika menggunakan probability sampling) atau hanya berlaku untuk sampel yang diteliti (jika menggunakan non probability sampling). Telaah pustaka termasuk studi-studi terdahulu, juga harus lengkap dan mendalam serta disebutkan sumbernya. Alat pengumpul data yang digunakan harus tepat, misalnya memakai kuesioner dengan atau tanpa wawancara terstruktur dan dokumen atau pengamatan langsung. Jadi tahap-tahap, rancangan dan prosedur penelitian hingga hasil penelitian harus dilaporkan secara lengkap tanpa ada yang ditutup-tutupi apapun hasilnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dijelaskan tentang cara bagaimana menulis proposal penelitian dan laporan hasil atau temuan penelitian kuantitatif. Terkait dengan menulis proposal penelitian dan laporan hasil atau temuan penelitian maka harus diketahui format dan aturan penulisan, pengutipan, pengetikan dan penulisan referensi yang benar yang digunakan. Anda dapat belajar banyak tentang menulis proposal penelitian dan laporan hasil atau temuan penelitian kuantitatif dengan membaca banyak publikasi artikel dan jurnal atau paper atau hasil penelitian atau membaca tulisan tentang bagaimana menulis proposal dan laporan hasil penelitian atau mengambil mata kuliah atau mengikuti kuliah tentang penulisan ilmiah untuk penelitian. Ada dua konsep yang saling terkait yaitu rencana penelitian (research plan) dan proposal penelitian (research proposal). Rencana penelitian kadang-kadang dipertukarkan dengan proposal penelitian (research proposal). Itu karena ada kaitan antara konsepkonsep tersebut. Bagian dari tahap-tahap penelitian yang diajukan untuk menyelidiki masalah tertentu disebut dengan rencana penelitian. Rencana penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut: Research plan is a detailed description of a proposed study designed to investigate a given problem. It included justification for the hypotheses to be tested, a detailed presentation of the research steps that will be followed in collecting and analyzing required data, and a project time schedule for each major step. Rencana penelitian merupakan merupakan bagian penting dari keberhasilan serta efektivitas dan efisiensi dari suatu penelitian. Itu karena menurut Gill dan Johnson, “The essentials of a research plan are contained in the questions asked, for example, in most universities application forms to register a higher degree and are implicit in the demand to submit a research proposal on well organized postgraduate and under graduate cources that have a dissertation component. Candidates are asked to define their field of interest, then their aims and finally a plan, clarifying the proposal phases of the work, with dates; outlining the state of current knowledge and how the proposal intends to add to that knowledge; and, finally, the methods that will be used to research the topic”. Selanjutnya Gill dan Johnson mengatakan, “Clearly, then, planning is an important factor in determining the effectiveness and afficiency with which research is carried out. It is especially useful and motivating for students when stages in the work can be identified 99
and dates agreed with supervisors. As with all plans, it will need to be revised from time to time but with an adequate plan progress can be assessed at any time, problems are more likely to be foreseen and contingencies can be taken care of”. Satu rencana penelitian disusun dalam satu dokumen yang disebut proposal penelitian (research proposal). Dengan demikian, rencana penelitian menjadi bagian utama dari proposal penelitian. Satu proposal penelitian didefinisikan sebagai satu dokumen yang menyajikan satu rencana untuk satu proyek bagi penelaah (reviewers) untuk evaluasi. Satu proposal penelitian adalah satu dokumen yang memuat satu rencana untuk satu proyek penelitian. Proposal penelitian merupakan rencana penelitian yang bersifat tentatif tetapi harus mencakup gambaran tentang kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu proposal merupakan pedoman atau peta kegiatan penelitian yang akan diikuti oleh peneliti selama penelitian berlangsung. Jadi satu proposal penelitian didefinisikan sebagai suatu dokumen yang menyajikan satu rencana untuk satu proyek bagi penelaah (reviewers) untuk evaluasi. Satu proposal penelitian adalah satu dokumen yang memuat suatu rencana untuk satu proyek penelitian. Proposal penelitian merupakan rencana penelitian yang bersifat tentative tetapi harus mencakup gambaran tentang kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu proposal merupakan pedoman atau peta kegiatan penelitian yang akan diikuti oleh peneliti selama penelitian berlangsung. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bagian ini berisi tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi pada suatu obyek penelitian, tetapi dalam peristiwa itu sekarang ini tampak ada penyimpangan-penyimpangan dari standard yang ada, baik standard yang bersifat keilmuan maupun aturan-aturan. Oleh karena itu dalam latar belakang ini, peneliti harus melakukan analisis masalah, sehingga permasalahan menjadi jelas. Melalui analisis masalah ini, peneliti harus dapat menunjukkan adanya suatu penyimpangan yang ditunjukkan dengan data dan menuliskan mengapa hal ini perlu diteliti. B. Identifikasi Masalah Dalam bagian ini perlu dituliskan berbagai masalah yang ada pada obyek yang diteliti. Semua masalah dalam obyek, baik yang akan diteliti maupun yang tidak diteliti sedapat mungkin dikemukakan. Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik, maka peneliti perlu melakukan studi pendahuluan ke obyek yang diteliti, melakukan observasi dan wawancara ke berbagai sumber, sehingga semua permasalahan dapat diidentifikasikan. Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diketahui tersebut, selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah yang akan diteliti itu kedudukannya di mana di antara masalah yang akan diteliti. Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negative terhadap masalah yang diteliti. Selanjutnya masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk variabel. C. Batasan Masalah Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasikan akan diteliti. Untuk itu maka peneliti memberi batasan, di mana akan dilakukan penelitian, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana 100
hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah penelitian. D. Rumusan Masalah Setelah masalah yang akan diteliti itu ditentukan (variable apa saja yang akan diteliti dan bagaimana hubungan antar variable satu dengan yang lain) dan supaya masalah dapat terjawab dengan akurat, maka masalah yang akan diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik. Sebaiknya rumusan masalah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Jadi pola pikir dalam merumuskan masalah ada empat tahapan, yaitu: (1) Latar belakang masalah, berisi tentang harapan, kebijakan, peraturan namun dalam implementasinya menunjukkan adanya penyimpangan. Penyimpangan ini perlu ditunjukkan dalam data. Peneliti juga perlu menuliskan mengapa hal itu perlu diteliti; (2) Identifikasi masalah. Semua masalah yang ada pada obyek penelitian dikemukakan, baik masalah yang akan diteliti maupun tidak diteliti. Tunjukkan hubungan masalah satu dengan masalah yang lain. Masalah yang diteliti pada umumnya merupakan variabel dependen; (3) Batasan masalah. Karena keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori dan supaya penelitian lebih mendalam maka penelitian dibatasi pada beberapa variable saja dan; (4) Rumusan masalah, dinyatakan dalam kalimat tanya. E. Tujuan Penelitian Tujuan dan kegunaan penelitian sebenarnya dapat diletakkan di luar pola piker dalam merumuskan masalah. Tetapi keduanya ada kaitannya dengan permasalahan, oleh karena itu dua hal ini ditempatkan dalam bagian ini. Tujuan penelitian ini di sini tidak sama denga tujuan yang ada pada sampul skripsi atau tesis, yang merupakan tujuan formal (misalnya untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana), tetapi tujuan di sini berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Misalnya rumusan masalahnya: Bagaimanakah tingkat disiplin kerja pegawai di Departemen A? maka tujuan penelitiannya adalah: ingin mengetahui seberapa tinggi tingkat disiplin pegawai di Departemen A. kalau rumusan masalahnya: apakah ada pengaruh latihan terhadap produktivitas kerja pegawai dan kalau ada seberapa besar. Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabannya terletak pada kesimpulan penelitian. F. Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan hasil penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Kalau tujuan penelitian dapat tercapai dan rumusan masalah dapat terjawab secara akurat maka sekarang kegunaannya apa. Kegunaan hasil penelitian ada dua hal, yaitu: a. Kegunaan untuk mengembangkan ilmu/kegunaan teoritis. b. Kegunaan praktis yaitu membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada obyek yang diteliti. II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGUJIAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori Deskripsi teori adalah, teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variable yang akan diteliti, serta sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan (hipotesis) dan penyusunan instrumen penelitian. 101
Teori-teori yang digunakan bukan sekedar pendapat dari pengarang, pendapat penguasa, tetapi teori yang benar-benar teruji kebenarannya. Di sini juga diperlukan dukungan hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya yang ada kaitannya dengan variabel yang akan diteliti. Kalau variabel yang diteliti ada lima, maka jumlah teori yang dikemukakan juga ada lima. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori yang berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigm penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigm penelitian harus didasarkan pada kerangka berpikir. Kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dengan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti di samping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti. Penelitian yang berkenaan dengan dua variable atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu, dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan kerangka berpikir. C. Hipotesis Penelitian Karena hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang diajukan, maka titik tolak untuk merumuskan hipotesis adalah rumusan masalah dan kerangka berpikir. Kalau ada rumusan masalah penelitian seperti: adakah pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai, kerangka berpikirnya “jika kepemimpinan baik, maka motivasi kerja akan tinggi” maka hipotesisnya adalah: ada pengaruh yang tinggi/rendah atau signifikan antara kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai. III. PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, diperlukan metode penelitian. Untuk itu di bagian ini perlu ditetapkan melalui penelitian apa yang akan digunakan, apakah metode survey atau eksperimen. B. Populasi dan Sampel Dalam penelitian perlu dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai sumber data. Bila hasil penelitian akan digeneralisasikan (kesimpulan data sampel yang dapat diberlakukan untuk populasi) maka sampel yang digunakan sebagai sumber data harus representative dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel dari populasi secara random sampai jumlah tertentu.
