8
⎡
∑ ∑ ⎢⎢− ∑Z
apovmt
+
∑Z
v∈Vm m∈M ⎣ p∈C p∈C ≤ daot (∀a ∈ A, o ∈ CS, t ∈T )
aopvmt
+
∑S p∈C
⎤
aopvmt ⎥
⎥⎦
3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan.
∑Y
v∈ V m
opvmt
∑S
v∈V m
opvmt
× c vm × f opvm ≥
∑ω
a
Z aopvmt
× cvm × g opvm ≥
∑ω
a
Z aopvmt
a∈ A
a∈ A
(∀{o, p} ∈ C , m ∈ M , t ∈ T ) 4.
5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan.
∑Y p∈c
o p vm t
+ s o p vm t ≤ a o vm t
(∀o ∈ C, v ∈Vm, m ∈ M , t ∈T )
Kendala ketaknegatifan Yopvmt ≥ 0 dan integer Zaopvmt ≥ 0 Daot ≥ 0 dan integer sopvmt ≥ 0 dan integer
Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o. ∑ Y povm t − s opvm t = ∑ Yopvm t p∈C
p∈C
(∀o ∈ C, v ∈Vm, m ∈ M , t ∈ T )
IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi. Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik (kota) yang terlibat dalam pendistribusian barang (C) yaitu kota Bantul, Sleman, Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri. Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan (A) misalkan terdiri atas makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu ada titik (kota) yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut akan menjadi titik pasokan (CS) yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik (kota)
yang kekurangan barang (CD) yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. Selain perbedaan karakteristik titik (kota), dalam kasus ini terdapat juga kendala mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik (aomt). Setiap sarana transportasi memiliki kapasitas muatan (cvm) dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain (fopvm). Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang digunakan adalah: 1. banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik (aomt) pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya sampai lama pendistribusian (T) (dalam kasus ini misalkan T=5 periode). 2. waktu pendistribusian barang bantuan (t) dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya barang bantuan yang terkumpul di daerah
9
pasokan, serta ketersediaan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang bantuan di setiap titik. 3. Permintaan yang tidak terpenuhi dan barang yang tidak terdistribusikan di setiap periode akan diakumulasikan di periode berikutnya. Gambar 7 menjelaskan bahwa akses yang tersedia di setiap kota berbeda. Setiap kota memiliki akses untuk keluar ke kota lain dan juga akses untuk masuk ke kota tersebut. Misalkan akses dari kota Bantul menuju kota Sleman dan sebaliknya adalah memakai moda
kereta api dan udara sedangkan dari kota Sleman menuju Klaten dan sebaliknya menggunakan moda darat dan udara. Himpunan moda transportasi (M) yang digunakan dalam proses pendistribusian barang bantuan adalah transportasi darat dan kereta api. Di dalam moda transportasi (M) terdapat tipe kendaraan untuk setiap moda (Vm). Dalam kasus ini transportasi moda darat menggunakan tiga tipe kendaraan sedangkan moda kereta api menggunakan satu tipe kendaraan.
Klaten
4
keterangan: jalur darat jalur kereta api
Sleman
2 Yogyakarta
1
3
Titik Pasokan
Bantul
6 Wonogiri
Titik Permintaan
5 Solo
Titik (C) 1 2 3 4 5 6
Kota Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri
(BTL) (SLM) (JOG) (KLT) (SOL) (WNG)
Gambar 7 Model distribusi barang bantuan. Untuk mengetahui banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik (kota) di setiap periode sebelum proses
pendistribusian atau sebelum diakumulasikan ke periode berikutnya dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik di setiap periode Komoditas Periode (Kota) I II III IV V Makanan (BTL) −100 −200 −100 −100 −100 Makanan (SLM) −400 −400 −350 −300 −300 Makanan (JOG) −100 −150 −150 −200 −200 Makanan (KLT) 200 200 250 300 250 Makanan (SOL) 150 200 100 100 200 Makanan (WNG) 300 250 250 200 250 Obat-obatan (BTL) −250 −175 −200 −200 −200 Obat-obatan (SLM) −250 −200 −200 −150 −100 Obat-obatan (JOG) −100 −125 −150 −200 −100 Obat-obatan (KLT) 100 200 150 150 150 Obat-obatan (SOL) 150 200 200 200 150 Obat-obatan (WNG) 200 200 200 250 100 Keterangan: tanda (−) berarti titik tersebut kekurangan barang. Berat komoditas (ωa) 3 ton untuk makanan dan 2 ton untuk obat-obatan per unit barang.
