MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak)
SRI SUHARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Sri Suharti D162070031
ABSTRACT SRI SUHARTI. Modification of Rumen Microbe Diversity and Fermentation of Cattle Using Lerak (Sapindus rarak) Saponin. Under the directions of DEWI APRI ASTUTI, TOTO TOHARMAT and ELIZABETH WINA. The aim of this research was to investigate the utilization of whole lerak extract to improve the in vitro fermentation, microbe diversity and performance of beef cattle fed with high forage based ration. There were four experiments i.e. 2 in vitro and 2 in vivo experiment. The first in vitro experiment evaluated the effect of whole fruit lerak extract with different levels (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) on ruminal fermentation and microbial diversity using native grass and concentrate (50:50, w/w) as a substrate. The second in vitro was aimed to investigate the effect of different level of lerak extract (0, 0.6, 0.8 mg/ml) on fermentation, population of rumen microbes and enzyme activity in the in vitro fermentation of diets composed of different ratios of forage and concentrate (90:10, 80:20, 70:30, w/w). The first in vivo study was conducted using 12 local beef cattle which received 3 different treatments of 0, 500 and 1000 mg lerak meal/kg body weight (BW). Daily gain, nutrient digestibility and blood profile were measured. Thus, the second in vivo study was conducted using 12 local beef cattle with three diets containing lerak extract of 0, 100 and 200 mg/kg body weight. Parameters measured were nutrient digestibility, fermentation products, feed intake and daily gain of beef cattle during 90 days treatment. In vitro experiment showed that 1 mg/ml of lerak extract reduced (P<0.01) protozoa population. The gas production tended to increase while methane production/ml gas was reduced but total methane production was same among treatments. Although lerak extract did not affect concentration of total VFA, it decreased molar proportion of acetic and butyric acid but increased that of propionic acid significantly (P<0.01) and improved the ratio of acetate: propionate. The population of some bacteria spesies most closely related to Prevotella ruminicola increased. The second in vitro experiment showed that there was no interaction between ratio of forage and level of lerak extract for all parameters. The addition of lerak extract did not affect dry matter digestibility, but reduced organic matter digestibility. In contrast, total VFA and propionate production increased (P<0.05) with 0.8 mg/ml lerak extract addition. Total numbers of Ruminococcus albus and Prevotella ruminicola were enhanced by increasing level of lerak extract in all diets, but numbers of Fibrobacter succinogenes tended to decrease. In vivo experiment showed that the addition of lerak meal 500 mg/kg BW in the beef cattle ration did not affect nutrient intake and digestibility. In contrast, lerak meal at higher level (1000 mg/kg BW) increased fibre intake and decreased nutrient digestibility (P<0.05) and white blood cells (P<0.01). There was no difference on average daily gain among treatments. The addition of lerak extract up to 200 mg/kg BW did not affect on nutrients digestibility. Total VFA and propionate proportion increased (P<0.05) and ratio of acetate:propionate decreased (P<0.05) with lerak extract addition. The used of lerak extract decreased NH3 concentration while nitrogen balanced and microbial crude protein synthesis similar among treatments Keywords: Sapindus rarak, saponin, cattle, fermentation, bacteria diversity
RINGKASAN SRI SUHARTI. Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak). Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI, TOTO TOHARMAT dan ELIZABETH WINA. Peternakan sapi potong rakyat di Indonesia masih mengandalkan ransum hijauan yang kurang berkualitas dalam jumlah tinggi (70-100%). Hal ini dapat menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama nitrogen (N). Selain itu, pada ekosistem rumen seringkali populasi dan aktivitas bakteri terganggu dengan adanya protozoa karena protozoa sering memangsa bakteri untuk mencukupi kebutuhan proteinnya. Akibatnya efisiensi pemanfaatan energi pakan rendah, produksi gas metan tinggi dan pertambahan bobot badan sapi rendah. Strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi mikroba rumen yang dapat menekan pertumbuhan protozoa dan mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen. Populasi bakteri rumen yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan, aliran N dalam rumen serta sintesis protein mikroba. Populasi protozoa dalam rumen dapat ditekan secara parsial (defaunasi parsial) dengan pemberian senyawa saponin asal tanaman. Defaunasi parsial memungkinkan beberapa bakteri rumen dapat berkembang namun populasi protozoa tidak seluruhnya mati. Hal ini akan menguntungkan proses fermentasi karena protozoa juga mempunyai peran dalam degradasi serat dan mempertahankan pH rumen. Salah satu tanaman tropika yang banyak mengandung saponin adalah buah lerak. Potensi saponin ekstrak buah lerak sudah dikaji pemanfaatannya pada ternak domba sebagai suplemen defaunasi. Namun demikian penelitian yang menganalisis pengaruh saponin ekstrak lerak terhadap keragaman komunitas bakteri rumen, dinamika populasi bakteri spesifik, aktivitas fermentasi pada berbagai rasio hijauan dan pemanfaatannya pada sapi potong belum banyak dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan ekstrak keseluruhan buah lerak untuk memperbaiki fermentasi, keragaman dan populasi mikroba rumen serta performa sapi potong lokal yang mendapat ransum hijauan tinggi. Penelitian ini terdiri atas 4 percobaan yaitu 2 percobaan in vitro dan 2 percobaan in vivo. Penelitian in vitro tahap pertama dirancang untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak lerak pada berbagai level (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) pada fermentasi dan keragaman mikroba rumen dengan menggunakan rumput lapang dan konsentrat sebagai substat dengan rasio 50:50 (BK/BK). Penelitian in vitro tahap kedua bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai level ekstrak lerak (0, 0.6, 0.8 mg/ml) pada fermentasi, dinamika populasi bakteri spesifik rumen dan aktivitas enzim pada substrat dengan rasio hijauan berbeda (90:10, 80:20, 70:30 BK/BK). Parameter yang diukur adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK, KCBO), total volatile fatty acid (VFA), profil VFA, konsentrasi NH3, populasi protozoa, dinamika populasi bakteri spesifik dan aktivitas enzim rumen. Hasil uji terbaik penelitian in vitro dilanjutkan dengan penelitian in vivo. Uji in vivo tahap pertama dilakukan untuk mengevaluasi 3 level pemberian tepung buah lerak (0, 500,
1000 mg/kg BB) sapi potong lokal (12 ekor) yang mendapat ransum jerami padi dan konsentrat (35:65 BK/BK). Parameter yang diukur adalah konsumsi pakan, kecernaan nutrien, pertambahan bobot badan harian dan hematologi darah. Selanjutnya, pada uji in vivo tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh level ekstrak lerak (0, 100 dan 200 mg/kg BB) pada sapi potong lokal (12 ekor) yang mendapat ransum hijauan tinggi (H:K=70:30, BK/BK). Parameter yang diukur adalah kecernaan nutrien, produk fermentasi (NH3 dan VFA), profil lemak dan hematologi darah, serta pertambahan bobot badan harian. Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Hasil penelitian in vitro tahap pertama menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 1 mg/ml menurunkan (P<0.01) populasi protozoa, meningkatkan produksi total gas dan menurunkan konsentrasi metan/ml gas, namun produksi total metan tidak berbeda antar perlakuan. Meskipun ekstrak lerak hanya sedikit mempengaruhi produksi total VFA, proporsi molar asetat dan butirat menurun (P<0.01) serta proporsi propionat meningkat (P<0.01) yang selanjutnya menurunkan rasio asetat:propionat (P<0.01). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H2 yang diproduksi dalam rumen lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan metan. Populasi beberapa spesies bakteri rumen diindikasikan meningkat dan salah satunya berhubungan dekat dengan Prevotella ruminicola yang merupakan bakteri penghasil propionat dalam sistem rumen. Hasil uji in vitro tahap kedua menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara rasio hijauan dan level ekstrak lerak pada semua parameter in vitro yang diuji. Penambahan ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun menurunkan KCBO. Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat meningkat (P<0.05). Jumlah P. ruminicola dan R.albus meningkat dengan penambahan ekstrak lerak, namun bakteri F.succinogenes cenderung menurun. Penambahan ekstrak lerak pada 4 jam fermentasi in vitro menurunkan aktivitas enzim amylase, namun meningkatkan aktivitas xylanase dan carboxymethylcellulase. Peningkatan aktivitas xylanase diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi P.ruminicola yang aktif mendegradasi xylan. Carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat karena pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi R albus. Penurunan aktivitas amylase terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa protozoa menghasilkan amylase untuk mendegradasi pati. Hasil uji in vivo tahap I menunjukkan bahwa pemberian lerak dalam bentuk tepung pada level 500 mg/kg pada sapi potong yang mendapat hijauan sedang tidak mempengaruhi konsumsi ransum total dan kecernaan nutrien. Namun pada level yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB), konsumsi serat kasar meningkat dan kecernaan nutrien menurun (P<0.05) serta menurunkan butir darah putih (P<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Pertambahan bobot badan harian tidak dipengaruhi oleh pemberian tepung lerak.
Hasil uji in vivo tahap II menunjukkan bahwa penambahan lerak dalam bentuk ekstrak metanol pada sapi potong lokal yang mendapat hijauan tinggi sampai level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi konsumsi dan kecernaan nutrien. Total VFA dan proporsi propionat meningkat (P<0.05) dan rasio asetat:propionat menurun (P<0.05) serta konsentrasi NH3 rumen menurun (P<0.05). Pengunaan ekstrak lerak sampai dengan level 20 mg/kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein mikroba dan pertambahan bobot badan harian sapi potong yang diberi hijauan tinggi. Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun pada proporsi propionat sebesar 19% dari total VFA (sekitar 21 mM) masih belum dapat meningkatkan PBBH sapi potong secara signifikan. Hal ini diduga pada konsentrasi propionat tersebut, energi yang terbentuk asal propionat masih lebih banyak digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya dibandingkan untuk deposisi pertambahan bobot badan. Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah putih dan proporsi limfosit serta tidak mempengaruhi profil lemak serum darah. Secara keseluruhan, penggunaan ekstrak lerak dapat memodifikasi keragaman bakteri dan fermentasi rumen dengan peningkatan propionat namun belum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi yang mendapat hijauan tinggi secara signifikan.
Kata Kunci
: Sapindus rarak, saponin, sapi, fermentasi, mikroba rumen
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak)
SRI SUHARTI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Suryahadi, DEA (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Yantyati Widyastuti (Peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Judul Disertasi
: Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak)
Nama
: Sri Suharti
NIM
: D162070031
Program Studi/Mayor
: Ilmu Nutrisi dan Pakan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc Anggota
Dr. Elizabeth Wina, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc .Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 16 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga telah tersusun disertasi ini. Disertasi ini mengangkat tema tentang Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak).
Salah satu artikel hasil
penelitian ini yang berjudul ‘Kecernaan Nutrien dan Performa Produksi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) yang diberi Tepung Lerak (Sapindus rarak) dalam Ransum” telah di publikasi pada jurnal ilmiah terakreditasi nasional pada tahun 2009 (JITV 14(3) : 200-207). Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS., Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc dan Dr. Elizabeth Wina, M.Sc yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak penyusunan usulan penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc penulis mengucapkan terimakasih atas semua masukan dan saran yang telah disampaikan pada ujian tertutup. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Yantyati Widyastuti dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian sidang terbuka serta telah memberikan saran-saran yang dapat memperbaiki tulisan disertasi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Ketua Departemen INTP, Dekan Fapet dan Rektor IPB yang telah mengijinkan untuk melanjutkan studi doktor dan Ditjen Dikti yang telah memberikan beasiswa BPPS untuk studi pascasarjana di IPB. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dana penelitian antara lain Badan Litbang Pertanian Deptan melalui program KKP3T 2007-2008, program training Sandwich DIKTI 2008, Hibah Bersaing IPB 2009 dan Hibah Strategis Nasional DIKTI 2009-2010. Kepada teman dan kolega staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan Fakultas Peternakan pada umumnya penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan dan motivasinya untuk menyelasaikan disertasi ini tepat pada waktunya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada para analis dan pegawai kandang serta para mahasiswa yang telah
banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian baik di laboratorium maupun di kandang. Kepada suami dan anak-anak tercinta, Ende Budi Mulyadi, S.Si, Sabrina Mulya Azzahra, Syahira Mulya Khairani, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan atas ijin, pengertian, bantuan materiil dan doa restunya. Kepada ibu dan ibu mertua tercinta, penulis menghaturkan terimakasih atas dukungan dan doa restunya. Semoga disertasi ini menjadi karya yang dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
Sri Suharti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1974, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Talip Warso Utomo (Almarhum) dan Ibu Sugiyarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 di program studi Biokimia, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus tahun 2004 dengan beasiswa dari project DUE-like IPB.
Selanjutnya pada tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan program doktor pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan, Sekolah Pascarjana IPB dengan beasiswa BPPS dari Ditjen Dikti. Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1998 menjadi staf pengajar luar biasa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB dan pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap pada departemen yang sama.
Bogor, Agustus 2010
Sri Suharti D162070031
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL .......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar belakang ..................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA Lerak (Sapindus rarak), Potensi Produksi dan Penyebarannya........... Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya ......................................... Saponin ............................................................................................... Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen............................................. Pengaruh Saponin pada Fermentasi dan Produksi Ruminansia........... Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba .............................. Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan .................................... Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol ................................
4 6 9 10 12 15 15 17
KERAGAMAN BAKTERI, FERMENTASI RUMEN SERTA PRODUKSI METAN IN VITRO DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) Pendahuluan ......................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................... Hasil dan Pembahasan ......................................................................... Simpulan .............................................................................................. Daftar Pustaka ......................................................................................
18 20 25 35 35
POPULASI BAKTERI, AKTIVITAS ENZIM DAN FERMENTASI RUMEN IN VITRO PADA RASIO HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………… Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….. Simpulan ……………………………………………………………... Daftar Pustaka ......................................................................................
39 40 47 54 54
ii
KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI TEPUNG LERAK (Sapindus rarak) DALAM RANSUM Pendahuluan.......................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................... Hasil dan Pembahasan ......................................................................... Simpulan .............................................................................................. Daftar Pustaka ......................................................................................
56 57 60 64 64
KECERNAAN, FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI SAPI POTONG LOKAL YANG DIBERI EKSTRAK LERAK PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI Pendahuluan........................................................................................... Bahan dan Metode ................................................................................ Hasil dan Pembahasan .......................................................................... Simpulan ............................................................................................... Daftar Pustaka .......................................................................................
66 67 71 81 81
PEMBAHASAN UMUM ...........................................................................
84
SIMPULAN DAN SARAN
89
Simpulan ............................................................................................... Saran .....................................................................................................
89 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
91
LAMPIRAN ...............................................................................................
98
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik bakteri dominan pada rumen .......................................
7
2. Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro ....................................
21
3. Kandungan senyawa tanin dan saponin pada tepung dan ekstrak lerak ………………………………………………………………….
25
4. Populasi total protozoa serta komposisi spesiesnya selama 12, 24 dan 48 jam inkubasi dengan pemberian berbagai level ekstrak lerak .
26
5. Identifikasi bakteri pada pita-pita baru hasil DGGE pada kultur yang mendapat perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak ………………………….
30
6. Rataan nilai karakteristik fermentasi in vitro selama 48 jam inkubasi pada berbagai level ekstrak lerak …………………………………….
34
7. Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro tahap II …………...
41
8. Sekuen primer beberapa spesies bakteri rumen ………………………
44
9. Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak ........................................................................................
49
10. Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak .................................................................
51
11. Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak ..................
51
12. Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan …………….
59
13. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK) pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak ……………
60
14. Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan oleh sapi potong yang diberi berbagai level tepung lerak …………...
61
iv
15. Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum .........................................................
62
16. Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum selama 64 hari ..............................................................
63
17. Komposisi nutrien ransum perlakuan in vivo .....................................
68
18. Populasi protozoa rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum .....................................................................
71
19. Kecernaan nutrien, konsentrasi NH3, serta profil VFA rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum.........
72
20. Pendugaan sintesis protein mikroba sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum ............................................
74
21. Neraca nitrogen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum ...................................................................................
76
22. Hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari ........................................................
77
23. Profil lemak serum darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari ............................................
78
24. Performa produksi sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari ........................................................
79
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pohon lerak .........................................................................................
4
2. Buah lerak dan hasil ekstrak metanol lerak ........................................
5
3. Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid ……………….
9
4. Pola pita-pita yang muncul pada kultur yang diberi berbagai tingkat ekstrak lerak hasil dari analisis DGGE sebagai indikator keragaman bakteri rumen…………………………………………………………
28
5. Hasil klasterisasi keragaman bakteri rumen berdasarkan hasil analisis DGGE pada kultur yang diberi berbagai level ekstrak lerak...
29
6. Pola produksi gas total in vitro pada berbagai level ekstrak lerak …..
32
7. Konsentrasi metan/ml gas in vitro sebagai respon pengaruh berbagai level ekstrak lerak …………………………..……………………….
32
8. Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak .........................................................................................
47
9.
Pola peningkatan PBBH sapi perlakuan selama 90 hari pemeliharaan………………………………………………………….
80
10. Ilustrasi mekanisme kerja ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi rumen ………………………………………………………………...
87
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Daftar publikasi hasil penelitian ....................................................
98
2. Kerangka Penelitian .......................................................................
99
3. Komposisi larutan-larutan ..............................................................
100
4. Prosedur analisis alantoin ...............................................................
101
5. Analisis statistik data percobaan in vitro tahap I ...........................
102
6. Analisis statistik data percobaan in vitro tahap II ..........................
102
7. Analisis statistik data percobaan in vivo tahap I .............................
110
8. Analisis statistik data percobaan in vivo tahap II ...........................
113
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan rendahnya produksi daging yang dihasilkan peternakan rakyat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang mengandalkan hijauan berkualitas rendah dalam jumlah tinggi (70%-100%). Hal ini dapat menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama protein atau nitrogen (N).
Disisi lain, populasi bakteri rumen sering terganggu dengan
keberadaan protozoa dalam rumen karena protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Walaupun protozoa juga membantu dalam degradasi serat pakan, namun keberadaannya dalam rumen sapi yang mendapat ransum berkualitas rendah dapat mengurangi suplai protein asal bakteri. Penekanan populasi protozoa diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan serta menyediakan suplai protein bagi ternak yang berasal dari protein mikroba.
Selain itu, protozoa juga merupakan inang bagi sebagian bakteri
metanogen dalam proses transfer H2. Bakteri metanogen memanfaatkan gas H2 yang diproduksi protozoa untuk dikonversi menjadi CH4 dengan bantuan CO2. Dengan demikian penekanan populasi protozoa juga berpotensi menekan produksi gas metan. Buah lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman tropis yang mengandung saponin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging ekstrak buah lerak dapat berfungsi untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan performa domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan berbeda terhadap domba dan kambing di Balai Penelitian Ternak (Thalib et al. 1994, 1996; Wina 2005a). Senyawa aktif yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene. Namun, pemanfaatan ekstrak ataupun tepung keseluruhan buah dan biji lerak sebagai pakan aditif pada sapi potong belum pernah dilaporkan. Selain itu, masih sedikit sekali hasil penelitian yang melaporkan pengaruh saponin terhadap perubahan keragaman dan dinamika bakteri rumen serta produksi gas metan.
2
Saponin dari esktrak buah dan biji lerak (Sapindus rarak) dapat digunakan sebagai agen defaunasi untuk menekan pertumbuhan protozoa. Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya, maka akan terjadi perubahan keragaman/komposisi mikroba rumen dan diharapkan terjadi modifikasi fermentasi rumen.
Oleh karena itu, perlu dievaluasi pengaruh
pemakaian ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak terhadap keseimbangan mikroba rumen secara lebih mendalam dan komprehensif melalui pendekatan molekuler real time PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengkuantifikasi mikroba secara cepat. Selain itu, untuk menganalisis keragaman mikroba rumen akibat penambahan ekstrak lerak dianalisis dengan
teknik PCR-DGGE
(Denaturing Gradient Gel Electrophoresis). Teknik ini akan memberikan gambaran bakteri-bakteri yang akan terhambat dan bakteri yang akan meningkat pertumbuhannya dengan pemberian ekstrak lerak. Sifat saponin yang mengikat kolesterol dan menurunkan tegangan permukaan, juga berpengaruh pada metabolisme lemak di dalam tubuh melalui mekanisme pengikatan kolesterol oleh saponin di lumen usus sehingga akan menghambat absorpsi kolesterol dan deposisinya (Malinow et al. 1981; Morehouse et al. 1999). Penelitian lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin sebagai anti kolesterol adalah dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al. 2000). Oleh sebab itu, penelitian ini juga akan menganalisis profil darah yang berhubungan dengan metabolisme lemak untuk mengetahui pengaruh saponin dari keseluruhan buah dan biji lerak terhadap kadar kolesterol darah. Penelitian ini berupaya mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier pada sapi potong lokal secara komprehensif baik pengaruhnya terhadap keragaman bakteri rumen, populasi beberapa bakteri spesifik (Ruminococcus albus, Fibrobacter succinogenes dan Prevotella ruminicola), aktivitas enzim, aktivitas fermentasi, retensi nitrogen dan performa produksi sapi potong lokal. Beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier dibagi menjadi 4 percobaan. Percobaan tahap pertama dilakukan untuk mengoptimasi berbagai level ekstrak lerak yang berpengaruh terhadap keragaman bakteri, produksi metan dan fermentasi rumen secara in vitro
3
pada substrat hijauan sedang (hijauan:konsentrat=50:50). Hasil in vitro tahap pertama menjadi dasar penentuan level ekstrak lerak yang digunakan pada percobaan
tahap kedua.
Pada percobaan tahap kedua dilakukan untuk
mengevaluasi ekstrak lerak terhadap populasi bakteri spesifik (F. succinogens, R. albus dan P. ruminicola), aktivitas enzim dan fermentasi rumen in vitro pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda (hijauan:konsentrat=90:10; 80:20 dan 70:30). Selanjutnya, level ekstrak lerak terbaik pada uji sebelumnya digunakan untuk menentukan dosis tepung lerak pada percobaan selanjutnya. Percobaan tahap ketiga dilakukan untuk mengevaluasi ekstrak lerak dalam bentuk tepung terhadap kecernaan nutrien (bahan kering, protein kasar, serat kasar) dan performa produksi sapi potong peranakan ongole (PO). Percobaan tahap keempat dilakukan untuk mengevaluasi lerak dalam bentuk ekstrak terhadap kecernaan, fermentasi, retensi nitrogen, sintesa protein mikroba, profil hematologi dan lemak serum darah dan performa sapi potong lokal yang diberi ekstrak lerak dengan ransum hijauan tinggi. Melalui hasil penelitian yang dilakukan secara komprehensif, diharapkan dapat menganalisis potensi ekstrak lerak sebagai pakan aditif untuk memodifikasi keragaman dan dinamika populasi bakteri rumen sehingga dapat mengubah aktivitas fermentasi rumen dan meningkatkan produktivitas ternak sapi potong lokal.
Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis keragaman dan populasi beberapa bakteri spesifik rumen (R. albus, F. succinogenes dan P. ruminicola), produksi gas metan, aktivitas enzim dan karakteristik fermentasi rumen dengan pemberian berbagai level ekstrak metanol lerak secara in vitro 2. Mengevaluasi kecernaan, hematologi darah dan performa sapi potong Peranakan Ongole yang diberi lerak dalam bentuk tepung 3. Mengevaluasi kecernaan, fermentasi, profil lemak serum dan performa sapi potong lokal yang diberi lerak dalam bentuk ekstrak dengan ransum hijauan tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA Lerak (Sapindus rarak), Potensi Produksi dan Penyebarannya Tanaman lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan telah lama dikenal di Pulau Jawa. Buah lerak telah dikenal lama dan dipakai sebagai bahan pencuci pakaian atau rambut. Walaupun penggunaannya sebagai bahan pencuci telah terdesak oleh penggunaan detergen dari bahan kimia sintetik, senyawa aktif dalam buah lerak dapat dimanfaatkan di bidang lain. Tanaman lerak berbentuk pohon tinggi mencapai ± 42 m dan besar dengan diameter batang ± 1 m (Gambar 1). Daun bentuknya bundar telur sampai lanset. Perbungaan terdapat di ujung batang warna putih kekuningan. Bentuk buah bundar seperti kelereng kalau sudah tua/masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin/mengkilat. Bijinya bundar dan berwarna hitam (Gambar 2). Antara buah dan biji terdapat daging buah berlendir sedikit dan aromanya wangi (Widowati 2003 ).
Gambar 1. Pohon lerak (Sapindus rarak)
5
a
b
Gambar 2. Biji lerak (a) dan hasil ekstrak metanol lerak (b)
Adapun klasifikasi tanaman lerak sebagai berikut (USDA 1985) : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Sapindales
Suku
: Sapindaceae
Marga
: Sapindus
Jenis
: Sapindus rarak
Tanaman lerak paling sesuai pada iklim tropik dengan kelembaban tinggi, berdrainase baik, subur dan mengandung banyak humus. Lerak tumbuh pada ketinggian di bawah 1.500 m di atas permukaan laut, dengan pertumbuhan paling baik pada daerah berbukit dataran rendah dengan ketinggian 0 - 450 m di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata 1.250 mm/tahun. Lerak termasuk dalam kelas Dicotyledone, berakar tunggang dengan perakaran yang kompak sehingga dapat digunakan sebagai pengendali erosi dan penahan angin. Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5 – 15 tahun, dan musim berbuah pada awal musim hujan (November-Januari) yang menghasilkan buah sebanyak 10000–15000 biji/pohon (Udarno 2009).
6
Setiap satu kg biji lerak diperkirakan berjumlah 350 biji. Biji lerak kering dapat disimpan selama satu tahun (Lehman 2009). Beberapa daerah penghasil lerak terbesar di Indonesia adalah Kediri, Banten, dan Madura. Setiap bulan Kediri mampu mengirim tiga ton (hasil produksi hutan-hutan setempat) ke berbagai industri. Kediri bahkan sanggup memasok enam ton lagi setiap bulan (Dudung 2009). Lerak atau juga dikenal sebagai rerek (Jawa Barat) atau lamuran (Palembang) adalah tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional. Tanaman lerak tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman sampingan (Widowati 2003). Budidaya tanaman lerak dapat dilakukan secara generatif dengan biji. Buah lerak tersusun dalam tandan dengan jumlah 8 – 12 buah, berbentuk bulat dengan ukuran 2 cm, berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam. Biji yang akan digunakan untuk perbanyakan harus sudah cukup tua dan sehat. Biji disimpan di tempat teduh dan dibasahi secara teratur sebelum disemaikan, kemudian biji disemaikan hingga menjadi benih dan dapat dipindah ke lapangan pada umur 3 bulan (Udarno 2009). Senyawa aktif pada buah lerak yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene (Wina et al. 2005a). Thalib et al. (1994) menyatakan bahwa daging buah lerak yang diekstrak dengan heksan dan metanol mengandung saponin sebesar 14.6%, protein, tanin, fenol dan karbohidrat terlarut.
Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya Ternak ruminansia mempunyai karakteristik tersendiri dibanding ternak lainnya, karena kemampuannya mencerna serat dari tanaman untuk dikonversi menjadi daging dan susu.
Ternak ruminansia tidak dengan sendirinya memproduksi enzim-enzim
pencerna serat, tetapi karena dalam rumen ternak ruminansia terdapat bakteri, jamur dan protozoa. Ternak ruminansia sebagai inang menyediakan habitat yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut, sementara mikroba mensuplai protein, vitamin dan asam organik rantai pendek untuk ternak (Russell & Rychlik 2001).
7
Ternak ruminansia juga memfermentasi pati dan gula, dan bahan makanan non serat tersebut dapat meningkatkan laju fermentasi dan produktivitas ternak. Namun demikian, ketika ternak ruminansia diberi pakan rendah serat, maka mekanisme homeostatik dari aliran digesta, pembuangan gas dan regulasi pH akan terganggu sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan ternak. Rumen mengandung berbagai tipe bakteri (Tabel 1) yang aktif mendegradasi komponen pakan (Russel & Rychlik 2001).
Tabel 1. Karakteristik bakteri dominan pada rumen Spesies
Substrat
CU Fibrobacter succinogenes CU, HC Ruminococcus albus CU, HC Ruminococcus flavefaciens HC, DX, SU Eubacterium ruminantium ST Ruminobacter amylophilus ST, SU Streptococcus bovis ST Succinomonas amylolytica Prevotella ruminocola, albensis, brevis, dan ST, PC, XY, SU bryantii ST, CU, HC, PC, SU Butyrivibrio fibrisolvens ST, DX, SU, L, S Selenomonas ruminantium L, SU Megasphaera elsdenii PC, SU Lachnospira multiparus PC, DX, SU Succinivibrio dextrinosolvens GL, SU Anaerovibrio lipolytica AA Peptostreptococcus anaerobius AA Clostridium aminophilum AA Clostridium sticklandii OA, H2, F Wollinella succinogenes H2, CO2, F Methanobrevibacter ruminantium
Produk Fermentasi S,F,A A, F, E, H2 S, F, A, H2 A, F, B, L S, F, A, E L, A, F, E S, A, P S, A, F, P B, F, A, H2 L, A, P, B, F, H2 P, A, B, Br, H2 L, A, F, H2 S, A, F, L A, S, P Br, A A, B A, Br, B, P S CH4
Keterangan : CU=cellulose, HC=hemicellulose, DX=dextrins, SU=sugar, ST=starch, PC=pectin; XY=xylans, L=lactate, S=succinate, GL=glycerol, AA=amino acid, OA=organic acids, H2=Hydrogen, F=formate, CO2=carbon dioxide, A=acetate, E=ethanol, B=butyrate, L=lactate, P=propionate, Br=Branched-chain volatile fatty acids, CH4=methane (Russel & Rychlik 2001).
Populasi bakteri dalam rumen sangat tinggi (>1010 sel/gr) dan bakteri tersebut berperan dominan dalam berbagai jalur fermentasi rumen (Russel & Wilson 1996). Ekosistem mikroba rumen terdiri atas bakteri (1010–1011 sel/ml, yang merepresentasikan lebih dari 50 genera), protozoa silia (104–106/ml dari 25 genera), kapang/jamur (103–105 zoospores/ml, merepresentasikan 5 genera) dan bacteriophages (108–109/ml) (Hobson &
8
Stewart 1997). Namun, jumlah sebenarnya lebih besar karena sebagian besar bakteri tidak dapat dikultur. Karena protozoa lebih besar ukurannya dibanding bakteri, maka biomassa protozoa hampir setengah dari biomassa total mikroba. Mikroba rumen baik bakteri maupun protozoa sangat spesifik untuk bertahan dan berkembang dalam rumen yang selalu anaerobik. Kenyatannya, keberadaan oksigen sangat toksik untuk sebagian mikroba rumen. Nilai pH rumen selalu dipertahankan pada kisaran 5.7-7.3 oleh fosfat dan bikarbonat dari saliva serta bikarbonat dari fermentasi rumen.
Suhu berada pada kisaran 36-410C.
Mikroba rumen dapat secara baik
beradaptasi dengan kondisi tersebut dan kebutuhan pertumbuhan spesifiknya merefleksikan keberadaan dan jenis nutrien yang ada dalam pakan. Populasi mikroba rumen tetap eksis dalam kondisi yang sangat dinamis. Total populasi dapat berubah secara dramatis dengan sejumlah faktor seperti frekuensi pemberian pakan dan jenis pakan. Komponen senyawa sekunder seperti tannin, saponin dan mimosin disintesis dalam tanaman untuk memproteksi tanaman tersebut dari infeksi predator mikroba dan serangga (Kamra 2005). Mempertahankan rumen selalu sehat dan seimbang merupakan kunci agar serat dapat dicerna pada laju maksimal dan konsumsi pakan juga dapat dimaksimalkan. Hijauan jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber pakan sapi, sehingga sering diberikan juga konsentrat yang lebih cepat difermentasi dalam rumen. Fermentasi yang lebih aktif menghasilkan VFA yang lebih banyak dan menurunkan pH. Selain itu, bakteri rumen dapat bekerja dengan baik apabila pH rumen selalu dipertahankan 6.8. Jika pH turun dibawah 6 maka pencernaan serat menurun secara dramatis. Hal ini dikarenakan enzim yang diperlukan untuk memecah serat tidak dapat berfungsi secara efektif pada pH <6.0. Selain itu, laju pertumbuhan dan aktivitas fibrolitik menurun pada pH rendah. Bakteri fibrolitik tidak dapat mempertahankan pH dalam selnya ketika pH rumen rendah.
