JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id
ISSN : 1978-2560
MODEL PEMBELAJARAN KRITIK SASTRA FEMINIS CERITA PENDEK “RUANG BELAKANG” KARYA NENDEN LILIS A.
Mira Nuryanti (Universitas Swadaya Gunung Jati) Riskha Arfiyanti (Universitas Swadaya Gunung Jati) Maya Dewi Kurnia (Universitas Swadaya Gunung Jati)
Abstrak Pembelajaran kritik sastra pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia jenjang SMA kelas XII memunculkan sejumlah persoalan, yaitu materi kritik sastra terjebak pada tatanan konsep teoretis; siswa tidak menguasai materi tentang kritik sastra; dan selama ini pembelajaran kritik sastra dianggap sebagai pembelajaran yang berat dan sulit. Dengan demikian, perlu dirancang sebuah model pembelajaran yang dapat membuat siswa berpikir dalam nuansa yang menyenangkan. Model tersebut yaitu joyfull learning (pembelajaran bermakna). Model pembelajaran kritik sastra yang akan dirancang adalah kritik sastra feminis terhadap pengarang perempuan, yakni Nenden Lilis A., seorang sastrawan dan akademisi perempuan yang sering menulis objek perempuan dalam karya sastranya. Model pembelajaran bermakna KSF bertujuan mencerdaskan siswa dalam memandang kehidupan, yakni posisi perempuan berdasarkan sudut pandang pengarang perempuan dalam konteks pembelajaran sastra yang menyenangkan sehingga mereka dapat menginternalisasi nilai-nilai kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan model pembelajaran menyenangkan dan bermakna (joyfull learning) dan rencana pembelajaran kritik sastra feminis cerita pendek “Ruang Belakang” karya Nenden Lilis A. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Kata Kunci: model joyfull learning, kritik sastra feminis cerpen “Ruang Belakang” karya Nenden Lilis A. Pertama, materi kritik sastra terjebak pada
A. PENDAHULUAN Pembelajaran kritik sastra pada
tatanan
konsep
teoretis.
Guru
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia jenjang
menyampaikan teori tanpa memodelkan
SMA kelas XII memunculkan sejumlah
cara mengkritik sastra yang baik dan tepat.
persoalan. Berdasarkan hasil wawancara
Kedua, siswa tidak menguasai materi
terhadap beberapa guru Bahasa Indonesia,
tentang kritik sastra sehingga mereka tidak
terdapat
beberapa
pembelajaran
kritik
masalah
dalam
memiliki daya analisis yang tajam ketika
sastra
kelas.
harus mengkritik sebuah karya sastra.
di
109
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id
ISSN : 1978-2560
Ketiga, selama ini pembelajaran kritik
guru dengan peserta didik dalam proses
sastra dianggap sebagai pembelajaran yang
pembelajaran.
berat dan sulit karena guru hanya memberi
sebagai mitra belajar peserta didik, bahkan
teori-teori kritik sastra, tetapi teori tersebut
dalam
tidak aplikatif dalam sebuah pembelajaran
kemungkinan guru belajar dari peserta
yang
didiknya.
sederhana
dan
bermakna.
hal
Guru
memosisikan
tertentu
Untuk
tidak
diri
menutup
mewujudkan
proses
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik
pembelajaran yang menyenangkan, guru
untuk
model
harus mampu merancang pembelajaran
pembelajaran yang dapat membuat siswa
dengan baik, memilih materi yang tepat,
berpikir dalam nuansa pembelajaran yang
serta memilih dan mengembangkan model
menyenangkan. Model pembelajaran yang
yang dapat melibatkan peserta didik secara
dipilih
optimal.
