MODERNISASI BANYUMAS 1890-1942: KAJIAN PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI Oleh: Esa Meiana Palupi (12407141027) Abstract Modernization Nederlandsch-Indie period occurred in the late 19th century and early 20th century embodied in the development of various fields. Modernization is the economic development that has a wide range, which includes changes in techniques, including economic and ecological which took place in the overall social networks and cultural. This process goes hand in hand with colonialism launched by the Nederlandsch-Indie government through the bureaucracy, administration, industrialization, and western education. This study reveals the general condition of Banyumas entered the reign of the NederlandschIndie and the process of modernization and its influences through the study of social and economic development. Modernization in Banyumas influenced by Agrarian Law and Ethical Policy. The process that takes place in this 1890-1942 period, marked by the expansion of plantations and the rise of the industrial sector coupled with infrastructure development. This process is related to the construction of the colonial city, the construction of roads and transport, irrigation, and electricity and education. Modernization in Banyumas affect the social life with the advent of modern elites are accompanied by social movements and lifestyle changes. Modernization also raises new economic centre related to the progress and setbacks in the area of Banyumas. Key Words: Modernization, Banyumas, Socio Economic
Serayu atau lebih dikenal dengan nama
A. Pendahuluan Sebelum
masa
perkembangan suatu
kolonial,
Banyumas.
daerah sangat
Banyumas merupakan wilayah
dipengaruhi oleh keadaan alam atau
subur di daerah Pegunungan Serayu
faktor geografis. Pulau Jawa memiliki
yang membentang dari bagian utara
sederetan
yang
hingga selatan. Wilayah ini disebut
membentang sepanjang pulau dari timur
sebagai Lembah Serayu karena daerah
ke barat. Gunung-gunung dan dataran
intinya berada diantara pegunungan
tinggi mendukung wilayah pedalaman
yang dilalui oleh Sungai Serayu beserta
menjadi kawasan yang sangat cocok
anak-anak sungainya. Letak geografis
bagi pengolahan pertanian.1 Sungai
yang
menjadi jalur penghubungan utama di
Banyumas sangat cocok untuk kawasan
wilayah ini. Sehingga, lembah sungai
pertanian. Bahkan wilayah ini dijadikan
menjadi pusat-pusat kegiatan manusia.
sebagai wilayah lumbung padi bagi
Sama halnya dengan daerah Lembah
kerajaan Mataram.
gunung
berapi
Sungai Serayu yang menjadi pusat kegiatan
manusia
sejak
masa
pra
kolonial.
strategis
membuat
wilayah
Pada abad ke-19, penguasaan Belanda atas Hindia Belanda membawa banyak perubahan di berbagai bidang.
Lembah
Sungai
Serayu
Perubahan
drastis
terjadi
ketika
merupakan suatu daratan luas yang
memasuki masa ekonomi liberal pasca
terletak di antara kawasan Pegungan
Tanam
Sumbing dengan puncak di Gunung
Tanam
Slamet yang memiliki tinggi mencapai
penerapan Politik Liberal di Hindia
3.428 meter diatas permukaan laut.
Belanda yang dimulai sejak 9 April
Kawasan pegunungan ini memanjang
1870 melalui Undang-undang Agraria.
ke arah selatan membentuk batas
Politik ekonomi liberal atau sering
wilayah
disebut dengan “politik pintu terbuka”
dengan
daerah
Bagelen.
Paksa.
Berakhirnya
sistem
ditandai
dengan
Paksa,
Kawasan ini dialiri oleh Sungai Serayu
dilakukan
sehingga dinamakan Lembah Sungai
politik di negara Belanda.2 Melalui
1
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm. 22.
2
karena
perubahan
iklim
Fasseur, C., The Politics of Colonial Eploitation: Java, Dutch, and Cultivation System, (Leiden, 1975), hlm. 26.
ekonomi liberal, pemerintah membuka
sebagai
Hindia Belanda bagi para pengusaha
pemerintah Belanda kepada masyarakat
swasta
menanamkan
Hindia Belanda. Politik Etis diterapkan
modalnya dalam bidang perdagangan,
secara intensif dalam tiga bidang, yakni
transportasi, pertanian dan perkebunan.
pendidikan,
Selama zaman ini, pemerintah Hindia
irigasi, serta pemindahan penduduk dari
Belanda membangun banyak prasarana
Jawa ke luar Jawa. Meskipun pada
untuk menunjang produksi tanaman
kenyataannya, Politik Etis tidak mampu
ekspor.
