MODEL MANGSA-PEMANGSA-PARASIT DENGAN PEMANENAN SEBAGAI KONTROL TERHADAP PENYAKIT
MAULIDAINI G551090311
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Mangsa-PemangsaParasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011 Maulidaini NRP G551090311
ABSTRACT MAULIDAINI. The Study of Predator-Prey-Parasite Model with Harvesting as a Disease Control Measure. Under supervision of TONI BAKHTIAR and TEDUH WULANDARI MAS’OED. Predator-prey interaction in presence of parasite can change the system stability in the population. This study aims to analyze the stability of predator-prey-parasite model with harvesting as a disease control measure and to study the effects of decreasing or increasing the harvesting process to the disease. Predator-preyparasite with harvesting model is applied to a system with shrimp Penaeidae sp population as prey, Whitespot disease as disease, and blekok birds as predator in estuary waters. Mathematica software is used to carry out some numerical simulations. The results from this study show that harvesting can be used as a tool for controlling disease by choosing certain harvesting way. Keywords: predator-prey-parasite model, harvesting, disease control, stability analysis
RINGKASAN MAULIDAINI. Model Mangsa-Pemangsa-Parasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit. Di bawah bimbingan TONI BAKHTIAR dan TEDUH WULANDARI MAS’OED.
Model mangsa-pemangsa dengan kehadiran penyakit maupun model mangsa-pemangsa dengan pemanenan merupakan suatu model yang sudah sering dikaji meski secara terpisah. Pada model Bairagi et al. 2009 kedua model tersebut digabungkan sehingga menjadi model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan. Dalam tulisan ini telah dikaji model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit dengan menambahkan satu parameter yaitu laju pemangsaan terhadap mangsa rentan. Tujuan utama dalam penulisan ini adalah (1) memelajari pengaruh pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit pada model mangsa-pemangsaparasit dengan memerhitungkan pemanenan, (2) melakukan analisis kestabilan terhadap model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit, (3) menerapkan model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan pada populasi udang penaid (Penaeidae sp) di perairan estuari (perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar). Dari model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan yang dilakukan secara simultan maka didapat 5 (lima) titik tetap yaitu T0(0, 0, 0), T1(S, 0, 0), T2(S, P, 0), T3(S, 0, P) dan T4(S*, I*, P*). Setelah melakukan pelinearan dari model taklinearnya maka setiap titik tetap disubstitusi dengan bantuan software mathematica dan didapatkan nilai eigen, Dari masing-masing nilai eigen yang telah didapatkan maka setiap nilai eigen akan dianalisis untuk mendapatkan kestabilannya yaitu dengan cara membuat selang pemanenan (E) sehingga mengakibatkan nilai eigennya menjadi stabil (negatif). Simulasi yang dilakukan yaitu dengan mengubah-ubah laju penyebaran penyakit, tingkat tertangkap mangsa yang rentan oleh pemangsa dan tingkat tertangkap mangsa yang terinfeksi. Dengan menganggap tingkat tertangkap mangsa terinfeksi 31 kali lebih besar daripada tingkat tertangkap mangsa yang rentan dengan asumsi gerakan mangsa terinfeksi lebih lambat sehingga lebih mudah untuk dimangsa Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit diterapkan pada populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, penyakit bercak putih (Whitespot disease) sebagai penyakit yang menyerang mangsa, dan burung blekok (Ardeolla ralloides) sebagai populasi pemangsa di perairan estuari. Dari hasil kajian analitik dan simulasi numerik diperoleh bahwa pemanenan merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit, hal ini dapat dilihat pada T4(S*, I*, P*) pada simulasi, tetapi jika pemanenan terus ditingkatkan maka salah satu populasi akan musnah. Adapun batas kondisi
pemanenan seharusnya tidak melebihi
(15 satuan pemanenan), dengan kata
lain pemanenan udang penaid (Penaeidae sp) yang rentan tidak melebihi laju pertumbuhannya agar semua populasi tidak musnah. Kata kunci: model mangsa-pemangsa-parasit, pemanenan, kontrol penyakit, analisis kestabilan
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
MODEL MANGSA-PEMANGSA-PARASIT DENGAN PEMANENAN SEBAGAI KONTROL TERHADAP PENYAKIT
MAULIDAINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis Nama NIM
: Model Mangsa-Pemangsa-Parasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit : Maulidaini : G551090311
Disetujui Komisi Pembimbing
Teduh Wulandari Mas’oed, M.Si. Anggota
Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Matematika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Endar Hasafah Nugrahani, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 3 Agustus 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2010 ini adalah Model mangsa-pemangsa-parasit dengan judul Model Mangsa-Pemangsa-Parasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan Ibu Teduh Wulandari Mas’oed, M.Si. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Jaharuddin, M.Si selaku penguji luar komisi dan selaku dosen Program Studi Matematika Terapan yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Suami Iwan Hasri M.Si, buah hatiku Raisa Dhiya Wanda serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011 Maulidaini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Takengon Provinsi Aceh, pada tanggal 3 Februari 1982 dari Bapak Ishak Alam, M.Pd. dan Ibu Rusna, S. Pd. Penulis merupakan putri ketiga dari enam bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Takengon kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh dan pada tahun yang sama penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2005 penulis menjadi staf pengajar di SMU Negeri Binaan Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Pada tahun 2009 penulis mendapat surat tugas belajar dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh untuk menempuh pendidikan S-2 Program Studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor.
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Jaharuddin, M.Si.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiii
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian.............................................................................
1 1 2
II LANDASAN TEORI ............................................................................. 2.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) ............................................... 2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) .................................. 2.3 Sistem Persamaan Diferensial Taklinear (SPDTL) ........................... 2.4 Sistem Persamaan Diferensial Mandiri ............................................ 2.5 Titik Tetap ..................................................................................... 2.5.1 Titik Tetap Stabil ................................................................... 2.5.2 Titik Tetap Takstabil .............................................................. 2.6 Pelinearan........................................................................................ 2.7 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ..........................................................
3 3 3 3 3 4 4 4 5 5
III MODEL-MODEL DASAR .................................................................... 3.1 Model Pertumbuhan Logistik........................................................... 3.2 Beberapa Model Mangsa-Pemangsa ................................................ 3.2.1 Model Mangsa-Pemangsa Holling .......................................... 3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan ................... 3.4 Model dengan Penyakit ................................................................... 3.5 Model dengan penyakit dan Pemanenan .......................................... 3.6 Model yang akan dikembangkan....................................................... 3.6.1 Asumsi Dasar ......................................................................... 3.6.2 Penerapan Model .................................................................... 3.6.3 Kerangka Analisis ................................................................... 3.6.4 Bagan Kerangka Analisis ........................................................
7 7 8 8 10 11 11 12 12 14 14 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1 Penentuan Titik Tetap ....................................................................... 4.2 Analisis Kestabilan Titik Tetap ......................................................... 4.2.1 Kestabilan Titik TetapT0 ......................................................... 4.2.2 Kestabilan Titik Tetap T1 ........................................................ 4.2.3 Kestabilan Titik Tetap T2 ........................................................ 4.2.4 Kestabilan Titik Tetap T3 ........................................................ 4.2.5 Kestabilan Titik Tetap T4 ........................................................
17 17 18 18 19 20 21 22
V SIMULASI ............................................................................................. 5.1 Parameter yang Ditetapkan ...............................................................
23 23
5.2 Simulasi Analisis Kestabilan ............................................................
24
VI SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
30
DAFTAR GAMBAR
1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling ...................................................
