MODEL OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM
ELLY ZUNARA
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT ELLY ZUNARA. Optimization Model of Logistics Distribution in Natural Disaster. Supervised by FARIDA HANUM and TONI BAKHTIAR Logistics distribution in emergency situations involves dispatching commodities (medical materials, specialized rescue equipment and rescue teams, food, etc.) to the affected areas. The optimization process is done by combining the optimal logistics distribution with vehicles scheduling, such that quantity and capacity loads of every vehicle is satisfied. At the end of logistics distribution process it is possible that there is unsatisfied demand in affected area. The minimization of unsatisfied demand can be regarded as an integer linear programming problem (ILP). The problem can be solved using branch and bound method. Optimal value is obtained using Lingo 8.0 Unlimited software.
i
ABSTRAK ELLY ZUNARA. Model Optimasi Pendistribusian Logistik Bencana Alam. Dibimbing oleh FARIDA HANUM dan TONI BAKHTIAR Perencanaan pendistribusian logistik di situasi darurat meliputi pengiriman komoditas (obat-obatan, material, relawan, perlengkapan khusus penolong, makanan dll.) ke daerah pusat bencana. Indikasinya adalah menggabungkan pendistribusian barang dengan penjadwalan kendaraan secara optimal yang sesuai dengan kuantitas dan kapasitas muat barang setiap kendaraan. Pada akhir proses pendistribusian barang bantuan, dimungkinkan terjadinya kekurangan komoditas atau permintaan yang tidak terpenuhi di daerah bencana. Masalah minimisasi permintaan yang tidak terpenuhi di setiap tempat yang terkena bencana alam tersebut dapat dipandang sebagai masalah pemrograman linear bilangan bulat (Integer Linear Programming). Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan metode branch-and-bound. Nilai optimal dapat diperoleh dari penggunaan software Lingo 8.0.
ii
MODEL OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM
ELLY ZUNARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iii
Judul Nama NIM
: Model Optimasi Pendistribusian Logistik Bencana Alam : Elly Zunara : G54063331
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Farida Hanum, M.Si. NIP. 19651019 199103 2 002
Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. NIP. 19720627 199702 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr. Berlian Setiawaty, M.S. NIP. 19650505 198903 2 004
Tanggal Lulus :
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia, izin, dan pertolongan-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah Riset Operasi dengan judul Model Optimasi Pendistribusian Logistik Bencana Alam. Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Dra. Farida Hanum, M.Si dan Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc selaku dosen pembimbing, atas segala kesabaran dan masukannya selama membimbing penulis, dan kepada Bapak Drs. Siswandi, M.Si. selaku dosen penguji, 2. Ibunda Emmy Zuraida dan Ayahanda Miftahul Huda atas segala doa, kasih sayang, dukungan, pengorbanan, dan nasihat yang senantiasa mengiringi perjalanan penulis selama ini, adikku Febry Rizki Dwi Satriyo Pamungkas atas semangat dan dukungannya dan eyang Siti Asiyah atas doa dan nasihatnya, 3. Keluarga besar Abdul Syukur (Alm), Keluarga besar Sumarsih (Alm), serta keluarga besar H. Asfia’ Rozy (Alm.) atas segala nasihat dan dukungannya yang sangat memotivasi penulis, 4. Widya Merita dan keluarga atas segala bantuan, dukungan, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, 5. Mbak Rina Oktarina atas bantuan, saran, dan ilmu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini; 6. IPB goes to Malaysia: Dr. Rimbawan (Head Delegation), Suharijanto (Coach), Ian / Pak Bos (manajer), Azra, Albar, Ari, Acong, Dhimas, Galuh, Alfredo (Capt), Btet, Edo, Huda, Beph atas kebersamaan dan dukungan sehingga kita bisa berprestasi di ajang internasional, 7. Keluarga besar UKM Futsal IPB. senior- senior Futsal IPB terutama Mas Marno (The best Manager forever), Mas Zack, Mas Gaple, Kukuh (Pak Ce) atas bimbingan dan ilmunya selama penulis di UKM Futsal IPB, 8. manajemen Mastrans Jakarta atas kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk berlaga di Indonesian Futsal League (IFL), 9. tim Futsal Matematika, tim Futsal FMIPA serta tim Futsal Omda Kediri atas prestasi yang pernah diraih, 10. Teman-teman mahasiswa Matematika angkatan 43: Dwi, Apri, Wira, Ucok, Nanu, Kang Slamet, Peli, Albrian, Andrew, Faisol, Sabar, Suci, Lia, Erni, Rias, Supri, Putri, Cici, Arif, Agung, Ratna, Lina, Adi, Kecap, Aini, Nidya, Destia, Dandi, Kuntoaji, Nobo atas segenap dukungan, suka-duka dan kebahagiaan selama penulis menempuh studi di Departemen Matematika IPB, 11. Kakak-kakak mahasiswa Matematika angkatan 41 dan 42 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, adik-adik mahasiswa Matematika angkatan 44 dan 45, dan seluruh pengajar, pegawai, dan staf Departemen Matematika IPB, 12. Pihak-pihak lain yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2011
Elly Zunara
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 6 Mei 1988 dari pasangan Miftahul Huda, S.Pd. dan Emmy Zuraida. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pare Kediri dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Matematika, Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu ikut organisasi Unit Kegiatan Kampus (UKM) Futsal IPB. Di UKM Futsal IPB selain aktif menjadi pemain futsal, penulis juga pernah menjabat sebagai ketua UKM Futsal IPB pada tahun 2009 dan ketua divisi perwasitan pada periode 2008-2010. Banyak prestasi yang pernah diraih oleh penulis sebagai pemain futsal, baik event yang diselenggarakan oleh kampus, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA), Nasional maupun Internasional. Prestasi yang pernah diraih penulis di antaranya: Juara 1 Futsal Java Cup 2006, Juara III Nasional Kelme Futsalismo Jakarta 2007, Juara 1 Futsal Spirit FMIPA (2008 dan 2009), Juara 1 IMAJATIM Cup 2010, Juara 1 Bogor Champions League 2010 dll. Penulis pernah mewakili IPB (Indonesia) dalam ajang futsal internasional yaitu The 4th International Sport Fiesta 2009 di Malaysia, selain itu penulis juga menjadi pemain Indonesia Futsal League (IFL) / Liga Futsal Indonesia yang memperkuat klub Mastrans Jakarta pada tahun 2008. Dalam kepanitiaan penulis pernah menjadi ketua pelaksana futsal dalam acara Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2009.
vi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... ix LAMPIRAN ..................................................................................................................................... ix I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................................................. 1 II LANDASAN TEORI 2.1 Linear Programming .......................................................................................................... 1 2.2 Integer Programming ......................................................................................................... 2 2.3 Metode Branch and Bound ................................................................................................ 2 2.4 Graf .................................................................................................................................... 5 2.5 Frekuensi pengiriman barang ............................................................................................. 6 III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH 3.1 Deskripsi Masalah .............................................................................................................. 6 3.2 Formulasi Masalah ............................................................................................................. 6 3.3 Model Matematika ............................................................................................................. 7 IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM ........... 8 V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .......................................................................................................................... 14 5.2 Saran................................................................................................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 14 LAMPIRAN .................................................................................................................................... 15
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik di setiap periode.................. 9 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode II ............................................................... 12 Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas............... 13 Ketersediaan transportasi di setiap kota (titik) ......................................................................... 18 Frekuensi tempuh transportasi darat tipe 1 .............................................................................. 18 Frekuensi tempuh transportasi darat tipe 2 .............................................................................. 18 Frekuensi tempuh untuk transportasi darat tipe 3 .................................................................... 18 Frekuensi tempuh untuk transportasi kereta api ...................................................................... 19 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode I ................................................................ 19 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode II .............................................................. 19 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode III ............................................................. 19 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode IV ............................................................ 20 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode V.............................................................. 20 Pendistribusian barang bantuan periode I ................................................................................ 24 Pendistribusian barang bantuan periode II ............................................................................... 25 Pendistribusian barang bantuan periode III ............................................................................. 26 Pendistribusian barang bantuan periode IV ............................................................................. 27 Pendistribusian barang bantuan periode V .............................................................................. 28 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode I ......................................................... 29 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode II........................................................ 30 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode III ...................................................... 30 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode IV ...................................................... 31 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode V ....................................................... 32 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode I ..................................................... 32 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode II ................................................... 33 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode III .................................................. 33 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode IV .................................................. 34 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode V ................................................... 34
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Daerah fisibel untuk PL-relaksasi dari IP (6). ............................................................................. 3 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 (x1 ≤ 3) dan Subproblem 3 (x1≥4). ...................................... 4 3 Pencabangan yang dilakukan metode branch and bound untuk menentukan solusi IP dengan t menyatakan urutan penyelesaian subproblem. ............................................................................ 5 4 Graf G = (V, E). .......................................................................................................................... 5 5 Graf G’= (V,A). ........................................................................................................................... 5 6 Digraf berbobot D=(V,A). .......................................................................................................... 6 7 Model distribusi barang bantuan. ................................................................................................ 9 8 Ilustrasi pendistribusian barang bantuan pada periode I........................................................... 11 9 Pendistribusian barang bantuan Periode II ................................................................................ 21 10 Pendistribusian barang bantuan periode III................................................................................ 22 11 Pendistribusian barang bantuan periode IV ............................................................................... 23 12 Pendistribusian barang bantuan periode V ................................................................................. 23
LAMPIRAN Halaman 1 Syntax Program LINGO 8.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemrograman Linear dengan Metode Branch and Bound beserta Hasil yang Diperoleh ........................................................ 16 2 Data Hipotetik awal untuk Implementasi Penyelesaian Masalah Pendistribusian Logistik Bencana Alam ........................................................................................................................... 18 3 Data komoditas hasil dari LINGO 8.0 yang digunakan sebagai data awal di setiap periode. ... 19 4 Ringkasan Hasil......................................................................................................................... 29 5 Syntax Model LINGO 8.0 dan Hasil Komputasi untuk Masalah Pendistribusian Logistik Bencana Alam ........................................................................................................................... 35
ix
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan interupsi signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari yang bersifat normal dan berkesinambungan. Interupsi ini dapat menyebabkan entitas yang tertimpa bencana kehilangan sumber-sumber daya sehingga mengalami disfungsi. Kondisi seperti ini tentunya akan menumbuhkan permintaan terhadap bantuan yang ditujukan kepada masyarakat di luar wilayah bencana. Dengan demikian, diperlukan sistem distribusi barang bantuan penanggulangan bencana yang sangat mendukung. Distribusi barang bantuan penanggulangan bencana alam berkaitan dengan masalah pengiriman barang bantuan dari pusat-pusat penampungan barang bantuan ke pusat-pusat penerimaan atau tujuan, dalam kasus ini adalah titik tempat terjadinya bencana.
Karya ilmiah ini merupakan pengkajian dari masalah yang berhubungan dengan bencana alam yaitu pendistribusian logistik dan pengalokasian kendaraan untuk mendistribusikan logistik tersebut. Masalah ini telah dikaji oleh Ozdamar, Ekinci dan Kucukyazici. 2004 dalam jurnalnya yang berjudul Emergency logistic planning in natural disasters. Dalam karya ilmiah ini akan menentukan solusi optimal dari banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi di suatu daerah yang terkena bencana alam dengan menggunakan bantuan software LINGO 8.0. 1.2 Tujuan Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memodelkan masalah yang berkaitan dengan pendistribusian logistik bencana alam dan menyelesaikan masalah tersebut. .
II LANDASAN TEORI Metode pemecahan yang digunakan dalam masalah pendistribusian logistik bencana alam memerlukan definisi-definisi berikut ini.