memberikan kesejahteraan sepenuhnya
telah
asing
untuk
suatu
bentuk
balas
pembangunan
budi
jaringan
Undang-undang Agraria 1870
kepada rakyat, namun tidak dapat
mendorong
dipungkiri bahwa sistem ini telah
dilangsungkannya
industrialisasi pertanian yang turut serta
memberikan
pengaruh
yang
besar
menuntut pembangunan infrastruktur
terhadap pembangunan masyarakat di
yang lebih memadai seperti jalan raya,
Hindia Belanda.4
jalan kereta api, irigasi, pelabuhan, dan
Sebagai wilayah pemerintahan
telekomunikasi. Baik swasta maupun
Hindia Belanda, Banyumas dijadikan
pemerintah memberikan investasi dalam
sebagai wilayah karesidenan yang luas.
bidang
Pembangunan
pembangunan
infrastruktur
daerah
semakin
tersebut. Tindak lanjut yang menyusul
ditingkatkan setelah memasuki masa
modernisasi
berupa
Politik Etis dan desentralisasi. Pada
birokrasi,
1903, secara resmi ditetapkan Undang-
administrasi, dan edukasi, kesemuanya
undang Desentralisasi. Undang-undang
mengacu kepada struktur organisasi
ini telah membuka peluang bagi Dewan
modern bersamaan dengan penciptaan
Daerah untuk mengelola daerahnya
inovasi
teknologi
dalam
itu,
sektor
tenaga kerja profesional.
3
masing-masing
secara
otonom,
tak
Pada awal abad ke-20, muncul
terkecuali Banyumas yang ditetapkan
gagasan baru yang disebut dengan
sebagai daerah otonom pada 1907, dan
Politik Etis. Politik Etis ditetapkan 3
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, (Jakarta: Perum Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, 1992), hlm. 181.
4
Soegijanto Padmo, Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia: Bunga Rampai, (Yogyakarta: Aditya Media bekerja sama dengan jurusan sejarah FIB UGM, 2004), hlm. 51.
tertuang dalam Staatsblad No. 146
Lembah Serayu. Kondisi tananya terdiri
Tahun 1907.
dari lapisan vulkanis muda yang subur dan dilalui oleh Sungai Serayu beserta
B. Geografi Banyumas Banyumas
anak-anak
merupakan
nama
sebuah karesidenan dan kabupaten di provinsi Jawa Tengah bagian barat daya. Sebagai wilayah karesidenan, Banyumas
merupakan
daerah
pedalaman yang terisolasi karena dilalui dua
jalur
pegunungan,
yakni
Pegunungan Serayu bagian utara dan Pegunungan Serayu bagian selatan. Pegunungan
Serayu
merupakan
bagian
utara
sambungan
dari
Pegunungan Dieng di sebelah timur laut yang
membujur
ke
arah
barat.
Perbatasan antara Pegunungan Serayu dengan
Pegunungan
Dieng
adalah
kawasan hutan lebat dengan bukit terjal yang
terletak
Banyumas.
di
sebelah
Pegunugan
timur
Serayu
ini
sungainya.5
Dengan
demikian, Banyumas telah dipandang penting dari segi ekonomi, karena memiliki daerah persawahan yang subur dengan pengairan alami yang memadai. Bagian utara dan timur laut Karesidenan Banyumas sebagian besar merupakan perbukitan. Garis batas utara melalui puncak Gunung Prahu dan Gunung Slamet terbelah oleh aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa dan Samudra Hindia. Dengan pegunungan sebagai pemisahnya maka lereng selatan merupakan bagian terbesar dari wilayah Karesidenan Banyumas. Daerah sebelah timur ke Sungai Serayu terus ke pegunungan Dayeuh Luhur dipisahkan oleh rawa-rawa luas dan jalan ke Nusakambangan.6
semakin ke barat semakin rendah sehingga membentuk dataran rendah yang luas dan terus membentang hingga ke Sungai Citanduy sebagai batas geografis antara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di antara dua pegunungan itu terletak daerah inti Banyumas yang ditengah-tengahnya Serayu.
Oleh
mengalir Sungai
sebab
itu,
wilayah
Banyumas juga dikenal dengan sebutan
5
Tanto Sukardi, Tanam Paksa di Banyumas: Kajian mengenai Sistem, Pelaksanaan dan Dampak Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 12. 6
Yustina Hastrini, dkk., Sejarah Perkembangan Ekonomi dan Kebudayaan di Banyumas masa Gandasubrata 1913-1942, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2015), hlm. 16.