10
2 Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan ...............................
13
3 Bagan kerangka analisis ...........................................................................
15
4 Hasil simulasi untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899............................
25
5 Hasil simulasi untuk λ = 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2.................................
26
6 Hasil simulasi untuk λ = 0.75, n = 0.01 dan m = 0.31...............................
28
7 Batas E untuk T1 ......................................................................................
40
8 Batas E untuk T2 ......................................................................................
48
9 Batas E untuk T3 ......................................................................................
53
DAFTAR TABEL 1 Notasi untuk variabel dan parameter ........................................................
23
2 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899 ................... 3 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2.........................
24
4 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.75, n = 0.01 dan m = 0.31 .......................
27
25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penentukan titik tetap ...............................................................................
33
2 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T1 ...............................................
39
3 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T2 ...............................................
41
4 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T3 ...............................................
49
5 Program membuat simulasi ......................................................................
54
1
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peralihan cuaca dan perubahan musim dalam 4 (empat) tahun terakhir
memengaruhi hasil tangkapan nelayan sehingga di beberapa daerah yang merupakan sentra perikanan air payau merebak penyakit yang menyerang organisme perairan terutama udang. Penyakit tersebut diidentifikasi sebagai sejenis virus (Supriyadi et al. 2005). Akibat dari serangan tersebut terjadi penurunan panen udang sebesar 30 persen (DKP dan LIPI 2010). Menurut Stentiford et al (2009) selama 2008 terdapat tiga penyakit yang menyerang hewan berkulit keras (Crustasea ), salah satunya adalah penyakit bercak putih (whitespot disease) atau sering disingkat dengan WSD. Perkembangbiakan penyakit ini antara lain disebabkan oleh perubahan kualitas air, oksigen yang rendah, dan lingkungan perairan buruk (Javier et al. 2010). WSD merupakan patogen yang bersifat fatal yang disebabkan oleh whitespot syndrome virus (WSSV) yang umumnya menyerang krustasea (Crustasea sp). WSD pertama kali dijumpai di Taiwan (Kasornchandra dan Boonyaratpalin 1996). Penyebarannya bersifat pandemik yaitu menyebar ke beberapa negara mulai dari Asia dan juga di perairan Amerika (Corsin et al. 2001). Di samping penyakit, udang juga mempunyai pemangsa (Tschirhart 2004). Pemangsa udang penaid (Penaeidae sp) adalah ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehrp), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp), dan juga bangsa burung seperti blekok (Ardeola ralloides), cangak (Ardea cinera rectirostris), dan pecuk cagakan (Phalacrocorax sinensis). Dari
fenomena
di
atas,
dan
berdasarkan
rujukan dari
tulisan
(Chattopadhyay dan Bairagi 2001), suatu model interaksi antara mangsa, pemangsa, dan parasit yang diformulasikan untuk menggambarkan dinamika populasi ikan nila (Nile tilapia) yang dibagi menjadi dua kelas, yaitu ikan rentan dan ikan yang terinfeksi penyakit, dengan pemangsanya yaitu burung pelikan di laut Salton. Berdasarkan acuan tersebut, tulisan ini bertujuan memelajari model
2
mangsa-pemangsa-parasit yang menggambarkan dinamika populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, WSD sebagai penyakit dan burung blekok (A. ralloides) sebagai pemangsanya di perairan estuari. Estuari adalah perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar (KBBI 2011). Adapun model mangsa-pemangsa yang telah diformulasikan oleh para ahli di antaranya adalah model mangsa pemangsa Holling, model mangsa-pemangsa dengan pemanenan konstan, dan model mangsa-pemangsa dengan penyakit. Dari penelitian sebelumnya, maka dipandang perlu menambahkan pemanenan sebagai parameter kontrol terhadap penyakit pada mangsa sampai sejauh mana pemanenan tersebut berkontribusi dalam mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan penyakit pada mangsa yang terinfeksi penyakit (Bairagi et al. 2009), dengan menganggap bahwa pemanenan terhadap mangsa yang rentan juga diperhitungkan.
1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ialah: 1. Memelajari pengaruh pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit pada model mangsa-pemangsa-parasit dengan memerhitungkan pemanenan terhadap mangsa yang rentan. 2. Melakukan analisis kestabilan terhadap model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit. 3. Menerapkan model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan pada populasi udang penaid (Penaeidae sp) di perairan estuari.
3
II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: =f
(2.1)
dengan x(t) = Jika f taklinear pada
f (t, x) = maka sistem (2.1) disebut sistem persamaan
diferensial taklinear dan jika f linear maka SPD (2.1) disebut linear. (Braun 1983)
2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) Suatu sistem persamaan diferensial linear dinyatakan sebagai berikut: , dengan
adalah matriks koefisien konstan berukuran
konstan. Jika
(2.2) dan
adalah vektor
, maka sistem dikatakan homogen dan jika
, maka
sistem dikatakan takhomogen. (Tu 1994)
2.3 Sistem Persamaan Diferensial Mandiri Jika sistem (2.1) tidak memuat variabel waktu t secara eksplisit maka disebut sistem persamaan diferensial mandiri yang dapat ditulis: = f(x).
(2.3) (Verhulst 1990)
2.4 Titik Tetap Diberikan sistem persamaan diferensial mandiri = f(x). Titik
disebut titik tetap jika f(
(2.4) Titik tetap disebut juga titik
kesetimbangan atau titik kritis. (Tu 1990)
4
2.4.1 Titik Tetap Stabil Misalkan
adalah titik tetap SPD dan x(t) adalah sebuah solusi SPD
dengan nilai awal x(0) = jika untuk sembarang
dengan
dikatakan titik tetap stabil,
> 0 terdapat r > 0 sedemikian sehingga jika posisi awal
memenuhi
maka solusi x(t) memenuhi
, untuk
setiap t > 0. (Vershult 1990)
2.4.2 Titik Tetap Takstabil Misalkan
dan x(t) adalah sebuah solusi
SPD dengan nilai awal x(0) = takstabil jika terdapat memenuhi
dengan
Titik
dikatakan titik tetap
> 0 dengan ciri untuk sebarang r > 0 terdapat posisi awal sehingga solusi x(t) memenuhi
, untuk
paling sedikit satu t > 0. (Verhulst 1990) Untuk menganalisis kestabilan titik tetap dari suatu SPD taklinear dapat dilakukan dengan pelinearan pada sistem persamaan diferensialnya.
2.5 Pelinearan Misalkan diberikan SPDTL sebagai berikut: = f(x).
(2.5)
Dengan menggunakan ekspansi Taylor untuk suatu titik tetap, maka persamaan (2.5) dapat ditulis sebagai berikut: +
(2.6)
dengan
(2.7)
dan
adalah suku berorde tinggi yang bersifat
Selanjutnya
disebut sistem pelinearan dari sistem taklinear persamaan (2.5).
5
(Tu 1994) 2.6 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diberikan matriks koefisien konstan
berukuran n × n, dan SPD linear
takhomogen berikut: = x + b. Suatu vektor taknol x dalam ruang skalar
(2.8)
disebut vektor eigen dari jika untuk suatu
berlaku: x= Nilai skalar
x.
(2.9)
dinamakan nilai eigen dari . Untuk mencari nilai
dari
matriks , maka persamaan (2.9) dapat ditulis kembali sebagai berikut: ( − I)x = 0,
(2.10)
dengan I matriks identitas. Persamaan (1.11) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika = 0.
