MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu)
DISERTASI
R. PAMEKAS
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul “MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT” (dengan studi kasus kota Majalata di DAS Citarum Hulu), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2006
R Pamekas P062034164/PSL
ABSTRAK
R PAMEKAS. Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu). Dibimbing oleh BIBIANA W LAY sebagai ketua; SURJONO H SUTJAHJO; PARULIAN M HUTAGAOL DAN HARTRISARI HARDJOMIDJOJO sebagai anggota komisi pembimbing. Pelestarian fungsi lingkungan perkotaan atau upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk. Pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan, mencerminkan kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan. Namun, melakukan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup melalui penilaian kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan di Indonesia adalah tugas yang tidak mudah karena belum ada ukuran baku yang dapat dipakai untuk melakukan evaluasi. Sementara itu, pengelolaan air limbah rumah tangga yang merupakan bagian penting dari pelestarian fungsi lingkungan perkotaan di Indonesia sejak pembangunan lima tahun ketiga, belum memperoleh hasil yang optimal. Prasarana dan sarana sanitasi yang dibangun belum berfungsi sesuai harapan, pencemaran air oleh limbah rumah tangga masih relatif tinggi, sumber air minum penduduk masih tercemar lumpur tinja, kasus penyakit diare dan kematian bayi yang diakibatkan sanitasi buruk masih terjadi. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan 2 (dua) model pengelolaan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan. Model tersebut akan digunakan untuk sarana atau perangkat kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan sistem dengan membangun model indeks pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (IPFLH) berbasis statistik dan model EkoSanita-IPLT berbasis sistem dinamis. Model IPFLH digunakan untuk menilai kinerja program pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, sedangkan model EkoSanita-IPLT digunakan untuk merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan kinerja sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang ada melalui proses simulasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keadaan optimal pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dicapai pada 50% penduduk yang mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved). Nilai optimal tersebut adalah 0.89 skala IPFLH (indeks pelestarian fungsi lingkungan hidup) untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Perbaikan kinerja pengelolaan air limbah rumah tangga, mencapai keadaan optimal apabila cakupan pelayanan mencapai 60% penduduk di 6 (enam) kota kecamatan, efisiensi pengangkutan lumpur tinja 100%, efisiensi sistem setempat 70%. Nilai optimal tersebut adalah 4,88 skala IDTL (indeks daya tampung lingkungan) untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Hasil simulasi kedua model yang dikembangkan tersebut menunjukkan kemampu terapan model untuk perangkat kebijakan.. Kata kunci: Model, Sanitasi, lumpur tinja, Perangkat Kebijakan
ABSTRACT R PAMEKAS. Model For Urban Conservation of Urban Environmental Function Based On Ekosanita-IPLT (Case study of Town of Majalaya at the Catchment Area of Upstream Citarum). Advised by: BIBIANA W LAY as Chairman; SURJONO H SUTJAHJO; PARULIAN M HUTAGAOL DAN HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as a member of the Advisor Committee. The conservation for Urban Environmental Function or the effort to maintain the sustainability of the urban environmental carrying capacity as well as assimilative capacity lead to a siqnificantly influence the quality of life of the people. The conservation of urban environmental function, representing the performance of the urban environmental management. However, a task to monitor and to control the environment quality through evaluating the performance of urban environmental management in Indonesia is not easy task due to the fact that there is no standard measure that can be utililised for evaluation. Meanwhile, the domestic wastewater management as an important part of the conservation of urban environment function in Indonesia since the third of five national development plan, have not meet optimal results. The developed sanitation infrastructures have not function as expected, the domestic water polution still relatively high, the sources of drinking water contaminated by faecal sludge, the cases of diarhe deseases and the infant mortality due to bad sanitation still happens. This research is aimed to develop 2 (two) models for sustainability managing the urban environment. This models will be used for policy tools for conserving the funktion of urban environment.. To achieve this objective, the system based approach is used through the development of statistically based Indekx Conservation of the Function of Urban Environment (ICFUE) and the EkoSanita-IPLT based on system dinamic The ICFUE model is used to evaluate the performance of the conservation of urban environment functions, whereas the EkoSanita-IPLT model is used to formulate policy and straegy to improve the performance of domestic wastewater management through simulation processes. This research conclude that the optimal condition to conserve the funktion of urban environment is achieved at 50% of the population that get access to the improved sanitation facilities. This optimum value is 0.89 of ICFUE scale for each percent of increase in coverage. The improvement of the performance of domestic wastewater management had reach the optimimum condition if the population coverage of sic kecamatan served area is 60%, the efficiency of faecal sludge transportation is 100%, the efficiency of on-site treatment facilities is 70%. This optimum value is 4.88 of the Indeks of Urban Environment Assimilative Capacity (IUEAC) scale. The simulation result of the developed model had proved their aplicability to be used in policy tools. Key words: Model, Sanitation, faecal sludge, policy tools
@Hak cipta milik Institute Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institute Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya.
MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu)
R. PAMEKAS
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Disertasi
: Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis Ekosanita IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu)
Nama Mahasiswa
: R. Pamekas
Nomor Pokok
: P062034164
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof Dr drh Bibiana Widiati Lay Ketua
Dr Ir Surjono H Sutjahjo, MS Anggota
Dr Ir Parulian M Hutagaol Anggota
Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo Anggota
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro
Tanggal: ....................................... 2006
i
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 adalah Sanitasi dengan judul “Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan berbasis Ekosanita-IPLT” (dengan studi kasus kota Majalaya di DAS Citarum Hulu). Penelitian disertasi ini ditujukan untuk menghasilkan model pengelolaan air limbah berbasis IPLT yang berkelanjutan (Ekosanita-IPLT) sehingga dapat digunakan sebagai perangkat kebijakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Penelitian ini dilakukan di kota Majalaya, kabupaten Bandung yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Alasan pemilihan kota Majalaya sebagai kota studi kasus didasarkan pada fakta bahwa di kota ini terdapat 2 (dua) instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang menganggur sehingga dikhawatirkan akan mengurangi kinerja pengolahan air limbah dan meningkatkan pencemaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dan pemodelan dinamis karena pengelolaan air limbah pada umumnya dan khususnya pengelolaan lumpur tinja merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan sosial serta kelembagaan. Pemodelan dinamis menggunakan pendekatan sistem keras (hard system) karena persoalan yang akan ditangani merupakan persoalan struktural, pola pendekatannya berdasarkan cara dan hasil (means and end), variabelvariabel yang digunakan bersifat kuantitatif, berorientasi pada tujuan dan mensistemkan kejadian nyata. Dua perangkat atau alat bantu manajemen lingkungan telah dihasilkan dari penelitian ini yaitu alat (perangkat) untuk menilai kinerja program pengelolaan fungsi lingkungan perkotaan dan alat (perangkat) untuk merumuskan kebijakan dan strategi meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kedua perangkat tersebut diharapkan dapat menambah aset atau kekayaan ilmiah yang dapat digunakan dalam menunjang upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada umumnya dan khususnya lingkungan hidup di daerah perkotaan. Peningkatan upaya tersebut, diharapkan membuka peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan maupun perdesaan secara berkesinambungan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. drh. Bibiana Widiati Lay, Dr. Ir. Sur jono H Sutjahjo MS, Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, Dr. Ir Parulian M Hutagaol selaku Komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan yang kritis sampai tersusunnya disertasi ini dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pimpinan IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam (Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo) yang juga menjadi anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan pula kepada semua dosen yang telah memberikan ilmu dasar pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang sangat relevan dengan tema dan sasaran penelitian ini. Akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan disertasi ini, hanya penulis yang bertanggung jawab. Semoga Allah SWT memberi ba lasan berkah dan hidayah kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, Amien. Bogor, Desember 2006 R Pamekas
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 15 Oktober 1949 di kota Bogor, Jawa Barat dari pasangan R Yaman Sutiawidjaja (almarhum) dan R Moerminah Ratih (almarhum). Penulis menikah pada tanggal 18 April tahun 1976 dengan mojang priangan Kiki Tarkiah. Dari pernikahan tersebut, penulis dikaruniai 4 (empat) orang anak, 3 (tiga) laki- laki dan 1 (satu) perempuan yaitu R Priatmanto (Peppy), R Nurdewayani (Pipit), R Restianto (Tio) dan R Krisma Hadianto (Mima). Penulis sudah dikaruniai 2 (dua) orang cucu, satu orang dari anak pertama yang diberi nama Ali Jazi Rasyid dan satu orang dari anak kedua yang diberi nama Khairyu Kevin Dzaky Nababan. . Dari sejak lahir sampai dengan kelas dua sekolah dasar, penulis menikmati masa kecil di kota Bogor yang dikenal sebagai kota hujan. Kelas tiga sampai dengan kelas empat sekolah dasar, penulis menikmati tinggal di desa di lereng gunung Lawu Jawa Timur. Sejak kelas lima sekolah dasar sampai lulus sekolah menengah, penulis tinggal di Surabaya yang dikenal sebagai kota pahlawan. Sejak tahun 1969, penulis meninggalkan kota Surabaya untuk meneruskan sekolah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Penyehatan. Pada tahun kedua mengikuti pendidikan di ITB, penulis mulai bekerja sebagai juru gambar dan asisten perencanaan di Biro Konsultan sampai lulus sarjana muda tahun 1972. Sebagai sarjana muda, penulis mendapat kesempatan bekerja selama satu tahun pada Cowiconsult (konsultan Denmark) untuk menangani masalah air minum kotamadya Bandung. Mulai tahun 1973, penulis bekerja di biro konsultan milik negara yaitu PT Persero Indah Karya sebagai asisten teknik. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di ITB pada tahun 1975 dan satu tahun kemudian diangkat menjadi kepala bagian Teknik Penyehatan di PT Indah Karya. Pada tahun 1981 atau 6 (enam) tahun sejak lulus dari pendidikan S-1, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi di Asian Institute of Technology (AIT) Bangkok, Thailand dan lulus serta memperoleh gelar Master of Engineering (M.Eng) di bidang manajemen lingkungan pada bulan Maret 1983. Pada tahun 2004 atau 21 (duapuluh satu) tahun setelah menyelesaikan pendidikan S-2 dan memiliki masa kerja selama 29 (duapuluh sembilan) tahun, penulis menempuh pendidikan S-3 di bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor dan selesai pada tahun 2006. Selama 25 tahun lebih, penulis bekerja di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang Pekerjaan Umum dengan berbagai penugasan profesional di bidang Air Minum, Persampahan, Air Limbah, Penyiapan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu/P3KT dan AMDAL. Pada tahun 1998, penulis ditarik dari penugasannya di PT Persero Indah Karya dan diberi tugas baru sebagai Kepala Bagian AMDAL merangkap sebagai Ketua Tim Teknis Komisi AMDAL Departemen Pekerjaan Umum. Dari tahun 2000-2006, tugas penulis berturut turut adalah sebagai Analis Kebijakan konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum, pejabat auditor di Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), Kepala Bidang Tata Operasional Puslitbang Permukiman Balitbang Kimpraswil, Direktur Evaluasi Manfaat, Perwujudan Ruang dan Lingkungan Hidup BRR NAD-Nias dan Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan dan Konservasi Sumberdaya Alam di kedeputian Operasi BRR NAD-Nias. iii
DAFTAR ISI Halaman Halaman Pengesahan .........................................................................................
i
Prakata ...............................................................................................................
ii
Riwayat Hidup ...................................................................................................
iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian .............................................................................
6
1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................
8
1.5. Novelty (kebaruan) Penelitian ..........................................................
8
1.6. Batasan Penelitian .............................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) .....................................
10
2.1.1. Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan dan IPLT ................
10
2.1.2. Komponen Sistem Yang Mempengaruhi IPLT ....................
14
2.2. Ekosanita-IPLT .............. .................................................................
16
2.2.1. Pengertian Ekosanita-IPLT ...................................................
16
2.2.2. Ekosanita-IPLT dan Pengelolaan Lingkungan DAS .............
17
2.3. Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ......................................
19
2.3.1. Pelestarian dan Degradasi Lingkungan ..................................
19
2.3.2. Permukiman dan Infrastruktur Lingkungan Perkotaan ..........
20
2.3.3. Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ...........
20
2.4. Model dan Pendekatan Sistem .........................................................
23
2.4.1. Model dan Pemodelan .................... .....................................
23
2.4.2. Sistem dan Pendekatan Sistem .............................................
28
2.5. Penelitian Bidang Sanitasi dan Pelestarian Fungsi Lingkungan .....
32
2.5.1. Penelitian Ekologi Sanitasi ...................................................
32
2.5.2. Penelitian Sanitasi di Indonesia ............................................
34
2.5.3. Konsepsi dan Kebaruan (Novelty) Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita IPLT .................
38
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian .............................................................................
41
3.2. Permasalahan Penelitian ..................................................................
42
3.3. Rancangan Penelitian ....................................................................
43
3.3.1. Analisis Kondisi Eksisting Pelestarian Fungsi Lingkungan
44
3.3.1.1. Tujuan Analisis ....................................................
44
3.3.1.2. Metoda Pengumpulan Data ..................................
44
3.3.1.3. Variabel yang Diamati .........................................
47
3.3.1.4. Metoda Analisis ...................................................
47
3.3.1.4.1. Pemodelan Menggunakan Analisis Faktor ...................................................
49
3.3.1.4.2. Pemodelan Menggunakan Analisis Taxonomi .............................................
49
3.3.1.4.3. Pemodelan Menggunakan Analisis Skalogram ............................................
50
3.3.2. Analisis Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga ...............................................................................
50
3.3.2.1. Tujuan Analisis .....................................................
50
3.3.2.2. Metoda Pengumpulan Data ...................................
50
3.3.2.3. Variabel yang Diamati ..........................................
51
3.3.2.4. Metoda Analisis ....................................................
51
3.4. Pengembangan Model Ekosanita-IPLT ..........................................
52
3.4.1. Analisis Kebutuhan ..............................................................
52
3.4.2. Rumusan Masalah ................................................................
53
3.4.3. Identifikasi Sistem ...............................................................
55
3.4.4. Penyusunan Model Sistem Dinamis ....................................
60
3.4.4.1. Gambaran Kondisi yang Diinginkan ....................
61
3.4.4.2. Batasan Model ......................................................
62
v
3.4.4.3. Struktur Model ......................................................
63
3.4.5. Perumusan Model Sistem Dinamis .....................................
65
3.4.5.1. Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja .......................................................................
65
3.4.5.2. Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja .......................................................
68
3.4.5.3. Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)...........................................................
70
3.4.5.4. Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan).............................................
71
3.4.5.5. Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT .........................................................
73
3.4.6. Kalibrasi, Verifikasi dan Validasi Model ...........................
74
3.4.7. Implementasi dan Analisis Kebijakan .................................
75
IV. KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN 4.1. Pembagian Wilayah Kajian ............................................................
77
4.2. Keadaan Lingkungan Fisik ............................................................
78
4.3. Kependudukan ................................................................................
79
4.4. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota..................... ...........................................................................
80
4.4.1. Prasarana dan Sarana Kesehatan .........................................
80
4.4.2. Prasarana dan Sarana Pendidikan ........................................
81
4.4.3. Prasarana dan Sarana Air Minum & Sanitasi ......................
82
4.4.4. Prasarana dan Sarana Perumahan ........................................
84
4.5. Keadaan Sosial Ekonomi ...............................................................
86
4.5.1. Keadaan Kesehatan Masyarakat ..........................................
86
4.5.2. Pendidikan Masyarakat .......................................................
87
4.5.3. Ekonomi Masyarakat ...........................................................
88
4.6. Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ..................................................
89
4.6.1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik .........................
89
4.6.2. Pengelolaan Lumpur Tinja ..................................................
92
4.6.2.1. Pewadahan Lumpur Tinja ......................................
92
4.6.2.2. Pengangkutan Lumpur Tinja ..................................
93
4.6.2.3. Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT ........................
95
vi
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ......................
96
5.1.1. Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ........................................................
96
5.1.2. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya dan Sekitarnya ...........................................................................
97
5.1.2.1. Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota .................................................
97
5.1.2.2.
Indeks Keadaan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk .............................................................
99
5.1.2.3.
Efektifitas Investasi Prasarana dan Sarana Lingkungan ..........................................................
100
5.1.2.4.
Peringkat Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ..............................................................
101
5.1.2.5.
Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan .........................................
102
5.1.2.6.
Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ..............................................................
103
5.1.2.7.
Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ...............................................................
106
5.1.2.8.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Secara Spasial ..................................................................
107
5.1.2.9
Simulasi Pelestarian Fungsi Lingkungan .............
108
5.1.3. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya Ditinjau dari Tiga Metoda ....................................................
109
5.1.3.1. Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota ................................................
109
5.1.3.2.
Dinamika Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Penghidupan Penduduk .......................................
110
5.1.3.3.
Dinamika Pengelolaan Lingkungan Perkotaan ....
110
5.1.3.4.
Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ............................................................
112
5.1.3.5.
Peringkat Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perkotaan ............................................................
113
5.2. Keadaan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ...................................
114
5.2.1. Keadaan Pengelolaan Air Limbah Domestik ......................
114
5.2.1.1. Pewadahan Limbah Cair Rumah Tangga .............
114
5.2.1.2. Pengangkutan Limbah Cair Rumah Tangga ..........
115
vii
5.2.1.3. Pengolahan Limbah Cair Rumah Ta ngga .............
116
5.2.2. Keadaan Pengelolaan Lumpur Tinja ....................................
118
5.2.2.1. Pewadahan Lumpur Tinja .....................................
118
5.2.2.2. Pengangkutan Lumpur Tinja ................................
120
5.2.2.3. Pengolahan Lumpur Tinja ....................................
122
5.2.3. Pemanfaatan Produk Pengolahan Lumpur Tinja .................
125
5.2.4. Biaya Operasi & Pemeliharaan Sistem IPLT .......................
125
5.3. Model Ekosanita IPLT ....................................................................
128
5.3.1. Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja .........
128
5.3.2. Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja ..
129
5.3.3. Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) ...........................................................
130
5.3.4. Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan) ................................................................................
131
5.3.5. Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT ...
131
5.3.6. Uji Model EkoSanita IPLT....................................................
132
5.3.7. Simulasi Model EkoSanita-IPLT .........................................
137
5.3.7.1. Perbandingan Model Eksisting dengan Model Ideal ......................................................................
139
5.3.7.2. Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan ...........
140
5.3.7.3 Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tinja ........................................................
141
5.3.7.4 Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT ...................
142
5.3.7.5 Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-Site) .................................................................
144
5.3.7.6 Dampak Perluasan Daerah Pelayanan ...................
145
5.3.7.7. Dampak Pengendalian Konsumsi Air Rumah Tangga ...................................................................
147
5.3.7.8. Dampak Kombinasi Kebijakan Perbaikan Kinerja Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga ...............
149
VI. RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA 6.1 Sintesa Hasil Simulasi ....................................................................
155
6.1.1 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ..........................
155
6.1.2 Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Air Limbah ..............
156
viii
6.2 Rmusan Kebijakan Peningkatan Cakupan Pelayanan .....................
157
6.3 Rumusan Kebijakan Pengangkutan Lumpur Tinja Secara Terjadwal ........................................................................................
159
6.4. Rumusan Kebijakan Peningkatan Kapasitas IPLT dan Efisiensi Sistem Setempat .............................................................................
160
6.5. Rumusan Kebijakan Pengendalian Konsumsi Air Rumah Tangga
161
6.6. Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi .................
161
6.4. Rumusan Kebijakan Pengendalian Konsumsi Air Bersih .............
149
6.5. Rumusan Kebijakan Investasi IPLT Baru .....................................
149
6.6. Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi ...................
150
6.7. Rekomendasi Kebijakan ................................................................
162
6.8. Urutan Langkah Implementasi Kebijakan .....................................
165
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ....................................................................................
167
7.2. Saran ...............................................................................................
170 172
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Efisiensi Unsur-Unsur Sistem Setempat (On-site System) .................. ...................... Efisiensi Unsur-Unsur Sistem IPLT..................................................... ........................................................ Rangkuman Penelitian yang Berorientasi pada Model Kebijakan di Bidang Sanitasi .................................................................................... ........................................................................................ Matrik Rangkuman Rancangan Penelitian........................................... .................................................................. Daftar Data Yang Dikumpulkan.......................................................... ............................................................. Daftar Variabel Yang Digunakan Dalam Analisis............................... .................................. Analisis Kebutuhan Stakeholder pada Pelestarian Lingkungan........... .............. Identifikasi Adanya Perbedaan Kebutuhan (Permasalahan)................ ................... Keadaan Lingkungan Fisik Daerah Penelitian..................................... …………………............ Keadaan Kependudukan Daerah Penelitian (2000-2004).................... ....................... Keadaan Prasarana dan Sarana Kesehatan (2000-2004)...................... ......................... Keadaan Prasarana dan Sarana Pendidikan (2000-2004)..................... ………............ Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi (2000-2004)………... ………….. Keadaan Prasarana dan Sarana Rumah (2000-2004)………………... ………………….. Keadaan Kesehatan Masyarakat (2002-2004)……………………….. …………………............ Keadaan Pendidikan Masyarakat (2000-2004).................................... ....................................... Keadaan Ekonomi Masyarakat (2002-2004)........................................ ………………………….. Pengelolaan Air Limbah Domestik di Daerah Penelitian.................... ……………... Umur Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan......................................... ............................................ Ukuran Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan....................................... .......................................... Frekuensi Penyedotan Tangk i Septik di 4 (empat) Kecamatan........... .............. Penggunaan Jasa Truk Tinja di 3 (tiga) Kecamatan............................. ................................ Biaya Penyedotan Tinja di 3 (tiga) Kecamatan.................................... ....................................... Hasil Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Lingkungan Kota...... ........ Hasil Pendugaan Parameter Model IKPS............................................. ……………………………… Hasil Pendugaan Parameter Model IKPP............................................. ……………………………… Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (2002-2004)..........................................................................................
x
14 15 37 44 46 47 53 54 78 79 81 82 83 85 86 87 89 90 93 93 94 94 95 97 98 100 103
28
Hasi; Uji Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan................
104
29.
Hasil Pendugaan Parameter Model IPLH............................................ ……………………………... Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya.................. ..................... Peringkat Pengelolaan Lingkungan 6 Kecamatan Kota (2000-2004).. .. Kandungan Bahan Pencemaran Air Limbah Rumah Tangga.............. ................. Ukuran Standar Tangki Septik Berdasarkan Jumlah Pemakai ............ ................ Kriteria Evaluasi Kesesuaian IPLT dengan Kriteria Perencanaan. ..... .......... Evaluasi Kinerja Pengolahan IPLT Cibeet........................................... ……………………….......... Hasil Uji Variabel Model EkoSanita-IPLT..........................................
105
Matriks Data untuk Rancangan Simulasi Kebijakan............................ .............................. Perbandingan Kinerja Model Eksisting dan Model Ideal.................... ………........... Hasil Simulasi Peningkatan Cakupan Pelayanan................................. .................................. Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi Angkutan Tinja .......................
137
Hasil Simulasi Peningkatan Kapasitas IPLT........................................ ......................................... Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi On-Site..................................... ...................................... Hasil Simulasi Perluasan Daerah Pelayanan........................................ ......................................... Hasil Simulasi Pengendalian Konsumsi Air Rumah Ta ngga............... ................ Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4.............................. ................................ Rumusan Skenario Kebijakan Pengelolaan Air Limbah......................
143
30. 31. 32. 33. 34. 35. 36 37. 38. 39. 40 41. 42. 43 44 45 46
xi
112 113 116 119 123 125 132
139 141 141
145 145 149 152 157
DAFTAR GAMBAR
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................
Halaman 7
2.
Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya ...................................................................
12
3.
Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia ........
22
4.
Peta Lokasi Penelitian ...............................................................................
41
5.
Penyederhanaan Langkah Operasionalisasi Penelitian ............................
45
6.
Konsep Dasar Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan .......................
48
7.
Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop Diagram) Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ..................................................................
56
8.
Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop Diagram) Pengelolaan Lumpur Tinja Berkelanjutan .....................................................................
59
9.
Penyederhanaan Diagram Input-Output Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan ............................................................................................
60
10.
Pembagian Wilayah Kajian ……………………………………………..
77
11.
Dinamika IKPS Kota Majalaya …………………………………………
98
12.
Dinamika IKPP Kota Majalaya …………………………………………
99
13.
Grafik Efektifitas Investasi Pembangunan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya .......................................................................
101
14.
Peringkat Pelestarian Lingkungan Kota Majalaya (2000-2004) ...............
102
15.
Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya ……...............
104
16.
Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya .........................
106
17.
Peta Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Kecamatan di Kabupaten Bandung (2001-2004) ..............................................................................
107
18.
Skenario Kebijakan Pelestarian Fngsi Lingkungan Perkotaan .................
108
19
Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya 2000-2004 .................................................................................................
109
20.
Dinamika Peningkatan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Kota Majalaya 2002-2004 .................................................................................
110
21.
Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya 2002-2004 .....
111
22.
Bagan Pengolahan Air Limbah Kota Majalaya ........................................
116
23.
Bagan Proses Pewadahan Lumpur Tinja ..................................................
118
xii
24.
Bagan Aliran Pengangkutan Lumpur Tinja dengan 3 Ritasi/hari ............
120
25.
Bagan Proses Pengolahan Lumpur Tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) …………………………………................
122
26.
Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Majalaya ……………..............
133
27.
Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Kecamatan di daerah Pelayanan IPLT ……................................................................................
134
28.
Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Majalaya…..............
135
29.
Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Kecamatan di Daerah Pelayanan IPLT ..................................... ……………….............
136
30.
Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan ..........……………….............
140
31.
Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tunja…..............
142
32.
Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT……………………….................
143
33.
Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-site) …..............
144
34.
Dampak Perluasan Daerah Pelayanan……………………....................
146
35.
Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Beban Cemaran Air Limbah .....................................................................
147
36.
Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Daya Tampung Lingkungan ...................................... ........................................
148
37.
Dampak Kombinasi Kebijakan pesimis, moderat, optimis dan ideal pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan ....................................................
150
38.
Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan...............................................................................
151
39
Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 5-8 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan .............................................................................
153
40
Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 9 dan 10 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan. .............................................................................
154
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Kualitas Air Bersih (dilengkapi keterangan jam pengambilan dan lokasi tintik sampling) ...................................................................................
185
2.
Tabel Hasil Perhitungan Indeks .................................................
188
3.
Persamaan Powersim untuk Model EkoSanita IPLT ................
191
4.
Struktur Model EkoSanita IPLT dan Rekaman Hasil Simulasi.
207
xiv
Bab I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah unsur/komponen sistem
pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) yang berasal dari tangki septik (septic tank). IPLT merupakan bagian dari unsur/komponen sistem setempat (on site) atau sistem terdesentralisasi (decentralized system) yang dikembangkan untuk menggantikan pendekatan sistem konvensional dan/atau sistem terpusat (centralized system) yang dinilai kurang berhasil mengatasi masalah pencemaran air di daerah perkotaan (Bakir 2001, Koottatep et al. 2003, Parkinson dan Tayler 2003). Pengolahan lumpur tinja di IPLT tersebut merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah diolah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan. Dampak pembuangan lumpur tinja yang tidak higienis terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat telah dikemukakan oleh Strauss (1991), Shaban (1999), Keraita et al. (2003), Tyrrel and Quinton (2003). Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan. Namun, pengelolaan lumpur tinja tersebut belum mendapat perhatian yang memadai di dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Ingallinella et al. 2002) sehingga meningkatkan risiko pencemaran air minum dan membahayakan kesehatan masyarakat. Hal tersebut berakibat pada keberhasilan pembangunan Sanitasi Global pada abad 19 maupun abad 20 yang relatip belum berubah yaitu sekitar 50 %. Hal itu berarti bahwa sebanyak 2 (dua) milyar penduduk dunia, dinilai masih belum aman terhadap penyakit yang ditularkan melalui media air. Indikasinya adalah bahwa jumlah kasus kematian anak yang diakibatkan oleh diarhe masih sekitar 6000 anak per hari. Di negaranegara berkembang, sekitar 90 anak per 15 menit atau sekitar 6 (enam) anak per detik meninggal dunia akibat pelayanan air yang buruk dan sanitasi yang tidak memadai (IMF dan Bank Dunia 2003). Bahkan di China, India dan Indonesia angka kematian balita mencapai dua kali angka tersebut (WEHAB 2002).
2 Keadaan tersebut mendorong masyarakat dunia dalam menempatkan aspek sanitasi dan kesehatan sebagai unsur kunci untuk menilai keberhasilan pembangunan lingkungan global yang dikenal dengan MDGs-2015 atau the Millenium Development Goals 2015” (Mehta, Andreas 2004). Untuk mencapai MDGs-2015 tersebut, aspek sanitasi dan kesehatan diintegrasikan kedalam strategi pengelolaan sumberdaya air terpadu atau ”Integrated Water Resources Management Strategy (Lenton, Wreight 2004). EkoSanita-IPLT merupakan pengembangan konsep sistem pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT. EkoSanita-IPLT memasukkan aspek pemanfaatan hasil pengolahan lumpur tinja ke dalam model sistem pengelolaan air
limbah
rumah
tangga.
Pengembangan
konsep
sistem
tersebut
mempertimbangkan kotoran manusia sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi maupun lingkungan dan menempatkan sumber air bukan sebagai tempat buangan atau media pembuangan limbah maupun sampah, namun sebagai sumberdaya yang harus dipelihara daya dukung dan daya tampungnya. Pelestarian
fungsi
lingkungan
perkotaan
adalah
upaya
untuk
mempertahankan daya tampung dan daya dukung lingkungan di daerah perkotaan. Upaya tersebut perlu lebih ditingkatkan intensitasnya karena pelayanan umum sanitasi, khususnya pengelolaan air limbah rumah tangga, masih rendah sehingga pencemaran air di daerah perkotaan semakin meningkat. Tinja dan urine adalah salah satu faktor yang menentukan derajat keberhasilan pengelolaan air limbah dan sanitasi lingkungan (Sasimartoyo 2002). Kualitas dan kuantitas pelayanan sanitasi melalui pengelolaan air limbah rumah tangga di Indonesia, tidak meningkat secara berarti semenjak tahun 1980 sehingga tidak dapat mengejar kebutuhan yang selalu meningkat akibat laju pertambahan penduduk. Sampai dengan tahun 1993, secara nasional hanya 52% keluarga yang mempunyai akses terhadap fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved sanitation). Sebesar 78% di antaranya terdapat di daerah perkotaan dan 39% di daerah perdesaan (DepKes 2001). Pada tahun 2003, akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi menurun menjadi 51.32%. Pelayanan di daerah perkotaan menurun dari 78% menjadi 67.6% sedangkan di perdesaan menurun
3 dari 39% menjadi 37.85%. Sementara itu, 97.84% pelayanan sanitasi masih menggunakan fasilitas sanitasi setempat (on-site). (Kimpraswil 2003). Air limbah rumah tangga adalah sumber utama pencemaran badan air di daerah perkotaan dan 76.2% beban organik di sungai pada daerah perkotaan berasal dari sumber ini. Limbah cair rumah tangga (domestik) juga mencemari sumber air minum yang berasal dari air tanah dangkal. Suatu survey sumur dangkal di Jakarta menunjukkan bahwa 84% sampel air tanah telah tercemar oleh tinja. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya faecal coliform pada sampel tersebut. Faecal coliform adalah indikator yang lazim digunakan untuk mengukur pencemaran tinja (KMNLH 1997). Selain itu, survey air minum yang dilakukan di 16 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 32.24% sampel air minum dari perpipaan dan 54.16% sampel air minum sistem non perpipaan belum memenuhi persyaratan bakteriologis (DepKes 2001). Pencemaran air telah berdampak negatif terhadap kesehatan manusia terutama meningkatnya penyakit dia re. Penyakit ini menyebabkan malnutrisi sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kematian, terutama kematian ibu dan anak balita (EcoSanRes 2002). Telaah empiris menunjukkan bahwa penurunan fasilitas pelayanan sanitasi setempat (on-site) sebesar 10% dapat meningkatkan kasus kematian balita sebesar 20 kasus per 1000 kelahiran (Nomura 1997). Sebaliknya, peningkatan 10% dari upaya pelayanan sanitasi dapat menurunkan kasus penyakit diare sebesar 6.37 kasus per 1000 pendud uk dan menurunkan kasus kematian bayi sebesar 17.9 kasus per 1000 kelahiran. Sementara itu, peningkatan pelayanan air bersih sebesar 10% dapat menurunkan kasus kematian bayi sebesar 18.7 kasus per 1000 kelahiran (Kimpraswil 2003). Pencemaran air, selain berdampak pada kesehatan juga berdampak pada peningkatan biaya pengolahan air baku untuk keperluan air minum. Bahkan seringkali terjadi bahwa sumber air baku setempat sudah terlalu tercemar untuk diolah menjadi air minum sehingga air baku harus didatangkan dari daerah lain yang lebih jauh sehingga menambah biaya penyediaan air minum. Suatu telaahan empiris menunjukkan pula bahwa biaya produksi air minum meningkat sebesar Rp 10.- untuk setiap 1 mg/liter KOB (Kebutuhan Organik Biologi). KOB adalah indikator pencemaran yang biasa digunakan untuk mengukur pencemaran air oleh
4 limbah rumah tangga. Apabila KOB rata-rata air baku adalah sebesar 30 mg/liter, maka biaya produksi air minum meningkat sebesar Rp 300.- per m3 air yang diproduksi atau sekitar 30% dari tarif rata-rata air minum (Kimpraswil 2003). Sampai saat ini, belum banyak diketahui tentang pola pelestarian fungsi lingkungan hidup berbasis pengelolaan air limbah rumah tangga yang sesuai untuk kota kecil dan kota sedang, yang selain dapat meningkatkan kualitas lingkungan fisik, juga dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Pembangunan “Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)” merupakan salah satu upaya pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, khususnya yang berhubungan dengan pencemaran tinja. Dengan menggunakan pendekatan standar modular, dari sejak Pembangunan Lima Tahun Ketiga (Pelita-III) telah dibangun sekitar 2 700 (dua ribu tujuh ratus) unit IPLT, tetapi sebagian besar belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Bahkan, banyak di antaranya tidak berfungsi atau tidak dapat dioperasikan sama sekali seperti yang terjadi di kota Majalaya. Kota Majalaya terletak di Kabupaten Bandung dan juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Di kota ini terdapat 2 (dua) unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang tidak dioperasikan yaitu IPLT Cibeet dan IPLT Babakan (Puskim 2004). Keadaan tersebut dapat menurunkan kinerja tangki septik yang fungsi utamanya adalah mematikan bakteri penyakit dan virus yang terdapat di dalam kotoran manusia. Lingkungan yang menerima hasil olahan air limbah yang tidak memadai, merupakan habitat yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya bakteri patogen. Dampak lanjutannya adalah timbulnya berbagai jenis wabah penyakit seperti tipes, kolera, disentri, diare dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh lalat melalui media air, media tanah, sampah, air minum dan makanan (Schoning dan Stenstron 2004, Austin 2001). Di DAS Citarum terdapat 3 (tiga) waduk serbaguna yaitu waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang telah tercemar limbah rumah tangga dan limbah industri. Sekitar 80% bahan cemaran organik yang mencemari ketiga waduk di DAS Citarum, berasal dari Citarum Hulu. Waduk Saguling menerima sekitar 51% beban limbah organik yang berasal dari kegiatan penduduk perkotaan dan sisanya sebesar 49% berasal dari pencemaran Industri (PLN 1998).
5 Kasus tidak beroperasinya IPLT kota Majalaya dapat menurunkan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved sanitation) dan menimbulkan pencemaran tinja. Penanganan yang telah dilakukan yaitu melalui kampanye publik tentang fungsi dan manfaat IPLT serta pemberian bantuan subsidi biaya operasi, belum berhasil memfungsikan IPLT secara berkelanjutan. Hal tersebut memb uktikan bahwa pendekatan teknis operasional dan pendekatan dari atas (top down) belum mampu mengatasi masalah yang dihadapi sehingga memberi indikasi bahwa terdapat faktor penyebab lain yang belum tergali. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masalah yang dihadapi merupakan masalah kompleks karena variabel- variabel yang mempengaruhinya tidak hanya faktor teknis teknologis, tetapi juga faktor kelembagaan, ekonomi, sosial dan bahkan kemungkinan juga faktor budaya. Faktor- faktor tersebut saling terkait sehingga harus diselesaikan secara holistik melalui pendekatan sistem. Untuk menyelesaikan masalah yang kompleks tersebut diperlukan suatu model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang sesuai bila ditinjau dari aspek teknis pengelolaan lumpur tinja dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan seperti aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, serta aspek kelembagaan pemerintah maupun masyarakat. Pada penelitian ini akan ditunjukkan bahwa model yang dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem dapat digunakan senbagai perangkat pengambilan keputusan atau perangkat kebijakan. Model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (PFLH) dapat digunakan sebagai perangkat untuk melakukan evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan, sedangkan model Ekosanita-IPLT untuk merumuskan kebijakan dan strategi penanganan berbagai masalah pengelolaan air limbah rumah tangga pada umumnya dan khususnya pengelolaan lumpur tinja. Penjabaran hasil rumusan kebijakan dan strategi ke dalam tindakan operasional, diharapkan mampu meningkatkan kinerja pengelolaan air limbah rumah tangga maupun kinerja pengelolaan lumpur tinja. Peningkatan kinerja secara terus menerus, diharapkan dapat mengantisipasi timbulnya pencemaran tinja terhadap sumber air minum penduduk yang berasal dari air sumur sehingga dan peningkatan kasus penyakit yang mengganggu kesehatan masyarakat dapat dicegah.
6 1.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan “model pengelolaan air limbah
rumah tangga berbasis IPLT berkelanjutan (Ekosanita-IPLT)” yang dapat digunakan sebagai sarana atau perangkat untuk (i) menilai kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan, dan (ii) merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan. Hasil rumusan kebijakan dan strategi tersebut dapat dijabarkan ke dalam tindakan operasional yang mampu mendorong peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk: a.
Mengetahui kondisi eksisting pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan untuk acuan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan
b.
Mengetahui kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah daerah perkotaan untuk acuan identifikasi kebutuhan perbaikan sistem
c.
Membangun model sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan yang disebut model PFLH dan EkoSanita-IPLT
d.
Membandingkan kondisi eksisting pengelolaan air limbah perkotaan dengan model PFLH maupun model Ekosanita-IPLT
e.
Melakukan simulasi model PFLH dan EkoSanita IPLT untuk me rumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi serta tindakan perbaikan sistem pengelolaan air limbah kota Majalaya.
1.3
Kerangka Pemikiran Penelitian Kualitas lingkungan permukiman perkotaan, pada dasarnya ditentukan oleh
3 (tiga) aspek, yaitu (i) penduduk yang tinggal di kawasan tersebut, (ii) ketersediaan sumberdaya lahan, dan (iii) ketersediaan sumberdaya air. Pemanfaatan
sumberdaya
lingkungan
perkotaan
diakibatkan
adanya
kebutuhan terhadap tempat tinggal dan pasokan air bersih. Hunian yang sehat, selain memerlukan pekarangan yang relatif luas, perlu pula didukung oleh konstruksi bangunan yang kokoh, difasilitasi oleh utilitas penerangan listrik dan prasarana dan sarana air bersih serta sanitasi yang memadai. Penyediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman perkotaan perlu direncanakan secara baik, karena terkait dengan penyediaan lahan, bangkitan sampah, peningkatan konsumsi
7 air bersih dan bangkitan limbah domestik dan non domestik serta bangkitan lumpur tinja yang berasal dari pengoperasian fasilitas sistem sanitasi setempat (on-site system). (Gambar 1) Kawasan Permukiman Perkotaan (Kota Sedang dan Kota kecil)
Penduduk
Ketersediaan Lahan
Bangkitan Limbah Padat dan Tindakan Pengelolaannya
Daya Dukung Sumber Daya Lahan
Penyediaan dan Utilisasi Prasarana dan Sarana
Beban Cemaran terhadap tanah yang Diijinkan
Perencanaan Penyediaan Prasarana dan Sarana yang Ramah Lingkungan
Kondisi yang terjadi dalam praktek
Peningkatan Kebutuhan Air Bersih dan Bangkitan Limbah Cair
Kondisi yang diharapkan (Ideal)
Kesenjangan Kualitas Lingkungan
Rumusan Kebijakan & Strategi
Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk
Ketersediaan Air
Daya Dukung Sumber Daya Air
Daya Tampung Sumber Daya Air
Peningkatan Kebutuhan Lahan dan Kepadatan Lahan yang Diijinkan
Tindakan Pengendalan Konsumsi Air Rumah Tangga
Tindakan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
Ruang Lingkup Penelitian ini
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Peningkatan kebutuhan lahan, peningkatan bangkitan sampah dan limbah harus dikendalikan agar tidak menimbulkan degradasi terhadap sumber daya lingkungan yang ada di daerah perkotaan. Berbagai tind akan pengelolaan lingkungan perkotaan harus direncanakan dan dilaksanakan secara baik agar daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat terpelihara kelangsungannya. Adanya
8 kesenjangan antara kebutuhan penduduk untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupannya dengan ketersediaan sumberdaya lingkungan yang ada di daerah perkotaan tertentu, merupakan acuan untuk merumuskan tindakan yang diperlukan. Namun, kepadatan rumah dan pengambilan air tanah serta beban cemaran harus dijaga pada tingkat yang masih dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya. Suatu model pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan (Ekosanita-IPLT) dikembangkan untuk memberi gambaran kondisi yang diharapkan yaitu dengan memberikan akses penduduk ke pelayanan sanitasi yang baik. Model tersebut digunakan untuk sarana (perangkat) evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan perumusan kebijakan serta strategi dalam rangka mendorong upaya peningkatan pelayanan sanitasi secara komprehensif dan berkelanjutan. Akhirnya, alternatif pemecahan masalah yang dihasilkan digunakan sebagai acuan dalam merumuskan rekomendasi perbaikan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Tindakan perbaikan kinerja tersebut dila ksanakan secara bertahap berdasarkan skala prioritas sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dapat dialokasikan.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
a)
Menyediakan masukan ilmiah dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan lumpur tinja secara berkelanjutan.
b)
Menyediakan masukan ilmiah dalam pengelolaan sumber daya air limbah untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat air limbah serta mengurangi krisis sumber daya air.
1.5
Novelty (kebaruan) Penelitian Hal-hal baru yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya (novelty) adalah sebagai berikut:
a.
Pengembangan alat (sarana) untuk mengukur keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan yang mempertimbangkan ketersediaan dan utilisasi prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi serta keadaan ekonomi masyarakat.
9 Pengembangan perangkat yang menggunakan data yang telah tersedia serta dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik di tingkat kabupaten merupakan salah satu kebaruan (novelty) dari penelitian ini. b.
Kompleksitas masalah yang diselesaikan melalui pendekatan komprehensif dengan menggunakan skala indeks dan penggunaan data yang sudah biasa tersedia dan dipublikasikan di tingkat kabupaten serta kesederhanaan proses perhitungan merupakan unggulan penelitian ini.
c.
Pengembangan model sistem dinamis tentang pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya serta lingkungan kota sedang dan kecil untuk sarana (alat) bantu dalam merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan sistem sanitasi kota sedang dan kecil, merupakan kebaruan (novelty) berikutnya dari penelitian ini.
d.
Kompleksitas masalah pengelolaan air limbah rumah tangga termasuk pengelolaan
lumpur
tinja
yang
diselesaikan dengan
menggunakan
pendekatan sistem dinamis dan memperhitungkan umpan balik dari setiap perubahan alternatif kebijakan adalah hal baru di bidang sanitasi Penggunaan variabel keputusan yang memperhitungkan peningkatan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved) dan berasal dari sumber endogen (sebagian laba dari penerimaan tarif jasa pelayanan sanitasi secara terjadwal) merupakan keunggulan penelitian ini. 1.6
Batasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan Februari
2006 dengan batasan-batasan sebagai berikut: a.
Aspek sanitasi yang dikaji terbatas pada air limbah rumah tangga (domestik).
b.
Kajian pengelolaan air limbah di batasi pada limbah rumah tangga yang berasal dari daerah perkotaan, khususnya kota sedang dan kecil.
c.
Kajian pelestarian fungsi lingkungan hidup dibatasi pada kecamatan kota yang terletak di kabupaten Bandung.
d.
Pemodelan dengan menggunakan Sistem Dinamis dibatasi pada sistem pengelolaan Lumpur Tinja (pewadahan, pengangkutan, dan pengolahannya di IPLT).
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
2.1.1
IPLT dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan saat ini
dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi masa datang untuk memenuhi kebutuhannya (Marten 2001).
Perangkat kebijakan untuk mencapai tujuan
pembangunan tersebut adalah AGENDA 21 yaitu suatu Cetak Biru (Blue Print) untuk acuan
melakukan
kegiatan
atau
tindakan
(action)
pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) pada abad 21. Agenda ini memuat berbagai hal yang mencakup aspek fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya termasuk di dalamnya penerapan pembangunan itu sendiri. Konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan di dalam Agenda 21 tersebut adalah “membangun yang tidak merusak lingkungan yaitu pembangunan yang arif dan bijaksana sehingga kualitas lingkungan selalu terjaga sepanjang masa”. Agenda 21 dunia digunakan sebagai acuan untuk menyusun Agenda masingmasing negara termasuk Indonesia. Kebijakan pengelolaan limbah tertera pada bagian ke-2 Agenda 21 dunia (Konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan), dan bagian ke-2 Agenda 21 Indonesia (Pengelolaan limbah). Strategi untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut adalah (i) minimisasi limbah, (ii) maksimisasi daur ulang dan pengomposan, (iii) meningkatkan pelayanan, (iv) meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan (KMNLH 1997). Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan berkelanjutan, maka pada konferensi tingkat tinggi bangsa-bangsa di Johanesburg 2002 disepakati untuk menetapkan tujuan pembangunan yang harus dicapai pada akhir tahun 2015. Tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan Millenium Development Goal 2015 (MDG-2015). Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah bahwa setengah penduduk yang belum memperoleh akses terhadap hasil pembangunan, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015. Di bidang sanitasi, setengah dari penduduk yang belum mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015. Rumusan
11 sasaran tersebut adalah : Penduduk dilayani tahun 2015 = [Fraksi Penduduk dilayani pada tahun 2000 + 0.5 (fraksi penduduk dilayani tahun 2015 – fraksi penduduk dilayani tahun 2000)] × Jumlah Penduduk tahun 2015. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan. IPLT adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) sehingga hasil olahannya tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat digunakan kembali untuk keperluan pertanian. Bahan baku IPLT adalah lumpur tinja yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara reguler dikuras atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk tinja. Volume lumpur tinja yang terakumulasi di dalam cubluk atau tangki septik adalah sekitar 40-70 liter/kapita/tahun (Eawag-Sandec 2003). Hasil olahan IPLT berupa lumpur kering dan fraksi air yang pada derajat kualitas tertentu sudah dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan pertanian. Pengolahan lumpur tinja di IPLT merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah dio lah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan. Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Di dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan lumpur tinja merupakan sebagian dari upaya untuk memelihara lingkungan hidup. Sistem IPLT merupakan salah satu pendekatan atau pilihan teknologi dalam sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik). Sebagaimana tertera pada Gambar 2, sistem pengelolaan air limbah terdiri dari berbagai unsur, dan penerapannya berbeda dari lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Pengelolaan kotoran manusia di daerah perdesaan umumnya menggunakan kakus jongkok yang diletakkan diatas lubang tanah yang disebut cubluk (pit latrine) atau yang dibawahnya diberi tempat pengumpul tinja. Kotoran tinja padat dapat diolah di tempat (di dalam cubluk) atau diangkut dengan gerobak ke suatu lokasi tertentu
12 untuk diolah. Pengola han kotoran padat tersebut dilakukan dengan menggunakan teknologi kompos yang menghasilkan pupuk organik atau gas bio.
Ember/Bin Kakus Jongkok
Kakus Gelontor Siram
Cubluk Kering
Cubluk Basah
Truk Tinja
Tangki Septik (TS)
Kakus Gelontor dg bak Penggelontor
TEMPAT BUANGAN (DISPOSAL)
PENGUMPULAN
Gas Bio
Gerobak
Komposter
Pupuk
IPLT
Kolam Air
Bidang Resapan Pipa Outlet (TS)
IPAL Komunal
Sewerasi (perpipaan)
IPAL Terpusat
PENGANGKUTAN
PENGOLAHAN
Keterangan:
Budidaya
Air Tanah
Irigasi Air Baku Minum
Air Permukaan (Sungai, danau dll) PEMBUANGAN
Irigasi PEMANFAATAN (DAUR ULANG)
Elemen atau unsur-unsur sistem Sanitasi (Air Limbah) kota berbasis IPLT Aliran proses pengelolaan Air Limbah berbasis IPLT Eksisting Potensi Pemanfaatan hasil olahan air limbah (Daur Ulang) di Indonesia
SUMBER: Diolah dari PACEY (1978), UNEP/GPA (2000), Straus dan Monttangero (2003), Eawag/Sandec (2003)
Gambar 2. Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya Pengelolaan air limbah di daerah perkotaan, umumnya menggunakan sistem setempat (on-site system) atau sistem terpusat (centralized system atau off site system). Hasil olahan limbah yang menggunakan sistem setempat maupun sistem terpusat, apabila pengolahannya memadai, secara teoritis dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk irigasi, pupuk organik dan air baku air minum. Sistem IPLT (faecal sludge treatment), merupakan bagian dari sistem sanitasi setempat (on-site system) dan dikelola secara terdesentralisasi (decentralized). Sistem IPLT
13 dibangun di pinggiran kota (peri urban) atau di kota sedang dan kota kecil, khususnya negara- negara berkembang yang pendapatannya termasuk kategori menengah ke bawah. Pengelolaan air limbah dengan pendekatan konvensional dan terpusat (centralized) yang mengalirkan air limbah melalui sistem pipa (sewerasi) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) umumnya digunakan untuk kota besar dan/atau kota kota yang penduduknya padat. Pengelolaan air limbah terpusat untuk kategori kota sedang dan kota kecil serta pinggiran kota banyak mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengumpulkan, membuang limbah rumah tangga dan lumpur tinja dari tangki septik. Hal tersebut disebabkan karena biaya investasi maupun biaya operasi serta pemeliharaan sistem terpusat relatif mahal sehingga keberlanjutan operasionalnya sulit dijamin bila diaplikasikan di daerah pinggiran kota atau kota sedang dan kota kecil. Oleh karena itu, penerapan sistem terdesentralisasi merupakan perubahan paradigma dalam sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Bakir 2001, Ingallinella et al. 2002, Parkinson dan Tayler 2003).Walaupun demikian, pengembangan sistem IPLT harus disertai dengan peningkatan kapasitas (capacity building) kepada lembaga pengelolanya maupun kepada masyarakat pemilik tangki septik dan peningkatan teknologi sistem sanitasi setempat sedemikian sehingga lebih dapat dijamin keberlanjutannya. IPLT mengolah lumpur tinja dari tangki septik dan fasilitas sanitasi setempat yang sejenis. Oleh karena itu, keberadaan dan kelangsungan operasionalnya sangat tergantung kepada keberadaan dan kemajuan teknologi tangki septik. Sejalan dengan pengembangan IPLT, dilakukan pula berbagai upaya perbaikan teknologi tangki septik untuk meningkatkan efisiensi dan daya reduksinya terhadap bahan pencemaran yang masuk. Pengembangan tangki septik bersekat banyak (multi baffled), dilakukan oleh Ingallinella et al. (2003), Wanasen (2003). Sekat tersebut ditujukan untuk memperbesar kemampuan reduksi beban cemaran yang masuk ke dalam tangki septik. Selain itu, perbaikan teknologi dilakukan pula terhadap unit pengolah tambahan di luar tangki septik (Koné dan Straus 2004) misalnya bidang resapan bervegetasi (vegetated leach field) dan lahan basah terkonstruksi (constructed wetland). Perbaikan teknologi tersebut selain untuk
14 meningkatkan daya reduksi beban cemaran di sumbernya, juga ditujukan untuk memperingan beban operasional IPLT. 2.1.2
Komponen sistem yang mempengaruhi IPLT Kelangsungan operasional IPLT dipengaruhi oleh komponen/unsur masing-
masing sub sistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan serta pemanfaatan kembali lumpur tinja. Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengumpulan lumpur tinja meliputi (i) keberadaan dan jumlah serta sebaran fasilitas sanitasi setempat (cubluk, tangki septik), (ii) kemampuan fasilitas sistem sanitasi setempat (on-site system) mengolah beban cemaran (Tabel 1), (iii) waktu dan frekuensi penyedotan atau pengurasan, (iv) kemauan dan kemampuan masyarakat membayar tarif penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja. Tabel 1. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem Setempat (On-site System) Besarnya Reduksi Beban Cemaran No (1)
1
2
Jenis Unit Pengolah
KOB
Padatan tersuspensi
Amonia
Fosfor
Koli tinja (*)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
60%
40-70 mg/l
40-60 mg/l
6-7 mg/l
101 -102
0-10 mg
0-10 mg/l
0-40 mg/l
0-2 mg/l
106 -107
(2)
Tangki Septik (TS) tanpa bidang peresapan Tangki Septik (TS) dengan bidang peresapan
Catatan: (*) dalam jumlah/100 ml Sumber: UNEP/GPA (2000)
Sebagaimana tertera pada Tabel 1 tersebut, kemampuan tangki septik mengolah beban cemaran organik yang diukur dari parameter Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) dapat mencapai 60%. Kemampuan tangki septik mengolah padatan tersuspensi, amonia, fosfor dan koli tinja masing- masing adalah 40-70 mg/l, 40-60 mg/l, 6-7 mg/l dan 10-100/100 ml. Bila tangki septik dilengkapi dengan bidang peresapan, maka KOB berkurang 10 mg/l, reduksi padatan tersuspensi mencapai 80 mg/l, reduksi amonia mencapai 100%, reduksi fosfor mencapai 9 mg/l dan reduksi koli tinja mencapai 106 -107 /100 ml. Fungsi utama tangki septik, pada dasarnya sama dengan unit pengolah pendahuluan (primary treatment plant) pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
15 (IPAL) terpusat yaitu mengendapkan partikel tersuspensi dan menurunkan sebagian beban cemaran organik yang masuk. Perbedaannya terletak pada proses pengelolaan lumpur yang dihasilkan. Pada sistem tangki septik, lumpur tinja harus dikeluarkan dan diangkut ke IPLT, sedangkan pada IPAL, pengolahan lumpur menjadi bagian sistem integral dari IPAL terpusat. Tangki septik yang diintegrasikan dengan IPAL komunal, dapat meningkatkan mutu hasil pengolahan air limbah dan mengurangi beban air tanah. Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengangkutan (transportasi) lumpur tinja meliputi (i) volume truk pengangkut lumpur tinja, (ii) jarak dan waktu tempuh serta frekuensi atau ritasi pengangkutan lumpur tinja, (iii) kepadatan lalu lintas, (iv) organisasi pengelola jasa pengangkutan lumpur tinja, (v) tarif pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja di IPLT. Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengolahan lumpur tinja meliputi (i) tepat atau tidaknya disain IPLT dengan kualitas lumpur tinja yang akan diolah, (ii) kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja (Tabel 2), (iii) kemampuan operator mengoperasikan dan memelihara IPLT, (iv) alokasi biaya pengoperasian
dan
pemeliharaan
IPLT,
dan
(v)
kemampuan
operator
memanfaatkan kembali produk IPLT misalnya pupuk, biogas, pakan ikan. Walaupun demikian, efektifitas pemanfaatan kembali produk IPLT juga dipengaruhi oleh kemasan produk yang dihasilkan, kemampuan operator dalam memasarkan produk yang dihasilkan, kegiatan pertanian dan peternakan penduduk di sekitar lokasi IPLT dan kemauan masyarakat menggunakan pupuk organik. Tabel 2. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem IPLT No (1)
1 2
Besarnya Reduksi Beban Cemaran
Jenis Unit Pengolah (2)
IPLT sistem Kolam-kolam IPLT sistem Lahan Basah alami
KOB
Padatan tersuspensi
Amonia
Fosfor
(3)
(4)
(5)
(6)
Koli tinja (*) (7)
20-30 mg/l
30-80 mg/l
20-30 mg/l
5-7 mg/l
10 -105
5-10 mg/l
5-20 mg/l
5-15 mg/l
0-10 mg/l
101 -103
Catatan: (*) dalam jumlah/100 ml Sumber: UNEP/GPA (2000)
3
16 Sebagaimana tertera pada Tabel 2 tersebut, kemampuan IPLT sistem kolamkolam dalam mereduksi beban cemaran organik yang diukur dari parameter Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) dapat mencapai 20-30 mg/l, padatan tersuspensi mencapai 30-80 mg/l, amonia mencapai 20-30 mg/l, fosfor mencapai 5-7 mg/l dan koli tinja mencapai 103 -105 /100 ml. Bahkan PLT dengan sistem lahan basah kemampuannya lebih tinggi lagi sehingga sisa beban cemaran menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan IPLT yang menggunakan sistem kolam-kolam. 2.2
Ekosanita-IPLT
2.2.1
Pengertian Ekosanita-IPLT Istilah Ekosanita-IPLT diambil dari kata-kata Ekologi, Sanitasi dan IPLT.
Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Ekologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang berarti rumah dan “Logos” yang berarti ilmu. Karena itu, Ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan pula sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup (Sumarwoto 1989). Sanitasi adalah kegiatan yang merupakan kebutuhan mendesak dari keluarga dan masyarakat untuk mengelola kotoran manusia secara pribadi sehingga lingkungan menjadi bersih dan sehat. Di dalam pengertian yang lebih luas lagi, sanitasi meliputi pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah cair dan sampah padat (Mehta dan Andreas 2004). Penyelenggaraan sanitasi ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber-sumber air terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh faktor alam termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia misalnya pencemaran air (UU-7 2004). Ekologi-Sanitasi (Ecological Sanitation) yang disingkat EkoSan adalah pendekatan ekosistem siklus tertutup (closed loop ecosystem) untuk mengelola kotoran manusia. Sebelum memasuki media tanah, kotoran manusia yang berupa urine dan faeses, diproses terlebih dahulu menjadi pupuk yang aman untuk menyuburkan tanaman pangan dan menghasilkan makanan yang akhirnya dikonsumsi oleh manusia. EkoSan menganut 3 (tiga) prinsip dasar yaitu (i) mencegah penularan penyakit dan memperbaiki kesehatan, (ii) konservasi sumber
17 daya dan melindungi lingkungan, (iii) memulihkan dan mendaur ulang zat hara. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kotoran adalah sumber daya dan sumber air bukan tempat buangan atau media sampah. Di abad 19 kedua asumsi tersebut sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Faktor penentu keberhasilan EkoSan adalah adanya indikator, perubahan pendekatan dan tata pikir serta norma-norma keberlanjutan. Prosesproses di dalam konsep EkoSan mencakup (i) containment atau penghilangan mikroorganisme patogen dengan cara memperburuk habitatnya, (ii) sanitization atau tindakan menyehatkan, dan (iii) daur ulang (recycling) kotoran manusia (Esrey 2001). Menurut SANDEC 1998, EkoSan merupakan pendekatan sanitasi yang bersifat strategis dan komprehensif karena mengintegrasikan semua aspek sanitasi (kotoran manusia, sampah, air limbah non kakus atau greywater dan drainase) serta menghubungkan sanitasi dengan pertanian. Sistem Ekologi Sanitasi harus memenuhi 6 (enam) kriteria yaitu (i) sederhana, (ii) terjangkau, (iii) dapat diterima, (iv) mengembalikan zat hara, (v) melindungi lingkungan, dan (vi) mencegah wabah penyakit. Berdasarkan pengertian tersebut, maka ”EkoSanita-IPLT atau Sistem pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT yang berkelanjutan” merupakan kombinasi antara unsur-unsur kakus untuk semua tipe dengan tangki septik, bidang peresapan dan IPLT (kompos dan kolam-kolam) yang mampu meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus memperbaiki kualitas sumber air baku air minum. 2.2.2
Ekosanita-IPLT dan Pengelolaan Lingkungan DAS Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sering pula disebut sebagai Daerah
Pengaliran Sungai (DPS) adalah suatu kawasan yang merupakan kesatuan wilayah tata air dan terbentuk secara alamiah, dibatasi oleh pemisah topografis yang dapat berfungsi menampung, menyimpan atau meresapkan curah hujan yang jatuh di atasnya, dan/atau mengalirkan air di permukaan ke sungai yang mengalir ke danau atau lautan maupun di dalam tanah ke sungai dan anak-anak sungainya dari hulu hingga ke hilir atau muara sungai sebelum akhirnya masuk ke laut (Puskim 2004). Sebagaimana halnya dengan kawasan permukiman perkotaan, berfungsinya DAS perlu didukung adanya infrastruktur alami maupun buatan. Infrastruktur
18 alami berupa hutan primer, danau dan situ alami, kelokan-kelokan sungai (meander). Infrastruktur buatan berupa waduk, embung, sistem teras, sistem pemilihan tanaman budi daya dan jenis infrastruktur lainnya yang mampu menahan dan mengatur serta mengalirkan air secara seimbang. Berbeda dengan infrastruktur yang berfungsi menahan dan mengalirkan air tersebut, infrastruktur sistem EkoSanita-IPLT berperan memelihara kualitas airnya. Dengan terpeliharanya kualitas air di bagian hulu, maka pemanfaatan sumber daya air di bagian hulu maupun hilir DAS menjadi lebih optimal. Pengguna air memerlukan biaya yang lebih ringan untuk mengolah air baku sebelum digunakan untuk berbagai keperluan misalnya air minum, air irigasi dan air industri. Pengelolaan lingkungan DAS akan berhubungan dengan upaya-upaya untuk memelihara sumber daya alam (air, lahan, udara) dan sumber daya buatan (infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas) yang terdapat di lingkungan perkotaan maupun lingkungan DAS. Penyediaan, pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur lingkungan buatan atau binaan di kawasan perkotaan maupun DAS, dapat dikategorikan sebagai upaya untuk memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan di kawasan itu. Sampai saat ini, belum ada standar baku mengenai ukuran keberhasilan pelestarian fungsi lingkungan untuk kedua kawasan tersebut. Selain itu, ukuran mengenai tingkat pelayanan prasarana dan sarana lingkungan yang sudah dapat dilakukan adalah untuk prasarana dan sarana perkotaan yaitu berdasarkan pedoman Standar Pelayanan Minimum atau SPM (Kimpraswil 2001) sedangkan untuk DAS belum ada pedomannya. Berdasarkan pedoman SPM perkotaan tersebut, maka sumber daya lingkungan binaan (manmade environment) yang digunakan untuk memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan maupun perdesaan dapat diperkirakan besarannya. Hasil perkiraan tersebut digunakan untuk merumuskan upaya-upaya pengendalian dampak pembangunan, sedemikian rupa sehingga fungsi sumber daya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang ada dapat terpelihara untuk kemanfaatan generasi sekarang maupun generasi mendatang (konsep pembangunan berkelanjutan).
19 2.3
Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan
2.3.1
Pelestarian dan Degradasi Lingkungan Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah “rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup” (UU-23/1997). Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain, sedangkan daya tampung lingkungan adalah kema mpuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya tampung lingkungan dapat disebut pula sebagai daya lenting yaitu kemampuan suatu sistem untuk pulih setelah terkena gangguan (Sumarwoto 1989). Semakin cepat sistem pulih atau semakin pendek masa pulih setelah menerima gangguan atau semakin besar gangguan yang dapat ditanggulangi, maka semakin tinggi daya tampung atau daya lenting sistem tersebut. Semakin tinggi daya tampungnya, maka semakin besar pula daya dukungnya. Konsep daya dukung lingkungan dikembangkan berdasarkan fakta bahwa lingkungan manusia yaitu bumi ini, pada dasarnya mempunyai keterbatasan misalnya lahan di bumi yang dapat ditanami adalah sekitar 3.2 milyar ha. Sekira 50% dari luas tersebut telah menghasilkan makanan, sedangkan sisanya masih memerlukan modal besar sebelum mampu menghasilkan makanan. Pasokan air tawar, logam dan minyak juga sudah menurun meskipun dengan harga tinggi. Kemampuan lingkungan untuk menyerap beban cemaran yang berasal dari kegiatan pertanian dan industri juga terbatas (Randers dan Meadow 1973). Daya dukung lingkungan tersebut dinyatakan dalam jumlah maksimum individu manusia, binatang atau populasi spesies yang dapat didukung dalam suatu lingkungan atau daerah tertentu tanpa adanya degradasi sumber daya alam yang dapat menurunkan populasi maksimumnya di masa datang (Sitorus 2004). Degradasi sumber daya tanah merupakan salah satu bentuk degradasi sumber daya alam karena tanah dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan maupun berproduksinya tanaman. Selain itu, sumber daya tanah juga menjadi media tempat berpijaknya akar tanaman serta tumbuh dan tempat penyimpanan air tanah yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup tanaman. Degradasi sumber daya tanah tersebut dapat terjadi secara alami akibat
20 pembentukan tanah dan juga dapat diakibatkan oleh kegiatan manusia misalnya pengolahan lahan pertanian, pengelolaan lahan perkotaan dan pengelolaan lahan industri. Pencemaran oleh sampah dan air limbah domestik maupun industri berhubungan dengan pengelolaan lahan perkotaan dan industri yang tidak memadai (Barrow 1991). 2.3.2
Permukiman dan Infrastruktur Lingkungan Perkotaan Permukiman adalah bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang
berupa perkotaan maupun perdesaan dan berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perkotaan atau kawasan kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama “bukan pertanian” dan berfungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU-24 1992). Berdasarkan jumlah penduduknya, kota dibagi ke dalam 4 (empat) kategori yaitu kota metropolitan (> 1 juta jiwa), kota besar (0.5 - 1.0 juta jiwa), kota sedang (0.1 - 0.5 juta jiwa), kota kecil (20 000 - 100 000 jiwa). Untuk menjamin bahwa fungsi- fungsi permukiman perkotaan tersebut dapat berlangsung sebagaimana mestinya, diperlukan infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas lingkungan. Prasarana lingkungan (misalnya jaringan jalan, air limbah, drainase, persampahan) adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan sedangkan sarana lingkungan (sarana-sarana niaga, pendidikan, pelayanan kesehatan,
pelayanan
perpustakaan umum)
umum,
ruang
adalah
fasilitas
terbuka
hijau,
penunjang
ruang
yang
pertemuan,
berfungsi
untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Utilitas umum (air minum, listrik, telepon, pemadam kebakaran) adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan (UU-04 1992). 2.3.3
Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Kebijakan adalah keputusan yang dirancang untuk menangani berbagai
masalah (Nagel 1984). Kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang telah ada berhubungan dengan pemilihan dan penetapan teknologi pengolahan air limbah.
21 Alternatif pilihan teknologi pengolahan air limbah rumah tangga yang ditawarkan terdiri dari 2 (dua) sistem setempat (onsite-system) dan sistem terpusat (off-site system). Sistem setempat yang ditawarkan terdiri dari 4 (empat) elemen yaitu (i) cubluk kembar atau twin leaching pit, (ii) tangki septik dengan bidang resapan, (iii) tangki septik pribadi dengan upflow filter, (iv) tangki septik kolektif dengan upflow filter. Adapun sistem terpusat yang ditawarkan adalah sistem sewerasi yang dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Variabel keputusan yang digunakan untuk menyaring terdiri dari 8 (delapan) kriteria yaitu (i) kepadatan penduduk, (ii) jenis sumber air, (iii) konsumsi air minum, (iv) jarak ke sumber air, (v) kedalaman muka air tanah, (vi) permeabilitas tanah, (vii) pendapatan perkapita, dan (viii) tingkat pendidikan masyarakat. Pendekatan tersebut telah digunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan Master Plan Air Limbah kota Cimahi (DLH Cimahi 2004). Outputnya adalah kebutuhan teknologi pengolahan air limbah di setiap bagian wilayah administratif kota sampai setingkat kelurahan. Gambar 3 menjelaskan proses pemilihan dan penetapan teknologi pengolahan air limbah rumah tangga. Namun, dalam penerapan model kebijakan tersebut masih ditemukan kesulitan-kesulitan, misalnya dalam menetapkan kawasan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan ketersediaan dana pembangunan. Model kebijakan lainnya yang telah digunakan adalah model disain IPLT secara modular. Model tersebut merupakan standardisasi kapasitas disain IPLT yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk kota atau daerah pelayanan yang ditetapkan. Penerapan kebijakan tersebut dapat membantu mempercepat proses pembangunan karena waktu yang diperlukan untuk menyiapkan dokumen kontrak menjadi lebih pendek. Namun, dalam praktek banyak ditemukan hasil disain yang terlalu kecil sehingga tidak mampu menampung kebutuhan yang sebenarnya. Akibatnya, beban IPLT menjadi terlalu berat sehingga hasil olahannya tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Dampak lanjutannya adalah peningkatan pencemaran air dan gangguan bau. Sebaliknya, apabila disain IPLT menjadi terlalu besar, maka investasi IPLT menjadi tidak efisien sehingga pengeluaran
22 biaya operasi dan pemeliharaan menjadi lebih besar dari penerimaan retribusi atau menimbulkan kerugian operasional.