2.1 Linear Programming Linear programming adalah kegiatan merencanakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Model linear programming (LP) meliputi pengoptimuman suatu fungsi linear terhadap kendala linear. (Nash & Sofer 1996) Suatu LP mempunyai bentuk standar seperti yang didefinisikan sebagai berikut: Definisi 1 (Bentuk Standar suatu LP) Suatu linear progamming dikatakan berbentuk standar jika dapat dituliskan sebagai: Minimumkan z = cTx terhadap Ax = b x ≥0 (1) dengan x dan c berupa vektor berukuran n, vektor b berukuran m, sedangkan A berupa matriks berukuran m n, yang disebut juga sebagai matriks kendala. (Nash & Sofer 1996) Sebagai catatan, yang dimaksud dengan vektor
berukuran n adalah vektor yang memiliki dimensi (ukuran) n × 1. 2.1.1 Solusi suatu Linear Programming Untuk menyelesaikan suatu masalah linear programming (LP), metode simpleks merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan solusi optimum. Metode ini mulai dikembangkan oleh Dantzig tahun 1947. Dalam perkembangannya, metode ini adalah metode paling umum digunakan untuk menyelesaikan LP, yaitu berupa metode iteratif untuk menyelesaikan masalah LP dalam bentuk standar. Pada LP (1), vektor x yang memenuhi kendala Ax=b disebut sebagai solusi dari LP (1). Misalkan matriks A dapat dinyatakan sebagai A= (B N), dengan B adalah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan N merupakan matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Matriks B disebut matriks basis untuk LP (1). Jika vektor x dapat dinyatakan sebagai vektor x=
B N
, dengan xB adalah vektor
variabel basis dan xN adalah vektor variabel nonbasis, maka Ax=b dapat dinyatakan sebagai:
2
Ax= (2) =BxB+NxN =b. Karena B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (2) xB dapat dinyatakan sebagai: (3) xB=B−1b − B−1NxN Definisi 2 (Solusi basis) Solusi dari suatu LP disebut solusi basis jika: 1. solusi tersebut memenuhi kendala pada LP, 2.
kolom-kolom dari matriks koefisien yang berpadanan dengan komponen taknol adalah bebas linear. (Nash & Sofer 1996)
Definisi 3 (Solusi basis fisibel) Vektor x disebut solusi basis fisibel jika x merupakan solusi basis dan x . Salah satu cara menentukan solusi basis fisibel awal . adalah dengan membuat xN (Nash & Sofer 1996) Ilustrasi solusi basis dan solusi basis fisibel dapat dilihat dalam contoh berikut: Contoh 1 Misalkan diberikan linear programming berikut: Minimumkan z= − 2x1 − 3x2 terhadap − 2x1 + x2+ x3 = 4 − x1+ 2x2+ x4=11 x1+ x5 = 5 (4) x1, x2, x3, x4, x5 0 Dari LP tersebut didapatkan: A=
4 2 1 1 0 0 1 2 0 1 0 , b= 11 . 1 0 0 0 1 5
Misalkan dipilih xB=(x3 x4 x5)T dan xN =(x1 x2)T maka matriks basisnya adalah 1 0 0 B= 0 1 0 . 0 0 1 Dengan menggunakan mariks basis tersebut diperoleh: (5) xN=(0 0)T, xB=B−1b=(4 11 5)T
Solusi (5) merupakan solusi basis, karena solusi tersebut memenuhi kendala LP (4) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (5), yaitu B adalah bebas linear, yaitu kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain. Solusi (5) juga merupakan solusi basis fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol. Definisi 4 (Daerah fisibel) Daerah fisibel suatu LP adalah himpunan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada LP tersebut. (Winston 2004) Definisi 5 (Solusi optimal) Untuk masalah maksimisasi, solusi optimal suatu LP adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi optimal suatu LP adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil. (Winston 2004) 2.2 Integer Programming Integer programming (IP) adalah suatu model linear programming dengan variabel yang digunakan berupa bilangan bulat (integer). Jika semua variabel harus berupa integer, maka masalah tersebut disebut pure integer programming. Jika hanya sebagian yang yang harus integer maka disebut mixed integer programming. IP dengan semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1 disebut 0−1 IP. (Garfinkel & Nemhauser 1972) Definisi 6 (Linear programming relaksasi) LP-relaksasi merupakan masalah linear programming yang diperoleh dari suatu IP dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0−1 pada setiap variabelnya. (Winston 1995) Untuk masalah maksimisasi, nilai fungsi objektif yang optimal di LP-relaksasi lebih besar atau sama dengan nilai fungsi objektif optimal dari IP, sedangkan untuk masalah minimisasi nilai fungsi objektif yang optimal di LP-relaksasi lebih kecil atau sama dengan nilai optimal fungsi objektif IP. 2.3 Metode Branch and Bound Masalah integer programming dapat dipecahkan dengan metode branch and bound. Prinsip dasar metode branch and bound adalah
3
membagi daerah fisibel dari masalah LPrelaksasi dengan cara membuat subproblemsubproblem baru sehingga masalah integer programming terpecahkan. Daerah fisibel suatu linear programming adalah daerah yang memuat titik-titik yang memenuhi kendala linear masalah linear programming. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam penyelesaian metode branch and bound untuk masalah maksimisasi: • Langkah 0 Didefinisikan z sebagai batas bawah dari solusi IP yang optimum. Pada awalnya tetapkan z = −∞ dan i = 0. • Langkah 1 Subproblem LP(i) dipilih sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti. Subproblem LP(i) diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai. 1. Jika LPi terukur, batas bawah z diperbarui jika solusi IP yang lebih baik ditemukan. Jika tidak, bagian masalah (subproblem) baru i dipilih dan langkah 1 diulangi. Jika semua subproblem telah diteliti, maka proses dihentikan. 2. Jika LPi tidak terukur, lanjutkan ke Langkah 2 untuk melakukan pencabangan LPi. Menurut Winston (2004) LPi dikatakan terukur jika terdapat kondisi sebagai berikut: 1. Subproblem menghasilkan solusi takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimal bagi IP 2. Subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimal dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimal ini mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menjadi kandidat solusi optimal dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah nilai fungsi objektif optimal bagi masalah IP pada saat itu. Bisa jadi subproblem menghasilkan solusi optimal untuk masalah IP. 3. Nilai fungsi objektif optimal untuk subproblem tersebut tidak melebihi (untuk masalah maksimisasi) batas bawah saat itu, maka subproblem ini dapat dieliminasi. • Langkah 2 Pilih satu variabel xj yang nilai optimumnya, yaitu xj*, tidak memenuhi batasan integer dalam solusi LPi. Singkirkan bidang [xj*] < xj < [xj*]+1 dengan membuat dua bagian masalah LP yang berkaitan menjadi
dua batasan yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan yaitu: xj ≤ [xj*] dan xj ≥ [xj*]+1 dengan [xj*] didefinisikan sebagai integer terbesar yang kurang dari atau sama dengan xj*. Kembali ke Langkah 1. (Taha 1996) Untuk memudahkan pemahaman mengenai metode branch and bound diberikan contoh sebagai berikut: Contoh 1: Misalkan diberikan IP sebagai berikut: Maksimumkan z = 5x1 + 4x2 terhadap x1 + x2 ≤ 5 (6) 10x1 + 6x2 ≤ 45 x1, x2 ≥ 0 dan integer Solusi optimal PL-relaksasi dari masalah IP (6) adalah x1=3.75, x2=1.25, dan z =23.75 (lihat Lampiran 1). Jadi batas atas nilai optimal fungsi objektif masalah IP (6) adalah z= 23.75. Daerah fisibel PL-relaksasi masalah (6) ditunjukkan pada Gambar 1 (daerah yang diarsir) sedangkan titik-titik merupakan solusi fisibel masalah IP (6).
x2
x1
Gambar 1 Daerah fisibel untuk PL-relaksasi dari IP (6).
Langkah berikutnya adalah memartisi daerah fisibel PL-relaksasi menjadi dua bagian berdasarkan variabel yang bernilai pecahan (noninteger). Karena x1= 3.75 dan x2=1.25 variabel bernilai pecahan maka dipilih salah satu variabel, misalkan x1, sebagai dasar pencabangan. Jika masalah PL-relaksasi dari IP (6) diberi nama Subproblem 1 dan Subproblem 1 dicabangkan atas x1, maka pencabangan tersebut menghasilkan 2 subproblem, yaitu: • Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah kendala x1 ≤ 3 • Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah kendala x1 ≥ 4.
4
Daerah fisibel untuk kedua subproblem di atas diilustrasikan secara grafis pada Gambar 2. x2
Subproblem 2
Subproblem 3
x1
Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 (x1 ≤ 3) dan Subproblem 3 (x1≥4). Setiap titik (solusi) fisibel dari IP (6) termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2 atau Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan, misalkan dipilih Subproblem 3. Solusi optimal untuk Subproblem 3 ini adalah x1 = 4, x2 = 0.8333 dan z = 23.333, (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 3). Karena solusi optimal yang dihasilkan Subproblem 3 bukan solusi integer, maka Subproblem 3 dicabangkan atas x2 sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yakni: • Subproblem 4: Subproblem 3 ditambah kendala x2 ≥ 1; • Subproblem 5: Subproblem 3 ditambah kendala x2 ≤ 0. Saat ini subproblem yang belum diselesaikan adalah Subproblem 2, 4 dan 5. Salah satu subproblem dipilih, misalnya dengan aturan LIFO (last in first out). Dengan aturan ini berarti dipilih Subproblem 4 atau Subproblem 5. Subproblem 4 takfisibel (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 4) maka
subproblem ini tidak dapat menghasilkan solusi optimal, yang tersisa adalah Subproblem 2 dan Subproblem 5. Karena aturan LIFO, dipilih Subproblem 5, yang kemudian menghasilkan solusi optimal x1=4.5, x2=0 dan z=22.5 (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 5). Karena x1=4.5 bukan integer, maka dilakukan kembali pencabangan atas x1, sehingga diperoleh: • Subproblem 6: Subproblem 5 ditambah kendala x1≥5 ; • Subproblem 7: Subproblem 5 ditambah kendala x1≤4. Misalkan dipilih Subproblem 6. Ternyata Subproblem 6 ini juga takfisibel (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 6), sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimal. Dengan demikian subproblem-subproblem yang belum diselesaikan adalah Subproblem 2 dan Subproblem 7. Karena aturan LIFO, dipilih Subproblem 7. Subproblem ini kemudian menghasilkan solusi opimal x1=4, x2= 0, dan z= 20 (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 7). Dapat dilihat bahwa solusi optimal subproblem ini semuanya berupa integer, sehingga merupakan kandidat solusi untuk IP (6). Nilai z pada kandidat solusi ini merupakan batas bawah bagi nilai optimal IP. Penyelesaian Subproblem 2 menghasilkan solusi optimal x1= 3, x2= 2 dan z= 23 (lihat Lampiran 1 bagian 2). Batas bawah yang ditetapkan dari solusi optimal Subproblem 7 tidak lebih baik dari nilai solusi optimal yang dihasilkan Subproblem 2. Dengan demikian, nilai solusi optimal Subproblem 2, yakni z = 23 menjadi batas bawah yang baru. Semua solusi optimal telah berupa integer dan tidak perlu dilakukan pencabangan kembali, sehingga solusi optimal dari Subproblem 2 merupakan solusi optimal IP (6), yakni x1= 3, x2= 2 dan z= 23. Pohon pencabangan yang menunjukkan proses penyelesaian masalah IP (6) secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3.