Ketidakmampuan sistem pengaturan pH pada sel tersebut yang
menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh (Russel & Wilson 1996). Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Spesies bakteri rumen yang termasuk dalam gram positif antara lain Lactibacillus ruminis, Lactobacillus vitulinus, Eubacterium ruminantium, Clostridium polysaccarilyticum, Streptococcus
9
bovis dan Butyrivibrio fibrisolvens, sedangkan yang termasuk dalam gram negatif antara lain Prevotella sp., Ruminobacter amylophilus, Fibrobacter succinogenes, Selenomonas ruminantium, Succinimonas amylolitica dan Treponema bryantii (Hobson & Stewart 1997).
Saponin Saponin merupakan glikosida steroid atau triterpenoid yang banyak terdapat pada tanaman. Diberi nama saponin karena kemampuannya membentuk senyawa stabil yaitu busa seperti sabun dalam larutan air. Saponin terdiri atas gula yang biasanya mengandung glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa yang berikatan membentuk glikosida dengan hydrophobic aglycone (sapogenin) yang membentuk triterpenoid (gambar 3a) atau steroid (Gambar 3b).
Gambar 3. Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid (Francis et al. 2002) Aglycone mengandung satu atau lebih rantai karbon (C=C) tidak jenuh. Besarnya kompleksitas struktur saponin berasal dari variabilitas struktur aglycone, rantai samping dan posisi pengikatan gula pada aglycone (Francis et al. 2002). Beberapa saponin diketahui berfungsi sebagai antimikroba, menghambat jamur dan memproteksi tanaman dari serangan serangga. Saponin pada tanaman merupakan bagian sistem pertahanan dan
dikelompokkan
sebagai
phytoanticipins
atau
phytoprotectant.
Disebut
phytoanticipins jika saponin diaktivasi oleh enzim tanaman untuk merespon adanya kerusakan jaringan atau serangan patogen.
Sedangkan phytoprotectant merupakan
saponin yang berfungsi sebagai antimikroba atau anti serangga. Selain itu, saponin juga merupakan sumber monosakarida (Morrissey & Osbourn 1999).
Saponin merupakan
deterjen alami atau surfaktan karena mengandung bagian yang bisa larut dalam air yaitu
10
bagian rantai samping karbohidrat maupun bagian larut lemak yaitu inti sel (sapogenin) (Cheeke & Otero 2005).
Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen Saponin diketahui dapat mengurangi sebagian populasi protozoa yang dikenal dengan defaunasi parsial.
Saponin yang berasal dari tanaman maupun saponin murni
berpotensi menekan pertumbuhan protozoa rumen dan dapat dijadikan agen defaunasi (Wina et al. 2005a; Benchaar et al. 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada indikasi pengaruh toksik dari saponin pada pertumbuhan bakteri atau degradasi protein secara in vitro (Van Nevel & Demeyer 1990). Steroidal saponin (SAP) dari ekstrak Yucca schidigera mempunyai pengaruh yang berbeda pada beberapa spesifik bakteri rumen. Pertumbuhan bakteri Streptococcus bovis, Prevotella bryantii dan Ruminobacter amylophilus menurun, sedangkan pertumbuhan bakteri Selonomonas ruminantium meningkat.
Kurva pertumbuhan semua bakteri non selulolitik hampir
sama baik yang diberi SAP maupun tidak. Aktivitas pencernaan oleh tiga bakteri selulolitik utama (Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens dan Fibrobacter succinogenes) dihambat oleh SAP, namun demikian F. succinogenes paling tidak sensitif terhadap SAP dan lebih efektif pada saat deglikosilasi SAP dibandingkan R. flavefaciens dan R. albus (Wang et al. 2000). Muetzel et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan daun Sesbania pachyarpa yang mengandung saponin
menunjukkan adanya efek yang positif terutama pada
peningkatan pertumbuhan Ruminococcus sp. Peningkatan proporsi daun S. pachyarpa dalam ransum memicu penurunan populasi eukarotik yang drastis. Hal ini menunjukkan bahwa defaunasi mempunyai pengaruh yang positif.
Selanjutnya, Ozutsumi et al.
(2006) menyatakan bahwa pada rumen yang mendapat perlakuan defaunasi terjadi peningkatan jumlah bakteri P. ruminicola, R. albus, dan R. flavefaciens dibandingkan pada rumen yang tidak mendapat perlakuan defaunasi. Sebaliknya, jumlah bakteri F. succinogenes lebih rendah pada perlakuan defaunasi. Goel et al. (2008b) juga melakukan investigasi tentang pengaruh ekstrak tanaman yang mengandung saponin (daun Carduus, Sesbania dan Knautia serta biji
11
Fenugreek)
pada komunitas mikroba rumen. Penambahan saponin menurunkan
protozoa sebesar 10%-39% dan saponin dari Sesbania menurunkan populasi metanogen sebesar 78%.
Populasi kapang rumen menurun 20%-60% dan populasi bakteri
Fibrobacter succinogenes meningkat 21%-45%, sementara Ruminococcus flavefaciens meningkat 23%-40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saponin mempunyai aktivitas anti protozoa. Saponin dari biji Fenugreek berpotensi meningkatkan efisiensi rumen dan dapat mengubah komposisi mikroba rumen ke arah stimulasi profilerasi bakteri pendegradasi serat dan menghambat populasi fungi. Karnati et al. (2009) melaporkan bahwa defaunasi secara selektif menurunkan Ruminococci dan Clostridia tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi Butyrivibrio. Keberadaan protozoa mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea melalui pemangsaan selektif, kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis. Sementara itu, Mao et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian saponin dari teh sebesar 3 g/h yang diberikan pada domba dapat menurunkan protozoa rumen dan menurunkan populasi beberapa bakteri selulolitik (F. succinogenes dan R. flavefaciens). Satu masalah utama dalam penggunaan tanaman yang mengandung saponin adalah adanya adaptasi populasi mikroba dalam rumen terhadap saponin atau tanaman mengandung saponin (Teferedegne 2000). Odenyo et al. (1997) melaporkan bahwa S. sesban yang mengandung saponin yang ditambahkan secara langsung ke dalam rumen domba fistula bersifat toksik pada protozoa, tetapi apabila S.sesban diberikan dalam pakan akan menurunkan aktivitas antiprotozoa. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah menyebabkan detoksifikasi, yang diduga oleh amilase saliva, atau adanya partikel berukuran besar yang memproteksi saponin dari degradasi sehingga aktivitas biologisnya berkurang.
Eugene et al. (2004) mengamati pengaruh defaunasi total pada
domba yang diberi pakan campuran konsentrat dan hijauan dengan rasio protein : energi (P/E) berbeda (80, 100, 120 dan 140) terhadap populasi mikroba rumen. Populasi bakteri selulolitik utama (R. albus, R. flavefasciens dan F. succinogenes) tidak dipengaruhi oleh rasio protein/energi pakan dengan jumlah berkisar 3-5% dari total bakteri.
Penelitian lain (Lila et al. 2003; 2005) menunjukkan bahwa pemberian
sarsaponin sampai level 3.2 g/L dapat menurunkan populasi protozoa setelah 6 jam
12
fermentasi in vitro. Selanjutnya, pada uji in vivo dengan sapi jantan menunjukkan bahwa pemberian sarsaponin sebesar 0.5% dan 1% dari bahan kering pakan juga dapat menurunkan populasi protozoa. Komposisi protozoa yang diamati adalah Entodinium sp. Dasytricha sp. dan Isotricha sp.
Pengaruh Saponin pada Fermentasi Rumen dan Produksi Ruminansia Ahli nutrisi ternak umumnya berpendapat bahwa saponin merupakan komponen yang harus dihilangkan.
Pada ruminansia dan hewan budidaya lainnya, konsumsi
saponin mempunyai pengaruh yang signifikan pada semua fase metabolisme mulai dari pencernaan pakan sampai ekskresi fesesnya (Cheeke 2000).
Penghambatan yang
persisten terhadap protozoa dapat mempunyai aplikasi yang lebih luas. Retensi N dapat diperbaiki dengan defaunasi, yang telah banyak dilaporkan dalam beberapa penelitian dimana protozoa dihilangkan baik dengan perlakuan kimia, fisik atau ternak yang diisolasi sejak lahir sehingga bebas dari protozoa (Eugene et al. 2004). Pengamatan umum tentang saponin adalah pengaruhnya yang khas adalah penurunan konsentrasi NH3 dan perubahan proporsi VFA dimana saponin meningkatkan konsentrasi propionat (Goel et al. 2008a). Lila et al. (2003; 2005) menyatakan bahwa pemberian saponin dapat menurunkan konsentrasi NH3 serta meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat baik secara in vitro maupun in vivo pada sapi. Suplementasi pakan dengan daun S. sesban yang tinggi kandungan saponinnya, telah diketahui berpotensi memperbaiki aliran protein dari rumen dengan menekan aksi protozoa yang ada tetapi bakteri rumen mampu memetabolisme senyawa antiprotozoa (Newbold et al. 1997).
Hu et al.(2005) juga melaporkan adanya penurunan konsentrasi
NH3 sebesar 27% serta peningkatan produksi propionat dengan pemberian saponin dari teh sebesar 8 mg/200 g pakan pada fermentasi in vitro. Efek positif saponin lebih terbukti ketika diinjeksi secara langsung melalui rumen dibanding ditambahkan dalam pakan. Wang et al. (2000) mengamati bahwa suplementasi dengan ekstrak Yucca dapat menguntungkan untuk ruminansia yang diberi pakan tinggi konsentrat.
Saponin Yucca juga mempunyai efek negatif langsung pada
bakteri selulolitik tetapi tidak berbahaya terhadap bakteri amilolitik. Mekanisme
13
antibakteri dari saponin masih belum jelas. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa beberapa efek dari saponin pada domba tergatung jenis kelamin. Bosler et al. (1997) melaporkan bahwa baik domba jantan maupun betina yang diberi pakan 40 mg saponin Quilaja yang dicampur dalam ransum basal signifikan meningkatkan ADG (average daily gain) dibanding kontrol tetapi pertambahan bobot badan pada betina lebih rendah. Benchaar et al. (2008) melakukan penelitian menggunakan sapi perah fistula untuk mengevaluasi pengaruh saponin dari ekstrak Y. schidigera (YSE, 10% saponin, 60 g/ekor/hari) terhadap kecernaan, karakteristik fermentasi rumen, populasi protozoa dan produksi susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering sapi yang diberi YSE lebih rendah dibandingkan kontrol (21.8 vs. 23.2 kg/d). Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, NDF (neutral detergent fiber), dan ADF (acid detergent fiber) pada keseluruhan saluran pencernaan tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Suplementasi YSE tidak mempengaruhi degradasi rumen secara in situ. Konsentrasi total VFA, pH rumen, proporsi molar VFA asetat (65.0), propionat (19.6) dan butirat (11.2) relatif sama antar perlakuan. Konsentrasi NH3 dan populasi protozoa rumen tidak berubah dengan penambahan YSE dalam ransum.
Produksi susu, lemak susu dan
protein susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi YSE pada sapi perah mempunyai pengaruh yang terbatas pada kecernaan, karakteristik fermentasi rumen dan populasi protozoa. Hal ini dapat dikarenakan dosis yang digunakan kurang untuk mengubah fermentasi mikroba. Muetzel et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan daun Sesbania pachyarpa yang mengandung saponin dapat memicu fermentasi. Penambahan 40% S .pachyarpa dapat meningkatkan produksi gas dan konsentrasi rRNA bakteri,
namun demikian
produksi VFA hanya berubah sedikit. Abreu et al. (2004) juga melakukan penelitian tentang penggunaan buah Sapindus saponaria (12% saponin) dan melaporkan bahwa suplementasi S. saponaria dapat memperbaiki profil VFA dimana proporsi propionat meningkat dan asetat turun. Hu et al. (2005) melaporkan adanya pengaruh yang sangat kecil terhadap kecernaan bahan organik dan produksi VFA dengan penambahan saponin dari teh secara in vitro. Sementara itu, suplementasi saponin teh sebesar 0.4 mg/ml
14
meningkatkan biomasa protein mikroba sebesar 18.4% dan 13.8% serta menurunkan konsentrasi N-NH3 sebesar 8.3% dan 19.6% pada cairan rumen yang mendapat perlakuan faunasi dan defaunasi. Selanjutnya, Mao et al. (2010) menyatakan pemberian saponin dari teh pada domba sebesar 3 g/h dapat menurunkan pH rumen. Konsentrasi VFA total meningkat, namun proporsi VFA tidak berubah antar perlakuan. Sintesis protein mikroba juga meningkat dengan perlakuan saponin.
Namun demikian,
pemberian saponin dari teh tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian domba. Pemberian saponin dari Biophytum petersianum Klotzsch sampai dengan 319 ml (setara dengan 26 mg saponin/kg BB) pada kambing menurunkan konsentrasi amonia tetapi menurunkan konsentrasi VFA total dan proporsi butirat.
Proporsi propionat
meningkat dengan pemberian saponin (Santoso et al. 2007). Namun demikian, kehatihatian diperlukan pada ransum yang tinggi serat. Penghambatan sejumlah bakteri yang terlibat dalam pencernaan serat mempunyai konsekuensi yang serius pada keseluruhan proses pencernaan. Saponin Lucerne diketahui dapat menyebabkan penurunan efisiensi sintesis protein mikroba pada domba, karena pertumbuhan bakteri juga ditekan seperti halnya protozoa (Lu & Jorgensen 1987). Selain itu, manfaat dari sarsaponin nampaknya tergantung pakan, yaitu dapat meningkatkan kecernaan pada pakan silase sorghum dan pakan berserat lainnya tetapi menurunkan kecernaan pada pakan sereal dan protein. Penurunan efisiensi sintesis protein sebesar 36% juga terjadi
pada ternak yang
mengkonsumsi ekstrak Y.schidigera (Goetsch & Owens 1985) Lerak sebagai pakan aditif ternak telah terbukti dapat meningkatkan performa domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan berbeda di Balai Penelitian Ternak (Thalib et al. 1994; 1996; Wina et al. 2005a,b). Thalib et al. (1996) mencekokkan ekstrak lerak setiap 3 hari sekali ke dalam rumen domba yang diberi pakan basal jerami padi dan memperoleh peningkatan bobot hidup harian sebesar 22%, sedangkan Wina et al. (2005b) melaporkan bahwa pemberian ekstrak lerak setiap hari menghasilkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40%.
15
Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba Penekanan populasi protozoa juga diketahui dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba karena sifat protozoa yang sering memangsa bakteri (Firkins 1996). Efisiensi pemanfaatan protein pakan memegang peranan penting pada nutrisi ternak ruminansia. Sekitar 70%-80% protein didegradasi dalam rumen menjadi peptida dan asam amino serta diubah lebih lanjut menjadi amonia. Banyaknya protein yang tersedia untuk ternak ruminansia tergantung pada kombinasi protein mikroba yang masuk ke usus halus dan protein pakan yang lolos degradasi (Selje et al. 2007). Saponin dari Y. schidigera diketahui dapat meningkatkan produksi N mikroba pada domba (Santoso et al. 2004). Hu et al. (2005) juga menyatakan bahwa saponin dari teh pada taraf 8 mg/200 mg pakan (4% dari pakan) dapat meningkatkan sintesis protein mikroba sebesar 74% dibanding kontrol secara in vitro selama 24 jam fermentasi. Santoso et al. (2007) juga melaporkan adanya peningkatan efisiensi, retensi nitrogen dan sintesis mikroba rumen dengan pemberian saponin dari B. petersianum Klotzsch sebesar 26 mg pada kambing. Sementara, Fujihara et al. (2003) menyatakan bahwa defaunasi pada kambing dapat meningkatkan ekskresi derivatif purin sebesar 40%. Efisiensi sintesis protein mikroba berbeda untuk setiap jenis ternak tergantung pakan yang diberikan. Kisaran efisiensi sintesis protein mikroba sebesar 7.5-24.3 g untuk ternak yang diberi pakan berbasis hijauan dan 9.1-27.9 g untuk pakan campuran serta 7.0-23.7 g untuk pakan konsentrat (Karsli & Russel 2001).
Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan saponin pada pakan dapat menurunkan produksi metan yang diduga berhubungan dengan penurunan populasi protozoa dan atau populasi bakteri metanogen. Hasil penelitian Wang et al. (1998) menunjukkan bahwa penambahan saponin dari Yucca dapat menurunkan produksi metan sebesar 15%. Hess et al. (2003) juga melaporkan adanya penurunan produksi metan sebesar 20% dengan pemberian saponin dari S.saponaria tanpa mempengaruhi populasi bakteri metanogen in vitro maupun in vivo pada domba. Ekstrak etanol, air dan metanol dari Sapindus mukoroossi juga dapat menurunkan produksi
16
metan berturut-turut sebesar 96, 39.4 dan 20% (Agarwal et al. 2006). Namun demikian saponin yang diekstrak dari A.concinna tidak mempengaruhi produksi metan pada rasio konsentrat:hijauan=1:1 walaupun terjadi penurunan jumlah protozoa (Patra et al. 2006). Goel et al. (2008a) juga melakukan percobaan untuk mengevaluasi tiga bahan tanaman yaitu daun Carduus, S. sesban dan biji Fenugreek serta ekstraknya yang mengandung saponin terhadap penekanan produksi metan secara in vitro. Diantara ketiga bahan tanaman tersebut, daun Carduus berpotensi paling tinggi untuk digunakan sebagai suplemen pakan pada rasum berbasis hijauan atau konsentrat untuk mengurangi produksi gas metan dan meningkatkan pemanfaatan nutrien untuk produksi biomasa mikroba. Gugus aktif pada daun Carduus bukan kelompok tannin atau saponin dan terlarut dalam ekstraksi dengan air maupun methanol.
Sedangkan saponin yang
terkandung dalam Fenugreek dan Sesbania tidak menurunkan produksi metan. Namun demikian, jika bahan tanaman tersebut digunakan sebagai suplemen pakan terutama pada ransum berbasis konsentrat, berpotensi meningkatkan produksi biomassa mikroba dan menurunkan produksi metan per unit substrat yang didegradasi. Hu et al. ( 2005) juga telah melakukan kajian tentang pengaruh saponin dari teh dengan taraf 0, 2, 4, 6 dan 8 mg dalam 200 mg campuran substrat (jagung:rumput=1:1) terhadap emisi metan secara in vitro dan menunjukkan bahwa pemberian saponin dari teh signifikan menurunkan konsentrasi metan berturut-turut sebesar 13, 22, 25 dan 26%. Selanjutnya, pemberian saponin dari teh secara in vivo pada domba muda sebesar 3 g/h dapat menurunkan produksi metan sebesar 27.7% dibanding kontrol (Mao et al. 2010). Nilai penghambatan produksi metan oleh saponin dari teh ini lebih besar dibandingkan penelitian Yuan et al. (2007) yang memberikan saponin teh sebesar 5 g/h pada domba dewasa dan dapat menurunkan produksi metan sebesar 8.5%. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan akitivitas mikroorganisme antara domba muda dan dewasa. Pemberian sarsaponin sebesar 3.2 g/L pada substrat hay dan konsentrat juga dapat menurunkan konsentrasi metan in vitro sebesar 44% (Lila et al. 2003). Sementara, pada pemberian sarsaponin 1% BK pakan secara in vivo pada sapi juga dapat menurunkan metan sebsar 27% (Lila et al. 2005).
17
Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol Beberapa studi menunjukkan bahwa saponin dari berbagai sumber yang berbeda menurunkan level kolesterol serum baik pada hewan maupun manusia. Campuran misel yang besar terbentuk oleh interaksi saponin dengan garam empedu yang dapat meningkatkan ekresinya ketika mengkonsumsi bahan pangan tinggi saponin seperti kedelai, lucerne dan chickpea. Hal ini mempercepat metabolisme kolesterol dalam hati yang menyebabkan levelnya di dalam serum turun. Ekstrak etanol dari biji Fenugreek dapat menghambat absorpsi
taurocholate dan deoxycholate secara in vitro dan
tergantung dosis pada usus yang dibalik (Stark & Madar 1993). Penurunan absoprsi kolesterol usus halus dipengaruhi oleh beberapa saponin, namun demikian nampaknya tanpa melibatkan resirkulasi garam empedu enterohepatic. Saponin juga menurunkan sedikit LDL-kolesterol secara selektif dalam serum tikus dan manusia. Morehouse et al. (1999) menyatakan bahwa mekanisme aktivitas saponin dalam menurunkan kolesterol saat di usus halus tetapi tidak melibatkan stoikiomimetri yang komplek dengan kolesterol. Saponin sintetik (seperti tiqueside dan pamaqueside)
lebih
berpotensi
dibanding
saponin
alami
dalam
mencegah
hiperkolesterolemia dan secara in vivo menunjukkan bahwa potensi pamaquecide 10 kali lipat dibanding tiqueside.
Peneliti lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin
dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al. 2000).
Saponin dari ekstrak daun teh mempunyai aktivitas
antihiperkolesterolemia sebesar 72% dan penambahan 0.5% saponin teh pada pakan tikus tinggi kolesterol dapat menghambat peningkatan level kolesterol serum. Saponin dari teh juga
merangsang penurunan kolesterol dan trigliserida di hati dan
meningkatkan ekskresi kolesterol di feses. Hal ini mengindikasikan bahwa saponin dapat menghambat penyerapan kolesterol di usus halus (Matsui et al. 2009). Harwood et al. (1993) melaporkan adanya penurunan absorbsi kolesterol di usus halus sebesar 86% dengan pemberian saponin sintetis (tiqueside) 150mg/kg/hari pada hamster tanpa ada perubahan absorpsi empedu maupun aktivitas cholesterol 7α-hydroxylase. Hal ini mengindikasikan bahwa tiqueside menghambat absorpsi kolesterol tanpa mengganggu re-sirkulasi asam empedu enterohepatic.
KERAGAMAN BAKTERI, FERMENTASI RUMEN DAN PRODUKSI METAN IN VITRO DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak)
ABSTRACT To study the effect of whole fruit lerak extract (Sapindus rarak) on rumen microbial diversity, fermentation, and methane gas production, an in vitro fermentation assay with different levels of lerak extract was conducted. The design of experiment was Completely Randomized Design with different level of lerak extract (0.001 – 1 mg/ml). Substrate for in vitro fermentation was a mixture of nature grass and concentrate (self mixing) with the ratio of 50:50. Bacterial diversity of rumen fluid was analyzed using denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE) and identification of rumen bacteria from the DGGE gel was analyzed using cloning and sequencing. The result showed that protozoa population was significantly reduced (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was added. The gas production significantly increased (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was included over the incubation time, while methane production/ml gas significantly decreased (P<0.05). The H2 production was not affected by the addition of lerak extract but tended to increase with the addition 0.1% lerak extract. Although lerak extract had little effect on concentration of total volatile fatty acids, the production of acetic and butyric acid significantly decreased (P<0.05) while propionic acid significantly increased (P<0.05). The population of some specific bacteria increased in response to lerak extract supplementation. These bacteria were most closely related to P. ruminicola and T. Bryantii. These results indicated that whole lerak fruit extract at level 1 mg/ml could improve ruminal fermentation by depressing protozoa, methane production, and influence the ruminal bacterial composition. Keywords: Sapindus rarak; protozoa; bacterial diversity, ruminal fermentation, methane PENDAHULUAN Aktivitas bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan seringkali terganggu oleh protozoa karena pemangsaan beberapa bakteri oleh protozoa (Gutierrez 2007; Hart et al. 2008).
Beberapa hasil in vitro sebelumnya menunjukkan bahwa
pemangsaan dan pencernaan bakteri oleh protozoa merupakan penyebab utama penurunan protein mikroba dalam sistem rumen (Wallace & McPherson 1987). Walaupun protozoa juga memegang peranan penting dalam pencernaan serat pakan (Onodera et al. 1988; Hart et al. 2008), keberadaan protozoa dalam rumen mempunyai lebih banyak kerugiannya bila dibandingkan keuntungannya (Eugene et al. 2004). Disamping memangsa bakteri, keberadaan protozoa dalam rumen juga berpotensi menurunkan pemanfaatan energi oleh ternak.
Protozoa diketahui
19
menstimulasi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen karena protozoa juga berperan sebagai inang untuk beberapa bakteri metanogen. Penekanan populasi protozoa merupakan salah satu strategi untuk menurunkan produksi metan asal ternak ruminansia (Dohme et al. 1999). Energi yang hilang sebagai metan dari ternak sapi berkisar antara 2-12% dari total konsumsi energi (Johnson & Johnson, 1995) dengan nilai setiap 1 L gas metan setara dengan 39.5 KJ energi pakan. Gas metan yang diemisi dapat memberikan kontribusi efek ruang kaca terhadap lingkungan. Emisi metan oleh ternak ruminansia sebagian besar melalui proses eruktasi (sendawa) sekitar 85% dan sisanya melalui feses sekitar 15%. Sehingga diperlukan upaya memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan produksi metan. Saponin diketahui berpotensi menekan pertumbuhan protozoa dan mengubah pola fermentasi dalam sistem rumen (Wina et al., 2005a; Benchaar et al. 2008). Penurunan populasi protozoa juga akan mempengaruhi keragaman mikroba rumen, memperbaiki aliran protein mikroba dari rumen, meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan menurunkan pembentukan
metan. Karnati et al. (2009) melaporkan
bahwa defaunasi secara selektif menurunkan Ruminococci dan Clostridia tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi Butyrivibrio.
Keberadaan protozoa
mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea melalui pemangsaan selektif, kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis. Ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak mengandung saponin yang tinggi dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi serta memperbaiki performa ternak. Wina et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah lerak dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) domba sebesar 40%. Data yang melaporkan pengaruh saponin dari buah lerak terhadap produksi metan dan keragaman mikroba rumen masih terbatas. Pemisahan kulit buah lerak dari bijinya secara teknis kurang aplikatif, sehingga penggunaan keseluruhan buah dan bijinya untuk mendapatkan saponin merupakan alternatif yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengevaluasi pengaruh ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak pada populasi protozoa, produksi gas total dan metan, produksi keragaman bakteri rumen secara in vitro.
volatile fatty acid (VFA) dan
20
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi rumen, National Institute of Livestock and Grassland Science, Tsukuba, Jepang. Waktu penelitian berlangsung selama 4 bulan.
Ekstraksi Lerak dan Analisis Senyawa Saponin Buah lerak diperoleh dari Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak (termasuk biji) dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC sampai mencapai 90% bahan kering lalu digiling sehingga terbentuk tepung lerak. Tepung lerak kemudian direndam dengan methanol (1 : 4, b/v) selama 24 jam dan selanjutnya disaring sehingga diperoleh supernatan.
Pelet/endapan sisa penyaringan kemudian diekstraksi
menggunakan methanol baru dengan volume yang sama (1:4, b/v) selama 24 jam dan dilanjutkan dengan penyaringan kembali.
Supernatan yang diperoleh kemudian
dicampur dengan hasil penyaringan sebelumnya dan diuapkan dengan rotary evaporator. Hasil ekstrak methanol kemudian dikeringbekukan dengan freeze dryer dan disimpan dalam freezer sebelum digunakan. Senyawa sekunder lerak baik dalam tepung maupun ekstrak dianalisis kandungan tanin dan saponinnnya di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Substrat Fermentasi dan Perlakuan Cairan rumen yang digunakan untuk percobaan in vitro berasal dari sapi perah Holstein non-laktasi yang berfistula. Sapi fistula dipelihara dalam kandang koloni yang diberi ransum yang
terdiri dari hay rumput timothy (67% bahan
kering/BK), jagung (19%) dan bungkil kedelai (14%) sebanyak 2 kali sehari pada pukul 09.00 dan 17.00 (3.6 kg BK per pemberian). Sapi fistula sudah disertifikasi oleh The Animal Care Committee of National Institute of Livestock and Grassland Science, Japan. Cairan rumen yang digunakan untuk percobaan in vitro diambil dari sapi fistula pada pagi hari (pukul 10.00) dan disaring dengan kain tipis berlapis. Substrat yang digunakan untuk percobaan in vitro merupakan campuran antara rumput alam dan pakan konsentrat yang dibawa dari Indonesia.
Pakan
21
konsentrat terdiri atas bungkil kedelai, bungkil kelapa, onggok, pollard, molases, Dicalcium Phosphate (DCP), NaCl dan CaCO3. Rumput alam diperoleh dari lahan sekitar laboratorium lapang Fakultas Peternakan IPB kemudian dikeringkan dan digiling sehingga diperoleh tepung. Hasil analisis proksimat pakan konsentrat dan rumput disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro Nutrien
Abu
Rumput Total ransum* Konsentrat (K) Lapang (R) R:K=50:50 ---------------------------% BK--------------------------7.99 9.37 6.60
Protein Kasar (PK)
8.98
19.07
14.03
Lemak Kasar (LK)
1.03
3.00
2.02
Serat Kasar (SK)
37.67
12.20
24.94
BETN
42.95
59.13
51.04
TDN
48.82
75.16
61.99
Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009). TDN (Hartadi et al. 1980) = 92.64-3.338(SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK)20.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK) *Hasil perhitungan
Percobaan dilakukan menggunakan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Substrat yang digunakan adalah campuran hijauan dan konsentrat (50:50 BK/BK) dengan perlakuan level ekstrak lerak yang digunakan sebagai berikut : P1 : Substrat + ekstrak lerak 0 mg/ml (kontrol) P2 : Substrat + ekstrak lerak 0.001 mg/ml P3 : Substrat + ekstrak lerak 0.01 mg/ml P4 : Substrat + ekstrak lerak 0.1 mg/ml P5 : Substrat + ekstrak lerak 1 mg/ml
Fermentasi In vitro Sampel substrat dari setiap perlakuan (0.1 g) ditimbang dalam 20 ml tabung fermentor. Setiap tabung ditambahkan 5 ml larutan buffer dan 5 ml cairan rumen serta larutan ekstrak lerak sesuai perlakuan (Kajikawa et al., 1990). Selama
22
mencampur bahan dan larutan tersebut selalu dijaga dalam kondisi anaerob dengan mengalirkan gas CO2. Setelah itu, tabung fermentor kemudian di tutup dengan tutup karet dan dipastikan tidak ada gas O2 yang masuk. Tabung fermentor kemudian diinkubasi dalam water bath pada suhu 39oC. Sampel larutan hasil fermentasi kemudian diambil sebanyak 0.5 ml pada jam ke-12, -24 and -48 jam setelah inkubasi untuk analisis populasi protozoa. Tekanan gas juga diukur pada jam inkubasi tersebut menggunakan alat pengukur tekanan gas (GL Sciences Inc. PM222 (Kpa)). Setelah 48 jam inkubasi, 1 ml dari fase gas diambil menggunakan syringe dan disimpan dalam tabung vial 30 ml untuk pengukuran produksi metan. Selanjutnya, tutup karet pada tabung fermentor dibuka dan pH setiap tabung diukur dengan pH meter. Sampel larutan hasil fermentasi diambil sebanyak 1 ml untuk analisis VFA dan 1.5 ml untuk ekstraksi DNA dan dianalisis keragaman mikrobanya dengan PCR-DGGE (Biorad).