Karesidenan berbatasan
Banyumas
dengan
Tegal
Purbalingga, dan di sebelah selatan
dan
berbatasan dengan Kabupaten Cilacap.
Pekalongan di sebelah utara, Bagelen di
Kabupaten Banyumas terdiri dari empat
sebelah timur, Priangan dan Cirebon di
distrik, yakni Distrik Banyumas, Distrik
sebelah barat, dan Samudra Hindia di
Sokaraja, Distrik Kalireja (Adireja), dan
sebelah
Distrik Purwareja.
selatannya.
Karesidenan
Banyumas terbagi menjadi beberapa kabupaten
yakni
Purbalingga,
Pusat pemerintahan karesidenan dan
kabupaten
berada
di
Kota
Purwokerto, Banjarnegara, Cilacap, dan
Banyumas, di Distrik Banyumas. Kota
Banyumas. Disebelah barat berbatasan
ini terletak di tepi Sungai Serayu.
langsung dengan provinsi Jawa Barat
Sebagai
dengan Sungai Citanduy sebagai batas
terletak di tepi sungai, Kota Banyumas
teritorial dengan wilayah Jawa Tengah.
menjadi lokasi yang ramai dan strategis.
Sebelah selatan dibatasi oleh pantai
Lokasi ini membuat Kota Banyumas
Samudra
menjadi
Hindia,
sebelah
tenggara
pusat
bandar
berbatasan dengan Bagelen (Kabupaten
perekonomian
Kebumen),
Serayu.
sebelah
timur
dengan
pemerintahan
di
yang
terpenting lembah
Hasil-hasil
Sungai
pertanian
dan
Kabupaten Wonosobo, sedang sebelah
perkebunan yang dihasilkan di wilayah
utara berbatasan dengan Kabupaten
Karesidenan Banyumas dikirim melalui
Pekalongan,
kota ini untuk kemudian dibawa menuju
Pemalang,
Tegal,
dan
Brebes.7
Pelabuhan Cilacap.
Kabupaten Banyumas terletak ditenggara
Karesidenan
Banyumas.
Sampai pada awal abad ke-19, Banyumas
merupakan
bagian
dari
Wilayah ini dibatasi oleh Kabupaten
Kasunanan Surakarta. Pasca Perang
Purwokerto dan Cilacap di sebelah
Jawa, Banyumas secara resmi menjadi
barat, di sebelah timur berbatasan
milik
dengan
Kabupaten
perjanjian
sebelah
utara
Bajnarnegara,
berbatasan
dengan
pemerintah
Surakarta.8
dengan
kolonial pihak
Hadirnya
melalui Kerajaan
pemerintah
kolonial di Banyumas, tidak serta merta 7
Budiono Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa dan Watak, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2008), hlm. 13.
8
Soegeng Wiyono dan Sunardi, Banjoemas: Riwajatmoe Doeloe, (Purwokerto: Daya Mandiri Production, 2006), hlm. 5.
menghilangkan unsur tradisional yang
oleh negara diakhiri dan digantikan oleh
ada. Sebaliknya, unsur-unsur tradisional
para
dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial
pengelolaan
untuk
melegitimasi
kedudukannya.
pemerintah
Fungsi
tradisional
bupati
tetap
Banyumas berlangsung hingga tahun
sentral
bagi
1890, terutama pada perkebunan tebu.
menempati
posisi
pengusaha
masyarakat bumiputra lengkap dengan
Ekonomi
simbol-simbol
nampak
yang
melekat
pada
jabatan itu.
swasta.
Peralihan
perkebunan ke
pihak
liberal
dari
swasta
di
yang
berlangsung
pengaruhnya
terhadap
perluasan areal perkebunan tebu yang
Penduduk Banyumas sebagian
diikuti dengan pendirian pabrik-pabrik
besar adalah orang Jawa sedangkan
gula. Pada saat itu, perluasan areal
penduduk Eropa dan Timur Asing tidak
perkebunan tebu mencapai dua kali lipat
banyak jumlahnya kecuali penduduk
dari masa sebelumnya, yakni dari 500
China. Mereka umumnya tinggal di
bau pada 1885 menjadi 1.100 bau pada
kota-kota
kabupaten,
ibukota
1890. Seiring dengan bertambahnya
karesidenan,
dan
pelabuhan.
luas lahan perkebunan tebu, maka
kota
Kehidupan ekonomi di Banyumas pada masa
awal
pemerintahan
jumlah pabrik gula juga bertambah.