5
t=1
Subproblem 1 x1=3.75, x2=1.25, dan z = 23.75 x1 ≤ 3
x1 ≥ 4 Subproblem 3 x1=4, x2=0.8333, dan z = 23.333
t=2
x2≤ 0
x2≥1 t=3
Subproblem 2 x1=3, x2=2, dan z = 23 batas bawah bagi IP( 6) atau Solusi Optimal
t=7
Subproblem 4 Solusi takfisibel
Subproblem 5 x1=4.5, x2=0, dan z = 22.5
t=4 x1≤4
x1≥5 t=5
Subproblem 6 Solusi takfisibel
Subproblem 7 x1=4, x2=0, dan z = 20 batas bawah, Kandidat Solusi Optimal
t=6
Gambar 3 Pencabangan yang dilakukan metode branch and bound untuk menentukan solusi IP dengan t menyatakan urutan penyelesaian subproblem.
2.4 Graf Definisi 7 (Graf) Suatu graf G adalah pasangan terurut (V, E), dengan V himpunan takkosong dan berhingga dan E adalah himpunan takterurut yang menghubungkan elemen-elemen V, dinotasikan dengan G = (V, E). Elemen V dinamakan simpul atau vertex dan elemen E dinamakan sisi (edge), dinotasikan dengan {i, j} , yakni sisi yang menghubungkan simpul i dengan simpul j, dengan i, j ∈V . (Foulds 1992) Graf seperti pada Definisi 7 disebut juga graf takberarah. Ilustrasi graf takberarah dapat dilihat pada Gambar 4. G
1
2
Definisi 8 (Digraf) Graf berarah (directed graph/digraph) adalah pasangan terurut (V, A) dengan V himpunan takkosong dan berhingga, dan A adalah himpungan pasangan terurut dari elemen-elemen di V. Elemen-elemen dari A disebut arc (sisi berarah) dan dituliskan sebagai ( i , j ) , dengan i, j ∈V . (Foulds 1992) Ilustrasi graf berarah dapat dilihat pada gambar pada Gambar 5. G’
1
2
4
3
5 4
3
5
Gambar 4 Graf G = (V, E). Graf pada Gambar 4 mempunyai himpunan simpul V = {1,2,3,4,5} dan himpunan sisi E = {{1,2},{1,4},{2,3},{3,4},{2,4},{3,5},{4,5}}.
Gambar 5 Graf G’= (V,A). Graf pada Gambar 5 memiliki himpunan simpul V ={1,2,3,4,5} dan himpunan sisi berarah A={(1,4),(1,2),(4,2),(2,3),(4,3),(3,5),(5,4)}
6
Definisi 9 (Graf Berbobot) Suatu graf G = (V,E) atau graf berarah D = (V,A) dikatakan berbobot jika terdapat fungsi w : E → ℜ atau l : A → ℜ (dengan ℜ himpunan bilangan real) yang memberikan bobot pada setiap elemen E atau A. (Foulds 1992) D:
6
1
Gambar 6 Digraf berbobot D=(V,A).
Fungsi w : A → ℜ untuk digraf berbobot D = (V, A) pada Gambar 6, dengan: w(1,2)=2; w(1,3)=4; w(2,3)=1; w(2,4)=4; w(2,5)=2; w(3,5)=3; w(5,4)=3; w(4,6)=2; w(5,6)=2 merupakan fungsi bobot pada digraf D. 2.5 Frekuensi pengiriman barang Frekuensi pengiriman barang (f) adalah ukuran banyaknya putaran ulang pengiriman barang dalam selang periode waktu (t) yang diberikan. Secara matematis rumus mencari , dengan kata lain frekuensi adalah f = misalnya bila waktu pengiriman barang dua periode maka frekuensi pengiriman adalah setengah. (Tipler 2001)
III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH 3.1 Deskripsi Masalah Terjadinya bencana alam akan menyebabkan entitas yang tertimpa bencana kehilangan sumber-sumber daya sehingga mengalami disfungsi. Kondisi seperti ini tentunya akan menimbulkan permintaan terhadap bantuan yang ditujukan kepada masyarakat di luar wilayah bencana. Untuk masyarakat di luar wilayah bencana, bencana alam akan menumbuhkan rasa simpati dan keinginan memberikan bantuan kepada korban bencana alam. Di dalam pendistribusian barang bantuan diperlukan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang bantuan tersebut, sarana transportasi yang digunakan dapat berupa: transportasi darat, laut, udara dan kereta api. Banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan maupun di titik permintaan adalah berbeda. Selain itu kapasitas muat setiap sarana transportasi juga berbeda. Struktur model distribusi barang bantuan penanggulangan bencana alam terdiri atas beberapa komponen yang terlibat, yaitu titik pemasok, titik persinggahan, titik permintaan atau titik tujuan, dan titik tunggu. Deskripsi untuk setiap titik yang terlibat adalah sebagai berikut: 1. Titik pasokan adalah titik penampungan barang bantuan di titik tersebut maupun titik penampungan dari titik pasokan yang lain atau titik yang memiliki komoditas barang bantuan yang diperlukan dan kemudian akan didistribusikan dengan menggunakan sarana transportasi yang
tersedia di titik pasokan maupun titik permintaan. 2. Titik permintaan atau titik tujuan, yaitu titik yang memiliki sejumlah permintaan atau kebutuhan barang bantuan, yang akan dikirim oleh titik pasokan maupun titik persinggahan. 3. Titik persinggahan yaitu titik permintaan yang juga sekaligus berperan sebagai titik pasokan. Bila titik persinggahan dipasok sejumlah barang yang jumlahnya lebih besar dari jumlah kebutuhan, maka akan terdapat sejumlah kelebihan barang yang selanjutnya dapat dikirimkan ke titik permintaan yang lainnya. 4. Titik tunggu yaitu titik yang digunakan seolah-olah untuk menampung sementara komoditas yang dikirim lebih dari satu periode. Misalnya bila pengiriman barang memerlukan waktu selama tiga periode, maka di akhir periode t permintaan belum terpenuhi dan baru terpenuhi setelah pada periode t+3. Dalam proses penghitungan yang dilakukan, barang pasokan tersebut seolah-olah ditampung sementara di titik tunggu, dan akan menunggu di titik tunggu tersebut sampai tiga periode kemudian. 3.2 Formulasi Masalah Model di kasus ini melibatkan beberapa tempat yang berfungsi sebagai titik pasokan dan titik permintaan. Misalkan tempat A, B dan C terkena bencana alam sehingga membutuhkan barang bantuan dengan kata lain sebagai titik permintaan, sedangkan D, E, F
7
sebagai tempat pasokan. Model yang dikembangkan dalam kasus ini bertujuan menggambarkan proses pendistribusian barang bantuan yang tersedia di tempat D, E, F dengan menggunakan sarana transportasi dan akses transportasi yang tersedia di titik A, B, C, D, E, F untuk memenuhi kebutuhan barang bantuan di titik A, B, C. Dalam kasus ini banyaknya barang bantuan yang dibutuhkan di titik A, B, C lebih besar daripada banyaknya barang bantuan yang terkumpul di titik D, E, F sehingga memungkinkan terjadinya kekurangan di titik A, B, C. Model ini bertujuan meminimumkan kekurangan barang bantuan di titik permintaan dan menentukan alokasi kendaraan yang dipakai untuk mendistribusikan barang bantuan di setiap titik. 3.3 Model Matematika Masalah pendistribusian logistik bencana alam dapat dinyatakan dalam model PILP (Pure 0−1 Integer Linear Programming). Tujuan utama dalam model pendistribusian logistik bencana alam ini adalah meminimumkan jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk semua jenis komoditas pada seluruh titik permintaan selama waktu perencanaan. Misalkan T : lamanya waktu pendistribusian barang bantuan C : himpunan semua titik (pasokan dan permintaan) M : himpunan moda transportasi CD : himpunan titik permintaan logistik CS : himpunan titik pasokan logistik A : himpunan jenis komoditas Vm : himpunan tipe kendaraan untuk setiap moda transportasi m. topm : lama waktu yang direncanakan untuk pendistribusian komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi moda m; topm = 0 untuk yang tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p fopvm : frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman kurang dari atau sama dengan satu periode, fopvm bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p. gopvm : frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman lebih dari satu periode gopvm bernilai kurang dari satu, karena proses pengiriman lebih
daot
:
aovmt
:
ωa cvm
: :
Zaopvmt :
Daot
:
Yopvmt : sopvmt : Saopvmt :
dari satu periode, gopvm bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p. banyaknya komoditas tipe a yang diminta atau yang ditawarkan di titik o pada waktu t (unit) banyaknya kendaraan transportasi moda m yang tersedia di titik o pada waktu t (unit) berat dari komoditas a (kg) kapasitas muat transportasi tipe v moda m (kg). banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p menggunakan transportasi tipe v moda m pada waktu t (unit) banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk komoditas tipe a di titik o pada waktu t (unit) banyaknya sarana transportasi tipe v, moda m yang tersedia dan dikirim dari titik o ke titik p pada waktu t (unit) banyaknya transportasi tipe v, moda m yang menunggu di titik o dan akan menuju ke titik p pada waktu t (unit) banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dan menunggu di titik tunggu pada waktu t (unit).
Fungsi Objektif Minimumkan
∑ ∑ ∑D
aot
a∈ A o∈CD t∈T
Kendala 1. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama dengan banyaknya komoditas yang diterima oleh titik p. ⎡
∑ ∑ ⎢− ∑ Z
v∈Vm m∈M
⎣
p∈C
apovmt
⎤ + ∑ Zaopvmt + ∑ Saopvmt ⎥ p∈C p∈C ⎦
−Daot = daot (∀a ∈ A, o ∈ CD, t ∈T ) 2. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o.
8
⎡
∑ ∑ ⎢⎢− ∑Z
apovmt
+
∑Z
v∈Vm m∈M ⎣ p∈C p∈C ≤ daot (∀a ∈ A, o ∈ CS, t ∈T )
aopvmt
+
∑S p∈C
⎤
aopvmt ⎥
⎥⎦
3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan.
∑Y
v∈ V m
opvmt
∑S
v∈V m
opvmt
× c vm × f opvm ≥
∑ω
a
Z aopvmt
× cvm × g opvm ≥
∑ω
a
Z aopvmt
a∈ A
a∈ A
(∀{o, p} ∈ C , m ∈ M , t ∈ T ) 4.
5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan.
∑Y p∈c
o p vm t
+ s o p vm t ≤ a o vm t
(∀o ∈ C, v ∈Vm, m ∈ M , t ∈T )
Kendala ketaknegatifan Yopvmt ≥ 0 dan integer Zaopvmt ≥ 0 Daot ≥ 0 dan integer sopvmt ≥ 0 dan integer
Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o. ∑ Y povm t − s opvm t = ∑ Yopvm t p∈C
p∈C
(∀o ∈ C, v ∈Vm, m ∈ M , t ∈ T )
IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi. Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik (kota) yang terlibat dalam pendistribusian barang (C) yaitu kota Bantul, Sleman, Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri. Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan (A) misalkan terdiri atas makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu ada titik (kota) yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut akan menjadi titik pasokan (CS) yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik (kota)
yang kekurangan barang (CD) yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. Selain perbedaan karakteristik titik (kota), dalam kasus ini terdapat juga kendala mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik (aomt). Setiap sarana transportasi memiliki kapasitas muatan (cvm) dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain (fopvm). Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang digunakan adalah: 1. banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik (aomt) pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya sampai lama pendistribusian (T) (dalam kasus ini misalkan T=5 periode). 2. waktu pendistribusian barang bantuan (t) dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya barang bantuan yang terkumpul di daerah
9
pasokan, serta ketersediaan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang bantuan di setiap titik. 3. Permintaan yang tidak terpenuhi dan barang yang tidak terdistribusikan di setiap periode akan diakumulasikan di periode berikutnya. Gambar 7 menjelaskan bahwa akses yang tersedia di setiap kota berbeda. Setiap kota memiliki akses untuk keluar ke kota lain dan juga akses untuk masuk ke kota tersebut. Misalkan akses dari kota Bantul menuju kota Sleman dan sebaliknya adalah memakai moda
kereta api dan udara sedangkan dari kota Sleman menuju Klaten dan sebaliknya menggunakan moda darat dan udara. Himpunan moda transportasi (M) yang digunakan dalam proses pendistribusian barang bantuan adalah transportasi darat dan kereta api. Di dalam moda transportasi (M) terdapat tipe kendaraan untuk setiap moda (Vm). Dalam kasus ini transportasi moda darat menggunakan tiga tipe kendaraan sedangkan moda kereta api menggunakan satu tipe kendaraan.