102
C. Instrumen Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengukur suatu gejala akan menggunakan instrumen penelitian. Jumlah instrumen yang akan digunakan tergantung variabel yang diteliti. Bila variabel yang diteliti jumlahnya lima, maka akan menggunakan lima instrumen. Dalam hal ini perlu dikemukakan instrumen apa saja yang akan digunakan untuk penelitian, skala pengukuran yang ada pada setiap jenis instrumen, prosedur pengujian validitas dan reliabilitas instrumen. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data di sini adalah teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga betul-betul didapat data yang valid dan reliabel. Jangan semua teknik pengumpulan data (angket, observasi, wawancara) dicantumkan kalau sekiranya tidak dapat dilaksanakan. Selain itu konsekuensi dari mencantumkan ketiga teknik pengumpulan data itu adalah: setiap teknik pengumpulan data yang dicantumkan harus disertai datanya. Memang untuk mendapatkan data yang lengkap dan obyektif penggunaan berbagai teknik sangat diperlukan, tetapi bila satu teknik di pandang mencukupi, maka teknik yang lain bila digunakan akan menjadi tidak efisien. E. Teknik Analisis Data Untuk penelitian dengan pendekatan kuantitatif, maka teknik analisis data ini berkenaan dengan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan pengujian hipotesis yang diajukan. Bentuk hipotesis mana yang akan diajukan, akan menentukan teknik statistik mana yang digunakan. Jadi sejak membuat rancangan, maka teknik analisis data telah ditentukan. Bila peneliti tidak membuat hipotesis, maka rumusan masalah penelitian itulah yang perlu dijawab. Tettapi kalau hanya rumusan masalah itu yang dijawab, maka akan sulit membuat generalisasi, sehingga kesimpulan yang dihasilkan hanya dapat berlaku untuk sampel yang digunakan, tidak dapat berlaku untuk populasi. IV. ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN A. Organisasi Penelitian Bila penelitian dilaksanakan oleh tim/kelompok maka diperlukan adanya organisasi pelaksana penelitian. Minimal ada ketua yang bertanggung jawab dan anggota, sebagai pembantu ketua. B. Jadwal Penelitian Setiap rancangan penelitian perlu dilengkapi dengan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam jadwal berisi kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan berapa lama akan dilakukan. Tabel 6.15 Contoh Jadwal Penelitian No
Kegiatan 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2
3
4
5
Minggu Ke 6 7 8
9 1
2
3
Penyusunan proposal Penyusunan instrumen Seminar proposal dan instrumen penelitian Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian Penentuan sampel Pengumpulan data Analisis data Pembuatan draft laporan Seminar laporan Penyempurnaan laporan Penggandaan laporan penelitian
103
V. BIAYA YANG DIPERLUKAN Biaya merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Jumlah biaya yang diperlukan tergantung pada tingkat profesionalisme tenaga peneliti dan pendukungnya, tingkat resiko kegiatan dilakukan, jarak tempat penelitian dengan tempat tinggal peneliti serta lamanya penelitian dilakukan. Biaya penelitian pada umumnya 60 % digunakan untuk tenaga dan 40 % untuk penunjang seperti bahan, alat, transport, sewa alat-alat komputer. Semua biaya yang dibutuhkan perlu diuraikan secara rinci.