Analisis populasi Protozoa, Produksi Total Gas, Metan, Hidrogen dan VFA Pengukuran populasi protozoa dilakukan dengan mengambil sampel larutan hasil fermentasi sebanyak 0.5 ml pada jam ke 12, 24 and 48 jam setelah inkubasi dan dicampur dengan 2 ml larutan fiksasi lalu dikocok sempurna. Larutan fiksasi terdiri atas 20 ml 35% formaldehyde, 180 ml ddH2O, 0.12 g methylgreen dan 1.6 g NaCl (Ogimoto & Imai 1981). Jumlah populasi protozoa dihitung dengan Fuch Rosenthal Counting Chamber (4 mm x 4 mm x 0.2 mm) dengan menggunakan rumus : Jumlah protozoa/ml = N x 1/0.0032 x FP N = jumlah koloni protozoa terhitung dalam 16 chamber P = Pengenceran Tekanan gas diukur pada jam ke 12, 24 dan 48 setelah inkubasi. Nilai tekanan gas (Kpa) yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi produksi gas total (ml) dengan rumus : Produksi gas(ml) = tekanan gas (Kpa) x volume fase gas tabung fermentor (ml) 101.325 Keterangan : 1 Kpa=101.325 atm
23
Analisis konsentrasi metan dan hidrogen diukur menggunakan Biogas Analyzer (TRI lyzer TM2, temperature 50oC). Sampel fase gas yang diambil pada jam ke 48 inkubasi, diinjeksikan ke dalam methane analyzer untuk memperoleh data produksi gas metan dan hidrogen.
Produksi VFA total dan parsial pada 48 jam
inkubasi diukur menggunakan gas chromatography/GC (6890 series, FID, HewlettPackard, Wilmington, DE, USA) dengan kolom 5% Thermon 1000 and 0.5% H3PO4 pada 80/100 mesh Chromosorb W (Wako Pure Chemical,Osaka, Japan).
Analisis Keragaman Mikroba Rumen dengan PCR-DGGE Setiap 1.5 ml larutan hasil fermentasi diambil dengan pipet yang diperbesar lubangnya agar partikel pakan dan larutan dapat terambil merata. Sampel kemudian di sentrifus pada 15.000 g selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tersisa digunakan untuk ekstraksi DNA dengan menggunakan kit (QIAmp stool kit). PCR-DGGE dilakukan dengan menggunakan 16S rDNA yang diperoleh dari 16S rRNA sebagai template pada reaksi PCR. Sintesis cDNA menggunakan primer V3-FwGC dan V3-Rv dengan target semua bakteri 16S rDNA V3 region dan panjangnya 190-200 bp. Karakteristik primer yang digunakan adalah primer V3FwGC yang mengandung GC Clamp dengan sekuen 5`-CGC CCG CCG CGC GCG GCG GGC GGG GCG GGG GCA CGG GGG GCC TAC GGG AGG CAG CAG-3` dan primer V3-Rv dengan sekuen 5`-ATT ACC GCG GCT GCT GG-3` (Muyzer et al., 1993). Variabel V3 region untuk 16S rDNA tersebut diamplifikasi menggunakan PCR dengan kondisi denaturasi awal pada suhu 94oC selama 2 menit, kemudian amplifikasi sebanyak 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55oC selama 45 detik dan extension pada suhu 72oC selama 30 detik. Extension terakhir dilakukan pada suhu 72oC selama 9 menit. Produk PCR kemudian diseparasi pada 8% (w/v) polyacrylamide gel dengan gradien denaturasi mulai 30% sampai 60% menggunakan sistem DGGE. Elektroforesis dilakukan pada 90 volt selama 16 jam pada suhu yang konstan (65oC) pada buffer TAE 0.5X. Pita-pita yang terbentuk pada gel setelah elektroforesis selesai, kemudian divisualisasi dengan menggunakan pewarnaan perak (silver staining). Sebelumnya, gel hasil elektroforesis dipotong bagian stacking gel kemudian difiksasi dalam 200
24
ml larutan fiksasi (1 ml asam asetat glasial, 20 ml etanol dan 179 ml akuades) selama 2 jam. Selanjutnya, dicuci dengan H2O sebanyak 2 kali dan direndam dalam larutan pewarna perak (0.25 g AgNO3 dalam 250 ml H2O) sebanyak 2 kali selama 20 menit dan 35 menit. Gel kemudian dicuci dengan H2O sebanyak 2 kali lalu direndam dalam larutan developer (200 ml H2O, 3 g NaOH, 0.02 g NaBH3 dan 0.8 ml formaldehyde) selama 7 menit sampai terlihat pita-pita pada gel. Selanjutnya, gel dicuci dengan H2O
dan dilapis plastik wrap kemudian di foto menggunakan
scanner. Keragaman mikroba rumen yang digambarkan oleh pita-pita pada gel di klasterisasi menggunakan program NTsys 2.1. Identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel dilakukan dengan teknik kloning dan sekuensing. Pita pada gel DGGE dipotong dan diamplifikasi dengan primer 1 dan 2 (Muyzer et al. 1993) menggunakan ExTaq DNA polymerase. Sekuen nukleotida dari primer 1 yaitu 5’-CCTACGGGAGGCAGCAG-3’; primer 2, 5’ATTACCGCGGCTGCTGG-3’. Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 94oC selama 2 menit, kemudiam amplifikasi sebanyak 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55oC selama 30 detik dan extension pada suhu 72oC selama 30 detik.
Extension terakhir
dilakukan pada suhu 72oC selama 7 menit. Setelah produk PCR dipurifikasi dengan QIAquick PCR purification kit (QIAGEN, Hilden, Germany), kemudian di-ligasi dengan PCR2.1 (Invitrogen Corp, Carlsbad, CA, USA) dan di masukkan ke dalam One Shot TOP10 Electrocom E. coli (Invitrogen Corp, Carlsbad, CA, USA). Produk yang dikloning menjadi plasmid kemudian diamplifikasi menggunakan primer 2 dan 3 (Muyzer et al., 1993) untuk mengkonfirmasi posisi amplicon pada gel DGGE. Sekuen nukleotida dari primer 3 yaitu 5’-CGCCCGCCGCGCGCGGGCGGGGC GGGGGCACGGGGGG CCTACGGGAGGCAGCAG. Sekuen dari klon tersebut kemudian di identifikasi menggunakan 3730 DNA analyzer (Applied Biosystems, Foster City, CA, USA) dan dibandingkan dengan basis data pada GenBank menggunakan program DDBJ BLAST (http://www.ddbj.nig.ac.jp/Welcome-e.html). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila terdapat perbedaan rataan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya, 2002).
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Lerak Kandungan saponin dalam tepung lerak sebesar 3.87%, sedangkan dalam ekstrak metanol lerak sangat besar yaitu 81.5%, hampir 21 kalinya dibanding saponin dalam tepung lerak (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan senyawa tanin dan saponin pada tepung dan ekstrak lerak Bahan Tepung Campuran segar Ekstrak Metanol
Tanin (%) 0.13 0.09
Sapogenin (%) 5.03 14.07
Total Saponin (%) 3.87 81.5
Keterangan : Hasil analisis di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor
Saponin merupakan glikosida triterpenoid atau steroid yang banyak terdapat pada tanaman. Gula dapat berbentuk glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa. Gula tersebut berikatan membentuk glikosida dengan hydrophobic aglycone (sapogenin) yang berbentuk triterpenoid atau steroid menjadi saponin. Besarnya kompleksitas struktur saponin berasal dari variabilitas struktur aglycone, rantai samping dan posisi pengikatan gula pada aglycone (Francis et al. 2002). Beberapa saponin diketahui berfungsi sebagai antimikroba, menghambat jamur dan memproteksi tanaman dari serangan serangga. Selain itu, saponin juga merupakan sumber monosakarida (Morrissey & Osbourn 1999).
Keragaman Protozoa dan Bakteri Rumen Populasi Protozoa Populasi total protozoa menurun (P<0.05) dengan pemberian ekstrak lerak 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati (Tabel 4). Komposisi spesies protozoa baik entodinium maupun holotrich tidak berbeda antar perlakuan. Namun, level ekstrak lerak yang lebih rendah (0.001 – 0.1 mg/ml) tidak mempengaruhi baik populasi total protozoa maupun komposisinya. Pada pengamatan 48 jam, populasi Entodinum dan Dasytricha jauh lebih kecil dibandingkan jam ke 12 inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut tidak dapat bertahan dalam kultur in vitro selama 48 jam.
26
Tabel 4. Populasi total protozoa serta komposisi spesiesnya selama 12, 24 dan 48 jam inkubasi dengan pemberian berbagai level ekstrak lerak
Parameter
0
0.001
Level ekstrak lerak (mg/ml) 0.01 0.1
Entodinium, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 4.83a 4.77a a 24 h 4.84a 4.76 ab 48 h 4.30a 4.26 Diplodinium, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 3.46a 3.61a a 24 h 3.97a 3.96 a 48 h 3.72 3.67a Dasytricha, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 3.66a 3.75a 24 h 3.59a 3.54a 48 h <2.70 <2.70 Total protozoa,jumlah sel/ml (Log10) 12 h 4.84a 4.88a 24 h 4.91a 4.85a 48 h 4.40a 4.38a
1
SEM
4.80a 4.80a 4.24ab
4.77a 4.76a 4.16b
< 2.70b < 2.70b < 2.70c
0.19 0.19 0.14
3.63a 4.00a 3.87a
3.45a 3.96a 3.68a
< 2.70b < 2.70b < 2.70b
0.09 0.12 0.10
3.64a 3.43a <2.70
3.44a 3.59a <2.70
< 2.70b < 2.70b <2.70
0.10 0.09 0.00
4.86a 4.89a 4.41a
4.81a 4.85a 4.31a
< 2.70b < 2.70b < 2.70b
0.20 0.20 0.15
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01). SEM=standard error of mean
Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak dapat dikarenakan kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membrane yang menyebabkan lisis atau kematian.
Penurunan populasi protozoa dengan
pemberian saponin telah banyak dilaporkan (Wallace et al. 1994; Lila et al. 2003, 2005). Newbold et al. (1997) melaporkan bahwa saponin dari S. sesban sangat toksik untuk protozoa sehingga menekan pertumbuhan protozoa dan memperbaiki aliran protein dari rumen.
Teferedegne (2000) menyatakan bahwa saponin
cenderung mempunyai lebih banyak pengaruh pada aktivitas protozoa rumen dibandingkan dengan produk degradasinya, sapogenin.
Hal ini menunjukkan
pentingnya glikosida dalam aktivitas saponin terhadap protozoa. Saponin dari daun Sesbania pachycarpa juga mempunyai efek defaunasi dan juga berkontribusi pada meningkatnya efisiensi aktivitas mikroba (bakteri) sehubungan dengan menurunnya pemangsaan oleh protozoa (Muetzel et al. 2003).
27
Saponin dapat menghambat baik jumlah maupun komposisi spesies protozoa secara in vitro. Patra et al. (2006) menyatakan bahwa saponin yang diekstraksi dari Acacia concinema dengan air, metanol maupun etanol dapat menghambat pertumbuhan protozoa entodinimum maupun diplodinium. Aktivitas antiprotozoa dari saponin merupakan pengaruh yang konsisten dalam ekosistem rumen, namun masih belum jelas spesies-spesies prototozoa yang sensitif terhadap saponin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan variasi pengaruh saponin terhadap populasi protozoa pada percobaan in vivo. Benchaar et al (2008) menyatakan bahwa saponin dari ekstrak Y. schidigera (10% saponin) sebesar 60 g/e/h pada sapi perah tidak mempengaruhi populasi protozoa baik jumlah maupun komposisi spesiesnya (Entodinium, Diplodinium, Isotricha, dan Dasytricha). Sementara, pada kajian in vitro menunjukkan bahwa suplementasi saponin Y. schidigera 1.0-6.0 ml/L dapat menurunkan populasi protozoa (Pen et al. 2006). Penambahan ekstrak daging buah lerak dalam ransum domba terbukti menurunkan populasi protozoa dan efektif sebagai agen defaunasi parsial dalam rumen tanpa kehilangan aktivitas antiprotozoanya dalam waktu 27 hari (Wina et al. 2006). Efek antiprotozoa juga terdapat pada saponin dari biji fenugreek serta daun Sesbania yang mampu menurunkan populasi protozoa hampir 50% (Goel et al. 2008). Ivan et al. (2004) melaporkan bahwa defaunasi menggunakan daun Enterolobium cyclocarpum sebesar 200 g/e/hari pada domba dapat menurunkan protozoa selama 4-11 hari sebesar 49-75% dan cenderung meningkat pada hari ke20. Komposisi spesies protozoa rumen untuk Entodinium, Isotricha dan Dasytricha relatif sama antar perlakuan, namun konsentrasi Polyplastron dan Enoplastron meningkat dengan pemberian E.cyclocarpum Keragaman Bakteri Rumen Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml dapat mengubah keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan munculnya 1 pita baru (pita 1) dan 2 pita (pita 2 dan 3) yang meningkat ketebalannya dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 4).
Sementara itu, pemberian
ekstrak lerak pada level yang lebih rendah (0.001 – 0.1 mg/ml) menghasilkan profil pita yang sama dengan perlakuan kontrol.
28
Gambar 4. Pola pita-pita yang muncul pada kultur yang diberi berbagai tingkat ekstrak lerak hasil dari analisis DGGE sebagai indikator keragaman bakteri rumen Analisis similaritas menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas bakteri rumen dimana penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml mempunyai klaster yang berbeda dengan perlakuan lainnya dengan koefisien similaritas sebesar 75% (Gambar 5). Perlakuan ekstrak lerak pada level dibawahnya 0.01 mg/ml menghasilkan klaster similaritas yang sama dengan perlakuan kontrol yang menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level tersebut belum mempengaruhi keragaman bakteri rumen. Sementara, penambahan ekstrak lerak 0.1 mg/ml tidak mempengaruhi keragaman bakteri rumen dengan koefisien similaritas sebesar 96%.
29
Gambar 5. Hasil klasterisasi keragaman bakteri rumen berdasarkan hasil analisis DGGE pada kultur yang diberi berbagai level ekstrak lerak. Hasil identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel DGGE dengan perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak menggunakan teknik kloning dan sekuensing menunjukkan bahwa sekuen yang diperoleh dari pita-pita tersebut mempunyai kemiripan dengan bakteri Prevotella ruminicola (98-100%), Butyrivibrio fibrisolvens (99%), Coprococcus eutactus (99%) dan Treponema bryantii (94%) (Tabel 5). Defaunasi menggunakan saponin dari ekstrak lerak dapat menekan populasi protozoa secara parsial dan mengakibatkan beberapa bakteri dapat berkembang. Bakteri-bakteri tersebut diduga sering dimangsa oleh protozoa pada kondisi rumen normal. Telah banyak dilaporkan bahwa protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri dan memangsa bakteri untuk kebutuhan proteinnya.
Selain itu, dengan
menurunnya populasi protozoa dapat mengurangi kompetisi zat makanan (substrat) dengan bakteri sehingga beberapa bakteri dapat berkembang.
30
Tabel 5.
Identifikasi bakteri pada pita-pita baru hasil DGGE pada kultur yang mendapat perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak
Pita 1
2
3
Closest related species Coprococcus eutactus EFO31543
Similaritas sekuen (%) 99
Clostridium methylpentosum Y18181 Treponema bryantii M57737 Prevotella ruminicola AJ009933 Subdoligranulum variabile AJ518869
87 94 98 88
Pseudobutyrivibrio ruminis atau Butyrivibrio fibrisolvens
99
Prevotella nigrescens X73963 Spirochaeta zuelzerae M88725 Prevotella ruminicola AB004909
91 88 100
Acinetobacter lwoffii Z93442
100
Bakteri P. ruminicola merupakan bakteri yang dapat menghasilkan propionat melalui jalur akrilat, sedangkan T. bryantii juga termasuk bakteri yang aktif mendegradasi turunan xylan dan pektin menjadi suksinat yang merupakan prekursor propionat.
B. fibrisolvens merupakan bakteri penghasil butirat dan C. eutactus
merupakan bakteri proteolitik yang mendegradasi protein (Hobson & Stewart 1997). Hal ini dapat mengarahkan proses fermentasi pakan untuk pembentukan propionat yang sangat diperlukan oleh ternak sapi potong sebagai sumber energi utama. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Cheeke (2000) yang menunjukkan
bahwa secara in vitro, saponin dari ekstrak Y. schidigera dapat
menstimulasi pertumbuhan bakteri P. ruminicola dan menekan pertumbuhan bakteri S. bovis. Pengaruh tersebut diduga berhubungan dengan adanya membran luar pada bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri Gram negatif yang mempunyai lapisan hidrofilik sehingga dapat berperan sebagai penghalang (barrier) dan memproteksi bakteri (Nikaido 1994). Ozutsumi et al. (2006) menyatakan bahwa pada rumen yang mendapat perlakuan defaunasi terjadi peningkatan jumlah bakteri P. ruminicola, R. albus, dan R. flavefaciens dibandingkan pada rumen yang tidak mendapat perlakuan defaunasi. Sebaliknya, jumlah bakteri F. succinogenes lebih rendah pada perlakuan defaunasi.
Wang et al. (2000) melaporkan penurunan
31
pertumbuhan kultur murni bakteri P. bryantii, S. bovis dan Ruminobacter amylophilus dengan pemberian saponin steroid yang menghambat perkembangan dinding sel bakteri.
Hal ini memperjelas bahwa munculnya bakteri baru serta
meningkatnya beberapa bakteri yang diidentifikasi pada penelitian ini terkait dengan peran ekstrak lerak sebagai antiprotozoa. Pada kondisi populasi protozoa terhambat, maka bakteri-bakteri tersebut dapat berkembang optimal. Penelitian lain menunjukkan bahwa penambahan daun S. pachyarpa yang mengandung saponin tidak menghambat pertumbuhan bakteri selulolitik seperti F. succinogenes dan R. flavefaciens, tetapi berpengaruh negatif pada R. albus pada sistem in vitro (Muetzel et al 2003).
Meskipun telah banyak diketahui bahwa
ketiadaan protozoa dapat meningkatkan populasi bakteri, namun perlu diklarifikasi bahwa pengaruh tersebut lebih ditekankan pada peningkatan bakteri spesifik pada rumen ternak.
Berdasarkan penelitian ini, belum dapat dijelaskan mekanisme
peningkatan bakteri spesifik rumen akibat penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml.
Karakteristik Fermentasi
Produksi Gas Total, Hidrogen (H2) dan Metan (CH4) Pemberian ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml meningkatkan (P<0.05) produksi gas total pada inkubasi 12 dan 24 jam, tetapi pada inkubasi 48 jam tidak terjadi perbedaan antar perlakuan (Gambar 6). Sementara, konsentrasi metan/ml gas pada inkubasi 48 jam menurun (P<0.05) dengan penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml dibandingkan perlakuan kontrol (Gambar 7). Namun, total produksi metan dan H2 pada inkubasi 48 jam sama antar perlakuan (Tabel 6). Peningkatan produksi gas total yang terdiri dari CO2, O2, CH4 dan gas lainnya sebagai respon terhadap penggunaan ekstrak lerak mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas fermentasi rumen. Selain itu, terjadinya penurunan konsentrasi metan/ml gas sebesar 11% dibanding perlakuan kontrol menunjukkan terjadinya pemanfaatan H2 untuk pembentukan propionat.
Hal ini juga didukung oleh
meningkatnya produksi propionat yang diperkirakan dilakukan oleh beberapa bakteri rumen.
32
Gambar 6. Pola produksi gas total in vitro pada berbagai level ekstrak lerak
Gambar 7. Konsentrasi metan/ml gas in vitro pada 48 jam inkubasi sebagai respon pengaruh berbagai level ekstrak lerak Peningkatan produksi propionat akibat penambahan ekstrak lerak juga dapat menekan produksi metan.
Hal ini dikarenakan baik produksi metan maupun
propionat merupakan dua jalur metabolisme yang sama-sama memerlukan H2 dalam sistem rumen. Disamping itu, penurunan jumlah protozoa dalam rumen juga dapat
33
secara parsial menghambat aktivitas bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi beberapa bakteri metanogen (Finlay et al. 1994). Penekanan populasi protozoa melalui defaunasi dapat mengakibatkan pertumbuhan beberapa bakteri metanogen terhambat, serta mempengaruhi komposisi bakteri rumen, profil VFA berubah dengan meningkatnya produksi propionat dan menurunnya produksi asetat dan butirat, serta produksi metan berkurang. Lila et al. (2005) juga melaporkan bahwa suplementasi sarsaponin dapat menurunkan produksi gas metan dan secara parsial dapat menghambat aktivitas bakteri metanogen dalam rumen in vivo. Sementara, Hess et al. (2003) menunjukkan bahwa saponin dari S. saponaria 100 mg/g dapat menurunkan produksi metan sebesar 20% pada substrat berbasis hijauan, namun penurunan tersebut tidak terkait langsung dengan penurunan populasi protozoa. Namun sebaliknya, Goel et al. (2008) melaporkan bahwa secara in vitro saponin dari daun Sesbania (21.2 mg), Fenugreek (11.54 mg), dan Kanutia (7.76 mg) dalam 380 mg substrat campuran hay dan konsentrat (1:1) dapat menurunkan populasi protozoa 10%-39% dan menghambat metanogen berturut-turut sebesar 78%, 22% dan 21% namun tidak berpengaruh pada produksi gas metan. Di dalam rumen, produksi metan yang diakibatkan simbiosis antara protozoa dan metanogen tergantung pada laju asosiasi antara protozoa dan metanogen serta laju produksi metan per sel metanogen.
Pengaruh saponin dari ekstrak Y. schidigera (YSE)
terhadap produksi metan secara in vivo pada domba juga telah dilaporkan Wang et al. (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian 170 mg/hari YSE pada domba dapat menurunkan produksi metan sekitar 15% dan nampaknya hal ini berkorelasi dengan peningkatan proporsi propionat. Pengaruh saponin terhadap produksi metan tidak dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat. Xu et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan saponin dari YSE 110 mg/kg dapat menurunkan produksi metan pada berbagai rasio hijauan dan konsentrat (50:50 dan 10:90) pada 24 jam inkubasi serta pada berbagai sumber hijauan (alfalfa (Medicago sativa), fescue (Festuca arundinacea), rumput orchard (Dactylis glomerata), Bermuda (Cynodon dactylon) dan rumput switch (Panicum virgatum). Tidak terdapat interaksi antara YSE, sumber hijauan dan rasio hijauan dan konsentrat yang digunakan yang menunjukkan bahwa saponin YSE
34
dapat menurunkan metan pada berbagai jenis hijauan dan rasio hijauan dan konsentrat yang berbeda.
Profil VFA dan pH Rumen Penambahan ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml menurunkan (P<0.01) nilai pH sampai 6.25 pada inkubasi 48 jam.
Meskipun penggunaan ekstrak lerak tidak
mempengaruhi konsentrasi VFA total, namun produksi propionat meningkat (P<0.01) sementara produksi asetat, butirat, isovalerat dan valerat menurun (P<0.01). Kondisi tersebut menurunkan rasio asetat : propionat dari 2.98 menjadi 2.36 (Tabel 6). Penurunan proporsi asetat dan butirat dengan pemberian ekstrak lerak 1 mg/ml diduga disebabkan oleh terjadinya perubahan pola fermentasi yang mengarah pada pembentukan propionat. Pada sistem metabolisme rumen, karbohidrat pakan (termasuk serat pakan) akan diubah menjadi asam piruvat yang selanjutnya terbagi menjadi 2 jalur yaitu diubah menjadi laktat untuk pembentukan propionat dan jalur lain dirubah menjadi asetil koenzim A untuk pembentukan asetat dan butirat. Nampaknya, perubahan komposisi bakteri rumen akibat pemberian ekstrak lerak dapat mengarahkan pembentukan laktat dari piruvat yang selanjutnya dirubah menjadi propionat. Sehingga, proporsi terbentuknya asetil koenzim A diduga menurun yang mengakibatkan penurunan butirat dan asetat. Tabel 6. Rataan nilai karakteristik fermentasi in vitro selama 48 jam inkubasi pada berbagai level ekstrak lerak Parameter pH Total VFA (mM) VFA(% total VFA) Asetat Propionat Butirat Iso-valerat Valerat A:P H2 48 j (µM)
0 6.37a 96.89
Level ekstrak lerak (mg/ml) 0.001 0.01 0.1 1 ab ab b 6.35 6.33 6.32 6.25 c 99.32 99.74 99.29 98.42
SEM 0.0096 0.55
64.17a 21.54b 11.69a 1.17 a 1.42 a 2.98 a 7.70
63.97a 21.56b 11.84a 1.18 a 1.44 a 2.97 a 7.16
0.21 0.41 0.18 0.02 0.006 0.05 1.081
63.72a 21.74b 11.91a 1.18a 1.45a 2.93a 8.47
63.84a 21.77b 11.80a 1.14a 1.44a 2.93a 7.25
61.74b 26.12a 9.90b 0.86b 1.39b 2.36b 8.06
Rataan dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01) A:P=asetat:propionat
35
Penambahan saponin dan senyawa mirip saponin telah diketahui dapat meningkatkan konsentrasi propionat dan rasio relatifnya terhadap total VFA dalam rumen khususnya ketika saponin dengan konsentrasi tinggi diberikan (Goel et al. 2008; Wina et al. 2005b). Saponin yang diekstraksi dari keseluruhan buah dan biji lerak yang dievaluasi pada percobaan ini juga dapat meningkatkan produksi propionat tanpa menurunkan produksi total VFA. Propionat merupakan sumber energi utama bagi ternak pedaging melalui proses glukoneogesis (Yost et al. 1977; Murray et al. 2006), sehingga peningkatan konsentrasi propionat akan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan oleh ternak. Peningkatan produksi propionat terjadi hanya pada penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml. Pada level yang sama, juga terjadi penurunan yang nyata
terhadap populasi protozoa, konsentrasi metan, dan
perubahan komposisi bakteri rumen (Tabel 4, Gambar 4 dan 7).
Peningkatan
konsentrasi propionat diduga distimulasi oleh berkembangnya bakteri P.ruminicola dan T. Bryantii pada penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml. Bakteri .ruminicola dan T. Bryantii diketahui merupakan produsen propionat dan suksinat pada sistem rumen (Hobson & Stewart, 1997). SIMPULAN Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung saponin tinggi (81.5% BK) dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi untuk menekan pertumbuhan populasi protozoa.
Penggunaan ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml
mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada fermentasi rumen dengan meningkatkan produksi propionat dan menekan produksi metan. Ekstrak lerak dapat mempengaruhi keragaman komposisi bakteri rumen dengan berkembangnya beberapa bakteri antara lain P. ruminicola dan T. bryantii.
DAFTAR PUSTAKA Benchaar C, McAllister TA, Choulnard PY. 2008. Digestion, ruminal fermentation, ciliate protozoal populations, and milk production from dairy cows fed cinnamaldehyde, quebracho condensed tannin, or Yucca schidigera saponin extracts. J. Dairy Sci. 91: 4786-4777.
36
Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Dohme F, Machmuller A, Estermann BL, Pfister P, Wasserfallen A, Kreuzer M. 1999. The role of the rumen ciliate protozoa for methane suppression caused by coconut oil. Lett. Appl. Microbiol. 29:187–192. Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G. 2004. Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate). Anim. Res. 53:187200. Finlay BJ, Esteban G, Clarke KJ, Williams AG, Embley TM, Hirt RP. 1994. Some rumen ciliates have endosymbiotic methanogens. FEMS Microbiol. Lett. 117:157–162. Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 :587-605. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777. Gutierrez J. 2007. Observations on Bacterial Feeding by the Rumen Ciliate Isotricha prostoma. J. Eukaryotic Microbiol. 5:122-126 Hart KJ, Yanez-Ruiz DR, Duval SM, McEwan NR, Newbold CJ. 2008. Plant extracts to manipulate rumen fermentation. Anim. Feed Sci. Tech. 147:8-35. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A. 2003. Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94 Hobson PN, Stewart CS. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. London. Blackie Academic & Professional. Ivan M, Koenig KM, Teferedegne B, Newbold CJ, Entz T, Rode LM, Ibrahim M. 2004. Effects of the dietary Enterolobium cyclocarpum foliage on the population dynamics of rumen ciliate protozoa in sheep. Small Ruminant Research 52:81-91. Johnson KA, Johnson DE. 1995. Methane emissions from cattle. J. Anim. Sci. 73:2483-2493 Kajikawa H, Tajima K, Mitsumori M, Takenaka A. 2007. Effects of amino nitrogen on fermentation parameters by mixed ruminal microbes when energy or nitrogen is limited. Animal Science Journal 78 : 121–128 Kamra DN. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89:1-12. Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL. 2009. Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92:3861–3873 Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H. 2003. Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86:3330-3336.
37
Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kurihara M, Itabashi H. 2005. Sarsaponin effects on ruminal fermentation and microbes, methane production, digestibility and blood metabolites in steers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18:1746-1751. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor Morrissey JP, Osbourn AE. 1999. Fungal resistance to plant antibiotics as a mechanism of pathogenesis. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 63:708–724. Muetzel S, Hoffmann EM, Becker K. 2003. Supplementation of barley straw with Sesbania pachycarpa leaves in vitro: effects on fermentation variables and rumen microbial population structure quantified by ribosomal RNA-targeted probes. Br. J. Nutr. 89:445–453. Murray RK. Granner DK, Rodwell VW. 2006. Harper's Illustrated Biochemistry. 27TH Edition. The McGraw-Hill Companies, USA. Muyzer G, De Waal EC, Uitterlinden AG. 1993. Profilling of complex microbial populations by denaturing gradient gel electrophoresis analysis of polymerase chain reaction-amplified genes coding for 16S rRNA. Appl. Environ. Microbiol. 59: 695-700. Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ. 1997. Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78:237–249. Nikaido H. 1994. Prevention of drug access to bacterial targets: permeability barriers and active efflux. Science 264:382–388. Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo. Onodera R, Yamasaki N, Murakami K. 1988. Effect of inhabitation by ciliate protozoa on the digestion of fibrous materials in vivo in the rumen of goats and in an in vitro rumen. Agric. Biol. Chem. 52:2635-2637. Ozutsumi Y, Tajima K, Takenaka A, Itabashi H. 2006. Real-Time PCR detection of the effects of protozoa on rumen bacteria in cattle. Current Microbiol. 52:158–162. Patra AK, Kamra DN, Agarwal N. 2006. effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128:276-291. Pen B, Sar C, Mwenya B, Kuwaki K, Morikawa R, Takahashi J. 2006. Effects of Yucca schidigera and Quillaja saponaria extracts on in vitro ruminal fermentation and methane emission. Anim. Feed Sci. Technol. 129:175–186. Russell JB, Rychlik JL. 2001. Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292:1119-1122. Teferedegne B. 2000. New perspectives on the use of tropical plants to improve ruminant nutrition. Proc. Nutr. Soc. 59:209-214. Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Cheeke PR. 2000. Effect of steroidal saponin from Yucca schidigera extract on ruminal microbes. J. Appl. Microbiol. 88:887–896 Wang CJ, Wang SP, Zhou H. 2009. Influences of flavomycin, ropadiar, and saponin on nutrient digestibility, rumen fermentation, and methane emission from sheep. Anim.Feed Sci.Tech. 148:157-166. Wallace RJ, McPherson CA. 1987. Factors affecting the rate of breakdown of bacterial protein in rumen fluid. British J. Nutr. 58:313-323
38
Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ. 1994. Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 60:1762-1767. Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005a. The dynamics of major fibrolytic microbes and enzyme activity in the rumen in response to short-and long-term feeding of Sapindus rarak saponins. J. Appl. Microbiol. 100:114-122. Wina E, Muetzel S, Hoffmann E, Makkar HPS, Becker K. 2005b. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. Anim. Feed Sci. Tech. 121:159-174. Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 19:1580-1587. Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL. 2010. Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159:18-26. Yost WM, Young JW, Schmidt SP, Mcgilliard AD. 1977. Gluconeogenesis in ruminants: propionic acid production from a high-grain diet fed to cattle. J. Nutr. 107: 2036-2043.