Klaten
4
keterangan: jalur darat jalur kereta api
Sleman
2 Yogyakarta
1
3
Titik Pasokan
Bantul
6 Wonogiri
Titik Permintaan
5 Solo
Titik (C) 1 2 3 4 5 6
Kota Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
(BTL) (SLM) (JOG) (KLT) (SOL) (WNG)
Gambar 7 Model distribusi barang bantuan. Untuk mengetahui banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik (kota) di setiap periode sebelum proses
pendistribusian atau sebelum diakumulasikan ke periode berikutnya dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik di setiap periode Komoditas Periode (Kota) I II III IV V Makanan (BTL) −100 −200 −100 −100 −100 Makanan (SLM) −400 −400 −350 −300 −300 Makanan (JOG) −100 −150 −150 −200 −200 Makanan (KLT) 200 200 250 300 250 Makanan (SOL) 150 200 100 100 200 Makanan (WNG) 300 250 250 200 250 Obat-obatan (BTL) −250 −175 −200 −200 −200 Obat-obatan (SLM) −250 −200 −200 −150 −100 Obat-obatan (JOG) −100 −125 −150 −200 −100 Obat-obatan (KLT) 100 200 150 150 150 Obat-obatan (SOL) 150 200 200 200 150 Obat-obatan (WNG) 200 200 200 250 100 Keterangan: tanda (−) berarti titik tersebut kekurangan barang. Berat komoditas (ωa) 3 ton untuk makanan dan 2 ton untuk obat-obatan per unit barang.
10
Dari Tabel 1 dapat diperoleh banyaknya komoditas yang tersedia (daot) di setiap titik, baik titik penawaran maupun titik permintaan, pada setiap periode waktu sebelum proses pendistribusian. Data ketersediaan sarana transportasi (aomt) dan frekuensi pengangkutan antarkota (fopvm) untuk setiap jenis sarana transportasi di setiap periode untuk uji coba model dapat dilihat di Lampiran 2. Dari studi kasus, notasi yang digunakan adalah sebagai berikut: a ∈ A maka a = 1 untuk obat-obatan a = 2 untuk makanan o ∈ CD maka o = 1 untuk Kota Bantul o = 2 untuk Kota Sleman o = 3 untuk Kota Yogyakarta o ∈ CS maka o = 4 untuk Kota Klaten o = 5 untuk Kota Solo o = 6 untuk Kota Wonogiri v ∈ Vm maka v = 1 untuk kendaraan tipe 1 v = 2 untuk kendaraan tipe 2 v = 3 untuk kendaraan tipe 3 m ∈ M maka m = 1 untuk moda darat m = 2 untuk moda kereta api. Fungsi objektifnya adalah 2
meminimumkan
3
5
∑∑∑ D
aot
terhadap kendala sebagai berikut: 1. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama dengan banyaknya komoditas yang diterima oleh titik p.
2. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o. Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode I Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan Obat-obatan −100 −250 Bantul −400 −250 Sleman −100 −100 Yogyakarta 200 100 Klaten 150 150 Solo 300 200 Wonogiri
3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan. 3
2
v =1
a =1
3
2
v =1
a =1
∑ Yopvmt × cvm × fopvm ≥ ∑ ωa Zaopvmt ∑ Sopvmt × cvm × gopvm ≥ ∑ ωa Zaopvmt (∀{o, p} ∈ C , m ∈ M , t ∈ T ) 4. Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o.
∑
6
Ypovmt − sopvmt =
p =1
∑Y
opvmt
p =1
(∀o ∈ C, v ∈ Vm, m ∈ M , t ∈ T )
5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang ⎤ tersedia di titik pasokan. Saopvmt ⎥
3 3 ⎡ 6 apovmt aopvmt − Z + Z + ⎢ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ v =1 m =1 ⎣ p =4 p =1 p =1 ⎦ − Daot = daot (∀a ∈ A, o ∈ CD, t ∈ T ) 2
2
6
a =1 o =1 t =1
3
3 3 ⎡ 6 ⎤ − + + Z Z Saopvmt ⎥ apovmt aopvmt ⎢ ∑ ∑∑ ∑ ∑ v =1 m =1 ⎣ p = 4 p =1 p =1 ⎦ ≤ daot (∀a ∈ A, o ∈ CS, t ∈ T ) 3
6
∑Y
opvmt
+ sopvmt ≤ aovmt
p =1
(∀o ∈ C, v ∈ Vm, m ∈ M , t ∈ T ) Hasil dari uji coba model dengan menggunakan LINGO 8.0 beserta input data di Lampiran 2 pada periode I dapat dilihat di Lampiran 4 dan Gambar 8.
11
Bantul
Klaten
−100 −250
2
100
0 −25
100
Sleman
100
2
200 100 0 0
1
125
Solo
100
2
−400 −250
150 150
3 125
2
0 −25
47 0
1
Yogyakarta
25
1
297 100
10 Wonogiri
−100 −100
6
300 200
0 100
3 0
Gambar 8 Ilustrasi pendistribusian barang bantuan pada periode I.
Keterangan: : truk tipe 1
: truk tipe 2
: truk tipe 3
: kereta api 80 100
: 80 unit makanan 100 unit obat-obatan
x y
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian
x y
: kuantitas akhir barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian
untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
x
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian y untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
x y
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan.
12
Gambar 8 menunjukkan arus distribusi barang yang berasal dari daerah pasokan, yaitu Klaten, Solo, dan Wonogiri ke daerah permintaan, yaitu Bantul, Sleman, dan Yogyakarta pada periode I. Misalkan, kota Sleman sebagai kota permintaan membutuhkan barang bantuan sebanyak 400 unit makanan dan 250 unit obat-obatan. Sedangkan untuk kota Bantul membutuhkan 100 unit makanan dan 250 obat-obatan. Dalam proses pendistribusian barang bantuan, kota Wonogiri mengirimkan barang bantuan sebanyak 297 unit makanan menggunakan enam unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Selain kota Wonogiri, kota Solo dan kota Klaten juga mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman. Kota Solo mengirimkan barang bantuan sebanyak 125 unit obat-obatan dan tiga unit makanan menggunakan dua unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Kota Klaten mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman sebanyak seratus unit makanan dan seratus unit obat-obatan menggunakan dua unit truk tipe 1 dan satu unit kereta api. Setelah kota Wonogiri, Solo, dan Klaten mengirimkan barang bantuan pada periode I, kuantitas permintaan barang bantuan yang ada di kota Sleman menjadi 0 unit makanan dan masih membutuhkan 25 unit
obat-obatan. Artinya kebutuhan kota Sleman terhadap makanan telah terpenuhi, sedangkan permintaan yang tidak terpenuhi terhadap obat-obatan di kota Sleman akan diakumulasikan di periode II. Kota Bantul mendapatkan bantuan dari kota Klaten sebanyak 100 unit makanan yang dikirim menggunakan truk tipe 2 sebanyak dua unit dalam dua kali pengiriman. Kota Bantul juga mendapat bantuan 225 unit obat-obatan dengan rincian 125 unit obat-obatan dikirim menggunakan sepuluh unit truk tipe 3 dan seratus unit obat-obatan dikirim menggunakan satu unit kereta api. Setelah proses pendistribusian pada periode I kota Bantul masih membutuhkan bantuan berupa obatobatan sebanyak 25 unit. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi pada periode I di kota Sleman selanjutnya akan diakumulasikan pada permintaan di periode II. Data awal komoditas di periode II diperoleh dengan cara mengakumulasi data kuantitas akhir dari periode I dengan data yang ada di Tabel 1 periode II yang dapat dijelaskan pada Tabel 2. Data awal komoditas semua periode pendistribusian dapat dilihat di Lampiran 2. Untuk gambar proses pendistribusian barang bantuan pada periode II sampai periode V dapat dilihat di Lampiran 3.
Tabel 2 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode II Kuantitas Akhir Data Tabel 1 periode II periode I (unit) (unit) Kota Makan an
Obatobatan
Makanan
−200 Bantul BTL 0 −25 −400 Sleman SLM 0 −25 −150 Yogyakarta JOG 0 −100 200 Klaten KLT 0 0 200 Solo SOL 47 0 250 Wonogiri WNG 3 0 Keterangan: tanda (−) berarti titik tersebut kekurangan barang. Setelah proses penghitungan dilakukan dengan cara serupa untuk setiap periode sampai periode V, kuantitas akhir setiap periode pendistribusian barang bantuan dapat diketahui (lihat Lampiran 4). Dari data kuantitas akhir, dapat diketahui kota-kota yang kekurangan
Kuantitas awal periode II (unit)
Obatobatan
Makanan
Obatobatan
−175 −200 −125 200 200 200
−200 −400 −150 200 247 253
−200 −225 −225 200 200 200
barang bantuan beserta banyaknya barang bantuan yang tidak terpenuhi di titik permintaan di setiap periode. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas dapat dilihat di Tabel 3.
13
Tabel 3 Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi (Unit) Periode Kota Jumlah Makanan Obat-obatan A B Bantul BTL 0 25 25 1 Sleman SLM 0 25 25 Yogyakarta JOG 0 100 100 TOTAL 0 150 150 Bantul BTL 0 0 0 2 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 0 0 0 3 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 32 0 32 4 Sleman SLM 18 0 18 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 0 50 Bantul BTL 0 0 0 5 Sleman SLM 0 0 0 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 0 0 0 Dengan menggunakan input data yang ada di Tabel 1 dan dengan menggunakan LINGO 8.0 yang ada di Lampiran 4, diperoleh hasil seperti yang tampak pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang terkena bencana mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena banyaknya bantuan yang terkumpul di daerah luar bencana yang kemudian disalurkan ke daerah bencana mengalami peningkatan,
sedangkan kebutuhan para korban bencana alam mengalami penurunan. Pada periode V seluruh kebutuhan para korban bencana alam telah terpenuhi. Dari hasil uji coba model dengan menggunakan progam LINGO 8.0, selain mendapatkan hasil jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang memerlukan barang bantuan, juga akan didapatkan hasil pengalokasian sarana transportasi di setiap kota.
V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Masalah pendistribusian logistik pada waktu bencana alam ini merupakan aplikasi model vehicle routing and scheduling problem (VRSP) yang bertujuan meminimumkan jumlah permintaan yang tidak terpenuhi di setiap tempat yang terkena bencana alam di setiap periodenya. Model ini juga bertujuan mengetahui sarana transportasi yang dialokasikan di setiap titik. Model pendistribusian logistik bencana alam ini dapat diselesaikan dengan menggunakan progam LINGO 8.0. Dari hasil uji coba model menggunakan progam LINGO 8.0, bahwa jumlah permintaan yang tidak terpenuhi mengalami peningkatan di setiap periodenya. Hal ini disebabkan karena jumlah permintaan yang tidak terpenuhi di periode sebelumnya akan diakumulasikan di periode selanjutnya.