104
BAB XIV. MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN KUANTITATIF Menyusun laporan merupakan kegiatan tugas akhir dari proses penelitian. Dalam hal ini tidak akan dibahas penyusunan laporan dari segi pengetikan dan ukuran format kertas, tetapi akan disajikan secara mendasar dari segi pola pikir menyusun laporan penelitian sehingga mudah dipahami oleh pihak-pihak lian yang membaca. Dalam membuat laporan, sebaiknya peneliti berperan sebagai pembaca sehingga laporan yang disajikan dapat dinilai apakah laporan sudah baik atau belum. Laporan penelitian sebaiknya dibuat bertahap, tahap pertama berupa laporan pendahuluan dan tahap kedua berupa laporan akhir. Laporan pendahuluan ini sifatnya adalah draft yang masih perlu disempurnakan. Penyempurnaan dilakukan dengan cara menyeminarkan hasil penelitian atau mengkonsultasikan pada ahlinya atau pembimbing. Dengan diseminarkan dan dikonsultasikan, maka kekurangan-kekurangan yang terdapat pada pola laporan penelitian akan dapat diperbaiki. Laporan penelitian adalah merupakan laporan ilmiah, untuk itu maka harus dibuat secara sistematis dan logis pada setiap bagian, sehingga pembaca mudah memahami langkah-langkah yang telah ditempuh dalam penelitian dan hasilnya. Karena sifatnya ilmiah maka harus replicable, yaitu harus bisa diulangi oleh orang lain yang akan membuktikan hasil penemuan dalam penelitian itu. Untuk itu maka setiap langkah harus jelas. Titik tolak penyusunan laporan penelitian adalah rancangan penelitian yang telah dibuat. Berdasarkan hal tersebut, maka kedudukan rancangan penelitian ini sangat penting. Kalau dalam rancangan penelitian, berisi tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian, maka dalam laporan penelitian ini berisi laporan pelaksanaan dan hasil rancangan penelitian. Kerangka laporan penelitian untuk judul “Pengaruh Kepemimpinan Manajer dan Kemampuan Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Kerja” adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Batasan Masalah dan Paradigma Penelitian D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Kegunaan Hasil Penelitian BAB II. LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori 1. Kepemimpinan 2. Kemampuan Kerja 3. Produktivitas Kerja B. Kerangka Berpikir 1. Hubungan Kepemimpinan dengan Produktivitas Kerja 2. Hubungan Kemampuan dengan Produktivitas Kerja 3. Hubungan Kepemimpinan dan Kemampuan dengan Produktivitas Kerja C. Hipotesis Penelitian
105
BAB III. PROSEDUR PENELITIAN A. Populasi dan Sampel B. Insrumen Penelitian C. Teknik Pengolahan Data D. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN, PENGUJIAN HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Kepemimpinan 2. Kemampuan Kerja Pegawai 3. Produktivitas Kerja B. Hasil Pengujian Hipotesis C. Pembahasan Hasil Penelitian BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Lampiran Instrumen Penelitian 2. Lampiran Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 3. Lampiran Data Mentah 4. Lampiran Analisis Data Termasuk Perhitungan Pengujian Hipotesis 5. Lampiran yang lain, seperti perizinan dan lain-lain Laporan penelitian harus dilampiri seperti butir-butir di atas. Dengan dilampirkan instrument penelitian, perhitungan pengujian validitas dan reliabilitas instrument, data mentah hasil pengukuran (data dari responden) dan lampiran perhitungan analisis data atau hipotesis, maka orang lain dapat mengecek kebenaran dari penelitian itu. Bila mereka ragu, maka mereka dapat mengulangi penelitian pada populasi dan sampel yang sama dengan teori yang sama, dengan instrument yang sama, dengan teknik pengumpulan data yang sama dan analisis yang sama. Hasil penelitian ulangan dapat dibandingkan lagi dengan penelitian yang pertama. Bila kondisi populasi tidak berubah, maka hasil penelitian yang baik adalah bila hasilnya tidak berbeda secara signifikan. Bab-bab dalam kerangka laporan tersebut antara satu dengan yang lain mempeunyai hubungan erat, bahkan bab-bab berikutnya merupakan jawaban pada babbab sebelumnya. Hal-hal yang berkaitan erat dalam kerangka laporan penelitian itu digambarkan seperti berikut: Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kesimpulan
Saran
Gambar 12.15 Kaitan dalam Kerangka Laporan Penelitian
106