(2.11)
Persamaan (2.11) disebut persamaan karakteristik dari matriks . (Anton 1995)
Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz Suatu model populasi dengan K spesies, yaitu
yang
berinteraksi dalam suatu komunitas dapat ditulis:
(2.12)
atau dapat ditulis dalam bentuk notasi vektor (x).
(2.13)
Kestabilan sistem tersebut dapat ditentukan dengan urutan sebagai berikut: 1. Menentukan titik tetap
yang memenuhi f(x*) = 0.
2. Pelinearen dengan menentukan matriks Jacobi pada titik tetap, yakni = atau dapat ditulis:
(2.14)
6
=
3. Menentukan nilai eigen
(2.15)
, dengan menyelesaikan det( − I) = 0. Nilai eigen
( ) akan memenuhi persamaan karakteristik sebagai berikut : p(
+
.
(2.16)
(Edelstein-Keshe 1988) 4. Jika nilai eigen
semua bernilai real negatif, maka titik tetap x* adalah stabil.
Jika nilai eigen
tidak dapat ditentukan dengan mudah, maka kestabilan untuk
k > 2, dapat ditentukan dengan kriteria Routh-Hurwitz berikut.
Kriteria Routh-Hurwitz Diberikan persamaan karakteristik: p(
+
.
(2.17)
Selanjutnya, didefinisikan matriks Hurwitz,
.
(2.18)
Semua nilai eigen dari persamaan karakteristik (2.17) memunyai bilangan real negatif (titik tetap x* stabil) jika dan hanya jika determinan dari semua matriks Hurwitz (2.18) adalah positif, yaitu
, untuk
.
Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, untuk suatu nilai k, dengan k = 2,3,4. Titik tetap k = 2; k = 3; k = 4;
stabil jika dan hanya jika: , , >
. (Edelstein-Keshe 1988)
7
III MODEL-MODEL DASAR
3.1 Model Pertumbuhan Logistik Menurut Shones (1997) jumlah populasi pada waktu t disebut stok dan akan berubah bergantung pada perbedaan antara arus masuk dan arus keluar. Pada kasus populasi ikan (udang), terdapat faktor penangkapan dan faktor alamiah yang dapat memengaruhi arus masuk dan keluar. Faktor penangkapan adalah faktor yang dilakukan oleh manusia dalam suatu periode tertentu yang akan memengaruhi tingkat stok, dan faktor alamiah adalah faktor yang disebabkan oleh alam yang memengaruhi jumlah populasi. Adapun persamaan untuk faktor alamiah adalah sebagai berikut: Perubahan netto dalam populasi = arus masuk
arus keluar
= (kelahiran + imigrasi) – (kematian + emigrasi). Atau dapat ditulis: Perubahan netto dalam populasi = perubahan internal + perubahan eksternal = (kelahiran–kematian) + migrasi, dengan migrasi adalah imigrasi dikurangi emigrasi. Misalkan n(t) merupakan variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal. Ukuran populasi pada suatu waktu adalah x(t), yang menyatakan banyaknya individu pada waktu t, maka perubahan internal dari populasi adalah n(t) x(t). Misalkan juga m(t) menotasikan migrasi yang terjadi pada suatu interval waktu t, maka m(t) menotasikan perubahan eksternal, sehingga laju perubahan populasi dx(t)/dt diberikan oleh: dx dt
n t x t
m t .
(3.1)
Jika diasumsikan tidak ada migrasi maka m(t) = 0 untuk setiap t. Jika diasumsikan juga ada pengurangan dalam proses pertumbuhan populasi yang proporsional terhadap ukuran populasi, dengan kata lain laju pertumbuhan r
8
direduksi oleh faktor ax(t) maka variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal pada populasi menjadi n(t) = r ax(t)
(3.2)
Dari asumsi tentang migrasi dan perubahan internal, maka persamaan (3.1) dapat dituliskan sebagai berikut: dx x t dt
r ax t
r 1
x r/a
r 1
x . K
Persamaan (3.3) merupakan persamaan logistik. Parameter
(3.3) menyatakan
daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini berarti jika di dalam populasi ada x individu, maka lingkungan masih dapat mendukung kehidupan individu.
3.2 Beberapa Model Mangsa Pemangsa 3.2.1 Model mangsa-pemangsa Holling Model Holling adalah hubungan (respon fungsional) yang menggambarkan laju pemangsaan dan ketersediaan makanan (mangsa). Secara umum
dibagi
menjadi 3 (tiga), yaitu model Holling tipe I, tipe II, dan tipe III (Eisenberg dan Maszle, 1995). Model Holling Tipe I Model Holling tipe I memunyai asumsi bahwa tingkat pemangsaan terjadi secara linear terhadap meningkatnya kepadatan mangsa, sampai mencapai laju pemangsaan maksimum. Model tipe I dapat dituliskan sebagai persamaan linear dengan bentuk: FHI (t )
dengan
aN (t ) b, N
0
(3.4)
adalah fungsi Holling tipe I yang menyatakan banyaknya mangsa
yang dimangsa per satuan waktu t, a adalah efisiensi pemangsaan, N menyatakan banyaknya mangsa pada suatu populasi per satuan waktu, dan b menyatakan konstanta.
9
Model Holling Tipe II Model Holling tipe II menggambarkan hubungan antara mangsa pemangsa dengan mengasumsikan adanya waktu penanganan terhadap mangsa yaitu waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk memangsa, menundukkan, dan menghabiskan mangsa dalam satuan waktu. Total waktu yang dibutuhkan untuk mencari ( ) dan menghabiskan mangsa (th) persatuan waktu dapat ditulis: t
tS
th ,
(3.5)
dengan asumsi: 1. Waktu penanganan (memangsa) akan proporsional untuk jumlah tangkapan mangsa ditulis Nth. 2. Waktu yang tersisa bagi pemangsa untuk mencari mangsanya: t Nth Jika dimisalkan banyaknya mangsa yang tertangkap (m) oleh pemangsa berbanding lurus dengan ukuran populasi mangsa (NS) dan waktu mencari mangsa yang tersedia maka dapat ditulis: N
(3.6)
a NS (t Nth )
atau N
Jika dimisalkan N =
1
(t) maka FHII I (t )
dengan
aN S t . aN S th
aN S t , 1 aN S th
(3.7)
(t) menyatakan banyaknya mangsa yang dimangsa menurut model
Holling Tipe II. (Hasibuan 1989) Model Holling Tipe III Model Holling tipe III ini juga menggambarkan tingkat pertumbuhan pemangsa. Model Holling ini menggambarkan penurunan tingkat pemangsaan pada saat kepadatan mangsa rendah. Model Holling Tipe III ini dapat ditulis: FHIII
aN S 2 t . 1 aN S 2 th
(3.8)
10
Fungsi respon tipe I, II dan III dapat digambarkan sebagai berikut: (t)
I
II
III
Gambar 1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling
N(t)
I merupakan Model Holling Tipe I II merupakan Model Holling Tipe II III merupakan Model Holling Tipe III N(t) merupakan banyaknya mangsa pada suatu populasi pada waktu t (t) merupakan banyaknya mangsa yang dimangsa pada waktu t 3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan Model dengan pemanenan konstan dikembangkan oleh Michaelis-Menten yang mengasumsikan bahwa pemanenan hanya dilakukan pada populasi mangsa saja dan tidak memengaruhi populasi pemangsa secara langsung (Fitria 2010). Fenomena tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut: dS dt
S 1 S
dP dt
P( d
aSP P S
E
bS ), P S
dengan: S(t) adalah kepadatan populasi mangsa pada waktu t P(t) adalah kepadatan populasi pemangsa pada waktu t b adalah tingkat kemudahan pemangsaan oleh pemangsa a adalah tingkat tertangkapnya mangsa oleh pemangsa
(3.9)
11
d adalah laju kematian pemangsa E adalah tingkat pemanenan
3.4 Model dengan Penyakit Model mangsa pemangsa dengan kehadiran penyakit ini dikembangkan oleh Mukhopadhyay dan Bhattacarya (2009). Mereka membagi populasi mangsa menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa rentan dan populasi mangsa yang terinfeksi dengan mengasumsikan adanya penyakit pada mangsa dengan laju penyebaran penyakit sebesar . Modelnya dapat ditulis: dS dt
rS 1
dI dt
IS
dP dt
S
I
IS
K
mIP a I
m IP a I
nSP a S
I
(3.10)
n SP dP, a S
dengan: K adalah daya dukung lingkungan adalah laju penyebaran penyakit n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa m adalah tingkat tertangkapnya mangsa terinfeksi oleh pemangsa adalah tingkat kemudahan pemangsa untuk menghabiskan mangsa a adalah tingkat kejenuhan pemangsa dalam menghabiskan (menundukkan) mangsa.