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) A < 300, B < 500
tdk
A
Jenis Sumber Air Minum ya (PAM/Sumur) ?
1.
PDAM/ Lainnya
tdk
ya
Konsumsi Air Minum (< 50 l/or/hari)
?
tdk
tdk
?
?
tdk
ya
Kedalaman Air Tanah (> 3 m dari permukaan tanah) Permeabilitas Tanah (Tinggi)
?
tdk
ya
tdk
?
ya ya
4.
ya
tdk
?
?
tdk
tdk
?
ya tdk
tdk
?
ya
ya tdk
?
tdk
?
ya
Jarak Pembuangan kotoran ke sumber air Minum (>10m)
tdk
ya
ya ?
tdk
B
ya ya
? ya
?
?
tdk
tdk ya
Pendapatan Keluarga (Rp/KK/Bulan)
tdk
?
? ya
Tingkat Pendidikan Keluarga (> SD)
PILIHAN TEKNOLOGI
?
ya
tdk tdk
?
?
?
tdk
ya
tdk ya
ya
Cubluk Kembar pribadi
Tangki Septik pribadi dg bidang resapan
Tangki Septik pribadi dg Upflow Filter
Tangki Septik komunal dg Upflow filter
Tangki Septik Upflow filter, Tangki Bio Filter, UASB.
Sistem Sewerasi (perpipaan)
Sumber: Dikemas ulang dari Puskim, 2004 dan DLH Cimahi, 2004
Gambar 3. Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia Karena investasi IPLT dibiayai dari pinjaman bank, meskipun dengan pinjaman lunak atau dengan bunga pinjaman yang ringan, pengelola seringkali mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman modalnya. Sampai saat ini, belum ada standar baku untuk pemilihan lokasi IPLT yang paling baik apabila ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan ekonomi serta keuangan. Namun, telah ada kriteria yang biasa digunakan dalam memilih lokasi IPLT misalnya (i) dibangun
23 dalam radius kurang dari 15 km, (ii) dekat dengan badan air, (iii) berjarak minimum 5 km dari lokasi permukiman. Selain itu, kriteria-kriteria yang tertera dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sering digunakan pula sebagai acuan dalam memilih lokasi IPLT (DPU 1991). Meskipun kriteria-kriteria tersebut telah mewakili aspek teknis operasional, lingkungan dan sosial-ekonomi, hasil pemilihan lokasi sering tidak sesuai dengan keinginan pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan lokasi IPLT mulai digunakan pendekatan partisipatif dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan metode “Analytical Hierarchy Process (AHP)” yang dikembangkan oleh Saaty (1980). Variabel-variabel keputusan yang digunakan dan ditawarkan kepada stakeholder dipilih dari kriteria-kriteria yang tertera dalam SNI ditambah variabel lain yang diusulkan oleh stakeholder pada saat proses perumusan berlangsung. Pendekatan inipun seringkali belum memuaskan, karena sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan persepsi perwakilan stakeholder pada masalah yang dihadapi dan harus diselesaikan. Oleh karena itu, ketika yang mewakili berubah, maka keputusan yang telah dicapai pada proses sebelumnya seringkali berubah sehingga waktu yang diperlukan dalam pengambilan keputusan secara partisipatif menjadi bertambah. 2.4
Model Dan Pendekatan Sistem
2.4.1
Model dan Pemodelan Model, adalah abstraksi atau penyederhanaan dari sistem atau dari
keadaan yang sebenarnya atau suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses (Muhammadi et al. 2001). Model, pada dasarnya merupakan gambaran suatu realitas dari seorang pemodel dan menjadi jembatan antara dunia nyata (real world) dengan dunia berpikir (thinking) untuk memecahkan masalah (Fauzi dan Anna 2005). Atas dasar hal tersebut, maka pemodelan (modeling) merupakan proses berpikir melalui urutan urutan yang logis. Model dapat dikelompokkan menjadi model non fisik (kuantitatif, kualitatif) dan model fisik atau ikonik. Model kuantitatif adalah model yang
24 berbentuk rumus-rumus matematik, statistik, atau komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram, atau matriks, yang menyatakan hubungan antar unsur. Dalam model kualitatif tidak digunakan rumus-rumus matematik, statistik, atau komputer. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil. Dengan model ikonik tersebut dapat diadakan percobaan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses
yang ditirukan.
Pendekatan untuk membangun model, juga bervariasi tergantung jenis dan tujuannya. Dalam membangun model fisik, bentuk yang ditirukan sama dengan bentuk yang akan dibangun, namun dibedakan ukuran atau skalanya. Model fisik skala laboratorium, meskipun ukurannya kecil proses operasinya harus sama dengan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, model Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala laboratorium yang ukurannya bisa dirancang 1/10 atau 1/100 skala sebenarnya, dioperasikan dengan mengalirkan air limbah yang kuantitasnya disesuaikan dengan ukuran atau skala laboratorium tersebut. Model fisik skala laboratorium tersebut dibangun untuk mempelajari efisiensi dan efektifitas unit yang dimodelkan sebelum dibangun skala prototipnya. Hasil model fisik tersebut adalah kriteria disain dan syarat syarat operasi dan pemeliharaan apabila diinginkan tingkat efisiensi dan efektifitas tertentu. Model kuantitatif yang menggunakan rumus matematis dikembangkan dengan menggunakan pendekatan statistik dan dibantu pengolahannya dengan alat komputer. Lohani (1979, 1981) mengembangkan model untuk menilai efektifitas pengelolaan sampah di beberapa negara asia dengan menggunakan analisis taxonomi dan analisis faktor. Model tersebut merupakan angka komposit dari sejumlah variabel yang terkait dengan pengelolaan sampah. Model yang dihasilkan memberi gambaran tentang keadaan dan peringkat pengelolaan sampah negara-negara yang termasuk ke dalam penilaian. Model matematis dengan menggunakan analisis Skalogram (Rustandi et al. 2004) dilakukan untuk menilai perkembangan wilayah. Model ini juga merupakan angka komposit dari sejumlah variabel yang terkait dengan perkembangan wilayah. Model yang dihasilkan memberi gambaran tentang keadaan dan peringkat perkembangan wilayah dan
25 kemampuan wilayah dalam melayani penduduknya. Model matematis lainnya yang dikembangkan dalam rangka menilai keadaan atau peringkat program pembangunan manusia, program peningkatan kesejahteraan masyarakat dan program peningkatan kesetaraan gender dilakukan oleh BPS, Bappenas, UNDP (2004). Model- model tersebut memberi gambaran tentang keadaan dan peringkat wilayah-wilayah yang diperbandingkan dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya yang dinilai dari Human Development Index (HDI), Human Poverty Index (HPI),
Gender
related
Development
Index (GDI)
dan Gender
Empowerment Measure (GEM). Model
yang
menggunakan
pendekatan
sistem
dinamis,
telah
dikembangkan untuk menjawab berbagai pertanyaan strategis dari ratusan perusahaan dan lembaga pemerintah selama lebih dari 40 tahun (Sterman 2000, Mayo dan Wichman 2003). Masalah-masalah yang dikaji dan diselesaikan bervariasi seperti masalah rantai pengadaan (Ge et al. 2005, Venkateswaran dan Song 2005, Vieira dan César Jr. 2005), sumberdaya air (Simonovic 2002, 2003), pendidikan (Park, Chan dan Verma 2003), mitigasi lingkungan (Saeed dan Fukuda 2003), pengelolaan tempat pembuangan sampah akhir secara tebar urug atau Sanitary Landfill (Tipton dan Wigal 2004). Namun, sebagian besar penerapannya berhubungan dengan kebijakan dan manajemen. Sementara itu, kharakteristik pendekatan sistem dinamis adalah adanya hubungan sebab akibat, adanya umpan balik (feed back loop), ada respons waktu tunda, ada respons non linier, ada gambaran aturan pengambilan keputusan. Dengan karakteristik tersebut, pemodelan sistem dinamis telah dilakukan untuk 3 (tiga) tujuan (Angerhofer dan Angelides 2000) yaitu (i) membangun teori, (ii) penyelesaian masalah (Kummerow 1999, Hines and House 2001, Black and Repeening 2001, Powell at al. 2002), dan (iii) perbaikan pendekatan pemodelan itu sendiri (Maani and Maharaj 2004, Schwaninger 2004). Upaya membangun teori dan perbaikan model meskipun dilakukan melalui kombinasi konsep system thinking, soft operation research dan sistem dinamik. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh penemu sistem dinamik (Forrester 1994) , struktur umpan balik level (tampungan) dan rate (aliran) di dalam sistem dinamik tetap merupakan landasan untuk menggambarkan keadaan nyata dari sistem sosial dan sistem fisik.
26 Model- model non fisik untuk membantu proses pengambilan keputusan, khususnya yang menggunakan pendekatan sistem dinamik, dapat dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan relatif kecil. Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis kebijakan haruslah merupakan wahana untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem (Tasrif 2001). Oleh karena itu, model yang dibentuk untuk tujuan tersebut harus memenuhi syarat berikut: a.
Mempunyai unsur waktu karena pengaruh intervensi kebijakan merupakan kejadian berikutnya
b.
Mampu mensimulasikan berbagai intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut
c.
Perilaku sistem tersebut dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati
d.
Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang pengaruhnya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
e.
Mampu menjelaskan me gapa suatu perilaku tertentu dapat terjadi Penggunaan model akan sangat bermanfaat bila menghadapi suatu sistem
yang kompleks (Muhammadi et al. 2001). Di dalam menghasilkan bangunan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, terdapat lima langkah yang dapat ditempuh yaitu (i) identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata, (ii) identifikasi kejadian yang diinginkan, (iii) identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan, (iv) identifikasi dinamika menutup kesenjangan, (v) analisis kebijakan. Identifikasi proses dilakukan untuk mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata tersebut merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang didasarkan atau subyektivitas. Selanjutnya, identifikasi kejadian yang diinginkan dilakukan untuk memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Proses tersebut merujuk kepada waktu mendatang, pandangan ke depan atau visi. Agar visi tidak dianggap mimpi, maka perumusannya harus memenuhi kriteria layak (feasible) dan dapat diterima (acceptable). Layak artinya dapat diantisipasi akan
27 menjadi kenyataan, sedangkan dapat diterima artinya dapat diantisipasi tidak akan menimbulkan tantangan. Dengan dua kriteria tersebut, maka pemikiran terhadap batasan kejadian dengan kinerja sistem yang direncanakan akan bersifat mantap (stable) dalam dalam mengantisipasi dinamika perubahan masa lampau maupun masa mendatang. Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan yang diinginkan diperlukan untuk mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi. Ukuran tingkat kesenjangan dinyatakan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif. Selanjutnya, identifikasi mekanisme menutup kesenjangan dilakukan untuk mengenali dinamika variabel- variabel dan mekanisme proses untuk menutup kesenjangan yang terjadi. Dinamika tersebut merupakan aliran informasi tentang keputusankeputusan yang telah bekerja dalam sistem. Keputusan-keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran yang dihasilkan melalui proses pembelajaran (learning), yang dapat bersifat reaktif ataupun kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukkan dengan tindakan yang bentuk atau polanya sama dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kemungkinan kejadian masa mendatang. Sebaliknya, pemikiran kreatif ditunjukkan dengan tindakan yang bentuk atau polanya berbeda dengan tindakan masa lampau dan dapat bersifat penyesuaian tindakan masa lampau (adjustment) ataupun berorientasi ke masa datang (visionary), bersifat baru atau terobosan. Sebagai sebuah proses dinamis, mekanisme tersebut bekerja dalam dimensi waktu karena perencanaan suatu tindakan sampai ke pelaksanaannya memerlukan waktu. Sementara itu sistem yang ada tetap bekerja menghasilkan kinerja dan mempengaruhi tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Analisis kebijakan adalah proses penyusunan alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). Alternatif tersebut dapat satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi, baik yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi struktural bersifat mempengaruhi mekanisme interaksi pada sistem, sedangkan intervensi fungsional bersifat mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem. Pengembangan dan
28 penetapan alternatif intervensi tersebut dipilih setela h melakukan pengujian dengan simulasi komputer ataupun simulasi pendapat. Kriteria yang digunakan untuk memilih alternatif adalah aman dan efektif. Aman berarti keputusan yang diambil tidak mengakibatkan sistem menjadi labil atau collaps, sedangkan efektif menyatakan berfungsinya keputusan untuk mencapai kejadian yang diinginkan. 2.4.2
Sistem dan Pendekatan Sistem Sistem
terkait dan
adalah
gugus/kumpulan dari elemen/komponen yang saling
terorganisasi
untuk
mencapai
tujuan/gugus
tujuan. Menurut
Muhammadi et al. (2001), sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur atau benda yang konkrit maupun abstrak dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja untuk mencapai tujuan. Dalam kaitannya dengan sanitasi, maka sistem sanitasi merupakan keseluruhan
interaksi
antara
unsur-unsur
yang
terdapat
dalam
proses
pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah cair dan sampah. Kombinasi unsur-unsur infrastruktur di dalam keseluruhan komponen proses pembuangan kotoran, pengangkutan, pengolahan, pembuangan atau pemanfaatan kembali (daur ulang) hasil olahan akan membentuk berbagai variasi sistem. Kata kumpulan atau keseluruhan dalam sistem mencerminkan kekuatan (power) yang dihasilkan oleh elemen/komponen/unsur yang saling terkait dan berinteraksi secara terorganisasi. Keterkaitan dan interaksi mencerminkan adanya ikatan atau hubungan antar unsur yang memberi bentuk atau struktur kepada objek sehingga dapat membedakan dengan objek lain dan mempengaruhi perilaku dari objek itu sendiri. Elemen/komponen/unsur adalah benda, baik konkrit atau abstrak yang menyusun objek suatu sistem. Unjuk kerja atau kinerja sistem ditentukan oleh fungsi elemen-elemennya. Gangguan terhadap salah satu fungsi elemen atau unsur sistem akan mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi kinerja sistem secara keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau subsistem. Objek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas
29 bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian juga sebaliknya, semakin/konkrit objek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian, jelas bahwa batas objek dengan lingkungan cenderung bersifat konseptual, terutama terhadap objek-objek non- fisik. Dalam hubungannya dengan batas sistem tersebut, maka sistem dapat digolongkan pada 2 (dua) jenis yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka adalah sebuah sistem dimana output yang dihasilkan merupakan tanggapan dari input, tetapi tidak ada pengaruhnya terhadap output. Sistem terbuka dapat diartikan pula sebagai sistem yang tidak menyediakan sarana koreksi sehingga memerlukan faktor eksternal untuk melakukan koreksi yang diperlukan. Sistem tertutup adalah sistem dimana output yang dihasilkan akan merupakan tanggapan dari input dan perilaku sistem dipengaruhi oleh output tersebut. Sistem tertutup juga dapat diartikan sebagai sistem yang dalam mencapai tujuannya, menyediakan sarana koreksi di dalam sistem itu sendiri. Pengertian tujuan dalam sistem adalah kinerja sistem yang teramati atau diinginkan. Kinerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu hasil keseluruhan interaksi antar uns ur dalam batas lingkungan tertentu. Kinerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas dari sistem yang menjadi perhatian. Hal itu berarti bahwa benda, baik konkrit maupun abstrak, yang telah menyumbang secara langsung terhadap pencapaian tujuan sistem dikategorikan sebagai elemen/komponen/unsur. Sebaliknya, benda yang mempengaruhi dan/atau memberi sumbangan tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan. Pendekatan sistem (system approach) adalah cara penyelesaian persoalan yang
dimulai
dengan
mengidentifikasi
sejumlah
kebutuhan
sehingga
menghasilkan operasi sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 2003). Umumnya, pendekatan sistem ditandai 2 (dua) hal, yaitu (i) mencari faktor penting yang ada untuk mendapatkan solusi yang baik dalam menyelesaikan permasalahan, dan (ii) membuat suatu model kuantitatif untuk membantu pengambilan keputusan secara rasional. Di dalam penelitiannya tentang pengelolaan lumpur tinja yang
30 menggunakan pendekatan sistem, Ramirez et al. (2000), menyatakan bahwa faktor penting yang harus diperhatikan adalah keberadaan bakteri penyakit didalam koli tinja, emisi loga m berat & zat beracun terhadap udara air dan tanah, energi yang digunakan atau diproduksi, pemanasan global (ekivalen terhadap CO2 ) dan utrofikasi. Selanjutnya, pengembangan model kuantitatif yang digunakan untuk membantu pengembilan keputusan didasarkan pada proses proses yang berhubungan dengan pengelolaan lumpur tinja yaitu (i) pengolahan air limbah (wastewater treatment) yang terdiri dari pengolahan biologis dan kimiawi (ii) pengolahan lumpur tinja (sludge treatment) yang terdiri dari pengomposan dan pemeraman (digestion) dan (iii) pembuangan/pemanfaatan hasil olahan (disposal/use) yang dilakukan melalui sistem rebar urug higienis (sanitary landfill) dan pemanfaatannya untuk pertanian. Pendekatan sistem dapat diartikan pula sebagai suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2004). Selanjutnya, manajemen sistem dilakukan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Dengan cara tersebut diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau suatu sistem. Langkah- langkah yang diperlukan dalam melakukan pendekatan sistem adalah (i) analisis kebutuhan, (ii) perumusan masalah, (iii) identifikasi sistem, (iv) pemodelan sistem, (v) kalibrasi dan verifikasi, dan (vi) implementasi (Eriyatno 2003, Marimin 2004). Analisis kebutuhan dilakukan untuk memberi gambaran mengenai kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian melakukan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dijelaskan tersebut. Analisis ini juga ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang persamaan maupun perbedaan kebutuhan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang wajib atau bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapi (AusGUIDE 2000). Perumusan masalah dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhankebutuhan yang saling bertentangan sehingga memerlukan penyelesaian. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respons yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat dilakukan
31 melalui survey, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan lain sebagainya. Identifikasi sistem merupakan rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat (causal-loop) kemudian menginterpretasikannya ke dalam konsep kotak gelap (black box). Interpretasi tersebut berisi informasi yang dikategorikan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu (i) peubah input terkendali maupun tak terkendali, (ii) peubah output yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, dan (iii) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 2003). Pemodelan (modelling) sistem yang merupakan proses merepresentasikan suatu realitas seorang pemodel, pada dasarnya adalah teknik untuk membantu menyusun konsep model sistem, kemudian mengukur keandala nnya dengan cara memperkirakan konsekuensi sistem terhadap tindakan yang dilakukan. Upaya penyederhanaan tersebut membawa konsekuensi bahwa model yang dibangun tidak pernah sempurna (Sterman 2000). Namun, pemodelan memberi manfaat pada percepatan proses pengambilan keputusan. Apabila tidak dilakukan melalui pemodelan dan tindakan-tindakan yang diperlukan dicobakan secara langsung terhadap sistem sebenarnya, maka biaya analisisnya lebih mahal, waktu yang diperlukan lebih lama, tidak dapat dilakukan manipulasi melalui perubahan variabel- variabelnya, biaya kesalahan lebih besar dan alternatif solusinya terbatas. Sterman (2000), menjelaskan bahwa validasi berasal dari kata latin “verus-truth” sedangkan verifikasi adalah mengembangkan kepercayaan dan ketelitian atau mewujudkan kepercayaan dan ketelitian. Lebih la njut dikatakan pula bahwa valid adalah mendapatkan kesimpulan secara benar dari suatu dalil. Atas dasar pengertian tersebut, Sterman menyatakan pula bahwa tidak ada model yang dapat divalidasi dan verifikasi karena semua model baik mental model atau model formal memiliki keterbatasan karena merupakan penyederhanaan dari keadaan atau dunia nyata (real world). Oleh karena itu, kalibrasi, verifikasi dan validasi semata- mata dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan dan keyakinan
32 pemodel dan stakeholdernya bahwa model yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. Kalibrasi dilakukan untuk mengukur atau menguji tingkat kesesuaian (tuning) model. Verifikasi model dilakukan untuk menguji kebenaran model, terutama strukturnya dengan yang terjadi di dunia nyata, sedangkan validasi dilakukan untuk menguji kebenaran model dari aspek kinerjanya (performanya). Kalibrasi, verifikasi maupun validasi dilakukan terhadap parameter dan konstanta yang digunakan dalam model. Kalibrasi dan verifikasi dapat dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model dan memeriksa hasilnya. Validasi model sistem yang dibangun dengan pendekatan kuantitatif (hard system) dapat dilakukan setelah verifikasi model, sedangkan validasi model yang dibangun dengan pendekatan kualitatif dilakukan setelah model diimplementasikan di lapangan. 2.5
Penelitian Bidang Sanitasi dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bagian yaitu (i)
rekayasa fisik yang menghasilkan berbagai variasi model sistem secara fisik dan (ii) model kebijakan yang menghasilkan berbagai variasi model sistem non fisik misalnya model sistem pendukung keputusan (decision support system), model optimasi perencanaan maupun manajemen sistem, model- model simulasi berbasis trial and error maupun berbasis sistem dinamis. Kedua kategori penelitian tersebut, pada dasarnya dapat saling melengkapi untuk landasan pengambilan keputusan. 2.5.1
Penelitian Ekologi Sanitasi Program penelitian dibidang sanitasi yang berorientasi pada ekologi
sanitasi (Sanitation Research) dan disingkat “SanRes” mulai diluncurkan pada tahun 1993 oleh Swedish International Development Corporation Agency (Sida). Mandat penelitian selama 9 (sembilan) tahun tersebut telah diselesaikan pada tahun 2001 dan dinilai berhasil karena pendekatan tersebut dapat diterima secara global dan menjadi bagian dari strategi pencapaian tujuan pembangunan global yang dikenal dengan Millennium Development Goals 2015, MDGs-2015
33 (EcoSanRes 2002). Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan sebagian besar berhubungan dengan pengembangan dan penerapan model fisik atau ikonik. Pelajaran dan pengetahuan (lesson learned) dari hasil penelitian maupun penerapan Ecosan di daerah perdesaan maupun perkotaan diperoleh dari beberapa proyek percontohan peserta SanRes. Pelajaran dan pengetahuan tersebut berhubungan dengan (i) pembangunan dan pengoperasian serta pemeliharaan sistem Ecosan, (ii) siklus dan banyaknya nutrien dan fosfor yang dibangkitkan dari kotoran manusia, (iii) pemanfaatan kotoran manusia untuk pertanian, (iv) berbagai jenis teknologi yang diaplikasikan dilapangan (biogas, toilet kering, eco toilet), (v) percepatan pembangunan dan pendekatan desentralisasi serta pendekatan sosial termasuk gender. Peneltian EcoSan yang berhubungan dengan konstruksi, operasi dan pemeliharaan antara lain dilakukan oleh Jiang (2001), Jiayi dan Jungi (2001), Gajurel et al. (2001), Schattauer et al. (2001), Nyiraneza dan Huber (2001), Janssen 2001). Penelitian EcoSan ya ng berhubungan dengan produksi dan siklus penggunaan nutrien dan fosfor, dilakukan oleh Gumbo dan Savenije (2001). Penelitian EcoSan yang berhubungan dengan aspek kesehatan manusia dan pencemaran air dilakukan oleh Schonning dan Stenstron (2004), Austin (2001) Holmqvist and Stenstorm (2001), Jonsson et al. (2001), Peasey (2001), Shunchang et al (2001). Penelitian EcoSan yang berhubungan dengan aspek pemanfaatan produk untuk pertanian antara lain dilakukan oleh Bo (2001), Wudi et al. (2001). Penelitian EcoSan yang berhubungan dengan pengembangan alternatif teknologi terapan antara lain dilakukan oleh Guzha (2001), Breslin (2001), Chao (2001), Jiang (2001), Redinger et al. (2001), Funamizu et al. (2001), Clark (2001), Nguyen et al. (2001). Penelitian EcoSan yang berhubungan dengan prospek pembangunan dan strategi desentralisasi serta pendekatan sosial termasuk gender antara lain dilakukan oleh Andreas (2001), Cross and Salifu (2002), Hannan and Andersson (2001), Werner et al. (2001), Drangert (2001). Penelitian penelitian Ekologi Sanitasi tersebut berhubungan dengan pengembangan dan penerapan model model fisik dari unsur unsur atau komponen komponen sistem pengeolaan air limbah setempat. Penelitian tersebut umumnya difokuskan untuk mendapatkan model fisik yang lebih efisien.
34 2.5.2
Penelitian Sanitasi di Indonesia Penelitian Sanitasi di Indonesia juga terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu
penelitian rekayasa fisik untuk menghasilkan model- model fisik atau ikonik, penelitian non fisik yang menghasilkan model- model kebijakan baik kualitatif maupun kuantitatif Penelitian rekayasa fisik, pada umumnya dilakukan terhadap unsur-unsur fisik elemen-elemen sistem pengelolaan air limbah. Melalui penelitian rekayasa fisik tersebut dapat dikembangkan berbagai alternatif inovasi teknologi yang lebih sesuai untuk diaplikasikan di suatu daerah tertentu. Sekitar 118 (seratus delapan belas) fakta teknologi telah diidentifikasi dapat berpotensi menjadi objek penelitian (EPA 1978). Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menghasilkan berbagai alternatif teknologi yang dapat memenuhi tujuan spesifik yang ditetapkan yaitu (i) meningkatkan daur ulang dan pemanfaatan kembali (reuse) air, nutrien dan sumberdaya alam, (ii) meningkatkan konservasi, pemulihan kembali (recovery), pemanfaatan dan daur ulang energi, (iii) meningkatkan efektifitas penggunaan biaya untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas air dan (iv) meningkatkan pengelolaan bahan beracun dan berbahaya. Objek penelitian rekayasa teknik di Indonesia, pada umumnya dilakukan terhadap unsur-unsur sistem sanitasi setempat (on-site) seperti pengembangan cubluk kembar dan tangki septik. Contohnya adalah penelitian tangki septik multi kompartemen (Puskim 2000). Penelitian ini selain ditujukan untuk mengamati tingkat penurunan kualitas air limbah setelah melalui setiap kompartemen, juga untuk mengetahui efektifitas pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan sampai dengan pengoperasiannya. Contoh lain adalah penelitian tangki anaerobik bermedia kontak, ditujukan untuk mendapatkan alternatif teknologi pengolahan air limbah rumah tangga setempat secara anaerobik dengan menggunakan media kontak bahan lokal (Sarbidi dan Sumijan 1999). Penelitian yang berhubungan dengan perencanaan dan kebijakan, pada umumnya diarahkan unt uk menyediakan informasi dalam rangka pembenaran (justifikasi) terhadap usulan pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah. Namun, penelitian yang dilakukan masih bersifat kasus per kasus sehingga belum tararah dan terstruktur secara baik. Contoh penelitian yang berhubungan dengan
35 perencanaan dan kebijakan (pre-emtif) yang bersifat spesifik lokasi adalah (i) studi kajian sumber pencemaran dan kualitas air sungai Citarum di Kabupaten Bandung (DLH Kab Bandung 2003) dan (ii) perhitungan daya tampung denga n pemodelan kualitas air DAS Citarum Hulu dan Tengah (BPLHD 2001). Kedua penelitian tersebut menghasilkan informasi mengenai tingkat pencemaran air sungai Citarum beserta anak-anak sungainya dan identifikasi sumber termasuk prakiraan beban pencemaran domestik maupun non domestik. Hasilnya digunakan sebagai
acuan
pengendalian
untuk
merumuskan
pencemaran
yang
rekomendasi
harus
dilakukan
mengenai
upaya-upaya
melalui
pembangunan
infrastruktur pengolahan air limbah. Variabel yang digunakan dalam analisis terfokus pada aspek teknis yang berhubungan dengan kualitas maupun kuantitas air. Selain daripada itu, ke dalam penelitian tersebut belum termasuk penelitian daya dukung dan daya tampung setiap kawasan yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial ekonomi dan sosial budaya serta kelembagaan. Rekomendasi penanganan pencemaran lingkungan belum dilengkapi dengan skala prioritas pelaksanaannya. Contoh penelitian kebijakan yang berhubungan dengan sanitasi skala nasional adalah (i) pengembangan fasilitas dan pelayanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Dikun 2002) dan (ii) studi kebijakan pembangunan prasarana dan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan berbasis lembaga (Waspola 2003). Hasil kedua penelitian tersebut berupa arah kebijakan umum dan strategi pelaksanaannya yang dianalisis dan disintesakan dari serangkaian jajak pendapat. Oleh karena itu, masih perlu dijabarkan kedalam kebijakan-kebijakan operasional. Namun, didalam laporan tersebut tidak tercantum instrumen analisis yang digunakan sehingga keandalannya belum teruji secara ilmiah. Penelitian-penelitian kebijakan tersebut, meskipun menggunakan model kualitatif dan kuantitatif, belum mempertimbangkan pengaruh umpan balik dari kebijakan yang dikembangkan. Penelitian di bidang sanitasi, khususnya bidang pengelolaan sampah perkotaan yang menggunakan sistem dinamis dan mempertimbangkan aspek umpan balik adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumarto (1979). Pada penelitian tersebut, variabel kebijakan yang digunakan untuk merumuskan perbaikan manajeme n pengelolaan sampah adalah cakupan
36 pelayanan sampah oleh dinas kebersihan kota dan ritasi pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Sementara itu, variabel keputusan yang digunakan untuk acuan peningkatan kinerja pengelolaan sampah adalah banyaknya volume sampah yang dapat diangkut ke TPA. Penelitian terkini di Indonesia yang berhubungan dengan lingkungan dan menggunakan pendekatan sistem dinamik, antara lain adalah yang dilakukan oleh Tasrif (2001), Rahardjo dan Saraswati (2001), Darsiharjo (2004), Pranoto (2005). Model sistem dinamik untuk merumuskan kebijakan energi yang berwawasan lingkungan merupakan karya penelitian Tasrif (2001). Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan analisis adalah deregulasi harga energi, pajak energi dan akselerasi lingkungan melalui konservasi energi, pengembangan pemanfaatan hidro dan panas bumi serta energi terbarukan lainnya. Variabel keputusan yang digunakan untuk acuan pengambilan keputusan adalah banyaknya emisi CO2 yang dibangkitkan dari berbagai simulasi variabel kebijakan. Model sistem dinamik untuk memperkirakan pengimbuhan air tanah dikembangkan oleh Rahardjo dan Saraswati (2001). Pada penelitian ini variabel kebijakan yang digunakan sebaga i landasan simulasi adalah tutupan lahan terhadap ketepatan Rencana Tata Ruang Wilayah, sedangkan variabel keputusan yang digunakan adalah banyaknya imbuhan air tanah. Model sistem dinamik untuk memperkirakan kesesuaian pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hulu sungai dikembangkan oleh Darsihardjo (2004). Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan adalah ketebalan tanah, koefisien aliran permukaan, biaya konservasi dan jenis tanaman yang menguntungkan. Variabel keputusan yang digunakan dalam simulasi adalah penghasilan petani. Model sistem dinamis untuk merumuskan kebijakan pembangunan perdesaan berkelanjutan dalam kerangka Agropilitan dikembangkan oleh Pranoto (2004). Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan untuk simulasi model adalah komoditi unggulan yang dapat diproduksi seperti bawang daun, cabe dan wortel, sedangkan variabel keputusan yang digunakan adalah bangkitan
37 limbah pertaniaan terhadap kerusakan dan daya dukung lingkungan serta pertumbuhan keuntungan petani. Penelitian yang berhubungan dengan sanitasi dan berorientasi pada model non fisik (kebijakan dan perencanaan) dirangkum pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Penelitian yang Berorientasi pada Model Kebijakan di Bidang Sanitasi No
Tujuan Penelitian (Metoda)
Peneliti
Skala
Hasil
Variabel
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Sumarto, 1979
Mikro, Sektoral
Rumusan Kebijakan Operasional
Lohani, 1979, 1981
Regional & Sektoral
Peringkat Negara negara yang dinilai
3
Mengevaluasi Proses Pengelolaan Lumpur Tinja (Pendekatan System)
Ramirez, 2000
Mikro Sektoral
4
Mengkaji Daya Tampung Sungai (ModKual)
BPLHD, 2001
Mikro, Lokal, Sektoral
5
Mengembangkan Model Kebijakan Energi yang berwawasan lingkungan (Sistem Dinamis)
Tasrif, 2001
Makro, Nasional
6
Memperkirakan Pengimbuhan Air Tanah di Depok (Sistem Dinamis)
Rahardjo, Saraswati 2001
Mikro, Lokal
Dikun 2001, Waspola 2003
Makro, Nasional
DLH 2003
Mikro, Sektoral
BPS, Bappenas, UNDP 2004
Makro Nasional
Darsihardjo 2004
Mikro, Lokal
Sugimin Pranoto 2005
Mikro, Lokal
1
Model Pengelolaan Sampah Perkotaan (Sistem Dinamis)
2
Mengembangkan Model untuk menilai efekti fitas Pengelolaan Sampah di Asia (Analisis Faktor dan Taxonomi)
7
8 9
10
Pengembangan Kebijakan Pelayanan Air Minum dan Sanitasi (Focus Group Discussion) Monitoring dan Evaluasi Pencemaran Sungai Citarum (Studi Kasus) Menilai Tingkat kesejahteraan masyarakat (Skala Penilaian & Pembobotan) Memperkirakan kesesuaian pemanfaatan Lahan di DAS Cikapundung (Sistem Dinamis)
11
Memperkirakan Komoditi Unggulan daerah Agropolitan (Analisis Kwadran, Sistem Dinamis)
12
Membangun Model untuk perangkat kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang berkelanjtan (Analisis Faktor, Taxonomi, Skalogram dan Sistem Dinamis)
R Pamekas 2005
Mikro, Lokal, multi sektor
Alternatif Pengolahan dan pemanfaatan limbah Indeks Potensi Pencemaran Sungai (IPPS) Kebijakan Pengembangan Energi Nasional Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kebijakan dan Strategi Air Minum dan Sanitasi Nasional Sumber Pencemaran Air Sungai Indeks dan Peringkat Kesejahteraan Kebijakan pemanfaatan lahan berkelanjutan Kebijakan Pembangunan Perdesaan dalam kerangka Agropilitan Model IPFLH untuk evaluasi fungsi lingkungan perkotaan dan model EkoSanita IPLT untuk kebijakan & strategi perbaikan sanitasi
Penduduk, Bangkitan Sampah, Ritasi angkutan sampah 9 Variabel (Bangkitan Sampah, Kepadatan rumah, kepadatan penduduk, pengumpulan sampah, upah pekerja, rasio pekerja per penduduk Keberadaan bakteri, emisi logam berat, konsumsi energi, pemanasan global Kualitas Air (Fisik dan Kimiawi) Pajak, harga energi, akselerasi lingkungan, Emisi CO2 Tutupan Lahan, Imbuhan Air Tanah Kebutuhan dasar Air Minum, kelembagaan masyarakat Limbah Domestik, pertanian, peternakan, industri Angka Harapan hidup, Daya Beli, Angka Partisipasi Sekolah, Kebutuhan dasar Ketebalan tanah, aliran peemukaan, biaya konservasi, jenis tanah, penghasilan petani Komoditi unggulan, bangkitan limbah pertanian, pendapatan petani Variabel IPFLH: Investasi dan Utilisasi (kesehatan, pendidikan, Perumahan, Air Minum dan Sanitasi, Ekonomi). Variabel EkoSanita IPLT: Cakupan pelayanan, jadwal angkut, konsumsi air, daya tampung keairan
38 2.5.3
Konsepsi dan kebaruan (novelty) Model Pe lestarian Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita-IPLT
Fungsi
Sistem pengolahan sanitasi pada umumnya dan khususnya pengelolaan air limbah domestik (rumah tangga) maupun non domestik yang telah dikembangkan dari berbagai upaya penelitian, belum mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan dan kebutuhan penduduk perkotaan. Dengan urbanisasi yang cepat dan semakin lebarnya kesenjangan pendapatan serta meningkatnya kelangkaan air, mengakibatkan semakin mahalnya sistem konvensional serta semakin kompleksnya penanganan air limbah. Sistem konvensional selalu menimbulkan permasalahan baru, misalnya pembuangan produk akhir Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ke badan air sering menimbulkan perubahan warna air sungai dan badan air penerima lainnya menjadi hitam. Di dalam sistem konvensional, air limbah diasumsikan sebagai kotoran yang hanya layak untuk dibuang sehingga teknologi konvensional umumnya dirancang untuk membuang kotoran tersebut. Pendekatan linier tersebut belum mempertimbangkan siklus nutrien untuk mencegah pencemaran dan melindungi kesehatan manusia. Akibatnya, air tanah dan air permukaan terkontaminasi sehingga biaya pengendalian pencemaran dan pemulihan lingkungan yang rusak semakin mahal. Selain itu, dengan hanya setengah dari jumlah penduduk yang memiliki akses ke infrastruktur sanitasi berbasis sistem konvensional tersebut, maka angka penyebaran penyakit menular dan kasus kematian balita relatif masih tinggi. Untuk meningkatkan pencapaian sasaran pelayanan sanitasi nasional maupun global, penelitian-penelitian ekologi sanitasi dan penerapan hasil hasilnya di daerah perkotaan merupakan kecenderungan baru dalam penanganan masalah masalah sanitasi masa depan. Oleh karena itu, penelitian sanitasi dengan konsepsi siklus tertutup (closed loop ecosystem) dalam pengelolaan kotoran manusia digunakan sebagai acuan dasar dalam penelitian ini. Konsepsi ini juga menempatkan kotoran sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan kembali untuk mendukung kehidupan dan penghidupan manusia karena memiliki nilai ekonomis maupun ekologis. Dengan konsepsi tersebut, sumberdaya air yang terdapat dilingkungan perkotaan seperti air tanah dangkal, rawa, sungai, situ dan
39 kolam retensi alami lainnya harus dipandang sebagai sumberdaya lingkungan yang harus dipelihara kualitasnya dan kuantitasnya dan bukan sebagai tempat pembuangan akhir limbah maupun sampah. Upaya memelihara kualitas dan kuantitas sumberdaya air tersebut merupakan bagian dari upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Upaya tersebut disebut pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hasil penelitian sistem sanitasi setempat (on-site system) yang telah dilakukan di indonseia dan dikenal dengan pengembangan teknologi tepat guna, pada umumnya merupakan prototipe yang dikembangkan dari model fisik yang nantinya akan dikelola secara individu oleh pemiliknya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
teknologi
yang
mampu
mendaur
ulang
air
limbah
dan
memanfaatkannya untuk berbagai keperluan misalnya sebagai air irigasi taman, pupuk tanaman atau energi dari gas biologi, tetapi mampu dikelola sendiri oleh pemiliknya. Hasil penelitian kebijakan yang ada, meskipun menghasilkan alternatif perencanaan, pada umumnya masih bersifat sektoral dan bersifat makro nasional maupun regional sehingga belum mengakomodasikan kebutuhan otonomi daerah. Penelitian melalui pengembangan model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan berbasis Ekosanita-IPLT merupakan penelitian kebijakan yang bersifat spesifik lokasi yaitu untuk kota kecil dan sedang. Penelitian dilakukan terhadap sistem yang dikelola oleh lembaga pengelola daerah yaitu dinas kebersihan dan keindahan kota yang dalam kasus ini adalah dinas setingkat kabupaten, sehingga sesuai untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan berhubungan dengan perkuatan pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian pelestarian fungsi lingkungan perkotaan berbasis Ekosanita IPLT, mempertimbangkan aspek ketersediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan (kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi, fasilitas sosial dan ekonomi). Ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan tersebut, pada dasarnya merupakan hasil investasi untuk mempertahankan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan. Ketersediaan dan tingkat pemanfaatan atau utilisasi aset perkotaan
40 untuk mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan merupakan ukuran keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan. Pengembangan alat (sarana) untuk mengukur keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan yang mempertimbangkan ketersediaan dan utilisasi prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi serta keadaan ekonomi masyarakat dan menggunakan data yang telah tersedia serta dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik di tingkat kabupaten merupakan salah satu kebaruan (novelty) dari penelitian ini. Kompleksitas masalah yang diselesaikan melalui pendekatan komposit dengan menggunakan skala indeks, penggunaan data yang sudah biasa tersedia dan dipublikasikan di tingkat kabupaten serta kesederhanaan perhitungan merupakan unggulan penelitian ini. Pengembangan model sistem dinamis yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya serta lingkungan kota sedang dan kecil untuk sarana (alat) bantu dalam merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan sistem sanitasi kota sedang dan kecil, merupakan kebaruan (novelty) berikutnya dari penelitian ini. Kompleksitas masalah pengelolaan air limbah rumah tangga termasuk pengelolaan lumpur tinja yang diselesaikan, penggunaan pendekatan sistem dinamis yang memperhitungkan umpan balik dari setiap perubahan alternatif kebijakan
serta
penggunaan
variabel
keputusan
yang
memperhitungkan
peningkatan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved) dan berasal dari sumber endogen (sebagian laba dari tarif jasa pelayanan sanitasi secara terjadwal, merupakan keunggulan penelitian ini.
Bab III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kota kecamatan Majalaya yang terletak di DAS
Citarum Hulu (Gambar 4).
U
Kab. DT II Purwakarta Cipeundeuy
• g Cipatat • g• Padalarang g
Kab DT II Cianjur
•
Cikalaong Wetan
Kab. DT II Subang
• Lembang• Cisarua • g g g Maribaya Kota Cimahi
Kota Bandung
•
Cililin
Cipongkor
•
Gununghalu
Kab. DT II Sumedang
• g• Soreang
Margahayu
g •Dayeuhkolot
•
•
Rancaekek
•
•
Cicalengka
g• • g BanjaranBaleendah • MAJALAYA• g Nagreg Cikacung g • Paseh Ibun • Ketatapang
g
Kab DT II Cianjur S. Patenggang
•
S. Cileunca
Ciparay
Pangalengan
g
Lokasi Penelitian
Kertasari
Kab. DT II Garut
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan pertimbangan berikut ini. a)
Di sekitar kota Majalaya, terdapat 2 (dua) unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang tidak beroperasi.
b)
Sekitar 80% pencemaran Sungai Citarum berasal dari DAS Citarum Hulu (PLN 1998).
c)
Kota kecamatan Majalaya yang berpenduduk 141 469 jiwa pada tahun 2004 adalah “kota sedang” terpadat penduduknya di Kabupaten Bandung dan juga kota industri terbesar di DAS Citarum Hulu.
42 d)
Perkembangan perumahan di kawasan sekitar kota Majalaya relatif cepat dan fasilitas pembuangan air limbahnya pada umumnya menggunakan tangki septik.
3.2
Permasalahan Penelitian Kegiatan penduduk di daerah perkotaan, pada dasarnya akan semakin
meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk termasuk perubahan terhadap kondisi sosial ekonomi dan budayanya. Sementara itu, luas lahan dan volume air bersih untuk mendukung kehidupan penduduk perkotaan tersebut tidak berubah. Akibatnya, kepadatan rumah per luas lahan dan pasokan air bersih perkapita semakin menurun dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, apabila daya dukung lahan dan daya tampung sumberdaya air tidak dipelihara, maka kerusakan yang ditimbulkannya akan berdampak balik pada kehidupan dan penghidupan penduduk itu sendiri. Tidak berfungsinya IPLT secara optimal bahkan ada yang menganggur, peningkatan beban limbah rumah tangga di perairan, peningkatan pencemaran air oleh limbah rumah tangga, pencemaran sumber-sumber air minum oleh lumpur tinja, peningkatan kasus penyakit diare, peningkatan kasus kematian bayi merupakan indikasi terjadinya degradasi terhadap lingkungan dan menurunnya daya dukung serta daya tampung lingkungan. Kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk permukiman perkotaan harus tetap ditingkatkan. Namun, degradasi terhadap sumberdaya lahan dan sumberdaya air harus dapat dihindari. Atas dasar hal tersebut, permasalahan penelitian ini adalah mendapatkan bentuk atau model penyediaan prasarana dan sarana perkotaan, khususnya prasarana pengelolaan air limbah domestik yang mampu memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan. Dengan kata lain mendapatkan “bentuk atau model pelestarian fungsi lingkungan kota yang selain dapat memperbaiki kinerja pengelolaan lumpur tinja, juga memberi manfaat terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan”. Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut: a)
Bagaimana keadaan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kota studi saat ini dan bagaimana dinamika perubahan yang terjadi sebelumnya?
43 b)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelestarian fungsi lingkungan hidup?
c)
Bagaimana keadaan pengelolaan air limbah di kota studi saat ini dan faktor apa yang menyebabkan tidak berfungsinya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang ada? Bagaimana memfungsikan kembali IPLT secara berkelanjutan?
d)
Apakah pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan terkait dengan kinerja pengelolaan lumpur tinja?
e)
Apakah pengelolaan lumpur tinja yang melibatkan masyarakat dan swasta dapat menjamin keberlanjutan pengelolaan IPLT dan meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan?
f)
Dapatkah model Ekosanita-IPLT digunakan sebagai perangkat untuk menghasilkan kebijakan dan strategi dalam rangka mendorong peningkatan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan?
3.3
Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistem yang
dimulai dengan mencari faktor penting dan membuat model kuantitatif untuk membantu memperoleh jawaban rasional terhadap pertanyaan pertanyaan penelitian. Keadaan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kota studi dan perilaku perubahan masa lalu serta faktor penting yang mempengaruhinya akan dikaji dengan menggunakan analisis faktor. Keadaan pengelolaan air limbah kota studi dan faktor faktor penyebab tidak berfungsinya IPLT akan dikaji dengan metoda deskriptif dari hasil observasi lapangan. Upaya memfungsikan kembali IPLT, keterkaitan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dengan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan upaya meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan akan dikaji melalui simulasi terhadap model yang dikembangkan yaitu model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (PFLH) dan model Ekosanita-IPLT. Tabel 4 adalah rangkuman rancangan penelitian yang menjelaskan tujuan, metoda pengumpulan data, variabel yang diamati, metoda analisis data, dan output yang dihasilkan, sedangkan langkah- langkah pelaksanaan penelitian atau operasionalisasi penelitian disajikan pada Gambar 5.
44
Tabel 4. Matrik Rangkuman Rancangan Penelitian
NO
TUJUAN
METODA PENGUMPULAN DATA
VARIABEL YANG DIAMATI
METODA ANALISIS DATA
OUTPUT
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1
Mengetahui Kondisi Eksisting pelestarian fungsi lingkungan dan pengelolaan air limbah kota studi
2
3
4
a. Data sekunder diperoleh dari BPS, b. data primer diperoleh dengan Membangun Model menggunakan PFLH dan kuisiner, EkoSanita IPLT c. data kualitas air Membandingkan diperoleh melalui Kondisi Eksisting dg kondisi ideal sampling dan analisis laboratorium Simulasi untuk d. data sistem merumuskan diperoleh Kebijakan Dan melalui Strategi Perbaikan observasi Sistem lapangan
Kesehatan, Pendidikan, Air minum, Sanitasi, Perumahan, Ekonomi
Analisis Faktor, Analisis Stattistik dan Analisis Deskriftif
Dinamika pelestarian fungsi lingkungan dan Kinerja Sistem
Variabel model (terkendali dan tak terkendali)
Analisis R2 , MAD, AME, AVE, KF
Model PFLH dan Ekosanita IPLT
IPFLH, Limbah di Badan air, Daya Tampung Lingkungan
Analisis komparatif (benchmarking)
Perbedaan Kinerja
Analisis skenario hasil simulasi
Rekomendasi kebijakan dan strategi implementasinya
Cakupan Layanan, Efisiensi Angkutan Lumpur Tinja, Kapsitas IPLT, Efisiensi On-site, daerah layanan dan konsumsi air rumah tangga
3.3.1 Analisis Kondisi Eksisting Pelestarian Fungsi Lingkungan 3.3.1.1 Tujuan Analisis Tujuan analisis ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang dinamika pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Dinamika pelestarian fungsi lingkungan perkotaan menggambarkan perubahan yang terjadi terhadap upaya memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dalam penelitian ini mencakup (i) perubahan ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan kota, dan (ii) perubahan kehidupan dan penghidupan penduduk dari tahun 2000 s/d tahun 2004. 3.3.1.2 Metoda Pengumpulan Data Mengacu pada matrik rangkuma n rancangan penelitian (Tabel 4) dan langkah operasionalisasi penelitian (Gambar 5), maka data primer maupun data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagaimana dirangkum pada Tabel 5.
45 PENDEKATAN SISTEM TINJAUAN PUSTAKA
MULAI
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS DATA
Analisis Faktor, Analisi Deskriptif, Analisi statistic,
a. b. c. d. e. f.
PEMAHAMAN DAN PENGEMBANGAN MODEL IDEAL
Analisis kebutuhan Rumusan masalah Identifikasi Sistem Pemodelan Dinamis Verifikasi dan Validasi Implementasi
SIMULASI MODEL
MODEL IDEAL Kunjuungan ke BPS, dan Dinas Terkait, Wawancara, Sampling, Observasi Lapangan
KONDISI (MODEL) EKISISTING
Analisis Komparatif (Benchmarking)
ADA GAP ?
YA
ALTERNATIF TINDAKAN DAN SKALA PRIORITAS
TIDAK
REKOMENDASI KEBIJAKAN
SELESAI
Gambar 5. Penyederhanaan Langkah Operasionalisasi Penelitian Sebagaimana tertera pada Tabel 5, data yang dikumpulkan dibagi ke dalam 6 (enam) kategori data yaitu (i) penduduk dan geografi, (ii) kesehatan, (iii) pendidikan, (iv) air minum dan sanitasi, (v) perumahan, dan (vi) ekonomi. Jumlah keseluruhan data terdiri dari 39 jenis data. Data keadaan lingkungan fisik diperoleh dari Bakosurtanal. Data aspek kesehatan, pendidikan, perumahan, ekonomi, air minum dan sanitasi diperoleh dari BPS tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 dan data Suseda tahun 2002, 2003 dan 2004. Selain data sekunder tersebut, dikumpulkan pula data primer dari masyarakat dan hasil kunjungan ke lokasi studi kasus. Data primer dari masyarakat dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok pertanyaan yaitu (i) data air
46 minum, (ii) data air buangan, (iii) data pengelolaan sampah, (iv) data drainase, dan (v) data rumah serta pengeluaran keluarga. Jumlah keseluruhan pertanyaan adalah sebanyak 66 pertanyaan. Tabel 5. Daftar Data Yang Dikumpulkan No
Sektor & Jenis Data
Satuan
No
Sektor & Jenis Data
Satuan
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
Orang
21
(1)
A 1 2 3
Penduduk & Geografi Jumlah Penduduk per kecamatan Jumlah penduduk usia kerja
Orang
Jumlah Penduduk Bekerja
22 23
Orang 4
Luas Wilayah Per Kecamatan
5
Julah Desa Per Kecamatan
6 7 8
1)
Curah Hujan Ketinggian1) Jenis Lereng1)
9
Jenis tanah1)
B
11 12 13
Kesehatan Jumlah Puskesmas (Pustu + Keliling) Jumlah Klinik Swasta Jumlah Posyandu Jumlah Dokter
Unit Unit Unit Orang
14
Jumlah Paramedis
Orang
33
15
Jumlah Rumah Sakit
Unit
34
16
Jumlah Tempat tidur
Unit
35
17
Jumlah penderita diare
Kasus
36
18
Jumlah Kasus Penyakit Selain diare
Kasus
37
10
C 19 20
Pendidikan Jumlah Kelas (TK, SD, SLTP, SLTA) Jumlah Murid (TK, SD, SLTP, SLTA)
Ha
Jumlah Guru (TK, SD, SLTP, SLTA) Penduduk >10 thn yang bisa baca tulis Jumlah Penduduk dengan ijazah tertinggi >10 thn (SD, SLTP, SLTA, PT)
24
Angka Partisipasi Sekolah
Unit Desa Mm/thn m %
D
Air Minum & Sanitasi
25 26 27
-
28
38
Jumlah Ledeng Jumlah PMA Jumlah Sumur Gali + SPT Jumlah RT dengan Air Minum komunal & Non Komunal Jumlah SPAL Jumlah & Jenis Fasilitas pembuangan tinja Jumlah Jamban Keluarga Jumlah Beban Pencemaran2) Perumahan Jumlah Rumah dengan listrik Jumlah Rumah dengan dinding Jumlah Rumah berdasrakan jenis lantai (Plester, tegel, keramik & Tanah) Jumlah KK di rumah tak layak huni Jumlah rumah berdasarkan luas lantai (<20 , 20-49, 5099, 100-149, >150 m2 ) Kepadatan Rumah
Unit
F
Ekonomi
Orang
39
Konsumsi Rata-rata per kapita (Makanan & Non Makanan)
29 30 31 32 E
Sumber: BPS dan Suseda Catatan: 1) Data dari Bakosurtanal 2) Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung
Orang Orang Orang Rasio
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit ton/hari Unit Unit Unit Unit Unit Unit/Ha
Rupiah/ kapita
47 3.3.1.3 Variabel yang Diamati Variabel data untuk menghitung IKLH, IKPS, IKPP dan IPFLH yang dikembangkan dari data pada Tabel 5 berjumlah 26 (duapuluh enam) variabel (Tabel 6). Tabel 6. Daftar Variabel Yang Digunakan Dalam Analisis Sektor
Variabel Input dan proses
Variabel Output & Outcome
(2)
(3)
(1)
1 Dokter/Paramedis Kesehatan
2. Fasilitas Kesehatan 3. Tempat Tidur 4. Guru/Murid
Pendidikan
5. Murid/Kelas 6. Angka Partisipasi Sekolah 7. Ledeng/unit rumah 8. TS/Unit Rumah
Air Minum & Sanitasi
9. SPAL 10. Jumlah Jamban Keluarga 11. AM Komunal/Non Komunal 12. Rumah tembok 13. Rumah lantai keramik
Perumahan
14. Rumah dengan listrik
21. Pendd berijazah > SMA 22. Penduduk bisa baca tulis 23. Beban Cemaran 24. KK yang tinggal di rumah tak layak 25. kasus diare 26. Penyakit lain
15, Rmh dgn lantai > 45 16. Kepadatan Rumah 17. Pegawai/buruh Ekonomi Masyarakat
18. Konsumsi RT 19. Penduduk usaha sendiri 20. Angka partisipasi bekerja
Sumber: BPS, Suseda, Bakosurtanal, DLH Kab Bandung (diolah)
3.3.1.4 Metoda Analisis Analisis
data
sekunder
dilakukan
untuk
memperoleh
gambaran
komprehensif tentang pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya dan sekitarnya dari sejumlah variabel data yang digunakan (Gambar 6). Analisis data dilakukan untuk menetapkan 3 (tiga) model Indeks yaitu (i) Indeks Ketersediaan Prasarana dan Prasarana Lingkungan (IKPS), (ii) Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP), dan (iii) Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH).
48
IKLA
IKPS Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana
Indeks Kualitas Lingkungan Alami
IPFLH
IKPP Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk
Gambar 6. Konsep Dasar Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Indeks tersebut adalah angka komposit dari sejumlah variabel data yang terkait dengan ketiga indeks tersebut. Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana beserta proses pemanfaatannya menjelaskan besarnya masukan (input) investasi dan upaya pemanfaatannya. Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP) menjelaskan output (keluaran) dan hasil (outcome) dari investasi dan proses pemanfaatan investasi yang telah dilakukan. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) yang merupakan resultante dari IKPS dan IKPP menjelaskan keseluruhan upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan kota dalam rangka mempertahankan kemampuan lingkungan untuk mend ukung kehidupan dan penghidupan manusia. Pehitungan Indeks tersebut dilakukan dengan menggunakan model yang koefisiensnya dibangun berdasarkan hasil analisis faktor, analisis taxonomi dan analisis skalogram.
49 3.3.1.4.1 Pemodelan Menggunakan Analisis Faktor Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis faktor adalah sebagai berikut: n p B IPFLH j = ∑ ∑ k × N k × Z i j ........................................................ (3-1) i =1 k =1 λk
Dimana, IPFLH j
:
Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j
Z ij
:
Bobot faktor variabel ke-i (1,2,3 ........ n) untuk kota/kecamatan ke-j (1,2,3 ....... m). Bobot faktor dan nilai faktor diperoleh dari hasil analisis faktor yang menggunakan SPSS versi 10
Nk
:
Nilai Faktor
Bk
:
Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j
λk
:
Nilai eigen untuk faktor ke-k (1,2,3, ...................l)
3.3.1.4.2 Pemodelan Menggunakan Analisis Taxonomi Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis taxonomi adalah sebagai berikut: 2 n IPFLH j = ∑ (Z ij − Z J (ideal) ) i =1
Z ij =
0, 5
....................................................... (3-2)
X ij − X i SDi
Dimana, IPFLH j
:
Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j
Zij
:
Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j
Z j( ideal)
:
Variabel ideal terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j mencerminkan sasaran (target) yang ingin dan harus dicapai misalnya kasus penyakit nilainya harus paling kecil (minimum) sedangkan ketersediaan prasarana nilainya harus paling besar (maksimum). .
50 X ij
:
Variabel ke-i untuk kota/kecamatan ke-j
Xi
:
Nilai rata rata variabel ke-i ,
SDi
:
Standar deviasi variabel ke -i
3.3.1.4.3 Pemodelan Menggunakan Analisis Skalogram Model evaluasi kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan yang menggunakan Indeks Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup (IPFLH) dan dibangun berdasarkan hasil analisis skalogram adalah sebagai berikut: n
IPFLH j = ∑ Z ij ................................................................................ (3-3) i =1
Z ij =
X ij − X i(min i ) SDi
Dimana,
3.3.2
IPFLH j
:
Indeks Pelestarian Lingkungan kota/kecamatan ke -j
Zij
:
Variabel ke-i terkoreksi (terstandardisasi) untuk kota/kecamatan ke-j
X ij
:
Variabel ke-i untuk kota/kecamatan ke-j
X i(min)
:
Nilai terkecil variabel ke -i
SDi
:
Standar deviasi variabel ke -i
Analisis Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga
3.3.2.1 Tujuan Analisis Analisis kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) termasuk sistem pengelolaan lumpur tinja, dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesesuaian elemen-elemen sistem dengan standar perencanaan maupun standar hasil operasional sistem. 3.3.2.2 Metoda Pengumpulan Data Data untuk analisis kondisi eksising, selain menggunakan data sekunder untuk acuan analisis kondisi pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (data sanitasi), dikumpulkan pula data primer dengan cara survey ke lokasi studi. Data
51 primer tentang elemen-elemen sistem pengelolaan air limbah kota Majala ya terdiri dari data pewadahan lumpur tinja, transportasi lumpur tinja dan operasionalisasi IPLT termasuk pemeriksaan bakteriologis kualitas air bersih di 15 (lima belas) titik pengambilan. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuisiner secara random (acak). Kuisioner yang terkumpul kembali berasal dari responden yang mewakili penduduk 4 (empat) kecamatan yaitu kecamatan Kota Majalaya, Kecamatan Ibun, Kecamatan Ciparay dan kecamatan Rancaekek. Penduduk keempat kecamatan tersebut berjumlah 489 360 jiwa (122 340 KK), sedangkan jumlah sampel (kuisioner) yang dibutuhkan berdasarkan rumus n=N/(Nd2 +1) adalah 99.98 sampel (dibulatkan 100 sampel). Dengan jumlah kuisioner yang kembali sebanyak 277 responden, maka jumlah sampel yang digunakan lebih besar dari kebutuhan. 3.3.2.3 Variabel yang diamati Variabel yang diamati adalah cakupan penduduk yang memperoleh akses ke pelayanan fasilitas sanitasi setempat (Tangki Septik), bangkitan lumpur tinja, konsumsi air bersih yang terkait dengan bangkitan lumpur tinja, fasilitas transportasi lumpur tinja, frekuensi penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja dan kinerja pengolahan lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), tarif penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja, kesanggupan dan/atau kemauan masyarakat membayar tarif jasa penyedotan lumpur tinja. 3.3.2.4 Metoda Analisis Analisis dilakukan sesuai dengan alur prosesnya yang mencakup proses pengumpulan atau pewadahan, proses transportasi air limbah dan lumpur tinja, proses pengolahan air limbah maupun lumpur tinja dan proses pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah maupun lumpur tinja. Analisis terhadap proses pengumpulan (pewadahan) lumpur tinja dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penyebaran dan jumlah tangki septik, frekuensi penyedotan dan biaya penyedotan serta kemampuan masyarakat membayar tarif penyedotan. Analisis terhadap proses transportasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai jarak dan waktu tempuh serta ritasinya, organisasi pengelola, jumlah dan kapasitas mobil tinja yang digunakan serta biaya pengangkutan per km atau per m3 lumpur yang diangkut. Analisis terhadap proses
52 pengolahan lumpur tinja diarahkan pada fungsi- fungsi dan kinerja unit proses, organisasi pengelo la dan biaya pengolahan per m3 lumpur tinja. Analisis terhadap proses pembuangan dan/atau pemanfaatan hasil olahan dilakukan untuk mengetahui media lingkungan penerimanya, prakiraan dampak lingkungan dan jenis pemanfaatan yang telah ada serta penerimaan ya ng diperoleh dari pemanfaatan produk hasil olahan. Analisis dilakukan dengan metoda deskriptif dengan
membandingkan
unsur- unsur
yang
dianalisis
terhadap
kriteria
perencanaan yang telah baku. 3.4
Pengembangan Model Ekosanita-IPLT Model yang dibangun atau dikembangkan adalah pelestarian fungsi
lingkungan kota (PLFH) berbasis Ekosanita-IPLT. Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem yang mencakup (i) analisis kebutuhan, (ii) rumusan masalah, (iii) identifikasi sistem, (iv) penyusunan model, (v) kalibrasi dan verifikasi model, dan (vi) implementasi model melalui simulasi untuk mempelajari perilaku sistem. 3.4.1
Analisis Kebutuhan Dijelaskan pada Bab 2 bahwa analisis ini ditujukan untuk memperoleh
gambaran tentang persamaan maupun perbedaan kebutuhan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang wajib atau bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Upaya-upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup beserta berbagai masalah yang dihadapi untuk mencapainya, pada dasarnya merupakan kebutuhan yang wajib diselesaikan. Upaya dimaksud disebut pelestarian (fungsi) lingkungan kota yang dalam penelitian ini disingkat “Pelestarian Lingkungan kota”. Analisis kebutuhan pada penelitian ini dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan upaya mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Namun, aspek pengelolaan lumpur tinja merupakan bagian integral dari pelestarian lingkungan kota. Pendekatan yang digunakan adalah melalui kajian pustaka untuk mengidentifikasi kebutuhan teoritis atau kebutuhan hipotesis masing- masing stakeholder terhadap pelestarian lingkungan (Tabel 7).
53
Tabel 7. Analisis Kebutuhan Stakeholder Pada Pelestarian Lingkungan No (1)
A
B
C
D
E
3.4.2
STAKEHOLDER
PRAKIRAAN KEBUTUHAN STAKEHOLDER
(2)
(3)
Masyarakat (Pemilik cubluk, Tangki Septik)
Pemerintah Pusat cq. Departemen Teknis
1. 2.
Tarif retribusi murah Sumur air bersih tidak tercemar
1.
Masyarakat mengolah kotorannya sebelum dibuang ke media lingkungan. Tangki septik dikosongkan secara reguler
2.
4.
Masyarakat pemiik tangki septik membayar retribusi yang memadai Masyarakat berhemat dalam memakai air
1. 2. 3.
Swasta (penyedia jasa penyedot tinja) memanfaatkan IPLT Masyarakat menyediakan tangki septik yang baik Masyarakat membayar tarif air limbah
Penyedia jasa 1. penyedotan dan 2. pengangkutan Lumpur tinja. 1. Pengelola WC/MCK Umum 2.
Ada pembebasan tarif pembuangan lumpur di IPLT Lumpur tinja dapat disedot setiap hari Penerimaan jasa air limbah dapat ditingkatkan
Pemerintah Kota/Kabupaten cq Dinas Kebersihan
3.
Lingkungan MCK/WC Umum tetap bersih Dibebaskan dari retribusi pengelolaan air limbah
Rumusan Masalah Di dalam rangkaian pengembangan model dinamis, rumusan masalah
ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang saling bertentangan dan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan pelestarian lingkungan kota. Pada dasarnya, kebutuhan stakeholder tidak selalu sama satu dengan lainnya. Adanya perbedaan kepentingan tersebut merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Permasalahan adalah rincian kebutuhan dari para stakeholder (aktor) yang saling bertentangan dan memerlukan pemecahan. Permasalahan atau perbedaan kepentingan dapat terjadi antara 2 (dua) aktor atau lebih. Permasalahan yang terjadi, pada dasarnya diakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap hak dan tanggung jawab untuk mengelola lingkungan. Tabel 8 merupakan identifikasi permasalahan yang dijabarkan dari hasil analisis kebutuhan.
54
Tabel 8. Identifikasi Adanya Perbedaan Kebutuhan (Permasalahan) No
Faktor (*)
(1)
(2)
1
Tarif Jasa penyedotan Tinja
2
Konsumsi Air Rumah Tangga
3
Fasilitas Sanitasi Setempat
4
Kesehatan Masyarakat
5
Penerimaan Retribusi Air Limbah
6
Pengumpulan, pengangkutan Lumpur tinja
7
Pengolahan Air Limbah dan Produk Olahan
Keterangan (3)
Masyarakat menghendaki tarif yang semurah-murahnya sedangkan pengelola menghendaki penerimaan tarif yang maksimal. Perbedaan kepentingan ini bepengaruh pada mutu hasil pengolahan air limbah setempat apabila pemeliharaan fasilitasnya tidak memadai. Kuantitas air baku setempat (dari air sumur) yang berkualitas relatif terbatas. Tetapi jumlah penduduk cenderung meningkat sehingga volume air yang dikonsumsi juga meningkat. Hal itu berakibat pada peningkatan volume air limbah yang harus diolah sebelum dialirkan ke media lingkungan. Pemerintah menghendaki agar fasilitas Sanitasi setempat (Tangki Septik atau Cubluk) yang disediakan masyarakat telah memenuhi standar yang ditetapkan sehingga berfungsi optimum. Namun, masyarakat dan juga pengembang menyesuaikan dengan daya yang dapat disediakan. Akibatnya, mutu fasilitas sanitasi bervariasi. Bahkan dalam banyak hal tidak memenuhi standar minimal. Akibatnya, produk olahan fasilitas sanitasi tidak memenuhi syarat dan sumber air baku semakin tercemar. Pemerintah menghendaki agar memanfaatkan lumpur tinja yang higienis, memelihara kesehatan lingkungan dan kualitas air tanah dangkal dari pencemaran air limbah yang berasal dari dapur dan tempat cuci (grey water). Pemerintah juga menghendaki agar kasus kematian Balita dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itu diperlukan kontribusi dari masyarakat secara memadai. Namun, pengetahuan Masyarakat tentang hal tersebut relatif terbatas. Hal tersebut dapat dipelajari dari kecenderungannya dalam menyediakan anggaran yang terbatas untuk fasilitas sanitasi. Masyarakat ingin tarif murah atau bahkan gratis, pemerintah ingin agar tarif berbasis cost recovery, artinya harus ada retribusi dengan nilai yang memadai. Retribusi tersebut diperlukan untuk kelancaran pengelolaan lumpur tinja. Pemerintah menghendaki agar pengumpulan dan pengangkutan lumpur tinja dilakukan sendiri. Swasta menghendaki sebaliknya sedangkan masyarakat menginginkan pelayanan yang baik dan murah. Swasta yang menyediakan jasa angkutan, menghendaki agar tidak dipungut biaya retribusi Pengolahan Lumpur Tinja. Tetapi pemerintah atau operator memerlukan biaya Operasi & Pemeliharaan yang memadai untuk memenuhi standar produk olahan.
Pengelolaan sumber daya lingkungan di pekarangan rumah, baik yang terlihat di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah tergantung pada pemahaman dan kesadaran pemiliknya. Pemahaman tentang keterbatasan daya
55 asimilasi air tanah untuk menerima beban cemaran, terkait pula dengan tingkat pendidikan masyarakat yang memiliki rumah beserta pekarangannya. Sebelum masalah terjadi misalnya kekeringan sumur atau air sumur menjadi bau dan berasa, maka pengambilan air tanah cenderung tanpa batas. Demikian pula pengaliran air limbah ke media lingkungan cenderung tidak dilengkapi dengan fasilitas pengolah air limbah. Sementara itu, hak dan kewajiban masyarakat maupun pemerintah telah diatur dalam undang-undang pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam pasal 5 UU-23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, termasuk menerima informasi mengenai lingkungan hidup dan perannya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hak-hak masyarakat untuk berperan dan pelaksanaan perannya dalam pengelolaan lingkungan hidup, diatur pula dalam pasal 7 undang-undang pengelolaan lingkungan tersebut. Sebaliknya, di dalam pasal 6 UU-23/1997 ditegaskan mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara
kelestarian
fungsi
lingkungan
hidup
serta
mencegah
dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kewajiban dan kewenangan pemerintah di dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan dan mengatur serta menguasai sumber daya lingkungan, masing- masing diatur di dalam pasal 10 dan pasal 8 UU-23/1997 tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan kepentingan maupun standar kehidupan. 3.4.3
Identifikasi Sistem. Identifikasi sistem diperlukan sebagai landasan pengembangan model
dinamis. Identifikasi sistem didekati dengan metoda input-output dan diagram lingkar sebab akibat (causal-loop) yang menggunakan faktor- faktor permasalahan yang dikembangkan pada Tabel 8. Hasil identifikasi sistem dengan menggunakan metode diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) disajikan pada Gambar 7 (skala pelestarian fungsi lingkungan perkotaan) dan Gambar 8 (skala pengelolaan air limbah rumah tangga). Identifikasi sistem skala pengelolaan air limbah rumah tangga dengan menggunakan pendekatan input-output disajikan pada Gambar 9.