Hindia
Pada awalnya hanya terdapat
Belanda diwarnai oleh Sistem Tanam
satu
Paksa.
Banyumas,
Sistem
Karesidenan
Tanam
Banyuas
Paksa
di
pabrik
gula yakni
di
Karesidenan
Pabrik
Gula
dilaksanakan
Kalibagor di Kabupaten Banyumas.
dalam tiga kategori, yakni; penyerahan
Perusahaan swasta yang bergerak pada
hasil penanaman wajib, pajak tanah
sektor perkebunan tebu dan pabrik gula
(untuk tanah
yang tidak ditanami
di Banyumas diantaranya Pabrik Gula
tanaman wajib) dan berbagai pajak lain,
Klampok dipimpin oleh Administratur
serta penyerahan tenaga kerja.
J.T de Ruijter de Wildt, Pabrik Gula Purwokerto
C. Modernisasi di Banyumas
peralihan dari sistem tanam paksa sistem
Tuntutan
golongan
dipimipin
oleh
Administrateur M.C Brandes.9 Selain
Periode 1870 merupakan masa
menjadi
yang
ekonomi
liberal.
liberal
Belanda
menghendaki eksploitasi tanah jajahan
itu, pabrik gula swasta lainnya adalah Pabrik Gula Bojong yang dipimpin oleh 9
69.
Tanto Sukardi, op.cit., hlm. 68-
HCC
Fraissenet,
Pabrik
Gula
industri juga berkembang di daerah ini
Kalimanah yang dipimpin oleh Ch.
mulai tahun 1890. Kegiatan bidang
Conradi. Disusul kemudian pabrik gula
produksi
di Majenang.
pengusaha
Perkembangan ekonomi pada
meningkat
setelah
para
membangun
perekonomiannya
sendiri.
Berbagai
tahun 1900 tidak hanya diwujudkan
industri seperti kerajinan batik, tenun,
dalam perluasan areal perkebunan tebu
anyaman, peralatan pertanian, emas dan
saja,
dalam
perak, perkakas, tembikar, produsen
teknik dan
kapal, produsen kereta, dan lain-lain.11
tetapi
juga
pengelolaannya manajemen pendirian
terwujud
melalui
modern. pabrik
Pada
awal
Industri-industri
tersebut
semakin
gula,
digunakan
berkembang hingga pada 1920, terdapat
teknologi
tradisional
dengan
lebih dari 20 pabrik dan 300 perusahaan
menggunakan
tenaga
manusia
dan
yang mempekerjakan hampir 3.000
hewan, begitu juga dengan bentuk
orang penduduk bumiputra dan Timur
transportasi pengangkutan tebu dari
Asing di Karesidenan Banyumas.12
perkebunan tebu ke pabrik gula hingga
Memasuki masa Politik Etis dan
menuju ke Pelabuhan Cilacap masih
Desentralisasi,
menggunakan
dan
mengalami perubahan yang signifikan,
hewan. Perubahan terjadi ketika mesin-
baik dalam bidang ekonomi maupun
mesin
infrastruktur yang diwujudkan dalam
tenaga
penggiling
manusia
tebu
mulai
wilayah
didatangkan dan teknologi trem mulai
pembangunan
memasuki Banyumas. Dengan adanya
pembangunan dan perbaikan jaringan
trem, proses transportasi peralatan dan
transportasi
komoditas menjadi lebih cepat.10
edukasi. Sebagai pusat pemerintahan
Kegiatan
perekonomian
kolonial,
kota
Banyumas
dan
kota
kolonial,
komunikasi,
Banyumas
serta
dibangun
masyarakat di Banyumas tidak hanya
dengan jaringan jalan berdasarkan pola
terbatas pada sektor perkebunan. Sektor
grid yang tegas di Sudagaran. Kota ini di kembangkan dengan struktur kota
Ageng Nur Ma’ruf, “Peranan Trem Serajoedal Stroomtram Maatschappij dalam Perkembangan Pengangkutan di Banyumas 18961899”, (Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNY, 2014), hlm. 57. 10
“Bijlage C”, Kolonial Verslag 1892, hlm. 1-4. 11
“Bijlage GG”, Verslag 1921, hlm. 2. 12
Kolonial
ganda, yakni sebagai pusat pemerintah
1925,
pribumi
dan
pusat
memiliki
kolonial
yang
ditunjukkan
pemerintahan dengan
wilayah tiga
Tiga
Berlakunya
diantaranya:15
Desentralisasi pembangunan
menyebabkan infrastruktur
jalan
1) Jalan
Kota
utama
yang
di
utama
barat
tersebut,
laut,
melalui
Banyumas-Purwokerto-Bumiayu-
Banyumas semakin meningkat. Secara fisik, infrastruktur yang ada di kota
jalan
sudah
menghubungkannya dengan daerah lain.