POPULASI BAKTERI, AKTIVITAS ENZIM DAN FERMENTASI RUMEN IN VITRO PADA RASIO HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK ABSTRACT This experiment was aimed to investigate the effect of lerak extract on fermentation, the dynamic of rumen microbes and enzyme activity in the in vitro fermentation of diets composed of different ratios of forage and concentrate. The design of experiment was Factorial Block Design with 2 factors. First factor was the ratio of forage and concentrate (90:10, 80:20, 70:30) and second factor was the level of lerak extract (0, 0.6, 0.8 mg/ml). Dry matter and organic matter degradability were evaluated after 48 h incubation. Total volatile fatty acid (VFA), proportional VFA and NH3 concentration were measured at 4 h incubation. Protozoa numbers in the buffered rumen after 4 and 24 h incubation were counted. Rumen bacterial DNAs of buffered rumen were isolated from incubated samples buffer after 48 h incubation. Total bacteria, F. succinogenes, R. albus, and P. ruminicola were quantified using real time PCR. There was no interaction between ratio of forage and level of lerak extract for all parameters. The addition of lerak extract did not affect dry matter digestibility and rumen enzyme activity, but reduced organic matter digestibility. In contrast, Total VFA and propionate production increased (P<0.05) with 0.8 mg/ml lerak extract addition. Total numbers of P.ruminicola increased while R.albus tended to increase with lerak extract addition and F. succinogenes was similar among treatments. Therefore, lerak extract could be used as propionate enhancer of beef cattle ration.
Keywords: Sapindus rarak; rumen bacteria, enzyme activity, fermentation.
PENDAHULUAN Sistem peternakan sapi potong rakyat masih mengandalkan ransum dengan hijauan tinggi karena mahalnya harga konsentrat. Hal ini mengakibatkan ternak sering kekurangan nutrien terutama protein/nitrogen sehingga produktivitasnya masih
rendah.
Strategi
manipulasi
mikroba
rumen
diperlukan
untuk
mengoptimalkan pertumbuhan bakteri sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein bagi ternak dan meningkatkan retensi nitrogen untuk memperbaiki performa ternak. Proses hidrolisis lignoselulosa pakan dalam rumen merupakan proses fermentasi yang melibatkan gabungan kerja dari bakteri, protozoa dan kapang dalam
40
rumen.
Enzim yang dielaborasi oleh protozoa cukup signifikan dalam rumen.
Namun, protozoa merupakan proteolitik yang sangat aktif dan diduga bahwa protozoa menggunakan bakteri sebagai sumber nitrogen.
Akibatnya populasi
sebagian bakteri tertekan karena adanya protozoa. Oleh karena itu, beberapa peneliti berusaha mengurangi populasi protozoa (defaunasi) dalam rumen dengan perlakuan bahan aktif tanaman seperti saponin atau menggunakan beberapa senyawa asam. Kajian untuk mengevaluasi peran yang nyata dari protozoa pada proses fermentasi rumen dapat dibuktikan dengan mengamati perubahan parameter dalam rumen dan profil enzim pada rumen ternak dengan diberi perlakuan defaunasi maupun faunasi. Hasil percobaan in vitro sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml dapat memperbaiki fermentasi rumen dengan meningkatnya produksi propionat dan perubahan keragaman (diversitas) bakteri rumen. Namun, perlu dilakukan analisis pengaruh penggunaan ekstrak lerak dengan taraf yang lebih rendah (0.5 – 1 mg/ml) terhadap fermentasi serta aktivitas enzim hidrolisis dalam rumen secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi efektivitas saponin ekstrak lerak terhadap parameter kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), produksi NH3, VFA parsial (asetat, propionat dan butirat) serta produksi gas total dan gas metan pada berbagai rasio hijauan dan konsentrat berbeda secara in vitro, (2) mengamati pengaruh ekstrak lerak terhadap populasi protozoa dan beberapa bakteri spesifik (F. succinogenes, R.albus dan P. ruminicola) dengan menggunakan teknik molekuler real time PCR, dan (3) mengamati profil enzim hidrolisis rumen pada substrat dengan rasio hijauan dan konsentrat berbeda dengan adanya penambahan ekstrak lerak.
BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Biokimia,
Fisiologi
dan
Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan IPB, dan Balai Penelitian Ternak Ciawi. Kuantifikasi bakteri rumen dengan real time PCR dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fapet IPB.
41
Substrat Fermentasi dan Rancangan Percobaan Bahan pakan yang digunakan sebagai ransum konsentrat yaitu bungkil kedelai (10%), bungkil kelapa (19%), pollard (34%), onggok (27.5%), molases (5%), CaCO3(3%), DCP (1%) dan garam (0.5%).
Hijauan yang digunakan merupakan
rumput lapang yang dipanen di sekitar laboratorium lapang, Fakultas Peternakan IPB. Komposisi nutrien hijauan dan konsentrat yang digunakan untuk fermentasi in vitro dianalisis dengan metode proksimat (Tabel 7).
Tabel 7. Komposisi Nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro tahap II Nutrien
Abu
Rumput Ransum 1* Ransum 2* Ransum 3* Konsentrat Lapang H:K=90:10 H:K=80:20 H:K=70:30 -----------------------------------% BK---------------------------------9.09 8.82 8.54 9.37 6.60
Protein kasar (PK)
8.98
19.07
9.99
10.99
12.01
Lemak kasar (LK)
1.03
3.00
Serat kasar (TDN)
37.67
12.20
1.23 35.12
1.42 32.58
1.62 30.03
BETN
42.95
59.13
44.57
46.19
47.80
TDN
48.82
75.16
51.45
54.09
56.72
Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009). TDN (Hartadi et al.1980) = 92.64-3.338( SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK)20.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK) *Hasil perhitungan
Hasil uji in vitro tahap sebelumnya menunjukkan bahwa level ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml nyata meningkatkan produksi propionat, menurunkan gas metan serta dapat mengubah komposisi/keragaman spesies bakteri rumen. Namun, kisaran level yang digunakan pada uji tersebut cukup panjang yaitu sekitar 10 kali lipat dengan level dibawahnya (0.1 mg/ml dan 1 mg/ml), sehingga masih ada kemungkinan level optimum ekstrak lerak berada di tengah-tengah kisaran level tersebut. Penelitian tahap kedua ini mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak lerak pada level 0.6 dan 0.8 mg/ml pada berbagai rasio hijauan tinggi terhadap profil enzim, karakteristik fermentasi dan dinamika jumlah bakteri rumen secara in vitro. Penggunaan hijauan tinggi dimaksudkan untuk mendekati kenyataan di lapangan
42
bahwa sebagian besar peternakan sapi potong rakyat masih menggunakan hijauan tinggi (70%-90%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dengan faktor pertama adalah rasio hijauan : konsentrat serta faktor kedua adalah level ekstrak lerak yang digunakan. Adapun perlakuan yang akan digunakan adalah : A
= Hijauan (90) : Konsentrat (10)
B
= Hijauan (90) : Konsentrat (10) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml
C
= Hijauan (90) : Konsentrat (10) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml
D
= Hijauan (80) : Konsentrat (20)
E
= Hijauan (80) : Konsentrat (20) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml
F
= Hijauan (80) : Konsentrat (20) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml
G
= Hijauan (70) : Konsentrat (30)
H
= Hijauan (70) : Konsentrat (30) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml
I
= Hijauan (70) : Konsentrat (30) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml
Parameter yang diukur adalah dinamika populasi bakteri rumen, populasi protozoa, profil enzim hidrolisis (amilase, carboxymethylcellulase dan xylanase), kecernaan in vitro, konsentrasi NH3 dan profil VFA.
Fermentasi In vitro Penelitian dilakukan menggunakan teknik fermentasi secara in vitro dalam sistem inkubator secara anaerobik dengan pH media 6.9 pada suhu 39oC selama 48 jam (Tilley & Terry 1963). Cairan rumen diperoleh dari sapi potong Peranakan Ongol berfistula yang diberi pakan rumput alam dan konsentrat komersial (50:50). Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan mengambil campuran padatan dan cairan rumen dari bagian fistula. Selanjutnya isi rumen diperas dan cairan disaring dengan menggunakan kain kasa. Hasil saringan
dimasukkan ke dalam termos
o
sebelumnya diisi air hangat 30 C dan segera dibawa ke laboratorium. Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel ransum perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougall.
Tabung lalu
dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39oC dan dikocok dengan
43
dialiri CO2 selama 30 detik (pH 6.5-6.9).
Kemudian tabung fermentor ditutup
dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, tutup karet fermentor dibuka dan ditetesi 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor kemudian di sentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan di bagian atas. Supernatan dipisahkan untuk analisis NH3 dan VFA, sedangkan residu yang tersisa digunakan untuk analisa kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Residu hasil fermentasi disentrifuse pada kecepatan 4000 g selama 15 menit dan ditambahkan 20 ml larutan pepsin-HCl 0.2 %. Campuran tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam tanpa tutup karet. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 105oCselama 24 jam dan ditimbang. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450600oC. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel bahan pakan. Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) dihitung dengan cara : % KCBK
BKsampel ( g ) BKresidu ( g ) BKblanko( g ) x100% BKsampel ( g )
% KCBO
BOsampel ( g ) BOresidu( g ) BOblanko( g ) x100% BOsampel ( g )
Kuantifikasi Spesies Bakteri dengan Real Time PCR
Sebelum pengambilan sampel cairan rumen untuk pengukuran populasi bakteri menggunakan teknik real time PCR, terlebih dahulu dilakukan analisis populasi bakteri menggunakan media agar-BHI (Brain Heart Infusion Agar) pada inkubasi 4 dan 24 jam untuk mengetahui jumlah bakteri hidup yang optimal. Hasil analisis pendahuluan menunjukkan bahwa pada inkubasi 4 jam populasi bakteri masih rendah yang berada di kisaran 105 dan pada inkubasi 24 jam populasi bakteri lebih tinggi dan berada di kisaran 107.
Berdasarkan hasil tersebut, selanjutnya
pengambilan sampel cairan rumen yang akan digunakan untuk pengukuran populasi bakteri menggunakan teknik molekuler dilakukan pada 24 jam inkubasi. Populasi
44
bakteri dikuantifikasi dengan real time PCR (Rotor Gene Q 1.7.94) dengan mengambil setiap 1.5 ml larutan hasil fermentasi selama 24 jam menggunakan pipet yang diperbesar lubangnya agar partikel pakan dan larutan dapat terambil merata. Sampel kemudian di sentrifus pada 10.000 g selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tersisa digunakan untuk ekstraksi DNA dengan menggunakan kit (QIAmp stool kit, QIAGEN). Setiap bakteri yang berbeda seperti total bakteri, F. succinogenes, R. albus, dan P. ruminicola ditentukan dengan SYBR green qPCR assay. Populasi setiap bakteri yang berbeda dihitung sebagai rasio relatif terhadap populasi total bakteri. Optimasi PCR dan primer yang digunakan untuk menganalisis setiap populasi bakteri dilakukan dengan prosedur yang terdapat pada panduan mesin real time PCR dengan kondisi berikut : denaturasi awal 950C selama 5 menit, kemudian amplikasi sebanyak 40 siklus dengan denaturasi 95oC selama 10 detik, dilanjutkan kombinasi annealing/extension pada 60oC selama 30 detik. Sekuen primer yang digunakan untuk beberapa spesies bakteri rumen disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Sekuen primer beberapa spesies bakteri rumen Spesies Total bakteri Forward Reverse F. succinogenes Forward Reverse R. albus Forward Reverse P. ruminicola
Sekuen primer 5’CAACGAGCGCAACCC3’ 5’CCATTGTAGCACGTGTGTAGCC3’ 5’CGTATGGGATGAGCTTGC3’ 5’GCCTGCCCCTGAACTATC3’ 5’CCCTAAAAGCAGTCTAGTTCG3’ 5’CCTCCTTGCGGTTAGAACA3’
Forward
5’GGTTATCTTGAGTGAGTT3’
Reverse
5’CTGATGGCAACTAAAGAA3’
Pembuatan standar masing-masing bakteri untuk analisis real time PCR dilakukan dengan mengamplifikasi ekstrak DNA dari cairan rumen normal dengan primernya (Tabel 8) pada suhu annealing 55oC. Produk PCR yang dihasilkan
45
diamplifikasi di elektroforesis dengan agarose1% untuk mengetahui pita-pita yang dihasilkan. Apabila sudah diperoleh pita tunggal, maka produk PCR tersebut di purifikasi dengan kit (QIAquick purification kit). Hasil purifikasi kemudian diukur kemurniannya pada OD260/OD280 serta diukur konsentrasi DNA-nya pada OD260. Konsentrasi DNA yang di peroleh (µg/µl) kemudian dikonversi ke copy number dengan menggunakan rumus : Konsentrasi DNA (copy number) = (C x 10-9) x NA BM C = konsentrasi DNA awal (ng/ µl) BM = Bobot molekul (Dalton) NA = Konstansta Avogadro (6.022 x 1023) Selanjutnya, di buat pengenceran berseri untuk dibuat kurva standar mulai dengan konsentrasi 101 sampai 1010.
Perhitungan Populasi Protozoa
Perhitungan populasi protozoa menggunakan 0.5 ml larutan fiksasi (Methyl green formaline saline/MFS) yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan cairan rumen 0.5 ml kemudian diaduk hingga merata (Ogimoto & Imai 1981). Sampel cairan diteteskan pada counting chamber (hemacytometer) dan ditutup dengan cover glass sampai rata. Hemacytometer yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak terkecil 0,0625 mm. Kotak yang dibaca sebanyak 5 buah dan masing-masing kotak terdiri atas 16 kotak kecil. Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x. Populasi protozoa/ml dihitung dengan rumus : 1 Populasi protozoa/ml = 0.1 x 0.065 x 5 x 16 Keterangan
x 1000 x C x Fp
: C = jumlah koloni yang dihitung Fp = faktor pengencer ( 2 )
Pengukuran Aktivitas Enzim
Pengukuran aktivitas enzim menggunakan cairan rumen perlakuan yang difermentasi selama 4 dan 24 jam sebagai sumber enzim.
Aktivitas enzim
karboksimetil selulase, amilase dan xylanase dianalisis dengan inkubasi campuran
46
assay (2 ml) selama 60 menit untuk enzim karboksimetil selulase dan amilase serta 15 menit untuk enzim xylanase pada suhu 39oC (Patra et al. 2006). Sebanyak 2 ml larutan campuran assay yang mengandung 1 ml buffer phospat 0.1 M (pH 7.0), 0.5 ml cairan rumen perlakuan dan 0.5 ml substrat. Substrat yang digunakan adalah 1% (b/v) karboksimetil selulosa, 1% (b/v) pati dan 0.25% (b/v) xylan untuk selulase, amilase dan xylanase. Gula-gula hasil reduksi yang dihasilkan diestimasi sebagai monosakarida dengan metode dinitrosalicylic acid (Miller 1959). Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1 mg monosakarida per jam per ml pada suhu 390C. Estimasi protease dengan cara membuat campuran assay yang terdiri dari 1 ml buffer phospat 0.1 M (pH 7.0), 0.25 ml 1% kasein, 0.25 ml cairan rumen dan 0.5 ml air destilasi. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu 390C. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 2 ml 10% trichloracetic acid (TCA). Cairan supernatan diperoleh dengan sentrifugasi dan protein yang dihidrolisis diestimasi menurut metode Lowry et al. (1951).
Aktivitas enzim didefinisikan
sebagai miligram produk yang dilepaskan per ml per jam.
Pengukuran Profil VFA dan Konsentrasi NH3
Profil VFA dianalisis menggunakan gas chromatography (GC).
Sampel
cairan hasil fermentasi selama 4 jam diambil sebanyak 2 ml dan disimpan dalam tabung microcentrifuge. Sebelum dianalisis, setiap tabung ditambah dengan asam sulfosalisilat sebanyak 30 mg kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12000 g selama 8 menit dengan suhu 7oC. Supernatan yang diperoleh diambil menggunakan syringe dan dinjeksi ke dalam GC untuk analisis profil VFA. Konsentrasi NH3 dianalisis menggunakan metode mikrodifusi Conway (Obrink 1954). Sebelum digunakan, bibir cawan Conway dan tutupnya terlebih dahulu diolesi dengan vaselin. Supernatan yang hasil fermentasi diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh campur). Kemudian larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin dan ditutup rapat hingga
47
kedap udara, lalu larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut lalu dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru. Kadar NH3 dihitung dengan rumus : NNH 3(mM )
mlH 2 SO 4 xNH 2 SO 4 x1000 gsampelxBksampel
Analisis statitistik Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila dari hasil pengamatan parameter yang di ukur terjadi perbedaan rataan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Bakteri Spesifik dan Protozoa Rumen pada Rasio Hijauan Berbeda Populasi Protozoa Pemberian ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml menurunkan jumlah protozoa (P<0.05) pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji (Gambar 8). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap populasi protozaa dan bakteri.
Gambar 8. Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak
48
Pada rasio hijauan paling tinggi (90%), penambahan ekstrak lerak sebesar 0.6 dan 0.8 mg/ml dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu inkubasi 4 dan 24 jam.
Sedangkan pada rasio hijauan yang lebih rendah (80%), penambahan
ekstrak lerak 0.6 mg/ml belum dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam namun masih efektif sebagai agen defaunasi dalam waktu inkubasi 24 jam. Pada rasio hijauan 70%, penambahan ekstrak lerak baik pada level 0.6 mg/ml maupun 0.8 mg/ml tidak efektif menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam, namun masih efektif dalam waktu 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio konsentrat yang lebih banyak dalam ransum, penggunaan ekstrak lerak sebagai agen defaunasi kurang efektif dalam waktu inkubasi yang pendek (4 jam), namun masih efektif dalam waktu inkubasi yang lebih panjang (24 jam). Penurunan populasi protozoa dengan suplementasi ekstrak yang tinggi saponin atau tanaman tinggi saponin sudah banyak dilaporkan (Hristov et al. 1999; Kamra et al. 2000; Hess et al. 2003). Hasil penelitian in menunjukkan bahwa pengaruh tersebut tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat serta lama fermentasi.
Populasi Beberapa Spesies Bakteri Rumen Pemberian ekstrak lerak dapat mengubah jumlah beberapa spesies bakteri rumen. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan:konsentrat dengan level ekstrak lerak yang digunakan.
Persentase bakteri P. ruminicola dari total bakteri meningkat
(P<0.05) dengan pemberian ekstrak lerak, R. albus juga mempunyai kecenderungan meningkat (P<0.1),
sementara itu bakteri F. succinogenes tidak berbeda antar
perlakuan (Tabel 9). Jumlah bakteri F. succinogenes menurun (P<0.05) seiring dengan penurunan rasio hijauan. Hal ini diduga berhubungan dengan menurunnya sumber serat dalam substrat. Telah diketahui bahwa F. succinogenes termasuk bakteri fibrolitik utama di dalam sistem rumen. Namun sebaliknya, jumlah bakteri R. albus (juga merupakan bakteri fibrolitik utama) tidak berbeda pada semua jenis pakan dan cenderung meningkat (P<0.1) dengan pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan jumlah P. ruminicola. seiring dengan peningkatan ekstrak lerak yang
49
diberikan. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lerak dapat menstimulasi bakteri P. ruminicola dan R. albus yang berhubungan dengan penurunan jumlah protozoa dalam rumen.
Tabel 9. Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Rasio substrat H:K
Parameter Total bacteria/TB (log10/ng DNA) F. succinogenes (% TB), x 10-2 R. albus (%TB), x 10-2 P.ruminicola (%TB), x 10-2
Ekstrak lerak (mg/ml) SEM
90:10 8.74
80:20 8.74
70:30 8.63
0 8.66
0.6 8.77
0.8 8.67
0.03
11.24a
8.07ab
3.46b
7.5
8.25
6.51
1.53
4.63
4.47
4.43
1.99
6.05
5.58
0.79
3.4
5.3
3.8
2.32b
3.25ab
7.25a
0.93
H=hijauan, K=konsentrat. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). SEM=standard eror of mean
Bakteri P.ruminicola merupakan produsen propionat dan suksinat dalam sistem rumen dan hal ini nampaknya dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat pada perlakuan ekstrak lerak. Hasil analisis elektroforesis dengan DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) sebelumnya juga mengkonfirmasi adanya beberapa bakteri yang berkembang dengan perlakuan ekstrak lerak. Karnati et al. (2009) melaporkan adanya penurunan ruminococci dan clostridia serta peningkatan beberapa bakteri Butyrifibrio karena defaunasi.
Lebih lanjut,
keberadaan protozoa dapat mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea, melalui pemangsaan yang selektif, kompetisi substrat atau interaksi simbiosis. Wallace et al. (1994) juga telah menggunakan kultur murni bakteri rumen dan menunjukkan bahwa ekstrak Yucca yang mengandung saponin dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri P. ruminicola dan menurunkan bakteri Streptococcus bovis. Sementara itu, Thalib (2004) menyatakan bahwa penambahan ekstrak metanol kulit buah lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80 mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79% dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol. Diaz et al. (1993) melaporkan bahwa penambahan buah S. saponaria pada pakan domba
50
signifikan meningkatkan bakteri total dan bakteri selulolitik pada rumen domba. Goel et al. (2008) juga melaporkan populasi bakteri pendegradasi serat (F. succinogenes dan R. flavofaciens) meningkat dengan pemberian saponin dari Sesbania, Knautia dan Carduus. Peningkatan populasi bakteri total menunjukkan bahwa saponin tidak mempengaruhi permeabilitas dinding sel bakteri, namun tidak semua jenis bakteri tahan terhadap saponin. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian saponin yang berasal dari ekstrak Y. schidigera pada pakan tinggi bijibijian dapat menekan S. bovis dalam mencerna pati. Hal tersebut juga telah dibuktikan dalam penelitian Wallace et al. (1994), saponin dari ekstrak Y. schidigera dapat menstimulasi pertumbuhan populasi P. ruminicola dan menekan pertumbuhan populasi S. bovis. Menurut Cheeke (2000) saponin dapat menekan perkembangan populasi protozoa dan bakteri gram positif.
Aktivitas Enzim Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda Pada fermentasi in vitro 4 jam, penggunaan ekstrak lerak pada taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml menurunkan (P<0.05) aktivitas enzim amilase, namun dapat meningkatkan (P<0.05) aktivitas enzim xylanase serta cenderung meningkatkan (P<0.1) aktivitas enzim carboxymethylcellulase dengan substrat rasio hijauan berbeda. Sebaliknya, pada inkubasi 24 jam aktivitas semua enzim tersebut sama antar perlakuan (Tabel 10). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap aktivitas enzim rumen. Penurunan aktivitas enzim amilase akibat penambahan ekstrak lerak pada semua rasio hijauan yang diuji diduga berkaitan dengan penurunan populasi protozoa akibat saponin ekstrak lerak. Sudah diketahui bahwa, protozoa juga menghasilkan enzim amilase sehingga ketika populasi protozoa rendah, maka aktivitas enzim amilase juga turun. Peningkatan aktivitas enzim xylanase pada fermentasi 4 jam dengan pemberian ekstrak lerak diduga berhubungan dengan beberapa bakteri pendegrasi xylan yang meningkat populasinya seperti P. ruminicola dan T. bryantii. Adanya kecenderungan peningkatan aktivitas enzim carboxymethylcellulase diduga berhubungan dengan peningkatan bakteri R. albus akibat pemberian ekstrak lerak (Tabel 9).
51
Tabel 10. Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Parameter
Rasio substrat H:K 90:10 80:20 70:30
Amilase (µmol/ml/j) 4j 24 j CMCase(µmol/ml/j) 4j 24 j Xylanase (µmol/ml/j) 4j 24 j
Ekstrak lerak (mg/ml) 0 0.6 0.8
SEM
10.34 11.61
9.49 11.38
9.70 10.75
10.86a 11.77
9.37b 11.27
9.30b 0.28 10.70 0.44
5.21 5.63
5.09 5.87
4.96 5.30
4.73 5.56
5.12 5.50
5.41 0.19 5.74 0.18
12.48 12.30
13.32 12.52
12.23 12.75
11.65b 12.59
12.65a 13.09
12.15a 0.48 11.90 0.55
CMCase=Carboxymethylcellulase. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05).
Karakteristik Fermentasi Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 0.8 mg/ml tidak menurunkan KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji, namun KCBK meningkat
(P<0.05) pada rasio konsentrat tertinggi (Tabel 11).
Tidak
terdapat interaksi antara ketiga rasio hijauan yang di uji dengan level ekstrak lerak yang digunakan pada semua parameter karakteristik fermentasi yang menunjukkan bahwa pengaruh level ekstrak lerak yang digunakan sama untuk semua rasio hijauan yang diuji.
Tabel 11. Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Rasio substrat H:K Parameter 90:10 80:20 70:30 KCBK (%) 50.9b 52.4b 57.6a KCBO (%) 44.7 46.9 51.2 55.4a 54.8a Total VFA ( mM) 34.94b VFA parsial (% VFA total) 68.5 86.8 68.2 Asetat 17.7 17.1 18.1 Propionat 2.2 3.0 2.7 Isobutirat 10.3 8.9 9.0 Butirat 2.2 2.0 1.6 Isovalerat 3.9 4.1 3.8 Rasio A:P N-NH3 (mM) 12.3 12.3 11.3
Ekstrak lerak (mg/ml) 0 0.6 0.8 54.2 54.1 52.6 48.7 48.1 46.0 43.9a 46.6 52.1
SEM 1.14 1.34 3.15
68.2 16.4b 3.0 9.5 2.1 4.2a 11.3
0.62 0.33 0.22 0.37 0.12 0.098 0.55
69.5 17.6b 2.4 9.2 1.7 4.0ab 11.9
67.5 18.9a 2.6 9.5 2.0 3.6b 12.8
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). A=asetat, P=propionat
52
Peningkatan nilai KCBK pada penggunaan konsentrat yang semakin tinggi menunjukkan bahwa pakan konsentrat mudah didegradasi oleh mikroba rumen dibanding hijauan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa domba yang diberi saponin alfafa mengakibatkan penurunan aktivitas fermentasi dan penurunan laju degradasi selulosa ruminal (Lu & Jorgensen 1987). Namun, koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan total saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (senyawa sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen dan tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985) Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2005, 2006). Abreu et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian buah S. saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada ransum berbasis rumput tunggal, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum.
Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis
ransum yang diberikan.
Lila et al. (2003) juga mengamati bahwa sarsaponin
(senyawa sejenis saponin) dapat menurunkan kecernaan bahan kering in vitro pada substrat hay dan konsentrat setelah 24 jam inkubasi. Penggunaan ekstrak lerak tidak nyata mempengaruhi produksi amonia (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Protein di dalam rumen mengalami proses degradasi oleh enzim proteolitik menjadi asam-asam amino, kemudian sebagian besar asam-asam amino mengalami katabolisme menjadi asam-asam organik, amonia dan CO2. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1989). Sekitar 3.5-14 mM amonia (NH3) digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 9.86-14.11 mM dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM.
53
Penggunaan ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi produksi total VFA pada semua rasio hijauan yang diuji. Namun, produksi VFA meningkat (P<0.05) pada substrat dengan rasio konsentrat lebih tinggi (70:30).
Hal
tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak sampai taraf 0.8 mg/ml sudah mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam memfermentasi pakan sehingga terjadi peningkatan produksi VFA total. Penambahan ekstrak lerak pada taraf 0.8 mg/ml meningkatkan (P<0.05) proporsi propionat, dan menurunkan rasio asetat:propionat (Tabel 11). Nampaknya suplementasi ekstrak lerak mampu mengalihkan jalur pembentukan asetat, butirat dan iso valerat untuk produksi propionat. Jalur pembentukan propionat merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H2, sedangkan jalur pembentukan asetat dan butirat merupakan jalur metabolisme yang menghasilkan H2. Peningkatan produksi propionat mengindikasikan bahwa lebih banyak H2 yang digunakan sehingga dapat menurunkan produksi metan oleh metanogen yang menggunakan H2 sebagai bahan pembentuk gas metan. Peningkatan proporsi propionat dan penurunan asetat serta konsekuensinya penurunan rasio asetat:propionat akibat penggunaan ekstrak lerak diduga berkaitan dengan keberadaan saponin dalam ekstrak tersebut serta efek penghambatnnya terhadap
pertumbuhan
protozoa.
Penurunan
jumlah
protozoa
seringkali
menyebabkan peningkatan propionat dan penurunan rasio asetat:propionat (Hess et al. 2003).
Namun, perubahan profil VFA akibat penurunan jumlah protozoa tidak
selalu konsisten karena juga tergantung jenis pakan yang digunakan (Jouany et al. 1988). Peningkatan propionat sangat penting untuk sapi pedaging karena merupakan sumber energi utama. Propionat merupakan substrat dalam pembentukan glukosa melalui proses glukoneogenesis. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa untuk ruminansia (Parakkasi 1999). Xu et al. (2010) menyatakan bahwa pada rasio hijauan sedang dan rendah (H:K=50:50 dan 10:90), pemberian saponin dari ekstrak Y. schidigera 110 mg/kg secara in vitro tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total dan proporsi VFA kecuali butirat yang cenderung menurun.
Hal ini menunjukkan bahwa saponin kurang
efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen pada pakan yang mengandung konsentrat sedang sampai tinggi (90%).
54
SIMPULAN Penggunaan ekstrak lerak dibawah 1 mg/ml (0.6 dan 0.8 mg/ml) tidak mempengaruhi nilai KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan yang diuji. Ekstrak lerak 0.8 mg/ml dapat menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan bakteri P. ruminicola serta cenderung meningkatkan R. albus tetapi tidak mempengaruhi F. succinogenes. Aktivitas enzim xylanase dan produksi VFA total dan proporsi propionat
meningkat
dengan
pemberian
ekstrak
lerak.
Aktivitas
enxim
carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat dengan penggunaan ekstrak lerak.
DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci. 82:1392-1400. Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Diaz A, Avendano M, Escobar A. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6. Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68:2377–2384. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposiis Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A. 2003. Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94 Hristov AN, McAllister TA, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554–2563. Jouany JP, Demeyer DI, Grain J. 1988. Effect of defaunating the rumen. Anim.Feed Sci. Tech. 21:229-265. Kamra DN. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89(1):1-12. Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL. 2009. Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92:3861–3873 Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275
55
Lu CD, Jorgensen NA. 1987. Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117:919–927. Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H. 2003. Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86:3330-3336. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. New York. Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31 (3): 426-428. Obrink KJ. 1954. A modified conway unit for microdiffusion analysis. Chem.Rev.34:367-369. Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia, Jakarta. Patra AK, Kamra DN, Agarwal N. 2006. effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128:276-291. Thalib A. 2004. Uji efektivitas saponin buah sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9:164-171. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage. J. British Grassland Soc. 18:104–111. Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ. 1994. Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microb. 60:1762-1767. Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Xu ZJ, Cheeke PR, Cheng KJ. 2000. In vitro effects of steroidal saponins from Yucca schidigera extract on rumen microbial protein synthesis and ruminal fermentation. J. Sci. Food Agric. 80:2214-2122. Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL. 2010. Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159:18-26.
KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI TEPUNG LERAK (Sapindus rarak) DALAM RANSUM
ABSTRACT This research was aimed to utilize lerak fruit meal to improve the performance and feed digestibility of beef cattle. Twelve Ongole Crosbred cattle were used and received 3 different treatments i.e 0, 500 and 1000 mg/kg body weight of lerak meal in the concentrate ration. Daily gain, and nutrient disgestibility of beef cattle were measured. Results showed that there were no significant difference on nutrient intake and digestibility with lerak meal 500 mg/kg body weight addition. White blood cell and nutrient digestibility decreased with higher level of lerak meal addition (1000 mg/kg BW). Average daily gain of the cattle was similar among treatments. Keywords: Sapindus rarak, protozoa, performance, Ongole crosbred, digestibility PENDAHULUAN Rendahnya tingkat produktivitas sapi pedaging pada tingkat peternakan rakyat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang mengandalkan ransum berkualitas rendah. Sementara, hijauan (rumput, jerami padi dan legum) yang pada umumnya digunakan, khususnya di daerah tropis cenderung mengandung lignoselulosa yang tinggi sehingga optimalisasi kerja bakteri rumen pendegradasi serat harus dilakukan. Kerja bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan sering terganggu dengan keberadaan protozoa dalam rumen yang merupakan predator bagi sebagian bakteri (Hobson & Stewart, 1997). Berdasarkan hasil beberapa penelitian, keberadaan protozoa dalam rumen lebih banyak merugikan dibandingkan keuntungannya (Eugene et al. 2004). Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya, maka akan terjadi perubahan komposisi mikroba rumen yang mengarah pada dominasi bakteri rumen yang mendegradasi serat sehingga kecernaan serat dan pemanfaatan pakan akan meningkat dan selanjutnya pertumbuhan ternak dapat ditingkatkan (Wina et al. 2005). Populasi protozoa dapat ditekan dengan memberikan senyawa seperti saponin yang bersifat antiprotozoa (Newbold et el. 1997; Goel et al. 2008). Tanaman di negara tropis sebagian besar mempunyai senyawa sekunder seperti halnya pada buah lerak (Sapindus rarak) yang mengandung saponin sangat tinggi.