56 kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman
Kebijakan pelayanan minimal PS Air Minum & Sanitasi
Rumah Tak Sehat
+ -
-
PS Perumahan
+
Kebijakan pelayanan Kesehatan
PS Air Minum Dan Sanitasi
+
+
Penduduk Berobat
+
-
Penduduk Berijazah
+
+
Ps Pendidikan
+
+
-
Kasus Penyakit
-
PS Kesehatan Kebijakan Pelayanan Pendidikan
Lingkungan Tak Sehat
Beban Cemaran
-
Penduduk Bersekolah
+
+ Daya Beli Masyarakat
+ + PS Ekonomi
Kebijakan pembangunan prasarana dan sarana perekonomian
Penduduk Melek Huruf
+
Peluang Bekerja
+ Penduduk Bekerja
+
+
+
+
Gambar 7. Diagram Lingkar Sebab-akibat (Causal loop diagram) Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) pelestarian fungsi lingkungan perkotaan pada Gambar 7, menjelaskan tentang keterkaitan antara unsur-unsur pelestarian fungsi lingkungan hidup yang terdapat di dalam sistem perkotaan. Variabel- variabel prasarana dan sarana lingkungan kota (PS Kesehatan, PS Pendidikan, PS Perumahan, PS Air Minum dan Sanitasi serta PS Ekonomi) berinteraksi dengan variabel beban cemaran, rumah tak sehat, penduduk berobat, pendud uk bersekolah, penduduk bisa baca tulis, penduduk bekerja, daya beli masyarakat, kasus penyakit dan lingkungan tak sehat. Tanda positif menjelaskan keselarasan atau kesamaan (similarity) hubungan sedangkan tanda negatif menjelaskan ketidakselarasan hubungan atau hubungan yang bertentangan (opposite).
57 Hubungan antar variabel yang dijelaskan oleh diagram tersebut adalah sebagai berikut: a.
Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi akan mengurangi beban cemaran yang masuk ke media lingkungan (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Pengurangan beban cemaran di media lingkungan akan mengurangi areal lingkungan yang tidak sehat (hubungan yang selaras atau positif). Akhirnya, pengurangan areal lingkungan yang tidak sehat akan mengurangi kebutuhan fasilitas air minum dan sanitasi (hubungan yang selaras atau positif).
b.
Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi akan mengurangi kebutuhan prasarana dan sarana kesehatan (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Peningkatan prasarana dan sarana kesehatan akan menambah jumlah penduduk yang berobat (hubungan yang selaras atau positif) sehingga banyaknya penduduk berobat akan mengurangi kasus penyakit (hubungan yang tidak selaras atau negatif). Akhirnya, berkurangnya kasus penyakit mengindikasikan berkurangnya areal lingkungan yang tidak sehat (hubungan yang selaras atau positif).
c.
Peningkatan jumlah prasarana dan sarana perumahan yang mengikuti standar minimal akan mengurangi jumlah rumah yang tidak sehat dan bertkurangnya rumah tak sehat akan mengurangi areal lingkungan yang tidak sehat.
d.
Peningkatan prasarana dan sarana pendidikan akan meningkatkan penduduk yang bersekolah, meningkatkan jumlah penduduk yang memiliki ijazah, meningkatkan jumlah penduduk yang melek huruf dan keduanya akan meningkatkan jumlah penduduk yang bekerja.
e.
Bertambahnya jumlah penduduk bekerja akan meningkatkan daya beli masyarakat (hubungan selaras) dan mengurangi areal atau kawasan yang tidak sehat (hubungan yang tidak selaras) karena kemampuan memelihara lingkungan meningkat.
f.
Peningkatan keseluruhan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan akan meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi sehingga
58 peluang bekerja dan pend uduk bekerja meningkat yang akhirnya meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi. Adanya hubungan yang selaras akan memacu pertumbuhan, sebaliknya hubungan yang tidak selaras akan mengurangi pertumbuhan sehingga terjadi keseimbangan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi pada sistem pelestarian fungsi lingkungan perkotaan tersebut, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat sedemikian sehingga kehidupan dan penghidupan penduduk di daerah perkotaan dapat ditingkatkan. Hubungan pelayanan air minum dengan pelayanan sanitasi juga menghasilkan hubungan yang selaras karena peningkatan konsumsi air minum akan meningkatkan kebutuhan pelayanan sanitasi. Peningkatan pelayanan air minum berarti meningkatkan konsumsi air rumah tangga dan peningkatan konsumsi air rumah tangga akan meningkatkan volume air limbah yang harus dikelola secara baik sebelum dialirkan kembali ke media lingkungan, karena mengandung bahan cemaran. Variabel- variabel pengelolaan air limbah rumah tangga dan sifat hubungannya disajikan dalam Gambar 8. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) pengelolaan air limbah rumah tangga, khususnya pengelolaan lumpur tinja pada Gambar 8 tersebut, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan. Diagram tersebut menjelaskan tentang keterkaitan antara unsur- unsur pengelolaan lumpur tinja di dalam sistem pelestarian lingkungan kota. Variabel-variabel sosial budaya (penduduk, konsumsi air, pembuangan kotoran dan air limbah, kesehatan dan kematian balita) berinteraksi dengan variabel ekologi (sumber air baku air minum) dalam hal peningkatan beban pencemaran. Variabel teknologi (pengolahan setempat, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan lumpur tinja) menawarkan alternatif untuk mengurangi beban limbah rumah tangga sehingga pencemaran sumber air baku dapat dikendalikan. Variabel sosial ekonomi (pemanfaatan produk pengolahan lumpur tinja, alternatif tarif retribusi dan penerimaan masyarakat) berinteraksi dengan variabel- variabel teknologi dalam hal penentuan kinerja sistem. Seperti diagram pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, pada diagram
59 pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan juga terdapat hubungan-hubungan yang selaras maupun yang tidak selaras. Analisis terhadap hubungan-hubungan tersebut merupakan proses untuk merumuskan upaya peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja dengan menggali berbagai alternatif intervensi sistem, baik secara struktural maupun fungsional. +
Kotoran Manusia
Standar Konstruksi dan Operasi serta Pemeliharaan
+ Penduduk Air Limbah Rumah Tangga
+
+ + Kematian Balita
+
Konsumsi Air Rumah Tangga
+
-
-
kebijakan Investasi Sarana Angkutan Lumpur Tinja
Sistem Stempat + (Jamban, TS, Cubluk) Pembuangan Air Limbah Ke Lingkungan
Kebijakan Tarif Pengambilan Air Tanah dan Tarif Air Minum
Kesehatan Lingkungan
Kebijakan Pengangkutan dan pembuangan lumpur tinja
+
Ketersediaan Sumber Air
Pembuangan Lumpur Tinja ke Lingkungan
+
Pemanfaatan Lumpur Tinja Secara Higienis
+ Angkutan Lumpur Tinja +
Penerimaan Retribusi
+
Pemanfaatan Lumpur Tinja Secara Tak Higienis
+ +
Kualitas Effuent Sistem Setempat
-
Kebijakan Tarif Retribusi
+
+
+
Pengolahan Lumpur Tinja
+
+
+ +
+
Kebijakan Investasi IPLT
Produk IPLT
Gambar 8. Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop Diagram) Pengelolaan Lumpur Tinja Berkelanjutan Diagram input-output pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan pada Gambar 9 menjelaskan sasaran atau target keluaran (output) untuk menurunkan tingkat pencemaran sumber air baku dan peningkatan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai sasaran output tersebut diperlukan input endogen yaitu input terkendali dan input tak terkendali serta input eksogen atau input lingkungan. Input terkendali mencakup (i) konsumsi air rumah tangga, (ii) volume air limbah, (iii) pengolahan setempat, (iv) akumulasi lumpur tinja, (v) pengumpulan dan transportasi lumpur tinja, (vi) pengolahan lumpur tinja termasuk potensi pemanfaatannya, dan (vii) tarif retribusi.
60 INPUT LINGKUNGAN
INPUT TAK TERKENDALI:
1. UU-SDA 2. PP Pengendalian Pencemaran 3. RPP Air Limbah dan Sampah 4. RTRWK
1. Penduduk 2. Penerimaan Masyarakat
OUTPUT YG DIINGINKAN: 1. Penurunan Pencemaran sumber air baku 2. Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Model Ekosanita IPLT INPUT TERKENDALI: 1. Konsumsi Air Rumah Tangga 2. Volume Air Limbah 3. Pengolahan Setempat 4. Akumulasi Lumpur Tinja 5. Pengumulan dan Transportasi Lumpur Tinja 6. Pengolahan Lumpur Tinja 7. Pemanfaatan Produk lumpur tinja 8. Penerimaan Operasi
Gambar 9.
PARAMETER RANCANG BANGUN: 1. Nilai ambang batas Baku Mutu Lingkungan 2. Kemampuan Masyarakat membayar tarip Retribusi
OUTPUT YANG TIDAK DIINGINKAN: 1. Kasus penyakit diare meningkat 2. Beban Limbah Rumah Tangga meningkat 3. Kasus pencemaran meningkat
Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan
Penyederhanaan Diagram Input-Output Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan
Input tak terkendali mencakup perkembangan penduduk dan penerimaan masyarakat, sedangkan input lingkungan berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengelolaan air limbah. Input- input tersebut merupakan peubah sistem untuk melaksanakan fungsi yang dikehendaki, sedangkan parameter rancang bangun merupakan ukuran yang menentukan keberhasilan pengelolaan lumpur tinja yang dilaksanakan. 3.4.4
Penyusunan Model Sistem Dinamis Sebagaimana dijelaskan pada sub bab identifikasi sistem, pengelolaan
lumpur tinja berkelanjutan merupakan bagian dari sistem pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan. Oleh karena itu, peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja secara berkelanjutan akan mempengaruhi kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Atas dasar hal tersebut, model sistem dinamis yang disusun adalah model sistem dinamis untuk pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan.
61 3.4.4.1 Gambaran Kondisi Yang Diinginkan Sebagaimana dijelaskan pada Bab II, kondisi pengelolaan lumpur tinja yang diinginkan adalah mengolah air limbah tanpa menambah beban cemaran baru atau seluruh hasil olahan limbah dapat dimanfaatkan kembali. Hal itu berarti bahwa tidak ada lumpur yang terakumulasi di unit pengolah air limbah setempat yang melampaui batasan volume ruang lumpur yang disediakan. Selain daripada itu, proses pengumpulan dan pengangkutan lumpur tinja dapat berjalan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Akhirnya, lumpur tinja yang diolah di instalasi lumpur tinja dapat menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk pupuk, energi biogas, pakan ikan dari budidaya air. Apabila proses tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka fungsi tangki septik lebih optimal, sumber daya air tanah dapat dipertahankan kelestariannya, habitat penyakit dapat diperburuk sehingga membatasi penyebaran penyakit yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Hasil identifikasi sistem pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dan sistem pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan dengan menggunakan diagram lingkar sebab-akibat mengindikasikan bahwa kedua sistem tersebut saling bersinergi untuk mencapai tujuan sistem yaitu kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan yang lebih baik. Hal itu berarti bahwa peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja akan meningkatkan kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Meningkatnya kinerja pelestarian fungsi lingkungan berarti meningkatkan upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Indikasi tercapainya upaya tersebut, sebagaimana digambarkan dalam diagram input output pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan adalah menurunnya pencemaran terhadap sumber air baku air minum dan meningkatnya kesehatan masyarakat. Sebaliknya, peningkatan kasus penyakit, meningkatnya beban limbah rumah tangga yang belum diolah ke badan air permukaan (sungai, danau, situ dll) dan ke dalam air tanah serta meningkatnya kasus pencemaran, merupakan indikasi belum berhasilnya pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan.
62 3.4.4.2 Batasan Model Hasil identifikasi sistem menjelaskan mengenai variabel-variabel utama yang membentuk model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan pada umumnya dan khususnya pengelolaan air limbah termasuk pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan (Model Ekosanita-IPLT). Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dari interaksi variabel-variabel tersebut antara lain adalah (i) apa yang menentukan besaran aliran materi air limbah? (ii) apa yang menentukan besaran materi lumpur tinja? (iii) apa yang menentukan besaran lumpur tinja yang diolah di instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)? (iv) apa yang menentukan keberlanjutan pengoperasian IPLT? (v) apa komposisi materi yang dapat didaur ulang? (vi) bagaimana mengurangi volume air limbah maupun lumpur tinja yang memasuki badan air tanpa diolah terlebih dahulu? (vii) Bagaimana meningkatkan fraksi materi yang dapat didaur ulang? (viii) bagaimana mengurangi lumpur tinja yang dibuang bebas ke media lingkungan? (ix) bagaimana meningkatkan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) seraya mengurangi volume air limbah yang memasuki perairan? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka fokus pertama adalah mempelajari dinamika sumber lumpur tinja. Untuk itu, dibuat model pengumpulan, pewadahan, transportasi, pengolahan dan kemungkinan daur ulang lumpur tinja yang telah diolah. Fokus kedua terkait dengan dinamika lingkungan penerima limbah yaitu lingkungan air tanah maupun air permukaan yang berhubungan dengan ketersediaan dan kelayakannya untuk digunakan sebagai sumber air baku air minum. Fokus ketiga adalah dinamika kependudukan dan kesehatan masyarakat. Dengan batasan-batasan tersebut, maka akan ditetapkan variabel- variabel endogenous maupun eksogenous yang mampu menjawab permasalahan penelitian. Variabel-variabel endogenous berhubungan dengan besaran-besaran aspek sosial dan ekonomi serta lingkungan secara menyeluruh. Variabel- variabel seperti volume air limbah yang dibangkitkan dari kegiatan penduduk, pengolahan air limbah dan akumulasi lumpur tinja serta pengumpulan, transportasi dan pengolahannya digunakan sebagai besaran-besaran yang cukup representatif untuk menggambarkan dinamika pola-pola transisi perubahan yang menjadi fokus utama
63 dalam penelitian ini. Selain itu, dikaji pula pemanfaatan produk hasil olahan terhadap tarif retribusi air limbah dan akumulasi lumpur tinja serta sumber daya air dan kesehatan masyarakat. Variabel eksogenous selain merepresentasikan besaran-besaran yang tidak dipengaruhi
oleh
perubahan-perubahan
sistem
yang
dimodelkan,
juga
merepresentasikan besaran-besaran yang berhubungan dengan kebijakan investasi prasarana dan sarana air limbah. Besaran-besaran variabel eksogenous dimaksud antara lain adalah standar kualitas lingkungan hidup, kebijakan investasi, ketersediaan dana luar negeri untuk keperluan investasi perbaikan sistem maupun pembangunan baru. 3.4.4.3 Struktur Model Mengacu pada gambaran kondisi yang diinginkan, maka interaksi antar unsur-unsur yang tertera pada Gambar 3-5 menghasilkan 4 (empat) simpal (loop) positif dan 3 (tiga) simpal negatif. Dalam perspektif berpikir sistem, simpal positif akan menghasilkan suatu perilaku pertumbuhan (growth) atau penurunan dengan cepat, sedangkan simpal negatif akan menghasilkan suatu perilaku pencapaian tujuan (goal seeking) yang merupakan proses penyeimbangan (balancing process). Simpal-1 merepresentasikan peningkatan kotoran manusia yang terkait dengan peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat dari peningkatan kesehatan masyarakat dan penurunan kasus kematian balita. Peningkatan kesehatan masyarakat tersebut terkait dengan pengelolaan lumpur tinja yang memadai (penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara berkala, pengolahan lumpur tinja di IPLT, pemanfaatan lumpur tinja hasil olahan yang higienis). Simpal ini bersifat positif dan merupakan mesin pertumbuhan kotoran manusia. Simpal-2 dan simpal-3 merepresentasikan peningkatan konsumsi air rumah tangga dan “grey water” yaitu air limbah yang berasal dari dapur dan kamar mandi serta tempat cuci piring. Peningkatan tersebut berhubungan dengan berfungsinya pengolahan setempat yang mampu mempertahankan daya asimilasi sumber air baku air minum. Kelayakan pemakaian air tanah sebagai sumber air baku air minum akan meningkatkan konsumsi air rumah tangga dan meningkatkan volume grey water. Kelayakan pemakaian air tanah juga akan
64 meningkatkan kesehatan masyarakat, menurunkan kasus kematian balita dan meningkatkan jumlah penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan volume air limbah. Simpal ini bersifat positif dan merupakan mesin pertumbuhan volume air limbah rumah tangga. Simpal-4 dan simpal-5 merepresentasikan pengurangan konsumsi air rumah tangga dan vo lume air limbah yang terkait dengan pembuangan lumpur tinja secara bebas ke media lingkungan. Pembuangan lumpur tinja ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran sumber-sumber air baku karena sistem pengolahan setempat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut berakibat pada peningkatan pencemaran air dan mengurangi kelayakan pemakaian air tanah sebagai sumber air baku air minum. Di sisi lain, pembuangan lumpur tinja secara bebas ke lingkungan hidup memperbesar kemungkinan pemakaian lumpur tinja yang tidak higienis sehingga memperbesar kemungkinan kontak antara manusia dengan bakteri patogen. Hal tersebut menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat dan berpotensi meningkatkan kasus kematian. Pengurangan jumlah penduduk dan kelayakan pemakaian air tanah sebagai air baku air minum akan mengurangi volume air limbah. Simpal ini bersifat negatif karena merupakan proses penyeimbangan volume air limbah yang dibangkitkan dari kegiatan penduduk. Simpal-6 dan simpal-7 merepresentasikan peningkatan penerimaan retribusi pengelolaan lumpur tinja yang diperoleh dari kegiatan penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja dan penjualan produk hasil olahan IPLT. Penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara terjadwal akan menyediakan baku lumpur tinja yang siap diolah di IPLT. Berfungsinya IPLT akan menghasilkan produk olahan yang dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan pertanian dan peternakan. Simpal ini juga bersifat positif dan merupakan sumber pendapatan bagi penyedia jasa angkutan lumpur tinja dan pengelo la IPLT. Pola umpan balik positif maupun negatif mengambarkan adanya pertumbuhan bangkitan air limbah domestik maupun lumpur tinja dan pertumbuhan penerimaan retribusi jasa pengelolaan lumpur tinja. Namun, penurunan pengambilan air baku air minum akibat pencemaran air, akan mengurangi pertumbuhan tersebut.
65 3.4.5
Perumusan Model Sistem Dinamis Sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, penyusunan model sistem
dinamis difokuskan pada pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan. Oleh karena itu, perumusan model sistem dinamis dilakukan terhadap variabel- variabel yang membentuk model sistem pengelolaan lumpur tinja berkelanjutan. Model sistem dinamis pengelolaan lumpur tinja dibagi ke dalam 5 (lima) sub model yang saling berkaitan membentuk model yang utuh. Kelima sub model dimaksud adalah (i) sub model bangkitan dan pewadahan lumpur tinja, (ii) sub model pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja, (iii) sub model kinerja instalasi pengolahan lumpur tinja (PILT), (iv) sub model daya tampung lingkungan kota (lingkungan keairan), dan (v) sub model biaya operasional pengelolaan sistem IPLT. 3.4.5.1 Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja Sub model ini ditujukan untuk memperkirakan volume limbah rumah tangga yang dibangkitkan, volume limbah rumah tangga yang memasuki perairan penerima air limbah (sungai, situ, rawa, kolam retensi alami, dll), volume lumpur tinja yang dibangkitkan dan harus dikeluarkan atau dikosongkan dari tangki septik, serta volume air yang berasal dari air limbah yang telah diolah dan dikembalikan ke air tanah. Volume air limbah rumah tangga yang dihasilkan merupakan fungsi dari penduduk, konsumsi air rumah tangga (air minum, air cuci, air mandi, air untuk keperluan sanitasi, air untuk menyiram taman, dll), serta fraksi air yang dibuang terhadap seluruh air yang dikonsumsi tersebut. Gambaran matematis dari pertambahan jumlah penduduk dan volume air limbah yang dibangkitkan dirumuskan pada persamaan 3-4 dan 3-5. POPt = POP( t −1) + (dPOP × POP( t −1) )
................................................. (3-4)
dimana , POPt
: Jumlah Penduduk
(Jiwa)
dPOP
: Pertambahan Jumlah Penduduk
(% / tahun)
QLRT = POP × KART × FLB
................................................... (3-5)
66 dimana , QLRT
: Bangkitan Limbah Rumah Tangga
(m3 /hari)
POP
: Penduduk
(Jiwa)
KART
: Konsumsi Air Rumah Tangga
(m3 /orang/hari)
FLB
: Fraksi Air Limbah
(% KART)
Analisis dimensi:
((
)
)
QLRT = (orang ) × m3 / orang / hari × % = m 3 / hari Sebagian air limbah rumah tangga yang dibangkitkan di daerah perkotaan, pada umumnya dialirkan ke fasilitas sanitasi setempat yaitu tangki septik yang berfungsi mematikan sebagian besar bakteri penyakit dan virus yang keluar dari tubuh manusia dan mengolah sebagian kandungan bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah tersebut. Bahan cemaran tersebut umumnya diukur dari kebutuhan oksigen biologis (KOB) dan kebutuhan oksigen kimiawi (KOK). Air limbah yang keluar dari tangki septik dialirkan ke bidang resapan yang berfungsi menurunkan sisa beban cemaran yang keluar dari tangki septik sehingga masih mampu diterima (ditampung) ole h lingkungan penerimanya yaitu air tanah. Di dalam praktek, tidak semua air limbah yang keluar dari tangki septik dapat dialirkan ke bidang resapan atau fasilitas pengolahan lanjutan lainnya, sehingga ada bagian air limbah yang dialirkan ke saluran drainase yang akhirnya memasuki badan air penerima. Gambaran matematis volume air limbah yang masuk tangki septik, air limbah yang keluar dari tangki septik dan diolah di bidang resapan atau fasilitas pengolah lainnya, volume air yang kembali ke air tanah, volume air limbah yang keluar dari tangki septik dan memasuki saluran drainase dirumuskan pada persamaan-persamaan 3-6 sampai dengan persamaan 3-9. QLTS = POP × KART × FLB × POP _ LYN
........................................(3-6)
dimana, QLTS
: Aliran Limbah ke Tangki Septik (m3 /hari)
KART
: Konsumsi Rumah Tangga
(m3 /orang/hari)
FLB
: Fraksi Air Limbah
(% KART)
POP_LYN
: Penduduk dilayani
(orang)
Q LTS = orang × ((m 3 /orang )/hari ) × (% ) × orang = (m 3/hari )
67 Q LRT _ BA = LRT − Q LTS + AETS _ SAL
....................................................(3-7)
dimana, QLRT_BA
: Aliran Limbah Rumah Tangga ke Badan Air
(m3 /hari)
QETS_SAL
: Aliran Effluen Tangki Septik ke Saluran
(m3 /hari)
Q ETS _ BR = AETS − AETS _ SAL
....................................................(3-8)
dimana, QETS_BR
: Aliran Effluen Tangki Septik ke Bidang Resapan
(m3 /hari)
QETS
: Aliran Effluen Tangki Septik
(m3 /hari)
QETS_SAL
: Aliran Effluen Tangki Septik ke Saluran
(m3 /hari)
QETS _ BR
QKAT =
....................................................(3-9)
Vp
dimana, (m3 /mm)
QKAT
: Kambuh Air Tanah
QETS_BR
: Aliran Effluen Tangki Septik ke Bidang Resapan
Vp
: Kecepatan Perkolasi (mm/hari)
QKAT =
(m
3
) (
(m3 /hari)
)
/ hari = m3 / mm (mm / hari )
Air limbah rumah tangga yang dialirkan ke dalam tangki septik, diolah secara biologis menghasilkan lumpur tinja dan berbagai gas seperti gas H2 S, CO dan CH4 (methane). Lumpur tinja yang terakumulasi di tangki septik, setelah kurang lebih 2-3 tahun harus dikuras sedemikian sehingga tangki septik dapat berfungsi normal sebagai unit pengolahan pendahuluan. Akumulasi lumpur tinja selama 2-3 tahun tersebut untuk memberikan waktu yang cukup untuk mematikan bakteri penyakit dan virus serta telur cacing yang keluar dari tubuh manusia sehingga memperkecil kemungkinan penularan kepada ke orang lain. Gambaran matematis banyaknya lumpur tinja, termasuk air limbah yang dikuras pada saat pengurasan, fraksi rumah terhadap penduduk, fraksi tangki septik terhadap jumlah
68 rumah dan kebutuhan tangki septik, dirumuskan pada persamaan 3-10 sampai dengan persamaan 3-13 . Q LT =
( POP × FR × FTS × Vol .TS )
..................................................(3-10)
1095hari
FR =
TR POP
..................................................(3-11)
FT =
TS Tot TR
..................................................(3-12)
dimana, POP
: Populasi
(jiwa)
FR
: Fraksi Rumah
(Total Unit Rumah/Total Penduduk)
TR
: Total Rumah
(unit)
FT
: Fraksi TS
(Unit TS/Unit Rumah)
TS Tot
: Total Tangki Septik
(Unit)
Vol TS
: Volume Tangki Septik (m3 )
QLT =
(Jiwa × (Rumah / Jiwa )× (UnitTS / UnitRumah)× (m hari
JM _ TS =
QLT × 1095 Vol .TS
3
/ UnitTS
)) = m
3
/ hari
[unit] ..............................................................(3-13)
dimana, JM_TS
: Jumlah Tangki Septik (unit)
Vol TS
: Volume Tangki Septik (m3 /Unit TS)
(m JM _ TS =
)
/ hari × hari = Unit m3 / UnitTS 3
3.4.5.2 Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja Lumpur tinja yang telah dikuras dari tangki septik harus diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) untuk diolah lebih lanjut sebelum hasilnya digunakan kembali untuk pupuk (fraksi padat) dan air irigasi (fraksi air). Dalam praktek, karena alasan yang berhubungan dengan efisiensi pengangkutan, tidak seluruh lumpur tinja yang dibangkitkan dapat diangkut ke IPLT. Gambaran matematis banyaknya lumpur tinja diangkut ke IPLT, banyaknya lumpur tinja yang mungkin masih dibuang ke lingkungan, banyaknya lumpur tinja yang diolah
69 dan menghasilkan pupuk atau digunakan sebagai air irigasi untuk menghasilkan pakan ikan, beban cemaran lumpur tinja yang diolah di IPLT, dirumuskan pada persamaan 3-14 sampai dengan persamaan 3-21. QTR _ LT = Q LT × FTR _ LT
..............................................................(3-14)
dimana , Q TR_LT
: Transportasi Lumpur Tinja
(m3 /hari)
QLT
: Bangkitan Lumpur Tinja
(m3 /hari)
: Fraksi Transportasi Lumpur
(%QLT)
FTR_LT
(
)
Q TR _ LT = m / hari × (% ) = m / hari 3
3
Q LT _ LK = QTR _ LT − Q LT _ OL
..............................................................(3-15)
Q LT _ OL = Q IPLT
..............................................................(3-16)
dimana , QLT_LK
: Aliran Lumpur Tinja ke Lingkungan
(m3 /hari)
QIPLT_M25
: Kapasitas IPLT (Modul – 25)
(m3 /hari)
QLT_OL
: Aliran Lumpur Tinja Diolah
(m3 /hari)
(
) (
)
QLT _ LK = m 3 / hari − m 3 / hari = m 3 / hari Q LTK = FPLT × Q LT _ OL
..............................................................(3-17)
Q LCT = FLCT × Q LT _ OL
..............................................................(3-18)
dimana , QLTK
: Aliran Lumpur Tinja Kering
(m3 /hari)
QLCT
: Aliran Limbah Cair Terolah
(m3 /hari)
FPLT
: Fraksi Padat Lumpur Tinja
(%)
FLCT
: Fraksi Cair Lumpur Tinja
(%)
Q BCM _ IPLT = KOB LT × Q LT _ OL
..................................................(3-19)
dimana , QBCM_IPLT
: Aliran Beban Cemaran Masuk IPLT
(Kg/hari)
KOBLT
: Beban Cemaran Organik
(mg/L)
Analisis dimensi :
70 g kg mg 1000l 1000mg −3 Q BCM _ IPLT = = → × 10 × = hari hari hari l hari
JM TTJ =
QTR _ LT VTTJ × Ritasi
..................................................(3-20)
dimana , JMTTJ
: Jumlah Truk Tinja
(Unit )
VTruk
: Volume Truk Tinja
(m3 /Unit)
Ritasi
: Konstanta
Analisis dimensi :
m3 m3 ÷ JM TTJ = × Ritasi = unit hari unit JM
IPLT
=
QLT _ OL QIPLT − M 25
................................................ (3-21)
3.4.5.3 Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Di dalam Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), beban cemaran dikurangi secara bertahap oleh unit-unit instalasi pengolahan yang ada di IPLT. Pengurangan beban cemaran tersebut menggambarkan kinerja masing- masing unit pengolahan dan juga menggambarkan efisiensi IPLT secara keseluruhan. Atas dasar hal tersebut, maka gambaran matematis untuk menghitung kinerja unit- unit IPLT dan sisa beban cemaran yang akan dialirkan kembali ke sungai penerimanya, dirumuskan dalam persamaan 3-22 sampai dengan persamaan 3-28. KNJ BAK _ 1 = BV BAK _ 1 × VOL BAK _ 1
..................................................(3-22)
Q KOB _1 = Q BCM _ IPLT − KNJ BAK _ 1
..................................................(3-23)
dimana , KNJBAK_1
: Kinerja Bak 1
(Kg/hari)
BvBAK_1
: Beban Volumetrik Bak 1
(g/m3 .hari)
VOLBAK_1
: Volume Bak 1
(m3 )
QKOB_1
: Aliran Keluar KOB dari Bak-1
(Kg/hari)
QBCM_IPLT
: Aliran Beban Cemaran Masuk IPLT
(Kg/hari)
Analisis Dimensi :
KNJ BAK _ 1 =
(g / m .hari) × m 3
71 3
1000
= Kg / hari
QKOB _ 1 = (Kg / hari ) − (Kg / hari) = Kg / hari
KNJ BAK _ 2 = BV BAK _ 2 × VOL BAK _ 2
..................................................(3-24)
Q KOB _ 2 = Q KOB _ 1 − KNJ BAK _ 2
..................................................(3-25)
K NJ _ BAK _ 3 = BV BAK _ 3 × VOL BAK _ 3
..................................................(3-26)
Q KOB _ 3 = Q KOB _ 2 − KNJ BAK _ 3
..................................................(3-27)
EFIPLT =
Q BCM _ IPLT − Q KOB _ 3 QBCM _ IPLT
× 100%
.................................................(3-28)
dimana , EFIPLT
: Efisiensi IPLT
3.4.5.4 Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan) Sisa beban cemaran dari IPLT maupun sisa cemaran air limbah yang keluar dari tangki septik dan memasuki saluran drainase kemudian masuk ke badan air penerimanya akan merubah konsentrasi beban cemaran yang telah ada (beban awal) di aliran air sungai penerimanya. Sementara itu, kemampuan sungai tersebut menerima sisa beban cemaran dipengaruhi oleh besarnya debit sungai dan kandungan bahan cemaran asal yang telah terbawa dalam aliran sungai. Kemampuan sungai menerima sisa beban cemaran yang masuk disebut daya tampung sungai yang dihitung dengan menggunakan persamaan keseimbangan masa (mass balance) yang menggunakan prinsip pencampuran sempurna (Rau dan Wooten 1980). Gambaran matematis daya tampung sungai penerima hasil olahan lumpur tinja di IPLT dan daya tampung sungai penerima air limbah dari daerah perkotaan dirumuskan pada persamaan 3-29 sampai dengan persamaan 3-35
72
A. Sungai penerima hasil olahan IPLT
Q HLR −1 = Q KOB _ 3 + Q KOB _ HLU −1
..................................................(3-29)
Q KOB _ HLU −1 = QS HLU −1 × KOB HLU −1
.................................................(3-30)
DTL IPLT = DTijin−1 − Q KOB _ HLR−1
..................................................(3-31)
dimana , QKOB_HLU -1
:
Aliran KOB di Hulu IPLT (sebelum menerima effluen dari IPLT) (Kg/hari)
QKOB_HLR-1
: Aliran KOB di Hilir IPLT (sesudah menerima effluen dari IPLT) (Kg/hari)
QSHLU
: Debit sungai di hulu IPLT (sebelum menerima effluen dari IPLT) (m3 /hari)
DTLIPLT
: Daya Tampung Lingkungan di hilir IPLT (Kg/hari)
KOB HLU -1
: Kebutuhan Oksigen Biologis sebelum menerima effluen dari IPLT (mg/l)
DTijin-1
: Daya Tampung sungai ke-1 penerima hasil olahan IPLT (Kg/hari)
B. Sungai penerima buangan air limbah dari kota Q KOB _ HLR− 2 = Q KOB _ HLU − 2 + Q KOB _ AB
..................................................(3-32)
Q KOB _ HLU −2 = QS HLU − 2 × KOB HLU −2
..................................................(3-33)
Q KOB _ AB = (Q LRT _ BA × KOB LRT ) + (Q ETS _ SAL × KOB ETS ) + (Q LT _ LK × KOB LT
)
(3-34)
dimana , QKOB_HLU -2 : Aliran KOB di Hulu Kota (sebelum menerima buangan air limbah kota) (Kg/hari) QKOB_HLR-2 : Aliran KOB di Hilir Kota (sesudah menerima buangan air limbah kota) (Kg/hari) KOB HLU -2 : Kebutuhan Oksigen Biologis sebelum menerima air limbah dari kota (mg/l) KOBLRT
: Kebutuhan Oksigen Biologis Limbah Rumah Tangga
KOBETS
: Kebutuhan Oksigen Biologis Limbah Effluen dari Tangki Septik (mg/l)
KOBLT
: Kebutuhan Oksigen Biologis Lumpur Tinja
DTL Kota = DTijin− 2 × Q KOB _ HLR− 2
(mg/l)
(mg/l)
..................................................(3-35)
dimana , DTLKOTA
: Daya Tampung Lingkungan Kota
(Kg/hari)
73 3.4.5.5 Sub Model Biaya Operasional Sistem Pengelolaan Sistem IPLT Pengoperasian dan pemeliharaan sistem pengelolaan lumpur tinja, pada dasarnya memerlukan biaya yang diperoleh dari tarif retribusi jasa pelayanan sanitasi (pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja). Biaya operasi dan pemeliharaan sistem diperlukan untuk pengoperasian dan pemeliharaan sarana angkutan lumpur tinja dan juga pengoperasian dan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk biaya penyusutan aset. Laba/rugi operasi dan pemeliharaan, merupakan selisih dari penerimaan dari tarif retribusi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian dan pemeliharaan komponen-komponen sistem. Sebagian dari laba operasional yang diperoleh diasumsikan dapat digunakan kembali untuk investasi dan penambahan jumlah penduduk yang dilayani. Atas dasar hal tersebut, maka gambaran matematis untuk menghitung penerimaan tarif retribusi, pengeluaran operasional, laba/rugi operasional dan tabungan investasi dirumuskan pada persamaan 3-36 sampai dengan persamaan 3-39. REV
RET
=
POP _ LYN × TARIF KK
RET
..................................................(3-36)
dimana , REVRET
: Penerimaan Retribusi
(Rp)
POP_LYN
: Penduduk dilayani
(orang)
TARIFRET
: Tarif Retribusi per bulan
(Rp)
KK
: Jumlah Kepala Keluarga
(orang)
= V TR
..................................................(3-37)
COST
TR _ LT
_ LT
× TARIF
TR _ LT
dimana , COSTTR_LT
: Biaya Pengangkutan Lumpur Tinja
(Rp)
VTR_LT
: Volume Lumpur Tinja yang Diangkut
(m3 )
TARIFTR_LT
: Tarif Pengangkutan Lumpur Tinja per bulan
COSTPLT = V PLT × TARIFPLT
..................................................(3-38)
dimana , COSTPLT
: Biaya Pengolahan Lumpur Tinja
(Rp/m3 )
(Rp)
74 VPLT
: VolumeLumpur Tinja yang Diolah
TARIFPLT
: Tarif Pengolahan Lumpur Tinja per bulan
LB / RG = REVRET − COSTTOT
(m3 ) (Rp/m3 )
..................................................(3-39)
dimana , LB / RG
: Laba atau Rugi
COSTTOT
: Biaya Total
3.4.6
Kalibrasi, Verifikasi Dan Validasi Model Model yang dibangun, diuji terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
perangkat perumusan kebijakan. Uji model mencakup kalibrasi, verifikasi dan validasi. Kalibrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian rumusan empiris yang dikembangkan dari data statistik dan digunakan dalam model seperti model pertumbuhan penduduk. Verifikasi dan validasi akan dilakukan terhadap kesesuaian teoritis maupun kestabilan struktur serta konsistensi dimensi variabelvariabel sistem yang telah teridentifikasi. Model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan diuji dengan menggunakan galat baku (R2 ) dan mean absolute deviation (MAD). Model EkoSanita-IPLT diuji dengan menggunakan absolute means error (AME), absolute variation error (AVE) dan kalman filter (KF). AME menjelaskan penyimpangan antara nilai rata rata simulasi terhadap aktual, sedangkan AVE menjelaskan penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. KF menjelaskan kesesuaian (fitting) antara simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima untuk AME dan AVE adalah 5-10%, sedangkan batas yang diijinkan adalah < 0.5 (Aminullah dkk 2001). Uji model yang dibangun dengan menggunakan sistem dinamis, selain diuji kesesuaian teoritisnya juga dilakukan uji kestabilan struktur dan konsistensi dimensi variabelvariabel sistem yang telah teridentifikasi. Konsistensi dimensi atau satuan-satuan yang digunakan untuk mengukur besaran-besaran variabel, dilakukan terhadap variabel- variabel sosial, ekonomi dan ekologi serta kombinasi-kombinasinya.
75 3.4.7
Implementasi Model Dan Analisis Kebijakan Implementasi atau aplikasi model dinamis digunakan sebagai acuan
analisis kebijakan. Tahapan ini merupakan tahapan untuk mempelajari secara lebih mendetail tentang alternatif-alternatif tindakan kebijakan dalam rangka menyelesaikan suatu masalah. Analisis kebijakan dilakukan untuk menghasilkan berbagai alternatif tentang upaya peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja yang mampu meningkatkan intensitas pelestarian lingkungan kota. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan simulasi dinamis dan mempelajari respons dan perilaku model sistem Ekosanita-IPLT terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Perilaku dinamis akan dipelajari dari perubahan-perubahan terhadap variabel- variabel kebijakan yang dalam penelitian ini terdiri dari (i) cakupan pelayanan, (ii) jadwal pengangkutan lumpur tinja, (iii) konsumsi air rumah tangga, (iv) daerah pela yanan IPLT, (v) tarif retribusi, (vi) perbaikan teknologi sanitasi yang ada, dan (vii) kombinasi variabel-variabel kebijakan tersebut. Sementara itu, variabel keputusan yang digunakan dalam analisis adalah (i) volume air limbah maupun lumpur tinja yang memasuki badan air, (ii) daya tampung sungai penerima air limbah yang belum dan sudah diolah, (iii) tambahan penduduk dilayani dari investasi baru yang menggunakan sebagian perolehan laba operasional. Simulasi bersifat struktural
akan
dilakukan
dengan
melakukan
intervensi
yang
maupun fungsional terhadap jalannya sistem. Intervensi
struktural dilakukan untuk mempengaruhi mekanisme interaksi pada sistem sedangkan intervensi fungsional dilakukan untuk mempengaruhi unsur-unsur dalam sistem. Intervensi struktural yang
akan
dipelajari antara
lain
adalah (i)
kemungkinan pengumpulan dan pengangkutan lump ur tinja secara terjadwal, (ii) pemberlakuan tarif bulanan, (iii) pengelolaan jasa penyedotan, dan pengangkutan lumpur tinja serta IPLT oleh swasta. Kemungkinan pembagian peran pengelolaan lumpur tinja oleh masyarakat, operator pemerintah atau swasta akan dipelajari pula termasuk pengaruh-pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sistem pengelolaan
lumpur
tinja
yang
dihasilkan.
Alternatif
kebijakan
yang
76 dikembangkan
dari
intervensi- intervensi
struktural
tersebut
akan
dikaji
kelayakannya terhadap kemampuan masyarakat membayar tarif retribusi air limbah. Intervensi struktural lainnya yang akan dipelajari adalah kemungkinan pengurangan volume lumpur tinja dan grey water di sumbernya. Pengurangan volume lumpur tinja di sumbernya dapat dilakukan apabila kotoran manusia ditampung di komposter sehingga mengurangi volume lumpur tinja yang terakumulasi di tangki septik. Pengurangan volume grey water dapat dilakukan apabila konsumsi air minum rumah tangga dapat dikendalikan. Misalnya melalui peningkatan penyediaan air minum dari PDAM ditingkatkan sehingga penyediaan air melalui sumur pribadi dapat berkurang. Sejalan dengan hal tersebut akan dikaji pula kemungkinan pemberlakuan kebijakan tarif progresif yang ditujukan untuk mengendalikan pemakaian air yang berlebihan oleh konsumennya. Intervensi fungsional yang akan dipelajari adalah kemungkinan perbaikan fasilitas sanitasi setempat misalnya perbaikan konstruksi jamban, cubluk, pengadaan tangki septik komunal, perbaikan IPLT dan fasilitas pengumpul dan pengangkut lumpur tinja. Alternatif peningkatan kinerja sistem yang dipelajari dari analisis kebijakan merupakan hasil dari satu atau kombinasi-kombinasi intervensi- intervensi tersebut. Kelayakan dan dapat diterimanya alternatif kebijakan yang dihasilkan akan dikaji pula berdasarkan kemampuan pemerintah menyediakan anggaran pembangunan dan kesiapan masyarakat menerima perubahan-perubahan yang ditawarkan.
Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN
4.1
Pembagian Wilayah Kajian Pembagian wilayah kajian, ditujukan untuk memperoleh gambaran
tentang tingkat pelestarian fungsi lingkungan hidup antara kota Majalaya dengan kecamatan kota lainnya yang termasuk ke dalam wilayah penelitian. Pada penelitian ini daerah penelitian dibagi ke dalam 3 (tiga) skala wilayah kajian (Gambar 10) yaitu (i) kota Majalaya, (ii) daerah pelayanan IPLT dikurangi Majalaya yang terdiri dari kecamatan Ibun, kecamatan Paseh, kecamatan Pacet, kecamatan Ciparay dan kecamatan Rancaekek, dan (iii) kabupaten Bandung dikurangi kota-kota kecamatan yang terletak di dalam daerah pelayanan IPLT.
Gambar 10. Pembagian Wilayah Kajian Atas dasar hal tersebut, maka pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya dibandingkan dengan rata-rata 5 (lima) kecamatan di daerah pelayanan IPLT dan
78 dengan rata-rata 39 (tiga puluh sembilan) kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. 4.2
Keadaan Lingkungan fisik Keadaan lingkungan fisik daerah penelitian dikaji dari aspek (i) luas
wilayah administratif, (ii) curah hujan, (iii) kelas lereng, (iv) ketinggian dan (v) jenis tanah. Tabel 9 merangkum keadaan daerah penelitian yang ditinjau dari keempat aspek tersebut. Tabel 9. Keadaan Lingkungan Fisik Daerah Penelitian No
Indikator Lingkungan Fisik
Majalaya
Daerah Pelayanan IPLT
Kabupaten Bandung
(2)
(3)
(4)
(5)
3 638
4 748.6
7 204.92
2 000-2 500 3-8% 500-1 000 m
2 000-2 500 15-25% 1 000-1 500 m Asosiasi andosol coklat dan regosol
2 500 – 3 000 15-25% 500-1 000 m
(1)
2 3 4
Luas wilayah administratif kecamatan (Ha) Curah Hujan (mm/tahun) Kelas Lereng (%) Ketinggian (m dpl)
5
Jenis Tanah
1
Latosol coklat dan kemerahan*
Latosol
* Dominan kedua setelah jenis aluvial
Luas wilayah kota Majalaya relatif kecil bila dibandingkan dengan luas rata-rata kecamatan di dalam daerah pelayanan IPLT maupun kabupaten Bandung. Curah hujan relatif tinggi meskipun lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan yang berada di dataran tinggi daerah pelayanan IPLT seperti kecamatan Ibun dan kecamatan Pacet. Ketinggian lokasi dan kelas kelerengan kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan yang terletak di dataran tinggi daerah pelayanan IPLT. Sementara itu, jenis tanah di lokasi kota Majalaya (latosol coklat) termasuk jenis tanah yang tingkat permeabilitasnya termasuk kategori lambat sampai sedang atau mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk meresapkan air ke dalam tanah (Darsihardjo 2004). Hal itu berarti bahwa volume aliran permukaan di wilayah kota Majalaya relatif tinggi, tetapi pengalirannya relatif lebih lambat dari daerah di hulunya. Dengan demikian, wilayah kota Majalaya mempunyai kemampuan untuk memurnikan air limbah secara alami (daya tampung) yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah hulunya. Namun,
79 apabila ditinjau dari aspek pengisian kembali air tanah, kemampuannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah hulunya. 4.3
Kependudukan Kependudukan, memberi gambaran tentang banyaknya manusia yang
harus didukung kehidupan dan penghidupannya oleh sumber daya lingkungan yang ada di suatu wilayah. Keadaan kependudukan di daerah penelitian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dirangkum pada Tabel 10. Tabel 10. Keadaan Kependudukan Daerah Penelitian (2000-2004) No (1)
1
2
3
Uraian
Satuan
2000
2001
2002
2003
2004
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Orang Orang Orang
126 505 ND ND
127 202 ND ND
132 720 84 512 121 344
137 340 88 986 104 259
141 469 93 129 111 574
Orang Orang Orang
620 475 ND ND
626 308 ND ND
648 406 435 770 585 158
666 835 414 325 509 917
687 595 437 376 535 907
Orang Orang Orang
3 661 497 ND ND
3 763 090 ND ND
3 900 943 2 740 015 3 538 097
4 017 582 2 483 846 3 040 507
4 145 967 2 626 246 3 310 087
Majalaya a.Jumlah penduduk b.Penduduk usia sekolah c.Penduduk usia bekerja Daerah Pelayanan IPLT a.Jumlah penduduk b.Penduduk usia sekolah c.Penduduk usia bekerja Kabupaten Bandung a.Jumlah penduduk b.Penduduk usia sekolah c.Penduduk usia bekerja Sumber : BPS dan Suseda
Penduduk kota Majalaya pada tahun 2004 me ncapai 20.57% dari penduduk daerah pelayanan IPLT dan 3.41% dari penduduk kecamatan lain di kabupaten Bandung. Pertumbuhan penduduk kota Majalaya secara aritmatik diperhitungkan sebesar 2.11% per tahun, sedangkan pertumbuhan penduduk di daerah pelayanan IPLT dan kabupaten Bandung masing- masing sebesar 1.95% dan 2.34% per tahun. Pertumbuhan penduduk kota Majalaya lebih besar daripada rata-rata daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada rata-rata kabupaten Bandung. Hal tersebut mengindikasikan bahwa upaya pelestarian lingkungan kota Majalaya harus lebih besar daripada 5 (lima) kecamatan lainnya yang terletak di daerah pelayanan IPLT. Rasio penduduk usia sekolah dan penduduk usia bekerja terhadap total penduduk kota Majalaya pada tahun 2004 adalah 65.83% dan 78.87%. Sementara
80 itu, rasio penduduk usia sekolah dan penduduk usia bekerja di daerah pelayanan IPLT adalah 63.61% dan 77.94% sedangkan di kabupaten Bandung adalah 63.34% dan 79.84%. Rasio penduduk usia sekolah di kota Majalaya lebih besar daripada kedua kawasan lainnya. Rasio penduduk bekerja di kota Majalaya juga lebih besar daripada daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada kabupaten Bandung. Hal itu mengindikasikan bahwa dukungan prasarana dan sarana pendidikan untuk kota Majalaya harus lebih besar daripada kedua skala kawasan lainnya. Kota Majalaya juga memerlukan dukungan prasarana ekonomi yang lebih besar daripada 5 (lima) kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT. 4.4
Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Ketersediaan prasarana dan sarana di suatu kawasan kota tertentu
memberi gambaran tentang kemampuan kota dalam mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk yang tinggal di kota itu. Semakin tersedia prasarana dan sarana di suatu kota, maka semakin besar kemampuannya mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk yang tinggal di kota itu. Prasarana dan sarana lingkunga n permukiman kota terdiri dari prasarana dan sarana (i) kesehatan, (ii) pendidikan, (iii) rumah atau hunian beserta fasilitas dan utilitasnya, (iv) air minum dan sanitasi. 4.4.1
Prasarana dan Sarana Kesehatan Ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan dikaji dari pelayanan
(i) dokter dan paramedis, (ii) fasilitas kesehatan yaitu puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, (iii) fasilitas tempat tidur untuk rawat inap. Ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan di wilayah penelitian tahun 20002004 dirangkum pada Tabel11 4-3. Pada tahun 2004 kota Majalaya telah dilayani oleh 3.75 dokter dan paramedis per 10 000 penduduk serta 1.27 fasilitas kesehatan per 1 000 penduduk dan 9.0 tempat tidur per 10 000 penduduk. Pelayanan dokter dan paramedis di Kota Majalaya lebih besar daripada daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada pelayanan kabupaten Bandung. Sebaliknya, pelayanan fasilitas
81 kesehatan kota Majalaya lebih kecil daripada daerah pelayanan IPLT dan lebih besar daripada kabupaten Bandung. Tabel 11. Keadaan Prasarana dan Sarana Kesehatan (2000-2004) No (1)
1
2
3
Uraian
Satuan
2000
2001
2002
2003
2004
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Org/10 000 jiwa Unit/1 000 jiwa Unit/1 000 jiwa
0.78 1.60 0.00
2.99 1.57 0.00
2.86 1.34 ND
2.77 1.30 0.82
3.75 1.27 0.90
Org/10 000 jiwa Unit/1 000 jiwa Unit/1 000 jiwa
2.48 1.58 0.24
3.35 1,56 0.24
3.24 1.39 ND
3.25 1.35 0.40
3.74 1.38 0.41
Org/10 000 jiwa Unit/1 000 jiwa Unit/1 000 jiwa
2.77 1.64 0.18
3.42 1.61 0.20
3.31 1.41 ND
3.25 1.37 0.24
4.20 0.94 0.16
Majalaya a. dokter-paramedis b. fasilitas kesehatan c. tempat tidur Daerah Pelayanan IPLT a. dokter-paramedis b. fasilitas kesehatan c. tempat tidur Kabupaten Bandung a. dokter-paramedis b. fasilitas kesehatan c. tempat tidur
Sumber: BPS, diolah
Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi dokter dan paramedis tidak seimbang dengan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan fasilitas tempat tidur untuk rawat inap di kota Majalaya lebih besar daripada kedua daerah lainnya. Hal itu mengindikasikan bahwa kapasitas fasilitas Rumah Sakit di kota Majalaya melampaui kebutuhan kota Majalaya itu sendiri. 4.4.2
Prasarana dan Sarana Pendidikan Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dikaji dari (i) rasio guru
dan murid, dan (ii) rasio murid dan ruang kelas. Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan di daerah penelitian dirangkum pada Tabel 12. Pelayanan guru relatif merata dan relatif tidak berubah pada lima tahun terakhir yaitu sekitar 100 murid dilayani oleh 4 (empat) guru atau setiap guru melayani 25 (dua puluh lima) murid. Pelayanan ruang kelas bervariasi dalam lima tahun terakhir di ketiga skala kawasan yang dikaji. Utilisasi ruang kelas di kota Majalaya lebih besar daripada di kedua skala kawasan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan ruang kelas di kota Majalaya lebih padat dibandingkan di kedua skala wilayah studi lainnya atau kurang ideal untuk melaksanakan proses pembelajaran.
82 Tabel 12. Keadaan Prasarana dan Sarana Pendidikan (2000-2004) No (1)
1
2
3
Uraian
Satuan
2000
2001
2002
2003
2004
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Rasio Rasio
0.04 48.77
0.04 60.45
0.04 53.76
0.04 42.66
0.03 44.94
Rasio Rasio
0.04 42.79
0.04 44.84
0.04 42.76
0.04 42.24
0.04 43.14
Rasio Rasio
0.04 40.94
0.04 38.55
0.04 38.83
0.04 39.04
0.04 39.76
Majalaya a. Guru/murid b. murid/kelas Daerah Pelayanan IPLT a. Guru/murid b. murid/kelas Kabupaten Bandung a. Guru/murid b. murid/kelas
Sumber : BPS (d iolah)
4.4.3
Prasarana dan Sarana Air Minum & Sanitasi Ketersediaan prasarana dan sarana Air Minum dan Sanitasi dikaji dari (i)
presentase penduduk yang mendapat akses ke PDAM, (ii) proporsi keberadaan tangki septik terhadap jumlah rumah, (iii) proporsi Sarana Pengelolaan Air Limbah (SPAL) terhadap total prasarana sanitasi, dan (iv) presentase cakupan pelayanan jamban keluarga (Jaga). Ketersediaan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi di daerah penelitian, dirangkum pada Tabel 13. Pada tahun 2004, proporsi penduduk kota Majalaya yang mendapat akses pelayanan PDAM adalah sebesar 28.60%. Angka tersebut lebih kecil daripada angka nasional tahun 2002 yang mencapai 39% dari penduduk perkotaan (Kimpraswil- UN Habitat 2003). Namun, pelayanan PDAM kota Majalaya masih lebih tinggi daripada di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Dari cara memperoleh air PDAM, penduduk kota Majalaya yang memperoleh air PDAM secara bersama (komunal) lebih sedikit bila dibandingkan dengan penduduk di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung atau lebih banyak yang memperolehnya secara individu (non komunal). Hal itu mengindikasikan bahwa daya dukung prasarana air PDAM kota Majalaya lebih tinggi daripada daerah lainnya. Berbeda dengan pelayanan PDAM, pelayanan sanitasi kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di skala kabupaten Bandung.
83
Tabel 13. Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi (2000-2004) No
Uraian
Satuan
2000
2001
2002
2003
2004
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
% total Unit/total rumah Unit/total sarana Rasio % total
9.47 ND ND ND 44.00
31.88 ND 0.18 ND 44.00
ND 0.24 0.16 0.44 25.00
30.37 0.30 ND 0.51 40.43
28.60 0.20 0.17 0.12 49.72
% total Unit/total rumah Unit/total sarana Rasio % total
8.53 ND 0.15 ND 46.42
33.44 ND 0.15 ND 46.42
ND 0.29 0.23 0.62 27.78
17.08 0.42 0.24 0.35 43.72
16.23 0.38 0.28 0.19 52.91
% total Unit/total rumah Unit/total sarana Rasio % total
4.15 ND 0.13 ND 51.28
9.32 ND 0.13 ND 51.28
ND 0.48 0.20 0.41 34.39
9.08 0.45 0.26 0.43 51.34
8.89 0.48 0.27 0.20 51.30
1
2
3
Majalaya a. Ledeng b. Tangki Septik c. SPAL d. AM Komunal/Non Komunal e. Jamban Keluarga Daerah Pelayanan IPLT a. Ledeng b. Tangki Septik c. SPAL d. AM Komunal/Non Komunal e. Jamban Keluarga Kabupaten Bandung a. Ledeng b. Tangki Septik c. SPAL d. AM Komunal/Non Komunal e. Jamban Keluarga Sumber : BPS dan Suseda (diolah)
Proporsi penduduk kota Majalaya yang memperoleh akses ke pelayanan sanitasi yang telah diperbaiki (improved) adalah tangki septik 20%, SPAL 17% dan jamban keluarga 49.72%. Sementara itu, di daerah pelayanan IPLT, akses ke tangki septik 38%, SPAL 28% dan jamban keluarga 52.91%. Pada skala kabupaten Bandung, akses ke tangki septik 48%, SPAL 27% dan jamban keluarga 51.3%. Hal itu mengindikasikan bahwa daya dukung prasarana dan sarana sanitasi di kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan rata-rata daerah pelayanan IPLT maupun rata-rata di kabupaten Bandung. Keadaan sanitasi kota Majalaya tersebut berpotensi mencemari sumber air minum penduduk, terutama yang berasal dari sumur gali maupun sumur pipa yang menggunakan pompa tangan maupun pompa listrik. Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air sumur penduduk di 15 (limabelas) lokasi menyimpulkan bahwa 73.33% sumber air penduduk kota Majalaya telah tercemar lumpur tinja. Jumlah bakteri koli di 10 lokasi mencapai 120-2400 bakteri koli (total coliform)/100ml dan jumlah koli tinja berkisar antara
84 2-49 koli tinja (faecal coliform)/100ml. Syarat maksimum yang diperbolehkan untuk air bersih adalah 50 total coliform/100ml atau 0 koli tinja (faecal coli)/100ml (PerMenKes 1990). Hal itu berarti bahwa fasilitas sanitasi kota Majalaya belum terpelihara secara memadai sehingga limbah rumah tangga diperkirakan telah mencemari sumber air penduduk. Penyediaan prasarana dan sarana sanitasi, pada dasarnya terkait dengan banyaknya air limbah rumah tangga yang dibangkitkan. Banyaknya air limbah rumah tangga terkait erat dengan konsumsi air minum rumah tangga Dari hasil analisis data primer terhadap konsumsi air minum menyimpulkan bahwa konsumsi rata-rata air minum kota Majalaya adalah 252.675 liter/orang/hari, sedangkan angka maksimum dan minimumnya adalah 356 liter/orang/hari dan 149.35 liter/orang/hari. Hal itu berarti bahwa volume bangkitan air limbah kota Majalaya pada tahun 2005 adalah 80% x 252.675 liter/orang/hari x (141 469 + 2 980) jiwa = 29 198 920.86 m3 /hari. 4.4.4 Prasarana dan Sarana Perumahan Ketersediaan dan keadaan prasarana dan sarana perumahan dikaji dari banyaknya rumah (i) berdinding tembok, (ii) berlantai keramik, (iii) berfasilitas listrik, dan (iv) berukuran luas lantai > 45 m2 , serta (v) kepadatannya dalam suatu kawasan. Secara umum, rumah penduduk di daerah penelitian relatif baik karena lebih dari 67% berdinding tembok, lebih dari 97% berlantai keramik dan 97% berfasilitas listrik. Namun, dari ketiga aspek tersebut, kota Majalaya masih lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung. Ditinjau dari keberadaan rumah yang memiliki luas lantai > 45 m2 , di kota Majalaya jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun kabupaten Bandung. Namun demikian, kepadatan rumah di kota Majalaya lebih tinggi bila dibandingkan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung. Ditinjau dari angka perubahannya selama 3 (tiga) tahun, rumah tembok di kota Majalaya cenderung bertambah, rumah berlantai keramik cenderung berkurang dan rumah berfasilitas listrik relatif tetap, tetapi rumah dengan luas lantai > 45 m2 cenderung turun.
85 Sementara itu kepadatan rumah cenderung meningkat. Hal itu mengindikasikan bahwa tipe rumah yang dibangun di kota Majalaya adalah rumah tipe lebih kecil dengan ukuran luas < 45 m2 . Ketersediaan dan keadaan prasarana dan sarana perumahan dari tahun 2000-2006 dirangkum pada Tabel 14. Tabel 14. Keadaan Prasarana dan Sarana Rumah (2000-2004) No (1)
1
2
3
Uraian
Satuan
2002
2003
2004
(2)
(3)
(6)
(7)
(8)
unit/total rumah unit/total rumah
0.76 1.00
0.85 0.96
0.81 0.98
unit/total rumah
0.99
0.98
0.99
unit/total rumah unit/ha
0.36 13.45
0.52 13.91
0.34 13.80
unit/total rumah unit/total rumah
0.73 0.99
0.80 0.98
0.73 0.97
unit/total rumah
0.98
0.99
0.99
unit/total rumah unit/ha
0.30 5.15
0.39 5.33
0.46 5.43
unit/total rumah unit/total rumah
0.70 0.94
0.70 0.98
0.67 0.97
unit/total rumah
0.97
0.98
0.99
unit/total rumah unit/ha
0.37 3.38
0.38 3.49
0.41 3.59
Majalaya a. Rumah tembok b. Rumah lantai keramik c. Rumah dengan listrik (PLN+Non PLN) d. Rmh dgn lantai > 45 e. Kepadatan Rumah Daerah Pelayanan IPLT a. Rumah tembok b. Rumah lantai keramik c. Rumah dengan listrik (PLN+Non PLN) d. Rmh dgn lantai > 45 e. Kepadatan Rumah Kabupaten Bandung a. Rumah tembok b. Rumah lantai keramik c. Rumah dengan listrik (PLN+Non PLN) d. Rmh dgn lantai > 45 e. Kepadatan Rumah
Sumber : Suseda, (diolah)
Pada skala daerah pelayanan IPLT, rumah tembok relatif tidak berubah, rumah berlantai keramik cenderung turun, rumah berfasilitas listrik relatif tetap, rumah dengan luas lantai > 45 m2 dan kepadatan rumah cenderung bertambah. Pada skala kabupaten Bandung, rumah tembok cenderung turun tetapi rumah berlantai keramik cenderung bertambah. Rumah berfasilitas listrik dan rumah dengan luas lantai > 45 m2 serta kepadatan rumah cenderung bertambah, Dinamika perubahan fasilitas rumah di ketiga kategori wilayah tersebut mengindikasikan terjadinya pergeseran pembangunan rumah dengan luas lantai > 45 m2 keluar kota Majalaya.
86
4.5
Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi di suatu kawasan kota tertentu memberi
gambaran tentang tingkat kehidupan dan penghidupan penduduk kota setelah menerima dan memanfaatkan prasarana dan sarana kota yang tersedia dan/atau disediakan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah kota yang bersangkutan. Semakin baik tingkat kehidupan dan penghidupan penduduk suatu kota, memberi indikasi tingkat pemanfaatan dan kemanfaatan prasarana dan sarana kota yang bersangkutan. Selain itu, penduduk yang berkehidupan dan penghidupan lebih tinggi akan lebih kuat dalam menghadapi berbagai dampak lingkungan. 4.5.1
Keadaan Kesehatan Masyarakat Keadaan kesehatan masyarakat dikaji dari (i) banyaknya kasus penyakit
diare, dan (ii) kasus penyakit lain selain penyakit diare. Ketersediaan dan keadaan kesehatan masyarakat tahun 2000-2006 dirangkum pada Tabel 15. Tabel 15. Keadaan Kesehatan Masyarakat (2002-2004) No
Uraian
Satuan
2002
2003
2004
(1)
(2)
(3)
(6)
(7)
(8)
Kasus/1 000 penduduk Kasus/1 000 penduduk
10.71 260.71
31.28 456.98
8.05 176.82
Kasus/1 000 penduduk Kasus/1 000 penduduk
28.86 313.28
21.35 344.79
27.06 446.70
Kasus/1 000 penduduk Kasus/1 000 penduduk
8.99 187.21
8.38 212.28
12.99 271.67
1
2
3
Majalaya a. Kasus Diare b. Kasus Penyakit lain Daerah Pelayanan IPLT a. Kasus Diare b. Kasus Penyakit lain Kabupaten. Bandung a. Kasus Diare b. Kasus Penyakit lain Sumber : Suseda, (diolah)
Kasus penyakit diare di kota Majalaya pada tahun 2002 tercatat sebanyak 10.71 kasus per 1 000 penduduk. Tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 31.28 kasus dan menurun kembali pada tahun 2004 menjadi 8.05 kasus per 1 000 penduduk. Kecuali pada tahun 2003, jumlah kasus penyakit diare di kota Majalaya lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT. Pada tahun 2002 dan 2003, jumlah kasus penyakit diare di kota
87 Majalaya lebih tinggi, tetapi pada tahun 2004 lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di kabupaten Bandung. Kecenderungan yang sama terjadi pula pada kasus penyakit lain selain penyakit diare. Pada tahun 2002 di kota Majalaya tercatat sebanyak 260.71 kasus per 1 000 penduduk. Jumlah tersebut meningkat menjadi 456.98 kasus pada tahun 2003 dan menurun menjadi 176.82 pada tahun 2004. kecuali pada tahun 2003, jumlah kasus penyakit di kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT. Pada tahun 2002 dan tahun 2003, kasus penyakit lain di kota Majalaya lebih tinggi, tetapi pada tahun 2004 lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di kabupaten Bandung. Hal itu mengindikasikan bahwa tingkat kesehatan penduduk kota Majalaya lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya. 4.5.2
Pendidikan Masyarakat Keadaan pendidikan penduduk daerah penelitian dikaji dari
aspek
(i) banyaknya penduduk yang memliliki ijazah, (ii) angka partisipasi sekolah, dan (iii) banyaknya penduduk yang melek huruf. Keadaan pendidikan penduduk wilayah penelitian dirangkum pada Tabel 16. Tabel 16. Keadaan Pendidikan Masyarakat (2000-2004) No (1)
1
2
3
Uraian
Satuan
2002
2003
2004
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Orang/total penduduk Orang/total penduduk Rasio*
0.17 0.80 0.79
0.08 0.76 0.53
0.17 0.78 0.73
Orang/total penduduk Orang/total penduduk Rasio*
0.15 0.78 0.65
0.09 0.76 0.64
0.14 0.77 0.82
Orang/total penduduk Orang/total penduduk Rasio*
0.09 0.77 0.54
0.10 0.77 0.58
0.13 0.78 0.75
Majalaya a. Penduduk berijazah (>sma) b. Penduduk melek huruf c. Angka partisipasi sekolah Daerah Pelayanan IPLT a. Penduduk berijazah (>sma) b. Penduduk melek huruf c. Angka partisipasi sekolah Kabupaten Bandung a. Penduduk berijazah (>sma) b. Penduduk melek huruf c. Angka partisipasi sekolah
* rasio murid SD s/d SMA terhadap penduduk usia sekolah > 5 tahun s/d 18 tahun Sumber : BPS dan Suseda, (diolah)
Penduduk kota Majalaya yang memiliki ijazah pendidikan tinggi tercatat sebesar 17% dari total penduduk. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan
88 dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Angka melek huruf di kota Majalaya mencapai 78% dari total penduduk. Demikian pula halnya dengan angka partisipasi sekolah pada tahun 2004 yang mencapai 73% dari jumlah penduduk. Penduduk berijazah perguruan tinggi di kota Majalaya lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun rata-rata di kabupaten Bandung. Namun, banyaknya penduduk yang mampu membaca dan penduduk yang bersekolah di ketiga wilayah penelitian relatif seimbang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum, tingkat pendidikan penduduk kota Majalaya lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan kota lainnya. 4.5.3
Ekonomi Masyarakat Keadaan ekonomi penduduk dikaji dari aspek (i) konsumsi rata-rata per
kapita, (ii) penduduk usaha sendiri, dan (iii) angka partisipasi bekerja. Seperti tertera pada Tabel 4-9 penduduk yang berusaha sendiri (wiraswasta) di kota Majalaya lebih besar daripada kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di seluruh kecamatan di kabupaten Bandung. Penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan di kota Majalaya juga lebih tinggi bila dibandingkan kecamatan lain. Konsumsi atau pengeluaran penduduk kota Majalaya pada tahun 2002 dan tahun 2003 lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Namun, pada tahun 2004 lebih rendah dari kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT maupun di seluruh kecamatan di kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil survey lapangan di 3 (tiga) lokasi kecamatan di daerah pelayanan IPLT yaitu kecamatan Ibun, Rancaekek dan Ciparay, penghasilan rata-rata bulanan per kepala keluarga diperhitungkan sebesar Rp 954 366.66. Sementara itu, berdasarkan data Suseda (Tabel 17) angka konsumsi rata-rata bulanan di daerah pelayanan IPLT adalah Rp 192 124. Dengan demikian, maka rasio pengeluaran (kons umsi) terhadap penghasilan rata-rata bulanan adalah 20.13%. Meskipun angka penghasilan responden kemungkinan jauh lebih kecil daripada keadaan nyata, rasio tersebut menggambarkan adanya peluang masyarakat untuk menabung.