10
Dari Tabel 1 dapat diperoleh banyaknya komoditas yang tersedia (daot) di setiap titik, baik titik penawaran maupun titik permintaan, pada setiap periode waktu sebelum proses pendistribusian. Data ketersediaan sarana transportasi (aomt) dan frekuensi pengangkutan antarkota (fopvm) untuk setiap jenis sarana transportasi di setiap periode untuk uji coba model dapat dilihat di Lampiran 2. Dari studi kasus, notasi yang digunakan adalah sebagai berikut: a ∈ A maka a = 1 untuk obat-obatan a = 2 untuk makanan o ∈ CD maka o = 1 untuk Kota Bantul o = 2 untuk Kota Sleman o = 3 untuk Kota Yogyakarta o ∈ CS maka o = 4 untuk Kota Klaten o = 5 untuk Kota Solo o = 6 untuk Kota Wonogiri v ∈ Vm maka v = 1 untuk kendaraan tipe 1 v = 2 untuk kendaraan tipe 2 v = 3 untuk kendaraan tipe 3 m ∈ M maka m = 1 untuk moda darat m = 2 untuk moda kereta api. Fungsi objektifnya adalah 2
meminimumkan
3
5
∑∑∑ D
aot
terhadap kendala sebagai berikut: 1. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama dengan banyaknya komoditas yang diterima oleh titik p.
2. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o. Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode I Kuantitas Awal (unit) Kota Makanan Obat-obatan −100 −250 Bantul −400 −250 Sleman −100 −100 Yogyakarta 200 100 Klaten 150 150 Solo 300 200 Wonogiri
3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan. 3
2
v =1
a =1
3
2
v =1
a =1
∑ Yopvmt × cvm × fopvm ≥ ∑ ωa Zaopvmt ∑ Sopvmt × cvm × gopvm ≥ ∑ ωa Zaopvmt (∀{o, p} ∈ C , m ∈ M , t ∈ T ) 4. Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o.
∑
6
Ypovmt − sopvmt =
p =1
∑Y
opvmt
p =1
(∀o ∈ C, v ∈ Vm, m ∈ M , t ∈ T )
5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang ⎤ tersedia di titik pasokan. Saopvmt ⎥
3 3 ⎡ 6 apovmt aopvmt − Z + Z + ⎢ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ v =1 m =1 ⎣ p =4 p =1 p =1 ⎦ − Daot = daot (∀a ∈ A, o ∈ CD, t ∈ T ) 2
2
6
a =1 o =1 t =1
3
3 3 ⎡ 6 ⎤ − + + Z Z Saopvmt ⎥ apovmt aopvmt ⎢ ∑ ∑∑ ∑ ∑ v =1 m =1 ⎣ p = 4 p =1 p =1 ⎦ ≤ daot (∀a ∈ A, o ∈ CS, t ∈ T ) 3
6
∑Y
opvmt
+ sopvmt ≤ aovmt
p =1
(∀o ∈ C, v ∈ Vm, m ∈ M , t ∈ T ) Hasil dari uji coba model dengan menggunakan LINGO 8.0 beserta input data di Lampiran 2 pada periode I dapat dilihat di Lampiran 4 dan Gambar 8.
11
Bantul
Klaten
−100 −250
2
100
0 −25
100
Sleman
100
2
200 100 0 0
1
125
Solo
100
2
−400 −250
150 150
3 125
2
0 −25
47 0
1
Yogyakarta
25
1
297 100
10 Wonogiri
−100 −100
6
300 200
0 100
3 0
Gambar 8 Ilustrasi pendistribusian barang bantuan pada periode I.
Keterangan: : truk tipe 1
: truk tipe 2
: truk tipe 3
: kereta api 80 100
: 80 unit makanan 100 unit obat-obatan
x y
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian
x y
: kuantitas akhir barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian
untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
x
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian y untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
x y
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan.