5.2 Saran Pada karya ilmiah ini data yang digunakan adalah data hipotetik. Saran untuk penulisan karya ilmiah selanjutnya adalah menggunakan data sebenarnya di lapangan misalnya kasus bencana Gunung Merapi di Jogja dan Jawa Tengah. Dengan begitu, model ini membantu instansi, dalam hal ini pemerintah, dalam pendistribusian logistik dan pengalokasian sarana transportasi jika terjadi bencana di suatu daerah. Selain itu, dalam masalah ini perlu adanya pengembangan seperti penambahan banyaknya komoditas yang disalurkan.
DAFTAR PUSTAKA Foulds LR. 1992. Graph Theory Applications. Springer-Verlag, New York. Garfinkel RS & Nemhauser GL. 1972. Integer Programming. John Willey & Sons, New York.
Taha HA. 1996. Pengantar Riset Operasi. Alih Bahasa: Daniel Wirajaya. Binarupa Aksara, Jakarta. Terjemahan dari: Operations Research.
Nash SG & Sofer A. 1996. Linear and Nonlinear Programming. McGraw-Hill, New York.
Tipler PA. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Alih Bahasa: Bambang Soegijono. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers.
Ozdamar L, Ekinci E, Kucukyazici B. 2004. Emergency logistic planning in natural disasters. Annals of Operations Research 129:217−245.
Winston WL. 1995. Introduction to Mathematical Programming. Ed ke-2. Duxbury, New York. Winston WL. 2004. Operations Research: Applications and Algorithms. Ed ke-4. Duxbury, New York.
LAMPIRAN
16 Lampiran 1 Syntax Program LINGO 8.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemrograman Linear dengan Metode Branch and Bound beserta Hasil yang Diperoleh
10*x1+6*x2<=45; x1>=4; x1>=0; x2>=0; end
Penyelesaian Subproblem 1 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1>=0; x2>=0; end
Global optimal solution found at iteration: 5 Objective value: 23.33333 Variable Value Reduced Cost X1 4.000000 0.000000 X2 0.8333333 0.000000
Global optimal solution found at iteration: 4 Objective value: 23.75000 Variable Cost X1 X2 Row 1 2 3 4 5
Value
Reduced
3.750000 1.250000
0.000000 0.000000
Slack or Surplus 23.75000 0.000000 0.000000 3.750000 1.250000
Dual Price 1.000000 2.50000 0.2500000 0.000000 0.000000
Penyelesaian Subproblem 2 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1<=3 x1>=0; x2>=0; end
Row 1 2 3 4 5 6
Slack or Surplus 23.33333 0.1666667 0.000000 0.000000 4.000000 0.8333333
Dual Price 1.000000 0.000000 0.666666 −1.666667 0.000000 0.000000
Penyelesaian Subproblem 4 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1>=4; x2>=1; x1>=0; x2>=0; end no feasible solution at step 2 sum of infeasibilities = 0.16666666716333720
Global optimal solution found at iteration: 3 Objective value: 23.00000 Variable Cost X1 0.000000 X2 0.000000
Row 1 2 3 4 5 6
Value
Reduced
3.000000 2.000000
Slack or Surplus 23.00000 0.000000 3.000000 0.000000 3.000000 2.000000
Dual Price 1.000000 4.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000
Penyelesaian Subproblem 3 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5;
Penyelesaian Subproblem 5 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1>=4; x2<=0; x1>=0; x2>=0; end Global optimal solution found at iteration: 3 Objective value: 22.50000 Variable Value Cost X1 4.500000 X2 0.000000 Row Slack or Surplus
Reduced 0.000000 0.000000 Dual Price
17 1 2 3 4 5 6 7
22.50000 0.5000000 0.000000 0.5000000 0.000000 4.500000 0.000000
1.000000 0.00000 0.5000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000
Penyelesaian Subproblem 6 max=5*x1+4*x2; !kendala; x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1>=5; x2<=0; x1>=0; x2>=0; end no feasible solution at step 1 sum of infeasibilities = 5.0000000000000
Penyelesaian Subproblem 7 max=5*x1+4*x2; !kendala;
x1+x2<=5; 10*x1+6*x2<=45; x1<=4; x2<=0; x1>=0; x2>=0; end Global optimal solution found at iteration: 2 Objective value: 20.00000 Variable Cost X1 X2 Row 1 2 3 4 5 6 7
Value
Reduced
4.000000 0.000000
0.000000 0.000000
Slack or Surplus 20.00000 1.000000 5.000000 0.000000 0.000000 4.000000 0.000000
Dual Price 1.000000 0.000000 0.000000 5.000000 4.000000 0.000000 0.000000
18 Lampiran 2 Data hipotetik awal untuk implementasi penyelesaian masalah pendistribusian logistik bencana alam Tabel 4 Ketersediaan transportasi di setiap kota (titik) Jumlah Tersedia Kota D1 D2 D3 Bantul 5 5 10 Sleman 0 0 0 Yogyakarta 5 5 5 Klaten 10 15 20 Solo 5 10 15 Wonogiri 10 10 10 Kapasitas Angkut 1 Kendaraan Berat (ton) 150 75 25
KA 0 0 0 1 1 1 200
*Ket: D1,2,3= Darat tipe 1,2,3 KA= Kereta Api
Tabel 5 Frekuensi tempuh transportasi darat tipe 1 Frekuensi Tempuh Darat 1 Kota Tujuan Kota Asal BTL SLM JOG KLT SOL Bantul BTL 0 1 1 1 1 Sleman SLM 1 0 1 1 1 Yogyakarta JOG 1 1 0 1 1 Klaten KLT 1 1 1 0 1 Solo SOL 1 1 1 1 0 Wonogiri WNG 1 1 1 1 1
WNG 1 1 1 1 1 0
Tabel 6 Frekuensi tempuh transportasi darat tipe 2 Frekuensi Tempuh Darat 2 Kota Tujuan Kota Asal BTL SLM JOG KLT SOL Bantul BTL 0 1 1 2 1 Sleman SLM 1 0 1 1 1 Yogyakarta JOG 1 1 0 1 1 Klaten KLT 2 1 1 0 1 Solo SOL 1 1 1 1 0 Wonogiri WNG 1 1 1 1 1
WNG 1 1 1 1 1 0
Tabel 7 Frekuensi tempuh untuk transportasi darat tipe 3 Frekuensi Tempuh Darat 3 Kota Tujuan Kota Asal BTL SLM JOG KLT SOL Bantul BTL 0 1 1 2 2 Sleman SLM 1 0 1 2 1 Yogyakarta JOG 1 1 0 1 1 Klaten KLT 2 2 1 0 1 Solo SOL 2 1 1 1 0 Wonogiri WNG 1 1 1 1 1
WNG 1 1 1 1 1 0
19 Tabel 8 Frekuensi tempuh untuk transportasi kereta api Frekuensi Tempuh Kereta Api Kota Asal Kota Tujuan BTL SLM JOG KLT SOL WNG Bantul BTL 0 0 0 0 0 1 Sleman SLM 0 0 0 1 0 0 Yogyakarta JOG 0 0 0 0 0 0 Klaten KLT 0 1 0 0 0 0 Solo SOL 0 0 0 0 0 0 Wonogiri WNG 1 0 0 0 0 0 Lampiran 3 Data komoditas hasil dari LINGO 8.0 yang digunakan sebagai data awal di setiap periodenya. Tabel 9 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode I Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan obat-obatan Bantul −100 −250 Sleman −400 −250 Yogyakarta −100 −100 Klaten 200 100 Solo 150 150 Wonogiri 300 200 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang Tabel 10 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode II Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan obat-obatan Bantul −200 −200 Sleman −400 −225 Yogyakarta −150 −225 Klaten 200 200 Solo 247 200 Wonogiri 253 200 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang Data di tabel 11-15 diperoleh dari akumulasi kuantitas akhir periode sebelumnya dengan data di tabel 1 di setiap periodenya. Contoh: Data awal periode II adalah akumulasi kuantitas akhir periode 1 dengan data di tabel 1 periode II. Tabel 11 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode III Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan obat-obatan Bantul −100 −200 Sleman −400 −250 Yogyakarta −150 −150 Klaten 250 150 Solo 100 200 Wonogiri 250 200 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang
20 Tabel 12 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode IV Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan obat-obatan Bantul −100 −200 Sleman −350 −200 Yogyakarta −200 −200 Klaten 300 150 Solo 100 200 Wonogiri 200 250 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang Tabel 13 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode V Kuantitas Awal (Unit) Kota Makanan Obat-obatan Bantul −132 −200 Sleman −318 −100 Yogyakarta −200 −100 Klaten 250 150 Solo 200 150 Wonogiri 250 100 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang
21 Gambar 9 Pendistribusian barang bantuan Periode II Klaten
Bantul −200 −200 0 0
284
7
75
1
200 200
41
0 0
100 125
13 5
5
10
100
125
−50 −50
Sleman
10
16
187 9
0 0
Yogyakarta
350
Solo 0 0
4
38
−150 −225
247 200
15
−400 −225
1
147
75 8 1
253 200 3 0 Wonogiri
22 Gambar 10 Pendistribusian barang bantuan periode III Klaten Bantul
3 2
−100 −200 0 0
42
250 150 1
52
134
0 0
37
2
1
17
1 100
1
6
100
−400 −250
27
4
100 200
51 −50 −50
1
116
Sleman
0 0
14
49 49
134 2 3
1 1
208 175
−150 −150
1
1 2
Yogyakarta
13
3
3
0 0
Solo
82
10
250 200
0 0
Wonogiri
23 Gambar 11 Pendistribusian barang bantuan periode IV Klaten
Bantul −100 −200
6
6
325
300 150
−32 0
50
175
1
25
5
1
1
282 150
25
Sleman
13
1
8
2
100 200
6 −18 −0
3
0 0
1
11
1
−350 −200
0 0
25 50