Ekstrak daging buah lerak dapat
57
berfungsi untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan performans domba (Thalib et al. 1994, 1996, Wina et al. 2006). Pemanfaatan keseluruhan tepung buah dan biji lerak sebagai pakan aditif pada sapi potong belum pernah dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat pemberian tepung Lerak terhadap kecernaan nutrien (bahan kering, serat kasar dan protein kasar) dan performa produksi pada sapi Peranakan Ongole (PO). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kecernaan nutrien dan performa produksi sapi potong yang diberi ransum mengandung tepung lerak
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Tepung buah dan biji Lerak Lerak yang digunakan berasal dari daerah Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak yang telah dibersihkan dan digiling, dikering-anginkan selama 30-36 jam pada suhu 45oC, kemudian digiling dan disaring sehingga menghasilkan serbuk yang berukuran 30 mesh.
Evaluasi Pengaruh Tepung Lerak dalam Ransum terhadap Performa dan Kecernaan Nutrien pada Sapi Potong PO Penelitian in vivo dilaksanakan selama 64 hari menggunakan 12 ekor sapi potong PO milik peternak kecil di Cibinong. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap terarah dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Sapi yang digunakan mempunyai bobot hidup awal 186.1 ± 9.9 kg yang didistribusikan merata pada setiap perlakuan. Lerak yang digunakan adalah dalam bentuk tepung, karena pengolahannya secara teknis lebih sederhana dibandingkan ekstraksi. Ransum yang digunakan terdiri atas konsentrat dan hijauan. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi yang telah difermentasi dengan “probion’.
Probion
merupakan produk suplemen komersial yang mengandung mikroba rumen. Rasio pemberian pakan konsentrat:jerami padi adalah 65%:35% (berdasarkan bahan kering).
58
Perlakuan yang digunakan dalah: R1 = Konsentrat tanpa tepung lerak (Kontrol) R2 = Konsentrat mengandung tepung lerak 500 mg/kg bobot badan (setara 2.5 % dari konsentrat atau 20 mg saponin) R3 = Konsentrat mengandung tepung lerak 1000 mg/kg bobot badan (setara 5 % dari konsentrat atau 40 mg saponin) Penggunaan tepung lerak pada percobaan ini masih jauh dengan level saponin ekstrak lerak terbaik pada uji in vitro yaitu setara dengan ¼ kalinya. Jika disetarakan dengan level terbaik pada uji in vitro, maka level tepung lerak yang digunakan seharusnya sebanyak 2000 mg/kg BB atau setara dengan 10% dari konsentrat. Pengurangan level tepung lerak dilakukan dengan mempertimbangkan adanya senyawasenyawa lain pada tepung lerak yang dapat membahayakan ternak apabila diberikan dalam jumlah banyak.
Selain itu, penelitian tahap kedua ini merupakan ujicoba awal
untuk mengevaluasi respon sapi potong dengan pemberian lerak dalam bentuk tepung.
Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Sapi Potong Bahan konsentrat yang digunakan terdiri dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, pollard, onggok, bungkil inti sawit fermentasi, dicalcium phospate (DCP), CaCO3 (kapur), garam dan tepung lerak. Analisa proksimat bahan baku lerak dan konsentrat perlakuan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.
Hasil analisis proksimat
disajikan pada Tabel 12. Selama satu minggu pertama diberlakukan masa adaptasi terhadap pemberian konsentrat dan jerami fermentasi.
Air minum diberikan ad libitum.
Percobaan
berlangsung selama 64 hari. Parameter yang diukur meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, hematologi darah serta kecernaan nutrien ransum.
59
Tabel 12. Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan Nutrien Abu Protein Kasar (PK)
R2 R3 Tepung lerak R1 --------------------------- % BK -------------------------9.64 10.00 3.22 9.37 18.77 19.01 8.17 18.81 27.62
3.98 27.56
3.45 23.05
72.47
40.07
40.10
44.62
60.76
58.17
58.38
64.12
Lemak Kasar (LK)
2.27
4.17
Serat Kasar (SK)
13.81
BETN TDN
Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2008). R1= 0 mg/kg BB tepung lerak, R2= 500 mg/kg BB tepung lerak, R3= 1000 mg/kg BB tepung lerak. TDN (Hartadi et al.1980) = 92.64-3.338( SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK)20.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)
Pengambilan Sampel dan Teknik Analisis Profil hematologi darah seperti butir darah merah (BDM), haemoglobin (Hb), dan Packet cell volume (PCV) dilakukan dengan mengambil darah dari vena jugularis dengan menggunakan vacutainer berheparin sebelum sapi diberi pakan. Sebelumnya daerah jugularis tepatnya 1/3 atas leher didesinfeksi dengan alkohol dan dilanjutkan dengan pengambilan darah. Darah diambil sebanyak 10 ml dengan syringe berukuran 10 ml dan langsung dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi antikoagulan EDTA. Kemudian botol tersebut dimasukkan ke dalam termos yang berisi es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Kecernaan pakan diukur dengan menggunakan metode Acid Insoluble Ash (AIA) menurut (Van Keulen & Young 1977). Sampel feses dikoleksi selama 8 hari pada akhir penelitian. Pengambilan sampel feses dimulai pagi, siang, sore dan malam secara kualitatif dan pada 2 hari terakhir dilakukan koleksi feses setiap 2 jam sekali selama 24 jam. Sampel feses dan ransum yang telah dianalisis proksimat digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dan nutrien lain (protein, serat, dan energi total). Sedangkan untuk analisis abu dilakukan dengan menggunakan tanur (suhu 600oC) yang diikuti dengan pencucian dengan asam hidroklorat dan kemudian diabukan kembali. Selisih kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator abu yang tak terlarut dalam asam yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak tercerna.
60
Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis keragaman atau ANOVA (Steel & Torrie 1993).
Apabila terdapat perbedaan nilai tengah yang
signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi dan Nilai Kecernaan Ransum yang Mengandung Tepung Lerak Pemberian tepung lerak tidak menurunkan konsumsi konsentrat dan jerami padi (Tabel 13). Namun demikian, konsumsi konsentrat yang mengandung tepung lerak lebih rendah dibandingkan kontrol. Penurunan konsumsi pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga disebabkan oleh kandungan saponin pada tepung lerak. Saponin mempunyai rasa pahit yang dapat menurunkan konsumsi ransum dan kurang disukai ternak (Santoso & Sartini 2001). Pada percobaan ini, tepung buah (termasuk biji) lerak rata-rata dikonsumsi sebanyak 105 dan 214 g/ekor/hari untuk pemberian tepung lerak masing-masing 500 mg dan 1000 mg/kg bobot badan. Pada taraf tersebut, tepung lerak cenderung menurunkan konsumsi bahan kering konsentrat. Oleh sebab itu perlu dicari upaya untuk menghilangkan efek negatif saponin terhadap konsumsi. Tabel 13. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK) pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak Parameter 0 Konsumsi BK (kg/h/ekor) : - Konsentrat - Jerami - Total Konsumsi SK (kg/h/ekor) Konsumsi PK (kg/h/ekor)
Level tepung lerak (mg/kg BB) 500 1000 SEM
4.12 1.95 6.07 1.96a 0.86
3.68 1.96 5.64 1.84ab 0.78
3.74 1.93 5.67 1.68b 0.80
0.128 0.007 0.129 0.046 0.024
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05).
Sementara itu, pada pemberian ekstrak metanol tepung lerak 12 g/hari pada domba tidak terjadi penurunan konsumsi (Wina et al. 2006). Pemberian Yucca
61
schidigera yang mengandung saponin sebanyak 20 dan 60 g/ekor/hari pada sapi juga tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering (Hristov et al. 1999). Pemberian tepung lerak sampai taraf 500 mg/kg BB juga tidak menurunkan kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar ransum (Tabel 14). Namun, terjadi penurunan kecernaan nutrien (P<0.05) pada pemberian lerak dengan taraf 1000 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa sekunder tanaman seperti saponin dalam bentuk tepung tidak menimbulkan gangguan kecernaan ransum pada taraf rendah, namun pada taraf yang lebih tinggi dapat menurunkan kecernaan nutrien. Hasil yang sama juga terjadi pada saponin dari Y. schidigera yang tidak mempengaruhi total kecernaan bahan kering ketika diberikan pada sapi (Hristov et al. 1999).
Tabel 14. Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan oleh sapi potong yang diberi berbagai level tepung lerak Parameter Kecernaan BK (%) Kecernaan SK (%) Kecernaan PK (%)
0 67.76a 36.44a 84.28a
Level tepung lerak 500 68.59a 31.03a 84.26a
(mg/kg BB) 1000 57.66b 18.39b 71.98b
SEM 1.68 2.55 1.78
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05)
Penurunan aktivitas fermentasi dan menurunkan laju degradasi selulosa di rumen pada domba ketika diberi saponin alfafa (Lu & Jorgensen 1987).
Namun,
koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen namun tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985). Diaz et al. (1993) juga menyatakan bahwa tepung buah Sapindus saponaria dapat meningkatkan kecernaan bahan kering. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2006).
Abreu et al. (2004) juga melaporkan bahwa pemberian buah Sapindus
saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada domba yang diberi pakan tunggal rumput, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum. Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis ransum
62
yang diberikan. Selanjutnya dilaporkan bahwa suplementasi buah S. saponaria tidak menurunkan populasi protozoa, namun secara keseluruhan dapat memperbaiki profil VFA, dan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen.
Hematologi Darah Pemberian tepung lerak sampai dengan level 1000 mg/kg BB lama 64 hari pemeliharaan tidak mempengaruhi kadar hemoglobin, PCV dan butir darah merah. Namun, pemberian tepung lerak pada level 1000 mg/kg BB menurunkan (P<0.01) butir darah putih sapi perlakuan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung lerak dalam jangka waktu panjang dapat mengganggu kekebalan tubuh. Menurut Cheeke (2000), saponin yang dalam jumlah tertentu dapat berperan sebagai stimunomodulator namun dalam jumlah berlebih dapat menjadi imunodepresan.
Tabel 15. Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum Parameter Hemoglobin (g%) PCV (%) BDM (juta/mm3) BDP (ribu/mm3)
0 9.65 30.50 8.91 12.67a
Level tepung lerak (mg/kg BB) 500 1000 9.65 9.25 29.06 27 7.56 6.94 9.61ab 7.03b
SEM 0.28 0.96 0.44 0.80
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01). PCV = Packed Cell Volume, BDM = Butir darah merah, BDP = Butir darah putih
Performa Sapi PO yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Lerak Penambahan tepung lerak ke dalam ransum sapi potong baik dengan konsentrasi 500 mg dan 1000 mg/kg BB tidak mempengaruhi pertambahan bobot hidup harian sapi (Tabel 16). Namun demikian, penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB cenderung dapat memperbaiki pertumbuhan bobot badan sebesar 20% dibanding kontrol. Sedangkan pemakaian tepung lerak 1000 mg/kg BB hanya dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup sebesar 10% dibanding kontrol. Peningkatan pertumbuhan bobot badan pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga karena adanya agen defaunasi (saponin) sehingga
63
dapat menekan pertumbuhan protozoa rumen. Seperti diketahui bahwa protozoa rumen pada konsisi normal sering memangsa bakteri sehingga populasi bakteri berkurang. Tabel 16. Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum selama 64 hari Parameter PBB (kg) PBBH (kg/hari) Efisiensi ransum
0 50 0.78 0.13
Level tepung lerak (mg/kg BB) 500 1000 60 54 0.93 0.85 0.17 0.15
SEM 4.31 0.67 0.01
Keterangan : Efisiensi ransum=PBB/konsumsi BK pakan, Konversi ransum= Konsumsi BK pakan/PBB
Rataan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) pada penelitian ini sebesar 0.93 kg untuk ransum dengan penambahan tepung lerak 500 mg/kg atau lebih tinggi 20% dibanding kontrol, sedangkan penambahan tepung lerak 1000 mg/kg menghasilkan PBBH 0.85 kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian tepung lerak 500 mg/kg BB dapat memperbaiki pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) dan efisiensi pakan secara lebih baik dibanding pemakaian tepung Lerak 1000 mg/kg BB dan ransum kontrol. Penelitian dengan menggunakan saponin asal bahan tanaman pada pakan ternak ruminansia sudah banyak dilakukan.
Hu et al. (2006) telah melakukan penelitian
tentang pengaruh saponin dari teh terhadap fermentasi rumen secara in vitro dan performa pertumbuhan kambing Boer.
Sementara itu, hasil percobaan in vivo
menunjukkan bahwa pemberian saponin teh 3 g/hari pada kambing boer menghasilkan PBBH, konsumsi dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan saponin teh 6 g/hari.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa saponin dari
teh dapat memodifikasi fermentasi rumen dan dosis pemberian saponin yang tepat berpotensi memperbaiki pertumbuhan ternak.
Namun, apabila dosis saponin yang
diberikan terlalu tinggi dapat menurunkan produksi ternak. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa suplementasi ransum silase dengan sarsaponin dapat memperbaiki kecernaan bahan kering di rumen dan kecernaan bahan organik di seluruh saluran pencernaan dan tidak menurunkan konsentrasi NH3 (Goetsch & Owens 1985). Sementara, pemberian sarsaponin pada sapi yang dikombinasikan dengan urea menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 0,74 kg/hari (Mader & Brumm 1987).
64
SIMPULAN Pemberian tepung Lerak sebesar 500 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sapi PO tidak menurunkan kecernaan bahan kering, protein kasar dan serat kasar namun pada taraf yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB) kecernaan semua nutrien tersebut menurun. Penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB dapat menghasilkan PBBH sebesar 0.9 kg/ekor/hari, atau terjadi perbaikan PBBH 20% dibandingkan dengan ransum kontrol. Namun demikian, terjadi pengaruh yang negatif pada butir darah putih dengan pemberian tepung lerak 1000 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sehingga pemberian tepung lerak pada level tersebut tidak disarankan pada pemeliharaan jangka panjang. DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Dıaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci. 82:1392–1400 Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Diaz A, Avendano M, Escobar A. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6. Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G. 2004. Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate). Anim. Res. 53:187-200. Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 : 587-605. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777. Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68:2377–2384. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hobson PN, Stewart CS. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. Second Ed. Blackie Academic & Professional, London. Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554-2563. Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J. 2006. Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr. 60: 89-97.
65
Lu CD, Jorgensen NA. 1987. Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117:919–927. Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ. 1997. Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78:237–249. Mader TL, Brumm MC. 1987. Effect of feeding sarsaponin in cattle and swine diets. J. Anim. Sci. 65:9-15 Santoso U, Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by Sauropus androgymus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 14:297-446 Stell RG, Torrie JH. 1993. Principles and Procedure of Statistics. Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York. Thalib A, Winugroho M, Sabrani M, Widiawati Y, Suherman D.1994. The use of methanol extracted Sapindus rarak fruit as a defaunating agent of rumen protozoa. Ilmu dan Peternakan 7:17-21. Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1996. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2:17-20. Van Keulen J, Young BA. 1977. Evaluation of acid-insoluble ash as a natural marker in ruminant digestibility studies. J. Anim. Sci. 44(2): 282-287. Wina E, Muetzel S, Hoffmann EM, Makkar HPS, Becker K. 2005. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. Anim. Feed. Sci. Technol.121: 59-174. Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. Effect of daily and interval feeding of sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19(11):1580-1587
KECERNAAN, FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI SAPI POTONG LOKAL YANG DIBERI EKSTRAK LERAK PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI ABSTRACT This research was aimed to investigate the utilization of whole lerak extract to improve the fermentation, nitrogen retention and performance of beef cattle fed with high forage based ration. Experimental diet composed of forage (70%) and concentrate (30%). The in vivo study was conducted using 12 local beef cattle. Three different levels of lerak extract of 0, 100 and 200 mg/kg body weight (BW) were added to the diet. Parameter measured were nutrient digestibility, volatile fatty acid (VFA) profile, NH3 concentration, blood profile, lipid cholesterol level, feed intake and daily gain of beef cattle during 90 days of feeding trial. The addition of lerak extract up to level 200 mg/Kg BW did not affect nutrients digestibilities. Total VFA and propionate proportion increased (P<0.05) and ratio of acetate:propionate decreased (P<0.05) with the addition of extract lerak. Concentration of rumen NH3 tended to decrease. There was no significant difference on feed intake and daily gain of local beef cattle fed high forage ration with addition of lerak extract at level up to 200 mg/kg BW. Keywords : Digestibility, rumen fermentation, sapindus rarak, blood profile, daily gain
PENDAHULUAN Performa produksi ternak sapi potong lokal di Indonesia masih relatif rendah.
Salah satunya dikarenakan para peternak rakyat masih memberikan
ransum yang berbasis hijauan tinggi. Hal ini berbeda dengan kondisi peternakan sapi potong komersial yang memberikan pakan berbasis konsentrat (50%-90%). Penggunaan hijauan tinggi yang rendah kualitasnya dapat menyebabkan kekurangan nutrien terutama protein/nitrogen.
Teknologi defaunasi dapat
dilakukan untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak. Esktrak lerak (Sapindus rarak) mengandung senyawa aktif saponin yang dapat digunakan sebagai agen defaunasi (Cheeke 2000). Dalam rangka mengevaluasi efektivitas saponin ekstrak lerak dalam memodifikasi fermentasi mikroba rumen, maka perlu penelitian yang lebih komprehensif baik secara in vitro maupun in vivo. Pada kajian in vitro, telah dievaluasi pengaruh saponin ekstrak lerak dengan konsentrasi berbeda terhadap parameter kecernaan yang
67
meliputi kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), volatile fatty acid (VFA) total dan parsial, amonia (NH3), produksi gas dan dinamika populasi bakteri rumen secara kuantitatif dengan real time PCR. Berdasarkan gambaran dari proporsi molar VFA, penambahan ekstrak lerak
dapat
meningkatkan
proporsi
propionat
dan
menurunkan
rasio
asetat:propionat. Populasi protozoa menurun dengan penambahan ekstrak lerak. Penggunaan ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri penghasil suksinat dan propionat dalam sistem rumen.. Hasil penelitian in vitro tersebut perlu dilanjutkan dengan penelitian in vivo untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan ekstrak lerak pada performa sapi potong lokal. Evaluasi lerak dalam bentuk tepung cenderung menurunkan konsumsi dan mengganggu profil darah putih yang diduga karena senyawa-senyawa lain dalam tepung lerak. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi penggunaan keseluruhan buah lerak yang diekstraksi dengan metanol terhadap kecernaan, fermentasi dan performa sapi potong yang mendapat ransum hijauan tingi. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi performa sapi potong yang mendapat ekstrak lerak dalam ransum yang rasio hijauannya tinggi (70%), (2) menganalisis kecernaan, karakteristik fermentasi dan retensi nitrogen pada sapi potong lokal yang mendapat ekstrak lerak BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Analisis hematologi darah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB.
Ternak dan Perlakuan Penelitian menggunakan 12 ekor sapi potong PO dengan bobot badan awal 187.5±13 kg yang siap digemukkan dan dipelihara dalam kandang individu. Hijauan yang digunakan adalah rumput lapang di sekitar lokasi kandang Fakultas Peternakan IPB, sedangkan konsentrat merupakan hasil formula dan produksi
68
sendiri (self mixing). Bahan pakan penyusun pakan konsentrat terdiri dari bungkil kedelai (6%), bungkil kelapa (30%), onggok (18.5%), pollard (35%), molases (5%), CaCO3 (3%), DCP (0.5%), NaCl (0.5%), premix (0.5%) dan urea (1%). Komposisi nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 17. Rasio hijauan dan konsentrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70:30 (BK).
Tabel 17. Komposisi nutrien ransum perlakuan in vivo Nutrien
Rumput (R)
Konsentrat (K)
Ransum total (R:K=70:30) ----------------------------% Bahan Kering --------------------------Abu 11.11 13.09 11.70 Protein kasar (PK) 10.20 20.05 13.16 Serat kasar (SK) 40.12 21.42 34.51 Lemak kasar (LK) 0.45 3.14 1.26 BETN 38.12 42.50 39.43 Kalsium 0.38 1.88 0.83 Fosfor 0.14 0.84 0.35 TDN 46.64 65.38 51.96 Keterangan : Berdasarkan analisis yang dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2009). TDN=Total digestible nutrien = 92.64-3.338( SK)-0.945(LK) - 0.762(BETN) + 1.115(PK) + 0.031(SK)2-0.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+ 0.207(LK)(BETN) + 0.100(LK)(PK)0.022(LK)2(PK) (Hartadi et al., 1980)
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah: P1 = Ransum + ekstrak lerak 0 mg (kontrol negatif) P2 = Ransum + ekstrak lerak 100 mg/kg bobot badan (setara 80 mg saponin) P3 = Ransum + ekstrak lerak 200 mg/kg bobot badan (setara 160 mg saponin) Penggunaan ekstrak lerak sebesar 100 mg/kg bobot badan berdasarkan hasil uji terbaik in vitro sebelumnya yang berpengaruh positif terhadap produksi propionat dan populasi bakteri rumen. Hasil serangkaian uji in vitro (tahap 2) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada level 0.8 mg/ml ekstrak lerak paling efektif memperbaiki fermentasi rumen pada rasio hijauan:konsentrat =70:30. Apabila diasumsikan volume rumen sebesar 10-15% (rataan 12.5%) dari bobot badan, maka level 0.8 mg/ml volume rumen setara dengan 100 mg/Kg bobot badan.
Level 200 mg/kg merupakan taraf 2 kali lipatnya dengan
pertimbangan laju alir pakan pada sistem metabolisme hidup.
69
Penyusunan formula ransum didasarkan pada standar kebutuhan ternak sapi lokal (Kearl 1984) dengan kebutuhan nutrien protein kasar (PK) = 13%. Total bahan kering ransum yang diberikan sebesar 2.8-2.9% bobot badan. Pemberian pakan dilakukan selama 90 hari. Parameter yang akan diukur adalah karakteristik fermentasi (profil VFA, NH3), kecernaan nutrien, profil hematologi dan kolesterol darah, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Pengambilan Sampel dan Analisis Pengambilan sampel cairan rumen dilakukan melalui mulut menggunakan stomach tube yang dihubungkan dengan pompa vakum. Cairan rumen diambil 4 jam setelah makan pada hari ke-30,60 dan 90 perlakuan. Sampel cairan rumen kemudian disaring menggunakan kain berlapis dan supernatan yang diperoleh digunakan untuk analisis protozoa, profil VFA dan konsentrasi NH3. Analisis profil VFA menggunakan Gas Chromatografi (GC) yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor, sedangkan analisis konsentrasi NH3 menggunakan metode difusi conway. Analisis protozoa dihitung menggunakan counting chamber dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 40 x. Kecernaan nutrien pakan dilakukan mengunakan teknik koleksi total feses selama 5 hari berturut-turut di pertengahan penelitian. Sampel feses sebanyak 10% dari total feses diambil dari setiap perlakuan untuk dianalisis kadar nutriennya yang meliputi bahan kering, bahan organik, serat kasar, protein kasar, dan lemak kasar. Analisis retensi nitrogen dilakukan dengan mengukur konsentrasi nitrogen feses dan urin. Koleksi urin dilakukan selama 5 hari berturut-turut bersamaan dengan koleksi feses menggunakan hernet. Urin hasil koleksi ditampung dalam jerigen yang sebelumnya diberi H2SO4 10% sebanyak 250 ml/10L urin. Selanjutnya, konsentrasi N sampel urin dianalis untuk pengukuran retensi N. Selain itu, juga dilakukan analisis alantoin untuk menduga nilai total derivative purin (DP) yang diekskresikan ternak. Nilai DP diestimasi dengan asumsi bahwa alantoin merupakan 82.5% dari total DP (IAEA 1997). Sehingga Nilai total DP =
70
100/82.5 x Alantoin.
Nilai DP selanjutnya digunakan untuk menduga absorpsi
purin untuk sapi Ongole (Makkar & Chen 2009) dengan rumus sebagai berikut : Y = 0.85X + (0.132BB0.75) 0.085 = proporsi DP melalui plasma dan diekskresikan lewat urin 0.132 = derivat purin endogen yang diekskresikan dalam urin (mmol/kg BB0.75) Y
= ekskresi DP (mmol/hari)
X
= absorpsi purin (mmol/hari)
Sintesis N mikroba diestimasi berdasarkan absorpsi purin (X) dan dihitung dengan rumus berikut : N mikroba (g/hari) =
X x 70 = 0.727 X 0.116 x 0.83x1000
70
= kandungan N purin (mg/mmol)
0.83
= koefisien cerna untuk N mikroba
0.116 = rasio N purin:total N pada biomasa mikroba pada sapi Ongole Performa produksi ternak percobaan dianalisis dengan mengukur konsumsi pakan harian, pertambahan bobot badan dengan menimbang pada hari ke-30, 60 dan 90 hari perlakuan.
Efisiensi ransum diukur dengan menghitung
rasio pertambahan bobot badan ternak dibagi dengan pakan yang dikonsumsi. Analisis profil darah dilakukan dengan mengmabil darah pada hari ke-90 sebanyak 10 ml dengan syringe berukuran 10 ml dari bagian vena coccigen dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berheparin untuk mendapatkan plasma darah.
Kemudian tabung-tabung tersebut dimasukkan ke dalam termos yang
berisi es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis nutrien darah seperti trigliserida, kolesterol dan total protein dilakukan dengan menggunakan KIT dengan alat autoanalyzer.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila dari hasil pengamatan parameter yang di ukur terjadi perbedaan rataan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya 2002).
71
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Populasi Protozoa Rumen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB yang dicampur dalam pakan konsentrat tidak mempengaruhi populasi protozoa rumen (Tabel 18). Hasil ini berbeda dengan uji in vitro sebelumnya yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level tersebut menurunkan (P<0.01) populasi protozoa. Perbedaan hasil antara uji in vitro dengan uji in vivo diduga adanya flow pada rumen dan adaptasi protozoa terhadap saponin pada sistem tubuh ternak sehingga tingkat penghambatan populasi protozoa menurun.
Tabel 18. Populasi protozoa rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Lama pemberian 30 hari 60 hari 90 hari
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM 0 100 200 4 Populasi Protozoa ( x 10 /ml) 1.22 9.7 8.5 8.2 1.53 6.8 5.5 4.3 0.74 7.0 5.1 4.3
Pada 30 hari perlakuan ekstrak lerak, tidak terjadi penurunan populasi protozoa dibandingkan perlakuan kontrol. Namun pada 60 dan 90 hari perlakuan, populasi protozoa rumen semakin menurun sebesar 38% dengan pemberian ekstrak lerak dibanding perlakuan kontrol. Hasil penelitian ini berbeda dengan Abreu et al. (2004) yang melaporkan adanya peningkatan populasi protozoa rumen domba dengan pemberian saponin dari S. saponaria.
Variasi pengaruh saponin asal
tanaman terhadap populasi protozoa juga telah banyak dilaporkan. Newbold et al. (1997) melaporkan bahwa saponin dari S. sesban dapat menekan protozoa pada rumen domba. Sementara itu, Odenyo et al. (1997) menyatakan bahwa saponin S. sesban dapat menekan protozoa ketika diberikan langsung ke dalam rumen, namun tidak berpengaruh pada protozoa ketika diberikan secara oral pada domba. Wallace et al. (2002) juga menyatakan bahwa adaptasi mikroba rumen terhadap saponin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan bervariasinya aktivitas antiprotozoa oleh saponin.
Namun demikian, Makkar & Becker (1997)
72
menyatakan bahwa saponin Quilaja cukup stabil dalam rumen sampai 6 jam setelah pemberian dan dalam waktu tersebut saponin masih mempunyai aktivitas sebagai antiprotozoa. Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Aktivitas Fermentasi Rumen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB pada sapi potong lokal yang mendapat ransum berbasis rumput tinggi secara keseluruhan tidak mempengaruhi kecernaan nutrien
dibandingkan perlakuan kontrol (Tabel 19).
Namun, produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat (P<0.05) serta menurunkan (P<0.05) rasio asetat:propionat dengan pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB.
Tabel 19. Kecernaan nutrien, konsentrasi NH3, serta profil VFA rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Kecernaan (%) Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) Protein Kasar (PK) Serat Kasar (SK) Lemak Kasar (LK) N-NH3 (mM) Total VFA(mM) Proporsional VFA(% total VFA) Asetat Propionat Isobutirat Butirat Isovalerat Valerat Rasio Asetat:Propionat (A:P)
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) 0 100 200 SEM 58.2 62.9 73.4 75.9 44.1 7.47ab 84.87b
53.5 59.4 71.4 74.0 53.6 8.09a 123.54a
54.9 59.7 71.1 74.6 40.1 4.28b 111.57a
1.88 1.05 0.84 1.08 3.99 0.80 5.87
66.77 16.83b 2.29 11.92 1.53 0.67 3.97b
64.88 18.83a 2.38 11.45 1.48 0.98 3.45a
65.14 19.07a 2.58 10.87 1.38 0.96 3.41a
0.46 0.35 0.13 0.29 0.06 0.09 0.09
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05)
Perubahan kecernaan yang cenderung menurun setelah pemberian ekstrak lerak mungkin dikarenakan kandungan saponin. Pemberian bahan mengandung saponin pada ternak ruminansia dapat menurunkan jumlah maupun aktivitas beberapa bakteri selulolitik. Hal tersebut diduga dapat menyebabkan kecernaan serat pakan menurun, terutama pada ransum berbasis hijauan tinggi. Abreu et al.
73
(2004) melaporkan bahwa suplementasi buah Sapindus saponaria (12% saponin) sebesar 8 g/kg BB0.75 secara intraruminal meningkatkan konsumsi bahan organik sebsar 14%, tetapi tidak berpengaruh pada konsumsi protein kasar dan konsentrasi amonia rumen atau pada kecernaan bahan organik dan nitrogen. Kecernaan ADF menurun 10%, demikian juga rasio asetat:propionat juga menurun. Konsentrasi NH3 menurun dengan ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB. Hal ini diduga terkait dengan aktivitas saponin buah lerak sebagai agen defaunasi. Protozoa merupakan proteolitik aktif, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat menurunkan konsentrasi NH3. Laju degradasi protein pakan dan N bukan protein juga menentukan konsentrasi NH3 dalam rumen.
Selain itu, dengan
terhambatnya protozoa diduga penggunaan NH3 untuk oleh bakteri meningkat dan akibatnya konsentrasi dalam rumen akan turun.
Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/ 100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menghasilkan konsentrasi NH3 yang tidak berbeda dengan kontrol. Namun, Wina et al. (2006) melaporkan bahwa suplementasi ekstrak metanol daging buah lerak dengan taraf 0.42 dan 0.72 g/kg BB dalam ransum domba yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (65:35) nyata menurunkan konsentrasi NH3. Peningkatan produksi VFA total dan proporsi propionat pada kondisi kecernaan yang menurun dengan pemberian ekstrak lerak, menunjukkan adanya peningkatan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen. Selain itu, ekstrak lerak juga dapat memodifikasi aktivitas mikroba rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat dan mengurangi produksi butirat. Hal ini didukung oleh data in vitro sebelumnya yang menunjukkan bahwa ektrak lerak dapat memodifikasi komposisi bakteri rumen dengan peningkatan bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri penghasil propionat dan suksinat dalam sistem rumen.
Produksi propionat
merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H2, sehingga peningkatan produksi propionat dapat mengurangi suplai H2 yang sering digunakan bakteri metanogen untuk membentuk metan. Dengan demikian penggunaan ekstrak lerak berpotensi mengurangi produksi metan dalam sistem rumen ternak sapi potong.