merancang
adalah
sebuah
joyfull
learning
(pembelajaran bermakna). Teori belajar bermakna
dikemukakan
Ausubel
yang akan dirancang adalah kritik sastra
(Dahar, 1988: 137). Belajar bermakna
feminis terhadap pengarang perempuan,
merupakan
dikaitkannya
yakni Nenden Lilis A., seorang sastrawan
konsep-konsep
dan akademisi perempuan yang sering
relevan yang terdapat dalam struktur
menulis objek perempuan dalam karya
kognitif seseorang. Faktor yang paling
sastranya. Model Kritik sastra feminis
penting
diserap dari Amerika Serikat, salah satu
informasi
yang
suatu baru
oleh
Model pembelajaran kritik sastra
proses pada
memengaruhi belajar ialah apa
telah
diketahui
Dengan
negara besar yang telah melancarkan
demikian agar terjadi belajar bermakna,
gerakan feminisme sejak tahun 1960-an
konsep atau informasi baru harus dikaitkan
(Yudiono, 2009: 115). Sugihastuti (2010:
dengan konsep-konsep yang sudah ada
4) menguraikan bahwa sejarah lahirnya
dalam struktur kognitif siswa.
kritik sastra feminis yang berkembang di
Pembelajaran
siswa.
Learning
Barat sudah pasti semua contoh dan
merupakan suatu proses pembelajaran
penerapannya selalu menyangkut karya
yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi
sastra Barat. Dengan demikian, kritik
yang kuat antara pendidik dan peserta
sastra
didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau
penerapannya
tertekan (not under pressure). Dengan kata
karena gender adalah masalah lokal yang
lain, pembelajaran menyenangkan adalah
berbeda-beda menurut tempat, waktu, dan
adanya pola hubungan yang baik antara
kondisi sosio-kultural masyarakatnya.
Joyfull
feminis
perlu
dalam
sastra
disesuaikan Indonesia
110
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id Munculnya perempuan
banyak
Indonesia
pengarang
belakangan
ISSN : 1978-2560
bermakna (joyfull learning) dalam aplikasi
ini,
kritik sastra feminis cerita pendek “Ruang
meningkatnya pembaca perempuan, serta
Belakang” karya Nenden Lilis A.; dan
seringnya hadir tokoh perempuan dalam
mendeskripsikan
sastra Indonesia pantas diamati dalam
kritik sastra feminis cerita pendek ‘Ruang
rangka penerapan kritik sastra feminis
Belakang’ karya Nenden Lilis A. dengan
(Sugihastuti, 2010: 4). Penyair Taufik
model pembelajaran menyenangkan dan
Ismail (Maulana, 2004: v) menyatakan
bermakna (joyfull learning).
rencana
pembelajaran
bahwa memperkenalkan karya sastra ke hadapan siswa, tidak dimaksudkan agar mereka menjadi sastrawan, dan bahkan
B. KAJIAN PUSTAKA
menjadi apresiator karya sastra, tetapi juga
1.
Kritik Sastra Feminis
agar daya kreatif dan daya kritis mereka dalam
menanggapi
maupun
membaca
kehidupan bisa muncul dengan amat kuatnya. Di samping itu, agar pula mempunyai kecintaan yang penuh terhadap bahasa Indonesia, yang bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi belaka, melainkan
juga
alat
ekspresi
dalam
pelbagai bidang, entah saat menulis karya sastra maupun karya-karya ilmiah lainnya. Dengan demikian, model pembelajaran bermakna KSF bertujuan mencerdaskan siswa dalam memandang kehidupan, yakni posisi
perempuan
berdasarkan
sudut
pandang pengarang perempuan dalam konteks
pembelajaran
sastra
yang
menyenangkan sehingga mereka dapat menginternalisasi nilai-nilai kehidupan. Penelitian mendeskripsikan pembelajaran
ini
bertujuan
rancangan menyenangkan
Sejak akhir tahun 1960-an, ketika gerakan feminis dikembangkan sebagai bagian
dari
gerakan
perempuan
internasional, maka studi kritik sastra feminis (KSF) pun menjadi pilihan yang menarik (Sugihastuti, 2010: 6). Kritik ini berakar
dari
feminisme
dengan
pemahaman dasar mengenai seks dan gender. Menurut Sofia (2009: 11), seks atau jenis kelamin merupakan pembagian jenis kelamin secara biologis, sedangkan gender merujuk pada sekumpulan aturan, tradisi, dan hubungan sosial budaya yang menentukan
kategori
“feminin”
dan
“maskulin”. Dengan demikian, feminitas dan maskulinitas merupakan bentukan sosial budaya, bukan bawaan seperti halnya konsep seks yang tidak dapat
untuk model dan
diubah lagi karena bersifat kodrati. Di
Indonesia,
seperti
pernah
dikatakan Nenden Lilis A. (Saparie, 2010: 111
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id
ISSN : 1978-2560
www.suarakarya-online.com/news.html),
mempertanyakan
keterpojokan perempuan di dunia sastra
ketidakadilan- yang (terutama) dialami
juga terjadi, meski eksistensinya kalah
perempuan
populer dibandingkan dengan Amerika.