25
1
25
13
2
200 250
225
50
Yogyakarta
100
2
137 −200 −200 0 0
Solo
4
0 0
Wonogiri
9
Gambar 12 Pendistribusian barang bantuan periode V Bantul −132 −200
0 0
9
59 50
49
250 150
20 1
1
100 5
0 0 Klaten
74 50
2
Sleman
100 −318 −100
0 −0
166 200 150
2
152
26 0 Solo
15 1
50 25
4
9
125 150 7
0 0
250 100
−200 −100 Yogyakarta
Wonogiri
24 0
24
Tabel 14 Pendistribusian barang bantuan Periode I Bantul
Kota
D1
D2
D3
KA
A
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
BTL SLM JOG KLT SOL WNG
Bantul
BTL
Sleman
SLM
Yogyakarta
JOG
Klaten
KLT
Solo
SOL
Wonogiri
WNG
Bantul Sleman
BTL SLM
Yogyakarta
JOG
Klaten
KLT
Solo
SOL
Wonogiri
WNG
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
BTL SLM JOG KLT SOL WNG
Sleman B
A
B
100 3 297
125
Yogyakarta A B
100
Klaten A
Solo B
A
Wonogiri B
A
B
25
100
125
100 100
25
Tabel 15 Pendistribusian barang bantuan periode II Bantul
Kota
D1
D2
D3
KA
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
A BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG
Sleman B
A
B
Yogyakarta A B
Klaten A
Solo B
A
Wonogiri B
A
B
147 350
284
75
9 125
75 100
16
13
38 187
125
100 41
26
Tabel 16 Pendistribusian barang bantuan periode III Bantul
Kota
D1
D2
D3
KA
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
A BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG
Sleman B
A
B
133
23
Yogyakarta A B
67 75
116
Klaten A
Solo B
A
B
Wonogiri A B
49
51
2
42
37 37
100
25 2
1
13
26 141 82
0 175 2
1
100 52
22
27
Tabel 17 Pendistribusian Periode IV Bantul
Kota
D1
D2
D3
KA
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
A BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG
Sleman B
A
B
216
24
25
Yogyakarta A B
Klaten
Solo
A
B
25
1
A
B
Wonogiri A B
50 50
25
66
1
100
300 225
25
25 50 75
137 50
12
100 100
28
Tabel 18 Pendistribusian barang bantuan periode V Bantul
Kota
D1
D2
D3
KA
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
A BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG BTL SLM JOG KLT SOL WNG
59
Sleman B
A
Yogyakarta A B
B
Klaten A
Solo B
A
B
Wonogiri A B
50 150 50
25 49 152
50 166 125 8
99
100 66
1
29
Lampiran 4 Ringkasan Hasil Tabel 19 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode I
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Akhir (unit)
Makanan
Bantul −100 −250 0 0 100 Sleman −400 −250 0 0 400 Yogyakarta −100 −100 0 0 100 Klaten 200 100 200 100 0 Solo 150 150 103 150 0 Wonogiri 300 200 297 225 0 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang
Kuantitas Keluar lebih dari 1 periode (unit)
Obat-obatan
Kuantitas Masuk (unit) Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Keluar (unit) Makanan
Obat-obatan
KOTA
Makanan
Kuantitas Awal (unit)
225 225 0 0 0 25
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 47 3
−25 −25 −100 0 0 0
30
Tabel 20 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode II
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Akhir (unit)
Makanan
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
Kuantitas Keluar Delay (unit)
Kuantitas Masuk (unit)
Obat-obatan
KOTA
Kuantitas Keluar (unit)
Makanan
Kuantitas Awal (unit)
–200 –400 –150 200 247 253
–200 –225 –225 200 200 200
125 0 0 300 247 400
0 0 0 213 200 200
325 350 150 100 0 147
200 175 225 13 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 –50 0 0 0 0
0 −50 0 0 0 0
Tabel 21 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode III
Makanan
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Akhir (unit)
Obat-obatan
Kuantitas Keluar Delay (unit)
Makanan
Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
Kuantitas Masuk (unit)
Obat-obatan
KOTA
Kuantitas Keluar (unit)
Makanan
Kuantitas Awal (unit)
-100 -400 -150 250 100 250
-200 -250 -150 150 200 200
0 0 140 250 100 250
0 0 76 151 213 200
100 350 290 0 0 0
200 200 226 1 13 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 -50 0 0 0 0
0 -50 0 0 0 0
31
Tabel 22 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode IV
Obat-obatan
Makanan
Obat-obatan
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
-32 -18 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Makanan
Makanan
Kuantitas Akhir (unit)
Obat-obatan
Kuantitas Keluar Delay (unit)
Makanan
Kuantitas Masuk (unit)
225 200 200 13 0 0
Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Keluar (unit)
Bantul -100 -200 282 25 350 Sleman -350 -200 0 0 332 Yogyakarta -200 -200 25 0 225 Klaten 300 150 325 163 25 Solo 100 200 125 200 25 Wonogiri 200 250 300 250 100 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang
KOTA
Obat-obatan
Kuantitas Awal (unit)
32
Tabel 23 Ringkasan hasil dari input data di Lampiran 2 Periode V
Makanan
Obat-obatan
200 100 150 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 26 24
0 0 0 0 0 0
Makanan
Bantul -132 -200 50 0 182 Sleman -318 -100 0 0 318 Yogyakarta -200 -100 0 50 200 Klaten 250 150 250 150 0 Solo 200 150 174 150 0 Wonogiri 250 100 226 100 0 Keterangan tanda (−) berarti kota tersebut kekurangan barang
Makanan
Obat-obatan
Kuantitas Akhir (unit)
Makanan
Kuantitas Keluar Delay (unit)
Obat-obatan
Kuantitas Masuk (unit)
Makanan
Kuantitas Keluar (unit) Obat-obatan
Kota
Obat-obatan
Kuantitas Awal (unit)
Tabel 24 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode I Banyaknya Kendaraan Banyaknya Kendaraan Tersedia Terpakai Kota D1 D2 D3 KA D1 D2 D3 KA Bantul 5 5 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sleman Yogyakarta 5 5 5 0 0 0 0 0 Klaten 10 15 20 1 2 2 0 1 Solo 5 10 15 1 5 0 0 0 Wonogiri 10 10 10 1 6 0 10 1
Banyaknya Kendaraan tak terpakai D1 5 0 5 8 0 4
D2 5 0 5 13 10 10
D3 10 0 5 20 15 0
KA 0 0 0 0 1 0
*Ket: D1,2,3=truk tipe 1,2,3, KA=Kereta api
33
Tabel 25 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode II Banyaknya Kendaraan Banyaknya Kendaraan Tersedia Terpakai Kota D1 D2 D3 KA D1 D2 D3 KA Bantul 5 5 10 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sleman Yogyakarta 5 5 5 0 0 0 0 0 Klaten 10 15 20 1 0 7 5 1 Solo 5 10 15 1 4 10 15 0 Wonogiri 10 10 10 1 9 0 10 1
Banyaknya Kendaraan tak terpakai D1 5 0 5 10 1 1
D2 0 0 5 8 0 10
D3 10 0 5 15 0 0
KA 0 0 0 0 1 0
*Ket: D1,2,3=truk tipe 1,2,3, KA=Kereta api
Tabel 26 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode III Banyaknya Kendaraan Banyaknya Kendaraan Tersedia Terpakai Kota D1 D2 D3 KA D1 D2 D3 KA Bantul 5 5 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sleman Yogyakarta 5 5 5 0 3 1 5 0 Klaten 10 15 20 1 2 0 20 1 Solo 5 10 15 1 0 5 15 0 Wonogiri 10 10 10 1 4 2 10 1
Banyaknya Kendaraan tak terpakai D1 0 0 2 8 5 6
D2 0 0 4 15 5 8
D3 0 0 0 0 0 0
KA 0 0 0 0 1 0
*Ket: D1,2,3=truk tipe 1,2,3, KA=Kereta api
34
Tabel 27 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode IV Banyaknya Kendaraan Banyaknya Kendaraan Tersedia Terpakai Kota D1 D2 D3 KA D1 D2 D3 KA Bantul 5 5 10 0 5 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sleman Yogyakarta 5 5 5 0 0 0 3 0 Klaten 10 15 20 1 7 7 0 1 Solo 5 10 15 1 3 0 14 0 Wonogiri 10 10 10 1 2 10 10 1
Banyaknya Kendaraan tak terpakai D1 0 0 5 3 2 8
D2 5 0 5 8 10 0
D3 2 0 2 20 1 0
KA 0 0 0 0 1 0
*Ket: D1,2,3=truk tipe 1,2,3, KA=Kereta api
Tabel 28 Ringkasan hasil alokasi kendaraan di setiap kota Periode V Banyaknya Kendaraan Banyaknya Kendaraan Tersedia Terpakai Kota D1 D2 D3 KA D1 D2 D3 KA Bantul 5 5 10 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sleman Yogyakarta 5 5 5 0 0 0 4 0 Klaten 10 15 20 1 9 1 20 1 Solo 5 10 15 1 2 2 15 0 Wonogiri 10 10 10 1 0 7 9 1
Banyaknya Kendaraan tak terpakai D1 5 0 5 1 3 10
D2 0 0 5 6 8 3
D3 10 0 1 0 0 1
KA 0 0 0 0 1 0
*Ket: D1,2,3=truk tipe 1,2,3, KA=Kereta api
35