89
Tabel 17. Keadaan Ekonomi Masyarakat (2002-2004) No
Uraian
Satuan
2002
2003
2004
(1)
(2)
(3)
(6)
(7)
(8)
Rp / Kapita Orang/pend bekerja Rasio*
233 238 0.12 0.36
243 115 0.16 0.39
183 506 0.25 0.38
Rp / Kapita Orang/pendd bekerja Rasio
193 040 0.07 0.29
190 897 0.07 0.28
192 124 0.09 0.30
Rp / Kapita Orang/pendd bekerja Rasio
169 453 0.09 0.30
189 395 0.08 0.28
206 497 0.10 0.30
1
2
3
Majalaya a. Konsumsi rata-rata per kapita b. Penduduk Wiraswasta c. Angka Partisipasi Bekerja Daerah Pelayanan IPLT a. Konsumsi rata-rata per kapita b. Penduduk Wiraswasta c. Angka Partisipasi Bekerja Kabupaten Bandung a. Konsumsi rata-rata per kapita b. Penduduk Wiraswasta c. Angka Partisipasi Bekerja
* Buruh/karyawan dan usaha sendiri Sumber : Suseda (diolah)
4.6
Pengelolaan Sanitasi Lingkungan
4.6.1
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Sistem pengelolaan limbah cair domestik di wilayah penelitian terdiri dari
sistem terpusat (off-site) dan sistem setempat (on-site). Sistem terpusat hanya terdapat di kota Soreang sedangkan bagian wilayah lainnya dilayani sistem setempat. Keterangan singkat mengenai kedua sistem tersebut dirangkum pada Tabel 4-10. Sebagaimana dijelaskan pada bab 4.4.3 cakupan fasilitas pengelolaan air limbah di kota Majalaya dan sekitarnya yang telah diperbaiki (improved) atau fasilitas tangki septik yang dilengkapi dengan bidang resapan, masih relatif rendah yaitu sekitar 14.9% dari prasarana dan sarana penge lolaan air limbah domestik yang ada. Oleh karena itu, 85.10% air limbah domestik yang dialirkan ke dalam media lingkungan belum diolah secara memadai. Selain itu, 23.55% penduduk kabupaten Bandung masih membuang kotorannya secara langsung ke media lingkungan hidup dan sisanya sebesar 53.41% membuang kotorannya melalui jamban pribadi sedangkan 23.03% melalui jamban bersama.
90 Sebesar 35.33% dari limbah rumah tangga yang dibangkitkan, diolah terlebih dahulu di dalam tangki septik dan 24% efluent dari tangki septik dialirkan melalui SPAL. Tabel 18. Pengelolaan Air Limbah Domestik di Daerah Penelitian SISTEM SOREANG
SISTEM CIBEET
SISTEM BABAKAN
(1)
(2)
(3)
(4)
PENGUMPULAN (PEWADAHAN)
1. 400 unit Sambungan Rumah (SR) dari 1000 SR yang ditargetkan 2. Air Limbah dialirkan melalui sistem jaringan perpipaan
1. Tangki septik : 35 546 dengan sebaran, Kec.Majalaya, Kec.Paseh, Kec.Ciparay dan Kec.Ibun, 2. Konstruksi tangki septik/ Cubluk 3. Mobil tinja di pool di Soreang, bukan di daerah operasinya
Melalui sistem jaringan pipa yang terletak di jalan Cipatik, di belakang kantor Pemda Kabupaten Bandung
1. Jarak tempuh: 5 – 15 km dari daerah pelayanan 2. Waktu tempuh : + 1 jam 3. Frekuensi :musim kemarau jarang, musim hujan sering 4. Trafik : jalan sempit, menanjak & berkelok 5. Pengelola Swasta & DPU Kebersihan 6. Mobil tangki: DPUK : 4 buah & 6 trailer 7. Mobil swasta
PENGOLAHAN
1. Jenis pengolahan: 2. Septik tank besar 3. Unit aerasi 4. Bak pengering lumpur 5. Kapasitas pengolahan 10,6 l/dt 6. Sudah pernah dioperasikan 7. Saat ini tidak lagi beroperasi dengan benar, limbah dari ujung saluran tidak masuk ke instalasi
1. Disain memadai, kecuali kolam maturasi kurang luas 2. Fasilitas Kolam anaerob, Kolam fakultatif, Kolam maturasi, Bak pengering lumpur 3. Kapasitas: 25 m3/hari 4. Operasi tidak optimal 5. Bangunan tidak terpelihara 6. Tidak ada fasilitas air bersih dan fasilitas listrik 7. Pengelola : DPU Kebersihan Kab.Bandung 8. Retribusi ditarik saat penyedotan
PEMBUANGAN AKHIR
Efluen dari aerasi dibuang ke sumur resapan
ELEMEN SISTEM
TRANSPORTASI
1. 2.
Pembuangan akhir : ke saluran drainase Hasil lumpur kering, untuk pupuk, di lokasi IPLT
Dari Tangki Septik daerah pelayanan Ciparay
Jarak + 11.5 km dari kota Ciparay Jalan sempit, berkelok
1. Fasilitas Imhoff tank, Bak Fakultatif, Bak maturasi, Bak Pengering Lumpur 2. Kapasitas 20 m3/hari 3. Belum pernah difungsikan sama sekali 4. Pompa lumpur tinja dari imhoff tank ke bak fakultatif hilang 5. Sarana penunjang rusak tidak dapat digunakan 6. Pengelola DPU Kebersihan Kabupaten Bandung Dibuatkan bak resapan untuk meresapkan efluen ke tanah
91 Hal itu mengindikasikan bahwa efluent dari tangki septik yang disaring sebelum dialirkan ke dalam tanah adalah sebesar 67.93% dari volume limbah yang diolah di tangki septik. Sistem sanitasi terpusat kota Soreang terdiri dari sistem jaringan perpipaan Air Limbah dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Soreang tersebut dibangun pada tahun 1993 melalui program BUDP II. Sistem sanitasi setempat terdiri dari tangki septik, sarana angkutan lumpur tinja (truk tinja) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Pada tahun 1996 dibangun IPLT Babakan yang berkapasitas 20 m3 /hari melalui bantuan proyek Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 1999 dibangun IPLT Cibeet yang berkapasitas 25 m3 /hari melalui program West Java Urban Development (Sector) Project (WJUDSP). IPLT Cibeet dirancang untuk melayani penduduk di sekitar kota Majalaya sampai dengan tahun 2003. IPLT Cibeet terletak di desa Cibeet Kecamatan Ibun yang berjarak 5 km dari kota Majalaya. Jalan utama ke lokasi IPLT Cibeet merupakan jalan aspal berkelok-kelok dengan tanjakan cukup terjal yang kondisinya relatif baik. Jalan akses ke lokasi IPLT panjangnya sekitar 100 m merupakan jalan aspal dengan tanjakan yang sedang. Lokasi IPLT Cibeet terletak di daerah bukit, dengan luas + 1 ha, di tepi jalan yang menghubungkan kota Majalaya dengan kecamatan Ibun dan kecamatan lainnya di bagian selatan kabupaten Bandung. IPLT Cibeet menggunakan sistem pengolahan biologis dengan aliran gravitasi atau memanfaatkan perbedaan ketinggian yang tersedia. Pada tahap perencanaan awal, IPLT Cibeet dimaksudkan untuk melayani daerah sekitar kota Majalaya yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Majalaya (18 Kelurahan/Desa), kecamatan Paseh (4 Kelurahan/Desa), kecamatan Ciparay (7 Kelurahan/Desa), kecamatan Ibun (2 Kelurahan/Desa) dan daerah lain yang berada pada radius pelayanan + 10 km dari lokasi IPLT. Pada awal tahun 2002 dilakukan serah terima dari pengelola terdahulu yaitu PDAM Cimahi kepada pengelola yang baru yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kebersihan Kabupaten Bandung. Setelah serah terima tersebut, daerah pelayanan IPLT Cibeet diperluas sampai ke wilayah bagian timur Kabupaten Bandung, yang meliputi Kecamatan Cicalengka, Ra ncaekek, Ciparay, dan Bale Endah.
92 Pada awal beroperasinya IPLT Cibeet oleh PDAM Cimahi, mobil tinja yang ditempatkan di cabang dinas di Rancaekek. Setelah dikelola DPU kabupaten Soreang, truk tinja ditempatkan di kantor DPU Kebersihan di Soreang. Hal ini menambah jarak tempuh pengoperasian truk tinja, sehingga menambah biaya pengangkutan. Sementara itu, mobil pengangkut tinja yang dioperasikan pihak swasta tarifnya jauh lebih murah dari tarif yang ditetapkan oleh pihak DPU Kebersihan. Pengusaha penyedot tinja swasta tidak membuang muatannya ke IPLT, sehingga pemanfaatan kapasitas IPLT sebesar 25 m3 /hari tidak pernah tercapai. IPLT Babakan dirancang dengan kapasitas pengolahan sebesar 20 m3 /hari. Bangunan instalasi terdiri dari sebuah Imhoff tank, Kolam Fakultatif, Kolam Maturasi dan dilengkapi dengan unit pengering lumpur. Pada perencanaannya, efluent dari kolam maturasi dibuang langsung ke tanah, dengan membuat bidang resapan di sekitar lokasi outlet kolam maturasi. Tetapi karena penduduk sekitar tidak melihat saluran untuk penampung efluen, mereka berpendapat bahwa efluent yang keluar dari kolam maturasi akan mencemari lingkungan, sehingga terjadi penolakan pada operasi IPLT tersebut. Untuk menegaskan penolakan mereka terhadap IPLT, terjadi perusakan bangunan kantor dan rumah jaga, selain itu terjadi pencurian pompa air, sehingga bangunan IPLT tidak dapat berfungsi sama sekali. 4.6.2
Pengelolaan Lumpur Tinja Pengelolaan lumpur tinja terdiri dari komponen (i) pewadahan lumpur
tinja, (ii) pengangkutan lumpur tinja, (iii) pengolahan lumpur tinja, dan (iv) pembuangan atau pemanfaatan hasil pengolahan lumpur tinja. 4.6.2.1 Pewadahan Lumpur Tinja Lumpur tinja yang berasal dari kotoran ma nusia dikumpulkan di dalam tangki septik (septic tank). Oleh karena itu, banyaknya lumpur tinja yang terkumpul setiap tahunnya bergantung kepada jumlah tangki septik yang ada di wilayah studi. Sampai dengan tahun 2004 jumlah tangki septik di 6 (enam) kecamatan daerah pelayanan IPLT mencapai 38% dari total rumah yang ada atau
93 sekitar 65 739 unit. Sementara itu jumlah tangki septik di kota Majalaya mencapai 20% dari jumlah rumah yang ada atau sekitar 7 094 unit. Sampai dengan tahun 2005, tangki septik sebagian besar telah berusia antara 7 – 12 tahun (Tabel 19). Tabel 19. Umur Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan Tahun Pembangunan Tangki Septik (1)
a. < 3 tahun b. 3 – 6 tahun yg lalu c. 7 – 12 tahun yg lalu d. 13 – 19 tahun yg lalu e. > 20 tahun yg lalu Tidak Menjawab Jumlah
Ibun (%)
Ciparay (%)
Rancaekek (%)
Rata rata (%)
(2)
(3)
(4)
(5)
0.00 20.00 36.00 36.00 0.00 8.00 100.00
8.57 5.71 20.00 60.00 0.00 5.71 100.00
2.86 22.86 54.29 5.71 0.00 14.29 100.00
3.81 16.19 36.76 33.90 0.00 9.34 100.00
Sumber: Hasil Survey 2005
Apabila diasumsikan bahwa setiap 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun dilakukan pengurasan tangki septik dan volume rata rata tangki septik adalah 2.29 m3/unit (Tabel 20), maka pada tahun 2005 volume lumpur tinja kota Majalaya yang harus dikuras diperhitungkan sebesar 7 094 unit x 2.29 m3/unit = 16 245.26 m3. Apabila diasumsikan bahwa waktu kerja per tahun adalah 256 hari, maka volume lumpur tinja yang harus diangkut setiap harinya diperhitungkan sebesar 16 245 m3/tahun : 256 hari = 63.46 m3/hari. Tabel 20. Ukuran Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan Kapasitas Tangki Septik
Ibun (%)
(1)
a. <2 m3 b. 2 m3 – 2,5 m3 c. 2,5 m3 – 3,5 m3 d. 3,5 m3 – 4,5 m3 e. > 5 m3 Tidak Menjawab Jumlah
Ciparay (%)
Rancaekek (%)
Rata rata (%)
Rata-rata volume
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
20.00 24.00 20.00 8.00 0.00 28.00 100.00
14.29 57.14 5.71 0.00 11.42 11.42 100.00
0.00 45.71 5.71 37.14 0.00 11.43 100.00
11.43 42.28 10.47 15.05 3.81 16.95 100.00
0.2286 0.9515 0.3141 0.6020 0.1905 2.287
Sumber : Hasil Survey 2005
4.6.2.2 Pengangkutan Lumpur Tinja Pengangkutan lumpur tinja, pada dasarnya terkait dengan frekuensi penyedotan tangki septik. Sampai dengan tahun 2005 penyedotan tangki septik mencapai 103.58 kali dalam periode 13 tahun atau rata rata 7.96 kali per tahun.
94 Namun, sekitar 11.25% atau sekitar 7 395 unit tangki septik belum pernah disedot (Tabel 21). Hal tersebut berati bahwa jumlah unit tangki septik yang dilayani untuk setiap pengangkutan lumpur tinja adalah (65 739-7 395) : 103.58 = 563.27 unit tangki septik. Sementara itu, rasio jasa penyedotan yang dilakukan pemerintah dengan swasta adalah 21.71 berbanding 42.48 atau penggunaan jasa swasta hampir 2 (dua) kali lebih besar dari pemerintah. Tabel 21. Frekuensi Penyedotan Tangki Septik di 4 (empat) Kecamatan Ibun (%)
Frekuensi Penyedotan (1)
Majalaya (%)
(2)
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. 4 kali e. lebih dari 4 kali f. tidak pernah Tidak Menjawab Jumlah
0.00 12.00 16.00 8.00 0.00 0.00 64.00 100.00
Ciparay (%)
(3)
2.00 2.00 2.00 1.00 0.00 45.00 48.00 100.00
Rancaekek (%)
(4)
Rata rata (%)
(5)
22.86 14.29 20.00 5.71 2.85 0.00 34.29 100.00
8.57 54.28 2.86 2.86 2.86 0.00 28.57 100.00
(6)
8.36 20.64 10.22 4.39 1.43 11.25 43.72 100.00
Sumber: Hasil Survey 2005
Keadaan tersebut memberi indikasi bahwa masyarakat lebih menyukai pelayanan yang dilakukan oleh swasta daripada oleh pemerintah (Tabel 22). Hal tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan tawaran tarif swasta yang lebih murah. Tabel 22. Penggunaan Jasa Truk Tinja di 3(tiga) Kecamatan Jasa Truk Tinja yang digunakan (1)
Kecamatan Ibun (%) (2)
a. milik pemerintah daerah b. milik perusahaan swasta c. lain-lain Tidak Menjawab Jumlah Sumber: Hasil Survey 2005
8.00 36.00 0.00 56.00 100.00
Kecamatan Ciparay (%)
Kecamatan Rancaekek (%)
(3)
48.57 14.29 2.86 34.29 100.00
(4)
Rata-rata (%) (5)
8.57 77.14 8.57 5.71 100.00
21.71 42.48 3.81 32.00 100.00
Ditinjau dari besarnya biaya penyedotan tinja (Tabel 23), tampak bahwa 52.19%
responden menyatakan membayar
tarif
lebih kecil dari
Rp 40 000.- untuk setiap kali penyedotan tinja. Sekitar 9.33% responden menyatakan membayar tarif antara Rp 45 000.- sampai Rp 50 000.- dan 3.24% menyatakan membayar tarif antara Rp 50 000.- sampai Rp 75 000.-. Walaupun demikian, rata-rata kesanggupan membayar retribusi pelayanan pengurasan
95 tangki septik adalah sekitar Rp 20 000.- atau setengah dari tarif yang telah dibayar sebelumnya. Apabila frekuensi pengurasan tangki septik rata rata diasumsikan 2 tahun sekali dan tarif pengurasan tersebut dikonversikan menjadi tarif bulanan, maka untuk tarif sebesar Rp 75 000.- ekivalen dengan Rp 1 562.5/pelanggan/bulan, tarif sebesar Rp 40 000.- ekivalen dengan Rp 833.33/pelanggan/bulan. Tabel 23. Biaya Penyedotan Tinja di 3 (tiga) kecamatan Biaya Penyedotan Tinja (1)
a. < Rp 40.000 b. Rp 45.000 – Rp 50.000 c. Rp 50.000 – Rp 75.000 d. Rp 75.000 – Rp 100.000 e. > Rp 100.000 Tidak Menjawab Jumlah
Kecamatan Ibun (%)
Kecamatan Ciparay (%)
(2)
28.00 8.00 4.00 0.00 0.00 60.00 100.00
(3)
57.14 8.57 2.86 0.00 0.00 31.43 100.00
Kecamatan Rancaekek (%) (4)
71.43 11.43 2.86 0.00 0.00 14.29 100.00
Rata-rata (%)
(5)
52.19 9.33 3.24 0.0 0.0 35.24 100.00
Sumber: Hasil Survey 2005
4.6.2.3 Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Pengolahan lumpur tinja terkait erat dengan frekuensi pengangkutan dan volume lumpur tinja yang disedot. Volume lumpur yang disedot per hari diperkirakan sebesar 17.51 m3 /hari atau 78.17 % dari volume lumpur tinja kota Majalaya dan 27.59 % dari total volume lumpur yang dibangkitkan di daerah pelayanan IPLT. Sementara itu, pengoperasian IPLT Cibeet tidak berlangsung setiap hari, bahkan menganggur. Hal itu mengindikasikan bahwa lumpur tinja yang telah disedot tidak dikirim ke IPLT untuk diolah, melainkan dibuang ke media lingkungan seperti sungai dan lahan kosong.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Keadaan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Uraian pada Bab IV telah menjelaskan keadaan lingkungan daerah
penelitian secara sektoral, tetapi belum dapat memberi gambaran menyeluruh tentang kondisi pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya dan kota kecamatan lainnya yang terletak di daerah pelayanan IPLT maupun kota lain yang terletak di kabupaten Bandung, tetapi di luar daerah pelayanan IPLT. Walaupun demikian, keadaan sanitasi di kota Majalaya dinilai paling buruk bila dibandingkan kota kecamatan lainnya. Pada bab berikut ini akan dibahas keadaan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dengan mengunakan pendekatan komprehensif yang dibangun dari variabel yang terkait. 5.1.1
Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Evaluasi terhadap keadaan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan di
daerah penelitian didasarkan pada hasil perhitungan dan analisis variabel- variabel yang menjelaskan 2 (dua) aspek yang berbeda yaitu (i) ketersediaan prasarana dan sarana kota termasuk proses pemanfaatannya oleh masyarakat, dan (ii) keadaan kehidupan dan penghidupan penduduk yang memanfaatkan prasarana dan sarana kota yang disediakan. Ketersediaan prasarana dan sarana beserta proses pemanfaatannya menjelaskan besarnya masukan (input) investasi dan upaya pemanfaatannya. Keadaan kehidupan dan penghidupan penduduk menjelaskan output (keluaran) dan hasil (outcome) dari investasi dan proses pemanfaatan investasi yang telah dilakukan. Hasil analisis yang menggunakan metoda Analisis Faktor (Tabel 24) menghasilkan jumlah faktor yang berbeda untuk setiap tahun pengamatan. Namun persen kumulatif yang dihasilkan berkisar antara 69.94% (2000) hingga 79.02% (2004). Hal tersebut mengindikasikan bahwa parameter yang membentuk setiap variabel telah merepresentasikan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Nilai bobot faktor dan komunalitas bobot faktor berkisar antara 0.35(0.70) hingga
97 0.92(0.89) mengindikasikan bahwa tingkat pentingnya variabel telah menjelaskan bahwa tingkat variasi dari variabel pelestarian fungsi lingkungan relatif baik. Tabel 24. Hasil Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Lingkungan Kota No
Uraian
2000
2001
2002
2003
2004
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
4 69.94 10 0.81 0.82
4 75.52 10 0.92 0.89
7 75.07 17 0.81 0.81
7 75.73 19 0.77 0.72
7 79.02 19 0.82 0.82
dokpar
dokpar
rtembok
Rtembok
Rtembok
0.37 0.78
0.58 0.68
0.37 0.61
0.35 0.70
0.49 0.75
cemaran
Murkls
rkramik
Aps
Aps
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Faktor (kelompok variabel) Persen Kumulatif Jumlah Variabel Bobot Faktor Maksimum Komunalitas Bobot Faktor Maksimum Nama Variabel dengan Bobot Maksimum Bobot Faktor Minimum Komunalitas Bobot Faktor Minimum Nama Variabel dengan Bobot Minimum
Dari variabel yang memiliki bobot variabel maksimum beserta komunalitasnya, dapat diketahui bahwa ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan lebih menentukan pelestarian fungsi lingkungan tahun 2000-2001, sedangkan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan tahun 2002-2004 lebih ditentukan oleh banyaknya penduduk yang tingga l di rumah layak huni (rumah tembok, berlantai keramik, memiliki fasilitas sanitasi yang memadai). Walaupun demikian, utilisasinya dipengaruhi oleh banyaknya penduduk bersekolah yang memiliki fasilitas pendidikan yang memadai pula. 5.1.2
Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya dan Sekitarnya
5.1.2.1 Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Hasil perhitungan Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan (IKPS) Kota Majalaya dan kota kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung tahun 2000-2004, disajikan pada Gambar 11. Seperti terlihat pada Gambar 11, IKPS Majalaya menurun pada periode tahun 2000-2001 kemudian meningkat tajam pada periode tahun 2001-2003, kemudian menurun kembali secara tajam pada periode tahun 2003-2004. Pola yang sama terjadi pula pada IKPS rata-rata kecamatan di kabupaten Bandung (tanpa kota Majalaya dan kecamatan di daerah pelayanan IPLT) dan IKPS maksimum di kecamatan yang terletak di daerah pelayanan IPLT.
98
120 100
IKPS
rata2 dp iplt 80
rata2 non dp iplt
60
rata2 kab
40
max dp iplt
20
max non dp majalaya
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 11. Dinamika IKPS Kota Majalaya
Untuk mengetahui fungsi dinamika yang diperoleh dari perhitungan indeks pada Gambar 11, digunakan regresi sederhana dan regresi polinomial. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa regresi polinomial memberikan gambaran fungsi yang lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut diketahui dari nilai koefisien determinasi (R2 ) regresi polinomial yang nilainya R2 =1,0 lebih baik daripada regresi sederhana yang menghasilkan nilai R2 < 0,50. Hasil pendugaan parameter Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan (IKPS) dengan menggunakan model polinomial dirangkum pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Model IKPS IKPS
Koefisien Regresi Model Polinomial (R2 =1)
a b c d e Majalaya 0.19 -0.73 -6.05 36.66 -28.01 Rata-rata DP IPLT 0.93 -11.14 45.83 -72.73 39.01 Rata-rata Kabupaten 0.03 -0.59 3.39 -4.20 3.15 Rata-rata total 0.13 -1.76 7.89 -10.90 6.44 Max DP IPLT 3.05 -36.52 150.39 -240.82 128.85 Max Kabupaten -1.5959 11.518 -15.821 2.4232 10.691 Catatan: IKPS=aX4 + bX3 +cX2 + dX + e (a,b,c,d,e = koefisien regresi dan X=tahun)
AJK Koef regresi 46.54 95.06 6.27 15.03 313.94 22.49
Apabila koefisien fungsi- fungsi model IKPS polinomial dikompositkan dengan menggunakan akar jumlah kuadrat, maka didapat gambaran mengenai tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan di masing- masing wilayah
99 yang dapat diperbandingkan. Sebagaimana tertera pada Tabel 25, perkembangan IKPS kota Majalaya selama lima tahun, 4.97% lebih rendah daripada rata-rata daerah pelayanan IPLT, tetapi 31.21% lebih tinggi dari rata-rata kabupaten. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan daya dukung kota Majalaya pada lima tahun yang lalu lebih rendah bila dibandingkan dengan ratarata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih tinggi daripada ratarata kecamatan lain di kabupaten Bandung. 5.1.2.2 Indeks Keadaan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Hasil perhitungan IKPP Kota Majalaya dan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung tahun 2000-2004, disajikan pada Gambar 12. Berbeda dengan dinamika IKPS, IKPP kota Majalaya setiap tahun berubah naik dan turun. Pada periode tahun 2000-2001 meningkat, tetapi pada periode tahun 2001-2002 menurun tajam. Pada periode tahun 2002-2003 meningkat kembali secara tajam dan pada periode 2003-2004 menurun kembali secara tajam pula. Pola IKPP lainnya relatif serupa dengan pola IKPS menurun
IKPP
pada tahun pertama dan meningkat pada tiga tahun berikutnya.
120
majalaya
100
rata2 dp iplt
80
rata2 non dp iplt
60
rata2 kab
40
max dp iplt
20
max non dp
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 12. Dinamika IKPP Kota Majalaya Seperti halnya pada IKPS, untuk mengetahui fungsi dinamika yang diperoleh dari perhitungan indeks pada Gambar 12, digunakan regresi sederhana dan regresi polinomial. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa regresi polinomial juga memberikan gambaran fungsi yang lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut diketahui dari nilai koefisien determinasi (R2 )
100 regresi polinomial yang nilainya R2 = 1.0 lebih baik daripada regresi sederhana yang menghasilkan nilai R2 < 0.50. Hasil pendugaan parameter Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP) dengan menggunakan model polinomial untuk kota Majalaya dan kota-kota kecamatan lainnya dirangkum pada Tabel 26. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Model IKPP IKPP Majalaya Rata-rata DP IPLT Rata-rata Kabupaten Rata-rata total max DP IPLT max Kabupaten
Koefisien Regresi Model Polinomial (R2 =1) a -42.517 7.74 0.3477 0.6234 24.71 11.455
b 452.7 88.086 -4.4559 -8.4713 -278.17 -123.85
c -1516.6 317.77 20.034 38.09 991.77 437.87
d 1644 -343.66 -24.412 -47.218 -1068.5 -471.09
AJK koef regresi 2282.45 476.34 31.89 61.26 1484.35 655.08
Catatan: IKPS=aX4 + bX3 +cX2 + dX + e (a,b,c,d,e = koefisien regresi dan X=tahun)
Sebagaimana tercermin pada Gambar 12, IKPP kota Majalaya sangat dinamis. Oleh karena itu, meskipun, perkembangan IKPS Kota Majalaya 4.97% lebih rendah daripada rata-rata daerah pelayanan IPLT, perkembangan IKPP Kota Majalaya 5.9 kali lebih besar dari kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT. Perkembangan IKPP Kota Majalaya juga lebih besar dari seluruh skenario kecamatan di kabupaten Bandung.
Hal tersebut memberi indikasi bahwa
perkembangan pemanfaatan prasarana dan sarana lingkungan kota Majalaya selama periode 5 (lima) tahun yang lalu sangat efektif bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya. 5.1.2.3 Efektifitas Investasi Prasarana dan Sarana Lingkungan Efektifitas investasi pembangunan prasarana dan sarana lingkungan diukur dengan cara membandingkan hasil (outcome) investasi dengan inputnya. Semakin besar rasio hasil investasi dengan investasi yang dilakukan, maka semakin efektif investasi itu. Sebagaimana yang tertera pada Gambar 13, kecuali pada tahun 2002, investasi prasarana dan sarana lingkungan kota Majalaya lebih efektif bila dibandingkan investasi yang dilakukan di kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung. Walaupun demikian, nilai efektifitas
101 investasi prasarana dan sarana lingkungan kota Majalaya cenderung menurun selama lima tahun terakhir
80,00
% efektivitas
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Gambar 13.
2002
2003
2004
Majalaya
46,47
79,82
64,66
dp IPLT
76,86
68,46
54,18
Kabupaten
40,55
40,83
44,13
Grafik Efektifitas Investasi Pembangunan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya
5.1.2.4 Peringkat Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Dari sebanyak 45 kecamatan kota di kabupaten Bandung, pelestarian lingkungan kota Majalaya selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 selalu menempati peringkat 3 (tiga) besar (Gambar 14). Peringkat kedua didapat oleh kecamatan Rancaekek yang pernah mendapat peringkat pertama pada tahun 2002 dan diikuti berturut-turut oleh kecamatan Ciparay, kecamatan Paseh, Kecamatan Pacet dan Kecamatan Ibun. Kecamatan Ciparay pernah menduduki peringkat kedua pada tahun 2002 ketika kecamatan Rancaekek menduduki peringkat pertama. Kecamatan Paseh pernah menduduki peringkat ketiga pada tahun 2001 ketika kecamatan Kota Majalaya menduduki peringkat kedua. Adanya perubahan peringkat tersebut memberi gambaran terjadinya kompetisi antar wilayah dalam rangka mempertahankan daya dukung dan daya tampung wilayahnya masing- masing.
102
Ciparay
16 15
4 13
4 1 Majalaya
2
1 1
9 4
Rancaekek
5 6
2004
17
2003
21
2002 24
2001
26 Paseh
21
41
2000
28 23 37
31
Ibun
23
37 32 39
Pacet
31
0
10
20
30
44 44
40
50
Gambar 14. Peringkat Pelestarian Lingkungan Kota Majalaya (2000-2004) Upaya mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan tersebut pada dasarnya ditujukan untuk mempertahankan kualitas kehidupan dan penghidupan
penduduk
yang
telah
dicapai
sebelumnya
dan
bilamana
memungkinkan ditingkatkan kualitasnya. 5.1.2.5 Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Prasarana dan sarana lingkungan kota terdiri dari prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi dan ekonomi. Prioritas penyediaan prasarana dan sarana tersebut tidak sama dari tahun ke tahun tergantung kebutuhan masing- masing wilayah. Oleh karena itu, ketersediaan prasarana dan sarana untuk setiap penduduk per tahunnya dapat berbeda dari sektor yang satu dengan sektor lainnya. Sebagaimana yang tertera pada Tabel 27, pada tahun 2002, kontribusi sektor Air minum dan sanitasi (AMSAN) dan sektor pendidikan disemua wilayah paling kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Pada tahun 2003, terdapat peningkatan kontribusi di kedua sektor tersebut, namun pada tahun 2004, kontribusi sektor AMSAN berkurang secara tajam meskipun masih lebih tinggi daripada tahun 2002.
103 Tabel 27. Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (2002-2004)
2004
2003
2002
Tahun
Aspek
Wilayah Majalaya Daerah Pelayanan IPLT Kabupaten. Bandung Majalaya Daerah Pelayanan IPLT Kabupaten. Bandung Majalaya Daerah Pelayanan IPLT Kabupaten. Bandung
IPLH
AMSAN
EKO
KES
DIK
PERUM
0.01 0.81 0.72 38.28 24.30 16.30 0.21 1.28 5.15
57.60 51.74 29.63 23.42 29.34 20.62 6.82 9.99 17.50
3.02 15.61 27.26 23.49 18.65 17.38 35.60 34.16 21.04
3.96 2.52 4.34 0.23 19.23 17.08 0.56 15.38 21.47
35.41 29.32 38.05 14.58 8.48 28.63 56.81 39.18 34.84
44.70 12.30 9.43 75.44 10.60 12.96 64.65 10.25 11.36
Kontribusi sektor ekonomi cukup besar pada tahun 2002 dan 2003. Hal tersebut dapat dipahami karena pembangunan infrastruktur
ekonomi dapat
meningkatkan PDB dan peningkatan PDB tersebut kemudian mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan PDB dan penyerapan tenaga kerja tersebut akhirnya dapat mengurangi kemiskinan (Yudhoyono 2004). Pengurangan
kemiskinan
berarti
meningkatkan
kualitas
kehidupan
dan
penghidupan penduduk. Kombinasi dari kontribusi sektor yang berbeda memberikan hasil indeks pelestarian fungsi lingkungan yang berbeda setiap tahunnya. Namun, kombinasi pada tahun 2003 untuk kota Majalaya memberikan angka indeks tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kombinasi investasi yang tepat dapat memberikan nilai pelestarian fungsi lingkungan yang optimal. 5.1.2.6 Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Pelestarian lingkungan kota merupakan akumulasi dari upaya penyediaan prasarana dan sarana beserta proses pemanfaatannya termasuk perubahan kehidupan dan penghidupan penduduk yang diakibatkan oleh adanya investasi dan proses pemanfaatan investasi yang telah dilakukan. Besarnya pelestarian lingkungan kota tersebut dinyatakan dengan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota (IPFLH) yang merupakan angka komposit dari seluruh variabel yang digunakan untuk mengukur perubahan yang terjadi. Sebelum digunakan untuk prediksi kedepan, dilakukan uji statistik terhadap model IPFLH yang
104 dikembangkan. Hasil uji model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (IPFLH) dirangkum pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil Uji Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan No
Uji Model
R2
(1)
(2)
(3)
1 2 3
Nilai eror* (4)
Model IPFLH Majalaya 0.9977 Model IPFLH Dp-IPLT 0.9805 Model IPFLH Kab Bandung 0.9853 *Diambil dari nilai MAD (Mean Absolute Deviation)
2.2 2.2 1.7
Selanjutnya, dengan menggunakan model IPFLH yang dikembangkan, dilakukan perhitungan dan proyeksi IPFLH kedepan. Hasil perhitungan IPFLH Kota Majalaya dan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung tahun 2000-2004, disajikan pada Gambar 15. 120
Index PLH
100 majalaya
80
rata2 dp iplt rata2 non dp iplt
60
rata2 kab max non dp
40
max dp iplt
20 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 15. Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya Seperti terlihat pada grafik tersebut, pola IPLH kota Majalaya relatif sama dengan pola IKPS yaitu menurun pada periode tahun 2000-2001 kemudian meningkat tajam pada periode tahun 2001-2003, kemudian menurun kembali secara tajam pada periode tahun 2003-2004. Pola yang sama terjadi pula pada IPLH maksimum kabupaten Bandung. Seperti halnya fungsi IPKS dan IKPP, fungsi dinamika IPLH yang diperoleh dari perhitungan indeks pada Gambar 15, juga mendekati regresi polinomial. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat perkembangan IPLH lima tahun yang lalu digunakan pula pendekatan yang sama dengan fungsi- fungsi
105 IPKS dan IKPP yaitu dengan mengkompositkan koefisien regresi polinomial yang diperoleh. Hasil pendugaan koefisien regresi polinomial parameter Indeks Pelestarian Lingkungan Kota (IPLH) dirangkum pada Tabel 29. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Model IPLH IPLH
Koefisien Regresi Model Polinomial
AJK koeff regresi
a b c d e Majalaya -12.3 153.4 -672.1 1205.4 -671.5 1542.5 Rata-rata DP IPLT 1.2 -15.0 63.1 -100.0 51.8 130.0 Rata-rata Kabupaten -0.1 0.9 -1.8 3.8 -1.4 4.5 Rata-rata total -0.2 2.5 -9.5 19.0 -10.4 23.8 Max DP IPLT 3.6 -46.0 199.3 -329.6 176.4 426.1 Max Kabupaten -5.9 62.9 -226.0 341.3 -167.9 446.9 4 3 2 Catatan: IPLH=aX + bX +cX + dX + e (a,b,c,d,e = koefisien regresi dan X=tahun)
Perkembangan pelestarian lingkungan kota Majalaya selama lima tahun yang lalu dan digambarkan dengan nilai komposit dari koefisien regresi model polinomial adalah sebagai berikut: a.
Pertumbuhan pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya selama 5 (lima) tahun yang lalu lebih besar bila dibandingkan dengan kecamatan lain yang terletak di daerah pelayanan IPLT maupun kecamatan lain di kabupaten Bandung.
b.
Pertumbuhan pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya lebih rendah 9.16% dari rata-rata total kecamatan di kabupaten Bandung.
c.
Pertumbuhan pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya lebih rendah dari pertumbuhan maksimum kota kecamatan yang terletak di daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih tinggi daripada pertumbuhan maksimum di kabupaten.
Hal tersebut memberi indikasi bahwa pertumbuhan pelestarian lingkungan kota atau pertumbuhan terhadap upaya-upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan kota Majalaya praktis lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka rata-rata pertumbuhan daerah lainnya di kabupaten Bandung. Walaupun demikian, percepatan pertumbuhan tersebut tidak akan berlangsung terus, melainkan akan mencapai batas pertumbuhan (limit to growth) rata-rata total kecamatan di wilayah kabupaten dan angka pertumbuhan rata-rata daerah pelayanan IPLT.
106 5.1.2.7 Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Perkembangan pelestarian lingkungan kota untuk aspek-aspek (i) kesehatan, (ii) pend idikan, (iii) perumahan, (iv) ekonomi, dan (v) air minum dan sanitasi digambarkan dalam segilima pelestarian lingkungan kota (Gambar 16). Sebagaimana tertera pada gambar tersebut, bentuk segilima (pentagon atau diamond) IPLH tidak simetris (asimetris) dari tahun ke tahun. Hal tersebut mengindikasikan perkembangan yang tidak seimbang diantara aspek-aspek yang memberi kontribusi pada pelestarian lingkungan kota. Kesehatan
2000
Kesehatan
2001
60.00
60.00 40.00
40.00 AM&sanitasi
20.00
20.00
Pendidikan AM&sanitasi
0.00
0.00
Ekonomi
2002
Perumahan
AM&sanitasi
Ekonomi
Pendidikan
Perumahan Kesehatan
2004
Kesehatan
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
AM&sanitasi
Ekonomi
Pendidikan
Perumahan
Majalaya
40.00 20.00
Perumahan
Keterangan:
60.00
AM&sanitasi
Ekonomi
2003
Kesehatan
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Pendidikan
Pendidikan
DP IPLT Kabupaten Bandung
0.00
*Tampilan pada grafik tahun 2000-2001 berupa segi tiga dikarenakan kurangnya data pada tahun tersebut Ekonomi
Perumahan
Gambar 16. Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya Ketidakselarasan pembangunan langkaan data, diperkirakan berpengaruh pada angka indeks yang diperoleh dan mempengaruhi bentuk segilima IPLH tersebut. Namun, secara keseluruhan IPLH kota Majalaya selalu lebih tinggi dari daerah lainnya meskipun perkembangannya sangat dinamis yang menggambarkan adanya urutan prioritas dalam pembangunan prasarana dan sarana serta tingkat pemanfaatannya.
107 5.1.2.8 Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Secara Spasial Gambar 17 berikut ini menyajikan hasil perhitungan Indeks Pelestarian lingkungan kota Majalaya dan kota-kota kecamatan lain di kabupaten Bandung secara spasial tahun 2004.
Gambar 17. Peta Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Kecamatan di Kabupaten Bandung (2001-2004) Hasil pemetaan spasial pada Gambar 17 tersebut menyimpulkan bahwa pelestarian lingkungan di 8 (delapan) dari 45 (empat puluh lima) kota kecamatan di kabupaten Bandung termasuk kategori baik, pelestarian lingkungan kota Majalaya dan kota Rancaekek termasuk kategori lebih baik bila dibandingkan kota kecamatan lainnya di 6 (enam) kecamatan yang berada di dalam daerah pelayanan IPLT (Majalaya, Rancaekek, Ciparay, Ibun, Pacet dan Paseh). Pelestarian lingkungan kota-kota kecamatan lain yang termasuk kategori lebih baik dari kecamatan yang terletak di luar daerah pelayanan IPLT adalah kecamatan Cipongkor, Soreang, Cikancung dan Pangalengan.
108 5.1.2.9 Simulasi Pelestarian Fungsi Lingkungan Berdasarkan hasil analisis faktor, terdapat 5 (lima) variabel yang mempengaruhi tingkat pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Variabel tersebut adalah (i) rasio fasilitas sanitasi setempat terhadap penduduk (TS), (ii) rasio fasilitas pengolahan limbah pasca tangki septik terhadap penduduk (SPAL), (iii) rasio guru terhadap murid (GUMUR), (iv) rasio murid per kelas (MURKEL) dan (v) rasio fasilitas kesehatan terhadap penduduk (FASKES). Simulasi dilakukan dengan meningkatkan nilai variabel-variabel tersebut dan hasilnya diamati terhadap perolehan nilai indeks pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (IPFLH). Hasil simulasi tersebut disajikan pada Gambar 18. Eksisting (2004) Aspek Indeks Watsan 0.21 Ekonomi 6,82 Kesehatan 35,60 Pendidikan 0,56 Perumahan 56,81 IPFLH 64,65
Eksisting (2004) Faktor Nilai TS 0.20 SPAL 0.17 GUMUR 0.03 MURKEL 44.94 FASKES 1.27
Faktor TS SPAL GUMUR MURKEL FASKES
Skenario Pesimis Aspek Indeks Watsan 0.74 Ekonomi 3.63 Kesehatan 56.84 Pendidikan 1.26 Perumahan 37.53 IPFLH 68.64
Pesimis 0.35 0.35 0.04 40.00 1.50
Skenario Moderate Aspek Indeks Watsan 4.64 Ekonomi 2.92 Kesehatan 58.47 Pendidikan 4.46 Perumahan 29.52 IPFLH 82.02
Skenario Kebijakan Moderat Optimis 0.50 0.60 0.50 0.60 0.05 0.06 35.00 30.00 1.75 2.00
Ideal 0.80 0.80 0.06 30.00 2.00
Skenario Optimis Aspek Indeks Watsan 7.77 Ekonomi 2.87 Kesehatan 57.44 Pendidikan 7.99 Perumahan 23.92 IPFLH 88.66
Skenario Ideal Aspek Indeks Watsan 20.05 Ekonomi 2.49 Kesehatan 49.80 Pendidikan 6.93 Perumahan 20.74 IPFLH 95.75
Gambar 18. Skenario Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaanan Tampak pada Gambar 18 tersebut bahwa kombinasi kebijakan peningkatan cakupan pelayanan sanitasi sistem setempat (on-site) yang dikombinasikan dengan peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan dapat memberikan nilai IPLH yang meningkat menuju keadaan yang diinginkan.
109 5.1.3. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya ditinjau dari Tiga Metoda 5.1.3.1
Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Dinamika pengelolaan lingkungan perkotaan yang dinilai dari tingkat
penyediaan prasarana dan sarana lingkungan kota dan digambarkan dengan menggunakan Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota (IKPS) disajikan pada Gambar 19. 120 100 IKPS
80 analisis faktor
60
analisis taxonomi 40
analisis skalogram
20 0 2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 19.
Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya 2000-2004
Seperti terlihat pada grafik tersebut, hasil perhitungan IKPS dari ketiga model tersebut berbeda, tetapi perilaku dinamisnya relatif mirip yaitu ada pertumbuhan (growth) secara eksponensial meskipun kemudian melemah dan berhenti pada tingkat tertentu (analisis faktor dan analisis taxonomi) atau pertumbuhan yang diakhiri dengan gejolak turun naik (analisis skalogram). Menurut Sterman (2000), ditinjau dari sudut pandang sistem dinamik, di dunia nyata ini memang tidak ada yang dapat tumbuh selamanya, karena pada akhirnya ada satu atau lebih kendala yang akan menghentikan pertumbuhan tersebut. Pertumbuhan yang diakhiri dengan gejolak turun naik, mengindikasikan adanya umpan balik negatif yang secara cepat menghalangi pertumbuhan tersebut, ketika daya dukungnya didekati. Namun, seringkali datangnya umpan balik tersebut mengalami keterlambatan yang signifikan. Keterlambatan waktu umpan balik negatif tersebut menimbulkan kemungkinan terjadinya gejolak turun naik di sekitar daya dukung.
110 5.1.3.2 Dinamika Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Dinamika pengelolaan lingkungan yang dinilai dari kemampuan penduduk memanfaatkan prasarana dan sarana perkotaan untuk me ningkatan kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk dan digambarkan dengan menggunakan Indeks Kehidupan dan Penghidupan Penduduk (IKPP) tahun 20002004, disajikan pada Gambar 20. 120 100
IKPP
80 analisis faktor 60
analisis skalogram analisis taxonomi
40 20 0 2002
2003
2004
Tahun
Gambar 20. Dinamika Peningkatan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Kota Majalaya 2002-2004 Seperti tertera pada Gambar 20, meskipun hanya dengan menggunakan data tahun 2002-2004, pola perilaku dinamis yang dihasilkan ketiga model relatif sama yaitu meningkat pada awalnya kemudian menurun setelah melampaui daya dukungnya (growth with overshoot). 5.1.3.3
Dinamika Pengelolaan Lingkungan Perkotaan Dinamika pengelolaan lingkungan yang dinilai dari penggabungan antara
penyediaan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan dan kemampuan penduduk memanfaatkan prasarana dan sarana perkotaan dan digambarkan dengan menggunakan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (IPLH), disajikan pada Gambar 21. Seperti tertera pada Gambar 21, resultante IKPS dengan IKPP yang menggunakan analisis faktor menghasilkan dinamika pelestarian fungsi lingkungan yang berpola perilaku pertumbuhan dengan gejolak turun naik (growth with oscilation), sedangkan kedua model lainnya menghasilkan dinamika
111 pelestarian fungsi lingkungan yang berpola pertumbuhan dan melemah setelah mencapai batas kemampuan lingkungan perkotaan dalam memberikan kehidupan dan
penghidupan
kepada
penduduknya
(pola
sigmoid).
Sebagaimana
dikemukakan oleh Randers and Meadow (1973), Barrow (1991), Sitorus (2004), daya dukung lingkungan dapat dinyatakan sebagai kemampuan maksimum bumi dalam menyediakan makanan bagi manusia dan mahluk lainnya atau jumlah maksimum individu manusia, hewan dan spesies lainnya yang dapat didukung dalam suatu lingkungan tertentu tanpa menurunkan populasi maksimumnya di masa datang. Degradasi sumberdaya tanah sebagai salah satu sumberdaya lingkungan tersebut selain terjadi secara alami, juga diakibatkan oleh kegiatan manusia.
90 80 70 IPLH
60 50
analisis faktor
40
analisis skalogram
30
analisis taxonomi
20 10 0 2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 21 Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya 2002-2004 Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan kota Majalaya, daya dukung atau kemampuan lingkungan perkotaan tersebut dapat berupa kemampuan lahan menampung sejumlah penduduk yang tinggal di atasnya, kemampuan sumber air tanah menyediakan air baku air minum, kemampuan prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan dan sarana ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan
masyarakat,
tanpa
adanya
degradasi
sumberdaya
lingkungan perkotaan (alami maupun buatan) yang pada akhirnya akan menurunkan sebelumnya.
kualitas
kesejahteraan
masksimum
yang
biasa
diperoleh
112 5.1.3.4
Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Efektifitas pelestarian fungsi lingkungan perkotaan diukur dengan cara
membandingkan hasil investasi (output dan outcome) tahun sebelumnya terhadap input dan proses utilisasinya pada tahun berikutnya. Utilisasi tersebut, paling cepat satu tahun setelah hasil investasi dioperasikan. Semakin besar rasio hasil investasi dengan investasi yang dilakukan, maka semakin efektif investasi itu. Hasil analisis efektifitas investasi yang membandingkan IPLH dengan IKPP, dirangkum pada Tabel 30. Tabel 30. Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya Tahun
Analisis Faktor
Analisis Taxonomi
Analisis Skalogram
(1)
(2)
(3)
(4)
2002 2003 2004
112% 421% 253%
105% 148% 130%
70% 89% 75%
Sebagaimana yang tertera pada Tabel 30, pola dinamika efektifitas pemanfaatan hasil investasi prasarana dan sarana lingkungan kota Majalaya yang dihasilkan oleh ketiga metoda relatif sama yaitu meningkat pada tahun 2003, kemudian menurun pada tahun 2004. Pola dinamika tersebut sama dengan pola dinamika IKPP. Efektifitas pemanfaatan hasil investasi prasarana dan sarana lingkungan kota Majalaya lebih besar daripada 100%, bahkan pada tahun 2003, efektifitas pengaruh gandanya (multiplied effect) mencapai diatas 4 (empat) kali, tetapi menurun menjadi 2.53 kali pada tahun 2004. Hasil
perhitungan
dengan
menggunakan
metoda
taxonomi
juga
menunjukkan angka di atas 100%, namun peningkatannya pada tahun 2003 tidak sebesar hasil analisis faktor. Hasil analisis skalogram menghasilkan angka efektifitas dibawah 100%, namun pola perilaku dinamikanya sama yaitu meningkat pada tahun 2003 kemudian menurun pada tahun 2004.
113 5.1.3.5
Peringkat Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perkotaan Kecuali
pada
tahun
2000, dari sebanyak 45 kecamatan kota di
kabupaten Bandung, kinerja pengelolaan lingkungan kota Majalaya yang dikaji dengan menggunakan analisis faktor, selalu menempati peringkat 3 (tiga) besar (Tabel 31). Tabel 31. Peringkat Pengelolaan Lingkungan 6 Kecamatan Kota (2000-2004) Wilayah Pacet Ibun Paseh Rancaekek Majalay a Ciparay
AF 44 37 28 21 9 13
2000 AT 39 31 18 11 4 14
AS 21 24 2 16 17 15
AF 31 23 21 17 1 13
2001 AT 38 40 24 11 9 14
AS 33 25 5 10 8 15
AF 44 31 41 6 1 13
2002 AT 34 25 16 8 10 14
AS 42 23 12 31 1 15
AF 39 37 26 4 2 13
2003 AT 38 25 24 5 12 14
AS 16 29 8 25 1 15
AF 32 23 24 5 1 13
2004 AT 39 31 18 11 4 14
AS 29 15 19 23 1 15
Catatan: AF=Analisis Faktor, AT=Analisis Taxonomi, AS=Analisis Skalogram
Namun, berdasarkan hasil analisis taxonomi, kecuali tahun 2003, kinerja pengelolaan lingkungan kota Majalaya menempati peringkat 10 (sepuluh) besar. Demikian pula hasil analisis skalogram, menghasilkan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan kota Malajaya yang menempati peringkat 20 (duapuluh) besar (2000) dan meningkat ke peringkat 10 (sepuluh) besar (2001), kemudian meningkat ke peringkat pertama pada tahun 2002-2004. Penilaian kinerja berdasarkan kelompok yaitu kelompok ”Baik” bila IPLH > X + STDEV , kelompok ”Sedang” bila X − STDEV
dukung
dan
daya
tampung
wilayahnya
masing- masing.
Upaya
mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan tersebut pada
114 dasarnya ditujukan untuk mempertahankan kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk yang telah dicapai sebelumnya dan bilamana memungkinkan ditingkatkan kualitasnya. 5.2
Keadaan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan Evaluasi terhadap keadaan pengelolaan sanitasi lingkungan kota Majalaya
didasarkan pada hasil analisis kinerja komponen-komponen atau elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut yaitu komponen pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) dan komponen pengelolaan lumpur tinja. Analisis kinerja dilakukan dengan membandingkan kondisi yang ada dengan kriteria dan standar input (masukan) perencanaan maupun standar hasil (outcome) kegiatan operasi dan pemeliharaan yang berlaku. Selanjutnya, angka-angka hasil analisis akan menjadi masukan
penge mbangan model pengelolaan lumpur tinja eksisting
maupun model EkoSanita-IPLT. 5.2.1
Keadaan Pengelolaan Air Limbah Domestik
5.2.1.1 Pewadahan Limbah Cair Rumah Tangga Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengelolaan air limbah kota Majalaya lebih bur uk bila dibandingkan dengan rata-rata kota kecamatan lainnya yang berada di daerah pelayanan IPLT maupun di kota-kota kecamatan lain yang berada di daerah non pelayanan IPLT di kabupaten Bandung. Pewadahan air limbah rumah tangga yang terbangkitkan di kota Majalaya, baik secara individu maupun secara bersama (komunal) mencapai 61.64% dari total yang dibangkitkan. Hal itu berarti bahwa 38.36% penduduk kota Majalaya masih membuang kotorannya secara langsung ke media lingkungan hidup. Dengan angka konsumsi air bersih rata rata sekitar 252.6 l/orang/hari dan jumlah penduduk sebesar 141 469 jiwa, maka volume air limbah yang dibuang langsung ke media lingkungan adalah sebesar 10 966.37 m3 /hari atau 4.0 juta m3 /tahun. Pewadahan air limbah rumah tangga yang terbangkitkan di kota kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT mencapai 67.15% dari total atau 32.85% dibuang secara langsung ke media lingkungan. Dengan asumsi bahwa angka konsumsi air minum sama dengan kota Majalaya dan dengan penduduk
115 sebesar 687 595 jiwa, maka volume air limbah yang dibuang langsung ke media lingkungan adalah sebesar 45 644.8 m3 /hari atau 16.6 juta m3 /tahun Pewadahan air limbah rumah tangga yang terbangkitkan di kota kecamatan lain selain di daerah pelayanan IPLT di kabupaten Bandung mencapai 76.44% dari total atau 25.55% dibuang secara langsung ke media lingkungan. Dengan asumsi bahwa angka kons umsi air minum sama dengan kota Majalaya dan dengan penduduk sebesar 4 145 967 jiwa, maka volume air limbah yang dibuang langsung ke media lingkungan adalah sebesar 214 062.2 m3 /hari atau 78.1 Juta m3 /tahun. Secara keseluruhan, volume air limbah rumah tangga yang terwadahkan adalah 0.8597 juta m3 /hari atau 313.79 juta/tahun (76.07%), sedangkan yang dibuang secara langsung ke media lingkungan adalah
98.7 juta m3 /tahun
(23.93%). Keadaan tersebut telah memenuhi standar pelayanan untuk kategori kawasan perdesaan (50%-70%) tetapi belum memenuhi standar pelayanan untuk kategori daerah perkotaan sebesar 80% (Kimpraswil 2001). 5.2.1.2 Pengangkutan Limbah Cair Rumah Tangga Kecuali bagian air limbah yang dibuang langsung ke media lingkungan hidup (sungai, kolam, sawah, kebun, dll), air limbah kota Majala ya dan sekitarnya yang terwadahkan melalui fasilitas jamban pribadi maupun jamban bersama, dialirkan atau diangkut ke tangki septik kemudian ke bidang resapan atau ke saluran drainase. Idealnya, seluruh air limbah yang tertampung atau terwadahkan di tangk i septik dialirkan ke dalam bidang resapan untuk disaring beban cemarannya sebelum dialirkan kembali ke dalam tanah. Keadaan yang ada menunjukkan bahwa proporsi fasilitas bidang resapan atau sarana pengelolaan air limbah (SPAL) terhadap tangki septik yang ada di kota Majalaya adalah sebesar 41.23%, di kecamatan kota di daerah pelayanan IPLT adalah sebesar 46.7% sedangkan di kecamatan di luar daerah pelayanan IPLT adalah sebesar 39.89%. Pengangkutan atau pengaliran air limbah rumah tangga tersebut pada umumnya menggunakan saluran tertutup yang dibangun di pekarangan masingmasing pemilik tangki septik. Fasilitas pengangkutan air limbah tersebut, pada dasarnya mengikuti fasilitas jamban ma upun tangki septik yang tersedia. Oleh
116 karena itu, berdasarkan standar Kimpraswil, keadaan tersebut juga belum memenuhi standar pelayanan untuk kategori daerah perdesaan maupun daerah perkotaan. 5.2.1.3 Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Pengolahan air limbah rumah tangga kota Majalaya dan sekitarnya dibagi kedalam 3 (tiga) kategori yaitu (i) tidak diolah, (ii) diolah menggunakan tangki septik, dan (iii) diolah menggunakan tangki septik yang dilengkapi dengan bidang resapan. Sementara itu, karakteristik air limbah yang harus diolah, bila ditinjau dari kandungan bahan pencemaran adalah sebagaimana tertera pada Tabel 32. Tabel 32. Kandungan Bahan Pencemaran Air Limbah Rumah Tangga No (1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Parameter (2)
Debit TRS BOD (KOB) COD (KOK) Minyak & Lemak Deterjen NH4 -N NO2 -N NO3 -N Organik-N Total-N PO4 -N Tot-P S Phenol Koli tinja
Satuan
Beban
(3)
(4)
Liter/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Gram/kapita/hari Jumlah/kap/hari
115 38 41 54 1.22 0.189 1.8 0.002 0.01 0.11 1.95 0.17 0.21 1.3 0.001 3×1014
Sumber data : Irianto (1995), diacu dari Laporan Akhir Desember 2003 DLH Kab Bandung
Berdasarkan pada Tabel 32 tersebut, maka kandungan beban cemaran organik yang diukur dengan menggunakan parameter Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah sebesar 41 gram perkapita per hari/115 liter per kapita per hari = 356 mg/l. Angka ini lebih besar dari kisaran KOB sebesar 200-300 mg/l menurut Environmental & Health Protection
117 Guidelines (1998) untuk konsumsi air bersih sebesar 150-300 l/orang/hari (sistem perpipaan) atau sebesar 100-140 l/orang/hari (sistem non perpipaan). Sebagaimana disebutkan pada bab 4.4.3, konsumsi air bersih penduduk kota Majalaya telah mencapai 252.6 l/orang/hari. Oleh karena itu, masih relevan apabila digunakan konsentrasi KOB sebesar 250 mg/liter untuk keperluan analisis beban cemaran yang terbangkitkan dan belum diolah di kota Majalaya dan sekitarnya. Selanjutnya, apabila efisiensi tangki septik dan bidang resapan atau yang sejenis dalam mengolah limbah organik diperhitungkan sebesar 30% dan 95% (EPA 1979), maka sisa beban cemaran yang keluar dari tangki septik adalah sebesar 175 mg/liter sedangkan yang keluar dari bidang resapan adalah sebesar 8.75 mg/liter. Berdasarkan uraian tersebut, maka keadaan pengolahan air limbah domestik kota Majalaya dapat dirangkum pada Gambar 22.
Limbah dibuang tanpa diolah (1000.6897 Ton/Tahun)
Limbah di Badan Air Penerima (1 945.53 Ton/Tahun)
Effluent TS di Saluran Kota (944.8567 Ton/Tahun) Limbah Domestik (2 608.6601 TonTahun)
Limbah diolah di tangki septic (TS) (1 607.9781 Ton/Tahun)
Effluent TS ke Bidang Resapan (613.12 Ton/Tahun)
Cemaran masuk Air tanah (61.31 TON/Tahun)
Gambar 22 Bagan Pengolahan Air Limbah Kota Majalaya Seperti tertera pada Gambar 22, beban cemaran yang terbangkitkan dari kota Majalaya adalah sebesar 2 608.68 ton/tahun. Beban cemaran yang diterima di badan air adalah 1 206.22 ton/tahun dan cemaran yang masuk ke akiver air tanah dangkal adalah 46.42 ton/tahun. Angka ini belum meggambarkan keadaan daya
118 tampung lingkungan air permukaan maupun lingkungan air tanah. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya debit air larian (run off) dan debit air tanah. Semakin besar kedua debit tersebut dan semakin kecil kandungan beban cemaran awal, maka akan semakin tinggi daya tampung lingkungan keairan. 5.2.2
Keadaan Pengelolaan Lumpur Tinja
5.2.2.1 Pewadahan Lumpur Tinja Proses pewadahan lumpur tinja dari setiap rumah yang memiliki Tangki Septik dijelaskan pada Gambar 23. Air Limbah hanya dari Kakus
Tangki Septik
Air Limbah dari Kakus, Kamar Mandi, Tempat Cuci
Sumur Resapan
Tangki Septik
a. Sistem Terpisah Sumur Resapan
b. Sistem Tercampur
Gambar 23 Bagan Proses Pewadahan Lumpur Tinja Setiap individu manusia diperkirakan menghasilkan kotoran tinja sebanyak 100-400 gram setiap hari atau setara dengan 0.1-0.39 liter per hari. Namun, menurut Eawag Sandec, yang terkumpul di tangki septik adalah 4070 l/kap/thn. Di dalam kotoran tinja tersebut terdapat unsur- unsur yang dapat menimbulkan penyakit (bakteri, telur cacing, virus) dan unsur-unsur yang mengandung pupuk (N, P, K). Oleh karena itu, idealnya, kotoran tinja tersebut dialirkan ke dalam tangki septik untuk diolah menjadi lumpur tinja (faecal sludge) yang stabil sehingga semua unsur penyakit yang terdapat didalamnya dapat dimatikan. Selain mengolah lumpur tinja, tangki septik dapat berfungsi pula mengolah fraksi limbah cair yang mengalir bersama sama kotoran tinja sehingga daya cemarnya dapat diturunkan 30% dari beban cemaran yang masuk. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-2398-2000), setiap tangki septik harus memiliki ruang basah dan ruang lumpur tinja serta ruang ambang bebas. Ukuran standar tangki septik sesuai dengan jumlah KK pemakainya, dirangkum pada Tabel 33. Karena tangki septik harus dikosongkan setiap 3 (tiga) tahun sekali, maka berdasarkan standar tersebut, volume lumpur tinja yang terkumpul untuk sistem
119 tercampur dengan pemakai 1 (satu) KK adalah 1.2 + 0.45 = 1.95 m3 . Berdasarkan survey yang dilakukan kepada pemakai, volume tangki septik rata-rata adalah 2.29 m3 /unit atau 1.17 kali standar yang berlaku. Hal itu mengindikasikan bahwa ukuran tangki septik yang dimiliki masyarakat bervariasi. Tabel 33. Ukuran Standar Tangki Septik Berdasarkan Jumlah Pemakai Jumlah Pemakai (KK) (1)
Ruang Basah (m3 ) Sistem A
Sistem B
(2)
(3)
Ruang Lumpur (m3 ) Sistem Sistem A B (4)
(5)
Ruang Bebas (m3 ) Sistem A
Sistem B
(6)
(7)
Volume Total (m3 ) Sistem Sistem A B (8)
(9
1 1.2 0.45 0.40 2.10 2 0.40 2.4 0.90 0.90 0.30 0.60 1.60 3.90 3 0.60 3.6 1.35 1.35 0.50 0.90 2.45 5.80 4 0.80 4.8 1.80 1.80 0.60 1.20 3.20 7.80 5 1.00 6.0 2.60 2.25 0.90 1.40 4.50 9.60 10 2.00 12.0 5.25 4.50 1.50 2.90 8.70 19.40 Catatan: a. 1 KK = 5 Orang b. Sistem A = Sistem Terpisah (Hanya untuk buangan dari kakus) c. Sistem B = Sistem Tercampur (Untuk buangan dari kamar mandi, tempat cuci dan kakus)
Kota Majalaya yang berpenduduk 141 467 jiwa pada tahun 2004, memiliki jumlah rumah sebanyak 35 472 unit. Dari jumlah tersebut, rumah yang memiliki luas lahan terbatas (<90 m2 ) sehingga tidak memungkinkan membangun tangki septik individual, diperkirakan sebanyak 34 %. Jumlah
rumah
yang memiliki tangki septik tercatat sebanyak
8 868 unit (25 %) dan cubluk (cespool) sebanyak 4 434 unit (12.5 %). Sisanya sebanyak 22 170 unit rumah (62.5 %) membuang kotorannya ke sungai, kolam atau sawah. Dari jumlah fasilitas sanitasi eksisting tersebut dan apabila volume setiap unit adalah 2.29 m3 /unit (sistem tercampur), maka volume lumpur tinja yang harus dikuras maksimum sebesar ((8 864 + 4 434) unit x 2.29 m3 per unit x 75% volume tangki septik) : 3 tahun pengurasan : 256 hari kerja per tahun = 29.74 m3 per hari. Apabila diasumsikan bahwa distribusi usia tangki septik sama dengan di kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT, dan apabila penyedotan lumpur tinja dilakukan secara teratur setiap 3 (tiga) tahun sekali, maka jumlah tangki septik di Kota Majalaya yang siap dikuras diperhitungkan sebesar 3.81% x (8 868 + 4 434) = 507 unit.
120 Dengan demikian, maka volume lumpur tinja yang harus diangkut adalah 507 unit x 2.29 m3 /unit : 256 hari kerja/tahun = 4.54 m3 /hari atau merupakan 20.27% dari total volume lumpur tinja yang harus diangkut dari daerah pelayanan IPLT pada tahun 2005. 5.2.2.2 Pengangkutan Lumpur Tinja Proses pengangkutan lumpur tinja dari setiap rumah yang memiliki tangki septik ke lokasi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dijelaskan pada Gambar 24.
10
Worksh op
Garasi
Tangki Septik-5
Tangki Septik-6
Truk Tinja
9
8 Tangki Septik-1
1
7 6
Tangki Septik-3
IPLT
5 Tangki Septik-2
2
Tangki Septik-4
4 3
Gambar 24. Bagan Aliran Pengangkutan Lumpur Tinja dengan 3 Ritasi/hari Jumlah truk tinja yang diperlukan merupakan fungsi dari jumlah jam kerja, jarak tempuh rata-rata dari lokasi tangki septik ke lokasi IPLT dan total waktu untuk persiapan dan pengurasan tangki septik, perjalanan truk tinja dan pengosongannya di IPLT. Waktu persiapan dan pengurasan tangki septik dipengaruhi oleh jenis dan ukuran tangki septik yang dikuras (individual atau komunal) dan akses truk tinja ke lokasi tangki septik. Apabila jalan akses ke lokasi rumah, ukurannya kecil (gang atau lorong) dan lokasi tangki septik diletakkan di halaman belakang rumah, maka waktu persiapan sampai dengan selesainya pengosongan atau pengurasan tangki septik akan lebih lama bila dibandingkan dengan rumah yang berada di tepi jalan dan lokasi tangki septik diletakkan di halaman depan rumah.
121 Lama waktu perjalanan truk tinja dari lokasi tangki septik ke lokasi IPLT dipengaruhi oleh kondisi topografi, ukuran atau kelas jalan, kepadatan lalu lintas pada rute perjalanan truk tinja dan ukuran truk tinja yang digunakan. Tangki septik di kota Majalaya, tersebar pada radius 3-10 km dari lokasi IPLT dan untuk mencapai IPLT tersebut harus melalui 3 (tiga) jenis kelas jalan yaitu jalan kabupaten, jalan kecamatan dan jalan lingkungan. Sementara itu, ukuran truk tinja yang dioperasikan pada uji coba operasional IPLT adalah 3.5 m3 sehingga dapat melayani 2 (dua) tangki septik untuk setiap kali angkut. Kondisi topografi di bagian pusat kota relatif datar, sedangkan jalan keluar kota dan ke lokasi IPLT sepanjang 3 km berbukit. Keadaan lalu lintas di pusat kota relatif padat sedangkan jalan dari perbatasan kota menuju lokasi IPLT relatif lengang. Berdasarkan pengamatan lapangan selama uji coba pengangkutan lumpur tinja ke lokasi IPLT Cibeet Majalaya (Garasi Truk Tinja terletak di Dinas Kebersihan di Kota Soreang), diperoleh hasil sebagai berikut: •
Waktu persiapan rata-rata 15 menit
•
Lama pengurasan/pengosongan tangki septik rata-rata selama 30 menit
•
Lama perjalanan pergi pulang truk tinja sampai radius rata-rata 15 km dapat ditempuh dalam waktu 1 jam dan 30 menit atau kecepatan rata-rata perjalanan adalah 0.17 km/menit atau 10 km/jam.
Berdasarkan data tersebut, maka untuk melayani tangki septik Kota Majalaya dengan jam kerja rata-rata 8 jam/hari ritasinya adalah 4-6 rit/hari. Lumpur tinja yang harus diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan fungsi dari jumlah tangki septik, volume truk tinja yang dioperasikan, frekuensi atau ritasi truk tinja per hari dan kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja dalam satu hari. Selain itu, keteraturan jadwal pengangkutan juga mempengaruhi pasokan lumpur tinja ke IPLT. Semakin terjadwal pengangkutan lumpur tinja ke IPLT, semakin teratur pasokan lumpur tinja ke IPLT. Semakin teratur pasokan lumpur tinja ke IPLT, semakin terjamin kelangsungan operasionalisasi IPLT. Oleh karena itu, kesepakatan pelanggan untuk dilayani secara terjadwal dengan membayar tarif bulanan, dapat menjamin keteraturan pasokan lumpur tinja dan keberlanjutanoperasionalisasi IPLT.