74
Penurunan rasio asetat:propionat dengan penambahan ekstrak lerak diduga tidak dipengaruhi oleh penekanan protozoa rumen. Perubahan profil VFA tersebut lebih dipengaruhi oleh adanya komponen gula pada saponin ekstrak lerak. Komponen gula pada saponin dapat menurunkan proporsi asetat serta meningkatkan proporsi propionat dan butirat (Abreu et al. 2004) Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Sintesis Protein Mikroba dan Retensi Nitrogen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan taraf 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi (P>0.05) sintesis protein mikroba rumen (Tabel 20).
Namun
demikian, efisiensi sintesis protein mikroba pada penelitian ini masih dalam kisaran normal yaitu 6.44-11.81 g/100 g BOFR. Karsli & Russel (2001) menyatakan bahwa efisiensi sintesis protein mikroba dalam rumen berkisar antara 7.0-27.9 g/100 g BOFR tergantung pada konsumsi bahan kering, rasio hijauan dan konsentrat, laju degradasi karbohidrat dan N, sinkronisasi pelepasan N dan energi pakan, dan laju alir pakan. Semakin rendah kualitas hijauan yang digunakan, maka nilai sintesis protein mikroba juga akan semakin rendah karena rendahnya tingkat pencernaan karbohidrat dan ketersediaan nutrien lainnya.
Tabel 20. Pendugaan sintesis protein mikroba pada sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Alantoin (mmol/h)
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) 0 100 200 SEM 21.96 23.33 29.14 2.35
Derivat Purin/DP (mmol/h)*
26.61
28.27
35.33
2.85
Purin Absorpsi (mmol/h)
23.14
25.00
33.19
3.37
Suplai N Mikroba (g/h)
16.82
18.18
24.13
2.45
105.15
113.61
150.81
15.30
64.36
86.81
96.71
9.94
6.44
9.93
11.81
Sintesis Protein Mikroba/SPM (g/h) Efisiensi SPM (g/kg BOFR) Efisiensi SPM (g/100 g BOFR)
*alantoin urin merupakan 82.5% dari total DP (IAEA, 1997), SPM=6.25 x N mikroba, BOFR=bahan organik terfermentasi dalam rumen =0.65x bahan organik tercerna(IAEA, 1997).
75
Pemberian ekstrak sampai level 200 mg/kg BB belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba pada sapi potong yang mendapat rumput lapang dalam jumlah tinggi.
Walaupun pemberian ekstrak lerak sudah dapat meningkatkan
produksi VFA yang merupakan sumber energi dan kerangka karbon untuk sintesis bakteri, namun konsentrasi NH3 rumen rendah (4 mM). Hal ini dapat menyebabkan kurang seimbangnya rasio protein/energi (P/E) yang sangat menentukan dalam sintesis protien bakteri. Selain itu, proses sintesis protein bakteri juga dipengaruhi oleh konsentrasi trace minerals dan vitamin (Karsli et al. 2010). Mineral sulfur (S) telah diketahui mempengaruhi pertumbuhan bakteri terutama untuk sintesis metionin dan sistein yang berkisar antara 0.11%-0.2% dari total pakan dan tergantung pada status ternak. Selain itu, mineral sulfur juga mengakibatkan lignin pada pakan berserat akan terhidrolisis sehingga kecernaan bahan organik akan meningkat. Mineral fosfor juga sangat diperlukan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba. Pada penelitian ini, hijauan yang digunakan adalah rumput lapang yang kandungan mineral sulfur dan fosfornya relatif rendah, sehingga defisiensi mineral tersebut juga berpengaruh terhadap sintesis protein bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh saponin terhadap sintesis protein mikroba sangat bervariasi tergantung pada sumber saponin dan level saponin yang digunakan. Santoso et al. (2007) menunjukkan bahwa saponin dari Biophytum petersianum Klotzsch 26 mg/kg BB pada kambing yang mendapat ransum rumput gajah dan konsentrat (70:30) dapat meningkatkan efisiensi sintesis N mikroba 51%. Jouany (1996) juga melaporkan bahwa protozoa berperan penting pada siklus N mikroba pada rumen. Sehingga penurunan populasi protozoa dapat menyebabkan turunnya pemecahan protein bakteri dan mengakibatkan peningkatan aliran protein mikroba ke usus halus. Abreu et al. (2004) melaporkan bahwa aliran N pada bagian duodenum dipengaruhi oleh suplementasi S. saponaria, kecuali aliran N dari mikroba. saponaria.
Efisiensi mikroba meningkat 65% dengan penambahan S.
Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Goetsch & Owen (1985) yang
menyatakan bahwa penggunaan sarsaponin Y. schidigera 44 mg/kg pada sapi perah tidak berpengaruh pada N mikroba yang masuk ke duodenum. Hristov et al. (1999) juga melaporkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap N mikroba ketika tepung Y. schidigera diberikan pada sapi dara dengan level 20 dan 60 g/hari.
76
Pemberian ekstrak lerak sampai level 200 mg/kg BB juga tidak mempengaruhi nilai retensi nitrogen (Tabel 21).
Persentase retensi N dari N
konsumsi cukup tinggi untuk semua perlakuan (±50%) yang menunjukkan bahwa kualitas protein pakan perlakuan cukup baik dan efisien dimanfaatkan oleh ternak sapi potong. Nilai konsumsi N sama untuk semua perlakuan karena nutrien ransum yang diberikan selalu diusahakan iso protein. Hindratiningrum et al. (2009) melaporkan bahwa jumlah N yang diretensi pada sapi potong PO yang diberi pakan jerami padi amoniasi sekitar 65% dari N yang dikonsumsi. Tabel 21. Neraca nitrogen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Konsumsi N (g/e/h) N Feses (g/e/h) N Tercerna (g/e/h) N Urin (g/e/h) Retensi N (g/e/h) % N Retensi dari N konsumsi % N Netensi dari N tercerna
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) 0 100 200 SEM 97.07 92.10 97.13 1.93 25.80 26.13 28.01 0.58 71.25 65.96 69.10 2.03 23.67 19.75 18.25 1.24 47.57 46.20 50.85 2.19 49.03 49.75 52.39 1.65 66.81 69.41 73.67 1.89
Suplai protein mikroba yang sama antar perlakuan pada penelitian ini juga menghasilkan retensi nitrogen yang sama untuk semua perlakuan.
Hal ini
menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara sintesis protein bakteri dengan jumlah N yang diretensi dalam tubuh ternak. Semakin tinggi suplai protein asal mikroba, maka N yang diretensi juga meningkat yang menunjukkan bahwa kualitas protein asal mikroba lebih seimbang komposisi asam aminonya.
Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Profil Hematologi dan Nutrien Plasma Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak mempengaruhi profil hematologi (Tabel 22). Jumlah BDM, % PCV, Hb maupun jumlah BDP sama antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa saponin yang terdapat pada ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB (setara dengan 160 mg saponin) tidak mengganggu kesehatan ternak yang digambarkan pada profil hematologi tersebut. Olbrich et al. (1971) melaporkan rataan nilai hematologi darah sapi Zebu untuk
77
BDM adalah 9.9 x 106/mm3, PCV adalah 37%, Hb adalah 12.3 g%, BDP adalah 10.3 x 103/mm3 dengan proporsi limfosit sebesar 63.3%.
Tabel 22. Hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Parameter Benda darah : BDM, juta/mm3 PCV, % Hb, g% BDP, ribu/mm3 Diferensiasi (% BDP) Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) 0 100 200 SEM 7.59 31.33 12.16 12.85
6.87 31.83 11.74 10.01
7.11 29.00 10.67 9.05
0.22 1.56 0.49 1.18
33.67 61.67 3.67 1.50
29.33 66.67 2.67 1.33
40.00 56.75 2.50 1.00
3.51 3.45 0.62 0.16
BDM=butir darah merah, PCV=packed cell volume, Hb=hemoglobin, BDP=butir darah putih
Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mengevaluasi pengaruh penggunaan lerak dalam bentuk tepung terhadap profil butir darah putih sapi potong yang dipelihara selama 60 hari dan menunjukkan bahwa pemberian tepung lerak pada taraf 1000 mg/kg BB (40 mg saponin) dalam ransum dapat menurunkan proporsi limfosit. Nampaknya buah lerak yang diberikan dalam bentuk tepung serta dosis yang tidak tepat mempunyai pengaruh yang negatif terhadap sistem kekebalan. Sebaliknya, buah lerak yang diberikan dalam bentuk ekstrak metanol relatif lebih aman pada status kesehatan ternak. Hasil analisis profil lemak darah sapi potong menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi kadar trigliserida, kolesterol maupun LDL (Tabel 23). Kadar kolesterol pada penelitian ini dalam batas normal yaitu 140-146 mg/dl. Pond et al. (2005) menyatakan bahwa kisaran normal kadar kolesterol pada sapi adalah 50-230 mg/dl. Pada penelitian ini, pemberian saponin dari ekstrak lerak belum dapat menurunkan level trigliserida dan kolesterol darah. Hal ini diduga karena di dalam rumen saponin cepat sekali dirombak oleh bakteri sehingga kehilangan gugus gulanya menjadi senyawa lain seperti sarsapogenin atau episarsapogenin (Flaoyen et
78
al. 2001). Hal ini yang mengakibatkan saponin ekstrak lerak tidak dapat berperan sebagai antikolesterol pada ternak ruminansia karena sudah kehilangan sifat ampifatiknya. Tabel 23. Profil lemak serum darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Parameter Trigliserida, mg/dl Kolesterol total, mg/dl LDL kolesterol, mg/dl
Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM 0 100 200 2.77 44.67 32.75 34.50 7.56 146.67 143.50 140.00 1.39 28.10 23.98 28.20
LDL=low density lipoprotein
Berbeda dengan percobaan pada ternak ternak monogastrik, pemberian saponin dapat menurunkan kolesterol plasma (Francis et al. 2002). Saponin asal tanaman berpotensi untuk mengganggu absorpsi kolesterol yang berasal dari pakan maupun kolesterol endogenus yang memasuki lumen usus halus melalui empedu atau dari sel-sel usus halus sehingga efektif menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah.
Saponin diduga mengikat garam empedu sehingga tidak bisa
mengemulsi lemak dan turunannya (Sidhu & Oakenfull, 1986). Akibatnya enzim lipase pankreas tidak bisa mencerna lemak menjadi senyawa yang lebih kecil dan akhirnya lemak dikeluarkan melalui feses.
Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Performa Produksi Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi nilai PBBH dan efisiensi ransum sapi potong lokal selama 90 hari perlakuan (Tabel 24).
Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata
meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun pada proporsi propionat sebesar 19% dari total VFA (sekitar 21 mM) masih belum dapat meningkatkan PBBH sapi potong secara signifikan. Hal ini diduga pada konsentrasi propionat tersebut, energi yang terbentuk asal propionat masih lebih banyak digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya dibandingkan untuk deposisi pertambahan bobot badan.
Produksi VFA memegang peranan penting
sebagai penyedia glukosa pada ternak ruminansia karena glukosa asal pakan
79
hanya dapat menyediakan kurang dari 10% kebutuhan glukosa (Yost et al, 1977). Selanjutnya, sumber glukosa utama ternak ruminansia berasal dari proses glukoneogenesis yang menggunakan propionat sebagai substrat utama dan menyediakan sekitar 27%-59% sumber karbon dalam tubuh.
Asam amino,
gliserol dan laktat juga berkontribusi sebagai sumber karbon (Cerrilla & Martinez, 2003).
Selain itu, rasio asetat:propionat pada penelitian ini masih relatif tinggi
(3.4:1). Pertambahan bobot badan sapi akan optimal apabila rasio asetat:propionat yang diproduksi dalam rumen 3:1 (Yost et al. 1977).
Tabel 24. Performa produksi sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) 0 100 200 SEM
Parameter Konsumsi bahan kering (kg/e/h) - Hijauan (kg/e/h) - Konsentrat (kg/e/h) - Total ransum,kg/e/h PBBH, g/e/h Efisiensi ransum
2.95 1.52 4.47 480 0.11
2.92 1.55 4. 46 500 0.12
3.10 1.52 4.62 540 0.13
0.07 0.02 0.08 16.56 0.005
PBB=pertambahan bobot badan, PBBH=pertambahan bobot badan harian
Namun demikian, terjadi perbaikan nilai PBBH dengan pemberian ekstrak lerak dengan semakin lamanya perlakuan (Gambar 9). Pada 30 hari pertama perlakuan, nilai PBBH untuk perlakuan ekstrak lerak 100 mg/kg BB lebih rendah dibanding kontrol.
Sementara itu, perlakuan ekstrak lerak 200 mg/kg BB
mempunyai nilai PBBH yang hampir sama dengan kontrol. Namun pada 30 hari kedua (hari ke 30-60) perlakuan dan selanjutnya, nilai PBBH semakin turun untuk perlakuan kontrol. Sebaliknya, pemberian ekstrak lerak 100 mg/kg BB dapat meningkatkan nilai PBBH dengan semakin lamanya perlakuan bahkan melampaui perlakuan kontrol.
Peningkatan PBBH tertinggi diperoleh dengan pemberian
ekstrak lerak 200 mg/kg BB dan semakin meningkat dengan pemeliharaan yang lebih lama.
80
Gambar 9. Pola peningkatan PBBH sapi perlakuan selama pemeliharaan.985).
90 hari
Berdasarkan data pola peningkatan PBBH selama 90 hari perlakuan tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak mempunyai pengaruh yang positif dengan perlakuan yang semakin lama. Peningkatan PBBH semakin tinggi apabila perlakuan ekstrak lerak dievaluasi dalam waktu yang lebih lama dengan mengikuti pola grafik yang linier. Hal ini dapat menjelaskan bahwa walaupun produksi VFA total dan propionat meningkat dengan ekstrak lerak namun belum signifikan secara statistik dalam meningkatkan PBB. Apabila lama perlakuan diperpanjang sampai jangka waktu tertentu, ada kemungkinan penggunaan ekstrak lerak efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keragaman genetik dan jumlah sapi yang digunakan juga mempengaruhi respon sapi terhadap ekstrak lerak. Sapi potong yang digunakan adalah sapi potong bakalan yang diperoleh dari peternakan rakyat yang sangat beragam. Navas-camacho et al. (1993) melaporkan bahwa pemberian tepung daun E. cyclocarpum yang mengandung saponin dengan level 100 g/hari pada domba
81
yang diberi pakan Pennisetum clandestinum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering 17% serta memperbaiki bobot badan 53% dibanding kontrol. Namun pemberian E.cyclocarpum pada level yang lebih tinggi (300 g/h) menurunkan kecernaan bahan kering pakan. Thalib et al. (1996) mencekokkan ekstrak lerak setiap 3 hari sekali ke dalam rumen domba yang diberi pakan basal jerami padi dan memperoleh peningkatan bobot hidup harian sebesar 22%, sedangkan Wina et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak lerak setiap hari meningkatkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40%. Pemberian saponin dari teh 3 g/hari pada domba dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi pakan dibandingkan kontrol (Hu et al. 2006)
SIMPULAN Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB secara umum tidak mempengaruhi kecernaan nutrien.
Produksi VFA total dan proporsi
propionat meningkat dengan ekstrak lerak, dan rasio asetat:propionat menurun. Penambahan ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB nyata menurunkan konsentrasi NH3 rumen. Pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/Kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein mikroba dan PBBH pada ternak sapi potong yang mendapat hijauan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J Anim Sci 82:1392-1400. Cerilla MEO & Martinez GM. 2003. Starch digestion and glucose
metabolism in the ruminant: a review. Interciencia 28:380-387 Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponns in human and animal nutrition. Proceedings of the American Society of Animal Science. 10 pages [IAEA] International Atomic Energy Agency. 1997. Estimation of Rumen Microbial Protein Production from Purine Derivatives in Urine. Vienna Austria. Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68: 2377–2384. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk
82
Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hindratiningrum N, Bata M, Suparwi. 2009. Produksi protein mikroba dan neraca nitrogen sapi lokal jantan yang diberi jerami padi amoniasi. Anim. Prod. 11:116-121. Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554-2563. Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J. 2006. Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr. 60: 89-97. Jouany J.P. 1996. Effect of rumen protozoa on nitrogen utilization by ruminants. J. Nutr. 126:1335–1346. Karsli MA, Russel JR. 2001. Effects of some dietary factors on ruminal microbial protein synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25:681-686. Kearl LC. 1984. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah Agricultural Experiment Station, Utah State University, Utah. Makkar H.P.S., Becker K. 1997. Degradation of quillaja saponins by mixed culture of rumen microbes. Let. Appl. Microb. 25:243–245. Makkar HPS, Chen XB. 2004. Estimation of Microbial Protein Supply in Ruminants Using Urinary Purine Derivatives. Kluwer Academic Publishers. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor. Navas-Camacho A, Laredo MA, Cuesta A, Anzola H, Leon JC. 1993. Effect of supplementation with a tree legum forage on rumen function. Livest. Res. Rural Develop. 5 (http:www.cipav.org.co/lrrd/lrrd5/navas.htm). Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ. 1997. Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78:237–249. Odenyo AA, Osuji PO, Karanfil O. 1997. Effect of multipurpose tree (MPT) supplements on ruminal ciliate protozoa. Anim. Feed Sci. Tech. 67:169– 180. Olbrich SE, Martz FA, Tubleson ME, Johnson HD, Hilderbrand ES. 1971. Serum biochemical and hematological measurements of heat tolerant (Zebu) and cold tolerant (Scotch highland) heifers. J. Anim.Sci. 33:655658. Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. 5th revised edition. John Willey and Sons Inc. NewYork. Santoso B., Kilmaskosu A, Sambodo P. 2007. Effects of saponin from Biophytum petersianum Klotzsch on ruminal fermentation, microbial protein synthesis and nitrogen utilization in goats. Anim. Feed Sci. Tech. 137:56-68. Sidhu GS, Oakenfull G. 1986. A mechanism for the hypocholesterolaemic activity of saponins. British J. Nutr. 55:643-649
83
Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1996. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. J Ilmu Ternak dan Veteriner 2:17-20. Thalib A. 2004. Uji efektivitas saponin buah Sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9: 164-171. Wallace RJ, Mcewan NR, Mcintosh FM, Teferedegne B, Newbold CJ. 2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Austr. J. Anim. Sci. 15:1458-1468. Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust.J. Anim.Sci. 19:1580-1587. Yost WM, Young JE, Schmidt SP, McGillard AD. 1977. Gluconeogenesis in ruminants: propionic acid production from a high-grain diet fed to cattle. J. Nutr. 107:2036-2043.
PEMBAHASAN UMUM
Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial.
Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi
kebutuhan proteinnya (Guiterrez 2007, Hart et al. 2008). Defaunasi parsial dilakukan untuk menekan sebagian protozoa, namun tidak seluruhnya protozoa mati. dilakukan karena protozoa juga berfungsi sebagai pendegradasi serat.
Hal ini
Pada kondisi
peternakan rakyat sering terjadi kekurangan suplai nutrien terutama protein/nitrogen, sehingga perlakuan defaunasi parsial diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan suplai protein untuk tubuh ternak dari protein mikroba dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak Hasil percobaan in vitro menunjukkan bahwa populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Komposisi spesies protozoa baik Entodinium maupun Holotrich tidak berbeda antar perlakuan. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak mungkin dikarenakan tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membrane yang menyebabkan lisis atau kematian. Hasil penelitian juga menunjukkan produksi propionat meningkat dan gas metan menurun dengan ekstrak lerak. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H2 yang diproduksi dalam rumen lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan metan. Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml dapat mengubah keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan munculnya beberapa pita baru pada gel DGGE. Pita-pita baru ini menandakan adanya beberapa bakteri yang baru tumbuh/berkembang ketika protozoa dalam rumen ditekan dengan perlakuan ekstrak lerak. Hasil identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel DGGE dengan perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak menggunakan teknik kloning dan sekuensing menunjukkan bahwa sekuen yang diperoleh dari pita-pita tersebut mempunyai kemiripan
85 dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering dimangsa oleh protozoa pada kondisi rumen normal. Telah banyak dilaporkan bahwa protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri dan memangsa bakteri untuk kebutuhan proteinnya. Penambahan ekstrak lerak pada level 0.6 dan 0.8 mg/ml pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda menunjukkan bahwa pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun menurunkan KCBO.
Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat
meningkat (P<0.05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan. Hasil kuantifikasi bakteri rumen dengan real time PCR menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml sudah dapat meningkatkan populasi bakteri P. ruminicola meningkat dan R. albus cenderung meningkat serta menurunkan F. succinogenes. Bakteri P. ruminicola merupakan bakteri penghasil propionat dan suksinat dan hal ini dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat dengan pemberian ekstrak lerak walaupun pada substrat dengan rasio hijauan tinggi. Penambahan ekstrak lerak amylase,
namun
pada 4 jam fermentasi in vitro menurunkan aktivitas enzim
meningkatkan
aktivitas
xylanase
dan
carboxymethylcellulase.
Peningkatan aktivitas xylanase diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi P. ruminicola
yang aktif mendegradasi xylan. Carboxymethylcellulase cenderung
meningkat karena pemberian ekstrak lerak juga cenderung meningkatkan populasi R. albus. Penurunan aktivitas amylase terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa protozoa banyak menghasilkan amylase untuk mendegradasi pati. Percobaan pemberian lerak dalam bentuk tepung dengan taraf 500 dan 1000 mg/kg BB sapi potong dengan rasio hijauan : konsentrat = 35:65 menunjukkan bahwa tepung lerak sampai taraf 1000 mg/kg BB sudah menurunkan kecernaan nutrien (bahan kering, serat kasar dan protein kasar). Namun demikian, pemberian tepung lerak sampai level 1000 mg/kg tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sapi potong. Pemberian tepung lerak juga menurunkan butir darah putih serta proporsi limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan ternak
86 Percobaan berikutnya dengan pemberian lerak dalam bentuk ekstrak methanol pada taraf 100 dan 200 mg/kg bobot badan sapi potong yang mendapat hijuan tinggi (70%) tidak mempengaruhi kecernaan nutrien (BK, BO, SK, PK, LK, ADF, NDF). Pemberian ekstrak lerak nyata meningkatkan produksi total VFA dan proporsi propionat. Konsentrasi NH3 juga turun dengan pemberian ekstrak lerak.
Retensi nitrogen dan
sintesa protein mikroba tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah putih dan proporsi limfosit. Penggunaan ekstrak lerak menghasilkan nilai BDP 9.05 x 103/mm3 dan proporsi limfosit 56.75%. Sementara, nilai normal pada sapi adalah 10.3 x 103/mm3 untuk BDP dan 63% untuk proporsi limfosit (Olbrich et al. 1971). Hasil analisis profil lemak serum darah sapi potong menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi level trigliserida, kolesterol total dan LDL. Pada penelitian ini, pemberian saponin dari ekstrak lerak belum dapat menurunkan level trigliserida dan kolesterol darah.
Hal ini diduga
karena di dalam rumen saponin cepat sekali dirombak oleh bakteri sehingga kehilangan gugus gulanya menjadi senyawa lain seperti sarsapogenin atau episarsapogenin (Flaoyen et al. 2001). Hal ini yang mengakibatkan saponin ekstrak lerak tidak dapat berperan sebagai antikolesterol pada ternak ruminansia karena sudah kehilangan sifat ampifatiknya. Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg bobot badan belum nyata meningkatkan PBB dan PBBH, efisiensi ransum serta konversi ransum sapi potong lokal selama 90 hari perlakuan.
Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata
meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat tetapi masih belum dapat meningkatkan PBB yang signifikan.
Perbaikan nilai PBBH dengan pemberian ekstrak
lerak nampaknya semakin meningkat dengan semakin lamanya perlakuan. Hal ini mungkin dapat menjelaskan bahwa walaupun produksi VFA total dan propionat nyata meningkat dengan ekstrak lerak namun belum signifikan secara statistik dalam meningkatkan PBB.
Apabila lama perlakuan diperpanjang, ada kemungkinan
penggunaan ekstrak lerak efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keragaman genetik dan jumlah sapi yang digunakan juga mempengaruhi pengaruh ekstrak lerak.
87 Secara umum, berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan dapat disajikan skema ilustrasi tentang mekanisme kerja dari peran ekstrak lerak dalam memodifikasi mikroba dan fermentasi rumen (Gambar 10).
Gambar 10. Ilustrasi mekanisme kerja peran ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi rumen Pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB pada sapi potong yang mendapat ransum hijauan tinggi (70%) mengakibatkan penurunan populasi protozoa dan konsentrasi NH3 dalam rumen.
Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu
perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba, Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Beberapa bakteri berkembang terutama P. ruminicola dan T. bryantii yang merupakan bakteri penghasil propionat dalam sistem rumen. Aktivitas enzim xylanase meningkat dan CMCase cenderung meningkat karena meningkatnya proporsi bakteri P.ruminicola dan cenderung meningkatnya R. albus dari total bakteri rumen. Hal ini juga menyebabkan peningkatan produksi propionat yang dapat meningkatkan pertumbuhan sapi potong. Selain itu, peningkatkan propionat juga
88 berpotensi mengurangi produksi metan karena terjadi kompetisi penggunaan H2 dalam rumen. Penghambatan populasi protozoa juga dapat aktivitas sebagian bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi metanogen dalam proses transfer H2. Selanjutnya, penurunan aktivitas metanogen ini dapat menyebabkan produksi metan juga menurun. Telah diketahui bahwa protozoa sering memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat meningkatkan aktivitas sintesis protein mikroba serta aliran N yang menuju usus halus. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya N yang diretensi oleh tubuh terak. Aplikasi penggunaan ekstrak lerak di tingkat peternak sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka panjang (sejak ternak lahir sampai siap dipotong). Hal ini disarankan dengan pertimbangan pengaruh ekstrak lerak yang cenderung menurunkan profil butir darah putih. Penggunaan ekstrak lerak 200 mg/kg BB masih aman diberikan pada ternak sampai 90 hari pemeliharaan. Selain itu, penggunaan ekstrak lerak juga tepat digunakan pada sistem peternakan terpadu yang mengandalkan limbah perkebunan karena secara in vitro ekstrak lerak dapat meningkatkan aktivitas enzim xylanase. Limbah perkebunan merupakan sumber bahan pakan ternak yang banyak mengandung xylan.
89
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung saponin tinggi (81.5%) dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi parsial. Pada uji in vitro, penggunaan ekstrak lerak dapat meningkatkan produksi propionat dan menekan konsentrasi gas metan. Ekstrak lerak dapat mempengaruhi keragaman komposisi bakteri rumen dengan bertambahnya beberapa bakteri antara lain P. ruminicola dan T. bryantii yang merupakan bakteri penghasil propionat.
Pada rasio hijauan dan ko.nsentrat
berbeda (70:30), penggunaan ekstrak lerak dapat meningkatkan bakteri P. ruminicola dan cenderung meningkatkan R. albus.
Aktivitas enzim xylanase meningkat dan
carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat dengan pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak juga meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat. Pada uji in vivo, pemberian tepung lerak sebesar 500 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sapi PO tidak menurunkan kecernaan nutrien (BK, SK, PK), namun pada level yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB) menurunkan kecernaan nutrien. Butir darah putih juga menurun dengan pemberian tepung lerak 1000 mg/kg BB. Pemberian lerak dalam bentuk ekstrak 200 mg/kg BB secara umum tidak mempengaruhi kecernaan nutrien.
Produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat dan rasio
asetat:propionate serta konsentrasi NH3 menurun. Penggunaan ekstrak lerak sapai level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein mikroba serta PBBH selama 90 hari perlakuan. Secara keseluruhan, ekstrak lerak dengan level 200 mg/kg BB dapat memodifikasi keragaman bakteri dan fermentasi rumen namun belum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang signifikan pada sapi potong yang mendapat ransum hijauan tinggi.
90
SARAN Perlu dikaji lebih lanjut tentang pengaruh saponin ekstrak terhadap parameter reproduksi dan sistem imun. Selain itu, juga perlu dievaluasi fortifikasi ekstrak lerak dengan beberapa mineral (sulfur dan fosfor) untuk menstimulasi sintesis protein mikroba rumen. Selanjutnya, juga diperlukan aplikasi ekstrak lerak pada beberapa peternakan rakyat dengan jumlah ternak yang lebih banyak untuk mengevaluasi efektifitasnya dalam memperbaiki pertambahan bobot badan ternak yang mendapat hijauan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA [IAEA] International Atomic Energy Agency. 1997. Estimation of Rumen Microbial Protein Production from Purine Derivatives in Urine. Vienna Austria. Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci. 82:13921400. Agarwal N, Kamra DN, Chaudhary LC, Patra AK. 2006. Effect of Sapindus mukorossi extracts on in vitro methanogenesis and fermentation characteristics in buffalo rumen liquor. J. Appl. Anim. Res. 30:1–4 Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Benchaar C, McAllister TA, Choulnard PY. 2008. Digestion, ruminal fermentation, ciliate protozoal populations, and milk production from dairy cows fed cinnamaldehyde, quebracho condensed tannin, or yucca schidigera saponin extracts. J. Dairy Sci. 91: 4786-4777. Bosler DA, Blummel M, Bullerdieck P, Makkar HPS, Becker K. 1997. Influence of a saponin containing feed additive on mass development and carcass evaluation of growing lambs. Proc. Soc. Nut. Phys. 6:46. Cerilla MEO & Martinez GM. 2003. Starch digestion and glucose metabolism in
the ruminant: a review. Interciencia 28:380-387 Cheeke PR, Otero R. 2005. Yucca, quillaja may have role in animal nutrition. Feedstuffs. 77:1:7. Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja Diaz A, Avendano M, Escobar A. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6. Dohme F, Machmuller A, Estermann BL, Pfister P, Wasserfallen A, Kreuzer M. 1999. The role of the rumen ciliate protozoa for methane suppression caused by coconut oil. Lett. Appl. Microbiol. 29:187–192. Dudung AM. 2009. Tumbuhan raksasa. Suara Merdeka Cyber News (www.suaramerdeka.com, 10 Juli 2009) Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G. 2004. Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate. Anim. Res. 53:187-200. Finlay BJ, Esteban G, Clarke KJ, Williams AG, Embley TM, Hirt RP. 1994. Some rumen ciliates have endosymbiotic methanogens. FEMS Microbiol. Lett. 117:157–162. Firkins, JL. 1996. Maximizing microbial protein synthesis in the rumen. J. Nutr. 126:1347S-1354S Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 :587-605.
92
Fujihara T, Todoroki M, Nakamura K, 2003. The effect of rumen protozoa on the urinary excretion of purine derivatives in goats. J. Agric. Sci. 140:101–105. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008a. Effects of Sesbania sesban and Carduus pycnocephalus leaves and Fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.) seeds and their extracts of partitioning of nutrients from roughage- and concentrate-based feeds to methane. Anim. Feed Sci. Tech. 147: 72-89. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008b. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777. Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68:2377–2384. Guo YQ, Liu JX, Lu Y, Zhu W.Z, Denman SE, McSweeney CS. Effect of tea saponin on methanogenesis, microbial community structure and expression of mcrA gene, in cultures of rumen micro-organisms. Lett. Appl. Microbiol. 47: 421-426. Gutierrez J. 2007. Observations on Bacterial Feeding by the Rumen Ciliate Isotricha prostoma. J. Eukaryotic Microbiol. 5:122-126 Han LK, Xu BJ, Kimura Y, Zheng YN, Okuda H. 2000. Platycodi radix affects lipid metabolism in mice with high fat diet-induced obesity. J. Nutr. 130:2760–2764. Hart KJ, Yanez-Ruiz DR, Duval SM, McEwan NR, Newbold CJ. 2008. Plant extracts to manipulate rumen fermentation. Anim. Feed Sci. Tech. 147:8-35. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Harwood HJ, Chandler CE, Pellarin LD, Bangerter FW, Wilkins RW, Long CA, Cosgrove PG, Malinow MR, Marxetta CA, Pettini JL, Savoy YE, Mayne JT. 1993. Pharmacologic consequences of cholesterol absorption inhibition: alteration in cholesterol metabolism and reduction in plasma cholesterol concentration induced by the synthetic saponin P-tigogen in cellobioside (CP88818; tiqueside). J. Lipid Research 34:377-395. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A. 2003. Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94 Hobson PN, Stewart CS. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. Second Ed. Blackie Academic & Professional, London. Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554-2563. Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J. 2006. Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr. 60: 89-97. Ivan M, Koenig KM, Teferedegne B, Newbold CJ, Entz T, Rode LM, Ibrahim M. 2004. Effects of the dietary Enterolobium cyclocarpum foliage on the population dynamics of rumen ciliate protozoa in sheep. Small Ruminant Research 52:8191.