Lampiran 5 Syntax Model LINGO 8.0 dan Hasil Komputasi untuk Masalah Pendistribusian Logistik Bencana Alam MODEL SETS: CITIES; COMODITIES; VEHICLES; QUANTITIES(CITIES, COMODITIES):BEGINQUANTITIES,OUT,OUTDELAY,IN,DEFISIT; TRANSPORTATIONS(CITIES,VEHICLES):VEHICLECAPACITY,VEHICLEUSED,VEHICLE DELAY,VEHICLEIDLE; DISTS(VEHICLES,CITIES,COMODITIES,CITIES): WEIGHDISTS,UNITDIST,WEIGHTDELAY,UNITDELAY; TRANSDISTS(CITIES,VEHICLES,CITIES): VEHICLEALLOCATED,VEHICLEALLCDELAY,FREQUENCY,MORE1DAYTIME FREQ1DAY,FREQMORE1DAY,COEFMORE1DAY; TRANSCAPACITIES(VEHICLES):WEIGHTCAPAWONOGIRI; ENDSETS DATA: CITIES,COMODITIES,VEHICLES= @OLE('data.xls','CITY','COMODITY','VEHICLE'); BEGINQUANTITY,VEHICLECAPAWONOGIRI= @OLE('data.xls','BEGINQUANTITY','VEHICLECAPACITY'); WEIGHTCAPACITY= @OLE('data.xls','WEIGHTCAPACITY'); WEIGHTDIMENSION= @OLE('data.xls','WEIGHTDIMENSION'); FREQUENCY= @OLE('data.xls','FREQUENCY'); @OLE('data.xls','OUT','IN','DEFISIT','OUTDELAY')= OUT,IN,DEFISIT,OUTDELAY; @OLE('data.xls','VEHICLEUSED','VEHICLEDELAY','VEHICLEIDLE')= VEHICLEUSED,VEHICLEDELAY,VEHICLEIDLE; @OLE('data.xls','VEHICLEALLOCATED','VEHICLEALLCDELAY')= VEHICLEALLOCATED,VEHICLEALLCDELAY; @OLE('data.xls','UNITDIST','UNITDELAY')=UNITDIST,UNITDELAY; ENDDATA MIN=@SUM(QUANTITES(C,A):DEFISIT(C,A)); !OUT&IN; @FOR(QUANTITIES(C,A): OUT(C,A)=@SUM(DISTS(Vm,C,A,P):UNITDISTS(Vm,C,A,P)); IN(C,A)=@SUM(DISTS(Vm,O,A,P):UNITDIST(Vm,O,A,C)); OUTDELAY(C,A)=@SUM(DISTS(VM,C,A,P):UNITDELAY(Vm,C,A,P)); ); !keseimbangan suplay; @FOR(QUANTITIES(C,A)|BEGINQUANTITY(C,A)#GT#0: OUT(C,A)+OUTDELAY(C,A)−IN(C,A)<=BEGINQUANTITY(C,A); ); !keseimbanan demand; @FOR(QUANTITIES(C,A)|BEGINQUANTITY(C,A)#LT#0: OUT(C,A)+OUTDELAY(C,A)−IN(C,A)−DEFISIT(C,A)=BEGINQUANTITY); ); !untuk memastikan banyaknya defisit tidak melebihi;
36 36
!kuantitas awal; @FOR(QUANTITIES(C,A)|BEGINQUANTITY(C,A)#LT#0: DEFISIT(C,A)<=@ABS(BEGINQUANTITY(C,A)); ); !banyaknya moda terpakai; @FOR(TRASPORTATIONS(C,Vm): VEHICLEUSED(C,Vm)=@SUM(TRANSDISTS(C,Vm,P): VEHICLEALLOCATED(C,Vm,P)); VEHICLEDELAY(C,Vm)=@SUM(TRANSDISTS(C,Vm,P): VEHICLEALLCDELAY(C,Vm,P)); ); !keseimbangan banyaknya moda; @FOR(TRASPORTATIONS(C,Vm): VEHICLEUSED(C,Vm)+VEHICLEDELAY(C,Vm)+VEHICLEIDLE(C,Vm)= VEHICLECAPACITY(C,Vm)); ); !perhitungan BERAT yang dibutuhkan; !WEIGHTDIST dalam kg; !UNITDISTS dalam satuan; @for(DISTS(Vm,O,A,P): WEIGHTDIST(Vm,O,A,P)=UNITDIST(Vm,O,A,P)*WEIGHTDIMENSION(A) WEIGHTDELAY(Vm,O,A,P)=UNITDELAY(Vm,O,A,P)*WEIGHTDIMENSION(A) ); !frekuensi untuk 1 hari tempuh; !dimana untuk yang lebih dari 1 hari diwakili dengan 1/n; @FOR(TRANSDISTS(O,Vm,P): FREQ1DAY(O,Vm,P)=@FLOOR(FREQUENCY(O,Vm,P)); ); !untuk frequency > 1 hari yang diwakili 1/n; !dihitung disini; @FOR(TRANSDISTS(O,Vm,P): COEFMORE1DAY(O,Vm,P)=@IF(FREQUENCY(O,Vm,P)#LT#1) #AND#(FREQUENCY(O,Vm,P)#GT#0),1,0); ); !kapasitas BERAT; !WEIGHTDIST dalam kg dan WEIHTCAPACITY dalam kg; @FOR(TRANSDIST(O,Vm,P): @SUM(DIST(Vm,O,A,P):WEIGHTDIST(Vm,O,A,P)= WEIGHTCAPACITY(Vm)*VEHICLEALLOCATED(O,Vm,P)*FREQ1DAY(O,Vm,P); ); @FOR(TRANSDIST(O,Vm,P): @SUM(DIST(Vm,O,A,P):WEIGHTDIST(Vm,O,A,P)= WEIGHTCAPACITY(Vm)*VEHICLEALLOCATED(O,Vm,P)*COEFMORE1DAY(O, Vm,P); ); !integer variabel; @FOR(TRANSDIST(O,Vm.P): @GIN(VEHICLEALLOCATED(O,Vm,P)); @GIN(VEHICLEALLCDELAY(O,Vm,P)); ); @FOR(DISTS(Vm, O, A, P): @GIN(UNITDIST(Vm, O, A, P)); @GIN(UNITDELAY(Vm, O, A, P)); ); END
37 Lampiran 4 Hasil dari sintaks LINGO 8.0 Periode 1 Global optimal solution found at iteration: Objective value: Variable OUT( KLT, A) OUT( KLT, B) OUT( SOL, A) OUT( SOL, B) OUT( WNG, A) OUT( WNG, B) IN( BTL, A) IN( BTL, B) IN( SLM, A) IN( SLM, B) IN( JOG, A) IN( WNG, B) DEFISIT( BTL, B) DEFISIT( SLM, B) DEFISIT( JOG, B) VEHICLEUSED( KLT, D1) VEHICLEUSED( KLT, D2) VEHICLEUSED( KLT, KA) VEHICLEUSED( SOL, D1) VEHICLEUSED( WNG, D1) VEHICLEUSED( WNG, D3) VEHICLEUSED( WNG, KA) WEIGHTDIST( D1, KLT, A, SLM) WEIGHTDIST( D1, SOL, A, SLM) WEIGHTDIST( D1, SOL, A, JOG) WEIGHTDIST( D1, SOL, B, SLM) WEIGHTDIST( D1, SOL, B, WNG) WEIGHTDIST( D1, WNG, A, SLM) WEIGHTDIST( D2, KLT, A, BTL) WEIGHTDIST( D3, WNG, B, BTL) WEIGHTDIST( KA, KLT, B, SLM) WEIGHTDIST( KA, WNG, B, BTL) UNITDIST( D1, KLT, A, SLM) UNITDIST( D1, SOL, A, SLM) UNITDIST( D1, SOL, A, JOG) UNITDIST( D1, SOL, B, SLM) UNITDIST( D1, SOL, B, WNG) UNITDIST( D1, WNG, A, SLM) UNITDIST( D2, KLT, A, BTL) UNITDIST( D3, WNG, B, BTL) UNITDIST( KA, KLT, B, SLM) UNITDIST( KA, WNG, B, BTL) VEHICLEALLOCATED( KLT, D1, SLM VEHICLEALLOCATED( KLT, D2, BTL VEHICLEALLOCATED( KLT, KA, SLM VEHICLEALLOCATED( SOL, D1, SLM VEHICLEALLOCATED( SOL, D1, JOG VEHICLEALLOCATED( SOL, D1, WNG VEHICLEALLOCATED( WNG, D1, SLM VEHICLEALLOCATED( WNG, D3, BTL VEHICLEALLOCATED( WNG, KA, BTL
Value 200.0000 100.0000 103.0000 150.0000 297.0000 225.0000 100.0000 225.0000 400.0000 225.0000 100.0000 25.00000 25.00000 25.00000 100.0000 2.000000 2.000000 1.000000 5.000000 6.000000 10.00000 1.000000 300.0000 9.000000 300.0000 250.0000 50.00000 891.0000 300.0000 250.0000 200.0000 200.0000 100.0000 3.000000 100.0000 125.0000 25.00000 297.0000 100.0000 125.0000 100.0000 100.0000 2.000000 2.000000 1.000000 2.000000 2.000000 1.000000 6.000000 10.00000 1.000000
29 150.0000 Reduced Cost 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Periode II Global optimal solution found at iteration: Objective value: OUT( OUT( OUT( OUT( OUT( OUT(
BTL, KLT, KLT, SOL, SOL, WNG,
A) A) B) A) B) A)
125.0000 300.0000 213.0000 247.0000 200.0000 400.0000
791 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
38 OUT( WNG, B) IN( BTL, A) IN( BTL, B) IN( SLM, A) IN( SLM, B) IN( JOG, A) IN( JOG, B) IN( KLT, A) IN( KLT, B) IN( WNG, A) DEFISIT( SLM, A) DEFISIT( SLM, B) VEHICLEUSED( BTL, D2) VEHICLEUSED( KLT, D2) VEHICLEUSED( KLT, D3) VEHICLEUSED( KLT, KA) VEHICLEUSED( SOL, D1) VEHICLEUSED( SOL, D2) VEHICLEUSED( SOL, D3) VEHICLEUSED( WNG, D1) VEHICLEUSED( WNG, D3) VEHICLEUSED( WNG, KA) WEIGHTDIST( D1, SOL, A, WNG) WEIGHTDIST( D1, WNG, A, SLM) WEIGHTDIST( D1, WNG, A, JOG) WEIGHTDIST( D1, WNG, B, SLM) WEIGHTDIST( D2, BTL, A, JOG) WEIGHTDIST( D2, KLT, A, BTL) WEIGHTDIST( D2, KLT, B, BTL) WEIGHTDIST( D2, SOL, A, KLT) WEIGHTDIST( D2, SOL, B, KLT) WEIGHTDIST( D3, KLT, A, JOG) WEIGHTDIST( D3, KLT, B, JOG) WEIGHTDIST( D3, SOL, B, JOG) WEIGHTDIST( D3, WNG, B, BTL) WEIGHTDIST( KA, KLT, B, SLM) WEIGHTDIST( KA, WNG, A, BTL) UNITDIST( D1, SOL, A, WNG) UNITDIST( D1, WNG, A, SLM) UNITDIST( D1, WNG, A, JOG) UNITDIST( D1, WNG, B, SLM) UNITDIST( D2, BTL, A, JOG) UNITDIST( D2, KLT, A, BTL) UNITDIST( D2, KLT, B, BTL) UNITDIST( D2, SOL, A, KLT) UNITDIST( D2, SOL, B, KLT) UNITDIST( D3, KLT, A, JOG) UNITDIST( D3, KLT, B, JOG) UNITDIST( D3, SOL, B, JOG) UNITDIST( D3, WNG, B, BTL) UNITDIST( KA, KLT, B, SLM) UNITDIST( KA, WNG, A, BTL) VEHICLEALLOCATED( BTL, D2, JOG VEHICLEALLOCATED( KLT, D2, BTL VEHICLEALLOCATED( KLT, D3, JOG VEHICLEALLOCATED( KLT, KA, SLM VEHICLEALLOCATED( SOL, D1, WNG VEHICLEALLOCATED( SOL, D2, KLT VEHICLEALLOCATED( SOL, D3, JOG VEHICLEALLOCATED( WNG, D1, SLM VEHICLEALLOCATED( WNG, D1, JOG VEHICLEALLOCATED( WNG, D3, BTL VEHICLEALLOCATED( WNG, KA, BTL
200.0000 325.0000 200.0000 350.0000 175.0000 150.0000 225.0000 100.0000 13.00000 147.0000 50.00000 50.00000 5.000000 7.000000 5.000000 1.000000 4.000000 10.00000 15.00000 9.000000 10.00000 1.000000 441.0000 1050.000 27.00000 150.0000 375.0000 852.0000 150.0000 300.0000 26.00000 48.00000 76.00000 374.0000 250.0000 200.0000 123.0000 147.0000 350.0000 9.000000 75.00000 125.0000 284.0000 75.00000 100.0000 13.00000 16.00000 38.00000 187.0000 125.0000 100.0000 41.00000 5.000000 7.000000 5.000000 1.000000 4.000000 10.00000 15.00000 8.000000 1.000000 10.00000 1.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Periode III Global optimal solution found at iteration: Objective value: OUT( OUT( OUT( OUT(
Variable JOG, A) JOG, B) KLT, A) KLT, B)
Value 140.0000 76.00000 250.0000 151.0000
767 100.0000 Reduced Cost 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