patriarki
Sejarah kesusastraan kita sempat mencatat
kesusastraan
nama-nama dan karya-karya perempuan.
www.suarakarya-online.com/news.html).
Akan tetapi, dalam penilaian terhadap karya-karya
yang di
menggugat
diakibatkan dalam
sistem
kajian-kajian
(Saparie,
2010:
Wolf (Sofia, 2009: 13) mengartikan
banyak
terjadi
feminisme sebagai sebuah teori yang
kesusastraan
lebih
mengungkapkan harga diri pribadi dan
banyak difokuskan pada karya laki-laki
harga diri semua perempuan. Lain halnya
sehingga pendeskripsian tentang wawasan
dengan konsep yang ditawarkan Yoder
estetik hanya didasarkan pada apa yang
(Sugihastuti, 2010: 5) bahwa KSF bukan
dicapai oleh laki-laki. Akibatnya, apa yang
berarti pengkritik perempuan, atau kritik
pernah
tentang perempuan, atau kritik tentang
pengabaian.
mereka
dan
Kritik
dicapai
perempuan,
yang
sebenarnya penting, tidak terjelaskan.
pengarang perempuan; arti sederhana KSF
Kondisi-kondisi timpang di atas,
adalah
pengkritik
memandang
sastra
seiring gerakan feminisme di berbagai
dengan kesadaran khusus, yaitu kesadaran
belahan dunia dan berkembangnya kajian-
bahwa ada jenis kelamin yang banyak
kajian perempuan, dipertanyakan para
berhubungan dengan budaya, sastra, dan
feminis. Para feminis melihat perlu ada
kehidupan
kita.
pengkajian dan penyusunan ulang terhadap
perempuan
berarti
kondisi kesusastraan itu dengan apa yang
kesadaran
kemudian dinamakan kritik sastra feminis.
ideologi
Kritik sastra feminis secara teknis
dalam kritik sastra, tetapi ia melakukan
2.
terhadap
dengan
praduga laki-laki
dan yang
androsentris dan patriarkhat (Sugihastuti, 2010: 19).
global
sebagai
membaca
membongkar kekuasaaan
menerapkan berbagai pendekatan yang ada
reinterpretasi
Membaca
Model
semua
Pembelajaran
Menyenangkan dan Bermakna
pendekatan itu. Kritik yang mula-mula
Seorang perancang model sistem
berkembang di Prancis (Eropa), Amerika,
pembelajaran perlu memiliki wawasan dan
dan
sebuah
pengetahuan yang baik tentang teori-teori
yang
belajar. Teori-teori yang penulis uraikan
memasukkan pandangan dan kesadaran
meliputi teori belajar, psikologi belajar,
feminisme-pandangan
filsafat
Australia
pendirian
ini merupakan
yang
revolusioner
yang
pendidikan,
serta
pendidikan 112
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id karakter dan nilai. Semua teori mengacu
ISSN : 1978-2560
Kline
(Hernowo,
2005:
15)
pada orientasi model pembelajaran yang
mencetuskan sebuah kalimat “ learning is
menyenangkan dan bermakna (Joyfull
most
Learning).