122 Pada tahun 2005, volume lumpur tinja yang harus diangkut dari daerah pelayanan IPLT adalah sebesar 22.4 m3 /hari, tetapi volume lumpur tinja yang terangkut adalah sebesar 17.51 m3 /hari. Hal itu berarti bahwa sebanyak 4.89 m3 /hari atau 1 784.85m3 /tahun lumpur tinja tidak terangkut. Hal itu juga mengindikasikan bahwa efisiensi pengangkutan lumpur tinja eksisting adalah 78.17%. Apabila efisiensi ini bisa lebih ditingkatkan, maka volume lumpur tinja yang dibuang langsung kemedia lingkungan dapat diperkecil sehingga daya tampung lingkungan dapat diperbesar. 5.2.2.3 Pengolahan Lumpur Tinja Komponen komponen sistem dan proses pengolahan lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Cibeet Majalaya, dijelaskan pada Gambar 25. Sebagaimana yang tertera pada Gambar 24, komponen-komponen utama IPLT Cibeet Majalaya terdiri dari (i) kolam anaerobik, (ii) kolam fakultatif, (iii) kolam maturasi, dan (iv) bak pengering lumpur. OUTLET a. Truk Tinja
KOB
:
42,7 mg/l
KOK
:
101,38 mg/l
TSS
:
22 mg/l
c. Kolam Fakultatif d. Kolam Maturasi (pembilas)
KOB:101,65 mg/l KOK:297,24 mg/l
b. Bak An-Aerobik
TSS: 534 mg/l
Aliran Air c. Kolam Fakultatif
INLET KOB
:
365,1 mg/l
KOK
:
1183,93 mg/l
TSS
:
1971,20 mg/l
b. Bak An-Aerobik
KOB: 89,63 mg/l KOK: 211,97 mg/l TSS: 110 mg/l
Sungai
KOB:101,65 mg/l KOK:297,24 mg/l TSS: 534 mg/l
Aliran Air Aliran Lumpur
Pakan Ikan & Unggas
e. Bak Pengering Lumpur
Gambar 25. Bagan Proses Pengolahan Lumpur Tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
123 Sebagaimana tertera pada Tabel 34, Kolam anaerobik memenuhi 3 (tiga) dari 5 (lima) kriteria yang disyaratkan yaitu beban permukaan, rasio panjang dan lebar kolam dan kedalaman kolam. Kolam fakultatif memenuhi 2 (dua) dari 5 (lima) kriteria yang disyaratkan, sedangkan kolam maturasi memenuhi 4 (empat) dari 5 (lima) kriteria yang disyaratkan. Hal tersebut memberi indikasi bahwa hasil pengolahan lumpur tinja tidak akan mencapai hasil yang optimal karena kinerja setiap komponen akan mempengaruhi kinerja komponen lainnya. Sebagaimana tampak pada Gambar 25, truk tinja yang berfungsi membawa baku lumpur tinja dari tangki septik, mengosongkan isinya langsung ke bak pertama yang disebut bak anaerob. Bak anaerobik tersebut, berfungsi memisahkan fraksi padat dengan fraksi cairan lumpur tinja dan sekaligus menurunkan beban cemaran organik. Oleh karena itu, ukuran bak ini harus memenuhi syarat volume maupun luas permukaan. Tabel 34. Kriteria Evaluasi Kesesuaian IPLT Dengan Kriteria Perencanaan No
Uraian
Kolam Anaerobik
Kolam Fakultatif
Kolam Maturasi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
4 7 3.5 3.0 24.5 73.5 365 118.93
2 25 20 1.5 500 750 101.65 217.24
1 20 10 1.5 200 300 89.63 211.97
3724.49
50.83 (100 – 424) 7.26 (40 – 60) 60 (5 – 30) 1.25 (2-4) : 1 1,5 (1.2-1.8)
112.04 (100 – 424) 7.47 (40 – 60) 12 (5 – 20) 2 (2-4) : 1 1,5 (0.8-1.2)
A
Data Fisik 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Unit Panjang kolam (m) Lebar kolam (m) Kedalaman kolam (m) Luas permukaan kolam (m2) Volume kolam (m3) BOD5 atau KOB (mg/l) COD atau KOK (mg/l)
Aspek yang dinilai
B 1
Beban Permukaan (Kg BOD/Ha.hari)
2
Beban BOD Volumetrik (g BOD/m3.hari)
3
Waktu Detensi (hari)
4
Rasio Panjang/Lebar
5
Kedalaman (m)
496.6 (500 – 800) 11.76 (20 -50) 2 (2-4) : 1 3,0 (1.8-2.5)
Catatan: angka pada tanda kurung adalah kriteria perencanaan (Metcalf & Eddy.1974)
Pada kolam anaerob terjadi proses pemisahan partikel padatan dari cairan, secara gravitasi. Penurunan beban cemaran organik yang biasa diukur dari
124 kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) atau KOB (Kebutuhan Oksigen Biologis) pada kolam anaerobik dapat mencapai kisaran 50%–70%. Kolam anaerobik juga menguraikan materi organik yang terkandung dalam lumpur tinja. Setiap kolam anaerob dilengkapi dengan sebuah valve penguras lumpur berdiameter 250 mm, yang akan mengeluarkan endapan lumpur dari kolam anaerob dan mengalirkannya langsung ke bak pengering lumpur. Sedangkan fraksi cairan lumpur tinja dialirkan melalui pipa peluap menuju ke kolam fakultatif, untuk kemudian didalam kolam ini terjadi proses penurunan BOD atau KOB sebesar 70 – 90 %, serta penguraian materi organik yang masih terkandung dalam efluent dari kolam anaerob. Kolam fakultatif berfungsi mengolah fraksi cairan yang telah dipisahkan di bak anaerobik dan masih mengandung cemaran organik serta menangkap sisa lumpur tinja yang belum terendapkan di bak anaerobik. Efluent dari kolam ini dialirkan ke dalam kolam maturasi atau kolam pembilas. Kolam maturasi menerima efluent dari kolam fakultatif melalui pipa bawah tanah. Di dalam kolam ini diharapkan terjadi eliminasi bakteri coli serta bakteri patogen. Efluent dari kolam maturasi yang tela h aman bagi lingkungan, dialirkan ke saluran drainase untuk dibuang ke sungai terdekat. Oleh karena itu, sesuai namanya kolam-kolam pembilas, berfungsi melakukan pembersihan akhir dari air yang telah diolah di kolam fakultatif. Bak pengering lumpur, berfungsi menstabilkan dan mengeringkan lumpur kental yang berasal dari bak anaerobik maupun kolam fakultatif. Setiap bak pengering lumpur dibagi menjadi 4 kompartemen, sehingga terdapat 8 (delapan) buah kompartemen pengering lumpur. Masing- masing kompartemen dilengkapi dengan sebuah penstok untuk memasukkan lumpur dari bak anaerob. Bak pengering lumpur dilengkapi dengan sistem drainase yang dipasang di dasar bak pengering untuk menangkap dan mengalirkan fraksi air yang terpisahkan dari fraksi padatnya. Pipa tersebut berupa pipa PVC yang berlubang- lubang untuk mengalirkan air yang berasal dari dalam lumpur ke kolam maturasi untuk diolah kembali bersama sama efluen dari kolam fakultatif. Dengan bantuan sinar matahari, pada cuaca yang cerah, lumpur akan mengering dalam 15 hari dan kadar kelembaban akan berkurang sebanyak + 60 –
125 70%.
Hasil pengamatan terhadap kinerja operasional IPLT Cibeet terhadap
perubahan kualitas influent dan efluent bak anaerobik, kolam fakultatif dan kolam maturasi (Tabel 35) menyimpulkan bahwa efisiensi penurunan beban cemaran organik di kolam fakultatif dan kolam maturasi sangat rendah (kurang dari 70%). Tabel 35. Evaluasi Kinerja Pengolahan IPLT Cibeet No
Parameter Yang dinilai
Influent
Efluent
Efisiensi (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Bak Anaerob 1 KOB (mg/l) 2 KOK (mg/l) 3 Partikel Tersuspensi (mg/l)
365.1 1183.93 1971.20
101.65 297.24 534
72.16 (>60) 74.89 (>60) 72.91 (50-70)
Kolam Fakultatif 1 KOB (mg/l)
101.65
89.63
11.82 (>70)
2 KOK (mg/l) 3 Partikel Tersuspensi (mg/l)
297.24 534
211.97 110
28.69 (>70) 79.4 (50-80)
Kolam Maturasi 1 KOB (mg/l) 2 KOK (mg/l)
89.63 211.97
42.7 101.38
52.36 (>70) 52.17 (>70)
110
22
80 (20-40)
A
B
C
3 Partikel Tersuspensi (mg/l)
Catatan: angka didalam tanda kurung adalah standar yang berlaku (Metcalf & Eddy.1974)
5.2.3
Pemanfaatan Produk Pengolahan Lumpur Tinja Produk
IPLT adalah lumpur kering dan efluent. Lumpur kering
dapat digunakan sebagai pupuk organik, sedangkan efluent dari kolam fakultatif
yang
mengandung N,P,K
dapat
digunakan
untuk
mengairi
tanaman air. Namun, pada saat dilakukan survey ke lokasi, IPLT Cibeet dalam keadaan tidak beroperasi. 5.2.4
Biaya Operasi & Pemeliharaan Sistem IPLT Perhitungan biaya operasi & pemeliharaan sistem IPLT dilakukan dengan
asumsi dan pendekatan pendekatan berikut ini: a.
Pengoperasian IPLT minimum dilakukan oleh 7 (tujuh) orang dimana 4 (empat) orang sebagai pekerja kasar, 2 (dua) orang sebagai pemelihara
126 lingkungan dan 2 (dua) orang sebagai operator atau pemelihara lingkungan instalasi dan administrator. b.
Pekerja kasar jika bekerja satu hari penuh upahnya diperhitungkan sebesar Rp 80 000 per hari. Namun bila bekerja setengah hari upahnya diperhitungkan sebesar Rp 50 000.
c.
Biaya 2 (dua)
orang
pemelihara
lingkungan
dan
kebersihan
instalasi diperhitungkan sebesar (Rp 20 000 x 2 orang x 14 hari kerja = Rp 560 000 ). d.
Biaya 2 (dua) orang pemelihara lingkungan instalasi atau operator dan pencatatan administrasi diperhitungkan sebesar (Rp 20 000 x 2 orang x 26 hari kerja = Rp 1 040 000).
e.
Dengan demikian total upah untuk pekerja kasar diperhitungkan sebesar Rp 1 600 000 per bulan.
f.
Alokasi biaya
listrik
untuk
penerangan diperhitungkan sebesar
Rp 300 000 per bulan. g.
Kebutuhan satpam untuk shift malam dan siang diperkirakan 2 (dua) orang, yaitu (i) shift malam untuk pengamanan fisik asset instalasi IPLT, dan (ii) shift siang merangkap penerima truk tinja, dengan gaji minimal sebesar Rp 650 000 sehingga biayanya diperhitungkan sebesar (2 orang x Rp 650 000) = Rp 1 300 000.
h.
Selain itu, diperlukan pula 1 (satu) orang penanggung jawab dengan gaji minimal sebesar Rp 1 150 000/bulan.
i.
Biaya operasional untuk 1 unit truk tinja per hari diperhitungkan sebesar Rp 156 000 (frekuensi antara 3 rit untuk radius jarak 10 – 15 Km dan 4 rit untuk radius 5 s/d 10 Km) yang terdiri dari (i) Upah supir 8 jam kerja @ Rp 30 000 per hari, (ii) upah 3 orang kenek 8 jam kerja @ Rp 22 000 per hari = Rp 66 000, (iii) Bahan bakar (BBM)
untuk
pergi sebesar Rp 40 000 ditambah untuk pulang sebesar Rp 20 000 = Rp 60 000 Soreang).
(garasi
mobil truk
tinja di Dinas PU Kebersihan di
127 j.
Alokasi biaya untuk 5 unit truk tinja diperhitungkan sebesar Rp 780 000 per hari dan jika dalam 1 bulan setiap truk dicadangkan beroperasi selama 15 hari kerja , maka total biaya menjadi Rp 11 700 000.
k.
Biaya bahan bakar untuk pengurasan IPLT dialokasikan sebesar Rp 50 000 per bulan, dengan menggunakan motor pesedot berkapasitas 2PK unt uk menghilangkan lumpur dan sampah di kolam anaerob setelah setiap dua kali cairannya dialirkan ke kolam fakultatif. Berdasarkan
dan pemeliharaan
perhitungan sistem
IPLT
tersebut,
maka
diperhitungkan
total sebesar
biaya
operasi
Rp 1 600 000
+ Rp 1 300 000 + Rp. 300 000 + Rp 1 150 000 + Rp 1 700 000 + Rp 50 000 = Rp 16 100 000,- per bulan. Bila diasumsikan bahwa IPLT beroperasi penuh selama 30 (tiga puluh) hari per bulan, maka volume lumpur tinja yang diolah adalah 750 m3 /bulan, sehingga biaya operasi sistem IPLT
per m3 adalah
Rp 11 100 000/750 m3 = Rp 21 467/m3 (dibulatkan menjadi Rp 21 500/m3 ). Penerimaan operasional IPLT bisa bisa diperoleh dari retribusi yang dibayar oleh konsumen dan nilai tambah dari penjualan pupuk organik yang dihasilkan, dengan asumsi dan perhitungan berikut ini. a.
Retribusi yang dibayar konsumen diperhitungkan sebesar Rp 3 500 per kepala keluarga per bulan untuk masyarakat dengan kisaran pendapatan antara Rp 500 000 s/d Rp 750 000 (nilai ini diasumsikan yang paling mungkin berdasarkan pembanding retribusi sampah dimana kemampuan masyarakat membayar tarif retribusi di bawah Rp 5 000/bulan adalah masyarakat dengan kisaran pendapatan Rp 500 000 s/d Rp 750 000/ bulan).
b.
IPLT dengan kapasitas 25 m3 /hari diperhitungkan mampu melayani 8 384 unit pelanggan dengan volume tangki septik rata rata sebesar 2.29 m3 /unit dan masa pengurasan 3 (tiga) tahun.
c.
Dengan jumlah pelanggan sebanyak 8 384 kepala keluarga tersebut, maka potensi penerimaan retribusi diperhitungkan sebesar 8 384 x Rp 3 500 per bulan = Rp 29 344 000/bulan.
d.
Dari lumpur tinja yang sudah kering dihasilkan pupuk organik sebesar 1 (satu) ton per bak pengering per bulan atau total produksi pupuk
128 dari IPLT adalah 8
ton pupuk kering/bulan atau setara dengan
320 karung (1 karung=25 kg). e.
Apabila harga pupuk kering tersebut diperhitungkan 000/karung, maka potensi penerimaan dari
seharga
Rp 10
penjualan pupuk organik
tersebut adalah sebesar 320 karung x Rp 10 000/karung = Rp 3 200 000/bulan. f.
Dengan
demikian,
maka
adalah
(Rp 29 344 000
potensi +
penerimaan
Rp 3 200 000)
–
operasional
IPLT
Rp 16 100 000 =
Rp 16 444 000 per bulan atau Rp 657 760 /m3 lumpur tinja yang diangkut dan diolah. 5.3
Model Ekosanita IPLT Model EkoSanita-IPLT yang dikembangkan, dibagi ke dalam 5 (lima) sub
model yaitu (i) sub model bangkitan dan pewadahan lumpur tinja untuk memperkirakan bangkitan lumpur tinja, (ii) sub model pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja untuk memperkirakan keberlanjutan operasional IPLT dan (iii) sub model kinerja Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) untuk memperkirakan hasil pengolahan lumpur tinja, (iv) sub model daya tampung lingkungan kota (lingkungan keairan), untuk memperkirakan kemampuan lingkungan menerima limbah cair maupun lumpur tinja yang masuk ke dalamnya dan (v) sub model biaya operasional pengelolaan sistem IPLT untuk memperkirakan biaya pengoperasian sistem. Struktur model EkoSanita-IPLT disajikan pada Lampiran-4. 5.3.1
Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja Langkah pertama pemodelan adalah dengan menetapkan seluruh
parameter
yang
berpengaruh
terhadap
bangkitan
lumpur tinja di suatu
kawasan perkotaan dan simulasinya menggunakan level (stock) yang telah ditetapkan tersebut (Li and Simono vic 2001, Simonovic and Lanhai 2003). Simulasi bangkitan lumpur tinja akan menggunakan 5 (lima) level atau tangki yang menggambarkan (i) tampungan limbah rumah tangga di kawasan permukiman perkotaan, (ii) tampungan limbah rumah tangga di semua tangki septik yang ada di kawasan permukiman perkotaan, (iii) tampungan limbah
129 rumah tangga di badan air permukaan, (iv) tampungan efluent tangki septik di saluran drainase, (v) tampungan efluent tangki septik di bidang resapan. Tampungan limbah rumah tangga menggambarkan banyaknya sisa air rumah tangga yang terbuang setelah dipakai mandi, cuci, membersihkan kotoran di WC, menyiram tanaman bunga atau bahkan bekas air cuci mobil. Air rumah tangga tersebut dipengaruhi oleh konsumsi air rumah tangga per kapita,
jumlah
penduduk dan fraksi limbah cair yang terbuang. Tampungan limbah rumah tangga di tangki septik menggambarkan banyaknya limbah rumah tangga yang dialirkan dan ditampung di tangki septik yang terdapat di kawasan permukiman perkotaan. Tampungan limbah rumah tangga di saluran drainase menggambarkan banyaknya limbah yang telah diolah di tangki septik tetapi karena tidak dilengkapi dengan bidang resapan maka hasil olahan tersebut ditampung di sistem drainase kemudian dialirkan kembali ke badan air permukaan. Tampungan limbah rumah tangga di badan air permukaan menggambarkan banyaknya limbah rumah tangga di badan air yang berasal dari limbah rumah tangga kawasan permukiman yang tidak diolah di tangki septik dan hasil olahan tangki septik yang tidak dapat masuk ke tangki bidang resapan. Tampungan limbah rumah tangga di bidang resapan menggambarkan banyaknya hasil olahan tangki septik yang tersimpan sementara di bidang resapan sebelum mengalir masuk ke dalam air tanah setelah disaring secara biologis. Berdasarkan analisis tersebut, maka konsumsi air rumah tangga menjadi faktor penting yang mempengaruhi akumulasi limbah rumah tangga dan lumpur tinja yang dibangkitkan. Aliran limbah rumah tangga ke badan air dan ke tangki septik mengikuti pola umum perubahan konsumsi air rumah tangga pada periode perencanaan yang ditinjau. Cakupan pelayanan pengelolaan limbah rumah tangga menjadi faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tampungan limbah rumah tangga di badan air permukaan. Banyaknya air limbah rumah tangga di badan air memberi gambaran potensi pencemaran air limbah rumah tangga.
130 5.3.2
Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja Pada sub model pengangkutan lumpur tinja, terdapat 5 (lima) level
(tangki) yang menggambarkan (i) volume lumpur tinja yang diangkut dari kawasan permukiman perkotaan, (ii) volume lumpur tinja yang diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, (iii) volume lumpur tinja di media lingkungan hidup, (iv) volume lumpur tinja fraksi padatan di bak pengering lumpur (sludge drying bed), dan (v) volume lumpur tinja fraksi cairan di kolam maturasi. Volume lumpur tinja yang diangkut menggambarkan banyaknya lumpur tinja yang sudah saatnya dikeluarkan dari tangki septik di bagian kawasan permukiman tertentu, kemudian diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja. Volume lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja menggambarkan banyaknya lumpur tinja yang diolah sebelum hasilnya dimanfaatkan kembali oleh pengelolanya. Volume lumpur tinja di media lingkungan menggambarkan banyaknya lumpur tinja di media lingkungan yang belum diolah terlebih dahulu sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Volume lumpur tinja fraksi padatan di bak pengering lumpur menggambarkan banyaknya lumpur kering yang dapat dimanfaatkan
kembali menjadi pupuk kompos. Volume lumpur tinja fraksi
cairan di kolam maturasi menggambarkan banyaknya air hasil olahan IPLT yang siap digunakan sebagai air irigasi dan menghasilkan pakan unggas maupun pakan ikan. Oleh karena itu, banyaknya lumpur tinja yang diangkut menjadi faktor yang mempengaruhi pola operasionalisasi IPLT dan pola peningkatan pencemaran lumpur tinja terhadap lingkungan keairan. Dengan demikian operasionalisasi IPLT tergantung kepada banyaknya lumpur tinja yang diangkut dan diolah di IPLT. 5.3.3
Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Pada sub model pengolahan lumpur tinja, digambarkan sisa beban
cemaran setelah diolah di ketiga unit pengolahan lumpur tinja (bak ana erobik, kolam fakultatif dan kolam maturasi). Selain itu, terdapat pula satu tampungan yang menggambarkan beban cemaran (KOB) maksimum yang masih dapat diterima atau ditampung oleh perairan penerima efluent hasil olahan. Daya tampung badan air penerima hasil olahan IPLT merupakan selisih antara beban
131 cemaran yang diijinkan dengan beban cemaran badan air di hilir IPLT setelah menerima tambahan beban cemaran yang terkandung didalam air hasil olahan IPLT. Apabila nilainya positif atau mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, maka ada indikasi bahwa badan air masih mampu menerima tambahan bahan cemaran dari luar. Apabila selisih beban cemaran yang diijinkan membesar, mengidikasikan bahwa efluent hasil olahan IPLT lebih baik daripada kualitas badan air penerimanya. 5.3.4
Sub Model Daya Tampung lingkungan kota (Lingkungan Keairan) Pada sub model daya tampung lingkungan keairan digambarkan
kemampuan badan air menerima beban cemaran yang masuk atau dimasukkan ke dalammya. Beban cemaran tersebut berasal dari (i) limbah rumah tangga yang dibuang ke perairan, (ii) efluent tangki septik yang dialirkan ke saluran drainase kota, dan (iii) lumpur tinja yang dibuang ke media lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu. Pada sub model ini terdapat 4 (empat)
tampungan yang
menggambarkan banyaknya limbah rumah tangga dari ketiga kategori tersebut dan beban cemaran awal yang secara alami sudah terdapat pada aliran air. Selain itu, terdapat pula satu tampungan yang menggambarkan beban cemaran (KOB) maksimum yang masih dapat diterima atau ditampung oleh perairan penerima air limbah yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Indeks daya tampung lingkungan keairan di bagian hilir kota adalah rasio antara KOB air limbah yang masuk ke perairan dengan KOB maksimum yang diijinkan. 5.3.5
Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT Pada sub model laba/rugi operasional system IPLT, dikaji mengenai
keuntungan (laba) atau kerugian pengelolaan sistem. Pada sub model ini terdapat 2 (satu) stok atau level yang menggambarkan banyaknya keuntungan atau kerugian yang terkait dengan pengoperasian sistem pengelolaan lumpur tinja dan potensi tabungan investasi. Namun, banyaknya keuntungan atau kerugian tersebut dipengaruhi oleh parameter-parameter penerimaan retribusi pelayanan jasa penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja di IPLT, pengeluaran biaya pengangkutan, pengeluaran biaya pengolahan dan penyusutan aset sistem.
132 5.3.6
Uji Model EkoSanita-IPLT Model merupakan penyederhanaan dari sistem atau dari keadaan
sebenarnya sedemikian upaya- upaya
yang
sehingga
dapat digunakan
untuk
merumuskan
dapat dilakukan dalam memecahkan persoalan yang
dihadapi. Persoalan yang ingin dipecahkan adalah bagaimana bentuk atau pola
pelestarian
lingkungan
berbasis
pengelolaan
air limbah rumah
tangga yang sesuai untuk kota kecil dan kota sedang, yang selain dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kota, juga dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Lebih spesifik lagi bagaimana pola operasionalisasi pengelolaan bangkitan lumpur tinja dan pengangkutannya ke IPLT dapat memelihara sumber air baku air minum penduduk dari pencema ran tinja. Model yang dikembangkan, diuji terlebih dahulu untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengankinerja
sistem
nyata
sehingga
memenuhi
syarat
syarat
ilmiah
(Muhammadi dkk, 2001). Uji model selain dilakukan untuk melihat penyimpangan antara output simulasi secara statistik juga dilakukan uji kestabilan kestabilan strukturnya dan konsistensi dimensinya. Uji statistik dilakukan terhadap penyimpangan antara nilai rata rata simulasi terhadap aktual atau absolute means error (AME), penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual atau absolute variation error (AVE) dan saringan Karman atau Karman filter (KF) yaitu untuk melihat kesesuaian antara simulasi terhadap aktual. Hasil uji model tersebut dirangkum pada Tabel 36. Tabel 36 Hasil Uji Variabel Model EkoSanita IPLT No
Uji Model
AME
AVE
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Model Penduduk Majalaya Model Penduduk Dp IPLT Model penduduk Kab Bandung Batas Yang diijinkan
0.0148 0.0020 0.0003 < 0.500
0.238 0.227 0.021 < 0.500
0.394 0.009 0.413 =< 0.500
1 2 3
KF
Perumusan upaya pemecahan persoalan yang dihadapi dilakukan melalui simulasi terhadap model yang dikembangkan. Simulasi pertama dilakukan terhadap sub mode pewadahan lumpur tinja. Tujuannya adalah untuk mempelajari perilaku model dengan menggunakan data eksisting penduduk kota
133 Majalaya maupun penduduk kota kecamatan lain yang berada di dalam daerah pelayanan IPLT. Gambar 26 menjelaskan perilaku (i) model pertumbuhan penduduk, (ii) model bangkitan limbah rumah tangga, (iii) model limbah rumah tangga yang berada di tangki septik dan (iv) model limbah rumah tangga di badan air untuk kota Majalaya. Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga (LRT)
Grafik Perilaku Penduduk 1
1
1
Jumlah Penduduk
100,000
50,000
1
1
1 POP_t 2 Dp_Lyn 3 POP_Lyn
Penduduk Dilayani 3
3
3
3
3
3 02 2,000
2
2
2
2
2
2,002
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Penduduk (Jiwa)
1
2,005
250,000 1
150,000
01 2 2,000
1
2 2
1
2
2 2,002
Tahun
2 2
50,000
2
1
1 V_LRT 2 Q_LRT
1
1
1
2
1
12
100,000
1
1
2,005
Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga ke Tangki Septik (LRT_TS)
1 V_LRT_BA 2 Q_LRT_BA
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
300,000
50,000
2
Tahun
Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga di Badan Air (LRT-BA)
100,000
2
150,000
2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Tahun
200,000
2
40,000 2 30,000
2 2
1
1
1
1 V_LRT_TS 2 Q_LRT_TS
20,000 2 10,0002 1 2,000
1
1 2,002
2,005
Tahun
Gambar 26. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Majalaya Gambar 27 menjelaskan perilaku (i) model bangkitan limbah rumah tangga, (ii) limbah rumah tangga yang yang memasuki badan air dan (iii) model limbah rumah tangga yang dialirkan ke tangki septik berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan data pendukuk di 4 (empat) kecamatan di daerah pelayanan IPLT. Tampak pada Gambar 26 dan Gambar 27 tersebut bahwa perilaku model penduduk kota Majalaya dan kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT relatif sama yaitu tumbuh secara linier dengan pertumbuhan yang relatif kecil. Perilaku
134 bangkitan limbah rumah tangga dan air limbah yang memasuki tangki septik, juga relatif sama dengan slope (kemiringan) yang lebih tajam bila dibandingkan dengan perilaku model penduduk. Perilaku model limbah rumah tangga yang memasuki badan air menunjukkan pertumbuhan yang mendekati eksponensial. Hal itu berarti bahwa kedua simulasi tersebut, menghasilkan pola perilaku model yang sama untuk masing- masing tampungan (level). Namun, perbedaannya terletak pada banyaknya limbah rumah tangga pada masing- masing tampungan (level). Hal itu mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak mempengaruhi
model
masing- masing
parameter,
tetapi
mempengaruhi
banyaknya tampungan (level) yang dihasilkan. Grafik Perilaku Penduduk
2
Jumlah Penduduk
300,000
200,000
Penduduk Dilayani 3
3
3
02 2 2 2 2,000 2,002
2
2
100,000
1 POP_t 2 Dp_Lyn 3 POP_Lyn
3
3
3
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Penduduk (Jiwa)
1
1
1
1
400,0001
Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga (LRT)
1
500,000
2 300,000
1 400,000 2
01 2 2,000
2
1 2,002
Tahun
1
1 V_LRT 2 Q_LRT
1
1
1 2,000
2,002
2,005
2,005
1 V_LRT_BA 2 Q_LRT_BA
Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga ke Tangki Septik (LRT_TS) Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
600,000
2
1
Tahun
1
2 1
2
100,0002
2,005
Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga di Badan Air (LRT-BA)
1 2
2
200,000
Tahun
200,000
1
2 400,000
2 100,000
2 2 2
50,000 2 2 1 2,000
1
1 1 V_LRT_TS 2 Q_LRT_TS
1
1
1 2,002
2,005
Tahun
Gambar 27. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Kecamatan Di Daerah Pelayanan IPLT Uji model selanjutnya dilakukan terhadap sub model pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja. Model pertumbuhan penduduk kota Majalaya dan
135 model penduduk kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT (4 kecamatan) diaplikasikan terhadap model pengangkutan lumpur tinja. Sebagaimana tampak pada Gamar 28, pola perilaku model bangkitan lumpur tinja dengan popa perilaku transportasinya relatif sama yaitu memiliki slope (kemiringan) yang relatif tajam. Sementara itu, pola perilaku model pengolahan lumpur tinja di IPLT berbentuk sigmoid ya itu tumbuh cepat pada tahun tahun pertama, kemudian menurun ketika mendekati batas kapasitasnya yaitu 25 m3/hari. Grafik Perilaku Transportasi Lumpur Tinja (LT_TR)
1 1
30,000 1 20,000
1
1 V_LT 2 Q_LT
1
10,000 12
2
0 2,000
2
2
2
2
2,002
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Grafik Perilaku Bangkitan Lumpur Tinja (LT)
2,005
2 2 10 2 5 2
20 1
1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL
1
2 01 2 2,000
1
2
2
2 2
1 2,002
Tahun
1 V_LT_TR 2 Q_LT_TR
1
1
2,005
Grafik Perilaku Lumpur Tinja di Lingkungan (LT-Lingk) Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
1
5
1
Tahun
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL)
10
2
1
01 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Tahun
15
2
1
2
6 1 3
2
1 LT_Lnk 2 Q_LT_Lnk
2 1
01 2 1 2 1 2 1 2,0002,0012,0022,0032,0042,005
Tahun
Gambar 28. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Majalaya Perilaku model lumpur tinja yang memasuki media lingkungan hidup dipengaruhi oleh kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja yang dibangkitkan dan diangkut oleh armada penangkutnya. Ketika kapasitas IPLT belum terlampaui, maka lumpur tinja yann memasuki media lingkungan hidup relatif
136 sangat kecil, bahkan tidak ada. Namun, ketika kapasitan IPLT mendekati maksimum, maka lumpur tinja yang memasuki media lingkungan cenderung maningkat. Simulasi berikutnya menggunakan data penduduk kota kecamatan yang berada didaerah pelayanan IPLT yaitu 4 (empat) kecamatan. Hasilnya disajikan pada Gambar 29.
Grafik Perilaku Transportasi Lumpur Tinja (LT_TR)
1 1
50,000 1
40,000
1 1
30,000 1 20,000
1 V_LT 2 Q_LT
10,000 2 2 2 2 2 2 0 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Grafik Perilaku Bangkitan Lumpur Tinja (LT)
1 40 30 20 102
1
1
15 1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL
12 2
5 2
2
1
01 2 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Tahun
1 V_LT_TR 2 Q_LT_TR
1
Grafik Perilaku Lumpur Tinja di Lingkungan (LT-Lingk) Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
1
10
2
2
2
Tahun
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL)
20
2 1
12
01 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Tahun
25
1
1 50
2
40 30
2
20
1
10
1 LT_Lnk 2 Q_LT_Lnk
2
1 01 2 12 12 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005
Tahun
Gambar 29. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Kecamatan Di Daerah Pelayanan IPLT Pola perilaku model bangkitan lumpur tinja pada Gambar 29 tersebut relatif sama dengan yang diperoleh sebelumnya. Perbedaannya terletak pada nilai tampungan (level) yang mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Pola perilaku model transportasi lumpur juga relatif sama dengan simulasi sebelumnya. Demikian pula halnya dengan pola perilaku pengola han lumpur tinja di IPLT yang berbentuk sigmoid yaitu pertumbuhan cepat pada awal
137 operasinya, tetapi kemudian menurun ketika mendekapi kapasitas maksimalnya. Konsekuensinya, volume lumpur tinja di lingkungan hidup meningkat tajam ketika IPLT tidak mampu la gi mengolah lumpur yang diangkut. 5.3.7
Simulasi Model EkoSanita-IPLT Model yang dikembangkan akan digunakan untuk merumuskan kebijakan
dan strategi dalam rangka memperbaiki sistem pengelolaan limbah yang ada, tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat membayar tarif jasa penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja. Perumusan kebijakan dilakukan melalui simulasi untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel kebijakan terhadap variabel keputusan. Dari hasil analisis kondisi eksisting dapat diindikasikan bahwa variabelvariabel kebijakan yang dikaji pengaruhnya terhadap variabel keputusan. Hasil indikasi variabel kebijakan dirangkum pada Tabel 37. Tabel 37. Matrik Data untuk Rancangan Simulasi Kebijakan Rancangan Simulasi
No
Variabel Simulasi
Satuan
Keadaan Eksisting
A
B
C
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
D
1 Cakupan Pelayanan (*) % 20 35 50 60 80 2 Efisiensi pengangkutan % 40 60 80 100 100 3 Kapasitas IPLT M3/hari 25 100 100 150 150 4 Konsumsi Air L/or/hr 252.6 227 215 202 200 5 Daerah Pelayanan IPLT Kecamatan 1 4 4 6 6 6 Efisiensi On site % 30 60 75 85 97,5 Catatan: A=Pesimis, B=Moderat, C=Optimis, D=Ideal Cakupan pelayanan ideal untuk daerah perkotaan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah 80% penduduk ( Kimpraswil, 2001)
Berdasarkan variabel kebijakan yang tertera pada Tabel 37 tersebut, rancangan simulasinya adalah sebagai berikut: a.
Peningkatan cakupan pelayanan sanitasi, menggambarkan upaya untuk meningkatkan akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi telah diperbaiki (improved). Peningkatan cakupan pelayanan sanitasi diperhitungkan dari 20% (referensi eksisting), 35% (daerah pelayanan IPLT), 50% (Kabupaten Bandung dan 60% (target nasional dan Global).
b.
Peningkatan
efisiensi
pengangkutan
lumpur tinja,
menggambarkan
perubahan pola pasif atau menunggu pesanan dan tidak terjadwal, menjadi terjadwal sehingga pasokan lumpur tinja ke IPLT dapat dilakukan secara
138 teratur. Penjadwalan tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan lumpur tinja sampai mencapai 100%. Secara rata rata bila pengangkutan lumpur tinja tidak dilakukan secara terjadwal, maka efisiensinya berkisar antara 40% sampai dengan 78%. c.
Peningkatan kapasitas IPLT, mengambarkan upaya untuk memelihara sistem setempat (on-site) sehingga dapat berfungsi optimal mengolah air limbah rumah tangga yang dialirkan kedalamnya.
d.
Peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site), menggambarkan upaya untuk menurunkan beban cemaran yang masuk ke perairan penerimanya.
e.
Perluasan
daerah
pelayanan
IPLT,
menggambarkan
upaya
untuk
mengantisipasi meningkatnya pencemaran yang berasal dari daerah yang belum dilayani IPLT. f.
Pengendalian konsumsi air rumah tangga, menggambarkan upaya untuk mengantisipasi kemungkinan berubahnya pola perilaku masyarakat dalam menggunakan air setelah terjadi perbaikan kualitas air sumur.
g.
Kombinasi
Kebijakan,
menggambarkan
kombinasi
variabel- variabel
simulasi yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan skenario terbaik dan dapat diaplikasikan dilapangan. Perubahan tarif jasa sanitasi yang mencakup jasa penyedotan, pengangkutan dan pengolahan
lumpur
tinja
dikaji
pengaruhnya
terhadap
kelangsungan
operasionalisasi sistem IPLT. Biaya yang harus dibayar pelanggan adalah biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem IPLT. Asumsi tarif yang digunakan adalah Rp 1 500.- per KK per bulan sampai dengan Rp 3 500.- per KK per bulan yang diperhitungkan dari hasil survey kesanggupan membayar. Adapun variabel keputusan yang digunakan sebagai dasar dalam menilai kelayakan pelaksanaan kebijakan adalah sebagai berikut: a.
Banyaknya volume air limbah rumah tangga yang dialirkan ke badan air penerimanya (sungai, rawa, kolam dan media keairan lainnya) dan berpotensi menimbulkan pencemaran baru.
b.
Kemampuan lingkungan keairan untuk menerima cemaran yang masuk kedalamnya dengan memperhatikan batas kemampuan yang ada.
139 c.
Tambahan jumlah penduduk yang memperoleh akses ke fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) yang diambil dari keuntungan operasional sistem IPLT untuk memperbaiki fasilitas yang ada.
Peningkatan teknologi, aspek insentif untuk perkuatan kemampuan kelembagaan daerah dan kelembagaan sosial masyarakat serta peningkatan kemauan masyarakat (willingness) untuk membayar tarif bulanan termasuk membantu memasarkan penggunaan produk IPLT, seperti pupuk dan pakan ikan, menjadi bagian dari kebijakan yang akan dikembangkan. 5.3.7.1 Perbandingan Model Eksisting dengan Model Ideal Model eksisting dibangun berdasarkan data keadaan eksisting pengelolaan sistem IPLT yang dilakukan saat ini, sedangkan model ideal merupakan perbaikan dari keadaan eksisting yang mencakup (i) cakupan pelayanan yang sama dengan yang menjadi target nasional maupun MDG 2015 yaitu 60%, (ii) jumlah fasilitas tangki septik sama besar dengan fasilitas bidang resapan, dan (iii) pengangkutan lumpur tinja dilakukan secara terjadwal. Perbedaan kondisi ideal dengan kondisi eksisting dinilai pengaruhnya terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dalam hal ini adalah (i) volume limbah di badan air, (ii) daya tampung lingkungan keairan penerima air limbah rumah tangga, dan (iii) retribusi pelayanan jasa penyedotan lumpur tinja per pelanggan (Tabel 38). Tabel 38 Perbandingan kinerja Model Eksisting dan Model Ideal (*) No
Unsur yang dinilai
Satuan
Model Eksisting
Model Ideal
Perbedaan
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1
Limbah di Badan Air Daya Tampung lingkungan kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
m3
2 414 409
51 800
-2362609
Berkurang
Kg/hari
-1 518 449
60715
+1457734
Meningkat
Tanpa Satuan
0.58
17.41
+16.83
Meningkat
Rp/bulan
10 035
1 763
-8 322
Menurun
2 3 4
Catatan: (*) Cakupan Pelayanan 80%, Effisiensi pengankutan lumpur tinja 100%, Kapasitas IPLT 150 m3/hari, Daerah pelayanan 6 kota kecamatan, Efisiensi pengolahan sistem setempat (on-site) 97.5% dan Konsumsi air rumah tangga 200 liter/orang/hari
Dengan menggunakan model ideal maka volume limbah di badan air dapat diturunkan sehingga daya tampung lingkungan kota dapat ditngkatkan,
140 sedangkan retribusi per pelanggan dapat diturunkan. Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan sistem dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota atau meningkatkan pelestarian lingkungan kota. 5.3.7.2 Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan Simulasi untuk mengkaji dampak peningkatan cakupan pelayanan atau akses penduduk ke fasilitas sanitasi menggunakan 4 (empat) skenario simulasi yaitu (i) pelayanan tetap 20%, (ii) peningkatan pelayanan dari 20% menjadi 35% (rata-rata daerah pelayanan IPLT), (iii) peningkatan dari 35% menjadi 50% (rata rata kabupaten Bandung), dan (iv) peningkatan dari 50% menjadi 60% (rata rata nasional dan MDG 2015). Hasil simulasi peningkatan cakupan pelayanan disajikan pada Gambar 30. Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
Cemaran 3 279 208
3 01 2 3 4 1 2 3 4 2 4 2 1 -500,000
1 2 3 4
-1,000,000 -1,500,000
20%
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Daya Tampung 13,6
500,000 Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
500,000
3 3 4 1 2 3 4
-500,000
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Daya Tampung 28,8
1 2,000 2,005 2,010 2,015
Tahun
Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
-1,000,000
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Daya Tampung 19,7
1 2,000 2,005 2,010 2,015
Tahun
500,000
Cemaran 142 551
01 2 3 4 1 2 3 4 2 1
50%
1 2 3 4
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
-1,000,000
3 3 4
-500,000
35%
Tahun
500,000
01 2 3 4 1 2 3 4 2 1
1
2,000 2,005 2,010 2,015
Cemaran 210 880
Cemaran 96 999
250,000
01 2 3 41 2 3 4 3 2 4 1
2
-250,000
-500,000 2,000
60%
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Daya Tampung 37,9 2,005
2,010
1 2,015
Tahun
Gambar 30 Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan Tampak pada gambar tersebut bahwa beban cemaran air limbah di badan air cenderung menurun sejalan dengan peningkatan cakupan pelayanan. Penurunan beban cemaran air limbah tersebut juga sejalan dengan peningkatan
141 daya tampung lingkungan kota. Selain itu, sebagaimana tertera pada Tabel 39, retribusi per pelanggan yang diperlukan untuk mengurangi kebutuhan biaya operasional juga menurun sejalan dengan peningkatan cakupan pelayanan. Tabel 39. Hasil Simulasi Peningkatan Cakupan Pelayanan No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1
Limbah di Badan Air Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan kota Retribusi per pelanggan
2 3 4
20% (4)
Cakupan Pelayanan (%) 35% 50% (5)
(6)
60% (7)
m
2 414 409
1 848 718
1 283 066
905 952
Kg/hari
-1 518 496
-1 152 994
- 787 492
-543 824
13.6
19.7
28.8
37.9
10 005
5 764
4 051
3 385
Tanpa satuan Rupiah
5.3.7.3 Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tinja Simulasi untuk mengkaji dampak peningkatan effisiensi pengangkutan lumpur tinja menggunakan 4 (empat) skenario yaitu (i) efisiensi 40%, (ii) efisiensi 60%, (iii) efisiensi 80% dan (iv) efisiensi 100%. Hasil simulasi peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja disajikan pada Tabel 40 dan Gambar 31. Tabel 40. Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi Angkutan Tinja No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5
Limbah di Badan Air Lumpur Tinja di Lingkungan Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
40% (4)
Efisiensi Angkutan Tinja 60% 80% (5)
(6)
100% (7)
m3
1 848 738
1 848 036
1 847 453
1 846 736
M3
219.19
339.43
465.64
583.09
Kg/hari
-1 152 994
-1 157 127
-1 162 305
-1 166 198
24.86
24.95
25.06
25.14
5 746
8 047
9 926
12 324
Tanpa satuan Rupiah
Catatan: *Cakupan Pelayanan pada simulasi ini adalah 35%, dan IPLT belum ditingkatkan kapasitasnya
Sebagaimana tertera pada Tabel 40 dan Gambar 31 tersebut peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja berdampak pada peningkatan retribusi per pelanggan dari Rp 5 746 (efisiensi 40%) menjadi Rp 12 324 (efisiensi 100%) atau peningkatan Rp 109.63 untuk setiap persen peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja. Namun, sebagaimana tertera pada Tabel 40, peningkatan efisiensi
142 pengangkutan lumpur tinja telah bedampak pada peningkatan volume lumpur tinja di lingkungan.
40%
Pelanggan 16 879
2
2 10,000 2 2 5,000
3
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
3 01 3 2,000
3 1 2,005
Retribusi 5 746
1
1
2,010
2,015
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
80%
2 3 2 2 5,000 3 01 3 2,000
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
3
Retribusi 9 926 1
1
1
2,005
2,010
Pelanggan 16 915
2
2 10,000 2
3
2 5,000
01 3 2,000
3 1
3
2,005
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
Retribusi 8 047
1
1
2,010
2,015
Tahun
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
Pelanggan 16 9842
Pelanggan 16 945 2
10,000
15,000
60%
Tahun
15,000
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
15,000
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
2,015
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
15,000 2
3
10,000
100%
Tahun
2
01 3 2,000
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
3
2 5,000 3 1 2,005
Retribusi 1 112 384 2,010
2,015
Tahun
Gambar 31 Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tinja Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur perlu disertasi dengan peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Walaupun demikian, peningkatan lumpur tinja dilingkungan, relatif belum berpengaruh pada volume limbah di badan air, demikian pula terhadap daya tampung lingkungan kota. 5.3.7.4 Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT Simulasi untuk mengkaji dampak peningkatan kapasitas IPLT terdiri dari 4 (empat) skenario yaitu (i) kapasitas tetap sebesar 25 m3/hari, (ii) kapasitas 50 m3/hari, (iii) kapasitas 100 m3/hari dan (iv) kapasitas 150 m3/hari. Sebagaimana tertera pada Tabel 41 peningkatan kapasitas IPLT dari 25 m3/hari menjadi 150 m3/hari berdampak positif pada peningkatan daya tampung lingkungan yaitu sebesar 0.04 skala indeks per peningkatan satu paket IPLT.
143 Tabel 41. Hasil Simulasi Peningkatan Kapasitas IPLT (*) Kapasitas IPLT (m3/hari) 50 100
No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
m3 M3 Kg/hari Tanpa satuan Rupiah
1 846 736 583.09
1 846 377 561.20
1 845 880 511.16
1 845 641 464.56
-1 166 138
-1 162 865
-1 157 391
-1 153 901
24.87
24.94
25.06
25.13
12 234
13 657
16 128
17 956
1 2 3
Limbah di Badan Air Lumpur Tinja di Lingkungan Daya Tampung Lingkungan Kota
4
Indeks Daya Tampung Lngkungan
5
Retribusi per pelanggan
25
150
Catatan: (*) Cakupan pelayanan pada simulasi ini adalah 35% dengan Efisiensi pengangkutan Lumpur tinja sebesar 100%.
Selain itu, sebagaimana tampak pada Gambar 32 peninkatan kapasitas IPLT dapat memperpanjang pelayanan pengolahan lumpur tinja sampai sekitar tahun 2008. Oleh karena itu, sesudah tahun 2008 kapasitas IPLT perlu diperbesar lagi untukmengantisipasi peningkatan jumlah penduduk yang dilayani sejalan dengan perluasan daerah pelayanan.
1
30
1
1
1 x 25 m3/hari 20 1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL
10 2 01
2
2
2
2,000
2,005
2,010
2,015
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL) Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL)
1
50
30 1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL
20 10 2 01
2
2
2
2,000
2,005
2,010
2,015
Tahun
1
100
1
4 x 25 m3/hari 1 1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL 2
01 2,000
2,005
2 2,010
Tahun
2 2,015
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL) Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Grafik Perilaku Lumpur Tinja Diolah (LT-OL)
2
1
2 x 25 m3/hari
40
Tahun
50
1
150
1
1
6 x 25 m3/hari 100
50
1 V_LT_OL 2 Q_LT_OL
1 2
01 2 2,000
2,005
2 2,010
2 2,015
Tahun
Gambar 32 Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT
144 5.3.7.5 Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-site) Simulasi untuk mengkaji dampak peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site) menggunakan 4 (empat) skenario yaitu (i) efisiensi tetap sebesar 30%, (ii) efisiensi 60%, (iii) efisiensi 75% dan (iv) efisiensi 97,5%. Pada simulasi ini, menggunakan cakupan pelayanan 35%, efisiensi pengangkutan lumpur tinja 100% dan kapasitas IPLT sebesar 150 m3/hari. Hasil simulasi peningkatan efisiensi sistem setempat disajikan pada Gambar 33.
100,000
Cemaran
01 2 3 4 1 2
-100,000
3
3 4
1
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
3
121 276
2 24
Daya Tampung -242 409
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
-200,000
Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
Tahun
40,000
3 14 01 2 3 4 2 2,000 2,005
100,000
50,000
1 2 3
Tahun
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Cemaran 30 319
01 2 3 4 1 2 3 4 2 4 4 2,000 2,005 2,010 2,015
90%
1 2 3 4
1
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
4
4 2 2,010
2,015
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota) Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
150,000
2
Tahun
200,000
Daya Tampung1 71 905
3 Daya Tampung 1 26 895
20,000
75%
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
75 797
60,000
1 2,000 2,005 2,010 2,015
60%
3
Cemaran
150,000
Daya Tampung 197 799
1
100,000
50,000
1 2
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_Dtl_IPLT V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Cemaran 7 579 01 2 3 4 1 2 3 4 2 3 4 3 2,000 2,005 2,010 2,015
97.5%
Tahun
Gambar 33 Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-site) Peningkatan efisiensi pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi pengolahan misalnya penambahan multi sekat pada tangki septik atau penambahan unit pengolah baru misalnya lahan basah terkonstruksi atau buatan (constructed wetland) atau bidang resapan yang ditanami tumbuh tumbuhan (vegetated leachfill). Alternatif lainnya adalah memanfaatkan rawa-
145 rawa yang ada, kolam kolam retensi atau lahan basah alami lainnya sebagai instalasi pengolahan limbah alami. Sebagaimana tampak pada Gambar 33, peningkatan efisiensi sistem setempat, berdampak pada penurunan beban cemaran sebesar 3 031.81 kg atau peningkatan daya tampung lingkungan kota sebesar 1.88 skala indeks untuk setiap persem peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site). Tabel 42. Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi On Site (*) Efisiensi Sistem On Site No
Unsur yang dinilai
Satuan 60%
75%
90%
97.50%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
M3
1 845 641
1 845 641
1 845 641
1 845 641
Kg/hari
- 242 409
26 895
71 905
197 799
Tanpa satuan
1.08
1.32
26.02
71.58
1 2 3
Limbah di Badan Air Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota
Catatan: (*) Cakupan pelayanan pada simulasi ini adalah 35% dengan Efisiensi pengangkutan Lumpur tinja sebesar 100%.
5.3.7.6 Dampak Pe rluasan Daerah Pelayanan IPLT Cibeet Majalaya, pada awalnya dirancang untuk melayani 4 (empat) kecamatan yaitu kecamatan Majalaya, kecamatan Ibun, kecamatan Paseh dan kecamatan Ciparay. Oleh karena itu, simulasi perluasan daerah pelayanan dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap kapasitas IPLT dan terhadap lingkungan di sekitarnya (Tabel 43). Tabel 43. Hasil Simulasi Perluasan Daerah Pelayanan (*) No (1)
1 2 3 4 5
Unsur yang dinilai (2)
Limbah di Badan Air Lumpur Tinja di Lingkungan Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
Satuan
Daerah Pelayanan (Jumlah kecamatan) 1 Kota 4 Kota 6 Kota 6 Kota(**)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
M3
1 845 641
5 471 82
8 254 357
5 504 727
M3
464 .50
462.99
497.16
514.74
Kg/hari
197 799
503 419
738. 221
512 625
Tanpa satuan Rupiah
10.13
25.79
37.12
26.26
17 956
5 767
3 827
2 715
Catatan: (*) Pada simulasi ini digunakan cakupan pelayanan 35%, efisiensi pengangkutan Lumpur tinja 100%, kapasitas IPLT 150 m3/hai dan efisiensi on-site 97,5% (**) Digunakan cakupan pelayanan 50%
146 Simulasi untuk mengkaji dampak perluasan daerah pelayanan tersebut, menggunakan 4 (empat) skenario yaitu (i) daerah pelayanan tetap 1 (satu) kecamatan, (ii) daerah pelayanan diperluas menjadi 4 (empat) kecamatan, (iii) daerah pelayanan diperluas menjadi 6 (enam) kecamatan, dan (iv) daerah pelayanan diperluas menjadi 6 (enam) kecamatan dan cakupan pelayanan 50%. Sebagaimana tertera pada Tabel 43 perluasan daerah pelayanan berdampak negatif pada peningkatan volume air limbah di badan air, tetapi berdampak positif pada retribusi per pelanggan. Namun, peningkatan volume air limbah di badan air tersebut tidak menyebabkan penurunan daya tampung lingkungan kota. Hal tersebut disebabkan karena efisiensi pengolahan sistem setempat diasumsikan sebesar 97,5% (angka ideal). Oleh karena itu, daya tampung lingkungan tetap meningkat dari 10.13 menjadi 37.12 skala indeks atau peningkatan sebesar 0.05 skala indeks per 1000 jiwa.
2
15,000 2 10,000
Retribusi: 17 956
3
2
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
2 5,000 3 01 3 2,000
1 2,005
1 2,010
1
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
6 Kec
2
2 2
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
30,0002
Retribusi: 3 827 01 3 2,000
13 2,005
13 2,010
Tahun
30,000
2 2
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
20,0002 10,000
Retribusi: 5 767 3
13 2,005
3 1 2,010
1 2,015
Tahun
4 Kec
Pelanggan: 80 934
2
Pelanggan: 53 290
40,000
2,015
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
60,000
50,000
01 3 2,000
Tahun
1 Kec
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Pelanggan 17 097
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Retribusi (Rp/KK/bln) Vs Pelanggan (KK)
Grafik Perilaku Retribusi Jasa Penyedotan Lumpur Tinja
2
100,000
2 2
6 Kec
1 Q_Ret 2 Plgn 3 Retribusi
50,000 2
Retribusi: 2 715 01 3 2,000
1 2,015
Pelanggan: 115 496
13 2,005
13 2,010
Tahun
Gambar 34 Dampak Perluasan Daerah Pelayanan
1 2,015
147 5.3.7.7 Dampak Pengendalian Konsumsi Air Rumah Tangga Simulasi untuk mengkaji dampak pengendalian konsumsi air minum rumah tangga menggunakan 4 (empat) skenario yaitu (i) konsumsi tetap sebesar 252,6 liter/orang/hari, (ii) konsumsi diturunkan 10%, (iii) konsumsi diturunkan 15%, dan (iv) konsumsi diturunkan 25%. Pada simulasi ini, menggunakan cakupan pelayanan sebesar 35%, efisiensi pengangutan lumpur tinja sebesar 100%, kapasitas IPLT 150 m3/hari, efisiensi sistem setempat sebesar 97,5%, dan daerah pelayanan 6 kecamatan. Hasil simulasi peningkatan efisiensi sistem setempat disajikan pada Gambar 35. Grafik Distribusi Beban Cemaran Air Limbah
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
5,000,000
1
Limbah di Badan Air: 7 448 034
4,000,000 3,000,000 2,000,000
1 2 3 4
1
3 4 43 2 2 1 23 01 2 3 4 Limbah di
1,000,000
2,000
2,005
2,010
V_LRT_BA Q_LRT_BA V_LRT_TS Q_LRT_TS
TS: 1 369 674
6 641 709
4,000,000 1 2 3 4
1 2,000,000 12 34 2 34 01 2 3 4 Limbah
202
2,010
Tahun
V_LRT_BA Q_LRT_BA V_LRT_TS Q_LRT_TS
2
di TS:
854 951
1 2 3 4
1
12 3 4 2 34
V_LRT_BA Q_LRT_BA V_LRT_TS Q_LRT_TS
2
Limbah di TS: 907 997
01 2 3 4
2,005
2,010
2,015
Tahun
Grafik Distribusi Beban Cemaran Air Limbah Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
1
2,005
3,000,000
215
Limbah di Badan Air:
2,000
1 6,000,000
2,000
Grafik Distribusi Beban Cemaran Air Limbah 6,000,000
Limbah di Badan Air: 7 044 871
2,015
Tahun
252
Flow (m3/hari) dan Level (m3)
Grafik Distribusi Beban Cemaran Air Limbah
6,000,000
1 Limbah di Badan Air:
6 238 547
5,000,000 4,000,000 3,000,000
1 2 3 4
1 2,000,000 1,000,000 01 2 3 4 2,000
2,015
189
2 1 23 4 234 Limbah di
2,005
2,010
V_LRT_BA Q_LRT_BA V_LRT_TS Q_LRT_TS
TS: 801 905
2,015
Tahun
Gambar 35 Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Beban Cemaran Air Limbah Tampak pada Gambar 35 tersebut bahwa pengendalian konsumsi air minum telah berdampak pada penurunan volume air limbah di badan air maupun yang memasuki tangki septik. Besarnya penurunan limbah yang masuk badan air
148 tersebut adalah 31 828.61 m3 per penurunan satu liter/orang/hari konsumsi air minum rumah tangga. Sementara itu penurunan air limbah yang masuk ke tangki sepik adalah 9 012.21 m3 per penurunan satu liter/orang/hari konsumsi air minum rumah tangga. Penurunan volume air limbah yang memasuki badan air dan tangki septik, disertai pula dengan penurunan beban cemaran organik yang memasuki media lingkungan. Sebagaimana tertera pada Gambar 36, beban cemaran tersebut adalah sebesar 77.82 Kg per penurunan satu liter/orang/hari konsumsi air minum rumah tangga. Walaupun demikian, penurunan volume limbah di badan air atau penurunan beban cemaran telah menyebabkan penurunan daya tampung lingkungan sebesar 1 618.24 kg atau 0.07 skala indeks per penurunan satu liter/orang/hari konsumsi air minum rumah tangga.
600,000 500,000
Daya Tampung 670 255
1
400,000 300,000 200,000
1
100,000
252
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
2
Dtl_Kota Q_DTL_Kota V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
1 2 3 4
2 Cemaran: 3 01 2 3 4 1 2 3 4 4 3 2,000 2,005 2,010 2,015
30 289.61
Tahun
Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota)
300,000 200,000 1 100,000
2
200,000
Tahun
1
100,000
2
2Cemaran: 3 01 2 3 4 1 2 3 4 4 3 2,000 2,005 2,010 2,015
Dtl_Kota Q_DTL_Kota V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
28 655.39
Tahun
1
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_DTL_Kota V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Cemaran: 27 021.14
2 3 01 2 3 4 1 2 3 4 4 3 2,000 2,005 2,010 2,015
1 2 3 4
300,000
1
Daya Tampung 602 289
400,000
202
400,000
Daya Tampung 636 272
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota) Flow (Kgi) dan Level (kg)
Flow (Kgi) dan Level (kg)
500,000
500,000
215
Grafik Perilaku Daya Tampung Lingkungan Kota (Dtl-Kota) 600,000
1
600,000
500,000
Daya Tampung 568 306
400,000 300,000 200,000 1 100,000
189
2
1 2 3 4
Dtl_Kota Q_DTL_Kota V_KOB_Kota Q_KOB_Kota
Cemaran: 25 386.89
2 3 01 2 3 41 2 3 44 3 2,000 2,005 2,010 2,015
Tahun
Gambar 36 Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Daya Tampung Lingkungan
149 Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbaikan kualitas limbah yang memasuki badan air telah berdampak positif pada perbaikan kualitas air di badan air. Oleh karena itu, pengurangan volume air limbah yang telah diperbaiki kualitasnya berpengaruh pada penurunan daya tampung lingkungan keairan. Selain itu, sebagaimana tertera pada Tabel 44, pengendalian konsumsi air rumah tangga juga berdampak pada penurunan biaya operasional yang dinyatakan dalam retribusi per pelanggan sebesar Rp 0.47 per penurunan satu liter/orang/hari konsumsi air minum rumah tangga. Tabel 44 Hasil Simulasi Pengendalian Konsumsi Air Minum (*) No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5
Limbah di Badan Air Lumpur Tinja di Lingkungan Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
Konsumsi Air Minum (L/Org/Hari) 227
215
202
189
M3
7 448 034
7 044 871
6 641 709
6 238 547
M3
493.06
491.01
488.96
486.81
Kg/hari
670 255
636 272
602 289
568 306
27.06
25.69
24.31
22.94
3 815
3 809
3 803
3 797
Tanpa Satuan Rupiah
(4)
(5)
(6)
(7)
Catatan: *Pada simulasi ini digunakan cakupan pelayanan 35%, efisiensi pengangutan Lumpur tinja sebesar 100%, kapasitas IPLT 150 m3/hari, efisiensi system setempat 97,5% dan daerah pelayanan IPLT 6 kecamatan.
5.3.7.8 Dampak Kombinasi Kebijakan Perbaikan Kinerja Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga Pada skenario kombinasi ini, empat nilai variabelnya diasumsikan berbeda untuk setiap skenario yaitu variabel cakupan pelayanan adalah 35% (pesimis), 50% (moderat), 60% (optimis) dan ideal (80%). Variabel efisiensi pengangkutan adalah 40% (pesimis), 60% (moderat), 80% (optimis) dan 100% (ideal). Variabel jumlah daerah pelayanan adalah 4 (empat) kecamatan (pesimis dan moderat) dan 6 (enam) kecamatan (optimis dan ideal). Variabel efisiensi pengolahan sistem setempat (on-site) adalah 60% (pesimis), 75% (moderat), 90% (optimis) dan 97.5% (ideal). Skenario kombinasi ini juga mempertimbangkan aspek pengendalian konsumsi air rumah tangga sebesar 10% (skenario pesimis), 15% (skenario moderat), 20% (skenario optimis) dan 25% (skenario ideal). Nilai variabel diasumsikan berbeda untuk setiap skenario.
150 Gambar 37 berikut ini adalah hasil simulasi kombinasi kebijakan (mixed policy) untuk skenario pesimis, moderat, optimis dan ideal.
01 2
12
1 2
-100,000
Indeks DTL-Kota = 0.58
-200,000
2
-300,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-400,000 -500,000
Grafik Perilaku Skenario Moderat Daya Tampung Lingkungan Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Grafik Perilaku Skenario Pesimis Daya Tampung Lingkungan
-600,000
1 2,000 2,005 2,010 2,015
60,000 1
30,000
01 2
2,000
1
Indeks DTL-Kota = 64.67
150,000 1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
1 50,000 01 2
12
2,000
2,005
2 2,010
Tahun
2
2,015
2,005
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
2
2,010
2 2,015
Grafik Perilaku Skenario Ideal Daya Tampung Lingkungan Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Grafik Perilaku Skenario Optimis Daya Tampung Lingkungan
100,000
12
Tahun
Tahun
200,000
1
Indeks DTL-Kota = 1.43
1
60,000
Indeks DTL-Kota = 17.41
50,000 40,000 30,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
20,000 10,000 01 2 2,000
12
2
2 1 2,005
2,010
2,015
Tahun
Gambar 37 Dampak Kombinasi Kebijakan pesimis, moderat, optimis dan ideal pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan Simulasi tersebut menghasilkan daya tampung lingkungan yang positif untuk skenario moderat, optimis dan ideal. Namun, daya tampung lingkungan kota yang dihasilkan dari skenario ideal (17.41 skala indeks) nilainya lebih kecil dari pada daya tampung lingkungan kota yang dihasilkan dari skenario optimis (64.67 skala indeks). Hal itu mengindikasikan bahwa keadaan optimum terjadi diantara skenario kebijakan moderat dan skenario optimis. Peningkatan cakupan pelayanan sebesar 50% yang dikombinasikan dengan peningkatan efisiensi pengolahan sistem setempat (on-site) dan peningkatan pelayanan pengelolaan lumpur tinja, telah mampu memperbaiki kualitas air limbah yang masuk ke badan air penerimanya. Selain itu, angka positif pada daya tampung lingkungan,
151 mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan keairan di hilir kota telah memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Kajian dampak Skenario simulasi kombinasi berikutnya dilakukan terhadap salah satu dari variabel kebijakan yaitu perubahan tarif dasar dan perumahan efisiensi pengolaha n sistem setempat (on-site). Kajian pertama adalah membedakan tarif dasar yaitu Rp 3 500.- (optimal-1), Rp 3 000.- (optimal-2), Rp 2 500.- (optimal-3) dan Rp 2 500.- (optimal-4). Kajian kedua membedakan efisiensi sistem setempat (on-site) yaitu 60% (optimal-5), 65% (optimal-6), 70% (optimal-7) dan 75% (optimal-8). Pada skenario tersebut, kelima variabel kebijakan lainnya diasumsikan sama yaitu cakupan pelayanan 50%, efisiensi pengangkutan lumpur tinja 100%, daerah pelayanan 6 (enam) kota kecamatan, efisiens i sistem setempat 60% dan konsumsi air rumah tangga 252.6 liter/orang/hari. Hasil kajian dampak perubahan tarif dasar disajikan pada Gambar 38. Grafik Daya Tampung Optimal-2 (P-50,OS-60,TR-3000)
01 2 -100,000
12
1 2
Indeks DTL-Kota = 25.92
-200,000 2
-300,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-400,000 -500,000 -600,000 2,000
2,005 2,010
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Grafik Daya Tampung Optimal-1 (P-50,OS-60,TR-3500)
01 2 -100,000 -200,000
1 2
Indeks DTL-Kota = 24.78
-200,000 -300,000
2
-400,000 -500,000 -600,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-500,000
2,005 2,010
1 2,015
Grafik Daya Tampung Optimal-4 (P-50,OS-60,TR-2000)
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
-100,000
2
Tahun
Grafik Daya Tampung Optimal-3 (P-50,OS-60,TR-2500) 12
Indeks DTL-Kota = 25.11
-400,000
Tahun
01 2
1 2
-300,000
-600,000 2,000
1 2,015
12
01 2 -100,000
12
1 2
Indeks DTL-Kota = 24.20
-200,000 -300,000
2
-400,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-500,000 -600,000
1 2,000 2,005 2,010 2,015
1 2,000 2,005 2,010 2,015
Tahun
Tahun
Gambar 38 Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan
152 Sebagaimana tampak pada Gambar 38 tersebut, dampak perubahan tarif dasar terhadap penurunan daya tampung lingkungan perkotaan relatif kecil. Penurunan daya tampung lingkungan tersebut diakibatkan oleh peningkatan volume air limbah di badan air sebesar 538.34 m3/hari per Rp 1 000.- perubahan tarif dasar. Besarnya penurunan daya tampung lingkungan tersebut adalah 1.15 skala indeks daya tampung lingkungan per Rp 1 000.- perubahan tarif dasar. Selain itu, perubahan tarif dasar tersebut telah berdampak pula pada peningkatan rasio penduduk yang memperoleh akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved) yaitu 14.67 % per Rp 1 000.- perubahan tarif dasar (Tabel 45). Walaupun demikian, perubahan tarif dasar tersebut tidak mempengaruhi nilai koridor tarif operasional yaitu antara Rp 1 500.- sampai dengan Rp 3 500.-. Tabel 45 Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4 No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4
Limbah di Badan Air Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
Skenario Kombinasi Kebijakan (*) Optimal-1
Optimal-2
Optimal-3
Optmal-4
m3
5 504 727
5 783 223
6 052 298
6 312 232
Kg/hari
-590 013
-604 167
-612 207
-632 131
25.92
25.11
24.78
24.20
3 815
3 809
3 803
3 797
Tanpa Satuan Rupiah
(4)
(5)
(6)
(7)
Catatan: (*) Pada simulasi ini 5 (lima) variable tetap yaitu cakupan pelayanan 50%, efisiensi pengangutan Lumpur tinja 100%, kapasitas IPLT 150 m3/hari, efisiensi system setempat 60% dan daerah pelayanan IPLT 6 kecamatan, tetapi tariff dasar berubah dari Rp 3 500.- sampai Rp 2 000.-
.
Berbeda dengan perubahan tarif dasar, dampak peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site) terhadap daya tampung lingkungan perkotaan relatif besar. Peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site) dari 60% (OS-60) menjadi 75% (OS-75) atau peningkatan efisiensi sebesar 15%, telah berdampak pada peningkatan
indeks
daya
tampung
lingkungan.
Peningkatan
tersebut
diperhitungkan sebesar 36.91 skala indeks daya tampung lingkungan perkotaan atau peningkatan sebesar 2.59 skala indeks per satu persen peningkatan efisiensi sistem setempat. Perilaku model daya tampung lingkungan pada Gambar 39 menjelaskan bahwa sampai dengan tahun 2010 terjadi peningkatan daya tampung lingkungan. Sesudah tahun 2010, dengan penambahan jumlah penduduk kota, terjadi
153 penurunan daya tampung lingkungan untuk skenario efisiensi sistem setempat 60%, 65% dan 70%. Grafik Daya Tampung Optimal-6 (P-50,OS-65,TR-1500)
01 2 -100,000 -200,000
12
1 2
Indeks DTL-Kota = 6.59
-300,000
2
-400,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-500,000 -600,000 2,000
2,005
2,010
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Grafik Daya Tampung Optimal-5 (P-50,OS-60,TR-1500)
1 2,015
01 2 -100,000
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
2,005 2,010
1 2,015
2 1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
-50,000
-100,000 1 2,000 2,005 2,010 2,015
Grafik Daya Tampung Optimal-8 (P-50,OS-75,TR-1500) Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
1
Tahun
2
Tahun
Indeks DTL-Kota = 38.07 01 2
2
Indeks DTL-Kota = 11.84
-300,000 2,000
Grafik Daya Tampung Optimal-7 (P-50,OS-70,TR-1500)
12
1
-200,000
Tahun
50,000
12
100,000
1 Indeks DTL-Kota = 43,50 1
50,000
01 2
2,000
12
2,005
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
2
2,010
2 2,015
Tahun
Gambar 39 Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 5-8 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan pelayanan sistem setempat dengan tingkat efisiensi sebesar 60%-70% terbatas sampai dengan tahun 2010. Oleh karena itu, apabila cakupan pelayanan dipertahankan sebesar 50% penduduk, maka efisiensi sistem setempat perlu ditingkatkan sekurang kurangnya sampai 75%. Apabila cakupan pelayanan ditngkatkan menjadi 60% (skenario optimis), maka untuk mencapai daya tampung lingkungan yang positif diperlukan peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site) sekurang kurangnya 70%. Apabila cakupan pelayanan ditingkatkan menjadi 70% penduduk, maka efisiensi sistem setempat sekurang kurangnya adalah 65%. Apabila cakupan pelayanan mendekati
154 keadan ideal yaitu 80% penduduk, maka efisiensi sistem setempat dapat dipertahankan pada tingkat 60%. (Gambar 40).