adanya kediaman bupati dan residen.13 Undang-undang
Banyumas
Prupuk-Tegal. 2) Jalan di timur sebelah utara,
Banyumas pada awal abad ke-20 sudah
melalui
cukup lengkap.
melintas pas Kledung (1390 m)
Pembangunan
jalan
dari
Banyumas menuju Buntu pada 1843
Banyumas-Wonosobo
menuju Magelang-Yogyakarta. 3) Jalan di timur sebelah selatan,
hingga 1845 merupakan proyek besar
melalui
pertama. Selanjutnya pada 1912 hingga
Kebumen-Purworejo
1925, mulai dilaksanakan pembangunan
tanjakan
jalan ke Banjar (Karesidenan Priangan)
Magelang dan Yogyakarta.
lewat
Wanareja,
Majenang
yang dilaluinya. Jalan PurwokertoBanyumas-Cilacap pada saat itu telah selesai. Ini merupakan jalan darat yang tanpa
lewat
Mergoyoso
terus
ke
dan Perubahan drastis pada bidang
Wangon. Jalan itu membuka desa-desa
dilalui
Banyumas-Sumpiuh-
menggunakan
penyeberangan Sungai Serayu.14 Pada
transportasi terjadi ketika pemerintah mendirikan transportasi modern berupa kereta api. Pembangunan kereta api mulai
terasa
adanya
kebutuhannya
perkembangan
dengan
perkebunan,
terutama di lembah-lembah sungai yang 13
Ronald Gilbert Gill, De Indische Stad op Java en Madura: en Morphologische Stdi van Haar Ontwikkeling, (Den Haag: Publicatieburo Bouwkunde, Faculty der Bouwkunde, Technische Universiteit Delft, 1995), hlm. 243-244. M. Zandveld, “Memori Residen Banyumas, 4 Juli 1922”, Memori Serah Jabatan 1921-1930 14
(Jawa Tengah), (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm. XCV. M.J van der Pauwert, “Memori Residen Banyumas, 24 Oktober 1925” Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah), (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm. XCVIII-XCIX. 15
subur di pedalaman Jawa. Kereta api
membangun jalur Maos – Purwokerto,
negara di Banyumas dimulai dengan
Purwokerto – Sokaraja, Sokaraja –
pekerjaan jaringan kereta api negara
Purworejo, Purworejo – Banjarnegara,
Staatsspoorwegen (SS) di Jawa Tengah
dan Banjarsari – Purbalingga.18
yang
mengubungkan Cilacap.16
dengan
Yogyakarta Selanjutnya,
Tidak
hanya
perkembangan
kereta
transportasi
api, juga
dibangun jalur kereta api Bandung -
diwarnai dengan munculnya sepeda
Yogyakarta melalui Maos dan Kroya
(fiets) dan kendaraan bermotor. Pada
serta jalan kereta api Kroya - Cirebon
1927, seluruh wilayah di Karesidenan
melalui Purwokerto.
Banyumas
terdapat
499
kendaraan
Pada bulan Mei 1895, dikerjakan
bermotor meliputi sepeda motor dan
pula jalur kereta api oleh perusahaan
mobil pribadi.19 Dalam perkembangan
swasta,
selanjutnya
Serajoedal
Stroomtram
kendaraan-kendaraan
Maatschappij (SDS) di daratan Lembah
bermotor ini juga dijadikan kendaraan
Serayu. Pada awalnya, pembangunan
sewa untuk umum.
jalur kereta api ini diniatkan untuk melewati
Kota
Banyumas
sebagai
Salah satu kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda adalah pembangunan
Ibukota Karesidenan, namun rencana
irigasi.
tersebut
karena
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
besar
dimulai dengan membentuk Irrigatie
mengingat Kota Banyumas dikelilingi
Afdeling Serayu yang mengelola 180
oleh pegunungan. Sebagai alternatif,
saluran air di Karesidenan Bagelen dan
jalur tersebut dibuat melalui Kota
40
pertimbangan
Purwokerto.17
dibatalkan biaya
yang
Kemudian
Perkembangan
saluran
air
di
irigasi
oleh
Karesidenan
SDS 18
16
Susanto Zuhdi, Cilacap (18301942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta: KPG, 2002), hlm. 43. 17
Prima Nurahmi Mulyasari, “Modernisasi Tata Ruang Kota Purwokerto 1900-1935”, (Patrawidya, Vol. 15, No. 4, Desember 2014), hlm. 607.