3.5 Model dengan Penyakit dan Pemanenan Model dengan penyakit dan pemanenan ini adalah pengembangan dari model (3.10) yang diajukankan oleh Bairagi et al (2009) dengan menambahkan parameter pemanenan pada kedua populasi mangsa yaitu mangsa rentan dan mangsa terinfeksi. Mereka mengasumsikan tidak ada pemangsaan yang dilakukan pemangsa pada populasi mangsa rentan. Model penyakit dengan pemanenan dapat dituliskan sebagai berikut: dS dt
rS 1
S I K
IS q1 ES
12
dI dt dP dt
IS
mIP a I
(3.11)
I q2 EI
m IP dP a I
dengan: adalah koefisien penangkapan untuk mangsa rentan adalah koefisien penangkapan mangsa terinfeksi E adalah usaha pemanenan yang dilakukan oleh manusia
3.6 Model yang akan dikembangkan Model yang akan dikembangkan dalam tulisan ini adalah pengembangan dari model (3.11) yaitu dengan mengasumsikan terjadi pemangsaan terhadap mangsa yang rentan (S). 3.6.1 Asumsi Dasar Adapun asumsi yang dibuat untuk memformulasikan dasar persamaan diferensial model mangsa-pemangsa-parasit ialah: 1. Tanpa adanya penyakit dan pemangsa pertumbuhan populasi mangsa (r) mengikuti pertumbuhan logistik dengan carrying capacity (K) dengan laju kelahiran konstan (Bairagi et al. 2009). 2. Kehadiran penyakit yang menyebar dengan laju
sehingga populasi mangsa
dibagi menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa yang rentan (suspectible) ditulis S, dan populasi mangsa terinfeksi (Infected) ditulis I. Sehingga untuk waktu t jumlah populasi mangsa adalah: N(t) = S(t)+I(t).
(3.12)
3. Diasumsikan bahwa hanya populasi mangsa yang rentan (suspectible) S mampu bereproduksi dengan pertumbuhan logistik dan populasi yang terinfeksi (Infected) mati sebelum dapat bereproduksi tapi masih berkontribusi dengan populasi rentan dalam pertumbuhan logistik (Bairagi et al. 2009). 4. Cara penyebaran penyakit mengikuti hukum kekekalan massa (Chatopadhyay dan Bairagi 2001). Dapat ditulis:
13
dS dt
dengan
rS 1
S
I K
(3.13)
IS ,
adalah laju penyebaran penyakit (rate of transmission).
5. Efisiensi pemangsaan (α) bergantung pada jumlah maksimum mangsa yang dapat dimangsa oleh pemangsa atau kemudahan dalam mencari mangsa. 6. Pemangsaan setiap individu yang terinfeksi penyakit memunyai proporsi yang lebih besar daripada mangsa yang rentan (Bairagi et al. 2009) karena memangsa mangsa yang terinfeksi lebih mudah akibat dari gerakannya yang lebih lambat. 7. Banyaknya usaha penangkapan (E) oleh manusia (pemanenan) terhadap mangsa yang terinfeksi sebesar
juga lebih besar proporsinya dibandingkan
banyaknya usaha penangkapan untuk mangsa rentan, yaitu 8. Penyebaran penyakit dengan laju
.
iasumsikan hanya terjadi di antara
populasi mangsa saja dan bukan merupakan penyakit turunan. Populasi yang terinfeksi tidak akan sembuh. 9. Laju kematian alami mangsa yang terinfeksi ialah sebesar
dan laju
kematian alami pemangsa sebesar d > 0. Berdasarkan asumsi di atas, model mangsa-pemangsa-parasit dapat digambarkan dalam diagram kompartemen berikut: r S
λ
P
I µ
Gambar 2 Model kompartemen mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan
14
Dari diagram kompartemen di atas dapat dibuat model persamaan diferensial: dS dt
rS 1
dI dt
IS
dP dt
S
I K
mIP a I
m IP a I
IS
I q2 EI
(3.14)
n SP dP. a S
Di sini d adalah laju kematian populasi pemangsa, n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa dan m adalah tingkat tertangkapnya mangsa,
adalah tingkat kemudahan pemangsa dalam menundukkan mangsa
karena kelebihan mangsa dan a adalah tingkat kejenuhan pemangsa untuk menghabiskan mangsa dalam satuan waktu tertentu.
3.6.2 Penerapan Model Dari asumsi di atas dan berdasarkan acuan dari tulisan Bairagi et al (2009), maka penulis akan menerapkan model tersebut pada populasi udang Penaeidae sp di perairan estuari. Model mangsa-pemangsa-parasit yang dikaji dalam tulisan ini melibatkan 1. Populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, yang terbagi menjadi dua kelas yaitu mangsa rentan (S) dan mangsa terinfeksi (I). 2. Penyakit yang menyerang udang penaid (Penaeidae sp), yaitu bercak putih (Whitespot disease) oleh Javier et al (2010). 3. Populasi pemangsa yaitu burung blekok (A. raloides) sebagai pemangsa udang.
3.6.3 Kerangka Analisis Adapun kerangka analisis yang akan dikaji dan diterapkan pada model adalah sebagai berikut: 1. Menentukan titik tetap dari model taklinear. 2. Melakukan pelinearan di sekitar titik tetap melalui matriks Jacobi. 3. Menentukan nilai eigen dengan matriks Jacobi dari masing-masing titik tetap 4. Menganalisis kestabilan nilai eigen yang telah didapat dari langkah 3. 5. Menentukan kriteria kestabilan berdasarkan parameter-parameter E, n.