Menyenangkan atau membuat suasana
Teori
belajar
effective
when
it’s
fun”.
bermakna
belajar dalam keadaan gembira bukan
dikemukakan oleh Ausubel (Dahar, 1988:
berarti menciptakan suasana ribut dan
137). Belajar bermakna merupakan suatu
hura-hura, namun kegembiraan berarti
proses dikaitkannya informasi baru pada
bangkitnya minat, adanya keterlibatan
konsep-konsep
penuh,
relevan
yang
terdapat
serta
terciptanya
dalam struktur kognitif seseorang. Faktor
pemahaman,
dan
yang paling penting
membahagiakan
bagi
mempengaruhi
makna,
nilai diri
yang
pembelajar.
belajar ialah apa yang telah diketahui
Rumusan yang diungkapkan Dave Meier
siswa. Dengan demikian agar terjadi
tersebut
belajar bermakna, konsep atau informasi
menandaskan
baru harus dikaitkan dengan konsep-
kegembiraan jauh lebih penting daripada
konsep yang sudah ada dalam struktur
segala teknik atau metode yang mungkin
kognitif siswa.
dipilih untuk digunakan.
(Hernowo,
2005:
bahwa
17)
penciptaan
Dalam filsafat pendidikan, muncul
Bobbi DePorter menyatakan bahwa
mahzab atau aliran progresivisme. Aliran
kegembiraan membuat siswa siap belajar
ini identik dengan nama besar Jhon Dewey
dengan lebih mudah, dan bahkan dapat
(1859-1952). Teori filsafat pendidikan
mengubah
Dewey
105)
Hernowo (2004: 57) menguraikan bahwa
untuk
ruangan kelas yang tidak menyenangkan
(Alwasilah,
menstimulasi
2008:
sekolah
sikap
negatif
(2001:
26).
mengembangkan kurikulum sehingga lebih
dan
relevan dengan kebutuhan dan minat
suasana belajar tegang dan terbebani.
siswa. Dewey pun menyatakan bahwa
Pembelajaran
sekolah harus membuat siswa cerdas dan
dirasakan
guru harus merencanakan pelajaran yang
diungkapkan oleh Koesoema (2009: 73)
membangkitkan minat dan rasa ingin tahu
bahwa
siswa. Selain itu, kurikulum menekankan
(shared meaning) dalam komunitas ketika
studi alami dan siswa dipajankan terhadap
terjadi perubahan merupakan salah satu
perkembangan baru dalam saintifik dan
unsur penting yang membuat proses
menenteramkan
akan
bermakna bersama
menemukan
membuat
pun
harus
seperti
yang
makna
bersama
sosial. 113
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id perubahan itu terjadi secara lebih berarti
a.
ISSN : 1978-2560
Sintaks
dan progresif.
Pembelajaran
Joyfull
Learning
Dalam konsep pendidikan karakter,
merupakan suatu proses pembelajaran
Koesoema (2009: 80) menyatakan bahwa
yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi
pendidikan
yang kuat antara pendidik dan peserta
karakter
mencoba
sesungguhnya
menjadi
menghubungkan
jembatan
yang
didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau
antara otak dan hati,
tertekan (not under pressure). Dengan kata
antara pemahaman dan tindakan.
lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara
C. METODE PENELITIAN
guru dengan peserta didik dalam proses
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode
kualitatif.
Penggunaan
metode kualitatif dianggap relevan karena karakteristik
metode
dengan
karakteristik
karya
sastra.
kualitatif dalam
Karakteristik
sesuai
penelitian tersebut
menurut Hasan (Aminuddin, 1990: 15-18) meliputi langkah-langkah sebagai berikut. (1) Data dikumpulkan langsung dari situasi sebagaimana adanya. (2) Peneliti sebagai instrumen
kunci
dalam
pengumpulan
analisis data. (3) Data bersifat deskriptif, artinya data dianalisis dan disampaikan tidak dalam bentuk angka-angka. (4) Proses lebih penting dari pada hasil. (5) Analisis
dilakukan
secara
induktif,
penelitian tidak dilakukan dalam rangka pengujian hipotesis. D. HASIL
PENELITIAN
Guru
memosisikan
diri
sebagai mitra belajar peserta didik, bahkan dalam
hal
tertentu
tidak
menutup
kemungkinan guru belajar dari peserta didiknya.