Prima Nurahmi Mulyasari, “dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Karesidenan: Purwokerto 1900-1942”, (Skripsi Jurusan Sejarah FIB UGM, 2006), hlm. 36. 19
Purnawan Basundoro, “Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas Tahun 18401940”, (Tesis, Pascasarjana Prodi Sejarah FIB UGM, 1999, hlm. 208-209.
Banyumas.20 Pada 1884 sistem irigasi modern pertama yang dibangun dalah irigasi
Singamerta.
dibangun
saluran
Pada
besar
sebesar
substasiun.
1906,
irigasi
di
30
kV
(kilo
Volt)
per-
21
Untuk
memenuhi
kebutuhan
tenaga kerja terampil bagi kepentingan
Kabupaten Purwokerto. Pada 1912,
perekonomian
dibangun kembali sistem irigasi yang
pemerintah
lebih besar yang disebut Bandjar-
pendidikan modern. Namun, pendidikan
Tjahjana, karena mengalir dari Kota
ini tidak hanya memproduksi jenis
Banjarnegara
tenaga kerja yang diperlukan dalam
sampai
ke
Dsitrik
Hindia mulai
Belanda, mengenalkan
Cahyana (Bukateja) di Purbalingga.
kepentingan
Pada 1938, beberapa proyek besar di
menjadi alat utama bagi bumiputra
Banyumas selesai dikerjakan antara lain
untuk menuju modernitas. Pendidikan
pembangkit listrik tenaga air di Desa
melahirkan satu unsur baru dalam
Ketenger dan bendung Gambarsari di
masyarakat bumiputra, yaitu lapisan
Rawalo
cendekiawan.
Listrik di Banyumas dikelola
umumnya
kolonial,
Golongan
berasal
dari
tetapi
ini
juga
pada
lingkungan
oleh anak perusahaan ANIEM, yaitu
priyayi, namun pada perkembangan
NV.
selanjutnya golongan ini keluar dari
Electriciteits
Maatschappij
Banjoemas (EMB) dengan perusahaan
kultur
di Purwokerto, Banyumas, Purbalingga,
memperoleh sarana baru, gagasan baru,
Sokaraja, Cilacap, Gombong, Kebumen,
dan informasi baru.22
Wonosobo,
Cilacap,
Maos,
tradisionalnya.
Mereka
Kroya,
Sumpiuh, dan Banjarnegara. Perusahaan
Ir. G.S. Goemans, “Het waterkrachtwerk ,,Ketenger” der N.V. Algemeene Nederlandsch-Indie Electriciteit Maatschappij in de residentie Banjoemas (Java) door ir. G.S. Goemans”, (De Ingenieur In Nederlandsch-Indie, 7e Jaargang Nummer 9, September 1940), hlm. II. 156. 21
ini memiliki pembangkit sendiri di Ketenger. Pembangunannya meliputi pembangunan asupan air dari Sungai banjaran yang ditujukan untuk irigasi sebesar
30%
dan
70%
untuk
pembangkit listrik dengan tegangan
22
“Bijlagen C” Kolonial Verslag van 1892, hlm. 125. 20
Heather Sutherland, Terbentukya Sebuah Elit Birokrasi, terj. Sunarto, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hlm. 114.
D. Pengaruh Modernisasi di Banyumas Modernisasi
memberikan
modern.23
pendidikan pendidikan,
Melalui
penduduk
bumiputra
dampak yang sangat besar, terutama
mengalami perubahan cara berfikir, dari
bagi kehidupan sosial dan ekonomi.
berfikir
Pada masyarakat modern telah terjadi
logis-rasional. Golongan terpelajar ini
pergeseran dalam strata sosial yang
semakin paham akan realitas sosial dan
diwujudkan dalam proses diferensiasi,
budaya masyarakat yang terjadi selama
pembagian kerja yang rumit, munculnya
masa kolonial.
berbagai bentuk organisasi baik formal
pralogis-tradisional
Munculnya
menjadi
golongan
maupun sukarela. Munculnya industri di
modern,
Banyumas
menyebabkan
cendekiawan memunculkan kesadaran
berkembangnya buruh upahan seiring
akan realitas sosial yang terjadi di
dengan
uang.