1 50,000
01 2
1
2
2 1
-50,000 2,000 2,005
2 2,010 2,015
1 Dtl_Kota 2 Q_DTL_Kota
Grafik Daya Tampung Optimal-10 (P80, OS-60, TR-1500) Flow (Kg/hari) dan Level (Kg)
Flow (kg/hari) dan Level (kg)
Grafik Daya Tampung Optimal-9 (P-70,OS-65,TR-1500)
1
40,000 30,000 2 20,000 10,000 01 2 -10,000 2,000
Tahun
1 Dtl_IPLT 2 Q_DTL_Kota
2 1
1
2,005
2,010
2 2,015
Tahun
Gambar 40 Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 9 dan 10 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan Hasil simulasi tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan daya tampung lingkungan dapat dilakukan dengan meningkatkan cakupan pelayanan atau meningkatkan efisiensi sistem setempat atau kombinasi keduanya. Didalam praktek, peningkatan efisiensi sistem setempat dilakukan dengan cara memodifikasi cubluk kembar (twin leaching pit) menjadi tangki septik atau memperbaiki konstruksi tangki septik yang ada, misalnya dengan menambah jumlah sekat di dalam tangki septik (multy baffle) atau menambah saringan dengan aliran keatas (up flow filter). Selain memperbaiki konstruksi bangunan cubluk kembar maupun tangki septik, upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan menambah sistem pengolahan lanjutan pasca pengolahan air limbah di cubluk maupun tangki septik. Di dalam praktek, sistem pengolahan lanjutan tersebut antara lain adalah konstruksi lahan basah komunal (comunal constructed wetland), sistem pengolahan air limbah dengan penyaringan vertikal dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) skala komunal atau skala kota (City wide). Pemilihan komponen sistem perbaikan efisiensi pengelolaan air limbah setempat tersebut disesuaikan dengan kondisi topografi lokasi, jarak dan penyebaran rumah dan sistem setempat yang telah digunakan.
Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA
6.1 6.1.1
Sintesa Hasil Simulasi Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Hasil analisis terhadap keberadaan prasarana dan sarana kota menunjukkan
bahwa secara totalitas, kota Majalaya lebih baik daripada kota kecamatan lainnya. Keadaan kehidupan dan penghidupan penduduk juga menunjukkan kehidupan penduduk kota Majalaya yang lebih baik bila dibandingkan penduduk kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Dengan demikian, nilai pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya, juga lebih baik bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Namun, di bidang pelayanan sanitasi (pengelolaan air limbah rumah tangga maupun pengelolaan lumpur tinja), kota Majalaya lebih buruk bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Atas dasar hal tersebut, dilakukan skenario peningkatan pelayanan fasilitas air limbah yang dapat meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Hasil rumusan kebijakan peningkatan cakupan pelayanan fasilitas sistem pengolahan air limbah setempat (on-site) yang dikombinasikan dengan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan menunjukkan bahwa: a.
Pada skenario kebijakan pesimis (35% cakupan pelayanan), indeks pelestarian fungsi lingkungan (IPFLH) dapat ditingkatkan dari 64.65 skala indeks (kondisi eksisting) menjadi 68.64 skala indeks. Hal itu berarti bahwa terjadi peningkatan 0.27 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
b.
Pada skenario kebijakan moderat (cakupan pelayanan 50%), IPFLH dapat ditingkatkan menjadi 82.02 skala indeks atau peningkatan 0.89 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
156 c.
Pada skenario kebijakan optimis (60% cakupan pelayanan), IPFLH dapat ditingkatkan lagi menjadi 88.66 skala indeks atau peningkatan 0.66 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
d.
Pada skenario kebijakan ideal (80% cakupan pelayanan), IPFLH dapat mencapai 95.75 skala indeks atau peningkatan 0.35 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
Dari hasil rumusan tersebut terdapat indikasi bahwa skenario kebijakan moderat menghasilkan peningkatan pelestarian fungsi lingkungan yang optimum. 6.1.2
Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Simulasi model EkoSanita-IPLT dilakukan melalui intervensi terhadap
cakupan pelayanan yang dikombinasikan dengan efisiensi pengangkutan lumpur tinja, kapasitas IPLT, efisiensi sistem setempat, perluasan daerah pelayanan dan konsumsi air minum rumah tangga. Hasil simulasi menunjukkan bahwa volume air limbah yang memasuki badan air cenderung menurun sejalan dengan peningkatan cakupan pelayanan. Penurunan volume limbah tersebut diikuti dengan peningkatan daya tampung lingkungan kota. Retribusi per pelanggan untuk menutup biaya operasional cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja. Daya tampung lingkungan juga meningkat ketika kapasitas IPLT ditambah, demikian pula apabila efisiensi sistem setempat ditingkatkan. Peningkatan daerah pelayanan akan meningkatkan jumlah pelanggan dan menurunkan nilai retribusi per pelanggan. Akhirnya, penurunan konsumsi air minum rumah tangga dapat mengurangi volume limbah yang memasuki badan air maupun volume limbah yang memasuki Tangki Septik. Hal itu berarti bahwa daya tampung lingkungan dapat ditingkatkan. Hasil simulasi tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan daya tampung lingkungan kota dapat dilakukan melalui upaya peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kapasitas IPLT, peningkatan efisiensi sistem setempat dan pengendalian konsumsi air minum rumah tangga. Peningkatan retribusi per pelanggan yang diakibatkan oleh peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja dan peningkatan kapasitas IPLT dapat diatasi dengan perluasan daerah pelayanan IPLT.
157 Hasil rumusan kebijakan peningkatan pengelolaan air limbah rumah tangga (Tabel 45) menunjukkan bahwa: a.
Skenario pesimis dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 0.58 sampai dengan 1.43 pada skala indeks atau peningkatan 0.06 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Tabel 46 Rumusan Skenario Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5 6
b.
Penduduk Kota Daerah Layanan Limbah di Badan Air Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
Eksisting
Skenario Kebijakan Pesimis Moderat Optimis (5)
(6)
(7)
179 499
558 446
558 446
855 384
855 384
(4)
Ideal (8)
Jiwa Kota kecamatan m3 m3/kapita
1
4
4
6
6
2 414 409 13.45
4 932 862 8.83
3 141 665 5.63
2 975 541 3.48
51 890 0.06
Kg/hari
-1 518 449
- 615 926
55 447
225 557
60 715
Tanpa Satuan
0.58
1.43
15.89
64.67
17.41
Rupiah
10 035
3 576
3 099
2 259
1 713
Skenario moderat dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 1.43 pada skala indeks sampai dengan 15.89 skala indeks atau peningkatan 0.96 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
c.
Skenario optimis dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 15.89 sampai dengan 64.67 pada skala indeks atau peningkatan 4.88 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
d.
Skenario ideal mengurangi daya tampung lingkungan dari 64.67 menjadi dengan 17.41 pada skala indeks atau penurunan 2.36 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
Dari hasil rumusan tersebut terdapat indikasi bahwa skenario kebijakan optimis (60% cakupan pelayanan) menghasilkan peningkatan pelayanan pengelolaan air limbah yang optimum. 6.2
Rumusan Kebijakan Peningkatan Cakupan Pelayanan Hasil simulasi peningkatan cakupan pelayanan mengindikasikan bahwa
daya tampung lingkungan hidup perkotaan dapat ditingkatkan. Hal itu berarti
158 bahwa peningkatan jumlah fasilitas pengolahan air limbah setempat dapat meningkatkan daya tampung lingkungan. Cakupan pelayanan 20%, 35%, 50% dan 60% tersebut masing masing menghasilkan peningkatan indeks daya tampung lingkungan sebesar 6.1 skala indeks (20%-35%), 9.1 skala indeks (35%-50%) dan 9.1 skala indeks (50%60%). Hal itu berarti bahwa peningkatan cakupan pelayanan dari 50% menjadi 60% menghasilkan peningkatan daya tampung lingkungan yang optimum yaitu 0.91 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Suatu telaahan empiris menyatakan bahwa peningkatan 10% akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki dapat mengurangi 6.37 kasus diare dan mengurangi kasus kematian bayi sebesar 17.9 kasus per 1000 penduduk. Atas dasar hal tersebut, maka peningkatan pelayanan dari 20% menjadi 35%, diperhitungkan dapat menurunkan kasus penyakit diare sebesar 9.56 kasus per 1000 penduduk dan menurunkan kasus kematian bayi sebesar 26.9 kasus per 1000 penduduk. Sementara itu, sampai dengan akhir tahun 2004, jumlah kasus penyakit diare di kota Majalaya adalah 8 kasus per 1000 penduduk. Oleh karena itu, peningkatan cakupan pelayanan diperkirakan mampu mengendalikan terjadinya kasus penyakit diare dimasa datang. Fasilitas sanitasi setempat yang perlu ditingkatkan adalah jumlah tangki septik dengan jumlah bidang resapan atau unit pengolah lanjutan setelah tangki septik harus sama banyaknya. Selain itu, jumlah tangki septik yang ditambah kemampuan teknologinya juga ditingkatkan. Secara teknis hal tersebut relatif mudah dilakukan apabila ada subsidi atau insentif dari pemerintah daerah atau lembaga pengelola sistem IPLT. Insentif atau subsidi tersebut berasal dari penyisihan sebagian laba operasional yang diterima pengelola. Kepada masyarakat dapat ditawarkan pilihan untuk melaksanakan sendiri perbaikan fasilitas sanitasi yang diperlukan atau dibantu perbaikannya oleh pemerintah yang akan menunjuk kontraktor pelaksananya. Pilihan masyarakat mungkin berbeda dari lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Masyarakat yang tinggal di kompleks perumahan mungkin akan memilih menyerahkan perbaikan sarana sanitasi kepada kontraktor, tetapi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota mungkin memilih melaksanakan sendiri perbaikan yang diperlukan. Oleh karena
159 itu, diperlukan survey dan penyuluhan penyuluhan untuk acuan pelaksanaan kebijakan di lapangan. 6.3
Rumusan Kebijakan Pengangkutan Lumpur Tinja Secara Terjadwal Salah satu masalah belum optimalnya pengoperasian IPLT Cibeet adalah
pasokan lumpur tinja yang tidak teratur atau menunggu pesanan pemilik tangki septik yang mendapat masalah. Tangki septik bermasalah, apabila konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku. Muka air di dalam tangki septik lebih rendah atau sama dengan muka air tanah setempat. Akibatnya pengaliran air limbah tidak lancar, bahkan dapat berbalik apabila air tanah di musim hujan lebih tinggi dari muka air di dalam tangki septik. Masalah diperparah lagi apabila lumpur tinja tidak pernah dikuras dan ketika aliran berhenti, dan menimbulkan bau busuk akibat bercampurnya lumpur tinja yang keluar dari tangki septik bercampur dengan air di halaman. Pengurasan secara teratur atau terjadwal dapat meningkatkan pasokan lumpur tinja ke IPLT, menurunkan kontak lumpur tinja dengan lingkungan, akibat pembuangan langsung ke lingkungan. Sementara itu, keberlanjutan operasional IPLT sangat tergantung dari pasokan lumpur tinja. Oleh karena itu, tindakan strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penjadwalan pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja secara teratur. Konsekuensinya, penerapan tarif retribusi jasa sanitasi harus dilakukan secara terjadwal pula misalnya secara bulanan. Apabila pasokan lumpur tinja dilakukan teratur, operasonalisasi IPLT dapat berlangsung secara berkelanjutan. Namun, peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja berdampak pada peningkatan retribusi per pelanggan dari Rp 5 746 (efisiensi 40%) menjadi Rp 12 324 (efisiensi 100%) atau peningkatan Rp 109.63 untuk setiap persen peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi peningkatan tarif retribusi yang melebihi kemampuan
membayar
masyarakat
perlu
dilakukan
pengurangan
biaya
operasional. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan insentif kepada pengusaha truk pengangkut tinja misalnya membebaskan biaya-biaya yang berhubungan dengan pembuangan lumpur tinja ke IPLT. Selain membebaskan biaya tersebut, insentif yang berupa pemberian subsidi BBM
160 kepada kepada pengemudi atau pengelola diharapkan dapat lebih meningkatkan keteraturan pasokan lumpur tinja tersebut. Namun, demikian pengendalian masuknya volume lumpur tinja yang melebihi kapasitas IPLT juga harus dilakukan. 6.4
Rumusan Kebijakan Peningkatan Kapasitas IPLT dan Efisiensi Sistem Setempat. Peningkatan kapasitas IPLT, diperlukan untuk meningkatkan pelayanan
pengolahan lumpur tinja yang dibangkitkan dari fasilitas sistem setempat. Selain itu, peningkatan kapasitas IPLT perlu dikombinasikan pula dengan upaya untuk memperluas daerah pelayanan IPLT. Penambahan kapasitas IPLT diperlukan apabila harus melayani penduduk yang lebih banyak. Namun, IPLT Cibeet Majalaya diperhitngkan hanya mampu melayani penduduk kota Majalaya sampai dengan tahun 2006. Oleh karena itu, kapasitas IPLT Cibeet Majalaya perlu diperluas sampai mampu melayani penduduk di 6 (enam) kecamatan yang secara teknis, khusunya dari aspek transportasi memungkinkan untuk dijangkau. Investasi IPLT tersebut, harus disertai pula dengan investasi armada truk pengangkut lumpur tinja, pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan sistem termasuk penyuluhan kepada masyarakat serta memberi peluang kepada mereka untuk ikut dalam proses pengelolaan sistem tersebut. Masyarakat dapat dilebatkan dalam pengemasan dan pemasaran pupuk kompos, masyarakat juga dapat dilibatkan untuk menanam tanaman air di unit kolam maturasi yang dapat menghasilkan pakan ikan dan memasarkanya. Koperasi karyawan pengelola IPLT, mungkin dapat ditawarkan menjadi unit usaha yang dapat bekerjasama dengan masyarakat sekitar IPLT. Pelatihan dan perkuatan kelembagaan daerah dan kelembagaan yang ada di masyarakat, termasuk evaluasi kinerjanya merupakan kegiatan yang harus masuk ke dalam sistem pengelolaan sanitasi berbasis IPLT. Hasil simulasi kombinasi kebijakan peningkatan kapasitas IPLT dan perluasan daerah pelayanan berpengaruh pada peningkatan volume air limbah dan lumpur tinja yang memasuki perairan sehingga menurunkan daya tampungnya. Namun, peningkatan efisiensi sistem setempat berdampak positip
161 menurunkan beban cemaran sebesar 3 031.81 kg atau meningkatkan daya tampung lingkungan kota sebesar 1.88 skala indeks, untuk setiap persem peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site). 6.5
Rumusan Kebijakan Pe ngendalian Konsumsi Air Rumah Tangga Simulasi penurunan konsumsi air rumah tangga sampai 25% dari konsumsi
yang ada juga berpengaruh pada penurunan volume air limbah di badan air. Walaupun pengaruh yang ditimbulkan terhadap penurunan volume air limbah disertai peningkatan daya tampung lingkungan relatif kecil, pengendalian peningkatan konsumsi air rumah tangga yang terkait dengan peningkatan kemudahan memperoleh sumber air baku dari air tanah perlu mulai dikendalikan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui penerapan kebijakan tarif penyedotan air tanah bagi masyarakat yang mengkonsumsi air melebihi yang ditetapkan. Penerapan kebijakan ini tidak mudah karena teknis pemantauan atau pengukuran pemakaian air, selain memerlukan investasi baru untuk pengadaan peralatan pencatat debit air, juga memerlukan biaya tambahan untuk memelihara alat-alat baru tersebut. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membatasi konsumsi air tersebut, mungkin cara yang lebih realistis untuk dilaksanakan. Masyarakat juga diberi pengetahuan tentang cara memantau dampak peningkatan konsumsi air tersebut terhadap perairan misalnya penurunan kuantitas air sumur (frekuensi kekeringan semakin sering) dan juga penurunan kualitas air akibat menurunnya kuantitas yang disertai meningkatnya beban cemaran. 6.6
Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi Penerapan tarif pelayana n sampai Rp 1 750.- per KK per bulan, secara
teoritis dapat menutupi kebutuhan biaya untuk keperluan pengoperasian dan pemeliharaan saat ini. Tetapi, peluang investasi untuk menambah jumlah penduduk yang mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki lebih kecil bila dibandingkan dengan mengunakan tarip Rp 3 500.- per KK per bulan. Simulasi peningkatan cakupan pelayanan yang dikombinasikan dengan penerapan tarip Rp 3 500.- diperhitungkan dapat mempercepat pencapaian target pelayanan sanitasi nasional maupun global (MDG 2015). Selain itu, upaya
162 peningkatan daya tampung lingkungan keairan juga dapat lebih tinggi. Walaupun demikian, penerapan tarif Rp 3 500 per KK per bulan dan peningkatan pelayanan sampai dengan 35%, meskipun ada kecenderungan perbaikan, belum mampu memperbaiki kualitas lingkungan keairan yang ada sampai standar air baku. Hal tersebut diindikasikan dari tanda negatif pada angka daya tampung lingkungan. Apabila kebijakan ini dikombinasikan dengan kebijakan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) misalnya dengan memanfaatkan keberadaan lahan basah (rawa, kolam retensi alami, dll), sebagai instalasi pengolahan air limbah alami atau di bangun instalasi buatan, maka daya tampung lingkungan berubah dari negatif menjadi positif. Alternatif lainnya adalah dengan meningkatkan
efisiensi
pengolahan
sistem
setempat
(on-site)
misalnya
melengkapi sistem tangki septik dengan saringan dengan aliran keatas (up flow filter) atau konstruksi lahan basah buatan (constructed wetland). Penerapan kebijakan tersebut memerlukan kemauan dan kesadaran bersama baik jajaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan juga masyarakat yang nantinya akan menerima manfaat lingkungan bersih dan sehat. Oleh karena itu, setiap upaya investasi harus dirancang secara baik dan dilakukan dengan dan bersama sama masyarakat sesuai tingkatan kewenangan maupun peran yang dapat dilakukan. 6.7
Rekomendasi Kebijakan Simulasi pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan (PFLH)
mencapai hasil optimum pada skenario moderat yaitu kombinasi peningkatan fasilitas tangki septik (TS) dan prasarana pengolahan lanjutannya (SPAL) menjadi 50% disertasi dengan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Simulasi model EkoSanita-IPLT mencapai hasil optimum pada skenario optimis yaitu kombinasi dari cakupan pelayanan 60% di 6 (enam) kota kecamatan dan kapasitas IPLT sebesar 150 m3/hari serta efisiensi pengolahan sistem setempat (on-site). Berdasarkan hasil simulasi tersebut, kebijakan yang direkomendasikan dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan air limbah dan lumpur tinja adalah sebagai berikut:
163 a.
Kebijakan-1: Menambah jumlah fasilitas sanitasi setempat (on-site) yang telah diperbaiki (improved)
dari 20% menjadi 50% selama 5 tahun
(2005-2010). Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Melakukan pemetaan lokasi dan penyebaran fasilitas sanitasi yang yang memerlukan memerlukan perbaikan
-
Memperbaiki sistem cubluk tunggal menjadi cubluk kembar (twin leaching pit)
-
Memodifikasi cubluk agar dapat berfungsi menjadi tangki septik dengan cara memperkeras dasar cubluk dengan semen.
b.
Kebijakan-2: Penambahan daerah pelayanan IPLT dari 4 (empat) kota kecamatan menjadi 6 (enam) kota kecamatan dengan cakupan pelayanan sebesar 35% penduduk (2005-2010) kemudian ditingkatkan menjadi 50% penduduk (2010-2015). Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Melakukan pemetaan lokasi dan penyebaran fasilitas sanitasi setempat yang akan dilayani secara terjadwal.
-
Menambah jumlah truk pengangkut lumpur tinja yang dikelola sendiri oleh dinas kebersihan, atau
-
Menambah rekanan (mitra) pengusaha angkutan lumpur tinja
-
Menambah jumlah ritasi pengangkutan lumpur tinja berdasarkan pembagian zonasi pelayanan
c.
Kebijakan-3: IPLT berkapasitas 150 m3/hari mulai beroperasi pada awal tahun 2010 Strategi imple mentasi kebijakan ini adalah: -
Menambah dan atau memperbesar unit unit pengolahan lumpur tinja di lokasi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang ada (Cibeet)
-
Memperbaiki atau membangun kembali serta memfungsikan IPLT yang terletak di Babakan di Ciparay.
164 d.
Kebijakan-4: Peningkatan efisiensi sistem pengolahan setempat (on-site) dari 30% menjadi 60% atau 65% (2005-2010) dan dari 60% menjadi 70% atau 75% (2010-2015) Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Memperbaiki konstruksi tangki septik yang ada misalnya dengan menambah sistem sekat (baffle) atau menambah saringan dengan aliran keatas
-
Menambah sistem pengolahan pasca tangki septik (constructed wetland, IPAL komunal dll)
e.
Kebijakan-5: Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan kelembagaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran operator dan pelanggannya terhadap pentingnya penyedotan lumpur tinja dilakukan secara terjadwal. Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Mengembangkan sistem tarif retribusi terjadwal
-
Menyusun pedoman dan prosedur operasiona l yang mencakup pembagian zona (blok) pelayanan, penyedotan dan pengangkutan terjadwal
-
Melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) ketrampilan operator
-
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat
-
Membentuk organisasi
kemasyarakatan untuk
pemanfaatan
produksi IPLT f.
Kebijakan-6: Melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan termasuk kinerja pengelolaan air limbah dan pengelolaan lumpur tinja, perlu diselenggarakan secara berkala mulai tahun 2007. Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Mengembangkan format format standar pengumpulan data sekunder dan data primer
-
Melakukan pelatihan tentang penerapan format format standar yang dibuat
165 -
Mengumpulkan data secara berkala (minimum setiap tahun sekali).
-
Melakukan analisa data dan sintesa hasil hasil analisis
-
Simulasi model untuk penilaian kinerja dan perumusan tindakan perbaikan kinerja yang diperlukan
6.8
Urutan Langkah Implementasi Kebijakan Berdasarkan rumusan rekomendasi kebijakan dan strategi implementasinya,
dan berdasarkan tingkat permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan urutan prioritas implementasi kebijakan perbaikan pengelolaan air limbah kota Majalaya. Rancangan urutan prioritas implementasi kebijakan peningkatan kinerja pengelolaan air limbah kota Majalaya dan sekitarnya adalah sebagai berikut: Langkah ke-1: Melaksanakan pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja secara terjadwal. Kegiatan
ini
dikategorikan
kegiatan
mendesak
dengan
sasaran
memfungsikan kembali IPLT. Kegiatan ini diawali dengan menginventarisasi jumlah dan penyebaran tangki septik, termasuk menilai kualitasnya. Selanjutnya, ditetapkan jadwal pengurasan per wilayah maupun per unit rumah berdasarkan usia tangki septik atau jadwal terakhir tangki septik dikuras. Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha angkutan lumpur tinja tentang maksud, tujuan dan sasaran serta rencana penjadwalan pengurasan tangki septik termasuk mekanisme penarikan tarif retribusi secara bulanan. Pelatihan kepada operator, pengelola angkutan truk tinja dan juga kepada masyarakat perlu dilakukan, khususnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sanitasi secara komprehensif. Langkah ke-2: Melaksanakan perencanaan program dan kegiatan investasi jangka menengah secara terintegrasi. Kegiatan ini ditujukan untuk menghasilkan memorandum program yang berisi daftar kebutuhan kegiatan dan kebutuhan investasi serta jadwal
166 implementasinya. Daftar kegiatan dan kebutuhan investasi tersebut termasuk kegiatan penelitian, survey, disain, konstruksi fisik dan pengawasan konstruksi, monitoring manfaat program. Termasuk ke dalam program tersebut adalah kegiatan pelatihan, penyuluhan, penetapan standar prosedur operasi, penilaian kembali besarnya tarif, dll. Selain memorandum program, kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan memorandum pendanaan program yang berisi pembagian peran dalam pendanaan investasi. Pendanaan tersebut dapat berasal dari anggaran pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kedua memorandum program tersebut merupakan bahan untuk penyuluhan, sosialisasi dan bahan untuk memperoleh kesepakatan tentang pembagian peran dalam mewujudkan investasi dari tahap persiapan sampai dengan konstruksi fisik dan operasi serta pemeliharaan sistem yang dibangun. Apabila semua pihak yang berkepentingan dapat dilibatkan dalam proses tersebut, diharapkan dapat menghasilkan sistem yang beroperasi secara berkelanjutan. Hal itu dimungkinkan karena ketika rasa memiliki sistem dapat tercipta oleh semua pihak yang berkepentingan,
maka
semua
pihak
juga
berkepentingan
kelangsungan operasional dari sistem yang dibangun.
memelihara
Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berikut ini adalah berapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dari
penelitian ini. 7.1.1 Keadaan eksisting 1.
Keadaan pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya, dinilai lebih baik bila dibandingkan dengan kota kecama tan lainnya di kabupaten Bandung. Namun, fasilitas sanitasi kota Majalaya lebih buruk bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung.
2.
Rasio fasilitas sanitasi setempat di kota Majalaya yaitu rasio tangki septik dan sistem pengolahan pasca tangki septik tidak seimbang, sehingga pengolahan limbah tidak sempurna dan meningkatkan beban cemaran.
7.1.2 Model yang dikembangkan 1.
Dua Model Pelestarian Fungsi Lingkungan berbasis EkoSanita IPLT yang telah dikembangkan pada penelitian ini adalah (i) model IPFLH dan (ii) model EkoSanita-IPLT
2.
Model IPFLH dikembangkan untuk digunakan sebagai perangkat evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan sedangkan model EkoSanita-IPLT untuk merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan pengelolaan lumpur tinja
7.1.3
Perbandingan Model Eksisting dengan model ideal 1.
Keunggulan model ideal terhadap model eksisting dinilai dari bangkitan volume air limbah di badan air, daya tampung lingkungan perkotaan dan tarif retribusi per pelanggan
2.
Simulasi model ideal EkoSanita-IPLT dapat menurunkan volume air limbah di badan air sebesar 2 362 609 m3, meningkatkan daya tampung
lingkungan
perkotaan
sebesar
1
457
734
kg,
168 meningkatkan indeks daya tampung lingkungan sebesar 16.83 skala indeks dan menurunkan retribusi per pelanggan per bulan sebesar Rp 8 322.7.1.4
Simulasi Model
7.1.4.1 Simulasi Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (PFLH) 1.
Skenario pesimis, moderat, optimis dan ideal diaplikasikan terhadap variabel rasio tangki septik (TS), sarana pengolahan air limbah (SPAL), rasio guru dan murid, rasio murid per kelas dan rasio fasilitas kesehatan per penduduk.
2.
Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan (IPFLH) untuk masing masing skenario adalah 68.64 (pesimis), 82.02 (moderat), 88.66 (optimis) dan 95.75 (ideal)
3.
Skenario kebijakan moderat (50% cakupan pelayanan) dapat meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan optimal sebesar 0.89 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
7.1.4.2 Simulasi Model EkoSanita-IPLT 1.
Skenario
eksisting,
pesimis,
moderat,
optimis
dan
ideal
diaplikasikan terhadap variabel (i) cakupan pelayanan, (ii) efisiensi pengangkutan lumpur tinja, (iii) kapasitas IPLT, (iv) efisiensi sistem setempat, (v) jumlah daerah pelayanan dan (vi) konsumsi air rumah tangga serta (vii) kombinasi variabel variabel tersebut. 2.
Bangkitan air limbah di badan air per kapita untuk masing masing skenario tersebut adalah 13.45 m3/kapita (eksisting), 8.83 m3/kapita (pesimis), 5.63 m3/kapita (moderat), 3.48 m3/kapita (optimis) dan 0.06 m3/kapita (ideal).
3.
Indeks daya tampung lingkungan perkotaan untuk masing masing skenario tersebut adalah 0.58 (eksisting), 1.43 (pesimis), 15.89 (moderat), 64.67 (optimis) dan 17.41 (ideal).
169 4.
Skenario kebijakan optimis (pelayanan 60%) menghasilkan peningkatan daya tampung lingkungan yang optimal yaitu 4.88 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
7.4.1.3 Aplikasi Model Kedua model yang dibangun tersebut dinilai dapat digunakan sebagai perangkat untuk merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan. 7.1.5
Rumusan Kebijakan 1.
Peningkatan pelayanan dari 20% menjadi 35% secara empiris dapat mengendalikan kasus penyakit diarhe dan menganisipasi peningkatan kasus kematian balita.
2.
Perbaikan kinerja pengelolaan air limbah kota Majalaya dilakukan melalui (i) peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) yaitu minimal dari 20% menjadi 35% penduduk, kemudian ditingkatkan menjadi 50% pelayanan, (ii) perluasan daerah pelayanan IPLT dari 4 (empat) kecamatan menjadi 6 (enam) kecamatan.
3.
Strategi implementasi kebijakan tersebut adalah (i) mengangkut lumpur tinja secara terjadwal, (ii) meningkatkan jumlah tangki septik yang sama jumlahnya dengan fasilitas pengolahan lanjutan seperti bidang resapan, (iii) menambah jumlah tangki septik yang telah ditingkatkan kemampuan teknologinya, (iv) memberlakukan tarif sanitasi secara bulanan, dan (v) meningkatkan kapasitas IPLT karena IPLT Cibeet Majalaya hanya mampu melaya ni 20% penduduk kota Majalaya sampai tahun 2005. Selain itu, pengolahan limbah cair domestik sudah diperlukan untuk mengoptimalkan upaya pelestarian fungsi lingkungan perkotaan.
4.
Partisipasi masyarakat dalam membayar tarif penyedotan dan pengelolaan lumpur tinja sebesar Rp 3 500.- per bulan, dapat menjamin keberlanjutan operasionalisasi IPLT, bahkan memberi
170 kontribusi signifikan pada peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved). 5.
Hasil simulasi juga mengindikasikan bahwa pelestarian fungsi lingkungan hidup, terkait erat dengan kinerja pengelolaan lumpur tinja. Fungsionalisasi IPLT dapat dilakukan secara berkelanjutan apabila masyarakat dan swasta terlibat dalam pengelolaannya.
6.
Peningkatan kinerja pengelolaan lumpur tinja yang melibatkan masyarakat (membayar retribusi) dan swasta (mengelola armada pengangkut
lumpur
tinja)
dapat
menunjang
keberlanjutan
operasionalisasi IPLT sehingga akan mendorong peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup. 7.2
Saran Simulasi dan rumusan kebijakan, menghasilkan beberapa saran perbaikan
kinerja pengelolaan air limbah rumah tangga dan lumpur tinja berikut ini. 7.2.1
Selama periode 2005-2010: -
Di 4 (empat) kota kecamatan yang berada didalam daerah pelayanan IPLT Cibeet, dilakukan penambahan jumlah fasilitas sanitasi setempat (on-site) yang telah diperbaiki (improved)
dari 20%
menjadi 50%. -
Daerah pelayanan IPLT diperluas dari 4 (empat) kota kecamatan menjadi 6 (enam) kota kecamatan dengan cakupan pelayanan sebesar 35% penduduk -
Membangun IPLT baru sehingga pada awal tahun 2010 IPLT berkapasitas 150 m3/hari mulai dapat dioperasikan.
-
Efisiensi sistem pengolahan setempat (on-site) dari 30% menjadi 60% atau 65% (2005-2010)
-
Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan kelembagaan masyarakat pelanggannya
untuk
meningkatkan
terhadap
dilakukan secara terjadwal.
pentingnya
kesadaran penyedotan
operator
dan
lumpur
tinja
171 -
Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan air limbah untuk acuan perbaikan secara terus menerus
7.2.2
Selama periode 2010-2015. -
Cakupan pelayanan di 6 (enam) kota kecamatan ditingkatkan menjadi 50% penduduk
-
Efisiensi sistem pengolahan setempat (on-site) dtingkatkan dari 60% menjadi 70% atau 75%.
-
Melanjutkan program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan kelembagaan masyarakat yang telah dimulai pada periode 20052010
-
Melanjutkan kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan air limbah untuk acuan perbaikan kinerja secara terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA Andreas, K., Schattauer, and J. Helmut. 2001. Decentralized Approach – Ecological Sanitation System for Urban Development. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/ Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Angerhorfer, B.J., and M.C. Angelides. 2000. System Dynamics Modelling in Supply Chain Management: Research Review. Di dalam: J. A. Joines, R. R. Barton, K. Kang, dan P. A. Fishwick, editor. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference. Hlm 342-351. [Anonim] 1992. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. [Anonim] 1997. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. [Anonim] 1997. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. [Anonim] 2004. Undang Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004, tentang Sumber Daya Air. [AusGUIDE] 2000. The Logical Framework Approach, Ausguidelines, Australian Government. Austin, A. 2001. Health Aspects of Ecological Sanitation. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001. Nanning, China. http://www.ecosanres.org/ Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Bakir, H. 2001. Wastewater Management Services in Water Stressed Countries: Guiding Principles and Options for Sustainable Development. The 2nd Asian Conference of Water and Wastewater Management. Teheran, 8 – 9 Mei 2001. Barrow, C.J. 1991. Land Degradation, Development and Breakdown of Terrestrial Environments. Cambridge University Press, Cambridge, New York, Port Chester, Melbourne, Sydney. Black, L.J., and N.P. Repenning. 2001. Why firefighting is never enough: preserving high-quality product development. System Dynamic Review. 17: 33-62.
173 Bo, W. 2001. Rural Sanitation, Ecosystem and China Western Region Development Strategy. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf% 20Proceedings.htm [15 Agustus 2004] [BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah. 2001. Perhitungan Daya Tampung Dengan Pemodelan Kua litas Air, Proyek Strategi Pengendalian Pencemaran Air Melalui Prokasih di 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, Pusat Litbang Sumber daya Air Balitbang Kimpraswil bekerjasama dengan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Propinsi Jawa Barat. [BPS, Bappenas, UNDP] Biro Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, United Nation Development Program. 2004. Indonesia National Human Development Report 2004. Breslin, N. 2001. Introducing Ecological Sanitation in Rural and Peri-Urban Areas of Northe rn Mocambique, Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5-8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm, [9 Oktober 2004] Brissaud, F., P. Xu, and M. Auset. 2003. Extensive reclamation technologies, assets for the development of water reuse in the Mediterranean. Water Science and Technology: Water Supply. 3(4): 209-216. Chandramouli, C. 2003. Quality of Living Index in Chennai: An Approach Paper. Proceedings of the Third International Conference on Environment and Health. Chennai, India. 15-17 Desember 2003. Chennai : Department of Geography, University of Madras and Faculty of Environmental Studies, York University. Pages 75-81. Chao, X. 2001. Development Biogas to Improve the Environment and to Boost Continual and Rapid Development of the Rural Economy. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning %20Conf% 20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Clark, G.A. 2001. Eco-Sanitation in Mexico: Strategies for Sustainable Replication. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm, dikunjungi tanggal [9 Oktober 2004] Cross, P., and L. Salifu. 2001. Development Partnership for Effective Knowledge Sharing on Inovative Technologies. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning,
174 China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Cross, P., and L. Salifu. 2001. Ecosan Opportunities in Africa. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf% 20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Darsihardjo. 2004. Model Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Daerah Hulu Sungai: Studi Kasus Daerah Hulu Sungai Cikapundung Bandung Utara [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [DepKes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Profil Kesehatan Indonesia 2000. Dikun, S. 2002. National Policy Development of Community Managed Water Supply and Environmental Sanitation Facilities and Services, Ministry of Settlement and Regional Infrastructure, Ministry of Health, Ministry of Home Affairs, Ministry of Finance, National Development Planning Agency/Bappenas. [DLH-Cimahi] Dinas Lingkungan Hidup Cimahi. 2004. Laporan Akhir Master Plan Pengolahan Air Limbah Domestik Kota Cimahi, Pusat Litbang Permukiman. [DLH-Kab.Bandung] Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung. 2003. Laporan Akhir Studi Kajian Sumber Pencemaran dan Kualitas Air Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Proyek Pencegahan Dampak dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Tahun Anggaran 2003 [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1991. Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, SK SNI T-11 -1991-03, Yayasan LPMB, Bandung. Drangert, J.O. 2001. What Would Make Ecosan a Previleged Solution? Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres. org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm. [9 Oktober 2004] [EAWAG-SANDEC-IWMI] Swiss Federal Institute for Environmental Science and Technology-Water and Sanitation in Developing CountriesInternational Water Management Institute. 2003. Co-Composting of Faecal Sludge and Municipal Organic Waste [EcoSanRes] Ecological Sanitation Research. 2002. The EcoSanRes Programme, hhtp://www.ecosanres.org/
175 [EPA] Environmental Protection Agency. 1979. Innovative and Alternative Technology Assessment Manual, Office of Water Program Operations U.S. Environmental Protection Agency Washington D.C. 20460. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press, 2003 Esrey, S.A. 2001. Ecosan-The Big Picture, UNICEF, New York, NY. First International Conference on Ecological Sanitation. Nanning, China. 5 – 8 November 2001. Fauzi, A., and S. Anna. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Forrester, J.W. 1994. System Dynamics, System Thinking, and Soft OR. System Dynamic Review. 10(2). Funamizu, N., T. Mizukubo, A.Lopez, and T. Takakuwa. 2001. Fractioning GreyWater in the Differentiable Onsite-Wastewater Treatment System, Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres .org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Gajurel, D.R., Z. Li, and R. Otterpohi. 2001. Newly Developed Medium Technology Decentralised Sanitation Concepts for Closing Nutrient and Water Cycle, Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5-8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Ge, Y., J.B. Yang, Proudlove N, and Spring M. 2004. System Dynamics Modeling for Supply-chain Management: A case study on a supermarket chain in the UK. International Transaction in Operational Research. 11: 495-509. Gumbo, B., and H.H.G. Savenije. 2001. Inventory Storage in an Urban-Shed: Options for Proceedings of the First International Sanitation. 5–8 November 2001. Nanning, .org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm
of Phosphorus Fluxes and Local Nutrient Recycling. Conference on Ecological China. http://www.ecosanres [9 Oktober 2004]
Guzha, E. 2001. Ecological Sanitation Practice and Technology Development in Southern Africa and Zimbabwean Case Study. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20 Proceedings.htm [9 Oktober 2004]
176 Hannan C., and I. Andersson. 2001. Gender Perspective on Ecological Sanitation, Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5-8 November 2001, Nanning, China. http://www. ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm Hines J., and J. House. 2001. The source of poor policy: controlling learning drift and premature consensus in human organizations. System Dynamic Review. 17: 3-32. Holmqvist, A., and T.A. Stenstorm. 2001. Survival of Ascaris Suum Ova, Indicator Bacteria and Salmonella Typhimurium Phage 28B in Mesophilic Composting of Household Waste. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001. Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm. [9 Oktober 2004] Ingallinella, A.M., G. Sanguinetti, T. Koottatep, A. Montangero, and M. Strauss. 2002. The Challenge of Faecal Sludge Management in Urban Areas – Strategies, Regulations and Treatment Options. Water Science and Technology. 46(10): 285-294. http://www.iwaponline.com/wst/04610/ wst046100285.htm [17 Mei 2005] Ishak, F.R. 2001. Analisis Kebijakan Investasi Satuan Sambungan Telepon di PT Telkom Tbk Menggunakan Pendekatan Model System Dynamics [Thesis]. Bandung: Program Studi Pembangunan Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung Janssen, P.D. 2001. Design and Performance of Ecological Sanitation System In Norway. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres. org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9Oktober 2004] Jiang, L. 2001. Ecosan Development in Guangxi, China. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5 – 8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20 Proceedings.htm [15 Agustus 2004] Jiayi, L., and W. Jungi. 2001. The Practice, Problem and Strategy of Ecological Sanitary Toilets with Urine Diversion in China. Proceeding of the international conference on ecological sanitation. 5 – 6 November 2001 Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20 Proceedings.htm. [15 Agustus 2004] Jonsson, H., R.S. Anna, B. Vinneras, and E. Salomon. 2004. Guidelines on the Use of Urine and Faeces in Crop Production. EcoSanRes. Kearney, J. 1998. Defence Applications of System Dynamics Models. Journal of Battlefield Technology. 1(2).
177 Keraita, Bernard, Pay Drechsel, and Philip Amoah. 2003. Influence Of Urban Wastewater On Stream Water Quality And Agriculture In And Around Kumasi, Ghana. Environment and Urbanization. Vol.15. [Kimpraswil] Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2001. Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM), Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) nomor 534/KPTS/M/2001 tanggal 18 Desember 2001. [Kimpraswil] Direktorat Jendral Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan National Action Plan Bidang Air Limbah, PT Perencana Jaya Ciptalaras. [KMNLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia. [KMNLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 1999. Kebijakan, Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup 2000-2025. Koné, D., and M. Strauss. 2004. Low-cost Options for Treating Faecal Sludges (FS) in Developing Countries – Challenge and Performance. The 9th International IWA Specialist Group Conference on Wetlands Systems for Water Pollution Control and The 6th International IWA Specialist Group Conference on Waste Stabilisation Ponds. Avignon, France, 27 September – 1 Oktober 2004. Koottatep T., S.A. Wanasen, A. Morel, and R. Schertenleib. 2003. Potential of The Anaerobic Baffled Reactor as Decentralized Wastewater Treatment System in The Tropics. Kummerow, Max. 1999. A System Dynamics Model of Cyclical Office Oversupply. Journal of Real Estate Research. 18(1): 233-255. Li L., and S.P. Simonovic. 2002. System Dynamics Model for Predicting Floods from Snowmelt in North American Prairie Watersheds. Hydrological Processes. www.interscience.wiley.com Lohani. 1979. Assessing Effectiveness of Solid Waste Management in Asia, Waste Dispose and Resource Recovery. Proceedings of The 2nd of Regional Seminar on Solid Waste Management. 3-10 Desember 1979. Maani, K.E., and V. Maharaj. 2004. Links between systems thinking and complex decision making. System Dynamic Review. 20(1): 21-48. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan; Kriteria Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
178 Mehta M., and K. Andreas. 2004. The Challenge of Financing Sanitation for Meeting The Millennium Development Goals, Water & Sanitation Program (WSP) Africa. Mayo D.D., and K.E. Wichman. 2003. Tutorial on Business and Market Modeling to Aid Strategic Decision Making System Dynamic in Perspective and Selecting Appropriate Analysis Approaches. Chick S., P.J. Sanchez, D. Ferrin, D.J. Morrice, eds. Proceedings of the 2003 Winter Simulation Conference. Hlm 1569-1577. Muhammadi, E. Aminullah, dan S. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis; Lingkungan Hidup Sosial Ekonomi Manajemen. Jakarta:UMJ Press. Nagel, S.S. 1984. Public Policy; Goals, Means, and Methods. New York: St Martin Press:University of Illinois. Nguyen, H.N., T.C. Bui, T.P. Duong, C.C. Bu, U. Winblad, T.A. Stenstrom, A. Carlander, and T. Westrell. 2001. Vina-Sanres Project Achievement and Future Plan. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf% 20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Nomura, M. 1997. The Consideration on Middle Term Strategy for Wastewater and Stormwater Management. Technical Report JICA Expert on Wastewater and Stormwater Management. Nyiraneza, D., and F. Hoellhuber. 2001. Kisoro Town Ecological Sanitation, O&M Experience in South Western Uganda as Contribution to Water Resource Protection. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm. [9 Oktober 2004] Pacey, A. 1978. Sanitation In Developing Countries. John Willey & Sons, Chichester, New york, Brisbane, Toronto Park, M., S.L. Chan, and Y. Ingawale-Verma. 2003. Three Success Factors for Simulation Based Construction Education. Journal of Construction Education. 8(2): 101-114. Parkinson, J., and K. Tayler. 2003. Decentralized wastewater management in periurban areas in low-income countries. Environment&Urbanization. 15(1): 75-90. Peasey, A. 2001. Health Aspects of Dry Sanitation with Waste Reuse. Well Studies in Water and Environmental Health
179 [PLN] Perusahaan Listrik Negara. 1998. Final Report Cirata and Saguling Environmental Studies and Training. Electrowatt Engineering in association with Amytas Expert & Associates. Powell, S.G., M. Schwaninger, and C. Trimble. 2001. Measurement and control of business processes. System Dynamic Review. 17: 63-91. Pranoto, Sugimin. 2005. Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan Melalui Model Pengembangan Agropolitan [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor [Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2002. Laporan Akhir Model Penanganan Penyehatan Lingkungan Permukiman Secara Komunal yang dapat dikelola sendiri. Tim Peneliti pada Proyek Pengembangan Teknologi Permukiman. Desember 2000. [Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2004. Laporan Antara Pekerjaan Fungsionalisasi IPLT dan TPA Sampah dalam Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman. PT Arga Pasca Rencana. [Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2004. Laporan Antara Pekerjaan Penerapan Model Daya Dukung Lingkungan Permukiman untuk mendukung Kelestarian DAS. PT Biasreka Engineering Consultant. Rahman, T., R.C. Mittelhammer, and Wandscheneider. 2005. Measuring the quality of life across Countries, A sensitivity Analysis of well being Indices, Research Paper. No.2005/06. Ramirez, J.I., B. Frostell, and R. Gallindo. 2003. A Systems Approach Evaluation of Sludge Management Strategies Case Study: sludge management in Valparaiso and Acongacua, Chile. Journal of Water Resources Planning and Management. Hlm 361. Rahardjo, S., dan R. Saraswati. 2002. Simulasi Pengimbuhan Air Tanah Dangkal di Depok. Sains Indonesia. 7(1): 31-36. Randers, J., and D.H. Meadows. 1979. Toward Global Equilibrium : Collected Paper. Di dalam : Meadows D.H., L. Dennis : The Carrying Capacity of Our Global Environment: A Look at The Ethical Alternatives; 238 Mainstreet Cambridge, Massachusetts 02142. Dartmouth College Hannover, New Hampshire: Wright-Allen Press, Inc. page 316-335. Rau, J.G., and D.C. Wooten. 1980. Environmental Impact Analysis Handbook. USA: McGraw-Hill, Inc. Redinger, T., J. Graham, J.C. Barud, and R. Avitia. 2001. Ecological Toilet in Hot Arid Climates, Proceedings of the First International Conference on
180 Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm, [9 Oktober 2004] Reid, R.A., E.L. Koljonen. 1999. Validating A Manufacturing Paradigm: A System Dynamics Modeling Approach. Proceedings of the 1999 Winter Simulation Approach. Saaty, T.L. 1980. The Analytic Hierarchy Process, Planning, Priority Setting, Resources Allocation. McGraw-Hill International Book Company. Saeed, K., A. Fukuda. 2003. Testing Design of a Social Innovation The Environmental Mitigation Banking System. Proceedings of the 36th Hawaii International Conference on System Sciences. SANDEC Report No. 05/98. 1998. Solids Separation and Pond Systems for the treatment of Faecal Sludges in the Tropics. EAWAG - Swiss Federal Institute for Environmental Science & Technology, SANDEC - Dep. Of Water & Sanitation in Developing Countries. Sarbidi, I.Y. Sumijan. 1999. Pengkajian Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Dengan Tangki Anaerobik Bermedia Kontak. Jurnal Penelitian Pemukiman. 15: 58-68. Sasimartoyo, T.P. 2002. Kajian Penerapan Sistem Eko-Sanitasi dalam Pemanfaatan Kembali Limbah Manusia yang Terlupakan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 12(1). http://digilib.litbang.depkes.go.id /go.php?id=jkpkbppk-gdl- grey-2002-tri1023-kajian [30 Januari 2005] Schattauer, H., A.A. Tushabe, M. Nalubega. 2001. Experiences with Ecological Sanitation In South Western Uganda. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20 Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Schonning, C., T.A. Stenstrom. 2004. Guidelines for the Safe Use of Urine and Faeces in Ecological Sanitation Systems. EcoSanRes. Shaban, A.M. 1999. Bacteriological Evaluation of Composting Systems in Sludge Treatment. Water Science and Technology. 40(7): 165-170. http://www.iwaponline.com/wst/04007/wst040070165.htm [17 Mei 2005] Shunchang, P., W. Jungi, S. Fengying. 2001. Ecological Sanitation and Health. Proceedings of The First International Conference on Ecological Sanitation. 5–8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm, [15 Agustus 2004]
181 Simonovic, S.P. 2003. Assessment of Water Resources Through System Dynamics Simulation: From Global Issues to Regional Solutions. Proceedings of the 36th Hawaii International Conference on System Sciences. Sitorus, R.P. Santun. 2004. Kualitas, Degradasi dan Rehabilitasi Tanah. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Skartveit, H.L., K. Goodnow, M. Viste. 2003. Visualized System Dynamic Models as Information and Planning Tools. InSITE – “Where Parallels Intersect”. Hlm 1114-1128. Sousa, G.W.L., L.C.R. Carpinetti, R.L. Groesbeck, E.M. Van Aken. 2003. Enterprise Analysis and Conceptual Redesign Using System Dynamics Modeling and Situation. Di dalam: IX ICIEOM – Ouro Preto, MG. Brazil, 22–24 Oktober 2003. Sterman, J.D. 2000. Business Dynamics, System Thinking and Modelling for a Complex World. Strauss, M., S.A. Larmie, U. Heinss. 1997.Treatment of sludges from on-site sanitation – low-cost options. Water Science and Technology. 35(6): 129136. Strauss, M., A. Montangero. 2003. FS Management - Review Problems and Initiatives. Capacity Building for Effective Wastewater Management. EAWAG - Swiss Federal Environmental Science & Technology, SANDEC - Dep. Sanitation in Developing Countries.
of Practices, Decentralised Institute for Of Water &
Sumarwoto, O. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Djambatan. Tasrif, M. 2001. Model System Dynamics untuk Sarana Analisis dalam Merancang Kebijaksanaan Energi yang Berwawasan Lingkungan di Negara Sedang Berkembang [Disertasi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Tiner, R.W. 2004. Remotely-sensed indicators for monitoring the general condition of “natural habitat” in watersheds: an application for Delaware’s Nanticoke River watershed. Ecological Indicators. 4 (2004) : 227-243. Tipton, J.D., W. Cecelia. 2004. Development of Systems and Process Models – Private Landfills Application. Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference. Cancun, Mexico, 30 April – 3 Mei 2004. Tyrrel, S.F. 1999. The Microbiological Quality of Water Used for Irrigation. Irrigation News. 27: 39-42.
182 Tyrrel, S.F., J.N. Quinton. 2003. Overland flow transport of pathogens from agricultural land receiving faecal wastes. Journal of Applied Microbiology. 94: 87S-93S. [UNEP/GPA] United Nation Environment Programme/The Global Programme 2000. Working Document, Recommendation for Decision Making on Municipal Wastewater, Practical Policy Guideline for Implementing the global Activities (GPA) on sewage, UNEP/GPA Coordination Office, the Netherland. Venkateswaran, J., Y.J. Son. 2005. Information Synchronization Effects on The Stability of Collaborative Supply Chain. Di dalam: M.E. Kuhl, N.M. Steiger, F.B. Armstrong, dan J.A. Joines, editor. Proceedings of the 2005 Winter Simulation Conference. Hlm. 1668-1676. Vieira, G.E., O. César Jr. 2005. A Conceptual Model for The Creation of Supply Chain Simulation Models. Di dalam: M.E. Kuhl, N.M. Steiger, F.B. Armstrong, dan J.A. Joines, editor. Proceedings of the 2005 Winter Simulation Conference. Hlm. 2619-2627. Wanasen, S.A. Upgrading Conventional Septic Tanks by Integrating In-Tank Baffles [Thesis]. Asian Institute of Technology; School of Environment, Resources and Development. [Waspola] Water and Sanitation Policy Formulation and Action Planning. 2003. Konsep pertama Kebijakan Nasional pembangunan Prasarana dan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan berbasis Lembaga, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Bappenas. Wäger, S. 2006. A Simulation System for Waste Management. System Dynamics Modelling to Decision Support. 174 – 179. Werner, C., J. Schlick, G. Wiitte. 2001. Ecosan-Closing the Loop in Wastewater Management and Sanitation-A New Supra Regional Project of GTZ. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5-8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres. org/Nanning%20Conf%20Proceedings.htm [9 Oktober 2004] Wudi, Z., S. Hongchuan, L. Jianchang, W. Xianokul. 2001. Comprehensive Utilization of Human and Animal Waste. Proceedings of the First International Conference on Ecological Sanitation. 5-8 November 2001, Nanning, China. http://www.ecosanres.org/Nanning%20Conf%20 Proceedings.htm [9 Oktober 2004] [WB] World Bank. 2003. Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action, Main Report, Bank Dunia (The World Ba nk).
183 Xavier, S., I. Martin. 2004. Executive summary of the Global Competitiveness Report 2003-2004. Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-Politik Kebijakan Fiskal [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zhang, Y., M. Tanniru. 2005. An Agent-based Approach to Study Virtual Learning Communities. Proceedings of the 38th Hawaii International Conference on System Sciences.