Untuk
mewujudkan
proses
pembelajaran yang menyenangkan guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta
memilih
dan
mengembangkan
strategi yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal. Prosedur Pembelajaran Joyfull Learning: 1) Pemanasan dan apersepsi Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajagi pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui
DAN
PEMBAHASAN 1.
pembelajaran.
Model Pembelajaran
pelbagai
hal
baru.
Pemanasan
dan
apersepsi ini dapat dilakukan sebagai berikut.
Menyenangkan dan Bermakna (Joyfull Learning) 114
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id
ISSN : 1978-2560
a) Mulailah pembelajaran dengan hal-hal
Konsolidasi merupakan kegiatan
yang diketahui dan dipahami peserta
untuk mengaktifkan peserta didik dalam
didik.
pembentukan kompetensi dan mengaitkan
b) Memotivasi
peserta
didik
dengan
kompetensi dengan kehidupan peserta
bahan ajar yang menarik dan berguna
didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat
bagi kehidupan mereka.
dilakukan sebagai berikut.
c) Gerakkan peserta didik agar tertarik
a) Libatkan peserta didik secara aktif
dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal
dalam menafsirkan dan memahami
yang baru.
materi standar dan kompetensi baru. b) Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama dalam
2) Eksplorasi
masalah-masalah aktual.
Tahap
eksplorasi
merupakan
c) Letakkan
penekanan
pada
kaitan
kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan
struktural, yaitu kaitan antara materi
bahan
standar dan kompetensi baru dengan
dan
mengaitkannya
dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta
berbagai
didik. Hal tersebut dapat ditempuh sebagai
kehidupan
berikut.
masyarakat.
a) Perkenalkan
dan
lingkungan
d) Pilihlah metodologi yang paling tepat
kompetensi dasar yang harus dimiliki
sehingga materi standar dapat diproses
oleh peserta didik.
menjadi kompetensi peserta didik.
materi
standar
dalam
kegiatan
dan
b) Kaitkan
materi
aspek
standar
dan
kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimilki oleh peserta didik. c) Pilihlah
metode
gunakan
secara
meningkatkan
yang
tepat
bervariasi
penerimaan
3) Konsolidasi pembelajaran
perilaku Pembentukan kompetensi, sikap, dan perilaku peserta didik dapat dilakukan
dan
sebagai berikut.
untuk
a) Doronglah
peserta
didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
4) Pembentukan kompetensi, sikap, dan
peserta
didik
untuk
menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi. b) Praktikkan
pembelajaran
secara
langsung agar peserta didik dapat membangun kompetensi, sikap, dan 115
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id perilaku baru dalam kehidupan sehari-
jika
hari
mendalam
berdasarkan
pengertian
yang
dipelajari.
kita
ISSN : 1978-2560
merasakan tentangnya,
perasaan dan
yang
jika
ia
menciptakan rasa, kesempatannya cukup
c) Gunakan metodologi yang tepat agar
baik bagi kita untuk mendapati informasi
terjadi perubahan kompetensi, sikap,
itu bermakna.
dan perilaku peserta didik.
c.
Prinsip-prinsip Reaksi
5) Penilaian
Guru berperan sebagai motivator
Kegiatan penilaian dapat dilakukan
dan
fasilitator,
menciptakan
interaksi
sebagai berikut.
pembelajaran
a) Kembangkan cara-cara untuk menilai
menggairahkan, dan menstimulus siswa
hasil pembelajaran peserta didik.
agar
b) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis
kelemahan
atau
yang
menyenangkan,
terlibat
secara
emosional
pada
pembelajaran.