Dari gambar 12.15 di atas dapat dijelaskan bahwa: 1. Tujuan penelitian ditulis berangkat dari rumusan masalah. Misal rumusan masalahnya berbunyi, “Apakah ada hubungan antara kemampuan dengan produktivitas kerja?” maka tujuan penelitiannya adalah “Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kemampuan kerja dengan produktivitas kerja, kalau ada seberapa besar hubungannya. 2. Rumusan hipotesis penelitian juga berangkat dari rumusan masalah, karena hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Bila rumusan masalahnya seperti pada nomor 1, maka hipotesisnya adalah “Ada hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan dengan produktivitas kerja pegawai di …”. 3. Kesimpulan penelitian merupakan jawaban dari tujuan penelitian. Kalau tujuannya ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kemampuan dan produktivitas kerja di lembaga A, dan kalau ada seberapa besarnya, maka kesimpulannya adalah dilihat dulu pengujian hipotesisnya. Kalau hasil pengujian hipotesis membuktikan ada hubungan yang positif dan signifikan dan besarnya hubungan itu 0,6 maka kesimpulannya adalah: ada hubungan yang positif dan signifikan sebesar 0,6 antara kemampuan dengan produktivitas kerja pegawai di lembaga A. 4. Saran yang diberikan pada laporan harus didasarkan pada data hasil penelitian dan dalam hal ini didasarkan pada kesimpulan. Kalau kesimpulan menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan sebesar 0,6 antara kemampuan dengan produktivitas kerja di lembaga A, maka dapat disarankan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kerja di lembaga A, dapat ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan kerja pegawai. Tapi sebaliknya jika kesimpulan menyatakan tidak ada hubungan yang positif tetapi tidak signifikan, maka untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai di lembaga A tidak dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan pegawai. Kalau hal itu dilaksanakan maka hasilnya akan sia-sia. Jumlah halaman setiap laporan yang diangkat sebagai skripsi, tesis, disertasi yang paling baik adalah yang paling sedikit tetapi lengkap. Semua aspek dalam kerangka penelitian itu dapat dipenuhi secara singkat/padat tetapi lengkap. Pada umumnya setiap lembaga mempunyai pedoman penulisan laporan penelitian sendiri. Pada dasarnya pola umum laporan penelitian kuantitatif adalah sama, yaitu: masalah-berteori-berhipotesispengumpulan data-analisis data-kesimpulan-saran.
107
Daftar Pustaka Abdel-Khalik, A.R., dan B.B Ajinkya. 1979. Empirical Research in Accounting: A Methodological Viewpoint, American Accounting Assoociation, Sarasota, FL. Alfian, ed., 1977. Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-Hasil Penelitian dengan Metode Grounded Research, LP3ES, Jakarta. Babbie, Earl R. 1979. The Practice of Social Research, Belmont, Wadsworth. Blalock, H.M. 1969. Theory Construction: From Verbal to Mathematical Formulation, Englewood Cliffs: Prentice-Hall. B. Ostle. 1975. Statistic in Research, 3rd. ed, The IOWA State College Press, Ames, IOWA, pg. 1-2. Campbell, Donald T. dan Julian C. Stanley. 1966. Experimental and Quasi Experimental Designs for Research, Chicago, Rand McNally. Cook, Thomas D. 1979. Qualitative and Quantitative Methods Instrument of Evaluation Research, Sage Publication, Beverly Hills, London. Cooper, Donald R dan Pamela S. Schindler. 2001. Business Research Methods, McGrawHill Companies, NewYork. Cooper, Donald R dan Pamela S. Schindler. 2003. Business Research Methods, McGrawHill Companies, Inc, eight edition, NewYork. Creswell, John W. 2009. Research Design; Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Aproaches, Sage Publications, Los Angeles. Effendi, Sofian dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survey (Edisi Revisi), LP3ES, Jakarta. Fisher, Andrew et.al. 1983. Handbook for Family Planning Operation Research, The Population Council, New York. Glaser, B.N. dan A.L. Strauss. 1967. The Discovery of Grounded Theory, Aldine Publishing Co, Chicago. Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan PengalamanPengalaman, BPFE, Yogyakarta. J. Maranon. 1954. Science in Industrial Development dalam (The Role of Science in The Phillippinies), Science Foundation of the Phillipinies, Manila pg. 15-19. Kerlinger, F.N. 1973. Foundations of Behavioural Research, Holt, Rinehart and Winston Inc, New York. 108
Sekaran, Uma. 1992. Research Method for Business: A Skill Buildng Approach, John Willey&Sons, Inc, fourth edition, New York. Seltiz.S. et.al. 1964. Research Methods in Social Relations, Holt, Rinehart and Winston, New York. Silalahi, Ulber. 2015. Metode Penelitian Sosial Kuantitatif, Refika Aditama, Bandung. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta. Silalahi, Ulber. 2015. Metode Penelitian Sosial Kuantitatif, Refika Aditama, Bandung. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, bandung. T. Hillway. 1956. Introduction to Research, Houghton Miffin Co. V.A. Tan. 1954. Science in Education dalam (The Role of Science in The Phillippinies). Science Foundation of the Phillipinies, Manila. Pg. 1-4. Warwick, Donald P dan Charles A. Linnenger. 1975. The Sample Survey: Theory and Practice, McGraw-Hill, New York. Wibisono, Dermawan. 2013. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Andi, Yogyakarta. W. Gee. 1929. Research in Social Sciences: Its Fundamental Methods and Objectives, The Macmillan Co.
109