185 Lampiran-1 Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Kualitas Air Bersih (Hasil Analisis Laboratorium)
185 Lampiran-1 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Faktor) Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
IPLH
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
NO DATA
No
0.66 0.14 1.06 11.27 2.66 37.14 8.76 70.44 2.88 8.79 1.83 18.39 22.33 20.59 8.78 24.85 1.97 9.13 8.85 9.29 0.44 2.31 4.21 0.52 10.58 0.16 6.22 0.77 4.09 2.03 0.58 4.29 1.22 6.46 0.02 0.24 0.28 7.42 0.03 3.32 2.06 0.07 7.18 7.21 2.36
0.07 6.79 0.17 0.05 1.61 22.21 10.14 2.51 10.65 21.65 0.19 1.95 29.28 99.76 1.41 14.41 5.37 0.62 0.71 31.89 0.21 0.09 0.97 16.22 13.87 26.03 0.43 27.53 31.28 0.01 1.79 8.46 2.28 1.84 0.00 0.27 0.75 1.09 0.62 4.08 0.80 0.24 9.40 13.20 4.51
3.84 4.87 0.41 10.27 0.59 32.33 16.21 0.30 24.84 12.14 2.72 30.04 4.39 63.92 3.62 6.92 0.00 2.09 1.69 41.16 1.25 4.18 1.06 0.03 16.09 8.02 0.02 0.25 20.74 1.04 3.71 7.67 53.85 0.16 0.72 4.25 4.56 1.88 2.65 0.02 0.13 0.78 17.63 4.42 4.30
0.66 0.14 1.06 11.27 2.66 37.14 8.76 70.44 2.88 8.79 1.83 18.39 22.33 20.59 8.78 24.85 1.97 9.13 8.85 9.29 0.44 2.31 4.21 0.52 10.58 0.16 6.22 0.77 4.09 2.03 0.58 4.29 1.22 6.46 0.02 0.24 0.28 7.42 0.03 3.32 2.06 0.07 7.18 7.21 2.36
0.12 5.35 0.05 1.72 2.67 2.32 0.34 0.20 3.44 0.46 5.34 0.30 0.59 2.08 0.41 4.95 0.81 1.96 0.01 1.97 1.09 0.10 4.76 1.61 2.58 0.08 4.12 4.77 1.09 7.22 1.09 0.55 0.10 3.66 0.02 1.44 0.23 4.36 0.92 2.98 0.62 1.24 0.13 0.28 0.69
3.15 9.27 1.38 1.79 0.98 5.14 0.20 1.17 5.43 0.88 9.38 1.73 3.47 18.44 0.01 2.94 9.66 0.56 1.92 0.62 1.87 0.33 15.43 1.14 14.97 0.24 4.41 18.87 7.19 2.83 4.64 5.58 0.20 2.01 0.03 0.23 2.48 6.71 4.84 7.27 1.23 4.36 0.04 1.44 1.77
0.02 7.56 1.12 7.15 0.07 1.60 3.21 0.92 0.73 3.50 1.44 2.66 13.09 23.71 6.10 20.98 5.11 0.49 10.28 19.45 4.92 1.13 21.84 0.71 6.85 3.67 2.76 57.30 32.15 0.22 0.27 11.93 11.53 0.21 4.91 1.41 9.48 18.24 3.03 1.20 0.14 10.31 2.14 0.05 11.49
5.78 14.23 2.67 6.76 6.04 2.40 0.56 0.11 11.04 2.57 0.76 8.33 15.50 25.22 9.09 3.66 0.29 8.28 1.26 3.79 1.15 1.54 23.33 0.52 3.39 3.55 0.10 95.88 8.24 1.08 0.60 42.64 42.30 2.41 0.81 21.93 0.53 12.22 12.05 22.58 0.54 3.47 2.21 1.06 1.39
2.12 0.38 16.59 6.32 1.18 3.26 3.66 1.68 0.82 14.63 0.78 2.53 26.12 34.94 3.63 12.25 11.58 0.11 2.58 0.83 2.14 4.91 16.78 0.91 0.09 35.64 32.71 69.65 38.07 9.90 8.13 12.25 36.07 0.73 6.59 1.00 6.13 0.47 0.11 0.22 0.04 1.82 9.59 12.81 13.16
0.57 2.07 0.21 0.91 3.16 1.08 0.05 0.21 0.57 0.45 2.34 0.59 0.91 3.01 0.35 3.68 1.63 1.72 0.17 4.32 0.74 0.32 3.18 3.15 3.69 0.03 2.11 1.97 0.11 4.01 0.58 0.66 0.35 2.93 0.34 0.08 0.21 3.65 1.12 0.76 0.51 1.77 0.39 0.16 0.19
0.81 0.74 2.76 4.14 0.49 5.26 1.17 3.20 3.74 2.32 5.92 3.56 4.32 82.10 0.39 4.50 4.36 0.32 0.04 7.34 2.02 2.76 13.70 4.49 18.96 0.13 2.33 18.53 6.21 0.85 4.17 1.02 1.14 4.00 0.80 0.25 4.40 7.07 8.84 9.53 2.80 7.90 0.10 0.45 1.24
0.20 6.90 2.28 1.13 2.21 11.67 0.03 1.31 0.20 14.13 0.33 10.76 26.50 44.70 10.76 33.48 1.36 2.49 0.95 40.70 2.75 5.32 23.10 0.21 15.23 2.83 0.59 35.30 28.97 0.86 1.21 11.12 17.01 3.81 3.67 0.32 8.05 23.59 2.38 0.10 0.00 7.85 3.86 0.17 14.15
7.16 5.66 7.76 10.75 6.37 20.97 0.63 0.78 6.82 22.66 0.62 11.94 32.28 75.44 6.89 12.49 2.58 18.50 2.83 18.32 1.62 0.32 21.61 9.05 14.49 2.43 0.08 92.52 13.33 3.93 6.48 41.51 26.15 2.26 0.77 17.76 0.02 9.51 16.24 11.92 0.29 4.00 8.41 0.10 7.08
4.20 0.11 13.57 9.87 0.22 7.48 1.68 5.15 4.44 15.52 2.51 0.23 29.51 64.65 5.22 10.48 11.35 0.05 0.63 9.58 1.46 2.75 12.64 1.25 3.97 17.06 28.27 55.80 54.17 2.97 11.50 13.79 54.24 0.06 5.29 0.99 7.52 0.08 1.41 0.05 0.01 2.48 15.64 3.41 17.97
186 Lampiran-1 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Taxonomi ) No
Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
2000
2001
2002
2003
2004
77.37 82.90 73.65 80.86 67.64 76.41 77.36 76.69 68.97 75.96 72.33 76.19 73.29 69.33 78.65 64.31 68.96 70.18 75.85 96.95 78.49 77.35 66.50 72.00 100.00 73.70 79.39 84.56 86.70 72.40 79.52 73.15 73.95 80.39 75.34 76.38 76.66 67.87 77.58 66.11 80.35 70.65 74.29 76.84 77.82
70.28 82.79 71.77 78.98 66.02 72.07 73.14 78.08 66.74 77.69 67.40 73.15 68.50 63.65 68.84 61.16 63.37 69.67 67.20 99.29 75.78 73.18 61.85 62.27 100.00 69.93 73.70 85.28 85.11 70.03 74.59 67.62 68.95 74.17 72.45 76.01 75.69 63.23 77.96 66.49 75.80 64.89 72.09 73.11 77.51
82.74 85.06 83.66 79.59 72.91 84.70 77.46 77.69 68.43 80.98 68.07 82.69 73.03 67.67 76.02 68.68 73.48 69.69 81.77 85.73 78.59 74.18 66.22 75.67 85.99 79.40 84.12 100.00 87.16 82.43 77.94 69.04 69.47 78.00 76.98 84.37 79.53 70.09 83.55 75.61 80.11 68.60 81.49 79.60 81.33
83.94 89.60 86.09 84.79 74.52 85.68 79.58 78.88 69.70 84.19 73.08 84.58 70.54 68.26 74.77 68.95 76.35 68.86 79.09 84.94 80.54 78.31 70.85 77.59 88.67 81.37 85.40 100.00 88.12 79.54 78.56 73.51 73.22 81.39 81.64 85.68 83.15 68.82 85.48 72.66 80.01 69.08 83.25 81.63 81.59
74.59 86.03 87.09 85.06 76.19 83.70 80.06 82.04 77.06 85.77 74.00 74.46 64.11 64.01 80.48 65.15 72.52 76.18 69.77 77.81 73.58 73.77 69.73 80.22 81.24 89.11 92.53 100.00 91.59 71.57 72.99 70.95 65.23 78.23 75.08 82.85 74.80 75.56 80.13 79.05 78.17 75.89 84.64 86.75 86.39
2000
2001
IPLH
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
51.27 60.97 47.71 65.13 60.59 83.96 74.64 48.58 74.77 54.27 52.66 58.72 54.54 66.62 58.07 58.63 59.37 67.38 45.71 56.03 47.32 44.04 69.95 40.38 56.57 49.95 72.42 77.75 54.08 66.42 55.61 29.13 53.15 53.69 32.69 83.30 38.42 45.40 36.07 48.14 33.22 57.32 60.70 55.30 69.04
38.98 71.68 61.69 32.53 57.12 46.85 71.48 43.19 70.98 52.47 31.09 17.12 53.19 100.00 42.19 52.98 43.66 40.09 39.83 50.57 30.82 35.01 51.08 42.58 51.00 83.60 63.75 74.99 62.20 48.69 54.69 28.94 42.17 35.14 22.74 47.83 36.01 55.23 37.22 48.71 37.27 50.15 51.76 45.70 53.12
56.71 73.93 46.10 47.58 69.47 71.98 69.59 41.89 95.70 63.39 55.02 57.37 56.61 89.04 40.10 46.99 50.83 53.58 55.60 55.08 33.88 52.01 55.35 39.63 45.54 61.34 60.16 78.39 56.65 43.15 27.34 17.69 54.04 25.70 34.22 70.97 19.15 52.70 32.24 51.50 31.87 51.73 59.91 65.99 56.32
80.39 86.19 80.56 82.92 74.49 83.53 81.68 80.48 75.53 83.07 74.97 79.27 73.67 71.75 79.14 69.25 70.11 73.85 81.70 98.72 80.15 75.04 72.35 78.80 100.00 81.16 77.45 88.27 90.13 77.86 77.12 69.37 71.13 80.05 72.82 76.77 74.47 73.94 79.26 74.63 79.30 75.57 81.05 80.74 85.68
77.27 86.43 82.43 83.77 79.56 82.75 81.65 84.28 77.98 87.07 77.29 81.46 73.86 71.66 74.48 71.78 68.73 75.03 80.95 99.60 80.27 73.75 73.50 77.26 100.00 80.57 66.58 87.89 90.79 79.98 75.11 66.43 70.64 76.06 71.00 79.47 74.09 74.85 80.76 73.02 77.64 75.62 83.06 80.22 89.02
81.56 85.44 88.42 81.50 79.23 87.83 84.58 80.62 78.07 86.43 72.86 81.56 74.42 75.88 78.50 72.77 73.69 74.20 85.98 90.16 78.74 73.05 72.83 81.82 89.85 88.86 87.56 100.00 91.96 86.47 78.73 68.22 70.09 82.79 72.53 83.94 77.65 77.25 82.58 80.05 79.01 75.34 87.13 83.85 86.89
85.54 90.86 92.26 88.27 82.63 90.94 88.67 85.24 83.09 92.12 80.44 85.35 75.18 78.00 79.00 76.17 79.44 75.66 88.65 94.23 83.42 79.36 79.47 87.26 95.49 92.71 82.46 100.00 95.06 86.76 79.83 74.14 75.97 86.52 81.12 88.84 78.97 79.44 86.12 80.02 81.61 78.49 90.72 86.67 89.80
87.38 98.75 93.44 88.63 84.82 97.50 90.36 87.90 93.52 97.95 87.44 89.65 75.64 80.86 88.92 77.00 75.82 81.22 83.81 90.25 78.38 75.90 79.36 84.79 86.60 92.82 96.47 100.00 97.99 78.28 68.07 67.53 67.19 77.55 67.77 89.29 71.53 84.60 81.07 82.31 79.24 86.07 92.99 89.32 98.70
187 Lampiran-1 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Skalogra m) No
Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
IPLH
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
40.38 42.70 42.15 47.18 43.89 45.35 44.30 44.43 50.39 41.83 38.47 48.28 50.04 43.52 46.33 42.44 47.66 47.90 43.92 39.16 46.81 41.59 40.85 43.21 39.66 43.04 40.98 42.83 43.39 46.03 40.45 39.20 43.91 45.32 43.40 53.49 50.60 44.99 45.46 46.61 39.37 41.48 39.41 41.52 45.35
63.20 79.48 75.40 90.33 76.43 78.75 88.46 84.50 87.89 79.68 80.45 87.83 86.44 100.00 86.63 85.62 91.22 81.08 83.74 56.42 95.88 89.36 81.72 90.14 56.80 81.37 90.68 77.12 82.62 82.73 94.56 88.30 86.14 91.59 88.32 87.33 92.42 81.55 89.19 95.25 82.22 80.07 77.49 85.65 76.74
69.21 61.82 73.46 80.59 75.13 71.46 68.50 81.38 82.69 68.43 75.83 79.46 80.07 89.83 78.27 71.36 84.44 80.29 79.22 72.56 86.67 79.13 80.57 84.50 78.59 82.49 76.00 63.86 77.91 74.40 100.00 80.84 79.42 90.21 85.96 85.70 95.69 79.26 80.09 99.78 71.91 83.28 76.66 80.66 60.27
77.56 65.38 66.98 83.84 78.90 72.70 73.91 72.23 79.83 66.03 72.80 79.09 72.29 89.07 77.86 81.65 84.58 66.37 75.16 69.81 100.00 77.40 79.03 81.18 78.46 68.27 81.29 67.39 67.78 76.66 91.24 78.83 76.83 86.05 76.37 82.67 83.19 73.81 79.68 77.08 73.77 80.35 71.24 88.70 66.54
69.06 79.88 73.43 78.00 66.64 68.26 73.04 88.49 80.26 72.25 73.30 81.76 84.69 87.42 72.32 97.06 96.10 90.44 72.39 80.17 86.12 82.40 85.23 82.11 80.86 79.02 74.44 70.80 78.67 92.22 92.72 83.23 76.16 100.00 88.47 71.80 90.28 70.14 94.19 83.78 75.94 80.76 76.45 78.77 63.66
91.54 91.68 92.48 91.94 92.01 91.91 91.70 91.64 92.36 94.15 93.09 92.46 91.32 91.42 92.31 93.16 93.40 91.84 91.98 98.15 91.93 92.50 92.38 94.71 100.00 92.76 91.80 93.18 91.87 91.30 91.13 93.34 91.33 93.94 94.06 93.15 91.95 92.69 93.18 93.37 92.45 93.67 93.17 92.59 92.05
95.57 95.39 96.02 95.11 94.39 94.74 95.17 94.95 95.51 97.01 96.26 95.71 95.29 95.03 95.97 96.46 97.18 95.20 95.15 99.09 94.85 95.97 95.71 98.48 100.00 96.56 94.88 96.27 95.20 94.89 94.89 96.25 94.65 96.81 97.01 95.38 95.53 95.87 96.27 96.40 97.23 96.97 96.73 95.72 94.88
75.54 83.11 69.99 80.87 70.39 74.52 76.92 75.73 73.23 70.90 74.90 70.63 71.35 69.92 70.08 73.62 70.64 69.36 71.45 78.37 72.48 70.98 73.15 69.78 73.42 71.75 76.24 83.18 69.39 70.26 76.22 74.10 68.52 72.89 72.14 100.00 68.94 70.80 75.96 70.60 69.62 69.25 68.55 68.50 72.33
80.71 89.54 88.16 80.03 77.83 78.36 83.53 79.95 80.01 77.61 77.91 79.06 81.51 80.09 86.20 83.23 81.48 79.49 77.90 82.82 79.32 81.69 80.08 84.87 84.58 94.65 86.71 88.82 77.89 77.27 87.30 86.93 76.32 80.41 79.14 100.00 83.49 79.48 86.77 81.62 79.36 77.71 77.55 82.08 78.01
79.95 79.81 72.94 70.12 68.95 80.76 78.84 69.75 80.37 71.65 75.42 73.07 69.70 67.10 69.37 71.87 71.57 71.64 68.53 72.97 69.63 71.56 68.10 70.49 72.05 82.06 74.21 85.86 66.98 66.01 70.10 70.52 68.69 70.18 73.65 100.00 70.04 67.76 69.86 70.99 68.11 67.37 68.41 76.38 68.54
16.02 15.85 14.92 16.89 18.14 17.25 16.59 16.28 18.58 14.11 15.12 17.14 16.82 16.81 17.39 16.22 17.45 17.25 15.84 15.12 16.93 17.05 15.93 16.05 15.11 16.48 17.19 14.82 15.37 16.14 18.34 16.97 16.76 16.15 15.94 17.67 16.67 16.28 15.92 18.66 15.20 14.93 14.55 16.13 16.61
14.83 14.50 14.22 15.89 16.70 14.57 14.57 14.76 16.43 13.51 14.82 14.55 15.97 15.99 16.83 15.58 17.00 16.41 14.59 13.35 14.75 14.77 15.17 14.26 13.07 14.43 14.60 13.95 14.07 15.38 15.55 16.17 15.58 14.60 15.71 14.60 15.11 15.98 14.37 16.95 15.13 15.27 13.64 14.70 15.63
19.50 17.04 19.73 18.91 22.41 17.66 17.85 20.50 21.54 18.96 20.13 20.74 19.95 23.32 20.39 20.08 22.41 20.82 21.53 18.28 21.03 18.87 21.09 22.11 20.87 20.70 18.03 16.64 20.14 20.55 21.61 22.20 22.93 21.82 21.66 19.86 20.82 21.79 21.52 22.84 20.04 20.12 19.16 19.99 18.41
20.99 20.19 19.33 23.70 24.94 20.77 22.06 20.68 23.63 18.50 20.66 21.54 21.21 25.60 22.56 24.31 22.69 21.63 23.73 18.90 24.15 20.79 23.22 21.62 19.19 18.15 19.47 18.28 19.19 22.39 21.23 20.50 23.15 23.22 20.53 20.18 21.33 21.36 21.39 24.41 19.97 21.42 19.81 22.93 20.27
18.97 20.14 18.49 20.58 21.59 18.46 19.63 21.09 20.62 17.24 18.10 19.69 20.35 28.56 21.89 23.63 22.31 22.53 21.44 18.79 20.70 19.32 21.51 19.17 17.96 18.10 17.54 17.14 20.04 21.37 22.78 21.57 20.62 23.43 21.05 16.33 21.14 18.35 20.51 21.54 20.12 20.62 20.10 18.67 18.05
186 Lampiran-1 Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Kualitas Air Bersih (Jam dan lokasi pengambilan contoh air)
187 Lampiran-1 Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Kualitas Air Bersih (Peta Lokasi pengambilan contoh air)
188 Lampiran-2 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Faktor) Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
IPLH
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
TIDAK DIANALISIS KARENA DATA TIDAK LENGKAP
No
0.66 0.14 1.06 11.27 2.66 37.14 8.76 70.44 2.88 8.79 1.83 18.39 22.33 20.59 8.78 24.85 1.97 9.13 8.85 9.29 0.44 2.31 4.21 0.52 10.58 0.16 6.22 0.77 4.09 2.03 0.58 4.29 1.22 6.46 0.02 0.24 0.28 7.42 0.03 3.32 2.06 0.07 7.18 7.21 2.36
0.07 6.79 0.17 0.05 1.61 22.21 10.14 2.51 10.65 21.65 0.19 1.95 29.28 99.76 1.41 14.41 5.37 0.62 0.71 31.89 0.21 0.09 0.97 16.22 13.87 26.03 0.43 27.53 31.28 0.01 1.79 8.46 2.28 1.84 0.00 0.27 0.75 1.09 0.62 4.08 0.80 0.24 9.40 13.20 4.51
3.84 4.87 0.41 10.27 0.59 32.33 16.21 0.30 24.84 12.14 2.72 30.04 4.39 63.92 3.62 6.92 0.00 2.09 1.69 41.16 1.25 4.18 1.06 0.03 16.09 8.02 0.02 0.25 20.74 1.04 3.71 7.67 53.85 0.16 0.72 4.25 4.56 1.88 2.65 0.02 0.13 0.78 17.63 4.42 4.30
0.66 0.14 1.06 11.27 2.66 37.14 8.76 70.44 2.88 8.79 1.83 18.39 22.33 20.59 8.78 24.85 1.97 9.13 8.85 9.29 0.44 2.31 4.21 0.52 10.58 0.16 6.22 0.77 4.09 2.03 0.58 4.29 1.22 6.46 0.02 0.24 0.28 7.42 0.03 3.32 2.06 0.07 7.18 7.21 2.36
0.12 5.35 0.05 1.72 2.67 2.32 0.34 0.20 3.44 0.46 5.34 0.30 0.59 2.08 0.41 4.95 0.81 1.96 0.01 1.97 1.09 0.10 4.76 1.61 2.58 0.08 4.12 4.77 1.09 7.22 1.09 0.55 0.10 3.66 0.02 1.44 0.23 4.36 0.92 2.98 0.62 1.24 0.13 0.28 0.69
3.15 9.27 1.38 1.79 0.98 5.14 0.20 1.17 5.43 0.88 9.38 1.73 3.47 18.44 0.01 2.94 9.66 0.56 1.92 0.62 1.87 0.33 15.43 1.14 14.97 0.24 4.41 18.87 7.19 2.83 4.64 5.58 0.20 2.01 0.03 0.23 2.48 6.71 4.84 7.27 1.23 4.36 0.04 1.44 1.77
0.02 7.56 1.12 7.15 0.07 1.60 3.21 0.92 0.73 3.50 1.44 2.66 13.09 23.71 6.10 20.98 5.11 0.49 10.28 19.45 4.92 1.13 21.84 0.71 6.85 3.67 2.76 57.30 32.15 0.22 0.27 11.93 11.53 0.21 4.91 1.41 9.48 18.24 3.03 1.20 0.14 10.31 2.14 0.05 11.49
5.78 14.23 2.67 6.76 6.04 2.40 0.56 0.11 11.04 2.57 0.76 8.33 15.50 25.22 9.09 3.66 0.29 8.28 1.26 3.79 1.15 1.54 23.33 0.52 3.39 3.55 0.10 95.88 8.24 1.08 0.60 42.64 42.30 2.41 0.81 21.93 0.53 12.22 12.05 22.58 0.54 3.47 2.21 1.06 1.39
2.12 0.38 16.59 6.32 1.18 3.26 3.66 1.68 0.82 14.63 0.78 2.53 26.12 34.94 3.63 12.25 11.58 0.11 2.58 0.83 2.14 4.91 16.78 0.91 0.09 35.64 32.71 69.65 38.07 9.90 8.13 12.25 36.07 0.73 6.59 1.00 6.13 0.47 0.11 0.22 0.04 1.82 9.59 12.81 13.16
0.57 2.07 0.21 0.91 3.16 1.08 0.05 0.21 0.57 0.45 2.34 0.59 0.91 3.01 0.35 3.68 1.63 1.72 0.17 4.32 0.74 0.32 3.18 3.15 3.69 0.03 2.11 1.97 0.11 4.01 0.58 0.66 0.35 2.93 0.34 0.08 0.21 3.65 1.12 0.76 0.51 1.77 0.39 0.16 0.19
0.81 0.74 2.76 4.14 0.49 5.26 1.17 3.20 3.74 2.32 5.92 3.56 4.32 82.10 0.39 4.50 4.36 0.32 0.04 7.34 2.02 2.76 13.70 4.49 18.96 0.13 2.33 18.53 6.21 0.85 4.17 1.02 1.14 4.00 0.80 0.25 4.40 7.07 8.84 9.53 2.80 7.90 0.10 0.45 1.24
0.20 6.90 2.28 1.13 2.21 11.67 0.03 1.31 0.20 14.13 0.33 10.76 26.50 44.70 10.76 33.48 1.36 2.49 0.95 40.70 2.75 5.32 23.10 0.21 15.23 2.83 0.59 35.30 28.97 0.86 1.21 11.12 17.01 3.81 3.67 0.32 8.05 23.59 2.38 0.10 0.00 7.85 3.86 0.17 14.15
7.16 5.66 7.76 10.75 6.37 20.97 0.63 0.78 6.82 22.66 0.62 11.94 32.28 75.44 6.89 12.49 2.58 18.50 2.83 18.32 1.62 0.32 21.61 9.05 14.49 2.43 0.08 92.52 13.33 3.93 6.48 41.51 26.15 2.26 0.77 17.76 0.02 9.51 16.24 11.92 0.29 4.00 8.41 0.10 7.08
4.20 0.11 13.57 9.87 0.22 7.48 1.68 5.15 4.44 15.52 2.51 0.23 29.51 64.65 5.22 10.48 11.35 0.05 0.63 9.58 1.46 2.75 12.64 1.25 3.97 17.06 28.27 55.80 54.17 2.97 11.50 13.79 54.24 0.06 5.29 0.99 7.52 0.08 1.41 0.05 0.01 2.48 15.64 3.41 17.97
189 Lampiran-2 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Taxonomi )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
2000
2001
2002
2003
2004
77.37 82.90 73.65 80.86 67.64 76.41 77.36 76.69 68.97 75.96 72.33 76.19 73.29 69.33 78.65 64.31 68.96 70.18 75.85 96.95 78.49 77.35 66.50 72.00 100.00 73.70 79.39 84.56 86.70 72.40 79.52 73.15 73.95 80.39 75.34 76.38 76.66 67.87 77.58 66.11 80.35 70.65 74.29 76.84 77.82
70.28 82.79 71.77 78.98 66.02 72.07 73.14 78.08 66.74 77.69 67.40 73.15 68.50 63.65 68.84 61.16 63.37 69.67 67.20 99.29 75.78 73.18 61.85 62.27 100.00 69.93 73.70 85.28 85.11 70.03 74.59 67.62 68.95 74.17 72.45 76.01 75.69 63.23 77.96 66.49 75.80 64.89 72.09 73.11 77.51
82.74 85.06 83.66 79.59 72.91 84.70 77.46 77.69 68.43 80.98 68.07 82.69 73.03 67.67 76.02 68.68 73.48 69.69 81.77 85.73 78.59 74.18 66.22 75.67 85.99 79.40 84.12 100.00 87.16 82.43 77.94 69.04 69.47 78.00 76.98 84.37 79.53 70.09 83.55 75.61 80.11 68.60 81.49 79.60 81.33
83.94 89.60 86.09 84.79 74.52 85.68 79.58 78.88 69.70 84.19 73.08 84.58 70.54 68.26 74.77 68.95 76.35 68.86 79.09 84.94 80.54 78.31 70.85 77.59 88.67 81.37 85.40 100.00 88.12 79.54 78.56 73.51 73.22 81.39 81.64 85.68 83.15 68.82 85.48 72.66 80.01 69.08 83.25 81.63 81.59
74.59 86.03 87.09 85.06 76.19 83.70 80.06 82.04 77.06 85.77 74.00 74.46 64.11 64.01 80.48 65.15 72.52 76.18 69.77 77.81 73.58 73.77 69.73 80.22 81.24 89.11 92.53 100.00 91.59 71.57 72.99 70.95 65.23 78.23 75.08 82.85 74.80 75.56 80.13 79.05 78.17 75.89 84.64 86.75 86.39
2000
IPLH
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
TIDAK DIANALISIS KARENA DATA TIDAK LENGKAP
Nama Kecamatan
TIDAK DIANALISIS KARENA DATA TIDAK LENGKAP
No
51.27 60.97 47.71 65.13 60.59 83.96 74.64 48.58 74.77 54.27 52.66 58.72 54.54 66.62 58.07 58.63 59.37 67.38 45.71 56.03 47.32 44.04 69.95 40.38 56.57 49.95 72.42 77.75 54.08 66.42 55.61 29.13 53.15 53.69 32.69 83.30 38.42 45.40 36.07 48.14 33.22 57.32 60.70 55.30 69.04
38.98 71.68 61.69 32.53 57.12 46.85 71.48 43.19 70.98 52.47 31.09 17.12 53.19 100.00 42.19 52.98 43.66 40.09 39.83 50.57 30.82 35.01 51.08 42.58 51.00 83.60 63.75 74.99 62.20 48.69 54.69 28.94 42.17 35.14 22.74 47.83 36.01 55.23 37.22 48.71 37.27 50.15 51.76 45.70 53.12
56.71 73.93 46.10 47.58 69.47 71.98 69.59 41.89 95.70 63.39 55.02 57.37 56.61 89.04 40.10 46.99 50.83 53.58 55.60 55.08 33.88 52.01 55.35 39.63 45.54 61.34 60.16 78.39 56.65 43.15 27.34 17.69 54.04 25.70 34.22 70.97 19.15 52.70 32.24 51.50 31.87 51.73 59.91 65.99 56.32
80.39 86.19 80.56 82.92 74.49 83.53 81.68 80.48 75.53 83.07 74.97 79.27 73.67 71.75 79.14 69.25 70.11 73.85 81.70 98.72 80.15 75.04 72.35 78.80 100.00 81.16 77.45 88.27 90.13 77.86 77.12 69.37 71.13 80.05 72.82 76.77 74.47 73.94 79.26 74.63 79.30 75.57 81.05 80.74 85.68
77.27 86.43 82.43 83.77 79.56 82.75 81.65 84.28 77.98 87.07 77.29 81.46 73.86 71.66 74.48 71.78 68.73 75.03 80.95 99.60 80.27 73.75 73.50 77.26 100.00 80.57 66.58 87.89 90.79 79.98 75.11 66.43 70.64 76.06 71.00 79.47 74.09 74.85 80.76 73.02 77.64 75.62 83.06 80.22 89.02
81.56 85.44 88.42 81.50 79.23 87.83 84.58 80.62 78.07 86.43 72.86 81.56 74.42 75.88 78.50 72.77 73.69 74.20 85.98 90.16 78.74 73.05 72.83 81.82 89.85 88.86 87.56 100.00 91.96 86.47 78.73 68.22 70.09 82.79 72.53 83.94 77.65 77.25 82.58 80.05 79.01 75.34 87.13 83.85 86.89
85.54 90.86 92.26 88.27 82.63 90.94 88.67 85.24 83.09 92.12 80.44 85.35 75.18 78.00 79.00 76.17 79.44 75.66 88.65 94.23 83.42 79.36 79.47 87.26 95.49 92.71 82.46 100.00 95.06 86.76 79.83 74.14 75.97 86.52 81.12 88.84 78.97 79.44 86.12 80.02 81.61 78.49 90.72 86.67 89.80
87.38 98.75 93.44 88.63 84.82 97.50 90.36 87.90 93.52 97.95 87.44 89.65 75.64 80.86 88.92 77.00 75.82 81.22 83.81 90.25 78.38 75.90 79.36 84.79 86.60 92.82 96.47 100.00 97.99 78.28 68.07 67.53 67.19 77.55 67.77 89.29 71.53 84.60 81.07 82.31 79.24 86.07 92.99 89.32 98.70
190 Lampiran-2 Hasil Perhitungan Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan (Metoda Analisis Skalogram) No
Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokan Jeruk Ciparay Bale Endah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Cililin Cihampelas Sindangkerta Gununghalu Rongga Cipongkor Batujajar Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Lembang Parongpong Cisarua Ngamprah Padalarang Cipatat Cipeundeuy Cikalong Wetan
IKPP
IKPS
IPLH
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
2000
2001
2002
2003
2004
40.38 42.70 42.15 47.18 43.89 45.35 44.30 44.43 50.39 41.83 38.47 48.28 50.04 43.52 46.33 42.44 47.66 47.90 43.92 39.16 46.81 41.59 40.85 43.21 39.66 43.04 40.98 42.83 43.39 46.03 40.45 39.20 43.91 45.32 43.40 53.49 50.60 44.99 45.46 46.61 39.37 41.48 39.41 41.52 45.35
63.20 79.48 75.40 90.33 76.43 78.75 88.46 84.50 87.89 79.68 80.45 87.83 86.44 100.00 86.63 85.62 91.22 81.08 83.74 56.42 95.88 89.36 81.72 90.14 56.80 81.37 90.68 77.12 82.62 82.73 94.56 88.30 86.14 91.59 88.32 87.33 92.42 81.55 89.19 95.25 82.22 80.07 77.49 85.65 76.74
69.21 61.82 73.46 80.59 75.13 71.46 68.50 81.38 82.69 68.43 75.83 79.46 80.07 89.83 78.27 71.36 84.44 80.29 79.22 72.56 86.67 79.13 80.57 84.50 78.59 82.49 76.00 63.86 77.91 74.40 100.00 80.84 79.42 90.21 85.96 85.70 95.69 79.26 80.09 99.78 71.91 83.28 76.66 80.66 60.27
77.56 65.38 66.98 83.84 78.90 72.70 73.91 72.23 79.83 66.03 72.80 79.09 72.29 89.07 77.86 81.65 84.58 66.37 75.16 69.81 100.00 77.40 79.03 81.18 78.46 68.27 81.29 67.39 67.78 76.66 91.24 78.83 76.83 86.05 76.37 82.67 83.19 73.81 79.68 77.08 73.77 80.35 71.24 88.70 66.54
69.06 79.88 73.43 78.00 66.64 68.26 73.04 88.49 80.26 72.25 73.30 81.76 84.69 87.42 72.32 97.06 96.10 90.44 72.39 80.17 86.12 82.40 85.23 82.11 80.86 79.02 74.44 70.80 78.67 92.22 92.72 83.23 76.16 100.00 88.47 71.80 90.28 70.14 94.19 83.78 75.94 80.76 76.45 78.77 63.66
91.54 91.68 92.48 91.94 92.01 91.91 91.70 91.64 92.36 94.15 93.09 92.46 91.32 91.42 92.31 93.16 93.40 91.84 91.98 98.15 91.93 92.50 92.38 94.71 100.00 92.76 91.80 93.18 91.87 91.30 91.13 93.34 91.33 93.94 94.06 93.15 91.95 92.69 93.18 93.37 92.45 93.67 93.17 92.59 92.05
95.57 95.39 96.02 95.11 94.39 94.74 95.17 94.95 95.51 97.01 96.26 95.71 95.29 95.03 95.97 96.46 97.18 95.20 95.15 99.09 94.85 95.97 95.71 98.48 100.00 96.56 94.88 96.27 95.20 94.89 94.89 96.25 94.65 96.81 97.01 95.38 95.53 95.87 96.27 96.40 97.23 96.97 96.73 95.72 94.88
75.54 83.11 69.99 80.87 70.39 74.52 76.92 75.73 73.23 70.90 74.90 70.63 71.35 69.92 70.08 73.62 70.64 69.36 71.45 78.37 72.48 70.98 73.15 69.78 73.42 71.75 76.24 83.18 69.39 70.26 76.22 74.10 68.52 72.89 72.14 100.00 68.94 70.80 75.96 70.60 69.62 69.25 68.55 68.50 72.33
80.71 89.54 88.16 80.03 77.83 78.36 83.53 79.95 80.01 77.61 77.91 79.06 81.51 80.09 86.20 83.23 81.48 79.49 77.90 82.82 79.32 81.69 80.08 84.87 84.58 94.65 86.71 88.82 77.89 77.27 87.30 86.93 76.32 80.41 79.14 100.00 83.49 79.48 86.77 81.62 79.36 77.71 77.55 82.08 78.01
79.95 79.81 72.94 70.12 68.95 80.76 78.84 69.75 80.37 71.65 75.42 73.07 69.70 67.10 69.37 71.87 71.57 71.64 68.53 72.97 69.63 71.56 68.10 70.49 72.05 82.06 74.21 85.86 66.98 66.01 70.10 70.52 68.69 70.18 73.65 100.00 70.04 67.76 69.86 70.99 68.11 67.37 68.41 76.38 68.54
16.02 15.85 14.92 16.89 18.14 17.25 16.59 16.28 18.58 14.11 15.12 17.14 16.82 16.81 17.39 16.22 17.45 17.25 15.84 15.12 16.93 17.05 15.93 16.05 15.11 16.48 17.19 14.82 15.37 16.14 18.34 16.97 16.76 16.15 15.94 17.67 16.67 16.28 15.92 18.66 15.20 14.93 14.55 16.13 16.61
14.83 14.50 14.22 15.89 16.70 14.57 14.57 14.76 16.43 13.51 14.82 14.55 15.97 15.99 16.83 15.58 17.00 16.41 14.59 13.35 14.75 14.77 15.17 14.26 13.07 14.43 14.60 13.95 14.07 15.38 15.55 16.17 15.58 14.60 15.71 14.60 15.11 15.98 14.37 16.95 15.13 15.27 13.64 14.70 15.63
19.50 17.04 19.73 18.91 22.41 17.66 17.85 20.50 21.54 18.96 20.13 20.74 19.95 23.32 20.39 20.08 22.41 20.82 21.53 18.28 21.03 18.87 21.09 22.11 20.87 20.70 18.03 16.64 20.14 20.55 21.61 22.20 22.93 21.82 21.66 19.86 20.82 21.79 21.52 22.84 20.04 20.12 19.16 19.99 18.41
20.99 20.19 19.33 23.70 24.94 20.77 22.06 20.68 23.63 18.50 20.66 21.54 21.21 25.60 22.56 24.31 22.69 21.63 23.73 18.90 24.15 20.79 23.22 21.62 19.19 18.15 19.47 18.28 19.19 22.39 21.23 20.50 23.15 23.22 20.53 20.18 21.33 21.36 21.39 24.41 19.97 21.42 19.81 22.93 20.27
18.97 20.14 18.49 20.58 21.59 18.46 19.63 21.09 20.62 17.24 18.10 19.69 20.35 28.56 21.89 23.63 22.31 22.53 21.44 18.79 20.70 19.32 21.51 19.17 17.96 18.10 17.54 17.14 20.04 21.37 22.78 21.57 20.62 23.43 21.05 16.33 21.14 18.35 20.51 21.54 20.12 20.62 20.10 18.67 18.05
188
Lampiran-2 Persamaan Powersim untuk Model EkoSanita IPLT A.
Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja
Persamaan persamaan untuk memperkirakan jumlah penduduk kota dan jumlah penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki )improved) 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15.
16. 17. 18.
init POP_t = 126505 flow POP_t = +dt*POP doc POP_t = Jumlah Penduduk pada tahun ke (t)..Untuk keperluan proyeksi, digunakan penduduk tahun 2000. Untuk kota Majalaya (126 505 jiwa), Untuk 4 (empat kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT Cibeet (405 548 jiwa) yaitu Majalaya, Ibun, Paseh, Ciparay . Untuk 6 kota kecamatan perluasan daerah pelayanan IPLT kedepan, ditambah penduduk kecamatan Rancaekek dan Pacet (620 475 jiwa) . Unit=Jiwa aux POP = POP_t*dt_POP doc POP = Laju Penduduk=tambahan jumlah penduduk dalam satu tahun unit=Jiwa/tahun aux FP_Lyn = (POP_Lyn/POP_t) doc FP_Lyn = Fraksi penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) Unit=Tanpa satuan aux Dp_Lyn = (V_Tabungan)/IPKPT doc Dp_Lyn = Tambahan penduduk yang menerima bantuan perbaikan fasilitas sanitasi. Bantuan tersebut diasumsikan dapat diambil dari sebagian penerimaan retribusi jasa pelayanan sanitasi. Unit=Jiwa aux POP_Lyn = (POP_t*F_Pop_LYN)+Dp_Lyn doc POP_Lyn = jumlah penduduk dilayani fasilitas sanitasi yaitu penduduk dengan fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat ditambah penduduk yang mendapatkan bantuan perbaikan fasilitas sanitasi . Unit=Jiwa
19.
const dt_POP = 0.0236 doc dt_POP = Pertumbuhan Penduduk Majalaya (2,265756 %/tahun), 4 Kecamatan di daerah pelayanan IPLT Cibeet (2,1557%/tahun) dan 6 kecamatan untuk perluasan pelayanan IPLT (2,263505%/tahun) Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta)
20.
const F_Pop_LYN = 0.20
189 21.
22. 23. 24.
25.
doc F_Pop_LYN = Cakupan pelayanan, yaitu rasio penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) terhadap total penduduk kota. Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta) const IPKPT = 32000 doc IPKPT = Investasi per kapita pertahun untuk perbaikan fasilitas sanitasi sampai memenuhi syarat. (Investasi termasuk biaya operasi dan pemeliharaan). Unit=Rupiah/kapita/tahun
Persamaan untuk memperkirakan bangkitan limbah rumah tangga 26. 27. 28. 29.
init V_LRT = 17808.28 flow V_LRT = +dt*Q_LRT-dt*Q_LRT_TS-dt*Q_LRT_BA doc V_LRT = Stok (Level) limbah rumah tangga, yaitu Akumulasi limbah yang dibangkitkan oleh penduduk Unit=m3
30. 31. 32.
aux Q_LRT = V_LRT+POP_t*F_LRT*Kons_AMRT doc Q_LRT = Laju Limbah Rumah Tangga dalam m3/hari Unit=m3/hari
33. 34.
aux Kons_AMRT = 0.2526*F_Kons doc Kons_AMRT = Konsumsi rata rata Air Minum Rumah Tangga dalam m3/orang/hari yang digunakan untuk minum, mandi, cuci, sanitasi dll. Unit=m3/orang/hari
35. 36. 37.
38. 39. 40. 41.
const F_LRT = 0.80 doc F_LRT = Perbandingan air yang dikonsumsi oleh penduduk untuk minum dan masak dengan air yang digunakan untuk mandi, cuci dan kebersihan. Air bekas mandi, cuci, dan kebersihan, akan dialirkan ke media lingkungan baik secara langsung atau melalui fasilitas sanitasi (Cubluk atau Tangki Septik) Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta) const F_Kons = 1.00 doc F_Kons = Fraksi konsumsi Air Minum Rumah Tangga setelah pengendalian Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta)
Persamaan untuk memperkirakan limbah rumah tangga di badan air 42. 43. 44.
init V_LRT_BA = 0 flow V_LRT_BA = +dt*Q_ETS_BA+dt*Q_LRT_BA doc V_LRT_BA = Akumulasi limbah rumah tangga yang secara langsung memasuki badan air ditambah limbah rumah tangga yang
190
45. 46. 47. 48.
dialirkan ke tangki septik kemudian efluennya mengalir ke saluran drainase kota dan akhirnya ke badan air. Unit=m3 aux Q_LRT_BA = V_LRT-Q_LRT_TS doc Q_LRT_BA = Laju limbah rumah tangga yang langsung dialirkan ke badan air Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan limbah rumah tangga yang diolah di tangki septik (TS) 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.
init V_LRT_TS = 6232.9 flow V_LRT_TS = -dt*Q_ETS_BR+dt*Q_LRT_TS-dt*Q_ETS_SAL doc V_LRT_TS = Akumulasi limbah rumah tangga ya ng tertampung di tangki septik (TS) Unit=m3 aux Q_LRT_TS = V_LRT_TS+(POP_Lyn*F_LRT*Kons_AMRT) doc Q_LRT_TS = Laju limbah rumah tangga yang dialirkan kedalam tangki septik (TS). Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan efluen tangki septik yang dialirkan ke saluran drainase kota 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67.
68.
init V_ETS_SAL = 4363.03 flow V_ETS_SAL = -dt*Q_ETS_BA+dt*Q_ETS_SAL doc V_ETS_SAL = Akumulasi effluent dari tangki septik yang langsung masuk ke saluran drainase kota Unit=m3 aux Q_ETS_SAL = V_LRT_TS*F_ETS_SAL doc Q_ETS_SAL = Laju effluent dari tangki septik yang memasuki saluran drainase kota Unit=m3/hari aux Q_ETS_BA = V_ETS_SAL doc Q_ETS_BA = Laju effluent dari tangki septik yang memasuki saluran drainase kota kemudian memasuki badan air Unit=m3/hari const F_ETS_SAL = 0.15 doc F_ETS_SAL = Fraksi effluent dari tangki septik (TS) yang tidak diolah lebih lanjut di dalam bidang rasapan atau unit pengolahan pasca tangki septik lainnya misalnya konstruksi lahan basah buatan (Artificial constructed wetland). Unit=Tanpa satuan
191 Persamaan untukmemperkirakan efluen tangki septik yang diolah di bidang resapan sebelum dialirkan ke akiver air tanah dangkal 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77.
78.
init V_ETS_BR = 1869.87 flow V_ETS_BR = +dt*Q_ETS_BR-dt*Q_AT doc V_ETS_BR = Akumulasi effluent dari tangki septik yang masuk ke bidang resapan atau jenis unit pengolahan pasca tangki septik lainnya. Unit=m3 aux Q_ETS_BR = V_LRT_TS*F_ETS_BR doc Q_ETS_BR = Q_ETS_BR=Laju efluent dari tangki septik yang memasuki bidang resapan (BR) Unit=m3/hari const F_ETS_BR = 0.85 doc F_ETS_BR = Fraksi effluent dari tangki septik yang diolah lebih lanjut di bidang resapan atau jenis unit pengolahan pasca tangki septik lainnya. Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk memperkirakan imbuhan air tanah yang berasal dari limbah rumah tangga yang telah diolah di bidang resapan 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85.
init V_AT = 0 flow V_AT = +dt*Q_AT doc V_AT = Akumulasi imbuhan air tanah yang berasal dari effluent tangki septik yang telah diolah di bidang resapan (BA) Unit=m3 aux Q_AT = DELAYMTR(V_ETS_BR,1/172800,1,0) doc Q_AT = Laju imbuhan air tanah yang berasal dari effluent tangki septik dan telah diolah di bidang resapan (BA) Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan bangkitan lumpur tinja 86. 87. 88.
89.
init V_LT = 6323.9 flow V_LT = +dt*Q_LT doc V_LT = Akumulasi lumpur tinja di dalam tangki septik yang harus dikeluarkan (dikuras) secara berkala sekurang kurangnya 3(tiga) tahun sekali Unit=m3
90. 91. 92.
aux Q_LT = DELAYMTR(V_LRT_TS,1095,1,6323.9) doc Q_LT = Laju bangkitan lumpur tinja didalam di tangki septik. Unit=m3/hari
192 B.
Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja
Persamaan untuk menghitung Lumpur Tinja yang diangkut 93. 94. 95.
96. 97. 98. 99. 100. 101.
102. 103. 104.
105.
init V_LT_TR = 0 flow V_LT_TR = -dt*Q_LT_Lnk+dt*Q_LT_TR-dt*Q_LT_OL doc V_LT_TR = Akumulasi lumpur tinja yang dikosongkan dari sumbernya (tangki septik) kemudian diangkut ke IPLT atau dibuang langsung ke media lingkungan (sungai, sawah atau lahan kosong lainnya) Unit=m3 aux Q_LT_TR = (V_LT/JD_LT_TR)*F_jdwl doc Q_LT_TR = Laju pengangkutan lumpur tinja dari sumbernya ke IPLT Unit=m3/hari const F_jdwl = 0.40 doc F_jdwl = Efisiensi pengangkutan lumpur tinja, yaitu rasio banyaknya lumpur tinja yang diangkut terhadap lumpur tinja yang dibangkitkan. Unit=Tanpa satuan const JD_LT_TR = 3*365 doc JD_LT_TR = Jadwal pengurasan lumpur tinja dari dalam tangki septik untuk kemudian diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan diolah. Unit=Hari
Persamaan untuk menghitung Lumpur Tinja yang diolah di IPLT 106. 107. 108. 109.
init V_LT_OL = 0 flow V_LT_OL = +dt*Q_LT_OL doc V_LT_OL = Akumulasi lumpur tinja yang diolah di IPLT Unit=m3
110. 111.
aux Q_LT_OL = V_LT_TR*F_Olah doc Q_LT_OL = Laju aliran lumpur tinja yang diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Unit=m3/hari
112. 113.
114. 115.
aux F_Olah = GRAPH(Fraksi_LT_OL,0,0.1,[1,1,0.99,0.99,0.96,0.91,0.88,0.83,0.7,0.3 4,0"Min:0;Max:1;Zoom"]) doc F_Olah = Pengaruh fraksi lumpur tinja yang diolah Unit=Tanpa satuan
116.
aux Fraksi_LT_OL = V_LT_OL/Kap_IPLT
193 117.
118. 119. 120. 121.
doc Fraksi_LT_OL = Rasio atau perbandingan antara kemampuan maksimum IPLT menampung dan mengolah lumpur tinja yang masuk kedalamnya dengan aliran lumpur yang masuk per satuan waktu. Unit=Tanpa satuan const Kap_IPLT = 25 doc Kap_IPLT = Kemampuan maksimum IPLT mengolah lumpur tinja yang masuk Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung produksi kompos 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130.
init V_LP = 0 flow V_LP = +dt*Q_LP-dt*Q_KOMPOS doc V_LP = Akumulasi lumpur padat yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3 aux Q_LP = V_LT_OL*F_Padat doc Q_LP = Laju aliran lumpur padat yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3/hari
131.
aux Q_KOMPOS = V_LP doc Q_KOMPOS = Laju produksi kompos yang dihasilkan dari lumpur padat hasil pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3/hari
132. 133. 134.
const F_Padat = 0.15 doc F_Padat = Fraksi padat lumpur tinja di IPLT Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk menghitung produksi pakan ikan dan/atau unggas 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143.
init V_AIR_Bak3 = 0 flow V_AIR_Bak3 = -dt*Q_AP+dt*Q_AIR_Bak3 doc V_AIR_Bak3 = Akumulasi air hasil olahan lumpur tinja di kolam maturasi yang dapat digunakan sebagai air irigasi Unit=m3 aux Q_AIR_Bak3 = V_LT_OL*F_AIR doc Q_AIR_Bak3 = Laju aliran air hasil pengolahan lumpur tinja di kolam maturasi IPLT yang dapat digunakan sebagai air irigasi Unit=m3/hari aux Q_AP = V_AIR_Bak3 doc Q_AP = Laju air permukaan hasil olahan lumpur tinja yang dapat digunakan untuk air irigasi
194 144.
Unit=m3/hari
145. 146.
147.
aux LAJU_PAKAN = V_AIR_Bak3/D_Bak3*Kons_Pakan doc LAJU_PAKAN = Laju produksi pakan ikan yang berasal dari tanaman air jenis duckweed (rumput bebek) yang ditanam di kolam maturasi Unit=Ton/Hari
148. 149. 150.
const F_AIR = 0.85 doc F_AIR = Fraksi air hasil olahan lumpur tinja di IPLT Unit=Tanpa satuan
151. 152. 153.
const D_Bak3 = 1.5 doc D_Bak3 = Kedalaman kolam maturasi Unit=meter
154. 155.
const Kons_Pakan = 0.0005 doc Kons_Pakan = Konstanta kecepatan produksi pakan ikan dalam berat (ton) per luas permukaan (m2) per hari. Unit=Ton/m2/Hari
156.
Persamaan untuk memperkirakan Lumpur Tinja yang dibuang Ke Media Lingkungan Hidup 157. 158. 159. 160. 161. 162.
init LT_Lnk = 0 flow LT_Lnk = +dt*Q_LT_Lnk doc LT_Lnk = Akumulasi lumpur tinja yang belum diolah di media lingkungan hidup Unim3
163.
aux Q_LT_Lnk = V_LT_TR-Q_LT_OL doc Q_LT_Lnk = Laju aliran lumpur tinja yang memasuki media lingkungan Unit=m3/hari
C.
Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Persamaan untuk memperkirakan besarnya Reduksi Beban Cemaran di IPLT 164. 165. 166. 167. 168. 169.
init KOB_IPLT = 0 flow KOB_IPLT = +dt*Q_KOB_IPLT doc KOB_IPLT = Akumulasi beban cemaran lumpur inja yang diolah di IPLT Unit=Kg aux Q_KOB_IPLT = KOB_IPLT+(V_LT_OL*KOB_Input) doc Q_KOB_IPLT = Laju alibar beban cemaran lumpur tinja yang diolah di IPLT
195 170.
Unit=Kg/hari
171. 172.
const KOB_Input = 0.3651 doc KOB_Input = Kebutuhan oksigen biologis baku lumpur tinja atau Beban cemaran baku lumpur tinja yang akan diolah di IPLT Unit=gram/liter
173.
Reduksi Beban Cemaran di Kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185.
init KOB_1 = 0 flow KOB_1 = +dt*Q_KOB_1-dt*Q_KOB_2 doc KOB_1 = Akumulasi beban cemaran lumpur tinja yang direduksi oleh kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) Unit=Kg aux Q_KOB_1 = KOB_IPLT-KNJ_B_1 doc Q_KOB_1 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di Kolam-1 (Bak An Aerobik) Unit=Kg/hari aux KNJ_B_1 = KOB_1-(BVol_Bak_1*V_B1/1000) doc KNJ_B_1 = Kinerja Kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg
186.
const BVol_Bak_1 = 496.6 doc BVol_Bak_1 = Beban volumetrik kolam-1 IPLT (Bak An Aerbik) yang menunjukkan kemampuan bak An Aerobik mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3.hari
187. 188. 189.
const V_B1 = 73.5 doc V_B1 = Volume total kolam-1 IPLT (bak An Aerobik IPLT) Unit=m3
Reduksi Beban Cemaran di olam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196.
init KOB_2 = 0 flow KOB_2 = +dt*Q_KOB_2-dt*Q_KOB_3 doc KOB_2 = Akumulasi beban cemaran lumpur tinja yang direduksi oleh kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) Unit=Kg aux Q_KOB_2 = (KOB_1-KNJ_B_2)/1000 doc Q_KOB_2 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di kolam-2 IPLT (kolam Fakultatif) Unit=Kg/hari
196 197. 198. 199. 200. 201.
202. 203. 204.
205.
aux KNJ_B_2 = KOB_2-(BVol_Bak_2*V_B2/1000) doc KNJ_B_2 = Kinerja kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg const BVol_Bak_2 = 7.25 doc BVol_Bak_2 = Beban volumetrik Kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif), yang menggambarkan kemampuan kolam ini mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3,hari const V_B2 = 750 doc V_B2 = Volume total kolam-2 IPLT (Kolam fakultatif) atau volume lumpur tinja yang dapat ditampung dan diolah didalam kolam fakultatif Unit=m3
Reduksi Beban Cemaran di Kolam-3 IPLT (Kolam Maturasi) 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221.
init KOB_3 = 0 flow KOB_3 = +dt*Q_KOB_3 doc KOB_3 = Akumulasi beban cemaran yang direduksi di kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) Unit=Kg aux Q_KOB_3 = (KOB_2-KNJ_B_3)/1000 doc Q_KOB_3 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di Kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) Unit=Kg/hari aux KNJ_B_3 = KOB_3-(BVol_Bak_3*V_B3/1000) doc KNJ_B_3 = Kinerja kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg const BVol_Bak_3 = 7.47 doc BVol_Bak_3 = Beban volumetrik kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3.ha ri const V_B3 = 300 doc V_B3 = Volume kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) atau volume lumpur tinja yang dapat ditampung dan diolah di kolam maturasi Unit=m3
197 Persamaan untuk menghitung Daya Tampung Lingkungan Keairan dihilir IPLT 222. 223. 224. 225. 226. 227. 228. 229. 230. 231. 232. 233. 234. 235. 236. 237.
init V1_KOB_Ijin = 0 flow V1_KOB_Ijin = +dt*Q1_KOB_Ijin doc V1_KOB_Ijin = Akumulasi beban cemaran di badan air yang dapat diijinkan Unit=Kg aux KOB_HLR_IPLT = KOB_IPLT+(QS_HLR_IPLT*KOB_Std1) doc KOB_HLR_IPLT = Laju beban cemaran di dalam air sungai dihilir IPLT setelah menerima hasil olahan lumur tinja dari IPLT Unit=Kg/hari aux Q1_KOB_Ijin = KOB_HLR_IPLT doc Q1_KOB_Ijin = Laju beban cemaran di badan air dihilir IPLT yang dapat diijinkan Unit=Kg/hari const KOB_Std1 = 0.020 doc KOB_Std1 = Standar kualitas Air Sungai yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai ar baku air minum. Unit=gram/liter const QS_HLR_IPLT = 432 doc QS_HLR_IPLT = Debit sungai dihilir IPLT yang akan menerima hasil olahan lumpur tinja Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung daya tampung lingkungan penerima hasil olahan dihilir IPLT 238. 239. 240. 241. 242. 243.
244. 245. 246. 247.
init Dtl_IPLT = 0 flow Dtl_IPLT = +dt*Q_Dtl_IPLT doc Dtl_IPLT = Akumulasi daya tampung lingkungan keairan (badan air) di hilir IPLT Unit=Kg aux Ddtl_IPLT = V1_KOB_Ijin-KOB_3 doc Ddtl_IPLT = Daya tampung lingkungan badan air dihilir IPLT atau kemampuan badan air menerima beban cemaran yang masuk atau dimasukkan kedalamnya Unit=Kg aux Q_Dtl_IPLT = Ddtl_IPLT*K1_LIPLT doc Q_Dtl_IPLT = laju daya tampung lingkungan keairan (badan air) di hilir IPLT Unit=Kg/hari
198 248. 249. 250.
const K1_LIPLT = 0.667 doc K1_LIPLT = Konstanta pemurnian alami di badan air dihilir IPLT yang menerima hasil olahan lumpur tinja dari IPLT Unit=Tanpa satuan
D.
Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan)
251. 252. 253.
init V_KOB_Kota = 0 flow V_KOB_Kota = +dt*Q_KOB_Kota doc V_KOB_Kota = Akumulasi seluruh beban cemaran air di lingkungan perkotaan yang berasal dari limbah rumah tangga, efluen tangki septik dan lumpur tinja Unit=Kg
254. 255. 256.
257.
aux Q_KOB_Kota = (BC_ETS+BC_LRT+BC_LT)*IPTEK doc Q_KOB_Kota = Laju beban cemaran air di perkotaan yang merupakan penjumlahan beban cemaran air yang berasal dari effluen tangki septik, limbah rumah tangga dan lumpur tinja Unit=Kg/hari
258. 259. 260.
aux BC_LRT = Q_LRT_BA*KOB_LRT doc BC_LRT = Laju Beban Cemaran Limbah Rumah Tangga Unit=Kg/hari
261. 262. 263.
aux BC_ETS = Q_ETS_SAL*KOB_ETS doc BC_ETS = laju Beban cemaran Efluent tangki septik Unit=Kg/hari
264. 265. 266.
aux BC_LT = Q_LT_Lnk*KOB_LT doc BC_LT = Laju beban cemaran yang terdapat di dalam lumpur tinja Unit=Kg/hari
267. 268.
const KOB_LRT = 0.250 doc KOB_LRT = Kebutuhan oksigen biologis yang me njelaskan besarnya Beban Cemaran Limbah Rumah Tangga per satuan volume. Unit=gram/litar
269. 270. 271.
272. 273. 274. 275.
const KOB_ETS = 0.150 doc KOB_ETS = Kebutuhan Oksigen Biologis Effluen Tangki Septik atau Beban Cemaran yang terdapat didalam Efluent Tangki Septik per satuan volume Unit=gram/liter const KOB_LT = 15 doc KOB_LT = Kebutuhan oksigen biologis lumpur tinja atau beban cemaran (kandungan cemaran) lumpur tinja Unit=gram/liter
199 Persamaan untuk memperkirakan air limbah di hilir daerah perkotaan 276. 277. 278. 279.
init V_AL_Kota = 0 flow V_AL_Kota = +dt*Q_AL_Kota doc V_AL_Kota = Akumulasi air limbah daerah perkotaan Unit=m3
280. 281. 282.
aux Q_AL_Kota = QS_Hilir-QS_Hulu doc Q_AL_Kota = Laju air limbah perkotaan Unit=m3/hari
283. 284. 285.
aux QS_Hilir = Q_LRT_BA+Q_ETS_SAL+Q_LT_Lnk+QS_Hulu doc QS_Hilir = Laju aliran sungai di hilir daerah perkotaan Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan Beban Cemaran Akhir (Campuran) di hilir kota 286. 287. 288. 289. 290. 291.
init V_KOB_Hilir = 0 flow V_KOB_Hilir = +dt*Q_KOB_Hilir doc V_KOB_Hilir = Akumulasi kebutuhan oksigen biologis atau beban cemaran di hilir daerah perkotaan Unit=Kg
292.
aux Q_KOB_Hilir = (V_KOB_Kota+V_KOB_Hulu)*IPTEK doc Q_KOB_Hilir = Laju beban cemaran di badan air di bagian hilir daerah perkotaan Unit=Kg/hari
293. 294. 295.
aux IPTEK = K_1*F_IPTEK doc IPTEK = Koefisien reduksi beban cemaran air Unit=Tanpa satuan
296. 297. 298.
const F_IPTEK = 0.70 doc F_IPTEK = Koefisien reduksi beban cemaran air oleh sistem setempat yang menjelaskan tentang tingkat efisiensi sistem setempat Unit=Tanpa satuan
299. 300. 301.
const K_1 = 0.667 doc K_1 = koefisien pemurnian alami badan air Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk memperkirakan Beban Cemaran Awal Badan Air di hulu Kota 302. 303. 304. 305.
init V_KOB_Hulu = 0 flow V_KOB_Hulu = +dt*Q_KOB_Hulu doc V_KOB_Hulu = Akumulasi beban cemaran air dihulu kota Unit=Kg
200 306. 307. 308.
aux Q_KOB_Hulu = (QS_Hulu*KOB_Hulu)*IPTEK doc Q_KOB_Hulu = Laju beban cemaran air dihulu kota Unit=Kg/hari
309. 310. 311. 312.
init V2_KOB_Ijin = 0 flow V2_KOB_Ijin = +dt*Q2_KOB_Ijin doc V2_KOB_Ijin = Akumulasi beban cemaran yang diijinkan Unit=Kg
313. 314. 315.
aux Q2_KOB_Ijin = QS_Hilir*KOB_Std2 doc Q2_KOB_Ijin = Laju aliran beban cemaran yang dapat diijinkan Unit=Kg/hari
316. 317. 318.
const KOB_Hulu = 0.00250 doc KOB_Hulu = Kebutuhan oksigen biologis sungai di hulu kota yang menjelaskan tentang tingkat pencemaran air sungai di hulu kota Unit=gram/liter
319. 320. 321.
const KOB_Std2 = 0.020 doc KOB_Std2 = Standar kualitas air baku untuk air minum Unit=gram/liter
322. 323. 324.
const QS_Hulu = 15552 doc QS_Hulu = Debit sungai di bagian hulu kota Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan) 325. 326. 327. 328.
init Dtl_Kota = 0 flow Dtl_Kota = +dt*Q_DTL_Kota doc Dtl_Kota = Akumulasi daya tampung lingkungan kota Unit=Kg
329. 330. 331.
aux Q_DTL_Kota = V2_KOB_Ijin-V_KOB_Hilir doc Q_DTL_Kota = Laju daya tampung lingkungan kota Unit=Kg/hari
E.
Sub Model Biaya Operasional Sistem IPLT
Persamaan persamaan untuk menghitung Keuntungan atau Kerugian Operasional Sistem IPLT 332. 333. 334. 335.
init LABA_RUGI = 0 flow LABA_RUGI = +dt*Q_Penerimaan-dt*Q_Biaya doc LABA_RUGI = Akumulasi keuntungan atau kerugian operasional sistem IPLT Unit=Rupiah
201 336. 337. 338.
aux Q_Penerimaan = Penerimaan doc Q_Penerimaan = Laju penerimaan retribusi jasa layanan air limbah Unit=Rupiah/tahun
339. 340. 341.
aux Penerimaan = (((POP_Lyn/JIWA_PER_KK)*TARIF_RETRIBUSI)*12) doc Penerimaan = Laju penerimaan retribusi jasa layanan air limbah Unit=Rupiah/tahun
342. 343. 344.
aux PENERIMAAN_ASSET = NILAI_IPLT+Harga_TRUK_TINJA doc PENERIMAAN_ASSET = Laju penerimaan aset sistem IPLT Unit=Rupiah
345. 346. 347.
aux Q_Biaya = (LABA_RUGI-BO-Cost_Susut) doc Q_Biaya = Laju pengeluaran biaya operasional Unit=Rupiah/tahun
348.
350.
aux Cost_Susut = (PENERIMAAN_ASSET*F_Pelanggan)/1000000000 doc Cost_Susut = Laju penyusutan aset sistem pengelolaan lumpur tinja (sistem IPLT) Unit=Rupiah/tahun
351. 352. 353.
aux Cost_TR_LT = (V_LT_TR*TARIF_TR_LT)*12 doc Cost_TR_LT = Laju pengeluaran biaya transportasi lumpur tinja Unit=Rupiah/tahun
354. 355. 356.
aux Cost_OL_LT = (V_LT_OL*TARIF_OL_LT)*12 doc Cost_OL_LT = Laju pengeluaran biaya pengolahan lumpur tinja Unit=Rupiah/tahun
357. 358. 359.
aux BO = ((Cost_TR_LT+Cost_OL_LT)+(V_AL_Kota*Cost_IPAL)) doc BO = Laju pengeluaran operasional sistem IPLT Unit=Rupiah/tahun
360. 361.
const Cost_IPAL = 0 doc Cost_IPAL = Biaya pengolahan limbah rumah tangga per m3 per hari (Pada studi ini tidak diperhitungkan karena dikelola sendiri oleh masing masing pemilik rumah) Unit=Rupiah/m3/bulan
349.
362. 363. 364. 365.
const Harga_TRUK_TINJA = 200000000 doc Harga_TRUK_TINJA = Nilai aset (kekayaan) armada pengangkutan lumpur tinja Unit=Rupiah
366.
const NILAI_IPLT = 5000000000
202 367. 368.
doc NILAI_IPLT = Nilai aset (kekayaan) IPLT Unit=Rupiah
369. 370. 371.
const TARIF_OL_LT = 5800 doc TARIF_OL_LT = Biaya pengolahan lumpur tinja per m3/bulan Unit=Rupiah/m3/bulan
372. 373.
const TARIF_TR_LT = 15600 doc TARIF_TR_LT = Biaya penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja per m3 per bulan Unit=Rupiah/m3/bulan
374.
Persamaan untuk menghitung Biaya Retribusi Pelanggan 375. 376. 377. 378.
init Retribusi = 0 flow Retribusi = +dt*Q_Ret doc Retribusi = Akumulasi retribusi layanan jasa pengelolaan limbah rumah tangga Unit=Rupiah/pelanggan
379. 380. 381.
aux Q_Ret = BO/Plgn doc Q_Ret = Laju retribusi layanan jasa air limbah Unit=rupiah/pelanggan/bulan
382. 383. 384.
aux Plgn = POP_Lyn/JIWA_PER_KK doc Plgn = Banyaknya pelanggan sanitasi Unit=Pelanggan
385. 386. 387.
aux F_Pelanggan = 0+STEP(0.10,5) doc F_Pelanggan = Kontribusi pelanggan terhadap biaya penyusutan Unit=Tanpa satuan
388. 389.
const JIWA_PER_KK = 7 doc JIWA_PER_KK = Banyaknya anggota keluarga rata rata per satu keluarga Unit=Jiwa/keluarga
390. 391. 392. 393.
const TARIF_RETRIBUSI = 3500 doc TARIF_RETRIBUSI = Tarip dasar retribusi jasa pelayanan air limbah Unit=Rupiah/pelanggan/bulan
Persamaam untuk menghitung Dana yang dapat dialokasikan untuk Investasi 394. 395.
init V_Tabungan = 0 flow V_Tabungan = +dt*Q_Tabungan
203 396.
397. 398. 399. 400. 401. 402. 403. 404. 405.
406.
doc V_Tabungan = Banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi syarat. Nilainya diasumsikan sepertiga dari keuntungan operasional. Unit=Rupiah aux Q_Tabungan = Tabungan doc Q_Tabungan = Laju dana yang dapat disisihkan dari penerimaan operasional untuk keperluan investasi Unit=Rupiah/tahun aux Tabungan = (LABA_RUGI*DCR) doc Tabungan = Laju dana yang disisihkan dari penerimaan operasional untuk keperluan investasi Unit=Rupiah/tahun const DCR = 0.30 doc DCR = Debt Coverage Ratio yaitu ukuran kemampuan membayar pinjaman atau jumlah penerimaan oparional yang layak disisihkan untuk investasi Unit=Tanpa satuan
191
Lampiran-3 Persamaan Powersim untuk Model EkoSanita IPLT A.
Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja
Persamaan persamaan untuk memperkirakan jumlah penduduk kota dan jumlah penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki )improved) 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15.
16. 17. 18.
init POP_t = 126505 flow POP_t = +dt*POP doc POP_t = Jumlah Penduduk pada tahun ke (t)..Untuk keperluan proyeksi, digunakan penduduk tahun 2000. Untuk kota Majalaya (126 505 jiwa), Untuk 4 (empat kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT Cibeet (405 548 jiwa) yaitu Majalaya, Ibun, Paseh, Ciparay . Untuk 6 kota kecamatan perluasan daerah pelayanan IPLT kedepan, ditambah penduduk kecamatan Rancaekek dan Pacet (620 475 jiwa) . Unit=Jiwa aux POP = POP_t*dt_POP doc POP = Laju Penduduk=tambahan jumlah penduduk dalam satu tahun unit=Jiwa/tahun aux FP_Lyn = (POP_Lyn/POP_t) doc FP_Lyn = Fraksi penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) Unit=Tanpa satuan aux Dp_Lyn = (V_Tabungan)/IPKPT doc Dp_Lyn = Tambahan penduduk yang menerima bantuan perbaikan fasilitas sanitasi. Bantuan tersebut diasumsikan dapat diambil dari sebagian penerimaan retribusi jasa pelayanan sanitasi. Unit=Jiwa aux POP_Lyn = (POP_t*F_Pop_LYN)+Dp_Lyn doc POP_Lyn = jumlah penduduk dilayani fasilitas sanitasi yaitu penduduk dengan fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat ditambah penduduk yang mendapatkan bantuan perbaikan fasilitas sanitasi . Unit=Jiwa
19.
const dt_POP = 0.0236 doc dt_POP = Pertumbuhan Penduduk Majalaya (2,265756 %/tahun), 4 Kecamatan di daerah pelayanan IPLT Cibeet (2,1557%/tahun) dan 6 kecamatan untuk perluasan pelayanan IPLT (2,263505%/tahun) Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta)
20.
const F_Pop_LYN = 0.20
192 21.
22. 23. 24.
25.
doc F_Pop_LYN = Cakupan pelayanan, yaitu rasio penduduk yang dilayani fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved) terhadap total penduduk kota. Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta) const IPKPT = 32000 doc IPKPT = Investasi per kapita pertahun untuk perbaikan fasilitas sanitasi sampai memenuhi syarat. (Investasi termasuk biaya operasi dan pemeliharaan). Unit=Rupiah/kapita/tahun
Persamaan untuk memperkirakan bangkitan limbah rumah tangga 26. 27. 28. 29.
init V_LRT = 17808.28 flow V_LRT = +dt*Q_LRT-dt*Q_LRT_TS-dt*Q_LRT_BA doc V_LRT = Stok (Level) limbah rumah tangga, yaitu Akumulasi limbah yang dibangkitkan oleh penduduk Unit=m3
30. 31. 32.
aux Q_LRT = V_LRT+POP_t*F_LRT*Kons_AMRT doc Q_LRT = Laju Limbah Rumah Tangga dalam m3/hari Unit=m3/hari
33. 34.
aux Kons_AMRT = 0.2526*F_Kons doc Kons_AMRT = Konsumsi rata rata Air Minum Rumah Tangga dalam m3/orang/hari yang digunakan untuk minum, mandi, cuci, sanitasi dll. Unit=m3/orang/hari
35. 36. 37.
38. 39. 40. 41.
const F_LRT = 0.80 doc F_LRT = Perbandingan air yang dikonsumsi oleh penduduk untuk minum dan masak dengan air yang digunakan untuk mandi, cuci dan kebersihan. Air bekas mandi, cuci, dan kebersihan, akan dialirkan ke media lingkungan baik secara langsung atau melalui fasilitas sanitasi (Cubluk atau Tangki Septik) Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta) const F_Kons = 1.00 doc F_Kons = Fraksi konsumsi Air Minum Rumah Tangga setelah pengendalian Unit=Tanpa satuan (sudah dalam bentuk konstanta)
Persamaan untuk memperkirakan limbah rumah tangga di badan air 42. 43. 44.
init V_LRT_BA = 0 flow V_LRT_BA = +dt*Q_ETS_BA+dt*Q_LRT_BA doc V_LRT_BA = Akumulasi limbah rumah tangga yang secara langsung memasuki badan air ditambah limbah rumah tangga yang
193
45. 46. 47. 48.
dialirkan ke tangki septik kemudian efluennya mengalir ke saluran drainase kota dan akhirnya ke badan air. Unit=m3 aux Q_LRT_BA = V_LRT-Q_LRT_TS doc Q_LRT_BA = Laju limbah rumah tangga yang langsung dialirkan ke badan air Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan limbah rumah tangga yang diolah di tangki septik (TS) 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.
init V_LRT_TS = 6232.9 flow V_LRT_TS = -dt*Q_ETS_BR+dt*Q_LRT_TS-dt*Q_ETS_SAL doc V_LRT_TS = Akumulasi limbah rumah tangga ya ng tertampung di tangki septik (TS) Unit=m3 aux Q_LRT_TS = V_LRT_TS+(POP_Lyn*F_LRT*Kons_AMRT) doc Q_LRT_TS = Laju limbah rumah tangga yang dialirkan kedalam tangki septik (TS). Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan efluen tangki septik yang dialirkan ke saluran drainase kota 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67.
68.
init V_ETS_SAL = 4363.03 flow V_ETS_SAL = -dt*Q_ETS_BA+dt*Q_ETS_SAL doc V_ETS_SAL = Akumulasi effluent dari tangki septik yang langsung masuk ke saluran drainase kota Unit=m3 aux Q_ETS_SAL = V_LRT_TS*F_ETS_SAL doc Q_ETS_SAL = Laju effluent dari tangki septik yang memasuki saluran drainase kota Unit=m3/hari aux Q_ETS_BA = V_ETS_SAL doc Q_ETS_BA = Laju effluent dari tangki septik yang memasuki saluran drainase kota kemudian memasuki badan air Unit=m3/hari const F_ETS_SAL = 0.15 doc F_ETS_SAL = Fraksi effluent dari tangki septik (TS) yang tidak diolah lebih lanjut di dalam bidang rasapan atau unit pengolahan pasca tangki septik lainnya misalnya konstruksi lahan basah buatan (Artificial constructed wetland). Unit=Tanpa satuan
194 Persamaan untukmemperkirakan efluen tangki septik yang diolah di bidang resapan sebelum dialirkan ke akiver air tanah dangkal 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77.
78.
init V_ETS_BR = 1869.87 flow V_ETS_BR = +dt*Q_ETS_BR-dt*Q_AT doc V_ETS_BR = Akumulasi effluent dari tangki septik yang masuk ke bidang resapan atau jenis unit pengolahan pasca tangki septik lainnya. Unit=m3 aux Q_ETS_BR = V_LRT_TS*F_ETS_BR doc Q_ETS_BR = Q_ETS_BR=Laju efluent dari tangki septik yang memasuki bidang resapan (BR) Unit=m3/hari const F_ETS_BR = 0.85 doc F_ETS_BR = Fraksi effluent dari tangki septik yang diolah lebih lanjut di bidang resapan atau jenis unit pengolahan pasca tangki septik lainnya. Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk memperkirakan imbuhan air tanah yang berasal dari limbah rumah tangga yang telah diolah di bidang resapan 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85.
init V_AT = 0 flow V_AT = +dt*Q_AT doc V_AT = Akumulasi imbuhan air tanah yang berasal dari effluent tangki septik yang telah diolah di bidang resapan (BA) Unit=m3 aux Q_AT = DELAYMTR(V_ETS_BR,1/172800,1,0) doc Q_AT = Laju imbuhan air tanah yang berasal dari effluent tangki septik dan telah diolah di bidang resapan (BA) Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan bangkitan lumpur tinja 86. 87. 88.
89.
init V_LT = 6323.9 flow V_LT = +dt*Q_LT doc V_LT = Akumulasi lumpur tinja di dalam tangki septik yang harus dikeluarkan (dikuras) secara berkala sekurang kurangnya 3(tiga) tahun sekali Unit=m3
90. 91. 92.
aux Q_LT = DELAYMTR(V_LRT_TS,1095,1,6323.9) doc Q_LT = Laju bangkitan lumpur tinja didalam di tangki septik. Unit=m3/hari
195 B.
Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja
Persamaan untuk menghitung Lumpur Tinja yang diangkut 93. 94. 95.
96. 97. 98. 99. 100. 101.
102. 103. 104.
105.
init V_LT_TR = 0 flow V_LT_TR = -dt*Q_LT_Lnk+dt*Q_LT_TR-dt*Q_LT_OL doc V_LT_TR = Akumulasi lumpur tinja yang dikosongkan dari sumbernya (tangki septik) kemudian diangkut ke IPLT atau dibuang langsung ke media lingkungan (sungai, sawah atau lahan kosong lainnya) Unit=m3 aux Q_LT_TR = (V_LT/JD_LT_TR)*F_jdwl doc Q_LT_TR = Laju pengangkutan lumpur tinja dari sumbernya ke IPLT Unit=m3/hari const F_jdwl = 0.40 doc F_jdwl = Efisiensi pengangkutan lumpur tinja, yaitu rasio banyaknya lumpur tinja yang diangkut terhadap lumpur tinja yang dibangkitkan. Unit=Tanpa satuan const JD_LT_TR = 3*365 doc JD_LT_TR = Jadwal pengurasan lumpur tinja dari dalam tangki septik untuk kemudian diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan diolah. Unit=Hari
Persamaan untuk menghitung Lumpur Tinja yang diolah di IPLT 106. 107. 108. 109.
init V_LT_OL = 0 flow V_LT_OL = +dt*Q_LT_OL doc V_LT_OL = Akumulasi lumpur tinja yang diolah di IPLT Unit=m3
110. 111.
aux Q_LT_OL = V_LT_TR*F_Olah doc Q_LT_OL = Laju aliran lumpur tinja yang diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Unit=m3/hari
112. 113.
114. 115.
aux F_Olah = GRAPH(Fraksi_LT_OL,0,0.1,[1,1,0.99,0.99,0.96,0.91,0.88,0.83,0.7,0.3 4,0"Min:0;Max:1;Zoom"]) doc F_Olah = Pengaruh fraksi lumpur tinja yang diolah Unit=Tanpa satuan
116.
aux Fraksi_LT_OL = V_LT_OL/Kap_IPLT
196 117.
118. 119. 120. 121.
doc Fraksi_LT_OL = Rasio atau perbandingan antara kemampuan maksimum IPLT menampung dan mengolah lumpur tinja yang masuk kedalamnya dengan aliran lumpur yang masuk per satuan waktu. Unit=Tanpa satuan const Kap_IPLT = 25 doc Kap_IPLT = Kemampuan maksimum IPLT mengolah lumpur tinja yang masuk Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung produksi kompos 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130.
init V_LP = 0 flow V_LP = +dt*Q_LP-dt*Q_KOMPOS doc V_LP = Akumulasi lumpur padat yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3 aux Q_LP = V_LT_OL*F_Padat doc Q_LP = Laju aliran lumpur padat yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3/hari
131.
aux Q_KOMPOS = V_LP doc Q_KOMPOS = Laju produksi kompos yang dihasilkan dari lumpur padat hasil pengolahan lumpur tinja di IPLT Unit=m3/hari
132. 133. 134.
const F_Padat = 0.15 doc F_Padat = Fraksi padat lumpur tinja di IPLT Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk menghitung produksi pakan ikan dan/atau unggas 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143.
init V_AIR_Bak3 = 0 flow V_AIR_Bak3 = -dt*Q_AP+dt*Q_AIR_Bak3 doc V_AIR_Bak3 = Akumulasi air hasil olahan lumpur tinja di kolam maturasi yang dapat digunakan sebagai air irigasi Unit=m3 aux Q_AIR_Bak3 = V_LT_OL*F_AIR doc Q_AIR_Bak3 = Laju aliran air hasil pengolahan lumpur tinja di kolam maturasi IPLT yang dapat digunakan sebagai air irigasi Unit=m3/hari aux Q_AP = V_AIR_Bak3 doc Q_AP = Laju air permukaan hasil olahan lumpur tinja yang dapat digunakan untuk air irigasi
197 144.
Unit=m3/hari
145. 146.
147.
aux LAJU_PAKAN = V_AIR_Bak3/D_Bak3*Kons_Pakan doc LAJU_PAKAN = Laju produksi pakan ikan yang berasal dari tanaman air jenis duckweed (rumput bebek) yang ditanam di kolam maturasi Unit=Ton/Hari
148. 149. 150.
const F_AIR = 0.85 doc F_AIR = Fraksi air hasil olahan lumpur tinja di IPLT Unit=Tanpa satuan
151. 152. 153.
const D_Bak3 = 1.5 doc D_Bak3 = Kedalaman kolam maturasi Unit=meter
154. 155.
const Kons_Pakan = 0.0005 doc Kons_Pakan = Konstanta kecepatan produksi pakan ikan dalam berat (ton) per luas permukaan (m2) per hari. Unit=Ton/m2/Hari
156.
Persamaan untuk memperkirakan Lumpur Tinja yang dibuang Ke Media Lingkungan Hidup 157. 158. 159. 160. 161. 162.
init LT_Lnk = 0 flow LT_Lnk = +dt*Q_LT_Lnk doc LT_Lnk = Akumulasi lumpur tinja yang belum diolah di media lingkungan hidup Unim3
163.
aux Q_LT_Lnk = V_LT_TR-Q_LT_OL doc Q_LT_Lnk = Laju aliran lumpur tinja yang memasuki media lingkungan Unit=m3/hari
C.
Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Persamaan untuk memperkirakan besarnya Reduksi Beban Cemaran di IPLT 164. 165. 166. 167. 168. 169.
init KOB_IPLT = 0 flow KOB_IPLT = +dt*Q_KOB_IPLT doc KOB_IPLT = Akumulasi beban cemaran lumpur inja yang diolah di IPLT Unit=Kg aux Q_KOB_IPLT = KOB_IPLT+(V_LT_OL*KOB_Input) doc Q_KOB_IPLT = Laju alibar beban cemaran lumpur tinja yang diolah di IPLT
198 170.
Unit=Kg/hari
171. 172.
const KOB_Input = 0.3651 doc KOB_Input = Kebutuhan oksigen biologis baku lumpur tinja atau Beban cemaran baku lumpur tinja yang akan diolah di IPLT Unit=gram/liter
173.
Reduksi Beban Cemaran di Kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185.
init KOB_1 = 0 flow KOB_1 = +dt*Q_KOB_1-dt*Q_KOB_2 doc KOB_1 = Akumulasi beban cemaran lumpur tinja yang direduksi oleh kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) Unit=Kg aux Q_KOB_1 = KOB_IPLT-KNJ_B_1 doc Q_KOB_1 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di Kolam-1 (Bak An Aerobik) Unit=Kg/hari aux KNJ_B_1 = KOB_1-(BVol_Bak_1*V_B1/1000) doc KNJ_B_1 = Kinerja Kolam-1 IPLT (Bak An Aerobik) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg
186.
const BVol_Bak_1 = 496.6 doc BVol_Bak_1 = Beban volumetrik kolam-1 IPLT (Bak An Aerbik) yang menunjukkan kemampuan bak An Aerobik mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3.hari
187. 188. 189.
const V_B1 = 73.5 doc V_B1 = Volume total kolam-1 IPLT (bak An Aerobik IPLT) Unit=m3
Reduksi Beban Cemaran di olam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196.
init KOB_2 = 0 flow KOB_2 = +dt*Q_KOB_2-dt*Q_KOB_3 doc KOB_2 = Akumulasi beban cemaran lumpur tinja yang direduksi oleh kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) Unit=Kg aux Q_KOB_2 = (KOB_1-KNJ_B_2)/1000 doc Q_KOB_2 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di kolam-2 IPLT (kolam Fakultatif) Unit=Kg/hari
199 197. 198. 199. 200. 201.
202. 203. 204.
205.
aux KNJ_B_2 = KOB_2-(BVol_Bak_2*V_B2/1000) doc KNJ_B_2 = Kinerja kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg const BVol_Bak_2 = 7.25 doc BVol_Bak_2 = Beban volumetrik Kolam-2 IPLT (Kolam Fakultatif), yang menggambarkan kemampuan kolam ini mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3,hari const V_B2 = 750 doc V_B2 = Volume total kolam-2 IPLT (Kolam fakultatif) atau volume lumpur tinja yang dapat ditampung dan diolah didalam kolam fakultatif Unit=m3
Reduksi Beban Cemaran di Kolam-3 IPLT (Kolam Maturasi) 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221.
init KOB_3 = 0 flow KOB_3 = +dt*Q_KOB_3 doc KOB_3 = Akumulasi beban cemaran yang direduksi di kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) Unit=Kg aux Q_KOB_3 = (KOB_2-KNJ_B_3)/1000 doc Q_KOB_3 = Laju reduksi beban cemaran lumpur tinja di Kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) Unit=Kg/hari aux KNJ_B_3 = KOB_3-(BVol_Bak_3*V_B3/1000) doc KNJ_B_3 = Kinerja kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=Kg const BVol_Bak_3 = 7.47 doc BVol_Bak_3 = Beban volumetrik kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) dalam mereduksi beban cemaran lumpur tinja Unit=gram/m3.ha ri const V_B3 = 300 doc V_B3 = Volume kolam-3 IPLT (Kolam maturasi) atau volume lumpur tinja yang dapat ditampung dan diolah di kolam maturasi Unit=m3
200 Persamaan untuk menghitung Daya Tampung Lingkungan Keairan dihilir IPLT 222. 223. 224. 225. 226. 227. 228. 229. 230. 231. 232. 233. 234. 235. 236. 237.
init V1_KOB_Ijin = 0 flow V1_KOB_Ijin = +dt*Q1_KOB_Ijin doc V1_KOB_Ijin = Akumulasi beban cemaran di badan air yang dapat diijinkan Unit=Kg aux KOB_HLR_IPLT = KOB_IPLT+(QS_HLR_IPLT*KOB_Std1) doc KOB_HLR_IPLT = Laju beban cemaran di dalam air sungai dihilir IPLT setelah menerima hasil olahan lumur tinja dari IPLT Unit=Kg/hari aux Q1_KOB_Ijin = KOB_HLR_IPLT doc Q1_KOB_Ijin = Laju beban cemaran di badan air dihilir IPLT yang dapat diijinkan Unit=Kg/hari const KOB_Std1 = 0.020 doc KOB_Std1 = Standar kualitas Air Sungai yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai ar baku air minum. Unit=gram/liter const QS_HLR_IPLT = 432 doc QS_HLR_IPLT = Debit sungai dihilir IPLT yang akan menerima hasil olahan lumpur tinja Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung daya tampung lingkungan penerima hasil olahan dihilir IPLT 238. 239. 240. 241. 242. 243.