Siswa
termotivasi
dan
terlibat dalam pembelajaran tanpa tekanan
kekurangan peserta didik dan masalah-
dan dalam suasana kegembiraan.
masalah yang dihadapi guru dalam
d. Sistem Penunjang
memberikan
kemudahan
kepada
peserta didik.
Pilihlah
cerpen
yang
relevan
dengan konteks kehidupan siswa, aktual,
c) Pilihlah metode yang paling tepat
dan merangsang emosi mereka sehingga
sesuai dengan kompetensi yang ingin
menciptakan makna. Pada momen-momen
dicapai.
tertentu dalam pembelajaran, perdengarkan tayangan
b. Sistem Sosial Faktor-faktor
yang
menciptakan
audiovisual
yang
dapat
merangsang emosi siswa.
makna adalah 1) relevansi; 2) emosi; dan 3) konteks. Relevansi adalah sebuah fungsi otak dalam menciptakan koneksi dari
Rencana
bidang-bidang neural yang ada. Emosi
Pelaksanaan
dipicu
Pembelajaran
oleh
reaksi
kimia
otak
dan
menandai pembelajaran sebagai sesuatu yang
penting;
dan
konteks
memicu
(RPP) Sekolah
: SMA
penciptaan-pola yang berhubungan dengan
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
pengaktifan bidang-bidang neural yang
Kelas/Semester : 12/2
lebih
Alokasi Waktu : 4 X 45 menit (2
luas.
Dengan
kata
lain,
jika
informasinya berifat personal bagi kita,
pertemuan) 116
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id A. Standar Kompetensi : 16.
4) Guru bertanya jawab dengan siswa
Mengungkapkan pendapat dalam bentuk kritik dan esai
tentang tokoh-tokoh perempuan dalam karya
B. Kompetensi Dasar : 16.2
ISSN : 1978-2560
sastra
serta
pengarang-
pengarang perempuan Indonesia.
Menerapkan
prinsip-prinsip
penulisan kritik dan esai
untuk
mengomentari karya sastra
5) Guru
mengeksplorasi
mereka
tentang
citra
pengetahuan perempuan
Indonesia
C. Tujuan Pembelajaran : 1)
Siswa mampu menulis kritik dan esai sastra dengan menerapkan
prinsip-
prinsip kritik 2)
Kegiatan Inti :
Siswa mampu menyunting tulisan
1) Guru menyajikan pemodelan teknik
kritik dan esai sastra
mengkritik sastra feminis dari Adib
D. Materi Pembelajaran:
Sofia (dalam bentuk tulisan esai)
Menulis dan menyunting tulisan kritik sastra dalam bentuk esai
Bunga-Bunga” karya Kuntowijoyo
E. Metode Pembelajaran :
2) Guru beserta siswa mencari langkah-
Inkuiri dan diskusi F.
untuk cerpen “Dilarang Mencintai
langkah kritik sastra feminis yang
Langkah-langkah
Kegiatan
dilakukan oleh Adib Sofia pada cerpen
Pembelajaran
“Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”
Pendahuluan :
karya Kuntowijoyo.
1) Menggali pengetahuan awal siswa mengenai karya sastra cerpen.
kritik sastra feminis.
2) Guru menjelaskan kompetensi dan indikator pembelajaran yang akan dicapai. 3) Guru
3) Siswa merumuskan langkah-langkah
4) Siswa
membaca
cerpen
“Ruang
Belakang” karya Nenden Lilis A. 5) Siswa secara berkelompok mencari
tayangan
citra perempuan dalam cerpen “Ruang
audiovisual tentang figur perempuan-
Belakang” karya Nenden Lilis A
perempuan Indonesia yang berprestasi,
berdasarkan langkah-langkah kritik
perkasa,
sastra feminis yang telah dirumuskan.