dan
15
6. Membuat simulasi dengan mengubah-ubah parameter-parameter E,
dan
n.pada langkah 5 yang diaplikasikan pada model mangsa-pemangsa-parasit di perairan estuari. 3.6.4 Bagan Kerangka Analisis
Menentukan titik tetap dari model taklinear
Melakukan pelinearan melalui matriks Jacobi
Titik tetap disubstitusi ke matriks Jacobi
Menentukan nilai eigen untuk masing-masing titik tetap
Menganalisis kestabilan nilai eigen Stabil, jika semua nilai eigen bernilai negatif
Menentukan parameter E, , m dan n
Tidak stabil, jika ada nilai eigen yang bernilai tak negatif
Simulasi dan analisis sensitivitas dengan mengubah parameter E, , m dan n Gambar 3 Bagan kerangka analisis n
16
17
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Titik Tetap Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan yang dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: dS dt
rS 1
dI dt
IS
dP dt
S I K
mIP a I
m IP a I
IS
nSP a S
q1 ES
(4.1)
I q2 EI
n SP dP. a S
Dalam menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu dapat menggunakan analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial. Untuk sistem persamaan (4.1) titik tetap diperoleh pada saat
dS dt
0,
dI dt
0 dan
dP dt
0 dengan
syarat S(t) > 0, I(t) > 0 dan P(t) > 0. Dengan menyelesaikan ketiga persamaan secara simultan diperoleh 5 (lima) titik tetap, yaitu: 1. Titik tetap T0(0, 0, 0) 2. Titik tetap T1(K 3. Titik tetap T2( 4. Titik tetap T3( 5. Titik tetap T4(S*, I*, P*) (Penentuan titik tetap ini dapat dilihat pada Lampiran 1). Adapun penjelasan untuk ke-5 (lima) titik tetap di atas ialah (1) T0(0, 0, 0) artinya pada akhir periode maka semua populasi akan musnah, (2) T1(S, 0, 0) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan yang akan tersisa, (3) T2(S, P, 0) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan dan populasi mangsa terinfeksi yang tersisa sedangkan populasi pemangsa musnah, (4) T3(S, 0, P) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan dan pemangsa saja yang tersisa sedangkan populasi mangsa terinfeksi musnah, (5) T4(S*, I*, P*) artinya pada akhir periode semua populasi tetap ada.
18
4.2 Analisis Kestabilan Titik Tetap Misalkan dari model (4.1) didefinisikan fungsi-fungsi sebagai berikut: f1 (S , I , P)
rS 1
f2 S , I , P
IS
f3 S , I , P
m IP a I
S
I K
mIP a I
IS
nSP a S
q1 ES
(4.2)
I q2 EI
n SP dP a S
Dengan menggunakan (1.16) terhadap (4.3) diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: r( I
K 2S ) K
J
anP (a S ) 2
I
S (r K ) K
Eq1
amP (a I ) 2
I anP (a S ) 2
S
Eq2
amP (a I ) 2
d
nS a S Im a I Im nS a I a S
.
x x*
(4.3) Penentuan matriks Jacobi ini dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.2.1 Kestabilan titik tetap T0 Titik tetap T0(0, 0, 0) adalah titik tetap yang selalu stabil. Untuk menentukan kestabilan titik tetap T0(0, 0, 0) yaitu dengan melakukan pelinearan pada (4.1) di atas. Titik T0(0, 0, 0) disubstitusi ke matriks Jacobi (4.3), sehingga diperoleh: J0
r Eq1 0 0
0 (
Eq2 ) 0
0 0 d
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik nilai-nilai eigen berikut:
.
(4.4) diperoleh
19
Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T0 bersifat stabil menuju titik
jika kondisi berikut terpenuhi:
< 0 atau ekivalen dengan E > Kondisi E >
.
menunjukkan bahwa kestabilan akan tercapai jika
pemanenan mangsa rentan lebih besar daripada laju pertumbuhan. Namun demikian, kondisi ini akan membuat semua populasi habis di akhir periode. Jika kondisi E >
tidak terpenuhi maka titik T0 bersifat takstabil.
4.2.2 Kestabilan di titik Dengan mensubstitusikan titik tetap T1( K
Kq1 E , 0, 0) ke dalam (4.3) r
diperoleh matriks Jacobi berikut: (r K )(r Eq1 ) r
r Eq1 J1
0
EK q1 r
K
0
0
Kn(r Eq1 ) (a k )r EKq1
Eq2
0 d
n (1
.
(4.5)
ar ) a K r EKq1
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
diperoleh
nilai-nilai eigen berikut: = =K = Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T1 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut terpenuhi: E
r . q1
E
r(K ) untuk K q1 q2 r
E
rK n
d
dar
q1 K (d n )
K
untuk n
d (a K ) . K
20
Secara ringkas, kondisi kestabilan
dapat dituliskan sebagai berikut:
r(K ) r < E < , dengan K q1 q2 r q1
.
lihat Lampiran 2
4.2.3 Kestabilan titik tetap T2 Dengan mensubstitusikan titik tetap T2(
) ke
dalam (4.3) diperoleh matriks Jacobi berikut: 2
=
(4.6)
dengan: r(
H11
K (r K )( K
H12 H13
n( 1
Eq2 ) a
a
Eq2
)
EK q1 r ( K r K
H21
Eq2 )
m( EK q1 r ( K ((a K )r aK ) r
H23
H33
Eq2 )
d
(m n
Eq2 )) EK q1 Erq2 am
an a
Eq2
a K r aK
r K r
E K q1 rq2
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
).
diperoleh
nilai-nilai eigen berikut: 1 (r 2K
Eq2
Eq2
4K 2 r
2
r2
4Kr
4EK 2
2
1
1 (r 2K
Eq2
Eq2
4K 2 r
2
r2
4Kr
4EK 2
2
2
3
d
m n
an a
Eq2
q1 Er 2 q2 4EKr q2 )
q1 Er 2 q2 4EKr q2
am (r K ) ((a K )r aK ) r E ( K q1 rq2 )
21
Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T2 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut terpenuhi: E
r(K ) dengan K q1 rq 2
K
E
r(K ) dengan K q1 rq 2
K
atau E >
.
Untuk kondisi yang ketiga didapat dengan memasukkan nilai parameter selain E, , m dan n. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara ringkas, kondisi kestabilan T2 dapat dituliskan sebagai berikut: <E<
r(K ) dengan K q1 rq2
.
4.2.4 Kestabilan titik tetap T3 Dengan mensubstitusikan titik tetap
(
Eq2 r K ,
Eq2 (r K )
EK q1
,0 )
ke
dalam (4.3) diperoleh matriks Jacobi berikut =
(4.7)
dengan: H11 =
dr (d (a K ) (a K ) n ) dEK ( d n ) q1 Kn (d n )
H12 =
ad (r K ) K (d n )
H13 =
d
m (d (a K )r Knr EK ( d n ) q1 ) K (d n ) 2
H22 =
ad d n
H31 =
d (a K )r Knr EK (d n )q1 Kn
H32 =
Eq2
. Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai-nilai eigen berikut:
diperoleh
22
1 1
2 dKn
Kn 2
(ad 2 r d 2 Kr adnr
2
( ad 2 r d 2 Kr adnr
dKnr
( ad 3 r d 3 Kr ad 2 nr
2d 2 Knr
1 2
2 dKn
Kn 2
. ( ad 2 r d 2 Kr adnr 3
3
dKnr
2
dKn 2 r
2
2d Knr
2
dKn r
4(dKn
Kn 2
2
) 2
q1 )))
d 2 EKq1 dEKn q1
dKnr
2
2
d 3 EKq1 2d 2 EKn q1 dEKn 2
d 2 EKq1 dEKn q1
2
( ad r d Kr ad nr
2
4(dKn
3
Kn 2
2
)
2
d EKq1 2d EKn q1 dEKn 2
2
q1 )))
m (d (a K )r Knr EK ( d n )q1 ) Eq2 . K (d n ) 2
ad d n
3
d 2 EKq1 dEKn q1
(ad 2 r d 2 Kr adnr
2
d 2 EKq1 dEKn q1
dKnr
Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T2 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut terpenuhi: E
adr Kr (d n ) Kq1 d n
E
adr Kr (d n ) dengan n Kq1 d n
E
ad mr
d (a K ) K
dengan n
K d n K d n
d (a K ) K
K d n (m q1
(mr
d n
d n
)
q2 )
dengan n
d
.