12
Gambar 8 menunjukkan arus distribusi barang yang berasal dari daerah pasokan, yaitu Klaten, Solo, dan Wonogiri ke daerah permintaan, yaitu Bantul, Sleman, dan Yogyakarta pada periode I. Misalkan, kota Sleman sebagai kota permintaan membutuhkan barang bantuan sebanyak 400 unit makanan dan 250 unit obat-obatan. Sedangkan untuk kota Bantul membutuhkan 100 unit makanan dan 250 obat-obatan. Dalam proses pendistribusian barang bantuan, kota Wonogiri mengirimkan barang bantuan sebanyak 297 unit makanan menggunakan enam unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Selain kota Wonogiri, kota Solo dan kota Klaten juga mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman. Kota Solo mengirimkan barang bantuan sebanyak 125 unit obat-obatan dan tiga unit makanan menggunakan dua unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Kota Klaten mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman sebanyak seratus unit makanan dan seratus unit obat-obatan menggunakan dua unit truk tipe 1 dan satu unit kereta api. Setelah kota Wonogiri, Solo, dan Klaten mengirimkan barang bantuan pada periode I, kuantitas permintaan barang bantuan yang ada di kota Sleman menjadi 0 unit makanan dan masih membutuhkan 25 unit
obat-obatan. Artinya kebutuhan kota Sleman terhadap makanan telah terpenuhi, sedangkan permintaan yang tidak terpenuhi terhadap obat-obatan di kota Sleman akan diakumulasikan di periode II. Kota Bantul mendapatkan bantuan dari kota Klaten sebanyak 100 unit makanan yang dikirim menggunakan truk tipe 2 sebanyak dua unit dalam dua kali pengiriman. Kota Bantul juga mendapat bantuan 225 unit obat-obatan dengan rincian 125 unit obat-obatan dikirim menggunakan sepuluh unit truk tipe 3 dan seratus unit obat-obatan dikirim menggunakan satu unit kereta api. Setelah proses pendistribusian pada periode I kota Bantul masih membutuhkan bantuan berupa obatobatan sebanyak 25 unit. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi pada periode I di kota Sleman selanjutnya akan diakumulasikan pada permintaan di periode II. Data awal komoditas di periode II diperoleh dengan cara mengakumulasi data kuantitas akhir dari periode I dengan data yang ada di Tabel 1 periode II yang dapat dijelaskan pada Tabel 2. Data awal komoditas semua periode pendistribusian dapat dilihat di Lampiran 2. Untuk gambar proses pendistribusian barang bantuan pada periode II sampai periode V dapat dilihat di Lampiran 3.
Tabel 2 Data komoditas di setiap kota (titik) pada periode II Kuantitas Akhir Data Tabel 1 periode II periode I (unit) (unit) Kota Makan an
Obatobatan
Makanan
−200 Bantul BTL 0 −25 −400 Sleman SLM 0 −25 −150 Yogyakarta JOG 0 −100 200 Klaten KLT 0 0 200 Solo SOL 47 0 250 Wonogiri WNG 3 0 Keterangan: tanda (−) berarti titik tersebut kekurangan barang. Setelah proses penghitungan dilakukan dengan cara serupa untuk setiap periode sampai periode V, kuantitas akhir setiap periode pendistribusian barang bantuan dapat diketahui (lihat Lampiran 4). Dari data kuantitas akhir, dapat diketahui kota-kota yang kekurangan
Kuantitas awal periode II (unit)
Obatobatan
Makanan
Obatobatan
−175 −200 −125 200 200 200
−200 −400 −150 200 247 253
−200 −225 −225 200 200 200
barang bantuan beserta banyaknya barang bantuan yang tidak terpenuhi di titik permintaan di setiap periode. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas dapat dilihat di Tabel 3.
13
Tabel 3 Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi (Unit) Periode Kota Jumlah Makanan Obat-obatan A B Bantul BTL 0 25 25 1 Sleman SLM 0 25 25 Yogyakarta JOG 0 100 100 TOTAL 0 150 150 Bantul BTL 0 0 0 2 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 0 0 0 3 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 32 0 32 4 Sleman SLM 18 0 18 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 50 0 50 Bantul BTL 0 0 0 5 Sleman SLM 0 0 0 Yogyakarta JOG 0 0 0 TOTAL 0 0 0 Dengan menggunakan input data yang ada di Tabel 1 dan dengan menggunakan LINGO 8.0 yang ada di Lampiran 4, diperoleh hasil seperti yang tampak pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang terkena bencana mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena banyaknya bantuan yang terkumpul di daerah luar bencana yang kemudian disalurkan ke daerah bencana mengalami peningkatan,
sedangkan kebutuhan para korban bencana alam mengalami penurunan. Pada periode V seluruh kebutuhan para korban bencana alam telah terpenuhi. Dari hasil uji coba model dengan menggunakan progam LINGO 8.0, selain mendapatkan hasil jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang memerlukan barang bantuan, juga akan didapatkan hasil pengalokasian sarana transportasi di setiap kota.