Banyumas. Kemiskinan yang terjadi di
untuk
Banyumas terutama pada tahun 1930-an
telah
sistem
Masyarakat
ekonomi dituntut
meningkatkan
ketrampilan
mereka
telah
khususnya
mendorong
golongan
diluar sektor pertanian agar dapat
Banyumas
bersama
memenuhi kebutuhan hidupnya.
termasuk
kaum
Diperkenalkannya
golongan
elit
pangreh wanita,
elit
elit praja, untuk
sistem
melakukan beberapa upaya diataranya
pendidikan modern semakin meluaskan
mendirikan rumah miskin, dapur umum,
pengaruh barat terhadap pandangan
pelatihan ketrampilan khusus, pekerjaan
masyarakat
bantuan
bumiputra.
Pendidikan
(kerja
bakti),
melakukan
menjadi kunci suatu kemajuan menuju
propaganda bagi
modernitas
yang
dalam
migrasi dan mendirikan pembenihan
perubahan
stratifikasi.
Kedudukan
untuk meningkatkan produksi pangan.
terwujud
Selain
didasarkan
tetapi
reorganisasi pemberantasan penyakit
didasarkan pada standar kemampuan
yang turut melibatkan masyarakat agar
keturunan,
dilakukan
juga
untuk
seseorang dalam masyarakat tidak lagi pada
itu,
masyarakat
upaya
(prestasi individual) yang dikaitkan dengan ijazah yang diperoleh dari 23
Wasino, Modernisasi di Jantung Budaya Jawa, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014, hlm. 8.
dapat mempunyai pengetahuan tentang kesehatan.
24
masih sangat sempit dan masih berupa jalan setapak. Sarana transportasi juga
Perkembangan
sosial
dan
sangat terbatas yakni berupa dokar,
ekonomi yang terjadi di Banyumas
gerobak, dan kuda. Sementara sebagian
menunjukkan
lagi
adanya
kesenjangan.
merupakan transportasi
Segala pembangunan yang ada hanya
berupa
ditujukan untuk kegiatan ekonomi yang
pemerintah
menguntungkan
berkuasa,
bagi
pemerintah.
perahu
dan
Hindia berbagai
sungai
rakit.
Ketika
Belanda
mulai
kebijakan
dan
Kesenjangan ini semakin terlihat ketika
proyek untuk kepentingan kolonialisme
kereta
Kota
dilakukan, seperti tanam paksa yang
Purwokerto, tidak di Kota Banyumas.
telah mengenalkan jenis tanaman dan
Kantor-kantor
dulu
teknik penanaman baru. Disusul dengan
bergantung pada pelayanan Sungai
kebijakan liberalisasi ekonomi melalui
Serayu
Banyumas
Undang-undang Agraria 1870 yang
ke
memicu perkembangan perkebunan dan
api
di
bangun
dagang
di
Kota
memindahkan
kantornya
di
yang
Kota
Purwokerto. Hal ini membuat Kota Banyumas
pabrik gula, juga industri lainnya.
yang sebelumnya ramai
Perkembangan ekonomi yang
menjadi sepi. Akhirnya pada 1937,
terjadi sejak tahun 1890 tidak hanya
pemerintah koloninal Hindia Belanda
memusatkan
memindahkan
kantor
pusat
perluasan perkebunan dan industri,
pemerintahan
kabupaten
sekaligus
melainkan juga terhadap infrastruktur
karesidenan
Banyumas
ke
Kota
Purwokerto.
perhatiannya
pendukungnya. infrastruktur
Sebelum
pengadaan kedatangan
bangsa
Belanda, Banyumas merupakan daerah yang sangat terisolir. Jalan-jalan darat JJ. Helsdingen, “Memori Residen Banyumas, 24 Oktober 1925” Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah), (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm. CVII. 24
Pembanguan
seperti
pengembangan E. Kesimpulan
perbaikan
jaringan
teknologi
pengembangan
terhadap
daerah
dan jalan,
transportasi, irigasi
dan
proyek pembangunan listrik dilakukan untuk meningkatkan mobilitas ekonomi. Pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mengatasi masalah distribusi karena kondisi alam Banyumas yang terisolir. Hal ini didukung dengan
munculnya teknologi transportasi pada
ditempuh oleh golongan elit lambat laun
akhir abad ke-19, seperti term dan
memunculkan kesadaran akan realitas
kereta api, sepeda, motor, mobil juga
sosial. Kesadaran ini semakin terasa
outobis.
ketika terjadi krisis global pada tahun
Memasuki awal abad ke-20,
1930-an. Banyumas menjadi daerah
perhatian pemerintah kolonial mulai
yang mendapat pengaruh krisis sangat
diberikan
parah.
terhadap
penduduk. semakin
kesejahteraan
Pembangunan giat
elit
Banyumas
daerah
berperan penting dalam pengentasan
setelah
kemiskinan. Berbagai upaya dilakukan
Undang-undang
seperti pengadaan rumah miskin, dapur
dilakukan
disahkannya
Kelompok
Desentralisasi 1903 yang membentuk
umum,
Dewan
pembangunan-pembangunan
Rakyat
untuk
mengelola
kegiatan
daerahnya secara otonom. Kebijakan-
besar
kebijakan yang diterapkan pemerintah
kesejahteraan masyarakat.