Secara ringkas, kondisi kestabilan T2 dapat dituliskan sebagai ad mr
K d
n
K d
dengan n
K d n
(m q1
n d
(mr n
q2 )
d
n
)
E
adr Kr (d n ) Kq1 d n
d (a K ) . K
4.2.5 Kestabilan titik tetap T4 (S*, I*, P*) Titik tetap {
} (lihat Lampiran 1). Kestabilan titik
tetap T4 dapat ditentukan secara numerik dan didekati dengan pemilihan parameter E, , m dan n dapat dilihat lebih lanjut pada simulasi.
23
V SIMULASI 5.1 Parameter yang Ditetapkan Untuk melakukan simulasi maka diperlukan beberapa parameter yang mendukung, parameter ditetapkan berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber di antaranya Bairagi et al. 2009, Yusmansyah et al. 2005, Supriyadi et al. 2005 dan Lafferty & Morris 1996. Tabel 1 Notasi untuk variabel dan parameter Variabel/ parameter S
Keterangan
Nilai
Banyaknya populasi mangsa rentan
Variabel
I
Banyaknya populasi mangsa
Variabel
terinfeksi P
Banyaknya populasi pemangsa
Variabel
r
Laju kelahiran mangsa
3
K
Daya dukung lingkungan
45
λ
Laju penyebaran penyakit
Parameter
n
Tingkat tertangkap mangsa rentan
Parameter
m
Tingkat tertangkap mangsa terinfeksi
31n
a
Tingkat kejenuhan pemangsa
15
µ
Laju kematian alami mangsa
0.24
terinfeksi α
Tingkat kemudahan mangsa
0.4
mendapatkan mangsa d
Laju kematian alami pemangsa
0.09
q1
Kemampuan alat tangkap menangkap
0.2
mangsa rentan q2
Kemampuan alat tangkap menangkap
0.5
mangsa terinfeksi E
Upaya pemanenan
Parameter
24
5.2 Simulasi Analisis Kestabilan Tabel 2 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899 Titik tetap
Batas pemanenan
Nilai
Nilai Titik tetap
gambar
T4
E < 1.64
E=1
(39.7, 1.5, 8.4)
(7a)
E=1.4
(38.5, 1.5, 3)
(7b)
E=1.6
(38, 1, 1)
(7c)
T2
1.65 < E < 1.89
E = 1.8
(37, 1, 0)
(7d)
T1
1.9 < E <15
E=5
(32, 0, 0)
(7e)
E=15
(0, 0, 0)
(7f)
T0
E > 15
Hasil simulasi untuk Tabel 2 di atas adalah sebagai berikut: Gambar 7a
Gambar 7b
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
40
Infected
40
Infected
30
Predator
30
Predator
20
20
10
10
Waktu t
0 0
Waktu t
0 0 50 100 150 200 250 300 350
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 7c
Gambar 7d
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
40
Infected
40
Infected
30
Predator
30
Predator
20
20
10
10
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
25
Gambar 7f
Gambar 7e s,i,p
Susceptible
40
Infected
s,i,p
Susceptible
20 Infected 15
30
Predator
Predator
10 20
5
10 Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 7 Hasil simulasi untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899 Dari Gambar 7a pada awal periode laju pertumbuhannya mengalami penurunan sehingga laju pertumbuhan mangsa terinfeksi meningkat dan kemudian konstan dan kembali menurun pada hari ke-50 sampai seterusnya mengalami fluktuasi, pada hari ke-200 laju pertumbuhan mangsa rentan telah mengalami kestabilan, untuk pemangsa kestabilan terjadi pada hari ke-300 begitu juga pada mangsa terinfeksi, pada pemanenan ini dikatakan sudah ideal karena jumlah populasi mangsa rentan meningkat dari jumlah awal, jumlah populasi pemangsa menurun, sehingga mangsa terinfeksi menurun sangat tajam. Sedangkan untuk Gambar 2 keadaannya sudah tidak ideal karena jumlah populasi pemangsa hampir mendekati jumlah populasi mangsa terinfeksi, jika pemanenan terus ditingkatkan maka semua populasi akan musnah seperti yang terlihat pada Gambar 7f. Tabel 3 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2 Titik Batas tetap pemanenan T4 E < 3.97 T2
T1
3.97 < E < 9.11
9. 10 < E < 15
Nilai
Nilai Titik tetap
gambar
E=1
(40, 0.07, 27)
(8a)
E=3
(34, 0.08, 20)
(8b)
E = 5.5 E=8 E=9 E =10
(27, 0. 17) (20, 0. 4) (17, 0, 1) (15, 0, 0)
(8c) (8d) (8e) (8f)
Hasil simulasi untuk Tabel 3 di atas adalah sebagai berikut:
26
Gambar 8a
Gambar.8b
s,i,p
s,i,p
Susceptible
50
Susceptible
50 Infected
40
Predator
30
20
10
10 Waktu t 0
Predator
30
20
0
Infected
40
Waktu t
0
50 100 150 200 250 300 350
0 50 100 150 200 250 300 350
Gambar 8c
Gambar 8d
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
40
40
Infected
Infected 30
30
Predator
Predator 20
20
10
10
Waktu t
0 0
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 8e
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 8f
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
30
30 Infected
25 20
Predator
Infected
25 20
Predator
15
15
10
10
5
5 Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 8 Hasil simulasi untuk λ = 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2 Dari Gambar 8 di atas dapat disimpulkan bahwa jika laju penyebaran penyakit bertambah sebesar 10 kali dari laju penyebaran penyakit semula maka keadaan ideal terjadi pada Gambar 8a dan Gambar 8b hal ini dikarenakan mangsa
27
yang rentan mengalami peningkatan meskipun pada awal periode mengalami fluktuasi yang signifikan namun pada hari ke-150 laju mangsa rentan telah mengalami kestabilan dan jumlah mangsa terinfeksi semakin menurun sampai akhirnya lenyap seperti pada Gambar 8c, 8d dan 8e. Tabel 4 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.75, n = 0.01 dan m = 0.31 Titik Batas pemanenan tetap T4 E < 4.25
Nilai
Nilai Titik tetap
gambar
E = 0.05
(0.3, 3.1, 0.08)
(9a)
E=2
(1.6, 3. 0.09)
(9b)
E =3
(2.3, 2.7, 0.1)
(9c)
(3, 2, 0), (4.3, 1.8, 0), (5, 1, 0), (6.9, 0.6, 0) (3, 0, 0)
(9d), (9e), (9f), dan (9g) (9h )
T2
4 .27 < E < 12. 17
E =4, 6, 8. 10
T1
12.18 < E < 15
E =14
Hasil simulasi untuk Tabel 4 di atas adalah sebagai berikut: Gambar 9a
Gambar 9b
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
30
30 Infected
25 20
20
Predator
15
15
10
10
5
5
Waktu t
0 0
Infected
25
Predator
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 9c
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 9d
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
30
30 Infected
25 20
Predator
20
15
15
10
10
5
5
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Infected
25
Predator
Waktu t
0 0 50 100 150 200 250 300 350
28
Gambar 9e
Gambar 9f
s,i,p
Susceptible
s,i,p
Susceptible
30
30 Infected
25 20
Predator
20
15
15
10
10
5
5 Waktu t
0 0
Infected
25
Predator
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 9g
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 9h
s,i,p
Susceptible
20 Infected 15 Predator 10
s,i,p
Susceptible
14
Infected
12 10
Predator
8 6 4
5
2
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Waktu t
0 0
50 100 150 200 250 300 350
Gambar 9 Hasil simulasi untuk λ = 0.75 n = 0.01 dan m = 0.31 Pada Gambar 9 di atas dapat disimpulkan bahwa ketika laju penyebaran penyakit meningkat tajam dan laju pemangsaan sangat rendah maka kestabilan sistem menjadi terganggu karena mangsa terinfeksi akan semakin meningkat melebihi mangsa rentan sehingga pemangsa mengalami kepunahan walaupun pemanenan ditingkatkan maka seharusnya ketika laju penyebaran penyakit meningkat maka tingkat pemangsaan juga seharusnya meningkat, karena mangsa terinfeksi meningkat.