244. 245. 246. 247.
init Dtl_IPLT = 0 flow Dtl_IPLT = +dt*Q_Dtl_IPLT doc Dtl_IPLT = Akumulasi daya tampung lingkungan keairan (badan air) di hilir IPLT Unit=Kg aux Ddtl_IPLT = V1_KOB_Ijin-KOB_3 doc Ddtl_IPLT = Daya tampung lingkungan badan air dihilir IPLT atau kemampuan badan air menerima beban cemaran yang masuk atau dimasukkan kedalamnya Unit=Kg aux Q_Dtl_IPLT = Ddtl_IPLT*K1_LIPLT doc Q_Dtl_IPLT = laju daya tampung lingkungan keairan (badan air) di hilir IPLT Unit=Kg/hari
201 248. 249. 250.
const K1_LIPLT = 0.667 doc K1_LIPLT = Konstanta pemurnian alami di badan air dihilir IPLT yang menerima hasil olahan lumpur tinja dari IPLT Unit=Tanpa satuan
D.
Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan)
251. 252. 253.
init V_KOB_Kota = 0 flow V_KOB_Kota = +dt*Q_KOB_Kota doc V_KOB_Kota = Akumulasi seluruh beban cemaran air di lingkungan perkotaan yang berasal dari limbah rumah tangga, efluen tangki septik dan lumpur tinja Unit=Kg
254. 255. 256.
257.
aux Q_KOB_Kota = (BC_ETS+BC_LRT+BC_LT)*IPTEK doc Q_KOB_Kota = Laju beban cemaran air di perkotaan yang merupakan penjumlahan beban cemaran air yang berasal dari effluen tangki septik, limbah rumah tangga dan lumpur tinja Unit=Kg/hari
258. 259. 260.
aux BC_LRT = Q_LRT_BA*KOB_LRT doc BC_LRT = Laju Beban Cemaran Limbah Rumah Tangga Unit=Kg/hari
261. 262. 263.
aux BC_ETS = Q_ETS_SAL*KOB_ETS doc BC_ETS = laju Beban cemaran Efluent tangki septik Unit=Kg/hari
264. 265. 266.
aux BC_LT = Q_LT_Lnk*KOB_LT doc BC_LT = Laju beban cemaran yang terdapat di dalam lumpur tinja Unit=Kg/hari
267. 268.
const KOB_LRT = 0.250 doc KOB_LRT = Kebutuhan oksigen biologis yang me njelaskan besarnya Beban Cemaran Limbah Rumah Tangga per satuan volume. Unit=gram/litar
269. 270. 271.
272. 273. 274. 275.
const KOB_ETS = 0.150 doc KOB_ETS = Kebutuhan Oksigen Biologis Effluen Tangki Septik atau Beban Cemaran yang terdapat didalam Efluent Tangki Septik per satuan volume Unit=gram/liter const KOB_LT = 15 doc KOB_LT = Kebutuhan oksigen biologis lumpur tinja atau beban cemaran (kandungan cemaran) lumpur tinja Unit=gram/liter
202 Persamaan untuk memperkirakan air limbah di hilir daerah perkotaan 276. 277. 278. 279.
init V_AL_Kota = 0 flow V_AL_Kota = +dt*Q_AL_Kota doc V_AL_Kota = Akumulasi air limbah daerah perkotaan Unit=m3
280. 281. 282.
aux Q_AL_Kota = QS_Hilir-QS_Hulu doc Q_AL_Kota = Laju air limbah perkotaan Unit=m3/hari
283. 284. 285.
aux QS_Hilir = Q_LRT_BA+Q_ETS_SAL+Q_LT_Lnk+QS_Hulu doc QS_Hilir = Laju aliran sungai di hilir daerah perkotaan Unit=m3/hari
Persamaan untuk memperkirakan Beban Cemaran Akhir (Campuran) di hilir kota 286. 287. 288. 289. 290. 291.
init V_KOB_Hilir = 0 flow V_KOB_Hilir = +dt*Q_KOB_Hilir doc V_KOB_Hilir = Akumulasi kebutuhan oksigen biologis atau beban cemaran di hilir daerah perkotaan Unit=Kg
292.
aux Q_KOB_Hilir = (V_KOB_Kota+V_KOB_Hulu)*IPTEK doc Q_KOB_Hilir = Laju beban cemaran di badan air di bagian hilir daerah perkotaan Unit=Kg/hari
293. 294. 295.
aux IPTEK = K_1*F_IPTEK doc IPTEK = Koefisien reduksi beban cemaran air Unit=Tanpa satuan
296. 297. 298.
const F_IPTEK = 0.70 doc F_IPTEK = Koefisien reduksi beban cemaran air oleh sistem setempat yang menjelaskan tentang tingkat efisiensi sistem setempat Unit=Tanpa satuan
299. 300. 301.
const K_1 = 0.667 doc K_1 = koefisien pemurnian alami badan air Unit=Tanpa satuan
Persamaan untuk memperkirakan Beban Cemaran Awal Badan Air di hulu Kota 302. 303. 304. 305.
init V_KOB_Hulu = 0 flow V_KOB_Hulu = +dt*Q_KOB_Hulu doc V_KOB_Hulu = Akumulasi beban cemaran air dihulu kota Unit=Kg
203 306. 307. 308.
aux Q_KOB_Hulu = (QS_Hulu*KOB_Hulu)*IPTEK doc Q_KOB_Hulu = Laju beban cemaran air dihulu kota Unit=Kg/hari
309. 310. 311. 312.
init V2_KOB_Ijin = 0 flow V2_KOB_Ijin = +dt*Q2_KOB_Ijin doc V2_KOB_Ijin = Akumulasi beban cemaran yang diijinkan Unit=Kg
313. 314. 315.
aux Q2_KOB_Ijin = QS_Hilir*KOB_Std2 doc Q2_KOB_Ijin = Laju aliran beban cemaran yang dapat diijinkan Unit=Kg/hari
316. 317. 318.
const KOB_Hulu = 0.00250 doc KOB_Hulu = Kebutuhan oksigen biologis sungai di hulu kota yang menjelaskan tentang tingkat pencemaran air sungai di hulu kota Unit=gram/liter
319. 320. 321.
const KOB_Std2 = 0.020 doc KOB_Std2 = Standar kualitas air baku untuk air minum Unit=gram/liter
322. 323. 324.
const QS_Hulu = 15552 doc QS_Hulu = Debit sungai di bagian hulu kota Unit=m3/hari
Persamaan untuk menghitung Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan) 325. 326. 327. 328.
init Dtl_Kota = 0 flow Dtl_Kota = +dt*Q_DTL_Kota doc Dtl_Kota = Akumulasi daya tampung lingkungan kota Unit=Kg
329. 330. 331.
aux Q_DTL_Kota = V2_KOB_Ijin-V_KOB_Hilir doc Q_DTL_Kota = Laju daya tampung lingkungan kota Unit=Kg/hari
E.
Sub Model Biaya Operasional Sistem IPLT
Persamaan persamaan untuk menghitung Keuntungan atau Kerugian Operasional Sistem IPLT 332. 333. 334. 335.
init LABA_RUGI = 0 flow LABA_RUGI = +dt*Q_Penerimaan-dt*Q_Biaya doc LABA_RUGI = Akumulasi keuntungan atau kerugian operasional sistem IPLT Unit=Rupiah
204 336. 337. 338.
aux Q_Penerimaan = Penerimaan doc Q_Penerimaan = Laju penerimaan retribusi jasa layanan air limbah Unit=Rupiah/tahun
339. 340. 341.
aux Penerimaan = (((POP_Lyn/JIWA_PER_KK)*TARIF_RETRIBUSI)*12) doc Penerimaan = Laju penerimaan retribusi jasa layanan air limbah Unit=Rupiah/tahun
342. 343. 344.
aux PENERIMAAN_ASSET = NILAI_IPLT+Harga_TRUK_TINJA doc PENERIMAAN_ASSET = Laju penerimaan aset sistem IPLT Unit=Rupiah
345. 346. 347.
aux Q_Biaya = (LABA_RUGI-BO-Cost_Susut) doc Q_Biaya = Laju pengeluaran biaya operasional Unit=Rupiah/tahun
348.
350.
aux Cost_Susut = (PENERIMAAN_ASSET*F_Pelanggan)/1000000000 doc Cost_Susut = Laju penyusutan aset sistem pengelolaan lumpur tinja (sistem IPLT) Unit=Rupiah/tahun
351. 352. 353.
aux Cost_TR_LT = (V_LT_TR*TARIF_TR_LT)*12 doc Cost_TR_LT = Laju pengeluaran biaya transportasi lumpur tinja Unit=Rupiah/tahun
354. 355. 356.
aux Cost_OL_LT = (V_LT_OL*TARIF_OL_LT)*12 doc Cost_OL_LT = Laju pengeluaran biaya pengolahan lumpur tinja Unit=Rupiah/tahun
357. 358. 359.
aux BO = ((Cost_TR_LT+Cost_OL_LT)+(V_AL_Kota*Cost_IPAL)) doc BO = Laju pengeluaran operasional sistem IPLT Unit=Rupiah/tahun
360. 361.
const Cost_IPAL = 0 doc Cost_IPAL = Biaya pengolahan limbah rumah tangga per m3 per hari (Pada studi ini tidak diperhitungkan karena dikelola sendiri oleh masing masing pemilik rumah) Unit=Rupiah/m3/bulan
349.
362. 363. 364. 365.
const Harga_TRUK_TINJA = 200000000 doc Harga_TRUK_TINJA = Nilai aset (kekayaan) armada pengangkutan lumpur tinja Unit=Rupiah
366.
const NILAI_IPLT = 5000000000
205 367. 368.
doc NILAI_IPLT = Nilai aset (kekayaan) IPLT Unit=Rupiah
369. 370. 371.
const TARIF_OL_LT = 5800 doc TARIF_OL_LT = Biaya pengolahan lumpur tinja per m3/bulan Unit=Rupiah/m3/bulan
372. 373.
const TARIF_TR_LT = 15600 doc TARIF_TR_LT = Biaya penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja per m3 per bulan Unit=Rupiah/m3/bulan
374.
Persamaan untuk menghitung Biaya Retribusi Pelanggan 375. 376. 377. 378.
init Retribusi = 0 flow Retribusi = +dt*Q_Ret doc Retribusi = Akumulasi retribusi layanan jasa pengelolaan limbah rumah tangga Unit=Rupiah/pelanggan
379. 380. 381.
aux Q_Ret = BO/Plgn doc Q_Ret = Laju retribusi layanan jasa air limbah Unit=rupiah/pelanggan/bulan
382. 383. 384.
aux Plgn = POP_Lyn/JIWA_PER_KK doc Plgn = Banyaknya pelanggan sanitasi Unit=Pelanggan
385. 386. 387.
aux F_Pelanggan = 0+STEP(0.10,5) doc F_Pelanggan = Kontribusi pelanggan terhadap biaya penyusutan Unit=Tanpa satuan
388. 389.
const JIWA_PER_KK = 7 doc JIWA_PER_KK = Banyaknya anggota keluarga rata rata per satu keluarga Unit=Jiwa/keluarga
390. 391. 392. 393.
const TARIF_RETRIBUSI = 3500 doc TARIF_RETRIBUSI = Tarip dasar retribusi jasa pelayanan air limbah Unit=Rupiah/pelanggan/bulan
Persamaam untuk menghitung Dana yang dapat dialokasikan untuk Investasi 394. 395.
init V_Tabungan = 0 flow V_Tabungan = +dt*Q_Tabungan
206 396.
397. 398. 399. 400. 401. 402. 403. 404. 405.
406.
doc V_Tabungan = Banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi syarat. Nilainya diasumsikan sepertiga dari keuntungan operasional. Unit=Rupiah aux Q_Tabungan = Tabungan doc Q_Tabungan = Laju dana yang dapat disisihkan dari penerimaan operasional untuk keperluan investasi Unit=Rupiah/tahun aux Tabungan = (LABA_RUGI*DCR) doc Tabungan = Laju dana yang disisihkan dari penerimaan operasional untuk keperluan investasi Unit=Rupiah/tahun const DCR = 0.30 doc DCR = Debt Coverage Ratio yaitu ukuran kemampuan membayar pinjaman atau jumlah penerimaan oparional yang layak disisihkan untuk investasi Unit=Tanpa satuan
207 Lampiran-4. Struktur Model EkoSanita-IPLT dan Rekaman Hasil Simulasi F_Kons
dt_POP
F_jdwl
POP
Q_LRT
V_LT_TR
LT_Lnk
Q_LT_TR
Kons_AMRT
Q_LT_Lnk
JD_LT_TR F_LRT
V_LRT_BA
V_LRT
POP_t
F_Olah Q_LT_OL
Q_LRT_BA
V_LT Fraksi_LT_OL F_Pop_LYN FP_Lyn
KOB_Input Q_LRT_TS
POP_Lyn
Kap_IPLT
V_LT_OL
V_LP
Q_ETS_BA
Q_LP
F_ETS_SAL F_ETS_BR IPKPT
F_Padat
KOB_IPLT
Dp_Lyn
Q_KOB_IPLT V_LRT_TS
V_ETS_BR
Q_ETS_SAL
Q_ETS_BR
V_Tabungan
Q_KOMPOS Q_AIR_Bak3
V_ETS_SAL
F_AIR D_Bak3 V_AIR_Bak3
Q_AT
LAJU_PAKAN Q_AP
V_LT V_AT
Q_LT
Kons_Pakan
Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja
Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja
V_KOB_Hilir Q_KOB_Hilir V_KOB_Kota KOB_2
KOB_1 Q_KOB_1
Q_KOB_Kota
KOB_3 Q_KOB_3
Q_KOB_2
IPTEK
K_1 KNJ_B_2
KNJ_B_1
BC_LRT
KNJ_B_3
BC_ETS
BC_LT
F_IPTEK V_KOB_Hulu Q_KOB_Hulu
BVol_Bak_1
BVol_Bak_2
V_B1
V_B2
Q_LT_Lnk
V_B3 BVol_Bak_3
KOB_ETS
Q_ETS_SAL KOB_LT
KOB_LRT KOB_IPLT
Q_LRT_BA
Ddtl_IPLT
V1_KOB_Ijin
QS_Hulu
KOB_Hulu
Q1_KOB_Ijin
QS_Hilir Q_DTL_Kota
KOB_HLR_IPLT Dtl_IPLT KOB_Std1
V_AL_Kota Dtl_Kota
Q_AL_Kota
Q_Dtl_IPLT
V2_KOB_Ijin Q2_KOB_Ijin
QS_HLR_IPLT
K1_LIPLT
KOB_Std2
Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan)
Sub Model KInerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) TARIF_RETRIBUSI
V_LT_TR
V_AL_Kota TARIF_TR_LT
Penerimaan
Cost_TR_LT V_LT_OL POP_Lyn
JIWA_PER_KK
Cost_IPAL BO
TARIF_OL_LT
LABA_RUGI Q_Penerimaan
Q_Biaya NILAI_IPLT
Cost_Susut Plgn
PENERIMAAN_ASSET
Tabungan DCR
Catatan
Cost_OL_LT
F_Pelanggan Harga_TRUK_TINJA V_Tabungan Q_Tabungan Retribusi Q_Ret
Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT
Keterangan mengenai simbol simbol yang digunakan dalam model EkoSanita-IPLT, tertera pada Lampiran-3 (Persamaan Powersim Untuk Model EkoSanita -IPLT)
208
Simulasi-1 (Peningkatan Pelayanan) Kondisi Eksisting (Pelayanan 20%, effisiensi Angkutan 40%) Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 25301 20% 0 129491 0 25898 20% 10826 132546 1423 27932 21% 38554 135675 2884 30019 22% 87572 138877 4465 32240 23% 158093 142154 6170 34601 24% 250364 145509 8009 37111 26% 364616 148943 9990 39778 27% 501073 152458 12119 42611 28% 659945 156056 14402 45614 29% 841429 159739 16849 48797 31% 1045710 163509 19469 52171 32% 1272957 167367 22272 55746 33% 1523325 171317 25269 59533 35% 1796948 175360 28472 63544 36% 2093944 179499 31891 67791 38% 2414409
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 12648 2.31 0.00 0.00 0 0 18972 4.62 2.31 0.00 6 459 25300 6.93 6.93 0.00 17 1408 31638 9.24 13.79 0.07 35 1748 37990 11.56 22.06 1.04 58 -758 44362 13.88 26.72 7.94 90 -9498 50761 16.21 26.72 21.81 137 -29029 57191 18.54 26.72 38.02 213 -65104 63661 20.89 26.72 56.56 348 -124682 70177 23.26 26.72 77.45 602 -215929 76748 25.64 26.72 100.71 1094 -348227 83381 28.04 26.72 126.35 2062 -532179 90085 30.46 26.72 154.38 3985 -779619 96871 32.91 26.72 184.84 7817 -1103619 103749 35.39 26.72 217.75 15469 -1518496
Plgn Retribusi 3614 0 3700 0 3990 117 4288 374 4606 789 4943 1373 5302 2121 5683 2962 6087 3823 6516 4699 6971 5585 7453 6476 7964 7369 8505 8262 9078 9151 9684 10035
Peningkatan Pelayanan (35%, Effisiensi Angkutan 40%) Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5044 52530 39% 64559 138877 7803 56410 41% 119703 142154 10775 60529 43% 192346 145509 13973 64901 45% 282413 148943 17412 69542 47% 389802 152458 21105 74465 49% 514377 156056 25063 79682 51% 655970 159739 29301 85210 53% 814377 163509 33838 91066 56% 989358 167367 38689 97268 58% 1180632 171317 43874 103835 61% 1387875 175360 49413 110789 63% 1610716 179499 55325 118150 66% 1848738
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 2.31 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 4.62 2.31 0.00 6 382 6983 67 25304 6.93 6.93 0.00 17 1320 7504 214 31652 9.24 13.79 0.07 35 2045 8059 451 38026 11.56 22.06 1.04 58 858 8647 785 44435 13.89 26.72 7.94 90 -4871 9272 1213 50889 16.23 26.72 21.83 137 -18702 9935 1694 57400 18.59 26.72 38.06 213 -45136 10638 2187 63980 20.97 26.72 56.65 348 -89608 11383 2689 70641 23.37 26.72 77.62 602 -158466 12173 3197 77397 25.80 26.72 100.99 1094 -258959 13009 3709 84262 28.27 26.72 126.80 2062 -399224 13895 4223 91253 30.78 26.72 155.07 3985 -588270 14834 4738 98386 33.33 26.72 185.85 7817 -835960 15827 5252 105678 35.94 26.72 219.19 15470 -1152994 16879 5764
Peningkatan Pelayanan (50%, Effisiensi Angkutan 40%) Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 63253 50% 0 129491 0 64745 50% 3156 132546 3558 69831 53% 15365 135675 7204 75041 55% 41547 138877 11142 80580 58% 81312 142154 15379 86456 61% 134327 145509 19937 92692 64% 200211 148943 24835 99306 67% 278532 152458 30091 106320 70% 368810 156056 35723 113751 73% 470511 159739 41753 121623 76% 583045 163509 48206 129960 79% 705759 167367 55106 138790 83% 837939 171317 62479 148138 86% 978801 175360 70354 158034 90% 1127488 179499 78759 168508 94% 1283066
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 9036 0 12648 2.31 0.00 0.00 0 0 9249 0 18972 4.62 2.31 0.00 6 306 9976 47 25307 6.93 6.93 0.00 17 1231 10720 150 31666 9.24 13.79 0.07 35 2342 11511 316 38061 11.57 22.06 1.04 58 2474 12351 549 44507 13.90 26.73 7.95 90 -244 13242 849 51017 16.26 26.73 21.85 137 -8375 14187 1186 57609 18.64 26.73 38.11 213 -25168 15189 1532 64298 21.04 26.73 56.75 348 -54534 16250 1884 71104 23.49 26.73 77.79 602 -101002 17375 2241 78045 25.97 26.73 101.28 1094 -169691 18566 2601 85143 28.51 26.73 127.25 2062 -266270 19827 2963 92420 31.10 26.73 155.76 3985 -396921 21163 3326 99900 33.76 26.73 186.86 7817 -568301 22576 3689 107607 36.49 26.73 220.63 15470 -787492 24073 4051
Peningkatan Pelayanan (60%, Effisiensi Angkutan 40%) Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 75903 60% 0 129491 0 77694 60% 600 132546 4270 83797 63% 7635 135675 8644 90049 66% 26205 138877 13367 96693 70% 55718 142154 18449 103741 73% 95649 145509 23913 111219 76% 145409 148943 29783 119149 80% 204351 152458 36081 127556 84% 271765 156056 42829 136463 87% 346872 159739 50055 145898 91% 428823 163509 57785 155890 95% 516693 167367 66051 166471 99% 609477 171317 74883 177673 104% 706085 175360 84315 189531 108% 805336 179499 94381 202080 113% 905952
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 10843 0 12648 2.31 0.00 0.00 0 0 11099 0 18972 4.62 2.31 0.00 6 254 11971 39 25309 6.93 6.93 0.00 17 1173 12864 125 31675 9.25 13.79 0.07 35 2540 13813 263 38085 11.57 22.06 1.04 58 3551 14820 458 44555 13.91 26.73 7.95 90 2841 15888 708 51103 16.28 26.73 21.86 137 -1490 17021 989 57748 18.67 26.73 38.14 213 -11856 18222 1277 64511 21.10 26.73 56.81 348 -31151 19495 1571 71413 23.57 26.73 77.90 602 -62694 20843 1869 78478 26.09 26.73 101.47 1094 -110179 22270 2170 85731 28.67 26.73 127.55 2062 -177633 23782 2472 93198 31.32 26.73 156.22 3985 -269356 25382 2776 100909 34.05 26.73 187.54 7818 -389862 27076 3081 108894 36.86 26.73 221.58 15470 -543824 28869 3385
209
Simulasi-2 (Peningkatan Effisiensi Angkutan Lumpur Tinja) Pelayanan 20%, effisiensi Angkutan 60%, IPLT 1x25 m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 25301 20% 0 129491 0 25898 20% 10826 132546 1423 27932 21% 38554 135675 2886 30021 22% 87572 138877 4472 32247 23% 158093 142154 6185 34616 24% 250362 145509 8037 37139 26% 364609 148943 10034 39822 27% 501056 152458 12178 42670 28% 659909 156056 14480 45691 29% 841363 159739 16948 48896 31% 1045600 163509 19593 52295 32% 1272785 167367 22424 55897 33% 1523067 171317 25452 59715 35% 1796578 175360 28689 63761 36% 2093428 179499 32147 68047 38% 2413708
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 3614 0 12648 3.47 0.00 0.00 0 0 3700 0 18972 6.93 3.47 0.00 6 459 3990 175 25300 10.40 10.37 0.03 17 1408 4289 561 31638 13.86 20.27 0.52 35 1748 4607 1183 37990 17.34 29.43 5.22 58 -758 4945 2053 44362 20.82 29.43 22.56 92 -9499 5306 3123 50761 24.31 29.43 43.37 145 -29046 5689 4244 57191 27.81 29.43 67.68 238 -65182 6096 5404 63661 31.34 29.43 95.49 411 -124893 6527 6594 70177 34.88 29.43 126.83 747 -216368 6985 7806 76748 38.45 29.43 161.72 1411 -349018 7471 9035 83381 42.05 29.43 200.17 2730 -533478 7985 10272 90086 45.69 29.43 242.22 5361 -781618 8531 11515 96872 49.36 29.43 287.91 10618 -1106547 9109 12758 103750 53.08 29.43 337.27 21130 -1522623 9721 13997
Pelayanan 35%, effisiensi Angkutan 60%, IPLT 1x25 m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5046 52532 39% 64559 138877 7810 56417 41% 119702 142154 10790 60544 43% 192343 145509 14001 64929 45% 282406 148943 17456 69586 47% 389785 152458 21164 74524 49% 514341 156056 25140 79760 51% 655904 159739 29401 85309 53% 814267 163509 33961 91189 56% 989186 167367 38841 97419 58% 1180374 171317 44057 104018 61% 1387504 175360 49631 111007 63% 1610200 179499 55582 118407 66% 1848036
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 3.47 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 6.93 3.47 0.00 6 382 6983 100 25304 10.40 10.37 0.03 17 1320 7505 321 31652 13.86 20.27 0.52 35 2045 8060 676 38026 17.34 29.43 5.22 58 858 8649 1173 44435 20.84 29.43 22.56 92 -4872 9276 1785 50889 24.35 29.43 43.40 145 -18719 9941 2427 57400 27.88 29.43 67.75 238 -45215 10646 3091 63980 31.45 29.43 95.63 411 -89819 11394 3774 70641 35.06 29.43 127.08 747 -158905 12187 4471 77397 38.71 29.43 162.14 1411 -259750 13027 5177 84262 42.41 29.43 200.85 2730 -400524 13917 5891 91253 46.17 29.43 243.26 5361 -590271 14860 6608 98386 50.00 29.43 289.43 10619 -838892 15858 7328 105679 53.91 29.43 339.43 21131 -1157127 16915 8047
Pelayanan 35%, effisiensi Angkutan 80%, IPLT-1 x 25 m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5048 52534 39% 64559 138877 7817 56424 41% 119702 142154 10805 60559 43% 192341 145509 14029 64957 45% 282399 148943 17493 69623 47% 389768 152458 21212 74573 49% 514307 156056 25203 79822 51% 655844 159739 29480 85388 53% 814170 163509 34060 91288 56% 989036 167367 38963 97541 58% 1180155 171317 44205 104166 61% 1387192 175360 49808 111184 63% 1609768 179499 55793 118617 66% 1847453
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 4.62 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 9.24 4.62 0.00 6 382 6983 134 25304 13.86 13.78 0.08 17 1320 7505 427 31652 18.49 26.18 1.54 35 2045 8061 901 38026 23.12 26.18 20.03 59 858 8651 1556 44435 27.78 26.18 43.15 94 -4876 9280 2267 50889 32.46 26.18 70.93 153 -18774 9946 3024 57400 37.18 26.18 103.40 259 -45388 10653 3818 63980 41.94 26.18 140.57 461 -90200 11403 4643 70641 46.74 26.18 182.51 853 -159609 12198 5491 77397 51.61 26.18 229.25 1629 -260921 13041 6358 84263 56.55 26.18 280.86 3170 -402339 13934 7238 91254 61.56 26.18 337.41 6245 -592942 14881 8129 98387 66.67 26.18 398.97 12387 -842670 15883 9026 105680 71.88 26.18 465.64 24663 -1162305 16945 9926
Pelayanan 35%, effisiensi Angkutan 100%, IPLT-1 x 25 m3/hari) Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10820 60574 43% 192339 145509 14056 64984 45% 282392 148943 17535 69665 47% 389751 152458 21272 74632 49% 514272 156056 25282 79902 51% 655779 159739 29582 85491 54% 814061 163509 34190 91418 56% 988864 167367 39122 97700 58% 1179896 171317 44398 104359 61% 1386818 175360 50038 111414 64% 1609243 179499 56064 118889 66% 1846736
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.21 0.12 17 1320 7505 534 31652 23.11 31.69 2.96 35 2045 8061 1126 38026 28.91 31.69 26.07 59 858 8653 1936 44435 34.73 31.69 54.97 96 -4881 9283 2816 50889 40.58 31.69 89.70 161 -18803 9952 3754 57400 46.47 31.69 130.28 283 -45480 10662 4739 63980 52.42 31.69 176.75 520 -90415 11415 5762 70641 58.43 31.69 229.17 991 -160033 12213 6815 77397 64.51 31.69 287.60 1931 -261671 13060 7891 84263 70.68 31.69 352.12 3812 -403562 13957 8985 91254 76.95 31.69 422.80 7574 -594820 14908 10091 98387 83.34 31.69 499.75 15104 -845425 15916 11205 105681 89.85 31.69 583.09 30169 -1166198 16984 12324
210
Simulasi-3 (Peningkatan Kapasitas IPLT) Pelayanan 35% + effisiensi Angkutan 100%, IPLT 2 x 25m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17551 69681 47% 389750 152458 21302 74662 49% 514268 156056 25328 79947 51% 655766 159739 29644 85553 54% 814029 163509 34268 91496 56% 988802 167367 39218 97796 58% 1179790 171317 44513 104474 61% 1386650 175360 50173 111549 64% 1608992 179499 56219 119044 66% 1846377
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.31 0.02 17 1320 7505 534 31652 23.11 34.22 0.43 35 2045 8061 1127 38026 28.91 53.58 4.18 59 858 8653 1959 44435 34.73 53.58 33.09 96 -4872 9284 3015 50889 40.58 53.58 67.81 162 -18714 9954 4117 57400 46.47 53.58 108.39 291 -45240 10666 5255 63980 52.42 53.58 154.87 554 -89953 11421 6420 70641 58.43 53.58 207.29 1094 -159277 12222 7606 77397 64.51 53.58 265.71 2193 -260548 13071 8806 84263 70.68 53.58 330.23 4419 -401999 13971 10015 91254 76.95 53.58 400.91 8906 -592745 14925 11229 98388 83.34 53.58 477.86 17921 -842760 15936 12444 105681 89.85 53.58 561.20 36001 -1162865 17006 13657
Pelayanan 35% + effisiensi Angkutan 100%, IPLT 4x25m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17553 69683 47% 389750 152458 21324 74684 49% 514267 156056 25382 80002 51% 655760 159739 29732 85641 54% 814007 163509 34392 91620 56% 988748 167367 39379 97958 59% 1179679 171317 44714 104675 61% 1386453 175360 50416 111792 64% 1608672 179499 56506 119331 66% 1845890
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.33 0.00 17 1320 7505 534 31652 23.11 34.52 0.13 35 2045 8061 1127 38026 28.91 57.09 0.67 59 858 8653 1962 44435 34.73 82.78 3.89 96 -4871 9284 3046 50889 40.58 103.61 17.78 162 -18701 9955 4367 57400 46.47 103.61 58.36 292 -45120 10669 5855 63980 52.42 103.61 104.83 566 -89562 11429 7346 70641 58.43 103.61 157.25 1146 -158452 12234 8835 77397 64.51 103.61 215.68 2359 -259126 13089 10319 84263 70.68 103.61 280.19 4858 -399815 13994 11793 91254 76.95 103.61 350.88 9946 -589633 14954 13253 98388 83.34 103.61 427.83 20233 -838553 15970 14699 105682 89.85 103.61 511.16 40938 -1157391 17047 16128
Pelayanan 35% + effisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari, on-site 30% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17553 69683 47% 389750 152458 21326 74686 49% 514267 156056 25392 80012 51% 655760 159739 29770 85679 54% 814004 163509 34461 91689 56% 988735 167367 39481 98060 59% 1179642 171317 44850 104811 61% 1386372 175360 50588 111964 64% 1608523 179499 56716 119541 67% 1845641
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.33 0.00 17 1320 7505 534 31652 23.11 34.62 0.03 35 2045 8061 1127 38026 28.91 57.50 0.26 59 858 8653 1963 44435 34.73 85.40 1.27 96 -4871 9284 3050 50889 40.58 116.27 5.12 162 -18700 9955 4391 57400 46.47 145.99 15.98 292 -45108 10669 5967 63980 52.42 150.21 58.23 567 -89499 11430 7735 70641 58.43 150.21 110.65 1153 -158200 12240 9508 77397 64.51 150.21 169.08 2393 -258532 13098 11256 84263 70.68 150.21 233.59 4969 -398728 14009 12976 91254 76.95 150.21 304.27 10251 -587899 14973 14667 98388 83.34 150.21 381.23 20972 -836019 15995 16327 105682 89.85 150.21 464.56 42606 -1153901 17077 17956
Pelayanan 50% + effisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 63253 50% 0 129491 0 64745 50% 3156 132546 3558 69831 53% 15365 135675 7210 75047 55% 41547 138877 11162 80600 58% 81311 142154 15425 86502 61% 134321 145509 20022 92777 64% 200190 148943 24976 99448 67% 278480 152458 30312 106540 70% 368700 156056 36053 114081 73% 470301 159739 42223 122092 76% 582672 163509 48830 130584 80% 705135 167367 55899 139583 83% 836949 171317 63456 149115 87% 977298 175360 71531 159211 91% 1125293 179499 80153 169902 95% 1279967
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 9036 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 9249 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 306 9976 117 25307 17.33 17.33 0.00 17 1231 10721 374 31666 23.11 34.62 0.03 35 2342 11514 789 38061 28.92 57.50 0.26 59 2474 12357 1374 44507 34.76 85.41 1.27 96 -244 13254 2136 51017 40.65 116.32 5.12 162 -8372 14207 3075 57609 46.59 146.07 16.02 292 -25140 15220 4181 64298 52.61 150.22 58.46 567 -54425 16297 5422 71104 58.72 150.22 111.07 1153 -100736 17442 6668 78046 64.94 150.22 169.79 2393 -169264 18655 7897 85144 71.27 150.22 234.72 4970 -265774 19940 9109 92422 77.76 150.22 306.00 10251 -396554 21302 10303 99902 84.40 150.22 383.76 20974 -568369 22744 11477 107611 91.23 150.22 468.16 42609 -788416 24272 12631
211
Simulasi-4 (Peningkatan Effisiensi Sistem On-Site) Pelayanan 35%, Efisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari, On-site 60% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17553 69683 47% 389750 152458 21326 74686 49% 514267 156056 25392 80012 51% 655760 159739 29770 85679 54% 814004 163509 34461 91689 56% 988735 167367 39481 98060 59% 1179642 171317 44850 104811 61% 1386372 175360 50588 111964 64% 1608523 179499 56716 119541 67% 1845641
V_LT V_LT_TR V_LT_OL 6324 0.00 0.00 12648 5.78 0.00 18972 11.55 5.78 25304 17.33 17.33 31652 23.11 34.62 38026 28.91 57.50 44435 34.73 85.40 50889 40.58 116.27 57400 46.47 145.99 63980 52.42 150.21 70641 58.43 150.21 77397 64.51 150.21 84263 70.68 150.21 91254 76.95 150.21 98388 83.34 150.21 105682 89.85 150.21
LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 0.00 0 0 6325 0 0.00 0 0 6475 0 0.00 6 382 6983 167 0.00 17 1442 7505 534 0.03 35 3168 8061 1127 0.26 59 5241 8653 1963 1.27 96 7040 9284 3050 5.12 162 7640 9955 4391 15.98 292 5812 10669 5967 58.23 567 26 11430 7735 110.65 1153 -11553 12240 9508 169.08 2393 -31089 13098 11256 233.59 4969 -61046 14009 12976 304.27 10251 -104177 14973 14667 381.23 20972 -163525 15995 16327 464.56 42606 -242409 17077 17956
Pelayanan 35%, Efisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari, On-site 75% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn 126505 0 44277 129491 0 45322 132546 2491 48882 135675 5050 52536 138877 7824 56430 142154 10821 60574 145509 14058 64986 148943 17553 69683 152458 21326 74686 156056 25392 80012 159739 29770 85679 163509 34461 91689 167367 39481 98060 171317 44850 104811 175360 50588 111964 179499 56716 119541
FP_Lyn V_LRT_BA 35% 0 35% 6991 37% 26959 39% 64559 41% 119701 43% 192339 45% 282392 47% 389750 49% 514267 51% 655760 54% 814004 56% 988735 59% 1179642 61% 1386372 64% 1608523 67% 1845641
V_LT V_LT_TR V_LT_OL 6324 0.00 0.00 12648 5.78 0.00 18972 11.55 5.78 25304 17.33 17.33 31652 23.11 34.62 38026 28.91 57.50 44435 34.73 85.40 50889 40.58 116.27 57400 46.47 145.99 63980 52.42 150.21 70641 58.43 150.21 77397 64.51 150.21 84263 70.68 150.21 91254 76.95 150.21 98388 83.34 150.21 105682 89.85 150.21
LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 6 382 0.00 17 1479 0.03 35 3499 0.26 59 6535 1.27 96 10559 5.12 162 15422 15.98 292 20857 58.23 567 26477 110.65 1153 31774 169.08 2393 36109 233.59 4969 38724 304.27 10251 38740 381.23 20972 35166 464.56 42606 26895
Plgn Retribusi 6325 0 6475 0 6983 167 7505 534 8061 1127 8653 1963 9284 3050 9955 4391 10669 5967 11430 7735 12240 9508 13098 11256 14009 12976 14973 14667 15995 16327 17077 17956
Pelayanan 35%, Efisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari, On-site 90% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17553 69683 47% 389750 152458 21326 74686 49% 514267 156056 25392 80012 51% 655760 159739 29770 85679 54% 814004 163509 34461 91689 56% 988735 167367 39481 98060 59% 1179642 171317 44850 104811 61% 1386372 175360 50588 111964 64% 1608523 179499 56716 119541 67% 1845641
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.33 0.00 17 1498 7505 534 31652 23.11 34.62 0.03 35 3678 8061 1127 38026 28.91 57.50 0.26 59 7233 8653 1963 44435 34.73 85.40 1.27 96 12454 9284 3050 50889 40.58 116.27 5.12 162 19612 9955 4391 57400 46.47 145.99 15.98 292 28958 10669 5967 63980 52.42 150.21 58.23 567 40719 11430 7735 70641 58.43 150.21 110.65 1153 55104 12240 9508 77397 64.51 150.21 169.08 2393 72294 13098 11256 84263 70.68 150.21 233.59 4969 92446 14009 12976 91254 76.95 150.21 304.27 10251 115696 14973 14667 98388 83.34 150.21 381.23 20972 142154 15995 16327 105682 89.85 150.21 464.56 42606 171905 17077 17956
Pelayanan 35%, Efisiensi Angkutan 100%, IPLT 6x25m3/hari, On-site 97,5% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 126505 0 44277 35% 0 129491 0 45322 35% 6991 132546 2491 48882 37% 26959 135675 5050 52536 39% 64559 138877 7824 56430 41% 119701 142154 10821 60574 43% 192339 145509 14058 64986 45% 282392 148943 17553 69683 47% 389750 152458 21326 74686 49% 514267 156056 25392 80012 51% 655760 159739 29770 85679 54% 814004 163509 34461 91689 56% 988735 167367 39481 98060 59% 1179642 171317 44850 104811 61% 1386372 175360 50588 111964 64% 1608523 179499 56716 119541 67% 1845641
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 6325 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 6475 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 382 6983 167 25304 17.33 17.33 0.00 17 1502 7505 534 31652 23.11 34.62 0.03 35 3710 8061 1127 38026 28.91 57.50 0.26 59 7357 8653 1963 44435 34.73 85.40 1.27 96 12792 9284 3050 50889 40.58 116.27 5.12 162 20360 9955 4391 57400 46.47 145.99 15.98 292 30404 10669 5967 63980 52.42 150.21 58.23 567 43263 11430 7735 70641 58.43 150.21 110.65 1153 59270 12240 9508 77397 64.51 150.21 169.08 2393 78755 13098 11256 84263 70.68 150.21 233.59 4969 102039 14009 12976 91254 76.95 150.21 304.27 10251 129438 14973 14667 98388 83.34 150.21 381.23 20972 161259 15995 16327 105682 89.85 150.21 464.56 42606 197799 17077 17956
212
Simulasi-5 (Perlua san Daerah Pelayanan) Pelayanan 35% + Angkutan 100%, effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 4 kec Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 405548 414533 423717 433105 442701 452509 462535 472783 483258 493965 504909 516095 527530 539217 551164 563376
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 141942 35% 0 0 145087 35% -12745 7984 156285 37% 23716 16155 167742 39% 116666 24971 179916 41% 265741 34448 192826 43% 470718 44631 206518 45% 731275 55566 221040 47% 1046995 67300 236440 49% 1417361 79881 252769 51% 1841747 93359 270077 53% 2319411 107769 288402 56% 2849485 123164 307799 58% 3430972 139602 328328 61% 4062738 157143 350050 64% 4743502 175852 373033 66% 5471822
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 20277 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 20727 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -12 22326 52 25322 17.33 17.33 0.00 17 1103 23963 167 31724 23.12 34.62 0.03 35 4474 25702 353 38209 28.97 57.52 0.26 59 11225 27547 615 44806 34.89 85.47 1.27 96 22469 29503 957 51548 40.92 116.50 5.14 162 39313 31577 1380 58472 47.08 146.38 16.18 292 62848 33777 1879 65615 53.40 150.24 59.39 567 94156 36110 2442 73017 59.92 150.24 112.79 1153 134300 38582 3008 80723 66.68 150.24 172.72 2393 184327 41200 3570 88778 73.72 150.24 239.40 4971 245263 43971 4127 97231 81.08 150.24 313.12 10255 318109 46904 4679 106137 88.80 150.24 394.19 20981 403845 50007 5225 115551 96.93 150.24 482.99 42625 503419 53290 5767
Pelayanan 50% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 4 kec Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 405548 414533 423717 433105 442701 452509 462535 472783 483258 493965 504909 516095 527530 539217 551164 563376
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 202774 50% 0 0 207267 50% -25038 11406 223265 53% -13436 23075 239628 55% 42965 35658 257008 58% 142849 49178 275433 61% 285086 63698 294966 64% 468389 79280 315671 67% 691318 95989 337618 70% 952274 113894 360876 73% 1249486 133064 385518 76% 1580997 153556 411603 80% 1944657 175446 439211 83% 2338111 198816 468425 87% 2758787 223752 499335 91% 3203884 250346 532034 94% 3670354
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 28968 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 29610 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -258 31895 37 25333 17.33 17.33 0.00 17 151 34233 117 31769 23.13 34.62 0.03 35 2127 36715 247 38323 29.01 57.53 0.26 59 6543 39348 430 45037 35.00 85.52 1.28 96 14251 42138 670 51959 41.13 116.64 5.16 162 26072 45096 967 59140 47.45 146.63 16.30 292 42797 48231 1318 66634 54.01 150.25 60.12 567 65186 51554 1714 74499 60.85 150.25 114.13 1154 93957 55074 2112 82797 68.04 150.25 174.99 2394 129792 58800 2509 91594 75.61 150.25 243.02 4972 173325 62744 2904 100960 83.65 150.25 318.64 10257 225143 66918 3296 110972 92.20 150.25 402.28 20987 285781 71334 3686 121709 101.34 150.25 494.48 42636 355717 76005 4075
Pelayanan 35% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 6 kec Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 217166 35% 0 0 221865 35% -27947 12216 238880 37% 21230 24706 256274 39% 156815 38167 274745 41% 378206 52624 294321 43% 685019 68141 315068 45% 1076718 84785 337054 47% 1552625 102625 360351 49% 2111910 121733 385035 51% 2753577 142182 411181 53% 3476458 164033 438852 56% 4279192 187367 468131 58% 5160228 212271 499109 61% 6117799 238835 531879 64% 7149918 267155 566540 66% 8254357
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 31024 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 31695 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -316 34126 34 25335 17.33 17.33 0.00 17 796 36611 109 31780 23.14 34.62 0.03 35 5063 39249 231 38350 29.02 57.53 0.26 59 14204 42046 403 45091 35.02 85.54 1.28 96 29920 45010 627 52056 41.18 116.67 5.17 162 53902 48151 905 59297 47.54 146.68 16.33 292 87816 51479 1234 66873 54.15 150.26 60.30 567 133312 55005 1605 74845 61.07 150.26 114.45 1154 192013 58740 1979 83280 68.35 150.26 175.52 2394 265514 62693 2352 92248 76.05 150.26 243.87 4972 355378 66876 2723 101825 84.25 150.26 319.93 10258 463132 71301 3092 112092 92.99 150.26 404.17 20988 590265 75983 3460 123133 102.37 150.26 497.16 42639 738221 80934 3827
Pelayanan 50% + eff On Site 97,5%, IPLT 6x25 m3/hari, 6 kec Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 17451 341258 53% -35600 35289 366102 55% 44094 54509 392479 58% 190285 75144 420426 61% 401208 97284 450036 64% 674863 121022 481405 67% 1009020 146454 514634 70% 1401207 173682 549828 73% 1848690 202811 587094 76% 2348461 233933 626531 80% 2897214 267165 668257 83% 3491336 302629 712398 87% 4126886 340455 759090 91% 4799570 380780 808472 95% 5504727
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 48751 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 -660 52300 76 31849 23.15 34.62 0.03 35 1473 56068 162 38524 29.09 57.55 0.26 59 7044 60061 282 45445 35.18 85.61 1.28 96 17353 64291 439 52684 41.50 116.88 5.19 162 33656 68772 634 60319 48.11 147.05 16.52 292 57163 73519 866 68431 55.09 150.27 61.42 567 89029 78547 1127 77110 62.49 150.27 116.51 1154 130354 83871 1392 86450 70.42 150.27 179.00 2395 182175 89504 1656 96552 78.95 150.27 249.42 4974 245459 95465 1920 107523 88.18 150.27 328.37 10262 321101 101771 2184 119479 98.19 150.27 416.55 20997 409914 108441 2449 132541 109.11 150.27 514.74 42657 512625 115496 2715
213
Simulasi-6 (Pengendalian Konsumsi Air Minum) Pelayanan 35% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 6 kec, Konsumsi 90% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 217166 35% 0 0 221865 35% -23558 12216 238880 37% 21952 24706 256274 39% 145229 38167 274745 41% 345733 52624 294321 43% 623115 68141 315068 45% 976895 84785 337054 47% 1406463 102625 360351 49% 1911070 121733 385035 51% 2489822 142181 411180 53% 3141665 164032 438851 56% 3865378 187366 468130 58% 4659561 212268 499107 61% 5522626 238831 531875 64% 6452786 267150 566534 66% 7448034
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 31024 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 31695 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -229 34126 34 25331 17.33 17.33 0.00 17 884 36611 109 31764 23.13 34.62 0.03 35 4893 39249 231 38309 29.01 57.53 0.26 59 13344 42046 403 45009 34.99 85.52 1.28 96 27769 45010 627 51909 41.10 116.62 5.16 162 49687 48151 905 59059 47.41 146.60 16.29 292 80601 51479 1233 66509 53.93 150.25 60.03 567 121994 55005 1604 74316 60.74 150.25 113.97 1154 175327 58740 1977 82540 67.87 150.25 174.71 2394 242036 62693 2349 91244 75.38 150.25 242.58 4972 323526 66876 2718 100496 83.33 150.25 317.96 10257 421173 71301 3086 110367 91.78 150.25 401.28 20986 536316 75982 3451 120937 100.79 150.25 493.06 42635 670255 80933 3815
Pelayanan 35% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 6 kec, Konsumsi 85% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 217166 35% 0 0 221865 35% -21364 12216 238880 37% 22313 24706 256274 39% 139436 38167 274745 41% 329496 52624 294321 43% 592163 68141 315068 45% 926984 84785 337054 47% 1333381 102625 360351 49% 1810650 121733 385035 51% 2357944 142181 411180 53% 2974269 164032 438850 56% 3658470 187365 468129 58% 4409227 212267 499105 61% 5225040 238829 531873 64% 6104219 267147 566531 66% 7044871
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 31024 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 31695 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -185 34126 34 25329 17.33 17.33 0.00 17 929 36611 109 31756 23.13 34.62 0.03 35 4808 39249 231 38289 29.00 57.53 0.26 59 12914 42046 403 44968 34.97 85.51 1.27 96 26693 45010 627 51836 41.07 116.59 5.16 162 47580 48151 905 58939 47.34 146.55 16.26 292 76994 51479 1233 66327 53.83 150.25 59.90 567 116335 55005 1603 74052 60.57 150.25 113.73 1154 166984 58740 1976 82170 67.63 150.25 174.30 2394 230296 62693 2347 90742 75.04 150.25 241.93 4972 307600 66876 2716 99831 82.87 150.25 316.97 10256 400194 71301 3083 109505 91.17 150.25 399.84 20985 509342 75982 3447 119839 100.00 150.25 491.01 42633 636272 80933 3809
Pelayanan 35% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 6 kec, Konsumsi 80% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 217166 35% 0 0 221865 35% -19170 12216 238880 37% 22674 24706 256274 39% 133644 38167 274745 41% 313259 52624 294321 43% 561212 68141 315068 45% 877073 84785 337054 47% 1260300 102625 360351 49% 1710230 121732 385035 51% 2226066 142181 411179 53% 2806872 164031 438850 56% 3451563 187364 468128 58% 4158894 212266 499104 61% 4927454 238827 531871 64% 5755653 267144 566529 66% 6641709
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 31024 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 31695 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -141 34126 34 25327 17.33 17.33 0.00 17 973 36611 109 31748 23.13 34.62 0.03 35 4723 39249 231 38268 28.99 57.52 0.26 59 12484 42046 402 44926 34.95 85.50 1.27 96 25617 45010 627 51763 41.03 116.57 5.15 162 45472 48151 904 58820 47.27 146.51 16.24 292 73386 51479 1232 66145 53.72 150.25 59.77 567 110676 55005 1602 73788 60.41 150.25 113.49 1154 158641 58740 1975 81800 67.39 150.25 173.90 2394 218557 62693 2346 90240 74.70 150.25 241.28 4972 291674 66875 2714 99166 82.41 150.25 315.99 10256 379214 71301 3079 108643 90.56 150.25 398.40 20984 482367 75982 3442 118741 99.22 150.25 488.96 42631 602289 80933 3803
Pelayanan 35% + effisiensi on-site 97,5%, IPLT 6x25m3/hari, 6 kec, Konsumsi 75% Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 217166 35% 0 0 221865 35% -16975 12216 238880 37% 23035 24706 256274 39% 127851 38167 274745 41% 297022 52624 294321 43% 530260 68141 315068 45% 827161 84785 337054 47% 1187219 102625 360351 49% 1609810 121732 385034 51% 2094188 142180 411179 53% 2639476 164031 438849 56% 3244655 187363 468127 58% 3908560 212264 499103 61% 4629867 238825 531869 64% 5407086 267142 566526 66% 6238547
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 31024 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 31695 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -97 34126 34 25325 17.33 17.33 0.00 17 1017 36611 109 31740 23.13 34.62 0.03 35 4638 39249 231 38248 28.99 57.52 0.26 59 12054 42046 402 44885 34.93 85.49 1.27 96 24541 45010 627 51689 40.99 116.54 5.15 162 43365 48151 904 58701 47.20 146.47 16.22 292 69779 51479 1232 65964 53.61 150.25 59.64 567 105017 55005 1602 73524 60.24 150.25 113.25 1153 150299 58740 1974 81431 67.14 150.25 173.49 2394 206818 62693 2344 89738 74.37 150.25 240.64 4971 275748 66875 2712 98501 81.95 150.25 315.00 10256 358235 71300 3076 107781 89.96 150.25 396.96 20983 455393 75981 3438 117643 98.43 150.25 486.91 42629 568306 80932 3797
214
Rumusan-1 (Skenario Pesimis) -35,60,100,60,4,227 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 405548 414290 423221 432345 441665 451186 460912 470848 480998 491367 501959 512780 523834 535126 546662 558446
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 141942 35% 0 0 145002 35% -9877 7984 156112 37% 24204 16147 167467 39% 109113 24942 179525 41% 244492 34387 192302 43% 430111 44524 205843 45% 665651 55394 220190 47% 950709 67043 235392 49% 1284794 79517 251496 51% 1667317 92867 268552 54% 2097587 107134 286607 56% 2574802 122369 305710 58% 3098045 138625 325920 61% 3666275 155964 347296 64% 4278318 174447 369903 66% 4932862
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 20277 0 12648 3.47 0.00 0.00 0 0 20715 0 18972 6.93 3.47 0.00 6 45 22302 31 25319 10.40 10.40 0.00 17 1401 23924 100 31714 13.87 20.79 0.00 35 4441 25646 212 38182 17.38 34.52 0.14 58 8661 27472 370 44752 20.92 51.49 0.55 92 12675 29406 575 51452 24.52 70.43 2.53 145 14227 31456 830 58315 28.19 90.65 6.84 240 10191 33627 1132 65375 31.95 99.61 26.07 423 -3417 35928 1477 72668 35.82 100.03 57.60 796 -31435 38365 1836 80233 39.82 100.03 93.42 1565 -79559 40944 2193 88112 43.96 100.03 133.24 3143 -154321 43673 2545 96349 48.28 100.03 177.20 6359 -263072 46560 2893 104990 52.79 100.03 225.48 12869 -413963 49614 3236 114088 57.53 100.03 278.28 25987 -615926 52843 3576
Rumusan-2 (Skenario Moderat)-50,80,100,75,4,215 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 405548 414290 423221 432345 441665 451186 460912 470848 480998 491367 501959 512780 523834 535126 546662 558446
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 202774 50% 0 0 207145 50% -18892 11406 223017 53% -7132 23066 239238 55% 42707 35630 256462 58% 129485 49121 274713 61% 252220 63597 294053 64% 409796 79120 314544 67% 600970 95754 336253 70% 824364 113564 359248 73% 1078453 132611 383590 76% 1361559 152960 409350 80% 1671842 174687 436604 83% 2007287 197874 465437 87% 2365701 222603 495934 91% 2744692 248966 528189 95% 3141665
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 28968 0 12648 4.62 0.00 0.00 0 0 29592 0 18972 9.24 4.62 0.00 6 -135 31860 29 25327 13.86 13.86 0.00 17 537 34177 94 31747 18.50 27.67 0.05 35 2678 36637 198 38266 23.19 45.99 0.24 59 6683 39245 345 44921 27.96 67.56 1.86 94 12682 42008 537 51753 32.82 91.10 6.27 154 20550 44935 774 58805 37.81 101.03 29.16 266 29908 48036 1051 66122 42.96 101.03 66.97 495 40133 51321 1345 73754 48.31 101.03 109.94 973 50357 54799 1639 81753 53.88 101.03 158.25 1969 59480 58479 1932 90175 59.73 101.03 212.13 4020 66181 62372 2225 99079 65.88 101.03 271.86 8200 68930 66491 2517 108531 72.39 101.03 337.74 16655 65999 70848 2808 118597 79.29 101.03 410.13 33680 55477 75456 3099
Rumusan-3 (Skenario Optimis) -60,100,150,85,6,202 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 372285 60% 0 0 380339 60% -44247 20941 409509 63% -53100 42345 439320 66% -16650 65404 470967 70% 62697 90158 504495 73% 182796 116713 540015 77% 341265 145179 577639 80% 535493 175673 617489 84% 762626 208314 659689 88% 1019550 243228 704368 92% 1302877 280530 751647 96% 1608925 320358 801668 100% 1933706 362859 854582 104% 2272905 408189 910551 109% 2621859 456511 969741 113% 2975541
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 53184 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 54334 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -642 58501 20 25350 17.33 17.33 0.00 17 -851 62760 64 31840 23.15 34.62 0.03 35 295 67281 135 38501 29.08 57.54 0.26 59 3570 72071 235 45398 35.16 85.60 1.28 96 9611 77145 366 52601 41.46 116.85 5.19 162 18911 82520 529 60183 48.04 147.00 16.50 292 31829 88213 721 68223 54.96 150.27 61.27 567 48584 94241 939 76808 62.30 150.27 116.23 1154 69266 100624 1159 86027 70.14 150.27 178.54 2394 93827 107378 1379 95978 78.56 150.27 248.68 4974 122094 114524 1599 106763 87.65 150.27 327.25 10261 153767 122083 1818 118493 97.50 150.27 414.90 20996 188432 130079 2039 131285 108.21 150.27 512.40 42655 225557 138534 2259
Rumusan-4 (Skenario Ideal) – 80,100,150,97.5,200 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn 0 0 27921 56457 87194 120185 155570 193494 234111 277579 324065 373728 426751 483331 543674 607998
POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 496380 80% 0 507119 80% -59293 546012 84% -104834 585757 89% -125770 627945 93% -125802 672635 97% -108317 719972 102% -77014 770108 107% -35893 823199 112% 10728 879412 117% 58193 938919 122% 101484 1001884 128% 135205 1068498 133% 153557 1138962 139% 150316 1213490 145% 118811 1292305 151% 51890
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 70911 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 72446 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -943 78002 15 25364 17.33 17.33 0.00 17 -2256 83680 48 31895 23.16 34.62 0.03 35 -3440 89706 101 38641 29.13 57.56 0.26 59 -4056 96091 176 45681 35.29 85.66 1.28 96 -3736 102853 275 53103 41.72 117.02 5.21 162 -2186 110015 397 61000 48.50 147.30 16.65 292 809 117600 542 69470 55.71 150.27 62.18 567 5381 125630 706 78620 63.44 150.27 117.89 1154 11566 134131 872 88564 71.80 150.27 181.33 2395 19305 143126 1039 99421 80.88 150.27 253.13 4975 28431 152643 1206 111321 90.80 150.27 334.01 10264 38664 162709 1374 124403 101.66 150.27 424.80 21002 49602 173356 1542 138812 113.61 150.27 526.47 42669 60715 184615 1713
215
Rumusan-5 (Skenario Optimal-1)-50,100,150,60,256-3500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 17451 341258 53% -35600 35289 366102 55% 44094 54509 392479 58% 190285 75144 420426 61% 401208 97284 450036 64% 674863 121022 481405 67% 1009020 146454 514634 70% 1401207 173682 549828 73% 1848690 202811 587094 76% 2348461 233933 626531 80% 2897214 267165 668257 83% 3491336 302629 712398 87% 4126886 340455 759090 91% 4799570 380780 808472 95% 5504727
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 48751 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 234 52300 76 31849 23.15 34.62 0.03 35 3859 56068 162 38524 29.09 57.55 0.26 59 10079 60061 282 45445 35.18 85.61 1.28 96 17628 64291 439 52684 41.50 116.88 5.19 162 24120 68772 634 60319 48.11 147.05 16.52 292 26074 73519 866 68431 55.09 150.27 61.42 567 18960 78547 1127 77110 62.49 150.27 116.51 1154 -2768 83871 1392 86450 70.42 150.27 179.00 2395 -45644 89504 1656 96552 78.95 150.27 249.42 4974 -117120 95465 1920 107523 88.18 150.27 328.37 10262 -225496101771 2184 119479 98.19 150.27 416.55 20997 -379858108441 2449 132541 109.11 150.27 514.74 42657 -590013115496 2715
Rumusan-6 (Skenario Optimal-2)-50,100,150,60,256-3000 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 14958 338765 52% -35600 30250 361062 55% 44598 46607 384576 57% 192311 64057 409338 59% 406277 82662 435414 62% 685064 102487 462870 64% 1027067 123598 491778 67% 1430510 146064 522209 69% 1893426 169955 554238 72% 2413647 195327 587925 75% 2988798 222257 623349 78% 3616283 250825 660594 81% 4293273 281116 699751 84% 5016697 313218 740910 87% 5783223
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 48395 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 234 51580 77 31849 23.15 34.62 0.03 35 3869 54939 163 38524 29.09 57.55 0.26 59 10119 58477 286 45443 35.18 85.61 1.28 96 17721 62202 447 52677 41.50 116.88 5.19 162 24275 66124 649 60302 48.11 147.05 16.52 292 26263 70254 890 68398 55.07 150.27 61.41 567 19080 74601 1164 77048 62.46 150.27 116.48 1154 -2937 79177 1442 86345 70.36 150.27 178.95 2395 -46506 83989 1722 96383 78.85 150.27 249.31 4974 -119329 89050 2003 107264 88.02 150.27 328.16 10262 -230049 94371 2286 119096 97.96 150.27 416.19 20997 -388202 99964 2572 131993 108.76 150.27 514.14 42657 -604167 105844 2860
Rumusan-7 (Skenario Optimal-3)-50,100,150,60,256-2500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 12465 336272 52% -35600 25210 356022 54% 45102 38745 376714 56% 194337 53091 398372 58% 411339 68290 421041 60% 695224 84384 444768 62% 1044992 101419 469599 64% 1459526 119438 495584 66% 1937578 138486 522770 68% 2477768 158593 551191 70% 3078574 179805 580896 72% 3738330 202172 611941 75% 4455217 225748 644383 77% 5227256 250587 678279 79% 6052298
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 48039 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 234 50860 77 31849 23.15 34.62 0.03 35 3880 53816 165 38523 29.09 57.55 0.26 59 10159 56910 290 45441 35.18 85.61 1.28 96 17814 60149 456 52670 41.50 116.88 5.19 162 24429 63538 665 60286 48.10 147.05 16.52 292 26449 67086 915 68364 55.06 150.27 61.40 567 19196 70798 1202 76987 62.43 150.27 116.46 1154 -3115 74681 1495 86241 70.31 150.27 178.89 2395 -47378 78742 1792 96216 78.76 150.27 249.20 4974 -121545 82985 2092 107009 87.87 150.27 327.96 10262 -234596 87420 2395 118720 97.73 150.27 415.83 20997 -396505 92055 2703 131457 108.42 150.27 513.55 42657 -618207 96897 3015
Rumusan-8 (Skenario Optimal-4)-50,100,150,60,256-2000 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 9972 333779 52% -35600 20170 350982 53% 45606 30922 368892 55% 196363 42246 387527 56% 416392 54166 406918 58% 705343 66711 427094 59% 1062795 79908 448088 61% 1488255 93785 469931 62% 1981152 108368 492652 64% 2540835 123668 516266 66% 3166568 139711 540802 67% 3857531 156526 566296 69% 4612814 174145 592780 71% 5431415 192600 620292 73% 6312232
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 47683 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 234 50140 78 31849 23.15 34.62 0.03 35 3890 52699 166 38523 29.09 57.55 0.26 59 10199 55361 294 45438 35.18 85.61 1.28 96 17906 58131 465 52663 41.50 116.88 5.19 162 24582 61013 681 60269 48.09 147.05 16.52 292 26633 64013 942 68330 55.04 150.27 61.40 567 19306 67133 1242 76926 62.40 150.27 116.44 1154 -3301 70379 1551 86137 70.25 150.27 178.84 2395 -48259 73752 1866 96051 78.66 150.27 249.09 4974 -123768 77257 2186 106757 87.72 150.27 327.75 10262 -239137 80899 2512 118351 97.50 150.27 415.47 20997 -404766 84683 2844 130931 108.08 150.27 512.97 42657 -632131 88613 3183
216
Rumusan-9 (Skenario Optimal-5)-50,100,150,60,256-1500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 7479 331286 51% -35600 15130 345942 52% 46110 23140 361110 53% 198389 31522 376803 55% 421438 40290 393042 56% 715422 49462 409846 57% 1080476 59055 427235 58% 1516698 69084 445230 59% 2024150 79564 463848 60% 2602858 90492 483090 62% 3252804 101882 502973 63% 3973936 113749 523518 64% 4766159 126110 544745 65% 5629338 138982 566674 66% 6563294
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 47327 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 234 49420 78 31849 23.15 34.62 0.03 35 3900 51587 168 38522 29.09 57.55 0.26 59 10239 53829 299 45436 35.18 85.61 1.28 96 17998 56149 474 52656 41.49 116.88 5.19 162 24734 58549 698 60253 48.09 147.05 16.52 292 26814 61034 969 68297 55.03 150.27 61.39 567 19412 63604 1285 76865 62.37 150.27 116.41 1154 -3494 66264 1611 86035 70.20 150.27 178.78 2395 -49151 69013 1945 95888 78.57 150.27 248.98 4974 -125999 71853 2287 106510 87.57 150.27 327.55 10262 -243670 74788 2637 117988 97.27 150.27 415.12 20997 -412984 77821 2996 130415 107.75 150.27 512.39 42657 -645940 80953 3365
Rumusan-10 (Skenario Optimal-6)-50,100,150,65,256-1500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 7479 331286 51% -35600 15130 345942 52% 46110 23140 361110 53% 198389 31522 376803 55% 421438 40290 393042 56% 715422 49462 409846 57% 1080476 59055 427235 58% 1516698 69084 445230 59% 2024150 79564 463848 60% 2602858 90492 483090 62% 3252804 101882 502973 63% 3973936 113749 523518 64% 4766159 126110 544745 65% 5629338 138982 566674 66% 6563294
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 47327 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 24 49420 78 31849 23.15 34.62 0.03 35 3338 51587 168 38522 29.09 57.55 0.26 59 9533 53829 299 45436 35.18 85.61 1.28 96 17983 56149 474 52656 41.49 116.88 5.19 162 27152 58549 698 60253 48.09 147.05 16.52 292 34594 61034 969 68297 55.03 150.27 61.39 567 36949 63604 1285 76865 62.37 150.27 116.41 1154 29944 66264 1611 86035 70.20 150.27 178.78 2395 8368 69013 1945 95888 78.57 150.27 248.98 4974 -33906 71853 2287 106510 87.57 150.27 327.55 10262 -103917 74788 2637 117988 97.27 150.27 415.12 20997 -209610 77821 2996 130415 107.75 150.27 512.39 42657 -359839 80953 3365
Rumusan-11 (Skenario Optimal-7)-50,100,150,70,256-1500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 7479 331286 51% -35600 15130 345942 52% 46110 23140 361110 53% 198389 31522 376803 55% 421438 40290 393042 56% 715422 49462 409846 57% 1080476 59055 427235 58% 1516698 69084 445230 59% 2024150 79564 463848 60% 2602858 90492 483090 62% 3252804 101882 502973 63% 3973936 113749 523518 64% 4766159 126110 544745 65% 5629338 138982 566674 66% 6563294
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 25353 17.33 17.33 0.00 17 -159 31849 23.15 34.62 0.03 35 2852 38522 29.09 57.55 0.26 59 8922 45436 35.18 85.61 1.28 96 17970 52656 41.49 116.88 5.19 162 29248 60253 48.09 147.05 16.52 292 41336 68297 55.03 150.27 61.39 567 52148 76865 62.37 150.27 116.41 1154 58925 86035 70.20 150.27 178.78 2395 58218 95888 78.57 150.27 248.98 4974 45907 106510 87.57 150.27 327.55 10262 17203 117988 97.27 150.27 415.12 20997 -33353 130415 107.75 150.27 512.39 42657 -111885
Plgn Retribusi 44320 0 45279 0 47327 24 49420 78 51587 168 53829 299 56149 474 58549 698 61034 969 63604 1285 66264 1611 69013 1945 71853 2287 74788 2637 77821 2996 80953 3365
Rumusan-12 (Skenario Optimal-8)-50,100,150,75,256-1500 Time 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015
POP_t 620475 633899 647613 661625 675939 690563 705503 720767 736361 752292 768568 785196 802183 819539 837269 855384
Dp_Lyn POP_Lyn FP_Lyn V_LRT_BA 0 310238 50% 0 0 316950 50% -46754 7479 331286 51% -35600 15130 345942 52% 46110 23140 361110 53% 198389 31522 376803 55% 421438 40290 393042 56% 715422 49462 409846 57% 1080476 59055 427235 58% 1516698 69084 445230 59% 2024150 79564 463848 60% 2602858 90492 483090 62% 3252804 101882 502973 63% 3973936 113749 523518 64% 4766159 126110 544745 65% 5629338 138982 566674 66% 6563294
V_LT V_LT_TR V_LT_OL LT_Lnk Dtl_IPLT Dtl_Kota Plgn Retribusi 6324 0.00 0.00 0.00 0 0 44320 0 12648 5.78 0.00 0.00 0 0 45279 0 18972 11.55 5.78 0.00 6 -693 47327 24 25353 17.33 17.33 0.00 17 -313 49420 78 31849 23.15 34.62 0.03 35 2440 51587 168 38522 29.09 57.55 0.26 59 8404 53829 299 45436 35.18 85.61 1.28 96 17959 56149 474 52656 41.49 116.88 5.19 162 31021 58549 698 60253 48.09 147.05 16.52 292 47041 61034 969 68297 55.03 150.27 61.39 567 65009 63604 1285 76865 62.37 150.27 116.41 1154 83446 66264 1611 86035 70.20 150.27 178.78 2395 100398 69013 1945 95888 78.57 150.27 248.98 4974 113442 71853 2287 106510 87.57 150.27 327.55 10262 119689 74788 2637 117988 97.27 150.27 415.12 20997 115788 77821 2996 130415 107.75 150.27 512.39 42657 97923 80953 3365