(pencitraan
menyajikan
kuasa, positif
dan
mandiri perempuan
Indonesia) untuk merangsang emosi
6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kritikannya di depan kelas.
siswa. 117
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id 7) Guru
menugaskan
siswa
ISSN : 1978-2560
secara
3) Guru menanyakan pada siswa apakah
individual untuk menulis kritik sastra
kegiatan pembelajaran menyenangkan
tersebut dalam bentuk tulisan esai.
dan bermakna.
8) Siswa saling mengedit
tulisan esai
kritik sastra cerpen yang telah ditulis.
G. Sumber dan Media Pembelajaran 1)
9) Guru beserta siswa menyimpulkan
Aplikasi kritik sastra feminis Adib Sofia
kegiatan pembelajaran. 2)
1) Guru menutup kegiatan pembelajaran melakukan
cerpen
“Dilarang
Mencintai Bunga-Bunga”
Penutup
dengan
dalam
refleksi,
Cerpen “Dilarang Mencintai BungaBunga” karya Kuntowijoyo
yaitu
3) Contoh tulisan esai hasil analisis Adib
menanyakan unsur nilai-nilai moral
Sofia dalam KSF cerpen “Dilarang
dan agama yang telah diperoleh.
Mencintai Bunga-Bunga”
2) Guru menanyakan pada siswa apakah figur perempuan dalam cerpen dapat
4) Buku Paket H. Penilaian
diteladani oleh siswa.
Indikator
Teknik
Menulis kritik dalam bentuk esai I.
penugasan
Bentuk
Instrumen
Tes unjuk Buatlah tulisan kritik sastra feminis dalam kerja/tugas bentuk esai cerpen “Ruang Belakang” karya proyek Nenden Lilis A.
Pedoman Penskoran Aspek Penilaian 5
Skala 4 3 2
Bobot
Skor
Nilai
1
Pemilihan Diksi Mengandung citra perempuan EYD Kalimat efektif Jumlah
2 3 2 3
Petunjuk:
tanda cek (V) pada kolom skala nilai
1) Pemberian skor untuk masing-masing
yang dianggap cocok.
komponen dilakukan dengan memberi
2) Arti skala bila dihubungkan dengan kriteria
penilaian
masing-masing 118
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id
ISSN : 1978-2560
komponen yaitu: 1 = sangat kurang, 2
9) Suami tokoh aku sering membantu
= kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 =
tugas domestik istri, di samping
sangat baik
tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga untuk mencari nafkah. 10) Tokoh
aku
digambarkan
sebagai
Pembahasan
perempuan bercitra positif dengan
Citra perempuan dalam cerpen “Ruang
perilaku terpuji dan intelektual.
Belakang”
digambarkan
sebagai
2.
berikut.
Penyerta
1) Dalam pandangan suami (Dadang), perempuan (T Nining) ditempatkan
Dampak Instruksional : a) Siswa dapat menulis kritik sastra
sebagai objek seks dan kekerasan.
feminis dalam bentuk esai (ranah
2) T Nining seorang perempuan perkasa, mencari
nafkah
sebagai
penjual
kognitif). b) Siswa dapat mengungkapkan citra
gorengan.
perempuan
3) Sebagai tulang punggung keluarga, T Nining
pun
mampu
Nining
dengan
penuh
dalam
tokoh-tokoh
perempuan cerpen “Ruang Belakang”
menjalankan
fungsi domestik dengan baik. 4) T
Dampak Instruksional dan Dampak
(ranah kogniitf) c) Siswa dapat menginternalisasi diri,
kuasa
membentuk
karakter
positif
dan
mengakhiri rumah tangganya dengan
membentuk berakhlak mulia setelah
meninggalkan sang suami.
menganalisis citra perempuan dalam
5) Umi adalah sosok perempuan janda
cerpen
yang mandiri.
tukang
Belakang”(ranah
afektif).