93
Johnson KA, Johnson DE. 1995. Methane emissions from cattle. J. Anim Sci. 73:24832493 Jouany J.P. 1996. Effect of rumen protozoa on nitrogen utilization by ruminants. J. Nutr. 126:1335–1346. Kajikawa H, Tajima K, Mitsumori M, Takenaka A. 2007. Effects of amino nitrogen on fermentation parameters by mixed ruminal microbes when energy or nitrogen is limited. Anim. Sci. J. 78 : 121–128 Kamra DN. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89(1):1-12. Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL. 2009. Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92:3861–3873 Karsli MA, Russel JR. 2001. Effects of some dietary factors on ruminal microbial protein synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25:681-686. Kearl LC. 1984. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah Agricultural Experiment Station, Utah State University, Utah. Lehman L. 2009. Sapindus rarak soap nut. Species Monograph No. 39. Lao Tree Seed Handbooks. Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H. 2003. Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86:3330-3336. Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kurihara M, Itabashi H. 2005. Sarsaponin effects on ruminal fermentation and microbes, methane production, digestibility and blood metabolites in steers. Asian-Aust. J. Anim.. Sci. 18:1746-1751. Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275 Lu CD, Jorgensen NA. 1987. Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117:919–927. Mader TL, Brumm MC. 1987. Effect of feeding sarsaponin in cattle and swine diets. J. Anim. Sci. 65:9-15 Makkar H.P.S., Becker K. Degradation of quillaja saponins by mixed culture of rumen microbes. Let. Appl. Microb. 25:243–245. Makkar HPS, Chen XB. 2004. Estimation of Microbial Protein Supply in Ruminants Using Urinary Purine Derivatives. Kluwer Academic Publishers. Malinow MR, Connor WE, McLaughlin P, Stafford C, Lin DS, Livingston AL, Kohler G O, McNulty WP. 1981. Cholesterol and bile acid balance in Macaca fascicularis. Effects of alfalfa saponins. J. Clin. Invest. 67(1): 156–162 Mao H., Wang J, Zhou Y, Liu J. 2010. Effects of addition of tea saponins and soybean oil on methane production, fermentation and microbial population in the rumen of growing lambs. Anim.Feed Sci. Tech: 129:56-62. Matsui Y, Kobayashi K, Masuda H, Kigoshi H, Akao M, sakurai H, Kumagai H. Quantitative analysis of saponins in a tea-leaf extract and their antihypercholesterolemic activity. Biosci.Biotechnol.Biochem. 73:1513-1519.
94
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. New York. Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31 (3): 426-428. Morehouse LA, Bangerter FW, DeNinno MP, Inskeep PB, McCarthy PA, Pettini JL, Savoy YE, Sugarman ED, Wilkins RW, Wilson TC, Woody HA, Zaccaro LM, Chandler CE. 1999. Comparison of synthetic saponin cholesterol absorption inhibitors in rabbits: evidence for a non-stoichiometric, intestinal mechanism of action. J. Lipid Res. 40:464–474. Morrissey JP, Osbourn AE. 1999. Fungal resistance to plant antibiotics as a mechanism of pathogenesis. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 63:708–724. Muetzel S, Hoffmann EM, Becker K. 2003. Supplementation of barley straw with Sesbania pachycarpa leaves in vitro: effects on fermentation variables and rumen microbial population structure quantified by ribosomal RNA-targeted probes. Br. J. Nutr. 89:445–453. Murray RK. Granner DK, Rodwell VW. 2006. Harper's Illustrated Biochemistry. 27TH Edition. The McGraw-Hill Companies, USA. Muyzer G, De Waal EC, Uitterlinden AG. 1993. Profilling of complex microbial populations by denaturing gradient gel electrophoresis analysis of polymerase chain reaction-amplified genes coding for 16S rRNA. Appl. Environ. Microbiol. 59: 695-700. Navas-Camacho A, Laredo MA, Cuesta A, Anzola H, Leon JC. 1993. Effect of supplementation with a tree legum forage on rumen function. Livest. Res. Rural Develop. 5 (http:www.cipav.org.co/lrrd/lrrd5/navas.htm) Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ. 1997. Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78:237–249. Newbold CJ, McIntosh, Williams FM, Losa P, Wallace RJ. 2004. Effects of a specific blend of essential oil compounds on rumen fermentation. Anim. Feed Sci. Tech. 114:105–112. Nikaido H. 1994. Prevention of drug access to bacterial targets: permeability barriers and active efflux. Science 264:382–388. Obrink KJ. 1954. A modified conway unit for microdiffusion analysis. Chem.Rev.34:367-369. Odenyo AA, Osuji PO, Karanfil O. 1997. Effect of multipurpose tree (MPT) supplements on ruminal ciliate protozoa. Anim Feed Sci Tech 67:169–180. Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo. Onodera R, Yamasaki N, Murakami K. 1988. Effect of inhabitation by ciliate protozoa on the digestion of fibrous materials in vivo in the rumen of goats and in an in vitro rumen. Agric. Biol. Chem. 52:2635-2637. Olbrich SE, Martz FA, Tubleson ME, Johnson HD, Hilderbrand ES. 1971. Serum biochemical and hematological measurements of heat tolerant (Zebu) and cold tolerant (Scotch highland) heifers. J. Anim.Sci. 33:655-658.
95
Ozutsumi Y, Tajima K, Takenaka A, Itabashi H. 2006. Real-Time PCR detection of the effects of protozoa on rumen bacteria in cattle. Current Microbiol. 52:158–162. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia, Jakarta. Patra AK, Kamra DN, Agarwal N. 2006. effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128:276-291. Pen B, Sar C, Mwenya B, Kuwaki K, Morikawa R, Takahashi J. 2006. Effects of Yucca schidigera and Quillaja saponaria extracts on in vitro ruminal fermentation and methane emission. Anim. Feed Sci. Tech. 129:175–186. Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. 5th revised edition. John Willey and Sons Inc. NewYork. Russell JB, Rychlik JL. 2001. Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292:1119-1122. Santoso B, Mwenya B, Sar C, Gamo Y, Kobayashi T, Morikawa R, Takahashi J. 2004. Effect of Yucca schidigera with or without nisin on ruminal fermentation and microbial protein synthesis in sheep fed silage and hay-based diets. Anim. Sci. J. 75:525–531. Santoso B., Kilmaskosu A, Sambodo P. 2007. Effects of saponin from Biophytum petersianum Klotzsch on ruminal fermentation, microbial protein synthesis and nitrogen utilization in goats. Anim. Feed Sci. Tech. 137:56-68. Santoso U, Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by Sauropus androgymus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 14:297-446 Selje N, Hoffmann EM, Muetzel S, Ningrat R, Wallace RJ, Becker K. 2007. Results of a screening programme to identify plants or plant extracts that inhibit ruminal protein degradation. British J.Nutr. 98:45-53. Sidhu GS, Oakenfull G. 1986. A mechanism for the hypocholesterolaemic activity of saponins. British J. Nutr. 55:643-649 Śliwiński BJ, Kreuzer M, Sutter F, Machmüller A, Wettstein HR. 2004. Performance, body nitrogen conversion and nitrogen emission from manure of dairy cows fed diets supplemented with different plant extracts. J. Anim. Feed Sci. 13:73-91. Stark A, Madar Z. 1993. The effect of an ethanol extract derived from fenugreek (Trigonella foenum-graecum ) on bile acid absorption and cholesterol level in rats. Br. J. Nutr. 69:277–287. Stell RG, Torrie JH. 1991. Principles and Procedure of Statistics. New York. McGraw- Hill Book Co. Inc. Teferedegne B. 2000. New Perspectives on the use of tropical plants to improve ruminant nutrition. Proc. Nutr. Soc. 59:209-214. Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1996. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. J Ilmu Ternak dan Veteriner 2:17-20. Thalib A, Winugroho M, Sabrani M, Widiawati Y, Suherman D. 1994. The use of methanol extracted Sapindus rarak fruit as a defaunating agent of rumen protozoa. Ilmu dan Peternakan 7:17-21.
96
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage. J. British Grassland Soc. 18:104–111. Udarno L. 2009. Lerak (Sapindus rarak) Tanaman industri pengganti sabun. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 15:7-8. USDA (United States Department of Agriculture). 1985. Germplasm Resources Information Network (GRIN) : GRIN Taxonomy for Plants. Agricultural Research Service. Beltsville Area:USDA. http://www.ars-grin.gov Van Keulen J, Young BA. 1977. Evaluation of acid-insoluble ash as a natural marker in ruminant digestibility studies. J. Anim. Sci. 44(2): 282-287. Van Nevel CJ, Demeyer DI. 1990. Effect of antibiotics, a deaminase inhibitor and Sarsaponin on nitrogen metabolism of rumen contents in vitro. Anim. Feed Sci. Tech. 31:323-348 Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ. 1994. Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 60:1762-1767. Wallace RJ, McPherson CA. 1987. Factors affecting the rate of breakdown of bacterial protein in rumen fluid. British J. Nutr. 58:313-323 Wallace RJ, Mcewan NR, Mcintosh FM, Teferedegne B, Newbold CJ. 2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Austr. J. Anim. Sci. 15:1458-1468. Wang Y, McAllister TA, Newbold CJ, Rodea LM, Cheeke PR, Cheng KJ. 1998. Effects of Yucca schidigera extract on fermentation and degradation of steroidal saponins in the rumen simulation technique (RUSITEC). Anim. Feed Sci. Tech. 74:143-153. Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Cheeke PR. 2000. Effect of steroidal saponin from Yucca schidigera extract on ruminal microbes. J. App. Microb. 88:887-896. Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Xu ZJ, Cheeke PR, Cheng KJ. 2000. In vitro effects of steroidal saponins from Yucca schidigera extract on rumen microbial protein synthesis and ruminal fermentation. J. Sci. Food Agric. 80:2214-2122. Wang CJ, Wang SP, Zhou H. 2009. Influences of flavomycin, ropadiar, and saponin on nutrient digestibility, rumen fermentation, and methane emission from sheep. Anim.Feed Sci.Tech. 148:157-166. Widowati L. 2003. Sapindus rarak DC. Medicinal and Poisonous Plants. 12:358-359. (ww.prosea.org) Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005a. The dynamics of major fibrolytic microbes and enzyme activity in the rumen in response to short-and long-term feeding of Sapindus rarak saponins. J. Appl. Microbiol. 100:114-122. Wina E, Muetzel S, Hoffmann E, Makkar HPS, Becker K. 2005b. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. Anim. Feed Sci. Tech. 121:159-174. Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005c. The impact of saponins or saponin containing plant materials on ruminant production-A Review. J. Agric. Food Chem. 53 (21): 8093-8105.
97
Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust.J. Anim.Sci. 19:1580-1587. Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL. 2010. Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159:18-26. Yost WM, Young JW, Schmidt SP, Mcgilliard AD. 1977. Gluconeogenesis in ruminants: propionic acid production from a high-grain diet fed to cattle. J. Nutr. 107: 2036-2043. Yuan ZP, Zhang CM., Zhou L, Zou CX, Guo YQ, Li WT, Liu JX,Wu YM. 2007. Inhibition of methanogenesis by tea saponin and tea saponin plus disodium fumarate in sheep. J. Anim. Feed Sci. 7:560–565.
LAMPIRAN
98
Lampiran 1. Daftar publikasi hasil penelitian
No
Judul Publikasi
Nama Status Penerbitan Jurnal/Seminar ”Jurnal Ilmu Ternak JITV 14(3) : 200dan Veteriner 207 (JITV)” November 2009 Balai Penelitian Ternak, Bogor.
1.
Kecernaan Nutrien dan Performa Produksi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) yang diberi Tepung Lerak (Sapindus rarak) dalam Ransum
2.
Effects of Whole Fruit Lerak (Sapindus rarak DC) Extract on in vitro Ruminal Fermentation, Methane Production, and Microbial Diversity
3.
The dynamic of rumen microbes in ”Livestock the in vitro fermentation of Science” different ratios of forage and concentrate in the presence of whole lerak (Sapindus rarak) fruit extract
4.
Kecernaan Nutrien, Neraca Nitrogen, Profil Nutrien Darah dan Performa Sapi Potong PO yang Mendapat Ekstrak Lerak (Sapindus Rarak) dalam Pakan Blok
“Letter of Applied Microbiologi”
Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan, Universitas Padjajaran, Bandung 21-22 Spetember 2009.
Submit
Persiapan
ISBN : 978-60295808-0-8
99
Lampiran 2. Kerangka Penelitian Tahap
Kegiatan
Metode
Indikator Capaian
I
Analisis saponin dan tanin buah lerak Uji in vitro I : Evaluasi ekstrak lerak pada keragaman mikroba, produksi metan dan fermentasi
Level ekstrak lerak : 0; 0.001; 0.01; 0.1 dan 1 mg/ml Hijauan:konsentrat = 50:50
II
Uji in vitro II : Evaluasi ekstrak lerak pada dinamika populasi bakteri, aktivitas enzim dan fermentasi rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda
Level ekstrak lerak : 0; 0.6 dan 0.8 mg/ml Hijauan:konsentrat = 90:10; 80:20 and 70: 30
III
Evaluasi lerak dalam bentuk tepung terhadap kecernaan, profil darah dan performa sapi potong
Level Tepung lerak 500 dan 1000 mg/kg BB (setara saponin 20 mg dan 40 mg/kg BB Hijauan:Konsentrat = 35:65 Lama = 60 hari
Kecernaan nutrien konsumsi pakan PBBH Efisiensi ransum Hematologi darah
Kecernaan nutrien konsumsi pakan PBBH Efisiensi Ransum Hematologi darah Profil Lemak darah Retensi nitrogen Sintesis protein mikroba
IV
Evaluasi lerak dalam bentuk ekstrak terhadap kecernaan, fermentasi, retensi nitrogen, suplai protein mikroba profil darah dan performa sapi potong
Level Ekstrak lerak 100 dan 200 mg/kg BB (setara saponin 80 dan 160 mg) Hijauan:Konsentrat = 70:30 Lama 90 hari
Populasi protozoa pH Profil VFA Gas total dan metan Keragaman bakteri rumen Identifikasi bakteri
KCBK, KCBO Profil VFA NH3 Populasi protozoa Populasi bakteri spesifik (F.succinogenes, R. albus, Prevotella sp.) Aktivitas enzim
100
Lampiran 3. Komposisi larutan-larutan
1. Pembuatan larutan McDougal (saliva buatan) Untuk membuat larutan 6 liter, sebanyak 5 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar yang bervolume 6 liter lalu dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut : NaHCo3 (58.8 g), Na2HPO47H2O (42 g), KCl (3.42 g), NaCl (2.82 g), MgSO47H2O (0.72 g) dan CaCl2 (0.24 g). CaCl2 ditambahkan paling akhir setelah bahan lainnya larut sempurna. Kemudian leher labu di cuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Campuran lalu dikocok dengan gas CO2 secara perlahanlahan dengan cara melewatkannya dengan tujuan menurunkan pH hingga mencapai 6.8 2. Pembuatan larutan Pepsin 0.2% Sebanyak 2 g pepsin (1:10000) dilarutkan dalam 850 ml air bebas ion. Kemudian ditambahkan 17.8 ml HCl pekat dan campuran dimasukkan ke dalam labu takar. Air ditambahkan hingga permukaannya mencapai tanda tera 3. Pembuatan Asam Borat Berindikator Asam borat berindikator terdiri atas 2 larutan yaitu larutan A dan larutan B. Larutan A dibuat dengan melarutkan 4 gr asam borat (H3BO3) dilarutkan dalam aquades 70 ml dan dipanaskan diatas penangas air sehingga semua kristal H3BO3 terlarut. Setelah didinginkan, larutkan dimasukkan ke dalam takar 100 ml. Larutan B dibuat dengan melarutkan 66 mg Brom Cresol Green (BCG) dan 33 mg Methyl Red (MR) dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan alkohol 95% sedikit demi sedikit sehingga semua bahan terlarut sempurna lalu ditambahkan alkohol 95% hingga tanda tera. Selanjutnya, 20 ml larutan B dimasukkan ke dalam larutan A yang sudah dingin dalam labu takar. Kemudian ditambahkan aquades sehingga tanda tera.
101
Lampiran 4. Prosedur analisis alantoin (IAEA, 1997)
Konsentrasi
alantoin
dalam
urin
diukur
dengan
metode
kolorimetri
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 522 nm. Alantoin dihidrolisis dalam kondisi alkali pada suhu 100oC menjadi asam alantoat yang kemudian didegradasi menjadi urea dan asam glioksilat dalam larutan asam. Asam glioksilat akan bereaksi dengan phenil hidrazin hidroklorid menjadi phenil hidrazon yang akan membentuk senyawa berwarna dengan potassium ferisianida. Reagen yang digunakan adalah NaOH 0.5M, HCl 0.5M, PHenil hidrazin hidroklorid 0.023M yang dipreparasi segar sebelum digunakan (0.1663 g phenil hidrazin hidroklorid dilarutkan dengan aquades sampai volume 50 ml). Urin diencerkan sampai 10-40 kali tergantung kepekatannya sehingga dapat masuk dalam kisaran larutan standar yang digunakan. Sebanyak 1 ml urin yang telah diencerkan dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan 5 ml aquades dan 1 ml NaOH, dicampur sehingga homogeny dengan vortex. Tabung dimasukkan dalam air mendidih (100oC) selama 7 menit kemudian didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl 0.5M dan 1 ml phenil hidrazin dan campur hingga homogeny dengan vortex, kemudian diinkubasi kembali dalam air mendidih selama 7 menit dan didinginkan dalam air es. Sebanyak 3 ml HCl pekat dingin dan 1 ml potassium ferrisianida dicampur dengan vortex, dan setelah 20 menit dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 522 nm.
102
Lampiran 5. Analisis statistik data percobaan in vitro tahap I. 5.1. Profil VFA dan pH Sumber keragaman
Parameter
Model terkoreksi
TotVFA
4.241(a)
4
1.060
.278
.887
Acetatate
15.112(b)
4
3.778
76.103
.000
Propionate
62.645(c)
4
15.661
627.747
.000
Butirate
11.667(d)
4
2.917
157.718
.000
Isovalerate
.310(e)
4
.078
68.225
.000
Valerate
.011(f)
4
.003
8.068
.001
APratio
1.090(g)
4
.273
388.384
.000
pH Intersep
Sig.
4
.007
20.939
.000
1
184130.897
48294.389
.000
Acetatate
75558.260
1
75558.260
1521982.150
.000
Propionate
9539.919
1
9539.919
382388.860
.000
Butirate
2449.020
1
2449.020
132422.088
.000
22.867
1
22.867
20113.032
.000
Valerate
38.181
1
38.181
114954.056
.000
APratio
150.432
1
150.432
214356.465
.000
pH
749.513
1
749.513
2268794.949
.000
TotVFA
4.241
4
1.060
.278
.887
Acetatate
15.112
4
3.778
76.103
.000
Propionate
62.645
4
15.661
627.747
.000
Butirate
11.667
4
2.917
157.718
.000
Isovalerate
.310
4
.078
68.225
.000
Valerate
.011
4
.003
8.068
.001
APratio
1.090
4
.273
388.384
.000
.028
4
.007
20.939
.000
53.377
14
3.813
Acetatate
.695
14
.050
Propionate
.349
14
.025
Butirate
.259
14
.018
Isovalerate
.016
14
.001
Valerate
.005
14
.000
APratio
.010
14
.001 .000
TotVFA
.005
14
TotVFA
186718.420
19
Acetatate
76499.072
19
Propionate
9773.763
19
Butirate
2487.554
19
23.360
19
Valerate
38.726
19
APratio
152.760
19
pH
759.064
19
TotVFA
57.618
18
Acetatate
15.807
18
Propionate
62.994
18
Butirate
11.926
18
Isovalerate
.326
18
Valerate
.015
18
APratio
1.100
18
.032
18
Isovalerate
Total terkoreksi
F
.028(h)
pH Total
kuadrat tengah
184130.897
pH Galat
db
TotVFA
Isovalerate
Perlakuan
Jumlah kuadrat
pH
103
Uji lanjut Duncan a.
Total VFA
b. Asetat Perlakuan
Perlakuan
N
N
Subset, alfa=0.01
Subset, alfa = 0.01
1 61.7375
1
2
5.00
4
98.4200
5.00
1.00
3
98.7200
3.00
4.00
4
99.2900
4.00
4
63.8425
99.3200
2.00
4
63.9700
99.7375
1.00
3
.415
Sig.
2.00
4
3.00
4
Sig.
c.
Propionat
Perlakuan
4
1 21.5600
1.00
3 4 4
5.00
Perlakuan
Subset, alfa=0.01
2.00
4.00
4 Propionate
63.7225
64.1300 1.000
N
Subset, alfa = 0.01 1 9.9025
2 4
21.5900
1.00
3
11.6933
21.7400
4.00
4
11.8000
21.7725
2.00
4
11.8425
26.1200
3.00
4
1.000
Sig.
.110
e.Isovalerat
11.9050 1.000
Subset, alfa=0.01
N 4
1 .8550
4 3
2
Perlakuan 5.00
1.4200
1.4200
3
1.1667
4.00
4
1.4375
4
1.4425
4
4
1.1775
3.00
4
1.1800 .181
3.00
Keterangan : Perlakuan 1 = ekstrak lerak 0 mg/ml Perlakuan 2 = ekstrak lerak 0.001 mg/ml Perlakuan 3 = ekstrak lerak 0.01 mg/ml Perlakuan 4 = ekstrak lerak 0.1 mg/ml Perlakuan 5 = ekstrak lerak 1 mg/ml
1 1.3850
2
4
1.00
2.00
1.000
N
1.1425
2.00
Sig.
.068
f. Valerat
Subset, alfa=0.01
1.00
2
5.00
4
Sig.
Perlakuan 5.00 4.00
.035
d. Butirat
N
3.00
4
Sig.
1.4500 .020
.055
104
g. Rasio Asetat:propionate
Perlakuan
N
h. Nilai pH
Subset, alfa=0.01
Perlakuan
1 2.3625
5.00
4
N
2
Subset, alfa=0.01 1 6.2525
2
3
5.00
4
3.00
4
2.9300
4.00
4
6.3175
4.00
4
2.9325
3.00
4
6.3300
6.3300
4
6.3525
6.3525
3
2.00
4
2.9675
2.00
1.00
3
2.9700
1.00
.076
Sig.
Sig.
1.000
6.3600 1.000
.024
.049
5.2. Produksi Total gas, konsentrasi metan dan H2
Sumber keragaman Model terkoreksi
Parameter Gas12
Sig. .017
4
1.399
1.966
.164
4
.788
.624
.654
.090(d)
4
.023
8.838
.001
2.772(e)
4
.693
.590
.677
Gas12
1328.685
1
1328.685
1996.117
.000
Gas24
2179.575
1
2179.575
3062.676
.000
Gas48
2804.763
1
2804.763
2222.370
.000
59.640
1
59.640
23413.759
.000
988.808
1
988.808
841.383
.000
Gas12
12.373
4
3.093
4.647
.017
Gas24
5.595
4
1.399
1.966
.164
Gas48
3.150
4
.788
.624
.654
Methane
.090
4
.023
8.838
.001
H2
2.772
4
.693
.590
.677
Gas12
7.988
12
.666
Gas24
8.540
12
.712
Gas48
15.145
12
1.262
Methane
.031
12
.003
14.103
12
1.175
Gas12
1403.487
17
Gas24
2263.995
17
Gas48
2900.402
17
H2
Methane
60.582
17
1022.650
17
Gas12
20.360
16
Gas24
14.135
16
Gas48
18.295
16
.121
16
16.875
16
H2 Total terkoreksi
F 4.647
3.150(c)
H2
Total
Kuadrat tengah 3.093
5.595(b)
Methane
Galat
4
Gas48 H2
Perlakuan
db
Gas24 Methane Intersep
Jumlah kuadrat 12.373(a)
Methane H2
105
Uji lanjut Duncan a. Produksi Total gas 12 jam inkubasi Perlakuan
N
Subset, alfa=0.05
1.00
3
1 8.3100
3.00
3
8.3433
3
8.5800
2.00
4
8.9025
5.00
4
4.00
Sig.
b. Konsentrasi metan/ml gas Perlakuan
2
10.5075 .402
1 1.7550
2
5.00
4
1.00
3
1.9200
4.00
3
1.9200
2.00
4
1.9300
3.00
3
Sig.
1.000
Subset, alfa=0.01
N
1.9333 1.000
.757
5.3. Populasi protozoa inkubasi 12 jam Sumber Model terkoreksi
Parameter Entodinium12 Diplodinium12 Dasytricha12
Perlakuan
Total
Total terkoreksi
Kuadrat tengah 3.474
F 1174.678
Sig. .000
2.529(b)
4
.632
19.579
.000
2.941(c)
4
.735
20.378
.000
4
3.671
1479.155
.000
Entodinium12
359.040
1
359.040
121390.500
.000
Diplodinium12
217.490
1
217.490
6735.146
.000
Dasytricha12
221.751
1
221.751
6146.774
.000
TotalProtozoa12
366.761
1
366.761
147776.004
.000
Entodinium12
13.898
4
3.474
1174.678
.000
Diplodinium12
2.529
4
.632
19.579
.000
Dasytricha12
2.941
4
.735
20.378
.000
1479.155
.000
TotalProtozoa12 Galat
db 4
14.684(d)
TotalProtozoa12 Intersep
Jumlah kuadrat 13.898(a)
14.684
4
3.671
Entodinium12
.041
14
.003
Diplodinium12
.452
14
.032
Dasytricha12
.505
14
.036
TotalProtozoa12
.035
14
.002
Entodinium12
374.232
19
Diplodinium12
221.833
19
Dasytricha12
228.119
19
TotalProtozoa12
382.744
19
Entodinium12
13.939
18
Diplodinium12
2.981
18
Dasytricha12
3.446
18
14.719
18
TotalProtozoa12
106
Uji lanjut Duncan a. Entodinium 12 jam Perlakuan
N
b. Diplodinium 12 jam
Subset, alfa=0.01
5.00
4
1.00
4
1 2.6990
Perlakuan
N
Subset, alfa=0.01 1 2.6990
2
2
5.00
4
4.7668
2.00
4
3.4568
4.00
3
4.7807
1.00
4
3.6143
3.00
4
4.8023
3.00
4
3.6270
4.8310
4.00
3
3.6320
.157
Sig.
2.00
4
Sig.
1.000
c.Dasytricha 12 jam Perlakuan
N
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 Sig.
4 3 4 4 4
1.000
.238
d. Total protozoa 12 jam Perlakuan
Subset, alfa=0.01 1 2 2.6990 3.4440 3.6385 3.6600 3.7535 1.000 .057
5.00 4.00 1.00 3.00 2.00 Sig.
N
Subset, alfa=0.01 1 2 2.6990 4.8337 4.8393 4.8600 4.8818 1.000 .242
4 3 4 4 4
5.4. Populasi protozoa pada 24 jam inkubasi Sumber Model terkoreksi
Parameter Entodinium24 Diplodinium24 Dasytricha24
Perlakuan
Total
Total terkoreksi
Jumlahkkuadrat
F
Sig.
4
3.501
1777.987
.000
5.195(b)
4
1.299
80.869
.000
2.312(c)
4
.578
14.265
.000
4
3.796
2818.984
.000
Entodinium24
382.218
1
382.218
194107.832
.000
Diplodinium24
276.448
1
276.448
17213.407
.000
Dasytricha24
226.949
1
226.949
5600.755
.000
Totalprotozoa24
394.441
1
394.441
292912.414
.000
Entodinium24
14.004
4
3.501
1777.987
.000
Diplodinium24
5.195
4
1.299
80.869
.000
Dasytricha24
2.312
4
.578
14.265
.000
15.184
4
3.796
2818.984
.000
Entodinium24
.030
15
.002
Diplodinium24
.241
15
.016
Dasytricha24
.608
15
.041
Totalprotozoa24
.020
15
.001
Entodinium24
396.251
20
Diplodinium24
281.884
20
Dasytricha24
229.869
20
Totalprotozoa24
Totalprotozoa24 Galat
db
14.004(a)
15.184(d)
Totalprotozoa24 Intersep
Jumlah kuadrat
409.645
20
Entodinium24
14.034
19
Diplodinium24
5.436
19
2.920 15.205
19 19
Dasytricha24 Totalprotozoa24
107
Uji lanjut Duncan a. Entodinium 24 jam Perlakuan
N
5.00 4.00 1.00 3.00 2.00 Sig.
4 4 4 4 4
b. Diplodinium 24 jam
Subset, alfa = 0.01 1 2 2.6990 4.7570 4.7635 4.8028 4.8358 1.000 .034
c.Dasytricha 24 jam Perlakuan
N
5.00 3.00 1.00 2.00 4.00 Sig.
4 4 4 4 4
Perlakuan
N
5.00 4.00 1.00 2.00 3.00 Sig.
4 4 4 4 4
Subset, alfa=0.01 1 2 2.6990 3.9575 3.9585 3.9740 4.0003 1.000 .667
d. Total protozoa 24 jam Subset, alfa=0.01 1 2 2.6990 3.4255 3.5435 3.5875 3.5875 1.000 .311
Perlakuan
N
5.00 4.00 1.00 3.00 2.00 Sig.
4 4 4 4 4
Subset, alfa=0.01 1 2 2.6990 4.8483 4.8515 4.8913 4.9148 1.000 .031
5.5. Populasi protozoa pada 48 jam inkubasi Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48 Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48 Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48 Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48 Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48 Entodinium48 Diplodinium48 Dasytricha48 TotalProtozoa48
Jumlah kuadrat 7.632(a) 3.546(b) .000(c) 9.015(d) 309.110 249.020 145.692 326.416 7.632 3.546 .000 9.015 .056 .322 .000 .031 316.799 252.889 145.692 335.461 7.688 3.868 .000 9.046
db 4 4 4 4 1 1 1 1 4 4 4 4 15 15 15 15 20 20 20 20 19 19 19 19
Kuadrat tengah 1.908 .887 .000 2.254 309.110 249.020 145.692 326.416 1.908 .887 .000 2.254 .004 .021 .000 .002
F 510.939 41.303 . 1106.563 82771.155 11600.453 . 160264.397 510.939 41.303 . 1106.563
Sig. .000 .000 . .000 .000 .000 . .000 .000 .000 . .000
108
Uji lanjut Duncan a. Entodinium 48 jam Perlakuan
N
b. Diplodinium 48 jam Perlakuan
Subset, alfa=0.01 1 2.6990
2
3
N
Subset, alfa=0.01 1 2.6990
2
5.00
4
2.00
4
3.6680
4.00
4
3.6838
5.00
4
4.00
4
4.1623
3.00
4
4.2415
4.2415
1.00
1.00
4
3.7195
4
4.2550
4.2550
3.00
2.00
4
4.2990
4
3.8728
Sig.
Sig.
1.000
.059
.226
c.Total protozoa 48 jam Treatment
5.00 4.00 1.00 2.00 3.00 Sig.
N
Subset, alfa=0.01
4 4 4 4 4
1 2.6990
1.000
2 4.3090 4.3810 4.4010 4.4095 .010
1.000
.087
109
Lampiran 6. Analisis statistik data percobaan in vitro tahap II. 6.1. Populasi protozoa inkubasi 4 dan 24 jam Sumber Model terkoreksi
Parameter Protozoa 4 jam Protozoa 24 jam
Intersep Substrat Lerak Kelompok Substrat * Lerak Galat
Type III Sum of Squares 8.287(a)
db 10
Total terkoreksi
F 1.164
Sig. .379
20.082(b)
10
2.008
3.520
.012
Protozoa 4 jam
414.411
1
414.411
582.199
.000
Protozoa 24 jam
365.098
1
365.098
639.887
.000
Protozoa 4 jam
1.416
2
.708
.994
.392
Protozoa 24 jam
3.793
2
1.897
3.324
.062
Protozoa 4 jam
2.444
2
1.222
1.717
.211
Protozoa 24 jam
7.136
2
3.568
6.254
.010
Protozoa 4 jam
3.291
2
1.645
2.312
.131
Protozoa 24 jam
5.411
2
2.705
4.742
.024
Protozoa 4 jam
1.137
4
.284
.399
.806
1.639
.213
Protozoa 24 jam
3.741
4
.935
Protozoa 4 jam
11.389
16
.712 .571
Protozoa 24 jam Total
Jumlah kuadrat .829
9.129
16
Protozoa 4 jam
434.087
27
Protozoa 24 jam
394.309
27
Protozoa 4 jam
19.676
26
Protozoa 24 jam
29.211
26
Uji lanjut Duncan a. Protozoa 24 jam Substrat
N
Lerak
2
3.00
9
1 3.2163
3.5557
2.00
9
3.4208
1.00
9
2.00
9
1 3.2912
1.00
9
3.5557
3.00
Subset, alfa=0.01
Subset, alfa=0.01
9
Sig.