29
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Pemanenan dapat dipilih sebagai alat untuk mengendalikan penyakit. Pemilihan E (upaya pemanenan) sangat menentukan eksistensi kestabilan sistem apakah jumlah populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, penyakit bercak putih (Whitespot disease) sebagai penyakit, dan burung blekok (Ardeola ralloides) sebagai pemangsa
dapat musnah, meningkat ataupun menurun
tergantung dari pemilihan parameter pemanenan.
6.2 Saran 1. Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan dapat diterapkan pada lingkungan terkontrol. 2. Analisis kestabilan dapat dilakukan dengan cara menemukan bilangan reproduksi dasar. 3. Untuk mengetahui model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit secara lebih jelas maka data-data dapat diperoleh dari lapangan.
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Anton H. 1995. Aljabar Linear Elementer. Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Sinaban dan I Nyoman Susila. Erlangga, Jakarta. Bairagi N, Chaudhuri S, Chattopadhyay J. 2009. Harvesting as a disease control measure in an eco-epidemiological system–A theoretical study. Mathematical BioSciences 217:134–144. Beverton RJH dan SJ Holt. 1957. On Dynamics of Exploited Fish Population. London : Her Majestry’s Statinery Office. 533p Borreli RL, Coleman CS. 1998. Differential Equations. USA: John Wiley and Sons, Inc. Braun M. 1983. Differential Equations and Their Applications. New York: Springer-Verlag Chattopadhyay J, Bairagi N. 2001. Pelicans at Risk in Salton Sea-an EcoEpidemiological Model. Ecological Modelling 136: 103–112. Corsin F. 2002. Problems and Solution With the Design and Execution of an Epidemiological Study of White Spot disease in Black Tiger Shrimp (Panaeus monodon) in Vietnam. Preventive Veterinary Medicine: 117-132. [DKP & LIPI] Departemen Kelautan Perikanan & Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2010. Stok Ikan Dunia Kian Merosot. Harian Suara Pembaruan: 5(kolom 2-3). Esparza et al. 2009. Detection of Whitespot Syndrome Virus in Filtered ShrimpfarmWater Fractions and Experimental Evaluation of its Infectivity in Penaeus (Litopenaeus vannamei). Aquaculture:16-22. Edelstein-Keshe L. 1988. Mathematical Models in Biology. New York: Random House. Eisenberg JN, Don RM. 1995. The structural stability of a three-spesies food chain model. Theo Biol. 176:501-510. Fitria. 2010. Bifurkasi sistem mangsa-pemangsa tipe Michaelis-Menten dengan tingkat pemanenan konstan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hasibuan KM, 1989. Pemodelan Matematika. PAU Ilmu Hayat IPB, Bogor. Heath TM. 1997. Scientific Computing. New York: The McGraw-Hill Companies. Javier MJ et al. 2010. Dynamics of intensive production of shrimp Litopenaeus vannamei affected by whitespot disease. Aquaculture 300:113-119. Lafferty, Morris. 1996. Altered behaviour of parasitized killfish increases suspectibility to predation by bird final host. Ecology. 77:1-5.
32
Mukhopadhyay B, Bhattacharyya R. 2009. Role of predator switching in an ecoepidemiological model with disease in the prey. Ecological Modelling 220: 931–939. Supriyadi et al. 2005. Prevalensi infeksi Whites Spot Syndrome Virus (WSSV) pada induk udang windu (Penaeus monodon) hasil tangkapan dari alam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11:5-10. Tu PNV. 1994. Dinamical System, An Introduction with Applications in Economics and Biology.: Heidelberg, Germany: Springer-Verlag. Tschirhart J. 2004. A new adaptive system approach to predator–prey modeling. Ecological Modelling. 176: 255–276. Verhlust F. 1990. Nonlinear Differential Equation and Dynamical System. Heidelberg, Germany: Springer-Verlag. Yusmansyah et al. 2005. Kajian dinamika populasi udang putih (Penaeus merguiensis de Man) dan udang krosok (Penaeus semisulcatus de Haan) di Perairan Utara Lamongan-Jawa Timur. [Skripsi] Malang: Universitas Brawijawa.
33
Lampiran 1 Penentuaan titik tetap
Untuk menentukan titik tetap maka
,
,
Sehingga titik tetapnya 1. T0(0, 0, 0) 2. T1( S, 0, 0)
S=K(
)
Sehingga titik tetapnya adalah (K ( 3. T2(S, I, 0)
), 0, 0)
34
Untuk
Untuk mendapatkan S
35
I( I = 0 atau S= Jadi titik tetapnya adalah { 4. Untuk (0, I, P) (tidak mungkin) 5. T3(S, I, 0) Untuk mendapatkan S melalui persamaan Maka didapat
Untuk mendapatkan P substitusi S ke persamaan
= 0 untuk I = 0
36
6. T4(S*, I*, P*) Untuk
memudahkan
maka
digunakan
programnya adalah sebagai berikut: Program menentukan titik tetap
software
mathematica
dengan
37