6) Umi diceritakan sebagai perempuan murahan,
“Ruang
gosip,
pengadu
Dampak Penyerta: a) Siswa mampu menginternalisasikan
domba, percaya pada hal-hal mistis,
nilai-nilai
pembohong, genit, dan pengganggu
menulis esai.
suami orang.
kehidupan
dalam
b) Siswa mampu membangun karakter
7) Tokoh aku berelasi positif dengan
positif melalui sastra.
suami dalam bingkai rumah tangga yang harmonis. 8) Suami tokoh aku menempatkan isteri
E. SIMPULAN DAN SARAN 1.
Simpulan
sebagai mitra rumah tangga. 119
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id Berdasarkan penelitian,
dapat
ISSN : 1978-2560
rumusan
masalah
Siswa memahami aplikasi kritik sastra
disimpulkan
hal-hal
feminis dengan komprehensif dan utuh
berikut ini.
karena
a.
Model Pembelajaran menyenangkan
pandang gender yang berbeda. Metode
dan
inkuiri dipilih karena siswa harus
bermakna
adalah
(Joyfull
model
Learning)
pembelajaran
yang
mampu
mencari
dari
dua
informasi
sudut
yang
menciptakan pola hubungan yang baik
bermakna tentang unsur-unsur kritik
antara guru dan siswa dalam suasana
sastra
menggairahkan dan menyenangkan
pembelajaran yang menyenangkan.
(tanpa tekanan). Model pembelajaran menyenangkan memiliki
dan
2.
bermakna
prinsip
kontekstual,
feminis
dalam
Berdasarkan
simpulan
hal baru, bahan ajar yang variatif,
a.
pembentukan
Model
pembelajaran
kritik
sastra
feminis di SMA sangat relevan untuk
sikap dan kompetensi. Rancangan
tersebut,
dihasilkan beberapa rekomendasi, yakni berupa saran berikut ini.
masalah,
atmosfer
Saran
penggalian motivasi, eksplorasi hal-
pemecahan
b.
mengkaji
diaplikasikan dengan pembimbingan
pembelajaran
dengan
intensif dari guru, yakni guru harus
model pembelajaran menyenangkan
meluruskan
dan bermakna harus mengedepankan
terhadap KSF sehingga tidak keliru
aspek kontekstual dan aktual. Metode
dan
yang digunakan adalah inkuri, diskusi,
feminisme.
dan
pemodelan.
pendek
“Ruang
Pemilihan
cerita
Belakang”
karya
b.
Guru
salah
harus
pemahaman
menafsirkan
membuat
siswa
tentang
rancangan
pembelajaran yang dapat membuat
Nenden Lilis A. sangat dekat dengan
siswa
tema
yakni
belajar sehingga mereka menemukan makna pembelajaran tanpa tekanan
kehidupan
siswa,
perjuangan
perempuan
dalam
menghadapi
penindasan
laki-laki
dalam
sudut
pandang
pemodelan terhadap
diawali kritik
cerita
sastra pendek
dan
bersemangat
dari siapa pun.
penulis
perempuan. Rancangan pelaksanaan pembelajaran
bergairah
Daftar Pustaka
dengan feminis karya
Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: YA3.
Kuntowijaya sebagai penulis laki-laki. 120
JURNAL LOGIKA, Volume XV, No 3 Desember Tahun 2015 www.e-journal.unswagati-crb.ac.id Chaedar, A. Alwasilah. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. DePorter, Bobbi.2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
ISSN : 1978-2560
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra
Jakarta: Gramedia. Hergenhahn, B. R. Dkk. 2009. Theories of
Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Learning. Jakarta: Kencana. Hernowo. 2005. Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Bandung: MLC. Joyce Bruce dkk. 2009. Teaching.
Models of
Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar. Koesoema, Doni A. 2009. Pendidik Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo. Lilis, Nenden A. 2003. Kumpulan Cerpen Ruang Belakang. Jakarta: Kompas. Pasiak,
Taufik. 2006. Manajemen Kecerdasan – Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup. Bandung: Mizan.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem
Pembelajaran.
Jakarta:
Dian
Rakyat. Ratna,
Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Citra Pustaka. Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis : Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 121