Keterangan : Substrat : 1 = H:K=90:10 2 = H:K=80:20 3 = H:K=70:30
4.1848 .468
N
Sig.
.096
Lerak :
1 = 0 mg/ml ekstrak lerak 2 = 0.6 mg/ml ekstrak lerak 3 = 0.8 mg/ml ekstrak lerak
2
4.3947 .574
1.000
110
6.2. Populasi Total bakteri, R. albus, F. succinogenes dan Prevotella sp. Sumber Model terkoreksi
Intersep
Substrat
Lerak
Kelompok
Substrat * Lerak
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela TB FS RA Prevotela
Jumlah kuadrat .247(a) 1126.230(b) 173.576(c) 296.363(d) 1927.287 1547.043 548.728 479.151 .077 294.248 1.908 11.797 .059 2.769 92.640 120.226 .052 821.188 70.149 121.250 .065 11.797 17.286 34.265 .206 395.930 230.167 261.556 1970.133 2967.014 931.684 1008.281 .453 1522.160 403.743 557.919
db 10 10 10 10 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 15 15 15 15 26 26 26 26 25 25 25 25
Kuadrat tengah .025 112.623 17.358 29.636 1927.287 1547.043 548.728 479.151 .038 147.124 .954 5.898 .029 1.384 46.320 60.113 .026 410.594 35.075 60.625 .016 2.949 4.322 8.566 .014 26.395 15.344 17.437
F 1.796 4.267 1.131 1.700 140221.120 58.610 35.761 27.479 2.790 5.574 .062 .338 2.130 .052 3.019 3.447 1.907 15.556 2.286 3.477 1.190 .112 .282 .491
Sig. .148 .006 .402 .171 .000 .000 .000 .000 .093 .015 .940 .718 .153 .949 .079 .059 .183 .000 .136 .057 .355 .976 .885 .742
111
Uji lanjut Duncan a. Prevotela Substrat
N
Lerak
Subset, alfa=0.05
N
Subset, alfa=0.05
8
3.3038
1.00
9
1 2.3200
2
1.00 3.00
9
3.8033
2.00
9
3.2511
3.2511
5.2833
3.00
8
.365
Sig.
1
2.00
9
Sig.
7.2588 .650
.065
6.3. Aktivitas enzim amylase, CMCase dan xylanase pada inkubasi 4 jam
Sumber Model terkoreksi
Intersep
Substrat
Lerak
Substrat * Lerak
Kelompok
Galat
Total terkoreksi
F 2.323
Sig. .064
10
1.704
3.543
.012
10
10.442
2.971
.026
2616.986
1
2616.986
1853.943
.000
698.607
1
698.607
1452.569
.000
Jumlah kuadrat 32.794(a)
CMCase4j
17.041(b)
Xylanase4j
104.422(c)
Amilase4j CMCase4j Xylanase4j
db 10
4337.197
1
4337.197
1233.965
.000
Amilase4j
3.511
2
1.756
1.244
.315
CMCase4j
.293
2
.147
.305
.741
Xylanase4j
5.857
2
2.929
.833
.453
Amilase4j
14.027
2
7.014
4.969
.021
CMCase4j
2.114
2
1.057
2.198
.143
Xylanase4j
36.555
2
18.278
5.200
.018
Amilase4j
8.456
4
2.114
1.498
.250
CMCase4j
1.520
4
.380
.790
.548
Xylanase4j
27.305
4
6.826
1.942
.152
Amilase4j
6.799
2
3.400
2.408
.122
CMCase4j
13.113
2
6.557
13.633
.000
Xylanase4j
34.704
2
17.352
4.937
.021
Amilase4j
22.585
16
1.412
CMCase4j
7.695
16
.481 3.515
Xylanase4j Total
Kuadrat tengah 3.279
Parameter Amilase4j
56.238
16
2672.365
27
CMCase4j
723.343
27
Xylanase4j
4497.856
27
55.379
26
CMCase4j
24.736
26
Xylanase4j
160.659
26
Amilase4j
Amilase4j
112
Uji lanjut Duncan a. Aktivitas amylase 4 jam inkubasi Substrat
N
Subset,alfa=0.05 1
2.00
9
9.4947
3.00
9
9.6994
9
10.3412
1.00 Sig.
.171
Lerak
N
Subset
3.00
9
1 9.3006
2.00
9
9.3710
1.00
9
Sig.
2
10.8636 .902
1.000
b. Aktivitas enzim CMCase 4 jam inkubasi Substrat
N
3.00 2.00 1.00 Sig.
9 9 9
Subset, alfa=0.05 1 4.9552 5.0949 5.2100 .471
Lerak
N
1.00 2.00 3.00 Sig.
9 9 9
Subset, alfa=0.05 1 4.7302 5.1162 5.4137 .064
c. Aktivitas enzim Xylanase 4 jam inkubasi Substrat 3.00 1.00 2.00 Sig.
N 9 9 9
Subset, alfa =0.05 1 12.2255 12.4811 13.3162 .259
Lerak 1.00 3.00 2.00 Sig.
N 9 9 9
Subset, alfa=0.05 1 2 11.0476 13.2726 13.7026 1.000 .633
113
6.4. Aktivitas enzim amylase, CMCase dan xylanase pada inkubasi 24 jam Sumber Model terkoreksi
Intersep
Substrat
Lerak
Substrat * Lerak
Kelompok
Galat
Total terkoreksi
F 5.735
Sig. .000
45.534(b)
11
4.139
6.938
.000
Jumlah kuadrat 177.066(a)
CMCase24j Xylanase24j
db
292.150(c)
11
26.559
7.221
.000
Amilase24j
4555.509
1
4555.509
1622.911
.000
CMCase24j
1129.559
1
1129.559
1893.238
.000
Xylanase24j
5647.936
1
5647.936
1535.503
.000
Amilase24j
4.748
2
2.374
.846
.442
CMCase24j
1.985
2
.992
1.663
.211
Xylanase24j
1.221
2
.611
.166
.848
Amilase24j
6.839
2
3.419
1.218
.313
CMCase24j
.348
2
.174
.292
.750
Xylanase24j
8.500
2
4.250
1.155
.332
Amilase24j
12.004
4
3.001
1.069
.393
CMCase24j
1.831
4
.458
.767
.557
Xylanase24j
23.881
4
5.970
1.623
.201
Amilase24j
153.476
3
51.159
18.225
.000
CMCase24j
41.370
3
13.790
23.113
.000
Xylanase24j
258.547
3
86.182
23.430
.000
Amilase24j
67.368
24
2.807
CMCase24j
14.319
24
.597 3.678
Xylanase24j Total
11
Kuadrat tengah 16.097
Parameter Amilase24j
88.278
24
Amilase24j
4799.943
36
CMCase24j
1189.412
36
Xylanase24j
6028.364
36
Amilase24j
244.434
35
CMCase24j
59.853
35
Xylanase24j
380.427
35
114
6.5. Kecernaan dan konsentrasi NH3 Sumber Model terkoreksi
Parameter KCBK
Jumlah kuadrat 785.685(a)
db 10
Kuadrat tengah 78.569
F 9.898
Sig. .000
117.557
24.078
.000
KCBO Intersep
1175.574(b)
10
NH3
118.980(c)
10
11.898
2.105
.089
KCBK
78007.762
1
78007.762
9827.025
.000
KCBO
61191.288
1
61191.288
12533.145
.000
3907.618
1
3907.618
691.319
.000
KCBK
247.540
2
123.770
15.592
.000
KCBO
202.196
2
101.098
20.707
.000
7.369
2
3.685
.652
.534
KCBK
17.887
2
8.944
1.127
.349
KCBO
36.431
2
18.216
3.731
.047
NH3 Substrat
NH3 Lerak
NH3 Kelompok
Substrat * Lerak
Galat
Total
9.966
2
4.983
.882
.433
KCBK
471.509
2
235.755
29.699
.000
KCBO
897.218
2
448.609
91.884
.000
NH3
87.212
2
43.606
7.715
.005
KCBK
48.748
4
12.187
1.535
.239
KCBO
39.729
4
9.932
2.034
.138
NH3
14.432
4
3.608
.638
.643
KCBK
127.009
16
7.938
KCBO
78.118
16
4.882
NH3
90.439
16
5.652
KCBK
78920.456
27
KCBO
62444.980
27
NH3 Total terkoreksi
4117.036
27
KCBK
912.694
26
KCBO
1253.692
26
209.419
26
NH3
Uji lanjut Duncan a. KCBK Substrat
N
Subset, alfa=0.05
1.00
9
1 50.9448
2.00
9
52.3532
3.00
2
9
57.9552
Sig.
.305
1.000
Lerak
N
Subset, alfa=0.05 1
3.00
9
52.6044
1.00
9
54.2366
2.00
9
54.4121
Sig.
.215
b. KCBO Substrat
N
1.00
9
2.00
9
3.00 Sig.
Lerak
Subset, alfa=0.05 1 44.6541
2
3
46.9149
9
51.2494 1.000
1.000
1.000
N
Subset, alfa=0.05
3.00
9
1 46.0026
2.00
9
48.0989
1.00
9
Sig.
2 48.0989 48.7169
.061
.561
115
6.6. VFA total dan Parsial Sumber Model terkoreksi
Intersep
Substrat
Lerak
Kelompok
Substrat * Lerak
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP TotVFA Asetat Propionat Isobutirat butirat isovalerat AP
Jumlah kuadrat 4273.823(a) 99.094(b) 49.594(c) 12.269(d) 60.287(e) 4.505(f) 4.108(g) 56264.592 106962.804 6950.380 162.471 1966.761 82.904 359.245 2728.415 .925 2.751 3.541 .816 1.280 .204 384.247 21.465 28.952 .390 10.689 .747 1.983 1444.556 54.225 11.614 6.901 43.468 1.545 1.317 366.686 22.184 7.395 .983 5.320 .454 .645 1191.088 154.055 21.225 11.168 36.310 4.232 2.408 59709.953 112965.811 7469.198 184.639 2225.517 98.443 382.320 5464.912 253.149 70.819 23.437 96.597 8.736 6.516
db 10 10 10 10 10 10 10 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 13 13 13 13 13 13 13 24 24 24 24 24 24 24 23 23 23 23 23 23 23
Kuadrat tengah 427.382 9.909 4.959 1.227 6.029 .450 .411 56264.592 106962.804 6950.380 162.471 1966.761 82.904 359.245 1364.207 .463 1.376 1.771 .408 .640 .102 192.123 10.732 14.476 .195 5.344 .374 .991 722.278 27.113 5.807 3.450 21.734 .773 .658 91.672 5.546 1.849 .246 1.330 .114 .161 91.622 11.850 1.633 .859 2.793 .326 .185
F 4.665 .836 3.038 1.428 2.158 1.384 2.218 614.094 9026.088 4257.087 189.125 704.158 254.689 1939.508 14.889 .039 .843 2.061 .146 1.965 .551 2.097 .906 8.866 .227 1.913 1.148 5.352 7.883 2.288 3.557 4.016 7.781 2.374 3.554 1.001 .468 1.132 .286 .476 .349 .870
Sig. .006 .605 .032 .269 .097 .287 .090 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .962 .453 .167 .865 .180 .589 .162 .428 .004 .800 .187 .347 .020 .006 .141 .059 .044 .006 .132 .059 .442 .758 .384 .882 .753 .840 .508
116
Uji lanjut Duncan a. Total VFA Substrat
N
1.00
9
3.00 2.00
Lerak
Subset, alfa=0.05 1 34.9378
54.7729
8
55.3938 1.000
Subset, alfa=0.05 1
2
7
Sig.
N
1.00
8
43.8888
2.00
8
46.6313
3.00
8
52.1050
Sig.
.899
.126
b. Propionat Substrat
N
Subset,alfa=0.05 1
2.00
8
17.0338
1.00
9
17.6611
3.00
7
18.0229
Sig.
.167
Lerak
N
Subset
1.00
8
1 16.2850
2.00
8
17.5238
3.00
8
Sig.
2 17.5238 18.8638
.075
.056
c. Rasio asetat:propionat Substrat
N
Subset, alfa=0.05 1
3.00
7
3.8857
1.00
9
3.9000
2.00
8
4.0838
Sig.
.400
Lerak
N
Subset, alfa=0.05 8
1 3.5850
2
3.00 2.00
8
4.0213
4.0213
1.00
8
Sig.
4.2650 .064
.278
117
Lampiran 7. Analisis statistik data penelitian percobaan in vivo tahap I. 7.1. Konsumsi dan performa sapi potong Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR KonsKo Konsjer KonsTotBK KOnsSK KonsPK PBB PBBH FCR
Jumlah kuadrat .446(a) .002(b) .459(c) .161(d) .014(e) 191.167(f) .048(g) 12.179(h) 177.639 45.435 402.868 39.968 7.971 35861.333 8.755 646.360 .446 .002 .459 .161 .014 191.167 .048 12.179 1.714 .005 1.754 .118 .061 2261.500 .550 48.904 179.799 45.442 405.081 40.246 8.046 38314.000 9.354 707.444 2.160 .007 2.213 .278 .076 2452.667 .599 61.083
db 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 9 9 9 9 9 9 9 9 12 12 12 12 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Kuadrat tengah .223 .001 .230 .080 .007 95.583 .024 6.090 177.639 45.435 402.868 39.968 7.971 35861.333 8.755 646.360 .223 .001 .230 .080 .007 95.583 .024 6.090 .190 .001 .195 .013 .007 251.278 .061 5.434
F 1.170 1.329 1.179 6.136 1.038 .380 .395 1.121 932.665 74688.014 2067.671 3054.841 1169.296 142.716 143.169 118.953 1.170 1.329 1.179 6.136 1.038 .380 .395 1.121
Sig. .353 .312 .351 .021 .393 .694 .685 .368 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .353 .312 .351 .021 .393 .694 .685 .368
118
Uji lanjut Duncan a.
Konsumsi serat kasar
Perlakuan
N
3.00 2.00 1.00 Sig.
Subset, alfa=0.05 1 2 1.6775 1.8375 1.8375 1.9600 .079 .164
4 4 4
7.2. Kecernaan nutrien (BK, SK, PK) Sumber Model terkoreksi
Parameter Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK Kecernaan BK Kecernaan SK Kecernaan PK
Intersep
Perlakuan
Galat
Total
Total terkoreksi
Jumlah kuadrat 296.297(a) 685.985(a) 403.031(b) 50187.800 9827.536 77128.350 296.297 685.985 403.031 74.744 172.982 14.843 50558.841 10686.502 77546.225 371.041 858.966 417.874
Uji lanjut Duncan a. Kecernaan Bahan Kering Perlakuan
N
3.00 1.00 2.00 Sig.
4 4 4
Subset, alfa=0.05 1 2 57.6600 67.7600 68.5925 1.000 .692
c.Kecernaan protein kasar Perlakuan 3.00 2.00 1.00 Sig.
N 4 4 4
Subset, alfa=0.05 1 2 71.9750 84.2575 84.2800 1.000 .981
db 2 2 2 1 1 1 2 2 2 9 9 9 12 12 12 11 11 11
Kuadrat tengah 148.148 342.992 201.516 50187.800 9827.536 77128.350 148.148 342.992 201.516 8.305 19.220 1.649
F 17.839 17.845 122.185 6043.157 511.313 46765.318 17.839 17.845 122.185
Sig. .001 .001 .000 .000 .000 .000 .001 .001 .000
b. Kecernaan serat kasar Perlakuan 3.00 2.00 1.00 Sig.
N 4 4 4
Subset, alfa=0.05 1 2 18.3900 31.0300 36.4325 1.000 .115
119
7.3. Hematologi darah sapi potong Sumber Model terkoreksi
Parameter Hb
Intersep
Perlakuan
Jumlah kuadrat .427(a)
Sig. .830
2
12.380
1.165
.355
2
4.071
2.113
.177
BDP
63.995(d)
2
31.998
13.513
.002
Hb
1086.803
1
1086.803
969.398
.000
PCV
9990.755
1
9990.755
939.846
.000
BDM
731.329
1
731.329
379.507
.000
BDP
1145.630
1
1145.630
483.799
.000
.427
2
.213
.190
.830
PCV
24.760
2
12.380
1.165
.355
BDM
8.142
2
4.071
2.113
.177
BDP
63.995
2
31.998
13.513
.002
Hb
10.090
9
1.121
PCV
95.672
9
10.630
BDM
17.343
9
1.927 2.368
21.312
9
1097.320
12
10111.188
12
BDM
756.814
12
BDP
1230.938
12
Hb
10.517
11
PCV
120.432
11
BDM
25.485
11
BDP
85.307
11
Uji lanjut Duncan Butir darah putih (BDP) N
Subset, alfa=0.05 1
3.00
4
2.00
4
1.00
4
Sig.
.190
8.142(c)
PCV
Perlakuan
F
24.760(b)
Hb
Total terkoreksi
Kuadrat tengah .213
BDM
BDP Total
2
PCV
Hb
Galat
db
2
3
7.0250 9.6125 12.6750 1.000
1.000
1.000
120
Lampiran 8. Analisis statistik data penelitian percobaan in vivo tahap II. 8.1. Populasi protozoa rumen sapi potong Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter Prot30h
Jumlah kuadrat 8623695238.096(a)
db 5
Kuadrat tengah 1724739047.619
F 1.418
Sig. .379
Prot60h
7526995238.096(b)
5
1505399047.619
.444
.801
Prot90h
2426780952.381(c)
5
485356190.476
.790
.607
Prot30h
74285761904.762
1
74285761904.762
61.066
.001
Prot60h
31165761904.762
1
31165761904.762
9.198
.039
Prot90h
30603306878.307
1
30603306878.307
49.810
.002
Prot30h
437428571.429
2
218714285.714
.180
.842
Prot60h
2912728571.429
2
1456364285.714
.430
.678
Prot90h
1375547619.048
2
687773809.524
1.119
.411
Prot30h
8166428571.429
3
2722142857.143
2.238
.226
Prot60h
6585228571.429
3
2195076190.476
.648
.624
Prot90h
1296047619.048
3
432015873.016
.703
.598
Prot30h
4865904761.905
4
1216476190.476
Prot60h
13553104761.905
4
3388276190.477 614404761.905
Prot90h
2457619047.619
4
Prot30h
89528000000.000
10
Prot60h
51661000000.000
10
Prot90h
34696000000.000
10
Prot30h
13489600000.000
9
Prot60h
21080100000.000
9
Prot90h
4884400000.000
9
121
8.2. Kecernaan nutrien (BK, BO, PK, SK, LK, NDDF, ADF) Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF KCBK KCBO KCPK KCSK KCLK KCNDF KCADF
Jumlah kuadrat 163.045(a) 44.501(b) 41.450(c) 32.924(d) 1230.578(e) 107.490(f) 783.178(g) 31018.973 37611.303 53034.147 57222.464 20276.846 34747.955 13090.075 12.536 16.068 5.649 2.600 475.031 4.187 143.700 123.820 19.960 31.519 26.353 849.528 96.598 532.489 227.308 77.915 35.695 94.488 517.464 119.873 324.847 34060.318 40308.972 56833.619 61529.319 25155.789 37868.603 15185.309 390.353 122.416 77.145 127.411 1748.043 227.362 1108.026
db 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 11 11 11 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10 10
Kuadrat tengah 32.609 8.900 8.290 6.585 246.116 21.498 156.636 31018.973 37611.303 53034.147 57222.464 20276.846 34747.955 13090.075 6.268 8.034 2.824 1.300 237.516 2.093 71.850 41.273 6.653 10.506 8.784 283.176 32.199 177.496 45.462 15.583 7.139 18.898 103.493 23.975 64.969
F .717 .571 1.161 .348 2.378 .897 2.411 682.310 2413.616 7428.831 3028.038 195.925 1449.368 201.480 .138 .516 .396 .069 2.295 .087 1.106 .908 .427 1.472 .465 2.736 1.343 2.732
Sig. .638 .723 .437 .864 .182 .546 .178 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .874 .626 .693 .934 .196 .918 .400 .500 .743 .329 .719 .153 .360 .154
122
8.3. Produksi VFA total dan parsial Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio ASetat Propionat Isobutirat BUtirat Isovalerat Valerat TotVFA APratio
Jumlah kuadrat 11.538(a) 10.806(b) 1.386(c) 2.513(d) .113(e) .436(f) 3314.502(g) .672(h) 44285.438 3448.244 58.494 1331.720 21.634 7.583 118630.051 133.447 6.777 7.668 .235 1.564 .027 .234 2145.555 .519 4.694 .815 1.226 .582 .071 .232 711.027 .039 11.928 2.865 .379 6.875 .266 .566 478.428 .193 47197.878 3728.637 66.476 1429.843 23.710 9.698 133691.614 141.774 23.466 13.671 1.765 9.388 .379 1.003 3792.929 .865
db 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 11 11 11 11 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10 10 10
Kuadrat tengah 2.308 2.161 .277 .503 .023 .087 662.900 .134 44285.438 3448.244 58.494 1331.720 21.634 7.583 118630.051 133.447 3.388 3.834 .117 .782 .014 .117 1072.778 .260 1.565 .272 .409 .194 .024 .077 237.009 .013 2.386 .573 .076 1.375 .053 .113 95.686 .039
F .967 3.772 3.655 .366 .427 .771 6.928 3.480 18563.676 6018.344 771.325 968.468 407.377 66.963 1239.791 3457.273 1.420 6.692 1.549 .569 .258 1.033 11.211 6.726 .656 .474 5.391 .141 .445 .683 2.477 .336
Sig. .514 .086 .091 .853 .814 .609 .027 .099 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .325 .039 .300 .599 .782 .421 .014 .038 .613 .714 .050 .931 .732 .600 .176 .801
123
Uji lanjut Duncan a. Produksi VFA total Perlakuan
N
Perlakuan
Subset
1.00
3
3.00
4
2.00
b. Propionat 1 84.9700
4
Sig.
N
Subset
2 1.00
3
111.5700
2.00
4
123.5425
3.00
4
.161
Sig.
1.000
1 16.8300
18.8375 19.0775 1.000
c.Rasio asetat:propionat Perlakuan
N
Subset
3.00
4
1 3.4150
2.00
4
3.4500
1.00
3
Sig.
2
3.9700 .821
1.000
8.4. Konsentrasi NH3
Sumber Model terkoreksi
Jumlah kuadrat 52.960(a)
Intersep
db 5
Kuadrat tengah 10.592
F 2.951
Sig. .130
462.034
1
462.034
128.727
.000
Perlakuan
33.955
2
16.978
4.730
.070
Kelompok
20.165
3
6.722
1.873
.252
Galat
17.946
5
3.589
Total
541.146
11
70.907
10
Total terkoreksi
Uji lanjut Duncan Perlakuan
N
Subset
3.00
4
1 4.2775
1.00
3
7.4733
2.00
4
Sig.
2 7.4733 8.0978
.073
.677
2
.688
124
8.5. Neraca nitrogen Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi KonsumsiN Nfeses Nurin retensiN Ntercerna Nretkons Nretcerna Persenretensi
Jumlah kuadrat 63.642(a) 10.658(b) 52.015(c) 45.032(d) 49.844(e) 23.086(f) 85.194(g) 23.086(f) 98355.502 7668.804 4563.333 25101.983 51070.803 27422.540 52864.575 27422.540 63.642 10.658 52.015 45.032 49.844 23.086 85.194 23.086 344.654 26.048 118.167 485.161 404.101 275.883 310.556 275.883 100273.170 7892.921 4691.000 26158.184 52130.364 28366.871 54681.438 28366.871 408.296 36.706 170.182 530.193 453.945 298.969 395.750 298.969
db 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 8 8 8 8 8 8 8 8 11 11 11 11 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10 10 10
Kuadrat tengah 31.821 5.329 26.008 22.516 24.922 11.543 42.597 11.543 98355.502 7668.804 4563.333 25101.983 51070.803 27422.540 52864.575 27422.540 31.821 5.329 26.008 22.516 24.922 11.543 42.597 11.543 43.082 3.256 14.771 60.645 50.513 34.485 38.819 34.485
F .739 1.637 1.761 .371 .493 .335 1.097 .335 2282.996 2355.251 308.942 413.916 1011.051 795.195 1361.805 795.195 .739 1.637 1.761 .371 .493 .335 1.097 .335
Sig. .508 .254 .232 .701 .628 .725 .379 .725 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .508 .254 .232 .701 .628 .725 .379 .725
125
8.6. Sintesis protein mikroba
Sumber Model terkoreksi
Parameter Alantoin
Jumlah kuadrat 270.174(a)
db 4
Kuadrat tengah 67.543
F 2.129
Sig. .241
Derivate Purine
396.918(a)
4
99.230
2.129
.241
N-Mikroba
296.180(b)
4
74.045
2.192
.233
Purin absorpsi
560.411(c)
4
140.103
2.192
.233
11568.250(b)
4
2892.063
2.192
.233
Sintesis protein mikroba Efisiensi SPM Intersep
5050.813(d)
4
1262.703
2.441
.204
Alantoin
5539.329
1
5539.329
174.624
.000
Derivate Purine
8138.446
1
8138.446
174.622
.000
N-Mikroba
3495.569
1
3495.569
103.465
.001
Purin absorpsi
6614.027
1
6614.027
103.504
.001
136577.057
1
136577.057
103.510
.001
61444.961
1
61444.961
118.762
.000
Sintesis protein mikroba Efisiensi SPM Perlakuan
Alantoin Derivate Purine N-Mikroba
Error
1.377
.351
64.214
1.378
.351
2
45.315
1.341
.358
2
85.809
1.343
.358
Sintesis protein mikroba
3540.800
2
1770.400
1.342
.358
Efisiensi SPM
1647.826
2
823.913
1.592
.310
Alantoin
182.815
2
91.407
2.882
.168
Derivate Purine
268.491
2
134.246
2.880
.168
N-Mikroba
205.550
2
102.775
3.042
.157
Purin absorpsi
388.793
2
194.397
3.042
.157
Sintesis protein mikroba
8027.450
2
4013.725
3.042
.157
Efisiensi SPM
3402.986
2
1701.493
3.289
.143
Alantoin
126.886
4
31.722
Derivate Purine
186.425
4
46.606
N-Mikroba
135.141
4
33.785
255.605
4
63.901
Sintesis protein mikroba
5277.840
4
1319.460
Efisiensi SPM
2069.507
4
517.377
Alantoin
5936.388
9
Derivate Purine
8721.788
9
N-Mikroba
3926.890
9
Purin absorpsi
7430.042
9
153423.148
9
68565.281
9
Alantoin
397.060
8
Derivate Purine
583.343
8
N-Mikroba
431.321
8
Sintesis protein mikroba Efisiensi SPM Total terkoreksi
43.679
2
90.630
Purin absorpsi
Total
2
171.618
Purin absorpsi
Kelompok
87.359 128.427
Purin absorpsi Sintesis protein mikroba Efisiensi SPM
816.015
8
16846.090
8
7120.320
8
126
8.7. Hematologi darah Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM PCV Hb BDP Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil
Jumlah kuadrat 1.544(a) 32.822(b) 5.243(c) 41.958(d) 396.456(e) 313.156(f) 17.122(g) 1.333(h) 380.308 6894.422 977.808 780.625 7321.689 29465.606 67.222 8.450 .904 17.389 4.592 22.380 324.222 272.222 2.889 .667 .718 16.431 1.076 18.189 194.889 143.639 14.556 .750 2.651 185.403 16.506 83.043 714.444 758.444 17.778 2.667 520.006 9551.250 1330.027 1243.308 13291.000 38526.000 119.000 14.000 4.195 218.225 21.749 125.001 1110.900 1071.600 34.900 4.000
db 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 10 10 10 10 10 10 10 10 9 9 9 9 9 9 9 9
Kuadrat tengah .309 6.564 1.049 8.392 79.291 62.631 3.424 .267 380.308 6894.422 977.808 780.625 7321.689 29465.606 67.222 8.450 .452 8.694 2.296 11.190 162.111 136.111 1.444 .333 .239 5.477 .359 6.063 64.963 47.880 4.852 .250 .663 46.351 4.126 20.761 178.611 189.611 4.444 .667
F .466 .142 .254 .404 .444 .330 .771 .400 573.925 148.745 236.961 37.601 40.992 155.400 15.125 12.675 .682 .188 .556 .539 .908 .718 .325 .500 .361 .118 .087 .292 .364 .253 1.092 .375
Sig. .788 .973 .917 .826 .802 .872 .617 .829 .000 .000 .000 .004 .003 .000 .018 .024 .556 .836 .612 .620 .473 .542 .740 .640 .786 .945 .964 .830 .784 .856 .449 .777
127
8.8. Profil lemak darah Sumber Model terkoreksi
Parameter Trigliserida
Jumlah kuadrat 250.324(a)
db 5
Kuadrat tengah 50.065
KOlesterol
.456
Sig. .794
1528.495(b)
5
100.929(c)
5
305.699
.339
.867
20.186
1.125
Trigliserida
.468
15013.440
KOlesterol
188765.762
1
15013.440
136.711
.000
1
188765.762
209.048
.000
6743.535
1
6743.535
375.752
.000
Trigliserida
131.057
2
65.529
.597
.593
KOlesterol
459.929
2
229.964
.255
.787
LDL
52.490
2
26.245
1.462
.334
Trigliserida
78.807
3
26.269
.239
.865
KOlesterol
1461.762
3
487.254
.540
.680
1.097
.447
LDL Intersep
LDL Perlakuan
Kelompok
LDL Galat
59.080
3
19.693
Trigliserida
439.276
4
109.819
KOlesterol
3611.905
4
902.976
71.787
4
17.947
Trigliserida
16850.000
10
KOlesterol
210776.000
10
7184.620
10
Trigliserida
689.600
9
KOlesterol
5140.400
9
172.716
9
LDL Total
LDL Total terkoreksi
LDL
F
128
8.9. Konsumsi dan pertambahan bobot badan Sumber Model terkoreksi
Intersep
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Parameter Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH Konsentrat Hijauan BKtot ER FCR PBBH
Jumlah kuadrat 59206.050(a) 307111.982(b) 552028.938(c) .001(d) 6.088(e) 12585.859(f) 23504559.477 77325418.684 186094878.512 .143 754.944 2602953.175 2036.548 81162.993 70715.820 .000 2.250 6955.556 57214.046 235317.029 500507.813 .001 4.856 6838.889 6054.832 165271.005 187043.672 .001 5.449 17577.778 24832663.940 82241481.260 197281046.210 .161 791.060 2870900.000 65260.882 472382.987 739072.609 .002 11.537 30163.636
db 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 5 11 11 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10
Kuadrat tengah 11841.210 61422.396 110405.788 .000 1.218 2517.172 23504559.477 77325418.684 186094878.512 .143 754.944 2602953.175 1018.274 40581.497 35357.910 .000 1.125 3477.778 19071.349 78439.010 166835.938 .000 1.619 2279.630 1210.966 33054.201 37408.734 .000 1.090 3515.556
F 9.778 1.858 2.951 1.009 1.117 .716 19409.755 2339.352 4974.637 600.083 692.790 740.410 .841 1.228 .945 .849 1.032 .989 15.749 2.373 4.460 1.357 1.485 .648
Sig. .013 .256 .130 .496 .453 .639 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .484 .368 .449 .482 .421 .435 .006 .187 .071 .356 .325 .617