39 OUT( SOL, A) OUT( SOL, B) OUT( WNG, A) OUT( WNG, B) IN( BTL, A) IN( BTL, B) IN( SLM, A) IN( SLM, B) IN( JOG, A) IN( JOG, B) IN( KLT, B) IN( SOL, B) DEFISIT( SLM, A) DEFISIT( SLM, B) VEHICLEUSED( JOG, D1) VEHICLEUSED( JOG, D2) VEHICLEUSED( JOG, D3) VEHICLEUSED( KLT, D1) VEHICLEUSED( KLT, D3) VEHICLEUSED( KLT, KA) VEHICLEUSED( SOL, D2) VEHICLEUSED( SOL, D3) VEHICLEUSED( WNG, D1) VEHICLEUSED( WNG, D2) VEHICLEUSED( WNG, D3) VEHICLEUSED( WNG, KA) WEIGHTDIST( D1, JOG, A, SLM) WEIGHTDIST( D1, JOG, B, SLM) WEIGHTDIST( D1, KLT, A, JOG) WEIGHTDIST( D1, KLT, B, JOG) WEIGHTDIST( D1, WNG, A, SLM) WEIGHTDIST( D1, WNG, B, BTL) WEIGHTDIST( D1, WNG, B, SLM) WEIGHTDIST( D2, JOG, A, BTL) WEIGHTDIST( D2, JOG, B, BTL) WEIGHTDIST( D2, SOL, A, SLM) WEIGHTDIST( D2, SOL, B, BTL) WEIGHTDIST( D2, WNG, B, BTL) WEIGHTDIST( D2, WNG, B, SOL) WEIGHTDIST( D3, JOG, A, SLM) WEIGHTDIST( D3, JOG, B, BTL) WEIGHTDIST( D3, JOG, B, SLM) WEIGHTDIST( D3, KLT, A, BTL) WEIGHTDIST( D3, KLT, A, JOG) WEIGHTDIST( D3, KLT, B, BTL) WEIGHTDIST( D3, SOL, B, JOG) WEIGHTDIST( D3, SOL, B, KLT) WEIGHTDIST( D3, WNG, A, JOG) WEIGHTDIST( D3, WNG, B, JOG) WEIGHTDIST( KA, KLT, B, SLM) WEIGHTDIST( KA, WNG, A, BTL) WEIGHTDIST( KA, WNG, B, BTL) UNITDIST( D1, JOG, A, SLM) UNITDIST( D1, JOG, B, SLM) UNITDIST( D1, KLT, A, JOG) UNITDIST( D1, KLT, B, JOG) UNITDIST( D1, WNG, A, SLM) UNITDIST( D1, WNG, B, BTL) UNITDIST( D1, WNG, B, SLM) UNITDIST( D2, JOG, A, BTL) UNITDIST( D2, JOG, B, BTL) UNITDIST( D2, SOL, A, SLM) UNITDIST( D2, SOL, B, BTL) UNITDIST( D2, WNG, B, BTL) UNITDIST( D2, WNG, B, SOL) UNITDIST( D3, JOG, A, SLM) UNITDIST( D3, JOG, B, BTL) UNITDIST( D3, JOG, B, SLM) UNITDIST( D3, KLT, A, BTL) UNITDIST( D3, KLT, A, JOG) UNITDIST( D3, KLT, B, BTL) UNITDIST( D3, SOL, B, JOG) UNITDIST( D3, SOL, B, KLT) UNITDIST( D3, WNG, A, JOG)
100.0000 213.0000 250.0000 200.0000 100.0000 200.0000 350.0000 200.0000 290.0000 226.0000 1.000000 13.00000 50.00000 50.00000 3.000000 1.000000 5.000000 2.000000 20.00000 1.000000 5.000000 15.00000 4.000000 2.000000 10.00000 1.000000 399.0000 46.00000 201.0000 98.00000 348.0000 150.0000 102.0000 18.00000 4.000000 300.0000 74.00000 74.00000 26.00000 3.000000 50.00000 52.00000 126.0000 423.0000 4.000000 350.0000 2.000000 246.0000 4.000000 200.0000 156.0000 44.00000 133.0000 23.00000 67.00000 49.00000 116.0000 75.00000 51.00000 6.000000 2.000000 100.0000 37.00000 37.00000 13.00000 1.000000 25.00000 26.00000 42.00000 141.0000 2.000000 175.0000 1.000000 82.00000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000
40 UNITDIST( D3, UNITDIST( KA, UNITDIST( KA, UNITDIST( KA, VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED(
WNG, KLT, WNG, WNG, JOG, JOG, JOG, JOG, KLT, KLT, KLT, KLT, SOL, SOL, SOL, SOL, WNG, WNG, WNG, WNG, WNG, WNG,
B, JOG) B, SLM) A, BTL) B, BTL) D1, SLM D2, BTL D3, BTL D3, SLM D1, JOG D3, BTL D3, JOG KA, SLM D2, BTL D2, SLM D3, JOG D3, KLT D1, BTL D1, SLM D2, BTL D2, SOL D3, JOG KA, BTL
2.000000 100.0000 52.00000 22.00000 3.000000 1.000000 2.000000 3.000000 2.000000 3.000000 17.00000 1.000000 1.000000 4.000000 14.00000 1.000000 1.000000 3.000000 1.000000 1.000000 10.00000 1.000000
-1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Global optimal solution found at iteration: Objective value: Variable Value OUT( BTL, A) 282.0000 OUT( BTL, B) 25.00000 OUT( JOG, A) 25.00000 OUT( KLT, A) 325.0000 OUT( KLT, B) 163.0000 OUT( SOL, A) 125.0000 OUT( SOL, B) 200.0000 OUT( WNG, A) 300.0000 OUT( WNG, B) 250.0000 IN( BTL, A) 350.0000 IN( BTL, B) 225.0000 IN( SLM, A) 332.0000 IN( SLM, B) 200.0000 IN( JOG, A) 225.0000 IN( JOG, B) 200.0000 IN( KLT, A) 25.00000 IN( KLT, B) 13.00000 IN( SOL, A) 25.00000 IN( WNG, A) 100.0000 DEFISIT( BTL, A) 32.00000 DEFISIT( SLM, A) 18.00000 VEHICLEUSED( BTL, D1) 5.000000 VEHICLEUSED( BTL, D3) 8.000000 VEHICLEUSED( JOG, D3) 3.000000 VEHICLEUSED( KLT, D1) 7.000000 VEHICLEUSED( KLT, D2) 7.000000 VEHICLEUSED( KLT, KA) 1.000000 VEHICLEUSED( SOL, D1) 3.000000 VEHICLEUSED( SOL, D3) 14.00000 VEHICLEUSED( WNG, D1) 2.000000 VEHICLEUSED( WNG, D2) 10.00000 VEHICLEUSED( WNG, D3) 10.00000 VEHICLEUSED( WNG, KA) 1.000000 WEIGHTDIST( D1, BTL, A, SLM) 648.0000 WEIGHTDIST( D1, BTL, B, SLM) 48.00000 WEIGHTDIST( D1, KLT, A, BTL) 75.00000 WEIGHTDIST( D1, KLT, B, SLM) 100.0000 WEIGHTDIST( D1, SOL, A, KLT) 75.00000 WEIGHTDIST( D1, SOL, A, WNG) 300.0000 WEIGHTDIST( D1, SOL, B, KLT) 2.000000 WEIGHTDIST( D1, WNG, A, SLM) 150.0000 WEIGHTDIST( D1, WNG, B, SLM) 50.00000 WEIGHTDIST( D2, KLT, A, BTL) 900.0000 WEIGHTDIST( D2, KLT, B, JOG) 26.00000 WEIGHTDIST( D2, WNG, A, JOG) 675.0000
480 50.00000 Reduced Cost 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Periode IV
41 WEIGHTDIST( D2, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( D3, WEIGHTDIST( KA, WEIGHTDIST( KA, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D1, UNITDIST( D2, UNITDIST( D2, UNITDIST( D2, UNITDIST( D2, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( D3, UNITDIST( KA, UNITDIST( KA, VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED( VEHICLEALLOCATED(
WNG, BTL, BTL, JOG, SOL, SOL, SOL, WNG, WNG, KLT, WNG, BTL, BTL, KLT, KLT, SOL, SOL, SOL, WNG, WNG, KLT, KLT, WNG, WNG, BTL, BTL, JOG, SOL, SOL, SOL, WNG, WNG, KLT, WNG, BTL, BTL, JOG, KLT, KLT, KLT, KLT, KLT, SOL, SOL, SOL, SOL, SOL, WNG, WNG, WNG, WNG, WNG, WNG,
A, SOL) A, SLM) B, SLM) A, BTL) B, BTL) B, JOG) B, KLT) B, BTL) B, JOG) B, SLM) B, BTL) A, SLM) B, SLM) A, BTL) B, SLM) A, KLT) A, WNG) B, KLT) A, SLM) B, SLM) A, BTL) B, JOG) A, JOG) A, SOL) A, SLM) B, SLM) A, BTL) B, BTL) B, JOG) B, KLT) B, BTL) B, JOG) B, SLM) B, BTL) D1, SLM D3, SLM D3, BTL D1, BTL D1, SLM D2, BTL D2, JOG KA, SLM D1, KLT D1, WNG D3, BTL D3, JOG D3, KLT D1, SLM D2, JOG D2, SOL D3, BTL D3, JOG KA, BTL
75.00000 198.0000 2.000000 75.00000 100.0000 274.0000 24.00000 150.0000 100.0000 200.0000 200.0000 216.0000 24.00000 25.00000 50.00000 25.00000 100.0000 1.000000 50.00000 25.00000 300.0000 13.00000 225.0000 25.00000 66.00000 1.000000 25.00000 50.00000 137.0000 12.00000 75.00000 50.00000 100.0000 100.0000 5.000000 8.000000 3.000000 6.000000 1.000000 6.000000 1.000000 1.000000 1.000000 2.000000 2.000000 11.00000 1.000000 2.000000 9.000000 1.000000 6.000000 4.000000 1.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Periode V Global optimal solution found at iteration: Objective value: Variable OUT( BTL, A) OUT( JOG, B) OUT( KLT, A) OUT( KLT, B) OUT( SOL, A) OUT( SOL, B) OUT( WNG, A) OUT( WNG, B) IN( BTL, A) IN( BTL, B) IN( SLM, A) IN( SLM, B) IN( JOG, A)
Value 50.00000 50.00000 250.0000 150.0000 174.0000 150.0000 226.0000 100.0000 182.0000 200.0000 318.0000 100.0000 200.0000
694 0.000000 Reduced Cost 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
42 IN( JOG, B) VEHICLEUSED( BTL, D2) VEHICLEUSED( JOG, D3) VEHICLEUSED( KLT, D1) VEHICLEUSED( KLT, D2) VEHICLEUSED( KLT, D3) VEHICLEUSED( KLT, KA) VEHICLEUSED( SOL, D1) VEHICLEUSED( SOL, D2) VEHICLEUSED( SOL, D3) VEHICLEUSED( WNG, D2) VEHICLEUSED( WNG, D3) VEHICLEUSED( WNG, KA) WEIGHTDIST( D1, KLT, A, BTL) WEIGHTDIST( D1, KLT, B, BTL) WEIGHTDIST( D1, SOL, B, JOG) WEIGHTDIST( D2, BTL, A, JOG) WEIGHTDIST( D2, KLT, A, JOG) WEIGHTDIST( D2, SOL, A, BTL) WEIGHTDIST( D2, WNG, A, SLM) WEIGHTDIST( D3, JOG, B, BTL) WEIGHTDIST( D3, KLT, A, SLM) WEIGHTDIST( D3, SOL, A, JOG) WEIGHTDIST( D3, WNG, A, BTL) WEIGHTDIST( D3, WNG, B, BTL) WEIGHTDIST( KA, KLT, B, SLM) WEIGHTDIST( KA, WNG, A, BTL) WEIGHTDIST( KA, WNG, B, BTL) UNITDIST( D1, KLT, A, BTL) UNITDIST( D1, KLT, B, BTL) UNITDIST( D1, SOL, B, JOG) UNITDIST( D2, BTL, A, JOG) UNITDIST( D2, KLT, A, JOG) UNITDIST( D2, SOL, A, BTL) UNITDIST( D2, WNG, A, SLM) UNITDIST( D3, JOG, B, BTL) UNITDIST( D3, KLT, A, SLM) UNITDIST( D3, SOL, A, JOG) UNITDIST( D3, WNG, A, BTL) UNITDIST( D3, WNG, B, BTL) UNITDIST( KA, KLT, B, SLM) UNITDIST( KA, WNG, A, BTL) UNITDIST( KA, WNG, B, BTL) VEHICLEALLOCATED( BTL, D2, JOG VEHICLEALLOCATED( JOG, D3, BTL VEHICLEALLOCATED( KLT, D1, BTL VEHICLEALLOCATED( KLT, D2, JOG VEHICLEALLOCATED( KLT, D3, SLM VEHICLEALLOCATED( KLT, KA, SLM VEHICLEALLOCATED( SOL, D1, JOG VEHICLEALLOCATED( SOL, D2, BTL VEHICLEALLOCATED( SOL, D3, JOG VEHICLEALLOCATED( WNG, D2, SLM VEHICLEALLOCATED( WNG, D3, BTL VEHICLEALLOCATED( WNG, KA, BTL
150.0000 5.000000 4.000000 9.000000 1.000000 20.00000 1.000000 2.000000 2.000000 15.00000 7.000000 9.000000 1.000000 177.0000 100.0000 300.0000 150.0000 75.00000 147.0000 456.0000 100.0000 498.0000 375.0000 24.00000 198.0000 200.0000 198.0000 2.000000 59.00000 50.00000 150.0000 50.00000 25.00000 49.00000 152.0000 50.00000 166.0000 125.0000 8.000000 99.00000 100.0000 66.00000 1.000000 5.000000 4.000000 9.000000 1.000000 20.00000 1.000000 2.000000 2.000000 15.00000 7.000000 9.000000 1.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000