Hindia Belanda telah merubah tatanan hidup
masyarakat
Banyumas.
dilakukan
kerja
bakti,
untuk
dan
proyek
mendukung
Meski demikian, perkembangan yang terjadi tidak menunjukkan adanya
Masyarakat mulai mengenal tatanan
pemerataan.
pemerintahan,
dan infrastruktur hanya dilakukan di
pemikiran,
dan
cara
Pembangunan
ekonomi
hidup Barat karena terlibat dalam
daerah
yang
interaksi melalui birokrasi, ekonomi,
daerah
lainnya
dan pendidikan yang diperkenalkan
perhatian.
oleh pemerintah Hindia Belanda. Proses
berpotensi secara ekonomi dan menjadi
pembaratan
sorotan pada masa kolonial adalah
perubahan
ini
memicu
sosial
terjadinya
yang
tidak
sebagai
mengalahkan
yaitu
kelompok cendekiawan bumiputra. Kelompok
kurang
mendapat
yang
dianggap
Purwokerto. Purwokerto berkembangan menjadi
menengah
Sementara
Daerah
terhindarkan. Muncul kelas sosial baru golongan
potensial.
kota
yang pusat
ramai
bahkan
pemerintahan
sendiri, yaitu Kota Banyumas. Hal ini
cendekiawan
berdampak pada perpindahan pusat
bumiputra memiliki peran yang besar
pemerintahan dari Kota Banyumas ke
dalam perkembangan daerah Banyumas
Kota Purwokerto.
lebih lanjut. Pendidikan barat yang
Daftar Pustaka Arsip Kolonial Verslag 1892, Kolonial Verslag 1921. JJ. Helsdingen, “Memori Residen Banyumas, 24 Oktober 1925” Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah), Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977. M. Zandveld, “Memori Residen Banyumas, 4 Juli 1922”, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah), Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977. M.J van der Pauwert, “Memori Residen Banyumas, 24 Oktober 1925” Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah), Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977. Buku Anastasius Daliman, Panduan Penelitian Historis, Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, 2005. Anastasius Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012. Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Fasseur, C., The Politics of Colonial Eploitation: Java, Dutch, and Cultivation System, Leiden, 1975. Handinoto, Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Heather Sutherland, Terbentukya Sebuah Elit Birokrasi, terj. Sunarto, Jakarta: Sinar Harapan, 1983. Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007. _________, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Hugiono
dan P.K. Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang, 2005.
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, Jakarta: Percetakan Balai Pustaka, 1992. _________, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Percetakan Balai Pustaka, 2009. Ronald Gilbert Gill, De Indische Stad op Java en Madura: en Morphologische Stdi van Haar Ontwikkeling, Den Haag: Publicatieburo Bouwkunde, Faculty der Bouwkunde, Technische Universiteit Delft, 1995. Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014. Soegeng Wiyono dan Sunardi, Banjoemas: Riwajatmoe Doeloe, Purwokerto: Daya Mandiri Production, 2006. Soegijanto Padmo, Bunga Rampai Sejarah Sosial-Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media bekerjasama degan Jurusan Sejarah FIB UGM dan Program Studi Sejarah Program Pascasarjana UGM, 2004. Sumitro Djojohadikusumo, “Pendekatan Seorang Ekonom terhadap Perspektif Historis: Beberapa Pengamatan Acak”, dalam J. Thomas Lindblad (ed.), Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998. Supardi, Dasar-dasar Ilmu Sosial, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011. Susanto Zuhdi, Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, Jakarta: KPG, 2002. Tanto Sukardi, Tanam Paksa di Banyumas: Kajian Mengenai Sistem, Pelaksanaan dan Dampak Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014. Wasino, Modernisasi di Jantung Budaya Jawa, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014. Yustina Hastrini, dkk., Sejarah Perkembangan Ekonomi dan Kebudayaan di Banyumas masa Gandasubrata 1913-1942, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2015.