y Hasilnya untuk T4(S*, I*, P*) adalah: (a (a2 (r2 (-2 d2+d (3 m+n) +2 m (-m+n) )-d K r 2 2 2 (d+(m-3 n) ) -d K )-K r (d-(m+n) ) (r+K -2 ) -a (d-(m+n) ) (d k r (r+K )+(r2 (2 d-(3 m+n) )-K r (d-m +3 n ) +d k2 ) )+2 E2 K r (d-(m+n) )2 +E K (d-(m+n) ) (r+K ) q1 (a d +(d-(m+n) ) +E (d-(m+n) ) q2)+(a (d r-2 m r d k )+(d-(m+n) ) (r-K ) ) (K2 r2 (d(m+n) )2+a2 ((m-n)2 r2 +d2 (2 r+K )2-2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a k r (d-(m+n) ) (d (2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d k +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2))-E (d(m+n) ) (a (r2 (2 d-(3 m+n) )-K r (d-m +3 n ) +d K2 )+K r (d-(m+n) ) (r+k -4 )+r (K2 r2 (d-(m+n) )2+a2 ((m-n)2 r2 +d2 (2 r+K )2-2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a K r (d-(m+n) ) (d(2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d K +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2))- K (K2 r2 (d-(m+n) 2 2 2 2 2 2 ) +a ((m-n) r +d (2 r+K ) -2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a K r (d-(m+n) ) (d (2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d K +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2 2 r (d-(m+n) )2 (a (m r +d K )+K (d-(m+n) ) +E K (d-(m+n) ) q2)) (a (a m (-m+n) r +a d K (-2 d+(m+2 n) ) -K (-d+(m+n) ) (m r -2 d +2 n -E m q1-2 E (d-n ) q2)+m ((((a-K) m-(a+K) n) r +d K (r+a )+E K (-d+(m+n) ) +4 a r (-d+(m+n) ) (-a d (r+K )+K (-d r+m r +n )+E K (d-m ) q1+E K n q2))))/(2 (d-(m+n) ) (a (m r +d K )+k (d-(m+n) ) +E K (d-(m+n) ) q2)) =
(a (m-n) r +a d K +K (d-(m+n) ) (r-E q1
)- ((((a-K) m-(a+K) n) r +d K (r+a )+E K (-d+(m+n) ) +4 a r (-d+(m+n) ) (-a d (r+K )+K (-d r+m r +n )+E K (d-m ) q1+E K n q2)))
38
dan (a (a2 (r2 (-2 d2+d (3 m+n) +2 m (-m+n) )-d K r 2 2 2 (d+(m-3 n) ) -d K )-K r (d-(m+n) ) (r+K -2 ) -a (d-(m+n) ) (d k r (r+K )+(r2 (2 d-(3 m+n) )-K r (d-m +3 n ) +d k2 ) )+2 E2 K r (d-(m+n) )2 +E K (d-(m+n) ) (r+K ) q1 (a d +(d-(m+n) ) +E (d-(m+n) ) q2)+(a (-d r+2 m r +d k )-(d-(m+n) ) (r-K ) ) (K2 r2 (d(m+n) )2+a2 ((m-n)2 r2 +d2 (2 r+K )2-2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a k r (d-(m+n) ) (d (2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d k +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2))-E (d2 (m+n) ) (a (r (2 d-(3 m+n) )-K r (d-m +3 n ) +d K2 )+K r (d-(m+n) ) (r+k -4 )+r (K2 r2 (d-(m+n) )2+a2 ((m-n)2 r2 +d2 (2 r+K )2-2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a K r (d-(m+n) ) (d(2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d K +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2))- K (K2 r2 (d-(m+n) 2 2 2 2 2 2 ) +a ((m-n) r +d (2 r+K ) -2 d r (2 (m+n) r+K (m+3 n) ))+2 a K r (d-(m+n) ) (d (2 r+K )- ((m+n) r+2 n ))-E K (d-(m+n) ) (q1 (2 d (2 a+K) r-2 (a+K) (m+n) r +2 a d K +E K (-d+(m+n) ) q1)+4 a n r q2 2 r (d-(m+n) )2 (a (m r +d K )+K (d-(m+n) ) +E K (d-(m+n) ) q2)) (a (a m (-m+n) r +a d K (-2 d+(m+2 n) ) -K (-d+(m+n) ) (m r -2 d +2 n -E m q1-2 E (d-n ) q2)+m ((((a-K) m-(a+K) n) r +d K (r+a )+E K (-d+(m+n) ) +4 a r (-d+(m+n) ) (-a d (r+K )+K (-d r+m r +n )+E K (d-m ) q1+E K n q2))))/(2 (d-(m+n) ) (a (m r +d K )+k (d-(m+n) ) +E K (d-(m+n) ) q2)) =
(a (m-n) r +a d K +K (d-(m+n) ) (r-E q1
)- ((((a-K) m-(a+K) n) r +d K (r+a )+E K (-d+(m+n) ) +4 a r (-d+(m+n) ) (-a d (r+K )+K (-d r+m r +n )+E K (d-m ) q1+E K n q2)))
39
Lampiran 2 Penentukan kestabilan untuk Program menentukan matriks Jacobi
Untuk menentukan kestabilan nilai eigen untuk
pada
diperoleh: d n (1
ar )< 0 (a K )r EKq1
<0
dengan asumsi
dan n <
, sehingga
atau Jika E > 0 maka haruslah , untuk Akan dibuktikan untuk
, jelas >0
maka
, maka
40
Untuk memperjelas batas bilangan sebagai berikut:
Gambar 4 Batas E untuk T1
,
dan
dapat dibuat dalam garis
41
Lampiran 3 Penentukan kestabilan untuk T2 Program menentukan matriks jacobi untuk titik tetap T2
Program menentukan nilai eigen untuk titik tetap E2 Eigenvalues[j2] Hasilnya:
. Untuk Dari nilai eigen di atas diuraikan menjadi:
42
)+
>
43
terbukti Untuk
<0 <0
)+
<
44
terbukti untuk
<0
<0
45
dengan asumsi
sehingga dapat
diuraikan:
+(
< 0. Persamaan diatas berupa persamaan kuadrat sehingga dapat dibuat V < 0. Dengan: V=
+WE +Z
46
W
Z
=
=
Karena V > 0 maka grafik terbuka keatas. Sehingga untuk memperoleh akar-akar persamaan kuadrat hasilnya didapat dengan menggunakan software mathematica Akar-akar persamaan kuadratnya adalah sebagai berikut:.
47
Setelah dimasukkan parameter selain
dan m = 31n maka didapat:
= (-0.76536-23.6394 λ-5202. n λ-135.
-54. n
+
23.6394 +5202. +135. 2+54. 2)2−4 (0.777 +4.662 −4185. /(2 (0.777 +4.662 λ -4185. n )) = (-0.76536-23.6394 λ -5202. n λ -135.
-54. n
-
23.6394 +5202. +135. 2+54. 2)2−4 (0.777 +4.662 −4185. /(2 (0.777 +4.662 λ -4185. n )) Dari hasil di atas terlihat bahwa hasilnya berbentuk persamaan kuadrat berbeda nilai yaitu:
Dengan: .
.
48
Misalkan
=
dengan asumsi
> 0, sehingga
dan
. Karena
> 0 maka akar-akar persamaan memotong absis
Jadi batasnya agar nilai
< 0 adalah E >
Untuk mendapatkan E agar
< 0,
garis bilangan sebagai berikut:
,
Gambar 5 Batas E untuk T2
atau E < E2
< 0 dan
< 0 maka dapat dibuat dalam
49
Lampiran 4 Menentukan kestabilan nilai eigen untuk T3 Program menentukan matriks Jacobi untuk T3 (*menentukan matriks jacobi untuk je3=
{
Program menentukan nilai eigen untuk Eigenvalues[j3] Menghasilkan =
=
. = Dari hasil diatas dapat disederhanakan menjadi: =
)
= dengan:
. Untuk <0 dengan
50
kedua ruas dikuadratkan
(
atau
dengan
untuk
<0
51
untuk
<0
>0 (
(
52
dengan
< 0 dipenuhi bila
53
Untuk memperjelas batas
)
dan
E(
Gambar 6 Batas E untuk T3
)
dapat dibuat dalam garis bilangan
54
Lampiran 5 Program membuat simulasi ClearAll; Clear[r,K, m, n, a, , , d, q2, q1, T, sol1, sol2, sol3]; r = 3; K = 45; a = 15;
= 0.24;
= 0.4; d = 0.09; q1 = 0.2; q2 = 0.5; m = …; (*dapat diubah-ubah*) n = ….; (*dapat diubah-ubah*) T= 80; S0 = 20; I0 = 30; P0 = 10; Needs["PlotLegends`"]; (*parameter E,
n diubah-ubah *)
Manipulate[Module[{sol, S, I, P, t}, sol1 = First[S/. NDSolve
55
LAMPIRAN